B A S I L DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Perairan Sungai Siak sekitar Kotamadya Pekanbaru merupakan bagian pertengahan dari perairan Sungai Siak secara keseluruhan dengan kedalaman rata-rata sekitar 16,5 meter. Keadaan permukaan sungai relatif tenang, karena arus air yang mengalir tidak terlalu deras. Sungai Siak secara keseluruhan merapunyai panjang 287,5 km dan lebar ratarata 90 meter. Kedalaman rata-rata Sungai Siak adalah 16,5 meter dengan debit air sekitar 209,4 m3/detik. Dengan keberadaan tersebut menjadikan Sungai Siak sebagai pusat perhubungan praktis yang dapat dilalui oleh kapal-kapal besar dan kecil. Keadaan ini menyebabkan timbulnya keinginan bagi banyak investor untuk menanamkan modalnya, yaitu dengan membangun industri dan perkebunan di sekitar daerah ini. Di lain pihak, air Sungai Siak juga digunakan sebagai sumber bahan baku air minum oleh PDAM Siak Tirta imtuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi penduduk Kotamadya Pekanbaru. Disamping itu Sungai Siak juga digunakan sebagai tempat pembungan akhir limbah, baik oleh industri maupun dari domestik. Karakteristik Fisika-Kimia Perairan Sungai Sekitar Kodya Pekanbaru Untuk menentukan kualitas perairan Sungai Siak sekitar Kota Pekanbaru, maka beberapa parameter fisika dan kimia yang terukur dibandingkan dengan baku mutu lingkungan yang berlaku di Indonesia (Kepmen. No. 02/MENKLH/1/1988) untuk air golot.j^an B. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa air Sungai Siak merupakan sumber bahan baku air minum PDAM Pekanbaru. Adapun parameter yang dimaksud adalah parameter fisika meliputi suhu, kekeruhan, dan muatan padatan tersuspensi. Sedangkan parameter kimia meliputi pH, salinitas, oksigen terlarut, BOD5, COD, nitrat, amonia dan fosfat. Suhu Hasil pengukuran suhu air pada masing-masing ulangan pengambilan sampel berkisar 27,6 - 28,3°C (Tabel Lampiran 1). Variasi nilai suhu tersebut kemungkinan besar disebabkan karena perbedaan waktu pengukuran. Suhu yang relatif rendah
9
didapatkan pada pengukuran pada pagi hari sekitar pukul 8.30 WIB dan suhu tertinggi didapatkan pada pengukuran siang hari sekitar pukul 13.30 WIB. Namun demikian suhu rata-rata dari setiap stasiun relatif tidak jauh berbeda yaitu berkisar antara 27,6 - 28,3°C (Gambar 1).
28.4 28.2
1
2
3
4
5
6
Stasiun
Gambar 1. Suhu rata-rata pada setiap stasiun pengamatan. Perbedaan suhu relatif sangat kecil. Hal ini disebabkan karena pengambilan sampel dilakukan secara komposit, sehingga tidak terlihat kisaran suhu berdasarkan strata vertikal dari kolom air. Suhu air yang teramati tergolong normal serta masih memenuhi kriteria baku mutu air golongan B(Kepmen. No 02/MENKLH/I/1988) yaitu suhu perairan alami. Kondisi ini didukung oleh tidak adanya indikasi pencemaran yang bersifat termal. Suhu memegang peranan penting dalam berbagai proses kimia dan aktivitas biologi perairan. Clark (1986) mengatakan banyak aktivitas hewan air dikontrol oleh suhu, misalnya migrasi, pemijahan, pemangsaan, kecepatan berenang, perkembangan embrio dan kecepatan metabolisme.
Kekeruhan dan Muatan Padatan Tersuspensi Kekeruhan dan muatan padatan tersuspensi (MPT) merupakan parameter yang saling berkaitan. Peningkatan konsentrasi muatan padatan
tersuspensi
akan
10
meningkatkan kekeruhan air. Parameter-parameter tersebut merupakan indikasi tingkat produktivitas perairan sehubungan dengan proses fotosintesis dan proses respirasi biota perairan.
^ •
Hasil pengukuran menunjukkan, bahwa nilai muatan padatan tersuspensi untuk masing-masing ulangan pada setiap stasiun berkisar antara.92 - 107 mg/l (Tabel Lampiran 1). Nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 91,3 - 103,6 mg/l (Gambar 2). Nilai MPT tidak ada ambang batas yang ditetapkan untuk baku mutu air golongan B (Kepmen. No. 02/MENKLH/I/1988).
Stasiun Gambar 2. Nilai rata-rata muatan padatan tersuspensi pada setiap stasiun pengamatan. Hasil pengukuran kekeruhan untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun berkisar 6,1 - 9,7 N T U (Tabel Lampiran 1). Nilai rata-rata untuk setiap stasiun berkisar antara 5,3 - 9,6 NTU (Gambar 3). Perbedaan hasil pengukuran masing-masing ulangan pada setiap stasiun diduga karena adanya perbedaan kondisi perairan pada waktu pengambilan sampel. Nilai kekeruhan tertinggi (9,7 NTU) didapatkan pada stasiun 6 ulangan pertama. Kondisi ini kemungkinan besar disebabkan karena banyaknya zat-zat tersuspensi
yang berasal dari bungan dari
11
berbagai aktivitas di sepanjang pinggir sungai. Disamping itu juga disebabkan pengadukan akibat kapal yang lewat. yang menyebabkan perairan menjadi keruh. Nilai kekeruhan tidak ada nilai ambang batas untuk baku mutu untuk air golongan B (Kepmen. No. 02/MENKLH/I/1988). Nilai kekeruhan di perairan Sungai Siak sekitar Kota Pekanbaru ini termasuk rendah, hal ini disebabkan karena sedikitnya partikel-partikel tersuspensi.
Stasiun
Gambar 3. Nilai rata-rata kekeruhan pada setiap stasiun pengamatan. pH (Derajat Keasaman) Nilai pH pada setiap stasiun pengamatan berkisar 4,5 - 5,0 (Tabel Lampiran 1). Sedangkan nilai rata-rata pH dari setiap stasiun berkisar 4,56 - 4,96 (Gambar 4). Apabila dibandingkan dengan
baku mutu air golongan B (Kepmen. No.
02/MENKLH/1/1988) yaitu berkisar 5 - 9 , maka nilai pH untuk semua stasiun pengamatan masih berada nilai ambang batas yang dipersyaratkan.
12
X QL
3aGim
Gambar 4. Nilai rata-rata pH pada setiap stasiun pengamatan. Perbedaan nilai pH pada masing-masing stasiun mungkin disebabkan karena berbedanya kandungan beberapa kation seperti Ca^^, Mg^^, Na^, NH*^ dan Fe^^ yang umumnya dapat bersenyawa dengan anion bikarbonat. Hal ini disebabkan oleh pengaruh air laut yang memiliki pH dan kapasitas penyangga (buffer capacity) yang tinggi dan geologi tanah di sekitar perairan. Rendahnya nilai pH perairan Sungai Siak ini disebabkan sumber aimya berasal dari rawa gambut yang banyak mengandung asam tanat dan asam humat.
Oksigen Terlarut (DO) Konsentrasi oksigen terlarut selalu merupakan parameter penting untuk mengetahui kualitas lingkungan perairan. D i samping merupakan faktor pembatas bagi lingkungan perairan, juga dapat dijadikan petunjuk tentang adanya pencemaran bahan organik (Nybakken, 1982). Sebagian besar organisme perairan tidak dapat memanfaatkan oksigen bebas secara langsung. Oleh karena itu oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme tersebut. Kandungan oksigen
13
terlanit sebaiknya tidak kurang dari 4 mg/l, supaya kehidupan organisme perairan dapat layak dan kegiatan perikanan dapat berhasil (NT AC, 1968). Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut masing-masing ulangan di setiap stasiun pengamatan menunjukkan nilai kisaran 3,6 - 4,4 mg/l (Tabel Lampiran 1). Nilai rata-rata konsentrasi oksigen terlarut untuk setiap stasiun berkisar 3,7 - 4,3 mg/l (Gambar 5). Nilai tersebut sebagian lebih rendah jika dibandingkan dengan baku mutu air golongan B (Kepmen.No. 02/MENKLH/I/1988), yakni lebih besar dari 6 mg/l. Perbedaan oksigen terlarut antar stasiun pengamatan selama penelitian relatif sangat kecil.
4.4 -'"•]
Stasiun
Gambar 5. Nilai rata-rata konsentrasi oksigen terlarut pada setiap stasixm pengamatan. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD5) Kebutuhan Oksigen Biokimia ( B O D 5 ) adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang terdapat dalam air selama 5 hari (Azad, 1976). Semakin tinggi nilai B O D 5 , maka semakin tinggi pula aktivitas organisme untuk menguraikan bahan organik atau dapat dikatakan pula semakin besar kandungan bahan organik di perairan tersebut.
14
Hasil pengukuran B O D 5 untuk setiap ulangan pada masing-,masing stasiun pengamatan berkisar 2,74 - 25,78 mg/l (Tabel Lampiran 1). Sedangkan B O D 5 ratarata untuk setiap stasiun berkisar 3,35 - 22,36 mg/l (Gambar 6). Nilai B O D 5 tertinggi terdapat pada stasiun 6, yang diduga berasal dari buangan penduduk di sekitarnya, buangan kota dan aktivitas pelabuhan. Sedangkan nilai B O D 5 terendah terdapat pada stasiun 1.
Stasiun
Gambar 6. Nilai rata-rata parameter B O D 5 pada setiap stasiun pengamatan. Berdasarkan nilai ambang batas baku mutu air golongan B (Kepmen. No. 02/MENKLH/1/1988) yang dianjurkan 6 mg/l, tetapi batas maksimum yang diperbolehkan tidak ditentukan. Maka nilai B O D 5 untuk semua stasiun pengamatan sebagian besar berada di atas ambapg batas yang dianjurkan. Tingginya nilai parameter B O D 5 di perairan Sungai Siak ini disebabkan karena banyaknya buangan organik yang masuk ke perairan yang berasal dari aktivitas di daratan (domestik) dan dari aktivitas dalam perairan itu sendiri.
15
Kebutuhan Oksigen Kimia (COD) Kebutuhan oksigen kimia (COD) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan. untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam air secara kimia. Nilai COD dapat dijadikan petunjuk adanya pencemaran lingkungan (Mahida, 1984). Hasil pengukuran COD untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun •berkisar antara 184,80 - 285,60 mg/l (Tabel Lampiran 1). Sedangkan nilair rata-rata COD untuk setiap stasiun berkisar antara 115,07 - 216,33 mg/l (Gambar 7). Nilai baku mutu air golongan B yang dianjurkan dalam Kepmen. No. 02/MENKLH/I/1988 adalah 10 mg/l. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kandungan bahan organik yang sulit terurai melalui proses biologi dan mikroorganisme di perairan pesisir Sungai Siak sekitar Kota Pekanbaru sudah mengkhawatirkan, karena nilai COD sudah melampaui ambang batas yang ditetapkan.
250
Stasiun
Gambar 7. Nilai rata-rata parameter COD pada setiap stasiun pengamatan Nilai rata-rata COD yang relatif tinggi terdapat pada stasiun 6 dan 2 (perairan sekitar muara Sungai Sail dan sekitar jembatan Siak 11), yaitu berturut-turut 216,33 dan 198,07 mg/l. Tingginya nilai pada stasiun 6 dan 2 diduga .berasal dari buangan domestik, dan buangan lainnya yang terbawa arus.
16
Amonia (NH3) dan Nitrat (N03) Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertvunbuhan organisme dan pembentukan protein. Di perairan nitrogen terdapat dalam bentuk gas N2, nitrit (N-NO2), nitrat (N-NO3) dan amonia (N-NH3) (Alaerts dan Santika, 1984). Hasil pengukuran amonia untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun berkisar antara 0,011 -0,141 mg/l (Tabel Lampiran 1). Nilai rata-rata amonia untuk setiap stasiun berkisar antara 0,015 - 0,120 mg/l (Gambar 8). Kisaran ini masih berada di bawah nilai baku mutu amonia dalam air golongan B, yaitu sebesar 0,5 mg/l (Kepmen. No. 02/MENKLH/1/1988). Nilai amonia yang ditemukan di setiap stasiun pengamatan cenderung bervariasi. Stasiun 2 dan stasiun 6 (perairan sekitar jembatan Siak 11 dan perairan muara Sungai Sail) memiliki nilai rata-rata amonia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hal ini diduga berasal dari buangan aktivitas penduduk di daratan dan terbawa arus.
1
2
3
4
5
6
S t a s iu n
Gambar 8. Nilai rata-rata amonia pada setiap stasiun pengamatan. Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa stabil. Nitrat merupakan salah satu senyawa penting untuk sintesis protein tunibuhan dan hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi dapat menstimulasi pertumbuhan ganggang yang tidak terbatas (Alearts dan Santika, 1984).
17
Hasil pengukuran nitrat untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun berkisar 0,0012 - 0,0043 mg/l (Tabel Lampiran 1). Sedangkan nilai rata-rata nitrat untuk setiap stasiun berkisar 0,0024 - 0,0032 mg/l (Gambar 9). Nilai nitrat tertinggi terdapat pada stasiun 5, hal ini mungkin berasal dari buangan penduduk yang berada di daratan dan dari aktivitas dalam perairan itu sendiri seperti dari transportasi dan aktivitas pelabuhan. Sedangkan nilai nitrat terendah terdapat pada stasiun 1 dan stasiun 4. Naijiun demikian perbedaan nilai nitrat antar stasiun pengamatan tidak terlalu ekstrim.
0.0035 0.003 ^
0.0025
f
0.002
I
0.0015
^
0.001 0.0005 Oi
r-
1
T
2
.
3
r
4
.
5
6
Stasiun Gambar 9. Kandungan rata-rata nitrat pada setiap stasiun pengamatan. . Fosfat Total Berasarkan ikatan kimia fosfat yang terdapat dalam air dapat dibedakan sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Sedangkan berdasarkan sifat fisis dapat dibedakan sebagai fosfat terlarut, fosfat tersuspensi dan fosfat total
18
(terlarut dan tersuspensi). Fosfat merupakan salah satu senyawa esensial untuk pertumbuhan ganggang dalam air (Alaerts dan Santika, 1984). Hasil pengukuran fosfat total untuk setiap ulangan pada masing-masing stasiun berkisar 1,188 - 2,741 mg/l (Tabel Lampiran 1). Sedangkan nilai rata-rata fosfat total pada setiap stasiun berkisar 1,086 - 2,450 mg/l (Gambar 10).
Stasiun Gambar 10. Nilai rata-rata fosfat Total pada setiap Stasiun pengamatan. Batas terendah kandungan fosfat yang dibutuhkan oleh algae berkisar antara 0,018 - 0,09 mg/l (Chu dalam Bengen at al, 1994). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebutuhan organisme nabati akan fosfat sebagai unsur hara relatif sedikit. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan Sungai Siak sekitar Kota Pekanbaru sudah cukup untuk memenuhi pertumbuhan algae, dimana nilainya berkisar 1,188 2,741 mg/l dan tidak ada indikasi eutrofikasi. Indeks Kualitas Lingkungan Perairan (IKLP) Selain membandingkan parameter fisika dan kimia dengan Kep. No. 02/MENKLH/l/Tahun 1988, untuk menentukan kualitas perairan pesisir Kota Bengkalis secara umum dapat digunakan metoda penentuan Indeks Kualitas
19
Lingkungan Perairan (IKLP) yang dikembangkan oleh U.S. National Sanitation Foundation's Water Quality Index (NSF. WQI) (Ott, 1978). Rincian perhitungan IKLP disajikan pada Tabel Lampiran 2. Hasil perhitungan IKLP memperlihatkan bahwa nilai indeks kualitas perairan Sungai Siak sekitar Kota Pekanbaru berkisar 35,09 - 42,14. Setelah dibandingkan dengan kriterianya, maka kualitas perairan Sungai Siak sekitar Kota Pekanbaru ini tergolong buruk (Tabel 2).
Tabel 2. Kriteria IKLP untuk Setiap Stasiun pengamatan di Perairan Sungai Siak Sekitar Kota Pekanbaru.
Stasiun
Nilai IKLP
Kualitas Perairan
I
42,14
Buruk
II
40,37
Buruk
III
36,26
Buruk
IV
35,09
Buruk
V
35,80
Buruk
VI
37,79
Buruk
Distribusi Spasial Karakteristik Fisika-Kimia Air Parameter fisika-kimia air yang terlibat dalam Analisis Komponen Utama (PCA) untuk melihat distribusinya berdasarkan pengamatan disajikan dalam Tabel Lampiran 1. Hasil Analisis Komponen Utama yang dilakukan terhadap matriks korelasi
(Tabel
Lampiran 3A) memunculkan
sumbu-sumbu
faktorial
yang
mengekstraksi secara progresif informasi maksimum parameter fisika-kimia air. Kualitas dari infomiasi tersebut pada setiap sumbu diukur dari besamya akar ciri yang dihasilkan (Tabel lampiran 3B). Akar ciri-akar ciri tersebut memungkinkan untuk mengevaluasi besamya ragam yang dijelaskan oleh setiap sumbu (Tabel Lampiran 3C).
20
Component Plot
a Itionia
1,0
mpt ,5
ioijiponent 2
go
suhu pi?
do fosfa
bod
•
nitrat
-,5
1,0 0,0
Component 1
Component 3
Gambar 11. Korelasi Antara Parameter Fisika-Kimia Perairan pada Sumbu 1, 2 dan 3
Hasil Analisis Komponen Utama memperlihatkan bahwa kontribusi dari tiga sumbu yang pertama (Fl, F2 dan F3) sebesar 86,9.% dari ragam total. Sebagian besar informasi terpusat pada sumbu 1 dan 2 (Fl dan F2), yang masing-masing sumbu menjelaskan 39,3.% dan 35,8 % dari ragam total. Sumbu 3 (F3)dengan 11,8% dari ragam total dicirikan oleh parameter suhu, dan BOD5. (Gambar 11). Pada sumbu 1 (positif) terlihat adanya korelasi antara parameter MPT, COD dan amonia. Sedangkan pada sumbu 1 (negatif), hanya, parameter kekeruhan. Kesemua parameter ini mencirikan stimbu utama. Sedangkan pada sumbu 2 yang berperan adalah parameter BOD5, nitrat dan fosfat total .(Gambar 11). Berdasarkan penyebaran stasiun pengamatan pada dendogram klasifikasi hierarki terhadap stasiun pengamatan dan parameter fisika-kimia perairan (Gambar 12) didapatkan 4.pengelompokan. Antara satu kelompok dengan kelompok yang
21
lainnya berbeda dalam parameter yang mempengaruhi kualitas aimya. Kelompok 1 yaitu stasiun 1,2 dan 4 banyak dipengamhi oleh parameter suhu, MPX, COD, pH, nitrat. Kelompok 11 yaitu stasiun 6 banyak dipengaruhi oleh parameter ZPT, dan COD. Kelompok 111 yaitu stasiun 3 yang dipengaruhi oleh parameter COD dan fosfat total. Sedangkan kelompok IV yaitu stasiun 5 dipengaruhi oleh parameter, B O D 5 , COD dan fosfat total. Nilai-nilai parameter fisika-kimia air lainnya menunjukkan distribusi yang hampir merata di semua stasiun pengamatan. Tree Diagram for 6 Cases Single Linkage Euclidean distances 40
35
r
.
•
I
.
.
.
rr==™
.
•
.
r-
1.
.
30 •
cg IU
i
25
3
20 :
L_
15 •
10 c
1
1
!
1
1
1
X_5
X_3
X_6
X_4
X_2
X_1
Gambar 12. Dendogram Klasifikasi Hierarki Stasiun Pengamatan Berdasarkan Parameter Fisika-Kimia Perairan Pengelompokan stasiun berdasarkan parameter yang dominan tersebut memperlihatkan pengaruh berbagai aktivitas, baik aktivitas di darat maupun di dalam I
perairan itu sendisi. Pada kelompok I (stasiun 1, 2 dan 4) yang dicirikan oleh parameter suhu, MPT,COD, pH dan nitrat. Kondisi ini berkaitan dengan letak stasiun tersebut berada pada bagian hulu lokasi penelitian yang banyak mendapat masukan
22
p
bahan buangan dari aktivitas di hulu sungai dan dari daerah sekitarnya. Kelompok II (stasiun 6) dicirikan oleh parameter COD dan ZPT..yang relatif tinggi dibadingkan dengan satsiun lainnya. Tingginya kandungan parameter tersebut kemungkinan disebabkan oleh adanya pengaruh buangan penduduk di daratan dan dari aktivitas disekitar pelabuhan. Sedangkan kelompok I I I (stasiun 3) yang didominasi oleh parameter COD dan fosfat total. Tingginya nilai parameter COD dan fosfat total di stasiun 3 tersebut kemungkinan disebabkan oleh banyaknya bahan organik dan anorganik dari Sungai Sago.
2?