perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STRATEGI LEMBAGA BHAKTI KEMANUSIAAN UMAT BERAGAMA (LBKUB) DALAM PENANGANAN PENGUNGSI ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010 (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Strategi Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali)
Disusun Oleh :
TANGGUH TRI ADHI MEGANTARA NIM. D0307068 SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan kepada kedua orang tuaku tercinta (Bapak Sutadi dan Ibu Suprihatin) yang sangat ingin melihatku menyelesaikan tulisan ini, namun Allah SWT telah memanggil Mereka sebelum bisa kutunjukkan karyaku ini.
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO ―Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yag sabar.‖ (QS. Al-Baqarah: 153) ―Aku mengamati semua sahabat, dan tidak menemukan sahabat yang lebih baik daripada menjaga lidah. Saya memikirkan tentang semua pakaian, tetapi tidak menemukan pakaian yang lebih baik daripada takwa. Aku merenungkan tentang segala jenis amal baik, namun tidak mendapatkan yang lebih baik daripada memberi nasihat baik. Aku mencari segala bentuk rezki, tapi tidak menemukan rezki yang lebih baik dari pada sabar.‖ (Khalifah ‗Umar) ―Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah untuk tenang dan sabar.‖ (Khalifah ‗Umar) ―Ujian yang paling sulit adalah ujian tentang kesabaran dan keikhlasan…Sabar dalam mengerjakan dan ikhlas dalam menerima‖ (Tangguh Tri Adhi Megantara)
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis pajatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya yang tak terhingga, sehinga atas seijin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “STRATEGI LEMBAGA BHAKTI KEMANUSIAAN UMAT BERAGAMA (LBKUB) DALAM PENANGANAN PENGUNGSI ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010” (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Strategi Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali). Gunung Merapi merupakan salah satu gunung paling aktif di Indonesia. Di penghujung tahun 2010 lalu, Merapi kembali mengalami erupsi setelah terakhir meletus pada 2006 silam. Letusan tersebut adalah letusan yang paling besar dalam kurun waktu 100 tahun terakhir. Salah satu dampak letusan tersebut adalah timbulnya pengungsian besar-besaran terhadap masyarakat yang ada di di Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Merapi. Kabupaten Boyolali menjadi salah satu wilayah yang mengalami dampak dari erupsi Merapi, selain wilayah lainnya yaitu Sleman, Klaten, dan Magelang. Banyak pihak yang terlibat dalam kegiatan penanganan pengungsi Merapi, baik pemerintah maupun nonpemerintah. Berkaitan dengan hal tersebut, penulis bermaksud meneliti tentang strategi penanganan pengungsi yang dilakukan oleh LBKUB khususnya di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Di mana strategi penanganan pengungsi LBKUB dilaksanakan dalam tiga masa bencana, yaitu sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Penyusunan penelitian ini dapat terlaksana juga atas kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2. Dr. Bagus Haryono, M.Si selaku Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta; 3. Siti Zunariyah, S.Sos. M.Si selaku pembimbing skripsi. Terima kasih banyak atas bimbingan, pengetahuan, kesabaran, dan motivasinya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada anda; 4. Dra. Rahesli Humsona, M.Si selaku pembimbing akademik dan panitia penguji skripsiku. Terima kasih atas bimbingan, motivasi, dan kebaikannya. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada anda; commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Dr. Ahmad Zuber, DEA selaku panitia penguji skripsiku. Terima kasih atas kebaikan anda. Semoga Allah SWT membalasnya dan senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada anda; 6. Kedua orang tuaku tercinta Almarhum Bapak Sutadi dan Almarhumah Ibu Suprihatin. Terima kasih atas bimbingan, dukungan, dan doanya. Terima kasih atas segalanya yang telah kalian berikan kepada anakmu ini, tapi maaf anakmu sedikit terlambat mewujudkan apa yang jadi harapan kalian dan semoga kalian ditempatkan di tempat yang selayaknya di sisi Allah SWT. Terima kasih pula kepada Mbak Esti dan Dek Ian atas supportnya. Ndoh Sayang Kalian Semua! 7. Keluarga besar LBKUB yang telah berkenan menjadi obyek penelitian bagi penulis. Terima kasih juga atas bantuan dan bimbingannya: Mas Nandar, Mas Subekan, Mbak Wiwin, Pak Aqim; 8. Tim Siaga Desa Klakah ―SIGAB‖ dan Kelompok Tani ―Merapi Subur‖: Mas Pomo, terima kasih atas kesediaannya menjadi informan, keramahan, serta bantuannya; 9. Pemerintah Desa Klakah, Keluarga Besar SDN Klakah 1, serta seluruh mayarakat Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, terima kasih atas keramahan, bantuan, dan kesediaanya memberikan informasi yang penulis butuhkan; 10. Kawan-kawanku Keluarga Besar Sosiologi Angkatan 2007, terima kasih atas kebersamaan yang kalian berikan selama ini, terima kasih atas semuanya. 11. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis yang tidak tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Terima kasih atas bantuannya. Sebagai proses pembelajaran, kritik dan saran dapat berguna untuk memperbaiki laporan ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Selamat membaca. Boyolali,
Februari 2012
Penulis
Tangguh Tri Adhi Megantara
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv HALAMAN MOTTO ...........................................................................................v KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi DAFTAR BAGAN .............................................................................................. xii DAFTAR MATRIKS ........................................................................................ xiii DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xiv ABSTRAK ...........................................................................................................xv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1 A. Latar Belakang ............................................................................................1 B. Perumusan Masalah ...................................................................................17 C. Tujuan Penelitian .......................................................................................18 D. Manfaat Penelitian .....................................................................................19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................20 A. Strategi Penanganan Pengungsi ................................................................20 B. Pengungsi ..................................................................................................23 C. Penelitian Terdahulu .................................................................................25 D. Teori Aksi Talcott Parsons .........................................................................34 E. Kerangka Berpikir .....................................................................................38 F. Definisi Konsep .........................................................................................42
BAB III METODEPENELITIAN .....................................................................43 commit to user A. Jenis Penelitian .......................................................................................... 43 viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Lokasi Penelitian .......................................................................................43 C. Sampel dan Teknik Pengampilan Sampel .................................................44 D. Sumber Data ..............................................................................................45 E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................46 F. Analisis Data .............................................................................................47 G. Validitas Data ............................................................................................50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................51 A. Deskripsi Lokasi ........................................................................................51 1. Kabupaten Boyolali ..............................................................................51 2. Kecamatan Selo ....................................................................................52 3. Desa Klakah ..........................................................................................53 4. LBKUB .................................................................................................55 B. Hasil Penelitian .........................................................................................57 1. Profil Informan .....................................................................................57 2. Gambaran Umum Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 .......................58 3. Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali ................................................................................................76 3.1. Masa Sebelum Bencana .................................................................79 3.2. Masa Saat Bencana ........................................................................91 a. Evakuasi Penduduk di Wilayah Bencana .................................92 b. Pendirian Posko Tanggap Darurat ..........................................100 c. Penerimaan dan Pendistribusian Logistik ...............................107 d. Pelayanan Dapur Umum .........................................................111 e. Pelayanan Kesehatan ..............................................................115 f. Pelayanan Trauma Healing .....................................................118 g. Pendirian Posko Hewan Ternak ..............................................123 3.3. Masa Setelah Bencana .................................................................125 a. Rapid Rural Assasment (RRA) ...............................................129 commit to user Infrastruktur Dasar ...........133 b. Pembersihan Desa dan Perbaikan ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Pemulihan Ekonomi dan Pertanian .........................................135 d. Pemulihan Sanitasi Air ...........................................................142 e. Psiko-sosial dan Trauma Healing ...........................................144 f. Pemulihan Kesehatan ..............................................................151 4. Kendala Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali .............................................................................154 4.1.Masa Sebelum Bencana ................................................................154 4.2.Masa Saat Bencana .......................................................................156 4.3.Masa Setelah Bencana ..................................................................168 5. Hasil Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali ............................................................................172 5.1. Masa Sebelum Bencana ...............................................................173 5.2. Masa Saat Bencana ......................................................................178 5.3. Masa Setelah Bencana .................................................................182 C. Pembahasan .............................................................................................187
BAB V PENUTUP .............................................................................................204 A. Kesimpulan ..............................................................................................204 B. Implikasi ..................................................................................................212 1. Teoritis ................................................................................................212 2. Metodologis ........................................................................................215 3. Empiris ...............................................................................................216 C. Saran ........................................................................................................218
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................220 LAMPIRAN .......................................................................................................224
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Korban Meninggal Dunia Akibat Letusan Merapi Tahun 2010 .............5
Tabel 2
Persebaran Pengungsi Letusan Merapi Tahun 2010 ...............................8
Tabel 3
Daftar Relawan Tanggap Darurat Bencana Nasional Gunung Merapi Tahun 2010 Di Wilayah Kabupaten Boyolali ..........................14
Tabel 4
Sarana Di Desa Klakah .........................................................................54
Tabel 5
Prasarana Di Desa Klakah ....................................................................55
Tabel 6
Profil Informan .....................................................................................58
Tabel 7
Rekapitulasi Jumlah Pengungsi Tanggal 25 Oktober-8 Desember 2010 Kabupaten Boyolali .....................................................................74
Tabel 8
Nama Tim Siaga Desa Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali .............86
Tabel 9
Jumlah Pengungsi di Sekitar Posjo I LBKUB ....................................106
Tabel 10 Data Hasil RRA Merapi di Desa Klakah Per-15 November 2010 .....131 Tabel 11 Kegiatan dan Peserta Program Pengenalan Pengurangan Resiko Bencana dan Pertanian Berkelanjutan dengan Pendekatan Permakultur untuk Anak Sekolah .......................................................147
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR BAGAN
Bagan 1 Kerangka Berpikir ...................................................................................41 Bagan 2 Skema Penarikan Kesimpulan ................................................................49
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR MATRIK
Matrik 1 Kronologi Letusan Gunung Merapi 26 Oktober 2010 .........................64 Matrik 2 Kronologi Letusan Gunung Merapi 3 November 2010 ........................70 Matrik 3 Langkah-langkah yang akan Dilakukan bersama Masyarakat untuk Menghindar dari Bencana .....................................................................93 Matrik 4 Prioritas Evakuasi Penduduk ................................................................94 Matrik 5 Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 ............................................................................153 Matrik 6 Kendala Strategi LBKUB dalam Penanganan Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 Masa Saat Bencana ............................................166 Matrik 7 Kendala Strategi LBKUB dalam Penanganan Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 Masa Setelah Bencana .......................................171 Matrik 8 Hasil Strategi LBKUB dalam Penanganan Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 Masa Sebelum Bencana .....................................177 Matrik 9 Hasil Strategi LBKUB dalam Penanganan Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 Masa Saat Bencana .........................................................181 Matrik 10 Hasil Strategi LBKUB dalam Penanganan Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 Masa Setelah Bencana ....................................................186
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
BAKESBANGPOLINMAS .......................... Badan Kesatuan Bangsa, politik, dan Perlindungan Masyarakat BAKORNAS PBP .............. Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi BNPB .................................................... Badan Nasional Penanggulangan Bencana BPPTK ........... Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian CBDRM ........................................... Community Base Disaster Risk Management DRR ................................................................................... Disaster Risk Reduction ER ............................................................................................. Emergency Respons GKI ....................................................................................Gereja Kristen Indonesia GKJ .......................................................................................... Gereja Kristen Jawa KK ..................................................................................................Kepala Keluarga KRB ................................................................................ Kawasan Rawan Bencana LSM ........................................................................Lembaga Swadaya Masyarakat LBKUB ........................................ Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama NGO .....................................................................Non-Governmental Organization PRA ............................................................................Participatory Rural Appraisal PUSDALOPS ........................................................ Pusat Pengendalian dan Operasi RRA ......................................................................................Rapid Rural Appraisal PRBBK .....................................Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas PRBBM .................................. Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Masyarakat SIGAB ........................................................................... Siap dan Tanggap Bencana TPA ...............................................................................Tempat Pengungsian Akhir TPS ........................................................................ Tempat Pengungsian Sementara UKSW ................................................................ Universitas Kristen Satya Wacana UNHCR ..................................... United Nations High Commissioner for Refugees USCR .......................................................... United States Committee for Refugees commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Tangguh Tri Adhi Megantara. D0307068. 2012. “Strategi Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010” (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Strategi Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali). Skripsi. Jurusan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini mengambil lokasi di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Letaknya di lereng Gunung Merapi membuat desa ini turut terkena dampak erupsi Gunung Merapi yang terjadi tahun 2010. Sekitar 2.827 jiwa warga desa terpaksa mengungsi meninggalkan desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi yang dilakukan oleh LSM Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kendala yang dihadapi pada saat pelaksanaan strategi serta hasil yang dicapai setelah strategi tersebut dilaksanakan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori aksi yang dikemukakan oleh Talcott Parsons. Dalam strateginya LBKUB bertindak sebagai aktor dalam penanganan pengungsi erupsi Merapi. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, data diambil dengan teknik wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Untuk menjamin validitas data digunakan triangulasi sumber, sedangkan analisis data yang digunakan adalah model interaktif. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi dilaksanakan dalam 3 masa bencana. Masa sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Strategi penanganan pengungsi yang dilakukan LBKUB merupakan suatu tindakan sosial. Strategi tersebut mengandung komponen-komponen dasar dari satuan tindakan seperti yang diungkapkan oleh Parsons berupa tujuan, alat, kondisi, dan norma. Strategi penanganan pengungsi terdiri beberapa program yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan di setiap masa bencana. Pada masa sebelum bencana, strateginya adalah dengan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam hal pengurangan resiko bencana. Kemudian pada saat bencana, strategi yang dilakukan adalah kegiatan tanggap darurat seperti penyelamatan, perlindungan, pengurusan, serta pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi. Sedangkan setelah bencana, strateginya adalah dengan melakukan kegiatan pemulihan pada beberapa sektor kehidupan dasar masyarakat seperti ekonomi, pertanian, sanitasi air, dan psikologis. Dalam melaksanakan strateginya, LBKUB berpedoman terhadap norma dan aturanaturan yang ada seperti adat, undang-undang, dan prosedur penanganan pengungsi. Meski seringkali dihadapkan pada situasi dan kondisi yang menjadi kendala, namun secara umum strategi penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi oleh LBKUB berhasil dilaksanakan dengan baik, terlihat dari para pengungsi yang dapat tertangani dengan baik, tercukupi kebutuhannya, serta pada akhirnya mereka dapat kembali pada kehidupannya sehari-hari. commit toErupsi user Gunung Merapi Kata Kunci: Strategi, Penanganan Pengungsi, xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Tangguh Tri Adhi Megantara. D0307068. 2012. “The Strategy of Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) in Handling the Refugee of Mount Merapi Eruption in 2010”. (A Descriptive Qualitative Study on the strategy of Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) in Handling the Mount Merapi Eruption in 2010 in Klakah Village, Selo Sub District, Boyolali Regency). Thesis. Sociology Department. Social and Political Sciences Faculty. Surakarta Sebelas Maret University. This research was taken place in Klakah Village, Selo Sub District, Boyolali Regency. Its location in Mount Merapi slope makes this village was also exposed to the Mount Merapi eruption effect occurring in 2010. About 2.827 people forcefully left the village. This research aims to find out the strategy undertaken by Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) NGO in handling the Mount Merapi Eruption in 2010 in Klakah Village. This research also aims to find out the obstacles faced during the implementation of strategy as well as the result achieved after the strategy was implemented. The theory used in this research was action theory proposed by Talcott Parsons. In its strategy, LBKUB act as an actor in handling the refugees of Mount Merapi. This study belonged to a descriptive qualitative research; the data was taken using in-depth interview, observation, and documentation. The sample was taken using purposive sampling technique. To validate the data, source triangulation was used, while the data analysis was done using an interactive model. From the result of research, it could be concluded that LBKUB‘s strategi in handling the refugees was implemented in 3 disaster periods: before, during, and after Mount Merapi eruption disaster in 2010. The refugee handling strategy the LBKUB had undertaken was a social action. The strategy contained basic components of an action as Parsons noted constituting objective, tool, condition, and norm. The refugee handling strategy consisted of several program used as a mean of achieving the objective in every period of disaster. In the period before disaster, the strategy used was to improve the society‘s capacity in mitigating the risk of disaster. Next, during disaster period, the strategy undertaken was emergency response such as rescuing, protection, administration, as well as fulfillment of refugee‘s basic needs. Meanwhile, after disaster period, the strategy undertaken was recovery activity in several basic life sectors of society such as economic, agricultural, water sanitation, and psychological. In implementing its strategy, LBKUB referred to the norms and rules existing such as custom, legislation, and refugee handling procedure. Despite some obstacles frequently emerging in the term of situation and condition, generally the strategy of handling Mount Merapi eruption refugee by LBKUB had been successfully implemented. It could be seen from the refugees that could be handled well, fulfilled for their needs, and finally could return to their daily life. Keywords: Strategy, Refugee Handling, commitMount to userMerapi Eruption. xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di antara dua benua dan dua samudera terbentang di garis khatulistiwa serta terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia merupakan wilayah teritorial yang sangat rawan terhadap bencana. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki 17.508 pulau, terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua lautan (Lautan Hindia dan Pasifik). Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik, yang berpotensi menimbulkan gempa bumi apabila lempeng-lempeng tersebut bertumbukan. Selain itu, Indonesia juga mempunyai 129 gunung api aktif, 80 diantaranya berbahaya. Bencana alam lainnya yang seringkali melanda Indonesia adalah tsunami, angin topan, banjir, tanah longsor, kekeringan serta bencana akibat ulah manusia seperti kegagalan teknologi, konflik sosial, kebakaran hutan dan lahan (dikutip dari www.bnpb.go.id). Keanekaragaman suku dan budaya bagi bangsa Indonesia juga turut menjadikan bangsa sebagai bangsa yang majemuk yang rawan akan terjadinya konflik sosial. Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang dimaksudkan dengan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan commit to user 1
2 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Hampir semua jenis bencana baik karena alam maupun kesalahan manusia seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan (bencana asap) dan bencana akibat kecelakaan industri serta kesalahan teknologi, telah mengancam dan berada di tengah lingkaran kehidupan segenap bangsa Indonesia. Selain itu dengan adanya kondisi sosial-ekonomi masyarakat yang semakin parah dengan munculnya dampak negatif dari krisis multi dimensi yang berawal dari krisis moneter, sampai krisis ekonomi memicu menimbulkan berbagai konflik horizontal dan vertikal yang mengakibatkan terjadinya kerusuhan sosial yang berdampak arus pengungsian warga masyarakat dengan berbagai masalahnya. Keanekaragaman suku yang terdapat di Indonesia juga menjadikan bumi nusantara ini rawan akan terjadinya konflik sosial. Dijelaskan pula dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bahwa secara umum bencana yang terjadi dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. 3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Dari ketiga jenis bencana yang disebutkan di atas yang paling sering terjadi di Indonesia adalah bencana alam, mengingat kondisi geografis dan geologis Indonesia sebagai negara kepulauan serta berada di antara dua benua dan dua samudera. Indonesia juga berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik, yang berpotensi menimbulkan gempa bumi apabila lempeng-lempeng tersebut bertumbukan. Bencana alam lain yang juga seringkali melanda Indonesia adalah tsunami, angin topan, banjir, tanah longsor, kekeringan, dan gunung meletus. Masih ada dalam ingatan kita tentang bencana meletusnya Gunung Merapi di Pulau Jawa pada akhir tahun 2010 lalu yang menelan ratusan korban meninggal, memaksa ratusan ribu orang mengungsi, serta merusak sarana dan prasarana yang ada di sekitarnya. Berbicara tentang bencana gunung meletus, Indonesia memang cukup rentan terhadap bencana tersebut. Keberadaan 129 gunung api aktif yang 80 diantaranya berbahaya tentunya menambah ancaman terjadinya bencana alam di Indonesia apabila gunung-gunung berapi tersebut meletus. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki banyak gunung commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
berapi yang masih aktif, hal ini juga yang mempengaruhi tingkat kesuburan tanah di wilayah Indonesia di mana sebagian besar tanah di Indonesia merupakan tanah vulkanik yang tingkat kesuburannya sangat tinggi. Jikalau suatu gunung meletus akan memuntahkan berbagai material dari dalam perut bumi, salah satunya adalah abu vulkanik. Dari abu vulkanik inilah setelah melalui proses alami beberapa waktu diyakini dapat menyuburkan tanah. Banyak terdapatnya gunung berapi di Indonesia selain memberikan dampak positif yakni berupa kesuburan tanah yang sangat baik untuk kegiatan pertanian dan perkebunan ternyata juga memberikan ancaman bagi masyarakat Indonesia itu sendiri. Gunung meletus merupakan salah satu bencana alam yang sangat mengancam kehidupan bangsa ini terutama bagi mereka yang berada di sekitar gunung berapi tersebut. Salah satu gunung api yang paling aktif di Indonesia adalah Gunung Merapi. Gunung Merapi adalah gunung yang terletak di tengah-tengah Pulau Jawa tepatnya di perbatasan antara Propinsi Jawa Tengah dan Propinsi Yogyakarta. Setidaknya ada empat wilayah kabupaten yang masuk ke dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Merapi, yaitu Kabupaten Magelang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Sleman. Pada tahun 2010 Gunung Merapi kembali mengalami erupsi setelah terakhir meletus pada tahun 2006. Rentetan letusan yang terjadi dari tanggal 26 Oktober sampai dengan 5 November 2010 tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi masyarakat yang berada di sekitar KRB Merapi. Menurut data yang dihimpun oleh Pusat Pengendalian Operasi (Pusdalops) Badan Nasional commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penanggulangan Bencana (BNPB) per 18 November 2010, sebanyak 275 orang meninggal dunia akibat bencana tersebut. 177 orang diantaranya meninggal akibat luka bakar terkena sapuan awan panas atau yang sering disebut dengan wedhus gembel, sedangkan sisanya sebanyak 98 orang meninggal tanpa luka bakar tapi karena sebab lain seperti gangguan Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA), kecelakaan, sakit, depresi, dan sebab lainnya.
Tabel 1 Korban Meninggal Dunia Akibat Letusan Merapi Tahun 2010 Lokasi
Korban Meninggal
Sleman
199
Klaten
28
Boyolali
9
Magelang
39
Jumlah
275
Sumber: Pusdalops BNPB per 18 November 2010
Dari tabel di atas terlihat bahwa jumlah korban terbanyak berasal dari Kabupaten Sleman. Dari empat wilayah kabupaten yang terkena dampak letusan Gunung Merapi, Kabupaten Sleman adalah daerah yang terkena dampak paling parah. Mengingat arah letusan Gunung Merapi hampir pasti selalu mengarah ke arah selatan. Bencana meletusnya Gunung Merapi menimbulkan penderitaan bagi masyarakat di sekitar kaki gunung. Selain menimbulkan korban jiwa, penduduk sekitarnya juga menanggung kerugian yang cukup besar dan harus menderita commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karenanya. Banyak dari rumah penduduk yang turut hancur akibat terkena sapuan awan panas maupun hancur akibat tidak mampu menopang abu vulkanik yang menimpa rumah-rumah mereka. Kerugian lainnya yang sangat nampak adalah pada sektor pertanian dan peternakan. Meletusnya Gunung Merapi menimbulkan hujan abu dan pasir di beberapa wilayah sekitar Gunung Merapi, seperti kawasan Jogja, Klaten, Magelang, dan Boyolali. Bahkan hujan abu juga turut dirasakan di beberapa kota di Jawa Barat. Hujan abu tersebut mengakibatkan wilayah-wilayah dikawasan Merapi menjadi tertutup oleh abu vulkanik. Sebagian besar tanaman
pertanian
dan perkebunan mengalami
kerusakan yang pada akhirnya para petani mengalami kerugian. Berhektarhektar sawah dan kebun tertutup oleh abu dan pasir sehingga tanaman-tanaman mengalami gagal panen. Padahal sebagian besar masyarakat yang ada di wilayah KRB Merapi mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utamanya. Terganggunya sektor pertanian ternyata juga turut berpengaruh pada sektor peternakan, di mana peternakan terutama sapi sangat mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi pakan ternak sapi. Hujan abu mengakibatkan tanaman-tanaman pakan ternak menjadi berselimut debu dan hewan-hewan ternak tidak mau memakannya. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap produktivitas dari hewan ternak tersebut. Keadaan yang demikian itu pada
akhirnya
akan
mengganggu
perekonomian
bersangkutan. commit to user
masyarakat
yang
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Akibat bencana letusan Gunung Merapi tidak hanya memberikan kerugian secara material atau fisik, melainkan juga memberikan dampak secara non fisik kepada masyarakat di sekitarnya. Yang dimaksudkan dengan dampak secara non fisik di sini adalah yang berhubungan dengan mental masyarakat yang menjadi korban bencana. Di mana terjadinya suatu bencana seringkali mengakibatkan timbulnya rasa takut dan trauma kepada mereka yang menjadi korban. Hal-hal seperti itu justru dinilai lebih memberikan efek yang berkepanjangan bagi kelangsungan kehidupan masyarakat ketika bencana telah selesai nantinya. Setiap bencana memang tidak bisa diperkirakan kedatangannya, begitu pula dengan kehadiran pengungsi sebagai akibat dari bencana tersebut. Pada hakekatnya bencana yang terjadi terkadang mengakibatkan pengungsian, seperti bencana letusan Gunung Merapi yang terjadi pada akhir tahun 2010 kemarin. Secara umum istilah pengungsi dikenal sebagai mereka yang terpaksa berpindah tempat, baik berpindah paksa dalam lingkup satu negara, ataupun mereka yang berpindah paksa dari satu negara ke negara lain. Menurut World Refugee Survey, United States Committee for Refugees (USCR) dalam Noveria dkk (2003), mobilitas penduduk yang terjadi secara terpaksa (forced migration) merupakan salah satu bentuk perpindahan penduduk yang menjadi fenomena di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Selama satu dekade terakhir, lebih dari 35 juta orang di berbagai negara di dunia terpaksa meninggalkan rumah mereka, disebabkan karena commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bencana alam maupun bencana yang terjadi karena ulah manusia (World Refugee Survey, USCR, 2000). Mobilitas penduduk secara terpaksa didefinisikan sebagai perpindahan yang dilakukan secara terpaksa karena berbagai sebab, antara lain bencana alam dan peperangan (Fitranita & Aswatini dalam Noveria, 2003: 9). Menurut United Nations High Commissioner for Refugees
(UNHCR) dalam
GunantoSurjono (2004), yang disebut pengungsi adalah orang yang meninggalkan tempat tinggalnya karena adanya unsur pemaksa seperti bencana alam (banjir, kekeringan, kebakaran, gunung meletus, tanah longsor, gelombang pasang air laut, wabah penyakit) dan peperangan, baik perang antar bangsa maupun perang antar etnik. Pada bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 lalu, setidaknya terdapat sekitar 286.653 orang dari Kabupaten Sleman, Kabupaten Klaten, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Boyolali terpaksa dan bahkan ada sebagian yang dipaksa meninggalkan tempat tinggalnya untuk mengungsi. Ratusan ribu orang diungsikan menjauh dari puncak Gunung Merapi menuju zona aman sampai sejauh 20 km dari puncak Merapi pada saat itu. Tabel 2 Persebaran Pengungsi Letusan Merapi Tahun 2010 Lokasi
Pengungsi (orang)
Sleman
65.175
Klaten
58.482
Boyolali
60.643
Magelang
commit to user
102.353
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jumlah
286.653
Sumber: Litbang Kompas, Kementerian Sosial, BPBP dalam Kompas, 9 November 2010
Berdasarkan tabel mengenai jumlah persebaran pengungsi letusan Gunung Merapi di atas, tampak bahwa jumlah pengungsi yang paling banyak adalah berasal dari Kabupaten Magelang. Namun, secara umum daerah yang mengalami dampak paling parah adalah Kabupaten Sleman yang mana lebih dari separuh total korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi berasal dari sini. Fenomena pengungsi hampir pasti selalu diikuti oleh munculnya permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pengungsi itu sendiri. Diperlukan langkah yang cepat dan tepat untuk menangani permasalahan pengungsi. Mulai dari evakuasi penduduk di lokasi terjadinya bencana, pengumpulan pengungsi di lokasi-lokasi pengungsian yang aman dari dampak bencana, pemenuhan kebutuhan pengungsi selama berada di pos-pos pengungsian, sampai pada upaya pemulangan pengungsi kembali ke tempat asalnya termasuk juga upaya recovery yang tidak hanya meliputi persoalan fisik seperti sarana dan prasarana yang mungkin terjadi kerusakan akibat bencana, namun juga perbaikan secara non-fisik yaitu terhadap mental para pengungsi yang seringkali timbul trauma setelah bencana. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa permasalahan pengungsi tidak hanya sebatas pada saat bencana terjadi saja, melainkan permasalahan berkaitan dengan pengungsi juga muncul pada saat setelah bencana. Selain commit to user penanganan pengungsi pada masa tanggap darurat, yang tidak kalah penting
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah penanganan pengungsi pada saat setelah bencana terjadi atau yang biasa disebut dengan pasca bencana yang merupakan periode atau masa setelah tahap tanggap darurat terjadinya bencana. Dalam Pedoman Penanganan Pasca Bencana yang disusun oleh Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS PBP) Indonesia, yang dimaksud dengan penanganan pasca bencana adalah segala upaya dan kegiatan perbaikan fisik dan non fisik yang dilakukan setelah terjadinya bencana atau masa tanggap darurat, meliputi: rehabilitasi dan rekonstruksi sarana, prasarana, fasilitas umum yang rusak akibat bencana dalam upaya pemulihan kehidupan masyarakat. Pasal
5
Undang-undang
Nomor
24
Tahun
2007
tentang
Penanggulangan Bencana, menjelaskan bahwa pemerintah dan pemerintah daerahlah
yang
menjadi
penanggung
jawab
dalam
penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Penyelenggaraan kegiatan penanggulangan bencana tersebut meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Secara umum, kegiatan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi merupakan tugas pemerintah melalui satuan kerja penanganan bencana yaitu Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS PBP). Namun, pada kenyataannya di lapangan dalam hal ini di lokasi bencana banyak lembaga-lembaga nonpemerintah yang turut ikut andil dalam kegiatan penanganan pengungsi. Ada pihak-pihak lain yang turut berperan aktif dalam melakukan tindakan commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penanganan pengungsi korban erupsi merapi pada saat itu. Misalnya seperti: perusahaan swasta, partai politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lembaga keagamaan, lembaga pendidikan seperti perguruan tinggi, serta masyarakat umum baik secara individual maupun melalui organisasi kemasyarakatan. Tak jarang dari lembaga-lembaga non pemerintah tersebut, beberapa ada yang bergerak di garis depan dalam memberi bantuan kepada para pengungsi. Sebagian dari mereka juga ada yang turut mendirikan poskoposko penampungan bagi para pengungsi. Meski
dalam
undang-undang
diamanatkan
bahwa
tugas
penyelenggaraan kegiatan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, namun diperlukan dukungan dari semua elemen masyarakat serta pihak-pihak lainnya dengan turut berperan aktif membantu pemerintah dan pemerintah daerah melakukan upaya penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi. Di samping itu, masyarakat yang menjadi korban pun juga diharapkan partisipasinya untuk ikut serta, tidak lantas mereka yang menjadi korban hanya duduk-duduk berpangku tangan menunggu uluran tangan dari pihak lain. Akan tetapi masyarakat yang menjadi korban juga harus berupaya untuk mengatasi permasalahan yang mereka hadapi, entah dengan inisiatif sendiri maupun dengan ajakan dari pemeritah. Di sinilah peran pemerintah dan lembaga-lembaga non-pemerintah seperti LSM dan organisasi kemasyarakatan lainnya dibutuhkan untuk ikut memberdayakan masyarakat dan masyarakat yang menjadi korban bencana alam dalam kegiatan penanggulangan bencana dan penganan pengungsi di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
12 digilib.uns.ac.id
daerahnya. Tujuannya tidak lain adalah untuk meringankan tugas pemerintah serta utamanya adalah untuk meminimalisir dampak dari bencana tersebut. Dari empat wilayah kabupaten yang masuk ke dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Merapi, Kabupaten Boyolali adalah salah satunya dan pada letusan tahun 2010 lalu masyarakat Boyolali turut menjadi korban keganasan letusan Merapi, terutama bagi masyarakat yang tinggal di KRB Gunung Merapi. Bagi Boyolali, Gunung Merapi ibarat seorang dewi, eksotisme alam merapi hamparan hutan nan hijau, juga kesuburan tanahnya memberi berkah pada masyarakat desa. Mereka dapat mengolah lahan hingga memanen berbagai sayuran segar setiap saat dan siap dipasarkan. Namun ketika merapi meletus semua itu seakan hilang, berganti dengan duka dan kengerian. Setiap saat hujan abu dan ancaman awan panas mengancam sebagian warga Boyolali. Ketika gunung api termuda di selatan pulau jawa ini kembali meletus, ia melumpuhkan kehidupan Boyolali. Jalan dipenuhi kabut abu merapi, pendidikan anak terputus sementara karena sekolah-sekolah diliburkan, pariwisata macet total, dan aktivitas pertanian mandeg, khususnya bagi mereka yang tinggal di radius lima hingga sepuluh kilometer dari merapi. (dikutip dari Boyolali Magazine Edisi 1 Tahun I/ Desember 2010: Hal 15) Setidaknya ada empat wilayah Kecamatan di Boyolali yang mengalami dampak terparah akibat erupsi Gunung Merapi, yaitu Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Cepogo, dan Kecamatan Ampel. Di empat kecamatan inilah sebagian besar para penduduknya diungsikan ke zona commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
aman, setidaknya sampai sejauh 20 km dari puncak Gunung Merapi. Meski begitu, dampak letusan juga turut dirasakan oleh masyarakat Boyolali secara keseluruhan. Hanya kadarnya saja yang berbeda, misalnya untuk daerah Kecamatan Ampel dan Musuk hanya sebagian kecil saja masyarakatnya yang turut diungsikan ke tempat-tempat pengungsian. Tercatat ada sekitar 60.643 orang pengungsi yang menempati poskoposko pengungsian yang disediakan pemerintah. Pengungsi tersebut menyebar menempati kompleks Kantor Bupati Boyolali, Aula Gedung DPRD, Gedung Olahraga, serta balai-balai pemerintahan dari tingkat desa/kelurahan sampai tingkat kecamatan. Di luar itu masih banyak pengungsi yang tidak tertampung di lokasi pengungsian yang disediakan pemerintah. Sebagian dari mereka kemudian menempati posko-posko pengungsian yang disediakan oleh swasta, LSM, maupun swadaya masyarakat. Beberapa pengungsi juga ada yang menempati rumah-rumah penduduk yang secara sukarela disediakan oleh warga. Berdasarkan data yang masuk ke Badan Kesatuan Bangsa, politik, dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) Kabupaten Boyolali selaku yang membidangi persoalan penaggulangan bencana, tercatat sebanyak 63 organisasi yang mendaftarkan diri sebagai relawan tanggap darurat bencana nasional Gunung Merapi tahun 2010 di wilayah Kabupaten Boyolali.
commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3 Daftar Relawan Tanggap Darurat Bencana Nasional Gunung Merapi Tahun 2010 Di Wilayah Kabupaten Boyolali No.
Nama Organisasi/Unsur
Keterangan
1.
BAKORLAK EMERGENCY SAR UNS
2.
KMPA FAKTA PALA STAIN—Purwokerto
8 orang
3.
MALIMPA—UMS Surakarta
7 orang
4.
PMI Boyolali
3 orang
5.
STIKES Tlogorejo—Semarang
6.
UPT DIKDA dan LS Kec. Ngemplak
7.
PMPA VAGUS—FK. UNS
8.
PMPA MEPA—FE UNS
5 orang
9.
PMPA KOMPOS—FP UNS
8 orang
60 orang
14 orang 5 orang tidak diketahui
10. PMPA SENTRAYA BUANA—FSSR UNS
9 orang
11. FKIP & FKIP PLB—UNS
3 orang
12. PMPA AJUSTA BRATA—FT UNS
1 orang
13. KMS MENWA 905 JAGAL ABILAWA—UNS
11 orang
14. PSIKOLOGI—UNS
24 orang
15. FKIP GEOGRAFI—UNS
46 orang
16. MAPALA GARBA WIRA BUANA—UNS
2 orang
17. KMIT—FP UNS
2 orang
18. LPPM—UNS
3 orang
19. ORARI Surakarta
5 orang
20. SAR HIGHLANDER Human Nature Care 21. SAR HIMALAWU—Sragen
25 orang 9 orang
22. SAR Sukoharjo
12 orang
23. SAR Wonogiri
18 orang
24. POSKO 24 Jam EMERGENCY RESPON UNIT
22 orang
25. SAR Boyolali
commit to user
30 orang
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
26. TAGANA Pekalongan
8 orang
27. RSUD KAJEN—Pekalongan
4 orang
28. TAGANA KAb. Tegal
tidak diketahui
29. LANAL Semarang
tidak diketahui
30. KPLA FK. UNAIR
17 orang
31. FK. UNIBRAW
1 orang
32. FH & ELEKTRO UNDIP
3 orang
33. UNNES
2 orang
34. UNDIP—Semarang
23 orang
35. SMAN 2 Boyolali
12 orang
36. BAN BOY—Boyolali
1 orang
37. SAR HIZBULLAH—Surakarta
4 orang
Tabel 3. Lanjutan No.
Nama Organisasi/Unsur
38. PUMA PETA
Keterangan tidak diketahui
39. HIMAGROTEK UNRAM—NTB
1 orang
40. HIMILTA UNRAM—NTB
1 orang
41. MUS BOY—Boyolali
2 orang
42. PASCAL—Surakarta
2 orang
43. SMAN 4 Surakarta
5 orang
44. ILMU FILSAFAT UGM
5 orang
45. FISIPOL KOMUNIKASI UPN‘V‘ 46. SMA AL-ISLAM 1 Surakarta
tidak diketahui 12 orang
47. SAR Kota Magelang
tidak diketahui
48. PMI Surakarta
tidak diketahui
49. STIKES AISYAH S3 Kab. Kebumen
1 orang
50. IKAMAS
2 orang
51. HIMPAUDI
5 orang
52. AKBID MAMBA‘UL ULUM—Surakarta commit to user
11 orang
perpustakaan.uns.ac.id
16 digilib.uns.ac.id
53. KSR POLITAMA—Surakarta
6 orang
54. MENWA 951 POLITAMA—Surakarta
6 orang
55. KSR POLTEKES—Surakarta
3 orang
56. IKAMUDIKA Ds. Guwokajen Kec. Sawir
14 orang
57. TAGANA Kab. Pati
10 orang
58. TAGANA Kab. Jepara
2 orang
59. FKIP PENJASKESREK—UNS
2 orang
60. KOMPI BRIMOB Boyolali
tidak diketahui
61. STIAB SMARATUNGGA—Ampel Boyolali
29 orang
62. Posko LBKUB-GKJ Boyolali
61 orang
63. DPC PDI Perjuangan Boyolali
35 orang
Sumber: Data Badan Kesbangpolinmas Boyolali Tahun 2010
Data di atas hanyalah organisasi atau lembaga yang bersedia mendaftarkan diri sebagai relawan tanggap darurat kepada Pemerintah Kabupaten Boyolali. Di luar data di atas masih banyak lagi organisasi atau pihak-pihak lainnya yang ikut menjadi relawan baik dari parpol, organisasi masyarakat berbasis agama, dan yang lainnya. Namun mereka tidak mendaftarkan diri kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali terutama para relawan yang bergerak dalam kelompok kecil maupun secara perorangan. Dari sekian banyak relawan yang turut membantu kerja pemerintah dan pemerintah daerah dalam kegiatan penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di wilayah Kabupaten Boyolali, ada satu pihak yang terlihat lebih mencolok dalam memberikan penanganan terhadap para pengungsi dan korban letusan Gunung Merapi di wilayah Kabupaten Boyolali. Pihak tersebut adalah Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB). LBKUB commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berbentuk organisasi non-pemerintah (Non-Governmental Organization), nirlaba (nonprofit) didirikan di Boyolali, 26 Juni 1998 oleh orang-orang yang peduli terhadap persoalan kemanusiaan dari umat beragama yang ada di Boyolali: Hindu, Budha, Islam, Katholik dan Kristen. Berdasarkan keterangan dari Badan Kesbangpolinmas Kabupaten Boyolali, LSM ini cukup aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial kemanusiaan di wilayah Kabupaten Boyolali dan sekitarnya. Pada saat bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010, LBKUB tidak hanya bergerak ketika masa tanggap darurat saja melainkan juga pada masa setelah masa tanggap darurat bencana Gunung Merapi yang merupakan tahap rekonstruksi dan rehabilitasi pemulihan kehidupan masyarakat pasca bencana yang meliputi fisik dan non fisik. Bahkan, LBKUB juga terlibat jauh sebelum itu, yaitu dalam kegiatan pencegahan bencana, pengurangan resiko bencana, dan penyiapan masyarakat ketika menghadapi bencana yang meliputi kesiapsiagaan serta peringatan dini. Secara tidak langsung, LBKUB terlibat hampir secara keseluruhan dalam kegiatan penanggulangan bencana Gunung Merapi di Kabupaten Boyolali, yaitu sebelum bencana terjadi, saat bencana terjadi, dan setelah bencana selesai terjadi. Kemudian yang menjadi sasaran dari tindakan-tindakan penanggulangan bencana tersebut adalah
seluruh
masyarakat di Kabupaten Boyolali, khususnya adalah warga masyarakat yang menjadi masyarakat binaan LBKUB. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berangkat dari uraian di atas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah penelitian tentang strategi dari Lembaga Bhakti Kemanusian Umat Beragama (LBKUB) dalam upaya penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang dilakukan di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang ada di dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali? 2. Apa saja kendala yang dialami oleh LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali? 3. Bagaimana hasil strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali?
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Mengetahui strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. 2. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. 3. Untuk mengetahui hasil dari strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, antara lain: 1.
Manfaat Teoritisi Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan pertimbangan untuk penelitian sejenis serta dapat digunakan sebagai titik tolak untuk melaksanakan penelitian serupa dalam lingkup yang lebih luas.
2.
Manfaat Praktis a. Memberikan gambaran mengenai strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali b. Sebagai bahan evaluasi bagi pihak yang terkait dalam program penanganan pengungsi yang telah berlangsung. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Sebagai bahan masukan dan pedoman bagi pemerintah dan pihakpihak lain dalam penanganan pengungsi di masa yang akan datang baik yang serupa maupun tidak.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Strategi Penanganan Pengungsi Berdasarkan asal kata, konsep strategi penanganan pengungsi yang dimaksudkan dalam penelitian ini tersusun dari dua istilah yaitu ―strategi‖ dan ―penanganan pengungsi‖ yang masing-masing memiliki definisi yang berbeda. Sehingga untuk dapat memahami konsep ini sebagai satu kesatuan maka perlu dipahami
terlebih
dahulu
definisi
dari
masing-masing
istilah
yang
menyusunnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Istilah strategi memiliki banyak defenisi, mengandung berbagai makna tergantung dalam konteks apa konsep strategi ini digunakan. Dalam ilmu manajemen misalnya, Sedangan menurut Salusu dalam Fela Kurniawati (2010) istilah strategi berasal dari kata yunani strategos atau strategus dengan kata jamak strategi. Strategos berarti jendral tetapi dalam yunani kuno sering berarti perwira Negara (state officer) dengan fungsi yang luas. H. Hadari Nawawi (2000) menjelaskan bahwa strategi dari sudut etimologis (asal kata) berarti penggunaan kata strategi dalam manajemen sebuah organisasi, dapat diartikan sebagai kiat, cara dan taktik utama yang dirancang secara sistematik dalam melaksanakan fungsi-fungsi yang terarah pada tujuan strategi organisasi. Strategi adalah prioritas atau arah keseluruhan commit to user 21
perpustakaan.uns.ac.id
22 digilib.uns.ac.id
yang luas yang diambil oleh organisasi: strategi adalah pilihan-pilihan tentang bagaimana cara terbaik untuk mencapai misi organisasi. Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsipprinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif. (www.wikipedia.com) Pendapat lain dikemukakan oleh Stoner, Freeman, Gilbert, Jr dalam Dewi dan Wahyuni (2007) bahwa konsep strategi dapat didefinisikan berdasarkan dua perspektif berbeda, yaitu (1) diperspektif ‖apa yang suatu organisasi ingin lakukan‖ (intens to do) dan (2) dari perspektif ―apa yang organisasi akhirnya lakukan‖ (eventually does). Berdasarkan perspektif yang pertama, konsep strategi sebagai program untuk menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya. Perspektif yang kedua, strategi sebagai pola tanggapan atau repons organisasi terhadap lingkungan sepanjang waktu. Pada definisi yang kedua ini, tiap organisasi pasti memiliki strategi meskipun strategi tersebut tidak dirumuskan secara eksplisit. Berdasarkan yang kedua, dalam kaitannya dengan bencana meletusnya Gunung Merapi yang menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah pengungsi. Maka sebagai pihak yang berkaitan dengan masalah penanganan pengungsi tentunya LBKUB memiliki strategi yang berwujud tindakantindakan dalam penanganan pengungsi. Semua tindakan-tindakan tersebut commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
sebagai bentuk tanggapan atau respon mereka terhadap masalah yang ada di lingkungan sekitarnya. Dan strategi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah strategi yang dilaksanakan oleh LBKUB sebagai upaya dari mereka untuk melakukan kegiatan penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Hubungannya dengan penanganan pengungsi sebagaimana tercantum dalam Keputusan Bupati Boyolali Nomor 252 Tahun 2005 tentang Pembentukan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) Kabupaten Boyolali, disebutkan mengenai penanganan pengungsi adalah upaya pelayanan dan perlindungan kemanusiaan terhadap pengungsi yang timbul akibat bencana alam dan konflik sosial maupun konflik politik meliputi kegiatan pencegahan, tanggap darurat, penampungan, pemindahan, dan pengembalian/relokasi pengungsi. Kegiatan penanganan pengungsi meliputi penyelamatan dan evakuasi korban sebelum maupun ketika bencana terjadi, perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi pengungsi selama berada di lokasi pengungsian, pengembalian pengungsi ke tempat asal atau relokasi pengungsi ke tempat lain jika diperlukan, dan juga rehabilitasi pengungsi baik secara fisik dan non fisik dengan tujuan agar kehidupan masyarakat setempat bisa kembali berjalan seperti semula. Dengan demikian, apabila istilah penanagan pengungsi kemudian dikaitkan dengan konsep strategi menjadi strategi penanganan pengungsi, maka yang dimaksud dengan strategi penanganan pengungsi dalam penelitian ini adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang berupa upaya commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelayanan dan perlindungan kemanusiaan terhadap pengungsi yang timbul akibat bencana alam dan konflik sosial maupun konflik politik meliputi kegiatan pencegahan, tanggap darurat, penampungan, pemindahan, dan pengembalian/relokasi pengungsi. Atau dengan kata lain, meliputi sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana.
B. Pengungsi Menurut World Refugee Survey, USCR dalam Noveria dkk (2003), mobilitas penduduk yang terjadi secara terpaksa (forced migration) merupakan salah satu bentuk perpindahan penduduk yang menjadi fenomena di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Selama satu dekade terakhir, lebih dari 35 juta orang di berbagai negara di dunia terpaksa meninggalkan rumah mereka, disebabkan karena bencana alam maupun bencana yang terjadi karena ulah manusia (World Refugee Survey, USCR, 2000). Mobilitas penduduk secara terpaksa didefinisikan sebagai perpindahan yang dilakukan secara terpaksa karena berbagai sebab, antara lain bencana alam dan peperangan (Fitranita & Aswatini dalam Noveria, 2003: 9). Menurut UNHCR dalam GunantoSurjono (2004), yang disebut pengungsi adalah orang yang meninggalkan tempat tinggalnya karena adanya unsur pemaksa seperti bencana alam (banjir, kekeringan, kebakaran, gunung meletus, tanah longsor, gelombang pasang air laut, wabah penyakit) dan peperangan, baik perang antar bangsa maupun perang antar etnik. commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) untuk urusan kemanusiaan (OCHA), membagi pengungsi menjadi dua kelompok yaitu Refugee dan Internally Displaced Person (IDPs). Refugee, oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan Kemanusiaan (OCHA), diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai pengungsi lintas batas. Berdasarkan konvensi 1951 mengenai status pengungsi dalam Prinsip-prinsip Panduan bagi Pengungsi Internal, pengungsi lintas batas ini didefinisikan sebagai seseorang yang karena rasa takut yang wajar akan kemungkinan dianiaya berdasarkan ras, agama, kebangsaaan, keanggotaan pada suatu kelompok sosial tertentu, atau pendangan politik, di luar negeri kebangsaannya, dan tidak bisa atau karena rasa takutnya itu, tidak berkehendak berada dalam perlindungan negeri tersebut. Sedangkan
Internally
Displaced
Person
(pengungsi
internal)
didefinisikan sebagai orang-orang atau kelompok orang yang dipaksa atau terpaksa melarikan diri atau meninggalkan rumah mereka atau tempat tinggal mereka dahulu biasa tinggal, terutama sebagai akibat dari, atau dalam rangka menghindarkan diri, dampak-dampak konflik bersenjata, situasi-situasi rawan yang ditandai oleh maraknya tindak kekerasan secara umum, pelanggaranpelanggaran hak asasi manusia, bencana-bencana alam, atau bencana-bencana akibat ulah manusia, dan yang tidak melintasi perbatasan negara yang diakui secara internasional. Berdasarkan hal di atas, pembedaan kategori antara Refugee dan IDPs ditentukan berdasarkan batas geografis wilayah (dalam negara atau antar negara) yang dilewati seseorang. Namun, di Indonesia kedua bentuk mobilitas commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
penduduk terpaksa ini disebut dengan istilah yang sama yaitu ‗pengungsi‘. Pada tahun 1998 PBB telah mengeluarkan sejumlah ketentuan untuk melindungi para pengungsi dari perlakuan sewenang-wenang, bantuan selama dalam pengungsian, jaminan keamanan setelah pemulangan, juga relokasi dan reintegrasi dengan masyarakat pasca pengungsian. Kemudian dalam Undangundang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dampak buruk bencana. Merujuk pada uraian di atas, pengungsi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar meninggalkan tempat tinggalnya dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat dari bencana letusan Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.
C. Penelitian Terdahulu Dalam menyusun penelitian ini, penulis menggunakan beberapa penelitian sebagai acuan. Pertama, Jurnal penelitian berjudul ―From Emergency Relief to Livelihood Recovery‖. Philipepe Re‘gnier Centre of Asian Studies, Graduate Institutes of International and Development Studies, Geneva, Switzerland; and Bruno Neri, Stefania Scuteri,and Stefano Miniati Fondazione Terre des Hommes-Italia, Milan, Italy. Journal of Disaster Prevention and Management, Volume 17 No. 3. 2008. © Emerald Group Publihsing Limited. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
The purpose of this paper is to investigate the issue of post disaster livelihood recovery through economic rehabilitation, with the microentrepreneurship activities generating employment and income among affected
populations.
Design/methodology/approach-The
paper
examines two field case studies in Aceh (Indonesia) and Tamil Nadu (India), where a well-established European NGO carried out economic relief and micro-entrepreneurship rehabilitation in 20052007. Finding-Despite unlimited trust in rapid reconstruction capacity, posttsunami livelihood recovery has been chaotic-and uncoordinated. Contrary to humanitarian agencies in charge of emergency relief, only a few development agencies NGO‘s were able to deliver a rapid rehabilitation of microeconomic activities existing locally before the disaster. Practical implications-There are difficulties in benchmarking the division of labour but necessary coordination among development agencies and their humanitarian counterparts in the field of post disaster sustainable economic rehabilitation. Originality/value Postdisaster economic security and livelihood recovery are at the forefront of current international policy research in humanitarian and development cooperation circles. Documented case studies and lessons to be learned are still scarce for feeding possible best practices.
(Tujuan dari makalah ini adalah untuk menyelidiki masalah pasca bencana berkaitan dengan pemulihan mata pencaharian melalui rehabilitasi ekonomi, dengan kegiatan microentrepreneurship yang menghasilkan lapangan kerja dan pendapatan diantara populasi yang terkena
dampak.
Desain/metodologi/pendekatan
makalah
ini
menelaah dua studi kasus lapangan di Aceh (Indonesia) dan Tamil Nadu (India), di mana Eropa membentuk LSM yang menangani commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bantuan ekonomi dan microentrepreneurshiphabilitasi di tahun 20052007. Temuan-meskipun kepercayaan terbatas dalam kapasitas mata pencaharian reconstruksi yang cepat, pasca tsunami pemulihan telah kacau dan tidak terkoordinasi. Berlawanan dengan lembaga kemanusiaan yang bertanggung jawab darurat, hanya beberapa lembaga pembangunan dan LSM mampu memberikan yang cepat rehabilitasi kegiatan ekonomi mikro yang ada secara lokal sebelum bencana. Implikasi Praktis-Ada kesulitan dalam pembandingan pembagian kerja tapi perlu koordinasi antara lembaga pembangunan dan mitra kemanusiaan mereka di bidang rehabilitasi pasca bencana ekonmi
yang
berkelanjutan.
Orisinalitas/nilai/Pasca
bencana
keamanan ekonomi dan pemulihan mata pencaharaian berada di garis depan saat penelitian kebijakan internasional dalam lingkaran kerja
sama
kemanusiaan
dan
pembangunan.
Studi
kasus
didokumentasikan dan perlu dipelajari guna menyusun strategi yang baik karena kasus ini terbilang masih langka.)
Kedua, Penelitian oleh Pusat Penelitian Kependudukan-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PPK-LIPI) (2002) dalam penelitiannya yang berjudul ―Pengungsi di Maluku Utara dan Sulawesi Utara—Upaya Penanganan Menuju Kehidupan Mandiri‖. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
gambaran
mengenai
penanganan
pengungsi,
khususnya
pengungsi akibat konflik sosial, dalam kaitannya dengan otonomi daerah. Penelitian dilakukan di Provinsi Sulawesi Utara yang menjadi salah satu daerah tujuan mayoritas pengungsi asal Maluku Utara penelitian juga dilakukan di Provinsi Maluku Utara, sebagai salah satu daerah konflik. Daerah-daerah ini commit to user dipilih dengan pertimbangan bahwa keduanya merupakan daerah yang sangat
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berkepentingan dalam pengelolaan pengungsi di masa mendatang. Kajian di daerah tujuan bermanfaat untuk kegiatan pengelolaan pengungsi yang tidak berkeinginan untuk pulang atau direlokasi ke daerah lain. Sementara itu, bagi mereka yang berkeinginan untuk pulang ke daerah asal kajian menganai daerah asal, seperti kesiapan daerah (pemerintah dan masyarakat) untuk menerima mereka kembali, sangat diperlukan. Keberadaan pengungsi di daerah pengungsian berujung pada munculnya berbagai persoalan. Permasalahan bervariasi, mulai dari penyediaan tempat tinggal, pemenuhan kebutuhan makan dan minum, penyediaan pelayanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan, sampai pada penciptaan keamanan atau kondisi yang mendukung untuk berlangsungnya kehidupan yang aman di pengungsian. Di beberapa daerah keberadaan pengungsi juga telah menimbulkan kecemburuan sosial di antara penduduk setempat. Sebabnya adalah adanya bantuan hidup yang diberikan kepada pengungsi, sementara
penduduk
sekitar
juga
hidup
dalam
kemiskinan
tidak
memperolehnya. Dapat dikatakan bahwa permasalahan yang timbul pasca kerusuhan tidak hanya dihadapi daerah-daerah yang dilanda kerusuhan, melainkan juga terjadi di daerah-daerah penerima pengungsi. Ketiga, Penelitian oleh Fredy Fatoni (2010) yang berjudul ―Peranan Lembaga Gotong Royong dalam Menghadapi Bencana Alam‖. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi di Desa Nglegok, Kecamatan Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan tentang pentingnya suatu gerakan gotong-royong di dalam masyarakat desa dalam commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rangka untuk menghadapi terjadinya suatu bencana alam. Munurut penelitian ini, kekompakan masyarakat desa yang diwujudkan dalam gerakan gotong– royong sangat diperlukan untuk menghadapi permasalahan-permasalahan yang timbul saat bencana alam terjadi. Penelitian ini mengkaji dan mencangkup tentang siapa saja aktor yang berperan dalam gerakan gotong-royong, bagaimana prosesnya, apa saja permasalahan-permasalahan yang dihadapi masyarakat ketika terjadi bencana alam, serta bagaimana hasil dari gerakan gotong-royong tersebut apakah berdampak positif bagi masyarakat setempat. Keempat, Hardi Sujaie dkk (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ―Penanganan Pengungsi di Kalimantan Barat‖. Penelitian ini merupakan studi kasus tentang penanggulangan pengungsi etnis Madura korban kerusuhan sosial Sambas di Kalimantan Barat. Penelitian ini bertujuan menjelaskan tentang faktor yang menyebabkan masyarakat Etnis Melayu menolak program rekonsiliasi kelompok yang bertikai yang diselenggarakan oleh pemerintah Propinsi Kalbar, faktor penyebab munculnya penolakan oleh para pengungsi terhadap program relokasi. Penelitian ini juga menggambarkan tentang tindakan pemerintah Propinsi Kalbar dalam upaya melakukan penanganan terhadap para pengungsi korban konflik antar etnis yang terjadi pada awal tahun 1999 antara kelompok Etnis Melayu dengan kelompok Etnis Madura di Kabupaten Sambas yang mana merupakan masalah kependudukan terbesar yang dihadapi oleh pemerintah Propinsi Kalbar, karena konflik tersebut telah menyebabkan terusirnya Etnis Madura dari wilayah tersebut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
Tindakan awal yang dilakukan oleh pemerintah Propinsi Kalbar adalah tindakan tanggap darurat, setelah itu kemudian diikuti dengan program rekonsiliasi antara kelompok etnis yang bertikai. Namun pelaksanaan program tersebut tidak sesuai dengan rencana, karena tidak ada satupun pengungsi Madura yang dapat kembali lagi ke Kabupaten Sambas. Lalu sebagai antisipasinya, Pemerintah Kalbar membuat program relokasi (pemindahan ke tempat baru) yaitu cara penempatan pengungsi di daerah Kalbar sendiri (transmigrasi lokal) yang dilaksanakan dalam 3 pola, yaitu Transmigrasi Umum, Sisipan, dan Perkebunan. Program relokasi tersebut juga menerima penolakan dari para pengungsi karena menurut para pengungsi pelaksanaan program dan infrastruktur tidak seperti yang mereka harapkan. Pelaksanaan program penanganan pengungsi mengalami beberapa permasalahan, antara lain: Belum adanya komunikasi yang jelas, konsisten, dan akurat; Kurangnya koordinasi antara pihak-pihak yang terkait (Bappeda, Sosnakerduk, Kimpraswil, Koordinator Pengungsi, YLLSS, Kontraktor, dan Pelaksana Relokasi serta instansi teknis lainnya); Kondisi sosial, ekonomi, maupun keamanan yang kurang kondusif. Selain itu, program relokasi berlatar belakang pertanian padahal tidak semua pengungsi adalah petani; Sikap dan perilaku aparat pemerintah yang terlihat kurang menunjukkan dukungan terhadap program; Instansi teknis juga kurang menunjukkan dukungan terhadap program; Setelah eks-pengungsi berada di relokasi tidak ada tindak lanjut pembinaan secara intensif dari pemerintah maupun elemen masyarakat lainnya. Menurut peneliti dampak dari program relokasi dan implementasinya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
tidak dilaksanakan dengan baik dan efisien oleh pemerintah, maka kemudian hal tersebut akan menjadi ―bom waktu‖ terhadap peningkatan konflik baru di Kalbar di tahun yang akan datang. Kelima, Abdur Rofi (2006) dalam penelitiannya yang berjudul ―Tsunami, Migrasi Terpaksa, dan Rencana Pengungsi di Aceh Barat dan Nagan Raya‖. Penelitian ini menggambarkan bahwa migrasi terpaksa yang terkait dengan bencana tsunami cenderung memilih lokasi pengungsian yang paling dekat dengan daerah asalnya. Penelitian ini juga menggambarkan bahwa terdapat indikasi pengungsi yang tinggal di rumah penduduk lebih baik kehidupannya dibandingkan dengan pengungsi yang tinggal di kamp pengungsian. Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk menarik pengungsi yang tinggal di rumah penduduk ke kamp pengungsian dengan alasan kemudahan koordinasi dan distribusi bantuan tidak relevan jika melihat akibatnya, yaitu pengungsi menjadi tidak mandiri dan tergantung pada bantuan pemerintah. Upaya copying strategy yang merujuk pengalaman negara lain dalam hal penanganan pengungsi tampaknya tidak tepat diterapkan dalam kasus pengungsi di Aceh. Alasannya adalah pertama, pengungsi adalah korban bencana alam bukan konflik sosial. Pengungsi akibat bencana alam relatif lebih steril dari kecurigaan antar kelompok dibandingkan dengan pengungsi akibat konflik sosial. Kedua, terdapat perbedaan kebiasaan dan kebudayaan antara satu lokasi bencana dengan lokasi bencana lainnya. Kebiasaan dan kebudayaan menghomati tamu dan menolong sesama serta sistem kekerabatan yang kuat commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masyarakat di Aceh adalah aset yang bisa digunakan untuk mempercepat pemulihan Aceh. Keenam,
Penelitian
oleh
Supriyadi
(2005)
yang
berjudul
―Perlindungan Hukum bagi Anak Korban Bencana Alam‖. Penelitian ini menggambarkan kondisi anak-anak korban gempa dan tsunami di NAD dan Sumatera Utara yang membutuhkan perlindungan secara hukum agar hak-hak mereka terpenuhi. Anak korban bencana alam termasuk korban gempa dan tsunami di NAD dan Sumatera Utara adalah anak-anak yang wajib mendapatkan perlindungan hukum berupa perlindungan khusus, baik menyangkut aspek kesejahteraan anak maupun keamanan anak. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa perlindungan hukum bagi anak korban bencana alam merupakan masalah kompleks dan tidak sederhana. Oleh karena itu perlindungan hukum bagi anak korban bencana alam menuntut tanggung jawab dari negara dan pemerintah. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan adanya partisipasi masyarakat dalam rangka penyelenggaraan perlindungan hukum bagi anak korban bencana alam sesuai ketentuan dan persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian-penelitian di atas serupa namun tak sama dengan penelitian yang hendak dilakukan oleh peneliti dengan judul ―Strategi Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010‖. Serupa karena sama-sama mengkaji tentang pengungsi serta permasalahan yang berkaitan dengan pengungsi itu sendiri, dengan demikian persoalan tentang pengungsi seperti yang hendak dikaji oleh commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penulis bukanlah merupakan persoalan baru melainkan sudah pernah dikaji sebelumnya hanya fokus penelitian serta pokok bahasannya saja yang berlainan. Sedangkan yang membedakan penelitian yang hendak penulis lakukan dengan penelitian-penelian terdahulu di atas antara lain, selain berbeda dalam konteks kasus, fokus penelitian, lokasi, permasalahan, dan tujuan penelitian, penelitian yang hendak disusun oleh penulis ini lebih bertujuan untuk mengetahui strategi atau tindakan yang dilakukan oleh LBKUB dalam memberikan penanganan pengungsi terhadap masyarakat korban bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali meliputi penanganan pengungsi pada saat sebelum terjadi bencana, penanganan pengungsi pada saat terjadi bencana, dan penanganan pengungsi setelah terjadi bencana. Penelitian ini juga mengkaji permasalahan yang menjadi kendala baik secara internal maupun eksternal dalam pelaksanaan strategi penanganan pengungsi yang dilakukan oleh LBKUB. Kemudian pada akhirnya penelitian ini juga akan melihat hasil dari pelaksanaan strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi di Desa Klakah. Penelitian ini mengkaji interaksi antara LBKUB dengan masyarakat Desa Klakah sebagai pengungsi dalam menghadapi bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Dari sini diharapkan akan terlihat strategi dan tindakan yang dilakukan LBKUB dalam penanganan pengungsi pada masa sebelum, saat, dan setelah terjadi bencana erupsi Gunung Merapi Tahun 2010. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
35 digilib.uns.ac.id
Apabila dicermati fokus dari penelitian-penelitian terdahulu di atas hanyalah pada satu masa bencana, yaitu sebelum bencana, saat bencana, atau setelah bencana saja. Sedangkan yang menjadi fokus penelitian yang hendak disusun ini adalah mencangkup tiga masa bencana. Sehingga akan terlihat sebuah kesinambungan program penanganan pengungsi dari sebelum bencana, saat terjadi bencana, sampai setelah bencana erupsi Gunung Merapi berakhir. Masih jarang penelitian yang mengambil fokus pada ketiga masa bencana. Diharapkan melalui hal yang demikian itu akan terlihat kesinambungan antar program dari masa sebelum bencana terjadi, saat bencana terjadi, sampai pada setelah bencana terjadi.
D. Teori Aksi Talcott Parsons Permasalahan dalam penelitian ini akan dikaji dengan pendekatan sosiologi. Sosiologi adalah induk ilmu sosial yang mengkaji secara ilmiah mengenai kehidupan manusia. Sosiologi merupakan suatu ilmu dimana didalamnya dipelajari hakekat dan sebab-sebab dari berbagai pola dan perilaku manusia yang terjadi secara teratur dan bisa berulang-ulang. Perlu diketahui juga bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari banyak hal dan banyak bidang, dengan tujuan dan persepsi khusus yang satu sama lain berbeda-beda pula. Ada banyak sekali teori dan perspektif dalam sosiologi. Ada yang menggunakan evolusionisme, interaksionisme, fungsionalisme, teori konflik, pertukaran dan ada pula yang menggunakan pembagian dalam pandangan George Ritzer (1988) yakni fakta sosial, definisi sosial dan perilaku sosial. commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Namun pada penelitian kali ini, lebih mengedepankan paradigma definisi sosial sebagai perspektif yang digunakan dalam melihat realitas sosial yang menjadi obyek penelitian. (Soeprapto, 2001 : 1,4) Ada tiga teori yang termasuk dalam eksemplar paradigma definisi sosial ini, yaitu Teori Aksi (Action Theory), Interaksionisme Simbolik (Simbolic Interaksionism), dan Fenomenologi (Phenomenology). Dan teori yang digunakan sebagai landasan kajian penelitian ini adalah teori aksi yang dikemukakan oleh Talcott Parsons. Parson mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk mengembangkan teori-teori yang insklusif dan mencangkup untuk menjelaskan aksi (action) dari pribadi-pribadi maupun kolektiva. Menurut Parsons komponen-komponen dasar dari satuan tindakan adalah tujuan, alat, kondisi, dan norma. Alat dan kondisi berbeda dalam hal di mana orang yang bertindak itu mampu menggunakan alat dalam usahanya mencapai tujuan. Kondisi merupakan aspek yang tidak bisa dikontrol oleh orang yang bertindak itu. Ada beberapa asumsi fundamental teori aksi dikemukakan oleh Hinkle dalam Ritzer yang merujuk pada karya Mac Iver, Znaniecki, dan Parsons, yaitu: a. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai obyek. b. Sebagai subyek manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, jadi tindakan manusia bukan tanpa tujuan. commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Dalam bertindak manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, metode, serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. d. Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak dapat diubah dengan sendirinya. e. Manusia memilih, menilai, dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang, dan telah dilakukannya. f. Ukuran-ukuran, aturan-aturan, dan prisnsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan. g. Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan teknik penemuan yang bersifat subyektif seperti metode verstehen, imajinasi, sympathetic reconstruction
atau
seakan-akan
mengalami
sendiri
(vicarious
experience). (Hinkle dalam Ritzer, 2004: 46) Parsons menyusun skema unit-unit dasar tindakan sosial dengan karakteristik sebagai berikut: a. Adanya individu selaku aktor. b. Aktor dipandang sebagai pemburu tujuan-tujuan tertentu. c. Aktor mempunyai alternatif cara, alat, serta teknik untuk mencapai tujuannya. d. Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuannya. Kendala tersebut berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan oleh individu. Misalnya kelamin dan tradisi. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Aktor berada di bawah kendali dari nilai-nilai, norma-norma, dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan. Contohnya kendala kebudayaan. (Parsons dalam Ritzer, 2004: 48-49)
Aktor mengejar tujuan dalam situasi di mana norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya terhadap cara atau alat. Tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih. Kemampuan inilah yang disebut Parsons sebagai voluntarism. Singkatnya, voluntarism adalah kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mecapai tujuannya. Aktor menurut konsep voluntarisme adalah pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan untuk menilai dan memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak memiliki kebebasan total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi, dan norma serta situasi penting lainnya kesemuanya membatasi kebebasan aktor. Tetapi di samping itu, aktor adalah manusia yang aktif, kreatif, dan evaluatif. Kesimpulan utama yang diambil adalah bahwa tindakan sosial merupakan suatu proses di mana aktor terlibat dalam pengambilan keputusankeputusan subyektif tentang sarana dan cara untuk mencapai tujuan tertentu yang
telah
dipilih,
yang kesemuanya commit to user
itu
dibatasi
kemungknan-
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemungkinannya oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma-norma, ide-ede, dan nilai-nilai sosial. Di dalam menghadapi situasi yang bersifat kendala baginya, aktor mempunyai sesuatu dalam diriya berupa kemauan bebas. (Ritzer, 2004: 49-50) Dalam memahami tindakan sosial, istilah aktor dapat diartikan sebagai seorang atau beberapa orang. Sebagaimana dikatakan oleh Weber dalam Ritzer bahwa tindakan dalam pengertian orientasi perilaku yang dapat dipahami secara subjektif hanya hadir sebagai periaku seorang atau beberapa orang manusia individual (Weber dalam Ritzer, 2004: 137). Weber mengakui bahwa untuk beberapa tujuan kita mungkin harus memperlakukan kolektivitas sebagai individu, namun untuk menafsirkan tindakan subjektif dalam karya sosiologi, kolektivitas-kolektivitas ini harus diperlakukan semata-mata sebagai resultan dan mode oranisasi dari tindakan dari tindakan individu tertentu, karena semua itu dapat diperlakukan sebagai agen dalam tindakan yang dapat dipahami secara subjektif (Weber dalam Ritzer, 2004: 137). Strategi Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) dalam penanganan penggungsi erupsi Gunung Merapi di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali merupakan suatu tindakan sosial yang mana tindakan tersebut merupakan peran serta LBKUB dalam upaya penanggulangan bencana erupsi Gunung Merapi guna memperkecil resiko dan dampak
yang
ditimbulkan
ketika
terjadi
bencana.
Dalam
upaya
penanggulangan bencana erupsi Gunung Merapi, LBKUB merupakan aktor dalam upaya penanganan pengungsi itu sendiri. Terlepas dari hal tersebut, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
40 digilib.uns.ac.id
LBKUB tentunya memiliki latar belakang serta tujuan yang hendak dicapai dalam rangka melakukan tindakan penanganan pengungsi, entah tujuan itu bersifat sosial atau hanya komersil belaka. Dalam melakukan tindakannya, LBKUB menggunakan cara, alat, dan teknik serta berpedoman pada norma dan aturan yang berlaku dalam upayanya melakukan penanganan pengungsi. Kemudian dalam melaksanakan aksinya, seringkali muncul berbagai kendala akibat kondisi yang tidak sesuai, yang menghambat upaya pencapaian tujuan tadi.
E. Kerangka Berpikir Meletusnya Gunung Merapi pada akhir tahun 2010 menimbulkan berbagai dampak buruk bagi daerah-daerah di sekitarnya. Di antaranya, meletusnya Gunung Merapi itu memaksa penduduk yang berdomisili dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) Merapi untuk mengungsi meninggalkan rumah-rumah mereka untuk menuju ke lokasi yang aman. Sekitar 286.653 orang dari Kabupaten Sleman, Kabupaten Klaten, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Boyolali terpaksa diungsikan ke daerah yang aman dari letusan Gunung Merapi. Kabupaten Boyolali menjadi salah salah satu daerah yang masuk ke dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) erupsi Gunung Merapi. Tercatat sekitar 60.643 orang diungsikan dari empat wilayah Kecamatan di Boyolali yang mengalami dampak akibat erupsi Gunung Merapi, yaitu Kecamatan Selo, Kecamatan Musuk, Kecamatan Cepogo, dan Kecamatan Ampel. commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari empat kecamatan yang mengalami dampak akibat erupsi Gunung Merapi, Kecamtan Selo merupakan yang menerima dampak terparah mengingat lokasi Kecamatan Selo merupakan kecamatan yang paling dekat dengan puncak Gunung Merapi. Sedangkan tiga wilayah kecamatan lainnya hanya sebagian saja dari penduduknya yang turut diungsikan. Fenomena pengungsi selalu diikuti oleh munculnya permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan pengungsi itu sendiri. Diperlukan langkah yang cepat untuk menangani permasalahan pengungsi. Namun pemerintah sebagi pihak utama yang bertanggung jawab terhadap kegiatan penanganan pengungsi seringkali masih kesulitan dan belum mampu untuk memberikan penanganan kepada para pengungsi dengan baik dan menyeluruh. Karena keterbatasan pemerintah itulah kemudian muncul pihak-pihak di luar pemerintah yang turut berpartisipasi dalam penanganan pengungsi, bahkan tidak jarang mereka berada di garis depan. Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) merupakan salah satu lembaga atau kelompok yang ikut berperan aktif dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Setiap pihak yang turut melakukan penanganan terhadap pengungsi adalah merupakan aktor dalam upaya penanganan pengungsi itu sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh Weber dalam Ritzer bahwa tindakan dalam pengertian orientasi perilaku yang dapat dipahami secara subjektif hanya hadir sebagai periaku seorang atau beberapa orang manusia individual (Weber dalam Ritzer, 2004: 137). Penanganan pengungsi.
commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berangkat dari asumsi-asumsi Teori Aksi yang dikemukakan oleh Parsons dalam Ritzer (Parsons dalam Ritzer, 2004: 48-49) seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi di Desa Klakah merupakan suatu tindakan sosial. LBKUB merupakan aktor dalam kegiatan penanganan pengungsi tersebut. Sebagai aktor LBKUB memiliki tujuan-tujuan yang hendak dicapai kaitannya dengan kegiatan penanganan pengungsi yang meliputi sebelum bencana, saat terjadi bencana, dan setelah bencana. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, LBKUB menggunakan cara, alat, dan teknik serta berpedoman pada norma dan aturan yang berlaku dalam upayanya melakukan penanganan pengungsi. Kemudian pada saat melakukan penanganan pengungsi terkadang muncul berbagai kendala akibat situasi yang tidak sesuai serta tidak dapat dikendalikan oleh aktor, sehingga menghambat jalannya program penanganan pengungsi. Kendala tersebut bisa kendala internal yang berasal dari dalam organisasi LBKUB itu sendiri maupun kendala eksternal yang asalnya dari luar. Melalui strategi dan tindakan yang dilakukan oleh LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi, diharapkan masyarakat Desa Klakah menjadi masyarakat yang tanggap terhadap bencana. Kemudian ketika bencana erupsi terjadi pengungsi tidak terlantar, tercukupi kebutuhannya selama di pengungsian, dan mampu tertangani dengan baik. Dan pada akhirnya setelah bencana selesai masyarakat Desa Klakah dapat kembali pada kehidupannya seperti semula. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan berikut: commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pendekatan Kualitatif
Tujuan penanganan pengungsi:
Strategi Penanganan LBKU
1. Sebelum Bencana 2. Saat Bencana 3. Setelah Bencana
Pengungsi:
B
1. 2. 3. 4.
sebagai
Alat Cara Teknik Norma
Hasil penanganan pengungsi: Kendala Internal dan Eksternal
1. Masyarakat tanggap terhadap bencana 2. Pengungsi tertangani & tidak terlantar 3. Pengungsi dapat kembali ke kehidupan semula
Bagan 1.1 Kerangka Berpikir
F. Definisi Konsep 1. Strategi Penanganan Pengungsi Strategi penanganan pengungsi dalam penelitian ini adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang berupa upaya pelayanan dan perlindungan kemanusiaan terhadap pengungsi yang timbul akibat bencana alam dan konflik sosial maupun konflik politik meliputi kegiatan pencegahan,
tanggap
darurat,
penampungan,
pemindahan,
dan
pengembalian/relokasi pengungsi. Atau dengan kata lain, meliputi sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Pengungsi Pengungsi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa atau dipaksa keluar meninggalkan tempat tinggalnya dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat dari bencana letusan Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif, yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis ataupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Dalam penelitian kualitatif, mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studi. Metode kualitatif ini, peneliti diharapkan akan memahami bagaimana strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. serta permasalahan apa saja terkait dengan penelitian ini.
B. Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Boyolali, tepatnya di LSM Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) di mana LSM ini dinilai yang paling aktif dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Kabupaten Boyolali serta terlibat hampir pada keseluruhan tahap bencana, mulai dari sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana. commit to user 45
perpustakaan.uns.ac.id
46 digilib.uns.ac.id
Selain di LBKUB, penelitian juga mengambil lokasi di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Adapun pemilihan lokasi tersebut karena beberapa pertimbangan, antara lain: 1. Desa Klakah adalah salah satu desa di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali yang terkena dampak terparah akibat erupsi Gunung Merapi tahun 2010. 2. Desa Klakah merupakan satu dari empat desa binaan LBKUB. 3. Dari tiga desa lainnya, Desa Klakah adalah lokasi pelaksanaan program pemulihan pasca bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 dari LBKUB yang pertama kali. 4. Berdasarkan sejarah, pada erupsi Gunung Merapi yang terjadi tahun 1954 Desa Klakah pernah mengalami dampak letusan besar di mana awan panas atau wedhus gembel pernah menerjang Desa Klakah tepatnya di Dusun Pencar yang mana dalam peristiwa tersebut hampir seluruh penduduk di Dusun Pencar meninggal dunia dan hanya sedikit orang saja yang berhasil menyelamatkan diri dan kini Dusun tersebut tidak ada lagi.
C. Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Sampel Dalam penelitian kualitatif sampel bukan mewakili populasi, sehingga tidak ditentukan berdasarkan ketentuan yang mutlak, tetapi sampel berfungsi untuk menggali beragam informasi yang penting yang dibutuhkan peneliti dilapangan. commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Teknik Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel ―purposive sampling‖ atau sampling bertujuan, yaitu pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti (Sutopo, 2002: 36). Namun demikian, informan yang dipilih dapat menunjukkan informan lain yang lebih tahu, maka pilihan informan yang dapat dipercaya.
D. Sumber Data Menurut Loflan & Loflan (Moleong, 1998: 116) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen-dokumen dan yang lainnya. Kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai adalah sumber data utama. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara dan pengamatan berperan merupakan hasil kegiatan dari melihat, mendengar, dan bertanya. Pada penelitian kualitatif kegiatan-kegiatan ini dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa bertujuan memperoleh suatu informasi yang diperlukan (Moleong, 1998: 112-113). 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari informan yang diperoleh melalui wawancara. Sumber data primer yang dimanfaatkan dalam penelitian ini yaitu dari staf-staf anggota LBKUB dan dari masyarakat Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh bukan secara langsung dari sumbernya. Dalam penelitian ini sumber data sekunder yang dipakai adalah sumber tertulis seperti buku, majalah, koran, internet,
data
atau
arsip-arsip
yang bersangkutan serta
dokumentasi-dokumentasi dari pihak-pihak yang terkait mengenai penelitian ini.
E. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Wawancara Mendalam (in–depth interviewing) Interview yang digunakan adalah interview informal yang dapat dilakukan pada waktu dan konteks yang dianggap tepat guna mendapatkan data eksplisit. Menurut Moleong, wawancara merupakan percakapan dengan maksud tertentu. Pada dasarnya wawancara merupakan usaha menggali keterangan atau informasi dari orang lain. Dalam penelitian, wawancara dilakukan secara tidak terstruktur atau sering disebut sebagai teknik ‖wawancara mendalam‖. Karena peneliti merasa ‖tidak tahu apa yang belum diketahuinya‖. Dengan demikian wawancara dilakukan dengan pertanyaan yang bersifat ‖open-ended‖, yang mengarah kepada kedalaman informasi, serta dilakukan dengan cara yang tidak secara formal terstruktur, guna mengali commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pandangan subyek yang diteliti tentang banyak hal yang sangat bermanfaat untuk menjadi dasar bagi penggalian informasinya secara lebih jauh dan mendalam. Wawancara ditujukan kepada informan yaitu pihak LBKUB terkait dengan strateginya dalam penanganan pengungsi erupsi Merapi di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali tahun 2010 dan masyarakat dari Desa Klakah itu sendiri. 2. Observasi Dalam melaksanakan pengamatan, peneliti tidak secara terus menerus secara intens dan aktif mengikuti kegiatan yang dilaksanakan oleh LBKUB dalam kegiatan penanganan pengungsi
erupsi Gunung
Merapi. 3. Dokumentasi Dokumentasi adalah suatu teknik pengumpulan data dengan cara mencatat arsip-arsip, surat-surat, pendapat, gambar, foto, dan dokumen lain yang mendukung.
F. Analisis Data Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif. Dalam model ini ada tiga komponen analisis, yaitu : reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Reduksi Data Reduksi Data merupakan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dan abstraksi data dari field note, dilakukan selama penelitian berlangsung. Dengan reduksi data, data kualitatif dapat disederhanakan dan ditransformasikan dalam berbagai cara, seperti seleksi ketat, ringkasan dan menggolongkan dalam suatu pola yang lebih luas. 2. Sajian Data Penyajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan simpulan peneliti dapat dilakukan. Sajian ini merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logika dan sistematis sehingga bila dibaca akan bisa mudah dipahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan peneliti untuk berbuat sesuatu pada analisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman tersebut. Sajian data ini harus mengacu pada rumusan masalah yang telah dirumuskan sebagai pernyataan peneliti, sehingga narasi yang tersaji merupakan deskriptif mengenai kondisi yang rinci untuk menceritakan dan menjawab setiap permasalahan yang ada. Sajian ini
merupakan
narasi
yang
disusun
dengan
pertimbangan
permasalahannya dengan menggunakan logika penelitinya. Yang banyak terjadi dimasa lalu, penyajian data tetap berupa kalimat-kalimat.
commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Penarikan Kesimpulan Merumuskan kesimpulan berdasarkan semua hal yang terdapat dalam reduksi data dan sajian data. Jika disimpulkan dirasa kurang mantap, maka penulis akan menggali dalam field note, tetapi jika dalam field note belum diperoleh data yang diinginkan maka penulis mencari data lagi dilapangan. Kesimpulan perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Kesimpulan akhir yang ditulis merupakan rangkaian keadaan dari yang belum jelas kemudian meningkat sampai pada pertanyaan yang telah memiliki landasan yang kuat dari proses analisis terhadap fenomena yang ada. Adapun skema yang menunjukkan hal tersebut, dapat dilihat seperti dibawah ini : Bagan 2 Skema Penarikan Kesimpulan
Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi (HB. Sutopo, 2002: 96) commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
G. Validitas Data Untuk menguji keabsahan data yang terkumpul, perlu menggunakan trianggulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu di luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik trianggulasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi sumber. Dalam trianggulasi sumber digunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data. Data yang diperoleh kemudian diuji keabsahannya dengan cara membandingkan hasil wawancara antara informan yang satu dengan yang lain. Kemudian membandingkan hasil wawancara dengan data hasil penelitian. Dengan demikian diharapkan mutu dari keseluruhan proses pengumpulan data dalam penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi 1. Kabupaten Boyolali Kabupaten
Boyolali
memiliki
luas
wilayah
lebih
kurang
101.510,0965 ha atau kurang 4,5 % dari luas Propinsi Jawa Tengah. Wilayah Boyolali terletak antara 110° 22‘ BT – 110°50‘ BT dan 7°36‘ LS – 7°71‘LS dengan ketinggian antara 100 meter sampai dengan 1.500 meter dari permukaan laut. Kabupaten Boyolali membentang barat-timur sepanjang 49 km, dan utara-selatan 54 km yang memiliki batas-batas sebagi berikut: Sebelah Utara
: Kabupaten Semarang dan Kabupaten Grobogan.
Sebelah Timur
: Kabupaten Sragen, Kabupaten Karanganyar, Kota Surakarta, dan Kabupaten Sukoharjo.
Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah Barat
: Kabupaten Magelang dan Kabupaten Semarang.
Sebagian besar wilayahnya adalah dataran rendah dan dataran bergelombang dengan perbukitan yang tidak begitu terjal. Sebelah timur dan selatan merupakan daerah rendah, sedang sebelah utara dan barat merupakan
daerah
pegunungan.
Bagian
barat
merupakan
daerah
pegunungan, dengan puncaknya Gunung Merapi (2.911 m) dan Gunung Merbabu (3.141 m). Sedangkan di bagian utara (perbatasan dengan Kabupaten Grobogan merupakan daerah perbukitan, bagian dari rangkaian Pegunungan Kendeng. Secara administratif, Kabupaten Boyolali terdiri dari 19 kecamatan yang terbagi ke dalam 261 desa dan 6 kelurahan. Dari seluruh 51 desa/kelurahan yang ada, 224 desa/kelurahan terletak di dataran rendah dan commit to user selebihnya terletak di dataran tinggi. 53
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kabupaten Boyolali adalah salah satu dari empat kabupaten yang wilayahnya ikut masuk dalam KRB Gunung Merapi Tahun 2010. Ada empat wilayah kecamatan di Kabupaten Boyolali yaitu Kecamatan Selo, Kecamatan Cepogo, Kecamatan Musuk, dan Kecamatan Ampel.
2. Kecamatan Selo Kecamatan Selo adalah salah satu dari 19 kecamatan di Kabupaten Boyolali yang terletak + 25km arah barat dari pusat Kota Boyolali. Adapun batas-batasnya adalah: Sebelah Utara
: Kabupaten Magelang dan Kecamatan Ampel.
Sebelah Timur
: Kecamatan Cepogo dan Kecamatan Ampel.
Sebelah Selatan : Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah Barat
: Kabupaten Magelang.
Kecamatan Selo terdiri dari 10 desa yang tersebar di sisi sebelah timur dan utara lereng Gunung Merapi. Yaitu: Desa Tlogolele, Klakah, Jrakah, Lencoh, Samiran, Suroteleng, Selo, Tarubatang, Senden, dan Jeruk. Kecamatan Selo berada di lereng gunung Merapi dan Merbabu dengan ketinggian 1.200-1.500 m di atas permukaan air laut. Sehingga Selo sangat cocok untuk pengembangan usaha pertanian khususnya tanaman sayuran dan perkebunan terutama tembakau. Selain itu, Selo juga kaya akan sumber dayaalam berupa bahan galian terutama pasir dan batu. Bahan-bahan galian ini banyak terdapat di sungai-sungai yang mengalir di daerah Selo yang berasal dari material longsoran Gunung Merapi.
3. Desa Klakah a. Keadaan Geografi Luas wilayah Desa Klakah adalah 626,1 ha (6.261 Km
.
Terletak di ketinggian 1.300 m di atas permukaan air laut, dan berada di commit to user lereng Gunung Merapi. Desa Klakah diapit 2 (dua) aliran sungai, yakni
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sungai Apu dan Sungai Juweh. Adapun batas-batas wilayah Desa Klakah adalah: Sebelah Utara
: Desa Jrakah dan Kabupaten Magelang.
Sebelah Timur
: Gunung Merapi.
Sebelah Selatan : Desa Tlogolele. Sebelah Barat
: Kabupaten Magelang.
Desa Klakah terdiri 6 (enam) dukuh, yaitu :Sumber, Bakalan, Bangunsari, Klakah Dhuwur, Klakah Tengah, dan Klakah Ngisor. b. Kependudukan Jumlah penduduk Desa Klakah adalah 2.827 jiwa, yang terdiri dari 1.426 jiwa laki-laki, 1.401 jiwa perempuan, dan
880 Kepala
Keluarga (KK). Adapun mata pencaharian masyarakat Desa Klakah adalah sebagai petani. Taraf pendidikan masyarakat desa sebagian besar adalah tidak tamat SD dengan jumlah 1.223 orang, tamat SD 612 orang, tamat SMP 127 orang, tamat SMA 43 orang, dan lulusan S1 5 orang. Di Desa Klakah juga terdapat 7 orang penderita difabel, 4 diantaranya adalah tuna tubuh dan 3 orang tuna mental. c. Sarana dan Prasarana Sarana adalah segala sesuatu yang dipakai untuk mencapai suatu maksud atau tujuan. Berikut adalah sarana dan prasarana yang dimiliki desa Klakah: Tabel 4 Sarana di Desa Klakah No. 1.
Sarana Pendidikan
Keterangan dan Jumlah TK : 1 buah SD : 2 buah
2.
Peribadatan
Masjid : 7 buah commit to user
Mushola : 5 buah
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gereja : 1 buah 3.
Keamanan
Poskamling : 4 buah
4.
Kesehatan
Poliklinik Desa : 1 buah
Sumber: Profil Desa Klakah 2009
Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses usaha. Berikut adalah prasarana yang ada di Desa Klakah:
Tabel 5 Prasarana di Desa Klakah No. 1.
Prasarana Air
Keterangan Belum ada air dari PDAM dan untuk air bersih,
masyarakat
Klakah
memanfaatkan aer dari sumber-sumber air yang ada di sekitar desa. 2.
Listrik
Listrik sudah ada di Desa Klakah dan sebagian besar KK sudah berlangganan.
3.
Jalan
Jalan-jalan di Desa Klakah sudah banyak terbangun, bahkan sampai jalan penghubung antar dusun.
4.
Jembatan
Total
ada
penghubung
4
jembatan
desa.
Namun
sebagai 3
di
antaranya roboh dan untuk saat ini masih
memakai
jembatan
darurat.
Yaitu, penghubung ke Desa Tlogolele dan 2 Penghubung ke Desa Jrakah. 5.
Transportasi
Masyarakat masih mengandalkan alat commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
transportasi pribadi untuk akses keluarmasuk desa karena tidak ada angkutan umum yang masuk sampai ke desa. Sumber: Data Primer diolah 2011
4. Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) adalah sebuah organisasi non-pemerintah (Non-Governmental Organization), nirlaba (non-profit) didirikan di Boyolali, 26 Juni 1998 oleh orang-orang yang peduli terhadap persoalan kemanusiaan dari umat beragama yang ada di Boyolali: Hindu, Budha, Islam, Katholik dan Kristen. Lembaga ini telah didaftarkan pada Notaris Mulyoto, SH dengan nomor: 20 tanggal 24 Desember 1999. Akta pendirian lembaga ini kemudian diperbarui pada tanggal 1 Agustus 2008, Nomor 02 Notaris Nanis Warsiyanti, SH. Pengakuan terhadap pluralitas menjadi pijakan langkah di mana semakin hari semakin memudar karena kompleknya permasalahan bangsa. Belum lagi persoalan kepentingan, tarik-menarik kekuatan yang pada akhirnya hanyalah merugikan rakyat. Demoralisasi nilai terjadi hampir di semua aspek kehidupan. Hal ini dapat dilihat dari semakin menjauhnya perilaku masyarakat dari etika, agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Visi dari LBKUB adalah terwujudnya tatanan masyarakat adil, makmur, sejahtera, berdasarkan kebenaran, keadilan, pluralitas, budaya dan nilai-nilai
keagamaan.
Sedangkan
misinya
adalah
mengupayakan
terwujudnya solidaritas umat beragama dalam proses pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi, politik dan budaya berbasis komunitas berdasar kebenaran, keadilan, pluralitas, kesetaraan gender dan nilai-nilai agama. Dalam melaksanakan roda lembaga, LBKUB memiliki sumber daya manusia yang unggul dalam berbagai bidang. Untuk mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki lembaga maka sebagai salah satu upaya menambah pendapatan bagi lembaga (fundraising), LBKUB melakukan commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
layanan konsultansi dengan berbagai pihak (pemerintah, lembaga donor, perusahaan swasta, dll). Adapun struktur organisasinya adalah: a. Dewan Pembina -Ketua
: Pndt. AW. Samosir, BA.
-Anggota
: Petrus Sarijo, SE, MM : Drs. Jamal Yazid, M.Si : Pdt. Thomas Sutomo, S.Th
b. Pengurus -Ketua
: Pdt. Simon Julianto, S.Th, M.Si
-Sekertaris
: Sudarlin, SH
-Bendahara
: Pndt. Sutarto, S.Ag
c. Pengawas -Koordinator
: Is Sumateradhi
-Sekertaris
: Sudarlin
-Anggota
: Sudarto Padmo Diharjo
d. Staf Ahli
: Drs. Jamal Yazid M.Si : Agus Doddy S
-Administrasi
: Siti Wafiroh
-Keuangan
: Aris Setyawan, A.Md
e. Divisi -Gender
: Agustina Winahyu
-Interfaith
: Aqim Mujahidin, S.Ag : Subekan, S.Sos
-Lingkungan & Kebencanaan
: Sunandar Prihanto
-Fundraising & Pengemb. Media f. Program Officer -Gender Interfaith
commit to user
: Aqim Mujahidin, S.Ag
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-SAN
: Agus Dody S
B. Hasil Penelitian 1. Profil Informan Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling , di mana informan dipilih karena dianggap mengetahui informasiinformasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Informan dalam penelitian ini berjumlah 11 orang sebagai perwakilan dari Lembaga Bhakti Kemanusian Umat Beragama (LBKUB), Pengungsi, Tim Siaga Desa Klakah, Pemerintah Desa Klakah, Sekolah Dasar di Desa Klakah, dan Kelompok Tani. Berikut ini adalah profil informan yang dimaksud: Tabel 6 Profil Informan No.
Nama
1. Subekan
Usia
Pendidikan
Instansi
Jabatan
33
S1
LBKUB
Koordinator Program DRR dan ER
2. Sunandar
30
S1
LBKUB
Prihanto 3. Wiwin
Koordinator Program Pasca Erupsi Merapi
31
S1
LBKUB
Staf Program Gender (Posko Tanggap Darurat: Logistik dan Administrasi)
4. Slamet
55
SMP
Pemerintah
Kepala Desa
Desa Klakah 5. Slamet Kaur
6. Supomo
48
SMP
Pemerintah
Kepala Urusan
Desa Klakah
Pembangunan
Tim Siaga
Ketua Tim Siaga
Desa Klakah
Desa dan Ketua
―SIGAB‖ dan commit to userKelompok
Kelompok Tani
SMA
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tani ―Merapi Subur‖ 7. Ngatinah
35
SD
Pengungsi asal Dusun Sumber, Desa Klakah
8. Reji
37
SMP
Pengungsi asal Dusun Sumber, Desa Klakah
9. Y.
Slamet,
54
S1
S.Pd
SD Negeri 1
Kepala Sekolah
Klakah
10. Sumarno,
44
S.Pd
S1
SD Negeri 1
Guru Kelas
Klakah
11. Supriyatno
9
SD Negeri 1
Siswa Kelas 6
Klakah Sumber: Data Primer diolah 2011
2. Gambaran Umum Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 Gunung Merapi menjalani aktivitas normal setelah terakhir meletus pada tahun 2006 lalu. Kemudian memasuki akhir tahun 2010, tepatnya pada bulan September Gunung Merapi kembali menunjukkan peningkatan aktivitas yang cukup signifikan. Sebagaimana dikutip dari harian Solopos Edisi Cetak 24 September 2010 dalam www.solopos.com, aktivitas Gunung Merapi mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu terjadinya gempa multiphase (permukaan) dan gempa vulkanik yang terjadi lebih sering dari biasanya sehingga status yang semula ―normal‖ kini dinaikkan menjadi ―waspada‖. Dikatakan oleh Sumantri (2010) dalam Solopos Edisi Cetak 24 September 2010 dalam www.solopos.com, dalam kondisi normal, pusat data mencatat gempa multiphase Gunung Merapi rata-rata lima kali per hari dan gempa vulkanik rata-rata satu kali per hari. Dalam satu minggu terakhir gempa multiphase tercatat rata-rata 38 kali per hari dan gempa commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
61 digilib.uns.ac.id
vulkanik 11 kali per hari. Peningkatan status dari normal menjadi waspada tersebut mulai berlaku sejak 20 September 2010. Meski Gunung Merapi dinaikkan statusnya menjadi waspada, pemerintah belum memberi himbauan bagi warga sekitar Gunung Merapi untuk segera mengungsi. Masyarakat di lereng Gunung Merapi hanya diminta untuk tetap waspada, terutama bagi masyarakat yang beraktivitas di sekitar aliran sungai yang menjadi aliran lahar Gunung Merapi apabila meletus, seperti para penambang pasir dan batu misalnya. Selama Gunung Merapi dalam status waspada, pemerintah melalui Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) yang berada di Yogyakarta tetap melakukan pengamatan terhadap aktivitas Gunung Merapi. Hasil pengamatan tersebut adalah, bahwa setelah memasuki hampir satu bulan semenjak statusnya ditingkatkan menjadi waspada, Gunung Merapi menunjukkan peningkatan aktivitas vulkanik di mana gempa multiphase (gempa permukaan) dan gempa vulkanik terjadi jauh lebih sering dibandingkan aktivitas biasanya. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut pada tanggal 21 Oktober 2010 status Gunung Merapi kembali ditingkatkan levelnya menjadi siaga. Sejauh ini, masyarakat di sekitar Gunung Merapi memang masih belum dievakuasi, masyarakat hanya dihimbau agar tetap waspada terhadap ancaman yang datang sewaktuwaktu. Selang empat hari setelah Gunung Merapi dinaikkan statusnya ke dalam level siaga, pada hari senin tanggal 25 Oktober 2010 pemerintah kembali mengumumkan status Gunung Merapi naik menjadi level yang tertinggi yaitu awas. Hal ini dilakukan karena berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh BPPTK aktivitas vulkanik Gunung Merapi dalam empat hari terakhir semakin meningkat dan menunjukkan gejala-gejala akan segera meletus. Dalam www.suaramerdeka.com tanggal 25 Oktober 2010, bahwa hasil pengamatan dari Pos Kaliurang pada hari Sabtu tanggal 23 Oktober commit A to sebanyak user 2010 telah terjadi gempa vulkanik 3 kali, gempa vulkanik B 36
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kali, gempa biasa 3 kali, multifase 294 kali, dan gempa guguran lava 90 kali. Lalu pada hari Minggu tanggal 24 Oktober 2010, terjadi gempa vulkanik A sebanyak 6 kali, gempa vulkanik B tercatat 74 kali, gempa biasa 1 kali, multifase 525 kali, gempa guguran lava 183 kali dan gempa tektonik satu kali. Hal tersebut seperti yang dikutip dari www.solopos.com: Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta menetapkan status Gunung Merapi dari siaga menjadi awas, Senin (25/10). Status tersebut ditetapkan BPPTK sejak pukul 06.00 WIB pagi tadi. Hal itu disampaikan BPPTK Yogyakarta melalui Koordinator Paguyuban Siaga Merapi, Sukiman di Klaten, Senin. Ia menjelaskan peningkatan status tersebut didasarkan pada terus meningkatnya aktivitas merapi sejak dua hari lalu. (dikutip dari www.solopos.com, Selasa, 26 Oktober 2010)
Pada hari yang sama pemerintah pusat kemudian mengeluarkan pengumuman, larangan kepada masyarakat untuk melakukan aktivitas di KRB 1, 2, dan 3. Dan pemerintah menghimbau masyarakat yang berada di KRB Gunung Merapi untuk berhati-hati dalam beraktivitas di sekitar Gunung Merapi. Himbauan untuk mengungsi pun sudah diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat yang berada di KRB 3 sejak status Gunung Merapi resmi dinaikkan menjadi awas. Akan tetapi perintah untuk melakukan evakuasi hanya diberikan pada warga di Kabupaten Klaten, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Sleman saja, sedangkan Kabupaten Boyolali masih menunggu perkembangan selanjutnya. Meski perintah evakuasi sudah dikeluarkan namun beberapa warga yang rumahnya berada di KRB 3 Gunung Merapi masih enggan untuk mengungsi. Beberapa dari mereka masih yakin kalau Gunung Merapi tidak akan meletus. Mereka hanya akan mengungsi jika sudah ada perintah mengungsi langsung dari Juru Kunci Gunung Merapi yang dikenal dengan commit totidak user akan mengungsi. Mbah Maridjan yang juga bersikeras
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berbeda dengan di tiga wilayah kabupaten lainnya, di Kabupaten Boyolali perintah evakuasi bagi warga masyarakat yang berada di KRB 3 Gunung Merapi di Boyolali masih belum diberikan. Menurut hasil pengamatan dari Pos Pengamatan Gunung Merapi di Desa Jrakah, Selo, Boyolali, kejadian-kejadian aktivitas vulkanik Gunung Merapi seperti guguran material dari puncak Merapi masih selalu menuju ke arah selatan yaitu Sleman dan Magelang. Walau begitu warga lereng gunung di tiga desa di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali yang wilayahnya masuk dalam KRB 1, 2, dan 3 Gunung Merapi telah mendapatkan sosialisasi dari pemerintah desa setempat untuk bersiap-siap mengemasi barang-barang berharga mereka dan warga hanya tinggal menunggu perintah evakuasi. Peningkatan
status
Gunung
Merapi
menjadi
awas
sudah
disosialisasikan oleh pemerintah dan relawan-relawan kepada masyarakat di sekitaran lereng Merapi. Selain itu, terkait dengan peningkatan status Gunung Merapi tersebut, pemberitaan melalui media cetak dan elektronik juga memudahkan sosialisasi kepada masyarakat. Kendati status Gunung Merapi sudah awas, namun warga masyarakat lereng Merapi di Kecamatan Selo masih tetap berkativitas seperti biasanya, seperti menambang dan bertani. Dijelaskan dalam www.solorayaonline.com Di Dusun Stabelan, Desa Tlogolele, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali yang merupakan perkampungan tertinggi yang berada sekitar 3,5 km dari puncak Gunung Merapi, dihuni oleh 361 warga, dengan 57 warga perlu perhatian khusus karena merupakan wanita hamil, anak-anak, cacat, serta lansia. Sampai hari Senin tanggal 25 Oktober 2010 belum juga menunjukkan tanda-tanda akan dilakukan evakuasi. Hal tersebut dikarenakan menurut informasi hasil pengamatan BPPTK Yogyakarta, sejauh ini kubah Merapi lebih gendut ke arah selatan, yakni Sleman (DIY) dan Klaten. Sementara di Stabelan cenderung lebih mengarah ke barat. Secara keseluruhan, desa-desa di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali yang wilayahnya masuk dalam KRB 3 adalah Desa Klakah, Desa commit to user Lencoh, Desa Jrakah, dan Desa Tlogolele. Sesuai prosedur tetap
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kebencanaan, apabila status Gunung Merapi telah berada dalam level awas maka seluruh penduduk yang berada dalam KRB 3 harus dievakuasi ke tempat yang aman. Akan tetapi, atas perintah dari pemerintah dan BPPTK Yogyakarta khusus untuk wilayah Kabupaten Boyolali belum dilakukan evakuasi karena masih menunggu perkembangan selanjutnya. Setelah ditetapkan status awas pada hari Senin tanggal 25 Oktober 2010, hari berikutnya Selasa 26 Oktober 2010 tepatnya pada pukul 17.02 WIB Gunung Merapi mengalami erupsi untuk pertama kalinya pada tahun 2010. Berikut kronologi letusan Merapi versi pemantau an langsung sebagaimana siaran pers BPPTK, Rabu tanggal 27 Oktober 2010: Ada 4 seismograf untuk mengamati akvitas vulkanik Merapi, yang diletakkan di Klatakan/Babadan/Magelang (sisi barat); Pusunglondon/Selo/Boyolali (utara); Deles/Klaten (timur/tenggara); dan Plawangan/Turgo/Kaliurang (selatan). Matriks 1 Kronologi Letusan Gunung Merapi 26 Oktober 2010 Waktu
Situasi
Menjelang Pukul
Aktivitas vulkanik masih cenderung naik, pasca naiknya
16.00 WIB
status menjadi "Awas" sejak sehari sebelumnya. Secara visual melalui kamera yang diletakkan di pos pengamatan lereng Merapi tidak bisa diamati langsung karena tertutup kabut tebal sejak beberapa jam sebelumnya. Bahkan pospos yang berada di lereng Merapi pun melaporkan bahwa mereka tidak bisa memantau secara visual. Komunikasi melalui jaringan radio HT.
Pukul
Ada peningkatan aktivitas cukup signifikan meliputi
16.00 - 17.00 WIB
gempa vulkanik, multiphase (MP), guguran, dsb. Tapi masih dianggap belum cukup berbahaya. Tak ada gambaran visual sama sekali. Semua hanya tergantung pada alat-alat. Sempat ada wawancara oleh sejumlah media nasional pada petugas terkait kemungkinan/skenario
commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
letusan yang akan terjadi. Pukul
Terjadi lonjakan aktivitas vulkanik yang sangat tajam,
17.00 - 17.30 WIB
terutama mulai pukul 17.02 WIB, yang ternyata adalah luncuran awan panas. Empat seismograf tadi semuanya mencatat amplitudo getaran yang sangat lebar (besar), bahkan jarumnya pun terlepas berulang kali. Petugas monitoring mulai sibuk dan panik luar biasa, apalagi karena besarnya amplitudo dan lamanya kejadian. Pos-pos pengamatan di lereng pun juga melaporkan demikian, hanya saja sama sekali tidak diketahui, apa itu awan panas / yg lain. Semua tertutup kabut tebal. Tak ada yang bisa menduga ada apa di balik kabut tebal itu.
17.30 WIB–
Kabut masih sangat tebal dan mulai gelap. Semakin sulit
18.30 WIB
untuk mengetahui apa yang terjadi di Merapi. Empat seismograf masih saja mencatat getaran yang sangat besar (dan lagi-lagi beberapa kali jarumnya sampai lepas, dan gulungan-gulungan kertasnya diganti cepat sekali - padahal normalnya 12 jam sekali). Petugas menyatakan ada 3 kali letusan & luncuran awan panas dan kemungkinan letusan menyebar ke segala arah. Petugas pusat memperintahkan pada semua petugas pos di lereng merapi untuk langsung meninggalkan pos, turun untuk evakuasi. Petugas juga menghubungi aparat-aparat di beberapa tempat, agar dilakukan evakuasi paksa untuk warga. Sirene di berbagai tempat dibunyikan. Jaringan radio HT mulai sangat crowded, begitu pula jaringan telepon di pos. Beberapa petugas terlihat sangat panik (menangis), sembari terus berdoa dan bertakbir.
Matrik 1. Lanjutan Waktu
Situasi
Pukul
Petugas pusat tomengeluarkan pernyataan/informasi resmi commit user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
18.30 - 19.00 WIB
pada media, tentang terjadinya letusan ini, serta fokus sekarang adalah pada proses evakuasi. Aktivitas vulkanik yang terdeteksi di seismograf mulai menurun, kecuali 1 seismograf
di
Plawangan/Turgo/Kalikuning.
Petugas
mengkhawatirkan daerah sekitar Kinahrejo (tempat mbah Maridjan), Kaliadem, dan sekitar lereng selatan Merapi. 19.00 WIB - ...
Petugas di pos-pos pengamatan lereng Merapi naik kembali ke pos mereka (tapi beberapa masih dilarang untuk kembali untuk beberapa saat). Hujan kerikil dan abu mulai dilaporkan oleh pos-pos pemantauan, terutama di daerah barat daya Merapi. Bau belerang juga bisa dicium dari sekitar lereng. Aktivitas Merapi dipantau dari seismograf, terus cenderung turun, bahkan stabil normal tenang, walau beberapa kali kadang terjadi guguran material. Secara visual Merapi masih tertutup kabut, sehingga tidak ada bisa yang bisa melihat 'seberapa besar letusan, kemana arah awan panas, dsb'. Kondisi petugas mulai tenang, bahkan beberapa kali terlihat bercanda. Wartawan dan media masih terus standby di pusat pemantauan, dan beberapa menyusul naik ke Kaliurang.
Aftermath
Petugas BPPTK menyatakan Merapi sekarang ini sedang dalam kondisi tidur nyenyak setelah aktivitas tadi. Belum diketahui, apakah akan ada aktivitas vulkanik susulan lagi. Mereka sempat khawatir, jika yang terjadi tadi hanyalah baru awal saja. Sebagaimana pola-pola erupsi Merapi yang sebelumnya, yang biasanya kecil dulu, lalu sedang, besar, berkurang, kembali ke normal lagi, dst. Titik api atau aliran lahar juga belum bisa dikonfirmasi. Apa yang terjadi tadi lebih besar dari pada yang terjadi pada tahun 2006.
Sumber: BPPTK Lokasi yang terkena letusan atau awan panas petang tadi, kemungkinan besar daerah-daerah sekitar lereng Merapi, dalam radius 4-6 km, terutama lerengcommit selatan.toAbu userdan debu vulkanik dilaporkan bahkan sampai Gombong-Kebumen.
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Begitu letusan pertama itu terjadi saat itu juga Pemerintah Boyolali yang ada di lokasi sudah mulai melakukan evakuasi terhadap masyarakat untuk selanjutnya ditempatkan di titik kumpul sementara. Evakuasi penduduk bahkan ada yang dilakukan sebelum tanggal 26 Oktober atau sebelum Letusan yang pertama. Evakuasi dilakukan di Desa Tlogolele yang merupakan desa yang paling dekat dengan puncak Merapi. Evakuasi tersebut dilakukan selain untuk mengantisipasi jatuhnya korban jiwa adalah juga karena situasi di lokasi yang sudah sangat mencekam akibat suara gemuruh Gunung Merapi sehingga penduduk sekitarnya pun menjadi ketakutan dan berusaha untuk segera mengungsi. Di ketiga desa lainnya di Kecamatan Selo yang juga dilakukan evakuasi adalah Desa Jrakah, Desa Klakah, dan Desa Lencoh. Evakuasi hanya dilakukan secara bertahap dan terbatas pada penduduk-penduduk yang berada di KRB 3 dengan mendahulukan penduduk kelompok rentan yaitu ibu hamil, anak-anak, dan orang lanjut usia. Setelah
evakuasi
dilakukan,
kemudian
pengungsi-pengungsi
tersebut dibawa ke titik kumpul yang telah ditentukan sebelumnya. Dari titik kumpul pengungsi diangkut menggunakan mobil dan truk untuk dibawa ke tempat pengungsian sementara (TPS). Ada yang dibawa ke balai desa setempat, ke sekolah-sekolah, rumah-rumah warga, dan tempat-tempat lain yang telah ditentukan sebelumnya dengan radius antara 5-10 km dari puncak Merapi, seperti untuk pengungsi yang dari Klakah tempat pengungsian sementaranya (TPS) berada di SMPN 2 Selo dan di SD Negeri Klakah. Di Desa Jrakah yang masuk ring bahaya Merapi, di Dusun Kajor dengan 648 jiwa dan Sepi sekitar 962 jiwa. Mereka dibawa di Tempat Pengungsian Sementara (TPS) II, di SD Negeri Jrakah, di Dusun Tosari, dan dari Dusun Bakalan sebanyak 657 jiwa, Dusun Sumber (411 jiwa) diungsikan ke TPS Jarak Kidul atau rumah Kades Jrakah. (dikutip dari www.solorayaonline.com) Pengungsi untuk sementara waktu menempati Tempat Pengungsian to user Sementara (TPS) sembari commit menunggu perkembangan Gunung Merapi dan
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali. Kemudian secara bertahap, pengungsi yang tadinya berada di TPS-TPS tersebut lalu dibawa ke Tempat Pengungsian Akhir (TPA) saat itu yang berlokasi di Lapangan Kecamatan Selo dengan tujuan untuk mempermudah koordinasi. Meskipun dalam keadaan mengungsi, sebagian besar pengungsi masih tetap beraktivitas seperti biasanya. Arus keluar-masuk pengungsi sangat tinggi, seringkali dari mereka bolak-balik dari lokasi pengungsian ke rumah mereka untuk memberi makan ternak mereka, atau hanya sekedar melihat keadaan rumah mereka. Padahal kondisi Gunung Merapi masih berbahaya pada saat itu. Larangan pemerintah bagi warganya untuk kembali naik ke perkampungan tidak diindahkan. Pasca letusan yang pertama, aktivitas keseharian warga Nampak terlihat berkurang. Aktivitas-aktivitas warga di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali seperti bertani dan berdagang sayuran menunjukkan penurunan yang cukup signifikan, hal ini bisa dilihat dari sepinya jalan-jalan dari lalu lalang kendaraan pickup dan truk yang biasanya mengangkut hasil bumi, aktivitas berkebun sayuran juga jauh berkurang karena memang pada saat itu kebun-kebun sayur milik warga terutup abu vulkanik dan pasir hasil dari letusan Gunung Merapi yang turun sejak Selasa pagi. Alhasil hujan abu vulkanik yang terkadang disertai pasir dan kerikil tersebut merusak tanaman-tanaman sayur milik warga di lereng Merapi. Akibatnya tanamantanaman sayur milik warga menjadi rusak dan dipastikan mengalami gagal panen. Tentunya hal tersebut akan menjadi masalah bagi masyarakat terkait pasca bencana selesai. Letusan pada tanggal 26 Oktober itu juga yang mengakibatkan meninggalnya 32 orang di Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman termasuk Sang Juru Kunci Gunung Merapi Mbah Maridjan. Setelah letusan yang pertama, terjadi pula letusan-letusan berikutnya antara lain terjadi letusan pada tanggal 27 Oktober, 28 Oktober pukul 19.54 WIB Gunung commit Merapitomemuntahkan lava pijar disertai awan user
perpustakaan.uns.ac.id
69 digilib.uns.ac.id
panas, dan 31 Oktober pukul 15.00 WIB. Letusan kembali terjadi pada hari Senin tanggal 1 November 2010. Letusan cukup besar itu terjadi pada pukul 10.02-11.45 WIB, hujan abu dan kerikil kembali menimpa beberapa daerah di Boyolali. Wilayah yang mengalami dampak terparah akibat letusan tersebut adalah Kecamatan Musuk, Cepogo, dan Boyolali Kota. Ribuan warga yang ketakutan berusaha menyelamatkan diri. Mereka menaiki mobil pickup dan motor untuk mencari tempat aman. Ratusan warga Desa Gedangan dan Wonodoyo, Kecamatan Cepogo mengungsi ke Seketariat Kecamatan Cepogo dan ratusan lainnya ke Seketariat Pemkab Boyolali. Di Kecamatan Musuk, ribuan warga Desa Clunthang, Sangup, dan Mriyan beramai-ramai mengungsi ke Balai Desa Sruni. Hal serupa dilakukan warga Desa Tlogolele, Klakah, dan Jrakah di Kecamatan Selo yang mengungsi ke Lapangan Desa Samiran dan ke Sawangan, Magelang. Karena terjadi pada jam kerja dan jam sekolah, kemudian pelajar-pelajar dipulangkan lebih awal agar dapat segera kembali ke rumah dan segera mengungsi. Kemudian pada hari Rabu tanggal 3 November 2010 sekitar pukul 11.11 WIB Gunung Merapi kembali meletus. Gunung Merapi mengeluarkan letusan sekitar empat jam lamanya dan berkekuatan lebih dahsyat dari sebelumnya. Bahkan, luncuran awan panas atau wedhus gembel kali ini memiliki jangkauan terjauh dari letusan pertama 26 Oktober lalu. Seperti dikatakan Kepala BPPTK Yogyakarta Subandrio dalam www.vivanews.com bahwa jangkauan awan panas ini sekitar 9 kilometer, lebih panjang dari letusan pertama yang sekitar 7,5 kilometer. Berikut kronologi erupsi Merapi dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) yang disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Penanganan Bencana Alam dan Sosial Andi Arief yang dikutip dari www.vivanews.com: commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Matriks 2 Kronologi Letusan Gunung Merapi 3 November 2010 Waktu 11.11-13.19 WIB
Situasi Kejadian Terjadi
awan
panas
beruntun
dengan
durasi
maksimum dua menit. Sementara, cuaca dalam keadaan kabut dan hujan, sehingga tidak bisa melihat keadaan puncak gunung merapi. 13.27 dan 13.30
Terjadi gempa vulkanik dangkal sebanyak dua kali.
WIB 14.00-14.03 WIB
Terjadi guguran besar beruntun sebanyak empat kali dengan durasi makimum 1 menit.
14.04-14.27 WIB
Terjadi rentetan awan panas dengan durasi maksimum 5
menit.
Diperkirakan jarak luncur awan panas lebih dari 10 kilometer. Sehingga diputuskan untuk memperluas daerah aman hingga di luar radius 15 kilometer. 14.44 WIB
Terjadi awan panas besar selama 1,5 jam.
16.23 WIB
Aktivitas mulai reda.
17.30 WIB
Dilaporkan bahwa awan panas mencapai 9 kilometer di alur Kali Gendol.
Sumber: www.vivanews.com
Letusan kali ini jauh lebih besar dari pada letusan-letusan yang terjadi sebelumnya dan diluar perkiraan serta kebiasaan dari letusan Gunung Merapi. Keadaan yang tadinya terkendali menjadi kacau. Semua pengungsi yang menempati posko-posko pengungsian di sekitar Kecamatan Selo menjadi panik dan kemudian berhamburan. Melihat letusan yang sedemikian besar dari pemerintah pusat kemudian memperluas Zona Bahaya Merapi dari yang tadinya 10 km diperluas menjadi 15 km. Berdasarkan pengumuman tersebut dengan segera pemerintah mengambil tindakan dengan melakukan evakuasi besar-besaran commit to user terhadap masyarakat yang berada dalam lingkaran zona bahaya Merapi
perpustakaan.uns.ac.id
71 digilib.uns.ac.id
dengan radius sejauh 15 km dari puncak Gunung Merapi. Di wilayah Kabupaten Boyolali evakuasi besar-besaran dilakukan bagi penduduk yang ada di wilayah Kecamatan Selo dan Kecamatan Cepogo, serta sebagian kecil bagi penduduk yang ada di Kecamatan Musuk dan Kecamatan Ampel. Anjuran dari pemerintah bagi masyarakat untuk mengungsi berlaku di keempat kecamatan tersebut. Lantas masyarakat di empat kecamatan yang masuk dalam radius 15 km tersebut, terutama masyarakat di Kecamatan Selo dan Kecamatan Cepogo mengikuti anjuran pemerintah untuk segera mengungsi. Jalan raya Boyolali-Selo
pun menjadi satu arah ke timur
dipadati masyarakat yang hendak turun ke bawah untuk menyelamatkan diri. Hari Kamis tanggal 4 November 2010 pagi sekitar pukul 05.00 WIB, Gunung Merapi masih menunjukkan intensitas letusan yang tinggi, ditandai dengan keluarnya asap solfatara dari puncak Merapi terus membumbung ke angkasa. Tinggi asap tersebut diperkirakan mencapai 3 kilometer lebih. Selama hampir 1,5 jam asap tersebut keluar dari Gunung Merapi. Suara dentuman dan getaran seringkali juga terdengar sangat jelas oleh warga lereng Merapi. Berdasarkan data seismik yang merekam aktivitas Merapi pada pukul 00.00-07.00 terjadi 20 kali gempa vulkanik. Gempa tremor, awan panas, dan guguran terjadi secara beruntun dan kolom asap vertikal setinggi 8 kilometer. (dikutip dari www.suaramerdeka.com) Dalam situasi yang demikian berbahaya, arus keluar-masuk pengungsi masih saja sangat tinggi. Pengungsi masih saja bolak-balik dari rumah ke posko penampungan pengungsi, karena mereka khawatir akan barang-barang berharga mereka di rumah. Pagi dan sian hari mereka naik ke perkampungan untuk melihat rumah mereka dan sekedar mengurusi hewan ternak mereka, kemudian menjelang sore hari mereka kembali lagi turun ke posko penampungan pengungsi. Padahal pemerintah telah menjamin keamanan rumah yang ditinggalkan dan pemerintah pun juga telah menjamin akan mengganti hewan ternak seperti sapi warga yang mati. commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kondisi Gunung Merapi semakin berbahaya, meski demikian ada saja beberapa warga di Kecamatan Selo yang bersikeras tidak mau mengungsi, dan nampaknya mereka tidak mau belajar dari kejadian yang menimpa Mbah Maridjan dan beberapa warga di Kinahrejo, Cangkringan, Sleman,
Yogyakarta.
Menurut
harian
Suara
Merdeka
dalam
www.suaramerdeka.com, sebanyak 75 warga di Dusun Bakalan, Desa Klakah, Kecamatan Selo masih bersikeras bertahan. Mereka yang masih bersikeras bertahan tersebut percaya adanya mitos ―Mbah Petruk‖ dan ―Biyung Bibi‖ yang belum memberikan wangsit kepada mereka untuk pergi. Aksi warga yang nekat tidak mau mengungsi juga sempat ada di Desa Tlogolele, namun setelah dibujuk oleh aparat dan relawan serta karena memang tidak betah dengan situasi di lokasi yang sangat mencekam, akhirnya mereka bersedia mengungsi juga. Kemudian seluruh masyarakat di sekitar Gunung Merapi dikejutkan dengan terjadinya letusan hebat lagi pada Jumat dini hari tanggal 5 November 2010. Di Kabupaten Sleman DIY, letusan dasyat tersebut mengakibatkan 69 orang meninggal dunia dan puluhan orang lainnya mengalami luka bakar. Sedangkan di Kabupaten Klaten Jawa Tengah, korban meninggal dunia sebanyak 4 orang dan puluhan orang lainnya mengalami luka-luka. Letusan tersebut mengakibatkan jumlah total pengungsi juga membengkak. Kepanikan luar biasa juga melanda ribuan pengungsi
Kabupaten
Boyolali.
Mereka
pindah
dari
barak-barak
pengungsian ke tempat aman. Radius bahaya kini meluas dari 15 km menjadi 20 km dari puncak Merapi. Himbauan untuk mengungsi bagi warga masyarakat yang berada di lingkaran radius 20 km mulai diberikan. Akibatnya jumlah warga yang mengungsi pun semakin bertambah banyak. Sejak Jumat dini hari pasca letusan, ribuan pengungsi dari Kecamatan Selo, Cepogo dan Musuk terus memasuki wilayah Boyolali Kota. Tujuan utama adalah Seketariat Pemkab Boyolali, namun karena commit to user tempatnya. Antara lain, gedung keterbatasan tempat sebagian dialihkan
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DPRD, GOR, Lapangan Poncobudoyo, SMAN 1 dan SMAN 3, gedung Golkar dan SMK Ganesha. Arus kedatangan pengungsi semakin lama semakin banyak, pemerintah pun dengan segera meyiapkan tempat-tempat penampungan bagi para pengungsi. Beberapa pengungsi kemudian ditempatkan di berbagai tempat dan gedung-gedung seperti di lapangan-lapangan, di sekolahsekolah, gedung serba guna, serta berbagai tempat lainnya yang dirasa memungkinkan bisa untuk tempat penampungan bagi para pengungsi. Semenjak itu juga muncullah pihak-pihak yang kemudian ikut mendirikan posko-posko penampungan bagi para pengungsi. Pihak-pihak tersebut turut berperan aktif dalam kegiatan penanganan pengungsi akibat erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Boyolali. Selain menempati posko-posko pengungsian, tidak sedikit warga yang memilih untuk mengungsi ke tempat-tempat kerabat mereka. Mereka inilah yang biasa disebut sebagai pengungsi mandiri. Berikut ini adalah perkembangan jumlah pengungsi yang tercatat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Boyolali dari tanggal 25 Oktober sampai 8 Desember 2010:
commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 7 Rekapitulasi Jumlah Pengungsi Tanggal 25 Oktober-8 Desember 2010 Kabupaten Boyolali No
Tanggal
1 25 Oktober 2010 2 26 Oktober 2010 3 27 Oktober 2010 4 28 Oktober 2010 5 29 Oktober 2010 6 30 Oktober 2010 7 31 Oktober 2010 8 1 Nopember 2010 9 2 Nopember 2010 10 3 Nopember 2010 11 4 Nopember 2010 12 5 Nopember 2010 13 6 Nopember 2010 14 7 Nopember 2010 15 8 Nopember 2010 16 9 Nopember 2010 Tabel 7. Lanjutan 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Jumlah Kecamatan
Jumlah TPS
1 3 2 2 2 3 3 3 3 3 6 7 8 11 12 11
3 13 10 14 14 17 23 19 27 36 62 104 119 108 121 119
510 8,520 5,552 5,454 5,514 5,117 6,937 7,134 12,325 16,047 26,754 54,603 47,213 52,313 63,759 60,449
119 118 123 86 84 58 41 40 41 41 21 20
58,695 59,244 39,026 29,780 31,028 12,723 10,637 16,853 7,550 2,971 1,829 1,425
10 Nopember 2010 12 11 Nopember 2010 12 12 Nopember 2010 12 13 Nopember 2010 13 14 Nopember 2010 15 15 Nopember 2010 11 16 Nopember 2010 10 17 Nopember 2010 11 18 Nopember 2010 11 19 Nopember 2010 11 20 Nopember 2010commit to 9 user 21 Nopember 2010 9
Jumlah Pengungsi
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
22 Nopember 2010 23 Nopember 2010 24 Nopember 2010 25 Nopember 2010 26 Nopember 2010 27 Nopember 2010 28 Nopember 2010 29 Nopember 2010 30 Nopember 2010 01 Desember 2010 02 Desember 2010 03 Desember 2010 04 Desember 2010 05 Desember 2010 06 Desember 2010 07 Desember 2010 08 Desember 2010
10 10 10 10 9 9
20 18 18 18 20 20
9 11 11 11 11 11 11 9 9 9
20 22 22 16 16 16 17 16 16 16
1,866 657 657 657 672 672 672 672 2,024 2,122 1,450 1,081 1,078 1,006 70 70 70
Sumber: Data Kesbangpolinmas Kabupaten Boyolali
Pada saat bencana terjadi, hampir semua aktivitas masyarakat di lereng Gunung Merapi berhenti. Di wilayah Selo dan Cepogo hampir terlihat seperti daerah kosong tak berpenghuni, yang terlihat hanya petugas dan aparat yang berjaga-jaga di kawasan tersebut. Pasar-pasar ditutup dan perSeketariatan serta sekolah-sekolahpun diliburkan. Pasar Selo dan Pasar Cepogo yang biasanya ramai dengan aktivitas jual-beli bahkan seringkali sampai terjadi macet, saat itu sama sekali kosong. Aktivitas kehidupan warga lereng Merapi seperti mati pada saat itu. Desa Klakah adalah salah satu desa di wilayah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali yang termasuk dalam KRB Gunung Merapi. Menurut data hasil kaji cepat bencana yang dilakukan oleh Tim dari LBKUB sebanyak kurang lebih sekitar 880 KK yang terdiri dari 2.827 orang penduduk
Desa
Klakah
meninggalkan
desanya
untuk
mengungsi
menyelamatkan diri dari ancaman letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 commit to user kemarin. Erupsi Gunung Merapi yang terbesar yang terjadi pada tanggal 3
perpustakaan.uns.ac.id
76 digilib.uns.ac.id
November 2010 serta berlangsung selama beberapa hari itu mengakibatkan kerusakan dan macetnya semua aktivitas dalam radius 20 km dari puncak Gunung Merapi, termasuk juga Desa Klakah yang berjarak 5 km dari puncak Gunung Merapi.
3. Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Telah dijelaskan di atas bahwa erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada penghujung tahun 2010 lalu telah menimbulkan berbagai dampak yang tidak mengenakkan bagi masyarakat yang berada di sekitar Gunung Merapi itu sendiri, baik dampak secara fisik atau material maupun dampak secara non-fisik yang lebih berhubungan dengan mental masyarakatyang menjadi korban. Di mana bencana erupsi Gunung Merapi yang terjadi kemarin itu menimbulkan rasa takut serta trauma yang begitu mendalam bagi mereka yang menjadi korban, bahkan sampai setelah satu tahun berselang trauma akan letusan pada tahun 2010 kemarin masih sangat terasa. Kaitannya dengan penelitian ini, telah disebutkan sebelumnya bahwa di Desa Klakah sendiri sebanyak 2.827 orang mengungsi. Diperlukan langkah yang cepat untuk menangani permasalahan pengungsi. Mulai dari evakuasi penduduk di lokasi terjadinya bencana, pengumpulan pengungsi di lokasi-lokasi pengungsian yang aman dari dampak bencana, pemenuhan kebutuhan pengungsi selama berada di pos-pos pengungsian, sampai pada upaya pemulangan pengungsi kembali ke tempat asalnya termasuk juga upaya recovery yang tidak hanya meliputi persoalan fisik seperti sarana dan prasarana yang mungkin terjadi kerusakan akibat bencana, namun juga perbaikan secara non-fisik yaitu terhadap mental para pengungsi yang seringkali timbul trauma setelah bencana. Melihat permasalahan tersebut, LBKUB muncul dengan strategi penanganan pengungsi bermaksud untuk membantu mengatasi atau setidaknya meringankan beban masyarakat yang menjadi korban erupsi commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gunung Merapi khususnya masyarakat di empat desa yang menjadi binaan LBKUB termasuk masyarakat Desa Klakah. Serangkaian tindakan dilakukan oleh LBKUB sebagai bagian dari strategi mereka dalam rangka penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Dalam Keputusan Bupati Boyolali Nomor 252 Tahun 2005 tentang Pembentukan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) Kabupaten Boyolali yang dimaksudkan dengan penanganan
pengungsi
adalah
upaya
pelayanan
dan
perlindungan
kemanusiaan terhadap pengungsi yang timbul akibat bencana dan konflik baik sosial maupun politik meliputi kegiatan pencegahan, tanggap darurat, penampungan,
pemindahan,
dan
pengembalian/relokasi
pengungsi.
Berdasarkan Keputusan Bupati Boyolali tersebut dapat disimpulkan bahwasanya penyelenggaraan penanganan pengungsi meliputi tiga periode waktu yaitu: masa sebelum terjadinya bencana (pra bencana), masa saat terjadinya bencana (tanggap darurat), dan masa pemulihan saat bencana telah selesai terjadi (pasca bencana). Secara umum strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 juga diselenggarakan dalam tiga tahap, yaitu: 1. Tahap Pengurangan Resiko Bencana (Disaster Risk Reduction) yaitu masa sebelum terjadinya bencana erupsi Gunung Merapi. 2. Tahap Tanggap Darurat (Emergency Respons) yaitu masa saat terjadi bencana erupsi Gunung Merapi. 3. Tahap Pemulihan (Recovery) yaitu masa setelah bencana erupsi Gunung Merapi.
Dalam setiap tahap pelaksanaan penanganan pengungsi yang dilakukan,
LBKUB senantiasa menerapkan
strategi
yang berbasis
masyarakat. Yang mana masyarakat selalu dilibatkan sebagai subyek atau pelaku utama dalam setiapcommit tahapanto strategi user penanganan pengungsi erupsi
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gunung Merapi yang berlangsung. Hal ini dilakukan mengingat salah satu faktor tentang parahnya dampak bencana adalah karena kelemahan strategi penanggulangan bencana yang cenderung masih berjalan topdown yang mengabaikan potensi sumberdaya dan kapasitas setempat atau malah dalam beberapa kasus, meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap resiko bencana. Sehingga perlu sebuah upaya yang dilaksanakan dari tindakan pencegahan, langkah-langkah kesiapsiagaan, tindakan tanggap bencana, serta tindakan pemulihan setelah terjadi bencana. Lebih jauh pendekatan ini meyakini bahwa masyarakat yang selalu waspada dan siap menghadapi resiko bahaya yang mungkin terjadi di lingkungan mereka, cenderung lebih tahan banting, serta mampu meningkatkan ketahanan diri mereka sendiri. Sehingga, pada saatnya, akan terbangun organisasi komunitas yang mempunyai kemampuan lokal untuk menangani resiko bencana.
3.1. Masa Sebelum Bencana Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) yang berkedudukan di Kabupaten Boyolali mulai masuk ke Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali ketika erupsi Gunung Merapi tahun 2006 terjadi. Ketika itu LBKUB masuk sebagai relawan tanggap darurat. LBKUB melakukan tindakan-tindakan yang sekiranya dapat membantu meringankan beban penderitaan masyarakat Desa Klakah yang menjadi korban dari erupsi Gunung Merapi, antara lain dengan mendirikan posko penampungan bagi para pengungsi. Selain mendirikan posko dan memberikan penaganan kepada para pengungsi korban eruspsi Gunung Merapi, LBKUB juga melakukan penggalangan dana dan bantuan. Berikut dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Jadi 2006 itu peran LBK saat emergency respon pas tanggap darurat 2006, LBK membantu masyarakat Desa Klakah dengan mendirikan posko bencana Gunung Merapi. Saat itu LBK juga melakukan tindakan-tindakan yang sekiranya dapat membantu meringankan beban penderitaan masyarakat Klakah korban erupsi Merapi pada waktu itu, commit toposko user penampungan pengungsi dan dengan mendirikan
perpustakaan.uns.ac.id
79 digilib.uns.ac.id
selain itu kita juga melakukan penggalangan dana serta bantuan kepada donatur-donatur…‖ Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Slamet Kepala Desa Klakah: ―…tapi nek tumut mbantu mriki mpun pas erupsi tahun 2006 nika tapi kula dereng dados lurah. Kula mulai mlebet ten pemerintah desa niku tahun 2007, sak kelingan kula nggih nika pas erupsi 2006 LBK sampun tumut mbantu masyarakat Klakah, tumut mbantu maringi bantuan ngoten…‖ (tapi kalau ikut membantu disini sudah saat erupsi tahun 2006 tapi saya belum jadi lurah. Saya mulai masuk di pemerintahan desa itu tahun 2007, seingat saya ya pas erupsi 2006 LBK sudah ikut membantu masyarakat Klakah, ikut membantu memberi bantuan gitu) Selanjutnya LBKUB pada tahun 2008 mengadakan program pengurangan resiko bencana yang diberi nama Community Base Disaster Risk Management (CBDRM) dengan sasaran di empat desa di Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali yaitu Desa Jrakah, Desa Klakah, Desa Lencoh, dan Desa Tlogolele. CBDRM adalah sebuah program pengurangan resiko bencana yang berbasis masyarakat yang diselenggarakan oleh LBKUB. Tujuan dari program pengurangan resiko bencana tersebut adalah agar masyarakat yang berada di kawasan Gunung Merapi itu menjadi masyarakat yang lebih siap dan tanggap terhadap bencana khususnya adalah bencana Gunung Merapi. Sebagaimana dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Jadi 2006 itu peran LBK saat emergency respon pas tanggap darurat 2006 lalu kemudian 2008 kita ada ide, bagaimana caranya agar masyarakat itu memiliki kesiapsiagaan dia lebih siap ketika ada bencana, kemudian ketika ada bencana dia bisa mengurangi resikonya, dan kemudian LBK membawa program pengurangan resiko bencana…Jadi kan 2008 LBKUB itu kan membuat program namanya program pengurangan resiko bencana. Lha itu kan fokuse di empat desa di Lencoh, Jrakah, Klakah, dan Tlogolele. Lha pada waktu itu tujuan dari program pengurangan resiko bencana itu adalah agar masyarakat di kawasan Merapi itu lebih siap dan tanggap terhadap bencana, jadi istilahe masyarakat yang ada di Merapi itu masyarakat yang resilien masyarakat yang tangguh...resilien itu kan melenting gitu, setiap ada bencana commit tomemantul user masyarakat itu memang jatuh tapi terus memantul lagi…‖
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dikatakan oleh Bapak Slamet: ―…tahun 2008 napa nggih, LBKUB mulai mlebet ten Dusun niku, sekitar 2008-2009. Tujuane yo untuk menolong warga demi keaktifan warga jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti yen bencana ko mlayune kepiye, memberi wawasan lah untuk menolong kepada warga sing kurang mampu opo sing kurang tekan atine mlakune kepiye iku dibantu…‖ (tahun 2008 apa ya? LBKUB mulai masuk ke Dusun itu, sekitar 2008-2009. Tujuannya ya untuk menolong warga demi keaktifan warga jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kalau bencana nanti larinya bagaimana, memberi wawasan untuk menolong pada warga yang kurang mampu apa yang kurang berani) Melalui program pengurangan resiko bencana berbasis masyarakat yang diberikan oleh LBKUB, masyarakat di sekitar kawasan Merapi dalam hal ini masyarakat Jrakah, Klakah, Lencoh, dan Tlogolele diharapkan menjadi masyarakat yang tangguh terhadap bencana. Masyarakat di kawasan Merapi menjadi masyarakat yang resilien atau melenthing (memantul), maksudnya adalah ketika terjadi suatu bencana katakanlah dalam hal ini bencana erupsi Gunung Merapi. Sebagai dampaknya masyarakat di kawasan Merapi tersebut memang akan jatuh, namun masyarakat yang bersangkutan akan mampu bangkit kembali dan melanjutkan kehidupan normalnya seperti biasanya, itu adalah tujuan jangka panjang dari program tersebut. Sedangakan untuk jangka pendek, tujuannya adalah: a. Masyarakat lereng Merapi-Merbabu meningkat kapasitasnya dalam mengantisipasi, merespon dan terlibat dalam bencana alam maupun karena buatan manusia. b. Masyarakat lereng Merapi-Merbabu punya kapasitas untuk menjaga dan membangun aset sosial dan aset produksi serta penghidupannya. commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Masyarakat lereng Merapi-Merbabu punya akses terhadap bantuan pengurangan bencana baik dari pemerintah maupun LSM baik nasional maupun internasional serta punya suara dalam menentukan kebutuhan pengurangan resiko bencana.
Ketika bencana erupsi Merapi tahun 2006 sebelum LBKUB masuk, masyarakat di empat desa termasuk juga masyarakat Klakah hanya sebagai obyek dari pemerintah saja. Masyarakat hanya diam dan pasif saja, mereka hanya patuh kepada pemerintah ke mana dan bagaimana mereka akan ditangani. Hal tersebut bertolakbelakang dengan tujuan dari program CBDRM yang diusung oleh LBKUB yang menempatkan masyarakat sebagai subyek. Sebagaimana telah dijelaskan pada uraian di atas, bahwa program yang diselenggarakan LBKUB merupakan program
yang berbasis
masyarakat, maka dalam prakteknyapun nanti yang berperan dan menentukan kehidupan dalam kaitannya dengan bencana itu adalah masyarakat yang bersangkutan bukan lagi dari pemerintah maupun pihakpihak lainnya. Mulai dari sebelum bencana, ketika bencana terjadi, sampai setelah bencana selesai. Dengan kata lain masyarakat akan mampu bergerak sendiri tanpa perlu mengharap bantuan dari pemerintah serta pihak-pihak lainnya. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Tujuan jangka panjange masyarakat di Merapi itu menjadi masyarakat yang tangguh lha kemudian turunane bagaimana mengukur ketangguhan masyarakat itu dia lebih siap dalam menghadapi bencana. Jadi kalau awal kita sebelum masuk biasanya sebelum program itu masyarakat itu hanya sebagai obyek, dadine misal bencana merapi 2006 itu masyarakat itu hanya sebagai obyek dari pemerintah, jadi masyarakat itu gur wis aku meneng wae diungsikke neng ngendi manut gitu kan? Tapi tujuan kita itu kan masyarakat itu yang menjadi subyek, makanya programnya itu namanya Community Base Disaster Risk Management jadi pengurangan resiko bencana berbasis masyarakat, tujuannya commit to user dalam bencana itu yang berperan dan menentukan kehidupan
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itu masyarakat sendiri bukan pemerintah jadi mulai dari perencanaan, pra, ketika, sampai pasca itu masyarakat dapat bergerak sendiri tanpa harus berharap pada bantuan pemerintah…‖ Disampaikan pula oleh Bapak Subekan: ―…menurut kami, bencana apapun yang terjadi di Indonesia itu masyarakat setempat yang terkena bencana itulah yang akan menangani terlebih dulu. Sebelum melibatkan stakeholder lain di luar masyarakat desa…sehingga kami butuh melakukan peningkatan kapasitas masyarakat di wilayah erupsi merapi dalam rangka penanganan bencana dan pengurangan resiko bencana…kemudian kami melakukan pemetaan resiko bencana di wilayah merapi, kemudian kita melakukan pengorganisiran, kemudian setelah itu kita lakukan peningkatan kapasitas atau boleh kita bilang pendidikan/pelatihan, kemudian dari situ muncullah beberapa kelompok tim siaga desa yang diharapkan mampu menangani kalau terjadi bencana di wilayah desa masingmasing. Setidaknya mereka telah melakukan pemetaan awal sebelum bencana dan mereka melakukan komunikasi intens mengenai perkembangan informasi di lingkungan masingmasing, sehingga informasi itu tidak terpotong di tengah jalan…‖ Kegiatan pertama yang dilakukan oleh LBKUB ketika telah masuk ke desa pada tahun 2008 adalah mengadakan Participatory Rural Appraisal (PRA). PRA adalah serangkaian cara yang mengajak masyarakat untuk belajar mengupas pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar mereka dapat membuat rencana dan tindakan (dikutip dari materi PRA Desa Klakah yang disusun oleh Tim LBKUB). Dengan kata lain PRA merupakan penelitian atau pengkajian keadaan suatu desa dengan melibatkan masyarakat desa yang bersangkutan untuk berpartisipasi. Dijelaskan oleh Bapak Sunandar: ―…Kita pertama begitu datang di desa 2008 itu kita mengadakan PRA (Participatory Rural Appraisal) jadi ono transek, pemetaan masalah, membuat pohon masalah itu jadi pertama dateng kita mengadakan kajian lha kajian yang pertama kita menggunakan data-data angka seperti monografi desa dan data-data commit to user lainnya. Lha dari data-data itu kemudian kita sandingkan kita mengadakan PRA
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengadakan kajian bersama masyarakat itu kan yang mengkaji masyarakat di empat desa itu, apa sih yang menjadi masalah di desa…‖ ―…Dari PRA itu akan tergali kebutuhan kaitannya dengan kebutuhan fisik apa? Butuh sosialisasi ke masyarakat karena masyarakat belum memahami tentang bencana itu apa? Apa yang harus dilakukan?‖ Dikatakan oleh Bapak Supomo: ―…ketika awal-awal LBK masuk itu LBK mengumpulkan perwakilan dari masyarakat Desa Klakah, pemerintah desa, dari kelompok tani ada, dari tim siaga desa ada, dari BPD, ada dari karang taruna juga, PKK, bidan, dari semua elemen desa itu dikumpulkan sama LBK untuk dilatih membuat peta masalah desa soal bencana mengkaji masalah-masalah yang ada di Klakah itu apa saja terus bagaimana menyelesaikannya…‖ Dalam pelaksanaan PRA, masyarakat dilatih untuk melakukan pemetaan lembaga, pemetaan masalah, pembuatan pohon masalah, pembuatan rencana tindak lanjut berdasarkan data-data desa yang ada seperti monografi dan data-data lainnya. Dengan melibatkan perwakilan masyarakat desa yang terdiri dari beberapa unsur seperti pemerintah desa, karang taruna, PKK, kelompok tani, dan tokoh masyarakat setempat dalam PRA itu mengkaji permasalahan-permasalahan apa saja yang ada di desa. Melalui PRA itu juga akan tergali kebutuhan-kebutuhan kaitannya dengan kesiapsiagaan bencana, misalnya kebutuhan akan pengetahuan kebencanaan maka perlu diberikan sosialisasi dan pelatihan, kebutuhan gardu pantau untuk memantau aktivitas Gunung Merapi, kemudian juga kebutuhan alat komunikasi seperti Handytalky (HT) dan Megaphone di mana komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam kegiatan penanggulangan bencana terutama saat masa-masa evakuasi. Handytalky (HT) dan Megaphone menjadi satu-satunya alat komunikasi yang efektif ketika alat komunikasi elektronik lainnya semisal Handphone tidak dapat dipergunakan karena minimnya sinyal, sebagaimana yang diungkapkan oleh Bapak Slamet: ―…dikei alat komunikasi jenenge HT, HT ki alat komunikasi commit to user tentang erupsi. Pamane kedadian nek wektu udan ora enek
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kesinambungan alat komunikasi kan supek..Hape sinyale sulit. Itu bantuan saking Mas Nandar, sing ngelobykke Mas Nandar saking LBK…‖ (diberi alat komunikasi namanya HT, HT itu alat komunikasi tentang erupsi. Kalau kejadian saat hujan tidak ada kesinambungan alat komunikasi kan supek. HP sinyalnya sulit. Itu banuan dari mas Nandar, yang melobykan Mas Nandar dari LBK) Setelah masalah terpetakan dan rencana aksi dalam rangka pemecahan masalah telah tersusun, dan selanjutnya adalah melaksanakan rencana aksi. Namun syarat berjalannya rencana aksi adalah masyarakat yang bersangkutan itu harus terorganisasi, oleh karena itu yang menjadi langkah selanjutnya yaitu pembentukan tim kelompok desa. Masing-masing desa binaan LBKUB memiliki tim siaga desa dengan nama yang berbedabeda. Tabel 8 Nama Tim Siaga Desa Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Nama Desa
Nama Tim Siaga
Desa Lencoh
GANAMER—Siaga Bencana Merapi-Merbabu
Desa Jrakah
FORSANA—Forum Siaga Bencana
Desa Klakah
SIGAB—Siaga dan Tanggap Bencana
Desa Tlogolele
ORTAB—Organisasi Tanggap Bencana
Sumber: Data primer diolah 2011
Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sunandar: ―…Outpute kan kita membuat kelompok, lha ki kan wis ono temuan masalah kan terus masalahe iki-iki-iki, membuat rencana aksi, lha rencana aksi mau berjalan kan masyarakat itu harus terorganisasi. Makanya kemudian dibentuk tim kelompok tiap desa, jadi tiap desa itu ada tim siaga desa dengan nama yang berbeda-beda.Kalau di Lencoh itu GANAMER, Kalo di Jrakah FORTANA, Klakah SIGAB, Tlogolele, FORTAB…‖ ―…Jadi PRA itu kan kita mengundang 20 sampai 30 orang, dari 20 sampai 30 orang itu kan perwakilan masyarakat desa commit to user yang terdiri dari beberapa unsur ada dari pemdes, dari
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karang taruna, ada dari pkk, ada dari kelompok tani, ada tokoh masyarakat. Lha dari itu kita ada komitmen membentuk tim siaga desa…‖ Dikatakan oleh Bapak Slamet: ―…SIGAB niku nganu gabungan organisasi, SIGAB niku sing ngawontenaken nggih LBK niku. SIGAB niku manggone neng desa, sing ngedekke asal-usule ya saking LBKUB. Ketuane SIGAB desa ya Pomo niku. Tugase membimbing memberi arahan kepada masyarakat memberi wawasan tentang penanggulangan bencana, termasuk evakuasi, wektu trauma memberi hiburan neng demlot ben seneng atine ora susah…‖ (SIGAB itu gabungan organisasi, SIGAB itu yang mendirikan ya LBK itu. SIGAB itu berkedudukan di desa, yang mendirikan asal-usulnya ya dari LBKUB. Ketuanya SIGAB desa ya Pomo itu. Tugasnya membimbing memberi arahan kepada masyarakat memberi wawasan tentang penanggulangan bencana, termasuk evakuasi, waktu trauma memberi hiburan di demplot agar senang hatinya tidak susah) Sebenarnya sebelum masuknya LBKUB di Desa Klakah pada tahun 2008 yang kemudian membentuk SIGAB sebagai tim siaga desa, di Desa Klakah sendiri sudah ada tim siaga desa namun tim siaga tersebut tidak befungsi sebagaimana mestinya. Tim siaga itu ada tapi kegiatannya tidak ada sama sekali, dan para pengurusnya pun sudah tidak terlacak. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Sebelumnya ada, kalau Klakah itu tidak fungsi. Jadi tahun 2006 itu pemerintah pernah membuat pas tanggap darurat tapi bar kui kan wis ilang. Kemudian LBK masuk 2008 dan tim siagane itu wis bubar ra cetho kemudian dia membentuk baru…ada nama tim siaga tapi kegiatannya tidak ada awalnya seperti itu…‖ Hal serupa dikatakan oleh Bapak Supomo: ―..nek jenenge tim siaga neng Klakah ki dulu ya ada tapi ya cuma nama saja, tidak berfungsi tidak ada kegiatan yang dilakukan kaitannya dengan penanggulangan bencana…‖ (kalau namanya tim siaga di Klakah itu dulunya ada tapi Cuma nama saja, tidak berfungsi tidak ada kegiatan yang dilakukan kaitannya dengan penanggulangan bencana) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
Selain telah adanya tim siaga desa, di Desa Klakah sebenarnya juga ada organisasi kebencanaan lainnya seperti PASAG MERAPI dan TAGANA. Tapi kedua organisasi tersebut bukan berkedudukan di Desa Klakah, melainkan organisasi di tingkat kabupaten yang memiliki kader di Desa Klakah. Selain itu, organisasi di atas juga tidak melakukan kegiatan di tingkat desa. Berdasarkan hal di atas, kalau yang secara langsung menghimpun di Desa Klakah baru LBKUB melalui SIGAB itu. Melalui SIGAB itu juga LBKUB kemudian mengadakan pelatihan-pelatihan tentang kebencanaan, tentang manajemen kesiapsiagaan terhadap bencana, pelatihan pertolongan gawat darurat (PPGD), serta ada juga pelatihan advokasi yang bertujuan agar masyarakat desa bisa memperjuangkan kepentingan untuk dapat mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan masyarakat Desa Klakah. Seperti yang dijelaskan oleh Bapak Sunandar: ―…Ketika kita masuk itu di desa ada lembaga apa saja, lembaga yang dari dalam apa yang dari luar apa. Kalau dari dalam kan tadi sudah dijelaskan, sedangkan kalau dari luar itu ada PASAG MERAPI, tapi itu ka bukan organisasi desa tapi organisasi di atas tingkat kabupaten yang ada kader di desa, tapi dia bukan melakukan kegiatan di desa. Strukturnya itu juga masuk desa, tidak terpisah sebagai organisasi sendiri. Terus ada TAGANA, bentukan Depsos pada saat itu Taruna Siaga Bencana. Jadi yang menggerakkan itu dari tingkat kabupaten, kalau di desa kan haruse ada organisasine di desa. Kalau langsung sing sifate langsung menghimpun neng desa itu baru LBKUB melalui SIGAB. Jadi SIGAB itu kemudian ada banyak pelatihan pengenalan bencana, kemudian manjemen kesiapsiagaan, simulasi itu, PPGD, ada pelatihan advokasi. Jadi pelatihan advokasi itu tujuane adalah bagaimana issue bencana yang ada di tingkat desa bisa dibawa ke tingkat yang lebih tinggi..tujuannya salah satunya ya minta bantuan, sama misal upaya dari desa untuk memperjuangkan kepentingan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah yang kaitannya dengan desa…kemudian ada sosialisasi, lalu ada subsidi untuk mitigasi misal bantuan pembuatan gardu pandang, bantuan HT, bantuan megaphone, dan lain-lain. Itu dilakukan sebelum pasca Merapi 2010…‖ commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah SIGAB mengikuti pelatihan-pelatihan tentang kebencanaan yang diselenggarakan oleh LBKUB, kemudian mereka dengan difasilitasi pula oleh LBKUB menyusun Rencana Kontijensi atau prosedur tetap (protap) bencana di tingkat Desa Klakah. Sesudah Rencana Kontijensi desa tersusun, lalu Rencana Kontijensi tersebut diujikan melalui simulasi bencana yang diselenggarakan oleh LBKUB dan juga SIGAB serta melibatkan pula masyarakat Desa Klakah. Selama beberapa kali dari Pemerintah Kabupaten Boyolali melalui Badan Kesbangpolinmas juga mengadakan sosialisasi dan simulasi bencana. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan oleh Bapak Sunandar: ―…Setelah pelatihan-pelatihan kesiapsiagaan bencana itu SIGAB membuat Rencana Kontijensi. Jadi SIGAB itu difasilitasi LBK untuk membuat Rencana Kontijensi atau protap bencana, lha protap bencana atau Rencana Kontijensi itu kemudian yang diujikan dalam simulasi..‖ ―…Kan bar dilatih manajemen bencana dilatih pengelolaan bencana dari pra, saat itu kayak apa lha setelah itu disusun Rencana Kontijensi apa yang dilakukan gini gini gini ketika gawat daruratan apa yang yang harus dilakukan?‖ Dikatakan oleh Bapak Slamet: ―…pelatihan-pelatihan, sing dilatih yo masyarakat manggone neng Bakalan. Saka kesbangpolinmas ngenekake pendak arep ono erupsi gunung, Kesbangpolinmas ngenekake pelatihan-pelatihan utawa geladi lapang. Ning bedo nek wong deso sing ngarani bedonek arep ora ono opoopo lagi diwarai pas kedadian mak gleger kontal kabeh…Nek pemerintah kui pelatihan ge organisasi infrastruktur kepemerintahan tapi nek LBKUB ki siteme relawan dadi bener-bener nulung ning warga nulung neng masyarakat ngamanke nek enek bencana iki sing ngatasine kepie kui dikei ngerti karo LBK…‖ (pelatihan-pelatihan, yang dilatih ya masyarakat bertempat di Bakalan. Dari Kesbangpolinmas mengadakan tiap mau ada erupsi gunung. Kesbangpolinmas mengadakan pelatihan atau geladi lapangan. Tapi beda kalau orang desa yang mengartikan beda, akan tidak ad apa-apa baru diajari ketika kejadian mak gleger terlempar semua. kalau pemerintah itu pelatihannya untuk organisasi infrastruktur kepemerintahan tapi kalau LBKUB relawan jadi benar-benar commit tosistemnya user menolong ke warga menolong ke masyarakat mengamankan
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kalau ada bencana itu yang mengatasi bagaimana dikasih tahu sama LBK) Disamping memberikan pelatihan-pelatihan dan sosialisasi tentang kebencanaan kapada SIGAB pada khususnya dan masyarakat Desa Klakah pada umumnya, LBKUB juga memberikan bantuan atau subsidi untuk keperluan mitigasi bencana misalnya bantuan pembuatan gardu pantau, bantuan Handytalky (HT), bantuan Megaphone, dan bantuan-bantuan dalam wujud lainnya. Dan semuanya itu diselenggarakan dalam rangka upaya penanggulangan bencana Gunung Merapi yang akan datang atau dalam arti saat bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010. 3.2. Masa Saat Bencana (Tanggap Darurat) Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, yang dimaksudkan tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan
kebutuhan
dasar,
perlindungan,
pengurusan
pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Masa tanggap darurat adalah masa pada saat kejadian bencana. Masa tanggap darurat erupsi Gunung Merapi dimulai sejak Gunung Merapi meletus untuk pertama kalinya pada tahun 2010, yaitu tepatnya pada tanggal 26 Oktober 2010. Sejak saat itu, pemerintah mulai memberlakukan tanggap darurat erupsi Gunung Merapi di wilayah sekitar Gunung Merapi terutama di empat kabupaten yang wilayahnya berada dalam Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Merapi. Tujuan dari strategi penanganan pengungsi yang diselenggarakan oleh LBKUB pada masa tanggap darurat adalah menyelamatkan, melindungi, dan mengurusi para pengungsi erupsi Gunung Merapi agar tidak terlantar. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, LBKUB mencoba menerapkan strateginya dalam penanganan pengungsi pada masa tanggap darurat yang strategi itu diwujudkan dengan melakukan commit to user beberapa tindakan atau program antara lain:
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Evakuasi Penduduk di Wilayah Bencana Hal pertama yang harus dilakukan ketika terjadi bencana Gunung Merapi adalah melakukan evakuasi terhadap penduduk yang berada dalam Kawasan Rawan bencana (KRB) Gunung Merapi. Evakuasi adalah segala upaya kegiatan yang dilakukan untuk mencari, menolong, memindahkan orang atau sekelompok orang di lokasi bencana untuk dibawa atau dipindahkan ke tampat yang aman dari ancaman bahaya bencana. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, salah satu hasil dari serangkaian pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan LBKUB dalam rangka Pengurangan Resiko Bencana di Desa Klakah adalah disusunnya Rencana Kontijensi atau Rencana Evakuasi Desa (Contingency Plan/Evacuation Plan). Rencana Kontijensi atau Rencana Evakuasi antara lain berisi tentang informasi umum desa yang meliputi kondisi geografis, kondisi demografis, dan data-data monografi desa. Lebih lanjut, Rencana Kontijensi Desa mengatur tentang langkah-langkah apa yang akan dilakukan oleh pihak-pihak yang terkait untuk menghindar dari bencana, strategi penanganan bencana, prioritas evakuasi, pembagian peran dan tanggug jawab, serta hal-hal lainnya yang berhubungan dengan upaya untuk menghadapi bencana. Kaitannya dengan rencana evakuasi penduduk ketika ada bencana sebagaimana juga telah diatur dalam Rencana Kontijensi Desa Klakah, evakuasi terhadap penduduk di kawasan rawan bencana di Desa Klakah akan dilaksanakan sebagai berikut:
commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Matriks 3 Langkah-langkah yang akan Dilakukan bersama Masyarakat untuk Menghindar dari bencana Status Bencana Waspada
Siaga
Awas
Pengungsian
Hal yang harus dilakukan 1. Koordinasi Pemerintah desa dengan tim siaga desa (SIGAB) 2. Koordinasi tim siaga (SIGAB), pembagian tugas 3. Sosialisasi ke masyarakat 1. Tim siaga dan aparat desa bergerak 2. Mempersiapkan sarana kesiapsiagaan 3. Mendata potensi dan masyarakat (sirine, megaphone, jumlah penduduk dll) 4. Kesiapsiagaan masyarakat (ronda, pengepakan barang untuk mengungsi, menyiapkan obor) 1. Menerima dan menyebarkan informasi dari Satlak dan lembaga yang berkaitan 2. Pengungsian (dari rumah warga ke titik kumpul) 3. Pendataan cepat 4. Evakuasi 1. Penyerahan pengungsi di TPA dan didata ulang 2. Pemberian logistik kepada pengungsi
Sumber: Rencana Kontijensi Desa Klakah Tahun 2008
Jika mengikuti Rencana Kontijensi Desa Klakah, tindakan evakuasi terhadap penduduk di kawasan bencana mulai dilakukan saat pemerintah resmi menaikkan status Gunung Merapi dari level siaga ke level awas yaitu tepatnya pada tanggal 25 Oktober 2010. Namun untuk wilayah Desa Klakah evakuasi baru mulai dilakukan setelah letusan yang pertama yaitu pada tanggal 26 Oktober 2010. Tim dari LBKUB beserta SIGAB melakukan evakuasi terhadap masyarakat Desa Klakah bersama tim dari pemerintah, kepolisian, TNI, SAR dan beberapa relawan lainnya. Evakuasi terhadap penduduk yang berada di KRB Gunung Merapi di Desa Klakah Kecamatan Selo dilakukan dalam to user beberapa tahap. Tahapcommit Pertama, ketika terjadi erupsi pertama pada
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanggal 26 Oktober 2010. Kembali mengikuti Rencana Kontijensi Desa, tindakan evakuasi dilakukan dengan membuat prioritas penduduk yang dievakuasi. Evakuasi dilakukan bagi penduduk Desa Klakah yang berada di KRB III dan II, seperti yang dijelaskan dalam Rencana Kontijensi Desa Klakah sebagai berikut:
Matriks 4 Prioritas Evakuasi Penduduk Daerah Rawan Bencana KRB III Dk Sumber RT 13 RW 14 Dk. Bakalan RT 17 KRB II Dk. Bakalan RT 16 RW 15 Dk. Bangunsari RT 12 Dk. Klakah Duwur RT 10
Potensi Jumlah Penduduk yang terkena Dampak 426 jiwa 132 jiwa Jumlah KRB III = 558 = 20,8% 489 jiwa 142 jiwa 168 jiwa Jumlah KRB II = 799 = 29,8%
Sumber: Rencana Kontijensi Desa Klakah Tahun 2008
Letusan yang terjadi pada pukul 18.10 WIB mengakibatkan warga yang berada dalam KRB III dan II khususnya yang berada di Dusun Sumber, Bakalan, dan Bangunsari Desa Klakah mengungsi ke berbagai tempat yang telah disediakan sebelumnya. Mereka di arahkan untuk berlindung di Tempat Penampungan Akhir (TPA) yaitu di Lapangan Kecamatan Selo dan beberapa ada juga yang berlindung di Tempat Penampungan Sementara (TPS) di Dusun Jarak Desa Jrakah dikarenakan di Desa Klakah tidak terdapat TPS sebab seluruh wilayah Desa Klakah masuk dalam KRB Gunung Merapi. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―..Nek tanggal 26 Dusun iki, iki, iki ngungsi (sambil menunjuk Dusun Sumber, Bakalan, dan Bangunsari di peta desa) tetap prioritasnya kelompok rentan dulu karena sebenernya kalau status waspada itu kan kelompok commit to user rentan semuanya harus sudah diungsikan, tapi dalam
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
prakteknya kadang wong desa ki kan ora gampang dikon ngungsi ya walau sering diadakan sosialisasi tapi ya akeh sing bandel lah…‖ ―…Kalau menurut skenario dalam Rencana Kontijensi itu untuk Desa Klakah Dusun yang paling atas Sumber dan Bakalan itu awalnya diungsikan ke TPS di Jarak Jrakah…‖ Senada dengan yang dikatakan oleh Bapak Slamet: ―…biyen pas merapi awas tanggal 26 nika sebagian warga masyarakat wonten Bakalan, Sumber, Kalih Bangunsari wis podo mulai diungsikke teng TPS-TPS neng Jarak…‖ (dulu ketika Merapi awas tanggal 26 itu sebagian warga masyarakat di Bakalan, Sumber, dan Bangunsari sudah mulai mengungsi ke TPS-TPS di Jarak) Hal serupa diungkapkan oleh Bapak Reji pengungsi asal Dusun Sumber Desa Klakah: ―…tanggal pinten nggih mas, pokoke sedinten sakderenge mbledhos nika Pak Lurah mpun woro-woro ten warga ngandakke kondisine gunung kersane ken siap-siap ngungsi ngoten, terus pas merapi mbledhos sepindah nika kula kalih anak-bojo kula mpun lajeng ngungsi dibetha ten lapangan selo…‖ (tanggal berapa ya mas, sehari sebelum meletus itu Pak Lurah sudah kasih pengumuman ke warga memberitahukan kondisi gunung supaya warga siap-siap untuk mengungsim terus ketika merapi meletus pertama kali saya dan anak istri saya langsung mengungsi dibawa ke lapangan selo) Mayarakat dengan kesadaran sendiri bersedia untuk mengungsi pada saat itu, sehingga petugas baik dari pemerintah, SAR, TNI, kepolisian, beserta relawan dari LBKUB dan relawan-relawan lainnya tinggal mengkoordinasi saja kemudian mengarahkan ke mana mereka harus diungsikan. Walau sebenarnya sebagian besar penduduk Desa Klakah sudah mengetahui ke mana mereka harus mengungsi, karena sebelumnya mereka sudah sering mengikuti simulasi bencana yang commit to user diadakan oleh Pemerintah Kabupaten Boyolali melalui Badan
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kesbangpolinmas maupun yang diadakan oleh LBKUB. Selain itu, beberapa petunjuk arah evakuasi juga sudah banyak terpasang di sekitar desa. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…sejak LBK masuk tahun 2008, kita sudah seringkali mengadakan simulasi bencana jadi warga masyarakat sudah tahu apa saja yang harus dilakukan dan jika harus dilakukan evakuasi, mereka sudah tahu ke mana mereka harus mengungsi. Semuanya sudah direncakan dan diatur dalam Rencana Kontijensi desa. Di tambah lagi dari pemerintah lewat Kesbangpolinmas juga beberapa kali itu mengadakan simulasi bencana…kemudian juga memasang papan-papan petunjuk arah jalur evakuasi…‖
Dikatakan oleh Bapak Supomo: ―…sebenere nek diarahkan opo ora ki podo wae mas, soale mbiyen kan wis dienekke simulasi, dadi ki kabeh masyarakat wis ngerteni, masyarakat ki wis ngerteni ki arep ngungsi neng ngendi ki wis ngerteni, karo kan enek petunjuk jalane…‖ (sebenarnya diarahkan atau tidak itu sama saja mas, soalnya kan sudah diadakan simulasi jadi semua masyarakat sudah pada tahu akan mengungsi ke mana itu sudah diketahui sama ada petunjuk jalannya kan) Diungkapkan pula oleh Bapak Slamet: ―…warga wis do ngerti piye ngadepi bencana, kudu mlayu neng ngendi warga wis do ngerteni diajari pas pelatihan karo simulasi bencana. Karo wis enek pancang petunjuk arah sing gawe saka kesbangpolinmas sing tahun biyen, tapi nek sing anyar iki saka kodim…‖ (warga sudah tahu bagaimana menghadapi bencana, harus lari ke mana warga sudah tahu diberi tahu ketika pelatihan dan simulasi bencana. Dan sudah ada petunjuk arah yang membuat dari kesbangpolinmas dulu, tapi kalau yang baru itu dari kodim) Kegiatan
evakuasi
tidak
dilakukan
langsung
secara
menyeluruh kepada semua elemen masyarakat desa, melainkan secara bertahap. Pada tahap pertama yang harus diungsikan terlebih dahulu commit to user adalah masyarakat kelompok rentan, yaitu kelompok masyarakat yang
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terdiri dari orang lanjut usia (lansia), ibu hamil, anak-anak, dan orang cacat. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…jadi tanggap darurat itu kan bencanane kae tanggal 26 Oktober ya, kita sejak sore itu perannya LBK itu kita langsung menghubungi tim siaga di Klakah, jadi kita kerja sama dengan SIGAB. Untuk tahap awalnya kita inventarisir mana saja yang harus kita ungsikan mana saja yang bisa ditinggal dulu…kita mengungsikan itu tidak langsung semua, jadi kita dalam tahap pertama yang harus diungsikan adalah kelompok rentan. Yang menjadi kelompok rentan itu lansia, ibu hamil, anak-anak, orang cacat itu yang pertama kali kita ungsikan…warga diangkut menggunakan kendaraan milik warga dan bantuan dari relawan…‖ Hal serupa disampaikan oleh Bapak Supomo: ―…pas tanggal 25 Oktober sore iku, Tim SIGAB sama relawan dari mana-mana termasuk LBK juga mulai menginventarisir warga untuk dievakuasi. Sing didisikke ya kelompok rentan mas, lansia, ibu hamil, anak-anak, wong cacat…‖ ―…ya ono sing diangkut ngge mobil tapi ya ono sing boncengan ngge sepeda motor…‖ (ya ada yang diangkut menggunakan mobil tapi ya ada yang boncengan dengan sepeda motor) Evakuasi tahap-tahap yang selanjutnya terus dilakukan seiring dengan meningkatnya aktivitas vulkanik Gunung Merapi. Evakuasi dilakukan dengan terus memperhatikan perkembangan aktivitas vulkanik Gunung Merapi. Ketika Gunung Merapi kembali meletus pada tanggal 3 November yang notabene merupakan letusan terbesar sepanjang tahun 2010 ini, upaya evakuasi pun semakin digiatkan dan zona evakuasi pun semakin diperluas yang sebelumnya pada evakuasi tahap awal hanya masyarakat yang berada di KRB III dan sebagian masyarakat yang berada di KRB II saja, saat itu dilakukan upaya evakuasi terhadap commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seluruh masyarakat di wilayah Desa Klakah meliputi dari KRB III, KRB II, sampai KRB I. Dijelaskan oleh Bapak Sunandar: ―…setelah letusan yang tanggal 3 itu, letusan yang paling besar ya itu? Saat itu semua warga di seluruh KRB kita evakuasi semua. Bareng-bareng sama SAR, TNI, sama relawan-relawan lainnya nyisir semua wilayah desa buat evakuasi warga…iya sampai ke wilayah KRB I juga dievakuasi mengikuti instruksi dari pemerintah soal radius aman Merapi diperluas jadi 15 km…‖ Hal serupa dikatakan oleh Bapak Supomo: ―…dari tanggal 26 itu mas awal-awale ngungsi sebenere sebelum tanggal 26 pas statuse awas kan sudah naik itu perkiraan dari warga itu mungkin letusan itu kecil seperti biasa seperti tahun 2006. Dari tanggal 26 itu masyarakat sudah mulai ngungsi terus malem jumatnya itu kan ada letusan besar lha itu kan diluar kebiasaan letusan Merapi, dan mulai itu masyarakat yang ngungsi semakin banyak...‖ Kemudian pada tanggal 5 November 2010 secara serentak di seluruh wilayah yang termasuk dalam KRB Gunung Merapi dilakukan evakuasi besar-besaran ketika terjadi letusan susulan dan ditetapkannya radius daerah aman untuk wilayah di daerah rawan bencana gunung Merapi. Pemerintah melalui BPPTK kemudian memperluas radius aman untuk Merapi menjadi 20 km dari puncak Gunung Merapi. Setelah adanya letusan besar tersebut pengungsi yang tadinya ditempatkan di wilayah radius15 km, kocar-kacir mencari tempat pengungsian yang aman. Mayoritas dari pengungsi tersebut mengungsi secara mandiri tanpa koordinasi dengan pemerintah setempat. Demikian halnya dengan pengungsi yang berasal dari Desa Klakah yang sebelumnya masih menempati TPS-TPS di Desa Jrakah dan pos-pos pengungsian di sekitar Jrakah. Termasuk juga para pengungsi mandiri yang menempati rumah-rumah penduduk, bahkan pengungsi yang berada di TPA Lapangan Selo pun lari kocar-kacir menyelamatkan diri. commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pendirian Posko Tanggap Darurat Bersamaan dengan melakukan evakuasi terhadap pendudukpenduduk di lokasi bencana dalam hal ini adalah masyarakat Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, untuk selanjutnya kemudian para pengungsi tersebut di arahkan untuk menuju ke lokasi atau posko-posko pengungsian yang telah ditetapkan. Pada awalnya jika mengikuti Rencana Kontijensi desa yang telah ditetapkan jauh-jauh hari sebelum terjadi bencana, karena seluruh wilayah Desa Klakah masuk dalam KRB Gunung Merapi jadi lokasi penampungan tidak di tempatkan di dalam wilayah Desa Klakah. Lantas para pengungsi kemudian diarahkan untuk ditampung di TPS-TPS yang ada di Desa Jrakah atau di TPA yang sesuai dengan Rencana Kontijensi Desa Klakah serta Prosedur Tetap Kebencanaan Kabupaten Boyolali untuk wilayah Kecamatan Selo adalah berlokasi di Lapangan Kecamatan Selo. Namun pada kenyataanyna berjalan lain, sebagian besar dari para pengungsi enggan untuk menempati posko pengungsian di TPA Kecamatan Selo. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…kalau mengikuti Rencana Kontijensi desa ya karena semua wilayah Klakah itu masuk dalam zona bahaya Merapi khusus untuk Klakah tidak memiliki TPS, para pengungsi langsung diarahkan menuju ke TPA di Lapangan Selo. Tapi sebagian juga ada yang ditampungkan di TPS di Dusun Jarak Desa Klakah Jrakah, jadi untuk TPS-nya saat itu ngikut di TPS Desa Jrakah yang paling dekat dengan Klakah…‖ ―…sebenere pemerintah itu memberi tempat neng lapangan Selo, kebanyakan masyarakat itu nggak mau ngungsi di sana karena fasilitasnya minim. Misal neng lapangan gur digelarke karpet, anyep kan, terus selimut yo sok ana sok ora, dan suplai makanan kan mungkin terlambat juga. Lha dia lebih pilih ngungsi sing neng gon namanya pengungsi mandiri atau mengungsi di rumah masyarakat yang lebih dekat lebih aman…‖ Hal serupa diungkapkan oleh Bapak Reji pengungsi asal Dusun Sumber Desa Klakah: commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
―…pas merapi mbledhos sepindah nika kula kalih anakbojo kula mpun lajeng ngungsi dibetha ten lapangan selo..tapi terus sewengi ten mrika terus mboten krasan, mesakke anak kula sing cilik mas sok kademen ten mrika rewel mawon terus nggene kan nggih rame banget dadi mboten saget istirahat, nggene nggih sempit, anyep, wong naming tendo nika, lha mboten betah lah mas ajeng napanapa mboten penak, ajeng teng mburi men antrine suwe banget…lha terus anakku kalih bojoku tak jak pindah nderek ten gene sederek kula sing manggene ten Ampel, mandang ten mrika nggih rada kacek mas luwih kopen sing genah mangan cukup istirahat nggih cukup benten kalih pas ten Lapangan Selo…‖ (saat merapi meletus pertama itu saya dan anak-istri saya sudah langsung mengungsi dibawa ke lapangan Selo, tapi terus semalam di sana tidak betah kasihan anak saya yang kecil mas kedinginan di sana rewel terus tempatnya juga ramai sekali jadi tidak bsa istirahat, tempatnya sempit, dingin, sebab Cuma tenda, tidak betah lah mas mau apaapa tidak enak mau kebelakang antrinya lama sekali…terus anak dan istri saya saya ajak pindah ikut tempat saudara di Ampel. Setelah di sana ya agak mendingan mas, lebih terawatt yang pasti makan cukup istirahat juga cukup beda dengan saat di lapangan Selo) Sebagai tindak lanjut upaya evakuasi penduduk di Kawasan Rawan Bencana Merapi, pada pagi hari setelah meletus, tepatnya pada tanggal 26 Oktober 2010 relawan dari LBKUB langsung mendirikan posko tanggap darurat. Posko pertama berlokasi di Seketariat LBKUB di Jalan SSB, Km 1,5, Tegalrejo, Winong, Boyolali dan posko kedua di Desa Jrakah yaitu di rumah Bapak Jumardi yang kebetulan rumah tersebut dekat dengan jalan raya sehingga memudahkan untuk berbagai macam akses masuk dan keluar dari sana. Untuk posko pertama yang ada di Seketariat LBKUB fungsinya adalah untuk penyebaran informasi,
menghimpun
bantuan
dan
pendistribusian
bantuan.
Sedangkan posko kedua yang berlokasi di kediaman Bapak Jumardi lebih banyak di lapangan. Untuk posko kedua istilahnya lebih sebagai posko kumpul bagi tim relawan dari LBKUB untuk melakukan koordinasi. Di posko kedua timto lebih commit user banyak berada di lapangan, jadi
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
setiap jam relawan dari LBKUB yang dibagi menjadi beberapa tim berpencar untuk mencari data berkenaan dengan masyarakat di empat desa yang menjadi binaan LBKUB tadi mengungsi ke mana, dan jumlah masyarakat yang mengungsi, kebutuhan-kebutuhan para pengungsi. Berikut diungkapkan oleh Bapak Sunandar: ―…maleme bencana erupsi tanggal 25, tanggal 26 pagi kita langsung membuat posko tanggap darurat yang satu di LBK yang kedua di desa Jrakah di rumah Bapak Jumardi…perannya yang ada di dua posko itu, kalau posko satu itu untuk penghimpunan bantuan,terus penyebaran informasi itu yang di LBK. Kalau posko kedua itu lebih banyak yang ada di lapangan, jadi tiap jam itu kita cari data, saiki masyarakate do nyang ngendi, kaya opo, sing ngungsi wong piro wae, dan apa saja yang mereka butuhkan ini kita inventarisir tiap hari, karena kebutuhan pengungsi itu kan beda-beda tiap hari…yang di atas itu yang pertama itu mencari data, menginventarisir kebutuhan, terus mendistribusikan bantuan juga bersama tim siaga di empat desa itu…‖ Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Supomo: ―…pas bencana kemarin itu LBK mendirikan 2 posko, di Jrakah dan di Seketariat LBK. Yang di Jrakah itu tugasnya di lapangan menghimpun data di lapangan mendata pengungsi, mendata kebutuhan-kebutuhan pengungsi apa saja yang dibutuhkan pengungsi sekaligus juga bertugas untuk mendistribusikan bantuan nasi bungkus gitu…sedangkan posko di Seketariat LBK itu lebih sebagai Seketariat pusat untuk menghimpun bantuan, sebagai gudang logistik, dapur umum, selain itu juga pas letusan yang paling besar Seketariat LBK juga dipergunakan sebagai pos penampungan pengungsi…‖ ―…Setiap hari tim dari SIGAB dan relawan itu mendata para pengungsi dan kebutuhan para pengungsi, pagi sama malem. Pagi mendata jumlah pagi sama bawa nasi, terus malemnya data baru lagi, kondisi kesehatan pengungsi, kebutuhan-kebutuhan sabun, pembalut, dan lainnya…‖ ―…yang disuplai dari LBK bukan hanya yang di posko saja, tapi termasuk pengungsi mandiri di tempate keluarga-keluarganya itu juga. Jadi korlapnya itu ndata semua warganya itu mengungsinya itu di mana-manamana…‖ commit to user
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan lokasi mengungsinya, pengungsi erupsi Gunung Merapi oleh LBKUB dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu pertama pengungsi yang menempati posko-posko pengungsian dalam skala besar dan tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, sehingga untuk memenuhi kebutuhan kesehariannya mereka masih sangat bergantung pada donatur-donatur dan relawan-relawan. Kedua adalah pengungsi yang disebut dengan pengungsi mandiri, yaitu mereka yang mampu masih mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya secara mandiri. Pengungsi mandiri biasanya dalam kelompok kecil atau masih satu keluarga mengungsi di rumah-rumah saudara ataupun kerabatnya. Berdasarkan pembagian pengungsi di atas, dalam kenyataannya di lapangan pengungsi mandiri seringkali tidak mampu untuk memenuhi kebutuhanya sendiri dan banyak dari mereka terlantar karena pengungsi ini jarang terpantau oleh pemerintah. Kaitannya dengan kegiatan penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010, selain mendirikan posko pengungsian strategi dari LBKUB adalah cenderung lebih fokus untuk menangani pengungsi-pengungsi yang tidak terpantau oleh pemerintah misalnya pengungsi-pengungsi mandiri yang menempati rumah-rumah warga. Yaitu dengan cara menyebar tim relawan LBKUB dibantu oleh relawan-relawan lain yang berasal dari berbagai kalangan seperti mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, dari Purwodadi, dari Semarang, dari Persekutuan Gereja Kristen Jawa (GKJ) di Solo, Salatiga, Purwodadi, dan lainnya. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…relawan juga tiap hari kita ada relawan. Awal-awal itu dari UKSW, tiap hari ada sekitar 40-50 orang, terus dari Purwodadi, dari Kabupaten Semarang…kalau kebanyakan itu akademisi dan dari gereja. Jadi GKJ itu di setiap kota ada, dan dia punya komisi pemuda dan remaja, lha di GKJ itu misal di GKJ Purwodadi, GKJ Salatiga, GKJ Solo. Lha dari temen-temen gereja itu kita minta bantuan relawan…‖ commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal yang sama dikatakan oleh Bapak Supomo: ―…nek LBK relawane nggih kathah to mas, saking mahasiswa UKSW saking tiyang-tiyang ngoten. Nomnoman kene yo ono sing melu dadi relawan, aku barang melu mas…‖ (kalau LBK relawane ya banyak to mas, dari mahasiswa dari orang-orang juga. Pemuda di sini juga ada yang ikut jadi relawan, saya juga ikut mas) Tim relawan LBKUB yang berasal dari berbagai macam kalangan tersebut kemudian disebar ke lapangan untuk mencari data berkenaan dengan jumlah pengungsi, lokasi pengungsi, asal pengungsi, dan kebutuhan pengungsi. Tim relawan LBKUB tersebut juga bertugas untuk mencari warga-warga yang berasal dari empat desa yang menjadi binaan LBKUB yang menyebar dan menjadi pengungsi-pengungsi mandiri untuk kemudian didata dan dilaporkan ke Posko I di Seketariat LBKUB. Pendirian posko yang berlokasi di Seketariat LBKUB pada awalnya hanya berfungsi sebagai posko untuk menghimpun bantuan dan penyebaran informasi. Namun tanggal 5 dan berdasarkan kebijaksanaan dari pemerintah melalui BPPTK Yogyakarta memperluas zona bahaya Gunung Merapi sejauh 20 km arus pertambahan jumlah pengungsi semakin tinggi maka kemudian Posko I di Seketariat LBKUB juga difungsikan sebagai tempat penampungan bagi para pengungsi. Selain itu laju pergerakan pengungsi pun juga semakin meningkat, mobilisasi pengungsi yang tadinya berada di jarak kurang dari 20 km kemudian bergerak menjauh dari puncak Gunung Merapi. Termasuk juga pengungsi dari berasal dari Desa Klakah yang tadinya menempati lokasi-lokasi pengungsian yang berada dalam radius 20 km dari puncak Gunung Merapi juga bergerak meninggalkan tempat-tempat pengungsian tersebut. Melihat semakin banyaknya pengungsi yang memasuki wilayah
Boyolali
kota, commitLBKUB to user berinisiatif
membuka
barak
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengungsian (shelter) di Desa Winong. Pengungsi yang ditampung kurang lebih sebanyak 2.010, terdiri dari pengungsi asal desa Jrakah, Klakah dan Lencoh, kecamatan Selo. Para pengungsi menempati barakbarak pengungsian yang didirikan di sekitar di Desa Winong Kecamatan Boyolali, ada yang di lapangan dan ada pula beberapa kemudian ditempatkan di empat rumah penduduk yang ada disekitar seketariat LBKUB di Desa Winong, Kecamatan Boyolali, antara lain yaitu: Tabel 9 Jumlah Pengungsi di sekitar Posko I LBKUB No
Nama
Pos
Jumlah/Jiwa
1
Mulyadi
I
87
2
Saminem
II
41
3
Sumardi
III
53
4
Sukarman
III
27
Total
Keterangan
208 Jiwa
Sumber: Laporan Posko Tanggap Darurat LBKUB. Tahun 2011.
Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…setelah letusan besar kan jumlah pengungsi semakin banyak lha melihat situasi yang demikian, pengungsi mau ditempatkan dimana. Lha akhirnya kita juga mendirikan pos penampungan pengungsi shelter-shelter di sekitar Seketariat LBKUB di Winong…ada beberapa rumah warga yang juga kita jadikan penampungan pengungsi…‖ Pernyataan serupa dikemukakan oleh Bapak Supomo: ―…Posko I yang di kantor LBK itu juga digunakan untuk menampung pengungsi, ya di sekitar-sekitar kantor LBK mas. Ada juga di rumah warga di sekitar kantor LBK, kalau di kantor itu kan untuk logistik kalau pengungsi ya di rumahe Pak Mul itu…Yang saya ketahui yang orang klakah itu paling yang ngungsi di LBK ya sekitar 25 sampai 30 orang…yang lain kebanyakan di Magelang mas.‖ commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ditambahkan pula oleh Ibu Ngatinah pengungsi asal Dusun Sumber Desa Klakah: ―…nek kula dek mben nika ngungsi ten Lapangan Selo, tapi terus pindah ten Boyolali ten nggene Pak Mul…‖ (kalau saya dulu itu mengungsi di Lapangan Selo, tapi terus pindah ke Boyolali di tempatnya Pak Mul)
c. Penerimaan dan Pendistribusian Logistik Sejak awal didirikannya posko tanggap darurat tujuannya adalah untuk mobilisasi sumberdaya, baik di internal lembaga maupun eksternal untuk membantu pengungsi dari beberapa desa yang tersebar di beberapa TPS. Terutama untuk penerimaan bantuan logistik lebih dipusatkan di Posko I sedangkan posko II hanya untuk pendistribusian bantuan saja. Penyaluran bantuan yang dilakukan di Posko I LBKUB adalah dengan cara memberikan bantuan kepada kelompok pengungsi yang mewakili daerahnya. Kelompok pengungsi yang dilayani adalah kelompok pengungsi mandiri yang mengungsi tanpa ada fasilitasi dari pemerintah. Pada mulanya, didirikanya posko tanggap darurat oleh LBKUB adalah untuk melayani pengungsi dari empat desa yang menjadi mitra binaan LBKUB yaitu Klakah, Jrakah, Lencoh, dan Tlogolele. Namun seiring perkembangan jumlah pengungsi yang semakin tinggi yang diikuti dengan semakin tingginya kebutuhan para pengungsi, maka pada akhirnya posko tanggap darurat milik LBKUB juga ikut melayani para pengungsi dari daerah lainnya. Bahkan sampai ke desa-desa di Kabupaten Magelang yang notabene banyak terdapat pengungsi dari daerah Klakah. Seperti dikatakan oleh Sdr, nandar: ―…terus sampai kita juga bantu masyarakat Klakah yang ada di Kecamatan Sawangan, itu sing nyukupi ya LBK, dadi ngeteri rono. Ditambahkan pula oleh Bapak Supomo: commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
―…yang disuplai dari LBK bukan hanya yang di posko saja, tapi termasuk pengungsi mandiri di tempate keluarga-keluarganya itu juga…‖ Bantuan logistik didapat dari gereja dan perusahaan swasta yang peduli pada nasib pengungsi Merapi. Sebanyak 300 lebih donatur (filantropi) yang memberikan bantuan logistik ke posko LBKUB untuk diteruskan kepada pengungsi. Jenis logistik antara lain makanan seperti mie instan, beras, roti, minyak goreng, makanan kaleng, lalu ada juga peralatan wanita (pembalut), obat-obatan, air minum, selimut, tikar, tenda, bak penampung air, peralatan ibadah, dan pakan ternak untuk ternak sapi. Dijelaskan pula oleh Bapak Sunandar: ―…dari LBK sendiri, terus dari donatur. Kalau donatur itu itu ada dari perorangan dari perusahaan terus dari gereja kelompok keagamaan lah dari kelompok pengajian dari budha center, dari lembaga asing juga. Jadi ada LSM asing itu kayak CRS atau dari banyak lah…ada lebih dari 300 donatur yang masuk itu…‖ Ditambahkan oleh Bapak Supomo: ―...kalau soal donatur saya sendiri kurang tahu, yang tahu banyak kan dari LBK ya..tapi setahu saya ya banyak itu yang bantu-bantu ke LBK dari gereja-gereja itu juga ada, sama dari rekanan LBK itu juga banyak mas...sama dari SCTV itu juga ada mas.‖ Penggalangan bantuan relatif tidak mengalami kendala, dan sampai posko ditutup pun LBKUB tidak mengalami kekurangan logistik, justru posko LBKUB memiliki sisa logistik yang sangat banyak yang kemudian sisa logistik hasil sumbangan dari para donatur kembali disalurkan kepada para pengungsi sekembalinya mereka ke tempat tinggal mereka. Seperti dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―...alhamdulillah untuk logistik kita nggak kekurangan ya, karena kita selalu calling-callingan sama donatur dek. Jadi kita selalu update terus informasi persediaan logistik di gudang, misal ada persediaan yang menipis kita langsung menambahkan...ada yang dari bantuan donatur ada juga yang kitatobelanja commit user sendiri...‖
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
―…pas pulang pun kita masih beri bantuan. Jadi awalawal desember itu kan sudah pulang semua sampai tanggal 5 itu sudah pulang. Tapi kita itu masih memberi bantuan paket sembako kepada semua warga yang ada di empat desa, jadi kita kembali lagi setelah semua pulang kita kembali fokus ke empat desa itu tadi…‖ Hal serupa dikemukakan oleh Sdri. Wiwin: ―…untuk soal logistik kita mencukupi bahkan sampai kita kelebihan, malah kita di beberapa waktu kita sempat menolak bantuan logistik dari donatur dan mengarahkan mereka untuk memberikan logistik ke posko lainnya…‖ Ditambahkan pula oleh Bapak Supomo: ―… sandang itu cukup kemudian pangan juga cukup keperluan logistik cukup mas, kebetulan kan di Posko I itu gudang logistik mas stoknya juga banyak jadi untuk keperluan logistik relatif tercukupi… dari LBK juga memberi paket bantuan sembako kepada masyarakat di Desa Klakah ada beberapa kali itu …‖ Penyelenggaraan kegiatan penerimaan dan pendistribusian bantuan atau logistik bagi para pengungsi adalah salah satu agenda utama didirikannya Posko Tanggap Darurat oleh LBKUB. Penerimaan bantuan logistik fokus dilakukan di Posko I yang bertempat di Seketariat
LBKUB
yang
sekaligus
berfungsi
sebagai
gudang
penyimpanan logistik untuk keperluan pengungsi. sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa tercatat lebih dari 300 donatur yang berasal dari berbagai kalangan baik secara perorangan, berkelompok, maupun mengatasnamakan lembaga atau instansi tertentu turut menyumbangkan bantuan kepada LBKUB untuk diteruskan kepada pengungsi. Bantuanbantuan tersebut ada yang berwujud uang dan ada juga yang berwujud barang logistik seperti: mie instan, beras, roti, minyak goreng, makanan kaleng, lalu ada juga peralatan wanita (pembalut), obat-obatan, air minum, selimut, tikar, tenda, bak penampung air, peralatan ibadah, dan pakan ternak untuk sapi. commit to user
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
LBKUB selalu melakukan sikronisasi antara kebutuhan para pengungsi di lapangan dengan ketersediaan stok logistik yang ada di gudang meliputi jenis dan jumlah. Koordinasi dengan para calon donatur juga selalu dilakukan oleh LBKUB dengan tujuan untuk menghindari terjadinya kehabisan stok logistik. Selain itu, koordinasi juga dilakukan agar tidak terjadi penumpukan untuk satu jenis logistik saja. Dengan strategi yang demikian itu, hasilnya sampai posko tanggap darurat ditutup, LBKUB tidak pernah mengalami kekurangan logistik. d. Pelayanan Dapur Umum Untuk
membantu
pengungsi
yang
berada
di
lokasi
pengungsian, sejak tanggal 28 Oktober 2010 tim LBKUB mendirikan dapur umum. Pada awalnya Dapur Umum didirikan di2 (dua) tempat yaitu di Posko 2 Dusun jarak desa Jrakah dan di Posko 1 Seketariat LBKUB. Dalam sehari kedua posko tersebut membuat sekitar 2.500 bungkus nasi. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…fungsi posko 2 itu adalah memberikan bantuan kepada pengungsi mandiri-mandiri yang ada di desa-desa itu…di posko itu membuat dapur umum, jadi di situ selalu memberi bantuan langsung kita juga di posko itu juga dapur umum untuk masak, sing membuat makanan terus kita sebarkan ke titik-titik pengungsian...tapi disekeliling posko itu kan tangga-tanggane pengungsine akeh yang pengungsi mandiri tadi. Kalau pengungsi mandiri kan tidak diampu oleh pemerintah, pemerintah kan tidak punya waktu untuk mendata sing neng omah kono wong piro sing neng sekolahan kono wong piro. Sing resmi neng Selo yo neng Selo tok, De‘e ora ngurus sing neng SMP Jrakah, ra ngurus sing neng Tlogolele sing bagian DusunDusun gitu lho, jadi kita ke situ…‖ Senada dengan pernyataan di atas, dikatakan oleh Sdr. Wiwin: ―…dulu itu karena dari para pengungsi butuh yang langsung jadi makanya terus kita buka dapur umum juga di sini…jadi mulai beberapa hari setelah erupsi itu,3 hari setelah erupsi itu kita baru mulai mendirikan dapur umum karena kan mulai ada pengungsi yang malam hari tapi masih di atas. Kita mulanya mencukupinya kalau malam commit to user saja…‖
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengerjaan nasi bungkus tersebut melibatkan relawan yang berasal dari berbagai tempat, diantaranya dari GKJ Boyolali, Mahasiswa UKSW, GKJ Kerten, GKJ Purwodadi, Persekutuan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Sangkrah, GKJ Tuntang Timur, GKJ Ciptowening, GKJ Randuares, GKJ Sidomukti, GKJ Manahan, GKJ Sabdomulyo, ibu-ibu PKK Dusun Tegalrejo, ibu-ibu PKK Dusun Jarak, GKJ Ampel dan dari perorangan. Dalam setiap harinya tidak kurang dari 40 orang relawan membantu membuat nasi bungkus. Selain itu, Tim LBKUB juga tetap memberdayakan para para pengungsi terutama ibu-ibu dan remaja putri untuk ikut terlibat membantu dalam proses memasak. Bahkan untuk dapur umum yang berada di Desa Jrakah yang memasak seluruhnya adalah dari pengungsi. Hal ini diharapkan juga bisa sebagai
trauma healing dan
sarana hiburan bagi para pengungsi yang tujuannya tidak lain adalah agar para pengungsi tidak merasa jenuh berada di tempat pengungsian. Dengan tetap menjalani aktivitas, sedikit banyak diharapkan pengungsi dapat memberikan hiburan bagi pengungsi khususnya ibu-ibu dan remaja putri sehingga dengan sejenak mereka dapat melupakan trauma yang mereka alami. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…iya tetep memberdayakan pengungsi, Lha sing neng posko Jrakah itu kan yang masak pengungsi. Kalau yang di LBK itu yang masak kebanyakan dari relawan-relawan, awal-awal itu dari UKSW, tiap hari ada sekitar 40-50 orang, terus dari Purwodadi, dari Kabupaten Semarang…kalau kebanyakan itu akademisi dan dari gereja. Jadi GKJ itu di setiap kota ada, dan dia punya komisi pemuda dan remaja, lha di GKJ itu misal di GKJ Purwodadi, GKJ Salatiga, GKJ Solo. Lha dari tementemen gereja itu kita minta bantuan relawan…‖ Hal yang sama dikatakan oleh Sdri. Wiwin: ―…yang masak relawan tapi dari pengungsi juga ada yang masak, waktu yang masih ada di Jarak itu pengungsi yang masak, jadi itu Ibu Pos semacam ibu kos nya itu sama mengajak masyarakat setempat dan ibu-ibu PKK. Kalau yang di sinito pengungsi itu ada yang bantu mususi commit user
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gitu biar mereka nggak jenuh juga…itu mereka datang sendiri, mbakada yang bisa dibantu mboten?‖ Ditambahkan pula oleh Bapak Supomo: ―…iya jelas itu, pengungsi di LBK itu dilibatkan dalam penanganan pengungsi itu sendiri. kalaupun ada kekurangan itu dilaporkan pada koordinator pengungsi…pokoke kalau masalah keterlibatan itu mereka terlibat…‖ Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Ibu Ngatinah: ―…nggih nderek masak mas, mbantu-mbantu ngoten nggih masak, nggih mususi, nggih mbungkusi…‖ (ya ikut masak mas, bantu-bantu ya masak, ya mencuci beras, ya membungkus nasi) Tujuan didirikannya dapur umum tersebut adalah untuk mencukupi kebutuhan makan para pengungsi utamanya pengungsi yang berasal dari empat desa binaan LBKUB. Nasi bungkus yang dihasilkan dari dapur umum-dapur umum yang didirikan oleh LBKUB tersebut selanjutnya didistribusikan kepada para pengungsi yang tersebar di titiktitik pengungsian di Selo, Cepogo, Ampel, dan bahkan sampai ke daerah Sawangan Kabupaten Magelang sebagaimana dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…terus sampai kita juga bantu masyarakat Klakah yang ada di Kecamatan Sawangan, itu sing nyukupi ya LBK, dadi ngeteri rono. Dimasakke nek bar maghrib diterke rono, nggak ada bantuan dari pemerintah. Karena kan nggak ada sing deteksi, iki koyo opo, do nang ngendi?‖ Ditambahkan pula oleh Bapak Slamet: ―…saka LBK yo berusaha wong ki piye ben ra ngeleh LBK wis berusaha semaksimal mungkin ben warga kene ki ora ngeleh. Wis makani warga neng kono yo sih sempet ngirim neng warga sing ora gelem ngungsi…‖ Setelah terjadinya letusan yang besar dan diperluasnya zona aman Gunung Merapi sejauh 20 km, kemudian posko II yang berada di Desa Jrakah dibubarkan. Para pengungsi dan relawan-relawan menyelamatkan commitdari to user diri seiiring dengan himbauan pemerintah untuk menjauhi puncak
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Merapi sampai radius 20 km yang untuk wilayah Kabupaten Boyolali meliputi seluruh Kecamatan Selo dan Kecamatan Cepogo serta sebagian dari wilayah Kecamatan Musuk dan Kecamatan Ampel. Mulai saat itu praktis dapur umum yang beroperasi hanyalah dapur umum yang ada di posko I. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Bar tanggal 5 kan akhire mlayu neng Boyolali, lha dapur umum sing neng Jrakah bubar. Sing masak yo mung gari sing neng posko LBK tok…‖ Hal serupa dikatakan oleh Sdri. Wiwin: ―…kalau setelah letusan yang besar itu praktis dapur umum yang di Jarak udah bubar. Dapur umumnya tinggal di sini (Posko I LBKUB)…‖ Dari
penjelasan-penjelasan
di
atas,
dapat
diambil
suatu
kesimpulan bahwa penyelenggarakan dapur umum oleh LBKUB dilakukan dalam untuk mencukupi kebutuhan makan para pengungsi khususnya bagi pengungsi di empat desa binaan LBKUB yakni Klakah, Jrakah, Lencoh, dan Tlogolele. Dengan bantuan dari tenaga dari para relawan dan tetap melibatkan pengungsi untuk ikut membantu, dalam sehari dapur umum yang ada di LBKUB mampu memproduksi sekitar 2.500 nasi bungkus. Nasi bungkus tersebut kemudian didistribusikan kepada para pengungsi, baik yang berada di posko pengungsian yang didirikan oleh LBKUB maupun para pengungsi yang mengungsi secara mandiri di rumah-rumah penduduk
yang
tersebar
di
Boyolali
dan
Magelang.
Mulanya
penyelenggaraan dapur umum bertempat di 2 lokasi yakni di Posko I di seketariat LBKUB dan di Posko II di Jarak Desa Jrakah. Namun setelah terjadi letusan besar, akhirnya dapur umum yang ada di Jarak dibubarkan dan praktis yang beroperasi tinggal dapur umum yang ada di Seketariat LBKUB saja. Persoalan kebutuhan pengungsi akan pangan sedikit banyak dapat teratasi dengan keberadaan dapur umum yang diselenggarakan oleh LBKUB. Khususnya bagi pengungsi yang berasal dari empat desa yang menjadi desa binaan LBKUB, dan lebih utamanya bagi pengungsi yang commit to user berasal dari Desa Klakah yang menjadi obyek dari penelitian ini.
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Pelayanan Kesehatan Kesehatan menjadi hal yang juga penting untuk diperhatikan dalam upaya penanganan pengungsi. Kondisi semuanya yang serba darurat, fisik yang lemah, serta mental yang sedang terguncang menjadikan pengungsi rawan terkena penyakit. Penyakit yang seringkali diderita para pengungsi antara lain: batuk, Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA), sakit mata, gatal kulit dan diare. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Kesehatan pengungsi itu juga harus diperhatikan, kondisi apa-apa yang serba darurat, lingkungan pengungsian yang tidah higienis, terus kodisi fisik pengungsi sendiri yang lemah ditambah lagi mental pengungsi yang sedang mengalami trauma akibat letusan Merapi itu menjadikan mereka gampang terkena penyakit. Ada yang masuk angin, demam, batuk, gatel-gatel, ISPA, diare…‖ Diungkapkan pula oleh Sdri. Wiwin: ―…Yang sakit ya banyak, biasanya diare itu…yang sakit ya bervariasi anak-anak dan dewasa ada itu…‖ Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Supomo: ―…iya mas, ya ada yang sakit, banyak mas. Diare, batuk, demam, gatel-gatel…‖ Berdasarkan hal tersebut sejak awal kegiatan tanggap darurat Erupsi Gunung Merapi tim LBKUB dengan menggandeng para donatur dan organisasi-organisasi lain juga melakukan pelayanan di bidang kesehatan kepada pengungsi yang ada di wilayah Boyolali dan Magelang. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan dalam beberapa tahapan, tahap pertama pada tanggal 29 Oktober 2010 pelayanan kesehatan kepada pengungsi yang ada di Desa Klakah dan Tlogolele sejumlah 200 pengungsi. Kegiatan ini dilakukan bekerjasama dengan Obor Berkat Indonesia dan Pundi Amal SCTV. Kemudian
dilanjutkan
pada
tanggal
2
Nopember
2010,
bekerjasama dengan Kementerian ESDM memberikan layanan kesehatan commit to user kepada 300 pengungsi yang ada di Desa Jrakah dan Klakah. Pada hari ke-3
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanggal 3 Nopember 2010, LBKUB bekerjasama dengan Tim Buddhist Education Center memberikan pelayanan kesehatan kepada pengungsi Tlogolele yang berada di Sawangan Magelang. Setelah tanggal 5 Nopember 2010, layanan kesehatan diberikan kepada pengungsi yang berada di titik pengungsian mandiri yang berada di Boyolali Kota dan Ampel. Tim medis yang ikut membantu memberikan pelayanan berasal dari YAKKUM Purwodadi, Puskesmas Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang, mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), MCC Lamongan, Rumah Sakit Panti Wilasa Semarang, dan dari relawan tenaga medis yang bersifat perseorangan. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Jadi kita itu juga memantau kesehatan para pengungsi…sebenarnya tim LBK juga bekerja sama dengan tim dokter untuk melakukan cek-up kesehatan....posko keliling, tim LBK itu untuk kesehatan kita bekerja sama dengan relawan-relawan dari Semarang, dari Jember, dari mana-mana lah. Terus kita koordinasi lalu kita jadwal hari ini dari mana, terus selang beberapa hari lagi dari mana gitu…sempat beberapa kali itu, tapi tanggalnya saya lupa.‖ Ditambahkan pula oleh Sdri. Wiwin: Ya ada pelayanan kesehatan juga, kalau pelayanan kesehatan itu dari mana-mana ya kita tinggal koordinasi saja, dari YAKKUM, dari Surabaya, dari Budish Centre..bahkan kita sempat kelebihan juga kan untuk tenaga kesehatan itu ya pernah sampai kita oper ke tempat lain yang ada pengungsian di tempat lain.
Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Supomo: ―…pelayanan kesehatan itu juga ada mas dari LBK…‖ Dari penjelasan di atas disimpulkan bahwa pelayanan kesehatan menjadi salah satu prioritas utama di dalam Posko Tanggap Darurat yang diselenggarakan oleh LBKUB. Kegiatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan menggandeng para relawan tenaga medis yang berasal dari commit to user berbagai organisasi maupun secara perseorangan. Kegiatan pelayanan
perpustakaan.uns.ac.id
111 digilib.uns.ac.id
kesehatan oleh Posko Tanggap Darurat LBKUB dilaksanakan selama beberapa kali dengan menggunakan sistem keliling, yakni tim relawan medis yang telah dikoordinir oleh LBKUB melakukan pelayanan kesehatan secara berkeliling yaitu berpindah-pindah dari satu lokasi pengungsian ke lokasi pengungsian lainnya. Dengan demikian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh LBKUB tidak menetap pada satu tempat pengungsian saja, melainkan secara bergilir berpindah-pindah dari satu titik pengungsian ke titik pengungsian lain.
f. Pelayanan Trauma Healing dan Psiko-sosial Terjadinya bencana alam seringkali menimbulkan berbagai dampak dan kerusakan bagi kehidupan di sekitarnya. Tidak lain halnya dengan bencana erupsi Gunung Merapi yang terjadi setahun silam. Bencana meletusnya Gunung Merapi menimbulkan penderitaan bagi masyarakat di sekitar kaki gunung. Selain menimbulkan korban jiwa, penduduk sekitarnya juga menanggung kerugian yang cukup besar dan harus menderita karenanya. Banyak dari rumah penduduk yang turut hancur akibat terkena sapuan awan panas maupun hancur akibat tidak mampu menopang abu vulkanik yang menimpa rumah-rumah mereka. Kerugian lainnya yang sangat nampak adalah pada sektor pertanian dan peternakan. Meletusnya Gunung Merapi menimbulkan hujan abu dan pasir di beberapa wilayah sekitar Gunung Merapi, seperti kawasan Jogja, Klaten, Magelang, dan Boyolali. Bahkan hujan abu juga turut dirasakan di beberapa kota di Jawa Barat. Hujan abu tersebut mengakibatkan wilayahwilayah dikawasan Merapi menjadi tertutup oleh abu vulkanik. Sebagian besar tanaman pertanian dan perkebunan mengalami kerusakan yang pada akhirnya para petani mengalami kerugian. Berhektar-hektar sawah dan kebun tertutup oleh abu dan pasir sehingga tanaman-tanaman mengalami gagal panen. Padahal sebagian besar masyarakat yang ada di wilayah KRB Merapi mengandalkan sektor pertanian sebagai mata pencaharian commit to user utamanya.
perpustakaan.uns.ac.id
112 digilib.uns.ac.id
Terganggunya sektor pertanian ternyata juga turut berpengaruh pada sektor peternakan, di mana peternakan terutama sapi sangat mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi pakan ternak sapi. Hujan abu mengakibatkan tanaman-tanaman pakan ternak menjadi berselimut debu dan hewan-hewan ternak tidak mau memakannya. Hal tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap produktivitas dari hewan ternak tersebut. Keadaan yang demikian itu pada akhirnya akan mengganggu perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Secara umum bencana Merapi telah memberikan dampak dan kerusakan di berbagai sektor utama kehidupan masyarakat yang ada di sekitarnya, seperti ekonomi, pertanian, peternakan, pendidikan, sosial, pariwisata, dan beberapa sektor kehidupan lainnya. Akibat bencana letusan Gunung Merapi tidak hanya memberikan kerugian secara material atau fisik, melainkan juga memberikan dampak secara non fisik kepada masyarakat di sekitarnya. Yang dimaksudkan dengan dampak secara non fisik di sini adalah yang berhubungan dengan mental masyarakat yang menjadi korban bencana. Di mana terjadinya suatu bencana seringkali mengakibatkan timbulnya rasa takut dan trauma kepada mereka yang menjadi korban. Hal-hal seperti itu justru dinilai lebih memberikan efek yang berkepanjangan bagi kelangsungan kehidupan masyarakat ketika bencana telah selesai nantinya. Oleh karena itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemberian hiburan dan motivasi kepada pengungsi (layanan psiko-sosial) selain aspek kesehatan. Diharapkan dengan adanya layanan psiko-sosial ini pengungsi yang berada di lokasi pengungsian tidak merasa jenuh, trauma yang berakibat memburuknya kondisi kesehatan. Layanan psiko-sosial dilaksanakan di 7 titik pengungsian mandiri yaitu Dusun Tegalrejo Winong, Padepokan Budi Luhur Boyolali, Balai Desa Winong, Urutsewu Ampel, Dusun Sepi Desa Jrakah, Dusun Bangunrejo Desa Jrakah, dan di Posko I LBKUB. Kegiatan tersebut dilakukan sejak tanggal 7 Nopember commit user sampai dengan 19 Nopember 2010.toDikatakan oleh Bapak Sunandar:
113 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
―…Begitu juga tim psiko-sosial atau trauma healing, jadi kita itu kan ada dari temen-temen dari relawan tapi relawan untuk menghibur masyarakat pengungsi itu juga kita jadwalkan juga dan mereka juga keliling juga…‖ Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Supomo: ―…selain itu di LBK juga ada apa itu namanya, yang anak-anak diberikan perminan anak itu, trauma healing. Ya semacam permainan untuk anak, kemudian ada pendidikan untuk anak…‖ Relawan dan yang ikut berperan dalam penanganan trauma healing tersebut
adalah GKJ Purwodadi,
YAKKUM Purwodadi,
mahasiswa UKSW, GKI Mayar Surabaya, GKJ Randuares, GKJ Tuntang Timur, GKJ Boyolali, GKI Sangkrah, Ciputra University Surabaya, dan Childfund. Adapun bentuk layanan yang dilakukan adalah kegiatan anak (bermain, bernyanyi, menggambar, menari), badut, teater, solo electone, dan nonton film bersama. Selain itu juga ada pelajaran memasak untuk ibu-ibu pengungsi. Seperti dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…jadi kita LBK itu menghimpun/mengkontak, jadi timnya LBK dan LBK itu punya link untuk mendatangkan tim-tim itu, jadi mereka datang dikontak LBK. Aku butuh hiburan ge pengungsi kene kene kene, kowe duwe tim hiburan apa?saya bawa organ tunggal, saya bawa teater, saya permainan anak saja, ada beberapa tim yang berbeda-beda itu kita anu…hiburannya itu kalau anakanak kan permainan anak: menyanyi, menggambar, menari, bermain balon, pemutaran film, terus kaya teater gitu…‖ Ditambahkan oleh Sdri. Wiwin: ―…untuk trauma healing itu kan dari UKSW itu malah live in di pengungsian. Biasanya dari mereka itu bawa mainan-mainan itu untuk anak-anak. Terus untuk yang dewasa itu kalau malam di puterkan film itu…waktu itu juga ada demo masak juga untuk ibu-ibu, itu alatnya ditinggal malah…‖ Bertepatan dengan Hari Raya Idul Adha, kemudian dilakukan penyembelihan hewan qurban yangtoberupa commit user 2 ekor sapi dan 5 ekor kambing
114 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang merupakan bantuan dari Keluarga Besar MMC Lamongan dan SACSA Surakarta. Daging qurban tersebut dibagikan kepada pengungsi yang ada di lokasi pengungsian dan masyarakat yang masih berada di kawasan rawan bencana. Harapan diadakannya tebar hewan qurban di lokasi pengungsian ini agar meningkat kedekatannya kepada Tuhan melalui ibadah qurban. Paket daging qurban kemudian dibagikan langsung pada pengungsi di Pos I sampai Pos IV di Winong. Seperti disampaikan oleh Bapak Sunandar: ―…terus yang terakhir itu untuk trauma healinge untuk mengusir kejenuhan kan yo pas qurban. Yo wis kita datangkan lewat donatur, sing kon mbeleh masyarakate dewe, sing kon ngedum yo masyarakate dewe, sing mangan yo masyarakate..lha itu kan menjadi semacam hiburan bagi mereka…‖ Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Bapak Supomo: ―…sama dulu itu juga ada penyembelihan hewan qurban, jadi itu kan pas pengungsian pas idul adha ya. Jadi itu yang di Posko LBK itu ada penyembelihan hewan qurban. Ada sapi sama kambing itu kalau tidak salah, itu yang menyembelih ya dari pengungsi, terus sing mbaggekke yo pengungsi, diwenehke neng pengungsi-pengungsi sing neng sekitare LBK mau karo kui yo iso ngge hiburane pengungsi to mas…‖ (sama dulu itu juga ada penyembelihan hewan qurban, jadi itu kan pas pengungsian pas idul adha ya. Jadi itu yang di Posko LBKU itu ada penyembelihan hewan qurban. Ada sapi sama kambing kalau tidak salah, itu yang menyebelih ya dari pengungsi, yang membagikan ya dari pengungsi, dibagikan kepada para pengungsi yang ada di sekitar LBK tadi dan itu juga bisa jadi hiburannya pengungsi mas) Hal serupa dikatakan oleh Ibu Ngatinah: ‖…dek nika nggih enten qurban mas, nggih pas ten pengungsian nika. Nika kan ngepasi pas ba‘da gedhe mas. Nek sing mbeleh sinten kula mboten ngertos nggih, tapi terus nggih dimasak terus dibagikke ten tiyang-tinyang ngoten, kula nggih angsal to mas. Lha wong kula nggih tumut masak to….‖ (dulu itu ya ada qurban mas, ya saat pengungsian itu. Itu commit to user kan pas hari raya idul adha mas. Kalau yang menyembelih
115 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
siapa saya kurang tahu, tapi ya terus dimasak terus dibagikan ke orang-orang, saya ya dapat. Lha kan saya juga ikut masak to) Berdasarkan pernyataan di atas, salah satu bentuk trauma healing kepada
para
pengungsi
yang
dilakukan
oleh
LBKUB
adalah
menyelenggarakan kegiatan penyembelihan hewan qurban dalam rangka Perayaan Hari Raya Idul Adha. Kegiatan penyembelihan hewan qurban dilakukan oleh para pengungsi, di mana pengungsi yang melakukan penyembelihan
hewan
qurban,
kemudian
pengungsi
juga
yang
membagikan daging qurban kepada para pengungsi dan masyarakat yang berada di sekitar Posko I LBKUB. Sebagian daging hasil qurban juga ada yang dimasak oleh pengungsi untuk selanjutnya dinikmati bersama-sama. Tujuan dilakukannya penyembelihan hewan qurban itu selain dalam rangka memperingati Hari Raya Idul Adha juga diharapkan melalui kegiatan tersebut masyarakat khusunya para pengungsi dapat sedikit terhibur dan melupakan sejenak kepedihan akibat bencana yang melanda mereka dengan tetap bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
g. Pendirian Posko Hewan Ternak Sapi dan masyarakat Selo merupakan hubungan yang tidak bisa dipisahkan. Rojokoyo (harta yang paling berharga), itulah sebutan lain bagi sapi. Banyak masyarakat yang enggan mengungsi apabila hewan peliharaan mereka tidak ikut serta mengungsi. Selain itu muncul gejala keresahan di kalangan pengungsi karena memikirkan hewan yang ditinggalkan di desa, sehingga para pengungsi menggunakan waktu di siang hari untuk sekedar menengok hewannya di desa, walaupun keadaan desa tidak aman. Menyikapi realita tersebut tim LBKUB berinisiatif mendirikan pos untuk ternak sapi dan kambing. Pos pengungsian didirikan di Dusun Tegalrejo, Winong, Boyolali. Ternak yang diungsikan adalah sapi dan commitSunandar: to user kambing. Dikatakan oleh Bapak
116 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
―…sebabe berdirinya posko ternak itu kan pengungsi itu banyak yang sakit. Lha ngopo lara? Mikir kewane gitu kan, lha neng kene ak mangan tapi kewanku mengko nek mati piye mengko aku nek mulih ngopo? Lha terus kita inisiatif mendirikan posko ternak, yowis sapine didukke kabeh. Kemudian beberapa desa itu sapi dibawa turun ditaruh di LBK sampinge it uterus ada yang ke wilayah lain dan kita yang menyuplai pakan. Jadi pengungsine ya iso ayem ngei pakan sapine ning kene yo golekke pakan juga..itu sing duwe sapi itu dituntut ngopeni sapine yo makani yo ngedusi sapine…‖ (sebab berdirinya posko ternak itu kan pengungsi banyak yang sakit. Lha kenapa sakit? Memikirkan ternaknya, saya di sini makan tapi ternakku nanti kalau mati bagaimana nanti kalau aku pulang mau ngapain? Lalu kita inisiatif mendirikan posko ternak, ya sudah szapinya dibawa turun semua. Kemudian beberapa desa itu sapi dibawa turun ditaruh di LBK sampingnya itu terus ada yang ke wilayah lain dan kita yang menyuplai pakan. Jadi pengungsinnya ya bisa tenang member makan sapi tapi kita ya mencarikan pakan juga..itu dan itu yang punya juga dituntut memelihara sapinya ya ya memberi makan ya memandikan sapinya) Ditambahkan pula oleh Sdri. Wiwin: ―…Kita buat kandang untuk hewan ternak. itu karena pengungsi kawatir memikirkan hewan ternaknya, akhirnya hewan ternaknya dibawa turun…untuk pakannya nanti 5050, sebagian dari kita sebagian dari yang punya dan kita juga sampai mendatangkan dokter hewan juga karena ternyata hewannya juga stress…‖ Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Supomo: ―…Juga ada pengungsian ternak tempat pengungsian ternak, tempate Pak Mul. Jadi khusus untuk pengungsi yang ada di LBK itu yang punya ternak untuk dibawa turun ke bawah, soalnya sudah disiapkan tempatnya pakannya juga sudah ada. Itu yang ngopeni ya yang punya, itu sudah pasti mas…‖ Ternak yang ditampung di posko ternak milik LBKUB adalah sejumlah 46 ekor sapi, 10 ekor kambing milik pengungsi yang berada di lokasi pengungsian Tegalrejo, Pakan untuk ternak tersebut commit toWinong. user
117 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berasal dari bantuan SA-CSA Surakarta, Dinas Peternakan, bantuan donatur, dan dari swadaya pengungsi. Untuk perawatan hewan ternak pun juga dilakukan oleh si empunya dengan tetap dibantu oleh relawan yang ada di posko hewan ternak. LBKUB juga sampai mendatangkan dokter hewan untuk memantau kesehatan hewan ternak yang ditampung di posko ternak milik LBKUB tersebut.
3.3. Masa Setelah Bencana Memasuki pertengahan bulan november setelah erupsi Gunung Merapi mereda dan aktivitas vulkanik Gunung Merapi juga menunjukkan penurunan,
arus
balik
pengungsi
meninggalkan
tempat-tempat
penampungan pengungsian mulai terlihat. Laju pengungsi kembali ke tempat tinggalnya mulai terlihat meningkat pada tanggal 15 November 2010. Kemudian selepas tanggal 15 November 2010 itu jumlah pengungsi yang berada di tempat-tempat penampungan pengungsi mulai berkurang. Begitu juga di posko pengungsian LBKUB di atas tanggal tersebut sudah mulai ditinggalkan para pengungsi. Para pengungsi berangsur-angsur mulai kembali memasuki kembali desa-desa mereka yang ada di kaki Gunung Merapi yang dulu mereka tinggalkan ketika terjadi bencana. Namun, penyelenggaraan penanganan pengungsi tidak lantas berhenti pada saat bencana telah selesai dan pengungsi telah kembali ke tempat tinggal mereka. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Keputusan Bupati Boyolali Nomor 252 Tahun 2005 tentang Pembentukan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) Kabupaten Boyolali yang juga telah dijelaskan di awal bab ini bahwa yang dimaksudkan dengan penanganan pengungsi adalah upaya pelayanan dan perlindungan kemanusiaan terhadap pengungsi yang timbul akibat bencana dan konflik baik sosial maupun politik meliputi kegiatan pencegahan,
tanggap
darurat,
penampungan,
pemindahan,
dan
pengembalian atau relokasi pengungsi. Berdasarkan Keputusan Bupati to user bahwasanya penyelenggaraan Boyolali tersebut dapat commit disimpulkan
118 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penanganan pengungsi meliputi tiga periode waktu yaitu: masa sebelum terjadinya bencana (pra bencana), masa saat terjadinya bencana (tanggap darurat), dan masa pemulihan saat bencana telah selesai terjadi (pasca bencana). Penanganan pengungsi pasca bencana dipandang sangat perlu dilakukan mengingat kehidupan masyarakat khususnya mereka yang tinggal di sekitar kawasan Merapi belum bisa kembali berjalan dengan normal setelah sebelumnya terganggu akibat terjadinya erupsi gunung Merapi. Ditambah lagi sebenarnya yang menjadi bencana Gunung Merapi bukan hanya kejadian meletusnya Gunung Merapi saja, melainkan ada bencana lain yang mengikuti. Gunung Merapi merupakan gunung berapi paling aktif di dunia karena periodistas letusannya relatif pendek yakni berkisar antara 3-7 tahun. Dalam kegiatannya, Gunung Merapi menunjukkan terjadinya guguran kubah lava yang terjadi setiap hari. Jumlah serta letusannya bertambah sesuai tingkat kegiatannya. Volume guguran kubah lava yang biasa disebut oleh orang setempat sebagai wedhus gembel atau glowingcloud/nueeardente atau awan panas. Sebagai gunung berapi kategori bahaya letusan gunung berapi terdiri atas bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer adalah bahaya yang langsung menimpa penduduk ketika letusan berlangsung.
Misalnya
awan
panas
sebagaimana
orang
setempat
menyebutnya dengan istilah wedhus gembel, udara panas (surger) sebagai akibat samping awan panas, dan lontaran material berukuran blok (bom) hingga batu kerikil atau pasir. Sedangkan bahaya sekunder terjadi secara tidak langsung dan umumnya berlangsung pada purna letusan, misalnya lahar baik panas maupun dingin serta kerusakan lahan pertanian/perkebunan atau rumah. Hal tersebut juga dijelaskan oleh Sdr. Sunandar Prihanto bahwa bencana Gunung Merapi terbagi kedalam dua kategori, ancaman yaitu primer dan sekunder. Yang termasuk dalam ancaman primer Gunung commit to user Merapi adalah erupsi Gunung Merapi itu sendiri, awan panas atau yang
119 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lebih dikenal dengan istilah wedhus gembel, hujan abu, dan kerikil. Sedangkan yang termasuk dalam ancaman sekunder bencana Gunung Merapi adalah timbulnya banjir lahar dingin yang juga menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat setempat. Pasca erupsi Gunung Merapi yang terjadi tahun 2010 kondisi masyarakat di sekitar Gunung Merapi khususnya masyarakat Desa Klakah bisa dikatakan masih belm berjalan dengan normal seperti ketika sebelum terjadi letusan. Sesaat setelah bencana primer berhenti, kelumpuhan masih melanda beberapa sektor utama dalam kehidupan masyarakat setempat. Seperti: pertanian, peternakan, perekonomian, pendidikan, rumah tangga, dan kesehatan. Selain itu, rasa takut dan trauma masih menghinggapi sebagian dari masyarakat yang berada di Desa Klakah dan masyarakat lain di sekitar Gunung Merapi yang kemarin mengalami dampak letusan Gunung Merapi. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…kalau trauma itu ya pasti masih ada, sampai sekarang pun warga itu masih takut. Kalau dari cerita warga itu, nek pas udan ana suara gludug kui warga do metu kabeh karo cah cilik-cilik jare do nangis…‖ (kalau trauma itu ya pasti masih ada, sampai sekarang pun warga itu masih takut. Kalau dari cerita warga itu, kalau waktu hujan ada suara petir itu warga keluar semua dan anak kecil katanya nangis) Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Slamet: ―…nek wektu gludug arep udan ngono ndereereet…kaget, warga kawatir opo arep njeblug meneh?‖ (kalau waktu petir mau hujan ndereereet…kaget, warga kawatir apa akan meletus lagi?) Senada dengan pernyataan di atas, oleh Bapak Reji: ―…nggih tasih wedi mas, lha wong nek enten gludug menawi pas ajeng udan nika niku warga mriki sami medal sedanten. Lare kula ingkang alit nika nggih sok ngantos nangis nggihan…‖ (ya masih takut mas, kalau ada petir ketika akan hujan itu warga sini keluar semua. Anak saya yang kecil itu kadang sampai nangis juga) commit to user
120 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam kaitannya dengan penanganan pengungsi pasca bencana atau setelah bencana erupsi Gunung Merapi. Penanganan LBKUB terhadap para pengungsi terutama yang berasal dari Desa Klakah Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali tidak tidak lantas berhenti. Melainkan LBKUB juga tetap ikut memberikan penanganan pasca bencana kepada masyarakat Desa Klakah melalui penyelenggaran program-progam pemulihan pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, yang dilaksanakan antara lain pemulihan ekonomi dan pertanian, pemulihan sanitasi air bersih, pemulihan mental melalui trauma healing dan psiko-sosial, serta pemulihan kesehatan warga.
a. Rapid Rural Assasment (RRA) Sebelum melaksanakan program pemulihan pasca bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di desa Klakah , Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali, pihak LBKUB beserta SIGAB dibantu oleh beberapa relawan melakukan Kaji Cepat Bencana yang disebut dengan RRA (Rapid Rural Appraisal). Bahkan sebenarnya kegiatan RRA dilaksanakan sebelum bencana erupsi Gunung Merapi benar-benar berhenti tepatnya ketika para pengungsi masih berada di lokasi pengungsian. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar data mengenai kerusakan dan kerugian di tingkat desa dapat segera diperoleh dan selanjutnya dapat dipergunakan sebagai dasar penyelenggarakan tindakan pemulihan pasca bencana. Sehingga nantinya ketika para pengungsi nanti kembali ke desa program pemulihan pasca bencana yang dimaksudkan dapat dengan segera dilaksanakan. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Pulang dari pengungsian LBK langsung mengadakan kaji cepat bencana, RRA (Rapid Rural Appraisal) ini mengkaji kerusakan, kerugian, dan kehilangan di desa. Jadi pas pengungsi masih di pengungsian itu tim LBK naik ke Klakah ndata ono omah rusak piro, sapi mati piro…tapi kan kita perlu mengadakan kajian pendataan toh kita nantinya tidak bisa menghandle tapi kan nanti kita user perlu datacommit untuk todiperjuangkan ke pemerintah menjadi
121 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
usulan lha advokasinya di situ. Jadi RRA itu kita lakukan pas bencana juga dan dari situ kemudian menjadi acuan kita untuk melakukan program recovery atau pemulihan dari data kajian itu…Kita juga keliling ke mana-mana bahkan sampai ke Magelang untuk mendata warga kita yang mengungsi di sana. Karena begitu letusan tanggal 3dan 5 itu semuanya mencar-mencar dewe…‖ Hal serupa diungkapkan pula oleh Bapak Supomo: ―…pas Merapi rada tenang kae to dik, aku karo kancakanca LBK munggah neng duwur desa karo keliling ning posko-posko ndata sing rusak-rusak karo ndata pengungsi-pengungsi saka Klakah sing nyebar…‖ ―…ketika Merapi sudah agak tenang itu to dik, saya dan teman-teman dari LBK naik ke atas desa dan keliling ke posko-posko mendata kerusakan dan mendata pengungsipengungsi dari Klakah yang menyebar…‖ Berikut ini akan disajikan data hasil RRA yang dilakukan oleh tim gabungan LBKUB, SIGAB, dan sukarelawan lain di Desa Klakah:
Tabel 10 Data Hasil RRA Merapi Tahun 2010 di Desa Klakah Per-15 November 2010 No. 1.
Sektor/Jenis
Keterangan
Kerusakan Perumahan
Bakalan: 9 unit; Sumber: 4 unit; Klakah Duwur: 9 unit; Klakah Tengah: 8 unit; Klakah Ngisor: 5 unit
2.
Jalan
Kerusakan jalur evakuasi penghubung antara Klakah Duwur dengan Windu; Akses jalan penghubung menuju dan antar dusun juga terputus karena tertutup pohon yang tumbang.
3.
Sanitasi Air
Pipa air ke Bangunsari dan Klakah Ngisor terputus; sumur air tercemar abu vulkanik. commit to user
122 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Pertanian
Seluruh
lahan
pertanian
tertutup
abu
vulkanik dan seluruh tanaman rusak serta gagal panen; Sektor pertanian lumpuh total. 5.
Pendidikan
Atap di beberapa ruang kelas di SDN Klakah 1 dan 2 roboh karena tak kuat menopang abu vulkanik; Seluruh aktivitas pendidikan di Desa Klakah diliburkan selama bencana berlangsung.
6.
Kependuduk
880 KK yang terdiri dari 2.827 orang mengungsi; Sumber, Bakalan pendopo Kabupaten, Ampel,
MAN
Boyolali,
Wonodadi;
Bangusari BangunRejo Klakah Ngisor Nggaron banyu roto, Sawangan, Plutungan; Klakah Dhuwur Windu, Bojong, Kartasura; Kebanyakan penduduk mengungsi secara mandiri dan menempati rumah-rumah warga yang di nilai aman. 7.
Kesehatan
Para pengungsi menderita sakit batuk-batuk, ISPA, gatal-gatal.
Sumber:Data RRA LBKUB Per-15 November 2010
Kemudian dari hasil RRA atau kaji cepat bencana diketahui bahwa bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 mengakibatkan dampak buruk pada beberapa sektor kehidupan masyarakat Desa Klakah, yakni di sektor perumahan, jalan, pertanian, sanitasi air, pendidikan, kependudukan, dan kesehatan. Di sektor kependudukan, sebanyak kurang lebih 880 KK yang terdiri dari 2.872 orang terpaksa mengungsi dan meninggalkan commit toseluruh user aktivitasnya sehari-hari seperti
123 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bekerja dan aktivitas lainnya. Lalu di sektor perumahan adalah sebanyak 35 rumah mengalami rusak kategori sedang. Infrastruktur jalan yang merupakan jalur evakuasi juga mengalami kerusakan, meski tidak begitu parah dan masih bisa dilalui. Volume abu vulkanik yang sangat banyak menyebabkan tidak sedikit pohon tumbang sehingga mengakibatkan terganggunya akses jalan di desa. Sanitasi air bersih juga terganggu karena beberapa sumber mata air tercemar abu vulkanik sehingga tidak bisa dipakai untuk keperluan konsumsi dan MCK. Material yang dimuntahkan Gunung Merapi juga mengakibatkan rusaknya seluruh lahan pertanian yang ada di Desa Klakah, sehingga tanaman-tanaman menjadi rusak dan para petani mengalami gagal panen. Gangguan kesehatan juga dialami oleh beberapa warga di Klakah, antara lain seperti ISPA, batuk-batuk, dan gatal-gatal. Selain itu keharusan masyarakat untuk mengungsi dan kerusakan infrastruktur pendidikan yakni robohnya beberapa ruang kelas di SDN 1 dan 2 Klakah memaksakan aktivitas pendidikan turut mandeg selama beberapa hari. Dengan menggunakan data hasil RRA seperti yang telah disebutkan di atas sebagai acuan, selanjutnya LBKUB menyusun beberapa program pemulihan pasca bencana dalam rangka memberikan penanganan kepada para pengungsi erupsi Gunung Merapi di desa Klakah. Namun tidak semua sektor akan di-handle oleh LBKUB, misalnya untuk sektor perumahan yaitu adanya rumah-rumah waga yang rusak, sektor pendidikan yang berupa gedung sekolah yang roboh akibat terjangan material vulkanik Gunung Merapi, dan sektor peternakan akan diurusi oleh pemerintah sebagai penanggung jawab, mengingat kapasitas dan kemampuan LBKUB itu sendiri.
commit to user
124 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pembersihan Desa dan Perbaikan Infrastruktur Dasar Erupsi Merapi yang disertai hujan abu vulkanik, pasir, lumpur, dan kerikil pada antara tanggal 5 Nopember 2010 hingga pertengahan bulan Nopember 2010 membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat di kawasan lereng gunung Merapi. Dari hasil RRA, aset masyarakat maupun infrastruktur dasar banyak yang mengalami kerusakan. Banyak rumah yang mengalami rusak ringan, berat hingga roboh. Selain itu juga bangunan keseketariatan dan juga sekolah rusak. Alat penghidupan masyarakat juga mengalami kerusakan (lahan pertanian, tempat pembibitan serta sarana produksi pertanian). Sebagai langkah pertama untuk mengantisipasi kepulangan pengungsi di Desa Klakah adalah melakukan pembersihan aset masyarakat yang rusak dan infrastruktur dasar yang ada di Desa Klakah. Kegiatan yang dilakukan adalah kerja bakti massal membersihkan jalan, rumah, sarana kepemerintahanan, sarana pendidikan, dan sarana air bersih masyarakat. Kerja bakti massal juga dilakukan di 3 desa dampingan LBKUB lainnya. Kerja bakti massal melibatkan seluruh warga desa setempat dibantu oleh relawan yang tergabung dalam Tim LBKUB. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…kita juga mengadakan pas tanggap darurat itu. Sakdurunge mulih ayo dalane neng ndeso diresiki barengbareng…‖ Dibenarkan oleh Bapak Supomo: ―…memang benar, jadi sebelum pengungsi banyak yang kembali ke desa itu, warga dikoordinatori dari LBK sama SIGAB itu melakukan kerja bakti mas, sing lanang-lanang do ngresiki deso mas. Wingi kan dalane ketutup awu to karo akeh wit-witan sing do ambruk, lha kui disingkirna. Karo ngresiki awu sing neng SD barang mas…‖ (memang benar, jadi sebelum pengungsi banyak yang kembali ke desa itu, warga dikoordinatori dari LBK sama SIGAB itu melakukan kerja bakti mas, yang lki-laki membersihkan desa mas. Kemarin kan jalannya tertutup abu kan commit dan banyak to userpepohonan yang roboh, lha itu disingkirkan. Sama membersihkan SD juga mas)
125 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal yang sama diungkapkan oleh Bapak Reji: ―…nggih mas, nika kula kalih warga ingkang jaler-jaler minggah ten deso ngresiki deso mas. Dalane sing wingi ketutup awu nika diresiki awune disingkirke, nggih enten sing ngresiki mesjid, ten balai desa nggih diresiki ketoke…‖ (iya mas, itu saya sama warga yang laki-laki naik ke desa membersihkan desa mas. Jalannya yang kemarin tertutup abu itu dibersihkan abunya disingkirkan, ya ada yang membersihkan masjid, di balai desa ya dibersihkan sepertinya) Kegiatan bersih-bersih desa dilakukan oleh seluruh warga Desa Klakah khususnya bagi mereka yang laki-laki. Dengan dikoordinatori oleh LBKUB dan SIGAB warga diarahkan untuk melakukan pembersihan dan perbaikan terhadap sarana-sarana infrastruktur dasar yang ada di Desa Klakah. Adapun infrastruktur yang menjadi prioritas sasaran kegiatan bersih-bersih desa tersebut adalah jalan, sumber air bersih, rumah-rumah warga, dan bangunan-bangunan penting yang ada di desa seperti balai desa, tempat ibadah, dan gedung sekolah.
c. Pemulihan Ekonomi dan Pertanian Sebagai daerah yang terletak di kaki gunung berapi, iklim di Desa Klakah cenderung basah dan memiliki tanah yang subur serta cocok untuk ditanami segala jenis tanaman terutama tanaman sayuran dan tembakau. Oleh karena itu, bertani sayuran merupakan mata pencaharian utama mayoritas masyarakat di Desa Klakah. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Klakah itu mayoritas tani semua, ya ada satu dua yang pegawai tapi tetap mengandalkan pertanian sebagai mata pencaharian juga…‖ Adapun tanaman yang biasa ditanam oleh masyarakat Desa Klakah antara lain terdiri dari kubis, wortel, kool, sawi, kentang, jagung, tembakau, lombok, loncang, dan tanaman sayuran lainnya. commit to user Seperti dikatakan oleh Ibu Ngatinah:
126 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
―…nggih tani to mas, sayur ngoten, kados kubis, wortel, kool, sawi, kentang, jagung, mbako, lombok,loncang…‖ (ya bertani to mas, ya sayur, seperti kubis, wortel, kool, sawi, kentang, jagung, tembakau, lombok, loncang) Disampaikan pula oleh Bapak Supomo: ―…mriki niku tani sendanten, mayoritas mboten wonten sing negeri. Nggih wonten tapi ten ngomah nggih gadah lahan nggih ditanduri wortel, sawi, kubis, lombok ngoten…‖ (sini itu bertani semua, mayoritas tidak ada yang negeri. Ya ada tapi di rumah ya punya lahan ya ditanami wortel, sawi, kubis, Lombok) Letusan Gunung Merapi satu tahun silam benar-benar melemahkan sektor pertanian masyarakat Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. dari hasil Rapid Rural Assesment (RRA) atau kaji cepat bencana per–tanggal 15 November 2010 yang dilakukan oleh tim dari LBKUB dan SIGAB didapati bahwa seluruh lahan pertanian di Desa Klakah seluas 296 ha mengalami rusak total. Tanaman-tanaman yang tadinya sudah siap panen juga ikut rusak dan tidak lagi memiliki nilai jual yang pantas. Material
yang
dimuntahkan
Gunung
Merapi
juga
mengakibatkan rusaknya 296 ha lahan pertanian di Desa Klakah. Abu vulkanik yang juga disertai pasir dan batu kerikil menimbun tanamantanaman siap panen yang nantinya akan sangat mengganggu kehidupan masyarakat mengingat mayoritas masyarakat di Desa Klakah bermata pencaharian sebagai petani. Sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…untuk pertanian rusak semua. Lahan-lahan pertanian semuanya tertutup abu dan pasir, tanaman-tanamannya pun rusak…‖ Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak Slamet Kaur, Kepala Urusan Pembangunan Desa Klakah: commit to user
127 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
―…nak tanduran rusak, mriki total mas nek pertanian. Tanduran nika sami gosong mas, kados tomat nika gosong, Lombok nggih gosong…‖ (Kalau tanaman rusak, di sini total mas kalau pertanian. Tanaman itu gosong mas, seperti tomat itu gosong, Lombok juga gosong) Dikatakan pula oleh Bapak Reji: ―…Lha nggih pripun lha wong sedanten tandurane rusak sedanten,umpamane disade nggih mboten pajeng lha wong sami rusak sedanten bosok ngoten…‖ (lha ya bagaimana, semua tanamannya rusak semua, seumpanma dijual ya tidak laku karena rusak busuk semua) Dari penjelasan-penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa dampak lain dari letusan Gunung Merapi adalah rusaknya lahanlahan dan tanaman-tanaman pertanian milik warga Desa Klakah. Tanaman-tanaman milik warga yang didominasi oleh sayur-sayuran menjadi rusak karena tertimbun abu dan pasir dari letusan Gunung Merapi, dan tentunya tidak laku untuk dijual. Akibat letusan Gunung Merapi, dalam kurun waktu 2 sampai 3 bulan sekembalinya masyarakat dari pengungsian mereka masih belum bisa menjalani kehidupan khususnya kehidupan sebagai petani sebagaimana biasanya. Para petani harus benar-benar bersusah payah untuk bisa mengumpulkan rupiah demi rupiah guna memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarga mereka. Bagi masyarakat Desa Klakah lumpuhnya sektor pertanian sama halnya dengan lumpuhnya sektor perekonomian. Hal tersebut dikarenakan mayoritas penduduk di Desa Klakah memiliki mata pencaharian sebagai petani. Sehingga jika pertanian masyarakat di Klakah terganggu maka hampir bisa dipastikan bahwa perekonomian masyarakat tersebut juga akan terganggu. Seperti dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Klakahcommit itu mayoritas to user tani semua, ya ada satu dua yang pegawai tapi tetap mengandalkan pertanian sebagai mata
128 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pencaharian juga…jadi kalau lahannya rusak karena abu Merapi seperti kemarin itu ya warga tidak bekerja dan untuk untuk memnuhi kebutuhan hidup mereka ya mengandalkan bantuan…‖ ―…mulai panen pertama kan gagal mas. lha nek petani yang di wilayah Klakah ki bareng-bareng nandure, mandang nandure bareng metune yo bareng. Secara hukum pasar kan nek akeh barange kan ora payu…‖ (mulai panen pertama kan gagal mas. Kalau petani di wilayah Klakah itu bersamaan menanamnya, karena menanamnya bersamaan panennya juga bersamaan. Secara hukum pasar kalau banyak barang kan tidak laku) Ditambahkan juga oleh Bapak Supomo: ―…mayoritas itu tani mas. Lha kemarin itu hampir satu bulan penuh satu setengah bulan itu tidak bekerja dan juga makanan sehari-hari itu menggantungkan dari bantuan mas, dan itu memang fakta mas…‖ Berdasarkan keterangan dari informan dan responden di atas dapat dikatakan bahwa sekembalinya pengungsi ke desa, mereka tidak bisa menjalani kehidupan bercocok tanam seperti dahulu karena lahanlahan pertaniannya rusak. Dan meski abu sudah mulai hilang, kegiatan pertanian pun masih belum bisa dilakukan. Hal ini karena tidak adanya modal untuk bercocok tanam. Bagi petani yang hidupnya pas-pasan keadaan tersebut cukup membuat bingung karena mereka juga tetap harus memenuhi kebutuhan keluarganya. Selain itu, fakta lainnya yang juga dialami oleh para petani di Desa Klakah adalah harga produk pertanian yang rendah pasca letusan Merapi. Hal ini disebabkan karena pasca letusan para petani kembali menanam benih secara bersamaan, kemudian ketika waktu panen pun pada waktu yang bersamaan, sehingga pada saat itu produk hasil pertanian sangatlah banyak. Menurut hukum pasar, jika jumlah barang melimpah maka harga barang tersebut akan menurun. Hal itu juga yang semakin memukul masyarakat di Desa Klakah. Oleh karena itu, masyarakat petani yang ada di Desa Klakah sebagian besar masih commit to user
129 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengandalkan bantuan dari para donatur untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Melihat keadaan yang demikian itu, LBKUB kemudian melakukan
tindakan-tindakan
yang
sekiranya
dapat
membantu
meringankan penderitaan yang dialami oleh masyarakat Desa Klakah. Diantaranya adalah dengan memberikan bantuan sembako dan logistik kepada masyarakat di DesaKlakah. Bantuan sembako dan logistik diberikan
pada
masyarakat
sekembalinya
mereka
dari
tempat
pengungsian, seperti dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Sampai setelah pulangpun kita masih memberi bantuan, jadi awal desember itu kan sudah pulang semua tapi kita masih memberi bantuan paket sembako kepada seluruh KK di empat desa itu tadi. Otomatis pengungsi kan sudah pulang ke rumahnya tapi mereka kan tidak bekerja karena lahan pertanian mereka rusak kena abu satu minggu sampai dua minggu…‖ Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Bapak Supomo: ―…dari LBK juga memberi paket bantuan sembako kepada masyarakat di Desa Klakah ada beberapa kali itu…‖ Bantuan paket sembako yang diberikan oleh LBKUB bertujuan untuk membantu mengurangi beban penderitaan masyarakat Desa Klakah khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan sehari-hari untuk sementara waktu. Kemudian untuk pemulihan sektor pertanian masyarakat Klakah, LBKUB juga memberikan bantuan berupa benih dan modal pertanian kepada petani di Desa Klakah melalui kelompok tani setempat. Disampaikan oleh Bapak Sunandar: ―…kita bantu benih dan modal pertanian kepada petani di Klakah, masuknya lewat kelompok tani untuk selanjutnya diberikan kepada para petani…‖ Hal berbeda disampaikan oleh Bapak Supomo: ―…kalau bantuan benih sama modal kayaknya bukan dari LBK mas, kui yo nek LBK ki yo mung dampingan useropo kui, cuman saya mengajukan demoside commit kui tok. toterus
130 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
proposal itu lewate petinggine LBK pak simon sama pak jamal karo Mas Nandar. Tapi Nek masalah pendanaan saya ya kurang tahu, apakah itu dari IDEP semua ataukan sebagian dari LBK. Lha kui masyarakat tak golekke mess pupuke ge mbantu kui nandur mbako, ndilalah mbakone payune apik, kui yang mengembalikan ekonomi masyarakat…‖ Selain memberi bantuan benih dan modal pertanian, dengan memanfaatkan momen letusan gunung Merapi tahun 2010 kemarin LBKUB juga mengadakan Program Pertanian Organik. Jadi masyarakat Klakah diajak untuk kembali pada pertanian organik, melihat kondisi tanah di Desa Klakah itu sudah jenuh dengan yang namanya bahan kimia. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Kita itu dari hasil assesment itu kan perekonomian otomatis terganggu,dari terganggunya ekonomi itu kita akan membantu pemulihan di bidang ekonomi salah satunya bidang pertanian, yang dilakukan pada waktu itu kita membuat model pertanian yang baru jadi karena wilayah merapi itu tanahnya sudah jenuh banget dengan kimia…dan dari situ kita anggap sebagai momen yang pas untuk mengajak masyarakat kembali ke pertanian organik untuk kelestarian alam. kemudian kita mengadakan pelatihan pertanian permakultur bersama SIGAB…‖ Ditambahkan oleh Bapak Supomo: ―…Tujuane yo jelas merubah pola hidup pertanian to mas, saiki sing tanah ki nak diperlakukan secara kimia terus ki semakin lama ya semakin rusak. Nek sekarang kan perlakuan untuk khususnya petani di sini itu perlakuane secara kimia. Nek akeh dinane terus kan akeh kimiane terus ph-nya berkurang tanah akan mati, tapi nek diwalik ge sistim organik tanah semakin lama akan semakin subur…‖ Yang menjadi sasaran dalam program tersebut adalah para petani yang menjadi anggota SIGAB. Harapannya nanti jika program tersebut berhasil, anggota SIGAB yang mendapat pelatihan pertanian organik akan memvirusi dan menularkan keahliannya kepada para petani lainnya di Desacommit Klakah untuk beralih ke pertanian organik. to user
131 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sebagai lahan ujicoba untuk praktek pertanian organik, LBKUB beserta SIGAB kemudian mendirikan sebuah Demosite dengan memanfaatkan tanah kas desa. d. Pemulihan Sanitasi Air Salah satu dampak yang sangat dirasakan oleh masyarakat di Klakah adalah rusaknya sumber mata air yang tersebar di beberapa lokasi di lereng gunung Merapi. Rusaknya sumber mata air tersebut disebabkan oleh timbunan abu vulkanik, longsoran tanah maupun banjir lahar dingin. Dari hasil RRA yang dilakukan di Desa Klakah, saluran air bersih di Dusun Bangunsari dan Klakah ngisor terputus serta sumur-sumur sumber mata air warga di beberapa dusun lainnya juga tercemar oleh abul vulkanik. Berkaitan dengan masalah sanitasi air bersih yang dihadapi oleh masyarakat Desa Klakah, LBKUB selanjutnya menyusun sebuah program perbaikan saluran air bersih di Desa Klakah. Kegiatan perbaikan saluran air dan sanitasi air bersih direncanakan dilaksanakan dalam dua tahap yakni di Dusun Bangunsari dan Dusun Klakah Ngisor. Kegiatan perbaikan saluran air bersih yang sudah dilaksanakan adalah di Dusun Bangunsari, sedangkan untuk Dusun Klakah Ngisor masih dalam perencanaan. Dusun Bangunsari merupakan salah satu dusun yang ada di Desa Klakah dan berbatasan dengan Desa Jrakah. Dusun Bangunsari memiliki 36 KK, dan penduduk 136 jiwa dengan perincian 77 orang laki-laki dan 69 perempuan. Kondisi
terkini, dusun
Bangunsari
terisolir dan tidak ada kendaraan yang bisa menuju dusun tersebut. Hal ini disebabkan oleh banjir lahar dingin yang melewati Sungai Ladon. Jembatan yang menjadi penghubung Dusun Bangunsari dengan desa Jrakah maupun jalan terputus total. Sehingga apabila akan menuju dusun tersebut harus jalan kaki. Dampak lain yang terasa akibat to user Sungai Ladon tersebut adalah terjangan lahar dingin commit yang melewati
132 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
putusnya saluran air (pipa) dari mata air dusun sepi Jrakah menuju dusun Bangunsari. Selain pipa yang hanyut dibawa banjir, bak-bak penampungan air minum ada beberapa yang tidak berfungsi akibat timbunan abu vulkanik. Seperti disampaikan oleh Bapak Sunandar: ―…Pembangunan bak penampungan air dan pipanisasi di Dusun Bangunsari Desa Klakah. Semua desa itu kan pipane rusak karena banjir, pipa hilang kan gara-gara banjir lahar, sumbere ketutup terus pipane do keli. Beberapa didanai LBK beberapa juga dari swadaya masyarakat…‖ Pernyataan senada diungkapkan oleh Bapak Slamet: ―…saking LBK nggih mbantu madoske dana kagem ndandosi pralon-pralon banyu ingkang kitir banjir lahar wingi sing sepindah nika wonten Bangunsari…‖ Hal berbeda dikemukakan oleh Bapak Supomo: ―…Nek Bangunsari niku mboten bak air bersih, tapi pipapipa ngoten. Nggih niku saking LBK…‖ (kalau Bangunsari itu bukan bak air bersih, tapi pipa-pipa. Ya itu dari LBK) Untuk tahap awal, perbaikan bak air bersih dan pipanisasi untuk memnuhi kebutuhan air bersih bagi warga masyarakat Dusun Bangunsari, Desa Klakah, Kecamatan Selo sejumlah 36 KK atau sebanyak 136 jiwa. Perbaikan mata air dan pipanisasi air bersih di Dusun Bangunsari dimulai minggu ke empat bulan Maret 2011 dan telah selesai pada minggu pertama bulan April 2011. Sebagai pelaksananya melibatkan masyarakat setempat dan dibantu oleh relawan dari LBKUB serta relawan dari GKI Soka Salatiga.
e. Psiko-sosial dan Trauma Healing Seperti yang telah dijelaskan di awal, bahwa rasa takut dan trauma masih menghinggapi sebagian masyarakat di Desa Klakah baik dewasa dan anak-anak. Berkenaan dengan masalah tersebut, yang commit program to user penanganan pengungsi pasca menjadi salah satu agenda
133 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bencana erupsi Gunung Merapi yang dilakukan oleh LBKUB adalah program psiko-sosial dan trauma healing yang ditujukan kepada masyarakat Desa Klakah. Disampaikan oleh Bapak Sunandar: ―…terus kemudian masuk di sekolah, ya lebih ke trauma healing di sekolah. Trauma healing itu kan ada dua. Psiko-sosial itu untuk masyarakat dan untuk anak-anak, lha untuk anak-anak masuknya di sekolah (community and school). Kalau untuk community itu kita ada relawan datang ke desa terus ngajak ngobrol bareng, nonton film, pemutaran film gitu. Kalau untuk anak kita masuk ke sekolah ke SDN Klakah 1 dan 2,kita mengadakan lomba mewarnai, dan menggambar, kita juga adakan simulasi bencana, terus pas penutupannya kita adakan pentas seni…‖ Secara umum program psiko-sosial dan trauma healing yang diselenggarakan oleh LBKUB terbagi ke dalam dua kategori, yaitu untuk masyarakat (community) dan untuk anak-anak sekolah (school). Untuk trauma healing kepada masyarakat dilakukan dengan cara, relawan dari Tim LBKUB datang ke desa mendatangi warga mengajak mereka berbincang-bincang santai, mengadakan acara nonton bareng acara sepakbola, mengadakan acara pemutaran film, dll. Sedangkan untuk anak-anak, kegiatan dilakukan dengan mengadakan kegiatan di sekolah-sekolah di Desa Klakah, sebagaimana yang dikatakan oleh Bapak Slamet Kepala SD Negeri 1 Klakah: ―…iya benar, dulu dari LBKUB memang mengadakan kegiatan di sini. Kegiatane ya lomba lukis ditembok itu, menggambar mural, terus lomba mewarnai untuk anak kelas 3, terus yang kecil-kecil itu ya teknik trauma healing hanya permainan anak-anak untuk menghilangkan rasa stress…‖ Sejak tanggal 26 Oktober 2010 petang, pasca semburan awan panas gunung merapi sekolah-sekolah di Desa Klakah diliburkan selama kurang lebih 1 (satu) bulan lamanya, dan baru pada pertengahan bulan November 2010 anak-anak mulai kegiatan belajarnya
secara
normal sekolah commit di to user
masing-masing. Sehingga
134 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
praktis kegiatan belajar anak-anak pada saat itu terhenti selama satu bulan dan hanya sesekali dibeberapa tempat pengungsian guru-guru mendatangi muridnya untuk belajar. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Slamet: ―…iya untuk anak didik di sini juga ikut mengungsi semua, hampir satu bulan itu. Tapi kalau guru-guru yang di sini ya mendatangi murid-muridnya istilahnya untuk sekedar menengok serta sesekali memberikan pengajaran…‖ Senada dengan hal di atas dikatakan oleh Bapak Sumarno Guru Kelas di SD Negeri 1 Klakah: ―…ya anak-anak didik di sini ikut mengungsi. Kalau di sekolahan di sini kegiatan KBM berhenti tapi ada pembelajaran di pengungsian…‖ Selama kurang dari sebulan anak-anak terpaksa harus mengejar ketinggalan pelajarannya dalam suasana psikologis yang belum begitu pulih dari trauma letusan Merapi. Jelas, bahwa kondisi fisik dan psikologis anak-anak belum begitu normal pasca kembali dari pengungsian. Kekurangan gizi di lokasi pengungsian membuat anak-anak sangat rentan dengan serangan penyakit. Selain itu secara psikologis, anak-anak belum begitu pulih dari trauma erupsi merapi. Ketakutan akan suara gemuruh merapi yang sampai saat ini kadangkala terdengar dari gunung merapi, membuat anak-anak merasa tidak aman dan nyaman ketika di rumah. Apabila kondisi merapi yang memang unpredictable ini berlanjut, jelas hal ini akan mempengaruhi kualitas pendidikan mereka di masa-masa yang akan depan. Secara kebetulan, erupsi besar merapi yang terjadi pada tanggal 4 November 2010 terjadi pada saat sore hari sehingga anakanak sudah berada di rumah masing-masing dan bisa langsung dipandu oleh orang tuanya untuk mengungsi. Tetapi bukannya tidak mungkin di masa-masa depan bencana terjadi pada siang usersekolah atau bermain jauh dari hari, ketika anak-anakcommit masihto di
135 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
orangtuanya. Oleh karena itu
anak-anak
perlu
dilatih untuk
mengenali dan menghadapi situasi bencana. Sehingga mereka tahu apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana. Melihat permasalahan yang demikian, LBKUB bekerja sama dengan Yayasan IDEP mengadakan pengenalan pengurangan resiko bencana dan pertanian berkelanjutan dengan pendekatan permakultur untuk anak sekolah. Program tersebut dikemas sedemikian rupa sebagai sebuah kegiatan yang menarik sehingga anak-anak tertarik untuk mengikut. Kegiatan tersebut sekaligus juga sebagai trauma healing yang dimaksudkan untuk menghibur anak-anak korban erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Kegiatan tersebut telah dilaksanakan di empat sekolah dasar yang ada di Desa Klakah dan Desa Tlogolele. Untuk pelaksanaan di Desa Klakah kegiatannya antara lain:
Tabel 11 Kegiatan dan Peserta Program Pengenalan Pengurangan Resiko Bencana dan Pertanian Berkelanjutan dengan Pendekatan Permakultur untuk Anak Sekolah No . 1 2
Kegiatan
4 5 6
Mewarnai gambar di kertas Mewarnai Mural Membuat Peta Resiko Bencana Sekolah Simulasi Bencana Kunjungan ke demosite Permainan Anak
7
Pentas Kesenian Tradisional
3
Tempat Pelaksanaan SDN Klakah 1 SDN Klakah 2 Kls. 4 Kls. 4 Kls. 6 Kls. 5
Kls. 5
Kls. 4 Kls. 5 Kls. 1,2,3 Kelp. Topeng Ireng Klakah Ngsior
Kls. 6 Kls. 1,2,3 -
Sumber: Laporan Kegiatan Pengenalan Pengurangan Resiko Bencana dan Pertanian Berkelanjutan Dengan Pendekatan Permakultur untuk Anak Sekolah. LBKUB Tahun 2011
commit to user
136 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kegiatan Pengenalan Pengurangan Resiko Bencana dan Pertanian Berkelanjutan dengan Pendekatan Permakultur bagi anakanak di sekolah dasar di Desa Klakah dilakukan selama 3 (tiga) hari di 2 (dua) sekolah dasar yaitu SD Negeri Klakah 1 dan 2. Sebagai penutup kegiatan pengenalan Pengurangan Resiko Bencana Bagi Anak-anak diselenggarakan Pentas Kesenian Tradisional yang pesertanya siswa dari masing-masing SD. Adapun uraian per-kegiatan adalah sebagai berikut: 1) Mewarnai gambar di kertas Kegiatan ini diikuti oleh siswa kelas 4 (empat) di SD N Klakah 1dan SD N Klakah 2. Dalam kegiatan ini siswa dibagikan kertas yang masih bergambar dasar, kemudian siswa diberi tugas untuk mewarnai dan memberi judul/tema dari gambar yang telah diwarnai. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini adalah kertas gambar dan pensil warna. Setelah selesai mewarnai, siswa diajak bercerita tentang gambar yang ada dan menjelaskan maksud dari gambar tersebut. Tujuan dari mewarnai gambar tersebut siswa diajak mengenal lebih dekat dengan apa itu bencana, dan upaya yang dilakukan untuk mengurangi resiko bencana. 2) Mewarnai mural Mewarnai mural dilakukan oleh siswa kelas 6 (enam) di SD N Klakah 1. Proses pembuatan mural diawali dengan pembuatan sketsa oleh tim pelukis yang didatangkan dari Yogyakarta (Bp. Didik Mundiarsa, dkk). Sketsa (outline) yang dibuat dengan tema bencana dan lingkungan hidup. Sebelum siswa mewarnai terlebih dahulu dikumpulkan di ruang kelas untuk diberi pengarahan tentang kegiatan yang akan dilakukan. Setelah itu kemudian siswa diberi waktu 3 (tiga) jam untuk menyelesaikan commit to user
137 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mural. Selanjutnya siswa dikumpulkan kembali di ruang kelas untuk menceritakan maksud dari gambar tersebut. 3) Membuat Peta Resiko Bencana Sekolah Peta resiko bencana sekolah sangat penting dan harus diketahui oleh siswa. Peta tersebut sangat membantu siswa untuk mengetahui potensi bencana yang ada di wilayah sekolah. Diharapkan dari pembuatan peta resiko bencana sekolah siswa akan dengan cermat mengetahui dan dapat menyelamatkan diri apabila sewaktu-waktu terjadi bencana. Kegiatan pembuatan peta resiko bencana sekolah di Klakah diadakan di SD N Klakah 1 dan 2 serta diikuti oleh siswa kelas 5 (lima). 4) Simulasi Bencana Kegiatan simulasi yang diadakan di sekolah pada kegiatan ini sangat sederhana. Simulasi diawali dengan pengenalan bencana oleh tim siaga Desa Klakah, dalam hal iniadalah SIGAB. Pengenalan tentang bencana diawali dari apa yang ada di sekitar siswa. Setelah paparan tentang bencana selesai dilanjutkan dengan simulasi dari dalam kelas menuju ke halaman sekolah. Simulasi diikuti oleh siswa kelas 4 dan 6 di SD N Klakah 1 dan 2. 5) Kunjungan ke Demosite Kunjungan ke demosite dilakukan oleh siswa kelas 5 (lima) dari 3 (tiga) dari SD N Klakah 1. Dalam kunjungan ke demosite ini siswa diperkenalkan tentang pertanian yang dikembangkan oleh tim siaga desa. Pengenalan pertanian tersebut meliputi pembukaan lahan, pengolahan lahan, pembibitan,
penanaman,
pembuatan
pupuk,
pembuatan
pestisida organik serta model pengairan yang dilakukan. commit to user
138 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Siswa yang ada di demosite tersebut dibagi ke dalam beberapa kelompok
untuk
melakukan
praktek
secara
langsung
didampingi oleh pengelola demosite. Harapan dari kunjungan demosite ini siswa akan lebih mengetahui pola pertanian yang ramah lingkungan serta sesuai dengan wilayah desa tersebut. 6) Permainan Anak Anak-anak kelas 1, 2, dan 3 mengikuti permainan anak. Permainan dilakukan di dalam kelas maupun di luar kelas. Materi
permainan
yang
dilakukan
adalah
pengenalan
lingkungan sekolah, jenis-jenis tanaman, serta permainan ular tangga. Permainan ini dilakukan dengan cara bermain teka-teki, bernyanyi dan menari. 7) Pentas Seni Tradisional Pentas seni tradisional diselenggarakan di SD N Klakah 1dan 2. Pentas ini dilakukan oleh anak-anak yang tergabung dalam Kelompok Topeng Klakah Ngisor, di mana sebagian anggotanya adalah dari siswa-siswa di SD N Klakah 1 dan 2. Dalam pentas ini dinyanyikan lagu-lagu jawa dengan syair bermuatan kearifan lingkungan. Diharapkan dengan ada muatan syair yang mengajak melestarikan lingkungan ini, penonton yang terdiri dari anak-anak dan warga Desa Klakah tergugah hatinya untuk senantiasa menjaga lingkungan. Pentas seni ini juga sebagai penutup serangkaian kegiatan pengenalan pengurangan resiko bencana bagi anak sekolah. Sumber: Laporan Kegiatan Pengenalan Pengurangan Resiko Bencana dan Pertanian Berkelanjutan Dengan Pendekatan Permakultur untuk Anak Sekolah. LBKUB Tahun 2011
f. Pemulihan Kesehatan Seperti sudah dijelaskan pada pembahasan mengenai tindakan LBKUB pada masa tanggap darurat, commit to userbahwa di tengah kondisi semuanya
139 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang serba darurat, fisik yang lemah, gizi yang tidak tercukupi, serta mental yang sedang terguncang menjadikan pengungsi rawan terkena penyakit. Bukan rahasia juga apabila kondisi tempat pengungsian yang sebenarnya tidak memenuhi standar kesehatan dunia untuk urusan pengungsian. Hal ini semakin memperluas peluang menurunnya kualitas para pengungsi bahkan sampai mereka telah kembali ke tempat tinggal mereka. Kegiatan lain yang dilakukan oleh LBKUB dalam rangka penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah adalah pelayanan kesehatan kepada masyarakat Desa Klakah. Kegiatan pelayanan kesehatan dilakukan dalam rangka pemulihan kesehatan masyarakat Desa Klakah sekembalinya mereka dari pengungsian. Seperti dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…kesehatan itu kan pas recovery, LBKUB mengadakan pengobatan gratis di Dusun Bangunsari. Jadi kita memang lebih sering fokus di Bangunsari karena daerah terisolasi itu. Di situ kita juga mengadakan pelayanan kesehatan, waktu itu kita menggandeng YAKKUM purwodadi dan YPBI. Di situ kita membawa obat-obatan dan beberapa dokter. Di situ kita selama 2 hari mengadakan pengobatan gratis…‖ Senada dengan pernyataan tersebut, diungkapkan oleh Bapak Supomo: ―…iya, ada pengobatan gratis di sini malah itu. Itu dari LBK juga…‖ Hal lain disampaikan juga oleh Sdri. Wiwin: ―…ada pelayanan kesehatan juga dari LBK tapi sama YAKKUM. Kalau layanan kesehatan biasanya gitu, mereka yang menghubungi kita mau melakukan layanan kesehatan terus minta bantuan dari LBK mau dikasihkan di mana nanti kita tinggal yang mengarahkan. Kalau kebanyakan layanan kesehatan itu mayoritas dari luar, kita memang membutuhkan tapi mereka malah yang lebih dahulu menghubungi…‖ commit to user
140 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berbeda dengan kegiatan penanganan pengungsi pasca erupsi Gunung Merapi yang dilakukan oleh LBKUB lainnya, kali ini inisiatif untuk melakukan pelayanan kesehatan lebih banyak berasal dari pihak ketiga. Pihak ketiga sebagai donatur terlebih dahulu mengontak LBKUB untuk melakukan koordinasi ketika hendak melakukan kegiatan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di Desa Klakah.
Matriks 5 Strategi LBKUB dalam PenangananPengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 Masa Bencana
Sebelum Bencana
Saat Bencana
Setelah Bencana
Tindakan 1. Sosialisai program kepada stakeholders 2. Assasment/Pemetaan oleh internal LBKUB 3. Lokakarya LSM dan Masyarakat untuk desain program 4. Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemetaan bersama masyarakat 5. Pembentukan Tim Siaga Desa 6. Peningkatan Kapasitas Masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan tentang PRB 1. Evakuasi masyarakat di kawasan bahaya 2. Pendirian posko tanggap darurat 3. Penerimaan dan pendistribusian bantuan logistik 4. Pelayanan dapur umum 5. Pelayanan kesehatan 6. Pelayanan trauma healing dan psiko-sosial 7. Pendirian dan pelayanan posko hewan ternak 1. Rapid Rural Appraisal (RRA) 2. Pembersihan dan perbaikan prasarana dasar 3. Pemulihan ekonomi dan pertanian 4. Pemulihan sanitasi air bersih 5. Pemulihan mental melalui trauma healing 6. Pemulihan kesehatan
Sumber: Data Primer diolah 2011
4. Kendala Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan selo, commit to user Kabupaten Boyolali
141 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Seringkali dalam pelaksanaan sebuah tindakan untuk mencapai suatu tujuan terkadang muncul berbagai kendala yang menghambat jalannya tindakan tersebut. Seperti halnya dengan tindakan-tindakan yang merupakan bagian dari strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 juga menemui beberapa kendala. Kendala tersebut ada yang bersifat internal dari dalam diri LBKUB sendiri dan juga kendala eksternal yang berasal dari luar LBKUB. adapun kendala-kendala yang dimaksudkan adalah sebagai berikut:
4.1. Masa Sebelum Bencana Secara umum kendala yang dihadapi oleh LBKUB dalam strategi penanganan pengungsi pada masa sebelum bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, seperti yang disampaikan oleh Bapak Sunandar adalah sebagai berikut: ―…Lokasi dampingan telah menjadi isu nasional dan internasional, sehingga telah banyak lembaga donor nasional dan internasional yang masuk dengan programnya masing-masing. Jadi yang menjadi kendala di sana dalam memobilisasi masyarakat itu kan awalnya kita ada kesulitan. Misal jika dalam satu desa ada beberapa lembaga yang masuk. Yang menjadi kendala adalah, karena banyak lembaga yang keluar-masuk itu masyarakat jadi sering membandingkan. O nek lembaga kae ngene, lembaga kae ngene. Terus nek lembaga iki nek pelatihan disangoni akeh, nek lembaga kae ora…‖ ―…Kemudian bencana itu kan sifatnya dinamis dan iru selalu terjadi. kalau Bencana Merapi itu siklus 2 sampai 5 tahun lagi akan ada, kalau bencana lainnya misal tanah longsor, yowis pancen kene lemahe koyo ngono kui, lha itu kan akan terus ada. Anggapan tidak menguntungkan bagi masyarakat, lha ngopo kui dilakoni wong yo ra ono manfaate, tidak menghasilkan secara ekonomi. Kalau dia sudah seperti itu, yowis aku gelem melu kegiatanmu ning mengko uang sakune piro? Lha cari untungnya di situ…‖ ―…ada pihak yang memandang lucu, jadi waktu itu PRB kan belum ngetrend, ada pihak lha ngopo wong merapi ki ora iso ditanggulangi koyo ngono sing arep nanggulangi kepiye? Pas simulasi, alah suk prakteke lak yo ora ngono kui, nek wis commit to user do bingung lak do mlayu dewe-dewe…‖
142 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Disampaikan juga oleh Bapak Subekan: ―…Karena di wilayah atas itu banyak masyarakatnya kalau istilah saya cuek tidak mau tahu. Maka itu juga berpengaruh pada proses selanjutnya. Kemudian bagi masyarakat di sana itu juga sibuk dengan pekerjaan sehari-hari mereka, jadi sangat sulit untuk mendapatkan waktu dari mereka. Kebetulan kalau di Klakah itu tidak ada kendala yang signifikan kecuali dengan munculnya adanya sifat ra rumongso lah, masyarakat itu tidak menganggap penting penguatan masyarakat itu adalah hal yang penting. Dari pengamatan saya , kendala yang ada pada saat itu medan yang sangat susah dijangkau pada saat itu dengan garis teritorial yang tidak nyaman begitu itu sangat berpengaruh. Medan yang sangat jauh itu sangat berpengaruh terhadap proses pelaksanaan sejumlah penguatan. Karena untuk mengumpulkan temen-temen itu butuh waktu satu hari, karena jarak antar Dusun itu jauh sedangkan transportasinya susah…Internal LBK ada, waktu itu kami memang sangat terbatas. Saya itu manajer program tapi masih merangkap menjadi lapangan. Ini sangat berpengaruh terhadap program. Saya harus mikir semua desa, tapi saya harus memikirkan satu desa yang menjadi dampingan saya…untuk personel memang waktu itu sangat kurang…‖ Dari wawancara di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kendala yang dihadapi oleh LBKUB dalam rangka melakukan penanganan pengungsi pada masa sebelum bencana adalah: a. Lokasi dampingan telah menjadi isu nasional dan internasional, sehingga telah banyak lembaga donor nasional dan internasional yang masuk dengan programnya masing-masing. b. Keterbatasan sumberdaya manusia. c. Masih rendahnya kapasitas staf dalam kerja-kerja pendampingan pengurangan resiko bencana. d. Faktor
ancaman
yang
dinamis
dan
anggapan
menguntungkan bagi masyarakat (cari untung). commit to user
tidak
143 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Memadukan berbagai pemahaman, teknis-budaya, gerakanproyek. f. Banyak pihak yang memandang lucu. g. Sebagai ilmu baru membangun gerakan lebih sulit ketimbang membangun secara fisik. h. Medan dampingan cukup sulit dijangkau dengan sarana transportasi. i. Komunikasi sulit dikarenakan Desa berada dari puncak Merapi + 4km.
4.2. Masa Saat Bencana Terdapat beberapa kendala yang muncul dalam tindakan LBKUB sebagai bagian dari strateginya dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Pertama, kendala yang dihadapi ketika melakukan evakuasi terhadap masyarakat di kawasan bencana adalah masalah koordinasi yaitu adanya beberapa warga yang tidak bersedia untuk mengungsi. Seperti dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Menyadarkan masyarakat yang belum ngungsi itu angele ra umum. Jadi kita itu sudah melakukan kegiatan di sana 3 tahun, tiap berapa bulan itu ada sosialisasi ke masyarakat tentang bahayanya merapi, tentang apa yang harus kita lakukan. Tetapi ketika terjadi bencana mengungsikan masyarakat itu sangat sulit, karena ada kepercayaan dari masyarakat desa. Ada beberapa, biasanya sing tuo-tuo itu duwe keyakinan terhadap mitos ‗Mbah Petruk‘, kalau di Stabelan itu misal keris ki nak didegke nek rung nggoling ki merapi ki ra mungkin mbledos…Lha itu menyadarkan masyarakat tantangannya sangat berat, walaupun sebagain mengungsi tapi ada beberapa yang tidak mengungsi…‖ ―…nekat nggak mau ngungsi, ya piye meneh di jarke wae. Tapi kita juga punya tanggung jawab, lha eleke di situ. Pas liyane do ngungsi,bojoku piye? Awake dewe ki yo rono yo commit userlho. Sebenere yo wi sing ra gelem ngekei bantuan kayaktogitu
144 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ngungsi jarke wae, ngeleh yo wis ben…tapi kan sisi kemanusiaan kan tetep ora tekan…‖ Memberikan kesadaran kepada masyarakat desa untuk mengungsi itu sangat sulit, karena masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan biasanya mereka mempunyai karakteristik yang masih tradisional terutama dalam hal kepercayaan. Hal tersebut berlaku juga bagi masyarakat Desa Klakah, walaupun seluruh masyarakat Desa Klakah hampir pasti sudah beragama. Berdasar data monografi desa mayoritas masyarakat memeluk agama Islam sebanyak 2.160 jiwa, kemudian selanjutnya disusul Kristen dengan 10 jiwa. Akan tetapi agama tidak mengurangi kepercayaan masyarakat sekitar akan keberadaan sosok penunggu Gunung Merapi yang biasa disebut dengan nama Mbah Petruk. Masyarakat sekitar percaya bahwa Mbah Petruk adalah penunggu Gunung Merapi dari puncak sampai ke lereng Gunung Merapi, sehingga mereka masih sangat menghormati akan keberadaannya dalam kehidupan mereka. Ada mitos yang beredar di sana, setiap Gunung Merapi akan meletus sosok Mbah Petruk akan mendatangi salah satu warga untuk memberikan peringatan. Hal tersebut terlihat dari yang diutarakan oleh Bapak Supomo: ―…Ada tapi akhirnya juga ikut ngungsi, de‘e tokoh adat di Bakalan. Alasannya mitos mas, jare de‘e wis dikei wangsit karo mbahne kono terus kon jaga desane kono. Tapi pada akhirnya ketika letusan tanggal 5 itu kan besar terus itu de‘e kan tidak tahan…Pas status awas kui Pak lurah wis woroworo neng bakalan tapi tokoh adate itu malah nyeneni pak lurah. Jare nek masalah koyo ngono kui aku wis ngerti sratine, tapi ketika Merapi itu meletusnya di luar kebiasaan akhire juga semua ikut mengungsi…‖ (Ada tapi akhirnya juga ikut mengungsi, dia tokoh adat di Bakalan. Alasannya mitos mas, katanya dia sudah diberiwangsit dari Mbah Petruk disuruh menjaga desanya. Tapi pada akhinya ketika letusan tanggal 5 itu kan besar terus dan dia tidak tahan…Ketika status awasPak Lurah Sudah mengumumkan di Bakalan, tapi tokoh adatnya malah memarahi Pak Lurah. Katanya kalau masalah seperti ini dia sudah tau ceritanya, tapi ketika merapi itu meletus di luar kebiasaan semuanya akhirnya ikut mengungsi) commit juga to user
145 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Senada dengan Bapak Supomo, Bapak Slamet berkata: ―…wong duwur malah enek sing ora gelem mudun soale wong duwur kui duwe keyakinan wis ngerti critane wis ngerti karepe mbah buyut penting nek meneng ki aman…‖ (orang atas (Bakalan) malah ada yang tidak mau mengungsi, karena orang atas itu punya keyakinan sudah tahu ceritanya sudah tahu maunya mbah buyut yang penting diam itu aman) Selain karena keyakinan, alasan lain yang menyebabkan warga menolak untuk mengungsi adalah karena mereka tidak mau meninggalkan ternak mereka. Oleh sebab itu pada awal-awal sebelum letusan besar meski sudah di pengungsian, masih banyak pengungsi yang nekat kembali ke desanya pada pagi hari untuk merawat hewan ternaknya. Sehingga banyak pengungsi yang keluar-masuk pengungsian dan itu mempersulit dalam hal pendataan karena para pengungsi tidak mau lapor. Seperti yang disampaikan oleh oleh Sdri. Wiwin: ―…Kendalanya pas awal-awal itu ya warga tidak mau mengungsi karena ngaboti hewan ternaknya dan harta bendanya. Kalau mitos itu malah nggak terlalu banyak hanya hewan itu yang mereka pikirkan. Jadi mereka maunya ngungsi itu kan pas awal-awal hanya malam hari nanti pagi mereka balik lagi terus nanti sore itu balik lagi…‖ Kendala selanjutnya saat evakuasi adalah, meski sering diadakan pelatihan dan simulasi bencana seperti dijelaskan sebelumnya, sebagian pengungsi banyak yang ngeyel tidak mau mengikuti aturan. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Sunandar: ―…tapi pas bencana semuanya kadang tidak berjalan seperti rencana, meski sudah dihimbau untuk tidak panik tetap saja warga panik. Ada warga yang mengikuti aturan ada juga yang asal sak karepe dewe sing penting aku selamet sik mlayu sak adoh-adohe saka gunung, terus sing manggon pas ngungsi yo sak karepe dewe ora gelem nang posko-posko ngono…‖ (tapi pas bencana semuanya kadang tidak berjalan seperti rencana, meski sudah dihimbau untuk tidak panik tetap saja warga panik. Ada warga yang mengikuti aturan ada juga yang asal semaunya sendiri yang penting aku selamat yang lari sejauh-jauhnya dari to gunung, commit user terus yang menempati tempat
146 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
saat mengungsi juga semaunya sendiri tidak mau di poskoposko) Misalnya dalam menempati pos pengungsian, sebagian besar dari para pengungsi tidak menempati pos-pos pengungsian di titik-titik yang telah direncanakan dan disepakati sebelumnya. Mereka memilih tempattempat pengungsian yang sesuai dengan yang mereka kehendaki saja, seperti lebih memilih mengungsi di tempat keluarga atau kerabat mereka. Banyak diantara mereka juga yang kemudian menjadi pengungsi mandiri dengan tinggal di rumah-rumah penduduk yang ada di luar zona bahaya Merapi. Alhasil petugas di lapangan menjadi kerepotan dalam hal pendataan pengungsi dan pendistribusian bantuan logistik. Hal tersebut serupa dengan yang dikatakan oleh Bapak Supomo: ―…tujuan pengungsine wis jelas, tapi pengungsine sing ngeyel mas ora manut karo aturane. Ya nek TPS ki nang Jarak terus TPA ne ki nang Selo, ya le ngungsi penting sak nggon-nggone ngono. Manggone ya neng kampung-kampung nggone sedulur-sedulure ngono dadi sing dadi petugas nang lapangan untuk ngekei bantuan makanan kui kerepotan…‖ (tujuan pengungsinya sudah jelas mas, tapi pengungsinya yang ngeyel tidak patuh sama aturannya. Kalau TPS-nya di Jarak terus TPA-nya di Selo, yang mengungsi yang penting ya di sembarang tempat gitu. Di kampung-kampung ditempat keluarganya jadi yang jadi petugas di lapangan untuk memberikan bantuan makanan kerepotan) Ditambahkan pula oleh Bapak Slamet: ―…Nek posisi TPS-TPS sudah ditentukan tapi karena kagum hati yang berdebar-debar gerake yo gerak reflek ora isoh disadari oleh otak manusia sing penting aku aman mlayu neng ngendi…‖ (kalau posisi TPS-TPS sudah ditentukan tapi karena panik geraknya juga gerak reflek tidak bisa disadari oleh otak manusia yang penting aman larinya kemana) Terjadinya letusan terbesar pada tanggal 3 November 2010 membuat pemerintah memperluas zona bahaya Merapi sampai 20 km. Hal tersebut menjadi kesulitan baru bagi Tim relawan dari LBKUB dan SIGAB commit to user karena harus melakukan evakuasi dan pendataan ulang kepada masyarakat
147 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang diampu oleh LBKUB. Setelah letusan besar tersebut, maka perlu dilakukan evakuasi ulang terhadap para pengungsi yang saat itu masih menempati titik-titik pengungsian yang ada di sekitar Desa-desa setempat (untuk masyarakat Klakah di TPS Jrakah dan Lapangan Selo). Kendala yang kembali dihadapi pada saat itu adalah soal tempat tujuan evakuasi pengungsi. Karena rencana kontijensi yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan tindakan tidak mengantisipasi adanya letusan yang lebih besar. Namun pada akhirnya pengungsi dibawa ke Boyolali dan ditempatkan di rumah-rumah penduduk yang ada di sekitar posko I LBKUB. Seperti dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…kendalanya kita di situ, setelah letusan besar pengungsi kembali kita angkut tapi mau kita angkut ke mana pada waktu itu belum tahu. Karena kita tidak mempersiapkan jika sampai ada letusan besar… Lha akhirnya kita juga mendirikan pos penampungan pengungsi shelter-shelter di sekitar Seketariat LBKUB di Winong…ada beberapa rumah warga yang juga kita jadikan penampungan pengungsi…‖ Kendala lain adalah alat komunikasi. Dari internal LBKUB tidak memiliki HT sebagai alat komunikasi, sedangkan jika menggunakan HP sangat sulit karena sinyal di lokasi bencana sangat minim. Sehingga untuk komunikasi antara posko LBKUB dengan para tim yang disebar dilapangan saat itu sangat kesulitan. Seperti disampaikan oleh Sdri. Wiwin: ―…alat komunikasi dek, karena saat itu kita belum punya HT kita adanya HP padahal di sana kan sinyalnya minim. HT yang punya itu temen desa, dari internal sini belum punya. Sempat juga dulu itu kita hilang kontak dengan temen SIGAB..‖ Ditambahkan oleh Bapak Subekan: ―…kendala yang lain adalah tidak punya alat komunikasi. Sempet di kasih tapi terus ditarik lagi, ceritanya begitu. Dulu ya pake HP, kalau sinyal susah kan ya repot…kendala yang dihadapi keterbatasan personel tim siaga. Karena kawankawan itu hanya 20 orang, dan dari 20 orang itu tidak semuanya berani. Kemarin saya hitung itu satu desa hanya 510 orang. Padahal untuk Klakah itu penduduknya mencapai commit to userterjadi kemudian koordinasi tidak 2000an orang kan. Yang
perpustakaan.uns.ac.id
148 digilib.uns.ac.id
maksimal, sehingga yang dilakukan juga semampunya…Garis organiasi yang terputus yang menyebabkan amburadulnya semua sistem…karena tim siaga desa itu tidak merasa dinilai ada oleh tim siaga pemerintah kabupaten. Padahal ternyata mereka lebih kerja optimal dari pada tim dari TAGANA, PMI dan mereka itu lebih kerja riil. Pemerintah tidak tahu itu. Oke tidak harus koordinasi dengan pemerintah, cukup tim siaga desa dengan LBK. Bagi yang tercover di LBK, yang termonitor di manapun…‖ Selain hal-hal di atas, keterbatasan jumlah personel dari tim siaga desa juga menjadi kendala pada saat evakuasi. Berdasarkan keterangan Bapak Subekan di atas, bahwa pada saat terjadi erupsi Gunung Merapi jumlah relawan dari tim siaga Desa Klakah hanya sekitar 20 orang. Menurut pengamatan beliau, dari 20 orang anggota SIGAB hanya 5 sampai 10 orang saja yang berani secara mental untuk berada di barisan terdepan menjadi relawan membantu evakuasi warga. Sehingga kerja yang dilakukan oleh relawan dari SIGAB menjadi kurang optimal. Di tambahkan pula oleh Bapak Subekan, keberadaan tim siaga desa yang telah dibentuk oleh masyarakat desa beserta LBKUB tidak dianggap oleh pemerintah kabupaten. Sehingga jaringan komunikasi dari tim siaga desa ke tingkat atas sering dihiraukan oleh pemerintah. Padahal dalam faktanya merekalah yang telah bekerja secara riil dibandingkan dengan relawan yang lainnya. oleh karena itu, kemudian tim siaga desa memutuskan hanya menjalin komunikasi dengan LBKUB saja dan pada akhirnya LBKUB yang kemudian meng-cover kebutuhan para pengungsi yang terdeteksi. Kedua, kendala pada saat pendirian posko tanggap darurat. Kendala pada saat pendirian posko tanggap darurat antara lain adalah keterbatasan tempat. Karena tidak mungkin antara pengungsi dengan logistik ditempatkan dalam satu tempat. Seperti dikatakan oleh Sdri. Wiwin: ―…kendala pertama kan tempat, pengungsi mau ditaruh di mana kalau disini kan nggak mungkin karena di sini hanya untuk logistik. Akhirnya ijin ke masyarakat ditempatkan dirumah-rumah penduduk di sekitar sini. Masalahnya kalau kita cari lapangan waktu itu kan kendalanya harus ada tenda commit to user
149 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
harus ada mck yang memadai juga, kalau di sini kita tidak pakai tenda tapi rumah-rumah penduduk…‖ Senada dengan pernyataan tersebut, dikatakan juga oleh Bapak Sunandar: ―…setelah letusan besar kan jumlah pengungsi semakin banyak lha melihat situasi yang demikian, pengungsi mau ditempatkan dimana. Lha akhirnya kita juga mendirikan pos penampungan pengungsi shelter-shelter di sekitar Seketariat LBKUB di Winong…ada beberapa rumah warga yang juga kita jadikan penampungan pengungsi…‖ Ketersediaan sanitasi MCK dan air bersih juga menjadi kendala dalam pendirian posko tanggap darurat. Selain itu, jumlah pengungsi yang ditampung tidak seimbang dengan luas tempat yang tersedia. Sehingga untuk dapat beristirahat pengungsi harus berdesak-desakan dengan pengungsi lainnya. Sebagaimana dikatakan oleh Sdr. Wiwin: ―…sanitasi dan segala macamnya, MCK untuk pengungsi itu kan di rumah –rumah penduduk itu Cuma satu jadi mereka juga bisa mandi di sini (posko induk LBKUB)…jadi kendalanya MCKnya sangat kurang, karena kita juga tidak bisa sampai menyediakan MCK darurat…‖ Diutarakan oleh Ibu Ngatinah: ―…kirang mas, nek ajeng ten wingking niku ndadak antri kathah…‖ (kurang mas, kalau mau ke belakang itu harus antre banyak)
Ditambahkan juga oleh Bapak Supomo: ―…yang sering kurang itu adalah sanitasi air bersih, MCK itu yang belum tercukupi itu…kemudian juga fasititas untuk istirahat, kalau tidur itu warga masih untuk-untekan…‖ Kendala ketiga pada masa tanggap darurat adalah persoalan logistik. Seperti yang dijelaskan oleh Sdri. Wiwin: ―…Waktu itu kendalanya kita memang kurang personel untuk mengelola logistik. Karena logistik untuk setiap harinya harus dihitung, setiap malam logistik itu kita hitung ulang commit to user padahal itu kan jumlahnya tidak cuma satu-dua barang. Jadi
150 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
relawannya itu kan mereka sore itu dah pada pulang, yang mau sampai malam itu kadang ada kadang tidak…kendala yang lain saat itu juga terlalu banyak item karena apapun yang diberikan itu kita terima, jadi dengan tempat segini kadang sangat kurang tempat. Kemudian untuk penataan barang kita juga kurang, ada sampai lupa yang dikeluarkan dulu itu kan yang masuk dulu…‖ Dari pernyataan di atas, kendala yang dialami oleh Tim LBKUB juga muncul dalam hal pengelolaan logistik. Diantaranya, LBKUB mengalami kekurangan personel dalam mengelola logistik. Hal ini terjadi pada saat pengelolaan bantuan di malam hari lantaran kebanyakan dari relawan hanya sampai sore hari, padahal perlu juga dilakukan penghitungan ulang logistik di malam hari. Sedangkan untuk personel dari LBKUB sendiri sangat minim dan seringkali sudah capek karena kegiatan sebelumnya. Selain itu, terlalu banyaknya dan beragamnya bantuan logistik yang masuk tidak seimbang dengan tempat yang tersedia. Sehingga hal tersebut juga kemudian menyulitkan dalam hal penyimpanan dan pencatatan logistik. Ditambahkan juga oleh Bapak Supomo: ―…tujuan pengungsine wis jelas, tapi pengungsine sing ngeyel mas ora manut karo aturane. Ya nek TPS ki nang Jarak terus TPA ne ki nang Selo, ya le ngungsi penting sak nggon-nggone ngono. Manggone ya neng kampung-kampung nggone sedulur-sedulure ngono dadi sing dadi petugas nang lapangan untuk ngekei bantuan makanan kui kerepotan…‖ (tujuan pengungsinya sudah jelas mas, tapi pengungsinya yang ngeyel tidak patuh sama aturannya. Kalau TPS-nya di Jarak terus TPA-nya di Selo, yang mengungsi yang penting ya di sembarang tempat gitu. Di kampung-kampung ditempat keluarganya jadi yang jadi petugas di lapangan untuk memberikan bantuan makanan kerepotan) Kendala juga muncul pada saat pendistribusian bantuan logistik kepada para pengungsi. Hal ini terjadi karena lokasi pengungsi yang berpencar-pencar sebagimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.
Posko
Kendala keempat adalah pada saat penyelenggaraan dapur umum di commit tolalat user menjadi kendala pada saat I LBKUB. Banyaknya
151 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyelenggarakan dapur umum di Posko I LBKUB. Sebabnya adalah di sekitar lokasi Posko I LBKUB banyak terdapat peternakan-peternakan ayam, yang tentunya banyak menghasilkan limbah kotoran sehingga mengundang banyak lalat. Tentunya dari segi kesehatan, keadaan yang demikian itu kurang pas untuk proses mengolah makanan. Disampaikan oleh Sdri. Wiwin: ―…kendalanya saat itu lalat, karena kan ya dekat dengan peternakan…jadi kita itu juga risih dan juga takutnya nanti makanannya terkontaminasi penyakit gitu…‖
commit to user
152
Matriks 6 Kendala Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 Masa Saat Bencana No.
Tindakan
Kendala Internal
a. Internal LBKUB tidak memiliki HT sebagai alat komunikasi. sedangkan HP sulit digunakan masyarakat di karena lokasi bencana sangat minim sinyal. kawasan bahaya b. Keterbatasan personel lapangan karena tidak semua anggota tim berani secara mental.
Eksternal a. Ada pengungsi yang menolak untuk dievakuasi karena alasan mitos dan enggan meninggalkan hewan ternak/harta bendanya. b. Ada pengungsi yang seenaknya sendiri tidak mengikuti prosedur yang telah disepakati. Misal, para pengungsi tidak menempati tempattempat penampungan pengungsian yang telah disediakan, melaikan mereka mengungsi di tempat-tempat sesuka mereka seperti di rumah keluarganya. Hal ini akan menyulitkan dalam hal pendataan dan tindakan selanjutnya. Terjadinya letusan besar pada tanggal 3-5 November menyebabkan Posko
1.
Evakuasi
2.
Pendirian posko a. Keterbatasan tempat. b. Keterbatasn MCK dan sumber air bersih. tanggap darurat II di Jrakah dibubarkan. Alhasil, seluruh kegiatan hanya dilakukan di Jumlah MCK yang tersedia tidak seimbang dengan jumlah pengungsi yang ditampung. Posko I LBKUB.
3.
Penerimaan dan pendistribusian bantuan logistik
a. Keterbatasan tempat untuk menampung Lokasi pengungsi yang berpencar-pencar menyulitkan pada saat logistik. Padahal jumlah logistik yang pendistribusian logistik dan nasi bungkus. diterimasangat banyak. b. Kurangnya personel/relawan untuk mengelola logistik.
153
4.
a. Letusan besar pada tanggal 3-5 November menyebabkan ditutupnya dapur umum di Posko II Jrakah, sehingga produksi pangan untuk pengungsi juga terganggu. b. Banyak lalat yang mengganggu proses produksi makanan karena bertepatan dengan musim hujan ditambah lagi di sekitar lokasi dapur umum banyak terdapat peternakan. Dikhawatirkan juga tidak baik bagi kesehatan makanan.
Pelayanan dapur umum
5.
Pelayanan
Tidak ada
kesehatan
Tidak ada
Matriks 6. Lanjutan No. 6.
Tindakan
Kendala Internal
Eksternal
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pelayanan trauma healing dan psiko-sosial
7.
Pendirian
dan
pelayanan posko
hewan
ternak Sumber: Data Primer diolah 2011
154 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.3. Masa Setelah Bencana Dalam melaksanakan strategi penanganan pengungsi pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010 yang dilakukan di Desa Klakah, tim dari LBKUB juga mengalami beberapa kendala. Adapun kendala yang muncul pada saat penanganan pengungsi pasca bencana, antara lain adalah: Pertama, pada saat pelaksanaan Rapid Rural Assasment (RRA) untuk keperluan pendataan kerusakan dan kerugian akibat bencana erupsi Gunung Merapi di Desa Klakah. Kendala internal yang dihadapi yaitu kurangnya personel yang ahli dalam bidang RRA. Dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…kita itu kekurangan personel yang ahli dalam bidang RRA dek, saya sendiri juga masih dalam proses pembelajaran. Sama RRA itu kan pas bencana jadi masih kondisi darurat jadi kita juga harus terus waspada. Lha itu ujian mental juga dan bencananya juga masih berlangsung sehingga data kerusakan juga berubah setiap saatnya…‖ Karena RRA dilakukan ketika bencana masih berlangsung, maka resikonya adalah data yang didapatkan dapat berubah-ubah setiap saat. Selain itu juga, bencana sewaktu-waktudapat mengancam relawan ketika sedang mencatat data di lapangan. Dikatakan juga oleh Bapak Supomo: ―…karena itu kan bencanane masih berlangsung, jadi data kaji cepat sekarang begini, terus besoknya sudah beda lagi…‖ Kedua, kendala pada saat pemulihan ekonomi dan pertanian. Dalam pelaksanaan program ini kendala yang muncul antara lain adalah bantuan bibit yang diberikan oleh LBKUB kepada para petani tidak sesuai dengan yang biasa dipakai oleh para petani setempat. Kemudian untuk program pengenalan dan pelatihan pertanian organik kepada anggota tim siaga Desa Klakah, kendalanya adalah merubah pola tanam petani yang terbiasa dengan kimia ke organik itu tidak mudah. Seperti yang disampaikan oleh Sdri. Wiwin: commit to user
155 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
―…jadi benih yang kita berikan itu tidak cocok dengan yang biasa para petani tanam…dan untuk pengenalan pertanian organik itu, petani terbiasa dengan bahan kimia untuk beralih ke organik itu tidak mudah, mengubah pandangannya itu kan memang susah…‖ Senada dengan pernyataan di atas, dikatakan juga oleh Bapak Sunandar: ―…intinya merubah paradigma petani yang dari kimia ke organik itu kan tidak mudah…kalau kaitannya dengan bantuan subsidi murni tadi tidak sesuai dengan yang biasa dipakai oleh petani, jadi kita kan menyediakan kan semuanya organik. Jadi kalau bibit ya bibit organik…‖ Ketiga, kendala pada saat pemulihan sanitasi air bersih bagi masyarakat Desa Klakah. Kendala dalam program ini lebih bersifat eksternal yaitu adanya banjir lahar dingin. Kegiatan perbaikan saluran air bersih di Desa Klakah harus dilakukan sesegera mungkin mengingat air sangat diperlukan oleh masyarakat Desa Klakah. Namun banjir lahar dingin seringkali menghambat perbaikan sumber air bersih dan pipa-pipa saluran air yang dilakukan oleh warga Klakah dibantu oleh relawan dari LBKUB. Seringkali sumber mata air yang telah diperbaiki kembali tertutup karena terkena banjir lahar dingin dan pipa-pipa air yang telah selesai dipasang kembali hanyut diterjang banjir lahar dingin. Seperti yang dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…dalam pemulihan air bersih itu karena pada waktu recovery itu musim hujan kendala utamanya yo lahar dingin. Jadi setiap kali kita masang pipa, setiap kali pipa itu langsung ilang. Kadang sumber air kalau digunung itu kan dipinggir sungai/deket sungai, jadi kalau banjirnya makin besar materialnya semakin besar jadi tergerus mata aire jadi berpindah-pindah. Terus kemudian, keamanan juga. Pipa ki kadang nek wong deso kan yo sing wesi opo sing opo kui ilang dicolong masalahe ndokoke lewate kan neng alas-alas kui kan kadang ono sing dicolongi…‖ Dikatakan juga oleh Bapak Supomo: ―…nek niku air bersih pipa-pipa ngoten, niku bener saking user aire niku kan tetep anu mas ten LBK. Cumancommit sumbertomata
156 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gen rawan lahar dingin, kala mben mpun isa dimanfaatke tapi mulai kemarau sampai sekarang sudah bisa dimanfaatkan warga tapi nek untuk sekarang tidak bisa dimanfaatkan lagi. Tapi nek pipanya masih utuh, dadine sewaktu-waktu musim kemarau tinggal di pasangi meneh. Nek sing dicolongi kui lak sing biyen, nek sing saiki isih enek mas…‖ Dari keterangan di atas, kendala lainnya adalah soal keamanan pipa-pipa. Pada awal-awal program perbaikan saluran air bersih, pipa-pipa yang telah dipasang dicuri oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
commit to user
157
Matriks 7 Kendala Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 Masa Setelah Bencana No. 1.
Kendala
Tindakan Rapid
Internal Rural Kurangnya personel yang ahli dalam bidang RRA
Appraisal (RRA)
3.
Pembersihan
Eksternal a. Bencana alam masih berlangsung, sehingga kerja tim kadang tidak maksimal karena harus terus waspada jika sewaktu-waktu terjadi letusan. b. Bencana alam masih berlangsung dan kerusakan pun masih dapat terjadi sehingga data yang didapat berbeda.
dan
Perbaikan prasarana
-
-
dasar 2.
3.
a. Dalam program pengenalan dan pelatihan pertanian organik, ada kesulitan untuk mengubah pandangan petani yang dan pertanian tidak sesuai dengan yang biasa mereka tanam. terbiasa dengan kimia. b. Para petani penerima program pelatihan pertanian organik terlalu sibuk dengan kegiatan kesehariannya sehingga tidak ada waktu untuk merawat demplot sebagai lahan praktek bertani organik. c. Adanya penawaran-penawaran kecil dari peserta program ketika akan mempraktekkan pertanian organik. Pemulihan sanitasi Keterbatasan sumber dana dan sumber daya yang a. Adamya banjir lahar dingin karena perbaikan sumber air dan pipa saluran air bertepatan pada musim hujan. Sehingga air bersih dimiliki oleh LKUB. Sehingga perbaikan sumber seringkali setelah perbaikan sumber air kembali tertutup dan pipa saluran air hilang diterjang banjir lahar dingin. air dan pipa saluran air hanya dilakukan di Dusun b. Adanya pencurian terhadap pipa-pipa air. Pemulihan ekonomi Bantuan bibit yang diberikan kepada para petani
158
Bangunsari saja. Padahal kerusakan sanitasi air juga terjadi di dusun yang lain. 4.
Pemulihan
mental
melalui
trauma
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
healing 5.
Pemulihan kesehatan
Sumber: Data Primer diolah 2011
159 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Hasil Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali Pelaksanaan strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali telah dilaksanakan dengan baik. Seperti telah diketahui bahwa kegiatan penanganan pengungsi terkait bencana erupsi Gunung Merapi yang terjadi tahun 2010 yang dilakukan oleh LBKUB meliputi tiga masa bencana, yaitu masa sebelum bencana, masa saat bencana (tanggap darurat), dan masa setelah bencana (pasca bencana). Dalam setiap masa bencana tersebut, strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi terkait dengan erupsi Gunung Merapi tahun 2010 telah sukses dijalankan dan apa yang menjadi tujuan dari setiap strategi yang diselenggarakan pada masingmasing masa bencana telah berhasil dicapai. Meski sempat juga mengalami kendala-kendala baik itu kendala internal yang berasal dari dalam diri LBKUB maupun kendala eksternal yang berasal dari luar diri LBKUB seperti misalnya alam dan masyarakat, sebagaimana yang dijelaskan dalam uraian sebelumnya. Karena pada dasarnya dari data-data hasil temuan penelitian ini memang dalam kegiatan penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010, strategi yang dijalankan oleh LBKUB di Desa Klakah dapat terselesaikan dengan baik. Bahkan tidak hanya di Desa Klakah, melainkan kegiatan penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi yang dilakukan oleh LBKUB juga berhasil dilaksanakan di tiga desa lain yang menjadi desa binaan dari LBKUB, yakni Desa Jrakah, Desa Lencoh, dan Desa Tlogolele. Berikut ini akan digambarkan mengenai hasil atau perubahan yang terjadi setelah strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 dilakukan pada setiap masa bencana di Desa Klakah:
5.1. Sebelum Bencana
commit to user
160 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pertama, hasil dari strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi pada masa sebelum bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Strategi yang dilakukan oleh LBKUB pada masa sebelum bencana yaitu dengan menyelenggarakan program Pengurangan Resiko Bencana (PRB) di Desa Klakah beserta tiga desa binaan LBKUB lainnya. Secara umum melalui program PRB tersebut, strategi LBKUB yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat Desa Klakah dalam hal kebencanaan telah berhasil. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Subekan: ―…Masyarakat desa memiliki tim siaga, kemudian tim siaga mampu melakukan kerja-kerja kebencanaan. Ketika merapi dikatakan status siaga, maka tim siaga itu sudah melakukan pendataan penduduk dalam rangka untuk melakukan evakuasi. Di mana saja ada lansia, di mana saja ada ibu hami, di mana saja ada balita, di mana saja ada orang cacat itu mereka sudah terdeteksi. Sehingga merapi kemudian disebut sebagai status awas maka semua tim siaga itu mengungsikan kelompok rentan itu lebih dulu. Dan itu kerjanya tim-tim siaga sebelum orang luar masuk..itu tidak terjadi di tahun 2006 itu terjadi di tahun 2010. Artinya ketika tim kelompok tim siaga sudah mampu melakukan itu adalah sebuah keberhasilan, karena di tahun 2006 itu tidak terkoordinir…itu kesuksesan program yang dibangun…‖ ―…tim siaga itu ya, waktu erupsi besar semua kepolisian, tim siaga tingkat kabupaten lari tunggang langgang pulang turun ke bawah, tim siaga desa itu masih di wilayah sekitar merapi dan masih menunggu sampai habis semua pengungsi itu dipindahkan. Mereka menjadi orang terakhir yang meninggalkan desa dan mereka masih di sana untuk ngopeni orang-orang yang bertahan di sana…‖ Ditambahkan oleh Bapak Sunandar: ―…kalau secara umum ya masyarakat itu yang pada awalnya tidak tahu tentang manajemen kebencanaan itu dia sudah mulai kenal. Tim-tim siaga desa itu sudah tahu, paling tidak mereka sudah punya skill mau seperti apa…itu kalau Progress Report DRR ini indikatornya apa saja itu sudah terjawab nanti bisa dibaca, hasil outputnya apa saja itu sudah tercapai…selain itu gerakan desa itu sudah punya kapasitas sudah punya ketrampilan ketika ada bencana, itu hasil dari pra sebelum bencana. Untuk tujuan secara jangka panjangnya terciptanya masyarakat yang resilien terhadap commit to user bencana memang belum, karena itu kan program jangka
161 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
panjang kalau itu kita lakukan intensif selama lima tahun itu akan tercapai…‖ Hal di atas dibenarkan oleh Bapak Slamet: ―…nek masalah ekonomi itu nek saka LBK niku memberi wawasan memberi contoh untuk bekerja, gen nyambut gawe sing tenanan perlune nek enek bencana kana tine ora degdegan ora trauma. Nek masalah bantuan sing neng masyarakat yo koyo-koyone yo ora akeh . ning pengertian mengendalikan masyarakat ben ra jengkel ben ra thukul emosine ben iso tentrem atine kui disampaikan pada masyarakat. Nek pendidikan terjun ke SD membantu anak sekolah… Hal senada juga disampaikan oleh Bapak Supomo: ―…yo nek masyarakat Klakah khususnya sing oleh pelatihan saiki wis podo ngerteni tentang manajemen bencana. Masyarakat Klakah saiki ki wis ngerti piye carane ngadepi sing jenenge bencana ki. Dadi ora kaya biyen sakdurunge LBK mlebu kae…‖ Berdasarkan keterangan yang diperoleh hasil wawancara terhadap penyelenggara program serta respon dari penerima manfaat program di atas, dapat disimpulkan bahwa strategi penanganan pengungsi yang dilakukan oleh LBKUB pada masa sebelum bencana sudah dapat dikatakan berhasil. Meski sempat mengalami beberapa kendala seperti yang telah dijelaskan di uraian sebelumnya, terlepas dari itu strategi LBKUB yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat Desa Klakah dalam hal kebencanaan telah berhasil. Apa yang menjadi tujuan program telah tercapai, antara lain juga dapat dilihat dari telah terwujudnya hal-hal sebagai berikut: a. Masyarakat dan stakeholder mengetahui program PRB yang dilakukan oleh LBKUB bersama masyarakat b. Adanya kerjasama antar Pemerintah, LSM, ormas, dan masyarakat untuk pelaksanaan program PRB c. Adanya masukan-masukan dari warga atas desain program PRB yang akan dilaksanakan, program harus dikoordiansikan dengan stakeholder terkait yang konsep dengan program PRB sehingga tidak terjadi pengulangan-pengulangan kegiatan di masyarakat yang diantaranya pertama; dalam pelaksanaan program PRB di desa melakukan kerja samacommit dengantopemerintah, organisasi-organisasi yang user ada di desa. Kedua; Sasaran kegiatan program di harapkan warga
162 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. e. f. g. h. i.
masyarakat di level Kadus dan dengan melibatkan lintas iman Ketiga; Keterlibatan perempuan 30% di setiap pertemuan. Teridentifikasi masalah-masalah yang ada di desa secara utuh. Tergali potensi daerah ancaman, kerentanan, resiko bencana di desa. Masyarakat mengetahui potensi sumber daya yang dimiliki desa. 20 orang mengikuti pelatihan pengurangan resiko bencana dan melakukan pemetaan wilayah resiko bencana Terbentuk SIGAB sebagai tim siaga bencana di desa-desa binaan LBKUB. Adanya kegiatan forum, kegiatan dilaksanakan dengan pertemuan lapangan yang diadakan setiap hari rabu pon. Selain itu, keberhasilan dari strategi LBKUB dalam penanganan
pengungsi yang dilakukan pada masa sebelum bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010 juga bisa dilihat dari gambaran riil yang terjadi pada saat bencana erupsi Gunung Merapi kemudian terjadi pada tahun 2010. Dari hasil wawancara dikatakan bahwa, SIGAB sebagai tim siaga Desa Klakah yang notabene hasil bentukan dari masyarakat desa beserta LBKUB telah mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Di mana mereka benar-benar menjadi relawan yang berada di garis terdepan untuk melakukan penanganan terhadap masyarakat desanya. Dan ini tidak terjadi ketika erupsi Gunung Merapi terjadi pada tahun 2006 silam.
commit to user
163
Matriks 8 Hasil Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 Masa Sebelum Bencana No. 1.
Tindakan Sosialisai
program
Hasil kepada Masyarakat dan stakeholder mengetahui program PRB yang dilakukan oleh LBKUB bersama
stakeholders 2.
masyarakat.
Assasment/Pemetaan oleh internal Bencana yang di Desa Klakah bersifat Multi Hazard. Selain gunung meletus, ancaman bencana LBKUB
3.
lain yang dihadapi masyarakat adalah: tanah longsor, kekeringan, banjir lahar dingin, angin rebut.
Lokakarya LSM dan Masyarakat Adanya masukan-masukan dari warga atas desain program PRB yang akan dilaksanakan, program untuk desain program
harus dikoordiansikan dengan stakeholder terkait yang konsep dengan program PRB sehingga tidak terjadi pengulangan-pengulangan kegiatan di masyarakat yang diantaranya pertama; dalam pelaksanaan program PRB di desa melakukan kerja sama dengan pemerintah, organisasi-organisasi yang ada di desa. Kedua; Sasaran kegiatan program di harapkan warga masyarakat di level Kadus dan dengan melibatkan lintas iman Ketiga; Keterlibatan perempuan 30% di setiap pertemuan.
4.
Participatory
Rural
Appraisal Teridentifikasi masalah-masalah yang ada di desa secara utuh.
(PRA) atau Pemetaan bersama masyarakat 5.
Pembentukan Tim Siaga Desa
Terbentuk SIGAB sebagai tim siaga bencana di desa-desa binaan LBKUB. *SIGAB mampu menjalankan fungsinya pada saat bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010.
164
6.
a. Masyarakat Desa Klakah meningkat kapasitasnya dalam mengantisipasi, merespon dan terlibat dalam bencana alam maupun karena buatan manusia. melalui pendidikan dan pelatihan b. Masyarakat Desa Klakah punya kapasitas untuk menjaga dan membangun aset sosial dan aset produksi serta penghidupannya. tentang Pengurangan Resiko c. Masyarakat Desa Klakah punya akses terhadap bantuan PRB baik dari pemerintah maupun Bencana (PRB) LSM baik nasional maupun internasional serta punya suara dalam menentukan kebutuhan PRB. Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Sumber: Data Primer diolah 2011
165 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.2. Saat Bencana Kedua, hasil dari strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi pada masa saat bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Seperti telah disampaikan pada uraian sebelumnya, dalam melaksanakan strategi penanganan pengungsi pada saat benca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, LBKUB melakukan beberapa tindakan diantaranya: evakuasi masyarakat di kawasan bahaya, pendirian posko tanggap darurat yang melakukan aktivitas seperti penerimaan dan pendistribusian bantuan, pelayanan dapur umum, penampungan pengungsi, pelayanan kesehatan, pelayanan trauma healing, serta penampungan hewan ternak. Penanganan pengungsi saat bencana atau juga
disebut
masa
tanggap
darurat
bertujuan
untuk
melakukan
penyelamatan, perlindungan, pengurusan, dan pemenuhan kebutuhan dasar para pengungsi. Secara garis besar, melalui tindakan-tindakan yang merupakan bagian dari strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi pada saat bencana erupsi Gunung Merapi terjadi pada tahun 2010 dapat dikatakan berhasil. Dapat dikatakan bahwa setelah strategi LBKUB dilaksanakan hasilnya adalah, para pengungsi selamat, para pengungsi terlindungi, para pengungsi terurus, dan para pengungsi terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan kadar yang cukup. Seperti disampaikan oleh Bapak Sunandar: ―…Secara umum itu hasilnya LBK telah menangani pengungsi sekian di beberapa desa itu. Secara kecukupannya itu khususnya di akhir kita memberikan bahan pangan paling tidak itu bisa menyambung hidup selama seminggu sebelum dia kembali ke aktivitas rutinnya. Kalau kita lihat dari bantuan yang kita berikan itu sudah cukup termasuk dari segi kesehatan dari layanan medisnya kita undang dari manamana itu kita rasa sudah cukup…‖ Ditambahkan juga oleh Bapak Subekan: ―…Kalau hasil Alhamdulillah kami bisa melakukan yang terbaik untuk masyarakat. Ngopeni masyarakat penyintas sampai dengan selesai. Saya ngomong sampai selesai karena pasca erupsi selesai masyarakat pulang ke rumah, mereka juga masih kita bantu terus menerus sampai mereka mampu melakukan menghidupi mereka sendiri. Ya Alhamdulillah to user juga kita di commit desa juga punya nama baik…hasilnya cukup
166 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
baiklah, pengungsi tertangani dengan baik, cukup sandang, pangan, papan, dengan keterbatasan itu. Lha wong waktu selesai erupsi kita juga lakukan refleksi bareng-bareng masyarakat. Kita undang ke LBK, kita evaluasi barengbareng lah tentang selama erupsi merapi selama di pengungsian. Apa yang sudah dilakukan LBK itu kita laporkan semuanya ke masyarakat ke pemerintah. LBK melakukan apa saja, LBK menyalurkan bantuan seberapa, kita sampaikan semuanya, dan itu direspon baik oleh masyarakat…‖ Hal tersebut dibenarkan oleh pendapat dari Bapak Supomo: ―...Nek ngarani niku angel mas, nek muni kopen yo pie wong kabung kok muni kopen. Ning saka LBK yo berusaha wong ki piye ben ra ngeleh LBK wis berusaha semaksimal mungkin ben warga kene ki ora ngeleh. Wis makani warga neng kono yo sih sempet ngirim neng warga sing ora gelem ngungsi. Sandang itu cukup kemudian pangan juga cukup keperluan logistik cukup mas, kebetulan kan di Posko I itu gudang logistik mas stoknya juga banyak jadi untuk keperluan logistik relatif tercukupi… dari LBK juga memberi paket bantuan sembako kepada masyarakat di Desa Klakah ada beberapa kali itu …‖ ―…Kalau menurut saya pribadi khususnya untuk desa Klakah , penanganan LBK ini cukup bagus. Karena terlihat dari ketika erupsi pertama kali LBK sudah turun tangan. Artinya yang menyuplai logistik itu yang pertama kali dari LBK. Kemudian mereka juga langsung mendirikan posko kedua di Jarak…jadi itu yang menyuport itu kebanyakan dari LBK. Senada dengan pendapat di atas, oleh Ibu Ngatinah: ―…nggih cekapan mas, ajeng ngarani niku nggih angel. Namine nggih nembe bencana, dados napa-napaipun nggih dicekap-cekapaken to mas…nggih sae, dahar cekap, naming toya nika ingkang kadang tasih sok kirang…‖ Berdasarkan hasil wawancara di atas, penanganan pengungsi yang diberikan oleh LBKUB hasilnya cukup baik. Terlihat dari para pengungsi yang tercukupi kebutuhan dasarnya seperti sandang, pangan, dan papan. Di tambah lagi, respon masyarakat Desa Klakah terhadap pelayanan yang diberikan oleh LBKUB kepada mereka selama di pengungsian menyatakan commit to user puas. Dengan selalu menjalin komunikasi dan koordinasi dengan para
167 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
donatur, selama penyelenggaraan posko tanggap darurat LBKUB tidak mengalami kekurangan stok logistik. Bahkan LBKUB mengalami surplus bahan logistik, yang kemudian kelebihan tersebut kembali disalurkan kepada para pengungsi sekembalinya mereka ke tempat tinggal mereka.
commit to user
168
Matriks 9 Hasil Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 Masa Saat Bencana No. 1.
Tindakan
Hasil
Evakuasi masyarakat di kawasan Masyarakat di kawasan bahaya dapat dievakuasi ke tempat aman. bahaya
5.
a. LBKUB mendirikan 2 Posko Tanggap Darurat, Posko I di Seketariat LBKUB dan Posko II di Desa Jrakah, Selo. b. Pasca letusan besar, Posko II dibubarkan dan Posko I digunakan sebagai penampungan pengungsi. Penerimaan dan pendistribusian a. LBKUB menerima bantuan dari 300 lebih donatur dengan jumlah yang hampir mencapai 2 Milyar. bantuan logistik b. Kebutuhan dasar para pengungsi tercukupi sampai ke kebutuhan pribadi. a. Dapur umum di Posko I LBKUB mampu memproduksi 2.500 lebih nasi bungkus sebanyak 2 Pelayanan dapur umum kali dalam satu hari. b. Pengungsi tercukupi pangan. Pelayanan kesehatan Kondisi kesehatan pengungsi terpantau dan permasalahan kesehatan pengungsi tertangani.
6.
Pelayanan trauma healing dan Kegiatan trauma healing dan psiko-sosial yang dilakukan oleh relawan di LBKUB sedikit banyak
2.
3.
4.
7.
Pendirian posko tanggap darurat
psiko-sosial
dapat menghibur para pengungsi khususnya anak-anak.
Pendirian dan pelayanan posko
a. Urusan hewan ternak milik para pengungsi dapat tertampung dan terawat. b. Pengungsi bisa tenang dan tidak lagi nekat pulang ke desanya untuk melihat ternaknya.
hewan ternak Sumber: Data Primer diolah 2011
169 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.3. Setelah Bencana Ketiga, hasil dari strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi pada masa setelah bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Seperti diketahui bahwa setelah erupsi Gunung Merapi berakhir, para pengungsi masih belum bisa kembali menjalani kehidupan keseharaian merekaseperti biasa karena secara ekonomi dan psikis kondisi mereka sangat lemah. Namun kemudian LBKUB menyelenggarakan beberapa program yang merupakan bagian dari strategi mereka dalam penanganan pengungsi pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Kegiatan recovery yang dilakukan oleh LBKUB adalah sebagai motor bagi masyarakat untuk kembali ke aktivitas rutin mereka. Dan sekarang sampai dengan saat penelitian ini dilakukan, masyarakat Desa Klakah telah kembali melakukan aktivitas-aktivitas rutin mereka seperti yang mereka lakukan seperti biasanya. Seperti dikatakan oleh Bapak Sunandar: ―…Pasca bencana itu kan kegiatan recovery itu sifatnya sebagai motor bagi masyarakat untuk kembali ke aktivitas rutin mereka dan itu untuk sekarang sudah tercapai, masyarakat sudah bisa kembali ke aktivitas rutin mereka…Kaitannya dengan pertanian itu masih harus diperpanjang lagi, kalau programnya itu kan sudah selesai dan petani yang diberi pelatihan itu kan sudah bisa mengerti permakultur itu apa dan bagaimana prakteknya…‖ Program pengenalan dan pelatihan tentang pertanian organik juga bisa dikatakan berhasil. Karena petani yang menerima pelatihan dalam hal ini adalah anggota SIGAB telah mengerti dan mampu untuk mempraktekkan model pertanian organik. Sebagai langkah riil dari program ini, telah didirikannya sebuah lahan yang digunakan untuk praktek bertani secara organik. Dengan menggunakan lahan milik pemerintah desa, dibuatlah sebuah demplot yang di dalamnya ditanami tanaman-tanaman organik. Hasil praktek bertani organik yang dilakukan anggota SIGAB samapai penelitian ini dilakukan sudah menuai hasil. Yakni aneka macam sayuran yang tentunya berasal dari bibit dan dirawat dengan cara-cara bertani organik. commit to user Bahkan hasil panen di demplot tersebut telah diikutsertakan dalam pameran
170 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
di tingkat Jawa Tengah. Namun, menurut petani hasilnya kurang maksimal dikarenakan mereka terlalu sibuk dengan kegiatan sehari-hari mereka sehingga tidak bisa konsen di lahan pertanian organik. Alhasil, tanaman pun menjadi kurang perawatan. Untuk kedepannya, demplot tersebut akan terus diberdayakan dan hasil dari penjualan panen akan digunakan untuk mengisi kas SIGAB. Diutarakan oleh Bapak Supomo: ―…tindak lanjut pelatihan yang di Bali itu kan dipraktekkan di demosite. Hasilnya ya temen-temen dari tim siaga sudah mengerti dan bisa bertani secara organik, itu juga sudah dipraktekkan di demplot. Tapi juga bisa dikatakan belum berhasil, karena tentunya organik itu kan memanfaatkan potensi yang ada di sekitar kita kalau pestisida kan kit tinggal beli di toko. Tapi kalau organik itu kan semuanya gawe dewe. Ya sudah ada hasil panennya, wong sudah dipraktekkan juga tapi kurang maksimal. Tanaman kurang perawatan, karena saya sendiri sebagai pemimpine kurang konsen di lahan demplot itu. Amburadul lah…‖ Hasil lain dari strategi LBKUB penanganan pengungsi pada masa pemulihan pasca bencana adalah diperbaikinya sumber air dan pipa-pipa saluran air di Desa Klakah, tepatnya di Dusun Bangunsari. Sehingga warga setempat yang tadinya kesulitan mendapatkan air bersih setelah di perbaikinya sumber air dan saluran air ke desa mereka, kini mereka sudah mudah untuk mendapatkan air bersih. Seperti disampaikan oleh Bapak Sunandar: ―…Kalau yang di Klakah di Bangunsari, pada waktu bencana pulang dari pengungsian kan akses untuk air bersih tidak ada karena pipa-pipa yang menghubungkan mata air di Jrakah untuk dibawa ke bangunsari itu putus dan hanyut terbawa banjir. Di bangunsari yang ada 36 KK yang awalnya kesulitan mendapatkan air bersih, setelah kita bantu sekarang sudah bisa mengalir… Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Bapak Supomo: ―…ya kalau sekarang sudah mengalir. Tapi pas musim ketiga ngene ya pipa-pipane dicopoti ben ora keli…‖ Kemudian untuk trauma healing yang dislenggarakan oleh LBKUB commit to user yang ditujukan untuk anak-anak sekolah di SD Negeri 1 dan 2 Klakah.
171 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
LBKUB telah memberikan hiburan dan sedikit materi pelatihan mengenai cara ketika mengadapi bencana alam kepada para siswa di kedua SD. Selain itu, LBKUB juga menyalurkan bantuan berupa alat tulis kepada siswa-siwa tadi. Harapannya itu juga dapat menghibur mereka serta sedikit banyak dapat mengurangi beban bagi orang tua mereka. Berikut disampaikan oleh Bapak Sunandar: ―…Trauma healingnya untuk jangka pendek yang kita ada beberapa yang kita lakukan itu untuk menghibur masyarakat melupakan kesedihan itu. Termasuk didalamnya kita memberikan bingkisan kepada anak-anak sekolah. Menghibur anak-anak dan orang tua khususnya dalam mencukupi kebutuhan ATK ne misal anake jaluk buku tulis dll kelengkapan sekolah gitulah. Sedangkan orang tua kondisinya setelah mengungsi ora duwe opo-opo, lha kita bantu itu sebagai alat untuk menghibur mereka. Setidaknya dengan mengurangi beban itu kan juga termasuk trauma healing tidak harus psikologis…‖ Dikatakan oleh Kepala SD Negeri 1 Klakah Bapak Slamet: ―…ada manfaatnya bagi anak dan bagi sekolah, anak-anak jadi terhibur dan anak-anak juga jadi tahu soal bencana, bagaimana harus bertindak jika menghadapi bencana. Terus ada pentas itu kan juga anak jadi seneng, anak juga ada yang ikut. Kemudian dari LBK itu juga memberi bantuan alat tulis kepada siswa…‖ Dikatakan pula oleh salah satu siswa SD Negeri 1 Klakah Supriyatno: ―…seneng mas. Nderek lomba nggambar, nglukis ten tembok sekolahan. Diparingi buku, pulpen, potelot, stip, sragam…‖ (senang mas. Ikut lomba mewarnai, melukis di tembok sekolah. Diberi buku, bolpoint, pensil, penghapus, seragam) Dari hasil wawancara di atas, terlihat bahwa dari pihak sekolahan merespon cukup baik atas apa yang dilakukan LBKUB di sekolah mereka. Menurut mereka, apa yang diselenggarakan LBKUB tersebut cukup memberikan manfaat bagi siswa dan sekolah. Tanggapan dari siswa pun positif, mereka merasa senang dan sangat antusias mengikuti kegiatan commit to user tersebut.
172
Matriks 10 Hasil Strategi LBKUB dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi tahun 2010 Masa Setelah Bencana No. 1.
Tindakan Rapid
Rural
Hasil
Appraisal Kerusakan dan kerugian yang ada di desa dapat terpetakan. Sehingga, perbaikan dapat dilakukan sesegera
(RRA) 2.
mungkin sekembalinya pengungsi ke desa.
Pembersihan
dan Sarana dan prasarana dasar yang ada di Desa Klakah dibersihkan dan diperbaiki. Seperti Jalan, Masjid,
perbaikan prasarana dasar
kantor Kepala Desa, Sekolah, dll.
3.
Pemulihan ekonomi dan a. Disalurkannya bantuan logistik berupa sembako kepada masyarakat Klakah sebagai bekal mereka sekembalinya dari pengungsian. pertanian b. Petani yang menerima bantuan modal dapat kembali memulai aktivitas mereka. c. Petani yang menerima program pelatihan pertanian organik telah mengerti dan mampu mempraktekkan pertanian organik di demplot yang didirikan di desa. d. Ada komitmen dari para petani penerima program pelatihan pertanian organik untuk beralih dari pertanian kimia ke organik. e. Secara umum LBKUB juga ikut andil mengembalikan kehidupan ekonomi dan pertanian masyarakat pengungsi secara normal, meski dalam porsi yang sangat kecil.
4.
Pemulihan bersih
5.
sanitasi
air Diperbaikinya sumber air dan pipa-pipa saluran air di Dusun Bangunsari, Desa Klakah. Sehingga 36 KK yang ada di wilayah tersebut kembali bisa mendapatkan akses air bersih.
Pemulihan mental melalui a. Kegiatan trauma healing berupa nonton bareng dan jagongan yang diadakan di desa sedikit banyak dapat menghibur masyarakat desa. trauma healing b. LBKUB juga melakukan kegiatan di trauma healing dan pelatihan kebencanaan kepada anak-anak di SDN 1 dan 2 Klakah, sehingga siswa merasa terhibur dengan kegiatan tersebut. c. LBKUB juga menyalurkan bantuan alat tulis kepada siswa-siswa di kedua SD tersebut. Hal ini tentunya dapat menghibur dan sedikit mengurangi beban orang tua mereka.
173
6.
Pemulihan kesehatan
Sumber: Data Primer diolah 2011
Masyarakat Desa Klakah mendapatkan pelayanan pengobatan gratis.
174 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Pembahasan Bencana meletusnya Gunung Merapi menimbulkan penderitaan bagi masyarakat di sekitar kaki gunung. Kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan akibat erupsi Gunung Merapi hampir terjadi pada semua sektor kehidupan masyarakat. Selain menimbulkan korban jiwa, penduduk sekitarnya juga menanggung kerugian yang cukup besar dan harus menderita karenanya. Salah satu dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 adalah pengungsian. Masyarakat yang berada di daerah bahaya Merapi harus mengungsi untuk menyelamatkan diri dan mencegah jatuhnya korban jiwa. Sebagaimana telah dijelaskan di awal bahwasanya fenomena pengungsi hampir pasti akan selalu diikuti oleh munculnya permasalahanpermasalahan yang berkaitan dengan pengungsi itu juga. Diperlukan strategi yang cepat
dan tepat
dalam penanganan
permasalahan-permasalahan
yang
terkait
pengungsi dengan
tersebut,
pengungsi
agar dapat
ditanggulangi serta dampak-dampak negatif yang ditimbulkannya dapat diminimalisir. Mulai dari evakuasi penduduk di lokasi terjadinya bencana, penampungan pengungsi di lokasi-lokasi pengungsian yang aman dari dampak bencana, pengurusan pengungsi dan pemenuhan kebutuhan pengungsi selama berada di pos-pos pengungsian, sampai pada upaya pemulangan pengungsi kembali ke tempat asalnya termasuk juga upaya recovery yang tidak hanya meliputi persoalan fisik seperti sarana dan prasarana yang mungkin terjadi kerusakan akibat bencana, namun juga perbaikan secara non-fisik yaitu terhadap mental para pengungsi yang seringkali timbul trauma setelah bencana. Berdasarkan
hasil
penelitian,
ternyata
penanganan
pengungsi
dilakukan tidak hanya pada saat terjadi bencana dan setelah terjadi bencana saja. Melainkan, penanganan pengungsi dilakukan juga dilakukan sebelum bencana terjadi. Dalam Keputusan Bupati Boyolali Nomor 252 Tahun 2005 tentang Pembentukan Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (SATLAK PBP) Kabupaten Boyolali, disebutkan mengenai penanganan pengungsi adalah upaya pelayanan dan perlindungan commit user akibat bencana alam dan konflik kemanusiaan terhadap pengungsi yangtotimbul
175 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sosial maupun konflik politik meliputi kegiatan pencegahan, tanggap darurat, penampungan, pemindahan, dan pengembalian/relokasi pengungsi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan penanganan pengungsi meliputi tiga periode waktu yaitu: masa sebelum terjadinya bencana (pra bencana), masa saat terjadinya bencana (tanggap darurat), dan masa pemulihan saat bencana telah selesai terjadi (pasca bencana). Berdasarkan atas keprihatinan dari pengalaman LBKUB saat melakukan kegiatan tanggap darurat pada saat bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2006 silam. Bahwa LBKUB melihat tidak adanya kesiapan dari pihak Pemerintah Desa Klakah terkait dengan bencana yang terjadi pada waktu itu. Dulu penanganan bencana itu masih dilakukan oleh pemerintah daerah dengan melakukan kegiatan simulasi, namun tidak ada kegiatan pemberdayaan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. Berawal dari itu kemudian LBKUB berusaha mencari strategi pemberdayaan di tingkat masyarakat. Hingga akhirnya LBKUB masuk dengan sebuah program bernama Community Base Disaster Risk Management (CBDRM). Istilah CBDRM memiliki ragam pengertian, akarnya dapat ditarik pada definisi pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat yang dipopulerkan beberapa dekade silam (Lassa dkk dalam Nakmofa dan Lassa, 2009: 2). Di Indonesia program tersebut lebih dikenal dengan sebutan Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) atau Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Masyarakat (PRBBM). PRBBK merupakan upaya ―pemberdayaan komunitas agar dapat mengelolah bencana dengan tingkat keterlibatan pihak/kelompok masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan sumber daya lokal dalam kegiatan implementasi oleh masyarakat sendiri‖ (ADPC 2003, Abarquez & Murshed 2004, Lassa dkk, dalam Nakmofa dan Lassa 2009: 2). Bila
diringkaskan,
PRBBK
adalah
sebuah
pendekatan
yang
―mendorong komunitas akar rumput dalam mengelola risiko bencana lokal setempat‖. Upaya tersebut memerlukan serangkaian upaya dalam melakukan interpretasi sendiri atas ancaman dan risiko bencana yang dihadapinya, seperti: 1. Melakukan prioritas penanganan/pengurangan risiko bencana yang dihadapinya.
commit to user
176 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Mengurangi serta memantau dan mengevaluasi kinerjanya sendiri dalam upaya pengurangan bencana (Lassa dkk dalam Nakmofa dan Lassa 2009: 2). Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa melalui program CBDRM atau PRBBK, masyarakat diharapkan dapat terlibat atau difasilitasi untuk terlibat aktif dalam pengelolaan risiko bencana (perencanaan,
implementasi,
pengawasan,
evaluasi).
Makna
berbasis
komunitas diperluas, meliputi makna partisipasi penuh. Partisipasi penuh mengandaikan partisipasi pihak rentan baik laki-laki dan perempuan, anakanak, lansia, cacat, ras marginal, dll. Artinya sama dengan ―bottom up‖ bukan ―top down‖, partisipasi penuh, akses, dan kontrol terhadap sistem penanganan bencana yang sudah/sedang/akan dibangun. Pada akhirnya konsep ―dari, oleh, dan untuk‖ masyarakat dalam keseluruhan proses pengelolaan bencana akan terbangun. Secara umum tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan kapasitas masyarakat di wilayah erupsi Merapi dalam rangka penanganan bencana dan pengurangan resiko bencana. Melalui strategi ini nantinya jika terjadi bencana, masyarakat akan memiliki kesiapsiagaan dan mampu melakukan penanganan terhadap diri mereka sendiri. Program ini dilakukan di Desa Klakah sejak tahun 2008. Ketika bencana erupsi Gunung Merapi kembali terjadi pada tahun 2010, salah satu output dari program tersebut yakni dibentuknya Tim Siaga Desa Klakah dalam hal ini SIGAB mampu melaksanakan tugasnya sebagai sebuah kelompok siaga desa dengan baik. Dan itu adalah sebuah pencapaian yang sangat signifikan. Dengan kata lain, adanya tim siaga desa yang mampu bekerja melaksanakan tugasnya dalam penanganan bencana adalah sebuah hasil dari strategi yang diterapkan oleh LBKUB dalam penanganan pengungsi sebelum bencana erupsi Gunung Merapi terjadi tahun 2010. Kemudian saat bencana erupsi Gunung Merapi terjadi pada tahun 2010, LBKUB kembali melakukan penanganan terhadap para pengungsi yang berasal dari desa-desa binaannya. Salahtosatunya commit user adalah pengungsi yang berasal dari Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. LBKUB menjalankan
177 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
strateginya dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Dalam strategi penanganan pengungsi tersebut, LBKUB melakukan tindakantindakan atau program-program yang untuk penanganan terhadap para pengungsi yang bertujuan agar para pengungsi selamat, terlindungi, terurus, dan terpenuhi kebutuhan dasarnya sampai nantinya mereka kembali ke tempat tinggalnya. Selanjutnya, LBKUB kembali melakukan tindakan sebagai bagian dari strategi penanganan pengungsi setelah bencana erupsi Gunung Merapi. Setelah erupsi Gunung Merapi berakhir dan para pengungsi kembali ke tempat tinggalnya, permasalahan tidak lantas berhenti. Para pengungsi kembali dihadapkan pada persoalan bagaimana mereka akan memulai kembali kehidupannya sedangkan tidak sedikit dari mereka yang rumahnya rusak, lahan pertanian mereka rusak, modal untuk kembali aktivitas pertanian tidak ada, sanitasi air bersih rusak, serta beberapa sarana dan prasarana umum di sekitar tempat tinggal mereka juga ada yang rusak. Selain itu, trauma dan ketakutan akan bencana yang pernah menimpa mereka masih juga dialami oleh masyarakat Desa Klakah. Tujuan dari strategi ini adalah sebagai motor untuk mengembalikan pengungsi kepada kehidupan kesehariannya secara normal. Sebagaimana juga dituliskan dalam Philipepe Re‘gnier Centre of Asian Studies (2008), bahwa pasca bencana tsunami di Aceh (Indonesia) dan Tamil Nadu (India) perlu dilakukan sebuah program pemulihan mata pencaharian melalui rehabilitasi
ekonomi
dengan
kegiatan
mikroentrepreneurship
yang
menghasilkan lapangan kerja dan pendapatan di antara populasi yang terkena dampak dengan tujuan untuk dapat menggerakkan kembali roda perekonomian masyarakat serta mengembalikan kehidupan masyarakat setempat seperti semula. Berdasarkan uraian hasil penelitian di atas dapat ditarik sebuah kajian tentang Strategi Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali terdiri dari strategi penanganan pengungsi yang meliputi masa sebelum bencana, saat bencana, dan masa setelah bencana, kendala internal dan kendala commit to user eksternal yang muncul pada saat
perpustakaan.uns.ac.id
178 digilib.uns.ac.id
strategi tersebut dilaksanakan, serta hasil yang timbul setelah strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi tersebut dilakukan. Teori yang digunakan sebagai landasan kajian penelitian ini adalah teori aksi yang dikemukakan oleh Talcott Parsons. Menurut Parsons komponen-komponen dasar dari satuan tindakan adalah tujuan, alat, kondisi, dan norma. Alat dan kondisi berbeda dalam hal di mana orang yang bertindak itu mampu menggunakan alat dalam usahanya mencapai tujuan. Kondisi merupakan aspek yang tidak bisa dikontrol oleh orang yang bertindak itu. Menururt Teori Aksi yang dikemukakan oleh Hinkle dalam Ritzer yang merujuk pada karya Mac Iver, Znaniecki, dan Parsons bahwa tindakan manusia (baik individu maupun kelompok) yang merupakan aktor muncul sebagai kesadaran sendiri sebagai subjek dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek. Sebagai subjek aktor bertindak dan berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Dalam bertindak, manusia sebagai aktor menggunakan cara, teknik, prosedur, metode, serta perangkat yang diperkirakan cocok untuk mencapai tujuan tersebut. Manusia memilih, menilai, dan mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang, dan yang telah dilakukannya. Istilah aktor dalam tulisan ini diartikan sebagai sekelompok orang yang tergabung dalam LSM Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB). Jadi LBKUB berpartisipasi dalam kegiatan penanganan pengungsi terhadap korban erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali dilandasi oleh rasa kemanusiaan serta rasa ingin membantu sesama yaitu dengan melakukan penanganan terhadap para pengungsi. Hal tersebut sama seperti yang disebutkan oleh Parsons dalam Teori aksinya, di mana Parsons banyak menggunakan kerangka alat-tujuan (meansends framework). Inti pemikiran Parsons adalah bahwa tindakan itu diarahkan pada tujuannya (atau memiliki suatu tujuan). Kedua, tindakan terjadi dalam suatu situasi, di mana beberapa elemennya sudah pasti sedangkan elemenelemen lainnya digunakan oleh yang bertindak dalam hal ini aktor itu sebagai alat menuju tujuan itu. Dan yang ketiga adalah secara normatif tindakan tersebut diatur sehubungan dengan alat dan tujuan. Singkatnya, commitpenentuan to user tindakan tersebut dilihat sebagai satuan kenyataan sosial yang paling kecil dan
179 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan paling fundamental. Komponen-komponen dasar dari satuan tindakan adalah tujuan, alat, kondisi, dan norma. Alat dan kondisi berbeda dalam hal di mana orang bertindak itu mampu menggunakan alat dalam usahanya mencapai tujuan. Sedangkan kondisi merupakan aspek situasi yang tidak dapat dikontrol oleh aktor yang bertindak itu. Jika dikaitkan dengan hasil penelitian ini, kaitannya dengan strategi penanganan pengungsi maka LBKUB merupakan aktor dalam kegiatan penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi dilaksanakan pada tiga masa bencana, yaitu sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana. Setiap strategi penanganan pengungsi yang diselenggarakan di setiap masa bencana diarahkan pada tujuan yang hendak dicapai pada masing-masing tahap bencana. Strategi dalam penanganan pengungsi pada masa sebelum bencana diarahkan pada tujuannya untuk melakukan upaya mitigasi atau pengurangan resiko bencana. Hal ini dapat dilihat dari diselenggarakannya sebuah program oleh LBKUB yang diberi nama Community Base Disaster Risk Management (CBDRM). Istilah CBDRM memiliki ragam pengertian, akarnya dapat ditarik pada definisi pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat yang dipopulerkan beberapa dekade silam (Lassa dkk dalam Nakmofa dan Lassa, 2009: 2). Di Indonesia program tersebut lebih dikenal dengan sebutan Pengurangan
Resiko
Bencana
Berbasis
Komunitas
(PRBBK)
atau
Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Masyarakat (PRBBM). PRBBK merupakan upaya ―pemberdayaan komunitas agar dapat mengelolah bencana dengan tingkat keterlibatan pihak/kelompok masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan sumber daya lokal dalam kegiatan implementasi oleh masyarakat sendiri‖ (ADPC 2003, Abarquez & Murshed 2004, Lassa dkk, dalam Nakmofa dan Lassa 2009: 2). Bermula dari rasa keprihatinan dari pengalaman LBKUB saat melakukan kegiatan tanggap darurat pada saat bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2006 silam. Bahwa LBKUB melihat tidak adanya kesiapan dari pihak Pemerintah Desa Klakahcommit terkait to dengan user bencana yang terjadi pada waktu itu. Dulu penanganan bencana itu masih dilakukan oleh pemerintah daerah
perpustakaan.uns.ac.id
180 digilib.uns.ac.id
dengan melakukan kegiatan simulasi, namun tidak ada kegiatan pemberdayaan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat. Berawal dari itu kemudian LBKUB berusaha mencari strategi pemberdayaan di tingkat masyarakat, hingga akhirnya diselenggarakanlah program tersebut. Program CBDRM digunakan oleh LBKUB sebagai alat untuk mencapai tujuan pada masa sebelum bencana yaitu untuk menjadikan masyarakat Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali menjadi masyarakat yang tangguh dan siap dalam menghadapi bencana khususnya bencana erupsi Gunung Merapi. Hal-hal yang dilakukan oleh LBKUB sebagai bagian dari program CBDRM antara lain adalah dengan melakukan sosialisasi program, assasment/pemetaan oleh internal LBKUB, lokakarya masyarakat dan LSM untuk desain program, Participatory Rural Appraisal (PRA) atau pemetaan bersama masyarakat, pembentukan tim siaga desa, dan peningkatan kapasitas masyarakat melalui berbagai pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan resiko bencana. Strategi penanganan pengungsi juga dilakukan pada saat terjadi bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Tujuan dari pelaksanaan strategi pada masa ini adalah untuk menyelamatkan, melindungi, dan mengurusi para pengungsi utamanya pengungsi dari Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali agar tidak terlantar. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, LBKUB menyelenggarakan beberapa program atau kegiatan seperti evakuasi penduduk, pendirian posko tanggap darurat, penerimaan dan pendistribusian logistik, pelayanan dapur umum, pelayanan kesehatan, pelayanan trauma healing dan psiko-sosial, pelayanan posko hewan ternak. Sedangkan strategi penanganan pengungsi setelah bencana bertujuan untuk mengembalikan kehidupan para pengungsi ke kehidupan normal. Sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut LBKUB melaksanakan beberapa program seperti Rapid Rural Assasment (RRA), pembersihan dan perbaikan prasarana dasar, pemulihan ekonomi dan pertanian, perbaikan sanitasi air bersih, pemulihan mental melalui trauma healing dan psiko-sosial, serta pemulihan kesehatan. Strategi penanganan pengungsi yang diselenggarakan oleh LBKUB memiliki tujuan di setiap masa bencana. Mulai dari sebelum bencana, saat commit to user bencana, sampai pada masa setelah bencana selesai. Dalam usahanya mencapai
181 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tujuan-tujuan tersebut, LBKUB sebagai aktor menerapkan beberapa program yang digunakan sebagai alat dan cara untuk mencapai tujuan-tujuan dari setiap masa bencana tadi. Sebagai sebuah organisasi yang telah berpengalaman dalam persoalan penanganan bencana dan pengungsi, LBKUB menggunakan teknik dan strategi tersendiri. Dalam melaksanakan setiap tindakan penanganan pengungsi tersebut, LBKUB senantiasa berpedoman dan berpijak pada norma maupun peraturan yang ada. Dalam menentukan setiap tindakan penanganan pengungsi LBKUB menggunakan undang-undang dan pedoman-pedoman lain tentang penanganan pengungsi sebagai dasar pijakan dan pedoman untuk menentukan setiap langkah. Adapun aturan yang dijadikan pedoman oleh LBKUB antara lain adalah Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Rencana Kontigensi Desa Klakah yang disusun bersama masyarakat dan pemerintah Desa Klakah, Standart Sphere, serta aturan-aturan lain yang berkaitan dengan kegiatan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi. LBKUB juga tetap berpijak pada norma-norma setempat. Hal ini nampak pada saat penyusunan Rencana Kontigensi Desa Klakah bersama masyarakat dan pemerintah desa. Contohnya terdapat poin di mana dikatakan bahwa pada saat melakukan evakuasi, dipergunakan sirine dan alat bantu peringatan lainnya selain kenthongan untuk memberikan peringatan kepada masyarakat. Hal tersebut tidak terlepas dari adanya mitos dan adat dari masyarakat setempat bahwa tidak diperkenankan menggunakan kenthongan sebagai alat peringatan. Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa dalam melakukan tindakan dalam rangka usahanya mencapai tujuan penanganan pengungsi, LBKUB tetap berpijak pada aturan dan norma-norma yang berlaku di daerah setempat. Dalam usahanya untuk mencapai tujuan dari penanganan pengungsi, seringkali LBKUB juga berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakan dalam mencapai tujuan dari penanganan pengungsi itu sendiri. Kendala tersebut berupa situasi dan kondisi yang kemudian menghambat
proses
pencapaian tujuan commit to user tadi.
Misalnya,
pada
saat
penyelenggaraan strategi penanganan pengungsi pada masa sebelum bencana
perpustakaan.uns.ac.id
182 digilib.uns.ac.id
kendala yang muncul diantaranya adalah (a). Lokasi dampingan telah menjadi isu nasional dan internasional, sehingga telah banyak lembaga donor nasional dan internasional yang masuk dengan programnya masing-masing; (b) Keterbatasan sumberdaya manusia; (c) Masih rendahnya kapasitas staf dalam kerja-kerja pendampingan pengurangan resiko bencana; (d) Faktor ancaman yang dinamis dan anggapan tidak menguntungkan bagi masyarakat (cari untung); (e) Memadukan berbagai pemahaman, teknis-budaya, gerakan-proyek; (f) Banyak pihak yang memandang lucu; (g) Sebagai ilmu baru membangun gerakan lebih sulit ketimbang membangun secara fisik; (h) Medan dampingan cukup sulit dijangkau dengan sarana transportasi; (i) Komunikasi sulit. Pada saat penyelenggaraan strategi penanganan pengungsi ketika bencana terjadi, kendala yang muncul antara lain seperti adanya penduduk yang menolak mengungsi karena alasan mitos, keterbatasan alat dan personel lapangan, keterbatasan tempat untuk penampungan pengungsi dan logistik, serta kendala lingkungan dapur umum yang berada di sekitar peternakan sehingga mengganggu proses produksi pangan. Sedangkan kendala pada pelaksanaan strategi penanganan pengungsi setelah bencana, seperti kurangnya personel lapangan yang ahli, bencana yang masih berlangsung sukar untuk diprediksi, minat para petani yang kurang terhadap program pertanian organik yang dibawa oleh LBKUB, serta adanya pencurian terhadap pipa-pipa saluran air yang telah dibangun oleh LBKUB bersama masyarakat. Dari beberapa kendala yang muncul dalam strategi penanganan pengungsi oleh LBKUB, yang menjadi kendala terbesar adalah bencana erupsi Gunung Merapi itu sendiri. Letusan Merapi yang sukar diprediksi menjadi ancaman sewaktu-waktu bagi masyarakat dan Tim LBKUB pada saat sebelum bencana. Kemudian terjadinya letusan besar setelah sebelumnya sempat mereda menimbulkan kepanikan dan hambatan baru bagi LBKUB yang pada saat itu sedang melakukan kegiatan tanggap darurat. Hal tersebut tentunya berada diluar perkiraan dari LBKUB sebelumnya, di mana rencana yang sebelumnya disusun ternyata tidak dipersiapkan untuk menghadapi bencana yang demikian besar. Sulit diprediksinya letusan Merapi juga menjadi kendala pada saat tahap pemulihan, di mana banjir lahar dingin seringkali mengganggu commit to user proses pemulihan pasca bencana yang diselenggarakan LBKUB.
perpustakaan.uns.ac.id
183 digilib.uns.ac.id
Kondisi-kondisi seperti yang diuraikan di atas menggambarkan bahwa dalam strategi penanganan pengungsinya, LBKUB berhadapan pada sejumlah kondisi situasional yang kemudian membatasi tindakannya dalam mencapai apa yang menjadi tujuan strategi penanganan pengungsi. Seperti dijelaskan oleh Parsons bahwa kendala-kendala tersebut berupa kondisi dan situasi, yang sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan oleh aktor. Misalnya bencana erupsi Gunung Merapi itu sendiri. Memang tidak dapat dibantah bahwa bencana berada di luar kendali manusia, termasuk bencana erupsi Gunung Merapi pada saat itu yang notabene terbilang sangat besar. Akan tetapi, meski LBKUB dihadapkan pada sejumlah kendalakendala yang demikian, LBKUB memiliki sesuatu di dalam dirinya yaitu berupa kemauan bebas untuk menentukan alternatif cara untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapinya tersebut. Kemampuan inilah yang disebut Parsons sebagai voluntarism. Singkatnya, voluntarism adalah kemampuan individu melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka mencapai tujuannya. Aktor menurut konsep voluntarisme adalah pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai kemampuan untuk menilai dan memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak memiliki kebebasan total, namun ia mempunyai kemauan bebas dalam memilih berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi, dan norma serta situasi penting lainnya kesemuanya membatasi kebebasan aktor. Tetapi di samping itu, aktor adalah manusia yang aktif, kreatif, dan evaluatif. Kesimpulan utama yang diambil adalah bahwa tindakan sosial merupakan suatu proses di mana aktor terlibat dalam pengambilan keputusankeputusan subyektif tentang sarana dan cara untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dipilih, yang kesemuanya itu dibatasi kemungknan-kemungkinannya oleh sistem kebudayaan dalam bentuk norma-norma, ide-ede, dan nilai-nilai sosial. Di dalam menghadapi situasi yang bersidat kendala baginya, aktor mempunyai sesuatu dalam diriya berupa kemauan bebas. (Ritzer, 2004: 49-50) Menurut Parsons dalam Ritzer, aktor mengejar tujuan dalam situasi di mana norma-norma mengarahkannya dalam commit to user memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan. Norma-norma itu tidak menetapkan pilihannya
perpustakaan.uns.ac.id
184 digilib.uns.ac.id
terhadap cara atau alat. Tetapi ditentukan oleh kemampuan aktor untuk memilih (Parsons dalam Ritzer; 49). Dalam strategi penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi, LBKUB memiliki kemampuan untuk memilih dan menentukan alternatif, cara, alat, dan teknik yang kaitannya dengan kegiatan penanganan pengungsi, untuk dapat mencapai apa yang menjadi tujuan-tujuan dari strategi penanganan pengungsi itu sendiri. Komponen-komponen dasar dari satuan tindakan seperti yang diungkapkan oleh Parsons berupa tujuan, alat, kondisi, dan norma terlihat dari apa yang dilakukan oleh LBKUB dalam strategi penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klaka, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Jika ditarik kesimpulan secara umum mengenai strategi penanganan pengungsi, berdasarkan inti pemikiran Parsons mengenai Teori Aksi, maka dapat dikatakan bahwa strategi LBKUB dalam penanganan penggungsi erupsi Gunung Merapi di Desa Klakah merupakan suatu tindakan sosial yang mana tindakan tersebut merupakan peran serta LBKUB dalam upaya penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi guna memperkecil resiko dan dampak yang ditimbulkan ketika terjadi bencana. LBKUB dipandang sebagai aktor dalam penanganan pengungsi di Desa Klakah. Seperti yang telah dijelaskan bahwa strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu masa sebelum bencana, masa saat bencana, dan masa setelah bencana. Sebagai aktor penanganan pengungsi, LBKUB memiliki tujuantujuan yang hendak di capai dalam setiap masa penanganan pengungsi. Kemudian untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut LBKUB menggunakan cara, alat, dan teknik penanganan pengungsi serta berpedoman pada aturan, norma, dan budaya yang ada. Ketika melaksanakan aksinya memberi penanganan terhadap para pengungsi, seringkali LBKUB berhadapan dengan sejumlah kendala yang muncul dalam setiap masa penanganan pengungsi. Kendala-kendala itulah yang yang kemudian menghambat upaya pencapaian tujuan tadi. Dengan menggunakan alternatif cara, alat, dan teknik yang dimiliki oleh LBKUB secara maksimal, kendala-kendala yang muncul tadi kemudian dapat di atasi. commit to user Namun tidak semua kendala dapat dikendalikan, seperti misalnya kendala alam
185 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yaitu volume letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 yang sangat besar dan di luar perkiraan. Terlepas dari itu, pada akhirnya apa yang menjadi tujuan dari strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali meliputi masa sebelum bencana, masa saat bencana, dan masa setelah bencana dapat tercapai dengan baik. Apa yang dilakukan LBKUB adalah sebuah kerelaan dari mereka dalam rangka melakukan kerja kemanusiaan. Di mana hal tersebut merupakan roh berdirinya LBKUB.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penanganan pengungsi adalah upaya pelayanan dan perlindungan kemanusiaan terhadap pengungsi yang timbul akibat bencana dan konflik baik sosial maupun politik meliputi kegiatan pencegahan, tanggap darurat, penampungan, pemindahan, dan pengembalian/relokasi pengungsi. Dengan kata lain bahwa penyelenggaraan penanganan pengungsi meliputi tiga periode waktu yaitu: masa sebelum terjadinya bencana (pra bencana), masa saat terjadinya bencana (tanggap darurat), dan masa pemulihan saat bencana telah selesai terjadi (pasca bencana). LBKUB adalah salah satu dari banyak lembaga selain pemerintah yang ikut andil dalam kegiatan penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi, di Desa Klakah. Desa Klakah adalah satu daerah di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali yang berada daam KRB Gunung Merapi dan pada letusan Merapi tahun 2010 lalu, sekitar 2.827 orang di Desa Klakah mengungsi meninggalkan desa. Secara umum strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali diselenggarakan dalam tiga masa bencana, yaitu:
commit to user 186
187 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Sebelum Bencana (Pra-Bencana) Dilatar
belakangi
ketidaksiapan
masyarakat
Klakah
saat
menghadapi bencana erupsi Gunung Merapi yang terjadi tahun 2006 silam. LBKUB masuk ke Desa Klakah pada tahun 2008 dengan mengusung misi kemanusiaan dan membawa program Pengurangan Resiko Bencana (PRB) yang berbasis masyarakat. Secara umum tujuan program tersebut adalah untuk menjadikan masyarakat Klakah menjadi masyarakat yang tangguh dalam menghadapi bencana khususnya erupsi Gunung Merapi. Hal-hal yang dilakukan oleh LBKUB antara lain: (a) Sosialisai program kepada stakeholders; (b) Assasment/pemetaan oleh internal LBKUB; (c) Lokakarya LSM dan masyarakat untuk desain program; (d) Participatory Rural Appraisal (PRA) atau pemetaan bersama masyarakat; (f) Pembentukan tim siaga desa; (g) Peningkatan kapasitas masyarakat melalui berbagai pendidikan dan pelatihan tentang PRB. Dalam pelaksanaan strategi penanganan pengungsi saat sebelum bencana ini, muncul beberapa kendala yang menghambat jalannya strategi tersebut. Adapun kendala yang muncul adalah: (a). Lokasi dampingan telah menjadi isu nasional dan internasional, sehingga telah banyak lembaga donor nasional dan internasional yang masuk dengan programnya masing-masing; (b) Keterbatasan sumberdaya manusia; (c) Masih rendahnya kapasitas staf dalam kerja-kerja pendampingan pengurangan resiko bencana; (d) Faktor ancaman yang dinamis dan anggapan tidak menguntungkan bagi masyarakat (cari untung); (e) Memadukan berbagai pemahaman, teknis-budaya, gerakan-proyek; (f) Banyak pihak yang commit to user memandang lucu; (g) Sebagai ilmu baru membangun gerakan lebih sulit
perpustakaan.uns.ac.id
188 digilib.uns.ac.id
ketimbang membangun secara fisik; (h) Medan dampingan cukup sulit dijangkau dengan sarana transportasi; (i) Komunikasi sulit dikarenakan Desa berada dari puncak Merapi + 4km. Terlepas dari kendala yang dihadapi, strategi penanganan pengungsi yang diusung oleh LBKUB dapat dikatakan berhasil. Secara umum hasilnya adalah: (a) Masyarakat Desa Klakah meningkat kapasitasnya dalam mengantisipasi, merespon dan terlibat dalam bencana alam maupun karena buatan manusia; (b) Masyarakat Desa Klakah punya kapasitas untuk menjaga dan membangun aset sosial dan aset produksi serta penghidupannya; (c) Masyarakat Desa Klakah punya akses terhadap bantuan PRB baik dari pemerintah maupun LSM baik nasional maupun internasional serta punya suara dalam menentukan kebutuhan PRB. Hasil lain yang lebih riil adalah terbentuknya SIGAB sebagai tim siaga Desa Klakah yang kemudian mampu menjalankan fungsinya pada saat terjadi erupsi pada tahun 2010.
2. Saat Bencana (Tanggap Darurat) Pada saat Gunung Merapi meletus pada tahun 2010. LBKUB kembali masuk ke Desa Klakah untuk melakukan strategi penanganan pengungsi pada saat bencana. Tujuan dari strategi LBUKB ini adalah menyelamatkan, melindungi, dan mengurusi para pengungsi erupsi Gunung Merapi agar tidak terlantar. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, LBKUB mencoba menerapkan strateginya dalam penanganan pengungsi pada masa tanggap darurat yang strategi itu diwujudkan dengan commit to user melakukan beberapa tindakan atau program antara lain:
189 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Evakuasi penduduk di wilayah bencana. Pada saat evakuasi, kendala internalnya yaitu tidak adanya HT dan kurangnya personel lapangan. Sedangkan kendala eksternalnya yaitu ada masyarakat yang menolak mengungsi karena alasan mitos dan harta benda/ternak serta ada pengungsi yang tidak mengikuti aturan yang telah disepakati. Meski begitu, pada akhirnya penduduk di wilayah bencana dapat dievakuasi ke tempat aman dan jatuhnya korban akibat erupsi Gunung Merapi dapat dihindari. b. Pendirian posko tanggap darurat. LBKUB mendirikan 2 posko di seketariat LBKUB dan di Desa Jrakah. Kedua posko ini mampu menangani seluruh pengungsi yang jadi
tanggung
jawab
LBKUB.
Kendala
internalnya
adalah
keterbatasan tempat untuk pendirian posko dan di posko yang telah tersedia jumlah MCK dan sumber bersihnya tidak seimbang dengan jumlah pengungsi yang ada. Kendala eksernalnya yaitu letusan besar pada 3-5 November 2010 sehingga posko II di Jrakah ditutup dan seluruh kegiatan bertumpu di posko I. c. Penerimaan dan pendistribusian logistik. LBKUB menerima bantuan dari 300 lebih donatur dengan jumlah hampir mencapai 2 milyar dan kebutuhan dasar para pengungsi tercukupi sampai bencana selesai. Kendala internal yang dihadapi yaitu terbatasnya tempat untuk menampung logistik dan kurangnya personel untuk mengelolanya. Kendala eksternalnya adalah lokasi pengungsi yang berpencar-pencar sehingga tim kesulitan pada saat commit to user pendistribusian bantuan.
190 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Pelayanan dapur umum. Dapur umum di posko LBKUB mampu memproduksi lebih dari 2.500 nasi bungkus untuk makan para pengungsi sehingga dari segi pangan para pengungsi tercukupi. Kendala yang ada hanya kendala eksternal yakni dibubarkannya posko II di Jrakah sehingga produksi pangan untuk pengungsi juga ikut terganggu dan produksi pangan di posko I terganggu oleh banyaknya lalat. e. Pelayanan kesehatan. LBKUB
bekerja
sama
dengan
beberapa
pihak
untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan, sehingga kondisi kesehatan para pengungsi dapat terpantau dan permasalahan kesehatan pengungsi tertangani. Relatif tidak ada kendala yang menghambat layanan kesehatan. f. Pelayanan trauma healing dan psiko-sosial. Pelayanan trauma healing yang dilakukan oleh relawan di LBKUB melalui berbagai kegiatan seperti permainan anak, nonton film, teater, dan demo memasak untuk ibu-ibu pengungsi. Layanan trauma healing ini sedikit banyak dapat membantu menghibur para pengungsi khusunya anak-anak. Pada saat layanan trauma healing relatif tidak ada kendala yang muncul. g. Pelayanan posko hewan ternak. Dengan adanya posko hewan ternak hewan ternak milik para pengungsi dapat tertampung dan terawat, sehingga para pengugsi pun bisa tenang dan tidak lagi nekat pulang untuk sekedar merawat commit to user ternaknya. Relatif tidak ada kendala di posko hewan ternak.
191 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Setelah Bencana (Pasca Bencana) Strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi
juga
dilakukan
pasca
erupsi
berakhir.
Dalam
rangka
mengembalikan kehidupan para pengungsi ke kehidupan normal, strategi LBKUB dilaksanakan melalui beberapa program, diantaranya: a. Rapi Rural Assasment (RRA). Sebelum pengungsi kembali ke desanya, LBKUB beserta tim siaga desa melakukan kaji cepat atau pendataan terhadap kerusakankerusakan yang ada di desa. Selanjutnya data tersebut akan digunakan sebagai pedoman untuk kegiatan penanganan pengungsi pasca bencana. Hasilnya yaitu, kerusakan yang ada di desa dapat terpetakan. Kendala yang muncul antara lain, kendala internal yaitu kurangnya personel yang ahli dalam bidang RRA. Kendala eksternalnya adalah bencana kerja tim tidak maskimal karena RRA dilakukan dalam masa bencana sehingga mereka masih selalu was-was dan karena bencana masih berlangsung maka data pun dapat berubah sewaktu-waktu. b. Pembersihan dan perbaikan prasarana dasar. Untuk
menyambut
kembalinya
pengungsi
ke
desa,
LBKUB
mengkoordinir masyarakat untuk melakukan pembersihan terhadap sarana dan prasana dasar yang ada di Desa Klakah meliputi jalan, masjid, kantor kepala desa, sekolah, dll. Dalam kegiatan ini relatif tidak ada kendala yang muncul baik internal maupun eksternal. c. Pemulihan ekonomi dan pertanian. Sekembalinya pengungsi ke desa, mereka tidak bisa langsung commit to user menjalani aktivitas rutin mereka seperti biasa. Mereka juga tidak
perpustakaan.uns.ac.id
192 digilib.uns.ac.id
memiliki modal untuk hidup dan kembali memulai pekerjaan mereka sebagai petani. Oleh karena itu, kemudian LBKUB menyalurkan bantuan sembako kepada masyarakat Klakah sebagai bekal untuk menyambung hidup mereka. LBKUB juga memberikan bantuan bibit serta membantu mengawal permohonan bantuan modal pertanian dari kelompok tani ke pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Selain itu, LBKUB juga memperkenalkan dan memberi pelatihan tentang pertanian organik kepada sekelompok petani. Kendala yang yang muncul antara lain, bantuan bibit yang diberikan LBKUB tidak sesuai dengan yang biasa petani tanam, sulit untuk mengubah pandangan petani yang terbiasa dengan kimia ke organik, para petani sibuk dengan kegiatan kesehariannya sehingga tidak ada waktu untuk merawat demplot sebagai lahan praktek bertani organik, dan muncul penawaran-penawaran kecil dari para petani ketika akan memulai pertanian organik. Walau begitu, secara umum LBKUB ikut andil dalam mengembalikan kehidupan ekonomi dan pertanian masyarakat Klakah meski dalam kadar yang sangat kecil. d. Pemulihan sanitasi air bersih. LBKUB membantu memperbaiki sumber air bersih dan pipa saluran air di Dusun Bangunsari, Desa Klakah. Sehingga 36 KK di wilayah tersebut kembali bisa mendapatkan akses air bersih. Kendala yang muncul secara internal adalah keterbatasan sumber dana dan sumber daya yang dimiliki oleh LBKUB sehingga perbaikan hanya dapat dilaksanakan di Dusun Bangunsari saja. Secara eksternal, adanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
193 digilib.uns.ac.id
banjir lahar dingin menghanyutkan pipa-pipa dan menutup sumber air. Selain itu, adanya pencurian terhadap pipa-pipa air. e. Pemulihan mental melalui trauma healing dan psiko-sosial. Pasca erupsi, LBKUB masih juga melakukan kegiatan yang bertujuan menghibur masyarakat seperti nonton bareng dan jagongan. Kegiatan trauma healing juga diadakan di SDN 1 dan 2 Klakah untuk menghibur anak-anak dalam rangka menghilangkan trauma akibat bencana Merapi. Tidak ada kendala yang berarti pada saat pelaksanaan kegiatan. Masyarakat dan anak-anak antusias serta merasa terhibur dengan kegiatan tersebut. f. Pemulihan kesehatan. Pasca erupsi selama beberapa kali LBKUB menggandeng beberapa organisasi menyelenggarakan pengobatan gratis untuk masyarakat di Desa Klakah. Tidak ada kendala yang berarti dalam pelaksanaan pengobatan gratis ini.
B. Implikasi 1. Teoritis Teori yang digunakan sebagai landasan kajian penelitian ini adalah teori aksi yang dikemukakan oleh Talcott Parsons. Aktor mengejar tujuan dalam situasi di mana norma-norma mengarahkannya dalam memilih alternatif cara dan alat untuk mencapai tujuan. Dalam mencapai tujuan tersebut, aktor menggunakan alternatif cara, alat, dan teknik yang dimilikinya serta tetap berpedoman pada norma dan aturan yang ada. Dalam commit to user usaha pencapaian tujuan, aktor seringkali berhadapan dengan sejumlah
perpustakaan.uns.ac.id
194 digilib.uns.ac.id
kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya dalam mencapai tujuannya. Kendala tersebut berupa situasi dan kondisi, sebagian ada yang tidak dapat dikendalikan. Aktor berada di bawah kendali dari nilai-nilai, norma-norma, dan berbagai ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan. Dalam teori aksi ini juga diterangkan mengenai konsepsi Parsons tentang kesukarelaan (voluntarisme). Kerelaan (voluntarisme) merupakan kemampuan individu untuk melakukan tindakan dalam arti menetapkan cara atau alat guna mencapai tujuan dari berbagai alternatif yang tersedia. Dalam perilakunya, individu senantiasa dipengaruhi oleh sejumlah norma dan nilai yang telah dibagi bersama dengan anggota masyarakat lain, akan tetapi tindakan aktualnya akan senantiasa merupakan hasil proses kreatifitas dan kebebasan individu tersebut. Komponen-komponen dasar dari satuan tindakan seperti yang diungkapkan oleh Parsons berupa tujuan, alat, kondisi, dan norma terlihat dari apa yang dilakukan oleh LBKUB dalam strategi penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa strategi LBKUB dalam penanggulangan bencana dan penanganan penggungsi erupsi Gunung Merapi di Desa Klakah merupakan suatu tindakan sosial yang mana tindakan tersebut merupakan peran serta LBKUB dalam upaya penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi guna memperkecil resiko dan dampak yang ditimbulkan ketika terjadi bencana. LBKUB dipandang sebagai aktor commit to user dalam penanganan pengungsi itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan
195 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu masa sebelum bencana, masa saat bencana, dan masa setelah bencana. Sebagai aktor penanganan pengungsi, LBKUB memiliki tujuan-tujuan yang hendak di capai dalam setiap masa penanganan pengungsi. Kemudian untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut LBKUB menggunakan cara, alat, dan teknik penanganan pengungsi serta tetap berpedoman pada norma dan aturan yang ada. Ketika melaksanakan aksinya memberi penanganan terhadap para pengungsi, seringkali LBKUB berhadapan dengan sejumlah kendala yang muncul dalam setiap masa penanganan pengungsi. Kendala-kendala itulah yang yang kemudian menghambat upaya pencapaian tujuan tadi. Dengan menggunakan alternatif cara, alat, dan teknik yang dimiliki oleh LBKUB secara maksimal, kendala-kendala yang muncul tadi kemudian dapat di atasi. Namun tidak semua kendala dapat dikendalikan, seperti misalnya kendala alam yaitu volume letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 yang sangat besar dan di luar perkiraan. Terlepas dari itu, pada akhirnya apa yang menjadi tujuan dari strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali meliputi masa sebelum bencana, masa saat bencana, dan masa setelah bencana dapat tercapai dengan baik. Apa yang dilakukan LBKUB adalah sebuah kerelaan dari mereka dalam rangka melakukan kerja kemanusiaan. Di mana hal tersebut merupakan roh berdirinya LBKUB.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
196 digilib.uns.ac.id
2. Metodologis Penelitian berjudul ―Strategi Lembaga Bhakti Kemanusiaan Umat Beragama (LBKUB) dalam Penanganan Pengungsi Erupsi Gunung Merapi Tahun 2010 di Kabupaten Boyolali‖ ini bersifat deskripstif kualitatif. Melalui metode ini, peneliti bisa mendapatkan gambaran tentang strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Selain itu, peneliti juga dapat mengetahui kendala-kendala apa saja yang muncul serta hasil yang dicapai setelah pelaksanaan strategi tersebut. Teknik pengumpulan data sebagian besar menggunakan observasi dan wawancara mendalam (indepth interview). Di samping itu, peneliti juga menggunakan dokumentasi untuk mendukung data-data primer dalam penelitian ini. Informan dipilih dengan teknik purposive sampling atau sampling bertujuan, yaitu sampel yang ditarik dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan dan maksud penelitian (Moleong, 1998: 165). Seseorang dipilih sebagai sampel karena peneliti menganggap bahwa orang tersebut memiliki informasi yang diperlukan bagi penelitian ini. kemudian informan terpilih tadi diwawancarai untuk mendapatkan data yang diperlukan. Informan dalam penelitian ini adalah staf LBKUB, pengungsi asal Desa Klakah, Kepala Desa Klakah, Ketua Kelompok Tani ―Merapi Subur‖, Ketua Tim Siaga Desa Klakah (SIGAB), Kepala SDN 1 Klakah, dan siswa SDN 1 Klakah. Untuk menganalisa data, penulis menggunakan teknik analisa commit to user model interaktif. Proses ini diawali dengan pengumpulan data melalui
perpustakaan.uns.ac.id
197 digilib.uns.ac.id
wawancara mendalam dan observasi. Data yang dikumpulkan dilapangan selalu berkembang, oleh karena itu penulis menggunakan tingkatan dan menyeleksi data yang diperoleh di lapangan dan diikuti oleh penyusunan data yang berupa uraian-uraian secara sistematis. Setelah pengumpulan data berakhir, kemudian penulis menarik kesimpulan dengan verifikasinya berdasarkan semua informasi yang ada dalam reduksi data dan sajian data. Validitas data menggunakan teknik triangulasi sumber, yang berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dengan cara yaitu membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil pengamatan dan membandingkan data hasil wawancara informan satu dengan informan lainnya. Secara metodologis, hasil penelitian ini dapat mengungkap realitas secara mendalam sehingga memungkinkan member gambaran realitas mengenai strategi LBKB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.
3. Empiris Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010 menimbulkan kerusakan dan berbagai dampak negatif lainnya. Salah satunya adalah timbulnya pengungsian terhadap masyarakat yang berada di KRB Gunung Merapi.
Fenomena pengungsian hampir pasti
selalu diikuti
oleh
permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pengungsi. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk dapat menghindari atau setidaknya mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan. Kegiatan penanganan commit to user
198 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengungsi mutlak diperlukan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan berkaitan dengan pengungsi. Penanganan pengungsi adalah upaya pelayanan dan perlindungan kemanusiaan terhadap pengungsi yang timbul akibat bencana dan konflik baik sosial maupun politik meliputi kegiatan pencegahan, tanggap darurat, penampungan,
pemindahan,
dan
pengembalian/relokasi
pengungsi.
Penanganan pengungsi meliputi tiga masa bencana, yakni masa sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana. Kaitannya dengan bencana erupsi Gunung Merapi tahun 2010, LBKUB melaksanakan strategi penanganan pengungsi di Desa Klakah, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 tidak hanya dilaksanakan pada saat bencana dan setelah bencana erupsi tahun 2010 saja, melainkan strategi yang diterapkan oleh LBKUB juga telah dilaksanakan jauh sebelum erupsi tahun 2010 terjadi. Strategi penanganan pengungsi LBKUB memiliki tujuan yang ingin dicapai dalam setiap masa bencana. LBKUB menyelenggarakan beberapa tindakan dan program sebagai bagian dari strateginya yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan tadi. Namun, dalam usahanya mencapai tujuan tersebut, seringkali muncul kendala baik internal maupun eksternal yang menghambat jalannya strategi. Terlepas dari berbagai kendala yang muncul, strategi LBKUB dalam penanganan pengungsi erupsi Gunung Merapi tahun 2010 dapat dikatakan berhasil dengan baik. Hal ini terlihat dari hasil tindakan dan commit to user
199 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
program yang telah dilakukan serta respon masyarakat yang baik atas strategi tersebut.
C. Saran a. Agar LBKUB mendampingi masyarakat untuk menyusun kembali sebuah rencana kontigensi baru yang lebih sesuai untuk mengantisisipasi bencana erupsi Gunung Merapi dengan volume yang lebih besar. Mengingat rencana kontigensi yang ada sudah tidak relevan, karena rencana kontigensi tersebut disusun berdasarkan kejadian bencana erupsi Gunung Merapi pada tahun 2006 yang notabene volumenya jauh lebih kecil dari pada erupsi yang terjadi pada tahun 2010. b. Agar LBKUB mendampingi masyarakat untuk menyusun sebuah rencana kontigensi yang yang terstruktur dan berlapis. Maksudnya adalah rencana kontigensi yang terdiri dari beberapa opsi pilihan tindakan. Jadi apabila rencana A dinilai tidak bisa mengatasi permasalahan maka selanjutnya akan digunakan rencana B, begitu seterusnya. c. Mengingat keterbatasan LBKUB baik dalam sumber dana maupun sumber
daya
manusianya,
menggandeng
pihak-pihak
hendaknya lain
LBKUB
terutama
berusaha
pemerintah
untuk untuk
menyelenggarakan program-program penanganan pengungsi. d. Adanya permintaan dari masyarakat Desa Klakah agar LBKUB dapat terus mendampingi masyarakat desa kaitannya dengan kegiatan pengurangan resiko bencana. commit to user