PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BERBEBAN DAN PANJANG TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT PADA PERGURUAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG SOLO TAHUN 2008
SKRIPSI OLEH YUNITA KHUSHARYATI NIM K 5603086
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
i
PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BERBEBAN DAN PANJANG TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT PADA PERGURUAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG SOLO TAHUN 2008
YUNITA KHUSHARYATI NIM K 5603086
SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
ii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Agus Mukholid, M.Pd
Haris Nugroho, S.Pd.M.Or
NIP. 19640131 198903 1 001
NIP. 19720208 199903 1 003
iii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi (Nama Terang)
(Tanda Tangan)
Ketua
: Drs.Bambang Wijanarko,M.Kes _____________
Sekretaris
: Islahuzzaman Nuryadin, S.Pd.M.Or
Anggota I
: Drs.Agus Mukholid,M.Pd
Anggota II
: Haris Nugroho, S.Pd.M.Or
Disahkan oleh: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pandidikan Universitas Sebelas Maret Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001
iv
_____________
_____________ _____________
ABSTRAK Yunita Khusharyati. PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BERBEBAN DAN PANJANG TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT PADA PERGURUAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG SOLO TAHUN 2008. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta, Februari 2010. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008, (2) Perbedaan pengaruh panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008, (3) Ada tidaknya interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008 yang berjumlah 40 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling. Sample diambil semua. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes dan pengukuran panjang tungkai dan kecepatan tendangan depan pencak silat. Teknik analisis data yang digunakan dengan ANAVA rancangan 2x2 pada taraf signifikansi 5%. Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh simpulan bahwa sebagai berikut: (1) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan berbeban dengan beban linier dan non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008. Pengaruh peningkatan kecepatan tendangan depan yang ditimbulkan oleh latihan berbeban non linier lebih baik daripada latihan berbeban linier, ( Fhitung 5,46875> Ftabel 4,08), dengan rata-rata peningkatan 1,39 dan 0,0009, (2) Adanya perbedaan pengaruh antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah, yang hasilnya panjang tungkai rendah lebih baik daripada panjang tungkai tinggi terhadap kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008 sebesar 0,000275 dan 0,00025, (3) Tidak terdapat interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008 ( Fhitung 0,78125< Ftabel 4,08).
v
MOTTO • Sepiro Gedhening Sengsoro Yen Tinompo Among Dadi Cobo. ( Imam Kusupangat)
• Tidak ada gembok yang tak bisa dibuka. Tidak ada simpul yang tak bisa diurai. Tidak ada jarak yang jauh yang tidak bisa didekatkan. Tidak ada yang tak kelihatan kecuali nanti akan muncul. Tapi semuanya itu ada saatnya. (Dr. ’Aidh bin Abdullah Al-Qarni)
• Biarkan masa depan sampai dia datang dengan sendirinya. Jangan terlalu sibuk memikirkan hari esok. Asal kita melakukan kebaikan pada hari ini, hari esok akan lebih baik. (Penulis)
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada : ♦ Bapak dan Ibu tercinta ♦ Saudara-saudara PSHT Komisariat UNS ♦ Teman-teman Angkatan 2003 ♦ Adik-adik JPOK FKIP UNS dan ♦ Almamater
vii
KATA PENGANTAR
Dengan diucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dapat diselesaikan penulisan skripsi ini. Disadari bahwa penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan, tetapi berkat bantuan dari beberapa pihak, maka hambatan tersebut dapat diatasi. Oleh karena itu dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ketur Program Pendidikan Kepelatihan Olahraga Jurusan Pendidikan Olahraga dan kesehatan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Drs. Agus Mukholid, M.Pd, sebagai pembimbing I yang telah dengan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan,
sehingga
skripsi ini dapat
terselesaikan. 5. Bapak Haris Nugroho, S.Pd.M.Or, sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 6. Ketua Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian. 7. Saudara-saudara PSHT cabang Solo yang telah bersedia menjadi sampel penelitian. 8. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. Semoga segala amal baik tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Akhirnya berharap semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat. Surakarta, Februari 2010
viii
Penulis DAFTAR ISI
Halaman JUDUL...........................................................................................................
i
PANGAJUAN................................................................................................ ii PERSETUJUAN............................................................................................ iii PENGESAHAN............................................................................................. iv ABSTRAK.....................................................................................................
v
MOTTO.........................................................................................................
vi
PERSEMBAHAN.........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR..................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................
xii
DAFTAR TABEL.........................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xiv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah....‘`........................................................... 1 B. Identifikasi Masalah...................................................................... 4 C. Pembatasan Masalah..................................................................... 5 D. Perumusan Masalah......................................................................
5
E. Tujuan Penelitian..........................................................................
5
F. Manfaat Penelitian........................................................................
6
BAB II LANDASAN TEORI.......................................................................
7
A. Tinjauan Pustaka........................................................................... 7 1. Pencak Silat............................................................................. 7 a. Definisi Pencak Silat.......................................................... 7 b. Unsur-unsur Pencak Silat................................................... 8 c. Sifat-sifat Pencak Silat....................................................... 10 d. Teknik dalam Pencak Silat................................................. 11 2. Tendangan dalam Pencak Silat................................................. 11
ix
a. Serangan dalam Pencak Silat.............................................. 11 b. Jenis-jenis Tendangan dalam Pencak Silat......................... 13 c. Teknik Tendangan Depan.................................................. 14 3. Latihan..................................................................................... 15 a. Definisi Latihan................................................................
15
b. Prinsip Latihan..................................................................
16
c. Pengaruh Latihan..............................................................
19
4. Latihan Beban.........................................................................
21
a. Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Latihan Berbeban 22 b. Penyusunan Program Latihan Berbeban..........................
24
c. Latihan Berbeban dengan Sirkuit.....................................
26
5. Latihan Beban dengan Pembebanan Linier...........................
31
a. Definisi Pembebanan Linier……………………………
31
b. Keuntungan dan Kelemahan Pembebanan Linier………
32
6. Latihan Beban dengan Pembebanan Non Linier……………
33
a. Definisi Pembebanan Non Linier………………………
33
b. Keuntungan dan Kelemahan Pembebanan Non Linier….
34
7. Panjang Tungkai…………………………………………….. 34 a. Definisi Panjang Tungkai……………………………….
34
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Panjang Tungkai…..
35
c. Otot-otot yang Terdapat pada Tungkai…………………
36
d. Otot-otot yang Mempengaruhi Tendangan Depan……..
37
8. Kekuatan Otot Perut………………………………………..
38
a. Definisi Kekuatan Otot Perut…………………………..
38
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot Perut.
38
9. Kecepatan…………………………………………………..
39
a. Definisi Kecepatan..........................................................
39
b. Klasifikasi Kecepatan…………………………………..
40
c. Kecepatan Tendangan Depan………………………….
41
d. Cara Pengujuran Kecepatan Tendangan………………..
42
B. Kerangka Pemikiran……………………………………………
42
x
C. Perumusan Hipótesis……………………………………………
46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………
47
A. Tempat dan Waktu Penelitian…………………………………
47
B. Metode Penelitian dan Rancangan Penelitian…………………
47
C. Variabel Penelitian…………………………………………….
49
D. Populasi dan Sampel Penelitian……………………………….
49
E. Teknik Pengumpulan Data…………………………………….
50
F. Definisi Operacional…………………………………………..
51
G. Teknik Analisis Data………………………………………….
51
BAB IV HASIL PENELITIAN………………………………………….
58
A. Deskripsi Data…………………………………………………
58
B. Uji Prasyarat Analisis………………………………………….
60
1. Uji Normalitas……………………………………………...
60
2. Uji Homogenitas……………………………………………
61
C. Pengujian Hipotesis…………………………………………….
61
1. Pengujian Hipotesis Pertama……………………………….
62
2. Pengujian Hipotesis Kedua………………………………….
63
3. Pengujian Hipotesis Ketiga…………………………………. 63 D. Pembahasan Hasil Penelitian……………………………………
64
1. Pengaruh Latihan Berbeban Linier dan Non Linier Terhadap Peningkatan kecepatan Tendangan Depan…………….........
64
2. Pengaruh Panjang Tungkai Tinggi dan Panjang Tungkai Rendah Terhadap Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan 65 3. Interaksi Antara Latihan Berbeban dan Panjang Tungkai Terhadap Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan.............
65
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan………………………………………………………..
66
B. Implikasi………………………………………………………… 66 C. Saran…………………………………………………………….
67
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………… 69 LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………… …...
xi
71
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1
: Sikap Pasang dan Gerakan Tendangan Depan……………
15
Gambar 2
: Pos-pos Latihan...................................................................
27
Gambar 3
: Pelaksanaan Latihan Standing Calf Raise..........................
28
Gambar 4
: Pelaksanaan Latihan Leg Curl............................................
29
Gambar 5
: Pelaksanaan Latihan Leg Extension....................................
30
Gambar 6
: Pelaksanaan Latihan Leg Press............................................
30
Gambar 7
: Pelaksanaan Latihan Half Squat...........................................
31
Gambar 8
: Penambahan Beban Latihan secara Linier.............................
32
Gambar 9
: Penambahan Beban Latihan secara Non Linier.....................
33
Gambar 10
: Grafik Nilai Rata-rata Kecepatan Tendangan Depan Berdasarkan Tiap Kelompok Perlakuan dan Panjang Tungkai.................................................................................
Gambar 11
59
: Grafik Nilai Rata-rata Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan Antara Kelompok Perlakuan......................................
xii
60
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Ringkasan Anaka-angka Statistik Deskripsi Data Kecepatan Tendangan Depan Menurut Kelompok Penelitian…………….....
58
Tabel 2: Hasil Uji Normalitas dengan Liliefors……………………………
61
Tabel 3: Hasil Uji Homogenitas dengan Uji Bartlet.....................................
61
Tabel 4: Ringkasan Nilai Rerata Kecepatan Tendangan Depan Berdasarkan Latihan Berbeban dan Panjang Tungkai Sebelum dan Sesudah Diberi Perlakuan........................................................................................
61
Tabel 5: Ringkasan Keseluruhan Hasil Analisis Varians Dua Faktor...........
62
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1: Data Tes Pengukuran Panjang Tungkai....................................
72
Lampiran 2: Kelompok Sampel Penelitian Berdasarkan Hasil Tes Panjang Tungkai Kategori Tinggi dan Rendah......................................
73
Lampiran 3: Data Tes Awal dan Akhir Kecepatan Tendangan Depan........
74
Lampiran 4: Kelompok Treatment Latihan Beban.......................................
75
Lampiran 5: Uji Reliabilitas Kecepatan Tendangan Depan.........................
79
Lampiran 6: Uji Normalitas Data Kecepatan Tendangan Depan.................
82
Lampiran 7: Uji Homogenitas Data Keceapatan Tendangan Depan............
85
Lampiran 8: Deskripsi Data Hasil Kecepatan Rata-rata Antar Kelompok..
88
Lampiran 9: Petunjuk Pelaksanaan Pengukuran Panjang Tungkai..............
91
Lampiran 10: Petunjuk Pelaksanaan Tes dan Pengukuran Kecepatan Tendangan Depan.....................................................................
92
Lampiran 11: Program Latihan Berbeban dengan Peningkatan Beban secara Linier dan Non Linier................................................................
93
Lampiran 12: Jadwal Treatment Perlakuan Latihan Beban...........................
96
Lampiran 13: Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian......................................
108
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pencak silat adalah satu cabang olahraga tradisional bangsa Indonesia. Pencak silat merupakan salah satu cabang olahraga yang mengembangkan beberapa unsur di dalamnya yaitu, unsur keolahragaan, kesenian, beladiri dan kerokhanian atau mental spiritual. Sampai saat ini cabang olahraga pencak silat
xiv
mengalami
perkembangan
yang
cukup
pesat.
Pencak
silat
dalam
perkembangannya telah merambah ke event-event nasional maupun internasional. Dalam tingkat nasional seperti PON, POMNAS dan ASIAN INDOOR GAMES, Indonesia telah mampu berbicara dalam laga multi event tersebut, bahkan dalam kategori single event yaitu prestasi paling tinggi dalam ajang kejuaraan tingkat dunia, Indonesia sudah banyak melahirkan atlet-atlet yang mampu bersaing dalam level paling tinggi pada kejuaraan tingkat dunia tersebut. Sehingga pencak silat pada era sekarang ini telah dijadikan sebagai ajang persaingan dalam memperoleh prestasi setinggi-tingginya, usaha memperoleh prestasi yang maksimal bukan hal yang mudah. Pesilat yang menginginkan prestasi tinggi harus memiliki kemampuan kondisi fisik, teknik, taktik, mental yang baik. Keempat unsur tersebut merupakan komponen-komponen yang saling berkaitan yang dapat mempengaruhi pencapaian prestasi olahraga. Salah satu orientasi program latihan adalah peningkatan kemampuan teknik. Program peningkatan ini dilaksanakan dengan baik apabila teknik dasar sudah dikuasai terlebih dahulu. Penguasaan teknik dasar merupakan kelengkapan paling mendasar dan utama dalam berlatih teknik lanjut, selain itu juga merupakan faktor yang fundamental untuk mencapai prestasi dalam pencak silat. Teknik dasar dalam pencak silat terdiri dari berbagai macam. Secara garis besar teknik dasar dalam pencak silat terdiri atas pukulan, tendangan, elakan, sapuan, kuncian, dan pola langkah.
Salah satu teknik dasar dalam pencak silat adalah tendangan. Tendangan adalah serangan dengan menggunakan tungkai, tendangan merupakan komponen yang dominan dalam pertandingan pencak silat karena tendangan mempunyai beberapa keuntungan antara lain tendangan mendapatkan nilai yang cukup tinggi yaitu dua point. Jangkauannya lebih panjang serta mempunyai power yang lebih besar dibanding dengan serangan lain yaitu pukulan hanya memperoleh nilai satu. Tendangan yang baik adalah tendangan yang dilakukan dengan cepat dan keras, sehingga sulit ditangkap oleh lawan. Berdasarkan macamnya, tendangan dalam pencak silat terdiri
dari tendangan depan, tendangan samping, tendangan
belakang, tendangan busur atau sabit.
xv
Tendangan depan merupakan salah satu jenis tendangan yang banyak digunakan untuk melakukan serangan dalam pencak silat. Tendangan depan dilakukan dengan melintas ke depan dan perkenaannya pada ujung telapak kaki. Tendangan depan lebih mudah mengenai sasaran, karena lintasannya lurus ke depan dan perkenaannya pada ujung telapak kaki. Yang memungkinkan untuk bergerak cepat dan sulit ditangkap lawan. Kemampuan fisik merupakan salah satu faktor yang tidak dapat terlepas untuk menguasai suatu teknik olahraga termasuk tendangan depan. Hal ini Sudjarwo (1993: 41) menyatakan “Mempelajari teknik dalam cabang olahraga tertentu tidak mungkin dilakukan sebelum atlet memiliki kemampuan fisik yang menunjang gerakan teknik tersebut”. Adapun komponen kondisi fisik yang memberi dukungan dengan kecepatan tendangan depan yang harus dilatih dan dikembangkan secara maksimal.
Tujuannya adalah agar diperoleh hasil
tendangan yang benar-benar optimal, karena metode latihan tendangan depan yang selama ini diterapkan belum mengarah pada peningkatan kecepatan tendangan yang lebih baik, sehingga perlu solusi yang tepat sesuai dengan kondisi yang ada. Selain itu juga, terbatasnya jam latihan kurang dimanfaatkan secara maksimal. Beberapa komponen yang sangat mendukung kecepatan tendangan diantaranya dengan latihan berbeban. Karena untuk meningkatkan kecepatan tendangan akan didukung pula dengan terbentuknya power, sehingga dapat dirumuskan perbandingan antara power berbanding lurus dengan kecepatan dan kekuatan. Power sama dengan kekuatan dikalikan dengan kecepatan. Dengan latihan beban akan menambah power, sehingga secara otomatis kekuatan (daya ledak) akan terbentuk dengan disertai kecepatan. Hal ini terbukti dengan pernah diadakan penelitian tentang pengaruh peningkatan power otot tungkai terhadap kecepatan tendangan dan hasilnya power otot tungkai berpengaruh terhadap kecepatan tendangan, semakin besar otot tungkai yang dimiliki semakin cepat pula tendangan yang dilakukan. Sehingga akan diketahui pula pengaruh antara power otot tungkai terhadap kecepatan tendangan depan dan juga pengaruh panjang tungkai antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah.
xvi
Berkaitan dengan hal tersebut, metode latihan yang akan dikaji dan diteliti untuk meningkatkan kecepatan tendangan depan pencak silat dalam penelitian ini adalah latihan beban secara linier dan non linier. Dari kedua latihan antara beban linier dan non linier, masing-masing memiliki ciri penekanan yang berbeda-beda. Selain itu juga bentuk latihan tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda pula, sehingga belum diketahui bentuk latihan mana yang lebih baik dan efektif terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pencak silat. Oleh karena itu perlu dikaji dan diteliti secara lebih mendalam, baik secara teoritis maupun praktek melalui penelitian. Penelitian ini akan dilakukan pada pesilat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) cabang Solo. Seiring dengan perkembangan pesilatnya, khususnya pesilat Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo menunjukkan perkembangan yang bagus, ditandai dengan sering diikutinya kejuaraan yang digelar oleh PB Persaudaraan Setia Hati Terate, baik dalam skala daerah maupun nasional antar Persaudaraan Setia Hati Terate, berawal dari hal itu dibentuklah suatu tim khusus yang beranggotakan pesilat baik putra maupun putri Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo yang sebelumnya telah terseleksi dan dilatih serta dibina guna dipersiapkan untuk tampil dalam kejuaraan antar Persaudaraan Setia Hati Terate sendiri maupun seleksi yang di gelar oleh PB IPSI. Dalam proses pembinaan dan latihan, ditekankan untuk benar-benar dapat menguasai teknik dasar dengan baik, termasuk juga teknik serangan berupa tendangan depan, dengan memberikan metode-metode latihan yang dapat mendukung tujuan yang ingin dicapai, yaitu meningkatkan kecepatan tendangan depan. Dengan menggunakan berbagai macam metode latihan antara lain dengan latihan beban yang diberikan secara linier dan non linier. Dengan metode latihan tersebut, akan diketahui metode mana yang lebih baik guna meningkatkan kecepatan tendangan khususnya tendangan depan, serta mengkaji juga sumbangan antara latihan beban tersebut dan panjang tungkai untuk menghasilkan kecepatan tendangan depan yang optimal dengan latihan yang efektif dan efisien. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penelitian ini mengambil judul “PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN BERBEBAN DAN PANJANG
xvii
TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN TENDANGAN DEPAN PENCAK SILAT PADA PERGURUAN PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE CABANG SOLO TAHUN 2008”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah di kemukakan di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat di identifikasikan sebagai berikut: 1. Latihan berbeban dengan beban secara linier dan non linier. 2. Pengetahuan tentang metode latihan yang tepat untuk meningkatkan kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo masih rendah. 3. Pengetahuan tentang metode latihan yang tepat untuk meningkatkan kecepatan tendangan depan pencak silat dan belum memanfaatkan panjang tungkai yang dimiliki. 4. Belum pernah dilakukan tes dan pengukuran panjang tungkai dan kecepatan tendangan depan pada anggota perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008. 5. Belum diketahui efektifitas antara latihan berbeban secara linier dan non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat. 6. Upaya
peningkatan
kecepatan
tendangan
depan
anggota
perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo dengan latihan berbeban.
C. Pembatasan Masalah
Banyaknya masalah yang dapat di identifikasikan, maka perlu dibatasi. Pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat. 2. Pengaruh panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat.
xviii
3. Kecepatan
tendangan
depan
pencak
silat
pada
anggota
perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Adakah perbedaan pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008 ? 2. Adakah pengaruh antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap kecepatan tendangan depan pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008 ? 3. Adakah interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008 ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalaham yamg telah dirumuskan di atas, penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui: 1. Perbedaan pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008. 2. Perbedaan pengaruh panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap
kecepatan
tendangan
depan pencak
silat
pada
perguruan
Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008. 3. Ada tidaknya interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada anggota perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
xix
F. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini anatara lain: 1. Dapat meningkatkan kecepatan tendangan depan pencak silat anggota yang dijadikan sampel penelitian. 2. Sebagai masukan untuk dijadikan pedoman bagi pelatih-pelatih pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo arti pentingnya latihan yang tepat dan disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan anggota, sehingga akan diperoleh hasil latihan yang optimal. 3. Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam bidang penelitian ilmiah untuk dapat dikembangkan lebih lanjut.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Pencak Silat a. Definisi Pencak Silat Pencak silat merupakan olahraga asli bangsa Indonesia warisan nenek moyang kita. PB IPSI (1995: 3) dalam O’ong Maryono (1998: 7) menyatakan bahwa “Pencak silat adalah gerak serang bela yang teratur menurut sistem, waktu, tempat dan iklim denga selalu menjaga kehormatan masing-ma`sing secara ksatria, tidak mau melukai perasaan, jadi pencak silat menuntut pada segi lahiriah. Silat adalah gerak serang bela yang erat hubungannya dengan rohani, sehingga menghidup suburkan naluri, menggerakkan hati nurani manusia, langsung menyerah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan arti kata pencak silat dapat dirumuskan bahwa, pencak silat merupakan gerak dasar beladiri yang didasarkan pada peraturan yang berlaku yang bersumber dari kerohanian dan menghindari dari segala malapetaka. PB IPSI
xx
bersama BAKIN (1975) dalam Srihati Waryati dan agus Mukholid (1992: 15) menyatakan bahwa pengertian pencak silat adalah “Hasil budaya manusia Indonesia untuk membela dan mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup dan alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Pencak silat mengandung beraneka ragam aspek, yaitu olahraga yang mengandalkan kekuatan, pencak silat adalah juga olah batin, olah nafas, perasaan seni dan rasa kebersamaan yang tinggi. Menurut IPSI (1994: 6) dalam O’ong Maryono (1998: 9) bahwa secara substansial “Pencak silat adalah suatu kesatuan dengan empat rupa catur tunggal, seperti tercermin dalam senjata trisula pada lambing IPSI, dimana ketiga ujungnya melambangkan unsur seni, beladiri dan olahraga serta gagangnya mewakili unsur mental, spiritual”. b. Unsur-unsur dalam Pencak Silat Pencak silat adalah sebagai gerak beladiri yang sempurna yang bersumber pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama, meghindarkan diri manusia dari bencana dan segala sesuatu yang jahat (Srihati Waryati dan Agus mukholid, 1992: 14) Pada dasarnya istilah atau nama pencak silat megandung unsur-unsur pengertian seperti tersebut diatas, yang merupakan isi dari pencak silat. Disamping unsur-unsur tersebut, menurut Sumarno dkk (1992: 194) ada empat aspek atau unsur dalam pencak silat, yaitu “(1) unsur olahraga, (2) unsur kesenian, (3) unsur beladiri, dan (4) unsur kerohanian atau mental spiritual. Untuk lebih jelasnya unsur-unsur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Unsur Olahraga Ditinjau dari segi olahraga, pencak silat mempunyai batasan-batasan tertentu sesuai dengan tujuan gerak dan usaha untuk memenuhi fungsi jasmani dan rohani. Sumarno dkk (1992: 196) menyatakan “ Olahraga adalah setiap kegiatan jasmani yang dilandasi semangat perjuangan melawan diri sendiri, orang
xxi
lain utau unsur-unsur alam, yang jika dipertandingkan harus dilaksanakan secara ksatria, sehingga merupakan pendidikan pribadi yang ampuh”. Dengan demikian segala kegiatan atau usaha yang mendorong , membangkitkan, megembangkan dan membina kekuatan jasmani maupun rohani bagi setiap menusia dapat digolongkan sebagai olahraga. Usaha-usaha untuk mengembangkan unsur-unsur olahraga yang terdapat pada pencak silat sebagai olahraga umum, dapat dibagi dalam intensitasnya yaitu, (1) olahraga pendidikan, (2) olahraga prestasi, (3) olahraga rekreasi atau missal. Srihati Waryati dan Agus Mukholid (1992: 17) Pencak silat sebagai olahraga pendidikan ditekankan pada pembinaan keterampilan
jasmani,
terutama
pembentukan
sikap
dan
gerak
serta
mengembangkan pembinaan mental atau rohani yaitu dengan menanamkan rasa kepercayaan kepada diri sendiri serta sifat-sifat budi pekerti yang luhur. Sebagai olahraga prestasi, pencak silat dibina sesuai dengan asas dan norma olahraga, yaitu disamping mengembangkan pembinaan fisik dan teknik, diutamakan pula dalam memupuk sifat-sifat ksatria dalam pelaksanaannya. Di dalam olahraga prestasi ini, dialksanakan juga pertandingan-pertandingan pencak silat dari tingkat daerah sampai tingkat nasional. Pencak
silat
sebagai
olahraga
rekreasi
atau
olahraga
missal,
penampilannya merupakan suatu yang dapat dinikmati oleh khalayak ramai dengan megutamakan leindahan gerak dan irama. Pertunjukan pencak silat rekreasi ini dapat dipandu dengan unsur kesenian, tetabuhan dalam bentuk permainan tunggal, permainan ganda dan beregu atau secara missal.
2) Pencak Silat sebagai Unsur Seni Ciri khas lainnya dari pencak silat adalah merupakan bagian dari kesenian. Di daerah-daerah tertentu terdapat perubahan atau iringan musik khas. Pada kesenian ini terdapat kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu pendalaman khusus. Pencak silat sebagai seni harus menurut ketentuan, keselarasan, keseimbangan, keserasian antara wirama, wirasa dan wiraga.
xxii
3) Pencak Silat sebagai Unsur Beladiri Pada dasarnya pencak silat adalah usaha pembelaan diri agar selamat dari serangan lawan. Dengan demikian unsur-unsur geraknya terdapat dua bagian, yaitu unsur untuk menyerang, dan unsur untuk membela termasuk usaha menyelamatkan diri. Melalui latihan-latihan tang tekun di bawah bimbingan guru pencak silat atau pendekar, maka seorang siswa atau pesilat dapat memupuk dan meningkatkan kemampuan, ketangkasan, keterampilan, dan kekuatannya dalam melakukan serangan ataupun pembelaan. Pencak silat Indonesian mengutamakan pembelaan diri daripada menyerang. Oleh karena itu pancake silat disebut seni beladiri, bukan seni menyerang. Kemampuan membela diri dari kelompok-kelompok perorangan dapat di manfaatkan untuk kepentingan menjaga keamanan alam sekitar atau kepentingan keamanan lingkungan.
4) Pencak Silat sebagai Sarana Pendidikan Mental dan Kerohanian Melalui unsur-unsur pencak silat seperti unsur olahraga, kesenian dan beladiri tersebut, pencak silat merupakan suatu sistem dan wadah pendidikan jasmani dan rohani. Melalui latihan-latihan yang teratur dan kontinyu seorang pesilat di didik untuk mengembangkan keterampilan. Dengan pendidikan pencak silat juga ditanamkan penghayatan pada alam kehidupan dan perjuangan hidup serta hidup bermasyarakat pada umumnya. Srihati Waryati dan Agus Mukholid (1992: 19) menyatakan bahwa “Pencak silat megajarkanbudi pekerti luhur, yang ada pada dasarnya adalah megembangkan sifat dan sikap yang selalu (1) taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, (2) menghormati harkat martabat manusia, (3) meletakkan kepentingan persatuan diatas kepentingan pribadi, (4) mengunakan jalan musyawarah di dalam memecahkan permasalahan bersama, dan (5) memberikan dharma bakti bagi kepentingan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat”.
c. Sifat-sifat Pencak Silat
xxiii
Dalam gerakkannya, pencak silat mempunyai sifat dan ciri-ciri tertentu. Menurut Srihati Waryati dan Agus Mukholid (1996: 15), pencak silat mempunyai sifat-sifat antara lain: 1) Bersifat halus, lentuk dan lemas, kekerasan sesaat. 2) Tidak membutuhkan ruangan luas, tidak suka meloncat dan mengguling (kecuali permainan harimau atau monyet). 3) Gerakan tangan halus dan selaras, gerakan tangan dapat terbuka untuk memancing. 4) Langkah ringan ke segala penjuru. 5) Tidak banyak bersuara. 6) Pernafasan wajar. 7) Banyak permainan rendah 8) Tendangan sedang-sedang Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dalam pencak silat tersebut menunjukkan bahwa, pada dasarnya pencak silat merupakan olahraga beladiri yang halus, lentuk, dan lemas, sehingga setiap gerakan yang dilakukan terdapat unsur seni yang enak dilihat. Hal inilah yang membedakan olahraga beladiri pencak silat ini dengan olahraga beladiri lainnya seperti kempo, taekwondo, yudo, karate, yang mana olahraga beladiri tersebut banyak unsur kerasnya dan banyak mengeluarkan suara.
d. Teknik dalam Pencak Silat Penguasaan teknik merupakan suatu landasan untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam pencak silat. Menurut Suharno HP (1993: 42) menyatakan bahwa “Teknik adalah suatu proses gerakan dan pembuktian dalam praktek sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang olahraga”. Pada dasarnya teknik dalam beladiri pencak silat mengacu pada pola gerak dan kaidah tertentu. Menurut standar IPSI secara nasional teknik yang digunakan dalam pencak silat meliputi sikap kuda-kuda, sikap pasang, pola langkah, teknik belaan, teknik hindaran, teknik serangan, dan tangkapan.
xxiv
Teknik-teknik tersebut merupakan rangkaian gerakan yang saling berhubungan dan memiliki keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan pencak silat. Untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam pencak silat, maka macam-macam teknik dasar pencak silat seperti tersebut diatas harus dikuasai dengan baik.
2. Tendangan dalam Pencak Silat
a. Serangan dalam Pencak Silat Dalam pertandingan olahraga pada ketegori tanding, dimana untuk memenangkan suatu pertandingan yang terpenting adalah memanfaatkan anggota tubuh seperti tangan, lengan, siku, kaki, tungkai, lutut dalam memperoleh nilai sebanyak-banyaknya secara efektif, efisien dan praktis. Gerakan serangan dan belaan yang dilakukan oleh pesilat harus berpola, mulai dari sikap awal atau sikap pasang dilanjtkan pola langkah (sekurang-kurangnya 3 pola langkah) serta adanya koordinasi dalam melakukan serangan dan belaan, dan harus kembali pada sikap pasang. Sikap pasang mempunyai pengertian sikap taktik untuk menghadapi lawan yang berpola menyerang atau menyambut, dimana bila ditinjau dari sistem beladiri,
“pasang” berarti kondisi siap
tempur
yang optimal.
Dalam
pelaksanaanya, sikap pasang merupakan kombinasi dan koordinasi kreatif dari kuda-kuda, sikap tubuh dan sikap tangan serta meliputi sikap berbaring, duduk, jongkok, dan berdiri. Sikap pasang merupakan gerakan statis dari gerakan pencak silat. Dengan membentuk sikap pasang, pesilat mengekspresikan status siaga dan waspada yang sewaktu-waktu dapat diubah melaksanakan tindakan taktis tertentu. Pola langkah adalah gerakan yang dinamik yaitu teknik untuk berpindah atau mengubah posisi dengan kewaspadaan mental dan indera yang optimal untuk mendapatkan posisi yang menguntungkan dalam rangka mendekati lawan. Bentuk pola langkah seperti gerakan lurus, zig-zag, segitiga, ladam, diagonal bentuk “s” serta ganda. Dalam melakukan serangan pesilat harus berpola dari sikap “pasang” atau siap tempur sebagai sikap taktik bertanding, kemudian melangkah dengan terpola,
xxv
serta koordinasi yang baik dalam melakukan serangan dan belaan. Setiap selesai melakukan serangan pesilat harus kembali dalam sikap “pasang”. Hal ini disebut dengan kaidah dalam pencak silat. Kaidah teknik ini membedakan pencak silat lain dengan beladiri seperti tinju, yudo, karate, teakwondo, gulat dan lain-lain, serta menjadikannya sebagai perwujudan yang khas dari kebudayaan melayu, khususnya kebudayaan Indonesia. Dalam melakukan serangan harus tersusun dengan teratur dan berangkai dengan berbagai cara kearah sasaran sebanyak-banyaknya 4 jenis serangan. Apabila rangkaian serang bela lebih dari 4 jenis serangan, maka akan dihentikan oleh wasit. Penetapan 4 jenis serangan didasarkan atas filosofi, menurut O’ong Maryono (1998: 252) bahwa manusia terbentuk dari campuran empat anasir yang terkandung dalam makrokosmos yaitu api (agni), bumi (bawon), angina (bayu), dan air (tirta). Dalam pandangan kejawen keempat anasir ini merupakan saudara gaib dari setiap orang seperti tercantum dalam ucapan “sedulur papat, lima pancer” yang berarti saudara empat, lima diri sendiri. Seirama dengan anasiranasir ini juga, manusia memiliki empat perwujudan nafsu (patang pratara) yaitu berupa amarah (kemarahan), luwanah (suka minum), supiyah (nafsu birahi), dan mutmainah (rasionalitas duniawi). Teknik serangan dapat dilakukan dengan tangan atau lengan biasa disebut pukulan, dapat dilakukan dengan berbagai kuda-kuda dan bentuk tangan seperti mengepal, setengah mengepal atau terbuka, serta dengan siku memperhatikan lintasan serangan yang benar dan bertenaga. Juga dapat dilakukan dengan kaki atau sering disebut tendangan. Tendangan merupakan serangan dengan menggunakan kaki yang bertujuan untuk mengenai atau menjatuhkan lawan agar memperioleh point dalam suatu pertandingan pencak silat. Berdasarkan jenisnya, tendangan dalam pencak silat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain tendangan depan, tendangan melingkar, sapuan dan sebagainya.
b. Jenis-jenis Tendangan dalam Pencak Silat Tendangan dalam pencak silat dapat dilakukan dengan berbagai macam dan versi. Menurut Munas IPSI IX (1993: 10) dijelaskan:
xxvi
Ditinjau dari komponen penting yang digunakan lintasan dan kenaannya tendangan meliputi: 1) Tendangan taji yakni dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya lurus ke depan, ke bawah atau ke samping dan kenaannya pada tumiy kaki. 2) Tendangan depan yakni tendangan nyang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai dalam posisi tegak, lintasannya lurus ke depan dan kenaanya pada ujung telapak kaki. 3) Tendangan samping yakni tendangan yang dilakukan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya lurus ke depan dan kenaannya pada ujung telapak kaki. 4) Tendangan busur yakni tendangan yang dilakukan dengan meggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari bawah dan kenaanya pada punggung kaki. 5) Tendangan sabit yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari samping dan kenaannya pada punggung kaki. 6) Tendangan cangkul yakni tendangan yang dilakukan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari atas dan kenaannya pada tumit kaki. 7) Tendangan lingkar yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya melingkar ke samping dan kenaanya pada tumit telapak kaki. 8) Tendangan kuda yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan kedua belah kaki atau tungkai lintasannya ke belakang dan kenaannya pada kedua telapak kaki. Berdasarkan jenis-jenis tendangan diatas menunjukkan bahwa, pada dasarnya serangan dengan tungkai terdiri atas serangan kaki dan serangan lutut. Serangan dengan kaki (tendangan) dapat menggunakan bagian kaki yang meliputi punggung kaki, telapak kaki, ujung kaki, tumit, sisi kaki dan pergelangan kaki. Serangan melalui kaki dapat dilakukan dengan posisi lintasan depan, samping, belakang dan busur.
c. Teknik Tendangan Depan Gerakan tendangan depan merupakan gerakan frontal atau depan. Tendangan depan merupakan bentuk serangan yang cukup efektif untuk memperoleh nilai atau point dalam pencak silat. Untuk dapat melakukan tendangan depan, harus menguasai teknik tendangan depan dengan baik dan benar. Teknik tendangan depan terdiri atas sikap awal, lontaran, dan pendaratan
xxvii
(kembali ke posisi awal). Untuk lebih jelasnya teknik tendangan depan diuraikan sebagai berikut: 1) Sikap Awal Pada awalan tendangan depan dibutuhkan gerakan yang betul-betul luwes, diikuti dengan pasang kuda-kuda kaki kiri atau kaki kanan, lutut pada kaki depan ditekuk vertical diatas ibu jari kaki belakang. Telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri terletak dalam dua garis sejajar berjarak kurang lebih satu telapak, diikuti kedua tangan sehinggan pada saat akan melakukan gerakan lebih efektif. 2) Lontaran Bentuk lontaran pada tendangan depan yaitu kaki lurus ke depan. Hal ini sebagai lintasannya, di mulai dari kaki di angkat ke depan dengan posisi lutut ditekuk, diusahakan paha diangkat setelah diperkirakan pas untuk melakukan tendangan, maka kaki segera dilontarkan kea rah depan. Perkenaan pada sasaran menggunakan ujung telapak kaki, kelima jari membentuk sudut ke atas. 3) Pendaratan (kembali ke posisi awal) Gerakan ini dilakukan setelah melakukan tendangan depan dan secara otomatis berusaha menganai sasaran. Setelah megenai sasaran, kaki yang digunakan untuk menendang segera kembali ke posisi awal dengan tetap menjaga keseimbangan.
Gambar 1 : Sikap pasang dan gerakan tendangan depan (Johansyah Lubis, 2004: 49)
xxviii
3. Latihan
a. Definisi Latihan Untuk mencapai prestasi olahraga harus melalui pengembangan terhadap unsur-unsur yang dibutuhkan dalam olahraga melalui latihan yang baik dan teratur. Berikut ini disajikan betas an latihan yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut: 1) Menurut Harsono (1988: 101) latihan adalah proses yang sistematis dari latihan atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah latihan atau pekerjaannya. 2) Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 6) latihan adalah proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan. 3) Menurut Suharno HP (1993: 7) latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik, taktik dan msecara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-ulang waktunya. Dari ketiga batasan latihan diatas dapat disimpulkan bahwa, latihan adalah suatu aktivitas olahraga yang dilakukan dengan berulang-ulang, secara kontinyu dengan peningkatan beban secara periodic dan berkelanjutan yang dilakukan berdasarkan jadwal, pola dan sistem serta metode tertentu untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan prestasi olahraga. Dalam pelaksanaan latihan, aspek-aspek yang mendukung terhadap pencapaian prestasi olahraga harus dilatih dan dikembangkan secara maksimal. Menurut Rusli Lutan dkk (1992: 88), aspek-aspek latihan yang harus dilatih dan dikembangkan untuk mencapai prestasi olahraga meliputi latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik, dan latihan mental.
b. Prinsip Latihan Prestasi dalam olahraga dapat dicapai dan ditingkatkan melalui latihan secara intensif. Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam latihan yang terorganisir dengan baik (Yosef Nosseck 1982:
xxix
14). Agar tujuan latihan dapat tercapai secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam latihan olahraga menurut Harsono (1988: 102-112) adalah “(1) prinsip beban lebih (overload principle), (2) prinsip perkembangan menyeluruh, (3) prinsip spesialisasi, (4) prinsip individualisasi”. Prestasi olahraga akan meningkat apabila latihan yang dilakukan berlandaskan pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Agar tujuan latihan dapat tercapai sesuai yang diharapkan, maka pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar seperti tersebut diatas. Prinsip-prinsip latihan yang telah disebutkan diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Prinsip Beban Lebih (Over Load Principle) Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang harus dipenuhi. Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk memperoleh peningkatan kemampuan kerja. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu diatas beban latihan yang biasa diterimanya. Menurut M. Sajoto (1995: 43) “Prinsip beban lebih tersebut akan merangsang penyesuaian fungsi fisiologis dalam tubuh”. Pendapat lain dikemukakan oleh Rusli Lutan dkk (1992: 95) bahwa: Setiap bentuk latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban latihan terlalu ringan artinya di bawah kemampuannya, maka berapa lamapun atlet berlatih, betapa seringpun dia berlatih atau sampai begaimana capekpun dia mengulang-ulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat. Pendapat diatas menunjukkan bahwa, prinsip beban lebih bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya tersebut akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Kemampuan tubuh akan meningkat di mungkinkan akan mampu memcapai prestasi yang lebih baik. Salah satu hal yang harus di ingat, dalam peningkatan beban latihan tiodak boleh
xxx
terlalu tinggi atau berlebihan. A. Hamidsyah Noer (1996: 10) mengemukakan bahwa : Peningkatan beban latihan hendaknya disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta di tingkatkan setahap demi setahap. Sebab bila suatu latihan yang diberikan terlalu cepat dengan pemberian beban latihan yang di tingkatkan secara cepat pula, maka akan menyebabkan terjadinya kelainan-kelainan dalam tubuh. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan beban latihan harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban latihan yang terlalu berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet, tetapi justru sebaliknya yaitu kemunduran kemampuan kondisi gisik atau dapat mengakibatkan atlet menjadi sakit.
2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh Pada prinsipnya komponen kondisi fisik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik dalam peningkatan maupun dalam pemeliharaannya. Perkembangan menyeluruh dari kemampuan kodisi fisik merupakam dasar dalam pembentikan prestasi, meskipun pada akhirnya tujuan dalam latihan adalah kemampuan yang bersifat khusus, namun kemampuan yang bersifat khusus tersebut harus didasari oleh kemampuan kondisi fisik secara menyeluruh. Harsono (1988: 109) mengemukakan “Secara fungsional spesialisasi dan kesempurnaan penguasaan cabang olahraga di dasarkan pada perkembangan multilateral”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, sebelum diberi latihan secara khusus yang ditujukan pada unsur kondisi fisik tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang dikembangkan, unsur kondisi fisik secara menyeluruh harus dikembangkan. Dengan dasar kemampuan kondisi fisik yang baik secara menyeluruh, maka pengembangan unsur kondisi fisik khusus yang sesuai dengan tuntutan cabang olahraga yang dikembangkan, maka prestasi yang tinggi dapat dicapai.
3) Prinsip Spesialisasi
xxxi
Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 10) menyatakan “Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya serta memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih”. Pendapat lain dikemukakan Soekarman (1986: 60) “Latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan”. Proses latihan yang dilakukan harus menyangkut pada pengembangan potensi energi maupun penampilan dari keterampilan olehraga yang dikembangkan. Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, program latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan. Baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan.
4) Prinsip Individualisasi Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan latihan didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan, Sadoso Sumosardjuno (1994: 13) mengemukakan bahwa “Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang sama,tetapi kecepatan kemajuan dan perkembangan tidak sama”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang diterapkan harus bersifat individu. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi atlet. Sudjarwo (1993: 318) mengemukakan “Faktor umur, seks (jenis kelamin), kematangan, tingkat kebugaran saat itu, lama berlatih, ukuran tubuh, bentuk tubuh dan sifat-sifat psikologis harus menjadi bahan pertimbangan bagi pelatih dalam
xxxii
merancang peraturan latihan bagi tiap olahragawan”. Kemampuan atlet akan meningkat bergantung pada program latihan yang diterapkan. Sebagai seorang pelatih harus cermat dan tepat dalam menyusun program latihan untuk atletnya, agar tujuan latihan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.
c. Pengaruh Latihan Latihan yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu serta diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat akan menyebabkan perubahan-perubahan tubuh yang mengarah pada peningkatan kemampuan tubuh untuk melaksanakan kerja yang lebih baik. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam tubuh setelah melakukan latihan antara lain:
1) Perubahan Sistem dan Fungsi Organisme dalam Tubuh Pengaruh latihan terhadap perubahab sistem dan fungsi organisme dalam tubuh tersebut terdiri atas biokimia dan system otot rangka serta perubahab kardiorespiratori.
a) Perubahan Biokimia dan Sistem Otot Rangka Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dapat merangsang kerja enzim di dalam tubuh dan merangsang pertumbuhan sel otot (hipertropi). Jonath U Haag dan Krempel R (1987: 11) mengemukakan “Otot yang terlatih pada umumnya menjadi lebih besar dan lebih kuat daripada yang tidak terlatih, karena ukuran penampang lintang maupun volumenya menjadi lebih besar”. Pendapat lain dikemukakan oleh Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro
(1984:
37)
“Latihan
jasmani
bila
dilakukan
secara
teratur,membawakan kesegaran jasmani secara menyeluruh bagi pelakunya. Penampilan fisik yang baik merupakan keuntungan yaitu otot-otot tubuh lebih mampu dan tahan melakukan pekerjaan berat tanpa cepat merasa lelah”. Berdasarkan dua pendapat tersebut diatas menunjukkan bahwa latihan yang dilakukan secara sistematis dan kontinyu akan memberi pengaruh terhadap
xxxiii
tubuh. Pengaruh latihan yang ditimbulkan secara boikimia akan meningkatkan jumlah motokondria dalam otot rangka dan meningkatkan aktivitas enzim untuk metabolisme energi. Selanjutnya pengaruh latihan terhadap sistem otot rangka menjadi lebih besar dan lebih kuat. Hal demikian mempunyai manfaat yang besar terhadap aktivitas olahraga atau melakukan pekerjaan.
b) Perubahan Kardiorespiratori Latihan fisik yang dilakukan secara baik dan teratur akan meningkatkan kapasitas total paru-paru dan volume jantung, sehingga kondisi atau kesegaran jasmani atlet akan meningkat. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan yang diberikan terhadap tubuh. Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 21) “Adaptasi atlet yang baik dapat ditandai dengan adanya perubahan secara fisiologis sebagai berikut: (1) frekuensi denyut nadi berkurang dan tensi darah turun waktu istirahat, (2) pengembangan otot jantung (delatasi), (3) Homoglobin (Hb) dan glikogen dalam otot bertambah,(4) frekuensi pernafasan turun dan kapasitas vital bertambah”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang dilakukan teratur akan meningkatkan kamampuan kerja jantung dan pernafasan, sehingga akan meningkatkan pula kesegaran jasmani atlet secara umum.
2) Perubahan Mekanisme Organisme Sistem Syaraf Pada prinsipnya dalam melakukan latihan gerakan yang dilatih selalu dilakukan secara berulang-ulang. Hal ini dimaksudkan agar gerakan yang dipelajari diharapkan dapat memperbaiki koordinasi gerakan, sehingga akan menjadi gerakan yang otomatis. Harsono (1988: 102) mengemukakan: Dengan berlatih secara sistemetis dan melalui pengulangan-pengulangan (repetition) yang konstan, maka organisasi-organisasi mekanisme neurophysiologis kita akan menjadi bertambah, baik gerakan-gerakan yang semula sukar untuk dilakukan lama-kelamaan akan merupakan gerakangerakan yang otomatis dan reflektif yang semakin kurang membutuhkan konsentrasi pusat-pusat syaraf daripada sebelum melakukan latihan.
xxxiv
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang dilakukan secara baik dan teratur serta gerakan yang dipelajari dilakukan secara berulang-ulang akan mengalibatkan gerakan yang dipelajari menjadi otomatis. Dengan pengulangan gerakan yang sistematis dan teratur, maka gerakan yang dipelajari dapat dengan cepat, lebih efektif dan efisien.
4. Latihan Berbeban
Yang dimaksud dengan latihan berbeban menurut M.Furqon (1996: 1) adalah “Suatu cara menerapkan prosedur pengkondisian secara sistematis pada berbagai otot tubuh”. Berkaitan dengan latihan beban ini Harsono (1988: 185) mengemukakan bahwa “Istilah berbeban adalah latihan yang sitematis dimana beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah kekuatan otot guna mencapai tujuan tertentu”. Latihan beban merupakan latihan fisik dengan cara penambahan beban. Yang utamanya memberikan efek terhadap otot-otot rangka dan memberikan perubahan-perubahan secara morfologis. Sesuai dengan pendapat Nosseck (1982: 16) yang menyatakan bahwa: Seorang atlet yang sedang berlatih atau latihan beban akan mengalami perubahan-perubahan morfologis daripada seorang atlet yang lari menempuh jarak 15 km yang akan mengalami perubahan fungsional dalam lari jarak jauh. Bentuk beban latihan yang dapat dipergunakan dalam latihan bermacammacam. Beberapa bentuk tahanan dalam latihan antara lain tahanan berupa berat badan, tahanan berupa teman atau orang lain, tahanan berupa gesekan, tahanan berupa alat, seperti barbell, dumbbell.
a. Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Latihan Berbeban Latihan fisik dengan berbeban tidak boleh dilakukan dengan asal-asalan, tetapi harus dilakukan secara sistematis dan berhati-hati. Jika latihan beban dilakukan dengan asal-asalan kemungkinan akan menyebabkan terjadinya cidera, terganggunya pertumbuhan dan perkembangan atlet.
xxxv
Agar efek atau pengaruh yang ditimbulkan dari latihan berbeban yang dilakukan dapat efektif. Latihan berbeban harus dilakukan dengan berhati-hati. Pelatih harus dengan cermat dan seksama memperhitungkan dengan tepat beban yang harus dilakukan oleh atlet. Di samping itu pelatih harus memperhatikan kondisi fisik yag di miliki oelh atletnya. Dalam latihan berbeban perlu pula diperhatikan mengenai berapa umur seseorang boleh latihan beban. Harsono (1988: 207) berpendapat bahwa: Cukup aman kalau melalui weight training pada umur 14 tahun, asal mulai dengan beban yang ringan, karena tulang-tulang masih lunak dan belum sempurna, perkembangan sendi-sendi anak-anak muda belum tumbuh secara sempurna serta belum stabil. Latihan beban memang cukup banyak resikonya, oleh karena itu dalam mempergunakan peralatan, pelatih dan atlet harus berhati-hati. Hal ini demi kebaikan dan keselamatan bagi penggunanya. Adapu petunjuk pengamanan dalam penggunaan peralatan latihan berbeban menurut Harsono (1988: 195-196) antara lain: 1) Barbells (bobot-bobot besi) harus diteliti, sehingga tidak mungkin bergeser-geser, karena itu untuk kunci penahan harus kencang. 2) Sikap permulaan adalah penting, perhatikan bahwa pada waktu mengangkat beban dai lantai, kepala, bahu, pnggung harus lurus dan pinggang rendah. 3) Tiap bentuk latihan harus dilakukan dengan gerak yang benar. 4) Atlet harus belajar untuk secara sadar merilekkan otot-otot yang tidak bekerja. 5) Motivasi atlet merupakan faktor yang sangan penting. 6) Konsentrasi adalah penting untuk mampu mengeluarkan tenaga maksimal. 7) Gerakan harus smooth dan penuh tenaga, bukan mendadak atau kaku. 8) Setelah setiap set, istirahat sebentar sambil meregangkan otot-otot yang baru bekerja. 9) Setiap berlatih catatlahjumlah beban yang diangkat dan repetisi yang telah dilakukan.
xxxvi
10) Setiap kali berlatih sebaiknya tidak lebih dari 12 bentuk latihan. 11) Tidak perlu risau apabila dirasakan perkembangan latihan tidak lancar. 12) Setiap seasion latihan sebaiknya diakhiri dengan latihan peregangan statis dan latihan relaksasi. Program latihan berbeban harus disusun dan dilaksanakan dengan baik dan benar. Jika latihan berbeban dapat dilakukan dengan baik dan benar, maka merupakan pengamanan bagi atlet itu sendiri. Hal-hal yang telah di uraikan di atas perlu diperhatikan dan dipenuhi agar latihan yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diinginkan. Latihan berbeban yang dilakukan dengan program latihan yang benar serta dengan pelaksanaan yang baik akan dapat diperoleh hasil secara optimal. Disamping itu kemungkinan terjadinya cidera dan resiko buruk akan dapat dihindari.
b. Penyusunan Program Latihan Berbeban Latihan beban akan memberikan manfaat pada aspek yang dilatih jika dalam pelaksanaan dan penerapannya dilakukan dengan tepat dan memenuhi prinsip-prinsip latihan beban yang telah digariskan. Dalam menyusun program latihan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempegaruhi terhadap hasil latihan. Dosis latihan merupakan hal penting yang harus diperhitungkan dengan cermat dalam menyusun program latihan. Menurut Harsono (1988: 103) “Bahwa atlet harus berlatih dengan beban kerja yang ada diatas ambang rangsang kepekaannya”. Dengan beban direncanakan, disusun dan di program dengan baik sehingga tujuan dapat dicapai. Dalam pembuatan program latihan kecepatan kontraksi otot ini menggunakan pemberat menurut Soepartono yang dikutip Arief Prihastomo (1994: 49) meliputi: “tujuan, intensitas, repetisi dan set, recovery, irama, dan frekuensi”. Pendapat tersebut dapat disimpulkan dan diuraikan sebagai berikut:
1) Tujuan Tipe latihan ini memerlukan suatu otot untuk mengatasi tahanan atau beban meksimal atau hamper maksimal. Kerja semacam ini menempatkan
xxxvii
sejumlah tahanan yang sedapat mungkin tidak hanya pada otot-otot dan yang berkaitan dengan sruktur persendian, ligament dan juga sistem kardiovaskuler/ untuk pemula disarankan mengikuti program untuk meningkatkan efisiensi kardiorespiratori dan program daya tahan otot sebelum mengikuti latihan kekuatan untuk menghindari adanya cidera.
2) Intensitas Latihan Intensitas latihan adalah suatu kesanggupan latihan yang harus dilakukan seseorang atlet menurut program yang ditentukan. Intensitas latihan merupakan salah satu komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun waktu yang diberikan. Menurut Bompa (1990: 58) menyatakan “Intensitas latihan adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan gerakannya, variasi interval atau istirahat di antara tiap ulangannya”. Ukuran intensitas untuk latihan kecepatan atau kekuatan dengan penambahan menurut Bompa (1986: 59) adalah: Nomor Intensitas
Prosentase Penampilan Maksimal
1
30%-50%
Intensitas
Rendah 2
50%-70%
Sedang 3
70%-80%
Menengah 4
80%-90%
Submaksimal 5
90%-100%
Maksimal
6
100%-105%
Supermaksimal
Menurut Nosseck (1982: 38) “Takaran penggunaan beban untuk menentukan tingkatan bagi individu sebagai berikut: angka persen dari prestasi terbaik (%), berat yang diangkat dalam satu usaha (G), meter per detik latihan (m/det), langkah dari latihan (pelan-pelan, cepat, lancer, eksplosif optimal)”.
xxxviii
Untuk latihan kecepatan, beratnya suatu latihan untuk mendapatkan efek yang baik adalah 30%-50% kemampuan maksimal. Intensitas atau beratnya latihan dapat diberikan melalui berbagai cara antara lain menambah frekuensi latihan, menambah lama latihan, menambah jumlah latihan, menambah ulangan (repetition) dalam suatu bentuk latihan atau gesekan, menambah berat beban atau alat yang digunakan, tingkat kesukaran suatu latihan atau memperpendek istirahat.
3) Frekuensi Latihan Frekuensi latihan adalah berpa kali latihan dilaksanakan tiap minggunya. Lamanya latihan yaitu lama waktu yang diperlukan untuk latihan hingga terjadi perubahan yang nyata. M.Sajoto (1995: 35) menyatakan bahwa “Para pelatih dewasa ini umumnya setuju untuk menjalankan program latihan tiga kali seminggu agar tidak terjadi kelelahan yang kronis. Lama latihan yang diperlukan adalah selama 6 minggu atau lebih.
4) Repetisi dan Set Repetisi adalah jumlah ulangan mengangkat suatu beban, sedang set adalah suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi. Penentuan jumlah repetisi dan set disesuaikan dengan tujuan latihan, yaitu meningkatkan kecepatan. Menurut O’Shea dalam M. Sajoto (1995: 70) “Apabila menggunakan beban maksimal, maka waktu istirahat antara repetisi atau set adalah 2 menit, sedangkan untuk beban ringan atau menengah adalah ½ - 1 menit”. Adapun menurut M.Sajoto (1995: 34) “Latihan dengan beban dapat dilaksanakan dengan 10-12 repetisi untuk 3-4 set. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa latihan beban untuk meningkatkan kecepatan dalam penelitian ini adalah dengan jumlah repetisi 10-12 kali, 3-4 set dan waktu istirahat 1 menit. Dengan latihan beban, dalam hal ini program latihan kecepatan bertujuan untuk mendapatkan waktu yang singkat dalam suatu aktifitas yang dilakukan. Kecepatan kerja dapat ditentukan oleh kecepatan gerak yang tinggi. Disamping itu untuk menaikkan kecepatan gerak yang paling penting adalah prinsip beban
xxxix
bertambah yang diberikan dalam bentuk atihan untuk mencapai beberapa gerakan tubuh dalam periode waktu yang singkat. Dengan demikian latihan kecepatan harus berlangsung dalam waktu yang cepat dan ditentukan oleh kapasitas anaerobik. Siklus gerak berulang-ulang yang berlangsung konstan pada kecepata tinggi akan menyebabkan pola otomatisasi proses syaraf pusat. Latihan kecepatan berprinsip bahwa otot itu harus berkontraksi secara berulang-ulang secepatnya. Koordinasi otot akan meningkatkan kecepatan dari gerakan khusus dan akan semakin tinggi bila memperbaiki efisiensi mekanika gerak.
c. Latihan Berbeban dengan Sirkuit Dalam pelaksanaan latihan untuk meningkatkan kecepatan tendangan depan pencak silat dengan latihan beban. Latihan dilakukan dengan cara sirkuit (circuit training). Yang dimaksud dengan latihan sirkuit menurut M.Sajoto (1995: 83) yaitu “Latihan yang dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa stasiun dan setiap stasiun itu seorang atlet melakukan jenis latihan yang telah ditentukan. Satu sirkuit latihan dikatakan selesai bila seorang atlet telah menyelesaikan latihan di semua stasiun dengan dosis yang telah ditetapkan”. Bentuk circuit training mempunyai banyak keuntungan antara lain memungkinkan kelompok yang besar berlatih pada ruangan yang kecil dan hanya membutuhkan alat tertentu, semua atlet terlatih pada waktu yang sama dan berlatih dengan beban berat dalam waktu yang relative singkat, beban latihan serta penembahannya mudah ditentukan dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Adapun hal yang harus diperhatikan pada waktu mendesain circuit training, yaitu latihan harus yang mudah dan dapat dipelajari dalam waktu yang singkat, memilih benar-benar golongan otot-otot yang akin dokembangkan, latihan sirkuit jang sampai membuat lelah berlebihan, latihan harus dilakukan dengan cepat dengan kemampuan yang maksimal, waktu pemulihan harus cukup lama agar memungkinkan latihan terakhir dapat dilakukan secara eksplosif. Ciri utama dari latihan sirkuit yaitu adanya pos-pos (stasiun) dengan jenis beban latihan yang berbeda, yang harus dilakukan secara simultan dengan di selingi istirahat. Pelaksanaan latihan sirkuit dalam penelitian ini terdiri dari 5
xl
stasiun, dengan urutan bentuk gerakan sebagai berikut: (1) standing calf raise, (2) leg curl, (3) back up rotation, (4) leg extention, (5) leg press, (6) sit up, (7) half squat. Latihan ini dapat dilakukan dengan pembebanan secara linier dan non linier. Pos 1 Standing Calf Raise Pos 2
Pos 7
Leg Curl
Half Squat
Pos 3
Pos 6
Back up Rotation
Sit Up Rotation
Pos 4
Pos 5
Leg Extension
Leg Press
Gambar 2 : Pos – pos latihan Pelaksanaan dari bentuk latihan berbeban tersebut adalah sebagai berikut: 1) Standing Calf Raise Pelaksanaan latihan berbeban standing calf raise adalah sebagai berikut: a) Sikap awal Letakkan bar pada kedua pundak, dengan menggunakan permukaan yang menaik dan kedua kaki diletakkan selebar pinggul. Letakkan tumit kedua kaki dekat ujungnya, gerakkan kaki mulai dari lurus ke muka ke sedikit melengkung keluar sampai ke sedikit melengkung ke dalam. Tubuh dijaga agar tetap tegak dan kedua lutut lurus. b) Gerakan Perlahan-lahan angkat kedua tumit setinggi mungkin, berhenti sejenak sebelum menurunkannya, biarkan hanya otot-otot betis yang melakukan pekerjaan. Keluarkan nafas saat sedang bergerak naik. Setelah itu, turunkan tumit secara perlahan-lahan tanpa terasa sakit, jangan sampai menggarakkan tubuh atau menekuk lutut, tarik nafas saat sedang menurun.
xli
Menurut Thomas R Baechle (1996: 154) otot yang dilatih adalah otot soleus dan gastrocnemius serta otot-otot pada telapak dan pergelangan kaki.
Gambar 3 : Pelaksanaan latihan standing calf raise (Thomas R, 1996: 154) 2) Leg Curl Pelaksanaan latihan berbeban leg curl adalah sebagai berikut: a) Sikap awal Ambil posisi tiarap, genggam pegangan atau ujung bangku, letakkan dada pada bangku dan posisi pinggul rata, kedua tempurung lutut dibawah ujung bangku dengan pergelangan kaki dibawah bantalan. b) Gerakan Saat gerakan ke atas, tarik kedua tumit sedekat mungkin dari pantat sambil nafas di keluarkan, berhenti sejenak dalam posisi ditekuk penuh. Saat gerakan ke bawah, perlahan-lahan turunkan beban, jangan biarkan pinggul terangkat dari bangku, dada harus tetap berada diatas bangku sambil tarik nafas. Menurut M.Sajoto (1995: 61) otot yang dilatih dalam latihan leg curl adalah otot hamstring dan gluatacus maximus.
Gambar 4 : Pelaksanaan latihan leg curl (Thomas R, 1996: 153).
xlii
3) Leg Extension Pelaksanaan latihan berbeban dengan leg eztension adalah sebagai berikut: a) Posisi awal Ambil posisi duduk, pegang ujung kursi, tubuh atas dan punggung bawah datar, kepala tegak melihat ke muka, bagian atas dari pergelangan kaki dibelakang bantalan. b) Gerakan Saat gerakan ke atas perlahan-lahan luruskan kaki bawah sampai lurus penuh sambil tarik nafas, berhenti sejenak dalam posisi kaki bawah direntangkan. Saat gerakan ke bawah, perlahan-lahan pantat tetap berhubungan dengan tempat duduk, berhenti sejenak pada posisi yang paling bawah, jangan membiarkan beban membentur tumpukan beban sambil keluarkan nafas ketika sedang menurunkan beban. Menurut M.Sajoto (1995: 60) otot yang dilatih pada gerakan leg extension adalah otot quardriceps.
Gambar 5 : Pelaksanaan latihan leg extension (Thomas R,1996: 149) 4) Leg Press Pelaksanaan latihan berbeban dengan leg press adalah sebagai berikut: a) Posisi awal Ambil posisi duduk, pegang ujung kursi, tubuh atas dan punggung bawah datar, kepala tegak melihat ke muka, kaki di tekuk ke depan. Posisi kaki seperti mendorong ke depan menggunakan telapak kaki. b) Gerakan
xliii
Gerakan kaki mendorong ke depan dengan menggunakan beban yang telah ditentukan. Usahakan hingga posisi kaki lurus ke depan. Gerakan berikutnya kembali pada posisi awal sebelum kaki melakukan gerakan mendorong, jangan membiarkan beban membentur tumpukan beban sambil keluarkan nafas ketika sedang menurunkan beban.
Gambar 6 : Pelaksanaan latihan leg press (Thomas R, 1996: 151) 5) Half Squat Pelaksanaan latihan half squat adalah sebagai berikut: a) Posisi awal Berdiri dengan kaki terbuka selebar bahu. Pegang barbell dengan pegangan overhand di belakang leher dan di sandarkan di bahu. b) Gerakan Tekuk lutut untuk melakukan half squat (kurang lebih 90 derajat) kemudian kembali ke posisi awal Menurut M.Sajoto (1995: 58) otot yang di latih adalah: quardriceps, glutacus maximus, hamstring, dan erector spinae.
xliv
Gambar 7 : Pelaksanaan latihan half squat (Thomas. R,1996: 150)
5. Latihan Beban dengan Pembebanan Linier
a. Definisi Pembebanan Linier Pembebanan linier adalah pembebanan yang berat latihan diberikan secara terus menerus dari satu tingkat ke tingkat berikutnya dalam batas-batas tertentu, baik dengan intensitas, repetisi dan lama latiham maupun manipulasi ketiganya. M. Sajoto (1995: 115) mengatakan bahwa “ Prinsip penambahan beban terus menerus dilakukan sedikit demi sedikit dalam suatu program latihan, bila kekuatan sudah bertambah, maka bila program latihan berikutnya tidak ada penambahan, beban tidak dapat menambah kekuatan.” Prinsip ini akan menjamin agar sistem dalam tubuh mendapat beban yang besarnya makin ditingkatkan, serta diberikan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Karena apabila tidak diberikan secara bertahap, maka kekuatan tidak akan mencapai tahap potensi sesuai fungsi kekuatan itu. Menurut A. Brooks dan Thomas D Fahey yang dikutip M. Sajoto (1995: 114) bahwa”Latihan hendaknya dapat merangsang sistem fisioligi tubuh, dimana rangsangan tersebut sering disebut sebagai tekanan atau stress dan tanggapan terhadap rangsangan dianggap sebagai tegangan atau strain. Tekanan yang terus menerus akan mengakibatkan adaptasi tubuh yang menghasilkan peningkatan kapasitas fungsional sistem tubuh tersebut. Para ahli ilmu gerak mengutamakan pembinaan masalah program latihan.”
xlv
Gambar 8 : Penambahan beban latihan secara linier.(Bompa 1990: 48)
b. Keuntunganan Dan Kelemahan Pembebanan Linier Keuntungan dari latihan pembebanan linier adalah: 1) Kapasitas fungsional sistem di dalam tubuh meningkat. 2) Kekuatan daya tahan semakin bertambah. Kelemahan dari latihan pembebanan linier: 1) Kesempatan organisme regenerasi sangat sedikit. 2) Waktu akumulasi cadangan fisiologis dalam mengantisipasi beban sangat kurang. 3) Persiapan kondisi tubuh mengantisipasi peningkatan beban latihan sangat kurang. 4) Pemulihan energi secara fisiologis relatif sedikit. 6. Latihan Beban dengan Pembebanan Non Linier
a. Definisi Pembebanan Non Linier Pembebanan non linier adalah penambahan beban latihan yang diberikan dari setiap tahap atau setiap minggu diberikan secara berjenjang naik turun, artinya bergantian antara jenjang naik di suatu saat dan jenjang turun bebannya di saat yang lain. Antara satu minggu satu dengan minggu berikutnya mengalami kenaikan dan penurunan beban latihan. Berikut gambar penambahan beban latihan secara non linier yang menganut sistem tangga atau step type approach menurut Bompa (1990: 47):
xlvi
Gambar 9 : Penambahan beban latihan secara non linier.(Bompa 1990: 47) Dalam membuat kedua program latihan tersebut beban awal dan beban akhir harus sama. Para ahli gerak mendasari cara penambahan beban adalah seperti Brooks dan Fahey yang dikutip M. Sajoto (1995: 74) bahwa “ Program latihan yang semakin lama semakin bertambah kuat baik dengan cara manipulasi intensitas, ulangan, rangkaian dan yang lain hendaknya disusun secara berjenjang bergelombang yaitu pergantian antara jenjang naik di suatu saat dan jenjang turun disaat yang lain. Beban bertambah secara bertahap dan bergelombang atau non linier memberi kesempatan kepada organisme untuk melakukan regenerasi yang memungkinkan
atlet
untuk
mengakumulasi
cadangan
fisiologis
serta
psikologisnya dalam mengantisipasi peningkatan beban latihan berikutnya, sebagaimana diungkapkan Bompa (1990: 46) bahwa “The purpose of regeneration is to enable the athlete accumulation physiological and physycological reserve in anticipation of further increases in load”. Pengaruh latihan dengan pembebanan non linier menurut Brooks dan Fahey yang dikutip M. Sajoto (1995: 74) diungkapkan bahwa “Adaptasi fisiologi justru terjadi pada saat beban latihan tersebut diturunkan intensitasnya sebelum latihan berikutnya dijalankan dengan beban yang lebih kuat”.
b. Keuntungan Dan Kelemahan Pembebanan Non Linier Keuntungan dari latihan pembebanan non linier: 1) Adanya regenerasi organisme dalam tubuh.
xlvii
2) Tubuh dapat mengakumuasi cadangan fisiologis dalam mengantisipasi peningkatan beban berikutnya. 3) Persiapan kondisi fisik dalam meningkatkan beban semakin matang. 4) Dapat mengembalikan energi secara fisiologis. Kelemaham dari latihan pembebanan non linier 1) Kekuatan daya tahan kurang berkembang. 2) Peningkatan kekuatan kapasitas fungsional sedikit.
7. Panjang Tungkai
a. Definisi Panjang Tungkai Setiap cabang olahraga menuntut syarat-syarat khusus dalam mencapai prestasi secara maksimal, faktor anthropometer mempunyai peranan penting pada cabang olahraga, untuk mendukung pencapaian prestasi M. Sajoto (1995: 11) menyatakan “Salah satu aspek dalam mencapai prestasi dalam olahraga adalah aspek biologis yang meliputi struktur dan postur tubuh yaitu, (1) ukuran tinggi dan panjang tungkai serta lengan, (2) ukuran besar, lebar dan berat badan, (3) somato type (bentuk tubuh)”. Pengertian panjang tungkai menurut Paket Penelitian Pembibitan Lit Bang KONI Jawa Tengah (1986: 1) dijelaskan bahwa “Panjang tungkai adalah ukuran panjang yang diukur dari telapak kaki sampai pada spina illiaca anterior superior”. Bentuk tubuh yang atletis dan tungkai yang panjang disertai otot-otot baik berperan penting dalam tendangan depan. Yusuf
Hadisasmita dan Aip
Syarifudin (1996: 73) mengatakan “Orang yang tinggi umumnya anggota badanya seperti lengan dan tungkainya juga panjang”. Atlet yang mempunyai tungkai panjang , titik berat badannya lebih tinggi daripada atlet yang mempunyai tungkai pendek. Atlet dengan tungkai panjang akan menghasilkan titik proyeksi berat badan yang lebih jauh dari titik tolaknya, dibanding dengan atlet yang tungkainya pendek. Jadi atlet yang mempunyai tungkai panjang akan mempunyai keuntungan dari yang tungkainya pendek. Karena tungkai panjang titik berat badannya lebih tinggi yang
xlviii
menyebabkan titik proyeksi berat badan lebih jauh. Sehingga dari teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang yang mempunyai tungkai lebih panjang akan diuntungkan dengan jarak tempuh terhadap sasaran. Dibanding dengan yang mempunyai tungkai lebih pendek akan memerlukan sedikit pengaturan jarak tembak terhadap sasaran.
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Panjang Tungkai Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia tertentu ukuran dan proporsi tubuh selalu mengalami perkembangan. Demikian juga panjang tungkai juga mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan pertumbuhan anak. Sugiyanto (1998: 149) menyatakan “Secara proporsi anak, kaki dan tangan tumbuh lebih cepat dibanding pertumbuhan togok”. Hal ini seperti halnya terjadi pada masa anak kecil. Dengan percepatan pertumbuhan kaki dan pertumbuhan togok tidak sama, maka anak besar umumnya menjadi tampak panjang kakinya. Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh dipengaruhi oleh makanan yang di komsumsinya sehari-hari. Makanan yang bergizi dan di konsumsi setiap hari akan mempengaruhi pertumbuhan seseorang, baik rangka tubuh maupun organ lainnya. Selain faktor gizi, keturunan merupakan faktor yang sangat menentukan keadaan fisik seseorang. Sugiyanto (1996: 37) mengemukakan bahwa” Faktor keturunan atau genetik merupakan sifat bawaan lahir yang diperoleh dari orang tuanya. Faktor ini menentukan potensi maksimum dan penampilan fisik”. Pendapat diatas menunjukkan bahwa, faktor keturunan atau genetik sangat menentukan potensi dan penampilan fisik seseorang yang dibawa dari lahir. Lebih lanjut Sugiyanto (1996: 37) mengemukakan “Terhadap sifat dan pertumbuhan fisik, faktor keturunan sangat berpengaruh nyata, yaitu terhadap ukuran, bentuk dan kecepatan atau irama pertumbuhan”.
c. Otot-otot yang Terdapat pada Tungkai Yang dimaksud dengan tungkai adalah anggota gerak badan bagian bawah yang terdiri dari tulang anggota gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior
xlix
liberae). Adapun menurut Soedarminto (1992: 60) tulang-tulang anggota gerak bawah bebas terdiri dari : 1. Femur (tulang paha) 2. Crus / crural (tungkai bawah) a. Tibia b. Fibula 3. Ossa pedis a. Ossa tarsalia: tulang-tulang pergelangan kaki yang terdiri dari 7 buah tulang. b. Ossa metatarsalia: tulang-tulang telapak kaki yang terdiri dari 5 buah tulang. c. Ossa palangea digitorum pedis: tiap-tiap jari terdiri dari 3 ruas tulang kecuali ibujari hanya terdiri dari 2 ruas tulang. Sebagai tulang anggota gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior liberae), tungkai bawah mempunyai tugas yang sangat penting untuk melakukan gerak. Namun untuk dapat melakukan gerak tersebut secara sistematis harus merupakan hasil dari gerak yang dilaksanakan oleh adanya suatu system penggerak yang meliputi otot, tulang, sendi, saraf. Dalam hal ini, otot-otot tungkai, tulang-tulang yang ada di tungkai, articulation coxae, articulation genus, articulation talocruralis, dan saraf-saraf daerah tungkai. Ada 3 otot penggerak tungkai, di mana masing-masing otot penggerak terdiri dari beberapat otot yaitu: 1. Otot penggerak paha : iliopsoas, rectus femoris, gluteus maximus, gluteus medius, gluteus minimus, tensor fascialatae, piriformis, adductor brevis, adductor longus, adductor magnus, gracilis. 2. Otot penggerak tungkai bawah: rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, vastus intermedius, sartorius biceps femoris, semitendonisus, semi membranosus. 3. Otot penggerak kaki : tibialis anterior, gastrocnemius, soleus, peroneus longus, peroneus brevis, tibialis posterior, peroneus tertius.
l
Dari macam-macam tulang yang ada di tungkai, ditambah dengan sendi, otot, dan saraf, tulang dapat bergerak sesuai dengan yang diinginkan.
d. Otot – otot Tungkai yang Mempengaruhi Tendangan Depan Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yang berkontraksi dan dengan jalan demikian, maka gerakan akan berlawanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa gerakan akan terjadi apabila otot-otot pada tubuh berkontraksi sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pada gerakan tendangan depan pencak silat merupakan gerakan yang menggunakan tungkai atas, tungkai bawah dan ujung kaki. Dari posisi pasang mengangkat tungkai atas, lutut sampai mendekati dada dengan gerakan fleksi, lalu meluruskan tungkai bawah sehingga lutut menjadi lurus dengan gerakan ekstensi dan apabila dikaji secara mekanika, gerakan tendangan depan merupakan gerakgerak angular dari beberapa segmen-segmen tubuh. Gerak angular adalah gerak yang objeknya bergerak pada perlintasan mengelilingi satu titik tetap. Jarak yang ditempuh bisa berupa busur kecil atau satu lingkaran penuh. Pada gerakan tendangan depan segmen tubuh yang terlibat adalah sendi panggul, tungkai depan dan tungkai belakang, juga kekuatan dari otot perut. Otot – otot yang mempengaruhi tendangan depan pencak silat yaitu rektus abdominis, rektus femoris, hip adduktor, sartorius, vastus medialis, vastus lateralis, tendo patella, glutealis (hip extension), hamstring, gastrocnemius,tendo achiles, soleus.
8. Kekuatan Otot Perut
a. Definisi Kekuatan Otot Perut Menurut Suharno HP (1993: 39) menyatakan bahwa “Kekuatan adalah kemampuan otot untuk dapat mengatasi tahanan atau beban, menahan atau memindahkan beban dalam menjalankan aktivitas olahraga”. Selanjutnya M.Sajoto (1995: 8) mendefinisikan kekuatan (strengh) adalah komponen kondisi fisik seseorang dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu
li
bekerja. Kemudian pendapat dari Sudjarwo (1993: 81) mengemukakan “Kekuatan otot atau muscular strength dapat didefinisikan sebagai kekuatan atau tegangan yang dapat dikerahkan oleh otot atau sekelompok otot terhadap beban atau tahanan dengan sekali usaha secara maksimal. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kekuatan otot perut merupakan kemampuan dari otot atau sekelompok otot perut untuk dapat mengatasi tahanan atau kontraksi melawan beban dalam menjalankan aktifitas. Kekuatan otot perut merupakan salah satu faktor yang dapat menopang pada saat melakukan gerakan tendangan depan dalam pencak silat sehingga menghasilkan tendangan yang baik. Selain itu, sendi panggul juga memegang peranan penting dalam melaksanakan berbagai jenis teknik dalam pencak silat. Tenaga yang meledak pada akhir pukulan atau tendangan bersumber pada bagian bawah perut, terutama perputaran panggul menambah tenaga pada bagian atas tubuh.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot Perut Kekuatan otot merupakan daya penggerak tubuh, sehingga kekuatan otot yang baik akan membantu dalam melakukan aktifitas fisik. Tanpa memiliki kekuatan otot akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas. Kekuatan otot merupakan dasar untuk mengembangkan dan meningkatkan komponen kondisi fisik lainnya. Kekuatan otot merupakan faktor untuk meningkatkan kondisi fisik. Hal ini Harsono (1988: 177) menyatakan bahwa: Pertama, karena kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik. Kedua, kekuatan memegang peranan penting dalam melindungi atlet dari kemungkinan cidera. Ketiga, karena dengan kekuatan atlet akan dapat lari lebih cepat, melempar, atau menendang lebih baik dan efisien, memukul lebih keras, demikian pula dapat membantu memperkuat stabilitas sendisendi. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan baik tidaknya kekuatan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh tujuh faktor. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan otot perut sebagai otot pendukung tendangan depan dapat dipengaruhi oleh tujuh faktor tersebut. Apabila faktor-faktor tersebut tidak dimiliki oleh seorang atlet, maka kekuatan otot yang dimiliki tidak baik, namun jika sebaliknya maka kekuatan otot yag dimiliki adalah baik. Sehingga dapat menopang kualitas
lii
tendangan depan pencak silat menjadi efisien dan lebih akurat. Pada saat melakukan tendangan depan diperlukan dukungan daro otot-otot perut yang baik, karena saat melakukan tendangan secara otomatis otot perut akan berkontraksi dan menopang gerakan lempar kaki agar hasil lemparan atau tendangan tersebut menjadi maksimal dan bertenaga. Menurut M.Sajoto (1995: 77) beberapa otot perut yang perlu dilatih sehinggan dapat menopang aktifitas olahraga antara lain abdominalis, obliques eksternal dan internal, serta sterno eleidomastoid.
9. Kecepatan
a. Definisi Kecepatan Pada pertandingan otomotif diperlukan kendaraan yang mempunyai kecepatan yang tinggi. Untuk cabang olahraga yang lainnya kecepatan banyak sekali di pergunakan. Olahraga beladiri (pencak silat, karate, taekwondo, dan lainlain) memerlukan kecepatan dalam tendangan, kecepatan reaksi dan lain-lain. Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa kecepatan-kecepatan yang ada berkaitan dengan jarak dan waktu tempuh. Bahwa kecepatan di pengaruhi oleh jarak yang di tempuh dan waktu yang di perlukan untuk menempuh jarak tersebut. Menurut Harsono (1988: 216) berpendapat bahwa “Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa kecepatan mempunyai unsur pemakaian waktu yang singkat, jadi apabila menginginkan kecepatan yang maksimal, maka harus berusaha menempuh jarak dalam waktu yang singkat. Selain itu pula dari penelitian ternyata bahwa otot manusia pada dasarnya terdiri dari dua macam serabut otot yang mempunyai perbedaan kemampuan baik fisiologis maupun biokimiawi serta dapat mempengaruhi baik tidaknya kecepatan seorang etlet, dapat dilihat dari : a. Macam fibril otot (pembawaan) :
Apabila banyak fibril otot berwarna putih berarti baik untuk kecepatan.
liii
Fibril otot merah baik untuk daya tahan (endurance).
Keduanya hanya seorang dokter ahli yang dapat menentukan. b. Pengaturan system yang baik berarti koordinasi yang baik untuk menghasilkan kecepatan. c. Kekuatan otot, merupakan factor yang menentukan kecepatan. d. Elastisitas otot, makin baik akan menyebabkan kontraksi otot yang baik berarti kecepatan yang baik pula. e. Sifat rilek dari otot, baik pengaruhnya terhadap kecepatan maupun penguasaan teknik.
b. Klasifikasi Kecepatan Seorang pesilat dalam bertanding harus mempunyai tendangan dan pukulan cepat agar dapat mengenai sasaran sebelum di bendung lawan dan bereaksi dengan cepat agar tidak terkena tendangan yang di arahkan padanya. Begitu juga seorang pelari tentunya akan berusaha untuk meningkatkan kecepatan berlarinya agar terlebih dahulu mencapai garis finish. Selain kecepatan harus dimiliki tentunya unsur kondisi fisik lain juga harus dimiliki sesuai dengan cabang yang di ikuti. Dari contah di atas, maka banyak macam kecepatan yang di perlukan pada cabang olahraga. Karena itu pengklasifikasian agar lebih mudah untuk mengerti tentang kecepatan tersebut. Pengklasifikasian tersebut menurut Nossek (1982: 91) yaitu “ kecepatan sprint (sprinting speed), kecepatan reaksi (reactiont speed), kecepatan bergerak (speed of movement). Kecepatan sprint yaitu kemampuan atlet untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat singkatnya. Kecepatan reaksi adalah kecepatan menjawab suatu rangsangan dengan cepat. Sedangkan kecepatan bergerak adalah kemampuan atlet bergerak secepat mungkin yang ditandai waktu antara gerak permulaan dengan gerak akhir. Sedangkan menurut Bompa (1990: 249) berdasarkan ruang lingkup aktivitasnya kecepatan di bedakan menjadi dua macam, yaitu kecepatan umum (general speed) dan kecepatan khusus (special speed). Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan (reaksi beberapa macam gerakan motorik) dengan cara yang tepat. Persiapan fisik secara umum maupun
liv
khusus dapat memperbaiki kecepatan umum. Dan kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan suatu keterampilan pada kecepatan tertentu, baiasanya sangat tinggi, kecepatan khusus adalah khusus untuk tiap cabang olahraga dan sebagian besar tidak dapat di capai secara umum. Kecepatan khusus hanya mungkin di kembangkan melalui metode khusus, namun demikian perlu di cari bentuk latihan alternatifnya. Seseorang tidak boleh berharap akan terjadi transfer yang positif, kecuali jika memperbaiki struktur gerakan yang mirip dengan pola keterampilannya. Dari pendapat di atas dapat di identifikasikan kecepatan dari kegiatan dan di lihat dari pelaksanaan umum dan khusus, sehingga jelas pembagian dan arahnya.
c. Kecepatan Tendangan Depan Perpindahan dari saat posisi pasang lalu megangkat lutut sedekat mungkin dengan dada sebagai start, gerakan ini di lakukan dengan cepat. Lentingan, tekukan dan penglurusan lutut, dengan meluruskan kuat-kuat lutut yang di tekuk meyerupai gerakan menyodok. Pada tendangan melenting, tempurung lutut menjadi pusat dari gerakan setengah lingkaran. Saat meluruskan lutut posisi tekukan tadi merupakan finish, dan semua gerakan itu di lakukan dengan cepat untuk menghasilkan tendangan yang cepat dan mudah menjatuhkan lawan atau mendapat point.
d. Cara Pengukuran Kecepatan Tendangan Alat ukur untuk mengukur kecepatan ada beberapa macam, salah satunya yaitu dengan photogate meter. Yang mempunyai prinsip memotong dua arus yaitu arus pertama sebagai start (mulai perhitungan) dan arus kedua sebagai finish (akhir perhitungan). Adapun alat yang sekarang telah dikembangkan akhir-akhir ini dan berasal dari Jerman adalah dengan metode Dartfish Prosuite. Dartfish Prosuite adalah alat ukur yang berbentuk softwer komputer yang cara pengambilannya dengan menggunakan kamera video dan kemudian di hubungkan atau diolah kedalam program softwer tersebut untuk menganalisa, dan mengukur
lv
kecepatan, bisa juga untuk mengukur power khususnya untuk gerakan-gerakan yang mengunakan analisa khusus karena tidak dapat diukur dengan alat secara manual. Oleh sebab itu peneliti akan menggunakan alat terbaru yaitu Dartfish Prosuite agar data yang diperoleh lebih valid dan karena efesiensi dan keefektifannya lebih baik dengan tingkat ketelitian 1/1000 hingga 1/10.000 detik. Tes yang akan di gunakan yaitu berbentuk tendangan, sehingga teknik dan pelaksanaanya di sesuaikan dengan bentuk gerakan yang akan dites yaitu kecepatan menendang. Dengan menggunakan bentuk sasaran diam yang berupa samsak ataupun target.
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pada dasarnya merupakan arahan penalaran, untuk dapat sampai pada penemuan jawaban sementara, atas masalah yang di rumuskan. Dalam sebuah penelitian sangat besar artinya karena akan dapat memberikan gambaran hubungan antar variabel-variebel yang diteliti. Kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah:
1. Metode Latihan dengan Menggunakan Latihan Beban Secara Linier dan Non Linier Terhadap Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat Suatu bentuk latihan selalu menuntut kerjasama yang harmonis dari beberapa sistem organ tubuh, kemampuan biomotorik dan psikologis. Dengan demikian pada tahap awal (preperation), pelatih harus menyusun program latihan yang memungkinkan perkembangan fungsional yang menyeluruh dari tubuh. Kedua metode latihan beban tersebut bertujuan untuk menilai seberapa besar efektifitas latihan dengan menggunakan beban, baik digunakan beban secara linier maupun non linier. Dengan melalui latihan beban secara linier, maka beban
lvi
akan terus meningkat dari minggu pertama sampai dengan minggu berikutnya secara terus menerus dan konstan. Sedangkan latihan beban secara non linier, dengan perbedaan pemberian beban dilakukan dengan bergelombang, setelah menambah beban dari minggu pertama, beban meningkat, tetapi setelah minggu pertengahan, yaitu minggu ke empat, beban di turunkan untuk memberikan kesan kepada organ-organ tubuh untuk melakukan regenerasi (mengumpukan tenaga) untuk melakukan beban latihan yang berat lagi atau meningkatkan beban ke minggu lima dan minggu enam. Disamping itu juga melalui kedua latihan tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda. Menurut Nossek (1982: 87) menyatakan bahwa”Gerakan-gerakan kecepatan di lakukan melawan perlawanan yang berbeda-beda (berat badan, berat besi, air, dan lain-lain) dengan efek bahwa pengaruh kekuatan juga menjadi faktor yang kuat. Kerena gerakangerakan kecepatan dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin, kecepatan secara langsung bergantung pada waktu ada pengaruh kekuatan”. Kemungkinan akan kekuatan yang bertambah dan ketahanan melalui latihan yang di spesialisasi adalah sangat tinggi sampai 100 %, sebaliknya peningkatan kecepatan sangat terbatas, misalnya peningkatan kecepatan lari hanya berjumlah 20 % – 30 % saja. Keterbatasan semacam itu tergantung pada tingkat yang tinggi pada susunan otot dan gerakan proses-proses syaraf. Seorang atlet yang otot-ototnya terutama terdiri dari serat-serat merah tidak bias berkembang menjadi pelari kelas teratas. Sebagaimana kontraksi kecepatan otot-otot merupakan pembawaan sejak lahir. Pada sisi yang lain interaksi yang lebih baik adalah antara susunan syaraf pusat dan otot-otot yang tepat (koordinasi intra otot) dengan menggunakan latihan kecepatan yang berulang-ulang juga memberikan sumbangan kepada perbaikan kecepatan. Semakin kuat dan semakin cepat sinyal yang datang akan merangsang otot tersebut (dan sebanyak mungkin serat-serat otot), semakin kuat semakin cepatlah kontraksi.
lvii
2. Perbedaan Pengaruh Penjang tungkai Tinggi dan Panjang Tungkai Rendah Terhadap Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat Kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan seseorang olahragawan untuk bereaksi secara cepat bila di rangsang dan untuk menampilkan atau melakukan gerakan secepat mungkin. Hal-hal yang di mungkinkan dalam mempengaruhi kecepatan antara lain gerakan proses syaraf, perangsangan perhentian, kontraksi dan relaksasi, elastisitas otot, peregangan dan kontraksi kapasitas otot, koordinasi otot antara sinergis dan antagonis, kekuatan kecepatan, teknik olahraga, dan daya kehendak. Peningkatan kecepatan yang sesingkat mungkin disebut sebagai akselerasi. Disini olahragawan tersebut harus menahan atau menaggulangi kelembaman badan sendiri atau beban sebuah besi. Akibatnya akselerasi memperoleh kekuatan yang maksimum dan eksplosif dalam tahap awalnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan antara lain: kekuatan otot yang bekerja, panjang tungkai, frekuensi gerakan, teknik, ketajaman panca indra dalam menerima rangsang, respon atau kecepatan gerak, daya ledak otot, power otot, koordinasi antar gerakan dan kelincahan, serta keseimbangan. Dalam daya ledak atau power terdapat dua unsur yaitu kekuatan otot dan kecepatan dalam menggerakkan tenaga yang di miliki tersebut secara maksimal. Dari hal tersebut dapat dirumuskan bahwa power otot tungkai merupakan kemampuan otot atau sekelompok otot tungkai dalam mengatasi tahanan beban atau dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh. Jika seorang memiliki kekuatan otot tungkai yang baik akan mempunyai kecepatan gerakan yang baik pula. Karena power sama dengan hasil perkalian antara kekuatan dan kecepatan. Oleh karena itu pada saat melakukan gerakan tendangan, otot-otot tungkai harus dikerahkan seoptimal mungkin pada teknik yang benar, sehingga tendangan akan mempunyai kualitas yang baik juga. Orang tinggi umumnya anggota badannya seperti lengan dan tungkainya pun juga panjang. Bentuk tubuh serta badan yang demikian akan memberikan keuntungan bagi cabang olahraga yang spesifikasinya memerlukan tubuh yang demikian.
Disamping itu
juga mempunyai kelemahan terutama dalam
lviii
mempertahankan keseimbangan dan mengangkat berat di bandingkan dengan orang yang lebih pendek apabila faktor-faktor yang lain sama. Untuk keseimbangan, orang yang tinggi, titik berat badannya juga akan lebih tinggi, sehingga akan lebih labil di bandingkan dengan orang yang lebih pendek. Sehingga bentuk yang demikian, kurang cocok untuk olahraga seperti gulat dan judo, yang sangat memerlukan faktor keseimbangan. Dengan demikian menurut Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin (1996: 74) menyatakan bahwa “Orang yang tinggi dengan kaki yang panjang, letak titik berat badannya juga tinggi. Ini berarti tinggi tinggal landasnya juga tinggi, maka jarak antara tinggi tinggal landas dengan mistar akan lebih pendek di banding dengan orang yang pendek”. Selain itu juga berat badan mempunyai peranan penting di dalam mempertahankan keseimbangan, kalau ada kekuatan yang bekerja pada badan. Makin berat badan makin stabil. Dengan demikian, di duga antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah memiliki perbedaan pengaruh terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat.
3. Interaksi Antara Metode Latihan Beban dan Panjang Tungkai Terhadap Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat Latihan beban dengan pembebanan secara linier dan non linier merupakan salah satu variasi metode untuk mencari bentuk latihan yang efektif dalam hal ini terhadap pengaruh tendangan depan pencak silat. Keberhasilan pada penerapan latihan yang efektif dan efisien di dukung dengan kualitas teknik yang optimal akan menghasilkan tujuan pembelajaran yang baik. Disamping itu juga perlu di dukung dengan kondisi fisik yang memadai. Kekuatan otot tungkai dan di dukung dengan kecepatan yang maksimal akan juga berpengaruh pada pola permainan dalam pencak silat, terutama pada tendangan yang akan di teliti melalui latihan-latihan yang mendukung gerakan guna menunjang tujuan yang ingin di capai. Kekuatan dan juga pengaruh dari panjang tungkai pada atlet mungkin akan mempengaruhi penampilan melakukan gerakan tendangan depan yang baik dan benar serta berkualitas. Dengan demikian di duga
lix
antara pola latihan beban yang di uraikan di atas dan pengaruh panjang tungkai memiliki interaksi di antara keduanya.
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008. 2. Ada perbedaan pengaruh antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008. 3. Ada interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
BAB II LANDASAN TEORI
D. Tinjauan Pustaka
10. Pencak Silat a. Definisi Pencak Silat Pencak silat merupakan olahraga asli bangsa Indonesia warisan nenek moyang kita. PB IPSI (1995: 3) dalam O’ong Maryono (1998: 7) menyatakan bahwa “Pencak silat adalah gerak serang bela yang teratur menurut sistem, waktu, tempat dan iklim denga selalu menjaga kehormatan masing-ma`sing secara ksatria, tidak mau melukai perasaan, jadi pencak silat menuntut pada segi lahiriah. Silat adalah gerak serang bela yang erat hubungannya dengan rohani, sehingga
lx
menghidup suburkan naluri, menggerakkan hati nurani manusia, langsung menyerah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan arti kata pencak silat dapat dirumuskan bahwa, pencak silat merupakan gerak dasar beladiri yang didasarkan pada peraturan yang berlaku yang bersumber dari kerohanian dan menghindari dari segala malapetaka. PB IPSI bersama BAKIN (1975) dalam Srihati Waryati dan agus Mukholid (1992: 15) menyatakan bahwa pengertian pencak silat adalah “Hasil budaya manusia Indonesia untuk membela dan mempertahankan eksistensi (kemandirian) dan integritasnya (manunggalnya) terhadap lingkungan hidup dan alam sekitarnya untuk mencapai keselarasan hidup guna meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa”. Pencak silat mengandung beraneka ragam aspek, yaitu olahraga yang mengandalkan kekuatan, pencak silat adalah juga olah batin, olah nafas, perasaan seni dan rasa kebersamaan yang tinggi. Menurut IPSI (1994: 6) dalam O’ong Maryono (1998: 9) bahwa secara substansial “Pencak silat adalah suatu kesatuan dengan empat rupa catur tunggal, seperti tercermin dalam senjata trisula pada lambing IPSI, dimana ketiga ujungnya melambangkan unsur seni, beladiri dan olahraga serta gagangnya mewakili unsur mental, spiritual”. b. Unsur-unsur dalam Pencak Silat Pencak silat adalah sebagai gerak beladiri yang sempurna yang bersumber pada kerohanian yang suci murni, guna keselamatan diri atau kesejahteraan bersama, meghindarkan diri manusia dari bencana dan segala sesuatu yang jahat (Srihati Waryati dan Agus mukholid, 1992: 14) Pada dasarnya istilah atau nama pencak silat megandung unsur-unsur pengertian seperti tersebut diatas, yang merupakan isi dari pencak silat. Disamping unsur-unsur tersebut, menurut Sumarno dkk (1992: 194) ada empat aspek atau unsur dalam pencak silat, yaitu “(1) unsur olahraga, (2) unsur kesenian, (3) unsur beladiri, dan (4) unsur kerohanian atau mental spiritual. Untuk lebih jelasnya unsur-unsur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
5) Unsur Olahraga
lxi
Ditinjau dari segi olahraga, pencak silat mempunyai batasan-batasan tertentu sesuai dengan tujuan gerak dan usaha untuk memenuhi fungsi jasmani dan rohani. Sumarno dkk (1992: 196) menyatakan “ Olahraga adalah setiap kegiatan jasmani yang dilandasi semangat perjuangan melawan diri sendiri, orang lain utau unsur-unsur alam, yang jika dipertandingkan harus dilaksanakan secara ksatria, sehingga merupakan pendidikan pribadi yang ampuh”. Dengan demikian segala kegiatan atau usaha yang mendorong , membangkitkan, megembangkan dan membina kekuatan jasmani maupun rohani bagi setiap menusia dapat digolongkan sebagai olahraga. Usaha-usaha untuk mengembangkan unsur-unsur olahraga yang terdapat pada pencak silat sebagai olahraga umum, dapat dibagi dalam intensitasnya yaitu, (1) olahraga pendidikan, (2) olahraga prestasi, (3) olahraga rekreasi atau missal. Srihati Waryati dan Agus Mukholid (1992: 17) Pencak silat sebagai olahraga pendidikan ditekankan pada pembinaan keterampilan
jasmani,
terutama
pembentukan
sikap
dan
gerak
serta
mengembangkan pembinaan mental atau rohani yaitu dengan menanamkan rasa kepercayaan kepada diri sendiri serta sifat-sifat budi pekerti yang luhur. Sebagai olahraga prestasi, pencak silat dibina sesuai dengan asas dan norma olahraga, yaitu disamping mengembangkan pembinaan fisik dan teknik, diutamakan pula dalam memupuk sifat-sifat ksatria dalam pelaksanaannya. Di dalam olahraga prestasi ini, dialksanakan juga pertandingan-pertandingan pencak silat dari tingkat daerah sampai tingkat nasional. Pencak
silat
sebagai
olahraga
rekreasi
atau
olahraga
missal,
penampilannya merupakan suatu yang dapat dinikmati oleh khalayak ramai dengan megutamakan leindahan gerak dan irama. Pertunjukan pencak silat rekreasi ini dapat dipandu dengan unsur kesenian, tetabuhan dalam bentuk permainan tunggal, permainan ganda dan beregu atau secara missal.
6) Pencak Silat sebagai Unsur Seni Ciri khas lainnya dari pencak silat adalah merupakan bagian dari kesenian. Di daerah-daerah tertentu terdapat perubahan atau iringan musik khas. Pada
lxii
kesenian ini terdapat kaidah-kaidah gerak dan irama yang merupakan suatu pendalaman khusus. Pencak silat sebagai seni harus menurut ketentuan, keselarasan, keseimbangan, keserasian antara wirama, wirasa dan wiraga.
7) Pencak Silat sebagai Unsur Beladiri Pada dasarnya pencak silat adalah usaha pembelaan diri agar selamat dari serangan lawan. Dengan demikian unsur-unsur geraknya terdapat dua bagian, yaitu unsur untuk menyerang, dan unsur untuk membela termasuk usaha menyelamatkan diri. Melalui latihan-latihan tang tekun di bawah bimbingan guru pencak silat atau pendekar, maka seorang siswa atau pesilat dapat memupuk dan meningkatkan kemampuan, ketangkasan, keterampilan, dan kekuatannya dalam melakukan serangan ataupun pembelaan. Pencak silat Indonesian mengutamakan pembelaan diri daripada menyerang. Oleh karena itu pancake silat disebut seni beladiri, bukan seni menyerang. Kemampuan membela diri dari kelompok-kelompok perorangan dapat di manfaatkan untuk kepentingan menjaga keamanan alam sekitar atau kepentingan keamanan lingkungan.
8) Pencak Silat sebagai Sarana Pendidikan Mental dan Kerohanian Melalui unsur-unsur pencak silat seperti unsur olahraga, kesenian dan beladiri tersebut, pencak silat merupakan suatu sistem dan wadah pendidikan jasmani dan rohani. Melalui latihan-latihan yang teratur dan kontinyu seorang pesilat di didik untuk mengembangkan keterampilan. Dengan pendidikan pencak silat juga ditanamkan penghayatan pada alam kehidupan dan perjuangan hidup serta hidup bermasyarakat pada umumnya. Srihati Waryati dan Agus Mukholid (1992: 19) menyatakan bahwa “Pencak silat megajarkanbudi pekerti luhur, yang ada pada dasarnya adalah megembangkan sifat dan sikap yang selalu (1) taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, (2) menghormati harkat martabat manusia, (3) meletakkan kepentingan persatuan diatas kepentingan pribadi, (4) mengunakan jalan musyawarah di dalam
lxiii
memecahkan permasalahan bersama, dan (5) memberikan dharma bakti bagi kepentingan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat”.
c. Sifat-sifat Pencak Silat Dalam gerakkannya, pencak silat mempunyai sifat dan ciri-ciri tertentu. Menurut Srihati Waryati dan Agus Mukholid (1996: 15), pencak silat mempunyai sifat-sifat antara lain: 1) Bersifat halus, lentuk dan lemas, kekerasan sesaat. 2) Tidak membutuhkan ruangan luas, tidak suka meloncat dan mengguling (kecuali permainan harimau atau monyet). 3) Gerakan tangan halus dan selaras, gerakan tangan dapat terbuka untuk memancing. 4) Langkah ringan ke segala penjuru. 5) Tidak banyak bersuara. 6) Pernafasan wajar. 7) Banyak permainan rendah 8) Tendangan sedang-sedang Berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dalam pencak silat tersebut menunjukkan bahwa, pada dasarnya pencak silat merupakan olahraga beladiri yang halus, lentuk, dan lemas, sehingga setiap gerakan yang dilakukan terdapat unsur seni yang enak dilihat. Hal inilah yang membedakan olahraga beladiri pencak silat ini dengan olahraga beladiri lainnya seperti kempo, taekwondo, yudo, karate, yang mana olahraga beladiri tersebut banyak unsur kerasnya dan banyak mengeluarkan suara.
d. Teknik dalam Pencak Silat Penguasaan teknik merupakan suatu landasan untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam pencak silat. Menurut Suharno HP (1993: 42) menyatakan bahwa “Teknik adalah suatu proses gerakan dan pembuktian dalam praktek sebaik mungkin untuk menyelesaikan tugas yang pasti dalam cabang olahraga”.
lxiv
Pada dasarnya teknik dalam beladiri pencak silat mengacu pada pola gerak dan kaidah tertentu. Menurut standar IPSI secara nasional teknik yang digunakan dalam pencak silat meliputi sikap kuda-kuda, sikap pasang, pola langkah, teknik belaan, teknik hindaran, teknik serangan, dan tangkapan. Teknik-teknik tersebut merupakan rangkaian gerakan yang saling berhubungan dan memiliki keterkaitan yang erat dalam pelaksanaan pencak silat. Untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam pencak silat, maka macam-macam teknik dasar pencak silat seperti tersebut diatas harus dikuasai dengan baik.
11. Tendangan dalam Pencak Silat
d. Serangan dalam Pencak Silat Dalam pertandingan olahraga pada ketegori tanding, dimana untuk memenangkan suatu pertandingan yang terpenting adalah memanfaatkan anggota tubuh seperti tangan, lengan, siku, kaki, tungkai, lutut dalam memperoleh nilai sebanyak-banyaknya secara efektif, efisien dan praktis. Gerakan serangan dan belaan yang dilakukan oleh pesilat harus berpola, mulai dari sikap awal atau sikap pasang dilanjtkan pola langkah (sekurang-kurangnya 3 pola langkah) serta adanya koordinasi dalam melakukan serangan dan belaan, dan harus kembali pada sikap pasang. Sikap pasang mempunyai pengertian sikap taktik untuk menghadapi lawan yang berpola menyerang atau menyambut, dimana bila ditinjau dari sistem beladiri,
“pasang” berarti kondisi siap
tempur
yang optimal.
Dalam
pelaksanaanya, sikap pasang merupakan kombinasi dan koordinasi kreatif dari kuda-kuda, sikap tubuh dan sikap tangan serta meliputi sikap berbaring, duduk, jongkok, dan berdiri. Sikap pasang merupakan gerakan statis dari gerakan pencak silat. Dengan membentuk sikap pasang, pesilat mengekspresikan status siaga dan waspada yang sewaktu-waktu dapat diubah melaksanakan tindakan taktis tertentu. Pola langkah adalah gerakan yang dinamik yaitu teknik untuk berpindah atau mengubah posisi dengan kewaspadaan mental dan indera yang optimal untuk mendapatkan posisi yang menguntungkan dalam rangka mendekati lawan. Bentuk
lxv
pola langkah seperti gerakan lurus, zig-zag, segitiga, ladam, diagonal bentuk “s” serta ganda. Dalam melakukan serangan pesilat harus berpola dari sikap “pasang” atau siap tempur sebagai sikap taktik bertanding, kemudian melangkah dengan terpola, serta koordinasi yang baik dalam melakukan serangan dan belaan. Setiap selesai melakukan serangan pesilat harus kembali dalam sikap “pasang”. Hal ini disebut dengan kaidah dalam pencak silat. Kaidah teknik ini membedakan pencak silat lain dengan beladiri seperti tinju, yudo, karate, teakwondo, gulat dan lain-lain, serta menjadikannya sebagai perwujudan yang khas dari kebudayaan melayu, khususnya kebudayaan Indonesia. Dalam melakukan serangan harus tersusun dengan teratur dan berangkai dengan berbagai cara kearah sasaran sebanyak-banyaknya 4 jenis serangan. Apabila rangkaian serang bela lebih dari 4 jenis serangan, maka akan dihentikan oleh wasit. Penetapan 4 jenis serangan didasarkan atas filosofi, menurut O’ong Maryono (1998: 252) bahwa manusia terbentuk dari campuran empat anasir yang terkandung dalam makrokosmos yaitu api (agni), bumi (bawon), angina (bayu), dan air (tirta). Dalam pandangan kejawen keempat anasir ini merupakan saudara gaib dari setiap orang seperti tercantum dalam ucapan “sedulur papat, lima pancer” yang berarti saudara empat, lima diri sendiri. Seirama dengan anasiranasir ini juga, manusia memiliki empat perwujudan nafsu (patang pratara) yaitu berupa amarah (kemarahan), luwanah (suka minum), supiyah (nafsu birahi), dan mutmainah (rasionalitas duniawi). Teknik serangan dapat dilakukan dengan tangan atau lengan biasa disebut pukulan, dapat dilakukan dengan berbagai kuda-kuda dan bentuk tangan seperti mengepal, setengah mengepal atau terbuka, serta dengan siku memperhatikan lintasan serangan yang benar dan bertenaga. Juga dapat dilakukan dengan kaki atau sering disebut tendangan. Tendangan merupakan serangan dengan menggunakan kaki yang bertujuan untuk mengenai atau menjatuhkan lawan agar memperioleh point dalam suatu pertandingan pencak silat. Berdasarkan jenisnya, tendangan dalam pencak silat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain tendangan depan, tendangan melingkar, sapuan dan sebagainya.
lxvi
e. Jenis-jenis Tendangan dalam Pencak Silat Tendangan dalam pencak silat dapat dilakukan dengan berbagai macam dan versi. Menurut Munas IPSI IX (1993: 10) dijelaskan: Ditinjau dari komponen penting yang digunakan lintasan dan kenaannya tendangan meliputi: 1) Tendangan taji yakni dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya lurus ke depan, ke bawah atau ke samping dan kenaannya pada tumiy kaki. 2) Tendangan depan yakni tendangan nyang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai dalam posisi tegak, lintasannya lurus ke depan dan kenaanya pada ujung telapak kaki. 3) Tendangan samping yakni tendangan yang dilakukan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya lurus ke depan dan kenaannya pada ujung telapak kaki. 4) Tendangan busur yakni tendangan yang dilakukan dengan meggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari bawah dan kenaanya pada punggung kaki. 5) Tendangan sabit yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari samping dan kenaannya pada punggung kaki. 6) Tendangan cangkul yakni tendangan yang dilakukan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya dari atas dan kenaannya pada tumit kaki. 7) Tendangan lingkar yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan sebelah kaki atau tungkai, lintasannya melingkar ke samping dan kenaanya pada tumit telapak kaki. 8) Tendangan kuda yakni tendangan yang dilaksanakan dengan menggunakan kedua belah kaki atau tungkai lintasannya ke belakang dan kenaannya pada kedua telapak kaki. Berdasarkan jenis-jenis tendangan diatas menunjukkan bahwa, pada dasarnya serangan dengan tungkai terdiri atas serangan kaki dan serangan lutut. Serangan dengan kaki (tendangan) dapat menggunakan bagian kaki yang meliputi punggung kaki, telapak kaki, ujung kaki, tumit, sisi kaki dan pergelangan kaki. Serangan melalui kaki dapat dilakukan dengan posisi lintasan depan, samping, belakang dan busur.
f. Teknik Tendangan Depan
lxvii
Gerakan tendangan depan merupakan gerakan frontal atau depan. Tendangan depan merupakan bentuk serangan yang cukup efektif untuk memperoleh nilai atau point dalam pencak silat. Untuk dapat melakukan tendangan depan, harus menguasai teknik tendangan depan dengan baik dan benar. Teknik tendangan depan terdiri atas sikap awal, lontaran, dan pendaratan (kembali ke posisi awal). Untuk lebih jelasnya teknik tendangan depan diuraikan sebagai berikut: 1) Sikap Awal Pada awalan tendangan depan dibutuhkan gerakan yang betul-betul luwes, diikuti dengan pasang kuda-kuda kaki kiri atau kaki kanan, lutut pada kaki depan ditekuk vertical diatas ibu jari kaki belakang. Telapak kaki kanan dan telapak kaki kiri terletak dalam dua garis sejajar berjarak kurang lebih satu telapak, diikuti kedua tangan sehinggan pada saat akan melakukan gerakan lebih efektif. 2) Lontaran Bentuk lontaran pada tendangan depan yaitu kaki lurus ke depan. Hal ini sebagai lintasannya, di mulai dari kaki di angkat ke depan dengan posisi lutut ditekuk, diusahakan paha diangkat setelah diperkirakan pas untuk melakukan tendangan, maka kaki segera dilontarkan kea rah depan. Perkenaan pada sasaran menggunakan ujung telapak kaki, kelima jari membentuk sudut ke atas. 3) Pendaratan (kembali ke posisi awal) Gerakan ini dilakukan setelah melakukan tendangan depan dan secara otomatis berusaha menganai sasaran. Setelah megenai sasaran, kaki yang digunakan untuk menendang segera kembali ke posisi awal dengan tetap menjaga keseimbangan.
lxviii
Gambar 1 : Sikap pasang dan gerakan tendangan depan (Johansyah Lubis, 2004: 49)
12. Latihan
d. Definisi Latihan Untuk mencapai prestasi olahraga harus melalui pengembangan terhadap unsur-unsur yang dibutuhkan dalam olahraga melalui latihan yang baik dan teratur. Berikut ini disajikan betas an latihan yang dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut: 1) Menurut Harsono (1988: 101) latihan adalah proses yang sistematis dari latihan atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah latihan atau pekerjaannya. 2) Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 6) latihan adalah proses yang sistematis dan kontinyu dari berlatih atau bekerja yang dilakukan dengan berulang-ulang secara kontinyu dengan kian hari kian menambah jumlah beban latihan untuk mencapai tujuan. 3) Menurut Suharno HP (1993: 7) latihan adalah suatu proses penyempurnaan atlet secara sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik, taktik dan msecara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-ulang waktunya. Dari ketiga batasan latihan diatas dapat disimpulkan bahwa, latihan adalah suatu aktivitas olahraga yang dilakukan dengan berulang-ulang, secara kontinyu dengan peningkatan beban secara periodic dan berkelanjutan yang dilakukan berdasarkan jadwal, pola dan sistem serta metode tertentu untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan prestasi olahraga.
lxix
Dalam pelaksanaan latihan, aspek-aspek yang mendukung terhadap pencapaian prestasi olahraga harus dilatih dan dikembangkan secara maksimal. Menurut Rusli Lutan dkk (1992: 88), aspek-aspek latihan yang harus dilatih dan dikembangkan untuk mencapai prestasi olahraga meliputi latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik, dan latihan mental.
e. Prinsip Latihan Prestasi dalam olahraga dapat dicapai dan ditingkatkan melalui latihan secara intensif. Pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Prinsip latihan merupakan garis pedoman yang hendaknya dipergunakan dalam latihan yang terorganisir dengan baik (Yosef Nosseck 1982: 14). Agar tujuan latihan dapat tercapai secara optimal, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam latihan olahraga menurut Harsono (1988: 102-112) adalah “(1) prinsip beban lebih (overload principle), (2) prinsip perkembangan menyeluruh, (3) prinsip spesialisasi, (4) prinsip individualisasi”. Prestasi olahraga akan meningkat apabila latihan yang dilakukan berlandaskan pada prinsip-prinsip latihan yang benar. Agar tujuan latihan dapat tercapai sesuai yang diharapkan, maka pelaksanaan latihan harus berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang benar seperti tersebut diatas. Prinsip-prinsip latihan yang telah disebutkan diatas dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Prinsip Beban Lebih (Over Load Principle) Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang harus dipenuhi. Prinsip beban lebih merupakan prinsip latihan yang mendasar untuk memperoleh peningkatan kemampuan kerja. Kemampuan seseorang dapat meningkat jika mendapat rangsangan berupa beban latihan yang cukup berat, yaitu diatas beban latihan yang biasa diterimanya. Menurut M. Sajoto (1995: 43) “Prinsip beban lebih tersebut akan merangsang penyesuaian fungsi fisiologis dalam tubuh”. Pendapat lain dikemukakan oleh Rusli Lutan dkk (1992: 95) bahwa:
lxx
Setiap bentuk latihan untuk keterampilan teknik, taktik, fisik dan mental sekalipun harus berpedoman pada prinsip beban lebih. Kalau beban latihan terlalu ringan artinya di bawah kemampuannya, maka berapa lamapun atlet berlatih, betapa seringpun dia berlatih atau sampai begaimana capekpun dia mengulang-ulang latihan itu, prestasinya tidak akan meningkat. Pendapat diatas menunjukkan bahwa, prinsip beban lebih bertujuan untuk meningkatkan perkembangan kemampuan tubuh. Pembebanan latihan yang lebih berat dari sebelumnya tersebut akan merangsang tubuh untuk beradaptasi dengan beban tersebut, sehingga kemampuan tubuh akan meningkat. Kemampuan tubuh akan meningkat di mungkinkan akan mampu memcapai prestasi yang lebih baik. Salah satu hal yang harus di ingat, dalam peningkatan beban latihan tiodak boleh terlalu tinggi atau berlebihan. A. Hamidsyah Noer (1996: 10) mengemukakan bahwa : Peningkatan beban latihan hendaknya disesuaikan dengan tingkat kemampuan atlet serta di tingkatkan setahap demi setahap. Sebab bila suatu latihan yang diberikan terlalu cepat dengan pemberian beban latihan yang di tingkatkan secara cepat pula, maka akan menyebabkan terjadinya kelainan-kelainan dalam tubuh. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan beban latihan harus tetap berada di atas ambang rangsang latihan. Beban latihan yang terlalu berat tidak akan meningkatkan kemampuan atlet, tetapi justru sebaliknya yaitu kemunduran kemampuan kondisi gisik atau dapat mengakibatkan atlet menjadi sakit.
2) Prinsip Perkembangan Menyeluruh Pada prinsipnya komponen kondisi fisik merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, baik dalam peningkatan maupun dalam pemeliharaannya. Perkembangan menyeluruh dari kemampuan kodisi fisik merupakam dasar dalam pembentikan prestasi, meskipun pada akhirnya tujuan dalam latihan adalah kemampuan yang bersifat khusus, namun kemampuan yang bersifat khusus tersebut harus didasari oleh kemampuan kondisi fisik secara menyeluruh. Harsono
lxxi
(1988: 109) mengemukakan “Secara fungsional spesialisasi dan kesempurnaan penguasaan cabang olahraga di dasarkan pada perkembangan multilateral”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, sebelum diberi latihan secara khusus yang ditujukan pada unsur kondisi fisik tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang dikembangkan, unsur kondisi fisik secara menyeluruh harus dikembangkan. Dengan dasar kemampuan kondisi fisik yang baik secara menyeluruh, maka pengembangan unsur kondisi fisik khusus yang sesuai dengan tuntutan cabang olahraga yang dikembangkan, maka prestasi yang tinggi dapat dicapai.
3) Prinsip Spesialisasi Pada dasarnya pengaruh yang ditimbulkan akibat latihan itu bersifat khusus, sesuai dengan karakteristik gerakan keterampilan, unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Sadoso Sumosardjuno (1994: 10) menyatakan “Latihan harus dikhususkan pada olahraga yang dipilihnya serta memenuhi kebutuhan khusus dan strategi untuk olahraga yang dipilih”. Pendapat lain dikemukakan Soekarman (1986: 60) “Latihan itu harus khusus untuk meningkatkan kekuatan atau sistem energi yang digunakan dalam cabang olahraga yang bersangkutan”. Proses latihan yang dilakukan harus menyangkut pada pengembangan potensi energi maupun penampilan dari keterampilan olehraga yang dikembangkan. Berdasarkan dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, program latihan yang dilaksanakan harus bersifat khusus, disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai. Bentuk latihan yang dilakukan harus memiliki ciri-ciri tertentu sesuai dengan cabang olahraga yang akan dikembangkan. Baik pola gerak, jenis kontraksi otot maupun kelompok otot yang dilatih harus disesuaikan dengan jenis olahraga yang dikembangkan.
4) Prinsip Individualisasi Manfaat latihan akan lebih berarti, jika di dalam pelaksanaan latihan didasarkan pada karakteristik atau kondisi atlet yang dilatih. Perbedaan antara
lxxii
atlet yang satu dengan yang lainnya tentunya tingkat kemampuan dasar serta prestasinya juga berbeda. Oleh karena perbedaan individu harus diperhatikan dalam pelaksanaan latihan, Sadoso Sumosardjuno (1994: 13) mengemukakan bahwa “Meskipun sejumlah atlet dapat diberi program pemantapan kondisi fisik yang sama,tetapi kecepatan kemajuan dan perkembangan tidak sama”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang diterapkan harus bersifat individu. Manfaat latihan akan lebih berarti jika program latihan yang diterapkan direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan karakteristik dan kondisi atlet. Sudjarwo (1993: 318) mengemukakan “Faktor umur, seks (jenis kelamin), kematangan, tingkat kebugaran saat itu, lama berlatih, ukuran tubuh, bentuk tubuh dan sifat-sifat psikologis harus menjadi bahan pertimbangan bagi pelatih dalam merancang peraturan latihan bagi tiap olahragawan”. Kemampuan atlet akan meningkat bergantung pada program latihan yang diterapkan. Sebagai seorang pelatih harus cermat dan tepat dalam menyusun program latihan untuk atletnya, agar tujuan latihan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan baik.
f. Pengaruh Latihan Latihan yang dilakukan secara sistematis, teratur dan kontinyu serta diterapkan prinsip-prinsip latihan yang baik dan tepat akan menyebabkan perubahan-perubahan tubuh yang mengarah pada peningkatan kemampuan tubuh untuk melaksanakan kerja yang lebih baik. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam tubuh setelah melakukan latihan antara lain:
1) Perubahan Sistem dan Fungsi Organisme dalam Tubuh Pengaruh latihan terhadap perubahab sistem dan fungsi organisme dalam tubuh tersebut terdiri atas biokimia dan system otot rangka serta perubahab kardiorespiratori.
c) Perubahan Biokimia dan Sistem Otot Rangka
lxxiii
Kegiatan fisik yang dilakukan secara teratur dan kontinyu dapat merangsang kerja enzim di dalam tubuh dan merangsang pertumbuhan sel otot (hipertropi). Jonath U Haag dan Krempel R (1987: 11) mengemukakan “Otot yang terlatih pada umumnya menjadi lebih besar dan lebih kuat daripada yang tidak terlatih, karena ukuran penampang lintang maupun volumenya menjadi lebih besar”. Pendapat lain dikemukakan oleh Dangsina Moeloek dan Arjatmo Tjokronegoro
(1984:
37)
“Latihan
jasmani
bila
dilakukan
secara
teratur,membawakan kesegaran jasmani secara menyeluruh bagi pelakunya. Penampilan fisik yang baik merupakan keuntungan yaitu otot-otot tubuh lebih mampu dan tahan melakukan pekerjaan berat tanpa cepat merasa lelah”. Berdasarkan dua pendapat tersebut diatas menunjukkan bahwa latihan yang dilakukan secara sistematis dan kontinyu akan memberi pengaruh terhadap tubuh. Pengaruh latihan yang ditimbulkan secara boikimia akan meningkatkan jumlah motokondria dalam otot rangka dan meningkatkan aktivitas enzim untuk metabolisme energi. Selanjutnya pengaruh latihan terhadap sistem otot rangka menjadi lebih besar dan lebih kuat. Hal demikian mempunyai manfaat yang besar terhadap aktivitas olahraga atau melakukan pekerjaan.
d) Perubahan Kardiorespiratori Latihan fisik yang dilakukan secara baik dan teratur akan meningkatkan kapasitas total paru-paru dan volume jantung, sehingga kondisi atau kesegaran jasmani atlet akan meningkat. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya rangsangan yang diberikan terhadap tubuh. Menurut A. Hamidsyah Noer (1996: 21) “Adaptasi atlet yang baik dapat ditandai dengan adanya perubahan secara fisiologis sebagai berikut: (1) frekuensi denyut nadi berkurang dan tensi darah turun waktu istirahat, (2) pengembangan otot jantung (delatasi), (3) Homoglobin (Hb) dan glikogen dalam otot bertambah,(4) frekuensi pernafasan turun dan kapasitas vital bertambah”. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang dilakukan teratur akan meningkatkan kamampuan kerja jantung dan pernafasan, sehingga akan meningkatkan pula kesegaran jasmani atlet secara umum.
lxxiv
2) Perubahan Mekanisme Organisme Sistem Syaraf Pada prinsipnya dalam melakukan latihan gerakan yang dilatih selalu dilakukan secara berulang-ulang. Hal ini dimaksudkan agar gerakan yang dipelajari diharapkan dapat memperbaiki koordinasi gerakan, sehingga akan menjadi gerakan yang otomatis. Harsono (1988: 102) mengemukakan: Dengan berlatih secara sistemetis dan melalui pengulangan-pengulangan (repetition) yang konstan, maka organisasi-organisasi mekanisme neurophysiologis kita akan menjadi bertambah, baik gerakan-gerakan yang semula sukar untuk dilakukan lama-kelamaan akan merupakan gerakangerakan yang otomatis dan reflektif yang semakin kurang membutuhkan konsentrasi pusat-pusat syaraf daripada sebelum melakukan latihan. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang dilakukan secara baik dan teratur serta gerakan yang dipelajari dilakukan secara berulang-ulang akan mengalibatkan gerakan yang dipelajari menjadi otomatis. Dengan pengulangan gerakan yang sistematis dan teratur, maka gerakan yang dipelajari dapat dengan cepat, lebih efektif dan efisien.
13. Latihan Berbeban
Yang dimaksud dengan latihan berbeban menurut M.Furqon (1996: 1) adalah “Suatu cara menerapkan prosedur pengkondisian secara sistematis pada berbagai otot tubuh”. Berkaitan dengan latihan beban ini Harsono (1988: 185) mengemukakan bahwa “Istilah berbeban adalah latihan yang sitematis dimana beban hanya dipakai sebagai alat untuk menambah kekuatan otot guna mencapai tujuan tertentu”. Latihan beban merupakan latihan fisik dengan cara penambahan beban. Yang utamanya memberikan efek terhadap otot-otot rangka dan memberikan perubahan-perubahan secara morfologis. Sesuai dengan pendapat Nosseck (1982: 16) yang menyatakan bahwa: Seorang atlet yang sedang berlatih atau latihan beban akan mengalami perubahan-perubahan morfologis daripada seorang atlet yang lari
lxxv
menempuh jarak 15 km yang akan mengalami perubahan fungsional dalam lari jarak jauh. Bentuk beban latihan yang dapat dipergunakan dalam latihan bermacammacam. Beberapa bentuk tahanan dalam latihan antara lain tahanan berupa berat badan, tahanan berupa teman atau orang lain, tahanan berupa gesekan, tahanan berupa alat, seperti barbell, dumbbell.
d. Hal-hal yang harus Diperhatikan dalam Latihan Berbeban Latihan fisik dengan berbeban tidak boleh dilakukan dengan asal-asalan, tetapi harus dilakukan secara sistematis dan berhati-hati. Jika latihan beban dilakukan dengan asal-asalan kemungkinan akan menyebabkan terjadinya cidera, terganggunya pertumbuhan dan perkembangan atlet. Agar efek atau pengaruh yang ditimbulkan dari latihan berbeban yang dilakukan dapat efektif. Latihan berbeban harus dilakukan dengan berhati-hati. Pelatih harus dengan cermat dan seksama memperhitungkan dengan tepat beban yang harus dilakukan oleh atlet. Di samping itu pelatih harus memperhatikan kondisi fisik yag di miliki oelh atletnya. Dalam latihan berbeban perlu pula diperhatikan mengenai berapa umur seseorang boleh latihan beban. Harsono (1988: 207) berpendapat bahwa: Cukup aman kalau melalui weight training pada umur 14 tahun, asal mulai dengan beban yang ringan, karena tulang-tulang masih lunak dan belum sempurna, perkembangan sendi-sendi anak-anak muda belum tumbuh secara sempurna serta belum stabil. Latihan beban memang cukup banyak resikonya, oleh karena itu dalam mempergunakan peralatan, pelatih dan atlet harus berhati-hati. Hal ini demi kebaikan dan keselamatan bagi penggunanya. Adapu petunjuk pengamanan dalam penggunaan peralatan latihan berbeban menurut Harsono (1988: 195-196) antara lain: 1) Barbells (bobot-bobot besi) harus diteliti, sehingga tidak mungkin bergeser-geser, karena itu untuk kunci penahan harus kencang.
lxxvi
2) Sikap permulaan adalah penting, perhatikan bahwa pada waktu mengangkat beban dai lantai, kepala, bahu, pnggung harus lurus dan pinggang rendah. 3) Tiap bentuk latihan harus dilakukan dengan gerak yang benar. 4) Atlet harus belajar untuk secara sadar merilekkan otot-otot yang tidak bekerja. 5) Motivasi atlet merupakan faktor yang sangan penting. 6) Konsentrasi adalah penting untuk mampu mengeluarkan tenaga maksimal. 7) Gerakan harus smooth dan penuh tenaga, bukan mendadak atau kaku. 8) Setelah setiap set, istirahat sebentar sambil meregangkan otot-otot yang baru bekerja. 9) Setiap berlatih catatlahjumlah beban yang diangkat dan repetisi yang telah dilakukan. 10) Setiap kali berlatih sebaiknya tidak lebih dari 12 bentuk latihan. 11) Tidak perlu risau apabila dirasakan perkembangan latihan tidak lancar. 12) Setiap seasion latihan sebaiknya diakhiri dengan latihan peregangan statis dan latihan relaksasi. Program latihan berbeban harus disusun dan dilaksanakan dengan baik dan benar. Jika latihan berbeban dapat dilakukan dengan baik dan benar, maka merupakan pengamanan bagi atlet itu sendiri. Hal-hal yang telah di uraikan di atas perlu diperhatikan dan dipenuhi agar latihan yang dilakukan dapat mencapai hasil yang diinginkan. Latihan berbeban yang dilakukan dengan program latihan yang benar serta dengan pelaksanaan yang baik akan dapat diperoleh hasil secara optimal. Disamping itu kemungkinan terjadinya cidera dan resiko buruk akan dapat dihindari.
e. Penyusunan Program Latihan Berbeban Latihan beban akan memberikan manfaat pada aspek yang dilatih jika dalam pelaksanaan dan penerapannya dilakukan dengan tepat dan memenuhi prinsip-prinsip latihan beban yang telah digariskan. Dalam menyusun program
lxxvii
latihan harus memperhatikan faktor-faktor yang mempegaruhi terhadap hasil latihan. Dosis latihan merupakan hal penting yang harus diperhitungkan dengan cermat dalam menyusun program latihan. Menurut Harsono (1988: 103) “Bahwa atlet harus berlatih dengan beban kerja yang ada diatas ambang rangsang kepekaannya”. Dengan beban direncanakan, disusun dan di program dengan baik sehingga tujuan dapat dicapai. Dalam pembuatan program latihan kecepatan kontraksi otot ini menggunakan pemberat menurut Soepartono yang dikutip Arief Prihastomo (1994: 49) meliputi: “tujuan, intensitas, repetisi dan set, recovery, irama, dan frekuensi”. Pendapat tersebut dapat disimpulkan dan diuraikan sebagai berikut:
1) Tujuan Tipe latihan ini memerlukan suatu otot untuk mengatasi tahanan atau beban meksimal atau hamper maksimal. Kerja semacam ini menempatkan sejumlah tahanan yang sedapat mungkin tidak hanya pada otot-otot dan yang berkaitan dengan sruktur persendian, ligament dan juga sistem kardiovaskuler/ untuk pemula disarankan mengikuti program untuk meningkatkan efisiensi kardiorespiratori dan program daya tahan otot sebelum mengikuti latihan kekuatan untuk menghindari adanya cidera.
2) Intensitas Latihan Intensitas latihan adalah suatu kesanggupan latihan yang harus dilakukan seseorang atlet menurut program yang ditentukan. Intensitas latihan merupakan salah satu komponen kualitatif kerja yang dilakukan dalam kurun waktu yang diberikan. Menurut Bompa (1990: 58) menyatakan “Intensitas latihan adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan, dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan gerakannya, variasi interval atau istirahat di antara tiap ulangannya”. Ukuran intensitas untuk latihan kecepatan atau kekuatan dengan penambahan menurut Bompa (1986: 59) adalah: Nomor Intensitas
Prosentase Penampilan Maksimal
lxxviii
Intensitas
1
30%-50%
Rendah 2
50%-70%
Sedang 3
70%-80%
Menengah 4
80%-90%
Submaksimal 5
90%-100%
Maksimal
6
100%-105%
Supermaksimal
Menurut Nosseck (1982: 38) “Takaran penggunaan beban untuk menentukan tingkatan bagi individu sebagai berikut: angka persen dari prestasi terbaik (%), berat yang diangkat dalam satu usaha (G), meter per detik latihan (m/det), langkah dari latihan (pelan-pelan, cepat, lancer, eksplosif optimal)”. Untuk latihan kecepatan, beratnya suatu latihan untuk mendapatkan efek yang baik adalah 30%-50% kemampuan maksimal. Intensitas atau beratnya latihan dapat diberikan melalui berbagai cara antara lain menambah frekuensi latihan, menambah lama latihan, menambah jumlah latihan, menambah ulangan (repetition) dalam suatu bentuk latihan atau gesekan, menambah berat beban atau alat yang digunakan, tingkat kesukaran suatu latihan atau memperpendek istirahat.
3) Frekuensi Latihan Frekuensi latihan adalah berpa kali latihan dilaksanakan tiap minggunya. Lamanya latihan yaitu lama waktu yang diperlukan untuk latihan hingga terjadi perubahan yang nyata. M.Sajoto (1995: 35) menyatakan bahwa “Para pelatih dewasa ini umumnya setuju untuk menjalankan program latihan tiga kali seminggu agar tidak terjadi kelelahan yang kronis. Lama latihan yang diperlukan adalah selama 6 minggu atau lebih.
4) Repetisi dan Set
lxxix
Repetisi adalah jumlah ulangan mengangkat suatu beban, sedang set adalah suatu rangkaian kegiatan dari suatu repetisi. Penentuan jumlah repetisi dan set disesuaikan dengan tujuan latihan, yaitu meningkatkan kecepatan. Menurut O’Shea dalam M. Sajoto (1995: 70) “Apabila menggunakan beban maksimal, maka waktu istirahat antara repetisi atau set adalah 2 menit, sedangkan untuk beban ringan atau menengah adalah ½ - 1 menit”. Adapun menurut M.Sajoto (1995: 34) “Latihan dengan beban dapat dilaksanakan dengan 10-12 repetisi untuk 3-4 set. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diambil kesimpulan bahwa latihan beban untuk meningkatkan kecepatan dalam penelitian ini adalah dengan jumlah repetisi 10-12 kali, 3-4 set dan waktu istirahat 1 menit. Dengan latihan beban, dalam hal ini program latihan kecepatan bertujuan untuk mendapatkan waktu yang singkat dalam suatu aktifitas yang dilakukan. Kecepatan kerja dapat ditentukan oleh kecepatan gerak yang tinggi. Disamping itu untuk menaikkan kecepatan gerak yang paling penting adalah prinsip beban bertambah yang diberikan dalam bentuk atihan untuk mencapai beberapa gerakan tubuh dalam periode waktu yang singkat. Dengan demikian latihan kecepatan harus berlangsung dalam waktu yang cepat dan ditentukan oleh kapasitas anaerobik. Siklus gerak berulang-ulang yang berlangsung konstan pada kecepata tinggi akan menyebabkan pola otomatisasi proses syaraf pusat. Latihan kecepatan berprinsip bahwa otot itu harus berkontraksi secara berulang-ulang secepatnya. Koordinasi otot akan meningkatkan kecepatan dari gerakan khusus dan akan semakin tinggi bila memperbaiki efisiensi mekanika gerak.
f. Latihan Berbeban dengan Sirkuit Dalam pelaksanaan latihan untuk meningkatkan kecepatan tendangan depan pencak silat dengan latihan beban. Latihan dilakukan dengan cara sirkuit (circuit training). Yang dimaksud dengan latihan sirkuit menurut M.Sajoto (1995: 83) yaitu “Latihan yang dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa stasiun dan setiap stasiun itu seorang atlet melakukan jenis latihan yang telah ditentukan. Satu sirkuit latihan dikatakan selesai bila seorang atlet telah menyelesaikan latihan di semua stasiun dengan dosis yang telah ditetapkan”. Bentuk circuit training
lxxx
mempunyai banyak keuntungan antara lain memungkinkan kelompok yang besar berlatih pada ruangan yang kecil dan hanya membutuhkan alat tertentu, semua atlet terlatih pada waktu yang sama dan berlatih dengan beban berat dalam waktu yang relative singkat, beban latihan serta penembahannya mudah ditentukan dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Adapun hal yang harus diperhatikan pada waktu mendesain circuit training, yaitu latihan harus yang mudah dan dapat dipelajari dalam waktu yang singkat, memilih benar-benar golongan otot-otot yang akin dokembangkan, latihan sirkuit jang sampai membuat lelah berlebihan, latihan harus dilakukan dengan cepat dengan kemampuan yang maksimal, waktu pemulihan harus cukup lama agar memungkinkan latihan terakhir dapat dilakukan secara eksplosif. Ciri utama dari latihan sirkuit yaitu adanya pos-pos (stasiun) dengan jenis beban latihan yang berbeda, yang harus dilakukan secara simultan dengan di selingi istirahat. Pelaksanaan latihan sirkuit dalam penelitian ini terdiri dari 5 stasiun, dengan urutan bentuk gerakan sebagai berikut: (1) standing calf raise, (2) leg curl, (3) back up rotation, (4) leg extention, (5) leg press, (6) sit up, (7) half squat. Latihan ini dapat dilakukan dengan pembebanan secara linier dan non linier. Pos 1 Standing Calf Raise Pos 2
Pos 7
Leg Curl
Half Squat
Pos 3
Pos 6
Back up Rotation
Sit Up Rotation
Pos 4
Pos 5
Leg Extension
Leg Press
Gambar 2 : Pos – pos latihan Pelaksanaan dari bentuk latihan berbeban tersebut adalah sebagai berikut:
lxxxi
6) Standing Calf Raise Pelaksanaan latihan berbeban standing calf raise adalah sebagai berikut: c) Sikap awal Letakkan bar pada kedua pundak, dengan menggunakan permukaan yang menaik dan kedua kaki diletakkan selebar pinggul. Letakkan tumit kedua kaki dekat ujungnya, gerakkan kaki mulai dari lurus ke muka ke sedikit melengkung keluar sampai ke sedikit melengkung ke dalam. Tubuh dijaga agar tetap tegak dan kedua lutut lurus. d) Gerakan Perlahan-lahan angkat kedua tumit setinggi mungkin, berhenti sejenak sebelum menurunkannya, biarkan hanya otot-otot betis yang melakukan pekerjaan. Keluarkan nafas saat sedang bergerak naik. Setelah itu, turunkan tumit secara perlahan-lahan tanpa terasa sakit, jangan sampai menggarakkan tubuh atau menekuk lutut, tarik nafas saat sedang menurun. Menurut Thomas R Baechle (1996: 154) otot yang dilatih adalah otot soleus dan gastrocnemius serta otot-otot pada telapak dan pergelangan kaki.
Gambar 3 : Pelaksanaan latihan standing calf raise (Thomas R, 1996: 154) 7) Leg Curl Pelaksanaan latihan berbeban leg curl adalah sebagai berikut: a) Sikap awal Ambil posisi tiarap, genggam pegangan atau ujung bangku, letakkan dada pada bangku dan posisi pinggul rata, kedua tempurung lutut dibawah ujung bangku dengan pergelangan kaki dibawah bantalan. b) Gerakan
lxxxii
Saat gerakan ke atas, tarik kedua tumit sedekat mungkin dari pantat sambil nafas di keluarkan, berhenti sejenak dalam posisi ditekuk penuh. Saat gerakan ke bawah, perlahan-lahan turunkan beban, jangan biarkan pinggul terangkat dari bangku, dada harus tetap berada diatas bangku sambil tarik nafas. Menurut M.Sajoto (1995: 61) otot yang dilatih dalam latihan leg curl adalah otot hamstring dan gluatacus maximus.
Gambar 4 : Pelaksanaan latihan leg curl (Thomas R, 1996: 153). 8) Leg Extension Pelaksanaan latihan berbeban dengan leg eztension adalah sebagai berikut: c) Posisi awal Ambil posisi duduk, pegang ujung kursi, tubuh atas dan punggung bawah datar, kepala tegak melihat ke muka, bagian atas dari pergelangan kaki dibelakang bantalan. d) Gerakan Saat gerakan ke atas perlahan-lahan luruskan kaki bawah sampai lurus penuh sambil tarik nafas, berhenti sejenak dalam posisi kaki bawah direntangkan. Saat gerakan ke bawah, perlahan-lahan pantat tetap berhubungan dengan tempat duduk, berhenti sejenak pada posisi yang paling bawah, jangan membiarkan beban membentur tumpukan beban sambil keluarkan nafas ketika sedang menurunkan beban. Menurut M.Sajoto (1995: 60) otot yang dilatih pada gerakan leg extension adalah otot quardriceps.
lxxxiii
Gambar 5 : Pelaksanaan latihan leg extension (Thomas R,1996: 149) 9) Leg Press Pelaksanaan latihan berbeban dengan leg press adalah sebagai berikut: c) Posisi awal Ambil posisi duduk, pegang ujung kursi, tubuh atas dan punggung bawah datar, kepala tegak melihat ke muka, kaki di tekuk ke depan. Posisi kaki seperti mendorong ke depan menggunakan telapak kaki. d) Gerakan Gerakan kaki mendorong ke depan dengan menggunakan beban yang telah ditentukan. Usahakan hingga posisi kaki lurus ke depan. Gerakan berikutnya kembali pada posisi awal sebelum kaki melakukan gerakan mendorong, jangan membiarkan beban membentur tumpukan beban sambil keluarkan nafas ketika sedang menurunkan beban.
Gambar 6 : Pelaksanaan latihan leg press (Thomas R, 1996: 151)
lxxxiv
10) Half Squat Pelaksanaan latihan half squat adalah sebagai berikut: c) Posisi awal Berdiri dengan kaki terbuka selebar bahu. Pegang barbell dengan pegangan overhand di belakang leher dan di sandarkan di bahu. d) Gerakan Tekuk lutut untuk melakukan half squat (kurang lebih 90 derajat) kemudian kembali ke posisi awal Menurut M.Sajoto (1995: 58) otot yang di latih adalah: quardriceps, glutacus maximus, hamstring, dan erector spinae.
Gambar 7 : Pelaksanaan latihan half squat (Thomas. R,1996: 150)
14. Latihan Beban dengan Pembebanan Linier
c. Definisi Pembebanan Linier Pembebanan linier adalah pembebanan yang berat latihan diberikan secara terus menerus dari satu tingkat ke tingkat berikutnya dalam batas-batas tertentu, baik dengan intensitas, repetisi dan lama latiham maupun manipulasi ketiganya. M. Sajoto (1995: 115) mengatakan bahwa “ Prinsip penambahan beban terus menerus dilakukan sedikit demi sedikit dalam suatu program latihan, bila kekuatan sudah bertambah, maka bila program latihan berikutnya tidak ada penambahan, beban tidak dapat menambah kekuatan.” Prinsip ini akan menjamin agar sistem dalam tubuh mendapat beban yang besarnya makin ditingkatkan, serta
lxxxv
diberikan secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Karena apabila tidak diberikan secara bertahap, maka kekuatan tidak akan mencapai tahap potensi sesuai fungsi kekuatan itu. Menurut A. Brooks dan Thomas D Fahey yang dikutip M. Sajoto (1995: 114) bahwa”Latihan hendaknya dapat merangsang sistem fisioligi tubuh, dimana rangsangan tersebut sering disebut sebagai tekanan atau stress dan tanggapan terhadap rangsangan dianggap sebagai tegangan atau strain. Tekanan yang terus menerus akan mengakibatkan adaptasi tubuh yang menghasilkan peningkatan kapasitas fungsional sistem tubuh tersebut. Para ahli ilmu gerak mengutamakan pembinaan masalah program latihan.”
Gambar 8 : Penambahan beban latihan secara linier.(Bompa 1990: 48)
d. Keuntunganan Dan Kelemahan Pembebanan Linier Keuntungan dari latihan pembebanan linier adalah: 1) Kapasitas fungsional sistem di dalam tubuh meningkat. 2) Kekuatan daya tahan semakin bertambah. Kelemahan dari latihan pembebanan linier: 5) Kesempatan organisme regenerasi sangat sedikit. 6) Waktu akumulasi cadangan fisiologis dalam mengantisipasi beban sangat kurang. 7) Persiapan kondisi tubuh mengantisipasi peningkatan beban latihan sangat kurang. 8) Pemulihan energi secara fisiologis relatif sedikit.
lxxxvi
15. Latihan Beban dengan Pembebanan Non Linier
c. Definisi Pembebanan Non Linier Pembebanan non linier adalah penambahan beban latihan yang diberikan dari setiap tahap atau setiap minggu diberikan secara berjenjang naik turun, artinya bergantian antara jenjang naik di suatu saat dan jenjang turun bebannya di saat yang lain. Antara satu minggu satu dengan minggu berikutnya mengalami kenaikan dan penurunan beban latihan. Berikut gambar penambahan beban latihan secara non linier yang menganut sistem tangga atau step type approach menurut Bompa (1990: 47):
Gambar 9 : Penambahan beban latihan secara non linier.(Bompa 1990: 47) Dalam membuat kedua program latihan tersebut beban awal dan beban akhir harus sama. Para ahli gerak mendasari cara penambahan beban adalah seperti Brooks dan Fahey yang dikutip M. Sajoto (1995: 74) bahwa “ Program latihan yang semakin lama semakin bertambah kuat baik dengan cara manipulasi intensitas, ulangan, rangkaian dan yang lain hendaknya disusun secara berjenjang bergelombang yaitu pergantian antara jenjang naik di suatu saat dan jenjang turun disaat yang lain. Beban bertambah secara bertahap dan bergelombang atau non linier memberi kesempatan kepada organisme untuk melakukan regenerasi yang memungkinkan
atlet
untuk
mengakumulasi
cadangan
fisiologis
serta
psikologisnya dalam mengantisipasi peningkatan beban latihan berikutnya, sebagaimana diungkapkan Bompa (1990: 46) bahwa “The purpose of regeneration is to enable the athlete accumulation physiological and
lxxxvii
physycological reserve in anticipation of further increases in load”. Pengaruh latihan dengan pembebanan non linier menurut Brooks dan Fahey yang dikutip M. Sajoto (1995: 74) diungkapkan bahwa “Adaptasi fisiologi justru terjadi pada saat beban latihan tersebut diturunkan intensitasnya sebelum latihan berikutnya dijalankan dengan beban yang lebih kuat”.
d. Keuntungan Dan Kelemahan Pembebanan Non Linier Keuntungan dari latihan pembebanan non linier: 1) Adanya regenerasi organisme dalam tubuh. 2) Tubuh dapat mengakumuasi cadangan fisiologis dalam mengantisipasi peningkatan beban berikutnya. 3) Persiapan kondisi fisik dalam meningkatkan beban semakin matang. 4) Dapat mengembalikan energi secara fisiologis. Kelemaham dari latihan pembebanan non linier 3) Kekuatan daya tahan kurang berkembang. 4) Peningkatan kekuatan kapasitas fungsional sedikit.
16. Panjang Tungkai
a. Definisi Panjang Tungkai Setiap cabang olahraga menuntut syarat-syarat khusus dalam mencapai prestasi secara maksimal, faktor anthropometer mempunyai peranan penting pada cabang olahraga, untuk mendukung pencapaian prestasi M. Sajoto (1995: 11) menyatakan “Salah satu aspek dalam mencapai prestasi dalam olahraga adalah aspek biologis yang meliputi struktur dan postur tubuh yaitu, (1) ukuran tinggi dan panjang tungkai serta lengan, (2) ukuran besar, lebar dan berat badan, (3) somato type (bentuk tubuh)”. Pengertian panjang tungkai menurut Paket Penelitian Pembibitan Lit Bang KONI Jawa Tengah (1986: 1) dijelaskan bahwa “Panjang tungkai adalah ukuran panjang yang diukur dari telapak kaki sampai pada spina illiaca anterior superior”. Bentuk tubuh yang atletis dan tungkai yang panjang disertai otot-otot
lxxxviii
baik berperan penting dalam tendangan depan. Yusuf
Hadisasmita dan Aip
Syarifudin (1996: 73) mengatakan “Orang yang tinggi umumnya anggota badanya seperti lengan dan tungkainya juga panjang”. Atlet yang mempunyai tungkai panjang , titik berat badannya lebih tinggi daripada atlet yang mempunyai tungkai pendek. Atlet dengan tungkai panjang akan menghasilkan titik proyeksi berat badan yang lebih jauh dari titik tolaknya, dibanding dengan atlet yang tungkainya pendek. Jadi atlet yang mempunyai tungkai panjang akan mempunyai keuntungan dari yang tungkainya pendek. Karena tungkai panjang titik berat badannya lebih tinggi yang menyebabkan titik proyeksi berat badan lebih jauh. Sehingga dari teori diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa seorang yang mempunyai tungkai lebih panjang akan diuntungkan dengan jarak tempuh terhadap sasaran. Dibanding dengan yang mempunyai tungkai lebih pendek akan memerlukan sedikit pengaturan jarak tembak terhadap sasaran.
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Panjang Tungkai Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada usia tertentu ukuran dan proporsi tubuh selalu mengalami perkembangan. Demikian juga panjang tungkai juga mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan pertumbuhan anak. Sugiyanto (1998: 149) menyatakan “Secara proporsi anak, kaki dan tangan tumbuh lebih cepat dibanding pertumbuhan togok”. Hal ini seperti halnya terjadi pada masa anak kecil. Dengan percepatan pertumbuhan kaki dan pertumbuhan togok tidak sama, maka anak besar umumnya menjadi tampak panjang kakinya. Perkembangan ukuran dan proporsi tubuh dipengaruhi oleh makanan yang di komsumsinya sehari-hari. Makanan yang bergizi dan di konsumsi setiap hari akan mempengaruhi pertumbuhan seseorang, baik rangka tubuh maupun organ lainnya. Selain faktor gizi, keturunan merupakan faktor yang sangat menentukan keadaan fisik seseorang. Sugiyanto (1996: 37) mengemukakan bahwa” Faktor keturunan atau genetik merupakan sifat bawaan lahir yang diperoleh dari orang tuanya. Faktor ini menentukan potensi maksimum dan penampilan fisik”.
lxxxix
Pendapat diatas menunjukkan bahwa, faktor keturunan atau genetik sangat menentukan potensi dan penampilan fisik seseorang yang dibawa dari lahir. Lebih lanjut Sugiyanto (1996: 37) mengemukakan “Terhadap sifat dan pertumbuhan fisik, faktor keturunan sangat berpengaruh nyata, yaitu terhadap ukuran, bentuk dan kecepatan atau irama pertumbuhan”.
c. Otot-otot yang Terdapat pada Tungkai Yang dimaksud dengan tungkai adalah anggota gerak badan bagian bawah yang terdiri dari tulang anggota gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior liberae). Adapun menurut Soedarminto (1992: 60) tulang-tulang anggota gerak bawah bebas terdiri dari : 4. Femur (tulang paha) 5. Crus / crural (tungkai bawah) c. Tibia d. Fibula 6. Ossa pedis a. Ossa tarsalia: tulang-tulang pergelangan kaki yang terdiri dari 7 buah tulang. b. Ossa metatarsalia: tulang-tulang telapak kaki yang terdiri dari 5 buah tulang. c. Ossa palangea digitorum pedis: tiap-tiap jari terdiri dari 3 ruas tulang kecuali ibujari hanya terdiri dari 2 ruas tulang. Sebagai tulang anggota gerak bawah bebas (skeleton extremitas inferior liberae), tungkai bawah mempunyai tugas yang sangat penting untuk melakukan gerak. Namun untuk dapat melakukan gerak tersebut secara sistematis harus merupakan hasil dari gerak yang dilaksanakan oleh adanya suatu system penggerak yang meliputi otot, tulang, sendi, saraf. Dalam hal ini, otot-otot tungkai, tulang-tulang yang ada di tungkai, articulation coxae, articulation genus, articulation talocruralis, dan saraf-saraf daerah tungkai. Ada 3 otot penggerak tungkai, di mana masing-masing otot penggerak terdiri dari beberapat otot yaitu:
xc
4. Otot penggerak paha : iliopsoas, rectus femoris, gluteus maximus, gluteus medius, gluteus minimus, tensor fascialatae, piriformis, adductor brevis, adductor longus, adductor magnus, gracilis. 5. Otot penggerak tungkai bawah: rectus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, vastus intermedius, sartorius biceps femoris, semitendonisus, semi membranosus. 6. Otot penggerak kaki : tibialis anterior, gastrocnemius, soleus, peroneus longus, peroneus brevis, tibialis posterior, peroneus tertius. Dari macam-macam tulang yang ada di tungkai, ditambah dengan sendi, otot, dan saraf, tulang dapat bergerak sesuai dengan yang diinginkan.
d. Otot – otot Tungkai yang Mempengaruhi Tendangan Depan Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yang berkontraksi dan dengan jalan demikian, maka gerakan akan berlawanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa gerakan akan terjadi apabila otot-otot pada tubuh berkontraksi sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Pada gerakan tendangan depan pencak silat merupakan gerakan yang menggunakan tungkai atas, tungkai bawah dan ujung kaki. Dari posisi pasang mengangkat tungkai atas, lutut sampai mendekati dada dengan gerakan fleksi, lalu meluruskan tungkai bawah sehingga lutut menjadi lurus dengan gerakan ekstensi dan apabila dikaji secara mekanika, gerakan tendangan depan merupakan gerakgerak angular dari beberapa segmen-segmen tubuh. Gerak angular adalah gerak yang objeknya bergerak pada perlintasan mengelilingi satu titik tetap. Jarak yang ditempuh bisa berupa busur kecil atau satu lingkaran penuh. Pada gerakan tendangan depan segmen tubuh yang terlibat adalah sendi panggul, tungkai depan dan tungkai belakang, juga kekuatan dari otot perut. Otot – otot yang mempengaruhi tendangan depan pencak silat yaitu rektus abdominis, rektus femoris, hip adduktor, sartorius, vastus medialis, vastus lateralis, tendo patella, glutealis (hip extension), hamstring, gastrocnemius,tendo achiles, soleus.
xci
17. Kekuatan Otot Perut
c. Definisi Kekuatan Otot Perut Menurut Suharno HP (1993: 39) menyatakan bahwa “Kekuatan adalah kemampuan otot untuk dapat mengatasi tahanan atau beban, menahan atau memindahkan beban dalam menjalankan aktivitas olahraga”. Selanjutnya M.Sajoto (1995: 8) mendefinisikan kekuatan (strengh) adalah komponen kondisi fisik seseorang dalam mempergunakan otot untuk menerima beban sewaktu bekerja. Kemudian pendapat dari Sudjarwo (1993: 81) mengemukakan “Kekuatan otot atau muscular strength dapat didefinisikan sebagai kekuatan atau tegangan yang dapat dikerahkan oleh otot atau sekelompok otot terhadap beban atau tahanan dengan sekali usaha secara maksimal. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kekuatan otot perut merupakan kemampuan dari otot atau sekelompok otot perut untuk dapat mengatasi tahanan atau kontraksi melawan beban dalam menjalankan aktifitas. Kekuatan otot perut merupakan salah satu faktor yang dapat menopang pada saat melakukan gerakan tendangan depan dalam pencak silat sehingga menghasilkan tendangan yang baik. Selain itu, sendi panggul juga memegang peranan penting dalam melaksanakan berbagai jenis teknik dalam pencak silat. Tenaga yang meledak pada akhir pukulan atau tendangan bersumber pada bagian bawah perut, terutama perputaran panggul menambah tenaga pada bagian atas tubuh.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Otot Perut Kekuatan otot merupakan daya penggerak tubuh, sehingga kekuatan otot yang baik akan membantu dalam melakukan aktifitas fisik. Tanpa memiliki kekuatan otot akan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas. Kekuatan otot merupakan dasar untuk mengembangkan dan meningkatkan komponen kondisi fisik lainnya. Kekuatan otot merupakan faktor untuk meningkatkan kondisi fisik. Hal ini Harsono (1988: 177) menyatakan bahwa: Pertama, karena kekuatan merupakan daya penggerak setiap aktivitas fisik. Kedua, kekuatan memegang peranan penting dalam melindungi atlet dari kemungkinan cidera. Ketiga, karena dengan kekuatan atlet akan dapat lari
xcii
lebih cepat, melempar, atau menendang lebih baik dan efisien, memukul lebih keras, demikian pula dapat membantu memperkuat stabilitas sendisendi. Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan baik tidaknya kekuatan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh tujuh faktor. Hal ini menunjukkan bahwa kekuatan otot perut sebagai otot pendukung tendangan depan dapat dipengaruhi oleh tujuh faktor tersebut. Apabila faktor-faktor tersebut tidak dimiliki oleh seorang atlet, maka kekuatan otot yang dimiliki tidak baik, namun jika sebaliknya maka kekuatan otot yag dimiliki adalah baik. Sehingga dapat menopang kualitas tendangan depan pencak silat menjadi efisien dan lebih akurat. Pada saat melakukan tendangan depan diperlukan dukungan daro otot-otot perut yang baik, karena saat melakukan tendangan secara otomatis otot perut akan berkontraksi dan menopang gerakan lempar kaki agar hasil lemparan atau tendangan tersebut menjadi maksimal dan bertenaga. Menurut M.Sajoto (1995: 77) beberapa otot perut yang perlu dilatih sehinggan dapat menopang aktifitas olahraga antara lain abdominalis, obliques eksternal dan internal, serta sterno eleidomastoid.
18. Kecepatan
e. Definisi Kecepatan Pada pertandingan otomotif diperlukan kendaraan yang mempunyai kecepatan yang tinggi. Untuk cabang olahraga yang lainnya kecepatan banyak sekali di pergunakan. Olahraga beladiri (pencak silat, karate, taekwondo, dan lainlain) memerlukan kecepatan dalam tendangan, kecepatan reaksi dan lain-lain. Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa kecepatan-kecepatan yang ada berkaitan dengan jarak dan waktu tempuh. Bahwa kecepatan di pengaruhi oleh jarak yang di tempuh dan waktu yang di perlukan untuk menempuh jarak tersebut. Menurut Harsono (1988: 216) berpendapat bahwa “Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.
xciii
Dari pendapat di atas dapat dilihat bahwa kecepatan mempunyai unsur pemakaian waktu yang singkat, jadi apabila menginginkan kecepatan yang maksimal, maka harus berusaha menempuh jarak dalam waktu yang singkat. Selain itu pula dari penelitian ternyata bahwa otot manusia pada dasarnya terdiri dari dua macam serabut otot yang mempunyai perbedaan kemampuan baik fisiologis maupun biokimiawi serta dapat mempengaruhi baik tidaknya kecepatan seorang etlet, dapat dilihat dari : f. Macam fibril otot (pembawaan) :
Apabila banyak fibril otot berwarna putih berarti baik untuk kecepatan.
Fibril otot merah baik untuk daya tahan (endurance).
Keduanya hanya seorang dokter ahli yang dapat menentukan. g. Pengaturan system yang baik berarti koordinasi yang baik untuk menghasilkan kecepatan. h. Kekuatan otot, merupakan factor yang menentukan kecepatan. i. Elastisitas otot, makin baik akan menyebabkan kontraksi otot yang baik berarti kecepatan yang baik pula. j. Sifat rilek dari otot, baik pengaruhnya terhadap kecepatan maupun penguasaan teknik.
f. Klasifikasi Kecepatan Seorang pesilat dalam bertanding harus mempunyai tendangan dan pukulan cepat agar dapat mengenai sasaran sebelum di bendung lawan dan bereaksi dengan cepat agar tidak terkena tendangan yang di arahkan padanya. Begitu juga seorang pelari tentunya akan berusaha untuk meningkatkan kecepatan berlarinya agar terlebih dahulu mencapai garis finish. Selain kecepatan harus dimiliki tentunya unsur kondisi fisik lain juga harus dimiliki sesuai dengan cabang yang di ikuti. Dari contah di atas, maka banyak macam kecepatan yang di perlukan pada cabang olahraga. Karena itu pengklasifikasian agar lebih mudah untuk mengerti tentang kecepatan tersebut. Pengklasifikasian tersebut menurut Nossek (1982: 91) yaitu “ kecepatan sprint (sprinting speed), kecepatan reaksi (reactiont speed), kecepatan bergerak (speed of movement). Kecepatan sprint yaitu
xciv
kemampuan atlet untuk menempuh suatu jarak dalam waktu yang sesingkat singkatnya. Kecepatan reaksi adalah kecepatan menjawab suatu rangsangan dengan cepat. Sedangkan kecepatan bergerak adalah kemampuan atlet bergerak secepat mungkin yang ditandai waktu antara gerak permulaan dengan gerak akhir. Sedangkan menurut Bompa (1990: 249) berdasarkan ruang lingkup aktivitasnya kecepatan di bedakan menjadi dua macam, yaitu kecepatan umum (general speed) dan kecepatan khusus (special speed). Kecepatan umum adalah kapasitas untuk melakukan (reaksi beberapa macam gerakan motorik) dengan cara yang tepat. Persiapan fisik secara umum maupun khusus dapat memperbaiki kecepatan umum. Dan kecepatan khusus adalah kapasitas untuk melakukan suatu keterampilan pada kecepatan tertentu, baiasanya sangat tinggi, kecepatan khusus adalah khusus untuk tiap cabang olahraga dan sebagian besar tidak dapat di capai secara umum. Kecepatan khusus hanya mungkin di kembangkan melalui metode khusus, namun demikian perlu di cari bentuk latihan alternatifnya. Seseorang tidak boleh berharap akan terjadi transfer yang positif, kecuali jika memperbaiki struktur gerakan yang mirip dengan pola keterampilannya. Dari pendapat di atas dapat di identifikasikan kecepatan dari kegiatan dan di lihat dari pelaksanaan umum dan khusus, sehingga jelas pembagian dan arahnya.
g. Kecepatan Tendangan Depan Perpindahan dari saat posisi pasang lalu megangkat lutut sedekat mungkin dengan dada sebagai start, gerakan ini di lakukan dengan cepat. Lentingan, tekukan dan penglurusan lutut, dengan meluruskan kuat-kuat lutut yang di tekuk meyerupai gerakan menyodok. Pada tendangan melenting, tempurung lutut menjadi pusat dari gerakan setengah lingkaran. Saat meluruskan lutut posisi tekukan tadi merupakan finish, dan semua gerakan itu di lakukan dengan cepat untuk menghasilkan tendangan yang cepat dan mudah menjatuhkan lawan atau mendapat point.
xcv
h. Cara Pengukuran Kecepatan Tendangan Alat ukur untuk mengukur kecepatan ada beberapa macam, salah satunya yaitu dengan photogate meter. Yang mempunyai prinsip memotong dua arus yaitu arus pertama sebagai start (mulai perhitungan) dan arus kedua sebagai finish (akhir perhitungan). Adapun alat yang sekarang telah dikembangkan akhir-akhir ini dan berasal dari Jerman adalah dengan metode Dartfish Prosuite. Dartfish Prosuite adalah alat ukur yang berbentuk softwer komputer yang cara pengambilannya dengan menggunakan kamera video dan kemudian di hubungkan atau diolah kedalam program softwer tersebut untuk menganalisa, dan mengukur kecepatan, bisa juga untuk mengukur power khususnya untuk gerakan-gerakan yang mengunakan analisa khusus karena tidak dapat diukur dengan alat secara manual. Oleh sebab itu peneliti akan menggunakan alat terbaru yaitu Dartfish Prosuite agar data yang diperoleh lebih valid dan karena efesiensi dan keefektifannya lebih baik dengan tingkat ketelitian 1/1000 hingga 1/10.000 detik. Tes yang akan di gunakan yaitu berbentuk tendangan, sehingga teknik dan pelaksanaanya di sesuaikan dengan bentuk gerakan yang akan dites yaitu kecepatan menendang. Dengan menggunakan bentuk sasaran diam yang berupa samsak ataupun target.
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran pada dasarnya merupakan arahan penalaran, untuk dapat sampai pada penemuan jawaban sementara, atas masalah yang di rumuskan. Dalam sebuah penelitian sangat besar artinya karena akan dapat memberikan gambaran hubungan antar variabel-variebel yang diteliti. Kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah:
xcvi
1. Metode Latihan dengan Menggunakan Latihan Beban Secara Linier dan Non Linier Terhadap Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat Suatu bentuk latihan selalu menuntut kerjasama yang harmonis dari beberapa sistem organ tubuh, kemampuan biomotorik dan psikologis. Dengan demikian pada tahap awal (preperation), pelatih harus menyusun program latihan yang memungkinkan perkembangan fungsional yang menyeluruh dari tubuh. Kedua metode latihan beban tersebut bertujuan untuk menilai seberapa besar efektifitas latihan dengan menggunakan beban, baik digunakan beban secara linier maupun non linier. Dengan melalui latihan beban secara linier, maka beban akan terus meningkat dari minggu pertama sampai dengan minggu berikutnya secara terus menerus dan konstan. Sedangkan latihan beban secara non linier, dengan perbedaan pemberian beban dilakukan dengan bergelombang, setelah menambah beban dari minggu pertama, beban meningkat, tetapi setelah minggu pertengahan, yaitu minggu ke empat, beban di turunkan untuk memberikan kesan kepada organ-organ tubuh untuk melakukan regenerasi (mengumpukan tenaga) untuk melakukan beban latihan yang berat lagi atau meningkatkan beban ke minggu lima dan minggu enam. Disamping itu juga melalui kedua latihan tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan yang berbeda-beda. Menurut Nossek (1982: 87) menyatakan bahwa”Gerakan-gerakan kecepatan di lakukan melawan perlawanan yang berbeda-beda (berat badan, berat besi, air, dan lain-lain) dengan efek bahwa pengaruh kekuatan juga menjadi faktor yang kuat. Kerena gerakangerakan kecepatan dilakukan dalam waktu yang sesingkat mungkin, kecepatan secara langsung bergantung pada waktu ada pengaruh kekuatan”. Kemungkinan akan kekuatan yang bertambah dan ketahanan melalui latihan yang di spesialisasi adalah sangat tinggi sampai 100 %, sebaliknya peningkatan kecepatan sangat terbatas, misalnya peningkatan kecepatan lari hanya berjumlah 20 % – 30 % saja. Keterbatasan semacam itu tergantung pada tingkat yang tinggi pada susunan otot dan gerakan proses-proses syaraf. Seorang atlet yang otot-ototnya terutama terdiri dari serat-serat merah tidak bias berkembang
xcvii
menjadi pelari kelas teratas. Sebagaimana kontraksi kecepatan otot-otot merupakan pembawaan sejak lahir. Pada sisi yang lain interaksi yang lebih baik adalah antara susunan syaraf pusat dan otot-otot yang tepat (koordinasi intra otot) dengan menggunakan latihan kecepatan yang berulang-ulang juga memberikan sumbangan kepada perbaikan kecepatan. Semakin kuat dan semakin cepat sinyal yang datang akan merangsang otot tersebut (dan sebanyak mungkin serat-serat otot), semakin kuat semakin cepatlah kontraksi.
4. Perbedaan Pengaruh Penjang tungkai Tinggi dan Panjang Tungkai Rendah Terhadap Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat Kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan seseorang olahragawan untuk bereaksi secara cepat bila di rangsang dan untuk menampilkan atau melakukan gerakan secepat mungkin. Hal-hal yang di mungkinkan dalam mempengaruhi kecepatan antara lain gerakan proses syaraf, perangsangan perhentian, kontraksi dan relaksasi, elastisitas otot, peregangan dan kontraksi kapasitas otot, koordinasi otot antara sinergis dan antagonis, kekuatan kecepatan, teknik olahraga, dan daya kehendak. Peningkatan kecepatan yang sesingkat mungkin disebut sebagai akselerasi. Disini olahragawan tersebut harus menahan atau menaggulangi kelembaman badan sendiri atau beban sebuah besi. Akibatnya akselerasi memperoleh kekuatan yang maksimum dan eksplosif dalam tahap awalnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan antara lain: kekuatan otot yang bekerja, panjang tungkai, frekuensi gerakan, teknik, ketajaman panca indra dalam menerima rangsang, respon atau kecepatan gerak, daya ledak otot, power otot, koordinasi antar gerakan dan kelincahan, serta keseimbangan. Dalam daya ledak atau power terdapat dua unsur yaitu kekuatan otot dan kecepatan dalam menggerakkan tenaga yang di miliki tersebut secara maksimal. Dari hal tersebut dapat dirumuskan bahwa power otot tungkai merupakan kemampuan otot atau sekelompok otot tungkai dalam mengatasi tahanan beban atau dengan kecepatan tinggi dalam satu gerakan yang utuh. Jika seorang
xcviii
memiliki kekuatan otot tungkai yang baik akan mempunyai kecepatan gerakan yang baik pula. Karena power sama dengan hasil perkalian antara kekuatan dan kecepatan. Oleh karena itu pada saat melakukan gerakan tendangan, otot-otot tungkai harus dikerahkan seoptimal mungkin pada teknik yang benar, sehingga tendangan akan mempunyai kualitas yang baik juga. Orang tinggi umumnya anggota badannya seperti lengan dan tungkainya pun juga panjang. Bentuk tubuh serta badan yang demikian akan memberikan keuntungan bagi cabang olahraga yang spesifikasinya memerlukan tubuh yang demikian.
Disamping itu
juga mempunyai kelemahan terutama dalam
mempertahankan keseimbangan dan mengangkat berat di bandingkan dengan orang yang lebih pendek apabila faktor-faktor yang lain sama. Untuk keseimbangan, orang yang tinggi, titik berat badannya juga akan lebih tinggi, sehingga akan lebih labil di bandingkan dengan orang yang lebih pendek. Sehingga bentuk yang demikian, kurang cocok untuk olahraga seperti gulat dan judo, yang sangat memerlukan faktor keseimbangan. Dengan demikian menurut Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin (1996: 74) menyatakan bahwa “Orang yang tinggi dengan kaki yang panjang, letak titik berat badannya juga tinggi. Ini berarti tinggi tinggal landasnya juga tinggi, maka jarak antara tinggi tinggal landas dengan mistar akan lebih pendek di banding dengan orang yang pendek”. Selain itu juga berat badan mempunyai peranan penting di dalam mempertahankan keseimbangan, kalau ada kekuatan yang bekerja pada badan. Makin berat badan makin stabil. Dengan demikian, di duga antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah memiliki perbedaan pengaruh terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat.
5. Interaksi Antara Metode Latihan Beban dan Panjang Tungkai Terhadap Kecepatan Tendangan Depan Pencak Silat Latihan beban dengan pembebanan secara linier dan non linier merupakan salah satu variasi metode untuk mencari bentuk latihan yang efektif dalam hal ini terhadap pengaruh tendangan depan pencak silat.
xcix
Keberhasilan pada penerapan latihan yang efektif dan efisien di dukung dengan kualitas teknik yang optimal akan menghasilkan tujuan pembelajaran yang baik. Disamping itu juga perlu di dukung dengan kondisi fisik yang memadai. Kekuatan otot tungkai dan di dukung dengan kecepatan yang maksimal akan juga berpengaruh pada pola permainan dalam pencak silat, terutama pada tendangan yang akan di teliti melalui latihan-latihan yang mendukung gerakan guna menunjang tujuan yang ingin di capai. Kekuatan dan juga pengaruh dari panjang tungkai pada atlet mungkin akan mempengaruhi penampilan melakukan gerakan tendangan depan yang baik dan benar serta berkualitas. Dengan demikian di duga antara pola latihan beban yang di uraikan di atas dan pengaruh panjang tungkai memiliki interaksi di antara keduanya.
F. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan pengaruh latihan berbeban dengan pembebanan linier dan non linier terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008. 2. Ada perbedaan pengaruh antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008. 3. Ada interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian beserta interpretasinya akin disajikan secara ringkas pada bab ini. Pada tahap awal hasil analisis data menggunakan statistic deskriptif, dan
c
dilanjutkan pengujian hasil penelitian dengan statistic inferensial yang merupakan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis menggunakan teknik statistic analisis varians (ANOVA) yang memerlukan pengujian persyaratan analisis, maka disajikan pula hasil uji prasyarat analisis, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian.
A. Deskripsi Data
Deskripsi hasil analisis data hasil tes kecepatan tendangan depan pencak silat pada perguruan Persaudaraan Setia Hati Terate cabang Solo tahun 2008, yang dilakukan sesuai dengan kelompok yang dibandingkan, disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut: Tabel 1 : Ringkasan Angka-angka Statistik Deskripsi Data Kecepatan Tendangan Depan Menurut Kelompok Penelitian. Perlakuan
Panjang
Statistik
Tes Awal
Tes Akhir
Peningkatan
Jumlah
1,02
1,05
0,03
Mean
0,102
0,105
0,003
Jumlah
1,03
1,1
0,07
Mean
0.103
0,11
0,007
Jumlah
1,13
1,16
0,03
Mean
0,113
0,116
0,003
Jumlah
0.94
1,02
0,08
Mean
0,094
0,102
0,008
Tungkai Latihan
Tinggi
Berbeban Linier
Latihan
Rendah
Tinggi
Berbeban Non Linier
1.
Rendah
Jika antara kelompok siswa yang mendapat perlakuan latihan berbeban dengan latihan linier dan non linier dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok latihan berbeban dengan latihan linier lebih besar daripada kelompok latihan dengan latihan non linier.
ci
2.
Jika antara kelompok yang mempunyai panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah dibandingkan, maka dapat diketahui bahwa kelompok yang mempunyai panjang tungkai rendah lebih besar daripada kelompok yang mempunyai panjang tungkai tinggi.
3.
Untuk mengetahui gambaran menyaluruh dari nilat rata-rata hasil peningkatan kecepatan tendangan depan sebelum dan sesudah diberi perlakuan, maka dapat dibuat grafik perbandingan nilai-nilai sebagai berikut: 1.2 1 0.8
pre test
0.6
post test selisih
0.4 0.2 0 KLL
KLNL
PjTT
PjTR
Gambar 10: Grafik Nilai Rata-rata Kecepatan Tendangan Depan Berdasarkan Tiap Kelompok Perlakuan dan Panjang Tungkai. Keterangan:
4.
KLL
: Kelompok Latihan Linier
KLNL
: Kelompok Latihan Non Linier
PjTT
: Panjang Tungkai Tinggi
PjTR
: Panjang Tungkai Rendah
Agar nilai rata-rata peningkatan kecepatan tendangan depan yang dicapai tiap kelompok perlakuan mudah dipahami, maka nilai peningkatan kecepatan tendangan depan tiap kelompok perlakuan disajikan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
cii
0.09 0.08 0.07 0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 0.01 0
rata-rata
KLL
KLNL
PjTT
PjTR
Gambar 11: Grafik Nilai rata-rata Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan Antara Kelompok Perlakuan. Keterangan: A1B1: Kelompok latihan berbeban dengan latihan linier yang memiliki panjang tungkai tinggi. A1B2: Kelompok latihan berbeban dengan latihan linier yang memiliki panjang tungkai rendah. A2B2: Kelompok latihan berbeban dengan latihan non linier yang memiliki panjang tungkai tinggi. A2B2: Kelompok latihan berbeban dengan latihan non linier yang memiliki panjang tungkai rendah.
B. Uji Prasyarat Analisis
1. Uji Reliabilitas Untuk mengetahui tingkat reliabilitas hasil tes kecepatan tendangan depan pencak silat dilakukan uji reliabilitas. Hasil uji reliabilitas kecepatan tendangan depan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 2: Ringkasan Hasil Uji Reliabilitas Data Tes Kecepatan Tendangan Depan. Hasil Tes
Reliabilitas
Kategori
Kecepatan Tendangan
0,84
Tinggi
ciii
Adapun dalam mengartikan kategori reliabilitas tes tersebut menggunakan pedoman tabel koefisien korelasi dari Book Walter seperti dikutip Mulyono B (1992: 15) sebagai berikut: Tabel range kategori reliabilitas Kategori
Validitas
Reliabilitas
Obyektivitas
Tinggi sekali
0,80 – 1,0
0,90 – 1,0
0,95 – 1,0
Tinggi
0,70 – 0,79
0,80 – 0,89
0,85 – 0,94
Cukup
0,50 – 0,69
0,60 – 0,79
0,70 – 0,84
Kurang
0,30 – 0,49
0,40 – 0,59
0,50 – 0,69
Tidak signifikan
0,00 – 0,29
0,00 – 0,39
0,00 – 0,49
2. Uji Normalitas
Sebelum dilakukan analisis data perlu diuji distribusi kenormalannya. Uji mormalitas data dalam penelitian ini menggunakan metode liliefors. Hasil uji normalitas data yang dilakukan pada tiap kelompok adalah sebagai berikut: Tabel 3: Hasil Uji Normalitas dengan Liliefors. Kelompok N
Prob
Lo
Lt
Kesimpulan
A1B1
10
0,05
0,1774
0,2802
Distribusi Normal
A1B2
10
0,05
0,1835
0,2802
Distribusi Normal
A2B1
10
0,05
0,2004
0,2802
Distribusi Normal
A2B2
10
0,05
0,2241
0,2802
Distribusi Normal
Berdasarkan table diatas dapat diketahui bahwa
Lo < Lt . Hal ini
menunjukkan bahwa, sampel yang terambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Dengan demikian persyaratan normalitas data telah terpenuhi. Rincian dan prosedur uji normalitas dapat dilihat dalam lampiran.
civ
3. Uji Homogenitas
Dengan data yang sama, setelah dianalisis menggunakan uji Bartlet, maka diperoleh hasil pengujian yang tercantum dalam table sebagai berikut:` Tabel 4: Tabel Hasil Uji Homogenitas dengan Uji Bartlet. ∑Kelompok
Ni
SD 2 gab
X 2 hit
X 2 tab
Kesimpulan
4
10
0,00013
1,2294
7,81
Homogen
2 2 Dari tabel diatas dapat diketahui X hit lebih kecil daripada X tabel . Hal ini
menunjukkan bahwa sampel-sampel penelitian pada kelompok perlakuan bersifat homogen. Dengan demikian persyaratan homogenitas juga dipenuhi. Mengenai rincian dan prosedur uji homogenitas varians dapat diperiksa pada lampiran.
C. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis berdasarkan pada hasil analisis data dan interprestasi analisis varians. Tabel 5: Ringkasan Nilai Rerata Kecepatan Tendangan Depan Berdasarkan Latihan Berbeban dan Panjang Tungkai Sebelum dan Sesudah Diberi Perlakuan. Variabel Penelitian
A1
A2
B1
B2
B1
B2
Sebelum
0,102
0,103
0,113
0,094
Sesudah
0,105
0,11
0,116
0,102
Peningkatan
0,003
0,007
0,003
0,008
Rerata
cv
Tabel 6: Ringkasan Keseluruhan Hasil Analisis Varians Dua Faktor. Sumber Varians
JK
Db
RJK
Fn
Ft
Antarkolom perlakuan(A)
0,0007
1
0,0007
5,46875*
4,08
Antar baris perlakuan(B)
0,001
1
0,001
7,8125
4,08
Interaksi (AB)
0,0001
1
0,0001
0,78125
4,08
Dalam kelompok(error)
0,0046
36
0,000128
0,0064
39
Keterangan: A
: Latihan berbeban linier dan non linier
B
: Panjang tungkai (tinggi dan rendah)
AB
: Interaksi antar faktor
*
: Analisis Fo ditolak (signifikan)
1. Pengujian Hipotesis Pertama
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, kelompok latihan berbeban dengan latihan linier memiliki peningkatan yang berbeda dengan kelompok latihan berbeban dengan latihan non linier. Hal ini karena dalam latihan berbeban non linier, peningkatan beban dilakukan secara berjenjang naik turun, sehingga pesilat mendapatkan peningkatan beban yang signifikan. Dengan demikian pada latihan beban non linier memiliki beban latihan yang terus meningkat yang dapat membantu mempercepat tendangan depan. Dari analisis dengan nilai Fhit = 5,46875 yang lebih besar dari Ftabel = 4,08. Dengan demikian hipotesis nol (Ho) ditolak. Yang berarti bahwa latihan berbeban dengan latihan linier dan latihan non linier terdapat perbedaan yang signifikan. Dari analisis data diperoleh bahwa latihan non linier lebih baik daripada latihan linier, dengan nilai rata-rata 1,39 dan 0,0009.
cvi
2. Pengujian Hipotesis Kedua Dari pengukuran panjang tungkai menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008. Pesilat yang memiliki panjang tungkai rendah mempunyai peningkatan yang lebih besar daripada pesilat yang mempunyai panjang tungkai tinggi, rata-rata peningkatannya adalah 0,000275 dan 0,00025. Dari penghitungan data yang dilakukan diperoleh nilai Fhit =7,8125 lebih besar daripada Ftabel = 4,08 ( Fh > Ft ) pada taraf signifikansi 5%. Ini berarti hipotesis nol (Ho) ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pesilat yang memiliki panjang tungkai rendah memiliki peningkatan yang lebih besar daripada pesilat yang memiliki panjang tungkai tinggi.
3. Pengujian Hipotesis Ketiga Interaksi faktor utama penelitian daam bentuk interaksi dua faktor menunjukkan tidak adanya interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai, yang ditunjukkan oleh Fhit = 0,78125 lebih kecil dari Ftabel = 4,08 ( Fh < Ft ) pada taraf signifikansi 5% sehingga hipotesis nol (Ho) diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara latihan berbeban dan panjang tungkai tidak ada interaksi terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pencak silat pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian memberikan penafsiran lebih lanjut mengenai hasil-hasil data yang telah dikemukakan sebelumnya. Berdasarkan pengujian hipotesis telah meghasilkan kesimpulan analisis yaitu: (1) ada perbedaan yang signifikan antara latihan beban linier dan non linier terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan, (2) ada perbedaan yang signifikan antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan, (3) tidak ada interaksi antara latihan berbeban dan panjang
cvii
tungkai terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan. Kelompok kesimpulan analisis tersebut dapat dipaparkan lebih lanjut secara rinci sebagai berikut:
1. Pengaruh Latihan Berbeban Linier dan Non Linier Terhadap Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan Berdasarkan pengujian hipotesis pertama menunjukkan ada perbedaan antara latihan berbeban linier dan non linier terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pencak silat pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008. Kelompok yang mendapatkan perlakuan latihan berbeban non linier memiliki peningkatan lebih baik dibandingkan dengan kelompok latihan berbeban linier. Hal ini karena latihan berbeban non linier memiliki beban latihan yang diselingi dengan kenaikan dan penurunan beban, beban bertambah secara bertahap dan bergelombang, sehingga memberi kesempatan kepada atlet untuk melakukan regenerasi yang memungkinkan untuk mengakumulasi cadangan fisiologis serta psikologisnya dalam mengantisipasi peningkatan beban latihan berikutnya. Maka dari itu kecepatan dapat meningkat. Hal ini dibuktikan dari hasil analisis data yang menunjukkan rata-rata peningkatan latihan berbeban secara non linier lebih besar 1,3891 daripada hasil analisis data latihan berbeban dengan latihan linier. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan ada perbedaan latihan berbeban linier dan non linier terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008, dapat diterima kebenarannya.
2. Pengaruh Panjang Tungkai Tinggi dan Panjang Tungkai Rendah Terhadap Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan Berdasarkan pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa, ada perbedaan antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pencak silat pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008. Kelompok yang memiliki panjang tungkai rendah lebih baik sebesar 0,000025 dibanding kelompok yang memiliki panjang tungkai tinggi. Hal ini juga di karenakan bahwa tiap-tiap individu mempunyai fibril otot yang berbeda-beda
yang
mempengaruhi
pengaturan
cviii
sistem
koordinasi
untuk
menghasilkan kecepatan, selain itu juga kekuatan dan elastisitas otot masingmasing individu serta aktivitas lain diluar treatmen yang tidak bisa dikontrol sepenuhnya, sehingga mempengaruhi hasil penelitian.
3. Interaksi Antara Latihan Berbeban dan Panjang Tungkai Terhadap Peningkatan Kecepatan Tendangan Depan Berdasarkan pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa, tidak ada interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008. Dengan penghitungan secara matematis terjadi peningkatan, namun peningkatan tersebut sangat kecil sehingga sulit dilihat maupun dibuktikan dengan penghitungan statistik. Peningkatan juga dipengaruhi oleh waktu pelaksanaan treatmen atau perlakuan hanya selama 6 minggu latihan. Lamanya waktu ini ternyata belum menunjukkan peningkatan yang besar pada kecepatan tendangan khususnya tendangan depan, sehingga kecepatan hanya mengalami sedikit peningkatan.
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasannya yang lebih diungkapkan pada BAB IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Ada perbedaan pengaruh antara latihan berbeban linier dan non linier terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008. pengaruh peningkatan kecepatan tendangan depan yang ditimbulkan oleh latihan berbeban non linier lebih baik daripada latihan berbeban linier, dengan rata-rata peningkatannya adalah 1,39 dan 0,0009. 2. Ada perbedaan pengaruh antara panjang tungkai tinggi dan panjang tungkai rendah terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat putra
cix
PSHT cabang Solo tahun 2008. Pengaruh peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat yang memiliki panjang tungkai rendah lebih baik daripada pesilat yang memiliki panjang tungkai tinggi, rata-rata peningkatannya yaitu 0,000275 dan 0,00025. 3. Tidak adanya interaksi antara latihan berbeban dan panjang tungkai terhadap peningkatan kecepatan tendangan depan pada pesilat putra PSHT cabang Solo tahun 2008. Dari hasil analisis data menunjukkan bahwa Fhitung = 0,78125 dengan Ftabel = 4,08, maka ( Fhitung < Ftabel ).
B. Implikasi
Efektifitas dan efisiensi latihan tidak terlepas dari kondisi karakteristik setiap individu yang mengikuti proses latihan. Oleh karena itu, usaha meningkatkan kecepatan tendangan khususnya tendangan depan pencak silat perlu diterapkan latihan berbeban yang baik dan tepat. Latihan berbeban menyebabkan adaptasi sisitem
syaraf. Dengan
melaksanakan latihan ini kandungan mitokondria pada sinap bertambah. Dengan bertambah banyaknya mitokondria, jumlah asetil KoA yang berfungsi untuk sintesa asetil kolin juga bertambah dengan demikian aktivitas pada sinap meningkat, perambatan impuls syaraf menjadi semakin cepat, waktu reaksi akan menjadi semakin cepat, pada akhirnya kecepatannya akan menjadi lebih baik. Selain terjadi peningkatan aktivitas sinap juga terjadi peningkatan aktivitas pada motor unit. Peningkatan aktivitas motor unit menyebabkan semakin banyak serabut otot yang dapat dikerahkan untuk melakukan suatu tugas olahraga, sehingga semakin besar kemampuan kontraksinya. Disamping itu terjadi peningkatan sinkronisasi pada otot, karena otot penggerak utama, otot-otot yang sinergis semakin banyak yang diaktifkan dan otot-otot antagonis lebih dapat dihambat. Keuntungan lain yang diperoleh dengan melaksanakan latihan beban dengan peningkatan beban secara non linier adalah pada saan beban latihan
cx
diturunkan akan terjadi adaptasi yang lebih baik terhadap rangsangan yang baru. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara fisiologis adaptasi yang terjadi pada latihan ini lebih baik daripada adaptasi yang terjadi pada latihan beban dengan peningkatan secara linier. Sehingga dengan demikian latihan beban dengan peningkatan secara non linier lebih baik dalam meningkatkan kecepatan tendangan depan pada pencak silat. Untuk penghitungan kecepatan tendangan depan ini dapat digunakan bagi pelatih-pelatih dengan menggunakan Dartfish Prosuite. Untuk pemilihan atlet khususnya atlet pencak silat tidak hanya mempertimbangkan tinggi badan tetapi juga panjang tungkai.
C. Saran
Sehubungan dengan simpulan yang telah diambil dan implikasi yang ditimbulkan, maka dapat disarankan sebagai berikut : 1. Pemanfaatan
dartfish
untuk
analisa
gerak
dan
pengukuran
segera
disosialisasikan kepada para pelatih khususnya pelatih pencak silat. 2. Apabila memungkinkan program analisa dengan menggunakan Dartfish Prosuite untuk dapat diperbanyak. 3. Setiap pelatih harus menganalisa teknik atletnya, sehingga mengetahui kesalahan-kesalahan yang dilakukan dan memberikan terapi-terapi yang benar secara biomekanika. 4. Upaya meningkatkan kecepatan tendangan perlu diterapkan latihan berbeban yang tepat, sehingga akin diperoleh peningkatan kecepatan yang optimal dan dapat mendukung pencapaian prestasi yang optimal. 5. Perlu segera dibangun laboratorium biomekanika yang salah satu fungsinya untuk menganalisa teknik secara cermat dan tepat sehingga penampilan atau prestasi seorang atlet akan menjadi lebih baik. 6. Untuk meningkatkan kecepatan tendangan, pelatih dapat menerapkan latihan berbeban linier dan non linier. 7. Penelitian tidak hanya menganalisa teknik tendangan depan akan tetapi teknik tendangan yang lain.
cxi
DAFTAR PUSTAKA
A.Hamidsyah Noer. 1996. Ilmu Kepelatihan Lanjut. Surakarta: UNS Press. Arief Prihastomo. 1994. Pembinaan Kondisi Fisik Karate. Surakarta: CV.Aneka. Bompa.TO. 1990. Theory and Methodology of Training the Key to Athletik Performance. Dubugue. IOWA: Kendall/Hunt. Dangsina Moeloek & Ardjatmo Tjokronegoro. 1984. Kesehatan dan Olahraga. Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran. FKIP. 2007. Pedoman Penulisan Skripsi. Surakarta: UNS Press. Hadi Sutrisno. 1982. Statistik II. Yogyakarta: Andi Offset. Harsono. 1988. Coaching dan Aspek-aspek Psikologis dalam Coaching. Jakarta: Depdikbud. Dirjendikti. http://indonesia.silatcenter.com/html/serangan.html#TendanganLurusa
Johansyah Lubis. 2004. Pencak Silat Panduan Praktis. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Jonath U. Haag & Krempel. R. 1987. Atletik I. Jakarta: PT Rosda Jaya Putra. KONI Jateng. 1986. Paket Penelitian Pembibitan LitBang. Semarang: KONI Jawa Tengah. M. Furqon.H. 1996. Latihan Beban. Surakarta: UNS Press. M. Sajoto. 1995. Pembinaan Kondisi Fisik dalam Olahraga. Semarang: IKIP Semarang Press. Mulyono Biyakto Atmojo.1992. Tes dan Pengukuran dalam Olahraga. Surakarta: UNS Press. PB IPSI. 1993. Beladiri Pencak Silat. Jakarta. Bahan Penataran Nasional Tingkat Muda. Sumarno . 1992. Beladiri Pencak Silat. Jakarta : PT Gramedia. Nosseck Y. 1982. Teori Umum Latihan. Institut Nasional Olahraga Lagos. Pan Afrika Press LTD Lagos. O’ong Maryono. 1998. Pencak Silat Merentang Waktu. Yogyakarta: Galang Pres. Rusli Lutan dkk. 1992. Manusia dan Olahraga. Bandung : IKIP FPOK Bandung.
cxii
Sadoso Sumosardjuno. 1994. Pengetahuan Praktis Kesehatan dalam Olahraga. Jakarta: PT.Gramedia. Soekarman. 1986. Dasar-dasar Olahraga untuk Pembina, Pelatih, dan Atlet. Jakarta: Inti Indayu Press. Srihati Waryati & Agus Mukholid. 1992. Pencak Silat. Surakarta: UNS Press. ____________________________. 1996. Teori dan Praktek Beladiri II. Surakarta: UNS Press. Sudjana. 1994. Metode Statistika. Bandung. Tarsito. Sudjarwo. 1993. Ilmu Kepelatihan Dasar. Surakarta: UNS Press. Sugiyanto. 1996. Belajar Gerak I. Surakarta: UNS Press. Suharna.HP. 1993. Metodologi Pelatihan. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Thomas. R & Barney. R. Groves.1996. Latihan Beban. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Yusuf Hadisasmita & Aip Syarifuddin. 1996. Ilmu Kepelatihan Dasar. Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik. Dirjendikti.
cxiii