Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014
Mulyanto, Status Sosial Ekonomi dan Obesitas
STATUS SOSIAL EKONOMI SEBAGAI FAKTOR RISIKO KEJADIAN OBESITAS DI KABUPATEN BANYUMAS Joko Mulyanto1 , Anton B Darmawan2 1
Laboratorium Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas, Jurusan Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto 2 Laboratorium Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok – Kepala Leher, Jurusan Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
ABSTRACT Obesity is a significant global and national health problem, and has declared by WHO as global epidemic.The prevalence of obesity in developed and mostly developing countries has dramatically increased during the last decade. Socio-economic status has been identified as one of significant predictors of obesity. However, studies in different countries showed various result regarded the relationship between socioeconomic status and obesity. The study objective was to identify socio-economic status as an risk factor of obesity at Banyumas District. This study was a secondary analysis with cross-sectional approach using the data from Riset Kesehatan Dasar 2007 at Banyumas District. Samples of study were 1827 adult household members represented the residence of Banyumas District. The main independent variable was socioeconomic status measured by the quintile of income. The dependent variable was obesity measured by BMI with cut of point 27kg/m2. The confounding variabeles controlled by study were gender, age, marital status, employment, geographical location, and physical activity. Data analyzed by multivariate analysis using multiple logistic regressions and stratification analysis by gender. Study result showed that the prevalence of obesity at Banyumas District is 22,3% for total sample of the study, while by gender the prevalence of obesity is 14,8 % for male and 29,1% for female respectively. After adjusted for confounding variables, socioeconomic status was risk factor of obesity at Banyumas District with OR 1,57 (95%CI:1,07-2,29) at 5 th income quintile. For the male respondents, socioeconomic status has the OR 2,55 (95%CI, 1,295,0) at 5th income quintile. These results showed that the prevelance of obesity at Banyumas District was relatively high, and higher socioeconomic status significantly increased the odd of becoming obese. Key Words:
Obesity, Socioeconomic Status, Riset Kesehatan Dasar
PENDAHULUAN Obesitas merupakan permasalahan
epidemi global1. Prevalensi obesitas di
kesehatan global yang dihadapi oleh negara
Indonesia
data
Riset
maju
Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
2007
maupun
berkembang,
WHO
cukup
tinggi,
memperkirakan sekitar 1,5 milyar penduduk
menunjukkan prevalensi obesitas umum
dunia mengalami overweight, dan 500 juta
(overweight dan obesitas) mencapai 19,1 %
orang diantaranya secara klinis dinyatakan
pada populasi berusia diatas 15 tahun.
mengalami obesitas. Mengingat besarnya
Prevalensi
populasi global yang mengalami masalah
perempuan mencapai 23,8 % sedangkan
ini WHO menyatakan obesitas sebagai
pada laki-laki mencapai 13,9 %2. Angka
obesitas
spesifik
pada
462
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014
Mulyanto, Status Sosial Ekonomi dan Obesitas
kejadian obesitas di tingkat nasional dan
menunjukkan bahwa kejadian obesitas di
lokal
negara berkembang menunjukkan hubungan
telah
sebagai
menggambarkan
permasalahan
obesitas
kesehatan
yang
ekonomi dari masyarakat4. Pendapat ini
signifikan di Indonesia.
dan
yang linier positif dengan tingkat sosial
Obesitas memberikan konsekuensi
didukung oleh Mclaren dalam temuannya
kontribusi
menyatakan
yang
bermakna
bagi
bahwa
masih
terdapat
timbulnya berbagai permasalahan kesehatan
hubungan linier positif antara status sosial
yang lain. Obesitas merupakan faktor risiko
ekonomi dengan kejadian obesitas di negara
kuat
berkembang walaupun tingkat kekuatan
dan
konsisten
dari
penyakit
kardiovaskuler, Diabetes Mellitus (DM)
hubungan
tipe 2, dan stroke iskemik. Data WHO
dibandingkan
menyebutkan bahwa
yang
terjadi
dengan
lebih
hasil
lemah
penelitian
5
secara global 58%
terdahulu . Hasil berbeda ditunjukan oleh
kejadian DM tipe 2, 21% penyakit jantung
meta-analisis dari Monteiro et al, yang
iskemik, dan 8-42 % kanker terkait hormon
menyatakan bahwa hubungan antara status
berhubungan dengan indeks massa tubuh
sosial ekonomi dengan kejadian obesitas di
yang melebihi normal (overweight maupun
negara berkembang mulai menunjukkan
obesitas)1.
Hasil beberapa penelitian di
perubahan. Proporsi kejadian obesitas dari
negara Asia Pasifik menunjukkan bahwa
masyarakat dengan status sosial ekonomi
individu dengan obesitas mempunyai risiko
yang rendah mengalami peningkatan seiring
relatif (RR) lebih dari 3 untuk terkena DM
dengan kenaikan produk domestik bruto
tipe 2, dislipidemia, dan sindrom metabolik.
(PDB) dari negara berkembang tersebut6.
Selain
itu,
mereka
dengan
obesitas
Masih
terdapatnya
kontroversi
mempunyai RR 2-3 untuk mengalami
mengenai hubungan antara status sosial
penyakit jantung koroner, hipertensi dan
ekonomi dengan kejadian obesitas dan
osteoarthritis. Obesitas juga memberikan
belum adanya studi di Indonesia yang
beban yang signifikan terhadap biaya
mengupas hal ini menunjukan bahwa masih
kesehatan yang dikeluarkan oleh negara.
diperlukan
Saat ini diperkirakan 2-7% dari belanja
menjelaskan fenomena hubungan antara
kesehatan (total health expenditure) di
status sosial ekonomi dengan kejadian
negara-negara
untuk
obesitas di Indonesia. Selain itu, studi
terkait
semacam
maju
permasalahan
dihabiskan
kesehatan
yang
3
dengan obesitas .
satu
ini
lebih
akan
lanjut
bermanfaat
untuk
untuk
menjadi dasar bagi perencanaan program
Status sosial ekonomi merupakan salah
studi
faktor
yang
kesehatan terutama program promotif dan
diyakini
preventif.
Program
preventif
bidang
berkontribusi pada kejadian obesitas. Hasil
kesehatan
dengan
pendekatan
spesifik
meta-analisis oleh Sobal dan Stunkard
(specific prevention) yang terbukti lebih 463
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014
Mulyanto, Status Sosial Ekonomi dan Obesitas
berhasil, memerlukan identifikasi khalayak
terdapat data lengkap pada semua variabel
sasaran dengan karakteristik khusus seperti
penelitian yang akan diteliti. Besar sampel
karakteristik sosial ekonomi tertentu
penelitian dihitung dengan prinsip total sampling dari seluruh sampel yang berhasil
METODE
dikumpulkan pada RISKESDAS 2007 di
Penelitian ini merupakan analisis sekunder
analysis)
(secondary
menggunakan data hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007). RISKESDAS sendiri merupakan survei deskriptif tingkat nasional yang dilakukan dengan pendekatan belah lintang (cross-sectional). Materi
yang
Kesehatan
tahun
2007.
survei
Dasar
pada
(RISKESDAS)
RISKESDAS
berbasis
tangga
komunitas
populasi
yang
nasional.
(populasi)
merepresentasikan RISKESDAS
dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian
Kesehatan
Republik Indonesia pada tahun 2007, dengan tujuan untuk mengumpulkan data dasar kesehatan meliputi empat aspek utama yaitu status kesehatan, perilaku kesehatan,
lingkungan,
dan
pelayanan
kesehatan2.
sampel dewasa (berusia 15 tahun keatas) yang terdata pada RISKESDAS 2007. Seluruh sampel akan dianalisis setelah dahulu
rumah tangga dan anggota rumah tangga dewasa (berusia 15 tahun keatas) yang bertempat tinggal di Wilayah Kabupaten Banyumas. Sampel penelitian diambil dari populasi penelitian yang terpilih menjadi sampel RISKESDAS 2007 di wilayah Banyumas
dengan
kriteria
dilakukan
verifikasi
terhadap kelengkapan data. Sampel dengan data tidak lengkap tidak akan diikutkan dalam analisis. Variabel bebas (faktor risiko) dalam penelitian ini adalah status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi didefinisikan sebagai pendapatan per kapita dalam rupiah yang diperoleh
dari
jawaban
kuisioner
RKD07.RT RISKESDAS 2007 tentang keterangan anggota rumah tangga nomor 7. Data
pendapatan
per
kapita
ini
dikategorikan secara relatif menjadi lima kelompok
berdasar
urutan
pendapatan
terkecil sampai dengan pendapatan terbesar (kuintil). Variabel
Populasi penelitian ini adalah seluruh
Kabupaten
Tengah menunjukkan bahwa terdapat 1827
merupakan
dengan sampel rumah tangga dan anggota rumah
laporan hasil RISKESDAS Provinsi Jawa
terlebih
digunakan
penelitian ini adalah data sekunder hasil Riset
wilayah Kabupaten Banyumas. Data dari
terikat
(outcome)
pada
penelitian ini adalah kejadian obesitas. Obesitas
didefinisikan
sebagai
Indeks
Massa Tubuh (IMT) lebih besar atau sama dengan 27 kg/m2. Data IMT didapatkan dari data hasil pengukuran berat badan (dalam kg) dan tinggi badan (dalam cm) berdasar
kuisioner
RKD07.IND
RISKESDAS 2007 tentang pengukuran 464
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014
antropometri.
Indeks
massa
tubuh
dikategorikan menjadi 2 kelompok berdasar
Mulyanto, Status Sosial Ekonomi dan Obesitas
bantuan program komputer SPPS© for Windows Version 15.00
titik potong diatas yaitu kelompok obese dan non-obese. Variabel perancu yang dikendalikan pada penelitian ini meliputi Jenis Kelamin, Usia, Jenis Pekerjaan, Status Marital, Lokasi Tinggal, dan Aktifitas Fisik. Analisis bertahap.
Data
data
dilakukan
dari
seluruh
secara variabel
penelitian berskala kategorikal (nominal dan ordinal) sehingga data akan ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi absolut dan relatif (persentase). Data akan dianalisis dalam 2 kelompok terpisah yaitu sampel keseluruhan, dan analisis berdasar jenis
HASIL Data
Riset
Kesehatan
Dasar
(RISKESDAS) 2007 menunjukkan terdapat 1827 orang penduduk Kabupaten Banyumas yang terpilih menjadi responden. Setelah dilakukan proses pembersihan data terdapat 24 responden (1,3%) yang datanya tidak lengkap. Sehingga hanya 1803 responden (98,7%) yang digunakan dalam
analisis
data yang lebih lanjut. Diagram alir (flow diagram) subyek penelitian dilustrasikan pada gambar 1.
kelamin. Distribusi frekuensi absolut dan relatif dari data berdasar jenis kelamin akan ditampilkan dan dilakukan uji chi-square untuk melihat perbedaan proporsi antar variabel pada kelompok jenis kelamin yang berbeda. Untuk melihat kemaknaan masing faktor risikostatus sosial ekonomi terhadap kejadian obesitas digunakan analisis regresi logistik sederhana tanpa mengendalikan faktor perancu. Sedangkan analisis akhir digunakan regresi logistik berganda untuk mengendalikan
faktor
perancu
dikombinasikan dengan stratified analysis berdasar jenis kelamin, Hasil akan dilihat dalam bentuk Odd Ratio (OR) dengan 95% Confidence Interval (95%CI). Variabel bebas dianggap sebagai faktor risiko yang bermakna bila nilai p < 0,05 atau Bila OR > 1 dan 95% CI dari OR tidak memuat nilai 1,00. Semua analisis data dilakukan dengan
Karakteristik responden penelitian digambarkan secara rinci pada tabel 1. Jumlah
responden
berjenis
kelamin
perempuan sedikit lebih besar (52,6 %) dibandingkan dengan responden laki-laki. Kelompok usia 36-45 tahun memiliki proporsi paling besar diantara seluruh responden (23,8 %). Untuk variabel yang lain, responden penelitian didominasi oleh responden bertempat tinggal di desa (52 %), 465
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014
Mulyanto, Status Sosial Ekonomi dan Obesitas
responden yang berstatus menikah (77,6
mencapai 22,3 %. Hasil analisis data
%), responden dengan aktivitas fisik sedang
RISKESDAS 2007 menunjukkan prevalensi
(55,9 %), dan dengan pendapatan pada
obesitas di Kabupaten Banyumas menurut
kuintil ketiga (20,3 %).
jenis kelamin mencapai 14,8 % untuk jenis
Prevalensi keseluruhan
obesitas
dari
hasil
analisis
secara data
kelamin laki-laki dan 29,1 % untuk perempuan
RISKESDAS 2007 di Kabupaten Banyumas
Analisis stratifikasi berdasar jenis
Untuk menentukan kekuatan status
kelamin dilakukan dengan cara tabulasi
sosial
silang
bebas,
risikokejadian obesitas dilakukan analisis
perancu, dan terikat dengan variabel jenis
bivariat dan multivariat secara bertahap
kelamin. Hasil analisis menunjukkan bahwa
yang
terdapat perbedaan proporsi yang bermakna
stratifikasi berdasarkan jenis kelamin (tabel
pada kelompok jenis kelamin yang berbeda
2). Hasil analisis bivariat untuk total
untuk variabel pekerjaan (p=0,00), aktifitas
responden
fisik (p=0,00), dan obesitas (p=0,00).
ekonomi
antara
variabel-variabel
ekonomi
dikombinasikan
sebagai
dengan
menunjukkan merupakan
faktor
status
faktor
analisis
sosial
risikoyang
466
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014
Mulyanto, Status Sosial Ekonomi dan Obesitas
bermakna untuk kejadian obesitas. Semakin
dengan dengan OR 3,84 (95%CI:2,09-7,08)
tinggi
besar
untuk kuintil pendapatan 5. Sedangkan hasil
kemungkinan untuk mengalami obesitas,
analisis bivariat pada responden berjenis
terutama pada kuintil 4 dengan OR 1,50
kelamin perempuan menunjukkan bahwa
(95%CI:1,05-21,14), dan kuintil 5 dengan
status sosial ekonomi bukan merupakan
OR 1,90 (95%CI: 1,35-2,68). Hasil serupa
faktor risiko bermakna untuk terjadinya
juga didapatkan pada responden laki-laki
obesitas
penghasilan
Hasil
analisis
semakin
multivariat
pada
kuintil 5 pada pendapatan. Sedangkan pada
keseluruhan responden menunjukkan bahwa
kelompok jenis kelamin perempuan hasil
status sosial ekonomi merupakan faktor
analisis multivariat menunjukkan temuan
risiko independen untuk kejadian obesitas
yang
pada kuintil 5 dengan OR 1,57 (95%CI:
bivariat. Status sosial ekonomi dalam hal ini
1,07 - 2,29). Pada kelompok jenis kelamin
berupa kuintil pendapatan bukan merupakan
laki-laki status sosial ekonomi merupakan
faktor risiko independen dari kejadian
faktor risiko independen untuk kejadian
obesitas pada responden dengan jenis
obesitas. Hal ini ditunjukkan dengan OR
kelamin perempuan.
konsisten
dengan
hasil
analisis
2,55 (95%CI:1,29-5,01) untuk kelompok 467
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014
Mulyanto, Status Sosial Ekonomi dan Obesitas
sering terjadi pada perempuan12,13,14,15.
PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
prevalensi
obesitas
Hasil penelitian ini menunjukkan
secara
bahwa status sosial ekonomi dalam hal ini
keseluruhan dari di Kabupaten Banyumas
ditunjukkan dengan kuintil pendapatan
mencapai 22,3 %, sedangkan prevalensi
merupakan
obesitas menurut jenis kelamin mencapai
terhadap kejadian obesitas di Kabupaten
14,8 % untuk laki-laki dan 29,1 % untuk
Banyumas. Hasil ini didapatkan pada
perempuan.
seluruh sampel dan pada sampel yang
Hasil
ini
menunjukkan
faktor
risikoindependen
prevalensi obesitas di Kabupaten Banyumas
berjenis
relatif lebih besar bila dibandingkan dengan
pendapatan
prevalensi
risikoindependen pada
obesitas
nasional
maupun
kelamin
laki-laki.
bukan
Kuintil
merupakan
faktor
sampel berjenis
prevalensi obesitas Provinsi Jawa Tengah.
kelamin perempuan. Kuintil pendapatan
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
yang merupakan faktor risikoindependen
menunjukkan
di
yang bermakna terhadap kejadian obesitas
Indonesia mencapai 10,3%2. Data dari
adalah kuintil ke-5, hal ini berarti bahwa
RISKESDAS
menunjukkan
terdapat hubungan linier positif antara
bahwa prevalensi obesitas di tingkat Jawa
status sosial ekonomi dengan kejadian
Tengah sebesar 9,0 %7.
obesitas. Sampel dengan status sosial
Hasil
prevalensi
2007
juga
obesitas
penelitian
ini
juga
menunjukkan bahwa prevalensi obesitas di
ekonomi yang lebih tinggi mempunyai kemungkinan lebih besar terkena obesitas.
Kabupaten Banyumas sudah sebanding
Hasil ini mengkonfirmasi hipotesis
dengan prevalensi obesitas di negara maju
penelitian, dan konsisten dengan temuan
seperti di Amerika Serikat yang mencapai
dari
21 % , dan Australia yang dilaporkan
mendapatkan hasil serupa, walaupun tidak
mencapai 18 %8,9. Hasil penelitian ini juga
seluruhnya sama 4,5,10,13. Sobal dan Stunkard
konsisten dengan temuan bahwa terjadi
menyatakan bahwa hubungan linear positif
kecenderungan
antara
obesitas
secara
peningkatan drastis
kejadian di
penelitian
status
sebelumnya
sosial
ekonomi
yang
dengan
negara
kejadian obesitas konsisten terjadi pada
berkembang seperti di Brazil, dan di
semua rentang usia dan jenis kelamin di
beberapa negara Asia seperti Cina, Korea,
negara
3,10,11
Singapura, Malaysia, dan Thailand
.
berkembang.
Hal
serupa
didapatkan di Kamerun dan Brazil
juga 4,10,13
.
Prevalensi obesitas yang lebih besar pada
Hal ini berbeda dengan temuan penelitian
jenis kelamin perempuan di Kabupaten
ini yang tidak menemukan keterkaitan
Banyumas juga konsisten dengan hasil
status sosial ekonomi dengan kejadian
temuan penelitian-penelitian sebelumnya
obesitas
yang menyebutkan bahwa obesitas lebih
perempuan.
pada
sampel
jenis
kelamin
468
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014
Mulyanto, Status Sosial Ekonomi dan Obesitas
Hasil penelitian ini yang menemukan
lebih ringan dibandingkan dengan mereka
bahwa hanya status sosial ekonomi berupa
yang berstatus sosial ekonomi lebih rendah.
kuintil pendapatan ke-5 yang merupakan
Aktifitas fisik sangat berkaitan dengan
faktor risikobermakna terhadap kejadian
energy
obesitas berarti proporsi prevalensi obesitas
mekanisme
lebih dominan pada tingkat pendapatan
Aktifitas fisik yang lebih ringan pada status
kuintil
tingkat
sosial ekonomi terkait dengan akses mereka
pendapatan kuintil ke-1 sampai dengan
pada teknologi dan juga sarana transportasi
kuintil ke-4 prevalensi obesitas relatif
yang lebih mutakhir. Kemajuan teknologi
seimbang. Konsentrasi kejadian obesitas di
dan tersedianya berbagai sarana transportasi
tingkat sosial ekonomi yang paling tinggi
sangat meringankan aktivitas fisik yang
yang terjadi di Kabupaten Banyumas
dilakukan oleh manusia, di sisi lain hal ini
merupakan pola klasik yang terjadi di
berdampak
negara-negara berkembang 4,5,10,13.
lifestyle yang merupakan pemicu terjadinya
ke-5,
Hal
sedangkan
ini
kecenderungan
di
pada
berbeda negara
expenditure dasar
pada
yang
merupakan
terjadinya
terciptanya
obesitas.
sedentary
dengan
obesitas. Akses terhadap teknologi dan
yang
sarana transportasi yang maju di negara
maju
menunjukkan bahwa kejadian obesitas lebih
berkembang
sering terjadi pada populasi dengan tingkat
didapatkan oleh mereka dengan status sosial
status sosial ekonomi yang rendah Temuan
pada
penelitian
ini
9,12,16
.
umumnya
hanya
bisa
ekonomi yang tinggi 17,18.
juga
Keterkaitan
antara
status
sosial
menunjukkan bahwa fase perkembangan
ekonomi yang tinggi dengan kejadian
sosial ekonomi di Kabupaten Banyumas
obesitas juga dijelaskan melalui faktor
belum menunjukkan perubahan ke arah
asupan makanan. Populasi dengan status
fenomena yang dialami negara yang menuju
sosial ekonomi tinggi di negara berkembang
ke negara maju. Temuan di beberapa negara
mempunyai akses terhadap asupan makanan
berkembang yang sedang tumbuh pesat
yang lebih baik. Selain itu makanan siap
menjadi negara maju mulai menunjukkan
saji yang tinggi kalori dan rendah serat
bahwa prevalensi obesitas lebih dominan
merupakan gaya hidup yang umum ditemui
pada status sosial ekonomi yang lebih
pada mereka berstatus sosial ekonomi tinggi
rendah 6.
di
negara
berkembang.
Mereka
Pengaruh status sosial ekonomi yang
menganggap makanan siap saji sebagai
tinggi terhadap kejadian obesitas dikaitkan
bagian gaya hidup yang lebih maju dan
dengan pengaruh beberapa faktor yaitu gaya
simbol status sosial ekonomi mereka,
hidup dan aktifitas fisik. Populasi dengan
padahal
tingkat status sosial ekonomi yang tinggi
bahwa makanan siap saji meningkatkan
mempunyai aktifitas fisik yang cenderung
kejadian obesitas secara bermakna19.
hasil
penelitian
menunjukkan
469
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
status
merupakan
sosial
faktor
ekonomi risiko
bukan
independen
Mulyanto, Status Sosial Ekonomi dan Obesitas
sosial
relatif
minimal
karena
sudah
dilakukan standarisasi pengukuran yang ketat.
kejadian obesitas pada sampel berjenis
Keterbatasan yang mungkin terdapat
kelamin perempuan. Hal ini terkait dengan
pada penelitian ini adalah belum semua
temuan lain pada sampel perempuan yang
variabel perancu dapat dikendalikan dan
menunjukkan usia sebagai faktor risiko kuat
beberapa parameter status sosial ekonomi
untuk terjadinya kejadian obesitas. Hasil
seperti tingkat pendidikan tidak diikutkan
tersebut memberikan kesimpulan bahwa
dalam analisis karena ketiadaan data. Hal
faktor biologis lebih berpengaruh untuk
ini
memicu terjadinya obesitas terlepas dari
merupakan survei kesehatan yang bersifat
status sosial ekonomi yang dimiliki pada
umum dan data yang dikumpulkan tidak
populasi
ini
secara spesifik ditujukan untuk kepentingan
mengkonfirmasi temuan sebelumnya yang
penelitian ini. Selain itu penggunaan titik
menunjukkan
potong IMT 27kg/m2 pada penelitian ini
perempuan.
bahwa
Hasil
kejadian
obesitas
disebabkan
meningkat mulai usia dekade ke-3 sampai
juga
mungkin
dekade ke-5 dan mulai menurun sesudah
konservatif,
dekade ke-616.
internasional
RISKESDAS
bisa
karena
dianggap beberapa
2007
terlalu guideline
merekomendasikan
titik
Kekuatan penelitian ini terdapat pada
potong IMT 25kg/m2 untuk obesitas pada
jumlah sampel yang cukup besar dan
populasi Asia. Sehingga terdapat potensi
representatif
hasil penelitian ini underestimate terhadap
dalam
mewakili
wilayah
Kabupaten Banyumas karena diambil dari
kejadian obesitas di Kabupaten Banyumas
data Riset Kesehatan Dasar 2007 yang merupakan validitas
survei dan
kesehatan
realibilitas
data
dengan
ini dapat digeneralisasikan untuk wilayah Banyumas di
atau
kabupaten
lain
sekitar
Banyumas
yang memiliki
Hasil penelitian ini menunjukkan
yang
memadai. Dengan demikian hasil penelitian
Kabupaten
KESIMPULAN
wilayah Kabupaten
karakteristik
geografi, demografi dan sosial ekonomi
prevalensi obesitas pada orang dewasa di Kabupaten
bias pengukuran dalam hal faktor risiko maupun
outcome
seperti
pengukuran
antopometri dan juga pengukuran status
relatif
tinggi
dibandingkan prevalensi obesitas nasional. Selain itu didapatkan hasil bahwa kenaikan status sosial ekonomi akan meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Dengan melihat hasil penelitian ini
yang serupa. Selain itu karena data diambil dari survei berskala nasional maka potensi
Banyumas
maka
dapat
direkomendasikan
bahwa
program kesehatan yang berkaitan dengan kejadian obesitas, terutama upaya promotif dan preventif dapat dilakukan lebih terarah
470
Mandala of Health. Volume 7, Nomor 1, Januari 2014
Mulyanto, Status Sosial Ekonomi dan Obesitas
ditujukan kepada populasi spesifik yaitu
Overweight and obesity in Australia: the 1999–2000 Australian Diabetes, Obesity and Lifestyle Study (AusDiab). MJA 2003 ;. 128: 427 – 32 Monteiro, C.A., Conde, W.L., Popkin, B.M. Independent Effects of Income and Education on the Risk of Obesity in the Brazilian Adult Population.The Journal of Nutrition.2001; 22 (supp):881S – 886S. Kain, J., Vio, F., Albala, C. Obesity trends and determinant factors in Latin America. Cad. Saude Publica. 2003;19 (Sup1): S77 – S86. Wardle, J., Waller, J., Jarvis, M.J. Sex Differences in the Association of Socioeconomic Status With Obesity. Am J Public Health. 2000; 92:1299 - 1304. Fezeu, L., Minkoulou, E., Balkau, B., Kengne, A.P., Awah, P., Unwin, N., Alberti, G.K.M.M, Mbanya J.L. Association between socioeconomic status and adiposity in urban Cameroon. International Journal of Epidemiology. 2005; 35: 105 – 111. Mishra, V., Arnold, F., Semenov, G., Hong, R., and Mukuria, A. Epidemiology of obesity and hypertension and related risk factors in Uzbekistan. European Journal of Clinical Nutrition. 2006; 60: 1355 – 66. Zhang, X., Sun, Z., Zhang, X., Zheng, L., Liu, S., Xu, C., Li, J., Zhao, F., Li, J., Hu, D., and Sun, Y. Prevalence and Associated Factors of Overweight and Obesity in a Chinese Rural Population. Obesity. 2008; 16(1): 168 – 171. Wang, Y., Beydoun, M.A.The Obesity Epidemic in the United States—Gender, Age, Socioeconomic, Racial/Ethnic, and Geographic Characteristics: A Systematic Review and Meta-Regression Analysis. Epidemiologic Review. 2007;29: 6 – 28. Dodor, B.A., Shelley, M.C., Hausafus, C.O. Adolescents’ health behaviors and obesity: Does race affect this epidemic?. Nutrition Research and Practice. 2010; 4(6): 582 – 534. Hu, F.B., Li, T.Y., Colditz, G.A., Willet, W.C., Manson, J.E. Television Watching and Other Sedentary Behaviors in Relation to Risk of Obesity and Type 2 Diabetes Mellitus in Women. JAMA. 2003; 289(14): 1785-1791. Jeffery, R.W., French, S.A. Epidemic Obesity in the United States: Are Fast Foods and Television Viewing Contributing? Am. J. Pub Health. 1998; 88(2): 277 -280.
kelompok dengan status sosial ekonomi yang tinggi. Hal ini dikaitkan dengan
10.
prevalensi obesitas yang relatif sudah tinggi di
Kabupaten
Banyumas,
dan
untuk
mengantisipasi dampak negatif kesehatan
11.
yang cukup besar di masa datang. Selain itu terdapat ruang untuk melakukan studi lebih lanjut berkaitan dengan pengendalian faktor
12.
perancu lain yang belum dianalisis, dan penggunaan titik potong IMT yang lebih
13.
progresif KESIMPULAN 1. 2.
3.
4.
5. 6.
7.
8.
9.
WHO. Obesity and Overweight Factsheet. Cited at 18 April 2011. Available from http://www.who.int/topics/obesity. Balitbang Depkes. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007: Laporan Nasional. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2008. Internasional Association for The Study of Obesity (IASO). The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and Its Treatment. Manila: WHO Western Pacific Region; 2000. Sobal, J., Stunkard, A.J. Socioeconomic status and obesity: a review of the literature. Psychol Bull. 1989; 105:260–75. Mclaren, L.. Socioeconomic Status and Obesity. Epidemiologic Review. 2007; 29: 29 – 48 Monteiro, C.A., Moura, E.C., Conde, W.L., Popkin, B.M. Socioeconomic status and obesity in adult populations of developing countries: a review Bulletin of World Health Organization. 2004; 82(12): 940 – 46. Balitbang Depkes. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007: Laporan Provinsi Jawa Tengah.Jakarta: Departemen Kesehatan; 2008. Mokdad, A.H., Ford, E.S., Bowman, B.A., Dietz, W.H., Vinicor, F., Bales, V.S., Marks, J.S. Prevalence of Obesity, Diabetes, and Obesity-Related Health Risk Factors, 2001. JAMA 2003; 289(1): 76 – 79. Cameron,A.J., Welborn, T.A., Zimmet, P.Z., Dunstan, D.W., Owen, N.,Salmon, J., Dalton, M., Jolley, D., and Shaw, J.E.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
471