Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketig a-bahasa-melayu/
STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Bahasa Melayu) Oleh: Tobroni [1]
Abstract
Dakwah invite human to truth of God. Dakwah is God, prophet and human calling activity. Generally, dakwah approach were divided two categories: structural and cultural approach, and dakwah method were divided: bi al-lisan and bi al-hal. Content of dakwah is core belief and core values who be based of civilization. So dakwah is path of civilization project, dakwah is calling for quality human life.
The third millennium called information technology era. Many challenges and opportunities of dakwah in this era. So, the actor of dakwah must be creative to make his dakwah more effective. Dakwah will be effective in this era if its path of culture development. Culture development must be nuance of dakwah. Dakwah as cultural strategy is non violent, empowerment and dialogical approach (bi al-hikmah wa al-mau’idhah hasanah wajadilhum billati hiya ahsan)
Pendahuluan
Islam adalah agama dakwah, setiap muslim adalah da’i bilapun dan dimanapun berada. Perintah berdakwah itu berlaku bagi individu, kumpulan, organisasi syarikat, bahkan negara. Dakwah adalah aktiviti yang melekat pada setiap orang sepanjang hayatnya.
Dakwah secara bahasa berarti mengajak atau menyeru baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedang secara istilah adalah mengajak diri sendiri dan orang lain kepada jalan Tuhan, jalan fitrah, jalan kebajikan dan jalan keselamatan. Seruan itu boleh dilakukan dengan ucapan, perkataan dan tulisan (bi al-lisan) dan perbuatan/karya nyata, simbol, artefak, termasuk di dalamnya dengan kekuasaan (bi al-hal). Dakwah berarti kita merasa memiliki, peduli dan menghargai nilai-nilai luhur dan berharga dalam kehidupan. Dengan berdakwah berarti kita lebih menyayangi, menghargai dan menghormati manusia kerana ikut menyelamatkan hidup dan masa depannya. Dalam pengertian yang luas, berdakwah adalah membangun kebudayaan dan peradaban. Hakekat dakwah adalah hidup itu sendiri. Keharusan berdakwah adalah keharusan hidup itu sendiri. Dakwah is necessari of life, calling of life and colling for life be better.
Sebaliknya bila hidup seseorang tidak mengemban misi dakwah –mungkin saja ianya menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur untuk dirinya sendiri- berarti ia bersikap egois dan kurang rasa berperikemanusiaan karena tidak ikut ambil bagian dari project besar yaitu kurang menyayangi, menghargai dan menghormati manusia kepada keselamatan dan kebahagiaan hidupnya. Kalau seseorang tidak menyayangi dan menghormati orang lain, maknanya ia memang bukan orang berhormat dan tidak layak dihormati dan dihargai. Berdakwah adalah tindakan terhormat karena membuat diri dan orang lain terhormat. Kalau seseorang menyadari bahwa segala ucapan, perbuatan, simbol-simbol dan artefak-artefak yang melekat padanya bernilai dakwah, bukan karena dorongan libido seksual sebagaimana dikatakan oleh Freud, atau karena motif-motif ekonomi sebagaimana dikatakan oleh Marx, maka orang itu pasti memilih ucapan dan tindakan yang terbaik. Karena itu menanamkan kesadaran bahwa semua dimensi kehidupan bagi setiap muslim bernilai dakwah menjadi sangat penting. Dakwah bukan hanya di mimbar, di masjid dan ceramah-ceramah agama, melainkan segala dimensi kehidupan setiap muslim bernilai dakwah. Hal inilah yang akan menciptakan kehidupan lebih indah, damai, harmoni. Segala bentuk kejahatan seperti rasuah, berbagai bentuk kekerasan (violent) dan kerosakan dapat dikurangi secara signifikan. Seorang anggota polis yang mengemban misi dakwah pasti akan tampil prima dan menjalankan tugas dengan profesional; seorang pedagang yang juga da’i pasti akan lebih jujur dalam berdagang, seorang cikgu yang juga sekaligus da’i pasti akan dapat mengajar dengan lebih baik, dapat menjadi role model, lebih sabar dan menyayangi murid-muridnya. Pendek kata, dengan dakwah hidup akan lebih bermakna, lebih indah, lebih bersemangat dan lebih segalanya.
Perintah berdakwah itu memang berasal dari Tuhan, akan tetapi bukan untuk kepentingan Tuhan semata, melainkan untuk
page 1 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ keperluan manusia, yaitu agar manusia memilih jalan keselamatan dan kelangsungan hidup di dunia dan bekal di akhirat kelak. Dengan berdakwah manusia sadar akan perjalanan hidupnya, sadar akan hakekat hidupnya (dari mana, ada dimana dan mau kemana, inna lillâhi wa inna ilaihi rajiûn). Karena itu dengan berdakwah manusia akan sentiasa waspada, berhati-hati, berupaya memperbaiki diri dan kualiti hidupnya. Dengan berdakwah hidup akan lebih bermakna, lebih berkualiti, lebih terhormat dan membuat hidup lebih hidup.
Karena berdakwah adalah tugas dan tindakan mulia, maka harus dilakukan dengan cara-cara yang mulia, oleh orang-orang yang mulia pula dan di tempat yang mulia pula. Dalam al-Qur’an dikatakan bahwa menyeru kepada jalan Tuhan harus dilakukan dengan bi al-hikmah (wisdom, non violent), mau’idhah hasanah (empowerment) dan mujadilah billati hiya ahsan (argumentatif, discource). Pendeknya, dakwah harus dilakukan dengan kemuliaan dan penuh keadaban.
Dakwah harus dilakukan kepada semua orang, yang sudah menerima Islam (ummah al-ijabah) maupun yang belum menerima seruan Islam (ummah al-da’wah), dan terus menerus sepanjang hayat. Dalam berdakwah harus didasari keihlasan yang tinggi dan bertujuan untuk menyeru kepada jalan Tuhan, bukan kepada jalan golongan atau aliran agama apalagi partai politik semata. Dengan keihlasan yang tinggi inilah yang akan memberikan kekuatan moral, motivasional maupun spiritual dan kepada pelaku dakwah ketika dakwahnya berhasil maupun belum berhasil.
Persoalan Dakwah di Era Alaf Ketiga
Setiap tempat (space) dan zaman (time) memiliki watak, persoalan dan cabaran masing-masing. Demikian juga pada zaman alaf ketiga dan di berbagai belahan dunia seperti sekarang ini. Alaf ketiga disebut juga era teknologi informasi, era informasi, revolusi informasi dan revolusi digital. Alaf ketiga disebut juga era post modernism. Era informasi membawa impak adanya keterbukaan, kebebasan berfikir dan berekspresi. Impak dari adanya keterbukaan adalah berakhirnya era monopoli kebenaran/informasi. Di bidang sistem pemerintahan berkembang tuntutan desentralisasi dan otonomi; di bidang manajemen berkembang Total Quality management (TQM); di bidang pendidikan/pembelajaran muncul model pembelajaran konstruktivisme; di bidang arsitektur berkembang posmodernisme; dan dalam bidang sosial budaya muncul pemikiran pluralisme multikulturalisme yang melintasi batas negara maupun geografis (globalisasi). Agama yang keberadaannya tidak dapat dilepaskan dari space and time tidak dapat lepas dari pengaruh era informasi. Kebenaran penafsiran/pemikiran agama harus siap diuji kembali dan kejanggalan atau ”kehohongan” paham agama karena ada hiddent agenda di dalamnya yang selama ini diterima begitu saja sebagai dogma harus siap dikritisi kembali. Muncullah kemudian berbagai aliran, pemikiran dari yang ultra liberal seperti Islam Liberal sampai yang ultra salafi seperti Salafi Jihadi (Taliban, Jemaah Islamiah (JI), al-Qaida). Era keterbukaan juga melahirkan aliran-aliran baru yang dianggap sesat.
Era alaf ketiga disebut juga era post modernism (posmo). Era posmo maknanya berakhirnya era modern yang ditandai dengan standardization (standarisasi), hegemoni Barat atas etika, norma dan estetika (westernisasi). Etika, norma dan estetika lokal dan tradisional yang bernilai tinggi (heritage) menjadi komodity berharga dan dicari orang. Berbagai jenis kesenian, ukiran, lukisan, bentuk bangunan dan adat yang unik dan bernilai sebagai warisan (heritage) menjadi tujuan pelancongan. Karena itu berbagai bentuk warisan itu yang dulu menjadi media komunikasi dan media dakwah perlu dihidupkan dan diaktualkan kembali sebagai media dakwah di era alaf ketiga ini.
Dakwah pada era informasi juga tidak lepas dari adanya perang informasi (propaganda). Dalam hal ini Islam sebagai sebuah kekuatan politik dan ekonomi tidak lepas dari sasaran propaganda dari kekuatan politik dan ekonomi anti Islam seperti gerakan islamophobia yang menuduh Islam dan umatnya sebagai: anti demokrasi, terorisme, barbarisme/anti peradaban, anti intelektual, anti pluralisme dan multikulturalsme, anti feminisme, menganjurkan poligami, arabisme, dan stereotype dan stigma lainnya.
Berdasarkan huraian di atas, dakwah pada alaf ketiga memerlukan reorientasi dan reformulasi yang meliputi objektif, isi, organisasi, kaedah dan alat yang relevan dengan soalan dan cabaran zaman dan makan. Dakwah mimbar yang menggurui, menakut-nakuti, mengecam dan mengancam kelompok lain, agama lain atau budaya lain, dan dakwah yang hanya mengawetkan nilai-nilai/pemikiran yang usang, dakwah yang membelenggu dan membebani perlu ditinjau kembali. Dakwah pada alaf ketiga adalah dakwah yang cerdas, mencerdaskan dan mencerahkan, dakwah yang bijak dan penuh keadaban, dakwah yang mengilhami, menguatkan dan membebaskan.
page 2 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ Perlunya reorientasi dan reformulasi dakwah Islam pada alaf ketiga kerana masih ada kesenjangan antara dakwah yang idea ( dassolen) dan yang realita (dassain). Berikut dikemukakan matrik persoalan dakwah pada alaf ketiga berdasarkan pengamatan:
DAKWAH ANTAR IDEA DAN REALITA Komponen Dakwah Tujuan dakwah Isi dakwah Sasaran dakwah Metode/kaedah dakwah Sifat dakwah Sifat dakwah
Yang Idea (dassolen) Ke jalan Allah Kebenaran Islam universal Ummah al-da’wah dan ummah al-ijabah Bi al-lisan dan bi al-hal inklusif Bil-hikmah wa al-mau’idah...
Organisasi dakwah
Well organized
Yang Realita (dassain) Ke jalan golongan/ mazhab/ partai Kebenaran golongan/mazhab Ummah al-ijabah Lebih dominan bi al-lisan atau dakwah mimbar Dominan yang eksklusif Masih lebih dominan yang menggurui, mengancam, mengolok-olok golongan/agama lain Kumpulan, perorangan
Program dakwah
Terprogram, terencana, terukur
Insidental, kes per kes
Konteks dakwah
Integrated dengan persoalan hidup
Sparated dengan persoalan hidup
Alat dakwah
Sarat teknologi, sarat modal dan networking dengan dimensi dan persoalan hidup
Perilaku dakwah
ofensif
Menggunakan teknologi, kurang modal dan kurang networking dengan dimensi dan persoalan kehidupan defensif
Hubungan antar organisasi dakwah
Networking dan kerjasama antar organisasi dakwah
Kompetisi dan konflik antar organisasi dakwah
Dakwah dan kebudayaan
Dakwah bagian dari strategi kebudayaan
Dakwah untuk mengkanter kebudayaan
Alat Dakwah pada Alaf Ketiga: Membangun Strategi Kubudayaan
Persoalan dakwah adalah persoalan hidup, dan hidup dalam segala dimensinya adalah kebudayaan. Dakwah tidak dapat
dilepaskan dari kebudayaan, bahkan hakekat berdakwah adalah membangun kebudayaan. Kebudayaan adalah alat dakwah
yang paling efektif dan bahkan dakwah itu sendiri.
page 3 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ Kalau umat Islam menghendaki dakwah yang paling efektif, maka harus menyusun strategi kebudayaan. Strategi kebudayaan
sangat diperlukan dalam mendakwahkan Islam. Strategi kebudayaan dibangun berdasarkan core belief, core values dan
mindset keislaman diantara pelaku dakwah dan umat Islam pada umumnya. Hal itu diperlukan terutama untuk membangun
nilai-nilai dan mindet yang sejalan dengan visi dan misi Islam dalam konteks kemajemukan umat Islam itu sendiri maupun
kemajemukan seluruh umat manusia. Dengan visi-misi yang jelas dan berlandaskan pada core belief dan core values Islam,
umat Islam dapat melakukan tindakan strategis, memiliki skala prioritas (terfokus), dapat mengeliminasi perbedaan,
menghindari pertentangan dan konflik sesama, maupun konflik dengan kekuatan agama lain. Dengan strategi kebudayaan
yang jelas, umat Islam dapat menghindarkan diri dari perilaku reaktif dari tindakan propaganda anti Islam. Propaganda anti
Islam bertujuan menghabiskan energi umat Islam, memecah belah umat Islam, mendiskreditkan Islam dan umatnya. Dakwah
dengan strategi kebudayaan akan menggantikan ketegangan (perang dingin) dengan kompetisi, permusuhan dengan
persaudaraan, konflik dengan kerjasama. Kompetisi, persaudaraan dan kerjasama jelas lebih islami, bermakna dan
bermartabat dari pada ketegangan, permusuhan dan konflik. Bukankah Islam itu agama damai yang sangat menjunjung
tinggi silaturahim dalam pengertian seluas-luasnya termasuk sillaturrahiem antar bangsa dan peradaban? Tesis propaganda
Samuel Huntington dalam The Clash of Civilization yang memposisikan Islam sebagai musuh peradaban Barat seharusnya
dijawab dengan bukti-bukti ilmiah sejarah peradaban Islam yang justru memberikan kontribusi yang sangat besar pada
peradaban Barat. Peradaban Barat adalah kelanjutan dari Peradaban Islam. Sebaliknya Kemajuan peradaban Barat harus
dibayar dengan jutaan nyawa bangsa-bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin serta kerusakan alam yang hebat. Kesalahan
sebagian umat Islam pada era alaf ketiga ini adalah termakan dengan propaganda Barat dan Huntington dengan melakukan
tindakan sebagaimana yang mereka tuduhkan itu: terorisme, anti demokrasi, anti intelektual, anti peradaban, anti pluralisme
dan membelenggu perempuan.
page 4 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ Dengan memiliki strategi kebudayaan, maknanya umat Islam memiliki nilai-nilai dan mindset dan program umum bersama
yang dijadikan sebagai general pattern. Dengan memiliki strategi kebudayaan juga akan diketahui dan didefinisikan siapa
yang dianggap musuh bersama, bila harus bekerjasama dan berkompetisi. Dengan itu, konflik karena perbedaan mazhab,
golongan, partai politik, dan bahkan diantara sesama negara muslim dapat dihindarkan.
Dakwah melalui strategi kebudayaan itu dapat dilakukan lewat jalur struktural dan kultural. Jalur struktural antara lain
melalui politik dan partai politik, birokrasi, undang-undang yang mengemban misi dakwah. Dari sini muncul istilah politik
untuk dakwah dan dakwah lewat politik, islamisasi birokrasi, dan pelembagaan syariah dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dakwah lewat jalur struktural itu diperlukan sumber manusia yang handal, yaitu manusia yang memiliki
kecanggihan berpikir, keahlian bersiasat, sikap kepemimpinan dan keterbukaan yang tinggi dan kesabaran menghadapi
lawan-lawan politik yang tidak sejalan. Tanpa itu, dakwah dengan pendekatan struktural hanya akan melahirkan pola pikir
idealistik-destruktif, idealistik-anomaly dan tradisi oposisi (pembangkangan) terhadap sistem politik dan kekuasaan yang ada
sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian besar gerakan Islam sepanjang sejarahnya. Sikap politik idealistik normatif
destruktif adalah mencita-citakan sistem politik yang ideal seraya menolak sistem yang ada akan tetapi yang ideal itu secara
idografis dan nomotetik tidak/belum teruji dalam sejarah sekarang dan masa depan. Dakwah lewat pendekatan struktural ini
sangat rawan dengan conflic of interest, konflik dengan pengusa, dan bahkan konflik antar pelaku dakwah. Contoh model
dakwah ini adalah Gerakan Pan Islamisme Jamaluddin al-Afghani, Hizbuttahrir dan Salafi Haraki. Gerakan Islam di Filipina
Selatan, Thailand Selatan, Thaliban dan bahkan sebagian besar gerakan Islam baru (newly Islamic Movement) berorientasi
struktural.
page 5 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ Jalur yang kedua adalah jalur kultural. Dakwah pendekatan kultural adalah dakwah dengan pendekatan budaya atau
pendekatan humanistik yang non politik atau non partisan. Pendekatan kultural dapat dilakukan dengan pencerahan (
enlighment), penguatan (inforcement), pemberdayaan (empowerment) nilai-nilai kemanusiaan dan atau nilai-nilai keislaman.
Hal ini terutama dapat dilakukan melalui pendidikan (formal, informal maupun non formal), pengembangan seni dan budaya,
pemberdayaan ekonomi, kesehatan, informasi dan berbagai program penguatan lainnya. Jalur kultural ini biasanya dilakukan
oleh organisasi non goverment seperti organisasi sosial keagamaan, yayasan-yayasan, organisasi sosial kemasyarakatan, dan
organisasi-organisasi non pemerintah (Non Goverment Organization).
Dalam prakteknya organisasi-organisasi ini sangat efektif dalam membangun masyarakat sipil yang tangguh (masyarakat
madani) dan kekuatan dakwah biasanya bukan terletak pada dukungan kekuasaan, melainkan pada budaya yang berlaku di
masyarakat. Dakwah dengan pendekatan kultural ini terbukti sangat efektif karena sejalan dengan semangat philantropis
yang sangat dianjurkan oleh agama. Pendekatan kultural dapat memanfaatkan sumber manusia, sumber sosial, sumber
kewangan, sumber organisasi dan sumber informasi. Anjuran berjuang di jalan Allah, bersedekah, berzakat, dan perintah
beramar ma’ruf nahi munkar dalam pengertian luas merupakan sumber dan sekaligus kekuatan moral, motivasional, spiritual
dan kekuatan wang untuk menopang berbagai gerakan amal-kemanusiaan.
Dakwah dengan pendekatan kultural terbukti dalam sejarah lebih berkesan, tahan lama, damai dan harmoni. Pada Alaf ketiga
atau era teknologi informasi ini, dakwah dengan pendekatan kultural dianggap lebih tepat karena dapat memanfaatkan
kecanggihan teknologi informasi untuk menyampaikan pesan-pesan damai Islam kepada seluruh dunia, bukan saja kepada
page 6 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ ummah al-ijabah tetapi juga kepada ummah al-da’wah di seluruh dunia. Proyek uswah hasanah di bidang pendidikan,
kesehatan, penguatan ekonomi, seni budaya dan sosial kemasyarakatan akan lebih relevan dan berkesan.
Muhammadiyah: Model Gerakan Dakwah dengan Strategi Kebudayaan
Muhammadiyah adalah organisasi sosial keagamaan atau boleh disebut juga sebagai Islamic Non Goverment Organization
(NGO keagamaan), ditubuhkan pada 18 Nopember 1912. Pada muktamarnya yang ke 46 di Yogyakarta pada tahun 2010,
Muhammadiyah genap berusia 100 tahun menurut kalender Hijriah. Muhammadiyah adalah organisasi sosial keagamaan
tertua di Indonesia, dan organisasi sosial pergerakan kemerdekaan yang masih eksis.
Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan di kota Yogyakarta memiliki profil sebagai berikut:
1. Visi: Islam yang rahmatan lil’alamin, Islam yang berkemajuan, Islam yang gagah dan kuat dalam menghadapi kekuatan
Barat (Penjajah) dan Kristen (misi zending).
2. Misi: Melakukan gerakan amar ma’ruf nahi munkar (dalam makna yang seluas-luasnya)
3. Semboyan: kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah al-shahihah, berlomba-lomba di dalam kebajikan (fastabiqu
page 7 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ al-khairât), hidup hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari penghidupan di Muhammadiyah
4. Inspirator gerakan : surat al-Ma’un
5. Significan other: Ibnu Taimiyah, Moh. Abduh dan Rasyid Ridlo
6. Program: (1) Kembali kepada al-Qur’an dan al-Sunnah (revivalisme) termasuk salaf al-shalih yang disertai tajdid
(modernisme) di bidang pemikiran dan gerakan; (2) meningkatkan derajat pendidikan, kesehatan dan sumber manusia
penduduk pribumi (muslim), menyantuni fakir-miskin, anak yatim, orang-orang lemah dan golongan mustadz’afin
lainnya.
7. Amal usaha yang dimiliki: 149 universiti, sekolah tinggi dan akademi; 13.000 sekolah rendah dan menengah, dan
ribuan kinderganten; ratusan pesantren (pendidikan tradisional); ribuan madrasah diniyah; ribuan balai kesehatan:
hospital, poliklinik, balai bersalin; ribuan hektar tanah wakaf; ribuan masjid dan surau (mushalla); ribuan office di
seluruh Indonesia dan cabang khusus luar negeri. Semua asset itu bukan milik pribadi, melainkan milik Persyarikatan
(organisasi) Muhammadiyah
8. Jumlah anggota berkad pengenal aktif ±1.500.000 orang dan ±15 – 20 juta simpatisan
9. Organisasi otonom: Aisiyah (wanita), Naisatul A’isiyah (belia puteri), Ikatan Pemuda Muhammadiyah (belia putra), Ikatan
remaja Muhammadiyah (putera-puteri), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah/IMM (mahasiswa), Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (pelajar), Tapak Suci (bela diri) dan Hizbul Wathan (kepanduan).
Melihat profil Muhammadiyah tersebut, tidak terlalu berlebihan apabila Muhammadiyah merupakan NGO keagamaan terbesar
dan paling rapi di dunia (muslim), paling konsisten dalam melayani umat, paling konsisten untuk tidak terseret dalam politik
praktis, paling konsisten dalam pengabdiannya di bidang pendidikan dan kesehatan, dapat menjaga hubungan dengan umat
dan kerajaan secara seimbang, dan paling konsisten dalam mengimbangi tetapi tidak memusuhi dan bahkan melakukan
page 8 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ dialog dengan gerakan/missi zending Kristen sejak zaman penjajahan/kolonial sampai sekarang.
Dengan prinsip-prinsip di atas, Muhammadiyah merasa tidak memiliki musuh walaupun tetap ada yang memusuhi.
Muhammadiyah menjawab berbagai tuduhan dan kritik dengan jawaban seperlunya dan dengan amalan nyata. Dakwah
Muhammadiyah adalah dakwah yang mendahulukan amar ma’ruf dari pada nahi munkar, dakwah yang anti keganasan (non
violent), dakwah yang menguatkuasakan (empowerment), dakwah yang menggembirakan, dan dakwah yang membebaskan,
yaitu membebaskan dari belenggu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, penyakit, mental inferioriti complex dan lain
sebagainya.
Dengan keteguhannya berhidmat di bidang dakwah, Muhammadiyah telah mendapatkan pengakuan luas dalam membangun
peradaban umat, membangun bangsa dan negara. Dengan amalan nyata ini, Muhammadiyah banyak mendapatkan sokongan
dari berbagai pihak dengan tanpa meminta-minta. Kontribusi dakwah Muhammadiyah dalam membangun peradaban umat
antara lai berupa:
1. Budaya amar ma’ruf nahi munkar. Muhammadiyah
mengaplikasikan ajaran
Islam khususnya tugas melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar secara
nyata amar ma’ruf antara lain dilakukan tabligh,
Mindset amar
telah membangun dan memberikan contoh nyata dalam
konsisten. Wujud
pengajian dari level kampung (cawangan) sampai level pusat.
ma’ruf nahi munkar ini tertanam kuat dalam sistem kepribadian warga
Muhammadiyah sehingga
page 9 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ memberikan kontribusi bagi penegakan hukum,
undang-undang termasuk anti korupsi (rasuah), kolusi dan
nepotisme.
2. Budaya kerja. Untuk mewujudkan Islam yang
rahmatan lil’alamin dan dalam rangka berfastaqiqul khairat, warga
Muhammadiyah dituntut kerja keras, kerja cerdas dan kerja ihlas. Untuk
tingkat kampung) atau Cabang (daerah) harus
rutin
mendirikan sebuah ranting (cawangan
disertai amal usaha minimal berupa pengajian rutin. Dari pengajian
kemudian ditubuhkan lembaga pendidikan seperti Madrasah Diniyah atau Taman
Bustanul Athfal) dan seterusnya. Untuk
menubuhkan Muhammadiyah tingkat Daerah (distrik) harus ada amal usaha
seperti sekolah, balai kesehatan dan
panti asuhan. Dengan ketentuan ini warga Muhammadiyah dididik kerja
dan kerja, amal dan amal. Setiap warga Muhammadiyah harus bisa berbuat
Muhammadiyah atau persyarikatan
kultur
Muhammadiyah dipastikan ada amal usahanya. Kultur Muhammadiyah adalah
melelahkan, menghindari fitnah dan
sesama gerakan Islam.
3. Dakwah Muhammadiyah adalah dakwah bi al-hal
dapat
untuk lingkungannya. Dimana ada warga
sedikit bicara banyak kerja, menghindari dari polemik khilafiah yang
saling kritik atau olok-olok diantara
atau dakwah dengan menggunakan alat dakwah. Alat dakwah itu
berbentuk amal-amal usahanya berupa lembaga-lembaga pendidikan,
Penolong Kesengsaraan Umum (PKU), dan
balai-balai kesehatan yang disebut
panti-panti asuhan. Amal usaha ini terbuka untuk awam dan tidak ada
keistimewaan bagi warga Muhammadiyah. Dengan amal usaha inilah
dan berdakwah. Tujuan Dakwah
Kanak-kanak (Kindergarten,
Muhammadiyah mengenalkan dirinya, berdialog
Muhammadiyah dapat dibagi dalam lima level:
(1) level pertama, menjadi muslim yang benar dan menyokong gerakan Muhammadiyah,
page 10 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ (2) level kedua, menjadi muslim yang baik,
(3) level ketiga, senang kepada Islam,
(4) level keempat, tidak memusuhi Islam dan
(5) tidak memusuhi Muhammadiyah karena pernah merasakan amal usaha Muhammadiyah.
4. Dakwah Muhammadiyah adalah dakwah yang berdimensi jangka panjang, membangun generasi dan membangun
peradaban baru. Dalam merayu kepada Islam, Muhammadiyah menggunakan konsep dakwah keluarga. Konsep dakwah
keluarga ini memiliki pengertian: (1) setiap keluarga muhammadiyah berkewajiban mengajak keluarga terdekat (tetangga)
dan sanak saudara, (2) kalau orang tua keluarga itu belum bisa menerima, maka dididik anaknya dan seterusnya cucu (datuk)
nya.
page 11 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ 5. Dakwah Muhammadiyah adalah dakwah membangun kader. Orientasi dakwah kader memang tidak hanya kuantiti,
melainkan kualiti lebih diutamakan. Dengan memiliki kader yang berkualiti maka gerak Muhammadiyah akan semakin laju
termasuk perkembangan amal usahanya. Konsep dakwah kader ini ada konsekuensinya, yaitu Anggota aktif Muhammadiyah
tidak dapat bersifat massif dan bahkan terkesan elitis. Hal ini memang tidak bisa dihindari megingat Muhammadiyah sebagai
organisasi keagamaan yang mampu menggabungkan watak salafi dan modernisme sekaligus. Kecenderungan gerakan Islam
yang ada ada selama ini tidak mampu menggabungkan kedua hal tersebut: yang salafi denderung leteral-tekstual dan anti
modernisme, sedang yang modernisme cenderung kurang memperhatikan teks bahkan meninggalkan teks (makna zahir)
sebuah teks baik al-Qur’an maupun al-Hadits. Bahkan tidak jarang antara salafi dengan modern saling menyerang. Tetapi hal
itu tidak terjadi di Muhammadiyah dan inilah salah satu keunikan dan keistimewaan Muhammadihah, yaitu berislam yang
benar sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah dan para Sahabat Salafussalih, dan cekap dalam mengatasi berbagai soalan
kontemporer. Muhammadiyah diibaratkan sebagai tenda besar yang semua muslim dapat berteduh dengan nyaman dan
damai (at home).
6. Tidak terseret pada politik praktis. Muhammadiyah yang telah berusia hampir satu abad telah memiliki pengalaman hidup
dalam berbagai zaman mulai zaman Kolonial Belanda, Inggris, Jepang, sampai zaman kemerdekaan baik pada zaman Orde
Lama, Orde Baru maupun Zaman Reformasi. Tegangan dari dalam dan tekanan dari luar agar Muhammadiyah terjun ke politik
praktis begitu kuat, namun khittah Muhammadiyah yang tidak menghendaki berpolitik praktis dan independensi gerakannya
selama ini, dapat menjaga dari berpolitik praktis. Tanpa berpolitik praktispun sesungguhnya Muhammadiyah telah memiliki
kekuasaan, yaitu mengatur sikap politik warganya dan mengendalikan amal usahanya. Politik Muhammadiyah adalah high
politic yaitu memproduksi, mensosialisasikan dan mengawal nilai-nilai etis dalam berpolitik. Kedua politik Muhammadiyah
bukan politik aliran atau golongan, melainkan politik kebangsaan dan kenegaraan. Muhammadiyah adalah bagian dari Bangsa
page 12 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ Indonesia dan milik semua Bangsa Indonesia dan untuk bangsa Indonesia. Muhammadiyah bukan partisan, Muhammadiyah
adalah organisasi dan gerakan dakwah yang harus bersikap terbuka. Muhammadiyah Dapat masuk di semua lini dalam
kehidupan bangsa dan negara: di organisasi militer, birokrasi sipil, partai politik, sarikat-sarikat dan NGO.
Organisasi Dakwah semacam Muhammadiyah akhir-akhir ini justru semakin langka, yang ramai justru yang tidak dapat
dibedakan antara organisasi dakwah dengan organisasi politik. Masjid bukan lagi milik umat tetapi milik partai, khutbah atau
ceramah agama sama dengan kempen sebuah partai.
Penutup
Dakwah adalah tugas ketuhanan, kerasulan dan kemanusiaan. Dakwah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia yang
berkeadaban. Isi dakwah pada dasarnya adalah nilai-nilai luhur yang mengangkat harkat dan menyelamatkan kehidupan
manusia dan menjadi ruh peradaban. Aktiviti dakwah adalah motor penggerak peradaban. Dakwah yang tidak melahirkan
peradaban; tidak meningkatkan kemuliaan akhlak, kesejahteraan, kenyamanan, keharmonisan dan keindahan, pada
hakekatnya bukan dakwah kepada jalan Tuhan, melainkan ambisi suatu kelompok/golongan.
page 13 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ Era alaf ketiga adalah zaman keterbukaan, zaman dimana tabir kepalsuan jubah-jubah agama dan ideologi akan terbongkar,
yang pada saat yang sama dibarengi dengan pencarian agama yang fitri, agama nilai dan spiritualitas. Strategi dakwah yang
efektif pada alaf ketiga adalah dakwah inheren dengan strategi kebudayaan yang dilakukan dengan pendekatan struktural
maupun kultural.
DAFTAR BACAAN:
Fukuyama, Francis. Memperkuat Negara: tata pemerintahan dan tata dunia baru abad 21. Jakarta: Gramedia 2004
Tim Pembina al-Islam. Muhammadiyah: Sejarah, Gerakan dan Amal Usaha. UMM Press, 1993.
Huntington, Samuel. The Clash of Civilization and the Remaking of World Order. New York: Touchstone Centre, 1997.
page 14 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ Naisbitt, John. Mind set. New York: Harper Collins, 2006
BIODATA PENULIS
Tobroni Lahir di Blitar Jawa Timur pada 6 Oktober 1965. Prof Madya Pelawat di API-UM. Lecturer di Fakultas Agama Islam dan
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Malang. Gelar Ph.D diperoleh dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2005.
Memperoleh pendidikan tambahan antara lain pada tahun 2003 tentang Islamic Studies and Arabic Teaching di Leipzig
University Jerman (Timur) dan The Higher Education System in Germany di Hamburg University Jerman. Tahun 2005
melakukan Visiting Academic di Australian National University Canberra, Australia, dan tahun 2006 tentang Higher Education
Leadership and Management Course di McGill University Canada. Menulis di beberapa media massa, majalah dan jurnal. Buku
terakhir yang diterbitkan adalah The Spiritual Leadership 2005, Paradigma Pendidikan Islam (2008) dan Megembangkan Mutu
page 15 / 16
Khalifatu Rabb | STRATEGI KEBUDAYAAN SEBAGAI ALAT DAKWAH PADA ALAF KETIGA (Ba Copyright tobroni
[email protected] http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/12/01/strategi-kebudayaan-sebagai-alat-dakwah-pada-alaf-ketiga -bahasa-melayu/ Perguruan Tinggi Islam (2008). Hidup bahagia di Malang Indonesia bersama keluarga yang disayangi: istri Ririek Wuryantini,
dan tiga orang anak Hero Adibi Abda (Hero), Sabiella Maris Adiba (Diba), dan Mahira Charmi Ainaya (Aya).
[1]Dosen tetap Universitas Muhammadiyah Malang Indonesia, Visiting Associate Professor di Akademi Pengajian Islam
University Malaya Malaysia.
page 16 / 16