SIKAP MASYARAKAT DESA HUTAN TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KABUPATEN KEBUMEN BKPH GOMBONG UTARA KPH KEDU SELATAN PERUM PERHUTANI UNIT 1 JAWA TENGAH
SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Jurusan / Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Oleh : Resza Prihantoro H0404055
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
HALAMAN PENGESAHAN
SIKAP MASYARAKAT DESA HUTAN TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KABUPATEN KEBUMEN BKPH GOMBONG UTARA KPH KEDU SELATAN PERUM PERHUTANI UNIT 1 JAWA TENGAH
Yang dipersiapkan dan disusun oleh Resza Prihantoro H0404055
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal : Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji Ketua
Ir. Supanggyo, MP NIP. 194710071981031001
Anggota I
Arip Wijianto, SP. Msi NIP. 197712262005011002 Surakarta, Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS NIP. 195512171982031003
ii
Anggota II
Ir. Sugihardjo, MS NIP. 195903051985031004
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan Judul ” SIKAP MASYARAKAT DESA HUTAN TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI
KABUPATEN KEBUMEN BKPH
GOMBONG
UTARA KPH KEDU SELATAN PERUM PERHUTANI UNIT 1 JAWA TENGAH”. Penyelesaian Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak mulai awal penelitian sampai akhir pembuatan Skripsi ini. Berkaitan dengan itu maka pada penulisan Skripsi ini, Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. dr. Much Syamsulhadi, Sp.KJ, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS, selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Dr. Ir. Kusnandar, MSi, selaku Ketua Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Ir. Supanggyo, MP, selaku
Pembimbing
Akademik
dan Pembimbing
Utama yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang baik dalam studi penulis maupun dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Arip Wijianto, SP. MSi, selaku
Pembimbing
Pendamping
yang
telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Ir. Sugihardjo, MS, selaku Dosen Tamu yang telah memberikan masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini. 7. Kepala Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang telah memberikan izin penelitian ini. 8. Admistratur/KKPH Kedu Selatan yang telah memberikan izin penelitian ini. 9. Asper BKPH Gombong Utara yang telah memberikan izin penelitian dan memberikan data dalam penyelesaian skripsi ini. 10. Bapak Supriyadi (Mantri BKPH Gombong Utara) yang telah membantu mencarikan data dan memberikan masukan dalam penelitian ini.
iii
11. Bapak dan Ibu serta adikku tercinta yang telah memberikan dukungan moril dan spirituil dalam penyelesaian skripsi ini. 12. Sri Hesti Hastuti yang telah memberikan waktu, motivasi serta do’anya. 13. Keluarga Bapak Sudaryo Gombong yang telah memberikan izin tempat tinggal untuk penyelesaian skripsi ini, (Bude Ribut, Mas Wahyu, Mbak Tanti, Ridho, Mbak Ndaru, Mas Andi, Mbak Damar, Riyon) yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta do’anya. 14. Keluarga Danang Dwi Nugroho yang telah memberikan izin tempat tinggal untuk penyelesaian skripsi ini dan memberikan dukungan, motivasi serta do’anya. 15. Ketua dan anggota LMDH Redisari atas kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini. 16. Ketua dan anggota LMDH Ngudi Lestari atas kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini. 17. Ketua dan anggota LMDH Enggal Maju atas kerjasamanya dalam penyelesaian skripsi ini. 18. Wayan, Iwan, Widi, Doni, Aziz, Indra, Henry, dan Teman-teman PKP 2004 yang telah memberikan dukungan dan motivasi serta do’anya. 19. Semua Pihak yang belum Penulis sebut satu persatu yang telah memberikan bantuannya dalam Penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam isi skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, Penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga Skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca umumnya. Amin. Surakarta,
April 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN......................................................................... ii KATA PENGANTAR..................................................................................... iii DAFTAR ISI.................................................................................................... v DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR....................................................................................... ix RINGKASAN .................................................................................................. x SUMMARY ..................................................................................................... xi I.
PENDAHULUAN.............................................................................. 1 A. Latar Belakang Masalah................................................................ 1 B. Perumusan Masalah ...................................................................... 2 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 4 D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 4
II. LANDASAN TEORI......................................................................... 5 A. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 5 B. Kerangka Berpikir......................................................................... 42 C. Hipotesis........................................................................................ 44 D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel............................ 45 E. Pembatasan Masalah ..................................................................... 50 III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 51 A. Metode Dasar Penelitian ............................................................... 51 B. Metode Penentuan Lokasi............................................................. 51 C. Populasi dan Teknik Sampling ..................................................... 52 D. Jenis dan Sumber Data.................................................................. 54 E. Metode Pengumpulan Data........................................................... 54 F. Metode Analisi Data ..................................................................... 55 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN................................ 57 A. Keadaan Alam............................................................................... 57 B. Keadaan Penduduk........................................................................ 59
v
C. Keadaan Pertanian......................................................................... 63 V.
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 65 A. Faktor Pembentuk Sikap ............................................................... 65 B. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat .......................................................... 75 C. Hubungan Sikap Dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ..................................................................... 80
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 86 A. Kesimpulan ................................................................................... 86 B. Saran.............................................................................................. 87 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Pengukuran Variabel, Indikator, Kriteria dan Skor Penelitian .... 47
Tabel 2.
Nama RPH, LMDH dan Jumlah Anggota LMDH di BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.................................................................................. 52
Tabel 3.
Sampel Penelitian di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah . 53
Tabel 4.
Jenis dan Sumber Data yang digunakan ....................................... 54
Tabel 5.
Luas Wilayah LMDH Binaan BKPH Gombong Utara................. 58
Tabel 6.
Jenis dan Luas Tanaman di BKPH Gombong Utara..................... 59
Tabel 7.
Keadaan Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Sempor pada tahun 2008..................................................................................... 59
Tabel 8.
Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Sempor pada tahun 2008............................................................... 60
Tabel 9.
Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Sempor pada tahun 2008............................................................... 61
Tabel 10.
Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Sempor pada tahun 2008 ............................................................................ 62
Tabel 11.
Keadaan Tanaman, Luas Panen, Hasil Ubinan, dan Hasil Produksi di Wilayah Kecamatan sempor tahun 2008 ................... 63
Tabel 12.
Jenis dan Jumlah Ternak yang diusahakan di Kecamatan Sempor tahun 2008..................................................................................... 64
Tabel 13.
Pengalaman Pribadi Responden sebagai Petani dan Pengalaman Pribadi responden Bekerjasama dengan Perum Perhutani............ 65
Tabel 14.
Frekuensi Berkomunikasi dengan Tokoh Panutan dan Pengaruh Tokoh Panutan dalam Program PHBM ........................................ 66
Tabel 15.
Pengaruh Kebudayaan Setempat................................................... 67
Tabel 16.
Frekuensi Memperoleh Informasi dan Pengaruh PPL dalam Program PHBM ............................................................................ 68
Tabel 17.
Frekuensi Memperoleh Informasi dan Pengaruh Teman LMDH dalam Program PHBM.................................................................. 69
Tabel 18.
Frekuensi Memperoleh Informasi dan Pengaruh Suami/Istri dalam Program PHBM.................................................................. 70
vii
Tabel 19.
Frekuensi Memperoleh Informasi dan Pengaruh Tetangga dalam Program PHBM ............................................................................ 71
Tabel 20.
Jumlah Media Massa, Frekuensi Menyimak Informasi, dan Isi Materi yang terkandung dalam Program PHBM .......................... 72
Tabel 21.
Jenjang Pendidikan yang Ditempuh atau Ditamatkan .................. 74
Tabel 22.
Frekuensi Responden Mengikuti Kegiatan Penyuluhan/Pelatihan 74
Tabel 23.
Pemahaman Responden terhadap Konsep Program...................... 75
Tabel 24.
Pemahaman Responden Terhadap Program PHBM ..................... 76
Tabel 25.
Pemahaman Responden Terhadap Tujuan Program ..................... 77
Tabel 26.
Sikap Responden Terhadap Pelaksanaan Program ....................... 78
Tabel 27.
Sikap Responden Terhadap Hasil program................................... 79
Tabel 28.
Kemanfaatan Program Bagi Responden ....................................... 80
Tabel 29.
Hubungan Antara Sikap Dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ..................................................................... 80
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Mengenai Sikap Dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah...................... ................................ 43
ix
RINGKASAN Resza Prihantoro. H0404055. “ SIKAP MASYARAKAT DESA HUTAN TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI KABUPATEN KEBUMEN BKPH GOMBONG UTARA KPH KEDU SELATAN PERUM PERHUTANI UNIT 1 JAWA TENGAH ”. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pembimbing Ir. Supanggyo, MP dan Arip Wijianto, SP. MSi. Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai obyek dari masyarakat desa hutan tentunya memperoleh respon evaluatif. Artinya bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak menyenangkan yang kemudian membentuk potensi reaksi terhadap obyek sikap. Penelitian ini bertujuan Mengkaji sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM, Mengkaji faktor pembentuk sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM, dan Mengkaji hubungan antara sikap dengan program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Metode dasar penelitian menggunakan metode Kuantitatif dengan teknik survey. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja di BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang ada di Kabupaten Kebumen yang telah membentuk LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota dan pengurus LMDH yang ada di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Pengambilan sampel dengan teknik proposional random sampling. Untuk mengetahui hubungan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah digunakan uji korelasi Rank Spearman (Rs). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor pembentuk sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah termasuk dalam median gabungan skor 3 dengan kategori sedang. Sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah termasuk dalam median gabungan skor 4 dengan kategori tinggi. Dari analisis Rs dan uji signifikansi pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengalaman pribadi dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM, terdapat hubungan yang signifikan serta arah hubungan yang positif antara pengaruh tokoh panutan, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang di anggap penting, media massa, pendidikan formal dan pendidikan non formal dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM.
x
SUMMARY Resza Prihantoro. H0404055. " PUBLIC ATTITUDES TOWARD FOREST VILLAGE JOINT FOREST MANAGEMENT PROGRAMME IN COMMUNITY DISTRICT NORTH KEBUMEN BPKH GOMBONG KEDU PERUM PERHUTANI KPH UNIT 1 SOUTH CENTRAL JAVA." Faculty of Agriculture University of Surakarta Eleven March. Under guidances Ir. Supanggyo, MP and Arip Wijianto, SP. MSI. Joint Forest Management Program Society as objects village forest communities should obtain evaluative response. It means that the shape of the reaction expressed as the emergence of this attitude is based on the evaluation process in the individual who gives the conclusion of the stimulus in the form of good and evil, positive-negative, pleasant-unpleasant that later formed as a reaction to a potential attitude objects. This research aims to review the attitudes forest village community towards the PHBM program, the evaluation of the factors that make up the social attitude towards the peoples of the PHBM forest programmes and a review of the relationship between the factors that make up the attitude towards the public attitude towards the peoples of the forests in Kebumen PHBM BPKH North Gombong KPH South Kedu Perum Perhutani unit 1 Central Java program The basic method of research using quantitative methods with survey techniques. Research a specific location in North Gombong BPKH deliberately KPH South Kedu Perum Perhutani Unit 1, Central Java, which has formed in Kebumen LMDH (Forest Village Community Institution). The population in this study are all members and staff from the existing LMDH in Kebumen BPKH North Gombong KPH South Kedu Perum Perhutani Unit 1, Central Java. Proportional sampling with random sampling. To determine the relationship between the factors that shape attitudes to the attitude of society towards the forest villages in Kebumen PHBM program BPKH North Gombong KPH South Kedu Perum Perhutani Unit 1 Central Java used Spearman's rank correlation test (Rs). The results showed that the factors that shape public attitudes toward forest villages with community forest management programs in North Gombong KPH Kebumen BPKH South Kedu Perum Perhutani Unit 1, Central Java is included in the combined average score of 3 with the medium category. Forest village community attitudes towards forest management programs with the community in North Gombong KPH Kebumen BPKH South Kedu Perum Perhutani Unit 1, Central Java is included in the combined average score of 4 with a higher category. From Rs analysis and test of significance at 95% confidence level showed no significant correlation between personal experience with forest villagers' attitudes toward the program PHBM. There is a relationship and positive correlation between the influence of role models, cultural influences, the influence of other people deem important in the mass media, formal and non formal education with public attitudes towards community forest program PHBM.
xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Sumber daya hutan dengan beragam isi yang ada di dalamnya bukanlah sesuatu yang tidak boleh disentuh, melainkan harus dimanfaatkan untuk kemakmuran umat manusia, terutama yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan. Hal ini sangat penting agar pengelolaan hutan harus dijaga agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial terutama dikalangan masyarakat desa hutan. Sesuai dengan pernyataan Simon (1993), konsep pembangunan hutan harus lebih banyak melibatkan masyarakat setempat. Kekuatan yang sifatnya merusak harus diarahkan menjadi kekuatan yang sifatnya membangun yaitu dengan menjadi mitra yang sejajar antara kehutanan dan masyarakat sehingga dapat saling menguntungkan dalam suatu sistem pengelolaan hutan. Pemanfaatan sumber daya hutan secara maksimal untuk kesejahteraan seluruh rakyat merupakan tujuan yang luhur dan patut untuk didukung pencapaiannya. Indonesia memiliki sumber daya yang berlimpah, akan tetapi kekeliruan pemanfaatannya dimasa lampau membuat negara ini harus menerima kerusakannya. Pemanfaatan dengan tetap memperhatikan prinsip kelestarian merupakan batasan yang harus benar-benar kita patuhi. Dengan memperhatikan
prinsip
kelestarian,
generasi
mendatang
tetap
dapat
mengambil manfaat dari sumber daya tersebut (Arief, 1994). Prinsip kelestarian dari segi ekonomi, bahwa kegiatan pembangunan tersebut dapat mendukung kebutuhan ekonomi dari pelakunya. Lestari dari segi lingkungan, bahwa kegiatan pembangunan tersebut tidak menimbulkan kerusakan lingkungan, misalnya menyebabkan erosi yang tinggi, aliran permukaan yang tinggi sehingga menimbulkan banjir, dan sebagainya. Dan lestari dari segi sosial bahwa kegiatan pembangunan tersebut dapat diterima masyarakat, tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan dan nilai budaya masyarakat (Warsito, 2006). Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) ditempuh dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat
1 xii
dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Dalam PHBM masyarakat dilibatkan secara aktif pada pengelolaan hutan baik itu dalam hal perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan kehutanan. Masyarakat setempat yang dimaksud adalah masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar hutan yang merupakan kesatuan komunitas sosial didasarkan pada mata pencaharian yang bergantung pada hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama dalam wadah kelembagaan. Program pengelolaan hutan bersama masyarakat merupakan suatu sistem pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama dengan Perum Perhutani, Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dan pihak-pihak yang berkepentingan dengan jiwa berbagi, yang artinya berbagi ruang, berbagi waktu, berbagi kegiatan dan berbagi hasil. Dalam setiap program ataupun kegiatan yang dilaksanakan di suatu tempat tentunya akan mendapat respons atau sikap oleh sasaran. Menurut Azwar (1995), sikap dikatakan sebagai suatu respons evaluatif. Respons hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilih pada dua arah kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu atau seseorang sebagai obyek. Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) sendiri dikatakan berhasil apabila tidak merugikan semua pihak (Stakeholders). Untuk mencapai keberhasilannya sangat diperlukan sikap yang baik dari masyarakat desa hutan terhadap program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat ini. Maka penulis ingin mengkaji sikap masyarakat desa hutan terhadap program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat yang dipimpin oleh Perum Perhutani. B. Perumusan Masalah Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat sebagai kegiatan dari masyarakat desa hutan tentunya memperoleh respon evaluatif. Artinya bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai sikap itu timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baik-buruk, positif-negatif, menyenangkan-tidak
xiii
menyenangkan yang kemudian membentuk potensi reaksi terhadap obyek sikap. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholders) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan yang diwujudkan secara optimal dan proporsional. Sikap masyarakat desa hutan sebagai sasaran program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) perlu untuk dikaji karena untuk mengetahui berhasil tidaknya suatu program dapat dilihat melalui sikap masyarakat desa hutan tersebut. Menurut Ahmadi (2002), apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap suatu obyek ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menunjukkan persetujuannya adanya obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu. Dari uraian diatas maka timbul beberapa permasalahan yang nantinya akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain : 1. Bagaimana sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah? 2. Faktor apa saja yang membentuk sikap masyarakat desa hutan mengikuti program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah? 3. Bagaimana hubungan antara sikap masyarakat desa hutan dengan program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah?
xiv
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah : 1. Mengkaji sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. 2. Mengkaji faktor pembentuk sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. 3. Mengkaji hubungan antara sikap masyarakat desa hutan dengan program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian tentang sikap masyarakat desa hutan terhadap program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah ini adalah : 1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih mendalam tentang sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam mengembangkan program PHBM menjadi lebih baik. 3. Bagi peneliti lain, dapat dijadikan referensi informasi untuk meneliti lebih lanjut tentang sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM. 4. Bagi masyarakat, melalui penelitian ini diharapkan dapat mengetahui bagaimana sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM dan penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai acuan dalam setiap mengambil sikap untuk mengikuti program PHBM.
xv
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan Kehutanan Pembangunan kehutanan merupakan bagian dari Pembangunan Nasional dengan tujuan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan pengelolaan sumber daya alam yang berupa hutan. Pemanfaatan sumber daya alam hutan bila dilakukan sesuai dengan fungsi yang terkandung di dalamnya, seperti adanya fungsi lindung, fungsi suaka, fungsi produksi, dan fungsi wisata dengan dukungan kemampuan pengembangan sumber daya manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, akan dicapai baik terukur maupun yang dapat diukur berupa produksi, jasa, energi, dan perlindungan lingkungan (Pamulardi, 1999). Hutan merupakan salah satu landasan ekosistem yang sangat besar peranannya dalam menjaga keseimbangan ekosistem dunia. Hutan menyerap, menyimpan dan mengeluarkan air. Hutan merupakan paru-paru dunia yang menyerap karbon dioksida dan mengeluarkan oksigen. Hutan menjaga dan melindungi tanah dari gerusan air dan sapuan angin. Hutan pun menyediakan bahan makanan, obat-obatan, bahan bakar, bahan bangunan dan memberi kehidupan bagi seluruh manusia di muka bumi ini. Pendeknya seluruh fungsi dan kegunaan hutan tidak terbatas dan ternilai bagi kelangsungan hidup manusia (Gunawan, et al, 1998). Hutan merupakan salah satu bentuk tata guna lahan yang lazim dijumpai di daerah tropis, sub tropis, di dataran rendah maupun pegunungan, bahkan di daerah kering sekalipun. Pengertian hutan di sini adalah suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup dalam lapisan permukaan tanah, yang terletak pada suatu kawasan dan membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berada dalam keseimbangan (Arief, 1994). Mardikanto (2002), mendefinisikan hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya hayati yang 5 xvi
didominasi pepohonan dalam persekutuan lingkungan alam yang satu dengan yang lainnya yang tidak dapat dipisahkan. Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hutan adalah hamparan lahan berisi tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup dipermukaan tanah, membentuk suatu kesatuan ekosistem dalam keseimbangan yang dinamis. Hutan bagi Bangsa Indonesia merupakan satu kesatuan utuh dalam sistem kehidupan bangsa sejak zaman dahulu, pada saat ini dan untuk masa yang akan datang. Para leluhur Bangsa Indonesia telah sejak lama mengenal, merasakan dan menggunakan hutan untuk memenuhi berbagai kebutuhan kehidupannya dengan berlandaskan kepada nilai-nilai dan norma-norma budaya yang penuh kearifan, kebijakan, serta kesadaran dan rasa hormat atas hak seluruh mahluk hidup untuk mendapatkan manfaat dari hutan. Hutan Indonesia yang terdiri atas hutan alam dan hutan tanaman, sebagian besar berbentuk hutan alam hujan tropis yang selalu hijau sepanjang tahun dan memilki kekayaan ekonomis, ekologis dan sosial-budaya yang tak ternilai besarnya. Keseluruhan hutan tersebut diharapkan berfungsi sebagai ekosistem hutan secara utuh yang berperan sangat penting dalam penyangga sistem kehidupan dan secara bersamasama dapat memenuhi kebutuhan terhadap manfaat-manfaat ekonomis, ekologis dan sosial budaya secara berkelanjutan (Warsito, 2006). Menurut Sagala (1994), hutan adalah lahan yang ditumbuhi pohon yang cukup rapat sehingga tajuknya bertaut satu sama lain. Hutan dibedakan atas hutan boreal di bagian utara bumi, hutan tropika di bagian khatulistiwa, dan hutan temporer di antara hutan boreal dan hutan tropika pada daerah dengan curah hujan lebih kecil dari 1000 mn pertahun. Menurut surat keputusan dewan pengawas Perum Perhutani nomor 136/KPTS/DIR/2001 hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Pengertian hutan menurut pemerintah berdasarkan Undang-Undang Pokok Kehutanan No. 5 Tahun 1976 adalah
xvii
suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati, alam lingkungannya dan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan. Hutan mempunyai beraneka ragam fungsi bagi kehidupan manusia. Fungsi produksi kayu adalah salah satu fungsi hutan yang telah memberi sumbangan devisa bagi negara selain migas. Fungsi lain dari hutan yang sangat penting disamping produksi kayu adalah fungsi sosial bagi masyarakat, terutama Hutan menurut Ramdan (2001) sebagai sumber daya alam dengan kekayaan hayatinya bagi masyarakat sekitar hutan. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan, hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus dijaga kelestariannya. Hutan mempunyai peranan sebagai penyerasi dan penyeimbang lingkungan global, sehingga keterkaitannya dengan dunia internasional menjadi sangat penting, dengan
tetap mengutamakan
kepentingan nasional (Pambudiarto, 2005). Rencana
dan
program
kegiatan
pembangunan
hutan
mulai
mengalami pergeseran paradigma serta penyesuaian dalam hal kebijakan. Kebijakan yang semula dititik-beratkan pada pertumbuhan ekonomi yang cenderung ke arah eksploitatif, kini diarahkan pada 1) pelestarian fungsifungsi lingkungan hidup, 2) keuntungan ekonomi bergeser menjadi mengutamakan keuntungan sosial, 3) kelestarian produksi bergeser menjadi kelestarian lingkungan hidup, dan 4) produksi kayu bergeser menjadi mengutamakan produksi non kayu (Suwarno, 2007). Untuk menuju pengelolaan hutan berdasarkan forest resource and total ecosystem management (hutan dipandang sebagai kesatuan yang utuh
xviii
dan integral dari suatu ekosistem), maka diperlukan pula tata aturan yang mengatur, baik yang bersifat pemantapan aturan yang sudah ada maupun pembuatan yang baru. Demikian pula halnya dengan kelembagaan terutama kelembagaan yang mendorong peran aktif masyarakat lokal agar manfaat produksi/ekonomi, ekologi dan sosial budaya dapat dirasakan keadilannya baik oleh masyarakat maupun negara dan yang tidak kalah pentingnya adalah tersedia informasi data yang akurat, komunikatif, dan transparan. Informasi ini baik yang menyangkut potensi hutan : biofisik, ekonomi dan sosial budaya maupun informasi yang menyangkut kebijakan lokal, nasional maupun global (Suwarno, 2007). Pembangunan kehutanan di Indonesia dewasa ini sudah memasuki dasa warsa ke 4, terhitung sejak ditetapkannya Undang-undang Pokok Kehutanan No. 5 tahun 1967 yang kemudian pada Era Reformasi diperbaharui dengan Undang-undang Kehutanan No. 41/ 1999. Selama kurun waktu itu, salah satu keberhasilan yang mudah dilihat adalah tercapainya industrialisasi di sektor kehutanan, lepas dari berbagai macam persoalan ekologi dan sosial yang ditinggalkannya. Industrialisasi adalah sebuah keniscayaan dari strategi pembangunan kehutanan yang semasa Orde Baru memang diarahkan untuk menggenjot perolehan devisa negara. Hutan adalah sumber devisa yang dicadangkan untuk pengembalian hutang luar negeri. Melalui sistem HPH (Hak Pengusahaan Hutan), sumber daya hutan kemudian diserah kelolakan kepada para pemodal besar untuk melakukan berbagai penetrasi dan ekspansi pasar kayu utamanya kayu lapis di tingkat internasional. Saat ini setidaknya terdapat 500 HPH (dari yang semula 650), menguasasi kurang lebih 70 juta Ha hutan produksi di luar Jawa. Sementara itu di Jawa, hutan produksi seluas kurang lebih 2 juta Ha dimonopolikan kepada satu BUMN, untuk memproduksi kayu-kayu pertukangan, terutama jati, dan hasil hutan non kayu lainnya seperti getah pinus dan dammar (Santoso, 2002). Pembangunan sektor kehutanan sedikit banyak telah ikut memberi konstribusi yang nyata dalam keseluruhan proses pembangunan.
xix
Konstribusi ini dihasilkan melalui produksi berbagai hasil hutan dan berbagai jasa yang dihasilkan oleh sumber daya hutan antara lain untuk sektor pertanian, perindustrian, dan pariwisata. Visi pembangunan kehutanan adalah terwujudnya kelestarian fungsi hutan sebagai sistem penyangga kehidupan, memperkuat ekonomi rakyat serta mendukung perekonomian nasional bagi kesejahteraan masyarakat (Departemen Kehutanan, 2003). Bagi Indonesia pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman sudah dimulai sejak akhir abad yang lalu yaitu untuk hutan jati di pulau Jawa. Dalam dekade 1980-an dimulai pembangunan hutan tanaman industri di luar pulau Jawa. Departemen kehutanan telah menetapakan strategi dan kebijaksanaan jangka panjang dalam membangun dan mengelola sumber daya hutan yang berupa pergeseran-pergeseran dalam prioritas dan bobot penanganannya antara lain : 1) Pergeseran dari kelestarian produksi ke kelestarian ekosistem. 2) Pergeseran dari orientasi laba perusahaan ke orientasi laba sosial. 3) Pergeseran ke arah fungsi dan peran hutan milik rakyat. 4) Memberikan peranan lebih besar kepada pemerintah daerah dalam rangka lebih berhasilnya pembangunan hutan dan kehutanan (Pamulardi, 1999). Kehutanan atau penggolongan hutan adalah aplikasi teknik pengusahaan dan prinsip-prinsip teknik kehutanan untuk mengoperasikan sifat-sifat hutan. Kehutanan dapat didefinisikan secara lebih luas sebagai pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia untuk kepentingan manusia, yang terdapat di dalam dan berasosiasi dengan kawasan hutan dan kawasan lain yang dikelola secara keseluruhan atau sebagian untuk tujuan serupa (Simon, 1993). Tujuan pembangunan kehutanan Indonesia adalah membagi habis lahan kehutanan Indonesia ke dalam unit pengelolaan yang terdiri atas unit pengelolaan hutan konservasi, unit pengelolaan hutan produksi, dan unit
xx
pengelolaan kebun kayu. Sedangkan kegiatan pengelolaan lahan kehutanan Indonesia terbagi manjadi tiga tingkatan yaitu : 1. Penetapan luas dan fungsi hutan di tiap propinsi 2. Penunjukan unit pengelolaan pemasangan batas luar dan pengukuhan 3. Membuat unit pengelolaan tertata penuh dan lestari Berdasarkan tujuan dan jenis kegiatannya, organisasi pengelolaan lahan kehutanan disusun menjadi tiga tingkat yaitu tingkat nasional, tingkat regional dan tingkat unit pengelolaan (Sagala, 1994). Arah dan kebijaksanaan pembangunan kehutanan dari Pemerintah secara jelas dan terinci telah dirumuskan dalam tiap Pola Umum Pembangunan Lima Tahun. Pembangunan kehutanan tidak lepas dari keseluruhan bidang pembangunan ekonomi, agama, sosial budaya, politik, hukum, media massa, pertahanan dan keamanan. Azas pembangunan kehutanan adalah kelestarian. Tujuan dari pembangunan kehutanan adalah memberi manfaat sebesar-besarnya secara serbaguna, turut membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasar pancasila (Pamulardi, 1999). Pelaksanaan pembangunan kehutanan dilakukan melalui berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Departemen kehutanan, yang antara lain dapat dilihat dari lima kebijakan prioritas Departemen Kehutanan, yaitu : a. Pemberantasan illegal logging b. Penanggulangan kebakaran hutan c. Restrukturisasi sektor kehutanan d. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan e. Memperkuat pelaksanaan otonomi daerah Keberhasilan pembangunan kehutanan antara lain ditentukan oleh sejauh mana penguasaan terhadap teknologi pembangunan kehutanan yang meliputi teknologi pengelolaan, budidaya, pengelolaan hasil, konservasi dan perlindungan sumber daya hutan (Departemen Kehutanan, 2003).
xxi
Dari pengalaman pelaksanaan pengelolaan hutan yang telah dilakukan selama ini dapat diperoleh pelajaran bahwa pemanfaatan hutan yang lebih mengutamakan manfaat ekonomis sempit untuk memenuhi kebutuhan devisa, pendekatan yang bersifat terpusat tanpa memperhatikan keragaman karakteristik biofisik hutan dan keadaan sosial budaya masyarakatnya, tidak demokratis dan mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal atas sumberdaya hutan, serta kaidah-kaidah keilmuan yang mengakar pada norma-norma dan nilai-nilai kearifan budaya lokal, telah menghantarkan hutan Indonesia kepada keadaan hutan yang sangat memprihatinkan sebagaimana keadaan pada saat ini. Oleh karena itu, guna mempertahankan keberadaan dan meningkatkan kualitas hutan, maka perlu adanya paradigma baru dalam pengelolaan hutan yang berlandaskan kepada : pengakuan terhadap sistem nilai ekosistem hutan yang
bersifat
utuh,
pendekatan
yang
bersifat
adaptif
dengan
memperhatikan karakteristik biofisik hutan, keragaman sosial budaya dan kepentingan masyarakat di sekitar hutan, serta menggunakan kaidahkaidah keilmuan yang mengakar kepada norma-norma dan nilai-nilai kearifan budaya lokal dan dengan melakukan pengurusan hutan yang berlandaskan kepada prinsip-prinsip : manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan
termasuk
kesetaraan
gender,
kebersamaan,
keterbukaan,
keterpaduan, mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat hukum adat dan terhadap hak-hak azasi manusia (Warsito, 2006). 2. Sikap Sikap didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan seseorang yang kurang lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya. Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan-perasaan dan kecenderungan untuk bertindak. Lebih mudahnya, sikap adalah kecenderungan evaluatif terhadap suatu obyek atau subyek yang memiliki konsekuensi, yakni bagaimana seseorang berhadap-hadapan dengan obyek sikap (Hawkins, et al, 1999).
xxii
Attitude are acquired from other persons through social learning. A process that playes a role in many aspect of social comparison. A basic process that influences man aspects of social behavior. Sikap diperoleh dari tiap-tiap orang melalui proses pembelajaran sosial. Sikap juga dibentuk dengan perubahan sosial. Proses dasar yang dipengaruhi oleh banyak aspek perilaku social (Baron dan Byrne, 1994 : 120). Sikap adalah pengorganisasian yang relatif berlangsung lama dari proses motivasi, persepsi dan kognitif yang relatif menetap pada diri individu dalam berhubungan dengan aspek kehidupannya. Sikap individu ini dapat diketahui dari beberapa proses motivasi, emosi, persepsi dan proses kognitif yang terjadi pada diri individu secara konsisten dalam berhubungan dengan obyek sikap (Ramdhani, 2008). Menurut Rahmat (2001), sikap didefinisikan dalam beberapa hal : 1. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap obyek sikap. Obyek sikap boleh berupa benda, orang, tempat, gagasan atau situasi dan kelompok. 2. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. 3. Sikap relatif lebih menetap. Berbagai studi menunjukkan bahwa sikap politik kelompok cenderung dipertahankan dan jarang mengalami perubahan. 4. Sikap mengandung aspek evaluatif artinya mengandung nilai menyenangkan, sehingga sikap didefinisikan sebagai attitudes are like an dislike. 5. Sikap timbul dari pengalaman tidak dibawa dari sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar sehingga dapat diperteguh atau diubah. Sikap mental (attitude) biasanya didefinisikan sebagai konsep evaluatif yang telah dipelajari dan dikaitkan dengan pola pikiran perasaan dan perilaku kita. Misalkan saja unsur pikiran (kognitif atau intelektual).
xxiii
Pikiran seseorang tentang obyek dari sikap. Mereka biasanya terpengaruh oleh pengalaman dan informasi (Davidoff, 1991). Sedangkan menurut Kinnear dan Taylor (1995), sikap adalah proses berorientasi tindakan, evaluatif, berdasarkan pengetahuan yang dimiliki, dan persepsi awet dari individu yang berkenaan dengan suatu obyek atau fenomena. Attitude is a mental and neural state of readiness, organized through experience, exerting a directive or dynamic influence upon the individuals response to all object and situations with which it is related. Sikap adalah suatu mental dan neural status dari kesiap siagaan, yang diorganisir melalui pengalaman, menggunakan suatu arahan atau pengaruh dinamis atas setiap tanggapan kepada semua obyek dan situasi yang terkait (Sears, et all, 1997). Menurut Allport (1935) dalam Azwar (1998) sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu obyek dengan cara tertentu. Kesiapan dalam definisi ini sebagai suatu kecenderungan potensial untuk bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon. Sedangkan menurut Mar’at (1984), sikap merupakan produk dari proses sosialisasi dimana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya. Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tersebut dipengeruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap obyek. Attitude means an outlook and a tendency, preparedness or readiness to respond in a favourable manner to particular people, onjects concept or situations. Sikap berarti sebuah pandangan dan kecenderungan, kesiapan atau ketersediaan untuk merespon baik atau tidak baik kebiasaan seseorang, obyek, konsep, paham atau situasi (Mates, 1971).
xxiv
Attitude is a psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with some degree of favor or disfavor. Sikap adalah suatu kecenderungan yang psikologis yang dinyatakan dengan, mengevaluasi kesatuan tertentu dengan beberapa derajat tingkat dari kebaikan atau keburukan (Eagly and Chaiken, 1993). Pengertian sikap menurut Gerungan (1996), diterjemahkan dengan kata sikap terhadap obyek tertentu yang dapat merupakan sikap, pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap dimana disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuatu dengan sikap terhadap obyek tadi. Jadi sikap lebih diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan bereaksi terhadap sesuatu hal. Attitude is a favourable of favourable evaluative reaction to something or someone, exhibited in one’s belief, feelings or intended behaviour. Sikap adalah suatu reaksi baik atupun tidak baik pada sesuatu atau seseorang, kepercayaan yang diperlihatkan dalam satu perasaan atau perilaku yang diharapkan (Myers, 1983). Attitude is a disposition to respond favourably or unfavourably to on object, person, institution or even. Sikap adalah suatu disposisi untuk menggapai dengan baik atau tidak baik terhadap suatu obyek, orang, istitusi atau peristiwa (Azjen, 1988). Sikap adalah suatu bangun psikologis. Membangun adalah cara-cara mengkonseptualisasikan unsur-unsur yang tidak mudah dipahami daerah yang diselidiki oleh suatu ilmu tertentu. Para ilmuwan sosial menyelidiki keyakinan dan perilaku orang dalam usahanya untuk menarik kesimpulankesimpulan mengenai keadaan mental dan proses mental. Sikap tidak dapat diobservasikan atau diukur secara langsung. Keberadaannya harus ditarik kesimpulan dari hasil-hasilnya (Mueller, 1996). Menurut Mar’at (1984), menarik beberapa dimensi arti sikap yang dipandang sebagai karakteristik sikap dapat diuraikan sebagai berikut :
xxv
1. Sikap didasarkan pada konsep evaluasi berkenaan dengan obyek tertentu, menggugah motif untuk bertingkah laku. Ini berarti bahwa sikap mengandung unsur penilaian dan reaksi afektif yang tidak sama dengan motif, akan tetapi menghasilkan motif tertentu. Motif inilah yang kemudian menentukan tingkah laku nyata dan terbuka (overt behavior), sedangkan reaksi afektifnya merupakan reaksi tertutup (cover). Pada konsep evaluasi ini kemampuan afeksi seakan-akan menentukan arah dan tingkah laku, namun dinamikanya sendiri terselubung. 2. Sikap digambarkan pula dalam berbagai kualitas dan intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontinyu dari positif, dari areal netral ke arah negatif. Variasi kualifikasi ini digambarkan sebagai valensi positif dan negatif sebagai hasil penilaian terhadap obyek tertentu. Intensitas sikap digambarkan dalam kedudukan ekstrim positif atau ekstrim negatif. Dalam hal ini terlihat bahwa kualitas dan invensitas sikap menggambarkan konotasi dari komponen afeksi, sehingga terjadi kecenderungan untuk dapat bertingkah laku berdasarkan kualitas emosional. 3. Sikap lebih dipandang sebagi hasil belajar daripada sebagi hasil perkembangan atau sesuatu yang diturunkan. Ini berarti bahwa sikap diperoleh melalui interaksi dengan obyek sosial atau peristiwa sosial sebagia hasil belajar sikap dapat diubah, diacuhkan atau dikendalikan seperti semula, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. 4. Sikap memiliki sasaran tertentu. Sasaran dalam hal ini tidak perlu konkrit akan tetapi dapat bersifat abstrak atau dapat bersifat langsung dan tidak langsung. 5. Tingkat keterpaduan sikap adalah berbeda-beda. Sikap yang sangat berpautan akan membentuk suatu kelompok (cluster) yang merupakan subsistem sikap. Tiap subsistem berpautan satu dengan yang lainnya, sehingga dapat dijumlahkan dan menunjukkan keseluruhan sistem sikap dari individu yang dapat dinilai. 6. Sikap bersifat relatif menetap dan tidak berubah.
xxvi
Menurut Gerungan (1996), menyatakan ciri-ciri sikap sebagai berikut : 1. Sikap bukan dibawa orang sejak ia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya. 2. Sikap itu dapat berubah-ubah karena sikap dapat dipelajari orang atau sebaliknya, sikap-sikap itu dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu. 3. Sikap itu tidak dapat berdiri sendiri, tetapi senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap suatu obyek. Dengan kata lain. Sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas. 4. Obyek sikap itu dapat merupakan satu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut. Jadi sikap dapat berkenaan dengan satu obyek saja, tetapi juga berkenaan sederetan obyek-obyek serupa. 5. Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sifat inilah yang membedakan sikap dari kecakapan atau pengetahuanpengetahuan yang dimiliki orang. Sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap obyek sikap, yang diekspresikan ke dalam proses-proses kognitif, afektif, dan perilaku. Sebagai hasil evaluasi, sikap yang disimpulkan dari berbagai pengamatan terhadap obyek diekspresikan dalam bentuk respon kognitif, afektif (emosi), maupun perilaku. Respon evaluatif dalam bentuk kognitif meliputi keyakinan yang dimiliki individu terhadap obyek sikap dengan berbagai atributnya. Sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara konsisten, baik positif maupun negatif terhadap suatu obyek. Dalam pandangan ini, respon yang diberikan individu diperoleh dari proses belajar terhadap berbagai atribut berkaitan dengan obyek. Sikap adalah tendensi psikologis yang diekspresikan oleh evaluasi terhadap entitas tertentu dengan derajat suka atau tidak suka (Ramdhani, 2008).
xxvii
Sikap yang terbentuk pada diri seseorang terhadap suatu obyek, tergantung secara langsung dari informasi yang ada pada diri orang itu mengenai ciri-ciri dari obyek tersebut. Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang yaitu komponen kognitif, komponen afektif,
dan
komponen
konatif.
Komponen
kognitif
merupakan
representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut emosional. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang (Azwar, 1995). Psycology ofter describe attitudes as having three components what we think or believe about something (the cognitive component), how we feel about it (the emotional component) and how we act to ward it (the behaviord component). Sometimes these three components are consistent with are another. Psikologi biasanya menggambarkan sikap mempunyai tiga komponen yaitu apa yang kita pikirkan atau percaya tentang suatu hal (komponen kognitif), bagaimana kita merasakan tentang hal tersebut (komponen emosional) dan bagaimana kita bereaksi terhadap hal itu (komponen perilaku). Sering kali tiga komponen itu berkaitan antara satu dengan yang lainnya (Wortman, et al, 1999 : 570). Reaksi tersebut dapat meliputi rasa suka dan tidak suka, mendekati atau menghindari situasi, benda, orang, kelompok dan aspek lingkungan yang dapat dikenal lainnya, termasuk gagasan abstrak dan kebijakan sosial. Sikap sangat terkait dengan kognisi khususnya dengan keyakinan tentang sifat benda. Lebih lanjut, sikap juga berkaitan dengan tindakan kita ambil karena sifat benda tadi. Oleh karena itu, para pakar psikologi sosial khususnya selalu mengkaji sikap sebagai komponen dari sistem yang terdiri dari atas tiga bagian. Keyakinan afektif dan tindakan mencerminkan komponen perilaku (Atkinson, et al, 1991)
xxviii
A person’s attitude may always be characterized as pro or con for or against the object. The means that attitude scale have region where thesigh changes. Thi is the neutral region of the scale. The one side of this regionh attitudes grow more positive, to the other side they grow more negative. A score falling within this region most indicate the absence of any attitude, since as we said, attitudes are always positive or negative in some degree. Sikap setiap orang akan selalu ditandai dengan pro atau kontra/mendukung atau melawan terhadap suatu obyek. Ini berarti bahwa terdapat skala pada sikap yang mempunyai daerah masing-masing perubahan tanda yang disebut skala netral. Pada satu sisi skala ini akan menumbuhkan sikap positif, disisi laian dapat menumbuhkan sikap negatif. Nilai terendah dalam wilayah ini pasti mengindikasikan tidak adanya sikap selalu positif ataupun negatif tergantung dari tingkatannya (Krech, et al, 1962 : 155). Tindakan sosial individu mencerminkan sikapnya, yakni sistem yang
selalu
ada
mengenai
evaluasi,
perasaan
emosional,
dan
kecenderungan tindakan pro dan kontra dalam kaitannya dengan obyek sosial. Sasaran suatu sikap dapat berupa apa saja, jadi seseorang dapat mempunyai suatu kumpulan sikap yang banyak sekali terhadap obyek dalam dunia fisik yang ada disekelilingnya, namun jumlah sikap seseorang terbatas. Ia dapat mempunyai sikap hanya dalam kaitannya dengan obyekobyek yang ada di alam psikologisnya. Sejauh alam psikologisnya terbatas maka jenis sikap yang dimilikinya terbatas. Untuk menghadapi berbagai masalah dalam upaya mencoba memenuhi keinginannya, individu mengembangkan sikapnya. Ia mengembangkan sikap yang menyukai obyek dan orang yang memuaskan keinginannya. Perubahan sikap ditimbulkan melalui terpaan informasi tambahan, perubahan dalam afiliasi kelompok individu. Pengupayaan modifikasi perilaku ke arah sasaran dan melalui prosedur yang mengubah kepribadian (Rochmah, 1996). Sax
(1980)
dalam
Azwar
karakteristik sikap yang meliputi :
xxix
(1998)
menunjukkan
beberapa
a. Arah Sikap akan menunjukkan apakah seseorang menyetujui akan tidak menyetujui, apakah mendukung atau tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap suatu obyek sikap. b. Intensitas Intensitas atau kekuatan sikap pada setiap orang belum tentu sama. Dua orang yang sama-sama mempunyai sikap positif terhadap sesuatu, mungkin tidak sama interaksinya dalam arti yang satu bersikap positif akan tetapi yang lain bersikap lebih positif lagi daripada yang pertama. Demikian juga sikap negatif mempunyai derajat kekuatan yang bertingkat-tingkat. c. Keluasan Pengertian keluasan sikap menunjuk kepada luas tidaknya cakupan aspek obyek sikap yang disetujui atau tidak disetujui oleh seseorang. Seseorang dapat mempunyai sikap favorabel terhadap obyek sikap secara menyeluruh, yaitu terhadap semua semua aspek yang ada pada obyek sikap. d. Konsistensi Ditunjukkan
oleh
kesesuaian
antara
pernyataan
sikap
yang
dikemukakan oleh subyek dengan responnya terhadap obyek sikap juga ditunjukkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam bersikap. e. Spontanitas Yaitu sejauh mana kesiapan subyek untuk menyatakan sikapnya secara spontan. Sikap dinyatakan mempunyai spontanitas yang tinggi apabila sikap dinyatakan tanpa perlu mengadakan pengungkapan atau desakan agar subyek menyatakan sikapnya. Faktor-faktor penentu utama dari sikap adalah karakteristik sikap sebelumnya, kepribadian individu, dan afiliasinya dengan berbagai kelompok. Lebih mudahnya perubahan kongruen dibanding perubahan inkongruen adalah karena pengaruh keekstrimannya, multipleksitasnya, konsistensinya, saling keterkaitannya, konsonansinya, dan pengaruh fungsi
xxx
sikap itu dalam memuaskan keinginan serta kaitannya dengan nilai. Modifiabilitas sebagian tergantung pada tingkat inteligensi individu. Di samping itu, individu tertentu mempunyai sifat mudah terbujuk, cenderung mudah terpengaruh oleh segala jenis komunikasi yang persuasif; sedangkan individu lainnya lebih bersifat resisten terhadap komunikasi persuasif. Kebutuhan
kognitif dan
gaya
individu
mempengaruhi
kesiapannya untuk menerima perubahan. Sikap yang mempunyai dukungan sosial yang kuat melalui afiliasi individu dengan kelompok sulit berubah. Jika seorang individu menghargai keanggotaannya dalam kelompok, dia akan cenderung berpegang pada sikap yang dianut oleh kelompoknya demi mempertahankan statusnya (Tarsidi, 2008). Dalam penelitian ini ukuran Sikap masyarakat desa hutan terhadap program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dimaksud meliputi : 1. Konsep Program Konsep rencana program pengelolaan hutan bersama masyarakat meliputi : menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional, mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi yang seimbang
dan
lestari,
meningkatkan
kemampuan
untuk
mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga menciptakan ketahan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal (Sabarudi, 2001). 2. Program PHBM Program
pengelolaan
hutan
bersama
masyarakat
berdasarkan
penggunaan kawasan hutan. Di dalam kawasan hutan meliputi : pengembangan agroforestri, pengamanan hutan melalui pola berbagi hak, kewajiban dan tanggung jawab, tambang galian, wisata, pengembangan flora & fauna, pemanfaatan sumber air. Di luar
xxxi
kawasan hutan, meliputi : Pembinaan masyarakat desa hutan (pemberdayaan kelompok tani, pemberdayaan kelembagaan hutan, pengembangan ekonomi kerakyatan) & perbaikan biofisik desa hutan (pengembangan hutan rakyat, bantuan sarana-prasarana desa). Ruang lingkup kegiatan PHBM berdasar objek kegiatan. Usaha produktif berbasis lahan, meliputi : agroforestry, silvofishery, silvopastural, agrosilvopastural. Usaha produktif bukan lahan, meliputi : pengelolaan (wisata, tambang galian, sumber mata air), pengembangan peternakan, dan industri pengelolaan hasil hutan (Sianturi, 2007). 3. Tujuan Program Tujuan program pengelolaan hutan bersama masyarakat yaitu : meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat, meningkatkan peran dan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan
terhadap
pengelolaan
sumberdaya
hutan,
meningkatkan mutu sumberdaya hutan, produktivitas dan keamanan hutan, mendorong dan menyelaraskan pengelolaan sumberdaya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah dan sesuai kondisi dinamika sosial masyarakat desa hutan, dan menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan
kesempatan
berusaha
dan
meningkatkan
pendapatan masyarakat dan negara (Perum Perhutani, 2001). 4. Pelaksanaan Program Pelaksanaan PHBM di bidang pengelolaan hutan, meliputi programprogram sebagai berikut : penyusunan perencanaan petak hutan pangkuan secara partisipatif dengan melibatkan semua pihak terkait, perencanaan disusun oleh LMDH, Perum Perhutani dan para pihak yang berkepentingan dengan pendekatan desa melalui kajian sumberdaya yang ada di masing-masing desa, Pembinaan Sumberdaya Hutan, dan Pertisipasi LMDH dalam pengamanan hasil tebangan dan pengangkutan kayu dari hutan ke Tempat Penimbunan Kayu (TPK) (Anonim, 2007).
xxxii
5. Hasil Program Kegiatan berbagi dalam PHBM ditujukan untuk meningkatkan nilai dan keberlanjutan fungsi serta manfaat sumberdaya hutan. Nilai dan proporsi berbagi dalam PHBM ditetapkan sesuai dengan nilai dan proporsi masukan faktor produksi yang dikontribusikan oleh masingmasing pihak (Perum Perhutani, masyarakat desa hutan, dan pihak yang berkepentingan). Nilai dan proporsi berbagi ditetapkan oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan pada saat penyusunan rencana yang dilakukan secara partisipatif. Ketentuan mengenai nilai dan proporsi berbagi dituangkan dalam perjanjian PHBM antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau Perum Perhutani
dan
masyarakat
desa
hutan
dengan
pihak
yang
berkepentingan (Perum Perhutani, 2001). 6. Manfaat Program Manfaat Program PHBM adalah : Pola tanaman yang sesuai dengan karakteristik wilayah akan bermanfaat bagi kelanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan itu sendiri, Melalui pemanfaatan berbagi yang jelas akan memberikan manfaat langsung bagi masyarakat desa hutan melalui pembagian hasil hutan, dan Memberikan manfaat sosial khususnya dalam menciptakan lapangan kerja serta peningkatan tekhnologi bagi masyarakat (Perum Perhutani, 2001). 3. Faktor Pembentuk Sikap Pembentukan sikap senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkenaan dengan obyek tertentu. Interaksi sosial dalam kelompok maupun di luar kelompok dapat mengubah attitude atau membentuk attitude yang baru. Tapi pengaruh dari luar diri manusia karena interaksi di luar kelompoknya itu sendiri belum cukup untuk menyebabkan berubahnya attitude atau terbentuknya attitude baru (Gerungan, 1996).
xxxiii
Orang tidak dilahirkan dengan membawa sikap tertentu. Kita akan membentuk sikap melalui proses pengamatan, conditioning operant, conditioning respondent, dan jenis belajar kognitif. Biasanya pengaruhpengaruh yang datang itu tercampur ke dalam pengalaman. Meskipun manusia selalu berusaha untuk mengubah sikap orang lain, ternyata sikap itu selalu terbentuk agak sukar dirubah. Sikap mental yang sudah berkembang dengan sangat baik dalam diri seseorang akan memberikan bentuk pengalaman orang itu terhadap obyek sikap mereka. Hal tersebut akan mempengaruhi pemilihan informasi yang ada disekeliling individu tersebut, mana yang akan diperhatikan dan mana yang akan diabaikan. Meskipun sikap berubah dengan sangat perlahan, ternyata sikap dapat berganti-ganti bila orang dihadapkan pada informasi dan pengalaman yang baru (Davidoff, 1991). Menurut Ahmadi (2002), sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial yang tertentu, misalnya : ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma-norma atau group. Hal ini akan menyebabkan perbedaan sikap antara individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia, terhadap obyek tertentu atau suatu obyek. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap meliputi : a. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang dating dari luar. Pilihan terdapat pengaruh dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya. b. Faktor ekstern, yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok.
xxxiv
Ramdhani (2008), mengemukakan bahwa sikap dipengaruhi oleh proses evaluatif yang dilakukan individu. Oleh karena itu, mempelajari sikap berarti perlu juga mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaluatif, yaitu: a. Faktor-faktor Genetik dan fisiologik: Sebagaimana dikemukakan bahwa sikap dipelajari, namun demikian individu membawa ciri sifat tertentu yang menentukan arah perkembangan sikap ini. b. Pengalaman Personal : Faktor lain yang sangat menentukan pembentukan sikap adalah pengalaman personal atau orang yang berkaitan dengan sikap tertentu. Pengalaman personal yang langsung dialami memberikan pengaruh yang lebih kuat daripada pengalaman yang tidak langsung. c. Pengaruh orang tua : Orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan anak-anaknya. Sikap orang tua akan dijadikan role model bagi anak-anaknya. d. Kelompok sebaya atau kelompok masyarakat memberi pengaruh kepada individu. Ada kecenderungan bahwa seorang individu berusaha untuk sama dengan teman sekelompoknya. e. Media massa adalah media yang hadir di tengah-tengah masyarakat. Menurut Ahmadi (2002), sikap seseorang tidak selamanya tetap. Ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat positif dan mengesan. Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap terbentuk dalam hubungannya dengan suatu obyek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan sehari-hari banyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dari : orang tua, saudara-saudara di rumah memiliki perasaan yang penting. Menurut Azwar (1995) dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang
xxxv
dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. a. Pengalaman Pribadi Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis. Apakah penghayatan itu kemudian membentuk sikap positif ataukah sikap negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain. Pembentukan kesan atau tanggapan terhadap obyek merupakan proses kompleks dalam diri individu yang melibatkan individu yang bersangkutan, situasi dimana tanggapan itu terbentuk, dan atribut atau ciri-ciri obyektif yang memilki stimulus. b. Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantara orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, isteri atau suami, dll. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Menurut Haryadi (2007), kinerja penyuluh pertanian lapang (PPL) memiliki peranan dan dampak yang penting terhadap pengembangan dan pendayagunaan potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam
xxxvi
yang tersedia dalam tatanan paradigma baru sistem pertanian berkelanjutan. c. Pengaruh Kebudayaan Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuatlah yang dapat memudarkan domonasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual. d. Media Massa Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dll mempunyai pengaruh besar dalam
pembentukan
opini
dan
kepercayaan
orang.
Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru lagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi dasar efektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tersebut. e. Pengaruh Tokoh Panutan Dalam proses perubahan, masyarakat memegang peran utama. Sebagai sub sistem sosial, masyarakat mempunyai sub sistem sosial perorangan yang penting untuk menemukan pemuka masyarakat yang diteladani oleh banyak orang. Di dalam kemajemukan budaya bangsa Indonesia, karakteristik pemuka masyarakat pun akan beragam dari satu tempat ke tempat lain. Untuk menentukan strategi diseminasi inovasi yang patut, prasyarat informasi yang harus diketahui penyuluh ialah memahami mekanisme sosial dan tatanan budaya setempat. Untuk mayoritas
masyarakat
Indonesia
xxxvii
yang beragama islam, figur
perorangan yang berkemampuan mempengaruhi banyak orang di antaranya adalah habib, kyai, ustadz, dan ajengan. Selain itu pemuka agama keyakinan lain pun perlu ditelusuri., misalnya pastur, pendeta dan sebagainya. Pendidikan masyarakat melalui pemuka agama dengan menyampaikan berbagai dimensi informasi pembangunan dapat mempercepat proses penyadaran masyarakat tentang inovasi pembangunan (Vitalaya, 1992). f. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai
pengaruh
dalam
pembentukan
sikap
dikarenakan
keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. Apabila terdapat sesuatu hal yang bersifat kontroversial, pada umumnya orang akan mencari informasi lain untuk memperkuat posisi sikapnya atau mungkin juga orang tersebut tidak mengambil sikap memihak. Dalam hal seperti itu, ajaran moral yang diperoleh dari lembaga pendidikan atau dari agama seringkali menjadi determinan tinggal yang menentukan sikap. 1. Pendidikan Formal Menurut Ahmadi (2002), orang berpendapat bahwa mengajarkan sikap adalah merupakan tanggung jawab orang tua atau lembagalembaga keagamaan. Tetapi tidaklah demikian halnya lembaga sekolah pun memilki tugas pula dalam membina sikap ini. Tujuan pendidikan baik di sekolah maupun di luar sekolah adalah mempengaruhi, membawa, membimbing anak didik agar memiliki sikap seperti yang diharapkan oleh masing-masing tujuan pendidikan. Dengan demikian lembaga pendidikan formal dalam hal ini sekolah memilki tugas untuk membina dan mengembangkan sikap anak didik menuju kepada sikap yang kita harapkan. Pada
xxxviii
hakekatnya tujuan pendidikan adalah merubah sikap anak didik ke arah tujuan pendidikan. Peranan sekolah itu jauh lebih luas di dalamnya berlangsung beberapa bentuk-bentuk dasar daripada kelangsungan pendidikan pada umumnya ialah, pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan yang wajar. 2. Pendidikan Non Formal Penyuluhan pertanian merupakan suatu sistem pendidikan non formal
yang
tidak
sekedar
memberikan
penerangan
atau
menjelaskan, tetapi berupaya untuk mengubah perilaku sasarannya agar memilki pengetahuan pertanian dan berusahatani yang luas, memiliki sikap progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap sesuatu (informasi) baru, serta terampil melaksanakan bebagai kegiatan. Sebagai suatu sistem pendidikan non formal, penyuluhan pertanian adalah suatu pendidikan bagi orang dewasa yang lebih mengutamakan terciptanya dialog (Mardikanto, 2006). 4. Masyarakat Desa Hutan Desa Hutan menurut Surat Keputusan Dewan Pengawasan Perum Perhutani No 136/KPTS/DIR/2001 adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan atau di sekitar kawasan hutan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah (pemerintah pusat) untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Sedangkan Desa PHBM adalah desa hutan yang minimal telah melaksanakan salah satu tahapan di lapangan meliputi implementasi PHBM. Masyarakat desa hutan adalah kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumber daya hutan untuk mendukung kehidupannya. Menurut Mardikanto, et al (1996) masyarakat desa hutan adalah masyarakat yang memiliki kartakteristik sebagai berikut :
xxxix
a. Kelompok masyarakat ini tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan. b. Hidup dan kehidupannya menggantungkan dari hasil hutan, baik meramu (mengambil dan mengumpulkan hasil hutan yang berupa daun-daunan, buah-buahan atau berburu hewan dan menangkap ikan) maupun membudidayakan beragam komoditi kayu maupun non kayu. c. Hidup berkelompok, berpindah-pindah dan sangat teguh memegang nilai-nilai, norma-norma adapt nenek moyang. d. Hidup relatif tertutup dan terisolir dari lingkungan masyarakat lain dan relatif tidak terjangkau informasi dari dunia luar. Gambaran tentang masyarakat desa hutan seperti yang dikemukakan di atas memang masih sering dijumpai tetapi sudah banyak yang mengalami perubahan. Menurut Surat Keputusan Dewan Pengawasan Perum Perhutani No 136/KPTS/DIR/2001 hutan pangkuan desa adalah kawasan hutan negara yang berada dalam wilayah administratif desa tertentu dan menjadi wilayah kerja sama antara Perhutani dan LMDH setempat dalam kerangka sistem PHBM. Dalam kasus-kasus tertentu, batas hutan pangkuan desa bisa tidak identik dengan batas administratif. Namun demikian penetapannya harus didasarkan pada kesepakatan segenap pihak, termasuk desa-desa yang berbatasan. Penetapan batas hutan pangkuan desa harus diikuti dengan pemasangan tanda batas dan berita acara pembatasan hutan pangkuan desa. Menurut Surat Keputusan Dewan Pengawasan Perum Perhutani No 136/KPTS/DIR/2001 Lembaga desa adalah perkumpulan masyarakat yang ada di pedesaan yang sudah terstruktur dan mempunyai kepengurusan seperti pemerintah desa, BPD, LPPMD, kelompok tani hutan, PKK, RT, RW dan karang taruna. Sedangkan pengertian dari Lembaga Masyarakat Desa
Hutan
(LMDH)
adalah
lembaga
masyarakat
desa
yang
berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa atau unsur
xl
masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumber daya hutan. 5. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Sumber daya hutan akan memainkan peranan penting dalam mendifersivikasi ekonomi pedesaan dan menyediakan komoditas maupun kebutuhan kultural untuk masyarakat modern khususnya di wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Hutan dalam keadaan teratur baik (Fully-Regulated Forest) dapat menyediakan banyak kemungkinan untuk pembangunan pedesaan, bermanfaat untuk menahan arus urbanisasi, mengawali pembangunan industri pedesaan, meningkatkan taraf hidup, menciptakan lapangan kerja di bidang non pertanian dan menyumbang pendapatan nasional (Gunawan, et al, 1998). Menurut surat keputusan dewan pengawas Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001 Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah suatu sistem pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholders) dengan jiwa berbagi, sehingga kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan yang diwujudkan secara optimal dan proporsional. Menurut surat keputusan dewan pengawas Perum Perhutani No. 136/KPTS/DIR/2001 pihak yang berkepentingan (Stakeholders) adalah pihak-pihak yang mempunyai perhatian dan berperan mendorong proses optimalisasi
serta
berkembangnya
PHBM,
selain
Perhutani
dan
masyarakat desa hutan, yaitu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga ekonomi masyarakat, lembaga sosial masyarakat, usaha swasta, lembaga pendidikan dan lembaga donor. Visi Perhutani adalah pengelolaan sumber daya hutan sebagai ekosistem di Pulau Jawa secara adil, demokratis, efisien dan professional guna menjamin keberlanjutan fungsi dan manfaatnya untuk kesejahteraan masyarakat.
xli
Misi Perhutani adalah : a. Melestarikan dan meningkatkan mutu sumber daya hutan dan mutu lingkungan hidup. b. Menyelenggarakan usaha di bidang kehutanan berupa barang dan jasa guna memupuk keuntungan perusahaan dan memenuhi hajad hidup orang banyak. c. Mengelola sumber daya hutan sebagai ekosistem secara partisipatif sesuai dengan karakteristik wilayah untuk mendapatkan manfaat yang optimal bagi perusahaan dan masyarakat. d. Memberdayakan sumber daya manusia melalui lembaga perekonomian masyarakat untuk mencapai kesejahteraan dan kemandirian. 5.1. Maksud dan tujuan PHBM Pengelolaan
sumber
daya
hutan
bersama
masyarakat
dimaksudkan untuk memberikan arah pengelolaan sumber daya hutan dengan memadukan aspek-aspek ekonomi, ekologi dan sosial serta proporsional guna mencapai visi dan misi perusahaan. Pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat bertujuan untuk : a. Meningkatkan tanggung jawab Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan. b. Meningkatkan peran Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan sumber daya hutan. c. Menselaraskan kegiatan pengelolaan sumber daya hutan sesuai dengan kegiatan pembangunan wilayah sesuai kondisi dan dinamika sosial masyarakat desa hutan. d. Meningkatkan mutu sumber daya hutan sesuai karakteristik wilayah. e. Meningkatkan pendapatan Perum Perhutani, masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan secara simultan.
xlii
5.2. Ruang lingkup kegiatan PHBM 1. Ketentuan Kegiatan a. Penanaman jenis tanaman pokok hutan disesuaikan dengan kelas perusahaan dengan memperhatikan fungsi dan ekosistem. b. Jenis tanaman pagar, sisipan, sela, pengisi dan tanaman tepi ditetapkan berdasarkan musyawarah. c. Budidaya dan pengusahaan tanaman semusim dalam kawasan hutan yang dilaksanakan dengan melibatkan pihak ketiga (yang dikerjasamakan) harus melibatkan PT. Perhutani (Persero). d. Penanaman tanaman semusim atau tanaman lain pada lahan hutan atau lahan di bawah tegakan tidak diperkenankan mengganggu tanaman kehutanan. e. Penentuan pola tanam dilaksanakan berdasarkan musyawarah dengan mempertimbangkan kaidah pembuatan tanaman hutan dan sosial ekonomi setempat. 2. Obyek dan Jenis Kegiatan a. Obyek kegiatan pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat (PHBM) dapat dilakukan baik di dalam kawasan hutan yang hak pengelolaannya berada pada Perhutani maupun di luar kawasan hutan, yaitu sebagai satu kesatuan Daerah aliran Sungai (DAS) atau Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) beserta isinya melalui pendekatan wilayah administratif desa. b. Jenis Kegiatan 1. Dalam kawasan hutan a) Kegiatan penguasaan hutan yang meliputi bidang perencanaan, penanaman, pemeliharaan, perlindungan dan pemanenan hasil hutan.
xliii
b) Usaha produktif yang berbasis lahan antara lain : 1. Agrisilvikultur 2. Silvofishery 3. Silvopastural 4. Agrosilvopastural c) Usaha produktif yang berbasis bukan lahan antara lain : 1. Pengelolaan wisata 2. Pengelolaan tambang galian 3. Pengelolaan sumber mata air 4. Pengembangan dan pengusahaan flora 5. Pengembangan dan pengusahaan fauna 6. Pemborongan barang dan jasa 2. Usaha produktif di luar kawasan hutan antara lain : a. Pengembangan hutan rakyat b. Pengembangan peternakan c. Aneka
usaha
kehutanan
seperti
perlebahan
dan
persuteraan alam d. Industri pengelolaan hasil hutan e. Industri kecil/industri rumah tangga c. Setiap kegiatan pemanfaatan atau penggunaan tanah kawasan hutan maupun tanah perusahaan dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Ketentuan kemitraan dalam sistem PHBM pada dasarnya adalah “kemitraan sejajar” yang masing-masing pihak mempunyai peran, tanggung jawab dan hak secara proposional, antara lain : a. Pola kerjasama dalam PHBM adalah : 1. Perhutani bersama lembaga masyarakat desa hutan 2. Perhutani bersama lembaga masyarakat desa hutan serta pihak lain yang berkepentingan b. Lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) yang bekerjasama dalam pengelolaan hutan diutamakan yang telah berbadan hukum,
dan
direkomendasikan
xliv
serta
diajukan
oleh
pemerintahan desa dengan surat permohonan kerjasama kepada Perhutani. c. Perjanjian kerjasama ditandatangani oleh Administratur dengan lembaga MDH, diketahui oleh Kepala Desa atau pejabat pemerintah yang lebih tinggi dengan dikuatkan oleh Notaris setempat. Pihak-pihak yang bekerjasama dalam pengelolaan hutan bersama masyarakat adalah : a. Ada 3 (tiga) unsur yang bekerjasama dalam PHBM yaitu : 1. PT. Perhutani (Persero) 2. Lembaga MDH (LMDH) 3. Pihak lain yang berkepentingan (stakeholder), antara lain : Pemerintah, Lembaga swadaya masyarakat, Lembaga ekonomi masyarakat, Lembaga sosial masyarakat, Usaha swasta, Lembaga pendidikan dan Lembaga donor. b. Pihak lain yang berkepentingan, dapat berperan langsung (sebagai investor) maupun tidak langsung (sebagai motivator, dinamisator atau fasilitator) untuk bekerjasama dalam kegiatan pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat (PHBM). 5.3. Ketentuan Berbagi Pembagian peran, tanggung jawab dan hasil kegiatan ditetapkan berdasarkan musyawarah dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan dituangkan dalam perjanjian. a. Berbagi Peran dan Tanggung Jawab Berbagi peran dan tanggung jawab masing-masing unsur yang terlibat dalam kerjasama PHBM diatur dalam hak dan kewajiban Perhutani, LMDH dan Pihak yang berkepentingan. b. Berbagi Hasil Kegiatan 1. Hasil hutan kayu Hasil hutan kayu yang menjadi obyek berbagi adalah kayu perkakas (jati dan non jati) dan kayu bakar (jati dan non jati) dari kawasan hutan produksi yang dikelola secara PHBM.
xlv
Kayu perkakas dan kayu bakar tersebut adalah kayu yang berasal dari tebangan yang direncanakan meliputi tebang akhir, tebangan penjarangan, dan tebangan force majeur (tebangan tak sangka dan tebangan hutan yang dihapuskan). 2. Hasil hutan bukan kayu Hasil hutan bukan kayu yang menjadi obyek berbagi adalah getah pinus, kopi, cengkeh, dan getah damar yang dikelola secara PHBM. 3. Hasil kegiatan produktif Pembagian hasil usaha produktif dapat berupa barang atau uang berdasarkan hasil kesepakatan berbagai pihak yang melakukan kerjasama. c. Kewajiban Kepada Negara Kewajiban kepada Negara (PBB, PSDH, Pajak dan retribusi lainnya) atas pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat menjadi hak Negara, yang proporsinya untuk Pemerintah Pusat, Daerah Propinsi, Daerah Kabupaten/Kota dan lain-lain ditentukan berdasarkan peraturan yang berlaku. 5.4. Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat 1. Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan Rencana a. Dilakukan
secara
terintegrasi
dan
terpadu
mulai
dari
inventarisasi sumber daya hutan pada penataan ulang, atau pada saat dilakukan penyusunan rencana tahunan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Dilakukian bersama-sama antara Perum Perhutani dengan masyarakat melalui perencanaan partisipatif. c. Pada saat kegiatan penataan hutan dikoordinasikan oleh Kepala Seksi Perencanaan Hutan (KPSH) dalam bentuk Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RKPH). d. Diintegrasikan dalam pembangunan wilayah.
xlvi
e. Pada saat penyusunan Rencana Tahunan dikoordinasikan oleh Administratur/Kepala
Kesatuan
Pemangkuan
Hutan
(Adm/KKPH). f. Dalam
kondisi
mendesak
penyusunan
rencana
PHBM
disesuaikan dengan kebutuhan. Ketentuan berbagi dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat dapat dirumuskan yaitu : 1. Ditujukan untuk meningkatkan nilai dan keberlanjutan fungsi serta manfaat sumber daya hutan. 2. Nilai dan proporsinya diterapkan sesuai dengan nilai proporsi masukan faktor produksi yang dikontribusikan masing-masing pihak. 3. Nilai dan proporsi ditentukan masing-masing pihak pada saat penyusunan rencana. 4. Penetapan mengenai nilai dan proporsi berbagi seperti dimaksud di atas, dituangkan dalam perjanjian PHBM antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan. 2. Pelaksanaan a. Tahap pelaksanaan PHBM meliputi : 1. Pengenalan program (sosialisasi internal dan eksternal) 2. Inventarisasi potensi desa (situasi, kondisi dan petak pangkuan) 3. Persiapan pra kondisi sosial (Dialog multistakeholder, Pembentukan
kelembagaan,
Forum
komunikasi,
Perjanjian kerjasama) 4. Pelaksanaan kegiatan (Renstra) 5. Pemberdayaan masyarakat 6. Pemantauan, penilaian dan pelaporan b. Tahap pembentukan desa model 1) Pengenalan program (sosialisasi) internal dan eksternal
xlvii
dan
2) Inventarisasi potensi, situasi, dan kondisi desa 3) Inventarisasi potensi petak pangkuan desa 4) Persiapan pra kondisi sosial : a. Membangun kesepakatan melalui dialog berdasar potret desa dan potret hutan pangkuannya b. Pembentukan kelembagaan MDH c. Pembentukan forum komunikasi PHBM d. Penyusunan perjanjian kerjasama 5) Pelaksanaan kegiatan a. Penyusunan rencana kegiatan 5 tahunan b. Penyusunan rencana tahunan c. Penilaian dan pengesahan rencana d. Penerapan rencana kegiatan 6) Pemberdayaan masyarakat a. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan b. Pengembangan ekonomi kerakyatan 7) Pemantauan, penilaian, dan pelaporan 5.5. Kelembagaan dan Pemberdayaan Perusahaan memberikan wewenang dan tanggung jawab kepada Kepala Unit untuk mengkoordinasikan PHBM di tingkat Unit dan Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm/KKPH) untuk pelaksanannya di tingkat Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Guna mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya PHBM dengan menselaraskan kepentingan Perusahaan, Masyarakat Desa Hutan dan pihak yang berkepentingan dibentuk tim kerja PHBM dan forum komunikasi PHBM. Tim kerja PHBM dibentuk di tingkat Unit dan di tingkat Kesatuan Pemangkuan hutan. Susunan tim kerja PHBM sebagai berikut :
xlviii
A. Tim Kerja PHBM Tingkat Unit -
Penanggung jawab : Kepala Unit
-
Ketua
: Wakil Kepala Unit
-
Sekretaris
: Karo Pembinaan SDH
-
Anggota
: Semua Kepala Biro dan jajarannya
B. Tim Kerja PHBM Tingkat KPH -
Penanggung jawab : Administratur/KKPH
-
Ketua
: Ajun Administratur/KSKPH
-
Sekretaris I
: Ajun Adm/KTKU
-
Sekretaris II
: Asper Penyuluh
-
Anggota
: Asper/KBKPH beserta jajarannya
C. Forum Komunikasi PHBM Propinsi Jawa Tengah Ditetapkan oleh Gubernur (berdasar SK Gubernur Jawa Tengah No. 522/21/2002 tanggal 18 Mei 2002 tentang Pembentukan Forum Komunikasi Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat di Jawa Tengah) dengan susunan sebagai berikut : -
Penanggung jawab : Gubernur
-
Ketua
: Asisten II Sekwilda
-
Wakil Ketua
: Kepala PT Perhutani (Persero) Unit I
-
Wakil Ketua
: Kepala Kantor Dinas Kehutanan
-
Sekretaris
: Kepala Biro Perekonomian Daerah
-
Wakil Sekretaris
: Kepala Biro Pembinaan SDH
-
Anggota
: Dinas/Instansi terkait Propinsi
D. Forum Komunikasi PHBM Kabupaten Ditetapkan oleh Bupati dengan susunan sebagai berikut : -
Penanggung jawab : Bupati
-
Ketua
: Asisten II Sekwilda
-
Sekretaris
: PT Perhutani
-
Anggota
: Dinas/Instansi terkait Tk. II, LSM
xlix
E. Forum Komunikasi PHBM Kecamatan Ditetapkan oleh Camat dengan susunan sebagai berikut : -
Penanggung jawab : Camat
-
Ketua
: Sekretaris Camat
-
Sekretaris
: Asper/KBKPH atau KRPH
-
Anggota
: Instansi terkait dan Lembaga Masyarakat
F. Forum Komunikasi PHBM Desa Ditetapkan oleh Kepala Desa dengan susunan sebagai berikut : -
Penanggung jawab : Kepala Desa
-
Ketua
: Sekretaris Desa/Carik
-
Sekretaris
: KRPH/Mandor
-
Anggota
: Tokoh dan lembaga masyarakat, Pamong Desa serta lembaga lain yang ada di desa tersebut
5.6. Hak dan Kewajiban Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) adalah lembaga masyarakat desa yang berkepentingan dalam kerjasama pengelolaan sumber daya hutan bersama masyarakat, yang anggotanya berasal dari unsur lembaga desa atau unsur masyarakat yang ada di desa tersebut yang mempunyai kepedulian terhadap sumber daya hutan. 1. Hak LMDH a. Bersama Perhutani dan pihak yang berkepentingan menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan menilai pelaksanaan PHBM. b. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi serta faktor produksi yang dikontribusikan. 2. Kewajiban LMDH a. Bersama Perhutani dan pihak yang berkepentingan melindungi dan melestarikan sumber daya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya.
l
b. Memberikan
kontribusi
faktor
produksi
sesuai
dengan
kemampuannya. 3. Hak Perhutani a. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai nilai dan proporsi faktor produksi yang dikontribusikan. b. Memperoleh dukungan masyarakat desa hutan dan pihak yang berkepentingan dalam perlindungan sumber daya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya. 4. Kewajiban Perhutani a. Bersama LMDH dan pihak yang berkepentingan menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan menilai pelaksanaan PHBM. b. Memberikan kontribusi faktor produksi sesuai dengan rencana. c. Mempersiapkan sistem, struktur dan budaya perusahaan yang kondusif. d. Bekerjasama dengan Masyarakat Desa Hutan pihak yang berkepentingan dalam rangka mendorong proses optimalisasi dan berkembangnya kegiatan. 5. Hak Pihak yang berkepentingan a. Bersama Perhutani dan pihak yang berkepentingan menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan menilai pelaksanaan PHBM. b. Memperoleh manfaat dari hasil kegiatan sesuai dengan nilai dan proporsi serta faktor produksi yang dikontribusikan. 6. Kewajiban Pihak yang berkepentingan a. Bersama Perhutani dan pihak yang berkepentingan melindungi dan melestarikan sumber daya hutan untuk keberlanjutan fungsi dan manfaatnya. b. Memberikan
kontribusi
kemampuannya.
li
faktor
produksi
sesuai
dengan
7. Hak Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota Memperoleh PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), PSDH (Provisi Sumber Daya Hutan) pajak dan retribusi lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 8. Kewajiban Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota a. Membimbing dan memberdayakan Masyarakat Desa Hutan b. Ikut mengamankan sumber daya hutan c. Memfasilitasi kegiatan PHBM d. Bersama-sama PT Perhutani (Persero), MDH dan pihak yang berkepentingan,
mendorong
proses
optimalisasi
dan
berkembangnya kegiatan. 5.7. Pemantauan, Penilaian dan Pelaporan a. Pemantauan proses pelaksanaan PHBM dilakukn oleh Perhutani, LMDH dan pihak yang berkepentingan dengan PHBM. b. Penilaian terhadap PHBM dilakukan minimal 6 bulan sekali oleh tim kerja dan forum komunikasi pada tiap-tiap tingkatan. c. Sasaran penilaian adalah : 1. Perkembangan penerapan PHBM 2. Mutu sumber daya hutan 3. Pendapatan MDH 4. Kinerja Perhutani 5. Kontribusi terhadap keuangan daerah 6. Peran dan tanggung jawab Perhutani, LMDH dan pihak yang berkepentingan dalam PHBM. d. Dari hasi pemantauan dan penilaian disusun pelaporannya yang akan diatur mekanismenya mengacu pada pedoman pelaporan dan penilaian PHBM.
lii
B. Kerangka Berpikir Sikap dikatakan sebagai suatu respon evaluatif. Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatau stimulus yang menghendaki adanya reaksi individual. Respon evaluatif berarti bahwa bentuk reaksi yang dinyatakan sebagai timbulnya didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu yang memberi kesimpulan terhadap stimulus dalam bentuk nilai baikburuk, positif-negatif, menyenagkan-tidak menyenangkan, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi terhadap obyek sikap (Azwar, 1998). Dalam penelitian ini, sikap masyarakat desa hutan terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Desa Hutan di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah didefinisikan sebagai respon masyarakat desa hutan terhadap program tersebut. Sikap masyarakat desa hutan terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Desa Hutan di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah dapat dilihat dari pengetahuan masyarakat desa hutan terhadap program tersebut meliputi : konsep program, program PHBM, tujuan program, pelaksanaan program, hasil program dan manfaat program. Hasil akhir dari proses pemikiran masyarakat desa hutan dalam merespon program tersebut adalah masyarakat desa hutan akan bersifat sangat positif, positif, netral, negatif dan sangat negatif. Menurut Azwar (1998), diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor emosi dalam diri individu. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengalaman pribadi, pengalaman tokoh panutan, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, pendidikan formal dan pendidikan non formal.
liii
Dari uraian diatas, maka secara sistematis kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut : Sikap Sangat Positif Petani memiliki pengetahuan, tanggapan dan kecenderungan bertindak yang sangat setuju terhadap konsep, program PHBM, tujuan, pelaksanaan, hasil, dan manfaat program Faktor Pembentuk Sikap : 1. Pengalaman Pribadi 2. Pengalaman Tokoh Panutan 3. Pengaruh Kebudayaan 4. Pengaruh Orang Lain Yang Di Anggap Penting 5. Media Massa 6. Pendidikan Formal 7. Pendidikan Non Formal
Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) : 1. Konsep Program 2. Program PHBM 3. Tujuan Program 4. Pelaksanaan Program 5. Hasil Program 6. Manfaat Program
Sikap Positif Petani memiliki pengetahuan, tanggapan dan kecenderungan bertindak yang setuju terhadap konsep, program PHBM, tujuan, pelaksanaan, hasil, dan manfaat program Sikap Netral Petani memiliki pengetahuan, tanggapan dan kecenderungan bertindak netral terhadap konsep, program PHBM, tujuan, pelaksanaan, hasil, dan manfaat program Sikap Negatif Petani memiliki pengetahuan, tanggapan dan kecenderungan bertindak tidak setuju terhadap konsep, program PHBM, tujuan, pelaksanaan, hasil, dan manfaat program Sikap Sangat Negatif Petani memiliki pengetahuan, tanggapan dan kecenderungan bertindak yang sangat tidak setuju terhadap konsep, program PHBM, tujuan, pelaksanaan, hasil, dan manfaat program
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir Mengenai Hubungan Antara Sikap Dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
liv
C. Hipotesis 1. Hipotesis Mayor Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. 2. Hipotesis Minor a. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman pribadi dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. b. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh tokoh panutan dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. c. Diduga
terdapat
hubungan
yang
signifikan
antara
pengaruh
kebudayaan dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. d. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pengaruh orang lain yang di anggap penting dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. e. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara media massa dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. f. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan formal dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
lv
g. Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan non formal dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Definisi Operasional a. Faktor Pembentuk Sikap (Variabel Bebas) Merupakan faktor dalam diri responden yang dapat membentuk sikap responden terhadap Program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang meliputi : 1. Pengalaman pribadi adalah pengalaman responden menjadi petani dan pengalaman responden bekerjasama dengan Perum Perhutani dalam mengikuti program pengelolaan hutan bersama masyarakat selama 1-15 tahun diukur dengan skala ordinal. 2. Pengaruh tokoh panutan adalah informasi atau acuan yang diperoleh dari tokoh panutan (Asper Perhutani dan Pamong Desa) yang berkaitan dengan program pengelolaan hutan bersama masyarakat dan dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam 1 bulan diukur dengan skala ordinal. 3. Pengaruh kebudayaan adalah adat istiadat tradisional masyarakat setempat yang mempengaruhi pola pikir masyarakat desa hutan dalam hal mengikuti program pengelolaan hutan bersama masyarakat, diukur dengan skala ordinal. 4. Pengaruh orang lain yang dianggap penting adalah saran atau perintah dari orang-orang yang dianggap penting seperti PPL, teman dalam LMDH, suami/istri, dan tetangga mengenai semua hal yang berkaitan dengan program pengelolaan hutan bersama masyarakat dalam kurun waktu 1 tahun, diukur dalam skala ordinal.
lvi
5. Media massa adalah saluran komunikasi (media cetak dan media elektronik) yang menyampaikan pesan-pesan atau informasi kepada masyarakat desa hutan tentang program pengelolaan hutan bersama masyarakat, diukur dengan skala ordinal. 6. Pendidikan formal adalah jenjang pendidikan dibangku sekolah yang pernah dicapai oleh responden dari tidak sekolah/tidak tamat SD sampai dengan perguruan tinggi, diukur dengan skala ordinal. 7. Pendidikan non formal adalah pendidikan yang diperoleh masyarakat desa hutan di luar bangku sekolah (pelatihan, penyuluhan) dalam 1 tahun, diukur dengan skala ordinal. b. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program PHBM di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah (Variabel Terikat) Sikap masyarakat desa hutan diukur dengan memberikan rangsangan berupa pernyataan positif maupun negatif yang disusun dan dikembangkan dari aspek-aspek Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat, meliputi konsep program, program PHBM, tujuan program, pelaksanaan program, hasil program, dan manfaat program. Selanjutnya responden diminta memberikan respons berupa sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju atau sangat tidak setuju terhadap pernyataan-pernyataan yang diajukan kepada responden yang kemudian diukur dengan menggunakan skala Likert. Menurut Faisal (1992), pada skala Likert, subyek penelitian dihadapkan pada pernyataan positif dan negatif (dalam jumlah yang berimbang) dan mereka diminta untuk menyatakan apakah sangat setuju, setuju, tidak punya pilihan, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif. Sikap
lvii
masyarakat desa hutan terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah didekati dengan variabel yaitu : 1. Konsep
program
adalah
pemahaman
mengenai
program
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). 2. Program PHBM adalah pemahaman suatu sistem pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholders) untuk jenis kegiatan dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). 3. Tujuan program adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). 4. Pelaksanaan program adalah pemahaman terhadap realisasi dari keseluruhan rencana yang ada dalam program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). 5. Hasil program adalah pemahaman terhadap sesuatu yang telah dicapai dari program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). 6. Manfaat program adalah sesuatu keadaan akhir program yang dapat dinikmati dan bermanfaat terhadap masyarakat desa hutan. 2. Pengukuran Variabel Tabel 1. Pengukuran Variabel, Indikator, Kriteria dan Skor Penelitian No 1.
Variabel Faktor Pembentuk Sikap : a. Pengalaman pribadi
Indikator
Kriteria
Skor
Lamanya responden sebagai petani.
> 14 tahun 11 bulan 11 tahun – 14 tahun 11 bulan 6 tahun – 10 tahun 11 bulan 1 tahun – 5 tahun 11 bulan < 1 tahun > 3 tahun 11 bulan 3 tahun 11 bulan 2 tahun 11 bulan 1 tahun 11 bulan < 1 tahun > 3 kali 3 kali 2 kali 1 kali Tidak pernah
5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
Lamanya responden bekerja sama dengan Perum Perhutani.
b. Pengaruh tokoh panutan
Frekuensi berkomunikasi dengan tokoh panutan (berapa kali/bulan).
lviii
c. Pengaruh kebudayaan
d. Pengaruh orang lain yang dianggap penting : 1. Pengaruh PPL
2.
3.
4.
Pengaruh teman dalam lembaga masyarakat desa hutan
Pengaruh suami/istri
Pengaruh tetangga
e. Media massa
Seberapa besar tokoh panutan memberikan pengaruh dalam program PHBM.
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
5 4 3 2 1
Seberapa pengaruh setempat.
besar kebudayaan
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
5 4 3 2 1
Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun.
> 12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali Tidak pernah
5 4 3 2 1
Seberapa besar pengaruh PPL dalam program PHBM.
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
5 4 3 2 1
Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun.
> 12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali Tidak pernah
5 4 3 2 1
Seberapa besar pengaruh teman dalam lembaga masyarakat desa hutan terhadap program PHBM.
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
5 4 3 2 1
Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun.
> 9 kali 7-9 kali 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah
5 4 3 2 1
Seberapa besar pengaruh suami/isteri dalam program PHBM.
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
5 4 3 2 1
Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun.
> 9 kali 7-9 kali 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah
5 4 3 2 1
Seberapa besar pengaruh tetangga dalam program PHBM.
Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil
5 4 3 2 1
Jumlah media massa yang dimanfaatkan responden (radio, TV, koran, majalah, jurnal ilmiah) dalam 1 bulan.
> 3 jenis 3 jenis 2 jenis 1 jenis Tidak menggunakan
5 4 3 2 1
Frekuensi menyimak tentang informasi yang
> 9 kali 7-9 kali
5 4
lix
berkaitan kehutanan bulan.
2.
dengan dalam 1
4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah menyimak
3 2 1
Isi materi yang terkandung dalam informasi yang diakses dari media massa.
Sangat bermanfaat Bermanfaat Kurang bermanfaat Tidak bermanfaat Sangat tidak bermanfaat
5 4 3 2 1
f. Pendidikan formal
Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh/ditamatkan oleh responden.
Akademi/PT Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD Tidak sekolah-Tidak tamat SD
5 4 3 2 1
g. Pendidikan non formal
Frekuensi responden mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan dalam 1 tahun.
> 12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali Tidak pernah
5 4 3 2 1
Pemahaman responden terhadap konsep.
Menjawab dan benar > 2 Menjawab dan benar 2 Menjawab dan benar 1 Menjawab tidak ada yang benar Tidak bisa menjawab
5 4 3 2
Bisa menyebutkan > 5 program Bisa menyebutkan 4-5 program Bisa menyebutkan 2-3 program Bisa menyebutkan 1 program Tidak bisa menyebutkan
isi
5
isi
4
isi
3
isi
2
Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program PHBM : a. Konsep program
b. Program PHBM
Pemahaman responden terhadap program.
1
1
c. Tujuan program
Pemahaman responden terhadap tujuan program.
Bisa menyebutkan 5 tujuan Bisa menyebutkan 4 tujuan Bisa menyebutkan 2-3 tujuan Bisa menyebutkan 1 tujuan Tidak bisa menyebutkan
5 4 3 2 1
d. Pelaksanaan program
Sikap terhadap program.
Aktif membantu dan melaksanakan seluruh tugas Aktif membantu dan melaksanakan sebagian tugas Kurang aktif membantu dan menjalankan sebagian tugas Kurang aktif membantu dan mengabaikan tugas Tidak aktif dan mengabaikan tugas
5
Jika hasil program sangat sesuai dengan harapan responden Jika hasil program sesuai dengan harapan responden Jika hasil program cukup sesuai dengan harapan responden
5
e. Hasil program
responden pelaksanaan
Sikap responden terhadap hasil program.
lx
4 3 2 1
4 3
f. Manfaat program
Kemanfaatan program bagi responden.
Jika hasil program kurang sesuai dengan harapan responden Jika hasil program tidak sesuai dengan harapan responden
2
Jika program sangat bermanfaat bagi responden Jika program bermanfaat bagi responden Jika program cukup bermanfaat bagi responden Jika program kurang bermanfaat bagi responden Jika program tidak bermanfaat bagi responden
5
1
4 3 2 1
E. Pembatasan Masalah 1. Masyarakat desa hutan yang diambil sebagai sampel adalah masyarakat yang menjadi pengurus dan anggota lembaga masyarakat desa hutan yang ada di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. 2. Faktor pembentuk sikap yang diteliti dalam penelitian ini dibatasi pada faktor pengalaman pribadi, pengalaman tokoh panutan, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, pendidikan formal dan pendidikan non formal.
lxi
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang memusatkan pada pengumpulan data kuantitatif yang berupa angka-angka untuk kemudian dianalisis dengan menggunakan alat-alat analisis kuantitatif yang berupa analisis statistika (deskriptif, parametrik, dan non parametrik) maupun dengan menggunakan perhitungan matematika (Mardikanto, 2006). Teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik survei. Teknik survei adalah penelitian yang dilaksanakan dengan mengambil sampel dari satu populasi dengan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul
data
dan
menjelaskan
hubungan
kausal
antar
variabel
(Singarimbun dan Effendi, 1995). Sedangkan menurut Daniel, et al (2005), survei adalah pengamatan yang kritis untuk mendapatkan penjelasan dari masalah tertentu dalam daerah atau lokasi tertentu. B. Metode Penentuan Lokasi Teknik penentuan atau pemilihan lokasi pada penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu yang disesuaikan dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1995). Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang ada di Kabupaten Kebumen yang telah membentuk LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan), menandatangani MoU (Kesepakatan Kerjasama) nomor : 223/042.3/SPSDH/Can/I dan telah mengadakan kerjasama dengan pihak Perhutani. Perjanjian kerjasama LMDH Redisari dilaksanakan pada tanggal 29 September 2005, LMDH Enggal Maju dilaksanakan pada tanggal 26 April 2005, dan perjanjian kerjasama LMDH Ngudi Lestari dilaksanakan pada tanggal 14 Januari 2004. Ketiga hal tersebut sangat diperlukan dalam pelaksanaan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). 51 lxii
Kabupaten Kebumen ini juga dipilih karena terdapat tiga Resort Pemangkuan Hutan (RPH) yaitu RPH Sempor, RPH Giyanti dan RPH Kedungbulus.
Sedangkan
di
Kabupaten
Banyumas
dan
Kabupaten
Banjarnegara hanya terdapat satu Resort Pemangkuan Hutan (RPH). Kelebihan dari RPH Sempor, RPH Giyanti dan RPH Kedungbulus dibandingkan dengan RPH yang lainnya adalah adanya pengelolaan lahan di bawah tegakan (PLDT) tanaman kapulaga, PLDT tanaman jenitri, PLDT tanaman kopi luas 15 Ha, PLDT tanaman cengkeh luas 83 Ha, PLDT tanaman jarak pagar, dan tanaman pinus dijadikan sebagai hutan lindung karena lokasinya dekat dengan waduk Sempor. Sehingga tanaman pinus yang sudah tua/sudah tidak berproduksi getahnya tidak boleh ditebang. Tabel 2. Nama RPH, LMDH dan Jumlah Anggota LMDH di BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah No
Kabupaten
RPH
1.
Banyumas
Bogangin
2.
Kebumen
Sempor Giyanti
Kedungbulus
3.
Banjarnegara
Kalimandi
LMDH
Jumlah Anggota
Sapto Argo Sekar Sari Wana Guna Wana Mukti Redisari Alam Lestari Enggal Maju Rejeki Agung Rimba Sari Wono Lestari Ngudi Makmur Ngudi Lestari Reksa Wana Makmur Abadi Mulya Wana Cipta Setia Kawan
614 437 599 177 238 145 625 420 431 397 212 345 336 72 163 76
Sumber : Data Administratif Petak BKPH Gombong Utara Tahun 2008 C. Populasi dan Teknik Sampling 1. Populasi Menurut Mardikanto (2002) populasi adalah keseluruhan individu, keadaan atau gejala yang dijadikan obyek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota dan pengurus LMDH yang ada di
lxiii
Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. 2. Teknik Sampling Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik proposional random sampling yaitu cara pengambilan sampel secara acak dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya subsub populasi tersebut (Narbuko dan Achmadi, 2003). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 60 orang masyarakat desa hutan yang diambil dari LMDH yang ada di masing-masing RPH yaitu LMDH Redisari (RPH Sempor), LMDH Enggal Maju (RPH Giyanti) dan LMDH Ngudi Lestari (RPH Kedungbulus) karena LMDH tersebut jumlah masyarakat desa hutan yang mengikuti program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) lebih banyak dibandingkan dengan LMDH yang lainnya. Untuk penentuan jumlah sampel dari masing-masing LMDH tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ni =
nk xn N
Dimana,
ni : Jumlah sampel dari masing-masing LMDH nk : Jumlah anggota LMDH dari masing-masing LMDH N : Jumlah anggota LMDH dari seluruh sampel n
: Jumlah sampel yang diambil
Tabel 3. Sampel Penelitian di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah No
RPH
LMDH
Jumlah Anggota
1.
Sempor
Redisari
238
Jumlah Responden 12
2.
Giyanti
Enggal Maju
625
31
3.
Kedungbulus
Ngudi Lestari
345
17
1208
60
Jumlah Sumber : Analisis Data Sekunder Tahun 2008
lxiv
D. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data pokok dan data pendukung. Agar lebih jelas dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini : Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Yang Digunakan No
Sifat Data
Data Yang Digunakan Pr
1.
2.
3.
Data Pokok Identitas Responden a. Nama Responden b. Umur Faktor Pembentuk Sikap a. Pengalaman Pribadi b. Pengaruh Tokoh Panutan c. Pengaruh Kebudayaan d. Media Massa e. Pendidikan Formal f. Pendidikan Non Formal Sikap Petani Terhadap Program PHBM a. Konsep Program b. Program PHBM c. Tujuan Program d. Pelaksanaan Program e. Hasil Program f. Manfaat Program g. Korbanan Masyarakat
Sk
Kn
X X
X X
X X X X X X
X X X X X X
X X X X X X X
Data Pendukung 1. Keadaan Alam 2. Keadaan Penduduk 3. Keadaan Pertanian
X X X
Keterangan : Pr = Primer Sk = Sekunder
Sumber Data Kl
X X X
Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan
X X X X X X X
Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan Masyarakat Desa Hutan
X X X
BKPH Gombong Utara Kecamatan Sempor Kecamatan Sempor
Kn = Kuantitatif Kl = Kualitatif
E. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode : 1. Observasi Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti di lapangan yang meliputi pengamatan daerah penelitian dan pencatatan informasi di daerah penelitian tersebut. 2. Wawancara Wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih secara langsung dengan menggunakan kuisioner sebagai panduannya.
lxv
3. Dokumentasi Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen dari instansi terkait. Dari metode ini diperoleh data mengenai jumlah penduduk sebagai masyarakat desa hutan, pendidikan, umur dan hal-hal yang berhubungan dengan responden. F. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk dapat mengetahui sikap dari masyarakat desa hutan terhadap program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) digunakan skala Likert. Menurut Faisal (1992), pada skala Likert, subyek penelitian dihadapkan pada pernyataan positif dan negatif (dalam jumlah yang berimbang) dan mereka diminta untuk menyatakan apakah sangat setuju, setuju, tidak punya pilihan, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Untuk menganalisis sikap masyarakat desa hutan terhadap program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) menggunakan metode tabulasi silang. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), analisa tabulasi silang atau teknik elaborasi adalah metode analisa yang paling sederhana tetapi memiliki daya menerangkan cukup kuat untuk menjelaskan hubungan antar variabel. 2. Skala yang digunakan adalah skala ordinal sehingga untuk mengetahui pusat-pusat kecenderungan adalah pada nilai tengah atau median (Mardikanto, 2006). Dengan demikian faktor-faktor pembentuk sikap diperoleh dari nilai tengah (median) jawaban-jawaban dari setiap pertanyaan. 3. Sedangkan untuk mengetahui derajat hubungan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap petani terhadap program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah digunakan uji korelasi Rank Spearman (Rs) dengan rumus Siegel (1997) sebagai berikut: N
rs = 1 -
6å di 2 i =1
N3 - N
lxvi
Dimana :
rs = koefisien korelasi rank spearman N = banyaknya sampel di = selisih antara ranking dari variabel
Jika N besar (lebih dari 10), uji signifikansi terhadap nilai yang diperoleh dengan menggunakan besarannya nilai t dengan taraf signifikansi 95% dengan rumus:
t = rs
N -2 1 - rs 2
Kriteria uji : 1. Apabila t
hitung
≥t
tabel,
maka Ho ditolak, berarti ada hubungan yang
signifikan antara sikap dengan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. 2. Apabila t
hitung
tabel,
maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan
yang signifikan antara sikap dengan program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah.
lxvii
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Keadaan Alam 1. Letak Geografis dan Toppgrafis Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Giyanti, RPH Sempor dan RPH Kedungbulus merupakan wilayah dari bagian kesatuan pemangkuan hutan (BKPH) Gombong Utara yang termasuk ke dalam wilayah Kesatuan Pamangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan, Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Secara administrativ BKPH Gombong Utara Terletak di wilayah Kabupaten Kebumen, Kabupaten Banyumas dan Kabupaten Banjarnegara. Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gombong Utara merupakan salah satu Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan di bawah PT. Perhutani Unit 1 Jawa Tengah. Secara administrasi bagian kesatuan pemangkuan hutan Gombong Utara berbatasan dengan: -
Sebelah Utara
: BKPH Banjarnegara Kabupaten Banjarnegara
-
Sebelah Selatan : BKPH Gombong Selatan Kabupaten Kebumen
-
Sebelah Timur : BKPH Karanganyar Kabupaten Kebumen
-
Sebelah Barat
: BKPH Banyumas Kabupaten Banyumas
BKPH Gombong Utara mempunyai ketinggian tempat di atas 2000 m dpl keadaan topografi secara umum adalah terjal, curam, berbatu dan berbukit sehingga dapat diklasifikasikan dalam kelas kelerengan terjal (>40%). Jenis tanah di BKPH Gombong Utara meliputi Grumusol, latusol dan aluvial. Kepekaan terhadap erosi cukup tinggi, kesuburan tanah tinggi. Lembaga masyarakat Desa Hutan (LMDH) Enggal Maju, LMDH Ngudi Lestari, dan LMDH Redisari terletak di kecamatan Sempor dengan keadaan tanah berbukit-bukit atau pegunungan mempunyai batas wilayah sebagai berikut: -
Sebelah Barat
: Kecamatan Buayan, Kecamatan Rowokele
-
Sebelah Timur : Kecamatan Karanganyar, Kecamatan Karanggayam
-
Sebelah Utara
-
Sebelah Selatan : Kecamatan Kuwarasan, Kecamatan Gombong
: Kabupaten Banjarnegara
57 lxviii
Wilayah kecamatan Sempor terletak antara 7o-8o Lintang Selatan dan 109o—110o Bujur Timur. Dengan luas wilayah 10.244 Ha. Menurut penggungannya terdiri dari tanah sawah 1.244 Ha, tanah kering 4.838 Ha dan 3.933 Ha hutan Negara. Kecamatan Sempor terbagi menjadi 16 desa, terdiri dari 6 desa wilayah pegunungan, 4 desa pegunungan dan daratan, 5 desa dataran atau perkotaan, dan 1 desa dataran atau pedesaan.letak desa yang ada di kecamatan Sempor ini dikelilingi hutan dan jauh dari pusat pemerintahan. Mengenai jarak desa tersebut dengan kota kecamatan yaitu ± 15 Km dan jarak desa dengan kota kabupaten ± 45 Km. 2. Keadaan Iklim Wilayah
BKPH
Gombong
Utara pada kecamatan
Sempor
mempunyai suhu minimum 24,6oC dan suhu maximumnya 27,2oC, dengan curah hujan 2.589 mm/tahun dan jumlah hari hujan 112 mm/hari. Tekanan udara rata-rata tiap tahunnya 1.019,3 mm, rata-rata tiap tahun lembab nisbi 83% dan rata-rata tiap tahun kecepatan angin 1,35. 3. Luas dan Panggunaan Hutan Luas wilayah hutan BKPH Gombong Utara adalah 6.945,8 Ha. Dari luas wilayah hutan tersebut, BKPH Gombong Utara terdiri dari 5 resort pemangkuan hutan dan 16 lembaga masyarakat desa hutan. Wilayah binaan BKPH Gombong Utara dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 5. Luas Wilayah LMDH binaan BKPH Gombong Utara No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
RPH
LMDH
Bogangin Bogangin Bogangin Bogangin Sempor Sempor Giyanti Giyanti Giyanti Giyanti Kedungbulus Kedungbulus Kedungbulus Kalimandi Kalimandi Kalimandi
Desa Sapto Argo Banjar Panepen Sekar Sari Bogangin Wana Guna Watu Agung Wana Mukti Kemawi Redisari Bonosari Alam Lestari Sempor Enggal maju Sampang Rejeki Agung Wonoharjo Rimba sari Giyanti Wono lestari Wagirpandan Ngudi Makmur Semali Ngudi Lestari Kedung Wringin Reksa Wana Donorejo Makmur Abadi Kebenaran Mulya Wana Cipta Kaliwungu Setia Kawan Somowangi Jumlah
Wilayah Administratif Kecamatan Sumpyuh Sumpyuh Tambak Somogede Sempor Sempor Sempor Rowokele Rowokele Rowokele Sempor Sempor Sempor Mandiraja Mandiraja Mandiraja
Kabupaten Banyumas Banyumas Banyumas Banyumas Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Kebumen Banjarnegara Banjarnegara Banjarnegara
Akta Notaris
27-11-2002 943 27-02-2007 506,9 27-02-2007 1.014,4 10-10-2003 311,6 28-09-2005 311,2 15-12-2007 246,1 07-04-2005 495,4 28-09-2005 244,2 28-09-2005 222,8 28-09-2005 164,5 13-01-2004 469,3 13-01-2004 519,1 13-01-2004 1.067,5 15-12-2007 117,1 15-12-2007 122,4 28-05-2008 19,9 6.495,8
Sumber: Data Administratif Petak BKPH Gombong Utara tahun 2009
lxix
Luas (Ha)
Penggunaan lahan hutan di BKPH Gombong Utara dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 6. Jenis dan Luas Tanaman di BKPH Gombong Utara No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Tanaman Pinus RBC Mahoni Jati Sengon Albasia Lapangan dengan tujuan istimewa (LDTI) Jumlah
Luas (Ha) 5996,2 120,6 113,3 153,1 65,8 37,8 9 6.495,8
Sumber: Laporan Kemajuan Pekerjaan BKPH Gombong Utara tahun 2008 Tabel 6 menunjukkan bahwa jenis tanaman yang ada di BKPH Gombong Utara paling banyak adalah tanaman pinus luas 5996,2 Ha. Sedangkan untuk tanaman RBC, mahoni, jati, sengon, albasia dan LDTI merupakan tanaman sela dan pengisi. Tanaman pinus yang ada di BKPH Gombong Utara merupakan tanaman pokok yang dapat menghasilkan getah. B. Keadaan Penduduk 1. Keadaan Penduduk Menurut Umur Keadaan penduduk menurut umur di kecamatan Sempor dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 7. Keadaan Penduduk Menurut Umur di Kecamatan Sempor pada tahun 2008 No 1. 2. 3.
Kelompok umur 0-14 15-64 >65 Jumlah
Jumlah penduduk (Orang) 18719 42194 4879 65792
Prosentase (%) 28,45 64,13 7,42 100
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008 Pada tabel 7 menunjukan bahwa banyaknya penduduk yang tergolong belum produktif 18.719 jiwa dan penduduk produktif sebesar 42.194 jiwa sedangkan penduduk tidak produktif sebesar 4.879 jiwa. Dengan melihat angka tersebut maka Angka Beban Tanggungan (ABT) atau Dependency Ratio dengan rumus sebagai berikut :
lxx
Dependency Ratio =
(usia 0-14 tahun) + (usia ≥65 tahun)
(18.719) + (4.879)
=
x 100%
(usia 15-64 tahun)
x 100%
(42.194)
= 55,93% Dari angka beban tanggungan sebesar 55,93% berarti bahwa 100 orang produktif menanggung beban 56 orang penduduk non produktif. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Sempor berusia produktif
yang
merupakan
penopang
penyelenggaran
kegiatan
perekonomian di kecamatan tersebut. Dengan banyaknya penduduk di Kecamatan Sempor yang termasuk kelompok penduduk berusia produktif akan sangat berdampak pada kegiatan perekonomian di kecamatan tersebut. Hal ini dikarenakan penduduk termasuk golongan produktif merupakan tenaga kerja yang potensial dalam penyelenggaraan kegiatan ekonomi dalam bidang pertanian maupun bidang yang lainnya. 2. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin Keadaan penduduk menurut jenis kelamin di Kecamatan Sempor dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 8. Keadaan Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Sempor tahun 2008 No 1. 2.
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Jumlah
Jumlah (Orang) 33.283 32.509 65.792
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008 Tabel 8 menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan Sempor pada tahun 2008 adalah 33.283 jiwa dan jumlah penduduk perempuan adalah sebesar 32.509 jiwa. Dari data tersebut dapat dicari sex ratio yang merupakan perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan.
lxxi
Sex Ratio = Jumlah penduduk perempuan x 100% Jumlah penduduk laki-laki = 33.283 x 100% 32.509 = 102,38% Dari sex ratio di Kecamatan Sempor yaitu 102,38% mempunyai arti bahwa dalam 100 perempuan terdapat 102 laki-laki, berarti jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari pada jumlah penduduk perempuan. Dengan melihat keadaan penduduk menurut sex ratio diatas, penduduk Kecamatan Sempor mempunyai perbandingan antara
jenis kelamin laki-laki dan
perempuan cukup berimbang sehingga ketersediaan tenaga kerja laki-laki sebanding dengan tenaga kerja perempuan. Dengan keadaan tersebut, diharapkan kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat lebih produktif, karena kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat banyak menggunakan tenaga kerja laki-laki 3. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Keadaan penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan Sempor dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 9. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Sempor tahun 2008 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Mata Pencaharian PNS ABRI Swasta Pensiunan Pertanian Tanaman Pangan Perkebunan Perikanan Perhutanan Peternakan Pertanian Lainnya Penggilingan padi Traktor Jumlah
Jumlah (Orang) 553 108 1.572 321 9.405 185 19 47 6 3.255 25 37 15.533
Prosentase (%) 3,6 0,6 10,1 2,1 60,5 1,2 0,1 0,3 0,1 21 0,2 0,2 100
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008 Tabel 9 menunjukkan bahwa mata pencaharian terbesar penduduk di Kecamatan Sempor adalah pertanian tanaman pangan yaitu 60,5% atau
lxxii
9.405 jiwa, pertanian lainnya 21% atau 3.255 jiwa dan swaata 10,1% atau 1.572 jiwa. Sedangkan untuk mata pencaharian yang lain menyebar secara merata. Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian disebabkan karena adanya sumberdaya alam yang potensial, yang mampu mendukung pelaksanaan kegiatan usahatani wilayah kecamatan tersebut. Selain itu juga disebabkan oleh adanya budaya dan sikap mental penduduk yang menganggap bahwa petani adalah mata pencaharian yang sudah lama mereka lakukan dan mereka tidak mempunyai keahlian selain bercocok tanam. Sedangkan mata pencaharian sebagai swasta (pedagang, tukang kayu, dan tukang batu) yang dimiliki oleh sebagian penduduk sangat dipengaruhi oleh ketrampilan dan modal yang dimiliki. Jadi tanpa modal atau ketrampilan yang memadai akan sulit untuk menjalani profesi ini. 4. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan Pendidikan
akan
memberikan
pengaruh
yang
besar
pada
pembangunan dan usaha peningkatan sumber daya manusia yang merupakan
pelancar
pembangunan.
Keadaan
penduduk
menurut
pendidikan di Kecamatan Sempor dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 10. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan di Kecamatan Sempor tahun 2008 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pendidikan Tidak tamat SD-belum sekolah Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat DI/DII Tamat DIII Tamat DIV/SI Jumlah
Jumlah (Orang) 18.924 29,008 10.216 6.758 411 195 280 65.792
Prosentase (%) 28,8 44,1 15,5 10,3 0,6 0,3 9,4 100
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008 Tabel 10 menunjukkan bahwa penduduk di Kecamatan Sempor berdasarkan pendidikannya terbesar adalah tamat SD yaitu sebanyak 29.008 jiwa atau 44,1% kemudian tidak tamat SD - belum sekolah sebanyak 18.924 jiwa atau 28,8%. Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan yang pernah dicapai oleh penduduk Kecamatan Sempor tergolong masih rendah. Hal ini disebabkan karena kesadaran penduduk
lxxiii
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi masih kurang dan keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan. Dengan tingkat pendidikan yang masih rendah tersebut, sebagian besar penduduk Kecamatan sempor banyak bekerja di sektor informal yang tidak memerlukan tingkat pendidikan yang tinggi dan sesuai dengan kondisi alam lingkungannya. Sektor pekerjaan informal tersebut seperti : petani dan swasta (pedagang, tukang kayu, dan tukang batu). Pekerjaan tersebut lebih lebih banyak mencurahkan tenaga dibandingkan dengan pikirannya. C. Keadaan Pertanian Kegiatan pertanian yang diusahakan di wilayah Kecamatan Sempor meliputi pertanian dan dibidang perternakan. Tanaman pertanian yang diusahakan meliputi: padi, jagung, kedelai, kacang hijau dan ketela pohon. Secara rinci keadaan pertanian di Kecamatan Sempor dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 11. Keadaan Tanaman, Luas Panen, Hasil Ubinan, dan Hasil Produksi di Wilayah Kecamatan Sempor tahun 2008 No
Tanaman
1. 2. 3. 4. 5.
Padi sawah dan padi ladang Jagung Kedelai Kacang hijau Ketela pohon
Luas Panen (Ha) 2459 148 10 397 1309
Hasil Ubinan (Kw/Ha) 170,32 42,91 11,72 42,91 112.04
Hasil Produksi (ton) 15.489,76 605,57 11,72 258,66 14.666,26
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008 Tabel 11 menunjukkan bahwa tanaman padi merupakan tananam yang mempunyai areal panen terluas yaitu 2.459 Ha dengan hasil produksi 15.489,76 ton. Selanjutnya ketela pohon luas panen 1309 Ha dengan hasil produksi 14.666,26 ton. Kemudian tanaman kacang hijau luas panen 397 Ha dengan hasil prosuksi 268,66 ton. Tanaman jagung luas panen 148 Ha dengan hasil produksi 605,57 Ton. Tanaman kedelai luas panen 10 Ha dengan hasil produksi 11,72 ton. Pada musim kemarau banyak lahan sawah yang tidak memungkinkan untuk ditanami padi karena ketersediaan airnya terbatas dan merupakan sawah tadah hujan. Dengan demikian petani beralih menanam
lxxiv
tanaman palawija seperti jagung, kedelai, kacang hijau dan ketela pohon. Tanaman palawija ini lebih tahan oleh keadaan kering. Keadaan peternakan yang diusahakan di wilayah Kecamatan Sempor dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 12. Jenis Dan Jumlah Ternak Yang Diusahakan di Kecamatan Sempor tahun 2008 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Ternak Sapi Kerbau Kambing Ayam buras Itik Angsa
Jumlah (ekor) 743 279 6.670 46.868 2.072 90
Sumber: BPS Kecamatan Sempor Dalam Angka Tahun 2008 Tabel 12 menunjukkan bahwa ayam buras merupakan jenis ternak terbanyak yang ada di wilayah kecamatan Sempor selanjutnya kambing, itik, sapi, kerbau dan angsa juga merupakan jenis ternak yang diusahakan di Kecamatan Sempor. Jumlah ternak kerbau 279 ekor lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah ternak sapi 743 ekor karena ternak sapi lebih menguntungkan dan lebih cepat menghasilkan daripada ternak kerbau.
lxxv
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Faktor Pembentuk Sikap Faktor pembentuk sikap masyarakat desa hutan terhadap pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pengalaman pribadi, pengaruh tokoh panutan, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang dianggap penting, media massa, pendidikan formal dan pendidikan non formal. 1. Pengalaman Pribadi Pengalaman pribadi dalam penelitian ini adalah pengalaman responden menjadi petani dan bekerjasama dengan Perum Perhutani dalam mengikuti program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui pengalaman pribadi dapat dilihat tabel di bawah ini : Tabel 13. Pengalaman Pribadi Responden sebagai Petani dan Pengalaman Pribadi Responden Bekerjasama dengan Perum Perhutani No
Uraian
Kriteria
Kategori
Skor
1.
Lamanya responden sebagai petani
>14thn 11bln 11thn-14thn 11bln 6thn-10thn 11bln 1thn-5thn 11bln <1thn Jumlah >3thn 11bln 3thn 11bln 2thn 11bln 1thn 11bln <1thn Jumlah
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
2.
Lamanya responden kerjasama dengan Perhutani
S (orang) 46 2 10 2 60 29 18 13 60
Prosentase (%) 76,7 3,3 16,7 3,3 0 100 48,3 30 21,7 0 0 100
Me
5
4
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa pengalaman responden sebagai petani termasuk dalam median skor 5 dengan kategori sangat tinggi sebanyak 46 orang (76.7%). Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden sejak dari kecil sudah belajar dari orang tua mereka menjadi petani. Pengalaman responden sebagai petani dalam kategori tinggi sebanyak 2 orang (3,3%), kategori sedang sebanyak 10 orang (16,7%) dan pengalaman responden sebagai petani dalam kategori rendah sebanyak 2 orang (3,3%). Pengalaman responden sebagai petani dalam kategori 65 lxxvi
rendah karena responden bekerja sebagai non petani maka dengan adanya program
PHBM
responden
beralih
pekerjaan/mencari
pekerjaan
sampingan dengan mengelola lahan hutan dan belajar sebagai petani. Tabel 13 dapat dilihat bahwa pengalaman responden bekerjasama dengan Perum Perhutani termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 18 orang (30%). Hal ini disebabkan karena dengan dibentuknya LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) yang bekerjasama dengan Perum Perhutani kehidupan keseharian responden akan lebih terjamin, karena responden beranggapan bahwa dengan adanya LMDH tersebut responden dapat memperoleh lapangan pekerjaan yang baru atau juga
mendapatkan
pekerjaan
sampingan
dengan
mengelola
dan
memanfaatkan hasil hutan misalnya : mengelola lahan hutan dan menyadap getah pinus. 2. Pengaruh Tokoh Panutan Pengaruh tokoh panutan dalam penelitian ini adalah informasi atau acuan yang diperoleh dari tokoh panutan (Asper Perhutani dan Pamong Desa) yang berkaitan dengan program pengelolaan hutan bersama masyarakat dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan. Untuk mengetahui pengaruh tokoh panutan dapat dilihat tabel di bawah ini : Tabel 14. Frekuensi berkomunikasi dengan tokoh panutan dan pengaruh tokoh panutan dalam program PHBM No
Uraian
1.
Frekuensi berkomunikasi dengan tokoh panutan dalam 1 bulan
2.
Kriteria
>3 kali 3 kali 2 kali 1 kali Tidak pernah Jumlah Seberapa besar pengaruh Sangat besar tokoh panutan memberikan Besar pengaruh dalam program Sedang PHBM Kecil Sangat kecil Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
S (orang) 6 3 22 29 60 10 21 29 60
Prosentase (%) 10 0 5 36,67 48,33 100 16,67 35 0 0 48,33 100
Me
2
4
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa frekuensi berkomunikasi dengan tokoh panutan dalam 1 bulan termasuk dalam median skor 2 dengan kategori rendah sebanyak 22 orang (36,67%). Hal ini disebabkan karena
lxxvii
pertemuan/rapat rutin Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang diadakan 35 hari sekali anggota sering tidak hadir dan tokoh panutan yang di undang juga sering tidak hadir, ini disebabkan pengaruh tempat atau lokasi serta jarak yang kurang mendukung untuk mengadakan komunikasi antara masyarakat desa hutan dengan tokoh panutan. Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa tokoh panutan memberikan pengaruh dalam program PHBM termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 21 orang (35%). Hal ini disebabkan karena masyarakat desa hutan dapat mengambil keputusan untuk mengikuti program PHBM yang bekerjasama dengan pihak Perhutani. Dengan adanya informasi dan pengaruh dari tokoh panutan, maka masyarakat desa hutan mengetahui program PHBM tersebut. Sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat desa hutan, menjaga kelestarian hutan dan memanfaatkan lahan hutan yang ada. 3. Pengaruh Kebudayaan Pengaruh kebudayaan dalam penelitian ini adalah adat istiadat tradisional
masyarakat
setempat
yang
mempengaruhi
pola
pikir
masyarakat desa hutan dalam mengikuti program PHBM. Untuk mengetahui pengaruh kebudayaan dapat dilihat tabel di bawah ini : Tabel 15. Pengaruh Kebudayaan Setempat No
Uraian
1.
Seberapa besar pengaruh kebudayaan setempat
Kriteria Sangat besar Besar Sedang Kecil Sangat kecil Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
S (orang) 43 17 60
Prosentase (%) 71,67 28,33 0 0 0 100
Me
5
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Dari tabel 15 dapat dilihat bahwa pengaruh kebudayaan dalam mengikuti program PHBM termasuk dalam median skor 5 dengan kategori sangat tinggi sebanyak 43 orang (71,67%). Hal ini disebabkan karena kebudayaan yang melekat pada masyarakat desa hutan seperti kegiatan Berkah Bumi dapat membantu keselamatan masyarakat desa hutan dalam mengikuti program PHBM dan meningkatkan hasil hutan. Kegiatan
lxxviii
Berkah Bumi dilakukan dengan cara memberikan sebagian hasil bumi mereka untuk mengadakan syukuran yang diadakan setiap Rojab dan Suro. Dengan adanya kegiatan tersebut maka masyarakat desa hutan akan percaya bahwa kegiatan Berkah Bumi ini merupakan kegiatan positif dan tidak merugikan bagi masyarakat desa hutan. Selain kegiatan Berkah Bumi, terdapat kegiatan kebudayaan yang lainnya seperti karawitan, wayang, qosidahan, tayub dan kuda lumping sebagai sarana hiburan bagi masyarakat desa hutan. 4. Pengaruh Orang Lain Yang Di Anggap Penting Pengaruh orang lain yang dianggap penting dalam penelitian ini adalah saran atau perintah dari orang-orang yang dianggap penting seperti PPL, teman dalam LMDH, suami/istri, dan tetangga mengenai semua hal yang berkaitan dengan program PHBM. a) Pengaruh PPL Pengaruh PPL (Penyuluh Pertanian Lapang) adalah saran atau perintah dari PPL untuk mendapatkan informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui pengaruh dari PPL dapat dilihat tabel di bawah ini : Tabel 16. Frekuensi memperoleh informasi dan Pengaruh PPL dalam program PHBM No
Uraian
1.
Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
2.
Kriteria
>12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali Tidak pernah Jumlah Seberapa besar Sangat besar pengaruh PPL dalam Besar program PHBM Sedang Kecil Sangat kecil Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
S (orang) 6 22 32 60 6 22 32 60
Prosentase (%) 0 0 10 36,67 53,33 100 0 0 10 36,67 53,33 100
Me
1
1
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa frekuensi memperoleh informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun termasuk dalam median skor 1 dengan kategori sangat rendah sebanyak 32 orang (53,33%). Hal ini disebabkan karena masyarakat
lxxix
desa hutan kurang aktif untuk datang ke acara rapat rutin LMDH dan datang ke kecamatan untuk mendapatkan informasi-informasi seputar pertanian dalam arti luas, ini disebabkan pengaruh tempat atau lokasi serta jarak yang kurang mendukung untuk mengadakan komunikasi antara masyarakat desa hutan dengan PPL (Penyuluh Pertanian Lapang). Dari tabel 16 dapat dilihat bahwa pengaruh PPL (Penyuluh Pertanian Lapang) dalam program PHBM termasuk dalam median skor 1 dengan kategori sangat rendah sebanyak 32 orang (53,33%). Hal ini disebabkan karena masyarakat desa hutan jarang bertemu dengan PPL bahkan tidak pernah bertemu dengan PPL. Ini disebabkan karena pihak Perhutani juga tidak menyediakan PPL. Pihak Perhutani hanya menyediakan mandor produksi, mandor transportasi, mandor tanam, dan mandor sadap. Sehingga masyarakat desa hutan lebih sering mendapatkan informasi, petunjuk, serta nasehat dari mandor produksi, mandor transportasi, mandor tanam, dan mandor sadap. b) Pengaruh Teman Dalam LMDH Pengaruh teman dalam LMDH adalah saran atau perintah dari teman dalam LMDH untuk mendapatkan informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui pengaruh dari teman dalam LMDH dapat dilihat tabel di bawah ini : Tabel 17. Frekuensi memperoleh informasi dan Pengaruh teman LMDH dalam program PHBM No
Uraian
1.
Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
2.
Kriteria
>12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali Tidak pernah Jumlah Seberapa besar Sangat besar pengaruh teman dalam Besar LMDH terhadap Sedang program PHBM Kecil Sangat kecil Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
Sumber : Analisis Data Primer 2009
lxxx
S (orang) 13 47 60 12 48 60
Prosentase (%) 0 21,67 0 78,33 0 100 20 80 0 0 0 100
Me
2
4
Tabel 17 dapat dilihat bahwa frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun termasuk dalam median skor 2 dengan kategori rendah sebanyak 47 orang (78,33%). Hal ini disebabkan karena masyarakat desa hutan kurang aktif menghadiri pertemuan/rapat rutin LMDH yang diadakan setiap 35 hari sekali. Anggota LMDH lebih menggantungkan atau mengandalkan
pengurus
LMDH
saja
sehingga
pada
waktu
pertemuan/rapat rutin yang hadir paling banyak pengurus LMDH. Dari tabel 17 dapat dilihat bahwa pengaruh teman dalam LMDH terhadap program PHBM termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 48 orang (80%). Hal ini disebabkan karena dengan adanya LMDH dan pengaruh teman LMDH maka informasi, petunjuk serta nasehat dari teman LMDH dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan program PHBM ini juga merupakan kegiatan positif serta tidak merugikan bagi masyarakat desa hutan. c) Pengaruh Suami/Istri Pengaruh suami/istri adalah saran atau perintah dari suami/istri untuk mendapatkan informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui pengaruh dari suami/istri dapat dilihat tabel di bawah ini : Tabel 18. Frekuensi memperoleh informasi dan Pengaruh suami/istri dalam program PHBM No
Uraian
1.
Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
2.
Kriteria
>9 kali 7-9 kali 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah Jumlah Seberapa besar Sangat besar pengaruh suami/istri Besar dalam program PHBM Sedang Kecil Sangat kecil Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
Sumber : Analisis Data Primer 2009
lxxxi
S (orang) 19 3 10 28 60 32 28 60
Prosentase (%) 31,66 5 16,67 0 46,67 100 0 53,33 0 0 46,67 100
Me
3
4
Tabel 18 dapat dilihat bahwa frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun termasuk dalam median skor 3 dengan kategori sedang sebanyak 10 orang (16,67%). Hal ini disebabkan karena suami/istri jarang berkomunikasi mengenai program PHBM, mereka lebih sering berkomunikasi
tentang
kebutuhan
atau
kehidupan
sehari-hari
keluarganya. Kadang-kadang suami/istri juga sempat memberikan petunjuk atau nasehat mengenai program PHBM, misalnya : menjaga kelestarian hutan dan memanfaatkan hasil hutan. Dari tabel 18 dapat dilihat bahwa pengaruh suami/istri terhadap program PHBM termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 32 orang (53,33%). Hal ini disebabkan karena suami/istri saling membantu dan mendukung adanya program PHBM ini, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru bagi mereka. Program PHBM ini juga dapat menambah pengahasilan bagi keluarganya. d) Pengaruh Tetangga Pengaruh tetangga adalah saran atau perintah dari tetangga untuk mendapatkan informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui pengaruh dari tetangga dapat dilihat tabel di bawah ini : Tabel 19. Frekuensi memperoleh informasi dan Pengaruh tetangga dalam program PHBM No
Uraian
1.
Frekuensi memperoleh informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
2.
Kriteria
>9 kali 7-9 kali 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah Jumlah Seberapa besar Sangat besar pengaruh tetangga Besar dalam program PHBM Sedang Kecil Sangat kecil Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
S (orang) 43 9 5 3 60 4 53 3 60
Prosentase (%) 71,67 0 15 8,33 5 100 6,67 88,33 0 0 5 100
Me
5
4
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Tabel 19 dapat dilihat bahwa frekuensi memperoleh informasi, petunjuk serta nasehat mengenai program PHBM dalam 1 tahun
lxxxii
termasuk dalam median skor 5 dengan kategori sangat tinggi sebanyak 43 orang (71,67%). Hal ini disebabkan karena sebagian besar tetangga responden juga ikut anggota LMDH. Walaupun tetangga dan responden jarang/kadang-kadang mengikuti rapat rutin anggota LMDH, mereka lebih sering berkomunikasi dan bertukar pendapat di rumah maupun di lahan atau di hutan. Dari tabel 19 dapat dilihat bahwa pengaruh tetangga terhadap program PHBM termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 53 orang (88,33%). Hal ini disebabkan karena dengan adanya program PHBM ini, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru bagi mereka. Program PHBM ini dapat menambah pengahasilan bagi masyarakat desa hutan dan program PHBM ini juga merupakan kegiatan positif serta tidak merugikan bagi masyarakat desa hutan. 5. Media Massa Media massa dalam penelitian ini adalah saluran komunikasi yang menyampaikan pesan-pesan atau informasi kepada masyarakat desa hutan tentang program
pengelolaan
hutan
bersama
masyarakat.
Untuk
mengetahui media massa yang digunakan responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 20. Jumlah media massa, Frekuensi menyimak informasi, dan Isi materi yang terkandung dalam program PHBM No
Uraian
Kriteria
Kategori
Skor
1.
Jumlah media massa yang dimanfaatkan responden (radio, TV, koran, majalah, jurnal ilmiah) dalam 1 bulan
> 3 jenis 3 jenis 2 jenis 1 jenis Tidak menggunakan Jumlah > 9 kali 7-9 kali 4-6 kali 1-3 kali Tidak pernah menyimak Jumlah Sangat bermanfaat Bermanfaat Kurang bermanfaat Tidak bermanfaat Sangat tidak bermanfaat Jumlah
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
2.
3.
Frekuensi menyimak tentang informasi yang berkaitan dengan kehutanan dalam 1 bulan Isi materi yang terkandung dalam informasi yang diakses dari media massa
Sumber : Analisis Data Primer 2009
lxxxiii
S (orang) 6 4 20 17 13 60 14 33 13 60 6 41 13 60
Prosentase (%) 10 6,67 33,33 28,33 21,67 100 0 0 23,33 55 21,67 100 10 68,33 21,67 0 0 100
Me
2
2
4
Tabel 20 dapat dilihat bahwa jumlah media massa yang dimanfaatkan masyarakat desa hutan (radio, TV, koran, majalah, jurnal ilmiah) dalam 1 bulan termasuk dalam median skor 2 dengan kategori rendah sebanyak 17 orang (28,33%). Hal ini disebabkan karena masyarakat desa hutan menganggap media massa yang digunakan hanya berfungsi sebagai sarana hiburan. Untuk memperoleh informasi tentang kehutanan melalui media massa sangat jarang/kadang-kadang. Dari tabel 20 dapat dilihat bahwa frekuensi menyimak tentang informasi yang berkaitan dengan kehutanan dalam 1 bulan termasuk dalam median skor 2 dengan kategori rendah sebanyak 33 orang (55%). Hal ini disebabkan karena masyarakat desa hutan tidak mempunyai waktu luang untuk mengakses media massa dan jarang/kadang-kadang memperoleh informasi tentang kehutanan atau program PHBM. Dari tabel 20 dapat dilihat bahwa isi materi yang terkandung dalam informasi yang diakses dari media massa termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 41 orang (68,33%). Hal ini disebabkan karena masyarakat desa hutan mengaku bahwa walaupun jarang memanfaatkan media massa, sekali mendapatkan informasi tentang kehutanan atau program PHBM yang didapatkan dari media massa dapat menambah pengetahuan. Sehingga informasi yang didapat oleh masyarakat desa hutan dapat diterapkan di lapang/di hutan, misalnya : pencegahan kebakaran hutan, longsor, illegal loging (pencurian kayu), pelatihan pembibitan tanaman, sistem tanam, sistem sadap, dan sistem tumpang sari. 6. Pendidikan Formal Pendidikan formal dalam penelitian ini adalah jenjang pendidikan dibangku sekolah yang pernah dicapai oleh masyarakat desa hutan dari tidak sekolah/tidak tamat SD sampai dengan perguruan tinggi. Untuk mengetahui pendidikan formal dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
lxxxiv
Tabel 21. Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh atau ditamatkan No
Uraian
1.
Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh atau ditamatkan oleh responden
Kriteria Akademi/PT Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat SD Tidak sekolahTidak tamat SD Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
S (orang) 2 6 8 27 17
Prosentase (%) 3,33 10 13,34 45 28,33
60
100
Me
2
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Tabel 21 dapat dilihat bahwa pendidikan formal masyarakat desa hutan termasuk dalam median skor 2 dengan kategori rendah sebanyak 27 orang (45%). Hal ini disebabkan karena keterbatasan ekonomi rumah tangga pada jaman dahulu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat desa hutan hanya dapat mengenyam pendidikan pada tingkat SD/sederajat. Untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi diperlukan pengorbanan biaya yang cukup besar. 7. Pendidikan Non Formal Pendidikan non formal dalam penelitian ini adalah pendidikan yang diperoleh masyarakat desa hutan di luar bangku sekolah (pelatihan, penyuluhan). Untuk mengetahui pendidikan non formal dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 22. Frekuensi responden mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan No
Uraian
1.
Frekuensi responden mengikuti kegiatan penyuluhan/ pelatihan dalam 1 tahun
Kriteria > 12 kali 9-12 kali 5-8 kali 1-4 kali Tidak pernah Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat rendah
5 4 3 2 1
S (orang) 2 27 31 60
Prosentase (%) 0 0 3,33 45 51,67 100
Me
1
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Tabel 22 dapat dilihat bahwa pendidikan non formal masyarakat desa hutan termasuk dalam median skor 1 dengan kategori sangat rendah sebanyak 31 orang (51,67%). Hal ini disebabkan karena responden kurang aktif bahkan tidak hadir dalam mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan yang diadakan bersamaan dengan rapat rutin LMDH setiap 35 hari sekali. Ketidakhadiran responden tersebut disebabkan oleh kondisi geografis, topografis, jarak tempuh ke lokasi cukup jauh, sarana transportasi tidak
lxxxv
ada, dan waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan waktu luang yang dimiliki responden. B. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : konsep program, program PHBM, tujuan program, pelaksanaan program, hasil program, dan manfaat program. 1. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Konsep Program Konsep program dalam penelitian ini adalah pemahaman mengenai program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui konsep program dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 23. Pemahaman responden terhadap konsep program No
Uraian
1.
Pemahaman responden terhadap konsep program
Kriteria Menjawab dan benar > 2 Menjawab dan benar 2 Menjawab dan benar 1 Menjawab tidak ada yang benar Tidak bisa menjawab Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi Tinggi Sedang Rendah
5 4 3 2
Sangat rendah
1
S (orang) 23 12 9 7
Prosentase (%) 38,33 20 15 11,77
9 60
15 100
Me
4
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Tabel 23 dapat dilihat bahwa pemahaman responden terhadap konsep program termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 12 orang (20%). Hal ini berarti bahwa responden bersikap positif terhadap konsep program PHBM yang telah disosialisasikan dari pihak BKPH dan Perum Perhutani. Responden yang aktif mengikuti rapat rutin LMDH, sering berkomunikasi dengan mandor tanam serta mandor sadap, dan sering berkomunikasi/tukar pendapat dengan tetangga/teman LMDH maka responden mampu memahami, mengerti, dan tanggapan yang menyetujui tentang konsep program PHBM tersebut. Pemahaman responden terhadap konsep program dalam kategori sangat rendah disebabkan karena
lxxxvi
responden
kurang
aktif
mengikuti
rapat
rutin
LMDH,
jarang
berkomunikasi dengan mandor sadap serta mandor tanam, dan jarang berkomunikasi dengan tetangga/teman LMDH. 2. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program PHBM Program PHBM dalam penelitian ini adalah pemahaman suatu sistem pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan bersama oleh Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan pihak yang berkepentingan (Stakeholders) untuk jenis kegiatan dalam program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui program PHBM dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 24. Pemahaman responden terhadap program PHBM No
Uraian
1.
Pemahaman responden terhadap program PHBM
5
S (orang) 28
Prosentase (%) 46,67
Tinggi
4
10
16,66
Sedang
3
22
36,67
Rendah
2
-
0
Sangat rendah
1
60
0 100
Kriteria Bisa menyebutkan > 5 isi program Bisa menyebutkan 4-5 isi program Bisa menyebutkan 2-3 isi program Bisa menyebutkan 1 isi program Tidak bisa menyebutkan Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi
Me
4
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Tabel 24 dapat dilihat bahwa pemahaman responden terhadap program PHBM termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 22 orang (36,67%). Hal ini berarti bahwa responden bersikap positif terhadap program PHBM. Responden mampu memahami dan melaksanakan jenis kegiatan program PHBM. Jenis kegiatan yang dilakukan responden seperti : penananaman tanaman pokok (pinus), tanaman pagar (secang), tanaman tepi (salam dan johar), tanaman sela (kaliandra dan rumput gajah), tanaman di bawah tegakan (kapulaga, jenitri, kopi, dan cengkeh), tanaman semusim (padi, jagung, dan budin/singkong), serta penyadapan getah pinus.
lxxxvii
3. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Tujuan Program Tujuan program dalam penelitian ini adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam program PHBM. Untuk mengetahui tujuan program dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 25. Pemahaman responden terhadap tujuan program No
Uraian
1.
Pemahaman responden terhadap tujuan program
5
S (orang) 15
Prosentase (%) 25
Tinggi
4
5
8,33
Sedang
3
21
35
Rendah
2
14
23,34
Sangat rendah
1
5 60
8,33 100
Kriteria Bisa menyebutkan 5 tujuan Bisa menyebutkan 4 tujuan Bisa menyebutkan 2-3 tujuan Bisa menyebutkan 1 tujuan Tidak bisa menyebutkan Jumlah
Kategori
Skor
Sangat tinggi
Me
3
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Tabel 25 dapat dilihat bahwa pemahaman responden terhadap tujuan program termasuk dalam median skor 3 dengan kategori sedang sebanyak 21 orang (35%). Hal ini berarti bahwa mayoritas responden bersikap netral terhadap tujuan program. Mereka mengungkapkan bahwa program PHBM ini penting untuk dapat melestarikan kelangsungan hutan dan masyarakat yang ada di dalamnya. Mereka menyadari bahwa program PHBM mampu memberikan imbal balik yang baik bagi masyarakat desa hutan. Peningkatan kesejahteraan tampaknya ditanggapi secara berlebihan dengan berharap mereka dapat langsung melihat dampaknya secara nyata. Padahal pada kenyataannya tidaklah demikian. Peningkatan kesejahteraan pada program PHBM sesungguhnya dibutuhkan kesadaran penuh masyarakat tentang fungsi dan manfaatnya dalam jangka panjang. 4. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Pelaksanaan Program Pelaksanaan program dalam penelitian ini adalah pemahaman terhadap realisasi dari keseluruhan rencana yang ada dalam program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui pelaksanaan program dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
lxxxviii
Tabel 26. Sikap responden terhadap pelaksanaan program No
Uraian
Kriteria
1.
Sikap responden terhadap pelaksanaan program
Aktif membantu dan melaksanakan seluruh tugas Aktif membantu dan melaksanakan sebagian tugas Kurang aktif membantu dan menjalankan sebagian tugas Kurang aktif membantu dan mengabaikan tugas Tidak aktif dan mengabaikan tugas Jumlah
Sangat tinggi Tinggi
5
S (orang) 21
4
10
16,66
Sedang
3
23
38,34
Rendah
2
6
10
Sangat rendah
1
-
0
60
100
Kategori
Skor
Prosentase (%) 35
Me
4
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Tabel 26 dapat dilihat bahwa sikap responden terhadap pelaksanaan program termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 10 orang (16.66%). Hal ini berarti bahwa responden bersikap positif terhadap pelaksanaan program. Sebagian besar responden memiliki pemikiran dan tanggapan yang menyetujui terhadap pelaksanaan program PHBM. Responden juga mendukung dan mau dilibatkan secara aktif dalam program PHBM tersebut walaupun hanya melaksanakan sebagian tugas saja. Ini disebabkan karena responden mempunyai keperluan lain yang tidak bisa mereka tinggalkan, misalnya mereka harus membantu tetangga yang punya kerja dan mendapatkan pekerjaan yang lainnya. Pelaksanaan
program
PHBM
tersebut
meliputi
:
pengenalan
program/sosialisasi, pembentukan kelembagaan masyarakat desa hutan, perjanjian kerjasama, penyusunan rencana srategis, pembentukan desa model, dan pemberdayaan masyarakat. 5. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Hasil Program Hasil program adalah pemahaman terhadap sesuatu yang telah dicapai dari program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Untuk mengetahui hasil program dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
lxxxix
Tabel 27. Sikap responden terhadap hasil program No
Uraian
1.
Sikap responden terhadap hasil program
Kriteria
Sangat tinggi
5
S (orang) 22
Tinggi
4
26
43,33
Sedang
3
12
20
Kategori
Jika hasil program sangat sesuai dengan harapan responden Jika hasil program sesuai dengan harapan responden Jika hasil program cukup sesuai dengan harapan responden Jika hasil program kurang sesuai dengan harapan responden Jika hasil program tidak sesuai dengan harapan responden Jumlah
Skor
Prosentase (%) 36,67
Me
4 Rendah
2
-
0
Sangat rendah
1
-
0
60
100
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Tabel 27 dapat dilihat bahwa sikap responden terhadap hasil program termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 26 orang (43,33%). Hal ini berarti bahwa responden bersikap positif terhadap hasil program. Sebagian besar responden mengatakan bahwa hasil program PHBM sesuai dengan harapan mereka. Hasil yang dapat dirasakan dari responden misalnya : mendapatkan hasil kegiatan usaha produktif dalam bentuk uang atau barang berdasarkan hasil kesepakatan, selama mengikuti program PHBM ini relasi dengan pemerintah maupun swasta menjadi dekat karena sering dilibatkan dalam kerjasama, ikut melindungi dan menjaga kelestarian sumber daya hutan. Hasil dari program PHBM ini akan berguna apabila masyarakat desa hutan dapat mengelola dengan baik. 6. Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Manfaat Program Manfaat program adalah sesuatu keadaan akhir program yang dapat dinikmati dan bermanfaat terhadap masyarakat desa hutan. Untuk mengetahui manfaat program dari masyarakat desa hutan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
xc
Tabel 28. Kemanfaatan program bagi responden No
Uraian
Kriteria
1.
Kemanfaatan program bagi responden
Jika program sangat bermanfaat bagi responden Jika program bermanfaat bagi responden Jika program cukup bermanfaat bagi responden Jika program kurang bermanfaat bagi responden Jika program tidak bermanfaat bagi responden Jumlah
Sangat tinggi Tinggi
5
S (orang) 23
4
28
46,67
Sedang
3
9
15
Rendah
2
-
0
Sangat rendah
1
-
0
60
100
Kategori
Skor
Prosentase (%) 38,33
Me
4
Sumber : Analisis Data Primer 2009 Tabel 28 dapat dilihat bahwa manfaat program bagi responden termasuk dalam median skor 4 dengan kategori tinggi sebanyak 28 orang (46,67%). Hal ini berarti bahwa responden bersikap positif terhadap manfaat program. Sebagaian besar responden mengatakan bahwa program PHBM bermanfaat bagi kehidupan mereka. Manfaat yang dirasakan responden dalam mengikuti program PHBM ini misalnya : mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat desa hutan, pendapatan serta kesejahteraan keluarga responden meningkat, dan setiap usaha yang responden lakukan untuk mengembangkan program PHBM ini malah menguntungkan bagi masyarakat desa hutan.
C. Hubungan Antara Sikap Masyarakat Desa Hutan Dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Hasil analisis hubungan sikap masyarakat desa hutan dengan program pengelolaan hutan bersama masyarakat dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 29. Hubungan Antara Sikap Masyarakat Desa Hutan Dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Faktor Pembentuk Sikap (X) a. Pengalaman Pribadi (X1) b. Pengaruh Tokoh Panutan (X2) c. Pengaruh Kebudayaan (X3) d. Pengaruh Orang Lain (X4) e. Media Massa (X5) f. Pendidikan Formal (X6) g. Pendidikan Non Formal (X7)
Program PHBM (Y)
rs 0,071 0,749** 0,338** 0,729** 0,863** 0,694** 0,796**
Sumber : Analisis Data Primer 2009
xci
t hitung 0,542 8,609 2,735 8,304 13,015 7,344 10,02
t tabel 2,001 2,001 2,001 2,001 2,001 2,001 2,001
Keterangan NS SS SS SS SS SS SS
Keterangan : NS SS α
: tidak signifikan : sangat signifikan : 0,01
1. Hubungan Antara Pengalaman Pribadi Dengan Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengalaman pribadi dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilihat dari nilai t hitung < t tabel (0,542<2,001) pada taraf signifikansi 95% dengan α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,071. Hal ini berarti bahwa sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat
tidak
sepenuhnya
ditentukan
oleh
tinggi
rendahnya
pengalaman responden mengikuti program PHBM. Pada kenyataannya lamanya responden sebagai petani dan lamanya responden bekerjasama dengan Perum Perhutani dalam kategori tinggi, tetapi apabila responden jarang aktif dan kurang aktif dalam mengikuti program PHBM maka responden kurang mendapatkan informasi, petunjuk, serta nasehat tentang program PHBM. Meskipun responden jarang dan kurang aktif mengikuti program PHBM mereka tetap berpikir positif terhadap program PHBM tersebut. 2. Hubungan Antara Pengaruh Tokoh Panutan Dengan Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengaruh tokoh panutan dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel (8,609>2,001) pada taraf signifikansi 95%, α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,749 serta arah hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengaruh tokoh panutan maka mereka semakin dapat menentukan arah pembentukan sikap
xcii
masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Dengan adanya informasi dan pengaruh dari tokoh panutan, maka masyarakat desa hutan dapat mengetahui program PHBM tersebut. Sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang baru bagi masyarakat desa hutan, menjaga kelestarian hutan dan memanfaatkan lahan hutan yang ada. Semakin sering tokoh panutan memberikan informasi tentang program PHBM kepada responden maka responden akan lebih bersikap positif terhadap program PHBM tersebut. 3. Hubungan Antara Pengaruh Kebudayaan Dengan Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengaruh kebudayaan dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel (2,735>2,001) pada taraf signifikansi 95%, α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,354 serta arah hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengaruh kebudayaan maka semakin dapat menentukan arah pembentukan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Responden menganggap pengaruh dari kebudayaan yang melekat pada masyarakat desa hutan seperti kegiatan Berkah Bumi dapat membantu keselamatan masyarakat desa hutan dalam mengikuti program PHBM dan meningkatkan hasil hutan. Dengan adanya kegiatan tersebut maka masyarakat desa hutan akan percaya bahwa kegiatan Berkah Bumi ini merupakan kegiatan positif dan tidak merugikan bagi masyarakat desa hutan. Semakin tinggi pengaruh kebudayaan maka responden akan bersikap positif terhadap program PHBM tersebut.
xciii
4. Hubungan Antara Pengaruh Orang Lain Yang Di Anggap Penting Dengan Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pengaruh orang lain yang di anggap penting dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel (8,304>2,001) pada taraf signifikansi 95%, α= 0,01 dengan nilai rs sebesar 0,729 serta arah hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pengaruh orang lain yang di anggap penting maka mereka semakin dapat menentukan arah pembentukan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Orang-orang yang di anggap penting meliputi: PPL, teman dalam LMDH, suami/isteri, dan tetangga. Semakin sering orang-orang yang di anggap penting memberikan informasi tentang program PHBM kepada responden maka responden akan lebih bersikap positif terhadap program PHBM tersebut. 5. Hubungan Antara Media Massa Dengan Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara media massa dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel (13,015>2,001) pada taraf signifikansi 95%, α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,863 serta arah hubungan yang positif. Hal
ini berarti bahwa semakin banyak responden mengakses media massa yang digunakan maka semakin banyak juga informasi, petunjuk, serta nasehat tentang program PHBM yang didapatkan oleh responden. Mayoritas responden mengaku bahwa jumlah media massa dan frekuensi menyimak informasi tentang kehutanan atau program PHBM yang diakses rendah. Meskipun demikian informasi tentang kehutanan
xciv
atau program PHBM yang didapatkan dari media massa dapat menambah pengetahuan. Sehingga informasi yang didapat oleh responden dapat diterapkan di lapang/di hutan, misalnya : pencegahan kebakaran hutan, longsor, illegal loging (pencurian kayu), pelatihan pembibitan tanaman, sistem tanam, sistem sadap, dan sistem tumpang sari. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah media massa dan frekuensi menyimak informasi tentang kehutanan atau program PHBM yang diakses rendah tetapi responden bersikap positif terhadap program PHBM tersebut. 6. Hubungan Antara Pendidikan Formal Dengan Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pendidikan formal dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel (7,344>2,001) pada taraf signifikansi 95%, α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,694 serta arah hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendidikan formal responden maka semakin positif pula sikap responden terhadap program PHBM. Mayoritas responden mengaku bahwa pendidikan formal responden adalah tamat SD. Hal ini disebabkan karena keterbatasan ekonomi rumah tangga pada jaman dahulu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat desa hutan hanya dapat mengenyam pendidikan pada tingkat SD/sederajat. Untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi diperlukan pengorbanan biaya yang cukup besar. Namun demikian, mereka mempunyai respon ataupun sikap yang sangat setuju atau sangat positif terhadap program PHBM. Dengan bantuan pengaruh dari tokoh panutan dan pengaruh orang lain yang di anggap penting maka mereka dapat mempertimbangkan dan mengambil keputusan bahwa program PHBM ini merupakan kegiatan positif dan tidak merugikan bagi masyarakat desa hutan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pendidikan
xcv
formal rendah tetapi responden bersikap positif terhadap program PHBM tersebut. 7. Hubungan Antara Pendidikan Non Formal Dengan Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Berdasarkan tabel 29 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara pendidikan non formal dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilihat dari nilai t hitung > t tabel (10,02>2,001) pada taraf signifikansi 95%, α=0,01 dengan nilai rs sebesar 0,796 serta arah hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin sering responden menghadiri penyuluhan atau pelatihan maka semakin positif pula sikap responden terhadap program PHBM. Mayoritas responden mengaku bahwa pendidikan non formal responden sangat rendah. Hal ini disebabkan karena responden kurang aktif bahkan tidak hadir dalam mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan yang diadakan bersamaan dengan rapat rutin LMDH setiap 35 hari sekali. Ketidakhadiran responden tersebut disebabkan oleh kondisi geografis, topografis, jarak tempuh ke lokasi cukup jauh, sarana transportasi tidak ada, dan waktu pelaksanaan tidak sesuai dengan waktu luang yang dimiliki responden. Walaupun responden kurang aktif bahkan tidak hadir dalam mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan, responden di lapang atau di hutan lebih sering bertemu, bertanya dan mencari informasi dari mandor tanam, mandor sadap, dan teman LMDH. Waktu di rumah pun responden juga bertanya dan mencari informasi dari tetangganya yang mengikuti kegiatan penyuluhan/pelatihan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pendidikan non formal sangat rendah rendah tetapi responden berusaha bersikap positif terhadap program PHBM tersebut.
xcvi
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari penelitian tentang Sikap Masyarakat Desa Hutan Terhadap Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor pembentuk sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah termasuk dalam median gabungan skor 3 dengan kategori sedang. Hal ini berarti bahwa informasi, petunjuk, serta nasehat yang didapat dari masyarakat desa hutan mengenai program pengelolaan hutan bersama masyarakat dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan mengikuti program PHBM. 2. Sikap masyarakat desa hutan terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat di Kabupaten Kebumen BKPH Gombong Utara KPH Kedu Selatan Perum Perhutani Unit 1 Jawa Tengah termasuk dalam median gabungan skor 4 dengan kategori tinggi. Hal ini berarti bahwa masyarakat desa hutan bersikap positif terhadap program pengelolaan hutan bersama masyarakat. Mereka mengungkapkan bahwa program PHBM ini penting untuk dapat melestarikan kelangsungan hutan dan mampu memberikan imbal balik yang baik bagi masyarakat desa hutan. 3. Hubungan Antara Sikap Masyarakat Desa Hutan Dengan Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat adalah sebagai berikut : a. Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pengalaman pribadi dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM. b. Terdapat hubungan yang signifikan serta arah hubungan yang positif antara pengaruh tokoh panutan, pengaruh kebudayaan, pengaruh orang lain yang di anggap penting, media massa, pendidikan formal dan
86 xcvii
pendidikan non formal dengan sikap masyarakat desa hutan terhadap program PHBM. B. Saran 1. Diharapkan intensitas pengaruh tokoh panutan, pengaruh orang lain yang di anggap penting, dan pihak Perhutani dalam memberikan informasi lebih ditingkatkan lagi. Selain itu, masyarakat desa hutan juga diharapkan untuk mengakses media massa sehingga dapat memperoleh informasi, petunjuk, serta nasehat lebih banyak lagi mengenai program PHBM. 2. Sikap masyarakat desa hutan terhadap pelaksanaan program pengelolaan hutan bersama masyarakat hendaknya lebih ditingkatkan agar masyarakat semakin sadar dengan tujuan program yang ingin dicapai sehingga masyarakat desa hutan dapat terlibat secara aktif dan melaksanakan seluruh tugas dalam program PHBM. 3. Hubungan antara sikap masyarakat desa hutan dengan program PHBM sangat signifikan, maka perlu ditingkatkan lagi agar pengaruh tokoh panutan dan pengaruh orang lain yang di anggap penting lebih aktif lagi dalam memberikan informasi, petunjuk, serta nasehat mengenai program PHBM sehingga masyarakat desa hutan dapat mengambil keputusan untuk mengikuti program PHBM yang bekerjasama dengan pihak Perhutani.
xcviii
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 2002. Psikologi Sosial. Rieneke Cipta. Jakarta. Anonim. 2007. Kolaborasi Antara Masyarakat Desa Hutan dengan Perum Perhutani dalam Pengelolaan Sumber daya Hutan di Jawa. http://www.cifor.cgiar.org/lpf/docs/java/LPF_Flyer_PHBM.pdf.. Diakses pada Senin, 30 November 2009 Pukul 08.14. Anoraga. 1992. Psikologi Sosial. Rieneke Cipta. Bandung. Arief, A. 1994. Hutan, Hakekat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Atkinson, R.L, et al. 2005. Pengantar Psikologi. Erlangga. Jakarta. Azjen, I. 1988. Attitudes, Personality and Behavior. Chicago. Dorssey. Azwar, S. 1995. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Palajar. Yogyakarta. ------------. 1998. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Palajar. Yogyakarta. Baron, R. A dan Byrne, D. 1994. Social Psycology. Viacom Company. America. Daniel, M, et al. 2005. PRA (Participatory Rural Appraisal) : Pendekatan Efektif Mendukung Penerapan Penyuluhan Partisipatif dalam Upaya Percepatan Pembangunan Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta. Davidoff, L.L. 1991. Psikologi Sosial. Suatu Pengantar Erlangga. Jakarta. Departemen Kehutanan. 2003. Paradigma Penyuluhan Kehutanan. Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan. Jakarta. Eagly, A. H. & Chaiken, S. 1993. The Psycology Of Attitudes. Javanovich College. Ny. Pub. Faisal, S. 1992. Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta. Gerungan, P. 1996. Psikologi Sosial. PT. Eresco Bandung. Bandung. Gunawan, Rimbo, Juni Thamrin dan Endang Suhendar. 1998. Industrialisasi Kehutanan dan Dampaknya Terhadap Masyarakat Adat. Yayasan AKATIGA. Bandung. Hariyadi, R. 2007. Pengaruh Motivasi Terhadap Kinerja Penyuluh Pertanian. http://ppsub.ub.ac.id/perpustakaan/abstraksi/tesis/ribut-haryadipengaruh-motivasi-terhadap-kinerja-penyuluh-pertanian-di-kabupatenmusi-banyuasin.pdf. Diakses pada Rabu, 26 Mei 2010 Pukul 20.14. Hawkins, H.S. dan A. W. Van den Ban. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. 88 xcix
Kinnear, T.C dan Taylor, J.R. 1995. Riset Pemasaran. Erlangga. Jakarta. Krech, D, et al. 1962. Individual In Society. Mc-Grow Hill Book Company, Inc. New York. Mar’at. 1984. Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakarta. Mardikanto, T., E. Lestari., A. Sudrajat., Supanggyo., Sutarto dan S. Anantanyu. 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Pusat Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan RI dan Fakultas Pertanian UNS Surakarta. Jakarta. -----------------. 2002. Perhutanan Sosial : Konsep Penerapan. Pengembangan Agrobisnis dan Perhutanan Sosial. Surakarta.
Pusat
-----------------. 2006. Prosedur Penelitian : Untuk Kegiatan Penyuluhan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Prima Theresia Pressindo. Surakarta. Mates, B. 1971. Psycology. Monarch Press. Columbia. Mueller, D. 1996. Mengukur Sikap Sosial Pegangan Untuk Peneliti dan Praktisi. Bumi Aksara. Jakarta. Myers, D. G. 1983. Social Psycology. Ny. Mc Grow Hill. Narbuko, C dan Achmadi, A. 2003. Metodologi Penelitian. Bumi Aksara. Jakarta. Pambudiarto. 2005. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat Melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan. http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=815. Diakses pada Kamis, 19 Maret 2009 Pukul 16.47. Pamulardi, B. 1999. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Perum
Perhutani. 2001. Surat 136/KPTS/DIR/2001.
Keputusan
Dewan
Pengurus
Nomor
Rahmat, J. 2001. Psikologi Komunikasi. Remaja Rosda Karya. Bandung. Ramdan, H. 2001. Model Agroforestry dalam Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. Dalam Duta Rimba 2500/XXV. Ramdhani, Neila. 2008. Sikap dan Beberapa definisi Untuk Memahaminya. http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content. Diakses pada Jumat, 03 Maret 2009 Pukul 19.22. Rochmah, S. 1996. Sikap Sosial. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sabarudi. 2001. Konsep Rencana Social Forestry : Kunci Sukses Menuju Sistem Pengelolaan Hutan Lestari. http://puslitsosekhut.web.id/download.php? Diakses pada Kamis, 30 Maret 2009 Pukul 12.14.
c
Sagala, P. 1994. Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Santoso, Hery. 2002. PHBM Dalam Konstelasi Pembangunan Kehutanan. http://www.fkkm.org/PusatData/index.php?action=sosialForestry&lang. Diakses pada Jumat, 27 Maret 2009 Pukul 18.58. Sears. 1997. Social Psycology. University Of California. Loss Angeles. Sianturi. 2007. Kebijakan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat. http://agrokaltim.blogspot.com/2007/05/phbm-poliagro-kalimantantimur.html. Diakses pada Kamis, 15 Mei 2008 Pukul 12.33. Siegel. 1997. Statistik Non Parametrik. Gramedia Utama. Jakarta. Simon, H. 1993. Hutan Jati dan Kemakmuran. Aditya Media. Yogyakarta. Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metode Penelitian Survei. LP3ES Indonesia. Jakarta. Suwarno, Eno. 2007. Alternatif Sistem Pengelolaan Indonesia. http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com./ Diakses pada Kamis, 19 Maret 2009 Pukul 17.38. Tarsidi, Didi. 2008. Perubahan Sikap. http://d-tarsidi.blogspot.com. Diakses pada Jumat, 03 Maret 2009 Pukul 19.17. Vitalaya, Aida. 1992. Penyuluhan Pembangunan Di Indonesia Menyongsong Abad XXI. PT. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta. Warsito, Sofyan. 2006. Kesepahaman Tentang Hutan Indonesia. http://www.perumperhutani.com/index.php?Itemid=&option=com_search &searchword=phbm. Diakses pada Jumat, 27 Maret 2009 Pukul 19.24. Wortman, Camille, et al. 1999. Psychology. The Mc-Grow Hill Companiees. The United States.
ci