SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016
ISSN 2301- 4180
ANALISIS RESPON PERMINTAAN KARET DI PROVINSI JAMBI Mirawati Yanita, M. Yazid, Zulkifli Alamsyah, Andy Mulyana, Mirza Antoni
[email protected]
ABSTRACT This study aimed to analyze the factors that influence the demand for rubber, as well as to analyze demand response for rubber in Jambi Province. This research is using simultaneous equations through 3 Stage Least Square (3 SLS) estimation method. The result showed that factors influence the demand for rubber in Jambi is bokar prices, demand for rubber in South Sumatra, Indonesia rubber consumption, the price of synthetic rubber and rubber demand in Jambi at the prior period. While the response of demand for rubber in Jambi is inelastic as changing all the explanatory variables in the short term and long term. Keywords : analyze the factors , demand rubber, jambi province
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan karet, serta menganalisis respon permintaan karet di Provinsi Jambi. Penelitian menggunakan persamaan simultan melalui metode pendugaan 3 Stage Least Square (3 SLS). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan karet di Provinsi Jambi adalah harga bokar, permintaan karet Sumatra Selatan, konsumsi karet Indonesia, harga karet sintetis dan peubah permintaan karet Jambi beda kala. Sedangkan respon permintaan karet di Provinsi Jambi adalah inelastis terhadap perubahan semua peubah penjelas dalam jangka pendek dan jangka panjang. Kata kunci : factor analisis, permintaan karet, propinsi jambi I. PENDAHULUAN
usia pohon-pohon karet di Indonesia umumnya sudah tua dikombinasikan dengan kemampuan investasi yang rendah dari para petani kecil, sehingga mengurangi hasil panen. Sementara Thailand memproduksi 1.800 kilogram (kg) karet per hektar per tahun, Indonesia hanya berhasil memproduksi 1.080 kg/ha.Begitu pula Vietnam (1.720 kg/ha) maupun Malaysia (1.510 kg/ha) memiliki produktivitas karet yang lebih tinggi. Pada tahun 2007 produksi karet Jambi sebesar 319,09 (11,54%) ribu ton Pada tahun 2014 produksi karet Jambi sebesar 270,25 (8,35 persen) ribu ton dan Kalimantan Barat sebesar 239,42 ribu ton (7,40 persen). Persentase produksi karet yang diusahakan oleh perkebunan rakyat selama periode tahun 2013 yakni sebesar 82,03 persen, perkebunan besar negara 7,90 persen, dan perkebunan besar swasta sebesar 10,07 persen. (Statistik Karet Indonesia, 2014).
A. Latar Belakang Karet juga mempunyai arti penting dalam aspek kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, yaitu sebagai salah satu komoditi penghasil devisa negara, penyedia lapangan kerja bagi penduduk di daerah pengembangan serta sumber penghasilan bagi petani (Direktorat Jendral Perkebunan, 2013). Industri karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, peningkatan ekspor karet cukup signifikan, dari volume ekspor tahun 2009 sebesar 1.991 ribu ton meningkat sebesar 24, 09 persen menjadi 2.623 ribu ton pada tahun 2014. (Direktorat Jendral Perkebunan, 2015) Dibandingkan dengan negara-negara kompetitor penghasil karet yang lain, Indonesia memiliki level produktivitas per hektar yang rendah. Hal ini ikut disebabkan oleh fakta bahwa
Tabel 1 berikut ini menunjukkan besarnya produksi karet yang dihasilkan di Provinsi Jambi dan Sumatra Selatan.
64
SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016 Tabel 1.
No 1
Produksi (Ribu Ton) serta share (%) Indonesia Tahun 2007 – 2014 Provinsi
2
Sumatra Selatan Sumatra Utara
3
Riau
4
Jambi
4
ISSN 2301- 4180
Kalimantan Barat Sumber. BPS, 2014
2007 531,01 (19,21) 450,47 (16,79) 363,10 (13,13) 319,09 (11,54) 277,69 (10,04)
2008 561,15 (19,21) 478,90 (16,40) 384,06 (13,15) 332,12 (11,67) 293,49 (10,05)
karet Provinsi Jambi dan lainnya terhadap produksi
Tahun 2009 496,60 (19,21) 413,68 (15,47) 345,20 (13,15) 332,12 (11,37) 293,49 (10,05)
Berdasarkan Table 1 di atas, salah satu provinsi penyumbang terbesar sebagai sentra produksi karet Indonesia adalah Provinsi Jambi sebagai penyumbang produksi karet keempat terbesar. Sebagian besar produksi karet disumbang dari Sumatra dan sisanya dipasok dari luar Sumatra. Diharapkan dari sentra produksi terbesar penghasil karet inilah dapat diciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan nilai tambah, produktivitas, peningkatan devisa serta pemerataan pembagian pendapatan. Terdapat beberapa permasalahan dalam perjalanan industri karet, terutama di daerah sentra produksi, berdasarkan aspek produksi/on farm terjadi masalah produktivitas karet yang disebabkan oleh banyaknya karet yang sudah tua serta penggunaan klon yang tidak unggul. Masalah lain adalah masih rendahnya bagian yang diterima petani, yaitu hanya berkisar 55%. Sedangkan dari sektor hilir terjadi masalah industri barang karet yang perlu lebih mendapatkan perhatian dari pemerintah dan pelaku usaha. Masalah lain yang timbul adalah perbedaan kualitas bahan baku dengan negara produsen karet lainnya, posisi geografis Indonesia ke negara konsumen jauh, serta pengaruh kebijakan pemerintah China terkait penerapan standar baru karet. Masalah lainnya dari sisi intermediary /antara adalah ketidakseimbangan kemampuan pasokan bahan baku olah karet, sementara tingkat produksi atau permintaan industri tetap tinggi. Hal ini dibuktikan salahsatunya dengan bekerjanya pabrik pengolahan karet di bawah kapasitas normal. Lebih lanjut masalah iklim usaha dalam kemudahan berinvestasi serta fasilitasnya pembiayaan masih belum mendukung maksimal. Selain itu beberapa hal yang menyebabkan terganggunya pasar karet di daerah sentra produksi di antaranya adalah produktivitas yang semakin rendah dan melimpahnya pasokan karet ke pasar yang tidak diimbangi oleh konsumsi berbagai sektor.
2010 534,93 (19,56) 436,92 (15,97) 365,10 (13,35) 306,82 (11,82) 266,85 (9,76)
2011 537,91 (19,67) 430,11 (15,73) 365,12 (13,35) 306,31 (11,20) 266,77 (9,75)
2012 568,76 (19,02) 481,39 (16,10) 396,18 (13,25) 319,95 (10,70) 286,75 (9,59)
2013 554,54 (18,41) 488,94 (16,23) 401,64 (13,33) 324,59 (10,78) 290,61 (9,65)
2014 932,5 (28,80) 448,97 (13,86) 324,21 (10,01) 270,25 (8,35) 239,42 (7,40)
Berbagai perubahan terutama dari sisi permintaan yang diharapkan dapat mendukung program hilirisasi karet di Provinsi Jambi mencerminkan perilaku karet Jambi dari satu sisi. Sehingga untuk mengantisipasi kenaikan permintaan karet ke depan agar diperoleh nilai tambah serta kinerja karet jambi yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan petani, maka tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi respon permintaan karet di Provinsi Jambi. 2. Menganalisis respon permintaan karet di Provinsi Jambi B. Teori Konseptual 1. Teori Permintaan Permintan adalah banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu. Beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan antara lain (Sukirno, 2005):.(1) Harga barang yang dimaksud, (2) Harga barang substitusi, (3) Barang substitusi, (4) Rata-rata Pendapatan, (5) Jumlah populasi/penduduk, (6) Estimasi/perkiraan/ramalan, (7) Selera, lokasi dan distribusi. Permintaan dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok, antara lain permintaan berdasarkan daya beli dan jumlah subjek pendukung. Kurva Permintaan dapat didefinisikan sebagai suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan antara harga suatu barang tertentu dengan jumlah barang tersebut yang diminta para pembeli. Kurva permintaan berbagai jenis barang pada umumnya menurun dari kiri ke kanan bawah. Kurva yang demikian disebabkan oleh sifat hubungan antara harga dan jumlah yang diminta yang mempunyai sifat hubungan terbalik. Perubahan sepanjang kurva permintaan berlaku 65
SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016
ISSN 2301- 4180
apabila harga barang yang diminta menjadi makin tinggi atau makin menurun. Teori mengenai interaksi permintaan dan penawaran dalam mekanisme pasar pertama kali dikemukakan oleh Alfred Marshall, seorang ekonom Inggris pendiri Cambridge School of Economics. Marshall mendefinisikan permintaan sebagai kombinasi jumlah komoditi yang diminta konsumen pada tingkat harga yang berbeda-beda dalam suatu periode tertentu. Dalam perkembangan teori permintaan, disebutkan banyak faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang, antara lain harga barang tersebut, harga barang lain, pendapatan, selera, distribusi pendapatan, jumlah penduduk, kemakmuran konsumen, ketersediaan kredit, kebijakan pemerintah, tingkat permintaan masa lampau, dan tingkat pendapatan masa lampau. Tujuan teori permintaan adalah untuk menentukan berbagai faktor yang mempengaruhi permintaan. Permintaan mempunyai hubungan multivariat yang ditentukan oleh banyak faktor secara simultan (Koutsoyiannis, 1994).
dari perubahan variabel endogen terhadap variabel endogen lainnya. Dengan menggunakan model analisis vektor kointegrasi, analisis pangsa pasar konstan, dan analisis permintaan ekspor diperoleh bahwa dalam jangka pendek ekspor karet alam dipengaruhi harga riil karet dunia. Permintaan karet alam dunia dipengaruhi oleh harga riil minyak mentah, rasio harga karet sintetik dengan karet alam dan GDP riil dari negara yang bersangkutan. Sedangkan daya saingnya karet alam indonesia mengalami penurunan dibandingkan Thailand, dan lebih sensitif terhadap perubahan ekonomi di Uni Eropa dan Amerika Serikat serta perubahan harga di Jepang. Novianti ( 2008) , menganalisis penawaran ekspor karet alam Indonesia ke negara China serta strategi pengembangannya. Dengan menggunakan model Regresi berganda (Multiple Linear Regression Model) dan analisis SWOT diperoleh bahwa penawaran ekspor karet alam Indonesia ke China dipengaruhi oleh volume ekpsor Indonesia ke China, harga karet sintetis dunia GDP China, serta lag ekspor karet alam Indonesia ke China. Sedangkan strategi pengembangannya adalah dengan meningkatkan produktivitas karet alam Indonesia dan meningkatkan kemitraan petani dengan pemerintah. Prabowo (2004) menganalisis dampak kebijakan perdagangan terhadap dinamika ekspor karet alam Indonesia. Negara importir karet yang dianalisis adalah Amerika Serikat dan Jepang. Analisis struktur dan parameter dari hubungan perilaku jangka panjang pada pasar karet Indonesia menggunakan model ekonometrika dinamis dalam bentuk Error Correction Model (ECM). Kumar dan Sharma (2006), menganalisis respon fungsi penawaran karet, teh dan kopi di India, dengan menggunakan data luas areal dan produksi agregat serta melibatkan kelompok usia dinamis. Fungsi penwaran dalam jangka pendek menunjukkan bahwa petani memiliki respon positif terhadap insentif harga. Viswanathan, P.K. (2008), melakukan penelitian terhadap industri karet di Cina. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan dan pertumbuhan industri karet di Cina sejak reformasi dimulai. Hasil penelitian menunjukkan beberapa pilihan kebijakan yang penting untuk mempertahankan dinamika pertumbuhan industri karet di Cina, di era integrasi ekonomi, yang menyerukan untuk pembenahan menyeluruh kebijakan negara berkembang. Strategi intervensi institusional meliputi 1) pengelolaan penawaran dan permintaan; b) redefinisi status karet alam sebagai komoditas strategis dan bahan baku potensial untuk industrial, c) memperkuat status kepemilikan karet petani kecil, dan d) investasi modal untuk penelitian dan pengembangan, memfasiitasi perluasan penanaman karet alam ke
2. Penelitian Terdahulu Dradjat, B (2003), secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja subsektor perkebunan masa lalu (19941998) dan meramal kinerja subsektor perkebunan pada era perdagangan bebas (2003-2008). Salah satu komoditas unggulan subsektor perkebunan yang diteliti adalah komoditas karet. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem persamaan simultan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada masa lalu kinerja subsektor perkebunan sebenarnya masih dapat ditingkatkan melalui penerapan kebijakan yang tepat. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa kebijakan pembangunan perkebunan, PPN yang turun, kenaikan upah serta depresiasi secara individual maupun gabungan dapat meningkatkan sebagian besar atau menyeluruh kinerja subsektor perkebunan. Sedangkan pemberlakuan perdagangan bebas serta kenaikan harga pupuk berdampak negatif terhadap sebagian atau seluruh kinerja subsektor perkebunan. Dampak negatif ini dapat diredam dengan penerapan kebijakan pembangunan perkebunan atau penurunan PPN dan terjadi depresiasi nilai tukar Rupiah. Selanjutnya Anwar (2005), menganalisis integrasi pasar spasial dan vertikal karet alam domestik yang diperdagangkan sebagai RSS dan TSR, melihat dampak perubahan nilai tukar terhadap ekspor karet alam Indonesia, dan perubahan harga minyak mentah terhadap permintaan karet alam dunia, serta simulasi perubahan variabel endogen terhadap variabel endogen lainnya, serta menganalisis daya saing dan permintaan ekspor karet alam Indonesia pada beberapa pasar utama karet alam, serta simulasi 66
SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016
ISSN 2301- 4180
arah non konvensional area. Nath, D (2011) menganalisis trend pertumbuhan areal, produksi dan produktivitas komoditas karet di Goalpara, dan menilai hasil produktivitas petani di distrik India. Melalui persamaan tren semi log diperoleh bahwa tren pertumbuhan areal dan produksi karet di Goalpara menunjukkan bahwa produksi karet terus muncul sebagai aktivitas ekonomi di distrik, produktivitas yang dicapai petani sangat baik dibandingkan secara nasional maupun internasional. Nath, D (2010) menganalisis viabilitas ekonomi produksi karet di Goalpara berkenaan dengan profitabilitas saat ini dan tingkat pengembalian investasi dalam jangka panjang. Dengan menggunakan perhitungan NPV, BCR dan IRR diperoleh bahwa tingkat pengembalian investasi produksi karet cukup tinggi, dikarenakan selama periode penelitian harga karet cukup baik. Amoro, Grafoute, Shen, Yao (2013), melakukan penelitian di Pantai Gading dan menganalisis faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi pertanian kakao dan karet dengan menggunakan model regresi linear sederhana (OLS). Hasil penelitian menggambarkan bahwa ekspor karet alam dipengaruhi secara signifikan oleh produksi karet domestik, harga produsen, nilai tukar, konsumsi domestik dan tingkat bunga berlaku. Implementasinya diperlukan suatu nilai tambah sehubungan dengan ekspor karet. Fosul (1992) dan Sharma (2001) menunjukkan penelitian di Ghana dan India bahwa nilai tukar memiliki hubungan negatif dengan ekspor, tetapi harga produsen yang bagus dan sesuai dengan harga ekspor memiliki signifikansi yang positif terhadap ekspor. Mesike et al. (2010), melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis respon penawaran karet petani terhadap harga dan faktor lainnya. Dengan menggunakan data sekunder dari tahun 1970-2008 dan dianalisis memakai ECM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani karet melakukan penyesuaian terhadap perubahan harga. Nilai elastisitas dalam jangka pendek maupun jangka panjang cukup rendah, masing-masing sebesar 0,373 dan 0, 204 atas dasar harga harapan. Ray, SP (2011) melakukan penelitian untuk mengevaluasi kinerja industri karet di India dalam kaitannya dengan utilisasi kapasitas. Penelitian menggunakan data sekunder berurut waktu dalam waktu 30 tahun, yakni 1979-1980 sampai 2008-2009. Data dianalisis dengan menggunakan kerangka ekonometrik yang diturunkan dari fungsi biaya variabel dan diasumsikan modal sebagai input tetap. Hasil penelitian merekomendasikan bahwa telah terjadi penurunan tingkat pertumbuhan utilisasi kapasitas dalam industri karet di India setelah masa reformasi yang ditunjukkan dengan penurunan pertumbuhan output seiring dengan pertumbuhan
kapasitas. Hal ini menunjukkan terjadi kelebihan kapasitas dalam industri karet di India. Mesike, C.S (2012), melakukan penelitian dengan meramalkan ekspor karet alam dalam jangka pendek di Nigeria dengan menggunakan beragam analisis model ekonometrika. Data yang digunakan adalah data berurut waktu rentang tahun 1970-2008. Alat analisa ARIMA dan model deterministik digunakan untuk mengidentifikasi model peramalan terbaik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa metode peramalan menggunakan ARIMA adalah yang paling baik dan cocok digunakan untuk data dengan rentang waktu yang panjang. II. METODELOGI PENELITIAN Metode Pengolahan Data Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di wilayah sentra produksi karet yakni Provinsi Jambi. Pemilihan ini atas dasar asumsi Jambi termasuk memberikan bagian (share) penghasil terbesar karet di Indonesia. Waktu Penelitian dilaksanakan September 2014 sampai Februari 2015. Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data berurut waktu atau time series data sebanyak 96 series, periode tahun 2005-2012 yang terdiri dari data triwulanan. Sumber data lain juga diperoleh dari International Rubber Study Group (IRSG), Association of Natural Rubber Producing Countries (ANRPC), Badan Pusat Statistik, Kementrian Perindustrian dan Perdagangan, Kementrian Pertanian, Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (GAPKINDO), Bank Indonesia, dan CEIC. Penelitian ini dilaksanakan atas dasar teori ekonomi mikro terutama dari sisi permintaan, yang dipadukan dalam model ekonometrika sebagai alat analisis utama untuk menggambarkan fenomena perilaku permintaan karet di provinsi Jambi. Tahapan membangun model kajian perilaku ekonomi pasar karet ini diawali dengan studi deduksi, yaitu melalui studi empiris dan kajian penelitian terdahulu. Studi empiris dilakukan dengan mempelajari fenomena perkaretan di Indonesia, terutama di daerah penghasil utama karet. Langkah selanjutnya dibuat model perkebunan karet, di Provinsi Jambi Berikutnya dilakukan validasi dan evaluasi model apakah dari sisi keilmuan terpenuhi syarat secara ekonomi, statistik dan ekonometrika. Bagian ini merupakan tahapan induksi dengan aplikasi model yang telah divalidasi dengan menggunakan analisis struktural dan evaluasi kebijakan. Model analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui model persamaan simultan.
67
SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016
ISSN 2301- 4180
1. Luas Areal Karet Jambi 1. LRJ = f(PRMJ, PCPO, IR, INF, DRJ, PF, W, D, T, LLRJ) LRJt = a0 + a1PRMJt + a2PCPOt + a3(IRt/LIRt) + a4INFt + a5(DRJt - LDRJt) + a6(PFt-LPFt)+ a7(W t/LW t) + a8Dt + a9T + a10LRJt-1
(3.1)
a1, a3, a4, a5 , a7, a8, a9 > 0; a2, a6 < 0 ; 0
= Luas areal Provinsi Jambi Pada periode t (Ha) = Harga Riil bokar di Jambi pada periode t (Rp/Kg) = Harga Riil CPO pada periode t (USD/Ton) = Curah Hujan di Provinsi Jambi periode t (Hari Hujan) = Curah Hujan di Provinsi Jambi periode sebelumnya (Hari Hujan) = Luas Areal tanaman Karet di Provinsi Jambi Periode t (Ha) = Tingkat bunga periode t (%) = Tingkat bunga Periode sebelumnya (%) = Harga Pupuk Periode t (Rp/Kg) = Harga Pupuk Periode sebelumnya (Rp/Kg) = Upah Buruh tani (Rp/Bln) = Upah Buruh tani periode sebelumnya (Rp/Bln) = Dummy Kebijakan Replanting karet = Luas areal karet Provinsi Jambi Pada periode sebelumnya (Ha)
2. Produktivitas Karet Jambi RPJ
= f(PRMJ, LRJ, PF, W, DRJ, INF, ER, LRPJ)
RPJt = bo + + b1PRMRJt + b2LRJt +b3(PFt-LPFt) +b4(Wt-LW t) + b5(DRJt/LDRJt) + b6(ERt/ ERt-LERt) + b7LRPJt – 1+ g2 (3.2) b2, b4,b5, b6 > 0; b1, b3 < 0; 0
= LRJ x RPJ
(3.3)
4. Permintaan Karet Jambi DRMJ = f(PRMJ, PRMS, CRI, PRS,INF,XRMJ, LDRMJ) DRMJt = co + c1PRMJt + c2PRMSt + c3CRIt + c4 (PRSt - LPRSt) + c5 XRMJt + c6 LDRMJt-1 + g3 c1,c2,c3,c4,c5 > 0 ; 0
= = = = = = = =
Permintaan karet Jambi periode t (ton) Harga Karet Jambi periode t (Rp/Kg) Permintaan karet Jambi beda kala (ton) Ekspor jambi periode t (ton) Impor karet dunia (ton) Tingkat inflasi (%) harga karet Sumatra Selatan periode t (Rp/Kg) Harga karet sintetis periode t (US/lb) 68
(3.4)
SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016
ISSN 2301- 4180
5. Harga Karet Jambi PRMJ
= f(SRMJ, PRMS, ER, PRI, LPRMJ)
PRMJt
= d0 + d1(SRMJt-LSRMJt) + d2(PRMSt-LPRMSt) + d3(ERt-LERt) +d4PRI+ d5LPRMJt-1 + g4
(3.5)
d1, d2, d3, d4 > 0 ; 0 < d5 < 1 = Penawaran karet Jambi periode t (ton) SRMJt = Harga Karet Jambi periode t (Rp/Kg) PRMJt = Harga karet Jambi beda kala (Rp/Kg) LPRMJt-1 = Nilai Tukar Rupiah terhadap $ US periode t (Rp) ERt = Penawaran karet Jambi periode beda kala (ton) LSRMJt 2
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
areal. Hasil nilai Determinasi (R ) cukup tinggi yaitu sebesar 60.67 persen.Hal ini artinya bahwa masing-masing 61 persen variasi peubah endogen dapat dijelaskan oleh peubah eksogen yang ada dalam model. Hasil pendugaan terhadap variabel harga riil karet berpengaruh secara positif . Hal ini berarti setiap terjadi kenaikan harga sebesar 1 persen maka luas areal akan meningkat sebanyak 0. 1521 tetapi tidak nyata secara statistik. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peubah/variabel harga karet tidak berpengaruh dalam pertimbangan keputusan petani untuk meningkatkan luas areal mereka. Atau dengan kata lain peningkatan harga karet domestik saja sudah tidak cukup menjadi insentif untuk menambah areal karet yang diusahakan. Sebaliknya untuk peubah harga CPO di Provinsi Jambi, diperoleh hubungan negatif terhadap luas tanaman karet walaupun secara statistik signifikan pada tingkat kepercayaan 1 persen. Kondisi ini mengindikasikan bahwa bila harga CPO naik maka luas areal akan berkurang sebesar 8.4785 hektar. Untuk peubah dummy peremajaan diperoleh hubungan negatif. Kemungkinan besar dikarenakan berfluktuasinya harga karet dan didukung dengan mulai terjadi tren penurunan harga semenjak tahun 2011 sampai saat ini.maka petani tidak bergairah untuk meningkatkan luas areal mereka. Selain itu kenaikan upah di sektor pertanian tidak membrikan insentif yang mendorong petani untuk menambah luas areal mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian Tetty (2002), bahwa kenaikan komoditas substitusi tidak serta merta mendorong petani menambah luas areal karet mereka. Saat ini justru kebanyakan petani karet di Jambi mulai melakukan alih fungsi lahan ke lahan pertanian tanaman hortikultura dan menjual batang karet. Walaupun ada program peremajaan kembali, dengan adanya masa tunggu (gestation period) serta minimnya modal untuk pelaksanaan peremajaan, petani lebih memilih jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan keluarga.Fenomena yang terjadi saat ini, harga jual karet per kilogram
Hasil estimasi semua peubah penjelas yang dimasukkan kedalam persamaanpersamaan perilaku mempunyai tanda yang sesuai dengan harapan, khususnya dilihat dari teori Ekonomi.Kriteria-kriteria statistika yang umum digunakan dalam mengevaluasi hasil estimasi model yang cukup meyakinkan. Karena menggunakan estimasi 3 SLS, maka R system yang lebih diperhatikan yakni sebesar 0.9604, yang mencerminkan bahwa secara keseluruhan model dapat dijelaskan dengan baik oleh peubah–peubah dalam model. Dengan demikian secara umum peubah-peubah penjelas yang dimasukkan dalam persamaan perilaku melalui penelitian ini mampu menjelaskan dengan baik keragaman setiap peubah endogennya.Sesungguhnya dengan 2 menggunakan model pendugaan 3 SLS nilai R masing-masing persamaan tidak valid lagi digunakan sebagai tolak ukur uji secara ekonometrik, karena dengan metode tersebut 2 yang menjadi patokan adalah nilai R systemnya saja. 1. Respon Luas Areal Karet Jambi Persamaan luas areal karet Jambi diduga dipengaruhi oleh harga karet jambi, harga minyak sawit, tingkat bunga, inflasi, curah hujan, harga pupuk, upah, dummy kebjakan, trend an peubah beda kala luas areal karet jambi. Diperoleh nilai koefisien determinasi cukup tinggi yakni 60.67 persen yang mencerminkan tingginya kemampuan peubah-peubah penjelasnya menerangkan perilaku respon areal karet tersebut. Setelah dilakukan beberapa kali respesifikasi persamaan untuk memperoleh tanda dan besaran parameter dugaan yang sesuai harapan melalui estimasi dengan 2SLS dan respesifikasi model yang berulang ulang, kemudian model dicoba diestimasi dengan 3 SLS akhirnya diperoleh hasil estimasi yang dianggap lebih robust dibandingkan sebelumnya. Semua peubah eksogen yang diduga, berpengaruh nyata terhadap persamaan luas 69
SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016
ISSN 2301- 4180
di tingkat petani tidak bisa untuk membeli beras 1 kilogram. Selanjutnya luas areal karet Jambi mempunyai respon yang positif terhadap perubahan curah hujan, dan serupa dengan penelitian terdahulu bahwa curah hujan berpengaruh secara nyata terhadap luas areal karet Jambi. Yang menarik pula untuk diperhatikan bahwa peningkatan tingkat upah di Jambi baru menampakkan pengaruh yang nyata dan negatifterhadap luas areal karet Jambi dalam bentuk perbandingan perubahan antara upah pada periode t dengan periode t – 1. Indikasi dari kondisi ini adalah bahwa mayoritas kebun karet yang diusahakan oleh rakyat dan tidak membebankan upah tenaga kerja keluarga maka kenaikan upah tidak serta merta menarik petani untuk menambah luas areal tetapi justru dikarenakan banyaknya tanaman karet yang rusak dan tua maka akan menurunkan luas areal. Walaupun secara statistik peubah dummy kebijakan peremajaan kembali luas areal tanaman nyata dalam taraf satu persen, hal ini tidak segera mendorong petani untuk menambah luas areal karet mereka justru melalui kebijakan ini petani yang kurang memiliki akses terhadap modal untuk peremajaan membiarkan saja tanaman yang tua dan rusak. Belum langsung melakukan peremajan apalagi untuk menambah luas areal tanaman karet mereka. Hubungan antara luas areal tanaman karet dengan kebijakan perkebunan yang digambarkan dengan peubah kebijakan (D), bertanda negatif Jambi dengan signifikansi sebesar 1 persen.Hal ini menurut Anwar, C (2006) disebabkan oleh kemungkinan kebijakan penggunaan klon melalui peremajaan menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik untuk berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi agronomi dan sifat-sifat sekunder lainnya, sehingga dibutuhkan pengelolaan yang tepat seperti klon yang sesuai dengan agroekologi wilayahpengembangan.Sebagai contoh klon PB 260, peka terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin serta kemarau panjang. Peubah harga pupuk berpengaruh nyata pada taraf nyata 0.05. Walaupun harga pupuk naik sebesar 1 persen, petani tetap menambah luas areal tanaman karet mereka sebesar 4.3061 hektar. Kondisi ini dapat dilihat di lapangan dimana mayoritas karet diusahakan oleh perkebunan rakyat, bahkan di Jambi ada istilah hutan karet. Karet yang diusahakan oleh rakyat ini, kurang mendapat pemeliharaan seperti pemupukan. Sehingga meskipun terjadi kenaikan harga pupuk, petani yang jarang menggunakan pupuk tetap melakukan penambahan luas areal karet mereka bila memiliki kecukupan sumber daya terutama modal. Respon areal luas tanaman karet di Jambi dalam jangka pendek maupun panjang semuanya inelastis.Sejalan dengan penelitian Kumar dan Sharma (2006), peubah penjelas yang
lainnya memiliki respon yang inelastis, baik dalam jangka pendek dan jangka panjang. Resultante dari kondisi ini berarti bahwa setiap terjadi perubahan pada setiap peubah penjelas maka tidak berpengaruh sebesar perubahan pada masing-masih peubah penjelas itu sendiri. Nilai parameter dugaan peubah beda kala pada persamaan tampak mendekati satu dan berbeda nyata dari nol. Artinya nilai koefisien penyesuaiannya cenderung mendekati nol. Hal ini menunjukkan terdapat tenggang waktu yang lambat untuk menyesuaikan diri bagi luas areal tanaman karet Jambi dalam merespon perubahan- peubahan yang terjadi pada situasi ekonomi di wilayah sentra produksi tersebut. 2. Respon Produktivitas Karet Jambi Peubah-peubah penjelas yang digunakan dalam persamaan tenyata mampu menerangkan perilaku produkstivitas karet Jambi pada tingkat koefisien determinasi yang relatif tinggi yaitu sebesar 63.38 persen dan tanda serta besaran setiap parameter dugaannya cukup rasional. Ditambah dengan nilai F-hitung yang cukup tinggi, maka secara umum dapat dinilai bahwa persamaan perilaku tersebut mempunyai keragaan sesuai yang diharapkan. Hasil estimasi terhadap respon produktivitas dapat dijelaskan dengan baik oleh peubah-peubah yang ada di dalam model. Semua peubah dalam model secara statistik berpengaruh nyata terhadap peubah endogen dalam model, kecuali peubah tingkat upah dan nilai tukar. Secara parsial, harga domestik karet Jambi berpengaruh positif sangat nyata terhadap produktivitas. Tanda koefisien regresi peubah tingkat upah, curah hujan dan peubah beda kala di provinsi Jambi, sesuai dengan yang diharapkan. Tanda koefisien peubah tingkat upah adalah positif, artinya produktivitas akan meningkat berbanding lurus dengan peningkatan upah. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu dimana menurut Limbong (1994) disebabkan karena upah adalah salah faktor yang dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan penggunaan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi.Faktor lainnya adalah usaha yang lebih intensif untuk menggunakan bibit unggul agar produktivitas meningkat pula melalui kebijakan pemerintah. Luas areal tanaman karet Jambi memiliki hubungan negatif dengan produktivitas. Seperti diketahui produktivitas adalah rata rata produksi dibagi luas lahan. Bila luas lahan naik tetapi tidak diikuti dengan penambahan produksi karena adanya gestation period, maka akan menrunkan produktivitas dari tanaman karet tersebut. Walaupun sangat signifikan dalam taraf nyata 0.01.Begitu pula respon perubahan luas areal terhadap produktivitas karet Jambi, sangat elastis dalam jangka panjang tetapi inelatis dalam jangka 70
SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016
ISSN 2301- 4180
pendek. Berarti karena karet merupakan tanaman tahunan maka perubahan luas areal dalam jangka pendek terhadap produktivitas tidak segera direspon secara cepat. Lebih lanjut diketahui bahwa peubah harga pupuk memiliki hubungan yang negatif dengan produktivitas karet. Sesuai dengan anjuran pemerintah untuk menggunakan bibit unggul dan penggunaan pupuk sesuai dengan dosisnya, terlihat bahwa peningkatan harga pupuk akan menurunkan produktivitas dikarenakan penggunaannya yang kurang sesuai seperti dianjurkan dan pada akhirnyaa kan menurunkan produksi. Dalam jangka pendek dan panjang respon perubahan peubah harga pupuk sebesar 10 persen akan diikuti dengan perubahan produktivitas yang lebih rendah dari perubahan variabel tersebut. Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastis yang kurang dari satu. Namun demikian,
respon produktivitas tersebut inelastis terhadap perubahan harga,upah, curah hujan dan inflasi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang Besaran nilai parameter peubah beda kala produktivitas karet Jambi yang signifikan pada taraf 0.01 dan mendekati angka satu, membuktikan produktivitas tersebut memerlukan tenggang waktu penyesuaian yang relatif lambat untuk merespon perubahan situasi ekonomi dan kelembagaan. 3. Respon Produksi Karet Jambi Melalui pendekatan terhadap respon areal dan respon produktivitas pada masing masing persamaan, maka respon produksi terhadap perubahan harga domestik karet disajikan pada tabel berikut.
Tabel 2 . Respon Produksi Bokar Terhadap Perubahan Harga Domestik Karet No.
Nilai Elastisitas
Elastisitas
Jangka Pendek
Jangka Panjang
A.
Jambi
1.
Produktivitas terhadap harga
0.1595
0.4437
2.
Areal terhadap harga
0.0263
0.0781
3.
Produktivitas terhadap areal
-0.3662
-1.0187
4.
Produksi terhadap harga
0.1762
0.4422
4. Respon Permintaan Karet Jambi
demand namun kenyataannya harga riil karet alam cenderung berfluktuasi pada kisaran harga yang menurun. Hal ini terkait dengan proses pembentukan harga karet alam yang merupakan hasil akumulasi dari faktor fundamendal dan faktor teknis antara lain lebih dipengaruhi oleh hasil interaksi kekuatan pasar (permintaan dan penawaran), cadangan (stok) karet alam, cuaca, pergerakan nilai tukar, rasio harga karet sintetis dan karet alam, aktivitas pasar berjangka, intervensi pasar serta perkembangan ekonomi negara konsumen. Hal ini agak berbeda dengan hasil penelitian Nwachukwu, et al. 2014, dimana permintaan karet Nigeria oleh Spanyol dipengaruhi secara negatif oleh harga ekspor komoditas. Nilai estimasi harga karet sintetis yang positif terhadap peubah endogen dapat dijelaskan sebagai berikut. Seperti diketahui harga karet sintetis lebih dipengaruhi oleh harga minyak bumi, harga minyak bumi disebabkan juga oleh kondisi perekonomian global yang menjanjikan, sehingga menyebabkan permintaan akan produk otomotif sebagai konsumen utama karet alam akan juga meningkat. Resultantenya permintaan bokar sebagai bahan baku juga akan berimbas pada permintaan karet di Jambi walaupun secara tidak langsung dan dipengaruhi oleh faktor lainnya. Berdasarkan perhitungan elastisitas, permintaan bokar bersifat inelastis terhadap
Permintaan karet bokar Jambi oleh industri crumb rubber pada awalnya sulit untuk dapat dipelajari. Setelah melalui beberapa kali respesifikasi, dan estimasi model yang diperoleh dapat dijelaskan dengan baik oleh harga bokar, permintaan karet Sumatra Selatan, konsumsi karet Indonesia, harga karet sintetis dan peubah permintaan karet Jambi beda kala. Dengan nilai 2 R sebesar 55.78 persen dan F-hitung yang juga cukup tinggi. Model tersebut dianggap cukup representatif karena semua tanda parameter sesuai dengan harapan. Secara parsial, harga domestik bokar pada periode sebelumnya berpengaruh nyata terhadap permintaan bokar oleh industri crumb rubber dengan koefisisen 0.21 , tanda yang positif pada koefisien tersebut menunjukkan bahwa walaupun harga naik, industri tetap membutuhkan bokar sebagai bahan baku crumb rubber, dikarenakan pabrik masih bekerja di bawah kapasitas normal. Kondisi ini sebenarnya bertentangan dengan kurva permintaan sebenarnya yang mempunyai slope negatif yang sesuai dengan hukum permintaan. Peubah harga karet bokar ini berpengaruh nyata pada taraf 10 persen. Keadaan ini sejalan dengan penelitian Khin et al. (2008), walaupun terjadi excess 71
SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016
ISSN 2301- 4180
perubahan semua peubah penjelas dalam jangka pendek dan jangka panjang Permintaan karet bersifat inelastis terhadap semua perubahan semua peubah penjelas. Selanjutnya menurut Harbury, C (2013), permintaan tidak responsif terhadap perubahan harga. Ketika pasar beroperasi dalam kondisi permintaan dan penawaran yang inelastis, terdapat kecenderungan harga berfluktuasi yang akan mengakibatkan berfluktuasinya juga pendapatan usaha tani.
Sejalan dengan hasil pendugaan model tersebut, maka menurut Colin, H (2013), kebanyakan poduk pertanian memiliki karakteristik inelastis baik dari sisi penawaran maupun permintaan.. Di sisi penawaran, inelastisitas harga berawal dari tingginya biaya penyimpanan dan keberadaannya akibat waktu tunggu ( waktu antara penanaman sampai panen) seperti karet membutuhkan rata rata 4 tahun sampai dipanen. Sehingga memiliki nilai elastisitas respon penawaran yang rendah atau tidak responsif terhadap perubahan harga
5. Respon Harga Karet Jambi IV. KESIMPULAN DAN SARAN Persamaan harga karet Jambi diduga dipengaruhi oleh peubah penawaran karet Jambi, Harga karet Sumatra Selatan, nilai tukar, harga karet Indonesia, dan harga karet beda kala. Semua peubah secara statistik sangat signifikan pada taraf nyata 0.01 kecuali peubah penawaran karet Jambi pada taraf 5 persen. Dengan didukung oleh nilai koefisien determinasi sebesar 0.9419 dan nilai F-hitung yang tinggi pula, dapat dikatakan bahwa model sudah representatif. Respon peubah penawaran karet Jambi elastis dan negatif, dimana setiap terjadi kenaikan penawaran karet sebanyak satu persen maka harga akan turun sebesar 0.0167 rupiah. Secara parsial peubah harga karet Sumatra Selatan diduga berpengaruh positif terhadap harga karet Jambi.Dalam jangka panjang respon peubah harga karet Jambi sangat responsif terhadap perubahan peubah harga karet Sumatra Selatan. Untuk jangka panjang harga karet Jambi responsif terhadap perubahan nilai tukar Artinya dengan peningkatan nilai tukar sebesar satu persen maka akan mengakibatkan perubahan harga karet yang lebih besar dari perubahan nilai tukar tersebut. Lebih lanjut dalam jangka panjang peubah harga karet Sumatra Selatan, dan nilai tukar juga elastis atau responsif yang ditunjukkan oleh nilai lebih dari satu. Kecuali dugaan peubah harga karet Indonesia yang inelastis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang serta berhubungan secara positif dengan peubah endogen. Kondisi ini, dimungkinkan cepatnya respon peubah harga tersebut, bila terjadi kenaikan harga domestik langsung ditransmisikan ke harga di tingkat petani. Konsisten dengan hasil analisis parsial diatas, koefisisen elastisitas juga mengindikasikan rendahnya dampak kenaikan harga karet domestik terhadap kenaikkan harga karet di Jambi. Hal yang patut diperhatikan disini adalah koefisien harga karet Indonesia sebesar 0.0322.yang menunjukkan bahwa kenaikkan harga karet domestik sebesar satu persen per kilogram hanya akan meningkatkan harga karet Jambi sebesar 0.0322 rupiah per kilogram. Respon Penawaran Karet Jambi
A. Kesimpulan 1. Hasil estimasi model persamaan permintaan yang diperoleh dapat dijelaskan dengan baik oleh harga bokar, permintaan karet Sumatra Selatan, konsumsi karet Indonesia, harga karet sintetis dan peubah permintaan karet Jambi beda kala. 2. Respon permintaan karet di Provinsi Jambi adalah inelastis terhadap perubahan semua peubah penjelas dalam jangka pendek dan jangka panjang B. Saran Persamaan yang digunakan dalam model sudah cukup robust untuk menganalisis berbagai perubahan secara ekonomi. Tetapi agar dapat diperoleh hasil yang lebih baik, dapat dilakukan respresifikasi lebih lanjut agar lebih valid. DAFTAR PUSTAKA Abeysekera, R. 2011. Impact of Natural Rubber Price volatility on Tyre Industry: A Study Based On Bicycle Tyre Industry In Srilanka. Proceedings of International Conference on Business Management. Vol 8. Faculty of Management Studies and Commerce–University of Sri Jayewardenepura, Sri lanka Akiyama, T and P.K. Trivedi. 1987. Vintage Production Approach To Perennial Crop Supply: An Application to Tea an Major Producing Countries. Jounal of Econometrics 26 (6): 133-161. Amoro, Grafoute, Shen, Yao. 2013. The Determinants of Agricultural Export: Cocoa and Rubber in Cote d’Ivoire. International Journal of Economics and Finance. Vol 5. No. 1. 2013. P 228-233. Published by Canadian Center of Science and Education Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
72
SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016
ISSN 2301- 4180
Bangun, W. 2007. Teori Ekonomi Mikro. Penerbit Refika Aditama. Bandung. Burger, K., and H. P. Smit. 2000. Long-Term and Short-Term Analysis of the Natural Rubber Market. Department of Econometrics, Economic and Social Institute, Faculty of Economics and Business Administration, Vrije University, De Boelelaan 1105, 1081 HV Amsterdam, The Netherlands. Direktorat Jendral Perkebunan. 2012. Statistik Dirjen Perkebunan. Kementerian Pertanian. Jakarta. Direktorat Jendral Perkebunan. 2014. Statistik Perkebunanan Indonesia. Kementerian Pertanian. Jakarta. Dradjat, B. 2003. Kinerja Subsektor Perkebunan Valuasi Masa Lalu (1994-1998) dan Prospek Pada Era Perdagangan bebas Dunia (2003-2008). Program Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor. Disertasi. Tidak dipublikasikan. Gouyon, A., H. de Foresta, and P. Levang. Does the Jungle Rubber Deserve Its Name? An Analysis of Rubber Agroforestry Systems in Southeast Sumatra. Agrofor. Syst. 22:181– 206. 1993. Indonesian Economic Review and Outlook. No.1/Year 1/December2012. Macroeconomic Dashboard. Faculty of Economics and Business. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. IRSG. 2013. EIU's monthly rubber outlook: World Commodities. Proquest. International Rubber Statistical Group. 20052013. Rubber Statistical Bulletin. Singapura Kautsoyiannis. 1977. Theory of Econometrics: An Introductory Exposition of Econometries Methods. Second Edition. Harper and Row Publishers Inc. Inggris. Khin et al, 2008. Natural Rubber Price Forecasting in The World Market. Agrex08: Agriculture Sustainability Through Participative Global Extension. University Putra Malaysia. Kuala Lumpur. Malaysia. Kumar, P and Sharma, A 2006. Perennial Crop Supply Response Functions: The Case of Indian Rubber, Tea and Coffea. Vol. 61, October – December 2006, No. 4. Indian Society of agricultural Economics. Labys, Walter C. 1973. Dynamic Commodity Models: Specification, Estimation and Simulation. Lexington Books, D.C. Heath and Company. Lexington Massachussetts. Mesike, et al. 2008. Analyzing the Effect of Trade Liberalization Policy on Nigerian Rubber Industry. Journal of Agriculture and Social Sciences. Vol 4 . No 3 ISSN
online: 1814-960X. 07370/AWB/2008/04-3-132-134 Mesike, et al. 2010. Supply .Response of Rubber Farmers in Nigeria: An Application of Error Correction Model. Medwell Journal Vol 5 Issue 3. P 146-150. Montly Bulletin. Natural Rubber Trends & Statistics. December 2012. The Association of Natural Rubber Producing Countries : Kuala Lumpur Malaysia. Napitupulu, D (2011). Kajian Tataniaga Karet Alam: Upaya Peningkatan Kesejahteraan Petani. Jurnal Penelitian Karet, 2011, 29 (1) : 76 – 92. Bogor. Nath, D and Bezbaruah, MP. Economics of Rubber Production in the Nontraditional Area of Goalpara District in North-East India.The IUP Journal of Agricultural Economics, 2011, Vol. VIII, issue 2, pages 36-46 Nerlove, M (1956). Estimates of the Elasticities of Supply of Selected Agricultural Commodities. Journal Agricultural Economics, Vol 38 No. 2 .496-509 Neupane, HS and Calkins, P. V. 2013. N.Huynh et.at. (Eds). An Empirical Analysis of Price Behavior of Natural Rubber Latex: A Case of Central Rubber Market Hat Yai, Songkhla, Thailand. Uncertain Analysis in Econometric with Apll. AISC 200. PP.10.185-201. DOI: 10.1007/9783-642-35443-4-13. (c). Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Nwachukwu, et al. 2014. Competitiveness in The Export Demand For Nigerian Rubber. The Journal of Agricultural Sciences, 2014, vol.9, no1. Prabowo, DW. 2006. Dinamika Ekspor Karet Alam Indonesia ke Negara-negara Importir Utama. Tesis Sekolah Pasca Sarjana: IPB. Ray, SP. 2011. Economic Efficiency in Indian Rubber Industry. Contemporary Economics. DOI. 10.5709/ce.18979254.30. Volume 5 Isuue 4.P 82-91. ISSN: 2084-0845. Publishers Faculty of Management and Finance, University of Finance and Management in Warsawa Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima. Penerjemah Haris Munandar. Erlangga, Jakarta. Sukirno, S. 2005. Pengantar Teori Mikroekonomi. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tety, Ermi. 2002. Penawaran dan Permintaan Karet Alam Indonesia di Pasar Domestik dan Internasional. Tesis. Program Pascasarjana : IPB Tomek, William G. 2000. Commodity Prices Revisited. Staff Paper 2000-05, 73
SOCIETA V - 1 : 64 – 74, Juni 2016
ISSN 2301- 4180 Viswanathan,P.K. 2008. Sustainable Growth of China's Rubber Industry in the Era of Global Economic Integration: Resolving Contradictions of Resources Development and Industrial Expansion Strategies. China Report July/ September 2008. Vol 44. No 3. P 251279.
Department of Applied Economics and Management, Cornell University, New York Viswanathan, P.K. 2006. Emerging Smallholder Rubber Farming Systems in India and Thailand: A Comparative Economics Analysis. Asian Journal of Agriculture and Development.
74