ANALISIS PELAKSANAAN JSA PADA PEKERJAAN WELLWORK DAN INITIAL COMPLETION YANG DILAKUKAN KONTRAKTOR MIGAS BERDASARKAN TEKNIK MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE DI LOKASI KERJA PT. X TAHUN 2011 SKRIPSI
Oleh: MELLYSA PUTRI NELDI 107101001575
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 September 2011
Mellysa Putri Neldi
i
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, Maret- September 2011 Mellysa Putri Neldi, NIM: 107101001575 ANALISIS PELAKSANAAN JSA PADA PEKERJAAN WELLWORK DAN INITIAL COMPLETION YANG DILAKUKAN KONTRAKTOR MIGAS BERDASARKAN TEKNIK MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE DI LOKASI KERJA PT. X TAHUN 2011 151 halaman + 11 tabel + 17 gambar + 8 lampiran ABSTRAK Industri Migas memiliki risiko kecelakaan yang cukup tinggi. Wellwork dan initial completion merupakan salah satu kegiatan industri Migas yang memiliki tujuh hazard besar, sehingga untuk mengenali sumber hazard dan menentukan tindakan mitigasinya diperlukan ketepatan dalam pelaksanaan job safety analysis (JSA). Akan tetapi pada kenyataannya, ditemukan permasalahan pada pelaksanaan JSA di PT. X, yaitu ketidaktepatan pelaksanaan JSA dan tidak dilakukannya JSA pada beberapa pekerjaan. Penelitian ini bersifat kualitatif untuk menggali lebih dalam penyebab masalah dalam JSA pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, di lokasi kerja PT. X tahun 2011. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Maret hingga September 2011. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Management Oversight and Risk Tree. Untuk mendapatkan keabsahan data, maka digunakanlah triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik terdiri dari teknik pengamatan lapangan, analisis dokumen, dan wawancara. Triangulasi sumber terdiri dari informan utama yaitu para pengawas, informan kunci yaitu HES Representative PT. X, dan informan pendukung yaitu para pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA disebabkan karena ketidakahlian pekerja, ketidaktepatan waktu pelaksanaan JSA, ketidaktegasan pengawas, terlalu luasnya ruang lingkup pekerjaan, dan tidak dilakukannya tindakan mitigasi yang sudah ditentukan. Dari penelitian ini juga diketahui beberapa hal yang mendukung pelaksanaan JSA yaitu komitmen perusahaan, anggaran, masukan dari para pekerja, pemahaman pekerja melakukan tindakan mitigasi, ketersediaan dan kesesuaian peralatan pengendalian dengan hazard yang ada di lokasi kerja, uji coba peralatan pengendalian hazard, arahan dan petunjuk untuk mengendalikan hazard, dan penggunaan kembali rekomendasi pengendalian hazard pada situasi yang berbeda.
ii
Untuk memastikan JSA dilaksanakan dengan tepat, disarankan kepada perusahaan dan mitra kerja untuk memberikan pelatihan mengenai JSA kepada para pekerja dan menetapkan jalur pengawasan yang selalu terjaga pada setiap tingkatan pengawas. Daftar bacaan: 29 (1996- 2011)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduate Thesis, March- September 2011 Mellysa Putri Neldi, NIM: 107101001575 JSA IMPLEMENTATION IN WELLWORK AND INITIAL COMPLETION ACTIVITY PERFORMED BY OIL AND GAS CONSTRUCTOR THROUGH MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE TECHNIQUE LOCATED IN PT. X 2011 151 pages + 11 tables + 17 pictures + 8 attachments ABSTRACT Oil and gas industry has a high risk of occupational accidents. Wellwork and initial completion (WW&C) is one of the activities in this industry which has seven hazards, so to identify source of hazard and determine of hazard mitigation requires accuracy in implementation of Job Safety Analysis (JSA). But in reality, there are some problems in implementation of JSA on PT.X, such as inaccuracies implementation and not having JSA done in some works. This is a qualitative research using Management Oversight and Risk Tree to explore the root cause of problems in JSA implementation at well work and initial completion activity that performed by oil and gas constructor located in PT. X on 2011. The study started on March to September 2011. To obtain the validity of the data, it is used triangulation methods and person triangulation. Triangulation methods of observation, document analysis, and interview. Person triangulation consists of the main informants are supervisors, the key informant is HES Representative at PT. X, and support informants are workers. The root causes of inaccuracy implemented JSA are lack of the employee skill, JSA was performed in improper time, lack of supervising, analyzed the scope of work is too vast, and undone mitigation. From this study are also known to some of the things that support the implementation of the JSA is a employee’s commitment, budget, workers suggestion, workers understanding of mitigation actions, availability and suitability of hazard control, testing hazard controls, directives and instructions to control the hazard, and reuse of control hazard in different situations.
To ensure accuracy in implementation of JSA, the company and its business partner must improve their workers skill and set up a supervision pathway at every level supervisors. Reading list : 29 (1996- 2011)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
ANALISIS PELAKSANAAN JSA PADA PEKERJAAN WELLWORK DAN INITIAL COMPLETION YANG DILAKUKAN KONTRAKTOR MIGAS BERDASARKAN TEKNIK MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE DI LOKASI KERJA PT. X TAHUN 2011
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 30 September 2011
dr. Yuli Prapancha Satar, MARS Pembimbing Skripsi I
Iting Shofwati, ST, MKKK Pembimbing Skripsi II
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 30 September 2011
Ketua
(dr. Yuli Prapancha Satar, MARS)
Anggota I
(Iting Shofwati, ST, MKKK)
Anggota II
(Rulyenzi Rasyid, MKKK)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Mellysa Putri Neldi Jl. Cucur Timur VIII Blok A11/13 Bintaro Jaya Sektor 4 Tangerang Selatan Email:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1995- 2001 2001- 2004 2004-2007 2007-2011
SD Cendana Rumbai- Pekanbaru SMP Cendana Rumbai- Pekanbaru SMA Cendana Rumbai- Pekanbaru Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Beasiswa, Seminar, dan Pelatihan 2007- 2011 2008
2009
2009
Beasiswa Penuh untuk Studi S1 dari REACH An International Scholarship Program, Institute Of International Education USA - Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja “Efek Penggunaan Headset terhadap Kesehatan Telinga” - Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja “Amankan Tabung Gas Subsidi Anda…?” - PelatihanPertolongan Pertama Mahasiswa yang diadakan oleh Korps Sukarela Palang Merah Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Seminar Profesi Keselamatan dan Kesehatan Kerja “ Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Bencana atau Solusi Sumber Energi???” -Kunjungan ke Perkebunan PTPN VII dan melakukan analisis kualitas lingkungan.
vii
-Kunjungan ke Pabrik PT. Unitex Tbk. untuk mengetahui pengolahan limbah pabrik. -Kunjungan ke Waste Management Indonesia (WMI) untuk mengetahui pengolahan limbah dari berbagai industri di Indonesia. -Kunjungan ke Bantar Gebang sebagai salah satu Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta -Kunjungan ke Pabrik PT. Indomilk dan Pabrik PT. Yakult Indonesia Persada untuk mengetahui tentang K3 perusahaan serta melakukan analisis keselamatan pekerjaan / job safety analysis (JSA). - Training Pembuatan Emergency Response Plan (ERP) di PT. Chevron Pacific Indonesia bersama mitra kerja. - Training Menghadapi Keadaan Darurat dan Kebakaran di PT. Chevron Pacific Indonesia. - Mengikuti Fire Exercise di North Booster System (NBS) di PT. Chevron Pacific Indonesia. - Training Health, Safety, and Environment mengenai “Fundamental Safety Work Practies” di PT. Chevron Pacific Indonesia
2010
2011
Pengalaman Organisasi dan Magang 2007- 2008
2010 2010 2010- 2011 Maret- April 2011
Staff Departemen Pemberdayaan Sumber Daya Mahasiswa (PSDM) BEM Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Koordinator Acara untuk Enam Acara Besar untuk Milad 6th Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK). Ketua Seksi Penelitian pada Seminar Profesi Kesehatan dan Keselamatan Kerja “Sudah Safetykah anda Berkendara?” Kepala Departemen Keuangan dan Dana Usaha BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat Magang di PT. Chevron Pacific Indonesia dengan judul laporan “Gambaran Manajemen Kebakaran dan Tanggap Darurat Tahun 2011”
viii
LEMBAR PERSEMBAHAN
Like attracts like. You get what you think about; your thoughts determine your experience. ~Rhonda Byrne (2006), Rhonda Byrne dan Michael J. Loiser (2007), Beth dan Lee McCain (2007) ~
Skripsi ini kupersembahkan untuk ANDA. Semoga tulisan sederhana ini memberi manfaat dan wawasan baru pada pengetahuan ANDA. Inilah niat saya agar berguna bagi ANDA, bagi DUNIA.
ix
KATA PENGANTAR اسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته Segala puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjat kehadirat Allah SWT yang selalu senantiasa memberikan rahmat serta nikmat-Nya atas segala kemudahan, keberanian, kelancaran, dan segala ketenangan yang Engkau berikan. Terimakasih Rabb atas kasih sayang-Mu yang selalu terpacarkan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Pelaksanaan JSA pada Pekerjaan Wellwork dan Initial Completion yang Dilakukan Kontraktor Migas Berdasarkan Teknik Management Oversight and Risk Tree di Lokasi Kerja PT. X Tahun 2011” ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada junjungan alam Baginda Besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya dan sahabat-sahabatnya yang telah membawa umatnya menuju pintu pencerahan dan peradaban serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Penulis ingin menyampaikan secara khusus ucapan terima kasih dan penghargaan kepada Ayahanda Nan Bijaksana H. Edi Mardias dan Ibunda Tersayang Hj. Nelly Aswarni atas segala dukungan dan doanya yang tiada henti dan selalu dipanjatkan kepada Allah SWT untuk keberhasilan penulis dalam menjalani kehidupan ini. Penyelesaian skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri, melainkan dari bantuan, bimbingan, motivasi dan semangat serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Kelurga Besar. Nenek, Tante Mel dan Om Achyar, Om Anat beserta Tante Loli, Tante Des, Kakak Tercinta Eka Febriani, dan Abang Maulana Neldi beserta istri, terima kasih atas doa dan dukungan yang selalu mengiringi langkah hidupku. Keponakan-keponakan yang lucu, Syalwa, Abitya, Zavania, dan Bazli, terima kasih telah memberikan senyuman dan canda tawa, hingga membuat penulis terus bersemangat mencapai masa depan yang cerah.“My Engineer” Ananda Fauzan
x
Lubis, terimakasih atas dukungan, bantuan, kasih sayang, dan ketegasan yang diberikan selama proses penyelesaian skripsi ini. Semoga Allah selalu memberikan limpahan rezeki dan kasih sayangnya kepada kita. 2. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS, selaku dosen pembimbing skripsi dan ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK, selaku dosen pembimbing skripsi dan penanggung jawab peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang senantiasa membantu, membimbing penulis selama penyusunan skripsi. 4. Bapak Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku penasehat akademik yang senantiasa memberikan nasehat, dukungan, dan doa yang diberikan. 5. Seluruh dosen dan staf PSKM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan para mahasiswa umumnya. 6. Bapak Elwin Fernandes yang telah membukakan jalan bagi saya untuk menyelesaikan skripsi di perusahaan. 7. Bapak Muhammad Razi, SKM, MT yang terus memberikan saya dorongan dan kekuatan untuk terus maju menyelesaikan skripsi. Terimakasih telah memotivasi saya, dan terus membimbing saya dari awal skripsi hingga selesai. 8. Bapak Supriyo Widodo, yang selalu memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan baru bagi saya selama proses pengerjaan skripsi. 9. Seluruh Well Site Manager (WSM) WW&C yang telah membimbing dan membantu saya saat mengikuti kegiatan di lokasi kerja. 10. Seluruh kru pekerja rig, termasuk toolpusher dan driller yang sangat membantu saya memperoleh informasi di lokasi kerja. 11. Bapak Gazali yang selalu memberikan informasi dan membuatkan surat-surat yang saya butuhkan untuk penyelesaian skripsi. 12. Sahabat-sahabat K3 dan Gizi yang senantiasa memberikan informasi, motivasi, dan bantuannya selama proses pengerjaan skripsi. Terimakasih untuk Ebby, Shani,
xi
Nita, Uni Wita, Ayu, Tamalia “Indah”, Ika “Cakwee” , Pipit “Soulmate”, Arbi, Zulfa, dan Agung yang sangat memotivasi hingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat waktu. 13. Adik-adik kelas Icha, Titah, Ade (Farmasi), Nindy, Sherly, Diana, Vita, Ubay, Fadil, Ersa, Nita dan adik-adik lainnya atas doa yang kalian berikan. Senang sekali bisa mengenal dan berbagi ilmu baik secara akdemik maupun organisasi bersama kalian. 14. Sahabat penulis yang cantik serta cerdas yaitu Siti Hanifa Sandri, S.Bsc of Banking and Finance yang selalu memberikan dukungan selama pengolahan pedoman wawawancara dan pengambilan data di Pekanbaru. 15. Sahabat-sahabat Cendana 2007, Geng AWE (“Momont” Erlisa Fitri, ST; Elsa Astriana, ST; Refi Agustine, S.Ked; dan Vrenda Alia, Sk. Ked); Ulfa Fauzia, ST; dan Rezky Octora Manungkalit, S.I.Kom. Walaupun jarak memisahkan, namun arti persahabatan sangat kental bagi kita, terimakasih sahabat atas dukunganmu.
Dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT, penulis berharap semua kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir kiranya penyusun berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca umumnya.
و ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته
Jakarta, September 2011
Mellysa Putri Neldi
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................................
i
ABSTRAK .....................................................................................................................
ii
ABSTRACT ...................................................................................................................
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN...............................................................................
v
LEMBAR PENGESAHAN ..........................................................................................
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .....................................................................................
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN .......................................................................................
ix
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
x
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................
xvii
DAFTAR GAMBAR .....................................................................................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................
xix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................................
1
1.2 RUMUSAN MASALAH .........................................................................................
10
1.3 PERTANYAAN PENELITIAN ..............................................................................
11
1.4 TUJUAN PENELITIAN ..........................................................................................
11
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................................
11
1.4.2 Tujuan Khusus .......................................................................................................
12
1.5 MANFAAT PENELITIAN ......................................................................................
13
1.5.1 Bagi Peneliti ...........................................................................................................
13
1.5.2 Bagi Institusi ..........................................................................................................
13
1.5.3 Bagi Perusahaan dan Business Project ...................................................................
13
1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN .........................................................................
13
xiii
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MANAJEMEN RISIKO ..........................................................................................
15
2.1.1 Manajemen Risiko dan Manajemen Keselamatan Kerja (K3) ...............................
15
2.1.2 Proses Manajemen Risiko ......................................................................................
17
2.2 IDENTIFIKASI HAZARD ......................................................................................
19
2.1.1 Identifikasi Hazard sebagai Bagian dari Manajemen Risiko .................................
19
2.2.2 Metode Identifikasi Hazard ...................................................................................
21
2.3 ANALISIS KESELAMATAN KERJA (JOB SAFETY ANALYSIS) .......................
23
2.3.1 Pelaksanaan Job Safety Analysis ............................................................................
25
2.4 TEORI PENYEBAB KECELAKAAN ..................................................................
30
2.5 KELALAIAN MANAJEMEN DAN POHON RISIKO (MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE) ..............................................................................
37
2.5.1 Definisi Management Oversight And Risk Tree (MORT) ......................................
37
2.5.2 Tidak Dilaksanakannya Penilaian Risiko (Task Spesific Risk Assessment Not Performed) .............................................................................................................
39
A. Potensi Kecelakaan Tinggi yang Tidak Teridentifikasi (High Potential was Not Identified)...........................................................................................
40
B. Potensi Kecelakaan Rendah (Low Potential) ....................................................
43
2.5.3 Penilaian Risiko Pekerjaan (Task Spesific Risk Asessment LTA) ........................
43
A. Analisis Risiko Pekerjaan (Task Spesifik Risk Analysis LTA) ..........................
43
B. Rekomendasi Tindakan Pengendalian (Recommended Control LTA) ..............
47
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 KERANGKA BERPIKIR ........................................................................................
49
3.2 DEFINISI ISTILAH ................................................................................................
50
3.2.1 Pelaksanaan JSA ....................................................................................................
50
3.2.2 Identifikasi Permasalahan dalam Pelaksanaan JSA ...............................................
51
3.2.3 Tidak Dilaksanakannya JSA dan Tidak Tepatnya Pelaksanaan JSA .....................
51
3.2.4 Analisis Masalah Menggunakan Teknik MORT ...................................................
51
xiv
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 JENIS PENELITIAN ...............................................................................................
52
4.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN .................................................................
52
4.3 INFORMAN ............................................................................................................
52
4.4 INSTRUMEN PENELITIAN ..................................................................................
54
4.5 SUMBER DATA .....................................................................................................
55
4.6 PENGUMPULAN DATA .......................................................................................
56
4.7 KEABSAHAN DATA .............................................................................................
58
4.8 PENGOLAHAN DATA ..........................................................................................
59
4.9 ANALISIS DATA ...................................................................................................
60
4.10 PENYAJIAN DATA...............................................................................................
60
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 GAMBARAN UMUM PT. X ..................................................................................
66
5.1.1 Profil PT.X .............................................................................................................
66
5.1.2 Visi dan Misi PT. X ...............................................................................................
67
5.1.3 Fundamental Safe Work Practies (FSWP) ............................................................
67
5.1.4 Job Safety Analysis sebagai Bagian dari FSWP.....................................................
71
5.2 WELLWORK AND COMPLETION DEPARTEMENT (WW&C) ...........................
77
5.2.1 Tugas dan Tanggung Jawab WW&C .....................................................................
78
5.2.2 Peralatan yang Digunakan di Lokasi Kerja WW&C .............................................
80
5.3 HASIL PENELITIAN ..............................................................................................
87
5.3.1 Informan Penelitian ................................................................................................
87
5.3.2 Hasil Pengamatan Lapangan Mengenai Pelaksanaan JSA di Lokasi WW&C ......
88
5.3.3 Hasil Penelitian untuk Task Spesific Risk Assessment Not Performed ..................
97
A. Potensi Kecelakaan Tinggi yang Tidak Teridentifikasi (High Potential was Not Identified) ............................................................................................
xv
97
B. Potensi Kecelakaan Rendah (Low Potential) ....................................................
103
5.4.3 Hasil Penelitian untuk Task Spesific Risk Asessment LTA .....................................
103
A. Analisis Risiko Pekerjaan (Task Spesifik Risk Analysis LTA) ..........................
104
B. Rekomendasi Tindakan Pengendalian (Recommended Control LTA) ..............
113
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 KETERBATASAN PENELITIAN .........................................................................
123
6.2 PEMBAHASAN EVENT TASK SPESIFIC RISK ASSESSMENT NOT PERFORMED........................................................................................................
126
6.3 PEMBAHASAN EVENT TASK SPESIFIC RISK ASSESSMENT LTA..............
134
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 KESIMPULAN ........................................................................................................
148
7.2 SARAN ....................................................................................................................
150
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
4.1
Teknik Triangulasi Sumber dan Metode
61
4.1
Teknik Triangulasi Sumber dan Metode (lanjutan 1)
62
4.1
Teknik Triangulasi Sumber dan Metode (lanjutan 2)
63
4.2
Simbol-simbol dalam Pohon MORT
65
5.1
Informan Utama
87
5.2
Informan Kunci
87
5.3
Informan Pendukung
88
5.4
Formulir JSA di Lokasi BAD
90
5.4
Formulir JSA di Lokasi BAD (lanjutan 1)
90
5.5
Kekurangan Mitigasi JSA di Lokasi BAD
92
5.6
Kekurangan Mitigasi JSA di Lokasi BAD
93
xvii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
2.1
Proses Manajemen Risiko
18
2.2
Contoh Lembar Kerja Job Safety Analysis
26
2.3
Accident Model Heinrich
31
2.4
Model Penyebab Kecelakaan ILCI
32
2.5
Cabang Utama Pohon MORT
38
2.6
Cabang Task Specific Risk Assessment Not Performed
42
2.7
Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA
45
3.1
Kerangka Berpikir
50
4.1
Contoh-contoh Acuan yang Digunakan dalam Pohon MORT
64
5.1
Empat Fase Analisis Hazard
71
5.2
Hazard Identification Tools
74
5.3
Rig
81
5.4
Well Head
83
5.5
Packer
85
5.6
Tubular
85
6.1
Event-event yang Bermasalah dalam Cabang
133
Task Spesific Risk Assessment Not Performed 6.1
Event-event yang Bermasalah dalam Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA
xviii
147
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 4.1
Pedoman Pengamatan Lapangan
Lampiran 4.2
Pedoman Wawancara
Lampiran 4.3
Daftar Dokumen
Lampiran 4.4
Matriks Hasil Wawancara dan Triangulasi Data
Lampiran 5.1
SOP Run in Hole Reda Unit
Lampiran 5.2
SOP Nipple Up & Test BOP
Lampiran 5.3
SOP Moving Rig
Lampiran 5.4
SOP Pengendalian Hazard
xix
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG Industri pertambangan termasuk migas mampu memberikan lapangan kerja
kepada masyarakat Indonesia dan berkontribusi dalam peningkatan penerimaan negara. Menurut Kepala Biro Hukum dan Humas DESDM-RI (2008), selama tahun 2008 sektor ESDM telah membuka bagi 332.317 lapangan kerja baru untuk sektor migas di tanah air. Lapangan kerja yang dibuka dapat menyerap sejumlah angkatan kerja yang ada di tanah air, sehingga membantu menurunkan jumlah pengangguran di Indonesia. Di tahun yang sama, sektor migas berkontribusi meningkatkan penerimaan negara sebesar Rp 303,067 Triliun atau 31,5% dari seluruh penerimaan negara. Dibalik peranannya yang luar biasa untuk kesejahteraan negara, karakteristik operasi migas berpotensi terhadap terjadinya kecelakaan kerja dan pencemaran terhadap lingkungan (Direktur Jendral Migas, 2006). Risiko pekerjaan operasi migas cukup tinggi, terutama risiko yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja. Banyaknya hazard yang berada di lingkungan kerja migas akan berdistribusi menyebabkan kecelakaan. Hal ini mengarah kepada prinsip bahwa hazard adalah pelopor untuk terjadinya sebuah kecelakaan (Ericson, 2005). Contoh hazard yang sangat dekat dengan industri migas yaitu proses kerja dengan karakter tekanan dan suhu tinggi; keberadaan alat-alat berat yang moving parts; zat-zat kimia yang mudah terbakar bahkan
2
eksplosif; dan tingkat racun yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan (Majalah Migas Indonesia Edisi 1, 2004). Pada tahun 2010 terjadi sembilan kasus tambang fatal pada kegiatan usaha hulu migas di Indonesia (www.migas.esdm.go.id). Delapan diantaranya akan dipaparkan disini. Kecelakaan pertama di tahun 2010, adalah meninggalnya seorang roustabout karena perutnya terpukul oleh drill collar. Kecelakaan terjadi ketika drill collar dikeluarkan dari dalam box penyimpanan dengan bantuan alat angkat (crane). Drill collar terayun mengenai perut roustabout akibat posisi sling yang tidak center dengan drill collar yang diangkat. Kecelakaan berikutnya terjadi pada tanggal 31 Mei 2010. Lima orang terperangkap di dalam sebuah tangki unloading nitrogen, empat diantaranya meninggal dunia. Kecelakaan ini terjadi saat salah seorang dari mereka mengambil barang yang terjatuh ke dalam tangki, dan keempat orang lainnya berusaha menolong orang pertama. Namun, upaya mereka gagal karena kurangnya oksigen yang ada di dalam tangki. Pada pertengahan tahun, tepatnya tanggal 9 Juni 2010, seorang companyman tertimpa surge tank saat mengawasi pekerjaan mud boy yang sedang menimbang berat sampel cement. Surge tank terjatuh karena tidak mempunyai skit dan diganjal dengan kayu eksplet. Ketika kaki tangki bergoyang, kaki surge tank bergeser dan meleset dari ganjalan kemudian amblas. Surge tank yang digunakan dalam pekerjaan ini, sebenarnya didesain untuk anjungan lepas lantai dengan kaki-kaki tangki yang dilas pada sebuah deck dan terbuat dari besi pipa.
3
Sebulan berikutnya, pada tanggal 5 Juli 2010, seorang pekerja perawatan sumur luka berat akibat tertimpa tubing bowl. Lock elevator tidak berfungsi dengan baik, sehingga tubing bowl terlepas dari elevator ketika pekerja melakukan perawatan sumur. Sebulan kemudian, pada tanggal 5 September 2010, rahang seorang mekanik perusahaan jasa pengeboran minyak terpukul cross joint ketika melakukan running test terhadap engine draw work nomor satu. Saat itu, mesin belum siap untuk dioperasikan karena baut pengikat dan tutup pengaman cross joint belum terpasang. Akibatnya mesin bergeser sehingga cross joint antara engine draw work
dan gear box patah dan
terlempar menghantam rahang korban. Pada tanggal 1 Desember 2010, floorman sebuah pemboran sumur darat meninggal akibat kejatuhan DP elevator yang lepas dari travelling lock. Saat itu dilakukan pencabutan pahat 12 ¼ “ dengan DP 5” dari kedalaman 748 meter hingga 667 meter. Saat akan melepas sambungan DP 5”, elevator ikut berputar akibatnya dua buah safety pin putus, sehingga elevator jatuh dari ketinggian 30 meter (satu stand atau tiga joint). Floorman yang berada di lantai bor tertimpa oleh elevator tersebut. Kecelakaan selanjutnya pada tanggal 10 Desember 2010, trailer yang membawa peralatan pengeboran berupa Cementing Pumping Unit masuk ke dalam jurang sedalam 10- 15 meter. Kecelakaan ini terjadi akibat pengemudi trailer tidak mampu menguasai kendaraan pada kondisi jalan yang menurun tajam dan berbelok. Akibat kecelakaan ini, kondisi trailer rusak berat, pengemudi dan kernet meninggal di tempat kejadian.
4
Kecelakaan fatal di tahun 2010 ditutup pada tanggal 24 Desember, seorang pekerja rintis pada kegiatan penyelidikan seismik terjatuh ke sungai saat ia mengambil baju pelampung di atap kapal melalui sisi kiri kapal. Korban terjatuh dan tenggelam ke dalam sungai. Korban ditemukan besok harinya dalam kondisi meninggal dunia. Kasus-kasus kecelakaan fatal di atas menunjukkan betapa tingginya risiko bekerja di kegiatan usaha hulu migas. Kecelakaan pun masih terjadi di tahun 2011, tepatnya pada 9 April, tiga karyawan perusahaan service company ditemukan telah meninggal dunia di dalam tangki penampung cairan milik Vico Indonesia, di ring Vico Mutiara 135 di Kelurahan Muara Jawa Tengah, Kecamatan Muara Jawa, Kabupaten Kutai Kertanegara. Saat itu, ketiga karyawan mempersiapkan pekerjaan coiled tubing unit di sumur lapangan gas Mutiara Kaltim. Salah satu dari ketiga karyawan tersebut mengecek isi tangki penampung cairan, tiba-tiba salah satu alat miliknya terjatuh ke dalam tangki. Pekerja tersebut langsung memasuki tangki dengan tujuan mengambil alat tersebut. Setelah memasuki tangki, ia tidak sadarkan diri. Dua karyawan lainnya berusaha mengevakuasi korban tersebut, akan tetapi mereka juga ikut tidak sadarkan diri. Tidak lama berselang, empat rekan korban lainnya datang untuk mengevakuasi tiga korban dari dalam tangki, dan mereka langsung pingsan karena menghirup gas yang keluar dari tangki. Akibat kejadian ini, tiga karyawan meninggal dunia dan karyawan lainnya mendapatkan pengawasan intensif dokter (www.kaltimpost.co.id). Kasus-kasus kecelakaan di atas menunjukkan bahwa kecelakaan merupakan risiko besar yang dihadapi kegiatan usaha hulu migas. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2011), kerugian yang diderita akibat kecelakaan tidak hanya
5
kerugian materi yang besar, namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa dengan jumlah yang tidak sedikit. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi manapun. Wellwork merupakan salah satu rangkaian kegiatan eksploitasi yang bersifat maintenance (pemeliharaan) pada kegiatan hulu migas. Objek pemeliharaan wellwork adalah sumur
minyak. Segala kegiatan yang berhubungan dengan sumur produksi
dilakukan oleh tim wellwork. Initial Completion merupakan
pekerjaan
awal yang
dilakukan terhadap sumur baru setelah dilakukan operasi pemboran. Kegiatan Initial Completion adalah memasang segala peralatan yang dibutuhkan pada sumur sehingga dapat mulai berproduksi. Sementara untuk sumur yang sudah lama, dilakukan kegiatan perawatan agar sumur tersebut dapat terus berproduksi. Biasanya dilakukan penggantian pompa akibat masalah-masalah formasi (Irwanto, 2011). Contoh-contoh pekerjaan yang dilakukan oleh wellwork seperti swabbing job, sand bailing, perforasi dan lain sebagainya. Swabbing job adalah pekerjaan memindahkan sejumlah fluida dari dalam sumur melalui rangkaian pipa, yang bertujuan untuk menentukan production rate dari sebuah interval atau sumur. Sand bailing adalah kegiatan pengambilan pasir yang menumpuk pada dasar lubang bor dan menutup perforasi sehingga mengganggu proses produksi. Perforasi merupakan kegiatan membuat hubungan antara lubang sumur dengan formasi menggunakan gun (Prabowo, 2008).
6
Untuk menunjang pekerjaan di wellwork, maka digunakanlah berbagai macam peralatan yang dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu surface equipment dan subsurface equipment. Surface equipment adalah segala peralatan yang berada di atas permukaan sumur, seperti rig yang digunakan untuk mencabut dan memasangkan pipa dari dan ke dalam sumur, well head yaitu semua peralatan yang berada di bagian sumur meliputi valve-valve dan perpipaan sampai dengan production line, accumulator yang berfungsi sebagai tenaga pendorong BOP (Blow Out Prevention), pompa sebagai alat yang digunakan untuk memindahkan fluida atau cairan dengan cara meningkatkan tekanan, dan lain sebagainya. Subsurface equipment adalah alat-alat yang terdapat di bawah permukaan sumur, seperti packer yang digunakan untuk mengisolasi suatu kedalaman tertentu dari lubang sumur, tubular product, fishing tool yaitu alat yang dipakai untuk memancing benda-benda yang jatuh ke dalam sumur akibat hal-hal tidak terduga, dan sand pump (pompa pasir) yang berfungsi untuk membersihkan pasir dari dalam lubang sumur pada kedalaman yang sudah ditentukan (Prabowo, 2008). Sebagai salah satu rangkaian kegiatan dari usaha hulu, pekerjaan di wellwork juga memiliki risiko yang tinggi untuk terjadinya kecelakaan, terlebih lagi dengan keberadaan alat-alat berat sebagai penunjang kegiatan. Kecelakaan yang diwaspadai pada
pekerjaan wellwork, seperti terpeleset, tersandung, terjatuh, terjepit, dan
tertumbuk. Terpeleset dapat terjadi karena tempat berpijak yang licin, sehingga tubuh kehilangan keseimbangan. Penyebab terpeleset seperti lantai yang licin atau basah; minyak yang membasahi lantai; benda yang mudah bergerak di atas lantai seperti karpet, kertas, dan kapas; serta pemakaian sepatu yang licin untuk lantai tertentu. Tersandung
7
terjadi ketika kaki tidak sadar menginjak lantai berbeda ketinggian sehingga kehilangan keseimbangan tubuh. Hazard yang menyebabkan tersandung adalah adanya benda yang tidak rata di atas lantai, lantai yang rusak, benda yang bergerak di atas lantai, kurangnya pencahayaan, pandangan terhalangan benda, dan perbedaan ketinggian. Terjatuh dapat terjadi ketika tubuh kehilangan keseimbangan karena terpeleset, terjungkal, atau jatuh dari ketinggian. Terjatuh dapat menyebabkan cedera bahkan kematian. Terjepit dapat mencelakakan anggota tubuh seperti tangan. Salah satu hazard yang dapat menyebabkan tangan terjepit adalah posisi tangan yang berada di daerah engsel pengunci atau daerah titik jepit. Tertumbuk dapat mencelakakan pekerja jika pekerja berada lane of fire, yaitu daerah berbahaya disekitar benda bergerak. Selain risiko kecelakaan di atas, pekerjaan wellwork juga berisiko untuk pencemaran lingkungan, baik tanah, air, maupun udara. Maka dari itu penting untuk melaksanakan pencegahan terhadap tumpahan minyak, penanganan berbagai jenis limbah, serta pengurangan polusi suara (OEMS Wellwork and Completion, 2010). Tingginya risiko di kegiatan wellwork tersebut disebabkan karena ada tujuh hazard besar. Tujuh hazard besar tersebut adalah blow out, cedera tangan, tekanan terkurung, benda terjatuh, hazard electrical, kecelakaan lalu lintas, dan petir. H2S juga harus diwaspadai sebagai hazard yang dapat terhirup pada pekerjaan wellwork (OEMS Wellwork and Completion, 2010). Tanpa pengenalan yang cukup akan sumber-sumber risiko yang ada di wellwork tersebut, serta perlakuan yang tidak tepat bagi setiap sumber risiko maka akan sangat berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja. Kebanyakan kecelakaan kerja yang terjadi adalah kurangnya pemahaman dan pengenalan terhadap
8
sumber-sumber risiko tersebut, sehingga menimbulkan keadaan yang tidak aman, atau adanya tindakan tidak aman yang pada akhirnya akan menjadi pemicu terjadinya kecelakaan kerja. Identifikasi sumber hazard dalam lingkungan kerja akan menjadi bagian yang esensial dalam menyusun langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Salah satu metode untuk mengidentifikasi sumber hazard adalah job safety analysis (JSA)
atau
Analisis
Keselamatan
Kerja.
JSA
berfokus
kepada
hubungan
antara pekerja, tugas, alat, dan lingkungan kerja. Jika di dalam analisis ditemukan hazard yang tidak terkontrol, dapat diambil langkah-langkah untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat resiko yang dapat diterima (OSHA 3071, 2002). Menurut OSHA 3071 (2002), job safety analysis merupakan salah satu komponen dari komitmen sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja. Agar pelaksanaan JSA efektif, maka manajemen perusahaan harus menunjukkan komitmen keselamatan dan kesehatan kerja yang diiringi dengan pengendalian terhadap hazard yang ditemukan. Pengawas dapat melakukan eliminasi dan pencegahan terhadap hazard di tempat kerja, sehingga pekerja menjadi lebih selamat, metode bekerja lebih efektif, biaya kompensasi akibat kecelakaan dapat dikurangi, dan produktifitas pekerja dapat ditingkatkan. Dalam pelaksanaan JSA, karyawan yang akan melaksanakan pekerjaan harus dilibatkan dalam pembuatan JSA. Ini merupakan hal yang penting karena merekalah yang memahami pekerjaan dan akan menghadapi hazard pada tiap langkah pekerjaan.
9
Pengetahuan mengenai manfaat JSA dan tata laksana JSA merupakan pengetahuan yang sangat berharga bagi karyawan. Dengan pengetahuan tersebut, mereka mampu menjalankan prosedur bekerja selamat di perusahaan (Geigle, 2002). Pengawas dan penanggung jawab pekerjaan juga berperan dalam pelaksanaan JSA. Fungsi mereka adalah untuk meninjau kembali JSA yang telah dibuat. Tujuannya agar semua hazard sudah diidentifikasi dengan baik dan tindakan mitigasi yang dipilih sudah sesuai. Dari berbagai gambaran kecelakaan pada kegiatan hulu migas di atas; dan gambaran pekerjaan wellwork, hazard, dan risiko pekerjaannya, maka diperlukan pengkajian sistematis tentang prosedur kerja suatu pekerjaan. Kajian ini berguna untuk mengidentifikasi dan mengontrol hazard selama pekerjaan berlangsung. Salah satu metode pengkajian sistematis ini adalah job safety analysis (JSA). JSA dapat membantu manajemen perusahaan untuk melakukan langkah kerja yang selamat. Setiap organisasi mempunyai penerapan JSA yang bermacam-macam. Pekerjaan wellwork dan initial completion yang ada di lingkungan perusahaan PT. X, juga memiliki karakter hazard dan potensi kecelakaan yang sama dengan pekerjaan
wellwork
di perusahaan migas lainnya. Pekerjaan wellwork dan intial
completion di lokasi kerja PT. X dilakukan oleh pekerja kontraktor yang telah ahli bertugas untuk pemeliharaan sumur minyak. PT. X selaku pemilik sumur minyak, memiliki landasan agar seluruh pekerja, baik pekerja tetap maupun tenaga kontrak dapat bekerja dengan selamat. Landasan tersebut tertuang dalam Fundamental Safe Work Practies (FSWP). JSA merupakan salah satu elemen FSWP. Tujuan pelaksanaan JSA menurut PT. X agar pekerjaan dapat dilakukan dengan handal dan memenuhi standar
10
mutu dengan tetap memperhatikan keselamatan kerja. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk mengamati pelaksanaan JSA untuk pekerjaan wellwork dan initial completion di lokasi perusahaan ini. 1.2
RUMUSAN MASALAH Aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) menjadi hal utama dalam kegiatan
usaha hulu migas, termasuk kegiatan pemeliharaan sumur produksi (wellwork). Berdasarkan data tahun 2010 telah terjadi sembilan kasus fatal pada kegiatan usaha hulu migas. Berdasarkan karakterisktik pekerjaan di wellwork terdapat tujuh hazard utama, yaitu blow out atau semburan liar fluida dari perut bumi, hazard yang dapat mengakibatkan cedera tangan, tekanan terkurung, hazard yang dapat menyebabkan benda jatuh, listrik, keberadaan lalu lintas saat perpindahan rig dari satu lokasi ke lokasi lainnya (move in rig up atau rig down move up), dan petir yang dapat menyambar pekerja maupun alat-alat kerja wellwork. Keberadaan hazard tersebut dapat berkontribusi terhadap kecelakaan. Oleh sebab itu, diperlukan pengkajian sistematis terhadap pekerjaan yang akan dilakukan, keberadaan hazard, dan tindakan mitigasinya. Salah satu pengkajian sistematis ini yang paling sederhana dikenal dengan job safety analysis (JSA). JSA dalam pelaksanaannya membutuhkan pengawasan yang kuat dan terstruktur. Tujuannya agar seluruh hazard dapat teridentifikasi dan dapat diambil tindakan mitigasi yang sesuai. Dalam hal ini, peneliti akan melakukan studi terhadap pelaksanaan JSA dan menggali informasi mengenai masalah pelaksanaan JSA. Masalah tersebut berbentuk ketidaktepatan pelaksanaan JSA dan tidak dilaksanakanya JSA sama sekali di lokasi kerja. Teknik yang
11
digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam pelaksanaan JSA adalah teknik MORT yang terfokus pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA. 1.3
PERTANYAAN PENELITIAN 1. Bagaimana pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011? 2. Apakah terdapat permasalahan dalam pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011? 3. Apakah yang menyebabkan permasalahan dalam pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja PT. X tahun 2011?
1.4
TUJUAN PENELITIAN
1.4.1
Tujuan Umum Mengetahui penyebab masalah dalam pelaksanaan job safety analysis pada
pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja PT. X tahun 2011.
12
1.4.2
Tujuan Khusus 1. Diketahuinya pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011. 2. Diketahuinya langkah-langkah yang sudah tepat dalam pelaksanaan job safety analysis
pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang
dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011. 3. Diketahuinya langkah-langkah yang tidak tepat dalam pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas di lokasi kerja PT. X tahun 2011. 4. Diketahuinya penyebab tidak tepatnya pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja PT. X tahun 2011. 5. Diketahuinya penyebab tidak dilaksanakannya job safety analysis
pada
pekerjaan wellwork dan initial completion yang dilakukan kontraktor migas, berdasarkan teknik Management Oversight and Risk Tree di lokasi kerja PT. X tahun 2011.
13
1.5
MANFAAT PENELITIAN
1.5.1
Bagi Peneliti Penelitian ini memberikan pengalaman berharga, menambah wawasan serta
kemampuan
untuk mengaplikasikan ilmu tentang keselamatan kerja. Terutama
mengenai pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion. 1.5.2
Bagi Institusi Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi tambahan bagi
civitas akademik Prodi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terutama mengenai pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion. 1.5.3 Bagi Perusahaan dan Business Project Hasil dari penelitian ini dapat menjadi informasi dan rekomendasi kepada perusahaan dan mitra kerja sebagai bahan pertimbangan memperbaiki pelaksanaan job safety analysis pada pekerjaan wellwork dan initial completion di lokasi kerja PT. X. 1.6
RUANG LINGKUP PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di lokasi kerja Wellwork and Completion Department
PT. X yang terletak di Kabupaten Minas, Pekanbaru, Riau. Penelitian dilakukan pada bulan Maret- September 2011. Subjek dari kegiatan penelitian ini adalah crew pekerja yang terdiri dari WSM (Well Site Manager), toolpusher, driller, dan pekerja. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Ada tiga
14
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu, pengamatan lapangan, analisis dokumen, dan
wawancara. Penelitian ini merupakan
penelitian
kualitatif
untuk
menggali informasi mengenai pelaksanaan job safety analysis dan penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA untuk pekerjaan wellwork dan initial completion di lokasi kerja PT. X. Penyebab masalah dianalisis menggunakan teknik Management Oversight and Risk Tree (MORT) yang terfokus pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA.
15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
MANAJEMEN RISIKO
2.1.1
Manajemen Risiko dan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Menurut Soehatman Ramli (2010), tujuan upaya keselamatan dan kesehatan
kerja (K3) adalah untuk mencegah kecelakaan yang ditimbulkan karena adanya suatu hazard di lingkungan kerja. Untuk mencapai tujuan ini, maka pengembangan sistem manajemen K3 harus berbasis pengendalian risiko sesuai dengan sifat dan kondisi hazard yang ada. Bahkan dapat dikatakan bahwa K3 tidak diperlukan jika tidak ada sumber hazard yang harus dikelola. Keberadaan hazard dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan atau insiden yang membawa dampak terhadap manusia, peralatan, material, dan lingkungan. Risiko menggambarkan besarnya potensi hazard tersebut untuk dapat menimbulkan insiden atau cedera pada manusia yang ditentukan oleh kemungkinan dan keparahan yang diakibatkannya. Hazard dan risiko harus dikelola dan dihindari melalui manajemen K3 yang baik. Karena itu, manajemen K3 memiliki kaitan yang sangat erat dengan manajemen risiko.
16
Manajemen risiko merupakan elemen sentral dari manajemen K3, karena memberikan arah terhadap penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3. Sebelum mengembangkan program K3, terlebih dahulu harus diketahui risiko dan hazard yang terdapat dalam kegiatan organisasi. Selanjutnya dikembangkan program pengendalian risiko yang tepat melalui pendekatan sebagai berikut.
Manusia (human approach)
Teknis (engineering) seperti sarana, mesin, peralatan, material, atau lingkungan kerja
Sistem dan prosedur, yang berkitan dengan pengoperasian, cara kerja aman, atau sistem manajemen K3.
Proses, misalnya proses kimia atau fisis. Dari keempat aspek tersebut dikembangkan berbagai elemen implementasi yang
lebih rinci sesuai kebutuhan organisasi. Untuk mengendalikan aspek manusia dilakukan upaya pendidikan, pelatihan, kompetensi, peningkatan kesadaran, cara kerja aman, dan perilaku K3. Pengendalian pada aspek sarana dikembangkan sistem rekayasa, inspeksi, kalibrasi, dan kajian K3 agar sarana dapat dioperasikan dengan selamat serta optimal. Pengendalian pada aspek proses dikembangkan identifikasi hazard dalam operasi, pemeliharaan, manajemen perubahan, keamanan operasi, serta sistem tanggap darurat. Dari aspek prosedur dikembangkan sistem dokumentasi, pengelolaan data dan informasi, pengukuran K3, tinjau ulang manajemen, dan lainnya. Semua program tersebut merupakan elemen dasar untuk mengelola risiko dan hazard yang ada dalam organisasi.
17
Dengan demikian terlihat bahwa manajemen risiko K3 merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen K3. 2.1.2
Proses Manajemen Risiko Menurut Australian Standard / New Zealand Standard 4360 : 1999, manajemen
risiko adalah pemeliharaan, proses, dan struktur yang mengacu langsung pada pengetahuan efektif terhadap kesempatan potensial dan efek yang merugikan. Ada beberapa tahapan pengelolaan risiko yang harus dilakukan secara komprehensif, meliputi: 1. Penentuan konteks 2. Identifikasi hazard 3. Analisis risiko 4. Evaluasi risiko 5. Pengendalian risiko 6. Komunikasi 7. Pemantauan dan tinjauan ulang Langkah awal mengembangkan manajemen risiko adalah menentukan konteks yang diperlukan karena manajemen risiko sangat luas dan bermacam-macam, salah satu diantaranya adalah manajemen risiko K3. Untuk manajemen risiko K3, juga diperlukan penentuan konteks yang akan dikembangkan, misalnya menyangkut risiko kesehatan kerja, kebakaran, hygiene, dan lain sebagainya. Dari konteks tersebut masih dapat dikembangkan lebih lanjut misalnya manajemen risiko untuk aktifitas rumah sakit,
18
industri kimia, kilang minyak, dan bidang lainnya. Penentuan konteks ini diselaraskan dengan visi dan misi organisasi serta sasaran yang ingin dicapai. Lebih lanjut ditetapkan kriteria risiko yang sesuai bagi organisasi. Setelah menetapkan konteks manajemen risiko, langkah berikutnya adalah melakukan identifikasi hazard, analisis, dan evaluasi risiko serta menentukan langkah atau straregi pengendaliannya.
Identifikasi Bahaya
Analisa Risiko Penilaian risiko
Evaluasi Risiko
Pengendalian Risiko
Gambar 2.1 Proses Manajemen Risiko
Pemantauan dan Tinjauan Ulang
Komunikasi dan Konsultasi
Menentukan Konteks
19
2.2
IDENTIFIKASI HAZARD
2.2.1
Identifikasi Hazard sebagai Bagian dari Proses Manajemen Risiko Sejalan dengan proses manajemen risiko, OHSAS 18001 mensyaratkan prosedur
identifikasi hazard dan penilaian risiko sebagai berikut: 1. Mencakup seluruh kegiatan organisasi baik kegiatan rutin maupun non rutin. Tujuannya agar semua hazard yang ada dapat diidentifikasi dengan baik, termasuk hazard yang dapat timbul dalam kegiatan non rutin seperti pemeliharaan, proyek pengembangan, dan lainnya. 2. Mencakup seluruh aktivitas individu yang memiliki akses ke tempat kerja. Maka dari itu, identifikasi hazard juga mempertimbangkan keselamatan pihak luar organisasi seperti kontraktor, pemasok, dan tamu. 3. Perilaku manusia, kemampuan, dan faktor manusia lainnya. Faktor manusia harus dipertimbangkan ketika melakukan identifikasi hazard dan penialaian risiko. Manusia dengan perilaku, kemampuan, pengalaman, latar belakang pendidikan, dan sosial memiliki kerentanan terhadap keselamatan. Perilaku yang kurang baik mendorong terjadinya tindakan berbahaya yang dapat mengarah terjadinya insiden. 4. Identifikasi semua hazard yang berasal dari luar tempat kerja karena dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang berada di tempat kerja.
20
5. Hazard yang timbul di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan yang berada di bawah kendali organisasi. Sumber hazard tidak hanya berasal dari internal organisasi tetapi juga bersumber dari sekitar tempat kerja. Sebagai contoh, kemungkinan penjalaran api, gas, suara, dan debu dari aktivitas yang berada di luar lokasi kerja. Faktor eksternal ini harus diidentifikasi dan dievaluasi. 6. Mencakup seluruh infrastruktur, peralatan, dan material di tempat kerja, baik disediakan oleh organisasi atau pihak lain. 7. Perubahan dalam organisasi, kegiatan, atau material. 8. Setiap perubahan atau modifikasi yang dilakukan dalam organisasi. Perubahan sementarapun harus memperhitungkan potensi hazard K3 dan dampaknya terhadap operasi, proses, dan aktivitas. 9. Setiap persyaratan legal yang berlaku berkaitan dengan pengendalian risiko dan implementasi pengendalian yang diperlukan. 10. Rancangan lingkungan kerja, proses, instalasi, mesin, peralatan, prosedur operasi, dan organisasinya. Termasuk juga kemampuan manusia. Syarat-syarat menurut OHSAS 18001 ini bertujuan untuk memastikan bahwa identifikasi hazard dilakukan secara komprehensif dan rinci sehingga semua peluang hazard dapat diidentifikasi. Identifikasi hazard yang dilakukan seadanya tidak mampu menjangkau hazard yang lebih rinci. Untuk membantu upaya identifikasi hazard, dikembangkan berbagai metoda mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.
21
2.2.2
Metode Identifikasi Hazard Organisasi harus menetapkan metode identifikasi hazard yang akan dilakukan
dengan mempertimbangkan beberapa aspek antara lain (Ramli, 2010): a. Lingkup identifikasi hazard yang dilakukan. b. Bentuk identifikasi hazard, misalnya kualitatif atau kuantitatif. c. Waktu pelaksanaan identifikasi hazard, misalnya di awal proyek, pada saat operasi, pemeliharaan, atau modifikasi sesuai dengan siklus atau daur hidup organisasi. Metode identifikasi hazard harus bersifat proaktif atau prediktif sehingga dapat menjangkau seluruh hazard baik yang nyata maupun yang bersifat potensial. Teknik idetifikasi hazard ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas:
1.
Teknik/metode pasif
Teknik/ metode semiproaktif
Teknik/ metode proaktif
Teknik Pasif Teknik ini merupakan teknik yang bersifat primitif, lambat, dan sangat rawan, karena hazard baru dikenali jika sesorang sudah mengalaminya sendiri. Misalnya, seseorang akan mengetahui adanya lobang di jalan setelah tersandung atau terperosok di dalamnya. Metode ini sangat rawan, karena tidak semua hazard menunjukkan eksistensinya.
22
2.
Teknik Semi Proaktif Teknik ini merupakan teknik mengenal hazard dari pengalaman orang lain. Teknik ini kurang efektif karena:
Tidak semua hazard telah diketahui atau pernah menimbulkan kecelakaan.
Tidak semua kejadian dilaporkan atau diinformasikan kepada pihak lain untuk dijadikan pelajaran.
3.
Kecelakaan tetap terjadi, walau menimpa pihak lain.
Teknik Proaktif Metode terbaik untuk mengidentifikasi hazard adalah cara proaktif, atau mencari hazard sebelum hazard tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan. Metode ini memiliki kelebihan, yaitu:
Bersifat preventif karena hazard dikendalikan sebelum menimbulkan kecelakaan atau cedera.
Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement), karena dengan mengenal hazard dapat dilakukan upaya perbaikan.
Meningkatkan “awereness” semua pekerja telah mengetahui dan mengenal hazard di sekitar tempat kerjanya.
Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan.
Terdapat berbagai teknik identifikasi hazard yang bersifat proaktif antara lain:
Data kejadian
Daftar periksa
23
2.3
Brainstorming
What If Analysis
Hazops (Hazard and Operability Study)
Analisis Metode Kegagalan dan Efek (Failure Mode and Effect Analysis)
Task Analysis
Event Tree Analysis
Fault Tree Analysis
Analisis Keselamatan Pekerjaan (Job Safety Analysis)
ANALISIS KESELAMATAN KERJA (JOB SAFETY ANALYSIS) Dalam OSHA 3071 (2001), Job Safety Analysis merupakan pengkajian sistematis
tentang prosedur kerja suatu pekerjaan untuk mengidentifikasi dan mengendalikan hazard sebelum hazard tersebut mengakibatkan kecelakaan. JSA difokuskan kepada hubungan antara pekerja, pekerjaan, alat kerja, dan lingkungan kerja. Melalui kegiatan ini dapat diambil langkah-langkah untuk menghilangkan atau mengurangi tingkat risiko dari hazard yang diterima. Pelaksanaan JSA merupakan salah satu komponen dalam komitmen sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. Agar pelaksanaan JSA efektif, maka manajemen perusahaan harus menunjukkan komitmen keselamatan dan kesehatan kerja yang diiringi dengan pengendalian terhadap hazard yang ditemukan. Jika hal ini tidak dilakukan, maka perusahaan dapat kehilangan kredibilitas dan karyawan akan ragu untuk melaporkan penemuan kondisi tidak aman kepada manajemen.
24
Pelaksanaan JSA harus melibatkan karyawan. Karyawan dikumpulkan kemudian diberitahu tentang kondisi pekerjaan, potensi hazard, serta perilaku tidak selamat yang terdapat di lingkungan kerja perusahaan dan sekitarnya. Karyawan diajak untuk berdiskusi tentang kecelakaan yang mungkin terjadi. Kemudian bangun ide dan gagasan mereka untuk mengeliminasi atau mengendalikan hazard serta perilaku bekerja. Jika hazard dapat segera dihilangkan maupun dikurangi, lakukan segera perbaikan dan tidak perlu menunggu JSA selesai dilakukan. Keterlibatan karyawan sangat penting, karena mereka paling paham atas pekerjaan yang mereka lakukan. Karyawan senantiasa dilibatkan dalam setiap tahapan analisis mulai dari mengkaji ulang langkah-langkah pekerjaan, identifikasi hazard, sampai rekomendasi penyelesaian atau solusi. Pengetahuan JSA ini sangat berharga bagi karyawan, karena dapat meminimasi kelalaian, meningkatkan kualitas menganalisis hazard, dan mampu memberi solusi dalam pelaksanaan program K3 perusahaan. Jika karyawan tidak dilibatkan dalam pelaksanaan JSA, mereka tidak akan memiliki rasa “memiliki” terhadap prosedur pekerjaan selamat. Pada akhirnya pekerja tidak menggunakan prosedur kerja yang aman dalam pelaksanaan tugas mereka. Hazard yang ditemukan melalui JSA berguna untuk: a. Mengeliminasi atau mengurangi hazard pekerjaan. b. Mengurangi cedera dan penyakit akibat kerja. c. Pekerja dapat melaksanakan pekerjaan dengan selamat. d. Metode kerja menjadi lebih efektif. e. Mengurangi biaya kompensasi pekerja. f. Meningkatkan produktifitas pekerja.
25
2.3.1
Pelaksanaan Job Safety Analysis
Menurut OSHAcedemy Course 706 Study Guide (2002), terdapat empat langkah melaksanakan Job Safety Analysis : 1.
Memilih (menyeleksi) pekerjaan yang akan dianalisis. JSA dapat menganalisis semua pekerjaan yang ada di tempat kerja, namun harus diprioritaskan berdasarkan (Rausand, 2005): a. Pekerjaan yang memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi. b. Pekerjaan yang memiliki tingkat keparahan kecelakaan yang tinggi, berdasarkan banyaknya hilang hari kerja atau kebutuhan medis. c. Pekerjaan yang memiliki potensi menyebabkan luka berat d. Pekerjaan yang dapat menyebabkan kecelakaan atau luka berat, akibat kesalahan manusia yang sederhana. e. Pekerjaan baru, pekerjaan tidak rutin, atau pekerjaan yang mengalami perubahaan prosedur.
2.
Membagi pekerjaan dalam langkah-langkah pekerjaan Menurut Geigle (2002), sebelum membagi pekerjaan dalam berbagai langkah, terlebih dahulu dilakukan deskripsi terhadap pekerjaan yang akan dianalisis. Setiap pekerjaan dapat dibagi dalam beberapa langkah. Siapa yang bekerja, berapa jumlah pekerja, dan apa yang dilakukan pekerja menjadi dasar deskripsi masing-masing langkah. Setiap langkah menunjukkan satu tindakan yang dilakukan. Pastikan cukup informasi untuk menggambarkan langkah-langkah pekerjaan. Hindari membuat rincian terlalu panjang dan luas. Tidak perlu menuliskan langkah-langkah dasar.
26
Informasi dari pekerja lain yang pernah melakukan pekerjaan tersebut sangat berguna sebagai masukan dalam membagi tahapan pekerjaan. Peninjau ulang langkah-langkah kerja dilakukan bersama karyawan lain yang melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini untuk memastikan tidak ada langkah yang hilang. Gambar foto dan video dapat membantu pelaksanaan kegiatan ini. Deskripsi pekerjaan berfungsi untuk membangun analisis hazard yang ada pekerjaan tersebut. Hasil analisis di laporkan melalui lembar kerja (worksheet). Format lembar kerja JSA umumnya terdiri dari tiga kolom, yaitu langkahlangkah pekerjaan, keberadaan hazard,
dan tindakan
pencegahan atau
rekomendasi prosedur kerja selamat. Contoh lembar kerja JSA dapat dilihat di gambar 2.2.
Deskripsi Pekerjaan: (Job Description): Langkah Dasar Pekerjaan
(Basic Job Step)
Hazard- Memungkinkan Terjadinya Cedera
Tindakan Pencegahan
(Hazard- Possible Injuries)
(Preventive Measures)
1 2 Prosedur Kerja Selamat (Safe Job Prosedur)
Gambar 2.2 Contoh lembar kerja Job Safety Analysis
27
3.
Melakukan identifikasi hazard dan kecelakaan yang potensial Setelah meninjau ulang langkah-langkah pekerjaan, selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap kondisi yang berbahaya dan perilaku tidak selamat. Material Safety Data Sheets (MSDSs), pengalaman para pekerja, laporan kecelakaan, laporan pertolongan pertama (first aid statistical records), dan Behavior Base Safety (BBS) dapat membantu penyelidikan hazard dan perilaku tidak selamat yang ada pada masing-masing langkah pekerjaan. Selain itu datadata tersebut, identifikasi hazard dapat ditelusuri melalui beberapa pertanyaan seperti (Rausand, 2005): a. Apakah
kebakaran
atau
ledakan
dapat
terjadi
jika
pekerjaan
dilaksanakan? b. Apakan ada benda (rantai, sling, kait, dan sebagainya) yang dapat menghantam pekerja? c. Apakah pekerja dapat terkena aliran listrik, logam panas, acid, air panas, dan sebagainya? d. Apakah pekerja dapat terhimpit di antara/ di dalam/ pada benda? e. Apakah pekerja dapat terekspos oleh hazard kesehatan, seperti radiasi, asap beracun, bahan kimia, gas panas, kekurangan oksigen, dan lain sebagainya? f. Jika terjadi kesalahan mengoperasikan peralatan, apakah peralatan tersebut akan rusak? g. Kaji ulang setiap langkah, sehingga semua hazard teridentifikasi.
28
4.
Mengembangkan prosedur kerja yang aman OSHAcademic Course 706 Study (2002) menjelaskan bahwa setelah mengidentifikasi
hazard
masing-masing
langkah
pekerjaan,
selanjutnya
ditentukan metode pengedalian hazard untuk mengeliminasi atau mereduksi hazard. Ada beberapa metode untuk mengendalikan hazard. Masing-masing metode memiliki keefektifan yang berbeda-beda. Dapat dilakukan kombinasi dari beberapa metode, sehingga perlindungan terhadap karyawan menjadi lebih baik. Untuk menentukan metode pengendalian hazard, maka dipergunakanlah hirarki pengendalian hazard, yaitu:
Menghilangkan hazard (elimination)
Mengganti hazard (subsitusi)
Pengendalian secara teknik (engineering controls)
Pengendalian secara administratif (administratif controls)
Alat pelindung diri (personal protective equipment)
a. Elimination Eliminasi adalah langkah ideal yang dilakukan untuk menghilangkan hazard pada langkah pekerjaan, dan sangat mengurangi kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan. Metode ini sulit dilakukan dan akan menghabiskan banyak biaya, karena proses pekerjaan sudah berlangsung. Jika proses pekerjaan masih dalam tahap perencanaan maka metode ini dapat dilakukan dengan mudah
29
dengan biaya yang murah. Contoh metode eliminasi adalah menghilangkan sumber kebisingan, tekanan, dan sebagainya. b. Substitation Prinsip dari metode subsitusi ini adalah mengendalikan sumber hazard dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah atau tidak ada. Misalnya, dengan mengganti zat kimia beracun dengan zat kimia yang sedikit mengandung racun atau tidak beracun sama sekali. c. Engineering Controls Metode ini dilakukan dengan mengubah desain tempat kerja, peralatan, atau proses kerja untuk mengurangi hazard. Metode ini membutuhkan pemikiran yang lebih mendalam untuk membuat lokasi kerja yang lebih aman, mengatur ulang lokasi kerja, memodifikasi peralatan, melakukan kombinasi kegiatan, perubahan prosedur, dan mengurangi frekuensi
dalam melakukan kegiatan
berbahaya. d. Administrative Control Contoh pengendalian hazard menggunakan metode ini adalah: 1) Membuat kebijakan kerja yang baru atau membuat standar operasional prosedur yang dapat mengurangi frekuensi atau paparan hazard. 2) Memperbaiki jadwal kerja karyawan, sehingga dapat mengurangi paparan hazard yang diterima. 3) Memonitoring penggunaan bahan beracun dan berbahaya. 4) Penggunaan alarm dan warning signs
30
5) Buddy systems 6) Pelatihan Pengendalian secara administrative control ini, umumnya masih membutuhkan metode pengendalian yang lain. e. Alat Pelindung Diri Alat pelindung diri (APD) adalah pilihan terakhir yang dapat dilakukan untuk mencegah paparan hazard pada pekerja. APD dipergunakan ketika engineering control tidak dapat dilakukan atau tidak menghilangkan hazard sama sekali. Jika praktik kerja selamat (safe work practices) tidak memberikan perlindungan karyawan, maka APD dapat memberikan perlindungan tambahan. Umum APD digunakan bersamaan dengan penggunaan alat pengendali lainnya. Dengan demikian perlindungan keamanan dan kesehatan personel akan lebih efektif. 2.4
TEORI-TEORI PENYEBAB KECELAKAAN Keselamatan kerja merupakan pengawasan terhadap kerugian akibat kecelakaan.
Accident Model merupakan penerapan metodologi ilmiah untuk studi kecelakaan (accident), kejadian (incident), dan kehilangan (loss). Tujuan model ini adalah (Satrya 1999, dalam Razi, 2001) : 1. Memungkinkan sistem klasifikasi yang logis, objektif, dan diterima secara universal.
31
2. Mendukung identifikasi hazard. 3. Mendukung investigasi accident dan pencegahannya. International Loss Control Institute (1991) menyebutkan bahwa ada beberapa model penyebab kecelakaan, diantaranya The Heinrich Model (1931). Model ini seperti efek batu domino yang tersusun (seperti gambar 2.3). Bila salah satu yang terjatuh maka akan menimbulkan hasil akhir berupa kecelakaan. Kecelakaan (accident) menurut model ini dipengaruhi secara bertahap dengan adanya kejadian (insiden), penyebab langsung sebagai tindakan tidak aman dan/atau kondisi fisik atau mekanis yang tidak aman, kegagalan orang yang bersangkutan (fault of person) sebagai penyebab dasar, dan lemahnya pengawasan (lingkungan sosial dan sifat bawaan sesorang). Namun penyebab utama kecelakaan adalah unsafe condition (keadaan tidak aman) dan unsafe act
accident
incident
Immediate cause
Basic cause
Lack of control
(tindakan tidak aman).
Gambar 2.3. Accident Model Heinrich
Dalam Razi (2001), dijelaskan tentang teori kesalahan manajemen yang memperkenalkan gagasan bahwa unsafe acts adalah padanan dari kesalahan individu, dan unsafe condition tidak lain adalah hasil dari beberapa kesalahan. Tetapi kemudian, ide ini juga mengemukakan bahwa unsafe acts dan unsafe conditions bukanlah pemicu insiden. Penyebab insiden adalah semua faktor lingkungan yang memungkinkan
32
timbulnya unsafe acts dan unsafe conditions. Faktor-faktor lingkungan yang negatif merupakan akibat dari management omission or commission, sehingga munculah ide tentang management fault error. Dengan demikian kesalahan individu menjadi tanggung jawab manajemen. Manajemen dianggap sebagai pihak yang menciptakan lingkungan tempat orang-orang bekerja. Model lainnya dikembangkan oleh International Loss Control Institute (ILCI). Model ini dapat dilukiskan pada gambar 2.4. Kurang Pengawasan
Sebab Dasar
Sebab Langsung
Kontak
Kerugian
Kekurangan: Pengawasan -Program -Standar -Pemenuhan standar
-Faktor Personal
-Tindakan di bawah sadar
Kontak dengan energi atau bahan
-Faktor Pekerjaan
-Kondisi di bawah sadar
-manusia -peralatan/ harta benda -proses
Gambar 2.4 Model Penyebab Kecelakaan ILCI
Kerugian merupakan hasil akhir dari setiap kecelakaan yang menimbulkan cedera pada manusia, kerusakan pada peralatan/ harta benda, dan terganggunya fungsi produksi. Kontak merupakan tahapan sebelum terjadinya kecelakaan. Kontak dengan energi ataupun bahan lain sebagai penyebab pekerja cedera, rusaknya alat maupun terputusnya proses produksi. Kontak dengan energi atau bahan lain sesuai dengan ANSI Z16.2-1962 Rev. 1969 antara lain: menabrak benda, tertabrak oleh benda, jatuh ke level yang lebih rendah, jatuh pada level yang sana, terpotong, terobek, terjepit, kontak dengan (listrik, panas, dingin, radiasi, kausatik, racun, kebisingan), dan kelebihan beban.
33
Sebab langsung pada suatu kecelakaan adalah perilaku pekerja maupun keadaan sekitar tempat kejadian tepat sebelum terjadinya kontak. Umumnya sebab langsung ini dapat terlihat dan dirasakan. Seringkali sebab langsung disebut juga sebagai perilaku tidak aman (unsafe acts) dan kondisi tidak aman (unsafe conditions). Tindakan atau prakek di bawah standar (unsafe acts) terdiri dari: pengoperasian alat tanpa otoritas, mengabaikan peringatan, mengabaikan keamanan, kesalahan pengaturan kecepatan saat mengoperasikan peralatan, melepas peralatan keselamatan, menggunakan peralatan yang rusak, menggunakan peralatan tidak sebagaimana mestinya, penggunaan alat pelindung diri yang salah, cara pemuatan yang salah, posisi kerja yang salah, memperbaiki peralatan ketika mesin sedang beroperasi, bercanda saat bekerja, bekerja di bawah pengaruh alkohol dan/atau obat-obatan. Kondisi di bawah standar ( unsafe conditions) terdiri dari: tidak tersedianya pelindung peralatan, kurangnya peralatan proteksi, tidak tersedianya tanda peringatan, adanya kerusakan perkakas, kerusakan material, kerusakan perlatan, lokasi kerja di daerah hazard kebakaran, housekeeping yang buruk, tempat kerja yang bising, tempat kerja yang terradiasi, tempat kerja terlalu panas maupun terlalu dingin, dan tempat kerja kurang ventilasi. Sebab dasar adalah penyebab sebenarnya yang menimbulkan „gejala‟ sebagaimana disebutkan pada „sebab langsung‟ di atas. Sebab dasar terbagi dua, yaitu faktor personal dan faktor pekerjaan. Faktor personal seperti kurang kapabilitas (segi fisik dan segi mental), kurang pengetahuan, kurang pengetahuan, stress (fisik ataupun mental), dan kurang motivasi dalam menjalankan pekerjaan. Fakor pekerjaan seperti kurangnya pengawasan dan/ atau kepemimpinan, aspek engineering (rekayasa) yang
34
tidak memadai, kurang perawatan, peralatan yang tidak memadai, standar kerja yang tidak memadai, dan salah guna/ pakai (misuse/abuse). Kurang pengawasan merupakan kunci terjadinya faktor-faktor pada sebab dasar. Hal ini terjadi karena program yang tidak memadai, program standar yang tidak memadai, dan standar yang tidak memadai. Konsep tingkah laku memperlihatkan teori faktor manusia (human error theory) sebagai penyebab kecelakaan sangat menonjol. Misalnya ketika pesawat udara modern menuntut pilot untuk memiliki kemampuan lebih dalam membaca alat sensor, mengartikannya, dan segera mengambil putusan dengan tepat. Kalau ia gagal memenuhi syarat-syarat ini maka ia dianggap membuat kesalahan. Manusia dengan segala tindak tanduknya merupakan hal yang sangat kompleks. Untuk itu kita harus mengetahui bahwa kinerja yang dihasilkan dapat bervariasi, tetapi ini tidak penting selama masih dalam limit. Jika batas-batas ini terlampaui, kita bisa berbicara tentang definisi seperti produk cacat, kegagalan, kecelakaan atau kesalahan. Dengan demikian, human error adalah tindakan yang telah melampaui batas yang dapat diterima, jadi ia merupakan tindakan di luar toleransi. Setiap orang, sekalipun ia telah terlatih dengan baik, bermotivasi tinggi, dan sangat kompeten, ia tetap dapat gagal. Kegagalan ini berkaitan dengan lingkungan individu atau sesuatu yang ia perbuat sendiri. Teori tentang stress dan human factors engineering mungkin metoda terbaik untuk mengurangi human error tersebut. Techniques for Human Probability (THERP) merupakan teknik untuk memprediksi potensi kesalahan manusia dalam suatu kegiatan. Secara kuantitatif teknik ini mengevaluasi kontribusi komponen kesalahan manusia, misalnya pada kasus
35
penurunan mutu produk. Teknik ini menggunakan tingkah laku sebagai unit dasar evaluasi, dengan mengandalkan pada konsep basic error rate yang relatif konsisten yang dinyatakan dengan angka probabilitas kegagalan elemen dalam berbagai situasi berbeda. Metode THERP meliputi pemilihan jenis kegagalan sistem, menaksir besarnya kemungkinan kesalahan serta menghitung probabilitas kesalahan manusia yang dapat menimbulkan kegagalan sistem tersebut. Konsep human error lebih diperluas maknanya sehingga mencakup kegagalan dan misjudgement yang dilakukan oleh manajemen dan kesalahan administratif juga termasuk error yang merupakan sebab dasar suatu insiden. Kesalahan operasional timbul akibat putusan manajemen, termasuk bila manajemen gagal bertindak atau mengambil keputusan. Ini merupakan gejala kegagalan manajemen. Karena pernyataan ini terasa ‟keras‟ kemudian Johnston mengganti istilah management error dengan management oversight untuk memperlunak. Kesimpulan penting dari konsep kesalahan operasional adalah bahwa pencegahan dan pengurangan kegiatan dibatasi oleh tingkat kinerja normal dari organisasi. Untuk meningkatkan kinerja keselamatan perlu peningkatan organisasi. Management Oversight and Risk Tree (MORT) merupakan teknik yang menekankan pada faktor management oversight yang menjadi penyebab terjadinya insiden. Penggunaan teknik ini terbatas terutama untuk memeriksa kasus kecelakaan besar atau untuk mengevaluasi kualitas program keselamatan yang telah dimantapkan, sehingga dipergunakan oleh industri yang memiliki sistem keselamatan yang sudah baik. Melihat susunannya, MORT merupakan suatu logic tree dalam bentuk chart. Logic tree ini dalam teknik ini menggunakan aturan-aturan fault tree analysis (FTA), akan tetapi
36
teknik ini memiliki simbol-simbol yang lebih baru. Logic tree dalam teknik MORT menggambarkan serangkaian pertanyaan yang saling terkait, sehingga jawabannya dapat dipakai untuk mengidentifikasi pengembangan prosedur, adanya pemeliharaan peralatan yang tidak memadai, atau tidak dilakukannya penilaian risiko, dan lain-lain. Logic tree ini didesain untuk memeriksa tiga hal pokok secara rinci, yaitu specific oversight and omission, tanggung jawab terhadap risiko, dan kelemahan manajemen yang bersifat umum dengan lebih menitikberatkan penilaian pada sistem pengawasan manajemen. Konsep Pertukaran Energi menyatakan bahwa kecelakaan dapat timbul karena adanya energy release yang tidak disengaja atau terduga. Energi itu dapat berwujud dalam energi listrik, kimia, kinetis, panas, radiasi, mekanis, nuklir, dan sebagainya. Dalam konsep ini, kecelakaan adalah akibat dari energi tidak terkendali, dengan lebih menekankan pada letak dan kekuatan orang atau bangunan. Konsep ini menitikberatkan pada kekuatan fisik yang terjadi sebelumnya, pada saat atau setelah energi lolos, sampai sistem menemukan tingkat keseimbangan baru yang stabil. Teori pertukaran energi cenderung terpusat pada kondisi fisik saat terjadi pertukaran energi dan bukan pada keterlibatan manusia. Dengan demikian pencegahan dan pengurangan insiden merupakan masalah pengawasan secara fisik dari pada faktor manusia. Inti dari pendekatan pertukaran energi bukan untuk mencegah kecelakaan, tetapi untuk mengurangi kerugian yang terjadi bila timbul kecelakaan.
37
2.5
KELALAIAN MANAJEMEN DAN POHON RISIKO (MANAGEMENT OVERSIGHT AND RISK TREE)
2.5.1
Definisi Management Oversight and Risk Tree (MORT) The Noordwijk Risk Inititive Foundation (2009) menjelaskan bahwa metode
Management Oversight and Risk Tree (MORT) adalah prosedur untuk menganalisis serta menyelidiki penyebab dan faktor yang berkontribusi atas kejadian kecelakaan dan insiden. Menurut Ericson (2005) dalam buku Hazard Analysis Technique for System Safety dan Kjellen (1998) dalam Encyclopedia of Occupational Health and Safety Edisi 2, MORT sering digunakan sebagai alat untuk menyelidiki kecelakaan dan mengevaluasi program keselamatan yang ada. Metode MORT mencerminkan ide-ide utama yang dijalanlan oleh pemerintahan Amerika Serikat selama 34 tahun yang bertujuan untuk memastikan tingkat keamanan dan jaminan kualitas dalam industri energi. Program MORT dimulai pada February 1973 dan didokumentasikan oleh W.G Jhonson. Metode MORT adalah sebuah pernyataan logika dari sebuah fungsi yang dibutuhkan oleh sebuah organisasi untuk mengatur risiko secara efektif. MORT dapat diaplikasikan di berbagai industri yang berbeda. Filosofi MORT menyatakan bahwa cara yang paling efektif mengatur keselamatan adalah menyatukannya ke dalam manajemen bisnis dan pengendalian operasi. Dilihat dari susunannya, MORT merupakan logic tree. Struktur MORT menyerupai sebuah pohon dan berasal dari fault tree (pohon kegagalan). Jika ditelusuri dari struktur pohon MORT, kerugian akibat kecelakaan dan insiden timbul dari dua sumber yang berbeda. Sumber pertama berasal dari risiko yang sudah diidentifikasi lalu
38
risiko tersebut diterima dengan pengelolaan yang benar (assumed risk) dan sumber kedua berasal dari risiko yang belum dikelola dengan benar. Sumber kedua ini
Gambar 2.5 Cabang Utama Pohon MORT
dimasukkan sebagai kelalaian (oversight and omission).
39
Pada cabang lapis kedua pohon MORT, terdapat dua faktor yang dapat menyebabkan oversight and omission. Faktor pertama mengenai pengendalian terhadap risiko kecelakaan khusus (specific control factors), sementara faktor kedua mengenai aktivitas pengelolaan risiko kecelakaan (management system factor). Analisis akar masalah dalam teknik MORT digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan kedua faktor ini (less than adequate/ LTA). Kelemahan yang teridentifikasi segera diperbaiki sehingga dapat mencegah kecelakaan dan kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Dari struktur pohon MORT, maka akan ditelusuri tiga hal pokok yang menjadi penyebab kecelakaan dan insiden, yaitu specific control factors, management system factor, dan assumed risk. Masing-masing cabang utama ini, memiliki anak cabang dan rantingranting yang perlu diselidiki.
2.5.2
Tidak Dilaksanakannya Penilaian Risiko Menurut MORT (Task Spesific Risk Assessment Not Performed) Analisis MORT dapat diaplikasikan pada berbagai jenis sistem dan peralatan,
dengan cakupan pada sistem, subsistem, prosedur, lingkungan, dan kesalahan manusia (human error). Banyak hal dapat ditelusuri dalam pohon MORT, salah satunya untuk mengetahui penyebab tidak dilaksanakannya penilaian risiko. Hal ini dibahas pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed. Event ini merupakan event kesebelas pada lapis tiga Supervision and Staff Performance LTA dengan kode c11.
40
Event Task
Spesific Risk Assessment Not Performed
membahas tentang
penilaian risiko. Permasalahan dapat timbul jika penilaian risiko tidak dilakukan pada pekerjaan yang memiliki risiko tinggi. Pre-job analysis adalah salah satu contoh penentuan hazard dan penilaian risiko pada setiap langkah pekerjaan. A.
Potensi Kecelakaan Tinggi yang Tidak Teridentifikasi ( High Potential was Not Identified) Event ini merupakan event kedelapan pada lapis keempat Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode d8. Yang akan dibahas dalam event ini adalah tidak teridentifikasinya hazard pada pekerjaan yang memiliki potensi kecelakaan besar. 1.
Tidak Diwajibkannya Analisis Pekerjaan (Task Analysis Not Required) Event ini merupakan event pertama pada lapis kelima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e1. Event ini akan membahas apakah perusahaan mewajibkan pelaksanaan pre-job analysis pada setiap pekerjaan. 2.
Analisis Pekerjaan (Task Analysis LTA) Event ini merupakan event kedua pada lapis kelima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e2. Jika perusahaan mewajibkan pre-job analysis, maka event ini akan membahas ketepatan pre-job analysis ditinjau dari pengidentifikasian hazard pada tiap langkah pekerjaan.
41
3.
Tidak Dibuatnya Analisis Pekerjaan (Task Analysis Not Made) Event ini merupakan event ketiga pada lapis kelima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e3. Jika perusahaan mewajibkan pre-job analysis, maka event ini akan membahas kegagalan pre-job analysis pada sebuah pekerjaan. Terdapat empat event pada lapis bawah event Task Analysis Not Made yang harus dipertimbangkan sebagai penyebab kegagalan pre-job analysis, yaitu: a. Keahlian (Authority LTA) Event ini merupakan event pertama pada lapis keenam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f1. Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan oleh ketidakahlian analis menganalisis sebuah pekerjaan. b. Anggaran (Budget LTA) Event ini merupakan event kedua pada lapis keenam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f2. Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan kurangnya dana yang dianggarkan untuk pelaksanaan pre-job analysis. c. Waktu (Time LTA) Event ini merupakan event ketiga pada lapis keenam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f3. Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan permasalahan waktu yang untuk melaksanakan pre-job analysis.
42
Gambar 2.6 Cabang Task Specific Risk Assessment Not Performed
d. Keputusan Pengawas (Supervisor Judgement LTA) Event ini merupakan event keempat pada lapis keenam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f4. Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan oleh ketidatepatan supervisor mengambil keputusan dalam pelaksanaan pre-job analysis.
43
B.
Potensi Kecelakaan Rendah (Low Potential) Event ini merupakan event kesembilan pada lapis keempat Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e9. Pembahasan dalam event ini mengenai identifikasi hazard pada pekerjaan yang memiliki potensi kecelakaan yang rendah. 2.5.3
Penilaian Risiko Pekerjaan Menurut MORT (Task Spesific Risk Asessment LTA) Event ini merupakan event keduabelas pada lapis tiga Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode c12. Pada event ini akan dibahas tentang ketepatan penilaian risiko dan penentuan tingkat risiko suatu pekerjaan. A.
Analisis Risiko Pekerjaan (Task Spesifik Risk Analysis LTA) Event ini merupakan event kesepuluh pada lapis empat Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode d10. Pada event ini akan dibahas tentang kualitas analisis risiko yang sudah dilakukan. Ada dua event yang harus dipertimbangkan untuk mengetahui kualitas penilaian risiko, yaitu: 1.
Pengetahuan (Knowledge LTA) Event ini merupakan event keempat pada lapis lima Supervision and Staff Performance LTA dengan kode e4. Pada event ini akan dibahas tentang pengetahuan-pengetahuan
yang dibutuhkan untuk menilai risiko pekerjaan.
Terdapat dua event yang mempengaruhi pengetahuan yaitu masukan dari para pekerja dan sistem teknik informasi.
44
a. Masukan dari Para Pekerja (Use of Worker’s Suggestions and Inputs) Event ini merupakan event kelima pada lapis enam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f5. Pada event ini akan dibahas tentang pengetahuan didapat dari
masukan para pekerja. Masukan ini dapat
dijadikan informasi untuk penilaian risiko. b. Sistem Teknik Informasi (Technical Information System LTA) Event ini merupakan event keenam pada lapis enam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f6. Pada event ini akan dibahas mengenai teknik informasi yang dapat mendukung pelaksanaan penilaian risiko. 2.
Pelaksanaan (Execution LTA) Event ini merupakan event kelima pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e5. Pada event ini akan dibahas tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas analisis risiko. Hal-hal tersbut adalah: a. Waktu (Time LTA) Event ini merupakan event ketujuh pada lapis enam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f7. Pada event ini akan dibahas tentang waktu pelaksanaan analisis risiko. b. Anggaran (Budgets LTA) Event ini merupakan event kedelapan pada lapis enam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f8. Pada event ini akan dibahas tentang dana yang dianggarkan untuk melaksanakan analisis risiko.
Gambar 2.7 Cabang Task Spesific Risk Assessment LTA
45
46
c. Ruang Lingkup (Scope LTA) Event ini merupakan event kesembilan pada lapis enam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f9. Pada event ini akan dibahas tentang ruang lingkup analisis risiko. d. Kemampuan Menganalisis (Analytical Skill LTA) Event ini merupakan event kesepuluh pada lapis enam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f10. Pada event ini akan dibahas tentang pengalaman dan kemampuan pengawas dan para pekerja yang terlibat dalam penilaian risiko. e. Pemilihan Hazard (Hazard Selection LTA) Event ini merupakan event kesebelas pada lapis enam Supervision and Staff Performance LTA dengan kode f11. Event ini akan mempertimbangkan apakah ada hazard yang tidak dicantumkan dalam menilai risiko, sehingga dapat memicu terjadinya masalah. 1) Identifikasi Hazard (Hazard Identification LTA) Event ini merupakan event pertama pada lapis tujuh Supervision and Staff Performance LTA dengan kode g1. Pada event ini akan dibahas mengenai kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi hazard. 2) Prioritas Hazard (Hazard Prioritasion LTA) Event ini merupakan event pertama pada lapis tujuh Supervision and Staff Performance LTA dengan kode g1. Pada event ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan untuk memprioritaskan hazard.
47
B.
Rekomendasi Tindakan Pengendalian (Recommended Control LTA) Event ini merupakan event kesebelas pada lapis empat Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode d11. Pada event ini akan dibahas tentang ketepatan pengendalian hazard yang direkomendasikan. 1.
Kejelasan (Clarity LTA) Event ini merupakan event keenam pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e6. Pada event ini akan dibahas tentang kemudahan untuk memahami dan melakukan pengendalian hazard yang direkomendasikan. 2.
Kesesuaian (Compability LTA) Event ini merupakan event ketujuh pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e7. Pada event ini akan dibahas tentang kesesuaian pengendalian hazard yang direkomendasikan dengan peralatan pengendalian yang ada di tempat kerja. 3.
Uji Coba Pengendalian (Testing of Control LTA) Event ini merupakan event kedelapan pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e8. Pada event ini akan dibahas tentang uji coba pengendalian hazard. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keefektifannya di tempat kerja. 4.
Arahan (Directive LTA) Event ini merupakan event kesembilan pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e9. Pada event ini akan dibahas tentang arahan untuk melaksanakan pengendalian hazard.
48
5.
Ketersediaan (Avaibility LTA) Event ini merupakan event kesepuluh pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e10. Pada event ini akan dibahas mengenai pengendalian hazard yang tersedia di tempat kerja dan dapat digunakan oleh pekerja. 6.
Penyesuaian (Adaptibility LTA) Event ini merupakan event kesebelas pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e11. Pada event ini akan dibahas apakah pengendalian hazard yang direkomendasikan dapat digunakan pada situasi yang berbeda-beda. 7.
Perintah yang Tidak Dilaksanakan (Use Not Mandatory) Event ini merupakan event kesebelas pada lapis lima Supervision and Staff
Performance LTA dengan kode e11. Pada event ini akan dibahas mengenai kewajiban untuk melaksanakan pengendalian hazard yang telah direkomendasikan perusahaan kepada para pekerja.
49
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1
KERANGKA BERPIKIR Keberadaan tujuh hazard besar pada pekerjaan wellwork dan initial completion
dapat berkontribusi terhadap kejadian kecelakaan. Dibutuhkan pengenalan akan sumbersumber hazard serta perlakuan yang tepat untuk setiap sumber, sehingga dapat mencegah timbulnya kecelakaan. Salah satu bentuk mengkaji keberadaan hazard dan menentukan tindakan mitigasinya dikenal dengan job safety analysis (JSA). Pelaksanaan JSA yang baik mampu mengidentifikasi keberadaan hazard secara keseluruhan dan mampu menetapkan tindakan mitigasi yang sesuai. Berangkat dari hal inilah, peneliti akan meninjau pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Jika ditemukan permasalahan dalam pelaksanaan JSA, maka peneliti akan mengidentifikasi letak permasalahan dan menggali lebih dalam hal
yang menyebabkannya.
Permasalahan
ini
dapat
berbentuk
ketidaktepatan pelaksanaan JSA dan tidak dilaksanakannya JSA sama sekali di lokasi kerja. Teknik yang digunakan untuk menganalisis penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA adalah teknik MORT. Teknik ini dipilih karena salah satu fungsinya untuk mengevaluasi kualitas program keselamatan perusahaan industri dan penekanan pada faktor management oversight.
50
Analisis Masalah Menggunakan Teknik MORT
JSA Pelaksanaan JSA
Identifikasi Masalah Saat Pelaksanaan JSA
Tidak Dilaksanakannya JSA dan Tidak tepatya Pelaksanaan JSA
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
3.2 DEFINISI ISTILAH 3.2.1
Pelaksanaan JSA Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), pelaksanaan adalah proses,
cara, perbuatan melaksanakan rancangan, keputusan, dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pelaksanaan adalah perbuatan melaksanakan identifikasi hazard dan tindakan mitigasinya di lokasi kerja WW&C dalam bentuk JSA. Ada empat langkah melaksanakan JSA yaitu: 1. Memilih pekerjaan yang akan dianalisis 2. Membagi pekerjaan dalam langkah-langkah pekerjaan. 3. Melakukan identifikasi terhadap hazard dan potensi kecelakaan. 4. Mengembangkan prosedur kerja yang selamat. Peneliti akan meninjau empat langkah pelaksanaan JSA di atas. Teknik yang digunakan pada tahap ini adalah pengamatan lapangan dan analisis formulir JSA. 3.2.2
Identifikasi Permasalahan dalam Pelaksanaan JSA
51
Identifikasi permasalahan dalam penelitian ini adalah upaya sistematis untuk mengetahui masalah saat pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C. Pada tahap ini, hasil pengamatan lapangan dan analisis dokumen JSA yang telah dibuat di lokasi kerja akan dibandingkan dengan litelatur-litelatur mengenai pelaksanaan JSA. 3.2.3
Tidak Dilaksanakannya JSA dan Tidak Tepatnya Pelaksanaan JSA Tidak dilaksanakannya JSA dan tidak tepatnya langkah-langkah dalam
pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C merupakah masalah dalam penelitian ini. Masalah ini akan dianalisis secara mendalam untuk menggali penyebabnya. 3.2.4
Analisis Masalah Menggunakan Teknik MORT Penyebab tidak dilaksanakannya JSA dan tidak tepatnya pelaksanaan JSA di
lokasi kerja akan dianalisis menggunakan teknik MORT yang difokuskan pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA. Cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed dipilih karena cabang ini berkaitan dengan event-event yang yang menyebabkan JSA sama sekali tidak dilakukan di lokasi kerja, dan Task Spesific Risk Assessment LTA dipilih karena cabang ini berkaitan dengan event-event yang menyebabkan ketidaktepatan pelaksanaan JSA. Pada tahap ini, informasi digali menggunakan teknik pengamatan lapangan, analisis dokumen dan wawancara.
52
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1
JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian kualitatif etnografi. Jenis penelitian ini
merupakan studi mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami disebuah kelompok sosial tertentu untuk memahami sebuah budaya tertentu dari sudut pandang pelakunya. Penelitian kualitatif etnografi sebut juga sebagai penelitian lapangan, karena dilakukan di lapangan alami (Raharjo, 2010). Pada penelitian ini, kelompok sosial yang dimaksud adalah kru pekerja yang melaksanakan JSA untuk pekerjaan wellwork di lokasi kerja. 4.2
LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di lokasi kerja Wellwork and Completion Department
PT. X yang terletak di Kabupaten Minas, Pekanbaru, Riau. Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Maret hingga September 2011. 4.3
INFORMAN Informan penelitian adalah subjek yang memahami informasi objek penelitian
sebagai pelaku maupun orang lain yang memahaminya. Fungsi informan dalam penelitian adalah sebagai sumber untuk mencari informasi mengenai penyebab masalah
53
dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja Pengambilan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yang didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat informan yang sudah diketahui sebelumnya. Infoman dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu : 1.
Informan Utama Informan utama adalah para pengawas yang ada di lokasi kerja wellwork and
completion (WW&C). Pada satu lokasi kerja untuk tiap shift kerja, ada tiga pengawas, yaitu well site manager (WSM), tool pusher, dan driller. WSM merupakan pengawas dengan level paling tinggi yang berasal dari karyawan PT. X. Tool pusher adalah pengawas seluruh pekerja yang termasuk ke dalam grup kerja, yang berasal dari business project atau mitra kerja. Driller adalah operator untuk pekerjaan di rig yang juga mengawasi pekerja lainnya. 2.
Informan Kunci Informan kunci adalah informan yang tidak terkait dengan pelaksanaan JSA di
lokasi kerja WW&C, akan tetapi informan adalah orang yang berpengalaman dan ahli dalam hal tersebut. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang HES Representative PT. X di Well Work and Completion Department Minas. 3.
Informan pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini adalah para pekerja yang termasuk ke
dalam grup kerja yang bekerja pada shift pagi di lokasi wellwork. Para pekerja bertanggung jawab untuk melaksanakan identifikasi hazard dan tindakan mitigasinya
54
(JSA) sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Pekerjaan yang mereka lakukan berada dalam pantauan pengawas. Dalam grup kerja akan diambil beberapa orang pekerja, baik derrickman, floorman, atau roustabout sebagai informan pendukung. 4.4
INSTRUMEN PENELITIAN Instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti sendiri yaitu
mahasiswi peminatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, karena peneliti sebagai pengumpul data yang mempengaruhi terhadap faktor instrumen. Untuk data yang diinginkan, peneliti menggunakan instrumen berupa: 1. Pedoman pengamatan lapangan untuk pelaksanaan JSA di lokasi kerja 2. Pedoman pengamatan lapangan untuk mencari penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Pedoman dapat dilihat pada lampiran 4.1. 3. Pedoman wawancara untuk mencari penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Pedoman wawancara dapat dilihat pada lampiran 4.2. 4. Daftar dokumen yang akan dianalisis untuk mencari penyebab masalah pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Daftar dokumen dapat dilihat pada lampiran 4.3. 5. Laptop 6. Alat perekam 7. Kertas catatan 8. Alat tulis 9. Kamera
55
4.5
SUMBER DATA
1.
Data primer a. Data primer mengenai pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C diperoleh dari pengamatan lapangan. b. Data primer untuk mencari penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C diperoleh dari wawancara mendalam dengan para infoman dan pengamatan lapangan. Pedoman wawancara dan pengamatan lapangan diadopsi dari NRI MORT User’s Manual- For Use with Management Oversight and Risk Tree Analytical Logic Diagram, Second Edition tahun 2009.
2.
Data Sekunder a. Data sekunder mengenai pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C adalah formulir JSA yang dibuat oleh grup kerja. b. Data sekunder yang dibutuhkan oleh peneliti untuk mencari penyebab masalah pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C berupa :
Pedoman untuk identifikasi hazard dan tindakan mitigasinya (pedoman JSA).
Formulir JSA
Dokumen petunjuk untuk melaksanakan pengendalian hazard (SOP).
Salah satu pedoman perusahaan yang termuat dalam Buku Operation Excellence Management System (OEMS) Wellwork and Completion yang dimiliki perusahaan tahun 2010.
56
4.6
PENGUMPULAN DATA Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dibedakan atas dua macam.
Pertama, kelompok teknik inti
dengan empat macam bentuk, yaitu partisipasi di
lapangan, pengamatan secara langsung, wawancara mendalam, dan analisis dokumen. Kelompok teknik khusus atau tambahan meliputi wawancara terpusat (focus group), foto, video, film, survey dan daftar pertanyaan, dan lain sebagainya (Marshall dan Rossman, 1996 dalam Prastowo 2010). Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan lapangan, analisis dokumen, dan wawancara. 1.
Pengamatan Menurut Marsshall dan Rossman (2006), pengamatan ialah kegiatan keseharian
manusia dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu utamanya selain indera lainnya, seperti telinga, penciuman, mulut, dan kulit. Usman dan Akbar (1996) menyatakan bahwa pengamatan menjadi salah satu teknik pengumpulan data jika disesuaikan dengan tujuan penelitian, direncanakan dan dicatat secara sistematis, serta dapat dikontrol reliabilitas dan kebenarannya. Teknik pengamatan yang dilakukan peneliti adalah pengamatan terbuka, yaitu pengamatan yang mana keberadaan pengamat diketahui oleh subjek yang diteliti dan subjek memberikan kesempatan kepada pengamat untuk mengamati peristiwa yang terjadi dan subjek menyadari adanya orang yang mengamati apa yang subjek kerjakan (Prastowo, 2010). Pengamatan dilakukan oleh peneliti untuk melihat pelaksanaan JSA secara langsung di lokasi kerja. Teknik ini juga akan digunakan untuk mencari penyebab
57
masalah dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Hasil pengamatan lapangan menjadi informasi yang penting bagi peneliti serta dapat mendukung keabsahan data. 2.
Analisis Dokumen Dokumen yang akan diamati dalam penelitian adalah dokumen resmi jenis
dokumen internal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi, dan aturan lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri. Termasuk di dalamnya risalah atau laporan rapat, keputusan pimpinan kantor, dan sejenisnya. Dokumen seperti itu dapat menyajikan informasi tentang keadaan, aturan, disiplin, dan dapat memberikan petunjuk tentang gaya kepemimpinan (Prastowo, 2010). Bahan dokumen besar manfaatnya dalam penelitian. Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian. Dokumen juga dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data. Dokumen resmi yang akan ditelaah dalam penelitian ini merupakan data-data sekunder yang didapatkan di Wellwork and Completion Department. Penjabaran dokumen tersebut dapat dilihat di sub bab 4.5. 3.
Wawancara Merupakan suatu metode pengumpulan data yang berupa pertemuan dua orang
atau lebih secara langsung untuk bertukar informasi dan ide dengan tanya jawab secara lisan sehingga dapat dibangun makna dalam suatu topik tertentu (Prastowo,2010). Dalam penelitian ini, teknik wawancara digunakan untuk mencari penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C. Wawancara akan dilakukan pada HES-
58
Representative Wellwork and Completion Department PT. X, well site manager, tool pusher atau driller, dan pekerja. 4.7
KEABSAHAN DATA Teknik triangulasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada (Sugiyo, 2007). Dengan melakukan pengumpulan data triangulasi, maka sebenarnya dilakukan pengujian kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data. Data yang diperoleh melalui teknik triangulasi lebih memiliki kekuatan apabila dibandingkan dengan satu pendekatan (Prastowo, 2010). Triangulasi sebagai teknik pemeriksaan data dibedakan menjadi empat macam, yakni triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi penyidik, dan triangulasi teori (Moleong, 2001 dalam Prastowo, 2010). Namun sebagai teknik pengumpulan data, ada dua jenis triangulasi yakni triangulasi teknik dan triangulasi sumber (Sugiyono, 2007 dalam Prastowo, 2010). Triangulasi teknik yakni teknik pengumpulan data dimana peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang sama. Triangulasi sumber adalah penggunaan teknik yang sama oleh peneliti untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda. a. Untuk mendapatkan keabsahan data dalam meninjau pelaksanaan JSA di lokasi kerja digunakanlah triangulasi teknik yaitu pengamatan lapangan dan analisis dokumen.
59
b. Untuk mendapatkan keabsahan data dalam mencari penyebab masalah pelaksanaan JSA di lokasi kerja digunakanlah triangulasi teknik dan triangulasi sumber. Triangulasi teknik yang digunakan yaitu wawancara, pengamatan lapangan, dan analisis dokumen. Triangulasi sumber didapatkan dari informan utama, informan kunci, informan pendukung dan dokumen-dokumen yang mendukung. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam tabel 4.1. 4.8
PENGOLAHAN DATA a. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan untuk mengidentifikasi masalah dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C adalah dengan membandingkan keadaan lapangan dengan litelatur-litelatur mengenai JSA (studi kepustakaan). b. Pengolahan dan analisis data yang dilakukan untuk mencari penyebab masalah dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C adalah sebagai berikut:
Mengumpulkan semua data yang diperoleh wawancara, pengamatan lapangan, serta dokumen yang didapatkan.
Data yang telah terkumpul kemudian dibuat dan disusun dalam bentuk transkip data yaitu membuat catatan hasil wawancara seperti apa adanya, termasuk mencatat kembali hasil wawancara dan rekaman.
Data yang telah disusun dalam bentuk transkip data selanjutnya dikategorikan sesuai kode event dalam cabang Task Performance Error dalam pohon MORT.
Selanjutnya dilakukan analisis data dan interpretasi data mengikuti cabang Task Spesific Risk Assessmenet Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA dalam pohon MORT.
60
4.9
ANALISIS DATA Data mengenai penyebab masalah yang telah disusun dan dikategorikan
berdasarkan kode event, dianalisis menggunakan teknik MORT. Acuan-acuan dalam bentuk simbol dan kode event berguna untuk mengaitkan jawaban cabang satu sama lain (Razi, 2001). Hasil analisis bermanfaat untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan masalah dalam pelaksanaan identifikasi hazard dan tindakan mitigasinya di WW&C. Macam-macam acuan dalam pohon MORT dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.2. 4.10
PENYAJIAN DATA Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan
matriks hasil wawancara. Penyajian data akan didukung dengan hasil pengamatan lapangan dan analisis dokumen. Matriks hasil wawancara dan hasil triangulasi dapat dilihat pada lampiran 4.4.
Data juga akan disajikan dalam bentuk pohon MORT,
sehingga diketahui event yang dapat menyebabkan kesalahan dalam pelaksanaan job safety analysis di lokasi kerja WW&C.
61
Tabel 4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode Kode SD 5.b3 .c11 SD 5.b3 .c11. d8 SD 5.b3 .c11. d8 .e1
Informan Pengamatan Wawancara Lapangan c11. Task Specific Risk Assessment d8. High Potential was not Identified e1. Task Analysis Not Required Hes Reps -
SD 5.b3 .c11. d8 .e2
e2. Task Analysis LTA -
SD 5.b3 .c11. d8 .e3 SD 5.b3 .c11. d8 .e3.f1
e3. Task Analysis Not Made:
SD 5.b3 .c11. d8 .e3.f4 SD 5.b3 .c11. d9
d9. Low Potential: Supervisor
SD 5.b3 .c12
c12. Task Specific Risk Assessment LTA:
SD 5.b3 .c12.d10 SD 5.b3 .c12.d10. e4 SD 5.b3 .c12.d10. e4.f5
OEMS Wellwork and Completion (2010)
Formulir JSA
-
f1. Authority LTA Tool pusher/driller Hes Reps f2. Budget LTA HES Reps f3. Time LTA Supervisor √ Tool pusher/driller Pekerja f4. Supervisory Judgement LTA √
SD 5.b3 .c11.d8. e5.f2 SD 5.b3 .c11. d8 .e3.f3
Analisis Dokumen
Formulir JSA
OEMS Wellwork and Completion (2010)
√
Formulir JSA
-
d10. Task Specific Risk Analysis LTA: e4. Knowledge LTA: f5. Use of Workers’ Suggestions and Inputs LTA: Supervisor √ Tool pusher/ driller Pekerja
-
62
Tabel 4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode (lanjutan 1) Kode SD 5.b3 .c12.d10. e5 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f7 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f8 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f9 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f10 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g1
SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g2 SD 5.b3 .c12.d11 SD 5.b3 .c12.d11 .e6 SD 5.b3 .c12.d11 .e7
SD 5.b3 .c12.d11 .e8
Informan Wawancara e5. Execution LTA . f7. Time LTA: Supervisor Tool pusher/ driller Pekerja f8. Budget LTA HES Reps f9. Scope LTA: -
Pengamatan Lapangan
Analisis Dokumen
√
-
-
-
√
Formulir JSA Pedoman JSA Perusahaan
f10. Analytical Skill LTA: HES Reps Supervisor f11. Hazard Selection LTA:
g1. Hazard Identification LTA Supervisor Tool pusher/ driller Pekerja g2. Hazard Prioritisation LTA HES Reps -
Formulir JSA
OEMS Wellwork and Completion (2010)
-
d11. Recommended Risk Controls LTA: e6. Clarity LTA Supervisor Tool pusher/driller Pekerja e7. Compatibility LTA: Supervisor √ Tool pusher /driller Pekerja e8. Testing of Control LTA: √
OEMS Wellwork and Completion (2010)
- Formulir JSA - OEMS Wellwork and Completion (2010)
- Formulir JSA - OEMS Wellwork and Completion (2010)
63
Tabel 4.1 Teknik Triangulasi Sumber dan Metode (lanjutan 2) Kode SD 5.b3 .c12.d11 .e9 SD 5.b3 .c12.d11 .e10 SD 5.b3 .c12.d11 .e11
SD 5.b3 .c12.d11 .e12
Informan Pengamatan Wawancara Lapangan e9. Directive LTA: Supervisor √ Tool pusher/driller Pekerja e10. Availability LTA Tool pusher/ √ driller e11. Adaptability LTA: Supervisi Tool pusher/ driller Pekerja e12. Use Not Mandatory: Supervisi √ Tool pusher/ driller Pekerja
Analisis Dokumen
SOP Pengendalian Hazard
OEMS Wellwork and Completion (2010) -
-
64
Gambar 4.1 Contoh-contoh Acuan yang Dipergunakan dalam Pohon MORT
65
Tabel 4.2 Simbol-simbol dalam Pohon MORT
66
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 5.1.1
GAMBARAN UMUM PT. X Profil PT. X PT. X merupakan salah satu unit usaha perusahaan minyak Amerika yang
berperan sebagai kontraktor bagi hasil (Production Sharing Contract). Daerah kerja PT. X bernama Kanggaroo terletak di Kabupaten Bengkalis dengan luas hampir 10.000 km2. Berdasarkan luas operasi dan kondisi geografis yang ada serta pertimbangan efisiensi dalam pengoperasian, maka PT. X membagi lokasi daerah operasi menjadi 5 distrik yaitu: 1.
Distrik Jakarta sebagai Pusat Administrasi keseluruhan.
2.
Distrik Rumbai sebagai Pusat Kerja Administrasi Wilayah Operasi PT.X.
3.
Distrik Minas sebagai daerah operasi produksi minyak (sekitar 30 Km dari Distrik Rumbai).
4.
Distrik Duri sebagai daerah operasi produksi minyak (sekitar 112 Km dari Distrik Rumbai).
5.
Distrik Dumai sebagai tempat pelabuhan untuk pengapalan minyak mentah (sekitar 184 km dari Distrik Rumbai).
67
5.1.2
Visi dan Misi PT. X Visi perusahaan adalah “Diakui sebagai sebuah perusahaan kelas dunia yang
bertekad untuk mencapai tingkat yang sempurna”. Untuk diakui sebagai perusahaan kelas dunia, PT. X melaksanakan apa yang disebut Continuous Quality Improvement (perbaikan kualitas yang berkesinambungan). Sedangkan misi perusahaan
yang telah dicanangkan adalah “Sebagai mitra
usaha Pertamina, PT. X secara efektif akan mencari dan mengembangkan sumberdaya minyak dan gas bumi untuk kesejahteraan bangsa Indonesia dan kepentingan pemegang saham”. 5.1.3
Fundamental Safe Work Practies (FSWP) Sudah menjadi kebijakan PT. X untuk melindungi keselamatan dan kesehatan
manusia dan lingkungan, serta menjalankan operasi secara handal dan efisien. Manajemen keselamatan kerja, kesehatan, lingkungan, kehandalan, dan efisien operasi yang sistematis untuk mencapai kinerja kelas dunia didefinisikan sebagai Keunggulan Operasi. Komitmen terhadap Keunggulan Operasi menyatu dalam tatanan untuk melindungi manusia dan lingkungan sebagai prioritas teratas pada keselamatan dan kesehatan pekerja serta perlindungan terhadap aset dan lingkungan. Menurut Presiden Direktur Perusahaan, Keunggulan Operasi menyatakan bahwa karyawan perlu melaksanakan Operasi Yang Selamat, artinya beroperasi dan memelihara fasilitas perusahaan untuk mencegah cedera, sakit, dan celaka. Operasi selamat perlu dilaksanakan pada semua jenis pekerjaan, disemua wilayah operasi
68
perusahaan, setiap saat, dan oleh semua karyawan dan mitra kerja. Tujuannya agar setiap keryawan melaksanakan pekerjaan tanpa kecelakaan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Fundamental Safety adalah dasar-dasar keselamatan yang terdiri atas Access Control, Work Permit, Personal Protective Equipment (PPE), Lockout/Tagout (LOTO), Standard Operating Procedure (SOP), Job Safety Analysis (JSA), Material Safety Data Sheet (MSDS), dan Housekeeping. 1.
Access Control Proses access control ditujukan untuk memastikan bahwa hanya orang-orang yang berhak saja yang dapat masuk ke dalam fasilitas perusahaan. Hal ini dimaksudkan agar keselamatan dan keamanan operasi di fasilitas, dan orangorang yang berada di dalamnya dapat terjamin.
2.
Work Permit Izin Kerja Umum/ General Work Permit (GWP) merupakan sarana bagi penanggung jawab operasi di fasilitas/ facility owner (FO) untuk memberikan izin tugas kepada karyawan atau mitra kerja. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk membentuk komunikasi di antara kelompok kerja lintas fungsi di suatu tempat kerja dalam melakukan pekerjaan tidak rutin. Komunikasi ini berguna untuk mengingatkan pekerja akan hazard yang mungkin timbul dan untuk memastikan bahwa pekerjaan tersebut selamat untuk dilakukan.
69
3.
Personal Protective Equipment (PPE) Alat pelindung diri/ personal protective equipment (PPE) yang tersedia di tempat kerja digunakan untuk mengurangi risiko akibat kecelakaan. Proses PPE ditujukan untuk memastikan bahwa: a. PPE telah dipilih dengan benar sesuai dengan hazard yang ada dan megacu kepada standar. b. Pegawai dan mitra kerja mendapatkan pelatihan yang sesuai. c. Pegawai dan mitra kerja memakai PPE yang tepat dengan benar untuk pekerjaan yang memerlukannya.
4.
Standard Operating Procedure (SOP)/Job Safety Analysis (JSA) SOP adalah langkah-langkah kerja tertulis mengenai pelaksanaan pekerjaan untuk mengurangi risiko kerugian dan mempertahankan kehandalan. SOP harus tersedia dan dilaksanakan saat bekerja. Setiap pekerjaan harus dilaksanakan sesuai dengan langkah-langkah kerja yang ada dalam SOP. JSA adalah suatu pendekatan struktural untuk mengidentifikasi hazard dalam suatu pekerjaan dan memberikan langkah-langkah perbaikan. JSA diperlukan untuk mendukung pelaksanaan SOP, mencegah hazard yang mungkin terjadi dan jika terjadi hazard pekerja tahu bagaimana langkah-langkah menanggulanginya. Dalam suatu formulir JSA umumnya terdapat informasi pekerjaan, pihak-pihak-pihak yang terlibat, langkah-langkah dasar pekerjaan, potensi hazard, dan rekomendasi tentang prosedur yang selamat.
70
5.
Lockout/Tagout (LOTO) Proses penguncian dan pelabelan (LOTO) bertujuan untuk melindungi orang yang sedang bekerja atau berada disekitar mesin, instalasi listrik, atau fasilitas proses produksi yang sedang diperbaiki dan dalam perawatan. Perlindungan itu dilakukan dengan mengisolasi energi berbahaya dengan cara mengunci serta memasangan pengaman dan label pada sumber-sumber energi yang dapat mencederai seseorang.
6.
Material Safety Data Sheet (MSDS) Proses MSDS ditujukan untuk menjamin bahwa hazard bahan kimia dan fisik yang ada di tempat kerja, dan cara penanganannya dikomunikasikan secara baik kepada pegawai dan mitra kerja, sehingga mereka dapat bekerja selamat menggunakan bahan tersebut.
7.
Housekeeping Proses housekeeping ditujukan untuk memastikan fasilitas operasi berada dalam keadaan bersih, rapi, dan teratur. Keadaan tersebut akan memberikan manfaat untuk menghilangkan kemungkinan cedera dan kebakaran, mencegah pemborosan
energi,
mengoptimalkan
pemanfaatan
ruangan,
membantu
pengendalian limbah dan kerusakan asset, menjamin kerapian di tempat kerja yang lebih baik, serta mencerminkan tempat kerja yang dikelola dengan baik.
71
5.1.4
Job Safety Analysis sebagai Bagian dari FSWP Job safety analysis (JSA) merupakan salah satu dasar Fundamental Safe Work
Practies perusahaan. JSA merupakan fase kedua dari empat fase analisis hazard yang diterapkan oleh perusahaan. Keempat fase analisis hazard ini berfungsi sebagai tools untuk mengidentifikasi hazard dan membangun strategi untuk mencegah terjadinya insiden. Empat fase analisis hazard tersebut adalah:
Fase perencanaan (planning phase)
Fase perizinan (permitting phase)
Fase pelaksanaan (implementation phase)
Close Out Phase
Gambar 5.1 Empat Fase Analisis Hazard
72
JSA termasuk dalam fase izin kerja, artinya JSA harus dilengkapi sebelum pekerjaan dilaksanakan. JSA dilakukan langsung di lokasi kerja untuk mengatasi kondisi di lokasi kerja pada hari pekerjaan dilakukan. Tim kerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA, tujuannya untuk memastikan bahwa orang yang melakukan pekerjaan mengerti dengan pekerjaan yang akan ia lakukan, mengetahui hazard yang ada di pekerjaannya, dan tindakan mitigasi terhadap hazard tersebut. Identifikasi hazard dilakukan pada waktu pekerjaan akan dimulai. Setelah itu ditentukan tindakan pencegahan yang spesifik. JSA yang sudah dibuat, bisa disimpan sebagai referensi untuk operasi yang serupa di masa yang akan datang. Sebaiknya JSA dikembangkan dalam bahasa yang sesuai dengan tim kerja, jika diperlukan dapat menggunakan bahasa verbal. Berikut ini ada beberapa kegiatan yang dilakukan untuk menganalisis hazard di lokasi kerja (onsite job safety analysis): 1.
Identifikasi Tugas Tugas adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan untuk menyelesaikan
pekerjaan. Tugas-tugas tersebut diidentifikasi dan dievaluasi sesuai dengan rincian tugas, misalnya: menyalakan tombol. Rincian tersebut lebih efektif dari pada “melakukan shutdown pada pabrik gas” yang memang terlalu luas. Contoh rincian tugas lainnya
seperti:
memindahkan
pompa
agar
dapat
dilakukan
maintenance,
mengumpulkan sampel minyak dari sebuah bejana, dan lain sebagainya. JSA yang digunakan kru di tempat kerja harus melingkupi tugas-tugas tunggal. Pada fase perencanaan, analisis hazard untuk lingkup yang lebih besar terdiri dari berbagai penilaian tugas-tugas tunggal.
73
2.
Membentuk Kelompok
Orang yang melakukan analisis harus: a. Berpengalaman dan berpengetahuan mengenai tugas yang akan di analisis dan hazard. b. Memahami prosedur analisis hazard. c. Berpengalaman menjadi fasilitator d. Pada beberapa situasi, analisis dapat dilakukan oleh satu orang. 3.
Membuat langkah-langkah pekerjaan. Tugas yang akan dianalisis dibagi menjadi beberapa langkah, setiap langkah
menggambarkan apa yang dilakukan hingga tugas itu selesai. Dalam membagi tugas menjadi langkah-langkah pekerjaan, digunakan pertanyaan “Apa langkah pertama untuk tugas ini?” kemudian “Apa langkah dasar selanjutnya?” dan seterusnya. Setiap langkah menyebutkan “apa yang dilakukan” bukan “bagaimana melakukannya”. Dalam mendeskripsikan langkah-langkah tugas tersebut dapat digukanakan kata kerja seperti “menghilangkan”, “menaikkan”, “membuka‟, atau “mengelas”. 4.
Identifikasi Potensi Hazard. Kegiatan selanjutnya adalah mencari keberadaan dan potensi hazard. Untuk
mengidentifikasi hazard dapat digunakan hazard identification tools. Saat melakukan identifikasi potensi hazard, perlu diperhatikan kondisi fisik (bahan kimia, peralatan, ruang untuk bekerja, dan lain sebagainya), faktor lingkungan (panas, dingin, kebisingan, pencahayaan, kondisi lembab, dan lain-lain) dan tindakan atau kebiasaan saat bekerja (berdiri pada permukaan yang licin atau tidak stabil, mengangkat objek yang sangat besar, dan sebagainya)
74
Untuk
membantu
para
pekerja
mengidentifikasi
hazard,
perusahaan
menyediakan hazard identification tools. Tools ini dapat dijadikan sebagai metode untuk mengidentifikasi sumber energi, mengidentifikasi potensi hazard, dan menambah kemampuan pekerja untuk mengenali potensi hazard. Ada sepuluh gambar hazard identification yang memudahkan pekerja untuk mengenali hazard, yaitu hazard gravitasi, gerakan, mekanika, listrik, tekanan, suhu, bahan kimia, makhluk biologis, radiasi, dan suara.
Gambar 5.2 Hazard Identification Tools
Klasifikasi hazard menurut hazard identification tools adalah: a.
Gravitasi Semua benda memiliki gaya tarik bumi, sehingga berpotensi untuk jatuh. Contoh hazard yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah benda-benda yang sedang diturunkan dari alat berat, runtuhan, peralatan yang diletakkan pada bidang miring, dan lain sebagainya.
b.
Gerakan Semua benda bergerak mempunya energi tersimpan untuk terus bergerak, seperti peralatan yang digantung, ayunan tong, arus air, dan angin. Posisi
75
tubuh
saat
mengangkat
benda,
menjangkau,
dan
membungkuk
dimasukkan ke dalam kategori ini. c.
Mekanika Potensi hazard dari komponen mekanis seperti rotating equipment, compressed springs, drive belts, conveyor, dan motors.
d.
Listrik Arus listrik dan muatan listrik statis dapat membahayakan tubuh. Contoh hazard listrik adalah powerline, trafo, static chargers, petir, baterai aki, dan lainnya.
e.
Tekanan Cairan atau gas yang dimampatkan dapat mengeluarkan energi spontan yang berbahaya. Misalnya, pipa bertekanan, tabung gas, tangki, selang, pneumatik dan peralatan hidrolik, serta tekanan yang berasal dari dalam tanah.
f.
Suhu Suhu panas dan dingin termasuk ke dalam potensi hazard. Contoh hazard suhu adalah nyala api serta lidah api, permukaan yang panas atau dingin, cairan yang panas atau dingin, gas yang panas atau dingin, gesekan, dan cuaca.
g.
Bahan Kimia Bahan kimia memiliki potensi hazard, seperti uap yang mudah menyala, bahan kimia beracun, bahan yang mudah berkarat, asam kuat, bahan yang
76
mudah meledak, asap dan debu dari kegiatan mengelas, dan lain sebagainya. h.
Makhluk Biologis Seperti hewan buas, bakteri, virus, serangga, darah yang mengandung penyakit,
makanan
yang
tidak
higienis,
dan
air
yang
sudah
terkontaminasi. i.
Radiasi Radiasi biasanya terpancar dari zat dan bahan radio aktif, seperti sinar las listrik, gelombang mikro, sinar laser, sinar X, skala NORM, dan lain sebagainya.
j.
Suara Potensi hazard suara dapat berasal mesin yang berputar, mesin yang bergetar, ledakan, kebisingan yang dapat mengganggu komunikasi dan lain sebagainya.
5.
Mengembangkan Solusi atau Tindakan Pengendalian Kegiatan terakhir dalam menilai hazard adalah membangun solusi atau
menentukan tindakan pengendalian. Kegiatan ini bertujuan untuk mengeliminasi potensi hazard atau menguranginya hingga ke tingkat risiko yang dapat diterima. a.
Tentukan pekerjaan mana yang perlu dilakukan. Eliminasi pekerjaan yang tidak perlu dan dapat menambah risiko.
b.
Ubah kondisi fisik yang dapat menimbulkan hazard (merubah peralatan, material, perlengkapan, tata letak atau lokasi)
77
c.
Ubah prosedur kerja. Untuk mengubah prosedur kerja, dapat digunakan pertanyaan “Apa yang harus karyawan lakukan atau yang tidak boleh dilakukan,
untuk
mengeliminasi
hazard
dan
mencegah
potensi
kecelakaan?” d.
Berikan penghalang antara hazard dan penerima, seperti memasang fire blanket, warning tape, alat pelindung diri, dan lain-lain.
e.
Temukan cara baru untuk melakukan pekerjaan jika langkah sebelumnya belum aman untuk dilakukan.
f.
Solusi atau tindakan pengendalian harus disampaikan kepada para pekerja, sehingga mereka memahami apa yang harus mereka lakukan.
g.
Jika solusi atau tindakan pengendalian tersebut sangat rinci, maka harus disertakan dalam prosedur dan manual pelaksanaan pekerjaan, serta diberikan saat pelatihan karyawan. Ini berguna agar setiap orang memahami bagaimana melakukan tugas dengan selamat.
Mengidentifikasi hazard yang terkait dengan prosedur merupakan sebuah bentuk pencegahan yang layak ketika dimasukkan dalam kegiatan peninjauan. Identifikasi ini dapat memberikan pemahaman secara menyeluruh kepada individu yang terlibat dalam perencanaan tugas. 5.2
WELL WORK AND COMPLETION DEPARTMENT (WW&C) Departemen ini bertugas mengkoordinir serta menangani segala pekerjaan yang
berhubungan langsung dengan penanganan dan perbaikan sumur produksi. Pekerjaan yang menjadi tanggung jawab departemen ini berdasarkan program yang dibuat oleh
78
Resevoir Management Team (RMT). WW&C bekerja sama dengan service company dan banyak mitra kerja untuk melaksanakan seluruh pekerjaan. 5.2.1
Tugas dan Tanggung Jawab WW&C WW&C bertugas menangani segala kegiatan yang berhubungan dengan sumur
produksi. Kegiatan tersebut meliputi usaha Initial Completion dan Well Service. Initial Completion merupakan pekerjaan awal yang dilakukan terhadap sumur baru setelah dilakukan operasi pemboran, yaitu memasang segala peralatan yang dibutuhkan pada sumur sehingga dapat berproduksi. Well service adalah segala kegiatan untuk merawat suatu sumur agar dapat terus berproduksi sesuai keinginan dan dilakukan tanpa mencabut (pull out) semua isi sumur, dalam hal ini packer. Berikut ini akan dipaparkan secara lebih terinci pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugas WW&C: 1.
Swabbing Job Pekerjaan mengangkat atau memindahkan sejumlah fluida dari dalam sumur melalui rangkaian pipa (tubing) atau drillpipe dengan memakai peralatan swabbing. Tujuannya untuk menentukan production rate dari sebuah interval atau sumur.
2.
Sand Bailing Pekerjaan yang dilakukan untuk mengambil pasir yang menumpuk dalam sumur yang dapat mengganggu proses produksi karena menumpuk pada dasar lubang bor dan menutup perforasi.
79
3.
Fishing Job Pekerjaan mengangkat kembali benda-benda yang jatuh ke dalam lubang sumur.
4.
Cement Bond Logging (CBL) Pengukuran dengan sistem logging pada sepanjang lubang sumur yang telah dilakukan penyemenan untuk mengetahui kualitas penyemenan di antara casing dengan perforasi.
5.
Perforasi Merupakan kegiatan membuat hubungan antara lubang sumur dengan formasi dengan suatu alat yang disebut gun. Perforasi yang dilakukan dapat berupa add perforation (penambahan lubang perforasi) atau re-perforation (perforation ulang untuk perforasi yang kurang baik).
6.
Acidizing Merupakan suatu metode stimulasi reservoir dengan menginjeksikan asam ke dalam reservoir di sekitar lubang bor. Tujuannya untuk membersihkan daerah disekitar lubang bor dari material-material yang dapat mengganggu aliran fluida dari reservoir menuju lubang bor, sehingga aliran di sekitar lubang bor menjadi meningkat.
7.
Fracturing Merupakan metode stimulasi reservoir dengan merekahkan batuan formasi menggunakan fluida bertekanan tinggi. Dengan ini, permeabilitas di sekitar lubang bor meningkat.
80
8.
Logging Suatu metode pengukuran sifat-sifat fisik reservoir dengan cara memasukkan alat-alat pengukuran ke dalam sumur.
5.2.2
Peralatan yang Digunakan di Lokasi Kerja WW&C
1.
Surface Equipment Surface equipment adalah segala peralatan yang berada di atas permukaan sumur, antara lain: a.
Rig Rig adalah suatu perangkat yang sangat penting dalam operasi well service. Rig digunakan untuk mencabut dan memasukkan pipa-pipa dari dan ke dalam sumur. Rig yang dipakai di lokasi kerja Minas adalah Hydraulic Powered, Self Propelled, Self Guyed, Back in Type, dan Double Mast. WW&C perusahaan memiliki sembilan rig, selebihnya merupakan milik mitra kerja. 1) Power source
Engine Untuk rig di lokasi Minas, biasanya bahan bakar yang digunakan adalah solar, karena harganya yang murah dan menghasilkan tenaga yang lebih besar.
81
Gambar 5.3 Rig
Hydraulic Pump Berfungsi sebagai penggerak. Hydraulic pump digunakan untuk keperluan raising ram, telescopic ram, dan hydraulic jack.
Generator Berguna sebagai sumber arus listrik
2) Draw Work
Tubing drum Dipakai
untuk
menggulung
dan
mengatur
kabel
yang
dipergunakan untuk menaikkan dan menurunkan travelling block.
Sand Drum Berfungsi
untuk
menaikkan
dan
disambungkan pada ujung sand line.
Rotary Table Berfungsi untuk memutar bit.
menurunkan
alat
yang
82
3) Mast (menara)
Crown block Merupakan tempat bergantungnya line, yang berfungsi untuk mengurangi beban yang timbul oleh operasi pull in maupun pull out atau operasi lain yang berkaitan dengan alat berat yang digunakan rig.
Middle mast Merupakan
rak
yang
digunakan
sebagai
tempat
untuk
menyandarkan pipa-pipa. Rak ini dikenal juga dengan monkey board.
Travelling block Sebagai tempat menggantung pipa.
4) Frame
Rear Tandem Merupakan sumber tenaga untuk menggerakkan rig maju maupun mundur.
Cabin Merupakan tempat mengontrol alat-alat yang diperlukan sewaktu perpindahan rig.
Mast Support Terdiri dari head rest dan samson post, keduanya berfungsi sebagai penahan rig.
83
Levelling Jack and Jack Screw Berfungsi untuk meratakan posisi rig.
b.
Well Head Well head adalah semua peralatan yang berada di bagian sumur pada permukaan tanah yang meliputi valve-valve dan perpipaan dengan production line.
Gambar 5.4 Well Head
c.
Accumulator Accumulator merupakan alat yang berfungsi sebagai tenaga pendorong BOP. Alat ini dibentuk sedemikian rupa sehingga menyimpan gas dengan tekanan
tinggi
serta
cukup
kuat
untuk
mengoperasikan
BOP.
Accumulator diisi dengan gas Nitrogen 700-1200 psi, dan di dalamnya dilengkapi dengan piston yang dapat mendorong gas nitrogen jika terjadi tekanan dari hydraulic fluid ke piston tersebut. Tekanan yang mendorong piston inilah yang dipakai untuk menutup alat BOP. Alat ini dibagi menjadi dua golongan yaitu:
84
1) Annular BOP, bekerja memakai sistem hidrolik dan didesain untuk menutup di sekeliling lubang sumur dengan berbagai jenis ukuran dan bentuk peralatan yang sedang diturunkan ke dalam lubang bor. 2) Ram Type BOP, bekerja dengan dua cara yaitu digerakkan dengan diputar oleh tangan (manual type BOP) dan digerakkan oleh tenaga hidrolik (hydraulic BOP) sehingga dapat ditutup dengan cepat. Ram type BOP dapat digolongkan menjadi : Pipe Ram, Blind Ram, Shear Ram, dan Variable Bore Ram. d.
Pompa Pompa digunakan sebagai alat yang memindahkan fluida atau cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara meningkatkan tekanan fluida. Penggunaan pompa biasanya dilakukan pada sirkulasi air, testing casting, test BOP, dan lain-lain. Ada berbagai jenis pompa antara lain pompa duplex dan pompa triplex.
2.
Subsurface Equipment Alat-alat yang termasuk ke dalam subsurface equipment adalah; a.
Packer Packer adalah alat berupa karet yang digunakan untuk mengisolasi suatu kedalaman tertentu dari lubang sumur.
85
Gambar 5.5 Packer
b.
Tubular Product
Gambar 5.6 Tubing
Tubullar product terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) Drillpipe, adalah pipa yang dipakai dalam pemboran dan berfungsi sebagai penyalur lumpur pemboran dan mentransmisikan rotary table, sehingga dapat memutar bit. Drillpipe merupakan tubing tanpa las dengan panjang setiap bagian 30ft. 2) Casing, berupa sepotong pipa baja dengan panjang 16-34 ft dengan diameter 4,5-30 inchi. Berfungsi untuk menahan tekanan formasi setelah lumpur dibuang dari dalam sumur. Pipa ini juga berfungsi
86
mempertahankan stabilitas lubang bor sehingga tidak mudah rumtuh dan melindungi pipa agar tidak terjepit akibat mud cake ketika produksi sedang berlangsung. 3) Tubing, merupakan sepotong pipa berupa tabung baja dengan panjang 20-34 ft dan berdiameter 1,25-4,5 inchi. Umumnya tubing digunakan untuk keperluan well produksi. Tujuannya untuk mengalirkan minyak ke permukaan. Selain itu, tubing juga digunakan untuk fishing, injeksi acid, dan operasi squeeze cementing. c.
Fishing Tool Fishing tools merupakan alat yang dipakai untuk memancing atau mengeluarkan benda-benda yang jatuh ke dalam sumur akibat hal yang tidak diduga sebelumnya. Contoh peralatan yang termasuk fishing tool adalah Impression Block, Jar, Bumper Sub, Mill, Casing roller, Casing Scrapper.
d.
Sand Pump Sand pump atau pompa pasir berfungsi untuk membersihkan pasir dari dalam lubang sumur pada kedalaman yang sudah ditentukan. Cara kerjanya adalah dengan menghisap pasir dan kotoran.
87
5.3
HASIL PENELITIAN
5.3.1 Informan Penelitian 1.
Informan Utama Informan utama adalah para pengawas yang ada di lokasi kerja wellwork and
completion (WW&C). Pada satu lokasi kerja untuk tiap shift kerja, ada tiga pengawas, yaitu well site manager (WSM), tool pusher, dan driller. Dalam penelitian, informan berasal dari dua orang WSM, seorang tool pusher, dan seorang driller. No. 1. 2. 3. 4.
2.
Tabel 5.1 Informan Utama Nama Jabatan Bpk. A WSM Bpk. B WSM Bpk. C Tool pusher Bpk. D Driller
Informan Kunci Informan kunci adalah informan yang tidak terkait dengan pelaksanaan JSA di
lokasi kerja WW&C, akan tetapi informan adalah orang yang berpengalaman dan ahli dalam hal tersebut. Informan kunci dalam penelitian ini adalah seorang HES Representative PT.X di Wellwork and Completion Department Minas.
Tabel 5.2 Informan Kunci No. 1.
Nama Bpk. WD
Jabatan HES Representative
88
3. Informan Pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini adalah para pekerja yang termasuk ke dalam grup kerja yang bekerja pada shift pagi di lokasi wellwork. Jumlah pekerja yang menjadi informan pendukung dalam penelitian ini adalah empat orang, yang terdiri dari tiga orang floorman dan seorang derrickman. No. 1. 2. 3. 4.
5.3.2
Tabel 5.3 Informan Pendukung Nama Jabatan Bpk. AA Floorman Bpk. AB Floorman Bpk. AC Floorman Bpk. AD Derrickman
Hasil Pengamatan Lapangan dan Analisis Dokumen Mengenai Pelaksanaan JSA Di Lokasi Kerja WW&C PT.X Pelaksanaan JSA yang baik mampu mengidentifikasi keberadaan hazard secara
keseluruhan dan mampu menetapkan tindakan mitigasi yang sesuai di lokasi kerja. Untuk mengetahui ketepatan pelaksanaan JSA di lokasi kerja WW&C maka dilakukan pengamatan lapangan di lima lokasi. Berikut ini akan digambarkan mengenai pelaksanaan JSA di lima lokasi kerja WW&C, yaitu di lokasi BAC,BAD, BAE, BAF dan BAG. 1.
Pelaksanaan JSA di Lokasi BAC Dua pekerjaan yang dilaksanakan berturut di lokasi BAC adalah swabbing job
dan pengangkatan pipa dari dalam sumur minyak. Berdasarkan informasi yang diberikan pengawas, ia dan kru pekerja rig telah mengadakan tail gate meeting untuk membicarakan pekerjaan yang akan mereka lakukan. Dalam tail gate meeting tersebut
89
para pekerja diajak menganalisis keselamatan pekerjaan yang akan mereka lakukan. Akan tetapi, saat peneliti meminta formulir JSA kepada clerk, clerk tidak dapat memberikan formulir JSA untuk pekerjaan pada hari itu. 2.
Pelaksanaan JSA di Lokasi BAD Di lokasi B, para pekerja dan pengawas melaksanakan tail gate meeting sebelum
pekerjaan dilaksanakan. Well site manager selaku pengawas yang berasal dari CPI memimpin meeting singkat tersebut. Ia melibatkan kru pekerja dalam analisis keselamatan pekerjaan. Driller, derrickman, floorman, dan roustabout menyampaikan pendapat mereka mengenai hazard yang mereka temukan. Dalam meeting yang memakan waktu sekitar sepuluh menit tersebut, juga dibahas mengenai tindakan mitigasi terhadap hazard yang ditemukan. Para pekerja yang aktif akan menyampaikan pendapat mereka dengan lebih baik, dan para pekerja yang pasif umumnya lebih banyak diam. Clerk selaku bagian administrasi dalam kru pekerja mencatat semua hasil diskusi dan menuliskannya ke dalam formulir JSA. Dua contoh formulir JSA di lokasi kerja BAD dapat dilihat pada tabel 5.4. Berdasarkan hasil analisis terhadap dua formulir JSA, diketahui bahwa pelaksanaan JSA di lokasi BAD tidak tepat. Ketidaktepatan pelaksanaan JSA terletak pada tahap pembagian langkah kerja pekerjaan, identifikasi hazard, dan penentuan tindakan mitigasi. Hal ini dapat dilihat pada masing-masing kolom formulir JSA.
90
Tabel 5.4 Formulir JSA di Lokasi BAD Basic Sequence of Job Stepts (Uraian Pekerjaan) Cont Rih Reda Unit
Potential Hazards/ Aspek Lingkungan
Risiko K3/ Dampak Lingkungan
Recommeended Action or Procedure (Langkah atau Prosedur yang Disarankan)
Gravity Motion Mechanical Electrical
Tertimpa Benturan Hand injury Konsleting
Pressure Temperaure Chemical Biological Radiation Sound
Semburan Overhead Polusi
Jangan berada di line of fire Komunikasi yang baik dan jelas Hati-hati bekerja di daerah berputar Pastikan grounding kabel terpasang sempurna Pakai PPE lengkap Check Cooling System Cegah tumpahan minyak dan oli
Bising
Gunakan ear plug di daerah bising
Tabel 5.4 Formulir JSA di Lokasi BAD (lanjutan 1) Basic Sequence of Job Stepts (Uraian Pekerjaan) N/U BOPE
Potential Hazards/ Aspek Lingkungan
Risiko K3/ Dampak Lingkungan
Recommeended Action or Procedure (Langkah atau Prosedur yang Disarankan)
Gravity
Tertimpa
Motion Mechanical Electrical Pressure Temperaure Chemical Biological Radiation Sound
5T Hand Injury
Jangan berada di bawah barang tergantung Komunikasi yang baik dan jelas Hati-hati bekerja di daerah berputar
Polusi
Cegah tumpahan minyak atau oli
Bising
Gunakan ear plug di daerah bising.
Pada kolom uraian pekerjaan, baik pekerjaan Run in Hole (RIH) Reda Unit dan Nipple Up (N/U) BOP tidak terdapat pembagian langkah kerja, padahal pekerjaanpekerjaan ini sudah memiliki standar operasional prosedur yang dapat digunakan sebagai dasar membagi langkah pekerjaan. SOP RIH Reda Unit dan N/U BOP dapat dilihat pada lampiran 5.1 dan 5.2. Karena pekerjaan tidak dibagi dalam beberapa
91
langkah pekerjaan, maka tahap ini tidak sesuai dengan pedoman perusahaan maupun OSHAcademy Course 706 Guideline. Tahap pelaksanaan JSA selanjutnya yang tidak tepat dapat dilihat pada kolom potential hazard. Kolom ini menunjukkan hasil
identifikasi hazard. Dalam kolom
tersebut, dituliskan hazard untuk pekerjaan RIH Reda Unit adalah gravity, motion, mechanical, electrical, pressure, temperature, chemical, dan sound. Berdasarkan standar operasional prosedur RIH Reda Unit, seluruh hazard untuk
pekerjaan ini belum
teridentifikasi dengan baik. Salah satu hazard yang belum teridentifikasi keberdaannya adalah radiation. Sama halnya dengan pekerjaan RIH Reda Unit, identifikasi hazard untuk pekerjaan N/U BOP tidak tepat. Dalam kolom potential hazard dituliskan bahwa hazard yang terdapat dalam pekerjaan tersebut adalah gravity, motion, mechanical, chemical, dan sound. Berdasarkan standar operasional prosedur N/U BOP, seluruh hazard untuk pekerjaan ini belum teridentifikasi dengan baik. Hazard yang belum teridentifikasi itu adalah radiation dan electrical. Pada tahap penentuan tindakan mitigasi, pengawas dan kru kerja di lokasi kerja BAD tidak menggunakan hirarki pengendalian hazard. Pada kolom recommended action or procedur, ditemukan juga beberapa tindakan mitigasi yang dianggap kurang tepat. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.5.
92
Tabel 5.5 Kekurangan Mitigasi JSA di Lokasi BAD Basic Sequence of Job Stepts (Uraian Pekerjaan)
Cont Rih Reda Unit
Potential Hazards/ Aspek Lingkungan
Pressure
Risiko K3/ Dampak Lingkungan
Semburan
Recommeended Action or Procedure (Langkah atau Prosedur yang Disarankan) Pakai PPE lengkap
Basic Sequence of Job Stepts (Uraian Pekerjaan)
-
-
N/U BOPE
Chemical
Polusi
Cegah tumpahan minyak dan oli
-
Chemical
Polusi
Cegah tumpahan minyak dan oli
-
Sebaiknya untuk mencegah terjadinya semburan, direkomendasikan pemakaian alat BOP. PPE yang direkomendasikan tidak spesifik. Sebaiknya dilengkapi dengan cara pencegahannya. Seperti meletakkan wadah diujungujung pipa yang mengeluarkan minyak. Sebaiknya dilengkapi dengan cara pencegahannya. Seperti meletakkan wadah diujungujung pipa yang mengeluarkan minyak.
Berdasarkan hasil analisis formulir JSA, diketahui bahwa terdapat ketidaktepatan pelaksaan JSA di lokasi BAD. Hal ini terbukti dari formulir JSA yang telah mereka buat. Ketidaktepatan terdapat pada tahap pembagian langkah pekerjaan, identifikasi hazard, dan penentuan tindakan mitigasi pekerjaan. 3.
Pelaksanaan JSA di Lokasi BAE Pekerjaan yang dilaksanakan di lokasi BAE adalah moving rig dari lokasi lama
ke lokasi baru, dan rig up di lokasi baru. Dari hasil pengamatan, JSA dibuat oleh clerk sebelum tail gate meeting. Analisis keselamatan pekerjaanpun hanya dibuat untuk pekerjaan moving rig. Dalam tail gate meeting, JSA yang sudah dibuat clerk tidak di share kepada kru pekerja.
93
Tail gate meeting diikuti oleh pengawas, kru pekerja, supir rig, supir foco, HES Coordinator, dan Senior Tool Pusher. Sebelum tailgate meeting, HES Field dan Senior Tool Pusher sudah melakukan assessment mengenai keberadaan hazard dan kondisi jalan yang akan mereka lewati. Hasil assessment tersebut disampaikan dalam tailgate meeting dan dilengkapi dengan tindakan mitigasinya. Diskusi saat meeting ini berjalan dengan baik, supir rig dan supir foco juga ikut menyampaikan saran dan masukan demi keselamatan mereka di perjalanan. Sesampainya di lokasi baru, para kru pekerja langsung melaksanakan pekerjaannya. Tanpa pre job meeting dan tanpa analisis keselamatan kerja, para kru pekerja langsung membersihkan ilalang di sekitar sumur minyak, memasang LOTO dan mematikan pipa aliran minyak, mendirikan rig, memasang ground anchor, dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Hingga sore hari, belum ada satu JSA pun yang dibuat oleh pengawas dan kru kerja di lokasi baru ini. Tabel 5.6 Formulir JSA di Lokasi BAE Basic Sequence of Job Stepts (Uraian Pekerjaan) Moving the Rig
Potential Hazards/ Aspek Lingkungan
Gravity
Tertimpa
Konvoi Rig
Motion
Tertabrak
Mechanical Electrical
Rig Rusak Tersambar Petir
Adakan PTI sebelum digerakkan Pastikan tidak ada kabel yang terkelupas
Kepanasan
Gunakan baju lengan panjang
Digigit ular
Jangan istirahat di semak-semak
Bising
Gunakan ear plug di kebisingan
Pressure Temperature Chemical Biological Radiation Sound
Risiko K3/ Dampak Lingkungan
Recommeended Action or Procedure (Langkah atau Prosedur yang Disarankan) Pastikan perlatan di rig carier terikat kuat Jangan berdiri di dekat armada
94
Berdasarkan
hasil analisis terhadap formulir JSA di atas, diketahui bahwa
pelaksanaan JSA di lokasi BAE tidak tepat. Ketidaktepatan pelaksanaan JSA terletak pada tahap pembagian langkah kerja pekerjaan, identifikasi hazard, dan penentuan tindakan mitigasi. Hal ini dapat dilihat pada masing-masing kolom formulir JSA. Pada kolom uraian pekerjaan, pekerjaan moving rig tidak dibagi dalam beberapa langkah pekerjaan, padahal pekerjaan ini sudah memiliki standar operasional prosedur yang dapat digunakan sebagai dasar membagi langkah pekerjaan. SOP moving rig dapat dilihat pada lampiran 5.3. Tidak terdapatnya pembagian langkah kerja untuk pekerjaan moving rig, menunjukkan ketidaksesuaian pelaksanaan JSA di lokasi kerja dengan pedoman perusahaan maupun OSHAcedemy Course 706 Guideline. Tahap selanjutnya yang kurang tepat dalam pelaksanaan JSA di lokasi BAE adalah identifikasi hazard. Dalam kolom potential hazard dituliskan bahwa hazard yang terdapat dalam pekerjaan moving rig adalah gravity, motion, mechanical, electrical, temperature, biological, dan sound. Berdasarkan standar operasional prosedur moving rig, seluruh hazard untuk
pekerjaan ini belum teridentifikasi dengan baik.
Hazard yang belum teridentifikasi adalah radiation, chemical, dan pressure. Tindakan
mitigasi
yang
direkomendasikan
dalam
formulir
JSA
juga
menunjukkan ketidaktepatan. Tindakan mitigasi tidak ditentukan berdasarkan hirarki pengendalian hazard. Ada satu tindakan yang kurang tepat dalam formulir JSA moving rig, yaitu tindakan mitigasi untuk kategori hazard temperatur. Tindakan mitigasi yang direkomendasikan adalah “gunakan baju lengan panjang”. Rekomendasi ini tidak spesifik, karena pekerja dapat menggunakan berbagai jenis baju lengan panjang yang
95
belum tentu dapat menahan panas. Maka dari itu, sebaiknya
kalimat baju lengan
panjang diganti dengan work cloth yang sudah ditetapkan perusahaan. Berdasarkan hasil analisis formulir JSA moving rig ini, diketahui bahwa pelaksanaan JSA di lokasi BAE belum tepat. Ketidaktepatan ini dapat dilihat dari formulir JSA yang sudah dibuat. Terdapat ketidaktepatan pada setiap tahap pelaksanaan JSA, baik pada pembagian langkah kerja, identifikasi hazard pekerjaan, dan penentuan tindakan mitigasinya. 4. Pelaksanaan JSA di Lokasi BAF Pekerjaan yang dilaksanakan di lokasi D adalah perforation dan pencabutan tubing serta packer dari dalam sumur bor. Perforation tidak dilakukan oleh kru pekerja, namun dilakukan oleh company service. Berdasarkan hasil wawancara dengan WSM dan pekerja, mereka menyatakan bahwa pekerja company service dan kru pekerja rig telah melaksanakan pre job meeting. Dalam pre job meeting tersebut dibahas JSA yang sudah dibuat oleh pekerja company service. Ketika peneliti meminta formulir JSA kepada pengawas rig, pengawas tersebut tidak dapat memberikannya. JSA tersebut baru diberikan kepada peneliti, setelah pengawas rig meminta kepada salah satu pekerja company service. JSA tersebut tidak ditulis tangan dan tidak dilakukan onsite di lapangan. JSA yang mereka berikan adalah JSA yang sudah ada dan siap untuk dicetak jika dibutuhkan. Selama pekerjaan perforasi dilakukan oleh pekerja company service, kru pekerja rig menunggu hingga pekerjaan tersebut selesai dilakukan. Setelah perforasi dilakukan,
96
para kru pekerja WW&C segera melaksanakan tugas mereka. Dari hasil pengamatan, tugas mereka selanjutnya adalah mengeluarkan tubing dan melepas packer. Akan tetapi, analisis keselamatan pekerjaan untuk kedua pekerjaan ini sama sekali tidak dibuat oleh pekerja yang akan melaksanakannya. Ketika hal ini ditanyakan kepada clerk, ia mengatakan bahwa JSA untuk pekerjaan tersebut memang belum dibuat dan akan dibuat setelah pekerjaan selesai dikerjakan. E. Pelaksanaan JSA di Lokasi BAG Pekerjaan yang dilakukan oleh kru pekerja rig di lokasi BAG adalah swabbing job. Pengawas dan kru pekerja mengakui bahwa mereka telah melakukan tail gate meeting sebelum pekerjaan di mulai. Dalam tail gate meeting tersebut dibahas mengenai hazard pekerjaan dan tindakan mitigasinya. Akan tetapi, saat peneliti meminta formulir JSA kepada clerk dan ia tidak dapat memberikannya. Tidak lama kemudian, clerk memberikan satu file JSA dalam bentuk soft copy kepada peneliti. JSA yang ia berikan adalah JSA yang sudah ditetapkan perusahaan. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di kelima lokasi kerja, ditemukan pelaksanaan JSA yang belum tepat bahkan tidak dilaksanakan sama sekali. Maka dari itu, peneliti akan mengidentifikasi penyebab permasalahannya menggunakan teknik Management Oversight and Risk Tree (MORT). Cabang yang digunakan untuk menemukan penyebab masalah adalah cabang Task Risk Assessment Not Performed dan Task Spesific Risk Assessment LTA yang terletak pada lapis ketiga cabang utama Supervision and Staff Performance (SD5).
97
5.3.3
Hasil Penelitian untuk Task Spesific Risk Assessment Not Performed
A.
Potensi Kecelakaan Tinggi yang Tidak Teridentifikasi ( High Potential Was Not Identified) Pada event ini akan dibahas dalam event ini adalah tidak teridentifikasinya
potensi kecelakaan besar pada pekerjaan. 1.
Tidak Diwajibkannya Analisis Pekerjaan (Task Analysis Not Required) Event ini akan membahas apakah perusahaan mewajibkan pelaksanaan pre-job
analysis pada setiap pekerjaan. Berdasarkan hasil analisis dokumen, JSA merupakan salah satu persyaratan HES yang harus dilaksanakan pada operasi wellwork. Hal ini tertulis dalam buku OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010. JSA harus dipersiapkan dan diulas sebelum pekerjaan dimulai. JSA Hazid (Hazard Identification) harus digunakan dalam pelaksanaan analisis. SOP dan JSA dibahas bersamaan dalam bentuk pre job meeting. Pre job meeting harus dilakukan setiap akan melakukan pekerjaan. JSA wajib dilakukan secara tertulis. Informan kunci juga memberikan informasi yang serupa, bahwa pre job meeting wajib dilakukan sebelum bekerja, untuk memastikan pegawai yang terlibat dalam pekerjaan membahas SOP dan JSA. Hal ini telah menjadi komitmen setiap pegawai yang berada di bawah Wellwork and Completion Team. Komitmen ini tertuang dalam Safety Commitment 2011. Bentuk pre-job analysis dalam penelitian ini adalah job safety analysis (JSA). Berdasarkan hasil analisis dokumen dan wawancara dengan informan kunci, diketahui
98
bahwa perusahaan mengharuskan pelaksanaan dan pengulasan JSA sebelum pekerjaan dimulai. 2.
Analisis Pekerjaan (Task Analysis LTA) Pada event ini akan dibahas mengenai ketepatan pelaksanaan pre-job analysis
jika perusahaan telah mewajibkan pelaksanaan pre-job analysis. Ketepatan pre-job analysis ditinjau dari pengidentifikasian hazard pada tiap langkah pekerjaan. Berdasarkan hasil analisis formulir JSA ditemukan bahwa pekerjaan tidak dibagi menjadi beberapa langkah. Hal ini dapat dilihat pada tabel
5.4 dan 5.6. Karena
pekerjaan tidak dibagi dalam beberapa langkah, maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan JSA di lokasi kerja rig belum tepat. 3.
Analisis Pekerjaan yang Tidak Dibuat (Task Analysis Not Made) Jika perusahaan mewajibkan pre-job analysis, maka event ini akan membahas
kegagalan pre-job analysis pada sebuah pekerjaan. Terdapat empat event pada lapis bawah event Task Analysis Not Made yang harus dipertimbangkan sebagai penyebab kegagalan pre-job analysis, yaitu: e.
Keahlian (Authority LTA) Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan oleh
ketidakahlian analis menganalisis sebuah pekerjaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama, yaitu Bapak C dan D diketahui bahwa kru pekerjanya sudah ahli melakukan analisis JSA sebelum pekerjaan dimulai. Bapak D menambahkan bahwa
99
kemampuan kru pekerja tersebut karena mereka sudah dibekali dengan trainingtraining. “.. sudah bisalah.. sudah mampu semua bikin JSA..” (Bapak C) “Oh dah paham-paham kali… sebelum kerja kan ada berbagai training.” (Bapak D) Bapak WD sebagai informan kunci memberikan informasi bahwa para pekerja memang ahli melakukan pekerjaaan di rig, namun mereka belum ahli untuk mengidentifikasi hazard di lokasi kerja. Menurut Bapak WD, rata-rata pekerja yang mengalami accident adalah pekerja yang sudah memiliki pengalaman tiga sampai empat tahun. Para pekerja yang berpengalaman tersebut dapat dikatakan sudah mahir melakukan pekerjaan, namun belum mahir untuk menetukan hazard walaupun mereka telah mendapatkan training. Berdasarkan hasil analisis formulir JSA, dapat dinilai keahlian pekerja melaksanakan JSA. Dari tiga formulir JSA yang dianalisis ditemukan ketidaktepatan dalam formulir tersebut. Baik pada pembagian langkah kerja, identifikasi hazard, maupun penentuan tindakan mitigasinya. Ketidaktepatan ini menunjukkan bahwa pekerja belum ahli melakukan analisis keselamatan kerja. f.
Anggaran (Budget LTA) Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan kurangnya
dana yang dianggarkan untuk pelaksanaan pre-job analysis. Berdasarkan hasil
100
wawancara dengan informan kunci, anggaran untuk pelaksanaan JSA tidak dianggarkan secara spesifik karena termasuk dalam anggaran program safety. Untuk masing-masing rig, dianggarkan 400 USD/ hari yang sudah termasuk kedalam ODR (Operation Daily Rate). Bapak WD menyatakan bahwa anggaran ini cukup untuk memenuhi kebutuhan paper work, salah satunya membuat form JSA yang menjadi tanggung jawab masingmasing business partner. g.
Waktu (Time LTA) Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan masalah pada
waktu pelaksanaannya. Berdasarkan hasi wawancara dengan Bapak A diketahui bahwa JSA dibuat saat tail gate meeting dan memakan waktu sekitar 30 menit. Dalam tail gate meeting didiskusikan pekerjaan dan hazard yang ada di pekerjaan selama 12 jam untuk hari itu. Jika ditemukan adanya hazard baru, maka para pengawas dan pekerja berkumpul lagi untuk mendiskusikannya. Bapak B dan C memberikan informasi yang sama bahwa mereka melaksanakan JSA saat tail gate meeting yang memakan waktu sekitar 30 menit. Bapak B memberikan tambahan informasi, ia mengatakan bahwa sulit untuk melaksanakan JSA setiap pekerjaan akan dimulai, karena pekerjaan di rig sangat banyak dan berurutan satu sama lain. Menurutnya, jika harus melaksanakan meeting setiap pekerjaan dimulai akan menghabiskan banyak waktu. Jika memang ditemukan hazard baru, maka mereka akan berkumpul untuk membahasnya. Bapak D memberikan informasi yang berbeda dengan informan utama lainnya. Ia mengatakan bahwa para kru pekerja selalu melakukan pre job meeting atau analisis
101
JSA sebelum pekerjaan dimulai. Pre job meeting dilakukan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Namun, saat pre job meeting mereka tidak langsung menuliskannya di dalam kertas. Alasannya karena akan memakan banyak waktu untuk menulis di formulir, sementara pekerjaan yang harus mereka selesaikan cukup banyak. Para informan pendukung, memberikan informasi yang sama bahwa pelaksanaan JSA dilakukan saat tail gate meeting. Tail gate meeting berlangsung sekitar tiga puluh menit. Bapak AC memberikan informasi tambahan bahwa dalam tail gate meeting dibicarakan JSA untuk semua pekerjaan selama 12 jam, dan mereka baru akan berkumpul lagi dalam bentuk pre job meeting jika ditemukan adanya hazard baru. Berdasarkan
hasil
pengamatan lapangan, tail gate meeting yang dilakukan
hanya berkisar sekitar 10 menit. Sedangkan pre job meeting dilakukan saat company service datang membantu pekerjaan di rig dalam waktu kurang dari 10 menit. Hasil pengamatan lapangan ini berbeda dengan informasi para pekerja. Dalam OEMS Wellwork and Completion (2010), diatur bahwa persiapan dan ulasan JSA dilaksanakan saat pre job meeting.
Informasi para informan mengenai
pelaksanaan JSA saat tail gate meeting, menunjukkan perbedaan dengan ketentuan perusahaan. Hal ini juga terbukti dalam pengamatan lapangan, bahwa pre job meeting jarang dilakukan. Pengawas dan kru kerja lebih sering melaksanakan pekerjaan saat tail gate meeting.
102
h.
Keputusan Pengawas (Supervisor Judgement LTA) Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan oleh
ketidatepatan pengawas mengambil keputusan dalam pelaksanaan pre-job analysis. Ketidaktepatan pengawas dalam penelitian ini, terbukti dari hasil pengamatan lapangan. Diketahui bahwa banyak pekerjaan yang dimulai tanpa pre job meeting dan pembahasan SOP/JSA. Ditemukan juga pekerjaan yang dianalisis JSA oleh clerk, bukan dianalisis oleh pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan. Dari tiga formulir JSA yang dianalisis, ditemukan ketidaktepatan pada setiap langkah pelaksanaannya, baik pada pembagian langkah kerja, pengidentifikasian hazard, dan penentuan tindakan mitigasinya. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawas tidak tegas dalam mengawasi pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Ada satu kondisi yang pernah dihadapi peneliti ketika mengikuti kegiatan di rig yaitu keheranan pekerja dari business partner lain saat WSM memintanya untuk memberikan formulir JSA. Pekerja tersebut tampak terheran-heran dan mengatakan bahwa WSM tidak biasa meminta formulir JSA kepadanya. Pekerja tersebut lalu pergi dan kembali lagi membawa SOP pekerjaan, bukan JSA yang diinginkan. Dari hasil pengamatan diketahui bahwa para pengawas tidak tegas mengawasi pelaksanaan JSA di lokasi kerja rig. Hal ini akan membuat pekerja beranggapan bahwa JSA tidak terlalu penting.
103
B.
Potensi Kecelakaan Rendah (Low Potential) Event membahas tentang identifikasi hazard
pada pekerjaan yang memiliki
potensi hazard yang rendah. Dari hasil wawancara dengan informan kunci diketahui, bahwa ada beberapa pekerjaan yang memiliki potensi kecelakaan kecil. Pekerjaan itu adalah pekerjaan yang dilakukan petugas access control, signal man, dan clerk. Petugas access control bertugas untuk memastikan bahwa hanya orang yang berhak saja yang dapat masuk ke lokasi rig. Petugas signal man bertugas memandu mobil kecil untuk parkir di lokasi pekerjaan, dan clerk bertugas untuk mengurus administrasi dan suratsurat di lokasi kerja. Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan pada pekerjaan yang langsung berhubungan dengan wellwork dan initial completion. Karena pekerjaan wellwork dan initial completion merupakan pekerjaan high risk, maka cabang ini tidak dianalisis lebih lanjut. Tidak ditemukan pekerjaan wellwork dan initial completion yang memiliki potensi kecelakaan rendah. 5.3.4
Hasil Penelitian untuk Task Spesific Risk Asessment LTA Pada event ini akan dibahas tentang ketepatan penilaian risiko dan penentuan
tingkat risiko suatu pekerjaan.
104
A.
Analisis Risiko Pekerjaan (Task Spesifik Risk Analysis LTA) Pada event ini akan dibahas tentang kualitas analisis risiko yang sudah dilakukan.
Ada dua event yang harus dipertimbangkan untuk mengetahui kualitas penilaian risiko, yaitu: 2.
Pengetahuan (Knowledge LTA) Pada event ini akan dibahas tentang pengetahuan-pengetahuan yang dibutuhkan
untuk menilai risiko pekerjaan. Terdapat dua event yang mempengaruhi pengetahuan yaitu masukan dari para pekerja dan sistem teknik informasi. c. Masukan dari Para Pekerja (Use of Worker’s Suggestions and Inputs) Pada event ini akan dibahas tentang pengetahuan didapat dari masukan para pekerja. Masukan dari para pekerja ini dapat dijadikan informasi untuk penilaian risiko. Dari hasil wawancara dengan kedua WSM, diketahui informasi bahwa pekerja dilibatkan dalam tail gate meeting pagi. Menurut Bapak A, JSA dilakukan sekalian dengan tail gate meeting. Meeting akan memakan waktu sekitar 30 menit. Para kru kerja diajak berunding mengenai pekerjaan yang akan mereka lakukan 12 jam pada hari itu. Kemudian pekerja memberikan masukan mengenai hazard yang ada di pekerjaan mereka dan cara menanganinya. Jika dalam rentang waktu 12 jam ada hazard yang berbeda mereka akan melakukan meeting lagi untuk membahas hazard tersebut. Bapak B memberi informasi yang sama dengan Bapak A bahwa para pengawas dan kru melaksanakan tail gate meeting. Namun ia sendiri jarang mengikuti tail gate meeting pagi karena harus mengikuti meeting dengan WSM
105
lain di pagi hari. Ia menyerahkan kepada tool pusher untuk memimpin tail gate meeting bersama para kru pekerja. Dalam tail gate meeting satu sama lain peserta meeting mengeluarkan pendapatnya. Bapak C selaku tool pusher memberikan informasi bahwa pekerja dilibatkan dalam tail gate meeting. Sebelum melaksanakan tail gate meeting, clerk membuat JSA pekerjaan dan kru pekerja melaksanakan assessment. Saat tail gate meeting, JSA yang dibuat oleh clerk akan disempurnakan berdasarkan masukan dari para pekerja yang sudah melakukan assessment. Bapak D sebagai driller memberikan informasi yang serupa bahwa pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Para pekerja yang menjadi informan pendukung memberikan informasi yang sama bahwa mereka terlibat dalam pelaksanan tail gate meeting. “ Kami diajak berdiskusi.. terus diminta pendapatnya.. apa aja hazard.. satu-satu bergilir seperti itu.” (Bapak AA) “Karena dah biasa, dah terbayang kayak mana bahaya kerja di rig ni.. pas diskusi biasanya ikut.. kalau ada yang punya pendapat.. ndak papa disampaikan pas tail gate meeting.” (Bapak AB) “Pas tail gate meeting kalau ada yang mau kasih masukan, ya ngomong aja pas diskusi tu… lagian kalau kita kasih informasi bahaya kan buat kepentingan semua…biar semua tau biar semua hati-hati.” (Bapak AC)
106
“Nah saat tail gate meeting.. saat nya sharing.. kalau ada info disampaikan disini.. informasi pekerjaan, bahaya, saling mengingatkan supaya semua bisa kerja selamat” (Bapak AD)
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, pekerja selalu dilibatkan baik dalam pelaksanaan tail gate meeting maupun pelaksanaan pre job meeting. Para pekerja yang memiliki informasi mengenai pekerjaaan atau hazard mau menyampaikan informasi tersebut dalam meeting. Tail gate meeting selalu dilakukan pagi hari sebelum bekerja. Namun, pre job meeting tidak selalu dilakukan, kecuali saat company service membantu pekerjaan rig. d. Sistem Teknik Informasi (Technical Information System LTA) Pada event ini akan dibahas mengenai teknik informasi yang dapat mendukung pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Karena keterbatasan waktu dan data yang diperlukan dalam penelitian, cabang ini tidak dianalisis lebih lanjut. 2.
Pelaksanaan (Execution LTA) Pada event ini akan dibahas tentang hal-hal yang dapat mempengaruhi kualitas
analisis risiko. Hal-hal tersbut adalah: f. Waktu (Time LTA) Pada event ini akan dibahas tentang waktu untuk melaksanakan analisis risiko. Berdasarkan hasil wawancara, Bapak A menyatakan bahwa JSA dibuat saat tail gate meeting dan memakan waktu sekitar 30 menit. Dalam tail gate meeting didiskusikan pekerjaan dan hazard yang ada di pekerjaan selama 12 jam
107
untuk hari itu. Jika ditemukan adanya hazard baru, maka para pengawas dan pekerja berkumpul lagi untuk mendiskusikannya. Bapak B memberi informasi yang sama. JSA dilaksanakan dalam tail gate meeting dengan kisaran waktu sekitar 30 menit. Bapak B mengatakan bahwa sulit untuk melaksanakan JSA setiap pekerjaan akan dimulai, karena pekerjaan di rig sangat banyak dan berurutan satu sama lain. Menurutnya, jika harus melaksanakan meeting setiap pekerjaan dimulai akan menghabiskan banyak waktu. Jika memang ditemukan hazard baru, maka mereka akan berkumpul untuk membahasnya, Mengenai pelaksanaan JSA, Bapak C menyampaikan bahwa JSA dilakukan saat tail gate meeting dan memakan waktu selama 30 menit. Bapak D memberikan informasi yang berbeda dengan Bapak A dan C, namun serupa dengan Bapak B. Ia mengatakan bahwa mereka melakukan pre job meeting untuk menganalisis JSA. Pre job meeting dilakukan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Namun, saat pre job meeting mereka tidak langsung menuliskannya di dalam kertas. Alasannya karena akan memakan banyak waktu untuk menulis di formulir, sementara pekerjaan yang harus mereka selesaikan cukup banyak. Hasil diskusi dalam pre job meeting baru disampaikan kepada clerk dan clerklah yang menuliskannya. Keempat pekerja sebagai informan pendukung memberikan informasi yang sama, bahwa analisis JSA dilakukan saat tail gate meeting, akan memakan
108
waktu sekitar 30 menit. Pekerja AA menambahkan informasi bahwa pre job meeting baru dilaksanakan jika pekerja menemukan keberadaan hazard baru saat bekerja. Pekerja yang terkait dengan pekerjaan itu baru akan berdiskusi dan melakukan pre job meeting untuk melakukan analisis JSA. Jika tidak ada hazard baru, maka tidak akan dilakukan pre job meeting, cukup tail gate meeting di pagi hari. “Sekalian pekerjaan 12 jam dibikin JSA pas tail gate meeting..” (Bapak AA) “Pre job meeting tu kalau ada bahaya yang beda aja.. pekerja yang terkait biasanya diskusi tu.” (Bapak AA) “ Iya.. JSA pas tail gate meeting tu.” (Bapak AB) “Biasanya sekalian pas tail gate meeting..kurang lebih 30 menit lah.” (Bapak AC) “ Kira-kira setengah jam pas tail gate meeting.” (Bapak AD) Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, tail gate meeting yang dilakukan hanya berkisar 10 menit. Dalam tail gate meeting pekerja diajak berdiskusi mengenai hazard yang ada pada seluruh pekerjaan yang akan mereka lakukan. Dalam tail gate meeting juga dibicarakan tindakan mitigasinya. Dalam OEMS Wellwork and Completion (2010), dijelaskan tentang pre job meeting yang ditujukan untuk mempersiapkan dan mengulas SOP/JSA. Idealnya setiap pekerjaan yang akan dilakukan, harus diawali dengan pre job meeting. Akan tetapi di lapangan, pengawas dan kru kerja cenderung membahas JSA dalam tail gate meeting. Pre job meeting jarang dilakukan, kecuali jika company
109
service datang membantu pekerjaan di rig. Pre job meeting dilakukan kurang dari 10 menit. g. Anggaran (Budgets LTA) Event ini mencurigai bahwa kegagalan pre-job analysis disebabkan kurangnya dana yang dianggarkan untuk pelaksanaan pre-job analysis. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, anggaran untuk pelaksanaan JSA tidak dianggarkan secara spesifik karena termasuk dalam anggaran program safety. Untuk masing-masing rig, dianggarkan 400 USD/ hari yang sudah termasuk kedalam ODR (Operation Daily Rate). Bapak WD menyatakan bahwa anggaran ini cukup untuk memenuhi kebutuhan paper work, salah satunya membuat form JSA yang menjadi tanggung jawab masing-masing business partner. h. Ruang Lingkup (Scope LTA) Pada event ini akan dibahas tentang ruang lingkup analisis risiko. Dari hasil wawancara dengan para informan diketahui bahwa JSA dilaksanakan saat tail gate meeting. Pekerjaan yang dianalisis dan didiskusikan dalam meeting tersebut adalah seluruh pekerjaan yang akan dilaksanakan selama 12 jam. Hasil pengamatan lapangan juga menunjukkan hasil yang demikian. Ruang lingkup pekerjaan yang dibahas dan dianalisis dalam meeting singkat ini terlalu luas. Berdasarkan hasil analisis formulir JSA, tidak ditemukan pembagian langkah kerja untuk pekerjaan yang dianalisis, padahal pembagian langkah-langkah
110
pekerjaan juga sudah diatur dalam pedoman perusahaan. Tujuannya agar hazard pada setiap langkah pekerjaan dapat teridentifikasi dengan baik. Namun, hal ini tidak ditemukan dalam formulir JSA. Hasil analisis formulir JSA ini menunjukkan bahwa ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis terlalu luas. i. Kemampuan Menganalisis (Analytical Skill LTA) Pada event ini akan dibahas tentang pengalaman dan kemampuan pengawas dan para pekerja yang terlibat dalam penilaian risiko. Berdasarkan hasil wawancara, Bapak A menyatakan bahwa para pekerja sudah mengetahui dan mengenal hazard dan mampu menentukan tindakan mitigasi untuk pekerjaan yang mereka hadapi. Hal ini disebabkan karena pekerja sudah biasa melaksanakan pekerjaan di rig. Bapak B memberikan informasi yang sama dengan Bapak A. Menurutnya kru pekerja adalah pekerja terampil, sudah memiliki sertifikat, dan sudah berpengalaman. Para pekerja sudah mampu mengenali hazard dari pekerjaan di rig, terlebih lagi pekerjaan yang mereka laksanakan adalah pekerjaan rutin. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci, informasi untuk Analytical Skill LTA sama dengan informasi Authority LTA. Para pekerja memang ahli melakukan pekerjaaan di rig, namun mereka belum ahli untuk mengidentifikasi hazard di lokasi kerja. Menurut Bapak WD, rata-rata pekerja yang mengalami accident adalah pekerja yang sudah memiliki pengalaman tiga sampai empat tahun. Para pekerja yang berpengalaman tersebut dapat dikatakan
111
sudah mahir melakukan pekerjaan, namun belum mahir untuk menetukan hazard walaupun mereka telah mendapatkan training. Kurangnya keterampilan pekerja juga terbukti dalam formulir JSA. Terdapat ketidaktepatan dalam formulir JSA tersebut, baik pada pembagian langkah kerja, identifikasi hazard, dan penentuan tindakan mitigasi yang kurang tepat. Ketidaktepatan ini dapat menunjukan kurangnya keterampilan pekerja. j. Pemilihan Hazard (Hazard Selection LTA) Event ini akan mempertimbangkan apakah ada hazard yang tidak dicantumkan dalam menilai risiko, sehingga dapat memicu terjadinya masalah. 3) Identifikasi Hazard (Hazard Identification LTA) Pada event ini akan dibahas mengenai kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi
hazard.
Berdasarkan
hasil
wawancara,
Bapak
C
menyatakan bahwa ada tools yang membantu pekerja untuk mengidentifikasi hazard, yaitu Hazard Identification Tools (Hazid Tools). Di dalam tools tersebut
ada
mengidentifikasi
sepuluh hazard.
kategori
hazard
Kemudian
yang ia
membantu
pekerja
menambahkan
bahwa,
pengkategorian hazard tidak hanya pada hazid tools tapi juga ada dalam JSA, dan JSA lebih sering digunakan di lapangan. Bapak D memberikan informasi yang sama, bahwa Hazid Tools dapat digunakan untuk mengidentifikasi hazard dan pengkategorian hazard juga
112
terdapat dalam formulir JSA. Namun, ia menyatakan bahwa mereka tidak langsung menuliskan hasil pre job meeting kedalam formulir JSA. Alasannya karena pekerjaan yang harus mereka selesaikan cukup banyak. Bapak B walau tidak di wawancara khusus mengenai Hazard Identification LTA, ia memberikan pernyataan bahwa pelaksanaan pre job meeting hanya dilakukan namun tidak dituliskan dalam formulir JSA. “Ya,, kalau dibilang, ya semuanya harus dibuat JSA. Tapi pekerjaan ni banyak kali.. habis yang ini .. yang ini lagi.. rutin berurutan, kalau harus dimeetingkan banyak waktu.. ditulispun bisa berapa ratus langkah tu? Paling diomongin aja kayak pre job meeting.. tapi dituliskan itu loh.” (Bapak B) Sama hal dengan para pengawas, pekerja mengetahui bahwa ada sepuluh kategori hazard berdasarkan hazid tools. Namun, para pekerja mengakui bahwa mereka jarang menggunakan tools tersebut di lokasi kerja. “Bahaya tu kan banyak, ada tu
perusahaan kasih toolsnya.. apa aja
kategorinya ndak pula hafal do..”(Bapak AB) “Bisa-bisa.. bahaya yang ditemukan bisa dikategorikan…adakan di tools hazids tu..tapi kalau kami di lapangan jarang pakai itu…biasanya pakai yang di JSA tu aja.”(Bapak AC)
Alat identifikasi hazard atau Hazard Identification Tools yang disediakan perusahaan dapat dijadikan sebagai metode untuk mengidentifikasi sumber energi, mengidentifikasi potensi hazard, dan dapat menambah kemampuan pekerja untuk mengenali hazard. Hazid Tools ini, dimasyarakatkan
113
perusahaan dalam bentuk kartu-kartu kecil dan dibagikan kepada pekerja, namun selama pengamatan lapangan tidak ditemukan para pekerja mengidentifikasi hazard menggunakan kartu-kartu kecil ini. JSA Hazid dapat digunakan dalam pelaksanaan JSA. Pengkategorian hazard dalam JSA Hazid sama dengan pengkategorian Hazid tools yang diperkenalkan perusahaan. Dalam buku OEMS Well Work and Completion 2010, JSA Hazid merupakan tools yang harus digunakan dalam pelaksanaan analisis keselamatan pekerjaan. Informan utama dan informan pendukung sudah mengetahui bahwa perusahaan menyediakan tools untuk mengidentifikasi hazard, salah satunya adalah JSA Hazid. Dalam JSA Hazid juga tersedia sepuluh kategori hazard. Namun dalam pelaksanaannya, JSA Hazid tidak selalu digunakan. 4) Prioritas Hazard (Hazard Prioritasion LTA) Pada event ini akan dibahas mengenai metode yang digunakan untuk memprioritaskan hazard.
Menurut informan kunci, semua hazard harus
teridentifikasi dengan baik dan mendapatkan tindakan mitigasi yang sesuai. Maka dari itu, prioritas hazard tidak digunakan dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. B.
Rekomendasi Tindakan Pengendalian (Recommended Control LTA) Pada event ini akan dibahas tentang ketepatan pengendalian risiko yang
direkomendasikan.
114
8.
Kejelasan (Clarity LTA) Pada event ini akan dibahas tentang kemudahan untuk memahami dan
melakukan pengendalian risiko yang direkomendasikan. Menurut Bapak A, pengalaman dan keterampilan yang dimiliki pekerja memudahkan para pekerja untuk melakukan pengendalian hazard pekerjaan. Jika terdapat kesulitan, para pengawas bertanggung jawab untuk menjelaskan lebih rinci dan membantu menyelesaikan masalah. Bapak B memberikan informasi yang serupa, ia merasa tidak kesulitan menyampaikan cara pengendalian hazard di lapangan kepada para pekerja. Hal ini dikarenakan pekerja sudah ahli dan sudah biasa melaksanakan pekerjaan. Ia pun mengatakan akan mengarahkan langsung pekerja di lapangan jika ditemukan ada pekerja yang tidak paham. Bapak C sebagai tool pusher menyatakan bahwa orang yang bekerja di rig harus mahir melaksanakan tugas dan mengendalikan hazard pekerjaan. Jika pekerja tidak mengenal pekerjaan di rig, Bapak C yakin pekerja tersebut tidak akan bisa bekerja sebagai kru kerjanya. Namun, jika ia menemukan sedikit kekurangan pekerja, ia akan memberi pengarahan kepada pekerja. “Orang yang kerja di rig itu dek, harus mahir.. mahir bekerja dan mengendalikan bahaya. Kalau ia ndak kenal pekerjaan ini, ia ndakkan bisa kerja disini,, tapi yaa kalau ada sikit kekurangan, kita arahkanlah.” (Bapak C) Bapak D memberikan informasi yang serupa dengan informan utama lainnya, ia mengatakan bahwa ia tidak mengalami kesulitan untuk menugaskan pekerja
115
mengendalikan hazard karena pekerja sudah sering berhadapan dengan pekerjaan di rig. Pengalaman yag dimiliki pekerja membuat mereka menjadi lebih cepat paham. Keempat pekerja mengatakan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan adalah pekerjaan rutin, sehingga mereka mengetahui hazard pekerjaan dan mengetahui bagaimana menghadapi hazard tersebut. Jika ada hal yang mereka tidak paham mereka dapat menanyakan langsung kepada driller atau tool pusher. “Pekerjaan ini- ini saja yang dihadapi.. sudah terbayang oleh kami apa yang akan kami hadapi dan apa yang harus kami perbuat.” (Bapak AA) “ Kami mengerjakan yang biasa kami lakukan, kalau memang ada hal yang ndak biasa dan kami ndak paham, tanya sama driller, kalau ndak tool pusher.. mereka mau arahin tu.” (Bapak AA) “Ini-ini aja yang dikerjakan.. dah tau kalau apa yang harus dilakukan kalau ada bahaya.. tapi biasanya mandor ngarahin juga.” (Bapak AB) “Pekerjaan yang dilakukan setiap harinya seperti ini.. jadi sudah tau bagaimana menghadapi.. tapi kalau ragu.. ya tanyakanlah sama mandor.” (Bapak AC)
Informan utama dan informan pendukung memberikan informasi yang sama bahwa kru pekerja sudah memahami dan dapat melakukan tindakan pengendalian hazard di lokasi kerja. Alasannya karena para pekerja sudah memiliki keterampilan, kemahiran, dan pengalaman melaksanakan pekerjaan di rig. Berdasarkan hasil analisis dokumen, pemahaman para pekerja juga didukung oleh pelaksanaan uji coba dan pelatihan pengendalian hazard yang dilakukan rutin di lokasi kerja. Hal ini dijelaskan dalam OEMS Wellwork and Completion (2010) dan menjadi menjadi syarat HES yang wajib dilakukan.
116
9.
Kesesuaian (Compability LTA) Pada event ini akan dibahas tentang kesesuaian pengendalian hazard yang
direkomendasikan dengan peralatan pengendalian yang ada di tempat kerja. Keempat informan utama mengakui bahwa pengendalian hazard yang direkomendasikan dalam JSA dapat dilakukan oleh para pekerja di lapangan. Perlengkapan dan peralatan yang direkomendasikan juga tersedia di lokasi kerja. Pernyataan yang sama juga datang dari keempat pekerja yang diwawancarai. Keempat pekerja mengakui bahwa mereka dapat melakukan tindakan pengendalian yang direkomendasikan dalam JSA. Peralatan pengendalian juga sudah tersedia di lokasi kerja, salah satunya APD. Berdasarkan hasil analisis JSA, tindakan pengendalian yang direkomendasikan dalam JSA tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan tindakan pengendalian yang direkomendasikan cenderung kepada perilaku kerja dan penggunaan APD. Alat pelindung diri dimiliki oleh para pekerja juga sudah sesuai dengan rekomendasi JSA. Dalam Buku OEMS Well Work and Completion (2010), dijelaskan bahwa salah satu bentuk pencegahan blow-out adalah blow-out hidrolik dengan satu set ram, blinds, dan chokes yang terpasang dengan baik dan dites di lapangan. Peralatan ini harus digunakan setiap tubing dicabut dari sumur. Berdasarkan penjelasan ini, peralatan well control merupakan syarat keselamatan operasi yang harus tersedia di masing-masing rig dan sudah disesuaikan dengan hazard yang ada dipekerjaan. Di buku yang sama, dijelaskan juga bahwa alat pelindung diri merupakan salah satu syarat keselamatan beroperasi. APD dasar untuk semua pekerja adalah topi
117
keselamatan, kacamata keselamatan dengan pelindung samping, penyumbat telinga untuk daerah bising, dan sarung tangan. Derrickman selaku pekerja yang bekerja diketinggian juga harus menggunakan full-body harness. Seluruh APD yang dimiliki pekerja sudah sesuai dengan syarat operasi rig. 10.
Uji Coba Pengendalian (Testing of Control LTA) Pada event ini akan dibahas tentang uji coba pengendalian hazard. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui keefektifannya di tempat kerja. Berdasarkan hasil analisis JSA, tindakan pengendalian yang direkomendasikan dalam JSA tidak terlalu sulit untuk dilakukan karena pengendalian cenderung kepada perilaku kerja dan penggunaan APD. Salah satu APD yang diuji coba saat peneliti turun ke lapangan adalah pengujian APD untuk derrickman. Derrickman membutuhkan APD yang berbeda dari pekerja yang lain karena ia bekerja di ketinggian. Derrickman wajib menggunakan full-body harness dengan lan yard. Derrick escape lines harus terpasang sesuai spesifikasi dan lolos uji tarik. Pengujian derrick escape lines ini juga dijelaskan dalam buku OEMS Well Work and Completion (2010). Dalam buku yang sama dijelaskan pula mengenai uji coba BOP, uji coba H2S, kebakaran, evakuasi, dan tumpahan minyak. Kegiatan uji coba BOP dilakukan sekali dalam seminggu, dan kegiatan uji coba lainnya dilakukan sekali dalam sebulan. Semua kegiatan uji coba harus didokumentasikan. 11.
Arahan (Directive LTA) Pada event ini akan dibahas tentang arahan untuk melaksanakan pengendalian
hazard. Menurut Bapak A, pengarahan dapat dilakukan saat tail gate meeting atau saat
118
pekerjaan dilaksanakan. WSM akan berkoordinasi dengan tool pusher untuk mengendalikan hazard di lokasi kerja. Pengarahan juga dapat dilakukan dalam bentuk meeting yang melibatkan para kru kerja. Bapak B sebagai WSM memberikan informasi yang sama dengan Bapak A. Bapak C dan D memberikan informasi tambahan mengenai pengarahan untuk tindakan pengendalian. Mereka mengatakan bahwa WSM akan langsung turun ke lapangan jika pengendalian sulit untuk dilakukan. Mereka juga mengutarakan hal yang sama dengan para WSM, bahwa pekerjaan yang berbahaya dapat di SWA (stop work authority) lalu diadakan meeting untuk membahas tindakan pengendalian atas hazard tersebut. Keempat pekerja sebagai informan pendukung, mengakui bahwa mereka sudah mengetahui tindakan pengendalian di rig, namun para pengawas akan memberikan pengarahan untuk pengendalian hazard yang tidak mereka pahami. “Kami mengerjakan yang biasa kami lakukan, kalau memang ada hal yang ndak biasa dan kami ndak paham, tanya sama driller, kalau ga tool pusher.. mereka mau arahin tu.” (Bapak AA) “Di tempat kerja ni, yang udah biasa lakukan, lakukanlah.. tapi kalau ndak.. komunikasiin dulu ke driller.. nanti dijelaskannya tu.” (Bapak AB) “Pekerjaan yang dilakukan setiap harinya seperti ini.. jadi sudah tau bagaimana menghadapi.. tapi kalau ragu.. ya tanyakanlah sama mandor…mereka mau arahain kita tu.”(Bapak AC) “Kalau bahayanya jarang-jarang ada, dan kami baru sekali menghadapinya, biasanya mandor, tool pusher, sampai WSM langsung turun untuk membantu.” (Bapak AD)
119
Ketika peneliti mengamati keadaan lapangan, peneliti menemukan suatu keadaan yang tidak biasa di rig yaitu terjadinya flowing saat pipa dikeluarkan dari sumur minyak. Berdasakan hasil pengamatan di lapangan, diketahui bahwa WSM memberikan perintah pengendalian kepada tool pusher, tool pusher menyampaikan kepada driller, dan driller menyampaikan kepada kru pekerja. Perintah pengendalian pada kondisi tersebut juga dilengkapi dengan tahap-tahap pekerjaan. Saat WSM melihat keadaan belum membaik, ia segera turun ke lapangan dan memerintah langsung para kru pekerja tanpa perantara. Tidak lama kemudian, pekerjaan di SWA dan diadakan meeting singkat untuk mencari jalan keluar. Setelah meeting singkat, pekerjaan dilanjutkan dan flowing dapat dikendalikan. Tahap-tahap pekerjaan yang dijelaskan WSM kepada tool pusher dan meeting singkat yang dilakukan pada kondisi di atas, merupakan suatu bentuk pengarahan dari pengawas kepada kru kerja. Petunjuk mengendalikan hazard juga terdapat dalam bentuk SOP, perusahaan menyediakan SOP untuk mengendalikan hazard di lokasi
kerja,
seperti blow-uot, keadaan darurat H2S, kebakaran, evakuasi dan lainnya. SOP ini dapat dilihat pada lampiran 5.4. 12.
Ketersediaan (Avaibility LTA) Pada event ini akan dibahas mengenai pengendalian hazard yang tersedia di
tempat kerja dan dapat digunakan oleh pekerja. Dalam buku OEMS Well Work and Completion (2010), dijabarkan peralatan-peralatan pengendalian hazard harus tersedia di lokasi kerja sebagai syarat HES. Seperti alat untuk mencegah blow-out dan peralatan menghadapi H2S, kebakaran, evakuasi, serta tumpahan minyak yang harus tersedia di
120
lokasi kerja. APD juga menjadi persyaratan dasar untuk semua pekerja. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, peralatan-peralatan yang menjadi syarat HES ini sudah tersedia di lapangan kerja. Bapak C dan D sebagai informan utama mengatakan bahwa peralatan pengendalian selalu tersedia di lokasi kerja. “Semua alat pengendalian tersedia di lapangan.. itu udah menjadi syarat unit pengeboran.” (Bapak C) “Oh iyalah kalau ndak ada mana boleh beroperasi.. “(Bapak D) 13.
Penyesuaian (Adaptibility LTA) Pada event ini akan dibahas apakah pengendalian hazard yang direkomendasikan
dapat digunakan pada situasi yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil wawancara keempat informan berpendapat bahwa tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi apa saja, dengan catatan hazard yang dihadapi sama. Jika hazard yang ada pada pekerjaan berbeda, maka tindakan pengendaliannya juga berbeda. “Ya bisa… kalo bahaya yang dihadapi sama.. biasanya rekomendasinya sama.. kalau dah beda.. cara mengendaikannya beda juga.” (Bapak A) “Selama pekerjaan yang dilaksankan sama.. ya bahayanya sama aja.. pencegahannya itu juga.” (Bapak B) “Kalau kerjanya itu itu juga ya sama.. bahaya ndak akan berbeda.. kalau ada bahaya yang beda,, tu lain cerita.. perlu didiskusikan gimana cara ngendalinnya.” (Bapak C) “Iya samalah, kalau kerjaannya sama..bahayakan itu juga,, pencegahannya ya sama. “(Bapak D)
121
Para pekerja juga memberikan hasil wawancara yang tidak jauh berbeda dengan para pengawas. “Ya bisa lah.. biasanya juga kayak gitu aja.. pekerjaannya kan ini-ini aja.. kalau beda tu beda pula nanganinya.” (Bapak AA) “Tiap pindah lokasi, kerja ini- ini aja… biasanya sama aja apa yang direkomendasikan di JSA tu.. kalau ada informasi bahaya baru, nah pas meeting tu lah kita omongin, kayak mana jalan keluarnya.” (Bapak AB) “Pekerjaan kami ni rutin.. bahaya ya itu-itu aja.. kalau beda ya dibicarain ulang gimana cara ngadapainnya.” (Bapak AC) “Kalau kerjaannya sama.. bahayanya sama aja.. kalau nampak ada bahaya yang beda, tu dibicarakan, di share satu sama lain… biar kompak gimana ngadapinnya.” (Bapak AD)
Informan utama dan informan pendukung memberikan informasi yang sama bahwa tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi apa saja, jika hazard yang dihadapi sama. Jika hazard yang ada pada pekerjaan berbeda, maka tindakan pengendaliannya juga berbeda. 14.
Perintah yang Tidak Dilaksanakan (Use Not Mandatory) Pada event ini akan dibahas mengenai pelaksanaan pengendalian hazard yang
telah direkomendasikan. Dalam penelitian ini, keempat informan utama memberikan informasi yang sama, bahwa para pekerja melakukan pekerjaan termasuk pengendalian hazard sesuai yang direkomendasikan JSA. Bapak A memberi tanda setuju dengan mengangguk. “Sama kok sama yang di JSA.” (Bapak B)
122
“Apa yang dibikin di JSA ya harus dilakukanlah.” (Bapak C) Para pekerja juga mengakui bahwa mereka melaksanakan tindakan pengendalian yang direkomendasikan dalam JSA. “Ya bisalah,, apa yang ditulis dalam JSA tu kan ga berat.. pakai PPE, berhati-hati kalau istirahat biar ga digigit ular.. hati-hati titik jepit… ya untuk keselamatan kita juga kan?”(Bapak AA) “Diikutinlah.. siapa yang ga mau selamat.. udah dikasih tau jalannya masak ndak mau ikutin.” (Bapak AB) “ Kalau tindakan yang dibuat dalam JSA tu.. ya bisa lah dilakukan.. udah sehari-hari itu juga kan.”(Bapak AC) “Iya dilakukanlah.” (Bapak AD)
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, sering ditemukan pelaksanaan JSA yang tidak tepat bahkan tidak dilakukan sama sekali. Untuk JSA yang dibuat, tindakan pengendalian yang direkomendasikan cenderung kepada perilaku kerja dan penggunaan APD, seharusnya hal ini tidak sulit dilaksanakan oleh kru pekerja. Untuk APD, masih ditemukan para pekerja yang menanggalkan eye protector ketika bekerja dan tidak menggunakan ear plug ketika berada di dekat engine yang menyala. Informan utama mengatakan bahwa rekomendasi pengendalian hazard harus dilaksanakan oleh pekerja, dan para pekerja sebagai informan pendukung mengakui bahwa mereka melakukan tindakan pengendalian tersebut. Akan tetapi, dalam pengamatan
di
melaksanakannya.
lapangan
masih
ditemukan
beberapa
pekerja
yang
lalai
123
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain :
1.
Situasi dan kondisi yang kurang kondusif saat berlangsungnya wawancara dapat mempengaruhi informan memberikan jawabannya. Situasi dan kondisi yang kurang kondusif tersebut misalnya, bising oleh suara engine dan pekerja lain yang menghampiri saat wawancara berlangsung.
2.
Dalam penelitian ini, baik Task Specific Risk Assessment, Task Spesific Risk Analysis, Task Analysis, dan Pre-job Analysis berbentuk Analisis Keselamatan Kerja/ Job Safety Analysis (JSA). JSA hanya terbatas pada identifikasi hazard dan penentuan tindakan mitigasinya, tidak menyentuh tahap penilaian risiko yang ditinjau dari kemungkinan kejadian (likelihood) dan keparahan (severity) yang ditimbulkannya.
3.
Data mengenai event Task Analysis Not Required dengan kode e2 didapatkan berdasarkan wawancara dengan informan kunci dan analisis pedoman perusahaan. Hasil wawancara dengan informan kunci dan analisis pedoman perusahaan sudah menjawab pertanyaan ini.
4.
Event Task Analysis LTA dengan kode e2, diteliti berdasarkan hasil analisis formulir JSA pada pembagian langkah-langkah pekerjaan.
124
5.
Data untuk event Authority LTA dengan kode e3 diambil menggunakan teknik wawancara dengan tool pusher, driller, dan Hes Reps. Tool pusher dan driller dipilih karena mereka adalah pengawas langsung kru pekerja. Keahlian pekerja juga dinilai dari ketepatan formulir JSA yang sudah dituliskan di lokasi kerja.
6.
Data mengenai event Budget LTA dengan kode f2 dan f8 didapatkan dari hasil wawancara dengan informan kunci. Informasi dari informan kunci sudah memenuhi informasi yang dibutuhkan.
7.
Event Supervisory Judgement LTA dengan kode f4, ditelusuri berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis dokumen.
8.
Dalam penelitian ini, peneliti hanya memfokuskan pada pekerjaan yang langsung berhubungan dengan wellwork dan initial completion. Karena pekerjaan well work dan initial completion merupakan pekerjaan high risk, maka cabang Event Low Potential dengan kode d9 tidak dianalisis lebih lanjut.
9.
Peneliti tidak meneliti event Technical Information System LTA dengan kode f6. Hal ini dilakukan karena keterbatasan waktu penelitian dan kurangnya data yang dibutuhkan peneliti.
10.
Event Scope LTA dengan kode f9 ditelusuri melalui pengamatan lapangan dan analisis dokumen.
11.
Data untuk Analytical Skill LTA dengan kode f10 disamakan dengan data Authority LTA dengan kode f1, karena informasi yang dibutuhkan tidak jauh berbeda.
125
12.
Data mengenai event Hazard Prioritisation dengan kode g2 didapatkan dari hasil wawancara dengan informan kunci. Informasi dari informan kunci sudah memenuhi informasi yang dibutuhkan.
13.
Data mengenai event Clarity dengan kode e6 didapatkan dengan teknik wawancara dan analisis pedoman perusahaan.
14.
Data mengenai event Testing of Control LTA degan kode e8 didapatkan dengan teknik pengamatan lapangan dan analisis pedoman perusahaan. Hasil pengamatan lapangan sudah memenuhi informasi yang didapat, sehingga tidak dilakukan wawancara kepada informan.
15.
Data mengenai event Avaibility LTA degan kode e10 didapatkan dengan teknik pengamatan lapangan dan analisis pedoman perusahaan. Hasil pengamatan lapangan sudah memenuhi informasi yang didapat, sehingga tidak dilakukan wawancara kepada informan.
16.
Data mengenai event Adaptibility LTA dengan kode e11 didapatkan dengan teknik wawancara, karena data tidak ditemukan baik pada pengamatan lapangan dan analisis dokumen.
17.
Data mengenai event Use Not Mandatory LTA degan kode e12 didapatkan dengan teknik wawancara dan pengamatan lapangan saja, karena data tidak ditemukan melalui analisis dokumen perusahaan.
126
6.2
PEMBAHASAN EVENT TASK SPESIFIC RISK ASSESSMENT NOT PERFORMED Event ini digunakan untuk menelusuri penyebab tidak dilakukannya job safety
analysis (JSA) di lokasi kerja WW&C. Pembahasan event ini akan dimulai dari event terbawah pada cabang Task Spesific Risk Assessment Not Performed. Event yang pertama dibahas adalah event Authority LTA. Event Authority LTA dengan kode f1 mencurigai bahwa kegagalan JSA disebabkan ketidakahlian analis untuk menganalisis keselamatan kerja sebuah pekerjaan. Faktor pengetahuan (knowledge), kompetensi (skill), dan perilaku (attitude) merupakan persyaratan utama untuk bekerja dengan aman dan selamat. OHSAS 18001 menempatkan elemen kompetensi sebagai salah satu persyaratan keberhasilan penerapan K3 dalam organisasi. Kep. 241/MEN/V/2007 mengenai Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Industri Minyak dan Gas Bumi Serta Panas Bumi Sub Sektor Industri Minyak dan Gas Hulu Bidang Pengeboran Sub Bidang Pengeboran Darat, menjelaskan bahwa kru pekerja baik floorman, derrickman, driller, dan tool pusher harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan persyaratan kesehatan keselamatan kerja dan lindungan lingkungan di tempat kerja. Beberapa kriteria kompetensi yang harus dimiliki kru pekerja adalah mengidentifikasi unsur atau bahan-bahan berisiko tinggi berdasarkan label dan lembar data keselamatan, memeriksa komponen keselamatan dan kesehatan kerja pada awal sebelum mengoperasikan semua alat unit rig pengeboran, dan mengidentifikasi risiko pekerjaan dan melakukan antisipasi untuk mengurangi risiko.
127
Dalam penelitian ini diketahui bahwa pekerja memang ahli melakukan pekerjaan di rig, namun mereka belum ahli untuk mengidentifikasi hazard di lokasi kerja. Hasil analisis formulir JSA menunjukkan ketidaktepatan baik pada pembagian langkah kerja, identifikasi hazard pekerjaan, dan penentuan tindakan mitigasi. Ketidaktepatan ini menunjukkan bahwa pekerja belum ahli untuk melaksanakan JSA. Ketidakahlian para pekerja menunjukkan hal yang tidak sesuai dengan kompetensi yang diatur dalam Kep. 241/MEN/V/2007. Ketidakahlian pekerja ini mengakibatkan event Authority LTA bermasalah, dan akan mempengaruhi event-event yang berada di lapis atasnya, yaitu event Task Analysis Not Made, event High Potential Not Identified, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed. Event Budget LTA dengan kode f2 mencurigai bahwa kegagalan JSA disebabkan oleh anggaran yang tidak mencukupi. Berdasarkan hasil penelitian, anggaran untuk pelaksanaan JSA sudah cukup. Dengan adanya anggaran ini, dan cukupnya dana yang dibutuhkan maka event Budget LTA tidak menjadi masalah dan tidak akan mempengaruhi event-event yang berada di lapis atasnya. Event Time LTA dengan kode f3 mencurigai bahwa kegagalam JSA disebabkan masalah waktu. Rousand (2005) menyatakan bahwa alokasi waktu untuk pelaksanaan JSA merupakan hal yang penting untuk dipastikan. Dalam OEMS Wellwork and Completion (2010), dijelaskan bahwa SOP dan JSA harus diulas saat pre job meeting atau sebelum pekerjaan dilaksanakan.
128
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pengawas dan kru pekerja melaksanakan JSA bukan saat pre job meeting, melainkan saat tail gate meeting dan sewaktu-waktu ketika ditemukan hazard baru pada pekerjaan. Pengawas dan kru pekerja cenderung melaksanakan JSA saat tail gate meeting karena menurut mereka pelaksanaan pre job meeting setiap pekerjaan akan dilaksanakan akan memakan banyak waktu. Berdasarkan pedoman perusahaan, membahas hazard sewaktu-waktu ketika ditemukan bukanlah JSA, namun dikategorikan ke dalam SWA (Stop Work Authority). SWA merupakan hak dan kewajiban seluruh pekerja untuk menghentikan pekerjaan yang berbahaya atau tidak selamat. Pembahasan JSA saat tail gate meeting bukan hal yang tepat. Dalam buku OEMS Wellwork and Completion (2010), dijelaskan bahwa tail gate meeting dilakukan setiap kali pergantian kru dengan tujuan menyampaikan informasi pekerjaan dari kru sebelumnya kepada kru yang akan bekerja, bukan untuk mengulas SOP/JSA. SOP dan JSA dipersiapkan dan diulas dalam bentuk pre job meeting. Pelaksanaan JSA saat tail gate meeting ini tidak sesuai dengan persyaratan perusahaan. Hasil penelitian juga menunjukkan, bahwa pengawas dan pekerja jarang sekali melakukan pre job meeting, kecuali jika pekerjaan di rig dibantu oleh company service. Kecenderungan melaksanakan JSA saat tail gate meeting dan jarangnya pelaksanaan pre job meeting merupakan masalah untuk event Time LTA dan dapat mempengaruhi event Task Analysis Not Made, event High Potential Not Identified, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed.
129
Event Supervisor Judgement dengan kode f4 membahas tentang ketidaktepatan pengawas dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Menurut Winardi (2007), tugas utama seorang pengawas adalah memanaje para pekerja pada tingkat terbawah organisasi. Dalam penelitian ini, pengawas diharapkan tidak hanya mampu memanaje pekerjaan para pekerja, namun juga mampu memanaje pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Menurut OSHA 3071 (2002), hazard yang ditemukan dalam pelaksanaan JSA dapat digunakan pengawas untuk mengeliminasi dan mencegah kecelakaan di tempat kerjanya. Dari hasil penelitian ditemukan beberapa keadaan yang menunjukkan kelalaian pengawas memanaje pelaksanaan JSA. Yang pertama, ditemukannya banyak pekerjaan yang tidak didahului dengan pre job meeting. Jika pekerjaan tidak diawali dengan pre job meeting, artinya ulasan mengenai SOP dan JSA juga tidak dilaksanakan. Dengan tidak dilaksanakannya JSA, maka identifikasi terhadap hazard pekerjaan juga tidak dilakukan, dan tindakan pencegahan kecelakaan tidak direkomendasikan. Yang kedua adalah ditemukannya clerk yang melaksanakan JSA terhadap suatu pekerjaan. Jika clerk melakukan JSA, maka pelaksanaan JSA tersebut tidak tepat karena tugas clerk adalah mendokumentasikan semua kegiatan kru pekerja rig. Clerk bukanlah pekerja yang melaksanakan pekerjaan di rig. Rausand (2005) menjelaskan bahwa pekerja yang terlibat dalam analisis keselamatan kerja adalah pekerja yang akan melakukan pekerjaan tersebut bersama supervisor, safety staff, dan jika diperlukan dapat melibatkan beberapa ahli. Temuan kedua ini menunjukkan ketidaktepatan dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja.
130
Yang ketiga adalah ketiga formulir JSA menunjukkan ketidaktepatan, baik pada hasil identifikasi hazard maupun rekomendasi tindakan mitigasi. Ketiga temuan di atas menunjukkan bahwa pengawas tidak memanaje para pekerja dengan baik, terutama untuk pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Kelalaian pengawas ini dapat menjadi masalah masalah baik pada event Task Analysis Not Made, event High Potential Not Identified, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed. Event Authority LTA, Time LTA, Budget LTA, dan Supervisor Judgement LTA merupakan event-event yang terletak paling dasar dari event Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan secara langsung menjadi penyebab dasar Task Analysis Not Made yang memiliki kode e2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh event bermasalah, kecuali event Budget LTA. Antara lapis f dan e terdapat tanda
,
artinya jika salah satu event dilapis f bermasalah akan menyebabkan Task Analysis Not Made. Bermasalahnya ketiga event dilapis f, menyebabkan terjadinya event Task Analysis Not Made. Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa JSA dianggap tidak dibuat sama sekali karena ketidakahlian pekerja melaksanakan JSA, permasalahan waktu pelaksanaan JSA, dan kelalaian para pengawas dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Event Task Analysis Not Required dengan kode e1 membahas tentang kewajiban melaksanakan JSA. Keharusan perusahaan untuk melakukan identifikasi hazard dan menetapkan pengendalian juga diatur dalam OHSAS 18001 pada Kausul 4.3.1. Isi
131
kausul tersebut adalah organisasi harus menetapkan, mengimplementasikan dan memelihara prosedur untuk melakukan identifikasi hazard dari kegiatan yang sedang berjalan, penilaian risiko dan menetapkan pengendalian yang diperlukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi hazard dan penetapan pengendaliannya di lokasi kerja berbentuk pelaksanaan JSA. JSA merupakan salah satu persyaratan HES yang harus dilakukan dalam operasi wellwork. Keharusan melaksanakan JSA ini terdapat dalam OEMS Wellwork and Completion tahun 2010. Kewajiban melaksanakan JSA juga telah menjadi komitmen setiap pekerja yang berada di bawah Wellwork and Completion Team. Komitmen ini tertuang dalam Safety Commitment 2011. Dengan ditetapkannya JSA sebagai salah satu persyaratan HES dan telah menjadi bagian Safety Commitmen 2011
maka perusahaan sudah memenuhi
Kausul 4.3.1 OHSAS 18001 dan menegaskan bahwa Event Task Analysis Not Required tidak menjadi masalah baik dalam event High Potential Not Identified dan event Task Spesific Risk Assessment Not Performed. Event Task Analysis LTA dengan kode f2 membahas tentang
ketepatan
pelaksanaan JSA ditinjau dari pengidentifikasian hazard pada tiap langkah pekerjaan. Sesuai dengan hasil analisis formulir JSA diketahui bahwa tahap-tahap pelaksanaan JSA di lokasi kerja tidak sesuai dengan pedoman perusahaan dan OSHAcedmy Course 706 Guideline. Salah satu ketidaksesuai tahap-tahap pelaksanaan JSA di lokasi kerja adalah tidak
dibaginya
pekerjaan
menjadi
beberapa
langkah-langkah
dan
tidak
teridentifikasinya semua keberadaan hazard pada tiap langkah pekerjaan. Maka dari itu,
132
event ini menjadi masalah baik dalam event High Potential Not Identified dan event Task Spesific Risk Assessment Not Performed. Antara lapis e dan d terdapat tanda
, artinya jika salah satu event dilapis
e bermasalah akan menyebabkan High Potential Not Identified dengan kode d8. Maka dua event dilapis e, yaitu Task Analysis dan Task Analysis Not Made menyebabkan terjadinya masalah pada event High Potential Not Identified. Berdasarkan analisis teknik MORT, dapat ditarik kesimpulan bahwa hazard pada pekerjaan risiko tinggi dianggap tidak teridentifikasi sama sekali karena ketidaktepatan pelaksanaan JSA dan tidak dibuatnya JSA di lokasi kerja. Event Low Potential dengan kode d9 membahas tentang identifikasi hazard pada pekerjaan yang memiliki potensi hazard rendah. Menurut Rousand (2005), JSA dapat menganalisis semua pekerjaan yang ada di tempat kerja, namun dapat diprioritaskan berdasarkan tingkat kecelakaan, tingkat keparahan, potensi menyebabkan luka berat, pekerjaan baru, pekerjaan tidak rutin, pekerjaan yang mengalami perubahan prosedur dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini, diketahui bahwa seluruh pekerjaan wellwork dan intial completion merupakan pekerjaan high risk. Maka dari itu cabang ini tidak dianalisis lebih lanjut. Antara lapis d dan c terdapat tanda
, artinya jika salah satu event dilapis d
bermasalah akan menyebabkan Task Spesific Risk Assessment Not Performed dengan kode c11. Maka dari itu, event dilapis d yaitu event High Potential Not Identified dan menyebabkan terjadinya event Task Spesific Risk Assessment Not Performed.
133
Berdasarkan analisis MORT, dapat ditarik pengertian bahwa JSA dianggap tidak dilakukan karena potensi hazard tinggi tidak teridentifikasi sama sekali. Berdasarkan pohon MORT dapat disimpulkan bahwa event-event yang menyebabkan terjadinya Task Spesific Risk Assessment Not Performed, adalah event Authority LTA, Time LTA, Supervisor Judgement LTA, Task Analysis Not Made, Task Analysis LTA, dan High Potential Not Identified. Artinya adalah JSA dianggap tidak dilakukan sama sekali karena:
Ketidakahlian pekerja melaksanakan JSA.
Tidak tepatnya waktu pelaksanaan JSA.
Ketidaktegasan pengawas dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja.
Tidak teridentifikasinya hazard pada langkah-langkah pekerjaan.
Gambar 6.1 Event-event yang Bermasalah dalam Cabang Task Specific Risk Assessment Not Performed
134
6.3
PEMBAHASAN EVENT TASK SPESIFIC RISK ASSESSMENT LTA Event ini digunakan untuk menelusuri penyebab tidak tepatnya job safety
analysis (JSA) di lokasi kerja WW&C. Pembahasan event ini akan dimulai dari event terbawah pada cabang Task Spesific Risk Assessment LTA. Event Hazard Identification LTA dengan kode g1 membahas tentang kriteria yang digunakan untuk mengidentifikasi hazard. Menurut OSHA 3071:2002, dalam istilah praktis, hazard sering dikaitkan dengan kondisi atau kegiatan
yang
jika dibiarkan tidak terkendali dapat mengakibatkan cedera atau sakit. Terdapat dua kelompok hazard, yaitu hazard keselamatan dan hazard kesehatan. (Mulya, 2008 dalam Prihartono, 2009). Dampak safety hazard bersifat akut, konsekuensi tinggi, dan probabilitas untuk terjadi rendah. Contohnya adalah mechanical, electrical, dan chemical. Dampak health hazard bersifat kronis, konsekuensi rendah, bersifat terus menerus, dan probabilitas untuk terjadi tinggi. Contoh health hazard adalah physical, chemical, ergonomic, dan biological. Dari hasil penelitian diketahui bahwa perusahaan juga mengelompokan hazard. Pengelompokan tersebut digunakan sebagai tools untuk melakukan identifikasi hazard. Tools ini dikenal dalam perusahaan dengan nama Hazard Identification Tools (Hazid Tools) yang mengelompokkan hazard menjadi sepuluh kelompok. Kelompok-kelompok tersebut adalah gravity (grafitasi), motion (gerakan), mechanical (mekanika), electrical (listrik), pressure (tekanan), temperature (suhu), chemical (bahan kimia), biological (biologis), radiation (radiasi) dan noise (kebisingan).
135
Pengelompokan hazard juga terdapat dalam JSA hazid dengan tujuan untuk menambah
kemampuan
pekerja
dalam
mengidentifikasi
sumber
energi
dan
mengidentifikasi potensi hazard. Dalam OEMS Wellwork and Completion (2010), penggunaan JSA hazid diharuskan saat melakukan analisis keselamatan kerja. Akan tetapi, tools ini jarang digunakan pengawas dan kru kerja, sehingga tidak semua hazard dapat ditemukan dengan baik. Hal ini terbukti dari hasil analisis dokumen, bahwa tidak semua hazard dituliskan dalam formulir JSA. Permasalahan pada event Hazard Identification ini dapat mempengaruhi event Hazard Selection dan event Task Risk Assessment LTA. Event Hazard Prioritation LTA dengan kode g2 membahas tentang prioritas hazard. Menurut Lindorfer, prioritas hazard adalah metode untuk meningkatkan visibilitas manajemen risko dan ketepatan probabilitas suatu kejadian. Prioritas hazard dilakukan dengan cara menentukan rangking hazard berdasarkan nilai-nilai numerik. Dalam penelitian ini, pelaksanaan JSA di lokasi kerja meliputi identifikasi hazard dan penentuan tindakan mitigasinya. Penilaian risiko berdasarkan kemungkinan kerjadian dan tingkat keparahan tidak menjadi pembahasan dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja, sehingga peneliti tidak menemukan prioritas hazard dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Walaupun demikian, perusahaan menetapkan bahwa semua hazard harus teridentifikasi dengan baik, agar dapat diambil tindakan mitigasi yang sesuai. Maka event ini tidak menjadi masalah yang dapat mempengaruhi event Hazard Selection dan event Task Risk Assessment LTA.
136
Antara lapis g dan f terdapat tanda
, artinya jika salah satu event dilapis g
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Hazard Selection dengan kode f11. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Hazard Identification LTA bermasalah, maka event ini dapat menyebabkan masalah event Hazard Selection. Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa pemilihan hazard dalam pelaksanaan JSA tidak tepat, karena pekerja tidak tepat mengidentifikasi hazard pekerjaan. Event Time LTA dengan kode f7 mencurigai bahwa kegagalan JSA disebabkan masalah waktu. Hasil penelitian dalam untuk event Time LTA kode f7 sama dengan event Time LTA pada kode f3. Dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak tepatnya waktu pelaksanaan JSA. JSA seharusnya diulas saat pre job meeting, namun pengawas dan kru kerja melakukannya saat tail gate meeting. Penyimpangan waktu pelaksanaan ini, dapat menjadi masalah baik pada event Execution LTA, event Task Specific Risk Analysis LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA. Event Budget LTA dengan kode f8 mencurigai bahwa kegagalan JSA disebabkan oleh anggaran yang tidak mencukupi. Berdasarkan hasil penelitian, anggaran untuk pelaksanaan JSA sudah cukup. Dengan adanya anggaran ini, dan cukupnya dana yang dibutuhkan maka event Execution LTA, event Task Specific Risk Analysis LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
137
Event Scope LTA dengan kode f9 membahas tentang ruang lingkup pelaksanaan JSA. Dari hasil penelitian diketahui bahwa JSA dilaksanakan saat tail gate meeting. Pekerjaan yang dianalisis dan didiskusikan dalam meeting tersebut adalah seluruh pekerjaan yang akan dilaksanakan selama 12 jam. Hasil pengamatan lapangan juga menunjukkan hasil yang demikian. Ruang lingkup pekerjaan yang dibahas dan dianalisis dalam meeting singkat ini terlalu luas. Formulis JSA yang dianalisis dalam penelitian juga menunjukkan bahwa pekerjaan tidak dibagi menjadi beberapa langkah. Berdasarkan OSHAcademy Course 706 Study Guide, satu pekerjaan yang akan dianalisis dibagi kedalam langkah-langkah pekerjaan. Setelah itu diidentifikasi hazard pada setiap langkah pekerjaan. Dengan membahas seluruh pekerjaan dalam satu kali meeting dan tidak dibaginya pekerjaan menjadi beberapa langkah, maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis terlalu luas. Hal ini dapat menjadi masalah baik pada event Execution LTA, event Task Specific Risk Analysis LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA. Event Analytical Skill LTA dengan kode f10 membahas tentang kemampuan pengawas dan pekerja yang terlibat dalam pelaksanaan JSA. Hasil penelitian untuk event Analytical Skill LTA kode f10 serupa dengan event Authority LTA pada kode f1. Dalam penelitian ini diketahui bahwa pekerja belum ahli untuk mengidentifikasi hazard di lokasi kerja, walaupun mereka telah memiliki keahlian serta pengalaman bertahun-tahun untuk bekerja di rig. Ketidakahlian para pekerja ini dapat menjadi masalah baik pada event Execution LTA, event Task Specific Risk Analysis LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
138
Antara lapis f dan e terdapat tanda
, artinya jika salah satu event dilapis f
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Execution LTA dengan kode e5. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Time LTA, Scope LTA, Analytical Skill LTA, dan Hazard Selection LTA bermasalah. Keempat event ini dapat menyebabkan masalah event Execution LTA. Berdasarkan analisis
teknik MORT,
ditarik kesimpulan bahwa pelaksanaan JSA dianggap tidak tepat, karena JSA tidak diulas saat pre job meeting, ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis terlalu luas, ketidakahlian pekerja menganalisis JSA, dan ketidaktepatan identifikasi hazard pekerjaan. Event Use of Workers Input LTA dengan kode f5 membahas tentang masukan dan informasi dari para pekerja dalam pelaksanaan JSA. Menurut Rousand (2005), JSA dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan, pengawas, dan jika diperlukan dapat melibatkan beberapa ahli. Para pekerja yang diajak terlibat dalam pelaksanaan JSA, dapat membantu mengidentifikasi hazard dan menentukan tindakan pengendalian untuk meminimasi atau mengeliminasi hazard. Berdasarkan penelitian ini diketahui pekerja terlibat dalam tail gate meeting maupun pre job meeting. Walaupun pre job meeting jarang dilakukan, namun pekerja selalu terlibat di dalamnya. Tail gate meeting dan pre job meeting digunakan pengawas dan kru kerja untuk membahas hazard pekerjaan serta tindakan mitigasinya. Pekerja dapat mengeluarkan pendapat dan membagi informasi dalam meeting tersebut. Maka dari itu, event ini tidak menjadi masalah pada event Execution LTA, event Task Specific Risk Analysis LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
139
Antara lapis f dan e terdapat tanda
, artinya jika salah satu event dilapis f
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Knowledge LTA dengan kode e5. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Use of Workers Input LTA tidak bermasalah, dan Technical Information System LTA tidak ditelusuri dalam penelitian ini. Maka dari itu, event Use of Workers Input LTA tidak menyebabkan masalah event Knowledge LTA. Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa event Knowledge LTA sudah cukup baik. Alasannya karena pekerja dilibatkan dalam tail gate meeting, pre job meeting, dan diskusi yang membahas hazard pekerjaan serta tindakan mitigasinya. Antara lapis e dan d terdapat tanda
, artinya jika salah satu event dilapis e
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Task Spesific Risk Analysis LTA dengan kode d10. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Knowledge LTA sudah cukup baik dan event Execution LTA merupakan event yang bermasalah. Event Execution LTA ini dapat menyebabkan masalah event Task Spesific Risk Analysis LTA. Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa kualitas analisis keselamatan pekerjaan yang dilakukan di lokasi kerja WW&C belum baik, karena terdapat ketidaktepatan dalam pelaksanaannya. Event Clarity LTA dengan kode e5 membahas tentang kemudahan pekerja untuk memahami dan melakukan tindakan mitigasi atau pengendalian hazard yang sudah direkomendasikan dalam JSA. Kep. 241/MEN/V/2007 menjelaskan bahwa kru pekerja baik floorman, derrickman, driller, dan tool pusher harus memiliki kompetensi untuk melaksanakan persyaratan kesehatan keselamatan kerja dan lindungan lingkungan di
140
tempat kerja. Beberapa kriteria kompetensi yang harus dimiliki kru pekerja untuk melaksanakan persyaratan kesehatan keselamatan kerja adalah melaksanakan pekerjaan dan penanganan risiko pekerjaan sesuai dengan rekomendasi yang aman, mengikuti prosedur dan instruksi kerja pengendalian pekerjaan berbahaya secara seksama, dan memiliki pengetahuan serta kemampuan mengikuti prosedur yang berhubungan dengan kecelakaan, api, dan kondisi darurat termasuk komunikasi di lokasi dan petunjuk bahaya sesuai ketentuan industri pengeboran. Berdasarkan hasil penelitian, para pekerja sudah memenuhi kriteria yang dijelaskan di atas. Para pekerja mampu melaksanakan penanganan hazard sesuai dengan rekomendasi JSA, mengikuti prosedur dan instruksi pengendalian hazard, serta mampu mengikuti prosedur tanggap darurat sesuai ketentuan perusahaan. Penanganan hazard atau tindakan mitigasi yang tertulis dalam formulir JSA sama sekali tidak sulit dipahami dan tidak sulit dilakukan oleh para pekerja. Penanganan terhadap semburan liar, kebakaran, H2S, evakuasi, dan tumpahan minyak juga dapat mereka lakukan, karena perusahaan mensyaratkan seluruh kru pekerja untuk melaksanakan uji coba dan pelatihan rutin di lokasi kerja. Hal-hal ini lah yang mendukung pemahaman para pekerja untuk mengendalikan hazard di lokasi kerja. Faktor lain yang mendukung para pekerja memahami pengendalian hazard di lokasi kerja adalah keterampilan, kemahiran, dan lama pengalaman bekerja yang sudah dimiliki oleh masing-masing pekerja.Karena kru pekerja sudah memahami dan mampu melaksanakan tindakan pengendalian hazard di lokasi kerja, maka event ini tidak menjadi masalah pada event Recommended Risk Control LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
141
Event Compability LTA dengan kode e6 membahas tentang kesesuaian antara rekomendasi pengendalian hazard dengan peralatan pengendalian yang ada di lokasi kerja. Dalam Konsep Aturan Pokok RPP Keteknikan Migas (2007), salah satu kewajiban badan usaha adalah menyediakan sarana dan prasarana keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Ramli (2010), penambahan peralatan dan pemasangan peralatan pengaman merupakan salah satu bentuk pengendalian hazard yang dikategorikan sebagai engineering control. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa peralatan pengendalian hazard sudah tersedia di lokasi kerja dan telah disesuaikan dengan hazard yang ada. Para pekerja dapat menggunakan peralatan pengendalian tersebut jika diperlukan. Salah satu bentuk alat pengedalian hazard adalah alat pengendalian blow out, yaitu blow-out hidrolik dengan satu set ram, blinds, dan chokes yang terpasang dengan baik. Peralatan ini harus tersedia di lokasi kerja sebagai syarat HES untuk operasi unit pemboran. Hasil analisis dokumen atas formulir JSA, menunjukkan bahwa tindakan pengendalian yang direkomendasikan dalam JSA cenderung kepada perilaku dan alat pelindung diri (APD). APD yang direkomendasikan dalam JSA sudah sesuai dengan APD dimiliki oleh para pekerja. Dalam Buku OEMS juga dijelaskan bahwa APD merupakan syarat HES yang harus dipenuhi pekerja dalam beroperasi. Kesesuaian alat pengendalian hazard di lokasi dengan rekomendasi JSA tidak menjadikan event Compability LTA ini bermasalah dan tidak mempengaruhi event Recommended Risk Control LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA. Event Testing of Control LTA dengan kode e8 membahas tentang uji coba peralatan pengendalian hazard. Konsep Aturan Pokok RPP Keteknikan Migas (2007)
142
mewajibkan pemeriksaan teknis dan pengujian instalasi dan peralatan yang digunakan untuk dalam kegiatan usaha migas. Salah satu peralatan yang wajib diuji coba adalah peralatan yang digunakan untuk pencegahan dan penanggulangan hazard. Berdasarkan penelitian ini, uji coba peralatan pengendalian hazard sudah dilakukan di lokasi kerja. Salah satunya adalah uji coba alat pelindung diri yang digunakan oleh Derrickman. Derrickman yang bekerja di ketinggian wajib menggunakan full-body harness dengan lan yard. Derrick escape lines harus terpasang sesuai spesifikasi dan lolos uji tarik. Uji coba lainnya yang harus dilakukan di lokasi kerja adalah uji coba BOP, uji coba H2S, kebakaran, evakuasi, dan tumpahan minyak. Kegiatan uji coba BOP dilakukan sekali dalam seminggu, dan kegiatan uji coba lainnya dilakukan sekali dalam sebulan. Semua kegiatan uji coba harus didokumentasikan sebagai bukti. Dengan dilaksanakannya uji coba ini, maka event Testing of Control LTA ini tidak menjadi masalah pada event Recommended Risk Control LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA. Event Directive to Use LTA dengan kode e9 membahas tentang arahan untuk melaksanakan pengendalian hazard. Pemberian arahan berupa petunjuk cara kerja atau prosedur kerja yang aman termasuk pengendalian hazard jenis administrative control (Ramli, 2010). Dalam penelitian ini, arahan untuk mengendalikan hazard dilakukan saat tail gate meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan. Pengarahan dapat berasal langsung dari para pengawas. Perusahaan juga sudah menyiapkan SOP untuk pengendalian hazard. Dengan adanya arahan ini,
maka event Directive LTA ini tidak menjadi
masalah pada event Recommended Risk Control LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA.
143
Event Avaibility LTA dengan kode e10 membahas tentang peralatan pengendalian yang tersedia di lokasi kerja dan dapat digunakan oleh pekerja. Dalam Konsep Aturan Pokok RPP Keteknikan Migas (2007), badan usaha wajib menyediakan sarana dan prasarana keselamatan dan kesehatan kerja. Penyediaan alat pengendalian hazard di lokasi kerja termasuk pengendalian hazard jenis engineering control. Dalam penelitian ini, peralatan pengendalian hazard sudah tersedia di lokasi kerja. Tersedianya peralatan pengendalian hazard ini di lokasi kerja merupakan suatu keharusan dan sudah menjadi syarat HES untuk pekerjaan wellwork dan completion. Contoh alat pengendalian hazard tersebut seperti alat untuk mencegah blow-out, peralatan menghadapi H2S, kebakaran, evakuasi, serta tumpahan minyak yang harus tersedia di lokasi kerja. APD juga menjadi persyaratan dasar yang harus digunakan pekerja. Dengan tersedianya alat pengendalian hazard di lokasi kerja,
maka event
Avaibility LTA ini tidak menjadi masalah pada event Recommended Risk Control LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA. Event Adaptibility LTA dengan kode e11 membahas tentang rekomendasi pengendalian hazard yang dapat digunakan pada berbagai macam situasi. Dalam penelitian ini diketahui bahwa tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi yang berbeda, jika hazard yang dihadapi dalam pekerjaan itu sama. Jika ditemukan ada hazard yang berbeda, maka tindakan pengendalian juga akan berbeda. Menurut pedoman perusahaan, JSA yang telah dibuat bisa disimpan sebagai referensi untuk operasi yang serupa dimasa yang akan datang. Event Adaptibility LTA ini tidak menjadi masalah pada event Recommended Risk Control LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA. Hal ini
144
disebabkan karena rekomendasi tindakan pengendalian dapat digunakan pada operasi yang sama dimasa berikutnya, dan jika ditemukan hazard berbeda, tindakan pengendalian harus disesuaikan dengan hazard tersebut. Event Use Not Mandatory LTA dengan kode e12 membahas tentang pelaksanaan tindakan mitigasi yang sudah direkomendasikan. Kep. 241/MEN/V/2007 menjelaskan bahwa pekerja harus melaksanakan penanganan pekerjaan yang memiliki hazard sesuai dengan rekomendasi yang aman. Semua prosedur dan instruksi kerja untuk pengendalian pekerjaan berbahaya diikuti dengan seksama. Namun, dalam penelitian ini diketahui bahwa tidak semua pekerja melakukan pengendalian hazard sesuai dengan yang direkomedasikan. Event Use Not Mandatory LTA memiliki simbol
. Event ini
membutuhkan analisis lebih lanjut. Jika pengendalian hazard ini merupakan pilihan untuk dilakukan di lokasi kerja, maka akan dilakukan analisis pada cabang Assumed Risk. Karena peneliti tidak menemukan pilihan mengenai rekomendasi tindakan pengendalian, maka tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut pada cabang Assumed Risk. Akan tetapi, hasil penelitian tetap menunjukkan bahwa event ini bermasalah karena tidak
semua
pekerja
melaksanakan
tindakan
pengendalian
seperti
yang
direkomendasikan dalam JSA. Maka dari itu, permasalahan dalam event ini dapat mempengaruhi event Recommended Risk Control LTA, maupun pada event Task Spesific Risk Assessment LTA. Antara lapis e dan d terdapat tanda
, artinya jika salah satu event dilapis e
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Recommended Risk Control
145
LTA dengan kode d11. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Use Not Mandatory LTA bermasalah. Event ini dapat menyebabkan masalah event Recommended Risk Control LTA. Berdasarkan analisis
teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa
pengendalian hazard dianggap tidak tepat karena pekerja tidak melakukannya sesuai yang direkomendasikan. Walaupun pekerja telah paham, pengendalian hazard sudah sesuai dengan kondisi lapangan, pengendalian hazard sudah diuji coba, dan alat-alat pengendalian hazard sudah sesuai, namun event Recommended Risk Control LTA dianggap bermasalah. Antara lapis d dan c terdapat tanda
, artinya jika salah satu event dilapis d
bermasalah akan menyebabkan permasalahan dalam event Task Spesific Risk Assessment LTA dengan kode c12. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa event Task Spesific Risk Analysis LTA dan event Recommended Risk Control LTA merupakan event yang bermasalah. Kedua event ini dapat menyebabkan masalah event Task Spesific Risk Assessment LTA. Berdasarkan analisis teknik MORT, ditarik kesimpulan bahwa analisis keselamatan pekerjaan yang dilakukan di lokasi kerja WW&C belum tepat. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa event-event yang menyebabkan terjadinya Task Spesific Risk Assessment LTA, adalah event Time LTA, Scope LTA, Analytical Skill LTA, Hazard Identification LTA, dan Use Not Mandatory. Artinya adalah JSA dianggap tidak tepat menurut MORT karena:
Ketidaktepatan waktu pelaksanaan JSA.
Terlalu luasnya ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis.
146
Kurangnya kemampuan pekerja melaksanakan JSA.
Tidak tepatnya pekerja mengidentifikasi hazard. Dalam penelitian ini, ketidaktepatan disebabkan karena pekerja tidak menggunakan kriteria hazard
dalam
Hazard
Identification
Tools/
JSA
Hazid
mengidentifikasi hazard.
Tidak dilaksanakannya tindakan mitigasi yang sudah ditentukan.
saat
Gambar 6.2 Event-event yang Bermasalah dalam Cabang Task Specific Risk Assessment LTA
147
148
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
KESIMPULAN
1.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan job safety analysis (JSA) pada pekerjaan wellwork dan initial completion di lokasi kerja PT. X belum dilaksanakan dengan baik. JSA beberapa pekerjaan belum tepat dilaksanakan, dan beberapa pekerjaan ditemukan tidak memiliki JSA sama sekali.
2.
Ketidaktepatan pelaksanaan JSA ini meliputi keseluruhan tahap pelaksanaannya. Dimulai dari pembagian pekerjaan menjadi langkah-langkah kerja, identifikasi hazard, dan penentuan tindakan mitigasinya. Ditemukan juga pekerja yang akan melakukan pekerjaan tidak terlibat dalam pelaksanaan JSA.
3.
Menurut cabang Task Spesific Risk Assessment Not Perfomed dalam pohon masalah MORT, diketahui bahwa event Authority LTA, Time LTA, Supervisor Judgement LTA, dan Task Analysis LTA menyebabkan permasalahan dalam Task Spesific Risk Assessment Not Perfomed. Artinya adalah JSA dianggap tidak dilakukan sama sekali karena ketidakahlian pekerja, tidak tepatnya waktu pelaksanaan JSA, ketidaktegasan pengawas dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja, dan tidak teridentifikasinya hazard pada langkah-langkah pekerjaan.
4.
Menurut cabang Task Spesific Risk Assessment LTA dalam pohon masalah MORT, diketahui bahwa event Time LTA, Scope LTA, Analytical Skill LTA, Hazard Identification LTA, dan Use Not Mandatory menyebabkan permasalahan
149
dalam Task Spesific Risk Assessment LTA. Artinya adalah JSA dianggap tidak tepat menurut MORT karena ketidaktepatan waktu pelaksanaan JSA, terlalu luasnya ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis, kurangnya kemampuan pekerja melaksanakan JSA, tidak tepatnya pekerja mengidentifikasi hazard, dan tidak dilaksanakannya tindakan mitigasi yang sudah ditentukan. 7.2
SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka peneliti memberikan beberapa saran-
saran berdasarkan hasil penelitian dan saran untuk penelitian lebih lanjut. 7.2.1 Saran Berdasarkan Hasil Penelitian 1.
Pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Specific Risk Assessment LTA, diketahui bahwa para pekerja belum memiliki keahlian, kemampuan dan keterampilan untuk menganalisis keselamatan kerja, terutama untuk mengidentifikasi hazard. Maka dari itu, disarankan kepada perusahaan dan mitra kerja untuk memberikan pelatihan kepada pekerja mengenai JSA, terutama untuk identifikasi hazard pada pekerjaan berisiko tinggi (critical task).
2.
Pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Specific Risk Assessment LTA, diketahui bahwa para pengawas dan pekerja tidak melaksanakan JSA pada waktu yang tepat. Maka dari itu, diharapkan kepada manajemen perusahaan dan mitra kerja untuk dapat menegakkan kedisplinan dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Jika ditemukan pekerjaan yang tidak
150
memiliki JSA, sebaiknya pengawas dan pekerja yang melakukan pekerjaan diberikan sanksi yang lebih tegas. 3.
Pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed dan Task Specific Risk Assessment LTA, diketahui bahwa tidak semua hazard dapat tidak teridentifikasi. Maka dari itu disarankan kepada pekerja untuk melaksanakan langkah-langkah pelaksanaan JSA secara tepat, terutama pada pembagian langkah-langkah pekerjaan. Pembagian langkah pekerjaan yang tepat akan memudahkan pekerja untuk mengidentifikasi hazard.
4.
Ketika melakukan identifikasi hazard, disarankan para pekerja menggunakan Hazard Identification Tools atau JSA Hazid yang sudah disediakan perusahaan. Tools ini dapat membantu para pekerja mengindentifikasi sumber energi, mengidentifikasi potensi hazard, dan menambah kemampuan mengenali hazard .
5.
Pada event Task Spesific Risk Assessment LTA, ditemukan pekerja yang tidak melaksanakan tindakan mitigasi. Maka dari itu, disarankan kepada manajemen perusahaan dan mitra kerja untuk meningkatkan kesadaran pekerja agar melaksanakan prosedur kerja selamat yang sudah direkomendasikan dalam JSA, dan kepada para pengawas diharapkan lebih tegas dalam mengawasi pekerja menjalankan tugasnya.
6.
Pada event Task Spesific Risk Assessment Not Performed diketahui bahwa pengawas tidak tegas dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja. Maka dari itu, diharapkan kepada manajemen perusahaan dan mitra kerja untuk meningkatkan kesadaran pengawas mengenai pentingnya pelaksanaan JSA sebagai bentuk
151
pengkajian sistematis untuk mengenal hazard dan menentukan tindakan pencegahan kecelakaan. 7.
Pengawas sebaiknya tegas kepada para pekerja, agar JSA dilaksanakan oleh pekerja yang terlibat dalam proses pekerjaan, bukan oleh pekerja lain yang tidak melaksanakan pekerjaan.
8.
Sebaiknya manajemen perusahaan dan mitra kerja menetapkan jalur pengawasan yang selalu terjaga pada setiap level pengawas. Hal ini bertujuan agar kinerja para pengawas dapat dipantau oleh pengawas pada tingkat yang lebih tinggi, sehingga pelaksanaan JSA benar-benar dilakukan dengan tepat. Agar jalur pengawasan ini terus terjaga, maka dibutuhkanlah reward dan punishment. Reward dan punishment tidak selalu dalam bentuk uang dan pemecatan, namun dapat diberikan dalam bentuk pengetahuan. Untuk pengawas yang melaksanakan dengan baik dapat disekolahkan atau diberikan training untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya, sementara untuk pengawas yang belum benar melaksanakan tugasnya dapat diberikan penyegaran ulang atas pengetahuan dan keterampilan yang pernah ia dapatkan.
7.2.2
Saran untuk Penelitian Berikutnya
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pelaksanaan JSA pada pekerjaan wellwork dan initial completion. Event Technic Information System LTA beserta cabang-cabangnya sebaiknya diteliti untuk mengetahui dukungan teknik informasi dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja.
152
2.
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui : a. Penyebab ketidakahlian para pekerja untuk melaksanakan JSA, terutama untuk mengidentifikasi hazard pekerjaan. b. Penyebab tidak dibaginya pekerjaan dalam beberapa langkah kerja. c. Penyebab pre job meeting jarang dilakukan di lokasi kerja. d. Penyebab formulir JSA Hazid jarang digunakan saat pelaksanaan JSA. e. Beban pekerjaan yang dicurigai mempengaruhi pelaksanaan JSA di lokasi kerja. f. Penyebab ketidaktegasan pengawas dalam pelaksanaan JSA di lokasi kerja.
153
DAFTAR PUSTAKA
Afriani, Iyan. Metode Penelitian Kualitatif. Diakses pada 3 Agustus 2011, Tersedia di : <www.penalaran-unm.org/index.php/artikel-nalar/penelitian/116-metodepenelitian-kualitatif.pdf> Azwar, Azrul.1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Edisi Ketiga. Bina Rupa Aksara: Jakarta Chao, Elaine L. 2002. Job Hazard Analysis OSHA 3071. Occupational Safety and Health Administration: US. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. 2007. Konsep Aturan Pokok RPP Keteknikan Migas. Jakarta Direktur Jenderal Migas. 2006. Pembinaan dan Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Dalam Konstelasi “Keselamatan Migas”, bahan presentasi dalam
Lokakarya
Sehari
tentang
Pengembangan
Koordinasi
Nasional
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Indonesia. Jakarta Ericson, Clifton A. 2005. Hazard Analysis Techniques for System Safety. Wiley Interscience: Virginia. Geigle, Steven. 2002. OSHAcademy Course 706 Study Guide Conducting a Job Hazard Analysis.Geigle Communications: Oregon. Gibson, James L. Jhon M. Ivancevich. James H. Donnely, Jr. 1993. Organisasi Dan Manajemen Perilaku Struktur Proses. Edisi ke empat. Terbitan Erlangga: Jakarta http://Kamusbahasaindonesia.org/pelaksanaan, diakses pada 29 Mei 2011 pukul 21.15 WIB
154
http://www.kaltimpost.co.id/index.php/main/p...?mib=berita.detail&id=96405#, diakses pada tanggal 5 Mei 2011 pukul 13.05 WIB http://www.migas.esdm.go.id/wap/?op=Artikel&id=7, diakses tanggal
5 Mei 2011
pukul 11.30 WIB Irwanto, Jiki. 2011 Laporan Kerja Praktek di Lapangan Minas Minyak PT. Chevron Pacific Indonesia. Universitas Riau: Riau, Kepala Biro Hukum dan Humas. 2008. Siaran Pers Nomor:75/Humas DESDM/2008: Perkiraan Realisasi Sektor ESDM Terhadap Penerimaan Negara 2008 Sebesar Rp 346.347 T. Jakarta: Departemen Energi dan Sumber Daya RI Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No. Kep. 241/ Men/ V/ 2007; tentang Penerapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Sektor Industri Minyak dan Gas Bumi Serta Panas Bumi Sub Sektor Industri Minyak dan Gas Hulu Bidang Pengeboram Sub Bidang Pengeboran Darat. Lindorfer CSP, John H. Hazard Prioritization by The Number. Diakses pada 13 September 2011, Tersedia di: < www.datasync/~wizard/Hazard.html > Prabowo, Teguh. Eric Firanda, dkk. 2008. Laporan Kerja Praktek Kegiatan Operasi Lapangan Minas PT. Chevron Pacific Indonesia. ITB: Bandung Prastowo, Andi. 2010. Menguasai Teknik-teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif, Diva Press: Jogyakarta. Ramli, Soehatman. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001.Dian Rakyat, Jakarta. Hal. 70
155
Raharjo, Mudjia. Jenis dan Metode Penelitian Kualitatif. Diakses pada 3 Agustus 2011, Tersedia di:
< www.mudjiraharjo.com/materi-kuliah/215-jenis-dan-metode-
penelitian-kualitatif.html > Rausan, Marvin. 2005. Job Safety Analysis. Department of Produstion and Quality Engineering Norwegian University of Science and Technologi: Norwegian Razi, Muhammad. 2001. Skripsi: Bahaya pada Bengkel Las Listrik (Sektor Informal) dan Usaha Pembinaannya di Kota Depok Tahun 2001. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: Depok Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. PT. Bina Sumber Daya Manusia: Jakarta Sub direktorat Keselamatan Pertambangan Mineral dan Batubara. 2011. Penurunan Frekuensi Rate (FR) Kecelakaan Tambang di Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral: Jakarta Terry, George R. Leslie W. Rue. 2009. Dasar-dasar Manajemen. Alih bahasa G.A. Ticoalu. Bumi Aksara: Jakarta Tim Redaksi Migas Indonesia. 2004. Laporan Utama. Majalah Migas Indonesia Edisi 1/ Th1/ 2004. Komunitas Migas Indonesia Cabang: Jogjakarta Winardi. 2007. Manajemen Perilaku Organisasi. Kencana Prenada Media Grup: Jakarta ________. 2010. Operational Excellence Management System. Wellwork and Completion Chevron ________, 2006. Fundamental Safe Work Practies. PT. Chevron Pacific Indonesia.
156
________. 2009. NRI Mort User’s Manual For use with the Management Oversight & Risk Tree Analytical Logic Diagram. Second Edition, The Noordwijk Risk Initiative Foundation: Netherlands
PEDOMAN PENGAMATAN LAPANGAN
No. 1
Hal yang Diamati Waktu pelaksanaan JSA
2
Tahap-tahap pelaksanaan JSA
3
Keterlibatan pekerja
4
Peran pengawas dalam pelaksanaan JSA
5
Ketersediaan dan kesesuaian alat pengendalian hazard
6
Arahan dari pengawas untuk mengendalikan hazard
7
Peran pengawas terhadap pelaksanaan tindakan mitigasi yang telah direkomendasikan
Hasil Pengamatan Lapangan
PEDOMAN WAWANCARA
Kode SD5.b3.c11.d8 .e1 SD5.b3.c11.d8 .e5.f2 SD 5.b3 .c11. d8 .e3.f3 SD 5.b3 .c11. d9 SD 5.b3 .c12.d10. e4.f5 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f8 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f10 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g1 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g2 SD 5.b3 .c12.d11 .e8 SD 5.b3 .c12.d11 .e9 SD 5.b3 .c12.d11 .e10
Kode SD 5.b3 .c11. d8 .e3.f3 SD 5.b3 .c12.d10. e4.f5 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f7 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f10 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g1 SD 5.b3 .c12.d11 .e6 SD 5.b3 .c12.d11 .e7 SD 5.b3 .c12.d11 .e9 SD 5.b3 .c12.d11 .e11 SD 5.b3 .c12.d11 .e12
Pertanyaan untuk Hes Reps Apakah perusahaan mewajibkan melaksanakan JSA sebelum pekerjaan dimulai? Apakah ada anggaran yang mencukupi untuk melaksanakan JSA? Kapan JSA dilaksanakan? Dari sekian banyak pekerjaan di lokasi rig, apakah ada pekerjaan yang memiliki potensi kecelakaan rendah? Apakah pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA? Apakah ada anggaran yang mencukupi untuk melaksanakan JSA? Menurut bapak, apakah supervisor dan crew pekerja terampil mengidentifikasi hazard dan menentukan tindakan mitigasinya di lokasi kerja? Apakah ada kriteria khusus untuk mengkategorikan hazard? Apakah ada metode untuk memprioritaskan hazard? Apakah diadakan uji coba untuk mengetahui keefektifan tindakan mitigasi tersebut? Apakah ada petunjuk untuk melaksanakan tindakan mitigasi? Apakah setiap tindakan pengendalian sudah tersedia dan dapat digunakan oleh para pekerja?
Pertanyaan untuk Supervisor (WSM) Kapan JSA dilaksanakan? Sempatkan anda melaksanakan JSA pada setiap pekerjaan? Apakah pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA? (probing: masukan dari pekerja dan sharing hasil JSA) Kapan JSA dilaksanakan? Sempatkan anda melaksanakan JSA pada setiap pekerjaan? Apakah para pekerja terampil mengidentifikasi hazard dan menentukan tindakan mitigasinya saat dilibatkan dalam pelaksanaan JSA? Apakah ada kriteria khusus untuk mengkategorikan hazard ? Menurut anda, apakah semua pekerja memahami tindakan mitigasi untuk mereduksi risiko yang ada? Apakah tindakan mitigasi yang disarankan dalam JSA dapat dilakukan di tempat kerja? (probing: kesesuaian rekomendasi dan keadaan lapangan) Apakah ada petunjuk untuk melaksanakan tindakan mitigasi? Apakah anda memberikan petunjuk tersebut kepada para pekerja? Apakah pengendalian yang direkomendasi dalam JSA dapat digunakan pada situasi yang berbeda-beda? Apakah tindakan pengendalian yang dilakukan pekerja sesuai dengan petunjuk yang anda berikan?
Kode SD 5.b3 .c11.d8.e3.f1 SD 5.b3 .c11.d8.e3.f3 SD 5.b3 .c12.d10. e4.f5 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f7 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g1 SD 5.b3 .c12.d11 .e6 SD 5.b3 .c12.d11 .e7 SD 5.b3 .c12.d11 .e9 SD 5.b3 .c12.d11 .e10 SD 5.b3 .c12.d11 .e11 SD 5.b3 .c12.d11 .e12
Pertanyaan untuk Toolpusher/driller Apakah para pekerja ahli untuk mengidentifikasi hazard dan menentukan tindakan mitigasinya? Kapan JSA dilaksanakan? Sempatkan anda melaksanakan JSA pada setiap pekerjaan? Apakah pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA? Kapan JSA dilaksanakan? Sempatkan anda melaksanakan JSA pada setiap pekerjaan? Apakah ada kriteria khusus untuk mengkategorikan hazard ? Menurut anda, apakah semua pekerja memahami tindakan mitigasi untuk mereduksi risiko yang ada? Apakah tindakan mitigasi yang disarankan dalam JSA dapat dilakukan di tempat kerja? (probing: kesesuaian rekomendasi dan keadaan lapangan) Apakah ada petunjuk untuk melaksanakan tindakan mitigasi? Apakah anda memberikan petunjuk tersebut kepada para pekerja? Apakah setiap equipment yang dibutuhkan dalam rekomendasi JSA sudah tersedia dan dapat digunakan oleh para pekerja? Apakah tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi yang berbeda-beda? Apakah tindakan pengendalian yang dilakukan pekerja sesuai dengan petunjuk yang anda berikan?
Kode SD 5.b3 .c11.d8.e3.f3 SD 5.b3 .c12.d10. e4.f5 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f7 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g1 SD 5.b3 .c12.d11 .e6 SD 5.b3 .c12.d11 .e7 SD 5.b3 .c12.d11 .e9 SD 5.b3 .c12.d11 .e11 SD 5.b3 .c12.d11 .e12
Pertanyaan untuk Pekerja Kapankah JSA dilaksanakan? Apakah pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA? Kapankah JSA dilaksanakan? Apakah ada kriteria khusus untuk mengkategorikan hazard? Apakah anda memahami tindakan mitigasi untuk mereduksi risiko yang ada? Apakah tindakan mitigasi yang disarankan dalam JSA dapat dilakukan di tempat kerja? (probing: kesesuaian rekomendasi dan keadaan lapangan) Apakah anda diberikan petunjuk untuk mengendalikan hazard yang ada? Apakah tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi yang berbeda-beda? Apakah ada kesulitan dalam pelaksanaan pengendalian hazard ? Jika anda menemukan kesulitan apa yang anda lakukan?
Lampiran 4.3
DAFTAR DOKUMEN Dokumen yang Dibutuhkan
Cheklist
Pedoman perusahaan mengenai peraturan keselamatan pekerjaan wellwork dan intial completion Pedoman
untuk
identifikasi
hazard
dan
tindakan
mitigasinya. Formulir JSA Dokumen petunjuk untuk melaksanakan pengendalian hazard
Nama Dokumen
Lampiran 4.4
Matriks Hasil Wawancara dan Triangulasi Data Kode
Pengamatan Lapangan
Analisis Dokumen
Hasil Triangulasi Data
e1. Task Analysis Not Required Hes Reps JSA wajib dilakukan
-
Dalam buku OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010 JSA harus dilaksanakan.
Berdasarkan hasil analisis dokumen diketahui bahwa JSA harus dilaksanakan. Informan kunci juga memberikan informasi yang sama mengenai kewajiban melaksanakan JSA.
SD 5.b3 .c11. d8 .e2
e2. Task Analysis LTA -
-
Berdasarkan formulir JSA yang ditemukan, pekerjaan tidak dibagi dalam beberapa langkah pekerjaan, dan ditemukan hazard yang tidak teridentifikasi.
Berdasarkan hasil analisis dokumen, diketahui bahwa pelaksanaan JSA tidak tepat, ditinjau dari identifikasian hazard pada setiap langkah pekerjaan
SD 5.b3 .c11. d8 .e3 SD 5.b3 .c11. d8 .e3.f1
e3. Task Analysis Not Made:
-
Ketidakahliam para pekerja terlihat dari formulir JSA yang tidak tepat. Tidak terdapat pembagian langkah kerja, ditemukan hazard yang tidak teridentifikasi, dan tindakan mitigasi yang kurang tepat.
Informan utama menyatakan bahwa pekerja ahli melaksanakan JSA, namun pendapat ini bertentangan dengan pendapat HES Reps. Ketidakahlian pekerja dapat dinilai dari formulir JSA yang tidak tepat.
SD 5.b3 .c11 SD 5.b3 .c11. d8 SD 5.b3 .c11. d8 .e1
Wawancara Informan Hasil c11. Task Specific Risk Assessment d8. High Potential was not Identified
f1. Authority LTA Toolpusher/driller
Hes Reps
Bapak C : Pekerja bisa dan mampu melaksanakan JSA Bapak D : Pekerja pahammelaksanakan JSA Bapak WD: Pekerja tidak ahli mengidentifikasi hazard.
SD 5.b3 .c11.d8. e5.f2
f2. Budget LTA HES Reps
SD 5.b3 .c11. d8 .e3.f3
f3. Time LTA Supervisor
Toolpusher/driller
Pekerja
SD 5.b3 .c11. d8 .e3.f4
Bapak WD: Anggaran mencukupi untuk memenuhi kebutuhan paper work JSA.
Bapak A : JSA dibuat saat tail gate meeting Bapak B : JSA dilaksanakan saat tail gate meeting Bapak C : JSA dilaksanakan saat tail gate meeting Bapak D : JSA dilaksanakan saat pre-job meeting Bapak AA: JSA dilaksanakan saat tail gate meeting Bapak AB : JSA dilaksanakan saat tail gate meeting Bapak AC: JSA dilaksanakan saat tail gate meeting Bapak AD : JSA dilaksanakan saat tail gate meeting
f4. Supervisory Judgement LTA -
-
-
-
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa pengawas dan pekerja melaksanakan JSA saat tail gate meeting. Pre job meeting jarang dilakukan. Pre job meeting dilakukan ketika company service datang untuk membantu pekerjaan di rig.
Berdasarkan OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010 persiapan dan ulasan untuk SOP/JSA dilaksanakan saat pre job meeting.
Banyak pekerjaan yang dimulai tanpa pre job meeting dan tanpa pembahasan SOP/JSA. JSA dianalisis bukan oleh pekerja yang akan melakukan pekerjaan.
Dari ketiga formulir JSA ditemukan ketidaktepatan pada setiap langkah pelaksanaannya. Tidak terdapat pembagian langkah kerja, ditemukan hazard yang tidak teridentifikasi, dan tindakan mitigasi yang kurang tepat.
Anggaran untuk pelaksanaan JSA mencukupi. Berdasarkan hasil analisis dokumen, JSA disiapkan dan diulas saat pre job meeting. Akan tetapi, dalam penelitian ini diketahui bahwa JSA di lokasi kerja cenderung dilaksanakan saat tail gate meeting. Hal ini terbukti dari informasi para informan. Hampir seluruh informan menyatakan bahwa JSA dilaksanakan saat tail gate meeting. Pernyataan mereka juga didukung dari hasil pengamatan. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pengawas tidak tegas mengawasi pelaksanaan JSA di lokasi kerja rig.
SD 5.b3 .c11. d9
d9. Low Potential: HES Reps
SD 5.b3 .c12
c12. Task Specific Risk Assessment LTA:
SD 5.b3 .c12.d10 SD 5.b3 .c12.d10. e4 SD 5.b3 .c12.d10. e4.f5
d10. Task Specific Risk Analysis LTA:
Bapak WD: Pekerjaan rig merupakan pekerjaan high-risk.
Ditemukan pekerja business partner lain yang heran ketika dimintai formulir JSA. √
-
Tidak ditemukan pekerjaan yang dikategorkan low risk.
Pekerja selalu dilibatkan dalam pelaksanaan tail gate meeting maupun pre job meeting, walaupun pre job meeting jarang dilakukan.
-
Dari hasil wawancara diketahui bahwa pekeja selalu dilibatkan dalam tail gate meeting. Berdasarkan hasil pengamatan, keterlibatan pekerja tidak hanya saat tail gate meeting, namun juga saat pre job meeting. Walaupun pre job meeting jarang dilakukan, namun pekerja tetap terlibat dalam pelaksanaannya.
e4. Knowledge LTA: f5. Use of Workers’ Suggestions and Inputs LTA: Supervisor Bapak A : Pekerja dilibatkan dalam tail gate meeting. Bapak B : Pengawas dan pekerja melaksanakan tail gate meeting. Toolpusher/ driller
Pekerja
Bapak C : Pekerja dilibatkan dalam tail gate meeting. Bapak D : Pekerja dilibatkan dalam pelaksanaan JSA Bapak AA: Pekerja terlibat dalam tail gate meeting dan diajak mendiskusikan hazard. Bapak AB: Pekerja terlibat dalam tail gate meeting dan diajak mendiskusikan hazard. Bapak AC: Pekerja terlibat dalam tail gate meeting dan diajak mendiskusikan hazard. Bapak AD: Pekerja terlibat dalam tail gate meeting
SD 5.b3 e5. Execution LTA . .c12.d10. e5 SD 5.b3 f7. Time LTA: .c12.d10. e5.f7 Supervisor
Toolpusher/ driller
Pekerja
SD 5.b3 f8. Budget LTA .c12.d10. e5.f8 HES Reps
SD 5.b3 f9. Scope LTA: .c12.d10. e5.f9 -
Bapak A : JSA dibuat saat tail gate meeting Bapak B : JSA dilaksanakan saat tail gate meeting Bapak C :JSA dilaksanakan saat pre job meeting Bapak D :JSA dilaksanakan saat pre job meeting Bapak AA: JSA dilaksanakan saat tail gate meeting Bapak AB: JSA dilaksanakan saat tail gate meeting. Bapak AC: JSA dilaksanakan saat tail gate meeting Bapak AD: JSA dilaksanakan saat tail gate meeting
Bapak WD: Anggaran mencukupi untuk memenuhi kebutuhan paper work JSA.
-
Pelaksanaan JSA dilakukan saat tail gate meeting, pre job meeting dilakukan ketika service company datang membantu pekerjaan rig.
Berdasarkan OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010 persiapan dan ulasan untuk SOP/JSA dilaksanakan saat pre job meeting.
-
-
Ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis saat tail gate meeting terlalu luas, karena dalam tail gate meeting dibicarakan pekerjaan yang akan dilakukan selama 12jam.
Berdasarkan pedoman perusahaan, satu pekerjaan yang akan dianalisis dibagi dalam beberapa langkah pekerjaan.
Berdasarkan hasil analisis dokumen, JSA disiapkan dan diulas saat pre job meeting. Akan tetapi, dalam penelitian ini diketahui bahwa JSA di lokasi kerja cenderung dilaksanakan saat tail gate meeting. Hal ini terbukti dari informasi para informan. Hampir seluruh informan menyatakan bahwa JSA dilaksanakan saat tail gate meeting. Pernyataan mereka juga didukung dari hasil pengamatan. Anggaran untuk pelaksanaan JSA mencukupi. Ruang lingkup pekerjaan yang dianalisis terlalu luas, hal ini terbukti dari hasil pengamatan lapangan dan analisis JSA
Terlalu luasSD 5.b3 .c12.d10. e5.f10
SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g1
f10. Analytical Skill LTA: HES Reps Bapak WD: para pekerja belum ahli mengidentifikasi hazard di lokasi kerja. Supervisor Bapak A : Pekerja sudah mengetahui dan mengenal hazard, serta dapat menentukan tindakan mitigasinya. Bapak B : Pekerja sudah mengetahui dan mengenal hazard, serta dapat menentukan tindakan mitigasinya.
Berdasarkan hasil analisis formulir JSA, tidak ada pembagian langkah pekerjaan.
-
Kurangnya keterampilan para pekerja terlihat dari formulir JSA yang tidak tepat. Tidak terdapat pembagian langkah kerja, ditemukan hazard yang tidak teridentifikasi, dan tindakan mitigasi yang kurang tepat.
Informan utama menyatakan bahwa pekerja sudah mengenal hazard dan mampu menentukan tindakan mitigasinya, namun pendapat ini bertentangan dengan pendapat HES Reps. Kurangnya keterampilan para pekerja dapat dinilai dari formulir JSA yang tidak tepat.
-
Dalam OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010, JSA Hazid merupakan tools yang harus digunakan dalam pelaksanaan JSA.
Analisis dokumen menjelaskan bahwa JSA Hazid harus digunakan dalam pelaksanaan JSA, namun berdasrkan wawancara , seorang WSM dan seluruh pekerja menyatakan bahwa mereka jarang menggunakan tools tersebut dalam pelaksanaan JSA.
f11. Hazard Selection LTA:
g1. Hazard Identification LTA Supervisor Bapak B : tidak dituliskan hasil pre job meeting dalam JSA Hazid. Toolpusher/ driller Bapak C : ada tools yang membantu identifikasi hazard dan terdapat 10 kategori hazard di dalamnya. Bapak D : ada tools yang membantu identifikasi hazard dan terdapat 10 kategori hazard di dalamnya. Pekerja Bapak AA: ada 10 kategori hazard dalam Hazid Tools. Tools jarang digunakan. Bapak AB: ada 10 kategori hazard dalam Hazid Tools. Tools jarang digunakan.
Bapak AC : ada 10 kategori hazard dalam Hazid Tools. Tools jarang digunakan. Bapak AD : ada 10 kategori hazard dalam Hazid Tools. Tools jarang digunakan.
SD 5.b3 .c12.d10. e5.f11 . g2
SD 5.b3 .c12.d11 SD 5.b3 .c12.d11 .e6
g2. Hazard Prioritisation LTA HES Reps Bapak WD : Tidak digunakan prioritas hazard.
Namun secara keseluruhan, pekerja sudah mengetahui bahwa dalam Hazid Tools terdapat sepuluh kategori hazard. -
-
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tidak ada prioritas hazard, karena semua hazard harus teridentifikasi dan mendapatkan tindakan mitigasi yang sesuai.
d11. Recommended Risk Controls LTA: e6. Clarity LTA Supervisor
Toolpusher/driller
Pekerja
Bapak A : Pekerja memahami pengendalian hazard karena sudah berpengalam dan berketrampilan. Bapak B : Pekerja sudah ahli dan biasa, sehingga tidak sulit menyampaikan cara pengendalian. Bapak C : Pekerja mahir mengendalikan hazard Bapak D : Pekerja memahami pengendalian hazard karena sudah berpengalaman. Bapak AA: Pekerja sudah tahu hazard dan apa yang harus dilakukan. Bapak AB: Pekerja sudah paham tindakan pengendalian.
-
Dalam OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010, kru kerja harus melaksanakan uji coba pelatihan pengendalian secara rutin.
Seluruh informan memberikan informasi yang serupa,bahwa pekerja sudah memahami pengendalian hazard di lokasi kerja. Hal ini juga ditunjang dengan uji coba dan pelatihan pengendalian hazard yang rutin dilakukan. Uji coba dan pelatihan ini dijelaskan dalam buku OEMS.
Bapak AC: Pekerja mengetahui hazard pekerjaan dan cara mengendalikannya. Bapak AD: Pekerja mengetahui hazard pekerjaan dan cara mengendalikannya. SD 5.b3 .c12.d11 .e7
e7. Compatibility LTA: Supervisor Bapak A : Pengendalian hazard dapat dilakukan, dan peralatan pengendalian hazard juga tersedia. Bapak B : Pengendalian hazard dapat dilakukan, dan peralatan pengendalian hazard juga tersedia. Toolpusher /driller Bapak C : Pengendalian hazard dapat dilakukan, dan peralatan pengendalian hazard juga tersedia. Bapak D : Pengendalian hazard dapat dilakukan, dan peralatan pengendalian hazard juga tersedia. Pekerja Bapak AA: Tindakan pengendalian dapat dilakukan dan peralatan pengendalian sudah tersedia di lokasi kerja. Bapak AB: Tindakan pengendalian dapat dilakukan dan peralatan pengendalian sudah tersedia di lokasi kerja. Bapak AC: Tindakan pengendalian dapat dilakukan dan peralatan pengendalian sudah tersedia di lokasi kerja. BApak AD: Tindakan pengendalian dapat dilakukan dan peralatan pengendalian sudah tersedia di lokasi kerja.
Berdasarkan hasil pengamatan, APD yang tersedia di lokasi kerja dan APD yang dimiliki pekerja sudah sesuai dengan rekomendasi JSA. Peralatan pengendalian hazard sudah tersedia sesuai dengan hazard yang ada di lokasi kerja.
Berdasarkan formulir JSA, perlengkapan untuk pengendalian hazard yang direkomendasikan adalah penggunaan APD. APD yang dimiliki setiap pekerja dan APD yang tersedia di lokasi kerja telah sesuai dengan APD yang direkomendasikan dalam JSA. Dalam buku OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010, peralatan well control sudah menjadi syarat keselamatan operasi yang harus tersedia di lokasi kerja. Peralatan ini juga telah disesuaikan dengan hazard pekerjaan. APD juga menjadi persyaratan HES dalam buku OEMS ini.
Perusahaan mensyaratkan alat pengendalian hazard harus tersedia di lokasi kerja. contohnya seperti well control dan APD. Di lokasi kerja terbukti bahwa peralatan ini sudah tersedia dan sesuai dengan yang direkomendasikan. Seluruh informan juga memberikan infomasi yang sama mengenai peralatan pengendalian hazard yang tersedia di lokasi kerja.
SD 5.b3 .c12.d11 .e8
e8. Testing of Control LTA: -
SD 5.b3 .c12.d11 .e9
e9. Directive LTA: Supervisor
Toolpusher/driller
Pekerja
-
Bapak A : Pengarahan saat tail gate meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan. Bapak B : Pengarahan saat tail gate meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan. Bapak C : Pengarahan saat tail gate meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan. Bapak D : Pengarahan saat tail gate meeting atau saat pekerjaan dilaksanakan. Bapak AA: Pekerja sudah mengetahui tindakan pengendalian. Driller dan toolpusher mau memberikan arahan. Bapak AB: Pekerja sudah mengetahui tindakan pengendalian. Driller mau memberikan penjelasan. Bapak AC: Pekerja sudah mengetahui tindakan pengendalian. Mandor mau memberikan arahan. Bapak AD: Pekerja sudah mengetahui tindakan pengendalian. Mandor, toolpusher, dan WSM mau membantu.
Salah satu APD yang diuji coba saat pengamatan lapangan adalah APD untuk derrick man yang bekerja di ketinggian.
Dalam buku OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010, uji coba BOP dilakukan sekali dalam seminggu., Uji coba menghadapi H2S, kebakaran, evakuasi, dan tumpahan minyak dilakukan sekali dalam sebulan.
Berdasarkan hasil analisis dokumen diketahui bahwa uji coba peralatan pengendalian hazard wajib dilakukan di lokasi kerja, dan ini terbukti dilakukan.
Ditemukan keadaan dimana WSM memberikan pengerahan untuk mengendalikan flowing yang terjadi di lokasi kerja.
Pentunjuk pengendalian hazard juga terdapat dalam bentuk SOP. Seperti SOP menghadapi blowout, H2S, kebakaran, evakuasi dan lainnya.
Arahan mengendalikan hazard, dapat berbentu SOP atau arahan langsung dari pengawas. Keempat informan utama memberikan informasi bahwa arahan dapat diberikan saat tail gate meeting atau langsung ketika pekerjaan dilaksanakan. Informasi yang diberikan informan didukung dengan penemuan di lokasi kerja.
SD 5.b3 .c12.d11 .e10
e10. Availability LTA Toolpusher/ driller Bapak C : Alat pengendalian tersedia di lapangan. Sebagai syarat unit pengeboran. Bapak D : Jika alat pengendalian tidak tersedia, maka operasi tidak boleh dilaksanakan.
SD 5.b3 .c12.d11 .e11
e11. Adaptability LTA: Supervisi Bapak A : Jika hazard sama, rekomendasi pengendalian akan sama. Bapak B : Pekerjaan yang sama, hazard yang sama, maka pencegahan akan sama. Toolpusher/ driller Bapak C : Jika hazard berbeda, perlu didiskusikan cara penanganannya Bapak D : Pekerjaan sama, hazard sama, maka tindakan pencegahan akan sama. Pekerja Bapak AA : Jika pekerjaan berbeda, maka pengendaliannya akan berbeda. Bapak AB : Pekerjaan sama, rekomendasi pengendalian sama. Bapak AC: Jika ditemukan hazard yang berbeda, maka akan didiskusikan cara penangannya. Bapak AD: Jika ditemukan hazard yang berbeda, maka akan didiskusikan cara penangannya.
Peralatan yang menjadi syarat HES sudah tersedia di lokasi kerja.
-
Dalam buku OEMS Wellwork and Completion Tahun 2010, peralatanperalatan pengendalian hazard harus tersedia di lokasi kerja sebagai syarat HES.
Peralatan pengendalian hazard sudah tersedia di lokasi kerja.
-
Seluruh informan memberikan pernyataan yang hampir serupa. Tindakan pengendalian dapat digunakan pada situasi yang sama, jika hazard yang dihadapi sama. Jika hazard yang ada pada pekerjaaan berbeda, maka tindakan pengendaliannya juga berbeda.
SD 5.b3 .c12.d11 .e12
e12. Use Not Mandatory: Supervisi Bapak A : Pekerja melakukan pengendalian hazard sesuai dengan yang direkomendasikan. Bapak B : Pekerja melakukan pengendalian hazard sesuai dengan yang direkomendasikan JSA. Toolpusher/ driller Bapak C : Pekerja melakukan pengendalian hazard sesuai dengan yang direkomendasikan. Bapak D : Pekerja melakukan pengendalian hazard sesuai dengan yang direkomendasikan. Pekerja Bapak AA: Pekerja melakukan tindakan pengendalian yang direkomendasikan JSA. Bapak AB: Pekerja mengikuti tindakan pengendalian yang direkomendasikan JSA. Bapak AC: Pekerja melakukan tindakan pengendalian yang direkomendasikan JSA. Bapak AD: Pekerja melakukan tindakan pengendalian yang direkomendasikan JSA.
Ditemukan pekerja yang tidak melaksanakan rekomendasi tindakan pengendalian, seperti tindak menggunakan APD saat bekerja.
-
Seluruh informan menyatakan bahwa pekerja melaksanakan tindakan pengendalian hazard seperti yang direkomendasikan JSA. Namun, dalam pelaksanaannya masih ditemukan pekerja yang tidak melakukannya.