SOLUSI ANALITIK PERSAMAAN TRANSPORT DAN DISTRIBUSI AMONIAK
Ipung Setiawan1, Widowati2 1,2Jurusan
Matematika FMIPA UNDIP
E-mail :
[email protected]
ABSTRAK Aplikasi transformasi Laplace pada persamaan transport dan distribusi amoniak dikaji pada paper ini. Model matematika yang merepresentasikan perilaku analitik perubahan konsentrasi amoniak terhadap posisi dan waktu pada perairan diformulasikan. Model matematika untuk transport dan distribusi amoniak tersebut dikontruksi berdasarkan peristiwa adveksi dan difusi-dispersi. Model matematika yang diperoleh berupa persamaan diferensial parsial. Persamaan ini juga dibangun melalui proses transformasi dari amoniak menjadi nitrit dalam proses nitrifikasi. Selanjutnya, persamaan diferensial parsial yang terbentuk dicari solusinya dengan mengaplikasikan transformasi Laplace. Solusi yang diperoleh berupa solusi analitik yang serupa dengan fungsi error komplementer. Dari hasil simulasi diperolah bahwa semakin besar nilai koefisien difusi-dispersi maka pergerakan konsentrasi amoniak ke arah berkurangnya konsentrasi semakin lambat. Kata Kunci : Adveksi, difusi-dispersi, transport amoniak, persamaan diferensial parsial, transformasi Laplace 1.
Pendahuluan
Transformasi Laplace biasa digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial biasa, namun dalam makalah ini transformasi Laplace akan digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial untuk model transport dan distribusi amoniak. Model matematika mengenai penyebaran nitrogen (amoniak) pada perairan yang dikembangkan oleh P.G. Whitehead dan R.J. Williams (1982) membentuk persamaan diferensial parsial. Model ini dibangun berdasarkan peristiwa adveksi dan difusi-dispersi pada suatu perairan serta proses nitrifikasi tahap pertama pada siklus nitrogen yaitu proses transformasi dari amoniak menjadi nitrit. Pada siklus ini oksigen sangat diperlukan untuk mengubah amoniak menjadi nitrit kemudian nitrit menjadi nitrat, akibatnya kadar DO (Dissolved Oxygen) pada perairan akan menurun. Tahapan nitrifikasi pada siklus nitrogen dinyatakan dalam bagan siklus nitrogen (Whitehead dan William, 1
1982). Nitrifikasi merupakan suatu proses oksidasi enzimatik yang dilakukan oleh sekelompok jasad renik/bakteri dan berlangsung dalam dua tahap yang terkondisikan sebagai berikut :
1. Tahap pertama yaitu nitritasi. Pada proses ini reaksi berlangsung dari amoniak diubah menjadi nitrit yang melibatkan bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus dengan persamaan reaksi (Whitehead dan William, 1982) sebagai berikut. 3 NH 4+ + O2 → NO2− + 2 H + + H 2O + energi (1.1) 2 2. Tahap kedua yaitu nitratasi. Pada proses tahap kedua reaksi diperankan oleh bakteri Nitrobacter dan Nitrococcus spp yang melakukan oksidasi dari nitrit ke nitrat dengan persamaan reaksi 1 NO2− + O2 → NO3− + energi (Whitehead dan William, 1982). 2 2.
Model Persamaan Transport dan Distribusi Amoniak
Model transport dan distribusi amoniak dikontruksi pada perairan yang memiliki sifat steady state flow dan uniform flow. Sistem massa polutan (amoniak) pada aliran ini mengikuti hukum kekekalan massa (law of conservation of mass) yang menyatakan bahwa massa di dalam suatu sistem aliran akan tetap menurut waktu (Welty, dkk, 2001). Terdapat beberapa pendekatan untuk meninjau kualitas air. Pendekatan yang dibahas disini menganggap bahwa pada setiap titik di suatu ruang berhubungan dengan nilai unsur yang ditinjau. Dalam hal ini unsur yang ditinjau adalah konsentrasi materi dari volume yang melingkupinya. Melalui pendekatan ini, air dengan sejumlah komponen yang heterogen dapat dijelaskan sebagai suatu paduan dari sejumlah kekontinuan yang berbeda, saling berinteraksi satu sama lain dan menempati posisi yang sama di suatu ruang sedemikian sehingga unsur-unsur pada masing-masing kekontinuan dapat diidentifikasi pada setiap titik di ruang tersebut. Peristiwa transport dan disribusi amoniak terjadi secara adveksi dan difusi-dispersi. Adveksi merupakan suatu mekanisme transportasi massa suatu materi dari suatu titik ke titik lain yang terjadi pada aliran fluida. Secara matematika gerakan fluida dalam fenomena adveksi dinyatakan sebagai medan vektor dan bahan yang diangkut dinyatakan sebagai suatu skalar konsentrasi materi yang terkandung dalam cairan. Transport secara adveksi besarnya adalah hasil kali antara besarnya debit aliran dengan konsentrasi massa suatu materi. Difusi dapat diartikan sebagai perpindahan partikel-partikel suatu materi dari daerah yang konsentrasinya tinggi menuju daerah yang konsentrasinya rendah sebagai akibat adanya gaya 2
pendorong. Sedangkan dispersi merupakan proses penyebaran partikel-partikel suatu materi oleh karena proses difusi. Berdasarkan hukum Fick yang kedua besarnya perubahan konsentrasi dirumuskan dengan
∂C ( x , t ) ∂ 2C ( x , t ) dengan E adalah koefisien difusi-dispersi ( L 2T −1 ) . =E 2 ∂t ∂x
Keseimbangan massa polutan (amoniak) menurut hukum kekekalan massa (law of conservation of mass) pada aliran satu dimensi [2] diformulasikan sebagai berikut. akumulasi dalam tiap segmen = transport input adveksi + transport input dispersi – transport output adveksi – transport output dispersi ± reaksi kimia. Model metematika untuk transport dan distribusi amoniak (Whitehead dan William, 1982) ialah ∂C ( x, t ) ∂C ( x, t ) ∂ 2 C ( x, t ) = −v +E − kC ( x, t ) ∂t ∂x ∂x 2
(2.1)
dengan
v : kecepatan aliran ( LT −1 ) k : tetapan laju reaksi amonium menjadi nitrit (T −1 )
3.
Solusi Persamaan Transport dan Distribusi Amoniak dengan Aplikasi Transformasi Laplace
Transformasi Laplace merupakan suatu metode operasional yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial. Dengan menggunakan transformasi Laplace, beberapa fungsi umum seperti fungsi sinusoida, fungsi sinusoida teredam dan fungsi eksponensial dapat diubah menjadi fungsi-fungsi aljabar variabel kompleks [4]. Definisi 3.1 (Ogata, K., 1970) Misalkan f (t ) adalah suatu fungsi yang kontinu pada interval [ 0,∞ ) maka transformasi Laplace dari f (t ) didefinisikan dengan integral ∞
L ( f (t )) = F ( s) = ∫ f (t )e− s t dt ,
(3.1)
0
f (t ) : fungsi waktu ( t ) sedemikian rupa sehingga f (t ) = 0 untuk t < 0. s kompleks.
: variabel
3
∞
Nilai integral persamaan (3.1) ada jika
∫ 0
a
f (t )e− s t dt = lim ∫ f (t )e− s t dt . a →∞
0
Teorema 3.1 (Ogata, K., 1970) Transformasi
Laplace
dari
turunan
fungsi
dinyatakan
f (t )
dalam
persamaan
d L f (t ) = sF ( s ) − f (0) dengan f (0) adalah nilai awal f (t ) yang dihitung pada t = 0 . dt
Definisi 3.2 (Ogata, K., 1970) Transformasi Laplace Balik untuk f (t ) didefinisikan f (t ) =
c + i∞
1 F ( s )e st ds (t > 0) dengan ∫ 2π i c −i∞
c adalah konstanta pada sumbu real positif yang dipilih sedemikian sehingga lebih besar dari semua titik singuler dari F (s ) .
Teorema 3.2 (Munsch, A.D., 1994) Misal F (s) adalah transformasi Laplace dari f (t ) yang mempunyai sejumlah titik singuler berhingga s1 , s2 , s3 ,..., sk yang terletak di sebelah kiri garis vertikal Re( s) = c . Jika F ( s) terbatas n
oleh M R dengan M R → 0 dan R → ∞ , maka L −1 ( F ( s )) = ∑ Res es t F ( s), s = sk k =1
Bukti Ditentukan lintasan C = LR + C R sesuai dengan Gambar 3.1 sehingga semua titik singulernya terletak di sebelah kiri garis LR : s = c − iR hingga s = c + iR . Karena e st analitik dimanapun pada bidang s sehingga es t F ( s ) mempunyai singuleritas yang sama dengan fungsi F (s) dengan demikian ∮e s t F ( s ) ds = 2π i maka ∮e F ( s )ds = C
∑ Res e k =1
C st
n
∫e
LR
st
st
F ( s ), s = sk Berdasarkan lintasan pada Gambar 3.1
F ( s)ds + ∫ e st F ( s)ds . CR
4
Im
R
CR
s =c+iR
c
Re
R −c
LR
s =c−iR
Gambar 1. Lintasan setengah lingkaran Pada segmen C R , s = c + Re
iθ
∫e
untuk
π 2
<θ < 3π 2
st
CR
3π maka ds = Rieiθ dθ sehingga 2
F ( s)ds = ∫ e( c+ e
iθ
R )t
F (c + eiθ R ) Rieiθ dθ
(3.2)
π
2
Jika F ( s) terbatas oleh M R maka F ( s) ≤ M R . Berdasarkan pertidaksamaan segitiga dan sifat-sifat harga mutlak dari persamaan (3.2) didapatkan
∫e
st
F ( s) ds =
3π 2
∫e
( c +eiθ R ) t
F (c + eiθ R) Rieiθ dθ
π
CR
2
≤
3π 2
∫e π
( c +eiθ R ) t
F (c + eiθ R) Rieiθ dθ
2
=
3π 2
∫e
( ct + eiθ Rt )
F (c + eiθ R ) Rieiθ dθ
π
2
5
3π 2
3π 2
≤ ∫ ect eRte MR Rdθ = ∫ ect eRt(cosθ +i sinθ ) MR Rdθ iθ
π
π
2
2
3π 2
= ∫ ect eRt cosθ eiRt sinθ MR Rdθ π
2 3π 2
= ∫ ect eRt cosθ eiRt sinθ MR Rdθ π
2 3π 2
3π 2
π
π
2
2
= ∫ ect eRt cosθ 1MR Rdθ = ect MR R ∫ eRt cosθ dθ
Dengan demikian
∫e
3π 2
st
CR
F ( s )ds ≤ ect M R R ∫ e Rt cosθ dθ (3.3) Misal diambil
θ =φ +
π
π 2
2 3π 2
π dθ = dφ dan cos θ = cos φ + = − sin φ 2
maka
sehingga
∫e
Rt cosθ
dθ
menjadi
π
2
π
∫e
− Rt sin φ
dφ . Berdasarkan pertidaksamaan kurva Jordan yaitu
0
π
∫e
diperoleh
0
− Rt sin φ
π
π
2
2
dφ = 2 ∫ e − Rt sin φ d φ ≤ 2 ∫ e 0
− 2 Rt
φ π
dφ =
0
π
π
2
2
0
0
− Rt sin φ ∫ e dφ ≤ ∫ e
3π 2
π
akibatnya
Rt
∫e π
Rt cos θ
−2 Rt
φ π
dθ ≤
dφ maka
π Rt
. Dari
2
persamaan (3.3) diperoleh
st
∫e
st
ct
R
CR
maka
π
∫ e F(s)ds ≤ e M R Rt = e M ct
R
π t
. Karena M R → 0 untuk R → ∞
F (s)ds = 0 . Sehingga untuk R → ∞ , diperoleh
CR
6
∮e F (s)ds =
c +i∞
st
C
∫ F(s)e ds st
c −i∞
.
n
= 2π i∑Rese F (s), s = sk st
k =1
Dari definisi transformasi Laplace balik L
−1
( F ( s )) =
1 2π i
c + i∞
∫
F ( s ) e s t ds maka terbukti bahwa
c − i∞
n
L −1 ( F ( s )) = ∑ Res es t F ( s), s = sk . k =1
Transformasi
Laplace
untuk
fungsi
konsentrasi
amoniak
yaitu
∞
L (C ( x, t )) = ∫ exp(− st )C ( x, t )dt = C ( x, s ) . Untuk dapat menentukan solusi dari persamaan (2.1) 0
maka nilai awal dan nilai batas haruslah ditentukan. Dari persamaan (1.1) maka besarnya perubahan konsentrasi untuk amonium adalah −
∆ NH4+ ∆t
= k NH4+ untuk lim ∆t → 0 membentuk
dC = − kC sehingga mempunyai solusi C 0 exp(− kt ) . Nilai awal dan nilai dt batas untuk menyelesaikan persamaan (1.1)
persamaan diferensial
C ( x,0 ) = 0
0<x<∞
untuk
C ( 0, t ) = C 0 exp ( −kt ) lim C ( x, t ) = 0 x →∞
t >0
untuk
(3.4)
Transformasi Laplace untuk persamaan (3.4) C ( x, 0 ) = 0 ;
C ( 0, s ) =
C0 s+k
;
lim C ( x, s ) = 0 x →∞
(3.5)
3.1 Solusi Persamaan Transport dan Distribusi Amoniak dengan Debit Aliran Diabaikan Pada bagian ini dikaji penyelesaian persamaan transport dan distribusi amoniak dengan debit aliran diabaikan. Hal ini berarti v = 0. Sehingga transformasi Laplace persamaan (1.1) dengan syarat persamaan (3.4) menjadi
7
∂2C( x, t ) ∂C( x, t) L = L − kC( x, t) E 2 ∂x ∂t sC( x, s) − C( x,0) = E E
∂2 C( x, s) − kC( x, s) ∂ x2
∂2 C( x, s) − (s + k )C( x, s) = 0 ∂ x2
Persamaan diferensial parsial di atas mempunyai persamaan karakteristik Er 2 − ( s + k ) = 0 . Solusi umumnya ialah
s+k s+k C( x, s) = B1 exp x + B2 exp − x E E Berdasarkan persamaan (3.5) maka didapat C0 s+k C ( x, s) = exp − x s+k E
C ( x, t ) = L
−1
C0 s+k exp − x E s+k
= C 0 exp( − kt )L
Berikut
F (t ) = L
−1
1 s exp − x s E
diuraikan
−1
cara
1 s exp − x s E
(3.6)
menentukan
dari
definisi
L
−1
1 s exp − x . s E
transformasi
Laplace
Misal
balik
s s exp − x exp − x c + i∞ c + i∞ E E 1 F (t ) = exp( st ) ds diambil I = ∫ exp( st ) ds dan akan s 2π i c −∫i∞ s c − i ∞ , ditemukan nilai I dengan integral lintasan. Pada F ( s ) = 1 exp − x s singuler
di
s = 0 dan
merupakan
cabang
terpotong
s mempunyai titik E (branch cut) sehingga 8
n
∮e st F ( s ) ds = 2π i ∑ Res e s t F ( s ), s = s k Sesuai dengan Gambar 3.2 diambil c mendekati k =1
C
titik singular yaitu c mendekati nol dan R mendekati tak hingga maka berdasarkan gambar tersebut diperoleh integral perlintasan sebagai berikut.
∫e F(s)ds + ∫ e F(s)ds + ∫e F(s)ds + ∫e F(s)ds + ∫ e F(s)ds + ∫ e F(s)ds = 0 st
st
χ
st
CR
st
st
K
in
st
CL
out
Sehingga diperoleh
∫e
CR
st
F ( s ) ds + ∫ e st F ( s ) ds + ∫ e st F ( s ) ds + ∫ e st F ( s ) ds + in
K
out
∫e
CL
st
F ( s ) ds = − ∫ e st F ( s ) ds Z
(3.7) Im s =c+iR
R
CR
χ
R in
c
out
Re
K
CL s =c−iR
Gambar 2. Lintasan tertutup sederhana setengah lingkaran Berikut akan diuraikan nilai integral perlintasan. 1.
Pada segmen K (lingkaran kecil) terlebih dahulu variabel kompleks s ditransformasi ke dalam bentuk polar. Misal s = ξ eiθ dengan ξ merupakan radius lingkaran kecil pada segmen K yang besarnya mendekati nol dan θ sebagai batas pengintegralan bergerak dari π menuju iθ
s = ξe
−π sehingga diperoleh ds = iξ eiθ dθ dan
∫e
K
st
F ( s) ds = ∫ e st K
e
s − x E
s
ds =
−π
∫ π
e
t ξ eiθ
e
iθ −x ξe E
ξe
iθ
2
.
iξ eiθ dθ =
−π
∫e π
t ξ eiθ
e
iθ −x ξe E
idθ
9
oleh karena ξ → 0 maka persamaan tersebut menjadi
−π
st ∫ e F (s)ds = ∫ i dθ = − 2πi
π
K
2.
Sama halnya dengan segmen K maka pada segmen in dimisalkan bahwa s = reiθ dengan
θ = π sehingga didapatkan s = reiπ = − r . Akibanya ds = −dr dan
s = re
iπ
2
= ri .
Pada segmen ini r sebagai batas pengintegralan bergerak dari radius R → ∞ menuju ξ → 0 maka diperoleh ξ −rt −xi r E
e e ∫in e F(s)ds = Rlim →∞ ∫ −r ξ →0 R st
3.
ξ −rt −xi r E
e e r ξ →0 R
( −dr) = Rlim →∞ ∫
dr
Sama halnya dengan segmen in , pada segmen out diambil s = reiθ dengan θ = − π −iπ
sehingga didapatkan s = rei( −π ) . Akibatnya ds = −dr dan s = re
2
= − ri Pada segmen ini r
sebagai batas pengintegralan bergerak dari radius ξ → 0 menuju R → ∞ sehingga R −rt xi r E
e e ∫out e F(s)ds = lim ∫ R→∞ −r ξ ξ →0 st
∫e
st
F ( s) ds +
in
∫e
st
F ( s )ds
r E
R −rt xi r E
e e r ξ ξ →0
( −dr ) = Rlim →∞ ∫
dr
out
ξ
e − r t − xi e = lim ∫ R →∞ r ξ →0 R e − r t xi e = lim ∫ R →∞ r ξ →0 ξ R
R
= lim ∫ R →∞
ξ →0 ξ
e − r t xi dr + lim ∫ e R →∞ r ξ →0 ξ
r E
R
−e
r − x i E
r E
dr
dr
e− r t r 2i sin x dr r E
x = 2π i erf 2 Et
4.
Pada segmen
F ( s) =
e
C R diambil s = c + Re iθ untuk π < θ < π maka ds = Rieiθ dθ serta 2
s − x E
s
π
maka diperoleh
∫ e F (s)ds = ∫ e st
CR
( c+eiθ R )t
F (c + eiθ R) Rieiθ dθ
π
2
10
Pada lintasan Gambar 3.2 dipilih c mendekati nol sehingga lim Reiθ + c = Reiθ akibatnya c →0
s = Re MR =
= R.
iθ
1 s
e
−
x E
Jika s
=
terbatas
F (s)
1 − e R
x R E
Teorema 3.2 maka diperoleh
pada
MR
1 − e R →∞ R
sehingga diperoleh M R = lim
∫e
st
F ( s) ≤ M R
maka x
E
R
dengan
= 0 . Berdasarkan
F ( s ) ds = 0
CR
5. Pada segmen
F ( s) =
e
yaitu jika st
, diambil s = c + Le iθ untuk π < θ <
s − x E
maka diperoleh
s
Pada segmen
∫e
CL
∫e
st
F ( s ) ds =
F (s)
∫e
( c + e iθ L ) t
F (c + eiθ L ) Lieiθ dθ
π
L
CL
3π 2
3π maka ds = Lieiθ dθ serta 2
besarnya nilai L = R → ∞ dengan demikian berdasarkan Teorema 3.2 terbatas
ML = 0
oleh
maka
F ( s) ≤ M L . Dengan
demikian
F ( s)ds = 0
L
Jadi diperoleh nilai x I = ∫ e st F ( s) ds = 2π i 1 − erf 2 Et χ x = 2π i erfc 2 Et
Oleh karena F ( t ) =
F (t ) = L
−1
.
1 I sehingga diperoleh 2π i
1 exp − x s
s x = erfc E 2 Et
Solusi untuk model transport dan distribusi amoniak dengan kecepatan aliran diabaikan adalah
x C ( x, t ) = C 0 exp( −kt )erfc . 2 Et
11
3.2 Solusi Persamaan Transport dan Distribusi Amoniak dengan Debit Aliran Tidak Diabaikan Transformasi Laplace untuk persamaan (1.1) dengan syarat persamaan (3.4) ∂C(x,t) L =L ∂t
∂C(x, t) ∂2C(x,t) − v + E − kC(x,t) 2 ∂x ∂x
sC(x, s) −C(x,0) =− v E
∂C(x, s) ∂2 C(x, s) +E − kC(x, s) ∂x ∂ x2
∂2 C(x, s) ∂C(x, s) −v − (k + s)C(x, s) = 0 ∂ x2 ∂x
Persamaan karakteristiknya Er 2 − vr − ( s + k ) = 0 . Dari sini diperoleh solusi umumnya 2 2 C ( x, s ) = B1 exp x v + v + 4E(s + k ) + B 2 exp x v − v + 4E(s + k ) 2E 2E
Dengan memasukkan syarat batas pada peramaan (3.5) diperoleh
C ( x, s ) =
2 exp x v − v + 4 E ( s + k ) s+k 2E
C0
(3.8)
Dengan mencari transformasi Laplace balik persamaan (3.8) maka diperoleh solusi (Leij, F.J and Toride, N. 1995) C ( x, t ) =
x + vt C0 x − vt vx exp(−kt ) erfc + exp erfc 2 E 2 Et 2 Et
Ploting konsentrasi ammoniak terhadap x dan t direpesentasikan dalam gambar berikut.
12
Gambar 3. Ploting adveksi-dispersi amoniak Dari Gambar 3.3 terlihat bahwa konsentrasi amoniak akan menurun seiring dengan bertambahnya nilai x hal ini terjadi akibat proses difusi-dispersi. Berdasarkan model yang telah dikonstruksi, maka pola transport dan distribusi amoniak berdasarkan fenomena adveksi dan difusidispersi ditunjukkan gambar berikut. Grafik solusi adveksi-dispersi amoniak terhadap jarak serupa dengan grafik fungsi error komplementer (complementary error function) yang mempunyai arah gradien negatif. Dari grafik solusi terlihat bahwa konsentrasi amoniak semakin lama semakin menurun. Perilaku solusi ini sesuai dengan hukum dasar yang membangun model yaitu Hukum Fick yang menerangkan bahwa proses difusi terjadi ke arah berkuangnya difusan. Dalam peristiwa transport dan distribusi amoniak di perairan sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran dan koefisien difusi-dispersi. Besarnya koefisien difusi-dispersi sangat mempengaruhi pergerakan konsentrasi amoniak. Hal ini disebabkan karena besarnya koefisien difusi-dispersi berbanding terbalik terhadap gradien konsentrasi. . Berikut akan ditampilkan simulasi grafik solusi yang memperlihatkan adanya perbedaan nilai koefisien difusi-dispersi. Misal suatu perairan A memiliki nilai E = 3 m2 s −1 , v = 2.5 ms −1 , k = 2 s −1 , C0 = 2 mg l −1 dan t = 2 s maka grafik solusi amoniak sesuai persamaan (3.7) ditunjukkan pada Gambar 4.
13
Gambar 4. Grafik solusi amoniak dengan nilai E = 3 m 2 s −1 ;
Gambar 5. Grafik solusi amoniak dengan nilai E = 5 m 2 s −1 Misal suatu perairan B memiliki nilai E = 5 m 2 s −1 , v = 2.5 ms −1 , k = 2 s −1 , C0 = 2 mg l −1 dan t = 2 s maka solusi amoniak ditunjukkan pada Gambar 3.6. Pada Gambar 3.5 terlihat bahwa pada proses transport dan ditribusi amoniak, pergerakan penurunan konsentrasinya lebih cepat daripada Gambar 5.
14
4.
Penutup
Transformasi Laplace dapat diterapkan untuk mencari solusi persamaan diferensial parsial seperti halnya pada persamaan transport dan distribusi amoniak di perairan. Solusi yang diperoleh berupa solusi analitik dari persamaan model. Dari solusi yang diperoleh dapat diketahui pola transport dan distribusi amoniak di perairan yang berupa grafik fungsi error komplementer. Dari simulasi diketahui bahwa semakin besar nilai koefisien difusi-dispersi maka pergerakan konsentrasi amoniak ke arah berkurangnya konsentrasi semakin kecil/lambat.
Daftar Pustaka [1]
Humi, M and Miller, W.B. 1992. Boundary Value Problems and Partial Differenial Equations. Boston : PWS-KENT Publishing Company.
[2]
Leij, F.J and Toride, N. 1995. Discrete Time and Length Averaged Solutions of the Advection-Dispersion Equation. Water Resources Research, Vol. 31, NO.7, Pages 17131724.
[3]
Munsch, A.D. 1994. Complex Variables with Applications : Second Edition. Addison-Wesley Publishing Company, Inc.
[4]
Ogata, K. 1970. Modern Control Engineering, First Edition. Pretice-Hall, Inc.
[5]
Welty, J.R, Wicks, C.E, Wilson, R.E and Rorrer, G. 2001. Dasar-dasar Fenomena Transport : Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga.
[6]
Whitehead, P.G. and William, R.J. 1982. A Dynamic Nitrogen Balanced Model for River Systems, IAHS Publ. no.139, 89-99.
15