STRATEGI KOMUNIKASI PETANI SAYURAN ORGANIK DALAM MENCARI DAN MENGGUNAKAN INFORMASI PERTANIAN BERBASIS GENDER
Krishnarini Matindas
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul: “STRATEGI KOMUNIKASI PETANI SAYURAN ORGANIK DALAM MENCARI DAN MENGGUNAKAN INFORMASI PERTANIAN BERBASIS GENDER” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2011
Krishnarini Matindas
ABSTRACT KRISHNARINI MATINDAS, Communication Strategies of Organic Vegetable Farmers in Seeking and Using Gender-Based Agricultural Information. Under the supervision of AIDA VITAYALA S. HUBEIS as the Head of Supervisory Commission; AMIRUDDIN SALEH and HARSONO SUWARDI as the Members. People begin to give attention to the quality and safety of vegetable product they consume, because of the desire for the food that is free from sintetic chemicals. Organic farming is the work of male and female farmers and they need information to develop their farming activities. From the communication activities, the differences between male and female organic farmers can be identified from the responses of agricultural information they receive. This research aims: (1) to analyze of farmer’s characteristics, work division pattern, gender relation, communication factors and use of agricultural information, (2) to analyze the relationship of work division pattern, relationship of gender relation to the use of agricultural information, relationship of communication factors to the use of agricultural information, relationship of farmer’s characteristics to the use of agricultural information, (3) to design a gender - based agricultural information strategy. This research conducted in the Sub – District of Pacet, District of Cianjur and Sub - District of Megamendung, District of Bogor in the West Java Province. The study was survey to explain and explore the farmer’s communication activities in seeking and using agricultural information. By disproportionate stratified random sampling, 134 farmers were selected, consisting of 67 male and 67 female. The quantitative data was obtained from the questionnaires given to the farmers and supported by the qualitative data collected by in-depth interviews. The results indicate that male and female organic farmers are active in seeking and discussing the information they received. The control of information is dominant on male as heads of families. Women also have the right to determine agricultural information, but they prefer to discuss first with their husbands. Men often seek for information on environmental aspects and seldom seek other aspect. Women often seek information on harvest aspect but seldom seek other aspect. The personal channel is still dominant for men and women to find agricultural information, while group channel and media would useful for them. Male and female farmers were critical in evaluating the information and would say the quality of agricultural information they get is often relevant, easy to understand, can solve a problem and useful. The quality of communication channels according to men and women is often reliable, competent, and friendly but seldom attractive. Women and men were like to access and control information on postharvest. Men with the activities on land look for information through the media. Besides men also use the group channel in social activities to get agricultural information. Meanwhile, women control the information they get from the group channel. Women access the agricultural information that can solve a problem and bring benefits. Men like to get information from friendly communication channel and interesting channel. For men, the information that is useful for themselves is the one from reliable, competent, friendly and interesting communication channel. Women who having the right to control information, would compare it with other people have done, and disseminate the information they control to families or friends. For men, education would make them able to compare the information they get, age and farming experience would also make them able to discuss and disseminate the information they received. For women, education would also make them able to discuss and disseminate the information they get. The prioritized strategies are two-way communication channels to promote the gender equality and trainings on organic farming for male and female farmers. Key words: Communication strategy, seeking and using information, gender.
RINGKASAN KRISHNARINI MATINDAS, Strategi Komunikasi Petani Sayuran Organik dalam Mencari dan Menggunakan Informasi Pertanian Berbasis Gender. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS sebagai Ketua; AMIRUDDIN SALEH dan HARSONO SUWARDI sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Dewasa ini masyarakat mulai memberi perhatian pada kualitas dan keamanan produk sayuran yang dikonsumsi, karena menginginkan makanan yang bebas dari bahan kimia sintetis. Keadaan ini didukung oleh keinginan petani untuk memproduksi sayuran yang tidak merusak lingkungan dan menghindari penggunaan zat kimia. Usahatani sayuran merupakan dunia kerja petani laki-laki dan perempuan, yang selalu membutuhkan informasi pertanian untuk mengembangkan usahataninya.Tujuan penelitian adalah: (1) Mengidentifikasi karakteristik petani, pola pembagian kerja, relasi gender, faktorfaktor komunikasi dan penggunaan informasi pertanian; (2) Menganalisis hubungan pola pembagian kerja, relasi gender dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian; (3) Merancang strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender. Penelitian didesain sebagai survei deskriptif eksplanatori yang dilaksanakan di Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor dan Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur. Menggunakan teknik stratifikasi disproportionate random sampling diperoleh 134 petani, terdiri dari 67 petani laki-laki dan 67 petani perempuan. Analisis data untuk mengetahui perbedaan antar peubah dengan uji beda Wilcoxon dan hubungan antar peubah dengan rank Spearman (rs). Untuk merancang dan menentukan prioritas dari strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender digunakan analisis SWOT dan AHP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan formal petani sayuran organik pada tingkat tamat sekolah dasar dominan pada petani perempuan. Umur petani yang tergolong muda (19-29 tahun) dan tergolong sedang (30-39 tahun) dominan pada petani perempuan. Pengalaman bertani organik tergolong lama (10-40 tahun) banyak terdapat pada petani perempuan. Jenis sayuran organik yang di tanam oleh petani laki-laki dan petani perempuan maksimal sebelas jenis, di antaranya adalah sayuran daun seperti bayam merah, baby caisim, baby pakcoy, sawi putih, letuce, kol putih dan sayuran buah seperti paprika, pare, labusiam. Aktivitas produktif langsung sering dilakukan oleh petani laki-laki, petani perempuan selalu melakukan aktivitas produktif tak langsung. Petani laki-laki dan perempuan sering melakukan aktivitas sosial. Petani laki-laki dan petani perempuan aktif mencari dan diskusi tentang informasi pertanian. Informasi aspek lingkungan sering dicari petani laki-laki dan aspek penanganan panen sering dicari petani perempuan. Saluran personal menjadi pilihan petani laki-laki dan perempuan dalam mencari informasi pertanian. Petani laki-laki dan perempuan termasuk cermat dalam memproses dan mempertimbangkan informasi pertanian. Informasi dicari melalui saluran komunikasi yang mutunya dapat dipercaya, kompeten dan akrab. Petani laki-laki dan perempuan beranggapan mutu saluran komunikasi jarang mempunyai daya tarik. Petani laki-laki sering menggunakan informasi pertanian untuk diri sendiri, untuk dibandingkan, dipraktekkan, sebagai bahan diskusi, tetapi jarang menyebarkan. Petani perempuan jarang menyebarkan dan diskusi tentang informasi pertanian dengan pihak lain selain keluarga, suami dan sesama teman petani. Terdapat perbedaan sangat nyata (p<0,01) pada kontrol informasi antara responden laki-laki dan perempuan. Petani laki-laki dominan melakukan kontrol informasi pertanian. Hubungan sangat nyata (p<0,01) dari aktivitas produktif langsung dengan faktor-faktor komunikasi pada petani laki-laki dan petani perempuan terdapat pada informasi aspek produksi dan lingkungan. Hubungan nyata (p<0,05) terdapat pada informasi penanganan panen, akses pada media yang akrab dan menarik. Terdapat hubungan sangat nyata (p<0,01) pada petani laki-laki untuk aktivitas sosial dengan saluran kelompok. Pada petani laki-laki dan perempuan ada hubungan nyata (p<0,05) pada akses dan kontrol dengan informasi aspek penanganan pascapanen. Pada petani perempuan terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara akses dengan informasi yang dapat mengatasi masalah dan hubungan sangat nyata (p<0,01) antara akses dengan informasi yang menguntungkan. Pada petani laki-laki terdapat hubungan sangat
nyata (p<0,01) antara kontrol dengan informasi aspek lingkungan, hubungan nyata (p<0,05) dengan informasi aspek produksi serta saluran media. Pada petani perempuan, kontrol informasi berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan saluran kelompok dan mutu saluran yang mempunyai daya tarik, berhubungan nyata (p<0,05) dengan informasi yang bermutu menguntungkan. Hubungan sangat nyata (p<0,01) antara faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi untuk diri sendiri pada petani laki-laki terdapat pada informasi aspek lingkungan, produksi, penanganan pascapanen dan kelembagaan. Adapun hubungan nyata (p<0,05) terdapat pada informasi aspek penanganan panen, ekonomi dan penguatan SDM petani. Hubungan sangat nyata (p<0,01) dari faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi untuk diri sendiri pada petani laki-laki terdapat pada saluran personal, sedangkan hubungan nyata (p<0,05) pada saluran media. Hubungan sangat nyata (p<0,01) antara penggunaan informasi untuk diri sendiri dengan faktor-faktor komunikasi, terdapat pada mutu informasi yang mudah dimengerti, dapat mengatasi masalah dan menguntungkan, sedangkan hubungan nyata (p<0,05) terdapat pada mutu informasi yang relevan, mutu saluran komunikasi yang dapat dipercaya, kompeten, akrab dan menarik. Adapun pada petani perempuan hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk diri sendiri dengan faktor-faktor komunikasi terdapat pada mutu informasi yang dapat mengatasi masalah dan saluran komunikasi yang kompeten, adapun hubungan sangat nyata (p<0,01) terdapat pada saluran komunikasi yang dapat dipercaya. Hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk dibandingkan dengan faktor-faktor komunikasi pada petani lakilaki, terdapat pada informasi penanganan pascapanen, saluran personal, mutu informasi yang menguntungkan dan mutu saluran komunikasi yang dapat dipercaya. Hubungan sangat nyata (p<0,01) antara penggunaan informasi untuk dibandingkan dengan faktor-faktor komunikasi pada petani laki-laki terdapat pada informasi aspek kelembagaan dan saluran media. Hubungan sangat nyata (p<0,01) antara penggunaan informasi untuk dibandingkan dengan faktor-faktor komunikasi pada petani perempuan terdapat pada informasi penanganan pascapanen, SDM petani, saluran kelompok. Hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk dibandingkan dengan faktor-faktor komunikasi, terdapat pada informasi aspek ekonomi, kelembagaan, saluran personal. Hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk dipraktekkan dengan faktor-faktor komunikasi pada petani laki-laki dan petani perempuan terdapat pada aspek ekonomi, sedangkan informasi lain hanya pada petani lakilaki yaitu pada aspek lingkungan, penanganan panen dan kelembagaan. Hubungan sangat nyata (p<0,01) terdapat pada petani laki-laki yaitu untuk aspek penanganan pascapanen. Pada petani laki-laki juga terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk dipraktekkan dengan saluran personal, mutu informasi yang menguntungkan, mutu saluran komunikasi yang akrab. Sementara hubungan sangat nyata (p<0,01), antara penggunaan informasi untuk dipraktekkan dengan faktor komunikasi pada petani laki-laki terdapat pada mutu informasi yang dapat mengatasi masalah. Hubungan sangat nyata (p<0,01) antara penggunaan informasi untuk dipraktekkan dengan faktor komunikasi pada petani perempuan juga terdapat pada mutu saluran komunikasi yang akrab. Hubungan sangat nyata (p<0,01) antara penggunaan informasi sebagai bahan diskusi dengan faktor komunikasi pada petani laki-laki dan perempuan terdapat pada informasi aspek ekonomi dan kelembagaan, sedangkan pada petani laki-laki saja adalah informasi aspek SDM petani, saluran personal, mutu informasi yang relevan, mudah dimengerti dan menguntungkan. Hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi sebagai bahan diskusi dengan faktor komunikasi pada petani laki-laki terdapat pada informasi aspek lingkungan, produksi dan penanganan pascapanen serta mutu saluran komunikasi yang ada daya tarik. Hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi sebagai bahan diskusi dengan faktor komunikasi pada petani perempuan terdapat pada informasi aspek SDM petani dan saluran personal. Hubungan sangat nyata (p<0,01) antara penggunaan informasi untuk disebarkan dengan faktor komunikasi pada petani laki-laki dan perempuan terdapat pada informasi aspek penanganan pascapanen, ekonomi, SDM petani, kelembagaan, saluran komunikasi personal dan kelompok serta mutu informasi yang menguntungkan. Hanya pada petani laki-laki terdapat pada informasi aspek produksi, saluran media, mutu informasi mudah dimengerti dan mutu saluran komunikasi yang kompeten. Pada petani laki-laki dan petani perempuan terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk disebarkan dengan informasi aspek lingkungan, mutu informasi yang dapat
mengatasi masalah dan mutu saluran komunikasi yang ada daya tarik. Hubungan nyata (p<0,05) tersebut pada petani perempuan terdapat pada informasi aspek produksi, saluran media, mutu informasi yang relevan, dapat mengatasi masalah dan mutu saluran komunikasi yang kompeten. Hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk dibandingkan dengan akses informasi terdapat pada petani laki-laki. Hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi dengan kontrol informasi terdapat pada petani perempuan. Hubungan nyata p<0,05) antara penggunaan informasi untuk disebarkan dengan aktivitas produktif langsung terdapat pada petani laki-laki. Hubungan nyata (p<0,05) terdapat antara penggunaan informasi untuk di sebarkan dengan kontrol informasi pada petani laki-laki dan petani perempuan. Pada petani laki-laki terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk diri sendiri dengan pengalaman bertani organik dan jumlah jenis sayuran organik yang di tanam. Pada petani laki-laki ada hubungan sangat nyata (p<0,01) antara penggunaan informasi untuk dibandingkan dengan pendidikan. Pada petani laki-laki terdapat hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk dipraktekkan dengan umur dan pengalaman. Ada hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk bahan diskusi dengan pendidikan pada petani laki-laki dan sangat nyata (p<0,01) pada petani perempuan. Ada hubungan nyata (p<0,05) antara penggunaan informasi untuk di sebarkan dengan pendidikan pada petani laki-laki dan sangat nyata (p<0,01) pada petani perempuan. Terdapat hubungan sangat nyata (p<0,01) antara penggunaan informasi untuk disebarkan dengan jenis sayuran yang di tanam pada petani perempuan. Prioritas strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender adalah memanfaatkan saluran komunikasi dengan fasilitas dua arah untuk pelatihan pertanian organik dan promosi kesetaraan gender kepada petani laki-laki dan petani perempuan.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
STRATEGI KOMUNIKASI PETANI SAYURAN ORGANIK DALAM MENCARI DAN MENGGUNAKAN INFORMASI PERTANIAN BERBASIS GENDER
Krishnarini Matindas
DISERTASI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Penguji Luar Ujian Tertutup: 2 Desember 2010 1. Dr. Ir. Titik Sumarti, MS (Kepala Program Studi Wanita – Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat – IPB/ Dosen Sosiologi Pedesaan – Departemen Sains Komunikasi dan Pembangunan Masyarakat, FEMA IPB) 2. Dr. Ir. Basita G. Sugihen, MS (Dosen Program Studi Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan, FEMA IPB)
Penguji Luar Ujian Terbuka: 13 Januari 2011 1. Dr. Ir. Eko Sri Mulyani, MSi (Kepala Bidang Program dan Evaluasi pada Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian) 2. Dr. Ir. Anas D. Susila, MS (Kepala University Farm, Institut Pertanian Bogor/ Dosen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB)
Judul Disertasi
: Strategi Komunikasi Petani Sayuran Organik dalam Mencari dan Menggunakan Informasi Pertanian Berbasis Gender
Nama Mahasiswa : Krishnarini Matindas Nomor Pokok
: I362070041
Program Studi
: Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
Menyetujui 1. Komisi Pembimbing
Prof. Dr.Ir. Aida Vitayala S.Hubeis Ketua
Dr.Ir. Amiruddin Saleh, MS Anggota
Prof. Dr. Harsono Suwardi, MA Anggota Mengetahui,
2. Ketua Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Prof. Dr. Ir.Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 13 Januari 2011
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Strata-3 pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Institut Pertanian Bogor. Judul disertasi ini adalah “Strategi Komunikasi Petani Sayuran Organik dalam Mencari dan Menggunakan Informasi Pertanian Berbasis Gender.” Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S.Hubeis selaku ketua, Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS dan Prof. Dr. Harsono Suwardi, MA selaku anggota komisi pembimbing yang telah dengan sabar memberi bimbingan, dorongan, serta saran dan arahan. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Basita G. Sugihen, Ms, Dr. Ir. Titik Sumarti, MS, selaku penguji luar yang telah memberikan koreksi dan saran untuk perbaikan disertasi ini, juga kepada Dr. Ir. Eko Sri Mulyani, MSi, dan Dr. Ir. Anas D. Susila yang telah berkenan menjadi penguji pada Ujian Sidang Terbuka disertasi ini, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku Ketua Program Studi Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ibunda Roosmarini Kresno dan suami R. Matindas atas segala doa dan motivasinya. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu diucapkan terima kasih atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan doktoral di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Semoga disertasi ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2011
Krishnarini Matindas
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Maret 1953 sebagai anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Bapak Kresno Sastroadhirono (alm) dan Ibu Roosmarini Purwosudibyo. Tahun 1981 penulis menikah dengan R. Matindas. Pendidikan Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas diselesaikan di Yayasan Perguruan Cikini, Jakarta Pusat. Pendidikan Strata 1 ditempuh di Program Studi Komunikasi Massa – Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Indonesia. Pendidikan Strata 2 ditempuh di Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan – Institut Pertanian Bogor. Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa doktoral
pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan - Institut
Pertanian Bogor. Pada tahun 1979 sampai dengan tahun 1981 penulis bekerja di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan tahun 1991 sampai dengan tahun 2007 sebagai dosen luar biasa pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI ABSTRACT.......................................................................................................... RINGKASAN....................................................................................................... KATA PENGANTAR............................................................................................ RIWAYAT HIDUP................................................................................................ DAFTAR TABEL.................................................................................................. DAFTAR GAMBAR............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................
Halaman iii iv x xi xiv xvi xvii
PENDAHULUAN.......................................................................................... ............... Latar Belakang Penelitian........................................................................ Perumusan Masalah................................................................................ Tujuan Penelitian..................................................................................... Manfaat Penelitian................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian......................................................................... Penelitian Terdahulu yang Terkait Penelitian ini......................................... Novelty...................................................................................................
1....... 1..... 3.... 5.... 5.... 6... 6... 9...
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................ Proses Komunikasi Mencari Informasi..................................................... Pola Pembagian Kerja............................................................................ Relasi Gender......................................................................................... Materi Informasi..................................................................................... Saluran Komunikasi................................................................................ Mutu Informasi dan Mutu Saluran Komunikasi......................................... Penggunaan Informasi.............................................................................. Strategi Komunikasi Informasi Pertanian Sesuai Kebutuhan Petani............ Karakteristik Petani................................................................................. Komunikasi pada Pertanian Organik........................................................
11... 11... 15... 18... 25... 29... 31... 33... 34... 36... 37...
KERANGKA PEMIKIRAN dan HIPOTESIS...................................................... Kerangka Pemikiran............................................................................... Hipotesis Penelitian.................................................................................
39... 39... 41...
METODE PENELITIAN....................................................................................... Lokasi Penelitian..................................................................................... Populasi dan Sampel Penelitian...............................................................
42... 42... 42...
xii
Waktu Penelitian..................................................................................... Rancangan Penelitian............................................................................... Data dan Instrumen................................................................................. Data....................................................................................... Instrumentasi.......................................................................... Definisi Operasional................................................................................ Validitas dan Reliabilitas Instrumen.......................................................... Validitas Instrumen................................................................. Reliabilitas Instrumen.............................................................. Metode Pengumpulan Data..................................................................... Analisis Data..........................................................................................
44... 44... 45... 45... 46... 48... 54... 54... 54... 55... 57...
HASIL dan PEMBAHASAN................................................................................. Gambaran Umum Lokasi Penelitian......................................................... Situasi Petani Sayuran Organik................................................................ Identifikasi Karakteristik Petani Sayuran Organik Laki-Laki dan Perempuan....................................................................... Identifikasi Pola Pembagian Kerja........................................................... Identifikasi Relasi Gender pada Akses dan Kontrol Informasi Pertanian................................................................................. Identifikasi Faktor-Faktor Komunikasi: Materi Informasi Pertanian................................................................................................ Identifikasi Saluran Komunikasi............................................................... Identifikasi Mutu Informasi...................................................................... Identifikasi Mutu Saluran Komunikasi..................................................... Identifikasi Penggunaan Informasi Pertanian............................................ Pengujian Hipotesis................................................................................ Hubungan Pola Pembagian Kerja serta Relasi Gender dengan Faktor-Faktor Komunikasi......................................................... Hubungan Faktor-Faktor Komunikasi dengan Penggunaan Informasi Pertanian.............................................................. Hubungan Pola Pembagian Kerja serta Relasi Gender Akses dan Kontrol dengan Penggunaan Informasi Pertanian............................... Hubungan Karakteristik Petani dengan Penggunaan Informasi Pertanian................................................................................................ Strategi Komunikasi Informasi Pertanian Berbasis Gender.......................
60... 60... 64...
KESIMPULAN dan SARAN................................................................................ Kesimpulan............................................................................................ Saran..................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... LAMPIRAN.........................................................................................................
131... 131... 133... 134... 139...
65... 69... 74... 76... 80... 88... 91... 94... 97... 98... 103... 111... 113... 115...
DAFTAR TABEL Halaman 1...Perbedaan antara WID dan GAD............................................................................ 20... 2...Karakteristik petani sayuran organik laki-laki dan perempuan.............................. 49... 3...Pola pembagian kerja............................................................... ................................... 49... 4...Relasi gender............................................................................................. .................. 50... 5...Faktor-faktor komunikasi.......................................................................... .................. 50... 6...Penggunaan informasi pertanian............................................................... .................. 53... 7...Metode pengumpulan data........................................................................ .................. 55... 8...Data penduduk Kecamatan Megamendung berdasarkan jenis kelamin .....dan umur............................................................................................................. 60... 9...Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Megamendung....................... .................61... 10..Jumlah penduduk Kecamatan Megamendung berdasarkan pekerjaan..... .................. 61... 11..Status kepemilikan lahan di Kecamatan Megamendung..................................... 62... 12..Jumlah penduduk Kecamatan Pacet........................................ ................................. 62... 13..Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Pacet................................................ 63... 14..Tipe pekerjaan penduduk di Kecamatan Pacet................................................... 63... 15..Status kepemilikan lahan di Kecamatan Pacet.................................................... 64... 16..Karakteristik petani sayuran organik laki-laki dan perempuan............................ 65... 17..Rataan skor dan perbedaan pola pembagian kerja............................................. 70... 18..Rataan skor dan perbedaan aktivitas produktif langsung pada ......petani sayuran organik laki-laki dan perempuan..................................... .................71... 19..Rataan skor dan perbedaan aktivitas produktif tak langsung ......pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan............ ................................. 73... 20..Rataan skor relasi gender pada akses informasi pertanian.................................. 75... 21..Rataan skor relasi gender pada kontrol informasi pertanian............................... 76... 22..Rataan skor dan perbedaan materi informasi pertanian........................... .................. 79... 23..Rataan skor dan perbedaan pada saluran komunikasi personal.......................... 82... 84... 24..Rataan skor dan perbedaan pada saluran komunikasi kelompok........................ 25..Rataan skor dan perbedaan saluran media massa.. ................................................. 85... 26..Rataan skor dan perbedaan mutu informasi pertanian............ .................................. 88... 27..Rataan skor dan perbedaan mutu saluran komunikasi............ .................................. 93... 28..Rataan skor dan perbedaan penggunaan informasi pertanian.................. .................. 96... 29..Uji beda Z-hitung relasi gender pada akses dan kontrol informasi pertanian...... 97... 30..Hubungan pola pembagian kerja dan relasi gender dengan faktor-faktor ......komunikasi.............................................................................. ................................... 101... 31..Hubungan faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian... 107... 32..Hubungan pola pembagian kerja dan relasi gender dengan ......penggunaan informasi pertanian............................ .................................................. 112... 33..Hubungan karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian .................. 113... 34..Rating, bobot, skor dari faktor internal kekuatan dan kelemahan ......petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani sayuran organik......... .................. 121... xiv
35..Rating, bobot, skor dari faktor eksternal peluang dan ancaman petani .....laki-laki dan perempuan dengan usahatani sayuran organik............................... 36..Matriks IFAS dan EFAS....................................................................................... 37..Peringkat strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender ......melalui analisis AHP.........................................................................................
xv
123... 125... 127...
DAFTAR GAMBAR Halaman 1....Alur informasi pertanian dari kondisi yang diinginkan dan tidak diinginkan...........8... 2....Strategi komunikasi petani sayuran organik dalam mencari dan menggunakan ......informasi pertanian berbasis gender................................................................. 40... 3....Lingkungan komunikasi petani laki-laki dengan usahatani sayuran organik........... 86... 4....Lingkungan komunikasi petani perempuan dengan usahatani sayuran organik...... 87... 5....Diagram analisis SWOT posisi strategi komunikasi informasi pertanian ......berbasis gender................................................................................................ 124... 6....Diagram analisis berjenjang strategi komunikasi informasi pertanian ......berbasis gender................................................................................................ 128...
xvi
LAMPIRAN 1....Kuesioner penelitian......................................................................................... 2....Kuesioner analisis SWOT................................................................................... 3....Kuesioner analisis AHP...................................................................................... 4....Hasil analisis uji reliabilitas instrumen .............................................................. 5....Hasil analisis AHP dari faktor-faktor yang dibutuhkan........................................ 6....Surat izin penelitian.......................................................................................... 7....Surat sudah melaksanakan penelitian di Kecamatan Pacet................................. 8....Surat sudah melaksanakan penelitian di Kecamatan Megamendung....................
xvii
Halaman 140... 152... 156... 160... 161... 162... 163... 164...
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Dewasa ini masyarakat mulai memberi perhatian lebih besar pada kualitas makanan termasuk sayuran yang mereka konsumsi. Masyarakat menghendaki produk sayuran yang sehat, aman dikonsumsi dan mutunya baik. Perkembangan ini didukung oleh menguatnya kesadaran peduli lingkungan dan gaya hidup sehat masyarakat. Promosi gaya hidup sehat back to nature membuat permintaan akan sayuran organik meningkat. Sayuran organik memang diminati konsumen yang bersedia membayar lebih mahal untuk produk pangan yang sehat, aman dan ramah lingkungan. Keadaan tersebut didukung pula oleh keinginan dan kesadaran di kalangan petani untuk memproduksi sayuran dengan menghindari pupuk kimia sintetis dan zat pengatur tumbuh, karena alasan lingkungan, sosial ekonomi, kemandirian dan kesehatan. Di beberapa daerah juga telah bermunculan lahan/pekarangan atau ladang/tegalan pertanian sayuran organik yang diusahakan oleh petani. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Badan Standarisasi Nasional mengesahkan Standar Nasional Indonesia tentang Sistem Pangan Organik yang telah tersusun dalam SNI 01-6729-2002 dan berisi panduan tentang cara-cara budidaya pangan organik. Sistem pertanian organik adalah ”kegiatan usaha tani secara menyeluruh sejak proses produksi sampai proses pengolahan hasil (pascapanen) yang bersifat ramah lingkungan dan dikelola secara alami (tanpa penggunaan bahan kimia sintetis dan rekayasa genetika), sehingga menghasilkan produk yang sehat dan bergizi.”
Jika dilihat manfaatnya,
pengembangan pertanian organik sudah selayaknya diupayakan, karena dapat menjadi solusi bagi petani untuk mendapatkan sarana produksi pertanian dengan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia dan melestarikan praktek-praktek kearifan lokal. (Ditjen Hortikultura 2007; 2008). Berdasarkan uraian di atas, petani dengan usahatani sayuran organik
akan
membutuhkan informasi pertanian yang relevan untuk mengembangkan usahataninya. Memperoleh informasi pertanian yang tepat memang bukan hal yang mudah bagi petani. Kebutuhan terhadap informasi pertanian membuat petani mencari informasi melalui berbagai saluran komunikasi untuk selanjutnya menggunakan informasi tersebut.
2 Wesseler dan Brinkman (2003) menyatakan bahwa pelaku utama dalam pembangunan pertanian adalah petani laki-laki dan perempuan yang selalu membutuhkan informasi pertanian. Momsen (2001) berpendapat bahwa petani perempuan sering kehilangan kontrol terhadap sumberdaya dan umumnya tidak disertakan untuk akses dalam hal memperbaiki kemampuan dalam metode pertanian. Memahami aktivitas komunikasi mencari dan menggunakan informasi pertanian pada petani laki-laki dan petani perempuan, dapat mengungkap perbedaan respons petani laki-laki dan perempuan terhadap informasi pertanian yang mereka terima, termasuk perbedaan dalam peluang untuk akses informasi, kebutuhan dan minat (Eashwar 2003; Servaes 2002; Everts 1998). Informasi pertanian adalah salahsatu isu sentral dalam mencapai keberhasilan pembangunan pertanian dan merupakan sentral dalam aktivitas komunikasi. Melalui proses komunikasi yang ditelusuri pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan, dapat diketahui perbedaan akses dan kontrol mereka terhadap informasi pertanian. Perbedaan akses dan kontrol informasi pertanian adalah salah satu penyebab terjadinya kesenjangan gender. Isu gender dalam pembangunan muncul karena kurang memperhatikan kenyataan bahwa masyarakat sebagai target pembangunan terdiri dari segmen-segmen yang berbeda khususnya perempuan dan laki-laki. Mereka mempunyai kebutuhan, kepedulian, kesulitan dan pengalaman yang berbeda. Mengabaikan kepentingan gender dapat memunculkan kesenjangan gender, kesenjangan terhadap perempuan atau bisa juga kesenjangan terhadap laki-laki (Kem PP dan PA 2010). Lagi pula partisipasi aktif petani laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan sangat dibutuhkan, karena dapat mempercepat tercapainya tujuan pembangunan. Karena itu, relasi gender dalam pembangunan pertanian melalui aktivitas komunikasi mencari dan menggunakan informasi pertanian perlu menjadi perhatian, karena sesuai dengan tujuan mencapai Pembangunan Millenium (MDGs) butir ketiga tentang kesetaraan gender serta Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender /PUG (Hubeis 2010). Melalui rancangan strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender, diharapkan informasi pertanian yang tersedia akan sesuai dengan kebutuhan petani dan kesenjangan gender dapat diatasi. Akses dan kontrol informasi pertanian dapat setara antara petani sayuran organik laki-laki dan perempuan. Apabila penggunaan informasi pertanian dapat optimal, diharapkan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan
3 dapat mengambil keputusan yang tepat untuk mengelola usahatani sayurannya. Berdasarkan alasan tersebut di atas, penelitian strategi komunikasi petani dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian berbasis gender memang perlu dilakukan.
Perumusan masalah Berdasarkan aktivitas komunikasi dapat diketahui perbedaan akses dan kontrol petani terhadap informasi pertanian. Odame (2004) berpendapat laki-laki dan perempuan bukan suatu kelompok yang homogen dan mempunyai perbedaan dalam aspirasi, pengalaman serta kebutuhan terhadap informasi maupun saluran komunikasi serta mempunyai aktivitas komunikasi yang berbeda pula. Umumnya petani laki-laki dan perempuan ingin mempunyai akses dan mencari informasi pertanian karena merasa belum yakin akan sesuatu, misalnya belum yakin tentang pengendalian organisme pengganggu tanaman dengan bahan alami. Pengkajian melalui aspek komunikasi untuk mengetahui relasi gender dalam usahatani sudah menjadi trend strategi kebijakan pembangunan pertanian sejak tahun 1980an, dengan berbagai topik penelitian seperti gender dan teknologi dalam aktivitas pertanian, tingkat pengambilan keputusan, terpaan informasi dan pelatihan yang dibutuhkan, kegiatan–kegiatan yang menghasilkan income dan sebagainya. Penelitian ini menganalisis relasi gender melalui aspek komunikasi dan data yang dihasilkan dapat memperlihatkan antara lain, relasi gender dalam aktivitas komunikasi pada akses dan kontrol informasi, selektivitas terhadap materi informasi pertanian dan saluran komunikasi, kemampuan mempertimbangkan mutu informasi dan mutu saluran komunikasi yang menyampaikan informasi pertanian, serta penggunaan informasi. Data tersebut dapat menjadi umpan balik untuk kebutuhan merancang strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender. Strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender menampilkan bahwa informasi pertanian dirancang berdasarkan kebutuhan petani, pengalaman memproses informasi pertanian petani laki-laki dan perempuan dengan memperhatikan opini beberapa tokoh masyarakat di lokasi penelitian. Supiandi (2008) berpendapat perempuan dan laki-laki perlu mendapat akses untuk memperoleh informasi. Untuk mendapat akses berawal dari aktivitas komunikasi masing-masing individu seperti tindakan pasif yang hanya menerima terpaan informasi dari sumber
4 melalui berbagai saluran komunikasi, aktif mencari melalui berbagai saluran komunikasi yang ada atau mencari secara interaktif. Berdasarkan penelitian Sunarno (2007) di Provinsi Jawa Barat, terbukti bahwa program pembangunan dan sumberdaya pembangunan lebih banyak ditujukan kepada nelayan laki-laki dari pada perempuan. Penelitian ini berbeda, karena meneliti aktivitas komunikasi petani sayuran organik laki-laki dan perempuan dalam mencari informasi pertanian, mengurai kesenjangan gender dalam perbedaan akses dan kontrol informasi, faktor-faktor komunikasi yang dapat diakses serta penggunaan informasi pertanian untuk kepentingan usahatani. Tujuan akhir penelitian ini adalah merancang strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender untuk kepentingan petani sayuran organik lakilaki dan perempuan dalam mengembangkan usahataninya. Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan penelitian yang diajukan adalah : “Seperti apa strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender dimana terdapat akses dan kontrol yang setara pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan melalui aktivitas komunikasi mencari dan menggunakan informasi pertanian?” Dari pertanyaan penelitian di atas dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1 Seperti apa karakteristik petani, pola pembagian kerja, relasi gender dalam akses dan kontrol pada informasi pertanian, faktor - faktor komunikasi dan penggunaan informasi pertanian pada petani laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik? 2 Sejauhmana hubungan pola pembagian kerja, relasi gender dalam akses dan kontrol informasi pertanian dengan faktor-faktor komunikasi, hubungan pola pembagian kerja dan relasi gender dalam akses dan kontrol informasi pertanian dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan faktor-faktor
komunikasi dengan
penggunaan informasi pertanian, hubungan karakteristik petani laki-laki dan petani perempuan dengan penggunaan informasi pertanian? 3 Seperti apa strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender?
5 Tujuan Penelitian Petani sayuran organik baik laki-laki maupun perempuan selalu membutuhkan informasi pertanian untuk mengembangkan usahataninya. Namun tidak semua informasi yang tersedia sesuai dengan kebutuhan dan minat petani. Perilaku memilih informasi melalui berbagai saluran komunikasi, memproses informasi yang sudah diperoleh dan menggunakannya, dapat memperlihatkan kesenjangan komunikasi pada petani laki-laki dan perempuan dalam hal akses dan kontrol informasi, kemampuan memproses dan memanfaatkan informasi pertanian, mempraktekkan informasi yang akhirnya dapat mengembangkan usahatani sayuran organik dan memperbaiki kesejahteraan petani dan keluarganya. Berdasarkan uraian tersebut beberapa tujuan spesifik penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1 Mengidentifikasi karakteristik petani, pola pembagian kerja, relasi gender dalam akses dan kontrol pada informasi pertanian, faktor-faktor komunikasi dan penggunaan informasi
pertanian pada
petani laki-laki dan
perempuan yang berusahatani
sayuran organik. 2 Menganalisis hubungan pola pembagian kerja serta relasi gender dalam akses dan kontrol pada informasi pertanian dengan faktor-faktor komunikasi, hubungan pola pembagian kerja serta relasi gender dalam akses dan kontrol pada informasi pertanian dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian, hubungan karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian pada petani laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik. 3 Merancang strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender.
Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat mempunyai manfaat sebagai berikut: 1 Dalam aspek praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk merancang strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender dan sebagai masukan bagi pengambil kebijakan. 2 Secara akademis penelitian ini diharapkan bermanfaat karena memberi kontribusi pada pengembangan ilmu komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan.
6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dalam aspek komunikasi ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menganalisis apa yang sudah dilakukan petani laki-laki dan perempuan untuk mendapatkan informasi pertanian, apa yang dipikirkan petani sesudah mendapatkan informasi yang berkaitan dengan mutu informasi dan mutu saluran komunikasi, serta penggunaan informasi pertanian pada petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani sayuran organik. Analisis dilakukan dengan mengaplikasikan teori komunikasi di lapangan dengan memanfaatkan data kuantitatif didukung data kualitatif, serta gabungan analisis SWOT dan AHP. Keseluruhan data dipergunakan sebagai bahan untuk merancang strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender.
Penelitian Terdahulu yang Terkait dengan Penelitian Ini Beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan aspek komunikasi maupun gender dan pembangunan yang dilakukan di Provinsi Jawa Barat,
Jawa Tengah,
Jayawijaya Papua dan Kalimantan, umumnya berkisar mengenai kurangnya kesempatan akses pada informasi dari petani laki-laki dan perempuan seperti yang dilakukan oleh: a) Sunarno (2007) mengenai Kesetaraan gender dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Subang Jawa Barat, dengan metode survei dan studi kasus, temuannya belum ada kesetaraan gender dalam program perikanan pantai bagi nelayan laki-laki dan perempuan. Menyusun strategi pembangunan perikanan pantai responsif gender. b) Murdianto et al., (2001) mengenai Studi gender dalam industri rumah tangga gula aren di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, dengan metode studi kasus. Temuan penelitian adalah pengrajin perempuan masih memerlukan terpaan informasi dan penyuluhan mengenai pengolahan gula aren. c) Sitepu (2007), mengenai Desain sistem pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender di Provinsi DI Yogyakarta, dengan metode studi kasus.
Temuan
penelitian yang berkaitan dengan komunikasi antara lain petani laki-laki dan petani perempuan membutuhkan informasi tentang penggunaan sumber air dari sumur ladang dan sumur embung. d) Hartomo (2007) meneliti tentang Kebijakan sistem usahatani berkelanjutan responsif gender di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah dengan metode analisis
7 deskriptif melalui studi kasus. Temuan penelitian adalah perempuan lebih dominan dari pada laki-laki dalam pengolahan hasil panen dan pemasaran, sedangkan merawat, memelihara tanaman, penyiraman dan menentukan teknis pengolahan hasil panen dilakukan bersama laki-laki dan perempuan. Akses informasi dominan pada laki-laki, karena laki-laki lebih aktif pada pertemuan kelompok tani secara regular. Kontrol informasi dilakukan bersama oleh laki-laki dan perempuan. e) Septiana (2008)
meneliti Pengaruh Model dan Suara Narator Video terhadap
peningkatan pengetahuan tentang air bersih berbasis gender.
Metode penelitian
eksperimen kuasi dengan terpaan media video yang menampilkan model laki-laki dan perempuan serta suara narator laki-laki dan perempuan terhadap 80 pegawai terdiri dari 40 pegawai perempuan dan 40 pegawai laki-laki. Temuan penelitian yakni media video sebagai saluran komunikasi, efektif untuk diakses oleh kedua gender dan berpengaruh positif apabila kedua gender diberi peluang yang sama, artinya terpaan informasi tidak hanya ditujukan kepada salah satu gender saja. f) Srini (2001) meneliti Gender and Development in Jayawijaya. Metode kualitatif mengenai kesehatan dan gizi keluarga, proses pendidikan dan penyadaran tentang kesetaraan gender pada perempuan dan laki-laki di pedesaan di Kanggime dan Mamit. Temuan penelitian adalah
proses komunikasi melalui saluran kelompok
lebih dominan dilakukan oleh laki-laki, akses informasi juga dominan pada laki-laki. Bukti empiris memperlihatkan masih ada kesenjangan gender dalam akses dan kontrol informasi antara petani laki-laki dan perempuan. Umumnya akses dan control informasi pada perempuan masih minim. Perempuan dan laki-laki mempunyai perbedaan dalam mencari informasi karena masing-masing mempunyai aspirasi, pengalaman dan kebutuhan yang berbeda. Melalui penelitian terdahulu
dapat diidentifikasi
bahwa petani laki-laki dan
perempuan di pedesaan masih membutuhkan introduksi teknologi. Namun masih sedikit penelitian yang mengungkapkan perbedaan antara petani laki-laki dan perempuan dalam aktivitas mencari informasi untuk akses dan kontrol, selektivitas materi informasi, kemampuan mempertimbangkan informasi dan kemampuan komunikasi menggunakan informasi pertanian serta rancangan strategi berbasis gender pada petani sayuran.
8 Berdasarkan identifikasi masalah,
rujukan teoritis serta penelitian terdahulu,
kerangka konsep pada Gambar 1, memaparkan kondisi yang menghambat dalam pengembangan usahatani sayuran organik yaitu bila masih terdapat situasi minimnya akses dan kontrol informasi pada salah satu gender, sumberdaya manusia petani sebagai pengguna informasi masih lemah,
saluran komunikasi belum berfungsi optimal,
ketersediaan informasi belum sesuai dengan kebutuhan maupun minat petani laki-laki dan perempuan. PETANI SAYURAN ORGANIK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
KONDISI YANG DIINGINKAN:
KONDISI YANG MENGHAMBAT: -Minimnya akses dan kontrol informasi pada petani perempuan. -SDM petani lemah.
KONDISI YANG MENDUKUNG: -Informasi pertanian, saluran komunikasi sesuai kebutuhan dan kondisi petani. -Sarana komunikasi menunjang. -Informasi pertanian diakses dan dikontrol setara.
KOMUNIKASI INFORMASI PERTANIAN BERBASIS GENDER Aktivitas mencari informasi pertanian:
-Ketersediaan informasi pertanian sesuai kebutuhan -Informasi pertanian diakses dan dikontrol setara -Mampu menggunakan informasi pertanian sehingga pengelolaan usahatani sayuran organik dapat optimal
1. Akses 2. Kontrol
KONDISI YANG TIDAK DI INGINKAN:
UMPAN BALIK
Akses dan kontrol informasi pertanian hanya dominan pada salah satu gender.
Gambar 1 Alur komunikasi informasi pertanian dari kondisi yang diinginkan dan tidak diinginkan
9 Kondisi yang mendukung yaitu informasi pertanian dan saluran komunikasi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi petani laki-laki dan perempuan sebagai pengguna, terdapat infrastruktur komunikasi yang menunjang seperti keberadaan penyuluh, LSM, stasiun radio, media cetak, warung internet untuk berbagai informasi pertanian tersedia dan dapat diakses oleh petani sayuran organik laki-laki dan perempuan. Kondisi yang diinginkan adalah ketersediaan informasi pertanian sesuai kebutuhan, informasi pertanian diakses dan dikontrol setara oleh petani laki-laki dan perempuan, mampu menggunakan informasi pertanian untuk mengelola usahatani. Kondisi yang tidak diinginkan adalah apabila informasi pertanian hanya dominan diakses dan dikontrol oleh satu pihak saja.
Novelty Berbagai penelitian tentang aktivitas mencari informasi dan menganalisis perbedaan gender terkait dengan program maupun akses dan kontrol terhadap sumberdaya pembangunan pada petani maupun nelayan sudah banyak dilakukan dengan berbagai pendekatan. Terutama dalam hal memetakan aktivitas produktivitas langsung, produktivitas tidak langsung dan aktivitas sosial. Namun menggabungkan pola pembagian kerja, relasi gender untuk akses dan kontrol pada informasi pertanian dan faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pada komunitas petani sayuran organik yang dilanjutkan dengan merancang strategi komunikasi informasi berbasis gender, belum banyak dibahas dalam berbagai studi. Hal ini sangat penting karena aspirasi, pengalaman komunikasi, kebutuhan serta minat petani laki-laki dan perempuan terhadap informasi pertanian dapat saja tidak sama. Melalui pendekatan pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan dapat diketahui perilaku komunikasi akses dan kontrol informasi. Bila akses dan kontrol dominan pada salah satu pihak, maka komunikasi informasi pertanian belum berbasis gender karena belum memperhatikan dengan setara aspirasi, pengalaman dan kebutuhan petani laki-laki dan perempuan. Hal ini memperlihatkan pentingnya suatu strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender, agar ke depan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan dapat mempunyai akses dan kontrol setara terhadap informasi pertanian sehingga pengelolaan usahatani sayuran organik dapat optimal.
10 Penelitian ini menggunakan metode survei dan wawancara mendalam untuk memahami perbedaan kognisi yang berperan dalam membentuk perilaku petani laki-laki dan perempuan. Hal ini merupakan refleksi suatu usaha untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang situasi sosial yang dikaji. Berbagai penelitian yang baik sering mengkombinasikan aspek-aspek pendekatan kuantitatif serta kualitatif melalui wawancara mendalam dan penelitian ini juga melakukan hal tersebut. Berdasarkan uraian di atas, kebaruan atau novelty
penelitian strategi komunikasi petani sayuran
organik dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian berbasis gender adalah 1 Menganalisis aktivitas komunikasi petani laki-laki dan perempuan yang ber usahatani sayuran organik dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian dengan mengacu pada teori komunikasi. 2 Merancang strategi komunikasi informasi pertanian sayuran organik berbasis gender, melalui kombinasi pendekatan kuantitatif yang didukung pendekatan kualitatif, analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). (a) Data kuantitatif untuk menganalisis aktivitas mencari, akses dan kontrol serta menggunakan informasi pertanian laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik. Wawancara mendalam untuk data kualitatif yang digunakan untuk menganalisis pengalaman petani laki-laki dan perempuan saat mencari untuk akses dan kontrol pada informasi pertanian serta penggunaan informasinya yang belum terungkap melalui pendekatan kuantitatif. (b)Analisis SWOT untuk merancang strategi komunikasi informasi pertanian organik berbasis gender sebagai solusi dari kesenjangan akses dan kontrol informasi. (c) Pendekatan AHP untuk mengetahui urutan prioritas berdasarkan faktor-faktor yang dibutuhkan dalam mencapai tujuan strategi
komunikasi informasi pertanian
berbasis gender 3 Mengembangkan konsep dan merancang strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender untuk melengkapi strategi komunikasi sebelumnya. 4. Penelitian ini bersifat holistik dengan melibatkan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan, penyuluh, aparat Dinas Pertanian, LSM, ketua kelompok tani.
11
TINJAUAN PUSTAKA Proses Komunikasi Mencari Informasi Komunikasi sebagai suatu proses tidak mempunyai awal dan akhir dan tidak selalu bersifat linear (Heath dan Bryant 2000). Dalam perkembangannya, semenjak model Lasswell di tahun 1948 yang memfokuskan perhatian pada who says what to whom through which channel with what effect, secara perlahan banyak studi yang mengarahkan perhatian pada receiver. Beberapa penelitian selanjutnya mulai konsentrasi terhadap gambaran yang berada di benak receiver yang tercipta karena dipengaruhi oleh informasi yang mereka cari dan terima dari berbagai saluran komunikasi, termasuk media dan kontak sosial. tindakan
yang
Proses komunikasi mencari informasi merupakan serangkaian
dilakukan
antara
lain
mencari,
mendengarkan,
membaca,
mempertimbangkan, mengungkapkan, mengabaikan informasi yang sudah didapatkan atau akhirnya menggunakan informasi. Sebagai partisipan yang aktif, individu akan mampu mengingat, menguraikan dan menambahkan pemikirannya terhadap informasi yang berhasil diaksesnya. Pendapat ini memperkuat pernyataan bahwa aktivitas komunikasi mencari informasi sampai menggunakan dapat dipelajari sebagai suatu proses (Heath dan Bryant 2000). Rogers (2003) berpendapat bahwa proses mencari informasi untuk mendapatkan dan menggunakan terdiri dari beberapa tahap yakni (1) tahap pengetahuan dimana seseorang mengetahui adanya informasi baru dan ingin mengetahui untuk menambah pengetahuan tentang hal yang dicarinya, (2) tahap persuasi, (3) tahap mengambil keputusan, (4) tahap implementasi, (5) tahap konfirmasi. Pada tahap persuasi terjadi proses kognitif pada diri individu yang mencari informasi. Menurut Fledler (2007) pada tahap persuasi individu akan memprediksi apakah pesan yang diterima sesuai atau tidak bagi dirinya. Bila sesuai, individu terbujuk untuk memanfaatkan atau menggunakan pesan komunikasi yang memuat informasi tersebut. Petty dan Cacioppo (2005) mengungkapkan bahwa pada tahap persuasi, individu akan mempertimbangkan informasi yang didapatkan dengan berbagai cara. Pertama, memberi perhatian pada paparan informasi yang didapat dengan hati-hati dan cermat. Dalam tahap ini, individu melakukan penilaian apakah informasi itu sesuai bagi dirinya atau tidak. Bila sesuai ia akan menggunakan informasi tersebut. Bila tidak sesuai, ia akan
12 mengabaikan informasi tersebut. Pada tahap ini individu melakukan elaborate terhadap makna informasi tersebut dengan teliti, cermat dan kritis. Individu yang teliti mempertimbangkan makna informasi berarti mempertimbangkan informasi tersebut pada rute sentral. Kedua, individu menerima informasi dan merasa sesuai, dengan alasan sumber informasi yang menyampaikan memang seorang ahli atau menarik. Individu percaya pada sumber yang menyampaikan informasi atau tertarik pada saluran komunikasi, artinya individu mempertimbangkan informasi pada rute eksternal. Penelitian ini ingin mengetahui aktivitas mencari informasi, respons petani lakilaki dan perempuan setelah mendapat dan memproses informasi pertanian. Proses kognitif berperan saat mengolah dan mempertimbangkan informasi pertanian yang berhasil diakses. Proses komunikasi individu memproses,
dapat ditelusuri antara lain dari kemampuan
menguraikan kembali dan mempertimbangkan informasi yang
sudah diterima. Memahami individu penerima, apakah berada pada rute sentral atau rute eksternal, sangat membantu dalam merancang strategi komunikasi. Teori kemampuan melakukan elaborasi pada penerima dikembangkan oleh Erb dan Bohner (2000), Brock dan Green (2005), Petty et al., (2005) dan Fledler (2007). Pada penelitian ini, proses mencari
informasi dilakukan petani sebagai
konsekuensi dari kebutuhan sebagai pengguna informasi. Seseorang mencari informasi karena ingin memuaskan kebutuhan atau karena masih ada berbagai hal yang masih belum jelas. Seseorang yang membutuhkan informasi akan menghubungi sumber atau saluran informasi baik formal maupun nonformal atau suatu pusat pelayanan informasi. Seseorang akan memperlihatkan berhasil atau tidaknya memperoleh informasi yang relevan. Bila berhasil ia akan menggunakan informasi yang didapatkannya baik secara keseluruhan atau hanya sebagian untuk memuaskan kebutuhannya.
Apabila tidak
berhasil memuaskan kebutuhannya dan harus mendapatkan informasi lagi, maka seseorang akan mengulang lagi proses mencari. Mencari informasi dapat melibatkan orang lain melalui pertukaran informasi. Informasi yang dianggap berguna mungkin dapat diteruskan kepada orang lain, supaya dapat digunakan seperti dirinya menggunakan informasi itu (Wilson 1981). Mencari untuk akses pada informasi dan penggunaannya berasal dari berbagai disiplin ilmu, seperti komunikasi (Dervin 1996), sosiologi (Ellis 1993), Wilson (1981) dan semenjak pertengahan 1980an beberapa ahli memberikan
13 perhatian pada pendekatan kognitif dalam mencari informasi (Petty dan Cacioppo 2005; Fledler 2007). Wilson (2005) menjelaskan bahwa, mencari informasi sebagai perilaku manusia adalah berhubungan dengan sumber informasi maupun saluran komunikasi yang dapat memberikan informasi dan dapat terjadi secara aktif maupun pasif. Termasuk dalam hal ini komunikasi tatap muka, menerima informasi secara pasif seperti menonton iklan di televisi, mendengarkan radio, tanpa keinginan untuk bertindak sesuai yang diberikan oleh materi informasi tersebut.
Wilson (1981) menyatakan bahwa mencari informasi
dengan sengaja adalah konsekuensi dari kebutuhan untuk memuaskan suatu tujuan. Pada saat aktif mencari untuk dapat akses pada informasi yang diinginkan, individu mungkin saja berinteraksi dengan individu lain, melalui sistem informasi manual seperti petunjuk di buklet, surat kabar, perpustakaan atau dengan komputer. Beberapa penelitian yang melengkapi teori Wilson dalam kaitan kebutuhan informasi dan mencari informasi dengan melihat pada konteks dan elemen ketersediaan informasi telah dikembangkan oleh Dervin (1996), Ellis (1993), Khulthau’s (1991) dan Rogers (2003). Dervin (1996) dengan sense making theory mengembangkan pencarian informasi dalam empat elemen yaitu: (1) Situasi dalam suatu waktu dan ruang. (2) Dalam konteks apa masalah informasi akan muncul. (3) Mengidentifikasi perbedaan antara situasi kontekstual masa kini dan situasi yang diinginkan sebagai hasilnya, karena merupakan konsekuensi dari proses mencari. (4) Ada jembatan yang menghubungkan kesenjangan antara situasi sekarang dan hasil yang diinginkan.
Kelebihan atau kekuatan teori Dervin
yaitu adanya hubungan dengan perilaku informasi, dapat mengarahkan cara-cara bertanya yang akan memperlihatkan keadaan permasalahan yang ada, untuk mencapai keadaan yang diinginkan. Informasi dapat menjadi jembatan untuk mengatasi ketidakpastian atau penggunaan informasi dapat sebagai jembatan kearah yang diinginkan. Perilaku mencari informasi menurut Ellis (1993) adalah mulai dengan bertanya kepada rekan yang lebih mengetahui, menelusuri misalnya melalui media tercetak, melihat-lihat, membandingkan, memonitor, mensarikan informasi, menguji informasi dan proses mencari berakhir.
Khulthau’s (1991) dalam proses mencari informasi lebih
menekankan pada faktor afeksi dari tahapan mencari pada pengguna informasi. Identifikasi tahapan dari model Khulthau’s (1991) adalah: memulai, memilih,
14 menyelidiki, merumuskan, mengumpulkan dan menyajikan informasi. Model ini lebih umum dibandingkan dengan model Ellis (1993) namun saling melengkapi. Dasar dalam model Khulthau’s (1991) adalah perasaan tidak pasti diasosiasikan dengan kebutuhan mencari informasi untuk mengatasi perasaan ragu, bingung dan frustrasi sehingga proses mencari meningkat supaya berhasil dan perasaan
akan berubah.
Perubahan terjadi
karena adanya material yang relevan yang berhasil dikumpulkan. Sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan berasosiasi dengan perubahan afeksi menjadi lebih puas dan terarah. Saat ini perkembangan dalam teknologi dan informasi memang menjadi penting bagi manusia, termasuk pada komunitas petani sayuran organik. Setiap orang diharapkan dapat memenej banyaknya informasi yang ada karena dukungan teknologi juga semakin banyak dan kreatif. Kemampuan mencari informasi untuk akses dan kontrol informasi akan selalu terjadi pada setiap individu, kelompok maupun komunitas. Hal semacam ini juga dapat terjadi dalam keluarga, dunia pendidikan, perkantoran ataupun di lokasi pertanian di pedesaan. Terkait dengan mencari informasi perlu diperhatikan bahwa peubah yang penting adalah kawasan kognitif pada seseorang yang dapat dioperasionalisasikan dengan empat cara yaitu: (a) orang dengan keterlibatan kognitif yang lebih tinggi pada topik informasi, lebih mampu mendapat akses pada informasi itu dari pada orang yang keterlibatan kognitifnya pada topik itu kurang. (b) orang akan menerima dan mencari untuk akses pada informasi karena topiknya tidak mempunyai resiko bagi dirinya atau tidak bertentangan dengan kepercayaannya. (c) orang akan senang menerima dan berpikir mengenai informasi kalau mempunyai sikap positif pada topik itu. (d) informasi akan lebih mempunyai pengaruh bila kekerapannya dalam terpaan adalah tinggi dan diterima dari berbagai saluran komunikasi. Individu yang mencari informasi dan dapat dipersuatif akan menggunakan informasi tersebut untuk mempengaruhi kesimpulan yang dibuatnya. Individu dapat merubah sikap dan perilakunya untuk menggunakan informasi tersebut terutama bila relevan dengan kebutuhannya. Pada masyarakat petani di pedesaan, aktivitas mencari untuk akses pada informasi berbeda antara petani laki-laki dan perempuan. Seperti pendapat Swanson (1984) yang menemukan bahwa petani perempuan jarang mencari untuk akses pada informasi dengan berkunjung ke agen pembangunan dan berdialog
15 secara tatap muka, terutama bila tradisi yang berlaku ialah tidak pantas untuk berkunjung ke orang yang bukan kerabat dan berbeda jenis kelamin. Sementara bagi petani laki-laki hal ini tidak berlaku karena lebih leluasa berkunjung ke agen pembangunan setiap waktu untuk dapat akses pada sumber informasi. Kramarae (1988), Everts (1998) dan Wood (2007) menambahkan perempuan pedesaan lebih senang akses pada informasi lisan dari pada informasi tertulis. Proses mencari dan menggunakan informasi pertanian dalam penelitian ini akan melibatkan berbagai faktor, karena faktor komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Effendy (1989) merupakan unsur-unsur yang mendukung terjadinya suatu situasi. Faktor adalah keadaan, peristiwa yang ikut menyebabkan (mempengaruhi) terjadinya sesuatu. Artinya dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian,
melibatkan berbagai
unsur yang mendukung terjadinya suatu proses komunikasi. Faktor-faktor komunikasi yang mendukung terjadinya proses mencari dan menggunakan informasi pertanian dalam penelitian ini adalah: materi informasi, saluran komunikasi, mutu
informasi, mutu
saluran komunikasi.
Pola Pembagian Kerja Isu spesifik tentang gender semakin meningkat dan menarik perhatian, termasuk dari sudut pandang aplikasinya di bidang komunikasi pembangunan pertanian dan pedesaan. Komunikasi pertanian organik juga tidak terlepas dari konsep gender, mengingat dalam hal usahatani sayuran organik, ada pembagian kerja pada petani lakilaki dan perempuan di lahan sayurannya. Menurut Ritzer dan Goodman (2004) sistem pola pembagian kerja dalam rumah tangga yang tampaknya sangat tak seimbang dilihat dari luar situasi rumah tangga, mungkin dilihat adil dan seimbang baik oleh laki-laki dan perempuan dalam situasi itu, karena mereka menerima dan menyesuaikan diri terhadap harapan normatif untuk berperan menurut jenis kelamin di dalam rumah tangga. Menurut
Hubeis
(2010), Wood
(2007), Nugroho (2008),
Shepherd dan
Mohammed (1999) serta Eviota (1993), pola pembagian kerja berawal dari pembedaan peran pada laki-laki dan perempuan. Berdasarkan budaya serta klasifikasi utama dalam kehidupan sosial, perempuan mempunyai peran sebagai pemelihara dan merawat seperti merawat anak, orang tua, keluarga yang sakit atau tidak berdaya dan pekerjaan sosial
16 maupun pekerjaan dalam lingkup domestik. Beberapa ada yang bekerja di luar rumah namun masih terkait dengan tipe merawat misal sebagai perawat atau pendidik. Sementara laki-laki jarang diharapkan bekerja semacam itu dan lebih diharapkan sebagai pencari nafkah utama bagi keluarganya, bekerja di luar rumah dan mempunyai karir. Shepherd dan Mohammed (1999) menyatakan bahwa pada setiap masyarakat selalu ada tugas tertentu yang dilakukan oleh perempuan dan tugas lain oleh laki-laki, maupun dilakukan bersama antara keduanya. bahwa
pola
pembagian
Apapun bentuknya, telah disetujui
kerja memang ada pada setiap kehidupan masyarakat.
Terkonstruksi secara sosial dan budaya, mempunyai perbedaan di setiap lokasi serta dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Pembagian kerja berdasarkan gender mengacu kepada pekerjaan yang berbeda dan dilakukan oleh perempuan serta laki-laki, yang merupakan konsekuensi dari pola-pola sosialisasi mereka. Tugas-tugas berdasarkan pembagian kerja tersebut secara tradisional diidentifikasikan sebagai kerja perempuan dan kerja laki-laki (Nugroho 2008). Hubeis (1985; 2010)
membuat kategori pekerjaan perempuan dan laki-laki
dalam dua hal yaitu (I) Pekerjaan produktif, terdiri dari: (a). Aktivitas produktif langsung seperti pekerjaan mendapat upah di sektor pertanian seperti mengolah tanah, memelihara tanaman, ternak, ikan, termasuk bekerja di sektor formal sebagai pegawai negeri, buruh atau pengusaha/wiraswasta; (b) Aktivitas produktif tidak langsung, yang tidak memperoleh upah seperti mengambil air, memasak, merawat anak, berbelanja, mencuci pakaian dan peralatan dapur, membersihkan rumah dan menyeterika.
(II) Aktivitas
nonproduktif yang terdiri dari: (a) Aktivitas dalam pendidikan formal seperti SD, SMP dan pendidikan madrasah dan pendidikan nonformal seperti pelatihan, penyuluhan; (b) Peran dalam aktivitas sosial seperti pengajian, saling membantu gotong royong dan bersama
melakukan aktivitas seremonial; (c) Waktu beraktivitas untuk diri sendiri
seperti mandi, makan, tidur, berdoa di rumah. Tuyizere (2007) menambahkan pola pembagian kerja di beberapa negara seringkali berkaitan dengan kepercayaan dan terkonstruksi secara sosial budaya dalam komunitas tersebut dan hal ini juga terjadi di pedesaan dan komunitas petani, misalnya perempuan yang bekerja sebagai petani tidak dapat memperoleh benih, kredit atau pelayanan penyuluhan tentang informasi pertanian karena perempuan bukan kepala
17 keluarga. Padahal dibanyak negara berkembang, dalam pola pembagian kerja petani perempuan mempunyai kontribusi besar dalam bidang pertanian dan ekonomi keluarga serta rumah tangganya. Di samping itu petani perempuan juga masih mempunyai aktivitas produktif tidak langsung seperti memasak, membersihkan rumah, mengambil kayu bakar dan mengambil air. Untuk alasan ini, Tuyizere (2007) menyatakan sangat perlu meningkatkan kemampuan metoda pertanian dan terpaan informasi pertanian bagi petani perempuan. Menurut Chafetz (2006) pada masyarakat hortikultura terdapat
tiga bentuk
aktivitas produktif yaitu: (1) Laki-laki bekerja mempersiapkan tanah atau lahan untuk menanam, menebang pohon, memotong dan membakar dan keduanya baik laki-laki serta perempuan dapat menanam bersama-sama. Pola bertani ini biasa dilakukan di subSaharan Afrika; (2) Laki-laki bekerja di lahan, perempuan bekerja menanam merupakan pola bertani yang dilakukan masyarakat hortikultura di Indian bagian timur Amerika Serikat;
(3) Laki-laki mempersiapkan lahan sekaligus menanam dan melakukan
pekerjaan itu sendiri, masih jarang ditemukan di daerah tropis Amerika Selatan. Bila lahan sudah bersih dan siap di tanam benih sayuran, maka pekerjaan itu dapat dilakukan bersama oleh laki-laki dan perempuan. Termasuk menyiangi, memanen dan mengangkut hasil panen. Bahkan perempuan yang mempunyai bayi dan masih memberi asi dapat membawa bayinya ke ladang, untuk bekerja dan kembali ke rumah dengan membawa sayuran hasil panen. Chafetz (2006) mengungkapkan bahwa waktu dan energi yang dipergunakan perempuan dalam bekerja memang lebih banyak, karena masih mengurus anak dan memasak. Di samping terkonstruksi secara sosial budaya, dari beberapa uraian dan teori yang ada, dalam pola pembagian kerja juga ada pengaruh stereotipe gender (Mosse 2002; Wood 2007; Simatauw et al., 2001; Tuyizere 2007). Hal ini dapat terlihat dari uraian yang umumnya mengungkapkan bahwa perempuan hanya sesuai berkerja di rumah dan tidak di luar rumah, laki-laki adalah pencari nafkah. Perempuan lebih sesuai dengan pekerjaan merawat dan memelihara sedangkan laki-laki lebih mampu dengan pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga. Menurut Simatauw et al., (2001) pola pembagian kerja biasanya berdasarkan kegiatan yang menghasilkan uang, memelihara dan merawat keluarga, pergaulan masyarakat, keagamaan, ritual, pesta, maupun kegiatan politik yang berhubungan dengan
18 pengambilan keputusan. Umumnya pembagian kerja pada perempuan pedesaan lebih banyak sehingga tidak memiliki waktu untuk membicarakan hal-hal di luar rutinitasnya, seperti akses pada informasi melalui surat kabar, mendengarkan ceramah atau hadir dalam pertemuan-pertemuan masyarakat. Bukti empiris dari studi Hartomo (2007) tentang Kebijakan Sistem Usahatani Berkelanjutan Responsif Gender di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah, menjelaskan tahapan kegiatan pembagian kerja pada petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani hortikultura sayuran adalah: pengolahan tanah, pembibitan, pola tanam, pemupukan, perawatan, pemeliharaan, penyiraman, pengendalian hama.penyakit, pengolahan hasil panen dan pemasaran. Untuk pengolahan hasil panen dan pemasaran, perempuan lebih dominan dari pada laki-laki. Sedangkan merawat, memelihara tanaman dan menentukan teknis pengolahan hasil panen serta penyiraman dilakukan bersama oleh laki-laki dan perempuan. Hartomo (2007) menemukan pada variabel akses terhadap informasi, peran laki-laki lebih dominan daripada perempuan. Hal ini disebabkan adanya pertemuan kelompok tani secara reguler, sedangkan kontrol terhadap informasi dilakukan bersama antara laki-laki dan perempuan. Sejak perempuan dan laki-laki melakukan jenis pekerjaan yang berbeda maka mereka juga mempunyai pilihan akses yang berbeda pula terhadap pelayanan dan sumber daya termasuk sumber daya informasi. Kramarae (1988) berpendapat beban pekerjaan domestik membuat perempuan lebih terbatas untuk mengakses informasi dibandingkan laki-laki. Namun dengan perkembangan teknologi dan meningkatnya penggunaan saluran komunikasi melalui media, hal tersebut dapat teratasi. Dalam penelitian ini pola pembagian kerja dilihat dari tiga indikator yaitu pada: aktivitas produktif langsung, aktivitas produktif tak langsung dan aktivitas sosial.
Relasi Gender Relasi gender adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui konsep yang mengacu pada relasi dari kekuasaan dan dominasi dalam struktur dan kehidupan yang dipilih untuk laki-laki dan perempuan. Karakter umum dari relasi gender adalah dominasi ada pada laki-laki dan sub ordinasi ada pada perempuan dan cenderung tidak menguntungkan perempuan (Baden dan Reeves 2000; Simatauw et al. 2001; Tuyizere
19 2007). Tuyizere (2007) dalam Gender and Development - The Role of Religion and Culture menambahkan relasi gender sudah dimulai sejak dari rumah tangga, selanjutnya dapat terjadi dimana saja seperti di dunia kerja, bahkan di pasar, sejauh di tempat tersebut ada interaksi sosial antara laki-laki dan perempuan. Relasi gender akan terkait dengan hubungan atau relasi antara individu dengan komunitasnya yang juga akan bervariasi dalam hal jenis kelamin, umur, pendidikan dan pengalaman.
Relasi gender berkaitan
dengan relasi kekuasaan berdasarkan hirarki. Seringkali dalam suatu komunitas hal semacam ini diterima dan dipercaya sebagai sesuatu yang alamiah. Namun sebenarnya juga terkonstruksi secara sosial budaya dan dapat saja berubah setiap waktu. Dalam relasi atau hubungan antara laki-laki dan perempuan terkait dengan pembangunan pertanian diharapkan adanya kesetaraan dan keadilan. Untuk dapat mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan pertanian, perlu melaksanakan Inpres No.9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional. Meskipun secara legalitas, PUG sudah dimulai tahun 2000, tetapi dari bukti empiris berdasarkan penelitian Sunarno (2007) program yang ada masih belum berbasis gender. Menurut Supiandi (2008) program pemberdayaan perempuan masih cenderung bersifat Women In Development (WID) daripada Gender And Development (GAD). Sesuai pendapat Nugroho (2008) serta Baden dan Reeves (2000), bahwa istilah WID pertama kali dicetuskan oleh Women’s Committee of the Washington DC. Chapter of the Society for International Development pada dasawarsa 70an. Dimana saat itu kesadaran mengenai peran perempuan mulai berkembang dan diwujudkan melalui pendekatan program yang memusatkan pada masalah perempuan dan pembangunan. Masalah ini didasarkan pada suatu pemikiran mengenai perlunya kemandirian bagi perempuan miskin atau petani perempuan, agar pembangunan dapat dinikmati oleh semua pihak. Timbulnya pendekatan Women In Development karena disadari bahwa perempuan merupakan sumberdaya manusia yang sangat berharga. Perspektif WID ini pada awalnya berasal dari keinginan agar perempuan tidak dianggap pasif dalam pembangunan dan perlu diikut sertakan dalam pembangunan. Sasaran dari pendekatan ini adalah kalangan perempuan dewasa yang secara ekonomi miskin. Meskipun miskin
20 perempuan adalah juga bagian dari pembangunan dan dapat berperan aktif dalam pembangunan bila mendapat kesempatan atau peluang yang sama dengan laki-laki. Perbedaan WID dan GAD dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Perbedaan antara WID dan GAD WID Pendekatan
Pandangan bahwa yang menjadi sumber permasalahan ada pada perempuan
Fokus
Perempuan
Masalah
Tidak berperan sertanya perempuan (separuh sumberdaya produktif) dalam proses pembangunan
Tujuan
Pembangunan yang lebih efektif dan efisien
Solusi/Pemecahan
Mengintegrasikan perempuan dalam proses pembangunan
Strategi
• • • • • •
Proyek-proyek untuk perempuan Kegiatan proyek khusus untuk perempuan Proyek-proyek terpadu Meningkatkan produktivitas perempuan Meningkatkan pendapatan perempuan. Meningkatkan keterampilan perempuan dalam mengurus rumah tangga
GAD Pandangan yang menganggap bahwa sumber permasalahan ada pada pembangunan Pola relasi antara perempuan dan laki-laki Ketidaksejajaran hubungan kekuasaan (kaya-miskin, perempuan laki-laki) menyebabkan berlangsungnya pembangunan yang tidak adil dan tidak berperan sertanya perempuan secara maksimal Pembangunan yang adil dan berkesinambungan dengan perempuan dan laki-laki sebagai pengambil keputusan • Memperkuat (empower) perempuan yang terpinggirkan/marginal, tidak beruntung • Mengubah pola-pola hubungan yang tidak sejajar •
• •
Mengidentifikasi kebutuhan praktis sebagaimana didefinisikan oleh perempuan dan laki-laki untuk memperbaiki kondisi kehidupan mereka Bersamaan dengan itu, ditangani juga kebutuhan strategis perempuan Menangani kebutuhan strategis golongan ekonomi lemah melalui pembangunan untuk rakyat
Sumber: Nugroho (2008) Pendekatan WID dalam pelaksanaannya seringkali mengalami kegagalan, karena masih banyak perempuan tetap berada sebagai pihak yang kurang beruntung. Seperti memperoleh upah yang lebih rendah dari laki-laki, kesempatan sebagai pimpinan di dunia kerja masih terbatas. Diharapkan melalui pemberian pendidikan dan pelatihan, kaum
21 perempuan dapat meningkatkan kemampuan kognitif, afektif maupun psikomotorik sehingga dapat menunjang sektor-sektor produktif di masyarakat. Sebagai respons dan evaluasi karena kurang berhasilnya WID, pada dasawarsa ’90an muncul konsep baru yaitu GAD. Konsep ini menekankan pentingnya keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam proses pembangunan. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa konstruksi sosial yang dibuat atas peran perempuan dan laki-laki dapat diubah. Pendekatan ini lebih sesuai, karena menekankan pada isu gender dan tidak melihat pada masalah perempuan semata (Nugroho 2008). Peran domestik yang semula sering dikatakan milik kaum perempuan, dapat melibatkan juga tanggung jawab kaum laki-laki. Peran tersebut ada sebagai hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah sesuai perkembangan zaman. Perempuan juga bekerja di luar rumah seperti laki-laki, mengambil keputusan dilakukan bersama antara laki-laki dan perempuan dan ada kesetaraan pada peran laki-laki dan perempuan. Melibatkan laki-laki dan perempuan berdasarkan pengalaman, aspirasi dan kebutuhan dapat meminimalkan kesenjangan gender dalam setiap aspek pembangunan. Everts (1998) dan Srini (2001) berpendapat bahwa, tidak ada egaliter pada relasi gender tanpa memperkuat posisi perempuan. Gender adalah mengenai laki-laki dan perempuan, namun ketidaksetaraan dalam relasi gender seringkali dialamatkan dengan memperkuat posisi perempuan dan memenuhi kebutuhan perempuan.
Penelitian ini menganalisis
pendekatan GAD yang lebih memperhatikan persoalan gender
daripada persoalan
perempuan secara terisolasi. Setelah WID dan GAD, dikenal konsep Gender Mainstreaming atau Pengarusutamaan Gender, yaitu suatu konsep baru dan secara legalitas dimulai tahun 2000 dan berkembang sejak beberapa tahun terakhir ini. Konsep Gender Mainstreaming ini dibuat untuk keperluan mendukung perempuan dalam pembangunan dan bagaimana memasukkan nilai-nilai perempuan ke dalam pembangunan itu. Pada Konferensi Perempuan yang ke empat di Beijing tahun 1995 dan merupakan Platform of Action,
disepakati 12 bidang kritis permasalahan
perempuan yaitu: kemiskinan, pendidikan dan pelatihan, kesehatan reproduksi, kekerasan dalam rumah tangga, konflik militer dan kerusuhan, akses sumberdaya ekonomi, pengambilan keputusan dan politik, lembaga yang dapat memperjuangkan perempuan,
22 hak azasi perempuan, akses media informasi, pencemaran lingkungan dan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Berkaitan dengan relasi gender telah dihasilkan kesepakatan bersama bangsabangsa dalam bentuk target pembangunan yaitu The United Nations Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan tujuan: memberantas kemiskinan dan kelaparan; mewujudkan pendidikan dasar; meningkatkan persamaan gender dan pemberdayaan perempuan; mengurangi angka kematian bayi; meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDs, malaria dan penyakit menular lainnya;
pengelolaan
lingkungan hidup yang berkelanjutan; mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan (Nugroho 2008; Supiandi 2008). Gender Mainstreaming atau pengarusutamaan gender (PUG) merupakan suatu strategi mencapai kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan, permasalahan perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang pembangunan.
Menurut KEM PP (2000) manfaat
melaksanakan PUG bagi laki-laki dan perempuan adalah: •
Memperoleh akses yang sama laki-laki dan perempuan pada sumberdaya pembangunan;
•
Berpartisipasi yang sama laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan termasuk proses pengambilan keputusan;
•
Memiliki kontrol yang sama laki-laki dan perempuan atas sumberdaya pembangunan;
•
Memperoleh manfaat sama pada laki-laki dan perempuan dari hasil pembangunan. Akses yaitu kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam memperoleh peluang
untuk menggunakan atau mendapatkan sumberdaya pembangunan yang antara lain adalah berbagai informasi pertanian untuk kepentingan faktor produksi seperti tanah, kredit, pelatihan, pemasaran dan semua pelayanan publik serta keuntungannya. Memiliki akses juga berarti memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumberdaya tersebut. Manfaat adalah keuntungan sebagai hasil dari penggunaan informasi yang adalah sumberdaya pembangunan. Partisipasi adalah kesempatan yang setara dari perempuan dan laki-laki di segala tingkatan dalam hal pengambilan keputusan, kebijakan
23 pembangunan, perencanaan dan administrasi. Kontrol adalah manifestasi dari keseimbangan relasi kekuasaan laki-laki dan
perempuan.
Memiliki kontrol adalah
memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumberdaya termasuk sumberdaya informasi. Supiandi (2008) berpendapat baik laki-laki dan perempuan mesti mendapatkan akses untuk memperoleh informasi.
Dalam proses komunikasi, memberi akses
informasi kepada penerima dapat melalui saluran komunikasi yaitu tatap muka atau personal, kelompok maupun media massa (Rogers 1969; Rogers 2003; Ellis 1993; Everts 1998; Wilson 2000). Dalam proses komunikasi, upaya memasukkan faktor individu sebagai penerima dengan melihatnya sebagai penerima pasif dari informasi pertanian yang dirancang dari luar, seringkali tidak berhasil karena kurang memaknai bahwa sebagai manusia, perempuan dan laki-laki mempunyai kebutuhan dan kepentingan yang berbeda meskipun bekerja dalam bidang yang sama. Petani perempuan seperti dikatakan oleh Sugarda et al. (2001) memang tidak selalu hadir dalam pertemuan desa
bersama
suami, namun pengaruhnya tetap melekat pada suaminya karena seringkali perempuan yang ingin mencoba untuk mempraktekkan cara baru kalau ada informasi tentang bibit baru. Kenyataan ini memperlihatkan kalau petani perempuan jangan dilupakan terutama dalam hal terpaan informasi pertanian. Artinya kebutuhan informasi petani perempuan perlu juga mendapat perhatian karena kontribusi mereka dalam ekonomi keluarga melalui aktivitas di lahan pertanian terbukti sangat besar. Di samping itu seringkali kunci keberhasilan atau kegagalan pembangunan pertanian antara lain
karena tidak
maksimalnya peran salah satu gender. Aktivitas komunikasi dari penerima untuk mendapat akses pada informasi juga perlu mendapat perhatian. Hal ini sesuai dengan pendapat Heath dan Bryant (2000) bahwa aktivitas komunikasi mencari untuk dapat akses pada informasi
terdiri dari
berbagai cara yaitu: (a) Perilaku komunikasi pasif yaitu individu tidak secara khusus berusaha mencari suatu informasi namun akan memproses informasi yang kerap menerpanya. (b) Perilaku komunikasi aktif yaitu individu sengaja mencari informasi dan mencoba untuk memahaminya. Jadi mereka yang aktif mencari kemungkinan lebih mengerti tentang informasi tersebut daripada yang berperilaku pasif.
24 (c) Perilaku
komunikasi
interaktif yaitu individu
yang
bersangkutan
sangat
bergantung pada komunikasi dengan orang lain untuk dapat melakukan diskusi. Dalam penelitian ini mencari untuk mendapatkan akses terhadap informasi pertanian dikategorikan dalam tiga indikator yaitu: mencari dengan pasif, aktif, melalui diskusi. Adapun kontrol pada informasi dari laki-laki dan perempuan dapat diartikan sebagai memiliki kendali atas informasi yang ada. Kemampuan kognitif seperti baca tulis atau tingkat pendidikan yang memadai tidak hanya membuat seseorang mampu untuk mengontrol tingkat informasi yang diterimanya dari media cetak, elektronik atau internet, tetapi juga mampu memproses, menyimpan dan mendapatkan kembali informasi tersebut untuk digunakan apabila diperlukan. Dalam pertanian, kemampuan petani untuk mengambil kembali informasi yang sudah pernah diterimanya sangat penting. Untuk yang dapat membaca hanya perlu mengingat dimana ia menyimpan informasi tertulis itu. Adapun untuk yang tidak dapat membaca, harus mencoba mengingat keseluruhan informasi yang pernah diterimanya secara lisan baik melalui medium atau interpersonal (Rogers 1969). Everts (1998) menambahkan bahwa tingkat kontrol antara perempuan dan lakilaki terhadap informasi akan berbeda, tergantung pada relasi gender sebagai suatu sistem sosial yang berlaku di lingkungan tersebut. Pada relasi gender kendali atas informasi mungkin saja berada pada pihak laki-laki namun perempuan juga mempunyai pengaruh untuk menentukan apakah informasi itu akan digunakan atau tidak. Penelitian Sitepu (2007) tentang Desain Sistem Pengelolaan Lahan Kering Berkelanjutan Berbasis Gender di Provinsi DI Yogyakarta menemukan beberapa hal yang berkaitan dengan kebutuhan dan kontrol informasi pada petani laki-laki dan perempuan melalui berbagai saluran komunikasi dan kelembagaan usahatani tentang sumber air untuk sumur ladang dan sumur embung. Kontrol terhadap informasi pertanian adalah memiliki kendali atas informasi pertanian yang dibutuhkan dan mampu mengambil keputusan atau menentukan terhadap informasi tersebut. Dalam penelitian ini, kontrol informasi sebagai kemampuan menentukan informasi pada petani laki-laki dan petani perempuan, dikategorikan dalam dua indikator yaitu: menentukan sendiri dan menentukan bersama.
25 Materi Informasi Studi komunikasi secara substansi sangat terikat dengan konsep informasi. Konsep informasi yang populer sejak tahun 1950, merupakan inti dari setiap aktivitas komunikasi serta memegang peranan penting dalam membuka wawasan berpikir manusia terhadap dunia nyata yang dihadapinya. Sejumlah informasi yang dibutuhkan, diharapkan dapat mengubah konsep–konsep yang ada dalam diri individu.
Semakin banyak
informasi yang diterima atau dapat diakses, semakin menimbulkan rasa tidak puas dengan kondisi saat ini, sehingga bisa saja membutuhkan informasi lagi untuk memuaskan
keingintahuannya.
Istilah informasi dalam komunikasi adalah tingkat
kebebasan yang nyata dalam situasi untuk memilih yang diberikan di antara sinyal, simbol, pesan atau pola-pola yang ditransfer. Informasi dapat diartikan sebagai pesan yang dikirimkan dari seseorang ke orang lain, dengan tujuan agar orang lain tersebut mempunyai pandangan yang sama dengan si pengirim. Setiap komunikasi manusia terdiri dari serangkaian sistem yang digabung. Sistem yang meliputi sumber, saluran, penerima, dimana gabungan sistem berkaitan satu dan yang lain. Jika gabungan ini putus, informasi tidak diterima atau tidak sampai sesuai yang diinginkan (Severin dan Tankard 2008). Menurut Stamm dan Bowes (1990) informasi biasanya disetarakan dengan pesan. Artinya bisa pesan itu sendiri, dimana pesan itu mengandung informasi. Apabila mensetarakan pesan dan informasi memang tidak salah. Hanya tidak lengkap, karena tidak memperhitungkan bahwa pesan itu menjadi
informatif, karena terkait dengan
sesuatu. Sehingga informasi yang sebenarnya adalah apapun yang diacu oleh pesan tersebut. Misal informasi pertanian, maka segala sesuatu yang mengacu pada pesan pertanian adalah materi informasi pertanian. Kaye (1997) mengemukakan bahwa untuk mampu mengenali inti permasalahan yang sedang dihadapi, kita dituntut untuk memperoleh informasi lebih banyak. Untuk mengumpulkan informasi lebih banyak, membutuhkan sumberdaya informasi yang relevan dan kemampuan untuk akses terhadap sumber informasi. Petani laki-laki maupun perempuan yang aktif mencari informasi cenderung memperoleh informasi yang lebih banyak. Meskipun hal ini juga tergantung pada kualitas sumber informasi serta intensitas interaksi antara petani dengan sumber informasi. Apabila dikaitkan dengan pembangunan pertanian pada masa mendatang, informasi memegang peranan penting dalam
26 memperkenalkan metode-metode baru, teknologi produksi baru, informasi pasar dan lainlain. Namun informasi yang bertumpuk belum tentu menjamin pemanfaatannya menjadi lebih baik, karena masih tergantung pada kemampuan mengorganisir informasi tersebut. Artinya materi informasi merupakan sumberdaya yang sangat bernilai bagi masyarakat termasuk petani. Ayoola (2000) dalam Agricultural Policy Networking the way forward mengungkapkan bahwa, informasi adalah pesan. Dalam proses komunikasi, pesan atau informasi ditransmisikan dari sumber kepada pengguna melalui berbagai saluran. Informasi sebagai sumberdaya pembangunan mempunyai keterkaitan dengan beberapa hal yaitu: 1 Keterkaitan dengan konteks. Informasi sebagai sumberdaya pembangunan pertanian pedesaan tergantung pada situasi dan isu spesifik. Masyarakat petani di pedesaan yang kurang terdedah pada media seperti masyarakat kota, tetap membutuhkan dan selalu mencari informasi yang terkait dengan usahataninya. Yaitu informasi dengan materi tentang lingkungan seperti cuaca/iklim, tanah, penggunaan air, pembibitan, pupuk; produksi pertanian dalam hal penanganan hama, pola tanam; informasi tentang panen seperti pemetikan dan pengkemasan dan informasi tentang penguatan sumber daya manusia seperti pelatihan, informasi tentang ekonomi yaitu pemasaran, mutu produksi, modal dan juga kredit. 2 Keterkaitan dengan budaya. Informasi mempunyai ketergantungan dan keterkaitan pada budaya. Karena dapat melibatkan perbedaan konsep dan kognitif. Bila informasi dan cara menyampaikan tidak sesuai dengan kondisi petani sebagai
komunitas
atau sistem sosial, maka informasi tidak dapat diterima, atau tidak akan dicari. Informasi memang tidak sepenuhnya terbebas dari nilai yang berlaku pada komunitas. 3 Keterkaitan dengan medium atau saluran. Pada komunitas yang masih dominan dengan tradisi komunikasi lisan, perlu mempertimbangkan medium dan kemasan yang sesuai dengan daya terima komunitas. Untuk komunitas yang sudah dapat baca tulis, kemasan informasi dan medium juga tergantung dengan selera dan pilihan. Meyer (2005) dalam The nature of information, and the effective use of information in rural development mengungkapkan bahwa ketiadaan informasi akan berdampak negatif pada proses pembangunan, informasi masih sering tidak dianggap
27 penting seperti sumberdaya lainnya, karena perencana pembangunan ada kalanya belum mengakui peran informasi sebagai sumberdaya yang mendasar dan juga belum menyadari nilai potensialnya. Akar dari perilaku untuk dapat akses pada materi informasi adalah konsep kebutuhan terhadap materi informasi tersebut.
Adapun kebutuhan informasi tersebut
dapat timbul karena berbagai hal, di antaranya karena ada masalah atau belum yakin terhadap sesuatu. Membutuhkan, mencari, menyeleksi dan memproses informasi adalah proses komunikasi yang alamiah. Sears dan Freedman (1971) menjelaskan kebutuhan informasi pada audiens dimediasi oleh selektivitas, seperti faktor-faktor kelompok dan interpersonal. Ini berarti bahwa audiens akan selektif dalam keterbukaan mereka terhadap informasi pertanian. Penelitian Hendriks dan Morris (2005) mengenai petani perempuan dengan usahatani organik lahan skala kecil di KwaZulu Natal, Afrika Selatan membuktikan bahwa petani membutuhkan informasi karena ingin meningkatkan pendapatan keluarga. Ketersediaan informasi sangat bermanfaat bagi petani dan dapat mengarahkan petani untuk mengambil keputusan. Kebutuhan terhadap informasi, mengarahkan petani untuk selektif dalam mencari informasi yang sesuai dengan usahataninya. Meyer (2005) menjelaskan kalau kebutuhan pada materi informasi yang terkait dengan produksi pertanian, umumnya berkisar mengenai bibit, pupuk, penyuluhan dan pelatihan,
teknologi,
peralatan
pertanian,
teknik
implementasinya
seperti
membajak/meluku, menebar benih, cara mengontrol hama dan juga kesuburan tanah, air, kondisi iklim, kredit, pemasaran dan infrastruktur.
Petani akan selektif terhadap
informasi yang ada sesuai kebutuhannya. Pengertian selektivitas terhadap kebutuhan informasi adalah kebutuhan yang dirasakan dan dicari oleh petani laki-laki dan perempuan untuk mendukung keberlangsungan dan pengembangan usahatani sayuran organik yang mereka usahakan. Secara ringkas Meyer (2005) mengatakan, materi informasi yang terkait dengan aspek lingkungan adalah informasi mengenai ketersediaan air,
jenis komoditas yang
diusahakan oleh petani, informasi tentang iklim, dan informasi tentang ketersediaan lahan. Sedangkan Hartomo (2007) menambahkan materi informasi yang terkait dengan aspek produksi adalah pola tanam, pembuatan pupuk, perlindungan tanaman,
28 penyiraman, menyediakan peralatan produksi pertanian. Adapun informasi dengan aspek penanganan panen dapat terdiri dari teknik memetik, menuai hasil ladang, pemotongan, pencabutan, penumpukan hasil panen. Ditjen Hortikultura (2007) mengatakan materi informasi untuk mengelola usahatani sayuran organik meliputi: lahan, air, penggunaan benih, penanaman, pemupukan, perlindungan tanaman, pemeliharaan tanaman, panen, penanganan pasca panen, alat dan mesin pertanian. Penelitian Wijayanti (2003) mengenai kebutuhan informasi petani tanaman hias sebagai kasus di Jakarta Barat, mengungkapkan bahwa petani memilih informasi berdasarkan kebutuhan untuk mengembangkan usahatani tanaman hiasnya yang ditinjau dari informasi teknologi budidaya tanaman hias, informasi permodalan, informasi lokasi usahatani, informasi sarana produksi tanaman hias dan informasi pasar. Penelitian ini juga mengamati perbedaan dan persamaan petani laki-laki dan perempuan dalam selektivitasnya untuk akses dan kontrol pada informasi pertanian serta penggunaannya. Adapun materi informasi penelitian dikategorikan dalam delapan indikator yaitu: Aspek lingkungan yaitu kesuburan tanah dengan pupuk alami, masalah air, kesesuaian jenis sayuran dengan kondisi musim, lingkungan sekitar dan permintaan konsumen. Aspek produksi yaitu bibit, bahan membuat pupuk alami, menyiram, waktu tanam, jarak tanam, bahan alami untuk perlindungan tanaman. Aspek penanganan panen yaitu kegiatan memetik/memanen sayuran, umur yang tepat untuk memanen sayuran, cara pencabutan tanaman, pemotongan tangkai tanaman. Aspek penanganan pasca panen yaitu perlu ada tempat yang bersih untuk meletakkan hasil panen, tidak mencampur sayuran organik dan non organik, pencucian hasil panen, pengolahan hasil panen. Apek ekonomi yaitu
harga jual, jenis sayuran organik yang laku sesuai keinginan pasar,
distribusi serta pemasaran. Aspek pengembangan sumberdaya manusia untuk petani seperti informasi tentang pelatihan, jadwal dan materi penyuluhan melalui demplot, magang dan studi banding di desa lain. Aspek kelembagaan yaitu tentang kegunaan kelompok tani, kegunaan pertemuan kelompok dalam mengambil keputusan, kegunaan kelompok untuk bertukar informasi, kegunaan koperasi.
29 Saluran Komunikasi Proses mencari untuk akses dan kontrol informasi, merupakan konsekuensi dari mencapai kebutuhan yang diinginkan. Dalam proses mencari informasi, individu akan berinteraksi dan juga selektif dengan berbagai jenis saluran komunikasi. Menurut Rogers (1969) dan Rogers (2003)
ada dua macam saluran komunikasi yang dapat
menyampaikan pesan-pesan pembangunan pertanian atau informasi pertanian, yaitu saluran media massa dan saluran interpersonal. Santucci (2005) menambahkan selain saluran media massa dan interpersonal juga dikenal saluran komunikasi melalui kelompok atau metode kelompok. Rogers (2003) menguraikan tentang kategorisasi saluran komunikasi, bahwa seringkali sulit bagi penerima pesan untuk membedakan sumber pesan dan saluran yang membawa pesan.
Sumber adalah individu atau institusi yang menghasilkan pesan.
Saluran ialah pesan yang didapatkan dari sumber untuk disampaikan kepada penerima. Hal ini menjadi alasan, bahwa dalam penelitian ini sumber informasi ataupun saluran akan mempunyai akurasi yang sama. Berbagai
tipologi
saluran
komunikasi
menurut
Rogers
(1969)
dalam
Modernization Among Peasant: The Impact of Communication dan Santucci (2005) dalam Strategic Communication For Rural Development serta Leeuwis (2004) dalam Communication for Rural Innovation Rethinking Agricultural Extension ialah: (a) Saluran interpersonal yaitu komunikasi tatap muka dengan keluarga, tetangga/teman, pedagang alat usahatani, penyuluh. Saluran interpersonal antar individu sangat efektif, ada dialog, interaktif , ada umpan balik langsung. Saluran interpersonal dapat merubah sikap khalayak, berlangsung tatap muka antara satu
penerima
atau lebih dengan pemberi informasi. Tempat pertemuan dapat di kantor penyuluh, rumah, lahan, atau pasar. (b) Saluran media massa yaitu dalam bentuk tercetak dan elektronik. Tercetak adalah koran pedesaan, majalah, brosur, buku, poster. Elektronik adalah radio, televisi, internet. Saluran media massa mempunyai potensi menyebarkan informasi dengan cepat. Penelitian terdahulu membuktikan saluran media massa berhasil merubah kognisi dan meningkatkan pengetahuan tentang air bersih pada kedua gender (Septiana 2008).
30 (c) Saluran kelompok yaitu pertemuan dalam jumlah tertentu. Kemungkinan adanya umpan balik menjadi terbatas, namun antar individu dapat saling berinteraksi. Misal pada pertemuan kelompok tani, kunjungan kelompok ke lokasi demplot, study tour ke lahan petani di desa lain. Pendapat Santucci (2005), suatu kelompok dapat terdiri dari 15 sampai 20 orang.
Bila partisipan lebih dari
jumlah tersebut, akan
ada masalah komunikasi. Misalnya beberapa orang tidak berpartisipasi sepenuhnya dan
umpan balik dari individu akan mengalami distorsi. Melalui pertemuan
kelompok, petani laki-laki dan perempuan
sebagai partisipan dapat belajar,
saling berinteraksi baik verbal dan nonverbal. Serta mempraktekkan ketrampilan yang diberikan oleh pelatih atau ketua kelompok. Perbedaan mencari dan menggunakan informasi dalam komunitas petani akan nampak dengan mengidentifikasi aktivitas komunikasi petani laki-laki maupun perempuan di lokasi, melalui saluran komunikasi yang digunakan. Menurut Lionberger dan Gwin (1991), perempuan lebih
senang dan merasa leluasa kalau mendapat
kesempatan untuk bicara maupun diskusi dengan sesama perempuan seperti dirinya. Terutama bila menggunakan bahasa yang sama. Hal ini karena ada tingkat kesamaan dalam beberapa atribut pada individu yang saling berinteraksi. Namun bila bahasa yang digunakan antar individu berbeda, maka komunikasi yang efektif jarang terjadi. Skuse et al. (2007) dalam Poverty and Digital Inclusion menemukan bahwa untuk mengatasi kemiskinan dalam perspektif gender di Nepal ada perbedaan perilaku komunikasi antara laki–laki dan perempuan di Desa Jhuwani Nepal. Temuannya ialah untuk akses pada saluran komunikasi, laki-laki lebih cenderung menggunakan HP, komputer dan fasilitas fax, internet atau surat kabar. Sedangkan perempuan lebih senang mencari informasi dan akses melalui televisi, radio atau melalui obrolan dengan tetangga, karena ada tingkat kesamaan yang tinggi antar mereka. Skuse et al. (2007) mengungkapkan mengenai perbedaan gaya komunikasi laki-laki dan perempuan dalam mengakses informasi melalui saluran komunikasi. Namun belum mengungkapkan perbedaan materi informasi yang dicari dan cara penggunaan materi tersebut pada petani laki-laki dan perempuan. Penelitian Srini S. (2001) mengenai Gender and Development in Jayawijaya, menemukan bahwa proses informasi secara cermat yang terjadi dalam dinamika
31 komunikasi kelompok, dapat meningkatkan kesadaran gender pada masyarakat desa. Akses pada informasi selama ini dominan pada laki-laki dan melalui diskusi kelompok tersebut, laki-laki dan perempuan menyadari bahwa selama ini perempuan ditempatkan pada posisi yang tidak setara. Untuk mengetahui perbedaan akses pada petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani sayuran organik maka saluran komunikasi penelitian ini dikategorikan dalam tiga indikator yaitu: personal, kelompok dan media massa.
Mutu Informasi dan Mutu Saluran Komunikasi Menurut Rice dan Atkin (2001), definisi mutu informasi adalah suatu pesan yang mempunyai kualitas dan dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Melalui teori kemungkinan elaborasi atau Elaboration-Likelihood Theory (Petty dan Cacioppo 2005), penelitian ini mencoba memprediksi bagaimana petani sayuran organik laki-laki dan perempuan memproses mutu informasi yang sudah didapat. Teori ini menyebutkan terdapat dua rute dalam mempertimbangkan informasi, yaitu rute sentral dan rute eksternal atau periferal. Rute sentral dipergunakan ketika penerima secara aktif memproses materi informasi dan terbujuk oleh rasionalitas argumen. Ketika rute sentral menuju persuasi adalah aktif, maka penerima dikatakan terlibat dalam elaborasi tinggi. Pada rute sentral, penerima mencurahkan energi kognitif untuk memproses materi informasi secara cermat. Hal ini diperlihatkan melalui cara mempertimbangkan materi informasi yang sudah diterima dan berpendapat bahwa mutu atau kualitas informasi tersebut adalah relevan, mudah dimengerti, menguntungkan dan dapat mengatasi masalah. Rute eksternal atau periferal dipakai ketika penerima tidak mencurahkan energi kognitif untuk memproses informasi di dalam pesan yang ia terima, namun lebih dibimbing oleh isyarat-isyarat eksternal yang berasal dari saluran komunikasi atau sumber informasi. Petty dan Cacioppo (2005) serta Heath dan Bryant (2000) menyatakan bahwa, isyarat-isyarat eksternal dari sebuah pesan antara lain ialah sumber mempunyai kredibilitas atau kompetensi, percaya pada sumber informasi dan saluran komunikasi, gaya keakraban sumber, daya tarik tampilan saluran komunikasi, suasana hati penerima dan sebagainya. Sperber dan Wilson (1986) menyatakan bahwa, mutu informasi adalah materi informasi yang sesuai dengan kebutuhan, jelas dan dapat dimengerti oleh penerimanya,
32 dapat
dipercaya dan mempunyai daya tarik. Dipertegas oleh Meyer (2005) bahwa,
informasi dicari dan dimanfaatkan oleh penerimanya apabila mempunyai mutu yang sesuai dengan kebutuhan dan dapat memecahkan permasalahan penerima. Menurut Meyer (2005), individu yang diterpa informasi akan mempertimbangkan informasi tersebut, apakah berguna atau tidak bagi dirinya. Sperber dan Wilson (1986) menambahkan ada lima hal terkait mutu informasi yang dapat dipertimbangkan oleh penerima. Yaitu: (1) informasi sesuai atau relevan dengan
kebutuhan
penerima,
relevan dengan konteks dan budaya yang berlaku bagi pengguna; (2) ada kebaruan/ novelty dalam materi informasi tersebut; (3) dapat dipercaya; (4) mudah dimengerti; (5) dapat memecahkan permasalahan pengguna. Rogers (2003) mengemukakan atribut inovasi sebagai suatu ide baru, yaitu: mempunyai keuntungan relatif, kesesuaian dengan lingkungan lokal petani, tingkat kerumitan, kemungkinan mencoba, dapat di observasi. Dari uraian di atas, mutu informasi yang dipertimbangkan dikategorikan dalam empat indikator yaitu: (1) relevan artinya informasi mempunyai mutu yang sesuai dengan kebutuhan petani laki-laki dan perempuan; (2)
mudah dimengerti artinya informasi
pertanian yang diterima tidak sulit atau rumit; (3) dapat mengatasi masalah dalam usahatani sayuran organik; (4) menguntungkan untuk usahatani. Proses informasi dapat dilakukan oleh penerima melalui rute eksternal atau periferal. Artinya penerima tidak mencurahkan energi kognitif kepada materi informasi, namun lebih kepada bimbingan
isyarat-isyarat eksternal dari saluran atau sumber
komunikasi. Seringkali sulit untuk membedakan antara sumber dan saluran komunikasi dari sudut pandang penerima. Menurut Rogers (2003) saluran komunikasi maupun sumber informasi mempunyai akurasi yang sama. Penerima dapat terbujuk oleh sumber informasi atau saluran komunikasi yang mempunyai kredibilitas dan dapat dipercaya (Rogers 2003; Jensen 2002). Pendapat ini didukung oleh Wilson (2000) bahwa, sumber informasi yang menarik dan kompeten dapat membuat receiver menerima informasi tanpa ada keraguan. Individu petani bersedia menerima informasi dari saluran komunikasi atau sumber informasi apabila ada isyarat yang sesuai dengan dirinya seperti: kompetensi sumber, percaya kepada sumber, keakraban dari sumber informasi, suasana hati
33 penerima, daya tarik saluran komunikasi atau sumber informasi.
Mutu saluran
komunikasi dalam penelitian ini dikategorikan dalam empat indikator yaitu: (a) Percaya terhadap saluran komunikasi baik saluran komunikasi personal, kelompok atau media massa. (b) Saluran komunikasi atau sumber informasi yang kompeten dalam hal kemampuan menyampaikan materi informasi yang sesuai dengan kebutuhan penerima. Kompetensi sumber melalui saluran komunikasi baik personal, kelompok atau media massa sesuai dengan kebutuhan penerima. (c) Saluran komunikasi terasa akrab bagi penerima. (d) Mempunyai
daya
tarik bagi penerimanya (Rogers 1986;
United Nations 1989; Lionberger dan Gwin 1991; Jensen 2002). Berdasarkan uraian di atas, mutu saluran komunikasi dalam penelitian ini di kategorikan dalam empat indikator yaitu: saluran komunikasi yang dapat dipercaya, kompeten, akrab dan mempunyai daya tarik.
Penggunaan Informasi Penggunaan informasi yang sudah diakses merupakan suatu proses yang terjadi setiap waktu. Melalui informasi yang sudah didapat dan dipertimbangkan, individu dapat memutuskan bagaimana menggunakan informasi tersebut. Pawit (2009) mempertegas bahwa, informasi dapat digunakan dengan tujuan menambah pengetahuan atau evaluasi. McGuire (1989) menyatakan bahwa tahapan dalam menggunakan informasi sebagai peubah dependen antara lain: (1) dapat dipergunakan untuk mempelajari sesuatu dan memahaminya, (2) digunakan sebagai bahan pembanding dengan kondisi yang sudah ada misalnya melalui orang yang sudah menggunakan lebih awal atau melalui media lain, (3) dipergunakan dengan dipraktekkan untuk ketrampilan, (4) dipergunakan sebagai bahan diskusi, (5) diteruskan kepada orang lain. Menurut Baden dan Reeves (2000) penggunaan informasi antara laki-laki dan perempuan adalah berbeda, karena relasi gender dalam aktivitas mencari untuk akses dan kontrol serta kebutuhan laki-laki dan perempuan juga tidak sama. Pendapat Baden dan Reeves (2000) ini sesuai dengan argumentasi Meyer (2005) bahwa informasi sebagai sumberdaya yang dinamis dan tidak statis, dapat disesuaikan dengan kondisi pengguna. Penggunaan informasi merupakan perilaku yang mengarahkan individu untuk memuaskan kebutuhannya.
34 Individu tidak akan menggunakan semua informasi yang ia peroleh. Karena melalui selektivitas dan pertimbangan dari individu terkait, tidak semua materi informasi relevan dengan kebutuhan. Informasi dapat digunakan dengan berbagai cara antara lain untuk mengklarifikasi ide, membandingkan dengan praktek orang lain atau untuk bahan diskusi dan untuk pelatihan (Wilson 2000; Ellis 1993; Khulthau 1991). Penggunaan informasi dapat dilakukan dengan cara meneruskan atau menyebarkan kembali. Informasi yang ingin diteruskan atau disebarkan dapat dikemas oleh suatu organisasi tertentu seperti pemancar radio, redaksi surat kabar atau dengan tatap muka. Penggunaan informasi dalam penelitian ini dikategorikan dalam lima indikator yaitu: memanfaatkan untuk diri sendiri, membandingkan, mempraktekkan, mendiskusikan dan menyebarkan.
Strategi Komunikasi Informasi Pertanian Sesuai Kebutuhan Petani Rangkuti (2008) menyatakan bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan. Dalam perkembangannya konsep mengenai strategi terus berkembang dan dapat saja berbeda satu sama lain sesuai tujuan yang ingin dicapai. Lionberger dan Gwin (1991) menyatakan strategi adalah memilih metode untuk melakukan sesuatu. Adapun strategi komunikasi yaitu cara dan komunikasi yang digunakan untuk mempengaruhi pemikiran, tindakan dan perasaan orang lain. Menurut Rice dan Atkin (2001), strategi komunikasi diperoleh berdasarkan kombinasi fakta, ide dan teori yang terintegrasi melalui visi untuk mendisain suatu tujuan perubahan perilaku melalui partisipasi aktif dari sasaran. Rice dan Atkin (2001) menambahkan bahwa fakta dapat diperoleh melalui suatu riset dengan melibatkan berbagai faktor yang ingin diketahui, dimana secara ideal akan dapat mengungkapkan berbagai hal yang dapat menghambat perubahan. Berbagai teknik dapat dilakukan untuk melibatkan khalayak, sehingga reaksi khalayak dapat merupakan umpan balik yang sangat berguna untuk rancangan suatu strategi komunikasi. Rice dan Atkin (2001) mempertegas dengan menyatakan bahwa program dari strategi komunikasi harus mampu untuk meraih populasi dan area yang lebih luas. Program yang ada harus berkelanjutan dengan memperhatikan dan fokus kepada sasaran, informasi yang diinginkan sasaran dan kesetaraan gender. Di samping itu, strategi komunikasi selalu membutuhkan faktor dana sebagai penunjang.
35 Formulasi strategi dalam penelitian ini adalah, relasi gender yang setara dalam akses dan kontrol terhadap informasi. Saluran komunikasi yang tepat dan mutu informasi serta mutu saluran komunikasi yang sesuai kebutuhan pengguna. Sehingga petani lakilaki dan perempuan dapat menggunakan informasi tersebut untuk mengembangkan usahatani sayurannya. Melalui strategi yang dirancang dapat diputuskan
saluran
komunikasi yang efisien dan efektif untuk diseminasi informasi pertanian bagi petani laki-laki dan perempuan. Seorang komunikator perlu mengetahui beberapa hal dalam strategi komunikasi yang baik, yaitu: (a) Apapun saluran yang digunakan harus merupakan komunikasi dua arah dengan khalayak sasaran. Hal ini dibutuhkan sebagai panduan mengenai materi informasi apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh khalayak. (b) Apabila ada saluran komunikasi lokal, maka perlu dilibatkan untuk membantu dalam menyampaikan informasi dan program pendidikan. Saluran komunikasi lokal dapat melayani kebutuhan informasi khalayak dan umumnya mengetahui selera khalayak. (c) Menggunakan saluran media massa untuk ide atau praktek baru dan didukung dengan informasi yang lebih detil bila khalayak mulai tertarik. Selanjutnya didukung juga dengan informasi tahap demi tahap dan lebih baik bila digabung dengan saluran atau sumber informasi personal bila khalayak sudah siap melaksanakan praktek yang baru. (d) Menggunakan berbagai saluran yang ada di lokasi (Lionberger dan Gwin 1991). Strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender dirancang untuk tujuan meningkatkan akses laki-laki dan perempuan pada sumberdaya informasi dan melibatkan laki-laki dan perempuan sebagai pengambil keputusan dalam pembangunan pertanian. Untuk mencapai suatu strategi agar dapat terlaksana, masih dibutuhkan berbagai faktor penunjang. Berdasarkan analisis dari faktor penunjang dapat ditentukan prioritas strategi. Studi terdahulu oleh Sunarno (2007), adalah menyusun strategi alternatif program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender dengan analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta pendekatan berbagai faktor untuk mengetahui prioritasnya. Penelitian ini juga berbasis gender dan melakukan analisis serupa, namun melengkapi dengan
pendekatan melalui aspek komunikasi.
Penelitian strategi
komunikasi di Nepal (Phuyal 2000) kepada petani, dirancang dengan pendekatan komunikasi multi saluran. Penelitian ini berusaha melengkapi melalui rancangan strategi
36 komunikasi informasi pertanian berbasis gender dari berbagai saluran komunikasi dengan menyediakan fasilitas komunikasi personal dua arah. Karakteristik Petani Aktivitas
atau
tindakan
komunikasi
mencari
informasi
akan berbeda
pada individu laki-laki maupun perempuan. Heath dan Bryant (2000) berpendapat, tidak selalu perempuan lebih mudah dibujuk dari laki-laki untuk menerima dan menggunakan informasi. Akses dan kontrol pada informasi dari petani laki-laki maupun perempuan harus setara, karena itu perancang komunikasi informasi perlu menyadari kebutuhan petani dengan memperhatikan juga karakteristik petani. Pendapat Everts (1998)
mengungkapkan bahwa dengan pendidikan yang
terbatas petani perempuan di pedesaan umumnya lebih senang mencari informasi dengan cara personal yaitu word-of-mouth, dari pada melalui media tertulis atau tercetak. Dalam penelitian ini umur petani juga dianalisis, mengingat ada kemungkinan umur berkaitan dengan penggunaan informasi. Lahan usahatani penting dilihat, karena menggambarkan luas lahan
garapan.
Luas lahan garapan merupakan salah satu faktor produksi yang
merupakan pabriknya hasil-hasil pertanian. Luas lahan adalah aset yang dimiliki petani. Di samping itu, lahan juga merupakan simbol status sosial bagi petani, meskipun lahan itu ada yang milik sendiri, warisan atau sewa. Petani dengan lahan usahatani yang luas, biasanya mempunyai status sosial yang lebih tinggi di lingkungannya. Jumlah tahun pada pengalaman usahatani alami dan kemampuan mengambil keputusan untuk menggunakan informasi pertanian diduga berhubungan erat. Sesuai dengan penelitian Hendriks dan Morris (2005) yang menemukan bahwa petani dengan usahatani daun bawang aktif mencari informasi untuk digunakan mengatasi penyakit pada tanaman sayurannya. Informasi dari media cetak mengingatkan petani pada pengalaman yang lalu bahwa, pernah ada cara mengatasi hama dengan cara alami sesuai yang tertera pada media cetak tersebut. Banyaknya jenis sayuran yang ditanam terkait dengan penggunaan informasi juga dianalisis dalam penelitian ini.
Penelitian ini
menganalisis karakteristik petani laki-laki dan perempuan melalui pendidikan, umur, pengalaman usahatani, lahan garapan, jumlah jenis sayuran yang ditanam dan menganalisis hubungan karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian.
37 Komunikasi pada Pertanian Organik Produk pertanian organik akhir-akhir ini marak digunakan di kalangan praktisi, ilmuwan dan petani. Mulai dari produk pertanian berupa bahan pangan sayuran organik, beras organik, buahan organik, ayam organik, telur dan sapi organik. Pertanian organik berasal dari Perancis sejak abad ke 19. Saat itu petani-petani Persia mampu menghasilkan lebih dari 50 kg/m² pertahun komoditas pada lahan yang sempit di dalam kota. Kotoran kuda dijadikan sebagai pupuk, dan tidak menggunakan bahan kimia sintetis sebagai pupuk atau obat pembasmi hama. Teknik pertanian ini dibawa ke Amerika Serikat oleh Alan Chadwick pada tahun 1930 dan terus diperbaiki serta dipromosikan oleh John Jeavons. Selanjutnya Rodale mulai mempraktekkan pertanian organik di lahan pertanian miliknya di Pensylvania dengan menekankan pentingnya kesuburan tanah menggunakan bahan-bahan organik (Deptan 2003) diacu dalam Hartari (2005). Di Indonesia, Pertanian Organik muncul tahun 1984 dan Yayasan Bina Sarana Bakti yang mulai merintisnya di Cisarua, Bogor pada lahan seluas empat hektar. Dari Cisarua ini banyak yang
belajar mengenai pertanian organik dan kemudian
mengembangkan di daerahnya. Tanaman organik, termasuk sayuran banyak diusahakan di lahan sempit seperti di pekarangan rumah, di dalam pot, ember, kaleng bekas atau polibag.
Perkembangan pertanian organik di Indonesia dimulai sejak ± delapan tahun
yang lalu, tetapi masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Jepang, Belanda, Perancis, Italia dan Amerika (Husnain dan Syahbuddin 2008). Dalam pelaksanaannya, petani berusaha membuat sarana produksi pertanian dari bahan-bahan yang ada disekitar dan menjaga keaneka ragaman tanaman dengan membudidayakan tanaman lokal. Pertanian tradisonal
yang sering disebut sebagai pertanian organik adalah pertanian yang
menggunakan pemupukan secara alami/organik. Pemupukan organik ialah pemupukan dengan kompos, pupuk kandang, guano, pupuk hijau seperti orok-orok dan limbah yang berasal dari kandang ternak. Berbagai jenis komoditas sayuran yang dapat diusahakan petani adalah: (a) Tanaman sayuran buah yaitu tanaman yang hasilnya berbentuk buah (misalnya cabe merah, tomat, terong, kacang panjang, ketimun, paprika, kecipir dan lainnya). (b) Tanaman sayuran daun yaitu tanaman yang pemanfaatan hasilnya berbentuk daun (misalnya kubis, sawi, brokoli, bunga kol, kangkung, bayam, jamur, selada,
38 bawang daun, horinzo, kemangi, seledri dan lainnya). (c) Tanaman sayuran umbi yaitu tanaman yang pemanfaatan hasilnya berbentuk umbi (misalnya kentang, bawang merah, bawang putih, bawang bombay, wortel, lobak, bit dan lainnya). (d) Tanaman indigenous yaitu sayuran yang sudah lama dibudidayakan dan telah beradaptasi dengan agroklimat Indonesia sehingga dapat dikatakan sebagai sayuran asli/tradisional (misalnya leunca, kecipir, oyong, daun katuk, kenikir, kara, pare, labusiam, pakis, pohpohan dan lainnya) (DitJen Hortikultura 2008). Gaya hidup masyarakat yang peduli kesehatan, ternyata mampu meningkatkan permintaan sayuran organik. Tingginya permintaan produk organik di negara maju mendorong negara berkembang untuk meningkatkan produksi pertanian organik. Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengembangkan pertanian organik. Produk pertanian organik seperti sayuran, diminati konsumen kelas menengah ke atas yang bersedia membayar lebih mahal untuk produk pangan yang sehat, aman dan ramah lingkungan. Hal ini merupakan salah satu alasan perlunya mendiseminasikan informasi pertanian organik kepada petani laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik. Komunikasi informasi pertanian sayuran organik di Kecamatan Pacet terdapat antara lain di Karang Widya the learning farm, Desa Maleber. Adapun Kecamatan Megamendung mempunyai Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Bunga Wortel di Desa Citeko. Beberapa lembaga pelatihan pertanian organik yang terdapat di wilayah Provinsi Jawa Barat antara lain adalah Pusat Pelatihan dan Pedesaan Swadaya Antanan di Desa Cimande, Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor dan Yayasan Bina Sarana Bakti di Cisarua.
39
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Dewasa ini masyarakat mulai memberi perhatian pada gaya hidup sehat dan menginginkan mengkosumsi produk pangan alami termasuk sayuran yang bebas dari input kimia sintetik.
Keinginan masyarakat tersebut didukung oleh kesadaran dan
keinginan petani laki-laki dan perempuan untuk berusahatani sayuran organik. Dalam kehidupan komunitas petani sayuran organik terdapat pola pembagian kerja antara lakilaki dan perempuan serta relasi gender untuk akses dan kontrol terhadap informasi pertanian. Kondisi pertanian sendiri sampai saat ini terbukti banyak menyerap tenaga kerja perempuan sesuai pernyataan Statistik Pertanian (Deptan 2007), bahwa di tahun 2006 tenaga kerja pertanian perempuan adalah 15 juta sedangkan laki-laki 25 juta. Di samping itu masyarakat sebagai konsumen juga mulai memberikan perhatian lebih besar pada kualitas dan keamanan produk sayuran yang mereka konsumsi dan menginginkan sayuran yang sehat, aman dikonsumsi dan mutunya baik. Petani yang berusahatani sayuran organik akan membutuhkan informasi pertanian dan memiliki strategi sendiri untuk mencari informasi pertanian
melalui berbagai saluran komunikasi yang ada.
Berdasarkan kemampuan komunikasi yang dimiliki, petani sayuran organik laki-laki dan perempuan akan memilih informasi pertanian yang dibutuhkan dari berbagai saluran komunikasi, memproses dan mempertimbangkan informasi pertanian yang sudah didapatkan
dan
menggunakan
informasi
pertanian
tersebut
untuk
mengelola
usahataninya. Melalui analisis dari aktivitas komunikasi dari petani laki-laki dan perempuan, uji beda serta hubungan peubah-peubah yang ada, diharapkan dapat mengetahui proses komunikasi, kebutuhan informasi pertanian, kemampuan petani memproses dan mempertimbangkan mutu informasi yang didapatkan, mempertimbangkan mutu saluran komunikasi dan cara menggunakan informasi pertanian tersebut.
Mengingat bahwa
petani selalu membutuhkan informasi pertanian dan akan selalu mencari informasi, maka penelitian ini juga merancang suatu strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender untuk kepentingan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan.
40 Strategi komunikasi berbasis gender yang dapat menyediakan informasi pertanian dengan kemasan melalui saluran komunikasi untuk memenuhi kebutuhan petani laki-laki dan perempuan sesuai minat dan kepentingan masing-masing. Strategi komunikasi tersebut dirancang dari hasil analisis penelitian yang dapat mengungkapkan kekuatan maupun kelemahan pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan. Di samping itu, untuk mengetahui peluang yang ada maupun ancaman yang ada terhadap strategi yang akan dirancang, dilakukan juga pendekatan terhadap aparat Dinas Pertanian, penyuluh yang bertugas di wilayah lokasi penelitian, pihak Lembaga Swadaya Masyarakat yang memberikan pelatihan pertanian organik dan ketua kelompok tani yang juga merangkap sebagai penyuluh swadaya untuk mengetahui opini mereka. Alur pikir penelitian disajikan pada Gambar 2 berikut.
KARAKTERISTIK PETANI X1.Tingkat Pendidikan X2.Umur X3.Luas lahan X4.Pengalaman usaha tani X5.Jenis sayuran organik yang ditanam
X6. POLA PEMBAGIAN
X8. MATERI INFORMASI X8.1.Aspek lingkungan X8.2.Aspek produksi X8.3.Aspek penanganan panen X8.4.Aspek penanganan pasca panen X8.5.Aspek ekonomi X8.6. Aspek penguatan SDM petani X8.7. Aspek kelembagaan
X9. SALURAN KOMUNIKASI
Y1.1.Untuk diri sendiri.
X9.1. Personal X9.2. Kelompok X9.3. Media Massa
Y1.2.Untuk dibandingkan
KERJA X6.1. Aktivitas produktif langsung X6.2.Aktivitas produktif tak langsung X6.3. Aktivitas sosial
X7. RELASI GENDER X7.1.Akses X7.2.Kontrol
Y1.PENGGUNAAN INFORMASI
Y1.3. Untuk dipraktekkan
X10. MUTU INFORMASI X10.1. Relevan X10.2. Mudah dimengerti X10.3. Mengatasi masalah X10.4. Menguntungkan
Y1.4. Untuk diskusi
Strategi Komunikasi Informasi Pertanian Berbasis Gender
Y1.5. Untuk disebarkan
X11. MUTU SALURAN KOMUNIKASI X11.1. Dapat dipercaya X11.2. Kompeten X11.3. Akrab X11.4. Mempunyai daya tarik
Gambar 2. Strategi komunikasi petani sayuran organik dalam mencari dan menggunakan informasi pertanian berbasis gender
41 Hipotesis Penelitian Hipotesis utama yang diuji dalam penelitian ini yaitu “terdapat perbedaan pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan dalam akses dan kontrol terhadap informasi pertanian.” Berdasarkan asumsi pada kerangka pemikiran di atas, penelitian ini diarahkan melihat dua sampel yang bebas satu dengan yang lain yaitu sampel bergender laki-laki dan sampel bergender perempuan.
Hipotesis
utama
yang
diungkapkan
di
atas
menurunkan hipotesis penelitian yang diuji sebagai berikut H 1: Terdapat perbedaan signifikan relasi gender akses dan kontrol informasi pertanian antara petani laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik. Selain menguji hipotesis penelitian di atas, juga menguji beberapa hipotesis kerja seperti berikut ini: H 2 : Terdapat
hubungan signifikan antara pola pembagian kerja serta relasi gender
akses dan kontrol dengan faktor-faktor komunikasi. H 3 :Terdapat hubungan signifikan antara faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian. H 4 : Terdapat hubungan signifikan antara pola pembagian kerja serta relasi gender akses dan kontrol dengan penggunaan informasi pertanian. H 5 : Terdapat hubungan signifikan antara karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian.
42
METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ditentukan dan dibatasi di dua kabupaten mengingat keterbatasan waktu dan dana, yaitu di wilayah Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur.
Dari masing-masing kabupaten dipilih kecamatan dimana
petaninya mempunyai usahatani sayuran organik. Di Kabupaten Bogor terpilih Kecamatan Megamendung dan di Kabupaten Cianjur terpilih
Kecamatan Pacet.
Pemilihan lokasi dengan sengaja (purposive) sesuai tujuan penelitian didasarkan pada pertimbangan bahwa di daerah tersebut: (1) terdapat petani dengan usahatani sayuran organik (2) sudah berusahatani sayuran organik minimal tiga tahun (3) lokasi tersebut berpotensi untuk mengembangkan berbagai komoditas sayuran organik yang bernilai komersial karena dekat dengan sentra-sentra konsumen di kawasan Bogor, Jakarta, Bekasi.
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dapat berupa lembaga, individu/orang, kelompok, dokumen atau konsep, kata-kata dan kalimat (Kriyantono 2008; Singarimbun dan Effendi 2006). Populasi penelitian adalah petani sayuran organik di Kabupaten Bogor serta Kabupaten Cianjur dan bertempat tinggal di Provinsi Jawa Barat pada saat penelitian. Lokasi penelitian ditentukan secara purposif sesuai tujuan penelitian yaitu lokasi dimana terdapat petani yang berusahatani sayuran organik. Dari hasil pra survei dan informasi penyuluh setempat, peneliti menentukan dua kecamatan yaitu Kecamatan Megamendung dan Kecamatan Pacet.
Kedua kecamatan terletak di dataran tinggi dan
penghasil sayuran termasuk sayuran organik. Dari dua kecamatan tersebut dipilih desa penelitian yang diketahui terdapat petani dengan usahatani sayuran organik. Penelitian ini menggunakan rancangan sampel probabilitas, artinya penarikan sampel didasarkan atas pemikiran bahwa keseluruhan unit populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel (Bungin 2006; Kerlinger dan Lee 2000). Unit analisis yang diteliti adalah individu petani laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik. Melalui identifikasi di lokasi penelitian
jumlah petani yang berusahatani
sayuran organik memang belum banyak dibandingkan dengan yang berusahatani secara
43 konvensional. Di Kecamatan Megamendung terdapat 200 petani sayuran organik lakilaki dan perempuan. Di Kecamatan Pacet terdapat sekitar 246 petani sayuran organik laki-laki dan perempuan. Prosedur pemilihan sampel dilakukan dengan teknik sampling berstrata (stratified sampling). Dalam teknik ini, populasi dikelompokkan ke dalam kelompok atau kategori yaitu strata. Dalam Kerlinger dan Lee (2000) dinyatakan bahwa pada stratified sampling, populasi akan dibagi dalam strata seperti laki-laki dan perempuan, kulit hitam dan putih dan banyak lagi. Strata dalam penelitian ini adalah gender yang terbagi antara petani laki-laki dan perempuan. Petani laki-laki dan perempuan yang adalah pelaku utama pada usahatani sayuran organik. Menurut Neuman (2006), melalui 30 persen dari populasi dengan jumlah dibawah 1000 adalah memadai untuk tingkat akurasi. Berdasarkan hal tersebut ditentukan pada penelitian ini 30 persen secara acak dari populasi di dua lokasi penelitian. Diperoleh 74 rumah tangga petani sampel dengan usahatani sayuran organik dari Kecamatan Pacet dan 60 rumah tangga petani sampel dengan usahatani sayuran organik dari Kecamatan Megamendung. Unit analisis adalah individu petani laki-laki dan perempuan. Melalui teknik stratified disproposionate random sampling diperoleh dari Kecamatan Pacet 37 petani laki-laki dan 37 petani perempuan. Untuk Kecamatan Megamendung adalah 30 petani laki-laki dan 30 petani perempuan. Penelitian ini tidak menganalisis untuk melihat perbedaan dua lokasi tersebut, namun menganalisis dengan melihat perbedaan
gender
laki-laki dan perempuan yaitu 67 petani laki-laki dan 67 petani perempuan yang berusahatani sayuran organik. Menurut Saito dan Spurling (1992) petani perempuan ialah pekerja di rumah tangga dan membawa pekerjaan di lahan ke rumah. Mempunyai aktivitas ekonomi dan non ekonomi. Petani perempuan dengan usahatani sayuran organik yang adalah sampel dalam penelitian ini, mempunyai pekerjaan usahatani utama sebagai petani sayuran organik. Sementara suami yang juga petani mempunyai pekerjaan sampingan, antara lain sebagai pengemudi, penjual ikan basah, pedagang sayuran segar, satpam dan pegawai perkebunan teh. Adapun petani laki-laki yang berusahatani sayuran organik adalah petani dengan pekerjaan utama sebagai petani sayuran organik dan saat penelitian dilakukan tidak mempunyai pekerjaan sampingan lain. Istri atau pasangannya membantu bekerja di
44 lahan, dan ada yang juga mempunyai pekerjaan sampingan seperti membuka warung barang kelontong atau warung makanan.
Waktu Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian mulai dari survei pendahuluan (penjajakan lokasi), menyusun kuesioner, uji coba kuesioner, penyempurnaan atau perbaikan kuesioner, pengumpulan data primer, pengolahan data dan analisis dilaksanakan selama tujuh bulan yaitu dari bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010. Rancangan Penelitian Menurut Neuman (2006) penelitian sosial dengan metode survei sudah berkembang pada penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam suatu komunitas. Penelitian pada komunitas petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani sayuran organik di dua kecamatan ini mengkombinasikan aspek-aspek data kuantitatif dan wawancara tidak terstruktur untuk menggali informasi secara mendalam untuk data kualitatif. Analisis kualitatif sangat berguna untuk mendukung data kuantitatif (Neuman 2006). Neuman (2006) juga berpendapat banyak teknik kuantitatif merupakan data yang ringkas (data condenser). Teknik tersebut meringkas data guna melihat gambaran yang besar. Sebaliknya, teknik kualitatif dipahami sebagai data yang diperluas (data enhancer). Penelitian survei eksplanatif ini dalam pelaksanaannya menggunakan tipe-tipe penjelasan (explanatory), yaitu untuk menjelaskan mengenai petani laki-laki dan perempuan dalam aktivitas komunikasi mencari untuk memperoleh akses serta kontrol terhadap informasi dan kemampuan menggunakan informasi pertanian yang disesuaikan dengan tujuan dan hipotesis penelitian. Selanjutnya analisis kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam untuk menjelajahi atau menyelidiki (exploratory) dan memahami pengalaman informan petani dalam rangkaian aktivitas prosesnya saat mencari dan menggunakan informasi pertanian untuk usahatani sayuran organik yang selama ini dilakukannya. Tujuan wawancara mendalam untuk melengkapi berbagai hal dalam aspek komunikasi saat petani mencari untuk akses dan kontrol terhadap informasi pertanian yang belum terungkap melalui kuesioner atau instrumen penelitian. Alasan memilih rancangan penelitian dengan menggabungkan dua macam data semacam ini karena data kuantitatif melalui metode survei kuat dalam hal generalisasi,
45 namun lemah dalam kedalaman isu, sedangkan dukungan data kualitatif untuk analisis kuat dalam kedalaman isu. Kedudukan kedua macam data dalam penelitian ini setara dan digunakan untuk saling melengkapi satu sama lain (Neuman 2006; Sugiyono 2009; Kriyantono 2008). Data dan Instrumen Data Penelitian ini mengambil dua jenis data yaitu data primer serta data sekunder. Data primer terdiri dari: (a) Karakteristik responden meliputi tingkat pendidikan, umur, pengalaman berusahatani sayuran organik, luas lahan garapan, jumlah jenis sayuran yang ditanam. (b) Pola pembagian kerja meliputi aktivitas produktif langsung, aktivitas produktif tak langsung dan aktivitas sosial. (c) Relasi gender meliputi akses dan kontrol pada informasi pertanian sayuran organik. (d) Materi informasi pertanian meliputi aspek lingkungan, aspek produksi dan
aspek
penanganan panen, aspek penanganan pasca panen, aspek ekonomi, aspek penguatan sumberdaya manusia petani, aspek kelembagaan. (e) Saluran komunikasi meliputi saluran personal, kelompok, media massa. (f) Mutu informasi meliputi informasi yang relevan, mudah dimengerti, dapat mengatasi masalah dan menguntungkan. (g) Mutu saluran komunikasi meliputi saluran komunikasi yang dapat dipercaya, kompeten, akrab, mempunyai daya tarik. (g) Penggunaan informasi terdiri dari memanfaatkan informasi untuk diri sendiri, membandingkan informasi, mempraktekkan, mendiskusikan, menyebarkan. Data primer dikumpulkan dari petani laki-laki dan perempuan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam, pengambilan foto dan juga rekaman. Data dari analisis
SWOT (Strenghts, Weaknesses, Opportunities, Threats)
dibutuhkan untuk menganalisis masalah-masalah yang diperlukan untuk merancang strategi komunikasi informasi pertanian berbasis
gender melalui wawancara kepada
penyuluh, aparat Dinas Pertanian, ketua kelompok tani, pendamping LSM. Pengambilan data untuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) dan AHP (Analitikal Hirarki Proses) adalah untuk menentukan urutan prioritas strategi. Untuk
46 keperluan data eksternal dari analisis ini dan kebutuhan faktor-faktor penunjang strategi dilakukan dengan mewawancara delapan responden yang terdiri dari dua orang aparat Dinas Pertanian, dua orang kordinator penyuluh, dua orang pendamping LSM, dua orang ketua kelompok tani yang juga adalah penyuluh swadaya. Data sekunder meliputi kondisi umum wilayah penelitian, data monografi desa, serta data yang relevan dengan penelitian ini yang diperoleh dari kantor desa/kecamatan, BPP setempat dan kantor Dinas Pertanian. Dilakukan juga studi literatur, diskusi dan observasi lapangan untuk memperoleh gambaran wilayah, situasi dan kondisi lokasi penelitian (misal
jalan raya, infrastruktur komunikasi, lokasi lahan sayuran, lokasi
penimbangan, pengemasan dan pemasaran sayuran). Instrumentasi Untuk keperluan pengumpulan data dipergunakan kuesioner dan pedoman wawancara untuk memperoleh data primer. Tujuan pokok pembuatan kuesioner adalah untuk: (1) memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian dan (2) memperoleh informasi dengan validitas dan reliabilitas setinggi mungkin. Pertanyaan dalam kuesioner disusun dengan pertanyaan yang langsung berkaitan dengan tujuan dan hipotesis penelitian ini. Beberapa pertanyaan diajukan dengan metode penggalian ke belakang agar responden dapat mengingat kembali (recall method) (Phipps dan Vernon 2008). Pertanyaan
meminta responden untuk menggali kebelakang guna mengingat
aktivitas komunikasinya saat mencari untuk akses dan kontrol, mempertimbangkan serta menggunakan informasi dengan referensi waktu berbeda untuk kegiatan yang berbeda. Format pertanyaan dalam skala ordinal dengan kategori respons yang disusun dalam bentuk matriks dan terdiri dari empat pilihan jawaban yaitu selalu, sering, jarang, tidak pernah (Neuman 2006). Penilaian atau skor setiap respon jawaban responden adalah: empat untuk pilihan jawaban selalu, tiga untuk pilihan jawaban sering, dua untuk pilihan jawaban jarang dan satu untuk pilihan jawaban tidak pernah. Kuesioner terdiri dari beberapa bagian, yang pertama yaitu karakteristik petani, pola pembagian kerja dan relasi gender, kedua yaitu faktor-faktor komunikasi terdiri dari materi informasi, saluran komunikasi, mutu informasi, mutu saluran komunikasi dan ketiga yaitu penggunaan informasi pertanian.
47 Bagian I (1) Identifikasi karakteristik petani yaitu pendidikan, umur, pengalaman bertani organik, luas lahan garapan, jenis sayuran yang ditanam. (2) Identifikasi pola pembagian kerja yaitu aktivitas produktif langsung, aktivitas produktif tak langsung, aktivitas sosial. (3) Identifikasi relasi gender pada akses dan kontrol terhadap informasi pertanian.
Bagian II (1) Identifikasi materi informasi
pertanian
sayuran organik
lingkungan, aspek produksi, aspek penanganan panen, aspek
adalah pada aspek penanganan pasca
panen, aspek ekonomi, aspek penguatan SDM petani, dan aspek
kelembagaan.
(2) Identifikasi saluran komunikasi yaitu saluran personal, saluran kelompok dan media massa. (3) Identifikasi mutu informasi yaitu relevan, mudah dimengerti, dapat mengatasi masalah dan menguntungkan. (4) Identifikasi mutu saluran komunikasi yaitu dapat dipercaya, kompeten, akrab dan mempunyai daya tarik.
Bagian III (1) Penggunaan informasi
adalah
memanfaatkan
informasi
untuk diri
sendiri,
membandingkan, mempraktekkan, mendiskusikan informasi, menyebarkan informasi.
48 Definisi Operasional Definisi operasional adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu peubah dengan cara memberikan suatu pengertian operasional yang diperlukan untuk mengukur peubah tersebut (Bungin 2006). Proses mengubah konsep atau peubah mejadi indikator atau
mengkonstruksi
indikator-indikator
untuk
konsep
atau
peubah
disebut
operasionalisasi. Operasionalisasi peubah merupakan kegiatan mengurai peubah menjadi sejumlah peubah operasional yang menunjuk langsung pada hal-hal yang dapat diamati atau diukur (Silalahi 2009). Definisi operasional yang diukur adalah untuk menggambarkan bagaimana hal yang didefinisikan itu muncul. Definisi operasional menjadi dasar atau kunci dalam mentransformasi fenomena subyektif menjadi peubah yang dapat diobservasi
atau
diukur. Selanjutnya definisi operasional dikonstruksi untuk menghasilkan indikatorindikator yang dijadikan item-item kuesioner. Definisi operasional penelitian terdiri dari tiga bagian, dimana bagian pertama adalah uraian mengenai karakteristik petani, pola pembagian kerja, relasi gender; bagian kedua adalah faktor-faktor komunikasi informasi pertanian yang terdiri dari materi informasi pertanian sayuran organik, saluran komunikasi, mutu informasi, mutu saluran komunikasi; bagian ketiga adalah penggunaan informasi pertanian. Bagian pertama terdiri dari karakteristik petani, pola pembagian kerja dan relasi gender. Karakteristik petani yaitu ciri-ciri yang terdapat pada petani sayuran sebagai individu laki-laki dan perempuan. Karakteristik ini terdiri dari beberapa peubah, dimana setiap peubah terdiri dari sejumlah indikator dan parameter. Pola pembagian kerja terdiri dari aktivitas produktif langsung, aktivitas produktif tak langsung dan aktivitas sosial. Relasi gender terdiri dari akses dan kontrol petani laki-laki dan perempuan terhadap informasi pertanian. Pola pembagian kerja dan relasi gender terdiri dari beberapa peubah dimana setiap peubah terdiri dari sejumlah indikator dan parameter.
49 Tabel 2 Karakteristik petani sayuran organik laki-laki dan perempuan Peubah
Indikator
Parameter
(1) (2) Tingkat Pendidikan (X1) Pendidikan dasar Jenjang sekolah formal Pendidikan menengah terakhir yang pernah ditempuh Pendidikan tinggi Umur (X2) Usia responden dihitung sejak tahun kelahirannya sampai waktu penelitian dilakukan dalam satuan tahun, dikelompokkan dalam tiga kategori
(3) SD atau tidak sekolah SMP, SMU Diploma, Sarjana
Umur muda Umur sedang Umur tua
Umur dihitung dalam tahun, dengan skala interval.
Pengalaman usahatani (X3) Pengalaman berusahatani Pengalaman berusahatani organik dihitung dalam tahun adalah lamanya bekerja dari lama, sedang, baru. sebagai petani sayuran organik
Jumlah tahun mulai bertani sayuran organik sampai saat wawancara dilakukan, diukur dengan skala rasio.
Luas lahan garapan (X4)
Luas lahan garapan dilihat dari Luas lahan dalam hektar. luas, sedang, sempit
Jumlah jenis sayuran (X5)
Jumlah dari jenis sayuran Jenis sayuran yang ditanam Dilihat dari sedikit, sedang organik yang ditanam banyak
Tabel 3 Pola pembagian kerja Peubah
Indikator
Parameter
(1)
(2) Aktivitas produktif langsung (kegiatan yang dapat menghasilkan uang); Aktivitas produktif tak langsung (kegiatan domestik yang sifatnya merawat); Aktivitas sosial (kegiatan yang sifatnya menjalin kebersamaan, solidaritas antar masyarakat).
(3) X6.1.membuat pupuk alami, menanam/menebar bibit sayuran, memberi pupuk, menyiram, memelihara,memotong,memetik, mencuci,menyortir,menimbang, membuat menjual,mengolah, pestisida nabati. X6.2.mencari kayu bakar, mengambil air,memasak, membersihkan rumah, mencuci,mengurus anak, belanja keperluan rumah tangga X6.3. pengajian, kelompok amal/pembangunan, gotong royong desa.
Pola pembagian kerja (X6) Pola pembagian kerja adalah pembagian tugas dan tanggung jawab antara lakilaki dan perempuan yang terkonstruksi secara sosial budaya dan dapat berubah
50 Tabel 4 Relasi gender Peubah
Indikator
Parameter
(1)
(2) Akses pada informasi yaitu peluang untuk mendapat atau menggunakan informasi pertanian sayuran organik.
(3) X7.1. akses pasif yaitu tidak khusus mencari tetapi menerima saja informasi yang ada, akses aktif yaitu sengaja mencari informasi, akses diskusi yaitu diskusi tentang berbagai masalah dalam usahatani sayuran organik.
Relasi Gender (X7) Relasi Gender adalah relasi atau hubungan interaksi antara laki-laki dan perempuan
Kontrol terhadap informasi X7.2. menentukan sendiri, yaitu kemampuan untuk menentukan bersama. menentukan kegunaan dan fungsi atas informasi pertanian sayuran organik
Bagian kedua adalah faktor-faktor komunikasi informasi pertanian yang terdiri dari materi informasi pertanian sayuran organik, saluran komunikasi yang menyampaikan informasi pertanian, mutu informasi pertanian dan mutu saluran komunikasi. Materi informasi mencakup aspek lingkungan, aspek produksi, aspek penanganan panen, aspek penanganan pasca panen, aspek ekonomi, aspek penguatan SDM petani, aspek kelembagaan. Saluran komunikasi terdiri dari saluran personal, kelompok dan media. Mutu informasi pertanian terdiri dari relevan, mudah dimengerti, dapat mengatasi masalah dan menguntungkan. Mutu saluran komunikasi yaitu dapat dipercaya, kompeten, akrab, ada daya tarik. Faktor-faktor komunikasi informasi pertanian tersaji di Tabel 5. Tabel 5 Faktor-faktor komunikasi Peubah
Indikator
Parameter
(1) (2) (3) Materi Informasi (X8) Aspek lingkungan, aspek X8.1. tanah, air, jenis Materi informasi adalah segala produksi, aspek penanganan sayuran yang sesuai dengan sesuatu yang diacu oleh panen, aspek penanganan permintaan konsumen dan
pesan
pasca panen, aspek ekonomi, aspek penguatan SDM petani, aspek kelembagaan
lingkungan X8.2. menyemai, bahan pembuat pupuk alami, penyiraman, waktu tanam, jarak tanam, bahan pembuat pestisida nabati untuk mencegah serangga.
51 (1)
(2)
(3)
X8.3. umur sayuran untuk dipanen, cara mencabut, cara memotong tangkai. X8.4 tempat yang bersih untuk sayuran hasil panen, sayuran organik tidak dicampur dengan sayuran konvensional, pencucian, cara mengolah sayuran untuk dijual. X8.5. harga jual sayuran, jenis sayuran organik sesuai keinginan pasar, mata rantai pemasaran. X8.6. pelatihan demplot, magang, studi banding. X8.7. manfaat kelompok tani, manfaat pertemuan kelompok untuk mengambil keputusan, manfaat pertemuan kelompok untuk bertukar informasi, kegunaan koperasi.
Saluran komunikasi (X9) Personal Saluran yaitu individu atau Kelompok institusi yang menghasilkan Media massa pesan. Pesan yang didapatkan sumber disampaikan kepada penerima melalui saluran. Hal ini menjadikan alasan bahwa dalam penelitian ini sumber informasi atau saluran komunikasi akan mempunyai akurasi yang sama
X9.1. Personal: teman sesama petani, ketua kelompok tani, penyuluh, pedagang, LSM pendamping, keluarga. X9.2. Kelompok: kelompok tani, pengajian, kelompok amal/pembangunan, koperasi. X9.3. Media massa: koran, majalah, radio, televisi, internet.
52 (1)
(2)
(3)
Mutu informasi (X10) Relevan, mudah dimengerti, Pertimbangan petani laki- dapat mengatasi masalah, laki dan perempuan menguntungkan terhadap kualitas informasi
X10.1. Dapat mengembangkan usahatani, sesuai kebutuhan dan harapan petani, sesuai kebiasaan petani. X10.2. Kata-kata dan ucapan jelas, tulisan mudah dibaca dan dipahami, foto dan gambar mudah dipahami. X10.3. dapat memberi jalan keluar tentang hal-hal yang sedang dipertimbangkan, dapat memberi jalan keluar untuk memasarkan hasil panen. X10.4. informasi dapat menggambarkan keuntungan dari hasil menjual sayuran organik, dapat menggambarkan biaya yang dikeluarkan dalam satu kali produksi.
Mutu saluran komunikasi Dapat dipercaya, kompeten, akrab, mempunyai daya (X11) tarik.
X11.1. informasi selalu akurat, disampaikan tepat waktu, sesuai dengan kondisi petani. X11.2. dapat menguraikan tujuan bertani sayuran organik secara lengkap, dapat menjelaskan masalah yang ada dalam bertani sayuran organik. X11.3. bersedia melayani diskusi dengan petani, dapat menjelaskan dengan bahasa lokal/ sunda. X11.4. saluran radio dapat didengar sambil bekerja;
53 (1)
(2)
(3) televisi ada suara, gerak dan warna; media cetak dapat menampilkan informasi dengan gambar atau foto yang menarik; gaya bicara sumber informasi yang ramah dan menarik.
Bagian ketiga adalah penggunaan informasi pertanian dari petani sayuran organik laki-laki dan perempuan yang disajikan pada Tabel 6 berikut. Tabel 6 Penggunaan informasi pertanian Peubah Indikator Parameter (1) (2) (3) Penggunaan Informasi Memanfaatkan untuk diri Y1.1. menambah pengetahuan sendiri; Membandingkan; tentang pertanian organik, Pertanian (Y1) informasi; Efek dari informasi yang Mempraktekkan Mendiskusikan informasi; sudah diterima, diakses dan dikontrol oleh petani laki-laki Menyebarkan informasi dan perempuan.
sebagai bahan evaluasi Y1.2.membandingkan dengan usahatani sayuran organik petani lain, masih ada rasa tidak puas, ingin merasa lebih pasti dalam bertani sayuran, ingin mencapai yang lebih baik dalam bertani sayuran organik. Y1.3.mempraktekkan di lahan, mempraktekkan dengan memberi contoh kepada teman petani lain. Y1.4. mendiskusikan dengan keluarga, sesama teman petani, ketua kelompok tani, pedagang, LSM pendamping, PPL. Y1.5. bercerita kepada teman, bercerita kepada keluarga, berceramah di lingkungan kelompok tani, menuliskan dan membagi ke sesama teman petani, menyiarkan di radio, wawancara di media.
54 Validitas dan Reliabilitas Instrumen Validitas Instrumen Validitas Instrumen merupakan suatu tingkat keabsahan kuesioner sebagai alat ukur untuk menunjukkan sejauhmana instrumen tersebut benar-benar mengukur apa yang seharusnya ia ukur (Kerlinger 1986). Pengukuran validitas instrumen untuk data diarahkan ke validitas isi atau content validity. Untuk mencapai validitas instrumen, maka langkah yang biasa dilakukan adalah: 1
Menyesuaikan pertanyaan dengan pernyataan dari peubah–peubah yang digunakan.
2
Menyesuaikan isi pertanyaan dengan kondisi responden.
3 Mempertimbangkan konsep dan teori yang mendukung serta kenyataan empiris dari hasil penelitian sebelumnya. 4 Mempertimbangkan saran para ahli / pakar terutama Komisi Pembimbing. Reliabilitas Instrumen Reliabilitas lebih mudah dimengerti dengan memperhatikan tiga aspek dari suatu alat ukur, yakni unsur kemantapan, unsur ketepatan dan unsur error. Untuk memperoleh reliabilitas instrumen di lakukan uji coba kepada 28 petani yaitu 14 petani laki-laki dan 14 petani perempuan yang berusahatani sayuran organik di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur yang mempunyai ciri-ciri relatif sama dengan responden penelitian. Tahap selanjutnya menghitung hasil dengan menggunakan rumus split-half reliability test atau uji reliabilitas teknik belah dua (Riduan 2004).
Keterangan:
r.tot = Angka koefisien reliabilitas 2(
r.tt
)
seluruh item
r.tt = Angka korelasi belahan pertama
r.tot = 1 +
r.tt
dan belahan kedua
Hasil dari uji reliabilitas ialah 0,973 pada p< 0,01 dan instrumen penelitian adalah reliabel.
55 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan secara personal dan tatap muka antara peneliti dan responden yang dilakukan di lahan atau di rumah responden. Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner terstruktur yang dibaca kemudian diisi oleh responden. Peneliti mendampingi responden untuk menjelaskan bagian yang tidak dimengerti oleh responden. Untuk menggali opini lebih mendalam dan detil, beberapa pertanyaan tertentu dilanjutkan peneliti secara lisan
kepada responden yang juga merangkap sebagai
informan. Pengumpulan data juga mengarahkan responden untuk mengingat pengalaman mereka di masa lalu atau pada situasi lampau yang terkait dengan cara mencari, mendapatkan, memproses dan mempertimbangkan informasi pertanian.
Tabel 7 Metode pengumpulan data Jenis data yang dikumpulkan 1
2
(1) Karakteristik Petani -Tingkat pendidikan -Umur -Pengalaman bertani -Luas lahan usahatani -jumlah jenis sayuran
Wawancara terstruktur (2)
Probing (3)
Recall Method (4)
v v v v v
v
v v v
Pola Pembagian Kerja -Aktivitas produktif langsung -Aktivitas produktif tak langsung -Aktivitas sosial
v v v
Relasi Gender -Akses -Kontrol
v v
v v
v v
Materi Informasi -Aspek lingkungan -Aspek produksi -Aspek penanganan panen -Aspek penanganan pasca panen -Aspek ekonomi -Aspek penguatan SDM petani -Aspek kelembagaan
v v v v v v v
v
v v v v v v v
v v v
v
56
(1)
3
(2)
(3)
(4)
Saluran Komunikasi -Personal -Kelompok -Media massa
v v v
v v
v v v
Mutu Informasi -Relevan -Mudah dimengerti -Dapat mengatasi masalah -Menguntungkan
v v v v
v v v v
v v v
Mutu Saluran Komunikasi -Dapat dipercaya -Kompeten -Akrab -Mempunyai daya tarik
v v v v
v v
v v
Penggunaan Informasi Pertanian -Memanfaatkan untuk diri sendiri -Membandingkan -Mempraktekkan -Mendiskusikan -Menyebarkan
v v v v v
v v v
v
v
v v v v v
Peneliti menyadari hal ini tidak mudah, karena itu peneliti memberi waktu ekstra kepada responden informan untuk dapat berpikir guna mengingat dalam kerangka waktu tertentu. Untuk akurasi data, peneliti merekam langsung setiap jawaban yang diberikan oleh informan.
Menurut Bungin (2006) dan Kriyantono (2006) pengumpulan data
adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Peneliti melakukan wawancara yang diulang-ulang diantara sampel yang ditentukan sebagai informan. Wawancara mendalam dilakukan sepanjang waktu penelitian selama tujuh bulan. Kuesioner penelitian terdiri dari sebelas halaman dan menurut Neuman (2006) kuesioner yang terdiri dari sepuluh sampai 15 halaman adalah memungkingkan untuk responden yang dapat membaca dan menulis atau berpendidikan. Saat wawancara, peneliti didampingi oleh dua orang penduduk lokal secara bergantian untuk menjelaskan lokasi rumah responden, lokasi lahan sayuran organik dan lokasi tempat pelatihan pertanian organik.
57 Penelitian ini menggunakan teknik triangulasi, yaitu mengukur jarak antara obyek dari berbagai posisi. Melalui observasi dari sudut pandang yang berbeda akan diperoleh keadaan yang sebenarnya dilokasi.
Triangulasi digunakan dalam penelitian sosial
kuantitatif dan kualitatif (Neuman 2006). Mengaplikasikan triangulasi dalam penelitian sosial akan lebih baik dan dapat meningkatkan akurasi karena melihat sesuatu dari berbagai sudut pandang dan tidak dari satu sisi saja. Neuman (2006) mengemukakan tiga macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan dengan memanfaatkan sumber, metode, penyidik dan teori. Melalui sumber yaitu membandingkan dan mengecek ulang derajat kepercayaan suatu informasi yang didapat dari informan melalui waktu dan cara yang berbeda. Misalnya (1) membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, (2) membandingkan apa yang dikatakan informan saat didampingi pasangan atau depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, (3) membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang terkait. Melalui metode berarti melakukan pengecekan beberapa sumber data dengan metode yang sama seperti sudah dilakukan sebelumnya. Melalui penyidik atau pengamat lainnya yaitu memanfaatkan pengamat lain dalam penelitian ini misalnya enumerator yang membantu mengamati atau melakukan observasi sehingga dapat mereduksi kesalahan dalam pengumpulan data. Melalui teori artinya dengan memperhatikan bukti empiris dari penelitian sebelumnya. Analisis Data Data eksplanatori penelitian dianalisis dengan menggunakan persentil, rataan skor peubah dan di sajikan dalam bentuk tabel. Data tersebut diinterpertasikan bersama dengan hasil pengamatan eksploratif di lapangan. Menurut Bungin (2006) untuk menganalisa hubungan antar peubah dari data skala ordinal, dapat menggunakan uji rho Spearman dan untuk uji beda menggunakan uji beda Wilcoxon. Rumus korelasi Rank Spearman digunakan untuk menganalisa hubungan antar peubah dari data skala ordinal dan interval (Siegel dan Castellan 1994) adalah sebagai berikut.
58 Keterangan: n
6 Σ di2 i=1
rs = 1 -
N2 - N
rs
= Koefisien korelasi rank Spearman = banyaknya pasangan data = jumlah selisih antara peringkat bagi xi dan yi. 1dan 6 = bilangan konstanta N = jumlah pasang antar peubah n d
Untuk mendeskripsikan data yang ada, yaitu tanggapan sampel penelitian serta menentukan posisinya, maka nilai skor setiap peubah diberi kisaran satu sampai dengan empat yang menggambarkan posisi negatif ke positif dan menggunakan rumus berikut Keterangan:
R (Bobot) Rs = M
Rs = Rentang skala R (Bobot) = Bobot terbesar dikurangi bobot terkecil M = Banyaknya bobot
Uji Wilcoxon digunakan untuk melihat perbedaan pada dua contoh dengan rumus berikut (Kriyantono 2006; Siegel dan Castellan 1994). Keterangan: N (N + 1) T4 Z =
√
Z= Nilai beda T= Jumlah rangking bertanda kecil N= Banyaknya pasangan yang tidak sama nilainya
N (N + 1) (2 N + 1)
24
Analisis data kuantitatif dilakukan dengan panduan SPSS 13, sedangkan analisis data kualitatif (eksploratif) dilakukan secara deskriptif, dimana semua data yang ada dari informan ditelaah dan di interpertasi kemudian dilakukan reduksi data, sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis SWOT dilakukan setelah analisis data lainnya selesai dilakukan, dengan tujuan mencari alternatif strategi komunikasi untuk mendiseminasikan informasi pertanian organik yang berbasis gender.
59 Menurut Rangkuti (2008), langkah SWOT untuk menjaring data
dilakukan
sebagai berikut : -mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan internal -mengidenitifikasi peluang dan ancaman eksternal -analisis keterhubungan kunci internal dan eksternal -merancang rencana aksi untuk komunikasi informasi berbasis gender Pembobotan dan penetapan peringkat dalam analisis dilakukan setelah berdiskusi dengan informan yaitu kordinator penyuluh, aparat Dinas Pertanian setempat serta pihak dari Lembaga Swadaya Masyarakat dan ketua kelompok tani. Jumlah total semua bobot adalah 1, dimana rentangnya adalah bobot 1 (sangat penting) hingga bobot 0 (tidak penting). Nilai peringkat peluang dan kekuatan yang tertinggi adalah 4, sedangkan yang terendah adalah 1, sebaliknya ancaman dan kelemahan yang terbesar diberi nilai - 1 sedangkan yang terkecil adalah – 4. Analisis SWOT dilakukan dari hasil analisis kondisi komunikasi informasi pertanian sayuran organik yang terjadi di lokasi penelitian melalui karakteristik petani, pola pembagian kerja dan relasi gender, selektivitas materi informasi pertanian dan saluran komunikasi, pertimbangan terhadap mutu informasi pertanian dan mutu saluran komunikasi serta penggunaan informasi pertanian. Analisis tersebut untuk menghasilkan sebuah rancangan strategi informasi pertanian berbasis gender. Untuk menentukan prioritas dari strategi yang dirancang dilakukan dengan AHP/ Proses Hirarki Analitik (Marimin 2008).
Prinsip
kerja
AHP
adalah
(1)
penyusunan hirarki. (2) Penilaian Kriteria dan alternatif. (3) Penentuan prioritas. (4) Konsistensi logis. AHP dipergunakan pada saat akan menentukan suatu keputusan yang kompleks dan melibatkan kriteria majemuk, dengan melakukan perbandingan berpasangan.
60
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Provinsi Jawa Barat pada dua kabupaten yaitu Kabupaten Bogor di Kecamatan Megamendung dan Kabupaten Cianjur di Kecamatan Pacet. Secara umum kedua kecamatan termasuk daerah dataran tinggi dan penghasil sayuran termasuk sayuran organik.
Kondisi lahan di kedua kecamatan tersebut relatif subur dengan
topografi yang tidak terlalu jauh berbeda, yaitu berlereng hingga berbukit dan bergunung. Kedua kecamatan termasuk berpotensi untuk mengembangkan berbagai jenis komoditas sayuran dataran tinggi yang bernilai komersial termasuk sayuran organik karena didukung oleh kedekatan geografis terhadap sentra-sentra konsumen di kota yaitu di kawasan Bogor, Jakarta dan Bekasi (BPP Pacet 2010). Petani laki-laki dan perempuan memilih usahatani sayuran organik sebagai produk utama usahatani mereka karena menginginkan produk yang sehat, aman dikonsumsi dan mutunya baik. Petani juga menyadari bahwa permintaan
produk
pertanian organik termasuk sayuran meningkat pesat dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan klasifikasi umur sesuai data penduduk Kecamatan Megamendung tahun 2009 dapat dilihat di Tabel 8 Tabel 8 Data penduduk Kecamatan Megamendung berdasarkan jenis kelamin dan umur Kelompok Laki-laki Jumlah Persentase Persentase Perempuan Persentase Umur (orang) (orang) (%) (%) (%) (orang) (tahun) 0 - 14 15 - 45 >46 Jumlah
17.517 32.135 8.757 58.409
29,99 55,02 14,99 100,00
13.810 30.398 11.049 55.257
24,99 55,02 19,99 100,00
31.327 63.073 19.806 114.206
27,43 55,23 17,34 100,00
Sumber: Dintanhut wilayah Ciawi 2010
Dilihat dari data yang ada, penduduk yang tergolong berumur muda banyak terdapat pada laki-laki yaitu 29,99 persen sementara perempuan 24,99 persen, sedangkan pada umur 15 – 45 tahun jumlah penduduk perempuan dan laki-laki adalah sama yaitu 55,02 persen. Umur diatas 46 tahun banyak terdapat pada perempuan yaitu sebesar 19,99 persen dan penduduk laki-laki sebesar 14,99 persen.
61 Tabel 9 Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Megamendung Tingkat Pendidikan
Jumlah orang
Persentase (%)
32.169 28.022 18.681 14.007 461.00 88.00 93.428
34,43 29,99 19,99 14,99 0,5 0,1 100,00
Tidak sekolah SD SLTP SLTA Akademi/D3 Perguruan Tinggi Jumlah
Sumber: Dintanhut wilayah Ciawi 2010 Penduduk Kecamatan Megamendung yang berpendidikan sekolah dasar sebesar 29,99 persen, sedangkan tingkat akademi/D3 sebesar 0,5 persen. Meskipun penduduk sudah berpendidikan akademi/D3 dan Strata1, namun
tetap ada yang mempunyai
pekerjaan sebagai petani organik. Situasi ini terjadi karena kesadaran memproduksi bahan pangan yang sehat dan aman untuk kesehatan sudah semakin meningkat. Jumlah penduduk dengan pekerjaan sebagai petani cukup banyak, dibandingkan dengan pekerjaan lain seperti pedagang, TNI / Polri, PNS dan lainnya. Pekerjaan sebagai petani umumnya sudah dilakukan dari masa kanak-kanak karena mengikuti atau meneruskan pekerjaan orang tuanya. Meskipun sudah sekolah di tingkat akademi, mengingat orang tua bekerja sebagai petani, ada penduduk yang memilih mempunyai usahatani sayuran dan mengusahakan bersama keluarganya. Bahkan usahatani sayuran organik yang dimiliki, cukup menjanjikan dan mempunyai jenis sayuran sampai sebelas macam. Selain bertani, banyak juga penduduk yang bekerja sebagai peternak. Tabel 10 menyajikan tipe pekerjaan penduduk di Kecamatan Megamendung. Tabel 10 Jumlah penduduk Kecamatan Megamendung berdasarkan pekerjaan Tipe pekerjaan
Jumlah orang
Persentase (%)
6.505 3.491 1.158 458 2.319 42 180 3.474 2.319 3.299 2.3245
27,98 5,02 4,98 1,97 9,98 0,18 0,77 14,95 9,98 4,19 100,00
Petani Peternak Perikanan Perkebunan Pedagang TNI/Polri PNS Jasa Buruh tani Lain-lain Jumlah
Sumber: Dintanhut wilayah Ciawi 2010
62 Menurut pengakuan beberapa petani, meskipun bekerja di lahan sendiri yaitu di pekarangan rumah, mereka juga bekerja sebagai buruh tani sayuran organik. Terutama membantu untuk membersihkan tanaman di lahan orang lain atau membantu saat panen. Status kepemilikan lahan di Kecamatan Megamendung dapat dilihat pada Tabel 9, dimana sebesar 5,95 persen adalah pemilik, sebesar 29,92 persen adalah petani pemilik dan penggarap. Adakalanya sebagai pemilik, petani juga merangkap sebagai penggarap dan pengumpul. Luas lahan bervariasi mulai dari 0,01 hektar sampai dengan dua hektar. Status kepemilikan juga bervariasi karena ada yang memiliki lahan sendiri, sewa atau warisan. Status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut. Tabel 11 Status kepemilikan lahan di Kecamatan Megamendung Status kepemilikan
Jumlah (orang)
Persentase (%)
387 1.946 3.250 922 6.505
5,95 29,92 49,96 14,17 100,00
Pemilik Pemilik penggarap Penggarap Sakap Jumlah
Sumber: Dintanhut wilayah Ciawi 2010 Di Kecamatan Pacet data jumlah penduduk terdiri dari data laki-laki dan perempuan seperti juga di Kecamatan Megamendung. Penduduk laki-laki sebesar 50,99 persen sedangkan perempuan sebesar 49,01 persen dan tersaji pada Tabel 12 berikut
Tabel 12
Jumlah penduduk Kecamatan Pacet
Gender Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
45.449 43.678 89.127
50,99 49,01 100,00
Sumber: BPP Pacet 2010 Adapun tingkat pendidikan secara umum di Kecamatan Pacet dapat terlihat pada Tabel 13 yang menampilkan bahwa lulusan sekolah dasar tetap paling tinggi yaitu sebesar 45,04 persen, sedangkan perguruan tinggi sebesar 0,55 persen.
Seperti juga di
Kecamatan Megamendung ada penduduk yang mencapai tingkat pendidikan sampai perguruan tinggi dan tetap bekerja sebagai petani.
63 Tabel 13 Tingkat pendidikan penduduk Kecamatan Pacet Tingkat pendidikan Tidak tamat SD SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
20.825 26.413 4.713 6.378 320 58.649
35,50 45,04 8,04 10,87 0,55 100,00
Sumber: BPP Pacet 2010 Pekerjaan sebagai petani memang paling banyak diminati penduduk karena sebesar 45.99 persen penduduk mempunyai pekerjaan sebagai petani sayuran. Dari petani sayuran tersebut memang ada yang bertani sayuran organik dan secara umum data jenis pekerjaan penduduk di Kecamatan Pacet tersaji pada Tabel 14 dibawah ini. Di kecamatan ini, bertani sayuran organik dikerjakan oleh
petani laki-laki dan petani
perempuan. Bahkan pembagian pekerjaan di lahan juga selalu terjadi seperti membagi pekerjaan dirumah tangga. Misalnya pekerjaan merawat dan membersihkan tanaman, umumnya dikerjakan oleh petani perempuan, meskipun ada juga petani laki-laki yang bekerja membersihkan tanaman liar di lahan atau menjaga dan mengambil ulat yang ada di tanaman sayuran. Tabel 14 menyajikan berbagai pekerjaan penduduk seperti petani, PNS/TNI, pensiunan, pegawai swasta, pedagang dan lainnya. Tabel 14 Tipe pekerjaan penduduk di Kecamatan Pacet Tipe Pekerjaan Petani PNS/TNI Pensiunan Swasta Pedagang Lainnya Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
10.546 1.006 476 7.645 1.974 1.283 22.930
45,99 4,39 2,08 33,34 8,61 5,59 100,00
Sumber: BPP Pacet 2010
Status kepemilikan lahan di Kecamatan Pacet dapat dilihat pada Tabel 15 dan tidak terlalu berbeda dengan kondisi di Kecamatan Megamendung. Berdasarkan hasil observasi lokasi, luas lahan petani sayuran organik tidak jauh berbeda dengan di Kecamatan Megamendung, karena di Kecamatan Pacet luas lahan juga berkisar antara sempit yaitu 0.02 hektar dan luas sampai dua hektar. Untuk berusahatani sayuran organik memang dapat saja dilakukan di lahan sempit seperti di pekarangan rumah.
64 Tabel 15 Status kepemilikan lahan di Kecamatan Pacet Status kepemilikan Pemilik penggarap Penggarap Penyewa Bagi hasil Jumlah
Jumlah (orang)
Persentase (%)
294 918 201 62 1475
19,93 62,24 13,63 4,20 100,00
Sumber: BPP Pacet 2010
Situasi Petani Sayuran Organik Saat penelitian dilakukan sedang dalam musim hujan dan banyak petani sayuran organik yang mengatakan lebih menyenangkan berusahatani pada musim panas. Namun hal ini tidak menjadikan mereka berhenti berusahatani dan tetap menanam seperti biasa. Pada awalnya petani di lokasi penelitian bertani dengan cara semi organik, karena memang dianjurkan untuk menggunakan pupuk organik dan meningkatkan penggunaan pupuk daun. Seiring dengan kesadaran dan keinginan petani sendiri untuk memproduksi sayuran dengan tidak merusak lingkungan serta menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis untuk kesehatan lingkungan dan keluarga, lama kelamaan banyak petani yang berusahatani sayuran organik.
Usahatani sayuran organik umumnya dilakukan oleh
petani laki-laki dan perempuan. Jenis sayuran yang ditanam sangat beragam seperti sayuran buah yaitu terung, ketimun, kacang panjang, kecipir, tomat. Sayuran daun seperti bayam merah dan bayam hijau, sawi, brokoli, daun bawang, kol putih dan sayuran umbi seperti wortel. Petani menanam sayuran berdasarkan permintaan konsumen dan menyesuaikan dengan lingkungan. Umumnya petani menanam dari dua jenis sampai sebelas jenis sayuran organik. Petani menyadari bahwa target pasar yang memungkinkan adalah supermarket. Namun rata-rata produksi petani sayuran organik masih terbatas, maka umumnya mereka bekerjasama dengan pengusaha atau supplier sayuran organik yang lebih besar seperti Kebun Kita Organic Farm, Benny’s Organik, Pronic Farm. Ada juga petani yang bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat yang bersedia menyalurkan hasil panen, dengan tujuan meningkatkan produksi dan menambah keuntungan baik di pihak pengusaha lain maupun petani itu sendiri. Penelitian ini melihat perilaku komunikasi atau aktivitas komunikasi petani sayuran organik berdasarkan gender yaitu (1) gender laki-laki dan (2) gender perempuan.
65 Untuk itu, perlu mengidentifikasi karakteristik petani sayuran organik laki-laki dan perempuan di lokasi penelitian seperti yang tersaji pada Tabel 16 berikut ini. Identifikasi Karakteristik Petani Sayuran Organik Laki-Laki dan Perempuan Tabel 16 Karakteristik petani sayuran organik laki-laki dan perempuan Profil
Uraian
Laki-laki (jumlah)
Persentase
(%)
Perempuan (jumlah)
Persentase
Total
(%)
Persentase
(%)
Tingkat pendidikan Rendah Sedang Tinggi
Tamat SD SMP/SMA D3/S1
46 21 -
68,66 31,34 -
56 9 2
83,58 13,43 2,99
102 30 2
76,12 22,39 1,49
67
100,00
67
100,00
134
100,00
18 20 29
26,87 29,85 43,28
22 24 21
33,84 35,82 31,34
40 44 50
29,85 32,84 37,31
67
100,00
67
100,00
134
100,00
3-5 tahun 6-9 tahun 10-40 tahun
24 21 22 67
35,82 31,34 32,84 100,00
24 16 27 67
35,82 23,88 40,30 100,00
48 35 51 134
35,82 27,61 36,57 100,00
0.01-0.06 ha 0.07-0.16 ha 0.17-2 ha
23 20 24 67
34,33 29,85 35,82 100,00
21 20 26 67
31,34 29,85 38,81 100,00
44 40 50 134
32,83 29,86 37,31 100,00
1-4 jenis 5 jenis 6-11 jenis
16 21 30 67
23,89 31,34 44,77 100,00
15 22 30 67
22,39 32,84 44,77 100,00
31 43 60 134
23,13 32,09 44,78 100,00
Total Umur: Muda Sedang Tua
19-29 tahun 30-39 tahun 40-69 tahun
Total Pengalaman bertani organik: Baru Sedang Lama Total Luas lahan: Sempit Sedang Luas Total Jenis Sayuran: Sedikit Sedang Banyak Total
Tingkat pendidikan formal memiliki peran yang besar dalam kemampuan seseorang mencari informasi pertanian. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang juga akan semakin cepat pula dalam menyesuaikan suatu perubahan maupun hal baru. Pendidikan juga berpengaruh pada kemampuan kognitif seseorang dalam mempertimbangkan informasi pertanian yang sudah berhasil diakses. Artinya seseorang
66 akan mempertimbangkan dengan cermat informasi pertanian yang sudah diperoleh sebelum dipergunakan. Di lokasi penelitian, tingkat pendidikan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan bervariasi. Semua responden dapat membaca dan menulis sehingga mampu menerima informasi pertanian melalui media cetak, mendengar dengan seksama informasi pertanian yang diterima secara lisan maupun melalui radio dan memperhatikan informasi pertanian melalui televisi. Tingkat pendidikan yang memadai membuat petani dapat men decode simbol komunikasi yang diterima melalui berbagai saluran komunikasi. Kemampuan membaca membuat petani dapat mengontrol informasi, menyimpan dalam memori dan mengambilnya lagi bila ingin mempergunakannya. Hal semacam ini menjadi penting apabila dikaitkan dengan informasi pertanian yang diterima petani melalui saluran komunikasi. Kemampuan baca tulis atau masalah melek huruf bagi petani laki-laki dan perempuan merupakan topik yang tidak bisa diabaikan. Karena melek huruf atau mempunyai kemampuan baca tulis merupakan syarat mutlak bagi penduduk pada umumnya dan khusus pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan, untuk lebih mudah mengakses informasi pertanian. Dari hasil identifikasi di lapangan, pendidikan petani laki-laki dan petani perempuan bervariasi mulai dari tamat SD pada petani laki-laki sebesar 68,66 persen dan pada petani perempuan sebesar 83,58 persen, tingkat SMP dan SMA pada petani laki-laki sebesar 31,34 persen dan pada petani perempuan sebesar 13,43 persen. Diploma dan Strata 1 pada petani perempuan sebesar 2,99 persen atau dua orang. Petani yang tamat Sekolah Dasar dan dapat membaca, akan mampu mempelajari informasi pertanian yang tertulis. Beberapa penelitian membuktikan hal ini, meskipun informasi tertulis dalam tampilannya perlu menyesuaikan dengan daya tangkap petani termasuk tipe huruf dan ukuran serta ada ilustrasi seperti gambar maupun foto dengan warna menarik sebagai pendukung,
untuk mempermudah pemahaman petani. Pada tingkat Sekolah Dasar,
jumlah petani perempuan lebih banyak dari pada petani laki-laki. Karena sesudah berumah tangga, nampaknya petani perempuan banyak yang tidak meneruskan lagi pendidikannya karena sibuk dengan pekerjaan di rumah tangga dan di lahan. Hal tersebut juga terlihat pada Tabel 16, karena pada jenjang SMP dan SMA jumlah petani laki-laki lebih besar (31,34 persen) sedangkan petani perempuan hanya 9 orang atau sebesar 13,43 persen. Namun, terdapat dua petani perempuan yang mencapai tingkat pendidikan sampai
67 jenjang Diploma dan Strata I. Hal ini memperlihatkan bahwa petani perempuan juga ingin meraih pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Keberhasilan petani perempuan dalam bidang pendidikan dan baca tulis ini, menempatkan dan memberi peluang untuk lebih mudah mengakses informasi pertanian dan mendapatkan pendidikan maupun pelatihan yang lebih berkualitas. Temuan di lapangan ini sejalan dengan data terakhir dari Meneg PP dan PA (2009) yang mengemukakan bahwa tingkat melek huruf di Indonesia mengalami peningkatan dari 90,38 persen di tahun 2004 menjadi 92,19 persen pada tahun 2008. Umur petani bervariasi baik pada petani laki-laki maupun petani perempuan, umur tergolong muda (19-29 tahun) pada petani laki-laki sebesar 26,87 persen sedangkan pada petani perempuan sebesar 32,84 persen. Tergolong sedang (30-39 tahun) pada petani laki-laki sebesar 29,85 persen dan pada petani perempuan sebesar 35,82 persen. Tergolong tua (40-69 tahun) pada petani laki-laki sebesar 43,28 persen dan pada petani perempuan sebesar 31,34 persen. Petani perempuan yang berusahatani sayuran organik, umurnya tergolong muda dan sedang. Adapun petani laki-laki yang berusahatani sayuran organik umurnya tergolong tua. Nampaknya petani laki-laki yang ingin berusahatani sayuran organik banyak yang sudah berumur antara 40 – 69 tahun. Alasan yang dikemukakan petani laki-laki dengan bertani organik umumnya karena sadar bahwa kekayaan alam harus dilestarikan dan ingin mengkonsumsi makanan yang sehat. Pengalaman bertani organik yang tergolong baru yaitu 3-5 tahun pada petani lakilaki dan perempuan jumlahnya sama yaitu masing-masing sebesar 35,82 persen. Pengalaman bertani organik tergolong sedang (6-9 tahun) pada petani laki-laki sebesar 31,34 persen dan pada petani perempuan sebesar 23,88 persen. Pengalaman bertani organik tergolong lama (10-40 tahun) pada petani laki-laki sebesar 32,84 persen dan pada petani perempuan sebesar 40,30 persen. Ternyata di lokasi penelitian jumlah petani perempuan yang mempunyai pengalaman tergolong lama dalam bertani organik lebih besar jumlahnya dari pada petani laki-laki. Seorang informan Ibu R mengungkapkan: ”Sejak kecil saya sering melihat dan membantu orang tua bertani secara alami, tidak pakai pupuk kimia dan hanya pupuk kandang. Sering membuat lubang dan memasukkan rumput kirinyu kedalam tanah, untuk menyuburkan tanah. Sekarang saya juga terus melakukan seperti itu. Saya juga ingat cerita Bapak saya dulu, kalau memakai pupuk dari daun-daunan itu bagus untuk tanaman”
68 Pengalaman bertani organik merupakan faktor yang diduga dapat mempengaruhi penggunaan informasi pertanian, misalnya dalam hal mempraktekkan informasi pertanian untuk mengembangkan usahatani. Pada petani perempuan, pengalaman bertani alami umumnya diperoleh dari orang tuanya. Menurut mereka, orang tua melibatkan mereka sejak kecil secara aktif dalam kegiatan bertani dan sering bercerita tentang manfaat menggunakan daun dan rumput untuk menyuburkan tanah. Terlihat disini bahwa informasi lisan yang didapatkan petani perempuan tersimpan baik dalam memori, selalu diingat dan saat dewasa dipraktekkan di lahan sayurannya. Pada petani laki-laki, pengalaman yang diperoleh tentang bertani alami juga dari orang tua. Karena petani lakilaki sejak kecil juga membantu orang tuanya bekerja di lahan. Mulai dari pengolahan lahan, cara pemupukan sampai pembenihan. Praktek langsung di lahan bersama orang tua juga membuat petani laki-laki mudah mengingat berbagai hal tentang bertani organik. Terdapat perbedaan pada luas lahan yang digarap pada petani laki-laki dan perempuan. Sebesar 35,82 persen petani laki-laki dan sebesar 38,81 persen petani perempuan menggarap lahan yang tergolong luas (0,17-2 ha.). Lahan tergolong sedang (0,07-0,16 ha.) digarap oleh petani laki-laki sebesar 31,34 persen dan perempuan sebesar 32,84 persen. Lahan tergolong sempit (0,01-0,06 ha.) misalnya pekarangan digarap oleh petani laki-laki yaitu sebesar 34,33 persen dan petani perempuan sebesar 31,34 persen. Jenis sayuran organik yang tergolong banyak (6-11 jenis), ditanam oleh petani laki-laki dan perempuan masing-masing sebesar 44,77 persen. Sayuran daun paling banyak ditanam antara lain: bayam merah, baby caisim, sawi putih, letuce, brocoli, kol putih, kemangi. Sayuran buah seperti: terung, paprika, pare, labusiam. Sayuran umbi seperti: wortel. Jenis sayuran organik yang tergolong sedang (5 jenis) ditanam oleh petani laki-laki sebesar 31,34 persen dan petani perempuan sebesar 32,84 persen. Jenis sayuran tergolong sedikit (1-4 jenis) ditanam oleh petani laki-laki sebesar 23,89 persen dan petani perempuan sebesar 22,39 persen. Umumnya sayuran organik yang ditanam dan hanya dalam jenis yang sedikit adalah: Sayuran daun dan sayuran buah seperti: bayam merah dan hijau, baby pakcoy, dan jagung manis. Seorang informan mengungkapkan bahwa jenis sayuran daun adalah yang paling banyak ditanam. ”Sayuran daun menguntungkan untuk saya, karena tiga minggu sudah bisa dipanen”.
69 Identifikasi Pola Pembagian Kerja Aktivitas petani dalam kehidupannya terdiri dari aktivitas produktif langsung, aktivitas produktif tak langsung dan aktivitas sosial. Aktivitas ini dapat diidentifikasi untuk mengetahui kondisi kehidupan responden laki-laki maupun responden perempuan yang berusahatani sayuran organik. Petani umumnya selalu membutuhkan dan akan selektif terhadap informasi pertanian. Hal ini juga terjadi pada petani di lokasi penelitian. Petani laki-laki dan petani perempuan mempunyai berbagai aktivitas yang berbeda di lahan sayuran organik seperti membuat pupuk alami, menanam atau menebar bibit sayuran, memberi pupuk, menyiram, memelihara sayuran, memotong atau memetik sayuran, mencuci, membersihkan, menyortir, menimbang, mengolah sayuran, menjual, membuat obat nabati. Petani laki-laki tergolong sering (skor 2,82) melakukan aktivitas produktif langsung. Aktivitas ini terdiri dari membuat pupuk alami, menebar bibit sayuran, memberi pupuk, menyiram, memelihara sayuran, memotong, memetik sayuran, membersihkan serta mencuci sayuran, menyortir sayuran, menimbang sayuran, mengolah sayuran hasil panen, menjual sayuran, membuat obat atau pestisida nabati. Responden perempuan tergolong jarang (skor 2,46) melakukan aktivitas produktif langsung. Responden perempuan bekerja di lahan antara lain untuk memelihara sayuran. Adakalanya petani perempuan membantu menebar bibit sayuran, memotong dan memetik sayuran serta mengolah sayuran hasil panen. Petani perempuan tergolong sering (skor 3,19)
melakukan aktivitas produktif tak langsung seperti memasak, membersihkan
rumah, mencuci, mengurus anak dan berbelanja keperluan rumah tangga. Aktivitas produktif tak langsung tergolong jarang (skor 2,01) dilakukan oleh petani laki-laki. Pola pembagian pekerjaan ini sudah umum berlaku di lokasi penelitian, seperti pendapat seorang petani laki-laki Bapak J ”Memelihara tanaman atau ngoyos dan juga memetik atau memotong biasanya dikerjakan oleh Ibu. Bapak seringnya melakukan pekerjaan yang lebih berat seperti macul. Ibu sesudah selesai pekerjaan di rumah, juga ke kebon, tapi tidak setiap hari.” Perempuan lebih sesuai dengan pekerjaan merawat dan memelihara, sedangkan laki-laki lebih mampu dengan pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga. Memelihara tanaman atau ngoyos dilakukan petani perempuan untuk melihat apakah ada ulat atau
70 tidak di sayuran daun, selain itu juga membersihkan sayuran dari tanaman liar yang mengganggu. Aktivitas sosial yaitu pengajian, kegiatan amal/pembangunan, gotong royong desa tergolong sering dilakukan bersama baik oleh responden laki-laki (skor 2,78) dan responden perempuan (skor 2,71). Setiap minggu responden laki-laki dan perempuan aktif di kelompok pengajian. Gotong royong desa juga aktif dilakukan, seperti saat penelitian, responden laki-laki bersama-sama memperbaiki jalan desa yang rusak. Responden perempuan
bersama-sama mempersiapkan konsumsi bagi yang bekerja
memperbaiki jalan. Secara keseluruhan melalui uji beda Z-hitung (Tabel 17) pada aktivitas produktif langsung dan aktivitas produktif tak langsung antara laki-laki dan perempuan mencapai tingkat perbedaan sangat nyata (p<0,01) positif. Petani laki-laki tergolong sering bekerja di lahan sementara petani perempuan tergolong jarang ke lahan karena aktivitas produktif tak langsung merupakan urutan pertama bagi petani perempuan. Petani laki-laki membantu aktivitas produktif tak langsung bila istri sedang sakit atau baru melahirkan. Bagi petani laki-laki, pekerjaan rumah tangga jarang dilakukan dan merupakan urutan ketiga, sedangkan aktivitas sosial antara petani laki-laki dan petani perempuan tidak mencapai tingkat perbedaan yang nyata. Petani laki-laki dan petani perempuan tergolong sering melakukan aktivitas sosial seperti pengajian. Selain pengajian ada gotong royong desa yang dilakukan seperti memperbaiki jalan sesuai uraian di atas. Berdasarkan cerita seorang informan, saat bulan puasa petani perempuan menyediakan makanan secara bergantian dan gotong royong untuk konsumsi di mesjid. Aktivitas sosial berada pada urutan kedua dari petani laki-laki dan petani perempuan di lokasi penelitian.
Tabel 17 Rataan skor dan perbedaan pola pembagian kerja Rataan Skor1) Pola pembagian kerja Aktivitas produktif langsung Aktivitas domestik Aktivitas sosial Total rataan skor
Perempuan
Z-hitung
2,82 (1) 2,01 (3) 2,78 (2)
2,46 (3) 3,19 (1) 2,71 (2)
4,164 ** 6,983** 1,172
2,54
2,79
Laki-laki
Keterangan :1) Rentang skor 1-1,75=tidak pernah; 1,76-2,50=jarang; 2,51-3,25=sering; 3,26-4=selalu **: berbeda sangat nyata pada p<0,01; Angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan
71 Pada Tabel 18 disajikan aktivitas produktif
langsung
pada petani sayuran
organik laki-laki dan perempuan secara lebih detil. Aktivitas tersebut adalah membuat pupuk alami, menyemai bibit sayuran, menanam, memberi pupuk ke tanaman, menyiram, memelihara sayuran, memotong dan memetik sayuran, membersihkan dan mencuci hasil panen, menyortir, menimbang, mengolah sayuran hasil panen, menjual sayuran segar, membuat pesitisida nabati. Melalui uji beda Z hitung, aktivitas produktif langsung pada petani laki-laki dan petani perempuan yang mencapai tingkat perbedaan nyata (p<0,05) positif adalah aktivitas membersihkan dan mencuci sayuran segar hasil panen. Petani laki-laki sering membersihkan dan mencuci sayuran, sementara petani perempuan jarang melakukan hal tersebut. Setelah panen, umumnya petani perempuan menyerahkan hasil panen kepada petani laki-laki untuk dibersihkan dan dicuci. Tabel 18 Rataan skor dan perbedaan aktivitas produktif langsung pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan Rataan Skor1)
Aktivitas produktif langsung Laki-laki Membuat pupuk alami Menebar bibit sayuran Memberi pupuk Menyiram Memelihara sayuran Memotong dan memetik Membersihkan dan mencuci sayuran Menyortir sayuran Menimbang Mengolah sayuran hasil panen Menjual sayuran segar Membuat pestisida nabati Total rataan skor
Z-Hitung
Perempuan
2,3 (9) 3,66 (2) 3,64 (3) 3,1 (4) 2,88 (6) 3,00 (5) 2,51 (8) 2,81 (7) 2,28 (10) 1,66 (12) 3,76 (1) 2,22 (11)
1,51 3,22 2,39 2,43 3,48 3,09 2,25 2,21 1,7 3,37 1,75 1,3
2,82
2,39
(11) (3) (6) (5) (1) (4) (7) (8) (10) (2) (9) (12)
4,522 ** 3,398 ** 5,71 ** 3,872 ** 3,718 ** 0,915 1,987 * 3,768 ** 3,896 ** 6,337 ** 6,703 ** 4,703 **
1)
Keterangan: Rentang skor 1 -1,75=tidak pernah; 1,76-2,50=jarang; 2,51-3,25=sering; 3,26-4=selalu. **: berbeda sangat nyata pada p<0,01; * berbeda nyata pada p<0,05; angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan.
Aktivitas memotong dan memetik sayuran saat panen tidak memperlihatkan perbedaan antara petani laki-laki dan perempuan. Sementara indikator lainnya mencapai tingkat perbedaan sangat nyata (p<0,01) positif. Membuat pupuk alami tergolong jarang dilakukan oleh petani laki-laki, sedangkan petani
perempuan tidak membuat pupuk
alami. Hal ini terjadi karena petani dapat membeli pupuk kandang di lingkungan
72 tempatnya tinggal sehingga membuat pupuk alami tidak setiap hari
atau jarang
dikerjakan oleh petani laki-laki. Menebar bibit sayuran tergolong selalu dilakukan oleh petani laki-laki (skor 3,66), sementara petani perempuan meskipun mempunyai aktivitas domestik tergolong sering (skor 3,22) menebar bibit sayuran. Perbedaan juga terlihat pada aktivitas memberi pupuk pada tanaman, dimana petani laki-laki tergolong selalu (skor 3,64) melakukan pemberian pupuk dan petani perempuan tergolong jarang memberi pupuk. Menyiram tanaman tergolong sering (skor 3,1) dilakukan oleh petani laki-laki sementara petani perempuan tergolong jarang (skor 2,43) menyiram tanaman. Perbedaan yang sebaliknya terlihat pada memelihara sayuran, dimana petani laki-laki tergolong sering memelihara sayuran (skor 2,88) sementara petani perempuan yang terbiasa mempunyai peran memelihara dan merawat terkait perannya sebagai ibu tergolong selalu (skor 3,48) memeriksa dan merawat tanamannya dari gangguan ulat, kepik atau belalang yang hinggap di sayurannya. Petani perempuan bahkan tidak enggan mengambil sendiri ulat pada tanaman sayurannya. Ada kepuasan tersendiri pada petani perempuan apabila dapat membersihkan sayurannya dari ulat atau belalang pengganggu. Petani perempuan juga menyadari bahwa serangan hama penyakit dapat mengurangi jumlah produksi. Menyortir sayuran hasil panen tergolong sering dilakukan oleh petani laki-laki, namun tergolong jarang dilakukan oleh petani perempuan (skor
2,21). Sementara
menimbang sayuran tergolong jarang dilakukan oleh petani laki-laki (skor 2,28) dan tergolong tidak pernah dilakukan oleh petani perempuan. Mengolah sayuran segar tergolong tidak pernah dilakukan oleh petani laki-laki dan tergolong selalu dilakukan petani perempuan. Petani perempuan terlibat untuk mengolah sayuran segar setiap hari untuk konsumsi keluarganya. Petani perempuan mengemukakan keinginan untuk dapat mengolah sayuran agar dapat dijual. Penjualan sayuran tergolong selalu (skor 3,76) dilakukan oleh petani laki-laki, sedangkan petani perempuan dalam hal ini tergolong tidak pernah melakukan sendiri penjualan sayuran hasil panen secara langsung (skor 1,75). Petani laki-laki menjual sayuran segar hasil panen dengan cara membawa ke konsumen atau antara lain ke kebun kita organik dan hal ini merupakan aktivitas produktif langsung urutan yang pertama. Ternyata, meskipun berusahatani sayuran organik adalah pekerjaan utama beberapa petani perempuan, sedangkan suaminya yang juga petani mempunyai pekerjaan lain misalnya sebagai pengemudi, namun dalam hal
73 menjual sayuran segar tetap dilakukan oleh petani laki-laki. Pestisida nabati tergolong jarang (skor 2,22) dikerjakan oleh petani laki-laki. Karena satu kali membuat ramuan dapat dipergunakan dengan interval dua minggu sekali. Saat petani laki-laki membuat pestisida nabati, petani perempuan biasanya menyediakan bahan dan peralatannya dan tidak turut dalam proses pembuatan tersebut. Di samping aktivitas produktif langsung, diuraikan berikut ini secara rinci pada Tabel 19, pembagian kerja pada aktivitas produktif tak langsung dari petani laki-laki dan perempuan. Tabel 19 Rataan skor dan perbedaan aktivitas produktif tak langsung pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan Aktivitas produktif tak langsung
Rataan Skor 1) Laki-Laki Perempuan
Z-Hitung
Mencari kayu bakar 1,85 (5) 1,61 (6) 2,291 * Mengambil air 1,09 (7) 1,18 (7) 1,225 Memasak 2,24 (4) 3,88 (2) 6,835 ** Membersihkan rumah 2,36 (2) 3,81 (4) 6,762 ** Mencuci 2,25 (3) 3,87 (3) 6,748 ** Mengurus anak 2,6 (1) 3,93 (1) 6,78 ** Belanja keperluan rumah tangga 1,7 (6) 3,54 (5) 5,484 ** Total Rataan Skor 2,01 3,12 Keterangan: 1) Rentang skor 1 -1,75=tidak pernah; 1,76-2,50=jarang; 2,51-3,25=sering; 3,26-4=selalu. **: berbeda sangat nyata pada p<0,01; * berbeda nyata pada p<0,05; angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan
Pada Tabel 19 melalui uji Z hitung, mencapai tingkat perbedaan sangat nyata (p<0,01) positif pada beberapa indikator kecuali kegiatan mengambil air untuk keperluan sehari-hari. Kegiatan mencari kayu bakar mencapai tingkat perbedaan nyata (p<0,05) positif pada petani laki-laki dan petani perempuan, dimana pada petani laki-laki merupakan urutan yang kelima dan pada petani perempuan adalah urutan keenam. Beberapa rumah tangga di lokasi penelitian, ada yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak yang bergantian dengan kompor gas. Situasi ini terjadi bila tabung gas tersebut kosong dan belum dapat membeli yang baru. Hal ini membuat petani kadangkadang masih menggunakan kayu bakar. Kegiatan mencari kayu bakar tergolong jarang dilakukan oleh petani laki-laki (skor 1,85) dan tergolong tidak pernah dilakukan oleh petani perempuan (skor 1,61). Air untuk kebutuhan sehari-hari termasuk mudah diperoleh petani laki-laki dan petani perempuan. Keduanya, baik petani laki-laki dan petani perempuan tergolong tidak pernah mengambil air ditempat yang jauh untuk kebutuhan
74 rumah tangga (skor 1,09 dan 1,18) maupun untuk menyiram tanaman sayurannya. Rumah tangga di lokasi penelitian, umumnya mempunyai saluran pralon yang mengalirkan air dari sumur pompa masing-masing atau mempunyai sumur timba. Pada petani laki-laki, mengurus anak tergolong sering dilakukan (skor 2,6). Perbedaannya dengan petani perempuan,
mengurus anak pada petani perempuan
tergolong prioritas dan selalu dilakukan (skor 3,93). Petani perempuan, meskipun sibuk dengan usahatani sayuran organik, aktivitas rumah tangga yang tergolong selalu dilakukan adalah memasak (skor 3,88), membersihkan rumah (skor 3,81), mencuci (skor 3,87) dan berbelanja keperluan rumah (skor 3,54). Adapun pada petani laki-laki, aktivitas rumah tangga yang tergolong jarang dilakukan adalah memasak (skor 2,24), membersihkan rumah (skor 2,36), mencuci (skor 2,25). Petani laki-laki menggantikan melakukan aktivitas tersebut apabila istrinya baru melahirkan, sedang pergi, masih ada di lahan atau sakit. Adapun berbelanja kebutuhan rumah tangga tergolong tidak pernah dilakukan (skor 1,7) oleh petani laki-laki. Identifikasi Relasi Gender Pada Akses dan Kontrol Informasi Pertanian Petani dengan pekerjaannya selalu membutuhkan informasi dan mencari informasi pertanian. Sebagai individu, petani selalu berusaha mencari informasi dengan berbagai cara untuk mengembangkan usahataninya.
Saat mencari dan mendapat
informasi pertanian, baik petani laki-laki maupun petani perempuan dapat saja pasif yaitu hanya menerima terpaan informasi pertanian serta mempertimbangkan informasi yang didapat. Berperilaku aktif yaitu mencari melalui berbagai saluran dan sumber komunikasi seperti personal, kelompok dan media. Petani juga dapat memanfaatkan situasi yang ada dengan interaksi untuk diskusi dengan sumber maupun saluran komunikasi yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani laki-laki tergolong jarang berperilaku pasif untuk memperoleh informasi pertanian (skor 1,96). Artinya petani laki-laki aktif dan tergolong sering mencari supaya mendapat akses pada informasi pertanian (skor 2,96). Saat mencari informasi pertanian, petani laki-laki tergolong sering berinteraksi untuk diskusi (skor 3,08) dengan berbagai pihak yang menurutnya kompeten. Responden perempuan mempunyai perilaku komunikasi yang tidak jauh berbeda dengan petani lakilaki, karena mereka tergolong jarang berlaku pasif
(skor 2,03) untuk mendapatkan
informasi pertanian. Kesadaran untuk hidup sehat membuat petani perempuan tergolong
75 sering aktif mencari informasi pertanian untuk mengembangkan usahatani sayurannya (skor 3,06). Petani perempuan termasuk kategori sering berinteraksi dan diskusi untuk memperoleh informasi pertanian (skor 3,00). Bagi petani perempuan berinteraksi untuk mendapatkan informasi pertanian dapat dilakukan dimana saja. Adakalanya sewaktu bekerja di lahan bersama sesama petani lain atau di rumah dengan suami atau keluarga. Bahkan selesai pengajian, sambil berjalan pulang mereka menyatakan juga sering bercakap tentang sayuran organik misalnya dimana dapat memproleh bibit tertentu. Komunikasi pada petani perempuan umumnya lebih personal dari pada petani laki-laki sehingga petani perempuan dapat melakukan percakapan dimanapun ia bekerja dan saling bertukar informasi atau mencari informasi sambil bekerja. Pada pekerjaan rumah tangga yang dilakukan diluar rumah seperti saat mencuci di sumur atau berjalan bersama mencari kayu bakar, sesama petani perempuan dapat saling bertukar informasi tentang berbagai hal termasuk tentang sayuran organik. Seorang petani perempuan dengan pendidikan diploma, mengaku aktif dan sering mengikuti seminar sampai ke mancanegara untuk mendapatkan informasi pertanian organik. Terkait dengan relasi gender dalam hal akses pada informasi pertanian, situasi di lokasi penelitian dari rata-rata petani dapat dilihat melalui Tabel 20. Tabel 20 Rataan skor relasi gender pada akses informasi pertanian Relasi gender pada akses informasi pertanian
Rataan Skor1) Laki-laki Perempuan
Pasif Aktif Diskusi
1,96 2,96 3,08
2,03 3,06 3,00
Total rataan skor
2,67
2,70
Keterangan:1)Rentang skor 1-1,75=tidak pernah; 1,76-2,50=jarang; 2,51-3,25=sering; 3,26-4=selalu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol informasi pertanian pada responden laki-laki dan responden perempuan dilakukan dengan cara menentukan sendiri atau menentukan bersama pasangan. Resonden laki-laki tergolong sering (skor 2,51) menentukan informasi pertanian tanpa berunding dengan pasangan atau istri. Misalnya informasi aspek lingkungan, SDM petani dan kelembagaan. Responden laki-laki tergolong sering menentukan informasi pertanian yang digunakan, bersama dengan pasangannya (skor 2,96), seperti informasi aspek penanganan pascapanen dan aspek ekonomi. Petani laki-laki dan petani perempuan juga termasuk sering menyesuaikan
76 informasi pertanian yang didapat dengan usahatani.
Hal ini memperlihatkan bahwa
responden laki-laki juga menghargai pendapat pasangannya dan pengaruh istri atau pasangan tetap melekat pada suaminya. Responden laki-laki tidak melupakan peran pasangannya dalam berusahatani sayuran organik. Seorang informan yaitu Bapak R mengatakan: ”Segala sesuatu runding dulu dengan Ibu, terutama masalah modal untuk usaha tani.” Responden perempuan tergolong jarang menentukan informasi pertanian seorang diri tanpa diskusi dengan suaminya atau pasangannya (skor 2,03). Responden perempuan mengakui lebih senang ada kooperatif dalam berusahatani. Jadi menentukan bersama pasangan tergolong sering dilakukan (skor 2,97), karena ada pekerjaan di lahan yang dilakukan bersama dan segala sesuatu selalu berunding. Sebagai contoh, bila responden laki-laki membuat pestisida nabati, responden perempuan kooperatif menyediakan bahan dan peralatannya. Tabel 21 memperlihatkan relasi gender pada kontrol informasi pertanian. Tabel 21 Rataan skor relasi gender pada kontrol informasi pertanian Relasi gender pada kontrol informasi pertanian
Rataan Skor1) Laki-laki Perempuan
Menentukan sendiri Menentukan bersama
2,51 2,54
2,03 2,97
2,52
2,50
Total rataan skor
Keterangan: 1) Rentang skor 1-1,75=tidak pernah, 1,76-2,50=jarang, 2,51-3,25=sering, 3,26-4=selalu
Identifikasi Faktor-Faktor Komunikasi: Materi informasi pertanian. Selektivitas selalu ada pada individu petani terhadap materi informasi pertanian sesuai kebutuhan dan minat. Seleksi dilakukan terhadap berbagai informasi seperti aspek lingkungan, aspek produksi, aspek penanganan panen, aspek penanganan pasca panen, aspek ekonomi, aspek penguatan SDM petani serta aspek kelembagaan. Informasi aspek lingkungan tergolong sering dicari oleh petani laki-laki (skor 2,76) karena terkait dengan kegunaan memakai pupuk organik, kompos, kotoran ternak yang semua berguna untuk kesuburan tanah. Cara membuat pupuk alami sering dicari oleh petani laki-laki karena terlibat langsung dalam pekerjaan ini di lahan sayuran. Di
77 samping itu, jenis sayuran yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan permintaan konsumen sering ditanyakan oleh responden laki-laki kepada berbagai sumber atau saluran komunikasi. Kegunaan air bersih untuk menyiram dan mencuci tanaman juga sering menjadi perhatian petani. Sedangkan informasi pertanian dari aspek lainnya tergolong jarang dicari, seperti aspek produksi (skor 2,45) dan aspek ekonomi (skor 2,23). Ternyata tidak ada informasi pertanian yang tidak pernah dicari atau di akses. Aspek penguatan SDM petani, seperti pelatihan pertanian organik, demplot pertanian organik, magang atau studi banding tentang usahatani sayuran organik, termasuk kategori jarang dicari oleh responden lakilaki (skor 1,96). Umumnya pada awal berusahatani sayuran organik, responden banyak bertanya kepada LSM atau pihak yang berpengalaman tentang pertanian organik. Selama tiga bulan terakhir dihitung saat penelitian, responden laki-laki jarang bertanya pada PPL. Pihak penyuluh justru memberikan penawaran untuk mengikuti pelatihan pertanian organik di Karang Wydia The Learning Farm yang bertempat di Desa Maleber. Informasi tentang aspek kelembagaan tergolong jarang dicari (skor 2,03) oleh responden laki-laki, karena umumnya mereka sudah memahami manfaat bergabung dengan kelompok, manfaat diskusi dengan teman sesama petani dalam kelompok dan bertukar informasi, maupun manfaat koperasi. Responden perempuan tergolong sering mencari materi informasi pertanian aspek penanganan panen (skor 2,77) yaitu tentang umur sayuran yang sudah dapat dipanen, cara memotong atau mencabut yang benar supaya sayuran tidak rusak. Hal ini sesuai dengan pernyataan seorang responden perempuan bahwa untuk bayam Jepang atau horinso, saat dipanen harus hati-hati supaya tidak rusak dan tetap laku dijual. Sesuai dengan peran perempuan yaitu memelihara atau merawat, dalam bertani mereka juga tetap berperan menjaga dan merawat tanaman sayuran organiknya supaya tetap sehat dan terjaga. Responden perempuan tergolong jarang mencari (skor 2,06) informasi pasca panen, meskipun mereka mengaku ingin mengetahui cara pengolahan sayuran organik yang dapat dijual seperti membuat krupuk wortel, kripik bayam, sirup tomat dan lainnya. Pelatihan untuk petani perempuan tentang masalah pertanian seperti pengolahan sayuran memang jarang ada. Petani perempuan memang ingin mengetahui cara penanganan pascapanen dan pengawetan bahan pangan dengan menggunakan cara-cara
78 yang alami. Beberapa dari responden perempuan mengatakan sudah pernah mencoba membuat dodol wortel dengan bahan alami tanpa menggunakan pengawet atau pewarna. Makanan itu dibuat untuk konsumsi keluarga. Mereka membuat penganan berdasarkan hasil diskusi dengan teman yang sudah mengetahui. Informasi aspek lingkungan seperti masalah membuat pupuk tergolong sering ditanyakan (skor 2,51), karena responden perempuan dalam hal ini bertugas menyediakan bahan-bahan atau peralatan yang dibutuhkan oleh petani laki-laki saat membuat pupuk. Informasi aspek ekonomi tergolong jarang dicari atau ditanyakan (2,19) karena harga sayuran organik biasanya tidak berfluktuasi namun cenderung naik. Informasi aspek kelembagaan tergolong jarang dicari oleh responden perempuan karena umumnya di lokasi penelitian perempuan memang belum terlibat dalam kelompok wanita tani. Informasi aspek penguatan SDM petani termasuk kategori tidak dicari (skor 1,7) oleh responden perempuan, karena mereka berpendapat jarang memperoleh kesempatan untuk mengikuti pelatihan, meskipun mereka menginginkannya. Selama ini, pelatihan lebih sering ditawarkan kepada petani laki-laki. Informan Ibu N mengungkapkan bahwa: ”Untuk mengikuti pelatihan kami juga ingin, apalagi kalau diadakan di desa sendiri. Selama ini belum ada, karena pelatihan biasanya hanya untuk bapak.” Masalah komunikasi dapat diketahui bila ada salah satu
gender yang tidak
beruntung dalam akses atau kontrol pada informasi pertanian. Dalam kasus ini, petani perempuan menemukan dirinya kurang beruntung dalam kesempatan akses pada informasi aspek penguatan SDM petani, yaitu tentang pelatihan pertanian. Saat penelitian ini dilakukan, pihak LSM yang memberikan pelatihan pada petani laki-laki mengungkapkan memang tidak mengadakan pelatihan pertanian untuk petani perempuan. Alasan yang dikemukakan pihak LSM ialah, materi yang diberikan mengenai pembuatan pupuk alami atau pestisida nabati serta pemasaran dan materi tersebut lebih tepat untuk petani laki-laki.
79 Tabel 22 Rataan skor dan perbedaan materi informasi pertanian Materi informasi pertanian Aspek lingkungan Aspek produksi Aspek penanganan panen Aspek penanganan pascapanen Aspek ekonomi Aspek pengembangan SDM petani Aspek kelembagaan Total rataan skor
Rataan Skor1) Laki-laki Perempuan 2,76 (1) 2,45 (2) 2,29 (3) 1,77 (7) 2,23 (4) 1,96 (6) 2,03 (5)
2,51 (2) 2,39 (3) 2,77 (1) 2,06 (4,5) 2,19 (6) 1,7 (7) 2,06 (4,5)
2,21
2,24
Z - hitung 2,663** 0,665 3,782** 3,839** 0,346 1,571 0,178
Keterangan :1 )Rentang skor 1-1,75 = tidak pernah, 1,76-2,50 = jarang, 2,51-3,25 = sering, 3,26- 4=selalu **: berbeda sangat nyata pada p<0,01; angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan
Pada responden laki-laki dan responden perempuan perbedaan sangat nyata (p<0,01) dalam selektivitas terhadap materi informasi pertanian terdapat pada materi aspek lingkungan. Hal ini karena responden laki-laki menentukan aspek lingkungan di urutan pertama sebagai informasi yang sering dicari. Responden laki-laki tergolong aktif di lahan dan membutuhkan informasi aspek lingkungan seperti bahan dan cara membuat pupuk alami, air bersih untuk mencuci sayuran hasil panen dan jenis sayuran yang ditanam sesuai dengan cuaca, kondisi lingkungan maupun permintaan konsumen. Sementara petani perempuan memang jarang terlibat pekerjaan membuat pupuk maupun menyiram dan mencuci sayuran hasil panen sehingga tidak mencari informasi aspek lingkungan. Perbedaan sangat nyata (p<0,01) positif terdapat pada aspek penanganan panen, dimana petani perempuan tergolong sering mencari dari pada petani laki-laki. Petani perempuan sering melakukan aktivitas penanganan panen dan tergolong sering bertanya kepada yang lebih berpengalaman tentang cara memotong maupun memetik sayuran dengan tujuan supaya sayuran tidak rusak dan tetap laku dijual. Pada informasi aspek penanganan pascapanen ada perbedaan sangat nyata (p<0,01) positif, karena perempuan membutuhkan
informasi tentang pengolahan sayuran hasil panen, sebab
terlibat langsung dengan pekerjaan mengolah sayuran organik hasil panen. Petani perempuan menginginkan informasi pengolahan sayuran khusus untuk dijual.
80 Identifikasi Saluran Komunikasi Saluran komunikasi terdiri dari saluran personal, kelompok dan media massa. Saluran personal terdiri dari teman petani, ketua kelompok tani, penyuluh, pedagang, LSM pendamping dan keluarga. Responden laki-laki tergolong selalu (skor 3,66) mencari informasi pertanian kepada pedagang. Pedagang umumnya mempunyai informasi jenis sayuran yang diinginkan konsumen dan mengetahui harga sayuran organik. Responden laki-laki tergolong sering bertanya tentang informasi pertanian kepada LSM pendamping. Responden laki-laki secara bergantian mendapatkan pelatihan dari LSM tentang usahatani organik di Karang Widya the Learning Farm. Materi pelatihan yang diberikan adalah: (1) Dinamika kelompok; (2) Teknis pertanian organik; (3) Kontrol kualitas; (4) Pemasaran. Responden laki-laki tergolong tidak pernah mencari informasi melalui ketua kelompok (skor 1,22). Karena dalam tiga bulan terakhir dihitung saat penelitian, ketua kelompok yang memberi informasi kepada anggota. Mencari informasi pertanian pada penyuluh tergolong tidak pernah ( skor 1,72) dilakukan oleh responden laki-laki selama tiga bulan terakhir dihitung saat penelitian. Justru penyuluh memberi informasi pertanian tentang penguatan SDM petani, yaitu penawaran untuk mengikuti pelatihan pertanian organik, baik yang di kelola oleh Dinas Pertanian maupun LSM pendamping. Penyuluh memang tidak memberitahukan kepada semua petani, hanya kepada ketua kelompok. Selanjutnya ketua kelompok yang menyampaikan informasi pelatihan pertanian kepada anggota. Responden laki-laki tergolong jarang mencari informasi melalui sesama teman petani (skor 1,93) dan keluarga (skor 1,78). Mencari informasi dari saluran personal pada responden perempuan tergolong sering dilakukan melalui teman sesama petani (skor 3,25). Responden perempuan tergolong sering bertanya kepada pedagang (skor 2,88) dan termasuk kategori selalu bertanya kepada keluarga (skor 3,79) yaitu suami, orang tua, saudara atau anak yang mempunyai pengetahuan pertanian organik. Bertanya kepada ketua kelompok tergolong jarang dilakukan (skor 1,96). Mencari informasi petanian kepada penyuluh tergolong tidak pernah dilakukan (skor 1,55), demikian juga kepada LSM (skor 1,36). Seringnya responden perempuan mencari informasi melalui saluran personal kepada teman dan keluarga memperlihatkan bahwa responden perempuan kooperatif dan senang
81 menggunakan cara informal dan senang dengan komunikasi horisontal dalam lingkup internal. Perbedaan mencari informasi pertanian melalui saluran personal pada petani lakilaki dan petani perempuan melalui uji beda Z-hitung mencapai tingkat sangat nyata (p<0,01) positif. Hal ini dapat dilihat pada saluran personal teman sesama petani, ketua kelompok, pedagang, LSM dan keluarga. Saluran personal keluarga dan teman petani tergolong dominan dimanfaatkan oleh petani perempuan. Berbeda pada petani laki-laki, yang dominan menggunakan saluran personal seperti pedagang dan LSM pedamping. Pada responden perempuan bertanya kepada LSM merupakan urutan yang terakhir. Pada petani laki-laki bertanya kepada LSM ada di urutan kedua. Artinya bagi petani laki-laki, pedagang dan LSM tergolong saluran personal yang dominan dalam memberikan informasi pertanian sehingga termasuk kategori sering dicari.
LSM menawarkan
pelatihan dan bersedia menampung sayuran hasil panen untuk dijual ke konsumen di Jakarta, dan dapat membantu petani bekerjasama dengan pihak supermarket. Di samping itu, petani laki-laki lebih mempunyai kesempatan mencari informasi sampai keluar lingkungan desa tempat tinggalnya. Ketua kelompok sebagai saluran personal tergolong jarang dimanfaatkan oleh petani perempuan (skor 1,96), Hal ini terjadi karena yang akan dikukuhkan sebagai ketua kelompok wanita tani adalah seorang petani perempuan yang sudah mempunyai pengalaman dalam bertani alami, sehingga adakalanya dapat berperan sebagai sumber informasi. Petani perempuan lebih menyukai saluran personal yang berada dilingkungan tempat tinggalnya, karena lebih mudah diakses. Sementara itu, penyuluh merupakan saluran personal yang tidak pernah dicari oleh petani laki-laki dan perempuan dalam tiga bulan terhitung saat penelitian (skor 1,55). Tanpa dicari, penyuluh memang mengunjungi petani dalam waktu tugasnya. Pada saat berkunjung ke petani dan ke lahan sayuran, petani memang dapat ber komunikasi dengan penyuluh. Bahkan penyuluh adakalanya juga bertanya dan mendapat informasi dari petani. Petani laki-laki Bapak J mengungkapkan bahwa: ”Kalau mengenai pertanian organik, malah penyuluh juga bertanya ke petani.”
82 Pernyataan petani diatas, memperlihatkan bahwa antara petani dan penyuluh juga saling bertukar informasi dan terjadi diskusi mengenai pertanian organik. Tabel 23 Rataan skor dan perbedaan pada saluran komunikasi personal Saluran komunikasi personal Teman sesama petani Ketua kelompok Penyuluh Pedagang LSM pendamping Keluarga Total rataan skor
Rataan Skor1) Laki-laki Perempuan 1,93 (3) 1,22 (6) 1,72 (5) 3,66 (1) 2,63 (2) 1,78 (4) 2,16
3,25 1,96 1,55 2,88 1,36 3,79 2,47
(2) (4) (5) (3) (6) (1)
Z - hitung 6,620** 4,448** 1,377 5,016** 5,790** 6,979**
Keterangan: 1) Rentang skor 1-1,75=tidak pernah, 1,76-2.50=jarang, 2,51-3,25=sering, 3,26-4=selalu **: berbeda sangat nyata pada p<0,01; angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan
Individu petani juga dapat memilih saluran komunikasi kelompok untuk mencari informasi pertanian. Saluran komunikasi kelompok yang diakses untuk mencari informasi pertanian adalah kelompok yang ada di lokasi penelitian seperti kelompok tani, kelompok pengajian, kelompok amal/pembangunan, koperasi. Responden laki-laki tergolong sering (skor 3,15) mencari informasi melalui kelompok tani. Melalui kelompok pengajian, responden laki-laki tergolong tidak pernah mencari informasi pertanian (skor 1,64). Responden laki-laki tergolong selalu mencari informasi pertanian melalui kelompok amal/pembangunan (skor 3,73), berhubung anggota kelompok amal/pembangunan juga sesama petani. Kelompok amal/pembangunan adalah kelompok yang mengumpulkan dana sukarela untuk kebutuhan warga. Mengumpulkan uang dilakukan sukarela dan digunakan untuk kepentingan bersama seperti memperbaiki jalan atau membantu keluarga yang kerabatnya meninggal. Mencari informasi pertanian melalui koperasi tergolong jarang dilakukan (skor 1,93). Apabila berkunjung ke koperasi adalah untuk membeli bibit sayuran atau peralatan bertani. Pengurus koperasi akan memberitahu informasi tentang persediaan jenis bibit sayuran organik atau peralatan usahatani yang ada. Petani saat mengunjungi koperasi dapat berdialog tentang informasi pertanian dengan pengurus. Khusus untuk bibit sayuran organik, petani dapat memperolehnya dari koperasi, sesama teman petani, toko pertanian atau menyemainya sendiri. Informasi cara menyemai bibit sayuran adakalanya diperoleh dari teman saat bertemu di koperasi. Responden perempuan tergolong jarang (skor 1,76) mencari informasi pertanian melalui kelompok tani, karena kelompok wanita tani (KWT) belum aktif. Dalam tiga
83 bulan terakhir dihitung saat penelitian tidak pernah ada pertemuan KWT. Hanya ada pemberitahuan yang menjelaskan akan dikukuhkannya KWT. Melalui kelompok pengajian, responden perempuan tergolong jarang (skor 2,1) mencari informasi pertanian. Informasi dapat diperoleh saat pulang dari pengajian, dimana sesama petani perempuan dapat saling berbagi informasi pertanian. Masyarakat di lokasi penelitian rajin menghadiri pengajian seminggu sekali. Melalui kelompok amal/pembangunan, responden perempuan tergolong tidak pernah mencari informasi pertanian (skor 1,4). Menurut responden perempuan, kelompok amal/pembangunan diatur oleh petani laki-laki. Responden perempuan termasuk kategori tidak pernah berkunjung ke koperasi dan mencari informasi pertanian melalui koperasi (skor 1,12). Tingkat perbedaan sangat nyata (p<0,01) positif terlihat pada petani laki-laki dan petani perempuan dalam mencari informasi pertanian melalui semua saluran kelompok. Bagi responden perempuan, kelompok pengajian termasuk dalam urutan pertama untuk mencari informasi, karena pengajian dilakukan setiap minggu. Responden laki-laki tergolong tidak pernah memanfaatkan kelompok pengajian untuk mencari informasi. Responden laki-laki tergolong selalu memanfaatkan kelompok amal/pembangunan untuk mencari informasi pertanian. Ini berbeda dengan responden perempuan yang tidak pernah memanfaatkan kelompok amal/pembangunan untuk mencari informasi pertanian. Mencari informasi pertanian melalui koperasi berbeda sangat nyata (p<0,01) pada responden laki-laki dan responden perempuan, karena responden perempuan tergolong tidak pernah memanfaatkan koperasi untuk mencari informasi. Pada responden perempuan mencari informasi melalui koperasi adalah urutan keempat, sedangkan pada responden laki-laki mencari informasi pertanian melalui koperasi adalah urutan ketiga. Kelompok tani banyak dimanfaatkan oleh responden laki-laki untuk mencari informasi. Ini berbeda sangat nyata (p<0,01) positif dengan responden perempuan yang jarang memanfaatkan KWT untuk mencari informasi. Responden laki-laki memang tergolong sering melakukan pertemuan kelompok dengan sesama teman petani
dari pada
responden perempuan. Pertemuan yang dilakukan responden laki-laki pada tiga bulan terakhir adalah saat bekerja bersama di kebun percobaan dan saat menerima kunjungan LSM pendamping untuk membicarakan kerjasama dengan pihak pasar swalayan yang
84 akan menjadi pembeli sayuran organik.
Dalam hal ini, kegiatan LSM antara lain adalah
membantu pemasaran produk yang dihasilkan petani. Tabel 24 Rataan skor dan perbedaan pada saluran komunikasi kelompok Saluran komunikasi kelompok
Rataan Skor1) Laki-laki Perempuan
Kelompok tani Kelompok pengajian Kelompok amal/pembangunan Koperasi Total rataan skor
3,15 (2) 1,64 (4) 3,73 (1) 1,93 (3) 2,61
1,76 (2) 2,1 (1) 1,4 (3) 1,12 (4) 1,60
Z – hitung 6,534** 3,217** 7,039** 6,074**
Keterangan 1): 1-1,75=tidak pernah, 1,76-2,50=jarang, 2,51-3,25=sering, 3,26-4=selalu **: berbeda sangat nyata pada p<0,01; angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan
Petani laki-laki dan petani perempuan mempunyai kebiasaan yang tidak sama dalam mencari informasi pertanian melalui saluran media massa. Responden laki-laki tidak pernah mencari informasi pertanian melalui media massa seperti koran (skor 1,59), majalah (skor 1,16), radio (skor 1,06) dan internet (skor 1,07). Responden laki-laki tergolong jarang mencari informasi pertanian melalui televisi (skor 1,81). Responden laki-laki tergolong pasif dalam mencari informasi pertanian melalui media. Responden perempuan tergolong jarang mencari informasi pertanian melalui koran (skor 1,81), majalah (skor 2,1), (skor 2,16). Responden perempuan tergolong sering (skor 3,25) mencari informasi pertanian melalui televisi, dengan alasan lebih menarik karena bisa melihat dengan nyata situasi pertanian organik ditempat lain. Reponden perempuan tergolong tidak pernah mencari informasi pertanian melalui internet (skor 1,12). Tingkat perbedaan sangat nyata (p<0,01) melalui uji beda Z-hitung antara responden laki-laki dan perempuan terlihat pada media majalah, radio, televisi dan internet. Pada responden laki-laki, saluran majalah untuk mencari informasi pertanian berada di urutan ke tiga dan pada responden perempuan memanfaatkan majalah sebagai saluran media massa untuk mencari informasi pertanian juga berada pada urutan ketiga. Meskipun sama pada urutan ketiga, namun ada perbedaan sangat nyata (p<0,01) positif antara petani laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan karena petani perempuan meskipun jarang, masih memanfaatkan majalah untuk mencari informasi pertanian, sementara petani laki-laki tidak memanfaatkan dengan sengaja media majalah untuk mencari informasi pertanian.
85 Responden perempuan memanfaatkan radio untuk mencari informasi pertanian seperti Radio Informasi Pertanian Ciawi atau Radio Komunitas Edelweis di lokasi penelitian. Namun responden laki-laki dalam waktu tiga bulan terhitung saat penelitian tidak memanfaatkan medium radio untuk mencari informasi. Responden perempuan dengan aktivitas domestik, masih mempunyai waktu luang memanfaatkan media radio di rumahnya. Televisi sebagai saluran media massa ternyata dominan dimanfaatkan untuk mencari informasi pertanian oleh responden perempuan dan berada di urutan pertama. Media internet tidak pernah dimanfaatkan oleh responden laki-laki dan perempuan untuk mencari informasi pertanian selama tiga bulan terakhir dihitung saat penelitian. Responden perempuan menyatakan internet pada urutan terakhir sedangkan internet pada responden laki-laki di urutan keempat. Akses aktif pada media lebih baik pada petani perempuan, artinya perempuan mencari sendiri akses untuk informasi pertanian melalui media. Petani laki-laki mempunyai akses pada media cetak yaitu diktat pelatihan, karena dibagikan pada saat mengikuti pelatihan pertanian organik. Tabel 25 Rataan skor dan perbedaan saluran media massa Saluran media massa
Rataan Skor1) Laki-laki Perempuan
Z – hitung
Koran 1,59 (2) 1,81 (4) 1,530 Majalah 1,16 (3) 2,1 (3) 5,601** Radio 1,06 (5) 2,16 (2) 6,401** Televisi 1,81 (1) 3,25 (1) 6,062** Internet 1,07 (4) 1,12 (5) 4,955** Total rataan skor 1,34 2,09 Keterangan: 1) Rentang skor 1-1,75=tidak pernah, 1,76-2,50=jarang, 2,51-3,25=sering, 3,26-4=selalu **: berbeda sangat nyata pada p<0.01. angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan.
Media elektronik dan cetak sudah tersedia di lokasi, namun tidak selalu menyampaikan informasi pertanian sesuai kebutuhkan petani. Sehingga petani menyatakan tidak berharap banyak dari saluran komunikasi tersebut. Informasi pertanian yang ada memang perlu dikemas ulang agar sesuai dengan kebutuhan petani. Situasi lingkungan komunikasi petani laki-laki dengan usahatani sayuran organik tertera pada Gambar 3 berikut.
86
Internet : …… Televisi : Berita pertanian
Media cetak: Diktat pelatihan pertanian organik
Radio:………
Akses saluran komunikasi petani
Komunikasi personal: Teman petani di lahan di serambi RK Pedagang
di lahan di rumah (tatap muka atau HP) LSM
Kelompok: - Tani - Amal/pembangunan - Koperasi
Keluarga Istri
di serambi RK di kelas di lahan di rumah di lahan
Keterangan: RK = radio komunitas
Gambar 3 Lingkungan komunikasi petani laki-laki dengan usahatani sayuran organik
Melalui Gambar 3 terlihat bahwa pada tiga bulan terhitung saat penelitian, petani laki-laki sering mencari informasi pertanian melalui saluran komunikasi personal. Komunikasi personal dengan sesama teman petani terjadi di lahan atau di serambi radio komunitas. Komunikasi dengan pedagang dilakukan di lahan, di rumah dengan tatap muka atau melalui telepon selular dan di luar desa ditempat petani menitipkan sayuran untuk dijual. Komunikasi dengan LSM pendamping dilakukan di kelas saat mengikuti pelatihan, di lahan saat pelatihan mempraktekkan informasi pertanian, di serambi radio komunitas ”Edelweis” saat pihak LSM berkunjung untuk membicarakan cara pemasaran sayuran organik. Komunikasi dengan keluarga terjadi di rumah atau di lahan sayuran. Komunikasi dengan kelompok tani dan kelompok amal/pembangunan adakalanya terjadi di lahan. Komunikasi dengan pengurus koperasi terjadi di ruang koperasi tempat penjualan bibit sayuran dan alat pertanian. Komunikasi personal dengan LSM seringkali didukung dengan media cetak berupa diktat pertanian organik. Akses media cetak lainnya
87 dan media elektronik memang masih lemah, karena media yang ada jarang menyediakan informasi pertanian yang dibutuhkan petani. Berikut pada Gambar 4 ditampilkan lingkungan komunikasi petani perempuan dengan usahatani sayuran organik berdasarkan aksesnya melalui saluran komunikasi personal, kelompok dan media.
Televisi: Berita Wawancara
Surat Kabar: - Sinar Tani: Meminjam dan membaca dirumah Majalah: -Trubus: Meminjam dan membaca dirumah
Internet: ---------
Akses saluran komuni P kasi pada petani perempuan
Radio : dirumah (siang) Format : Wawancara Monolog Radio komunitas dan Radio lokal
Komunikasi Personal Suami di rumah Keluarga di lahan Teman
Kelompok: -Wanita Tani di rumah ketua KWT (pertemuan)
di lahan di jalan di warung
Pedagang di lahan (tatap muka atau HP)
-Pengajian
Gambar 4 Lingkungan komunikasi petani perempuan dengan usahatani sayuran organik Pada petani perempuan, akses informasi pertanian melalui berbagai saluran komunikasi dalam tiga bulan terhitung saat penelitian nampak lebih baik dibandingkan dengan petani laki-laki. Karena petani perempuan saat di rumah mempunyai kesempatan mendengarkan radio, membaca surat kabar pertanian maupun majalah pertanian dan terutama menonton televisi. Melalui radio komunitas Edelweis dan Radio Informasi Pertanian Ciawi, petani perempuan menerima informasi pertanian yang dikemas dalam format wawancara dan uraian. Informasi pertanian diakses melalui surat kabar pedesaan yaitu Koran Sinar Tani. Informasi pertanian dari majalah antara lain diperoleh dari majalah Trubus. Melalui televisi, dari salah satu stasiun televisi dapat diikuti berita pertanian atau wawancara yang disiarkan pada hari sabtu. Komunikasi personal atau tatap muka tentang informasi pertanian dengan keluarga, termasuk suami dilakukan di rumah atau di lahan. Komunikasi dengan teman
88 petani terjadi di jalan, di rumah atau di saung. Komunikasi tatap muka dengan pedagang untuk mengetahui harga sayuran organik terjadi di lahan atau berlangsung di rumah petani melalui telepon selular (HP). Karena pedagang tersebut adalah juga teman petani di lokasi penelitian. Komunikasi tentang informasi pertanian dengan teman kelompok terjadi saat pulang dari pengajian atau saat pengajian belum dimulai. Komunikasi informasi pertanian dengan kelompok pernah dilakukan di rumah calon ketua KWT saat memberitahu akan dibentuk dan dikukuhkannya KWT. Semua media elektronik sudah ada di lokasi seperti radio, televisi dan telepon selular. Meskipun tidak semua media tersebut digunakan untuk tujuan mencari informasi pertanian. Belum banyak petani yang menggunakan fasilitas internet untuk mencari informasi pertanian, hanya ada dua orang petani perempuan yang mengaku pernah memanfaatkan internet untuk mencari informasi pertanian. Identifikasi Mutu Informasi Informasi pertanian yang sudah didapat, dipertimbangkan lebih dulu oleh petani laki-laki maupun perempuan sebelum dipergunakan. Hal ini untuk mengetahui apakah informasi pertanian mempunyai mutu yang sesuai dengan keinginan petani. Mutu yang sesuai ialah relevan, mudah dimengerti, dapat mengatasi masalah dan menguntungkan. Tabel 26 Rataan skor dan perbedaan mutu informasi pertanian Mutu informasi pertanian Relevan Mudah dimengerti Dapat mengatasi masalah Menguntungkan
Rataan Skor1) Laki-laki Perempuan 2,69 (4,5) 2,69 (4,5) 2,69 (4,5) 3,00 (1)
3,02 (1) 2,74 (3) 2,72 (4) 3,01 (2)
Z – hitung 3,221** 0,430 0,218 0,057
Total rataan skor 2,77 2,87 Keterangan: 1) Rentang skor 1-1,75=tidak pernah, 1,76-2,50=jarang, 2,51-3,25=sering, 3,26-4=selalu **: berbeda sangat nyata pada p<0.01. angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan.
Petani yang berpikir bahwa informasi pertanian tidak mempunyai mutu tersebut akan ragu-ragu untuk mempergunakannya. Dalam hal ini, aspek kognitif masing-masing berperan mempertimbangkan informasi pertanian yang diperoleh. Adakalanya seseorang melakukan elaborate terhadap pesan yang mengandung informasi pertanian dengan teliti dan cermat. Namun, juga dapat mengevaluasi dengan cara yang sambil lalu dan kurang cermat.
Responden laki-laki menyatakan mutu informasi pertanian yang berhasil
89 diperoleh tergolong sering relevan (skor 2,69) dengan kebiasaan dan kebutuhan petani. Meskipun pernah juga ada yang tidak cocok, seperti yang kebetulan pernah dilihat informan melalui televisi tentang cara membuat pestisida nabati atau obat pengendali serangga. Bahan yang di anjurkan hanya dua macam. Adapun yang biasa dilakukan saat membuat pestisida nabati menggunakan bahan lebih dari dua macam. Responden laki-laki mempertimbangkan informasi pertanian dengan cermat dan hati-hati sebelum dipergunakan. Responden laki-laki tergolong sering (skor 2,69) mendapat informasi yang mudah dimengerti. Hal ini terjadi karena menurut responden, penjelasan informasi pertanian dari saluran komunikasi personal maupun media cetak termasuk jelas dan tidak rumit. Pada saat pelatihan, informasi pertanian diberikan beserta contoh langsung. Hal semacam ini memudahkan petani untuk menyerap informasi pertanian tersebut dan akhirnya optimis untuk mempraktekkan. Reponden mengakui lebih senang mencari informasi yang ada praktek dan contoh, jadi bukan hanya teori. Responden menyatakan saat pelatihan pertanian diberi diktat dan dapat mempelajari informasi pertanian dari diktat tersebut. Responden menyatakan untuk masalah usahatani tergolong sering dapat diatasi (skor 2,69) melalui informasi pertanian yang diperoleh. Menurut informan, pada awalnya memasarkan hasil panen ke pasar swalayan sangat sulit. Setelah mendapat informasi dari LSM, petani dapat menjual pakcoy ke pasar swalayan. LSM pendamping dapat memberikan jalan keluar mengenai hal-hal yang sedang dipertimbangkan petani, yaitu cara memasarkan hasil panen. Menurut responden memasarkan hasil panen merupakan informasi pertanian yang menguntungkan dan tergolong sering didapat (skor 3,00). Responden juga berhati-hati dalam mempertimbangkan informasi yang didapat sebelum digunakan. Misalnya untuk hasil panen yang berlebih dan tidak dapat masuk ke pengusaha sayuran organik, akan tetap ada pengumpul yang bersedia membeli dengan harga lebih mahal sekitar Rp.1.000,dari harga sayuran konvensional. Responden selalu mencari informasi pertanian mengenai harga, agar dapat mengikuti perkembangan. Responden mengakui kalau hal ini harus terus dilakukan, meskipun harga sayuran organik relatif stabil bahkan cenderung meningkat. Dalam hal ini, informasi yang diperoleh dapat menggambarkan keuntungan dari hasil menjual sayuran. Artinya responden termasuk cermat dan hati-hati, karena tetap
90 mempunyai pertimbangan kemana akan menjual bila tidak tertampung di pengusaha pemilik lahan sayuran yang lebih besar. Responden perempuan tergolong sering (skor 3,02) mendapat informasi pertanian yang relevan. Menurut seorang informan Ibu R, saat mendapatkan informasi pertanian pernah juga tidak relevan, tetapi umumnya setelah dipertimbangkan dengan sabar dan cermat ternyata tidak berbeda dengan kebiasaan berusahatani sayuran organik. ”Berusahatani organik sering dinyatakan aman untuk lingkungan dan kesehatan. Bertani organik adalah bertani alami, seperti jaman orang tua dulu. Sebenarnya seperti kebiasaan petani, makan sayuran organik baik untuk kesehatan diri sendiri dan keluarga. Awalnya saya tidak percaya, karena saya dan suami masih bertani sayuran secara konvensional. Pernah suatu siang sepulang dari lahan bersama teman, siangnya datang anak dari teman saya itu, yang mengatakan ibunya sakit. Waktu itu, pulang dari lahan jam 15.00 dan keluhan sakit menurut anaknya jam 17.00. Saya membantu membawa ke dokter di puskesmas dan kata dokter, itu gejala keracunan. Saya ingat, dua hari yang lalu, suami baru menyemprot tanaman tomat dengan pestisida kimia. Tadi siang, saat panen, teman saya memakan tomat itu tanpa dicuci dan hanya di lap dibaju. Saat itu, saya mulai berpikir dan sadar bahwa pestisida kimia ternyata berbahaya. Kebetulan di desa ini sudah mulai ada yang berusahatani sayuran organik. Sejak itu, saya dan suami optimis bertani alami. Informasi pertanian bahwa mengkonsumsi pangan yang organik bagus untuk kesehatan mulai saya percaya, apalagi saya punya tekanan darah tinggi, semula 170. Alhamdulillah sekarang menjadi 120, karena beberapa tahun belakangan ini, setiap hari saya mengkonsumsi sayuran organik.” Responden perempuan tergolong sering mendapat informasi pertanian dengan mutu yang mudah dimengerti (skor 2,74). Hal ini terjadi karena sering bertanya kepada orang tua, suami atau teman sesama petani yang
berpengalaman tentang usahatani
organik. Berdiskusi dengan suami atau teman dengan gaya bahasa yang sama, membuat informasi pertanian menjadi mudah dimengerti. Responden perempuan mengungkapkan, bahwa informasi pertanian yang didapat tergolong sering dapat mengatasi masalah (skor 2,72) misalnya dapat memberi jalan keluar mengenai hal-hal yang sedang dipertimbangkan. Responden beranggapan informasi pertanian yang diakses sering tergolong menguntungkan (skor 3,01) bagi dirinya, karena dapat menggambarkan keuntungan dari hasil menjual sayuran organik. Dari uraian diatas, ternyata responden perempuan juga mempertimbangkan informasi secara berhati-hati. Terdapat perbedaan sangat nyata (p<0,01) positif antara responden laki-laki dan perempuan dalam mempertimbangkan informasi pertanian yang relevan. Responden perempuan menyatakan informasi yang dicari dan didapat adalah relevan dan berada di
91 urutan pertama. Pertimbangan responden perempuan karena informasi pertanian itu sesuai dengan masalah kesehatan dan sesuai dengan kebiasaan terhadap cara mengendalikan serangga. Informasi pertanian yang diterima bermutu relevan dan dapat membuat responden perempuan terbujuk untuk menggunakan informasi pertanian tersebut. Argumen yang dilakukan responden perempuan baik terhadap orang lain atau secara intrapersonal termasuk cermat dan kritis, karena mempertimbangkan pengalaman dari temannya. Responden laki-laki juga berhati-hati dan cermat setiap kali menanggapi informasi yang sudah diakses. Meskipun melihat pemberitaan di televisi, responden lakilaki tidak mengikuti begitu saja, namun
mempertimbangkan dan menelusuri dari
pengalaman sebelumnya. Petani laki-laki terbiasa membuat pestisida nabati dengan bahan-bahan yang lebih lengkap. Berarti pertimbangan yang cermat dan hati-hati juga dilakukan oleh petani laki-laki. Pertimbangan responden laki-laki lebih pada kebutuhan mengembangkan usahataninya dengan cara yang tepat dalam hal mengendalikan serangga. Responden perempuan dan responden laki-laki terlihat mempunyai persamaan dalam hal kemampuan mempertimbangkan informasi. Perbedaannya adalah pada pernyataan yang mereka ungkapkan, responden perempuan lebih mengutamakan relevansi pesan untuk masalah kesehatan, sementara responden laki-laki lebih kepada kemajuan usahatani.
Identifikasi Mutu Saluran Komunikasi Mutu saluran komunikasi yang diakses menurut responden laki-laki tergolong sering dapat dipercaya (skor 2,69), misalnya melalui saluran komunikasi personal yang terdiri dari teman petani, LSM pendamping dan pedagang. Responden laki-laki percaya, bahwa informasi pertanian yang diterima dari sesama teman petani termasuk yang merangkap sebagai pengumpul, atau dari pedagang, umumnya sesuai dengan kebutuhan. Disamping itu sumber atau saluran komunikasi yang kompeten juga tergolong sering didapatkan oleh responden laki-laki (skor 2,67). Artinya sumber atau saluran komunikasi yang kompeten adalah dapat menguraikan tujuan bertani alami dengan lengkap dan dapat menjelaskan masalah dalam bertani organik. Hal ini diungkapkan oleh informan dan terjadi saat mengikuti pelatihan. Pengajarnya menurut informan adalah sumber informasi
92 yang kompeten. Dalam hal ini, sumber atau saluran komunikasi sangat berperan dan mempunyai pengaruh pada individu yang menerima informasi. Salah satu aspek utama dari teori kemungkinan elaborasi dan penting untuk ditelusuri adalah kompetensi yaitu kemampuan dari sumber komunikasi atau saluran komunikasi. Contoh lain adalah informan yang dalam argumennya mengatakan pernah mendapat informasi pertanian dari peneliti yaitu ahli pertanian dari perguruan tinggi. Informan laki-laki tersebut tidak meragukan keahlian dan kompetensi peneliti tersebut dan mengikuti saran yang diberikan, yaitu melakukan pemeriksaan sayurannya di laboratorium. Hal ini dilakukan untuk memastikan sayuran tidak tercemar bahan kimia sintetis. Berarti penerima informasi tidak mempertimbangkan terlalu detil karena langsung mengikuti saran dan tidak meragukan keahlian sumber informasi. Dari berbagai sumber dan saluran komunikasi yang diakses, responden laki-laki mengatakan bahwa saluran komunikasi tergolong sering mempunyai mutu yang akrab (skor 2,97). Ini terjadi karena sumber informasi maupun saluran komunikasi menyediakan waktu untuk berdiskusi tentang usahatani sayuran organik dan fasih menjelaskan dengan bahasa lokal. Menurut informan, pernyataan yang disampaikan sumber informasi juga tidak rumit. Responden laki-laki juga memperhatikan
isyarat-isyarat dari saluran komunikasi atau sumber
informasi, seperti kompetensi sumber dan percaya terhadap sumber atau saluran. Ternyata daya tarik (skor 1,98) dari saluran media tergolong jarang didapatkan oleh responden laki-laki. Responden perempuan tergolong sering percaya pada informasi pertanian yang ada (skor 2,98). Terutama dari petani yang lebih berpengalaman dibanding dirinya. Sebagai contoh mengenai pentingnya menggunakan pisau dan peralatan yang bersih saat panen. Menurut informan, sumber informasi menyampaikan pada saat panen, sehingga informan percaya karena dapat mencoba dan membuktikan kebenarannya. Informan perempuan mengaku sering mendapat informasi pertanian dari sumber informasi atau saluran personal yang berpengalaman dibidang pertanian alami. Sumber informasi dapat menguraikan tujuan bertani dengan baik dan jelas serta dapat menjelaskan kendala yang dihadapi dalam bertani organik. Informan Ibu N menjelaskan:
93 ”Saya pernah mendapat informasi tujuan bertani organik dari seorang Ibu yang mempunyai kebun organik di desa ini. Beliau mengatakan, sebagai petani alami harus mencintai lingkungan. Saya merasa sebagai petani organik adalah petani pasrah, kalau banyak serangga saya tetap tidak pakai obat, takut ketergantungan lagi. Saya diberitahu cara menekan perkembangan serangga, tidak mematikan hanya mengendalikan. Kalau rugi, jangan mengeluh, jalan terus. Kalau ada daun berlubang bekas gigitan ulat itu ciri organik dan itu tidak apa-apa. Sekarang untuk mengendalikan serangga saya menanam tanaman pencegah seperti sereh wangi, kacang babi, bunga cikotok, bunga lavender.” Kompetensi dari sumber informasi atau saluran komunikasi merupakan isyaratisyarat yang membuat penerima percaya tanpa berpikir terlalu cermat, serta tidak raguragu memanfaatkan informasi pertanian itu. Responden perempuan tergolong sering mendapat informasi pertanian dari sumber dan saluran komunikasi yang bermutu akrab (skor 3,05), karena sumber informasi tersebut bersedia melayani tanya jawab dengan bahasa lokal. Sehingga tidak sulit bagi responden untuk memahami informasi pertanian itu. Responden perempuan menyatakan bahwa informasi yang didapat dari media cetak tergolong jarang mempunyai daya tarik (skor 2,16). Contohnya adalah saat responden membaca koran Sinar Tani, yang menurut mereka tidak ada daya tarik. Alasannya, karena edisi yang dibaca saat itu tidak menjelaskan tentang usahatani sayuran, tetapi mengenai padi. Sebagai contoh seseorang akan meningkat rasa ingin mengetahui bila yang menyampaikan adalah orang yang menarik, atau beritanya mempunyai nilai kedekatan dan akrab dengan dirinya. Tabel 27
Rataan skor dan perbedaan mutu saluran komunikasi
Mutu saluran komunikasi
Rataan Skor1) Laki-laki Perempuan
Z – hitung
Dapat dipercaya Kompeten Akrab Ada daya tarik
2,69 (2) 2,67 (3) 2,97 (1) 1,98 (4)
2,808 ** 1,211 0,758 2,047*
2,98 (2) 2,79 (3) 3,05 (1) 2,16 (4)
Total rataan skor 2,58 2,74 Keterangan: 1) Rentang skor 1-1,75=tidak pernah, 1,76-2,50=jarang, 2,51-3,25=sering, 3,26-4=selalu ** berbeda sangat nyata pada p<0.01; * berbeda nyata pada p<0,05; angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan.
Tetapi bila berita tidak ada kaitan dengan diri penerima, maka pesan menjadi tidak menarik. Jadi masalah minat penerima perlu menjadi perhatian saat komunikator akan mengkemas informasi agar menarik bagi petani. Perbedaan sangat nyata (p<0,01)
94 positif terlihat antara responden laki-laki dan perempuan dalam mempertimbangkan mutu saluran komunikasi yang dapat dipercaya. Percaya pada saluran komunikasi lebih banyak diungkapkan responden perempuan dari pada responden laki-laki. Responden perempuan tergolong sering memanfaatkan informasi dari saluran komunikasi personal seperti keluarga dan percaya pada apa yang dikatakan keluarga tentang usahatani sayuran organik. Responden laki-laki tergolong sering menerima informasi pertanian yang dapat dipercaya dari LSM atau pedagang. Perbedaannya adalah responden perempuan lebih percaya pada informasi yang diterima melalui keluarga. Saluran komunikasi yang menurut petani laki-laki dan perempuan mempunyai daya tarik berbeda nyata (p<0,05) positif. Responden perempuan mengungkapkan bahwa mencari informasi pertanian dari saluran komunikasi karena ada daya tarik. Bila saluran komunikasi tidak menarik maka informasi pertanian juga tidak terlalu menjadi perhatian. Menurut responden perempuan, informasi pertanian melalui televisi memang menarik, karena ada visualisasi. Sedangkan melalui koran tidak menarik, kecuali beritanya menjelaskan mengenai situasi di desa atau tentang petani sayuran organik juga. Pada responden laki-laki
perhatian lebih ditujukan kepada kompetensi atau
keahlian sumber informasi yang menyampaikan informasi pertanian. Seorang informan menjelaskan, secara kebetulan pernah mendengar uraian dari temannya melalui siaran Radio Informasi Pertanian Ciawi. Baginya ada daya tarik pada siaran tersebut, karena nara sumber adalah teman sesama petani yang sudah berpengalaman dalam bertani organik. Responden tidak ragu mempraktekkan informasi pertanian yang disampaikan, karena tidak bertentangan dengan kebiasaan yang dilakukan dalam bertani sayuran organik. Identifikasi Penggunaan Informasi Pertanian
Penggunaan informasi pertanian dilakukan dengan berbagai tujuan seperti untuk kepentingan diri sendiri, untuk dibandingkan dengan usahatani sayuran petani lain, untuk dipraktekkan, untuk didiskusikan, untuk disebarkan. Petani laki-laki tergolong sering (skor 2,99) mencari dan mendapat informasi pertanian sebagai pengetahuan dirinya dan sebagai bahan evaluasi untuk usahataninya. Responden tergolong sering menggunakan informasi pertanian untuk dibandingkan
95 (skor 3,01) dengan usahatani sayuran yang ada atau usahatani sayuran sesama teman petani. Responden laki-laki tergolong sering mempraktekkan informasi yang didapat (skor 3,15) di lahan sayurannya sendiri atau digunakan untuk memberi contoh kepada petani lain. Responden tergolong sering menggunakan informasi pertanian sebagai bahan diskusi (skor 2,68) dengan sesama teman petani atau dengan keluarga. Terlihat disini bahwa responden laki-laki senang diskusi dan berargumentasi. Responden laki-laki mengakui jarang mencari informasi pertanian melalui keluarga, namun bila sudah mendapatkan menganggap perlu menceritakan kepada keluarga. Selain itu, responden laki-laki tergolong jarang menyebarkan atau meneruskan informasi pertanian (skor 2,02) dengan cara berceramah, menjadi nara sumber di radio siaran pertanian, menulis dan membagikan kepada sesama teman petani. Memang ada beberapa yang pernah menjadi nara sumber tentang pertanian organik di Radio Informasi Pertanian Ciawi, memberi ceramah di lingkungan petani, menulis pengetahuannya tentang cara mengendalikan serangga dan membagikan tulisan itu kepada sesama teman petani. Terdapat responden laki-laki yang menjadi penyiar untuk acara pertanian pada radio komunitas Edelweis di lokasi penelitian.
Responden laki-laki menggunakan informasi untuk evaluasi atau
dipraktekkan dan ini membuktikan responden
cermat dalam penggunaan informasi
pertanian tersebut. Karena dengan praktek atau evaluasi, berarti responden teliti dalam penggunaan informasi pertanian. Responden perempuan tergolong sering (skor 3,07) menggunakan atau memanfaatkan informasi pertanian untuk diri sendiri sebagai tambahan pengetahuan dan sebagai bahan evaluasi. Responden perempuan tergolong sering (skor 2,95) membandingkan informasi pertanian dengan usahatani sayuran sesama teman petani. Responden juga tergolong sering (skor 2,83) mempraktekkan informasi pertanian di lahan dan sering memberi contoh kepada petani lain. Responden perempuan tergolong jarang (skor 2,4) mendiskusikan informasi pertanian yang sudah diperoleh. Responden perempuan tergolong jarang (skor 1,8) menyebarkan atau meneruskan informasi pertanian dengan cara berceramah.
96 Tabel 28 Rataan skor dan perbedaan penggunaan informasi pertanian Rataan Skor1) Penggunaan Informasi Pertanian Untuk diri sendiri Untuk dibandingkan Untuk dipraktekkan Untuk bahan diskusi Untuk disebarkan Total rataan skor
Laki-laki
Perempuan
2,99 (3) 3,01 (2) 3,15 (1) 2,68 (4) 2,02 (5) 2,77
3,07 (1) 2,95 (2) 2,83 (3) 2,4 (4) 1,8 (5) 2,61
Z – hitung 0,905 0,742 2,975** 3,782** 3,501**
Keterangan: 1) Rentang skor 1-1,75=tidak pernah, 1,76-2,50=jarang, 2,51-3,25=sering, 3,26-4=selalu **: berbeda sangat nyata pada p<0.01; angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan.
Perbedaan penggunaan informasi pertanian pada responden laki-laki dan responden perempuan sangat nyata (p<0,01) positif pada mempraktekkan informasi sebagai bahan diskusi dan untuk disebarkan. Meskipun petani perempuan juga mempraktekkan informasi yang diperolehnya namun intensitas responden laki-laki dalam mempraktekkan informasi di lahan sayurannya masih lebih tinggi. Menggunakan informasi pertanian sebagai bahan diskusi pada responden laki-laki juga memperlihatkan intensitas yang lebih sering. Misalnya saat ada pertemuan kelompok untuk aktivitas sosial, saat di kebun percobaan, saat di tempat pelatihan, maupun saat ada penyuluh petani laki-laki dapat berdiskusi dan berargumentasi tentang informasi pertanian. Adapun responden perempuan tergolong jarang menggunakan informasi pertanian sebagai bahan diskusi. Kesempatan diskusi pada responden perempuan dalam hal ini lebih terbatas, kecuali dengan keluarga atau sesama teman petani. Meskipun menyebarkan dan meneruskan informasi pertanian tergolong jarang dilakukan, baik oleh petani laki-laki dan petani perempuan, namun masih lebih banyak petani laki-laki dari pada petani perempuan yang pernah menjadi nara sumber di radio informasi pertanian Ciawi dan radio komunitas Edelweis. Menjadi penceramah di suatu perguruan tinggi sebagai nara sumber petani organik, menuliskan cara membuat pestisida nabati dan meneruskannya kepada beberapa teman petani di lingkungan tempat tinggalnya.
97 Pengujian Hipotesis Pada penelitian ini disebutkan bahwa hipotesis pertama menyatakan: ”Terdapat perbedaan signifikan pada relasi gender akses dan kontrol informasi pertanian antara petani laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik.” Melalui uji beda Z-hitung, hipotesis utama yang juga hipotesis pertama penelitian ini diterima pada indikator kontrol informasi pertanian. Kontrol informasi pertanian antara petani laki-laki dan perempuan mencapai tingkat perbedaan sangat nyata (p<0,01) positif. Petani laki-laki sebagai kepala keluarga dominan dalam menentukan informasi pertanian. Sementara menentukan bersama dominan pada petani perempuan. Petani perempuan umumnya berunding dengan suami atau keluarga sebelum menentukan informasi pertanian yang akan dipergunakan.
Relasi gender pada akses informasi
pertanian tidak ada perbedaan, karena petani laki-laki dan perempuan ternyata tidak pasif dalam mencari informasi pertanian. Baik petani laki-laki maupun perempuan tergolong aktif mencari dan diskusi tentang informasi pertanian yang dibutuhkan. Tabel 29 Uji beda Z-hitung Relasi gender pada akses dan kontrol informasi pertanian Relasi gender pada informasi pertanian
akses
dan
kontrol Laki-laki
Perempuan
Z-hitung
Akses pasif Akses aktif Akses diskusi
1,96 (3) 2,96 (2) 3,08 (1)
2,03 (3) 3,06 (1) 3,00 (2)
0,691 0,862 0,658
Kontrol informasi menentukan sendiri Kontrol informasi menentukan bersama
2,51 (2) 2,54 (1)
2,03 (2) 2,97 (1)
3,434** 2,774**
Keterangan: ** berbeda sangat nyata pada p<0,01; angka dalam kurung ( ) menunjukkan urutan
Untuk menjawab tujuan penelitian butir kedua yaitu hubungan antar peubah diuraikan dalam empat bagian, yaitu (a) hubungan pola pembagian kerja serta relasi gender akses dan kontrol dengan faktor-faktor komunikasi, (b) hubungan faktor- faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian, (c) hubungan pola pembagian kerja serta relasi gender akses dan kontrol informasi pertanian dengan penggunaan informasi pertanian, (d) hubungan karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian.
98 Hubungan Pola Pembagian Kerja serta Relasi Gender dengan Faktor-Faktor Komunikasi Hipotesis kedua yang diajukan dan merupakan tujuan penelitian butir kedua menyatakan: ”Terdapat hubungan signifikan antara pola pembagian kerja serta relasi gender akses dan kontrol dengan faktor-faktor komunikasi.” Pengujian hipotesis kedua dengan korelasi rank Spearman, diterima untuk beberapa indikator seperti pada Tabel 30 berikut. Pada responden laki-laki terdapat hubungan sangat nyata (p<0,01) positif untuk informasi aspek lingkungan dengan aktivitas produktif langsung. Informasi aspek lingkungan terdiri dari kegunaan pupuk alami, kegunaan air bersih, jenis sayuran organik yang sesuai dengan iklim. Semua materi aspek lingkungan berkaitan dengan aktivitas responden laki-laki di lahan sayuran organik. Pada responden laki-laki, kontrol informasi pertanian berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan materi informasi aspek lingkungan. Artinya laki-laki dominan dalam mengambil keputusan untuk informasi aspek lingkungan. Materi informasi pertanian aspek produksi seperti jenis sayuran yang laku di pasaran, bahan-bahan pembuat pupuk alami, waktu tanam, jarak tanam dan caracara mengendalikan serangga berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan aktivitas produktif langsung, baik pada responden laki-laki maupun responden perempuan. Untuk waktu tanam, jarak tanam dan cara mengendalikan serangga, informan Ibu N mengatakan: ”Saya selalu tanya ke Bapak kapan tanam, mau tanam sayuran apa, berapa jarak antara tanaman. Untuk mencegah serangga kita tanam pohon-pohon pencegahnya.” Kontrol informasi pertanian aspek produksi dominan dilakukan oleh petani laki-laki karena berhubungan nyata (p<0,05) positif. Berarti petani laki-laki bertanggung jawab pada pekerjaan di lahan dalam hal membuat pupuk alami, menentukan bibit sayuran yang akan dibeli sesuai keinginan konsumen, masa tanam dan cara mengendalikan serangga.
Sedangkan petani perempuan dalam hal ini berperan
membantu pekerjaan suami, seperti menyediakan bahan-bahan dan peralatan untuk membuat pestisida nabati. Informasi aspek penanganan panen berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan aktivitas produktif langsung pada petani laki-laki, karena petani laki-laki terlibat
99 langsung di lahan saat penanganan panen. Informasi penanganan pascapanen merupakan informasi yang selalu diakses oleh petani laki-laki dan petani perempuan karena berhubungan nyata (p<0,05) positif. Demikian juga dengan kontrol informasi yang berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan informasi penanganan pascapanen. Sangat menarik adalah aspek ekonomi pada petani perempuan, karena berhubungan nyata (p<0,05) negatif dengan aktivitas produktif tak langsung. Artinya petani perempuan memang mempunyai peran yang tidak dapat diabaikan dalam membantu keuangan keluarga. Sehingga aktif mencari informasi pertanian aspek ekonomi. Seperti harga jual sayuran organik terkini, jenis sayuran organik yang diinginkan konsumen, mutu sayuran organik yang memenuhi syarat, mata rantai pemasaran, kemungkinan memperoleh kredit untuk usahatani sayuran organik. Seiring semakin aktifnya petani perempuan mencari informasi aspek ekonomi, menurun pula aktivitas produktif
tak langsung atau aktivitas di rumah tangga. Namun petani
perempuan tidak mengabaikan aktivitas produktif tak langsung tersebut. Informasi aspek penguatan SDM petani berhubungan nyata (p<0,05) negatif dengan aktivitas produktif tak langsung pada petani perempuan Artinya bila perhatian petani perempuan pada informasi aspek penguatan SDM petani meningkat, maka aktivitas produktif tak langsung menjadi menurun. Petani perempuan memang ingin mendapat pelatihan, terutama tentang pengolahan sayuran hasil panen agar dapat dijual. Namun petani perempuan mengakui, penawaran pelatihan jarang ada, lagi pula aktivitas domestik atau produktif tak langsung juga padat. Menurut informan: ”Ingin ikut pelatihan, kalau waktunya sesuai dengan waktu luang sesudah selesai pekerjaan di rumah. Pelatihan di desa sendiri lebih enak, karena dekat. Kalau harus ke desa lain, jauh. Anak bisa ditinggal, ada tetehnya yang jaga. Ingin bisa tambah ilmu, tambah kepinteran. Apalagi kalau yang dibikin bisa ada pasarnya untuk dijual.” Informasi aspek kelembagaan berhubungan nyata (p<0,05) negatif dengan aktivitas domestik pada responden perempuan. Artinya bila responden perempuan meningkat perhatiannya pada informasi aspek kelembagaan seperti kegiatan kelompok, maka aktivitas domestiknya atau aktivitas produktif tak langsung akan menurun. Pada saluran komunikasi kelompok ditemukan ada hubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan aktivitas sosial pada responden laki-laki. Berarti ada keterkaitan
100 antara komunikasi kelompok dengan aktivitas sosial di desa. Aktivitas sosial adalah berkumpul untuk mengikuti pengajian, arisan amal/pembangunan atau bekerja gotong royong. Anggota kelompok arisan amal/pembangunan adalah petani sayuran organik juga, yang mempunyai kelompok arisan amal/pembangunan sebagai bentuk solidaritas sosial sesama warga desa. Responden laki-laki tergolong sering mencari informasi pertanian saat berkumpul di kelompok arisan amal/pembangunan. Pertemuan semacam ini sebenarnya terjadi saat ada pertemuan kelompok tani, karena siapa yang bersedia dapat menyumbangkan uang untuk dikumpulkan dalam kelompok dengan tujuan untuk digunakan saat diperlukan. Misalnya untuk membantu kebutuhan warga desa seperti memperbaiki jalan yang rusak atau membantu warga yang mendapat musibah. Dana yang dikumpulkan juga sukarela misalnya lima ratus rupiah juga tidak masalah. Responden laki-laki mengakui saat berkumpul dapat saling bertukar informasi pertanian. Pada responden laki-laki terdapat hubungan nyata (p<0,05) positif pada kontrol informasi pertanian dengan media massa. Artinya saat pelatihan, responden mendapat media cetak berupa diktat dengan materi tentang pertanian organik. Melalui petunjuk dari diktat tersebut, responden laki-laki dapat mempunyai kontrol terhadap informasi pertanian atau mengambil keputusan untuk kepentingan usahatani. Pada responden perempuan, ada hubungan sangat nyata (p<0,01) positif antara kontrol informasi pertanian dengan mencari informasi melalui saluran kelompok. Responden perempuan dapat memutuskan informasi pertanian yang akan digunakan sesudah mendapat masukan dari sesama temannya. Saluran kelompok yang diakses responden perempuan adalah kelompok pengajian. Sambil berjalan pulang ke rumah masing-masing, sesama responden dapat saling bertukar informasi pertanian. Anggota kelompok pengajian adalah sesama teman petani juga atau keluarga seperti ipar atau menantu. Saluran media massa dengan aktivitas produktif langsung berhubungan nyata (p<0,05) positif pada responden laki-laki. Artinya responden laki-laki dapat mempraktekkan informasi dari diktat pelatihan. Karena menurut informan, informasi tentang cara membuat pupuk alami dari diktat pelatihan, dapat dipraktekkan di lahan.
101 Tabel 30 Hubungan pola pembagian kerja dan relasi gender dengan faktor-faktor komunikasi Peubah
Materi Informasi Lingkungan Produksi Penanganan panen Penanganan pascapanen Ekonomi SDM petani Kelembagaan
Saluran Komunikasi Personal Kelompok Media Mutu Informasi Relevan Mudah dimengerti Mengatasi masalah Menguntung kan Mutu Saluran Komunikasi Dipercaya Kompeten Akrab Daya tarik
Pola pembagian kerja (r s ) Aktivitas Aktivitas Aktivitas produktif produktif tak sosial langsung langsung L P L P L P
Relasi gender (r s ) Akses Kontrol informasi informasi pertanian pertanian L P L P
0,356** 0,523** 0,293*
0,192 0,318** 0,219
-0,081 0,113 -0,055
-0,240 -0,151 -0,203
-0,133 0,117 -0,235
0,050 0,228 0,050
0,188 0,236 0,207
0,013 0,196 0,044
0,436** 0,287* 0,060
0,203 0,165 -0,043
0,217
0,031
-0,004
0,023
-0,032
0,138
0,246*
0,271*
0,271*
0,283*
-0,034 0,130 0,185
-0,111 -0,046 -0,071
-0,208 -0,194 -0,119
-0,311* -0,263* -0,263*
0,171 0,059 0,059
0,178 0,032 0,032
0,207 0,201 0,201
0,141 0,079 0,079
0,196 0,198 0,198
0,109 0,205 0,205
0,054 0,094 0,281*
-0,197 -0,122 0,193
-0,267 -0,203 0,162
-0,011 -0,223 -0,344*
0,173 0,358** 0,110
0,201 0,240 0,096
0,058 0,037 0,189
0,114 0,172 0,206
0,209 0,157 0,256*
0,137 0,386** 0,106
-0,013 0,208
0,028 0,209
-0,176 -0,117
-0,334* -0,104
0,017 0,127
-0,084 0,032
0,190 0,119
0,039 0,004
0,168 0,213
-0,086 0,136
-0,213
0,128
0,001
-0,007
0,059
-0,130
0,025
0,267*
0,221
0,175
0,178
-0,210
-0,173
-0,307*
0,044
0,095
0,101
0,390**
0,300
0,262*
-0,056 0,194 0,344* 0,386**
-0,045 -0,046 -0,137 0,010
-0,017 0,146 -0,004 0,109
-0,094 -0,134 -0,088 -0,169
0,114 -0,123 0,148 0,084
-0,125 0,142 0,033 0,016
0,207 0,104 0,086 0,129
0,094 0,063 0,031 0,087
0,224 0,057 0,070 0,041
-0,016 0,102 0,210 0,329**
Keterangan:**berhubungan sangat nyata pada p<0,01; *berhubungan nyata pada p<0,05; r s : Koefisien korelasi rank Spearman; L=laki-laki; P=perempuan
Saluran media massa berhubungan sangat nyata (p<0,01) negatif dengan aktivitas domestik pada responden perempuan. Artinya saat aktivitas mencari untuk akses pada saluran media meningkat, aktivitas domestik menurun. Ini terjadi pada responden perempuan yang mencari informasi dengan membaca majalah atau koran Sinar Tani. Demikian pula saat menonton televisi tentang informasi pertanian. Meskipun dapat menonton sambil bekerja, bila ingin lebih memperhatikan informasi pertanian melalui televisi, petani perempuan akan berhenti sebentar dari aktivitas domestiknya.
102 Pada responden perempuan, mutu informasi pertanian yang relevan berhubungan sangat nyata (p<0,01) negatif dengan aktivitas domestik. Artinya responden perempuan mempertimbangkan
mutu
informasi
dengan
hati–hati
dan
cermat.
Saat
mempertimbangkan informasi pertanian yang didapat maka aktivitas atau pekerjaan domestik akan menurun, karena konsentrasi pada informasi tersebut. Adapun mutu informasi yang dapat mengatasi masalah berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan akses petani perempuan terhadap informasi pertanian. Petani perempuan aktif mencari untuk akses pada informasi pertanian agar mendapatkan informasi yang mempunyai mutu dapat mengatasi masalah dalam usahatani sayurannya. Petani perempuan yang melakukan aktivitas di lahan untuk memelihara dan merawat sayuran, sangat berkepentingan dengan informasi pertanian tentang bahan-bahan mengendalikan ulat, kepik atau kutu. Mutu informasi pertanian yang menguntungkan berhubungan nyata (p<0,05) negatif dengan aktivitas domestik pada responden perempuan. Artinya aktivitas domestik pada responden perempuan akan menurun pada saat ia aktif mencari informasi pertanian dan mempertimbangkan apakah informasi itu menguntungkan atau tidak bagi usahataninya.
Aktivitas
berhubungan
sangat nyata
menguntungkan
bagi
responden perempuan untuk akses informasi pertanian (p<0,01)
usahatani.
positif
Responden
dengan
informasi
perempuan
aktif
yang
bermutu
mencari
dan
mempertimbangkan dengan hati-hati informasi pertanian yang didapat, untuk mengetahui apakah informasi tersebut mempunyai mutu yang menguntungkan bagi dirinya maupun usahataninya.
Pada
responden
perempuan,
mutu
informasi
pertanian
yang
menguntungkan berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan kontrol informasi pertanian. Artinya bila responden perempuan mendapat informasi pertanian yang menguntungkan maka dapat memutuskan, karena merasa pasti dan yakin bahwa informasi itu tidak merugikan usahataninya. Aktivitas produktif langsung berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan mutu saluran komunikasi yang dinilai akrab oleh responden laki-laki. Berarti responden lakilaki berpendapat saluran atau sumber informasi adalah akrab, karena saat bekerja di lahan dapat berdialog tentang pertanian organik dengan sumber informasi menggunakan bahasa lokal. Pada responden laki-laki, mutu saluran komunikasi dengan daya tarik berhubungan
103 sangat nyata (p<0,01) positif dengan aktivitas produktif langsung.
Artinya responden
laki-laki dengan aktivitas produktif langsung yaitu di lahan, mengikuti saran melalui saluran komunikasi yang mempunyai daya tarik. Misalnya saluran komunikasi media cetak yang menampilkan gambar dan foto menarik yang mendukung penjelasan lisan dari LSM saat pelatihan. Mutu saluran komunikasi yang mempunyai daya tarik, berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan kontrol informasi pada responden perempuan. Artinya mendapatkan
informasi pertanian
dari saluran komunikasi yang menarik membuat
responden perempuan mempunyai kontrol pada informasi tersebut. Responden perempuan dapat memahami informasi pertanian tersebut dengan baik, sehingga dapat mengambil keputusan untuk usahataninya. Daya tarik saluran komunikasi dapat ditemukan melalui gaya bahasa sumber informasi, dapat ditemukan juga pada berbagai media seperti televisi, radio, majalah, koran termasuk internet. Melalui saluran personal akan menarik bila sumber informasi dapat menjelaskan dengan santai dan tidak formal. Melalui televisi akan menarik, karena ada gerak dan visualisasi sehingga dapat tersimpan lama dalam memori pemirsa. Melalui gambar atau foto di media cetak seperti majalah juga dapat tersimpan dalam memori, serta dapat dibaca ulang bila ingin mengetahui lebih lanjut.
Hubungan Faktor-Faktor Komunikasi dengan Penggunaan Informasi Pertanian Hipotesis ketiga penelitian yang diajukan menyatakan: ”Terdapat hubungan signifikan antara faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian.” Analisis dilakukan dengan uji rank Spearman dan diterima pada beberapa indikator berikut. Pada responden laki-laki, informasi aspek lingkungan berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan penggunaan informasi pertanian untuk diri sendiri, berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan mempraktekkan informasi, menggunakan informasi sebagai bahan diskusi dan penggunaan untuk disebarkan. Berarti informasi aspek lingkungan dipergunakan oleh responden laki-laki untuk diri sendiri sebagai pengetahuan
dan
bahan
evaluasi,
untuk
dipraktekkan
di
lahan
sayurannya,
104 mendiskusikannya dengan sesama teman petani, menyebarkan kepada teman, pedagang dan keluarga. Pada responden perempuan informasi aspek lingkungan berhubungan sangat nyata (p<0.01) positif dengan
perilaku menyebarkan. Responden perempuan
senang menyebarkan atau meneruskan informasi pertanian dalam lingkup internal yaitu dengan bercerita kepada keluarga atau teman. Pada responden laki-laki, informasi aspek produksi berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan diri sendiri sebagai pengetahuan, berhubungan nyata (p<0,05) positif sebagai bahan diskusi, misal tentang pembuatan pupuk alami, cara mengendalikan serangga dengan cara alami, berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan perilaku menyebarkan informasi pertanian tersebut. Pada responden perempuan materi aspek produksi berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan perilaku menyebarkan informasi misalnya mengenai dimana mendapatkan bibit sayuran organik, cara menyemai bibit sayuran organik bila ingin menyemai sendiri, jenis sayuran yang laku dipasaran, waktu tanam, atau bahan-bahan untuk membuat pupuk alami maupun membuat pestisida nabati pengendali serangga. Informasi aspek penanganan panen bagi responden laki-laki berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan pengetahuan bagi diri sendiri dan untuk dipraktekkan. Informasi aspek penanganan pascapanen pada responden laki-laki berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan diri sendiri sebagai tambahan pengetahuan dan mempraktekkan, berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan membandingkan karena dapat dipergunakan sebagai pembanding dengan apa yang sudah dilakukan di lahan, sebagai bahan diskusi dan untuk disebarkan. Bagi responden perempuan informasi penanganan pasca panen berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan perilaku membandingkan dari yang sudah dilakukan di lahan, dengan perilaku menyebarkan informasi seperti pengolahan sayuran dan kegunaan air bersih untuk mencuci sayuran. Informasi aspek ekonomi bagi petani laki-laki berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan diri sendiri sebagai tambahan pengetahuan, untuk mempraktekkan di lahan. Misalnya menanam sayuran yang sesuai permintaan konsumen, membawa contoh atau sampel sayuran untuk diperiksa di laboratorium analisis kimia Bogor. Hal ini dilakukan petani, karena konsumen menginginkan sayuran yang sehat, aman dikonsumsi dan mutunya baik. Informasi aspek ekonomi berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif
105 sebagai bahan diskusi dan untuk disebarkan dengan tujuan mengembangkan usahatani. Petani laki-laki senang diskusi dan berargumentasi tentang informasi pertanian. Pada petani perempuan, aspek ekonomi berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan perilaku membandingkan dari apa yang sudah dipraktekkan di lahan sayuran. Mempraktekkan di lahan berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan diskusi dan menyebarkan untuk mengembangkan usahatani sayuran. Informasi aspek penguatan SDM petani pada petani laki-laki berhubungan nyata
(p<0,05) positif dengan diri sendiri sebagai tambahan
pengetahuan, berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan perilaku mendiskusikan berbagai informasi pertanian terutama tentang pelatihan, magang atau studi banding dan perilaku menyebarkan informasi pertanian. Pada petani perempuan, informasi penguatan SDM petani berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan perilaku membandingkan. Artinya petani perempuan membandingkan pelatihan yang ditawarkan kepada petani laki-laki dan tidak ditawarkan kepada petani perempuan. Informasi aspek penguatan SDM petani, pada responden perempuan menjadi bahan diskusi karena berhubungan nyata (p<0,05). Informasi aspek SDM berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan perilaku menyebarkan kepada teman atau keluarga. Artinya apabila ada pelatihan atau magang yang ditawarkan kepada suami, responden perempuan juga mendiskusikan hal tersebut kepada pihak keluarga seperti orang tua atau anak dan sesama teman petani. Informasi aspek kelembagaan pada petani laki-laki berhubungan sangat nyata (p<0,01)
positif
sebagai
pengetahuan
untuk
diri
sendiri,
dengan
perilaku
membandingkan, mendiskusikan dan perilaku menyebarkan informasi. Artinya bagi petani laki-laki informasi aspek kelembagaan seperti kegiatan dalam kelompok dapat bermanfaat bagi dirinya sebagai tambahan pengetahuan. Informasi aspek kelembagaan juga dapat sebagai bahan perbandingan dengan kegiatan yang dilakukan dalam kelompok baik kelompok tani maupun teman-teman petani dari kelompok amal/pembangunan. Informasi yang terkait dengan kelembagaan menjadi bahan diskusi antar petani laki-laki apabila mereka sedang bersama dan diteruskan kepada sesama teman petani maupun keluarga bahkan juga kepada penyuluh dan pihak LSM. Pada responden perempuan aspek
kelembagaan
berhubungan
nyata
(p<0,05)
positif
dengan
perilaku
membandingkan. Ini memperlihatkan pertimbangan responden perempuan juga cermat, karena menggunakan informasi tersebut sebagai pembanding. Disamping itu, ternyata
106 pada responden perempuan informasi aspek kelembagaan berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif sebagai bahan diskusi dan menyebarkan kepada keluarga dan teman. Artinya petani perempuan juga mendikusikan informasi mengenai aspek kelembagaan seperti informasi akan dikukuhkannya KWT. Informasi pertanian yang diperoleh responden laki-laki dari saluran komunikasi personal berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif untuk pengetahuan diri sendiri karena bagi responden laki-laki yang lebih banyak mengikuti pelatihan dan banyak menyerap secara lisan informasi pertanian organik dari materi yang diajarkan,
nampaknya
bermanfaat untuk diri petani sendiri. Informasi pertanian yang diperoleh secara personal berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan perilaku mendiskusikan
dengan
sumber informasi atau sesama teman petani. Petani mengakui senang diskusi tentang informasi pertanian, karena bertani sayuran organik mempunyai banyak manfaat bagi mereka. Responden laki-laki juga menyebarkan informasi yang diperolehnya secara personal, karena ada hubungan sangat nyata (p<0,01) positif. Artinya petani laki-laki pada saat bertemu dengan teman sesama petani atau keluarga, akan menyebarkan atau meneruskan kembali informasi pertanian yang didapat.
Cara menyebarkan juga
bermacam-macam, misalnya secara lisan yaitu sebagai nara sumber di kelompoknya, atau di radio pertanian setempat seperti Radio Informasi Pertanian Ciawi atau radio komunitas Edelweis. Selain itu, saluran personal berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan perilaku membandingkan pada informasi yang sudah diterima sebelumnya dan perilaku mempraktekkan, artinya informasi yang diperoleh baik dari teman maupun dari LSM umumnya dicoba dulu di lahan sayuran oleh responden laki-laki. Bagi responden perempuan, informasi pertanian melalui saluran komunikasi personal dapat dibandingkan dengan apa yang sudah dilakukan di lahan dan menjadi bahan diskusi. Ini terlihat dari hubungan nyata (p<0,05) positif. Pada responden perempuan ada hubungan sangat nyata (p<0,01) positif antara informasi melalui saluran personal dengan perilaku menyebarkan. Artinya responden perempuan yang mendapat informasi pertanian dengan cara personal akan meneruskan kepada keluarga atau teman. Berdasarkan pernyataan informan, ada juga yang menulis cara-cara pengolahan sayuran dan membagi ke sesama ibu-ibu. Adapun informasi pertanian yang diperoleh responden laki-laki dari saluran komunikasi kelompok juga berhubungan sangat nyata (p<0,01)
107 positif dengan perilaku menyebarkan karena melalui pertemuan kelompok tani seorang petani dapat menyebarkan kembali informasi pertanian kepada anggota petani lainnya.
Tabel 31 Hubungan faktor- faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian Untuk sendiri L
Peubah Materi Informasi
diri P
Penggunaan informasi pertanian (r s ) Untuk Untuk Untuk bahan dibandingkan dipraktekkan diskusi L P L P L P
Disebarkan L
P
Lingkungan
0,360**
-0,026
0,316
0,180
0,258*
0,179
0,296*
0,128
0,290*
0,347**
Produksi Penanganan panen Penanganan pascapanen
0,438** 0,260*
0,219 -0,064
0,192 0,093
-0,029 0,050
0,228 0,280*
-0,065 0,013
0,289* 0,099
0,054 -0,012
0,458** 0,164
0,305* 0,088
0,319**
0,055
0,286*
0,314**
0,332**
-0,068
0,293*
0,153
0,342**
0,402**
Ekonomi SDM petani Kelembagaan
0,251* 0,309* 0,370**
0,165 0,167 0,124
0,190 0,159 0,409**
0,295* 0,430** 0,306*
0,282* 0,167 0,194
0,246* 0,190 0,124
0,471** 0,528** 0,445**
0,414** 0,301* 0,359**
0,376** 0,404** 0,403**
0,402** 0,569** 0,394**
Saluran komunikasi Personal Kelompok Media
0,392** 0,141 0,289*
0,064 0,070 0,215
0,282* 0,135 0,349**
0,243* 0,405** -0,082
0,247* -0,002 0,159
0,029 0,144 -0,013
0,633** 0,179 0,208
0,295* 0,408** 0,057
0,506** 0,330** 0,365**
0,348** 0,398** 0,252*
0,289* 0,361**
0,038 0,038
0,208 0,208
0,194 0,194
0,035 0,035
0,095 0,095
0,347** 0,347**
-0,020 -0,020
0,136 0,405**
0,276* 0,051
0,376**
0,271*
0,130
0,090
0,316**
0,108
0,230
0,119
0,280*
0,298*
0,402**
0,147
0,266*
0,093
0,264*
-0,041
0,519**
0,214
0,385**
0,352**
0,285* 0,290* 0,242* 0,241*
0,329** 0,252* 0,091 0,206
0,276* 0,035 0,226 0,211
-0,023 0,080 0,169 0,117
0,172 0,228 0,294* 0,192
-0,185 0,153 0,331** 0,203
0,148 0,107 0,226 0,312*
0,035 0,134 0,192 0,193
0,029 0,371** 0,203 0,312*
0,175 0,300* 0,173 0,299*
Mutu Informasi Relevan Mudah dimengerti Mengatasi masalah Menguntungkan Mutu Saluran komunikasi Dipercaya Kompeten Akrab Daya tarik
Keterangan:**berhubungan sangat nyata pada p<0,01; *berhubungan nyata pada p<0,05; rs = Koefisien korelasi rank Spearman; L=laki-laki; P=perempuan
Pada responden perempuan ada hubungan sangat nyata (<0,01) positif antara saluran kelompok dengan perilaku membandingkan, mendiskusikan dan menyebarkan. Artinya perempuan yang mendapat informasi saat berbincang dengan teman di kelompok pengajian dapat membandingkan dengan yang terjadi di lahannya.
Mendiskusikan
dengan sesama teman petani, saat menuju lahan atau saat pulang kerumah dari lahan. Bagi responden perempuan, informasi pertanian dari kelompok sesama teman perempuan dapat dimanfaatkan untuk disebarkan atau diteruskan kepada keluarga atau teman.
108 Saluran media pada responden laki-laki berhubungan nyata
(p<0,05) positif
dengan diri sendiri. Artinya membaca media cetak yang diperoleh dari pelatihan, mendengarkan radio atau menonton televisi yang menyampaikan informasi pertanian organik membuat responden laki-laki bertambah pengetahuannya. Saluran media berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan perilaku membandingkan dan perilaku menyebarkan. Artinya bagi responden laki-laki yang mendapat informasi pertanian melalui media dapat meneruskan kembali informasi pertanian itu kepada sesama teman atau keluarganya. Pada responden perempuan, informasi pertanian melalui saluran media berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan perilaku menyebarkan kepada keluarga atau teman. Artinya, responden perempuan tidak menyimpan saja informasi pertanian yang didapat dari radio, televisi maupun majalah dalam memorinya, namun meneruskan kembali informasi pertanian tersebut dalam lingkup keluarga dan sesama teman petani. Pada responden laki-laki mutu informasi yang relevan berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan diri sendiri. Artinya sesudah mendapat informasi pertanian kemudian mempertimbangkan secara cermat dan hati-hati, akan menyimpulkan bahwa informasi itu relevan dengan kebiasaannya dalam berusahatani. Pada responden laki-laki, informasi pertanian dengan mutu relevan berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan perilaku mendiskusikan kepada sesama teman petani, keluarga, PPL dan LSM pendamping. Petani laki-laki menyatakan bahwa, tujuan diskusi adalah untuk meyakinkan diri sebelum mempraktekkan informasi tersebut di lahan sayurannya. Responden perempuan yang mengakses informasi pertanian dan berpendapat bahwa, mutu informasi adalah relevan, akan menyebarkan atau meneruskan informasi pertanian tersebut kepada sesama teman petani dan keluarga. Hal ini diperlihatkan dengan adanya hubungan nyata (p<0,05) positif antara mutu informasi yang relevan dengan perilaku menyebarkan informasi pertanian. Bagi responden laki-laki, mutu informasi pertanian yang mudah dimengerti berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan diri sendiri sebagai tambahan pengetahuan, sebagai bahan diskusi dan untuk disebarkan. Bagi responden laki-laki, informasi pertanian dengan mutu dapat mengatasi masalah berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan diri sendiri dan mempraktekkan. Ini terjadi karena informasi pertanian yang dapat mengatasi masalah akan dipraktekkan tanpa keraguan oleh petani.
109 Karena informasi pertanian itu dapat memberi jalan keluar terhadap berbagai hal yang sedang dipertimbangkan, seperti menanam jenis sayuran yang sesuai dengan keinginan konsumen, ke mana memasarkan sayuran organik yang berlebih. Setelah mengetahui solusinya, dapat dipraktekkan. Misalnya menanam jenis sayuran tersebut dan bila panen akan dibawa ke kebun kita organik atau Benny’s Farm. Pada petani laki-laki dan petani perempuan, akses informasi pertanian yang mempunyai mutu dapat mengatasi masalah, berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan kemampuan menyebarkan atau meneruskan informasi pertanian tersebut. Ini terjadi karena petani laki-laki dan perempuan membagi dan mengkomunikasikan kepada sesama teman petani atau keluarga yang juga mempunyai masalah serupa. Adapun informasi pertanian yang bermutu menguntungkan, pada responden laki-laki berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan kebutuhan diri sendiri, untuk bahan diskusi dan disebarkan. Pada responden laki-laki informasi yang menguntungkan berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan perilaku untuk dibandingkan dan dipraktekkan. Artinya responden lakilaki beranggapan informasi adalah menguntungkan bila dapat menggambarkan keuntungan dari hasil menjual sayuran organik, atau menggambarkan biaya yang dikeluarkan dalam satu kali produksi. Sehingga dapat memperkirakan keuntungan yang diperoleh dan akhirnya usahataninya berkembang semakin baik. Hal semacam itu menguntungkan bagi dirinya. Pada responden perempuan, informasi pertanian dengan mutu menguntungkan berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan perilaku menyebarkan, karena responden perempuan bila berhasil mengakses informasi yang dapat menguntungkan usahatani akan menceritakan atau menyebarkan kembali kepada suami atau keluarga. Mutu saluran komunikasi yang dapat dipercaya pada responden laki-laki berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan diri sendiri dan perilaku membandingkan. Artinya mutu saluran komunikasi dapat dipercaya karena menyampaikan hal yang benar, tepat waktu, sesuai dengan kondisi petani. Responden dapat membandingkan informasi yang diakses dari saluran komunikasi itu dengan berbagai pengalaman bertani sayuran organik yang sudah diperoleh maupun pernah dilakukan sebelumnya. Pada responden perempuan, mutu saluran komunikasi yang dapat dipercaya berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan diri sendiri,
perempuan yang dapat mengakses informasi
110 pertanian dari saluran komunikasi yang dapat dipercaya menyatakan informasi itu sangat berguna bagi dirinya karena dapat dipergunakan sebagai bahan evaluasi dan juga dapat menambah pengetahuannya untuk mengembangkan usahatani sayurannya. Pada responden laki-laki, mutu saluran komunikasi yang kompeten berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan diri sendiri dan usahataninya. Artinya informasi pertanian sangat berguna bagi diri petani bila diterima dari nara sumber yang kompeten. Bahkan petani tidak mempertimbangkan terlalu lama, karena yakin dengan keahlian sumber informasi tersebut. Hal ini diungkapkan oleh informan Bapak J: ”Keahlian nara sumber yang menyampaikan informasi pertanian mengenai apa saja kandungan pada jerami dan apa saja kandungan pada kotoran kambing membuat saya tidak ragu karena informasi itu berguna untuk diri saya dan untuk usahatani.” Mendapat informasi pertanian dari saluran komunikasi yang kompeten berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan perilaku menyebarkan informasi tersebut. Hal ini terjadi pada petani laki-laki yang mendapat informasi dari saluran komunikasi personal yang kompetensinya tidak diragukan olehnya. Saat ada pertemuan kelompok, atau berkumpul dengan keluarga, petani laki-laki dapat menyebarkan atau meneruskan kembali informasi pertanian tersebut kepada anggota lain dalam kelompok. Pada responden perempuan, mutu yang kompeten dari saluran komunikasi berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan diri sendiri. Seperti juga responden laki-laki, bagi responden perempuan menerima informasi pertanian dari sumber yang diketahuinya ahli dalam bidang pertanian organik akan berguna bagi dirinya, karena ia
mendapat
tambahan pengetahuan. Kompetensi saluran komunikasi atau sumber informasi berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan perilaku menyebarkan. Hal ini terjadi, karena responden perempuan yang menerima informasi pertanian dari saluran komunikasi yang kompeten, menjadi tidak ragu untuk meneruskan atau membagikan informasi pertanian tersebut kepada keluarga atau teman sesama petani. Mutu saluran komunikasi yang menarik, bagi responden laki-laki berhubungan
nyata (p<0,05) positif dengan diri sendiri. Responden laki-laki mengatakan bahwa informasi pertanian yang diterima dari saluran komunikasi personal yang menarik akan berguna bagi dirinya. Saluran komunikasi personal yang menarik misalnya gaya bicara yang sesuai dengan gaya bicara pendengarnya, cara menjelaskan juga ramah, bersedia
111 menjawab pertanyaan yang diajukan. Mutu saluran komunikasi yang menarik berhubungan nyata (p<0,05) positif sebagai bahan diskusi bagi responden. Artinya informasi pertanian yang diterima melalui saluran komunikasi yang menarik menjadi mudah diingat oleh petani dan akhirnya dapat dijadikan sebagai bahan diskusi dengan sesama teman petani. Responden laki-laki
menyebarkan kembali informasi pertanian
yang diterima dari saluran komunikasi yang mempunyai daya tarik, karena ada hubungan nyata (p<0,05) positif antara daya tarik saluran komunikasi dengan perilaku menyebarkan. Bagi responden perempuan, ada hubungan sangat nyata (p<0,01) positif antara mutu saluran komunikasi yang menarik dengan perilaku menyebarkan. Hal ini terjadi karena responden perempuan yang mendapat informasi pertanian dari saluran komunikasi yang mempunyai daya tarik akan mudah menyimpan informasi tersebut dalam memori dan pada akhirnya berbagi dengan menyebarkan informasi pertanian tersebut kepada keluarga atau sesama teman petani. Hubungan Pola Pembagian Kerja serta Relasi Gender Akses dan Kontrol dengan Penggunaan Informasi Pertanian Hipotesis keempat penelitian yang diajukan menyatakan: Terdapat hubungan signifikan antara pola pembagian kerja serta relasi gender akses dan kontrol dengan penggunaan informasi pertanian. Hubungan dianalisis dengan koefisien korelasi rank Spearman dan diterima pada beberapa indikator yang tertera di Tabel 32 sebagai berikut: Pada responden laki-laki, pola pembagian kerja pada aktivitas produktif langsung berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan perilaku menyebarkan. Laki-laki yang aktif bekerja di lahan dan mempekerjakan buruh di lahannya akan menyebarkan informasi yang didapat kepada buruh taninya. Informasi juga disampaikan kepada istri yang bekerja bersama di lahan, seperti mempersiapkan alat dan bahan untuk membuat pupuk alami, membuat pestisida nabati, saat merawat tanaman atau ngoyos, saat panen dengan memetik atau mencabut sayuran. Bagi responden perempuan, ada hubungan sangat nyata (p<0,01) negatif pada aktivitas domestik dengan diri sendiri. Artinya meningkatnya penggunaan informasi pertanian yang berguna bagi diri sendiri secara bersamaan membuat aktivitas domestik
112 menurun. Konsentrasi pada informasi pertanian secara bersamaan akan membuat aktivitas domestik menurun. Pada perempuan ada hubungan sangat nyata (p<0,01) negatif antara aktivitas domestik dengan perilaku menyebarkan. Artinya secara bersamaan, bila perempuan menyebarkan informasi pertanian yang sudah diakses kepada teman sesama petani, akan membuat aktivitas domestiknya menurun.
Karena saat
menyebarkan atau bercerita mengenai informasi pertanian tersebut, aktivitas domestiknya akan terhenti sesaat.
Misalnya saat responden sedang menjelaskan informasi pertanian
kepada teman, yang dapat terjadi saat sedang berada di lahan, atau sedang mencuci bersama di sumur, akan terhenti sebentar dari pekerjaannya. Sebaliknya pada responden laki-laki, ada hubungan sangat nyata
(p<0,01)
negatif antara aktivitas domestik dengan perilaku membandingkan informasi pertanian. Dari hasil observasi, responden laki-laki memang kadang-kadang membantu pekerjaan istri dirumah seperti membersihkan rumah atau menjaga anak. Namun hal semacam ini akan menurun bila ia sedang membandingkan informasi pertanian yang didapatnya. Bila keinginan membandingkan informasi meningkat dan pergi ke lahan, maka aktivitas domestik untuk membantu istri menurun. Pada responden laki-laki perilaku diskusi berhubungan nyata (p<0,05) negatif dengan aktivitas domestik. Meningkatnya perilaku diskusi tentang informasi pertanian yang sudah diakses menurunkan aktivitas domestik. Tabel 32 Hubungan pola pembagian kerja dan relasi gender dengan penggunaan informasi pertanian Peubah
Penggunaan informasi pertanian (r s ) Untuk sendiri
Pola Pembagian kerja Aktivitas produktif langsung
L
diri P
Untuk dibandingkan L
P
Untuk dipraktekkan
Untuk bahan diskusi
L
P
L
P
Disebarkan L
P
0,109
0,172
0,114
-0,152
0,126
0,142
0,149
-0,238
0,282*
-0,081
Aktivitas domestik Aktivitas sosial Relasi gender Akses
-0,011
-0,333**
-0,372**
-0,032
-0,029
-0,002
-0,273*
-0,050
-0,008
-0,354**
0,124
-0,208
-0,046
0,218
-0,078
-0,029
0,116
0,204
0,171
-0,016
0,193
0,103
0,250*
0,041
0,034
-0,086
0,136
0,198
0,109
0,191
Kontrol
0,233
0,158
0,089
0,305*
0,230
0,187
0,208
0,228
0,272*
0,323**
Keterangan:**berhubungan sangat nyata pada p<0,01; *berhubungan nyata pada p<0,05; r s : Koefisien korelasi rank Spearman; L=laki-laki; P=perempuan
113 Pada responden laki-laki, akses informasi pertanian berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan membandingkan. Artinya laki-laki yang berhasil akses pada informasi akan membandingkan dengan apa yang sudah dilakukan.
Pada responden perempuan
kontrol informasi berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan perilaku membandingkan. Responden perempuan yang mempunyai kontrol berarti dapat memutuskan untuk menggunakan informasi tersebut. Responden perempuan juga individu yang cermat, karena sebelum memutuskan informasi pertanian akan membandingkan dengan apa yang sudah dilakukan. Pada responden perempuan ada hubungan sangat nyata (p<0,01) positif antara kontrol informasi dengan perilaku menyebarkan informasi pertanian. Artinya karena mempunyai kontrol yaitu peluang untuk memutuskan, responden perempuan akan menyebarkan dan meneruskan informasi pertanian tersebut kepada keluarga dan suami. Pada responden laki-laki kontrol informasi berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan perilaku menyebarkan. Artinya dengan mempunyai peluang memutuskan untuk menggunakan informasi pertanian, responden laki-laki akan menyebarkan informasi itu kepada teman atau keluarga. Hubungan Karakteristik Petani dengan Penggunaan Informasi Pertanian Hipotesis kelima yang diajukan menyatakan: Terdapat hubungan signifikan antara karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian. Hubungan dianalisis dengan uji koefisien korelasi rank Spearman (rs) dan diterima pada beberapa indikator berikut.
Tabel 33 Hubungan karakteristik petani dengan penggunaan informasi pertanian Peubah
Penggunaan informasi pertanian (r s ) Untuk sendiri
diri Untuk dibandingkan
Untuk dipraktekkan
Untuk bahan diskusi
Disebarkan
Karakteristik petani Pendidikan
L
P
L
P
L
P
L
P
L
P
0,091
0,065
0,359**
0,228
0,011
0,060
0,304*
0,440**
0,290*
0,557**
Umur
0,129
0,013
-0,014
-0,054
0,289*
0,056
0,021
-0,111
0,044
-0,038
Pengalaman
0,269*
0,149
0,021
-0,097
0,248*
-0,116
0,034
-0,066
0,164
0,028
Luas lahan
0,134
0,172
-0,004
-0,134
0,189
-0,077
0,163
-0,137
0,148
0,221
Jenis sayuran
0,252*
0,150
0,020
-0,072
0,177
0,037
0,172
-0,063
0,105
0,320**
Keterangan: **berhubungan sangat nyata pada p<0,01; *berhubungan nyata pada p<0,05; rs=koefisien korelasi rank Spearman; L=laki-laki; P=perempuan
114 Pada responden laki-laki, tingkat pendidikan berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan kemampuan membandingkan informasi pertanian yang sudah diakses. Artinya,
petani
laki-laki
yang
sudah
mengakses
informasi
pertanian
akan
membandingkan dulu dengan apa yang sudah diketahui sebelumnya. Pemikiran semacam ini dapat dilakukan karena tingkat pendidikan formal yang memadai yaitu dapat baca tulis. Kemampuan baca pada petani dapat memperluas wawasan sehingga mampu mempunyai kontrol informasi pertanian yang masuk dalam memorinya, mempelajari lebih detil sesuai kemampuannya. Pada responden laki-laki, tingkat pendidikan berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan kemampuan memanfaatkan informasi sebagai bahan diskusi. Diskusi dilakukan dengan penyuluh, LSM pendamping, sesama teman petani, keluarga bahkan pedagang. Hal semacam ini dilakukan petani laki-laki untuk meyakinkan diri sebelum mempraktekkan informasi
pertanian yang sudah diakses.
Diskusi atau percakapan dapat dilakukan dimana saja, saat sedang bekerja di lahan, saat melakukan penimbangan sebelum mengkemas sayuran, atau saat mensortir sayuran hasil panen. Seorang informan bercerita dalam tiga bulan terakhir terhitung saat penelitian, pernah berdiskusi dengan PPL tentang cara mengendalikan serangga. ”Saya baru tanam buncis, wortel, daun bawang. Kebetulan Pak PPL datang ketempat saya, saya ajak ke lahan, kemudian bertanya cara mengendalikan serangga. Saya sudah tanam pencegahnya seperti sereh wangi dan bunga cikotok. PPL menyarankan dapat juga menutup tanaman dengan plastik untuk mencegah serangga.” Pada responden laki-laki, tingkat pendidikan berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan perilaku menyebarkan informasi pertanian, artinya menceritakan kembali kepada pihak lain tentang informasi itu. Pada responden perempuan, pendidikan formal berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan diskusi. Artinya perempuan dengan pendidikan yang memadai saat mendapat informasi pertanian tidak menyimpan saja informasi itu dalam memorinya, tetapi mendiskusikan dengan suami, keluarga atau pun teman sesama petani. Tujuan diskusi adalah untuk mencari lagi informasi dan klarifikasi berbagai hal yang belum pasti. Pendidikan bagi responden perempuan berhubungan sangat nyata (p<0,01) positif dengan perilaku menyebarkan informasi pertanian. Menyebarkan informasi pertanian artinya menyampaikan atau meneruskan kembali apa yang sudah diketahui kepada keluarga atau teman sesama petani. Berbagai hal dapat dilakukan untuk menyebarkan informasi, misalnya dengan menceritakan kembali secara
115 lisan kepada teman atau keluarga maupun tetangga, menuliskan kembali dan membagikan kepada sesama teman petani. Umur pada responden laki-laki berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan mempraktekkan informasi pertanian.
Jumlah umur dalam tahun pada responden
umumnya membuat individu petani selektif terhadap informasi pertanian yang sudah di aksesnya, misal dengan mempraktekkan atau mencoba dulu informasi pertanian yang didapatnya. Pada responden laki-laki, pengalaman berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan diri sendiri. Pengalaman bertani organik dan mendapatkan berbagai informasi pertanian organik sangat berguna bagi diri sendiri. Pengalaman saat waktu kecil membantu orang tua, mengikuti pelatihan, diskusi dengan LSM atau PPL, bertukar informasi dengan sesama teman petani atau pedagang, diskusi dengan pasangan kerja di lahan, semua berguna bagi diri petani.
Pengalaman berhubungan nyata (p<0,05) positif dengan
mempraktekkan informasi yang diakses. Pengalaman membuat petani laki-laki berhatihati, karena keinginan bertani organik adalah kesadaran mereka sendiri. Pada petani lakilaki, informasi tentang jenis sayuran yang di tanam berhubungan nyata positif (p<0,05) dengan pengetahuan diri sendiri. Adapun pada petani perempuan, jenis sayuran organik yang ditanam berhubungan sangat nyata positif (p<0,01) dengan menyebarkan atau meneruskan informasi tersebut kepada keluarga atau teman sesama petani. Strategi Komunikasi Informasi Pertanian Berbasis Gender Tujuan ketiga penelitian ini yaitu merancang alternatif strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender, untuk kepentingan petani sayuran organik lakilaki dan petani perempuan. Strategi dirancang berdasarkan hasil analisis perilaku komunikasi petani sayuran organik laki-laki dan perempuan, pola pembagian kerja di lahan, di rumah tangga dan di lingkup sekitar, akses dan kontrol informasi, perilaku menseleksi dan memproses informasi dan penggunaan informasi pertanian termasuk opini dari aparat Dinas Pertanian, penyuluh, LSM pendamping dan ketua kelompok tani. Untuk memudahkan maka rancangan strategi komunikasi informasi petanian berbasis gender menggunakan analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats (SWOT). Analisis SWOT dilanjutkan dengan penyusunan skala prioritas untuk mencapai tujuan
116 alternatif komunikasi informasi pertanian berbasis gender yang sesuai dengan kondisi dan potensi yang ada pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan di lokasi penelitian. Keempat unsur dalam SWOT dipergunakan untuk menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada. Selanjutnya analisis yang dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan disebut faktor internal strategis (IFAS).
Analisis
untuk mengetahui peluang dan ancaman atau tantangan disebut sebagai faktor eksternal strategis (EFAS). Faktor internal strategis petani sayuran organik laki-laki dan perempuan terdiri dari kekuatan (Strengths) dan kelemahan (Weaknesses). Kekuatan (Strengths) Karakteristik petani sayuran organik laki-laki dan perempuan antara lain dilihat dari tingkat pendidikannya, dimana petani laki-laki dan perempuan mempunyai kemampuan membaca dan menulis. Bertani alami yang dilakukan adalah keinginan petani sendiri, sehingga pada awalnya petani mempunyai kemauan mencari informasi pertanian untuk dapat mengelola usahataninya. Pola pembagian kerja di lahan merupakan perbedaan peran dan tanggung jawab pada petani laki-laki dan perempuan. Pekerjaan di lahan adalah tempat petani laki-laki dan perempuan mempraktekkan kemampuan yang dimiliki dalam bertani alami. Mempraktekkan kearifan lokal yang dimiliki seperti cara menyuburkan tanah dan mengendalikan ulat, kepik atau kutu yang dilakukan berdasarkan pengalaman dari orang tua atau hasil diskusi dengan sesama teman petani. Relasi gender pada akses informasi pertanian merupakan aktivitas komunikasi mencari informasi pertanian. Perilaku akses terhadap informasi pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan umumnya aktif dan petani laki-laki juga tidak menghalangi petani perempuan untuk mencari informasi. Petani memang membutuhkan informasi untuk usahataninya serta mencari sesuai aktivitas produktif langsung masingmasing di lahan. Relasi gender pada kontrol informasi pertanian sesuai rataan skor memperlihatkan bahwa, petani perempuan juga mempunyai wewenang memutuskan informasi yang akan dipergunakan, meskipun sebelumnya akan mendiskusikan dengan suami atau keluarga karena senang koordinasi.
117 Materi informasi pertanian yang ada akan diseleksi sebelum dipergunakan atau dimanfaatkan sesuai kebutuhan oleh petani laki-laki dan perempuan. Informasi yang diterima atau berhasil diakses, adakalanya tidak sesuai dengan kebiasaan yang dilakukan. Namun petani laki-laki dan petani perempuan tergolong cermat dan hati-hati, karena dapat mengemukakan pendapatnya bila ada informasi pertanian yang belum sepenuhnya sesuai harapan.
Petani laki-laki dan petani perempuan mampu
berkomunikasi dengan sesama teman petani untuk berbagi informasi pertanian maupun saling mengemukakan masalah. Petani baik laki-laki maupun perempuan secara terus menerus menseleksi dan mengkombinasikan berbagai informasi pertanian yang diperolehnya dari berbagai saluran komunikasi maupun sumber informasi. Petani mengemukakan bahwa, lebih senang dengan informasi pertanian yang menjelaskan tentang cara mempraktekkan sesuatu beserta contohnya dan kurang senang kalau hanya menerima teori saja. Petani juga menginginkan dapat menerima informasi pertanian yang lengkap dan utuh, tidak terputus-putus. Kelembagaan yang ada di lokasi membuktikan bahwa, kelompok tani sudah berfungsi terutama pada petani laki-laki. Saluran komunikasi yang dominan diakses adalah saluran personal. Adapun ketersediaan media cetak sesuai kebutuhan dan minat petani masih minim. Saluran radio dengan siaran informasi pertanian yang tersedia dan dapat diakses petani antara lain Radio Informasi Pertanian Ciawi dan Radio Komunitas Edelweis. Petani perempuan lebih mempunyai kesempatan mengakses informasi pertanian melalui televisi, karena petani laki-laki lebih sibuk di lahan. Saluran komunikasi dan sumber informasi yang tersedia adalah penyuluh pertanian lapangan, LSM yang bersedia memberikan pelatihan pertanian organik pada petani, media massa seperti radio komunitas dan radio lokal, beberapa media cetak pertanian seperti majalah Trubus, koran Sinar Tani. Di BPP Pacet dan Ciawi juga tersedia beberapa media cetak untuk bahan bacaan penyuluh dan petani. Petani sayuran organik laki-laki dan perempuan tergolong cermat dalam mempertimbangkan materi informasi yang sudah diakses. Hal ini terjadi karena informasi tersebut memang dibutuhkan dan diseleksi oleh petani. Petani laki-laki dan petani perempuan mengemukakan bahwa, saat berinteraksi dengan saluran media maupun sumber informasi seringkali memperhatikan dan dapat terpengaruh oleh isyarat-isyarat dari saluran komunikasi tersebut. Misalnya bahasa lokal yang digunakan sumber
118 informasi atau bahasa lokal yang digunakan oleh penyiar radio merupakan salah satu isyarat komunikasi dan membuat petani laki-laki serta petani perempuan merasa akrab dengan saluran komunikasi maupun sumber informasi tersebut. Keahlian dan kemampuan atau kompetensi sumber informasi membuat petani tidak ragu mengikuti saran yang dianjurkan. Gambar atau foto yang menarik tentang sayuran organik di majalah merupakan daya tarik tersendiri bagi petani. Meskipun hal ini tergolong jarang diakses atau didapatkan oleh petani. Hal ini memperlihatkan bahwa kemasan informasi sebagai
elemen
pesan
dalam
strategi
komunikasi
informasi
pertanian
perlu
memperhatikan selera dan minat petani laki-laki maupun petani perempuan. Misalnya petani perempuan senang diskusi atau dialog dengan keluarga, karena senang dengan keakraban dan suasana nyaman saat berinteraksi. Artinya apabila mengkemas pesan yang memuat informasi pertanian melalui radio atau televisi dengan sasaran petani perempuan, dapat menggunakan format diskusi antar teman atau antar keluarga dengan nuansa akrab dan santai. Sementara petani laki-laki ternyata senang dengan media cetak seperti yang mereka peroleh saat pelatihan. Artinya kemasan pesan yang memuat informasi pertanian dalam bentuk tercetak dengan gambar, foto serta warna menarik dapat diterpakan kepada petani laki-laki. Adapun penggunaan informasi pertanian dilakukan petani dengan berbagai cara sesuai kemampuan. Misalnya kemampuan menganalisis dan mengevaluasi dilakukan petani untuk memanfaatkan informasi sebagai kepentingan untuk dirinya. Kemampuan menerapkan teknologi dimanfaatkan petani untuk mempraktekkan dan membandingkan informasi yang diperolehnya. Kemampuan dalam berkomunikasi dimanfaatkan petani untuk mendiskusikan dan menyebarkan informasi pertanian tersebut.
Kelemahan (Weaknesses). Melalui pernyataan petani, dapat diketahui bahwa petani sayuran organik belum memiliki sertifikat produk sendiri. Alasannya karena biaya yang mahal dan prosedur yang tidak mudah. Meskipun demikian, petani juga memeriksakan sayurannya secara berkala di Bogor. Memang tidak semua petani melakukan hal tersebut, karena ada juga petani yang tidak memeriksakan sayuran organiknya. Namun petani tetap bertani alami dan berhubungan dengan konsumen berdasarkan kepercayaan. Konsumen percaya karena
119 ada perbedaan rasa antara sayuran konvensional dengan sayuran organik. Produksi petani sayuran organik umumnya masih terbatas, sehingga banyak petani yang menyalurkan hasil panennya ke pengusaha sayuran organik yang lebih besar. Pengusaha itu nantinya yang akan menyalurkan ke supermarket. Petani di lokasi penelitian bermitra dengan Kebun Kita Organik, Beny’s Farm, Amani, Karang Widya the learning farm dan Pronik. Petani laki-laki tergolong dominan menentukan atau mempunyai kontrol terhadap infomasi pertanian. Meskipun petani perempuan juga dapat menentukan, mereka lebih memilih untuk diskusi dengan suami atau keluarga sebelum memutuskan informasi pertanian yang akan digunakan. Menurut pengakuan petani laki-laki dan perempuan, materi informasi yang tersedia belum sepenuhnya sesuai yang diharapkan, meskipun yang diakses umumnya dicari yang relevan. Petani perempuan menemukan bahwa, pelatihan pertanian organik belum ditawarkan kepada mereka selama tiga bulan terhitung saat penelitian. Artinya ada masalah komunikasi karena salah satu gender merasa terabaikan berhubung ketersediaan informasi pertanian belum sepenuhnya sesuai dengan yang diinginkan. Petani perempuan juga menginginkan untuk mendapat pelatihan pertanian organik, terutama bila diadakan di desa tempat tinggal dan sesuai dengan waktu luang mereka. Petani laki-laki dan perempuan menginginkan adanya pelatihan pengolahan pascapanen. Berdasarkan pengakuan informan, informasi aspek ekonomi juga selalu dibutuhkan termasuk harga sayuran organik yang diharapkan dapat dijelaskan dengan kontinyu. Adakalanya informasi pertanian yang ada dirasakan oleh petani sebagai informasi pertanian yang belum lengkap dan tidak utuh atau terputus-putus. Informasi yang diterima tidak selalu menyertakan cara mengatasi, apabila petani menghadapi kendala saat berusahatani sayuran. Misalnya pencegahan dengan cara alami bila ada kutu atau ulat yang menyerang sayuran. Petani menginginkan adanya informasi aspek pemasaran karena akses pasar sayuran organik pada petani masih lemah. Aspek kelembagaan yaitu kelompok wanita tani pada petani perempuan belum sepenuhnya dapat berfungsi, karena kelompok wanita tani belum terlalu aktif. Saluran komunikasi sudah tersedia, namun belum dimanfaatkan untuk sosialisasi pertanian organik dengan optimal. Ketersediaan media cetak di kantor BPP hanya sebagai konsumsi penyuluh. Petani jarang berkunjung ke kantor tersebut untuk membaca atau
120 diskusi dengan penyuluh. Penyuluh mengungkapkan bahwa petani belum menganggap BPP sebagai rumah petani, karena lokasinya termasuk jauh dari kediaman petani. Adapun stasiun radio komunitas menyediakan beberapa buku, surat kabar dan majalah untuk bahan bacaan petani. Namun jumlahnya tidak banyak dan merupakan buku terbitan lama. Mengusahakan adanya sumber informasi yang kompeten sebagai nara sumber di radio komunitas maupun radio lokal akan sangat membantu. Mengusahakan terjadinya diskusi maupun dialog antar petani laki-laki dan perempuan dengan nara sumber yang disiarkan melalui radio pada jam siar sesuai waktu luang petani dan keluarga, merupakan salah satu alternatif untuk membahas informasi pertanian bersama-sama. Meningkatkan berlangsungnya dialog dan diskusi yang kontinyu antara pihak sumber informasi dan petani, dapat mengungkapkan informasi pertanian yang dibutuhkan petani laki-laki dan perempuan. Umpan balik dari petani perlu diperhatikan dan mendapat tindak lanjut dari penyuluh, LSM maupun pihak Dinas Pertanian, agar informasi pertanian dapat sesuai dengan kebutuhan petani. Dari uraian diatas, berikut disajikan kondisi internal dari kekuatan dan kelemahan petani pada Tabel 34.
121 Tabel 34 Rating, bobot, skor dari faktor internal kekuatan dan kelemahan petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani sayuran organik Faktor Internal
Rating
Bobot
Bobot Skor
Kekuatan (Strengths): 1.Petani laki-laki dan perempuan aktif mencari informasi pertanian untuk usahatani sayuran organik. 2.Petani laki-laki dan perempuan kritis menilai jenis dan mutu informasi, saluran komunikasi 3.Saluran komunikasi di lokasi (PPL, LSM, radio komunitas, petani berpengalaman) tersedia. 4.Petani mempunyai kearifan lokal. 5.Petani mampu baca tulis. 6.Petani mempunyai motivasi bertani organik
3
0,083
4
0,084
3
0,083
4
0,084
0,336
3
0,083
0,249
3
0,083
0,249
Total skor Strengths Kelemahan (Weaknesses) 1.Sosialisasi informasi pertanian organik melalui saluran komunikasi belum optimal 2.Informasi pertanian yang diakses belum sepenuhnya sesuai harapan petani (jenis dan mutu informasi mutu saluran komunikasi) 3.Monitoring dan evaluasi umpan balik informasi dari petani laki-laki dan perempuan masih lemah. 4.Petani belum memiliki sertifikasi produk sendiri. 5.Akses petani pada pasar sayuran organik masih lemah. 6.SDM petani untuk ketrampilan pengolahan pascapanen masih lemah
Total skor Weaknesses Total Internal Selisih Internal (S-W)
0,249
0,336
0,249
0,500
1,668
2
0,084
0,168
2
0,083
0,166
2
0,084
0,168
2
0,083
0,166
2
0,083
0,166
2
0,083
0,166
0,500 1
1,000 2,668 0,668
122 Evaluasi lingkungan (faktor eksternal) dilakukan untuk mengetahui berbagai kemungkinan peluang dan ancaman dalam komunikasi informasi pertanian
yang
ditujukan kepada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan. Peluang (Opportunities). Kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat dan permintaan sayuran segar tanpa kandungan kimia dari konsumen, didukung promosi go organic mengindikasikan bahwa daerah pemasaran sayuran organik masih luas. Hasil analisis penelitian memperlihatkan bahwa, petani perempuan yang aktif di lahan dapat memperoleh banyak pengetahuan dan mempunyai tanggung jawab pada perawatan sayuran dan penyemaian bibit sayuran organik. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri dan kemampuan mengambil keputusan dalam penggunaan informasi pertanian. Petani perempuan mempunyai kemampuan berkomunikasi
secara verbal dan diskusi dengan teman, keluarga atau
suami, meskipun aktivitas komunikasi tersebut masih terjadi dalam lingkup internal.
Ancaman (Threats). Dalam berusahatani sayuran, kendala selalu dapat terjadi seperti tanaman yang rusak karena serangan penyakit maupun bencana atau iklim yang tidak sesuai. Disamping itu, ketidak setaraan dalam memberikan pelatihan kepada petani juga merupakan ancaman, karena petani perempuan menjadi kurang memahami tentang dinamika kelompok, teknik pertanian organik termasuk mengolah sayuran segar, kontrol kualitas dan pemasaran. Komunikasi informasi pertanian yang tidak lengkap atau terputus merupakan ancaman bagi petani, karena keinginan petani untuk mengetahui hal yang dibutuhkan menjadi terhambat. Keterbatasan modal menurut petani juga merupakan kendala dan dapat menjadi ancaman bagi berlangsungnya usahatani sayuran organik. Dari uraian diatas berikut ini adalah faktor eksternal dari peluang dan ancaman yang dapat dilihat pada Tabel 35.
123 Tabel 35 Rating, bobot, skor dari faktor eksternal peluang dan ancaman petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani sayuran organik Faktor eksternal
Rating
Bobot
Bobot skor
Peluang 1. Daerah pemasaran sayuran organik masih luas. 2. Kebijakan pemerintah tentang go organic 2010 3. Komitmen pemerintah terhadap kesetaraan gender 4. Pertanian organik mempunyai banyak peluang untuk promosi kesetaraan gender. 5.Perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung ”back to nature” untuk meningkatkan pola hidup sehat.
4
0,100
0,400
4
0,100
0,400
3
0,100
0,300
3
0,100
0,300
3
0,100
0,300
Total skor Opportunity
0,500
1,700
Ancaman 1.Bencana alam merusak tanaman sayuran 2.Meningkatnya jenis hama dan penyakit pada sayuran 3.Kesenjangan akses pelatihan antar gender 4.Informasi pemasaran belum lengkap tahapannya 5.Keterbatasan dana
Total skor Threats Total eksternal Total skor Selisih eksternal (O-T)
.
1
0,100
0,100
2
0,100
0,200
2
0,100
0,200
2
0,100
0,200
1
0,100
0,100
0,500 1
0,800 2,500 0,900
124 Dari Tabel 34 dan 35 diatas, posisi internal dan eksternal komunikasi informasi pertanian pada petani laki-laki dan perempuan dengan usahatani sayuran organik berada dalam kuadran 1 (SO) yang dapat dilihat pada Gambar 5 berikut. Berbagai Peluang Posisi strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender (0,900; 0,668) Kuadran III
Kuadran I
Kelemahan Internal
Kekuatan Internal
Kuadran IV
Kuadran II
Berbagai Ancaman
Gambar 5 Diagram analisis SWOT posisi strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender. Posisi yang berada di kuadran satu merupakan situasi yang menguntungkan dalam merancang strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender dan dikenal dengan mendukung strategi agresif. Situasi yang ada ini memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan kekuatan internal dan peluang yang ada tersebut. Keseluruhan strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender terbagi atas strategi Strenghts-Opportunities (SO), Weaknesses-Opportunities (WO), StrenghtsThreats (ST) dan Weaknesses-Threats (WT). Keseluruhan rancangan strategi ini dapat dilihat pada Matriks IFAS dan EFAS pada Tabel 36
berikut. Berdasarkan posisi pada
kuadarn I, maka strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender yang dirancang terdiri dari gabungan strengths dan opportunies (SO).
125 Tabel 36 Matriks IFAS dan EFAS Internal
Eksternal PELUANG (O) 1.Daerah pemasaran sayuran organik masih luas. 2.Kebijakan pemerintah tentang go organic. 3.Komitmen pemerintah terhadap kesetaraan gender. 4.Pertanian organik berpeluang untuk promosi kesetaraan gender. 5.Gaya hdp masyarakat yang cenderung back to nature.
ANCAMAN (T) 1.Bencana alam merusak tanaman sayuran. 2.Meningkatnya jenis hama dan penyakit tanaman sayuran. 3.Informasi pertanian yang disampaikan belum lengkap. 4.Keterbatasan modal. 5.Kesenjangan pelatihan antara petani laki-laki dan petani perempuan.
KEKUATAN (S) 1.Petani laki-laki dan perempuan aktif mencari informasi. 2.Petani laki-laki dan perempuan kritis terhadap informasi. 3.Saluran komunikasi di lokasi tersedia (PPL,LSM, Radio komunitas, media cetak, TV). 4.Mempunyai kearifan lokal. 5.Petani mampu baca tulis. 6. Motivasi bertani organik. SO 1.Meningkatkan fungsi saluran komunikasi untuk promosi kesetaraan gender informasi pertanian (S 3, O 3, O4) 2. Memanfaatkan saluran komunikasi untuk informasi pemasaran sayuran organik (S 1 & 0 1 ). 3.Ketersediaan dan kemasan informasi pertanian sesuai minat petani (S 1 ,S 2 ,S 5 ,S 6 &O 4 ). 4. Meningkatkan kelengkapan sarana komunikasi untuk mendukung go organic. (S 3 & O 2 ,O 4 ,O 5 ). 5. Memanfaatkan saluran komunikasi dua arah untuk promosi kesetaraan gender dan pelatihan pertanian organik untuk petani laki-laki dan perempuan (S 2 ,S 3 ,S 5 ,S 6 & O 4 ). ST 1.Komunikasi informasi pertanian yang relevan dengan kebutuhan, kemampuan dan kebiasaan petani laki-laki dan perempuan (S 1 ,S 2 ,S 3 ,S 4 ,S 5 ,S 6 & T 1 ,T 2 ,T 4 ). 2.Memberikan pelatihan pertanian organik kepada petani perempuan untuk mengatasi kesenjangan gender (S 1 ,S 5 ,S 6 & T 3 ).
KELEMAHAN (W) 1.Sosialisasi informasi pertanian organik belum optimal. 2.Informasi belum sepenuhnya sesuai harapan petani. 3.Monev pada umpan balik informasi pertanian lemah. 4.Belum memiliki sertifikasi. 5.Akses petani terhadap pasar sayuran organik masih lemah. 6.SDM petani untuk pengolahan pascapanen masih lemah. WO 1.Memperhatikan umpan balik petani dalam menyusun program informasi (W 3 & O 3 ). 2.Mengoptimalkan sosialisasi pertanian organik melalui saluran komunikasi untuk promosi go organic. (W 1 & O 2 ). 3.Riset pasar untuk memantau perkembangan harga sayuran organik dan menginformasikan secara berkala kepada petani melalui saluran komunikasi yang ada di lokasi (W 2 ,W 3 & O 1 ). 4.Pelatihan untuk petani laki-laki dan perempuan tentang kualitas sayuran segar dan olahan, untuk mendukung pola hidup sehat masyarakat (O 5 & W 6 ).
WT 1.Memberikan informasi tahapan pemasaran (W 1 ,W 2 ,W 5 & T 4 ). 2.Memperhatikan kebutuhan informasi petani L & P untuk mengatasi kesenjangan gender (W 3 & T 5 ). 3.Kerjasama antara pihak Dinas Pertanian, LSM, untuk pelatihan ketrampilan petani pada pengolahan pascapanen (W 6 & T 3 ). 4.Mempertahankan kerjasama antara petani dengan Dinas Pertanian, LSM setempat (W 1 ,W 2 & T 1 ,T 2 ).
126 5.Mengusahakan sertifikasi organik dan bantuan dana untuk petani sayuran organik (W 4, T 5 ).
Tujuan akhir penelitian adalah merancang strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender untuk petani sayuran organik laki-laki dan perempuan di lokasi penelitian. Rancangan strategi terpilih adalah gabungan strengths (kekuatan) dan opportunities (peluang) yang terdiri dari beberapa alternatif yaitu: 1. Memanfaatkan berbagai saluran komunikasi yang ada untuk promosi kesetaraan gender. 2. Memanfaatkan berbagai saluran komunikasi untuk informasi aspek pemasaran sayuran organik kepada petani laki- laki dan petani perempuan 3.Menyediakan informasi pertanian dengan kemasan sesuai kebutuhan dan minat petani laki-laki dan petani perempuan melalui berbagai saluran komunikasi. 4.Meningkatkan kelengkapan
saluran komunikasi untuk mendukung promosi go
organic. 5.Memanfaatkan saluran komunikasi yang ada dengan fasilitas komunikasi dua arah untuk pelatihan pertanian organik dan promosi kesetaraan gender kepada petani laki-laki dan petani perempuan yang berusahatani sayuran organik. Dari beberapa alternatif diatas, untuk memperoleh prioritas strategi dilakukan kombinasi analisis SWOT dengan analisis AHP.
Melalui diskusi dengan tokoh
masyarakat yang juga ketua kelompok tani baik laki-laki dan perempuan, aparat Dinas Pertanian laki-laki dan perempuan, PPL laki-laki dan perempuan yang mempunyai wilayah kerja di lokasi penelitian dan pihak LSM yang berpartisipasi memberikan pelatihan kepada petani. Berdasarkan diskusi dengan aparat Dinas Pertanian, PPL, LSM dan ketua kelompok tani ternyata masih memerlukan beberapa hal untuk mewujudkan strategi komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender. Faktor penentu tersebut adalah dana penunjang, sarana komunikasi, sumberdaya manusia dan kebijakan.
127 Tingkat pertama atau puncak hirarki, adalah cara untuk mencapai tujuan yaitu strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender. Cara tersebut juga mempertimbangkan unsur persuasi. Artinya, strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender adalah cara untuk mendiseminasikan informasi pertanian melalui berbagai saluran komunikasi yang sesuai dengan kemampuan kognitif, kebutuhan, minat dan selera dari petani sayuran organik laki-laki dan perempuan.
Tingkat kedua adalah, faktor apa saja yang dibutuhkan untuk dapat mewujudkan komunikasi informasi pertanian yang berbasis gender di puncak hirarki tersebut. Melalui hasil diskusi dengan responden, ternyata masih diperlukan faktor-faktor berupa (1) faktor dana penunjang, (2) faktor sarana komunikasi untuk melengkapi saluran komunikasi yang sudah tersedia, (3) faktor sumberdaya manusia untuk melaksanakan sosialisasi informasi pertanian berbasis gender termasuk dalam hal ini menyediakan sumber informasi dan juga pemilihan saluran komunikasi yang kompeten dan mempunyai daya tarik, kemasan pesan yang sesuai kemampuan kognitif penerima dan (4) faktor kebijakan untuk menyusun program informasi pertanian berbasis gender. Melalui analisis AHP, urutan faktor yang dibutuhkan adalah dana penunjang, sarana komunikasi, sumberdaya manusia, kebijakan. Tingkat ketiga adalah peringkat dari prioritas strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender yang dibutuhkan petani laki-laki dan perempuan. Untuk mewujudkan strategi ini, dibutuhkan keempat faktor tersebut diatas. Strategi dari hasil analisis SWOT berada pada kuadran S-O. Melalui kombinasi dengan faktor–faktor yang dibutuhkan maka urutan peringkat bagi strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender untuk kepentingan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan, dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Peringkat strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender melalui analisis AHP Peringkat 1
2
Strategi Memanfaatkan saluran komunikasi yang ada dengan fasilitas komunikasi dua arah untuk pelatihan pertanian organik dan promosi kesetaraan gender kepada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan. Memanfaatkan berbagai saluran komunikasi untuk
Nilai prioritas 0,208
0,206
128
3 4
5
informasi aspek pemasaran sayuran organik kepada petani laki-laki dan perempuan Meningkatkan kelengkapan saluran komunikasi untuk mendukung promosi go organic Memanfaatkan berbagai saluran komunikasi yang ada untuk promosi kesetaraan gender kepada petani laki-laki dan petani perempuan. Menyediakan informasi pertanian dengan kemasan sesuai kebutuhan dan minat petani laki-laki dan perempuan melalui berbagai saluran komunikasi.
0,200 0,195
0,191
Bentuk hirarki mencapai strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender terlihat di Gambar 6.
Tingkat I : Tujuan
Strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender
(0,267)
Tingkat II : Faktor
Dana
(0,267)
Sarana Komunikasi
(0,250)
SDM
(0,217)
Kebijakan
Tingkat III: Prioritas
(0,208) Memanfaatkan saluran komunikasi yang ada dengan fasilitas komunikasi dua arah untuk pelatihan pertanian organik dan promosi Untuk me kesetaraan gender kepada petani sayuran organik
(0,206)
(0,200)
(0,195)
Memanfaatkan berbagai saluran komunikasi untuk informasi aspek pemasaran sayuran organik kepada petani laki-laki dan perempuan
Meningkatkan kelengkapan saluran komunikasi untuk mendukung promosi go organic
Memanfaatkan berbagai saluran komunikasi yang ada untuk promosi kesetaraan gender kepada petani laki-laki dan petani perempuan.
(0,191) Menyediakan informasi pertanian dengan kemasan sesuai kebutuhan dan minat petani laki-laki dan perempuan melalui saluran komunikasi
Gambar 6. Diagram analisis berjenjang strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender Untuk mencapai tujuan yaitu strategi informasi pertanian berbasis gender bagi petani laki-laki dan perempuan yang berusahatani sayuran organik diperlukan dana, sarana komunikasi, sumberdaya manusia dan kebijakan.
129 Artinya diperlukan dana untuk mempersiapkan media cetak dalam kemasan yang sesuai minat petani, diperlukan juga persiapan naskah untuk media audio secara regular dengan materi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan petani. Untuk pemasaran diperlukan ketersediaan informasi pertanian secara regular mengenai harga jual dari setiap jenis sayuran organik. Sarana komunikasi diperlukan, meskipun sederhana misalnya kaset untuk rekaman bila melakukan wawancara dengan nara sumber diluar studio. Kedua kecamatan mempunyai saluran komunikasi lokal yang dapat dimanfaatkan untuk komunikasi dua arah yaitu stasiun radio yang sangat menunjang kebutuhan ini, yaitu adanya radio komunitas Edelweis di Kecamatan Pacet dan radio lokal Radio Informasi Pertanian di Ciawi. Perlu ada sumberdaya manusia misalnya penyuluh dan ketua kelompok tani atau penyuluh swadaya laki-laki maupun perempuan yang dapat menggali informasi pertanian sesuai kebutuhan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan, untuk kemudian menyiarkan melalui radio tersebut dan mengadakan diskusi. Memanfaatkan setiap saluran komunikasi untuk dapat menjadi dua arah yaitu dengan mengadakan diskusi sesudah mendengarkan atau membaca informasi pertanian,
sehingga komunikasi personal
mengenai informasi pertanian tetap terjaga. Sumberdaya manusia dibutuhkan, antara lain untuk monitoring dan mengevaluasi umpan balik informasi pertanian. Sumberdaya manusia untuk melakukan wawancara kepada nara sumber, melakukan survei untuk mengetahui harga sayuran organik dibutuhkan, sehingga petani dapat menjual sayurannya yang berlebih tanpa terlalu dirugikan. Sumberdaya manusia seperti penyuluh, LSM, termasuk ketua kelompok tani yang dapat memberikan pelatihan kepada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan sangat dibutuhkan. Faktor kebijakan dibutuhkan untuk membuat program yang dapat dilaksanakan secara kontinyu. Program yang dibuat berdasarkan kebutuhan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan serta mengikut sertakan mereka dalam memonitor dan melakukan evaluasi terhadap informasi pertanian. Hasil analisis SWOT dan AHP menghasilkan prioritas strategi yang dapat direkomendasikan untuk kepentingan petani sayuran organik laki-laki dan perempuan.
130 Melalui analisis AHP prioritas strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender berdasarkan peringkat adalah: 1 Memanfaatkan saluran komunikasi yang ada dengan fasilitas komunikasi dua arah untuk pelatihan pertanian organik dan promosi kesetaraan gender kepada petani laki-laki dan petani perempuan yang berusahatani sayuran organik.
2 Memanfaatkan berbagai saluran komunikasi untuk informasi aspek pemasaran sayuran organik kepada petani laki- laki dan petani perempuan 3 Meningkatkan kelengkapan
saluran komunikasi untuk mendukung promosi go
organic. 4 Memanfaatkan berbagai saluran komunikasi yang ada untuk promosi kesetaraan gender. 5 Menyediakan informasi pertanian dengan kemasan sesuai kebutuhan dan minat petani laki-laki dan petani perempuan melalui berbagai saluran komunikasi.
131
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pendidikan formal petani sayuran organik pada tingkat tamat sekolah dasar, dominan pada petani perempuan. Berumur sedang dan muda, serta pengalaman bertani organik kategori lama dominan pada petani perempuan. Petani laki-laki dan petani perempuan aktif mencari dan diskusi tentang informasi pertanian. Petani laki-laki tergolong sering menentukan
informasi pertanian tidak bersama pasangan.
Petani perempuan
menentukan informasi pertanian melalui diskusi dengan suami atau keluarga maupun teman kelompok. Petani laki-laki membutuhkan dan mencari informasi aspek produksi, lingkungan, penanganan panen, pascapanen. Petani perempuan mencari informasi aspek produksi, penanganan panen, pascapanen. Saluran personal menjadi pilihan petani laki-laki dan perempuan. Komunikasi petani laki-laki juga terjadi dalam lingkup eksternal sementara petani perempuan dalam lingkup internal. Petani laki-laki dan perempuan cermat dalam memproses maupun mempertimbangkan mutu informasi pertanian dan mutu saluran komunikasi dan menyatakan jarang mendapatkan daya tarik pada saluran komunikasi. Intensitas mempraktekkan informasi pertanian lebih sering pada petani laki-laki. Petani perempuan jarang berkomunikasi dengan pihak eksternal.
2. Aktivitas komunikasi
petani laki-laki dan petani perempuan untuk
informasi
aspek produksi adalah sangat nyata saat melakukan aktivitas produktif langsung. Petani laki-laki dan perempuan mempunyai akses dan kontrol yang nyata
dengan
aspek penanganan pascapanen. Pada petani laki-laki, aktivitas produktif langsung berhubungan nyata dengan informasi dari saluran media sebagai saluran yang akrab dan menarik. Adapun aktivitas sosial pada petani laki-laki, berhubungan sangat nyata
132 dengan saluran kelompok sebagai tempat saling bertukar informasi pertanian. Pada petani perempuan, kontrol informasi pertanian ditentukan sesudah berbincang dengan sesama teman petani dari kelompok. Petani perempuan menentukan penggunaan informasi bila mutu informasi menguntungkan untuk usahataninya. Hubungan faktor-faktor komunikasi dengan penggunaan informasi pertanian diterima pada beberapa indikator berikut: Bagi petani laki-laki faktor-faktor komunikasi dapat digunakan untuk diri sendiri. Pada petani perempuan, informasi pertanian yang dipergunakan untuk diri sendiri berhubungan nyata dengan mutu informasi yang dapat mengatasi masalah dan diperoleh dari saluran komunikasi yang dipercaya serta kompeten. Penggunaan informasi untuk dibandingkan pada petani laki-laki berhubungan nyata dengan aspek penanganan
pasca
panen dan kelembagaan yang didapat dari saluran
personal dan media dan berhubungan nyata dengan informasi yang
menguntungkan
yang diperoleh melalui saluran komunikasi yang dapat dipercaya. Penggunaan informasi untuk dibandingkan pada petani perempuan berhubungan sangat nyata dengan aspek penanganan pascapanen dan SDM petani, berhubungan nyata dengan aspek ekonomi dan kelembagaan. Informasi tersebut diperoleh dari saluran personal dan kelompok. Penggunaan informasi untuk dipraktekkan
pada petani laki-laki
dan petani perempuan sangat berkaitan dengan aspek ekonomi dan diperoleh dari saluran komunikasi yang akrab. Penggunaan informasi untuk diskusi pada petani berkaitan sangat erat dengan materi informasi dan pada perempuan berhubungan sangat nyata dengan aspek ekonomi, kelembagaan dan SDM petani. Pada petani lakilaki, informasi yang disebarkan berhubungan sangat nyata dengan materi informasi, saluran personal, mutu informasi dan mutu saluran komunikasi yang kompeten. Pada petani perempuan, berhubungan sangat nyata dengan materi informasi, saluran komunikasi, informasi yang relevan dan dapat mengatasi masalah serta mutu saluran komunikasi yang kompeten dan menarik.
Hubungan pola pembagian kerja, relasi gender dengan penggunaan informasi diterima pada indikator berikut: Penggunaan informasi untuk dibandingkan pada petani laki-laki berhubungan nyata
133 dengan informasi yang diakses, sedangkan pada petani perempuan dengan informasi yang dikontrol. Informasi yang dikontrol oleh petani laki-laki dan petani perempuan berhubungan nyata dengan informasi yang dibandingkan.
Hubungan karakteristik dengan penggunaan informasi diterima pada indikator berikut Pada petani laki-laki dan petani perempuan, informasi sebagai bahan diskusi dan disebarkan berhubungan sangat nyata dengan tingkat pendidikan. Adapun informasi jenis
sayuran pada petani laki-laki berguna bagi diri sendiri, sementara petani
perempuan akan menyebarkannya kepada lingkup internalnya seperti keluarga dan teman.
3. Strategi komunikasi informasi pertanian berbasis
gender berada pada kuadran
kekuatan dan peluang, dengan beberapa alternatif rancangan prioritas strategi yang secara berurutan adalah: Memanfaatkan saluran komunikasi yang ada dengan fasilitas komunikasi dua arah untuk pelatihan pertanian organik dan promosi kesetaraan gender kepada petani lakilaki dan petani perempuan yang berusahatani sayuran organik. Memanfaatkan berbagai saluran komunikasi untuk informasi aspek pemasaran sayuran organik kepada petani laki- laki dan petani perempuan. Meningkatkan kelengkapan
saluran komunikasi
untuk mendukung promosi go organic. Memanfaatkan berbagai saluran komunikasi yang
ada
untuk promosi kesetaraan gender. Menyediakan informasi pertanian
dengan kemasan sesuai kebutuhan dan minat petani laki-laki dan petani perempuan melalui berbagai saluran komunikasi.
Saran 1. Merealisasikan rancangan prioritas strategi komunikasi informasi pertanian berbasis gender dengan kerjasama antara Dinas Pertanian, penyuluh, pihak LSM serta petani. 2. Saluran komunikasi pusat maupun lokal perlu ditingkatkan fungsinya agar sosialisasi pertanian organik dan kesetaraan gender dapat optimal. 3. Penelitian lanjutan dapat dilakukan untuk menganalisis antara lain: perbedaan aspek komunikasi pada petani sayuran organik laki-laki dan perempuan dengan penekanan
134 pada perbedaan lokasi, aspek komunikasi dari jaringan informasi pemasaran sayuran organik pada petani laki-laki dan petani perempuan.
DAFTAR PUSTAKA Ayoola GB. 2000. Agricultural policy networking the way forward. London: The Trinity Press. Baden S, Reeves H.2000. Gender and development: concepts and definitions. Sussex: Bridge Inc. Bungin B. 2006. Metodologi penelitian kuantitatif – komunikasi, ekonomi, dan kebijakan publik serta Ilmu-Ilmu Sosial lainnya. Jakarta: Prenada Media Grup. [BPP] Balai Penyuluhan Pertanian Pacet. 2010. Programa Penyuluhan Pertanian BPP Kecamatan Pacet. Pemerintah Kabupaten Cianjur. Brock TC,Green MC. 2005. Persuasion. London: Sage Publication Chafetz JS.2006. Handbook of the sociology of gender. Houston: Springer. [Deptan] Departemen Pertanian 2007. Statistik pertanian (Agricultural Statistics). Pusat Data dan Informasi Pertanian Departemen Pertanian.
Jakarta:
Dervin B. 1996. An overview of sense-making research: concepts, methods and results to date in international communications association annual meeting. http://Informationr.net/tdw/publ/papers/1999Jdoc.html [12 Mei 2009]. [Dintanhut] Dinas Pertanian dan Kehutanan Wilayah Ciawi. 2010. Programa penyuluhan pertanian dan kehutanan UPTD penyuluhan wilayah Ciawi: Pemerintah Kabupaten Bogor Dinas Pertanian dan Kehutanan. [Ditjen Hortikultura] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2007. Sayuran dan biofarmaka organik. Jakarta: Ditjen Hortikultura. ____________________________________________ 2008. Budidaya sayuran organik. Jakarta: Ditjen Hortikultura. Eashwar SS. 2003 Responses to globalization and the digital divide in the Asia–Pacific. Bangalore, India: Asia–Pacific Institute for broadcasting. Effendy OU. 1989. Kamus Komunikasi. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Ellis. 1993. A comparison of the information seeking patterns of researchers in the physical and social sciences. http://informationr.net/tdw/publ/papers/1994html [20 Maret 2009].
135 Erb HP, Bohner G. 2000. Social influence and persuasion: recent theoritical development and integrative attempts. Oxford: Blackwell. Eviota EU. 1993. The political economy of gender. women and the sexual division of labour in the Philippines. London: Zed Books Ltd. Everts S.1998. Gender & technology empowering women, engendering development. London: Zed Books Ltd. Fledler K. 2007. Social communication. New York: Taylor and Francis Group. Hartari A. 2005. Atribut produk dan karakteristik konsumen beras organik terhadap sikap konsumen beras organik.[tesis] Bogor: Institut Pertanian Bogor. Hartomo W. 2007. Kebijakan sistem usahatani berkelanjutan responsif gender di Kabupaten Karanganyar Provinsi Jawa Tengah. [disertasi] Bogor: Institut Pertanian Bogor. Heath RL, Bryant J. 2000. Human communication theory and research – concepts, contexts, and challenges. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, publishers. Hendriks LS, Morris C. 2005. Printed information needs of small–scale organic farmers in KwaZulu-Natal. South Afrika: Libri Pess. Hubeis AVS.1985. Women, food and health development-cases study of Cipari Village- West Java Indonesia. Bogor: Bogor Agricultural University (IPB), Graduate School, Bogor. __________ 2010. Pemberdayaan perempuan dari masa ke masa. Bogor: IPB Press. Husnain, Syahbuddin H. 2008. Mungkinkah pertanian organik di Indonesia - peluang dan tantangan. Jakarta: Inovasi Online. http://io.ppi-jepang.org/cetak-php?id=80 [2 Januari 2008]. Jensen KB. 2002. A handbook of media and communication research – qualitative and quantitative methodologies. London : Routledge Taylor and Francis Group. Kaye H 1997. Mengambil keputusan penuh percaya diri. Jakarta: Penerbit Mitra Utama. [Kem PP] Kementerian Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia. 2000. Pengarusutamaan gender (PUG). Jakarta: Kem.PP. [Kem PP dan PA] Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. 2010. Pedoman perencanaan dan penganggaran responsif gender generik. Jakarta: Kem PP. Kerlinger. FN, Lee. 2000. Foundations of behavioral research . second edition. Holt, Rinehart and Winston, Inc.
London:
Khulthau’s. 1991. Inside the search process: information seeking from the user’s perspective. http://informationr.net/tdw/publ/papers/1999Jdoc.html [3 Mei 2009]. Kramarae. 1988. Technology and women’s voices keeping in touch. New York: Routledge &
136 Kegan Paul. Kriyantono R. 2008. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Fajar Interpratama Offset. Leeuwis C. 2004. Communication for rural innovation rethinking agricultural extension. Hongkong: Graphicraft Limited. Lionberger HF, Gwin PH. 1991. From researchers...technology … to users transfer. Missouri: Department of Rural Sociology. Marimin. 2008. Teknik dan aplikasi pengambilan keputusan kriteria majemuk. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. McGuire. 1989. Theoritical foundations of campaign. Newbury Park: Sage publications, Inc. Meyer HW. 2005. The nature of information, and the effective use of information in rural development. Journal Information Research, edisi Agustus volume 10 No.2. Murdianto, Sadono D, Mugniesyah SS. 2001. Studi Jender dalam industri rumah tangga gula aren: studi kasus di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Bogor: Mimbar Sosek– Jurnal Sosial–Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Mosse JC. 2002. Gender dan pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Neuman LW. 2006. Social research methods qualitative and quantitative approachs. Boston: Pearson. Nugroho R. 2008. Gender dan strategi pengarusutamaannya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Odame HH. 2004. Gender and agriculture in the information society. Wageningen: CTA. Pawit MY. 2009. Ilmu informasi, komunikasi dan kepustakaan. Jakarta: Bumi Aksara. Petty RE, Cacioppo JT. 2005. Communication and persuation: routes to attitude change. New York: Springer-Verlag.
central and peripheral
Petty RE, Cacioppo JT., Strathman AJ, Priester JR. 2005. To think or not to think: exploring two routes to persuasion. Thousand Oaks: Sage Publications. Phipps P, Vernon M. 2008. 24 hours: an overview of the recall diary method and data quality in the American time use survey. Thousands Oaks: Sage Publication. Phuyal U. 2000. Developing communication strategy for agricultural research in Nepal. Kathmandu: Seeport C. Rangkuti F. 2008. Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis – reorientasi konsep perencanaan strategis untuk menghadapi abad 21. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Rice NE, Atkin CK. 2001. Public communication campaigns. London: Sage Publications, Inc.
137 Riduan. 2004. Metode dan teknik menyusun tesis. Bandung: Alfabeta. Ritzer G, Goodman DJ. 2004. Teori sosiologi modern. Jakarta: Kencana. Rogers EM. 1969. Modernization among peasants: the impact of communication. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc. ___________. 2003. Diffusion of innovations. fifth edition. New York: The Free Press. Saito K., Spurling D. 1992. Developing agricultural extension for women farmer. Washington DC: World Bank Santucci FM. 2005. Strategic communication for rural development.http://www.worldbank /rural.[21 Mei 2008]. Sears DO, Freedman JI. 1971. Selective exposure to information. Urbana: University of Illinois Press. Septiana N. 2008. Pengaruh model dan suara narrator video terhadap peningkatan pengetahuan tentang air bersih berbasis gender [tesis] Bogor: Institut Pertanian Bogor. Servaes J. 2002. Communication for development one world, multiple cultures. New Jersey: Hampton Press, INC. Severin WJ, Tankard JW. 2008. Teori komunikasi sejarah, metode dan terapan di dalam media massa. Jakarta: Prenada Media Grup. Shepherd C, Mohammed P. 1999. Gender in caribbean development. Barbados: Canoe Press UWI. Siegel S, Castellan NJ.1994. Non parametric statistics for the behavioral sciences. New York: McGraw-Hill Book Company. Silalahi U. 2009. Metode penelitian sosial. Bandung: Refika Aditama. Simatauw M, Simanjuntak L., Kuswardono PT. 2001. Gender dan pengelolaan sumber daya alam: sebuah panduan analisis. Kupang: Yayasan PIKUL. Singarimbun M, Effendi S. 2006. Metode penelitian survai. Jakarta: LP3ES. Sitepu PN.2007. Desain sistem pengelolaan lahan kering berkelanjutan berbasis gender kasus: Provinsi D.I. Yogyakarta). [disertasi] Bogor: Institut Pertanian Bogor.
(studi
Skuse A, Joann F, Jo T, Kirsty M, Emma B. 2007. Poverty and Digital Inclusion. New Delhi: UNESCO. http://www.unesco.org/newdelhi.[2 Maret 2009]. Sperber D, Wilson D. 1986. Relevance: communication and cognition. Cambridge: University Press. Srini S. 2001. Gender and development Jayawijaya. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Harvard
138 Stamm KR, Bowes JE. 1990. The mass communication process – a behavioral and social perspective. Dubuque: Kendall/Hunt publishing Company. Sugarda Td, Sudarmanto, Sumintaredja S. 2001. Penyuluhan pertanian. Jakarta: Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Sugiyono. 2009. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta. Sunarno SM. 2007. Kesetaraan gender dalam pembangunan perikanan pantai: kasus Kabupaten Subang Jawa Barat. [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Supiandi Y. 2008. Bunga rampai pengarusutamaan gender. Jakarta: Fery Syifa. Swanson BE. 1984. Agricultural extension: a reference manual. Rome: Food and Agriculture Organization of The United Nations. Tuyizere AP. 2007. Gender and development – the role of religion and culture. Kampala: Fountain Publishers Ltd. United Nations. 1989. Farm broadcasting: a trainer’s handbook. New York: UN. Wesseler G, Brinkman W. 2003. Bridging information gaps between farmers, policy makers, researchers and development agents. Wageningen: CTA. Wijayanti H. 2003. Kebutuhan informasi petani tanaman hias (kasus di kota Jakarta Barat). [tesis] Bogor:Institut Pertanian Bogor. Wilson TD. 1981. On user studies and information needs, Journal of Documentation, vol. 37.no.2. _________ 2000. Human information behavior. Journal Information Science Research special issue, vol. 3. no. 2 – University of Sheffield. http: // Wilson @ sheffield. ac. uk [5 Oktober, 2008]. ________ 2005. Models in information behavior research. http://information.net/tdw/ publ/papers/1999 [4 September 2008]. Wood Julia T. 2007. Communication, gender and culture. Belmont: Thomson Wadsworth.
139
LAMPIRAN
140
Lampiran 1. Kuesioner penelitian
STRATEGI KOMUNIKASI PETANI SAYURAN ORGANIK dalam MENCARI dan MENGGUNAKAN INFORMASI PERTANIAN BERBASIS GENDER KUESIONER PENELITIAN Petunjuk pengisian kuesioner: 1. Berilah tanda silang (x) pada tempat yang tersedia dari setiap jawaban yang menurut Ibu dan Bapak paling tepat. 2. Isilah titik-titik kosong (…………) dengan jawaban yang sesuai dengan pendapat Ibu dan Bapak. 3. Atas kesediaan Ibu dan Bapak mengisi kuesioner ini, saya mengucapkan terima kasih.
Identitas Responden 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin
: Laki-laki Perempuan
3. Alamat lokasi
: Kampung ………….…RT/RW……………………………….….
( (
) )
Desa/Kelurahan…………………………………………………….
141 Kecamatan…………………………………………………………. Kabupaten…………………………………………………………
BAGIAN I 1. Berapa umur Ibu / Bapak : …………….tahun 2. Pendidikan Terakhir
:
Tidak sekolah Sekolah Dasar Sekolah Menengah Pertama Sekolah Menengah Atas Diploma Sarjana
3. Berapa tahun Ibu dan Bapak sudah melakukan usahatani sayuran organik ? ………………………………………………………………………………. 4. Berapa luas lahan yang digarap Ibu dan Bapak untuk usahatani sayuran organik ini ? ……………………………………………………………………………….. 5. Berapa banyak jenis sayuran yang ditanam dengan pupuk organik oleh Ibu dan Bapak saat ini? 1.
8.
142 2.
9.
3.
10.
4.
11.
5.
12.
6.
13.
7.
14.
Mohon menjawab pertanyaan berikut dengan memilih satu jawaban yang tepat di kolom sebelah kanan dengan memberi tanda X pada jawaban yang dipilih. 6.1. Aktivitas yang dikerjakan oleh ibu dan bapak sehari-hari di lahan sayuran adalah: Jenis aktivitas:
Selalu 1
1.Membuat pupuk alami
2. Menanam, menebar, bibit sayuran 3.Memberi pupuk ke tanaman 4.Menyiram 5.Memelihara sayuran 6.Memotong dan memetik 7.Membersihkan dan mencuci hasil panen 8.Menyortir 9.Menimbang 10. Mengolah sayuran hasil panen 11.Menjual sayuran segar
Sering 2
1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
143 12.Membuat obat dari bahan alami untuk mengendalikan hama Keterangan pada kolom pilihan jawaban: 4=selalu, 3=sering, 2=jarang, 1=tidak pernah Keterangan pada kolom tempat menjawab: 1=laki-laki, 2=perempuan
6.2. Aktivitas Ibu dan Bapak sehari-hari untuk keperluan rumah tangga adalah: Jenis aktivitas 1.Mencari kayu bakar 2.Mengambil air 3.Memasak 4.Membersihkan rumah 5.Mencuci 6.Mengurus anak 7.Belanja keperluan rumah tangga
Selalu 1
Sering 2
1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
6.3. Aktivitas sosial yang diikuti ibu dan bapak setiap bulan adalah: Jenis aktivitas sosial 1.Pengajian 2.Iuran untuk amal/ pembangunan 3.Gotong royong desa
Selalu 1
2
Sering 1 2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
7.1. Selama ini ibu / bapak mencari untuk mendapatkan informasi pertanian dengan cara: Akses pada informasi 1. Menerima saja 2.Aktif mencari 3.Mencari dan
Selalu 1 2
Sering 1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
144 diskusi 7.2. Selama tiga bulan ini Ibu dan Bapak melakukan kontrol pada informasi pertanian organik dengan cara: Kontrol pada informasi 1. Menentukan sendiri 2.Menentukan bersama
Selalu 1
Sering 2
1
Jarang 1 2
2
Tidak pernah 1 2
BAGIAN 11 8.1. Ibu dan Bapak dalam tiga bulan terakhir ini mencari informasi pertanian karena ingin mengetahui tentang: Aspek lingkungan
Selalu 1
Sering 2
1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
1.Kegunaan kotoran ternak, pupuk kompos, sisa-sisa tanaman untuk kesuburan tanah 2.Manfaat air bersih untuk tanaman 3.Jenis sayuran yang sesuai musim, lingkungan dan permintaan konsumen
8.2.Ibu dan bapak dalam tiga bulan ini mencari materi informasi pertanian untuk mengetahui: Aspek produksi 1.Cara menyemai bibit sayuran organik 2.Bahan pembuat pupuk alami
Selalu 1 2
Sering 1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
145 3. Penyiraman 4..Waktu tanam 5. Jarak tanam 6. Bahan untuk mengendalikan serangga
8.3.Ibu dan bapak tiga bulan ini mencari materi informasi pertanian untuk mengetahui: Aspek penanganan panen 1.Umur yang tepat untuk dipanen 2.Cara mencabut sayuran agar tidak rusak 3.Cara memotong tangkai sayuran agar tidak rusak
Selalu 1 2
Sering 1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
8.4. Ibu dan Bapak dalam tiga bulan terakhir ini mencari materi informasi pertanian tentang Aspek pasca panen 1.Pentingnya meletakkan hasil panen di tempat bersih. 2.Perlunya mencuci sayuran dengan air bersih 3. Cara mengolah sayuran untuk dijual
Selalu 1
Sering 2
1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
8.5. Ibu dan Bapak dalam tiga bulan ini mencari informasi pertanian tentang:
146 Aspek ekonomi
Selalu 1 2
Sering 1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
1.Harga jual sayuran organik 2.Jenis sayuran organik yang laku di pasaran 3.Pemasaran
8.6. Ibu dan bapak dalam tiga bulan terakhir ini pernah mencari informasi pertanian untuk mengetahui dimana ada: Pengembangan SDM petani dan keluarganya 1.Pelatihan pertanian sayuran organik 2.Demplot pertanian sayuran organik 3.Magang bertani organik di desa lain 4.Studi banding di desa lain
Selalu 1 2
Sering 1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
8.7.Ibu dan bapak dalam tiga bulan ini pernah mencari informasi pertanian untuk mengetahui:
Aspek kelembagaan 1.Manfaat kelompok tani 2.Manfaat diskusi dalam kelompok untuk mengambil keputusan 3.Manfaat bertukar informasi 4.Manfaat koperasi.
Selalu 1 2
Sering 1 2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
9.1.Tiga bulan terakhir ini Ibu dan Bapak pernah mencari informasi pertanian dari saluran
147 komunikasi personal seperti: Jenis saluran komunikasi personal 1.Teman petani 2.Ketua kelompok tani 3.Penyuluh 4.Pedagang 5.LSM pendamping
Selalu
Sering
1
2
1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
6.Keluarga 9.2. Dalam tiga bulan terakhir ini Ibu dan Bapak pernah mencari informasi pertanian dari Jenis saluran komunikasi kelompok 1.Kelompok tani 2.Kelompok pengajian 3.Kelompok arisan amal/ pembangunan 4.Koperasi
Selalu 1
Sering 2
1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
9.3. Dalam tiga bulan terakhir ini Ibu dan Bapak pernah mencari informasi pertanian dari Jenis saluran komunikasi media massa 1.Koran 2.Majalah 3.Radio 4.Televisi 5.Internet
Selalu 1
Sering 2
1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
10.1. Dalam tiga bulan ini, mutu informasi pertanian yang dipertimbangkan relevan karena: Relevan
Selalu 1
2
Sering 1 2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
1.Dapat memajukan usahatani 2.Sesuai kebutuhan 3.Sesuai kebiasaan 10.2. Dalam tiga bulan ini, mutu informasi pertanian yang dipertimbangkan mudah dimengerti
148 karena: Mudah dimengerti 1.Ucapannya jelas 2.Tulisan mudah dipahami 3.Foto dan gambar mudah dipahami
Selalu 1
Sering 2
1
Jarang 2
1
2
Tidak pernah 1 2
10.3. Dalam tiga bulan terakhir ini mutu informasi pertanian yang dipertimbangkan : Dapat mengatasi masalah karena 1.Dapat memberi jalan keluar tentang hal-hal yang sedang dipertimbangkan 2.Dapat memberi jalan keluar bagaimana memasarkan hasil panen
Selalu 1
2
Sering 1 2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
10.4. Dalam tiga bulan terakhir ini mutu informasi pertanian yang dipertimbangkan Menguntungkan
Selalu 1
2
Sering 1 2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
1.Dapat menggambarkan keuntungan dari hasil menjual sayuran organik 2.Dapat menggambarkan biaya yang dikeluarkan dalam satu kali produksi 11.1. Dalam tiga bulan terakhir ini Ibu dan Bapak saluran komunikasi personal yang: Dapat dipercaya karena 1.Pemberitaannya benar
Selalu 1 2
mempertimbangkan informasi pertanian dari
Sering 1
Jarang 2
1
2
Tidak pernah 1 2
149 2.Menyampaikan tepat waktu 3.Sesuai kondisi petani
11.2.Dalam tiga bulan terakhir ini, Ibu dan Bapak mempertimbangkan informasi pertanian dari saluran komunikasi personal yang kompeten karena:
Kompeten
Selalu 1
Sering 2
1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
1.Menguraikan tujuan bertani sayuran organik dengan lengkap 2.Menjelaskan kendala dalam bertani organik 11.3. Dalam tiga bulan terakhir ini Ibu dan Bapak mempertimbangkan informasi pertanian dari saluran atau sumber komunikasi yang akrab karena: Akrab
Selalu 1 2
Sering 1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
1.Bersedia diskusi tentang sayuran organik 2.Bersedia menjelaskan dengan bahasa lokal 11.4. Dalam tiga bulan terakhir ini Ibu dan Bapak mempertimbangkan saluran komunikasi yang didapat karena: Ada daya tarik 1.Dapat didengar sambil bekerja seperti radio 2.Ada suara, gerak dan warna seperti televisi.
Selalu 1 2
Sering 1
2
Jarang 1
2
Tidak pernah 1 2
150 3. Ada foto dan gambar menarik seperti di majalah 4. Gaya bicara yang menarik dan ramah
BAGIAN III 12.1. Dalam tiga bulan terakhir ini Ibu dan bapak menggunakan informasi pertanian organik untuk diri sendiri karena: Dapat dimanfaatkan untuk diri sendiri 1.Dapat menambah pengetahuan 2.Sebagai evaluasi
Selalu 1 2
Sering 1
Jarang 2
1
2
Tidak pernah 1 2
12.2.Dalam tiga bulan terakhir ini ibu dan bapak menggunakan informasi pertanian organik yang didapat untuk membandingkan : Membandingkan
Selalu 1
Sering 2
1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
1.Dengan usahatani sayuran teman 2.Karena masih ada rasa tidak puas dengan yang sudah dilakukan 3. Karena ingin lebih pasti dalam berusahatani sayuran organik 4.Karena ingin mencapai yang lebih baik lagi dalam usahatani sayuran
12.3. Dalam tiga bulan terakhir ini ibu/bapak menggunakan informasi pertanian yang didapat untuk dipraktekkan dengan cara: Untuk dipraktekkan
Selalu 1 2
Sering 1
2
1
Jarang 2
Tidak pernah 1 2
151 1.Di lahan sayuran sendiri 2.Dengan memberi contoh pada petani lain yang ingin mencoba
12.4. Dalam tiga bulan terakhir ini, ibu dan bapak menggunakan informasi pertanian yang didapat sebagai bahan diskusi: Diskusi dengan
Selalu 1 2
Sering 1
2
Jarang 2
1
Tidak pernah 1 2
1.Keluarga 2.Teman petani 3.Ketua kelompok tani 4.Pedagang sayuran 5.LSM pendamping 6.PPL 12.5. Dalam tiga bulan terakhir ini ibu dan bapak menyebarkan informasi pertanian organik yang didapat dengan cara: Menyebarkan melalui cara 1. Bercerita kepada teman 2. Bercerita pada keluarga 3. Berceramah 4. Menulis dan membagikan kepada teman 5. Menyiarkan di radio 6. Wawancara di media
Selalu 1 2
Sering 1
2
Jarang 1 2
Tidak pernah 1 2
152
Lampiran 2
Kuesioner analisis SWOT KUESIONER ANALISIS SWOT
Nama : Pekerjaan : Mohon mengisi dengan tanda X pada kotak dibawah ini dengan memilih satu jawaban yang tersedia. O 1.Daerah pemasaran sayuran organik masih luas 2.Informasi pertanian organik perlu diketahui oleh petani laki-laki dan perempuan 3. Kebijakan pemerintah terhadap kesetaraan gender untuk akses informasi pertanian perlu diketahui oleh laki-laki dan perempuan
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
153 4. Pertanian organik dapat mempunyai peluang untuk aktivitas produktif di lahan bagi petani lakilaki dan perempuan
5. Gaya hidup sehat kembali kealam perlu di informasikan ke masyarakat Keterangan: O= opportunity/peluang
T
1. Bencana alam yang terjadi dapat merusak tanaman 2. Hama dan penyakit tanaman perlu dikendalikan dengan cara alami 3. Informasi pemasaran yang disampaikan belum lengkap tahapannya 4. Petani laki-laki lebih sering mendapat pelatihan pertanian dan petani perempuan jarang mendapat pelatihan pertanian 5.Petani memerlukan modal untuk usahatani sayuran organik
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
154
Keterangan: T=threats/ancaman
W 1.Sosialisasi pertanian organik perlu ditingkatkan 2. Informasi pertanian belum sepenuhnya sesuai harapan petani 3.Respon/umpan balik petani laki-laki dan perempuan perlu diperhatikan dalam merencanakan informasi pertanian yang akan disebarkan 4. Sertifikasi produk pertanian organik perlu dimiliki petani 5. Petani memerlukan informasi pertanian tentang tehnik pemasaran sayuran organik 6.Petani masih memerlukan pelatihan
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
155 tentang pengolahan sayuran hasil panen Keterangan: weaknesses/kelemahan
S 1.Petani selalu membutuhkan dan mencari informasi pertanian 2.Sebelum menggunakan informasi pertanian yang ada, petani akan mempertimbangkan dengan hati-hati 3. PPL, LSM, kelompok tani, koran, majalah, siaran radio dan televisi yang ada dapat menyampaikan informasi pertanian dengan mengutamakan dialog/dua arah dengan sasaran 4. Petani mempunyai kearifan lokal tentang pengendalian hama dan kesuburan tanah secara turun temurun.
Sangat Setuju
Setuju
Kurang Setuju
Tidak Setuju
156 5. Kemampuan membaca dan menulis sangat dibutuhkan dalam usahatani sayuran 6. Petani berusahatani sayuran secara alami karena keinginan sendiri
Keterangan: S=strengths/kekuatan
Lampiran 3. Kuesioner analisis AHP KUESIONER ANALISIS AHP Bagian I
I. Apakah menurut Ibu/Bapak, untuk menyediakan informasi pertanian yang sesuai kebutuhan petani laki-laki dan perempuan diperlukan beberapa faktor sebagai berikut? Sangat penting
No. Faktor 1. 2. 3. 4.
Penting
Kurang penting
Tidak penting
Dana Kebijakan Sumberdaya Manusia Sarana komunikasi
Bagian II
II.1. Apakah faktor dana dibutuhkan untuk memanfaatkan saluran komunikasi agar dapat dipergunakan untuk promosi kesetaraan gender melalui umpan balik dari petani lakilaki dan perempuan ? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
II.2. Apakah faktor dana dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi saluran komunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan petani terhadap informasi teknik pemasaran sayuran organik? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
II.3. Apakah faktor dana dibutuhkan untuk memperbaiki kemasan informasi melalui
157 saluran komunikasi untuk memenuhi kebutuhan informasi pertanian sesuai minat petani laki-laki dan perempuan? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
II.4. Apakah faktor dana dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi saluran komunikasi agar dapat mendukung promosi go organic? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
II.5. Apakah faktor dana perlu bagi saluran komunikasi dua arah guna promosi kesetaraan gender dan pelatihan pertanian organik untuk petani laki-laki dan perempuan? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
Bagian III III.1. Apakah faktor kebijakan dibutuhkan untuk memanfaatkan saluran komunikasi agar dapat dipergunakan untuk promosi kesetaraan gender melalui umpan balik dari petani laki-laki dan perempuan? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
III.2.Apakah faktor kebijakan dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi saluran komunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan petani akan informasi teknik pemasaran sayuran organik? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
III.3. Apakah faktor kebijakan dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi kemasan dan saluran komunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan informasi pertanian pada petani laki-laki dan perempuan? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
III.4. Apakah faktor kebijakan dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi saluran komunikasi agar dapat mendukung promosi go organic? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
III.5. Apakah faktor kebijakan dibutuhkan untuk memanfaatkan saluran komunikasi
158 dengan dialog atau diskusi agar dapat mempromosikan kesetaraan gender dan pelatihan pertanian organik kepada petani laki-laki dan perempuan? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
Bagian IV IV.1. Apakah faktor sarana dibutuhkan untuk memanfaatkan saluran komunikasi agar dapat dipergunakan untuk promosi kesetaraan gender berdasarkan umpan balik dari petani laki-laki dan perempuan? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
IV.2. Apakah faktor sarana dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi saluran komunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan petani akan informasi teknik pemasaran sayuran organik? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
IV.3. Apakah faktor sarana dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi kemasan pesan dan saluran komunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan informasi pertanian pada petani laki-laki dan perempuan? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
IV.4. Apakah faktor sarana dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi saluran komunikasi agar dapat mendukung promosi go organic? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
159 IV.5. Apakah faktor sarana dibutuhkan untuk memanfaatkan saluran komunikasi agar dapat mempromosikan kesetaraan gender dan pelatihan pertanian organik kepada petani laki-laki dan perempuan ? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
Bagian V V.1. Apakah sumberdaya manusia yang handal dibutuhkan dalam memanfaatkan saluran komunikasi agar dapat dipergunakan untuk promosi kesetaraan gender melalui umpan balik dari petani laki-laki dan perempuan? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
V.2. Apakah faktor sumberdaya manusia dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi saluran komunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan petani akan informasi teknik pemasaran sayuran organik? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
V.3. Apakah faktor sumberdaya manusia dibutuhkan untuk desain kemasan informasi dan saluran komunikasi agar dapat memenuhi kebutuhan informasi pertanian petani lakilaki dan perempuan? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
V.4. Apakah faktor sumberdaya manusia dibutuhkan untuk meningkatkan fungsi saluran komunikasi dalam mendukung promosi go organic? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
160 V.5. Apakah faktor sumberdaya manusia dibutuhkan untuk memanfaatkan saluran komunikasi seperti media, dialog atau diskusi agar dapat mempromosikan kesetaraan gender dan pelatihan pertanian organik kepada petani laki-laki dan perempuan? Sangat penting
Penting
Kurang penting
Tidak penting
Lampiran 4 Hasil analisis uji reliabilitas instrumen
Correlations Ganjil Ganjil Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Genap Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level
Reliabilitas keseluruhan item soal adalah: 2 (r.tt)
r.tot = 1 + r.tt 2 (0,948)
r.tot = 1 + 0,948
r.tot = 0,973
1 14
.948** .000 14
Genap .948** .000 14 1 14
161
Lampiran 5 Hasil analisis AHP dari faktor – faktor yang dibutuhkan Faktor
Dana
Kebijakan
SDM
Sarana
Dana
1,000
1,231
1,067
1,000
0,267
Kebijakan
0,813
1,000
0,867
0,813
0,217
SDM
0,938
1,154
1,000
0,938
0,250
Sarana
1,000
1,231
1,067
1,000
0,267
Analisis AHP gabungan dari strategi prioritas dan faktor yang dibutuhkan Dana/Strategi 1 2 3 4 5
1 1,000 1,125 1,167 1,042 1,000
2 0,889 1,000 1,037 0,926 0,889
3 0,857 0,964 1,000 0,893 0,857
4 0,960 1,080 1,120 1,000 0,960
5 1,000 1,125 1,167 1,042 1,000
0,188 0,211 0,219 0,195 0,188
Kebijakan/Strategi 1 2 3 4 5
1 1,000 1,000 1,000 1,167 1,250
2 1,000 1,000 1,000 1,167 1,250
3 1,000 1,000 1,000 1,167 1,250
4 0,857 0,857 0,857 1,000 1,071
5 0,800 0,800 0,800 0,933 1,000
0,185 0,185 0,185 0,215 0,231
SDM/Strategi 1
1 1,000
2 1,000
3 1,280
4 1,231
5 1,032
0,219
162 2 3 4 5
1,000 0,781 0,813 0,969
1,000 0,781 0,813 0,969
1,280 1,000 1,040 1,240
1,231 0,962 1,000 1,192
1,032 0,806 0,839 1,000
0,219 0,171 0,178 0,212
Sarana/Strategi 1 2 3 4 5
1 1,000 1,091 1,000 1,136 1,091
2 0,917 1,000 1,292 1,042 1,000
3 0,710 0,774 1,000 0,806 0,774
4 0,880 0,960 1,240 1,000 0,960
5 0,917 1,000 1,292 1,042 1,000
0,188 0,205 0,188 0,214 0,205