86
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK PADA SISWA KELAS XII SMA BUNG KARNO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008-2009
SKRIPSI Oleh : Nyiastuti Dwi Agustina K 1203060
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
87
DATA DIRI
1. NAMA
: NYIASTUTI DWI AGUSTINA
2. NIM
: K1203060
3. JURUSAN/PROGRAM STUDI : P.BAHASA DAN SENI / BAHASA DAN SASTRA INDONESIA 4. MASUK UNS LEWAT JALUR : SWADANA 5. TEMPAT/TANGGAL LAHIR
: PACITAN/09 Agustus 1984
6. ALAMAT
: DS. GONDANG RT 003/ RW IX, NAWANGAN, PACITAN
7. KODE POS
: -
8. TINGGI/BERAT BADAN
: 150/50
9. AGAMA
: ISLAM
10. JENIS KELAMIN
: PEREMPUAN
11. TANGGAL LULUS
: 09 JUNI 2009
12. LAMA STUDI
: 5 TAHUN
15. LAMA MENYUSUN SKRIPSI : 10 BULAN 16. JUDUL SKRIPSI
:
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK PADA SISWA KELAS XII SMA BUNG KARNO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008-2009 (Penelitian Tindakan Kelas)
17. PEMBIMBING AKADEMIK
: Dra. Ani Rakhmawati, M.A.
18. NAMA ORANG TUA AYAH
: JASMAN, S.Pd
PEKERJAAN
: PNS
IBU
: ISTYARINI
PEKERJAAN
: WIRASWASTA
19. RIWAYAT PENDIDIKAN
88
1. SD
: SD NEGERI PACITAN I
2. SMP
: SMP NEGERI I PACITAN
3. SMA
: SMA NEGERI II PACITAN
4. PT
: UNIVERSITAS SEBELAS MARET
20. ALAMAT
: DS. GONDANG RT 003/ RW IX, NAWANGAN, PACITAN
22. KEGIATAN AKADEMIS
:
a. Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 3 Surakarta Indonesia (2007) b. Magang Kepenyiaran di Radio RIA FM Surakarta (2007) c. Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Universitas Ghanesa Bali dan Balai Bahasa Bali (2006)
25. TRAINING YANG DIIKUTI
:
a. TRAINING PERPUSTAKAAN MENGENAL MANAJEMEN PERPUSTAKAAN (2006)
Surakarta, September 2009
Nyiastuti Dwi Agustina NIM K1203060
89
UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK PADA SISWA KELAS XII SMA BUNG KARNO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008-2009 (Penelitian Tindakan Kelas)1 (Effort to Improve the Quality of Skill Talks Study Passing Group Discussion Method to the Second Year Student of SMA Bung Karno Karanganyar 2008/2009) (Classroom Actions Research)
Nyiastuti D. Agustina M.Pd.
Oleh: Dra. Suharyanti M. Hum
Drs. Slamet Mulyono,
ABSTRAK Nyiastuti Dwi Agustina. K 1203060. Effort to improve the quality of skill talks study passing group discussion method to The Second Year Student of SMA Bung Karno Karanganyar 2008/2009. Research Paper, Surakarta, School of teacher training and education, Sebelas Maret University of Surakarta, June 2009. Purpose of this research is to: (1) improving the quality of process study skill talks with to apply group discussion method to the second year student of SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar; (2) improving the quality of result of study skill talk with to apply group discussion method to the second year student of SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar. This research using cycle class research approach, which is collaborative research, among teacher and the researcher to overcome existing problems in study. Data source of this research for example: event process study converse, informant (Language subject curator teacher and Indonesia art, the second year student of SMA Bung Karno), document (Plan Execution Study, photograph activity [of] study, result of student test, result of interview). Technique data collecting that used is observation, interview, document analysis, and test. To test researcher data validity use technique triangulates the source of informant review and data. Gathered to be data to be analyzed with technique analyze interactive pursuant to efficacy indicator which have been specified. Research process executed in three cycles with four phases at every It’s cycle, that is planning phase, execution phase, observation phase, and also analyze and reflex phase. Result of this research inferential that: (1) applying group discussion can improve the quality of study process converse. This matter [is] marked at the height of motivation and enthusiasm learn student which mounting become 85% 1
Hasil penelitian sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, PBS, FKIP Universitas Sebelas Maret
90
(41 student from 48 student) and active student amount in activity [of] study mount equal to 75% (36 student from overall of student amounting to 48 student), (2) applying group discussion can improve the quality of result of study converse. This matter marked at the height of amount of tired student complete boundary. That is I cycle 26 students from 48 students (54%) with average value 66, 4. At II cycle become 37 students (77%) with average value 71 and mount again at III cycle. That is 48 students (98%) with average value 77, 3. PENDAHULUAN Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting untuk dikuasai oleh siswa SMA. Pentingnya keterampilan berbicara dalam komunikasi diungkapkan oleh Ellis, dkk. (dalam Supriyadi, 2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun professional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antar individu. Adapun keuntungan professional akan diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan pengetahuan, menjelaskan serta mendiskripsikan. Keterampilan berbahasa lisan tersebut akan memudahkan siswa berkomunikasi dan mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain (Nurhadi, 1995: 342). Akan tetapi, pada kenyataannya keterampilan berbicara siswa SMA termasuk siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar belum memadai. Berdasarkan hasil diskusi dengan guru kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar dapat dinyatakan bahwa siswa belum mampu berbicara dalam bahasa Indonesia yang runtut, baik dan benar. Keterampilan berbicara yang belum memadai tersebut disebabkan pembelajaran berbicara yang selama ini dilakukan oleh guru masih kurang optimal. Hal ini diindikasikan oleh beberapa fakta berikut. Pertama, waktu pertemuan dalam proses pembelajaran berbicara yang hanya 90 menit dalam satu kali pertemuan, masih kurang cukup untuk dilaksanakannya pembelajaran berbicara, sedangkan jumlah siswa cukup banyak, yaitu 48 siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas XII dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa yang cukup banyak tersebut menyebabkan
91
waktu pembelajaran berbicara cukup lama karena siswa berbicara, dalam mengungkapkan pendapatnya secara individu. Padahal, guru masih harus menyelesaikan materi lain yang tentunya juga akan menyita perhatian guru dan waktu pembelajaran. Oleh karena itu, tidak semua siswa mendapat kesempatan mengemukakan pendapatnya di depan kelas. Kurangnya waktu pembelajaran tersebut menyebabkan guru kurang memberikan perhatian terhadap pembelajaran berbicara. Pembelajaran berbicara yang kurang mendapat perhatian tersebut dapat dilihat dari metode yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Metode yang digunakan adalah siswa berbicara, dalam mengungkapkan pendapatnya secara individu sehingga menyita waktu pembelajaran Bahasa Indonesia yang hanya 90 menit tiap pertemuan. Kedua, guru sulit menugasi siswa untuk mengapresiasikan pendapat di depan kelas. Bertolak dari hasil wawancara dengan guru, kendala yang dialami guru yaitu sewaktu menghadapi siswa yang merasa takut atau kurang percaya diri apabila diberi tugas menanggapi atau mengutarakan pendapat mengenai satu masalah yang sedang dibahas di depan kelas. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Lilies Gartika (2007: 1) bahwa guru masih kesulitan dalam mengajarkan keterampilan berbicara. Mereka mengemukakan kesulitan tersebut terutama sewaktu memberi tugas kepada siswa tampil berbicara. Pada umumnya, siswa yang tidak berani tampil tersebut adalah siswa yang mengalami beberapa masalah sewaktu tampil berbicara, seperti takut, lupa, dan grogi sewaktu berbicara di depan
teman-temannya.
Akibatnya
keterampilan
berbicara
siswa
tidak
dikembangkan secara optimal. Ketiga dari hasil nilai tes survei awal keterampilan berbicara siswa di atas dapat dikatakan bahwa keterampilan siswa berbicara sangat memprihatinkan. Dari 48 siswa yang sudah mencapai batas ketuntasan minimal belajar hanya satu (1) atau 1% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Sedangkan 98% (47) siswa yang lain belum mencapai ketuntasan belajar. Rentangan nilai 45-70, dan nilai rata-rata kelas adalah 54, 67. Nilai rata-rata kelas ini jauh dari nilai ketuntasan rata-rata kelas yaitu 70. Selain itu pada proses pembelajaran pun menunjukkan kualitas yang kurang memadai. Hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei
92
awal terungkap dengan jelas bahwa siswa menunjukkan sikap kurang peduli pada saat
berlangsungnya
pembelajaran
berbicara.
Saat
proses
pembelajaran
berlangsung, siswa terlihat pasif. Beberapa siswa memang tampak memperhatikan keterangan guru namun tidak sedikit pula siswa yang sibuk beraktivitas sendiri. Dari hasil pantauan peneliti dengan lembar observasi, diketahui 24 siswa atau 50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut kurang memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran. Sementara itu, keaktifan siswa hanya 29 % dari jumlah keseluruhan siswa atau 14 siswa. Dari fakta hasil survei awal membuktikan bahwa proses maupun hasil pembelajaran berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan masih jauh dari harapan. Dilihat dari segi proses pembelajaran meunjukkan bahwa pembelajaran berbicara yang selama ini berjalan kurang kondusif. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Tentu saja masalah pertama tersebut memunculkan masalah kedua, yaitu hasil atau nilai keterampilan berbicara siswa yang turut memprihatinkan. Oleh karena itu perlu adanya terapi untuk mengatasi penyakit pembelajaran tersebut Ketiga fakta di atas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru masih kurang optimal. Oleh karena itu, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran keterampilan berbicara di SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar dibutuhkan perbaikan yang dapat mendorong siswa secara keseluruhan agar aktif dalam menanggapi ataupun mengemukakan pendapat di depan kelas. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar berbicara adalah dengan menggunakan metode diskusi kelompok yang memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat mengungkapkan pendapat di hadapan teman-temannya secara berkelompok dan menjadikan kelompok sebagai sarana yang efektif untuk belajar. Dengan metode diskusi ini, guru dapat mengefektifkan waktu pembelajaran karena siswa dapat belajar dengan efektif dengan mendapatkan feedback dari teman-teman pada kelompoknya masing-masing. Selain itu siswa juga akan dapat mengembangkan pendapat atau idenya masing-masing.
93
Sebagaimana pendapat M.Peer Mohamed Sardhar (2008: 3) bahwa “Pause to allow quieter students a chance to contribute”. Guru sebaiknya mencoba untuk tidak mendominasi diskusi,agar siswa mendapat kesempatan untuk berkontribusi. Pendapat lain mengenai diskusi kelompok diungkapkan oleh De Vita (dalam Curt Reese dan Terri Wells, 2007: 2), yaitu “the difficulty that their students may encounter in university classrooms and help to prepare them to be able to participate in classroom discussions”. Dia menjelaskan bahwa guru harus menyadari jika siswa mereka mungkin kesulitan dalam menghadapi pelajaran, oleh karena itu guru harus membantu menyiapkan mereka untuk dapat berpartisipasi dalam diskusi kelas. Salah satu keterampilan berbicara yang harus dikuasai oleh siswa kelas XII SMA adalah keterampilan berpidato dengan kompetensi dasar Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat. Indikator yang harus dikuasai siswa antara lain: (1) menulis teks pidato dengan tema tertentu; (2) membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat; (3) mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman; (4) memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau masukan teman. Dari uraian di atas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara khususnya pada kompetensi berpidato pada siswa di SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar dengan menerapkan metode diskusi kelompok.
LANDASAN TEORI Pada prinsipnya bahasa Indonesia merupakan sebuah fakta sosial, sarana komunikasi, dan pendekatan pembelajaran bahasa dan sastra yang dipergunakan sehingga keduanya saling terkait. Pada satu sisi bahasa Indonesia merupakan sarana komunikasi, dan sastra merupakan salah satu hasil budaya yang menggunakan bahasa sebagai alat kreativitasnya, sedangkan pada sisi lain bahasa dan sastra Indonesia sebaiknya diajarkan kepada siswa melalui pendekatan tertentu sesuai dengan hakikat dan fungsinya. Pendekatan pembelajaran bahasa lebih menitikberatkan aspek performansi atau kinerja bahasa dan fungsi bahasa
94
sehingga pendekatan yang tepat digunakan adalah pendekatan komunikatif (Depdiknas, 2003: 2-3). Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan usaha sadar guru untuk membuat siswa terampil berbahasa dan memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sabarti Akhadiah M.K dkk. (1992: 1-2) menyebutnya sebagai proses pengubahan perilaku berbahasa siswa sehingga guru harus memahami berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran tersebut. Dia menyebutkan ada lima faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran Bahasa Indonesia, antara lain; tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi pembelajaran, kondisi siswa, sarana, dan lingkungan sosial. Istilah pembelajaran tidak bisa terlepas dengan kegiatan belajar dan mengajar. Belajar dan mengajar mengacu kepada proses yang terjadi dalam suatu rangkaian unsur-unsur yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Erizal Gani (2000: 1) berpendapat bahwa belajar berarti berusaha agar memperoleh kepandaian atau ilmu. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Hidayat, 2000: 3) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang terjadi secara bertahap (episode). Episode tersebut terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan proses yang telah dilakukan oleh pembelajar dan pengajar. Sejalan dengan itu, Gagne (dalam Hidayat, 2000: 3) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk menimbulkan perubahan pada anak didik. Diskusi kelompok merupakan satu pengalaman belajar yang dapat diterapkan hampir dalam semua bidang studi, tentu saja disesuaikan dengan tujuan instruksional yang akan dicapai serta bahan pelajaran yang akan diajarkan. Sebagaimana pendapat Hassibuan. dkk. (1994: 98) bahwa diskusi adalah suatu percakapan atau pembicaraan antara dua orang atau lebih. Ditambahkannya, akan tetapi tidak semua percakapan atau pembicaraan dapat disebut diskusi. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, dengan maksud agar pembicaraan itu benarbenar bermanfaat dan berlangsung secara efektif.
95
Pembelajaran berbicara yang selama ini dilakukan oleh guru adalah siswa diminta menganalisis teks pidato di depan kelas setelah itu siswa diminta membacakan teks pidato tersebut di depan kelas secara individu. Adapun dalam pelaksanaannya guru hanya meminta beberapa siswa yang tampil berbicara di depan kelas karena alokasi waktu yang terbatas. Metode di atas ternyata masih kurang optimal untuk meningkatkan keterampilan berbicara di depan kelas. Hal ini terbukti dengan masih sedikitnya siswa yang berani maju ke depan kelas untuk mengungkapkan pendapatnya. Mereka sering lupa dan bingung dengan apa yang akan dikatakan setelah mereka di depan kelas. Selain itu, rasa takut dan grogi sewaktu tampil di depan kelas masih sangat jelas. Mayoritas siswa menjadi malu dan takut apabila diminta oleh guru untuk berbicara di depan kelas. Akibatnya, prestasi keterampilan berbicara siswa dalam mengungkapkan pendapat atau gagasan masih rendah. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan sebuah metode yang dapat memotivasi mereka untuk aktif berbicara di depan kelas. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan metode diskusi kelompok. Metode ini memberi kesempatan kepada siswa untuk menggali keterampilan berbicara salah satunya adalah
keterampilan berpidato.
ditanggapi/
siswa
Kemudian,
mengemukakan
pengalaman belajar
pendapatnya
di
depan
kelas
tersebut secara
berkelompok. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbicara di depan kelas. Selain itu, mereka juga mengungkapkan pendapatnya secara berkelompok sehingga mereka tidak malu dan grogi, serta waktu pembelajaran berbicara akan lebih efektif.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di SMA Bung Karno yang beralamat di Wanukembang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kelas yang menjadi objek penelitian ini adalah Kelas XII. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Juni sampai dengan November 2008.
96
Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas. Suharsimi Arikunto dkk.. (2006: 3) berpendapat bahwa penelitian tindakan kelas adalah pencermatan terhadap pembelajaran berupa suatu tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi secara bersama. Burns (dalam Suwarsih Madya, 2006: 8), menyatakan penelitian tindakan adalah penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan yang dilakukan didalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktis dan orang awam. Jadi, penelitian ini merupakan kerjasama antara peneliti, guru, siswa, dan pihak sekolah untuk menciptakan kinerja sekolah yang lebih baik. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitas yang digunakan dalam
prosedur penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif lisan maupun tertulis, dan bukan data yang berupa angkaangka. Data-data yang sudah diperoleh didiskripsikan dan dianalisis kemudian disimpulkan. Prosedur penelitian ini didasarkan pada prosedur penelitian tindakan kelas menurut Suwarsih Madya (2006: 59), yaitu;(!) kegiatan menyusun rencana tindakan bersama, (2) melakukan tindakan dan mengamati secara individual maupun bersama-sama, kemudian (3) melakukan refleksi terhadap tindakan yang akan dilakukan. Rangkaian kegiatan tersebut terhimpun dalam sebuah siklus. Senada dengan pendapat tersebut Suharsini Arikunto dkk.. (2006: 16) mengemukakan model penelitian yang lazim digunakan dalam penelitian tindakan kelas. Tahap-tahap dalam model tersebut adalah: (1)
perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi. Perencanaan
Refleksi
SIKLUS I Pengamatan Perencanaan
Pelaksanaan
97
Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
Indikator sudah/belum tercapai?
Gambar 2: Alur Penelitian Tindakan Keterangan: 1. Rencana (perencanaan tindakan): menerapkan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam menanggapi isi wacana. 2. Tindakan (pelaksanaan tindakan): pelaksanaan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara 3. Observasi (observasi dan interpretasi): mengamati proses penerapan metode diskusi kelompok. 4. Refleksi (analisis dan refleksi): mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan penerapan metode diskusi kelompok yang telah dilakukan pada siklus II, dan seterusnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Proses penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus dengan harapan dapat memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah yang telah dirumuskan. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan (2) pelaksanaan siklus (3) observasi dan interpretasi (4) analisis dan refleksi. Adapun pembahasan peningkatan kualitas pembelajaran apresiasi teks pidato adalah sebagai berikut. 1. Peningkatan kualitas proses pembelajaran berbicara
98
Keberhasilan metode diskusi kelompok dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara ini dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut: a) Siswa lebih berminat dan termotivasi saat pembelajaran berlangsung Selama pelaksanaan penelitian sejak Siklus I hingga 3, terjadi peningkatan dalam hal antusias siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini terbukti bahwa dalam Siklus I sebanyak 65% (31 siswa dari 48 siswa) berminat mengkuti pembelajaran. Pada Siklus II sebanyak 75% (36 siswa dari 48 siswa). Minat dan motivasi tersebut semakin meningkat dalam pelaksanaan Siklus III sebanyak 85% (41 siswa dari 48 siswa). b) Siswa terlihat lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran Metode diskusi kelompok dalam pembelajran berbicara (berpidato) merupakan hal yang baru bagi siswa di SMA Bung Karno Karangpandan. Oleh karena itulah, inovasi dalam pembelajaran berbicara
tersebut
disambut dengan antusias tinggi oleh siswa. Parameter yang menyatakan tingginya antusias siswa tersebut adalah hasil observasi selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung yang menunjukkan peningkatan pada tiap siklus. Pada Siklus I keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan belajarmengajar hanya hanya sebesar 35% (19 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang). Pada Siklus II persentase keaktifan siswa tersebut meningkat menjadi 55% (26 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang). Peningkatan keaktifan siswa tersebut meningkat kembali pada Siklus III menjadi 75% (36 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang). c) Siswa tidak merasa malu, tegang dan grogi saat tampil berpidato di depan kelas dan menyampaikan pendapatnya dalam forum diskusi kelompok. Selama pembelajaran berbicara
dengan metode diskusi kelompok,
siswa merasa terpacu untuk berkompetisi dengan siswa lain. Kondisi ini membuat siswa tidak lagi enggan untuk menyampaikan kreasi ide mereka (dengan mengubah teks pidato menjadi naskah metode diskusi kelompok dan mementaskannya) dan sangat antusias pada saat diskusi kelompok dan
99
penyampaian pendapat tentang metode diskusi kelompok yang telah dipentaskan. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya keberanian siswa beraktualisasi dalam mengikuti diskusi kelompok. Penentuan persentase kualitas proses dihitung dari jumlah siswa yang aktif selama pembelajaran berlangsung per seratus dikalikan jumlah siswa dalam kelas tersebut (24 siswa). Adapun bentuk keaktifan yang diamati adalah sikap selama pembelajaran berlangsung, ketepatan waktu dalam pengerjaan tugas, dan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran. Penilaian proses yang diamati dalam berbicara (berpidato)
adalah
keberanian dan kesungguhan siswa dalam mementaskan metode diskusi kelompok dan keberanian dalam mengomentari pekerjaan temannya. Kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu penentu keberhasilan proses pembelajaran. Pengelolaan kelas yang dilakukan guru kolaborator berupa siklus memotivasi siswa, memberikan perhatian, memberikan reward pada siswa, memilih teknik serta metode yang tepat untuk menyampaikan materi serta mengaktifkan siswa. Setelah siklus dilaksanakan, sedikit demi sedikit kelemahan guru mulai berkurang. Guru tidak lagi menguasai kelas sepenuhnya akan tetapi lebih berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam pembelajaran. Menurut pengamatan peneliti, siklus yang dilakukan guru dengan memanfaatkan metode diskusi kelompok dalam
pembelajaran
dapat
mempengaruhi
suasana
kelas.
Pembelajaran menjadi lebih menarik menyenangkan. Minat dan motivasi serta keaktifan siswa terhadap pembelajaran meningkat. Hal ini berimplikasi pada meningkat pula keterampilan berbicara (berpidato) siswa. 2.
Peningkatan kualitas hasil pembelajaran berbicara Siklus-siklus berupa penerapan metode diskusi kelompok yang dilaksanakan dalam tiap siklus mampu meningkatkan keterampilan berbicara (berpidato) siswa. selain itu penerapan metode diskusi kelompok juga mampu meningkatkan minat dan motivasi serta keaktifan siswa pada pembelajaran berbicara siswa kelas XI SMA Bung Karno Karangpandan. Dapat dikatakan bahwa melalui penerapan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan
100
kualitas proses pembelajaran yang ditandai dengan meningkatnya minat dan motivasi
siswa
mengikuti
pembelajaran,
dan
dapat
meningkatkan
keterampilan berbicara (berpidato) siswa. Peningkatan kualitas pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode diskusi kelompok juga berimplikasi pada peningkatan keterampilan berpidato siswa. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal. Hal ini terlihat dari hasil tes berpidato di masing-masing siklus. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa sudah mengalami peningkatan meskipun tidak semua siswa mengalami peningkatan dalam tiap teknik berpidato. Peningkatan keterampilan berpidato yang mengacu pada aspek-aspek penilaian berpidato dapat dilihat pada nilai tiap-tiap siklus. Peningkatan tersebut diindikatori oleh: a) Lafal Setelah siklus dilakukan, kemampuan pelafalan siswa saat menuturkan kalimat pidato mengalami peningkatan. Pada survei awal sebagian besar siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah pengertian. Namun setelah diterapkanya metode diskusi kelompok, kemampuan pelafalan siswa meningkat, sebagian besar siswa hanya sedikit melakukan kesalahan pelafalan. b) Intonasi Dari hasil tes berpidato siswa, dalam tiap siklus diketahui bahwa kemampaun intonasi siswa saat menuturkan kalimat pidato mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat pidato sehingga makna kalimat pidato yang dituturkan siswa saat berpidato mudah dipahami oleh pendengar. Peningkatan kemampuan aspek intonasi tersebut tampak dalam skor capaian siswa pada tabel nilai Siklus III di atas. Siswa dalam menuturkan kalimat pidato sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktuwaktu mengaburkan arti. Setelah siklus berlangsung banyak siswa yang membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat pidato.
101
Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan intonasi pada sebagian besar siswa. c) Nada Aspek nada yang ditunjukkan sebagian besar siswa mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Siswa sudah mampu membawakan nada (lagu kalimat) dengan variatif dan tidak monoton. Hal ini tentu berbeda dibandingkan dengan kemampuan nada siswa sebelum siklus. Sebagian nada siswa saat berpidato masih terdengar monoton. d) Sikap Siswa sudah mampu memperlihatkan dengan baik gerak anggota tubuh saat berpidato. Sebelum siklus, sikap yang diperlihatkan sejumlah siswa menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan dengan ekspresi yang sedang dibawakan. Kemampuan aspek sikap sejumlah siswa mengalami peningkatan. Hal ini diindikatori oleh meningkatnya nilai sebagian besar siswa pada aspek ini. e) Kelancaran/kefasihan Aspek kelancaran dan kefasihan yang ditunjukkan oleh siswa termasuk salah satu aspek penilaian yang meningkat. Sebelum tindakan siswa masih terhenti saat berpidato di depan kelas, pembicaraan sering tersendat-sendat yang menyebabkan kelancaran berpidato terganggu. Setelah dilakukan tindakan dari siklus ke siklus siswa semakin lancar dalam berpidato. Siswa sudah jarang melakukan penghentian-penghentian di tengah-tengah pidato yang ditampilkan. 3. Perolehan Nilai Keterampilan berbicara (berpidato) Siswa Meningkat Dari nilai survei awal, diketahui bahwa keterampilan berbicara (berpidato) siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari capaian nilai tes berpidato siswa. Pada kegiatan survei awal diketahui bahwa hanya 1 siswa atau 2% dari jumlah siswa (48) yang mencapai batas minimal ketuntasan belajar (65). 47 siswa yang lain belum mampu mencapai batas minimal ketuntasan belajar tersebut atau 98% dari jumlah siswa. Kisaran nilai yang dicapai siswa yaitu antara 45 – 70, dengan nilai rata-rata 54,67.
102
Pada tes berpidato Siklus I, 26 siswa sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau 54 % daru jumlah siswa, dan sisanya 22 siswa atau 46% dari jumlah siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Kisaran nilai yang dicapai antara 52-72, dengan nilai rata-rata 66,40. Pada nilai keterampilan berpidato Siklus II, nilai rata-rata kelas meningkat sebesar 4,6 poin dari 66,4 menjadi 71,00. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 80. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 37 siswa. Di sisi lain siswa yang belum tuntas turun menjadi 11 siswa. Pada Siklus III, nilai rata-rata kelas meningkat dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus II yaitu menjadi 77,30. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 92. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 47 siswa. hanya 1 siswa
yang
belum
mengalami
katuntasan
belajar.
Peningkatan
keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini. Berikut ini peningkatan skor siswa dari siklus ke siklus. Peningkatan nilai keterampilan berpidato siswa NILAI No
Nama
Keterangan Survei Awal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP
55 50 52 70 50 45 52 52 48 52 50 50 50
Siklus I
Siklus II
Siklus III
64 68 64 72 68 60 64 72 72 68 64 64 68
68 76 64 76 72 64 68 80 80 84 68 68 72
76 84 72 84 80 72 76 88 88 92 76 72 76
Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
103
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
55 60 52 55 50 55 57 52 55 65 60 58 50 62 55 60 65 50 60 60 62 52 58 50 50 45 48 60 52 65 55 50 55 58 52 54,67
68 64 68 72 64 60 68 64 68 72 72 68 64 72 68 72 76 64 72 72 72 64 60 64 68 52 56 68 60 72 64 60 68 64 60 66,4
76 68 72 80 72 64 72 64 72 80 76 72 68 80 72 80 76 64 80 76 76 68 64 68 68 56 60 68 64 76 68 64 72 68 64 71,00
80 72 76 88 80 68 80 68 80 88 84 80 76 84 80 84 80 68 84 84 84 72 68 72 72 64 68 76 68 84 76 68 76 72 68 77,30
Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Berdasarkan hasil tes berpidato yang terdapat pada tabel tersebut, mulai dari survei awal sampai Siklus III2, dapat dikatakan bahwa keterampilan berbicara
104
(berpidato) siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan mengalami peningkatan. Teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan sudah dapat diterapkan dengan baik oleh sebagian besar siswa. Hal tersebut berimbas pada meningkatnya nilai berpidato siswa. Mengacu pada hasil tes berpidato Siklus III dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan keterampilan berbicara (berpidato) melalui penerapan metode diskusi kelompok pada siswa kelas VII SMA Bung Karno Karangpandan tahun ajaran 2007/2008.
Persentase Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran berbicara (berpidato). No.
Kegiatan Siswa
Persentase Siklus I
Siklus II
Siklus III
1.
KEAKTIFAN
35%
55%
75%
65%
75%
85%
54%
77%
98%
Keakaktifan siswa selama apersepsi Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran 2.
MINAT DAN MOTIVASI Keberanian siswa berpidato di depan kelas,
perhatian
terhadap
proses
pembelajaran.
4.
NILAI KETERAMPILAN BERPIDATO Mendapatkan nilai ketuntasan belajar (mendapat nilai ≥ 65)
KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan hasil penelitian ini secara singkat yakni terdapat peningkatan kualitas pembelajaran baik proses maupun hasil berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan Karanganyar sebagai berikut ini. 1. Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran
105
Peningkatan kualitas proses pembelajaran tersebut, antara lain dengan meningkatnya: a. jumlah siswa yang berani tampil berbicara karena siswa tidak malu, takut, dan grogi sewaktu diminta tampil berbicara di depan kelas meningkat. Oleh karena itu, waktu pembelajaran berbicara menjadi lebih efektif. Hal ini merupakan indikasi meningkatnya minat dan motivasi belajar siswa yang meningkat menjadi 85% (41 siswa dari 48 siswa).; b. jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran meningkat sebesar 75% (36 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 siswa). 2. Peningkatan Kualitas Hasil Pembelajaran Peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan, yaitu pada siklus I adalah 26 siswa dari 48 siswa (54%). Pada siklus II menjadi 37 siswa (77%) dan meningkat lagi pada siklus III, yaitu 48 siswa (98%). Saran Berkaitan dengan simpulan di atas, maka dapat diajukan saran sebagai berikut. 1. Bagi Siswa a. Siswa diharapkan dapat bekerja sama selama kegiatan diskusi kelompok dan dapat memanfaatkan kelompoknya sebagai mitra belajar. b. Siswa diharapkan mengasah keterampilan berbicara yang dimiliki karena keterampilan berbicara sangat penting untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lain. c. Siswa yang harus dapat secara intens terlibat dalam kelompoknya. 2. Bagi Guru a. Guru hendaknya membimbing kelompok siswa yang mengalami kesulitan sewaktu berdiskusi dengan mendekati tiap-tiap kelompok secara personal agar tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa sehingga membangun kedekatan emosional . b. Guru hendaknya memotivasi siswa agar aktif selama proses pembelajaran.
106
c. Guru hendaknya membangun paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan menerapkan metode diskusi kelompok. 3. Bagi Sekolah a. Hendaknya pihak sekolah selalu memberi motivasi kepada guru dengan jalan antara lain memberi penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerjanya dengan baik. b. Hendaknya sekolah berupaya untuk selalu menciptakan iklim kerja yang kondusif melalui suasana yang harmonis dan komunikasi yang terbuka. 4. Bagi Peneliti a. Metode diskusi kelompok dapat diterapkan di kelas lain maupun di sekolah lain, terutama di kelas dengan jumlah siswa yang banyak. b. Bagi peneliti yang ingin menerapkan metode diskusi kelompok dapat bekerja sama dan berkolaborasi dengan guru yang mengalami permasalahan dalam pembelajaran berbicara.
DAFTAR PUSTAKA Burhan Nurgiyantoro. 2001. Kajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Curt Reese dan Terri Wells. 2007. Teaching Academic Discussion Skills with a Card Game Journal. Dalam http://sag.sagepub.com. Diakses 18 Agustus 2009. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Mengelola Kelas Inklusif dengan Pembelajaran yang Ramah. Dalam http://www.idp-europe.org/toolkit/ Buku-5.pdf, diakses pada 28 April 2007. ___________. 2003. Buku Panduan Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Media Pusaka. __________ . 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 Standar Isi Kerangka Dasar & Struktur Kurikulum. Jakarta: Depdiknas. Dimyati dan Mudjiyono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
107
Djago Tarigan. 1992. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia I Buku II.4 Modul 1-6. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Enco Mulyasa. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Erizal Gani. 2000. Efektivitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.iaif.edu/bipa/april 2000/perananguru/html, diakses 7 Juni 2007. Gorys Keraf. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa, cet. XII. Ende: Nusa Indah. Hassibuan, J.J.Ibrahim, Toenlioe,A.J.E..1994. Proses Belajar Mengajar: Keterampilan Dasar Mengajar Mikro. Bandung: Remaja Rosdakarya. Henry Guntur Tarigan. 1985. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa. __________________.1986. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:CV Angkasa . 1989. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa Hidayat, 2000. Efektifitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.ialf.edu/bipa/april2000/perananguru/html, diakses 7 Juli 2008. Lilies Gartika. 2007. Diskusi, Terbaik Tingkatan Kemampuan Berbicara, dalam www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/92/99forumguru.htm, diakses 7 Juli 2008. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. __________.1991. Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. M.Peer Mohamed Sardhar . 2008. Strategies for Improving Your Discussion Skills Journal, dalam http://www.citehr.com/130367-group-discussion-skillsstrategies-improving-your-discussion-skills.html. Diakses 9 Desember 2008.
108
Muhajir dan A.Latief. 1995.”Berbicara” dalam Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra Volume I, Nomor 3 Tahun 1975. Depdikbud: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press. Sabarti Akhadiah M.K., Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan, Zulfahnur Z.F., dan Mukti U.S. 1992. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sirait, Bistok. 1997. Pengujian Bahasa Lisan: Sebuah Buku Pegangan untuk Teknik Pengujian Lisan. Medan: FPBS-IKIP Medan. Siti Syoviyah. 2000. “Peningkatan Kualitas Keterampilan Berbicara Siswa Kelas I SLTP Muhammadiyah 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 1999/2000.” Tugas Akhir. Surakarta (Tidak Dipublikasikan) FKIP UNS. Slavin, Robert E.. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Boston: Allyn and Bacon. Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Suharyanti. 1996. Berbicara (IND. 202) BPK FKIP-PBS-Indonesia. Surakarta: UNS Press. Supriyadi. 2005. “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar.“ Lingua: Jurnal Bahasa dan Sastra. No. 2 (6): 178-195. Palembang: PSPB-Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Suwarna. 2005. Pengajaran Mikro. Yogyakarta: Tiara Wacana. Suwarsih Madya. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung: Alfabeta Vallete, Rebecca M. 1997. Modern Language Testing. New York : Harcourt Brace Javanovic.
109
Judul :UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK PADA SISWA KELAS XII SMA BUNG KARNO KARANGANYAR TAHUN AJARAN 2008-2009 (Penelitian Tindakan Kelas) (Effort to Improve the Quality of Skill Talks Study Passing Group Discussion Method to the Second Year Student of SMA Bung Karno Karanganyar 2008/2009)
110
(Classroom Actions Research)
Nama penulis : Nyiastuti Dwi Agustina Alamat
: Gondang 003/009 Nawangan Pacitan
Email
:
[email protected]
BAB I PENDAHULUAN
111
A. Latar Belakang Masalah Keterampilan berbahasa meliputi empat keterampilan dasar, yaitu: menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan tersebut memiliki hubungan satu dengan yang lainnya, dan saling mendukung. Henry Guntur Tarigan (1986: 2) menyatakan bahwa keterampilan berbahasa biasanya diperoleh manusia secara berurutan. Keterampilan berbahasa yang pertama kali dikuasai manusia adalah menyimak dan berbicara baru kemudian membaca dan menulis. Keterampilan menyimak dan berbicara dipelajari sebelum memasuki jenjang sekolah, sedangkan membaca dan menulis dipelajari saat memasuki jenjang sekolah. Pembelajaran bahasa Indonesia lebih diarahkan agar siswa mampu dan terampil menggunakan bahasa Indonesia secara komunikatif. Sementara itu, keterampilan berbahasa meliputi keterampilan mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa untuk pembelajaran bahasa lebih ke performansi berbahasa secara konkret atau berupa unjuk kerja mempergunakan bahasa dalam konteks tertentu sesuai dengan fungsi komunikatif bahasa daripada sekedar memiliki pengetahuan tentang kebahasaan. Konteks performansi berbahasa dapat bersifat formal dan non formal, dan dari segi bentuk bahasa yang dipergunakan akan berupa bahasa ragam formal dan non formal. Berkaitan dengan masalah di atas, jelas bahwa untuk keperluan pembelajaran dan pengembangan soal-soal ujian bahasa Indonesia lebih ditekankan pada bahasa ragam formal (Depdiknas, 2003: 4). Keterampilan berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa lisan yang penting untuk dikuasai oleh siswa SMA. Pentingnya keterampilan berbicara dalam komunikasi diungkapkan oleh Ellis, dkk. (dalam Supriyadi, 2005:178) bahwa apabila seseorang memiliki keterampilan berbicara yang baik, dia akan memperoleh keuntungan sosial maupun professional. Keuntungan sosial berkaitan dengan kegiatan interaksi sosial antar individu. Adapun keuntungan professional akan diperoleh sewaktu menggunakan bahasa untuk membuat pernyataan-pernyataan, pengetahuan,
menjelaskan
menyampaikan serta
1
mendiskripsikan.
fakta-fakta
dan
Keterampilan
112
berbahasa
lisan tersebut
akan
memudahkan
siswa
berkomunikasi dan
mengungkapkan ide atau gagasan kepada orang lain (Nurhadi, 1995: 342). Senada dengan pendapat di atas, Faris (dalam Supriyadi, 2005: 178) berpendapat bahwa pembelajaran keterampilan berbicara penting diajarkan karena dengan keterampilan berbicara seorang siswa akan mampu mengembangkan kemampuan berpikir, membaca, menulis, dan menyimak. Kemampuan berpikir tersebut akan terlatih ketika mereka mengorganisasikan, mengonsepkan, mengklarifikasikan, dan menyederhanakan pikiran, perasaan, dan ide kepada orang lain secara lisan. Dengan kata lain, melalui praktik berbicara, siswa akan dilatih keberaniannya untuk berbicara di depan umum dan dituntut terampil berbicara guna mengekspresikan pengetahuan serta pengalamannya secara lisan, menyalurkan daya emosional dan imajinasi siswa, serta mengembangkan daya apresiasi siswa terhadap segala informasi yang diperoleh sesuai dengan perkembangan jiwanya. Akan tetapi, pada kenyataannya keterampilan berbicara siswa SMA termasuk siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar belum memadai. Berdasarkan hasil diskusi dengan guru kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar dapat dinyatakan bahwa siswa belum mampu berbicara dalam bahasa Indonesia yang runtut, baik dan benar. Keterampilan berbicara yang belum memadai tersebut disebabkan pembelajaran berbicara yang selama ini dilakukan oleh guru masih kurang optimal. Hal ini diindikasikan oleh beberapa fakta berikut. Pertama, waktu pertemuan dalam proses pembelajaran berbicara yang hanya 90 menit dalam satu kali pertemuan, masih kurang cukup untuk dilaksanakannya pembelajaran berbicara, sedangkan jumlah siswa cukup banyak, yaitu 48 siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas XII dapat disimpulkan bahwa jumlah siswa yang cukup banyak tersebut menyebabkan waktu pembelajaran berbicara cukup lama karena siswa berbicara, dalam mengungkapkan pendapatnya secara individu. Padahal, guru masih harus menyelesaikan materi lain yang tentunya juga akan menyita perhatian guru dan waktu pembelajaran. Oleh karena itu, tidak semua siswa mendapat kesempatan
113
mengemukakan pendapatnya di depan kelas. Kurangnya waktu pembelajaran tersebut menyebabkan guru kurang memberikan perhatian terhadap pembelajaran berbicara. Pembelajaran berbicara yang kurang mendapat perhatian tersebut dapat dilihat dari metode yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Metode yang digunakan adalah siswa berbicara, dalam mengungkapkan pendapatnya secara individu sehingga menyita waktu pembelajaran Bahasa Indonesia yang hanya 90 menit tiap pertemuan. Kedua, guru sulit menugasi siswa untuk mengapresiasikan pendapat di depan kelas. Bertolak dari hasil wawancara dengan guru, kendala yang dialami guru yaitu sewaktu menghadapi siswa yang merasa takut atau kurang percaya diri apabila diberi tugas menanggapi atau mengutarakan pendapat mengenai satu masalah yang sedang dibahas di depan kelas. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Lilies Gartika (2007: 1) bahwa guru masih kesulitan dalam mengajarkan keterampilan berbicara. Mereka mengemukakan kesulitan tersebut terutama sewaktu memberi tugas kepada siswa tampil berbicara. Pada umumnya, siswa yang tidak berani tampil tersebut adalah siswa yang mengalami beberapa masalah sewaktu tampil berbicara, seperti takut, lupa, dan grogi sewaktu berbicara di depan
teman-temannya.
Akibatnya
keterampilan
berbicara
siswa
tidak
dikembangkan secara optimal. Pada umumnya, siswa yang aktif berpendapat adalah siswa yang mempunyai keberanian lebih dibandingkan dengan siswa yang lain. Keberanian dalam mengemukakan pendapat yang berbeda-beda tersebut disebabkan oleh potensi keterampilan berbicara mereka relatif bervariasi. Ada sejumlah siswa yang sudah mampu menyatakan keinginan, menanggapi dan mengungkapkan pendapatnya pada satu masalah yang sedang dibahas secara lancar. Pada sebagian siswa yang lain, ada yang belum mampu menyatakan pendapatnya secara runtut dan beberapa aspek yang harus dikuasai oleh seorang pembicara yang baik belum ditampakkan oleh siswa, seperti lafal, nada, intonasi, kelancaran dan kefasihan, tata bahasa, diksi, dan lain-lain., bahkan di antaranya ada yang gagap dalam menyampaikan pendapatnya. Sebagaimana disebutkan oleh Djago Tarigan (1992: 143), ada sejumlah siswa masih merasa takut berdiri di hadapan teman sekelasnya.
114
Bahkan tidak jarang terlihat beberapa siswa berkeringat dingin, berdiri kaku, lupa yang akan dikatakan apabila ia berhadapan dengan sejumlah siswa lainnya. Ketiga dari hasil nilai tes survei awal keterampilan berbicara siswa di atas dapat dikatakan bahwa keterampilan siswa berbicara sangat memprihatinkan. Dari 48 siswa yang sudah mencapai batas ketuntasan minimal belajar hanya satu (1) atau 1% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Sedangkan 98% (47) siswa yang lain belum mencapai ketuntasan belajar. Rentangan nilai 45-70, dan nilai rata-rata kelas adalah 54, 67. Nilai rata-rata kelas ini jauh dari nilai ketuntasan rata-rata kelas yaitu 70. Selain itu pada proses pembelajaran pun menunjukkan kualitas yang kurang memadai. Hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei awal terungkap dengan jelas bahwa siswa menunjukkan sikap kurang peduli pada saat
berlangsungnya
pembelajaran
berbicara.
Saat
proses
pembelajaran
berlangsung, siswa terlihat pasif. Beberapa siswa memang tampak memperhatikan keterangan guru namun tidak sedikit pula siswa yang sibuk beraktivitas sendiri. Dari hasil pantauan peneliti dengan lembar observasi, diketahui 24 siswa atau 50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut kurang memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran. Sementara itu, keaktifan siswa hanya 29 % dari jumlah keseluruhan siswa atau 14 siswa. Dari fakta hasil survei awal membuktikan bahwa proses maupun hasil pembelajaran berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan masih jauh dari harapan. Dilihat dari segi proses pembelajaran meunjukkan bahwa pembelajaran berbicara yang selama ini berjalan kurang kondusif. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Tentu saja masalah pertama tersebut memunculkan masalah kedua, yaitu hasil atau nilai keterampilan berbicara siswa yang turut memprihatinkan. Oleh karena itu perlu adanya terapi untuk mengatasi penyakit pembelajaran tersebut Selain dari nilai tersebut, indikator yang lain yang menunjukkan bahwa keterampilan berbicara siswa masih rendah adalah sebagian besar sikap siswa masih kurang tepat waktu berbicara, kelancaran berbicara siswa masih kurang, bahasa yang digunakan masih kurang baik dan benar, serta dalam menanggapi
115
atau mengungkapkan pendapat yang disampaikan masih kurang runtut. Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran berbicara di SMA, Supriyadi (2005: 179) mengungkapkan bahwa banyak siswa kelas tinggi belum lancar berbicara dalam bahasa Indonesia. Siswa yang belum lancer berbicara tersebut dapat disertai dengan sikap siswa yang pasif, malas berbicara sehingga siswa merasa takut salah dan malu, atau bahkan kurang berminat untuk berlatih berbicara di depan kelas. Ketiga fakta di atas menunjukkan kualitas proses dan hasil pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru masih kurang optimal. Oleh karena itu, dalam pembelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran keterampilan berbicara di SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar dibutuhkan perbaikan yang dapat mendorong siswa secara keseluruhan agar aktif dalam menanggapi ataupun mengemukakan pendapat di depan kelas. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar berbicara adalah dengan menggunakan metode diskusi kelompok yang memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat mengungkapkan pendapat di hadapan teman-temannya secara berkelompok dan menjadikan kelompok sebagai sarana yang efektif untuk belajar. Dengan metode diskusi ini, guru dapat mengefektifkan waktu pembelajaran karena siswa dapat belajar dengan efektif dengan mendapatkan feedback dari teman-teman pada kelompoknya masing-masing. Selain itu siswa juga akan dapat mengembangkan pendapat atau idenya masing-masing. Sebagaimana pendapat M.Peer Mohamed Sardhar (2008: 3) bahwa “Pause to allow quieter students a chance to contribute”. Guru sebaiknya mencoba untuk tidak mendominasi diskusi,agar siswa mendapat kesempatan untuk berkontribusi. Pendapat lain mengenai diskusi kelompok diungkapkan oleh De Vita (dalam Curt Reese dan Terri Wells, 2007: 2), yaitu “the difficulty that their students may encounter in university classrooms and help to prepare them to be able to participate in classroom discussions”. Dia menjelaskan bahwa guru harus menyadari jika siswa mereka mungkin kesulitan dalam menghadapi pelajaran, oleh karena itu guru harus membantu menyiapkan mereka untuk dapat berpartisipasi dalam diskusi kelas.
116
Keunggulan lain dari metode diskusi dalam proses pembelajaran berbicara adalah siswa menganalisis bahan pembelajaran secara berkelompok sehingga diharapkan siswa tidak merasa takut, malu, ataupun lupa dengan apa yang akan disampaikan. Dengan demikian, mereka dapat saling memotivasi dan menumbuhkembangkan kerjasama dan kekompakan pada diri siswa. Berkaitan dengan hal ini Hassibuan, dkk. (1994: 101) menyatakan bahwa tujuan penggunaan diskusi kelompok dalam proses belajar-mengajar di kelas, disamping sebagai alat untuk mencapai tujuan instruksional, juga dimaksudkan untuk memperoleh berbagai keuntungan yang lain. Keuntungan-keuntungan itu antara lain siswa dapat saling urun informasi atau pengalaman dalam menjelajahi gagasan baru atau masalah yang harus dipecahkan oleh mereka, dapat mengembangkan kemampuan untuk berpikir dan berkomunikasi, serta keterlibatannya dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dapat meningkat. Salah satu keterampilan berbicara yang harus dikuasai oleh siswa kelas XII SMA adalah keterampilan berpidato dengan kompetensi dasar Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat. Indikator yang harus dikuasai siswa antara lain: (1) menulis teks pidato dengan tema tertentu; (2) membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat; (3) mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman; (4) memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau masukan teman. Dari uraian di atas, peneliti terdorong untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas sebagai usaha perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara khususnya pada kompetensi berpidato pada siswa di SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar dengan menerapkan metode diskusi kelompok.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut ini.
117
1. Apakah dengan menerapkan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar? 2. Apakah dengan menerapkan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar?
C. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan: 1. Kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan menerapkan metode diskusi kelompok pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar; 2. Kualitas proses pembelajaran keterampilan berbicara dengan menerapkan metode diskusi kelompok pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar.
D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat peneliti sampaikan terbagi dalam manfaat praktis dan teoretis. 1. Manfaat teoretis Secara teoretis hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk: a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk referensi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan keterampilan berbicara. b. Sebagai pengembangan bahan ajar berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. c. Memberikan inovasi dalam pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok. d. Sebagai fakta pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok.
2. Manfaat Praktis
118
a. Bagi Guru 1) Meningkatkan kinerja guru karena dengan metode diskusi kelompok dapat mengefektifkan waktu pembelajaran berbicara. 2) Metode diskusi kelompok sebagai sarana bagi untuk memotivasi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran berbicara. 3) Menciptakan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan sehingga dapat menarik perhatian siswa. b. Bagi Siswa 1) Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran berbicara siswa. 2) Memberikan pengalaman belajar yang menarik dan berkesan pada siswa sehingga siswa mampu mengonstruksi berbagai keterampilan berbicara dengan baik.
BAB II LANDASAN TEORI
119
A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Keterampilan Berbahasa Indonesia a. Pengertian Keterampilan Berbahasa Indonesia Pada prinsipnya bahasa Indonesia merupakan sebuah fakta sosial, sarana komunikasi, dan pendekatan pembelajaran bahasa dan sastra yang dipergunakan sehingga keduanya saling terkait. Pada satu sisi bahasa Indonesia merupakan sarana komunikasi, dan sastra merupakan salah satu hasil budaya yang menggunakan bahasa sebagai alat kreativitasnya, sedangkan pada sisi lain bahasa dan sastra Indonesia sebaiknya diajarkan kepada siswa melalui pendekatan tertentu sesuai dengan hakikat dan fungsinya. Pendekatan pembelajaran bahasa lebih menitikberatkan aspek performansi atau kinerja bahasa dan fungsi bahasa sehingga pendekatan yang tepat digunakan adalah pendekatan komunikatif (Depdiknas, 2003: 2-3). Selanjutnya Depdiknas (2006: 4) menjelaskan bahwa secara garis besar keterampilan berbahasa yang terealisasikan kedalam wujud performansi bahasa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keterampilan berbahasa bersifat: (1) reseptif, yaitu penggunaan bahasa untuk memahami pesan, pendapat, perasaan dan sebagainya yang disampaikan oleh orang lain, yang dapat berupa kegiatan mendengarkan dan membaca, dan (2) produktif, adalah penggunaan bahasa untuk mengomunikasikan pesan, gagasan, perasaan, dan sebagainya kepada orang lain, yang dapat berupa kegiatan berbicara dan menulis. Keempat kegiatan berbahasa tersebut dikenal dengan sebutan empat keterampilan berbahasa (language skill), dan karakteristik keempat keterampilan tersebut diuraikan secara singkat satu per satu di bawah ini. 1. Kemampuan Mendengarkan (menyimak) Kemampuan mendengarkan atau keterampilan mendengarkan sering dikatakan sebagai keterampilan menyimak, yaitu kemampuan memahami gagasan, pendapat, perasaan, dan sebagainya dari pihak lain yang disampaikan lewat suara, baik langsung lewat media tertentu. Sesuai dengan fungsi komunikatif bahasa, kegiatan pembelajaran dan pengembangan soal ujian 9
120
keterampilan
mendengarkan
sebaiknya
ditekankan
pada
pengungkapan
keterampilan siswa memahami bahasa lisan. 2. Kemampuan Berbicara Kemampuan berbicara atau keterampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain secara lisan. Ketepatan pengungkapan gagasan, pendapat, perasaan sebaiknya didukung oleh penggunaan bahasa yang secara tepat, dalam arti sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. 3. Kemampuan Membaca Kemampuan atau keterampilan membaca adalah kemampuan memahami gagasan, pendapat, perasaan, dan sebagainya dari pihak lain yang disampaikan lewat tulisan. Pengukuran atau pengembangan soal-soal keterampilan menyimak sebaiknya menunjang fungsi komunikatif bahasa, khususnya bahasa tulis. 4. Kemampuan Menulis Kemampuan
atau
keterampilan
menulis
adalah
kemampuan
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain dengan melalui bahasa tulis. Ketepatan pengungkapan gagasan harus didukung oleh ketepatan bahasa yang digunakan. Selain komponen kosakata dan gramatikal, ketepatan kebahasaan juga sebaiknya didukung oleh konteks dan penggunaan ejaan. Sebagai bahasa nasional bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan kebangsaan, lambang identitas nasional, alat pemersatu, dan alat komunikasi antar daerah dan kebudayaan. Sebagai lambang kebangsaanbahasa Indonesia mampu mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebanggaan kita. Berdasarkan uraian di atas, selanjutnya dapat dikatakan bahwa sesuai dengan karakteristiknya pembelajaran bahasa Indonesia sebaiknya meliputi tiga komponen, yaitu: (1) bahasa sebagai alat komunikasi atau merupakan komponen performansi (kinerja, untuk kerja) kebahasaan, (2) bahasa sebagai sebuah sistem keilmuan atau berupa komponen kompetensi kebahasaan, dan (3) apresiasi sastra
121
sebagai suatu bentuk karya seni. Dengan demikian, pengujian bahasa dan sastra Indonesia juga berorientasi kepada ketiga hal di atas (Depdiknas, 2003: 3). Dalam proses belajar-mengajar terjadi komunikasi timbal-balik atau komunikasi dua arah antara guru dan siswa atau antara siswa dengan siswa. Semua kegiatan yang terjadi ini merupakan kegiatan berbahasa, maksudnya guru bukan hanya sekedar menguasai materi yang diajarkannya, tetapi guru tersebut juga berperan sebagai guru bahasa. Melalui bahasa seorang pengajar berusaha melatih anak didiknya memakai istilah-istilah dalam bidang disiplin tertentu, membentuk pemikiran yang logis, dan melatih memahami buku yang digunakan. Proses belajar-mengajar akan berjalan dengan efektif kalau bahasa yang digunakan betul-betul berfungsi dalam proses interaksi antara guru dan siswa. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1988: 12), menyatakan kalau peranan guru lebih dominan, anak didik menjadi pasif, sehingga tidak akan menumbuhkan motivasi. Siswa hendaknya selalu dirangsang untuk selalu bertanya, berpikir kritis, dan mengemukakan argumentasi-argumentasi yang meyakinkan dalam mempertahankan pendapatnya. Dengan kata lain mendorong siswa berpikir dan bertindak kreatif. Gorys Keraf (2001: 7), menjelaskan bahwa latihan kemampuan atau kemahiran pertama-tama bermaksud untuk menggelar dan mengembangkan potensi-potensi pribadi. Dengan latihan-latihan yang intensif, kita akan memperoleh keahlian bagaimana menggunakan daya pikir secara efektif, menguasai struktur bahasa dan kosakata secara meyakinkan, menggunakan suara dan artikulasi bahasa yang tepat, bagaimana menggunakan gerak-gerik, isyarat dan air muka sesuai dengan suasana dan isi pembicaraan. Latihan-latihan ini perlahan-lahan akan memungkinkan kita melahirkan ide, pengetahuan, perasaan dan lain-lainnya dalam bentuk bahasa yang baik dan lancar, dengan cara yang teratur dan logis. Dengan demikian, kemahiran berbahasa akan mendatangkan keuntungan bagi masyarakat, bila ia dipergunakan sebagai alat komunikasi yang baik terhadap sesama warga masyarakat, bila ia memungkinkan kita mengembangkan kesanggupan kita untuk dapat mempengaruhi orang lain dalam mengembangkan
122
kepribadian dan nilai-nilai sosial kepada tingkat yang lebih tinggi dari apa yang biasa dipakai oleh masyarakat umum.
b. Faktor-faktor Keberhasilan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA Pembelajaran Bahasa Indonesia merupakan usaha sadar guru untuk membuat siswa terampil berbahasa dan memiliki sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Sabarti Akhadiah M.K dkk. (1992: 1-2) menyebutnya sebagai proses pengubahan perilaku berbahasa siswa sehingga guru harus memahami berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran tersebut. Dia menyebutkan ada lima faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran Bahasa Indonesia, antara lain; tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, materi pembelajaran, kondisi siswa, sarana, dan lingkungan sosial. Berikut penjabaran dari kelima faktor di atas. 1)
Tujuan Pembelajaran yang Ingin Dicapai.
Setiap proses pembelajaran yang dilakukan akan selalu memiliki tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut merupakan faktor penentu dalam memilih materi pembelajaran, menentukan strategi pembelajaran, serta melakukan evaluasi pembelajaran. Tujuan tersebut mengarah kepada kemampuan yang ditujukan oleh sejumlah perilaku yang diharapkan, dapat diperlihatkan siswa setelah mengikuti pelajaran. Secara garis besar, kemampuan tersebut dikelompokkan ke dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. 2)
Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran yang diberikan akan mempengaruhi pemilihan kegiatan belajar yang direncanakan. Hal ini disebabkan oleh metode maupun strategi dalam pembelajaran setiap pokok bahasan mempunyai karakteristik yang berbeda. Sebagai contoh pokok bahasan berbicara akan berbeda dalam penggunaan metode dan strategi pengajarannya dengan pokok bahasan penulis. 3)
Kondisi Siswa
Faktor ini turut serta mempengaruhi dan menentukan jenis kegiatan belajar serta bahan belajar yang dipilih. Kondisi siswa ini merupakan faktor internal siswa yang turut menentukan keberhasilan proses dan hasil belajar.
123
Dimyati dan Mudjiyono (1999: 236) menyebutkan beberapa faktor internal tersebut, antara lain: sikap siswa terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, kemampuan siswa dalam mengolah bahan ajar, kemampuan siswa menyimpan perolehan hasil belajar, kemampuan siswa menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa, serta tingkat intelejensi. Tentunya siswa memiliki perbedaan dari hal-hal di atas sehingga mempengaruhi keberhasilan pembelajarannya. Dalam hal ini, guru perlu memperhatikan perbedaan karakteristik setiap siswa dengan menciptakan pembelajaran yang bervariasi. 4)
Sarana
Sarana merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Sarana pembelajaran tersebut meliputi buku pelajaran, buku bacaan, alat dan fasilitas laboratorium sekolah, dan berbagai media pengajaran lainnya. Keterbatasan sarana yang ada akan berpengaruh terhadap kegiatan belajar yang diselenggarakan. 5)
Lingkungan Sosial
Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak hanya dipengaruhi oleh faktor intern siswa saja, melainkan juga dipengaruhi oleh faktor ekstern siswa, yaitu lingkungan sekitar siswa. Faktor lingkungan yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran mereka, antara lain: keadaan rumah, taraf pendidikan serta sikap orang tua, jumlah anggota keluarga, perlengkapan belajar di rumah, dan sebagainya. Agar pembelajaran siswa berhasil dengan baik, perlu adanya kerjasama antara lingkungan sekolah dengan lingkungan keluarga. Lingkungan sekolah sebagai pusat pembelajaran dapat menyediakan lingkungan yang diperlukan, sedangkan lingkungan keluarga dapat membantu terlaksananya program yang diadakan disekolah.
2. Hakikat Pembelajaran Keterampilan Berbicara
124
a. Pembelajaran Berbicara Istilah pembelajaran tidak bisa terlepas dengan kegiatan belajar dan mengajar. Belajar dan mengajar mengacu kepada proses yang terjadi dalam suatu rangkaian unsur-unsur yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Erizal Gani (2000: 1) berpendapat bahwa belajar berarti berusaha agar memperoleh kepandaian atau ilmu. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Bruner (dalam Hidayat, 2000: 3) mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang terjadi secara bertahap (episode). Episode tersebut terdiri dari informasi, transformasi, dan evaluasi. Informasi menyangkut materi yang diajarkan, transformasi berkenaan dengan proses memindahkan materi, dan evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan proses yang telah dilakukan oleh pembelajar dan pengajar. Sejalan dengan itu, Gagne (dalam Hidayat, 2000: 3) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan untuk menimbulkan perubahan pada anak didik. Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan melalui tahapan-tahapan untuk menambah ilmu pengetahuan pada peserta didik. Dengan belajar diharapkan peserta didik mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang bermanfaat. Proses belajarmengajar selalu diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan keterampilan berbicara adalah siswa mampu memberikan informasi lisan tentang berbagai hal. Kegiatan berbicara yang dapat dikembangkan di kelas adalah bentuk kegiatan berbicara yang dibuat bersuasana formal maupun nonformal dalam bentuk berdiskusi kelompok, berpendapat, menceritakan suatu hal, berpidato dan lain-lain. Hal yang dapat ditempuh agar siswa dapat mengembangkan keterampilan berbicaranya adalah: 1) Memberikan kesempatan berbicara sebanyak-banyaknya. Hal ini perlu latihan praktik yang dilaksanakan secara teratur dan terarah. Jadi, siswa bukan hanya mengetahui teori berbicara, melainkan mereka berlatih menerapkan teori tersebut ke dalam kondisi sealamiah mungkin.
125
2) Latihan berbicara dijadikan bagian yang integral dari program pembelajaran sehari-hari. Karena itu perlu adanya koordinasi antara guru bahasa Indonesia dengan guru mata pelajaran yang lain dalam hal memberi kesempatan berlatih berbicara kepada siswa secara aktif berbicara dalam suatu komunikasi sewajarnya. 3) Menumbuhkan kepercayaan diri. Salah satu hambatan yang dihadapi seorang siswa adalah kurangnya rasa percaya diri. Latihan berbicara yang dilaksanakan secara teratur sangat berguna bagi pembinaan rasa percaya diri kepada siswa (Depdiknas, 2003: 81-82). Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran berbicara harus dilaksanakan dengan
menciptakan
situasi
belajar
yang
memungkinkan
siswa
dapat
mengembangkan keterampilan berbicara semaksimal mungkin. Kegiatan belajarmengajar yang dilaksanakan harus senantiasa memberikan kesempatan siswa untuk berlatih berbicara. Keterampilan berbicara hanya dapat dikuasai dengan baik apabila pembicara diberi kesempatan berlatih sebanyak-banyaknya. b. Pengertian Keterampilan Berbicara Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Menurut Suharyanti (1996: 5), berbicara merupakan pemanfaatan sejumlah otot dan jaringan otot tubuh manusia untuk memberi tandatanda yang dapat didengar (audible) dan yang dapat dilihat (visible) agar maksud dan tujuan dari gagasan-gagasannya dapat tersampaikan. Ini berarti bahwa berbicara merupakan pengucapan bunyi-bunyi yang dipandang dari faktor fisik untuk mengomunikasikan gagasan-gagasannya. Hal senada juga diungkapkan oleh Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1991: 17), keterampilan berbicara adalah keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengapresiasikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan dan penempatan persendian (juncture). Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, ditambah lagi dengan gerak tangan dan air muka (mimik) pembicara. Kemampuan
atau
keterampilan
berbicara
adalah
kemampuan
mengungkapkan gagasan, pendapat, dan perasaan kepada pihak lain secara lisan.
126
Ketepatan pengungkapan gagasan, pendapat, perasaan sebaiknya didukung oleh penggunaan bahasa yang secara tepat, dalam arti sesuai dengan kaidah bahasa yang berlaku. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran dan pengujian keterampilan berbicara sebaiknya mempertimbangkan komponen gagasan, pendapat, dan perasaan yang diungkapkan dan komponen kebahasaan yang digunakan (Depdiknas, 2003:5) Kemampuan berbicara bukanlah kemampuan yang berdiri sendiri, tetapi saling berkaitan dengan kemampuan yang lain. Kegiatan berbicara berhubungan erat dengan kegiatan mendengarkan. Berbicara dan mendengarkan merupakan kegiatan kegiatan komunikasi dua arah. Keefektifan berbicara tidak hanya ditentukan oleh si pembicara, tetapi juga oleh para pendengar. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1988: 25), menjelaskan bahwa kita dapat melihat faktor-faktor yang menentukan keefektifan berbicara, yaitu pembicara, pendengar, dan pokok pembicaraan yang dipilih. Ketiga faktor ini sangat menentukan berhasil tidaknya kegiatan berbicara. Selain itu, faktor bahasa tentu juga sangat menentukan. Pembicara harus memperhitungkan siapa pendengarnya dan menyesuaikan bahasanya dengan pendengarnya, baik diksi maupun struktur kalimatnya. Kegiatan pembelajaran dan pengembangan soal ujian pada umumnya berangkat dari kegiatan tulis-menulis. Pada prinsipnya ujian keterampilan berbicara sebaiknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara, dan bukannya menulis. Oleh karena itu, ujian kemampuan ini lebih praktis dilakukan ketika kegiatan pembelajaran berlangsung, yang hal ini dapat dilakukan dengan cara: (1) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi wacana yang diperdengarkan; (2) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi wacana yang dibaca; (3) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan isi wacana yang berupa gambar; (4) mengungkapkan atau menceritakan kembali secara lisan berbagai pengalaman; (5) melakukan kegiatan diskusi mengenai tema tertentu; (6) melakukan kegiatan tugas bercerita, berpidato, dan lain-lain.
127
c. Tujuan Berbicara Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi (Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1988: 17). Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya, disamping juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaimana mengemukakannya. Bagaimana mengemukakannya, hal ini menyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyi-bunyi bahasa tersebut. Yang dimaksud ucapan adalah seluruh kegiatan yang kita lakukan dalam memproduksi bunyi bahasa, yang meliputi artikulasi, yaitu bagaiman posisi alat bicara, seperti lidah, gigi, bibir dan langit-langit pada waktu kita membentuk bunyi, baik vokal maupun konsonan. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. (1988: 17) mengemukakan bahwa seorang pembicara berbicara karena ingin pikirannya dimiliki oleh orang lain. Karena itu pembicara ingin disimak, ingin didengar. Kita dapat melihat faktorfaktor yang menentukan keefektifan berbicara, yaitu pembicara, pendengar, dan pokok pembicaraan yang dipilih. Ketiga faktor ini sangat menentukan berhasil tidaknya kegiatan berbicara. Selain itu, faktor bahasa juga sangat menentukan. Pembicara harus memperhitungkan siapa pendengarnya dan menyesuaikan bahasanya dengan pendengarnya, baik diksi maupun struktur kalimatnya. Menurut Gorys Keraf (2001: 7), tingkat kemungkinan integrasi yang dilakukan terhadap lingkungan sosial, serta tingkat berhasilnya seseorang dalam menghendaki orang-orang lain berpikir, merasa dan bertindak seperti pembicara, ditentukan oleh kesanggupan pembicara untuk menyampaikan kepada orang lain apa yang dipikirkan atau dirasakan dengan jelas dan teratur. Sikap pembicara yang menentukan berhasil tidaknya komunikasi atau kontrol sosial itu tergantung pula dari faktor: ketepatan dan ketelitian maksud pembicara, dorongan untuk mengadakan kontrak dengan orang lain, makna dan arti yang jelas dari rangkaian kata-kata yang digunakannya. dan pada intinya, keterampilan berbicara bertujuan untuk melancarkan komunikasi yang jelas dan teratur dengan semua anggota
128
masyarakat, dan memungkinkan terpeliharanya tata sosial, adat-istiadat, kebiasaan dan sebagainya, melalui pengkhususan dari fungsi komunikatif tadi. d. Bentuk-bentuk Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMA Bentuk pembelajaran keterampilan berbicara di SMA dijabarkan dalam bentuk standar kompetensi dasar yang tercantum dalam KTSP (Depdiknas , 2006: 269-271). Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global.
Standar
kompetensi tersebut mencantumkan bentuk-bentuk keterampilan berbicara, yaitu mengungkapkan
gagasan,
tanggapan,
dan
informasi
dalam
diskusi,
mengungkapkan pendapat tentang pembacaan puisi, mengungkapkan informasi melalui presentasi program/ proposal dan pidato tanpa teks, mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan puisi lama.
e. Berpidato sebagai salah satu keterampilan berbicara Salah satu keterampilan berbicara yang harus dikuasai oleh siswa kelas XII SMA adalah keterampilan berpidato dengan kompetensi dasar Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat. Indikator yang harus dikuasai siswa antara lain: (1) menulis teks pidato dengan tema tertentu; (2) membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat; (3) mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman; (4) memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau masukan teman. Pada kesempatan ini peneliti memilih salah satu bentuk kegiatan berbicara yaitu berpidato. Kegiatan ini dimaksudkan untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Kegiatan pidato yang dilaksanakan adalah kegiatan berpidato dalam bentuk yang sangat sederhana. Kegiatan berpidato yang baik diperlukan persiapan-persiapan yang matang dan latihan yang teratur. Sebelum siswa berpidato di depan kelas mereka membuat
129
karangan berpidato sebagai acuan berpidato. Kerangka sering dididentikkan dengan sistematika. Sistematika berpidato meliputi: a. Mengucapkan salam pembuka dan menyapa hadirin b. Menyampaikan pendahuluan c. Menyampaikan isi pidato d. Menyampaikan kesimpulan isi pidato e. Mengucapkan salam penutup Dalam proses pembelajaran guru perlu memperhatikan pemakaian azasazas keefektifan berbicara. Sebagaimana pendapat Muhadjir dan A. Latief (1995: 47) bahwa azas-azas kekefektifan berbicara mencakup unsur-unsur kebahasaan dan nonkebahasaan. Unsur-unsur kebahsaan yang dimaksud adalah segala hal yang ada kaitannya dengan unsur bahasa misalnya, ketepatan intonasi, bervariasinnya bahasa yang digunakan, diksi yang tepat, keruntutan penuturan, penuturan dengan vokal yang jelas, dan sebagainya. Unsur-unsur nonkebahasaan dalam kegiatan berbicara lebih mengacu ke pribadi pembicara misalnya sikap dalam berbicara. Pembicara harus bersikap wajar, terbuka, tenang, mampu berinstropeksi diri, ammpu melibatkan pendengar dalam kegiatan berbicara dan sebagainya.
3. Hakikat Metode Pembelajaran Menurut Winarno Surachmad (dalam Suwarna 2005: 106), metode mengajar secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok, yaitu metode mengajar secara individual dan kelompok. Yang termasuk dalam metode mengajar secara individual adalah metode ceramah, tanya-jawab, diskusi, drill, demonstrasi/peragaan, pemberian tugas, simulasi, pemecahan masalah, bermain peran, dan karya wisata. Sedangkan metode mengajar secara kelompok antara lain meliputi seminar, simposium, forum, panel. Mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar bagi peserta didik. Dalam mengajar, guru tidak hanya sekedar menerangkan dan menyampaikan sejumlah materi pelajaran kepada peserta didik, namun guru
130
hendaknya selalu memberikan rangsangan dan dorongan agar pada diri siswa terjadi proses belajar. Oleh sebab itu, setiap guru perlu menguasai berbagai metode mengajar dan dapat mengelola kelas secara baik sehingga mampu menciptakan iklim yang kondusif. Dalam setiap kegiatan mengajar, pada dasarnya meliputi tiga kegiatan, yaitu kegiatan sebelum pembelajaran, kegiatan pelaksanaan pembelajaran, dan kegiatan sesudah pembelajaran. Berkaitan dengan hal ini Suwarna (2005: 105) berpendapat bahwa agar kegiatan mengajar dapat berjalan efektif, maka guru harus mampu memilih metode mengajar yang paling sesuai. Proses pembelajaran akan efektif jika berlangsung dalam situasi dan kondisi yang kondusif, hangat, menarik, menyenangkan, dan wajar. Oleh karena itu guru perlu memahami berbagai metode mengajar dengan berbagai karakteristiknya, sehingga mampu memilih metode yang tepat dan mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi sesuai dengan tujuan maupun kompetensi yang diharapkan.
4. Hakikat Metode Diskusi Kelompok a. Pengertian Metode Diskusi Kelompok Diskusi kelompok merupakan satu pengalaman belajar yang dapat diterapkan hampir dalam semua bidang studi, tentu saja disesuaikan dengan tujuan instruksional yang akan dicapai serta bahan pelajaran yang akan diajarkan. Sebagaimana pendapat Hassibuan. dkk. (1994: 98) bahwa diskusi adalah suatu percakapan atau pembicaraan antara dua orang atau lebih. Ditambahkannya, akan tetapi tidak semua percakapan atau pembicaraan dapat disebut diskusi. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, dengan maksud agar pembicaraan itu benarbenar bermanfaat dan berlangsung secara efektif. Senada dengan pendapat di atas, Suwarna (2005: 110) metode diskusi merupakan cara penyampaian bahan pelajaran yang mana guru memberikan kesempatan
kepada
siswa
untuk
mengadakan
perbincangan
ilmiah,
mengemukakan pendapat, dan menyusun kesimpulan atau menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah. Dalam metode diskusi, para siswa berinteraksi secara verbal, melakukan tukar-menukar informasi, saling mempertahankan
131
pendapat, maupun mengjukan alternatif pemecahan masalah. Dengan metode diskusi,
siswa
diberi
kesempatan
untuk
mengembangkan
keterampilan
memecahkan masalah, melatih dan membiasakan untuk bermusyawarah, berdemokrasi, serta menentukan keputusan atas dasar persetujuan atau kesepakatan bersama. Keunggulan lain dari metode diskusi dalam proses pembelajaran berbicara adalah siswa menganalisis bahan pembelajaran secara berkelompok sehingga diharapkan siswa tidak merasa takut, malu, ataupun lupa dengan apa yang akan disampaikan. Dengan demikian, mereka dapat saling memotivasi dan menumbuhkembangkan kerjasama dan kekompakan pada diri siswa. seperti yang diungkapkan oleh Slavin (1995: 4) bahwa ”The idea of cooperative learning is that if students want to succeed as a team, they will encourage their teammates to excel and will help them to do so”. Dari pendapatnya ini jelas bahwa siswa harus bekerja sama dan saling memotivasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Berkaitan dengan hal ini Hassibuan, dkk. (1994: 101) menyatakan bahwa tujuan penggunaan diskusi kelompok dalam proses belajar-mengajar di kelas, disamping sebagai alat untuk mencapai tujuan instruksional, juga dimaksudkan untuk memperoleh berbagai keuntungan yang lain. Keuntungan-keuntungan itu antara lain siswa dapat saling urun informasi atau pengalaman dalam menjelajahi gagasan baru atau masalah yang harus dipecahkan oleh mereka, dapat mengembangkan
kemampuan
untuk
berpikir
dan
berkomunikasi,
serta
keterlibatannya dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dapat meningkat. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dan persiapan dalam pembelajaran menggunakan metode diskusi menurut Hassibuan. dkk. (1994: 103) antara lain: 1) Pemilihan topik Topik yang dipilih hendaknya sesuai dengan tujuan yang akan dicakup, dan minat serta kemampuan siswa juga bermakna bagi peningkatan kemampuan berpikir siswa. Pemilihan topik dapat dilakukan oleh guru sendiri, oleh guru bersama siswa, atau oleh siswa sendiri.
132
2) Perumusan Masalah Masalah hendaknya yang mengandung jawaban yang kompleks, bukan jawaban tunggal. Artinya masalah itu mengandung berbagai macam jawaban yang benar. Perbedaannya hanya pada kadar atau tingkat kebenarannya, atau berbeda sudut pandang serta arah peninjauannya. 3) Penyiapan informasi pendahuluan Sediakan informasi pendahuluan yang berhubungan dengan topik tersebut agar para siswa memiliki latar belakang pengetahuan yang sama. Kegiatan pendahuluan ini dapat berupa membaca artikel, mengadakan wawancara, melakukan observasi, menyaksikan film, dan lain-lainnya. 4) Penyiapan diri sebaik-baiknya sebagai pemimpin diskusi Guru harus benar-benar siap sebagai sumber informasi, sebagai motivator hingga kemudian mampu memberikan penjelasan, mengerjakan pertanyaan-pertanyaan yang dapat memotivasi siswa, memahami kesulitan yang dialami siswa, dan sebagainya. 5) Penetapan besar kelompok siswa Yang ideal, besar kelompok yang efektif berkisar antara 5-9 orang. Perlu disadari bahwa besar kelompok mempunyai kekuatan dan kelemahan sendiri-sendiri. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan besar kelompok antara lain: pengalaman, kematangan dan keterampilan siswa, tingkat kekompakan siswa, intensitas minat, latar belakang pengetahuan, dan keterampilan guru memimpin diskusi. 6) Pengaturan tempat duduk Tempat duduk harus diatur agar antara anggota kelompok dapat saling beradu pandang (tatap muka), serta pemimpin diskusi berada dalam posisi yang memungkinkan dia berhadapan muka dengan semua anggota kelompok, hingga benar-benar ia sebagai anggota/bagian dari kelompok tersebut. Hal ini sangat penting untuk memupuk iklim persahabatan serta kekohensivan di antara peserta diskusi.
133
Diskusi kelompok di atas memiliki kelebihan dan kekurangan. Hassibuan (1994: 104) menjelaskan kelebihan dan kekurangannya sebagai berikut. 1) Kelebihan Diskusi Kelompok a) Hasil keputusan kelompok lebih kaya (berasal dari berbagai sumber), daripada hasil pemikiran individu. b) Anggota kelompok sering dimotivasi oleh kehadiran anggota kelompok lain. c) Anggota-anggota yang pemalu lebih bebas mengemukakan pendapat/ pikirannya dalam kelompok kecil d) Anggota kelompok lebih merasa terikat dalam melaksanakan keputusan kelompok, karena mereka terlibat di dalam proses pengambilan keputusan. e) Diskusi kelompok dapat meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri, maupun pemahaman terhadap orang lain (meningkatkan kemampuan individu untuk berinteraksi). 2) Kekurangan Diskusi Kelompok a) Banyak anggota kelompok yang kurang memahami tugasnya dalam kelompok sehingga banyak siswa yang melapor. Oleh karena itu, guru perlu memonitor mereka. b) Dapat memboroskan waktu, terutama jika terjadi hal-hal negatif seperti pengarahan
yang
kurang
tepat,
pembicaraan
yang
berlarut-larut,
penyimpangan yang tidak ditegur, penampilan yang kurang baik. c) Apabila dalam kelompok ada perbedaan pendapat dan terjadi perselisihan maka tidak ada penengahnya.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Berbicara dengan Metode Diskusi Kelompok Langkah-langkah dalam menggunakan metode diskusi kelompok dalam proses pembelajaran dijabarkan oleh Suwarna, (2005: 110) secara terperinci sebagai berikut.
134
a) Guru menyampaikan judul atau masalah yang akan didiskusikan, dan memberikan pengarahan cara pemecahannya (judul atau masalah dapat ditentukan bersama oleh murid dan guru). b) Guru mengarahkan agar membentuk kelompok-kelompok diskusi serta memimpin menentukan ketua maupun sekretaris kelompok. c) Guru mengamati pelaksanaan diskusi, memberikan dorongan atau bantuan agar setiap anggota berpartisipasi aktif, serta menjaga ketertiban. d) Guru berusaha agar diskusi berjalan dalam suasana bebas yang mana setiap anggota mempunyai hak untuk berbicara atau menyampaikan pendapat. e) Tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya, kemudian dibahas atau dimintakan pendapat dari kelompok lainnya. Tentunya penerapan langkah-langkah pembelajaran di atas harus disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan berbahasa siswa SMA. Penyesuaian tersebut dapat dilakukan pada kegiatan menganalisis wacana berdasarkan tema yang telah disepakati antara guru dan murid. Pada pembelajaran yang akan dilakuakan yaitu siswa akan menganalisis wacana yang disajikan pada masing-masing kelompok, serta menanggapi hasil analisis dari kelompok lain. Berikut langkah-langkah pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok pada siswa SMA. 1) Guru memberikan pengenalan mengenai topik yang akan dibahas dalam bahan pelajaran untuk satu hari. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pembelajaran yang baru. Dalam kegiatan ini, guru perlu menekankan bahwa kesiapan mereka dalam mengantisipasi bahan pelajaran yang akan diberikan pada hari itu dan keharusan bekerja sama dalam kelompok. 2) Siswa dibagi secara berkelompok. 3) Guru membagi bahan pembelajaran yang akan diberikan pada masing-masing kelompok. 4) Siswa diminta melakukan kegiatan (pengamatan, wawancara, atau membaca) secara bersama-sama.
135
5) Guru mengamati pelaksanaan diskusi, memberikan dorongan atau bantuan agar setiap anggota berpartisipasi aktif, serta menjaga ketertiban. 6) Sambil melakukan pengamatan atau wawancara atau membaca, siswa diminta mencatat mengenai topik pembahasan, gagasan yang dikembangkan dan bahasa yang digunakan. Jumlah analisa pada tahap ini disesuaikan dengan kelompok masing-masing. 7) Masing-masing kelompok melaporkan hasil diskusi di depan kelas untuk mendapat tanggapan dari kelompok lain. Tujuan kegiatan ini bukan untuk mendapatkan jawaban yang benar, melainkan untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar dan mengajar. 8) Kegiatan ini bisa diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam pelajaran hari itu. Penerapan metode diskusi kelompok di kelas dilakukan dengan perencanaan yang menekankan pada pembelajaran yang kooperatif. Selama proses pembelajaran siswa diharuskan bekerja sama untuk melengkapi tugas yang diberikan oleh guru. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam batas waktu singkat maupun lama. Hal ini mengandung pengertian bahwa guru menerapkan pembelajaran secara kerja sama dalam satu waktu tertentu dan seiring dengan perkembangannya guru bisa melakukan improvisasi dan memadukannya dengan beberapa teknik yang lain. Masing-masing guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan situasi kelas agar penerapan metode diskusi kelompok dapat lebih diefektifkan.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya adalah penelitian yang berjudul “Peningkatan Kualitas Keterampilan Berbicara Siswa Kelas I SLTP Muhammadiyah II Karanganyar Tahun Pelajaran 1999/2000” oleh Siti Shoviyah. Jenis penelitian ini adalah PTK dengan tujuan penelitian untuk menemukan faktor-faktor penyebab rendahnya kualitas keterampilan berbicara siswa dan strategi mengajar berbicara yangsesuai dengan kondisi siswa agar dapat meningkatkan kualitas keterampilan berbicara. Hasil penelitiannya, yaitu: 1)
136
faktor penyebab rendahnya kualitas keterampilan berbicara siswa antara lain : malu, grogi, tidak mampu mengungkapkan ide atau gagasan, kurang percaya diri, dan guru kurang memotivasi siswa. 2) strategi mengajar berbicara yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas agar dapat meningkatkan kualitas keterampilan berbicara, seperti menemukan hambatan yang dialami siswa, membekali siswa dengan teori berbicara, memotivasi siswa dan memberi latihan secara intensif kepada siswa untuk berpidato. Kesamaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah obyek kajian penelitian, yaitu keterampilan berbicara dan cara evaluasinya. Namun, ada sedikit perbedaan dalam objek kajian, yaitu penelitian Siti Soviyah difokuskan pada keterampilan berpidato sedangkan dalam penelitian ini difokuskan pada keterampilan menganalisis wacana. Meskipun demikian, cara evaluasi keterampilan berpidato dan menganalisis adalah sama, yaitu dengan penilaian unjuk kerja siswa yang dilengkapi rubrik pengamatan. Ada beberapa kelemahan dalam penelitian Siti Soviyah, yaitu pertama, faktor penghambat pembelajaran berbicara seharusnya sudah ditemukan pada waktu survei awal sebagai dasar menentukan tindakan yang akan diterapkan dalam penelitian. Namun penelitian di atas mengidentifikasi faktor penghambat keterampilan berbicara menjadi tujuan penelitiannya. Yang kedua adalah tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi hambatan berbicara siswa tidak spesifik, bahkan berubah-ubah setiap siklusnya. Padahal dalam penelitian yang berjenis PTK tindakan yang dilakukan setiap siklus yang ia sebutkan sebagai strategi pembelajaran berbicara kedalam bagian refleksi dari tiap siklusnya, sehingga dalam penelitiannya itu tidak terdapat tindakan yang jelas untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Supriyadi (2005) yang berjudul “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa
Kelas
Rendah
menginformasikan,
Sekolah
Rendah”.
mengidentifikasi,
dan
Tujuan
penulisannya
menguraikan
teori
adalah dalam
menumbuhkembangkan serta mengoptimalkan keterampilan berbicara siswa kelas rendah sekolah dasar. Berdasarkan tujuannya tersebut, tulisannya merupakan penelitian studi pustaka yang menjabarkan beberapa upaya untuk meningkatkan
137
keterampilan berbicara, antara lain dengan cara: 1) penciptaan suasana belajar yang kondusif, 2) penelitian lingkungan fisik yang kondusif, 3) penciptaan lingkungan interaktif yang kondusif, 4) penelitian lingkungan sosial yang kondusif,dan 5) peningkatan peran guru dan orang tua. Kesimpulan dari tulisannya adalah kelima upaya yang ditawarkan di atas dapat dipraktikkan di kelas rendah sekolah dasar dengan penyesuaian situasi dan kondisi, misalnya dana yang tersedia, sikap mental guru, kualifikasi guru, dan kondisi siswa. Penelitian di atas memiliki persamaan dengan penelitian ini, yaitu dalam hal objek kajian penelitian (pembelajaran berbicara pada siswa). Adapun perbedaannya adalah bentuk dan strategi penelitian serta subjek penelitiannya. Dari penelitian di atas, Supriyadi tidak menjabarkan secara rinci tindakan perbaikan yang nyata untuk meningkatkan keterampilan berbicara karena solusi yang ditawarkan kurang fokus pada satu tindakan yang tepat. Meskipun demikian, salah satu solusi yang ditawarkan untuk meningkatkan keterampilan berbicara adalah dengan bercerita yang dilakukan oleh siswa. Hal ini sesuai dengan objek kajian peneliti yang memfokuskan pada pembelajaran berpidato. Bertolak dari beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa pembelajaran berbicara sangat diperlukan dalam pendidikan saat ini baik tingkat dasar sampai tingkat tinggi sehingga seringkali dilakukan penelitian yang membahas keterampilan berbicara. Namun demikian, penelitian keterampilan berbicara menggunakan metode diskusi kelompok belum ada yang meneliti, meskipun diskusi kelompok tersebut telah dilakukan oleh guru-guru sekolah dasar hingga atas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan pioner bagi penelitian berikutnya yang akan menerapkan metode tersebut dalam pembelajaran berbicara.
C. Kerangka Berpikir Pembelajaran berbicara yang selama ini dilakukan oleh guru adalah siswa diminta menganalisis teks pidato di depan kelas setelah itu siswa diminta membacakan teks pidato tersebut di depan kelas secara individu. Adapun dalam
138
pelaksanaannya guru hanya meminta beberapa siswa yang tampil berbicara di depan kelas karena alokasi waktu yang terbatas. Metode di atas ternyata masih kurang optimal untuk meningkatkan keterampilan berbicara di depan kelas. Hal ini terbukti dengan masih sedikitnya siswa yang berani maju ke depan kelas untuk mengungkapkan pendapatnya. Mereka sering lupa dan bingung dengan apa yang akan dikatakan setelah mereka di depan kelas. Selain itu, rasa takut dan grogi sewaktu tampil di depan kelas masih sangat jelas. Mayoritas siswa menjadi malu dan takut apabila diminta oleh guru untuk berbicara di depan kelas. Akibatnya, prestasi keterampilan berbicara siswa dalam mengungkapkan pendapat atau gagasan masih rendah. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan sebuah metode yang dapat memotivasi mereka untuk aktif berbicara di depan kelas. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah dengan metode diskusi kelompok. Metode ini memberi kesempatan kepada siswa untuk menggali keterampilan berbicara salah satunya adalah
keterampilan berpidato.
ditanggapi/
siswa
Kemudian,
mengemukakan
pengalaman belajar
pendapatnya
di
depan
kelas
tersebut secara
berkelompok. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berbicara di depan kelas. Selain itu, mereka juga mengungkapkan pendapatnya secara berkelompok sehingga mereka tidak malu dan grogi, serta waktu pembelajaran berbicara akan lebih efektif.
139
Bertolak dari uraian di atas dapat disusun kerangka berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut. Rendahnya keterampilan berbicara (berpidato) Siswa SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar
Siswa malu, takut, kurang percaya diri berbicara di depan teman-temannya, dan lupa materi yang akan disampaikan
Siswa menyampaikan pendapat secara individu, waktu pembelajaran kurang efektif
Keterampilan berbicara (berpidato) siswa rendah
Penerapan Metode Diskusi Kelompok dalam pembelajaran berbicara
Siswa berani mengungkapkan pendapat dan belajar bekerja sama
Mengefektifkan waktu pembelajaran
Prestasi keterampilan berbicara (berpidato) siswa tinggi
Keterampilan siswa berbicara (berpidato) meningkat Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir D. Hipotesis Tindakan Dengan menerapkan metode diskusi kelompok akan membantu mengembangkan keterampilan berbicara siswa dalam menanggapi isi wacana, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran berbicara pada siswa SMA. Dengan demikian, dapat dirumuskan hipotesis bahwa penerapan metode diskusi kelompok dapat: 1. meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara siswa SMA; 2. meningkatkan kualitas hasil pembelajaran berbicara siswa SMA
140
BAB III METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Bung Karno yang beralamat di Wanukembang, Kecamatan Karangpandan, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kelas yang menjadi objek penelitian ini adalah Kelas XII. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Juni sampai dengan November 2008. Tabel 1 : Jadwal Kegiatan Penelitian No.
1
Bulan
Kegiatan
Persiapan survei awal
Juni
Juli
--xx
xxx-
Agust
Sept.
Okt.
Nov
xxxx
xxxx
xx
-xxx
xxx
xx
sampai penyusunan proposal 2
Seleksi
informan,
---x
xx---
penyiapan instrumen dan alat 3
Pengumpulan data
4
Analisis data
5
Penyusunan laporan
--xx
xx
xxx
xx
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Penelitian ini berbentuk penelitian tindakan kelas. Suharsimi Arikunto dkk.. (2006: 3) berpendapat bahwa penelitian tindakan kelas adalah pencermatan terhadap pembelajaran berupa suatu tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi secara bersama. Burns (dalam Suwarsih Madya, 2006: 8), menyatakan penelitian tindakan adalah penerapan penemuan fakta pada pemecahan masalah dalam situasi sosial dengan pandangan untuk meningkatkan kualitas tindakan
30
141
yang dilakukan didalamnya, yang melibatkan kolaborasi dan kerjasama para peneliti, praktis dan orang awam. Jadi, penelitian ini merupakan kerjasama antara peneliti, guru, siswa, dan pihak sekolah untuk menciptakan kinerja sekolah yang lebih baik. Menurut Suwarsih Madya (2006: 59), proses dasar penelitian tindakan didasarkan atas menyusun rencana bersama, bertindak dan mengamati, kemudian mengadakan refleksi atau kegiatan yang sudah dilakukan. Peneliti melakukan kerjasama dengan guru bidang studi bahasa Indonesia kelas XII, sebagai guru mitra dalam melaksanakan penelitian dalam rangka menyusun rancangan tindakan bersama. Setelah rancangan tersebut selesai, dilakukan pula pengamatan segala kejadian yang terjadi di kelas. Setelah itu, dilaksanakan, diadakan refleksi terhadap tindakan yang dilakukan. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, penelitian ini tidak cukup hanya dilakukan satu kali tindakan saja. Penelitian ini dilakukan lebih dari satu siklus agar ada perbaikan dari siklus sebelumnya. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Deskriptif kualitas yang digunakan dalam
prosedur penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif lisan maupun tertulis, dan bukan data yang berupa angkaangka. Data-data yang sudah diperoleh didiskripsikan dan dianalisis kemudian disimpulkan.
C. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar tahun ajaran 2008/2009 serta guru bahasa Indonesia yang mengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas tersebut. Adapun yang menjadi objek penelitian adalah pembelajaran berbicara (berpidato) pelajaran Bahasa Indonesia.
142
D. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Tempat dan peristiwa, yaitu ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan Karanganyar dan proses pembelajaran didalamnya. 2. Informan, dalam penelitian ini menggunakan informan guru dan siswa. 3. Dokumen yang berupa materi pembelajaran berbicara, terampil berbahasa Indonesia(berbicara), hasil tes siswa, hasil wawancara, rencana pembelajaran yang telah dibuat oleh guru, kurikulum yang berlaku di SMA Bung Karno, dan daftar nilai siswa.
E. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang diterapkan sebagai alat mengumpulkan data secara lengkap dan akurat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Observasi Menurut Sutopo (2002: 64), teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat, benda, serta rekaman gambar. Teknik ini dilaksanakan dengan cara mengamati sendiri kemudian dicatat sesuai dengan keadaan sebenarnya. Dalam penelitian ini, observasi dilaksanakan pada saat proses penelitian berlangsung, yaitu pada saat sebelum tindakan dan saat tindakan. Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembelajaran berbicara yang berlangsung di SMA Bung Karno Karangpandan serta perkembangannya. Penulis melakukan observasi pembelajaran keterampilan berbicara di kelas pada jam-jam guru bidang studi Bahasa Indonesia mengajarkan pokok bahasa berbicara. Dalam melakukan observasi, penulis mencatat hal-hal pokok yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara, dalam menanggapi atau mengungkapkan gagasan dan tanggapan terhadap wacana di kelas, yaitu: (1) bahan/materi yang diajarkan, (2) metode,
143
pendekatan yang digunakan, (3) media yang digunakan, (4) langkah-langkah pembelajaran berbicara (5) evaluasi pembelajaran berbicara. Peneliti bertindak sebagai partisipan pasif,
artinya
peneliti
mengamati jalannya pembelajaran di kelas, bukan memimpin jalannya pembelajaran. Pembelajaran dipimpin oleh guru sebagai mitra peneliti. Peneliti mengambil tempat duduk yang strategis agar dapat mengamati jalannya proses pembelajaran sambil mencatat segala sesuatu yang terjadi. Meskipun peneliti mencari tempat yang strategis, namun tidak mengganggu proses pembelajaran yang sedang berlangsung. 2. Wawancara Wawancara dilakukan kepada siswa, guru, kepala sekolah dan informan lain untuk menggali tentang proses pembelajaran keterampilan berbicara dan metode yang digunakan dalam pembelajaran berbicara. 3. Analisis Dokumen Analisis keterampilan
dokumen berbicara
dilakukan (berpidato)
untuk selama
mengetahui
peningkatan
dilaksanakannya
tindakan.
Dokumen yang dimaksud berupa catatan lapangan untuk mengetahui kualitas proses pembelajaran dan nilai keterampilan berbicara (berpidato siswa) untuk mengetahui kualitas hasil pembelajaran. 4. Tes atau tugas Tes digunakan untuk mengetahui perkembangan yang sudah dicapai oleh siswa. Langkah-langkah yang ditempuh peneliti dalam pengambilan data dengan menggunakan tes adalah dengan menyiapkan perangkat bahan tes, menyiapkan indikator keberhasilan, melakukan tes, dan kemudian menilai serta mengolah data.
F. Uji Validitas Data Agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah diperlukan adanya validitas data yang digunakan untuk menjaga keabsahan data yang dikumpulkan. Oleh karena itu, dalam suatu penelitian harus menentukan
144
suatu cara untuk meningkatkan validitas data yang diperolehnya. Adapun uji validitas data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut. 1. Triangulasi sumber data Teknik ini digunakan dengan cara membandingkan dan mengecek kembali derajad kepercayaan suatu informasi yang telah diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Dalam hal ini, peneliti menguji kebenaran data yang diperoleh dari suatu informasi dengan informasi yang lain. Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan dengan dua siswa dan guru untuk memperoleh data mengenai masalah pembelajaran berbicara. Setelah itu peneliti melakukan kroscek dengan observasi survei awal apakah sesuai dengan penuturan para informan. 2. Review Informan Teknik ini dilakukan untuk mengecek kevalidan dan informasi dari sumber yang sama. Teknik ini dilakukan dengan cara menanyakan kembali informasi yang sudah diperoleh kepada sumber yang bersangkutan agar sesuai. Dalam hal ini peneliti mencoba mewawancarai dua siswa untuk mencari kesamaan informasi tentang masalah pembelajaran berbicara (berpidato) yang tengah dihadapi oleh siswa. selain itu juga dicocokkan hasilnya dengan wawancara terhadap guru.
G. Teknik Analisis Data Dalam penelitian tentang pembelajaran berbicara siswa ini, peneliti menggunakan teknik analisis data yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (dalam Suwarsih Madya, 2006: 76-78) yaitu teknik analisis interaktif (interactive model of analysis), dalam teknik ini ketiga komponen dianalisis (reduksi data, sajian data, penarikan kesimpulan) aktivitasnya saling berinteraksi dengan proses pengumpulan data sebagai siklus. Ada tiga tahap yang digunakan dalam menganalisis data, yaitu :
145
1. Reduksi data (data reduction) Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data, berlangsung terus menerus selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung. Reduksi data dalam penelitian ini sudah dimulai sejak peneliti mengambil keputusan tentang kerangka kerja konseptual, tentang pemilihan kasus yaitu tentang pembelajaran berbicara, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan seputar pengajuan berbicara di SMA Bung Karno Karangpandan dan tentang cara pengumpulan data yang akan dipakai. 2. Penyajian Data (data display) Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis adalah penyajian data, sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data penelitian mengenai pelaksanaan pembelajaran berbicara baik yang diperoleh melalui observasi pada waktu proses belajar mengajar berlangsung di kelas, maupun yang diperoleh melalui wawancara guru Bahasa Indonesia, yaitu: a. Pelaksanaan
pembelajaran
berbicara
di
SMA
Bung
Karno
Karangpandan, meliputi kompetensi dasar, bahan/materi pengajaran berbicara, pendekatan ataupun metode pengajaran berbicara, media pengajaran berbicara, dan evaluasi pengajaran berbicara. b. Penerapan berbicara siswa dalam pembelajaran berbicara, meliputi faktor pendukung dalam pembelajaran berbicara, kendala-kendala yang dihadapi dan cara mengatasinya. c. Penarikan simpulan (Conclusing Drawing) 3. Verifikasi Penarikan kesimpulan dilakukan secara bertahap pada akhirnya tiap siklus. Dalam penarikan kesimpulan, perlu verifikasi untuk memantapkan simpulan dan tampilan data agar dapat dipertanggungjawabkan.
146
H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini didasarkan pada prosedur penelitian tindakan kelas menurut Suwarsih Madya (2006: 59), yaitu;(!) kegiatan menyusun rencana tindakan bersama, (2) melakukan tindakan dan mengamati secara individual maupun bersama-sama, kemudian (3) melakukan refleksi terhadap tindakan yang akan dilakukan. Rangkaian kegiatan tersebut terhimpun dalam sebuah siklus. Senada dengan pendapat tersebut Suharsini Arikunto dkk.. (2006: 16) mengemukakan model penelitian yang lazim digunakan dalam penelitian tindakan kelas. Tahap-tahap dalam model tersebut adalah: (1)
perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengamatan, dan (4) refleksi.
Penetapan Fokus Masalah
Perencanaan
Refleksi
SIKLUS I
Pelaksanaan
Pengamatan Perencanaan Refleksi
SIKLUS II
Pelaksanaan
Pengamatan
Indikator sudah/belum tercapai?
Gambar 2: Alur Penelitian Tindakan
147
Keterangan: 5. Rencana (perencanaan tindakan): menerapkan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara untuk meningkatkan keterampilan berbicara dalam menanggapi isi wacana. 6. Tindakan (pelaksanaan tindakan): pelaksanaan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara 7. Observasi (observasi dan interpretasi): mengamati proses penerapan metode diskusi kelompok. 8. Refleksi (analisis dan refleksi): mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan penerapan metode diskusi kelompok yang telah dilakukan pada siklus II, dan seterusnya. I. Indikator Keberhasilan Enco Mulyasa (2006: 209) berpendapat bahwa kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan hasil. Proses pembelajaran dikatakan berhasil bila setidaknya 70% peserta didik terlibat secara aktif, baik secara fisik, mental, ataupun sosial selama proses pembelajaran. Selain itu, siswa juga harus menunjukkan kegairahan tinggi terhadap pembelajaran. Dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil jika setidaknya terdapat 70% siswa yang mengalami perubahan positif dan output yang bermutu tinggi. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah terjadinya peningkatan proses dan hasil belajar sampai setidaknya 70%. Dalam proses pembelajaran, persentase ini dipeoleh dengan cara menghitung jumlah siswa yang fokus dan aktif dalam pembelajaran, selain itu juga melanjutkan minat yang besar terhadap pembelajaran. Dari segi hasil, terdapat setidaknya 70% siswa memperoleh nilai tes keterampilan berbicara dalam mengungkapkan pendapat sesuai batas ketuntasan belajar minimal 60 yang sudah ditentukan dalam KTSP SMA Bung Karno Karangpandan, Karanganyar. Untuk mengetahui ketercapaian tujuan penelitian, dapat dilihat dari indikator keberhasilan penelitian sebagai berikut ini.
148
Tabel . Indikator Ketercapaian Tujuan Penelitian Persentase Aspek yang Diukur
Keaktifan siswa
Target Capaian Siklus
Siklus
Siklus
1
2
3
50%
60%
70%
Cara mengukur
Diamati
saat
guru
selama apersepsi
memberikan
apersepsi
dan mengikuti
kepada
pembelajaran
pembelajaran dan diamati
siswa pada
awal
saat pembelajaran
dengan
menggunakan
lembar
observasi oleh peneliti dan dihitung dari jumlah siswa yang menunjukkan kesungguhan dalam kegiatan belajar mengajar. Keberanian
40%
55%
70%
Diamati saat pembelajaran
berpidato di
dengan menggunakan lembar
depan kelas
observasi oleh peneliti dan dihitung dari jumlah siswa yang berani (mau) membaca puisi di depan kelas.
Ketuntasan hasil
50%
60%
70%
Dihitung dari jumlah siswa
belajar
yang memperoleh nilai
(keterampilan
ke atas untuk berpidato di
siswa berpidati
depan kelas.
mendapat nilai 65 ke atas)
65
149
Adapun untuk mengukur kualitas hasil pembelajaran berbicara (berpidato) menggunakan indikator penilaian berupa lafal, nada, intonasi, sikap, dan kefasihan dapat dilihat melalui indikator penilaian keterampilan berbicara (berpidato) berikut ini: Tabel 2. Indikator Penilaian Berbicara (berpidato) Dilihat dari segi kebahasaan siswa untuk memilih bahasa untuk mengungkapkan gagasan, berpidato mempunyai persamaan dengan tugas bercerita (Burhan Nurgiyantoro, 2001: 264). Ada beberapa cara untuk menilai tugas
berpidato,
Jakobvits
dan
Gordon
(dalam
Valette,
1997:
149)
mengembangkan teknik penilaian untuk tugas-tugas laporan lisan untuk tugas bercerita dan berpidato yang memiliki kesamaan. Penilaian dilakukan dengan skala 0 sampai dengan 10. Aspek yang dinilai dapat dimodifikasi sendiri sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa oleh guru. Berikut ini indikator penilaian berpidato: 1. Jenis tagihan 2. Teknik 3. Bentuk instrumen No.
: Nontes : Unjuk Kerja : Rubrik Pengamatan
Aspek yang
Rentangan Skala
Dinilai
5
1
Lafal
2
Nada
3
Intonasi
4
Sikap
5
Kelancaran
4
3
2
Perolehan 1
Skor
Total Nilai Tabel. Indikator Penilaian Keterampilan Berbicara
150
Pedoman Penilaian dan Teknik Penilaian 1. Lafal Kemampuan melafalkan bunyi secara tepat dapat dinilai dengan indikator: 5
Siswa
mampu
memberi penekanan
yang sudah sesuai,
dengan
mengucapkan pelafalan sesuai dengan kalimat yang dituturkan sehingga jelas untuk dipahami. 4
Siswa terkadang mengucapkan pelafalan yang kurang dipahami.
3
Siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah pengertian.
2
Siswa melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena masalah pengucapan. Sering siswa harus mengulangi apa yang diucapkannya.
1
Siswa kesukaran melafalkan kata-kata dan kesalahan dalam pelafalannya terlalu banyak sehingga kalimatnya tidak dapat dipahami.
2. Nada 5 Nada sesuai dengan kalimat yang diucapkan dan tidak monoton 4
Nada sudah variatif namun kadang-kadang monoton
3
Nada sering kali monoton hanya sesekali terdengar lagu kalimat yang sesuai
2
Nada sering monoton
1
Nada monoton
3. Intonasi Kemampuan menerapkan intonasi dengan benar dapat dinilai dengan indikator di bawah ini. 5
Siswa dalam menuturkan kalimat hampir tidak ada kesalahan intonasi.
4
Siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat, tetapi tidak mengaburkan arti.
3
Siswa sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-waktu mengaburkan arti.
2
Siswa membuat kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat yang menyebabkan kalimatnya sukar untuk dipahami.
151
1
Siswa membuat kesalahan intonasi dan susunan kata demikian banyaknya sehingga kalimatnya benar-benar sulit dipahami.
4. Sikap 5
Siswa mampu menuturkan kalimat disertai dengan gerak anggota tubuh sesuai dengan ekpresi.
4
Siswa terkadang melakukan gerak anggota tubuh yang tidak sesuai dengan ekspresi.
3
Siswa sering menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan dengan ekspresi.
2
Siswa terlihat ragu-ragu saat melakukan gerak anggota tubuh lain, sehingga tidak sesuai dengan ekpresi.
1
Siswa tidak sama sekali tidak menunjukkan gerak anggota tubuh lain sesuai dengan ekspresi saat menuturkan kalimat.
5. Kelancaran/kefasihan Kemampuan untuk menempatkan posisi saat memerankan tokoh berbicara dapat dinilai dengan indikator di bawah ini. 5
Pembicaraan lancar sekali.
4
Pembicaraan kurang lancar.
3
Kesulitan berbahasa, menyebabkan kecepatan dan kelancaran terganggu.
2
Pembicaraan tersendat-sendat.
1
Pembicaraan sering terhenti dan pendek-pendek.
Untuk mencari nilai dari setiap siswa dapat menggunakan teknik penilaian sebagai berikut: 1.
Nilai setiap unsur yang dinilai dalam cerita berkisar antara 1 sampai dengan 5. Nilai 5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti sedang, nilai 2 berarti kurang, dan nilai 1 berarti kurang sekali.
2.
Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur penilaian yang diperoleh siswa.
3.
Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus: Total nilai X 100 = nilai 25
152
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Awal (Pratindakan)
Untuk mendapatkan gambaran awal pelaksanaan pembelajaran berbicara, peneliti melakukan kegiatan survei awal sebelum diadakan serangkaian siklus penelitian. Kegiatan survei awal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran berbicara, serta mengetahui kemampuan awal keterampilan berbicara siswa. pemahaman akan kondisi awal dari kegiatan survei awal ini menjadi dasar untuk menentukan siklus yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran yang dialami guru maupun siswa, khususnya pembelajaran berbicara. Peneliti melakukan kegiatan pengamatan selama proses belajar-mengajar
berlangsung.
Segala
kejadian
yang
berlangsung
pada
pembelajaran berbicara kondisi awal, peneliti amati dalam lembar observasi. Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara terhadap guru bidang studi serta kepada beberapa siswa dan pembagian angket untuk mengetahui sejauh mana respons siswa terhadap pembelajaran berbicara yang telah berlangsung. Adapun hasil kegiatan survei awal yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut. 1. Siswa tidak antusias dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei awal terungkap dengan jelas bahwa siswa menunjukkan sikap kurang peduli pada saat berlangsungnya
pembelajaran
berbicara.
Saat
proses
pembelajaran
berlangsung, siswa terlihat pasif. Beberapa siswa memang tampak memperhatikan keterangan guru namun tidak sedikit pula siswa yang sibuk beraktivitas sendiri. Dari hasil pantauan peneliti dengan lembar observasi, diketahui 24 siswa atau 50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut kurang memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran. Sementara itu, keaktifan siswa hanya 29 % dari jumlah keseluruhan siswa atau 14 siswa.
42
153
Selain obeservasi yang peneliti lakukan, hasil angket yang peneliti berikan kepada siswa menyatakan bahwa 50% siswa (24 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang) menyatakan tidak begitu suka terhadap pembelajaran berbicara bahasa Indonesia yang diterapkan oleh guru. Selain itu, hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi bahasa Indonesia menyatakan bahwa selama ini materi berbicara (berpidato) sulit untuk diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di kelas XII, karena siswa di kelas ini kurang memiliki respons yang baik terhadap pembelajaran berbicara itu sendiri. Menurut guru kolaboran, para siswa memang kurang dalam kompetensi berbicara. Hal ini dikarenakan siswa merasa malu dan grogi saat diminta untuk berbicara di depan kelas. 2. Siswa merasa malu dan grogi saat tampil ke depan kelas untuk berbicara. Pada survei awal yang peneliti lakukan, guru memberikan materi berbicara (berpidato) dengan pembacaan teks pidato secara langsung. Kegiatan yang dilakukan adalah beberapa orang siswa membacakan teks pidato di depan kelas. Pada awalnya, guru menawarkan kepada siswa yang ingin membacakan teks pidato, tidak ada siswa yang mau menunjukkan jari. Guru kemudian menunjuk siswa untuk membacakan teks pidato yang telah ditentukan, siswa yang telah ditunjuk pun terlihat enggan untuk membacakan teks pidato yang telah ditentukan oleh guru tersebut. Kejadian tersebut berlangsung selama pembelajaran berbicara (berpidato) dilakukan. Siswa mau tidak mau harus maju ke depan kelas untuk membacakan teks pidato, karena sudah merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus dikuasai. Siswa merasa terpaksa saat mereka diminta untuk maju ke depan kelas. Siswa tampak grogi dan malu saat mereka tampil di depan kelas membacakan teks pidato yang diberikan oleh guru. Akibat dari perasaan tersebut, membuat penampilan siswa kurang maksimal. Lafal, intonasi, dan nada, sikap, serta ekspresi siswa tidak tampak saat mereka berpidato. Akhirnya peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa masih kurang tertarik dengan cara pembelajaran yang guru berikan dan keterampilan berbicara (berpidato) siswa kelas XII rendah.
154
2. Guru
kurang
kooperatif
terhadap
siswa
sehingga
kesulitan
dalam
membangkitkan minat siswa. Guru belum bisa menunjukkan komunikasi aktif dengan siswa. Hal itu ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang mengalihkan perhatiannya pada saat pembelajaran berlangsung. Guru juga terkesan kaku dalam memberikan materi pelajaran. Guru sudah mencoba membangkitkan minat siswa dengan memberi pendekatan secara langsung dan menegur siswa yang tidak
memperhatikan
pelajaran.
Namun,
cara
ini
belum
mampu
membangkitkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa merasa bosan dengan metode mengajar guru. Hal ini dibuktikan dalam angket siswa yang menyatakan bahwa 50% (24 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang) menyatakan bosan dengan metode mengajar guru. 3.
Guru kesulitan dalam mengembangkan metode yang tepat untuk mengajarkan materi berbicara (berpidato). Selama ini dalam mengajarkan berbicara (berpidato),
guru
menggunakan metode ceramah dan hanya menugasi beberapa siswa saja yang membacakan teks pidato. Guru terlihat mendominasi pembelajaran yang berlangsung. Disamping itu, guru merasa kesulitan menemukan cara yang tepat agar pembelajaran berbicara berlangsung menyenangkan dan membuat siswa merasa tertarik. 4.
Guru kesulitan dalam mengelola kelas pada saat materi pembelajaran berbicara. Selama pembelajaran berlangsung, guru menggunakan metode konvensional dengan memperbanyak memberikan ceramah. Akhirnya interaksi antara guru dengan murid menjadi pasif karena hanya terjalin komunikasi satu arah. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi bahasa Indonesia menyatakan bahwa guru masih kesulitan dalam mengajarkan materi berbicara (berpidato). Lebih lanjut, guru juga menyatakan bahwa pembelajaran berbicara saat ini kurang optimal karena siswa kurang tetarik dan akhirnya siswa tidak mempedulikan pembelajaran.
155
5.
Sebagian besar siswa belum mencapai batas ketuntasan minimal keterampilan berbicara (berpidato) yaitu 65.
Tabel 3. Nilai Keterampilan Berbicara Survei Awal Nama
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo
Nilai
KETERANGAN
55
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
70
TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
45
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
48
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
57
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
65
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
58
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
62
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
65
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
156
33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P. Rata-rata kelas
60
BELUM TUNTAS
62
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
58
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
45
BELUM TUNTAS
48
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
65
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
58
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS Siswa yang tuntas (1)
54,67
Siswa yang belum tuntas (47)
Dari hasil nilai tes survei awal keterampilan berbicara siswa di atas dapat dikatakan bahwa keterampilan siswa berbicara sangat memprihatinkan. dari 48 siswa yang sudah mencapai batas ketuntasan minimal belajar hanya satu (1) atau 1% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Berarti 98% (47) siswa yang lain belum mencapai ketuntasan belajar. Rentangan nilai 45-70, dan nilai rata-rata kelas adalah 54, 67. Nilai rata-rata kelas ini jauh dari nilai ketuntasan rata-rata kelas yaitu 70. Dari fakta hasil survei awal membuktikan bahwa proses maupun hasil pembelajaran berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan masih jauh dari harapan. Dilihat dari segi proses pembelajaran meunjukkan bahwa pembelajaran berbicara yang selama ini berjalan kurang kondusif. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Tentu saja masalah pertama tersebut memunculkan masalah kedua, yaitu hasil atau nilai keterampilan berbicara siswa yang turut memprihatinkan. Oleh karena itu perlu adanya terapi untuk mengatasi penyakit
157
pembelajaran tersebut. Terapi yang cocok untuk mengobati penyakit tersebut ialah dengan penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara. B. Deskripsi Hasil Penelitian Proses penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus dengan harapan dapat memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah yang telah dirumuskan. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan (2) pelaksanaan siklus (3) observasi dan interpretasi (4) analisis dan refleksi. 1.
Siklus I a. Perencanaan Siklus Pada tahap ini peneliti dan guru kolaboran mendiskusi kan rancangan skenario pembelajaran yang akan diterapkan pada siklus yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran berbicara yang dialami dengan metode diskusi kelompok. Kegiatan perencanaan siklus ini dilaksanakan pada hari Sabtu 11 Oktober 2008 di ruang guru setelah kegiatan belajar mengajar selesai. Hal-hal yang menjadi bahan diskusi antara peneliti dan guru kolaboran adalah sebagai berikut : (1) peneliti menyamakan persepsi dengan
guru
mengusulkan
mengenai penelitian diterapkannya
yang
metode
dilakukan;
diskusi
(2)
peneliti
kelompok
dalam
pembelajaran Siklus I, serta menjelaskan cara penerapannya; (3) peneliti dan guru bersama-sama menyusun RPP untuk siklus I; (4) peneliti dan guru bersama-sama merumuskan indikator pencapaian tujuan; (5) peneliti dan guru bersama-sama membuat lembar penilaian siswa, yaitu instrumen penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes digunakan untuk menilai keterampilan berbicara siswa. Instrumen nontes digunakan untuk menghitung persentase minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam pembelajaran siklus I. Instrumen nontes ini berbentuk pedoman observasi; dan (6) peneliti dan guru menentukan jadwal pelaksanaan siklus. Berkaitan dengan penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara, disiapkan tiga panduan. Ketiga panduan tersebut antara lain: (1) pemahaman PTK (Penelitian Tindakan Kelas); (2)
158
penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara; (3) pelaksanaan pembelajaran yang kondusif. Ketiga panduan tersebut untuk menyamakan persepsi antara peneliti dan guru kolaboran tentang prosedur penelitian tindakan kelas. Pemahaman konsep PTK berdasarkan kesepakatan dilaksanakan pada hari kamis, 12 Oktober 2008 di kantor guru SMA Bung Karno Karangpandan. Dalam pertemuan ini peneliti memberikan wawasan tentang PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Pemberian wawasan ini dilakukan dengan metode diskusi antara peneliti dan guru kolaboran. Selain pemahaman konsep PTK, peneliti dan guru kolaboran sekaligus mendiskusi kelompokkan tentang penerapan metode diskusi dalam siklus nanti. Pembekalan pembelajaran berbicara
yang kondusif berupa
pemberian motivasi kepada siswa akan pentingnya keterampilan berbicara yang dimiliki siswa. Selain itu peneliti memberikan pembekalan mengenai keterampilan dasar mengajar, terutama keterampilan menjelaskan, keterampilan memotivasi siswa dan keterampilan menerapkan metode mengajar, dalam hal ini metode diskusi kelompok yang akan diterapkan pada Siklus I. Setelah sharing ideas tentang ketiga pembekalan tersebut selesai, peneliti dan guru kolaboran menyepakati bahwa pelaksanaan Siklus I akan dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 (dua jam pelajaran) dan Sabtu, 18 Oktober 2008 (dua jam pelajaran). Adapun tahap perencanaan siklus I secara ringkas meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok; 2) Peneliti dan guru menyamakan persepsi dengan pemahaman konsep PTK, pelaksanaan pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok, dan pelaksanaan pembelajaran yang kondusif;
159
3) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes dinilai dari unjuk kerja/penampilan siswa berbicara (berpidato). Aspek yang dinilai berdasarkan lafal, intonasi, nada, sikap, kelancaran/kefasihan atau kefasihan. Adapun instrumen nontes digunakan untuk mengamati minat dan motivasi serta keaktifan siswa
selama
kegiatan
pembelajaran
berlangsung berdasarkan
pedoman observasi yang telah disusun; 4) Pelaksanan Siklus I direncanakan berlangsung selama dua kali pertemuan sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dan guru kolaboran, yakni dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 dan Sabtu 18 Oktober 2008. b. Pelaksanaan Siklus Pelaksanaan Siklus I berlangsung selama dua kali pertemuan, yakni pada hari Rabu, 15 Oktober dan Sabtu, 18 Oktober 2008 di ruang kelas XII SMA
Bung
Karno
Karangpandan.
Masing-masing
pertemuan
dilaksanakan selama 2x45 menit. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan skenario dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disepakati antara peneliti dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia pada tahap perencanaan. Pada saat pembelajaran berlangsung peneliti mengambil posisi di kursi paling belakang untuk melakukan observasi terhadap jalannya pembelajaran serta melakukan pengambilan data melalui wawancara tidak berstruktur setelah pembelajaran usai. Materi pada pelaksanaan Siklus I adalah pengertian berpidato dan langkah-langkahnya dan teks pidato memperingati HUT RI ke-64. Materi ini dibahas dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama siswa menganalisis materi pidato sambutan acara ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke 64 dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Pertemuan kedua siswa ditugasi tampil ke depan kelas untuk berpidato memberikan sambutan pada acara HUT RI ke-64 satu per satu, kemudian guru membimbing dan memberikan komentar atas penampilan siswa saat berpidato.
160
Urutan pelaksanaan Siklus I adalah sebagai berikut: 1) Guru memberikan apersepsi dengan mengadakan tanya jawab dengan siswa tentang kegiatan memberi sambutan atau berpidato pada suatu acara tertentu yang pernah dilihat atau dialami siswa; 2) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; 3) Guru menyajikan materi yang telah direncanakan dengan melibatkan siswa secara aktif serta memberikan contoh cara membaca teks sambutan dan memberi sambutan tanpa teks; 4) Guru meminta siswa membaca contoh teks sambutan yang terdapat di dalam buku paket; 5) Guru meminta siswa untuk membuat teks sambutan dengan memilih sendiri topik HUT RI ke-64; 6) Guru meminta siswa untuk berdiskusi kelompok dan bertukar pikiran untuk mencoba menampilkan sambutan di dalam kelompok masingmasing; 7) Guru meminta siswa ke depan kelas berpidato sesuai teks pidato yang telah disusun; 8) Guru memberikan refleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan bertanya kepada siswa tentang kesulitan yang dialami berkenaan dengan berbicara khususnya berpidato; 9) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membuat teks sambutan dan meperbanyak latihan berdasarkan teori yang telah dipelajari. c. Observasi dan Interpretasi Dari pelaksanaan Siklus I peneliti berpendapat bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai. Hal ini ditunjukkan dengan kualitas keterampilan berbicara siswa yang masih rendah. Selain itu tidak tercipta pembelajaran yang komunkatif yang menunjukkan terjadinya interaksi dua arah. Interaksi yang terjadi hanya satu arah yaitu guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar, kurang adanya tanggapan positif dari siswa. Berdasarkan observasi dan evaluasi dari hasil jawaban siswa, peneliti menemukan faktor-faktor rendahnya kualitas keterampilan
161
berbicara siswa yaitu: malu, grogi, cara pengungkapan ide atau gagasan cara penyampaian pidato, gemetar, takut atau tegang, kurang percaya diri, dan guru kurang memberi motivasi kepada siswa. Teknik-teknik berpidato yang menjadi aspek penilaian seperti lafal, intonasi, nada, sikap dan kelancaran/kefasihan siswa masih jauh dari sempurna. Peneliti mengamati guru kolaboran yang sedang mengajar di kelas dengan materi berpidato. Pengamatan ini dilaksanakan pada Rabu, 15 Oktober 2008 (dua jam pelajaran) dan Sabtu, 18 Oktober 2008 (dua jam pelajaran). Peneliti mengambil posisi paling belakang ketika mengamati proses pembelajaran. Sementara itu, peneliti mengadakan observasi sebagai partisipan pasif terhadap kegiatan pembelajaran yang dipimpin oleh guru. Peneliti mengambil posisi di kursi paling belakang agar bisa mengamati jalannya pembelajaran. Berdasarkan kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya pembelajaran berpidato dengan menerapkan diskusi kelompok pada Siklus I sebagai berikut: 1) Guru sudah menerapkan metode diskusi kelompok pada pelaksanaan Siklus I. Guru membagi 5 siswa untuk satu kelompok. 2) Guru kolaboran sudah memberikan pemahaman kepada siswa akan teknik-teknik berpidato seperti lafal, intonas, nada, sikap, dan kelancaran/kefasihan. 3) Untuk melatih keterampilan berpidato, siswa diminta oleh guru untuk berdiskusi kelompok sesuai dengan kelompoknya masing-masing; 4) Guru masih mendominasi jalannya pembelajaran dengan selalu menceramahi
siswa.
Siswa
jarang
diberi
kesempatan
untuk
memberikan argumen dalam sesi tanya jawab di awal pembelajaran; 5) Guru kurang memberikan bimbingan pada setiap kelompok. Guru hanya memberikan pengarahan dan bimbingan di depan kelas tanpa mendekati tiap-tiap kelompok; 6) Dari penerapan metode diskusi, masih terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut adalah siswa belum mampu benar-benar memanfaatkan teman
162
sekelompoknya sebagai teman (partner) belajar. Siswa dalam berdiskusi masih terlihat berurusan dengan kepentingannya sendiri. 7) Dilihat dari hasil berpidato siswa masih terdapat beberapa kekurangan. Sebagian besar teknik-teknik berpidato mulai dari lafal, nada, intonasi, sikap serta kelancaran/kefasihan siswa sebagian besar masih kurang. Intonasi sebagian besar siswa masih terdengar datar seperti orang yang sedang membaca. Sikap siswa masih terlihat kaku. Nada siswa masih terlihat monoton. 8) Dari pantauan peneliti, minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami peningkatan dibandingkan pada pembelajaran prasiklus survei awal. Dari pantauan peneliti dengan menggunakan pedoman observasi diketahui bahwa siswa yang berminat/perhatian terhadap pembelajaran sebanyak 31 siswa (65%). Siswa yang aktif dalam pembelajaran sebanyak 17 orang (35%); 9) Dibandingkan dengan nilai tes survei awal berbicara (berpidato), nilai rata-rata kelas meningkat sebesar 11,73 poin dari
54,67 menjadi
66,40. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 72. Adapun nilai terendah siswa adalah 52. Siswa yang tuntas atau mencapai batas ketuntasan minimal belajar meningkat tajam sebanyak 26 siswa atau 54% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Di sisi lain siswa yang belum mencapai batas ketuntasan minimal sebanyak 22 siswa atau 46% dari jumlah keseluruhan siswa. 10) Peningkatan keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus I berikut ini.
163
Tabel 4. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus I No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Aspek Penilaian
Nama
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto
Keterangan
I
II
III
IV
V
Nilai
3
3
4
4
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
3
3
4
4
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
3
3
4
68
TUNTAS
4
3
3
3
2
60
BELUM TUNTAS
3
3
4
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
4
3
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
2
68
TUNTAS
4
3
4
3
2
64
BELUM TUNTAS
3
4
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
3
4
3
4
3
68
TUNTAS
4
4
3
3
3
68
TUNTAS
4
3
4
3
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
3
3
5
4
3
72
TUNTAS
3
3
4
4
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
3
3
2
60
BELUM TUNTAS
3
3
4
4
3
68
TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
4
3
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
4
3
3
68
TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
3
3
3
4
3
64
BELUM TUNTAS
3
4
4
4
3
72
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
TUNTAS
164
34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
3
4
2
64
BELUM TUNTAS
3
3
4
3
2
60
BELUM TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
3
3
2
3
2
52
BELUM TUNTAS
4
3
2
3
2
56
BELUM TUNTAS
4
4
3
3
3
68
TUNTAS
3
3
3
3
3
60
BELUM TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
3
4
3
3
2
60
BELUM TUNTAS
3
4
4
3
3
68
TUNTAS
4
3
4
3
2
64
BELUM TUNTAS
3
3
4
3
2
60
BELUM TUNTAS
Ket: I II III IV V
: Lafal : Nada : Intonasi : Sikap : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas
66,4
d. Analisis dan Refleksi Berdasarkan observasi dan evaluasi pelaksanaan Siklus I, peneliti perlu mengadakan perbaikan dengan melaksanakan Siklus II. Pelaksanaan siklus II merupakan perbaikan-perbaikan kelemahan-kelemahan yang teridentifikasi pada pelaksanaan Siklus I. Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dan peneliti melakukan analisis dan refleksi sebagai berikut: 1) Guru perlu memberikan penjelasan tantang teori-teori pidato dan teknik teknik berpidato secara mendalam kepada siswa. 2) Guru harus dapat memanfaatkan metode diskusi kelompok yang diterapkan sebagiai metode yang benar-benar membuat siswa belajar dengan efektif dengan memanfaatkan teman sekelompok sebagai partner belajar. Guru perlu mendorong keaktifan siswa dalam kelompoknya.
165
3) Guru juga harus berupaya untuk bersikap komunikatif kepada siswa yaitu dengan membimbing tiap-tiap kelompok dengan mendekati tiap-tiap kelompok tersebut agar tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa; 4) Guru perlu menganalisis apakah kelompok yang dibentuk efektif membuat siswa belajar khususnya dapat menunjang pembelajaran berbicara dalam hal ini adalah keterampilan berpidato siswa; 5) Guru perlu membenahi beberapa teknik berpidato
yang masih kurang
pada pelaksanaan Siklus I seperti sikap dan kelancaran/kefasihan, tidak terkecuali teknik-teknik yang lain; 6) Guru perlu mendorong keberanian siswa untuk tampil percaya diri ketika berpidato di depan kelas dengan meningkatkan minat dan motivasi siswa mengikuti kegiatan pembelajaran.
2.
Siklus II a. Perencanaan Siklus Pada pelaksanaan Siklus I, peneliti menemukan beberapa masalah dalam pembelajaran, yaitu kesulitan yang dihadapi siswa dalam kegiatan berbicara (berpidato) dan kurangnya motivasi guru dalam proses belajar mengajar. Berangkat dari permasalahan tersebut, peneliti melaksanakan penelitian Siklus II dengan perencanaan sebagai berikut: 1) Membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam kegiatan berpidato. 2) Memotivasi siswa agar mereka mampu melaksanakan kegiatan berbicara dengan baik, benar, dan wajar tidak malu dan grogi. 3) Menerapkan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran secara efektif. 4) Mendorong siswa untuk aktif dalam kelompok masing-masing. 5) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan berbicara secara keseluruhan pada Siklus II.
166
Sejalan dengan hasil analisis dan refleksi pada Siklus I, pada hari Jumat, Rabu 22 Oktober 2008 di ruang guru SMA Bung Karno Karangpandan, peneliti dan guru kolaboran mengadakan sharing idea. Peneliti menyampaikan analisis hasil pengamatan proses pembelajaran pada Siklus I di kelas XII
yang telah dilaksanakan. Peneliti
mengungkapkan kelebihan dan kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan metode diskusi kelompok yang telah dilakukan, terkait dengan hasil keterampilan berpidato siswa dan minat dan motivasi serta keaktifan siswa pada Siklus I. Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan yang terjadi pada Siklus I, maka peneliti dan guru kolaboran menyepakati beberapa hal untuk diterapkan pada siklus berikutnya. Untuk mengatasi berbagai kekurangan yang ada, akhirnya peneliti dan guru mengambil keputusan sebagai berikut. 1) Guru mengubah posisi mengajar, yaitu tidak hanya berada di depan kelas saat memberikan penjelasan kepada siswa, namun juga guru sesekali memonitor siswa yang berada di kursi bagian belakang agar mereka juga ikut aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Guru juga harus membimbing kinerja kelompok dengan mendekati tiap-tiap kelompok agar tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa, juga tercipta kedekatan emosional yang serasi antara guru dans siswa. 2) Guru akan menambah teori tentang teknik-teknik berpidato. 3) Dalam penerapan metode diskusi kelompok pada pembelajaran, seluruh siswa dari tiap kelompok diminta untuk tampil di depan kelompoknya masing-masing dan menilai kelebihan dan kekurangan teman lain dalam satu kelompok yang mencoba telah tampil. 4) Tiap-tiap kelompok diminta untuk memberikan catatan hasil penilaian uji coba penampilan berpidato di depan kelompoknya masing-masing kepada guru untuk di analisis.
167
5) Masalah kekompakan dalam kelompok, dapat diatasi dengan guru memberikan penjelasan kepada siswa tujuan dan keharusan bekerja sama dalam sebuah kelompok. 6) Untuk masalah kelancaran/kefasihan, dapat diatasi dengan guru memberi penjelasan kepada siswa bahwa pengulangan kata yang tidak perlu sebaiknya ditinggalkan. Untuk itu, siswa harus memahami dengan baik sambutan pidato yang akan ditampilkan , agar sewaktu tampil tidak lupa dan tidak mengulang kata. 7) Guru lebih membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Tahap perencanaan siklus II secara singkat meliputi kegiatan sebagai berikut: 1) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dan persiapan penerapan diskusi kelompok pada pembelajaran Siklus II. 2) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk pelaksanaan siklus kedua; 3) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil unjuk kerja siswa berpidato dan instrumen nontes diguakan untuk menghitung persentase minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengikuti pembelajaran. Peneliti dan guru kolaboran sepakat bahwa pelaksanaan siklus II akan dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Oktober 2008 (pertemuan pertama) dan Sabtu, 1 November 2008 (pertemuan kedua).
b. Pelaksanaan Siklus Siklus II pertemuan pertama yang telah direncanakan sebelumnya oleh peneliti dan guru kolaboran dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Oktober 2008 selama dua jam pelajaran (2x45 menit) dalam satu kali pertemuan yaitu pukul 07.00-08.20 WIB di ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, sedangkan Siklus II pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 November 2008 dalam 2 jam pelajaran (2x45 menit) yaitu
168
pukul Pukul 08.20-09.40 WIB. Dalam pelaksanaan siklus II ini, guru mengaplikasikan solusi yang telah disepakati dengan peneliti untuk mengatasi kekurangan pada proses pembelajaran drama dalam Siklus I, sedangkan peneliti melakukan observasi terhadap proses pembelajaran dengan menempatkan diri di kursi paling belakang, seperti. Materi pada pelaksanaan Siklus II ini adalah berpidato tanpa teks dengan lafal, nada, intonasi, dan sikap yang tepat sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai. Urutan pelaksanaan siklus tersebut adalah berikut ini. 1) Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa tentang kesulitan yang dihadapi saat tampil berpidato pada pertemuan yang lalu. 2) Guru menjelaskan solusi yang dihadapi siswa sambil memberikan contoh di depan kelas. 3) Guru menugasi siswa untuk mempelajari teks sambutan pidato yang terdapat di dalam buku materi dan mendiskusikannya sesuai dengan kelompoknya masing-masing. 4) Guru meminta tiap-tiap siswa dalam kelompoknya masing-masing untuk mencoba berpidato (memberikan sambutan), sementara siswa yang lain menilai kelemahan-dan kelebihannya sesuai dengan format penilaian yang diberika oleh guru. 5) Guru menugasi beberapa kelompok sebagai perwakilan untuk melaporkan hasil diskusinya. 6) Guru mengomentari hasil diskusi (penilaian) dari tiap-tiap siswa dalam tiap-tiap kelompok. 7) Guru meminta siswa satu per satu ke depan kelas berpidato (pidato sambutan) di sesuai dengan materi yang telah ditetapkan oleh guru dalam buku teks. 8) Guru memberi refleksi terhadap penampilan siswa secara umum.
169
c. Observasi dan Interpretasi Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran pada Siklus II yang telah dilaksanakan dengan lancar pada hari Rabu, 29 Oktober 2008 dan Sabtu 1 November 2008. Peneliti mengamati guru yang sedang mengajar di kelas XII dengan menerapkan metode diskusi kelompok. Peneliti mengamati guru yang sedang mengajar siswa kelas XII SMA Bung Karno Karang Pandan dengan memosisikan diri di kursi belakang. Kegiatan observasi ini dimaksudkan untuk mengamati pelaksanan pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan metode diskusi kelompok dengan mengidentifikasikan kelebihan maupun kelemahan yang ditunjukkan, baik oleh guru, siswa, maupun metode yang diterapkan pada pelaksanaan pembelajaran berbicara Siklus II. Berdasarkan kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya pembelajaran berpidato dengan menerapkan metode diskusi klelompok pada Siklus II adalah sebagai berikut: 1) Guru kolaboran semakin mahir memberikan pemahaman kepada siswa akan teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, serta kelancaran/kefasihan. Guru sendiri terlihat dapat memberikan contoh penerapan dari teknik-teknik berpidato tersebut di depan kelas. 2) Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif dibandingkan pada Siklus I. Dengan pemberian feedback dari teman sekelompok
dan
juga
oleh
guru,
siswa
dapat
memahami
kekurangannya dalam berpidato dan mendapatkan solusi untuk menutupi kekurangan-kekurangan dalam berpidato yang sudah ditampilkan . 3) Guru sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran secara konseptual. Artinya, guru mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas dan terencana. Guru sebelumnya memberikan teori terlebih dahulu, kemudian siswa diminta untuk menerapkan teori berpidato untuk diujicobakan dalam masing-masing kelompok.
170
4) Dilihat dari hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah dapat berpidato dengan baik dengan menerapkan teknik-teknik berpidato. Lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan dan sudah diterapkan dengan cukup baik oleh siswa, namun masih terdapat beberapa siswa yang kurang; 5) Kualitas pembelajaran drama pada Siklus II mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari tercapainya sejumlah indikator yang telah ditetapkan, seperti meningkatnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa. Di samping itu, kekurangan-kekurangan yang ditemui dalam Siklus I telah dapat diatasi dengan baik oleh guru pada Siklus II. Teknik-teknik yang diterapkan guru terbukti dapat meningkatkan minat dan motivasi serta keaktifan siswa terhadap pembelajaran; 6) Siswa secara umum sudah berani tampil di depan kelas tanpa rasa takut dan grogi, seperti yang ditunjukkan pada survei awal dan Siklus I. Selain itu kerja sama setiap kelompok semakin kompak; 7) Guru dapat memberikan motivasi dan kepercayaan diri kepada siswa untuk berpidato dengan memberikan penjelasan bahwa aktivitas berbicara (berpidato) dapat melatih kemampuan berkomunikasi, kemampuan
menghafal,
dan
dapat
mengembangkan
berbagai
keterampilan berbahasa; 8) Minat dan motivasi siswa meningkat. Hal ini dapat dilihat pada siswa yang berkonsentrasi pada pembelajaran (tidak mengantuk, menopang dagu dengan tidak konsentrasi terhadap pembelajaran, atau asyik dengan kesibukanya sendiri) siswa selama mengikuti pembelajaran Siklus II. Sejumlah 36 siswa atau 75% dari jumlah siswa memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran drama Siklus II dibandingkan pada Siklus I, meningkat 10%. 9) Keaktifan siswa mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 20 % dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada Siklus II ini mencapai 26 orang atau sebesar 55% dari
171
jumlah siswa. Siswa sudah berani bertanya serta merespon pertanyaan yang diajukan guru; 10) Dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus I, nilai ratarata kelas meningkat sebesar 4,6 poin dari 66,4 menjadi 71,00. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 80. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 37 siswa (77%). Di sisi lain siswa yang belum tuntas turun menjadi 11 siswa. Peningkatan keterampilan
berpidato
siswa
kelas
XII
SMA
Bung Karno
Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini.
Tabel 5. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus II No
Nama I
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi
3 4 3 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4
Aspek Penilaian II III IV V
3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3
4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 3 3 4 4 4 5 4 3 4 3 4
4 4 4 4 3 3 3 4 4 5 3 3 4 4 3 3 4 4 3 5 3 4
3 3 2 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3
Nilai
68 76 64 76 72 64 68 80 80 84 68 68 72 76 68 72 80 72 64 72 64 72
Keterangan TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS
172
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
48 Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
5 4 3 4 4 4 5 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3
4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4
4 4 4 3 5 4 5 4 3 5 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4
4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3
Rata-rata kelas
3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2
80 76 72 68 80 72 80 76 64 80 76 76 68 64 68 68 56 60 68 64 76 68 64 72 68 64
TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS
71
d. Analisis dan refleksi Proses pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan metode diskusi kelompok pada Siklus II yang dilaksanakan pada Rabu, 29 Oktober 2008 dan Sabtu, 1 November 2008 berjalan lancar. Siswa mengikuti pembelajaran dengan minat dan motivasi lebih tinggi
173
dibandingkan pada pelaksanaan pembelajaran Siklus I. Selain itu keaktifan siswa meningkat pada pembelajaran Siklus II ini. Perasaan grogi takut, dan malu saat tampil berpidato di depan kelas mulai berkurang. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa juga meningkat dengan menerapkan teknikteknik yang sudah dijelaskan oleh guru. Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dan peneliti melakukan analisis dan refleksi sebagai berikut: 1) Guru dalam menerapkan metode diskusi sudah cukup baik. Siswa sudah mampu memanfaatkan diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru untuk belajar dengan sebaik-baiknya. 2) Guru perlu meningkatkan metode diskusi kelompok yang lebih variatif dan inovatif. Semua siswa harus mendapatkan “keuntungan” dengan diskusi kelompok yang diterapkan. 3) Pengujicobaan melibatkan
berpidato
teman
dalam
sekelompok
kelompoknya untuk
menilai
sendiri
dengan
kelebihan
dan
kekurangan perlu dipertahankan, karena dapat membantu rasa kepercayaan diri siswa saat tampil di depan kelas. Selain itu teman sekelompok dapat memberikan masukan-masukan atas kekurangankekurangan yang ditampilkan. Dapat disimpulkan bahwa teman sekelompok dapat dijadikan partner sharing ideas. 4) Guru perlu memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih tema pidato yang mereka sukai, agar siswa lebih siap untuk tampil dan menambah kepercayan diri; 5) Guru perlu memberikan model berpidato oleh salah satu siswa untuk ditunjukkan kepada seluruh siswa yang lain. Kemudian menganalisis kelebihan dan kekurangannya secara bersama-sama. Hal ini dapat membantu siswa merefleksi diri atas kelebihan dan kekurangan yang dimilinnya. 6) Guru perlu membenahi teknik berpidato siswa yang masih rendah pada pelaksanaan
siklus
kelancaran/kefasihan.
II,
terutama
pada
aspek
sikap
dan
174
3. Siklus III a. Perencanaan Siklus Bertolak dari hasil analisis dan refleksi siklus Siklus II, maka pada Siklus III ini, peneliti bersama dengan guru kolaboran yang besangkutan mengadakan diskusi untuk mengatasi kekurangan yang ada pada siklus sebelumnya. Kegiatan diskusi kelompok dilaksanakan pada hari Rabu 5 November 2008 di kantor guru. Peneliti dan guru kolaboran sepakat bahwa pelaksanaan Siklus III akan dilaksanakan pada hari Rabu, 12 November 2008 (pertemuan pertama) dan Sabtu, 15 November 2008 (pertemuan kedua). Untuk
mengurangi
kekurangan-kekurangan
yang
telah
teridentifikasi yang terjadi pada Siklus II, maka peneliti dan guru kolaboran menyepakati beberapa hal untuk diterapkan pada siklus berikutnya. Untuk mengatasi berbagai kekurangan yang ada, akhirnya peneliti dan guru mengambil keputusan sebagai berikut. 1) Guru lebih memberikan porsi lebih besar kepada siswa untuk berdiskusi dengan kelompoknya. 2) Guru akan memberikan pengarahan dan refleksi hasil diskusi secara personal kepada siswa dengan mendekati tiap-tiap kelompok. 3) Pengujicobaan melibatkan kekurangan
berpidato
teman
dalam
sekelompok
kelompoknya untuk
menilai
sendiri
dengan
kelebihan
dan
akan diterapkan kembali karena dinilai efektif
membangun kepercayaan diri siswa. 4) Guru akan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih tema pidato yang mereka sukai, agar siswa lebih siap untuk tampil dan menambah kepercayan diri; 5) Guru akan memberikan model berpidato oleh salah satu siswa untuk ditunjukkan kepada seluruh siswa yang lain. Kemudian menganalisis kelebihan dan kekurangannya secara bersama-sama.
175
6) Guru perlu membenahi teknik berpidato siswa yang masih rendah pada pelaksanaan
Siklus
II,
terutama
pada
aspek
sikapo
dan
kelancaran/kefasihan. Tahap perencanaan siklus II secara singkat meliputi kegiatan sebagai berikut: 4) Peneliti bersama guru kolaboran menganalisis kelebihan dan kekurangan pelaksanaan Siklus I dan Siklus II baik dari segi proses maupun hasil yang dicapai; 5) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk pelaksanaan siklus ketiga; 6) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil unjuk kerja siswa berpidato dan instrumen nontes digunakan untuk menghitung persentase minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengikuti pembelajaran.
b. Pelaksanaan Siklus Seperti dua siklus sebelumnya, Siklus III dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yakni pada hari Rabu, 12 November 2008 (pertemuan pertama) dan hari Sabtu, 15 November 2008 (pertemuan kedua). Dalam kegiatan ini guru mengaplikasikan solusi yang pernah disepakati dengan peneliti untuk mengatasi kekurangan pada proses pembelajaran berbicara dalam Siklus I dan Siklus II. Adapun garis besar pelaksanaan pembelajaran pada Siklus III adalah sebagai berikut: 1) Siswa ditanya pemahamannya tentang manfaat berpidato. 2) Siswa mendengarkan penjelasan metode-metode berpidato dan teknikteknik berpidato. 3) Siswa berdiskusi untuk menentukan tema pidato sendiri dan mencoba menampilkan pidato sambutan pada kelompoknya sendiri, sementara siswa lain mencatat kelemahan dan kelebihannya dengan lembar penilaian yang telah diberikan guru.
176
4) Guru membimbing tiap-tiap kelompok dengan mendekati secara personal tiap-tiap kelompok. 5) Guru memberikan refleksi penilaian secara umum dari siswa atas penampilan siswa pada kelompoknya sendiri-sendiri. 6) Beberapa perwakilan siswa diminta maju ke depan kelas mencoba berpidato. 7) Guru memberikan refleksi atas penampilan dari perwakilan siswa 8) Siswa melaksanakan kegiatan berpidato di depan kelas 9) Siswa merefleksikan kesalahan berpidato pada umumnya.
c. Observasi dan Interpretasi Seperti
pada
siklus
sebelumnya,
kegiatan
observasi
ini
dimaksudkan untuk mendeskripsikan apakah kekurangan yang terdapat dalam Siklus II sudah dapat diatasi atau belum. Pelaksanaan Siklus III dilaksanakan dua kali pertemuan, hari Rabu, 12 November 2008 (pertemuan pertama) dan hari Sabtu, 15 November 2008 (pertemuan kedua). Pertemuan berlangsung selama 2x45 menit. Pada siklus ketiga ini dilaksanakan di kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan. Peneliti mengambil posisi pada bangku paling belakang sepagai partisipan pasif untuk mengamati proses pembelajaran. Berdasarkan kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya pembelajaran berpidato dengan menerapkan metode diskusi klelompok pada Siklus II adalah sebagai berikut: 1) Guru menerapkan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dengan baik. Selain itu guru kolaboran sudah dikatakan dapat memberikan pemahaman kepada siswa akan teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, serta kelancaran/kefasihan 2) Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif dibandingkan pada Siklus II. Selain pemberian feedback dari teman sekelompok dan juga oleh guru, siswa mendapatkan masukan dari guru
177
secara personal di dalam kelomponya masing-masing. Hal ini membantu kedekatan emosiaonal antara guru dan siswa. 3) Dari hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah dapat berpidato dengan baik dengan menerapkan teknik-teknik berpidato. Lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan dan sudah diterapkan dengan cukup baik oleh siswa. Nilai tiap-tiap teknik berpidato mengalami peningkatan. 4) Kualitas pembelajaran drama pada Siklus III mengalami peningkatan. Minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami peningkatan dibandingkan pada Siklus II. Siswa semakin menikmati pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Siswa merasa tidak terbebani seperti yang ditunjukkan pada siklus-siklus sebelumnya 5) Siswa dapat dikatakan sudah berani untuk tampil berpidato di depan kelas, karena sifat malu dan grogi hampir sudah hilang pada benak setiap siswa. Kerja sama setiap kelompok semakin padu dan serasi. Siswa dapat benar-benar memanfaatkan kelompoknya untuk belajar; 6) Minat dan motivasi siswa meningkat 10% dibandingkan pada Siklus II. Sejumlah 41 siswa atau 85% dari jumlah siswa memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran. 7) Keaktifan siswa juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 20 % dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada Siklus III ini mencapai 36 orang atau sebesar 75% dari jumlah keseluruhan siswa (48). 8) Nilai
rata-rata
kelas
meningkat
dibandingkan
dengan
nilai
keterampilan berpidato Siklus II yaitu menjadi 77,30. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 92. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 47 siswa. hanya 1 siswa yang belum mengalami katuntasan belajar. Peningkatan keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini.
178
Tabel 6. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus III No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Aspek Penilaian
Nama
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto
KETERANGAN
I
II
III
IV
V
Nilai
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
5
4
4
4
84
TUNTAS
4
4
4
4
4
80
TUNTAS
4
5
4
3
2
72
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
5
4
4
4
88
TUNTAS
5
4
4
5
4
88
TUNTAS
4
5
5
5
4
92
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
4
4
3
4
3
72
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
4
4
4
3
80
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
TUNTAS
4
4
5
3
3
76
TUNTAS
4
5
5
4
4
88
TUNTAS
4
4
4
5
3
80
TUNTAS
4
4
4
3
2
68
TUNTAS
4
4
4
5
3
80
TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
4
5
4
3
80
TUNTAS
5
5
4
5
3
88
TUNTAS
4
5
4
5
3
84
TUNTAS
4
4
5
4
3
80
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
4
4
4
4
80
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
5
4
4
3
80
TUNTAS
3
3
4
4
3
68
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
5
5
4
3
84
TUNTAS
179
Amir Yulianto
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
Anggun W.P. 36 Sutarso 37 Subianto 38 Yesi Lina Ningsih
3
4
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
4
4
2
68
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
3
4
4
3
2
64
TUNTAS BELUM TUNTAS
4
4
3
4
2
68
TUNTAS
5
4
3
4
3
76
TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
5
4
4
4
84
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
3
4
4
4
2
68
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
4
4
2
68
TUNTAS
34 35
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas
77,3
d. Analisis dan Refleksi Secara umum semua kelemahan yang ada dalam proses pembelajaran berbicara (berpidato) pada siklus-siklus sebelumnya telah dapat diatasi. Guru telah berhasil membangkitkan semangat siswa untuk mengikuti kegiatan kegiatan belajar-mengajar dengan tertib. Guru telah mampu memancing siswa dengan stimulus yang diberikannya. Siswa terlihat sangat antusias mengikuti pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode diskusi kelompok yang dapat dimanfaatkan oleh siswa secara maksimal. Sebelum tampil berpidato di depan kelas siswa mencoba terlebih dahulu tampil di dalam kelompok mereka sendiri dengan mendapat feedback dari teman sekelompok, hal ini dapat membantu
180
meningkatkan motivasi, keberanian, dan mengurangi rasa grogi dan malu di depan kelas saat tampil berpidato. Guru juga telah mampu mengubah performansinya dihadapan siswa yang semula kaku dan tegang menjadi lebih akrab dan fleksibel terhadap siswa. Guru dapat berkomunikasi secara maksimal dengan para siswa dengan mendekati secara personal tiap-tiap kelompok. Hal ini dapat membangun kedekatan emosional antara siswa dan guru yang sebelumsebelumnya belum terbentuk.
C. Pembahasan Hasil Penelitian Melihat hasil kegiatan berpidato pada siswa dapatlah dikatakan bahwa berbicara merupakan suaru keterampilan yang kompleks. Di dalmnya terdapat beberapa komponen yang harus dikuasai sebelum seseorang melaksanakan kegiatan berbicara. Berbicara tidak hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara merupakan alat untuk berkomunikasi, dala arti untuk menyampaikan gagasan tau ide. Hal ini dapat dilihat dari penampilan siswa saat mereka berpidato di depan kelas. Pada mulanya siswa kurang bisa berpidato dengan baik, seperti pada siklus I. Mereka pada umumya masih bingung. Apa yang harus dikerjakan? Apa yang harus disampaikan? Bagaimana cara menyampaikanya? Dan sebagainya. Setelah berhasil mengidentifikasi beberapa kesulitan yang dihadapi siswa, peneliti dapat menentukan langkah lebih lanjut, yaitu dengan memberikan teori-teori berkaitan dengan dengan kegiatan berbicara dengan motode diskusi kelompok. Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti dapat menarik suatu simpulan bahwa kegiatan berbicara tidak hanya sekedar mengeluarkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja tetapi perlu disadari dengan teori atau ilmu yang berkaitan dengan berbicara seperti yangh tersurat pada bab II tentang pengertian berbicara. Melalui kegiatan berbicara, seseorang bisa berkomunikasi dengan orang lain, menyampaikan ide atau gagasan dengan oerang lain. Dari beberapa tujuan berbicara dapat dicapai sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dan diharapkan oleh pembicara dan pendengar. Pada kesempatan ini, karena
181
terbatasnya waktu, tujuan kegiatan berbicara yang dapat dicapai oleh siswa tyidak dapat menyeluruh. Tujuan berbicara yang dapat dicapai di antaranya: melaporkan, memberitahukan, mengajak, meyakinkan. Pada pelaksanaan kegiatan berbicara, gabungan dari beberapa tujuan ini dilakukan oleh siswa, misalnya pada saat siswa berpidato dalam rangka memberi sambutan pada acara HUT RI, tujuan yang ingin dicapai
adalah
elaporkan
dan
memberitahukan
juga.
Juga
ada
yang
menggabungkan antara mengajak dan meyakinkan, dan sebagainya. Kegiatan berbicara dapat terlaksana dengan baik jika si pembicara mempunyai keterampilan dasar berbicara yang meliputi: cara merencanakan pembicaraan, cara berbicara yang tepat, metode berbicara dan sistematika berbicara. Bagi pemula khususnya, pengetahuan seperti tersebut di atas merupakan hal yang wajib diketahui dan dipelajari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para siswa termasuk pada pembicara pemula, yang belum pernah belajar tentang seluk beluk keterampillan berbicara. Guru perlu membekali siswa dengan ilmu atau teori yang berkaitan dengan keterampilan berbicara. Pembekalan teori ini seperti terdapat pada bab II tentang hakikat keterampilan berbicara. Dengan diajarkannya keterampilan berbicara yang dalam hal ini berpidati di depan kelas, siswa mendapatkan pengetahuan baru dan diharapkan siswa lebih mampu berbicara atau berpidato. Pengetahuan dasar keterampilan berbicara bukan satu-satunya patokan keberhasilan siswa dalam berpidato. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam kegiatan berpidato, diantaranya berasal dari siswa itu sendiri dan dari faktor guru. Bagaimana guru dalam mengajar, apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum, dan sebagainya. Seorang guru harus mampu menguasai dan memperhatikan beberapa aspek yang ada kaitannya dengan cara mengajar berbicara serta hasil yang seharusnya dicapai dalam kegiatan pembelajaran berbicara. Sebelum melaksanakan Siklus I, peneliti melakukan survei awal untuk mengetahui kondisi nyata yang ada di lapangan. Hasil kegiatan survei ini, peneliti menemukan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara di kelas XII SMA Bung Karno masih tergolong rendah. Kemudian peneliti melakukan
182
kolaborasi bersama guru bahasa Indonesia yang bersangkutan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara. Kemudian peneliti bersama guru bahasa Indonesia yang bersangkutan menyusun rencana pembelajaran guna melaksanakan Siklus I. Siklus pertama mendeskripsikan pembelajaran berbicara dengan memanfaatkan metode diskusi kelompok. Pelaksanaan Siklus I masih banyak dijumpai beberapa kekurangan/ kelemahan. Siklus II merupakan siklus perbaikan untuk menyempurnakan segala kekurangan/ kelemahan yang terjadi selama pelaksanaan Siklus I. Pada Siklus II ini peneliti bersama guru berdiskusi kelompok agar siswa sendiri yang mementaskan metode diskusi kelompok agar siswa lebih aktif dan kreatif daam proses pembelajaran. Pada Siklus II ini masih juga ditemui berbagai kekurangan/ kelemahan. Pada Siklus III, guru dan peneliti berusaha memperbaiki kekurangan dan kelemahan pada Siklus II dengan mengubah materi teks pidato yang lebih mudah dipahami siswa. Pada pertemuan dalam Siklus III berbagai indikator keberhasilkan siswa mulai menunjukkan arah perbaikan yang signifikan. siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara
dari awal hingga akhir. Tes akhir
berbicara (berpidato) adalah dengan memparafrasekan sebuah teks pidato. Tes tersebut merupakan rangkaian akhir dalam pelaksanaan penelitian siklus kelas. Berdasarkan peningkatan pembelajaran (baik proses ataupun hasil) yang terjadi pada Siklus III ini, menguatkan hasil bahwa berbicara (berpidato) dengan teatriakalisasi teks pidato dapat meningkatkan kualitas (baik proses ataupun hasil) siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan. Adapun pembahasan peningkatan kualitas pembelajaran apresiasi teks pidato adalah sebagai berikut. 3. Peningkatan kualitas proses pembelajaran berbicara Keberhasilan metode diskusi kelompok dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara ini dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut: c) Siswa lebih berminat dan termotivasi saat pembelajaran berlangsung Selama pelaksanaan penelitian sejak Siklus I hingga 3, terjadi peningkatan dalam hal antusias siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini terbukti bahwa dalam Siklus I sebanyak 65% (31 siswa dari 48
183
siswa) berminat mengkuti pembelajaran. Pada Siklus II sebanyak 75% (36 siswa dari 48 siswa). Minat dan motivasi tersebut semakin meningkat dalam pelaksanaan Siklus III sebanyak 85% (41 siswa dari 48 siswa). d) Siswa terlihat lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran Metode diskusi kelompok dalam pembelajran berbicara (berpidato) merupakan hal yang baru bagi siswa di SMA Bung Karno Karangpandan. Oleh karena itulah, inovasi dalam pembelajaran berbicara
tersebut
disambut dengan antusias tinggi oleh siswa. Parameter yang menyatakan tingginya antusias siswa tersebut adalah hasil observasi selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung yang menunjukkan peningkatan pada tiap siklus. Pada Siklus I keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan belajarmengajar hanya hanya sebesar 35% (19 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang). Pada Siklus II persentase keaktifan siswa tersebut meningkat menjadi 55% (26 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang). Peningkatan keaktifan siswa tersebut meningkat kembali pada Siklus III menjadi 75% (36 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang). c) Siswa tidak merasa malu, tegang dan grogi saat tampil berpidato di depan kelas dan menyampaikan pendapatnya dalam forum diskusi kelompok. Selama pembelajaran berbicara
dengan metode diskusi kelompok,
siswa merasa terpacu untuk berkompetisi dengan siswa lain. Kondisi ini membuat siswa tidak lagi enggan untuk menyampaikan kreasi ide mereka (dengan mengubah teks pidato menjadi naskah metode diskusi kelompok dan mementaskannya) dan sangat antusias pada saat diskusi kelompok dan penyampaian pendapat tentang metode diskusi kelompok yang telah dipentaskan. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya keberanian siswa beraktualisasi dalam mengikuti diskusi kelompok. Penentuan persentase kualitas proses dihitung dari jumlah siswa yang aktif selama pembelajaran berlangsung per seratus dikalikan jumlah siswa dalam kelas tersebut (24 siswa). Adapun bentuk keaktifan yang diamati adalah sikap selama pembelajaran berlangsung, ketepatan waktu dalam
184
pengerjaan tugas, dan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran. Penilaian proses yang diamati dalam berbicara (berpidato)
adalah
keberanian dan kesungguhan siswa dalam mementaskan metode diskusi kelompok dan keberanian dalam mengomentari pekerjaan temannya. Kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu penentu keberhasilan proses pembelajaran. Pengelolaan kelas yang dilakukan guru kolaborator berupa siklus memotivasi siswa, memberikan perhatian, memberikan reward pada siswa, memilih teknik serta metode yang tepat untuk menyampaikan materi serta mengaktifkan siswa. Setelah siklus dilaksanakan, sedikit demi sedikit kelemahan guru mulai berkurang. Guru tidak lagi menguasai kelas sepenuhnya akan tetapi lebih berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam pembelajaran. Menurut pengamatan peneliti, siklus yang dilakukan guru dengan memanfaatkan metode diskusi kelompok dalam
pembelajaran
dapat
mempengaruhi
suasana
kelas.
Pembelajaran menjadi lebih menarik menyenangkan. Minat dan motivasi serta keaktifan siswa terhadap pembelajaran meningkat. Hal ini berimplikasi pada meningkat pula keterampilan berbicara (berpidato) siswa.
4.
Peningkatan kualitas hasil pembelajaran berbicara Siklus-siklus berupa penerapan metode diskusi kelompok yang dilaksanakan dalam tiap siklus mampu meningkatkan keterampilan berbicara (berpidato) siswa. selain itu penerapan metode diskusi kelompok juga mampu meningkatkan minat dan motivasi serta keaktifan siswa pada pembelajaran berbicara siswa kelas XI SMA Bung Karno Karangpandan. Dapat dikatakan bahwa melalui penerapan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang ditandai dengan meningkatnya minat dan motivasi
siswa
mengikuti
pembelajaran,
dan
dapat
meningkatkan
keterampilan berbicara (berpidato) siswa. Peningkatan kualitas pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode diskusi kelompok juga berimplikasi pada peningkatan keterampilan berpidato siswa. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa mengalami
185
peningkatan dibandingkan dengan kondisi awal. Hal ini terlihat dari hasil tes berpidato di masing-masing siklus. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa sudah mengalami peningkatan meskipun tidak semua siswa mengalami peningkatan dalam tiap teknik berpidato. Peningkatan keterampilan berpidato yang mengacu pada aspek-aspek penilaian berpidato dapat dilihat pada nilai tiap-tiap siklus. Peningkatan tersebut diindikatori oleh: f) Lafal Setelah siklus dilakukan, kemampuan pelafalan siswa saat menuturkan kalimat pidato mengalami peningkatan. Pada survei awal sebagian besar siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah pengertian. Namun setelah diterapkanya metode diskusi kelompok, kemampuan pelafalan siswa meningkat, sebagian besar siswa hanya sedikit melakukan kesalahan pelafalan. g) Intonasi Dari hasil tes berpidato siswa, dalam tiap siklus diketahui bahwa kemampaun intonasi siswa saat menuturkan kalimat pidato mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat pidato sehingga makna kalimat pidato yang dituturkan siswa saat berpidato mudah dipahami oleh pendengar. Peningkatan kemampuan aspek intonasi tersebut tampak dalam skor capaian siswa pada tabel nilai Siklus III di atas. Siswa dalam menuturkan kalimat pidato sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktuwaktu mengaburkan arti. Setelah siklus berlangsung banyak siswa yang membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat pidato. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan intonasi pada sebagian besar siswa.
186
h) Nada Aspek nada yang ditunjukkan sebagian besar siswa mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Siswa sudah mampu membawakan nada (lagu kalimat) dengan variatif dan tidak monoton. Hal ini tentu berbeda dibandingkan dengan kemampuan nada siswa sebelum siklus. Sebagian nada siswa saat berpidato masih terdengar monoton. i) Sikap Siswa sudah mampu memperlihatkan dengan baik gerak anggota tubuh saat berpidato. Sebelum siklus, sikap yang diperlihatkan sejumlah siswa menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan dengan ekspresi yang sedang dibawakan. Kemampuan aspek sikap sejumlah siswa mengalami peningkatan. Hal ini diindikatori oleh meningkatnya nilai sebagian besar siswa pada aspek ini. j) Kelancaran/kefasihan Aspek kelancaran dan kefasihan yang ditunjukkan oleh siswa termasuk salah satu aspek penilaian yang meningkat. Sebelum tindakan siswa masih terhenti saat berpidato di depan kelas, pembicaraan sering tersendat-sendat yang menyebabkan kelancaran berpidato terganggu. Setelah dilakukan tindakan dari siklus ke siklus siswa semakin lancar dalam berpidato. Siswa sudah jarang melakukan penghentian-penghentian di tengah-tengah pidato yang ditampilkan. 3. Perolehan Nilai Keterampilan berbicara (berpidato) Siswa Meningkat Dari nilai survei awal, diketahui bahwa keterampilan berbicara (berpidato) siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari capaian nilai tes berpidato siswa. Pada kegiatan survei awal diketahui bahwa hanya 1 siswa atau 2% dari jumlah siswa (48) yang mencapai batas minimal ketuntasan belajar (65). 47 siswa yang lain belum mampu mencapai batas minimal ketuntasan belajar tersebut atau 98% dari jumlah siswa. Kisaran nilai yang dicapai siswa yaitu antara 45 – 70, dengan nilai rata-rata 54,67. Pada tes berpidato Siklus I, 26 siswa sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau 54 % daru jumlah siswa, dan sisanya 22 siswa atau
187
46% dari jumlah siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Kisaran nilai yang dicapai antara 52-72, dengan nilai rata-rata 66,40. Pada nilai keterampilan berpidato Siklus II, nilai rata-rata kelas meningkat sebesar 4,6 poin dari 66,4 menjadi 71,00. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 80. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 37 siswa. Di sisi lain siswa yang belum tuntas turun menjadi 11 siswa. Pada Siklus III, nilai rata-rata kelas meningkat dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus II yaitu menjadi 77,30. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 92. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 47 siswa. hanya 1 siswa
yang
belum
mengalami
katuntasan
belajar.
Peningkatan
keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini. Berikut ini peningkatan skor siswa dari siklus ke siklus. Tabel 7. Peningkatan nilai keterampilan berpidato siswa NILAI No
Nama
Keterangan Survei Awal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi
55 50 52 70 50 45 52 52 48 52 50 50 50 55 60 52
Siklus I
Siklus II
Siklus III
64 68 64 72 68 60 64 72 72 68 64 64 68 68 64 68
68 76 64 76 72 64 68 80 80 84 68 68 72 76 68 72
76 84 72 84 80 72 76 88 88 92 76 72 76 80 72 76
Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
188
17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
55 50 55 57 52 55 65 60 58 50 62 55 60 65 50 60 60 62 52 58 50 50 45 48 60 52 65 55 50 55 58 52 54,67
72 64 60 68 64 68 72 72 68 64 72 68 72 76 64 72 72 72 64 60 64 68 52 56 68 60 72 64 60 68 64 60 66,4
80 72 64 72 64 72 80 76 72 68 80 72 80 76 64 80 76 76 68 64 68 68 56 60 68 64 76 68 64 72 68 64 71,00
88 80 68 80 68 80 88 84 80 76 84 80 84 80 68 84 84 84 72 68 72 72 64 68 76 68 84 76 68 76 72 68 77,30
Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Berdasarkan hasil tes berpidato yang terdapat pada tabel tersebut, mulai dari survei awal sampai Siklus III2, dapat dikatakan bahwa keterampilan berbicara (berpidato) siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan mengalami peningkatan. Teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, dan
189
kelancaran/kefasihan sudah dapat diterapkan dengan baik oleh sebagian besar siswa. Hal tersebut berimbas pada meningkatnya nilai berpidato siswa. Mengacu pada hasil tes berpidato Siklus III dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan keterampilan berbicara (berpidato) melalui penerapan metode diskusi kelompok pada siswa kelas VII SMA Bung Karno Karangpandan tahun ajaran 2007/2008.
Tabel 8. Persentase Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran berbicara (berpidato). No.
Kegiatan Siswa
Persentase Siklus I
Siklus II
Siklus III
1.
KEAKTIFAN
35%
55%
75%
65%
75%
85%
54%
77%
98%
Keakaktifan siswa selama apersepsi Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran 2.
MINAT DAN MOTIVASI Keberanian siswa berpidato di depan kelas,
perhatian
terhadap
proses
pembelajaran.
4.
NILAI KETERAMPILAN BERPIDATO Mendapatkan nilai ketuntasan belajar (mendapat nilai ≥ 65)
190
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Simpulan hasil penelitian ini secara singkat yakni terdapat peningkatan kualitas pembelajaran baik proses maupun hasil berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan Karanganyar sebagai berikut ini. 1. Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Peningkatan kualitas proses pembelajaran tersebut, antara lain dengan meningkatnya: c. jumlah siswa yang berani tampil berbicara karena siswa tidak malu, takut, dan grogi sewaktu diminta tampil berbicara di depan kelas meningkat. Oleh karena itu, waktu pembelajaran berbicara menjadi lebih efektif. Hal ini merupakan indikasi meningkatnya minat dan motivasi belajar siswa yang meningkat menjadi 85% (41 siswa dari 48 siswa).; d. jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran meningkat sebesar 75% (36 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 siswa). 2. Peningkatan Kualitas Hasil Pembelajaran Peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan, yaitu pada siklus I adalah 26 siswa dari 48 siswa (54%). Pada siklus II menjadi 37 siswa (77%) dan meningkat lagi pada siklus III, yaitu 48 siswa (98%).
B. Implikasi Setelah keseluruhan pelaksanaan penelittian selesai (siklus I, II, dan III) maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas keterampilan berbicara siswa yaitu malu, grogi, tidak mampu mengungkapkan ide atau gagasan, gemetar, takut dan tegang, kurang percaya diri dan guru kurang meberikan kesempatan dan motivasi kepada siswa untuk berbicara dalam kegiatan belajar mengajar.
80
191
Untuk mengatasi dan memecahkan masalah tersebut maka peneliti menggunakan strategi mengajar bericara yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas. Strategi mengajar yang digunakan oleh peneliti adalah
mencari dan
menemukan kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Setelah ditemukan kesulitan yang dialami oleh siswa, peneliti menentukan tindak lanjutnya yaitu: membekali siswa dengan teori atau materi yang berkaitan dengan keterampilan berbicara disertai dengan contoh teks sambutan, siswa membuat teks sambutan dan membacakannya di depan kelas, siswa praktik berpidato dan dilakukannya lebih dari satu kali dan berulang-ulang, siswa
mengungkapkan
pendapatnya
tentang
pelaksanaan
pembelajaran
keterampilan berbicara, guru memberi kesempatan dan motivasi kepada siswa untuk berbicara dalam proses pembelajaran. Penelitian ini memberikan suatu gambaran yang jelas bahwa keberhasilan proses dan hasil pembelajaran bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari pihak guru dan siswa. Faktor dari pihak guru yaitu kemampuan
dalam
mengembangkan
materi,
kemampuan
guru
dalam
menyampaikan materi, kemampuan guru dalam mengelola kelas, memilih metode yang digunakan dalam pembelajaran, serta teknik yang digunakan guru sebagai sarana untuk menyampaikan materi. Kemudian faktor dari siswa yaitu minat dan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Faktor-faktor tersebut saling mendukung sehingga harus diupayakan agar semua faktor tersebut dapat terpenuhi. Apabila guru memiliki kemampuan yang baik dalam menyampaikan materi dan dalam mengelola kelas serta didukung oleh teknik dan sarana yang memadai, pembelajaran akan berlangsung dengan baik. Selain faktor tersebut, pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan sangat mengefektifkan pembelajaran. Penyampaian materi dan penggunaan metode yang tepat akan dapat diterima siswa apabila siswa juga memiliki minat dan motivasi yang tinggi untuk aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan berjalan lancar, kondusif, efektif, dan efesien. Penelitian ini membuktikan bahwa dengan menerapkan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara dapat meningkatkan kualitas proses dan
192
hasilnya. Oleh karena itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu pertimbangan bagi guru yang ingin menerapkan metode diskusi kelompok sebagai metode dalam pembelajaran berbicara. Bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai metode alternatif dalam melaksanakan pembelajaran berbicara yang efektif dan menarik minat siswa untuk tampil berbicara di depan kelas. Siswa dapat memanfaatkan kelompoknya untuk saling belajar dan memberikan feedback atas kelebihan dan kelemahan yang terisentifikasi oleh teman sekelompok. Dengan metode ini, rasa takut, malu, dan grogi yang ada pada diri siswa saat tampil berbicara di depan kelas dapat teratasi. Penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara di depan kelas, kemampuan berbicara siswa dapat dikembangkan. Guru dapat membagi siswa secara berkelompok 3-5 siswa. Kemudian siswa mendiskusikan materi pidato yang mereka kembangkan sendiri. Siswa kemudian mencoba berlatih berpidato di depan kelompoknya masing-masing, sedangkan teman yang lain memberikan penilaian kelebihan dan kelemahan. Setelah itu guru mengajak siswa yang tidak tampil berbicara (berpidato) di depan kelas untuk mengetahui perkembanganya. Pemberian tindakan pada siklus I, siklus II, dan siklus III memberikan deskripsi bahwa terdapatnya kekurangan atau kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran berbicara berlangsung. Namun, kekurangan-kekurangan tersebut dapat teratasi pada pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya. Dari pelaksanaan tindakan yang kemudian dilakukan refleksi terhadap proses pembelajaran,
dapat
dideskripsikan
terdapatnya
peningkatan
kualitas
pembelajaran berbicara baik proses maupun hasilnya. Dari segi proses, pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok dapat mengefektifkan waktu pembelajaran, memupuk kerja sama siswa, dan memotivasi siswa untuk tampil berbicara sehingga mereka tidak lagi takut, malu, dan grogi saat diminta tampil berbicara di depan kelas. Adapun dari segi hasil, terdapat peningkatan nilai unjuk kerja siswa dari siklus I sampai siklus III. Dengan menerapkan metode diskusi kelompok tersebut terbukti meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan Karanganyar tahun ajaran 2008/2009.
193
C. Saran Berkaitan dengan simpulan dan implikasi di atas, maka dapat diajukan saran sebagai berikut. 1. Bagi Siswa d. Siswa diharapkan dapat bekerja sama selama kegiatan diskusi kelompok dan dapat memanfaatkan kelompoknya sebagai mitra belajar. e. Siswa diharapkan mengasah keterampilan berbicara yang dimiliki karena keterampilan berbicara sangat penting untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lain. f. Siswa yang harus dapat secara intens terlibat dalam kelompoknya. 2. Bagi Guru d. Guru hendaknya membimbing kelompok siswa yang mengalami kesulitan sewaktu berdiskusi dengan mendekati tiap-tiap kelompok secara personal agar tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa sehingga membangun kedekatan emosional . e. Guru hendaknya memotivasi siswa agar aktif selama proses pembelajaran. f. Guru hendaknya membangun paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan menerapkan metode diskusi kelompok. 4. Bagi Sekolah a. Hendaknya pihak sekolah selalu memberi motivasi kepada guru dengan jalan antara lain memberi penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerjanya dengan baik. b. Hendaknya sekolah berupaya untuk selalu menciptakan iklim kerja yang kondusif melalui suasana yang harmonis dan komunikasi yang terbuka. 4. Bagi Peneliti c. Metode diskusi kelompok dapat diterapkan di kelas lain maupun di sekolah lain, terutama di kelas dengan jumlah siswa yang banyak. d. Bagi peneliti yang ingin menerapkan metode diskusi kelompok dapat bekerja sama dan berkolaborasi dengan guru yang mengalami permasalahan dalam pembelajaran berbicara.
194
DAFTAR PUSTAKA Burhan Nurgiyantoro. 2001. Kajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Curt Reese dan Terri Wells. 2007. Teaching Academic Discussion Skills with a Card Game Journal. Dalam http://sag.sagepub.com. Diakses 18 Agustus 2009. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Mengelola Kelas Inklusif dengan Pembelajaran yang Ramah. Dalam http://www.idp-europe.org/toolkit/ Buku-5.pdf, diakses pada 28 April 2007. ___________. 2003. Buku Panduan Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Media Pusaka. __________ . 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 Standar Isi Kerangka Dasar & Struktur Kurikulum. Jakarta: Depdiknas. Dimyati dan Mudjiyono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djago Tarigan. 1992. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia I Buku II.4 Modul 1-6. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Enco Mulyasa. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Erizal Gani. 2000. Efektivitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.iaif.edu/bipa/april 2000/perananguru/html, diakses 7 Juni 2007. Gorys Keraf. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa, cet. XII. Ende: Nusa Indah. Hassibuan, J.J.Ibrahim, Toenlioe,A.J.E..1994. Proses Belajar Mengajar: Keterampilan Dasar Mengajar Mikro. Bandung: Remaja Rosdakarya. Henry Guntur Tarigan. 1985. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.
84
195
__________________.1986. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:CV Angkasa . 1989. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa Hidayat, 2000. Efektifitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.ialf.edu/bipa/april2000/perananguru/html, diakses 7 Juli 2008. Lilies Gartika. 2007. Diskusi, Terbaik Tingkatan Kemampuan Berbicara, dalam www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/92/99forumguru.htm, diakses 7 Juli 2008. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. __________.1991. Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. M.Peer Mohamed Sardhar . 2008. Strategies for Improving Your Discussion Skills Journal, dalam http://www.citehr.com/130367-group-discussion-skillsstrategies-improving-your-discussion-skills.html. Diakses 9 Desember 2008. Muhajir dan A.Latief. 1995.”Berbicara” dalam Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra Volume I, Nomor 3 Tahun 1975. Depdikbud: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press. Sabarti Akhadiah M.K., Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan, Zulfahnur Z.F., dan Mukti U.S. 1992. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sirait, Bistok. 1997. Pengujian Bahasa Lisan: Sebuah Buku Pegangan untuk Teknik Pengujian Lisan. Medan: FPBS-IKIP Medan. Siti Syoviyah. 2000. “Peningkatan Kualitas Keterampilan Berbicara Siswa Kelas I SLTP Muhammadiyah 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 1999/2000.” Tugas Akhir. Surakarta (Tidak Dipublikasikan) FKIP UNS. Slavin, Robert E.. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Boston: Allyn and Bacon.
196
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Suharyanti. 1996. Berbicara (IND. 202) BPK FKIP-PBS-Indonesia. Surakarta: UNS Press. Supriyadi. 2005. “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar.“ Lingua: Jurnal Bahasa dan Sastra. No. 2 (6): 178-195. Palembang: PSPB-Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Suwarna. 2005. Pengajaran Mikro. Yogyakarta: Tiara Wacana. Suwarsih Madya. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung: Alfabeta Vallete, Rebecca M. 1997. Modern Language Testing. New York : Harcourt Brace Javanovic.
197
LAMPIRAN 1. CATATAN LAPANGAN WAWANCARA SISWA
Waktu Pengamatan/survei
: Rabu, 3 September 2008
Tempat Pengamatan/survei
: SMA Bung Karno Karangpandan
Objek Pengamatan/survei
: Tanggapan siswa tentang pembelajaran berpidato.
Peneliti
: Nyiastuti Dwi Agustina
Informan
: Jiwo Surahno
Situasi Latar penelitian Tempat penelitian adalah ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan yang berukuran 4 meter x 10 meter dan tinggi dinding 3 meter. Di rungan tersedia 24 meja dan 48 kursi. Deskripsi: Peneliti mewawancarai salah satu siswa Kelas XII bernama Jiwo Surahno. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh data tentang tanggapan siswa tentang pembelajaran berpidato. P
: Apakah kamu pernah menerima pelajaran berpidato di sekolah?
M
: Pernah Mbak.
P
: Menurut kamu bagaimana cara mengajar yang digunakan oleh guru kamu waktu itu dalam mengajarkan berpidato?
M
: anu Mbak apa, pak guru minta kita ke depan kelas untuk membacakan berpidato yang ada di buku, tapi sebelumnya pak guru menceritakan dulu berpidato tadi.
P
: Kamu suka atau tidak dengan cara mengajar guru seperti itu?
M
: nggak suka Mbak, la saya dan teman-teman itu malu kalau disuruh ke depan kelas.
P
: Sebenarnya cara mengajar yang bagaimana yang kamu inginkan agar digunakan oleh gurumu dalam mengajarkan berpidato?
M
: ya seharusnya kan seperti orang berpidato itu lho Mbak, tampil berani dan tidak grogi.
198
P
: apakah gurumu mengajarkan teknik-teknik berpidato seperti lafal, intonasi, nada, sikap, kelancaran, dan sebagainya dik?
M
: nggak itu Mbak, yaa itu, pak guru cuma membacakan teks pidato dulu, terus kita disuruh untuk maju ke depan kelas.
P
: Apa bapak guru dalam mengajar pernah menggunakan metode diskusi kelompok?
M
: jarang Mbak, pernah sekali itupun kayaknya tidak begitu berfungsi itu Mbak. Ada temen yang hanya dompleng ja gak ikut kerjasama
P
: Kamu sendiri menyukai diskusi kelompok?
M
: ya, suka Mbak, biar gak jenuh, cuma dengerin ceramah dari guru aja.
P
: Bagaimana kalau diterapkan metode diskudi kelompok di kelsamu?
M
: wah ya bagus Mbak.
P
: Terima kasih ya dik, atas waktunya.
M
: Sama-sama Mbak.
Keterangan: P
: Peneliti
M
: Murid
Komentar Peneliti 1.
Informan menggungkapkan ketidaksukaannya dengan cara yang digunakan oleh gurunya dalam mengajarkan materi berpidato, sebab menurutnya cara guru dalam mengerjakan kurang menarik.
2.
Siswa terlihat antusias mengikuti pembelajaran dengan metode diskusi kelompok.
3.
Guru hanya mengandalkan teks berpidato saat mengajar.
4.
Guru pernah metode diskusi kelompok saat mengajar, nsmun menurut siswa tidak efektif.
LAMPIRAN 2. CATATAN LAPANGAN WAWANCARA SISWA 2
Waktu Pengamatan/survei
: Rabu, 3 September 2008
199
Tempat Pengamatan/survei
: SMA Bung Karno Karangpandan
Objek Pengamatan/survei
: Tanggapan Siswa tentang Pembelajaran Berpidato
Peneliti
: Nyiastuti Dwi Agustina
Informan
: Pita Nur
Situasi Latar penelitian Tempat penelitian adalah ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan yang berukuran 6 meter x 15 meter dan tinggi dinding 3 meter. Di rungan tersedia 24 meja dan 48 kursi. Deskripsi: Peneliti mewawancarai salah satu siswa Kelas XII bernama Pita Nur. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh data tentang tanggapan siswa tentang pembelajaran berpidato. P
: Apakah kamu pernah menerima pelajaran berpidato di sekolah?
M
: Pernah Mbak.
P
: Menurut kamu bagaimana cara mengajar yang digunakan oleh guru kamu waktu itu dalam mengajarkan berpidato?
M
: yaa pak guru minta kita ke depan kelas untuk berpidato yang ada di buku, tapi sebelumnya pak guru menjelaskan tentang pidato tadi.
P
: Kamu suka atau tidak dengan cara mengajar guru seperti itu?
M
: nggak itu Mbak.
P
: Sebenarnya cara mengajar yang bagaimana yang kamu inginkan agar digunakan oleh gurumu dalam mengajarkan berpidato?
M
: ya, tidak mbosenin lah Mbak. Kan gurunya itu ceramah terus kalau ngajar, jadi ya dibuat agak berbeda gitu supaya nggak ngantuk.
P
: apakah gurumu mengajarkan teknik-teknik berpidato seperti lafal, intonasi, nada, sikap, dan kelancaran?
M
: pernah, tapi yang itu lho mbak, jadi siswa diminta agar tidak grogi kalau tampil, yang berani.
P
: Apa bapak guru dalam mengajar pernah menerapkan metode diskusi kelompok?
200
M
: pernah, tapi ketika diberi tugas mengerjakan soal Mbak.
P
: Kamu sendiri suka atau tidak kalau belajar dengan metode diskusi kelompok.
M
: ya suka Mbak, daripada ngantuk di kelas. tapi kelompoknya harus jalan Mbak, maksudnya semua yang terlibat dalam kelompok tertentu harus ikut berpartisipasi, jangan ada siswa yang kerjanya nunut saja.
P
: Bagaimana kalau metode ini diterapkan di kelasmu?
M
: Bagus Mbak.
P
: Terima dik atas waktunya.
M
: Ya Mbak. Sama-sama.
Komentar Peneliti 1.
Informan menggungkapkan ketidaksukaannya dengan cara yang digunakan oleh gurunya dalam mengajarkan materi berpidato. Menurutnya cara guru dalam mengajar kurang menarik dan membosankan siswa.
2.
Siswa merasa jenuh dengan model pembelajaran seperti itu.
LAMPIRAN 3. CATATAN LAPANGAN WAWANCARA GURU
Waktu Pengamatan/survei
: Sabtu, 6 September 2008
Tampat Pengamatan/survei
: SMA Bung Karno Karangpandan
Objek Pengamatan/survei
: Survei hambatan pembelajaran berpidato
Peneliti
: Nyiastuti Dwi Agustina
Informan
: Bapak C.H. Salim, S.Pd., A.Ma.Pd.
201
Situasi latar penelitian Tempat penelitian adalah ruang tamu guru yang bersebelahan dengan ruang tamu kepala sekolah berukuran 6 meter x 15 meter dan tinggi dinding 3 meter. Di rungan tersedia 6 meja untuk guru dan 1 meja untuk kepala sekolah serta satu set meja kursi untuk tamu yang terletak di depan meja kepala sekolah. Berhimpitan dengan dinding utara terdapat seperangkat komputer, disinilah ruang tata usaha berada. Pintu Mbakuk ruang guru dan kepala sekolah ini terdapat di bagian pojok utara sebelah timur menghadap utara. Peneliti menghadap ke selatan dengan membawa alat perekam dan buku catatan, sedangkan guru kolaboran menghadap ke arah timur. Catatan pengamatan/survei (wawancara) Peneliti mewawancarai guru kolaboran bernama C.H. Salim, S.Pd., guru yang mengampu Kelas XII. Wawancara dimaksudkan untuk memperoleh data tentang hambatan pembelajaran berpidato khusunya keterampilan berpidato pada Kelas XII. Peneliti (P)
: Maaf Pak, bagaimana pembelajaran berpidato khusunya Berpidato yang Bapak laksanakan?
C.H. Salim, S.Pd. (S) : Yaa, saya meminta anak-anak untuk membaca teks pidato Terus saya minta mempelajari dulu, kemudian saya minta anak-anak maju berpidato ke depan kelas. P
: lalu hambatanya apa Pak selama Bapak mengajar?
S
: yaa.hambatanya mungkin terletak pada siswanya sendiri ya Mbak Anak-anak itu sering ramai sendiri saat saya ajar, mereka yaa..boleh dikatakan kurang memperhatikan penjelasan guru lah Mbak. Motivasi mereka saya lihat kurang Mbak.
P
: Untuk keterampilan berpidato siswa sendiri bagaimana Pak?
S
: Ohhh berpidato tadi? Yaa..saya kira maih perlu belajar lagi dan Ditingkatkan Mbak, karena anak-anak itu boleh dikatakan belum bisa berpidato dengan sempurna. Anak-anak itu kesulitan menghafalkan teks berpidatonya Mbak, jadi kalau mereka
202
memeragakan ya membaca teks berpidato tersebut di depan kelas secara bergantian. P
: jadi teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, kelancaran,
dan
sebagainya,
tidak
terlihat
saat
mereka
memerankan ya pak? S
: yaa...memang terkadang saya beri pemahaman kepada anak-anak tentang-teknik itu Mbak. Jadi saya bacakan teks berpidatonya lalu sedikit saya beri contoh bagaimana teknik-teknik itu diterapkan. Yaa boleh dikatakan ada anak yang belum menerapkan teknik-teknik itu Mbak, la wong memahami pidatonya saja sebagian besar anak belum bisa. Dilihat dari nilainya saja belum memuaskan Mbak. Kriteria ketuntasan minimal kan di sini 60 Mbak, untuk mata pelajaran bahasa Indonesia, itu saja ada anak yang belum bisa mencapainya.
P
: khusus untuk mengatasi hambatan itu, solusi apa yang Bapak lakukan?
T
: yaa saya minta kepada anak-anak untuk sering-sering berlatih di rumah Mbak. Kemudian sebelum saya mengajar yaa saya selalu berpikir dahulu sebelum mengajar untuk mengupayakan bagaimana mengatasi hambatan-hambatn tersebut.
P
: Bagaimana kalau saya tawari sebuah solusi untuk mengatasi hambatan tersebut Pak, khususnya mengenai kurangnya minat dan
motivasi
serta
keaktifan
siswa
saat
pembelajaran
berlangsung, serta untuk menungkatkan keterampilan berpidato siswa? S
: ya kalau memang Mbak mempunyai solusi, yaa kami tentu senang Mbak. Solusinya apa Mbak?
P
: Begini Pak,saya mempunyai program penelitian berupa penelitian siklus kelas atau disebut PTK, untuk meningkatkan keterampilan berpidato siswa yang tengah menghadapi Mbakalah tadi, yaitu dengan menerapkan metode diskusi kelompok, bagaimana Pak?
203
S
: yaa boleh-boleh saja. Nanti Mbak yang mengajar?
P
: Tidak Pak, jadi nanti yang mengajar tetap Bapak dengan menerapkan metode diskusi kelompok .Untuk lebih jelasnya nanti kita dapat berdiskusi Pak tentang prosedur penerapannya.
S
: oh yaa.., boleh, boleh. Gini Mbak untuk bagaimana Prosedur penerapanya nanti tentu saya minta Mbak untuk lebih memberikan penjelasan lagi pada saya Mbak, supaya nanti dalam menjalankanya lebih mudah.
P
: Ohh..tentu Pak nanti sebelum siklus berlangsung tentunya saya Dan
Bapak
mempersiapkan
rancangan
pelaksanaan
pembelajaranya dulu secara matang dan tentunya mengupayakan penerapan metode diskusi kelompok yang efektif.
Komentar Peneliti 1. Dari pernyataan guru S, peneliti mendapatkan persoalan yang merupakan penghambat pembelajaran berpidato, khususnya rendahnya keterampilan berpidato siswa. Selain itu rendahnya minat dan motivasi siswa saat mengikuti pembelajaran yang menjadi salah satu penyebab rendahnya keterampilan berpidato siswa. 2. Guru T dapat dikatakan juga menjadi salah satu penyebab rendahnya keterampilan berpidato siswa. Guru kurang memahamkan kepada siswa teknik-teknik berpidato seperti lafal, intonasi, nada, sikap, dan kelancaran. 3. Sebagai akibat rendahnya keterampilan berpidato siswa khususnya minat dan motivasi siswa pada umumnya, kriteria ketuntasan minimal pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pembelajaran sastra menjadi rendah, yakni 60. 4. Peneliti melihat Guru S sedang berusaha mengatasi hambatan yang dijumpai dalam pembelajaran berpidato, berpidato siswa.
khususnya keterampilan
204
5. Guru S menyambut baik tawaran peneliti untuk mengatasi hambatan yang dijumpainya. (kemudian peneliti menunjukkan surat izin penelitian serta foto kopi proposal penelitian yang dibuat oleh peneliti. Pada akhir pertemuan kami membuat janji untuk bertemu kembali, dengan membuat perencanaan-perencanaan yang lebih matang)
LAMPIRAN 4. CATATAN LAPANGAN SURVEI AWAL
Tujuan
: Mengamati Pelaksanaan Survei Awal pembelajaran berbicara
Lokasi
: Ruang kelas XII SMA Bung Karno, Karanganyar
Hari
: Rabu
Tanggal
: 10 September 2008
Waktu
: Pukul 07.00-08.20
205
Pertemuan
: I
Guru
: C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan)
Latar Observasi ini dilaksanakan di ruang kelas XII yang berukuran kurang lebih 6x15 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru, 24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM). Deskripsi: Sebelum pelaksanaan siklus dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan survei awal untuk mengetahui keadaan nyata di lapangan. Peneliti mengamati jalannya proses pembelajaran berbicara di kelas XII dengan mengambil posisi di bangku paling belakang sebagai partisipan pasif. Sesuai dengan jadwal pada hari itu, pelajaran bahasa Indonesia di kelas XII dilaksanakan pada jam keempat dan kelima, atau pukul 07.00 sampai 08.20 wib. Situasi di kelas XII saat itu sangat ramai dengan kedatangan guru dan peneliti. Kemudian guru membuka pembelajaran dengan tanya jawab mengenai pelajaran pada pertemuan sebelumnya yaitu. Siswa terlihat pasif dan mengabaikan tanya jawab tersebut. Kemudian guru melanjutkan dengan memberikan tambahan materi berbicara (berpidato). Guru pada awal inti pembelajaran menerangkan tentang teori berpidato dengan metode ceramah. Terlihat siswa hanya pasif mendengarkan penjelasan yang disampaikan guru. Mereka menunjukkan sikap semaunya sendiri, seperti berbicara dengan teman, melamun, mengantuk, menyandarkan dagu di meja. Menyadari keadaan siswanya, guru mencoba menggugah siswa untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan melakukan metode tanya jawab. Guru
206
menunjuk beberapa siswa untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru. Namun terlihat siswa hanya diam tanpa menggubris pertanyaan guru. Siswa kemudian diminta untuk mempelajari teks pidato yang terdapat dalam buku. Siswa diberi waktu guru 10 menit untuk mempelajarinya. Kemudian satu per satu siswa diminta untuk berpidato do depan kelas sesuai dengn teks pidsto yang telah dipelajari tadi. Setelah semua siswa selesai berpidato, guru memberikan refleksi tentang penampilan berpidato siswa. Guru kemudian menutup pembelajaran dengan salam.
Refleksi: Hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei awal terungkap dengan jelas bahwa siswa menunjukkan sikap kurang peduli pada saat berlangsungnya
pembelajaran
berbicara.
Saat
proses
pembelajaran
berlangsung, siswa terlihat pasif. Beberapa siswa memang tampak memperhatikan keterangan guru namun tidak sedikit pula siswa yang sibuk beraktivitas sendiri. Dari hasil pantauan peneliti dengan lembar observasi, diketahui 24 siswa atau 50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut kurang memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran. Sementara itu, keaktifan siswa hanya 29 % dari jumlah keseluruhan siswa atau 14 siswa. Selain obeservasi yang peneliti lakukan, hasil angket yang peneliti berikan kepada siswa menyatakan bahwa 50% siswa (24 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang) menyatakan tidak begitu suka terhadap pembelajaran berbicara bahasa Indonesia yang diterapkan oleh guru. Selain itu, hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi bahasa Indonesia menyatakan bahwa selama ini materi berbicara (berpidato) sulit untuk diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di kelas XII, karena siswa di kelas ini kurang memiliki respons yang baik terhadap pembelajaran berbicara itu sendiri. Menurut guru kolaboran, para siswa memang kurang dalam kompetensi berbicara. Hal ini dikarenakan siswa merasa malu dan grogi saat diminta untuk berbicara di depan kelas.
207
Pada survei awal yang peneliti lakukan, guru memberikan materi berbicara (berpidato) dengan pembacaan teks pidato secara langsung. Kegiatan yang dilakukan adalah beberapa orang siswa membacakan teks pidato di depan kelas. Pada awalnya, guru menawarkan kepada siswa yang ingin membacakan teks pidato, tidak ada siswa yang mau menunjukkan jari. Guru kemudian menunjuk siswa untuk membacakan teks pidato yang telah ditentukan, siswa yang telah ditunjuk pun terlihat enggan untuk membacakan teks pidato yang telah ditentukan oleh guru tersebut. Kejadian tersebut berlangsung selama pembelajaran berbicara (berpidato) dilakukan. Siswa mau tidak mau harus maju ke depan kelas untuk membacakan teks pidato, karena sudah merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus dikuasai. Siswa merasa terpaksa saat mereka diminta untuk maju ke depan kelas. Siswa tampak grogi dan malu saat mereka tampil di depan kelas membacakan teks pidato yang diberikan oleh guru. Akibat dari perasaan tersebut, membuat penampilan siswa kurang maksimal. Lafal, intonasi, dan nada, sikap, serta ekspresi siswa tidak tampak saat mereka berpidato. Akhirnya peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa masih kurang tertarik dengan cara pembelajaran yang guru berikan dan keterampilan berbicara (berpidato) siswa kelas XII rendah. Guru belum bisa menunjukkan komunikasi aktif dengan siswa. Hal itu ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang mengalihkan perhatiannya pada saat pembelajaran berlangsung. Guru juga terkesan kaku dalam memberikan materi pelajaran. Guru sudah mencoba membangkitkan minat siswa dengan memberi pendekatan secara langsung dan menegur siswa yang tidak
memperhatikan
pelajaran.
Namun,
cara
ini
belum
mampu
membangkitkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa merasa bosan dengan metode mengajar guru. Hal ini dibuktikan dalam angket siswa yang menyatakan bahwa 50% (24 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang) menyatakan bosan dengan metode mengajar guru.
208 LAMPIRAN 5. CATATAN LAPANGAN RPP SIKLUS 1 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nomor 32 MATA PELAJARAN KELAS /SEMESTER PROGRAM ALOKASI WAKTU
TEMA STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR ASPEK PEMBELAJARAN INDIKATOR
MATERI POKOK PEMBELAJARAN
Bahasa dan Sastra Indonesia XII (dua belas) / 2 (dua) Umum 4 x 40 menit
Mengungkapkan informasi melalui presentasi program/proposal dan pidato tanpa teks Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat Berbicara 1. Mampu menjelaskan macam-macam metode berpidato 2. Mampu menyiapkan pidato tanpa teks dengan tema tertentu 3. Mampu membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat 4. Mampu mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman 5. Mampu memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau Mbakukan teman
1. 2. 3. 4.
Pengertian dan macam-macam metode berpidato Ide pidato dengan tema-tema tertentu Cara menyiapkan pidato tanpa teks Cara berpidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat 5. Cara mencatat kekurangan pidato yang disampaikan teman 6. Cara memperbaiki kekurangan pidato teman
209 KEGIATAN PEMBELAJARAN TAHAP
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1. Siswa ditanya pemahamannya tentang manfaat berpidato
PEMBUKA (Apersepsi)
2. Siswa diajak untuk mengemukakan pendapatnya tentang forum-forum yang sering menampilkan kegiatan berpidato 1. Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai oleh siswa sesuai dengan indikator pembelajaran.
INTI
2. Siswa menyaksikan contoh memberikan sambutan pidato dengan membaca teks maupun tanpa teks yang diperagakan oleh guru. 3. Siswa diminta untuk membaca contoh teks sambutan berpidato yang ada pada buku teks (buku paket). 4. Siswa diminta untuk membuat teks sambutan pidato dengan topik HUT RI Ke-64. 5. Siswa diminta untuk berdiskusi kelompok dan bertukar pikiran untuk mencoba menampilkan sambutan di dalam kelompok Masing-masing. 6. Guru meminta setiap siswa ke depan kelas membacakan teks yang telah dibuat; PENUTUP (Internalisasi persepsi)
&
1. Siswa merefleksikan kesalahan berpidato pada umumnya. 2. Siswa diberikan tugas untuk membuat pidato dengan tema bebas.
METODE DAN SUMBER BELAJAR v
Sumber Belajar
Pustaka rujukan
Alex Suryanto dan Agus Haryanta. 2008. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA Kelas XII. Jakarta : ESIS-Erlangga halaman 164-169 Maidar G. Arsjad, Mukti
210 U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga v
Material: kaset, poster
VCD,
Media cetak elektronik
dan
Website internet
Metode
v
Narasumber
Orator
V
Model peraga
Siswa yang pengalaman berpidato
v
Lingkungan
Kejadian di Masyarakat yang banyak menampilkan kegiatan berpidato
v
Presentasi
v
Diskusi Kelompok
v
Inquari
v
Demontrasi /Pemeragaan Model
mempunyai banyak
PENILAIAN
TEKNIK BENTUK
DAN
v
Tes Lisan
v
Tes Tertulis
v
Observasi Kinerja/Demontrasi
v
Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
v
Pengukuran Sikap Penilaian diri
INSTRUMEN SOAL: berpidatolah di depan kelas dengan tema HUT RI Ke-64 yang telah kalian pelajari tanpa menggunakan teks pidato!
Indikator Penilaian Berpidato
211 1. Jenis tagihan 2. Teknik 3. Bentuk instrumen No.
: Nontes : Unjuk Kerja : Rubrik Pengamatan
Aspek yang
Rentangan Skala
Dinilai
5
1
Lafal
2
Nada
3
Intonasi
4
Sikap
5
Kelancaran
4
3
2
Perolehan 1
Skor
Total Nilai Pedoman Penilaian Dan Teknik Penilaian 3. Lafal Kemampuan melafalkan bunyi secara tepat dapat dinilai dengan indikator: 5
Siswa mampu memberi penekanan yang sudah sesuai, dengan mengucapkan pelafalan sesuai dengan kalimat yang dituturkan sehingga jelas untuk dipahami.
4
Siswa terkadang mengucapkan pelafalan yang kurang dipahami.
3
Siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah pengertian.
2
Siswa melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena Mbakalah pengucapan. Sering siswa harus mengulangi apa yang diucapkannya.
1
Siswa kesukaran melafalkan kata-kata dan kesalahan dalam pelafalannya terlalu banyak sehingga kalimatnya tidak dapat dipahami.
4. Nada 5 Nada sesuai dengan kalimat yang diucapkan dan tidak monoton 4
Nada sudah variatif namun kadang-kadang monoton
3
Nada sering kali monoton hanya sesekali terdengar lagu kalimat yang
2
Nada sering monoton
1
Nada monoton
sesuai
212 3. Intonasi Kemampuan menerapkan intonasi dengan benar dapat dinilai dengan indikator di bawah ini. 5
Siswa dalam menuturkan kalimat hampir tidak ada kesalahan intonasi.
4
Siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat, tetapi tidak mengaburkan arti.
3
Siswa sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-waktu mengaburkan arti.
2
Siswa membuat kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat yang menyebabkan kalimatnya sukar untuk dipahami.
1
Siswa membuat kesalahan intonasi dan susunan kata demikian banyaknya sehingga kalimatnya benar-benar sulit dipahami.
4. Sikap 5
Siswa mampu menuturkan kalimat disertai dengan gerak anggota tubuh sesuai dengan ekpresi.
4
Siswa terkadang melakukan gerak anggota tubuh yang tidak sesuai dengan ekspresi.
3
Siswa sering menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan dengan ekspresi.
2
Siswa terlihat ragu-ragu saat melakukan gerak angota tubuh lain, sehingga tidak sesuai dengan ekpresi.
1
Siswa tidak sama sekali tidak menunjukkan gerak anggota tubuh lain sesuai dengan ekspresi saat menuturkan kalimat.
5. Kelancaran/kefasihan Kemampuan untuk menempatkan posisi saat memerankan tokoh berbicara dapat dinilai dengan indikator di bawah ini. 5
Pembicaraan lancar sekali.
4
Pembicaraan kurang lancar.
3
Kesulitan berbahasa, menyebabkan kecepatan dan kelancaran terganggu.
2
Pembicaraan tersendat-sendat.
1
Pembicaraan sering terhenti dan pendek-pendek.
213 Untuk mencari nilai dari setiap siswa dapat menggunakan teknik penilaian sebagai berikut: 4.
Nilai setiap unsur yang dinilai dalam cerita berkisar antara 1 sampai dengan 5. Nilai 5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti sedang, nilai 2 berarti kurang, dan nilai 1 berarti kurang sekali.
5.
Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur penilaian yang diperoleh siswa.
6.
Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus: Total nilai X 100 = nilai
LAMPIRAN 6. CATATAN LAPANGAN SIKLUS I
Catatan Lapangan Siklus 1 Pertemuan 1
Tujuan
: Mengamati Pelaksanaan siklus 1 pertemuan 1
214 Lokasi
: Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Hari
: Rabu
Tanggal
: 15 Oktober 2008
Waktu
: Pukul 07.00-08.20
Pertemuan
: I
Guru
: C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan)
Latar: Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih 6x15 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru, 24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Tidak ada siswa yang absen pada pertemuan ini. Deskripsi: Guru memulai KBM dengan membuka pelajaran dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran bahasa, sastra Indonesia pagi itu dengan melihat presensi kelas tersebut. Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di tempat duduk bagian belakang, sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan leluasa tanpa menggangu pelajaran yang sedang berlangsung. Sebelum menuju untuk pembelajaran guru menjelaskan kepada para siswa mengenai tujuan pembelajaran pada pertemuan tersebut (siswa terlihat begitu serius memperhatikan penjelasan guru, beberapa siswa tampak menoleh ke belakang, sesekali melihat peneliti). Guru menjelaskan bahwa siswa akan diajak untuk berpidato (di dalam skenario pembelajaran tujuan pembelajaran disampaikan kepada siswa sesudah apersepsi). Guru kemudian menggali pengalaman siswa akan pemahaman tentang selukbeluk berpidato dengan melakukan tanya jawab kepada siswa tentang pengalaman mereka berpidato. Setelah itu guru mencoba memberikan contoh memberikan sambutan pidato dengan menggunakan teks yang sudah dipersiapkan oleh guru. Siswa menyaksikan degan seksama peragaan yang ditampilkan oleh guru (beberapa siswa tersenyum melihat
215 penampilan guru). Setelah selesai, guru mencoba memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan komentar terhadap penampilannya, namun tidak ada satupun siswa yang berani mengacungkan jari dan memberikan komentar (terdengar salah satu siswa menjawab “bagus...bagus”, dengan nada tidak serius, sehingga membuat siswa lain tertawa). Setelah memberikan contoh dengan membaca teks, guru mencoba memberikan contoh sambutan pidato tanpa menggunakan teks pidato. Siswa dengan seksama memperhatikan penampilan guru. Setelah selesai tampil, kembali guru meminta siswa untuk memberikan tanggapan, namun lagi-lagi tidak ada satupun siswa yang berani menanggapi (siswa tampak mengulas senyum dan saling berpandangan saat diminta memberikan tanggapan). Terpaksa guru menunjuk beberapa siswa untuk memberikan tanggapan. Salah satu siswa yang ditunjuk guru (siswa bernama Saras Triwardi) menanggapi ,“kalau menurut saya lebih baik yang tanpa teks tadi lho Pak lebih nyantai, lebih luwes gitu lho Pak,” (beberapa siswa tertawa mendengar komentar tersebut). Guru memberikan komentar yang sama dengan siswa tersebut bahwa pidato tanpa teks lebih baik dalam hal penampilan, karena lebih luwes dan tidak monoton, karena tidak terpaku pada teks pidato seperti pada saat membaca tekas pidato. Guru kemudian meminta siswa untuk mengelompok pada kelompoknya Masing-masing (suasana tampak gaduh, guru berusaha meminta semua siswa untuk tetap bersikap tenang). Setelah semua siswa berada pada kelompoknya Masing-masing, guru memberikan penjelasan kepada semua kelompok (sesekali guru meminta siswa untuk tenang, karena siswa Mbakih terlihat gaduh walaupun sudah berada pada kelomponya Masing-masing). Tiap siswa dalam kelompoknya diminta untuk membuat teks sambutan pidato dengan topik HUT RI ke-64 dalam buku tugas sebanyak setengah sampai satu lembar kertas. Siswa kemudian mengerjakan apa yang telah ditugaskan oleh guru (beberapa siswa Mbakih terlihat bingung dan bertanya kepada teman sekelompoknya). Bel akhir pembelajaran berbunyi, tampak suasana gaduh kembali, beberapa siswa mengaku belum selesai mengerjakan. Guru tampak berusaha menenangkan siswa. di akhir pembelajaran guru meminta siswa untuk melanjutkan di rumah (tampak seluruh siswa kembali duduk di tempatnya semula). Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam kepada siswa.
216
Catatan Lapangan Siklus 1 Pertemuan 2
Tujuan
: Mengamati Pelaksanaan siklus 1 Pertemuan 2
Lokasi
: Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Hari
: Sabtu
Tanggal
: 12 Oktober 2008
Waktu
: Pukul 08.20-09.40
Pertemuan
: II
Guru
: C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan Latar: Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih 6x15 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru, 24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM).
Deskripsi: Guru memulai KBM dengan mengucapkan salam (tampak serentak siswa membalas salam dari guru) dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran bahasa dan sastra Indonesia pagi itu dengan melihat presensi kelas tersebut (semua siswa hadir pada pembelajaran kali ini). Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di tempat duduk bagian belakang (ada beberapa siswa yang menyalami peneliti saat melangkah menuju tempat duduk di belakang) sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan leluasa tanpa menggangu pelajaran yang sedang berlangsung. Guru melanjutkan materi pertemuan yang lalu dengan mengadakan refleksi terhadap pembelajaran yang lalu. Guru mengadakan tanya jawab dengan siswa mengenai
217 kesulitan yang dialami siswa dalam menyusun pidato (guru menjelaskan bahwa sistematika pidato terdiri dari salam pembuka, pembukaan, inti, kesimpulan, penutup, dan salam penutup). Salah satu siswa (siswa bernama Sari Hariyanti) meminta kepada guru untuk menjelaskan dengan contoh tiap bagian dari sistematika pidato tersebut. Guru kemudian menjelaskan dengan seksama. Guru
kemudian
meminta
siswa
untuk
mengelompok
sesuai
dengan
kelompoknya. (suasana terlihat tidak segaduh pada pertemuan sebelumnya saat semua siswa mencoba berkumpul sesuai dengan kelompoknya). Guru kemudian meminta siswa untuk mempelajari teks pidato yang telah disusun, dan meminta siswa untuk mencoba tampil di depan kelompoknya Masing-masing dengan penilaian dari teman sekelompok sebelum tes berpidato di depan kelas. Tampak beberapa siswa sibuk menghafal teks pidato yang telah disusun tanpa memanfaatkan kelompoknya untuk berdiskusi. Ada juga siswa yang marasa Mbaka bodoh atas perintah dari guru, sedikit siswa yang mencoba tampil berpidato di depan kelompoknya dan memanfaatkan teman sekelompok untuk memberikan penilaian. Sementara itu guru memantau diskusi tiap-tiap kelompok di depan kelas. Setelah diskusi dianggap selesai oleh guru. Siswa diminta satu per satu tampil di depan kelas berpidato. Sebelum tiap-tiap siswa tampil di depan kelas, guru meminta siswa untuk tampil secara maksimal, guru memberikan waktu hanya 3 menit untuk berpidato mengingat terbatasnya waktu dan banyaknya jumlah siswa. Guru kemudian menunjuk siswa bernama Jiwo Surahno (nomor presensi sepuluh) untuk tampil perdana. Jiwo tampak kaget dan tegang, (beberapa siswa tampak tertawa dan menyoraki Jiwo, guru berusaha uuntuk menenangkan siswa) namun isa tetap maju ke depan kelas walaupun dengan langkah yang berat. Satu per satu siswa maju ke depan kelas. guru mengacak urutan siswa yang maju ke depan kelas, dengan maksud agar semua siswa siap. Dari pantauan peneliti tampak teknik-teknik berpidato siswa sebagian besar Mbakih kurang. Setelah semua siswa selesai maju berpidato ke depan kelas, guru sedikit memberikan refleksi atas penampilan siswa. sebagai penutup guru memberikan tugas kepada siswa untuk berlatih berpidato sendiri di rumah. Guru mengakhiri pembelajaran dengan memberikan salam.
218 Refleksi: Guru sudah menerapkan metode diskusi kelompok pada pelaksanaan siklus 1. Guru membagi 4 siswa untuk satu kelompok. Guru kolaboran sudah memberikan pemahaman kepada siswa akan teknik-teknik berpidato seperti lafal, intonas, nada, sikap, dan kelancaran/kefasihan. Untuk melatih keterampilan berpidato, siswa diminta oleh guru untuk berdiskusi kelompok sesuai dengan kelompoknya Masingmasing. Guru Mbakih mendominasi jalannya pembelajaran dengan selalu menceramahi siswa. Siswa jarang diberi kesempatan untuk memberikan argumen dalam sesi tanya jawab di awal pembelajaran; Guru kurang memberikan bimbingan pada setiap kelompok. Guru hanya memberikan pengarahan dan bimbingan di depan kelas tanpa mendekati tiaptiap kelompok. Dari penerapan metode diskusi, Mbakih terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut adalah siswa belum mampu benar-benar memanfaatkan teman sekelompoknya sebagai teman (partner) belajar. Siswa dalam berdiskusi Mbakih terlihat berurusan dengan kepentingannya sendiri. Dilihat dari hasil berpidato siswa Mbakih terdapat beberapa kekurangan. Sebagian besar teknik-teknik berpidato mulai dari lafal, nada, intonasi, sikap serta kelancaran/kefasihan siswa sebagian besar Mbakih kurang. Intonasi sebagian besar siswa Mbakih terdengar datar seperti orang yang sedang membaca. Sikap siswa Mbakih terlihat kaku. Nada siswa Mbakih terlihat monoton. Dari pantauan peneliti, minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami peningkatan dibandingkan pada pembelajaran prasiklus survei awal. Dari pantauan peneliti dengan menggunakan pedoman observasi diketahui bahwa
siswa
yang berminat/perhatian terhadap
pembelajaran sebanyak 31 siswa (65%). Siswa yang aktif dalam pembelajaran sebanyak 17 orang (35%).
219
LAMPIRAN 7. RPP SIKLUS 2 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nomor 32 MATA PELAJARAN KELAS /SEMESTER PROGRAM ALOKASI WAKTU
TEMA STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR ASPEK PEMBELAJARAN INDIKATOR
Bahasa dan Sastra Indonesia XII (dua belas) / 2 (dua) Umum 4 x 45 menit
Mengungkapkan inforMbaki melalui presentasi program/proposal dan pidato tanpa teks Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat Berbicara 1. Mampu menjelaskan macam-macam metode berpidato 2. Mampu menyiapkan pidato tanpa teks dengan tema tertentu 3. Mampu membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat 4. Mampu mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman
220 5. Mampu memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau Mbakukan teman
MATERI POKOK PEMBELAJARAN
Pengertian dan macam-macam metode berpidato Ide pidato dengan tema-tema tertentu Cara menyiapkan pidato tanpa teks Cara berpidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat Cara mencatat kekurangan pidato yang disampaikan teman Cara memperbaiki kekurangan pidato teman
KEGIATAN PEMBELAJARAN TAHAP PEMBUKA (Apersepsi)
KEGIATAN PEMBELAJARAN Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa tentang kesulitan yang dihadapi saat tampil berpidato pada pertemuan yang lalu.
INTI
1. Siswa mendengar
solusi dari guru atas
kesulitan yang dihadapi siswa . 2. Siswa diminta mempelajari teks sambutan pidato yang terdapat di dalam buku materi dan mendiskusikannya sesuai dengan kelompoknya masing-masing. 3. Siswa
dalam
kelompoknya
masing-msing
mencoba berpidato (memberikan sambutan), 4. Siswa
yang lain menilai kelemahan dan
kelebihan teman sesuai dengan format penilaian yang diberika oleh guru.
221 5. Siswa melaporkan hasil diskusinya berdasarkan format penilaian. 6. Guru mengomentari hasil diskusi (penilaian) dari tiap-tiap siswa dalam tiap-tiap kelompok. 7. Guru meminta siswa satu per satu ke depan kelas berpidato sesuai dengan materi yang telah ditetapkan oleh guru dalam buku teks. Siswa merefleksikan umumnya.
PENUTUP (Internalisasi persepsi)
kesalahan berpidato pada
&
METODE DAN SUMBER BELAJAR Alex Suryanto dan Agus Haryanta. 2008. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA Kelas XII. Jakarta : ESIS-Erlangga halaman 164-169 Maidar G. Arsjad, Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga
v
Pustaka rujukan
v
Material: VCD, kaset, poster
Sumber Belajar
Media cetak elektronik
dan
Website internet v
Narasumber
Orator
V
Model peraga
Siswa yang pengalaman berpidato
v
Lingkungan
Kejadian di Mbakyarakat yang banyak menampilkan kegiatan berpidato
mempunyai banyak
222
Metode
v
Presentasi
v
Diskusi Kelompok
v
Inquari
v
Demontrasi /Pemeragaan Model
PENILAIAN
TEKNIK DAN BENTUK
v
Tes Lisan
v
Tes Tertulis
v
Observasi Kinerja/Demontrasi
v
Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
v
Pengukuran Sikap Penilaian diri
INSTRUMEN /SOAL: Berpidatolah di depan kelas dengan nada, intonasi, lafal, sikap, dan kelancaran yang tepat! Indikator Penilaian Berpidato 1. Jenis tagihan 2. Teknik 3. Bentuk instrumen No.
: Nontes : Unjuk Kerja : Rubrik Pengamatan
Aspek yang
Rentangan Skala
Dinilai
5
1
Lafal
2
Nada
3
Intonasi
4
Sikap
5
Kelancaran
4
3
2
Perolehan 1
Skor
Total Nilai Pedoman Penilaian Dan Teknik Penilaian 5. Lafal Kemampuan melafalkan bunyi secara tepat dapat dinilai dengan indikator:
223 5
Siswa mampu memberi penekanan yang sudah sesuai, dengan mengucapkan pelafalan sesuai dengan kalimat yang dituturkan sehingga jelas untuk dipahami.
4
Siswa terkadang mengucapkan pelafalan yang kurang dipahami.
3
Siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah pengertian.
2
Siswa melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena Mbakalah pengucapan. Sering siswa harus mengulangi apa yang diucapkannya.
1
Siswa kesukaran melafalkan kata-kata dan kesalahan dalam pelafalannya terlalu banyak sehingga kalimatnya tidak dapat dipahami.
6. Nada 5 Nada sesuai dengan kalimat yang diucapkan dan tidak monoton 4
Nada sudah variatif namun kadang-kadang monoton
3
Nada sering kali monoton hanya sesekali terdengar lagu kalimat yang
2
Nada sering monoton
1
Nada monoton
sesuai
3. Intonasi Kemampuan menerapkan intonasi dengan benar dapat dinilai dengan indikator di bawah ini. 5
Siswa dalam menuturkan kalimat hampir tidak ada kesalahan intonasi.
4
Siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat, tetapi tidak mengaburkan arti.
3
Siswa sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-waktu mengaburkan arti.
2
Siswa membuat kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat yang menyebabkan kalimatnya sukar untuk dipahami.
1
Siswa membuat kesalahan intonasi dan susunan kata demikian banyaknya sehingga kalimatnya benar-benar sulit dipahami.
4. Sikap
224 5
Siswa mampu menuturkan kalimat disertai dengan gerak anggota tubuh sesuai dengan ekpresi.
4
Siswa terkadang melakukan gerak anggota tubuh yang tidak sesuai dengan ekspresi.
3
Siswa sering menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan dengan ekspresi.
2
Siswa terlihat ragu-ragu saat melakukan gerak angota tubuh lain, sehingga tidak sesuai dengan ekpresi.
1
Siswa tidak sama sekali tidak menunjukkan gerak anggota tubuh lain sesuai dengan ekspresi saat menuturkan kalimat.
5. Kelancaran/kefasihan Kemampuan untuk menempatkan posisi saat memerankan tokoh berbicara dapat dinilai dengan indikator di bawah ini. 5
Pembicaraan lancar sekali.
4
Pembicaraan kurang lancar.
3
Kesulitan berbahasa, menyebabkan kecepatan dan kelancaran terganggu.
2
Pembicaraan tersendat-sendat.
1
Pembicaraan sering terhenti dan pendek-pendek.
Untuk mencari nilai dari setiap siswa dapat menggunakan teknik penilaian sebagai berikut: 7.
Nilai setiap unsur yang dinilai dalam cerita berkisar antara 1 sampai dengan 5. Nilai 5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti sedang, nilai 2 berarti kurang, dan nilai 1 berarti kurang sekali.
8.
Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur penilaian yang diperoleh siswa.
9.
Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus: Total nilai X 100 = nilai
225 Guru kolaboran,
Peneliti,
C.H. Salim, S.Pd.
Nyiastuti Dwi Agustina
LAMPIRAN 8. CATATAN LAPANGAN SIKLUS 2 Catatan Lapangan Siklus 2 Pertemuan 1
Tujuan
: Mengamati Pelaksanaan siklus 2 Pertemuan 1
Lokasi
: Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Hari
: Rabu
Tanggal
: 29 Oktober 2008
Waktu
: Pukul 07.00-08.20
Pertemuan
: I
Guru
: C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan) Latar: Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih 6x10 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru, 24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM). Deskripsi:
226 Guru memulai KBM dengan membuka pelajaran dengan memberikan salam (semua siswa membalas salam guru) dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran bahasa, sastra Indonesia siang itu dengan melihat presensi kelas tersebut (semua siswa hadir dalam pembeljaran tersebut). Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di tempat duduk bagian belakang, sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan leluasa tanpa menggangu pelajaran yang sedang berlangsung. Guru kemudian bertanya kepada siswa tentang kesulitan-kesulitan yang dialami siswa saat tampil berpidato pada pertemuan sebelumnya. Ada siswa yang menjawab kelemahan yang dihadapinya adalah perasaan grogi dan malu. Guru kemudian menjelaskan sambil memberikan sedikit contoh peragaan berpidato (menurut guru kalau kita sering tampil di depan umum dan sering berlatih, perasaan grogi semakin lama akan semakin berkurang). Ada siswa yang mengeluh tidak hafal dengan pidato yang telah disusun. Guru memberikan solusi agar siswa jangan menghafal teks pidato yang telah dibuat, namun memahami garis besar teks pidato tersebut, dan saat tampil berpidato dapat mengungkapkan dengan mengembangkan kata-kata sendiri tanpa mengurangi isi dari teks pidato. Siswa terihat seksama mendengarkan penjelasan dari guru (keaktifan siswa mulai terdapat peningkatan dengan bertanya kepada guru). Semua siswa diminta untuk berkumpul sesuai dengan kelompoknya sesuai pertemuan sebelumnya (guru sebelumnya meminta siswa agar tidak gaduh saat berkumpul dengan kelompoknya Masing-masing). Guru meminta siswa untuk mempelajari dan memahami teks pidato yang ada dalam buku teks dan mendiskusikan dengan teman sekelompok (guru menjelaskan bahwa teks pidato tersebut sebagai acuan untuk tes pidato di depan kelas, siswa diminta untuk memahami garis besar pidato dan diimbau untuk tidak menghafalkan). Masing-masing kelompok diberi guru format penilaian berpidato. Guru kemudian memberikan cara mengisi format penilaian tersebut. Format penilaian ini diisi oleh siswa atas penampilan teman sekelompok dalam uji coba berpidato di dalam kelompok. Satu siswa mendapat satu format penilaian. Guru memberikan waktu 25 menit kepada semua kelompok untuk beruji coba berpidato di dalam kelompoknya Masing-masing. Semua siswa tampak antusias dalam model diskusi
227 ini. Tampak beberapa siswa dalam kelompok beruji coba berpidato secara bergantian, sedangkan siswa yang tidak tampil memberikan penilaian. Setelah waktu yang ditetapkan oleh guru telah selesai, tiap-tiap kelompok diminta untuk mengumpulkan format penilaian yang telah diisi oleh Masing-masing kelompok (tampak perwakilan kelompok maju ke depan kelas mengumpulkan format penilaian kepada guru). Guru kemudian merefleksi pembelajaran yang telah berlangsung. Sebelum pembelajaran ditutup, pada pertemuan selanjutnya siswa diminta untuk langsung berkumpul pada kelompoknya Masing-masing dan mengimbau siswa untuk mempelajari teks pidato yang terdapat di dalam buku teks serta berlatih di rumah. Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam (seluruh siswa serentak membalas salam dari guru)
Catatan Lapangan Siklus 2 Pertemuan 2 Tujuan
: Mengamati Pelaksanaan siklus 2
Lokasi
: Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Hari
: Sabtu
Tanggal
: 1 November 2008
Waktu
: Pukul 08.20-09.40
Pertemuan
: II
Guru
: C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan)
Latar: Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih 6x10 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru, 24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM). Deskripsi:
228 Seperti pertemuan sebelumya guru memulai KBM dengan membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran bahasa, sastra Indonesia siang itu dengan melihat presensi kelas tersebut. Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di tempat duduk bagian belakang, sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan leluasa tanpa menggangu pelajaran yang sedang berlangsung. Guru kemudian merefleksi format penilaian yang telah diisi oleh semua siswa dari hasil diskusi pada pertemuan sebelumnya. Dari hasil analisis guru, sebagian besar siswa Mbakih kurang dalam hal kelancaran berpidato dan gaya pengucapan. Mbakih banyak siswa yang Mbakih terbata-bata dan kaku dalam gaya pengucapan seperti yang tampak pada tes berpidato pada siklus 1. Guru kemudian memberikan penjelasan kepada siswa untuk lebih menguasai isi pidato yang telah dipelajari. Siswa diminta untuk rileks saat tampil berpidato di depan kelas. Selain itu guru juga memberikan motivasi kepada siswa dengan memberikan penjelasan besarnya manfaat berani tampil di depan umum (menurut guru dengan tampil berani di depan umum akan menambah rasa percaya diri dalam mengatasi setiap perMbakalahan, semakin banyak berlatih berpidato di depan umum akan mengasah keterampilan berbicara siswa yang nantinya akan sangat penting ketika meMbakuki bangku perkualiahan). Siswa tampak tenang memperhatikan penjelasan guru tersebut. Siswa kemudian diminta untuk mempelajari kembali teks pidato yang terdapat dalam buku teks dan mendiskusikannya dengan teman sekelompok (terlihat beberapa siswa dengan seksama mempelajari teks pidato tersebut, ada juga yang berdiskusi dengan teman yang lain). Setelah selesai berdiskusi, siswa diminta untuk maju ke depan kelas untuk berpidato. Siswa pertama yang diminta guru untuk tampil bernama Sari Haryanti (presensi nomor 17). Sari tampak tidak begitu tegang saat diminta pertama maju berpidato di depan kelas (“Ayo Sar kamu bisa” celoteh salah satu teman). Dengan cukup lancar Sari menyelesaikan pidatonya. Setelah selesai berpidato seluruh siswa tampak memberikan tepuk tangan atas penampilan Sari. Setelah Sari, dengan nomor presensi 47 bernama Trisno Suparjo mendapat giliran selanjutnya. Saat nama Trisno Suparjo disebut oleh guru tampak seluruh siswa memberikan tepuk tangan canda kepada Trisno, dan Trisno pun terlihat malu. Setelah keseluruhan siswa selesai maju berpidato ke depan
229 kelas, guru kemudian memberikan refleksi. Kemusian guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam (semua siswa serentak membalas salam dari guru).
Refleksi: Guru kolaboran semakin mahir memberikan pemahaman kepada siswa akan teknikteknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, serta kelancaran/kefasihan. Guru sendiri terlihat dapat memberikan contoh penerapan dari teknik-teknik berpidato tersebut di depan kelas. Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif dibandingkan pada siklus 1. Dengan pemberian feedback dari teman sekelompok dan juga oleh guru, siswa dapat memahami kekurangannya dalam berpidato dan mendapatkan solusi untuk menutupi kekurangan-kekurangan dalam berpidato yang sudah ditampilkan .Guru sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran secara konseptual. Artinya, guru mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas dan terencana. Guru sebelumnya memberikan teori terlebih dahulu, kemudian siswa diminta untuk menerapkan teori berpidato untuk diujicobakan dalam Masing-masing kelompok. Dilihat dari hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah dapat berpidato dengan baik dengan menerapkan teknik-teknik berpidato. Lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan dan sudah diterapkan dengan cukup baik oleh siswa, namun Mbakih terdapat beberapa siswa yang kurang. Kualitas pembelajaran berbicara pada siklus 2 mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari tercapainya sejumlah indikator yang telah ditetapkan, seperti meningkatnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa. Di samping itu, kekurangan-kekurangan yang ditemui dalam siklus 1 telah dapat diatasi dengan baik oleh guru pada siklus 2. Teknik-teknik yang diterapkan guru terbukti dapat meningkatkan minat dan motivasi serta keaktifan siswa terhadap pembelajaran. Siswa secara umum sudah berani tampil di depan kelas tanpa rasa takut dan grogi, seperti yang ditunjukkan pada survei awal dan siklus 1. Selain itu kerja sama setiap kelompok semakin kompak. Guru dapat memberikan motivasi dan kepercayaan diri kepada siswa untuk berpidato dengan memberikan penjelasan bahwa aktivitas berbicara (berpidato) dapat melatih kemampuan berkomunikasi, kemampuan menghafal, dan dapat mengembangkan berbagai keterampilan berbahasa. Minat dan motivasi siswa meningkat.
230 Hal ini dapat dilihat pada siswa yang berkonsentrasi pada pembelajaran (tidak mengantuk, menopang dagu dengan tidak konsentrasi terhadap pembelajaran, atau asyik dengan kesibukanya sendiri) siswa selama mengikuti pembelajaran siklus 2. Sejumlah 36 siswa atau 75% dari jumlah siswa memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran berbicara siklus 2 dibandingkan pada siklus 1, meningkat 10%. Keaktifan siswa mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 20 % dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada siklus 2 ini mencapai 26 orang atau sebesar 55% dari jumlah siswa. Siswa sudah berani bertanya serta merespon pertanyaan yang diajukan guru.
231 LAMPIRAN 9. RPP SIKLUS 3
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nomor 32 MATA PELAJARAN KELAS /SEMESTER PROGRAM ALOKASI WAKTU
TEMA STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR ASPEK PEMBELAJARAN INDIKATOR
MATERI POKOK PEMBELAJARAN
Bahasa dan Sastra Indonesia XII (dua belas) / 2 (dua) Umum 4 x 40 menit
Mengungkapkan inforMbaki melalui presentasi program/proposal dan pidato tanpa teks Berpidato tanpa teks dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat Berbicara 6. Mampu menjelaskan macam-macam metode berpidato 7. Mampu menyiapkan pidato tanpa teks dengan tema tertentu 8. Mampu membawakan pidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat 9. Mampu mencatat hal-hal yang perlu diperbaiki dari pidato yang disampaikan teman 10. Mampu memperbaiki cara berpidato dan isi pidato berdasarkan catatan atau Mbakukan teman
Pengertian dan macam-macam metode berpidato Ide pidato dengan tema-tema tertentu Cara menyiapkan pidato tanpa teks Cara berpidato dengan lafal, intonasi, nada, dan sikap yang tepat Cara mencatat kekurangan pidato yang disampaikan teman Cara memperbaiki kekurangan pidato teman
KEGIATAN PEMBELAJARAN
232
TAHAP
KEGIATAN PEMBELAJARAN
PEMBUKA
Siswa ditanya pemahamannya tentang manfaat
(Apersepsi)
berpidato.
INTI
1. Siswa
mendengarkan
penjelasan
metode-
metode brpidato dan teknik-teknik berpidato. 2. Siswa berdiskusi untuk menentukan tema pidato sendiri dan mencoba menampilkan pidato sambutan pada kelompoknya sendiri, sementara siswa
lain
mencatat
kelemahan
dan
kelebihannya dengan lembar penilaian yang telah diberikan guru. 3. Guru membimbing tiap-tiap kelompok dengan mendekati secara personal tiap-tiap kelompok. 4. Guru memberikan refleksi penilaian secara umum dari siswa atas penampilan siswa pada kelompoknya sendiri-sendiri. 5. Beberapa perwakilan siswa diminta maju ke depan kelas mencoba memberian sambuitan pidato. 6. Guru memberikan refleksi atas penampilan dari perwakilan siswa 7. Siswa menyiapkan pidato sambutan tanpa naskah 8. Siswa melaksanakan kegiatan berpidato di depan kelas PENUTUP (Internalisasi persepsi)
Siswa
merefleksikan
& umumnya.
METODE DAN SUMBER BELAJAR
kesalahan berpidato pada
233
Alex Suryanto dan Agus Haryanta. 2008. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia untuk SMA Kelas XII. Jakarta : ESIS-Erlangga halaman 164-169 Maidar G. Arsjad, Mukti U.S. 1991. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta : Erlangga
v
Pustaka rujukan
v
Material: VCD, kaset, poster
Sumber Belajar
Media cetak elektronik
dan
Website internet
Metode
v
Narasumber
Orator
V
Model peraga
Siswa yang pengalaman berpidato
v
Lingkungan
Kejadian di Mbakyarakat yang banyak menampilkan kegiatan berpidato
v
Presentasi
v
Diskusi Kelompok
v
Inquari
v
Demontrasi /Pemeragaan Model
mempunyai banyak
PENILAIAN
TEKNIK DAN BENTUK
v
Tes Lisan
v
Tes Tertulis
v
Observasi Kinerja/Demontrasi
v
Tagihan Hasil Karya/Produk: tugas, projek, portofolio
v
Pengukuran Sikap Penilaian diri
234
INSTRUMEN /SOAL: berpidatolah di depan kelas dengan nada, intonasi, lafal, sikap, dan kelancaran yang tepat! Indikator Penilaian Berpidato 1. Jenis tagihan 2. Teknik 3. Bentuk instrumen No.
: Nontes : Unjuk Kerja : Rubrik Pengamatan
Aspek yang
Rentangan Skala
Dinilai
5
1
Lafal
2
Nada
3
Intonasi
4
Sikap
5
Kelancaran
4
3
2
Perolehan 1
Skor
Total Nilai Pedoman Penilaian Dan Teknik Penilaian 7. Lafal Kemampuan melafalkan bunyi secara tepat dapat dinilai dengan indikator: 5
Siswa mampu memberi penekanan yang sudah sesuai, dengan mengucapkan pelafalan sesuai dengan kalimat yang dituturkan sehingga jelas untuk dipahami.
4
Siswa terkadang mengucapkan pelafalan yang kurang dipahami.
3
Siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah pengertian.
2
Siswa melafalkan kata-kata yang susah sekali dipahami karena Mbakalah pengucapan. Sering siswa harus mengulangi apa yang diucapkannya.
1
Siswa kesukaran melafalkan kata-kata dan kesalahan dalam pelafalannya terlalu banyak sehingga kalimatnya tidak dapat dipahami.
8. Nada 5 Nada sesuai dengan kalimat yang diucapkan dan tidak monoton
235 4
Nada sudah variatif namun kadang-kadang monoton
3
Nada sering kali monoton hanya sesekali terdengar lagu kalimat yang
2
Nada sering monoton
1
Nada monoton
sesuai
3. Intonasi Kemampuan menerapkan intonasi dengan benar dapat dinilai dengan indikator di bawah ini. 5
Siswa dalam menuturkan kalimat hampir tidak ada kesalahan intonasi.
4
Siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat, tetapi tidak mengaburkan arti.
3
Siswa sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-waktu mengaburkan arti.
2
Siswa membuat kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat yang menyebabkan kalimatnya sukar untuk dipahami.
1
Siswa membuat kesalahan intonasi dan susunan kata demikian banyaknya sehingga kalimatnya benar-benar sulit dipahami.
4. Sikap 5
Siswa mampu menuturkan kalimat disertai dengan gerak anggota tubuh sesuai dengan ekpresi.
4
Siswa terkadang melakukan gerak anggota tubuh yang tidak sesuai dengan ekspresi.
3
Siswa sering menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan dengan ekspresi.
2
Siswa terlihat ragu-ragu saat melakukan gerak angota tubuh lain, sehingga tidak sesuai dengan ekpresi.
1
Siswa tidak sama sekali tidak menunjukkan gerak anggota tubuh lain sesuai dengan ekspresi saat menuturkan kalimat.
5. Kelancaran/kefasihan Kemampuan untuk menempatkan posisi saat memerankan tokoh berbicara dapat dinilai dengan indikator di bawah ini.
236 5
Pembicaraan lancar sekali.
4
Pembicaraan kurang lancar.
3
Kesulitan berbahasa, menyebabkan kecepatan dan kelancaran terganggu.
2
Pembicaraan tersendat-sendat.
1
Pembicaraan sering terhenti dan pendek-pendek.
Untuk mencari nilai dari setiap siswa dapat menggunakan teknik penilaian sebagai berikut: 10. Nilai setiap unsur yang dinilai dalam cerita berkisar antara 1 sampai dengan 5. Nilai 5 berarti baik sekali, nilai 4 berarti baik, nilai 3 berarti sedang, nilai 2 berarti kurang, dan nilai 1 berarti kurang sekali. 11. Jumlah skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur penilaian yang diperoleh siswa. 12. Nilai akhir yang diperoleh siswa diolah dengan menggunakan rumus: Total nilai X 100 = nilai
Guru kolaboran,
C.H. Salim, S.Pd.
Peneliti,
Nyiastuti Dwi Agustina
LAMPIRAN 10. CATATAN LAPANGAN SIKLUS 3 Catatan Lapangan Siklus 3 Pertemuan 1
237 Tujuan
: Mengamati Pelaksanaan siklus 3 Pertemuan 1
Lokasi
: Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
Hari
: Rabu
Tanggal
: 12 November 2008
Waktu
: Pukul 07.00-08.20
Pertemuan
: I
Guru
: C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan) Latar: Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih 6x10 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru, 24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM). Deskripsi: Guru memulai KBM dengan membuka pelajaran dengan memberikan salam (semua siswa membalas salam guru) dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran bahasa, sastra Indonesia siang itu dengan melihat presensi kelas tersebut (semua siswa hadir dalam pembeljaran tersebut). Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di tempat duduk bagian belakang, sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan leluasa tanpa menggangu pelajaran yang sedang berlangsung. Guru memuali memulai apersepsi dengan bertanya kepada siswa tentang manfaat berpidato. Seorang siswa bernama Novi Wulandari mengacungkan jari dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru (Novi menjawab kalau berpidato dapat menambah rasa percaya diri saat tampil di depan umum). Selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada siswa lain untuk ikut menjawab. Seorang siswa langsung menjawab pertanyaan guru tanpa tunjuk jari terlebih dulu. Siswa itu bernama Rizki Ichwan Z (menurut Rizki,
238 kegiatan berpidato dapat mengasah kemampuan berbicara seseorang). Beberapa siswa juga ikut menjawab pertanayan yang diajukan oleh guru tersebut. Guru kemudian menjelaskan kepada siswa metode-metode berpidato (guru menjelaskan ada empat metode berpidato, yaitu: metode naskah, metode menghafal, metode ekstemporan, dan metode improptu). Selain itu siswa juga mendengar penjelasan siswa tentang teknik-teknik yang harus dikuasai saat berpidato, yaitu lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan. Guru menjelaskan satu per satu teknik-teknik berpidato tersebut dengan sedikit memberikan peragaan berpidato sesuai teknik yang dijelaskan. Semua siswa tampak seksama mendengarkan penjelasan guru. Setelah mendengarkan penjelasan dari guru siswa diminta untuk mempelajari teks pidato yang telah dibuat dengan tema bebas sesuai dengan kelompok Masing-masing. Seperti pada siklus 2, siswa diminta untuk memeragakan berpidato di depan kelompoknya sendiri-sendiri secara bergantian dan siswa lain memberikan penilaian pada format penilaian yang telah disediakan guru (tampak siswa mulai memergakan berpidato di depan kelompoknya Masing-masing). Guru kemudian bergerak mendekati tiap-tiap kelompok untuk memberikan Mbakukan dan keluhan-keluhan siswa, sambil melihat format penilaian yang telah diisi oleh siswa (siswa tampak senang dengan kehadiran guru di tengah-tengah mereka). Setelah waktu yang diberikan oleh guru selesai. Perwakilan dari tiap kelompok diminta untuk mengumpulkan format penilaian. (guru kemudian mempelajari format penilaian yang dibuat oleh siswa). Guru kemudian memberikan refleksi atas format penilaian yang telah dipelajari (guru mengatakan terdapat perkembangan kemampuan siswa dalam berpidato). Siswa tampak senang mendengar penjelasan dari guru tersebut. Di akhir pembelajaran, siswa diminta untuk berlatih berpidato di rumah. Guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam (semua siswa serentak menjawab salam dari guru).
Catatan Lapangan Siklus 3 Pertemuan 2 Tujuan
: Mengamati Pelaksanaan siklus 3 Pertemuan 2
Lokasi
: Ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan
239 Hari
: Sabtu
Tanggal
: 15 November 2008
Waktu
: Pukul 08.20-09.40
Pertemuan
: II
Guru
: C.H. Salim, S.Pd.
Jumlah Siswa : 48 siswa (25 laki-laki + 23 perempuan)
Latar: Observasi ini dilaksanakan di ruang Kelas XII yang berukuran kurang lebih 6x10 m. Di dalam ruangan kelas tersebut terdapat sepasang meja dan kursi untuk guru, 24 buah meja dan 48 buah kursi untuk siswa, di dinding kelas tertempel gambar presiden dan wakil presiden Republik Indonesia, gambar burung garuda, gambar pahlawan, jam dinding, daftar pengurus kelas, jadwal piket dan pengumuman. Pada saat observasi ini dilakukan tidak ada siswa izin mengikuti kegiatan belajar-mengajar (KBM). Deskripsi: Seperti pertemuan sebelumya guru memulai KBM dengan membuka pelajaran dengan mengucapkan salam dan mengecek berapa siswa yang tidak mengikuti pelajaran bahasa, sastra Indonesia siang itu dengan melihat presensi kelas tersebut. Peneliti menempatkan diri sebagai partisipan pasif dengan berada di tempat duduk bagian belakang, sehingga peneliti dapat mengamati jalannya kegiatan belajar-mengajar dengan leluasa tanpa menggangu pelajaran yang sedang berlangsung.
Guru kemudian meminta salah satu siswa bernama Jiwo Surahno untuk tampil ke depan kelas berpidato memberikan model berpidato (tepuk tangan bergemuruh saat Jiwo melangkah ke depan kelas, Jiwo pun tersipu malu, namun terlihat tetap percaya diri). Setelah Jiwo menyelesaikan pidatonya, guru memberikan refleksi atas penampilan dari Jiwo, baik dari segi kekurangan dan kelebihan. Semua siswa memperhatikan penjelasan dari guru. Setelah mendengarkan penjelasan dari guru. Satu per satu siswa diminta untuk maju ke depan kelas berpidato. Siswa memanggil Sadiyah (presensi nomor 26) untuk tampil perdana berpidato. Kemudian diikuti siswa yang lain sampai selesai. Terlihat
240 penampilan siswa mengalami kemajuan dibandingkan pada tindakan siklus ke 2. Setelah semua siswa tampil berpidato, guru kemudian memberikan sedikit refleksi atas kemajuan penampilan berpidato siswa. Guru menutup pembelajaran dengan memberikan salam (semua siswa membalas salam dari guru).
Refleksi : Guru menerapkan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dengan baik. Selain itu guru kolaboran sudah dikatakan dapat memberikan pemahaman kepada siswa akan
teknik-teknik
berpidato
seperti
lafal,
nada,
intonasi,
sikap,
serta
kelancaran/kefasihan. Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif dibandingkan pada siklus 2. Selain pemberian feedback dari teman sekelompok dan juga oleh guru, siswa mendapatkan Mbakukan dari guru secara personal di dalam kelomponya Masing-masing. Hal ini membantu kedekatan emosiaonal antara guru dan siswa. Dari hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah dapat berpidato dengan baik dengan menerapkan teknik-teknik berpidato. Lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan dan sudah diterapkan dengan cukup baik oleh siswa. Nilai tiap-tiap teknik berpidato mengalami peningkatan. Kualitas pembelajaran berbicara pada siklus 3 mengalami peningkatan.
Minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami
peningkatan dibandingkan pada siklus 2. Siswa semakin menikmati pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Siswa merasa tidak terbebani seperti yang ditunjukkan pada siklussiklus sebelumnya. Siswa dapat dikatakan sudah berani untuk tampil berpidato di depan kelas, karena sifat malu dan grogi hampir sudah hilang pada benak setiap siswa. Kerja sama setiap kelompok semakin padu dan serasi. Siswa dapat benar-benar memanfaatkan kelompoknya untuk belajar. Minat dan motivasi siswa meningkat 10% dibandingkan pada siklus 2. Sejumlah 41 siswa atau 85% dari jumlah siswa memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran. Keaktifan siswa juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 20 % dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada siklus 3 ini mencapai 36 orang atau sebesar 75% dari jumlah keseluruhan siswa (48).
241
LAMPIRAN 11. ANGKET MINAT DAN MOTIVASI SISWA INSTRUMEN PENELITIAN
Nama
ANGKET 1
No. Presensi :
(PraSiklus)
Kelas
:
:
Petunjuk Umum Mengisi Angket 1. Tes ini bertujuan untuk mengetahui minat dan sikap Anda terhadap berpidato, serta pembelajaran berpidato. Di samping itu, tes ini juga bertujuan untuk mengungkap pembelajaran berpidato yang terjadi di kelas kalian.
242 2. Bentuk tes ini berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda. 3. Jumlah butir tes sebanyak lima sepuluh. Kalian diminta untuk mengisi tes tersebut sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. 4. Pengisian dilakukan dengan memberi tanda silang (x) di depan jawaban yang sesuai dengan kondisi Anda. 5. Anda diminta untuk mengisi setiap soal tersedia. Selamat mengerjakan! 1. Apakah kalian suka berpidato? a Suka b Tidak suka c Tidak begitu suka d Tidak tahu 2. Apakah kalian pernah menerima pembelajaran berpidato? a Pernah b Tidak pernah c Sering d Lupa 3. Apakah di kelas ini kalian pernah menerima pelajaran berpidato? a Pernah b Belum pernah c Sering d Lupa 4. Apakah kalian menyukai pelajaran berpidato? a Suka b Tidak suka c Tidak begitu suka d Tidak tahu 5. Bagaimana pendapat kalian mengenai cara mengajar yang digunakan oleh guru dalam pelajaran berpidato? a Saya suka b Saya tidak suka c Saya tidak tahu d Saya tidak ingat 6. Cara apa yang digunakan guru dalam pembelajaran berpidato? a Ceramah b Diskusi c Latihan d Langsung berpidato 7. Apakah kalian memahami penjelasan yang diberikan guru?
243 a Sangat paham b Kurang paham c Tidak paham d Kurang tahu 8. Apakah kegiatan berpidato menurut kalian mudah? a Mudah b Sulit c Sangat sulit d Tidak tahu 9. Cara mengajar seperti apakah yang kalian inginkan dalam pembelajaran Berpidato? a Ceramah b Diskusi c PR d Berpidato di depan kelas 10. Apakah Anda menyukai diskusi kelompok ? a Saya suka b Saya tidak suka c Saya tidak tahu d Saya tidak ingat
LAMPIRAN 12. Lembar Observasi Minat, Motivasi, dan Keaktifan Siswa
Perilaku Amatan Keaktifan (aktif bertanya, aktif memberika n tanggapan, aktif menjawab pertanyaan, )
Jumlah Siswa Survei Awal
Siklus I
Persentase Siklus II
Siklus I
Siklus II
244 Minat dan Motivasi (bersemang at, antusias, menunjukka n kesungguha n
LAMPIRAN 13. NILAI KETERAMPILAN BERPIDATO SISWA Tabel 1. Nilai Keterampilan Berbicara Survei Awal Nama
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti
Nilai
KETERANGAN
55
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
70
TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
45
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
48
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
245 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P. Rata-rata kelas
50
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
57
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
65
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
58
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
62
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
65
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
62
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
58
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
45
BELUM TUNTAS
48
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
65
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
58
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS Siswa yang tuntas (1)
54,67
Siswa yang belum tuntas (47)
246
Tabel 2. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Aspek Penilaian
Nama
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini
Keterangan
I
II
III
IV
V
Nilai
3
3
4
4
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
3
3
4
4
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
3
3
4
68
TUNTAS
4
3
3
3
2
60
BELUM TUNTAS
3
3
4
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
4
3
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
2
68
TUNTAS
4
3
4
3
2
64
BELUM TUNTAS
3
4
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
3
4
3
4
3
68
TUNTAS
4
4
3
3
3
68
TUNTAS
4
3
4
3
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
3
3
5
4
3
72
TUNTAS
3
3
4
4
2
64
BELUM TUNTAS
247 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
4
3
3
3
2
60
BELUM TUNTAS
3
3
4
4
3
68
TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
4
3
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
4
3
3
68
TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
3
3
3
4
3
64
BELUM TUNTAS
3
4
4
4
3
72
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
3
4
2
64
BELUM TUNTAS
3
3
4
3
2
60
BELUM TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
3
3
2
3
2
52
BELUM TUNTAS
4
3
2
3
2
56
BELUM TUNTAS
4
4
3
3
3
68
TUNTAS
3
3
3
3
3
60
BELUM TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
3
4
3
3
2
60
BELUM TUNTAS
3
4
4
3
3
68
TUNTAS
4
3
4
3
2
64
BELUM TUNTAS
3
3
4
3
2
60
BELUM TUNTAS
Ket: I II III IV V
: Lafal : Nada : Intonasi : Sikap : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas
66,4
248
Tabel 3. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus 2 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Nama
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih
Aspek Penilaian I II III IV V
3 4 3 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4
3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3
4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 3 3 4 4 4 5 4 3 4 3
4 4 4 4 3 3 3 4 4 5 3 3 4 4 3 3 4 4 3 5 3
3 3 2 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3
Nilai
68 76 64 76 72 64 68 80 80 84 68 68 72 76 68 72 80 72 64 72 64
Keterangan TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS
249 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
48 Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
4 5 4 3 4 4 4 5 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3
3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4
4 4 4 4 3 5 4 5 4 3 5 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3
Rata-rata kelas
3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2
72 80 76 72 68 80 72 80 76 64 80 76 76 68 64 68 68 56 60 68 64 76 68 64 72 68 64
71
TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS
250
Tabel 4. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus 3 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Aspek Penilaian
Nama
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti
KETERANGAN
I
II
III
IV
V
Nilai
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
5
4
4
4
84
TUNTAS
4
4
4
4
4
80
TUNTAS
4
5
4
3
2
72
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
5
4
4
4
88
TUNTAS
5
4
4
5
4
88
TUNTAS
4
5
5
5
4
92
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
4
4
3
4
3
72
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
4
4
4
3
80
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
TUNTAS
4
4
5
3
3
76
TUNTAS
4
5
5
4
4
88
TUNTAS
4
4
4
5
3
80
TUNTAS
4
4
4
3
2
68
TUNTAS
4
4
4
5
3
80
TUNTAS
251 R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
4
5
4
3
80
TUNTAS
5
5
4
5
3
88
TUNTAS
4
5
4
5
3
84
TUNTAS
4
4
5
4
3
80
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
4
4
4
4
80
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
5
4
4
3
80
TUNTAS
3
3
4
4
3
68
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
5
5
4
3
84
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
Anggun W.P. 36 Sutarso 37 Subianto 38 Yesi Lina Ningsih
3
4
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
4
4
2
68
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
3
4
4
3
2
64
TUNTAS BELUM TUNTAS
4
4
3
4
2
68
TUNTAS
5
4
3
4
3
76
TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
5
4
4
4
84
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
3
4
4
4
2
68
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
4
4
2
68
TUNTAS
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas
77,3
252
Tabel 5. Peningkatan nilai keterampilan berpidato siswa NILAI No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Nama
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti
Keterangan Survei Awal
Siklus 1
Siklus 2
Siklus 3
55
64 68 64 72 68 60 64 72 72 68 64 64 68 68 64 68 72 64 60 68 64 68 72
68 76 64 76 72 64 68 80 80 84 68 68 72 76 68 72 80 72 64 72 64 72 80
76 84 72 84 80 72 76 88 88 92 76 72 76 80 72 76 88 80 68 80 68 80 88
50 52 70 50 45 52 52 48 52 50 50 50 55 60 52 55 50 55 57 52 55 65
Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
253 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
60 58 50 62 55 60 65 50 60 60 62 52 58 50 50 45 48 60 52 65 55 50 55 58 52 54,67
72 68 64 72 68 72 76 64 72 72 72 64 60 64 68 52 56 68 60 72 64 60 68 64 60
76 72 68 80 72 80 76 64 80 76 76 68 64 68 68 56 60 68 64 76 68 64 72 68 64
84 80 76 84 80 84 80 68 84 84 84 72 68 72 72 64 68 76 68 84 76 68 76 72 68
66,4
71,00
77,30
Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
254
LAMPIRAN 14. FOTO-FOTO PENELITIAN
Gb. Survei Awal. Guru hanya mengandalkan metode ceramah dan siswa terlihat tidak antusias
Gb. Siklus 1 Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok untuk berdiskusi materi berpidato.
Gb. Siklus 2 Guru hanya memantau kerja kelompok dari belakang kelas tanpa mendekati tiap-tiap kelompok
Gb. Siklus 2 Salah satu kelompok yang sedang mendiskusikan hasil penilaian penampilan siswa berpidato dalam kelompok
Gb. Siklus 3 Guru memantau kerja siswa dalam
255
Gb. Siklus 3 Guru mendekati tiap-tiap kelompok untuk memberikan masukan kepada siswa. Terlihat siswa lebih antusiasias
LAMPIRAN 15. SILABUS DAN KOMPETENSI DASAR BERPIDATO
256
257 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN D. Kondisi Awal (Pratindakan)
Untuk mendapatkan gambaran awal pelaksanaan pembelajaran berbicara, peneliti melakukan kegiatan survei awal sebelum diadakan serangkaian siklus penelitian. Kegiatan survei awal ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal pembelajaran berbicara, serta mengetahui kemampuan awal keterampilan berbicara siswa. pemahaman akan kondisi awal dari kegiatan survei awal ini menjadi dasar untuk menentukan siklus yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran yang dialami guru maupun siswa, khususnya pembelajaran berbicara. Peneliti melakukan kegiatan pengamatan selama proses belajar-mengajar berlangsung. Segala kejadian yang berlangsung pada pembelajaran berbicara kondisi awal, peneliti amati dalam lembar observasi. Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara terhadap guru bidang studi serta kepada beberapa siswa dan pembagian angket untuk mengetahui sejauh mana respons siswa terhadap pembelajaran berbicara yang telah berlangsung. Adapun hasil kegiatan survei awal yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut. 6. Siswa tidak antusias dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Hasil observasi yang peneliti lakukan pada saat survei awal terungkap dengan jelas bahwa siswa menunjukkan sikap kurang peduli pada saat berlangsungnya pembelajaran berbicara. Saat proses pembelajaran berlangsung, siswa terlihat pasif. Beberapa siswa memang tampak memperhatikan keterangan guru namun tidak sedikit pula siswa yang sibuk beraktivitas sendiri. Dari hasil pantauan peneliti dengan lembar observasi, diketahui 24 siswa atau 50% dari keseluruhan siswa di kelas tersebut kurang memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran. Sementara itu, keaktifan siswa hanya 29 % dari jumlah keseluruhan siswa atau 14 siswa.
Selain obeservasi yang peneliti lakukan, hasil angket yang peneliti berikan kepada
siswa
menyatakan
42
bahwa
50%
siswa
(24
siswa
dari
258 keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang) menyatakan tidak begitu suka terhadap pembelajaran berbicara bahasa Indonesia yang diterapkan oleh guru. Selain itu, hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi bahasa Indonesia menyatakan bahwa selama ini materi berbicara (berpidato) sulit untuk diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya di kelas XII, karena siswa di kelas ini kurang memiliki respons yang baik terhadap pembelajaran berbicara itu sendiri. Menurut guru kolaboran, para siswa memang kurang dalam kompetensi berbicara. Hal ini dikarenakan siswa merasa malu dan grogi saat diminta untuk berbicara di depan kelas. 2. Siswa merasa malu dan grogi saat tampil ke depan kelas untuk berbicara. Pada survei awal yang peneliti lakukan, guru memberikan materi berbicara (berpidato) dengan pembacaan teks pidato secara langsung. Kegiatan yang dilakukan adalah beberapa orang siswa membacakan teks pidato di depan kelas. Pada awalnya, guru menawarkan kepada siswa yang ingin membacakan teks pidato, tidak ada siswa yang mau menunjukkan jari. Guru kemudian menunjuk siswa untuk membacakan teks pidato yang telah ditentukan, siswa yang telah ditunjuk pun terlihat enggan untuk membacakan teks pidato yang telah ditentukan oleh guru tersebut. Kejadian tersebut berlangsung selama pembelajaran berbicara (berpidato) dilakukan. Siswa mau tidak mau harus maju ke depan kelas untuk membacakan teks pidato, karena sudah merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang harus dikuasai. Siswa merasa terpaksa saat mereka diminta untuk maju ke depan kelas. Siswa tampak grogi dan malu saat mereka tampil di depan kelas membacakan teks pidato yang diberikan oleh guru. Akibat dari perasaan tersebut, membuat penampilan siswa kurang maksimal. Lafal, intonasi, dan nada, sikap, serta ekspresi siswa tidak tampak saat mereka berpidato. Akhirnya peneliti dapat menyimpulkan bahwa siswa masih kurang tertarik dengan cara pembelajaran yang guru berikan dan keterampilan berbicara (berpidato) siswa kelas XII rendah. 7. Guru kurang kooperatif terhadap siswa sehingga kesulitan dalam membangkitkan minat siswa. Guru belum bisa menunjukkan komunikasi aktif dengan siswa. Hal itu ditunjukkan dengan masih banyaknya siswa yang mengalihkan perhatiannya pada
259 saat pembelajaran berlangsung. Guru juga terkesan kaku dalam memberikan materi pelajaran. Guru sudah mencoba membangkitkan minat siswa dengan memberi pendekatan secara langsung dan menegur siswa yang tidak memperhatikan pelajaran. Namun, cara ini belum mampu membangkitkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa merasa bosan
dengan metode mengajar guru. Hal ini
dibuktikan dalam angket siswa yang menyatakan bahwa 50% (24 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang) menyatakan bosan dengan metode mengajar guru. 8.
Guru kesulitan dalam mengembangkan metode yang tepat untuk mengajarkan materi berbicara (berpidato). Selama ini dalam mengajarkan berbicara (berpidato),
guru menggunakan
metode ceramah dan hanya menugasi beberapa siswa saja yang membacakan teks pidato. Guru terlihat mendominasi pembelajaran yang berlangsung. Disamping itu, guru merasa kesulitan menemukan cara yang tepat agar pembelajaran berbicara berlangsung menyenangkan dan membuat siswa merasa tertarik. 9.
Guru kesulitan dalam mengelola kelas pada saat materi pembelajaran berbicara. Selama pembelajaran berlangsung, guru menggunakan metode konvensional dengan memperbanyak memberikan ceramah. Akhirnya interaksi antara guru dengan murid menjadi pasif karena hanya terjalin komunikasi satu arah. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi bahasa Indonesia menyatakan bahwa guru masih kesulitan dalam mengajarkan materi berbicara (berpidato). Lebih lanjut, guru juga menyatakan bahwa pembelajaran berbicara saat ini kurang optimal karena siswa kurang tetarik dan akhirnya siswa tidak mempedulikan pembelajaran.
10. Sebagian besar siswa belum mencapai batas ketuntasan minimal keterampilan berbicara (berpidato) yaitu 65.
Tabel 3. Nilai Keterampilan Berbicara Survei Awal Nama
No
Agus Mulyono 2 Ari Ruliyanto 1
Nilai
KETERANGAN
55
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
260 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S.
52
BELUM TUNTAS
70
TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
45
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
48
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
57
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
65
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
58
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
62
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
65
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
62
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS
58
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
45
BELUM TUNTAS
48
BELUM TUNTAS
60
BELUM TUNTAS
261 42 43 44 45 46 47 48
Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P. Rata-rata kelas
52
BELUM TUNTAS
65
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
50
BELUM TUNTAS
55
BELUM TUNTAS
58
BELUM TUNTAS
52
BELUM TUNTAS Siswa yang tuntas (1)
54,67
Siswa yang belum tuntas (47)
Dari hasil nilai tes survei awal keterampilan berbicara siswa di atas dapat dikatakan bahwa keterampilan siswa berbicara sangat memprihatinkan. dari 48 siswa yang sudah mencapai batas ketuntasan minimal belajar hanya satu (1) atau 1% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Berarti 98% (47) siswa yang lain belum mencapai ketuntasan belajar. Rentangan nilai 45-70, dan nilai rata-rata kelas adalah 54, 67. Nilai rata-rata kelas ini jauh dari nilai ketuntasan rata-rata kelas yaitu 70. Dari fakta hasil survei awal membuktikan bahwa proses maupun hasil pembelajaran berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan masih jauh dari harapan. Dilihat dari segi proses pembelajaran meunjukkan bahwa pembelajaran berbicara yang selama ini berjalan kurang kondusif. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara. Tentu saja masalah pertama tersebut memunculkan masalah kedua, yaitu hasil atau nilai keterampilan berbicara siswa yang turut memprihatinkan. Oleh karena itu perlu adanya terapi untuk mengatasi penyakit pembelajaran tersebut. Terapi yang cocok untuk mengobati penyakit tersebut ialah dengan penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara. E. Deskripsi Hasil Penelitian Proses penelitian dilaksanakan dalam tiga siklus dengan harapan dapat memberikan jawaban yang memuaskan terhadap masalah yang telah dirumuskan. Masing-masing siklus terdiri dari empat tahapan, yaitu: (1) perencanaan (2) pelaksanaan siklus (3) observasi dan interpretasi (4) analisis dan refleksi. 2.
Siklus I
262 e. Perencanaan Siklus Pada tahap ini peneliti dan guru kolaboran mendiskusi kan rancangan skenario pembelajaran yang akan diterapkan pada siklus yang akan dilakukan untuk mengatasi permasalahan pembelajaran berbicara yang dialami dengan metode diskusi kelompok. Kegiatan perencanaan siklus ini dilaksanakan pada hari Sabtu 11 Oktober 2008 di ruang guru setelah kegiatan belajar mengajar selesai. Hal-hal yang menjadi bahan diskusi antara peneliti dan guru kolaboran adalah sebagai berikut : (1) peneliti menyamakan persepsi dengan guru mengenai penelitian yang dilakukan; (2) peneliti mengusulkan diterapkannya metode diskusi kelompok dalam pembelajaran Siklus I, serta menjelaskan cara penerapannya; (3) peneliti dan guru bersama-sama menyusun RPP untuk siklus I; (4) peneliti dan guru bersama-sama merumuskan indikator pencapaian tujuan; (5) peneliti dan guru bersama-sama membuat lembar penilaian siswa, yaitu instrumen penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes digunakan untuk menilai keterampilan berbicara siswa. Instrumen nontes digunakan untuk menghitung persentase minat dan motivasi serta keaktifan siswa dalam pembelajaran siklus I. Instrumen nontes ini berbentuk pedoman observasi; dan (6) peneliti dan guru menentukan jadwal pelaksanaan siklus. Berkaitan
dengan
penerapan
metode
diskusi
kelompok
dalam
pembelajaran berbicara, disiapkan tiga panduan. Ketiga panduan tersebut antara lain: (1) pemahaman PTK (Penelitian Tindakan Kelas); (2) penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara; (3) pelaksanaan pembelajaran yang kondusif. Ketiga panduan tersebut untuk menyamakan persepsi antara peneliti dan guru kolaboran tentang prosedur penelitian tindakan kelas. Pemahaman konsep PTK berdasarkan kesepakatan dilaksanakan pada hari kamis, 12 Oktober 2008 di kantor guru SMA Bung Karno Karangpandan. Dalam pertemuan ini peneliti memberikan wawasan tentang PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Pemberian wawasan ini dilakukan dengan metode diskusi antara peneliti dan guru kolaboran. Selain pemahaman konsep PTK, peneliti dan guru kolaboran
263 sekaligus mendiskusi kelompokkan tentang penerapan metode diskusi dalam siklus nanti. Pembekalan pembelajaran berbicara yang kondusif berupa pemberian motivasi kepada siswa akan pentingnya keterampilan berbicara yang dimiliki siswa. Selain itu peneliti memberikan pembekalan mengenai keterampilan dasar mengajar, terutama keterampilan menjelaskan, keterampilan memotivasi siswa dan keterampilan menerapkan metode mengajar, dalam hal ini metode diskusi kelompok yang akan diterapkan pada Siklus I. Setelah sharing ideas tentang ketiga pembekalan tersebut selesai, peneliti dan guru kolaboran menyepakati bahwa pelaksanaan Siklus I akan dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 (dua jam pelajaran) dan Sabtu, 18 Oktober 2008 (dua jam pelajaran). Adapun tahap perencanaan siklus I secara ringkas meliputi kegiatan sebagai berikut: 5) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok; 6) Peneliti dan guru menyamakan persepsi dengan pemahaman konsep PTK, pelaksanaan pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok, dan pelaksanaan pembelajaran yang kondusif; 7) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes dinilai dari unjuk kerja/penampilan siswa berbicara (berpidato). Aspek
yang
dinilai
berdasarkan
lafal,
intonasi,
nada,
sikap,
kelancaran/kefasihan atau kefasihan. Adapun instrumen nontes digunakan untuk mengamati minat dan motivasi serta keaktifan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung berdasarkan pedoman observasi yang telah disusun; 8) Pelaksanan Siklus I direncanakan berlangsung selama dua kali pertemuan sesuai dengan kesepakatan antara peneliti dan guru kolaboran, yakni dilaksanakan pada hari Rabu, 15 Oktober 2008 dan Sabtu 18 Oktober 2008. f. Pelaksanaan Siklus
264 Pelaksanaan Siklus I berlangsung selama dua kali pertemuan, yakni pada hari Rabu, 15 Oktober dan Sabtu, 18 Oktober 2008 di ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan. Masing-masing pertemuan dilaksanakan selama 2x45 menit. Pembelajaran dilaksanakan berdasarkan skenario dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disepakati antara peneliti dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia pada tahap perencanaan. Pada saat pembelajaran berlangsung peneliti mengambil posisi di kursi paling belakang untuk melakukan observasi terhadap jalannya pembelajaran serta melakukan pengambilan data melalui wawancara tidak berstruktur setelah pembelajaran usai. Materi pada pelaksanaan Siklus I adalah pengertian berpidato dan langkah-langkahnya dan teks pidato memperingati HUT RI ke-64. Materi ini dibahas dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama siswa menganalisis materi pidato sambutan acara ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia ke 64 dengan menggunakan metode diskusi kelompok. Pertemuan kedua siswa ditugasi tampil ke depan kelas untuk berpidato memberikan sambutan pada acara HUT RI ke-64 satu per satu, kemudian guru membimbing dan memberikan komentar atas penampilan siswa saat berpidato. Urutan pelaksanaan Siklus I adalah sebagai berikut: 10) Guru memberikan apersepsi dengan mengadakan tanya jawab dengan siswa tentang kegiatan memberi sambutan atau berpidato pada suatu acara tertentu yang pernah dilihat atau dialami siswa; 11) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; 12) Guru menyajikan materi yang telah direncanakan dengan melibatkan siswa secara aktif serta memberikan contoh cara membaca teks sambutan dan memberi sambutan tanpa teks; 13) Guru meminta siswa membaca contoh teks sambutan yang terdapat di dalam buku paket; 14) Guru meminta siswa untuk membuat teks sambutan dengan memilih sendiri topik HUT RI ke-64; 15) Guru meminta siswa untuk berdiskusi kelompok dan bertukar pikiran untuk mencoba menampilkan sambutan di dalam kelompok masing-masing;
265 16) Guru meminta siswa ke depan kelas berpidato sesuai teks pidato yang telah disusun; 17) Guru memberikan refleksi kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan bertanya kepada siswa tentang kesulitan yang dialami berkenaan dengan berbicara khususnya berpidato; 18) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk membuat teks sambutan dan meperbanyak latihan berdasarkan teori yang telah dipelajari. g. Observasi dan Interpretasi Dari pelaksanaan Siklus I peneliti berpendapat bahwa tujuan pembelajaran belum tercapai. Hal ini ditunjukkan dengan kualitas keterampilan berbicara siswa yang masih rendah. Selain itu tidak tercipta pembelajaran yang komunkatif yang menunjukkan terjadinya interaksi dua arah. Interaksi yang terjadi hanya satu arah yaitu guru masih mendominasi kegiatan belajar mengajar, kurang adanya tanggapan positif dari siswa. Berdasarkan observasi dan evaluasi dari hasil jawaban siswa, peneliti menemukan faktor-faktor rendahnya kualitas keterampilan berbicara siswa yaitu: malu, grogi, cara pengungkapan ide atau gagasan cara penyampaian pidato, gemetar, takut atau tegang, kurang percaya diri, dan guru kurang memberi motivasi kepada siswa. Teknik-teknik berpidato yang menjadi aspek penilaian seperti lafal, intonasi, nada, sikap dan kelancaran/kefasihan siswa masih jauh dari sempurna. Peneliti mengamati guru kolaboran yang sedang mengajar di kelas dengan materi berpidato. Pengamatan ini dilaksanakan pada Rabu, 15 Oktober 2008 (dua jam pelajaran) dan Sabtu, 18 Oktober 2008 (dua jam pelajaran). Peneliti mengambil posisi paling belakang ketika mengamati proses pembelajaran. Sementara itu, peneliti mengadakan observasi sebagai partisipan pasif terhadap kegiatan pembelajaran yang dipimpin oleh guru. Peneliti mengambil posisi di kursi paling belakang agar bisa mengamati jalannya pembelajaran. Berdasarkan kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya pembelajaran berpidato dengan menerapkan diskusi kelompok pada Siklus I sebagai berikut:
266 11) Guru sudah menerapkan metode diskusi kelompok pada pelaksanaan Siklus I. Guru membagi 5 siswa untuk satu kelompok. 12) Guru kolaboran sudah memberikan pemahaman kepada siswa akan teknikteknik berpidato seperti lafal, intonas, nada, sikap, dan kelancaran/kefasihan. 13) Untuk melatih keterampilan berpidato, siswa diminta oleh guru untuk berdiskusi kelompok sesuai dengan kelompoknya masing-masing; 14) Guru masih mendominasi jalannya pembelajaran dengan selalu menceramahi siswa. Siswa jarang diberi kesempatan untuk memberikan argumen dalam sesi tanya jawab di awal pembelajaran; 15) Guru kurang memberikan bimbingan pada setiap kelompok. Guru hanya memberikan pengarahan dan bimbingan di depan kelas tanpa mendekati tiaptiap kelompok; 16) Dari penerapan metode diskusi, masih terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut adalah siswa belum mampu benar-benar memanfaatkan teman sekelompoknya sebagai teman (partner) belajar. Siswa dalam berdiskusi masih terlihat berurusan dengan kepentingannya sendiri. 17) Dilihat dari hasil berpidato siswa masih terdapat beberapa kekurangan. Sebagian besar teknik-teknik berpidato mulai dari lafal, nada, intonasi, sikap serta kelancaran/kefasihan siswa sebagian besar masih kurang. Intonasi sebagian besar siswa masih terdengar datar seperti orang yang sedang membaca. Sikap siswa masih terlihat kaku. Nada siswa masih terlihat monoton. 18) Dari pantauan peneliti, minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami peningkatan dibandingkan pada pembelajaran prasiklus survei awal. Dari pantauan peneliti dengan menggunakan pedoman observasi diketahui bahwa siswa yang berminat/perhatian terhadap pembelajaran sebanyak 31 siswa (65%). Siswa yang aktif dalam pembelajaran sebanyak 17 orang (35%); 19) Dibandingkan dengan nilai tes survei awal berbicara (berpidato), nilai ratarata kelas meningkat sebesar 11,73 poin dari 54,67 menjadi 66,40. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 72. Adapun nilai terendah siswa adalah 52. Siswa yang tuntas atau mencapai batas ketuntasan minimal belajar meningkat
267 tajam sebanyak 26 siswa atau 54% dari jumlah keseluruhan siswa (48). Di sisi lain siswa yang belum mencapai batas ketuntasan minimal sebanyak 22 siswa atau 46% dari jumlah keseluruhan siswa. 20) Peningkatan keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus I berikut ini.
Tabel 4. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus I No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Aspek Penilaian
Nama
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani
Keterangan
I
II
III
IV
V
Nilai
3
3
4
4
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
3
3
4
4
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
3
3
4
68
TUNTAS
4
3
3
3
2
60
BELUM TUNTAS
3
3
4
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
4
3
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
2
68
TUNTAS
4
3
4
3
2
64
BELUM TUNTAS
3
4
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
3
4
3
4
3
68
TUNTAS
4
4
3
3
3
68
TUNTAS
4
3
4
3
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
3
3
5
4
3
72
TUNTAS
3
3
4
4
2
64
BELUM TUNTAS
4
3
3
3
2
60
BELUM TUNTAS
268 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
3
3
4
4
3
68
TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
4
3
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
4
3
3
68
TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
3
3
3
4
3
64
BELUM TUNTAS
3
4
4
4
3
72
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
3
4
2
64
BELUM TUNTAS
3
3
4
3
2
60
BELUM TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
3
3
2
3
2
52
BELUM TUNTAS
4
3
2
3
2
56
BELUM TUNTAS
4
4
3
3
3
68
TUNTAS
3
3
3
3
3
60
BELUM TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
3
3
3
3
64
BELUM TUNTAS
3
4
3
3
2
60
BELUM TUNTAS
3
4
4
3
3
68
TUNTAS
4
3
4
3
2
64
BELUM TUNTAS
3
3
4
3
2
60
BELUM TUNTAS
Ket: I II III IV V
: Lafal : Nada : Intonasi : Sikap : Kelancaran/kefasihan
h. Analisis dan Refleksi
Rata-rata kelas
66,4
269 Berdasarkan observasi dan evaluasi pelaksanaan Siklus I, peneliti perlu mengadakan perbaikan dengan melaksanakan Siklus II. Pelaksanaan siklus II merupakan perbaikan-perbaikan kelemahan-kelemahan yang teridentifikasi pada pelaksanaan Siklus I. Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dan peneliti melakukan analisis dan refleksi sebagai berikut: 7) Guru perlu memberikan penjelasan tantang teori-teori pidato dan teknik teknik berpidato secara mendalam kepada siswa. 8) Guru harus dapat memanfaatkan metode diskusi kelompok yang diterapkan sebagiai metode yang benar-benar membuat siswa belajar dengan efektif dengan memanfaatkan teman sekelompok sebagai partner belajar. Guru perlu mendorong keaktifan siswa dalam kelompoknya. 9) Guru juga harus berupaya untuk bersikap komunikatif kepada siswa yaitu dengan membimbing tiap-tiap kelompok dengan mendekati tiap-tiap kelompok tersebut agar tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa; 10) Guru perlu menganalisis apakah kelompok yang dibentuk efektif membuat siswa belajar khususnya dapat menunjang pembelajaran berbicara dalam hal ini adalah keterampilan berpidato siswa; 11) Guru perlu membenahi beberapa teknik berpidato
yang masih kurang pada
pelaksanaan Siklus I seperti sikap dan kelancaran/kefasihan, tidak terkecuali teknik-teknik yang lain; 12) Guru perlu mendorong keberanian siswa untuk tampil percaya diri ketika berpidato di depan kelas dengan meningkatkan minat dan motivasi siswa mengikuti kegiatan pembelajaran.
2.
Siklus II a. Perencanaan Siklus Pada pelaksanaan Siklus I, peneliti menemukan beberapa masalah dalam pembelajaran, yaitu kesulitan yang dihadapi siswa dalam kegiatan berbicara (berpidato) dan kurangnya motivasi guru dalam proses belajar mengajar.
270 Berangkat dari permasalahan tersebut, peneliti melaksanakan penelitian Siklus II dengan perencanaan sebagai berikut: 6) Membantu siswa yang mengalami kesulitan dalam kegiatan berpidato. 7) Memotivasi siswa agar mereka mampu melaksanakan kegiatan berbicara dengan baik, benar, dan wajar tidak malu dan grogi. 8) Menerapkan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran secara efektif. 9) Mendorong siswa untuk aktif dalam kelompok masing-masing. 10) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan berbicara secara keseluruhan pada Siklus II. Sejalan dengan hasil analisis dan refleksi pada Siklus I, pada hari Jumat, Rabu 22 Oktober 2008 di ruang guru SMA Bung Karno Karangpandan, peneliti dan guru kolaboran mengadakan sharing idea. Peneliti menyampaikan analisis hasil pengamatan proses pembelajaran pada Siklus I di kelas XII yang telah dilaksanakan. Peneliti mengungkapkan kelebihan dan kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan metode diskusi kelompok yang telah dilakukan, terkait dengan hasil keterampilan berpidato siswa dan minat dan motivasi serta keaktifan siswa pada Siklus I. Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan yang terjadi pada Siklus I, maka peneliti dan guru kolaboran menyepakati beberapa hal untuk diterapkan pada siklus berikutnya. Untuk mengatasi berbagai kekurangan yang ada, akhirnya peneliti dan guru mengambil keputusan sebagai berikut. 8) Guru mengubah posisi mengajar, yaitu tidak hanya berada di depan kelas saat memberikan penjelasan kepada siswa, namun juga guru sesekali memonitor siswa yang berada di kursi bagian belakang agar mereka juga ikut aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Guru juga harus membimbing kinerja kelompok dengan mendekati tiap-tiap kelompok agar tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa, juga tercipta kedekatan emosional yang serasi antara guru dans siswa. 9) Guru akan menambah teori tentang teknik-teknik berpidato. 10) Dalam penerapan metode diskusi kelompok pada pembelajaran, seluruh siswa dari tiap kelompok diminta untuk tampil di depan kelompoknya masing-
271 masing dan menilai kelebihan dan kekurangan teman lain dalam satu kelompok yang mencoba telah tampil. 11) Tiap-tiap kelompok diminta untuk memberikan catatan hasil penilaian uji coba penampilan berpidato di depan kelompoknya masing-masing kepada guru untuk di analisis. 12) Masalah kekompakan dalam
kelompok, dapat diatasi dengan guru
memberikan penjelasan kepada siswa tujuan dan keharusan bekerja sama dalam sebuah kelompok. 13) Untuk masalah kelancaran/kefasihan, dapat diatasi dengan guru memberi penjelasan kepada siswa bahwa pengulangan kata yang tidak perlu sebaiknya ditinggalkan. Untuk itu, siswa harus memahami dengan baik sambutan pidato yang akan ditampilkan , agar sewaktu tampil tidak lupa dan tidak mengulang kata. 14) Guru lebih membangkitkan minat dan motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Tahap perencanaan siklus II secara singkat meliputi kegiatan sebagai berikut: 7) Peneliti bersama guru merancang skenario pembelajaran berbicara dan persiapan penerapan diskusi kelompok pada pembelajaran Siklus II. 8) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk pelaksanaan siklus kedua; 9) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil unjuk kerja siswa berpidato dan instrumen nontes diguakan untuk menghitung persentase minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengikuti pembelajaran. Peneliti dan guru kolaboran sepakat bahwa pelaksanaan siklus II akan dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Oktober 2008 (pertemuan pertama) dan Sabtu, 1 November 2008 (pertemuan kedua).
b. Pelaksanaan Siklus
272 Siklus II pertemuan pertama yang telah direncanakan sebelumnya oleh peneliti dan guru kolaboran dilaksanakan pada hari Rabu, 29 Oktober 2008 selama dua jam pelajaran (2x45 menit) dalam satu kali pertemuan yaitu pukul 07.00-08.20 WIB di ruang kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan, sedangkan Siklus II pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Sabtu, 1 November 2008 dalam 2 jam pelajaran (2x45 menit) yaitu pukul Pukul 08.20-09.40 WIB. Dalam pelaksanaan siklus II ini, guru mengaplikasikan solusi yang telah disepakati dengan peneliti untuk mengatasi kekurangan pada proses pembelajaran drama dalam Siklus I, sedangkan peneliti melakukan observasi terhadap proses pembelajaran dengan menempatkan diri di kursi paling belakang, seperti. Materi pada pelaksanaan Siklus II ini adalah berpidato tanpa teks dengan lafal, nada, intonasi, dan sikap yang tepat sesuai dengan kompetensi dasar yang ingin dicapai. Urutan pelaksanaan siklus tersebut adalah berikut ini. 9) Guru melakukan apersepsi dengan bertanya jawab kepada siswa tentang kesulitan yang dihadapi saat tampil berpidato pada pertemuan yang lalu. 10) Guru menjelaskan solusi yang dihadapi siswa sambil memberikan contoh di depan kelas. 11) Guru menugasi siswa untuk mempelajari teks sambutan pidato yang terdapat di dalam buku materi dan mendiskusikannya sesuai dengan kelompoknya masingmasing. 12) Guru meminta tiap-tiap siswa dalam kelompoknya masing-masing untuk mencoba berpidato (memberikan sambutan), sementara siswa yang lain menilai kelemahan-dan kelebihannya sesuai dengan format penilaian yang diberika oleh guru. 13) Guru menugasi beberapa kelompok sebagai perwakilan untuk melaporkan hasil diskusinya. 14) Guru mengomentari hasil diskusi (penilaian) dari tiap-tiap siswa dalam tiap-tiap kelompok. 15) Guru meminta siswa satu per satu ke depan kelas berpidato (pidato sambutan) di sesuai dengan materi yang telah ditetapkan oleh guru dalam buku teks. 16) Guru memberi refleksi terhadap penampilan siswa secara umum.
273
c. Observasi dan Interpretasi Berdasarkan hasil pengamatan pelaksanaan pembelajaran pada Siklus II yang telah dilaksanakan dengan lancar pada hari Rabu,
29 Oktober 2008
dan Sabtu 1 November 2008. Peneliti mengamati guru yang sedang mengajar di kelas XII dengan menerapkan metode diskusi kelompok. Peneliti mengamati guru yang sedang mengajar siswa kelas XII SMA Bung Karno Karang Pandan dengan memosisikan diri di kursi belakang. Kegiatan observasi ini dimaksudkan untuk mengamati pelaksanan pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan metode diskusi kelompok dengan mengidentifikasikan kelebihan maupun kelemahan yang ditunjukkan, baik oleh guru, siswa, maupun metode yang diterapkan pada pelaksanaan pembelajaran berbicara Siklus II. Berdasarkan kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya pembelajaran berpidato dengan menerapkan metode diskusi klelompok pada Siklus II adalah sebagai berikut: 11) Guru kolaboran semakin mahir memberikan pemahaman kepada siswa akan teknik-teknik
berpidato
seperti
lafal,
nada,
intonasi,
sikap,
serta
kelancaran/kefasihan. Guru sendiri terlihat dapat memberikan contoh penerapan dari teknik-teknik berpidato tersebut di depan kelas. 12) Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif dibandingkan pada Siklus I. Dengan pemberian feedback dari teman sekelompok dan juga oleh guru, siswa dapat memahami kekurangannya dalam berpidato dan mendapatkan solusi untuk menutupi kekurangan-kekurangan dalam berpidato yang sudah ditampilkan . 13) Guru sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran secara konseptual. Artinya, guru mengajar dengan arah dan tujuan yang jelas dan terencana. Guru sebelumnya memberikan teori terlebih dahulu, kemudian siswa diminta untuk menerapkan teori berpidato untuk diujicobakan dalam masing-masing kelompok.
274 14) Dilihat dari hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah dapat berpidato dengan baik dengan menerapkan teknik-teknik berpidato. Lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan dan sudah diterapkan dengan cukup baik oleh siswa, namun masih terdapat beberapa siswa yang kurang; 15) Kualitas pembelajaran drama pada Siklus II mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari tercapainya sejumlah indikator yang telah ditetapkan, seperti meningkatnya minat dan motivasi serta keaktifan siswa. Di samping itu, kekurangan-kekurangan yang ditemui dalam Siklus I telah dapat diatasi dengan baik oleh guru pada Siklus II. Teknik-teknik yang diterapkan guru terbukti dapat meningkatkan minat dan motivasi serta keaktifan siswa terhadap pembelajaran; 16) Siswa secara umum sudah berani tampil di depan kelas tanpa rasa takut dan grogi, seperti yang ditunjukkan pada survei awal dan Siklus I. Selain itu kerja sama setiap kelompok semakin kompak; 17) Guru dapat memberikan motivasi dan kepercayaan diri kepada siswa untuk berpidato dengan memberikan penjelasan bahwa aktivitas berbicara (berpidato)
dapat
melatih
kemampuan
berkomunikasi,
kemampuan
menghafal, dan dapat mengembangkan berbagai keterampilan berbahasa; 18) Minat dan motivasi siswa meningkat. Hal ini dapat dilihat pada siswa yang berkonsentrasi pada pembelajaran (tidak mengantuk, menopang dagu dengan tidak konsentrasi terhadap pembelajaran, atau asyik dengan kesibukanya sendiri) siswa selama mengikuti pembelajaran Siklus II. Sejumlah 36 siswa atau 75% dari jumlah siswa memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran drama Siklus II dibandingkan pada Siklus I, meningkat 10%. 19) Keaktifan siswa mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 20 % dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada Siklus II ini mencapai 26 orang atau sebesar 55% dari jumlah siswa. Siswa sudah berani bertanya serta merespon pertanyaan yang diajukan guru; 20) Dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus I, nilai rata-rata kelas meningkat sebesar 4,6 poin dari 66,4 menjadi 71,00. Nilai tertinggi yang
275 diraih siswa adalah 80. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 37 siswa (77%). Di sisi lain siswa yang belum tuntas turun menjadi 11 siswa. Peningkatan keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini.
Tabel 5. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus II No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Nama
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W.
Aspek Penilaian I II III IV V
3 4 3 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 5 4 3 4 4 4
3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3
4 4 4 4 4 3 4 4 4 5 4 3 3 4 4 4 5 4 3 4 3 4 4 4 4 3 5 4
4 4 4 4 3 3 3 4 4 5 3 3 4 4 3 3 4 4 3 5 3 4 4 4 4 3 4 3
3 3 2 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 4
Nilai
68 76 64 76 72 64 68 80 80 84 68 68 72 76 68 72 80 72 64 72 64 72 80 76 72 68 80 72
Keterangan TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS
276 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
48 Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
5 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3
3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 4 4 3 4
5 4 3 5 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3
Rata-rata kelas
3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2
80 76 64 80 76 76 68 64 68 68 56 60 68 64 76 68 64 72 68 64
TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS TUNTAS TUNTAS BELUM TUNTAS
71
d. Analisis dan refleksi Proses pembelajaran berbicara (berpidato) dengan menerapkan metode diskusi kelompok pada Siklus II yang dilaksanakan pada Rabu,
29 Oktober
2008 dan Sabtu, 1 November 2008 berjalan lancar. Siswa mengikuti pembelajaran dengan minat dan motivasi lebih tinggi dibandingkan pada pelaksanaan pembelajaran Siklus I. Selain itu keaktifan siswa meningkat pada pembelajaran Siklus II ini. Perasaan grogi takut, dan malu saat tampil berpidato di depan kelas mulai berkurang. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa juga meningkat dengan menerapkan teknik-teknik yang sudah dijelaskan oleh guru.
277 Berdasarkan hasil observasi tersebut, guru dan peneliti melakukan analisis dan refleksi sebagai berikut: 7) Guru dalam menerapkan metode diskusi sudah cukup baik. Siswa sudah mampu memanfaatkan diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru untuk belajar dengan sebaik-baiknya. 8) Guru perlu meningkatkan metode diskusi kelompok yang lebih variatif dan inovatif. Semua siswa harus mendapatkan “keuntungan” dengan diskusi kelompok yang diterapkan. 9) Pengujicobaan berpidato dalam kelompoknya sendiri dengan melibatkan teman sekelompok untuk menilai
kelebihan dan kekurangan perlu
dipertahankan, karena dapat membantu rasa kepercayaan diri siswa saat tampil di depan kelas. Selain itu teman sekelompok dapat memberikan masukan-masukan atas kekurangan-kekurangan yang ditampilkan. Dapat disimpulkan bahwa teman sekelompok dapat dijadikan partner sharing ideas. 10) Guru perlu memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih tema pidato yang mereka sukai, agar siswa lebih siap untuk tampil dan menambah kepercayan diri; 11) Guru perlu memberikan model berpidato oleh salah satu siswa untuk ditunjukkan kepada seluruh siswa yang lain. Kemudian menganalisis kelebihan dan kekurangannya secara bersama-sama. Hal ini dapat membantu siswa merefleksi diri atas kelebihan dan kekurangan yang dimilinnya. 12) Guru perlu membenahi teknik berpidato siswa yang masih rendah pada pelaksanaan siklus II, terutama pada aspek sikap dan kelancaran/kefasihan. 4. Siklus III e. Perencanaan Siklus Bertolak dari hasil analisis dan refleksi siklus Siklus II, maka pada Siklus III ini, peneliti bersama dengan guru kolaboran yang besangkutan mengadakan diskusi untuk mengatasi kekurangan yang ada pada siklus sebelumnya. Kegiatan diskusi kelompok dilaksanakan pada hari Rabu 5 November 2008 di kantor guru. Peneliti dan guru kolaboran sepakat bahwa pelaksanaan Siklus III akan
278 dilaksanakan pada hari Rabu, 12 November 2008 (pertemuan pertama) dan Sabtu, 15 November 2008 (pertemuan kedua). Untuk mengurangi kekurangan-kekurangan yang telah teridentifikasi yang terjadi pada Siklus II, maka peneliti dan guru kolaboran menyepakati beberapa hal untuk diterapkan pada siklus berikutnya. Untuk mengatasi berbagai kekurangan yang ada, akhirnya peneliti dan guru mengambil keputusan sebagai berikut. 7) Guru lebih memberikan porsi lebih besar kepada siswa untuk berdiskusi dengan kelompoknya. 8) Guru akan memberikan pengarahan dan refleksi hasil diskusi secara personal kepada siswa dengan mendekati tiap-tiap kelompok. 9) Pengujicobaan berpidato dalam kelompoknya sendiri dengan melibatkan teman sekelompok untuk menilai kelebihan dan kekurangan akan diterapkan kembali karena dinilai efektif membangun kepercayaan diri siswa. 10) Guru akan memberikan keleluasaan kepada siswa untuk memilih tema pidato yang mereka sukai, agar siswa lebih siap untuk tampil dan menambah kepercayan diri; 11) Guru akan memberikan model berpidato oleh salah satu siswa untuk ditunjukkan kepada seluruh siswa yang lain. Kemudian menganalisis kelebihan dan kekurangannya secara bersama-sama. 12) Guru perlu membenahi teknik berpidato siswa yang masih rendah pada pelaksanaan Siklus II, terutama pada aspek sikapo dan kelancaran/kefasihan. Tahap perencanaan siklus II secara singkat meliputi kegiatan sebagai berikut: 10) Peneliti bersama guru kolaboran menganalisis kelebihan dan kekurangan pelaksanaan Siklus I dan Siklus II baik dari segi proses maupun hasil yang dicapai; 11) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk pelaksanaan siklus ketiga; 12) Peneliti dan guru menyusun instrumen penelitian berupa tes dan nontes. Instrumen tes dinilai dari hasil unjuk kerja siswa berpidato dan instrumen
279 nontes digunakan untuk menghitung persentase minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengikuti pembelajaran.
f. Pelaksanaan Siklus Seperti dua siklus sebelumnya, Siklus III dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, yakni pada hari Rabu, 12 November 2008 (pertemuan pertama) dan hari Sabtu, 15 November 2008 (pertemuan kedua). Dalam kegiatan ini guru mengaplikasikan solusi yang pernah disepakati dengan peneliti untuk mengatasi kekurangan pada proses pembelajaran berbicara dalam Siklus I dan Siklus II. Adapun garis besar pelaksanaan pembelajaran pada Siklus III adalah sebagai berikut: 1) Siswa ditanya pemahamannya tentang manfaat berpidato. 2) Siswa mendengarkan penjelasan metode-metode berpidato dan teknik-teknik berpidato. 3) Siswa berdiskusi untuk menentukan tema pidato sendiri dan mencoba menampilkan pidato sambutan pada kelompoknya sendiri, sementara siswa lain mencatat kelemahan dan kelebihannya dengan lembar penilaian yang telah diberikan guru. 4) Guru membimbing tiap-tiap kelompok dengan mendekati secara personal tiaptiap kelompok. 5) Guru memberikan refleksi penilaian secara umum dari siswa atas penampilan siswa pada kelompoknya sendiri-sendiri. 6) Beberapa perwakilan siswa diminta maju ke depan kelas mencoba berpidato. 7) Guru memberikan refleksi atas penampilan dari perwakilan siswa 8) Siswa melaksanakan kegiatan berpidato di depan kelas 9) Siswa merefleksikan kesalahan berpidato pada umumnya.
g. Observasi dan Interpretasi Seperti pada siklus sebelumnya, kegiatan observasi ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan apakah kekurangan yang terdapat dalam Siklus II sudah dapat diatasi atau belum. Pelaksanaan Siklus III dilaksanakan dua kali pertemuan, hari
280 Rabu, 12 November 2008 (pertemuan pertama) dan hari Sabtu, 15 November 2008 (pertemuan kedua). Pertemuan berlangsung selama 2x45 menit. Pada siklus ketiga ini dilaksanakan di kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan. Peneliti mengambil posisi pada bangku paling belakang sepagai partisipan pasif untuk mengamati proses pembelajaran. Berdasarkan kegiatan tersebut, secara garis besar diperoleh gambaran tentang jalannya pembelajaran berpidato dengan menerapkan metode diskusi klelompok pada Siklus II adalah sebagai berikut: 9) Guru menerapkan pembelajaran yang telah direncanakan sebelumnya dengan baik. Selain itu guru kolaboran sudah dikatakan dapat memberikan pemahaman kepada siswa akan teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, serta kelancaran/kefasihan 10) Metode diskusi kelompok yang diterapkan oleh guru lebih inovatif dibandingkan pada Siklus II. Selain pemberian feedback dari teman sekelompok dan juga oleh guru, siswa mendapatkan masukan dari guru secara personal di dalam kelomponya masing-masing. Hal ini membantu kedekatan emosiaonal antara guru dan siswa. 11) Dari hasil berpidato siswa, terlihat bahwa sebagian besar siswa sudah dapat berpidato dengan baik dengan menerapkan teknik-teknik berpidato. Lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan dan sudah diterapkan dengan cukup baik oleh siswa. Nilai tiap-tiap teknik berpidato mengalami peningkatan. 12) Kualitas pembelajaran drama pada Siklus III mengalami peningkatan. Minat dan motivasi serta keaktifan siswa mengalami peningkatan dibandingkan pada Siklus II. Siswa semakin menikmati pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Siswa merasa tidak terbebani seperti yang ditunjukkan pada siklus-siklus sebelumnya 13) Siswa dapat dikatakan sudah berani untuk tampil berpidato di depan kelas, karena sifat malu dan grogi hampir sudah hilang pada benak setiap siswa. Kerja sama setiap kelompok semakin padu dan serasi. Siswa dapat benarbenar memanfaatkan kelompoknya untuk belajar;
281 14) Minat dan motivasi siswa meningkat 10% dibandingkan pada Siklus II. Sejumlah 41 siswa atau 85% dari jumlah siswa memiliki minat dan motivasi mengikuti pembelajaran. 15) Keaktifan siswa juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 20 % dibandingkan dengan siklus sebelumnya. Siswa yang aktif pada Siklus III ini mencapai 36 orang atau sebesar 75% dari jumlah keseluruhan siswa (48). 16) Nilai rata-rata kelas meningkat dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus II yaitu menjadi 77,30. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 92. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 47 siswa. hanya 1 siswa yang belum mengalami katuntasan belajar. Peningkatan keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini.
Tabel 6. Perolehan Nilai Berpidato pada Siklus III No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Aspek Penilaian
Nama
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti
KETERANGAN
I
II
III
IV
V
Nilai
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
4
5
4
4
4
84
TUNTAS
4
4
4
4
4
80
TUNTAS
4
5
4
3
2
72
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
5
4
4
4
88
TUNTAS
5
4
4
5
4
88
TUNTAS
4
5
5
5
4
92
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
4
4
3
4
3
72
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
4
4
4
3
80
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
TUNTAS
4
4
5
3
3
76
TUNTAS
4
5
5
4
4
88
TUNTAS
282 Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto
4
4
4
5
3
80
TUNTAS
4
4
4
3
2
68
TUNTAS
4
4
4
5
3
80
TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
4
5
4
3
80
TUNTAS
5
5
4
5
3
88
TUNTAS
4
5
4
5
3
84
TUNTAS
4
4
5
4
3
80
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
4
4
4
4
80
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
5
4
4
3
80
TUNTAS
3
3
4
4
3
68
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
4
5
5
4
3
84
TUNTAS
5
4
5
4
3
84
TUNTAS
Anggun W.P. 36 Sutarso 37 Subianto 38 Yesi Lina Ningsih
3
4
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
4
4
2
68
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
TUNTAS
4
4
4
3
3
72
Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
3
4
4
3
2
64
TUNTAS BELUM TUNTAS
4
4
3
4
2
68
TUNTAS
5
4
3
4
3
76
TUNTAS
4
3
4
3
3
68
TUNTAS
4
5
4
4
4
84
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
3
4
4
4
2
68
TUNTAS
4
4
4
4
3
76
TUNTAS
4
3
4
4
3
72
TUNTAS
3
4
4
4
2
68
TUNTAS
18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Ket: I : Lafal II : Nada III : Intonasi IV : Sikap V : Kelancaran/kefasihan
Rata-rata kelas
77,3
283
h. Analisis dan Refleksi Secara umum semua kelemahan yang ada dalam proses pembelajaran berbicara (berpidato) pada siklus-siklus sebelumnya telah dapat diatasi. Guru telah berhasil membangkitkan semangat siswa untuk mengikuti kegiatan kegiatan belajar-mengajar dengan tertib. Guru telah mampu memancing siswa dengan stimulus
yang
diberikannya.
Siswa
terlihat
sangat
antusias
mengikuti
pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode diskusi kelompok yang dapat dimanfaatkan oleh siswa secara maksimal. Sebelum tampil berpidato di depan kelas siswa mencoba terlebih dahulu tampil di dalam kelompok mereka sendiri dengan mendapat feedback dari teman sekelompok, hal ini dapat membantu meningkatkan motivasi, keberanian, dan mengurangi rasa grogi dan malu di depan kelas saat tampil berpidato. Guru juga telah mampu mengubah performansinya dihadapan siswa yang semula kaku dan tegang menjadi lebih akrab dan fleksibel terhadap siswa. Guru dapat berkomunikasi secara maksimal dengan para siswa dengan mendekati secara personal tiap-tiap kelompok. Hal ini dapat membangun kedekatan emosional antara siswa dan guru yang sebelum-sebelumnya belum terbentuk.
F. Pembahasan Hasil Penelitian Melihat hasil kegiatan berpidato pada siswa dapatlah dikatakan bahwa berbicara merupakan suaru keterampilan yang kompleks. Di dalmnya terdapat beberapa komponen yang harus dikuasai sebelum seseorang melaksanakan kegiatan berbicara. Berbicara tidak hanya sekadar pengucapan bunyi-bunyi atau kata-kata. Berbicara merupakan alat untuk berkomunikasi, dala arti untuk menyampaikan gagasan tau ide. Hal ini dapat dilihat dari penampilan siswa saat mereka berpidato di depan kelas. Pada mulanya siswa kurang bisa berpidato dengan baik, seperti pada siklus I. Mereka pada umumya masih bingung. Apa yang harus dikerjakan? Apa yang harus disampaikan? Bagaimana cara menyampaikanya? Dan sebagainya. Setelah berhasil mengidentifikasi beberapa kesulitan yang dihadapi siswa, peneliti dapat menentukan langkah lebih lanjut, yaitu dengan memberikan teoriteori berkaitan dengan dengan kegiatan berbicara dengan motode diskusi kelompok.
284 Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti dapat menarik suatu simpulan bahwa kegiatan berbicara tidak hanya sekedar mengeluarkan bunyi-bunyi atau kata-kata saja tetapi perlu disadari dengan teori atau ilmu yang berkaitan dengan berbicara seperti yangh tersurat pada bab II tentang pengertian berbicara. Melalui kegiatan berbicara, seseorang bisa berkomunikasi dengan orang lain, menyampaikan ide atau gagasan dengan oerang lain. Dari beberapa tujuan berbicara dapat dicapai sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi dan diharapkan oleh pembicara dan pendengar. Pada kesempatan ini, karena terbatasnya waktu, tujuan kegiatan berbicara yang dapat dicapai oleh siswa tyidak dapat menyeluruh. Tujuan berbicara yang dapat dicapai di antaranya: melaporkan, memberitahukan, mengajak, meyakinkan. Pada pelaksanaan kegiatan berbicara, gabungan dari beberapa tujuan ini dilakukan oleh siswa, misalnya pada saat siswa berpidato dalam rangka memberi sambutan pada acara HUT RI, tujuan yang ingin dicapai adalah elaporkan dan memberitahukan juga. Juga ada yang menggabungkan antara mengajak dan meyakinkan, dan sebagainya. Kegiatan berbicara dapat terlaksana dengan baik jika si pembicara mempunyai keterampilan dasar berbicara yang meliputi: cara merencanakan pembicaraan, cara berbicara yang tepat, metode berbicara dan sistematika berbicara. Bagi pemula khususnya, pengetahuan seperti tersebut di atas merupakan hal yang wajib diketahui dan dipelajari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para siswa termasuk pada pembicara pemula, yang belum pernah belajar tentang seluk beluk keterampillan berbicara. Guru perlu membekali siswa dengan ilmu atau teori yang berkaitan dengan keterampilan berbicara. Pembekalan teori ini seperti terdapat pada bab II tentang hakikat keterampilan berbicara. Dengan diajarkannya keterampilan berbicara yang dalam hal ini berpidati di depan kelas, siswa mendapatkan pengetahuan baru dan diharapkan siswa lebih mampu berbicara atau berpidato. Pengetahuan
dasar
keterampilan
berbicara
bukan
satu-satunya
patokan
keberhasilan siswa dalam berpidato. Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam kegiatan berpidato, diantaranya berasal dari siswa itu sendiri dan dari faktor guru. Bagaimana guru dalam mengajar, apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum, dan sebagainya. Seorang guru harus mampu menguasai dan
285 memperhatikan beberapa aspek yang ada kaitannya dengan cara mengajar berbicara serta hasil yang seharusnya dicapai dalam kegiatan pembelajaran berbicara. Sebelum melaksanakan Siklus I, peneliti melakukan survei awal untuk mengetahui kondisi nyata yang ada di lapangan. Hasil kegiatan survei ini, peneliti menemukan bahwa kualitas proses dan hasil pembelajaran berbicara di kelas XII SMA Bung Karno masih tergolong rendah. Kemudian peneliti melakukan kolaborasi bersama guru bahasa Indonesia yang bersangkutan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara. Kemudian peneliti bersama guru bahasa Indonesia yang bersangkutan menyusun rencana pembelajaran guna melaksanakan Siklus I. Siklus pertama mendeskripsikan pembelajaran berbicara dengan memanfaatkan metode diskusi kelompok. Pelaksanaan Siklus I masih banyak dijumpai beberapa kekurangan/ kelemahan. Siklus II merupakan siklus perbaikan untuk menyempurnakan segala kekurangan/ kelemahan yang terjadi selama pelaksanaan Siklus I. Pada Siklus II ini peneliti bersama guru berdiskusi kelompok agar siswa sendiri yang mementaskan metode diskusi kelompok agar siswa lebih aktif dan kreatif daam proses pembelajaran. Pada Siklus II ini masih juga ditemui berbagai kekurangan/ kelemahan. Pada Siklus III, guru dan peneliti berusaha memperbaiki kekurangan dan kelemahan pada Siklus II dengan mengubah materi teks pidato yang lebih mudah dipahami siswa. Pada pertemuan dalam Siklus III berbagai indikator keberhasilkan siswa mulai menunjukkan arah perbaikan yang signifikan. siswa dalam mengikuti pembelajaran berbicara dari awal hingga akhir. Tes akhir berbicara (berpidato) adalah dengan memparafrasekan sebuah teks pidato. Tes tersebut merupakan rangkaian akhir dalam pelaksanaan penelitian siklus kelas. Berdasarkan peningkatan pembelajaran (baik proses ataupun hasil) yang terjadi pada Siklus III ini, menguatkan hasil bahwa berbicara (berpidato) dengan teatriakalisasi teks pidato dapat meningkatkan kualitas (baik proses ataupun hasil) siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan. Adapun pembahasan peningkatan kualitas pembelajaran apresiasi teks pidato adalah sebagai berikut. 5. Peningkatan kualitas proses pembelajaran berbicara Keberhasilan metode diskusi kelompok dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran berbicara ini dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut: e) Siswa lebih berminat dan termotivasi saat pembelajaran berlangsung
286 Selama pelaksanaan penelitian sejak Siklus I hingga 3, terjadi peningkatan dalam hal antusias siswa mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini terbukti bahwa dalam Siklus I sebanyak 65% (31 siswa dari 48 siswa) berminat mengkuti pembelajaran. Pada Siklus II sebanyak 75% (36 siswa dari 48 siswa). Minat dan motivasi tersebut semakin meningkat dalam pelaksanaan Siklus III sebanyak 85% (41 siswa dari 48 siswa). f) Siswa terlihat lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran Metode diskusi
kelompok
dalam
pembelajran
berbicara
(berpidato)
merupakan hal yang baru bagi siswa di SMA Bung Karno Karangpandan. Oleh karena itulah, inovasi dalam pembelajaran berbicara tersebut disambut dengan antusias tinggi oleh siswa. Parameter yang menyatakan tingginya antusias siswa tersebut adalah hasil observasi selama kegiatan belajar-mengajar berlangsung yang menunjukkan peningkatan pada tiap siklus. Pada Siklus I keaktifan siswa selama mengikuti kegiatan belajar-mengajar hanya hanya sebesar 35% (19 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang). Pada Siklus II persentase keaktifan siswa tersebut meningkat menjadi 55% (26 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang). Peningkatan keaktifan siswa tersebut meningkat kembali pada Siklus III menjadi 75% (36 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 orang). c) Siswa tidak merasa malu, tegang dan grogi saat tampil berpidato di depan kelas dan menyampaikan pendapatnya dalam forum diskusi kelompok. Selama pembelajaran berbicara
dengan metode diskusi kelompok, siswa
merasa terpacu untuk berkompetisi dengan siswa lain. Kondisi ini membuat siswa tidak lagi enggan untuk menyampaikan kreasi ide mereka (dengan mengubah teks pidato menjadi naskah metode diskusi kelompok dan mementaskannya) dan sangat antusias pada saat diskusi kelompok dan penyampaian pendapat tentang metode diskusi kelompok yang telah dipentaskan. Pernyataan di atas terbukti dengan meningkatnya keberanian siswa beraktualisasi dalam mengikuti diskusi kelompok. Penentuan persentase kualitas proses dihitung dari jumlah siswa yang aktif selama pembelajaran berlangsung per seratus dikalikan jumlah siswa dalam kelas
287 tersebut (24 siswa). Adapun bentuk keaktifan yang diamati adalah sikap selama pembelajaran berlangsung, ketepatan waktu dalam pengerjaan tugas, dan kesungguhan dalam mengikuti pembelajaran. Penilaian proses yang diamati dalam berbicara (berpidato) adalah keberanian dan kesungguhan siswa dalam mementaskan metode diskusi kelompok dan keberanian dalam mengomentari pekerjaan temannya. Kemampuan guru dalam mengelola kelas merupakan salah satu penentu keberhasilan proses pembelajaran. Pengelolaan kelas yang dilakukan guru kolaborator berupa siklus memotivasi siswa, memberikan perhatian, memberikan reward pada siswa, memilih teknik serta metode yang tepat untuk menyampaikan materi serta mengaktifkan siswa. Setelah siklus dilaksanakan, sedikit demi sedikit kelemahan guru mulai berkurang. Guru tidak lagi menguasai kelas sepenuhnya akan tetapi lebih berperan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa dalam pembelajaran. Menurut pengamatan peneliti, siklus yang dilakukan guru dengan memanfaatkan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran dapat mempengaruhi suasana kelas. Pembelajaran menjadi lebih menarik menyenangkan. Minat dan motivasi serta keaktifan siswa terhadap pembelajaran meningkat. Hal ini berimplikasi pada meningkat pula keterampilan berbicara (berpidato) siswa.
6.
Peningkatan kualitas hasil pembelajaran berbicara Siklus-siklus berupa penerapan metode diskusi kelompok yang dilaksanakan dalam tiap siklus mampu meningkatkan keterampilan berbicara (berpidato) siswa. selain itu penerapan metode diskusi kelompok juga mampu meningkatkan minat dan motivasi serta keaktifan siswa pada pembelajaran berbicara siswa kelas XI SMA Bung Karno Karangpandan. Dapat dikatakan bahwa melalui penerapan metode diskusi kelompok dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang ditandai dengan meningkatnya minat dan motivasi siswa mengikuti pembelajaran, dan dapat meningkatkan keterampilan berbicara (berpidato) siswa. Peningkatan kualitas pembelajaran berbicara dengan menerapkan metode diskusi kelompok juga berimplikasi pada peningkatan keterampilan berpidato siswa. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa mengalami peningkatan dibandingkan
288 dengan kondisi awal. Hal ini terlihat dari hasil tes berpidato di masing-masing siklus. Keterampilan berbicara (berpidato) siswa sudah mengalami peningkatan meskipun tidak semua siswa mengalami peningkatan dalam tiap teknik berpidato. Peningkatan keterampilan berpidato yang mengacu pada aspek-aspek penilaian berpidato dapat dilihat pada nilai tiap-tiap siklus. Peningkatan tersebut diindikatori oleh: k) Lafal Setelah siklus dilakukan, kemampuan pelafalan siswa saat menuturkan kalimat pidato mengalami peningkatan. Pada survei awal sebagian besar siswa kesulitan melafalkan kata-kata dengan tepat sehingga memaksa pendengar harus mendengarkan dengan teliti ucapannya dan sekali-kali timbul salah pengertian. Namun setelah diterapkanya metode diskusi kelompok, kemampuan pelafalan siswa meningkat, sebagian besar siswa hanya sedikit melakukan kesalahan pelafalan. l) Intonasi Dari hasil tes berpidato siswa, dalam tiap siklus diketahui bahwa kemampaun intonasi siswa saat menuturkan kalimat pidato mengalami peningkatan. Sebagian besar siswa membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat pidato sehingga makna kalimat pidato yang dituturkan siswa saat berpidato mudah dipahami oleh pendengar. Peningkatan kemampuan aspek intonasi tersebut tampak dalam skor capaian siswa pada tabel nilai Siklus III di atas. Siswa dalam menuturkan kalimat pidato sering membuat kesalahan intonasi sehingga sewaktu-waktu mengaburkan arti. Setelah siklus berlangsung banyak siswa yang membuat sedikit sekali kesalahan intonasi saat menuturkan kalimat pidato. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan intonasi pada sebagian besar siswa.
m) Nada
289 Aspek nada yang ditunjukkan sebagian besar siswa mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Siswa sudah mampu membawakan nada (lagu kalimat) dengan variatif dan tidak monoton. Hal ini tentu berbeda dibandingkan dengan kemampuan nada siswa sebelum siklus. Sebagian nada siswa saat berpidato masih terdengar monoton. n) Sikap Siswa sudah mampu memperlihatkan dengan baik gerak anggota tubuh saat berpidato. Sebelum siklus, sikap yang diperlihatkan sejumlah
siswa
menunjukkan ketidaksesuaian antara gerak-gerik yang dilakukan dengan ekspresi yang sedang dibawakan. Kemampuan aspek sikap sejumlah siswa mengalami peningkatan. Hal ini diindikatori oleh meningkatnya nilai sebagian besar siswa pada aspek ini. o) Kelancaran/kefasihan Aspek kelancaran dan kefasihan yang ditunjukkan oleh siswa termasuk salah satu aspek penilaian yang meningkat. Sebelum tindakan siswa masih terhenti saat berpidato di depan kelas, pembicaraan sering tersendat-sendat yang menyebabkan kelancaran berpidato terganggu. Setelah dilakukan tindakan dari siklus ke siklus siswa semakin lancar dalam berpidato. Siswa sudah jarang melakukan penghentian-penghentian di tengah-tengah pidato yang ditampilkan. 3. Perolehan Nilai Keterampilan berbicara (berpidato) Siswa Meningkat Dari nilai survei awal, diketahui bahwa keterampilan berbicara (berpidato) siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari capaian nilai tes berpidato siswa. Pada kegiatan survei awal diketahui bahwa hanya 1 siswa atau 2% dari jumlah siswa (48) yang mencapai batas minimal ketuntasan belajar (65). 47 siswa yang lain belum mampu mencapai batas minimal ketuntasan belajar tersebut atau 98% dari jumlah siswa. Kisaran nilai yang dicapai siswa yaitu antara 45 – 70, dengan nilai rata-rata 54,67. Pada tes berpidato Siklus I, 26 siswa sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) atau 54 % daru jumlah siswa, dan sisanya 22 siswa atau 46% dari jumlah siswa belum mencapai kriteria ketuntasan minimal. Kisaran nilai yang dicapai antara 52-72, dengan nilai rata-rata 66,40. Pada nilai keterampilan berpidato Siklus II, nilai rata-rata kelas meningkat sebesar 4,6 poin
290 dari 66,4 menjadi 71,00. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 80. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 37 siswa. Di sisi lain siswa yang belum tuntas turun menjadi 11 siswa. Pada Siklus III, nilai ratarata kelas meningkat dibandingkan dengan nilai keterampilan berpidato Siklus II yaitu menjadi 77,30. Nilai tertinggi yang diraih siswa adalah 92. Adapun nilai terendah siswa adalah 64. Siswa yang tuntas meningkat menjadi 47 siswa. hanya 1 siswa yang belum mengalami katuntasan belajar. Peningkatan keterampilan berpidato siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan tercermin dari perolehan nilai berpidato pada Siklus II berikut ini. Berikut ini peningkatan skor siswa dari siklus ke siklus. Tabel 7. Peningkatan nilai keterampilan berpidato siswa NILAI No
Nama
Keterangan Survei Awal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Agus Mulyono Ari Ruliyanto Diah Rahayu Dwi Setia N Ernawati Etriana Dewi Heri Supriyanto Indarti Jayanti Jiwo Surahno Novi Wulandari Praptiwi Presdiyan AP Risky Ichwan Z Sabekti Saras Triwardi Sari Haryanti Sri Wartini Sujiyani Suparti R. Aprianingsih
55 50 52 70 50 45 52 52 48 52 50 50 50 55 60 52 55 50 55 57 52
Siklus I
Siklus II
Siklus III
64 68 64 72 68 60 64 72 72 68 64 64 68 68 64 68 72 64 60 68 64
68 76 64 76 72 64 68 80 80 84 68 68 72 76 68 72 80 72 64 72 64
76 84 72 84 80 72 76 88 88 92 76 72 76 80 72 76 88 80 68 80 68
Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
291 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Sri Sugiyatmi Sugiyarti Rake Devi M Alpenikus Sadiyah Budiyono Candra W. Pita Nur I. Wahyu P. Suharsono Bagus Prasetyo Hartoto Amir Yulianto Anggun W.P. Sutarso Subianto Yesi Lina Ningsih Sri Wahyuni Moh. Saifudin Novi Eko S. Hary Setiawan Yoga Rolado Muklas U. Nur Sa'ad A. Dedi Susanto Trisno Suparjo Diyah Ayu P.
55 65 60 58 50 62 55 60 65 50 60 60 62 52 58 50 50 45 48 60 52 65 55 50 55 58 52 54,67
68 72 72 68 64 72 68 72 76 64 72 72 72 64 60 64 68 52 56 68 60 72 64 60 68 64 60 66,4
72 80 76 72 68 80 72 80 76 64 80 76 76 68 64 68 68 56 60 68 64 76 68 64 72 68 64 71,00
80 88 84 80 76 84 80 84 80 68 84 84 84 72 68 72 72 64 68 76 68 84 76 68 76 72 68 77,30
Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat Meningkat
Berdasarkan hasil tes berpidato yang terdapat pada tabel tersebut, mulai dari survei awal sampai Siklus III2, dapat dikatakan bahwa keterampilan berbicara (berpidato) siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan mengalami peningkatan. Teknik-teknik berpidato seperti lafal, nada, intonasi, sikap, dan kelancaran/kefasihan sudah dapat diterapkan dengan baik oleh sebagian besar siswa. Hal tersebut berimbas pada meningkatnya nilai berpidato siswa. Mengacu pada hasil tes berpidato Siklus III dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan keterampilan berbicara (berpidato) melalui
292 penerapan metode diskusi kelompok pada siswa kelas VII SMA
Bung Karno
Karangpandan tahun ajaran 2007/2008.
Tabel 8. Persentase Peningkatan Kualitas Proses dan Hasil Pembelajaran berbicara (berpidato). No.
Kegiatan Siswa
Persentase Siklus I
Siklus II
Siklus III
1.
KEAKTIFAN
35%
55%
75%
65%
75%
85%
54%
77%
98%
Keakaktifan siswa selama apersepsi Keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran 2.
MINAT DAN MOTIVASI Keberanian siswa berpidato di depan kelas,
perhatian
terhadap
proses
pembelajaran.
4.
NILAI KETERAMPILAN BERPIDATO Mendapatkan nilai ketuntasan belajar (mendapat nilai ≥ 65)
293 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
D. Simpulan Simpulan hasil penelitian ini secara singkat yakni terdapat peningkatan kualitas pembelajaran baik proses maupun hasil berbicara pada siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan Karanganyar sebagai berikut ini. 1. Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran Peningkatan kualitas proses pembelajaran tersebut, antara lain dengan meningkatnya: e. jumlah siswa yang berani tampil berbicara karena siswa tidak malu, takut, dan grogi sewaktu diminta tampil berbicara di depan kelas meningkat. Oleh karena itu, waktu pembelajaran berbicara menjadi lebih efektif. Hal ini merupakan indikasi meningkatnya minat dan motivasi belajar siswa yang meningkat menjadi 85% (41 siswa dari 48 siswa).; f. jumlah siswa yang aktif dalam kegiatan pembelajaran meningkat sebesar 75% (36 siswa dari keseluruhan siswa yang berjumlah 48 siswa). 2. Peningkatan Kualitas Hasil Pembelajaran Peningkatan kualitas hasil pembelajaran ditandai dengan meningkatnya jumlah siswa yang mencapai batas ketuntasan, yaitu pada siklus I adalah 26 siswa dari 48 siswa (54%). Pada siklus II menjadi 37 siswa (77%) dan meningkat lagi pada siklus III, yaitu 48 siswa (98%).
E. Implikasi Setelah keseluruhan pelaksanaan penelittian selesai (siklus I, II, dan III) maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas keterampilan berbicara siswa yaitu malu, grogi, tidak mampu mengungkapkan ide atau gagasan, gemetar, takut dan tegang, kurang percaya diri dan guru kurang meberikan kesempatan dan motivasi kepada siswa untuk berbicara dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk mengatasi dan memecahkan masalah tersebut maka peneliti menggunakan strategi mengajar bericara yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas. Strategi mengajar 80
294 yang digunakan oleh peneliti adalah mencari dan menemukan kesulitan yang dihadapi oleh siswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Setelah ditemukan kesulitan yang dialami oleh siswa, peneliti menentukan tindak lanjutnya yaitu: membekali siswa dengan teori atau materi yang berkaitan dengan keterampilan berbicara disertai dengan contoh teks sambutan, siswa membuat teks sambutan dan membacakannya di depan kelas, siswa praktik berpidato dan dilakukannya lebih dari satu kali dan berulang-ulang, siswa mengungkapkan pendapatnya tentang pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara, guru memberi kesempatan dan motivasi kepada siswa untuk berbicara dalam proses pembelajaran. Penelitian ini memberikan suatu gambaran yang jelas bahwa keberhasilan proses dan hasil pembelajaran bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari pihak guru dan siswa. Faktor dari pihak guru yaitu kemampuan dalam mengembangkan materi, kemampuan guru dalam menyampaikan materi, kemampuan guru dalam mengelola kelas, memilih metode yang digunakan dalam pembelajaran, serta teknik yang digunakan guru sebagai sarana untuk menyampaikan materi. Kemudian faktor dari siswa yaitu minat dan motivasi siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Faktor-faktor tersebut saling mendukung sehingga harus diupayakan agar semua faktor tersebut dapat terpenuhi. Apabila guru memiliki kemampuan yang baik dalam menyampaikan materi dan dalam mengelola kelas serta didukung oleh teknik dan sarana yang memadai, pembelajaran akan berlangsung dengan baik. Selain faktor tersebut, pemilihan metode pembelajaran yang tepat akan sangat mengefektifkan pembelajaran. Penyampaian materi dan penggunaan metode yang tepat akan dapat diterima siswa apabila siswa juga memiliki minat dan motivasi yang tinggi untuk aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran akan berjalan lancar, kondusif, efektif, dan efesien. Penelitian ini membuktikan bahwa dengan menerapkan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara dapat meningkatkan kualitas proses dan hasilnya. Oleh karena itu, penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu pertimbangan bagi guru yang ingin menerapkan metode diskusi kelompok sebagai metode dalam pembelajaran berbicara. Bagi guru mata pelajaran Bahasa Indonesia, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai metode alternatif dalam melaksanakan pembelajaran berbicara yang
295 efektif dan menarik minat siswa untuk tampil berbicara di depan kelas. Siswa dapat memanfaatkan kelompoknya untuk saling belajar dan memberikan feedback atas kelebihan dan kelemahan yang terisentifikasi oleh teman sekelompok. Dengan metode ini, rasa takut, malu, dan grogi yang ada pada diri siswa saat tampil berbicara di depan kelas dapat teratasi. Penerapan metode diskusi kelompok dalam pembelajaran berbicara di depan kelas, kemampuan berbicara siswa dapat dikembangkan. Guru dapat membagi siswa secara berkelompok 3-5 siswa. Kemudian siswa mendiskusikan materi pidato yang mereka kembangkan sendiri. Siswa kemudian mencoba berlatih berpidato di depan kelompoknya masing-masing, sedangkan teman yang lain memberikan penilaian kelebihan dan kelemahan. Setelah itu guru mengajak siswa yang tidak tampil berbicara (berpidato) di depan kelas untuk mengetahui perkembanganya. Pemberian tindakan pada siklus I, siklus II, dan siklus III memberikan deskripsi bahwa terdapatnya kekurangan atau kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran berbicara berlangsung. Namun, kekurangan-kekurangan tersebut dapat teratasi pada pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya. Dari pelaksanaan tindakan yang kemudian dilakukan refleksi terhadap proses pembelajaran, dapat dideskripsikan terdapatnya peningkatan kualitas pembelajaran berbicara baik proses maupun hasilnya. Dari segi proses, pembelajaran berbicara dengan metode diskusi kelompok dapat mengefektifkan waktu pembelajaran, memupuk kerja sama siswa, dan memotivasi siswa untuk tampil berbicara sehingga mereka tidak lagi takut, malu, dan grogi saat diminta tampil berbicara di depan kelas. Adapun dari segi hasil, terdapat peningkatan nilai unjuk kerja siswa dari siklus I sampai siklus III. Dengan menerapkan metode diskusi kelompok tersebut terbukti meningkatkan keterampilan berbicara siswa kelas XII SMA Bung Karno Karangpandan Karanganyar tahun ajaran 2008/2009. F. Saran Berkaitan dengan simpulan dan implikasi di atas, maka dapat diajukan saran sebagai berikut. 1. Bagi Siswa g. Siswa diharapkan dapat bekerja sama selama kegiatan diskusi kelompok dan dapat memanfaatkan kelompoknya sebagai mitra belajar.
296 h. Siswa diharapkan mengasah keterampilan
berbicara
yang dimiliki karena
keterampilan berbicara sangat penting untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lain. i. Siswa yang harus dapat secara intens terlibat dalam kelompoknya. 2. Bagi Guru g. Guru hendaknya membimbing kelompok siswa yang mengalami kesulitan sewaktu berdiskusi dengan mendekati tiap-tiap kelompok secara personal agar tercipta komunikasi dua arah antara guru dan siswa sehingga membangun kedekatan emosional . h. Guru hendaknya memotivasi siswa agar aktif selama proses pembelajaran. i. Guru hendaknya membangun paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan menerapkan metode diskusi kelompok. 5. Bagi Sekolah a. Hendaknya pihak sekolah selalu memberi motivasi kepada guru dengan jalan antara lain memberi penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerjanya dengan baik. b. Hendaknya sekolah berupaya untuk selalu menciptakan iklim kerja yang kondusif melalui suasana yang harmonis dan komunikasi yang terbuka. 4. Bagi Peneliti e. Metode diskusi kelompok dapat diterapkan di kelas lain maupun di sekolah lain, terutama di kelas dengan jumlah siswa yang banyak. f. Bagi peneliti yang ingin menerapkan metode diskusi kelompok dapat bekerja sama dan berkolaborasi dengan guru yang mengalami permasalahan dalam pembelajaran berbicara.
297 DAFTAR PUSTAKA Burhan Nurgiyantoro. 2001. Kajian Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Curt Reese dan Terri Wells. 2007. Teaching Academic Discussion Skills with a Card Game Journal. Dalam http://sag.sagepub.com. Diakses 18 Agustus 2009. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Mengelola Kelas Inklusif dengan Pembelajaran yang Ramah. Dalam http://www.idp-europe.org/toolkit/ Buku-5.pdf, diakses pada 28 April 2007. ___________. 2003. Buku Panduan Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah. Jakarta: Media Pusaka. __________ . 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006 Standar Isi Kerangka Dasar & Struktur Kurikulum. Jakarta: Depdiknas. Dimyati dan Mudjiyono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Djago Tarigan. 1992. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia I Buku II.4 Modul 1-6. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Enco Mulyasa. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan: Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Erizal Gani. 2000. Efektivitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.iaif.edu/bipa/april 2000/perananguru/html, diakses 7 Juni 2007. Gorys Keraf. 2001. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Berbahasa, cet. XII. Ende: Nusa Indah. Hassibuan, J.J.Ibrahim, Toenlioe,A.J.E..1994. Proses Belajar Mengajar: Keterampilan Dasar Mengajar Mikro. Bandung: Remaja Rosdakarya. Henry Guntur Tarigan. 1985. Berbicara: Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Penerbit Angkasa.
84
298 __________________.1986. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:CV Angkasa . 1989. Pengajaran Kosakata. Bandung: Angkasa Hidayat, 2000. Efektifitas Pengajaran Menulis Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing. Studi Kasus pada Seorang Pelajar dari Belanda, Dalam www.ialf.edu/bipa/april2000/perananguru/html, diakses 7 Juli 2008. Lilies Gartika. 2007. Diskusi, Terbaik Tingkatan Kemampuan Berbicara, dalam www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/042007/92/99forumguru.htm, diakses 7 Juli 2008. Maidar G. Arsjad dan Mukti U.S. 1988. Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. __________.1991. Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga. M.Peer Mohamed Sardhar . 2008. Strategies for Improving Your Discussion Skills Journal, dalam http://www.citehr.com/130367-group-discussion-skillsstrategies-improving-your-discussion-skills.html. Diakses 9 Desember 2008. Muhajir dan A.Latief. 1995.”Berbicara” dalam Majalah Pengajaran Bahasa dan Sastra Volume I, Nomor 3 Tahun 1975. Depdikbud: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press. Sabarti Akhadiah M.K., Maidar G. Arsjad, Sakura H. Ridwan, Zulfahnur Z.F., dan Mukti U.S. 1992. Bahasa Indonesia I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sirait, Bistok. 1997. Pengujian Bahasa Lisan: Sebuah Buku Pegangan untuk Teknik Pengujian Lisan. Medan: FPBS-IKIP Medan. Siti Syoviyah. 2000. “Peningkatan Kualitas Keterampilan Berbicara Siswa Kelas I SLTP Muhammadiyah 2 Karanganyar Tahun Pelajaran 1999/2000.” Tugas Akhir. Surakarta (Tidak Dipublikasikan) FKIP UNS. Slavin, Robert E.. 1995. Cooperative Learning: Theory, Research, and Practice. Boston: Allyn and Bacon.
299 Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. Suharyanti. 1996. Berbicara (IND. 202) BPK FKIP-PBS-Indonesia. Surakarta: UNS Press. Supriyadi. 2005. “Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar.“ Lingua: Jurnal Bahasa dan Sastra. No. 2 (6): 178-195. Palembang: PSPB-Program Pascasarjana Universitas Sriwijaya. Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press. Suwarna. 2005. Pengajaran Mikro. Yogyakarta: Tiara Wacana. Suwarsih Madya. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research). Bandung: Alfabeta Vallete, Rebecca M. 1997. Modern Language Testing. New York : Harcourt Brace Javanovic.