PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN SANTO YAKOBUS ALFEUS TEMPEL, PAROKI ROH KUDUS KEBONARUM, KLATEN, JAWA TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh : Exnasius Indriyanto NIM : 031124016
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada para orang tua di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten
iv
MOTTO
Tetapi Yesus berkata: “Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepadaKu; sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga”
(Mat 19: 14)
v
ABSTRAK Skripsi ini berjudul PENGARUH POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP IMAN ANAK DALAM KELUARGA KATOLIK DI LINGKUNGAN SANTO YAKOBUS ALFEUS TEMPEL, PAROKI ROH KUDUS KEBONARUM, KLATEN, JAWA TENGAH. Dengan menulis skripsi ini penulis berharap bisa mengetahui bagaimanakah pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua, seberapa besarkah pengaruhnya dan bagaimanakan atau seperti apa perkembangan iman anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus sampai saat ini. Secara sempit pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan berpengaruh kepada kemampuan dan perkembangan anak. Dilihat dari bentuknya dan penerapannya pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi tiga, yakni otoriter, demokratis dan permisivitas. Sedangkan pengertian iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam manusia dengan Tuhan Yesus Kristus serta mengatur hidup sesuai dengan perintah-Nya. Perkembangan hidup beriman pada umumnya melalui tahapan yang teratur dan mendalam, proses itu merupakan dinamika antar pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman yang sekaligus merupakan perubahan yang terus menerus. Karena keluarga adalah pendidik yang pertama dan utama, maka perkembangan iman anak dipengaruhi oleh pola asuh orangtua. Ini karena hampir seluruh hidup anak dihabiskan dengan orang tua dan keluarga Dalam penelitian ini peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: Ho: r² = 0 (Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman anak – anak ) H1: r² ≠ 0 (Ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman anak – anak ) Untuk menguji kebenaran hipotesis secara empirik, maka peneliti mengadakan penelitian dengan metode kuantitatif. Penelitian ini mengambil sempel seluruh populasi sebagai responden, oleh sebab itu disebut penelitian populatif. Dengan jumlah keseluruhan responden adalah sebanyak 63 anak. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa, persamaan regresi tunggal yang diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil kriteria (least square criterion) adalah: Y = - 1.665 + 1.030X1. Hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima, yakni bahwa pola asuh memiliki pengaruh terhadap iman anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel. Sedangkan nilai R² (R square) dari tabel Summary menunjukkan sumbangan pola asuh terhadap iman anak adalah sebesar 74.5%. Ini menunjukkan bahwa pola asuh memiliki pengaruh yang besar terhadap iman anak. Dengan melihat hasil penelitian yang telah dijalankan ini, maka perlu adanya penanganan masalah – masalah yang ada dengan katekese. Katekese ini bukan hanya untuk anak, namun terlebih lagi katekese untuk para orang tua.
vii
ABSTRACT This minithesis entitled THE INFLUENCE OF PARENTAL REARING ON THE CHILDREN’S FAITH INI CATHOLIC FAMILY IN SANTO YAKOBUS ALFEUS TEMPEL COMMUNITY, OF THE PARISH OF HOLY SPIRIT KEBONARUM, KLATEN, CENTRAL JAVA. This thesis was conducted to know how the rearing patterns implemented by the parents is, how great the influence is and what the development of children’s faith in Santo Yakobus Alfeus environment is like up to now. Narrowly, parental rearing patterns can be defined as the methods and the parental behavior in fulfilling their children’s needs which then will influence the children’s ability and development. Seen from the form and its implementation parental rearing patterns can be divided info three, i.e. authoritarian, democratic, permissiveness. Meanwhile the meaning of faith is the private meeting between the faithful and Jesus Christ. The development of faith life take place generally is conducted through the regular and deeper steps. This process is a dynamic one which merges the conveying and acceptance of word of God. Because of its function as the first and primary educator, thus the development of children’s faith is affected by parental rearing pattern. It is because by almost all of children’s life is spent with their parent and family. In this research the author proposed hypothesis as follow: H0: r² = 0 (There is not influence on the implementation of parental rearing patterns on the children faith) H1: r² ≠ 0 (There is any influence on the implementation of parental rearing patterns on the children faith) To test the truth of this hypothesis empirically, thus the author conducted this research by using a quantitative method. This research took sample of all of population as respondents. Thus it was called as populative research. Totally, the amount of respondents were 63 children. Meanwhile the result of this research showed that, the simple regression equation which was gained by using method of least square criterion was Y = 1.665 + 1.030X1. It shows that H0 was rejected and H1 was accepted, i.e. that rearing patterns have influence on children’s faith in Santo Yakobus Alfeus Tempel environment. Meanwhile the value of R² ( R square ) from Summary table showed that the contribution or rearing pattern toward children’s faith was 74.5%. It showes that rearing patterns have great influence on children’s faith. By considering the result of this research which has been conducted, catecheses is the best way to salve the problem. Catechism in this matter is not only for children; but also for the parents.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberi kekuatan kepada penulis sehingga skripsi ini bisa selesai walaupun menempuh waktu yang lama melalui jalan berkelok – kelok dan terjal. Penulisan skripsi ini dimaksudkan sebagai salah satu sumbangan pemikiran untuk membantu memberi gambaran kepada pengurus lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel umumnya dan para orang tua khususnya dalam penyadaran peran anak serta pengembangan iman anak – anaknya, sehingga berguna bagi gereja dan orang disekitarnya. Selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang dengan segala upaya membantu penulis. Untuk itu patutlah penulis mengucapkan limpah terima kasih kepada mereka semua, teristimewa kepada: 1. F.X. Dapiyanta, SFK, M.Pd, selaku pembimbing utama, yang dengan hati tulus memberikan seluruh perhatiannya dalam proses penyelesaian skripsi ini. 2. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, selaku penguji II sekaligus sebagai pembimbing akademik yang selalu memberi support kepada penulis. 3. Drs. H.J. Suhardiyanto. S.J, sebagai penguji III yang dengan hati tulus memberi dukungan dan mendampingi penulis dari awal sampai akhir. 4. Para Dosen dan Karyawan IPPAK dengan fungsinya masing-masing membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Ketua lingkungan Bpk. Sriyatno, yang mengijinkan saya melakukan penelitian untuk pemenuhan tugas akhir saya.
ix
DAFTAR ISI Halaman JUDUL
..............................................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................
ii
PENGESAHAN...........................................................................................
iii
PERSEMBAHAN........................................................................................
iv
MOTTO........................................................................................................
v
PERNYATAAN KEASLIAN......................................................................
vi
ABSTRAK....................................................................................................
vii
ABSTRACT ................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR .................................................................................
ix
DAFTAR ISI ...............................................................................................
xi
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................
xv
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xvi
BAB I. PENDAHULUAN............................................................................
1
A. Latar Belakang Penulisan Skripsi.....................................................
1
B. Identifikasi Masalah..........................................................................
6
C. Batasan Permasalahan......................................................................
6
D. Rumusan Permasalahan ...................................................................
7
E. Tujuan Penulisan .............................................................................
7
F. Manfaat Penelitian ...........................................................................
8
BAB II. KAJIAN TEORITIK DAN HIPOTESIS .......................................
9
A. Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga Kristiani .............................
9
1. Keluarga ........................................................................................
9
a. Pengertian Keluarga Kristiani .................................................
9
b. Peranan Keluarga Kristiani .....................................................
10
2. Peran Orang Tua ...........................................................................
14
a. Mendidik .................................................................................
15
b. Mengasuh ................................................................................
18
3. Pola Asuh ......................................................................................
19
a. Pola Asuh Otoriter ..................................................................
21
xi
b. Pola Asuh Demokratik ............................................................
23
c. Pola Asuh Permisivitas ...........................................................
25
B. Perkembangan Iman Anak ..............................................................
26
1. Iman ..............................................................................................
27
2. Tahap – tahap Perkembangan Anak .............................................
28
a. Tahap Anak Usia 0 – 3 Tahun ................................................
29
b. Tahap Anak Usia 3 – 7 Tahun ................................................
30
c. Tahap Anak Usia 7 – 12 Tahun ..............................................
32
3. Konteks Perkembangan Iman anak ..............................................
34
a. Teladan Tokoh – tokoh Identifikasi .......................................
34
b. Suasana ....................................................................................
35
c. Pengajaran ...............................................................................
35
d. Komunikasi .............................................................................
36
e. Pola Asuh ................................................................................
36
C. Penelitian yang Relevan ..................................................................
37
D. Kerangka Pikir .................................................................................
38
E. Hipotesis ..........................................................................................
39
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................
40
A. Jenis Penelitian ................................................................................
40
B. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................
40
C. Populasi dan Sampel ........................................................................
41
D. Teknik Pengumpulan Data ..............................................................
41
1. Identitas Variabel ..........................................................................
41
2. Definisi Operasional Variabel ......................................................
41
E. Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan Data .................................
42
1. Jenis Data ......................................................................................
42
2. Instrumen Pengumpulan Data .......................................................
42
3. Kisi – kisi Penelitian .....................................................................
43
F. Teknik Analisis Data .......................................................................
45
1. Analisis Instrumen ........................................................................
45
a. Uji Coba Terpakai ...................................................................
45
xii
b. Validitas ..................................................................................
46
c. Reliabilitas ..............................................................................
47
2. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis .......................................
48
a. Uji Prasyarat Analisis .............................................................
48
b. Uji Normalitas ........................................................................
48
c. Uji Linieritas ..........................................................................
49
d. Uji Kehomogenan ...................................................................
49
e. Analisis ..................................................................................
50
BAB IV. LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........
51
A. Hasil Penelitian ................................................................................
51
1. Deskripsi Data Responden ............................................................
51
2. Uji Prasyarataan ............................................................................
52
a. Uji Normalitas ..........................................................................
52
b. Uji Linieritas ............................................................................
54
c. Uji Homogenitas ......................................................................
55
d. Korelasi ...................................................................................
56
3. Deskripsi Data ..............................................................................
57
a. Pemahaman Iman Anak ..........................................................
57
b. Penghayatan Iman Anak .........................................................
59
c. Pola Asuh Orang Tua ..............................................................
61
B. Pengujian Hipotesis .........................................................................
62
C. Pembahasan .....................................................................................
67
D. Keterbatasan Penelitian ...................................................................
73
E. Bentuk Usaha Pembinaan untuk Meningkatkan Pemahaman dan Pengetahuan Orang Tua dalam Usaha Pengembangan Pola Asuh yang Cocok Untuk Usia PIA dan PIR Lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Pluneng, Kebonarum, Klaten ……………..……...
73
1. Beberapa Bentuk Alternatif ..........................................................
74
a. Rekoleksi ................................................................................
74
b. Retret .......................................................................................
75
xiii
c. Katekese ..................................................................................
76
1) Pengertian Katekese .............................................................
76
2) Tujuan Pokok Katekese .......................................................
78
3) Isi Katekese ..........................................................................
80
4) Model Katekese ...................................................................
81
2. Bentuk yang Dipilih ......................................................................
82
a. Pengertian Shared Christian Praxis (SCP) .............................
82
b. Langkah – langkah Shared Christian Praxis ………………..
84
c. Program Katekese ...................................................................
92
1.) Pengertian Program .............................................................
92
2.) Pemikiran Dasar Program ....................................................
92
3.) Usulan Tema ........................................................................
97
4.) Penjabaran Program .............................................................
99
5.) Contoh Persiapan Katekese .................................................
101
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................
110
A. Kesimpulan ......................................................................................
110
B. Saran ................................................................................................
111
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
113
LAMPIRAN ................................................................................................
115
xiv
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dikutip dari ALKITAB DEUTEROKANONIKA 1976. Diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia Jakarta 2002) B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja CT
: Catechesi Tradendae, Ajuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.
FC
: Familiaris Consortio, Amanat Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Pastoral Keluarga, 22 Novembar 1981.
GE
: Gravissimun Educationis, Deklarasi tentang Pendidikan Kristiani, 28 Oktober 1965
C. Singkatan Lain Art
: Artikel
KWI
: Komisi Waligereja Indonesia
SCP
: Shared Christian Praxis
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1
: Daftar jumlah anak – anak PIA dan PIR
Tabel 2
: Kisi – kisi Koesioner
Tabel 3
: Hasil pengukuran reliabilitas
Tabel 4
: Data responden
Tabel 5
: Hasil uji normalitas
Tabel 6
: Hasil uji linieritas
Tabel 7
: Hasil uji homogenitas
Tabel 8
: Hasil korelasi
Tabel 9
: Tabel pengelompokan pemahaman iman anak
Tabel 10
: Tabel pengelompokan penghayatan iman anak
Tabel 11
: Tabel pengelompokan pola asuh orang tua
Tabel 12
: Statistik
Tabel 13
: Diskriptiv statistik
Tabel 14
: Removed
Tabel 15
: Model summary
Tabel 16
: Koefisien
Tabel 17
: Anova table
Tabel 18
: Regresi linier
Tabel 19
: Model summary
Tabel 20
: Penjabaran program
xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perubahan jaman sekarang ini banyak ditandai oleh kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Kemajuan di bidang IPTEK juga membawa perubahan pada bidang lainnya, bidang sosial, ekonomi, budaya. Demikian pula muncul berbagai pola hidup orang jaman ini. Situasi tersebut membawa dampak positif maupun negatif. Dampak positif yang ditimbulkan antara lain : beraneka ragam sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sudah tersedia, mudah diperoleh dan dapat memperlancar serta mempercepat pemenuhan kebutuhan konsumen. Begitu pula sarana komunikasi dan hiburan seperti TV, Video, handphone dan sebagainya, yang pada umumnya sudah dimiliki banyak orang, terutama televisi dan handphone yang sudah banyak dimiliki oleh banyak orang dan keluarga. Di samping dampak positif muncul pula dampak negatif. Pengaruh negatif yang muncul antara lain; adalah pola hidup konsumerisme, materialistis, individualistis. Pola hidup ini muncul dari kecenderungan hidup manusia untuk mencari kenikmatan hidup dan selalu mencari kepuasan bagi pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Orang jaman sekarang mudah terpengaruh untuk memperhatikan hidup dari segi jasmani saja tanpa memperdulikan kebutuhan rohani, pendidikan, sehingga iklim kasih sayang menjadi terabaikan.
2
Sejauh pengamatan yang dilakukan, banyak diantara orang tua di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel ini tidak terlalu memperhatikan prilaku anaknya di rumah maupun di luar rumah. Banyak diantara orang tua memanjakan anaknya, dengan mencukupi kebutuhan mereka tanpa tahu sebab dan akibat yang akan ditimbulkan. Ada juga orang tua yang terlalu memaksa dan melindungi anak mereka, sehingga anak tidak terlalu mengenal masyarakat sekitarnya. Dan ketika terjun ke masyarakat, mereka mengalami suatu keterkejutan karena suasana dan kehidupan bermasyarakat tidak sesuai dengan apa yang mereka bayangkan. Dari keterkejutan itu anak dituntut untuk mengambil suatu sikap akan keadaan yang dialami tersebut. Jika mereka mengambil sikap yang benar maka mereka akan dapat melalui semua keterkejutan itu dengan mencapai hasil yang baik dan maksimal, namun jika sebaliknya maka mereka akan terseret ke dalam kehidupan yang bisa dibilang kurang baik. Sejauh ini jalan nomor dua inilah yang sering diambil orang atau anak-anak khususnya umat katolik sejauh pengamatan saya. Serta banyak diantara mereka ketika sudah besar dengan seenaknya pindah agama. Orang tua berharap bahwa anak-anak yang dianugerahkan Tuhan kepada mereka tumbuh dan berkembang sebagaimana Yesus di masa kecil-Nya yang “bertambah hikmatNya dan besar-Nya, dan makin disayang oleh Allah dan manusia” (Luk. 2:52). Selain atau bersama dengan pertumbuhan jasmani yang sehat, orang tua berharap bahwa anaknya berkembang pula dalam hal sikap imannya: teguh dalam iman serta bijak dalam mengambil keputusan dalam hidup sehari-hari berdasarkan keyakinan imannya, akrab dengan Tuhan, jemaat beriman setempat dan masyarakat sekitar, serta taat melaksanakan kehendaak Tuhan dalam hidup seharihari (Adisusanto, 2000:8). Namun sangat disayangkan bahwa kehidupan Keluarga
3
Kristiani juga dipengaruhi oleh pola hidup seperti tersebut di atas. Kalau demikian Keluarga Kristiani tidak berbeda dari pada keluarga pada umumnya yang hanya memperhatikan kebutuhan jasmani saja. Cukup banyak orang tua yang keseharian sibuk bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhan anggota keluarganya. Kesibukan mereka itu sering menyebabkan kurangnya perhatian dan cinta kepada anak-anak mereka. Memang orang tua perlu memperhatikan kebutuhan materi bagi anak-anak mereka, tetapi itu belum menjadi jaminan untuk mencapai tujuan keberhasilan bagi pendidikan anak. Meskipun banyak orang tua berpendapat atau beranggapan bahwa sudah memenuhi semua kebutuhan anak berarti itu sudah mencintai mereka. Padahal dalam kenyataannya terpenuhi kebutuhan materi belum lengkap daan tidak cukup bagi anak, karena anak juga membutuhkan perhatian dan cinta dalam bentuk lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan dirinya sebagai pribadi. Oleh karena itu keluarga kristiani sebagai keluarga beriman hendaknya mampu mencintai anak tidak hanya sebatas pemberian dalam segi materi saja, melainkan juga memberikan perhatian dan cinta yang berasal dari Allah sendiri kepada anak-anak. Perhatian dan cinta orang tua mencakup segala usaha dalam memperhatikan kebutuhan rohani anak. Dimana-mana masih banyak dijumpai anakanak, remaja, kaum muda yang hidupnya hanya mencari kepuasan diri sendiri, mabuk-mabukan, perkelahian, pencurian perampokan, lari dari rumah dan sebagainya. Hal ini terjadi karena mereka kurang bahkan kering akan cinta dan tidak mendapatkan pembinaan iman dalam keluarga serta kadang kala pola asuh orang tua yang salah yang dapat mengakibatkan semuanya itu. Allah sendiri telah memberi tugas kepada orang tua pada waktu mereka menikah melalui rahmat yang diberikan dalam sakramen perkawinan yaitu tugas dan
4
tanggung jawab untuk mendidik anak. Pendidikan anak-anak tidak hanya menyangkut pendidikan jasmani tapi juga pendidikan iman. Dalam karya tulis ini penulis mempergunakan kata pembinaan iman sebagai bagian dari pendidikan iman. Pembinaan iman dimaksudkan sebagai suatu proses dari usaha orang tua untuk menumbuhkan dan memperkembangkan iman anak melalui kegiatan-kegiatan yang berpola hidup kristiani sehingga dapat menghayati imannya dalam kehidupan seharihari dan pada akhirnya menjadi manusia yang beriman dewasa. Dari pengalaman kami nampak gejala-gejala bahwa banyak orang tua yang kurang menyadari peranannya dalam membina iman anak. Walaupun mereka mengetahui tugas mereka membina iman anak, tetapi banyak perhatian mereka tersita oleh kesibukan mereka berkerja sehingga kurang dapat meluangkan waktu untuk memperhatikan pembinaan iman anak. Selain kesulitan dan hambatan yang dihadapi orang tua untuk membina iman anak, masih dirasakan adanya sikap orang tua yang otoriter, terlalu menguasai anak, kurang memberi kesempatan pada anak untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya. Relasi antara orang tua dan anak kuang baik. Di antara mereka tidak ada saling keterbukaan sehingga tidak ada saling mengerti dan tidak mengetahui apa yang dirasakan, yang di alami oleh anak maupun orang tua. Oleh karena itu penulis prihatin kepada anak yang tidak mendapatkan pembinaan iman anak dari orang tuanya. Pembinaan iman anak menjadi penting dalam keluarga karena iman merupakan daya kekuatan yang mampu mendorong dan menguatkan orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Berdasarkan keprihatinan itu penulis mempunyai keinginan untuk membantu orang tua agar dapat menyadari kembali tugas dan tanggung jawab mereka sebagai
5
pembina iman anak. Dengan demikian penulis mengharapkan para orang tua agar dapat menyadari dan mampu menghayati peranan mereka yang utama dan terutama dalam mendidik iman anak (FC, art. 36) khususnya dalam membina iman anak dalam keluarga (FC, art.39). Pembinaan di sini berarti penekanannya bukan terlebih terletak pada mengajarkan aturan-aturan dalam agama atau ajaran-ajaran Kristiani, melainkan lebih memperioritaskan upaya dalam menumbuhkan sikap hidup beriman, menciptakan suasana hidup beriman Kristiani melalui kegiatan-kegiatan yang menjadi tradisi dalam keluarga misalnya; doa keluarga, membaca dan merenungkan Kitab Suci bersama. Allah memberikan tugas ini kepada orang tua karena orang tualah yang sangat berperan utama dan terutama dalam membina iman anak. Di samping itu keluarga merupakan tempat yang paling efektif
bagi persemaian,
pertumbuhan dan penghayatan serta perkembangan iman anak sejak dini, karena anak lebih lama melewatkan waktu berada dalam kehidupan keluarga bersama orang tua mereka. Orang tua di sini bertindak selaku pendidik pertama dan utama (GE) Selanjutnya yang dimaksud dengan anak yaitu status anak selama dia tinggal bersama orang tua atau sebelum ia meninggalkan keluarganya untuk membentuk keluarga sendiri atau status hidup yang lain. Maka pembinaan iman hendaknya dapat dilaksanakan sejak dini yaitu sejak anak dalam kandungan, kemudian pada masa anak, dewasa sampai sebelum memisahkan diri dari keluarga.
6
B. Identifikasi Masalah Dari
paparan
mengenai
latar
belakang
masalah
dapatlah
penulis
merumuskan secara singkat gambaran sementara tentang bagaimana pola asuh orang tua terhadap anak dalam keluarga di wilayah di mana penulis tinggal: 1. Bagaimana cara orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak? 2. Kendala apa yang dihadapi orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak? 3. Seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua dalam pembinaan iman anaknya? 4. Masalah-masalah apa saja yang dihadapi orang tua berkaitan dengan pembinaan iman dalam keluarga? Melihat situasi tersebut penulis merasa prihatin dan ingin mengetahui seberapa besar sumbangan pola asuh orang tua terhadap pembinaan iman anak mereka. Permasalahan tersebut dibahas dalam karya tulis ini dengan metode studi pustaka dan diperkuat dengan data penelitian lapangan melalui kuesioner.
C. Pembatasan Masalah Setelah melihat situasi dan latar belakang masalah yang telah disampaikan maka masalah yang dibatasi penulis adalah mencakup pada seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembinaan iman anak, sehingga anak itu menjadi anak yang baik dan memiliki akal budi
yang luhur. Pembatasan masalah dalam
permasalahan peranan dan pengaruh orang tua dalam membina iman anak berkaitan dengan peranan orang tua dalam membina iman anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel Paroki Roh Kudus Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah.
7
D. Rumusan Masalah Dari paparan mengenai latarbelakang masalah dapatlah penulis merumuskan secara singkat gambaran sementara tentang pelaksanaan pola asuh anak dalam keluarga di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel di mana penulis tinggal: 1. Bagaimanakah pola asuh orang tua di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel sejauh ini? 2. Bagaimanakah perkembangan iman anak di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel? 3. Seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan iman anak? Melihat situasi tersebut penulis merasa prihatin dan ingin mengetahui seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua terhadap perkembangan iman. Permasalahan tersebut dibahas dalam karya tulis ini dengan metode studi pustaka dan diperkuat dengan data penelitian lapangan melalui kuesioner.
E. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui pola asuh yang diterapkan orang tua selama ini. 2. Mengetahui seberapa besar pengaruh pola asuh orang tua dalam perkembangan iman anak. 3. Mengetahui perkembangan iman anak.
8
F. Manfaat Penelitian 1. Bagi saya pribadi penelitian ini membantu untuk mengetahui pola asuh yang benar dan sesuai dengan memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan anak.
2. Bagi orang tua: a. Membantu menyadarkan dan meyakinkan orang tua akan pentingnya pembinaan iman anak mereka masing-masing sehingga keluarga dapat harmonis dan sesuai dengan kehendak Allah. b. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam mendidik anak secara katolik sehingga anak benar-benar berkembang imannya.
BAB II KAJIAN TEORITIK DAN HIPOTESIS
Pada bagian ini, penulis hendak memaparkan bagaimana pola asuh orang tua dapat berpengaruh pada iman anak-anak mereka. Sebelum itu akan dipaparkan bagaimana orang tua dipandang dari sudut keluarga kristiani dan bagaimana peranan keluarga kristiani itu sendiri. Kemudian setelah melihat berbagai peranan orang tua dalam keluarga kristiani, penulis mengajak untuk melihat bagaimana pola asuh yang hendaknya diterapkan pada anak mereka. Dan melihat bagaimana pola asuh dapat mempengaruhi iman anak, serta bagaimana tahap-tahap perkembangan iman anak.
A. Pola Asuh Orang Tua dalam Keluarga Kristiani 1. Keluarga a. Pengertian Keluarga Kristiani Keluarga pada umumnya dimengerti sebagai persekutuan hidup antara individu yang mempunyai ikatan darah. Kemudian masih dibedakan adanya keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sedangkan keluarga dalam arti yang luas terdiri dari ayah, ibu, anak, kakek, nenek, sanak saudara. Bahkan saat ini pembantu rumah tangga dan anak kost yang hidup serumah juga termasuk dalam pengertian keluarga. (Caroline: 4) Menurut visi kristiani keluarga merupakan peersekutuan hidup pribadipribadi yang didasarkan dan bersumber pada cintakasih. Keluarga tidak dapat hidup dan terlaksana peranannya tanpa cintakasih. Maka pada hakekatnya keluarga
10
merupakan suatu persekutuan hidup dan cinta. (GS Art. 48) Hidup dan cintakasih keluarga berdasar dan bersumber pada cintakasih kristus. Cintakasih Kristus yang mewarnai hidup keluarga inilah yang menjadi kekhasan keluarga kristiani. Maka keluarga kristiani dimengerti sebagai persekutuan hidup pribadi-pribadi yang sedarah dan terikat yang berdasarkan cintakasih Allah yang berpola hidup Yesus Kristus. Dengan demikian hidup perkawinan dan keluarga mengandung nilai luhur. Nilai luhur itu terkandung dalam panggilan hidup perkawinan dan keluarga itu sendiri Sebagai Gereja kecil yang dipanggil untuk ikut serta mewartakan Injil, mengembangkan hidup secara manusiawi dan kristiani dalam keluarga demi pembaharuan masyarakat dan umat Allah.
b. Peranan Keluarga Kristiani Keluarga memiliki peranan yang sangat penting, karena keluarga sebagai tempat pertama dibentuknya kepribadian. Maka faktor keluarga memiliki peranan yang penting dan sentral dalam perkembangan kepribadian anak. (Djamaludin Ancok, Dkk: 78-80) Peranan keluarga kristiani merupakan konsekuensi dari dibentuknya keluarga oleh pasangan suami istri melalui Sakramen Pernikahan. Dengan menjalankan peranannya, keluarga akan semakin menepati janji dirinya sebagai persekutuan hidup dan cintakasih. Maka cintakasih yang bersumber pada cintakasih Allah menjadi titik tolak dan motivasi hidup keluarga untuk mewujudkan cintakasih itu secara nyata dalam menjalankan peranannya sebagai keluarga kristiani. Peranan
11
keluarga kristiani yang terdiri dari empat peranan menurut Anjuran Aspostolik Sri Paus Yohanes Paulus II tentang keluarga dalam Dokumentasi Femiliaris Consortio, akan kami jelaskan berikut ini. (FC. Art: 17-64) 1) Membentuk Persekutuan Pribadi-Pribadi Keluarga mempunyai peranan membentuk persekutuan pribadi-pribadi. Membentuk persekutuan pribadi berarti membangun persekutuan pribadi-pribadi dalam suatu komunitas yang berdasarkan pada cintakasih. Pribadi yang bersekutu atau bersatu adalah pertama-tama suami dan isteri, kemudian orang tua dan anakanak serta sanak saudara. Pribadi-pribadi yang hidup dalam keluarga memerlukan dasar untuk mempersatukan mereka. Dasar yang mengikat persatuan mereka adalah cintakasih. Cintakasih merupakan dasar kekuatan dan tujuan akhir hidup keluarga. Tanpa dilandasi dan diperkokoh dengan cintakasih, keluarga tidak dapat hidup berkembang atau menyempurnakan diri sendiri persekutan pribadi-pribadi. (FC. Art: 18) Terbentuknya persekutuan itu pertama kali dijalin dan berkembang oleh persekutuan suami-isteri melalui janji perkawinan. Mereka ini “bukan lagi dua melainkan satu” (Mat 19: 6). Mereka dipanggil untuk tetap bertumbuh dalam pesekutuan mereka melalui kesediaan dari hari ke hari terhadap janji pernikahan mereka untuk saling menyerahkan diri seutuhnya. (FC. Art: 19) Persekutuan pasangan ini suami-asteri tidak hanya bercirikan kesatuan melainkan tak terceraikan. Kesatuan yang tak terceraikan ini menuntut kesetiaan seutuhnya dari kedua belah pihak baik dari suami maupn isteri dan demi kepentingan anak-anak. (Konsili Vatikan II, Op. Cit., art. 48)
12
Wanita dan pria mempunyai martabat yang sama. Wanita dalam keluarga berperanan sebagai isteri dan ibu. Peranan seorang ibu dalam keluarga perlu dijunjung tinggi martabatnya. Peranannya dalam keluarga ikut menentukan terutama dalam pendidikan iman anaknya. Anak pertama kali dalam hidupnya mengenal ibunya sejak dalam rahim. Maka anak pertama kali mengerti apa itu iman juga dari ibunya yang sejak bayi menyusui, mengasuh, dengan penuh kasih sayang dan menyediakan keperluan rumah tangga. Di samping berperan sebagai ibu juga seorang isteri yang mempunyai kewajiban untuk selalu taat dan setia kepada suaminya. Seorang ”isteri hendaklah menghormati suaminya.” (Ef 5: 33)
2) Mengabdi Kehidupan Peranan keluarga menyalurkan kehidupan diwujudkan melalui pengadaan keturunan. Kesuburan cintakasih suami isteri terbuka bagi adanya keturunan. Hubungan suami isteri tidak hanya berpusat pada hubungan seks saja. Seksualitas harus semakin mengarahkan diri masing-masing pribadi dengan cintakasih yang mendalam dan penuh syukur atas rahmat kasih Allah yang telah memanggil mereka untuk hidup berkeluarga. Maka peranan prokreasi keluarga harus semakin mempersatukan ikatan mereka yang tak terceraikan. Oleh karena itu segala usaha yang menghalangi terjadinya prokreasi dengan tujuan dan cara apa pun yang melanggar hakekat perkawinan dan melanggar nilai moral harus ditolak. (FC. Art:32) Tugas orang tua mendidik anak merupakan tugas yang amat penting dan tidak bisa digantikan oleh siapa pun. Orang tua hendaknya mampu menciptakan situasi, relasi dan komunikasi yang penuh cintakasih dan diliputi semangat
13
cintakasih kepada Allah dan sesama, sehingga menunjang pendidikan pribadi termasuk pembinaan iman anak. Maka keluarga sebagai lingkungan pendidikan yang pertama dan utama yang dibutuhkan bagi keluarga itu sendiri, Gereja dan masyarakat. (FC. Art:36)
3) Ikut serta Dalam Pengembangan Masyarakat Keluarga sebagai sel masyarakat mempunyai peranan yang pertama dan amat penting dalam mengembangkan masyarakat yang sehat. Masyarakat yang sehat dapat terwujud oleh faktor adanya keluarga yang sehat pula. Ada tiga syarat menentukan kesehatan keluarga: kesatuan keluarga (monogami),
kokohnya
keluarga
(tak
terceraikan),
dan
pendidikan
yang
dilaksanakan oleh orang tua sebagai pendidikan pertama dan utama denan penuh tanggung jawab. (Sekertariat Nasional K.M./CLC, Hal:12) Hubungan erat antara keuarga dan masyarakat menuntut sikap terbuka dari keluarga dan masyarakat untuk berkerjasama membela dan mengembangkan kesejahteraan setiap orang. Tetapi masyarakat harus mengakui keberadaan “ keluarga sebagai rukun hidup yang mempunyai hak aslinya sendiri.” (FC. Art:45). Berdasarkan
prinsip
tersebut
maka
masyarakat
khususnya
negara
harus
menghormati hak-hak hakiki yang dimiliki oleh keluarga dn tidak bisa mengambil alih peranan-peranan keluarga. Negara harus mampu mengusahakan agar keluarga dapat mencukupi semua kebutuhan di bidang ekomoni, sosial, pendidikan, politik dan kebudayaan.
14
4) Berperan Serta dalam Kehidupan dan Misi Gereja Keluarga Kriustiani mempunyai peranan untuk ikut serta dalam kehidupan dan misi Gereja. Keluarga dan Gereja mempunyai ikatan yang mendalam yaitu menjadikan keluarga suatu “Gereja kecil” (“Ecclesia Domestica” = Gereja rumah tangga) sedemikian rupa sehingga dengan caranya sendiri keluarga menjadi lambang yang hidup dan penampilan historis bagi misteri Gereja. (FC. Art: 49) Oleh karena itu keluarga tidak hanya menerima cintakasih kristus dan menjadi rukun hidup yang diselamatkan, melainkan mereka diharapkan juga dapat menyalurkan cinta kasih Kristus kepada saudara-saudara mereka. Hanya dengan demikian keluarga mampu menjadi persekutuan yang menyelamatkan. Keluarga menjalankan tugas kenabian yaitu bersikap kritis terhadap situasi berkenaan dengan kehendak Allah dengan menyambut dan mewartakan Sabda, yang terjadi dalam iman Kristiani yang harus tampak dalam persiapan, peresmian dan penghayatan hidup berkeluarga. (FC. Art:51)
2. Peran Orang Tua Orang tua adalah ayah dan ibu kandung (Peters, 1991:106), berbeda halnya dengan pendapat Poerwardaminta (1976:668) bahwa orang tua adalah orang yang sudah tua, pertama dikenal anak, dimata anak-anak orang tua adalah sosok yang luar biasa serba hebat dan serba tahu akan segalanya. Lain halnya dengan Evi Sukamaningrum (2001: 6) ia mengemukakan bahwa “orang tua tidak selalu ayah dan ibu dari seorang anak, orang tua dapat juga orang lain yang bukan orang tua kandung, akan tetapi orang yang telah mengasuh, memperhatikan, mengasihi, dan mencukupi kebutuhan anak yang diasuhnya”. Dalam menjalankan peran mereka
15
sebagai orang tua, seperti yang telah dikatakan oleh Evi bahwa orang tua berperan dalam mengasuh dan mendidik anak mereka.
a. Mendidik Mendidik memiliki arti yang cukup luas, terutama dalam hal mendidik anak. Mendidik anak dapat diartikan; sebagai usaha untuk membekali anak dalam hal bertutur kata, bertindak dan cara hidup yang baik menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. (Hurlock, 1989: 82) Dalam usaha mendidik anak, para orang tua berusaha untuk menciptakan suatu suasana dalam keluarga sehingga tercipta suasana yang mendukung dalam proses pendidikan bagi anak-anak mereka. Menurut Anton dkk (1990: 67) peranan orang tua dalam keluarga adalah bagian utama yang harus dilakukan orang tua dalam usaha menciptakan lingkungan yang mendukung bagi anak dalam upaya menciptakan prestasi yang optimal. Pada umumnya orang tua memiliki peranan yang berbeda-beda seperti yang dijelaskan oleh Ngalim Purwanto mengenai peranan ibu dan ayah terhadap pendidikan anak-anak. (Ngalim Purwanto: 90-92) Peranan ibu dalam hal ini tidak dapat disangkal dan dipungkiri lagi. Ibu adalah pendidik yang pertama, didikan ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar dan tidak dapat diabaikan. Untuk itu seorang ibu hendaklah seorang yang bijaksana dan pandai dalam mendidik anak-anak. Secara naluri seorang ibu adalah bersifat menjaga, melindungi, menyayangi, dan memberikan pengetahuanpengetahuan dasar bagi anak. Peranan ibu dalam pendidikan anak sudah sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab dalam anggota keluarga, yaitu sebagai sumber dan pemberi rasa
16
kasih sayang, pengasuh dan pemelihara, tempat untuk mencurahkan segala isi hati, pengatur kehidupan dalam rumah tangga, pembimbing hubungan pribadi, dan pendidik dalam segi-segi emosioanal. (Ngalim Purwanto: 93) Peranan ayah sebenarnya tidak berbeda jauh dengan peranan seorang ibu sendiri; memberikan kasih sayang, mengasuh dan memelihara serta mencurahkan segala isi hati. Namun yang paling utama sebagai seorang ayah adalah memberikan nafkah bagi anak dan istri serta memberikan kehidupan yang layak bagi anak dan istri. Jika ditinjau lebih dalam lagi dari segi fungsi dan tugasnya sebagai ayah, yaitu sebagai pemberi rasa aman bagi keluarga, pelindung dan pendidik dari segi rasional juga sangat dibutuhkan bagi seorang anak. Orang tua bukanlah satu-satunya faktor penentu bagi perkembangan anak, masih ada faktor individu dan faktor lingkungan lain disekitar anak yang dapat pula mempengaruhi perkembangan anak. Namun demikian orang tua dapat mengarahkan perkembangan anak sejauh mungkin, dengan menyadari akan peranannya yang besar dalam kehidupan anak. Selain berbagai pengertian dan pengetahuan yang harus diperoleh orang tua, hendaknya sikap-sikap orang tua juga harus diperhatikan, guna perkembangan anaknya. Sikap tersebut antara lain: Adiwardhana (dalam Gunarsa,1985: 61-64)) 1) Antara ayah dan ibu harus ada kesesuaian serta konsistensi dalam hal mendidik dan mengajar anak-anaknya. Suatu tingkahlaku anak yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu, harus pula dilarang apabila dilakukan lagi pada waktu yang lain. Konsistensi ini juga harus ada dalam hal-hal apa saja yang mendatangkan pujian atau hukuman pada anak. Ketidakadanya konsistensi akan
17
mengaburkan pengertian anak tentang apa yang baik dilakukan dan yang tidak baik untuk dilakukan.
2) Berbagai sikap yang dilakukan oleh orang tua. Sikap ayah terhadap ibu atau sikap ibu terhadap ayah, bagaimana sikap terhadap saudara-saudaranya dan kepada yang lain. Sikap-sikap tersebut dapat berpengaruh pula dalam perkembangan anak, walaupun tidak secara langsung, yakni melalui proses peniruan. Proses peniruan oleh anak ini biasanya dipengaruhi oleh sikap atau tingkahlaku orang-orang yang dekat dengannya dan yang anak temui setiap harinya.
3) Penghayatan yang sungguh-sungguh dari orangtua akan agama atau kepercayaan yang dianutnya, akan berpengaruh pada sikap dan tindakan mereka setiap harinya. Penghayatan dan kepercayaan orangtua berpengaruh pula pada pola atau cara para orangtua dalam mengasuh, mendidik, memelihara, dan mengajar anak-anak mereka. Semuanya ini dapat menjadi dasar yang kuat untuk perkembangan anak, jika anak banyak dibekali dengan ajaran-ajaran agama, dan hidup dalam kepercayaan dan kesetiaan kepada Allah yang cukup.
4) Orangtua tentunya tidak menginginkan anaknya untuk berbohong, tidak bersikap jujur, maka ini harus juga ditunjukkan dalam berbagai sikap orangtua sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Selain ada aturan-aturan yang harus ditaati anak, namun ada juga aturan-aturan yang berlaku bagi seluruh anggota keluarga termasuk orangtua. Ajaran yang diajarkan dan dituntut oleh orangtua terhadap
18
anaknya, hendaknya orangtua konsekuen dengan pola hidup kesehariannya. Jika tidak sesuai ajaran dengan kenyataan, dapat menimbulkan konflik dalam diri anak dan menjadikan alasan tersebut sebagai senjata untuk tidak melakukan apa yang diajarkan orangtuanya. (Gunarsa, dkk 1985:62)
b. Mengasuh Tidak hanya mendidik saja, melainkan juga bagaimana cara orang tua dalam mengasuh anak-anak mereka. Orang tua perlu menciptakan suasana lingkungan yang ramah atau keluarga yang serasi. (Conny.S :64) Sedangkan Elizabeth (1990: 201) menambahkan: “Anak mengharapkan bimbingan dan pengembangan model pola perilaku yang disetujui secara sosial dari orang tua, anak mengharapkan orang tua sebagai rekan yang dapat diminta bantuan dalam memecahkan masalah yang dihadapi atau sebagai teman berdiskusi da bertukar pikiran.”
Di atas telah dijelaskan bagaimana orang tua hendaknya memenuhi kebutuhan anak-anaknya baik secara jasmani maupun rohani. Karena pada hakekatnya demikianlah peran orang tua. Jika semua itu tidak dapat terpenuhi maka akan berdampak buruk bagi anaknya. Russen (1983:11) menyatakan: “Anak yang tidak memperoleh apa yang diinginkan dan tidak memperoleh kasih sayang dari orang tua akan dapat menyebabkan keterbelakangan kerohaniannya dan mengacaukan emosi, ..... karena ketiadaan ikatan dengan orang tua maka terdapat kemungkinan anak akan tumbuh kurang mempunyai kesungguhan dan berperasaan dingin, juga ada kemungkinan anak akan tumbuh menjadi anak yang bengal, lekas berubah-ubah dan tumbuh ke arah penyakit jiwa.”
Dengan melihat semua paparan di atas maka dapat dikatakan bahwa orangtua memiliki peranan yang besar dalam mengajar, mendidik serta memberikan
19
contoh atau teladan kepada anak-anaknya. Dalam perkembangannya, anak perlu dibimbing untuk mengetahui, mengenal, dan mengerti kemudian menerapkannya kepada kehidupannya sehari-hari. Maka dari itu orang tua hendaknya memiliki kecakapan dalam mengasuh anak mereka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam perkembangan anak, baik secara jasmani ataupun rohani.
3. Pola Asuh Menjadi orang tua bisa dan dapat terjadi dengan sengaja maupun tanpa disengaja, tetapi bagi bagaimanapun kejadiannya, mengasuh anak merupakan suatu panggilan yang harus kita jalankan. Mengasuh anak merupakan salah satu pekerjaan yang bisa dikatakan menantang, menuntut dan menegangkan dari semua pekerjaan yang telah dilalui atau bahkan di muka bumi ini. Mengasuh seorang anak merupakan pekerjaan yang paling penting, sebab sebagaimana pekerjaan itu dilakukan akan dapat berpengaruh pada hati, jiwa dan kesadaran generasi berikutnya, terhadap pengalaman mereka, persediaan ketrampilan mereka dan pada perasaan mereka yang mendalam tentang diri mereka sendiri serta kemungkinan tempat mereka dalam dunia yang cepat berubah. Dalam mengasuh anak diperlukan kesadaran dan keterlibatan batin atas diri sendiri dan juga dalam memelihara dan membesarkan anak-anak. Ketrampilan dalam mengasuh dan penguasaan batin dalam diri kita, hanya dapat kita atau orang tua pupuk dan tumbuh kembangkan melalui pengalaman-pengalaman pribadi, serta dari berbagai buku yang menyajikan berbagai macam cara dalam mengasuh anak. Secara sempit pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan berpengaruh
20
kepada kemampuan dan perkembangan anak. (Syamsudin, Dkk:11) Perhatian paling vital dari orang tua terhadap anak-anaknya adalah untuk memenuhi kebutuhan jasmani mereka. Namun demikian, sangatlah mengherankan bahwa sebenarnya betapa sedikit yang melakukan hal itu untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Makanan, tempat perlindungan, dan pakaian adalah bahan-bahan pokok untuk melanjutkan hidup yang oleh keluarga-keluarga termiskin pun di sepanjang sejarah sebagian besar telah berhasil terpenuhi. Perhatian utama yang kedua dari kebanyakan orang tua adalah membesarkan anak-anaknya agar kelak menyadari bagaimana dapat mengembangkan kemampuan mereka dan dapat hidup dengan lebih baik lagi. Dengan membantu anak untuk tumbuh dan menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab merupakan suatu kepuasan dan kegembiraan yang tak dapat disamai oleh keberhasilan dalam usaha manapun juga (Anak: 16). Bahkan, di luar masalah kepuasan dan kegembiraan yang dirasakan secara pribadi itu, anak merupakan penghubung antara orang tua dengan masa yang akan datang. Apa pun yang terjadi, anak-anak sering kali memaksakan kehendaknya kepada orang tua sehingga terjadi konfrontasi nilai-nilai dan gaya hidup mereka, dengan tuntutan dan situasi sehari-hari yang lumrah. Banyak sekali orang tua sekarang ini mengalami kesedihan waktu mengetahui secara emosional telah menjauh dari mereka, terutama ketika anak menginjak dewasa. Para orang tua menaruh perhatian yang besar sewaktu melihat anak-anaknya mulai meninggalkan tata nilai yang berlaku, kemudian berpaling pada tatanan nilai yang terlihat tanpa perasaan dan tidak bermoral. Maka dari itu banyak orang memiliki ide tertentu yang ia gemari mengenai bagaimana seharusnya anak-anak dibesarkan. Sebagian besar
21
pikiran tersebut memiliki beberapa kekeliruan dan dapat merugikan bagi perkembangan anak. Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai orang tua secara baik, orang tua hendaknya membuang segala anggapan-anggapan yang salah dan menggantinya dengan suatu gagasan baru yang lebih baik dan masuk akal. Pola pengasuhan orang tua berdasar pada kedisiplinan, memiliki tiga kecenderungan. Ketiga kecenderungan pola asuh orang tua yaitu:
a. Pola asuh Otoriter Menurut Stewart dan Koch (1983: 203), orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter mempunyai ciri sebagai berikut: kaku, tegas, suka menghukum, kurang ada kasih sayang dan empati. Orang tua semacam ini biasanya memaksakan anakanaknya untuk patuh pada aturan-aturan mereka, mencoba membentuk tingkah laku anak sesuai dengan tingkah lakunya dengan cenderung mengekang keinginan anak, tidak mendorong ataupun memberi kesempatan kepada anak untuk dapat mandiri, jarang memberi pujian, serta hak anak dibatasi tetapi dituntut tanggung jawab seperti orang dewasa. Menurut Walters (dalam Lindergren., 1976:306) menemukan bahwa orang yang otoriter cenderung memberikan hukuman terutama hukuman secara fisik, ancaman-ancaman dan sikap penolakan jika anak mengajak berbicara. Tindakan-tindakan yang dianggap sebagai hukuman tersebut dimaksudkan sebagai konsekuensi jika tuntutan yang diberikan, ditolak anak. Mereka juga sering marah dan tidak berminat untuk merencanakan aktivitas yang dapat dilakukan bersama anak-anaknya. Dikatakan juga bahwa orang tua yang otoriter tidak memberikan hak anaknya untuk mengemukakan pendapat serta mengutarkan perasaan-perasaannya . (Sutari Imam Barnadib., 1989: 24).
22
Harlock (1989) berpendapat bahwa sikap otoriter adalah suatu kegiatan dalam mengasuh anak dengan cara membatasi setiap tingkah laku anak dalam menjalankan aktifitasnya sehari-hari. Dalam menjalankan aturan-aturannya orang tua yang memakai pola ini sering sekali terlalu kaku dan terlalu memaksakan kehendaknya kepada anak mereka. Ketika anak tidak dapat mencapai apa yang diinginkan atau menolak perintah yang diberikan, maka hukuman secara fisik maupun psikologis sering mereka dapatkan. Kondisi tersebut cenderung memacu anak untuk selalu gelisah, penakut, menarik diri, sehingga canggung dalam interaksi dan sulit menghadapi pengalaman-pengalaman baru, serta memiliki sikap ketergantungan baik pada orang tua maupun pada orang lain, kurang rasa percaya diri dan frustasi. Seperti halnya Harlock, Y. Singgih D. Gunarsa dan Singgih D. Gunarsa juga mengatakan hal yang senada tentang bagaimana sikap atau cara mengasuh yang benar, serta akibat-akibat yang akan ditimbulkan jika dalam melakukan pola asuh yang salah. Menurut Gunarsa ada beberapa dimensi yang muncul dari proses pola asuh yang dilakukan orang tua, di antaranya adalah: Gunarsa mengemukakan bahwa sikap atau pola asuh yang otoriter atau sikap penolakan yang dilakukan orang tua membawa akibat buruk pada anak. Menurut Darji Darmodiharjo (1980: 54) sikap otoriter adalah “Sikap orang tua dalam keluarga yang otoriter adalah segala sesuatunya ditentukan oleh orang tua. Kekuasaan sepenuhnya diletakkan di tangan orang tua, anak sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat. Sikap orang tua terhadap anak berdasarkan prinsip hukuman dan ganjaran. Dengan sendirinya bagi anak yang hidup dalam keluarga otoriter, inisiatif tidak akan berkembang”
23
Efek akibat buruk tersebut terutama pada perkembangan dan proses tingkah laku anak, sikap tersebut berakibat juga sebagai berikut: (Gunarsa, Dkk: 122) 1) Anak akan merasa diri tak aman dalam keseharian mereka. 2) Penolakan secara terang-terangan menyebabkan anak menjadi pribadi yang agresif. 3) Penolakan yang diselubungai sikap perlindungan yang luar biasa ketat menyebabkan anak memiliki kepribadian yang sukar untuk bergaul, pemalu, dsb. Sikap penolakan mendorong orangtua cenderung membuat orangtua untuk tidak mempedulikan anak dan bersikap kasar pada anak. Penolakan terhadap anak dapat mengakibatkan anak mengalami problem dalam tingkah laku mereka dikemudian hari.
b. Pola asuh Demokratik Dalam menjalankan tugasnya sebagai orang tua, dalam memandang anaknya bukan hanya semata-mata sebagai objek yang harus diberi sesuatu tetapi juga sebagai subjek. Orang tua yang menggunakan pola asuh ini biasanya memandang sama antara hak dan kewajiban antara orang tua dan anak. secara bertahap orang tua memberikan tanggung jawab bagi anak-anaknya terhadap segala sesuatu yang diperbuatnya sampai mereka menjadi dewasa. Mereka selalu berdialog dengan anakanaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan-keluhan dan pendapat dari anak-anaknya. Dalam bertindak, mereka selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak untuk selalu saling membantu dan bertindak secara objektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian. (Stewart dan Koch., 1983: 219). Sehingga terjalin suatu kerjasama dan saling meneguhkan satu dengan yang lain.
24
Dengan menempatkan anak di tempat sebagai mana mestinya dapat membantu anak untuk semakin berkembang dan mampu untuk bersikap dewasa dalam menghadapi tantangan yang akan dihadapi. Dengan cara ini pada umumnya dapat bersosialisasi dengan baik, kooperatif, ramah, loyal, secara emosional dalam keadaan setabil, dan tentunya bahagia. (Harlock) Pola asuh yang dapat membantu anak dapat berkembang dengan baik adalah dengan menjalin hubungan yang hangat dan erat antara orang tua dan anak. Dengan mengkomunikasikan segala masalah dalam keluarga dan dengan memberikan tugastugas yang praktis kepada anak, merupakan kegiatan instruktif yang dapat membantu memacu perkembangan serta kemampuan anak.(Gunarsa., Dkk: 35) Dengan kehangatan dalam mengasuh anak, serta memberikan kesempatan pada anak dapat membantu mereka untuk berkembang dan semakin mampu dalam menjalani dinamika hidup sehari-hari. Darji Darmodiharjo (1980: 56) menyatakan: “Keluarga demokratis bersikap menghargai anak yang dipimpinnya secara tepat dalam hal ini orang tua memperlakukan anak secara tepat sesuai dengan perkembangan umur anak. orang tua memperhatikan keinginan anak dan selalu mempertimbangkan usulan atau masukan dari anak-anaknya.”
Pendapat lain mengatakan bahwa orang tua yang menggunakan pola asuh semacam ini selalu memperhatikan perkembangan anak, dan tidak hanya sekedar mampu memberikan nasehat dan saran melainkan juga bersedia mendengarkan berbagai keluhan-keluhan dari anak berkaitan dengan berbagai macam persoalanpersoalannya. (Sutari Imam Barnadib., 1986: 31) Bowermen Elder dan Elder (dalam Conger, 1975: 97) mengemukakan bahwa semua keputusan yang diperoleh dari pola asuh demokratis adalah merupakan keputusan anak dan orang tua.
25
c. Pola asuh Permisivitas Pola asuh permisif ditandai oleh karakteristik yang jelas terlihat perbedaannya. Sikap permisif justru menimbulkan kesan hangat dan ramah. Meskipun demikian, sikap tersebut justru tidak dimanfaatkan untuk menciptakan dan mengkomunikasikan disiplin-disiplin yang diharapkan. Stewart dan Koch (1983: 225) menyatakan bahwa orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan kontrol sama sekali. Anak dituntut atau sedikit sekali dituntut untuk suatu tanggung jawab, tetapi mempunyai hak yang sama seperti orang dewasa. Anak diberikan kebebasan untuk mengatur dirinya sendiri atau orang tua tidak banyak mengatur anaknya. Sementara itu, Bowerman, Elder dan Elder (dalam Conger, 1975: 113) mengatakan, ciri pola asuh ini adalah semua keputusan lebih banyak dibuat oleh anak daripada orang tuanya. Anak akan merasa bahwa orang tuanya tidak peduli karena selalu mengarahkan pada tuntutan atau permintaan yang diajukan. Hurlock (1989) mengatakan pola asuh ini memiliki ciri, membiarkan anak berbuat sesuka hati, dengan sedikit kekangan. Dengan memberikan tanggung jawab secara penuh, dan dengan sedikit kontrol dalam setiap kegiatan mereka dengan tujuan mendewasakan dan supaya mampu mandiri tanpa tergantung kepada orang lain. Hal ini menciptakan suatu rumah tangga yang “berpusat pada anak.” Sikap ini baik jika tidak dilakukan secara berlebihan, karena mendorong anak untuk menjadi cerdik, mandiri dan berpenyesuaian sosial yang baik. Pola ini juga dapat menumbuhkan rasa percaya diri, kreativitas, dan sikap hidup yang matang. Namun jika sikap itu dilaksanakan secara berlebihan (memanjakan) maka akan mengakibatkan anak menjadi seorang yang egois, menuntut dan sering tiranik.
26
Mereka selalu ingin diperhatikan dan menuntut orang lain untuk selalu melayani mereka. Dengan sikap demikian menyebabkan penyesuaian sosial menjadi buruk baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga. Situasi tersebut cenderung ,emdorong anak untuk bersikap dominan, mudah marah, namun lekas pula berubah sikap menjadi menyenangkan. (Steinberg dkk, Hetherington dan Parke dalam Listiara., 1996: 27) Sikap permissif atau sikap memanjakan anak membawa dampak yang tidak kalah buruk bagi perkembangan kepribadian anak. Sikap permissif atau sikap memanjakan anak yang dilakukan para orang tua ini dapat mengakibatkan gangguan laju pertumbuhan menuju kedewasaan. Menurut Gunarsa, Dkk (1985: 106) sikap ini mengakibatkan: 1) Perkembangan emosi anak terhambat, sehingga anak tetap bersikap kekanakkanakan. 2) Anak selalu menuntut agar kebutuhannya dapat terpenuhi. 3) Mudah menangis (cengeng) dan marah kalau permintaannya tidak segera dipenuhi. 4) Mengalami kesulitan dalam bergaul dengan anak yang sebaya, karena meminta perhatian terus menerus serta sulit untuk dapat berkerja sama.
B. Perkembangan Iman Anak Mengapa dalam meneliti tentang perkembangan anak, penelitian dibatasi usia anak maksimal 12 tahun? Ini dikarenakan pada usia-usia inilah mulai dibentuk dalam keluarga baik dalam bersikap, bertutur kata dan sebagainya. Dan juga pada
27
usia ini anak mudah mendapat rangsangan ataupun input dari dalam maupun dari luar lingkup keluarga selain orang tua.
1. Iman Iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam Tuhan Yesus Kristus yang hidup, suatu penerimaan yang menyeluruh akan pribadi yang mewahyukan diri dan memberikan diri oleh manusia yang menyerahkan diri dengan penuh cinta, suatu penyerahan tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan mengatur hidup sesuai dengan perintah-Nya. Bila sabda Allah adalah wahyu, maka sabda manusia adalah iman. Sabda Allah mengundang kesediaan manusia, kesediaan Allah mengundang kesediaan manusia untuk membuka diri, tindakan Allah mendesak tindakan manusia dan pemberian diri Allah mengharapkan penyerahan diri manusia. Maka wahyu itu menuntun iman. Proses penerimaan wahyu, dalam iman itu sendiri tidak sekali jadi sebagai satu langkah jawaban akan wahyu Allah yang diwartakan. Pada umumnya perkembangan hidup beriman melalui tahap-tahap yang teratur dan mendalam. Proses itu merupakan dinamika antar pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman yang sekaligus merupakan perkembangan yang terus menerus. (Amalorpavadass, D.S., 1972: 11) Iman yang diperoleh dengan melalui proses yang sedemikian panjang, dan banyak membutuhkan perkembangan yang terus menerus. Bukan hasil refleksi manusia semata dalam menanggapi wahyu dari Allah, namun merupakan buah cuma-cuma yang dihasilkan oleh kuasa Allah dengan perantaraan Roh Kudus dalam diri kita (Xavier Leon., 1990: 282)
28
Iman merupakan jawaban pribadi manusia atas wahyu yang diberikan pada manusia dan firman yang telah Dia nubuatkan kepada pendahulu kita. Dalam menanggapi wahyu dan firman Allah, orang yang beriman harus menyerahkan diri sepenuhnya kepada kuasa Tuhan.
2. Tahap-tahap Perkembangan Iman Anak Telah banyak usaha yang dilakukan oleh orang tua dan pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan berbagai pengetahuan yang berkaitan dengan perkembangan anak. Adalah harapan dan cita-cita dari setiap orang tua untuk dapat memperkembangkan anak-anaknya semaksimal mungkin agar anak tersebut dapat berhasil dan mampu dalam memenuhi tugas-tugas dalam setiap fase-fase perkembangan yang harus seorang anak lalui. Pada prinsipnya perkembangan anak tidak terbatas dalam artian tumbuh menjadi besar. Namun lebih bersifat teratur dan berkesinambungan, antara tahap satu dengan tahap yang lain. Tubuh manusia merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan erat antara perkembangan aspek fisik-motorik, mental, emosi dan sosial. Maka perhatian yang berlebihan pada satu segi dapat mempengaruhi segi yang lain juga. Karena pola perkembangan mengikuti pola yang pasti, maka perkembangan seorang dapat diperkirakan. Perkembangan dapat terjadi karena faktor kematangan dan belajar dan dalam perkembangannya dipengaruhi oleh faktor dari dalam (bawaan) dan juga faktor dari luar (lingkungan, pengalaman, pengasuhan). Namun demikian setiap individu berbeda satu dengan yang lain karena setiap manusia itu memiliki suatu kekhasan. Tidak ada orang yang tepat sama walaupun berasal dari orang tua yang sama. Salah satu dan penting yang dapat mempengaruhi dasar kepribadian dari anak
29
adalah metode dalam pengasuhan yang diterapkan di rumah. Biasanya suatu cara pengasuhan yang diterapkan di rumah merefleksikan harapan-harapan dan sikap tertentu dari setiap orang tua. Seperti segi-segi lain dari kepribadian anak, iman anak juga berkembang dalam beberapa tahapan. Tahapan-tahapan dalam perkembangan iman anak adalah sebagai berikut: a. Tahapan anak usia 0-3 tahun Menurut Gunarsa, dkk (1985: 8) dalam masa ini lebih penting mengetahui bagaimana seorang bayi itu lahir dari pada mengetahui kapan atau jam berapa bayi tersebut lahir. Karena proses kelahiran adalah proses di mana pertama kali seseorang itu melakukan penyesuaian diri terhadap suhu, pernafasan, terhadap makanan, sirkulasi darah dan pencernaan. Walaupun bayi yang baru lahir nampak lemah dan seakan-akan pasif saja karena sebagian besar waktunya dihabiskan di tempat tidur, namun bayi mungil itu sebenarnya sudah memiliki sejumlah kesanggupan untuk melajar melakukan pilihan dan kesanggupan untuk membeda-bedakan. Di bawah ini beberapa ciri proses perkembangan pada bayi: 1) Secara fisik, perkembangan anak baru nampak dari semakin bertambah ukuran panjang dan berat badan anak. 2) Dilihat dari segi motorik nampak terlihat dari respon anak terhadap rangsangan yang berupa gerakan tubuh dan berbagai refleks-refleks. Dalam perkembangan segi motorik melalui beberapa tahap, mulai dari mengangkat kepala, dada, telungkup, merangkak, duduk, berdiri, berjalan, dan seterusnya. Namun tidak semua anak dalam perkembangannya mengikuti urutan tersebut secara tepat.
30
3) Perkembangan kognitif pada anak seusia ini ditandai oleh perasaan rasa ingin tahu yang besar. 4) Pada masa ini pulalah permulaan dari perkembangan bicara anak. 5) Dalam hal emosi dan sosial, masa bayi dipandang sebagai fase di mana bayi pertama kali menjalin suatu relasi dengan orang lain. Jika kebutuhan keterikatan terpenuhi, maka akan terpupuk rasa aman dan percaya. Kedua hal ini merupakan salah satu dasar penting bagi perkembangan emosi dan sosial seseorang. Pengalaman penting di masa ini adalah hubungan kerja dengan orang dewasa, terutama orangtua. Namun jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan timbul ketegangan dan perasaan gagal pada diri anak, di mana memupuk timbulnya rasa ragu dan malu. Dalam hal iman tahapan ini disebut juga “tahapan primal”. Benih iman dalam kurun hidup paling dini ini terbentuk oleh “rasa percaya si anak pada orangorang yang mengasuhnya” dan juga oleh “rasa aman yang dialami di tengah-tengah lingkungannya”. Seluruh interaksi timbal-balik antara si anak dan orang-orang di sekitarnya merupakan titik tolak dari perkembangan imannya. Interaksi yang mendukung perkembangan imannya adalah interaksi yang dapat menumbuhkan keyakinan dirinya, bahwa ia adalah insan yang dicintai dan dihargai. ( Soerjano, 2006: 12-13 )
b. Tahapan anak usia 3-7 tahun Tahap ini menurut Gunarsa, dkk.(1985:11) disebut masa kanak-kanak awal, dan dalam perkembangannya masa ini memiliki ciri perkembangan sebagai berikut:
31
1) Dilihat dari segi motorik, anak pada masa ini lebih lincah dan aktif dalam bergerak. Ini dikarenakan semakin matangnya perkembangan otak yang mengatur sistem syaraf pada otot. Dengan semakin aktif bergeraknya anak pada usia ini, nampak terlihat perubahan gerakan dari gerakan yang masih kasar, kegerakan yang lebih halus. Dan ini memerlukan kontrol otot, kecermatan dan koordinasi yang baik. Maka ini harus dilatih dengan permainan yang sederhana dan
alat
main
yang
sederhana
untuk
membantu
merangsang
dan
memperkembangkan aspek motorik anak. 2) Perkembangan pikiran dan bahasa, akan berkembang dengan sendirinya sejalan dengan pematangan organ-organ bicara dan fungsi berfikir, lingkungan juga membantu mengembangkannya. Dilihat dari bahasa, anak pada tahap ini bisa dibilang “haus nama”, di mana segala macam hal mereka akan tanyakan. Sedang segi perkembangan berpikir, anak berada pada tahapan pra-operasional dan egosentris. 3) Dibandingkan pada tahapan sebelumnya, dari segi sosial anak pada tahapan ini semakin bertambah luas. Kemampuan, ketrampilan dan penguasaan dalam fisik, motorik, mental, dan emosi sudah lebih baik atau meningkat. Di masa ini juga anak dihadapkan pada tuntutan sosial dan susunan emosi baru. Jika dari pihak orangtua danlingkungan mendukung dengan cukup memberikan kebebasan dan kesempatan pada anak, maka anak akan berkembang inisiatif dalam diri dan tidak menghambat fantasi dan kreatifitas anak. sebaliknya jika orangtua dan lingkungan menerapkan ajaran terlalu keras, maka anak akan timbul perasaan bersalah.
32
Dalam tahapan ini disebut juga “tahapan intuitif proyektif”. Unsur yang paling penting pada tahapan ini ialah intuisi anak itu sendiri, yang sifatnya belum rasional. Intuisi tersebut dipakai si anak untuk memahami dunia di sekitarnya. Dengan memakai intuisi tersebut anak menangkap nilai-nilai religius yang dipantulkan oleh para tokoh kunci (ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, pastor, suster dan sebagainya). Maka dari itu, pada tahapan ini anak memahami atau membayangkan Tuhan sebagai Sang Tokoh yang mirip dengan ayah, ibu, pengasuh, paman, bibi, pastor, suster atau tokoh-tokoh yang berpengaruh lainnya. Pada tahapan ini, iman seorang anak diwarnai oleh rasa takut dan rasa horma pada tokoh-tokoh kunci tersebut. Dalam usaha-usaha untuk mengembangkan iman seorang anak pada tahapan usia ini sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang sederhana, tidak terlalu mengandalkan penalaran, dan menghindari ucapan-ucapan yang tidak sesuai dengan sikap-sikap dan tindakan-tindakan yang nyata. Keteladanan hendaknya lebih diandalkan dalam usaha-usaha pendidikan iman dalam tahapan ini, serta melalui prilaku yang nyata dari para tokoh-tokoh kunci. ( Soerjano, 2006: 12-13 )
c. Tahapan anak usia 7-12 tahun Para ahli beranggapan bahwa masa ini disebut sebagai masa tenang atau masa latent, yang maksudnya adalah bahwa segala sesuatu yang telah dipupuk sebelum masa ini akan berlangsung terus dimasa-masa selanjutnya. Tahapan ini juga disebut sebagai tahapan usia kelompok, karena terjadi peralihan dari pola hubungan dan perhatian yang intim dalam keluarga ke kerjasama antar teman dan sikap terhadap kerja. Dalam memasuki dunia sekolah dan masyarakat, anak-anak dihadapkan pada tuntutan sosial yang baru yang dapat menumbulkan harapan-
33
harapan atas dirinya. Di bawah ini adalah berbagai keterampilan yang perlu dimiliki oleh anak pada usia ini meliputi: (Gunarsa, dkk.,1985:14) 1) Keterampilan untuk menolong dirinya sendiri (self-help skills). 2) Keterampilan bantuan sosial (social-help skills): di mana anak mampu untuk membantu segala pekerjaan rumah tangga. Ini dapat memupuk sikap kerjasama dan perasaan diri bahwa dirinya berguna bagi orang lain. 3) Ketrampilan sekolah (school skills): keterampilan ini meliputi dua aspek yakni ketrampilan dalam hal akademik dan non akademik. 4) Ketrampilan dalam bermain (play skills): ini berhubungan dengan ketrampilan dalam memainkan berbagai macam bentuk permainan.
Jika dilihat dari segi emosi, anak usia ini mulai belajar untuk mengendalikan emosi mereka dengan berbagai macam cara yang dapat diterima di lingkungan sekitarnya. Di akhir masa sekolah, karena tujuan utama mereka hanya agar diakui oleh kelompoknya, maka mereka cenderung memainkan aturan-aturan yang diterapkan oleh kelompok, dari pada aturan yang dibuat oleh para orangtua. Anak belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain dan menemukan identitas dirinya melalui pola pengasuhan orangtua di rumah dan dalam pergaulan sosial sehari-hari. Tahapan ini disebut juga “tahapan mitis literal”. Dalam tahapan ini yang memiliki peranan penting dalam pendidikan iman anak adalah kelompok atau institusi kemasyarakatan yang paling dekat dengannya, misalnya kelompok bina iman anak, sekolah, atau kelompok sekolah minggu. Kelompok atau institusi tersebut berfungsi sebagai sumber pengajaran iman. Pengajaran itu dapat semakin mengena kalau disampaikan dengan bentuk cerita atau kisah-kisah yang bernuansa
34
rekaan. Tuntunan pengajaran lewat kisah rekaan cenderung dapat diterima oleh mereka secara harafiah. Sama dengan usaha-usaha pengembangan iman anak pada tahap sebelumnya, dalam tahapan ini usaha pengembangan iman hendaknya dilaksanakan dengan cara yang sederhana dan tidak terlalu mementingkan atau mengandalkan pada penalaran. ( Soerjano, 2006: 12-13 )
3. Konteks Perkembangan Iman Anak Soerjanto (2006: 13) dalam bukunya tentang pendidikan iman anak menyebutkan bahwa, perkembangan iman anak biasanya berlangsung dalam konteks atau ruang lingkup yang diwarnai oleh beberapa hal berikut: a. Teladan tokoh-tokoh identifikasi Iman biasanya tumbuh pada anak pada saat ia mengamti dan mengikuti tokoh-tokoh identifikasinya, secara spontan dan belum terlalu disadari. Tokoh-tokoh identifikasi tersebut adalah orang-orang dewasa yang terpenting dan terdekat baginya, yakni orang tuanya. Sikap dan prilakunya mengacu pada sikap dan prilaku dari orang-orang dewasa yang dihormatinya, tokoh-tokoh panutanya. Kemampuan seorang anak untuk memahami sesuatu secra abstrak biasanya masih sangat terbatas. Ia lebih mampu memahami sesuatu dengan melihat contohcontoh secara kongkrit dan cenderung mengikuti contoh-contoh tersebut. Karena itulah, pemimpin gereja katolik berharap bhawa anak-anak menemukan teladan hidup beriman pertama-tama dalam diri orangtua dan anggota-anggota keluarga sendiri. Dalam dokemennya gereja menegaskan bahwa sejak usia dini para anggota keluarga perlu saling membantu mendidik anak agar bertumbuh dalam iman. (CT Art:68)
35
b. Suasana Yang dimaksudkan dengan suasana adalah keadaan di suatu tempat. Suasana itu sulit untuk dirumuskan, tetapi lebih mudah untuk dirasakan dan dialami. Bagi seorang anak, suasana merupakan keadaan yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, membuatnya kerasan atau tidak kerasan. Pengaruh suasana rumah terhadapnya sangatlah besar, apalagi bila hal itu dialaminya selama bertahun-tahun. Karena itulah pimpinan gereja katolik menegaslan bahwa suasana keluarga yang diresapi kasih dan hormat mempengaruhi anak seumur hidupnya. (CT Art:68) Suasana memang dapat terjadi karena kebetulan saja. Mengingat pengaruhnya yang besar pada perkembangan iman anak, suasana dirumah sebaiknya tidak terjadi karena kebetulan saja, melainkan karena “diciptakan” atau “direkayasa” (dalam artian yang positif) sedemikian rupa sehingga anak dapat berkembang imannya dalam keluarga. Suasana demikian dapat diciptakan dengan cara: dengan sikap dan prilaku semua anggota keluarga yang penuh kasih sayang dan keakraban, kemudian acara dan irama hidup sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan semua anggota keluarga dan sekaligus memungkinkan terciptanya selingan yang menyegarkan; rumah baik ruangan-ruangan dan kebun sebaiknya ditata sedemikain rupa sehingga menciptakan suasana yang manusiawi dan kristianni, dan tersedianya fasilitas yang memadahi, terutama bagi anak.
c. Pengajaran Keteladanan kadang-kadang bersifat masih sembunyi-sembunyi. Maka sebaiknya keteladnan itu juga dikuatkan dengan berbagai pengajaran, yang sesuai
36
dengan kebutuhan serta daya tangkap anak dan sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan iman serta perkembangan kepribadian anak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses pendidikan iman anak antara lain sebagai berikut: pertama-tama pengajarah harus sesuai dengan keadaan anak, serta kepekaan dalam emosionalnya; dan berbagai kesulitan dan masalahmasalah yang dialaminya, demikian pula pengajaran hendaknya membantu anak untuk mengolah pengalaman dan perasaannya; dalam pengajaran hendaknya bersifat komunikatif, tidak terlalu mendoktrin anak, dan mampu merangsang anak untuk dapat berpikir secara aktif.
d. Komunikasi Komunikasi antar semua anggota keluarga merupakan salah satu faktor pendukung terpenting dalam perkembangan iman anak yang takkan dapat tergantikan. Memang hal-hal yang dikomunikasikan tidak selalu atau tidak harus menyangkut atau mengenai iman. Sementara itu, dalam berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya, misalnya: kebiasaan untuk berterus-terang atau bersembunyi-sembunyi, kebebasan untuk berpikir ataukah ketaatan yang buta. Dalam masa globalisasi sekarang ini, dimungkinkan munculnya bentuk-bentuk baru dalam hal komunikasi.
e. Pola Asuh Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua merupakan salah satu faktor terpenting dalam perkembangan iman anak. Bagaimanapun para orang tua dalam mengasuh anak – anaknya, hendaklah didasarkan akan kecintaannya kepada anak
37
bukan karena pengaplikasian tindakan – tindakan yang dialami orang tua dimasa kecil. Tidaklah bagi bahwa anak diberikan makanan, minuman, dan pakaian yang memadahi. Mereka ingin dekat dengan orang tua. Mereka ingn dilindungi dan disayangi oleh kedua orang tua mereka. Selain itu anak ingin agar mereka diajak untuk bertukar pikiran oleh orang tua mereka. Janganlah mereka dianggap atau diperlakukan seolah-olah mereka itu tidak mampu berpikir. Tidak jarang para orang tua memaksakan kehendak mereka, karena merasa lebih tua dan berpengalaman. Padahal, sebagai pribadi yang berkehendak bebas, setiap anak punya kehendak dan kemauan sendiri, dan dia tidak berbahagia bila orang lain memaksakan kehendaknya atas dirinya. Maka dari itulah pola asuh orang tua diperlukan untuk mengajarkan mereka untuk berkehendak bebas, tetapi diterangi oleh ajaran kristiani
C. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan untuk skripsi ini, adalah: 1. “Hubungan Pola Asuh Orang tua dengan Kemampuan Kasar Motorik Anak”. Penelitian ini dilakukan oleh Singgih Krishandaryanto, dengan mengambil sempel anak TK ABA Sentolo Kulon Prago sejumlah 52 anak. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2005, sebagai pemenuhan tugas akhir di Universitas Negeri Yogyakarta. Dengan hasil penelitian adalah “Adanya hubungan positif dan signifikan antara pola asuh orang tua dengan kemampuan motorik kasar anak. Makin baik pola asuh yang dilakukan orang tua terhadap anaknya kemampuan motorik kasar anak akan makin baik.”
38
2. “Hubungan Pola Pengasuhan Orang Tua Dengan Prestasi Belajar Siswa Kelas II SLTP pangudi Luhur Tuntang Tahun ajaran 2003/2004”. Penelitian ini mengambil sampel siswa sebanyak 79 orang. Dengan hasil penelitian sebagai berikut; a. Tidak ada hubungan positif antara pola pengasuhan orang tua demokratis dengan prestasi belajar. b. Tidak ada hubungan negatif antara pola pengasuhan orang tua otoriter dengan prestasi belajar. c. Ada hubungan negatif yang signifikan antara pola pengasuhan orang tua permisif dengan prestasi belajar.
D. Kerangka Pikir Hubungan pola asuh orang tua dengan iman anak. X
Y
Keterangan: X : Pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan berpengaruh kepada kemampuan dan perkembangan anak. Pola Asuh yang diterapkan orang tua memberikan pengaruh yang besar terhadap anak disaat pertumbuhannya. Dilihat dari bentuknya dan penerapannya pola asuh orang tua dapat dibagi menjadi tiga, yakni Otoriter, Demokratis dan permisivitas. Y : Iman adalah pertemuan pribadi dan mendalam Tuhan Yesus Kristus yang hidup, suatu penerimaan yang menyeluruh akan pribadi yang mewahyukan diri dan memberikan diri oleh manusia yang menyerahkan diri dengan penuh
39
cinta, suatu penyerahan tanpa batas untuk hidup bagi Allah dan mengatur hidup sesuai dengan perintah-Nya. Pada umumnya perkembangan hidup beriman melalui tahap-tahap yang teratur dan mendalam. Proses itu merupakan dinamika antar pewartaan dan penerimaan wahyu dalam iman yang sekaligus merupakan perubahan yang terus menerus. Dengan melihat situasi demikian maka antara variabel satu mempengaruhi variabel yang lain dalam perkembangannya.
E. Hipotesis Ho: r² = 0 (Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman anak – anak ) H1: r²≠ 0
(Ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman anak – anak )
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bagian ini akan dijelaskan jenis penelitian, tempat dan waktu, populasi dan sampel, metode pengumpulan data, jenis dan instrumen pengumpulan data, kisi-kisi instrumen penelitian, dan teknik analisa data.
A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif model regresi. Regresi antar pola asuh orang tua dengan iman anak. Prinsip penelitian regresi ini adalah menguji variabel tak bebas dengan variabel bebas. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui, memperkirakan dan menafsirkan besarnya efek kuantitatif dari suatu kejadian terhadap kejadian lain, (Sulaiman, 2004: 2). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek atau pengaruh dari pola asuh orang tua terhadap iman anak mereka di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel di paroki Roh Kudus, Kebonarum, Klaten.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan St. Alfeus Tempel yang merupakan salah satu lingkungan di lingkup kerja paroki Roh Kudus Kebonarum Klaten, Jawa Tengah. Lingkungan ini berada dekat dengan Gereja paroki. Lingkungan ini terbagi menjadi dua dan dipisahkan persawahan. Paroki ini
41
merupakan paroki yang baru berdiri, baru berdiri sekitar ± 10 tahun. Penelitian direncanakan dilaksanakan berlangsung pada bulan September - Oktober 2007.
C. Populasi dan Sampel Penelitian ini mengambil sempel seluruh populasi sebagai responden, oleh sebab itu disebut penelitian populatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak/ remaja katolik di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel Paroki Roh Kudus Kebonarum Klaten. Kriteria dalam penelitian populatif ini adalah anak berusia sekolah antara 6 sampai 12 tahun dan bertempat tinggal di lingkungan St. Yakobus Alfeus Tempel, karena tempat penelitian tersebut mudah dijangkau oleh peneliti.
Tabel 1: Jumlah anak PIA/ PIR Responden
Jumlah
Laki-laki
29 anak
Perempuan
34 anak
Jumlah
63 anak
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Identitas Variabel a. Variabel Terikat: Iman Anak b. Variabel Bebas: Pola asuh orang tua 2. Definisi Operasional Variabel a. Pola asuh orang tua.
42
Pola asuh adalah interaksi orang tua dengan anak-anaknya termasuk ekspresi, sikap, nilai, perhatian dalam mengurus dan mendidik anak mereka. Adapun bentuknya meliputi: otoriter, permisivitas, dan demokratis.
b. Iman Anak. Iman anak adalah pengetahuan dalam hal ekaristi, doa serta sikap dan keteladanan moral yang diajarkan Yesus dan sikap hidup anak akan Yesus Kristus berserta ajaran – ajarannya.
E. Jenis Data dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Jenis Data Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta atau angka. Dalam hal ini data yang digunakan dalam penelitian adalah data interval berupa tingkatan angka atau nilai. Jenis data yang akan dipakai adalah dalam bentuk tes dan skala sikap dengan sejumlah soal.
2. Instrumen Pengumpulan Data Alat pengumpulan data merupakan sarana untuk mendapatkan data yang diperlukan. Alat pengumpulan data yang digunakan kuesioner anak mengenai masalah-masalah atau peristiwa yang dihadapi dan dialami. Kuesioner ini disusun peneliti berdasarkan kajian teori dalam bab II. Kuesioner yang disusun ini bersifat langsung dan tertutup. Bersifat langsung karena kuesioner ini langsung diisi oleh subyek sesuai dengan keadaannya. Bersifat tertutup karena alternatif pilihan
43
kuesioner sudah disediakan sehingga subyek cukup memberi tanda centang (√) pada salah satu alternatif pilihan yang dianggap sesuai dengan keadaan dirinya. Adapun kategori masalah-masalah siswa adalah selalu (SL), sering (S), kadangkadang (K), dan tidak pernah (TP).
3. Kisi-kisi Penelitian Tabel 2: Kisi-kisi Kuesioner No.
1.
Variabel
Iman Anak
Sub Variabel Pengetahuan
Sub Variabel Ekaristi
Sepuluh perintah Allah
Doa – doa
Yesus
Syahadat
Indikator Anak menyebutkan alat-alat misa dan kegunaannya Menyebutkan para petugas liturgi Menjelaskan urutan tata perayaan Ekaristi Mengetahui kepada siapa sepuluh perintah Allah diturunkan Mengasihi Tuhan Allah perintah yang ke Mengetahui dan hafal doa Bapa kami Hafal doa Salam Maria Maksud kedatangan Tuhan Yesus Hari kelahiran Yesus Hari kematian Yesus Kota kelahiran Yesus Mukjizat pertama Yesus Inti pewartaan Yesus Mengetahui dan hafal doa Syahadat Para Rasul
Item
3
2
2
8
44
Penghayatan
Ekaristi
Sepuluh perintah Allah Doa - doa Yesus
Syahadat
2.
Pola Asuh Orang Tua
Demokratis
Otoriter
Allah maha kuasa Kebangkitan Yesus Sakramen yang paling dasar Sakramen yang diterima sekali seumur hidup Kebiasaan mengikuti misa Sikap badan/ tubuh dalam misa Sikap yang baik dan benar dalam mengikuti tata perayaan Ekaristi Berani mengakui kesalahan Membantu Orang tua Berdoa kepada Tuhan Allah Kegiatan berdoa Melakukan perbuatan baik Ia sumber kehidupan sejati Membantu sesama manusia Mengasihi sesama manusia Percaya Yesus adalah Putra Allah Percaya akan kebangkitan Yesus Diberikan tugas-tugas yang praktis dalam keluarga Didampingi dalam belajar Bercengkrama dengan orangtua Keputusan yang diambil adalah keputusan bersama Makan bersama Kurang diperhatikan orang tua dalam
5
3
3
2
3
2
7
45
Permisivitas
keluarga Kurang dipercaya orang tua Cita-cita ditentukan oleh orang tua Orang tua menentukan pola pergaulan Sering mendapatkan hukuman Keinginan selalu dipenuhi Orang tua memberi tanggung jawab penuh Menuntut perhatian dan pelayanan orang lain
8
7
F. Teknik analisis data 1. Analisis Instrumen a. Uji coba terpakai Pengembangan instrumen terhadap-masalah-masalah yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan uji coba terpakai. Artinya data yang diperoleh dari hasil uji coba yang dilaksanakan terhadap responden melalui kuesioner yang diedarkan diolah untuk mendapatkan validitas dan realibilitas alat untuk selanjutnya dipakai untuk uji hipotesis. Untuk alat yang tidak valid akan didrop/ dihilangkan berikut datanya, kemudian data dan alat yang valid diolah untuk dianalisis lebih lanjut dalam penelitian.
46
b. Validitas Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan suatu instrumen. Untuk mengukur tingkat keabsahan suatu instrumen dapat mengunakan program exel dalam komputer Uji Validitas dilakukan dengan, melakukan uji validitas konstruk, yakni dengan melalui analisis faktor, yaitu dengan mengkorelasikan skor tiap kisi – kisi terhadap variabel-variabel penelitian dengan yang dilakukan dengan bantuan komputer program exel. Untuk mencapai syarat validitas dengan taraf signifikansi 5%. Maka jika korelasi antara kisi - kisi dengan skor total kurang dari 0,5 maka kisi – kisi dalam instrumen tersebut dianggap tidak valid (Sugiono, 1999). 1) Hasil uji coba validitas butir skala pemahaman dan penghayatan iman dengan jumlah soal 35 dari 60 butir soal yang telah diujikan dengan mengunakan koefisien product moment pada taraf signifikansi 5% dan dengan melihat N jumlah responden yang ada yaitu sebanyak 63 orang. Maka dapat disimpulkan bahwa, dengan jumlah N = 63 dan taraf signifikansi 5% maka nilai kritis yang diambil adalah sebesar 0,254. Dengan demikian dapat pula disimpulkan bahwa, data yang telah dikumpulkan sejumlah 35 soal dari 60 soal yang ada terdiri dari soal pemahaman iman sebanyak 20 butir dan soal penghayatan iman sebanyak 15 butir yang telah berhasil dikumpulkan dapat dinyatakan valit dikarenakan memiliki nilai kritis berkisar antara 0,254 – 0,6. (Lihat tabel dilampiran) 2) Tidak jauh berbeda dengan hasil yang telah dicapai dari soal sebelumnya. Hasil uji coba validitas butir skala penghayatan pola asuh orang tua dengan sub variabel antara lain: Pola Asuh Otoriter, Demokratis dan Permisivitas, dengan
47
jumlah soal sebanyak 25 butir. Dengan mengambil koefisien product moment pada taraf signifikansi 5% dan dengan nilai kritis 0,254 serta jumlah N = 63 orang. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa seluruh soal dinyatakan valit dengan nilai kritis yang dicapai berkisar antara 0,28 – 0,6 . (Lihat tabel dilampiran) c. Reliabilitas Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Untuk menguji reliabilitas instrumen digunakan formula koefisien Alpha dari Cronbach dengan menghitung koefisien reliabilitas setiap faktor, kemudian menghitung koefisien gabungan dari seluruh faktor pada tiap variabel. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu skala ukur suatu faktor atau variabel tertentu berjalan secara konsisten. Uji reliabilitas dalam penelitian ini mengukur konsistensi internal yaitu, apakah item-item dari skala yang dipakai berhubungan satu dengan yang lainnya. Besar koefisien reliabilitas berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00 dan tidak ada patokan yang pasti. Tetapi jika koefisien reliabilitas semakin mendekati 1,00 itu berarti hasil ukur mendekati taraf sempurna. Dalam penelitian ini uji reliabilitas menggunakan program SPSS.13 seperti yang terdapat dalam tabel berikut: Tabel 3: Hasil Pengukuran Reliabilitas Variabel
r i (Alfa)
r tabel
Keterangan
Penghayatan Iman Pola Asuh
0,71 0,9
0,254 0,254
Reliabel Reliabel
48
2. Teknik Analisis Data dan Uji Hipotesis a. Uji Prasyarat Analisis Data diambil dari seluruh populasi anak atau remaja di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, dan dilakukan secara acak. Mereka dari berbagai latar belakang keluarga yang berbeda, serta dari latar belakang pendidikan yang berbeda pula. Anak-anak dan remaja tersebut diminta bantuannya untuk mengisi sejumlah pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Data yang ingin diambil adalah tentang iman mereka serta bagaimana pola asuh orang tua mereka. Sehingga dapat dilihat apakah pola asuh orang tua dapat mempengaruhi perkembangan iman anak. Uji normalitas dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang dikumpulkkan berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Apabila data yang terjaring berdistribusi normal, maka analisis untuk menguji hipotesis dapat dilakukan.
b. Uji Normalitas Uji Normalitas berdasarkan pada kemiringan (skewness). Jika nilai skewness berada pada nilai antara – 0.5 sampai dengan 0.5 maka dapat disimpulkan bahwa sampel berdistribusi normal. Selain itu untuk menentukan normal tidaknya distribusi skor juga dilakukan uji dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (Nutosis, 1988). Hipotesis yang diuji ialah: H0: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal H1: Sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal
49
Dengan demikian, kenormalan dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan untuk suatu taraf signifikansi antara skor 0.05. sebaliknya, jika hasil uji signifikansi maka kenormalan tidak terpenuhi. Untuk mengetahui signifikan atau tidak signifikan suatu hasil uji kenormalan, dapat menetapkan taraf signifikansi uji p = 0.05. kemudian hasil yang telah diperoleh dibandingkan dengan p yang telah ditentukan. Jika hasil signifikansi yang diperoleh > p, maka sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Namun jika hasil signifikansi yang diperoleh < p, maka sampel berasal bukan dari populasi yang berdistribusi normal.
c. Uji Linieritas Linieritas hubungan variabel bebas dengan variabel terikat dapat dilakukan melalui uji F dengan taraf signifikansi 0.05. Jadi jika hasil uji signifikansi maka kelinieran terpenuhi. Dan sebaliknya jika hasil uji tidak signifikansi maka kelinieran tidak terpenuhi.
d. Uji Kehomogenan Dilakukan untuk mengetahui keseimbangan variabel bebas. Kehomogenan menghendaki agar distribusi hasil pengukuran setiap variabel memiliki nilai varians yang sama antara kelompok atas dan kelompok yang berada di bawah garis linier. Kehomogenan dipenuhi jika hasil uji tidak signifikan untuk suatu taraf signifikansi tertentu dengan menggunakan prosentase nilai 0.05. Jika signifikansi diperoleh > p yang ditentukan, maka varian setiap sampel sama (homogen). Dan jika signifikansi diperoleh < p yang ditentukan, maka varian tiap sampel tidak sama (tidak homogen).
50
e. Analisis data Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis regresi. Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh rerat dan modus. Sedangkan analisis regresi untuk mengetahui pola dan seberapa besar pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat. Maka, uji hipotesis dalam penelitian ini adalah teknik
analisis
regresi.
Penyelesaian
dalam
menggunakan jasa komputer program SPSS.11.0.
mengnalisis
regresi
dengan
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dipaparkan secara detail hasil penelitian, deskripsi data penelitian, pengujian hipotesis, pembahasan dan usulan program pastoral pendampingan.
A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi Data Responden Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap penghayatan iman anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah. Subyek dalam penelitian ini terdiri dari anak – anak PIA – PIR di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten, Jawa Tengah. seperti tertera dalam tabel berikut: Tabel 4: Data Responden Responden Laki – laki Perempuan Jumlah
Jumlah 29 34 63
Persen (%) 46.0317 53.9682 100
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa jumlah subyek dalam penelitian ini adalah 63 orang yang terdiri dari 29 orang laki - laki dan 34 orang perempuan.
52
Dari kuesioner yang diedarkan sebanyak 63 buah dengan jumlah responden 63 orang semuanya dikembalikan dengan baik. Ke 63 kuesioner ini memenuhi syarat dan kemudian diolah lebih lanjut dalam penelitian ini.
2. Uji Prasyaratan a. Uji Normalitas Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan nilai kolmogorov- smirnov. Pengambilan kesimpulan apakah suatu variabel dikatakan mempunyai data yang berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melihat nilai kolmogorov-smirnov dan tingkat signifikansinya. Apabila nilai kolmogorov-smirnov mempunyai tingkat signifikansi lebih besar daripada tingkat signifikansi 0,05 atau 5%, maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Sebaliknya apabila nilai kolmogorovsmirnov mempunyai tingkat signifikansi lebih kecil daripada tingkat signifikansi 0,05 atau 5%, maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal. Adapun hasil pengujian normalitas pada masing-masing variabel dan subvariabel (indikator) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Tabel 5: NORMALITAS Tests of Normality a
penghayatan
jenis kelamin pria wanita
Kolmogorov-Smirnov df Sig. Statistic .161 29 .054 .033 .157 34
a. Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk df Statistic .902 29 .935 34
Sig. .011 .043
53
Tests of Normality a
pola asuh
jenis kelamin pria wanita
Kolmogorov-Smirnov Statistic df Sig. .137 29 .172 .146 34 .063
Shapiro-Wilk Statistic df .942 29 .891 34
Sig. .111 .003
a. Lilliefors Significance Correction
Data yang diambil adalah dari Kolmogorov-Smirnov. Untuk mengetahui kenormalan dari data yang telah ada, digunakan atau ditetapkan taraf signifikansi uji adalah p = 0.05. Untuk data nilai tentang pola asuh dapat dilihat bahwa dari kelompok laki-laki taraf signifikansinya = 0.054 dan untuk kelompok perempuan juga memiliki taraf signifikansi = 0.033 Dengan demikian, data nilai pola asuh pada kelompok laki-laki berasal dari populasi berdistribusi normal, sedangkan pada perempuan berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal, pada taraf signifikansi 0.05. Lebih lanjut lagi untuk data nilai tentang iman anak diperoleh data dari kelompok laki-laki taraf signifikansinya = 0.173 dan untuk kelompok perempuan juga memiliki taraf signifikansi = 0.063. Jadi sama dengan sebelumnya, bahwa data nilai iman anak pada kelompok laki-laki maupun perempuan berasal dari populasi yang berdistribusi normal, pada taraf signifikansi 0.05. Jadi dapat disimpulkan bahwa semua data-data yang diperoleh bukan berasal dari populasi yang berdistribusi normal
54
b. Uji Linieritas Tabel 6: LINIERITAS ANOVA Table
pola asuh * penghayatan
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Within Groups Total
Sum of Squares 3874.103 3323.054
df 29 1
Mean Square 133.590 3323.05
F 7.551 187.829
Sig. .000 .000
551.049
28
19.680
1.112
.382
583.833
33
17.692
4457.937
62
Dependent Variable: penghayatan 1.00
Expected Cum Prob
.75
.50
.25
0.00 0.00
.25
.50
.75
1.00
Observed Cum Prob
Terlihat pada data yang ada menunjukkan hasil uji kelinieran data nilai untuk iman anak (Y) untuk tiap kelompok berdasarkan pola asuh (X). Untuk pengujian kelinieran digunakan statistik F. Dari hasil perhitungan F dan signifikansi dapat dilihat pada baris Linearity. Untuk menetapkan kelinieran data tersebut di atas, ditetapkan taraf signifikansi untuk pengujian adalah p = 0.05. Maka, jika
55
dibandingkan dengan p yang ada, taraf signifikansi yang diperoleh < P yakni hanya 0.000. maka dapat disimpulkan bahwa linieritas dalam kuesioner yang disebarkan telah dipenuhi dengan baik.
c. Uji Homogenitas Uji Kehomogenan dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih suatu kelompok data sampel berasal dari populasi-populasi yang memiliki variansi yang sama. Data yang diperoleh, diolah dengan menggunakan program SPSS sehingga muncul data yang menunjukkan hasil uji kehomogenan data iman anak (Y). Dan serta data nilai yang menunjukkan hasl uji kehomogenan data pola asuh (X). Tabel 7: HOMOGENITAS Test of Homogeneity of Variance
penghayatan
Based on Mean Based on Median Based on Median and with adjusted df Based on trimmed mean
Levene Statistic 1.619 1.034
df1 1 1
df2 61 61
Sig. .208 .313
1.034
1
60.814
.313
1.616
1
61
.209
Test of Homogeneity of Variance
pola asuh
Based on Mean Based on Median Based on Median and with adjusted df Based on trimmed mean
Levene Statistic .857 .944
df1 1 1
df2 61 61
Sig. .358 .335
.944
1
56.653
.335
.964
1
61
.330
56
Jika sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan menggunakan taraf signifikansi uji sebesar p = 0.05 dan dibandingkan dengan taraf signifikansi yang telah diperoleh. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa jika signifikansi yang diperoleh > p, maka variansi setiap sampel sama (homogen). Namun jika signifikansi yang diperoleh < p, maka variansi untuk setiap sampel tidak sama (tidak Homogen). Dalam tabel pertama yang berisikan hasil uji homogenitas data iman anak, dapat dilihat bahwa signifikansi variansi tersebut > p = 0.05, karena nilai yang dihasilkan adalah 0.208. Dengan demikian untuk varian pertama tersebut dapat dikatakan homogen. Kemudian dalam kolom yang kedua yang berisikan hasil homogenitas untuk pola asuh, diperoleh hasil signifikansi variansi adalah 0.358. Maka sesuai dengan dengan aturan atau kaidah yang berlaku, maka kolom tentang pola asuh orang tua memiliki varian yang homogen. Dengan demikian dua varians baik penghayatan iman anak ataupun pola asuh orang tua telah diujikan pada kelompok sampel yang homogen, ini dikarenakan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan.
d. Korelasi Uji ini untuk mengetahui adakah hubungan antara pola asuh orang tua dengan penghayatan iman anak-anak. Ada tidaknya hubungan dapat kita lihat dalam tabel korelasi berikut:
57
Tabel 8: Correlations
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
penghayatan pola asuh penghayatan pola asuh penghayatan pola asuh
penghayatan 1.000 .863 . .000 63 63
pola asuh .863 1.000 .000 . 63 63
Dalam tabel di atas dapat kita lihat dan simpulkan bahwa hubungan (korelasi) antara pola asuh orang tua dan penghayatan iman anak bernilai 0,863. Ini berarti, bahwa variabel pola asuh orang tua dan variabel penghayatan iman anak memiliki hubungan yang cukup kuat. Hubungan antara dua variabel itu bernilai “+” (positif) yang artinya bila pola asuh orang tua ditingkatkan, maka tingkat penghayatan iman anak akan ikut naik. Demikian sebaliknya.
3. Deskripsi Data Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, disajikan deskripsi data mengenai pemahaman dan penghayatan tentang iman, untuk anak usia yaitu 6 – 14 tahun dan pola asuh orang tua. Data tersebut diperoleh dari kuesioner yang dibagikan sebanyak 63 orang anak di suatu lingkungan. Berikut ini adalah deskripsi data pada masingmasing variabel dalam penelitian ini. a. Pemahaman Iman Anak Pengkategorisasian subvariabel atau indikator pemahaman dilakukan dengan meminta memilih jawaban yang dianggap benar yaitu a, b, c, atau d. Langkahlangkah kategorisasinya dilakukan dengan menghitung nilai tertinggi dan nilai terendah variabel pemahaman dalam skala pengukuran. Nilai tertinggi dalam skala
58
pengukuran dan nilai terendah dalam skala pengukuran ini akan dijadikan dasar untuk penentuan interval kelas dengan jumlah kelas yang telah ditentukan yaitu 4 kategori (sangat memahami, memahami, kurang memahami, sangat kurang memahami). Langkah-langkah penghitungan nilai skor sebagai berikut: diketahui nilai tertinggi dari pemahaman iman anak adalah 1 x 20 = 20, dan terendah = 0 x 20 = 0 sehingga rentang skor dari keempat kelas kategori adalah ( 20 – 0 ): 4 = 5 maka pengkategorisasiannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 0 – 5 termasuk dalam kategori sangat kurang paham, 6 – 10 termasuk dalam kategori kurang memahami, 11 – 15 termasuk dalam kategori memahami, 16 – 20 termasuk dalam kategori sangat memahami. Untuk mengetahui pemahaman iman anak, maka digunakan kelompok I. Pendeskripsian data pemahaman disajikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai berikut: Tabel 9: Pengelompokkan Pemahaman Iman Anak
Interval
Frekuensi
Skor
Absolut
Frekuensi relatif
Kriteria
16 – 20
13
20.63 %
Sangat Memahami
11 – 15
24
38.1 %
Memahami
6 – 10
24
38.1 %
Kurang Memahami
0–5
2
3.17 %
Sangat Kurang Memahami
Jml
63
100%
Skor Rata – rata = 742 : 63
11.49
59
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pemahaman tentang iman yang dipahami oleh anak lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten dengan kriteria sangat memahami sebanyak 13 orang atau 20.63 %, memahami sebanyak 24 orang atau 38.1 %, kurang memahami sebanyak 24 orang atau 38.1 %, sangat kurang memahami sebanyak 2 orang atau 3.17 %, ( perhitungan tersebut dapat dilihat pada lampiran, 2.c hal.(16)). Dengan perolehan skor rata – rata soal pengetahuan yaitu sebesar 11.49, dan bila ini kita lihat pada tabel interval skor maka diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa rata – rata anak Lingkungan Alfeus Tempel memahami akan Yesus, Gereja, Ajaran dan tradisi di dalamnya.
b. Penghayatan Iman Anak Dalam pengkategorisasian subvariabel atau indikator penghayatan dibagi menjadi empat kriteria yaitu: 1) Selalu 2) Sering 3) Kadang - kadang 4) Tidak Pernah Langkah-langkah kategorisasinya dilakukan dengan menghitung nilai tertinggi dan nilai terendah variabel penghayatan dalam skala pengukuran. Nilai tertinggi dalam skala pengukuran dan nilai terendah dalam skala pengukuran ini akan dijadikan dasar untuk penentuan interval kelas dengan jumlah kelas yang telah ditentukan yaitu 4 kategori (selalu, sering, kadang – kadang, tidak pernah). Penentuan interval nilai dari empat kategori tersebut sebagai berikut: Diketahui nilai tertinggi dari penghayatan iman anak adalah 4 x 15 = 60, dan terendah = 1 x 15 = 15
60
sehingga rentang skor dari keempat kelas kategori adalah (60 – 15 ) : 4 = 11.25 dibulatkan 11, maka pengkategorisasiannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 15 – 26 termasuk dalam kategori Sangat Kurang Menghayati, 27 – 38 termasuk dalam kategori Kurang Menghayati, 39 – 44 termasuk dalam kategori Menghayati, 45 – 60 termasuk dalam kategori Sangat Menghayati. (deskripsi data sub variabel lihat lampiran 2). Untuk mengetahui penghayatan responden terhadap iman anak akan Yesus Kristus, maka digunakan kuesioner kelompok II. Pendeskripsian data penghayatan disajikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai berikut: Tabel 10: Pengelompokkan Penghayatan Iman Anak Frekuensi Interval Skor
Absolut
Frekuensi relatif
Kriteria
45 – 60
1
1.59%
Selalu
39 – 44
12
19.05%
Sering
27 – 38
36
57.14%
Kadang – kadang
15 – 26
14
22.22%
Tidak Pernah
Jml
63
100%
Skor Rata – rata = 2044 : 63
32.44
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa penghayatan Iman anak yang dihayati oleh anak lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten dengan kriteria selalu sebanyak 1 orang atau 1.59%, sering sebanyak 38 orang atau 60.32%, kadang - kadang sebanyak 14 orang atau 22.22%, tidak pernah sebanyak 10 orang atau 15.87%. Dari hasil yang telah didapatkan dan dengan melihat rata – rata
61
perolehan skor dalam soal penghayatan iman anak, dapat disimpulkan dengan skor rata – rata hanya 32.44 menunjukkan bahwa sebagian besar anak – anak Alfeus Tempel kurang menghayati dan melaksanakan ajaran – ajaran yang diajarkan Yesus di kehidupan keseharian mereka.
c. Pola Asuh Orang Tua Dalam pengkategorisasian subvariabel atau indikator bentuk pola asuh orang tua dibagi menjadi empat kriteria yaitu: 1) Selalu 2) Sering 3) Kadang - kadang 4) Tidak Pernah Sedangkan dalam pengkategorian pola pengasuhan yang dilakukan orang tua dengan menghitung nilai tertinggi dan terendah variabel penghayatan dalam skala pengukuran. Nilai tertinggi dalam skala pengukuran dan nilai terendah dalam skala pengukuran ini akan dijadikan dasar untuk penentuan interval kelas dengan jumlah kelas yang telah ditentukan yaitu tiga kategori (Otoriter, Demokratis, dan Permisivitas). Penentuan interval nilai dari tiga kategori tersebut sebagai berikut: Diketahui nilai tertinggi dari penghayatan pola asuh adalah 4 x 25 = 100, dan terendah = 1 x 25 = 25 sehingga rentang skor dari ketiga kelas kategori adalah (100 – 25 ) : 3 = 25, maka pengkategorisasiannya dapat dirumuskan sebagai berikut: 25 – 50 termasuk dalam kategori Otoriter, 51 – 75 termasuk dalam kategori Demokratis, 76 – 100 termasuk dalam kategori Permisivitas (deskripsi data sub variabel lihat lampiran 2).
62
Untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan oleh orang tua kepada anak anaknya, maka digunakan kuesioner kelompok II. Pendeskripsian data pola asuh disajikan dalam bentuk tabel distribusi sebagai berikut: Tabel 11: Pengelompokkan Pola Asuh Orang Tua Interval
Frekuensi
Skor
Absolut
Frekuensi relatif
Kriteria
25 – 50
43
68.25%
Otoriter
51 – 75
20
31.75%
Demokratis
76 – 100
0
0%
Permisivitas
Jml
63
100%
Skor Rata – rata = 2778 : 63
44.1
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Kebonarum, Klaten dengan kriteria permisivitas sebanyak 0 orang atau 0%, demokratis sebanyak 20 orang atau 31.75%, otoriter sebanyak 43 orang atau 68.25%. (perhitungan tersebut dapat dilihat pada lampiran, 2.c hal(16)). Dengan hasil tersebut, dan hasil skor rata – rata yang dicapai sebesar 44.1 menunjukkan bahwa sebagian besar anak – anak Alfeus Tempel di asuh dengan pola otoriter oleh orang tua mereka.
B. Pengujian Hipotesis Dalam penelitian ini, terdapat hipotesis yang diuji, yaitu. H O : Tidak ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman anak - anak.
63
H 1 : Ada pengaruh penerapan pola asuh orang tua terhadap penghayatan iman anak anak. Pengujian hipotesis dalam penelitian menggunakan analisis regresi yang sederhana. Namun demikian, pengolahan data tersebut menggunakan sarana komputer dengan memakai sofware SPSS sehingga memberikan hasil sebagai berikut: Tabel 12: Statistics
N
penghayatan 63 3 43.9048 1.27417 46.0000 10.11341 102.28111 -.522 .302 24.00 61.00 2766.00
Valid Missing
Mean Std. Error of Mean Median Std. Deviation Variance Skewness Std. Error of Skewness Minimum Maximum Sum
pola asuh 63 3 44.2540 1.06832 47.0000 8.47952 71.90220 -.587 .302 25.00 58.00 2788.00
Tabel 13 Descriptive Statistics N YKUADRAT Valid N (listwise)
63 63
Minimum 625.00
Maximum 3364.00
Sum 127838.00
Std. Deviation 712.64305
Tabel 14: b Variables Entered/Removed
Model 1
Variables Entered pola asuh a
Variables Removed .
Method Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: penghayatan
64
Tabel 15: Model Summaryb Model 1
R .863a
R Square .745
Adjusted R Square .741
Std. Error of the Estimate 5.14443
Durbin-W atson 1.770
a. Predictors: (Constant), pola asuh b. Dependent Variable: penghayatan
Tabel 16: Coefficientsa
Model 1
(Constant) pola asuh
Unstandardized Coefficients B Std. Error -1.665 3.471 1.030 .077
Standardized Coefficients Beta
t -.480 13.365
.863
Sig. .633 .000
a. Dependent Variable: penghayatan
Tabel 17: ANOVA Table
pola asuh * penghayatan
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Within Groups Total
Sum of Squares 3874.103 3323.054
df 29 1
Mean Square 133.590 3323.05
F 7.551 187.829
Sig. .000 .000
551.049
28
19.680
1.112
.382
583.833
33
17.692
4457.937
62
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 4727.055 1614.374 6341.429
a. Predictors: (Constant), pola asuh b. Dependent Variable: penghayatan
df 1 61 62
Mean Square 4727.055 26.465
F 178.614
Sig. .000a
65
Tabel 18: Regresi Linier Anova untuk Regresi Linier Y = - 1.665 + 1.030X Sumber Variansi
DK
JK
RJK atau KT
F
-
-
Total JK (T)
63
127838
Regresi (a)
1
1214961.57
121496.57
Regresi (b/a)
1
4727.055
4727.055
Sisa (S)
61
1614.374
26.465
Tuna Cocok (TC) (k-1)
28
551.049
19.680
Galat (G) (n-k)
33
583.833
17.692
178.614
1.112
Keterangan : DK adalah derajat kebebasan Jk adalah jumlah kuadrat RJK / KT adalah kuadrat tengah Nilai F 178.614 adalah 4727.055 dibagi 26.465 Nilai F 1.112 adalah 19.680 dibagi 17.692 Catatan: Nilai tabel F untuk db 1 : 61 dan 28 : 33 dengan taraf sig. = 0.05 adalah 4.00 Dari data yang telah didapat di atas, dapat digunakan untuk menghitung seberapa besar kadar kontribusi X terhadap Y. Untuk mengetahui kadar kontribusi X terhadap Y dapat dihitung melalui statistik koefisien korelasi disimbolkan dengan rxy dapat pula disingkat r. Hasilnya dapat lihat dan didapatkan dari tabel Model Summary di kolom R Square.
66
Tabel 19: Model Summaryb Model 1
R .863a
R Square .745
Adjusted R Square .741
Std. Error of the Estimate 5.14443
Durbin-W atson 1.770
a. Predictors: (Constant), pola asuh b. Dependent Variable: penghayatan
Dengan melihat besarnya kontribusi yang diperoleh iman, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang besar pada iman anak dan perkembangannya, yakni sebesar 74.5 %.
Dari keluaran analisis regresi melalui program SPSS dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1. Nilai R² (R square) dari tabel Summary menunjukkan 74.5% dari varian iman dapat dijelaskan oleh pola asuh yang diterapkan oleh orang tua mereka masingmasing. 2. Tabel ANOVA mengindikasikan bahwa regresi linier dengan satu variable bebas ini secara statistic signifikan dengan uji statistic F = 178,614 dengan derajat kebebasan k = 1 dan n – k – 1 = 63 - 1 - 1 = 61. P. value = 0,000 lebih kecil dari α = 0,05. 3. Uji F menguji hipotesis H○: X1 = 0 terhadap H1: X1 ≠ 0. Dari p-value = 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05, terlihat bahwa H○: X1 = 0 ditolak secara signifikan. 4. Persamaan regresi tunggal yang diperoleh dengan menggunakan metode kuadrat terkecil kreteria (least square criterion) adalah: Y = - 1.665 + 1.030X1
67
5. Untuk menguji koefisien regresi variabel digunakan uji-t dengan hasil sebagai berikut; variabel pola asuh: Ho : β1= 0 terhadap H1 : β1 ≠ 0. Hasil yang didapat adalah t = 0.863 dengan derajat kebebasan n – k – 1 = 63-1-1 = 61, dengan pvalue = 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. 6. Dari keluaran korelasi nampak bahwa; dengan membenahi pola asuh dalam keluarga dapat menyumbang 86.5 % terhadap perkembangan iman anak dengan taraf signifikansi 0,000.
C. Pembahasan Berdasarkan hasil perhitungan analisis data diketahui bahwa koefisien korelasi antara variabel Pola Asuh Orang tua dengan Penghayatan Iman Anak adalah 0.863 menunjukkan bahwa ada hubungan dengan arah positif antara pola asuh dan penghayatan iman anak. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi korelasi sebesar 0.000 pada taraf signifikan 0,05. Arah korelasi yang positif dan signifikan ini menunjukan bahwa semakin baik pola asuh yang diterapkan maka semakin tinggi penghayatan iman anak. Sebaliknya, semakin buruk atau kurang baiknya pola asuh yang diterapkan orang tua, maka semakin rendah pula penghayatan iman anak kehidupan sehari – hari. Dengan hasil penemuan ini sejalan dengan hipotesis yang dilontarkan pada awal dilaksanakannya penelitian ini. Dari hasil yang telah diketemukan bahwa pola asuh orang tua menyumbang atau memiliki kontribusi untuk iman anak sebesar 74.5 %. Berikut ini adalah pembahasan pada setiap sub variabel pemahaman dan penghayatan iman anak dengan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua:
68
1. Pemahaman Iman Anak Hasil penelitian terhadap variabel pemahaman iman anak dengan indikator, ekaristi, sepuluh perintah Allah, doa – doa, Yesus dan syahadat menunjukkan tingkatan pemahaman merata. Dari data yang didapat dari 63 responden yang diminta untuk mengisi kuesioner, sebanyak 2 anak memiliki kisaran nilai 1 – 5, 24 anak memiliki nilai antara 6 – 10, 24 anak memiliki nilai antara 11 – 15 dan sebanyak 13 anak memiliki nilai antara 16 – 20. maka dari hasil tersebut dapat diambil persentase sebagai berikut; sebanyak 3.17 % anak sangat kurang memahami iman mereka, sebanyak 38.31 % anak kurang memahami, sebanyak 38.31 % persen anak juga dapat memahami tentang iman dan sebanyak 20.63 % anak sangat memahaminya. Dari semua hasil yang telah di dapat kita ambil nilai rata – rata dalam sub variabel ini untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Nilai rata – rata yang kita dapat dalam sub variabel ini adalah 11.49 maka, dapat disimpulkan bahwa anak – anak di lingkungan Santo Yakubus Alfeus Tempel Kebonarum rata – rata mereka paham akan iman.
2. Penghayatan Iman Anak Hasil yang cukup mengejutkan terjadi dalam perolehan skor keseluruhan dalam sub variabel ini. Dengan indikatornya sebagai berikut;
ekaristi, sepuluh
perintah Allah, doa – doa, Yesus dan syahadat tidak jauh berbeda memang dengan indikator pada sub variabel sebelumnya, namun hasil yang didapatkan jauh berbeda. Hasilnya adalah sebanyak 4 orang anak memiliki skor antara 15 – 26, sebanyak 36 anak memiliki skor antara 27 – 38, 12 anak memiliki skor antara 39 – 44 dan sebanyak 1 orang anak memiliki skor antara 45 – 60. Dan hasil prosentase dari
69
kesemuanya itu adalah sebesar 22.22 % anak sangat kurang menghayati imannya, sebesar 57.14 % anak kurang menghayati imannya, sebesar 19.05 % anak – anak dapat menghayati iman mereka dan sisanya sebesar 1.59 % anak yang dapat menghayati iman mereka dengan sangat. Sama dengan yang sebelumnya data diolah untuk mendapatkan hasil rata – ratanya, dan skor/ hasil yang didapat adalah sebanyak 32.44. Ini berarti anak – anak di lingkungan tempat penelitian kebanyak anak kurang menghayati iman mereka. Dengan hasil yang telah didapatkan dari sub variabel pemahaman dan penghayatan dapat dikatakan berbanding terbalik. Karena hasil yang didapatkan dari sub variabel pertama tentang pemahaman didapati bahwa anak – anak di lingkungan sebagian besar memiliki pemahaman yang cukup tentang Gereja, Yesus, Ajaran Gereja, dan sebagainya. Namun dalam sub variabel kedua tentang penghayatan iman didapati bahwa banyak anak yang kurang menghayati iman mereka dalam kehidupan keseharian mereka. Dari kedua variabel tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa, memiliki pemahaman yang baik tentang iman dan apapun di dalamnya kurang menjamin bahwa orang itu atau anak tersebut dapat menghayati iman mereka dengan baik.
3. Pola Asuh Orang Tua Perolehan skor dalam variabel ini dapat membantu untuk mengetahui metode atau pola asuh seperti apa yang para orang tua terapkan kepada anak – anak mereka. Perolehan skor dalam variabel ini adalah sebagai berikut; sebanyak 43 anak memiliki skor antara 25 – 50, sebanyak 20 anak memiliki skor antara 51-75 dan sebanyak 0 anak memiliki skor 75 – 100. Dan persentase dalam variabel ini adalah
70
sebesar 68.25 % anak diasuh dengan pola Otoriter, sebanyak 31.75 % anak diasuh oleh orang tuanya dengan pola Demokratis, sedangkan untuk pola Permisivitas tidak dipakai karena tidak ada skor mencapai interval nilai yang sudah ditentukan. Hasil skor secara keseluruhan setelah dirata – rata adalah sebesar 44.1. Menurut interval nilai yang ditentukan maka nilai rata – rata ini masuk pada inteval pola asuh yang otoriter, dari itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa pola asuh yang diterapkan para orang tua di lingkungan penelitian adalah Otoriter. Keluarga memang memiliki peranan yang sangat penting, karena keluarga sebagai tempat pertama dibentuknya kepribadian. Maka faktor keluarga memiliki peranan yang penting dan sentral dalam perkembangan kepribadian anak, (Djamaludin Ancok, Dkk: 78-80). Oleh sebab itulah berbagai macam cara orang tua dalam mendidik anaknya, baik itu dengan cara yang keras, maupun dengan cara yang lembut bahkan terlalu lembut. Dalam penelitian ini sangat terlihat bahwa dalam pola mengasuh anak ternyata berpengaruh pada iman anak itu sendiri. Pemahaman yang kurang tentang cara atau pola dalam mendidik sang buah hati, ternyata membawa dampak atau pengaruh yang cukup besar terutama bagi perkembangan anak dan salah satunya dalam hal iman. Mendidik memiliki arti yang cukup luas, terutama dalam hal mendidik anak. Mendidik anak dapat diartikan; sebagai usaha untuk membekali anak dalam hal bertutur kata, bertindak dan cara hidup yang baik menuju ke hidup yang berguna dan bahagia. (Hurlock, 1989: 82). Dan banyak dari pihak orang tua yang kurang menyadari bahwa iman anak bersemi dan berkembang dari prilaku dalam keluarga. Ini dikarenakan, anak menghabiskan waktu selama 24 jam yang paling lama adalah dalam keluarga, karena mereka hidup dalam keluarga.
71
Dengan menilik hasil penelitian yang telah didapat dan diolah sedemikian rupa, dapat dilihat bagaimana pola asuh orang tua memiliki kontribusi yang cukup signifikan dalam perkembangan iman anak – anak. Pola asuh orang tua dapat didefinisikan sebagai cara dan sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan anaknya yang kemudian akan berpengaruh kepada kemampuan dan perkembangan anak. (Syamsudin, Dkk:11). Dengan pola asuh yang mengekang, semakin membuat anak untuk berontak. Jika orang tua memaksakan anaknya untuk pergi ke gereja, maka anak kadang-kadang juga mencuri-curi waktu atau mencari – cari alasan untuk dapat tidak berangkat. Ini dikarena tidak adanya motivasi atau dorongan yang membuat sang anak untuk mau berangkat ke gereja. Maka dari itu peranan orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak mereka sangat penting sekali, terutama dalam mendidik iman anak. Anak dapat diibaratkan sebuah “tangki cinta”. Bila tangki itu terisi penuh, hidup anak itu berjalan aman dan lancar. Sebaliknya bila tangki itu kosong, ia cenderung bersikap nakal dan memberontak. Tangki itu hanya dapat diisi oleh orang lain, tidak dapat diisinya sendiri. Maka orang tualah yang pertama-tama harus mengisinya. Untuk itulah orang tua hendaknya memberikan teladan bagi anak-anaknya. Kalau orang tua ingin membawa anaknya menjadi orang yang rajin, ramah, dan saleh, mereka harus memberikan teladan kerajinan, keramahan, dan kesalehan. Orang tua menginginkan anak-anak mereka menghargai sesama haruslah terlebih dahulu membuktikan bahwa mereka berdua saling menghargai dan juga mampu menghargai anak-anak mereka. Selain itu suasana dalam keluarga juga dapat mempengaruhi perkembangan iman anak. Karena itulah pimpinan gereja katolik
72
menegaslan bahwa suasana keluarga yang diresapi kasih dan hormat mempengaruhi anak seumur hidupnya. (CT Art:68). Mengingat pengaruhnya yang besar pada perkembangan iman anak, suasana dirumah sebaiknya tidak terjadi karena kebetulan saja, melainkan karena “diciptakan” atau “direkayasa” (dalam artian yang positif) sedemikian rupa sehingga anak dapat berkembang imannya dalam keluarga. Dan tidak dapat dipungkiri pula ada banyak faktor – faktor lain yang mempengaruhi dalam perkembangan iman anak selain komunikasi, pola asuh suasana, pengajaran, dsb. Faktor lain itu misalnya; lingkungan, teman sepergaulan, perkembangan teknologi dan jaman. Dari kesemuanya itu yang memiliki kemungkinan pengaruh yang besar adalah faktor lingkungan sekitar. Namun faktor – faktor tersebut di atas tidak dijelaskan dalam karya tulis ini, karena fokus dalam karya tulis ini hanyalah dalam lingkup keluarga.
4. Pola Asuh Menyumbang Perkembangan Iman Anak Dari hasil yang telah diperoleh baik dalam pemahaman, penghayatan dan pola asuh orang tua, dapat dengan jelas tergambarkan bahwa pola asuh memiliki peranan yang penting bagi iman anak itu sendiri. Ini dibuktikan dengan begitu besarnya persentase sumbangan atau kontribusi pola asuh terhadap iman anak itu sendiri, yaitu sekitar 74.5%. Hasil tersebut diperoleh dengan melalui statistik koefisien korelasi, dengan bantuan program komputer SPSS. Dengan memasukkan variabel iman anak dengan pola asuh, dan kemudian dihitung dengan menggunakan prosesn regresi dalam SPSS. Maka diperolehlah hasilnya dalam tabel model summary. Hasil persentase diambil di dalam kolom R Square.
73
D. Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini, ada berbagai kekurangan yang harus dibenahi, baik dalam penyusunan, kata-kata atau tampilannya. Keterbatasan yang paling membuat penelitian ini kurang maksimal antara lain adalah dalam soal waktu dan kurang dapat membuat menejemen waktu dengan baik. Selain itu masih adanya mata kuliah yang tertinggal dan harus diambil, sehingga kurang fokus dengan skripsi yang sedang dibuat. Keterbatasan
yang
lain
adalah
membuat
kuesioner
dan
dalam
pengedarannya. Dalam pembuatan kuesioner kurang didukung buku-buku pendukung yang memadahi, karena kebanyakan buku yang ada adalah buku yang sudah kuno. Selain itu juga dalam mencari responden harus dengan pendekatan personal yang memakan waktu yang cukup lama dan melelahkan. Kurang menguasainya progran SPSS adalah satu kendala, di mana dalam mencari data-data kurang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh dosen pembimbing. Dan dalam pengolahannya yang kurang baik, sehingga data-datanya kelihatan masih setengah matang belum matang benar.
E. Bentuk Usaha Pembinaan untuk Meningkatkan Pemahaman dan Pengetahuan Orang Tua dalam Usaha Pengembangan Pola Asuh yang Cocok Untuk Usia PIA dan PIR Lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Pluneng, Kebonarum, Klaten
74
1. Beberapa Alternatif Usaha Pengembangan Pembinaan lanjut yang dilaksanakan dalam usaha meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dalam pengembangan pola asuh dalam kehidupan sehari - hari yang benar. Bukan hanya untuk mengembangkan pengetahuan saja, melainkan juga penyadaran akan tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga. Ada beberapa bentuk pembinaan yang bisa ditempuh dalam usaha meningkatkan pemahaman dan pengetahuan dalam pembinaan iman anak. Ada pun usaha tersebut yang akan diuraikan di bawah ini antara lain: katekese, rekoleksi dan retret. Pada umumnya bentuk retret, rekoleksi dan katekese digunakan untuk mengembangkan hidup rohani dan olah keutamaan spiritualitas para peserta. a. Rekoleksi Rekoleksi
merupakan
salah
satu
alternatif
untuk
memelihara,
mengembangkan, dan memperdalam hidup rohani atau hidup beriman serta meningkatkan spiritualitas peserta. Rekoleksi ini dipandang sebagai cara yang tepat untuk mengembangkan dan memperdalam hal-hal rohani karena berorientasi pada refleksi pribadi. Rekoleksi bertujuan untuk melatih kepekaan terhadap karya Allah dengan meninjau kembali rahmat dan bimbingan Allah serta tanggapan peserta terhadap karya itu dalam pengalaman hidupnya sehari-hari. Pada umumnya rekoleksi dilaksanakan dalam waktu yang tidak lama, yaitu setengah hari atau satu sampai dua hari saja. Lamanya rekoleksi bertitik tolak dari kebutuhan para peserta dan tujuan yang hendak dicapai. Jika para peserta yang kebanyakan adalah orang yang sudah cukup berumur ingin lebih mendalami tentang pemahaman dan pengetahuan pola asuh yang baik dan sesuai untuk anak mereka, maka dapat dilakukan secara periodik, artinya setiap bulan dalam jangka waktu tertentu para
75
orang tua diajak untuk mendalami tema – tema tertentu yang dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang cara mendidik anak mereka
dan
dengan melihat dan belajar dari pengalaman hidup mereka sendiri dan orangtua yang lain.
b. Retret Dalam usaha meningkatkan dan mengembangkan pemahaman mereka tentang pola asuh yang sesuai bagi anak – anak, dapat ditempuh juga lewat retret. Kata retret sendiri memiliki arti mengundurkan diri dari dunia ramai, mengasingkan diri ke tempat sunyi, menyepi, dan menyendiri. Retret merupakan latihan rohani dengan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara teratur. Rangkaian kegiatan itu antara lain berdoa, pemeriksaan batin, kontemplasi, meditasi, dan refleksi. Dalam retret para peserta diajak untuk melihat kembali pergulatan hidupnya dalam mendidik anaknya berdasarkan teksteks ayat dari Kitab Suci. Melalui retret dimaksudkan agar para orangtua semakin disadarkan bahwa anak mereka adalah anugerah dari Allah dan harus dijaga dididik dengan baik. Selain itu juga untuk melatih kepekaan agar peserta semakin mampu terbuka terhadap karya cinta kasih Allah dan mampu mengikuti bimbingan-Nya. Retret dimaksudkan untuk meneliti kembali karya dan bimbingan Allah yang secara nyata dialami dalam hidup sehari-hari. Retret juga dilakukan untuk mengadakan perubahan hidup, dan tentu perubahan hidup ini bukan semata-mata hasil usaha manusia saja melainkan hasil kerja sama dengan Allah. Jadi dengan pertolongan Allah, manusia berusaha melatih kepekaan untuk mengenal kasih dan bimbingan Allah serta sejauh mana telah menanggapi rencana Allah dalam
76
hidupnya. Dengan retret ini, para orang tua diharapkan semakin tahu dan sadar anak mereka harus dijaga. Namun demikian kelemahan dari cara ini adalah keterbatasan waktu yang ada, dikarenakan dibutuhkan waktu yang tidak sedikit. Selain itu juga dibutuhkan kerelaan dari para peserta untuk meninggalkan kehidupan keseharian mereka atau meninggalkan rutinitas yang ada misalnya; pekerjaan, mengurus anak dan lain sebagainya untuk beberapa saat. Dalam hal biayapun, tidaklah sedikit yang dikeluarkan oleh peserta untuk dapat mengikuti seperti ini.
c. Katekese 1) Pengertian Katekese Kata katekese berasal dari bahasa Yunani ”Katekhesis” atau bahasa latin ”Catechesis” yang berarti “Pengajaran” (Nyiolah, 2004:5). Ada bermacam-macam pengertian tentang kata katekese dapat ditemukan dalam KS seperti diajarkan (Luk 1:4) mengajar (1 Kor 14:19) diajar (Rom 2:18) Pengajaran (Gal 6:6). Dengan demikian katekese dapat dimengerti sebagai usaha Gereja untuk membantu umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam keluarga maupun di lingkungan. Di dalam pemahaman seperti ini terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan, serta pendewasaan (Telaumbanua, 1990 : 4-5) Paus Yohanes Paulus II dalam Catechesi Tradendae, memberikan pengertian katekese sebagai berikut: Katekese adalah pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistimatis, dengan maksud
77
menghantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT, art. 18). Ajakan Paus tentang Berkatekese dalam dokumen di atas mendorong Gereja di Indonesia memikirkan lebih lanjut usaha katekese yang dijalankan di Indonesia. Maka dalam naskah kerja MAWI 1976, para uskup Indonesia merumuskan pengertian Katekese sebagai usaha saling membantu secara terus menerus di antara umat beriman untuk mengartikan dan mendalami hidup pribadi ataupun hidup bersama menurut pola Kristus menuju kepada hidup Kristiani dewasa ini (Bataona, 1979 : 20). Dari rumusan pengertian tentang katekese di atas, menjadi jelas bahwa betapa pentingnya karya katekese dalam usaha pengembangan, pendalaman, dan penghayatan hidup beriman Kristiani. Katekese merupakan suatu karya Gereja yang dapat membantu umat beriman untuk semakin tumbuh dalam iman yang dewasa dan dapat mencapai suatu kepenuhan hidup dalam Kristus. Dengan katekese ini diharapkan para orang tua menyadari peran mereka sebagai orang tua dan mengasuh dan mendidik anak sesuai dengan ajaran gereja.
2) Tujuan Pokok Katekese Secara umum dapat dikatakan tujuan katekese adalah membantu peserta untuk semakin dekat dengan Yesus, sehingga dalam pengalaman konkret sehari-hari imannya semakin bertumbuh dan berkembang menjadi seorang yang lebih beriman dewasa. Beriman dewasa selalu bersifat kreatif artinya seorang yang beriman tidak
78
takut dan cemas terhadap situasi-situasi baru, malahan hal-hal baru itu selalu dijadikannya sebagai sumber motivasi baru (Telaumbanua,1999: 62). Dalam sidang PPKI II di Klender-Jakarta (1980), dinyatakan bahwa tujuan katekese adalah membantu jemaat mendewasakan iman mereka secara personal dan mendorong jemaat supaya ikut berpartisipasi aktif atau mengambil bagian dalam kehidupan menggereja dan berdasarkan imannya memberikan kesaksian yang nyata di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Tujuan katekese tersebut sesuai dengan gambaran Gereja Indonesia yang dicita-citakan yaitu bersifat Kristosentris dan terarah kepada dunia. Bersifat Kristosentris dalam hal ini yakni katekese yang berpusat pada Yesus Kristus, maka Gereja berusaha untuk semakin setia melaksanakan kehendak Allah dan berjuang demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah baik di dalam kehidupan berkeluarga maupun di dalam kehidupan bermasyarakat atau lingkungan sekitarnya. Menanggapi cinta Allah dalam kehidupan manusia yang berkembang menjadi manusia utuh seperti yang dikehendaki Allah sendiri, maka karya katekese bertujuan “membantu umat beriman untuk menanggapi sapaan cinta Allah dalam hidupnya dan melibatkan diri di dalam kelanjutannya” (Setyakarjana, 1976 : 25 ). Katekese diharapkan dapat membantu mempertemukan pengalaman hidup mereka dalam harta kekayaan iman Gereja. Melalui katekese, jemaat dibantu untuk menghubungkan pengalaman mereka dengan sumber kehidupan yang tidak pernah habis tertimba yang tidak lain adalah Sabda Allah sendiri. Dalam Anjuran Aspotolik Paus Yohanes Paulus II tentang katekese jaman kini menegaskan bahwa:
79
Tujuan katekese adalah menjadi tahap pengajaran dan pendewasaan, artinya masa orang Kristen sesudah dalam iman menerima pribadi Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan, dan sesudah menyerahkan diri utuh-utuh kepada-Nya melalui pertobatan hati yang jujur, berusaha makin mengenal Yesus, yang menjadi tumpuan kepercayaannya mengerti misteri-Nya, kerajaan Allah yang diwartakan oleh-Nya, tuntutan-tuntutan maupun janjijanji yang tercantum dalam amanat Injil-Nya, dan jalan yang telah digariskan-Nya bagi siapapun yang mengikuti-Nya ( CT, art. 20).
Ajakan Sri Paus di atas, mau menegaskan bahwa Tuhan telah memeteraikan gambar DiriNya dalam diri manusia, maka jawaban kita atas anugerah cinta Allah ini adalah menampakkan gambar Allah secara sempurna dalam hidup kita setiap hari, baik di tengah keluarga maupun di tengah-tengah lingkungan masyarakat sekitar kita. Di sini pentingnya karya katekese yakni membantu umat beriman agar semakin menampakkan wajah Allah dalam dirinya secara sempurna dengan mengembangkan dan memberdayakan segala potensi diri yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita umat manusia. Dengan
demikian
dapat
dikatakan
bahwa,
katekese
bertujuan
mendewasakan iman seseorang dapat bertumbuh dan berkembang. Agar iman dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, maka iman perlu dikomunikasikan, dipelihara, dirawat, diteguhkan, dihayati, diperbaharui secara terus menerus dalam hidup setiap hari, baik secara pribadi maupun bersama, baik di dalam kehidupan berkeluarga maupun di tengah lingkungan masyarakat sekitarnya dan mampu memaknai setiap pristiwa dan pengalaman hidup dalam terang Injil.
80
3) Isi Katekese Isi pokok katekese adalah seluruh hidup Yesus Kristus, mulai dari peristiwa inkarnasi, karya, Sabda, dan peristiwa paskah-Nya (CT. Art. 6). Kristus diimani sebagai kepenuhan wahyu Allah kepada manusia. Misteri hidup Yesus menjadi sumber dan pusat katekese, maka katekese dipahami sebagai usaha bersama untuk saling mengenal, memahami, dan percaya pada-Nya, yang merupakan jalan kebenaran dan kehidupan (Yoh 14:6). Kristus diyakini sebagai guru sejati/pewarta utama. Sifat katekese dalam hal ini membantu setiap orang, supaya semakin berpartisipasi dan bersatu dalam hidup-Nya yakni hidup Kristus sendiri. Titik tolak Katekese zaman sekarang ialah pada manusia yang hatinya terbuka untuk menerima Kabar Gembira. Karena itu tema utama katekese adalah sejarah keselamatan umat manusia (Bataona, 1979 : 22 ). Sejak awal penciptaan, Allah menghendaki keselamatan manusia. Namun dosa telah menghambat karya keselamatan Allah dalam diri manusia. Melalui orang-orang yang terpanggil, Allah mewartakan karya keselamatan ini bagi manusia yang mencapai puncak dalam diri Yesus Kristus. Di dalam Dia semua manusia dilahirkan kembali sebagai ciptaan baru. Sejarah manusia adalah juga sejarah keselamatan Allah. Maka, ciri khas pesan yang diteruskan oleh katekese terutama adalah “Keberpusatannnya pada Kristus” (Petunjuk umum katekese, 2000: 268). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa katekese yang disampaikan dan dilaksanakan kepada semua orang baik yang tua, muda, maupun yang kecil harus bersumber pada Yesus Kristus karena Dialah pusat sejarah keselamatan umat manusia.
81
4) Model Katekese Ada begitu banyak model katekese yang dapat dipakai dan sering kita gunakan dalam pengembangan proses katekese umat, seperti: model SCP, model pengalaman hidup, model Biblis dan model campuran (Sumarno DS, 2006: 11). Model-model ini merupakan alternatif dalam penyampaian proses katekese dan digunakan sesuai dengan situasi peserta katekese dan sesuai dengan perkembangan jaman. a) Model SCP: Model ini lebih menekankan pada proses berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipasi, dengan maksud mendorong peserta, berdasarkan konfrontasi antara “tradisi”dan “visi”hidup mereka dengan “Tradisi”dan “Visi”kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama mampu mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia. Model ini juga bermula dari pengalaman hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi kristiani supaya muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi dan keterlibatan baru ( Sumarno DS, 2006: 15). b) Model pengalaman hidup; Model ini lebih bertolak pada pengalaman hidup konkrit sehari-hari. c) Model biblis; Model yang lebih lebih bertolak pada pengalaman kitab suci atau Tradisi.
82
d) Model campuran pengalaman hidup dan model Biblis; suatu model yang lebih bertolak pada hubungan antara kitab suci atau Tradisi dengan pengalaman hidup konkrit sehari-hari.
2. Bentuk yang Dipilih Shared Christian Praxis (SCP) adalah salah satu model katekese maka penulis mengunakan SCP dalam penyusunan program pengembangan pola asuh yang cocok untuk perkembangan iman anak. Dalam model Shared Christian Praxis (SCP), menurut hemat penulis hal ini sangat cocok dengan pembahasan tentang pengembangan pola asuh yang benar dalam keluarga, karena model ini berdasarkan dari pengalaman hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan visi kristiani supaya muncul sikap dan kesadaran baru yang memberi motivasi dan keterlibatan baru
a. Pengertian Shared Christian Praxis (SCP). Shared Christian Praxis menekankan proses berkatekese yang bersifat dialogal dan partisipatif yang bermaksud mendorong peserta berdasarkan konfrontasi antara “tradisi” dan “visi” hidup mereka dengan “Tradisi” dan “Visi” kristiani, agar baik secara pribadi maupun bersama, mampu mengadakan penegasan dan mengambil keputusan demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di dalam kehidupan manusia yang terlibat dalam dunia. Model katekese ini bermula dari pengalaman hidup peserta, yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan dengan pengalaman iman dan Visi kristiani supaya muncul sikap dan kesadaran baru
83
yang memberi motivasi pada keterlibatan baru. Maka sejak awal orientasi pendekatan ini pada “praxis” peserta. Praxis dalam pengertian model katekese ini bukanlah hanya suatu “praktek” (lawan dari “teori”) saja, tetapi suatu tindakan yang sudah direfleksikan. Praxis sebagai perbuatan atau tindakan meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam dunia, segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia dengan tujuan tertentu atau dengan sengaja. Praxis mengacu pada tindakan manusia yang mempunyai tujuan untuk perubahan hidup meliputi kesatuan antara praktek dan teori (yang membentuk suatu kreativitas), antara refleksi kritis dan kesadaran historis (mengarah pada keterlibatan baru). Praxis merupakan suatu praktek yang didukung oleh refleksi teoritis dan sekaligus suatu refleksi teoritis yang didukung oleh praktek. Praxis ini merupakan ungkapan pribadi yang meliputi ungkapan fisik, emosional, intelektual, spiritual dari hidup kita. Tindakan ini meliputi sesuatu yang kumiliki, kurasakan, kualami. Sesuatu yang faktual dan bukan sesuatu yang teoritis, atau apa yang dikatakan oleh orang tanpa pembuktian. Dalam peristilaan ini, praxis masa kini meliputi sesuatu yang terjadi masa lampau, yang sedang terjadi dan sesuatu yang akan terjadi di masa depan. Praxis mempunyai tiga unsur pembentuk yang saling berkaitan: aktivitas, refleksi dan kreativitas. Ketiga unsur pembentuk itu berfungsi untuk membangkitkan perkembangan imaginasi, meneguhkan kehendak dan mendorong praxis baru yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral. Secara ringkas, ketiga unsur itu dapat dijelaskan, sebagai berikut: 1) Aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran, tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan publik bersama yang semuanya merupakan
84
medan masa kini untuk perwujudan diri manusia. Karena bersifat historis, tindakan manusia perlu ditempatkan dalam konteks waktu dan tempat tertentu. 2) Refleksi menekankan refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial dalam masa lampau, terhadap praxis pribadi dan kehidupan bersama masyarakat serta terhadap “Tradisi” dan “Visi” iman kristiani sepanjang sejarah. 3) Kreativitas merupakan perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan sifat transenden manusia dalam dinamika menuju masa depan untuk praxis baru.
b. Langkah-Langkah Shared Christian Praxis Dalam kedua bukunya Thomas H. Groome mengemukakan 5 (lima) langkah pokok. Pada prinsipnya langkah-langkah dari kedua buku tersebut tidak sangat berbeda. Namun dalam buku yang kedua, Groome menyampaikan beberapa perubahan, dan tetap mengemukakan 5 (lima) langkah pokok, yang didahului langkah 0, sebagai berikut: 1) Langkah 0 (Awal) Pemusatan aktivitas a) Tujuan: Mendorong umat (subyek utama) menemukan topik yang bertolak dari kehidupan konkret yang selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan. Dengan demikian tema dasar sungguh-sungguh mencerminkan pokok-pokok hidup, keprihatinan, permasalahan, dan kebutuhan mereka.
85
b) Sarana Bisa simbol, keyakinan, cerita, bahasa foto, poster, video, kaset suara, film, telenovela atau sarana lain yang menunjang peserta menemukan salah satu aspek yang bisa menjadi topik dasar untuk pertemuan tersebut. c) Pemusatan Aktivitas mengungkapkan apa? Mengungkapkan keyakinan bahwa Allah senantiasa aktif mewahyukan diri dan kehendak-Nya di tengah kehidupan manusia. Melalui refleksi , sejarah manusia dapat menjadi medan perjumpaan antara pewahyuan Allah dan tanggapan manusia terhadap-Nya. d) Petunjuk pemilihan tema dasar Pertama, tema dasar hendaknya sungguh-sungguh mendorong peserta untuk terlibat aktif dalam pertemuan; kedua, pemilihan tema dasar konsisten dengan model “Shared Christian Praxis” yang menekankan partisipasi dan dialog; Ketiga, tema dasar tidak bertentangan dengan iman kristiani. e) Tanggungjawab pembimbing Pertama, menciptakan lingkungan psikososial dan fisik yang mendukung (kondusif); kedua, memilih sarana yang tepat; Ketiga, membantu peserta merumuskan prioritas tema yang tepat.
2) Langkah I (Pertama) Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual a) Tujuan Berdasarkan tema dasar, langkah ini membantu peserta untuk mengungkapkan pengalaman hidup faktual (fakta).
86
b) Isi Bisa pengalaman peserta sendiri, atau kehidupan dan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat, atau gabungan keduanya. c) Cara yang dipakai “Sharing”. Peserta membangikan (to share) pengalaman hidup yang sungguhsungguh dialami dan tidak boleh ditanggapi sebagai suatu laporan. Dalam dialog ini peserta boleh diam, karena “diam” pun merupakan salah satu cara berdialog. “Diam tidak sama dengan “tidak terlibat”. d) Bentuk Lambang, tarian, nyanyian, puisi, pantomim, dan sebagainya. Yang penting, bentuk itu bisa dimengerti oleh peserta lain dan betul-betul mengungkapkan pengalaman hidup faktual. e) Peran dan tanggungjawab Pembimbing Pertama, berperan sebagai fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan mendukung peserta untuk membagikan praxis hidupnya berkaitan dengan tema dasar. Kalau peserta banyak, sebaiknya dibagi dalam kelompok-kelompok kecil; kedua, merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang (1) jelas, (2) terarah, (3) tidak menyinggung harga diri seseorang, (4) sesuai dengan latar belakang peserta, dan (5) bersifat terbuka dan obyektif (misalnya: Gambarkan, lukiskan, atau ceritakan apa yang Anda temui, lihat, dengar, dan lakukan?).
87
f) Sikap Pembimbing Ramah, sabar, hormat, bersahabat, peka pada latar belakang keadaan dan permasalahan peserta, katakan pada peserta bahwa mereka boleh memilih pertanyaan yang cocok.
3) Langkah II (Kedua) Refleksi Kritis atas Sharing Pengalaman Faktual (mendalami pengalaman hidup peserta) a) Tujuan Memperdalam saat refleksi dan mengantar peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya. b) Tanggungjawab Pembimbing Pertama, menciptakan suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung setiap gagasan serta sumbang saran peserta; Kedua, mengundang refleksi kritis setiap peserta; Ketiga, mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan penegasan bersama yang bertujuan memperdalam, menguji pemahaman, kenangan, dan imajinasi peserta; Keempat, mengajak setiap peserta untuk berbicara tapi tidak memaksa; Kelima, menggunakan pertanyaan yang menggali tidak menginterogasi dan mengganggu harga diri dan apa yang dirahasiakan peserta; Keenam, menyadari kondisi peserta, lebih-lebih mereka yang tidak biasa melakukan refleksi kritis terhadap pengalaman hidupnya.
88
4) Langkah III (Ketiga) Mengusahakan Supaya tradisi Dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau (Menggali Pengalaman Iman Kristiani) a) Tujuan Mengkomunikasikan nilai-nilai tradisi dan Visi kristiani agar lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta yang konteks dan latar belakang kebudayaannya berlainan. b) Tradisi dan Visi Tradisi dan Visi kristiani mengungkapkan pewahyuan diri dan kehendak Allah yang memuncak dalam misteri hidup dan karya Yesus Kristus serta mengungkapkan tanggapan manusia atas pewahyuan tersebut. Sifat pewahyuan ilahi: dialogal dan menyejarah, dan normatif, seperti terungkap dalam Kitab Suci, dogma, pengajaran Gereja, liturgi, spiritualitas, devosi, seni dalam Gereja, kepemimpinan, dan kehidupan jemaat beriman. c) Peranan Pembimbing Untuk menafsirkan, pembimbing perlu: Pertama, menghormati Tradisi dan Visi kristiani sebagai yang otentik dan normatif; Kedua, cara dan isi tafsiran bertujuan memberi informasi dan membantu peserta agar nilai-nilai Tradisi dan Visi kristiani menjadi miliknya. Ketiga, Pembimbing
bisa
menggunakan
menggunakan metode yang tepat.
metode
kuliah,
diskusi
kelompok,
memanfaatkan produk-produk audio visual atau media murah. Keempat bersifat tidak mendikte tetapi mengantar peserta ke tingkat kesadaran, tidak mengulangulang
rumusan;
tidak
bersikap
sebagai
“guru”,
adakalanya
bersikap
sebagai”murid” yang siap belajar. Kelima, tafsiran dari pembimbing
89
mengikutsertakan kesaksian iman, harapan, dan hidupnya sendiri. Keenam, harus membuat persiapan yang matang dan studi sendiri.
5) Langkah IV (Keempat) Interpretasi/ Tafsir Dialektis Antara Tradisi dan Visi Kristiani dengan Tradisi dan Visi Peserta (Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi Peserta konkret) a) Tujuan Mengajak peserta, berdasarkan nilai Tradisi dan Visi kristiani, menemukan bagi dirinya sendiri nilai hidup yang hendak digarisbawahi, sikap-sikap pribadi yang picik
yang
hendak
dihilangkan,
dan
nilai-nilai
baru
yang
hendak
diperkembangkan. Di satu pihak peserta mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka ke dalam Tradisi dan Visi kristiani, di lain pihak mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika Tradisi dan Visi kristiani. b) Apa yang terjadi? Peserta mendialogkan hasil pengolahan mereka pada langkah pertama dan kedua dengan isi pokok langkah ketiga. Mereka bertanya, bagaiman nilai-nilai Tradisi dan Visi kristiani meneguhkan, mengkritik atau mempertanyakan, dan mengundang mereka untuk melangkah pada kehidupan yang lebih baik dengan semangat, nilai, dan iman yang baru demi terwujudnya Kerajaan Allah? c) Apa yang didialogkan? Perasaan, sikap, intuisi, persepsi, evaluasi, dan penegasannya yang menyatakan kebenaran, nilai, serta kesadaran yang diyakini. d) Cara Dengan tulisan, penjelasan, simbol, atau ekspresi artistik.
90
e) Yang perlu dihindari Subyetivisme dan Obyektivisme: bahwa pendapat peserta yang paling benar; Obyektivisme: bahwa tafsiran pembimbing sebagai kebenaran satu-satunya. f) Peranan Pembimbing Pertama, menghormati kebebasan dan hasil penegasan peserta, termasuk peserta yang menolak tafsiran pembimbing; Kedua, meyakinkan peserta bahwa mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai Tradisi dan Visi kristiani; Ketiga, mendorong peserta untuk merubah sikap dari pendengar pasif menjadi pihak yang aktif; Keempat, menyadari bahwa tafsiran pembimbing bukan kata mati; Kelima, mendengar dengan hati tanggapan, pendapat, dan pemikiran peserta.
6) Langkah V (Kelima) Keterlibatan Baru Demi Makin terwujudnya Kerajaan Allah Di dunia Ini (Mengusahakan Suatu aksi Konkret) a) Tujuan Mengajak peserta agar sampai pada keputusan praktis yang dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitasnya dengan Tradisi Gereja sepanjang sejarah dan Visi kristiani. Keprihatiannya adalah praktis, yakni mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahakan metanoia: pertobatan pribadi dan sosial yang kontinyu.
91
b) Bentuk, sifat, subyek dan arah keputusan Karena dipengaruhi oleh topik dasar, maka keputusan dapat beraneka ragam bentuk dan sifatnya; subyek dan arahnya. Bentuknya, ada yang menekankan aspek kognitif (pemahaman), aspek afektif (perasaan), dan tingkah laku (praktispolitis). Sifatnya, bisa lebih menyangkut tingkat personal, interpersonal, atau sosial politis. Subyeknya, dapat bersifat aktivitas pribadi atau tindakan bersama. Arahnya, dapat lebih intern untuk kepentingan kelompok atau ekstern untuk kepentingan di luar kelompok (keterlibatan kepada sesama). c) Tanggungjawab Pembimbing Pertama, menyadari hakikat praktis, inovatif, dan transformatif dari langkah ini; Kedua, merumuskan pertanyaan-pertanyaan operasional (tidak perlu mulukmuluk) yang membantu peserta; Ketiga, menekankan sikap optimis yang realistis pada peserta; keempat, pembimbing dapat merangkum hasil langkah pertama sampai ke empat, supaya dapat lebih membantu peserta; Kelima, mengusahakan supaya peserta sampai pada keputusan pribadi dan bersama; Keenam, sebagai penutup peserta diajak merayakan liturgi sederhana untuk mendoakan keputusan.
Dari apa yang telah dijabarkan tadi, dengan menimbang kelemahan dan kekuatan masing – masing kegiatan maka kiranya katekeselah yang cukup dapat diandalkan untuk dapat menjalankan program ingin saya laksanakan. Karena program satu dengan yang lain saling berhubungan dan hendaknya dileksanakan secara kontinyu, agar mendapatkan hasil yang memuaskan bagi semua pihak.
92
e. Program Katekese 1.) Pengertian Program Menurut Kamus besar bahasa Indonesia, program dimengerti sebagai rancangan
mengenai
asas-asas
(hukum
dasar)
serta
usaha-usaha
(dalam
perekonomian, ketatanegaraan, dan sebagainya) yang akan dijalankan (Moeliono, 1988:702). Dengan demikian program dapat diartikan sebagai suatu usaha yang dirumuskan untuk mencapai suatu tujuan yang jelas dan terarah. Program juga dapat membantu dan memudahkan seluruh proses pelaksanaan kegiatan dapat berjalan dengan lancar, karena semua telah dipersiapkan dengan baik. Penyusunan program selalu meliputi, tema, tujuan, sub tema, tujuan sub tema, uraian materi, metode, sarana, sumber bahan. Untuk itu diharapkan pendamping keluarga di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel, Pluneng, Kebonarum perlu mengetahui dan memiliki pedoman program katekese yang jelas dan terarah sehingga dapat membantu umat untuk mengetahui bagaimana membina anak baik dalam hal moral maupun imannya, serta menyadarkan mereka akan tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga.
2.) Pemikiran Dasar Program Dengan melihat pola asuh yang diterapkan para orang tua dalam kehidupan kesehariannya kepada anak mereka, ternyata mempengaruhi iman anak mereka seperti yang telah dipaparkan dalam penelitian ini. Maka mencari dan menerapkan model
pendampingan
yang
sesuai
harus
dilakukan
mengembangakan pola asuh yang sesuai bagi anak.
untuk
mencari
dan
93
Berdasarkan hasil perhitungan analisis data diketahui bahwa koefisien korelasi antara variabel Pola Asuh Orang tua dengan Penghayatan Iman Anak adalah 0.863 menunjukkan bahwa ada hubungan dengan arah positif antara pola asuh dan penghayatan iman anak. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi korelasi sebesar 0.000 pada taraf signifikan 0,05. Arah korelasi yang positif dan signifikan ini menunjukan bahwa semakin baik pola asuh yang diterapkan maka semakin tinggi penghayatan iman anak. Sebaliknya, semakin buruk atau kurang baiknya pola asuh yang diterapkan orang tua, maka semakin rendah pula penghayatan iman anak kehidupan sehari – hari. Dengan hasil penemuan ini sejalan dengan hipotesis yang dilontarkan pada awal dilaksanakannya penelitian ini. Dari hasil yang telah diketemukan bahwa iman anak menyumbang atau memiliki kontribusi untuk pola asuh sebesar 74.5 %. Dalam hal iman, anak di lingkungan ini memiliki pemahaman yang baik, ini dapat terlihat dari skor dari kuesioner untuk aspek pemahaman mereka dengan rata 11.49 dari sekitar 20 soal pemahaman yang ada. Dari data yang didapat dari 63 responden yang diminta untuk mengisi kuesioner, sebanyak 2 anak memiliki kisaran nilai 1 – 5, 24 anak memiliki nilai antara 6 – 10, 24 anak memiliki nilai antara 11 – 15 dan sebanyak 13 anak memiliki nilai antara 16 – 20. maka dari hasil tersebut dapat diambil prosentase sebagai berikut; sebanyak 3.17 % anak sangat kurang memahami iman mereka, sebanyak 38.31 % anak kurang memahami, sebanyak 38.31 % persen anak juga dapat memahami tentang iman dan sebanyak 20.63 % anak sangat memahaminya. Dari semua hasil yang telah di dapat kita ambil nilai rata – rata dalam sub variabel ini untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Nilai rata – rata yang kita dapat dalam sub variabel ini adalah 11.49 maka, dapat disimpulkan
94
bahwa anak – anak di lingkungan Santo Yakubus Alfeus Tempel Kebonarum rata – rata mereka paham akan iman anak. Namun tidak demikian halnya dengan soal dalam aspek penghayatan iman mereka. Dan hasil prosentase dari kesemuanya itu adalah sebesar 22.22 % atau sekitar 4 anak sangat kurang menghayati imannya, sebesar 57.14 % atau sekitar 36 anak kurang menghayati imannya, sebesar 19.05 % atau sebanyak 12 anak dapat menghayati iman mereka dan sisanya sebesar 1.59 % atau 1 anak yang dapat menghayati iman mereka dengan sangat. Sama dengan yang sebelumnya data diolah untuk mendapat kan hasil rata – ratanya, dan skor/ hasil yang didapat adalah sebanyak 32.44. Ini berarti anak – anak di lingkungan tempat penelitian kebanyakan anak kurang menghayati iman mereka. Ini terlihat bahwa mereka kurang menghayati atau kurang dalam melaksanakan ajaran yang sudah mereka ketahui dalam kehidupan keseharuian mereka. Pengetahuan yang baik dengan tidak dibarengi dengan penghayatan iman yang baik pula adalah sia-sia . Dalam hal cara atau pola asuh yang diterapkan ada tiga pola yang dapat terangkan yaitu pola asuh Otoriter, Demokratis, dan Permisivitas. Perolehan skor dalam variabel ini adalah sebagai berikut; sebanyak 43 anak memiliki skor antara 25 – 50 atau sebesar 68.25% orang tua mengasuh dengan cara otoriter, sebanyak 20 anak memiliki skor antara 51-75 atau 31.75% orang tua mengasuh anak dengan demokratis dan sebanyak 0 anak memiliki skor 75 – 100 atau 0%, ini karena menurut penelitian tidak ada orang tua yang mengasuih anaknya secara permisivitas. Hasil skor secara keseluruhan setelah dirata – rata adalah sebesar 44.1. Menurut interval nilai yang ditentukan maka nilai rata – rata ini masuk pada inteval pola asuh yang otoriter, dari itu dapat kita tarik kesimpulan bahwa pola
95
asuh yang diterapkan para orang tua di lingkungan penelitian adalah Otoriter, disamping pola asuh lainnya yaitu demokratis dan permisivitas. Menurut penelitian yang telah dijalankan, terlihat jelas bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan iman anak. Maka dari itu, pola asuh yang diterapkan dapat berbahaya jika pola asuh yang diterapkan oleh orang tua tidak disertai atau kurang menyertakan ajaran – ajaran yang dapat memperkuat iman mereka, ini untuk mendasari tingkah laku dan moral mereka ketika bergaul dengan teman – teman mereka nantinya. Jika tidak maka mereka dengan mudahnya menyepelekan ajaran – ajaran iman, bahkan dapat meninggalkan iman kepercayaan mereka dengan mudahnya. Dari penelitian yang telah dilakukan nampak gejala-gejala bahwa banyak orang tua yang kurang menyadari peranannya dalam membina iman anak. Walaupun mereka mengetahui tugas mereka membina iman anak, tetapi banyak perhatian mereka tersita oleh kesibukan mereka berkerja sehingga kurang dapat meluangkan waktu untuk memperhatikan pembinaan iman anak. Selain kesulitan dan hambatan yang dihadapi orang tua untuk membina iman anak, masih dirasakan adanya sikap orang tua yang otoriter, terlalu menguasai anak, kurang memberi kesempatan pada anak untuk mengungkapkan perasaan dan pendapatnya. Relasi antara orang tua dan anak kuang baik. Di antara mereka tidak ada saling keterbukaan sehingga tidak ada saling mengerti dan tidak mengetahui apa yang dirasakan, yang di alami oleh anak maupun orang tua. Oleh karena itu penulis prihatin kepada anak yang diasuh dengan tidak baik dan kurang mendapat perhatian dalam hal iman oleh orang tua mereka. Pola asuh yang diterapkan kepada anak mempengaruhi kepribadian anak, maka dari itu
96
hendaknya pola asuh yang diterapkan dimasukkan unsur – unsur ajaran kristiani. Iman merupakan daya kekuatan yang mampu mendorong dan menguatkan orang untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Berdasarkan keprihatinan itu penulis mempunyai keinginan untuk membantu orang tua agar dapat menyadari kembali tugas dan tanggung jawab mereka sebagai pembina iman anak. Dengan demikian penulis mengharapkan para orang tua agar dapat menyadari dan mampu menghayati peranan mereka yang utama dan terutama dalam mendidik iman anak (FC, art. 36) khususnya dalam membina iman anak alam keluarga (FC, art.39). Pembinaan di sini berarti penekanannya bukan terlebih terletak pada mengajarkan aturan-aturan dalam agama atau ajaran-ajaran Kristiani, melainkan lebih memperioritakan pada upaya penyadaran kembali tugas dan tanggung jawab mereka para orang tua sebagai pendidik iman yang pertama dan utama. Selain itu juga dengan upaya menumbuhkan sikap hidup beriman, menciptakan suasana hidup beriman Kristiani melalui kegiatan-kegiatan yang menjadi tradisi dalam keluarga misalnya; doa keluarga, membaca dan merenungkan Kitab Suci bersama. Allah memberikan tugas ini kepada orang tua karena orang tualah yang sangat berperan utama dan terutama dalam membina iman anak. Di samping itu keluarga merupakan tempat yang paling efektif bagi persemaian, pertumbuhan dan penghayatan serta perkembangan iman anak sejak dini, karena anak lebih lama melewatkan waktu berada dalam kehidupan keluarga bersama orang tua mereka. Orang tua di sini bertindak selaku pendidik pertama dan utama (GE) Selanjutnya yang dimaksud dengan anak yaitu status anak selama dia tinggal bersama orang tua atau sebelum ia meninggalkan keluarganya untuk
97
membentuk keluarga sendiri atau status hidup yang lain. Maka pembinaan iman hendaknya dapat dilaksanakan sejak dini yaitu sejak anak dalam kandungan, kemudian pada masa anak, dewasa sampai sebelum memisahkan diri dari keluarga.
3.) Usulan Tema Usulan tema secara umum yang penulis sajikan dalam program katekese umat ini adalah: Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan Mendidik Iman Anak, dengan tujuan Membantu orang tua meningkatkan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga. Tema ini akan dijabarkan dalam tiga sub tema yaitu: Pertama, Tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga. Kedua, mengasuh dengan kasih. Ketiga, menjadi orang tua dan sahabat terbaik bagi anak. Ketiga sub tema tersebut, akan dijabarkan lagi menjadi lima pertemuan dengan tema dan tujuannnya masing-masing yakni:
Tema Umum
: Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan Mendidik Iman Anak.
Tujuan Umum
: Membantu orang tua meningkatkan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga.
Sub Tema I
: Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Keluarga.
98
Tujuan
: Membantu peserta semakin menyadari akan pentingnya tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga.
Sub Tema II
: Mengasuh dengan kasih
Tujuan
: Membantu orang tua untuk mengasuh buah hatinya dengan kasih dan dapat memilih pola asuh yang baik bagi anak .
Pertemuan I
: Bagaimana orang tua/ keluarga menyumbang pada perkembangan anak.
Tujuan
: Membantu peserta menyadari berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan berkeluarga dan pengaruhnya pada perkembangan anak.
Pertemuan II
: Menanamkan kedisiplinan pada anak, siapa takut !!!
Tujuan
: Membantu orang tua untuk mengajarkan pada anak bertingkah laku dan bersikap dengan tatacara yang ada.
Pertemuan III
: Kasih orang tua sepanjang jalan !!!
Tujuan
: Membantu peserta untuk dapat menerapkan prinsip–prinsip dalam mengasuh
anak, dan serta bagaimana menghukum
anak dengan kasih
Sub Tema III
: Menjadi Orang tua dan Sahabat Terbaik bagi Anak.
Tujuan
: Membantu peserta untuk berusaha menjadi sahabat baik bagi anak dalam keluarga.
99
Pertemuan I
: Anak sebagai anugerah Tuhan.
Tujuan
: Membantu peserta untuk selalu mensyukuri kehadiran anak sebagai anugerah Tuhan dalam keluarga.
Pertemuan II
: Orang tua sebagai contoh dan teladan iman bagi anak dalam keluarga.
Tujuan
: Membantu peserta agar mampu memberikan teladan iman bagi anak melalui kesaksian hidup setiap hari dalam keluarga.
4) Penjabaran Program Tema Umum
: Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan Mendidik Iman Anak.
Tujuan Umum
: Membantu orang tua meningkatkan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga.
Tabel 20: No.
Sub Tema
Tujuan
1.
Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Keluarga
Membantu peserta semakin menyadari akan pentingnya tugas dan tanggung jawab orang tua dalam keluarga.
2.
Mengasuh dengan kasih
Judul Pertemuan
Membantu 1.Bagaimana orang tua orang tua/ untuk keluarga mengasuh menyumbang buah hatinya pada
Tujuan
Uraian Materi
Metode
- Keluaga sebagai tempat pendidikan iman anak - Orang tua sebagai guru pertama dalam keluarga
- Sharing - Tanya jawab - Informasi - Refleksi
Sarana - Puji Syukur - Cerita - Film “ A Gift of Hope”
Sumber Bahan - FC art No 36 - Panduan Rekoleksi Kelurga (Wignyasuma rta, 2000, 148-169) - Habitus Baru dalam liturgi ( KAS, 2006: 41)
Membantu - Berbagai macan peserta bentuk pola menyadari asuh yang berbagai faktor sering yang digunakan para
- Sharing - Tanya jawab - Informasi - Refleksi
- Kitab Suci - Puji syukur - Cergam
- Perkembang an anak jilid 2 (Elizabeth B. Harlock,1989,
100
dengan kasih dan dapat memilih pola asuh yang baik bagi anak .
perkembangan anak.
2. Menanamkan kedisiplinan pada anak, siapa takut !!!
3. Kasih orang tua sepanjang jalan !!!
orang tua. mempengaruhi kehidupan berkeluarga dan - Faktor – faktor yang pengaruhnya mempengaruhi pada perkembangan perkembangan anak. anak
- Spidol
197-229)
- Ketas Fleb
- FC art No 36 -Habitus Baru dalam liturgi ( KAS, 2006: 41)
Membantu - Berbagai orang tua untuk macam cara mengajarkan menanamkan pada anak disiplin kepada bertingkah laku anak. dan bersikap dengan tatacara - Faktor – faktor yang perlu yang ada. diperhatikan dalam usaha penanaman disiplin kepada anak
- Sharing - Tanya jawab - Informasi - Refleksi
Membantu - Bentuk peserta untuk penerapan hukuman emas dapat secara praktis menerapkan agar dapat prinsip–prinsip mempertinggi dalam rasa kasih. mengasuh anak, dan serta - Anak adalah bagaimana bank kasih yang menghukum anak dengan dapat di isi dengan kasih kasih sayang mereka.
- Sharing - Tanya jawab - Informasi - Refleksi
- Kitab Suci - Puji syukur - Cergam - Spidol - Ketas Fleb
- Perkembang an anak jilid 2 (Elizabeth B. Harlock,1989, 197-229) - FC art No 36 - Psikologi perkembanga n anak dan remaja (Singgih D. Gunarsa, 1985, 80-91)
- Kitab Suci - Puji syukur - Cergam - Spidol - Ketas Fleb
- Perkembang an anak jilid 2 (Elizabeth B. Harlock,1989, 197-229) - FC art No 36 - Psikologi perkembanga n anak dan remaja (Singgih D. Gunarsa, 1985, 80-91) -Mendidik dengan kasih (Sidney D. Craig 1990)
3.
Menjadi orang tua dan sahabat terbaik bagi anak.
Membantu peserta untuk berusaha menjadi sahabat baik bagi anak dalam keluarga
1. Anak sebagai anugerah Tuhan.
Membantu - Anak sebagai peserta untuk anugerah selalu Tuhan mensyukuri kehadiran anak - Orang tua sebagai sebagai penyalur anugerah Tuhan rahmat bagi dalam keluarga anak
- Diskusi
- Kitab Suci
- FC art, 36
- Tanya jawab
- Puji syukur
- GE art, 3
- Cergam
- Luk, 2: 2240
- Sharing - Dinamika
- Spidol - Ketas Fleb
41- 52 - Stefan Leks ( 2003: 8698)
2. oran tua sebagai contoh dan teladan iman bagi anak dalam keluarga
Membantu - orang tua peserta agar sebagai kesaksian iman mampu yang baik bagi memberi anak dalam teladan iman keluarga. yang baik bagi anak melalui kesaksian hidup - orang tua sebagai setiap hari penyalur kasih dalam keluarga bagi anak dalam kelurga
- Kitab Suci - Cerita - Dinamika
- Tanya jawab
- Yoh, 15: 917
- Diskusi
- Diundang untuk bahagia, ( Widagdo, 2003: 67-70)
- Cerita - Kertas Fleb - Spidol - Puji syukur
101
5) Contoh Persiapan Katekese Contoh : Shared Christian Praxis (SCP). a
Judul Pertemuan
: Orang tua sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga.
b
Tujuan
: Membantu peserta semakin menyadari peranan mereka sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga.
c
Peserta
: Orang tua katolik
d
Model
: SCP
e
Tempat
: Lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel.
f
Hari/ Tgl
: ...............................
g
Waktu
: Jam 19.00-20.00 malam
h
Metode
: - Informasi - Tanya jawab - Refleksi pribadi - Sharing pengalaman
i
Sarana
: - Puji Syukur - Kitab Suci - Film “ A Gift of Hope” - Familiaris Consortio No 36
j
Sumber Bahan
: - Film “ A Gift of Hope “ - Familiaris Consortio art:36 - Panduan Rekoleksi keluarga
102
k
Pemikiran Dasar Peranan orang tua sangat penting dalam keluarga dan sungguh berpengaruh
dalam perkembangan pendidikan iman anak. Orang tua sebagai pendidik iman yang pertama dan utama dalam keluarga, tanpa pendidikan iman dari orang tua tidak mungkin anak akan bertumbuh dan berkembang. Untuk dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, maka anak memerlukan lahan yang subur yang telah ditaburkan oleh Allah sendiri dalam diri anak melalui pendidikan dari orang tua dalam keluarga. Dalam Familiaris Consortio No 36 ditegaskan tugas mendidik anak-anak berakar dalam panggilan utama suami istri untuk berperan serta dalam karya penciptaan Allah. Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anakanak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orangtualah yang diakui sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan kehidupan beriman anak akan terlantar. Keluarga dapat menjadi tempat lahan subur bagi pertumbuhan dan perkembangan iman anak, kalau orang tua dapat menciptakan suasana keluarga yang harmonis, rukun, dan damai dalam anggota keluarga, maka dengan sendirinya anak akan mengalami kerasan tinggal di rumah, sehingga iman anak kemungkinan besar dapat bertumbuh dan berkembang kearah yang lebih baik.
Pelaksanaan Pertemuan. 1. Pembukaan a. Nyanyian Pembukaan PS No 679 ( Tuhan kami bersyukur )
103
b. Pengantar. Bapak-ibu yang terkasih dalam Kristus pada kesempatan yang berahmat ini kita bersyukur kepada Tuhan sebab masih diberi waktu kepada kita semua untuk mengalami kasihNya yang berlimpah dalam hidup kita. Dalam kesempatan ini kita diajak kembali untuk melihat panggilan dan tugas kita sebagai bapak dan ibu keluarga. Kita dipanggil, disapa secara khusus oleh anak-anak kita dalam keluarga yaitu, bapak dan ibu. Tentu ini merupakan karunia dan tanggung jawab kita sebagai orang tua. Maka tugas kita sebagai orang tua adalah sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga. Oleh karena itu sejauh mana kita sebagai orang tua telah memperhatikan iman anak dalam hidup sehari-hari dalam keluarga.
b. Doa Pembukaan: Bapa yang penuh kasih kami bersyukur dan berterimakasih kepadaMu untuk segala rahmat dan penyertaan-Mu bagi kami hingga saat ini. Kami memuji-Mu sebab anugerah istimewa yang boleh kami alami lewat tugas dan tanggung jawab kami sebagai orang tua dalam keluarga yang Engkau percayakan kepada kami dalam memperhatikan dan mendidik iman anak-anak kami. Bantulah kami ya Bapa agar dengan teladan Yesus Kristus putra-Mu, kamipun semakin mampu mendidik dan menanamkan nilai-nilai iman yang baik kepada anak-anak kami. Semoga dengan bantuan-Mu, keluarga kami semakin dipenuhi oleh semangat kasih dan menjadi teladan yang baik bagi anak-anak kami. Semuanya ini kami mohon kepadaMu demi Kristus Tuhan dan pengantara kami yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang masa. Amin
104
2. Langkah I: Penyajian Pengalaman Hidup.
3. Marilah bapak-ibu kita mencoba melihat dan mendengarkan ”Percikan pengalaman” yang sudah diperlihatkan kepada para peserta yang hadir, peserta diberi kesempatan untuk melihat dan merenungkan tayangan film “ A Gift of Hope “, kemudian seorang peserta dimohon kesediaannya untuk menceritakanya kembali.
4. Langkah II: Pendalaman Pengalaman Hidup. Pendalaman hidup dibantu dengan beberapa pertanyaan panduan: a. Apa tanggapan bapak-ibu tentang tayangan tadi? b. Bagaimanakan cara orang tua Tony memperlakukan dan mendidiknya? c. Bagaimana dengan cara bapak-ibu memperlakukan dan mendidik anak bapakibu sendiri, apa perbedaannya? Jelaskan!
4. Rangkuman Dari Pendalaman Pengalaman Hidup. Memang tidak gampang mendidik anak dalam keluarga karena pekerjaan yang sungguh berat. Dalam tayangan tadi terlihat bagaimana Tony yang cacat sejak lahir (Tidak mempunyai tangan) bisa melakukan hal yang sedemikian hebat, memainkan gitar dengan kedua kakinya sebagai ganti tangannya yang tidak ada. Orang tua dan keluarga mendidik dan mengasuhnya sama dengan yang lain, bahwa ia tidak berbeda dengan yang lain. Orang tuanya mampu bilang ya dan tidak disaat yang tepat, inilah yang membuat Tony tumbuh menjadi seorang yang mandiri dan mampu berkarya tanpa tergantung pada orang lain.
105
Dalam mendidik anak orang tua sering mengikuti kemauan anaknya yang berakibat buruk bagi anak itu sendiri, apa-apa selalu tergantung pada orang lain dan ia selalu merasa bahwa ada yang selalu melindunginya, sehingga pribadi anaknya tidak akan berkembang. Maka dalam hal ini sikap tegas dari orang tua untuk mendidik anak perlu dilakukan. Orang tua perlu sikap yang jujur dalam mendidik anak-anak, sehingga anak tidak merasa bingung dengan cara mana yang harus mereka ikuti atau turuti.
5. Langkah III: Pembacaan Teks Familiaris Consortio No 36 “ Hak dan kewajiban orang tua mengenai pendidikan”. Tugas mendidik berakar dalam panggilan utama suami istri untuk berperan serta dalam karya penciptaan Allah. Dengan membangkitkan dalam dan demi cinta kasih seorang pribadi yang baru, yang dalam dirinya mengemban panggilan bertumbuh dan mengembangkan diri, orang tua sekaligus sanggup bertugas mendampinginya secara efektif untuk menghayati hidup manusiawi sepenuhnya. Konsili vatikan II mengingatkan:” karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orang tua menciptakan lingkup keluarga yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih terhadap manusia. Hak maupun kewajiban orang tua untuk mendidik bersifat hakiki, karena berkaitan dengan penyaluran hidup manusiawi. Selain itu juga bersifat asali dan utama terhadap peran serta orang-orang lain dalam pendidikan karena keistimewaan
106
hubungan cinta kasih antara orang tua dan anak-anak. Lagipula tidak tergantikan dan tidak dapat diambil alih, dan karena itu tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada orang lain. Kecuali ciri-ciri itu jangan dilupakan, unsur yang paling mendasar ciri khas peranan orang tua selaku pendidik adalah cinta kasih dan perhatian, yang menyempurnakan kepada kehidupan. Cinta kasih merupakan prinsip yang menjiwai karena itu, norma cinta kasih mengarah kepada segala yang kongkret dalam mendidik, memperkaya nilai-nilai keramahan, kejujuran, ketabahan, kebaikan hati, pengabdian, sikap tanpa pamrih dan pengorbanan diri.
6. Langkah IV: Mendalami Teks Familiaris Consortio No 36. Peserta mendalami teks dengan beberapa pertanyaan penuntun a. Apa yang menjadi inti teks FC No 36 tersebut? b. Mengapa orang tua disebut sebagai pendidik yang pertama dan utama? c. Bagaimana melaksanakan itu semua dalam keluarga?
7. Rangkuman Dari Pendalaman teks Familiaris Consortio No 36 Peran keluarga amat besar untuk pertumbuhan dan perkembangan iman anak. Keluarga adalah tempat pendidikan iman yang pertama dan utama. Keluarga dapat menjadi lahan subur bagi perkembangan iman anak, kalau orang tua dapat menciptakan suasana yang harmonis dalam keluarga, maka dengan sendirinya anak akan merasa kerasan tinggal di rumah. Dengan demikian keluarga itu mencerminkan keluarga kristiani yang sejati, yang didasari oleh kasih dan iman akan Kristus.
107
Sarana pendidikan iman dalam keluarga adalah segala sesuatu yang ditemui, baik itu peristiwa, benda bahkan hidup sendiri dapat dijadikan alat untuk menanamkan dan memperkembangkan iman anak misalnya, alam dunia sekitarnya, orang lain atau anggota keluarga, peristiwa ulang tahun, kematian dan peristiwaperistiwa religius, kesaksian hidup yang baik dan hidup suci orang tua. Hambatan-hambatan yang mungkin timbul, sehingga orang tua kurang dapat memperkembangkan iman anaknya yang begitu kompleks. Dan semua hambatan itu barasal dari diri orang tua, dari situasi keluarga, dari diri anak-anak dan lingkungannya. Orang
tua kurang waktu untuk berdialog dan rekreasi, berdoa
bersama karena terlalu sibuk dengan pekerjaan. Hal penting yang tidak kala buruk akibanya bagi perkembangan kehidupan iman anak pengaruh jelek dari lingkungan hidup si anak. Sebagai orang tua kristiani memang kita sadari bahwa hidup beriman bukanlah sesuatu yang secara khusus yang diisi ke dalam hidup anak oleh ayah dan ibunya, tetapi iman itu adalah pertama-tama adalah suatu anugerah Allah yang berkembang mengikuti irama hidup sesorang dan kehidupan sekitarnya. Perkembangan iman tidak bisa terjadi secara otomatis, tetapi sungguh-sungguh suatu proses yang dihayati dengan seluruh kehendak kebebasannya dan rahmat Tuhan, Tuhanlah yang menjadi sumber kekuatan kita.
8. Pembacaan Kitab Suci: Hal yang kudus dan berharga “ Jangan kamu memberikan barang yang kudus kepada anjing dan jangan kamu melemparkan mutiaramu kepada babi, supaya jangan diinjak-injaknya dengan kakinya, lali ia berbalik mengoyak kamu” ( Matius 7 ayat 6 )
108
a. Makna apa yang terkandung dalam bacaan Kitab Suci tadi? b. Sikap seperti apa yang dikehendaki oleh Yesus untuk menjaga yang paling berharga (anak)?
9. Rangkuman teks Kitab Suci Anak adalah kudus dan berharga, yang perlu kita rawat, dan kita jaga. Karena anak adalah anugerah dari Allah yang sangat berharga dan didambakan oleh setiap orang yang hidup berrumah tangga. Sangatlah bodoh orang yang tidak menginginkan seorang anak dalam kehidupannya, bahkan sampai membunuh anaknya sendiri dengan cara apapun. Seperti Injil yang telah kita dengar tadi, jika kita tidak merawat dengan semestinya maka akan berbalik menyerang dan mengoyak kita sendiri. Maka anak hendaknya kita rawat dan jaga sedemikian rupa, dengan memberi mereka rasa cinta kasih kita dan membentengi moral mereka dengan ajaran-ajaran kristiani dan disinilah peran keluarga sangat penting. Gereja juga telah mengeluarkan amanatnya tentang keluarga, bahwa keluarga sangat berperan besar bagi perkembangan anak terutama dalam hal iman. Ini memperlihatkan kesungguhan gereja dalam memperhatikan perkembangan iman anak sejak dini. Sebab ditangan merekalah masa depan gereja kita letakkan, ditangan merekalah hidup kita nantinya kita gantungkan.
8. Langkah V: Penerapan Dalam Hidup Secara Kongkret. Peranan dan tanggung jawab bapak dan ibu dalam keluarga sangat penting. Dengan menghargai anugerah kebebasan rohani pribadi, orang tua mengarahkan anaknya kepada hidup sebagai orang beriman, sehingga pada akhirnya anak sendiri
109
yang merasa bahwa iman itu sebagai iman yang dipilihnya. Apa yang perlu saya lakukan sebagai orang tua dalam waktu dekat ini untuk mendidik dan memperkembangkan iman anak, sesuai dengan Familiaris Consortio No. 36.
9. Penutup a. Doa spontan dari peserta sesuai dengan tema. b. Doa Bapa Kami. c. Doa penutup. d. Nyanyian penutup PS 564 ( Yesus Tuhan Terimalah diri kami)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan pada bab III dan IV, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Analisis deskriptif mengenai iman, menunjukkan bahwa sebagian besar anak – anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel memiliki pemahaman yang baik tentang iman anak akan Yesus dan iman akan Gereja. Dengan jumlah skor rata-rata sebesar 11.49, dari 20 pertanyaan yang diberikan. 2. Tetapi di sisi lain mereka kurang dalam penghayatan dalam hidup mereka atau dengan kata lain pengaplikasian iman dalam kehidupan keseharian mereka. Karena hanya mencapai skor rata-rata sebesar 32.44, nilai ini merupakan skor nilai interval rendah dalam artian kurang dalam penghayatan. Skor ini jauh dengan apa yang diharapkan yaitu sebesar 45 – 60 yang merupakan skor interval tertinggi. 3.
Dalam hal pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua menunjukkan bahwa sebesar 68.25 % anak diasuh dengan pola Otoriter, sebanyak 31.75 % anak diasuh oleh orang tuanya dengan pola Demokratis, sedangkan untuk pola Permisivitas tidak dipakai karena tidak ada skor mencapai interval nilai yang sudah ditentukan. Hasil skor secara keseluruhan setelah dirata – rata adalah sebesar 44.1. Menurut interval nilai yang ditentukan maka nilai rata – rata ini masuk pada inteval pola asuh yang otoriter. Dengan melihat hasil yang ada kebanyakan para orang tua
111
lebih memilih menggunakan pola asuh yang otoriter dari pada demokratis ataupun permisivitas. 4. Hasil pengujian hipotesis menyatakan bahwa pola asuh orang tua memiliki pengaruh terhadap perkembangan iman anak. Untuk menguji hipotesis dan koefisien regresi variabel digunakan uji-t dengan hasil sebagai berikut; variabel pola asuh: Ho : β1= 0 terhadap H1 : β1 ≠ 0. Hasil yang didapat adalah t = 0.863 dengan derajat kebebasan n – k – 1 = 63-1-1 = 61, dengan p-value = 0,000 yang lebih kecil dari α = 0,05. hal ini menunjukkan bahwa Ho ditolak dan H1 diterima. 5. Dari hasil yang didapat dari pengujuan regresi dapat ditafsirkan bahwa besar kontribusi pola asuh orang tua terhadap iman anak adalah sekitar 74.5 %. Dengan begitu besarnya kontribusi yang didapat, tidak dapat kita sangkali lagi bahwa memang pola asuh orang tua berpengaruh pada perkembangan iman anak.
B. Saran Berdasarkan pada kesimpulan yang telah diperoleh, maka dapat disampaikan saransaran sebagai berikut. 1. Bagi Peneliti Selanjutnya: Penelitian dapat melanjutkan hasil-hasil penelitian ini dengan memasukkan lebih aspek – aspek yang memungkinkan dapat mempengaruhi perkembvangan iman anak. Aspek yang mungkin dalam hal ini adalah aspek pergaulan, lingkungan dan masih banyak lagi aspek – aspek lain diluar itu semua. 2. Bagi para anak: anak – anak diharapkan dapat mengaplikasikan semua bentuk pemahaman anak iman dalam kehidupan sehari – hari. Hal ini dikarenakan
112
banyak anak yang paham betul akan ajaran iman namun hanya sebatas tahu tanpa mau mewujud nyatakan dalam kehidupannya. 3. Bagi para orang tua: Diharapkan orang tua dapat mengasuh dan mendidik anak – anak mereka dengan lebih baik lagi, tanpa mengesampingkan aspek iman dalam keseharian terutama untuk mendidik atau mengasuh anak. Ini sejalan dengan hasil penelitian bahwa pola asuh yang diterapkan oleh para orang tua memiliki pengaruh yang cukup besar dalam hal iman anak. 4. Bagi Lingkungan: Dengan merujuk pada hasil penelitian ini diharapkan para pengurus lingkungan dapat lebih mengoptimalkan fungsinya dalam mengadakan pendampingan terhadap orang tua dalam keluarga dan anak di lingkungan Santo Yakobus Alfeus Tempel. Selain anak orang tua juga hendaknya diperhatikan dan perlu pendampingan oleh para pengurus lingkungan sebagai penyelenggara pendidikan iman di lingkungan. Program pastoral pendampingan seperti yang telah disajikan pada bab IV merupakan suatu upaya peneliti sebagai sumbangan gagasan dalam rangka membantu para orang tua untuk dapat lebih mengerti anak – anak mereka dan dapat mendampingi anak dengan lebih baik lagi. Program tersebut bertemakan;“Tugas dan Tanggung jawab Orang tua dalam Membina dan Mendidik Iman Anak” dengan tujuan “ Membantu orang tua meningkatkan kesadaran akan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik iman anak yang pertama dan utama dalam keluarga”. Semuanya ini dikemas dalam bentuk Shared Christian Praxis (SCP). Selain itu pula peneliti merasa tergerak sebagai anggota gereja yang mencurahkan perhatian kepada anak – anak, karena masa depan gereja berada ditangan mereka.
113
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, FX. (2000). Katekese Sebagai Pendidikan Iman. Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat (Seri PUSKAT No. 372) Amolorpavadass, D.S (1972). Katekese sebagai Tugas Pastoral Gereja. Yogyakarta: STFK Pradnyawidya. Arikunto, Suharsimi. (2002). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. (Edisi Revisi). ______, (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan Kompentensi dan Praktiknya. Jakarta, PT Bumi Aksara. Azwar, Saifudyn.(2006). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta, Penerbit Pustaka Pelajar. Caroline ADM, Philips T., W. Saris.( 1985). Katekese keluarga. Yogyakarta: STFK Pradnyawidya. Craig, Sidney.D (1990). Mendidik Dengan Kasih. (penerjemah YB. Tugiyarso). Yogyakarta, Kanisius. Dapiyanto, F.X. Relevansi Kultur Sekolah Bagi Internalisasi Nilai-Nilai Dalam Pendidikan Agama Katolik Di Sekolah. WYDIA DHARMA. (N0.1, Oktober 2005). Djamaludin Ancok, dkk. (1988: 78-80). Peranan Keluarga Sekolah dan Masyarakat dalam Pembentukan Kepribadian Remaja. Dokumen Konsili Vatikan II. ( 1991). Ajaran dan Pedoman Gereja Tentang Pendidikan Katolik. Kerjasama Komisi Pendidikan KWI dengan Gramedia Widiasarana Indonesia. Dokumen Konsili Vatikan II. (1993). (R. Hardawiryana Penerjemah). Jakarta, Dokumen dan Penerangan KWI. Gordon, Thomas. (1989). Menjadi Oeang Tua Efektif; Petunjuk Terbaru Mendidik Anak yang Bertanggung Jawab. Jakarta, Gramedia. Gunarsa, Singgih. D. (1985). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta, BPK Gunung Mulia. Hardawiryana R. (1998). Dokumen Konsili Vatikan II. (Penerjemah: R. Hardawiryana) Jakarta, Obor. Hartono Heselaars., SJ. (2000). Katekese 2000. Yogyakarta, Kanisius. Hauck, Paul. A. (1989). Mendidik Anak dengan Berhasil. (Daisy Penerjemah). Jakarta, Arcan. Heryatno W.W., SJ. Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese (Seri Puskat No. 356). Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat, 1997. Hurlock Elisabet B. (1991). Psikologi perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta, Erlangga. ,(1996). Psikologi Perekembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Ed.V). Jakarta, Erlangga. Jakarta, Bumi Aksara. Lein, Laura dan O’donnell, Lydia. (1989). Anak; Bagaimana Mengasuh Anak dan Pengaruh Anak bagi Kehidupan Orangtuanya. (YB. Tugyarso Penerjemah) Yogyakarta, Kanisius. Lindgren, C.H. (1976). An Introduction to Social Psikology. 2 nd. Ed. New Delhi: Wiley Estew Private Limited.
114
Listiara, Anita.(1996). Hubungan Antara Persepsi Mengenai Kecenderungan Pola Asuh Demokratis dan Kecemasan dengan Tingkat Rasa Malu pada Mahasiswa UGM. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. (tidak diterbitkan) Mangunhardjana. (1986). Pembinaan, Arti dan Metodenya. Penerbit: Kanisius. Ngalim Purwanto. (1993: 93). Peranan Ibu. Jakarta. Prasetya, G.T (2003). Pola Pengasuhan Ideal. Jakarta, Erlangga. Sarjumunarsa, Th. (1985). Komunikasi Iman dan Evaluasi Katekese. STFK Pradnyawidya. Sekertriat Nasional K.M./CLC. (1971). Keluarga Retak Masyarakat Rusak. Jakarta. Sumarno, Ds. M. SJ. (2005). Program Pengalaman Lapangan Pendidikan Agama Katolik Paroki.(Diktat Mata Kuliah Semester V). Yogyakarta. IPPAK-USD. Soerjanto. Al. (2006). Pendidikan Anak dalam Keluarga. Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang. Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Stewart dan Koch. (1983). Children Development Throught Aduleslence. Canada: Jhon Wiley and Sons, Inc. Suharsimi Arikunto. (1993). Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta Suhartin. RI. (1986). Cara Mendidik Anak dalam Keluarga Masa Kini. Sutari, I. Barnadib. (1986). Pengantar Pendidikan Sistematik. Yogyakarta, FIP IKIP Yogyakarta. Sutrisno, Hadi. (1992). Metodologi Reserch 3. Yogyakarta, Yayasan Penerbit Fakultas Psikologi UGM. Syamsudin. Dkk. (1990). Iklim Keluarga dalam Hubungannya dengan Prilaku Salah Usia Siswa SMA DIY. Telambanua, Marinus. (1997). Ilmu Kateketik. Jakarta, Obor Tim Pengembangan MKDK IKIP Semarang.(1990). Psikologi Perkembangan. IKIP Semarang Press. Totok, S.W. (2001).Seri Pastoral 328. Yogyakarta, Pusat Pastoral. Triton, P.B.(2005). Cara Cepat Menguasai SPSS. 13.00. Yogyakarta, Tugu Publiser. Winkel, W.S.(1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta, Gramedia. Wright, Logan. (1985). Duapuluh Prinsip Mengasuh Anak Modern. Jakarta, Mega Media. Yohanes Paulus II. (1979). Catechesi Tradendae. (terjemahan Hardawiryana, SJ). Jakarta, Dok Pen KWI. . (22 November 1981). Familiaris Consortio. Terj. Widyamartana A, (1994). Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern. Yogyakarta: Kanisius. Zulkifli, L. (1993). Psikologi Perkembangan. Bandung, PT Remaja Rosdakarya.
Lampiran: I Petunjuk Pengerjaan Kuesioner
a. Bacalah pernyataan-pernyataan berikut jawaban-jawabannya dengan seksama b. Pilih dan lingkarilah huruf (a, b, atau c) pada jawaban yang anda anggap tepat dan benar. c. Isilah setiap jawaban dengan memberi tanda centang (√ ) pada salah satu kolom jawaban yang ada disampingnya. d. Keterangan alternatif jawaban: SL
= selalu
S
= sering
K
= kadang-kadang
TP
= tidak pernah
Jogjakarta, .....,..................,2007
Kuesioner I. Iman Anak 1. Di bawah ini manakah kegunaan alat-alat misa yang benar? a. Patena tempat meletakkan hosti besar b. Ampul tempat menyimpan dupa c. Wirug tempat anggur dan air 2. Di bawah ini manakah para petugas liturgy yang benar? a. Imam, misdinar, kolektor b. Imam, prodiakon, rektor c. Imam, prodiakon, misdinar
(1)
3. Tata perayaan Ekaristi yang benar adalah? a. Pembukaan, liturgi ekaristi, liturgi sabda, penutup b. Pembukaan, persembahan, komuni, penutup c. Pembukaan, liturgi sabda, liturgi ekaristi, penutup 4. Arti dari sepuluh perintah Allah ialah a. Perintah dari Allah b. Peraturan hidup c. Pedoman hidup 5. Di bawah ini yang bukan makna dari “Jangan memuja berhala, …” a. Kesetiaan mutlak terhadap Allah b. Percaya hanya kepada Tuhan Allah c. Membuat patung-patung untuk disembah 6. Apakah maksud Yesus mengajarkan doa Bapa Kami kepada para murid? a. Agar para murid terlihat berwibawa dihadapan masyarakat b. Agar para murid bisa berdoa c. Mengajak masuk kehubungan yang khusus dengan Allah 7. Oleh Gereja bulan Maria ditetapkan pada bulan? a. April dan Desember b. Mei dan Oktober c. April dan Oktober 8. Apakah maksud kedatangan Tuhan Yesus? a. Bertemu dengan umat manusia b. Menyelamatkan umat manusia c. Membantu umat manusia 9. Kelahiran Yesus kita peringati sebagai hari? a. Paskah b. Natal c. Adven 10. Apakah makna dari wafat dan kebangkitan Yesus?
(2)
a. Menyelamatkan para murid-muridnya b. Menyelamatkan seluruh umat manusia c. Menyelamatkan seluruh orang Yahudi 11. Di manakah kota kelahiran Yesus? a. Betlehem b. Nazaret c. Yerusalem 12. Apakah mukjizat pertama yang dilakukan Yesus a. Mengubah air menjadi anggur b. Menyembuhkan orang lumpuh c. Mengandakan lima roti dan dua ikan 13. Doa syahadat para rasul baik panjang maupun pendek merupakan? a. Doa ungkapan iman umat Kristen b. Doa yang dibuat oleh Gereja c. Doa yang diajarkan Yesus kepada para murid 14. Dalam syahadat, kemaha kuasaan Allah dibuktikan dengan? a. Menciptakan langit dan bumi b. Menyembuhkan orang sakit c. Menciptakan manusia 15. Setelah hari ketiga Yesus … a. Naik ke surga b. Bangkit dari antara orang mati c. Mengadili orang hidup dan mati 16. Inti pewartaan Yesus adalah a. Kegembiraan b. Kerajaan Allah c. Pengkudusan 17. Arti sakramen ialah a. Tanda keselamatan Allah
(3)
b. Komunikasi Allah dengan manusia c. Lambang kesatuan dengan Gereja 18. Sakramen yang menjadi dasar dari seluruh sakramen adalah? a. Sakramen Komuni b. Sakramen Tobat c. Sakramen Baptis 19. Yesus datang ke dunia untuk mewartakan… a. Kabar baik b. Kabar gembira c. Kabar bahagia 20. Yesus mengajarkan umatnya untuk … a. Saling mengasihi b. Mengikuti perjamuan c. Mengharapkan belas kasihan
II. IMAN ANAK NO
PERNYATAAN
1
Saya berangkat ke gereja setiap minggu.
2 3
Saya memberi hormat ketika hosti/ tubuh Kristus diangkat ke atas Saya mengikuti misa dengan khusuk
4
Saya berdoa dahulu sebelum melakukan segala sesuatu.
5
Saya aktif dalam kegiatan keagamaan
6
Saya membantu orang tua saya.
7
Saya berdoa kepada Tuhan
8
Saya berani mengakui kesalahan yang telah saya buat
9
Saya doa bersama keluarga.
(4)
SL
S
K
TP
10
Saya membantu teman yang sedang kesusahan.
11
Saya merasa senang ketika berdoa
12
Saya berdoa dengan khitmat dan sungguh – sungguh
13
Saya ingin dapat menerima Tubuh dan Darah Kristus
14
Saya merasa tisak senang kalau terjadi kejahatan
15
Saya tetap bersyukur ketika dalam keadaan susah
POLA ASUH NO
PERNYATAAN
16
Saya diberikan kebebasan untuk mengatur keuangan pribadi. Saya dilibatkan dalam menyelesaikan masalah keluarga.
17 18 19
Bapak Ibu memberikan tanggung jawab secara penuh kepada saya. Saya bercanda dengan orang tua saya.
20
Orang tua saya pilih kasih.
21 22
Bapak Ibu khawatir dan mengawasi jika saya melakukan kegiatan di luar rumah selain ke sekolah. Saya di berikan kebebasan penuh di rumah.
23
Bapak Ibu mendukung setiap keputusan yang saya ambil.
24
Saya merasa kurang dihargai oleh orang tua dan saudarasaudara saya. Bapak Ibu saya marah jika saya melakukan suatu kegiatan tanpa sepengetahuan mereka. Orang tua membatasi pergaulan saya.
25 26 27 28 29 30
Saya kurang dipercaya orang tua untuk membelanjakan uang yang mereka berikan. Saya makan bersama dalam keluarga Bapak Ibu. Bapak Ibu saya membicarakan kesulitan-kesulitan mereka tanpa sepengetahuan saya. Saya diikut sertakan dalam pengambilan keputusan jika menyangkut masa depan anda.
(5)
SL
S
K
TP
31
Orang tua saya mendampingi belajar.
32 33
Orang tua menentukan dengan siapa saya dalam bergaul atau berteman. Orang tua saya membatasi dalam mengikuti kegiatan.
34
Orang tua saya suka marah-marah.
35
37
Orang tua saya menentukan apa yang harus saya kerjakan di rumah. Orang tua saya mengatur uang untuk kebutuhan pribadi dan jajan saya secara ketat. Keinginan saya selalu dipenuhi.
38
Orang tualah yang memilihkan sekolah untuk saya.
39
Selain kebutuhan sekolah yang jumlah rupiahnya sudah pasti orang tua saya mengatur uang untuk kebutuhan pribadi dan jajan saya secara ketat. Ada waktu untuk bercengkrama/ kumpul bersama dalam keluarga saya
36
40
(6)
Analisis, Validitas dan Realibilitas Intrumen Iman Anak Pilihan Ganda
Skala Sikap
I. 1
I. 2
I. 3
I. 4
I. 5
I. 6
I. 7
I. 8
I. 9
I. 10
I. 11
I. 12
I. 13
I. 14 I. 15 I. 16 I. 17 I. 18 I. 19
I. 20
II. 1
II. 2
II. 3
II. 4 II. 5
II. 6
II. 7
B
A
4
4
4
4
1
0
3
4
2
2
1
0
0
2
3
4
1
1
1
1
3
2
1
1
1
0
2
4
1
1
1
1
3
3
II. 8 II. 9
II.10
II.11 II.12
II.13
II.14 II.15
No.
A
C
C
C
C
B
B
B
B
B
A
A
A
A
B
B
A
C
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
0
0
0
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
2
3
3
3
4
2
2
2
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
2
4
4
2
4
3
1
4
3
1
4
4
3
3
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
4
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
3
2
2
2
1
2
3
4
2
3
3
1
2
3
3
2
4
2
3
1
3
1
3
3
2
5
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
3
2
2
3
2
2
2
1
2
3
3
2
2
1
6
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
1
3
4
2
2
3
2
3
3
2
3
2
3
2
3
3
7
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
4
2
3
3
3
3
3
2
2
2
3
4
3
3
2
8
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
3
3
4
4
2
2
4
1
2
1
3
2
4
4
3
9
0
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
4
3
4
3
3
3
3
3
1
4
2
10
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
0
2
2
3
3
2
2
2
4
4
3
2
2
3
2
3
11
1
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
1
1
0
0
1
0
0
0
1
2
3
2
2
3
2
3
2
3
3
2
3
2
3
2
12
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
2
2
4
2
1
3
3
3
2
3
3
3
4
3
1
13
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
2
3
3
2
3
3
2
3
2
2
2
3
3
2
3
14
1
0
1
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
3
2
3
3
1
3
4
2
2
1
2
4
3
4
2
15
1
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
3
4
2
3
3
2
3
2
2
2
1
16
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
0
1
0
2
2
3
3
3
1
3
3
3
2
3
2
3
3
2
17
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
1
2
4
4
2
3
3
2
2
1
3
3
2
4
2
2
18
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
2
3
3
4
1
2
3
1
3
2
2
1
3
19
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
2
1
1
3
4
3
3
2
3
2
2
3
1
3
2
20
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
4
1
1
2
4
3
2
1
3
3
2
1
3
3
21
1
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
2
3
1
4
3
4
2
3
1
3
1
2
1
2
3
22
0
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
4
2
2
3
2
4
3
3
2
2
4
2
2
3
4
23
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
3
2
1
4
2
3
4
3
2
4
2
3
1
4
1
24
0
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
25
1
1
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
0
0
1
0
2
2
2
1
2
2
3
3
2
2
3
2
2
3
3
26
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
3
3
1
1
2
2
4
2
3
2
2
3
1
4
2
27
0
0
1
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
2
2
3
3
3
3
2
3
3
2
2
2
3
2
2
28
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
0
0
3
2
3
3
2
3
1
3
3
2
3
1
3
1
2
29
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
3
2
3
3
3
1
2
2
3
4
2
3
3
2
1
30
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
2
2
2
3
3
1
2
1
3
4
1
3
2
2
1
31
1
1
0
0
1
1
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
4
3
1
4
2
2
4
2
2
2
2
2
1
4
1
32
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
3
2
3
4
4
3
3
1
2
4
1
1
3
3
3
33
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
1
1
0
0
4
3
3
4
2
1
1
1
3
1
1
2
3
1
3
34
1
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
1
2
3
4
1
3
2
2
2
1
2
2
2
4
2
2
35
0
0
0
1
0
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
3
4
1
4
3
3
1
2
1
2
2
4
3
2
36
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
4
3
2
2
2
2
1
2
1
2
3
1
2
1
2
37
1
0
1
0
0
1
1
1
0
1
0
1
0
1
0
1
0
0
1
0
2
3
3
3
1
1
3
2
1
3
3
2
3
3
2
38
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
1
2
1
4
3
4
4
3
1
1
2
1
1
4
3
4
39
0
1
1
1
1
0
0
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
1
1
0
3
2
3
1
3
2
2
2
2
3
1
2
3
2
2
40
1
1
0
0
0
1
0
0
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
2
2
2
4
2
1
4
2
2
2
3
2
1
3
41
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
3
3
3
3
3
2
2
2
1
3
2
3
3
2
3
42
0
0
1
1
1
0
0
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
3
1
3
2
3
2
2
3
3
3
1
3
3
2
1
43
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
2
2
2
2
2
2
1
2
3
2
2
2
2
1
2
44
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
1
2
4
1
1
2
4
1
4
3
1
1
3
1
1
1
45
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
0
1
0
1
0
0
0
0
1
0
1
3
4
2
2
1
2
1
2
2
2
2
4
2
2
46
1
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
4
2
1
3
4
2
1
4
3
4
1
1
1
1
1
47
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
2
3
3
2
3
2
1
2
1
1
2
2
3
1
2
48
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
1
2
2
3
2
2
1
2
1
1
3
2
3
3
2
2
49
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
0
2
2
2
2
2
2
1
1
2
2
1
2
2
1
2
50
1
0
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
0
2
2
3
1
2
2
1
1
2
3
1
2
3
1
2
51
0
1
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
2
2
2
2
2
1
2
1
2
1
2
2
52
1
0
1
1
1
1
0
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
1
1
0
1
2
1
2
1
2
1
1
2
3
2
2
1
1
1
53
0
1
0
0
0
1
0
1
0
1
1
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
2
1
1
1
1
1
3
2
2
1
1
2
54
1
1
0
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
1
1
1
1
1
2
1
1
2
3
2
1
2
1
1
1
55
0
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
2
1
2
1
1
1
3
2
2
1
1
1
56
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
2
2
1
1
1
1
2
1
2
3
1
2
1
2
1
57
0
1
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
1
1
3
1
1
2
1
2
1
1
1
1
2
2
58
1
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
2
1
1
2
2
1
1
2
1
1
2
1
1
1
1
59
0
1
0
0
0
1
0
1
1
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
2
1
1
2
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
2
60
0
0
0
1
0
1
1
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
61
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
2
2
62
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
1
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
2
1
1
2
1
2
1
1
1
1
2
63
1
0
0
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
1
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
2
E
37
36
34
36
33
42
39
37
38
35
41
39
39
32
36
37
36
36
32
29
135
139
139
142
150
139
132
130
128
149
124
138
139
132
128
N
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
63
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
0,536 0,55
0,552 0,56
0,6
0,841 0,83
1,114 0,86 0,89 0,979 0,999
p/ik
0,59 0,571 0,5397 0,571
0,52 0,6667 0,62 0,587
0,6
0,556 0,651 0,619 0,619 0,51 0,57 0,59 0,57 0,57 0,51
0,46
0,4
0,444 0,349 0,381 0,381 0,49 0,43 0,41 0,43 0,43 0,49
0,54
0,552 0,524 0,52 0,51 0,591 0,49 0,55 0,552 0,52 0,51
1
q
0,41 0,429 0,4603 0,429
0,48 0,3333 0,38 0,413
pq
0,24 0,245 0,2484 0,245
0,25 0,2222 0,24 0,242 0,24 0,247 0,227 0,236 0,236 0,25 0,24 0,24 0,24 0,24 0,25 0,248
20
Rel. Oby
19
0,71 40
39
Var. But
0,8
0,69
0,82
0,63 0,62 1,114
1
0,64
0,6
0,35
Var. Tot Rel. Sub
Valid
0,9
0,29 0,251
0,381
0,353
0,32 0,2712 0,28 0,295 0,36 0,252 0,278
0,33
0,262 0,43 0,35 0,29 0,35 0,35 0,43 0,245 0,445
0,5
0,511 0,44 0,52 0,594 0,601 0,48 0,33 0,254 0,56 0,49 0,511
Pola Asuh Orang Tua Skala Sikap E
II.16
II.17 II.18 II.19 II.20 II.21 II.22 II.23 II.24 II.25
II.26 II.27 II.28 II.29 II.30 II.31 II.32 II.33 II.34 II.35 II.36 II.37 II.38 II.39 II.40
E
TOT
Jso
Jse
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
54
3
4
4
3
3
3
3
2
3
3
2
3
1
2
3
3
2
2
2
2
4
2
3
2
2
57
111
12
108
61
3
2
2
3
2
2
4
2
4
3
3
3
3
4
1
1
3
2
2
2
1
3
3
3
3
52
113
15
110
54
2
2
3
2
2
2
3
2
3
3
3
2
2
2
3
2
3
3
3
3
3
3
2
3
3
53
107
19
99
56
2
2
2
3
2
3
2
2
4
4
2
4
3
2
3
2
2
2
2
2
3
2
2
2
3
53
109
17
101
50
2
2
1
2
1
2
3
3
3
3
1
3
2
3
2
2
2
2
3
3
3
1
2
1
1
48
98
17
86
52
2
2
2
3
3
2
4
2
2
4
3
3
3
2
2
2
3
2
1
3
3
3
2
3
3
53
105
12
104
58
2
3
3
2
4
2
3
4
2
2
2
1
3
1
3
3
2
2
2
2
4
2
2
2
2
52
110
16
102
53
4
4
3
3
3
2
2
3
2
1
4
2
2
3
2
1
2
2
1
3
2
4
4
4
3
51
104
11
108
51
2
2
4
2
2
3
3
3
2
3
2
1
3
3
3
3
3
2
2
3
3
2
2
2
2
54
105
14
99
56
2
1
3
1
2
4
4
2
1
4
4
3
2
2
3
2
2
3
3
3
2
4
2
4
3
53
109
17
105
48
2
2
3
2
2
3
3
3
3
3
3
3
2
2
1
2
1
3
3
3
3
3
2
3
2
52
100
11
99
56
1
3
3
3
2
3
3
4
2
2
2
3
1
1
3
1
3
2
3
2
3
2
1
2
1
50
106
17
95
56
2
3
1
2
2
1
2
3
2
2
2
3
3
3
3
3
2
2
3
2
2
2
2
2
2
48
104
18
94
54
2
1
2
2
2
3
3
3
3
3
2
3
3
2
3
3
4
1
2
2
4
2
2
2
2
53
107
15
100
51
3
3
2
1
3
2
4
2
4
3
3
2
2
2
3
2
1
3
3
3
2
3
3
3
1
53
104
16
98
53
2
4
1
4
2
1
2
3
2
3
3
3
3
2
2
2
3
1
3
2
2
3
2
3
2
50
103
15
98
54
2
2
2
2
2
1
3
3
2
2
3
3
2
2
3
3
2
3
2
2
2
3
2
3
2
48
102
15
97
47
3
4
1
3
2
2
2
3
2
3
3
2
3
4
1
2
2
3
3
3
2
3
3
3
3
53
100
15
97
50
4
3
2
4
2
3
3
2
3
2
2
2
3
2
2
3
3
2
2
1
3
2
4
2
2
53
103
15
98
50
1
1
1
3
3
3
1
2
3
1
3
3
2
3
4
4
3
3
3
2
2
3
1
3
3
51
101
16
95
51
3
3
3
1
1
4
1
3
3
2
3
2
2
1
3
1
2
3
3
3
2
3
3
3
3
49
100
16
96
55
1
2
3
3
2
2
1
2
2
3
2
1
2
3
1
2
3
3
3
3
2
2
1
2
4
46
101
13
97
55
1
4
1
1
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
3
3
1
3
3
2
3
3
1
3
1
46
101
16
93
46
4
4
4
2
2
1
1
3
3
4
3
3
2
2
2
1
2
3
3
2
2
3
4
3
2
53
99
16
95
46
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
3
2
3
51
97
12
95
53
2
2
2
2
1
3
3
3
2
2
2
3
2
1
3
2
2
4
1
2
3
2
2
2
2
47
100
18
90
52
1
3
1
2
3
2
2
1
2
4
1
3
3
3
2
3
2
3
1
3
2
1
1
1
2
47
99
15
89
50
3
1
2
2
2
3
1
2
3
4
2
3
3
3
3
3
1
1
4
2
1
2
3
2
2
49
99
15
93
49
2
2
2
1
3
2
2
1
2
2
2
2
3
3
3
3
1
3
3
2
3
2
2
2
1
47
96
12
91
43
4
3
2
2
2
3
2
4
3
2
3
2
2
2
2
2
1
4
1
2
3
3
4
3
1
51
94
11
94
47
1
3
1
3
2
2
2
3
3
2
1
3
2
2
2
2
3
3
2
2
2
1
1
1
1
46
93
11
86
51
3
1
2
2
1
3
2
2
3
2
1
3
2
4
2
2
2
3
2
2
1
1
3
1
3
45
96
11
93
43
2
4
2
1
3
2
4
2
3
2
2
2
3
3
1
3
1
1
4
2
2
2
2
2
3
49
92
10
91
46
4
2
1
2
1
2
3
4
3
4
2
2
3
1
3
3
2
2
2
1
2
2
4
2
2
49
95
12
93
44
3
3
2
1
2
2
2
2
1
2
3
2
3
3
2
3
3
3
1
3
2
3
3
3
2
48
92
8
95
36
2
2
1
3
3
2
3
2
1
2
2
2
3
3
4
3
1
2
3
3
1
2
2
2
2
48
84
6
86
45
2
1
1
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
3
3
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
44
89
10
87
49
3
2
2
2
1
1
4
3
2
1
4
2
3
3
1
1
1
2
3
1
1
4
3
4
4
43
92
11
96
44
3
3
2
1
1
2
2
3
2
2
2
3
2
2
3
2
2
1
2
2
2
2
3
2
2
44
88
11
86
42
2
3
1
2
3
3
2
2
1
1
2
3
4
2
2
1
2
2
1
1
3
2
2
2
3
43
85
9
85
46
2
3
2
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
39
85
8
85
47
3
2
3
1
1
3
2
2
2
1
1
2
3
2
2
1
1
2
2
1
3
1
3
1
1
40
87
12
81
38
3
2
1
1
1
1
3
2
2
2
2
3
3
2
2
2
3
3
2
2
2
2
3
2
2
44
82
9
82
34
1
1
1
2
1
3
3
3
3
1
1
3
2
2
2
2
3
2
2
2
3
1
1
1
1
43
77
4
77
39
2
2
2
2
2
2
2
1
2
2
1
4
2
2
2
2
3
2
1
2
2
1
2
1
2
42
81
7
80
41
2
2
2
2
1
2
3
1
1
2
4
4
1
1
1
1
2
1
1
1
1
4
2
4
1
36
77
8
80
38
2
2
2
2
2
1
2
2
1
2
2
2
1
3
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
2
39
77
8
77
38
2
2
2
2
2
2
3
2
1
1
1
3
1
1
2
2
3
2
2
2
1
1
2
1
1
39
77
7
75
33
1
2
2
2
1
1
1
2
2
1
1
2
2
2
3
2
2
3
2
2
1
1
1
1
1
37
70
7
67
36
1
1
2
2
2
1
2
3
1
1
1
2
2
1
3
1
1
2
2
2
1
1
1
1
1
34
70
8
66
30
3
1
2
2
1
1
1
2
2
2
2
1
1
1
2
1
1
1
2
2
2
2
3
2
2
33
63
6
66
35
2
2
2
2
2
1
2
1
1
1
2
2
1
1
2
1
1
1
2
2
2
2
2
2
1
33
68
12
63
27
2
2
1
2
2
2
1
2
1
1
2
2
2
1
2
1
2
2
1
1
2
2
2
2
1
34
61
6
62
28
2
2
1
2
2
1
2
1
1
2
1
1
1
2
1
1
2
2
2
1
1
1
2
1
2
31
59
7
58
30
1
2
1
1
1
2
2
2
1
1
2
2
1
2
2
1
1
2
1
1
2
2
1
2
1
31
61
9
58
33
2
2
1
1
1
2
1
2
2
1
1
1
2
2
3
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
30
63
10
58
27
1
1
2
2
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
30
57
6
55
30
2
1
1
2
1
1
2
1
1
2
2
2
1
1
1
1
2
1
1
1
1
2
2
2
1
35
65
10
55
26
2
1
1
1
2
1
1
1
2
2
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
2
1
1
32
58
6
52
25
2
2
1
1
1
2
2
1
1
1
2
1
1
1
2
2
1
1
1
2
1
2
2
2
1
29
54
8
53
24
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
1
1
1
2
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
33
57
5
52
25
2
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
1
2
2
2
1
1
1
1
1
2
1
2
27
52
6
52
27
2
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
2
1
1
25
52
9
48
2768
138
140
118
126
119
129
143
142
130
135
131
144
133
129
142
123
126
132
128
124
130
131
138
131
120
2778
5546
724
5326
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
252
11340
0,56 0,47
0,5
0,47 0,51 0,57 0,56 0,52 0,54
0,52
0,57
0,53
0,51 0,56 0,49
0,5
0,52 0,51
0,49
0,52 0,52 0,55 0,52 0,48
32,627
0,548
8,5079 4,841
0,715
0,84 0,72 0,58 0,54 0,62 0,77 0,64 0,71 0,89
0,73
0,63
0,62
0,74 0,61 0,66 0,63 0,64 0,73
0,46
0,68 0,73 0,71 0,73 0,71
29,858 271,78 14,911 243,9
0,285
0,44 0,49 0,41 0,47 0,48 0,49 0,45 0,62 0,59
0,52
0,47
0,6
0,5
0,34 0,52 0,36
0,5
0,47
0,56
0,58 0,52 0,28 0,52 0,52
Hasil Pengujian Validitas Variabel Pemahaman Iman No item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jml
r hitung 0.29 0.26 0.37 0.36 0.3 0.28 0.3 0.3 0.4 0.26 0.3 0.32 0.27 0.4 0.4 0.3 0.4 0.4 0.4 0.25
r tabel 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254 0,254
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid 20 Valid
Hasil Pengujian Validitas Variabel Penghayatan Iman No item r hitung r tabel Keterangan II. 1 0.45 0,254 Valid II. 2 0.5 0,254 Valid II. 3 0.51 0,254 Valid II. 4 0.4 0,254 Valid II. 5 0.5 0,254 Valid II. 6 0.6 0,254 Valid II. 7 0.6 0,254 Valid II. 8 0.5 0,254 Valid II. 9 0.3 0,254 Valid II. 10 0.254 0,254 Valid II. 11 0.6 0,254 Valid
(11)
II. 12 II. 13 II. 14 II. 15 Jml
0.5 0.5 0.6 0.4
0,254 0,254 0,254 0,254
Valid Valid Valid Valid 15 Valid
Hasil Pengujian Validitas Variabel Pola Asuh Orang Tua No item r hitung r tabel Keterangan II. 16 0.28 0,254 Valid II. 17 0.4 0,254 Valid II. 18 0.5 0,254 Valid II. 19 0.4 0,254 Valid II. 20 0.5 0,254 Valid II. 21 0.5 0,254 Valid II. 22 0.5 0,254 Valid II. 23 0.4 0,254 Valid II. 24 0.6 0,254 Valid II. 25 0.6 0,254 Valid II. 26 0.5 0,254 Valid II. 27 0.5 0,254 Valid II. 28 0.6 0,254 Valid II. 39 0.6 0,254 Valid II. 30 0.5 0,254 Valid II. 31 0.3 0,254 Valid II. 32 0.5 0,254 Valid II. 33 0.4 0,254 Valid II. 34 0.5 0,254 Valid II. 35 0.5 0,254 Valid II. 36 0.6 0,254 Valid II. 37 0.5 0,254 Valid II. 38 0.3 0,254 Valid II. 39 0.5 0,254 Valid II. 40 0.5 0,254 Valid Jml 25 valid
(12)