Ahmad Sarbini Do= UIN Sgd Bandung
STRATIFIKASI SOSIAL DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN
Abstrac
There is the different field between theory of social sciences and the lwly Qur'an in viewing social stratification. According to theory of social science, the social stratification only based on real jhenomena such as: economic status, sex, social status, relation of genetic, etnic, religion, science and working. It's different with above the lwly Qur'an is not just limited it, but also including loyality and humality in worshiping to God and intensity in giving alms. ~~
l) f }JI 0\__,Aj\J !/\.....::.>..'j\ ~ .y ~ ~~ ~ ~~ J')b:.l lS f..
<.::.Jt.iJ, .y
(J"L..\ ' !/\.....::.>..'j\ ~
p
4.\L:.- ) ~ ) ~.>l.,.ci'j\ 4.\L:.- ~
l) ·1/L...::.>.-'j\ <.::.Jt.iJ, _)2.;
'-"'U;
\.!..!. ~
1/L...::.>.-'j\
J :>'J-.1 . _r:-'j\J j..s- J ~ J ~.> J 4.\')L. J y }JI U.,., J ~\.....::.>..'j\ ~l.b.ll
1/"
~:, pi:- ~ 0\_;ll l)
1/L...::.>.-'j\
..::J~ .y (J"L..\ ' "-!
~.t.a!l tJ r1Y J 1;., tP1J
Kata Kunci:
Stratiti.kilsi Sosial, Dasar Stratifikasi, Teori Ilmu Sosial, Al-Qur'an dan Perspektif
177
Ahmad SorViwi
Pendahuluan Pada dasarnya, semua manusia diciptakan Tuhan di muka bumi ini memiliki derajat yang sama.l Kalaupun ditemukan adanya perbedaan jenis kelamin, ras, suku bangsa, warna kulit, bahasa, dan bentuk tubuh, itu tidak dimaksudkan untuk membeda-bedakan keberadaan manusia satu sama lain. Kenyataan ini hanya untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaan Tuhan. Namun, karena manusia diciptakan Tuhan dilengkapi juga dengan akal dan nafsu, lalu muncul "pertarungan-pertarungan" di antara mereka untuk saling mengungguli dan saling menguasai dalam berbagai bidang kehidupan; kekuasaan, ekonomi, ilmu pengetahuan dan 1 Dasar persamaan ini antara lain misalnya dapat dilihat pada penegasan Allah dalam Al-Qur'an surat al-Hujurat ayat 11:
•wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum menghina kaum yang lain, karena boleh jadi kaum yang dihinakan itu jauh lebih baik daripada kaum yang menghinakan; dan janganlah pula kaum wanita menghina wanita lain, karena boleh jadi wanita-wanita yang dihinakan itu jauh lebih baik daripada wanita yang menghinakan. Janganlah kamu mencela sesama kaum dan jangan pula kamu panggil memanggil dengan gelaran yang tidak bai~. Dalam surat al-Thariq ayat S-7: •Maka hendaklah manusia itu melihat dari apa ia dijadikan? /a dijadikan dari air yang memancar yang keluar dari antara tulang punggu.ng (laki-laki) dan tulang dada (perempuan". Dalam surat al-Baqarah ayat 187: •mhalalkan bagi kamu pada malam hari puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. .. " Dalam surat al-Ahzab ayat 35: •Sesunggu.hnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu 'min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, lakilaki dan perempuan yang khusyu, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyedi akan untuk mereka ampunan dan pahala yang bes a r". (Team Depag. RI. , Al-Qur'an dan Terjemahnya, 1985).
178
Jxma/1/mw Da.U'llh V•/.4 No. I I joNNOri-j~twi 2008
StrotijiW Suiol Ja/mw PmptltlifA I-Qwr'ow
kehidupan; kekuasaan, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, budaya, dan sebagainya. Lambat laun pertarungan inipun semakin menajam, sehingga ada yang unggul dan ada yang diungguli, ada yang menang dan ada yang kalah. Pihak yang unggul kemudian rp.enjadi kelompok yang berkuasa dan yang diungguli menjadi pihak yang dikuasai, yang menang "menjajah" dan yang kalah "dijajah" atau dirampas kebebabasannya. Dari sini, kemudian lahirlah semacam pembedaan-pembedaan di antara manusia, di mana eksistensi manusia yang semula diciptakan sama derajatnya, menjadi terpilah-pilah kepada lapisan-lapisan tertentu; ada manusia yang terkelompokkan kepada golongan tinggi, golongan menengah, dan ada manusia yang terkelompokkan kepada golongan rendah.2 Lalu dalil-dalil untuk mengabsahkan tindakan-tindakan inipun disusun sedemikian rupa, sehingga apa yang kemudian disebut sebagai sistem stratifikasi sosia[J benarbenar telah teijadi dalam struktur kehidupan manusia di muka bumi ini. Dan lambat-laun keberadaannya semakin sulit untuk diingkari, karena ia seolah telah menjadi semacam keniscayaan, sebagai akibat dari adanya pertarungan-pertarungan di antara sesama manusia tadi. Sebagaimana pada masyarakat manusia di dunia lain, di dunia Islampun fenomena sistem stratifikasi sosial ini berkembang dalam kehidupan masyarakat muslim. Hal rm bukan saja sebagai akibat logis dari adanya perkembangan struktur kehidupan dalam masyarakat, tapi juga karena ada semacam "pengabsahan" dari Al-Qur'an Moh. Fachrurrazzie, Perbudakan Di.tinjau dari Kacamata Islam, (Semarang: lndra, 1979), h. 5. 3 Dalam perspektif sosiologi kata stratifikasi (stratification: Inggris) berasal dari stratum, jamaknya strata yang berarti 'lapisan'. Menurut Pitirim A. Sorokin, sebagaimana dikutip Soetjono Soekanto, bahwa social stratification adalah suatu pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hirarkis). Perwujudannya adalah kelas-kelas tinggi dan kelas yang lebih rendah. Lihat Soetjono Soekanto, Sosiologi. Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Pers, 1999}, h. 252. 2
179
Ahmad Sarlnni
dalam kehidupan masyarakat. Sebut saja misalkan, dari istilah-istilah seperti; al-fuqara, al-masakin, al-yatama, al-
riqab, malakat, musafir, mu 'allaf, al-gharimin, alim, ibn alsabil, al-rijal, al-nisa, al-mu 'minun, al-fasikun, al-munafikun, al-dhalimun, al-musyrikun, al-kafirun, dan lain-lain, yang banyak disebutkan Al-Qur'an, sudah merupakan isyarat tentang adanya fenomena stratifikasi sosial dalam kehidupan masyarakat muslim. Kemudian bagaimana Islam, dalam hal ini Al-Qur'an, memberikan gambaran atau penejelasan tentang fenomena sistem stratifikasi sosial dalam masyarakat manusia ini akan dikemukakan pada uraian berikut ini. 1
Gambaran Stratifikasi Sosial dalam Al-Qur'an lsyarat-isyarat mengenai stratifikasi sosial dalam kehidupan masyarakat manusia di muka bumi ini cukup banyak di sebutkan dalam Al-Qur'an. Hanya saja, Al-Qur'an tidak secara tegas mengemukakan bahwa isyarat-isyarat itu sebagai bentuk stratifikasi sosial. Isyarat-isyarat yang dikemukakan Al-Qur'an tentang stratifikasi sosial ini dasarnya bermacam-macam; ada yang didasarkan pada pemilikan ekonomi, jenis kelamin, status sosial, hubungan kekerabatan, etnik atau ras, keagamaan, pemilikan ilmu, pekeijaan (amal shaleh), dan lain-lain. Hal ini misalnya dapat dilihat pada penegasan beberapa ayat Al-Qur'an berikut ini; Stratifikasi atas dasar pemilikan ekonomi; dalam surat an-Nahl ayat 71: •Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rizki, tetapi orang yang dilebihkan rizkinya itu tidak mau memberikan rizki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama merasakan rizki itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah?" Dalam surat Lumazah ayat 2-3: •Masyarakat yang selalu berdaya upaya untuk menghimpun kekayaan sebanyak-banyaknya karena mengira kekayaan itulah yang akan menjamin kelangsungan hidupnya". Dalam surat al-Ma'un ayat 1-3: "Tahukah kamu siapakah orang yang mendustakan agama? Dialah orang yang menghardik 180
}NmallbnN Dah'l1h Vol4 N .. II }anNari-}Hni 2008
yang mendustakan agama? Dialah orang yang menghardik anak yatim dan tidak mau mengusahakan secara serius persoalan makan (kebutuhan dasar) bagi orang-orang miskin". Dalam surat al-Balad ayat 12-16: "Tahuka.h kamu apakah jalan yang mendaki lagi sulcar itu? Yaitu membebaskan budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir". Dalam surat al-Baqarah ayat 177: "... dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musa.fir, orang-orang yang memintaminta, dan memerdekaka.n hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan ... " Dalam surat al-Insan ayat 8 : "Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan ". Dalam surat al-Taubah ayat 60: "Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". Juga dalam surat al-Fajr ayat 17-18 dan surat al-Haqqah ayat 34. Stratifikasi atas dasar jenis kelamin dan hubungan kekerabatan; dalam surat al-Nisa ayat 1: "Hai seka.lian manusia, bertaqwalah kepada Tu.han-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah mengembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. .. ",juga dalam surat al-Nisa ayat 7, 11, 12 dan 34. Stratifikasi atas dasar status sosial; dalam surat Yunus ayat 2: "Patutkah menjadi keheranan bagi manusia, bahwa kami mewahyukan kepada seorang laki-laki di antara mereka: Berilah peringatan kepada manusia dan gembirakanlah orang-orang beriman bahwa mereka mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Tu.han mereka". Dalam surat Az-Zukhruf ayat 31-32: "Dan mereka. berkata: 181
AhmadSarlnwi
besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif} ini? Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". Dalam surat Al-An'am ayat 132: "Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan Dalam suarat al-Balad ayat 12-13: "Talw.kah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? Yaitu membebaskan budak dari perbudakan•. Dalam surat al-Nisa ayat 3: "... kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya•. Dalam surat al-Mu'minun ayat 6: •Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya dalam hal ini mereka tiada tercela". Juga dalam surat al-Ahzab ayat 52, dalam surat al-Ma'arij ayat 30 dan dalam surat al-Baqarah ayat 221. Stratifikasi atas dasar etnik atau ras; dalam surat alHujurat ayat 13: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, supaya kamu saling kenai mengenal. .. • Stratiflkasi atas dasar keagamaan; dalam surat alBayyinah ayat 1 dan 6: "Orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata. Sesungguhnya orang-orang kafir yakni Ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahanam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruknya makhluk". Dalam surat al-Kafrrun ayat 1-6: ((Katakanlah; ((Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku ttdak pemah 111 •
182
penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pemah menjadi penyembah apa yang kemu sembah. Dan kamu tidak pemah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku". Dalam surat Ali lmran ayat 85: "Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi•. Juga dalam surat alBaqarah ayat 221. Stratiflkasi atas dasar pemilikan ilmu; dalam surat al-Zumar ayat 9: "... katakanalah: Adakah sama orang-orang
yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran•. Dalam surat al-Muajadilah ayat 11: "... niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. .. " Stratiflkasi atas dasar pekeljaan (amal shaleh); dalam surat al-Najm ayat 39: "Dan bahwasanya seorang manusia
tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dalam surat al-Bayyinah ayat 7: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh mereka itu adalah sebaik-baiknya makhluk. Dalam surat al-Hujurat ayat 13: "... sesungguhnya orang-orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa... ., Kandungan ayat-ayat Al-Qur'an di atas, secara tegas telal1 memberikan gambaran mengenai bentuk-bentuk stratiflkasi dalam kehidupan manusia. Bentuk-bentuk stratiflkasi tersebut antara lain; pertama, stratiflkasi ekonomi; kaya, miskin, dan fakir; kedua, stratifikasi jenis kelamin; laki-laki dan perempuan; ketiga, stratiflkasi status sosial; penguasa (termasuk tuan atau majikan) dan budak atau hamba sahaya; keempat, stratifikasi keyakinan (agama); mu'min, kafir, dan munaflk; kelima, stratiflkasi ilmu; 'alim dan jahil; keenam, stratiflkasi pekeijaan; shaleh (taqwa) dan fasik.
}Nnral /bnN Dala'Oh V.L4 N .. II jaHNtlfi-jNNJ ](}()8
183
sebagaimana menjadi tema utama tulisan ini, sekalipun ia belum berupa sebuah rumusan yang sistimatis, dapat dikatakan telah memberikan legitimasi yang cukup gamblang mengenai keabsahan sistem stratifikasi sosial dalam kehidupam masyarakat manusia. Dengan demikian, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa keberadaan sistem stratifikasi sosial dalam kehidupan manusia dinilai "absah" dalam pandangan Al-Qur'an. Hal ini setidaknya dapat dilihat pada beberapa indikasi kandungan ayat-ayat Al-Qur'an di atas yang menunjukan isyarat diakui dan pernah berkembangnya sistem stratifikasi sosial dalam kehidupan masyarakat manusia di dunia, khususnya di kalangan masyarakat muslim, seperti terdapatnya istilahistilah; al-fu.qara, al-masakin, al-yatama, al-riqab", malakat5 ,
musa.fir, mu'allaf, al-gharimin, 'alim, ibn al-sabil, al-rijal, alnisa, al-mu 'minun, al-fasik:un, al-muna.fik:un, al-dhalimun, al4
Secara bahasa, istilah malaka (malakat) di antara maknanya adalah al-'abdu atau al-riqu, yang artinya adalah budak atau hamba sahaya (perempuan) yang masih dikuasasi oleh tuannya, dan seringkali disebut juga dengan istilah jaariyah Secara umum, hamba sahaya adalah budak belian yang dikuasai oleh tuannya. Karenanya, ia tidak memiliki kemerdekaan yang penuh sebagaimana individu-individu lain yang bukan budak. Sekalipun secara tegas Islam menolak bahkan melarang sistem perbudakan, tapi dalam sejarah kehidupan kaum muslimin, Islam tidak mencela orang-orang muslim yang mempunyai (memelihara) budak, dengan syarat budak-budak itu diperlakukan secara baik oleh tuannya atau dimerdekakan sama sekali. Lihat Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir: Kamus Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawwir, 1984), h. 1456 dan Moh. Fachrurrazzie, Perbudakan. .. , (Semarang: Indra, 1979). s Istilah raqaba atau raqabah, jamaknya riqaabun atau raqabaatun, di antara maknanya adalah al-'abdu (budak) atau almamluuk (hamba sahaya atau sesuatu yang dimiliki). Maksudnya adalah hamba sahaya yang dijanjikan akan dimerdekakan oleh tuannya dengan suatu tebusan, yang dalam istilah fiqh biasa disebut "hamba mukhatab". Warson, Al Munawir ... , h . 557 dan Fachrurrazzie, Perbudakan... , h. 9.
184
}Nrnollbnll Douwb Vo/.4 N .. II Jonllori·]llni 2008
. .• .
musafir, mu 'allaf, al-gharimin, 'alim, ibn al-sabil, al-rijal, alnisa, al-mu 'minun, al-fasikun, al-munafikun, al-dhalimun, almusyrikun dan al-ka.firun dalam ayat-ayat Al-Qur'an, jelas dapat menjad.i dasar bagi isyarat adanya (d.iakuinya) sistem stratifikasi dalam kehidupan masyarakat. . Selain itu, dari sudut bahasa saja misalnya, istilah-istilah tersebut sudah mengisyaratkan adanya nuansa stratifikasi d.i dalamnya. Hanya saja, yang perlu segera d.icatat, bahwa legitimasi Al-Qur'an akan keberadaan stratifikasi sosial dalam kehidupan manusia tidak dimaksudkan untuk memberikan pengesahan atas berbagai tindakan sewenangwenang pihak yang kuat terhadap yang lemah sehingga memunculkan sikap-sikap merendahkan atau penghinaan satu kelompok manusia kepada kelompok manusia lainnya, melainkan semua itu dimaksudkan hanya untuk memberikan sarana atau metodologi bagi peningkatan kualitas kehambaan manusia d.i hadapan Allah SWT. Stratifikasi Sosial dalam Perspektif Dmu Sosial Menurut teori ilmu sosial, bahwa hampir tidak ada suatu masyarakat yang tidak memiliki semacam pembedaan tingkat (stratifikasi) ind.ividu menurut skala nilai tertentu. Munculnya pembedaan ini sebenarnya dapat mengacu pada dasar apa saja, baik yang bersifat pemberian; usia (age stratification), jenis kelamin (sex stratification) , hubungan kekerabatan, etnis (ethnic stratification), ras (racial stratification), ataupun yang bersifat perolehan, seperti; "keagamaan" (religious stratification), peketj aan (occupational dan pemilikikan ekonomi (economic stratification), stratification).6 Pada masyarakat yang memilik:i teknologi paling sederhana misalnya, pemburu yang cakap d.ibedakan dari pemburu yang tidak cakap dan biasanya mendapat kehormatan khusus d.i masyarakat. Semakin kompleks teknologi akan semakin tinggi spesialisasi, dan akan Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Pen erbit Fak.Ekonomi Ul, 1993 ), h. 106- 107.
6
jNn
(Jakarta:Lembaga
185
Ah111ad Sarbini
sering disebut sebagai ranking status. Dalam arti kata inilah hampir setiap orang mengenal istilah "manusia pengejar status".7 Banyak kalangan, baik para ahli filsafat agama atau para politisi yang radikal, memandang adanya pembedaan dalam suatu masyarakat seperti tersebut di atas sebagai menyakitkan hati, malah sebagai sesuatu yang sungguhsungguh jahat. Mereka menyerukan pembangunan dunia yang bebas dari pembedaan-pembedaan, dan seluruh manusia dinilai sebagai sejajar. Namun para sosiolog meragukan kemungkinan menciptakan masyarakat seperti itu, sebab ada alasan yang cukup kuat untuk berasumsi bahwa ranking seseorang itu sudah inheren dalam dirinya dan bahwa tidak akan pernah ada masyarakat tanpa rangking pembedaan.s Penempatan orang secara sistematis pada kategori ranking, khususnya dalam masyarakat negara, di mana sistem stratifikasi dilembagakan, disebut sebagai stratifikasi sosial.9 Sistem stratifikasi seperti ini dapat ditemukan di mana saja dalam bermacam kelompok masyarakat manusia. Hanya saja, meskipun stratifikasi sosial ini dapat ditemukan pada seluruh masyarakat, manifestasinya berbeda-beda, bukan saja dalam hal tingkatannya melainkan juga dalam hal jenisnya. Masyarakat yang paling sederhana stratifikasinya dikenal sebagai masyarakat egalitarian. Sebab, masyarakat cenderung memperlakukan anggota-anggotanya secara sejajar. Masyarakat mempunyai norma-norma yang menekankan pemerataan dan kesetaraan interpersonal. Karenanya, pada masyarakat egalitarian, tingkat stratifikasi di antara anggota-anggota masyarakat rendah. Namun hal ini tidak berarti bahwa stratifikasi sosial pada masyarakat ini tidak ada sama Alex Inkeles, What is Sociology? An Introduction to the Discipline and Profession, (New Jersey: Prentice-Hall, 1964) h . 6 3 .
7
s Ibid. 9 Lihat
Ch arlotte Seymour Smith, Macmillan Dictionary of Antropology, (London: The Macmillah Press, 1986), h . 268.
186
JumallbiiN Dah'Oh Va/.4 NA II Janmui-]ni ]()()8
masyarakat rendah. Namun hal ini tidak berarti bahwa stratifikasi sosial pada masyarakat ini tidak ada sama sekali. Hanya saja bila dibandingkan dengan masyarakat non-egalitarian, stratifikasi di sini tidak siginifikan.to Pada masyarakat non-egalitarian, ·individu-individu berbeda dalam hal pemilikan ekonomi, prestise, dan kekuasaan, baik berdasarkan suatu sistem hirarki ranking, kasta, feodalisme atau sistem kelas. Dan hal ini teijadi begitu mencolok dan signifikan. Karenanya, pada kelompok masyarakat non-egalitarian tingkat stratifikasi di antara anggota-anggota masyarakat sangat tinggi.tl Munculnya stratifikasi sosial ini secara umum disebabkan oleh kesenjangan atau ketimpangan (inequality}, yang inequality itu sendiri muncul sebagai akibat logis dari adanya diferensiasi manusia yang merupakan fenomena alamiah dan universal.l2 Menurut para ilmuan sosial bahwa munculnya statiftkasi sosial bermula dari ketika populasi masyarakat manusia mulai menetap untuk membangun kehidupan di wilayah atau lokasi tertentu dan ketika persoalan hak milik mulai dihayati sebagai kepentingan perorangan (individual). Pada kondisi ini, kehidupan manusia sudah mulai bergeser kepada pengolahan laban pertanian. Dengan memilih tempat atau lokasi tertentu untuk ajang penghidupan, secara perlahan masyarakat manusia sudah mulai berhadapan dengan sumber alam yang terbatas, yakni tanah pertanian seluas yang mereka klaim sebagai wilayah garapannya. Pada awalnya ketika jumlah anggota dari satu kelompok yang memilih tempat tertentu untuk penghidupannya masih sedikit, kepentingan to Michael C. Howard, Contemporary Q.dtural Antropology, (Amerika: Harper Collins Publisher, 1989), h. 281. 11 Ibid. 12 Untuk lebih jelasnya mengenai diferensiasi manusia 1m, tahapan-tahapan perkembangan dan watak-watak sistem kehidupannya, lihat Abd al-Rahman bin Muhammad bin Khaldun, Muqaddimah Jbnu Khaldun, Terjemahan Ismail Yakub, (Jakarta: CV. Faizan, 1982), Bab II. }Nntal limN Da.bYJh V•U No. II joNwn:JNNi 2008
187
AbJHad Saroiui
dan persediaan lahan penghidupan (tanah pertanian) semakin terasa keterbatasannya, maka kepentingan yang lebih sempit dari level kelompok mulai menyeruak ke permukaan. Pada tahap ini, kohesi kelompok yang utuh sedikit demi sedikit mulai mengendur. Aliansi keluarga yang terdiri atas suami, istri dan anak sebagai intinya, mulai menyatakan diri dengan segala kepentingannya yang cenderung eksklusif. I3 Dari sini, persaingan lunakpun mulai teijadi antara satu unit keluarga dengan unit keluarga lainnya. Siapa eli antara mereka yang memiliki anggota lebih banyak, bekeija lebih giat, ulet, atau betwatak lebih nekad, maka dengan sendirinya memiliki kesempatan mengatasi pihak lain dalam memperluas tanah pertanian dan sekaligus perolehan hasil-hasilnya. Sebaliknya unit keluarga yang anggotanya sedikit, kurang sungguh-sungguh dalam bekeija, atau cenderung menerima seadanya, sangat boleh jadi hanya akan mendapatkan perolehan kesempatan dan hasil yang sedikit. Dan jika unit keluarga yang disebut terakhir ini tidak berhasil merubah pandangan dan sikapnya, kekalahannya oleh unit keluarga yang disebut pertama akan menjadi semakin nyata. Akhirnya, tidak dapat dihindari bahwa lambat atau cepat unit keluarga yang menjadi lemah ini akan dipaksa oleh keadaan untuk melepaskan apa yang ada ditangannya, atau bahkan dirinya sendiri sebagai "budak" kepada pihak unit keluarga yang kuat untuk sekedar menutupi kebutuhan-kebutuhan dasamya. Disinilah, maka kaidah yang mengatakan bahwa "manusia yang kuat menjadi serigala yang memakan manusia lain yang lemah" seperti dirumuskan oleh Thomas Hobbes, mulai berperan sebagai tata kehidupan yang dominan.14 Pada kondisi kehidupan seperti ini, apa yang kemudian disebut sebagai stratifikasi sosial yang berasal Masdar F. Mas'udi, Agama Keadilan, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991), h. 188- 189. 14 Ibid., h. 190.
13
188
}Nmol lblllt Dokn'llh f/o/.4 No. II ja-.J-i :!008
'
r
Stmtijilwi Sosial daul'mptJuijAIQNr••
Pada kondisi kehidupan seperti ini, apa yang kernudian disebut sebagai stratiflkasi sosial yang berasal dari dan sekaligus penyebab teijadinya inequality (ketirnpangan sosial), benar-benar telah rnenjadi kenyataan. Dirnana, sebagian orang mernbumbung ke atas dengan kekayaan yang dikuasainya, sementara sebagian yang lain justru rnelorot ke bawah dengan kemelaratan yang dideritanya. Ketirnpangan ini pada mulanya teijadi pada bidang ekonomi, atau di bidang pemenuhan kebutuhan rnateri. Kernudian, tidak dapat dihindari dari ketirnpangan ekonomi ini segera rnenyusul ketirnpangan-ketirnpangan di bidang kehidupan yang lainya; politik, budaya, dan bahkan agama.ls
Penutup Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat diajukan beberapa asurnsi yang berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam perspektif Al-Qur'an, sebagai berikut; Pertama, bahwa kandungan ayat-ayat Al-Qur'an di atas, rnengisyaratkan pengabsahan adanya sistem stratifikasi sosial dalam kehidupan rnasyarakat, khususnya dalam kehidupan rnasyarakat Islam. Hanya saja, garnbaran sistem stratiflkasi dalam masyarakat ini ada yang secara tegas dinyatakan sebagai program Allah swr. dan ada yang memang sudah berkembang dalam kehidupan masyarakat. 15 Agama yang diamaksud disini tentu saja bukan agama flahiyat yang sangat kritis terhadap ketimpangan sosial, tapi agama syaithaniyat yang tumbuh dari sela-sela kepentingan manusia untuk memenuhi kepentingan duniawi. Agama ini berwatak oportunis dan selalu cenderung melegitimasi relaitas ketimpangan tadi. Alasannya sederhana, yakni karena para tokohnya memang berkomplot dengan kalangan elite yang mengendalikan realitas ketimpangan itu sendiri. Mereka bahu membahu dengan kekuasaan Fir'aunisme sebagaimana diisyaratkan Allah dalam surat al-Taubat ayat 35: "... sebagian besar dari para pemuka dan
pejabat agama benar-benar telah memakan harta masyarakat dengan cara-cara yang bathil". Lihat Masdar, Agama Keadilan, h .
190-191. jnntJJ/ Ibn• Dako'Uh
v.u No.
II j uNIIIIrij NNi 2008
189
.....
Ah1!1ad SarbiJti
dipertahankan, tapi sebagian besar didorong untuk dihapuskan. Misalnya, sistem stratifikasi sosial yang terjadi sebagai akibat dari adanya pengakuan hak atas pemilikan manusia sebagai budak, pembedaan nilai manusia atas dasar jenis kelamin, suku, ras dan warna kulit, secara tegas dinyatakan oleh ayat-ayat Al-Qur'an harus dihapus dalam kehidupan masyarakat manusia. Kedua, sistem stratifikasi sosial yang digambarkan Al-Qur'an dalam kehidupan masyarakat, bukan sebagai legitimasi bagi tindakan-tindakan penindasan atau eksploitatif dari yang kuat atas yang lemah, melainkan untuk memberikan semacam kesadaran bahwa kenyataan eksistensi manusia yang tidak sama secara hirarki sosial itu justru untuk mendorong suasana hidup saling menghormati, saling menghargai, sating membantu dan saling menggunakan satu sama lain. Dengan demikian, keberadaan stratifikasi sosial dalam pandangan Al-Qur'an dapat dikatakan hanya sebagai sarana atau metodologi bagi peningkatan kualitas kehambaan manusia eli hadapan Allah SWT.
Ketiga, dasar terbentuknya sistem stratifikasi sosial dalam gambaran Al-Qur'an tidak jauh berbeda dengan gambaran teori-teori ilmu sosial; bahwa sistem stratifikasi sosial dapat terbentuk atas dasar perbedaan pemilikan ekonomi, jenis kelamin, status sosial, hubungan kekerabatan, etnik atau ras, keagamaan, pemilikan ilmu, pekerjaan, dan lain-lain. Hanya saja, gambaran stratifikasi sosial dalam Al-Qur'an lebih luas dari jenis-jenis stratiftkasi yang terdapat dalam teori ilmu sosial. Stratifikasi dalam AlQur'an mencakup juga stratifikasi atas dasar; kualitas keimanan kepada Allah, kualitas keterikatan kepada aturan Allah, kualitas ketaatan dan kekhusyuan dalam menjalankan perintah Allah, kualitas kejujuran, kualitas kesabaran, intensitas dalam mengingat Allah, intensitas dalam bersedekah, dan sebagainya. Selain itu, berbeda dengan sistem stratifikasi dalam teori ilmu sosial yang cenderung terbatas pada hal-hal yang konkret, stratifikasi dalam gambaran Al-Qur'an, di samping mengenai hal-hal
190
}Hntallbnu Dalul•ah f/oU No. II JanuarijNJii 2008
StflltijikaJi S•sial tlalom l'tn{KiuifAI-Q~tr'4M
cenderung terbatas pada hal-hal yang konkret, stratifikasi dalam gambaran Al-Qur'an, di samping mengenai hal-hal yang konkret, meliputi juga hal-hal yang bersifat abstrak, seperti yang kualifikasinya telah disebutkan pada uraianuraian di atas. Wallahu 'alam bi al-shawab..
DAFTAR BACAAN
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir: Kamus ArabIndonesia, Unit Pengadaan Buku-Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren Al-Munawir, Yogyakarta, 1984. Alex Inkeles, What is Sociology? An Introduction to the Discipline and Profession, Prentice Hall, New Jersey, 1964. Abd al-Rahman bin Muhammad bin Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, Terjemahan Ismail Yakub, CV. Faizan, Jakarta, 1982, Charlotte Seymour Smith, Macmillan Dictionary of Antropology, The Macmillah Press, London, 1986. Kamanto Sunarto, Pe ngantar Sosiologi, Lembaga Penerbit Fak.Ekonomi UI, Jakarta, 1993. Michael C. Howard, Contemporary Cultural Antropology, Harper Collins Publisher, Amerika, 1989. Masdar F. Mas'udi, Agama Keadilan, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1991 , Moh. Fachrurrazzie, Perbudakan Ditinjau dari Kacamata Islam, Indra, Semarang, 1979. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali Pers, Jakarta, 1999. Team Depag. Rl, Al-Qur'an dan Terjemahnya, PT.Intermasa,Jakarta, 1985.
191
