Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 – 7 Mei 2009
SLIP KRITIS PADA SAMBUNGAN PELAT BAJA COLD-FORMED (TIPIS) DENGAN MANIPULASI KETEBALAN PELAT Hendrik Wijaya1 dan Wiryanto Dewobroto2 1
Magister Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara, Jakarta Email:
[email protected] 2 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Karawaci Email:
[email protected]
ABSTRAK Pemakaian baut mutu tinggi dengan mekanisme slip kritis diperlukan untuk suatu sistem sambungan yang kaku, tanpa slip. Walaupun mekanisme slip kritis pada AISC 2005 tidak menyatakan ketebalan pelat sebagai parameter yang berpengaruh, perencanaan sambungan baut pada pelat baja cold-formed (tipis) dengan mekanisme ini tidak diperkenankan oleh AISI 2001. Penelitian yang disampaikan menunjukkan bahwa ketebalan merupakan parameter penentu yang menghasilkan mekanisme slip kritis, jika faktor ketebalan pelat dapat dimanipulasi maka kekuatan nominal slip kritis pada baja cold-formed (tipis) dapat dibangkitkan. Kata kunci: cold-formed, slip kritis, ketebalan pelat, manipulasi.
1.
PENDAHULUAN
American Institute of Steel Construction 2005 (AISC 2005) menyatakan mekanisme pengalihan gaya-gaya pada sambungan tipe geser dengan baut mutu tinggi ditentukan oleh (lihat Gambar 1): [1] mekanisme slip kritis antar pelat sejajar arah sambungan, yaitu jika ada gaya pretensioning yang mencukupi pada baut mutu tinggi; [2] mekanisme tumpu antara pelat dengan baut, tegak lurus arah gaya sambungan. bidang kontak efektif
gaya aksi
tebal pelat geser pada baut
gaya reaksi gaya aksi
tegangan tumpu pada bidang kontak antara pelat dan baut gaya reaksi
tahanan friksi gaya clamping dari pretensioning
bidang kontak baut mutu tinggi
baut mutu tinggi
slip/deformasi
Gambar 1. Mekanisme Pengalihan Gaya Pada Sambungan Apabila sambungan menggunakan sistem sambungan baut mutu tinggi dengan pretensioning yang mencukupi, maka pada proses pengalihan gaya, mekanisme slip kritis terjadi lebih dahulu. Apabila gaya yang terjadi melampaui kuat slip kritis sambungan maka akan terjadi slip sehingga terjadi pengalihan gaya dengan mekanisme tumpu. Kuat nominal tumpu yang umumnya lebih besar dari kuat nomimal slip kritis akan mengambil alih gaya yang terjadi, sehingga mekanisme tumpu akan meneruskan pengalihan gaya. Mekanisme tumpu dan mekanisme slip kritis mempunyai formulasi yang berbeda. Mekanisme tumpu ditentukan oleh parameter diameter baut dan tebal pelat profil, sedangkan mekanisme slip kritis ditentukan oleh parameter koefisien slip dan gaya pretensioning pada baut mutu tinggi seperti pada persamaan di bawah ini;
Kuat nominal slip kritis sambungan (AISC 2005) R n = 1.13 ⋅ µ ⋅ h sc ⋅ Tb ⋅ N b ⋅ N s ................................................................................................................................... (1)
Dimana, 1.13 faktor yang mewakili rasio rata-rata tegangan pretension baut terpasang dan nilai min yang ditetapkan; µ = 0.35 rata-rata koefisien slip pada permukaan (Class A); hsc = 0.85 faktor lubang dianggap sebagai lubang oversized; Tb = 142 kN gaya pretension minimum untuk baut diameter ¾ in; Nb = 1 jumlah baut; Nc = 1 jumlah bidang slip (satu sisi). Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 173
Hendrik Wijaya dan Wiryanto Dewobroto
Pada persamaan (1) tidak ditemukan parameter ketebalan pelat sebagai penentu kuat nominal slip kritis sambungan. Terlepas dari persamaan di atas, pada American Iron and Steel Institue 2001 (AISI 2001) dijelaskan bahwa apabila ketebalan pelat sambungan ≤ 3/16 in atau 4.76 mm (umumnya profil baja cold-formed), sambungan baut mutu tinggi dengan gaya pretensioning hanya dapat mengandalkan mekanisme tumpu saja dengan kata lain bahwa mekanisme friksi (bila ada) harus diabaikan. Jadi berdasarkan regulasi tersebut, mekanisme slip kritis tidak dapat diandalkan pada sambungan pelat baja cold-formed (tipis).
2.
HIPOTESA PENELITIAN
AISI (2001) yang secara tidak langsung menyatakan bahwa faktor ketebalan pelat mempengaruhi mekanisme slip kritis menjadi acuan untuk dapat dilakukannya penelitian sehubungan dengan pemanfaatan mekanisme slip kritis dengan manipulasi ketebalan pelat. Dengan dilakukannya manipulasi faktor ketebalan pelat baja cold-formed yang minim, maka bidang kontak efektif yang minim dapat diperluas. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan washer khusus (besar) dengan ketebalan dan luas permukaan yang maksimal. Walaupun berdasarkan ketentuan yang telah ada tidak menyebutkan luas permukaan bidang kontak friksi sebagai parameter yang menentukan kuat friksi, secara logika sederhana, semakin luas permukaan bidang kontak friksi akan berdampak pada semakin banyak tahanan friksi yang terjadi (Dewobroto 2008-unpublished). ring / washer standar
pretensioning bidang kontak efektif
gaya aksi
gaya reaksi profil tebal (hot-roll)
(a)
ring / washer standar
pretensioning bidang kontak efektif
gaya aksi
gaya reaksi
profil tipis (cold-formed)
(b) pretensioning bidang kontak efektif
gaya aksi
gaya reaksi
(c)
profil tipis (cold-formed) ring / washer khusus
Gambar 2. Pengaruh Manipulasi Ketebalan Pelat Terhadap Mekanisme Slip Kritis Pada Gambar 2(a), dianggap bahwa distribusi gaya pretensioning pada baut dapat disebarkan pada daerah luasan dengan sudut 45° pada arah ketebalan, maka semakin tebal pelat yang disambung akan menyebarkan gaya pretensioning dengan lebih luas, sehingga permukaan bidang kontak efektif (friksi) menjadi lebih luas. S - 174
Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Slip Kritis pada Sambungan Pelat Baja Cold-Formed (Tipis) dengan Manipulasi Ketebalan Pelat
Mekanisme (tahanan) friksi pada bidang kontak efektif tergantung pada gaya pretensioning yang merupakan fungsi dari diameter dan mutu baut yang dipakai, yaitu minimum sebesar 70% dari kuat tarik baut mutu tinggi yang digunakan (AISC-LRFD Table J3.1). Penggunaan baut dengan diameter dan mutu yang sama menghasilkan pemberian gaya pretensioning yang sama pada pelat baja tebal maupun pelat baja tipis (cold-formed). Minimnya ketebalan pelat baja cold-formed seperti pada Gambar 2(b) mengakibatkan bidang kontak efektif yang lebih sempit dibandingkan pada pelat tebal. Maka dari itu total tahanan friksi yang dihasilkan juga lebih kecil, sehingga mekanisme slip kritis menjadi tidak efektif (tidak dapat diandalkan) dibanding pada pelat tebal (hotrolled). Jadi jika ketebalan mempengaruhi distribusi gaya pretensioning maka sistem sambungan pelat tipis (cold-formed) dapat ditingkatkan tahanan friksinya dengan menempatkan washer khusus yang tebal unutk memanipulasi ketebalan pelat. Washer besar ini berfungsi sebagai media distribusi gaya pretensioning dalam memperluas bidang kontak friksi. Penggunaan washer khusus dengan metode di atas (Gambar 2(c)) diharapkan dapat membangkitkan kuat nominal slip kritis yang sebelumnya diabaikan (berdasarkan AISI 2001).
3.
STRATEGI PENELITIAN
Sehubungan dengan pembuktian hipotesa di atas maka dilakukan dua buah uji empiris. Uji empiris pertama bertujuan sebagai penegasan masalah yang ada seperti pada subbab pendahuluan bahwa mekanisme slip kritis hanya dapat terjadi pada pelat baja tebal, sedangkan pada pelat baja cold-formed (tipis) mekanisme slip kritis tidak dapat terjadi (lihat Gambar 2(a) dan 2(b)). Untuk itu dilakukan uji sambungan baut tunggal pada pelat baja hot-rolled t = 5 mm (> 4.76 mm) dan pelat baja cold-formed (tipis) t = 1.5 mm (≤ 4.76 mm). Uji empiris kedua dilakukan untuk membuktikan hipotesa pada Gambar 2(c) dalam memanipulasi ketebalan pelat dengan menggunakan washer khusus (besar) maka dibuatlah sebuah washer dengan ketentuan seperti pada Gambar 3. 100 50 A
A
washer-khusus
a). Tampak Atas baut 43 in A325 R25 1.5
5
b). Potongan A-A
30
washer-khusus washer-khusus
Gambar 3. Penggunaan Washer Khusus (Besar) Pada Sambungan (dimensi dalam mm) Perlu diketahui bahwa kedua jenis uji empiris di atas dilakukan terhadap sambungan dengan konfigurasi yang sama, baut diameter ¾ in mutu A 325 full pretensioning, dengan lubang oversized. Selain itu perlu diketahui pula bahwa konfigurasi benda uji telah didesain sedemikian rupa sehingga telah memenuhi persyaratan jarak baut ke tepi pelat (sejajar arah gaya maupun tegak lurus arah gaya). Sepeti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pengalihan gaya pada sambungan diawali dengan mekanisme slip kritis, hingga terjadi slip lalu mekanisme tumpu mengambil alih gaya yang terjadi. Oleh karena itu terjadinya slip dapat dijadikan indikasi bahwa sambungan terkait mengalami mekanisme slip kritis. Selanjutnya dilakukan pengujian tarik untuk melihat slip yang dapat terjadi, dalam hal ini pada sistem sambungan biasa (dengan washer standar) pada pelat hot-rolled t = 5 mm dan pelat cold-formed t = 1.5 mm dan sistem sambungan khusus (dengan washer besar).
Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 175
Hendrik Wijaya dan Wiryanto Dewobroto
4.
PELAKSANAAN PENELITIAN
Eksperimen dilakukan terhadap benda uji sperti yang tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Benda Uji Pada Eksperimen Yang Dilakukan Benda Uji
Material
H1ON C1ON C2ON
Hot-rolled Cold-formed Cold-formed
Uji Empiris 1 1 2
Parameter t Jenis Washer (mm) 1.5 Washer Biasa 5 Washer Biasa 1.5 Washer Besar
Permukaan Natural Natural Natural
Σ 2 2 2 6
Untuk dapat mengandalkan mekanisme slip kritis tentunya memerlukan gaya pretensioning pada baut mutu tinggi yang digunakan. Pemberian pretensioning pada baut mutu tinggi dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode turn-of-nut yang merupakan metode paling sederhana dan ekonomis karena tidak membutuhkan alat ukur khusus dan sebagainya. Metode ini dilakukan dengan cara memutar sebesar 1/3 putaran setelah kondisi snug-tighted, suatu kondisi dimana baut telah dikencangkan sedemikian rupa, sehingga permukaan pelat saling bertemu, menutup rapat dan dikencangkan sekuat tenaga seorang pekerja dengan ordinary-spud-wrench (kunci biasa). Walaupun metode ini merupakan metode yang paling sederhana, namun dalam pelaksanaannya pada tahap persiapan eksperimen mengalami kesulitan dalam hal proses pengencangan baut sebesar 1/3 putaran dalam hal stabilitas benda uji pada saat baut akan dikencangkan sedemikian rupa. Maka dari itu untuk mendukung stabilitas sambungan pada eksperimen, maka diperlukan tempat penjepit tetentu. kondisi pretensioning
1 3
putaran (min)
Lubang Kunci Pas Kepala Baut
120°
kondisi snug-tighted
Gambar 4. Pretensioning Metode Turn-of-nut
Gambar 5. Alat Bantu Turn-of-nut
Penggunaan baja profil WF di atas sebagai sebagai penjepit kepala baut dan pemberat, cukup efektif pada saat mur baut dikencangkan sebesar 1/3 putaran. Pretensioning pada baut dilakukan dengan menggunakan alat bantu seperti seperti di atas, kemudian untuk mempermudah pergerakan tuas kunci baut, juga digunakan besi pipa untuk memperpanjang lengan momen tuas kunci baut.
Gambar 6. Proses Turn-of-nut Pada Benda Uji S - 176
Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Slip Kritis pada Sambungan Pelat Baja Cold-Formed (Tipis) dengan Manipulasi Ketebalan Pelat
Uji empiris 1
a)H1ON-A
b) C1ON-B
Gambar 7. Benda Uji Empiris 1 Tabel 2. Hasil Uji Empiris ke-1 Notasi
∆ ultimate
P slip
P ultimate
H1ON-A H1ON-C
52,900 N 41,260 N
112,000 N 107,870 N
29.51 mm 16.34 mm
Uji Empiris
C1ON-A C1ON-B
Tidak jelas Tidak jelas
23,425 N 23,590 N
2.98 mm 3.02 mm
Uji Empiris
47,700 N
-
-
AISC 2005
Note
Teori Slip Kritis
120,000
100,000
gaya (N)
80,000
60,000
40,000
20,000
0 0
10
20
30
H1ON-A
40 perpindahan (mm)
H1ON-C
C1ON-A
50 C1ON-B
60
70
80
AISC 2005
Gambar 8. Hasil Uji Empiris ke-1 Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 177
Hendrik Wijaya dan Wiryanto Dewobroto
Berdasarkan hasil uji empiris ke-1 di atas (lihat Tabel 2 dan Gambar 5), dapat terlihat bahwa slip jelas terjadi pada sambungan baja hot-rolled (tebal). Sedangkan pada sambungan pelat baja cold-formed (tipis) bila dicermati tahanan slip relatif kecil atau tidak terjadi. Berdasarkan dua hal tersebut maka penggunaan metode turn-of-nut diyakini telah dapat dilakukan dalam memberikan gaya pretensioning pada baut. Gaya tarik slip yang terjadi pun memberikan hasil yang mirip dengan teori slip kritis pada AISC 2005. Perbedaan yang terjadi pada benda uji H1ON-C dimana benda uji tersebut memiliki gaya tarik slip yang lebih rendah dibandingkan teori AISC 2005, dikarenakan ketidaktelitian pemberian gaya pretensioning pada baut dengan metode turn-of-nut (secara manual). Perbedaan tersebut tidak menjadi masalah selama pembuktian penegasan masalah dan hipotesa dapat dilakukan sebagaimana yang terlihat dari hasil benda uji sambungan pelat cold-formed (tipis), setelah dicermati lebih lanjut, tahanan slip kritis yang terjadi, nilainya tidak jelas. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa slip kritis memang dapat dianggap tidak terjadi atau tidak efektif pada sambungan pelat tipis tersebut. Mekanisme slip kritis tidak dapat diandalkan pada sambungan baja cold-fromed terbukti dengan tidak terjadinya fenomena slip pada sambungan dengan washer / ring biasa (benda uji C1ON). Tidak terjadinya mekanisme slip kritis pada sistem sambungan tesebut sesuai dengan regulasi AISI 2001 yang menyatakan sambungan pelat tipis hanya dapat mengandalkan mekanisme tumpu.
Uji empiris 2 Berikut ini merupakan hasil dari uji empiris ke-2 yaitu sambungan pelat baja cold-formed (tipis) dengan menggunakan washer besar (C2ON) yang kemudian dibandingkan dengan hasil dari uji empiris ke-1 berupa sambungan pelat baja cold-formed (tipis) dengan menggunakan washer biasa /standar (C1ON).
a)C1ON-B
b)C2ON-C
Gambar 9. Benda Uji Empiris 2 (Washer Besar / C2ON) Dibandingkan dengan Benda Uji Empiris 2 (Washer Standar / C1ON) Tabel 3. Hasil Uji Empiris ke-2 Notasi UPH-C1ON-A UPH-C1ON-B UPH-C2ON-A UPH-C2ON-B
S - 178
Slip kritis P slip 26,605 N 25,990 N
Mekanisme Tumpu Pultimate % ∆ultimate 23,425 N 1.0 x 2.98 mm 1.0 x 23,590 N 1.0 x 3.02 mm 1.0 x 45,250 N 1.9 x 76.41 mm 25.6 x 53,430 N 2.3 x 79.15 mm 26.6 x
Note Kegagalan tumpu Kegagalan tumpu Kegagalan tumpu Kegagalan tumpu
Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Slip Kritis pada Sambungan Pelat Baja Cold-Formed (Tipis) dengan Manipulasi Ketebalan Pelat
60,000
50,000
gaya tarik (N)
40,000
30,000
20,000
10,000
0 0
20
40
60
80
100
120
perpindahan (mm) C1ON-A
C1ON-B
C2ON-A
C2ON-B
Gambar 10. Hasil Uji Empiris ke-2 Penggunaan washer besar seperti pada hipotesa yang diangkat ternyata dapat membangkitkan mekanisme slip kritis pada sambungan pelat baja cold-formed (tipis). Dengan menggunakan washer besar, mekanisme slip kritis yang semulanya tidak dapat terjadi (sistem biasa), slip dapat terjadi sebagai indikasi adanya mekanisme slip kritis. Benda uji C2ON menunjukkan bahwa sambungan dengan washer khusus (besar) mengalami mekanisme slip kritis. Dengan memperbesar luas bidang kontak efektif (friksi) dengan manipulasi dari penggunaan washer khusus (besar) dapat menghasilkan mekanisme slip kritis pada sambungan pelat baja cold-formed (tipis). Hipotesa penggunaan washer khusus (besar) sebagai sarana manipulasi ketebalan pelat untuk menghasilkan mekanisme slip kritis telah terbukti.
5.
KESIMPULAN
Fakta yang diperoleh, bahwa meskipun tahanan slip-kritis apabila dicermati juga ada pada sistem sambungan coldformed (tipis), karena baut mutu tinggi juga diberi pretensioning, tetapi nilainya relatif kecil dan diragukan jika dibandingkan tahanan slip kritis dari sambungan hot-rolled. Dengan demikian pernyataan AISI (2001) bahwa sambungan pelat cold-formed dengan baut hanya boleh memanfaatkan mekanisme tumpu, adalah benar adanya, atau dengan kata lain bahwa pretensioning pada pelat baja cold-formed (tipis) adalah tidak efektif. Pengunaan washer khusus (besar) yang diusulkan sebagai media manipulasi ketebalan pada pelat baja cold-formed (tipis) telah dapat membangkitkan fenomena slip kritis yang biasanya tidak terjadi pada sambungan dengan ring baut biasa. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor ketebalan pelat merupakan salah satu parameter penting dalam menghasilkan kekuatan sambungan dengan mekanimse slip kritis.
6.
PENUTUP
Dapat dilaksanakannya penelitian ini (No: P-008A-FDTP/I/2008 dan No: P-009-FDTP/I/2008) tidak terlepas dari dukungan Lembaga Penelitian dan Pengadian Masyarakat Universitas Pelita Harapan (LPPM UPH) dan Lab. Struktur Jurusan Teknik Sipil Unika Parahyangan. Untuk itu diucapkan terima kasih kepada kedua institusi akademik tersebut.
Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta
S - 179
Hendrik Wijaya dan Wiryanto Dewobroto
DAFTAR PUSTAKA AISC. (2005). An American National Standard: Specification for Structural Steel Buildings (ANSI/AISC 360-05). American Institute of Steel Construction, Chicago. AISI. (2001). “Testing of Bolted Cold-Formed Steel Connections in Bearing (With and Without Washers)”. American Iron and Steel Institute, Canada. Dewobroto, Wiryanto. (2008). “Pengaruh Bentuk dan Ukuran Washer (Ring) pada Perilaku Sambungan Baut Mutu Tinggi dengan Pretensioning di Baja Cold-formed”, Disertasi Doktoral Jurusan Teknik Sipil, Universitas Katholik Parahyangan, Bandung. Unpublished. Wijaya, Hendrik. (2008). “Peningkatan Kinerja Sambungan Baut Mutu Tinggi Pada Struktur Baja Cold-formed Dengan Sistem Mekanisme Tumpu Baru”. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Universitas Pelita Harapan, Karawaci. Unpublished. Wijaya, Hendrik dan Dewobroto, Wiryanto (2008). ”Penggunaan Washer Khusus (Besar) Pada Sambungan Baja Cold-Formed”. Jurnal Teknik Sipil ITB, Vol. 15, no. 3, hal. 107 – hal. 112. Bandung.
S - 180
Universitas Pelita Harapan – Universitas Atma Jaya Yogyakarta