PGM 2008,31(1): 21-35
Faktor-fakforyang berhubungandengan kejadian underweight
Sri Mulyati; dkk
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN UNDERWEIGHT PADA ANAK USlA 2659 BULAN Dl NANGGROE ACEH DARUSSALAM lNADI , , Analisis Data Surkesda NAD 2006 Sri Mulyatil, Sandjajal, Dwi Hapsari Tjandrarini ABSTRACT DETERMINANT FACTORS OF THE INCIDENCE OF UNDERWEIGHT CHILDREN AGEG 24-59 MONTH IN NAGGROE ACEH DARUSSALAM (NAD) Analysis of data Surkesda NAD 2006 Background: Surkesda NAD 2006 as post tsunami household health survey and covering all 21 districtslcities had assessed child nutritional status (underweight) for age 24-59 months, with cut-off point <-2.00 SD. A total sample of 1,437 children aged 0-59 months was included in the assessment. 0bjectives:The objective of this study is to analyze child nutritional status and factors related lo the status.in NAD afler tsunami. The study revealed that the prevalence of underweight in NAD was 37.1% with ranges by districts from 15.8%-60.0%. The prevalence of underweight in NAD was higher lhan those of Indonesia Methods: Multivariate analysis identified various factors that associated with the prevalence of underweight. Results: Chiidren aged 24-59 months with higher risk of underweight were those suffering from infectious diseases other than upper respiratory tract infection or diarrhea (OR.1.7) C1;1.028-2.792, those whose head of household had education less than senior high school (OR=1.45), C1;1.088-1.946 Conclusions: Stralegies to improve nutritional status of children should include accelerale nutrition intervention programs, improving accessibility for better basic health services, and other program related to health and nutrition which has to be part of community development. [Penel Gizi Makan 2008,31(1): 21-35] Key words: children, underweight PENDAHULUAN
M
asalah gizi merupakan masalah yang multi dimensi, dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pertanian, kesehatan dan lain-lain. Bagan penyebab kurang gizi yang dikembangkan UNICEF 1990 menunjukkan bahwa krisis ekonomi, politik dan sosial merupakan akar masalah terjadinya kurang gizi (1). Status gizi anak usia balita berdampak pada kualitas sumberdaya manusia, ha1 ini dikemukakan Jalal (2007) (2) bahwa balita gizi kurang rentan terhadap infeksi dan mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan serta perkembangan yang bersifat permanen tak terpulihkan. Menurut hasil SKRT (2004) prevalensi underweight untuk lndonesia sebesar 27,5% (3). Prevalensi underweight pada balita masih 27,5% suatu indikasi bahwa masalah gangguan pertumbuhan pada Peneliti pada Puslitbang Gizi dan Makanan. Badan Liibang Kesehatan, Depkes Ri 2Penelili Dada Puslilbana Ekoloai dan Status Kesehatan Badan I
anak usia dibawah lima tahun (balita) di lndonesia cukup serius (4). Kurang gizi pada anak balita akan mengakibalkangangguan pertumbuhan panjang badan sekitar 10 cm, berat badan 2 kg dan hambatan mental berpotensi turun sampai 10 poin serta meningkatkan anemia dan kematian anak (5). Stalus gizi kurang pada balita menyumbang 60% kematian anak merupakan underlying causes terhadap penyakit infeksi sebagai penyebab langsung kematian (6). Bila dibandingkan hasil SKRT (2001) dengan 2004 di kawasan Sumatra, menunjukkan adanya penurunan prevalensi underweight pada balita, yaitu 31.9% pada tahun 2001 dan 20,156 pada tahun 2004. Walaupun terdapat penurunan sebesar 11,8% untuk katagori kurang dan buruk, keadaan ini menunjukkan bahwa prevalensi underweight pada balita masih tinggi.
PGM 2008,31(1): 21-35
Faktor-fakioryang berhubungan dengan kejadian underweight
Berdasarkan data Susenas untuk propinsi NAD tahun 1995, 1998, 1999, 2000, dan 2001 prevalensi undenveight sebesar 43,.5%, 46,7%, 26,1%, 38,6%, dan 26,7% (Depkes, 2005). Dengan demikian status gizi balita di NAD menurut Susenas 1995 - 2001 masih di bawah rata-rata Indonesia. Tetapi hasil Surkesda NAD dengan menggunakan standar WHO NCHS pada anak umur 0-59 bulan menunjukkan bahwa Prevalensi undefweight masih sebesar 28,2% (8). Kejadian tsunami pada 24 Desember 2004 telah memporak perandakan hampir seluruh kawasan NAD. Keadaan ini tentu akan berpengaruh terhadap status kesehatan dan gizi masyarakat di NAD terutama pada balita sebagai kelompok rawan yang mudah terimbas oleh ber'u?gai akibat bencana termasuk kejadian tsunami. Kurangnya intake makanan dan penyakit infeksi merupakan penyebab langsung yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Dampak tsunami berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan tenasuk kesehatan. Dengan rusaknya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan termasuk banyaknya tenaga kesehatan yang meninggal mengakibatkan terganggunya Sistem pelayanan kesehatan. Faktorfaktor lain seperti karakteristik wilayah dan pemanfaaalan pelayanan kesehatan, karakterisitik rumahtangga seperti keadaan sosial ekonomi, pendidikan dan karakteristik balita seperti morbiditas penyakit tentu akan mengalami perubahan. Untuk mengetahui keadaan kesehatan masyarakat di NAD pasca-tsunami telah dilakukan S u ~ e iKesehatan daerah (Surkesda) NAD. Balita sebagai calon penerus pembangunan dimasa datang
Sri Mulyati; dkk
perlu memiliki kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Oleh karena itu menarik untuk dianalisis peran berbagai faktor terhadap underweight pada balita kelompok usia 24-59 bulan di NAD pasca tsunami. Hasil analisis ini diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam parencanaan gizi dan kesehatan di NAD terutama dalam menentukan prioritas inte~ensi gizi pada balita. TUJUAN Analisis ini secara umum bertujuan mendapatkan informasi tentang underweight pada balita umur 24-59 bulan di NAD dan secara khusus bertujuan untuk mempeiajari faktor-faktor yang berkaitan dengan kejadian underweight. Hal ini diperlukan sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan prioritas sasaran program perbaikan kesehatan dan gizi balita di NAD. BAHANDANCARA Kerangka Pikir Disajikan dalam Gambar l(UNICEF, 1990), bahwa stabilitas ekonomi sosial dan politik merupakan akar masalah tejadinya kurang gizi. ' ~ s u ~ gizi a n yang tidak seimbang dan penyakit infeksi memiliki hubungan sinergis me~pakan penyebab langsung terhadap kejadian kurang gizi. Rendahnya asupan gizi mengakibatkan terjadinya penurunan status gizi dan status gizi yang tidak memadai akan mempenga~hi imunitas tubuh sehingga risiko terkena penyakit infeksi meningkat. 1.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian underweight
PGM 2008,31(1): 21-35
Sri Mulyati; dkk
a Kurang gizi
Asupan gizi kurangltak seimbang
Penyakit infeksi
b
4
langsung
lak langsung
tidak memadai
Kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan kurang, kesempatan kerja rendah
t
I
di rnasyarakat
t
t
Keadaan politik, ekonomi, sosial
I
Gambar 1 Masalah Gizi dan Penyebabnya (Sumber UNICEF, 1990) Kemiskinan, pendidikan yang rendah, ketenediaan pangan yang kurang serta kesempatan keja yang terbatas Inempenga~hiketahanan pangan tingkat ~ m a htangga, kualitas pola asuh, sanitasi lingkungan, penyediaan dan pernanfaatan air bersih serta mutu pelayanan kesehatan yang tersedia di masyarakat. Namun karena keterbatasan data yang tenedia tidak sernua faktor dalam bagan diatas dapat disertakan dalam anaisis ini. Sumber Data Data yang digunakan dalam analsis ini diambil dari beberapa sumber yaitu Surkesda NAD 2006 yang terdiri dari 2 kuesioner meliputi kuesioner individu (SurkesdaNAD.IND) dan kuesioner Nmahtangga (SurkesdaNAD.RT). Data utama yang dianalisis adalah berat badan dan umur untuk menentukan status gizi, kemudian beberapa karakteristik balita dalam kuesioner SurkesdaNAD.IND dihubungkan dengan data tentang karakteristik kepala keluarga dan ibu yang
2.
terdapat dalarn kuesioner SurkesdaNAD.IND. Selanjutnya dihubungkan dengan karakteristik rumahtangga yang terdapat dalam kuesioner SurkesdaNADRT. Surkesda NAD 2006 mengikuti sampling frame Susenas 2005. Oleh karena itu data yang terdapat dalam kuesioner Susenas Kor (VSEN2005KOR) dan Susenas Suplernen Modul Kesehatan. Variabel yang relevan dengan status gizi balita seperli karakteristik rumahtangga anak balita diambil dari kuesioner tersebut. Dengan demikian beberapa variabel yang berada dalam empat kuesioner harus digabung menjadi satu sebelum dianalisis yaitu kuesioner SurkesdaNADJND, SurkesdaNADRT, VSEN2005,KOR, dan Suplemen Modul Kesehatan.
3.
Manajemen Data Data Surkesda NAD 2006 dan Susenas 2005 terdapat dalam 4 electronic data files. Dari keempat files tersebut dibuat menjadi satu file rnemuat variabel-
PGM 2008.31(1): 21-35
Faktor-faktor yang bed?ubungan dengan kejadian underweight
variabel yang rekvan dengan stalus gizi balita dengan cara merging lib. Dalam proses merging file beberapa record tidak dapat di-link dengan file lainnya karena tidak memiliki key variable yang sama. Dengan demikian jumlah ballta yang dapat diolah dalam analisis lanjut ini lebih sedikit dlbanding dengan data stalus gizi yang terdapat dalam Surkesda NAD.IND. Penilaian status gizi dilakukan dengan menggunakan program Anthrol dari WHO 2005. Status gizi diolah berdasarkan index underweight (berat badan rnenurut umur, BBN). Hasil dari program Anthrol yang digunakan adalah nilai z-score BBN. Dari nilai z-swre tersebut dikelompokkan menjadi dua kelompok yailu status gizi baik (z-score >= -2,OO SD), gizi kurang (z-score c -2,OO SD). Sebelum analsis data, dilakukan consistency check terhadap data hasil merging dari 4 sumber data file. 4. Analisis Proses anaiisis dilakukan dalam empat tahap yaitu analisis univariate, bivariate dan multivariate. Analisis univariate ditujukan untuk mengetahui sebaran nilai setiap variabel, sebagai bahan untuk melakukan pengelompokan dalam analisis selanjutnya. Analsis bivariate diperlukan untuk menilai hubungan status gizi balita (underweight) dengan variabel independen yang sesuai. Uji yang digunakan untuk menilai hubungan adalah Chi-square lest. Analisis multivariate dilakukan untuk menilai hubungan status gizi (underweighf) dengan beberapa variabel independen sekaligus dengan menggunakan logistic regression model.
Sebanyak 1437 balita diolah dalam analisis ini, berdasarkan jenis kelamin terbagi dalam dua kelompok yaw 726 (50,5%) balita laki-laki dan 711 (49,5%) balita perempuan. Jumlah balita dalam analisis ini lebih rendah dibandingkan dengan jumlah balia dalam Laporan Surkesda NAD yaitu sebesar 2103 balita. Sebanyak 666 balita tidak dapat diserlakan dalam anaiisis ini karena berbagai sebab seperli dijelaskan di depan. Secara keseluruhan jumlah sampel sebanyak 1437 balita, karena ada data yang missing alau skipping pada setiap variabel maka jumlah yang dapat dianalisis berbeda pada setiap analisis yang dilakukan. Undemelpht (Berat Badan Menurut Umur) pada balita umur (2659) bulan 1.1. Underweight Menurut Daerah Underweight adalah ukuran status gizi berdasarkan berat baden rnenurut umur untuk menilai sMus gizi saal ini dan masa lalu, me~pakanindikator
Sri Mulyati; dkk
kunci yang menjadi salah satu komponen dalam menilai MDG. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa prevalensi underweight pada balita umur (24-59) bulan sebesar 37.1%. Walaupun merging data menyebabkan sebagian data tidak dapat diolah, namun tidak ada perbedaan karakterislik yang berarli antara balita dalam Laporan Surkesda NAD dengan analisis ianjut ini (Soemantri et.ai 2006). Akibat tsunami beberapa kabupatenl kota di NAD mengalami kerusakan yang cukup parah, selain itu lebih dari 1,5% penduduk meninggal akibat tsunami1 gempa bumi karena kejadian tsunami diawali dengan adanya gempa bumi. Tingkat kerusakan yang dialami oleh setiap kabupatenlkota sangat bewariasi. Tingkat kerusakan bangunanlwmah serla status gizi balita di setiap kabupatenlkota disajikan dalam Tabel 1. Berdasarkan krileria kerusakan bangunanlwmah. terlihal tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap prevalensi gizi kurang. Begitu juga menurut kelopok kabupalen yang lerkena tsunami tingkat ringan, sedang dan berat, tidak ditemukan hubungan yang era1dengan prevalensi underweightpada balita. Setelah dipilah menurul kelompok umur, prevalensi underweight pada kelopok 24 - 59 bulan disajikan dalam Tabel 3. Prevalensi undenveight berdasarkan tingkat keparahan akibat tsunami pada yang ringan, sedang dan berat masing-masing sebesar 38,.4%, 36,7%, dan 33,556. Batasan tentang daerah perkotaan perdesaan yang digunakan dalam anaiisis ini adalah daerah perkotaan - perdesaan sesuai kriteria Badan Pusat Statistik (BPS). Dapat terjadi bahwa di wilayah Kota Banda Aceh, Sabang dan kota lainnya, suatu Blok Sensus masuk dalam katergori perdesaan atau sebaliknya di Kabupaten Pidie suatu Blok Sensus masuk dalam kategori perkotaan. Prevalensi undarweight pada anak umur 24 - 59 bulan sebesar 31,7% di perkotaan dan 38,0% di perdesaan. Bila dibandingkan sebanyak 6.3% lebih tinggi di pedesaan namun perbedaan tersebut tidak bermakna. Sebelum Deklarasi Helsinki NAD mengalami konflik berkepanjangan. Keadaan ini telah menghambat kebebasan masyarakat dalam beraktivitas termasuk diantaranya dalam akses ke pelayanan kesehatan ha1 ini berpengaruh kepada penyakit yang berperan dalam menghambat perlumbuhan anak, serta ketersediaan makanan di tingkat rumahtangga. Tabel 1 menunjukkan proporsi prevalensi underweight pada anak umur 24 59 bulan yang cenderung lebih tinggi di daerah yang terjadi konflik (37,5%) dibandingkan dengan yang tidak terjadi konflik (32,4%) atau abu-abu (32.6%).
-
PGM 2008,31(1): 21-35
Sri Mulyali: dkk
Fahior-fakbryang bemubungandengan kejadian undeweight
Tabel 1 Prevalensi Status Glzl Underweight (BBN)pada Anak Umur 24- 59 Bulan Menurut Karakteristik Daerah, Surkesda NAD 2006 Karakteristik Daerah
I
I
Daerah Perkotaan Perdesaan Daerah pasca konflik Tidak
I
1 1
Sampel (4
I
1 1
269 723 176
status id (BBIU) Gid Baik I Gizi Kurang
I
1
70.3 63,3 67.6
1
29,7 36,7 32.4
1
I
1
Xz P
X2 = 4,131 p= 0.042 X2 = 2.671
.
~a 448 62;5 373 Catalan: 'Tingkat kerusakan bangunan 04.9% (ringan),5-24,9%(sedang),> 25,0% (beral).
1.2. Undenvelght Menurut Ke]adian Tsuneml Analisis kejadian tsunami seiain dilakukan menurut tingkat kerusakan bangunanl rumah yang tejadi akibat tsunami1 gempa bumi di tingkat kabupaten juga diklasifikasikan menurut tingkat desa dan rumahtanggalindividu. Di tingkat desa, diklasifikasikan terkena dampak tsunami1 gempa bumi bila sebagian atau seluruh bangunan di desa tersebut ~ S a kakibat tsunami, gempa bumi atau keduanya. Di
I
.
tingkat individu diklasifikasikan menjadi terkena dampak langsung atau tidak langsung. Disajikan dalam Tabel 2 prevalensi u n d e ~ i g h t pada anak umur 24-59 bulan menurut dampak tsunami di tingkal desa dan di daerah yang tidak terkena tsunami. Menurut dampak tsunami tingkat ringan, sedang dan berat terhadap underweight tidak ditemukan perbedaan yang nyata, masing-masing sebesar 34,656, 41,2%, 37,9%, dan 31,7%.
Tabel 2 Prevalensi Status Gitl Underweight (BBIU) pada Anak Umur 24 59 Bulan Menurut Kejadian Tsunami, Surkesda NAD 2006
-
Kejadian Tsunami Dampak tsunami di BS Tidak ada Ringan Sedang Berat Dampak langsung Tidak Ya(tsunami danlatau gempa)
Sampel (n)
Status Gizi (BB111) Glzi Baik Gizi Kurang
346
849 17 66 60
65,4 58,8 62,l 68,3
41,2 37,9 31.7
849 143
655 63,6
345 36,4
Berdasarkan analisis pada tingkat individu, sebagian besar balita tidak terkena dampak langsung tsunami, dan hanya sebagian kecil yang terkena dampak langsung tsunami (Tabei 2). Prevalensi undernight pada umur 24-59 bulan tidak menunjukkan perbedaan nyata, yaitu sebesar 34,5% yang tidak terkena dampak langsung tsunami dan 36,4% yang terkena dampak langsung.
1.3. Undenveight Menurut Kankterlstlk Anak Karakteristik anak kelompok umur 24-59 bulan dianalisis menurut umur dan jenis kelamin. Hasil
X2 P
X2 = 0,851 p = 0,837
X2 = 0,213 p = 0,645
analisis menurul jenis kelamin menunjukkan bahwa jenis kelamin anak tidak mempunyai hubungan nyata dengan tejadinya underweight (Tabel 3). Prevalensi undameight pada anak perempuan lebih tinggi (36,2%) dibanding anak laki-laki (33,4%). Perbedaan prevalensi undenveight tidak bermakna menurut kelompok umur. Besamya proporsi underweight pada setiap kelompok umur relatif sama yaitu masing-masing 358% pada kelompok uinur(2435) bulan. 345% (36-47) bulan dan 30,9% (48-59) bulan.
PGM 2008,31(1): 21-35
Faktor-fakior yang bemubungan dengan kejadian undetweight
Sri Mulyati; dkk
Tabel 3 Prevalensl Status Gizi Underweight (BWU) pada Balita Menurut Karakteristik Anak. Surkesda NAD 2006
.
Laki-iaki Perempuan Umur . . 24 - 35 bulan 36 - 47 bulan 48 59 bulan
509 483
I
665 63,8 I
X2 = 0.877
33.4 36,2 I
p = 0,349 I
-
1.4. Undenveight Menurut Morbiditas Anak Kerangka pikir dalam analisis ini (Gambar l), menggambarkan bahwa penyakit infeksi mempakan salah satu penyebab langsung terjadinya kurang gizi. Sumber data tentang morbiditas balita dalam analisis ini diperoleh dan kuesioner SurkesdaNAD.IND, Suplemen Kesehatan Susenas 2005, dan Susenas VSEN2005.KOR. Terdapat dua perbedaan status morbiditas dalam kuesioner yang tersedia. SurkesdaNAD.IND dilakukan bersamaan dengan pengukuran antropometri dan pertanyaan lentang berbagai jenis penyakit infeksi (ISPA, pneumonia. diare, demam thypoid, campak, DBD, penyakit kulit dan lainnya) yang diderita sebulan sebelum survei. Sedangkan kuesioner Suplemen Kesehatan Susenas 2005 dan Susenas VSEN2005.KOR menanyakan tentang gejala penyakit (panas, batuk, pilek, sesak nafas, dan diare) yang dilakukan antara 6 - 8 bulan sebelum pengukuran antropometri dilakukan. Ditemukan dalam analisis ini bahwa prevalensi penyakit yang tinggi pada balita adalah ISPN
pneumonia, diare, dan penyakit kulit, sedangkan penyakit infeksi lainnya menunjukkan angka prevalensi yang lebih kecil. Oleh karena itu riwayat penyakit yang dianalisis adalah ISPN pneumonia, diare, gabungan dari penyakit infeksi (dernam thypoid, pertusis, demam berdarah dengue, carnpak, dan malaria) selain ISPA dan diare Tabel 4 menunjukkan bahwa Prevalensi underweight lebih rendah pada anak yang tidak sakit (31,7%) dibanding anak yang mempunyai riwayat sakit ISPN pneumonia baik berdasarkan diagnosa petugas kesehatan (33,9%) maupun berdasarkan simtom (38,6%) sebulan sebelum survei dilakukan. Namun ditemukan bahwa prevalensi underweight berbeda secara significant pada anak usia 24-59 bulan yang mengalami infeksi lainnya (selain penyakit ISPNPneumonia dan diare) yaitu 33,8% pada yang tidak sakit, 36.2% yang didiagnosis petugas kesehatan dan sebanyak 48,3% yang mengalami sirnptom penyakit tersebut.
PGM 2008,31(1): 21-35
Fakior-faktoryang berhubungandengan kejadian undenveight
Sri Mulyati; dkk
Tabel 4 Prevalensi Status Glzi Undemreight ( E N ) Menurut Riwayat Saklt Sebulan yang Lalu pada Anak Umur 24 59 Bulan, Surkesda NAD 2006
-
lnformasi kejadian sakit pada balita juga dikumpulkan dalam kuesioner Susenas VSEN2005.KOR melalui pertanyaan tentang gejala sakit yaitu panas, batuk, pilek, nafas cepal, dan diare yang dikumpulkan 6 - 10 bulan sebelum Surkesda NAD 2006. Selain mengumpuikan data 5 gejala penyakit terebut, kuesioner Susenas VSEN2005.KOR juga mengumpulkan data lama menderita gejala penyakit tersebut yang dikumpulkan 6 - 10 bulan sebelum Surkesda NAD 2006 dan data tentang beban sakit yang mengganggu aktivitas. Kedua pertanyaan tersebut masing-masing dibuat katagori dan hasil analisis disajikan dalam Tabel 5. Tampak dalam (Tabel 5) bahwa pada anak umur 24 - 59 bulan beberapa gejala penyakit berhubungan nyata terhadap underweight. Prevalensi undenveight pada anak dengan gejala sakit panas ditemukan lebih tinggi secara nyata dengan nilai p=0.040 yaitu(38,24%)
dibanding yang tidak sakit (32,0%), demikian juga yang sakit diare lebih linggi (47,2%) dibanding yang tidak sakit diare (33,8%). Kedua perbedaan tersebut nyata dengan nilai p 0,021 Pada anak yang tidak sakit, sakit tetapi tidak mengganggu aktivitas, dan sakit yang mengganggu aktivitas, memiliki prevalensi underweigt masingmasing adalah 30.3%, 381,5% dan 38,5%. Kemudian proporsi anak yang pilek menunjukkan proporsi underweight yang lebih tinggi secara nyata (39.5%) dibandingkan dengan yang tidak pilek(32,3%), dengan nilai p=0,024 Walaupun gejala penyakit lain seperti batuk, sesak nafas dan lama menderita sakit tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan underweight, tetapi prevalensi underweight pada anak yang sakit cenderung lebih tinggi dibanding yang tidak sakit (Tabel 5).
PGM 2008,31(1): 21-35
FaMor-faMoryang bemubungandengan kejadian underweight
Sri Mulyati; dkk
Tabel 5 Prevalensl Status Glzi Undenvelght (BBIU) Menurut Gejala Penyakit Anak Umur 24- 59 Bulan, Susenas 2005
1-3 hari 4-6 hari > 7 hari Apakah sakit mengganggu Tidak sakit Tidak mengganggu Mengganggu aktivitas
347
196 95 90
65,3 61,l 544
38,9 45,6
442 169 381
69,7 61,5 61,7
30.3 38.5 38,5
1.5.Undenveight Menurut Pamanfaatan Pelayanan Kesehatan Disajikan dalam (Gambar 1) bahwa penyakit infeksi salah satu penyebab langsung yang berhubungan dengan kejadian kurang gizi pada balita. Upaya penanggulangan penyakit infeksi mencakup berbagai aspek, diantaranya peningkatan hygiene dan sanitasi lingkungan serta akses terhadap pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan dasar sepem puskesmas, puskesmas pembantu, poskesdes, posyandu, polindes. Akses pelayanan kesehatan yang dianalisis adalah cakupan imunisasi. pemeriksaan kehamilan saat balita dalam kandungan, penolong persalinan. Variabel yang tersedia untuk informasi tentang imunisasi adalah BCG, campak, DPT, polio, hepatitisB, dan total imunisasi dasar. Batasan tidak lengkap
p = 0,084
X I = 6,997 p = 0,030
untuk DPT, polio, hepatitis-B yaitu bila belum, sekali atau dua kali dan dinyatakan lengkap bila tiga jenis immunisasi tersebut telah diperoleh tiga kali atau lebih. Untuk total imunisasi dasar yang dinilai adalah imunisasi BCG, campak, DPT dan polio saja sedangkan hepatitis-B tidak dimasukkan. Disajikan dalam Tabel 6 bahwa tidak ditemukan perbedaan prevalensi undnveighf yang nyata pada anak 24-59 bulan untuk immunisasi BCG, DPT, POLIO dan CAMPAK namun tampak berbeda nyata untuk jenis vaksinasi HEPATITIS yang ditunjukkan dengan nilai p=0.026 yang sudah mendapat immunisasi lengkap atau belum lengkap. Keadaan ini menunjukkan bahwa immunisasi memiliki pengaruh tidak langsung terhadap status gizi namun immunisasi berkaitan dengan infeksi.
PGM 2008,31(1): 21-35
Fakior-fakioryang bemubungandengan kejadian underweight
Sri Mulyati; dkk
Tabel 6 Prevalensi Status Girl Underweight (BBIU) Anak Urnur 24- 59 Bulan Menurut Status Irnunisasi, Surkesda NAD 2006
Beluml tidak lengkap 668 62,9 37,l Lengkap 324 70,1 29,9 lmunisasi semua 63,O Tidak lengkap 829 37,O 64,2 Lengkap 163 35,8 lmunisasi lengkap: BCG umur lbln minimal 1 kali. DPTlPolio umur 7 bln kedas minimal 3 kali. Campak umur > l 3 bln minimal 1 kali Pemeriksaan kehamilan perlu dilakukan minimal empat kali selama kehamilan, yaitu sekali pada trimester satu, sekali trimester dua, dan dua kali pada trimester tiga. Semua sampel ibu balita pemah melakukan pemeriksaan kehamilan, Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara riwayat pemeriksaan kehamilan dengan
X2 = 4,969
p = 0,026
XZ = 0,096 p = 0,756
-
undeweght pada anak umur 24 59 bulan. Prevalensi underweight lebih rendah secara nyata bila ibunya melakukan pemenksaan kehamilan selama trimester 13 dan frekuensi total pemeriksaan kehamilan dibandingkan dengan yang lidak melakukan pemeriksaan kehamilan.
PGM 2008,31(1): 21-35
Faktor-faktoryang bedtubungandengan kejadian underweight
Sri Mulyati: dkk
Tabel 7 Prevalensi Status Gizl Underweight (BBN) Anak Umur 24 59 Bulan Menurut Riwayat Pemeriksaan Kehamilan Ibu, Surkesda NAD 2006
-
Pemeriksaan hamill Pertolongan persalinan Trimester-1 Tidak pemah >= Satu kali Trimester-2 Tidak pemah >= Satu kali Trimester-3 <= Satu kal~ >= Dua kal~ Trimester 1-3 <= Tiga kali >= Empat kali Penoiona oersalinan ~okterjkdan Dukun Lainnya
I
Sampel (n)
I
Status Glzi (BBIU) / Gizi Kurang Gizl Baik
I
I
XZ P
334 658
656 65,O
34.4 35,O
X2 = 0,027 p = 0,870
328 664
66,2 643
33,8 35,2
X2 = 0,190 p = 0,663
649 343
58,9 68,6
41,l 31,4
X2 = 9,260 p = 0,002
299 407
58,5 695
I
I 748 212 32
1.6.Underweight Menurut Karakteristik Rumahtangga Karakteristik rurnahtangga rnerupakan salah satu penyebab tidak langsung dan merupakan pokok masalah sebagai determinan status gizi pada balita. Disajikan dalarn Gambar 1 bahwa faktor-faktor tersebut rneliputi ketersediaan pangan dalam tingkal rumahtangga dan rnasyarakat, pola pengasuhan balita, sanitasi lingkungan, kerniskinan dan pendidikan. Variabel yang tersedia dalam data Surkesda NAD 2006 meliputi jumlah anggota rumahtangga dan balita dalam rumahlangga, umur dan pendidikan kepala ~mahtangga,urnur dan jumlah anak yang dilahirkan ibu, pengeluaran rumahtangga per kapila per bulan sebagai proxi terhadap keadaan sosial ekonomi
X2 = 9,160 p = 0,002
I 653 64,2 658
34.5 35,8 34,4
X2= 0,136 p = 0,934
rumahlangga, konsumsi ibu terhadap buah dan sayur sebagai proxi terhadap pola makan untuk balita. Hasil analisis bivariate mengenai underweight pada balita dengan sepuluh variabel penguji karakterislik rumahtangga disajikan dalam Tabel 8. Dilemukan dalam label tersebut bahwa prevalensi underwefght pada anak umur 24 - 59 bulan berhubungan signifikan dengan pendidikan kepala rumahtangga. Prevaiensi underweight jauh lebih tinggi pada rumahtangga dengan pendidikan kepala rumanhtangga tidak sekolahl SDI SMP (41,0%) dibanding yang berpendidikan SMA atau lebih (27,6%). Namun tidak ditemukan adanya hubungan yang nyata antara undeweight dengan variabei rumahtangga lainnya.
PGM 2W8,31(1): 21-35
Fakior-fakioryang berhubungandengan kejadian underweight
Sri Muiyati; dkk
Tabel 8 Pravalmsi Status Gizi Underweight (BBIU) Anak Umur 24- 59 Bulan M e n u ~Karakteristik t Rumahtangga, Surkesda NAD 2006 KaraMerlstik Rumahtangga Jumlah ART 1 > 3 orang 4- 5 orang 6 7 orang 2 8 orang Jumlah balita 1 anak > 1 anak r
I
Status Gizi (BBIU) Gizl Baik / Gizi Kurang
1
X2
P
I
140 475 243 134
62,1 64,4 62,6 61,2
37,9 356 37,4 38.8
X2
665 327
64,1 61,4
35,9 38,6
X2
21 7
65,9
34.1
620 326
61,8 70,9
38.2 29.1
I y :l 1
581 65.3 62,8
-
I
Sampel (n)
= 0,648
p = 6,885 -
= 0,670
p = 0,413
K A - -
> 45 tahun Pendidikan KK TSI SDI SMP SMA tamat + Umur Ibu KandunQ < 25 tahun 25 34 tahun > 35 tahun Sosial Ekonomi Kuintil 1-2 Kuintil 3-5 Konsumsi Buah Baik Kurang Konsumsi sayur Baik Kurang
-
-
~~~~~
I
1
234
410 582
I
I
1
1 I
1
603 64,9
I
39.2 35,l
I
95 897
67,4 65,O
391 601
64,7 65,6
Faktor-faktor yang berperan terhadap underweight pada balita umur 24-59 bulan disajikan dalam Tabel 9 Tampak dalam tabel tenebut sebanyak sembiian variabel berhubungan nyata dengan underweight yaitu pendidikan kepala keiuarga, tipe daerah (perkotaanlpedesaan), penyakit selain ISPA + Pneumonie dan Diare, gejala penyakit; panas, diare. pilek dan aktivitas terganggu karena sakit, riwayat pemeriksaan hamil trimester tiga dan trimester 1-3,
41.8 34.7 37,2
,
. X2
1
. = 7,741
p = 0,005
X2=2,478 0 . = 0.290 .
I
1
I
X2
= 1.760
p = 0,i85
I
32,6 35,O
X2 = 0,213 p = 0,644
353 34-4
X2
= 0,076
p = 0,783
serta pendidikan kepala mmahtangga. Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan underweight pada balita,namun tidak ditemukan dalam analisis ini lebih lanjut akan dibahas dalam bab pembahasan. Untuk mendapatkan hasil pemodelan yang fit dalam analisis multivariate regresi iogistik, sebanyak 9 variabel dengan nilai p masing-masing < 0,250 disertakan dalam anaiisis ini.
PGM 2 W , 31(1): 21-35
FaMor-faMoryang berhubungan dengan kejadian undamighf
Sri Mulyab; dkk
Tabel 9 Rlngkasan Hasil Analisis Bivariate Status Glzi Underweight (BBIU) Balita, Surkesda NAD 2006 Hasil Uji Chisquare (P)
Variabel lndependen 1.Karakteristik Rurnahtangga Pendidikankepala keluarga: (Proporsi balita gizi baik lebih tinggi pada kelornpok Pendidikan kepala keluarga SMA atau lebih tinggi)
2. Karakteristikdaerah Daerah parkotaaMperdesaan (Proporsi balita gizi baik di perkotaan lebih tinggi dibanding pedesaan). 3. Morbiditas anak Penyakit selain ISPA /pneumonia dan Diare (Balita yang tidak memiliki riwayat sakit 6625 % gizi baik)
4. Gejala penyakit Panas (Balita yang tidak merniliki riwayat Panas 68,0% gizi baik)
0,005
0,042
0,041 4040 0,021
5. Diare (8alita yang tidak memiliki riwayat diare 66,2% gizi baik) 0,024
6. Pilak (Balita yang tidak merniliki riwayat pilek 67,7% gizi baik) 0,030
7. AMivifas taganggu karena sakit (Balita yang tidak memiliki riwayat sakit 69,7% gizi baik) 0,001
8. Pelayanan Kesehatan Antenatal trimester 3, (Balita dengan riwayat antenatal >= Dua kali 68.0 % gizi baik )
9. Antenatal trimester 1-3 (Balita dengan riwayat antenatal >= Dua kaii 69,5% gizi baik)
f.7. AnaNsk Multivariate terhadap underweight pads anak umur (24-59) bulan Analisis multivariat dilakukan untuk manguji hubungan berbagai faktor terhadap underweight pada balita umur 24-59 bulan secara bersama-sama. Analisis bivariat me~pakanlangkah yang harus dilalui untuk mengidentifikasi hubungan masing-masing variabal terhadap underweight. Hasil multivariat menunjukkan besamya resiko underweight pada balita umur 24-59 bulan setelah dikontrol oleh faktor lain. Dengan demikian implementasi pmgram gizi untuk
0,002
mencegah terjadinya undermight pada balita umur 2459 bulan dapat dilakukan dengan tepat. Tampak dalam Tabel 10 bahwa balita yang pemah mengalami diare lebih dari tiga kalihari memiliki resiko untuk underweight 1,7 kali dibandingkan dengan yang tidak pernah rnengalarni diare, pendidikan kepala ~ m a h tangga sekolah menengah atas atau lebih rendah memiliki peluang 1,45 kali lebih besar untuk rnengalami underweight dibandingkan dengan pendidikan kepala rumah tangga lebih tinggi dari SMA .
PGM 200R. 31(1): 21-35
FaMor-fehtoryangberhobungan dengan kejadian underweight
Sri Mulyati; dkk
Tabel 10 Hasil Analisis Regresi Logistik Faktor yang Berhubungan Terhadap Underweight (BBIU) pada Anak Urnur 24 59 Bulan, Surkesda NAD 2006 -Variabel r B S.E. Wald df Exp (0) (Cl) Sig 1,694 1,028_2,792 4,271 1 0,527 0,039 -0.255 L A -R E KRT <= SMA 1,455 1,088_1,946 6,384 1 0,012 0,148 0,375 0,122 CONSTANT -0,906 54,861 1 0,0000
-
BAHASAN Hasil analisis menunjukkan bahwa bila dibandingkan dengan angka nasional prevalensi underweigt pada balita di NAD ternyata masih cukup tinggi yaitu 37.5%. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004 menunjukkan bahwa prevalensi underweight pada balita sebesar 22.1% dan hasil Susenas tahun 2003 sebesar 27.5% (Depkes, 2005). Berdasarkan data prevalensi underweigt yang tersedia sejak 1992 terlihat bahwa underweight pada balita di NAD selalu lebih tinggl dibanding dengan lingkat nasional. Susenas lahun 1992 - 2001 menunjukkan bahwa prevalensi underweight pada balita di NAD sebesar 39.35% dan sebanyak 35,57% di tingkat nasional (1992), 43.54% dibanding 31,58% di tingkat nasional (1995), 46,i6% dibanding 29,51% di tingkal nasional (1998), 38,60% dibanding 24.66% di tingkat nasional (2000), dan 36,70% dibanding 26.1% di tingkat nasional(2001). Pada bulan Maret 2005, dilakukan Survei di NAD yaitu tiga bulan pasca tsunami oleh Puslitbang Gizi (Depkes) bersama UNICEF, Pemda NAD dan berbagai institusi dalam dan luar negri di 13 kabupatenl kota yang terkena tsunami terhadap 4030 balita umur 6 - 59 bulan. Temuan survei menunjukkan bahwa prevalensi underweight (BBIU < - 2.00 SD) sebesar 43,0%. (Puslitbang Gizi). Sedangkan hasil survei lain yang dilakukan sebelum tsunami menunjukkan prevalensi underweight sebesar 35,6% (1999), 35,2% pada tahun 2002 sedangkan prevalensi undenveight di tingkat nas~onalsebesar 25,8% (UN-OCHA, 2005) (10). Datatersebut membuktikan bahwa status gizi balita pasca tsunami di NAD tidak berbeda dengan keadaan sebelumnya atau pra-tsunami. Prevalensi underweight pada balita di tingkat kabupaten sangat be~ariasiyaitu dari 15.8% - 60,0%, tertinggi ditemukan di Kabupaten Pidie yailu (60,0%) dan Aceh Tamiang (53,3%). Sedangkan prevalensi terendah dilemukan di Kabupaten Bener Meriah (15,8%) dan Aceh Tenggara (17,2%). Secara geografis Bener meriah dan Aceh Tenggara reiatif sama yaitu
merupakan daerah pegunungan sedangkan di Pidie dan Aceh Tamiang tidak semua daerah pegunungan. Temuan survei lain yang dilakukan FAO, (2005) (8) menunjukkan bahwa prevalensi underweight di Kabupaten Pidie 44%, Aceh Barat 38,1%, Kota Sabang 36.7% Aceh Besar 33,2%, dan Simeulue 38.1% . Rentang yang tinggi pada prevalensi gizi kurang ditemukan juga pada data WHO dari berbagai negara di dunia, bahwa antara 66.76% perbedaan prevalensi gizi kurang dapat dijelaskan karena faklor geografi antara lam negara dan provinsi dalam negara (9) Prevalensi underweight pada balita kelompok umur 24-59 bulan di pedesaan lebih tingg~ yaitu sebesar 36,7% sedangkan dl perkotaan 29.7% perbedaan ini bermakna dengan nilai p=0042. Perbedaan tersebut perlu diperlimbangkan karena memiliki impiikasi terhadap penyusunan perencanaan program gizi terutama yang berkait dengan intervensi balita undenveight umur 24-59 bulan. Daerah konflik umumnya terjadi di wilayah pedesaan dan salah satu akibat situasi konflik yaitu ketahanan pangan dalam tingkat rumah tangga terganggu dan kesempatan untuk akses ke pelayanan kesehatanpun terbatas. Keadaan demikian telah memicu lerjadinya pergeseran status gizi balita kearah yang lebih buruk. Hasil analisis menunjukkan bahwa kejadian tsunami tidak mempunyai hubungan nyata dengan underweight pada balita umur 24-59 bulan Baik dl tingkat kabupatenl kota yang terkena dampak tsunamil gempa bumi, maupun di tingkat rumahtangga yang lerkena dampak langsung, tidak ada perbedaan dengan yang tidak terkena dampak tsunamil gempa bumi. Keadaan ini mungkin karena dasrah yang tidak terkena tsunami adalah daerah pegunungan umumnya daerah konflik sehingga mengalami rawan'pangan dan tidak jarang balita kehilangan orang tuanya sebagai pengasuh sehingga diasuh oleh orang lain karena akibat kekerasan yang terjadi pada saat konflik. Sedangkan daerah yang mengalami tsunamilgempa mengalami hai yang relatif sama yaitu mengalami rawan pangan dan kehilangan pengasuh karena orang tua atau kerabatnya meninggal akibat bencana alam. Hasil analisis ini berbeda dengan lemuan sr~rveilain
PGM 2008,31(1): 21-35
FaMw-Moryang befiubungan dengan kejadian underweight
yang menyatakan bahwa pevalansi balita gizi kurang lebih Unggi pada balita dad keluarga pengungsi (48,0%) dibanding dengan balita dari keluarga nonpengungsi (38.4-42.9%) (10). Kemudian jumlah balita yang blah mendapat immunisasi secara lengkap tampak lebih banyak yang berstatus gizi baik dibandingkan dengan yang belum mendapat immunisasi secara lengkap walaupun tidak menunjukkan perbedaan secara nyata. Baiita yang mendapat immunisasi lengkap tentu akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik terhadap beberapa penyakit yang memiliki daya ungkit terhadap penurunan status gizi. Temuan lain dalam analisis ini menunjukkan bahwa frekuensi ante natal care seiama kehamilan berhubungan dengan tejadinya undenveight pada balita umur 24-59 bulan. Ibu hamil yang melakukan ante natal care kurang dari empat kali selama masa kehamilan memiiiki balita underweight sebanyak 41 3% sedangkan ibu hamil yang melakukan ante natal care minimal empat kaii sebanyak 30.5%, perbedaan ini nyata dengan p=0,002. Dalam ha1 ini ante natal care merupakan variabei tidak langsung yang berhubungan dengan undenveight pada anak usia 24-59 bulan. Berdasarkan karakteristik ~mahtanggadistribusi balita underweight terbanyak ditemukan pada kelompok rumah tangga yang memiliki anggota ~ m a h tangga lebih dari tiga orang, yaitu pada kelompok ART (4 28 orang), ditemukan sebanyak 36,6% menderita underweight. Waiaupun tidak ditemukan perbedaan prevalensi undenveight yang nyata namun tampak kecenderungan semakin banyak jumlah anggota ~ m a htangga menunjukkan prevalensi underweight yang semakin Cnggi. B e r t u ~ t - t u ~pada t kelompok anggota ~ m a tangga h sebanyak (4-5) orang 35,6%, (6-7) orang 37,4% dan 2 8 orang sebesar 38,8%. Hal ini erat kaitannya dengan distribusi makanan dalam keluarga dan ketahanan pangan pada rumah tangga tersebut. Sedangkanjumlah balita, konsumsi sayur dan buah tidak menunjukkan adanya hubungan dengan kejadian underweight pada baiita. Begitu juga umur ibu dan Cngkat sosial ekonomi tidak menunjukan adanya hubungan dengan underwefght pada balita umur 24-59 bulan. Namun dalam ha1 pendidikan kepala keluarga ditemukan berbeda nyata, yaitu proporsi balita yang memiliki kepala keluarga berpendidikan SMA tamat atau lebih tinggi sebanyak 70,956 berstatus gizi baik. Dalam ha1 ini pendidikan merupakan variabel tidak langsung yang berhubungan dalam kejadian undenveight balita umur 24-59 bulan. Hasil analisis logistic regresi untuk balita kelompok umur 24 - 59 bulan menunjukkan bahwa gejala penyakit yaitu diare dan pendidikan kepala rumah tangga berhubungan denganb tejadinya
Sri Mulyati; dkk
underweight pada balita. Ditemukan dalam analisis ini bahwa balita umur 24-59 bulan yang mengalami gejala penyakit dalam ha1 ini diare memiiiki resiko 1,7 kali lebih besar dengan CI: 1,028-2.79 untuk menderita underweight dibandingkan dengan balita yang tidak -. memiliki gejala penyakit diare. Kemudian baiita yang kepala keluarganya berpendidikan SMA tamat atau lebih tinggi memiliki resiko 1,45 kali lebih besar dengan CI: 1.088-1,946 untuk mengalami undenveight dibandingkan dengan balita dengan tingkat pendidikan kepala keiuarga lebih rendah dari SMA. Tampaknya bantuan makanan dan fasilitas kesehatanl tempat tinggal yang diberikan kepada masyarakat berperan dalam mengatasi kurang gizi pada balita akibat kejadian tsunami sebaliknya akibat konflik yang berkepanjangan balita merupakan salah satu golongan rawan yang memiliki resiko untuk menderita underweight. Ternuan dari survei lain menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang lebih tinggi pada baiita dari keluarga pengungsi (48,0%) dibanding dengan baiita dari keluarga non-pengungsi (38.442,9%) (10).
~-
1.
-
2.
Prevalensi status gizi kurang (underweighf) pada balila umur 24 59 bulan di NAD masih tinggi berturul-turut sebesar 35,8%, 34,5% dan 30,9% pada kelompok umur 24-35 bulan, 36-47 bulan dan 48-59 bulan. Hasil analisis lanjut dengan regresi logistik menunjukkan bahwa risiko underweight lebih tinggi pada anak yang menderita penyakit infeksi (diare) dan pendidikan kepala rumahtangga rendah.
-
SARAN Prevalensi undenveight pada balita di NAD masih wkup tinggi yaitu 37,1%, bila dibandingkan dengan prevalensi tingkat nasional, hasil (SKRT 2004) menunjukkan angka 22,1%. Oleh karena itu perlu akselerasi program peningkatan status gizi balita di NAD. Dan 21 kabupatenl kota di NAD, sebanyak 19 kabupatenl kota rnasih memiiiki tingkat prevalensi underweight di atas rata-rata nasional dan di atas 20% sebagai target pencapaian program gizi tingkat nasional. Selain dari analisls menurut kabupaten, prioritas program juga perlu ditlkberat-kan di daerah perdesaan mengingat tingkat prevalensi ditemukan lebih tinggi berada di pedesaan. Hasil analisis multivariate telah mempertegas bahwa akselerasi peningkatan pmgram gizi tidak hanya bisa diprogramkan melalui program gizi saja
PGM 2008,31(1): 21-35
Faktor-fanor ysng bemubungan dengan kejadian underweight
tetapi juga menyangkut program lainnya. Secara garis besar ada 3 strategi yaitu program gizi, program di sektor kesehatan, dan program di iuar sektor kesehatan. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3. 4.
5.
UNICEF. Strategy for Improved Nutrition of Children and Women in Developing Countries., New York: UNICEF, 1990. Jalal, Fasli, 2007 Gizi dan Kecerdasan. Disampaikan dalam Seminar PERSAGI, 25 Januari UNDP. Human Development Report, 2006 Departemen Kesehatan. Gizi dalam Angka Sampai Dengan Tahun 2003. Jakarta: DepKes, 2005. Woodhouse. 1999 dalam Kartika V,et al 2000.Pola Pemberian Makanan Anak (6-18)bin dan Hubungannya dengan pertumbuhan dan Perkembangan Anak pada Keluarga miskin dan Tida Miskin. PGM 2000, 23: 37-47
Sri Mulyati; dkk
Caulfield LE, Black RE, 2002. Malnutrition and the global burden of disease: Underweight and cause specific mortality. EiPIWHO. 7. Badan Litbang Kesehatan. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004: Status Kesehatan Masyarakat Indonesia. Jakarta: Badan Litbang Kesehatan. 2005 8. F w d and Agriculture Organization,2005. Special Report: FAOIWFP Food Supply and Demand Assessment for Aceh Province and Nias island (Indonesia). FAO, 22 December. 9. Frongillo Jr. EA, de Onis M,1997. Hanson KMP. Socioeconomic and Demographic Factors Are Associated with Worldwide Panems of Stunting and Wasting of Children. J. Nutr 127 (12) December, pp. 2302-2309. 10. Puslitbang Gizi dan Makanan. Depkes R.I. Hasil Kajian Gizi di Kabupatenl Kota yang Terkena Dampak Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (file powerpoint). Bogor: Puslitbang Gizi dan Makanan, 2005.
6.
PGM 2W8,31(1): 3641
Kandungan vitamin A AS1 ibu nifes di Kabupafen Serang
Dewi P; dkk
KANDUNGAN VITAMIN A AS1 IBU NlFAS Dl KABUPATEN SERANG Dewi Permaesih' dan Yuniar Rosmalina' ABSTRACT VITAMIN A BREASTMILK POSTPARTUM WOMEN IN KABUPATEN SERANG Background: Since the vitamin A status of most newborn is marginal, therefore, to avoid the infants suffering from vitamin Adeficiency, it may be worth by ensuring that the concentraiionof retinol in breast milk is adequate. Objectives: To evaluate the effect of vitamin A supplementation on the concentration of retinol in breast milk of postpartum mothers. Methods: One hundred sixteen of postpartum mothers were randomly assigned to group 1 group 2. The mothers in group one (59 respondents) were given a single dose of vitamin A by 2 days consecutive, whereas the mothers in group two (57 respondents) were given double doses of vitamin A. Anthropometry, food consumption were assessed and maternal breast milk retinol level were serially assessed. Results: Breast milk retinol concentration showed greater al 24 h after Supplementation in both groups. Fmm 0.52 0.29 umol1L in 0 h to 1.40 i 0.65 umol1L in group 1 and from 0.41 0.37 umollL to 2.36 t 0.89 umolR in group 2. However, afler 30 days of supplementation showed that the breast milk retlnoi concentration of both groups was lower then the zero hour concentration. Conclusions: Two ways vitamin A supplementation maintain higher breast milk retinol concentration of at least 30 days after supplementation. [Penel Gizi Makan 2008,31(1): 36-41]
*
*
Key words: retinoi, postpadurn, breastmilk PENDAHULUAN tatus vitamin A pada bayi umumnya rendah karena secara fisiologi kemampuan transfer vitamin A dari ibu ke janin sangat kecil sehingga bayi lahir mempunyai cadangan vitamin A rendah yang hanya mencukupi kebutuhan vitamin A bayi selama kurang dari 2 minggu (i), padahal vitamin A merupakan kunci perlindungan bayi melawan infeksi seperli campak dan diare. Intake vitamin A AS1 pada bayi ditentukan oleh konsentrasi vitamin A dalam AS1 dan banyaknya volume yang dikonsumsi, kondisi ini amat dipengaruhi oleh praktek pemberian AS1 dan pola konsumsi ibu. Penelitian di Bogor, menemukan kandungan vitamin A dalam AS1 sebesar 0.37 umolIL, nilai ini di bawah nilai normal menurut rekomendasi WHO 1,05 umoll L (2). Pemberian kapsul vitamin A 200 000 SI pada ibu menyusui dapat mempertahankan kandungan vitamin A (retinol) yang tinggi (3). Suplementasi vitamin A dosis 400 000 Si pada hewan percobaan, ternyata dapat meningkatkan kadar vitamin A (retinol) dalam AS1 dari 0,i7 umollLmenjadi 1,7 umol/L dalam waktu 24 jam, namun selanjutnya setelah 24 jam kadar vitamin A (retinol) AS1 menurun kembali mendekati 0,17umollL(4)
S
I
Penelii pada Puslitbang Gizi dan Makanan, Badan Limang Kesehatan, Depkes RI
Penelitian lain menunjukkan kadar vitamin A (retinol) dalam AS1 dapat bertahan hingga 3 - 6 bulan. Pemberian kapsul vitamin A setara 300 000 SI kepada ibu nifas diperoleh hasil konsentrasi vitamin A (retinol) dalam AS1 lebih tinggi pada kelompok yang diberi kapsul vitamin A dibandingkan dengan kelompok kontrol (5) Penelitian yang telah dilakukan di beberapa negara menunjukkan bahwa pemberian kapsul vitamin A sebanyak 200 000 SI, tidak memadai untuk ibu nifas dan bayinya, oleh karena itu IVACG, 2001 mengeluarkan rekomendasi suplementasi kapsul vitamin A 2 x 200 000 SI kepada ibu nifas segera setelah melahirkan dalam rentang waktu 0 42 hari (6). Bukti ilmiah tentang pemberian kapsul vitamin A 2 x 200 000 SI bersamaan dalam satu waktu maupun 2 hari berturut-tumt pada ibu nifas terhadap kandungan retinol AS1 di Indonesia maupun iuar negeri belumlah tersedia. Program Gizi telah melaksanakan distribusi kapsul 1 x 200 000 SI sejak tahun 1994. Pemberian dilakukan 2 hari berturut-turut. Hal ini tentunya akan menjadi tugaslbeban bagi ibu nifas maupun petugas.
-