STRATEGI KOPING PADA SISWA DENGAN PERILAKU AGRESIF DI SMP NEGERI 9 DEPOK TAHUN 2013 SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
Oleh: FIDINIA HASTUTI 109104000041
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TAHUN 1434 H/2013 M
ii
iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Fidinia Hastuti
Tempat Tanggal Lahir
: Jakarta, 10 April 1992
Agama
: Islam
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Jl. Cipayung Jaya RT.01/RW.01 No. 40, Cipayung, Depok
Telepon
: 08561125519
E-mail
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1. SDN Cipayung 01
(1997-2003)
2. SMPN 9 Depok
(2003-2006)
3. SMAN 1 Depok
(2006-2009)
4. S1 Keperawatan (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
(2009-2013)
Pengalaman Organisasi 1. PMR sebagai Anggota (2003 – 2005) 2. Teater Langit sebagai sekretaris I (2007 – 2008) 3. BEM Jurusan Program Studi Ilmu Keperawatan sebagai Ketua Departemen Kesejahteraan Sosial (2012 – 2013)
vi
Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop 1. Workshop “Mencegah Osteoporosis di Masa Muda sebagai Investasi Kesehatan Tulang Jangka Panjang” Tahun 2009 2. Seminar Dokter Muslim “Smooking Cessation For Better Generation Without Tobacco” Tahun 2010 3. Seminar Kesehatan “Perawatan Pasien Hipertensi dan Diabetes di Rumah” Tahun 2010 4. Pelatihan Nursing Camp “Memaksimalkan Peran Organisasi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2011 5. Seminar Nasional “Uji Kompetensi Nasional Meningkatkan Peran dan Mutu Profesi Keperawatan dalam Menghadapi Tantangan Global” Tahun 2012 6. Seminar dan Workshop Keperawatan Gawat Darurat “Peran Perawat Dalam Tatalaksana Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety” Tahun 2012
vii
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Skripsi, Oktober 2013 Fidinia Hastuti, NIM: 109104000041 Strategi Koping Pada Siswa Dengan Perilaku Agresif di SMP Negeri 9 Depok Tahun 2013 xx + 65 halaman + 11 tabel + 2 bagan + 6 lampiran ABSTRAK Koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan stres agar tidak timbul respon yang maladaptif, seperti kemarahan yang berlebihan, perilaku agresif, depresi, bahkan bunuh diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi koping yang digunakan oleh siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9 Depok. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Jumlah sampel sebanyak 46 siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9 Depok. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2013 menggunakan instrumen A-COPE yang dikembangkan oleh Patterson & McCubbin (1987) berisi 54 pernyataan yang biasa dilakukan remaja saat menghadapi masalah. Validitas dan reliabilitas kuesioner ditunjukkan dengan nilai Alpha Cronbach (α) sebesar 0,808. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan problem focused coping sebesar 58,7% dan emotion focused coping sebesar 41,3 %. Remaja usia 13 dan 14 tahun dan memiliki orang tua yang utuh lebih banyak menggunakan problem focused coping, sedangkan remaja usia 15 tahun dan memiliki orang tua yang bercerai lebih banyak menggunakan emotion focused coping. Berdasarkan jenis kelamin, remaja laki-laki dan perempuan lebih banyak menggunakan problem focused coping. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan penanganan yang tepat pada remaja dengan perilaku agresif. Sekolah dapat melakukan upaya untuk mengurangi perilaku agresif dengan melakukan bimbingan konseling secara berkala pada siswa yang berperilaku agresif, serta menanamkan cara penyelesaian masalah yang konstruktif dan menyalurkan emosi secara konstruktif dengan kegiatan yang positif. Kata kunci: Strategi koping, Remaja, Perilaku Agresif Daftar Bacaan: 26 (2003-2012)
viii
SCHOOL OF NURSING FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE ISLAMIC STATE UNIVERSITY (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Undergraduate Thesis, October 2013 Fidinia Hastuti, NIM: 109104000041 Coping Strategy of Student with Aggressive Behaviour in SMP Negeri 9 Depok Year 2013 xx + 65 pages + 11 tables + 2 charts + 6 attachments ABSTRACT Coping is an effort to coped with stress to prevent maladaptive responses, such as excessive anger, aggressive behavior, depression, and suicide. This study was conducted to determine the coping strategies used by students who aggressive behavior at SMPN 9 Depok. Type of research is descriptive quantitative approach, total sample method among 46 students. The research was conducted in July 2013 using A-COPE instruments developed by Patterson & McCubbin (1987) contains 54 statements to measure teenager’s coping strategy when faced problems. Internal consistency tested by Cronbach alpha value (α) was 0,808. The results showed that teenagers who used problem focused coping was 58,7 % and emotion focused coping was 41,3 %. Teenagers between 13 – 14 years old who have completed parents more likely to use problem focused coping, while 15 year old who have divorced parents more likely to use emotion focused coping. Based on gender, boys and girls more likely to use problem focused coping. The results could be used as a reference for proper treatment in adolescents with aggressive behavior. Schools can make an effort to reduce aggressive behavior by conducting periodic counseling to students who behave aggressively, as well instill a constructive way of solving problems and channeling emotions constructively with positive activities. Keywords : Coping strategy, Adolescent, Aggressive behavior References: 26 (2003-2012)
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq dan hidayat-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua manusia dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman. Atas nikmat-Nya dan karunia-Nya Yang Maha Besar sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Koping Pada Siswa Dengan Perilaku Agresif di SMP Negeri 9
Depok Tahun 2013”. Dalam penyusunan skripsi ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang peneliti jumpai namun syukur Alhamdulillah berkat rahmat dan hidayah-Nya, kesungguhan, kerja keras dan kerja cerdas disertai dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung, segala kesulitan dapat diatasi dengan sebaik-baiknya yang pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, pada kesempatan kali ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Bapak Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
x
3.
Bapak Waras Budi Utomo S.Kep, Ns, MKM selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Ibu Maulina Handayani, S. Kp, M. Sc selaku pembimbing pertama yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan banyak sekali memberikan masukan dan bimbingan pada peneliti.
5.
Ibu Irma Nurbaeti, S. Kp, M. Kep, Sp. Mat selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan fikiran selama membimbing peneliti dan memberikan banyak masukan, pengetahuan, dan bimbingan pada peneliti.
6.
Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada bangku kuliah serta staf akademik Bapak Azib Rosyidi, S.Psi dan Ibu Syamsiyah yang telah banyak membantu.
7.
Kepala sekolah dan guru BK SMP Ganesa Satria Depok dan SMP Negeri 9 Depok yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.
8.
Orang tua penulis tercinta yang selalu memberikan kasih sayang tak terhingga kepada anaknya, mendoakan serta memberikan dorongan dan masukan baik materiil maupun non materiil.
9.
Seluruh teman-teman angkatan 2009 yang selalu saya sayangi, memberikan makna kebersamaan, motivasi, dan membantu saya dalam melaksanakan tugas.
10. Serta semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu persatu.
xi
Penulis sangat menyadari bahwa pada penyusunan skripsi ini, masih terdapat banyak kekurangan dan belum sempurna karena keterbatasan yang peneliti miliki, karena sesungguhnya kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga peneliti dapat memperbaiki skripsi ini. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan selanjutnya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat,
Oktober 2013
Penyusun
xii
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................i LEMBAR PENYATAAN PERSETUJUAN ..........................................................ii LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................iii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH .......................v DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................vi ABSTRAK ................................................................................................................viii ABSTRACT ..............................................................................................................ix KATA PENGANTAR ..............................................................................................x DAFTAR ISI .............................................................................................................xiv DAFTAR TABEL ....................................................................................................xviii DAFTAR BAGAN ....................................................................................................xix DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xx BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 A. Latar Belakang ...............................................................................................1 B. Perumusan Masalah .......................................................................................8 C. Pertanyaan Penelitian .....................................................................................9 D. Tujuan Penelitian ...........................................................................................9 1. Tujuan Umum ..........................................................................................9 2. Tujuan Khusus .........................................................................................10 E. Manfaat Penelitian .........................................................................................10 1. Bagi Profesi Keperawatan ........................................................................10 2. Bagi Sekolah ............................................................................................10
xiv
3. Bagi Peneliti selanjutnya ..........................................................................11 F. Ruang Lingkup Penelitian ..............................................................................11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................12 A. Konsep Remaja ..............................................................................................12 1. Definisi Remaja........................................................................................12 2. Tugas Perkembangan Remaja ..................................................................13 3. Tahap Perkembangan Remaja ..................................................................14 B. Konsep Perilaku Agresif ................................................................................19 1. Definisi Perilaku Agresif..........................................................................19 2. Rentang Respon Marah ............................................................................20 3. Bentuk Perilaku Agresif ...........................................................................20 4. Penyebab Perilaku Agresif .......................................................................22 C. Konsep Koping ..............................................................................................26 1. Definisi Koping ........................................................................................26 2. Mekanisme Koping pada Stres.................................................................27 3. Hasil Koping (Coping Outcome) .............................................................29 4. Penilaian Koping ......................................................................................30 D. Penelitian Terkait ...........................................................................................31 E. Kerangka Teori...............................................................................................35 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .................36 A. Kerangka Konsep ...........................................................................................36 B. Definisi Operasional.......................................................................................37 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ............................................................39 A. Desain Penelitian ............................................................................................39
xv
B. Lokasi Penelitian ............................................................................................39 C. Waktu Penelitian ............................................................................................39 D. Populasi dan Sampel ......................................................................................40 E. Teknik Pengambilan Sampel..........................................................................41 F. Instrumen Penelitian.......................................................................................41 G. Uji Validitas dan Reliabilitas .........................................................................43 H. Tahapan Pengambilan Data ...........................................................................45 I. Teknik Analisis Data ......................................................................................46 J. Etika Penelitian yang Digunakan ...................................................................48 BAB V HASIL PENELITIAN ................................................................................50 A. Gambaran Umum Daerah Penelitian .............................................................50 B. Karakteristik Responden ................................................................................50 1. Umur ........................................................................................................51 2. Jenis Kelamin ...........................................................................................51 3. Status Orang Tua ......................................................................................52 C. Strategi Koping ..............................................................................................52 D. Strategi Koping Berdasarkan Karakteristik Responden .................................53 1. Strategi Koping Berdasarkan Umur .........................................................53 2. Strategi Koping Berdasarkan Jenis Kelamin............................................54 3. Strategi Koping Berdasarkan Status Orang Tua ......................................54 BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................................55 A. Gambaran Karakteristik Responden di SMPN 9 Depok ................................55 B. Gambaran Strategi Koping Siswa dengan Perilaku Agresif di SMPN 9 Depok .............................................................................................................57
xvi
C. Keterbatasan Penelitian ..................................................................................61 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................63 A. Kesimpulan ....................................................................................................64 B. Saran ...............................................................................................................64 1. Bagi Sekolah (SMPN 9 Depok) ...............................................................64 2. Bagi institusi dan perawat ........................................................................64 3. Bagi peneliti lain ......................................................................................65 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian ................................................................37 Tabel 4.1 Blue Print Skala Strategi Koping ..............................................................42 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ................................51 Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin...................51 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Orang Tua .............51 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Strategi Koping ................52 Tabel 5.5 Strategi Koping Berdasarkan Umur ..........................................................53 Tabel 5.6 Strategi Koping Berdasarkan Jenis Kelamin .............................................54 Tabel 5.7 Strategi Koping Berdasarkan Status Orang Tua ........................................54
xviii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori Penelitian .......................................................................35 Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ....................................................................36
xix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1 Lembar Persetujuan Responden 2. Lampiran 2 Kuesioner Penelitian 3. Lampiran 3 Hasil Uji Validitas 4. Lampiran 4 Hasil Penelitian 5. Lampiran 5 Kredit Poin Pelanggaran Siswa SMPN 9 Depok 6. Lampiran 6 Surat Izin Penelitian
xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Remaja adalah periode perkembangan di mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 11 sampai 20 tahun. Masa remaja terdiri atas tiga subfase yang jelas, yaitu: masa remaja awal (usia 11 sampai 14 tahun), masa remaja pertengahan (usia 15 sampai 17 tahun), masa remaja akhir (usia 18 sampai 20 tahun). Remaja berusaha untuk mencari identitas diri agar tidak terjadi kebingungan identitas pada saat dewasa. Beberapa perubahan pada fisik dan maturasi seksual (pubertas) yang terjadi pada masa remaja sejalan dengan perubahan pada konsep diri, yang mengakibatkan remaja menjadi lebih sensitif (Potter & Perry, 2005; Wong, 2008; Stuart & Laraia, 2005). Suasana hati remaja cenderung berubah-ubah (emosi labil), terutama pada remaja awal fluktuasi emosi berlangsung lebih sering, sehingga frekuensi stres meningkat dalam menghadapi situasi dan konflik sehari-hari. Masa remaja sering dinyatakan sebagai masa “badai dan stres” (Santrock, 2007). Karakteristik remaja lainnya adalah keinginan untuk mencoba segala sesuatu meningkat pada masa remaja (high curiosity). Mereka senang bereksperimen dan bereksplorasi terhadap sesuatu. Hubungan anak dengan orang tua yang mencapai titik terendah dan anak mulai melepaskan diri dari orang tua menyebabkan peran orang tua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai menurun. Remaja cenderung berkelompok dengan
1
2
teman sebayanya. Teman sebaya dipandang sebagai teman senasib, partner, dan saingan, oleh karena itu mereka mulai menyesuaikan diri dengan standar kelompok, seperti cara berpakaian, jenis musik, minat olahraga sehingga teman sebaya mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perilaku (Nasir, 2011). Penyesuaian dan adaptasi dibutuhkan sebagai mekanisme koping terhadap perubahan simultan tersebut dan usaha untuk membentuk perasaan identitas yang matur (Potter & Perry, 2005). Salah satu strategi adaptasi yang penting dimiliki adalah kemampuan meregulasi dan mengontrol emosi dan perilaku. Kontrol diri yang rendah dapat berubah menjadi masalah-masalah perilaku. Dalam sebuah studi yang dinyatakan Block & Block (1980) dalam Santrock (2007), kontrol diri yang rendah pada anak-anak berkaitan dengan agresi yang lebih besar, kecenderungan mengolok-olok orang lain, reaksi berlebihan terhadap frustasi, rendahnya kooperasi, dan ketidakmampuan menunda kepuasan. Ditambah lagi, apabila remaja berkelompok dengan teman sebaya yang berperilaku agresif, besar kemungkinan remaja tersebut akan berperilaku agresif juga. Penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas 1 reguler SMU Islam PB Sudirman, menunjukkan hasil bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara konformitas kelompok dengan perilaku agresif pada remaja. Semakin tinggi konformitas kelompok subjek, maka semakin tinggi pula perilaku agresifnya. Sebaliknya, semakin rendah konformitas kelompok subjek, maka semakin rendah pula perilaku agresifnya (Priantoro, 2012).
3
Perilaku agresif merupakan hasil kemarahan yang tinggi yang ditunjukkan dengan perilaku destruktif tapi terkontrol (Surbakti, 2008). Bentuk dari perilaku agresif di kalangan remaja meliputi perilaku agresi pasif (membolos sekolah, menentang aturan-aturan disiplin keluarga, kabur dari rumah, mencuri kecil-kecilan di toko) sampai perilaku agresi aktif dan kejahatan (vandalisme/merusak tanpa alasan, membakar rumah dengan sengaja, dan penyerangan secara fisik) (Rasalwati, 2010). Fenomena tawuran merupakan salah satu bentuk perilaku agresif yang sering terjadi pada remaja. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama Januari sampai September 2012 kasus tawuran yang terjadi di wilayah Jabodetabek sebanyak 103 kasus. Terdapat 48 pelajar mengalami luka ringan, 39 pelajar luka berat dan 17 pelajar meninggal dunia. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu terdapat 12 pelajar yang meninggal dunia. Sedangkan tingkat pendidikan pelaku tawuran terdiri dari, SD 2 kasus, SMP 19 kasus dan tingkat SMU/SMK 28 kasus. Sementara data dari Komnas Perlindungan Anak, tercatat pada tahun 2011, terdapat 339 kasus tawuran pelajar yang menyebabkan 82 pelajar meninggal dunia dan pada tahun 2012 jumlah tawuran pelajar memperlihatkan kenaikan, hingga bulan Juni tercatat terdapat 139 kasus tawuran pelajar di wilayah Jakarta (Zulkarnaen, 2012). Selain itu, banyaknya geng motor di kalangan remaja juga termasuk ke dalam bentuk perilaku agresif remaja. Salah satunya adalah seperti yang diberitakan oleh Suarakarya online (2007) bahwa Polwiltabes Jawa Barat mencatat 12 kasus kriminal yang dilakukan oleh geng motor. Kasus tersebut
4
terdiri dari 6 kasus kekerasan, 5 kasus pengeroyokan, dan satu kasus penembakan senjata api rakitan terhadap masyarakat yang menyebabkan korban. Setidaknya ada lima geng motor di wilayah Jawa Barat, yaitu XTC (Exalt to Coitus), BRIGEZ (Brigade Seven), M2R (MoonRaker), GBR (Grab on the Road), dan Semut Merah (Masunah, 2011). Sementara itu, Lembaga Pengawas Kepolisian Indonesia (IPW) mencatat ada tiga perilaku buruk geng motor yaitu balapan liar, pengeroyokan dan judi berbentuk taruhan. Judi taruhan tersebut berkisar Rp 5-25 juta per sekali balapan liar. IPW juga mencatat aksi brutal yang dilakukan geng motor di Jakarta telah mengakibatkan sekitar 60 orang meninggal dunia setiap tahunnya. Mereka menjadi korban aksi balap liar, perkelahian, maupun korban penyerangan geng motor (Masunah, 2011). Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia, dampak negatif dari agresivitas remaja adalah berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian dan nilai-nilai hidup orang lain. Remaja mengganggap bahwa perilaku agresif adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka, dan karenanya memilih untuk melakukan apa saja agar tujuannya tercapai. Akibat ini jelas memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat di Indonesia. Hal ini juga dapat menyebabkan prestasi sekolah menurun dan cenderung mendapat catatan buruk di sekolah (http://www.kpai.go.id pada tanggal 10 Oktober 2012). Menurut Sarwono dkk (2011), penyebab terjadinya agresivitas remaja antara lain faktor sosial (frustasi, provokasi verbal atau fisik, dan penggunaan alcohol), faktor personal (pola tingkah laku berdasarkan
5
kepribadian dan perbedaan jenis kelamin), faktor kebudayaan (lingkungan geografis, nilai dan norma dalam masyarakat), faktor situasional, faktor sumber daya, dan faktor media massa. Stres remaja meningkat terutama pada saat menghadapi konflik. Menurut Nasir (2011), stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan di mana manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau di luar batasan kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut. Reaksi psikologis dari stres bisa dilihat dari tanda-tanda seperti tidak mau santai pada saat yang tepat, merasa tegang, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain, cepat marah atau mudah tersinggung, ingatan melemah, tidak mampu konsentrasi, daya kemauan berkurang, emosi tidak terkendali, dan reaksi berlebihan terhadap hal-hal kecil. Menurut Wong (2008), stressor pada masa remaja antara lain, citra tubuh, tekanan dari sekolah, hubungan dengan orang tua, hubungan dengan saudara kandung, hubungan dengan teman sebaya, dan sebagainya. Begitu banyaknya stressor pada remaja dapat meningkatkan kemungkinan timbulnya perilaku-perilaku menyimpang, seperti perilaku agresif. Ketidakmampuan remaja dalam mengantisipasi konflik dapat menimbulkan stres yang berkepanjangan yang akan mengarah pada frustasi yang kerap menjadi penyebab agresi (Nasir, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa-siswi kelas I dan II SMAN 16 Surabaya yang berjumlah 285 orang pada tahun 2006, menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang signifikan (r = 0,141 ; p = 0,017) antara stres dan perilaku agresif pada remaja. Hal ini berarti semakin
6
tinggi stres, maka semakin tinggi perilaku agresif; sebaliknya, semakin rendah stres, maka semakin rendah pula perilaku agresif. Sumbangan efektif penelitian sebesar 2%, berarti ada 98% faktor lain yang menyebabkan perilaku agresif (Ridhwan, 2006). Sedangkan, penelitian lain yang dilakukan pada mahasiswa Fakultas Teknik Sipil UMM pada tahun 2002, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara stres dengan agresivitas pada remaja (Yusnelly, 2006). Banyaknya area stres pada remaja tersebut memicu suatu usaha untuk mengatasinya yang disebut koping. Menurut Stuart (2007), koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri. Strategi koping terbagi menjadi problemfocused coping dan emotion-focused coping. Kedua strateggi koping ini dapat memunculkan respon yang berbeda. Apabila strategi koping yang digunakan efektif, yaitu koping yang membantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya, maka respon yang akan muncul adaptif yaitu perilaku asertif. Sebaliknya jika koping yang digunakan tidak efektif, maka respon yang akan muncul maladaptif, seperti kemarahan yang berlebihan, perilaku agresif, depresi, bahkan bunuh diri (Nasir, 2011). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali, menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas
7
teman sebaya. Kontribusi koping stress dan persepsi pola asuh otoriter terhadap kecenderungan perilaku agresi sebesar 15,6% (Anggaraningtyas dkk, 2013). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan pada 40 remaja SMA di Yogyakarta menunjukkan bahwa program manajemen amarah memiliki efek signifikan dalam perubahan agresi remaja (Siddiqah, 2010). Jika dilihat dari jenjang pendidikannya, remaja awal (usia 11-14 tahun) berada di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Menurut Santrock (2007), transisi memasuki SMP dari SD dapat menimbulkan stres karena transisi ini terjadi secara simultan dengan banyak perubahan lain, baik di dalam diri individu, di dalam keluarga, dan di dalam sekolah. Ketika para siswa melalui transisi dari SD menuju SMP, mereka mengalami top-dog phenomenon, kondisi perubahan dari siswa yang paling tua, paling besar, dan paling kuat di SD, menjadi siswa yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di SMP. Sebuah studi menjelaskan bahwa di kelas tujuh para siswa kurang puas dengan sekolah, kurang memiliki komitmen terhadap sekolah, dan kurang menyukai guru-gurunya (Hirsch & Rapkin, 1987 dalam Santrock, 2007). Kurangnya minat siswa pada sekolah dapat menurunkan motivasi siswa untuk sekolah. Oleh karena itu, angka kejadian membolos sekolah dan melawan terhadap aturan-aturan sekolah (perilaku agresif) dapat meningkat. Pemahaman perawat tentang perkembangan remaja merupakan poin penting yang dapat digunakan untuk melakukan prevensi perilaku agresif dan meningkatkan koping pada remaja. Serta dapat meningkatkan antisipasi orang tua terhadap perilaku menyimpang remaja. Seorang perawat, khususnya perawat komunitas dapat bekerja sama dengan Usaha Kesehatan Sekolah
8
untuk memberikan pendidikan kesehatan tentang proses perkembangan remaja dan teknik manajemen terhadap stres (koping) remaja, tidak hanya kepada siswa, tetapi juga kepada guru-guru dalam rangka pencegahan perilaku agresif di lingkungan sekolah. Berdasarkan latar belakang di atas dan belum adanya penelitian yang berkaitan, maka penulis tertarik untuk melakukan studi penelitian mengenai strategi koping yang cenderung digunakan pada remaja dengan perilaku agresif di Sekolah Menengah Pertama dengan mengangkat judul “Strategi Koping pada Siswa Dengan Perilaku Agresif di SMP Negeri 9 Depok”.
B. Perumusan Masalah Perilaku agresif pada remaja semakin meningkat, seperti fenomena tawuran dan geng motor. Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya penghargaan siswa terhadap toleransi, perdamaian, dan nilai-nilai hidup orang lain. Remaja menganggap bahwa perilaku agresif adalah cara yang paling efektif untuk memecahkan masalah mereka. Proses pembelajaran siswa juga dapat
terganggu
dikarenakan
banyakanya
catatan
pelanggaran
dan
menurunnya motivasi belajar. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMP Negeri 9 Depok didapatkan bahwa perilaku agresif siswa cenderung meningkat, terutama kejadian membolos sekolah. Berdasarkan buku pelanggaran di sekolah, masalah lain yang muncul selain membolos adalah saling mengejek antar siswa baik langsung maupun melalui media, pemalakan, pengancaman antar siswa (bullying), perkelahian dalam sekolah, pencurian, mencederai diri, dan
9
perusakan prasarana sekolah. Insiden tersebut tercatat dalam satu tahun terakhir. Hal tersebut rata-rata dipicu oleh kurangnya motivasi siswa karena kurang bisa mengikuti proses belajar di sekolah. Latar-belakang keluarga juga menjadi salah satu penyebab timbulnya pelangggaran-pelanggaran di sekolah, seperti perceraian orang-tua, masalah ekonomi, dan lain-lain. Penelitian mengenai strategi koping yang cenderung digunakan oleh remaja dengan perilaku agresif belum ada padahal hal ini dapat dijadikan sebagai dasar menentukan intervensi yang tepat bagi remaja dengan perilaku agresif. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah bagaimana strategi koping siswa dengan perilaku agresif di SMP Negeri 9 Depok.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, kelas, status orang tua, dan dukungan sosial) di SMP Negeri 9 Depok? 2. Bagaimana gambaran strategi koping yang digunakan siswa dengan perilaku agresif di SMP Negeri 9 Depok? 3. Bagaimana
gambaran
strategi
koping
berdasarkan
karakteristik
responden?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui strategi koping yang cenderung digunakan oleh siswa dengan perilaku agresif di SMP Negeri 9 Depok.
10
2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran karakteristik responden (jenis kelamin, usia, kelas, status orang tua, dan dukungan sosial) di SMP Negeri 9 Depok. b. Mengetahui gambaran strategi koping yang digunakan siswa dengan perilaku agresif di SMP Negeri 9 Depok c. Mengetahui gambaran strategi koping berdasarkan karakteristik responden
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu keperawatan terkait proses perkembangan remaja yang berhubungan dengan perilaku agresif. 2. Bagi Pelayanan Kesehatan Penelitian ini dapat menjadi pedoman dalam upaya strategi promosi kesehatan yang tepat kepada siswa-siswi di sekolah yang memiliki perilaku agresif. 3. Bagi Sekolah Penelitian ini dapat memberikan informasi dan masukan kepada sekolah dan juga guru Bimbingan Konseling (BK), agar dapat lebih memahami tahap perkembangan siswa-siswi yang berada pada masa remaja yang tentunya akan mempengaruhi sikap dan perilaku remaja tersebut. Selain itu, diharapkan sekolah dapat membuat suatu program untuk para siswanya yang difokuskan kepada kemampuan remaja
11
memecahkan masalah, mengatasi amarah, kontrol diri, memahami perasaannya, kemampuan sosial, kemampuan berkomunikasi, dan upaya yang harus dilakukan agar sukses dalam sekolah. Upaya pencegahan dan tindak lanjut yang dapat dilakukan, misalnya melakukan konsultasi dengan orang tua maupun murid yang memiliki kecenderungan perilaku agresif secara berkala. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan dasar bagi pengembangan penelitian selanjutnya terkait dengan strategi koping pada siswa dengan perilaku agresif.
F. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan menggunakan desain penelitian deskriptif yang tujuannya untuk melihat strategi koping yang cenderung digunakan pada siswa dengan perilaku agresif. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Subjek yang akan digunakan adalah siswa kelas 7 dan 8 SMP Negeri 9 Depok. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 9 Depok.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Remaja 1. Definisi Remaja Remaja adalah periode perkembangan di mana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, biasanya antara usia 13 sampai 20 tahun (Perry & Potter, 2005). Menurut Soetjiningsih (2004), masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun, yaitu menjelang masa dewasa muda. Masa remaja, yang secara literatur berarti “tumbuh hingga mencapai kematangan”, secara umum berarti proses fisiologis, sosial, dan kematangan yang dimulai dengan perubahan pubertas, Masa remaja terdiri atas tiga subfase yang jelas, yaitu: masa remaja awal (usia 11 sampai 14 tahun), masa remaja pertengahan (usia 15 sampai 17 tahun), masa remaja akhir (usia 18 sampai 20 tahun). Masa remaja cenderung mulai dan berakhir lebih awal pada remaja putri daripada remaja putra (Wong, 2008). Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah periode perkembangan dimana individu mengalami proses peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yaitu usia 11
12
13
sampai 20 tahun, yang meliputi proses fisiologis, sosial, dan kematangan baik psikologis maupun seksual (pubertas).
2. Tugas Perkembangan Remaja Remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus diselesaikan. Tugas perkembangan yang muncul pada masa remaja tersebut akan memicu pertahanan diri seseorang, yang akan menstimulasi kemampuan beradaptasi yang baru untuk mengkopingnya atau akan mengarahkan kepada regresi dan respon koping yang maladaptif. Menurut Havighurst (1972) dalam Stuart & Laraia (2005), tugas perkembangan yang harus diselesaikan selama masa remaja sebagai berikut: a. Mencapai hubungan yang baru dan lebih matur baik dengan sesama jenis maupun lawan jenis; b. Mencapai peran sosial maskulin atau feminine; c. Menerima bentuk fisik dan menggunakan tubuh secara efektif; d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan dewasa lain; e. Mempersiapkan untuk pernikahan dan kehidupan berkeluarga; f. Mempersiapkan karir; g. Memperoleh kumpulan nilai-nilai dan sistem etika sebagai panduan untuk berperilaku dan mengembangkan ideologi.
14
3. Tahap Perkembangan Remaja Pada masa remaja, seorang individu akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam dirinya, seperti perkembangan biologis, perkembangan psikososial, perkembangan kognitif, perkembangan moral, perkembangan spiritual, dan perkembangan sosial. Beberapa teori yang dirangkum dari Stuart & Laraia (2005), Potter (2005), dan Wong (2008) menggambarkan perkembangan masa remaja sebagai berikut. a. Perkembangan Biologis Rangkaian perubahan biologis yang terjadi pada masa adolesens disebut pubertas. Pubertas meliputi kumpulan peristiwa biologis yang menghasilkan perubahan di seluruh tubuh. Perubahan fisik pada pubertas yang paling utama merupakan hasil dari aktivitas hormon yang diatur oleh system saraf pusat, sehingga perubahan tersebut jatuh ke dalam 2 kategori yaitu: perkembangan hormonal dan perkembangan otak (Potter, 2005). Pada perkembangan hormonal terjadi peningkatan produksi hormon sehingga mengakibatkan perkembangan pada kemampuan reproduksi dan karakteristik seks sekunder lainnya. Perubahan fisik termasuk pertumbuhan rambut pubis, pembesaran payudara, dan menarche
pada
wanita.
Sedangkan
pada
laki-laki
terjadi
perkembangan genitalia, pertumbuhan rambut pubis, perubahan suara, dan munculnya rambut di wajah (Stuart & Laraia, 2005). Pada perkembangan otak terjadi proliferasi pada sel-sel yang menahan dan memberi makan neuron, walaupun jumlah neuron tidak
15
bertambah. Pertumbuhan selubung myelin di sekitar sel saraf akson berlanjut sampai dengan remaja, yang memungkinkan proses persarafan lebih cepat. Selain itu, interkoneksi antara neuron yang berdekatan menurun, sehingga kemungkinan hubungan saraf yang berlebihan atau tidak tepat juga hilang (Stuart & Laraia, 2005). Menurut Stuart & Laraia (2005), perubahan biologis dapat mengganggu keseimbangan antara ego dan id, dan perlu di atasi dengan solusi baru. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja berdampak pada perubahan psikologis terutama emosi seperti, tidak percaya diri, malu, marah, tidak sabar, malas, gelisah, serta perubahan keinginan. Perubahan emosi pada remaja pria lebih sering pada remaja putri. b. Perkembangan Psikososial Menurut Erikson (1963) dalam Stuart & Laraia (2005), masa remaja digambarkan sebagai usaha untuk membangun suatu identitas dalam lingkungan sosial. Pencarian tersebut merupakan krisis masa remaja yang normal dan disebut sebagai tahap identitas vs kebingungan identitas. Remaja perlu menemukan identitas mereka sebelum masa dewasa awal agar tidak terjadi kebingungan identitas. Pencarian identitas pada masa remaja meliputi: 1) Identitas kelompok Peran kelompok pada masa remaja sangatlah penting. Remaja cenderung melepaskan diri dari orang tua dan mencari kesenangan dengan bergabung bersama teman sebayanya. Pada
16
saat berkelompok, remaja merasa memiliki status dan eksistensi. Menurut Wong (2008), remaja akan berpakaian dan merias wajahnya seperti teman-teman sekelompoknya. Mereka akan mengikuti gaya sesuai dengan minat mereka dan akan mangambil paling tidak satu orang untuk dijadikan role model bagi mereka. Menjadi individu yang berbeda akan membuat mereka tidak diterima dalam kelompok yang nantinya akan menjadi sebuah stressor bagi individu tersebut. 2) Identitas individual Pencarian identitas individu merupakan bagian dari proses identifikasi yang sedang berlangsung. Orang-orang penting bagi remaja tak luput dari pembentukan identitas remaja. Mereka cenderung akan mengharapkan remaja untuk memiliki perilaku tertentu yang dianggap baik. Selain itu, remaja juga diharapkan memenuhi tuntutan untuk sesuai dengan adat dan norma tertentu agar
tidak
pengharapan
menyimpang
dari
masyarakat.
dan
itu
terus-menerus
tuntutan
Seringkali ada
dan
mengharuskan remaja untuk mengambil keputusan terhadap pembentukan identitas mereka. Remaja bisa saja mengikuti tuntutan tersebut, tetapi apabila mereka tidak dapat dan menganggap tuntutan tersebut stressor yang tidak sesuai pada diri mereka, mereka justru akan menyimpang dari harapan dan tuntutan tersebut (Wong, 2008).
17
Menurut Wong (2008), proses perkembangan identitas pribadi merupakan proses yang memakan waktu dan penuh dengan periode kebingungan, depresi, dan keputusasaan. Identitas yang positif dapat terbentuk apabila remaja dapat menempatkan diri pada tempat yang sesuai. Kebingungan identitas akan terjadi apabila remaja tersebut tidak dapat memformulasikan kepuasan identitas dari berbagai aspirasi, peran, dan identifikasi. 3) Identitas peran seksual Pada masa remaja, identitas peran seksual menjadi penting. Mereka diharapkan untuk memiliki peran seksual yang matang untuk membangun keintiman di lingkungan teman sebaya. Hubungan dengan lawan jenis juga menjadi fokus utama pada masa remaja (Stuart & Laraia, 2005). 4) Emosionalitas Pada
masa
remaja,
terjadi
peningkatan
kehidupan
emosinya di mana remaja sangat peka, perasaan mudah tersinggung. Di saat muncul ketegangan, remaja cenderung akan berespon secara emosional. Jika emosi sudah mereda, maka masalah mungkin bisa terselesaikan. Bila tidak terjadi kematangan
emosi,
remaja
cenderung
akan
mengalami
kecemasan dan perasaan tertekan. Perilaku yang seringkali muncul adalah agresif, mudah marah, keras kepala, sering
18
bertengkar, suka berkelahi, mengganggu ketentraman orang lain dan masyarakat (Wong, 2008). c. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget (1968) dalam Stuart & Laraia (2005), masa remaja sebagai tahap lanjut dari fungsi kognitif di mana kemampuan pertimbangan di luar objek konkret menjadi simbol atau abstraksi, atau biasa disebut formal thought (Peemikiran formal). Saat ini, remaja mampu dalam berpikir secara logis, metafora, dan rasional. d. Perkembangan Moral Menurut Kohlberg dalam Stuart & Laraia (2005), moralitas remaja berada pada tingkatan kedua yaitu Moralitas Konvensional. Pada periode ini remaja dituntut untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan dan harapan kelompok, loyal terhadap norma, dan peraturan yang berlaku dan diyakininya, yang bertujuan untuk memenuhi kepuasan psikologis dari orang lain. Pada masa ini, remaja peka terhadap
suatu
kejanggalan
dan
ketidakseimbangan
antara
kepercayaannya dan kenyataan yang ada di sekitarnya. Perubahan inilah yang mendasari sikap “pemberontak” pada remaja terhadap peraturan atau orientasi yang selama ini diterimanya. e. Perkembangan Sosial Perkembangan sosial pada masa remaja memungkinkan remaja mampu untuk memahami orang lain. Selain itu, berkembang pula kecenderungan untuk mengikuti pendapat, kebiasaan, nilai, dan kegemaran teman sebaya. Remaja cenderung “ikut-ikutan” dan
19
belum mampu menilai dampaknya bagi mereka. Bila kelompok teman sebaya berperilaku positif, maka remaja akan ikut menampilkan perilaku postif. Sebaliknya, bila kelompok teman sebaya berperilaku negatif, maka kemungkinan besar remaja akan menampilkan perilaku yang negatif juga (Potter, 2005).
B. Konsep Perilaku Agresif 1. Definisi Perilaku Agresif Perilaku agresi merupakan perilaku melukai dan merusak hak milik seseorang, dapat berupa tindakan fisik maupun tingkah laku verbal, mulai dari pikiran, perkataan hingga perbuatan nyata (Bandura, 1973 dalam Luthfi, 2009). Sedangkan menurut Berkowitz (2001) dalam Sarwono dkk (2011), agresi merupakan tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang/institusi terhadap orang/institusi lain yang sejatinya disengaja. Secara umum, orang yang agresif mengabaikan hak orang lain. Dia menganggap bahwa setiap orang harus berjuang untuk kepentingannya sendiri, dan dia mengharapkan perilaku yang sama dari orang lain. Perilaku yang agresif sering mencakup kurangnya dasar kepercayaan diri (Stuart & Sundeen, 1991). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif adalah perasaan marah yang berlebihan dan berlanjut pada keinginan untuk melampiaskannya dalam satu bentuk tertentu baik langsung maupun tidak langsung pada objek tertentu yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
20
2. Rentang Respon Marah Respon Adaptif
Asertif
Respon Maladaptif
Frustasi
Pasif
Agresif
Amuk/PK
a. Asertif: mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan. b. Frustasi: gagal mencapai tujuan kepuasan/saat marah dan tidak dapat menemukan alternative c. Pasif: merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan meyerah d. Agresif: mengekspresikan marah secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman. e. Amuk/Perilaku Kekerasan: perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan. (Stuart & Laraia, 2005)
3. Bentuk Perilaku Agresif Bentuk-bentuk agresi yang dirangkum dari pembagian agresi Geen (1998), Olweus (2003), serta Sullivan (2000) membagi agresi ke dalam dua bentuk besar, yaitu: a. Agresi langsung (direct aggression) yaitu agresivitas yang dilakukan secara terang-terangan, ditujukan secara langsung kepada korban dan dengan jelas berasal dari agresor.
21
1) Fisik yaitu memukul, menendang, mendorong, menjambak, menonjok,
mencubit,
menjegal/menyengkat,
meludahi,
mengunci seseorang, menggigil, merusak/mengambil paksa barang orang lain. 2) Verbal
seperti
meledek,
menghina
dengan
perkataan,
mengancam dengan perkataan, ancaman kekerasan, pemberian nama
ejekan,
menghina/mengganggu
dengan
sengaja,
mengkritik penampilan di depan orang. b. Agresi tidak langsung (indirect aggression) yaitu agresivitas yang dilakukan dengan samar-samar tanpa diketahui oleh korban agresi atau orang lain. 1) Merusak reputasi/status sosial: menyebarkan gossip tidak benar, memfitnah, menulis dan menyebarkan catatan jelek tentang orang lain, membuka dan menyebarkan rahasia orang lain. 2) Merusak atau manipulasi hubungan: mengucilkan, menghasut, merebut teman/sahabat orang lain, acuh tak acuh, mengancam akan memusuhi atau menjauhi. 3) Non verbal seperti ekspresi wajah yang menghina, contohnya mencibirkan bibir, memandang sinis, tersenyum mengejek. Berdasarkan motifnya, menurut Sears dkk (1991) dalam Luthfi (2009), agresi dibedakan menjadi 2 bentuk, yaitu: a. Hostile aggression (agresi amarah/emosi) Yaitu
agresi
yang
didasarkan
pada
motif/dorongan
untuk
melampiaskan amarah atau emosi. Kemarahan yang tidak dapat
22
tersalurkan akhirnya akan terwujud dalam perilaku melukai orang lain. Karakteristik ini menunjukkan bahwa tujuan dari perilaku agresi adalah ekspresi rasa marah atau frustasi yang dialami atau untuk pelampiasan emosi itu sendiri. b. Instrumental aggression Yaitu agresi yang ditujukan sebagai alat atau sarana dalam mencapai tujuan yang lain. Agresi yang muncul semata-mata digunakan sebagai media mencapai tujuan tertentu.
4. Penyebab Perilaku Agresif a. Faktor Internal 1) Neurobiologi Freud manyatakan bahwa manusia berada di bawah pengaruh dua kendali tersebut, yang pertama adalah insting untuk hidup yang dinyatakan melalui seksualitas, yang kedua adalah insting kematian yang diungkapkan melalui agresi (Stuart & Sundeen, 2007). Hasil studi menyatakan bahwa serotonin berperan sebagai inhibitor utama pada perilaku agresif. Dengan demikian, kadar serotonin yang rendah dapat menyebabkan peningkatan perilaku agresif. Selain itu peningkatan aktivitas dopamin dan norepinefrin diotak dikaitkan dengan peningkatan perilaku kekerasan yang impulsif (Baron & Donn, 2005). Neurotransmitter yang sering dikaitkan dengan perilaku agresif:
23
serotonin, dopamin, norepinephrine, acetilkolin, dan asam amino GABA.
2) Genetik Kelompok ini menganggap bahwa agresi adalah sesuatau yang terdapat dalam biologis seseorang. Terdapat 2 tokoh yang mengembangkan pandangan ini, yaitu: (1) Moyer beranggapan bahwa agresivitas merupakan suatu proses yang ada di dalam otak dan saraf pusat. Orang-orang yang memiliki kecenderungan agresivitas tinggi memiliki struktur dan komponen otak yang berbeda dengan orang beragresivitas rendah. Selain itu, agresi terkait dengan hormon testosteron yang tinggi; (2) Lagerspetz (1979), berdasar pada teori Mendell, bahwa agresi adalah karakter atau sifat yang diturunkan dari orang tua ke anak dan seterusnya. Orang tua yang agresi, maka anaknya akan agresi pula (Luthfi, 2009).
3) Frustasi Menurut
Frustation-aggresion
theory,
teori
ini
dikembangkan oleh pengikut Freud, yang berawal dari asumsi bahwa bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan mengalami hambatan, maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustasi. Kondisi
24
di mana seseorang merasa jalan yang akan ditempuh untuk meraih tujuan dihambat, dapat menyebabkan individu yang impulsif, mudah frustasi, dan rentan terhadap perilaku agresif (Nasir, 2011).
4) Stres Menurut Luthfi (2009), stres menunjuk kepada segenap proses, baik yang bersumber pada kondisi-kondisi internal seperti kondisi emosional, pengaruh hormon, dan lain-lain yang bersifat faali, maupun lingkungan eksternal seperti perubahan sosial dan memburuknya kondisi perekonomian. Hal-hal tersebut
dapat
memberikan
andil
bagi
meningkatnya
kriminalitas, termasuk didalamnya tindak kekerasan atau agresi, yang menuntut penyesuaian atas organisme.
5) Kepribadian/personality Individu
dengan
kepribadian
otoriter
memiliki
kecenderungan agresi lebih tinggi. Demikian juga halnya dengan
orang
yang
bertemperamen
pemarah,
memiliki
kecenderungan agresi lebih tinggi dibandingkan temperamen bukan pemarah (Luthfi, 2009).
25
b. Faktor Eksternal 1) Provokasi Provokasi adalah perkataan atau tindakan yang dianggap menghina
atau
mengancam
keselamatan
individu
yang
melakukan agresi. Provokasi dianggap sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif. Selain itu, berdasarkan penelitian Green (1968), jika seseorang mendapat provokasi (penghinaan) terhadap harga dirinya maka ia akan cenderung bersikap agresif kepada provokator (Luthfi, 2009).
2) Sosial Budaya Social-Learning Theory; teori yang dikembangkan oleh Bandura (1977) mengemukakan bahwa agresif tidak berbeda dengan respon-respon yang lain. Agresif dapat dipelajari melalui observasi atau imitasi, dan semakin sering mendapatkan penguatan maka semakin besar kemungkinan untuk terjadi. Jadi seseorang akan berespon terhadap keterbangkitan emosionalnya secara agresif sesuai dengan respon yang dipelajarinya. Pembelajaran ini bisa internal atau eksternal. Contoh internal: seorang anak yang marah karena tidak boleh beli es kemudian ibunya memberinya es agar si anak berhenti marah. Anak tersebut akan belajar bahwa bila ia marah maka ia akan mendapatkan apa yang ia inginkan. Contoh ekternal: seorang anak menunjukkan perilaku agresif setelah melihat seorang
26
dewasa mengekspresikan berbagai bentuk perilaku agresif terhadap sebuah boneka (Yosep, 2007) Budaya dapat pula mempengaruhi perilaku kekerasan. Adanya norma dapat membantu mendefinisikan ekspresi agresif mana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima. Sehingga dapat membantu individu untuk mengekpresikan marah dengan cara yang asertif.
3) Situasional Alkohol, kondisi cuaca, dan pergantian musim dapat menimbulkan perilaku agresif. Kebanyakan hasil penelitian yang terkait dengan konsumsi alcohol menunjukkan kenaikan agresivitas (Hull dan Bond, dalam Sarwono, 2011). Selain itu, penelitian terkait dengan cuaca dan tingkah laku menyebutkan bahwa ketidaknyamanan akibat panas menyebabkan kerusuhan dan bentuk-bentuk agresi lainnya (Harries K, 1983 dalam Sarwono, 2011).
C. Konsep Koping 1. Definisi Koping Saat individu mengalami stres diperlukan suatu tindakan untuk menyelesaikannya agar tidak timbul respon yang maladaptif, seperti kemarahan yang berlebihan, perilaku agresif, depresi, bahkan bunuh diri. Usaha penyelesaian tersebut merupakan bagian dari koping. Menurut
27
Nasir (2011), koping merupakan suatu tindakan mengubah kognitif secara konstan dan usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki individu. Sedangkan menurut Stuart (2007), mekanisme koping adalah tiap upaya yang ditujukan untuk penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan ego yang digunakan untuk melindungi diri. Koping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun, koping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi menekan, karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka, koping yang efektif untuk dilakukan adalah koping yang membantu seseorang untuk menoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus dan Folkman, 1984 dalam Nasir, 2011).
2. Strategi Koping Stres Menurut Lazarus dan Folkman (1984) dalam Nasir (2011), dalam melakukan koping, ada dua strategi yang bisa digunakan. a. Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping) Problem focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan.
28
1) Confrontative coping: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan pengambilan risiko. 2) Seeking social support: usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain. 3) Planful problem solving: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan analitis. b. Emotion Focused Coping Emotion focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. 1) Self-control: usaha untuk mengatur perasaan ketiika menghadapi situasi yang menekan. 2) Distancing: usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan 3) Positive reappraisal: usaha mencari makna postif
dari
permasalahan dengan berfokus pada pengembangan diri, biasanaya juga melibatkan hal-hal yang bersifat religious. 4) Accepting responsibility: usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk membuat semuanya menjadi lebih baik.
29
5) Escape/avoidance: usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain.
3. Hasil Koping (Coping Outcome) Menurut Lazarus dan Folkman (1984) dalam Nasir (2011), agar koping efektif, maka strategi koping perlu mengacu pada lima fungsi tugas koping yang disebut coping task, yaitu sebagai berikut. a. Mengurangi kondisi lingkungan yang berbahaya dan meningkatkan prospek untuk memperbaikinya. b. Menoleransi atau menyesuaikan diri dengan kenyataan yang negatif. c. Mempertahankan gambaran diri yang positif. d. Mempertahankan keseimbangan emosional. e. Melanjutkan kepuasan terhadap hubungannya dengan orang lain.
Menurut Taylor (1991) dalam Nasir (2011), efektifitas koping bergantung pada keberhasilan pemenuhan coping task. Setelah koping dapat memenuhi sebagian atau semua fungsi tugas tersebut, maka dapat terlihat bagaimana coping outcome yang dialami tiap individu. Coping outcome merupakan kriteria hasil koping untuk menentukan keberhasilan koping, yaitu sebagai berikut. a. Ukuran fungsi fisiologis, yaitu apabila koping yang digunakan dapat mengurangi indikator dan membangkitkan (arousal) stres seperti
30
menurunnya tekanan darah, detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan. b. Individu dapat kembali pada keadaan seperti sebelum ia mengalami stres dan seberapa cepat ia dapat kembali. c. Efektifitas dalam mengurangi psychological distres, yaitu apabila koping tersebut dapat mengurangi rasa marah, cemas, dan depresi pada individu.
4. Penilaian Koping Beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk menilai mekanisme koping pada remaja adalah sebagai berikut. a. Ways of Coping Checklist, dikembangkan oleh Lazarus dan Folkman (1984), adalah skala yang berisi 67 item dengan 4 poin penilaian berdasarkan skala Likert (0 = tidak pernah, 1 = kadang-kadang, 2 = sering, 3 = selalu). Faktor analisis terbagi menjadi problem-focused coping (misalnya, problem solving dan menyusun rencana tindakan) dan emotion-focused coping (misalnya, mencari dukungan sosial dan avoidance). Koefisien alpha berkisar dari 0,53 sampai 0,69 saat digunakan kepada laki-laki berusia 19-63 tahun (Folkman, dkk, 1992 dalam Rew, 2005). b. Adolescent Coping Orientation for Problem Experiences (A-COPE), dikembangkan oleh Patterson & McCubbin (1987), digunakan untuk mengukur perilaku koping pada remaja berusia 11-18 tahun dan berisi 54 item pernyataan dengan 5 poin penilaian menggunakan
31
skala Likert (1 = tidak pernah, 2 = jarang, 3 = kadang-kadang, 4 = sering, 5 = selalu). Koefisien alpha untuk 12 subskala berkisar dari 0,50 sampai 0,75 (McCubbin & Thompson, 1991 dalam Rew, 2005). c. Adolescent Coping Scale (ACS), dikembangkan oleh Frydenberg & Lewis (1993), digunakan untuk remaja antara 12-18 tahun. Terdapat 2 versi, yaitu long form (80 item) dan short form (19 item) (Rew, 2005).
D. Penelitian Terkait Beberapa penelitian terkait yang ditemukan menyangkut hubungan stres dan koping dengan perilaku agresif remaja di sekolah adalah sebagai berikut: 1. Ridhwan (2006); Hubungan Antara Stres dan Perilaku Agresif Pada Remaja Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari siswa-siswi kelas I dan II SMAN 16 Surabaya yang berjumlah 285 orang. Metode pengambilan sampel menggunakan teknik Cluster Random Sampling, Cluster adalah kelas-kelas I dan II yang ada, dan random dilakukan dengan sistem undian. Instrumen yang digunakan adalah skala pengukuran psikologi yang terdiri dari skala stres dan skala perilaku agresif. Analisa data menggunakan teknik korelasi Product Moment. Hasil penelitian ini menunjukkan ada korelasi positif yang signifikan (r = 0,141 ; p = 0,017) antara stres dan perilaku agresif pada remaja, dalam arti semakin tinggi stres, maka semakin tinggi perilaku agresif; sebaliknya, semakin rendah stres, maka semakin rendah pula
32
perilaku agresif. Sedangkan sumbangan efektif penelitian sebesar 2%, berarti ada 98% faktor lain yang menyebabkan perilaku agresif. 2. Yusnelly (2006); Hubungan Antara Stres dengan Agresivitas pada Remaja Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara stres dengan agresivitas pada remaja. Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Teknik Sipil UMM angkatan 2002. Data diperoleh dengan menyebarkan skala stres dan skala agresivitas. Uji validitas kedua skala menggunakan product moment dari Karl Pearson dan uji reliabilitas menggunakan teknik alpha, sedangkan analisa data yang digunakan Product Moment. Hasil analisa data dalam penelitian ini menunjukan ada hubungan yang signifikan antara stres dengan agresivitas pada remaja (r = 0,717 dan p = 0,001) serta koefisien korelasi variabel stres dengan agresivitas (r 2 – 0,514). 3. Anggaraningtyas, et al (2013); Hubungan antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi pada Remaja yang dimoderasi oleh Konformitas Teman Sebaya pada Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya pada siswa kelas XI di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan empat skala, yaitu
33
skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya. Analisis data menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F = 9,108, p 0,05, dan nilai R = 0,395. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai F sesudah dimoderasi lebih besar dari nilai F sebelum dimoderasi (9,108 > 8,411). Ini berarti bahwa konformitas teman sebaya sebagai variabel moderasi memperkuat hubungan koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. Kontribusi koping stress, persepsi pola asuh otoriter terhadap kecendrungan perilaku agresi sebesar 15,6%. 4. Siddiqah (2010); Pencegahan dan Penanganan Perilaku Agresif Remaja Melalui Pengelolaan Amarah (Anger Management) Studi ini menguji efektifitas program manajemen amarah untuk mereduksi
risiko
agresi
remaja.
Melalui
pendekatan
cognitive-
behavioural, program dirancang untuk mengolah aspek kognitif, afektif, dan perilaku bersamaan untuk mengatur amarah dan menghadapi situasi provokatif tanpa agresi. 40 partisipan dalam grup eksperimen mengikuti 8 sesi program manajemen amarah dalam 4 minggu, dan 14 partisipan dalam grup kontrol tidak mendapatkan tindakan apapun. Pengukuran
34
agresi dilaksanakan sebelum program dimulai dan seminggu setelah program berakhir. Dengan Anova Mixed Design, hasil menunjukkan bahwa program manajemen amarah memiliki efek signifikan dalam perubahan agresi partisipan [F(1,22)=6.300, p<0.05, ŋ2=0.06]. Perubahan agresi pada grup eksperimen membuktikan bahwa program manajemen amarah memiliki arti dan berguna dalam mereduksi agresi pada remaja. Di sisi lain, agresi lebih tinggi pada post-test grup kontrol membuktikan bahwa agresi akan meningkat jika tidak ada perlakuan untuk remaja dengan agresi tingkat tinggi. Studi selanjutnya dengan sampel yang lebih banyak akan mampu mendeteksi kontribusi signifikan program manajemen amarah untuk mereduksi perilaku agresif pada remaja.
35
E. Kerangka Teori Kerangka teori akan disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut.
Input
Kenakalan Remaja (Perilaku Agresif)
Proses
Remaja sulit melakukan fungsi dalam situasi sosial
Karakteristik remaja: 1. Masa pencarian identitas 2. Perubahan citra tubuh 3. Perubahan hubungan dengan orang tua, saudara kandung, dan teman sebaya 4. Konflik individu 5. Tuntutan perilaku sesuai adat dan norma dalam masyarakat ` 6. Tekanan dari sekolah
Output
Kurang mampu berespon dalam menghadapi konflik dan kehilangan kemampuan untuk mengendalikan diri saat tertekan secara emosional
Strategi Koping 1. Problem focused coping 2. Emotion focused coping
Bagan 2.1 Kerangka teori penelitian Sumber: Wong (2008), Nasir (2011), Stuart & Laraia (2005), Luthfi (2009), Stuart (2007), Videback (2008)
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep Kerangka konsep merupakan model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang peneliti menyusun teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk masalah (Hidayat, 2008). Penelitian ini menggambarkan karakteristik responden dan strategi koping yang digunakan oleh siswa dengan perilaku agresif, yang terbagi menjadi problem focused coping dan emotion focused coping di SMP Negeri 9 Depok.
STRATEGI KOPING REMAJA
1. Problem focused coping 2. Emotion focused coping
KARAKTERISTIK RESPONDEN 1. 2. 3. 4.
Umur Jenis Kelamin Kelas Status Orang Tua Bagan 3.1 Kerangka konsep penelitian
36
B. Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional
Karakteristik Responden
Karakteristik responden terdiri dari umur, jenis kelamin, kelas, dan status orang tua. Strategi koping adalah suatu usaha untuk mengatasi stres yang terbagi menjadi problem-focused coping dan emotionfocused coping.
Strategi koping
Cara Ukur Menggunakan skala Likert pada masingmasing karakteristik.
Menghitung skor dari pernyataan tentang mekanisme koping remaja menggunakan skala Likert Pernyataan positif (1) Tidak pernah (2) Jarang (3) Kadang-kadang (4) Sering (5) Selalu Pernyataan negatif (5) Tidak pernah (4) Jarang (3) Kadang-kadang (2) Sering (1) Selalu
Alat Ukur Kuesioner data demografi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, kelas, dan status orang tua. Kuesioner mekanisme koping remaja menggunakan A-COPE yang dikembangkan oleh Patterson & McCubbin (1987) berisi 54 pernyataan, yang terdiri dari 27 pernyataan problemfocused coping dan 27 pernyataan emotionfocused coping. Skor tertinggi untuk masing- masing mekanisme koping adalah 135 dan skor terendah 27.
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian
Hasil Ukur
Skala Ukur
Umur Jenis kelamin Kelas Status orang tua
Nominal
Jika skor problemfocused coping > skor emotion-focused coping, maka cenderung problemfocused coping. Jika skor problemfocused coping < skor emotion-focused coping, maka cenderung emotionfocused coping. Jika skor problemfocused coping = skor emotion-focused coping, maka yang digunakan keduaduanya.
Nominal
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian kuantitatif dengan tujuan untuk mendeskripsi variabel-variabel utama subjek studi misalnya, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status marital, sosial ekonomi, dan lain yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Budiarto, 2004). Pada penelitian ini akan memberikan gambaran strategi koping yang digunakan siswa dengan perilaku agresif.
B. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di SMP Negeri 9 Depok pada siswa-siswi kelas 7 dan 8. Lokasi penelitian dipilih dengan pertimbangan kejadian perilaku agresif siswa meningkat selama setahun terakhir, seperti kejadian membolos siswa, pemalakan, dan perkelahian. Selain itu, beberapa siswa mengatakan kurang bisa mengikuti proses belajar di sekolah dan latar belakang keluarga yang bermasalah sehingga dapat meningkatkan stressor yang mempengaruhi strategi koping yang digunakan.
C. Waktu Penelitian Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan Mei - Juli 2013, mulai dari pengambilan data sampai penyusunan hasil sesuai jadwal yang dilampirkan.
39
40
D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi yang berperilaku agresif di SMP Negeri 9 Depok yang berjumlah 46 siswa. Pemilihan responden disesuaikan dengan sistem kredit poin pelanggaran siswa dengan kriteria sebagai berikut: a. Siswa laki-laki dan perempuan b. Siswa adalah rekomendasi dari guru bimbingan konseling (BK) atau wali kelas c. Pernah tercatat dalam buku pelanggaran sekolah dengan bentuk pelanggaran, seperti membolos (lebih dari 3 kali), bullying, perkelahian/pemukulan,
pemalakan/pengancaman,
tawuran
dan
perusakan sarana dan prasarana sekolah selama 12 bulan terakhir.
2. Sampel Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Sampel penelitian ini adalah populasi siswa-siswi yang berperilaku agresif di SMP Negeri 9 Depok yang berjumlah 46 siswa.
41
E. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling. Total Sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana jumlah sampel sama dengan populasi (Dahlan, 2010). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah jumlah populasi siswa dengan perilaku agresif yang berjumlah 46 siswa, yang terdiri dari siswa kelas VII sebanyak 36 siswa dan siswa kelas VIII sebanyak 10 siswa.
F. Instrumen Penelitian Alat yang digunakan untuk pengumpulan data adalah kuesioner yang memuat sejumlah pertanyaan berkaitan dengan variabel penelitian berdasarkan tujuan dan kerangka konsep yang telah dibuat. Instrumen pengumpulan data terdiri dari 2 bagian, yaitu: 1. Data personal responden Identitas siswa meliputi nama (inisial), umur, jenis kelamin, kelas, status perkawinan orang tua, dan status dukungan sosial.
2. Kuesioner strategi koping remaja Kuesioner strategi koping remaja bertujuan untuk mengidentifikasi strategi koping yang digunakan siswa-siswi ketika menghadapi tekanan atau stres sehingga dapat menyebabkan perilaku agresif. Kuesioner yang digunakan adalah A-COPE (Adolescent-Coping Orientation for Problem Experiences) yang dikembangkan oleh Patterson & McCubbin (1987) dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia oleh Fairuz (2013).
42
Kuesioner ini pernah digunakan sebelumnya dalam penelitian Astutik (2008) dengan judul “Perbedaan Coping Strategy Remaja Ditinjau dari Peran Gender”. A-COPE memiliki koefisien alpha untuk 12 subskala berkisar dari 0,50 sampai 0,75 (McCubbin & Thompson, 1991 dalam Rew, 2005). Kuesioner ini dinilai baik untuk pengukuran koping terhadap stres hidup pada tahap perkembangan spesifik remaja (Schwarzer & Schwarzer, 1996). Pada kuesioner A-COPE terdapat 54 item pernyataan, yang terdiri 12 subskala perilaku koping, kemudian dipilih oleh peneliti menjadi 27 item pernyataan problem-focused coping dan 27 item pernyataan emotionfocused coping. Kuesioner menggunakan skala Likert, yaitu 1 = tidak pernah, 2 = jarang, 3 = kadang-kadang, 4 = sering, 5 = selalu untuk pernyataan positif. Untuk reverse question (negatif), yaitu 5 = tidak pernah, 4 = jarang, 3 = kadang-kadang, 2 = sering, 1 = selalu untuk pernyataan positif.
Tabel 4.1 Blue Print Skala Strategi Koping Nomor item Aspek Jumlah Positif Negatif Problem-focused 1, 4, 6, 10, 12, 13, 15, 18, 25, 27, 19, 26, 28, 49 27 coping 30, 31, 32, 33, 34, 35, 39, 40, 41, 45, 47, 50, 52 Emotion-focused 2, 3, 5, 9, 11, 14, 16, 17, 20, 21, 7, 8, 24, 42, 46 27 coping 22, 23, 29, 36, 37, 38, 43, 44, 48, 51, 53, 54 Jumlah 45 9 54
Skala ukur yang digunakan dalam variabel ini adalah skala interval. Kategorisasi strategi koping ditentukan berdasarkan skor tertinggi yang
43
diperoleh pada salah satu dari 2 strategi koping. Apabila skor problemfocused coping > skor emotion-focused coping, maka problem-focused coping. Apabila skor problem-focused coping < skor emotion-focused coping, maka emotion-focused coping. Apabila skor yang diperoleh sama pada kedua jenis koping, maka akan dilakukan analisa lebih lanjut dari frekuensi jawaban selalu yang lebih banyak. Sebagai contoh apabila skor yang diperoleh oleh responden setelah mengisi A-COPE didapatkan skor problem-focused coping adalah 100, sedangkan skor emotion-focused coping adalah 40. Maka strategi koping yang digunakan responden tersebut adalah problem-focused coping.
G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji validitas Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2002). Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Pengujian validitas kuesioner dengan uji korelasi antara skor (nilai) tiap item pertanyaan dengan skor total tiap kelompok soal dengan menggunakan uji Pearson Product Moment dengan rumus sebagai berikut : ( √[ Keterangan : = koefisien korelasi
) (
( ) ][
)(
) (
) ]
44
= jumlah skor item = jumlah skor total (item) = jumlah responden Hasil penghitungan tiap-tiap item akan dibandingkan dengan tabel nilai product moment. Jika R hitung lebih besar dari table R tabel pada taraf signifikansi 5% maka instrumen yang diujicobakan dinyatakan valid. Peneliti melakukan uji coba kuesioner pada 23 responden, kemudian hasilnya dianalisa dengan menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment dengan bantuan SPSS 17.00 for windows. Dari hasil analisa uji coba kuesioner pertama dengan df=23 dan α=5% sehingga didapatkan r tabel 0,34 dan menunjukkan bahwa hanya 27 item kuesioner yang memenuhi nilai r hitung > r tabel yang berarti hanya 27 item yang valid dan 27 item tidak valid. Kemudian peneliti melakukan perbaikan kalimat tanpa mengubah maksud pada 27 item yang tidak valid dan dilakukan uji coba kuesioner kembali. Dari hasil analisa uji coba kuesioner kedua didapatkan nilai r hitung > r tabel pada semua item kuesioner yang berarti semua item valid.
2. Reliabilitas Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Hal ini menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih dengan alat ukur yang sama
45
(Notoatmodjo, 2002). Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan internal consistency yaitu melakukan uji coba sekali saja. Kemudian hasil yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Rumus : [
][
(
)
]
Keterangan : = Koefisien reliabilitas yang dicari k
= banyak butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varians butir = Varian total Uji reliabilitas dilakukan dengan membandingkan antara r tabel
dengan r hasil (nilai Alpha). Instrumen dikatakan reliabel jika r hasil (nilai Alpha) > r tabel. Dari hasil uji realibilitas yang telah dilakukan oleh peneliti di SMP Ganesa Satria Depok terhadap 23 responden didapat nilai Alpha Cronbach (α) sebesar 0,808 (> 0,7), maka dapat dinyatakan bahwa kuesioner strategi koping reliabel dan dapat digunakan.
H. Tahapan Pengambilan Data Tahap-tahap prosedur pengumpulan data antara lain: 1. Izin untuk melakukan penelitian dari tempat yang akan diteliti yaitu SMP Negeri 9 Depok dan izin untuk melakukan uji coba kuesioner di SMP Ganesa Satria Depok berdasarkan Surat Rekomendasi Penelitian yang
46
dikeluarkan oleh Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Melakukan studi pendahuluan di SMP Negeri 9 Depok. 3. Melakukan uji coba kuesioner di SMP Ganesa Satria Depok. 4. Pemilihan responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan dibantu oleh guru BK SMP Negeri 9 Depok. 5. Pengumpulan data dilakukan di SMP Negeri 9 Depok dengan melibatkan guru BK di sekolah, yang sebelumnya telah diberikan penjelasan mengenai tata cara pengisian kuesioner, kriteria responden, item-item dalam kuesioner, dan cara pengumpulan data. Pengumpulan data dilaksanakan selama 2 hari. 6. Pengumpulan kuesioner penelitian dilakukan pada hari kedua, kemudian dilakukan pengecekan kuesioner untuk selanjutnya dilakukan proses pengolahan dan analisis data.
I. Teknik Analisis Data 1. Pengolahan data Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry data, dan tabulasi data. a. Editing Melakukan pemeriksaan jumlah kuesioner dan kelengkapan isinya. Dari 46 kuesioner yang harus terkumpul, kemudian dilakukan pengecekan kelengkapan untuk selanjutnya dilakukan pengolahan.
47
Apabila kuesioner lengkap kurang dari 46 kuesioner maka diperlukan pengulangan. b. Coding Memberikan kode pada tiap kategori pertanyaan untuk setiap kuesioner sesuai dengan urutan responden, agar memudahkan peneliti untuk pengolahan data. c. Entry data Memasukkan data kuesioner sesuai dengan kode pertanyaan dengan teliti dan cermat untuk menghindari kemungkinan data missing atau salah memasukkan data. Setiap kuesioner dilakukan validasi untuk mengantisipasi data terlewat. d. Tabulasi data Terakhir adalah tahap pengelompokkan data sesuai kategori untuk selanjutnya disajikan berupa tabel distribusi frekuensi.
2. Analisis data Tahap analisis data bertujuan untuk mendapatkan hasil yang dapat menjawab pertanyaan penelitian. Analisis dilakukan dalam analisis univariat. a. Analisis univariat Analisis
univariat
bertujuan
untuk
menggambarkan
proporsi/persentase masing-masing variabel yaitu strategi koping remaja, serta variabel lain yang ikut diteliti yaitu usia, kelas, jenis kelamin, status perkawinan orang tua, dan status dukungan sosial.
48
J. Etika Penelitian yang Digunakan Untuk mengantisipasi isu etik dalam penelitian, peneliti perlu memperhatikan beberapa pertimbangan etik selama melakukan penelitian dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Dalam melakukan pengumpulan data, data diperoleh melalui kuesioner. Sebelumnya, responden mengisi lembar informed consent terlebih dahulu untuk memperoleh izin penelitian dan kesediaan untuk mengisi kuesioner secara lengkap. 2. Untuk menjaga kerahasiaan subjek penelitian, responden tidak perlu mencantumkan nama
lengkap, melainkan hanya berupa inisial pada
lembar kuesioner. 3. Pada saat penyajian hasil penelitian, identitas responden tidak akan disebutkan atau dipublikasikan. 4. Penilaian kelayakan proposal penelitian akan dilakukan oleh Komite Etik Penelitian Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas.
Selain itu, peneliti juga harus memenuhi prinsip-prinsip dalam penelitian. Menurut Dahlan (2010), ada tiga acuan utama etika, yaitu prinsip keadilan, prinsip manfaat, dan prinsip menghormati orang lain. 1. Prinsip keadilan Peneliti wajib memperlakukan seluruh responden secara adil selama penelitian. Penerapan prinsip adil ini adalah setiap responden wajib
49
mendapatkan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penelitian, hak-hak responden, keamanan, kenyamanan, dan kerahasiaan responden. 2. Prinsip manfaat Selama
penelitian,
mengutamakan
hal-hal
yang
menguntungkan
responden dan memberi manfaat seoptiman mungkin untuk responden. Prinsip ini bertujuan untuk mencegah kerugian dan ketidaknyamanan akibat penelitian. Serta menjaga kerahasiaan data responden dan menjamin bahwa informasi responden tidak akan dipublikasikan. 3. Prinsip menghargai orang lain Peneliti harus menghargai responden dengan cara meminta kesediaan responden untuk berpartisipasi dalam penelitian, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Penerapan prinsip ini dengan cara meminta responden untuk
menandatangani
lembar
informed consent
dan
sebelumnya responden telah mendapat penjelasan secara rinci berkaitan dengan tujuan dan prosedur penelitian. Peneliti juga memberi kebebasan kepada responden jika ingin mengundurkan diri.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 9 merupakan salah satu Sekolah Standar Nasional (SSN) yang berlokasi di Jalan Raya Cipayung No. 27, kecamatan Cipayung. Sarana dan prasarana yang terdapat dalam SMPN 9 Depok adalah gedung sekolah dengan luas tanah 9760 m2 dan luas bangunan 4380 m2, didalamnya terdapat laboratorium IPA, laboratorium komputer, ruang media, 18 ruang kelas, Unit Kesehatan Sekolah (UKS), perpustakaan, ruang konsultasi BP, mushola, aula, dan kantin. Ekstrakurikuler yang ada di SMPN 9 Depok adalah paskibra, pramuka, PMR, olahraga (bulu tangkis, voli, dan basket), Rohis, dan marawis. Jumlah siswa di SMPN 9 Depok ini untuk kelas VII (tujuh) sebanyak 389 siswa, kelas VIII (delapan) sebanyak 395 siswa, dan kelas IX (sembilan) sebanyak 369 siswa, dan total keseluruhan jumlah siswa adalah 1153 siswa. Sedangkan populasi dalam penelitian ini merupakan remaja yang berperilaku agresif disekolah yaitu sebanyak 46 siswa.
B. Karakteristik Responden Karakteristik responden dibawah ini adalah karakteristik sampel penelitian berdasarkan umur, kelas, jenis kelamin, dan status orang tua. Berikut adalah kategori responden penelitian, antara lain:
50
51
1. Umur Umur remaja yang dipilih menjadi responden dalam penelitian ini adalah umur 12 – 15 tahun berjumlah 46 responden. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Umur Frekuensi Persentase % 8 17,4 12 tahun 26 56,5 13 tahun 9 19,6 14 tahun 3 6,5 15 tahun 46 100 Total Berdasarkan tabel di atas, umur 13 tahun memperoleh jumlah persentase tertinggi yaitu sebesar 26 responden (56,5 %). Pembagian responden menurut kelas yaitu kelas VII (tujuh) sebanyak 36 responden (78,3 %) dan kelas VIII sebanyak 10 responden (21,7 %)
2. Jenis kelamin Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase % 34 73,9 Laki-laki 12 26,1 Perempuan 46 100 Total Berdasarkan tabel di atas, jenis kelamin laki-laki memperoleh jumlah persentase tertinggi yaitu sebesar 34 responden (73,9 %).
3. Status Orang Tua Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Orang Tua Status Orang Tua Frekuensi Persentase % 39 84,8 Utuh 6 13,0 Cerai 1 2,2 Meninggal 46 100 Total Berdasarkan tabel di atas, responden terbesar dalam penelitian ini yaitu responden yang memiliki orang tua yang utuh sebanyak
39
52
responden (84,8 %). Jika dilihat dari status tempat tinggalnya, responden terdiri dari tinggal dengan ayah sebanyak 3 responden (6,5 %), tinggal dengan ibu sebanyak 4 responden (8,7 %), tinggal dengan keduanya sebanyak 37 responden (80,4 %), dan tinggal dengan anggota keluarga lain sebanyak 2 responden (4,3 %).
C. Strategi Koping Pada penelitian ini, nilai strategi koping diperoleh berdasarkan jumlah dari jawaban responden terhadap kuesioner strategi koping. Kuesioner terdiri dari 27 pernyataan problem focused coping dan 27 pernyataan emotion focused coping. Peneliti menjumlahkan jawaban responden berdasarkan tipe strategi koping tersebut, kemudian membandingkannya. Nilai jawaban yang lebih besar menunjukkan strategi koping yang lebih dominan digunakan oleh responden. Analisis univariat variabel strategi koping pada siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9 Depok, diperoleh hasil yang disajikan dalam bentuk tabel 5.4 berikut ini. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Strategi Koping Strategi Koping Frekuensi Persentase % 27 58,7 Problem-focused coping 19 41,3 Emotion-focused coping 46 100 Total
Pada analisis distribusi frekuensi responden berdasarkan strategi koping siswa dengan perilaku agresif di SMP N 9 Depok didapatkan hasil bahwa responden terbesar dalam penelitian ini adalah menggunakan Problem-
53
focused Coping dalam setiap menyelesaikan masalah yaitu sebanyak 27 responden (58,7 %).
D. Strategi Koping Berdasarkan Karakteristik Responden Peneliti melakukan analisa strategi koping dilihat dari karakteristik reponden, yaitu umur, jenis kelamin, dan status orang tua.
1. Strategi Koping Berdasarkan Umur
Umur
Tabel 5.5 Strategi Koping Berdasarkan Umur Strategi Koping Problem n (%) Emotion n (%) 4 (50) 4 (50) 12 Tahun 15 (57.7) 11 (42.3) 13 Tahun 7 (77.8) 2 (22.2) 14 Tahun 1 (33.3) 2 (66.7) 15 Tahun 27 (58.7) 19 (41.3) Total (%)
Total (%) 8 (100) 26 (100) 9 (100) 3 (100) 46 (100)
Berdasarkan tabel di atas, pada remaja usia 12 tahun, jumlah responden yang menggunakan strategi koping berfokus pada masalah dan strategi koping yang berfokus pada emosi sama, yaitu sebanyak 4 responden (50%). Pada remaja usia 13 dan 14 tahun, lebih banyak menggunakan strategi koping berfokus pada masalah. Pada remaja usia 15 tahun, lebih banyak menggunakan strategi koping berfokus pada emosi, yaitu sebesar 66,7%.
54
2. Strategi Koping Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Tabel 5.6 Strategi Koping Berdasarkan Jenis Kelamin Strategi Koping Problem n (%) Emotion n (%) Total (%) 18 (52.9) 16 (47.1) 34 (100) Laki-laki 9 (75) 3 (25) 12 (100) Perempuan 27 (58.7) 19 (41.3) 46 (100) Total (%)
Berdasarkan tabel di atas, remaja laki-laki dan perempuan lebih banyak menggunakan strategi koping berfokus pada masalah daripada strategi koping berfokus pada emosi, yaitu laki-laki sebanyak 18 responden (52,9%) dan perempuan sebanyak 9 responden (75%).
3. Strategi Koping Berdasarkan Status Orang Tua
Status Orang Tua
Tabel 5.7 Strategi Koping Berdasarkan Status Orang Tua Strategi Koping Problem n (%) Emotion n (%) Total N (%) 25 (64.1) 14 (35.9) 39 (100) Utuh 1 (16.7) 5 (83.3) 6 (100) Cerai 1 (100) 0 (0) 1 (100) Meninggal 27 (58.7) 19 (41.3) 46 (100) Total
Berdasarkan tabel di atas, responden yang memiliki orang tua yang utuh lebih banyak menggunakan problem focused coping sebanyak 25 responden (64,1%). Responden yang memiliki orang tua bercerai lebih banyak menggunakan emotion focused coping sebanyak 5 responden (83,3%).
BAB VI PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, berikut uraian pembahasannya serta keterbatasan dari penelitian.
A. Gambaran Karakteristik Responden di SMPN 9 Depok Karakteristik dari responden dalam penelitian ini terdiri dari umur, jenis kelamin, kelas, dan status orang tua. Gambaran umur dari 46 responden penelitian ini sebagian besar berusia 13 tahun yaitu sebesar 26 responden (56,5%). Hal ini sesuai dengan teori tumbuh kembang menurut Harlock (1999) bahwa usia 13 tahun merupakan usia remaja awal yang mempunyai salah satu ciri khas membenarkan perbuatan-perbuatan yang mereka ketahui sebagai perbuatan yang salah termasuk perilaku agresif. Tugas perkembangan yang muncul pada masa remaja awal juga akan memicu pertahanan diri yang akan menstimulasi kemampuan beradaptasi yang baru untuk mengkopingnya atau akan mengarahkan kepada regresi dan koping yang maladaptif (Stuart & Laraia, 2005). Dari hasil penelitian berdasarkan distribusi jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki sebesar 34 responden (73,9%). Hal ini dikarenakan anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial yang sulit dikontrol dibandingkan anak perempuan sehingga anak laki-laki lebih banyak melakukan tindakan kekerasan dan ditujukan ke luar misalnya merusak barang milik orang lain dan berkelahi (Santrock, 2003). Ditambah lagi
55
56
perilaku agresif pada anak laki-laki relatif tetap sejak masa prasekolah sampai masa remaja, dimana mereka meneruskan perilaku yang dialami sejak kecil hingga
sampai
remaja.
Berbeda
dengan
perempuan
yang
kurang
menunjukkan perilaku tersebut pada usia lebih tua (Behrman et al, 2000). Hal ini juga didukung oleh penelitian Lestari (2008) bahwa anak laki-laki cenderung lebih agresif daripada anak perempuan seusianya. Kalaupun anak perempuan menunjukkan tindak agresi, kecenderungan adalah agresi verbal dan tidak langsung, sementara anak laki-laki lebih menunjukkan agresi fisik secara langsung. Berdasarkan distribusi kelas, responden yang paling banyak adalah kelas VII sebesar 36 responden (78,3%). Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Santrock (2007) bahwa transisi memasuki Sekolah Menengah Pertama dari Sekolah Dasar dapat menimbulkan stres karena transisi ini terjadi secara simultan dengan banyak perubahan lain, termasuk perubahan dari siswa paling tua, paling besar, dan paling kuat di SD menjadi siswa yang paling muda, paling kecil, dan paling lemah di SMP, yang disebut top-dog phenomenon. Stres yang meningkat tersebut dapat menimbulkan munculnya berbagai bentuk perilaku agresif. Berdasarkan distribusi status orang tua, responden terdiri dari status orang tua utuh sebesar 39 responden (84,8%), orang tua bercerai sebesar 6 responden (13%), dan orang tua meninggal sebesar 1 responden (2,2%). Hal ini dapat dikarenakan SMPN 9 Depok termasuk sekolah yang memiliki peringkat baik di Depok sehingga siswa yang masuk ke sekolah ini memiliki kualitas baik dari segi kognitifnya. Menurut Haryanto (2011), salah satu
57
dampak perceraian orang tua adalah sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun. Siswa di SMPN 9 Depok termasuk ke dalam siswa yang memiliki prestasi baik sehingga jarang yang latar belakang orang tuanya bercerai.
B. Gambaran strategi koping siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9 Depok Untuk mendapatkan hasil strategi koping siswa dengan perilaku agresif, sebelumnya peneliti memastikan bahwa responden yang berpartisipasi memang diduga memiliki perilaku agresif. Peneliti terlebih dahulu melihat buku catatan pelanggaran sekolah yang dimiliki guru BK SMPN 9 Depok, kemudian melakukan wawancara kepada beberapa siswa yang tercatat di dalam buku catatan pelanggaran sekolah. Berdasarkan distribusi frekuensi, strategi koping yang paling banyak digunakan siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9 Depok adalah problem focused coping sebesar 27 responden (58,7%). Problem focused coping adalah usaha mengatasi stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadinya tekanan, yang terbagi menjadi confrontative coping, seeking social support, dan planful problem solving (Lazarus dan Folkman, 1984 dalam Nasir, 2011). Seorang remaja yang cenderung menggunakan problem focused coping dalam mengatasi permasalahan yang dialaminya, akan cenderung lebih fokus terhadap masalah yang dihadapi dan berusaha mencari berbagai cara untuk memecahkan masalah yang dialaminya, termasuk dengan cara-cara yang
58
agresif. Seseorang yang menggunakan problem focused coping yakin bahwa hal-hal yang menjadi sumber masalah masih dapat diubah, tetapi apabila remaja tersebut tidak menemukan pemecahan masalah yang efektif akan memunculkan berbagai respon perilaku yang negatif di dalam dirinya sehingga ini akan mempengaruhi tingkah lakunya dan menjadi lebih agresif (Lestari, 2008). Sedangkan hasil manifestasi strategi koping berdasarkan umur menunjukkan bahwa remaja usia 12 tahun yang menggunakan strategi koping berfokus pada masalah dan strategi koping yang berfokus pada emosi sama, yaitu sebanyak 4 responden. Pada remaja usia 13 dan 14 tahun, lebih banyak menggunakan strategi koping berfokus pada masalah. Pada remaja usia 15 tahun, lebih banyak menggunakan strategi koping berfokus pada emosi. Menurut Wong (2008), pada masa remaja awal terjadi peningkatan kehidupan emosi dimana remaja sangat peka dan perasaan mudah tersinggung. Pada saat muncul ketegangan, remaja akan berespon dengan emosi yang tinggi dan berusaha untuk mengatasi ketegangan tersebut dengan cara yang agresif. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kematangan emosi sehingga remaja cenderung menggunakan strategi koping yang berfokus pada masalah. Remaja usia 15 tahun termasuk ke dalam masa remaja pertengahan yang memiliki kematangan emosi lebih baik. Remaja pertengahan memiliki tingkat emosi yang terkontrol, sehingga pada saat muncul ketegangan mereka akan berespon dengan mengatur emosinya (self control). Hal tersebut yang menyebabkan remaja pertengahan cenderung menggunakan strategi koping berfokus pada emosi (emotion focused coping), yaitu usaha mengatasi stres
59
dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotion Focused Coping ini terbagi menjadi self control, distancing, positive reappraisal, accepting responsibility, dan escape/avoidance (Lazarus dan Folkman, 1984 dalam Nasir, 2011). Hasil
manifestasi
strategi
koping
berdasarkan
jenis
kelamin
menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan lebih banyak menggunakan strategi koping berfokus pada masalah, yaitu laki-laki sebanyak 52,9% dan perempuan sebanyak 75%. Hal ini didukung oleh penelitian Lestarianita (2008) yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan penggunaan problem-focused coping dan emotion-focused coping antara laki-laki dan perempuan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Pargament (1997) dalam penelitiannya mengenai pemilihan pola coping yang menyatakan
bahwa
persepsi
subjek
terhadap
kemampuannya
akan
mempengaruhi pola coping yang ia pilih sebagai cara penyelesaian masalah sehingga tidak menutup kemungkinan pada perawat pria dan perawat wanita menggunakan coping stres yang sama. Penelitian Lestari (2008) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang sangat signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam melakukan coping yang berorientasi pada pemecahan masalah, dimana perempuan lebih efektif bila dibandingkan dengan laki-laki. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rubin (dalam Weiten dan Llyod, 1997) pria lebih cenderung untuk memilih problem-focused coping, sedangkan wanita cenderung untuk memilih emotion-focused coping. Pria cenderung menggunakan problem-
60
focused coping karena pria biasanya menggunakan rasio atau logika sehingga mereka lebih memilih untuk langsung menyelesaikan masalah yang dihadapi atau langsung menghadapi sumber stres. Sedangkan wanita dikatakan lebih cenderung menggunakan emotion-focused coping karena mereka lebih menggunakan perasaan atau lebih emosional sehingga mereka cenderung untuk mengatur emosi mereka dalam menghadapi sumber stres. Hasil manifestasi strategi koping berdasarkan status orang tua menunjukkan bahwa remaja yang memiliki orang tua yang utuh lebih banyak menggunakan strategi koping berfokus pada masalah, yaitu sebanyak 64,1%. Sedangkan remaja yang memiliki orang tua bercerai lebih banyak menggunakan strategi koping berfokus pada emosi, yaitu sebanyak 83,3%. Menurut Mutaddin (2002), salah satu faktor yang mempengaruhi strategi koping adalah dukungan sosial yang meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, rekan kerja, dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Pada remaja dengan orang tua yang utuh memiliki dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua sehingga saat menghadapi stres mereka bisa mendapatkan kenyamanan dan solusi dari orang terdekat mereka (seeking social support). Hal ini yang menyebabkan remaja dengan orang tua yang utuh lebih cenderung menggunakan problem focused coping. Namun apabila pemecahan masalah yang tepat tidak ditemukan, maka strategi koping ini tetap dapat menimbulkan perilaku agresif. Selain itu, faktor komunikasi dalam keluarga juga mempengaruhi strategi koping. Menurut hasil penelitian
61
Sholikhah (2007), terdapat hubungan yang signifikan antara pola komunikasi remaja terhadap orang tua dengan perilaku agresif remaja. Pada penelitian ini peneliti tidak mengkaji pola komunikasi dalam keluarga responden. Pada remaja dengan orang tua yang mengalami perceraian merasa bahwa dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua sangat kurang. Saat menghadapi stres, mereka berpikir bahwa tempat untuk mendapat kenyamanan dan solusi kurang bahkan tidak ada sehingga mereka cenderung lari dan menghindari masalah tersebut. Hal ini yang menyebabkan remaja dengan orang tua yang mengalami perceraian lebih banyak menggunakan emotion focused coping. Jika respon emosional baik, maka yang timbul adalah positive reappraisal dan accepting responsibility pada diri individu tersebut. Akan tetapi, jika respon emosional buruk, maka mereka cenderung lari dari situasi yang menekan dan beralih kepada hal-hal seperti merokok, penggunaan alkohol, dan lain-lain. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Rahmayati (2010) yang menunjukkan remaja dengan orang tua bercerai lebih condong menggunakan emotion focused coping.
C. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti masih menemukan keterbatasan peneliti, diantaranya yaitu: 1. Penelitian
menggunakan
desain
kuantitatif
yang
dalam
proses
penelitiannya hanya melakukan pengumpulan data sebanyak satu kali
62
sehingga hasil penelitian dapat dipengaruhi oleh suasana hati responden pada saat itu. 2. Kurangnya keterampilan dalam mencari bahan pustaka mengenai strategi koping dan perilaku agresif sehingga peneliti sulit untuk mencari referensi yang sesuai dengan masalah penelitian. 3. Peneliti tidak membagi responden berdasarkan berat-ringannya perilaku agresif. Hal ini dikarenakan peneliti memilih responden hanya berdasarkan buku laporan pelanggaran siswa yang diperoleh dari guru BK. 4. Peneliti menggunakan instrumen yang dikembangkan di luar negeri sehingga ada beberapa item pernyataan yang kurang sesuai dengan budaya dan tumbuh kembang remaja di Indonesia.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Mengacu pada analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka hasil penelitian terhadap 46 responden dengan judul “Strategi Koping Siswa dengan Perilaku Agresif di SMPN 9 Depok” dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9 Depok sebagian besar berusia 13 tahun, yaitu sebesar 56,5%. Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar laki-laki yaitu sebesar 73,9%. Berdasarkan kelas, sebagian besar duduk di kelas VII, yaitu sebesar 78,3%. Berdasarkan status orang tua, sebagian besar siswa dengan orang tua yang utuh, yaitu sebesar 84,8%. 2. Strategi koping yang paling banyak digunakan oleh siswa dengan perilaku agresif di SMPN 9 Depok adalah strategi koping berfokus pada masalah (problem focused coping) sebesar 58,7%. Sedangkan siswa yang menggunakan strategi koping berfokus pada emosi (emotion focused coping) hanya sebesar 42,3%. 3. Remaja dengan karakteristik berusia 12-14 tahun yang masuk ke dalam masa remaja awal, baik laki-laki maupun perempuan, dan memiliki orang tua yang utuh lebih banyak menggunakan problem focused coping. Sedangkan remaja dengan karakteristik berusia 15 tahun yang masuk ke dalam masa remaja pertengahan dan memiliki orang tua yang mengalami perceraian lebih banyak menggunakan emotion focused coping.
63
64
B. Saran 1. Bagi sekolah ( SMPN 9 Depok) a. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi koping yang paling banyak digunakan oleh siswa dengan perilaku agresif adalah problem focused coping sehingga perlu adanya perhatian sekolah untuk mengadakan konseling khususnya bagi siswa dengan perilaku agresif dan umumnya seluruh siswa SMPN 9 Depok tentang penyelesaian masalah yang konstruktif dan menyalurkan emosi secara konstruktif dengan berbagai kegiatan positif. b. Bagi anak remaja yang sudah memiliki tanda berperilaku agresif diharapkan dilakukan pendekatan konseling secara berkala atau meningkatkan kerja sama antara guru BP dengan siswa. Sehingga remaja mengerti bagaimana penyelesaian masalah dan strategi koping yang tepat bagi individu masing-masing. c. Bagi siswa dengan perilaku agresif yang menggalami perceraian orang tua dapat dilakukan pengkajian mengenai sumber dukungan sosial selama ini dan diberikan perhatian lebih agar siswa tersebut merasa ada tempat untuk meminta bantuan saat terjadi masalah. 2. Bagi institusi dan perawat a. Dapat menjadi suatu tambahan informasi tentang strategi koping pada siswa dengan perilaku agresif. b. Penelitian ini dapat menjadi ranah bergeraknya salah satu tugas keperawatan pada setting pelayanan di komunitas untuk memberikan
65
pendidikan kesehatan tentang strategi koping yang adaptif kepada remaja dengan perilaku agresif. Perawat dapat bekerjasama dengan UKS dan guru BK dalam melakukan intervensi bagi siswa yang memiliki kecenderungan perilaku agresif. 3. Bagi peneliti lain. a. Instrumen yang digunakan untuk penelitian selanjutnya dapat disesuaikan dengan tumbuh kembang remaja di Indonesia. b. Pada penelitian berikutnya diharapkan bisa menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara mendalam sehingga dapat mengurangi risiko bias dan informasi yang didapat lebih akurat dan mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, Wiwik. Perbedaan Coping Strategy Remaja Ditinjau dari Peran Gender. Diunduh melalui http://eprints.umm.ac.id/1538/1/PERBEDAAN_COPING_STRATEGY_RE MAJA_DITINJAU_DARI_PERAN_GENDER.pdf pada tanggal 25 April 2013. 2008 Azwar, Saifuddin. Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2012 Budiarto, Eko. Metodologi Peneltian Kedokteran: sebuah pengantar. Jakarta: EGC. 2003 Dahlan, M Sopiyudin. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: CV Sagung Seto. 2010 Elfrindi, et al. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Baduose Media Jakarta. 2011 Lestari, Fitri Puji. Naskah Publikasi: Problem Focused Coping dan Perilaku Agresif Remaja Ditinjau Dari Jenis Kelamin. Diunduh melalui http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi04320198.pdf pada tanggal 5 Oktober 2013. 2008 Lestarianita, Prety. Perbedaan Coping Stres Pada Perawat Pria dan Wanita. Diunduh melalui http://gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2008/Artikel_10 502191.pdf pada tanggal 8 Januari 2014. 2008 Luthfi, Ikhwan et al. Psikologi Sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta. 2009 Masunah, Juju. Profil Pendidikan, Kesehatan, dan Sosial Remaja Kota Bandung: Masalah dan Alternatif Solusinya. LPPM Universitas Pendidikan Indonesia. Diunduh melalui http://www.bkkbn.go.id/litbang/pusdu/Hasil%20Penelitian/Karakteristik%2 0Demografis/2011/Profil%20Pendidikan,%20Kesehatan,%20dan%20Sosial %20Remaja%20Kota%20Bandung%20Masalah%20dan%20Alternatifnya.p df pada tanggal 6 Maret 2013. 2011 Muhith, Abdul. Dasar-dasar Keperawatan Jiwa: Pengantar dan Teori. Jakarta: Salemba Medika. 2011 Potter, Patricia A. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta: EGC. 2005 Priantoro, Agung. Hubungan Antara Konformitas Kelompok dengan Perilaku Agresif pada Siswa-siswi Kelas 1 Reguler SMU Islam PB Sudirman Jakarta.
Diunduh melalui http://library.gunadarma.ac.id/repository/view/319821/hubungan-antarakonformitas-kelompokdengan-perilaku-agresifpada-siswa-siswi-kelas-1regulersmu-islam-pb-sudirman-jakarta.html/ pada tanggal 4 April 2013. 2012 Priliawito, Eko. Sederet Tawuran Pelajar di Jabodetabek Sejak Awal 2012. Diakses melalui http://metro.news.viva.co.id/news/read/354946-sederettawuran-pelajar-di-jabodetabek-sejak-awal-2012 pada tanggal 10 Oktober 2012. 2012 Rahmayati. Stres dan Coping Remaja yang Mengalami Perceraian pada Orang Tua. Diunduh melalui http://www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology/2009/Arti kel_10502199.pdf pada tanggal 14 Oktober 2013. 2010 Rasalwati, Hani Uke. Permasalahan Pada Remaja. Diakses http://mo2gi.student.umm.ac.id/ pada tanggal 7 Maret 2013. 2010
melalui
Rew, Lynn. Adolescent Health: a multidisciplinary approach to theory, research, and intervention. USA: Sage Publications Inc. 2005 Ridhwan, Riz Wardhana. Hubungan antara Stres dan Perilaku Agresif pada Remaja. Diunduh melalui http://eprints.umm.ac.id/13376/1/HUBUNGAN_ANTARA_STRES_DANP ERILAKU_AGRESIF_PADA_REMAJA.pdf pada tanggal 23 Oktober 2012. 2006 Santrock, John W. Remaja Edisi 11 Jilid 1. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 2007 Santrock, John W. Remaja Edisi 11 Jilid 2. Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. 2007 Sarwono, Sarlito W et al. Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. 2011 Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto. 2004 Solikhah. Hubungan Antara Pola Komunikasi Remaja Terhadap Orang Tua Dengan Perilaku Agresif Remaja pada Pelajar di SMK Karya Nugroho Boyolali. Diunduh melalui http://repository.library.uksw.edu/bitstream/handle/123456789/1812/T1_13 2008044_BAB%20II.pdf?sequence=3 pada tanggal 14 Oktober 2013. 2007 Stuart, Gail W dan Laraia, Michele T. Principles and Practice of Psychiatric Nursing 8th Edition. Philadelphia: Mosby Inc. 2005 Wong, Donna L, et al. Buku Ajar Keperawatan Pedriatik Wong Volume 1. Jakarta: EGC. 2008
Yusnelly, Effie. Hubungan Antara Stres dengan Agresivitas pada Remaja. Diakses melalui http://digilib.umm.ac.id pada tanggal 3 Maret 2013. 2006 Zulkarnaen, Sander Diki. Tawuran Pelajar Memprihatinkan Dunia Pendidikan. Diakses melalui http://www.kpai.go.id pada tanggal 10 Oktober 2012. 2012
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN RESPONDEN STRATEGI KOPING PADA SISWA DENGAN PERILAKU AGRESIF DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 9 DEPOK
Assalamualaikum. WR. WB Salam sejahtera. Nama
: Fidinia Hastuti
NIM
: 109104000041 Saya mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Ilmu Keperawatan sedang melaksanakan penelitian untuk penulisan skripsi sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan pendidikan sebagai Sarjana Keperawatan (S.Kep). Dalam lampiran ini terdapat beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian. Untuk itu Saya harap dengan segala kerendahan hati agar kiranya adikadik Siswa/i bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan. Kerahasiaan jawaban akan dijaga dan hanya diketahui oleh peneliti. Kuesioner ini Saya harap diisi dengan sejujur-jujurnya sesuai dengan apa yang dipertanyakan. Sehingga hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini. Saya ucapkan terima kasih atas bantuan dan partisipasi adik-adik Siswa/i dalam pengisian kuesioner ini. Apakah Siswa/i bersedia menjadi Responden? YA/TIDAK Tertanda
(Responden)
KUESIONER PENELITIAN STRATEGI KOPING PADA SISWA DENGAN PERILAKU AGRESIF DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA NEGERI 9 DEPOK
BAGIAN I (Digunakan untuk menggali data personal responden)
Petunjuk Pengisian: 1. Bacalah setiap pertanyaan dengan seksama 2. Isilah identitas/data personal
No. Responden :
(diisi peneliti)
Nama
: _______________ (inisial huruf nama depan)
Umur
: (1) (2) (3) (4)
11 Tahun 12 Tahun 13 Tahun 14 Tahun
(1) (2)
Laki-Laki Perempuan
(1) (2)
VII (Tujuh) VIII (Delapan)
(1) (2) (3)
Utuh Cerai Meninggal
(1) (2) (3) (4)
Ayah Ibu Kedua-duanya Lain-lain : …….
Jenis Kelamin :
Kelas
:
Status orang tua :
Tinggal dengan :
Alamat
: No. Telp:
BAGIAN II KUESIONER STRATEGI KOPING
Petunjuk pengisian: 1. Bacalah setiap pernyataan dibawah ini dengan teliti 2. Pernyataan dibawah ini menggambarkan perilaku dalam mengatasi masalah. 3. Setiap pernyataan harus diisi dengan status jawaban yang sesuai dengan seberapa sering Anda melakukannya saat menghadapi kesulitan, yaitu: TP
= Tidak pernah, jika Anda sama sekali tidak pernah melakukannya setiap kali menghadapi masalah
J
= Jarang, jika Anda 1 atau 2 kali pernah melakukannya saat menghadapi masalah
K
= Kadang-kadang,
jika
Anda
3
atau
4
kali
pernah
melakukannya saat menghadapi masalah S
= Sering, jika Anda hampir selalu melakukannya setiap menghadapi masalah
SS
= Selalu, jika Anda selalu melakukannya setiap menghadapi masalah
4. Berilah tanda checklist (√) pada kolom jawaban yang telah tersedia, Pilih hanya satu jawaban. 5. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, karena itu isilah sesuai dengan keadaan diri Anda yang sesungguhnya.
No
Saat Anda menghadapi kesulitan atau tertekan, seberapa sering anda:
1
Mengikuti perintah dan aturan orang tua
2
Membaca komik atau novel
3
Menganggap ringan semua masalah tersebut
4
Meminta maaf pada orang lain
5
Mendengarkan musik atau radio
6
Berbicara dengan guru atau konselor di sekolah tentang apa yang mengganggu anda
7
Makan lebih banyak dari biasanya
TP
J
K
S
SS
No
Saat Anda menghadapi kesulitan atau tertekan, seberapa sering anda:
TP
8
Pergi dari rumah selama mungkin
9
Minum obat dengan resep dokter
10
Menyibukkan diri sekolah
11
Berbelanja, membeli barang-barang yang Anda suka
12
Menjelaskan semua masalah pada orang tua dan meminta penyelesaian pada mereka
13
Berusaha meningkatkan diri dan menjadi lebih baik, misalnya meningkatkan ranking sekolah
14
Menangis
15
Memikirkan sisi baik di dalam hidup Anda
16
Pergi dengan pacar Anda
17
Berkeliling dengan mobil/motor
18
Bicara yang baik-baik pada orang lain
19
Marah dan berteriak pada orang lain
20
Bercanda dan tetap bersenang hati
21
Bicara dengan tokoh agama, misalnya ustad
22
Mengeluh dengan anggota keluarga Anda
23
Pergi ke tempat ibadah
24
Minum obat (tanpa resep dokter)
25
Mengatur hidup Anda dan apa yang harus dilakukan
26
Menyumpahi orang lain
27
Lebih serius dalam tugas sekolah atau proyek sekolah lainnya
28
Melimpahkan kesalahan pada orang lain
29
Mengalihkan dengan mendekati seseorang yang Anda suka
30
Membantu orang lain dalam menyelesaikan masalahnya
31
Curhat pada ibu mengganggu Anda
32
Mencoba dengan usaha sendiri untuk menemukan cara menyelesaikan masalah tersebut
dengan
tentang
aktivitas
apa
di
yang
J
K
S
SS
No
Saat Anda menghadapi kesulitan atau tertekan, seberapa sering anda:
33
Melakukan apapun yang menjadi hobi Anda
34
Bertemu dengan konselor (bukan guru sekolah atau BK)
profesional
35
Menjaga persahabatan teman baru
menambah
36
Bicara pada diri anda bahwa masalah yang dihadapi tidak penting
37
Pergi ke bioskop
38
Melamun memikirkan keinginan Anda
39
Curhat pada adik atau kakak tentang apa yang Anda rasakan
40
Mencari kesibukan sendiri
41
Menyibukkan diri dengan keluarga Anda
42
Mencoba merokok
43
Menonton TV seharian
44
Beribadah atau berdoa
45
Melihat hikmah dari kesulitan yang sedang dihadapi
46
Mencoba minum alkohol atau minuman keras
47
Mencoba membuat keputusan sendiri
48
Tidur seharian
49
Berkata kasar dan menyinggung orang lain
50
Curhat pada ayah mengganggu Anda
51
Mengeluh kepada teman Anda
52
Curhat pada teman tentang perasaan Anda
53
Bermain video game
54
Melakukan aktivitas fisik berat bersepeda, dll)
atau
tentang
apa
TP
J
K
yang
(jogging,
Harap diperiksa kembali, jangan sampai ada yang terlewatkan. Terima kasih.
S
SS
UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS
1. Kuesioner Strategi Koping Siswa dengan Perilaku Agresif Reliability Statistics Cronbach's Alpha .808
N of Items 54
Item-Total Statistics Scale Scale Mean if Variance if Item Deleted Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
ITEM1
167.74
319.565
.389
.803
ITEM2
168.78
330.360
.410
.800
ITEM3
169.13
329.028
.502
.799
ITEM4
168.22
309.723
.491
.799
ITEM5
168.09
328.992
.519
.799
ITEM6
169.70
310.221
.559
.798
ITEM7
169.83
343.605
.371
.803
ITEM8
167.13
332.391
.352
.802
ITEM9
170.13
331.755
.364
.803
ITEM10
169.61
320.249
.451
.801
ITEM11
168.96
312.589
.358
.802
ITEM12
168.78
317.814
.400
.801
ITEM13
168.43
325.893
.594
.798
ITEM14
169.17
333.787
.405
.802
ITEM15
168.22
313.632
.426
.801
ITEM16
169.43
305.802
.477
.798
ITEM17
168.61
308.976
.522
.798
ITEM18
168.22
309.996
.432
.800
ITEM19
167.78
329.723
.416
.802
ITEM20
167.61
318.885
.372
.803
ITEM21
169.00
300.273
.761
.792
ITEM22
169.39
314.704
.366
.802
ITEM23
168.09
317.538
.485
.802
ITEM24
167.04
325.589
.453
.802
ITEM25
168.48
311.170
.414
.801
ITEM26
167.22
331.269
.452
.802
ITEM27
168.52
313.079
.359
.802
ITEM28
167.61
326.249
.499
.800
ITEM29
168.22
297.632
.755
.790
ITEM30
168.43
307.984
.546
.797
ITEM31
168.91
315.810
.532
.797
ITEM32
168.74
309.565
.400
.801
ITEM33
168.70
318.949
.411
.801
ITEM34
169.83
309.696
.535
.798
ITEM35
167.83
310.059
.502
.799
ITEM36
169.48
319.988
.470
.802
ITEM37
169.35
313.874
.343
.803
ITEM38
168.78
314.542
.340
.803
ITEM39
169.52
308.988
.471
.799
ITEM40
169.48
317.443
.476
.798
ITEM41
169.43
318.439
.472
.798
ITEM42
167.09
344.265
.356
.803
ITEM43
167.65
341.692
.348
.803
ITEM44
167.65
320.783
.516
.799
ITEM45
168.39
322.431
.598
.798
ITEM46
166.91
335.901
.503
.799
ITEM47
169.00
315.727
.418
.801
ITEM48
167.30
335.040
.510
.799
ITEM49
167.70
332.676
.585
.798
ITEM50
169.22
304.360
.476
.798
ITEM51
169.48
325.534
.487
.810
ITEM52
168.57
307.893
.455
.799
ITEM53
168.83
316.514
.452
.799
ITEM54
168.78
309.542
.407
.800
HASIL PENELITIAN
Statistics Umur N
Valid
Kelas
StatusOrangTua StrategiKoping
46
46
46
46
46
0
0
0
0
0
.788
.444
.417
.437
.498
Missing Std. Deviation
JenisKelamin
Frequency Table
Umur Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid 12 Tahun
8
17.4
17.4
17.4
13 Tahun
26
56.5
56.5
73.9
14 Tahun
9
19.6
19.6
93.5
15 Tahun
3
6.5
6.5
100.0
46
100.0
100.0
Total
Jenis Kelamin Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid Laki-laki
34
73.9
73.9
73.9
Perempuan
12
26.1
26.1
100.0
Total
46
100.0
100.0
Kelas Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid VII
36
78.3
78.3
78.3
VIII
10
21.7
21.7
100.0
Total
46
100.0
100.0
Status Orang Tua Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid Utuh
39
84.8
84.8
84.8
Cerai
6
13.0
13.0
97.8
Meninggal
1
2.2
2.2
100.0
46
100.0
100.0
Total
Strategi Koping Cumulative Frequency Percent Valid Percent Percent Valid Problem Focused
27
58.7
58.7
58.7
Emotion Focused
19
41.3
41.3
100.0
Total
46
100.0
100.0
Umur * Strategi Koping Crosstabulation Strategi Koping Problem Focused
Emotion Focused
Total
Umur 12 Tahun
4
4
8
13 Tahun
15
11
26
14 Tahun
7
2
9
15 Tahun
1
2
3
27
19
46
Total
Jenis Kelamin * Strategi Koping Crosstabulation Strategi Koping Problem Focused
Emotion Focused
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Total
Total
18
16
34
9
3
12
27
19
46
Status Orang Tua * Strategi Koping Crosstabulation Strategi Koping Problem Focused Status Orang Tua
Emotion Focused
Total
Utuh
25
14
39
Cerai
1
5
6
Meninggal
1
0
1
27
19
46
Total
Kelas * Strategi Koping Crosstabulation Strategi Koping Problem Focused Kelas VII
Emotion Focused
Total
21
15
36
VIII
6
4
10
Total
27
19
46
KREDIT POIN PELANGGARAN SISWA SMP NEGERI 9 DEPOK
A. 1. 2. 3. 4. 5. B. 1. 2. 3. 4. 5. C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. D. 1.
JENIS PELANGGARAN KODE BOBOT KETERLAMBATAN Keterlambatan masuk jam pertama setelah 5 menit bel A1 2 berbunyi Wajib mengikuti tadarus dan saat teduh bagi non Islam A2 2 Keterlambatan mengikuti upacara bendera A3 2 Terlambat masuk istirahat A4 2 Izin keluar ketika KBM berlangsung dan tidak kembali A5 5 KEHADIRAN Setiap tidak masuk tanpa keterangan B1 10 Tidak masuk dengan membuat keterangan palsu B2 20 Setiap membolos jam pelajaran B3 10 Setiap tidak mengikuti kegiatan ekskul pilihan tanpa B4 2 keterangan Setiap tidak mengikuti kegiatan ekskul wajib tanpa B5 3 keterangan PAKAIAN Tidak memakai seragam sekolah C1 10 Memakai seragam tidak rapih/tidak dimasukkan C2 5 Tidak mengenakan topi upacara pada waktu mengikuti C3 2 upacara Memakai sepatu sandal/sandal atau sepatu dibuat sandal C4 5 Memakai pakaian ketat (jangkis dan baggy). C5 20 Khusus untuk putri mengenakan baju tangan pendek, kecuali C6 20 sedang mengikuti kegiatan ekskul. Memakai topi yang bukan topi sekolah di lingkungan sekolah C7 3 Memakai celana cutbray/sobek atau terinjak bagian C8 3 bawahnya Tidak memakai bed OSIS/lokasi/papan nama/seragam C9 5 sekolah/batik/seragam olah raga Tidak memakai kaos kaki putih ¾ betis C10 2 Memakai jaket/rompi/sweater/kecuali sakit dengan C11 5 keterangan dokter atau orang tua Memakai ikat pinggang bukan hitam/besar C12 2 Tidak mengenakan pakaian seragam muslimah pada hari C13 10 Jumat Memakai seragam muslimah tidak sesuai dengan ketentuan C14 5 sekolah Memakai seragam olah raga pada waktu mengikuti PBM C15 3 bukan Penjaskes KEPRIBADIAN Berhias berlebihan bagi putri/rambut diurai apabila rambut D1 2 melewati bahu
2. 3. 4. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. E. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
9. 10. 11. 12. 13. 14.
F. 1. 2. G.
JENIS PELANGGARAN Siswa putra memakai gelang, kalung, tindik dll. Siswa putra rambut menutup kerah kemeja/telinga Rambut dipotong tapi tidak rapi atau pakai jel Rambut dicat Mengeluarkan kata-kata tidak senonoh sesama siswa Mengeluarkan kata-kata tidak senonoh dihadapan/didengar orang tua Menyakiti perasaan orang lain Mengancam sesama siswa/guru Mencuri Menerima tamu pada saat belajar tanpa seizin piket Siswa masuk kelas lain tanpa seizin guru di dalam kelas Berbohong pada orang tua/guru Berpacaran Melawan orang tua/guru Pulang terlambat tanpa pemberitahuan dari sekolah “Nongkrong” di warung/maal/supermarket/warnet/ game centre memakai seragam sekolah KETERTIBAN Mengotori, mencoret-coret milik sekolah, guru, karyawan, teman dan orang lain Membawa tip ex Merusak benda milik sekolah, guru dan teman Bermusuhan dengan teman di dalam atau di luar kelas Membuat kegaduhan di dalam kelas pada saat PBM berlangsung Melompati pagar sekolah untuk keluar/masuk Tidak melaksanakan tugas K3/Piket Kelas Membawa HP berkamera, tanpa seizin guru untuk kepentingan pembelajaran yang dibuktikan dengan suratketerangan. Mengaktifkan HP pada saat belajar Tidak membaca Al Qur’an pada saat kegiatan tadarus (malah bermain-main atau mengerjakan PR saat tadarus) Melakukan aktifitas di luar belajar di dalam kelas (misal bermain bola, bermain kartu, melempar-lempar kapur) Berada di luar kelas pada saat pelajaran efektif Tidak tertib pada waktu mengikuti upacara Keluar kelas pada saat pergantian jam pelajaran, kecuali seizin guru atau untuk kepentingan pemanggilan guru oleh pengurus kelas MEROKOK Membawa rokok ke dalam sekolah Menghisap rokok di dalam sekolah/sekitar sekolah PORNOGRAFI
KODE BOBOT D2 3 D3 4 D4 2 D6 5 D7 4 D8 2 D9 D10 D11 D12 D13 D14 D15 D16 D17 D18
5 25 100 10 10 20 20 50 25 50
E1
50
E2 E3 E4 E5
2 50 25 10
E6 E7 E8
10 25 50
E9 E10
25 10
E11
10
E12 E13 E14
10 20 5
F1 F2
10 30
1 2 3 H. 1. 2. 3. I. 1. 2. 3. J. 1. 2. 3. 4. K. 1. 2. 3. 4. L. 1. 2.
JENIS PELANGGARAN Membawa buku, majalah, stensil, kaset, CD dan foto porno Menjual belikan buku, majalah, stensil, CD dan foto porno Melihat foto, kaset dan CD porno SENJATA TAJAM Membawa senjata tajam/api tanpa izin Memperjual belikan senjata tajam/api Menggunakan senjata tajam/api untuk melukai orang lain NARKOBA DAN MINUMAN KERAS Mabuk di sekolah Membawa narkoba/minuman keras ke sekolah Menggunakan narkoba, minuman keras di dalam atau di luar sekolah BERKELAHI/TAWURAN Berkelahi/tawuran dengan siswa sekolah lain Berkelahi antar siswa/kelas SMPN 9 dan berdampak luas Berkelahi antar siswa SMPN 9 dan tidak berdampak luas Menjadi provokator perkelahian INTIMIDASI/ANCAMAN DENGAN KEKERASAN Mengancam dan mengintimidasi kepala sekolah, guru dan karyawan Menganiaya, mengeroyok kepala sekolah, guru dan karyawan Menjadi provokator untuk melawan guru, kepala sekolah dan karyawan Mengancam dan mengintimidasi kepada salah seorang siswa atau kelompok siswa SMPN 9 Depok IBADAH Mengganggu teman yang sedang menjalankan ibadah Mengejek atau mengintimidasi teman yang berbeda agama
KODE BOBOT G1 25 G2 50 G3 25 H1 H2 H3
100 100 100
I1 I2 I3
100 100 100
J1 J2 J3 J4
100 100 50 50
K1
100
K2
100
K3
100
K4
100
L1 L2
15 20
Sisa point 51-75 = Peringatan 1 (Pemanggilan siswa) Sisa point 26-50
= Peringatan 2 (Pemanggilan orang tua dan pemberian skorsing 1 hari atau wajib lapor selama 1 minggu menggunakan buku monitor)
Sisa point 1-25
= Peringatan 3 (Pemanggilan orang tua dan pemberian skorsing 3 hari atau wajib lapor selama 2 minggu)