DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN JASA KULINER BAGI KAUM PEREMPUAN DI DESA WISATA BEJIHARJO, KARANGMOJO, GUNUNGKIDUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Suci Hari Mulyani NIM. 12102241037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MARET 2016
ii
iii
iv
MOTTO
Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim (H.R. Ibnu Majah) Keberuntungan adalah kerja keras bertemu dengan waktu yang tepat, (penulis).
v
PERSEMBAHAN
Salah satu dari keajaiban yang selalu Allah SWT berikan dalam hidup saya, sehingga karya ini dapat terselesaikan. Saya mempersembahkan karya ini untuk kedua orang tua saya, yaitu Bapak Usup dan Ibu Alifah yang telah membesarkan dengan curahan cinta dan kasih sayang. Karya ini juga dapat terselesaikan dengan doa yang terus mengalir serta dorongan semangat yang luar biasa dari mereka.
vi
DAMPAK PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN JASA KULINER BAGI KAUM PEREMPUAN DI DESA WISATA BEJIHARJO, KARANGMOJO, GUNUNGKIDUL
Oleh Suci Hari Mulyani NIM 12102241037 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Dampak pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner dilihat dari lima dimensi pelayanan jasa, yaitu: (1) dimensi kehandalan, (2) dimensi daya tanggap, (3) dimensi kepastian atau jaminan, (4) dimensi empati, dan (5) dimensi berwujud atau bukti langsung. Penelitian ini merupakan penelitian ex post facto dengan pendekatan kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah peserta pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner yang berjumlah 25 orang. Teknik pengumpulan data menggunakan angket, observasi, dan kajian dokumentasi. Analisis data menggunakan deskriptif kuantitatif dilanjutkan dengan memberikan angka berdasarkan pada standar mutlak. Analisis statistik non parametrik dengan uji beda wilcoxon untuk mengetahui signifikansi dampak pelatihan. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis deskriptif statistik untuk mengukur besarnya dampak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) besarnya nilai dampak 4.48, pelatihan berdampak positif terhadap meningkatnya kemampuan peserta pada dimensi kehandalan, (2) besarnya nilai dampak 7.00, pelatihan berdampak positif terhadap meningkatnya kemampuan peserta pada dimensi daya tanggap (3) besarnya nilai dampak 7.56, pelatihan berdampak positif terhadap meningkatnya kemampuan peserta pada dimensi kepastian atau jaminan, (4) besarnya nilai dampak 5.92, pelatihan berdampak positif terhadap meningkatknya kemampuan peserta pada dimensi empati, (5) besarnya nilai dampak 11.4, pelatihan berdampak positif terhadap meningkatnya kemampuan peserta pada dimensi berwujud atau bukti langsung. Secara keseluruhan besarnya dampak pelatihan 40.12, yang berarti bahwa pelatihan berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan pelayanan jasa kuliner peserta pelatihan, dan dampak yang paling menonjol terdapat pada dimensi berwujud atau bukti langsung dengan besarnya dampak 11.4. Kata kunci: dampak program, pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner, desa wisata.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis. Tuhan lah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjalani hidup sebagai mahasiswa dengan segala aktivitas akademik, organisasi dan lain sebagainya. Sampai pada akhirnya penulis dapatmemperoleh gelar Sarjana dengan menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar. Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa adanya bimbingan, bantuan, saran dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Rektor Universitas Negeri Yogyakarta beserta jajarannya yang telah memberikan kelancaran dalam perijinan penelitian ini.
2.
Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta beserta jajarannya yang telah memberikan kelancaran dalam perijinan penelitian ini
3.
Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kelancaran di dalam proses penelitian ini.
4.
Bapak Dr. Sujarwo, M.Pd. selaku dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan sejak pembuatan proposal sampai dengan penyelesaian skripsi ini.
5.
Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan sebagai bekal proses pembuatan skripsi ini.
6.
Ibu Triwinarsih beserta rombongan yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
viii
7.
Kedua orang tua saya, Bapak Usup dan Ibu Alifah yang senantiasa memberikan dukungan dan doa selama ini yang tidak ternilai harganya.
8.
Kakak pertama Purnomo, kakak kedua Nurhayati, dan kakak ketiga Yuliyanah beserta seluruh keluarga besar tercinta yang selalu memberikan semangat dan kebahagian.
9.
Teman-teman Prodi Pendidikan Luar Sekolah, khusunya SKB 12 yang telah memberikan pengalaman dan kenangan terindah.
10. Semua pihak yang telah membantu, orang-orang yang selalu menginsipirasi, yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu. Akhirnya dengan memohon ridhonya Tuhan Yang Maha Esa, semoga kebaikan dari seluruh pihak yang telah membantu penulis mendapatkan sebaik baiknya balasan dari-Nya, aamiin.
Yogyakarta, 9 Februari 2016 Penulis,
Suci Hari Mulyani NIM 12102241037
ix
DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL.....................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN.....................................................................
ii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN........................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................
iv
MOTTO.........................................................................................................
v
PERSEMBAHAN.........................................................................................
vi
ABSTRAK.....................................................................................................
vii
KATA PENGANTAR...................................................................................
viii
DAFTAR ISI..................................................................................................
x
DAFTAR TABEL.........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang....................................................................................
1
B. Identifikasi Masalah............................................................................
9
C. Pembatasan Masalah...........................................................................
9
D. Rumusan Masalah...............................................................................
10
E. Tujuan Penelitian................................................................................
10
F. Manfaat Penelitian…………………………………………………..
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA A Kajian tentang Dampak Program…..................................................
12
1. Pengertian Dampak Program ......................................................
12
B Kajian tentang Pelatihan....................................................................
15
1. Pengertian Program Pelatihan.....................................................
15
2. Tujuan dan Manfaat Pelatihan.....................................................
16
3. Komponen dan Prinsip Pelatihan................................................
18
4. Manajemen Program Pelatihan...................................................
20
x
C Kajian tentang Kualitas Layanan Jasa Kuliner................................
22
1. Dimensi Kehandalan..................................................................
24
2. Dimensi Daya Tanggap..............................................................
25
3. Dimensi Kepastian atau Jaminan...............................................
26
4. Dimensi Empati.........................................................................
27
5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung..................................
29
D Kajian tentang Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner…...........................................................................................
30
E Kajian tentang Desa Wisata..............................................................
33
1. Konsep Desa Wisata...................................................................
33
2. Karakteristik Desa Wisata..........................................................
34
F Penelitian yang Relevan....................................................................
35
G Kerangka Berpikir………………………………………………….
37
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian..............................................................................
40
B. Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................
41
C. Variabel Penelitian...........................................................................
41
D. Definisi Operasional Variabel Penelitian.........................................
42
E. Populasi Penelitian…………………...............................................
43
F. Teknik Pengumpulan Data...............................................................
44
G. Instrumen Penelitian........................................................................
46
H. Teknik Analisis Data........................................................................
49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi, Program, dan Responden....................................
51
1. Lokasi Penelitian.......................................................................
51
2. Deskripsi Program....................................................................
53
3. Identitas Responden.................................................................
58
B. Hasil Penelitian...............................................................................
60
1. Analisis Deskriptif Posttest Masing-masing Dimensi..............
61
2. Hasil Uji Beda..........................................................................
66
C. Pembahasan Hasil Penelitian..........................................................
77
xi
1. Dimensi Kehandalan.................................................................
77
2. Dimensi Daya Tanggap.............................................................
79
3. Dimensi Kepastian atau Jaminan.............................................
81
4. Dimensi Empati.........................................................................
82
5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung..................................
84
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan......................................................................................
89
B. Saran................................................................................................
91
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................
93
LAMPIRAN................................................................................................
96
xii
DAFTAR TABEL hal Tabel 1. Indikator Kualitas Layanan Jasa Kuliner.....................................
30
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Dampak Program Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner....................................................
48
Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Kelompok Tingkat Usia.............
58
Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Kelompok Tingkat Pendidikan....
59
xiii
DAFTAR GAMBAR hal Gambar 1. Kerangka Berpikir …..…………………………........................ Gambar 2. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Kehandalan........................... Gambar 3. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Daya Tanggap......................
39 67 69
Gambar 4. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Kepastian atau Jaminan........
71
Gambar 5. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Empati.................................
73
Gambar 6.Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung..................................................................................... Gambar 7. Kualitas Layanan Kuliner Seluruh Dimensi ................................
xiv
76 86
DAFTAR LAMPIRAN hal Lampiran 1. Instrumen Penelitian...................................................................
97
Lampiran 2. Catatan Lapangan.......................................................................
104
Lampiran 3. Data Penelitian...........................................................................
109
Lampiran 4. Hasil Olah Data Penelitian.........................................................
111
Lampiran 5. Surat Izin Penelitian...................................................................
117
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pemberdayaan perempuan merupakan salah satu dari garapan pendidikan nonformal yang didalamnya terdapat usaha-usaha pemberdayaan berupa penyuluhan, pelatihan ketrampilan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki kaum perempuan. Dalam UU No. 20 tahun 2003, pendidikan pemberdayaan perempuan adalah pendidikan untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan. Oleh karena itu pendidikan pemberdayaan perempuan juga merupakan salah satu usaha untuk mengatasi kesenjangan gender yang masih terdapat di kehidupan masyarakat. Program pemberdayaan dapat dilakukan dengan pemberian pengetahuan dan ketrampilan sehingga masyarakat dapat mengelola sumber daya yang tersedia di lingkungannya. Seperti misalnya jika disuatu tempat terdapat objek wisata, usaha pemberdayaan perempuan yang dapat dilakukan dapat dengan pemberian ketrampilan mengelola makanan untuk pelengkap wisata kuliner, pelatihan bahasa Inggris agar dapat berinteraksi dengan turis asing, dll. Pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul merupakan pelatihan yang termasuk dalam usaha pemberdayaan perempuan dengan memanfaatkan sumber daya yang terdapat di lingkungan sekitar. Hal ini dikarenakan kawasan Desa Bejiharjo telah menjadi salah satu Desa 1
Wisata yang populer di D.I Yogyakarta. Dari data kepariwisataan DIY tahun 2015, obyek wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah Pantai Baron, sedangkan desa wisata yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan adalah Bejiharjo dengan Goa Pindulnya. Desa Bejiharjo mempunyai dua belas Goa alam yang semuanya memiliki keunikan, salah satunya adalah Goa Pindul. Kekhasan Goa Pindul adalah cara menyusur goa yang lain dari wisata susur goa lainnya. Cara susur Goa Pindul sering disebut sebagai atraksi wisata cavetubing. Cavetubing adalah cara menyusuri goa dengan menggunakan ban dalam kendaraan besar kemudian pengunjung duduk di atas ban tersebut dan ditarik oleh pemandu wisata. Selain itu masih banyak objek wisata alam (nature tourism) di Bejiharjo diantaranya : susur Sungai Oyo, Goa Sie Oyot, Mata Air Suroh, dan Jembatan Alam Kedung Buntung. Selain wisata alam di desa ini juga terdapat objek wisata sejarah, budaya dan pendidikan. Objek wisata sejarah yaitu monumen Jendral Sudirman, objek wisata budaya berupa pagelaran Wayang Beber. Sedangkan wisata pendidikan dikemas dalam bentuk layanan homestay bagi para pengunjung yang mayoritas anak-anak sekolah baik dari dalam maupun luar kota. Data dari Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul menunjukkan pada tahun 2012, realisasi pendapatan daerah khususnya sektor pariwisata melebihi dari anggaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pada awal penyusunan APBD ditargetkan sebesar Rp2,3 miliar, tetapi pada pertengahan 2012 berdasarkan peningkatan jumlah pengunjung yang di luar 2
perkiraan, target kembali dinaikan menjadi Rp3,1 miliar. Ternyata di luar prediksi, realisasi retribusi tempat rekreasi dan olahraga Kabupaten Gunungkidul tahun 2012 mencapai 135 persen dari anggaran atau sebesar Rp4,5 miliar, meningkat drastis dibandingkan tahun 2010 yang mencapai Rp1,7 miliar. Pengembangan objek Wisata Goa Pindul yang terletak di Desa Bejiharjo dimulai pada bulan Juni 2010. Pengembangannya murni dari warga masyarakat sekitar. Dalam waktu singkat, objek wisata Goa Pindul mampu menjadi primadona wisata di Kabupaten Gunungkidul. Hal ini dikarenakan wisata cavetubing yang menjadi atraksi wisata andalan di Goa Pindul merupakan atraksi wisata yang baru ditawarkan di Indonesia. Kunjungan para wisatawan ke Desa ini cukup menggembirakan khususnya pada hari libur atau akhir pekan. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Goa Pindul pada musim liburan akhir tahun 2015 dan awal tahun 2016 mencapai 4.000 pengunjung per hari, jumlah ini meningkat sekitar 20-25 persen dibanding musim liburan tahun 2014 (www.krjogja.com, 14/01/2016). Kunjungan para wisatawan sudah pasti memberikan dampak positif dalam peningkatan ekonomi masyarakat sekitarnya. Hal ini ditandai dengan banyaknya pemuda yang sebelumnya tidak bekerja atau pengangguran ikut terlibat dalam kegiatan pemanduan wisata. Mereka banyak berprofesi menjadi pemandu wisata, pemandu outbound, jasa fotografer, sopir, dan bekerja di kantor darma wisata yang kurang lebih sebanyak 9 kelompok.
3
Obyek wisata di Bejiharjo tentunya memberikan peluang-peluang usaha baru dalam penyedian layanan jasa kuliner. Tingginya jumlah pengunjung terutama di hari libur dan akhir pekan dimana wisata kuliner baik makanan pokok, maupun makanan ringan atau cemilan menjadi faktor lain penarik yang membuat para pengunjung lebih optimal menghabiskan waktu berliburnya. Terkait hal ini, Desa Bejiharjo memiliki banyak produk kuliner yang perlu dioptimalkan. Sehingga potensi usaha kuliner yang tersedia belum mampu tereksplorasi dengan baik layaknya wisata alam Goa Pindul. Hal ini bisa jadi dikarenakan masih rendahnya keinginan dan kemampuan warga sekitar untuk mengembangkan potensi-potensi usaha kuliner di sekitar mereka. Apabila masyarakat dapat mengoptimalkan potensi alam yang ada dan didukung dengan SDM yang berkualitas tentunya dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan mereka. Potensi alam yang memiliki nilai ekonomi tinggi salah satunya adalah banyaknya tanaman ketela pohon di sekitar Bejiharjo. Data dari BPS Kabupaten Gunungkidul menyebutkan bahwa pada tahun 2013 produksi ketela pohon Desa Bejiharjo sebanyak 12154.44 ton, jumlah ini paling besar dibandingkan desa lainnya di Kecamatan Karangmojo. Akan tetapi sumber daya alam yang melimpah ini belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Ketela pohon kebanyakan hanya dimanfaatkan sebagai makanan ternak, atau dijual setelah dijemur. Melimpahnya ketela pohon belum diimbangi dengan kemampuan mengolah
4
produk-produk kuliner yang berbahahan dasar ketela pohon menjadi produk olahan yang bernilai ekonomi lebih tinggi. Potensi kuliner lainnya yang terdapat di daerah sekitar Bejiharjo yaitu adanya makanan khas warga masyarakat seperti nasi merah dan sayur lombok ijo. Kemampuan mengolah makanan khas ini kebanyakan diperoleh dari resep turun temurun yang dipelajari secara otodidak oleh warga setempat. Tidak adanya standar baku dalam resep, menyebabkan cita rasa makanan sering kali berubah-ubah atau tidak ajeg. Selain itu, penyajian makanan lokal tersebut dalam hal pengemasan dan penyajiannya juga masih kurang menarik wisatawan. Hal ini tentu disayangkan, karena dapat mengurangi minat wisatawan untuk dapat menikmati wisata kuliner di daerah objek wisata. Tingginya jumlah pengunjung objek wisata di Bejiharjo belum dapat dimanfaatkan dengan baik oleh kaum perempuan di lingkup Desa Bejiharjo dengan cara menyediakan berbagai olahan kuliner yang dapat dijual kepada wisatawan baik yang dikonsumsi langsung ataupun sebagai oleh-oleh. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hal ini yaitu kekurangmampuan kaum perempuan Desa Bejiharjo dalam memproduksi dan memasarkan produk kuliner. Kondisi ini didukung dengan belum tersedianya sentra-sentra produksi dan pemasaran produk kuliner yang dapat meningkatkan pendapatan warga masyarakat. (Sujarwo, dkk. 2014: 5) Layanan kuliner di objek wisata selama ini masih kurang memuaskan pengunjung. Hal ini berkaitan dengan kualitas pelayanan yang 5
diberikan kepada pelanggan. Produsen mayoritas masih belum mengetahui standar minimal dalam memberikan pelayanan jasa kuliner kepada pengunjung, sehingga masih terkesan kurang profesional. Selain itu, pelayanan juga termasuk dari segi tampilan makan, pengemasan, kebersihan tempat, keramahan pelayan, dll. Pelaku usaha kuliner juga masih minim pengetahuan mengenai penanganan keluhan pelanggan serta komunikasi yang efektif dengan pengunjung. Pelaku usaha kuliner sejatinya memiliki pengetahuan dan ketrampilan dasar dalam bidang pelayanan jasa kuliner. Seperti menurut Berry (Nasution, 2004: 57) menemukan bahwa ada lima penentu kualitas layanan jasa. Kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan nilai pentingnya menurut pelanggan, yaitu: 1. Kehandalan (reliability) kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat 2. Daya tanggap (responsiveness) kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat 3. Kepastian atau jaminan (assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. 4. Empati: kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan 5. Berwujud atau bukti langsung (tangibles) penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi komunikasi. Berdasarkan permasalahan di atas, pada tahun 2014 beberapa dosen jurusan Pendidikan Luar Sekolah Universitas Yogyakarta melakukan pelatihan untuk kaum perempuan di Bejiharjo. Hal ini didukung karena sudah seringnya terjadi kerjasama antar Jurusan PLS UNY dengan Desa Bejiharo, terkait juga dengan dua Labsite PLS UNY yang terdapat di Desa 6
ini.
Program pelatihan yang dilaksanakan yaitu berupa pelatihan
peningkatan kualitas layanan jasa kuliner. Penyelenggaraan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan program pendidikan non formal. Pelatihan ini ditujukan untuk kaum perempuan Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang mendukung pada warga masyarakat Bejiharjo. Tujuan kegiatan pelatihan adalah 1) membangun kesadaran mengenai layanan kuliner di obyek wisata yang higienis dan berkualitas; dan 2) memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang mendukung pada warga masyarakat di Bejiharjo (Sujarwo, dkk., 2014: 11). Sasaran dari kegiatan ini adalah ibu-ibu pelaku/penyedia jasa kuliner di Desa Wisata Bejiharjo, khususnya kaum perempuan yang berada di Dusun Gelaran, Karangmojo dan terkoordinasi dengan kegiatan pariwisata Wira Wisata. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perubahan perilaku dari para perempuan sebagai kelompok sasaran. Perubahan perilaku yang terjadi adalah: a) Anggota kelompok sasaran memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam usaha wirausahanya di bidang kuliner; b) Para anggota kelompok sasaran termotivasi untuk mengembangkan usaha yang 7
lebih jauh; c) Para anggota kelompok sasaran masih menyadari akan kebutuhan untuk meningkatkan ketrampilan di bidang kuliner di masa yang akan datang. Akan tetapi pada penyelenggaraannya sendiri pelatihan ini masih menemui beberapa kendala, seperti kesibukan yang dimiliki oleh beberapa anggota kelompok sasaran sehingga menyebabkan kurang optimalnya pembelajaran. selain itu, peralatan praktik yang digunakan kurang mencukupi yang menyebabkan tidak semua warga belajar mendapatkan pengalaman belajar secara keseluruhan. Selain masih ditemukannya beberapa faktor penghambat dalam pelatihan, sumber lain menyebutkan permasalahan yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan yang kerap muncul di Desa Bejiharjo. Dikutip dari jurnal yang disusun oleh Sujarwo & Lutfi Wibawa (2013:166-177), menyatakan bahwa: “Keterampilan yang pernah diperoleh meliputi: keterampilan memasak, keterampilan membuat kripik singkong, selai pisang, dan emping mlinjo. Keterampilan yang diperoleh belum dipraktikkan secara optimal untuk meningkatkan pendapatan. Sebagian besar mereka tidak mau menerapkan ketrampilan sebagai bekal untuk meningkatkan pendapatan keluarga, bahkan lambat laun keterampilan tersebut telah dilupakan.” Penelitian ini didasarkan dari pelatihan yang dilakukan oleh Sujarwo, dkk untuk mengevaluasi dampak pelatihan secara eksplisit setelah 2 tahun. Dampak dari pelatihan ini dilihat dari dimensi kehandalan, daya tanggap, kepastian atau jaminan, empati dan berwujud atau bukti langsung. Dengan demikian, dapat diketahui manfaat program pelatihan tersebut khususnya bagi kaum perempuan yang menjadi kelompok sasaran. 8
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut: 1. Kekurangmampuan kaum perempuan Desa Bejiharjo untuk memproduksi dan memasarkan produk kuliner di daerah objek wisata. 2. Penyelenggaraan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner masih mengalami berbagai kendala yaitu faktor kesibukan dari beberapa anggota kelompok sasaran dan juga peralatan praktik yang digunakan dalam pembelajaran kurang mencukupi. 3. Belum ditemukan informasi yang kuat mengenai dampak program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunung Kidul. 4. Kualitas layanan jasa selama ini masih belum memenuhi kriteria minimal pelayanan jasa yang baik dan benar. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang diperoleh, masalah dalam penelitian ini dibatasi pada dampak program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul. Pengkajian dampak pelatihan pada peningkatan layanan jasa kuliner dilihat dari lima indikator dimensi pelayanan jasa menurut Berry (dalam Nasution, 2004: 57). Lima dimensi tersebut yaitu: 1) dimensi 9
kehandalan; 2) dimensi daya tanggap; 3) dimensi kepastian atau jaminan; 4) dimensi empati; 5) dimensi berwujud atau bukti langsung. Penelitian ini berjudul “Dampak Pelaksanaan Program Pelatihan Terhadap Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner bagi Kaum Perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul”. Peneliti berharap dengan adanya pembatasan masalah tersebut, peneliti dapat menyusun sebuah penelitian yang sesuai dengan tujuan yang direncanakan. D. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah yang ada, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu seberapa besar dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul dilihat dari masingmasing dimensi? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur seberapa besar dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul dilihat dari masing-masing dimensi pelayanan. F. Manfaat Penelitian 1. Segi Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk perkembangan keilmuan pendidikan nonformal khususnya dalam pengelolaan program pendidikan nonformal. Selain itu, hasil penelitian ini dapat memberikan 10
referensi dan kajian tentang pembinaan pendidikan luar sekolah khususnya dampak pasca program pelatihan. 2. Segi Praktis a. Bagi
penyelenggara,
kegiatan
program
pelatihan
terhadap
peningkatan kualitas layanan jasa kuliner, penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan informasi yang berarti dalam upaya memperbaiki layanan belajar terhadap peserta pelatihan. Diharapkan pula dapat memberikan sumbangan positif bagi tercapainya hasil yang diinginkan dalam program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner. Dapat juga dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menindaklanjuti program program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner b. Bagi pemerhati pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan dalam merancang program pelatihanpelatihan lain terutama yang berkaitan dengan peningkatan layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan. c. Bagi peneliti, Peneliti berharap dapat meningkatkan pengetahuan mengenai
pelaksanaan
pembelajaran
pendidikan
nonformal,
khususnya dalam pelaksanaan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan. Selain itu, untuk mengetahui gambaran dampak dari program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam merencanakan program pelatihan di masyarakat. 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian tentang Dampak Program 1. Pengertian Dampak Program Dampak merupakan suatu akibat yang ditimbulkan oleh perilaku atau tindakan dari atau ditujukan bagi individu maupun kelompok. Menurut KBBI (2005: 234), kata dampak diartikan sebagai “mengenai benturan, pengaruh kuat yang mendatangkan akibat (baik negatif maupun positif). Marta (2015: 26) berpendapat bahwa dampak merupakan akibat yang ditimbulkan oleh suatu tindakan, perilaku, atau aktivitas baik akibat negatif maupun positif.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan dari sebuah tindakan yang dapat berupa pengaruh positif atau negatif. Menurut Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin (2008:3-4), ada dua pengertian untuk istilah “program”, yaitu pengertian secara khusus dan umum. Menurut pengertian secara umum “program” dapat diartikan sebagai “rencana”. Program diartikan sebagai suatu kegiatan yang terencana secara seksama. Farida Yusuf Tayibnapis dalam Eko (2013:8), menyatakan bahwa program sebagai sesuatu yang dicoba lakukan seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Program juga dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan dengan seksama dan pelaksanaanya berlangsung secara
12
berkesinambungan. Menurut Eko (2013:8), terdapat 4 unsur pokok untuk dapat dikategorikan sebagai program, yaitu: a. Kegiatan yang direncanakan atau dirancang dengan seksama. Bukan asal rancangan, tetapi rancangan kegiatan yang disusun dengan pemikiran yang cerdas dan cermat. b. Kegiatan tersebut berlangsung secara berkelanjutan dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain. Dengan kata lain ada keterkaitan antar kegiatan sebelum dengan kegiatan sesudahnya. c. Kegiatan tersebut berlangsung dalam sebuah organisasi, baik organisasi formal maupun organisasi nonformal bukan kegiatan individual. d. Kegiatan tersebut dalam implementasi atau pelaksanaanya melibatkan banyak orang, bukan kegiatan yang dilakukan oleh perorangan tanpa ada kaitannya dengan kegiatan orang lain. Berdasarkan beberapa pengertian program di atas, dapat diketahui bahwa program merupakan suatu kegiatan atau rencana yang direncanakan secara seksama. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dampak program merupakan suatu akibat baik akibat positif maupun negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan atau rencana yang direncanakan secara seksama. Dampak yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dampak positif dari program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Suatu program yang telah dilaksanakan akan memberikan pengaruh dan dampak yang beragam bagi seseorang maupun kelompok, khususnya program-program yang dilaksanakan di lingkungan masyarakat menjadi target utama dalam menentukan keberlanjutan program kedepannya. Hal ini berkaitan dengan kebutuhan masyarakat yang semakin hari semakin beragam serta kepercayaan yang telah diberikan masyarakat kepada 13
penyelenggara mampu memberikan perubahan bagi masyarakat. hasil dari suatu program itu berjalan dengan baik ataupun tidak tergantung bagaimana penilaian masyarakat itu sendiri Pengukuran keberhasilan dari suatu program dapat dilakukan dengan melihat dari adanya indikator keberhasilan, salah satunya indikator keberhasilan program yang ada di masyarakat adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk meningkatkan bersemangat
pendapatan. dalam
Artinya
bahwa
masyarakat
meningkatkan kemandirian kelompok
semakin usaha
produktif, makin kuatnya permodalan kelompok, makin luasnya interaksi kelompok dengan kelompok lain di masyarakat, sehingga mampu meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya. Mustofa Kamil (2010: 65) memaparkan indikator yang digunakan untuk mengetahui dampak pelatihan antara lain: a. b. c. d. e. f.
Perubahan perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, Peningkatan kerja, Kecepatan dan ketepatan melaksanakan tugas, Efektif dan efisien pemakaian alat/bahan, Peningkatan kualitas kerja, Berkurangnya permasalahan yang ditimbulkan dalam melaksanakan tugas, dan g. Meningkatnya kualitas kerja. Pengaruh atau outcome berupa dampak yang dialami masyarakat sebagai peserta pelatihan setelah memperoleh masukan lain. Pengaruh atau outcome ini dapat berupa penghargaan pada peserta pelatihan oleh orang
14
lain di tempat kerja, pendapatan, penampilan diri, dan penghargaan masyarakat. B. Kajian tentang Pelatihan 1. Pengertian Program Pelatihan Mustofa Kamil (2010: 10) berpendapat bahwa pelatihan merupakan proses yang disengaja atau direncanakan, bukan kegiatan yang bersifat kebetulan atau spontan. Pelatihan merupakan proses yang terdiri dari serangkaian kegiatan yang sistematis dan terencana yang terarah pada suatu tujuan. Selain itu pelatihan merupakan bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar yang dilaksanakan di luar sistem sekolah, memerlukan waktu yang relatif singkat, dan lebih menekankan pada praktik. Oemar Hamalik (2005: 10) mengemukakan bahwa: “secara operasional pelatihan adalah suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan (upaya) yang dilaksanakan dengan sengaja dalam bentuk pemberian bantuan kepada tenaga kerja yang dilakukan oleh tenaga profesional kepelatihan dalam satuan waktu yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu guna meningkatkan efektivitas dan produktivitas dalam suatu organisasi.” Anwar (2006: 169) menegaskan bahwa pelatihan adalah usaha berencana yang diselenggarakan supaya dicapai penguasaan keterampilan, pengetahuan dan sikap yang relevan dengan kebutuhan peserta pelatihan. Umumnya pelatihan dilakukan untuk pendidikan jangka pendek dengan prosedur yang sistematis dan terorganisir untuk tujuan tertentu.
15
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah proses yang terencana yang diselenggarakan untuk pencapain suatu tujuan tertentu dengan jangka waktu yang relatif singkat. Dalam pelatihan terjadi proses belajar mengajar sehingga diupayakan yang tadinya peserta pelatihan tidak tahu menjadi tahu, dan mulanya tidak terampil setelah pelatihan menjadi terampil. Pelatihan juga bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan perilaku orang dibidang pengetahuan keterampilan dan sikap yang dilaksanakan diluar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori. 2. Tujuan dan Manfaat Pelatihan Pelatihan memiliki tujuan tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan saja melainkan juga mengembangkan bakat. Menurut Marzuki dalam Mustofa Kamil (2010:11) ada tiga tujuan yang harus dicapai dengan pelatihan yaitu: a. Memenuhi kebutuhan organisasi b. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan dengan standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dari dalam keadaan yang normal serta aman. c. Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tugas Oemar Hamalik (2005: 14) mengemukakan tujuan pelatihan bersumber pada kualitas manusia seperti yang diharapkan antara lain terdiri dari aspek-aspek sebagai berikut: a. Peningkatan semangat kerja b. Pembinaan budi pekerti c. Peningkatan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 16
d. e. f. g. h. i.
Meningkatkan taraf hidup Meningkatkan kecerdasan Meningkatkan keterampilan Meningkatkan drajat kesehatan dan kesejahteraan Menciptakan lapangan kerja Meratakan pembangunan dan pendapatan Manfaat pelatihan menurut Richard B. Johnson dalam Marzuki
(2012: 176) merumuskan manfaat pelatihan sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. h. i.
j.
Menambah produktivitas Memperbaiki kualitas kerja dan menaikkan semangat kera Mengembangkan ketrampilan, pengetahuan dan sikap-sikap baru Dapat memperbaiki cara penggunaan yang tepat alat-alat, mesin, proses, metode dan lain-lain Mengurangi pemborosan, kecelakaan, keterlambatan, kelalaian, biaya berlebihan dan ongkos-ongkos yang tidak diperlukan Melaksanakan perubahan atau pembaruan kebijakan atau aturanaturan baru Memerangi kejenuhan atau keterlambatan dalam skill teknologi, metode produksi, pemasaran, modal dan manajemen, dll. Meningkatkan pengetahuan agar sesuai dengan standar performan sesuai dengan pekerjaannya Mengembangkan, menempatkan, dan menyiapkan orang untuk maju, memperbaiki pendayagunaan tenaga kerja dan meneruskan kepemimpinan (menjamin kelangsungan kepemimpinan) Menjamin ketahanan dan pertumbuhan perusahaan Pendapat lain dikemukakan oleh Gouzali Saydam (2006:71), suatu
pelatihan dapat membantu cara pembelajaran yang lebih efektif dan dapat lebih mendorong serta memperluas motivasi serta wawasan para peserta dalam melakukan tugas sekarang dan masa yang akan datang. Menurut beliau pelatihan memiliki manfaat diantaranya : a. Menambah pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan dalam tugas b. Meningkatkan percaya diri dan menghilangkan rasa rendah diri c. Memperlancar pelaksanaan tugas d. Menambah motivasi kerja untuk pelaksanaan tugas e. Menumbuhkan sikap positif f. Menimbulkan semangat dan kegairahan kerja 17
g. h. i. j.
Mempertinggi rasa kepeduliaan Meningkatkan rasa saling menghargai Mendorong karyawan untuk menghasilkan yang terbaik Mendorong karyawan untuk memberikan pelayanan yang terbaik Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan pelatihan
memiliki beberapa manfaat dan tujuan yaitu menambah pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan para peserta pelatihan agar mampu melaksanakan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan ilmu yang disampaikan dalam pelatihan. 3. Komponen dan Prinsip Pelatihan Komponen pelatihan adalah beberapa hal yang terdapat dalam sebuah pelatihan. Komponen pelatihan yang lengkap dan berkualitas akan menghasilkan output
yang berkualitas pula. Komponen-komponen
pelatihan sebagaimana dijelaskan oleh Djuju Sudjana (2001: 277), adalah sebagai berikut: a. Komponen masukan saran Meliputi keseluruhan sumber dan fasilitas yang termasuk dalamnya adalah tujuan, program, kurikulum, pendidikan, atau pelatih, tenaga kependidikan lainnya, tenaga pengelola program, sarana belajar, media, fasilitas serta biaya. b. Masukan mentah Masukan mentah didalamnya termasuk, peserta didik pelatihan dengan karakteristik yang dimiliki, termasuk ciri-ciri yang berhubungan dengan faktor internal dan faktor eksternal. c. Masukan lingkungan Masukan lingkungan adalah faktor lingkungan yang menunjang berjalannya program pelatihan yang meliputi lingkungan keluarga, sosial serta lingkungan alam. d. Proses Dalam pelatihan pada prinsipnya ada kegiatan proses pembelajaran baik teori maupun praktek, bertujuan meningkatkan dan mengembangkan kompetensi atau kemampuan akademik, sosial dan pribadi dibidang pengetahuan, ketrampilan dan sikap, 18
serta bermanfaat bagi peserta pelatihan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. e. Hasil Keluaran atau hasil yaitu kuantitas lulusan yang disertai kualitas perubahan sikap atau tingkah laku. f. Masukan lain Masukan ini meliputi dana atau modal, lapangan kerja, informasi, alat dan fasilitas, pemasaran, paguyuban peserta didik, latihan lanjutan dan bantuan eksternal. Komponen penyelenggaraan pelatihan lain dikemukakan oleh Mustofa Kamil (2010:14) yaitu : 1) Sumber Daya Manusia (SDM) a) Penyelenggara pelatihan b) Tenaga pengajar / fasilitator / widyaiswara c) Peserta pelatihan 2) Kurikulum 3) Metode pembelajaran 4) Waktu pelaksanaan 5) Pelaksanaan praktek kerja lapangan / orientasi lapangan Selain komponen, pelatihan juga memiliki prinsip-prinsip yang dapat dijadikan panduan ketika hendak membuat program pelatihan. prinsip pelatihan digunakan sebagai dasar yang harus diperhatikan ketika hendak merancang program pelatihan. Pada dasarnya menurut Sudjana (2001) prinsip pelatihan yaitu : 1) Berdasarkan kebutuhan belajar ( learning need based) 2) Berorientasi pada tujuan kegiatan belajar (learning goals and objectives oriented) 3) Berpusat pada peserta ( participant centered) 4) Belajar berdasar pengalaman ( experiential learning) Oemar Hamalik (2005: 31) berpendapat bahwa prinsip-prinsip pelatihan adalah sebaga berikut: 1) Latihan hanya dilakukan dengan maksud untuk menguasai bahan pelajaran tertentu, melatih ketrampilan dan penguasaan simbolsimbol rumus. 19
2) Para peserta menyadari bahwa latihan itu bermakna bagi kehidupannya. 3) Latihan harus dilakukan terhadap hal-hal yang telah diperoleh pesertanya, misalnya: fakta-fakta hafalan dan ketrampilan yang baru dipelajari. 4) Latihan berfungsi sebagai diagnosis melalui reproduksi usaha membaca berkali-kali, mengadakan koreksi atas kesalahankesalahan yang timbul. 5) Latihan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: mula-mula latihan untuk mendapat ketepatan, selanjutnya antara keduanya dicari keseimbangan. 6) Latihan dibagi-bagi menjadi sejumlah kurun waktu latihan yang singkat, misalnya: latihan untuk penguasaan, latihan merecall hasil belajar. 7) Kegiatan latihan harus hidup, menarik dan menyenangkan. 8) Latihan jangan dianggap sebagai upaya sambilan untuk dilakukan seenaknya secara insidental. 9) Latihan dapat mencapai kemajuan berkat ketekunan dan kedisiplinan yang tinggi. 10) Latihan yang dilaksanakan lebih berhasil, bila unsur emosi sedapat mungkin dikurangi. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komponen pelatihan memiliki tujuan untuk proses pembelajaran agar berjalan secara efektif. Komponen pelatihan merupakan hal pokok yang harus ada dalam penyelenggaraan pelatihan. Sedangkan dari prinsip-prinsip pelatihan yang telah diuraikan nampak bahwa keterlibatan peserta sangat dibutuhkan, dalam pelatihan pelatih lebih berperan sebagai sumber belajar yang memfasilitasi peserta untuk mencapai tujuan pelatihan. 4. Manajemen Program Pelatihan Manajemen program pelatihan seperti layaknya manajeman sebuah program, digunakan agar program yang dibuat dapat berlangsung efektif dan efisien. Menurut Sudjana dalam Mustofa Kamil (2010: 17-19),
20
mengembangkan sepuluh langkah pengelolaan program pelatihan sebagai berikut: a. Rekruitmen peserta pelatihan. b. Identifikasi kebutuhan belajar, sumber belajar, dan kemungkinan hambatan. c. Menentukan dan merumuskan tujuan. d. Menyusun alat evaluasi dan evaluasi akhir. e. Menyusun urutan kegiatan pelatih. f. Pelaksanaan pelatihan. g. Melaksanakan evaluasi bagi peserta. h. Mengimplementasikan pelatihan. i. Evaluasi akhir. j. Evaluasi program pelatihan. Pada dasarnya, manajemen program pelatihan sama dengan fungsi manajemen umum pada biasanya. Dalam manajemen pelatihan ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Tahap perencanaan meliputi rekrutmen peserta, identifikasi kebutuhan belajar, menentukan tujuan pelatihan, menyusun alat evaluasi, menyusun tahapan pelaksanaan pelatihan, pelatihan untuk pelatih, dan selanjutnya melaksanakan evaluasi (pretest) bagi peserta. Tahapan pelaksanaan atau tahap inti yaitu melaksanakan proses pembelajaran antara sumber belajar dengan warga belajar. Tahap terakhir yaitu tahap evaluasi, evaluasi dilaksanakan untuk peserta dan evaluasi untuk program pelatihan. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui pengambilan langkah atau tindakan selanjutnya yang harus dilakukan oleh penyelenggara berdasar hasil evaluasi. Pelatihan yang baik adalah pelatihan aktif yang ditandai dengan aktivitas, variasi, dan partisipasi dari para peserta. 21
C. Kajian tentang Kualitas Layanan Jasa Kuliner Goeth dan Darvis dalam Tjiptono (2000: 51), berpendapat bahwa kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Menurut Sunyoto (2013:45), kualitas merupakan suatu ukuran untuk menilai bahwa suatu barang atau jasa dianggap telah memiliki nilai guna seperti yang dikehendaki atau dengan kata lain suatu barang atau jasa dianggap telah memiliki kualitas apabila berfungsi atau mempunyai nilai guna seperti yang diinginkan. Sedangkan pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik yang menyediakan kepuasan pelanggan. Pelayanan adalah produk yang bersifat abstrak lebih berupa tindakan atau pengalaman yang tidak dapat disimpan dan digunakan untuk waktu mendatang Gronroos dalam Ratminto & Atik (2008: 2) , pelayanan dapat diartikan sebagai berikut: “Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan”. Jadi, pelayanan adalah hubungan timbal balik antara produsen terhadap konsumen yang tidak berwujud secara fisik tetapi lebih berupa 22
sebuah tindakan untuk memenuhi kebutuhan dalam bentuk suatu kepuasan. Menurut Zeithaml et.al dalam Jyotsna Hirmukhe (2012:2) they defined service quality as the degree and direction of discrepancy between consumer‟s service perception of the service experience and their expectations before the experience. Kualitas pelayanan sebagai bentuk pelayanan yang konsumen persepsikan dan pelayanan yang didapatkan serta ekspektasi konsumen sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntut pelanggan. Pelanggan memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud
dan
apa
yang
dianggap
penting.
Setiap
pelanggan
mempertimbangkan suatu kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan menjadi standar kinerja bagi perusahaan jasa dan merupakan faktor terpenting bagi kepuasan konsumen/pelanggan. Parasuraman et.al dalam Jordy Fortuny (2005: 135) berpendapat mengenai dimensi kualitas layanan jasa sebagai berikut: “In his emergent investigations, Parasuraman el al.'s research revealed 10 dimensions transcending different types of services that customers use forming expectations about and perceptions of services received: Reliability, Responsiveness, Competence, Access, Courtesy, Communication, Credibility, Security, Understanding/knowing the customer and Tangibles. But, In their 1988 work, these components were collapsed into five dimensions: Reliability, Assurance, Tangibles, Empathy and Responsiveness (RATER dimensions). “
23
Dari penyederhanaan 10 dimensi oleh Parasuraman, dkk menjadi 5 dimensi yang sekarang lebih sering digunakan dalam mengukur kualitas pelayanan (servqual). Kelima dimensi tersebut menurut Parasuraman adalah: Kehandalan (reliability), kepastian atau jaminan (assurance), berwujud atau bukti langsung (tangibles), empati (empathy), dan daya tanggap (responsiveness). Kualitas pelayanan jasa kuliner berguna untuk meningkatkan daya jual produk dan menarik hati konsumen dalam industri kuliner. Menurut Berry dalam Nasution (2004: 57) menemukan bahwa ada lima penentu kualitas layanan jasa. Kelimanya disajikan secara berurut berdasarkan nilai pentingnya menurut pelanggan, yaitu: 1. Kehandalan (reliability) kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat 2. Daya tanggap (responsiveness) kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat 3. Kepastian atau jaminan (assurance) pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan. 4. Empati: kesediaan untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan 5. Berwujud atau bukti langsung (tangibles) penampilan fasilitas fisik, peralatan, personil, dan materi komunikasi Kelima dimensi tersebut kemudian dijabarkan sebagai berikut: 1. Dimensi Kehandalan Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 11) menyebutkan definisi dari dimensi kehandalan dalam kualitas pelayanan sebagai berikut: “Reliability is defined as “the ability to perform the promised service dependably and accurately” or “delivering on its promises”. 24
This dimension is critical as all customers want to deal with firms that keep their promises and this is generally implicitly communicated to the firm’s customers. For the food & beverage industry, reliability can be interpreted to mean fresh food delivered at the correct temperature and accurately the first time.” Dimensi kehandalan adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Kehandalan juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Kehandalan mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya. Dalam industri kuliner, kemampuan melayani pelanggan dengan segera, akurat dan memuaskan mencerminkan dimensi kehandalan yang dimiliki penjual. Dimensi ini cukup penting, karena semua pelanggan ingin berurusan dengan produsen yang dapat memenuhi janjinya. Untuk industri makanan & minuman, kehandalan dapat ditafsirkan makanan segar disampaikan pada suhu yang benar dan akurat pertama kalinya. 2. Dimensi Daya Tanggap Dimensi daya tanggap yaitu kemauan atau persiapan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. Daya tanggap juga dapat diartikan sebagai kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Selain itu daya tanggap juga dimaksudkan sebagai keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Sementara itu, Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 12) mendefinisikan dimensi daya tanggap sebagai berikut: 25
“Responsiveness “is the willingness to help customers and provideprompt service”. This dimension is concerned with dealing with the customer’s requests, questions and complaints promptly and attentively. A firm is known to be responsive when it communicates to its customers how long it would take to get answers or have their problems dealt with. To be successful, companies need to look at responsiveness from the view point of the customer rather than the company’s perspective. “ Daya tanggap adalah kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat. Dimensi ini berkaitan dengan berurusan dengan pelanggan permintaan, pertanyaan dan keluhan segera dan penuh perhatian. Seorang pelayan diketahui responsif ketika berkomunikasi kepada pelanggan berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk
mendapatkan jawaban atau telah masalah mereka ditangani. Dalam industri kuliner daya tanggap penting untuk membangun kenyamanan pelanggan kepada usaha yang dimiliki. 3. Dimensi Kepastian atau Jaminan Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 10) “assurance is defined as “the employees’ knowledge and courtesy and the service provider’s ability to inspire trust and confidence”. The trust and confidence may be represented in the personnel who links the customer to the organization.” Jaminan didefinisikan sebagai "pengetahuan dan kesopanan
karyawan
dan
kemampuan
penyedia
layanan
untuk
menginspirasi kepercayaan dan keyakinan”. Kepercayaan dan keyakinan dapat diwakili dari personil yang menghubungkan pelanggan untuk perusahaan.
26
Dimensi kepastian atau jaminan mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan. Menurut Zeithmal et.al dalam Nasution (2004: 123) dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi: a. Kompetensi (competence), artinya ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan. b. Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan. c. Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya. 4. Dimensi Empati Dimensi empati merupakan sifat yang tertanam pada setiap individu guna untuk melayani pelanggan secara baik. Empati yaitu kesediaan untuk peduli, memberikan perhatian pribadi bagi pelanggan. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Menurut Zeithmal et.al dalam Nasution (2004: 124) dimensi ini merupakan penggabungan dari dimensi: a. Akses (accessibility), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa atau pelayanan yang ditawarkan perusahaan. b. Komunikasi (communication), merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan.
27
c. Pemahaman pada pelanggan (customer understanding), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan. Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 11) “empathy is defined as the “caring, individualized attention the firm provides its customer. The customer is treated as if he is unique and special. There are several ways that empathy can be provided: knowing the customer’s name, his preferences and his needs.” Dengan dimensi empati, produsen harus mampu memperlakukan pelanggan seolah-olah ia adalah unik dan khusus. Ada beberapa cara yang empati dapat disediakan: mengetahui nama pelanggan, nya preferensi dan kebutuhannya. Banyak perusahaan kecil menggunakan kemampuan ini untuk menyediakan layanan yang disesuaikan sebagai keunggulan kompetitif atas perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Dalam konteks restoran atau warung makan, empati mungkin penting untuk memastikan loyalitas pelanggan sebagai pelayan harus tahu bagaimana pelanggan suka atau makanannya disiapkan. Di sisi lain, beberapa pelanggan mungkin hanya ingin dibiarkan sendiri untuk menikmati makanan mereka dan mungkin tidak ingin seseorang memberi mereka terlalu banyak perhatian. Empati di konteks santapan dapat ditunjukkan melalui menunjukkan kepedulian pada saat memenuhi keinginan khusus pelanggan misalnya, menyediakan makanan vegetarian.
28
5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Dimensi berwujud atau bukti langsung yakni hal-hal yang berwujud serta dapat dirasakan langsung keberadaannya oleh pelanggan. Berwujud dan bukti langsung mencakup penampilan fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, personil, dan materi komunikasi. Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 12) mendefinisikan dimensi berwujud sebagai berikut: “This dimension, which is defined as the physical appearance of facilities, equipment, staff, and written materials. It translates to the restaurant’s interiors, the appearance and condition of the cutlery, tableware, and uniform of the staff, the appearance and design of the menu, restaurant signage and advertisements.” Dimensi ini, yang didefinisikan sebagai penampilan fisik fasilitas, peralatan, staf, dan bahan-bahan tertulis. Dimensi berwujud atau bukti langsung, berkaitan dengan hal-hal yang tampak nyata di mata pelanggan dan juga dapat langsung dirasakan kehadirannya. Dalam layanan kuliner hal ini dapat dimaksudkan seperti interior restoran , penampilan dan kondisi alat makan, peralatan makan, dan seragam staf, penampilan dan desain menu, reputasi restoran dan iklan. Dari kelima dimensi di atas, dapat dirincikan indikator kualitas layanan jasa kuliner sebagai berikut:
29
Tabel 1. Indikator Kualitas Layanan Jasa Kuliner No.
Dimensi
1. Dimensi kehandalan
Indikator 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.
Ketepatan pelayanan makanan Kecepatan pelayanan Ekspresi ketika melayani pelanggan 2. Dimensi daya tanggap Kesediaan membantu pelanggan Cepat menangani keluhan pelanggan Cepat dalam menyelesaikan masalah Cepat dalam menyelesaikan pesanan pelanggan 5. Membersihkan tempat setelah pelanggan selesai makan 3. Dimensi kepastian 1. Pengetahuan karyawan atau jaminan 2. Kesopanan karyawan 3. Keterampilan karyawan 4. Jaminan higienitas makanan 4. Dimensi empati 1. Kemudahan komunikasi dengan pelanggan 2. Berusaha mengerti keinginan pelanggan 3. Keramahan karyawan 4. Kesigapan menghampiri pelanggan 5. Kesabaran karyawan 5. Dimensi berwujud 1. Kerapian tempat usaha atau bukti langsung 2. Kebersihan tempat 3. Ketersediaan kotak sampah 4. Ketersediaan tempat cuci tangan 5. Kebersihan peralatan makanan dan peralatan memasak 6. Penampilan karyawan D. Kajian tentang Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, maka penting bagi produsen penyedia layanan kuliner untuk memiliki kelima dimensi kualitas layanan jasa tersebut dalam melayani kepada pelanggan. Jika kualitas layanan jasa kulinernya baik tentu akan memuaskan hati pelanggan, sehingga berdampak pada pendapatan dan citra baik produsen. Di Desa Wisata Bejiharjo sendiri sudah mulai bermunculan 30
penggiat usaha kuliner di sekitar objek wisata. Namun demikian, masih perlu
sekiranya
memberikan
edukasi
kepada
mereka
untuk
meningkatkan kualitas layanan jasa kulinernya. Peningkatan kualitas layanan dapat dimulai dengan dimilikinya keterampilan mengolah beragam masakan, sikap yang baik dalam melayani, dan juga melengkapi sarana fisik di tempat usaha. Penyelenggaraan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan program pendidikan nonformal. Program ini merupakan bagian dari pendidikan pemberdayaan perempuan yang diberikan dalam bentuk pelatihan untuk perempuan. Pelatihan ini diprakarsai oleh tim dosen Pendidikan Luar Sekolah dalam rangka Program Pengabdian Masyarakat yang diketuai oleh Dr. Sujarwo, M.Pd. Pelatihan ini ditujukan untuk kaum perempuan Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul dengan harapan dapat meningkatkan kesadaran serta memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang mendukung pada warga masyarakat Bejiharjo. Sujarwo, dkk (2014: 11) dalam laporan PPM reguler 2014 mengemukakan tujuan kegiatan pelatihan adalah 1) membangun kesadaran mengenai layanan kuliner di obyek wisata yang higienis dan berkualitas; dan 2) memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang 31
mendukung pada warga masyarakat di Bejiharjo. Sasaran dari kegiatan ini adalah ibu-ibu pelaku/penyedia jasa kuliner di Desa Wisata Bejiharjo, khususnya kaum perempuan yang berada di Dusun Gelaran, Bejiharjo dan terkoordinasi dengan kegiatan pariwisata di Wira Wisata. Kegiatan pembelajaran
pelatihan berorientasi
yang
dilakukan
pengalaman
menggunakan
dan/atau
masalah,
metode serta
menekankan kepada pembelajaran orang dewasa. Materi yang diberikan dalam pelatihan ini antara lain yakni membangun kesadaran kelompok sasaran akan pentingnya penyediaan layanan jasa kuliner yang higienis dan berkualitas. Kemudian diberikan pula materi tentang fungsi PKK dan kewirausahaan di bidang wisata alam. Selain itu, diberikan juga pengetahuan dan ketrampilan memproduksi, mengemas, dan menyajikan kuliner yang higienis dan berkualitas. Kualitas layanan kuliner juga mengandung unsur bagaimana cara penyedia /pelaku usaha kuliner untuk dapat melayani pelanggan dengan baik dan benar. Hasil dari kajian dampak yang dilihat dari lima dimensi kualitas layanan jasa di atas dapat memberikan gambaran mengenai kelayakan program pelatihan peningkatan kualitas jasa layanan kuliner untuk kelompok sasaran kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharo. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan untuk mengambil keputusan, baik keputusan untuk memperbaiki program yang akan dibuat, ataupun menindaklanjuti program.
32
E. Kajian tentang Desa Wisata 1. Konsep Desa Wisata Desa wisata adalah pengembangan suatu wilayah desa yang pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada tetapi lebih cenderung kepada penggalian potensi desa dengan memanfaatkan kemampuan unsurunsur yang ada dalam desa (mewakili dan dioperasikan oleh penduduk desa) yang berfungsi sebagai atribut produk wisata dalam skala kecil menjadi rangkaian aktivitas pariwisata, serta mampu menyediakan dan memenuhi serangkaian kebutuhan perjalanan wisata baik aspek daya tarik maupun sebagai fasilitas pendukungnya (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sleman 2007: 7) Agus Muriawan (2006: 67) menjelaskan bahwa desa wisata merupakan pengembangan suatu wilayah (desa) dengan memanfaatkan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat desa yang berfungsi sebagai atribut produk wisata, menjadi suatu rangkaian aktivitas pariwisata yang terpadu dan memiliki tema. Di dalam desa tersebut harus juga mampu menyediakan dan memenuhi serangkaian kebutuhan suatu perjalanan wisata, baik dari aspek daya tarik maupun berbagai fasilitas pendukungnya. Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan konsep desa wisata yaitu wilayah desa yang memiliki potensi atau ciri khas yang menonjol dengan pesona alam, lingkungan masyarakat, dan kegiatan adat istiadat yang menjadi daya tarik wisata. Seperti Desa Bejiharjo yang ditetapkan 33
sebagai desa wisata dengan segala karakteristik yang dimiliki yang dapat menarik pengunjung. Potensi alam yang mendukung Desa Bejiharjo sebagai desa wisata terbilang lengkap dari sektor seni budaya, lingkungan alam, edukasi dan juga sejarah. 2. Karakteristik Desa Wisata Masing-masing desa wisata memiliki karakteristik tersendiri berdasarkan potensi yang dimiliki oleh desa tersebut layak dijadikan sebagai desa wisata. Adapun karakteristiknya menurut Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman (2007:10-11) adalah: a. Desa dengan lingkungan alam, unsur kriterianya meliputi: 1) Keindahan alamnya 2) Jenis sumber daya alam yang menonjol untuk kegiatan pariwisata 3) Keunikan sumber daya alam b. Desa dengan kehidupan ekonomi/mata pencahrian: 1) Mata pencahrian penduduk yang utama yang dapat dikembangkan sebagai atraksi wisata 2) Kurangnya tingkat pengangguran masyarakat 3) Pemerataan yang berhubungan dengan investasi lokal c. Desa dengan kehidupan adat/seni budaya 1) Tata cara adat sangat kental mendominasi kehidupan masyarakat 2) Pengelolaan kegiatan seni budaya yang berlangsung di lingkungan desa dilakukan murni oleh masyarakat 3) Kehidupan masyarakat sangat unik dan tradisional d. Desa dengan bangunan tradisional 1) Bangunan khas dan unik, arsitektur lokal sangat dominan 2) Struktur tata ruang bersifat khas 3) Pola lengkap serta material yang digunakan sangat alami menggambarkan unsur kelokalan dan keaslian 4) Interior peralatan makan dan minum menggambarkan unsur kelokalan dan keaslian Hadiwijoyo (2012: 69) berpendapat bahwa suatu desa ditetapkan sebagai desa wisata apabila dapat memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 34
a. Aksesbilitasnya baik sehingga mudah dikunjungi wisatawan dengan menggunakan berbagai jenis alat transportasi b. Memiliki obyek-obyek menarik untuk dikembangkan sebagai obyek wisata c. Masyarakat dan aparat desanya menerima dan memberikan dukungan yang tinggi terhadap desa wisata serta para wisatawan yang datang ke desanya d. Keamanan di desa tersebut terjamin e. Tersedia akomodasi, telekomunikasi, dan tenaga kerja yang memadai f. Beriklim sejuk atau dingin g. Berhubungan dengan obyek wisata lain yang sudah dikenal oleh masyarakat lain Selain persyaratan tersebut desa wisata harus memiliki atraksi wisata yang menarik. Atraksi wisata yang menarik merupakan keseluruhan kegiatan keseharian penduduk setempat dengan fasilitas yang terdapat di desa wisata tersebut. Wisatawan dapat berinteraksi langsung dengan penduduk setempat dalam berbagai kegiatan seperti kursus membatik, kesenian tradisional, kebudayaan masyarakat setempat, dll. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa peran masyarakat lokal sangat berpengaruh dalam pengembangan desa wisata. Pengembangan konsep desa wisata ini dinilai efektif dalam rangka mengenalkan dan memberikan peluang sebesar-besarnya kepada masyarakat pedesaan untuk memahami dunia pariwisata dan menikmati hasil dari kepariwisataan tersebut. F. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian yang mengangkat masalah mengenai dampak program kecakapan hidup dan pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner yaitu: 35
1. Penelitian oleh Marta Dwi Ningrum tahun 2015 mengenai “Dampak Program Pendidikan Kecakapan Hidup di Taman Baca Masyarakat Mata Aksara bagi Perempuan di Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pendidikan kecakapan hidup di TBM Mata Aksara berdampak terhadap sasaran program. Secara umum, dampak yang terlihat adalah bertambahnya kemampuan yang dimiliki oleh sasaran program baik pada ketrampilan maupun pengetahuan. Penelitian yang dilakukan oleh Marta ini berupa penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode wawancara. Hal ini tentu berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Penelitian penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif dengan menggunakan metode angket. Data yang diperoleh dari angket kemudian dideskriptifkan dengan menjabarkan seberapa besar dampak program bagi kelompok sasaran. 2. Laporan PPM Reguler Tahun 2014 oleh Sujarwo, dkk. Dengan kegiatan yang berjudul “Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner bagi Kaum Perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya perubahan perilaku dari para perempuan sebagai kelompok sasaran. Perubahan perilaku yang terjadi adalah: a) Anggota kelompok sasaran memperoleh pengetahuan dan ketrampilan baru dalam usaha wirausahanya di bidang kuliner; b) Para anggota kelompok sasaran 36
termotivasi untuk mengembangkan usaha yang lebih jauh; c) Para anggota kelompok sasaran masih menyadari akan kebutuhan untuk meningkatkan ketrampilan di bidang kuliner di masa yang akan datang. Penelitian yang dilakukan oleh Sujarwo, dkk berupa laporan penelitian PPM reguler dari program pelatihan peningkatan kualitas jasa layanan kuliner. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan kepedulian peserta pelatihan akan pentingnya sikap yang baik dalam melayani pelanggan, higienitas makanan, dan ketrampilan inovasi produk. Sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis mengkaji seberapa besar dampak dari program pelatihan ini terhadap perubahan perilaku kelompok sasaran. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk penyelenggaraan pelatihan selanjutnya dan juga untuk kepentingan akademik yang berhubungan dengan dampak pelatihan dan kualitas layanan kuliner. G. Kerangka Berpikir Pada tahun 2014, Dosen jurusan PLS UNY mengadakan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Tujuan kegiatan pelatihan adalah 1) membangun kesadaran mengenai layanan kuliner di obyek wisata yang higienis dan berkualitas; dan 2) memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang mendukung pada warga masyarakat di Bejiharjo. Hasil yang diharapkan dari pelatihan ini salah satunya yaitu 37
meningkatnya pengetahuan dan ketrampilan peserta pelatihan dalam melayani pelanggan sehingga dapat lebih profesional dan handal. Sasaran dari kegiatan ini adalah ibu-ibu pelaku/penyedia jasa kuliner di Desa Wisata Bejiharjo, khususnya kaum perempuan yang berada di Dusun Gelaran, Karangmojo dan terkoordinasi dengan kegiatan pariwisata Wira Wisata. Pada penyelenggaraannya sendiri pelatihan ini masih menemui beberapa kendala, seperti kesibukan yang dimiliki oleh beberapa anggota kelompok
sasaran
sehingga
menyebabkan
kurang
optimalnya
pembelajaran. selain itu, peralatan praktik yang digunakan kurang mencukupi yang menyebabkan tidak semua warga belajar mendapatkan pengalaman belajar secara keseluruhan. Sebagai sebuah program yang telah dilaksanakan di Desa Wisata Bejiharjo, perlu diketahui dampak yang dihasilkan dari program tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kebermanfaatan program dan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi program untuk perbaikan program selanjutnya. Oleh karena itu, penelitian ini akan mengkaji dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul setelah 2 tahun. Secara ringkas, kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan dalam gambar 1:
38
Program pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner Bagi Kaum Perempuan
1. Membangun kesadaran mengenai layanan kuliner di obyek wisata yang higenis dan berkualitas 2. Memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higenis dan berkualitas
1. 2. 3. 4. 5.
Dampak pada dimensi kehandalan Dampak pada dimensi daya tanggap Dampak pada dimensi kepastian atau jaminan Dampak pada dimensi empati Dampak pada dimensi berwujud atau bukti langsung Gambar 1. Kerangka Berpikir
39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian ex post facto. Menurut Kerlinger dalam Emzir (2013: 119) Penelitian ex post facto adalah penyelidikan empiris yang sistematis di mana ilmuwan tidak mengendalikan variabel bebas secara langsung karena eksistensi dari variabel tersebut telah terjadi, atau karena variabel tersebut pada dasarnya tidak dapat dimanipulasi. Peneliti menggunakan jenis penelitian ini karena pengaruh dan yang mempengaruhi dalam variabel penelitian telah terjadi dan diteliti oleh peneliti dalam tinjauan ke belakang. Sedangkan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan pendekatan kuantitatif deskriptif. Melalui metode kuantitatif data yang dikumpulkan berdasarkan skor yang didapat dari angket yang diberikan kepada responden. Penelitian deskriptif dilakukan dengan mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Selain itu, dilakukan pula observasi untuk mengumpulkan informasi mengenai aktivitas usaha peserta pelatihan, dan kajian dokumentasi dari dokumen yang berkaitan dengan pelatihan peningatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul.
40
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul terhadap peserta pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3 sampai 31 Desember tahun 2015. C. Variabel Penelitian Sugiyono (2010: 61) menyatakan bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dalam penelitian ini, variabelnya merupakan variabel tunggal yaitu dampak dari pelaksanaan program pelatihan peningatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Dengan kriteria rincian variabel sebagai berikut: 1. Dampak
pada
dimensi kehandalan
peserta
program pelatihan
peningkatan kualitas layanan jasa kuliner 2. Dampak pada dimensi daya tanggap peserta program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner 3. Dampak pada dimensi kepastian atau jaminan peserta program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner 4. Dampak pada dimensi empati peserta program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner
41
5. Dampak pada dimensi berwujud atau bukti langsung peserta program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner D. Definisi Operasional Variabel Penelitian Sarwono (2006: 27) menyatakan bahwa definisi operasional adalah definisi yang menjadikan variabel-varibel yang sedang diteliti menjadi bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran variabel tersebut. Definisi operasinal akan mempermudah peneliti dalam melakukan pengukuran. Adapun definisi operasinal dalam penelitian ini adalah: 1. Dimensi Kehandalan Dimensi kehandalan adalah kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Kehandalan juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan terpercaya dan akurat. Kehandalan mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya. Kemampuan melayani pelanggan dengan segera, akurat dan memuaskan mencerminkan dimensi kehandalan yang dimiliki penjual. 2. Dimensi Daya Tanggap Dimensi daya tanggap yaitu kemauan atau persiapan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. Daya tanggap juga dapat diartikan sebagai kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Selain itu daya tanggap juga dimaksudkan sebagai keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. 42
3. Dimensi Kepastian atau Jaminan Dimensi kepastian atau jaminan mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki karyawan, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan. 4. Dimensi Empati Dimensi empati merupakan sifat yang tertanam pada setiap individu guna untuk melayani pelanggan secara baik. Empati yaitu kesediaan untuk peduli, memberikan perhatian pribadi bagi pelanggan. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para pelanggan. 5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Dimensi berwujud atau bukti langsung yakni hal-hal yang berwujud serta dapat dirasakan langsung keberadaannya oleh pelanggan. Berwujud dan bukti langsung mencakup penampilan fasilitas fisik yang terdapat di tempat usaha, peralatan yang dipergunakan baik peralatan untuk megolah makanan dan juga peralatan makan yang disediakan, kebersihan dan kerapian pelayan, dan materi komunikasi dengan pelanggan. E. Populasi Penelitian Menurut Sugiyono (2010:117) populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan 43
kemudian ditarik kesimpulannya. Penelitian ini menggunakan seluruh populasi sebagai sampel yang sering disebut sebagai penelitian populasi. Subyek penelitian adalah seluruh peserta pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. F. Teknik Pengumpulan Data Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan angket, observasi, dan pengamatan dokumentasi. 1.
Angket Angket adalah instrumen penelitian yang berisi serangkaian pertanyaan atau pertanyaan untuk menjaring data atau informasi yang harus dijawab responden sesuai dengan pendapatnya Zaenal Arifin (2012: 228). Angket dijawab atau diisi sendiri oleh responden. Angket harus dilengkapi dengan petunjuk pengisian. Pertanyaan dalam angket juga harus jelas agar responden bisa menjawabnya. Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup. Dimana di dalam angket tersebut terdapat jawaban-jawaban, sehingga responden hanya memilih saja jawaban yang sesuai dengan pendapatnya. Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap dampak berdasarkan lima dimensi pelayanan jasa dari pelaksanaan program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul.
44
2.
Observasi Menurut Sugiyono (2010:203), observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses biologis dan psikhologis. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejalagejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Metode pengumpulan data ini mampu menghimpun informasi yang lebih lengkap dan mendalam. Penelitian tentang dampak ini menggunakan teknik observasi guna untuk melihat dampak pelatihan dari sektor pelayanan terhadap pelanggan, data yang didapat dari observasi juga dapat memperkuat data yang diperoleh dari kuisioner. Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data mengenai aktivitas usaha peserta pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul khususnya dalam melayani pelanggan berdasarkan lima dimensi pelayanan jasa. Peneliti akan melakukan observasi di tempat usaha peserta pelatihan untuk mengamati secara langsung perilaku mereka dalam melayani pelanggan. Data dari observasi digunakan untuk menguatkan data yang didapat melalui angket.
3.
Kajian Dokumentasi Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik (Sukmadinata, 2007:221). Dokumen 45
yang dihimpun dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah. Dokumentasi tidak sekedar mengumpulkan dan menuliskan laporan dalam bentuk kutipan-kutipan sejumlah dokumen,
tetapi juga
menganalisis, membandingkan dan memadukan sehingga kajiannya sistematis. Metode kajian dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data profil Desa Bejiharjo, dan juga mengenai profil pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Dokumen mengenai profil Desa Bejiharjo dapat diperoleh langsung dari data monografi yang terdapat di kantor desa, sedangkan data mengenai pelatihan dapat diperoleh dari dosen pelaksana. G. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan atau dipilih untuk memudahkan dalam mengumpulkan data. Pada penelitian ini, untuk memudahkan pengumpulan data, alat yang dipilih adalah angket atau kuisioner, observasi, serta kajian dokumentasi. Kuisioner akan disebarkan kepada subyek penelitian yang telah ditentukan. Orang yang mengisi kuisioner disebut dengan responden. Kuisioner yang sudah diisi kemudian dikembalikan lagi kepada peneliti untuk diolah ketahap berikutnya. Kuisioner, menurut jenisnya terbagi kedalam tiga jenis, yakni kuisioner terbuka, kuisioner tertutup, dan kuisioner gabungan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuisioner jenis tertutup. Kuisioner tertutup adalah kuisioner yang jawaban dari pertanyaan tersebut telah disediakan oleh 46
peneliti. Sehingga, responden tinggal memilih saja jawaban yang telah disediakan sesuai dengan pilihannya. Kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kuisioner jenis tertutup dengan menyediakan empat pilihan jawaban, yakni Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR), dan Tidak Pernah (TP). Karna pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan positif, sehingga skor yang digunakan adalah skor 4 untuk kategori Selalu (SL), 3untuk kategori Sering (SR), 2 untuk kategori Jarang (JR), dan 1 untuk kategori Tidak Pernah (TP). Untuk membuat angket yang akan disebarkan kepada responden diperlukan kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi instrumen digunakan sebagai panduan untuk membuat daftar pertanyaan ataupun pernyataan yang terdapat dalam angket. Dalam penelitian ini, kisi-kisi instrumen dikembangkan berdasarkan referensi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Putu Bayu (2013: 34). Adapun kisi-kisi instrumen secara lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
47
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Dampak Program Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner No.
Kriteria
1.
Dampak pada dimensi kehandalan
2.
Dampak pada dimensi daya tanggap
3.
Dampak pada dimensi kepastian atau jaminan Dampak pada dimensi empati
4.
5.
Dampak pada dimensi berwujud atau bukti langsung
Indikator 1. Ketepatan pelayanan makanan 2. Kecepatan pelayanan 3. Ekspresi ketika melayani pelanggan 1. Kesediaan membantu pelanggan 2. Cepat menangani keluhan pelanggan 3. Cepat dalam menyelesaikan masalah 4. Cepat dalam menyelesaikan pesanan pelanggan 5. Membersihkan tempat setelah pelanggan selesai makan 1. Pengetahuan karyawan 2. Kesopanan karyawan 3. Keterampilan karyawan 4. Jaminan higienitas makanan 1. Kemudahan komunikasi dengan pelanggan 2. Berusaha mengerti keinginan pelanggan 3. Keramahan karyawan 4. Kesigapan menghampiri pelanggan 5. Kesabaran karyawan 1. Kerapian tempat usaha 2. Kebersihan tempat 3. Ketersediaan kotak sampah 4. Ketersediaan tempat cuci tangan 5. Kebersihan peralatan makanan dan peralatan memasak 6. Penampilan karyawan Jumlah
Angket No. Jumlah Butir 1, 2, 3 3
4, 5, 6, 7, 8
5
9, 10, 11, 12
4
13, 14, 15, 16, 17
5
18, 19, 20, 21, 22, 23
6
23
Penelitian ini menggunakan uji validitas konstruk (construct validity) dengan menggunakan pendapat dari ahli (expert judgment). Setelah instrumen dikonstruksikan pada aspek-aspek yang akan diukur dengan 48
berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya dikonsultasikan dengan para ahli. Instrumen penelitian dikatakan valid karena item tes telah menggambarkan indikator instrumen pengukuran dampak pelatihan terhadap kualitas jasa layanan kuliner. Instrumen tersebut dikatakan valid melalui validasi expert judgement yang dalam penelitian ini dilakukan oleh Dosen Pembimbing (Dr. Sujarwo, M.Pd). H. Teknik Analisis Data Teknik analisis adalah proses menafsirkan data yang telah didapat dari penelitian. Teknik analisis data yang dipilih telah disesuaikan dengan tujuan penelitian yang telah ditetapkan, yakni untuk mengetahui seberapa besar dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data deskriptif kuantitatif. Langkah pertama yang harus dilakukan untuk memberikan angka menggunakan standar mutlak dengan membaca setiap jawaban yang diberikan oleh responden dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang telah disusun. Langkah kedua, memberikan skor setiap nomor soal disebelah kiri setiap jawaban. Langkah ketiga, menjumlahkan skor-skor yang telah dituliskan pada setiap soal (Suharsimi Arikunto 2002: 235). Selanjutnya skor yang telah diperoleh dimasukkan ke tabel dengan kategori “sebelum dan sesudah” pelatihan. Kemudian dengan menggunakan data tersebut digunakan statistik non parametrik uji beda wilcoxon untuk mengetahui perbedaan setiap dimensi sebelum dan sesudah pelatihan. Uji 49
wilcoxon digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan rata-rata dua sampel yang yang saling berhubungan atau dependen. Dasar pengambilan keputusan dalam uji wilcoxon: 1. Jika nilai signifikansi <0,05 maka, ada perbedaan 2. Jika nilai signifikansi >0,05 maka, tidak ada perbedaan Dari ketentuan diatas secara deskriptif dapat dimaknai jika signifikansi hasil penelitian menunjukkan <0,05 maka terdapat dampak terhadap peningkatan kualitas layanan peserta pelatihan. Apabila signifikansi hasil penelitian >0,05 maka pelatihan kurang berdampak pada upaya peningkatan kualitas layanan peserta pelatihan. Setelah didapat data kuantitatif dari uji wilcoxon, maka data di deskriptifkan agar mudah dipahami. Setelah diketahui berdampak atau tidaknya setiap dimensi dan juga secara keseluruhan dimensi, dilakukan analisis untuk melihat seberapa besar dampak pelatihan. Analisis ini dilakukan dengan cara melihat analisis deskriptif statistik menggunakan SPSS. Dalam analisis deskriptif statistik akan muncul nilai mean secara keseluruhan sebelum (pretest) dan sesudah (postest) penelitian. Untuk melihat seberapa besar dampak pelatihan dilakukan dengan cara mengurangkan mean jawaban posttest dengan mean pretest. Besarnya selisih antara mean posttest dan pretest disimpulkan sebagai besarnya dampak pelatihan yaang terjadi terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner peserta pelatihan.
50
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi, Program, dan Responden 1. Lokasi Penelitian Desa Bejiharjo merupaka salah satu desa yang terletak di Kecamatan Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul. Desa Bejiharjo terletak di sebelah timur Kecamatan Wonosari dengan jarak dari Kabupaten Gunungkidul sekitar 3 Km. Bejiharjo berbatasan dengan 4 wilayah yaitu: a. Sebelah utara
: Kecamatan Nglipar
b. Sebelah selatan
: Desa Wiladeg dan Desa Bendungan
c. Sebelah barat
: Kecematan Wonosari
d. Sebelah timur
: Desa Wiladeg dan Desa Ngawis
Luas wilayah Desa Bejiharjo kurang lebih 1.825.4825 Ha. Jumlah penduduk Desa Bejiharjo berdasarkan data monografi pada tahun 2014 ada 7.153 berjenis kelamin laki-laki dan 7.198 berjenis kelamin perempuan, sehingga jumlah total penduduk Desa Bejiharjo sebanyak 14.351 jiwa. Sebagian besar penduduk di Desa Bejiharjo bermata pencahrian sebagai petani dan sebagian kecil lainnya bekerja di sektor pariwisata, perdagangan, dll. Petani menjadi mata pencahrian utama karena masih luasnya tanah yang digunakan sebagai lahan pertanian yakni sekitar 73.4715 Ha. Pada musim penghujan, mayoritas menanam padi. Sedangkan pada musim
51
kemarau beralih ke tanaman palawija, seperti jagung, kedelai, kacang, ketela pohon, dll. Akses menuju ke Desa Bejiharjo dekat dari pusat kota Wonosari, ibu kota Kabupaten Gunungkidul. Desa Bejiharjo memiliki potensi alam yang luar biasa. Tidak seperti umumnya banyak daerah di Kabupaten Gunungkidul yang mengalami persoalan keterbatasan sumber air bersih, Desa Bejiharjo mendapatkan pasokan air bersih setiap saat sepanjang tahun. Pasokan air bersih tersebut berasal dari sumber mata air bawah tanah yang muncul ke permukaan. Selain potensi alam tersebut, di Desa Bejiharo terdapat pula kekayaan budaya, sejarah dan edukasi. Di bagian timur desa terdapat situs purbakala Sokoliman yang menjadi warisan ilmu pengetahuan terkait dengan sejarah manusia purba. Di ujung barat Desa Bejiharjo terdapat sentra kerajinan, di tengah desa terdapat khazanah budaya yang teramat langka yakni Wayang Beber. Di seluruh dunia artefak Wayang Beber tinggal tersisa dua, yang satu terdapat di Pacitan dan satu lagi tersimpan di Dusun Gelaran, Desa Bejiharjo. Di Desa ini pula terdapat monumen yang menjadi penanda sejarah peristiwa pengeboman Belanda atas Desa Bejiharjo. Pengeboman tersebut dilakukan karena Bejiharjo merupakan salah satu rute gerilya Panglima Besar Jendral Soedirman. Desa Bejiharjo memiliki 12 goa alam yang semuanya mempunyai keunikan salah satunya adalah Goa Pindul, di dalam goa ini terdapat stalaktit terbesar, terbanyak dan teraktif serta panorama dinding goa antara lain batu 52
hiasan Tirai, batu stalaktit yang sudah menyatu dengan stalakmit yang sering disebut batu Kolom, lapisan batu pasiran, stalaktit yang tumbuh pada dinding goa yang sering disebut batu Cloustum. Panorama dan keindahan Goa Pindul bisa kita lihat dengan adanya batu kristal dan batu kristalin serta hiasan dinding tirai yang berbentuk bulat, ada yang menyerupai jantung, sumur, dan batik. Serta bisa kita melihat proses terjadinya batu stalaktit dan air berlian. Selain itu masih terdapat kekayaan alam lain yaitu Goa Sriti serta keindahan dari Sungai Oya. Kekayaan alam, budaya serta peninggalan benda bersejarah yang berada di Desa Bejiharjo memiliki potensi untuk menjadi daya tarik wisata, khususnya wisata alam, budaya dan edukatif. Wisata alam dengan pemandangan dari goa-goa yang menunjukkan keindahan bawah tanah dan keindahan Sungai Oya, budaya dengan berbagai kegiatannya seperti kesenian karawitan, wayang sada, gejog lesung, rasulan, kemudian wisata edukatif dengan adanya artefak maupun monumen bersejarah. Kekayaan alam, budaya serta peninggalan benda bersejarah tersebut dapat menjadi sarana positif bagi perkembangan Desa Bejiharjo untuk menjadi salah satu ikon wisata bagi Kabupaten Gunungkidul dan Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Deskripsi Program Program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul mempunyai tujuan sebagai berikut:
53
a. Membangun kesadaran mengenai layanan kuliner di obyek wisata yang higienis dan berkualitas b. Memberikan pengetahuan dan ketrampilan dalam penyediaan layanan kuliner yang higienis dan berkualitas yang mendukung pada warga masyarakat di Bejiharjo Dalam pelaksanaannya program pelatihan ini diikuti oleh peserta sebanyak 25 orang. Kegiatan pelatihan yang dilakukan menggunakan metode pembelajaran berorientasi pengalaman dan/atau masalah, serta menekankan kepada pembelajaran orang dewasa. Metode tersebut adalah ceramah dan diskusi, learning by project, dan refleksi. Langkah-langkah kegiatan pelatihan adalah sebagai berikut: a. Melakukan Persiapan Kegiatan PPM diawali dengan mempersiapkan hal-hal teknis yang mendukung pelaksanaan kegiatan seperti seminar proposal, penentuan kelompok sasaran, mempelajari karakteristik obyek wisata, perijinan, dll. b. Melakukan Koordinasi dengan Kelompok Sasaran Tim kegiatan mendatangi langsung kelompok sasaran dan menjelaskan mengenai tujuan kegiatan dan mekanisme kegiatan yang akan dilaksanakan serta kesediaan kelompok sasaran untuk mengikuti kegiatan pelatihan. Dalam koordinasi pun disepakati mengenai waktu dan tempat kegiatan akan berlangsung.
54
c. Melakukan Kegiatan Pelatihan Kegiatan pelatihan peningkatan layanan kuliner ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Penyadaran mengenai urgensi kelompok sasaran di obyek wisata Proses penyadaran dilakukan dengan memberikan materi mengenai fungsi kelompok sasaran dalam konteks pengembangan wilayahnya. Dalam proses pembelajarannya, fasilitator berusaha mengembangakan
pemahaman
kelompok
sasaran
mengenai
fungsinya dalam memajukan masyarakat sekitar. Kelompok sasaran juga diharapkan mampu berwirausaha baik secara kelompok maupun individual. 2) Penentuan kebutuhan belajar atau materi pelatihan Identifikasi kebutuhan belajar pada kelompok sasaran dilakukan dengan menggunakan metode curah pendapat dengan tim pelaksana. Proses identifikasi dilakukan dengan tiga tahapan yaitu: a) penyampaian tujuan kegiatan, b) penyampaian ide atau gagasan dari kelompok, dan c) penentuan kesepakatan bersama. Penentuan kesepakatan bersama mengenai kebutuhan belajar dilakukan dengan cara mempertimbangkan kelayakan sumber daya dan waktu yang dibutuhkan. Akhirnya, kebutuhan belajar bersama yang disepakati adalah kebutuhan untuk menghasilkan produk makanan yang lebih modern dan higienis berbahan baku daging ayam, yang dipandang dapat 55
dijual kepada pengunjung obyek wisata di wilayah tersebut. Selain itu ada juga pelatihan membuat olahan makanan yang bersifat siap untuk dipasarkan berupa olahan makanan ringan. 3) Pembelajaran praktik pembuatan olahan kuliner Praktik pembuatan olahan kuliner dilakukan dengan dua tahap pertemuan yaitu praktik pembuatan olahan lauk pauk berbahan dasar daging ayam dan juga olahan makananan ringan/kue yang siap dipasarkan. Praktik diawali dengan demonstrasi dan dilanjutkan dengan praktik langsung. Setelah
kegiatan
pembelajaran
selesai,
nara
sumber
memberikan penjelasan lebih lanjut terhadap setiap menu makanan yang dipelajari. Diharapkan agar setiap anggota mampu berkreasi dengan materi makanan yang telah dipelajari. Selain itu, peserta pelatihan juga diberikan pengetahuan dan ketrampilan tentang bagaimana melayani pelanggan dengan baik dan benar sehingga dapat membuat pelanggan nyaman dan senang. 4) Materi peningkatan kualitas layanan jasa kuliner Tidak hanya memberikan pengetahuan dan ketrampilan mengolah makanan, inovasi produk, dan juga penguatan peran kelompok usaha dalam pelatihan ini juga dilengkapi materi pelatihan tentang peningkatan kualitas layanan jasa kuliner.
Materi ini
diberikan guna untuk melengkapi kemampuan peserta dibidang layanan jasa kuliner, yakni tidak hanya pengetahuan dan ketrampilan 56
namun penting juga sikap/perilaku. Sikap/ perilaku yang dimaksud disini adalah cara peserta dalam melayani pelanggan. Pemberian materi diawali dengan penyadaran tentang pentingnya sikap yang baik dan profesional dalam melayani pelanggan. Setelah itu, materi mengenai dimensi pelayanan yang harus diterapkan dalam pelayanan terhadap pelanggan. Dimensi tersebut ada 5, yaitu: 1) dimensi kehandalan, 2) dimensi daya tanggap, 3) dimensi kepastian atau jaminan, 4) dimensi empati, dan 5) dimensi berwujud atau bukti langsung. Meskipun usaha kuliner yang mereka miliki masih dalam taraf sederhana, namun kelima dimensi ini juga dapat disesuaikan dengan keadaan di lapangan. Dengan begitu, diharapkan usaha layanan jasa kuliner yang terdapat di sekitar objek wisata Goa Pindul dapat meningkat kualitas pelayanannya sehingga dapat juga meningkatkan penghasilan peserta pelatihan. d. Melakukan Refleksi atas Pelaksanaan Kegiatan Evaluasi kegiatan pelatihan dilakukan dengan memfokuskan pada efektivitas pelatihan yang dilakukan. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan:
pendekatan
self
evaluation.
Adapun
dalam
pengumpulan data menggunakan: 1) wawancara, digunakan untuk melihat motivasi, pandangan, dan hasil belajar kelompok sasaran, dan 2) pengamatan, dilakukan untuk mengetahui peran serta warga belajar. Evaluasi terhadap penyelenggaraan dan faktor pendukung dan 57
penghambat pelatihan dilakukan secara bersama-sama oleh tim pelaksana. 3. Identitas responden a. Usia responden Hasil data menunjukkan usia tertinggi responden adalah 51 tahun dan yang terendah 25 tahun, secara lengkap data dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3. Distribusi Responden Menurut Kelompok Tingkat Usia No.
Umur
Jumlah
Presentase (%)
1
25-28
3
12
2
29-32
5
20
3
33-36
4
16
4
37-40
5
20
5
41-44
3
12
6
45-48
3
12
7
49-52
2
8
25
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 3 mengenai distribusi responden menurut kelompok tingkat usia, diketahui bahwa jumlah responden berumur 25 – 28 sebanyak 3 warga belajar (12,%), jumlah responden berumur 29 – 32 sebanyak 5 warga belajar (20%), jumlah responden berumur 33 – 36 sebanyak 4 warga belajar (16%), jumlah responden berumur 37 – 40 58
sebanyak 5 warga belajar (20%), jumlah responden berumur 41 – 44 sebanyak 3 warga belajar (12%), jumlah responden berumur 45 – 48 sebanyak 3 warga belajar (12%), jumlah responden berumur 49 – 52 sebanyak 2 warga belajar (8%) Dari data tersebut dapat dimaknai bahwa responden berasal dari kelompok usia dewasa sampai usia lansia awal. Tidak ada responden yang berasal dari kelompok usia muda dan lansia akhir. b. Tingkat Pendidikan Responden Hasil data menunjukkan tingkat pendidikan tertinggi responden adalah tingkat sarjana dan yang terendah adalah tingkat Sekolah Dasar (SD), secara lengkap data dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4. Distribusi Responden Menurut Kelompok Tingkat Pendidikan Tingkat No. Jumlah Presentase (%) Pendidikan 1 Tidak Sekolah 0 0 2
SD
3
12
3
SMP
8
32
4
SMA
12
48
5
Diploma
0
0
6
Sarjana
2
8
25
100
Jumlah
Berdasarkan tabel 4 mengenai distribusi responden menurut tingkat pendidikan, diketahui bahwa tidak ada responden yang berada pada tingkat 59
diploma dan tidak bersekolah , jumlah responden pada tingkat pendidikan SD sebanyak 3 warga belajar (12%), jumlah responden pada tingkat pendidikan SMP sebanyak 8 warga belajar (32%), jumlah responden pada tingkat pendidikan SMA sebanyak 12 warga belajar (48%), dan jumlah responden pada tingkat pendidikan sarjana sebanyak 2 warga belajar (8%). Dari data tersebut dapat dimaknai bahwa seluruh responden berasal dari kelompok orang yang sudah pernah mengenyam pendidikan formal. Meskipun masih ada yang hanya sampai jenjang SD dan yang sarjana hanya sebanyak 2 orang. B. Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengukur seberapa besar dampak pelaksanaan program pelatihan terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Gunungkidul, dampak dikaji dari lima dimensi pelayanan jasa. Data yang dikumpulkan berupa data-data dari hasil pengisian angket oleh peserta pelatihan. Selain data kuantitatif, peneliti juga menggunakan data kualitatif yang diperoleh melalui observasi dan kajian dokumentasi. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yang bertujuan untuk menjelaskan mengenai keseluruhan data yang dikumpulkan Dengan menggunakan statistik non parametrik melalui uji beda wilcoxon diketahui bahwa: Sig pelatihan seluruh dimensi penelitian halaman 115), sehingga 60
0.00 (lihat lampiran hasil olah data
H0 ditolak H1 diterima Jadi dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner peserta sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif pada peningkatan kemampuan peserta dalam melayani pelanggan. Peningkatan kemampuan peserta dalam melayani pelanggan dilihat dari lima dimensi pelayanan jasa. Hasil analisis deskriptif statistik keseluruhan dimensi menggunakan program SPSS menunjukkan bahwa nilai mean pretest yaitu 43.00 dan posttest 83.12 (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 111), Dari data tersebut dapat dilihat memang terdapat selisih mean yang cukup besar pada saat pretest dan posttest yakni sebesar 40.12. Angka 40.12 yang merupakan selisih dari mean pretest dan postest juga berarti besarnya dampak pelatihan. Dari besarnya angka 40.12 tersebut menunjukkan bahwa pelatihan memberikan sumbangan peningkatan ketrampilan positif peserta pelatihan dalam melayani pelanggan sesuai dengan lima dimensi pelayanan jasa. Berikut adalah hasil perhitungan masing-masing dimensi dari indikator kualitas layanan jasa kuliner yang diteliti: 1. Analisis Deskriptif Posttest Masing-masing Dimensi a. Dimensi Kehandalan Data mengenai dampak program pelatihan pada dimensi kehandalan dalam kualitas layanan jasa kuliner diperoleh melalui angket yang diisi oleh peserta pelatihan, dan juga diperkuat dengan 61
hasil observasi pada beberapa tempat usaha responden. Data tentang pengukuran dimensi kehandalan menggunakan 3 soal yang pada soal posttest terdapat pada soal nomor 1 sampai dengan nomor 3. Dari hasil tabel analisis deskriptif posttest untuk dimensi kehandalan (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 111), dapat diketahui bahwa skor minimum untuk ketiga soal adalah 8, dan skor maksimumnya 12. Untuk skor maksimum 12, berarti tiap-tiap soal mendapatkan skor sempurna yaitu 4 (kategori Selalu). Sedangkan mean untuk hasil jawaban posttest dimensi kehandalan adalah 10.52, dan standar deviasinya 1.327. Pada saat observasi di tempat usaha Ibu “SW” yang berupa warung makan di dekat obyek wisata, peneliti melihat bagaimana Ibu “SW” melayani pelanggan. Ternyata hasilnya sudah cukup baik, pelanggan tidak perlu menunggu lama untuk mendapatkan pesananan mereka. Selain itu, Ibu ini juga sangat ramah khas orang Jawa dalam melayani pelanggan yang datang. Ekspresi beliau tetap senyum dan tidak galak meskipun pelanggan sedang ramai. b. Dimensi Daya Tanggap Data mengenai dampak program pelatihan pada dimensi daya tanggap dalam layanan jasa kuliner diperoleh melalui angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Data tentang pengukuran dimensi daya tanggap pada soal pretest dan posttest sebanyak 5 soal, untuk soal posttest terletak pada soal nomor 4 sampai nomor 8. 62
Dari hasil tabel analisis deskriptif posttest hasil jawaban dimensi daya tanggap (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 112), dapat diketahui bahwa skor minimum untuk kelima soal adalah 13, dan skor maksimumnya 20. Untuk skor maksimum 20, berarti tiap-tiap soal mendapatkan skor sempurna yaitu 4 (kategori Selalu). Sedangkan mean untuk hasil jawaban posttest dimensi daya tanggap adalah 17.20, dan standar deviasinya 1.528. Peneliti melakukan observasi dengan cara menjadi pelanggan tanpa sepengetahuan Ibu “SY” bahwa ia sedang diamati. Pada saat itu, peneliti datang setelah rombongan yang cukup besar selesai makan. Ibu “SY” dibantu dua orang pegawainya langsung membersihkan tempat ketika rombongan tersebut selesai makan dan pergi. Sehingga saya yang baru datang dan memesanpun tidak terlalu terganggu dengan peralatan bekas makan mereka. c. Dimensi Kepastian atau Jaminan Data mengenai dampak program pelatihan pada dimensi kepastian atau jaminan dalam layanan jasa kuliner diperoleh melalui angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Data tentang pengukuran dimensi kepastian atau jaminan pada soal pretest dan posttest sebanyak 4 soal, untuk soal posttest terletak pada soal nomor 9 sampai nomor 12. Dari hasil tabel analisis deskriptif posttest untuk dimensi kepastian atau jaminan (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 112), dapat diketahui bahwa skor minimum untuk keempat 63
soal adalah 14, dan skor maksimumnya 16. Untuk skor maksimum 16, berarti tiap-tiap soal mendapatkan skor sempurna yaitu 4 (kategori Selalu). Sedangkan mean untuk hasil jawaban posttest dimensi kepastian atau jaminan adalah 15.00, dan standar deviasinya .707. Observasi untuk melihat penerapan dimensi kepastian atau jaminan dalam keseharian dilakukan di warung makan Ibu “YN”. Ketika pesananan yang saya pesan ternyata sudah habis, beliau dengan sopan dan meminta maaf memberi tahu saya bahwa menu pesanan saya sudah habis, dan kemudian menawarkan untuk diganti menu lain. d. Dimensi Empati Data mengenai dampak program pelatihan pada dimensi empati dalam layanan jasa kuliner diperoleh melalui angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Data tentang pengukuran dimensi empati pada soal pretest dan posttest sebanyak 5 soal, untuk soal posttest terletak pada soal nomor 13 sampai nomor 17. Dari hasil tabel analisis deskriptif posttest untuk dimensi empati (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 112), dapat diketahui bahwa skor minimum untuk kelima soal adalah 13, dan skor maksimumnya 16. Sedangkan mean untuk hasil jawaban posttest dimensi empati adalah 15.16, dan standar deviasinya .850. untuk dimensi yang menggunakan 5 pertanyaan, nilai maksimum 16 termasuk kecil. Dapat dimaknai bahwa dari 25 responden tidak ada yang memberikan nilai sempurna (4, kategori Selalu) untuk kelima soalnya 64
pada dimensi ini. Karena jika hal ini terjadi tentu saja nilai maksimum yang muncul adalah 25. Peneliti juga melakukan observasi untuk melihat penerapan dimensi empati pada keseharian peserta, sasaran tempat usahanya adalah milik Ibu “WS” sebagai kelompok catering. Ketika akhir minggu rombongan besar wisatawan banyak menggunakan catering di salah satu pokdarwis. Peneliti melihat interkasi antara penyedia catering yang salah satunya Ibu “WS” dengan pelanggan yang cukup ramai itu. Pada saat itu rombongan berasal dari luar kota dan menu makanan yang disajikan adalah makanan khas Gunungkidul, seperti nasi merah, sayur cabai hijau, daun pepaya, acem, dll. Pelanggan yang merasa asing dengan menu tersebut banyak bertanya sebelum mengambil makanan. Dengan banyak pelanggan dan pertanyaan yang mereka ajukan, pelayan catering terlihat cukup sabar dalam menjawab pertanyaan dan melayani mereka. Namun masih ada beberapa kekurangan, misalnya penjelasan masih sulit dipahami pelanggan, dan mereka masih kurang inisiatif untuk membantu melayani pelanggan memilih menu makanan. e. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Data mengenai dampak program pelatihan pada dimensi berwujud atau bukti langsung dalam layanan jasa kuliner diperoleh melalui angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Data tentang pengukuran dimensi berwujud atau bukti langsung pada soal pretest 65
dan posttest sebanyak 6 soal, untuk soal posttest terletak pada soal nomor 18 sampai nomor 23. Dari hasil tabel analisis deskriptif posttest dimensi berwujud atau bukti langsung (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 112) dapat diketahui bahwa skor minimum untuk keenam soal adalah 16, dan skor maksimumnya 24. Untuk skor maksimum 16, berarti tiap-tiap soal mendapatkan skor sempurna yaitu 4 (kategori Selalu). Sedangkan mean untuk hasil jawaban posttest dimensi berwujud atau bukti langsung adalah 21.48, dan standar deviasinya 2.104. Dimensi berwujud atau bukti langsung merupakan dimensi yang sangat mudah dilihat dan dirasakan secara langsung oleh pelanggan. Observasi pada dimensi ini menggunakan tempat yang sama dengan dimensi empati, yakni di tempat usaha catering Ibu “WS”. Meskipun hanya berupa keran biasa, namun didekat pendopo tempat pelanggan makan, terdapat tempat yang dapat digunakan untuk mencuci tangan. Pada saat melayani catering, pelayan menggunakan baju batik baik laki-laki maupun perempuan sehingga nampak rapi dan juga bersih. Makanan disajikan di tempat tradisional sehingga nampak etnik namun tetap terjaga kebersihannya. 2. Hasil Uji Beda a. Dimensi Kehandalan Data mengenai dampak program pelatihan pada dimensi kehandalan dalam layanan jasa kuliner diperoleh melalui angket yang 66
diisi oleh peserta pelatihan. Data tentang pengukuran dimensi kehandalan pada soal pretest terdapat pada soal nomor 1 sampai dengan nomor 3, nomor soal yang sama untuk soal posttest. Pilihan jawaban yang dipilih oleh responden kemudian dikategorikan dengan angka untuk kemudian diolah. Salah satu olah data yang dilakukan yakni dengan menggunakan deskriptif statistik. Berdasarkan analisis deskriptif oleh SPSS (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 112), menunjukkan perbedaan mean antara jawaban soal angket pretest
dan posttest pada dimensi
kehandalan. Mean jawaban soal pretest 6.04 lebih kecil dari mean posttest 10.52. Untuk lebih jelasnya perbedaan mean tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini: Mean Dimensi Kehandalan 12 10
8 6 4 2 0 Pre Test
Post Test
Gambar 2. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Kehandalan Dari data yang diperoleh melalui angket yang diisi oleh peserta pelatihan, kemudian data diolah dan dilakukan uji beda wilcoxon diketahui bahwa pelatihan tersebut berdampak positif terhadap kualitas layanan kuliner peserta khususnya pada dimensi kehandalan. Dari tabel 67
uji beda wilcoxon untuk dimensi kehandalan (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 112), dapat diketahui bahwa: Sig dimensi kehandalan 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak H1 diterima Jadi dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi kehandalan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner khususnya pada dimensi kehandalan. Besarnya dampak dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Mean (𝑥̅ ) sebelum pelatihan sebesar 6.04, dan mean (𝑥̅ ) sesudah pelatihan sebesar 10.52. Besarnya dampak pelatihan diperoleh melalui pengurangan mean (𝑥̅ ) sesudah tes dengan mean (𝑥̅ ) sebelum tes. Jadi, 10.52 – 6.04 = 4.48, sehingga dapat diketahui besarnya dampak pada dimensi kehandalan berdasarkan tersebut adalah 4.48. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi kehandalan. b. Dimensi Daya Tanggap Data mengenai dampak program pelatihan pada dimensi daya tanggap dalam layanan jasa kuliner diperoleh melalui angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Data tentang pengukuran dimensi daya tanggap pada soal pretest dan posttest sebanyak 5 soal yang terletak pada soal 68
nomor 4 sampai nomor 8. Dari kelima jawaban soal pretest dan posttest tersebut, kemudian pilihan jawaban diubah menjadi angka untuk digunakan sebagai pengolahan data. Salah satu olah data yang dilakukan yakni dengan menggunakan deskriptif statistik. Berdasarkan analisis deskriptif yang oleh SPSS (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 113), menunjukkan perbedaan mean dimensi daya tanggap antara jawaban soal angket pretest dan posttest. Mean jawaban soal pretest 10.20 lebih kecil dari mean posttest 17.20. Untuk lebih jelasnya perbedaan mean tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
Mean Daya Tanggap 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Pre Test
Post Test
Gambar 3. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Daya Tanggap Setelah dilakukan analisis deskriptif, kemudian data diolah dan dilakukan uji beda
wilcoxon untuk mengetahui apakah pelatihan
tersebut berdampak pada kualitas layanan kuliner peserta khususnya pada dimensi daya tanggap. Dari tabel uji beda wilcoxon untuk dimensi
69
daya tanggap (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 113), dapat diketahui bahwa: Sig dimensi daya tanggap 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak H1 diterima Jadi dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi daya tanggap sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner pada dimensi daya tanggap. Besarnya dampak pada dimensi daya tanggap dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Mean (𝑥̅ ) sebelum pelatihan sebesar 10.20, dan mean (𝑥̅ ) sesudah pelatihan sebesar 17.20. Besarnya dampak pelatihan diperoleh melalui pengurangan mean (𝑥̅ ) sesudah tes dengan mean (𝑥̅ ) sebelum tes. Jadi, 17.20 – 10.20 = 7.00, sehingga dapat diketahui besarnya dampak pada dimensi daya tanggap berdasarkan tersebut adalah 7.00. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi daya tanggap. c. Dimensi Kepastian atau Jaminan Data mengenai dampak program pelatihan pada dimensi kepastian atau jaminan dalam layanan jasa kuliner diperoleh melalui angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Data tentang pengukuran dimensi kepastian atau jaminan pada soal pretest dan posttest sebanyak 70
4 soal yang terletak pada soal nomor 9 sampai nomor 12. Dari keempat jawaban soal pretest dan posttest tersebut, kemudian pilihan jawaban yang telah dipilih oleh responden diubah menjadi angka untuk digunakan sebagai pengolahan data. Salah satu olah data yang dilakukan yakni dengan menggunakan deskriptif statistik. Berdasarkan analisis deskriptif dimensi kepastian atau jaminan (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 114), analisis deskriptif yang oleh SPSS menunjukkan perbedaan mean antara jawaban soal angket pretest dan posttest. Mean dimensi kepastian atau jaminan jawaban soal pretest 7.44 lebih kecil dari mean posttest 15.00. Untuk lebih jelasnya perbedaan mean tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
Mean Dimensi Kepastian atau Jaminan 16
14 12 10 8 6 4 2 0 Pre Test
Post Test
Gambar 4. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Kepastian atau Jaminan Selain pengolah data dalam bentuk analisis deskriptif, kemudian dilakukan juga pengolahan data menggunakan uji beda wilcoxon untuk mengetahui apakah pelatihan tersebut berdampak pada kualitas layanan 71
kuliner peserta khususnya pada dimensi kepastian atau jaminan. Dari tabel uji beda wilcoxon untuk dimensi kepastian atau jaminan (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 114), dapat diketahui bahwa: Sig dimensi kepastian atau jaminan 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak H1 diterima Jadi dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi kepastian atau jaminan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner pada dimensi kepastian atau jaminan. Besarnya dampak pada dimensi kepastian atau jaminan dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Mean (𝑥̅ ) sebelum pelatihan sebesar 7.44, dan mean (𝑥̅ ) sesudah pelatihan sebesar 15.00. Besarnya dampak pelatihan diperoleh melalui pengurangan mean (𝑥̅ ) sesudah tes dengan mean (𝑥̅ ) sebelum tes. Jadi, 15.00 – 7.44 = 7.56, sehingga dapat diketahui besarnya dampak pada dimensi kepastian atau jaminan berdasarkan perhitungan tersebut adalah 7.56.
Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memberikan
dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi kepastian atau jaminan.
72
d. Dimensi Empati Data mengenai dampak program pelatihan pada dimensi empati dalam layanan jasa kuliner diperoleh melalui angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Data tentang pengukuran dimensi empati pada soal pretest dan posttest sebanyak 5 soal yang terletak pada soal nomor 13 sampai nomor 17. Dari kelima jawaban soal pretest dan posttest tersebut, kemudian pilihan jawaban yang telah dipilih oleh responden diubah menjadi angka untuk digunakan sebagai pengolahan data. Salah satu olah data yang dilakukan yakni dengan menggunakan deskriptif statistik. Berdasarkan tabel analisis deskriptif dimensi empati (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 114), analisis deskriptif oleh SPSS menunjukkan perbedaan mean antara jawaban soal angket pretest dan posttest. Mean jawaban soal pretest 9.24 lebih kecil dari mean posttest 15.16. Untuk lebih jelasnya perbedaan mean tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
Mean Dimensi Empati 16 14 12 10
8 6 4 2 0 Pre Test
Post Test
Gambar 5. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Empati 73
Setelah dilakukan pengolahan data dalam bentuk analisis deskriptif, kemudian dilakukan uji beda wilcoxon untuk mengetahui apakah pelatihan tersebut berdampak pada kualitas layanan kuliner peserta khususnya pada dimensi empati. Dari tabel uji beda wilcoxon untuk dimensi empati (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 114), dapat diketahui bahwa: Sig dimensi empati 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak H1 diterima Jadi dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi empati sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner khususnya pada dimensi empati. Besarnya dampak pada dimensi empati dapat dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Mean (𝑥̅ ) sebelum pelatihan sebesar 9.24, dan mean (𝑥̅ ) sesudah pelatihan sebesar 15.16. Besarnya dampak pelatihan diperoleh melalui pengurangan mean (𝑥̅ ) sesudah tes dengan mean (𝑥̅ ) sebelum tes. Jadi, 15.16 – 9.24 = 5.92, sehingga dapat diketahui besarnya dampak pada dimensi empati berdasarkan perhitungan tersebut adalah 5.92. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi empati.
74
e. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Data mengenai dampak program pelatihan pada dimensi berwujud atau bukti langsung dalam layanan jasa kuliner diperoleh melalui angket yang diisi oleh peserta pelatihan. Data tentang pengukuran dimensi berwujud atau bukti langsung pada soal pretest dan posttest sebanyak 6 soal yang terletak pada soal nomor 18 sampai nomor 23. Dari keenam jawaban soal pretest dan posttest tersebut, kemudian pilihan jawaban yang telah dipilih oleh responden diubah menjadi angka untuk digunakan sebagai pengolahan data. Salah satu olah data yang dilakukan yakni dengan menggunakan deskriptif statistik. Berdasarkan analisis deskriptif dimensi berwujud atau bukti langsung (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 115), analisis deskriptif oleh SPSS menunjukkan perbedaan mean antara jawaban soal angket pretest dan posttest. Mean jawaban soal pretest 10.08 sangat lebih kecil dibanding mean posttest 21.48. Untuk lebih jelasnya perbedaan mean tersebut dapat dilihat dalam gambar di bawah ini:
75
Mean Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung 25 20 15 10 5 0 Pre Test
Post Test
Gambar 6. Kualitas Layanan Kuliner Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung
Setelah dilakukan analisis deskriptif, kemudian data dilakukan uji beda wilcoxon untuk mengetahui apakah pelatihan tersebut berdampak pada kualitas layanan kuliner peserta khususnya pada dimensi berwujud atau bukti langsung. Dari tabel uji beda wilcoxon untuk dimensi berwujud atau bukti langsung (lihat lampiran hasil olah data penelitian halaman 115), dapat diketahui bahwa: Sig dimensi berwujud atau bukti langsung 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak H1 diterima Jadi dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi berwujud atau bukti langsung sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner khususnya pada dimensi berwujud atau bukti langsung. Besarnya dampak pada dimensi berwujud atau
76
bukti langsung dapat dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Mean (𝑥̅ ) sebelum pelatihan sebesar 10.08, dan mean (𝑥̅ ) sesudah pelatihan sebesar 21.48. Besarnya dampak pelatihan diperoleh melalui pengurangan mean (𝑥̅ ) sesudah tes dengan mean (𝑥̅ ) sebelum tes. Jadi, 21.48 – 10.08 = 11.4, sehingga dapat diketahui besarnya dampak pada dimensi berwujud atau bukti langsung berdasarkan perhitungan tersebut adalah 11.4. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi berwujud atau bukti langsung. C. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Dimensi Kehandalan Uji beda yang dilakukan dengan menggunakan uji beda wilcoxon two related sample untuk dimensi kehandalan diperoleh hasil:
Sig dimensi
kehandalan 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak, dan H1 diterima. Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi kehandalan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner khususnya pada dimensi kehandalan. Besarnya dampak dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Sehingga dapat diketahui besarnya dampak pada dimensi kehandalan berdasarkan tersebut adalah 4.48. Hal ini menunjukkan bahwa
77
pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi kehandalan. Pelatihan yang berdampak positif pada dimensi kehandalan dan juga besar dampak senilai 4.48, sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gouzali Saydam (2006:71), menurut beliau pelatihan memiliki manfaat diantaranya : a. Menambah pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan dalam tugas b. Meningkatkan percaya diri dan menghilangkan rasa rendah diri c. Memperlancar pelaksanaan tugas d. Menambah motivasi kerja untuk pelaksanaan tugas e. Menumbuhkan sikap positif f. Menimbulkan semangat dan kegairahan kerja g. Mempertinggi rasa kepeduliaan h. Meningkatkan rasa saling menghargai i. Mendorong karyawan untuk menghasilkan yang terbaik j. Mendorong karyawan untuk memberikan pelayanan yang terbaik Manfaat pelatihan pada peningkatan kualitas layanan kuliner dimensi kehandalan terletak pada menambah pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan dalam tugas. Hal ini didasarkan pada indikator pertanyaan yang dikembangkan dari definisi dimensi kehandalan menurut Zeithaml et.al dalam Ko King Lily Harr (2008: 11).
Indikator tersebut diantaranya,
ketepatan dalam memahami pelanggan, kesigapan dalam melayani pelanggan, memberikan senyum pada saat melayani pelanggan menjadi perhitungan dalam menentukan kualitas layanan jasa kuliner. Dari indikator tersebut, ketepatan dalam memahami keinginan pelanggan ketika melayani oleh peserta masih harus diperbaiki. Hal ini dilihat dari skor total oleh seluruh responden masih mendapat skor terendah posttest dalam dimensi kehandalan. 78
Mean skor jawaban posttest yang lebih besar dari pretest menandakan bahwa terjadi perubahan perilaku secara positif peserta pelatihan dalam melayani pelanggan sebelum dan sesudah pelatihan. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji beda dan analisis deskriptif yang telah dilakukan di atas. Pelatihan ternyata mampu memberikan pengetahuan dan ketrampilan sehingga menumbuhkan dimensi kehandalan dalam layanan jasa kuliner oleh peserta pelatihan. 2. Dimensi Daya Tanggap Uji beda yang dilakukan dengan menggunakan uji beda wilcoxon two related sample untuk dimensi daya tanggap diperoleh hasil: Sig dimensi daya tanggap 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi daya tanggap sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner khususnya pada dimensi daya tanggap. Besarnya dampak dilihat dari peningkatan ratarata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Sehingga dapat diketahui besarnya dampak pada dimensi daya tanggap adalah 7.00. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi daya tanggap. Menurut Berry dalam Nasution (2004: 57) yang menjabarkan bahwa dimensi daya tanggap yaitu kemauan atau persiapan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. Daya tanggap juga dapat diartikan sebagai kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. 79
Selain itu daya tanggap juga dimaksudkan sebagai keinginan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap. Dari penjabaran tersebut kemudian dikembangkan menjadi indikator pertanyaan yang dijawab peserta untuk melihat perubahan perilaku. Indikator tersebut yaitu,
kepekaan peserta pelatihan untuk menangkap sinyal
pelanggan membutuhkan suatu bantuan, bagaimana caranya menangani keluhan pelanggan yang beraneka ragam, ketrampilan peserta untuk menyelesaikan masalah baik yang berhubungan dengan pelanggan maupun di dalam usaha sendiri, kecepatan untuk menyelesaikan pesanan pelanggan, dan juga kebiasaan untuk langsung membersihkan tempat makan apabila pelanggan telah selesai makan. Dari seluruh indikator, kemampuan dalam menyelesaikan masalah baik yang berhubungan dengan pelanggan maupun di dalam usaha sendiri masih harus ditingkatkan. Hal ini dilihat dari hasil jawaban soal posttest masih rendah dibanding soal lain dalam dimensi daya tanggap. Peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah baik dengan pelanggan maupun dalam usaha sendiri agar dimensi daya tanggap lebih sempurna. Dari uji wilcoxon dimensi daya tanggap signifikansinya menunjukkan bahwa pelatihan berdampak positif pada perubahan perilaku setelah pelatihan khususnya pada dimensi daya tanggap. Mean skor jawaban posttest yang lebih besar dari pretest sebagai petunjuk besar dampak yaitu sebesar 7.00. Hal ini berarti pemahaman peserta setelah pelatihan untuk menerapkan dimensi daya tangap cukup besar, sehingga mampu diaplikasikan dalam 80
melayani pelanggan dan memberikan dampak positif perubahan perilaku peserta pelatihan. 3. Dimensi Kepastian atau Jaminan Uji beda yang dilakukan dengan menggunakan uji beda wilcoxon two related sample untuk dimensi kepastian atau jaminan diperoleh hasil: Sig dimensi kepastian atau jaminan 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi kepastian atau jaminan sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner khususnya pada dimensi kepastian atau jaminan. Besarnya dampak dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Sehingga dapat diketahui besarnya dampak pada dimensi kepastian atau jaminan berdasarkan perhitungan tersebut adalah 7.56. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi kepastian atau jaminan. Menurut Zeithmal et.al dalam Nasution (2004: 123) dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi: a. Kompetensi (competence), artinya ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan. b. Kesopanan (courtesy), yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan. c. Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.
81
Dari teori tersebut kemudian dikembangkan pertanyaan yang diajukan kepada peserta pelatihan untuk mengukur dampak pada dimensi kepastian atau jaminan. Indikator pertanyaan yang diberikan yaitu, kemauan peserta untuk selalu meningkatkan pengetahuan mereka tentang mengolah makanan dan melayani pelanggan, menjaga kesopanan kepada pelanggan, memiliki ketrampilan yang baik dalam mengolah makanan dan juga kesadaran akan pentingnya jaminan makanan yang disediakan higienis/sehat. Kepedulian untuk meningkatkan pengetahuan tentang mengolah makanan dan melayani pelanggan masih harus diperhatikan. Karena dari hasil skor jawaban posttest pada soal tersebut masih lebih rendah dari soal lain dalam dimensi kepastian atau jaminan. Dari hasil uji wilcoxon yang nilai signifikansinya 0.00 berarti bahwa pelatihan berdampak pada dimensi kepastian atau jaminan. Besarnya dampak dapat dilihat dari selisih mean skor jawaban posttest yang lebih besar dari pretest yaitu sebesar 7.56. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa pelatihan mampu memberikan perubahan perilaku yang positif pada peserta setelah mengikuti pelatihan dengan diterapkannya nilai-nilai khususnya dimensi kepastian atau jaminan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Dimensi Empati Uji beda yang dilakukan dengan menggunakan uji beda wilcoxon two related sample untuk dimensi empati diperoleh hasil: Sig dimensi empati 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi 82
empati sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner khususnya pada dimensi empati. Besarnya dampak dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Sehingga dapat diketahui besarnya dampak pada dimensi empati berdasarkan perhitungan tersebut adalah 5.92. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi empati. Menurut Zeithmal et.al dalam Nasution (2004: 124) dimensi ini merupakan penggabungan dari dimensi: a. Akses (accessibility), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa atau pelayanan yang ditawarkan perusahaan. b. Komunikasi (communication), merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan. c. Pemahaman pada pelanggan (customer understanding), meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan. Dari ketiga poin tersebut kemudian dikembangkan pertanyaan untuk melihat dampak dimensi empati peserta pelatihan. Indikator pertanyaan tersebut yaitu,
kemudahan dalam berkomunikasi dengan pelanggan,
kesadaran untuk selalu mengusahakan mengerti keinginan dan kebutuhan pelanggan, dan selalu berusaha ramah dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk pelanggan. Selain itu adapula indikator kesigapan peserta untuk menghampiri pelanggan apabila hendak menambah pesanan dan juga memiliki kesabaran saat melayani pelanggan. Dari hasil uji wilcoxon yang nilai signifikansinya 0.00 berarti bahwa pelatihan berdampak pada dimensi empati. Besarnya dampak dapat dilihat 83
dari selisih mean skor jawaban posttest yang lebih besar dari pretest yaitu sebesar 5.92. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa pelatihan mampu memberikan perubahan perilaku yang positif pada peserta seelah mengikuti pelatihan dengan diterapkannya nilai-nilai khususnya dimensi empati dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun dari semua dimensi, dimensi empati menempati urutan terendah dari dimensi lainnya. Dengan begitu, perlu ditingkatkan lagi kemampuan peserta dalam memahami keinginan pelanggan. 5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Uji beda yang dilakukan dengan menggunakan uji beda wilcoxon two related sample untuk dimensi berwujud atau bukti langsung diperoleh hasil: Sig dimensi berwujud atau bukti langsung 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner pada dimensi berwujud atau bukti langsung sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner khususnya pada dimensi berwujud atau bukti langsung. Besarnya dampak dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Sehingga dapat diketahui besarnya dampak pada dimensi berwujud atau bukti langsung berdasarkan perhitungan tersebut adalah 11.4. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner pada dimensi berwujud atau bukti langsung.
84
Menurut Berry dalam Nasution (2004: 57) dimensi berwujud atau bukti langsung yakni hal-hal yang berwujud serta dapat dirasakan langsung keberadaannya oleh pelanggan. Berwujud dan bukti langsung mencakup penampilan fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, personil, dan materi komunikasi. Untuk pertanyaan pada dimensi ini dikembangkan dari teori di atas, kemudian disampaikan untuk melihat dampak dimensi berwujud atau bukti langsung pada peserta pelatihan. Indikator pertanyaan tersebut yaitu tempat berjualan selalu rapi dan nyaman untuk pelanggan, selalu menyapu dan mengepel sebelum usaha untuk menjaga kebersihan tempat. Tesedianya tempat sampah, tempat cuci tangan, menjaga kebersihan peralatan makanan dan perlengkapan masak, dan juga peserta selalu memperhatikan kerapian dan kebersihan penampilan saat melayani pelanggan. Jumlah pertanyaan untuk dimensi ini memang paling banyak yakni 6 pertanyaan. Hal ini dikarenankan dimensi berwujud atau bukti langsung memang merupakan sesuatu yang langsung dapat terlihat dan dirasakan oleh pelanggan. Dari hasil uji wilcoxon yang nilai signifikansinya .000 berarti bahwa pelatihan berdampak pada dimensi berwujud atau bukti langsung. Besarnya nilai dampak dapat dilihat dari selisih mean skor jawaban posttest yang sangat lebih besar dari pretest yaitu sebesar 11.4. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa pelatihan mampu memberikan perubahan perilaku yang positif pada peserta setelah mengikuti pelatihan dengan diterapkannya nilai-nilai
85
khususnya dimensi berwujud atau bukti langsung dalam kehidupan seharihari. Dari pembahasan keseluruhan dimensi di atas, dapat diketahui semua dimensi memiliki nilai mean yang berbeda untuk pretest dan posttest. Dari seluruh dimensi hasil mean posttest menunjukkan angka yang lebih besar dari pretest. Hal ini pertanda positif, karena perbedaan tersebut menunjukkan bahwa ketrampilan yang dimiliki peserta setelah pelatihan meningkat dibandingkan sebelumnya. Dari lima dimensi yang menjadi indikator untuk peningkatan kualitas layanan jasa kuliner tersebut terdapat satu dimensi yang paling menonjol perbedaan mean antara pretest dan posttest nya, yaitu dimensi berwujud atau bukti langsung. Selisih mean posttest adalah dua kali lipat atau 53.07 persen dari mean pretest. Hal ini terjadi karena pada dimensi ini seluruh pertanyaan yang merupakan pengembangan dari indikator merupakan hal-hal yang dapat dengan mudah dilihat dan dirasakan pada kehidupan sehari-hari oleh peserta pelatihan. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik dibawah ini:
Mean Pretest dan Posttest seluruh Dimensi 25 20 15 10
5 0 Kehandalan
Daya Tanggap
Kepastian atau Jaminan pre test
Empati
Berwujud atau Bukti Langsung
post test
Gambar 7. Kualitas Layanan Kuliner Seluruh Dimensi 86
Uji beda yang dilakukan dengan menggunakan uji beda wilcoxon two related sample untuk seluruh dimensi pelatihan diperoleh hasil: Sig seluruh dimensi 0.00 < 0.05, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kualitas layanan kuliner sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. Pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas pelayanan kuliner. Besarnya dampak dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Besarnya dampak dilihat dari peningkatan rata-rata (mean/𝑥̅ ) dari sebelum pelatihan dengan sesudah pelatihan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa besarnya dampak pelatihan berdasarkan perhitungan tersebut adalah 40.12. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner. Mustofa Kamil (2010: 65) memaparkan indikator yang digunakan untuk mengetahui dampak pelatihan antara lain: a. b. c. d. e. f.
Perubahan perilaku peserta setelah mengikuti pelatihan, Peningkatan kerja, Kecepatan dan ketepatan melaksanakan tugas, Efektif dan efisien pemakaian alat/bahan, Peningkatan kualitas kerja, Berkurangnya permasalahan yang ditimbulkan dalam melaksanakan tugas, dan g. Meningkatnya kualitas kerja. Menurut Marzuki dalam Mustofa Kamil (2010:11) ada tiga tujuan yang harus dicapai dengan pelatihan yaitu: a. Memenuhi kebutuhan organisasi b. Memperoleh pengertian dan pemahaman yang lengkap tentang pekerjaan dengan standar dan kecepatan yang telah ditetapkan dari dalam keadaan yang normal serta aman. c. Membantu para pemimpin organisasi dalam melaksanakan tugas
87
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa pelatihan peningkatan kualitas layanan kuliner berdampak positif pada perubahan perilaku peserta pelatihan. Dapat dibuktikan dengan perubahan perilaku yang tampak pada hasil jawaban angket pretest dan posttest. Pada jawaban posttest jumlah skor lebih tinggi mengindikasikan bahwa pengetahuan dan ketrampilan yang mereka miliki meningkat setelah mengikuti pelatihan. Pelatihan dapat memberikan pengetahuan dan keterampilan mengenai kualtas layanan kuliner dengan menggunakan 5 dimensi pelayanan sehingga dapat meningkatkan kualitas kerja peserta dalam melayani pelanggan. Dari penyederhanaan 10 dimensi oleh Parasuraman, dkk menjadi 5 dalam Jordy Fortuny (2005:135) dimensi yang sekarang lebih sering digunakan dalam mengukur kualitas pelayanan (servqual). Kelima dimensi menurut Parasuraman adalah: Kehandalan (reliability), kepastian atau jaminan (assurance), berwujud atau bukti langsung (tangibles), empati (empathy), dan daya tanggap (responsiveness). Dari kelima dimensi tersebut semuanya sudah terimplikasi dalam kehidupan sehari-hari peserta dalam melayani pelanggan. Cerminan dari kelima dimensi tersebut yaitu kualitas pelayanan secara umum khususnya pada pelatihan ini adalah dalam industri kuliner.
88
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan analisis hasil penelitian ditarik kesimpulan bahwa proses pelatihan memberikan dampak positif terhadap kualitas layanan jasa kuliner di Desa Wisata Bejiharjo. Besarnya dampak pelatihan dapat dijelaskan melalui masing-masing dimensi sebagai berikut: 1. Dimensi Kehandalan Nilai signifikansi dengan menggunakan uji beda wilcoxon untuk dimensi kehandalan adalah 0.00. Besarnya nilai dampak terhadap peningkatan kualitas layanan pada dimensi kehandalan adalah 4.48. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pelatihan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul khususnya pada dimensi kehandalan. 2. Dimensi Daya Tanggap Nilai signifikansi dengan menggunakan uji beda wilcoxon untuk dimensi daya tanggap adalah 0.00. Besarnya nilai dampak terhadap peningkatan kualitas layanan pada dimensi daya tanggap adalah 7.00. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pelatihan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul khususnya pada dimensi daya tanggap.
89
3. Dimensi Kepastian atau Jaminan Nilai signifikansi dengan menggunakan uji beda wilcoxon untuk dimensi kepastian atau jaminan adalah 0.00. Besarnya nilai dampak terhadap peningkatan kualitas layanan pada dimensi kepastian atau jaminan adalah 7.56. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pelatihan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul khususnya pada dimensi kepastian atau jaminan. 4. Dimensi Empati Nilai signifikansi dengan menggunakan uji beda wilcoxon untuk dimensi empati adalah 0.00. Besarnya nilai dampak terhadap peningkatan kualitas layanan pada dimensi empati adalah 5.92.Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pelatihan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul khususnya pada dimensi empati. 5. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Nilai signifikansi dengan menggunakan uji beda wilcoxon untuk dimensi berwujud atau bukti langsung adalah 0.00. Besarnya nilai dampak terhadap peningkatan kualitas layanan pada dimensi berwujud atau bukti langsung adalah 11.4. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pelatihan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul khususnya pada dimensi berwujud atau bukti langsung. 90
Dari kelima dimensi di atas, terdapat satu dimensi yang nilai dampaknya paling besar, yaitu dimensi berwujud atau bukti langsung. Nilai mean posttest adalah dua kali lipat atau 53.07 persen dari mean pretest, sehingga membuat dampak dimensi ini lebih menonjol dari dimensi lainnya. Secara keseluruhan lima dimensi layanan didapatkan signifikansi uji beda wilcoxon senilai 0.00. Dari nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa pelatihan berdampak positif terhadap kemampuan peserta dalam layanan jasa kuliner secara keseluruhan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan pelatihan berdampak positif terhadap peningkatan kualitas layanan jasa kuliner, dan besarnya nilai dampak yaitu 40.12. B. Saran Berdasarkan analisis hasil penelitian dan kesimpulan penelitian ini, sebagai bentuk rekomendasi maka peneliti menyatakan beberapa hal kepada pihak-pihak yang terkait dengan program Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner bagi Kaum Perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul, sebagai berikut: 1. Pihak Penyelenggara Program a. Penyelenggara memantau perkembangan peserta pelatihan, baik dari segi usaha yang mereka miliki maupun ketrampilan dan pengetahuan dalam melayani pelanggan. b. Penyelenggara memberikan motivasi dan dorongan kepada peserta pelatihan agar mampu merintis, mengembangkan usahanya dan juga
91
mengaplikasikan seluruh pengetahuan dan ketrampilan dalam layanan jasa kuliner. 2. Kelompok Sasaran Program a. Kelompok sasaran program memiliki komitmen yang kuat untuk menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dibidang kuliner yang telah didapatkan dari pelatihan. b. Penerapan lima dimensi layanan jasa kuliner perlu dipertahankan. Dari dimensi empati perlu ditingkatkan lagi dalam melayani pelanggan dengan lebih memahami keinginan pelanggan.
92
DAFTAR PUSTAKA Agus Muriawan Putra. (2006). Konsep Desa Wisata. Jurnal Manajemen Pariwisata (Vol 5 No.1). Hlm. 65-79 Anwar. (2006). Pendidikan Kecakapan Hidup. Bandung: Alfabeta. Anwar. (2007) Manajemen Pemberdayaan Perempuan (Perubahan Sosial melalui Pemberdayaan Vocational Skills pada Keluarga Nelayan. Bandung: Alfabeta. BPS Gunungkidul. (2014). Gunungkidul Dalam Angka 2014. No. ISSN: 02155230. Yogyakarta: BPS Gunungkidul. Danang Sunyoto. (2013). Teori, Kuesioner, dan Analisis Data. Yogyakarta: Graha Ilmu. Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depdiknas. (2003). Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman. (2007). Profil Desa wisata Sleman. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sleman Dinas Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul. (2015). Potensi Kebudayaan dan Pariwisata Gunungkidul. Yogyakarta: Dikbudpar. Djudju Sudjana. (2001). Metode dan Teknik Pembelajaran. Bandung: Falah Production. Djudju Sudjana. (2004). Pendidikan Nonformal (Wawasan, Sejarah, dan Teori Pendukung, serta Asas). Bandung: Falah Production. Dwi Siswoyo, dkk. (2008). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Eko Putro Widoyoko. (2013). Evaluasi Program Pembelajaran Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Emzir. (2013). Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitaif & Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada Fandy Tjiptono. (2000). Manajemen jasa. Yogyakarta: Andi. 93
Gouzali Saydam. (2006). Built In Training Jurus Jitu Mengembangkan Profesionalisme SDM. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Jonathan Sarwono. (2006). Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Jordi Fortuny. (2005). Review of the SERVQUAL Concept. 4th Research/expert Conference with International Participation “QUALITY 2005” Fojnica, B&H, 09-12 November, 2005. Jyotsna Hirmukhe. (2012). Measuring Internal Customers’ Perception on Service Quality Using SERVQUAL in Administrative Service. International Journal of Scientific and Research Publications. Vol. 2, Issues 3, ISSN: 2250-3153. Ko King Lily Harr. (2008). Service Dimensions of Service Quality Impacting Customer Satisfaction of Fine Dining Restaurant in Singapore. Thesis. University of Nevada Las Vegas. Marta Dwi Ningrum. (2015). Dampak Program Pendidikan Kecakapan Hidup di Taman Bacaan Masyarakat Mata Aksara Bagi Perempuan di Desa Umbulmartani, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman. Skripsi SI. UNY Mustofa Kamil. (2010). Model Pendidikan dan Pelatihan. Bandung: Alfabeta. Nana Syaodih Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nasution.(2004). Manajemen Jasa Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia. Oemar Hamalik. (2005). Pengembangan Sumber Daya Manusia Manajemen Pelatihan Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara. Putu Bayu & Putu Yudi. (2013). Pengaruh Dimensi Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Konsumen pada Good Deal Restaurant. Skripsi S1. Universitas Udayana, Bali. Ratminto & Atik Septi Winarsih. (2008). Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Saleh Marzuki (2012). Pendidikan Nonformal Dimensi dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Sugiyono. (2005). Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
94
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan; Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta Suharsimi Arikunto. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin A.J. (2008). Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sujarwo, dkk. (2014). Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner Bagi Kaum Perempuan di Desa Wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul. Laporan PPM Reguler Tahun Anggaran 2014. UNY Sujarwo dan Lutfi Wibawa. (2013). Analisis Permasalahan Perempuan dan Potensi Lokal di Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Penelitian Humaniora. Vol 18, No. 2, Oktober 2013: 166-177 Sunyoto Sakti Hadiwijoyo. 2012. Perencanaan Pariwisata Pedesaan Berbasis Masyarakat: Sebuah Pendekatan Konsep. Yogyakarta: Graha Ilmu. Zainal Arifin. (2012). Penelitian Pendidikan; Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Internet: Tomi Sujatmiko. (2016). Goa Pindul Dipadati 4 Ribu Pengunjung. Diakses dari krjogja.com/read/287467/goa-pindul-dipadati-4-ribu-pengunjung.kr pada tanggal 18 Januari 2016, jam 09.45 WIB.
95
96
LAMPIRAN 1. INSTRUMEN PENELITIAN
Kepada Yth. Ibu Peserta Pelatihan Peningkatan Kualitas Layanan Jasa Kuliner di Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul
Dengan hormat, Bersama ini, perkenankan saya selaku mahasiswa jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta memohon bantuan kepada Ibu-ibu untuk berkenan mengisi angket ini. Pengisian angket ini bertujuan untuk pengumpulan data sehubungan dengan penelitian sebagai tugas akhir yang sedang saya laksanakan. Untuk mencapai maksud tersebut saya mohon Ibu-ibu mengisi angket ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Atas bantuan yang diberikan, saya ucapkan banyak terima kasih.
Hormat saya,
Suci Hari Mulyani
97
ANGKET PENELITIAN
I.
Karakteristik Responden 1. Nama
: ………………………………………………........
2. Umur
: ………………………………………………........
3. Usaha yang dimiliki : .................................................................................. II.
Efisiensi Petunjuk : 1. Jawablah
pertanyaan-pertanyaan
di
bawah
ini
sesuai
dengan
kondisi/keadaan Ibu-ibu ketika sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan. 2. Mohon diberi tanda cek ( √ ) pada masing-masing pernyataan yang Ibu-ibu pilih. Keterangan : SL : Selalu
J
SR : Sering
: Jarang
TP : Tidak Pernah
Ketrampilan yang dimiliki sebelum pelatihan
No.
PERNYATAAN
A. ADampak pada Dimensi Kehandalan . 1. 1Saya dapat melayani keinginan . pelanggan dengan tepat . 2. Dalam melayani saya berusaha cepat menyajikan 3. Saya melayani pelanggan dengan senyuman 98
SL
SR
J
TP
B.
Dampak pada Dimensi Daya Tanggap
4.
Saya membantu apabila pelanggan membutuhkan sesuatu Saya dapat dengan cepat menangani keluhan pelanggan Saat ini saya lebih bisa cepat dalam menyelesaikan masalah baik yang berhubungan dengan pelanggan maupun di dalam usaha sendiri Pelanggan tidak menunggu terlalu lama dari memesan sampai makanan saya disajikan Setelah pelanggan selesai makan, tempat langsung saya bersihkan Dampak pada Dimensi Kepastian atau Jaminan
5. 6.
7.
8. C.
9.
Saya senantiasa meningkatkan pengetahuan tentang mengolah makanan dan melayani pelanggan 10. Saya menjaga kesopanan kepada pelanggan 11. Saya jamin keterampilan saya baik dalam mengolah makanan 12. Jaminan makanan yang saya sediakan higienis/sehat D. Dampak pada Dimensi Empati 13. Saya mudah berkomunikasi dengan pelanggan 14. Saya tau keinginan dan kebutuhan pelanggan 15. Saya bersikap ramah dan memberikan pelayanan terbaik pada pelanggan 16. Jika pelanggan hendak menambah makanan, saya cepat datang melayaninya. 17. Kesabaran saat melayani pelanggan adalah sangat penting E. Dampak pada Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung 18. Meskipun tidak mewah, saya membuat tempat berjualan saya rapi dan nyaman untuk pelanggan 99
19. Saya menyapu, mengepel, sebelum memulai usaha untuk menjaga kebersihan tempat usaha 20. Saya menyediakan tempat sampah bagi pelanggan agar tempat tetap bersih 21. Saya menyediakan tempat cuci tangan untuk pelanggan 22. Saya menjaga kebersihan peralatan makanan dan peralatan masak 23. Saya memperhatikan kerapian dan kebersihan penampilan saat melayani pelanggan
Ketrampilan yang dimiliki setelah pelatihan
No.
PERNYATAAN
A.
Dampak pada Dimensi Kehandalan
1.
Saya dapat melayani keinginan pelanggan dengan tepat
2.
Dalam melayani saya berusaha cepat menyajikan Saya melayani pelanggan dengan senyuman Dampak pada Dimensi Daya Tanggap
3. B. 4. 5. 6.
7.
8.
Saya membantu apabila pelanggan membutuhkan sesuatu Saya dapat dengan cepat menangani keluhan pelanggan Saat ini saya lebih bisa cepat dalam menyelesaikan masalah baik yang berhubungan dengan pelanggan maupun di dalam usaha sendiri Pelanggan tidak menunggu terlalu lama dari memesan sampai makanan saya disajikan Setelah pelanggan selesai makan, tempat langsung saya bersihkan
100
SL
SR
J
TP
C.
Dampak pada Dimensi Kepastian atau Jaminan
9.
Saya senantiasa meningkatkan pengetahuan tentang mengolah makanan dan melayani pelanggan 10. Saya menjaga kesopanan kepada pelanggan 11. Saya jamin keterampilan saya baik dalam mengolah makanan 12. Jaminan makanan yang saya sediakan higienis/sehat D. Dampak pada Dimensi Empati 13. Saya mudah berkomunikasi dengan pelanggan 14. Saya tau keinginan dan kebutuhan pelanggan 15. Saya bersikap ramah dan memberikan pelayanan terbaik pada pelanggan 16. Jika pelanggan hendak menambah makanan, saya cepat datang melayaninya. 17. Kesabaran saat melayani pelanggan adalah sangat penting E. Dampak pada Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung 18. Meskipun tidak mewah, saya membuat tempat berjualan saya rapi dan nyaman untuk pelanggan 19. Saya menyapu, mengepel, sebelum memulai usaha untuk menjaga kebersihan tempat usaha 20. Saya menyediakan tempat sampah bagi pelanggan agar tempat tetap bersih 21. Saya menyediakan tempat cuci tangan untuk pelanggan 22. Saya menjaga kebersihan peralatan makanan dan peralatan masak 23. Saya memperhatikan kerapian dan kebersihan penampilan saat melayani pelanggan Terimakasih atas kesediannya mengisi angket ini. 101
Lembar Observasi PEDOMAN OBSERVASI
No. 1.
Aspek
Deskriptif
Pelayanan di Tempat Usaha a. Dimensi Kehandalan b. Dimensi Daya Tanggap c. Dimensi Kepastian atau Jaminan d. Dimensi Empati e. Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung
102
Pedoman Dokumentasi PEDOMAN DOKUMENTASI
1. Arsip Tertulis a. Presensi kehadiran peserta pelatihan b. Hand out materi pelatihan c. Laporan pelaksanaan kegiatan pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner bagi kaum perempuan di Desa wisata Bejiharjo, Karangmojo, Gunung Kidul 2. Foto a. Dokumentasi pelaksanaan program pelatihan
103
LAMPIRAN 2. CATATAN LAPANGAN CATATAN LAPANGAN
Observasi
:1
Hari, Tanggal
: Minggu, 6 Desember 2015
Waktu
: 09.00-10.30 WIB
Tempat
: Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul
Kegiatan
: Observasi Awal
Deskripsi
:
Peneliti datang ke Desa Bejiharjo, khususnya Dususn Karangmojo dan Gelaran, dan menemui Ibu “TW” dan juga Ibu Dukuh Dusun terkait. Peneliti menanyakan beberapa program pelatihan yang pernah dilakukan di Dusun tersebut. Kemudian peneliti menanyakan pertanyaan yang lebih mendetail pada setiap pelatihan yang dijelaskan. Hal ini dikarenakan jawaban tersebut akan digunakan peneliti untuk memilih satu program pelatihan yang akan dijadikan fokus penelitian. Hasilnya, peneliti memilih program pelatihan peningkatan kualitas layanan jasa kuliner untuk dikaji dampaknya dalam penelitian. Setelah observasi awal dirasa cukup, peneliti mohon pamit dan menyampaikan izin bahwa beberapa waktu ke depan akan segera melaksanakan kegiatan penelitiannya.
104
CATATAN LAPANGAN
Observasi
:2
Hari, Tanggal
: Minggu, 13 Desember 2015
Waktu
: 10.00-11.30 WIB
Tempat
: Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul
Kegiatan
: Observasi Pelayanan Jasa Kuliner
Deskripsi
:
Peneliti datang ke Dusun Karangmojo dan Gelaran untuk melakukan observasi bagaimana peserta pelatihan melayani pelanggan di warung makan. Observasi dilakukan di tempat usaha Ibu “SY” dan “SW” yang dulu merupakan peserta pelatihan dan juga responden yang diteliti menggunakan angket. Kegiatan yang dilakukan peneliti yaitu mengamati bagaimana subyek melakukan interaksi dan melayani pelanggan. Pengamatan disesuaikan dengan indikator lima dimensi pelayanan. Di salah satu tempat peneliti berperan sebagai pembeli pada umumnya, agar dapat melihat keadaan pelayanan lebih natural.
105
CATATAN LAPANGAN
Observasi
:3
Hari, Tanggal
: Kamis, 17 Desember 2015
Waktu
: 10.00-11.30 WIB
Tempat
: Kampus FIP UNY, Jurusan Pendidikan Luar Sekolah
Kegiatan
: Mencari informasi terkait pelatihan dengan penyelenggara pelatihan
Deskripsi
:
Peneliti menemui penyelenggara pelatihan yang juga merupakan Dosen Prodi Pendidikan Luar Sekolah, FIP UNY. Peneliti bertemu Bapak “ET” untuk bertanya seputar pelatihan yang telah diselenggarakan. Beliau menyetujui jika peneliti akan meneliti dampak dari pelatihan yang telah dilaksanakan. Kemudian dari beliau juga peneliti mendapatkan proposal pelatihan yang berhubungan dengan pelatihan yang diteliti. Peneliti juga menemui Bapak “SJ” selaku ketua pelaksana pelatihan. Peneliti bertanya lebih mendetail mengenai pelatihan dan juga mendapatkan beberapa saran dari beliau. Bapak “SJ” juga memperbolehkan peneliti untuk menkopi laporan dari pelaksanaan pelatihan.
106
CATATAN LAPANGAN
Observasi
:4
Hari, Tanggal
: Minggu, 20 Desember 2015
Waktu
: 10.00-11.00 WIB
Tempat
: Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul
Kegiatan
: Observasi Pelayanan Jasa Kuliner
Deskripsi
:
Peneliti datang ke Dusun Karangmojo dan Gelaran untuk melakukan observasi bagaimana peserta pelatihan melayani pelanggan di warung makan. Observasi dilakukan di tempat usaha Ibu “YN” yang dulu merupakan peserta pelatihan dan juga responden yang diteliti menggunakan angket. Kegiatan yang dilakukan peneliti yaitu mengamati bagaimana subyek melakukan interaksi dan melayani pelanggan. Pengamatan disesuaikan dengan indikator lima dimensi pelayanan. Di sela-sela kesibukan beliau peneliti menyempatkan untuk menanyakan beberapa hal terkait penelitian, dan beliau menanggapinya dengan baik. Setelah pengamatan dan yang ditanyakan dirasa cukup, peneliti kemudian pamit.
107
CATATAN LAPANGAN
Observasi
:5
Hari, Tanggal
: Minggu, 27 Desember 2015
Waktu
: 09.00-11.00 WIB
Tempat
: Desa Bejiharjo, Karangmojo, Gunungkidul
Kegiatan
: Observasi Pelayanan Jasa Kuliner
Deskripsi
:
Peneliti datang ke Dusun Karangmojo dan Gelaran untuk melakukan observasi bagaimana peserta pelatihan melayani pelanggan di warung makan. Observasi dilakukan di tempat usaha Ibu “WS” yang dulu merupakan peserta pelatihan dan juga responden yang diteliti menggunakan angket. Kegiatan yang dilakukan peneliti yaitu mengamati bagaimana subyek melakukan interaksi dan melayani pelanggan. Pengamatan disesuaikan dengan indikator lima dimensi pelayanan. Disini peneliti berperan sebagai pelanggan biasa dengan seorang temannya. Pengamatan dengan lima dimensi indikator pelayanan, namun diperdalam pada dimensi empati dan berwujud atau bukti langsung. Pengamatan ini digunakan untuk memperkuat atau membuktikan dari hasil angket yang responden isi. Beberapa hal dilakukan peneliti untuk melihat penerapan dimensi empati dan berwujud atau bukti langsung oleh peserta terhadap pelanggannya. Setelah pengamatan dirasa cukup, peneliti kemudian pamit pulang. 108
LAMPIRAN 3. DATA PENELITIAN Jawaban Angket Pretest
Responden Kehandalan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Jumlah
Jumlah 6 6 6 4 6 8 7 7 8 8 7 6 5 5 5 6 6 5 6 6 6 5 6 4 7 151
Daya Tanggap Jumlah 9 12 12 8 11 11 9 10 9 10 6 12 7 10 9 12 12 10 12 12 12 10 10 8 12 255
109
Skor Dimensi Kepastian atau Empati Jaminan Jumlah Jumlah 7 11 7 10 8 11 10 6 9 10 10 11 6 7 9 10 7 8 8 9 5 7 8 11 5 8 5 7 5 7 8 10 8 10 8 10 8 11 8 10 8 10 5 8 7 10 6 10 11 9 186 231
Berwujud atau Bukti Langsung Jumlah 10 10 10 14 17 11 6 14 8 9 9 10 7 6 6 10 10 9 10 10 10 14 12 10 10 252
Total 76 80 84 70 89 91 64 86 72 79 59 84 57 60 58 82 82 75 84 82 82 70 78 66 88 1898
Jawaban Angket Posttest Skor Dimensi Kepastian Berwujud Daya Responden Kehandalan atau Empati atau Bukti Tanggap Jaminan Langsung Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah 1 10 17 15 15 20 2 8 17 15 15 21 3 10 17 15 15 21 4 12 18 16 16 21 5 11 17 15 16 23 6 12 20 16 16 24 7 10 16 14 16 23 8 10 17 16 14 24 9 11 15 15 15 22 10 12 18 14 16 24 11 12 19 16 16 23 12 8 17 15 15 21 13 12 16 15 16 22 14 12 19 16 16 24 15 12 20 16 16 24 16 10 17 15 15 20 17 10 17 15 15 16 18 12 18 14 16 24 19 10 17 15 15 20 20 10 17 15 15 20 21 10 17 15 15 21 22 11 15 14 13 18 23 9 18 14 14 19 24 11 13 14 14 22 25 8 18 15 14 20 Jumlah 263 430 375 379 537
110
Total 138 135 139 149 145 156 139 141 138 147 153 135 144 154 156 138 134 147 138 138 139 128 132 129 133 3525
LAMPIRAN 4. HASIL OLAH DATA PENELITIAN
Hasil Analisis Deskriptif Total Skor Sebelum dan Sesudah Penelitian Pelatihan pre test
kualitas layanan kuliner
Statistic 43.0000
Mean 95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound Upper Bound
5% Trimmed Mean Median
6.00694 32.00 53.00
Maximum Range Interquartile Range
21.00
Skewness Kurtosis Mean Lower Bound Upper Bound 5% Trimmed Mean Median Variance Std. Deviation
Analisis Deskriptif Dimensi Kehandalan Posttest
25
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
8
12
10.52
1.327
25
111
.464 .902
83.1200
.97523
81.1072 85.1328
7.00 .376 -.687
Skewness Kurtosis
N
8.00 -.558 -.555
83.0556 82.0000 23.777 4.87613 75.00 92.00 17.00
Minimum Maximum Range Interquartile Range
Dimensi Kehandalan Post Test Valid N (listwise)
45.4795
45.0000 36.083
Minimum
95% Confidence Interval for Mean
40.5205
43.0778
Variance Std. Deviation
post test
Std. Error 1.20139
.464 .902
Analisis Deskriptif Dimensi Daya Tanggap Posttest N
Minimum
Dimensi Daya Tanggap Postest
25
Valid N (listwise)
25
Maximum
13
Mean
Std. Deviation
20 17.20
1.528
Analisis Deskriptif Dimensi Kepastian atau Jaminan Posttest N Dimensi Kepastian atau Jaminan Postest
25
Valid N (listwise)
25
Minimum
Maximum
14
16
Mean
Std. Deviation
15.00
.707
Analisis Deskriptif Dimensi Empati Posttest N Dimensi Empati Postest Valid N (listwise)
Minimum
Maximum
13
16
25
Mean
Std. Deviation
15.16
.850
25
Analisis Deskriptif Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Posttest N Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest
25
Valid N (listwise)
25
Minimum
Maximum
16
24
Mean
Std. Deviation
21.48
2.104
Descriptive Statistics Dimensi Kehandalan N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Dimensi Kehandalan Pre Test
25
4
8
6.04
1.098
Dimensi Kehandalan Post Test
25
8
12
10.52
1.327
Valid N (listwise)
25
Wilcoxon Signed Ranks Test Dimensi Kehandalan N Dimensi Kehandalan Posttest - Dimensi Kehandalan Pretest
Negative Ranks
0(a)
Mean Rank .00
Sum of Ranks .00
Positive Ranks Ties
25(b)
13.00
325.00
0(c) Total 25 a Dimensi Kehandalan Posttest < Dimensi Kehandalan Pretest b Dimensi Kehandalan Posttest > Dimensi Kehandalan Pretest c Dimensi Kehandalan Posttest = Dimensi Kehandalan Pretest
112
Test Statistics (b) Dimensi Kehandalan Dimensi Kehandalan Post Test Dimensi Kehandalan Pre Test Z Asymp. Sig. (2-tailed)
-4.403(a) .000
a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test
Descriptive Statistics Dimensi Daya Tanggap N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Dimensi Daya Tanggap Pretest
25
6
12
10.20
1.756
Dimensi Daya Tanggap Postest
25
13
20
17.20
1.528
Valid N (listwise)
25
Wilcoxon Signed Ranks Test Dimensi Daya Tanggap N
Mean Rank .00
Sum of Ranks .00
25(b) 13.00 0(c) 25 a Dimensi Daya Tanggap Postest < Dimensi Daya Tanggap Pretest b Dimensi Daya Tanggap Postest > Dimensi Daya Tanggap Pretest c Dimensi Daya Tanggap Postest = Dimensi Daya Tanggap Pretest
325.00
Dimensi Daya Tanggap Postest - Dimensi Daya Tanggap Pretest
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
0(a)
Test Statistics (b) Dimensi Daya Tanggap Dimensi Daya Tanggap Postest - Dimensi Daya Tanggap Pretest Z -4.409(a) Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test
Wilcoxon Signed Ranks Test Dimensi Kepastian atau Jaminan N Dimensi Kepastian atau Jaminan Postest Dimensi Kepastian atau Jaminan Pretest
Negative Ranks Positive Ranks
0(a) 25(b) 0(c)
Ties Total
Mean Rank .00 13.00
Sum of Ranks .00 325.00
25 a Dimensi Kepastian atau Jaminan Postest < Dimensi Kepastian atau Jaminan Pretest b Dimensi Kepastian atau Jaminan Postest > Dimensi Kepastian atau Jaminan Pretest c Dimensi Kepastian atau Jaminan Postest = Dimensi Kepastian atau Jaminan Pretest
113
Test Statistics (b) Dimensi Kepastian atau Jaminan Dimensi Kepastian atau Jaminan Postest - Dimensi Kepastian atau Jaminan Pretest Z -4.405(a) Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test
Descriptive Statistics Dimensi Kepastian atau Jaminan N
Minimum
Maximum
25
5
11
7.44
1.685
Dimensi Kepastian atau Jaminan Postest
25
14
16
15.00
.707
Valid N (listwise)
25
Dimensi Kepastian atau Jaminan Pretest
Mean
Std. Deviation
Descriptive Statistics Dimensi Empati N Dimensi Empati Pretest Dimensi Empati Postest Valid N (listwise)
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
25
6
11
9.24
1.535
25
13
16
15.16
.850
25
Wilcoxon Signed Ranks Test Dimensi Empati N
Mean Rank
Sum of Ranks
0(a)
.00
.00
25(b) 0(c) 25 a Dimensi Empati Postest < Dimensi Empati Pretest b Dimensi Empati Postest > Dimensi Empati Pretest c Dimensi Empati Postest = Dimensi Empati Pretest
13.00
325.00
Dimensi Empati Postest Dimensi Empati Pretest
Negative Ranks Positive Ranks Ties Total
Test Statistics (b) Dimensi Empati Dimensi Empati Postest - Dimensi Empati Pretest Z -4.403(a) Asymp. Sig. (2-tailed) .000 a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test
114
Descriptive Statistics Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung N
Minimum
Maximum
25
6
17
10.08
2.629
Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest
25
16
24
21.48
2.104
Valid N (listwise)
25
Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Pretest
Mean
Std. Deviation
Wilcoxon Signed Ranks Test Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung N Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Pretest
Negative Ranks Positive Ranks Ties
0(a) 25(b) 0(c)
Mean Rank .00 13.00
Total
Sum of Ranks .00 325.00
25 a Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest < Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Pretest b Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest > Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Pretest c Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest = Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Pretest
Test Statistics (b) Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung
Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Postest - Dimensi Berwujud atau Bukti Langsung Pretest -4.383(a) .000
a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test
Test Statistics (b) Seluruh Dimensi Post test Pre test Z
-4.374(a) .000 a Based on negative ranks. b Wilcoxon Signed Ranks Test
Asymp. Sig. (2-tailed)
115
Mean Pretest dan Posttest seluruh Dimensi 25 20
15 10 5 0 Kehandalan
Daya Tanggap
Kepastian atau Jaminan pre test
Empati
Berwujud atau Bukti Langsung
post test
Kualitas Layanan Kuliner Seluruh Dimensi
116
LAMPIRAN 5. SURAT IZIN PENELITIAN
117
118
119
120