SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180
MANFAAT UNIT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET DALAM PENINGKATAN MUTU BAHAN OLAH KARET DAN PENDAPATAN USAHATANI KARET PADA PERKEBUNAN RAKYATDI KECAMATAN BANYUASIN III KABUPATEN BANYUASIN The Benefits of Processing Unit and Marketing and Materials for Processing Rubber In Processing Quality Improvement for Rubber Materials and Rubber Farmers Income in People Rubber Plantation in District Banyuasin III, Banyuasin Wijatmiko Sri Agung Dono Warih, Mustopa Marli Batubara, Khaidir Sobri Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang Korespondensi email :
[email protected];
[email protected] [email protected] ABSTRACT This study aims to determine Benefits Processing Unit and Marketing Materials for Processing Rubber (UPPB) in improving the quality of the material for processing rubber on people rubber plantations in the District Banyuasin III, Banyuasin and How high the changes of rubber farmers' income before and after joining in Processing Unit and Marketing Materials for processing rubber in District Banyuasin III, Banyuasin. This research was conducted in the District Banyuasin III, Banyuasin. In April to June 2016. The research method used is survey method, for the withdrawal method example used Purposive Sampling and Simple Random Sampling. Data collection methods used in this study is observation and interviews directly to the respondents who have been determined by using the tools of questionnaires that had been prepared before. Data processing was performed using qualitative descriptive methods. The results showed that the change of unreal income between rubber farmers income before joining and after joining the agency assisted UPPB. And farmers membership in the UPPB group have no significant effect on the rubber farmers' income. Keywords : unit and marketing for processing rubber (uppb), quality, income, rubber farming ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Manfaat Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (UPPB) dalam peningkatan mutu bahan olah karet pada perkebunan karet rakyat di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin dan Berapa besarnya perubahan pendapatan petani karet sebelum dan sesudah bergabung didalam Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin. Pada bulan April sampai dengan bulan Juni 2016. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey, untuk metode penarikan contoh digunakan metode Purposive Sampling dan Simple Random Sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara secara langsung kepada responden yang telah ditentukan dengan menggunakan alat bantu quisioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pengolahan data dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan yang tidak nyata antara pendapatan petani karet sebelum bergabung dan setelah bergabung di dalam binaan lembaga UPPB keanggotaan petani didalam kelompok UPPB tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan petani karet. Kata Kunci : unit pengolahan dan pemasaran bahan olah karet (uppb), mutu, pendapatan, usahatani karet
I. PENDAHULUAN
di Indonesia (indownment factor) jika pembangunan ekonomi di Indonesia didasarkan kepada pemikiran-pemikiran tersebut maka penunjukkan sektor pertanian dan industrialisasi pertanian sebagai pilihan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional Indonesia merupakan langkah yang dinilai sangat tepat (Andrianto dan Tuhana Taufiq, 2014). Menurut Saptana dan Ashari (2007), sektor pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini dapat di ukur dari sektor pertanian dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB),
A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan kondisi masyarakat dan sumber daya alam yang ada, dengan arah kebijaksanaan ekonomi nasional Indonesia yang ditujukan kepada sektor-sektor yang syarat dengan kepentingan rakyat banyak. Selanjutnya pemikiran seperti ini perlu dikaitkan dengan potensi dan kapasitas rakyat yang ada serta disesuaikan dengan sumber daya alam yang ada 109
SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180 Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) merupakan tanaman perkebunan yang penting baik dalam konteks ekonomi masyarakat maupun sumber penghasil devisa non migas bagi Negara (Sutardi, 1981). Di Indonesia sendiri areal pertanaman karet hampir tersebar diseluruh wilayah nusantara. Dari sebaran itu, sebanyak 83% dikelola oleh rakyat (perkebunan rakyat), 8% dalam bentuk perkebunan negara, dan 9% dalam bentuk perkebunan swasta. Hal ini menunjukkan bahwa perkebunan karet yang dikelola oleh rakyat memberikan kontribusi dominan dalam ekspor nasional. Persoalan utama dari produktivitas karet di Indonesia adalah kesenjangan antara perkebunan karet rakyat dan perusahaan skala perusahaan (BUMN atau Swasta). (Tim Penebar Swadaya, 2013). Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang mempunyai perkebunan karet rakyat yang cukup luas di Indonesi hal ini dikarenakan iklim dan keadaan lingkungan disumatera selatan sangat cocok untuk membudiyakan tanaman karet, karet juga menjadi salah satu mata pencaharian utama sebagian besar masyarakat yang ada di Sumatera Selatan. Untuk luasan, produksi dan produktifitas karet di provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini :
penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat Indonesia, pengentasan kemiskinan, perolehan devisa melalui sektor non migas, penciptaan ketahanan pangan nasional dan penciptaan kondisi yang kondusif bagi pembangunan sektor lain. Selain itu, sektor pertanian juga berperan sebagai penyedia bahan baku dan pasar yang potensial bagi sektor industri. Perkebunan merupakan salah satu sub sektor pada sektor pertanian yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan pembangunan diantaranya perencanaan berbagai masalah daerah maupun masalah tenaga kerja, sosial, lingkungan dan lain-lain. Pembangunan sub sektor perkebunan itu sendiri mempunyai tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan pendapatan petani disegala sektor pertanian khususnya di tanaman karet. Tanaman perkebunan merupakan komoditi yang mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, apabila dikelola dengan baik dapat dimanfaatkan sebagai pemasok devisa negara. Telah banyak usaha pemerintah untuk meningkatkan produksi sub sektor perkebunan, upaya tersebut berupa intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi (Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Selatan, 2010).
Tabel 1. Luas Lahan Produksi dan Produktivitas Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Selatan, Tahun 2013
110
SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa luas lahan karet yang mengusahakan tanaman karet di Sumatera Selatan adalah 1.851.282 ha, produksi 11.280,9 ton dan produktivitas 1,30 ton/ha (Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Selatan, 2014). Kualitas karet alam sekarang ini masih rendah, oleh sebab itu diperlukan peningkatan kualitas bahan olah karet alam. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas karet rakyat adalah masih rendahnya kesadaran petani karet dalam melakukan pemeliharaan pada tanaman karet dari awal sampai tahap pemanenan. Pada tahap pemupukan para petani karet memberikan pupuk dengan dosis yang tidak sesuai takaran dan frekuensi dalam pemberian pupuk yang kurang teratur. Pengendalian gulma, hama dan penyakit tanaman masih kurang efektif. Pada sistem pelaksanaan panen petani karet rakyat tidak menggunakan sistem sadap dan tidak memakai tata guna panel yang benar serta waktu sadap yang tidak tepat (Belladina Sannia et al, 2013). Salah satu program pemerintah dalam mewujudkan karet bersih yaitu dengan dibentuknya Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (UPPB). UPPB merupakan suatu lembaga yang bertujuan untuk membina petani karet agar dapat menghasilkan bokar yang bersih sesuai dengan Standard Indonesian Rubber (SIR). Peraturan mengenai kualitas bokar telah diatur oleh pemerintah melalui SK Mentan No. 38/Permentan/OT.140/8/2008 tentang Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah karet serta SK Mendag No. 53 /MDAG/PER/10/2009 tentang Pengawasan Bahan Mutu Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber Dalam Permentan Nomor 38/Permentan /OT.l 401812008 ditambahkan bahan baku mutu slab selama penyimpanan tidak boleh direndam dalam air atau terkena sinar matahari langsung. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 M-DAG/PER/ I 0/2009 ada toleransi yaitu bokar SIR yang diperdagangkan oleh Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) boleh mengandung kontaminan ringan maksimum 5 % (Kutipan dalam SK Permentan No 38 Tahun 2008 dan SK Mendag No 53 Tahun 2009). Di Kabupaten Banyuasin terdapat 29 Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar dan 17 unit diantaranya terdapat di Kecamatan Banyuasin III, dimana dalam perjalanannya ada unit pengolahan dan pemasaran yang berkembang dengan baik dan ada pula yang hanya jalan di tempat hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang ada di lapangan baik faktor internal maupun eksternal. Berdasarkan hasil survey di lapangan diketahui bahwa kualitas bokar di Banyuasin masih belum dapat dikatakan baik terutama bokar yang dihasilkan oleh perkebunan rakyat dikarenakan masih mengandung kadar air antara
48-60% dengan sistem penjualan setiap minggu seperti yang terjadi di Kecamatan Banyuasin III. Hal ini menyebabkan harga bokar yang diterima oleh petani menjadi lebih murah dikarenakan Kadar Karet Kering yang dihasilkan tidak sesuai dengan anjuran pemerintah yang tertera pada Standard Indonesian Rubber (SIR). Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Peran Unit Pengolahan Dan Pemasaran Bahan Olah Karet (UPPB) dalam peningkatan mutu bahan olah karet dan pendapatan petani karet pada perkebunan karet rakyat di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang hendak diteliti adalah: 1. Bagaimana manfaat Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (UPPB) dalam peningkatan mutu bahan olah karet pada perkebunan karet rakyat di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin. 2. Berapa Besarnya perubahan pendapatan petani sebelum dan sesudah bergabung dalam Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin C. Tujuan Maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui Manfaat Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (UPPB) dalam peningkatan mutu bahan olah karet pada perkebunan karet rakyat di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.
2.
Untuk mengetahui Berapa Besarnya perubahan pendapatan petani karet sebelum dan sesudah bergabung didalam Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.
D. Operasional Variabel
111
1.
Responden adalah petani yang berusahatani karet yang tergabung di dalam kelompok UPPB di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.
2.
UPPB adalah Unit Pengolahan Dan Pemasaran Bahan Olah Karet yang merupakan suatu satuan unit usaha yang dibentuk oleh satu atau lebih kelompok pekebun sebagai tempat penyelenggaraan bimbingan teknis pekebun, pengolahan,
SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180
penyimpanan sementara dan pemasaran Bokar. 3.
4.
5.
Perkebunan Rakyat adalah perkebunan yang diselenggarakan atau dikelola oleh rakyat/pekebun yang dikelompokkan dalam usaha kecil tanaman perkebunan rakyat dan usaha rumah tangga perkebunan rakyat (tidak berbadan hukum).
14. Biaya Produksi ialah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani karet dalam melakukan produksi tanaman karet (Rp/ha/bln).
Bahan olah karet yang selanjutnya disebut Bokar adalah lateks atau gumpalan yang dihasilkan pekebun kemudian diolah lebih lanjut secara sederhana sehingga menjadi bentuk lain yang bersifat lebih tahan lama untuk disimpan serta tidak tercampur dengan kontaminan.
15. Pendapatan merupakan jumlah besaran nilai rupiah yang diterima petani setelah jumlah penerimaan dikurangi dengan biaya produksi (Rp/ha/bln). II. METODELOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu
Kontaminan adalah bahan lain bukan karet yang tercampur dalam proses pengolahan bokar dan berpengaruh terhadap penurunan mutu. Bahan yang termasuk dalam kontaminan diantaranya yaitu tatal sadap, pasir, daun, dan kotoran lainnya.
6.
Bokar Bersih adalah bahan olah karet yang bersih tidak terjadi kontaminan dengan bahan lain serta memiliki kadar karet kering antara 60-95%.
7.
Warna Bokar yang sesuai standar yaitu dapat dilihat dari warna yang cerah dan tidak kusam.
8.
Bokar yang bersih dicirikan dengan tidak mengeluarkan bau yang menyengat serta tajam.
9.
melakukan penjualan hasil produksi yang berupa bahan olah karet besar penerimaan dipengaruhi oleh harga yang berlaku di tingkat petani (Rp/ha/bln).
Penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa di Kecamatan Banyuasin III memiliki luasan lahan perkebunan karet terluas kedua di Kabupaten Banyuasin dan produktivitas terbesar kedua di Kabupaten Banyuasin serta dan di Kecamatan Banyuasin III terdapat 17 Unit UPPB atau sekitar 65% dari total keseluruhan UPPB di Kabupaten Banyuasin berada di Kecamatan Banyuasin III, adapun desa sampel dari penelitian ini yaitu Desa Pangkalan Panji, Regan Agung dan Desa Tanjung Beringin. Penelitian Ini telah dilakukan pada bulan April 2016 sampai dengan bulan Juni 2016. B. Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan pendekatan kualitatif. Survey merupakan rancangan penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang di pelajari adalah data dari responden yang diambil dari populasi tersebut sehingga ditemukan kejadian-kejadian relative, distribusi dan hubungan antar variabel sosilogis maupun psiologis (Sugiono, 2014). Tujuan survey adalah untuk mengumpulkan informasi tentang variable bukan informasi tentang individu-individu oleh karena itu metode ini lebih menekankan pada penentuan informasi tentang variable dari pada informasi tentang individu (Wirartha, 2006).
Ukuran yang ditetapkan sesuai dengan Standard Indonesian Rubber yaitu untuk sit angin mutu I dengan ketebalan 3 mm, sit angin mutu II 5 mm dan sit angin mutu III dengan ketebalan 10 mm. Sedangkan untuk sleb dan lum mutu I 50 mm, sleb mutu II 100 mm dan sleb mutu III dengan ketebalan 150 mm.
10. Bahan olah karet yang bersih dicirikan dengan tidak tercampurnya dengan bahan lain seperti kulit kayu, tatal sadap, tanah, daun-daun, batu, pasir, dan kotoran lainnya. 11. Produksi merupakan hasil sadapan dari pohon karet Hevea brasiliensis yang berupa lateks, dan koagulum selanjutnya di proses menjadi bahan setengah jadi lainnya (Kg/bln).
C. Metode Penarikan Contoh Metode penarikan contoh yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi dua tahapan, yang pertama purposive sampling yaitu responden diambil secara sengaja dengan pertimbangan tertentu sedangkan tahap kedua yaitu menggunakan metode simpel random sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari
12. Harga karet adalah harga yang berlaku ditingkat petani pada waktu penelitian (Rp/Kg). 13. Penerimaan petani adalah jumlah besaran nilai rupiah yang diterima petani karet setelah 112
SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180
populasi dilakukan secara acak tanpa mempertimbangkan strata yang ada (Sugiono, 2015). Dari pernyataan di atas purposive sampling di gunakan untuk mengambil responden 1 orang Staff Dinas Perkebunan Kabupaten Banyuasin yang membidangi kegiatan UPPB, 1 orang petugas pendamping UPPB di Kecamatan Banyuasin III dan 3 orang ketua kelompok UPPB dengan kapasitas produksi UPPB tertinggi pertama (Karya Bersama), kedua (Bina tani), dan ketiga (Harapan Bersama). Sedangkan simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada didalam populasi itu, jumlah sampel yang diambil yaitu 1%, 5% dan 10% (Sugiono, 2015). Pengambilan sampel ini akan dilakukan dengan cara undian dari total jumlah petani yang tergabung didalam program UPPB Karya Bersama, Bina Tani dan Harapan Bersama sebanyak 10%. Maka dari total petani yang ada sebanyak 252 orang diperoleh petani contoh sebanyak 25 orang sebagai sampel yang mengikuti program UPPB di Kecamatan banyuasin III Kabupaten Banyuasin.
pengumpulan data di atas, kemudian peneliti mengolah dan menganalisis data tersebut dengan menggunakan analisis secara deskritif-kualitatif. Analisis deskriftif-kualitatif merupakan suatu teknik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarnya. Untuk menghitung besarnya pendapatan yang diterima oleh petani karet dapat menggunakan rumus (Sobri dan Abubakar, 2014) sebagai berikut. Pd = TR - TC dimana : Pd : Pendapatan usahatani TR : Total Penerimaan (total revenue) TC : Total biaya (total cost) Sedangkan untuk penerimaan dapat digunakan rumus sebagai berikut. TR = Y.Py dimana : TR : Total Penerimaan (total revenue) Y : Produksi yang diperoleh dalam kegiatan usahatani (output) Py : Harga output Untuk menghitung total biaya digunan rumus sebagai berikut. TC = FC + VC dimana : TC : Total biaya (total cost) FC : Biaya tetap (fixed cost) VC : Biaya variabel (variabel cost) Menurut Sobri dan Abubakar (2014), biaya produksi merupakan faktor penting yang harus diperhatikan ketika usahatani akan menghasilkan produksi. Hal ini dikarenakan setiap usahatani tentu menginginkan keuntungan yang besar dalam setiap usaha produksinya. Biaya produksi dapat diklasifikasikan sebagai berikut . a. Biaya Tetap (Fixed Cost = FC) yaitu biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani yang tidak mempengaruhi hasil produksi/output yang dihasilkan. b. Biaya Variabel (Variable Cost = VC) yaitu biaya yang besarnya berubah searah dengan berubahnya jumlah output yang dihasilkan. c. Biaya Total (Total Cost = TC= FC + VC) yaitu penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel. Untuk menghitung biaya tetap (Fixed Cost) dilakukan perhitungan penyusutan alat. Menurut Soeharto (2010), untuk menghitung biaya tetap digunakan penyusutan sebagai berikut :
D. Metode Pengumpulan Data Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan pendekatan kualitatif. Survey merupakan rancangan penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yang di pelajari adalah data dari responden yang diambil dari populasi tersebut sehingga ditemukan kejadian-kejadian relative, distribusi dan hubungan antar variabel sosilogis maupun psiologis (Sugiono, 2014).
E. Metode Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini bertujuan membahas pertanyaan yang telah dirumuskan pada rumusan masalah. Untuk menjawab masalah digunakan analisis deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu pola untuk menggambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai dengan apa adanya tanpa manipulasi data (Sugiyono, 2014). Menurut Nasution dalam Anang, (2013), analisis data dalam penelitian ini dimulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah sebelum terjun ke lapangan dan berlangsung terus menerus sampai penulisan hasil penelitian. Dari rumusan ini, maka pertama-tama mengorganisasikan data, yaitu data yang terkumpul melalui: catatan lapangan, hasil observasi langsung dan hasil wawancara. Setelah dari lapangan terkumpul dengan metode
BT = PA NB NS T Dimana : PA : Biaya Tetap (Rp/kg/unit) NB : Nilai Beli (Rp/unit) 113
SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180
NS : Nilai Sisa (Rp/Unit) T : Lama Pakai (tahun)
mempengaruhi produksi yang dihasilkan oleh petani. Untuk lebih jelas menggenai jumlah tenaga kerja pada usahatani karet dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini :
Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan Uji Bertanda Wilcoxon (uji dua arah) (Sugiono, 2015) Hipotesis yang diuji adalah : H0 : Pendapatan petani karet yang bergabung di dalam unit pengolahan dan pemasaran bahan olah karet sama dengan pendapatan petani karet sebelum bergabung di dalam unit pengolahan dan pemasaran bahan olah karet. Ha : Pendapatan petani karet yang bergabung di dalam unit pengolahan dan pemasaran bahan olah karet lebih besar daripada pendapatan petani karet sebelum bergabung di dalam unit pengolahan dan pemasaran bahan olah karet.
Tabel 3. Tenaga Kerja Keluarga Pada Petani Contoh Untuk Usahatani Karet Di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, 2016.
1. 2.
dimana : Rhit Rt (α)
Jumlah Petani (Orang) 13 12 25
Persentase (%) 52 48 100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2016. Dilihat dari kisaran, rata-rata dan sebaran tenaga kerja responden dapat disimpulkan bahwa petani karet dikecamatan banyuasin III hanyan menggunakan tenaga kerja keluarga dalam melakukan kegiatan penyadapan dan pengolahan hasil sadapan dikarenakan tenaga kerja keluarga telah mencukupi untuk melakukan penyadapan dan pengolahan hasil sadapan. Di dalam kegiatan usahatani karet modal yang digunakan petani contoh yaitu milik sendiri dikarenaka modal yang dimiliki oleh petani contoh telah mencukupi untuk memenuhi semua keperluan dalam usahatani karet yang dimiliki oleh petani contoh tersebut. Manajemen usahatani yang diterapkan oleh petani contoh di yaitu tergolong dalam manajemen usahatani sederhana dimana petani melakukan perencanaan mengenai usahatani karet sendiri, melaksanakan usahatani karet sendiri serta melakukan pengawasan terhadap usahatani yang dijalankannya sendiri. Terdapat tiga jenis Klon tanaman karet yang digunakan oleh petani contoh di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin yaitu Jenis PB 260, GT dan IRR. Untuk lebih jelas mengenai jumlah sebaran klon yang digunakan oleh petani contoh dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini.
> Rα, maka terima H0
Jika Ra
Tenaga Kerja (Orang) 1 2 Jumlah
No.
< Rα, maka tolak H0
: Nilai terkecil dimana Rx dan Ry : Nilai baku R pada taraf uji 0,05
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Usahatani Karet Luas lahan petani contoh pada penelitian ini memiliki lahan sendiri dan luas lahan pun beragam. Luas lahan petani contoh dalam penelitian ini berkisar antara 1 ha sampai dengan 4 ha dengan luas rata rata 1,68 ha. Untuk lebih jelas tentang sebaran luas lahan petani contoh dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Luas Lahan Petani Contoh Untuk Usahatani Karet Di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, 2016
Tabel 4.
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2016 No
Jika dilihat dari sebaran, rata-rata luas lahan dan kisaran luas lahan di atas maka dapat disimpulkan bahwa luas lahan petani termasuk kedalam kategori sedang karena luas lahan berkisar 1-2 ha. Hal ini sejalan dengan pernyataan (Hertanto, 1989) dimana luas lahan <2 ha termasuk kedalam kategori sedang, dan luas Lahan >2ha termasuk kedalam kategori luas. Dengan rata-rata luas lahan yang diusahakan berkisar antara 1-2 ha, sehingga penggunaan tenaga kerja yang digunakan tidak cukup banyak, petani karet hanya menggunakan tenaga kerja keluarga tanpa menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang dapat
1. 2. 3.
Jenis Klon Tanaman Karet Pada Petani Contoh Untuk Usahatani Karet Di Luas Jumlah Lahan Persentase (%) (Orang) (ha) < 2,0 21 84 2,0 - 5,0 4 16 > 5,0 0 0 Jumlah 25 100 Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, 2016.
No .
Jenis Klon
1. 2. 3.
PB 260 IR IC 100 GT Jumlah
114
Jumlah Petani (Orang) 14 3 8 25
Persentase (%) 56 12 32 100
SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180 5 x 3 m untuk jenis PB 260 sebanyak 14 orang atau sebesar 56% dari total petani contoh, jarak tanam 4 x 6 m untuk jenis GT dengan jumlah 18 orang atau sebesar 28 % dari total petani contoh dan IR IC 100 sebanyak 3 orang petani contoh. Dalam kegiatan penyadapan petani telah menerapkan sistem penyadapan yang sesuai dengan standar baku karet indonesia yaitu penyadapan dilakukan 2 hari sekali. Hal ini dimaksudkan agar tanaman karet yang telah disadap diistirahatkan selama 48 jam agar tanaman dapat kembali memproduksi lateks. Rata rata petani melakukan penyadapan pada pukul 05.00 wib dan berakhir pada pukul 09.00 wib hal ini dilakukan agar lateks yang keluar lebih banyak kerena pada prinsipnya lebih awal menyadap lebih baik (Penebar Swadaya, 2013). Dalam melakukan usahatani karet petani contoh tidak ada yang melakukan pemupukan dan penyemprotan gulma maupun hama dan penyakit. Dengan kondisi tanaman karet yang sudah berumur diatas 10 tahun tentunya akan memudahkan perawatan petani hanya melakukan penyadapan dan pengolahan hasil saja, dalam pengadaan saprodi petani contoh biasanya membeli di toko pertanian yang ada di desa maupun di luar desa, saprodi yang dibeli yaitu bahan penggumpal berupa Asam Semut. Dalam kegiatan penyadapan kemiringan bidang sadap, ketebalan dan kedalaman bidang sadap juga hendaklah diperhatikan dengan baik agar tidak merusak kambium sehingga dapat menimbulkan luka pada batang hal ini tentunya akan berdampak pada kerugian ekonomis karena tanaman karet tidak dapat disadap lagi disebabkan kulit tanaman karet tidak tumbuh lagi. Penyadapan yang ideal yaitu memiliki kemiringan bidang sadap antara 30° - 40°, dengan kedalaman bidang sadap 1,5 mm dan ketebalan bidang sadap 1 - 1,5 mm dan petani telah menerapkan standar baku penyadapan tersebut sehingga tanaman karet dapat diproduksi secara maksimal dan tidak melukai permukaan batang tanaman karet. Sebelum adanya pembinaan dari lembaga UPPB petani karet di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin melakukan pemasaran bokar melalui pedagang tengkulak tingkat desa yang biasanya para tengkulak yang keliling door to door mendatangi petani karet untuk membeli bokar yang dihasilkannya dengan harga antara Rp 4.000,00 sampai dengan Rp 5.500,00 namun setelah adanya binaan dari lembaga UPPB petani karet yang terdaftar sebagai anggota kelompok binaan lembaga UPPB menjual bokar yang dihasilkan secara kelompok dengan cara sistem lelang dimana para pembeli datang lalu menawarkan harga dan pembeli yang mampu menawarkan harga tertinggilah yang memenangkan lelang bokar tersebut, harga yang diterima petani juga berkisar antara Rp 6.500,00 sampai dengan Rp 7.500,00
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2016. Dapat dilihat pada Tabel 4 bahwa jumlah petani terbanyak yang menggunakan jenis klon PB 260 sebesar 14 orang atau sebesar 56%, petani yang menggunakan jenis klon GT sebanyak 8 orang attau sebesar 32% dan yang menggunkan jenis klon IR IC 100 sebanyak 3 orang atau 12%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa petani di kecamatan banyuasin 3 rata rata menggunakan jenis klon PB 260 untuk usahatani karetnya. Jumlah tanaman yang dimiliki dalam setiap luasan lahan petani juga sangat beragam yaitu berkisar antara 500 batang hingga 3000 batang sesuai dengan luas lahan dan jarak tanam yang digunakan oleh petani tersebut. Untuk lebih jelas mengenai jumlah tanaman dan jarak tanam yang digunakan dapat dilihat pada tabel 19, dan 20 berikut ini. Tabel 5. Jumlah Batang Tanaman Karet Pada Petani Contoh Untuk Usahatani Karet Di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, 2016.
No. 1 2 3
Jumlah Tanaman (Pohon) < 1.000 1.001 - 2.000 > 2.001 - 3.000 Jumlah
Jumlah Petani (Orang) 12 9 4 25
Persentase (%) 48 36 16 100
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2016. Dilihat pada tabel 5 diatas jumlah petani yang memiliki tanaman < 1.000 sebanyak 12 orang atau sebesar 48% dari total petani contoh petani yang memiliki tanaman 1.001 - 2.000 sebanyak 9 orang atau sebesar 36% dari petani contoh. Tabel 6. Jarat Tanam yang Digunakan Petani Contoh Untuk Usahatani Karet Di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, 2016.
No.
Jarak Tanam
Jumlah Petani (Orang)
Persentase (%)
1.
5x3
14
56
2.
4x6
8
28
3.
4x6
3
12
25
100
Jumlah
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2016. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat dua macam jarak tanam yang digunakan oleh petani karet yaitu jarak tanam dengan ukuran 115
SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180
harga ini tentunya lebih besar dari harga yang diterima petani sebelum bergabung didalam binaan lembaga UPPB.
Lembaga UPPB dan Pendapatan Petani Karet Setelah Bergabung di Dalam Binaan Lembaga UPPB.
B. Manfaat Unit Pengolahan Dan Pemasaran Bahan Olah Karet (UPPB) Dalam Peningkatan Mutu Bahan Olah Karet Pada Perkebunan Karet Rakyat Di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin.
Produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah produksi yang dihasilkan oleh petani contoh dalam bentuk Slab dengan satuan kilogram (kg) yaitu getah karet yang telah mengalami proses pengolahan pembekuan sederhana. Getah karet yang dihasilkan oleh petani sebelum bergabung di dalam binaan lembaga UPPB diolah dengan menggunakan bahan pembeku berupa Cuka Para, pupuk Tsp/Sp36 dan tawas. Rata-rata dalam satu bulan petani karet mampu menghasilkan 566,32 kg/ha dengan mengeluarkan biaya produksi rata-rata Rp 85.560,87/ha/bln maka petani memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.616.594,40/ha/bln. Setelah adanya binaan dari lembaga UPPB bokar yang dihasilkan oleh petani anggota kelompok UPPB perlahan dapat diperbaiki yaitu petani telah mampu melakukan penyadapan sesuai dengan prosedur yaitu melakukan penyadapan dengan sistem 2 hari sekali serta mengolah bokar menjadi slab dengan menggunakan asam semut dan tidak merendam slab didalam kolam lumpur, dengan demikian maka harga jual dari bokar yang dihasilkan oleh petani mengalami kenaikan yang cukup tinggi yaitu berkisar antara Rp 6.000 - 8.000 tentunya ini akan berpengaruh dengan penerimaan yang diterima oleh petani karet dimana setelah adanya binaan dari lembaga UPPB rata-rata produksi petani karet yaitu 437 kg/ha/bln dengan mengeluarkan biaya produksi rata-rata Rp 88.827,54/ha/bln maka petani memperoleh penerimaan sebesar Rp 2.988.900,00/ha/bln. Untuk lebih jelas mengenai perbedaan pendapatan petani karet antara sebelum bergabung dan setelah bergabung dapat dilihat pada tabel 7 dibawah ini.
Setelah melihat kondisi tersebut maka upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah melalui pembentukan lembaga uppb yaitu dengan membina petani agar dapat menghasilkan produksi bokar yang bersih yaitu dengan cara memberikan pelatihan bimtek mengenai tentang keterampilan penyadapan, pengolahan bokar dan pemasaran hasil. Dalam kegiatan pembinaan keterampilan penyadapan ada beberapa hal yang dilakukan yaitu : a. Penentuan kreteria bidang sadap. b. Penggambaran bidang sadap dan kemiringan bidang sadap yaitu 30-40°. c. Pembuatan bidang sadap karet. Di dalam melakukan penyadapan yang dianjurkan oleh pemerintah yaitu penyadapan dilakukan dengan interval 2 hari sekali, mpenyadapan dimulai pada pukul 05.00 wib dan berakhir pada pukul 09.00 wib dengan tingkat kemiringan bidang sada sebesar 30-40° dan kedalaman bidang sadap antara 1-1,5 mm serta ketebalan bidang sadap sebedar 1-1,5 mm. Pada kegiatan pelatihan pengolahan lateks menjadi slab bahan penggumpal yang dianjurkan yaitu berupa asam semut (Asam Format) dengan ukuran bak penmbeku 40x60 cm dengan tinggi 30 cm. Pada kegiatan pemasaran petani dilatih untuk menjual secara kelompok dengan sistem lelang setiap satu minggu sekali, proses pelelangan sendiri dilakukan setiap hari rabu pagi antara pukul 08.00 sampai pukul 10.00. Pada saat proses pelelangan biasanya petani mengumpulkan slab yang dihasilkan di satu tanah lapang secara bersama sama setelah itu akan datang para pembeli dan menawarkan harga sesuai dengan harga karet dunia dan pembeli yang mampu menawarkan harga tertinggi maka pembeli tersebut memenangkan hasil lelang. Proses pelelangan setiap minggunya berubahubah sesuai dengan jumlah pembeli yang menawarkan harga. Harga yang ditawarkan pembeli dalam setiap lembaga UPPB juga berbeda beda sehingga harga yang diterima oleh petani yang tergabung di dalam UPPB di desa Pangkalan Panj dapat berbeda dengan harga yang diterima oleh petani yang tergabung di dalam binaan lembaga UPPB di desa Regan Agung dan Desa Tanjung Beringin. C.
Tabel 7. Rata-rata Penerimaan, dan Pendapatan Petani Karet Sebelum Dan Setelah Bergabung Di Kecamatan Banyuasin III Kabupaten Banyuasin, Tahun 2015. N o 1. 2. 3. 4.
Uraian Produksi (Kg) Harga (Rp) Penerimaan (Rp) Pendapatan (Rp)
Sebelum Bergabung (ha/bln)
Setelah Bergabung (ha/bln)
Perubahan (ha/bln)
566,32 5.500,00 2.616.594,00
437 6.820,00 2.988.900,00
129,32 1.320,00 372,306,00
2.617.379,13
2.811.789,27
194.410,14
Sumber : Hasil Olahan Data Primer, 2015 Pendapatan petani meningkat setelah bergabung di dalam binaan lembaga UPPB dikarenakan kualitas slab yang dihasilkan sesusi dengan Standard Indonesian Rubber yaitu lateks
Perbedaan Pendapatan Petani Karet Sebelum Bergabung di Dalam Binaan 116
SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180
dibekukan menggunakan diorab atau asam semut sehingga kualitas karet yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan sebelum bergabung di dalam binaan lembaga UPPB, meningkatnya kualitas slab yang dihasilkan dapat dilihat secara kasat mata yaitu dicirikan dengan warna slab yang putih terang, tekstur slab yang lebih elastis dan tidak mengeluarkan bau yang menyengat meskipun telah disimpan dalam waktu yang lama.
1. Untuk Dinas Perkebunan diharapkan agar selalu memonitor dan melakukan pembinaan terhadap petani karet rakyat agar petani dapat melakukan kegiatan penyadapan dan pengolahan sesuai degan prosedur sehingga mampu menghasilkan produksi bokar yang bersih dan dapat meningkatkan pendapatan petani karet di Kecamatan banyuasin III Kabupaten Banyuasin. 2. Untuk petani yang belum bergabung di dalam binaan lembaga UPPB diharapkan bergabung di dalam kelompok agar nilai jual bokar yang dihasilkan dapat meningklat sehingga pendapatan yang diterima juga akan mengalami peningkatan.
D. UJI BERTANDA WILCOXON Untuk mengetahui seberapa besar perubahan pendapatan masing-masing dilakukan pengujian statistik non parametik dengan uji bertanda wilcoxon. Dari hail pengujian yang dilakukan, diperoleh nilai Ttabel = 45 yang nilainya lebih kecil dari nilai N tabel pada R0,05 = 89 sesuai dengan kaidah keputusan maka Ho diterima. Artinya Pendapatan Petani Karet Sebelum bergabung didalam binaan berbeda tidak nyata dengan Petani Karet Setelah Bergabung didalam binaan lembaga UPPB dan keanggotaan petani didalam kelompok UPPB tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan petani karet.
DAFTAR PUSTAKA Andrianto, T. T. 2014. Pengantar Ilmu Pertanian : Agraris, Agrobisnis, Agroindustri, Dan Agroteknologi. Global Pustaka Utama : Yogyakarta. Djarwanto, PS. 1995. Statistik Non Parametik. BFFE. Yogyakarta Dinas Perkebunan Sumatera Selatan. 2010. Laporan Tahunan. Provinsi Sumatera Selatan. Palembang. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Nasution, S. 2013. Metode Research. Bumi Aksarap. Jakarta. Peraturan Menteri Pertanian No. 38. 2008. Pedoman Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (Bokar). Kementerian Pertanian. Jakarta. Peraturan Menteri Perdagangan No. 53. 2009. Pengawasan Bahan Mutu Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesian Rubber Yang Diperdagangkan. Kementerian Perdagangan. Jakarta. Prawirokusumo, S. 2012. Ilmu Usaha tani. BFFE. Yogyakarta. Rohmad dan Supriyanto. 2015. Pengantar Statistik. Kalimedia. Yogyakarta. Sania, L. et al. 2013. Hubunagn Kualitas Karet Rakyat Dengan Tambahan Pendapatan Petani di Desa Program dan Non Program. Jurnal Agribisnis Volume 1 No.1:01-13. Saptana. Ashari. 2007. Pembangunan Pertanian Berkelanjutan Melalui Kemitraan Usaha. Jurnal Litbang Pertanian, 26(4). Bogor. Sobri, K dan Abubakar, R. 2014. Buku Ajar Usahatai agribisnis. Universitas Muhammadiyah. Palembang. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kualitaitif Kuantitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. Sugiyono. 2015. Statistik Nonparametris Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung. Tim Penebar Swadaya. 2013. Budidaya dan Teknologi Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Manfaat Unit Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet yaitu memperbaiki mutu bahan olah karet yang dihasilkan oleh petani karet melalui pelatihan bimbingan teknis keterampilan penggunaan peralatan penyadapan dan proses penyadapan serta bimbingan teknis pengolahan hasil (lateks) dan pemasaran bahan olah karet. 2. Pendapatan petani karet setelah bergabung di dalam binaan lembaga UPPB Rp 2.811.789,27/ha/bln (10%) lebih besar dari pendapatan petani karet sebelum bergabung di dalam binaan lembaga UPPB yaitu Rp 2.617.379.13/ha/bln. 3. Pendapatan petani karet yang sebelum bergabung di dalam binaan binaan lembaga UPPB berbeda tidak nyata dengan pendapatan petani karet setelah bergabung di dalam binaan lembaga UPPB dan keanggotaan petani di dalam kelompok UPPB tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan petani karet. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan maka dapat diambil saran sebagai berikut :
117
SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180
Zahri, I. 2013. Analisi Tingkat Produktivitas Tanaman Karet Tua Dalam Hubungannya dengan Kondisi Ekonomi Rumah tangga dan Kesiapan Pekebun Untuk
Meremajakan Tanaman Karet di Sumatera Selatan. Jurnal Agribisnis dan Industri Pertanian Volume 7 No1:2008, 40-5
118
SOCIETA V - 2 : 109 – 118, Desember 2016
ISSN 2301- 4180
119