Jurnal - Artikel WDSP
YANUAR HABIB
Stabilitas Harga Menentukan Industri Baja Jajang Yanuar Habib
[email protected]
Abstrak Meningkatnya pasokan impor dengan harga yang relatif lebih murah berdampak pada menurunnya daya saing industri baja nasional. Sementara itu, penyerapan baja domestik masih didominasi proyek pemerintah. Kedua hal itu menentukan stabilitas harga yang merupakan faktor penentu industri.
Kata Kunci: Ekonomi, Industri, Baja
LATAR BELAKANG Konsumsi baja nasional pada 2015 diperkirakan bakal menembus angka 15 juta ton jika pembangunan infrastruktur terealisasi sesuai konsep MP3EI masa pemerintahan SBY. Peralihan pemerintahan yang alot di pembenahan institusional agaknya akan menghambat lebih jauh realisasi berbagai proyek. Asumsi tersebut juga bisa jadi gugur apabila pemerintahan Jokowi mengganti rencana proyek infrastruktur nasional. Tertatih di antara masalah nasional tersebut, pasar baja nasional saat ini masih didominasi oleh produk impor. Masuknya baja impor terus mengalami kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun lalu impor baja mencapai 8,4 juta ton atau 66% dari total konsumsi baja nasional sebesar 12,7 juta ton. Meningkatnya penawaran produk baja dari luar negeri distimulasi penurunan kondisi ekonomi di beberapa negara maju, mencakup Eropa, AS, dan sejak tahun lalu Tiongkok juga mulai tergerus. Beberapa indikator makro ekonomi di dalam negeri juga turut memperlemah kinerja sektoral industri, seperti pengaruh dari melorotnya nilai tukar rupiah ke level Rp12.000 per satu dolar AS. Bisnis perusahaan baja nasional sekelas Krakatau Steel (KS) pun tergerus. Sepanjang tiga triwulan tahun ini pendapatan KS turun 15,44% menjadi US$1,36 miliar dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$1,57 miliar. Penurunan pendapatan
Publikasi oleh WDSP
1
Jurnal - Artikel WDSP
YANUAR HABIB
membuat laporan keuangan KS yang berstatus rugi itu membengkak dari hanya sebesar US$10,09 juta menjadi US$117,47 juta.
SIKLUS BISNIS? Indeks harga perdagangan besar barang besi dan baja dasar Indonesia sebenarnya sudah mengalami penurunan sejak 2009. Besaran indeks ini sebenarnya jatuh dari angka 282 pada tahun 2008 menjadi 157 di tahun berikutnya. Indeks harga perdagangan besar yang dihimpun BPS menunjukkan rata-rata perubahan harga antarwaktu dari suatu paket jenis barang pada tingkat perdagangan besar atau penjualan secara partai besar. Indeks harga ini merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan perekonomian secara umum serta sebagai bahan dalam analisa pasar dan moneter, dan disajikan dalam bentuk indeks umum dan juga sektoral termasuk di dalamnya barang besi dan baja dasar. Sejak tahun 2003, produksi dan penjualan baja diuntungkan dengan harga yang terus menanjak dengan puncaknya pada tahun 2008. Pada tahun tersebut, sebagaimana diketahui merupakan tahun sedang terjadi resesi besar pada negara-negara maju. Banyak industri yang mengalami kelesuan sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan domestik. Banyak perusahaan di Eropa dan AS yang menunda untuk memproduksi karena permintaan di pasar juga tidak bisa diprediksi. Kondisi tersebut telah mendorong sedikitnya pasokan barang di pasar global. Namun tidak berselang lama, para produsen baja dari Tiongkok dan India serta beberapa negara di Amerika Latin dengan cepat mengambil pasar yang kehilangan pasokannya. Munculnya kekuatan pasokan baja dunia baru ini merupakan momentum yang tidak bisa dilepaskan dari masa depan dunia manufaktur dan konstruksi. Kondisi ini berubah dengan cepat dalam waktu lima tahun seiring kembali pulihnya stabilitas ekonomi di AS. meskipun ketika menengok ke pasar domestik, pasar baja mengalami laju pertumbuhan yang bersifat siklikal. Bisnis baja memiliki pola kenaikan pada triwulan ke-2 dan ke-3 setiap tahunnya. Kenaikan tertinggi terjadi pada triwulan ke-3 tahun 2012 dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 7% dari totalnya. Kontribusi sektor industri logam dasar besi dan baja ini semakin menurun memasuki tahun 2013. Kontribusi paling tinggi hanya terjadi pada triwulan ke-2 tahun ini sebesar 2,74% terhadap PDB. Kontribusi terendah terjadi pada triwulan ke-2 tahun 2012 yang menyentuh negatif 2,64%. Tahun 2014 ini merupakan penurunan yang paling parah, yang tidak pernah menyamai kondisi di tahun-tahun sebelumnya. Harga produksi adalah faktor yang paling menentukan dinamika industri baja. Dilihat dari kapasitas produksi dan penjualan, industri baja nasional setiap tahunnya terus mengalami peningkatan. Kapasitas industri logam dasar Publikasi oleh WDSP
2
Jurnal - Artikel WDSP
YANUAR HABIB
dan baja mencapai Rp7,58 triliun pada tahun 2011, dan pada triwulan ketiga tahun ini telah meningkat menjadi Rp9,73 triliun. Peningkatan terjadi secara progresif, dengan penurunan yang tidak berarti. Setiap penurunan yang terjadi pada triwulan yang buruk, selalu diikuti dengan kenaikan yang lebih besar pada periode setelahnya. Kapasitas industri di kisaran angka Rp8 triliun berlangsung cukup lama, yakni berlangsung dalam kurun 2 tahunan. Di tahun ini, setelah menembus angka Rp9 triliun sudah mendekati 2 digit triliun. Optimisme peningkatan kapasitas baja nasional juga terlihat dari aksi korporasi yang dalam kurun waktu tiga tahun terakhir banyak melakukan joint venture dan penambahan modal perseroan untuk meningkatkan kapasitas produksi serta pembangunan pabrik baru. Sebagai catatan, peningkatan kapasitas dan pabrik baja harus mengikuti eksposur penyerapan di tingkat penggunanya. Data Asosiasi Masyarakat Baja Indonesia (AMBI) menunjukkan bahwa produk baja diserap paling banyak oleh sektor konstruksi. Besaran penyerapannya mencapai 78% dari total penjualan produk baja. Sektor transportasi menyerap sebesar 8%, disusul sektor migas sebesar 7%, permesinan 4%, dan sektor lainnya sebesar 3%.
TANTANGAN MASALAH IMPOR Berlimpahnya produk impor tidak terlepas dari kompetitifnya harga barang impor. Namun, pada kenyataannya produk baja nasional secara kualitas tidak lebih buruk dari produk impor. Dari hasil penelusuran Warta Ekonomi, dengan melihat latar belakang diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan No. 28/2014 tentang ketentuan Impor Baja Paduan terdapat kecurangan dalam produk-produk impor. Indonesia memberikan keringanan bea masuk untuk baja yang memiliki kandungan boron. Baja dengan kandungan boron, biasanya digunakan untuk kerangka pesawat hingga pakaian anti peluru. Pemerintah memberikan kebijakan yang tepat untuk menghapus bea masuk baja yang mengandung boron, karena boron sebagai unsur kimia tidak dapat diproduksi secara alamiah. Sayangnya, dalam praktik perdagangan baja boron bersifat manipulatif. Banyak importir yang hanya memasukkan sedikit boron tetapi menyebutnya baja boron. Sementara itu pemerintah menetapkan bea masuk yang cukup tinggi untuk baja dengan kriteria yang normal. Bea masuk impor baja normal bisa mencapai 5%12,5%. Pemerintah kemudian mencabut aturan bea masuk nol persen baja boron tersebut. *Tulisan ini pernah dimuat pada majalah Warta Ekonomi edisi WE-24/XXVI/2014
Grafik Tulisan Publikasi oleh WDSP
3
Jurnal - Artikel WDSP
YANUAR HABIB
Indeks Harga Perdagangan Besar Barang Besi dan Baja Dasar 300 250 200 150 100 50 01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
Laju Pertumbuhan Industri Logam Dasar Besi dan Baja (%) 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 -2,00
I
II
-4,00
Publikasi oleh WDSP
III
IV
I
II
2011
III
IV
I
II
III
2012 2014
IV
I
II
III 2013
4
Jurnal - Artikel WDSP
YANUAR HABIB
Pertumbuhan Industri Logam Dasar dan Baja Berdasarkan Harga Berlaku (Rp miliar) 10.000,0 9.500,0 9.000,0 8.500,0 8.000,0 7.500,0 7.000,0 I
II
III IV 2011
I
II
III IV 2012 2014
I
II
III IV
I
II
III
2013
NOTES -
REFERENCES -
Publikasi oleh WDSP
5