Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
SOLIDIFIKASI SLUDGE AKTIF HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR ORGANIK DARI PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS BITUMEN Zainus Salimin dan Gunandjar *)
ABSTRAK SOLIDIFIKASI SLUDGE AKTIF HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR ORGANIK DARI PEMURNIAN ASAM FOSFAT MENGGUNAKAN BAHAN MATRIKS BITUMEN. Kegiatan dekomisioning fasilitas Pemurnian Asam Fosfat Petrokimia Gresik (PAF-PKG) menimbulkan limbah radioaktif cair organik yang mengandung uranium, solven (pelarut), dan air, mempunyai pH 3,48, BOD 2.200 ppm, COD 31,500 ppm, aktivitas alfa dan beta berturut-turut 1.200 dan 2.600 Bq/liter. Limbah tersebut dinetralkan dan diolah dengan proses biooksidasi menggunakan campuran bakteri yang diaerasi dan diberi nutrisi nitrogen dan fosfor. Bakteri memakan dan menguraikan kandungan zat organiknya menjadi CO2 dan H2O. Bakteri yang tumbuh dan yang mati membentuk biomassa dan unsur radioaktifnya terbiosorpsi oleh biomassa bakteri. Hasil pengolahan berupa beningan yang telah memenuhi baku mutu untuk dibuang, dan sludge aktif yang beraktivitas alfa pada nilai 0,4 ≤ α ≤ 40,2 Bq/liter (atau 1,80x10-8 ≤ α ≤ 1,08x10-6 Ci/m3), beta pada harga 1173 ≤ β ≤ 4100 Bq/liter dan kadar padatan total 40-50 % berat. Sludge tersebut mengandung uranium termasuk dalam klasifikasi limbah alfa yang harus disolidifikasi (dipadatkan) dengan matriks plastik polimer atau bitumen. Bitumen yang merupakan campuran hidrokarbon dengan jumlah atom C di atas 25 adalah matriks terpilih untuk solidifikasi limbah sludge tersebut karena pada suatu saat memungkinkan untuk mengambil kembali uraniumnya menggunakan suatu pelarut. Proses bituminasi dilakukan melalui pelelehan bitumen, pencampuran lelehan bitumen dan limbah pada suhu sekitar 161-165 oC sehingga sisa cairan menguap. Hasil bituminasi mengandung cairan < 0,5 %, harus memenuhi kualifikasi uji lindih dengan laju pelindihan 10-6 - 10-8 g/cm2.hari. Kata kunci : dekomisioning fasilitas nuklir, solidifikasi limbah sludge aktif, bituminasi. ABSTRACT THE SOLIDIFICATION OF ACTIVE SLUDGE FROM BIOOXIDATION PROCESS OF ORGANIC LIQUID RADIOACTIVE WASTE ARISING FROM PHOSPHORIC ACID PURIFICATION USING MATRIX MATERIAL OF BITUMEN. The decommissioning of Phosphoric Acid Purification - Petrokimia Gresik (PAF-PKG) facility generates organic radioactive liquid waste containing uranium, solvent, and water with values of pH 3,48, BOD 2.200 ppm, and COD 31.500 ppm, activity of alpha and beta are 1200 and 2600 Bq/liter respectively. The waste was neutralized and treated by bio-oxidation process using mixture of aerated bacteria which was given the nutrition of nitrogen and phosphor. The bacteria eats and degrades organic matters to become CO2 and H2O. The regenerated and dead bacteria forms biomass that performing bio-sorption of the radioactive elements. The process results was non toxic and non radioactive water supernatant which has fulfill the quality standard to be released, and radioactive sludge having the activities of alpha 0,4 ≤ α ≤ 40,2 Bq/liter, and beta 1173 ≤ β ≤ 4100 Bq/liter, and total suspended solid of 40-50 % weight. The sludge contains uranium including alpha waste classification, must be solidified using plastic polymer or bitumen matrix. The bitumen composing mixture of hydrocarbon compound having the number of carbon more than 25 is the selected matrix for solidification of that sludge because there is possibility to recover uranium by dissolution of embedded waste using solvents. The bitumination are performed by the sequences process i.e. : melting of bitumen, mixing of filtered sludge with liquid bitumen at temperature condition of 161-165 oC to evaporate the remaining liquid content, and receiving of bitumination product on the container. The results of bitumination product containing liquid < 0,5 % weight must conforms to the leaching rate qualification of 10-6 - 10-8 g/cm2.day. Key wards: decommissioning of nuclear facility, solidification of active sludge waste, bitumination.
*) Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN
99
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
PENDAHULUAN Kegiatan dekomisioning fasilitas Pemurnian Asam Fosfat -Petrokimia Gresik (PAF-PKG) menimbulkan limbah radioaktif cair organik yang mengandung uranium, campuran solven D2EHPA [di 2-ethyl hexyl phosphoric acid] (C16H35O4P0), TOPO (triocthylphosphine oxide) (C24H51OP), dan kerosen (pada rasio 4:1:16) serta air (rasio solven terhadap air 1:3), yang mempunyai volume 371 m3, pH 3,48, Chemical Oxygen Demand (COD) 31.500 ppm, dan Biologycal Oxygen Demand (BOD) 2.200 ppm, serta aktivitas alfa (α) dan beta (β) berturut-turut 1200 dan 2600 Bq/liter, ditampung dalam bak penampung berukuran 14x15x3 m3 di lokasi fasilitas PAF-PKG. Limbah tersebut merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang radioaktif dengan kandungan radionuklida uranium (U-238) dan anak luruhnya seperti Pb-210, Po-210, Ra-226, Th-234, U-234, Th-230, dan lainlain. Potensi bahaya radiasi interna dalam dekomisioning fasilitas PAF-PKG dapat terjadi karena masuknya partikulat atau debu radioaktif ke dalam tubuh pekerja. Uranium dan anak luruhnya merupakan radionuklida pemancar alfa sebagaimana sifat partikel alfa yang mempunyai daya rusak besar maka jika masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan kerusakan pada jaringan biologis. Disamping mempunyai daya rusak terhadap jaringan biologis anak luruh U-238 seperti U-234 dan Pb-210 mempunyai sifat radiotoksisitas yang sangat tinggi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 [1,2]. Guna menghindari resiko pencemaran lingkungan, limbah tersebut telah diolah dengan proses biooksidasi (oksidasi biokimia) dalam bak untuk menurunkan nilai COD, BOD dan pH serta radioaktivitasnya menjadi nilai yang memenuhi baku mutu limbah cair industri pada nilai COD ≤ 100 ppm, BOD ≤ 50 ppm, dan pH 5-9 [3], serta baku mutu tingkat radioaktivitas di lingkungan untuk uranium dalam air sebesar 1000 Bq/liter [4]. Proses biooksidasi dilakukan setelah penetralan larutan dengan NaOH, campuran bakteri aerob yang digunakan meliputi bacillus sp, aeromonas sp, pseudomonas sp, dan arthobacter sp.
100
ISSN 1410-6086
Campuran bakteri dalam limbah yang telah dinetralkan diaerasi dan diberi nutrisi N dan P pada nisbah BOD : N : P = 100 : 5 : 1. Bakteri hidup dan berkembang biak, memakan dan menguraikan zat organik menjadi air dan CO2. Koloni bakteri yang tumbuh dan atau mati membentuk biomassa terflokulasi yang melakukan biosorpsi unsur radioaktif yang selanjutnya karena gaya gravitasi terpresipitasi sehingga diperoleh lumpur (sludge) aktif dan beningan. Beningan yang dihasilkan telah memenuhi baku mutu dengan nilai COD dan BOD berturut-turut sebesar 51 ppm (baku mutu 100 ppm) dan 22 ppm (baku mutu 50 ppm), dan aktivitas < 1000 Bq/liter (baku mutu 1000 Bq/liter). Hasil lumpur aktif beraktivitas alfa pada harga 0,4 ≤ α ≤ 40,2 Bq/liter, dan beta pada nilai 1173 ≤ β ≤ 4100 Bq/liter, kadar padatan total 40-50 % berat [5] . Data analisis parameter proses pengolahan limbah radioaktif cair organik dengan oksidasi biokimia sebagai fungsi waktu proses ditunjukkan pada Tabel 2. Guna melindungi masyarakat dan lingkungan dari penyinaran radiasi, lumpur aktif tersebut harus diisolasi dari kontak manusia selama radioaktivitasnya meluruh menjadi tingkat yang rendah dan tidak memberikan dampak radiasi terhadap manusia dan lingkungan. Dalam prakteknya isolasi limbah radioaktif dilakukan melalui proses solidifikasi (pemadatan) limbah dengan suatu bahan matriks setelah limbah tersebut direduksi volumenya, sehingga diperoleh blok hasil solidifikasi dimana limbah radioaktifnya terkungkung dan terisolasi di dalamnya. Bahan matriks yang biasa digunakan dalam proses solidifikasi limbah radioaktif antara lain semen, aspal (bitumen), dan plastik polimer. Pemilihan bahan matriks tersebut tergantung pada tinggi rendahnya aktivitas, panjangpendeknya waktu paruh, dan sifat fisik dan kimia dari limbah. Dalam makalah ini dilakukan pengkajian solidifikasi sludge (lumpur) aktif hasil proses oksidasi biokimia limbah radioaktif cair organik dari dekomisioning fasilitas PAF-PKG menggunakan bahan matriks bitumen.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
Tabel 1. Uranium alam (U-238) dan hasil radionuklida anak luruhnya [1,2]. Nuklida
Umur paroh
Radiasi
Ratio atom dalam U-alam,(ppb) 9,927x108 0,0145 4,9x10-7 5,44x104 1,76x104 353 2,30x10-3 1,28x10-6 1,12x10-5 8,25x10-6 1,14x10-12 4,62 3,02x10-3 0,0835
U- 238 4,5x109 tahun (α),(γ) Th-234 24,1 hari (β),(γ) Pa-234 1,17 menit (β),(γ) U- 234 2,47x105 tahun (α),(γ) Th-230 8,0x104 tahun (α),(γ) Ra-226 1602 tahun (α),(γ) Rn-222 3,821 hari (α) Po-218 3,05 menit (α) Pb-214 (β),(γ) 26,8 menit Bi-214 19,7 menit (β),(γ) Po-214 164 µdetik (α) Pb-210 21 tahun (β),(γ) Bi-210 5,01 hari (β) Po-210 138,4 hari (α) Pb-206 Stabil (α),(β),(γ) adalah radiasi alfa, beta, dan gamma. *) Radionuklida dengan umur paroh sangat pendek (orde menit atau mempunyai radiotoksisitas sangat rendah. PEMADATAN LIMBAH RADIOAKTIF Solidifikasi (pemadatan) limbah radioaktif merupakan proses imobilisasi yang bertujuan agar radionuklida terfiksasi, terkungkung, dan tertahan dalam rongga diantara kristal matriks bahan pemadat sehingga radionuklida tersebut tidak mudah lepas oleh rembesan air yang menembus ke dalam hasil solidifikasi dan radiasinya tertahan. Limbah radioaktif aktivitas sedang mengandung unsur radioaktif waktu paroh 30,17 tahun dan aktivitas maksimum 1 Ci/m3 biasanya diimobilisasi dengan matriks semen. Matriks semen yang merupakan campuran dari material semen, pasir, aditif, dan air bereaksi secara kimia dan mengeras, memberikan solidifikasi berupa beton yang [6,7] merupakan material komposit . Penggunaan pasir di dalam matriks semen tersebut untuk meningkatkan kekuatan dan kerapatan beton, karena pasir mempunyai kekerasan dan kerapatan yang lebih besar dari komponen lain dalam komposit beton tersebut. Dalam pengelolaan hasil solidifikasi, blok beton akan mengalami resiko antara lain : terjatuh, terlempar, terbanting, dan/atau terbakar selama operasional sebelum penyimpanan. Agar blok beton hasil solidifikasi tidak rusak bila mengalami resiko tersebut, kualitas blok beton yang baik harus memenuhi standar IAEA
(International Atomic sebagai berikut [8]: • • •
Radiotoksisitas Rendah Sangat tinggi Sangat rendah*) Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sedang Sangat rendah*) Sangat rendah*) Sangat rendah*) Sangat rendah*) Sangat tinggi Tinggi Sangat tinggi
lebih pendek lagi)
Energy
Agency)
kerapatan : 1,70 - 2,50 g/cm3. kuat tekan beton yang telah berumur 28 hari : 20 - 50 N/mm2. laju lindih radionuklida terimobilisasi dalam beton : 1,7x10-1 - 2,5x10-4 g/cm2.hari.
Seperti halnya matriks semen, bahan matriks plastik dipakai juga untuk solidifikasi limbah radioaktif berumur pendek yang beraktivitas awal rendah dan sedang dengan radionuklida yang berwaktu paroh kurang atau sama dengan 30,17 tahun, yang aktivitasnya dapat diabaikan setelah 300 tahun. Kandungan radionuklidanya adalah Sr-90, Cs-137, Co-60, dan Fe-55. Bahan matriks plastik dapat pula dipakai untuk solidifikasi limbah radioaktif berumur panjang dengan radionuklida berwaktu paruh kurang dari 30,17 tahun yang yang aktivitas awalnya rendah atau sedang, aktivitas tersebut dapat diabaikan setelah 300 tahun. Pada solidifikasi tersebut termasuk di dalamnya radionuklida berwaktu paruh ratusan atau ribuan tahun yang beraktivitas awal rendah atau sedang, radionuklidanya antara lain Np-137, Pu-239, dan Am-243 [8]. Bahan matriks bitumen (aspal) dipakai untuk solidifikasi limbah pemancar alfa berumur panjang aktivitas rendah atau sedang yang aktivitasnya dapat diabaikan 101
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
setelah 300 tahun, dengan radionuklida Np237, Pu-239, Am-241, dan Am-243. Lumpur aktif dari proses biooksidasi limbah cair organik dari dekomisioning fasilitas PAFPKG yang mengandung uranium dan anak luruhnya termasuk dalam kriteria limbah pemancar alfa berumur panjang aktivitas rendah atau sedang. Penggunaan bahan matriks dalam aplikasi proses solidifikasi limbah radioaktif sesuai dengan jenis limbahnya dapat dilihat pada Tabel 3.
ISSN 1410-6086
Perbandingan bahan matriks untuk solidifikasi ditinjau dari keuntungan dan kerugiannya ditunjukkan pada Tabel 4. Blok hasil solidifikasi limbah radioaktif perlu dievaluasi kemampuan penahanan dan pengungkungan terhadap unsur radioaktifnya. Daya tahan unsur radioaktif dalam blok hasil solidifikasi terhadap pelindihan (perembesan air) dipakai sebagai penilaian kekuatan penahanan unsur radioaktif tersebut (lihat Tabel 5) .
Tabel 3. Klasifikasi limbah berdasar umur paroh radionuklidanya dan pengelolaannya [8].
No
Karakteristik yang ditinjau
Limbah berumur pendek
Klasifikasi Limbah Berumur Panjang Limbah akyivitas Limbah alfa Tinggi Rendah atau sedang, Sangat tinggi, aktivitasnya dapat aktivitas dapat diabaikan setelah 300 diabaikan setelah tahun. beberapa ratus tahun. Rendah atau sedang, Rendah atau sedang.
1
Aktivitas awal radionuklida yang berwaktu paroh < 30 tahun
Rendah, aktivitasnya dapat diabaikan setelah 500 tahun.
2
Aktivitas awal radionuklida yang berwaktu paroh ratusan atau ribuan tahun. Radiasi yang dipancarkan
Nol atau sangat rendah, lebih kecil dari batas ambang yang ditetapkan. Yang terutama beta-gamma.
Yang terutama alfa.
4
Radionuklida yang pokok.
Sr-90(28,8 tahun), Cs-137(33 th), Co60 (5 th), Fe-55(2,5 th).
5
Bahan Matriks untuk solidifikasi.
6
Tipe penyimpanan akhir.
Semen (sementasi), plastik (polimerisasi) Penyimpanan tanah dangkal untuk isolasi limbah selama 300 tahun.
Np-237 (2x106th), Pu-239 ( 2,4x104th), Am-241(4x102th), dan Am 243 (8x103th) plastik (polimerisasi), aspal (bituminasi)
3
102
Penyimpanan tanah dalam untuk isolasi limbah selama jutaan tahun.
Yang terutama beta-gamma selama beberapa ratus tahun, kemudian setelah itu yang terutama alfa. Co-60, Sr,90, Np137, Pu-239, Am241, dan Am-243.
Gelas (vitrifikasi).
Penyimpanan tanah dalam untuk isolasi limbah selama jutaan tahun.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
Tabel 4. Perbandingan Bahan Solidifikasi Ditinjau dari Kebaikan dan Kerugiannya [9,10] Karakteristik Yang Ditinjau Kekakuan/kekerasan sesudah pembekuan/pendinginan Penimbunan Ketahanan terhadap kompresi Kemungkinan perubahan bentuk Ketahanan terhadap kondisi atmosfir Berat jenis pada 25 ºC Penanganan
Pemasukan limbah Pengambilan kembali sesudah solidifikasi
Berat limbah yang dimasukan
Ketahanan terhadap mikroorganisme Ketahanan terhadap radiasi Keharmonisan pencampuran
Ketahanan terhadap api (dalam 30 menit pada 700 ºC – 900 ºC)
Aspal Diperlukan sebuah penampungan
Bahan Solidifikasi Semen Termoseting Plastik Baik Baik
Diperlukan sebuah kontainer Buruk
Memungkinkan langsung 3 kN/cm2
Memungkinkan langsung 10 kN/cm2
Ya
Tidak
tidak
Baik
Keretakan mungkin 1,7 – 3,0 g/cm3 Peralatan konvensional
Baik 1,2 g/cm3 Peralatan konvensional
Proses dingin Tidak mungkin
Proses dingin Tidak mungkin
Padat : 20 – 40 % Cair : 4 – 20 %
Maksimum 70 %
Lemah
Tidak terpengaruh
108 – 109 rad
Sangat tahan
5 x 109 rad
pH menentukan sifat dari hasil solidifikasi, nitrat dan nitrit tidak diperkenankan
pH menentukan sifat dari hasil, tidak dapat dipersatukan dengan garam tertentu (SO4) Baik
Tidak dapat dipersatukan dengan garam-garam tertentu (C2O4=, NO2)
0,9 – 1,1 g/cm3 Pemanasan tangki penampungan aspal, timbul uap. Perlu perlindungan terhadap kebakaran Proses panas Memungkinkan dengan menggunakan pelarut Maksimum 50 % tergantung kandungan bahan dalam limbah Tidak terpengaruh
Terbakar
Rusak sebagian
Tabel 5. Laju Pelindihan dari Beberapa Radionuklida untuk Bermacam Imobilisasi, Standar Test IAEA dalam Air pada 20 °C [8,10]. Radionuklida
134 + 137
Cs Ce-Pr, 103 + 106 Ru-Rn Pu, Am, Cm 58 + 60 Co 90 Sr 414 + 144
Laju pelindihan beberapa bahan solidifikasi (g/cm2.hari) Gelas Semen Aspal Plastik Urea Borosilikat Termoseting formaldehid 10-5-10-7 10-1-10-4 10-4-10-7 10-4-10-7 10-1-10-3 -6 -8 -3 -5 -5 -7 10 -10 10 -10 10 -10 Tidak terukur Tidak terukur 10-7-10-9 Tidak terukur 10-6-10-7
10-6-10-8 10-2-10-5 10-3-10-5
10-6-10-8 10-5-10-6 10-5-10-7
Tidak terukur 10-4-10-7 10-6-10-7
Tidak terukur 10-3-10-4 10-1-10-4
103
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
PROSES BITUMINASI RADIOAKTIF
LIMBAH
Ruang lingkup proses bituminasi Bitumen atau aspal dapat digunakan sebagai matriks solidifikasi limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang. Berdasarkan kepekaan matriks bitumen terhadap peruraian oleh radiasi, batas atas dari aktivitas limbah sebelum disolidifikasi adalah 50 Ci/liter limbah hasil proses yang mengandung unsur radioaktif hasil fisi. Dalam prakteknya tingkat aktivitas limbah kurang dari 1 Ci/liter. Limbah tersebut dapat berupa konsentrat hasil evaporasi dan lumpur hasil pengolahan secara kimia yang mengandung 50% berat padatan. Adanya garam pengoksidasi di dalam limbah akan menyebabkan kenaikan viskositas hasil, oleh karena itu konsentrasi garam pengoksidasi harus dibatasi pada harga maksimum 40% berat untuk NaNO3. Apabila limbah mengandung Fe3+ dalam bentuk Fe(NO3)3 konsentrasi maksimumnya adalah 1% berat untuk Fe3+ pada kehadiran 40% berat NaNO3 tersebut. Kehadiran NO3-, NO2-, dan NH4+ secara bersamaan dapat menyebabkan reaksi yang dahsyat. Kesulitan lain dapat ditemui bila limbah mengandung deterjen, minyak, solven (pelarut organik) seperti TBP, dan hasil peruraiannya. Konsentrat asam borat (H3BO3) dapat dimasukkan dalam proses pada batasan kadar padatan 40% yang mengandung 45-80% H3BO3. Nilai pH harus selalu berharga 8-10. Resin penukar ion dapat disolidifikasi menggunakan matriks bitumen pada kuantita maksimum 60% berat kering.
Matriks Bitumen Bitumen atau aspal adalah material alam yang merupakan campuran hidrokarbon yang mempunyai berat molekul besar dengan jumlah atom C lebih dari 25 tiap molekulnya. Aspal adalah bitumen setengah padat atau padat berwarna hitam yang berasal dari minyak bumi. Aspal juga terdapat di alam, yaitu yang disebut aspal alam seperti aspal alam Buton (Butas-Buton aspal) dari Trinidad. Aspal yang diperoleh sebagai salah satu produk dari kilang minyak bumi dapat berasal dari residu distilasi minyak mentah, residu hasil oksidasi minyak bumi, dan residu hasil perengkahan minyak bumi.
104
ISSN 1410-6086
Bitumen/aspal terdiri dari partikelpartikel koloid yang disebut aspalten yang terdispersi di dalam resin dan konstituen minyak. Perbandingan aspalten, resin, dan konstituen minyak tergantung dari asal minyak bumi dan cara pengolahannya. Diperkirakan aspalten terdiri dari gugusgugus hidrokarbon aromatik kompleks, yang dihubungkan dengan gugus hidrokarbon, atom belerang, dan oksigen. Konstituen minyak adalah minyak pelumas yang mempunyai viskositas yang tinggi, yang berwarna coklat tua atau kemerah-merahan. Bitumen/aspal mempunyai sifat adhesi (lengket) dan kohesi (melawan tarikan), tahan terhadap air dan mempunyai sifat kimia yang stabil, tidak terpengaruh oleh asam dan basa. Aspal satu dengan aspal yang lainnya mempunyai konsistensi yang berbeda-beda. Sifat-sifat bitumen/aspal yang biasa digunakan untuk penentuan kualitasnya antara lain : titik pelunakan (softening point), viskositas, ductility, dan kekerasan. Berdasarkan konsistensinya, bitumen/aspal dibagi ke dalam 3 golongan yaitu aspal padat, semi padat, dan cair. Aspal padat adalah aspal dimana pada suhu kamar berupa zat padat, untuk dapat digunakan dalam keadaan cair, aspal padat harus dipanaskan lebih dahulu. Aspal setengah padat juga disebut aspal semen dan masih dibagi lagi ke dalam beberapa grade berdasarkan kekerasan dan konsistensinya. Aspal cair pada umumnya adalah aspal yang dilarutkan dalam zat pelarut yang berupa nafta, kerosin, atau minyak gas. Aspal cair dengan pelarut nafta sangat cepat mengeras, biasa disebut rapid curing asphalt atau RC asphalt. Aspal cair dengan pelarut kerosin lebih lambat mengeras, biasa disebut medium curing asphalt atau MC asphalt. Sedangkan aspal dengan pelarut minyak gas adalah yang paling lama mengeras, disebut slow curing asphalt atau SC asphalt. Ketiga macam aspal tersebut masih dibagi lagi ke dalam enam grade, yang diberi angka 0, 1, 2, 3, 4, dan 5. Angka terkecil 0 berarti bahwa zat pelarut yang digunakan paling banyak dan angka terbesar 5 berarti zat pelarut yang digunakan paling sedikit. Angka yang sama untuk aspal RC, MC, dan SC berarti bahwa ketiga sampel aspal cair tersebut mempunyai fluiditas yang kira-kira sama.
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
pelunakan sekitar 95/100 oF yang berarti bahwa bitumen mempunyai titik pelunakan antara 95 – 100 oF.
Sifat dari bermacam-macam bitumen dapat dilihat pada Tabel 6. Kekerasan bitumen ditentukan dengan penetrometer jarum pada suhu 25 oC (77 oF). Penetrasi jarum diukur dalam satuan 1/10 mm. Nilai kekerasan 10-20 artinya bahwa bitumen mempunyai penetrasi antara 10 sampai 20 satuan. Flash point adalah suhu terendah dimana uap minyak dan produknya dalam campurannya dengan udara akan menyala kalau terkena api pada kondisi tertentu. Sedang fire point adalah suhu terendah dimana uap minyak bumi dan produknya akan menyala dan terbakar terus menerus kalau terkena nyala api pada kondisi tertentu. Bitumen mempunyai titik
Prinsip Operasional Proses Bituminasi Operasi Diskontinyu / Batch Dalam proses bituminasi, fasilitas yang digunakan harus dapat memenuhi fungsi penampungan limbah yang akan dibituminasi, pelelehan bitumen, pencampuran lelehan bitumen dengan limbah, dan pewadahan hasil solidifikasi. Sebagai contoh sistem bituminasi yang dimiliki oleh fasilitas nuklir MOL-Belgia yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Tabel 6. Sifat-sifat fisika dari beberapa jenis Bitumen [11]. Bitumen Residu Destilasi Parameter Kekerasan pada 25oC(1/10 mm) Softening Point (oC) Flash Point (oC) Titik Nyala (Fire Point), (oC) Densitas pada 25oC (g/cm3) Ketahanan terhadap radiasi, (rad)
Ebano 15
Mexphalte 40/50
Mexphalte 80/100
Bitumen Residu Hasil Oksidasi Mexphalte
10-20 62-72
40-50 41-51 >230 >260 108
80-100 47-60 >250 >280 108
35-40 85-90 >250 >280 1,01-1,05 109-1010
>250 1 108
Gambar 1. Solidifikasi Limbah Konsentrat/ Lumpur Dengan Matriks Bitumen [11]
105
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
Pada sistem bituminasi tersebut (Gambar 1), terlihat ada 3 buah tangki penampung untuk bitumen (dilengkapi dengan pemanas listrik untuk pelelehannya), konsentrat hasil evaporasi, dan lumpur hasil pengolahan secara kimia. Limbah dan lelehan bitumen dicampur pada tangki bergerak yang berpemanas listrik untuk mempertahankan campuran limbah dan bitumen pada suhu 220oC. Lelehan bitumen awalnya dimasukkan ke dalam tangki berpengaduk, kemudian konsentrat atau lumpur dengan kandungan padatan 35-40% dimasukkan ke dalam lelehan bitumen tersebut yang diaduk dengan putaran 15003000 per menit. Viskositas campuran berharga 25 cp dan 40 % limbah masuk dalam hasil pemadatan tersebut. Hasil solidifikasi dengan bitumen yang mengandung 40% berat padatan diisikan ke dalam wadah drum 220 liter. Pemanas listrik yang digunakan pada penampung bitumen untuk pelelehan bitumen menjadi lelehan 220oC mempunyai tenaga 50 kW pada zona pencampuran dan 10 kW pada zona ekspansi. Kecepatan penguapan pelarut 100 liter/jam dengan efisiensi pemanasan 75 %. Konduktivitas panas bitumen 20 W/m.oK dan suhu maksimum dalam tangki bitumen 220oC. Gas dan uap yang ditimbulkan dalam tangki berpengaduk mengandung partikel dan komponen yang mudah menguap (volatil) dari proses dilewatkan berturutturut ke dalam kolom isian untuk pengambilan partikel berukuran besar, kondensor untuk mengembunkan uap, pemisah partikel elektrostatis untuk pengambilan partikel berukuran kecil (efisiensi 96 %) dan filter karbon aktif untuk menangkap belerang bentuk senyawa
ISSN 1410-6086
organik dan unsur radioaktif mudah menguap (efisiensi 60 % untuk I-131). Gas yang keluar dapat dilepas ke lingkungan dengan aktivitas 10-8 Ci/m3. Proses bituminasi yang dilakukan di beberapa fasilitas nuklir : MOL-Belgia, Harwell-Amerika Serikat, dan RisoDenmark mempunyai prinsip yang sama seperti fasilitas yang ada di Tokai Research Establishment, Japan Atomic Energy Research Institute (JAERI-Tokai). Proses bituminasi yang dilakukan di JAERI-Tokai, terdapat tangki penampung konsentrat hasil evaporasi, tangki penampung lumpur (sludge) hasil pengolahan secara kimia, tangki pencampur umpan limbah, tangki pelelehan aspal yang dilengkapi pemanas listrik, dan tangki pencampur limbah dan lelehan aspal yang dilengkapi pemanas, serta drum 200 liter yang dilapisi beton untuk wadah hasil pemadatan. Data spesifikasi bitumen yang digunakan di JAERI-Tokai ditunjukkan pada Tabel 7, kemudian data operasi utama dari proses bituminasi yang dilakukan di JAERI-Tokai ditunjukkan pada Tabel 8, sedangkan data spesifikasi hasil solidifikasi dengan bitumen ditunjukkan pada Tabel 9. Prosedur Kontinyu Operasi Bituminasi Di fasilitas nuklir MARCOULE Perancis, lumpur pada laju alir 600 liter/jam dari pengolahan limbah secara proses kimia yang berpelarut air, mempunyai aktivitas 50 sampai dengan 250 Ci/m3, mengandung partikel butiran padatan tidak larut yang mempunyai ukuran butir < 1 mm dicampurkan ke dalam bitumen dimana bitumen menjadi emulsi.
Tabel 7. Spesifikasi bitumen yang digunakan pada proses solidifikasi di JAERI-Tokai[11]. Item Jenis Specific gravity (pada 25 oC) Penetrasi (1/10 mm, pada 25 oC) Titik pelunakan (Softing point), (oC) Titik Nyala (Flash point), (oC) Viskositas (pada 180 oC), cp
106
Harga pengukuran Straight 60/80 1,026 70 48,5 340 78,6
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
ISSN 1410-6086
Tabel 8. Data operasi utama dari proses bituminasi yang dilakukan di JAERI-Tokai [11].
Item Jenis
9,1 0,8
Nomor Batch 57-20 58-11 Larutan Konsentrat clading Evaporasi Al 11 8,4 14 22
1,8.101
Co-60, Cs-137, Sr-90, dsb. 4,8.104 4,1.103
57-9 sludge
Limbah cair
Aspal Kondisi Operasi evaporasi
Kondensat Produk
pH Kandungan padatan (%berat) Radionuklida utama Aktivitas konsentrat (Bq/ml) Volume yg diolah (liter) Jenis Berat ,(kg) Laju evaporasi (liter/jam) Suhu rata-rata, (oC) Suhu thermo oil, (oC) Waktu pencampuran,(jam) Konsentrat, (Bq/ml) Aktivitas total, (Bq) Berat total, (kg) Specific gravity Ratio (padatan/aspal)
1260
427
63-28 Konsentrat Evaporasi 9,4 16 4,1.103
197
145
75 67
Straight 60/80 75 75 87 61
75 80
161 225 21
162 230 6
162 230 3,5
165 235 3,0
9,3.10-2 5,6.107 82,2 1,1 16/84
6,3.101 2,2.1010 117,4 1,47 44/56
1,1.100 8,1.108 110,5 1,36 36/64
4,4.100 4,5.108 98,5 1,15 23/77
Tabel 9. Data spesifikasi hasil solidifikasi dengan bitumen di Tokai-JAERI [11]. Item Jenis limbah cair
57-9 sludge
Ratio (padatan/aspal) Waktu pencampuran,(jam) Specific gravity Harga Penetrasi (pada 25oC) pengukuran Softing point (oC) Flash point, (oC)
16/84 21 1,1 24 64 290
Aditif tegangan muka yang telah ditambahkan dalam bitumen menyebabkan bitumen terikat dengan partikel dalam bentuk suspensi sehingga terbentuk fase organik dimana partikel padatan ada di dalamnya dan fase air yang dapat dibuang sehabis operasi filtrasi. Hasil fase organik yang merupakan suspensi bitumen dan partikel padatan harus dikeringkan dalam dua tahap. Alat yang digunakan berupa extruder yang terdiri dari tiga zona, berdiameter 120
Nomor Batch 57-20 58-11 Larutan Konsentrat clading Evaporasi Al 44/56 36/64 6 3,5 1,47 1,36 9 37 74 72 346 316
63-28 Konsentrat Evaporasi 23/77 3,0 1,15 35 55 338
mm dan panjang 3,5 m, dilengkapi dengan sistem pencampuran bentuk screw segitiga untuk homogenasi dan pemanasan pasta dari campuran lumpur dan bitumen. Pengaduk screw berputar pada kecepatan 20-200 putaran / menit. Pada zone 1 (dimana suhunya 105 oC), campuran bitumen, aditif dan lumpur diaduk dengan pengaduk screw membentuk emulsi. Pada zone 2 terjadi pendinginan sampai 30 oC, emulsi yang telah terbentuk pada zone 1 mengalami perubahan, bitumen dan partikel terikat membentuk suspensi fase organik dan air 107
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
terpisah dari campurannya. Air mengalir melalui orifice pada posisi lateral, yang kemudian dibuang setelah difiltrasi. Pada zone 3, fase organik dipanaskan kembali sampai suhu 130 oC dimana kandungan air berkurang menjadi 5-7 berat air karena penguapan. Uap air yang terbentuk dialirkan menuju kondensor untuk diembunkan. Penguapan kandungan air tahap kedua dilakukan pada extruder no 2 yang mempunyai diameter 250 mm dan panjang 3,3 m. Suhu pada extruder no 2 berharga 150-170 oC, uap yang terbentuk dialirkan dan dicampur dengan uap dari extruder no 1 untuk diembunkan pada kondensor. Hasil solidifikasi keluar dari extruder no 2 mempunyai kandungan air < 0,5 % berat air. Hasil solidifikasi ditampung dalam drum 220 liter. Di fasilitas nuklir MOL-Belgia dan fasilitas nuklir BARSEBEK-Swis, solidifikasi limbah dengan matriks bitumen dilakukan dengan sistem bituminasi yang serupa seperti yang ada di Perancis.
PROSES BITUMINASI SLUDGE AKTIF HASIL PROSES BIOOKSIDASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR ORGANIK FASILITAS PAF-PKG
Sludge (lumpur) aktif hasil proses biooksidasi limbah radioaktif cair organik fasilitas PAF-PKG mempunyai aktivitas alfa pada nilai 0,4 ≤ α ≤ 40,2 Bq/liter (atau 1,80x10-8 ≤ α ≤ 1,08x10-6 Ci/m3), beta pada harga 1173 ≤ β ≤ 4100 Bq/liter (atau 3,167x10-5≤ β ≤ 1,107x10-4 Ci/m3) dan kadar padatan total 40-50 % berat. Radionuklida dalam limbah tersebut berasal dari batuan fosfat yang mengandung uranium alam (99,27 % U-238, 0,7205 % U235, dan 0,0056 % U-234) yang kemudian meluruh menjadi radionuklida anak luruhnya. Sesuai Tabel 1 terlihat bahwa unsur radioaktif dalam limbah tersebut merupakan pemancar alfa (α) dan beta (β), dan karena unsur radioaktif pemancar beta mempunyai waktu paroh yang lebih pendek dari unsur radioaktif pemancar alfa maka aktivitas beta dalam limbah berharga lebih besar dari aktivitas alfa-nya seperti hasil proses yang ditunjukkan pada Tabel 2. Sesuai Tabel 3, limbah tersebut masuk dalam klasifikasi limbah alfa aktivitas rendah atau sedang yang aktivitasnya tidak melebihi 1 Ci/m3 atau dapat diabaikan
108
ISSN 1410-6086
setelah 300 tahun, oleh karena itu bitumen (aspal) dan plastik polimer adalah matriks solidifikasi yang terpilih untuk digunakan. Bitumen (aspal) adalah pilihan untuk solidifikasi sludge aktif limbah PAF-PKG, karena sludge tidak mengandung nitrat dan nitrit serta amonia, dan melalui pemadatan dengan bitumen maka ada kesempatan mengambil kembali uraniumnya dengan menggunakan pelarut (Tabel 4). Hasil solidifikasi harus memenuhi kualifikasi uji lindih, saat ada air merembes ke dalamnya unsur radioaktif yang terkait rembesan air yang keluar harus tidak boleh melebihi nilai standar pada Tabel 5. Bitumen yang sering digunakan adalah bitumen padat, baik dari residu destilasi minyak bumi dan residu hasil oksidasi seperti ditunjukkan pada Tabel 6, maupun bitumen alam, karena bitumen padat mudah dan aman dalam penanganannya, saat akan dicampur dengan limbah pelelehannya mudah dilakukan. Dalam proses bituminasi, suhu operasi dipilih agar pelelehan bitumen dapat berlangsung dan penguapan sisi cairan dapat terjadi secara efektif. Sesuai Tabel 7, suhu pelunakan bitumen yang digunakan di fasilitas nuklir Tokai JAERI mempunyai harga 48,5 oC sedangkan flash point-nya 340 o C, kondisi suhu operasi bituminasi diskontinyu pada 161-165 oC (lihat Tabel 8) sudah menjamin lelehan bitumen bercampur limbah dan penguapan sisa cairan dapat berlangsung dengan baik. Pada suhu operasi 161-165 oC merupakan suhu aman, tidak ada resiko penyalaan bahan yang dapat menimbulkan kebakaran. Data hasil pemadatan dengan bitumen yang dilakukan di Tokai JAERI ditunjukkan pada Tabel 9. Pada operasi bituminasi kontinyu seperti yang dilakukan di fasilitas nuklir MARCOULE-Perancis, penghilangan kadar air/cairan dilakukan melalui dua tahap yaitu pada suhu 130 oC pada tahap 1 untuk mencapai kadar air 5-7 % dan suhu 150-170 o C pada tahap 2 untuk mencapai kandungan air kurang dari 0,5 %. Pada kadar padatan total 50 % berarti dalam sludge terdapat fraksi berat padatan 50 % dan fraksi berat cairan 50 %. Padatan tersebut mempunyai komponen penyusun biomassa bakteri yang mengandung unsur radioaktif hasil biosorpsi dan P2O5, sedangkan cairannya berkomposisi solven (pelarut organik) dan air. Dalam proses
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
biooksidasi komponen solven akan diuraikan oleh bakteri menjadi karbon dioksida dan air, sehingga kadar COD dan BOD nya memenuhi baku mutu air, konsentrasi zat organik dalam sludge sama dengan konsentrasi dalam beningan. Hasil proses biooksidasi sesuai Tabel 2 ditunjukkan bahwa nilai COD dan BOD dalam beningan berturut-turut berharga 51 dan 21 ppm. Adanya nilai COD dan BOD tersebut menunjukkan bahwa dalam beningan dan sludge masih terdapat sedikit solven yang komponennya terdiri dari D2EHPA, TOPO dan kerosin. Flash point dari D2EHPA, TOPO dan kerosin berturutturut mempunyai harga 180 oC, 110 oC, dan 37,8 oC. Harga fire point dari D2EHPA, TOPO, dan kerosin berturut-turut adalah 410 o C, 281 oC, dan 97 oC. Mengingat bahwa sludge aktif yang akan dibituminasi masih mengandung cairan fraksi berat sekitar 50%, maka langkah awal operasi yang harus dilakukan adalah proses filtrasi sehingga diperoleh padatan atau cake dengan kadar air < 10 %. Cake tersebut dicampur dengan lelehan bitumen pada suhu 161-165 oC sambil diaduk, air/cairan akan menguap sehingga kadar air kurang dari 0,5 %. Produknya ditampung dalam wadah, kemudian hasil solidifikasi disimpan di fasilitas penyimpanan sementara (Interim Storage). Kadar solven dalam cairan sudah sangat rendah, sisa cairan berkomposisi utama air, sedang solven sudah diuraikan menjadi CO2 dan air pada waktu proses biooksidasi. Jadi tidak ada resiko terbakarnya solven karena uap yang timbul didominasi uap air. Uap cairan kemudian diembunkan dalam kondensor.
dari fasilitas PAF-PKG, karena kandungan uraniumnya suatu saat bisa diambil kembali dengan menggunakan pelarut. Pada nilai COD 51 ppm dan BOD 21 ppm, konsentrasi sisa pelarut organik dalam sludge aktif sudah sangat kecil, dan sisa tersebut masuk di dalam filtrat saat dilakukan filtrasi terhadap limbah sebelum bituminasi. Sludge yang dibituminasi mengandung < 10 % berat air. Suhu operasi bituminasi pada 161-165 o C merupakan suhu aman, dimana lelehan aspal dan limbah dapat bercampur sempurna, penguapan sisa cairan dapat berlangsung tanpa adanya resiko terjadinya penyalaan bahan dan tanpa adanya resiko kebakaran. DAFTAR PUSTAKA 1.
2.
3.
4.
5.
KESIMPULAN Sludge aktif hasil proses biooksidasi limbah radioaktif cair organik dari pemurnian asam fosfat mengandung U-238 dan radionuklida anak luruhnya, beraktivitas alfa pada nilai 0,4 ≤ α ≤ 40,2 Bq/liter (atau 1,80x10-8 ≤ α ≤ 1,08x10-6 Ci/m3), beta pada harga 1173 ≤ β ≤ 4100 Bq/liter (atau 3,167x10-5≤ β ≤, 1,107x10-4 Ci/m3), dan kadar padatan total 40-50 % berat, COD dan BOD berturut-turut 51 ppm dan 22 ppm. Limbah tersebut tidak mengandung nitrat dan nitrit serta amonia, termasuk dalam klasifikasi limbah alfa, bisa disolidifikasi dengan matriks plastik polimer atau bitumen. Bitumen merupakan matriks pilihan untuk solidifikasi sludge aktif limbah
ISSN 1410-6086
6.
7.
MANSON BENEDICT et.al, Nuclear Chemical Engineering, Second Edition, McGraw-Hill Book Company, New York, 1981. Keputusan Kepala Bapeten No. 01/KaBAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi, Jakarta (1999). Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. Kep.02/MENLH/1988 Tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan, (1998). Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No. 02/Ka.Bapeten/V99 Tentang Baku Tingkat Radioaktivitas Di Lingkungan, (1999). ZAINUS SALIMIN, GUNANDJAR, DAN ACHMAD ZAID, Pengolahan Limbah Radioaktif Cair Organik Dari Kegiatan Dekomisioning Fasilitas Pemurnian Asam Fosfat Petrokimia Gresik Melalui Proses Oksidasi Biokimia, Seminar Nasional Teknologi Lingkungan VI, ITS, Surabaya, 10 Agustus 2009. TAILLARD, D., “Traitment et Conditionement des Dechets Solid de Faible et Moyenne Activity”, Communaute Europeennes, 1988. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, “Immobilization of Low and Intermediate Level Radioactive Waste With Polimer”, Technical Report Series No. 187, UEA, Vienna, 1979.
109
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pengelolaan Limbah VIII Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi-RISTEK
8.
9.
110
IAEA, Characterization of Radioactive Waste Forms and Packages, Technical report Series No. 383, International Atomic Energy Agency, Vienna, 1997. SALIMIN, Z., dan WALMAN, E., “Immobilisasi Limbah Radioaktif Pemancar Alfa Dengan Matriks Plastik Polimer Epoksi”, Prosiding Seminar Nasional II Plastik dan Lingkungan, Yogyakarta, 30 Juni 1998.
ISSN 1410-6086
10. TAILLARD, D., “Traitment et Conditionement des Dechets Solid de Faible et Moyenne Activity”, Communaute Europeennes, 1988. 11. ZAINUS SALIMIN, Study on Intermediate Level Radioactive Wastes Processing Treatment, Final Technical Report, Tokai Research Establishment, Japan Atomic Energy Reseach Institute (JAERI), November 1991.