INSPEKTORAT JENDERAL
SOSIALISASI PREVENTIF KKN PADA PEJABAT DAN PENGELOLA ANGGARAN DI LINGKUNGAN KEMENHUB DI PROVINSI SULAWESI SELATAN Makassar, 13 November 2012 1
MAKSUD, TUJUAN & SASARAN Maksud: Agar semua Pejabat dan Pengelola Anggaran di lingkungan Kemenhub mengetahui dan memahami isi peraturan dan perundang-undangan mengenai Tindak Pidana Korupsi. Tujuan: Mencegah tidak terjadinya tindakan KKN oleh Pejabat/Pengelola Anggaran di lingkungan Kemenhub. Sasaran: Agar para Pejabat dan Pengelola Anggaran dapat mempersiapkan diri secara mental adanya paradigma baru tentang pemberantasan korupsi. 2
INSPEKTORAT JENDERAL Permenhub No.KM 60 Thn. 2010 ttg Organisasi dan Tata Kerja
Kemenhub : Tugas :
Melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kemenhub.
Fungsi :
1. Perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan Kemenhub; 2. Pelaksanaan pengawasan intern di ingkungan Kemenhub terhadap kinerja dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lainnya; 3. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menhub; 4. Penyusunan laporan hasil pengawasan di lingkungan Kemenhub; 5. Pelaksanaan administrasi di lingkungan Inspektorat Jenderal. 3
INSPEKTORAT I, II, III, IV dan V
Tugas : Melaksanakan perumusan kebijakan dan pelaksanaan pengawasan di bidang pemberantasan KKN, penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang dan Penangulangan hambatan kelancaran pembangunan, serta pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi baik pemerintahan maupun pembangunan. 4
STRUKTUR ORGANISASI INSPEKTORAT JENDERAL SETITJEN
BAGIAN PERENCANAAN
INSPEKTORAT I
INSPEKTORAT II
INSPEKTORAT III
BAGIAN KEPEGAWAIAN DAN HUKUM
BAGIAN KEUANGAN DAN TU
INSPEKTORAT IV
INSPEKTORAT V
SUBBAG TU
KAPOK-I
s.d
BAGIAN ANALISA DAN TL LHA
SUBBAG TU
KAPOK-V
KAPOK-I
s.d
KAPOK-V
idem AUDITOR
AUDITOR
AUDITOR
AUDITOR 5
KORUPSI :
EXTRA ORDINARY CRIME (KEJAHATAN LUAR BIASA)
KEHANCURAN NEGARA 6
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia dari Tahun ke Tahun 2.4 2.2 1.8
1.9
2003
2.8
2.8
2.6 2.3
2.0
Skala : 0 Terburuk 2002
3.0
2004
2005
10 Terbersih 2006
2007
2008
2009
2010
2011
INDONESIA RANGKING 126 DARI 180 NEGARA 7
DAMPAK KORUPSI 1. Rusaknya/jatuhnya kehidupan sosial, ekonomi hancur
Pengelolaan anggaran tidak efisien dan efektif
Ekonomi dikuasai segelintir orang, Kemiskinan rakyat banyak
2. Ketidakpastian prosedur/hukum sehingga rusaknya pelayanan publik Biaya tinggi Antara lain : terhambat investasi Menghambat pertumbuhan ekonomi
3. Rusaknya Infrastruktur 4. Prestasi jadi tidak berarti, persaingan tidak sehat 5. Runtuhnya Demokrasi, dsb
8
Motif Korupsi ( Segitiga Fraud ) Opportunity (Kesempatan)
Pressure (Dorongan)
Rationalization (Pembenaran) 9
Pressure/Dorongan Dorongan Finansial :
• Corruption by NEEDS. • Corruption by GREED. • Unexpected crisis, anak sakit,biaya sekolah. • Perubahan pola hidup.
Dorongan bisa diperkuat/diperlemah karena : • Iman pelaku. • Rasa malu; group pressure. • Consequences : Penegakan hukum Cost and benefit considerations
10
Opportunity/Kesempatan Sistem tidak mendukung :
• Top level manajemen semenamena. • Pemisahan kewenangan tidak tegas. • Kurangnya kontrol thd otorisasi dan persetujuan. • Perilaku pegawai.
Establish SOP
Tidak transparan
Good Governance • Transparancies • Accountability • Fairness • Ethics : Code of conduct Kebijakan gratifikasi Ethics certifications Whistleblower system 11
PERATURAN/PROSEDUR
TIPIKOR (TINDAK PIDANA KORUPSI) 12
TAP MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang
PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS KKN 13
Latar Belakang 1. Lembaga penyelenggaraan Negara sesuai UUD 1945 : - Eksekutif - Legislatif - Yudikatif
2. Rakyat menghendaki adanya penyelenggara Negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugas dengan sungguh sungguh dan penuh tanggung jawab. 3. Dalam penyelenggaraan Negara terjadi praktek usaha yang menguntungkan kelompok tertentu, menyuburkan KKN yang melibatkan pejabat Negara dengan para pengusaha. 4. Dalam rangka rehabilitasi seluruh aspek kehidupan nasional dibutuhkan penyelenggara Negara yang dapat dipercaya melalui usaha pemeriksaan harta kekayaan para pejabat Negara dan mantan pejabat Negara serta keluarganya. 14
Pasal 1 : MPR berketetapan memfungsikan secara proporsional dan benar lembaga tertinggi Negara, lembaga kepresidenan dan lembaga-lembaga tinggi lainnya sesuai UUD 45. Pasal 2 : Penyelenggara Negara harus melaksanakan : a. Fungsi dan tugasnya dengan baik b. Bertanggung jawab kepada masyarakat bangsa dan Negara c. Fungsi dan tugasnya dengan Jujur, adil, terbuka dan terpercaya serta bebas dari KKN. Pasal 3 :
Untuk menghindarkan praktek KKN seorang yang dipercaya untuk menjabat harus : a. Bersumpah sesuai agamanya b. Mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. c. Pemeriksaan kekayaan dilakukan oleh lembaga yang dibentuk kepala Negara yang anggotanya dari pemerintah dan masyarakat 15
Pasal 4 : Untuk pemberantasan KKN dilakukan dengan tegas terhadap siapapun yakni :
a. b. c. d.
Pejabat Negara Mantan pejabat Negara Keluarga dan kroninya Pihak swasta/ konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto.
Pelaksanaannya tetap memperhatikan asas praduga tak bersalah (presumption of innosence ) dan Hak Asasi Manusia.
16
TAP MPR RI No. VIII/MPR/2001 tentang
REKOMENDASI ARAH KEBIJAKAN PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN KKN 17
Latar Belakang 1. Permasalahan KKN yang melanda bangsa Indonesia sudah sangat serius, merupakan kejahatan yang luar biasa dan menggoyahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. 2. Sejak tahun 1998 pemberantasan KKN ditetapkan oleh MPR sebagai salah satu agenda reformasi namun belum menunjukkan perubahan dan hasil. 3. Terdapat desakan kuat menginginkan langkah pemberantasan KKN.
terhadap masyarakat yang nyata pemerintah dalam
4. Pembaruan komitmen dan kemauan politik untuk memberantas KKN memerlukan langkah-langkah percepatan 18
Pasal 1
: Rekomendasi arah kebijakan dimaksudkan mempercepat, menjamin efektifitas pemberantasan KKN sebagaimana TAP MPR No. XI/MPR/1998
Pasal 2
: Arah kebijakan pemberantasan KKN adalah : a. Mempercepat proses hukum terhadap aparatur pemerintah,
b. c. d. e.
penegak hukum dan penyelenggara Negara yang diduga melakukan KKN serta dapat dilakukan tindakkan administratif untuk memperlancar proses hukum. Melakukan penindakkan hukum terhadap semua kasus korupsi termasuk yang terjadi dimasa lalu dan yang terbukti bersalah dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya. Mendorong partisipasi masyarakat luas dalam mengawasi dan melaporkan kepada pihak berwenang mengenai berbagai dugaan KKN. Mencabut, mengubah atau mengganti semua perundangundangan yang berindikasi melindungi/ memungkinkan terjadi KKN. Merevisi semua peraturan perundang-undangan tentang korupsi sehingga sinkron dan konsisten dengan yang lainnya. 19
f. Membentuk
Undang-Undang beserta peraturan Pelaksanaannya untuk pemberantasan dan pencegahan korupsi yang muatannya meliputi : 1) Komisi pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; 2) Perlindungan saksi dan korban; 3) Kejahatan terorganisasi; 4) Kebebasan mendapatkan informasi; 5) Etika Pemerintahan; 6) Kejahatan Pencucian Uang; 6) Ombudsman.
g. Membentuk Undang-Undang guna mencegah
perbuatan KKN yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana korupsi. 20
UU RI No. 28 TAHUN 1999 tentang
PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KKN 21
BAB I UMUM Pasal 1 1. Penyelenggaraan Negara : adalah pejabat yang menjalankan fungsi:
Eksekutif Legislatif Yudikatif Pejabat lain yang fungsinya berkaitan Perundang-undangan
sesuai
2. Penyelenggaraan yang Bersih : • Penyelenggara Negara yang mentaati umum penyelenggaraan Negara. • Bebas KKN dan perbuatan tercela lainnya.
asas
22
3. KORUPSI : Tindak pidana Korupsi sesuai UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.
4. KOLUSI : Permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum : antar penyelenggara Negara antara penyelenggara Negara dengan pihak lain yang merugikan : orang lain, masyarakat atau negara.
5. NEPOTISME : Perbuatan penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarga dan kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 6. Asas-asas umum pemerintahan Negara yang baik : adalah azas yang menjunjung tinggi norma susila, kepatutan dan hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan Negara yang bersih dari KKN. 23
BAB II PENYELENGGARA NEGARA Pasal 2 Terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pejabat Negara pada lembaga tertinggi Negara Pejabat Negara pada lembaga tinggi Negara Menteri Gubernur Hakim Pejabat Negara lain sesuai perundang-undangan Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis sesuai perundang - undangan. 24
BAB II PENYELENGGARA NEGARA Pasal 2 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Meliputi : Asas kepastian hukum Asas tertib penyelenggaraan Negara Asas kepentingan umum Asas keterbukaan Asas Proporsionalitas Asas Profesionalitas Asas Akuntabilitas
( Good Governance ) 25
BAB IV Hak dan Kewajiban Penyelenggara Negara Pasal 5 Setiap Penyelenggara Negara Wajib untuk: 1. Mengucapkan 2. 3. 4. 5. 6.
7.
sumpah/janji sesuai agamanya sebelum memangku jabatannya. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama dan setelah menjabat. Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Tidak melakukan perbuatan KKN. Melaksanakan tugas tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan. Melaksanakan tugas dengan penuh tanggung jawab, tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni maupun kelompok. Bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN serta perkara lainnya sesuai perundang-undangan yang berlaku. 26
BAB VIII Sanksi Pasal 20 (1) Penyelenggara Negara yang melanggar pasal 5 butir 1 s.d 6 di atas dikenakan sanksi administratif sesuai perundang-undangan. (2) Terhadap Penyelenggara Negara yang melakukan KKN dan tidak bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN dikenakan sanksi pidana atau sanksi perdata sesuai perundangan yang berlaku.
27
BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 9 Peran serta masyarakat diwujudkan dalam bentuk : 1. 2. 3. 4.
Hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang penyelenggaraan Negara. Hak untuk memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara Negara. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggara Negara Hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal : a. Melaksanakan Haknya sebagaimana dimaksud pada butir 1, 2 dan 3 b. Diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan dan disidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi dan saksi ahli sesuai ketentuan perundang-undangan 28
BAB VIII SANKSI Pasal 21,22 1. Penyelenggara Negara yang melakukan Kolusi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun, denda paling sedikit 200 juta dan paling banyak 1 milyar 2. Penyelenggara Negara yang melakukan Nepotisme dipidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (duabelas) tahun dan denda paling sedikit 200 juta dan paling banyak 1 milyar. 29
UU NO. 31 THN 1999 juncto UU NO. 20 THN 2001 tentang
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI 30
Rumusan TIPIKOR UU 31/1999 jo UU 20/2001 Pengertian korupsi Pasal 2, 3 Delik Penyuapan Pasal 5, 6, 11 Delik yang berkaitan Pasal 7 dengan pemborongan
Delik Penggelapan Pasal 8, 9, 10 dalam Jabatan Delik Pemerasan Pasal 12 dalam Jabatan Delik Gratifikasi Pasal 12B & 12C 31
TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 MELAWAN HUKUM
Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi SEHINGGA MERUGIKAN NEGARA
DIPENJARA : SEUMUR HIDUP atau (4 Tahun – 20 Tahun) dan DENDA : Rp. 200 Juta – Rp 1 Milyar JIKA DILAKUKAN DALAM KEADAAN TERTENTU : PIDANA MATI 32
Pasal 3 MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN
MERUGIKAN NEGARA
DIPENJARA : ( 1 Tahun – 20 Tahun) dan DENDA : Rp. 50 Juta – Rp. 1 Milyar serta PENGEMBALIAN KERUGIAN NEGARA
Pasal 4 Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidanya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 33
Pasal 5 MENYUAP PEGAWAI NEGERI
TIDAK MELAKUKAN TUGAS JABATAN
BAGI SETIAP PENYUAP DAN PENERIMA SUAP :
DIPENJARA : 1 Tahun – 5 Tahun dan atau
DENDA
: Rp. 50 Juta – Rp. 250 Juta 34
Pasal 7 PEMBORONG & PENGAWAS PEMBANGUNAN BERBUAT CURANG MEMBAHAYAKAN KEAMANAN ORANG/ KESELAMATAN NEGARA
DIPENJARA : 2 Tahun – 7 Tahun dan atau
DENDA
: Rp. 100 Juta – Rp. 350 Juta 35
Pasal 8 PEGAWAI NEGERI/PEJABAT MENGGELAPKAN UANG/SURAT BERHARGA atau MEMBIARKAN ORANG LAIN atau MEMBANTU MELAKUKAN PERBUATAN TSB
DIPENJARA : 3 Tahun – 15 Tahun dan DENDA
: Rp. 150 Juta – Rp. 750 Juta
36
Pasal 9 PEGAWAI NEGERI/ORANG LAIN MEMALSUKAN DOKUMEN
DIPENJARA DENDA
: 1 Tahun – 5 Tahun dan : Rp. 50 Juta – Rp. 250 Juta
Pasal 10 PEGAWAI NEGERI/ORANG LAIN, MENGGELAPKAN, MENGHILANGKAN MERUSAK BARANG/DOKUMEN NEGARA
DIPENJARA DENDA
: 2 Tahun – 7 Tahun dan atau : Rp. 100 Juta – Rp. 350 Juta 37
Pasal 11 PEGAWAI NEGERI MENERIMA HADIAH/JANJI
BERHUBUNGAN DENGAN JABATANNYA
DIPENJARA : 1 Tahun – 5 Tahun dan DENDA
: Rp. 50 Juta – Rp. 250 Juta
38
Pasal 12 PEGAWAI NEGERI : • • • •
MENERIMA HADIAH, BERTENTANGAN DENGAN TUGAS JABATANNYA MEMERAS, MENIPU MEMANFAATKAN TANAH NEGARA TURUT SERTA DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA
DIPENJARA : SEUMUR HIDUP atau 4 Tahun – 20 Tahun dan DENDA : Rp. 200 Juta – Rp 1 Milyar
39
Pasal 12 A TINDAK PIDANA KORUPSI DIBAWAH RP. 5 JUTA
DIPENJARA : Paling lama 3 Tahun dan DENDA
: Paling banyak Rp. 50 Juta
40
Pasal 12 B
GRATIFIKASI SEBAGAI SUAP
YANG DIMAKSUD DENGAN GRATIFIKASI ADALAH PEMBERIAN DALAM ARTI LUAS YAKNI MELIPUTI : • • • • • • • • • •
PEMBERIAN UANG; BARANG; RABAT (DISKON); KOMISI; PINJAMAN TANPA BUNGA; TIKET PERJALANAN; FASILITAS PENGINAPAN; PERJALANAN WISATA; PENGOBATAN CUMA-CUMA; DAN FASILITAS LAINNYA 41
Pasal 12 C
GRATIFIKASI DAN TIDAK LAPOR KPK “Dianggap Suap” 1. ≥ Rp. 10 Juta , pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi: 2. < Rp. 10 Juta, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum;
DIPENJARA : SEUMUR HIDUP atau 4 Tahun – 20 Tahun dan DENDA
: Rp. 200 Juta – Rp. 1 Milyar
42
Pasal 13
MEMBERI HADIAH/JANJI KEPADA PNS KARENA JABATANNYA :
DIPENJARA : Paling lama 3 Tahun dan atau
DENDA
: Paling banyak Rp. 150 Juta
43
Pasal 15 MEMBANTU MELAKUKAN PIDANA KORUPSI Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau permufakatan jahat untuk melakukan pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14.
44
Pasal 26A
ALAT BUKTI YANG SAH •
MELALUI ALAT ELEKTRONIK
•
MELALUI DOKUMEN
45
Pasal 41 PENGAWASAN MASYARAKAT
Masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.
Pasal 42 PENGHARGAAN untuk PENGUNGKAP KORUPSI (1)
(2)
Pemerintah memberikan penghargaan kepada anggota masyarakat yang telah berjasa membantu upaya pencegahan, pemberantasan, atau pengungkapan tindak pidana korupsi. Ketentuan mengenai penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 46
NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN RI, KEPOLISIAN NEGARA RI DAN BPKP
NOMOR:KEP-109/A/JA/09/2007 NO.POL:B/2718/IX/2007 NOMOR:KEP-1093/K/D6/2007 TENTANG
KERJASAMA DALAM PENANGANAN KASUS PENYIMPANGAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA YANG TERINDIKASI TIPIKOR TERMASUK DANA NONBUDGETER 47
BAB IV PENANGANAN MASALAH YANG DAPAT MENGHAMBAT LAJU PERKEMBANGAN NASIONAL Pasal 4 (1) Dalam hal terdapat kasus/masalah, termasuk dalam pengadaan barang dan jasa yang dapat menghambat laju pembangunan nasional, maka pimpinan Instansi melakukan koordinasi. (2) Dalam hal dari hasil koordinasi diperlukan pendalaman, maka BPKP melakukan audit terlebih dahulu atas kasus/masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam hal dari hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diketahui tidak adanya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana korupsi, maka dibuat laporan dan disampaikan dalam rapat koordinasi. (4) Dalam hal dari hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diketahui adanya penyimpangan yang berindikasi tindak pidana korupsi, maka BPKP melakukan audit investigatif dan melaporkan hasilnya dalam rapat koordinasi maupun kepada Instansi penyidik untuk ditindaklanjuti. 48
UU NO. 8 TAHUN 2010 tentang PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG 49
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1.
Pencucian Uang adalah perbuatan : - menempatkan - mentransfer - membayarkan - membelanjakan - menghibahkan - menyumbangkan - menitipkan - membawa ke luar negeri - menukarkan - atau perbuatan lainnya atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyi kan, atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah. 50
Pasal 2 Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana a. b. c. d. e.
Korupsi; Penyuapan;
f. g. h. i. j.
Di bidang perbankan; Di bidang pasar modal; Di bidang asuransi; Narkotika; Psikotropika;
Penyelundupan barang; Penyelundupan tenaga kerja; Penyelundupan imigran;
k. Perdagangan manusia; l. Perdagangan senjata gelap; m. Penculikan; n. Terorisme; o. Pencurian;
p. q. r. s. t. u. v. w. x. y.
Penggelapan; Penipuan; Pemalsuan uang; Perjudian; Prostitusi; Di bidang perpajakan; Di bidang kehutanan; Di bidang lingkungan hidup; Di bidang kelautan;atau Tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4(empat) tahun atau lebih. 51
SETIAP ORANG DENGAN SENGAJA MELAKUKAN HAL DI ATAS DENGAN MAKSUD MENYEMBUNYIKAN ATAU MENYAMARKAN ASAL-USUL HARTA KEKAYAANYANG DIKETAHUINYA MERUPAKAN HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI :
Dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima-belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah).
52
Pasal 6 (1) Setiap orang yang menerima atau menguasai: a. b. c. d. e. f. g.
Penempatan; Pentransferan; Pembayaran; Hibah; Sumbangan; Penitipan; atau Penukaran.
Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah). 53
PERATURAN KELEMBAGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI
54
6 Lapisan Lembaga / Instansi Pencegahan / Pemberantasan Korupsi Inspektorat Jenderal/Inspektorat Provinsi/Kab/Kota Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan Badan Pemeriksa Keuangan RI Kepolisian RI
Kejaksaan RI Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
55
BPKP Dibentuk berdasarkan Keppres RI No. 31 Tahun 1983 tanggal 30 Mei 1983. Tugas BPKP yaitu : 1. Mempersiapkan perumusan kebijakan pengawasan keuangan dan pengawasan pembangunan. 2. Menyelenggarakan pengawasan umum atas penguasan dan pengurusan keuangan. 3. Menyelenggarakan pengawasan pembangunan 56
UU RI NO. 15 TAHUN 2006 TENTANG
BADAN PEMERIKSA KEUANGAN
57
PASAL 6 AYAT 1 BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Bdan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara
58
PASAL 9 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, BPK berwenang:
a. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan; b. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara; c. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitunganperhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara; 59
d.
menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK;
e.
menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara setelah konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
f.
menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;
g.
menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;
h.
membina jabatan fungsional Pemeriksa;
i.
memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan
j.
memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah 60
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002
tentang KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 61
Dalam pasal 14 huruf g ditegaskan: “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya”
62
Wewenang Kepolisian dalam proses pidana (Pasal 16) Melakukan penangkapan, penggeledahan, dan penyitaan;
penahan,
Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan; Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan; Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri; 63
Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
Memanggil orang untuk didengar diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
dan
Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara; Mengadakan penghentian penyidikan; Menyerahkan berkas penuntut umum;
perkara
kepada
64
Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka untuk melakukan tindak pidana; Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik PNS serta penerima hasil penyidikan penyidik PNS untuk diserahkan kepada penuntut umum;
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab; 65
UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2004 tentang
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA 66
PASAL 30 (1) Dibidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang : a. b.
c.
Melakukan penuntutan; Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap; Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
67
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undangundang; e.
Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik; 68
(2) Di bidang perdata dan tata
usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau pemerintah;
69
UU RI NO. 30 TAHUN 2002 tentang
KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
70
PASAL 3 Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun
PASAL 4 Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi
71
PASAL 6 TUGAS KPK a. Koordinasi dgn instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; b. Supervisi thd instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; c. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan thd tindak pidana korupsi; d. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan thd tindak pidana korupsi; e. Melakukan monitor thd penyelenggaraan pemerintahan negara;
72
PASAL11 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana pasal 6 huruf c KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi yang : a. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yg ada kaitannya dg tindak pidana korupsi yg dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat dan/atau; c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah). 73
PASAL 12 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI BERWENANG: a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan; b. Memerintahkan kepada instansi terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri; c. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa; 74
d. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait; e. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya; f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait; 75
g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa; 76
h.Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri; i. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
77
UU RI NO. 46 TAHUN 2009 tentang
PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI 78
Pasal 2
Pengadilan Tindak pengadilan khusus Peradilan Umum.
Pidana Korupsi yang berada di
merupakan lingkungan
Pasal 3
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap Ibukota Kabupaten/Kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan.
Pasal 4
Khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap kotamadya yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan. 79
Pasal 5
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi.
Pasal 6
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara: a. Tindak pidana korupsi; b. Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau c. Tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.
Pasal 7
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat juga berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di luar wilayah negara Republik Indonesia. 80
ATURAN PERALIHAN Pasal 35
1) Dengan Undang-Undang ini untuk pertama kali Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibentuk pada setiap pengadilan negeri di ibu kota provinsi. 2) Daerah hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daerah hukum provinsi yang bersangkutan.
3) Khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 4) Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dibentuk paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. 81
BEBERAPA KASUS KKN YANG SUDAH MASUK PENGADILAN
82
KASUS
: Penyalahgunaan dana reboisasi.
KERUGIAN NEGARA : Rp. 100,9 M Telah dikembalikan Negara.
ke
Kas
MODUS
: Tidak memenuhi kewajiban melakukan penanaman di atas lahan proyek Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kalsel seluas 71.000 Ha Tahun 1994 s.d 1997.
VONIS
: 4 tahun penjara dan denda Rp. 30 Juta. terbukti melanggar Pasal Pasal 4 a UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. 83
Kasus
: Penyuapan.
Kerugian Negara : -Modus
: Menyuap pejabat MA Rp.4,8 miliar untuk mempermudah kasus kliennya.
Vonis
: 4 tahun penjara
84
KASUS
: Penyalahgunaan dana Nonbujeter Bulog.
KERUGIAN NEGARA
: Rp. 62,9 Milyar. Telah dikembalikan Negara.
MODUS
: Menggunakan dana Bulog untuk pelaksanaan JPS namun fiktif.
VONIS
: 2 tahun penjara dan denda Rp. 50 Juta
ke
Kas
85
KASUS
: Korupsi pada pengadaan Helikopter MI-2 buatan Rusia dan pengadaan generator pembangkit listrik.
KERUGIAN NEGARA : Rp. 12,5 Milyar Sudah dikembalikan ke Kas Negara
MODUS
: Penunjukkan langsung dan Mark up
VONIS
: 10 tahun penjara dan denda Rp. 500 Juta dan membayar uang pengganti Rp. 3,6 M. Terbukti melanggar Pasal 18 ayat 1, Pasal 2 dan 3 UU. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
86
KASUS : Penyuapan terhadap Auditor BPK sebesar Rp. 300 Juta. VONIS : 2 tahun 7 bulan penjara dan denda Rp. 50 Juta. melanggar Pasal 5 ayat 1 UU No. 31/99 Jo. UU No.20/2001 87
KASUS
: Korupsi pada pengadaan segel Surat Suara.
KERUGIAN NEGARA : Rp. 3,4 Milyar. MODUS
: Penunjukkan langsung dan Markup Kontraversi antara yang melakukan sebenarnya dengan yang terbukti secara administrasi.
VONIS
: 4 tahun penjara dan denda Rp.200 Juta. Terbukti melanggar Pasal 18 ayat 1, Pasal 2 dan 3 UU. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor. 88
KASUS
:
Korupsi pengadaan armada Bus (Busway).
KERUGIAN NEGARA:
sebesar Rp. 14 Milyar.
MODUS
:
Penunjukan langsung dan Markup (harga pengadaan TA. 2005 > TA. 2006)
VONIS
:
3 tahun penjara dan denda Rp. 200 Juta. melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU No.31/99 Jo. UU No. 20/2001
89
KASUS
: Dugaan Korupsi pengumpulan dana taktis nonbujeter
KERUGIAN NEGARA : Senilai Rp. 31,7 Milyar. Uang didistribusikan kemanamana termasuk DPR untuk pembahasan UU DKP. MODUS
: Pemotongan anggaran Departemen dan dana dekonsentrasi sebesar 1 % periode 2002 s.d 2005.
VONIS
: 6 tahun penjara. 90
KASUS
: Penyimpangan pengadaan daging sapi impor. Gratifikasi Rp. 1 Triliyun lebih.
KERUGIAN NEGARA : senilai Rp. 11 Milyar.
MODUS
: Pengadaan daging sapi impor fiktif. Terbukti menerima gratifikasi.
VONIS
: 10 tahun penjara.
91
Kasus
: Penyimpangan pada Pekerjaan Pengadaan Lahan Bandara Loa Kulu-Kaltim.
Modus
: Tanah keluarga sendiri dijual kepada Pemda melalui dana APBD dengan biaya di Mark Up
Kerugian Negara : Rp. Rp 103,532 M. Vonis MA
: 6 tahun penjara, denda Rp 250 juta subsider enam bulan dan membayar uang pengganti Rp 49,367 miliar. 92
Kasus
: Dugaan Korupsi dalam proyek studi kelayakan pembangunan Bandara Loa Kulu – Kaltim
Kerugian Negara : Rp. 15,36 Miliar Modus
: Tanah keluarga sendiri dijual kepada Pemda melalui dana APBD dengan biaya di Mark Up
Vonis
: 1,5 tahun penjara, denda Rp100 juta subsider enam bulan kurungan serta membayar uang pengganti Rp 4,061 M. 93
Kasus
: Pemberian Suap
Kerugian Negara : Rp. 2,23 Miliar Modus
: Memberikan tanda terima kasih kepada Anggota DPR
Vonis
: 4,5 tahun penjara
94
Kasus
: Melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan 10 unit mobil pemadam kebakaran.
Kerugian Negara : Rp. 4,3 Miliar Modus
: Melakukan Mark Up dan penunjukan langsung tanpa mengindahkan prosedur
Vonis
: 4 tahun penjara
95
Kasus
: Tindak pidana korupsi dana YPPI - BI.
Kerugian Negara : Rp. 100 Miliar Modus
: Mencairkan dana YPPI-BI untuk diberikan kepada anggota DPR-RI dan biaya pembantuan pembelaan kasus pejabat BI.
Vonis
: 6 tahun penjara 96
Kasus
:Menerima suap.
Kerugian Negara :Rp 2 Milyar Modus
:Menerima suap sebesar Rp. 2 Miliar dari Rekanan Tender Kapal Patroli diDephub.
Vonis
:6 tahun penjara dan denda Rp.350 Juta
97
KKN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH 98
Gambaran keadaan saat ini
99
Sebab terjadinya KKN pada proses pengadaan pemerintah akibat dari terjadinya 10 Tindak Korupsi (PBB)
100
PEMBERIAN SUAP/Sogok (Bribery)
Pemberian dalam bentuk Uang, Barang, fasilitas dan Janji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan yang akan berakibat membawa untung terhadap diri sendiri atau pihak lain, yang berhubungan dengan jabatan yang dipegangnya pada saat itu.
101
Penggelapan (Embezzlement)
Perbuatan menggambil tanpa hak oleh seorang yang telah diberi kewenangan, untuk mengawasi dan bertanggung jawab penuh terhadap barang milik negara, oleh pejabat publik maupun swasta.
102
Pemalsuan
suatu tindakan atau perilaku untuk mengelabui orang lain atau organisasi, dengan maksud untuk keuntungan dan kepentingan dirinya sendiri maupun orang lain.
103
Penyalahgunaan Jabatan atau Wewenang (Abuse of Discretion)
Mempergunakan kewenangan yang dimiliki, untuk melakukan tindakan yang memihak atau pilih kasih kepada kelompok atau perseorangan, sementara bersikap diskriminatif terhadap kelompok atau perseorangan lainnya. 104
Pertentangan Kepentingan/Memiliki Usaha Sendiri (Internal Trading)
melakukan transaksi publik dengan menggunakan perusahaan milik pribadi atau keluarga, dengan cara mempergunakan kesempatan dan jabatan yang dimilikinya untuk memenangkan kontrak pemerintah 105
Pemerasan (extortion)
memaksa seseorang untuk membayar atau memberikan sejumlah uang atau barang, atau bentuk lain, sebagai ganti dari seorang pejabat publik untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Perbuatan tersebut dapat diikuti dengan ancaman fisik ataupun kekerasan. 106
Nepotisme (Nepotism)
tindakan untuk mendahulukan sanak keluarga, kawan dekat, anggota partai politik yang sepaham, dalam penunjukkan atau pengangkatan staf, panitia pelelangan atau pemilihan pemenang lelang.
107
Pilih Kasih (Favoritisme)
memberikan pelayanan yang berbeda berdasarkan alasan hubungan keluarga, afiliasi partai politik, suku, agama dan golongan, yang bukan kepada alasan objektif seperti kemampuan, kualitas, rendahnya harga, profesionalisme kerja. 108
Menerima Komisi (Commission)
Pejabat Publik yang menerima sesuatu yang bernilai, dalam bantuan uang, saham, fasilitas, barang dll, sebagai syarat untuk memperoleh pekerjaan atau hubungan bisnis dengan pemerintah.
109
Kontribusi atau Sumbangan Ilegal (Illegal Constribution)
Hal ini terjadi apabila partai politik atau pemerintah yang sedang berkuasa pada waktu itu menerima sejumlah dana sebagai suatu kontribusi dari hasil yang dibebankan kepada kontrak-kontrak pemerintah. 110
KKN dapat terjadi di ke 15 tahap pengadaan barang pemerintah
111
1
PERENCANAAN PENGADAAN
PENYAKIT 1A PENGGELEMBUNGAN ANGGARAN
PENYAKIT 1B
• PENDEKATAN ANGGARAN BUKAN KEBUTUHAN RIIL • SISTEM ANGGARAN 1 TAHUN MENJADI KENDALA • DANA ABT.
RENCANA PENGADAAN DIARAHKAN
PENYAKIT 1C REKAYASA PEMAKETAN PEKERJAAN
112
2
PEMBENTUKAN PANITIA LELANG PENYAKIT 2A PANITIA TIDAK TRANSPARAN
PENYAKIT 2B INTEGRITAS PANITIA LEMAH
PENYAKIT 2C PANITIA YANG ‘MEMIHAK’
PENYAKIT 2D PANITIA TIDAK INDEPENDEN
• SERTIFIKAT AHLI • PAKTA INTEGRITAS • PENGUMUMAN AWAL TAHUN • TG JAWAB/WEWENANG 113
3
PRAKUALIFIKASI PERUSAHAAN
PENYAKIT 3A DOKUMEN ADMINISTRATIF TIDAK MEMENUHI SYARAT
PENYAKIT 3B DOKUMEN ADMINISTRATIF ‘ASPAL’
PENYAKIT 3C LEGALISASI DOKUMEN TIDAK DILAKUKAN
PENYAKIT 3D EVALUASI TIDAK SESUAI KRITERIA
• PRA & PASCA KUALIFIKASI LANGSUNG PADA SAAT PENGADAAN OLEH PANITIA PENGADAAN. • PROSES SEDERHANA 114
4
PENYUSUNAN DOKUMEN LELANG
PENYAKIT 4A SPESIFIKASI YANG DIARAHKAN
PENYAKIT 4B REKAYASA KRITERIA EVALUASI
PENYAKIT 4C DOKUMEN LELANG NON-STANDAR
• DOKUMEN LELANG SEDERHANA • TIDAK PERLU DOKUMEN PENDUKUNG • PERIZINAN DISEDERHANAKAN • EVALUASI SEDERHANA.
PENYAKIT 4D DOKUMEN LELANG YANG TIDAK LENGKAP
115
5
PENGUMUMAN LELANG
PENYAKIT 5A PENGUMUMAN LELANG YANG SEMU ATAU FIKTIF
PENYAKIT 5B JANGKA WAKTU PENGUMUMAN TERLALU SINGKAT
• PENGUMUMAN PENGADAAN PADA AWAL TAHUN ANGGARAN • PENGGUNAAN e-PROCUREMENT
PENYAKIT 5C PENGUMUMAN LELANG TIDAK LENGKAP
116
6
PENGAMBILAN DOKUMEN LELANG PENYAKIT 6A DOKUMEN LELANG YANG DISERAHKAN TIDAK SAMA (INKONSISTEN)
PENYAKIT 6B WAKTU PENDISTRIBUSIAN DOKUMEN TERBATAS
PENYAKIT 6C LOKASI PENGAMBILAN DOKUMEN SULIT DICARI
• e-PROCUREMENT • DOKUMEN LELANG DISEDERHANAKAN 117
7
PENYUSUNAN HARGA PERKIRAAN SENDIRI PENYAKIT 7A GAMBARAN NILAI HARGA PERKIRAAN SENDIRI DITUTUP-TUTUPI
PENYAKIT 7B PENGGELEMBUNGAN (MARK-UP) UNTUK KEPERLUAN KKN.
• HPS TIDAK RAHASIA • HPS DISUSUN SECARA AHLI
PENYAKIT 7C HARGA DASAR YANG TIDAK STANDAR (DALAM KKN)
PENYAKIT 7D PENENTUAN ESTIMASI HARGA TIDAK SESUAI ATURAN
118
8
PENJELASAN/ AANWIJZING
PENYAKIT 8A PRE BID MEETING YANG TERBATAS
PENYAKIT 8B INFORMASI & DESKRIPSI TERBATAS
• TIDAK TERDAPAT PEMBATASAN WILAYAH PESERTA PELELANGAN • HPS BUKAN RAHASIA • E-PROCUREMENT
PENYAKIT 8C PENJELASAN YANG KONTROVERSIAL
119
9
PENYERAHAN & PEMBUKAAN PENAWARAN PENYAKIT 9A RELOKASI TEMPAT PENYERAHAN DOKUMEN PENAWARAN
PENYAKIT 9B PENERIMAAN DOKUMEN PENAWARAN YANG TERLAMBAT
PENYAKIT 9C PENYERAHAN DOKUMEN FIKTIF
• PENYEDERHANAAN DOKUMEN PENAWARAN • PENGUMUMAN SECARA TERBUKA.
PENYAKIT 9D KETIDAKLENGKAPAN DOKUMEN PENAWARAN
120
10 EVALUASI PENAWARAN
PENYAKIT 10A KRITERIA EVALUASI CACAT
PENYAKIT 10B PENGGANTIAN DOKUMEN
PENYAKIT 10C EVALUASI TERTUTUP DAN TERSEMBUNYI
PENYAKIT 10D PESERTA LELANG TERPOLA DALAM RANGKA BERKOLUSI
• DOKUMEN DITELITI HANYA UNTUK CALON PEMENANG TERPILIH • TIDAK ADA PEMBATASAN WILAYAH PESERTA LELANG 121
11
PENGUMUMAN CALON PEMENANG
PENYAKIT 11A PENGUMUMAN TERBATAS
PENYAKIT 11B PENGUMUMAN DITUNDA
PENYAKIT 11C
• e-PROCUREMENT • EVALUASI RINCI HANYA PADA 3 CALON PEMENANG • TERSEDIA WAKTU UNTUK MEMAHAMI PENGUMUMAN
PENGUMUMAN YG TIDAK INFORMATIF 122
12
SANGGAHAN PESERTA LELANG
PENYAKIT 12A TIDAK SELURUH SANGGAHAN DITANGGAPI
PENYAKIT 12B SUBSTANSI SANGGAHAN TIDAK DITANGGAPI
PENYAKIT 12C SANGGAHAN PROFORMA UNTUK MENGHINDARI TUDUHAN TENDER DIATUR
PENYAKIT 12D PANITIA KURANG INDEPENDEN DAN AKUNTABEL
123
13
PENUNJUKKAN PEMENANG LELANG
PENYAKIT 13A SURAT PENUNJUKAN YANG TIDAK LENGKAP
PENYAKIT 13B SURAT PENUNJUKKAN YANG SENGAJA DITUNDA PENGELUARANNYA
PENYAKIT 13C SURAT PENUNJUKKAN YANG DIKELUARKAN DENGAN TERBURU-BURU
PENYAKIT 13D SURAT PENUNJUKKAN YANG TIDAK SAH
124
14
PENANDATANGAN KONTRAK
PENYAKIT 14A PENANDATANGAN KONTRAK YANG DITUNDA-TUNDA
PENYAKIT 14B PENANDATANGANAN KONTRAK SECARA TERTUTUP
PENYAKIT 14C
• SYARAT TANDA TANGAN ATASAN LANGSUNG KPA/PPK ..????... • 100% TANGGUNGJAWAB PENGGUNA BARANG JASA.
PENANDATANGANAN KONTRAK TIDAK SAH 125
15
PENYERAHAN BARANG / JASA
15-A PENYERAHAN BARANG PENYAKIT 15A-1 KUALIFIKASI BARANG TIDAK SESUAI SPESIFIKASI
PENYAKIT 15A-2 KRITERIA PENERIMAAN BARANG BIAS
PENYAKIT 15A-3 VOLUME BARANG TIDAK SAMA DENGAN YANG TERTULIS DI DOKUMEN LELANG
PENYAKIT 15A-4 JAMINAN PASCA JUAL PALSU
126
15-B PENYERAHAN JASA KONSULTAN PENYAKIT 15B-1 REKOMENDASI PALSU
PENYAKIT 15B-2 KRITERIA PENERIMAAN KARYA KONSULTAN BIAS
PENYAKIT 15B-3 DATA LAPANGAN DIPALSUKAN
15-C PENYERAHAN JASA KONSTRUKSI PENYAKIT 15C-1 VOLUME KONSTRUKSI TIDAK SESUAI DENGAN YANG DIMINTA SPESIFIKASI/BOQ
PENYAKIT 15C-2 KRITERIA PENERIMAAN HASIL KERJA KONSTRUKSI BIAS
PENYAKIT 15C-3 PERINTAH PERUBAHAN VOLUME DALAM RANGKA KKN/CONTRACT CHANGE ORDER
PENYAKIT 15B-4
PENYAKIT 15C-4
DESIGN PLAGIATE (TANPA DUKUNGAN DESIGN NOTE)
VOLUME KONSTRUKSI TIDAK SESUAI DALAM RANGKA KKN 127
PETUNJUK DAN SARAN MENGHINDARI TERJADINYA / TUDUHAN KKN
128
HAL-HAL YANG PERLU DICERMATI DALAM PENGADAAN BARANG/JASA 1.
YAKINKAN PROSEDUR PANGADAAN SUDAH SESUAI DENGAN KETENTUAN : • PELAJARI PERPRES 54 TAHUN 2010 dan PERPRES 70 TAHUN 2012 DENGAN CERMAT; • PENGADAAN BARANG/JASA TIDAK MENGADA-ADA • HINDARI MELAKSANAKAN PEKERJAAN YANG TIDAK CUKUP WAKTUNYA • TETAPKAN PANITIA PENGADAAN DENGAN PENGETAHUAN YANG CUKUP DAN JUJUR • KHUSUS PENGADAAN TANAH HARUS DIBENTUK PANITIA 9 (SEMBILAN) • HINDARI PENUJUKKAN LANGSUNG, USAHAKAN PELELANGAN UMUM; • BUAT KRITERIA EVALUASI PELELANGAN DENGAN CERMAT DAN BAIK 129
• UMUMKAN SESUAI DENGAN PERPRES 54 TAHUN 2010 dan PERPRES 70 TAHUN 2012 • EVALUASI PENAWARAN DENGAN CERMAT DAN TRANSPARAN • LAKUKAN PENGAWASAN PEKERJAAN DENGAN BAIK
PELAKSANAAN
• LAKUKAN PENGUJIAN ATAS MATERIAL YANG DIGUNAKAN • PERIKSA HASIL PEKERJAAN FISIK DENGAN CERMAT DALAM HAL KUANTITAS DAN KUALITAS 130
• LAKUKAN PEMBAYARAN TIDAK MELEBIHI REALISASI FISIK KHUSUSNYA WASPADAI PADA AKHIR TAHUN ANGGARAN • LAKUKAN PROSES ADMINISTRASI BESERTA DOKUMENTASINYA SECARA TERTIB YANG DAPAT MEMBUKTIKAN PROSEDUR SUDAH DITAATI DAN TIDAK TERJADI KERUGIAN NEGARA
131
2. YAKINKAN TIDAK TERJADI KERUGIAN NEGARA • HPS DIBUAT SECARA PROFESIONAL, GUNAKAN SUMBER/REFERENSI YANG DAPAT DIPERTANGGUNG JAWABKAN • DALAM ANALISA HARGA SATUAN BIAYA, PENGGUNAAN PEDOMAN/STANDAR PERHITUNGAN TETAP HARUS DICERMATI DALAM PENERAPANNYA
132
TERIMA KASIH ATAS PERHATIAN ANDA