Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
STRATEGI DAN GERAKAN ORGANISASI DAKWAH DALAM PENGEMBANGAN AGAMA Najamudin, Hamdani Khaerul Fikri Fakultas Dakwah dan Komunikasi Institut Agama Islam Negeri IAIN Mataram Email:
[email protected] Abstrak Dakwah dalam artinya yang paling elmenter adalah menyampaikan pesan-pesan suci dan luhur yang bersumber dari ajaran agama. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dakwah telah menjadi bagian dari gerak hidup dan dinamika di Indonesia. Substansi dakwah yang disampaikan setidaknya mencakup dua hal, yakni ajakan berbuat kebaikan (amar ma’ruf ) dan mencegah berbuat jahat atau penyimpangan (nahyi munkar). Paper ini menitik beratkan pada strategi dan gerakan organisasi dakwah dalam pengembangan Agama, studi kasus pada Pondok Pesantren/Lembaga Pendidikan. Bagaimana dan siapa saja yang mampu membuat sebuah strategi gerakan organisasi dakwah khususnya pada lembaga pondok-pesantren yang ada di Indonesia, karena strategi gerakan yang ada saat ini perlu dikembangkan terus-menerus agar terciptanya sebuah gerakan dakwah yang mampu memunculkan hasil-hasil yang nyata pada sebuah gerakan dakwah. Kemudian juga di dalam penulisan jurnal ini penulis menekankan cara-cara yang dapat dipakai untuk mengembangkan sebuah gerakan dan strategi dakwah pada organisasi atau lembaga pendidikan pesantren. Keyword: Dakwah, Strategi, Gerakan, Organisasi
52
Strategi dan Gerakan Organisasi Dakwah dalam Pengembangan Agama
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
A. Pendahuluan
Dakwah dalam artinya yang paling elmenter adalah menyampai kan pesan-pesan suci dan luhur yang bersumber dari ajaran agama. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, dakwah telah menjadi bagian dari gerak hidup dan dinamika di Indonesia. Substansi dakwah yang disampaikan setidaknya mencakup dua hal, yakni ajakan berbuat kebaikan (amar ma’ruf ) dan mencegah berbuat jahat atau penyimpangan (nahyi munkar). Secara substansial dakwah merupakan pendidikan masyarakat, yang dalam pelaksanaannya tidak jauh berbeda dengan cita-cita pendidikan nasional. Sebagaimana diketahui, dalam Undang Undang Sikdiknas Bab II Pasal 3 disebutkan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkem bangnya potensi peserta didik agar mennjadi manusia yang beriman dan bertakwa kjepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.1 1
Undang Undang Sikdiknas Bab II Pasal 3
Tujuan seperti diamanahkan dalam undang-undang tersebut menempatkan dimenasi moral keagamaan sebagai bagian yang penting. Masyarakat yang menjadi sasaran dakwah, adalah masyarakat yang haus hiburan. Mereka menerima pesan-pesan tersebut selagi tuntunan itu mengandung unsur hiburan. Sehingga dakwah menjadi pesan yang menghibur. Da’i seakan menjadi pemain panggung, yang harus pandai berimprovisasi, demi kepuasan audiens. Ini hanya salah satu contoh di mana kegiatan dakwah berhadapan dengan komunitas yang beraneka ragam budayanya, hobinya, tingkat pendidikannya, tingkat ekonominya, tetapi di”persatukan” oleh persamaan kebutuhan, dan kebutuhan itu dicoba penuhi melalui kegiatan dakwah. Sementara itu, dakwah yang berpola multikultur adalah bernuansa kebangsaan, dan oleh karena itu berlaku juga aturan sebagaimana diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam negeri Nomor 1 Tahun 1979, khususnya pada Bab III Pasal 3, yang menyebutkan: “Pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat ke rukunan, tenggang rasa, saling menghargai dan saling meng
Hamdani Khaerul Fikrii
53
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
hormati antara sesama umat ber agama serta dilandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang un tuk memeluk/menganut dan melakukan ibadat menurut agama nya”.2
Fungsi saling menghormati bisa dimaknai senantiasa memposisikan dakwah sebagai juru bicara ke budayaan. Dalam menyampaikan ajaran agama, sang juru dakwah tidak mengambil jarak dengan budaya setempat. Budaya yang beraneka di amsyarakat perlu diperlakukan secara adil, daan dijadikan pintu masuk untuk mana ajaran agama bias disosialisasikan. Metode ber dakwah dengan memadukan tuntunan dan tontonan, telah sejak lama dipakai sejak masuknya agama Islam di Indonesia. Pada masyarakat Jawa, sudah tidak asing lagi, dengan peran Sunan Kalijaga misalnya, yang memanfaatkan media kesenian wayang sebagai media dakwahnya. Jenis kesenian ini menjadi instrument penting, untuk pendekatan secara kulturaal. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia, kini telah diwarnai oleh mobilitas social yang sangat tinggi. Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam negeri Nomor 1 Tahun 1979, khususnya pada Bab III Pasal 3 2
54
Terjadi akulturasi (percampuran budaya) dan transkulturasi (tarik menarik antarbudaya), sejalan dengan kemajuan tekonologi dan perkembangan ilmu pengetahu an. Perkembangan yang spekta kuler adalah pada teknologi komunikasi, yang kemudian sangat mempengaruhi pola dakwah masa kini. B. Pengertian Strategi Dakwah Strategi pada hakekatnya adalah perencanaan (planning) dan management untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencpai tujuan tersebut, strategi tidak hanya berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana tekhnik (cara) opera sionalnya. Dengan demikian strategi dakwah merupakan perpaduan dari perencanaan (planning) dan management dakwah untuk mencapai suatu tujuan. Di dalam mencapai tujuan tersebut strategi dakwah harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara tekhnik (taktik) harus dilakukan, dalam arti kat bahwa pendekatan (approach) bias berbeda sewaktuwaktu bergantung pada situasi dan kondisi.Untuk mantapnya
Strategi dan Gerakan Organisasi Dakwah dalam Pengembangan Agama
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
strategi dakwah, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus Lasswell, yaitu: Who? (Siapa da’i atau penyampai pesan dakwahnya?), Says What? (Pesan apa yang disampaikan?), In Which Channel? (Media apa yang digunakan?), To Whom? (Siapa Mad’unya atau pendengarnya?), With what Effect? (Efek apa yang diharapkan?.
C. Pentingnya Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Umat Islam memiliki jumlah pengikut terbanyak di Indonesia. Sekitar sembilan puluh persen, ia merupakan bagian yang paling dominan dalam kehidupan masya rakat Indonesia, bersama-sama dengan umat beragama lain mereka hidup berdampingan dan bergaul. Mengadakan kontak sosial di antara mereka, berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Dalam proses interaksi tersebut terjadi saling mepengaruhi dan saling bersaing serta berkompetisi satu sama lainnya. Dalam persaingan tersebut ter masuk di dalamnya persaingan dalam menguasai peranan penting di masa depan. Siapapun yang mampu
mempersiapkan masa depan dengan baik dan cermat maka ia yang akan menguasai kehidupan masa depan itu, karena ia dengan seksama telah mempersiapkan kader-kader terbaik mereka yang akan berperan dalam kehidupan yang akan datang. Begitu pula sebaliknya siapapun yang mengabaikan masa depan, maka ia akan terpinggirkan dan tidak akan mengambil peran dalam posisi penting di masa yang akan datang. Kondisi umat Islam dewasa ini sangat memprihatinkan, secara umum dalam bidang kehidupan duniawi mereka bukan termasuk umat yang memegang peranan penting di dunia ini. Dalam beberapa hal tertentu umat Islam tertinggal dari umat yag lain terutama di bidang ekonomi dan politik3. Di bidang ekonomi umpamanya, mereka masih mengandalkan kekuatan sumber daya alam dibandingkan dengan hasil produksi ataupun jasa, padahal sumber daya alam kebanyakan tidak bisa diperbaharui, lambat laun akan menyusut dan habis seperti halnya minyak bumi dan barang tambang merupakan sumber daya alam yang kalau sudah habis tidak akan tersedia lagi dalam waktu cepat. Hafidz, Abdullah Cholis, dkk. Dakwah Transformatif. Jakarta: PP LAKPESDAM NU. 2006. 3
Hamdani Khaerul Fikrii
55
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
Di bidang politik umat Islam mengalami keadaan yang kurang menguntungkan, posisi mereka hampir terpinggirkan dalam kon stalasi dunia yang diakibatkan oleh adanya propaganda hitam yang gencar melalui mass media yang canggih dari orang lain. Umat Islam dianggap umat yang punya peradaban masa lalu, teroris, tidak akomodatif dan sebutan lain yang menyudutkan.Kondisi terpinggirkan itu banyak diakibatkan oleh keadaan umat Islam itu sendiri yang lemah, mudah marah, dan mudah panik ketika menghadapi provokasi lawan. Hal tersebut diakibatkan oleh keterbatasan kemampuan mereka dalam sumber daya manusia dan dalam bidang kehidupan sehingga kurang mampu mengimbangi ma nuver lawan yang memang cangg ih dalam bidang kehidupan terutama dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Menurut Penulis, sekali lagi dan ini bukan hanya satu-satunya penyebab dari kurang beruntungnya umat Islam sekarang ini, adalah banyak diakibatkan oleh kurangnya kemampuan kaum Muslimin dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kurangnya penguasaan pengetahuan tersebut banyak disebabkan oleh banyaknya orang
56
di kalangan umat Islam yang masih punya anggapan bahwa penguasaan ilmu dan teknologi tidak begitu penting. Hal tersebut berlanjut kepada anggapan bahwa pendidikan ilmu dan teknologi adalah sesuatu yang diabaikan. Anggapan tersebut mungkin hanya berasal dari ajaran agama yang mereka pahami bahwa kehidupan manusia di dunia ini hanyalah sementara sedangkan kehidupan akhirat itu abadi sehingga mereka lebih mementingkan persiapan menuju kematian (kehidupan akhirat) dan mengabaikan persiapan untuk kehidupan di dunia. Pikiran atau paham tersebut memang betul kalau dilihat dari lamanya kehidupan seseorang atau pribadi, tetapi kalau kita melihat rentang waktu kehidupan masyarakat Islam yang sangat panjang bisa beratus, beribu tahun bahkan sampai akhir zaman. Mereka tidak menyadari bahwa keadaan kehidupan masyarakat dibangun oleh kehidupan individu (perseorangan). Kalau kehidupab perorangan memprihatinkan maka kehidupan masyarakat yang panjang itu juga akan memprihatinkan. Kalau kehidupan perorangan sekarang kurang memperhatikan kehidupan masyarakat jangka
Strategi dan Gerakan Organisasi Dakwah dalam Pengembangan Agama
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
panjang maka kehidupan anak cucu dan keturunannya akan lebih memprihatinkan. Kesalahan mempersepsi dan mengambil keputusan hari ini akibatnya akan dirasakan oleh anak keturunan kita sampai beratus tahun kemudian. Orang yang mengabaikan kehidupan masyarakat masa de pan adalah orang yang egois dan individualis, padahal banyak dalam ajaran Islam yang menganjurkan untuk memperhatikan nasib ke turunan masa depan sebagaimana firman Allah swt: “Dan hendaklah kamu takut dengan keadaan anak keturunanmu yang lemah” atau sabda Nabi Muhammad saw: “Walaupun kamu tahu besok hari akan terjadi kiamat sedangkan di tanganmu ada sebutir benih kurma maka tanamkanlah benih kurma itu”. Dua dalil naqli tersebut mengingatkan kita betapa kita harus menciptakan generasi yang akan datang dengan kondisi yang lebih baik dari kondisi sekarang. Pendidikan merupakan sarana penting bagi mempersiapkan ge nerasi muda untuk tampil dalam gelanggang pada masa yang akan datang. Sayngnya di masyarakat Islam keadaan pendidikan baik jumlah maupun mutu tidak menunjukkan keadaan yang menggembirakan.
Contoh kasus di Indonesia, hasil statistik tahun 1990 menunjukkan bahwa 78% penduduk Indonesia lulusan sekolah dasar ke bawah, 20% lulusan sekolah menengah, dan hanya 2% lulusan perguruan tinggi. Dari data tersebut berarti penduduk Indonesia yang mayoritas umat Islam sebagian besar berpendidikan rendah dan akibatnya bisa kita perkirakan sendiri.Data tadi menunjukkan dari segi kuantitas belum lagi jia kita lihat dari segi kualitas, masih sangat sulit kita menemukan sekolah-sekolah yang bagus di Indonesia. Sebagai contoh tidak ada satupun perguruan tinggi di Indonesia yang masuk lima puluh besar di urutan perguruan tinggi terbaik di Asia. Begitu pula sekolah menengah nya. Minim produk penelitian yang berkualitas sehingga sangat sedikit penemuan baru yang dilahirkan dar lembaga pendidikan.Hal itu diakibatkan oleh minimnya anggaran untuk pendidikan dan riset.Bahkan banyak negara Islam yang kaya lebih mementingkan anggaran belanja untuk pertahanan dibandingkan untuk riset dan pendidikan. Kondisi inilah yang meng haruskan berbagai lembaga keagama an Islam yang ada untuk mulai menyadari akan pentingnya lembaga pendidikan untuk menaikkan
Hamdani Khaerul Fikrii
57
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
tingkat pendidikan di kalangan umat Islam. Kenapa harus lembaga Islam? Sebab bagaimanapun masyarakat Indonesia yang mayoritas Muslim masih mempunyai loyalitas yang kuat terhadap kelompok keagamaan dimana mereka bergabung. Mereka merasa terpanggil dan terlibat ketika lembaga keagamaan mereka atau organisasi massa mereka membuat amal usaha termasuk disana adalah lembaga pendidikan. Memang kita telah mengetahui bahwa sudah banyak ormas Islam yang telah mendirikan lembaga pendidikan seperti sekolah, madra sah, maupun pesantren tetapi keberadaannya belum merata di seluruh pelosok tanah air dan juga kualitasnya masih berorientasi apa adanya. Sudah waktunya ormas Islam menggerakkan anggotanya untuk lebih meningkatkan partisipasinya dalam pendidikan umat sehingga mencapai hasil yang maksimal. Sumber dana masyarakat jauh lebih besar dibandingkan dengan sumber dana di pemerintah, sebab dana pemerintah pun sebenarnya banyak yang berasal dari dana masyarakat yang dikumpulkan melalui pajak dan retribusi. Jadi, kalau Penulis mem bayangkan ketika mayoritas umat Islam telah mengalami pendidikan
58
yang tinggi, maka akan terjadi keadaan umat Islam yang aqiedahnya kuat dan ilmu pengetahuannya luas dan dalam itulah yang akan melahirkan khoeru ummah yang disebutkan oleh Allah dalam QS Ali Imran. Dan menjadi umat yang dijanjikan Allah diangkat derajatnya karena beriman dan berilmu pengetahuan4. D. Strategi Dakwah Dengan strategi dakwah seorang da’i harus berfikir secara konseptual dan bertindak secara sistematik.Sebab komunikasi tersebut bersifat paradigmatik. Paradigma adalah pola yang mencakup sejumlah komponen yang terkorelasikan secara fungsional untuk mencapai suatu tujuan.Suatu paradigma mengandung tujuan. Dan tujuan pada paradigma tesebut , yakni “mengubah sika, opini atau pandangan dan perilaku”. (to change the attitude, opinion and behavior), sehingga timbul pada diri mad’u efek afektif, efek kognitif, dan efek konatif atau behavioral.
1. Proses Dakwah a. Dalam menyusun strategi dakwah harus menghayati proses komunikasi yang akan dilancarkan.
Dadang Kahmad, srategi dakwah islam masa kini, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2003. 4
Strategi dan Gerakan Organisasi Dakwah dalam Pengembangan Agama
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
b. Proses dakwah harus ber langsung secara “ber putar”(circular), tidak “melurus” (linear). Maksud nya, pesan yang sampai kepada mad’u efeknya dalam bentuk tanggapan mengarus menjadi umpan balik. c. Mengevaluasi efek dari um pan balik terseut negative atau positif. 2. Da’i a. Mendalami pengetahuan Alqur’an dan Hadits, penge tahuan huukum Islam lainnya. Sejarah nabi, ibadah, muamalah, akhlak, dan pengetahuan Islam lainnya. b. Menggabungkan penge tahuan lama dan modern. c. Menguasai bahasa setempat d. Mengetahui cara berdak wah, sistem pendidikan dan pengajaran, mengawasi dan mengarahkan. e. Berakhlak mulia. f. Para da’i harus bijaksana, dan berpenampilan yang baik. g. Para da’i harus pandai memilih judul, dan men
jauhkan yang membawa kepada keraguan. h. Da’i adalah imam dan pemimpin. 3. Pesan Dakwah a. Sistematis dan objektif. b. Bahasanya ringan sesuai dengan situasi dan kondisi. c. Tidak harus panjang lebar. d. Pesan dakwah sesuai dengan Alqur’an dan Hadits. e. Meyakinkan meragukan.
tidak
f. Isinya menggambarkan tema pesan secara menyeluruh. 4. Media Dakwah a. Radio b. Mimbar c. Televisi d. Dan Publikasi lainnya e. Film Teater f. Majalah g. Reklame h. Surat Kabar 5. Mad’u a. Komponen yang paling banyak meminta perhatian.
Hamdani Khaerul Fikrii
59
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
b. Sifatnya, heterogen kompleks.
dan
c. Selektif dan kritis mem perhatikan suatu pesan dakwah, khususnya jika berkaitan dengan kepenti ngannya. 5. Efek Dakwah a. Efek kognitif (cognitive effect), berhubungan de ngan pikiran atau penalar an, sehingga khalayak yang semula tidak tahu, yang tadinya tidak me mahami, yang tadinya bingung menjadi merasa jelas. Contohnya; berita, tajuk rencana, artikel dan sebagainya. b. Efek afektif, berkaitan dengan perasaan. Misalnya, perasaan marah, kecewa, kesal, gembira, benci dan masih banyak lagi. Efek konatif (efek behavioral), bersangkutan deengan niat, tekad, upaya, usaha yang cenderung menjadi suatu kegiatan atau tindakan. Efek konatif timbul setelah muncul efek kognitif dan afektif. Misalnya, seorang suami yang bertekad berkeluaga dengan dua anak saja merupakan efek konatif setelah ia menyaksikan fragmen
60
acara televisi, betapa bahagianya beranak dua dan sebaliknya betapa repotnya beranak banyak. E. Pentingnya Strategi Dakwah
Pentingnya strategi dakwah adalah untuk mencapai tujuan, sedangkan pentingnya suatu tujuan adalah untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.Fokus perhatian dari ahli dakwah memang penting untuk ditujukan kepada strategi dakwah, karena berhasil tidaknya kegiatan dakwah secara efektif banyak ditentukan oleh strategi dakwah itu sendiri. Dengan demikian strategi dakwah, baik secara makro maupun secar mikro mempunyai funsi ganda, yaitu : 1. Menyebarluaskan pesan-pesan dakwah yang bersifat informative, persuasive dan instruktif secara sistematik kepada sasaran untuk memperoleh hasil optimal. 2. Menjembatani “Cultur Gap” akibat kemudahan diperolehnya dan kemudahan dioperasionalkannya media yang begitu ampuh, yang jika dibiarkan akan merusak nilaiinilai dan norma-norma agama maupun budaya. Bahasan ini sifatnya sederhana saja, meskipun demikian diharapkan
Strategi dan Gerakan Organisasi Dakwah dalam Pengembangan Agama
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
dapat menggugah perhatian para ahli dakwah dan para calon pendakwah yang sedang atau akan bergerak dalam kegiatan dakwah secara makro, untuk memperdalaminya. Jika kita sudah tau dan memahami sifat-sifat mad’u, dan tahu pula efek apa yang kita kehendaki dari mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berdakwah sangatlah penting, karena ini ada kitannya dengan media yang harus kita gunakan. Cara bagaimana kita menyampaikan pesan dakwah tersebut, kita bias mengambil salah satu dari dua tatanan di bawah ini : 1. Dakwah secara tatap muka (face to face) Pertama, Dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behavior change) dari mad’u. Kedua, Sewaktu menyampaikan memerlukan umpan balik langsung (immediate feedback). Ketiga, Dapat saling melihat secara langsung dan bisa mengetahui apakah mad’u memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita sampaikan. Sehingga umpan balik tetap menyenangkan kita. Keempat, Kelemahannya mad’u yang dapat diubah tingkah lakunya relative, sejauh bisa berdialog dengannya.
2. Dakwah melalui media Pertama, Pada umumnya banyak digunakan untuk dakwah informatif; Kedua, Tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku; Ketiga, Kelemhannya tidak persuasif. Keempat, Kelebihannya dapat mencapai mad’u dalam jumlah yang besar. F. Peranan Da’i dalam Strategi Dakwah Dalam strategi dakwah peranan dakwah sangatlah penting.Strategi dakwah harus luwes sedemikian rupa sehingga da’i sebagai pelaksana dapat segera mengadakan perubahan apabila ada suatu faktor yang mempengaruhi. Suatu pengaruh yang menghambat proses dakwah bisa datang sewaktu-waktu, lebihlebih jika proses dakwah berlangsung melalui media. Menurut konsep A.A Prose dure, bahwa dalam melancarkan komunikasi lebih baik memper gunakan pendekatan, apa yang disebut A-A Proceedure atau From Attention to Action Procedure yang di singkat AIDDA. Lengkapnya adalah sebagai berikut:
Hamdani Khaerul Fikrii
61
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
1. A_Attention (Perhatian) 2. I_Interest (Minat) 3. D_Desire (Hasrat) 4. D_Decision (keputusan) 5. A_Action (Kegiatan) Maknanya : 1. Proses pentahapannya dimulai dengan membangkitkan perhatian (attention). Dalam hal ini pada diri seorang da>i harus menimbulkan daya tarik (source attactiveness). 2. Sikap da’i berusaha menciptakan kesamaan atau menyamakan diri deengan mad’u sehingga menimbulkan simpati mad’u pada da’i. 3. Dalam membangkitkan perhati an hindarkan kemunculan himbauan (appeal) yang negative sehingga menumbuhkan ke gelisahan dan rasa takut. 4. Apabila perhatian mad’u telah ter bangkitkan, hendaknya disusul dengan upaya menumbuh kan minat (interest) yang merupakan derajat lebih tinggi dari perhatian. 5. Minat adalah kelanjutan dari perhatian yang merupakan titik tolak bagi timbulnya hasrat (desire) untuk melakukan suatu
62
kegiatan mad’u.
yang
diharapkan
6. Hasrat saja pada diri mad’u belum berarti apa-apa, sebab harus dilanjutkan dengan keputusan (decission), yakni keputusan untuk melakukan kegiatan (action) sebagaimana diharapkan da’i. G. Peran Pondok – Pesantren dalam Pengembangan Agama Islam Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai dan penyiaran agamaIslam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini semakin memperlebar wilayah garapannya yang tidak melulu mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materimateri keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial). Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis keagamaan (regionalbased curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga kurikulum yang menyentuh persoalan kekinian masyarakat (society-based curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwah semata-mata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi lembaga sosial
Strategi dan Gerakan Organisasi Dakwah dalam Pengembangan Agama
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan masyarakat di sekitarnya. Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini, Pondok Pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa. Banyak pesantren di Indo nesia hanya membebankan para santrinya dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki pesantren adalahNahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam lainnya yang juga memiliki banyak pesantren adalahAlWashliyah dan Hidayatullah.5
http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren diakses pada tanggal 21 Oktober 2012 5
Dasar pembangunan nasional adalah pembangunan masnusia seutuhnya dan pembangunan selurh masyarakat Indonesia yang berlandaskan Pancasila, dan UndangUndang 45. Untuk mewujudkan hal tersebut pemerintah bukan saja telah mempercayakan pada lembaga pendidikan formal saja, melainkan juga telah mempercayakan pada lembaga non formal, seperti pondok pesaantren. Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang tua turut membina kerakter bangsa. Menurut KH. M. Yusuf Hasyim: Pondok Pesantren tidak sekedar mencetak individu pendakwah yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, melainkan pesantren sebagai lembaga itu sendirilah yang berperan sebagai pendakwah, dan bahkan telah menjadi prototipedakwah bil hal bagi masyarakat.6 Di atas penulis sebutkan, bahwa pesantren berfungsi sebagai lembaga pendidikan, da’wah dan kemasyarakatan bahkan lembaga perjuangan. Kelebihan yang selama ini dimiliki pesantren tentunya menjadi aspek pendukung
M. Dian Nafi’, Abd A’la, Hindun Anisah, Abdul Aziz dan Abdul Muhaimin, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Insite For Training and Defelopment (ITD) Amherst, MA, Forum Pesantren, Yayasan selasih. Yogyakarta. 2007) 62. 6
Hamdani Khaerul Fikrii
63
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
yang kuat bagi kehidupan kultur pesantren hingga saat ini.
1. Peranan Kelembagaan.
Secara mendasar peranan Pondok Pesantren yang lebih fungsional dan berpotensi antara lain sebagai berikut:
Dakwah Islamiyah merupakan hal pokok yang menjadi tugas Pondok Pesantren untuk dilkukan, karena pada mula berdirinya suatu Pondok Pesantren, dakwah merupakan landasan pijak yang dipakai oleh para kyai dan ulama. Dalam upaya mencapai tujuan, Pondok Pesantren menyelenggaran kegiatan pengajian atau tafaqquh fi al-din yang dimaksudkan agar para santri mengerti dan paham secara integral tentang ajaran dan pengetahuan agama islam.
a) Pusat Kajian Islam Pada dasarnya Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang mendalami dan mengkaji berbagai ajaran dan ilmu pengetahuan agama islam melalui buku-buku klasik atau modern berbahasa arab. Dengan demikian secara tidak lansung Pondok Pesantren telah menjadikan posisinya sbagai pusat pengkajian masalah keagamaan islam, dalam kata lain Pondok Pesantren berperan sebagai pusat kajian Islam. b) Pusat Pengembangan Dakwah Dakwah Islamiyah dapat diartikan sebagai penyebaran atau penyiaran ajaran dan pengetahuan agama islam yang dilakukan secara islami, baik itu berupa ajakan atau seruan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan maupun berupa uswah hasanah (contoh yang baik). Peranan Pondok Pesantren sebagai pusat pengembangan Dakwah Islamiyah dapat dikategorikan kedalam tiga peranan pokok.
64
Institusi/
2. Peranan instrumental Upaya penyebaran dan pengamalan ajaran agama islam selain dilembagakan dalam tujuan Pondok Pesantren tentunya memerlukan adanya sarana-sarana yang menjadi media dalam upaya aplikasi tujuan tersebut. Dalam wacana inilah peranan Pondok Pesantren sebagai sarana Dakwah Islamiyah tampak sangat berperan dan kemudian melahirkan peranan lain Pondok Pesantren dalam
Strategi dan Gerakan Organisasi Dakwah dalam Pengembangan Agama
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
Dakwah Islamiyah dan sumber daya manusia. 3. Peranan manusia
sumber
daya
Dalam sistem pendidikan Pondok Pesantren diupayakan pengembangan ketrampilan para santri dalam rangka mencapai tujuan Pondok Pesantren termasuk dalam hal ini tentunya Dakwah Islamiyah. Pondok Pesantren dalam tataran ini berperan dalam menyediakan dan mempersiapkan sumberdaya manusia yang terampil dan capble dalam pemenuhan Dakwah Islamiyah. Dalam melaksanakan Dakwah Islamiyah, ada dua metode dakwah yang terkenal; dakwah bi al-lisan (lisan atau seruan) dan dakwah fi al-hal (aksi). Dakwah Islamiyah yang dilakukan Pondok Pesantren yang bersifat seruan atau ajakan secara lisan dapat dipahami sebagai sebuah dakwah yang menyerukan kepada anggota masyarakat untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT senantiasa ada dan cukup relevan dengan apa yang terjadi dewasa ini.
Dakwah yang dilakukan dengan aksi atau pemberian contoh adalah salah satu metode dakwah yang efektif dalam upaya mengajak ummat dan masyarakat untuk berbuat kebaikan dan meningkatkan keimanan dan ketakwaan. c) Pusat pelayanan beragama dan moral Pelayan kehidupan beragama di Indonesia tidak menjadi tanggung jawab pemerintah saja. Namun keterlibatan masyarakat cukup signifikan dalam upaya membantu pemerintah dalam pelayanan beragama ini. Pondok Pesantren sebagai lembaga keagamaan yang mengakar pada masyarakat tentunya memiliki peranan yang cukup besar dalam mengupayakan pelayanan kehidupan beragama dan sebagai benteng ummat dalam bidang akhlak. d) Pusat pengembangan solidaritas dan ukhuwah islamiayah Selain dari bentuk ajakan atau seruan atau pemberian contoh untuk berbuat baik, dakwah islamiyah yang diselenggarakan oleh Pondok Pesantren dapat bermacam-macam bentuknya meskipun dikategorikan sebagai dakwah bi al-hal. Kegiatan ini
Hamdani Khaerul Fikrii
65
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
bahkan lebih efektif dan berpotensi jika diselenggarakan oleh Pondok Pesantren.7 Demikian juga, pedoman penyebaran dan pengembangan islam mempunyai tiga bagian; 1. Orang menyeru atau mengajak orang lain kejalan islam dengan “hikmah” 2. Menyampaikan dengan tutur bahasa yang baik (mauidhotul hasanah). 3. Manakala harus terjdi adu argumentasi atau berdebat dengan cara yang baik pula.8 Dengan demikian Pondok Pesantren telah memberikan ke ikhlasan sendiri dalam penyeleng garaan kegiatan dengan mentrans formasikan dirinya sebagai pusat pengembangan solidaritas dan ukhuwah islamiyah.
H. Kesimpulan Dari uraian di atas tampak bahwa tidak mudah dalam menyusun srategi dakwah perlu memperhatikan aspek masyarakat (mad’u) pesan (message), da’i, dan media yang digunakan. materi dakwah yang akan disampaikan, metode yang digunakan, agar dapat diterima, mudah dimengerti, dipahami, dan diamalkan. Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi pokok dalam Jurnal ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, karena terbatas nya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungan nya dengan judul jurnal ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya jurnal ini dan penulisan jurnal di kesempatan berikutnya. Semoga paper ini berguna bagi penulis pada khususnya, juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
Pola Pengembangan Pondok Pesantren, DT.II.II (Departemen Agama RI, Jakarta, 2003) 82-98. 8 H. A. Malik Fadjar, Visi Pembaruan Pendidikan Islam, (LP3NI, Jakarta, 1998) 191. 7
66
Strategi dan Gerakan Organisasi Dakwah dalam Pengembangan Agama
Komunike, Volume 7, No. 2, Desember 2015
Daftar Pustaka Hafidz, Abdullah Cholis, dkk. Dakwah Transformatif. Jakarta: PP LAKPESDAM NU. 2006. Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikas. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti 2003. Syihata, Abdullah. Dakwah Islamiyah. Jakarta: Depag. 1986. Abd Rosad Sholeh. 1981.Manajemen Dakwah. Jakarta WidjayaAli Moertopo. 1971. Strategi Kebudayaan. Jakarta: CSIS. Azyumardi Azra. 1999. Pendidikan Islam Tradisional dan Moderni sasi Menuju Melinium Baru Jakarta.
Sudrajat, Subana, M., (2001). Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV. Pustaka Setia. Suharsimi Arikunto, (2006). Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan dan Praktek, Edisi Revisi VI, Cet, XIII, Jakarta: Rineka Cipta. Syukir, Asmuni, (1983). Dasardasar Strategi Dakwah Islam. Surabaya: Al-Ikhlas. Tasmara, Toto, (1997). Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama Ya’kub, Hamzah, (1973). Publisistik Islam Seni dan Tehnik Dakwah, Bandung: CV. Diponegoro.
Hamdani Khaerul Fikrii
67