SKRIPSI
MEMPELAJARI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KUALITAS PERTUMBUHAN DAN FUNGSI HATI SECARA IN VIVO
Oleh : EKA KURNIA SARI F24103116
2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
MEMPELAJARI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KUALITAS PERTUMBUHAN DAN FUNGSI HATI SECARA IN VIVO
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh : EKA KURNIA SARI
2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
66
Eka Kurnia Sari. F24103116. Mempelajari Khasiat Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) Terhadap Kualitas Pertumbuhan dan Fungsi Hati Secara In Vivo. Di bawah bimbingan: Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. RINGKASAN Buah merah (Pandanus conoideus Lam) merupakan tanaman endemik Papua yang tumbuh liar di hutan-hutan. Pada daerah pedalaman Papua, ditemukan 14 varietas buah merah, tetapi yang paling populer adalah varietas merah panjang. Secara tradisional, buah merah telah dikonsumsi masyarakat Papua turun temurun sebagai sumber pangan. Beberapa riset ilmiah telah dilakukan untuk mengeksplorasi kandungan dan manfaat buah merah. Budi (2002) meneliti bahwa buah merah mengandung komposisi gizi lengkap yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh. Kandungan nutrisi dan komponen bioaktif dari buah merah juga melimpah, sehingga diklaim dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Untuk mendukung fakta ilmiah yang ada, maka dilakukan penelitian yang menitikberatkan pada khasiat buah merah terhadap fungsi hati dan kualitas pertumbuhan. Penelitian dilakukan secara in vivo, yaitu dengan menggunakan hewan percobaan tikus Sparague Dawley. Ekstrak buah merah yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari fraksi minyak dan fraksi air yang diperoleh melalui metode ekstraksi sentrifugal. Penelitian utama yang dilakukan adalah dengan menguji kedua sampel ekstrak buah merah kepada tikus percobaan (in vivo) untuk dilihat kualitas pertumbuhan, profil lipida darah, MDA, dan enzim SGPT/SGOT di akhir masa percobaan. Berdasarkan ekstraksi buah merah dengan metode sentrifugal, diperoleh rendemen fraksi minyak sebesar 15 % dan fraksi air 53 %. Nilai dari fraksi air dihitung dari jumlah pasta sisa. Uji in vivo yang dilakukan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama dilakukan terhadap tikus percobaan lepas sapih untuk dihitung nilai NPR, NPU, BV, serta dibuat kurva pertumbuhannya. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 8 kelompok sesuai perlakuan, yakni kelompok yang diberi fraksi minyak buah merah 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB, 1200 mg/kg BB; kelompok yang diberi fraksi air buah merah sebesar 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB, 1200 mg/kg BB, ditambah kelompok kontrol dan nonprotein. Dari uji tahap pertama, nilai NPR tertinggi diperoleh kelompok tikus yang diberi perlakuan fraksi minyak sebesar 1200 mg/kg BB. Hasil ini mengindikasikan bahwa protein yang terdapat dalam buah merah mampu berperan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan pada tikus secara optimal karena memiliki kualitas protein yang cukup baik. Berdasarkan perhitungan nilai NPU dan BV, hasil tertinggi didapat kelompok tikus dengan perlakuan minyak 1200 mg/kg BB. Penelitian tahap kedua adalah dengan memberikan perlakuan kepada sejumlah tikus selama 60 hari untuk dilihat profil lipida darah (kolesterol total, rasio LDL dan HDL, dan trigliserida), MDA, dan SGPT/SGOT di akhir masa percobaan. Tikus dikelompokkan sesuai perlakuan, yakni kelompok tikus yang diberi asupan fraksi minyak 500 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, 1500 mg/kg BB; fraksi air buah merah 500 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, 1500 mg/kg BB, dan kelompok kontrol. Melalui analisa serum darah tikus diperoleh nilai kolesterol
67
terendah pada kelompok yang diberi dosis fraksi minyak 1000 mg/kg BB, dengan kadar kolesterol total sebesar 70,00 mg/dl. Hasil signifikansi sebesar 0,082 menunjukkan bahwa perlakuan memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar kolesterol dalam darah. Rasio LDL/HDL tertinggi diperoleh kelompok tikus yang diberi perlakuan fraksi air sebesar 500 mg/kg BB; sedangkan LDL terendah terekam pada kelompok tikus dengan perlakuan minyak 1500 mg/kg BB. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan sampel ekstrak buah merah tidak memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap rasio LDL dan HDL dalam darah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi rasio LDL/ HDL sebesar 0,148. Untuk pengukuran kadar trigliserida, diperoleh hasil berbeda nyata dengan nilai signifikansi 0,004. Kadar trigliserida terendah diperoleh kelompok tikus dengan asupan dosis fraksi minyak buah merah sebesar 1000 mg/kg BB. Profil lipida darah yang baik adalah yang memiliki kandungan kolesterol, LDL, dan trigliserida yang rendah, serta nilai HDL yang tinggi. Oleh karena itu berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa secara umum, ekstrak minyak buah merah memiliki pengaruh yang lebih efektif terhadap lipida darah, dibandingkan dengan ekstrak air buah merah. Pengukuran kadar MDA dilakukan terhadap organ hati tikus percobaan. Melalui hasil perhitungan, diperoleh nilai MDA terendah pada kelompok tikus dengan perlakuan frakssi minyak buah merah 1000 mg/kg BB. Nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,02. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar MDA dalam tubuh. SGPT/SGOT merupakan enzim yang dapat mendeteksi adanya kelainan pada hati. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap serum darah, perolehan nilai SGPT serta SGOT terendah didapat kelompok dengan asupan dosis fraksi minyak sebesar 1000 mg/kg BB. Uji ragam menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,199 untuk SGPT dan 0,071 untuk SGOT. Hasil tersebut menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan.
68
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN MEMPELAJARI KHASIAT BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) TERHADAP KUALITAS PERTUMBUHAN DAN FUNGSI HATI SECARA IN VIVO
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Oleh EKA KURNIA SARI F24103116 Dilahirkan pada tanggal 21 Desember 1985 Di Jakarta Tanggal Lulus: 24 Januari 2008 Menyetujui, Bogor, Februari 2008
Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi. Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP
69
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Desember 1985. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan Gumin Has dan Nunung Suryani. Jenjang pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis antara lain Sekolah Dasar di SDN 06 Pagi (1991-1997), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 276 Jakarta (1997-2000), dan Sekolah Menengah Umum di SMU Negeri 28 Jakarta (20002003). Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2003, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan akademis dan non-akademis. Penulis tercatat sebagai staf Divisi Public Relation FBI (Forum Bina Islami) Fateta periode 2004-2006, dan sekretaris Divisi Pangan Halal FBI periode 2006-2007. Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti oleh penulis antara lain Open House Mahasiswa 41 (2004), PESTA IPB (2004), TECHNO F (2004), Seminar Pangan Nasional dan Kongres Nasional I HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia) (2005), Ekspresi Muslimah I (2005), BAUR Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB (2006), dan berbagai kegiatan intra kampus lainnya. Penulis melakukan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul MEMPELAJARI KHASIAT BUAH MERAH
(Pandanus
conoideus
Lam)
TERHADAP
KUALITAS
PERTUMBUHAN DAN FUNGSI HATI SECARA IN VIVO dibawah bimbingan Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi.
70
KATA PENGANTAR Tiada kata yang patut diucapkan selain puji dan syukur setinggi-tingginya bagi Allah SWT, Sang Pemberi Kehidupan, yang telah melimpahkan nikmat dan karunia tiada henti sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa terucap bagi Rasulullah SAW, Baginda Besar sekaligus suri tauladan hingga akhir zaman. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 bulan, yakni sejak bulan Mei hingga November 2007 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta dan Laboratorium Departemen Gizi Masyarakat IPB. Pelaksanaan tugas akhir, khususnya dalam hal analisis fisiko-kimia dilakukan atas kerjasama Andini Julia Selly (F24103067) dan Hayuning Pambayu (F24103028). Dalam kesempatan ini izinkanlah penulis untuk menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, MSi., selaku dosen pembimbing, atas segala ilmu, bantuan, nasehat, bimbingan, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis. 2. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. dan Ir. Sutrisno Koswara, MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas masukan berharga yang telah diberikan selama sidang akhir. 3. Manajemen Hibah Bersaing, atas bantuan dana yang diberikan selama penelitian. 4. Bapak I Made Budi, atas bantuan dan masukan yang telah banyak diberikan kepada penulis dalam melakukan penelitian buah merah ini. 5. Mama dan Papa yang walau semua tinta di dunia ini dikumpulkan pun, tidak akan cukup untuk menulis jasa dan kasih sayang yang telah diberikan. Semoga Allah membalas dengan sebaik-baiknya balasan. Amin. 6. My duo soulmate, Hayuning Pambayu dan Andini Julia Selly. Terima kasih untuk segalanya. Maaf bila selama ini banyak merepotkan kalian berdua. 7. Adik-adikku Triani Oktavianti, Dian Indra Dwi Putra, dan tante Nia Kurniati, terima kasih telah menemani kehidupan eteh selama ini. Kalianlah pemberi warna tersendiri dalam hari-hari yang eteh jalani.
71
8. Mbak Ika, Mus musculus, Danski, Maytu, V3, dan Bozz. Tanpa kalian semua aku mungkin tidak akan bisa terus menjadi seperti ini. 9. Teman-teman terdekat yang senantiasa memberikan support tiada henti, sehingga membuatku mampu memandang awan mendung dengan senyuman.. Mba Nur, Angie, dan Faa. 10. Para staf teknisi : Pak Wahid, Pak Sobirin, Pak Rojak, Pak Sidik, Pak Yahya, Pak Koko, Bu Rubiyah, Pak Adi, Bu Sri, Bu Nina, Pak Karya, dan Pak Heri. Terima kasih banyak atas segala bantuan yang telah diberikan. 11. Para staf AJMP Departemen ITP atas bantuan dan kesabaran yang telah diberikan, terutama pada detik-detik akhir menjelang perolehan SKL. 12. Mbak Santi atas segala bantuan yang telah diberikan selama menjalani penelitian. 13. Seluruh penghuni ‘Al Windiyah’ : Eneng, Tilo, Lichan, Fina, Nooi, Jeng Lin, Jeng Y, Aniz, Dinky, Laste, Mae, dan anak buah Onggo Moshaddeq lainnya yang tidak cukup bila disebutkan satu-persatu disini. Empat tahun bersama kalian sungguh merupakan saat-saat yang tak terlupakan. Terima kasih. 14. Pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penelitian : Prodia, Balai Pasca Panen, Bu Tati, Bu Ria, Pak Usup, Oneth, dan Supri. Terima kasih banyak. 15. Anggota FBI terutama Risma, Estie, Zuni, Ely, Catur, Fauzan, dan lainnya yang belum disebutkan. Maaf bila selama penelitian ini tidak bisa banyak membantu kalian. Tetap semangat! 16. Seluruh penghuni ITP 40 yang telah menemani penulis selama 4 tahun. Such an unforgettable moment with you guys.. Layaknya pepatah, tak ada gading yang tak retak, maka tugas akhir ini pun tidak luput dari kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun penulis harapkan dari semua pihak. Semoga sedikit karya ini mampu memberikan manfaat yang berarti bagi siapapun yang membacanya.
Bogor, Desember 2007 Penulis
72
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR ..........................................................................
ii i
DAFTAR ISI .........................................................................................
iii
DAFTAR TABEL ................................................................................
vv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................
ivi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................
vii
I. PENDAHULUAN............................................................................
11
A. LATAR BELAKANG ...............................................................
11
B. TUJUAN ..................................................................................... 2
2
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
33
A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam.) ...........................
33
B. LEMAK DAN MINYAK ..........................................................
74
C. KOLESTEROL DARAH ............................................................
8
D. UJI BIOLOGIS PROTEIN (NPR, NPU, DAN BV)...................
11
E. HATI............................................................................................
12
F. MALONALDEHID ...................................................................
13
G. SGOT/SGPT ...............................................................................
14
H. UJI IN VIVO ................................................................................
15
I. KARAKTERISTIK BIOLOGIS HEWAN PERCOBAAN ........
16
III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................
18
A. BAHAN DAN ALAT ................................................................
18
1. Bahan ...................................................................................
18
2. Alat ........................................................................................
18
B. METODE PENELITIAN ...........................................................
18
1. Ekstraksi Buah Merah ...........................................................
18
3. Pengujian Khasiat Buah Merah Terhadap Kualitas Pertumbuhan .........................................................................
20
4. Pengujian Khasiat Buah Merah Terhadap Fungsi Hati.........
22
73
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................
28
A. Rendemen Hasil Ekstraksi Buah Merah ....................................
28
B. Pengaruh Buah Merah Terhadap Kualitas Pertumbuhan ...........
30
C. Pengaruh Buah Merah Terhadap Fungsi Hati..............................
38
D. Pengaruh Sifat Fisiko-Kimia Fraksi Buah Merah Terhadap Kualitas Pertumbuhan dan Fungsi Hati.......................
50
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................
57
E. KESIMPULAN ..........................................................................
57
F. SARAN .....................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
60
LAMPIRAN .........................................................................................
65
74
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Komposisi dan karakteristik lipoprotein plasma ............................ 10
Tabel 2.
Kadar normal SGPT dan SGOT beberapa hewan laboratorium ................................................................................... 15
Tabel 3.
Rendemen ekstrak buah merah....................................................... 28
Tabel 4.
Pengaruh berbagai jenis asam lemak dalam lemak pangan terhadap kandungan kolesterol dalam serum..................... 40
Tabel 5.
Sifat fisiko-kimia fraksi buah merah.............................................. 50
75
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Buah merah.............................................................................
Gambar 2.
Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi
3
minyak....................................................................................
6
Gambar 3.
Tahap pertama reaksi dekomposisi peroksida........................
6
Gambar 4.
Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air......................................
7
Gambar 5.
Diagram alir ekstraksi buah merah.........................................
193
Gambar 6.
Kandang metabolik.................................................................
213
Gambar 7.
Kandang non metabolik..........................................................
23
Gambar 8.
Sampel ekstrak minyak dan air buah merah...........................
28
Gambar 9.
Ekstraksi buah merah metode modifikasi 2............................
29
Gambar 10.
Pertumbuhan berat badan tikus percobaan..............................
31
Gambar 11.
Laju pertambahan berat badan tikus percobaan......................
32
Gambar 12.
Perbandingan nilai NPR tiap kelompok perlakuan.................
34
Gambar 13.
Perbandingan BV dan NPU antar kelompok perlakuan..........
36
Gambar 14.
Grafik perbandingan kadar kolesterol total.............................
39
Gambar 15.
Grafik rasio LDL dan HDL antar kelompok perlakuan..........
41
Gambar 16.
Grafik perbandingan kadar trigliserida antar kelompok..........
44
Gambar 17.
Hasil analisis MDA antar kelompok perlakuan.......................
46
Gambar 18.
Grafik perbandingan nilai SGPT/SGOT serum tikus..............
49
76
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1.
Komposisi ransum tikus percobaan (AIN, 1993)........................ 65
Lampiran 2.
Contoh perhitungan konversi dosis buah merah......................... 65
Lampiran 3.
Diagram alir pengukuran MDA dengan metode Conti et al. (1991) yang dimodifikasi............................................................ 66
Lampiran 4.
Rekapitulasi data pertumbuhan tikus percobaan......................... 67
Lampiran 5.
Tabel pertambahan berat badan tikus percobaan........................ 68
Lampiran 6.
Tabel jumlah konsumsi protein tikus percobaan......................... 69
Lampiran 7.
Contoh perhitungan nilai NPR.................................................... 70
Lampiran 8.
Rekapitulasi nilai NPR rata-rata kelompok tikus percobaan.................................................................................... 70
Lampiran 9.
Tabel nilai rata-rata BV dan NPU antar kelompok perlakuan..................................................................................... 71
Lampiran 10. Hasil analisa ragam pengaruh perlakuan terhadap BV............................................................................................... 71 Lampiran 11. Hasil analisa ragam pengaruh perlakuan terhadap NPU............................................................................................ 72 Lampiran 12. Rekapitulasi hasil analisis lipida darah tikus percobaan............ 73 Lampiran 13. Kadar rata-rata kolesterol total, LDL/HDL, dan trigliserida ..... 74 Lampiran 14. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kolesterol..................................................................................... 74 Lampiran 15. Hasil analisa ragam pengaruh perlakuan terhadap rasio LDL dan HDL............……………………………..…….. 75 Lampiran 16. Hasil analisa ragam pengaruh perlakuan terhadap trigliserida........……....……………………………………....... 76 Lampiran 17. Tabel nilai MDA kelompok perlakuan....……………................ 77 Lampiran 18. Kurva standar malonaldehida………......……………................ 77 Lampiran 19. Hasil analisa ragam pengaruh perlakuan terhadap nilai MDA... 78
77
Lampiran 20. Hasil analisa ragam pengaruh perlakuan terhadap nilai SGPT…………................................................................. 79 Lampiran 21. Hasil analisa ragam pengaruh perlakuan terhadap nilai SGOT…………………………………………………… 80
78
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pangan dewasa ini semakin berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan ditemukannya berbagai pangan baru disertai komponen fungsionalnya yang memiliki efek positif bagi tubuh. Salah satu bahan pangan yang kini sedang mencuat ke permukaan karena manfaatnya yang begitu besar bagi tubuh adalah buah merah. Buah merah (Pandanus conoideus Lam) merupakan jenis tumbuhan yang penting artinya bagi kehidupan masyarakat di daerah dataran tinggi Irian Jaya dan Papua New Guinea (Sadsoeitoeboen, 1999). Begitu pentingnya buah ini karena sebagian besar masyarakat setempat mengkonsumsi buah merah sebagai pangan sehari-hari untuk mencukupi kebutuhan energinya. Buah merah dikenal sebagai pangan yang mengandung minyak tinggi, sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku minyak nabati dalam memenuhi kebutuhan gizi manusia, yang telah banyak dimanfaatkan oleh penduduk pribumi. Selain fungsi tersebut, buah merah juga ternyata menyimpan sejuta khasiat bagi penggunanya. Hal ini telah terbukti melalui berbagai riset ilmiah yang dilakukan dewasa ini. Senyawa fungsional yang terkandung di dalam buah merah dipercaya dapat memberikan pengaruh positif, diantaranya dapat meningkatkan kualitas kesehatan dan meningkatkan sistem imun tubuh. Beberapa senyawa fungsional yang dominan terkandung dalam buah merah antara lain komponen beta karoten, tokoferol, dan 85 % asam lemak tidak jenuh oleat dan linoleat. Beta karoten mampu meningkatkan jumlah sel-sel pembunuh alami dan memperbanyak aktivitas sel T serta limfosit. Hal tersebut akan menekan radikal bebas, senyawa karsinogen, dan kehadiran sel kanker. Tokoferol berperan dalam memperbaiki sistem kekebalan tubuh dan mengurangi mortalitas sel jaringan, sedangkan asam lemak tidak jenuh mudah dicerna dan diserap oleh tubuh sehingga mampu memperlancar proses metabolisme (Budi, 2002).
79
Penelitian ini dilakukan untuk mendukung bukti-bukti yang telah ada, terutama yang berkenaan dengan khasiat buah merah terhadap kualitas pertumbuhan dan pengaruhnya terhadap fungsi hati. Kualitas pertumbuhan dapat diketahui melalui kurva pertumbuhan tikus percobaan, pengukuran Net Protein Ratio (NPR), Biological Value (BV), dan Net Protein Utilization (NPU). Untuk pengujian khasiat buah merah terhadap fungsi hati dilakukan melalui pengukuran lipida darah (kolesterol, rasio LDL dan HDL, dan trigliserida), kadar malonaldehid (MDA) sebagai indeks ketengikan oksidatif dalam tubuh, serta analisis kandungan enzim SGPT dan SGOT dalam serum darah tikus.
b. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan : (1) menguji khasiat buah merah dalam meningkatkan kualitas pertumbuhan tikus percobaan (kurva pertumbuhan, NPR, NPU, BV); dan (2) menguji pengaruh buah merah terhadap fungsi hati (profil lipid darah, MDA, dan enzim SGPT/SGOT) secara in vivo.
80
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BUAH MERAH (Pandanus conoideus Lam) Buah merah (Pandanus conoideus Lam) merupakan tanaman yang tumbuh secara endemik di wilayah Papua dan sekitarnya. Tanaman yang tergolong famili Pandanaceae ini tumbuh baik di dataran rendah (40 m dpl) hingga dataran tinggi (2000 m dpl). Tanaman buah merah tumbuh secara kompetitif di lingkungan dengan kondisi tanah lembab dengan pH netral, suhu 23-33oC, dan kelembaban udara antara 73-98%. Secara fisik, tanaman buah merah menyerupai pandan, dengan tinggi tanaman bisa mencapai 16m. Tanaman buah merah ini termasuk terna berbentuk semak, perdu, atau pohon. Daunnya tunggal berbentuk lanset sungsang, berwarna hijau tua dan letaknya berseling. Batangnya bercabang banyak, tegak, bergetah, dan berwarna coklat bercak putih. Akar tanamannya berfungsi sebagai penyokong tegaknya tanaman dan tergolong akar serabut dengan tipe perakaran dangkal. Buahnya panjang dan memiliki bentuk silindris, ujung tumpul, dan pangkal menggantung (Gambar 1). Panjang buahnya antara 96-102 cm dengan diameter 15-20 cm dengan bobot buah mencapai 7-8 kg. Buah berwarna merah bata saat muda dan merah terang saat matang (Budi dan Paimin, 2004). Perkembangbiakan buah merah melalui pertunasan dan biji, yaitu tanaman buah merah yang tumbuh dan berbuah akan mengeluarkan tunas-tunas di sekitar tanaman induk.
Gambar 1. Buah Merah
81
Beberapa ciri morfologi yang mantap dalam populasi Pandanus conoideus Lam yang dapat dipakai untuk membedakan kultivarnya adalah: warna buah, ukuran buah, bentuk buah, bagian atas buah, dan bentuk tempurung atau endokarp (Sadsoeitoeboen, 1999). Berdasarkan ciri-ciri tersebut populasi Pandanus conoideus Lam yang ada di pegunungan Arfak dan sekitarnya dapat dibedakan menjadi empat kultivar, yaitu kultivar merah panjang, kultivar merah kecil, kultivar merah coklat, dan kultivar kuning. Pada daerah pedalaman Papua, ditemukan 14 varietas buah merah, tetapi yang populer adalah varietas merah panjang. Secara tradisional, buah merah telah dikonsumsi masyarakat Papua secara turun temurun sebagai sumber pangan. Buah merah biasanya diolah secara tradisional untuk mendapatkan minyak dan saus (Sadsoeitoeboen, 1999). Bagi masyarakat Papua, buah ini juga dikenal sebagai obat cacing, penyakit kulit, menghambat kebutaan, dan meningkatkan stamina. Penelitian yang dilakukan Budi (2002) mengungkap kandungan gizi di balik buah merah. Buah merah diketahui mengandung zat-zat gizi bermanfaat dalam jumlah tinggi, seperti betakaroten, tokoferol, asam oleat, dan asam linoleat. Secara ringkas buah merah mengandung antioksidan (karotenoid, tokoferol), asam lemak jenuh dan tak jenuh, serat dan kalsium. Kandungan senyawa antioksidan serta lemak pada buah merah inilah yang diklaim mampu memberikan khasiat positif terhadap daya tahan tubuh.
B. LEMAK DAN MINYAK Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk ke dalam golongan lipid, yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik nonpolar, seperti dietil eter, kloroform, benzena, dan hidrokarbon lainnya. Istilah minyak atau lemak sebenarnya tergantung apakah pada suhu kamar bahan tersebut dalam keadaan cair atau padat. Dalam pengertian sehari-hari lemak merupakan bahan padat pada suhu kamar, sedangkan minyak berbentuk cair pada suhu kamar (Winarno, 1995).
82
Bentuk padat dari lemak dapat disebabkan oleh tingginya kandungan asam lemak jenuh dalam lemak. Secara kimia, asam lemak jenuh dalam konsentrasi tinggi tidak mengandung ikatan rangkap sehingga mempunyai titik lebur yang tinggi. Kandungan asam lemak jenuh yang rendah dan tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap diantara atom-atom karbonnya, akan menurunkan titik lebur, seperti pada minyak yang berbentuk cair. Ketaren (1986) menyatakan molekul lemak disintesis melalui proses kondensasi dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Molekul gliserol dan asam lemak tersebut dibentuk dari hasil oksidasi karbohidrat selama proses metabolisme berlangsung. Proses pembentukan lemak dalam tanaman dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pembentukan gliserol, pembentukan molekul asam lemak, dan kondensasi asam lemak dengan gliserol membentuk lemak (Winarno, 1995). Pada sintesis gliserol, fruktosa difosfat diuraikan oleh suatu enzim menjadi dihidroksi aseton kemudian direduksi menjadi α-gliserofosfat. Gugus fosfat dihilangkan melalui proses fosforilasi sehingga akan terbentuk molekul gliserol. Proses pengolahan minyak dan lemak yang dilakukan tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki. Ekstraksi adalah cara untuk mendapatkan minyak atau lemak (Ketaren, 1986), sedangkan menurut Winarno (1995) lemak dan minyak dapat diekstraksi dari jaringan hewan atau tanaman dengan tiga cara yaitu, rendering, pengepresan (pressing), atau ekstraksi dengan menggunakan pelarut. Fungsi utama lemak dalam tubuh adalah sebagai sumber energi. Lemak yang dioksidasi dengan sempurna dalam tubuh menghasilkan energi sebesar 9.3 kkalori/1 gram, sedangkan protein dan karbohidrat masing-masing menghasilkan 4.1 dan 4.2 kkalori/gram (Ketaren,1986). Lemak yang dikonsumsi juga berfungsi sebagai sumber asam-asam lemak esensial (linoleat, linolenat, arakhidonat) dan sebagai pelarut atau sumber vitamin A, D, E, K. Lemak merupakan sumber energi tersimpan yang utama sebab dapat dimetabolisme dengan cepat oleh banyak sekali jaringan. Konsumsi lemak
83
tidak bertujuan untuk menggantikan lemak tubuh karena karbohidrat dan protein dapat dengan mudah diubah menjadi lemak. Secara kuantitatif lemak berguna sebagai pensuplai energi tetapi untuk tujuan ini tidak selalu lemak yang digunakan. Energi dapat diperoleh dari materi yang lain sehingga dalam hal ini tidak bersifat esensial (Muchtadi, 1989). Perubahan-perubahan kimia atau penguraian lemak dan minyak dapat mempengaruhi bau dan rasa makanan, baik yang menguntungkan maupun yang tidak. Pada umumnya penguraian lemak dan minyak menghasilkan zatzat yang tidak dapat dimakan. Kerusakan lemak dan minyak dapat menurunkan nilai gizi serta dapat menyebabkan penyimpangan rasa dan bau pada lemak yang bersangkutan (Winarno, 1995). Kerusakan minyak dapat terjadi akibat reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi pada minyak dapat dilihat pada Gambar 2. 1. Reaksi inisiasi R· (radikal bebas)
RH (asam lemak bebas) 2. Reaksi propagasi R· + O2 ROO· + RH
ROO· ROOH + R·
Gambar 2. Tahapan inisiasi dan propagasi pada reaksi oksidasi minyak Dekomposisi peroksida juga terjadi pada minyak yang telah mengalami proses pemanasan. Proses ini terjadi melalui beberapa tahapan seperti pada Gambar 2, tahap pertama, yaitu terputusnya ikatan oksigenoksigen pada gugus peroksida yang akan menghasilkan senyawa alkoksi radikal dan hidroksi radikal seperti Gambar 3, dibawah ini. R1-CH-R2 O OH (peroksida)
R1-CH-R2
+ ·OH
O (alkoksi radikal) (hidroksi radikal)
Gambar 3. Tahapan pertama reaksi dekomposisi peroksida
84
Minyak yang diekstrak dengan menggunakan air dan suhu tinggi dapat menyebabkan proses hidrolisis. Hidrolisis minyak terjadi dengan adanya katalis enzim pada ikatan ester trigliserida sehingga menghasilkan asam lemak bebas seperti yang terdapat pada Gambar 4. Enzim Trigliserida + H2O
Digliserida + Monogliserida+ ALB + Gliserol Panas
Gambar 4. Reaksi hidrolisis trigliserida oleh air Asam lemak dapat terbentuk dari senyawa-senyawa yang mengandung karbon asam asetat, asetaldehid, dan etanol yang merupakan hasil respirasi tanaman. Sintesis asam lemak dilakukan dengan kondisi anaerob dengan bantuan sejenis bakteri. Selanjutnya terjadi esterifikasi gliserol dengan asam lemak yang dikatalis oleh enzim lipase membentuk molekul lemak (Winarno, 1995). Asam karbosilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu asam lemak atau minyak yang disebut asam lemak, umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Hampir semua asam lemak yang terdapat di alam mempunyai jumlah atom karbon yang genap karena asam ini dibiosintesis dari gugus asetil berkarbon dua dalam asetil-koenzim A. Winarno (1995) menyatakan bahwa asam-asam lemak yang terdapat di alam dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu asam lemak tak jenuh dan asam lemak jenuh. Asam-asam lemak tidak jenuh berbeda dengan asam lemak jenuh dalam hal jumlah dan posisi ikatan rangkap secara keseluruhan. Menurut Fessenden (1992), rantai karbon dalam suatu asam lemak dapat bersifat jenuh atau dapat pula mengandung ikatan-ikatan rangkap. Asam lemak yang tersebar paling merata di alam yaitu oleat, mengandung satu ikatan rangkap. Asam oleat merupakan asam lemak tak jenuh yang banyak terdapat dalam trigliserida dan memiliki satu ikatan rangkap. Bila asam lemak mengandung dua atau lebih ikatan rangkap seperti asam linoleat dan asam linolenat, asam lemak tersebut termasuk ke dalam asam lemak tak jenuh tinggi
85
(polyunsaturated). Oleh karena itu minyak tak jenuh tinggi (polyunsarurated fat) adalah minyak yang mengandung asam lemak tak jenuh tinggi dalam jumlah yang banyak. Sebagai contoh adalah minyak jagung, munyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari (Winarno, 1995). Asam-asam lemak mempunyai jumlah atom genap dari C2 sampai C30 dan dalam bentuk bebas atau ester denga gliserol. Asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan dalam bahan pangan adalah asam palmitat, yaitu sebesar 15-50% dari seluruh asam lemak yang ada (Winarno, 1995). Tubuh manusia dapat memproduksi sebagian asam lemak yang diperlukan tubuh. Sebagian asam lemak tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus didapat dari makanan yang dikonsumsi. Asam lemak yang tidak dapat diprodusi disebut asam lemak esensial, yaitu asam linoleat, dan asam linolenat (Gurr, 1984). Lebih lanjut Gurr (1984) menyatakan bahwa tanpa asam linoleat, manusia tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Asam arakhidonat terbentuk dari proses elongasi dan denaturasi asam linoleat yang terjadi dalam jaringan tubuh. Oleh karena itu, asam arakhidonat dapat dikatakan tidak esensial selama asam linoleat yang diperoleh dari asupan makanan tersedia dalam jumlah yang mencukupi. Penggolongan asam lemak lebih jauh dapat dilakukan dengan esterifikasi yang menghasilkan ester metil atau ester etil, kemudian diikuti dengan fraksinasi. Fraksinasi dilakukan dengan cara kromatografi gas, kromatografi lapis tipis atau menggunakan spektrofotometer dengan sinar infra merah (Winarno, 1995).
C. KOLESTEROL DARAH Kolesterol merupakan salah satu golongan lipida yang tidak mengandung asam lemak sehingga bersifat tidak dapat disaponifikasi. Golongan lipid ini dinyatakan sebagai 3-hidroksi-5, 6-kolesterol yang memiliki gugus hidroksil pada atom karbon 3, ikatan rangkap pada atom C5C6 serta percabangan pada karbon 10, 13, dan 17. Kolesterol dapat ditemukan
86
dalam lemak hewan dan merupakan produk khas metabolisme hewan tetapi tidak terdapat dalam lemak tumbuhan. Dalam darah, kolesterol terbagi menjadi dua bentuk, yakni bentuk bebas dan bentuk ester dengan asam lemak. Menurut Soegih (1995), kolesterol diangkut ke dalam darah oleh suatu jenis asam lemak yang dikenal dengan lipoprotein. Hal ini disebabkan oleh sifat kolesterol yang tidak larut dalam sistem larutan sehingga dalam pengangkutannya memerlukan suatu protein transpor yakni lipoprotein plasma. Lipoprotein plasma terdiri dari lipid polar dan nonpolar yang membentuk suatu ikatan kompleks. Trigliserida dan ester kolesterol termasuk lipida nonpolar sedangkan kolesterol termasuk lipida polar (Lehninger, 1992). Secara umum lipoprotein memiliki peran yang sama yaitu mengangkut lemak dari suatu jaringan ke jaringan lainnya untuk menyediakan lemak yang dibutuhkan oleh sel-sel yang berbeda. Lipoprotein plasma digolongkan berdasarkan densitasnya yang juga merupakan gambaran kandungan lipida dari molekul tersebut menjadi beberapa tipe dengan komposisi kimia, sifat fisik, dan fungsi metabolik yang berlainan. Perbedaan antar lipoprotein disebabkan rasio protein/lemak dan proporsi lemak (trigliserida, kolesterol dan fosfolipid) yang berbeda. Jenis lipoprotein plasma dengan komponen dan karakteristik masing-masing dapat dilihat pada Tabel 1. Kilomikron merupakan inti lipoprotein yang memiliki kandungan lemak lebih banyak namun kandungan proteinnya sedikit. Fungsi dari kilomikron adalah membawa trigliserida dari usus halus menuju jaringan lemak dan otot. Trigliserida dihidrolisis menjadi asam lemak –asam lemak lalu disimpan dalam jaringan sebagai cadangan energi. Remnants, atau sisa kilomikron, selanjutnya akan diangkut ke hati untuk didegradasi lebih lanjut. Very Low Density Lipoprotein (VLDL) berperan dalam mengangkut trigliserida yang berasal dari sintesis endogenik dari asam lemak bebas serta hasil katabolisme karbohidrat dalam hati untuk disimpan dalam jaringan adiposa. Lebih lanjut remnant VLDL yang dikenal dengan IDL (Intermediate Density Lipoprotein) mengalami proses katabolisme parsial dalam hati dan sisanya dikembalikan ke dalam plasma dalam bentuk LDL.
87
Tabel 1. Komposisi dan karakteristik lipoprotein plasma Kilomikron
VLDL
LDL
HDL
Protein (%)
2
7
20
50
Trigliserida (%)
83
50
10
8
Kolesterol (%)
8
22
48
20
Fosfolipid (%)
7
20
22
22
Massa partikel (106 D)
0,4 – 3,0
10 – 100
2 – 3,5
0,175 – 0,36
Densitas (g/ml)
<0,95
0,95 – 1,006
1,019 – 1,063
1,063 – 1, 210
Diameter (mm)
70
30 – 90
18 – 22
5 – 12
Tempat sintesis
Usus
Usus, hati
Jaringan, hati
Usus, hati
Fungsi utama
Mengangkut lemak dari diet
Mengangkut lemak endogen
Mengangkut kolesterol ke jaringan
Mengangkut kolesterol balik ke hati
Sumber : The British Nutrition Foundation (1992) Low Density Lipoprotein (LDL) atau yang lebih dikenal sebagai kolesterol jahat, merupakan pembawa utama kolesterol dalam tubuh manusia. LDL mengangkut kolesterol dari hati menuju sel – sel perifer untuk sintesis membran sel sekaligus sebagai prazat sintesis hormon steroid. Apabila kolesterol dari LDL tidak mencukupi, maka enzim Hmg KoA reduktase akan aktif mensintesis kolesterol intraseluler sehingga kebutuhan kolesterol terpenuhi (Wijaya, 1993). Sebaliknya, konsumsi kolesterol yang tinggi akan meningkatkan kadar LDL, dimana kelebihan LDL dapat menyebabkan terbentuknya deposit tebal dari kolesterol dan senyawa ester turunannya pada permukaan dalam dari pembuluh darah hingga berakibat terhambatnya aliran darah (Heslet, 1997). HDL (High Density Lipoprotein) adalah partikel terkecil dari lipoprotein yang dibuat dalam hati. Fungsi dari HDL antara lain mengangkut kelebihan kolesterol yang tidak dapat diambil lagi oleh kolesterol reseptor untuk dibawa kembali ke hati , lalu dibuang melalui kantung empedu untuk diekskresikan. Tingginya kadar HDL menunjukkan tingginya pula kolesterol
88
yang dieliminasi dan memasuki jalur ekskresi. Berbeda dengan LDL, HDL dikenal sebagai kolesterol yang bersifat baik bagi tubuh. Kadar kolesterol dalam darah dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya up-take kolesterol dari lipoprotein oleh reseptor, up-take kolesterol bebas dari lipoprotein oleh sel membran, peningkatan pembentukan kolesterol serta hidrolisis ester kolesterol oleh kolesterol ester hidrolase. Menurut Yani (1990), faktor lain seperti genetik, jenis kelamin, umur, diet, berat badan, aktivitas tubuh, stress dan faktor patologis juga turut mempengaruhi tinggi rendahnya kandungan kolesterol dalam tubuh.
D. UJI BIOLOGIS PROTEIN (NPR, NPU, DAN BV) Uji biologis merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Cara biologis dilakukan dengan melibatkan penggunaan hewan percobaan (tikus), dan kadang-kadang juga menggunakan manusia (Winarno, 1995). Evaluasi kualitas protein dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain dengan penghitungan PER (Protein Efficiency Ratio), NPR (Net Protein Ratio), NPU (Net Protein Utilization), dan BV (Biological Value). PER merupakan pengukuran yang biasanya melibatkan penggunaan tikus jantan yang berumur 20-23 hari. Masa percobaan berlangsung selama 28 hari, dengan pengukuran berat badan dan makanan yang dikonsumsi perharinya. Kecepatan pertumbuhan tikus percobaan tersebut dipakai sebagai ukuran pengujian mutu protein yang dikonsumsi. NPR diciptakan untuk memecahkan masalah-masalah teoritis yang ada dalam metode PER. Perbedaan kedua metode tersebut terletak pada penambahan grup non-protein pada NPR, serta masa perlakuan yang hanya 10 hari. Dengan penambahan grup non-protein, dapat diperkirakan jumlah protein yang juga digunakan untuk pemeliharaan jaringan, selain hanya untuk pertumbuhan yang selama ini diacu metode PER. Net Protein Utilization (NPU) dinyatakan dalam satuan persen nitrogen yang dikonsumsi oleh tikus percobaan. Metode ini didasarkan pada keseimbangan nitrogen, yaitu keseimbangan antara nitrogen yang masuk ke
89
dalam badan dan nitrogen yang keluar dari badan (Winarno, 1995). Nitrogen dapat hilang melalui feses, urin, kulit, dan rambut. Oleh karena itu, pada metode NPU dilakukan pengukuran terhadap kadar protein pada feses dan urin hewan percobaan. Menurut Winarno (1995), BV atau yang dikenal dengan nilai biologis merupakan harga atau jumlah fraksi nitrogen yang masuk ke dalam tubuh yang kemudian dapat ditahan oleh tubuh dan dimanfaatkan dalam proses pertumbuhan, atau untuk menjaga supaya tubuh tetap dalam keadaan normal. Makanan dengan niai biologis 70 % atau lebih dipercaya mampu memberi pengaruh terhadap pertumbuhan bila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup disertai konsumsi energi yang memadai.
E. HATI Hati merupakan organ dalam tubuh yang terlibat dalam metabolisme zat makanan serta sebagian besar obat dan toksikan (Lu, 1995). Metabolisme yang terjadi di dalam organ ini sangat kompleks, dimana di dalamnya terjadi proses sirkulasi yang berlainan dari organ tubuh lain. Darah yang mengalir di dalam hati dua pertiganya merupakan darah balik, dan sepertiga lainnya darah nadi. Darah yang berasal dari daerah portal, yakni bagian lambung, usus, limfa, pankreas, omentum, dan mesentrum melewati hati tanpa pengaruh tekanan besar. Bagian kiri hati menerima darah portal dari kolon dan limfa, sedangkan kanan hati memperoleh darah dari usus halus. Menurut Frankel (1985), fungsi hati yang utama adalah membersihkan darah sebelum zat-zat toksik mencapai organ-organ tubuh yang peka, misalnya otak. Fungsi ini disebut dengan detoksifikasi. Sebagian zat-zat toksik yang masuk ke dalam hati diubah menjadi yang tidak toksik, terutama zat-zat dengan molekul besar yang difagositasi oleh sel Kupffer. Bahan toksikan yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami proses biotransformasi dalam upaya mendetoksifikasi bahan tersebut. Proses ini akan mengubah sifat toksikan yang semula larut lemak menjadi bahan yang mudah larut air sehingga mudah dikeluarkan oleh tubuh.
90
Proses biotransformasi terjadi di reticulum endoplasmic yang melibatkan enzim sitokrom P450 dan sitosol. Menurut Pribadi (2006), selama proses biotransformasi, toksikan akan mengalami dua fase detoksifikasi. Pada fase I yang terjadi di reticulum endoplasmic, toksikan mengalami pemaparan atau penambahan kelompok-kelompok fungsional oleh dua sistem enzim, yakni sistem enzim pada sitokrom P450 dan flavin monooxygenase. Toksikan akan mengalami proses oksidasi, reduksi, dan hidrolisis di fase I. Metabolit yang dihasilkan dapat langsung diekskresikan atau masuk ke sistem yang berlaku di fase II. Fase ini terjadi di sitosol dan enzim-enzim yang terlibat pada fase ini akan mengkonjugasi toksikan. Metabolit yang dihasilkan dari fase II akan langsung diekskresikan (Sipes dan Gandolfi, 1986). Gangguan yang sering terjadi pada hati adalah degenerasi, nekrosa, perlemakan, dan gangguan sirkulasi. Degenerasi dapat terjadi pada sitoplasma dan inti sel, yang disertai dengan kelainan inti sekunder, atropi, dan nekrosis sel, sehingga sel- sel menjadi hilang. Nekrosa adalah kelainan tingkat lanjut degenerasi, yang disebabkan oleh rusaknya susunan enzim dari sel. Nekrosis diawali dengan perubahan inti sel, yakni hilangnya gambaran kromatin, inti sel menjadi keriput, warna gelap kehitaman, robek, dan inti sel hati tidak lagi mengambil banyak warna sehingga menjadi pucat. Perlemakan atau degenerasi lemak merupakan pengumpulan lemak di dalam sel parenkim akibat gangguan metabolisme sel. Lu (1995) menyatakan bahwa hati dapat dikategorikan mengalami peremakan bila mengandung berat lipid lebih dari 5 %.
F. MALONALDEHID Malonaldehida merupakan produk hasil peroksidasi lipid di dalam tubuh yang juga dikenal sebagai indeks ketengikan oksidatif dalam makanan. Malonaldehida dapat diidentifikasi sebagai produk hasil dekomposisi dari asam amino, kompleks karbohidrat, pentosa dan heksosa. Selain itu, senyawa ini juga merupakan produk yang dihasilkan radikal bebas melalui radiasi ionisasi dalam tubuh serta produk sampingan dari biosintesis prostaglandin.
91
Malonaldehida dalam material biologi terdapat dalam bentuk bebas dan sebagai kompleks dengan unsur pokok berbagai jaringan. Menurut Bird dan Draper (1984), sumber utama dari malonaldehida adalah peroksidasi asam lemak tiga atau banyak ikatan ganda khususnya asam arakhidonik. Mekanisme reaksi ini diawali dengan penyerangan membran fosfolipid pada rantai asam lemak tidak jenuh jamak oleh suatu radikal hidroksil, dilanjutkan dengan terbentuknya carbon centered radical (-C-) di membran fosfolipid. Carbon centered radical akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal bebas baru yang disebut radikal bebas peroksil. Radikal peroksil ini cukup reaktif untuk menyerang asam lemak di sekitarnya dan membentuk lipid hidroperoksida dan carbon centered radical baru. Pembentukan carbon centered radical baru tersebut menyebabkan reaksi terus berlanjut. Satu radikal hidroksil dapat merusak ratusan rantai asam lemak tidak jenuh jamak, misalnya arakhidonik yang dapat menghasilkan reaksi peroksidasi lipid. Penimbunan hidroperoksida lipid pada membran akan menyebabkan gangguan pada fungsi sel sehingga sel menjadi runtuh. Hingga pada akhirnya, hidroperoksida lipid yang merupakan produk antara berubah menjadi sejumlah produk toksik lainnya seperti aldehid, malonaldehid, dan hidroksi nonenal.
G. ENZIM SGPT/SGOT Hati memiliki fungsi antara lain untuk pembentukan empedu, metabolisme
karbohidrat,
metabolisme
lemak,
metabolisme
protein,
detoksifikasi obat dan toksin. Fungsi detoksifikasi bekerja dengan baik pada substansi yang non polar, dan sangat berhubungan erat dengan fungsi ekskresi karena hati mempunyai kemampuan untuk mengekskresikan berbagai macam substansi sederhana (Kelly, 1993). Kegagalan dalam proses detoksifikasi ditandai dengan peningkatan kadar enzim transaminase, yaitu SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) dan SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase). Enzim transaminase berperan dalam mengkatalisis reaksi perpindahan gugus amin dari asam amino ke gugus keton asam α- keton.
92
SGPT terutama ditemukan pada sitoplasma sel hati, sedangkan SGOT tidak hanya terdapat pada sel hati, tapi juga juga pada jaringan lain seperti jantung, pankreas, ginjal, tulang dan otot. Jika sel hati mengalami nekrosa, maka enzim SGPT dan SGOT banyak dilepaskan ke dalam darah (Davidson, 1981). Gangguan fungsi hati menyebabkan kadar SGOT dan SGPT di luar kisaran kadar normal. Untuk mengetahui kadar normal SGPT dan SGOT beberapa hewan laboratorium dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Kadar normal SGPT dan SGOT beberapa hewan laboratorium (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988) Hewan lab Tikus
Kadar normal SGPT (IU/l) 17,5 – 30,2
Kadar normal SGOT (IU/l) 45,7 – 80,8
Mencit
2,1 – 23,8
23,2 – 48,4
Marmut
24,8 – 58,6
26,5 – 67,5
Kelinci
48,5 – 78,9
42,5 – 98,0
Hamster
25 – 190
30 – 190
Kera
35 – 55
20 - 40
H. UJI IN VIVO Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di dalam tubuh. Hewan percobaan yang digunakan pada percobaan secara in vivo harus dari jenis mamalia, karena hasilnya dapat diterapkan pada manusia. Ciri-ciri hewan mamalia adalah hewan yang menyusui anaknya, berambut, berdarah panas, mempunyai empat ruang jantung, dan melahirkan anak. Beberapa hewan mamalia yang biasa digunakan sebagai hewan percobaan misalnya tikus putih, mencit, marmut, kelinci, babi, hamster, monyet, dan anjing. Lima macam basic stock tikus putih (Albino rat) antara lain Long Evans, Osborne, Sherman, Sparague Dawley, dan Wistar. Albino rat sangat baik digunakan sebagai hewan percobaan karena nokturnal (aktif pada malam hari, tidur di siang hari), tidak mempunyai kantung empedu, tidak
93
muntah, dan tidak berhenti tumbuh meskipun setelah 100 hari pertumbuhan berkurang. Hewan yang digunakan harus benar-benar bebas dari mikroba (germfree), bebas dari semua mikroba patogen (pathogen-free), bebas dari mikroba patogen tertentu (specific pathogen-free), dan tidak diperlakukan khusus terhadap mikroorganisme lingkungannya. Selain itu kebutuhan gizi hewan harus dipenuhi antara lain kebutuhan karbohidrat, lemak/minyak, protein, vitamin, mineral, dan air. Pemberian makanan dan minuman dilakukan secara berlebih (ad libitum). Kekurangan nilai gizi dapat menyebabkan tubuh bersisik, pertumbuhan terhambat, dan kematian. Memperlakukan hewan percobaan harus berhati-hati, tikus dipegang dengan tangan (tanpa kaos tangan) dan tidak boleh dipegang bagian ekornya. Hewan percobaan membutuhkan masa adaptasi terhadap lingkungan percobaan selama 4-5 hari.
I. KARAKTERISTIK BIOLOGIS HEWAN PERCOBAAN Hewan percobaan sering disebut juga sebagai hewan laboratorium, yaitu semua jenis hewan dengan persyaratan tertentu untuk dipergunakan sebagai salah satu sarana dalam berbagai kegiatan penelitian biologi dan kedokteran. Hewan percobaan adalah yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk dipakai sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dan skala penelitian dan pengamatan laboratorik. Hewan sebagai model atau sarana percobaan harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain persyaratan genetis atau keturunan dan lingkungan yang memadai dalam pengelolaannya, disamping faktor ekonomi, mudah tidaknya diperoleh, dan mampu memberikan reaksi biologis. Hewan percobaan yang sering digunakan adalah tikus. Spesies tikus pada dasarnya bermacam-macam, namun yang umum digunakan adalah Sparague Dawley. Tikus ini telah diketahui sifat-sifatnya dengan sempurna, yaitu mudah dipelihara, merupakan hewan yang relatif sehat, dan peka terhadap pengaruh kolesterol jika diberikan perlakuan terhadap komponen dietnya (Anonim, 1984).
94
Karakteristik yang diidentifikasi dari tikus ini adalah : 1) noctural, aktif pada malam hari; 2) tidak mempunyai kantong empedu (gali blader); 3) tidak dapat mengeluarkan isi perutnya (muntah); dan 4) tidak pernah berhenti tumbuh, walaupun kecepatannya menurun setelah berumur 100 hari. Zat-zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tikus hampir sama dengan manusia, yaitu : 1) karbohidrat, 2) minyak atau lemak, asam lemak esensial (terutama linoleat dan linolenat); 3) protein; 4) mineral; dan 5) vitamin (Muchtadi, 1989).
95
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku yang digunakan adalah buah merah varietas merah panjang yang diperoleh dari Bapak I Made Budi dalam bentuk fraksi air dan fraksi minyak buah merah. Bahan-bahan kimia yang digunakan terdiri dari Phosphat Buffer Saline (PBS), HCl 0.1 N, etil asetat, BHT, TCA, TBA, buffer fosfat, K2SO4, H2SO4, HgO, asam borat, metil merah, metil biru, NaOH-Na2S2O3, KH2PO4, alkohol, akuades, NaCl fisiologis, kloroform, tikus Sparague Dawley, plasma darah, serum, dan reagen CHOD-PAP. 2. Alat Peralatan yang digunakan terdiri dari beberapa instrumen dan peralatan gelas terkait. Instrumen yang digunakan yaitu penangas air, sentrifus, lemari pendingin, alat vorteks, spektrofotometer UV-vis, dan labu Kjeldahl. Yang termasuk peralatan gelas antara lain gelas piala, erlenmeyer, gelas ukur, pipet, tabung kapiler, termometer, cawan porselin, dan sebagainya. Pada pengujian khasiat buah merah secara in vivo digunakan beberapa peralatan seperti kandang metabolik, kandang non-metabolik, ram kawat, dan sonde.
B. METODE PENELITIAN Sebelum dilakukan pengujian khasiat buah merah terhadap tikus percobaan, terlebih dahulu dilakukan ekstraksi dan analisis fisiko-kimia terhadap dua jenis fraksi buah merah. 1. Ekstraksi Buah Merah Buah merah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk fraksi air dan fraksi minyak. Proses ekstraksi yang dilakukan untuk mendapatkan kedua jenis fraksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.
96
Buah merah Pembelahan dan pembuangan empulur Daging buah Pemotongan Pencucian dengan air bersih Pengukusan (70-75oC, 30 menit) Pengepresan (1010 psi)
pasta 1
ampas
Pengendapan (sentrifugasi 15 menit,2000 rpm)
minyak
pasta 2 Pengendapan (sentrifugasi 15 menit,3000 rpm)
Penguapan (vacuum 30 menit, 50oC) Penyaringan (filtrasi) Fraksi minyak murni
Fraksi air
endapan
Dianalisis sifat fisiko-kimia dan khasiatnya
Gambar 5. Tahapan proses ekstraksi buah merah metode sentrifugal Buah merah varietas merah panjang matang dibelah menjadi dua, kemudian dikeluarkan bagian empulurnya (bagian kayu di bagian tengah buah). Daging buah dipotong-potong dan dicuci dengan air bersih. Setelah itu, daging buah dikukus (T 70-75oC; t 30 menit). Daging buah yang telah dikukus kemudian dipres dengan tekanan 1010 psi sehingga diperoleh minyak yang masih tercampur air dan pasta (pasta 1). Campuran tersebut disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm (888 x g) selama 15 menit sehingga fase minyak terpisah.
97
Lalu dilakukan proses penghilangan air secara vakum selama 30 menit dari minyak agar komponen aktif ekstrak buah merah tidak banyak mengalami kerusakan sehingga diperoleh fraksi minyak yang akan digunakan dalam penelitian. Fase minyak yang diperoleh kemudian difiltrasi dengan membran steril untuk mengikat pasta granula amilum di dalam minyak. Pasta 2 yang diperoleh dari proses pemisahan dengan minyak, disentrifugasi kembali selama 15 menit (3000 rpm = 1998 x g) sehingga diperoleh fraksi air yang akan dianalisis. 2. Pengujian Khasiat Buah Merah Terhadap Kualitas Pertumbuhan (Kurva Pertumbuhan, NPR, NPU, dan BV) a. Persiapan Hewan Percobaan (Masa Adaptasi dan Perlakuan) Pada penelitian ini tikus yang digunakan adalah strain Sparague Dawley jantan berumur kurang lebih 21 hari. Tikus-tikus tersebut dibagi menjadi 8 grup berdasarkan perlakuan yang diperoleh, yaitu kelompok yang diberi fraksi minyak buah merah 300 mg/kg BB, minyak buah merah 600 mg/kg BB, minyak buah merah 1200 mg/kg BB, air buah merah 300 mg/kg BB, air buah merah 600 mg/kg BB, air buah merah 1200 mg/kg BB, kelompok kontrol, dan kelompok yang diberi ransum nonprotein. Masa perlakuan tikus adalah 10 hari, namun sebelumnya tikustikus tersebut menjalani masa adaptasi selama 8 hari. Pada masa adaptasi tersebut tikus hanya diberi ransum standar sebagai makanannya. Komposisi ransum tikus percobaan berdasarkan AIN (1993) dapat dilihat pada Lampiran 1. Selama percobaan, masing-masing tikus ditempatkan dalam kandang metabolik, yang pada bagian bawahnya berfungsi untuk mengumpulkan urine dan feses hewan percobaan (Gambar 6). Setiap dua hari sekali dilakukan penimbangan untuk mengetahui pertumbuhan berat badan yang terjadi pada tikus. Selama masa perlakuan, sisa ransum tiap ekor tikus dikumpulkan dan ditimbang setiap hari. Untuk menghitung nilai NPU (Net Protein Utilization), urine dan feses juga dikumpulkan setiap hari hingga hari kesepuluh percobaan.
98
Dari Gambar 6 terlihat bahwa pada bagian bawah kandang ditempatkan wadah penampung urine dan feses. Urine ditampung dalam botol yang sebelumnya telah diisi oleh H2SO4 sebanyak 1 ml. Hal ini bertujuan untuk mencegah kehilangan ammonia yang terkandung dalam urine.
Gambar 6. Kandang metabolik Urine dan feses yang telah dikumpulkan selanjutnya disimpan di dalam lemari es bersuhu 4O C. Sampel feses kemudian dikeringkan dalam oven dan ditepungkan terlebih dahulu sebelum dianalisis kandungan nitrogennya menggunakan metode mikro Kjeldahl. b. Kurva Pertumbuhan Kurva pertumbuhan dibuat berdasarkan hasil pengamatan terhadap berat badan tikus selama percobaan. Setiap dua hari sekali tikus ditimbang, dan di akhir percobaan dibuat kurvanya untuk melihat seberapa besar pengaruh perlakuan buah merah terhadap perkembangan berat badan tikus percobaan. Kurva ini juga dibuat untuk membandingkan pertumbuhan antar grup yang diberi perlakuan berbeda-beda. c. Pengukuran NPR (Net Protein Ratio) NPR dihitung untuk tiap-tiap ekor tikus dan nilai rata-ratanya dihitung untuk tiap grup. Penentuan NPR dapat dihitung dengan rumus berikut :
99
NPR = pertambaha n BB testgrup − penurunan BB nonprotein jumlah protein yang dikonsumsi testgrup
d. Pengukuran BV (Biological Value) Nilai biologis dihitung berdasarkan hasil analisis kadar protein dari feses dan urine tikus percobaan. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : NB = I − ( F − Fm) − (U − Ue) x 100 I − ( F − Fm)
e. Pengukuran NPU (Net Protein Utilization) Pengukuran NPU juga didasarkan pada perhitungan kandungan protein yang terdapat pada feses dan urine tikus. NPU dapat diperoleh menggunakan rumus berikut : NPU = I − ( F − Fm) − (U − Ue) x 100 I
Dimana : I
= N intake
F
= N Feses
U
= N Urine
Fm = N Feses metabolik Ue
= N Urine endogenous
3. Pengujian Khasiat Buah Merah Terhadap Fungsi Hati (Lipida Darah, MDA, SGPT/SGOT) a. Persiapan Hewan Percobaan (Masa Adaptasi dan Perlakuan) Tikus yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari strain yang sama dengan penelitian sebelumnya (Sparague Dawley), namun dengan usia 1 bulan dan masa pemeliharaan 60 hari. Kelompok tikus ini digunakan untuk menguji khasiat buah merah terhadap profil lipida darah, peroksidasi lipid darah (dengan pengukuran kadar MDA), dan enzim SGPT/SGOT. Jumlah tikus yang digunakan untuk pengujian ini berjumlah 40 ekor. Tikus-tikus tersebut dibagi ke dalam 7 grup, sesuai dengan perlakuan
100
yang diperolehnya. Ketujuh grup yang dimaksud terdiri dari kelompok yang diberi minyak buah merah 500 mg/kg BB, minyak buah merah 1000 mg/kg BB, minyak buah merah 1500 mg/kg BB, air buah merah 500 mg/kg BB, air buah merah 1000 mg/kg BB, air buah merah 1500 mg/kg BB, dan kelompok kontrol. Tikus-tikus tersebut diberi asupan buah merah dengan cara pencekokan setiap hari.
Gambar 7. Kandang non metabolik Sebelum masa pemeliharaan 60 hari (2 bulan), tikus menjalani adaptasi terlebih dahulu selama 5 hari. Ransum yang diberikan adalah ransum standar dengan takaran 15 gram masing-masing tikusnya. Tiap ekor tikus ditempatkan dalam kandang non metabolik (Gambar 7). Selama masa percobaan, kondisi lingkungan harus senantiasa disesuaikan, baik dari segi suhu maupun sanitasi. Untuk itu kandang harus dibersihkan 2 hari sekali, dan wadah ransum dibersihkan setiap hari. Pemberian makanan dan minuman dilakukan secara ad libitum, yakni berlebih dan tidak dibatasi. Pada akhir masa percobaan, tikus dinekropsi untuk diambil sampel darah
dan
organ
hatinya.
Pembedahan
tikus
dilakukan
dengan
menggunakan metode pemingsanan, yakni tikus dianastesi terlebih dahulu dengan menggunakan kloroform. Setelah itu dilakukan penyayatan dari bagian bawah abdomen hingga pangkal leher. Darah diambil secara hatihati dengan menggunakan syringe dari organ jantung. Darah yang telah diambil kemudian disentrifuse untuk dipisahkan bagian serumnya. Serum darah yang diperoleh dapat langsung dianalisis atau disimpan terlebih dahulu dalam refrigerator 2-80C selama 3 hari. Dalam
101
hal ini peneliti menyimpan serum selama satu hari sebelum dianalisis SGOT/SGPT dan lipid darahnya. Hati disimpan dalam freezer suhu -20o C sebelum dianalisis. b. Penentuan Profil Lipid Darah Profil lipid darah mencakup kadar kolesterol, rasio LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein), dan trigliserida. Pengukuran profil lipida darah dilakukan oleh Laboratorium Prodia, Bogor. Berikut merupakan prinsip dari analisis lipida darah. 1). Analisis total kolesterol metode CHOD-PAP Prinsip pengujian Prinsip analisis total kolesterol dilakukan secara hidrolisis enzimatis
dan
oksidasi,
dengan
indikator
kolorimetrinya
adalah
quinonenimine. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : l esterase Cholesterol esters + H2O ⎯cholestero ⎯⎯⎯ ⎯⎯→ Cholesterol+ RCOOH
Cholesterol + O2
cholesterol oxidase ⎯⎯ ⎯ ⎯ ⎯⎯→ Cholesterol + H2O2
peroksidase 2 H2O2 + Phenol + 4-aminoantipyrine ⎯⎯ ⎯⎯→ red quinine + 4H2O
Reagen Reagen yang digunakan terdiri dari larutan buffer pH 6.7, phenol 5 mmol/l, 4-aminoantipyrine 0.3 mmol/l, dan beberapa enzim seperti cholesterol oxidase 50 U/L, peroksidase (3 kU/L), dan cholesterol esterase 200 U/L. Standar kolesterol yang digunakan sebesar 200 mg/dl. Prosedur pengujian Sebanyak 0,01 ml sampel serum darah dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 1 ml reagen. Untuk standar juga digunakan 1.00 ml larutan reagen. Larutan campuran divorteks, dan diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C. Absorbansi larutan dibaca pada λ 500 nm. Perhitungan dilakukan melalui rumus di bawah ini : Konsentrasi (mg/dl) = 200 mg/dl x [A sampel / A standar]
102
2). Analisis trigliserida metode GPO-PAP Prinsip pengujian Melalui bantuan enzim lipase, trigliserida yang direaksikan dengan air diubah menjadi gliserol. Gliserol yang terbentuk bereaksi dengan ATP dan ADP menghasikan gliserol-3-phosphate, yang kemudian diubah menjadi dihidroksiaseton dan senyawa peroksida. Pada akhir reaksi, peroksida tersebut akan bereaksi dengan 4 klorofenol dan aminophenazone hingga menghasilkan chinonimine yang ditandai dengan terbentuknya warna pink. Persamaan reaksi tersebut dapat dilihat sebagai berikut : Trigliserida + 3H2O
⎯lipase ⎯⎯→ glycerol + 3RCOOH
Glycerol + ATP +ADP
⎯GK ⎯→
glycerol-3-phosphate
GPO Glycerol-3-phosphate + O2 phosphate ⎯⎯ ⎯→ dihydroxyacetone + H2O2 peroksidase 2H2O2+ 4chlorophenol + aminoantipyrine ⎯⎯ ⎯⎯→ Chinonimine (pink) + H2O
Reagen Reagen yang digunakan terdiri dari larutan glycerol phosphate oxidase (GPO) 0.5 kU/L, buffer pH 7.2, 4 chlorophenol 4 mmol/L, ATP 2 mmol/L, Mg2+ 15 mmol/L, enzim glycerol kinase (GK) 0.4 kU/L, peroksidase 2 kU/L, lipoprotein lipase 2 kU/L, dan 4-aminoantipyrine 0.5 mmol/L. Standar yang digunakan sebanyak 200 mg/dl. Prosedur pengujian Sebanyak 0,01 ml sampel serum darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan dengan 1.00 ml larutan reagen, lalu divorteks. Untuk standar juga digunakan 1.00 ml reagen. Larutan diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C. Absorbansi sampel dibaca terhadap blanko reagen pada λ 500 nm. Perhitungan dilakukan melalui rumus di bawah ini : Konsentrasi (mg/dl) = 200 mg/dl x [A sampel / A standar]
103
3). Analisis kadar HDL metode CHOD-PAP Prinsip pengujian Prinsip penentuan HDL yaitu mengendapkan kilomikron, VLDL, dan LDL dengan menambahkan asam fosfotungstat dan ion magnesium. Proses sentrifugasi akan menghasilkan hanya LDL dalam supernatan yang kemudian ditentukan secara enzimatis. Reagen Fosfotungstic acid 1.4 mmol/L, magnesium chloride 8.6 mmol/L, dan standar kolesterol sebesar 200 mg/dl. Prosedur pengujian Sebanyak 100 μl sampel serum darah dimasukkan ke dalam tabung dan ditambahkan 1 ml pereaksi kolesterol lalu divorteks. Larutan diinkubasi selama 5 menit (37o C). Absorbansi larutan dibaca pada λ 500 nm. Perhitungan dilakukan melalui rumus di bawah ini : Konsentrasi (mg/dl) = 200 mg/dl x [A sampel / A standar] 4). Penentuan kadar LDL (Friedwald et al., 1972) Penentuan kadar kolesterol LDL dilakukan secara perhitungan dengan menggunakan hasil analisis kolesterol total, trigliserida, dan HDL yang telah diperoleh sebelumnya. Adapun perhitungannya menggunakan rumus sebagai berikut: Kolesterol LDL (mg/dl) = kolesterol total – (TG/5+ HDL) c. Pengujian Profil Peroksidasi Lipid / MDA (Conti et al. yang dimodifikasi, 1991) Pengukuran kadar malonaldehida (MDA) dilakukan dengan menggunakan metode TBA (Thio Barbituric Acid) yang didasarkan pada reaksi antara komplek MDA dengan TBA dalam suasana asam hingga membentuk komplek MDA-TBA berwarna merah jambu (Conti et al., 1991). Absorbansi larutan diukur secara spektrofotometri dengan panjang gelombang 532 nm. Diagram alir prosedur analisis malonaldehid (MDA) dapat dilihat pada Lampiran 3.
104
d. Analisis Enzim SGPT Berdasarkan IFCC (International Federation of Clinical Chemistry) Prinsip pengujian Prinsip dari analisis enzim SGPT adalah pembentukan piruvat dari reaksi antara L-alanin dengan 2 oksoglutarat yang dikatalisis oleh enzim GPT (Glutamat Piruvat Transaminase). Piruvat yang terbentuk selanjutnya bereaksi dengan NADH dan atom hidrogen membentuk senyawa akhir berupa L-laktat dan NAD+. Berikut merupakan persamaan reaksinya : L − alanin + 2 oksoglutar at ⎯GPT ⎯ ⎯→ L − glutamat + piruvat piruvat + NADH + H + ⎯LDH ⎯ ⎯→ L − laktat + NAD +
Prosedur pengujian Sampel darah disentrifugasi 3000 RPM selama 15 menit, kemudian diambil serumnya sebanyak 15 µl. Serum lalu diukur pada panjang gelombang 340 nm dengan menggunakan spektrofotometer.
e. Analisis Enzim SGOT Berdasarkan IFCC (International Federation of Clinical Chemistry) Prinsip pengujian Prinsip analisis enzim SGOT secara umum mirip dengan analisa enzim SGPT. Hanya saja, di dalam pengujian ini senyawa yang direaksikan bukanlah L-alanin, melainkan L-aspartat. Reaksi dikatalisis enzim GOT (Glutamat Oksaloasetat Transaminase) menghasilkan senyawa oksaloasetat. Oksaloasetat yang bereaksi dengan NADH dan H+ akan menghasilkan produk akhir berupa L-malat dan NAD+. Persamaan reaksinya dapat dilihat di bawah ini: L − aspartat + 2 oksoglutar at ⎯GOT ⎯ ⎯→ L − glutamat + oksaloaset at oksaloaset at + NADH + H + ⎯LDH ⎯ ⎯→ L − malat + NAD +
Prosedur pengujian Sampel darah disentrifugasi 3000 RPM selama 15 menit, kemudian diambil serumnya sebanyak 15 µl. Serum lalu diukur pada panjang gelombang 340 nm dengan menggunakan spektrofotometer.
105
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. RENDEMEN HASIL EKSTRAKSI BUAH MERAH Menurut Swern (1982), ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk memperoleh fraksi minyak dan fraksi air buah merah (Gambar 8) adalah metode sentrifugal yang dikembangkan oleh Bapak I Made Budi.
(a)
(b)
Gambar 8. Sampel ekstrak minyak (a) dan air (b) buah merah Melalui metode ekstraksi sentrifugal, diperoleh rendemen fraksi minyak sebesar 15 % dari buah merah segar, dan rendemen fraksi air sebesar 1,6 liter atau sekitar 53 % dari pasta sisa (Tabel 3). Rendemen merupakan salah satu parameter untuk mengetahui seberapa besar produk yang dihasilkan dari proses produksi, yang dinyatakan dengan perbandingan antara jumlah produk yang dihasilkan dengan jumlah bahan yang digunakan. Tabel 3. Rendemen ekstrak buah merah Fraksi Minyak Air a : dihitung dari pasta sisa b Sumber Susanti (2006)
Rendemen (%) Metode sentrifugal Metode modifikasi 2b 15 18 53a -
Hasil rendemen yang diperoleh melalui metode sentrifugal ternyata lebih rendah bila dibandingkan dengan metode modifikasi 2 (Gambar 9) yang
106
sebelumnya telah dilakukan oleh Susanti (2006). Hal ini disebabkan adanya perbedaan metode dalam proses ekstraksi buah merah. Perbedaan kedua metode tersebut terletak pada tiga parameter proses, yaitu suhu, waktu dan tekanan. Buah merah segar
Pembelahan dan pembuangan empulur
Penimbangan (1 kg daging buah)
Pengukusan (100oC, 15 menit)
Penambahan air (2 L, 80 oC)
Pemisahan biji dan daging buah
pasta
biji
Pengepresan (P 4000 – 4500 psi)
Pengendapan (sentrifugasi 3000 rpm, 10 menit) ampas Minyak kasar
Penguapan (vacuum 50 oC, 15
Minyak (ekstrak buah merah)
Gambar 9. Ekstraksi buah merah metode modifikasi 2 (Susanti, 2006)
107
Pada metode modifikasi 2, dilakukan pengukusan selama 15 menit dengan suhu 100oC, sedangkan di dalam metode sentrifugal suhu yang digunakan lebih rendah, yaitu sebesar 75oC selama 30 menit. Pemanasan yang semakin tinggi mengakibatkan terjadinya proses koagulasi protein pada dinding sel sehingga menyebabkan minyak mudah keluar dan rendemen yang dihasilkan pun semakin meningkat (Swern, 1979). Harris dan Karmas (1989) juga menyebutkan bahwa pengukusan yang lama dengan suhu yang rendah tidak mempunyai keuntungan yang nyata dalam hal rendemen dibandingkan pengukusan sebentar pada suhu tinggi. Walaupun demikian, penggunaan suhu tinggi juga patut dicermati karena dapat menghasilkan retensi zat gizi yang lebih besar. Selain suhu dan waktu, perbedaan nilai rendemen minyak juga dipengaruhi oleh besarnya tekanan pengepresan. Rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi seiring dengan semakin besar tekanan pengepresan hingga mencapai tekanan optimum. Penambahan air pada metode modifikasi 2 juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan nilai rendemen menjadi lebih tinggi. Hal ini disebabkan penggumpalan protein menjadi lebih cepat akibat penambahan air panas, sehingga membantu dalam proses ekstraksi minyak dari bahan.
B. PENGARUH BUAH PERTUMBUHAN
MERAH
TERHADAP
KUALITAS
1. Peningkatan Berat Badan Tikus Percobaan Sebelum memasuki tahap perlakuan, tikus terlebih dahulu menjalani masa adaptasi selama 8 hari. Pada masa adaptasi ini, tikus diberi ransum standar secara ad libitum. Komposisi ransum mengacu pada standar yang digunakan oleh AIN (1993), dan dapat dilihat pada Lampiran 1. Menurut Muchtadi (1989), kebutuhan zat gizi tikus hampir sama dengan manusia, yaitu: 1). Karbohidrat yang terdiri dari pati, gula, dan selulosa; 2). Minyak atau lemak sebagai sumber asam lemak esensial; 3). Protein, untuk mencukupi kebutuhan asam amino esensial; 4). Mineral atau elemen anorganik, terdiri dari makroelemen seperti Ca, P, Mg, K, Na, Cl, dan S, serta mikroelemen
108
yakni Fe, Cu, Co, Mn, Se, I, Zn, dan Mo; dan 5). Vitamin, yaitu vitamin larut air dan vitamin larut lemak. Selama masa percobaan, tikus mengalami pertambahan berat badan yang berbeda-beda. Pertumbuhan berat badan tikus selama masa percobaan dapat dilihat pada Gambar 10. Dari tujuh kelompok yang ada, yakni kelompok non protein, kelompok kontrol, dan lima kelompok perlakuan, dapat terlihat bahwa peningkatan cenderung seragam terjadi pada kelompok perlakuan. Baik kelompok tikus yang diberi perlakuan minyak buah merah maupun air buah merah, tampak mengalami pertumbuhan yang tidak terlalu berbeda satu sama lain. Pertumbuhan tikus dipengaruhi oleh asupan zat gizi yang diterima selama percobaan. Zat makanan seperti karbohidrat, protein, dan lemak di dalam tubuh akan dioksidasi menjadi energi. Semakin banyak energi yang dihasilkan, maka semakin banyak pula energi yang tidak terpakai. Energi yang tidak terpakai akan disimpan dalam tubuh berupa timbunan lemak sebagai cadangan energi. Hal ini yang menyebabkan pertumbuhan relatif konstan terjadi pada tikus percobaan.
120
Berat badan (g)
100 80 60 40 20 0 300
600 Fraksi minyak
1200
300
600 Fraksi air
1200
kontrol
non protein
Kelompok perlakuan buah merah (mg/kg BB) Hari ke 1
Hari ke 3
Hari ke 5
Hari ke 7
Hari ke 9
Gambar 10. Pertumbuhan berat badan tikus percobaan
109
Pada kelompok nonprotein tikus terlihat mengalami penurunan yang cukup nyata. Hal ini wajar terjadi mengingat peran protein yang sangat besar terhadap pertumbuhan. Menurut Muchtadi (1989), kegunaan utama protein bagi tubuh adalah sebagai zat pembangun tubuh, zat pengatur dalam tubuh, mengganti bagian tubuh yang rusak, serta mempertahankan tubuh dari serangan mikroba penyebab penyakit. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa kelompok tikus yang tidak diberi protein mengalami aktivitas bergerak yang sedikit dibandingkan kelompok lain. Hal ini dikarenakan tikus tidak memiliki energi yang cukup untuk bergerak, seperti yang dinyatakan oleh Du Higginbotham dan White (2000) bahwa penurunan konsumsi protein (kasein) dari 10% menjadi 2% dalam diet tikus akan menurunkan berat badan, air tubuh, berat karkas, dan energi tubuh. Hal ini diduga terjadi akibat terganggunya neurotransmitter dan transport elektron, hingga akhirnya
Pertambahan BB (g)
menurunkan kelincahan dan nafsu makan tikus.
14 12 10 8 6 4 2 0 -2 -4 -6
1
3
5
7
9
Hari perlakuan fraksi minyak 300 mg/kg BB
fraksi minyak 600 mg/kg BB
fraksi minyak 1200 mg/kg BB
fraksi air 300 mg/kg BB
fraksi air 600 mg/kg BB
fraksi air 1200 mg/kg BB
kontrol
non protein
Gambar 11. Laju pertambahan berat badan tikus percobaan Laju pertambahan berat badan tikus selama percobaan dapat dilihat pada Gambar 11. Pada gambar tersebut, nilai yang diplot merupakan rata-rata
110
pertambahan berat badan kelompok tikus, bukan nilai berat badan seperti yang tersaji di Gambar 10. Nilai di bawah sumbu x (negatif) menunjukkan kelompok tikus mengalami penurunan nilai berat badan rata-rata. Hal ini terjadi pada kelompok nonprotein, yang nilai pertambahan bobot badannya terus menurun setiap harinya. Melalui kurva pertambahan berat badan ini, secara umum terlihat bahwa pemberian perlakuan ekstrak buah merah menghasilkan nilai pertambahan berat tiap harinya lebih besar dibanding kelompok kontrol. Hal ini dapat dilihat pada plot nilai delta berat badan kelompok kontrol yang berada di bawah kelompok perlakuan. Ekstrak minyak menghasilkan pengaruh yang lebih besar dibanding ekstrak air, dan nilai pertambahan tertinggi terlihat pada kelompok tikus yang diberi perlakuan berupa fraksi minyak sebanyak 600 mg/kg BB. Hal ini berarti perlakuan ekstrak buah merah secara keseluruhan memberikan pengaruh yang positif terhadap kenaikan berat badan tikus percobaan. Pada hari kelima, nampak suatu fenomena dimana pertambahan berat badan tikus cenderung mencapai titik terendah sepanjang perlakuan. Fenomena ini diduga disebabkan adanya masa jenuh pada tikus, sehingga penambahan ekstrak dalam bentuk pencekokan tidak memberi pengaruh yang cukup berarti bagi pertambahan berat badan. Walaupun demikian, akan lebih baik bila dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab terjadinya trend tersebut.
2. Uji Biologis Protein (NPR, BV, dan NPU) Uji biologis tikus percobaan dilakukan untuk menilai kualitas protein dari perlakuan yang diberikan. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai NPR rata-rata seperti disajikan pada Gambar 12. Dari gambar tersebut terlihat bahwa nilai NPR tertinggi diperoleh kelompok tikus dengan perlakuan fraksi minyak buah merah 1200 mg/kg BB, diikuti oleh air 300 mg/kg BB, minyak 600 mg/kg BB, air 600 mg/kg BB, air 1200 mg/kg BB, dan minyak 300 mg/kg BB.
111
3
2,75 2,59
2,5
2,44
2,43
2,36
2,19
NPR
2
1,75
1,5 1 0,5 0 300
600 Fraksi minyak
1200
300
600
1200
kontrol
Fraksi air
Kelompok perlakuan buah merah (mg/kg BB)
Gambar 12. Perbandingan nilai NPR antar kelompok perlakuan Nilai NPR yang cukup tinggi pada kelompok yang diberi dosis fraksi minyak 1200 mg/kg BB mengindikasikan bahwa protein yang terdapat dalam buah merah mampu berperan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan pada tikus secara optimal karena memiliki kualitas protein yang cukup baik. Brody (1999) menjelaskan bahwa kualitas protein adalah kemampuan untuk menyediakan asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh. Bila dibandingkan dengan kelompok kontrol, nampak jelas bahwa pemberian perlakuan terhadap tikus percobaan, baik yang diberi minyak buah merah maupun air buah merah, memiliki efek yang cukup nyata terhadap nilai NPR yang dihasilkan. Berdasarkan analisis proksimat yang diperoleh Selly (2008), kadar protein yang dimiliki ekstrak buah merah relatif kecil, yakni hanya sebesar 0.08 % untuk ekstrak minyak dan 0.46 % untuk ekstrak air. Namun, kandungan protein ekstrak minyak yang lebih sedikit dibanding ekstrak air ternyata mampu menghasilkan nilai NPR yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan kandungan antioksidan yang terdapat di dalam ekstrak minyak buah merah jauh lebih banyak daripada ekstrak air. Antioksidan menurut Fardiaz (1996) merupakan senyawa yang dapat melindungi suatu produk, khususnya produk pangan berlemak dari reaksi oksidasi seperti ketengikan oksidatif. Selain pada
112
produk pangan, oksidasi juga dapat terjadi pada sistem biologi. Lebih lanjut Krinsky (1992) mendefinisikan antioksidan sebagai senyawa yang melindungi sistem biologi melawan efek-efek negatif dari oksidasi yang berlebihan. Penelitian yang dilakukan oleh Halimah (1997) membuktikan bahwa semakin tinggi pemberian ekstrak antioksidan pada tikus percobaan dapat menyebabkan pembentukan protein yang semakin tinggi pula. Kandungan antioksidan dipercaya mampu melindungi protein dan DNA sebagai unit pembentuk protein dari kerusakan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kandungan antioksidan buah merah memiliki korelasi yang positif terhadap nilai NPR, dan mampu memaksimalkan aktivitas protein yang masuk dan bekerja dalam tubuh. Pada dasarnya terdapat dua metode pengukuran kualitas protein, yakni metode pertumbuhan dan keseimbangan nitrogen. Metode pertumbuhan merupakan metode yang paling sederhana, dimana dihitung berdasarkan hubungan kualitatif antara laju pertumbuhan dengan jumlah protein yang dikonsumsi. Contoh metode ini adalah PER (Protein Efficiency Ratio) dan NPR (Net Protein Ratio). Namun dalam penetapan PER, semua protein yang dikonsumsi dianggap hanya digunakan untuk pertumbuhan. Padahal protein yang dikonsumsi tersebut sebagian ada yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh (Muchtadi, 1993). Oleh karena itu, pada penelitian ini metode yang dipilih adalah NPR, yang merupakan penyempurnaan dari PER, dimana dalam metode ini ditambahkan satu kelompok tikus yang diberi ransum nonprotein. Metode kedua yang dapat digunakan untuk menilai kualitas protein adalah metode keseimbangan nitrogen, yang diukur berdasarkan jumlah N yang dikonsumsi, jumlah N yang diserap, dan jumlah N yang ditahan. Berdasarkan analisis kadar nitrogen dari ransum yang dikonsumsi (N intake), urine dan feses, maka dapat dihitung Biological Value (BV) dan Net Protein Utilization (NPU). Data hasil NPU dan BV antar kelompok perlakuan tikus percobaan dapat dilihat pada Lampiran 9. Menurut Almatsier (2001), nilai biologis suatu produk menunjukkan jumlah nitrogen produk yang ditahan tubuh dan dapat digunakan untuk pertumbuhan serta pemeliharaan tubuh yang berasal dari jumlah nitrogen
113
produk yang diabsorbsi. Makanan yang memiliki nilai biologis 70 atau lebih mampu memberi pertumbuhan bila dikonsumsi dalam jumlah yang cukup dan konsumsi energi mencukupi. Data pada Lampiran 9 menunjukkan bahwa nilai biologis (BV) tertinggi diperoleh kelompok minyak dengan dosis perlakuan 1200 mg/kg BB, yakni sebesar 78.03 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 13. Hasil sidik ragam pada Lampiran 10 menunjukkan nilai signifikansi 0.03, yang berarti bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap BV. 90 78,03
80
73,94 66,43
70 55,78
BV (%)
60 50
45,80 38,63
40
28,67
30 20 10 0 300
600
1200
300
600
1200
kontrol
Fraksi minyak Fraksi air Kelompok perlakuan buah merah (mg/kg BB)
56,49
60
46,39
50
NPU (%)
40
45,25
39,34
38,64 34,66
30
23,28
20 10 0 300
600 Fraksi minyak
1200
300
600
1200
kontrol
Fraksi air
Kelompok perlakuan buah merah (mg/kg BB)
Gambar 13. Perbandingan BV (atas) dan NPU (bawah) antar kelompok perlakuan
114
Nilai biologis yang diperoleh kelompok minyak 1200 mg/kg BB dan air 1200 mg/kg BB cukup tinggi mengingat nilainya yang mencapai angka di atas 70. Hal ini menandakan bahwa ransum yang diberikan mengandung asam amino yang terdapat dalam jumlah tinggi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh, sehingga protein yang diabsorbsi tubuh mampu ditahan dalam tubuh dan digunakan untuk pertumbuhan (Brody, 1999). Almatsier (2001) menyatakan bahwa proses deaminasi gugus amino (NH2) dari asam amino tubuh akan menghasilkan sisa berupa amonia. Amonia ini akan diubah menjadi ureum oleh hati, dan oleh tubuh akan dikeluarkan melalui ginjal dan urin. Sebagian besar asam amino telah diabsorbsi pada saat asam amino sampai di ujung usus halus. Namun karena suatu sebab, absorbsi mungkin tidak terjadi secara komplit. Protein (asam amino) yang tidak diabsorbsi ini masuk ke dalam usus besar. Dalam usus besar terjadi metabolisme mikroflora kolon dan produknya dikeluarkan melalui feses. Karena itulah pengukuran kadar nitrogen urin dan feses menjadi penting untuk dilakukan. Berdasarkan Gambar 13, nilai NPU tertinggi diperoleh kelompok tikus dengan perlakuan fraksi minyak 1200 mg/kg BB, yakni sebesar 56.49 %. Gaman-Sherrington (1992) menyatakan bahwa NPU menunjukkan persentase protein dalam produk yang mampu diubah menjadi protein tubuh. Dari hasil sidik ragam terlihat bahwa pemberian perlakuan ekstrak buah merah tidak berpengaruh nyata teradap nilai NPU. Hal ini ditunjukkan dari nilai signifikansi sebesar 0.180 (Lampiran 11). Pada Gambar 13, nampak bahwa penyimpangan sedikit terjadi pada kelompok tikus yang diberi perlakuan ekstrak air buah merah. Pada hasil nilai biologis (BV), semakin tinggi dosis air yang diberikan menunjukkan nilai biologis yang meningkat pula. Hasil ini berkebalikan dengan nilai NPU yang justru semakin rendah seiring meningkatnya kadar dosis yang diberikan. Hal ini diduga disebabkan oleh (1) perbedaan nilai NPU yang cukup jauh antar kelompok sehingga hasil rata-rata nilai yang diperoleh menjadi rendah, (2) perilaku tikus yang sulit dikontrol, seperti aktivitas bergerak yang berlebihan
115
menyebabkan ransum tercecer dan mempengaruhi kandungan protein dalam feses.
C. PENGARUH BUAH MERAH TERHADAP FUNGSI HATI 1. Profil Lipida Darah Parameter lipid darah penting untuk dikendalikan, karena dislipidemia atau kelainan metabolisme lipid merupakan faktor utama terjadinya atherosklerosis yang dapat memicu munculnya penyakit jantung koroner (PJK) dan stroke. Pengaruh buah merah terhadap lipida darah tikus percobaan dilakukan dengan cara mengukur serum darah tikus di akhir masa perlakuan untuk dilihat profil kolesterol, trigliserida, dan rasio LDL/HDL yang dimiliki. Hasil yang diperoleh nantinya dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol yaitu yang hanya diberi ransum standar dengan kasein. Lampiran 13 merupakan tabel hasil analisa kolesterol total, trigliserida, serta rasio LDL/HDL serum tikus. Berdasarkan Gambar 14 terlihat bahwa kadar kolesterol tertinggi diperoleh kelompok tikus kontrol, yakni sebesar 88 mg/dl; sedangkan terendah diperoleh kelompok tikus dengan perlakuan fraksi minyak buah merah dengan dosis 1000 mg/kg BB, dengan nilai kolesterol total sebesar 70 mg/ dl. Gambar ini juga menunjukkan bahwa pemberian perlakuan ekstrak buah merah, baik berupa ekstrak air maupun ekstrak minyak, dapat menghasilkan kadar kolesterol total yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol. Nampak pula bahwa pengaruh ekstrak minyak dan ekstrak air hampir serupa, dengan kadar yang tidak jauh berbeda satu sama lain. Namun, penurunan paling efektif ditunjukkan kelompok tikus dengan perlakuan fraksi minyak 1000 mg/kg BB, diikuti berturut-turut oleh air 1000 mg/kg BB, air 1500 mg/kg BB, minyak 1500 mg/kg BB, minyak 500 mg/kg BB, dan air 500 mg/kg BB.
116
100 90
88
80 CHOL (mg/dl)
83,67 75,67
75 70
72,67
73,67
1000
1500
70 60 50 40 30 20 10 0 kontrol
500
1000 Fraksi minyak
1500
500
Fraksi air
Kelompok perlakuan (mg/kg BB)
Gambar 14. Perbandingan kadar kolesterol total antar kelompok perlakuan Rendahnya kadar kolesterol kelompok yang diberi perlakuan buah merah salah satunya dipengaruhi oleh kandungan asam lemak tidak jenuh oleat yang melimpah di dalamnya. Marsic dan Yodice (1992)
mengulas
pengaruh asam lemak tidak jenuh tunggal yang ada dalam lemak pangan bersama dengan asam lemak jenuh dan tidak jenuh majemuk terhadap perubahan baik kadar jumlah kolesterol maupun kolesterol LDL dan kolesterol HDL. Substitusi lemak jenuh (S) dengan lemak tidak jenuh majemuk (P) dan lemak tidak jenuh tunggal (M) atau yang diformulasikan dengan kenaikan nilai (P+M)/S akan dapat menurunkan kadar kolesterol, baik jumlah kolesterol maupun kolesterol LDL. Lebih lanjut Vessby (1994) juga meneliti tentang pengaruh berbagai jenis asam lemak terhadap kadar kolesterol serum (Tabel 4). Malole dan Pramono (1989) menyebutkan bahwa kadar kolesterol normal darah tikus adalah sebesar 40-130 mg/dl. Dari semua perlakuan yang diberikan, termasuk kelompok kontrol, nampak nilai kolesterol total tikus percobaan masih berada dalam rentang normal. Ini dikarenakan pada dasarnya, tubuh memiliki mekanisme homeostatis untuk mempertahankan kadar kolesterol tetap normal, meskipun asupan kolesterol dari diet bervariasi.
117
Pada saat asupan kolesterol dari diet rendah, maka tubuh akan meningkatkan efisiensi penyerapan kolesterol tersebut dan juga akan meningkatkan sintesis kolesterol. Tabel 4.
Pengaruh berbagai jenis asam lemak dalam lemak pangan terhadap kandungan kolesterol dalam serum (Vessby, 1994)
Asam lemak Asam lemak jenuh Kaprilat (8:0) Kaprat (10:0) Laurat (12:0) Miristat (14:0) Palmitat (16:0) Stearat (18:0) Asam lemak tidak jenuh tunggal Oleat (18:1, n-9, cis) Elaidat (18:1, n-9, trans) Asam lemak tidak jenuh majemuk Linoleat (18:2,n-9) Alfa linoleat (18:3,n-3)
Pengaruh terhadap kandungan Kholesterol dalam serum 0 0 + ++ + 0 + -
*Keterangan: 0 tidak berpengaruh, + menaikkan, - menurunkan Hasil sidik ragam pada Lampiran 14 menunjukkan bahwa nilai signifikansi kadar kolesterol antar perlakuan adalah sebesar 0.082 pada taraf α = 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan ekstrak buah merah terhadap tikus percobaan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Kolesterol merupakan salah satu lipida yang tidak dapat disaponifikasi yang termasuk ke dalam golongan steroida. Komponen ini cukup penting bukan saja karena komponen pembentuk membran, tetapi juga merupakan pelopor biosintetik umum lain termasuk asam empedu yang dibuat oleh hati serta hormon-hormon steroida seperti estrogen, progesteron, dan androgen (Page, 1989; Linder, 1992). Kolesterol total sendiri merupakan gabungan dari HDL, LDL, dan VLDL. Sitepoe (1993) menyebutkan adanya beberapa faktor yang dapat menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Faktor tersebut adalah (1) penurunan kalori yang dikonsumsi, (2) penurunan kadar kolesterol akibat
118
konsumsi lemak jenuh dan tidak jenuh, (3) penurunan kolesterol akibat berkurangnya konsumsi kolesterol, (4) penurunan kadar lipoprotein, dan (5) penurunan kolesterol akibat pengaruh beberapa bahan kimia. Pengaruh buah merah terhadap rasio LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High Density Lipoprotein) dalam darah tersaji pada Gambar 15.
0,9 0,78
LDL/HDL (mg/dl)
0,8 0,7
0,69 0,62
0,65
0,62
0,6
0,56
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 kontrol
500
1000 Fraksi minyak
1500
500
1000
1500
Fraksi air
Kelompok perlakuan (mg/kg BB)
Gambar 15. Rasio LDL/HDL antar kelompok perlakuan Berdasarkan grafik yang tersaji dalam Gambar 15, nampak bahwa rasio LDL/HDL terendah diperoleh kelompok tikus dengan perlakuan fraksi minyak buah merah sebesar 1500 mg/kg BB, yakni dengan nilai 0.56 mg/dl. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan buah merah tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasio LDL/HDL dalam darah. Hal ini dapat dilihat pada Lampiran 15, dimana nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0.148 pada taraf 0.05. Penelitian yang telah dilakukan oleh Budi (2002) menyebutkan bahwa sari buah merah mampu meluruhkan LDL dan meningkatkan HDL sehingga terjadi keseimbangan kolesterol dalam darah. Hal ini sesuai dengan hasil yang disajikan pada Gambar 15, dimana terlihat bahwa semakin tinggi dosis minyak buah merah yang diberikan maka rasio LDL/HDL yang dihasilkan juga semakin rendah dibandingkan dengan kontrol. Namun demikian, pada fraksi air, tampak bahwa pemberian dosis sebesar 500 mg/kg BB justru
119
meningkatkan rasio LDL/HDL, dan dua perlakuan fraksi minyak lainnya memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kelompok kontrol. Hal ini disebabkan kandungan komponen bioaktif di dalam ekstrak air 0.05 ml sangatlah sedikit sehingga belum mampu memperlihatkan pengaruh positif terhadap nilai HDL dan LDL darah. Kemungkinan lainnya adalah kadar awal HDL dari tikus sebelum pemeliharaan sudah cenderung rendah, dan LDL yang dimiliki juga cukup tinggi, sehingga dapat mempengaruhi nilai akhir HDL dan LDL setelah perlakuan. Oleh karena itu akan lebih baik bila profil lipida darah tikus terukur sebelum dan sesudah masa penelitian. Secara umum pemberian ekstrak minyak buah merah mampu memberikan penurunan rasio LDL/HDL yang cukup berarti karena kandungan asam lemak tidak jenuh yang terdapat di dalamnya. Asam lemak tak jenuh terdiri dari asam lemak omega-3, asam lemak omega-6 dan asam lemak omega-9. Minyak makanan sering mengandung ketiga-tiganya dalam komposisi yang bervariasi. Khususnya dari ketiga asam lemak tak jenuh tersebut, dua asam lemak tak jenuh omega-3 dan omega-9 sangat esensial bagi kehidupan. Pada buah merah, asam lemak tidak jenuh yang diidentifikasi memiliki kandungan paling tinggi adalah omega 9, yakni sebesar 45 % (Budi, 2004). Omega 9 atau yang juga dikenal dengan sebutan oleat mampu menurunkan kadar LDL dan meningkatkan kadar HDL dalam darah, atau dengan kata lain mampu menghasilkan nilai rasio LDL dan HDL yang rendah. Oleat sendiri tersusun dari 18 atom C dengan satu ikatan rangkap di antara atom C ke-9 dan ke-10 (CH3(CH2)7CHCH(CH2)7)COOH). Selain ditemukan di dalam buah merah, oleat juga terdapat dalam jumlah yang cukup banyak pada minyak zaitun dan minyak goreng jenis kelapa sawit (Anonim, 2008b). Hal lain yang lebih penting adalah bahwa oleat yang termasuk MUFA (monounsaturated fatty acid) hanya menurunkan LDL tetapi tidak menurunkan HDL. Sedangkan konsumsi PUFA (polyunsaturated fatty acid) dapat menurunkan baik LDL maupun HDL. Padahal kadar HDL dalam darah diharapkan dapat dipertahankan tetap tinggi (Anonim, 2008a).
120
Selain itu, omega 9 juga memiliki daya perlindungan yang mampu menurunkan LDL dan meningkatkan HDL kolesterol yang lebih besar dibanding omega 3 dan omega 6, serta lebih stabil dibandingkan dengan PUFA. Kestabilan MUFA dibanding PUFA disebabkan oleh ikatan rangkap tunggal yang dimilikinya, sehingga menyebabkan resiko terkenanya oksidasi lebih rendah dibandingkan dengan asam linoleat dan linolenat yang termasuk ke dalam kelompok asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA). HDL dikenal sebagai partikel pembawa kolesterol yang baik, karena dapat menghambat terjadinya atherosklerosis, sehingga semakin tinggi kadar HDL, maka akan semakin baik pula profil darah pada tubuh. Sardesai (2003) menjelaskan bahwa lipoprotein densitas tinggi HDL dapat mengurangi akumulasi
kolesterol
dalam
sel
makrofag
peritonial,
serta
mampu
menstimulasi perpindahan kolesterol dari sel periferal dan memfasilitasinya kembali ke hati sebagai pool interseluler. Di dalam hati, kolesterol akan diubah menjadi asam empedu yang disimpan di dalam kantong empedu (Marinetti, 1990). Penjelasan tersebut memberikan arti sederhana bahwa apabila LDL dan VLDL bersifat memberikan kolesterol ke sel tubuh, maka sebaliknya HDL akan menarik kolesterol dari sel untuk dibuang ke sistem ekskresi. Hal inilah yang menyebabkan perlakuan dengan kadar HDL yang tinggi cenderung memiliki kadar kolesterol total dan trigliserida yang rendah. Pembawa kolesterol yang dianggap paling bersifat atherogenik adalah LDL, karena penambahan LDL akan meningkatkan resiko penderita penyakit jantung koroner. Apabila kadar HDL diharapkan tinggi, sebaliknya kandungan LDL dalam darah sedapat mungkin harus rendah atau masih dalam rentang normal dan tidak berlebih. Molekul LDL dibuat di hati sebagai konversi dari VLDL (Very Low Density Lipoprotein). Molekul ini berperan dalam menyediakan kolesterol kepada jaringan tepi dengan cara mengikatkan kolesterol pada reseptor yang terdapat pada permukaan sel. Menurut Alsuhendra (2004), ketika hati banyak mengandung kolesterol, maka reseptor LDL tidak akan dibentuk, sehingga kolesterol tidak diserap lagi. Dalam keadaan demikian kadar LDL akan naik. Sebaliknya, pada keadaan hati sedikit mengandung kolesterol, reseptor LDL
121
dibentuk agar LDL dapat masuk ke dalam sel dan kolesterol yang dibawa oleh LDL dapat diserap. Hal ini menyebabkan kadar LDL menjadi rendah. Itulah penyebab mengapa LDL sering disebut sebagai kolesterol jahat. Lipid terutama dari kolesterol yang ditranspor sebagai LDL dapat menjadi salah satu penyebab munculnya penyakit degeneratif seperti atherosklerosis. Braunwald (1992) menyatakan bahwa kadar kolesterol yang tinggi dalam plasma (hiperkolesterolemia) merupakan faktor terjadinya atherosklerosis. Hiperkolesterolemia yang dapat menyebabkan lesi pada endotel adalah karena kekurangan reseptor HDL. Reseptor LDL merupakan acidic glycoprotein yang dapat mengikat LDL dan lipoprotein lain seperti VLDL serta IDL melalui kekuatan elektrostatik (Handayani, 2005). Semakin sedikit jumlah reseptor LDL, maka akan semakin tinggi kadar kolesterol dalam darah dan semakin besar kemungkinan terjadinya atherosklerosis.
120
Trigliserida (mg/dl)
100
92,33
102
100,33
1000
1500
96 89,67
80
73,67
76
1000
1500
60 40 20 0 kontrol
500
Fraksi minyak
500
Fraksi air
Kelompok perlakuan (mg/kg BB)
Gambar 16. Perbandingan kadar trigliserida antar kelompok perlakuan Berdasarkan Gambar 16. nampak bahwa pemberian ekstrak minyak buah merah memberikan pengaruh positif terhadap kadar trigliserida, yakni nilai yang dihasilkan relatif lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hasil terendah diperlihatkan kelompok tikus yang mendapat perlakuan ekstrak
122
minyak buah merah 1000 mg/kg BB, yakni dengan perolehan kadar trigliserida sebesar 73.67 mg/dl. Menurut Malole dan Pramono (1989), kadar trigliserida normal darah tikus adalah sebesar 26-145 mg/dl. Dari pernyataan ini maka dapat terlihat bahwa keseluruhan nilai trigliserida yang terukur masih berada dalam rentang normal. Walau demikian perlakuan ekstrak minyak 1000 mg/kg BB mempunyai pengaruh yang paling efektif dibandingkan perlakuan lainnya karena memiliki kadar trigliserida yang paling rendah. Hasil sidik ragam pada Lampiran 16 menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.004 pada taraf α = 0.05. Dari hasil ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan pemberian ekstrak buah merah memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar trigliserida dalam darah. Trigliserida merupakan salah satu bentuk lemak yang diperoleh dari darah dan juga dibuat dalam tubuh. Sardesai (2003) menyatakan bahwa pada kondisi kadar trigliserida tinggi biasanya seseorang akan mempunyai kadar kolesterol total dan LDL yang tinggi pula, tetapi dengan kadar HDL yang rendah. Trigliserida merupakan lemak darah yang cenderung naik seiring dengan konsumsi alkohol, peningkatan berat badan, diet tinggi gula atau lemak serta gaya hidup. Peningkatan trigliserida akan menambah risiko terjadinya penyakit jantung dan stroke. Mereka yang mempunyai trigliserida tinggi juga cenderung mengalami gangguan dalam tekanan darah dan risiko diabetes.
2. Profil Peroksidasi Lipid Malonaldehida (MDA) merupakan produk oksidasi asam lemak tidak jenuh yang dapat dihasilkan melalui oksidasi oleh senyawa radikal (Conti et al., 1991). Menurut Muchtadi (1993), produk pertama dari proses oksidasi ini adalah molekul hidroperoksida. Molekul hidroperoksida lemak dapat membentuk dialdehida yang sangat penting dalam proses pembentukan MDA. Produk ini dapat mengakibatkan terjadinya ikatan silang antara berbagai tipe molekul sehingga menyebabkan sitotoksisitas, mutagenisitas, kerusakan membran serta modifikasi enzim. Senyawa aldehid seperti hidroksi alkenal,
123
MDA, dan senyawa karbonil rantai panjang lainnya telah diketahui bersifat toksik terhadap sel (Zakaria, 1996). Pengukuran kadar MDA dilakukan dengan menggunakan metode TBA (Thio Barbituric Acid) yang didasarkan pada reaksi antara komplek MDA dengan TBA dalam suasana asam hingga membentuk komplek MDA-TBA berwarna merah jambu (Conti et al., 1991). Menurut Nawar (1985), metode uji TBA merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk mengukur keberadaan radikal bebas dan peroksidasi lipid, karena mempunyai kepekaan yang cukup tinggi, mudah diaplikasikan untuk berbagai sampel pada berbagai tahap oksidasi lipid, serta biayanya tidak mahal. Standar yang digunakan pada penentuan kadar MDA adalah 1,1,3,3tetraetoksipropana, yang dapat menghasilkan MDA melalui hidrolisis asam. Mekanisme hidrolisis ini yaitu pada suasana asam, tetraetoksipropana (TEP) yang terhidrolisis akan menghasilkan hemiasetal dan etanol. Hemiasetal yang terbentuk selanjutnya akan terdekomposisi menjadi etanol dan malonaldehida (Raharjo dan Sofos, 1993). Perhitungan kadar malonaldehid sampel didasarkan hasil plotting nilai absorbansi pada kurva standar (Lampiran 18).
0,14 0,12
kadar MDA (umol/L)
0,12 0,10 0,09
0,09
0,10
0,09 0,08
0,08
0,07
0,06 0,04 0,02 0,00 kontrol
500
1000 Fraksi minyak
1500
500
1000
1500
Fraksi air
Kelompok perlakuan buah merah (mg/kg BB)
Gambar 17. Perbandingan nilai MDA antar kelompok perlakuan Pada Gambar 17, tampak bahwa nilai MDA terendah dimiliki kelompok tikus dengan perlakuan fraksi minyak 1000 mg/kg BB, sedangkan
124
MDA tertinggi diperoleh kelompok perlakuan air 1500 mg/kg BB. Nilai signifikansi yang diperoleh dari hasil sidik ragam adalah sebesar 0.002 dengan taraf signifikansi α=0.05 (Lampiran 19). Hal ini memberi arti bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap nilai MDA serum tikus. Rendahnya kadar MDA kelompok tikus yang diberi ekstrak minyak buah merah 0.1 ml merupakan bukti status antioksidan tubuh yang tinggi sehingga mampu mencegah reaktifitas dari senyawa radikal bebas. Wu (2003) menyatakan bahwa tubuh manusia memiliki sistem pertahanan antioksidan yang mencegah pembentukan radikal bebas dan menghilangkan radikal sebelum kerusakan oksidatif terjadi, tetapi kerusakan oksidatif dapat terus terjadi jika keseimbangan kritis antar radikal bebas dan pertahanan antioksidan tidak baik. Rendahnya nilai MDA serum tikus kelompok yang diberi perlakuan ekstrak minyak buah merah disebabkan oleh tingginya kandungan antioksidan yang terkandung di dalamnya. Analisis yang dilakukan oleh Selly (2008) terhadap fraksi minyak buah merah memperlihatkan hasil kadar tokoferol total sebesar 22940.35 ppm, karoten 4505.43 ppm dan beta karoten sebesar 636.24 ppm. Nilai ini terbilang sangat tinggi bila dibandingkan dengan kelapa sawit merah yang kadar tokoferolnya hanya 1000 ppm. Tokoferol dan β-karoten merupakan dua jenis antioksidan yang jumlahnya paling menonjol di dalam buah merah. Keduanya mampu meningkatkan jumlah sel pembunuh alami dan memperbanyak aktivitas sel T dan limfosit, yang berdampak pada pencegahan munculnya radikal bebas serta senyawa karsinogen (Budi,2002). Nilai MDA yang tinggi pada kelompok tikus kontrol disebabkan tidak adanya antioksidan eksogen yang berasal dari makanan yang dikonsumsi. Menurut Prangdimurti (1999), secara normal tubuh memiliki mekanisme perlindungan terhadap aktivitas radikal bebas dalam tubuh dengan adanya antioksidan baik yang berasal dari tubuh sendiri (endogen) maupun yang berasal dari luar (eksogen). Beberapa enzim yang berperan sebagai antioksidan endogenous adalah enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (Sardesai, 2003). Namun demikian, kemampuan enzim-enzim tersebut sebagai antioksidan masih terbatas, sehingga untuk meningkatkan status antioksidan dalam tubuh diperlukan zat-zat gizi
125
antioksidan seperti vitamin A, C, dan E, yang terkandung di dalam makanan yang dikonsumsi. Pada kelompok tikus dengan perlakuan fraksi air 1500 mg/kg BB, nampak bahwa nilai MDA yang dihasilkan adalah paling tinggi dibandingkan kelompok lainnya. Hal ini diduga disebabkan oleh penurunan kualitas dari ekstrak air yang disimpan selama 60 hari masa perlakuan. Penyimpanan dalam jangka waktu yang cukup lama dapat mengakibatkan menurunnya zat-zat gizi yang terkandung di dalam sampel. Selain itu, komponen bioaktif di dalam ekstrak air buah merah juga terbilang sangat sedikit bila dibandingkan dengan ekstrak minyak. MDA merupakan salah satu penyebab terjadinya atherosklerosis. Hal ini disebabkan kemampuan MDA dalam merubah LDL menjadi LDL termodifikasi sehingga tidak dikenal oleh reseptor LDL, tetapi dikenal oleh reseptor scavenger dan menyebabkan perkembangan sel busa yang dipenuhi lipid pada lesi jalur lipid sehingga terjadi atherosklerosis (Jialal dan Devaraj, 1997). Kemampuan antioksidan dalam menghambat pembentukan MDA juga mampu menghambat modifikasi LDL dan memperkecil resiko atherosklerosis (Parthasarathy et al., 1998).
3. Kadar SGPT dan SGOT Hasil analisa SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) menunjukkan bahwa nilai terendah diperoleh kelompok tikus yang diberi perlakuan fraksi minyak 1000 mg/kg BB (Gambar 18.). Pada grafik perbandingan SGPT, nilai yang diperoleh antar kelompok cenderung seragam satu sama lain. Hasil sidik ragam (Lampiran 20) juga menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai SGPT. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi yang lebih tinggi dari α = 0.05, yakni sebesar 0.199. Namun demikian dibandingkan kelompok lain, tikus dengan perlakuan minyak 1000 mg/kg BB terbukti memiliki nilai SGPT yang paling rendah. Pada kelompok tikus dengan perlakuan minyak buah merah 1500 mg/kg BB dan air 500 mg/kg BB, nampak bahwa kadar SGOT yang
126
diidentifikasi cenderung lebih tinggi daripada kelompok lain. Hal ini dapat disebabkan kondisi awal tikus yang memang telah memiliki kadar SGOT cukup tinggi. Karena itu akan lebih baik bila pengukuran kadar SGPT/SGOT juga dilakukan pada awal penelitian.
Kadar SGPT dan SGOT (mg/dl)
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 kontrol
500
1000 Fraksi minyak
1500
500
1000
1500
Fraksi air
Kelompok perlakuan (mg/kg BB)
Gambar 18. Perbandingan nilai SGPT/SGOT serum tikus Untuk hasil sidik ragam pengaruh perlakuan buah merah terhadap nilai SGOT (Lampiran 21), didapat signifikansi sebesar 0.071 pada taraf 0.05. Nilai ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyebutkan bahwa kadar normal SGPT pada tikus adalah 17.5-30.2 IU/l; sedangkan untuk SGOT nilainya berkisar antara 45.7-80.8 IU/l. Dari semua kelompok tikus percobaan, walaupun nilainya cukup bervariasi namun secara keseluruhan masih berada dalam rentang nilai yang normal. SGPT dan SGOT pada dasarnya merupakan enzim yang diproduksi di dalam hati. Zimmerman (1978) menyatakan bahwa enzim glutamic oxaloacetic transaminase (GOT) merupakan enzim umum yang merefleksikan kerusakan ekstra hepatik dan hepatik, sedangkan enzim glutamic pyruvic transaminase (GPT) adalah enzim utama yang terdapat dalam hepatosit.
127
Aktivitas kedua jenis enzim tersebut umum digunakan dalam evaluasi klinis kerusakan hepatosit akut dan kronis. Enzim sendiri merupakan protein yang dihasilkan oleh sel hidup dan umumnya terdapat di dalam sel. Dalam keadaan normal
terdapat
penghancurannya.
keseimbangan Apabila
antara
terjadi
pembentukan
kerusakan
sel
enzim
atau
dengan
peningkatan
permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruang ekstra sel dan ke dalam aliran darah sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu diagnostik penyakit tertentu (Anonim, 2003). Mekanisme seperti inilah yang terjadi pada enzim SGPT/SGOT ketika mendeteksi adanya kelainan pada hati, sehingga menyebabkan kadar kedua enzim tersebut melebihi batas normal.
D. PENGARUH SIFAT KIMIA PERTUMBUHAN DAN FUNGSI HATI
TERHADAP
KUALITAS
Berdasarkan hasil analisis kimia, berikut merupakan komponen buah merah yang diduga berpengaruh terhadap kualitas pertumbuhan dan fungsi hati. Tabel 5. Sifat kimia fraksi buah merah Sifat fisiko-kimia
Fraksi minyak
Fraksi air
Kadar protein (%)
0.08
0.46
Kadar lemak (%)
92.85
0.41
Kadar total karoten (ppm)
4505.43
1.11
Kadar beta karoten (ppm)
636.24
0.93
22940.35
177.27
481.48
1.10
-
210.44
Kadar tokoferol (ppm) Kadar alfa tokoferol (ppm) Kadar total fenol (ppm) Sumber : Selly (2008)
Kualitas pertumbuhan dan fungsi hati dari tubuh yang telah dibahas pada bab sebelumnya sangat dipengaruhi oleh beberapa sifat kimia dari buah merah, yakni kadar lemak, protein, serta antioksidan. Lemak adalah sekelompok ikatan organik yang terdiri dari unsur-unsur Carbon (C),
128
Hidrogen (H), dan Oksigen (O), yang mempunyai sifat dapat larut dalam zatzat pelarut tertentu, seperti petroleum benzene dan eter (Sediaoetama, 2006). Lemak yang memegang peranan penting di dalam makanan ialah yang disebut dengan lemak netral atau trigliserida, yang molekulnya terdiri dari satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak. Lemak memberikan pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan tikus percobaan karena lemak merupakan penyumbang kalori yang cukup besar, yakni 9 kkal/g lemak. Bobot energi yang dihasilkan per gram lemak adalah 2 ¼ kali lebih besar daripada karbohidrat (Almatsier, 2002). Dalam bentuk lemak, energi dapat disimpan dalam jumlah besar di dalam massa yang kecil, dan tidak memerlukan banyak air seperti pada penimbunan karbohidrat dan protein, sehingga mempunyai volume maupun berat yang relatif rendah (Sediaoetama, 2006). Pada dasarnya, lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yakni lemak nabati dan lemak hewani. Kedua jenis lemak ini berbeda dalam hal asam lemak yang menyusunnya. Lemak yang terkandung dalam fraksi buah merah merupakan lemak nabati, yang lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dibandingkan lemak hewani. Buah merah mengandung MUFA (monounsaturated fatty acid) dan PUFA (polyunsaturated fatty acid) dalam jumlah yang relatif tinggi. Menurut Budi (2002), kandungan oleat (MUFA) di dalam buah merah berjumlah sekitar 45 %. Nilai ini mendekati kandungan oleat yang terdapat pada minyak sawit yang jumlahnya 38-50 % (Pamin et al., 1990). Asam lemak tidak jenuh pada umumnya berfungsi menurunkan kolesterol dalam darah dan berperan sebagai asam lemak esensial bagi kesehatan kulit dan rambut (Sediaoetama, 2006). Hal ini terkait dengan khasiat buah merah terhadap fungsi hati yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Melalui penelitian tersebut terbukti bahwa pemberian fraksi minyak buah merah mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Pada kondisi yang berkebalikan, yakni apabila kadar asam lemak jenuh pada bahan pangan lebih tinggi, maka kadar kolesterol dalam tubuh juga cenderung akan meningkat. Menurut Sediaoetama (2006), lemak dalam
129
hidangan memberikan kecenderungan meningkatkan kadar kolestarol darah, terutama lemak hewani yang mengandung asam lemak jenuh rantai panjang. Kolesterol yang tinggi berkaitan dengan peningkatan prevalensi penyakit hipertensi. Metabolisme lemak menghasilkan Acetyl-CoA yang terhubung dengan jalur metabolisme ke arah sintesa kolesterol. Kelebihan konsumsi energi dalam bentuk karbohidrat memberikan sintesis Acetyl-CoA yang berlebih dan ini memberikan kemungkinan sintesa kolesterol yang meningkat (Sediaoetama, 2006). Selain itu, pada binatang percobaan, defisiensi PUFA dapat menyebabkan gejala-gejala kelainan kulit dan rambut. Protein di dalam fraksi minyak buah merah berjumlah 0.08 %, sedangkan pada fraksi air jumlahnya sedikit lebih tinggi yakni 0.46 % (Tabel 5). Protein merupakan zat gizi yang sangat penting, karena yang paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Fungsi protein terkait dengan pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H, O, dan unsur khusus yang tidak terdapat dalam molekul karbohidrat dan protein yaitu nitrogen (N). Oleh karena itu, pada penelitian yang terkait dengan kualitas pertumbuhan tikus percobaan, pengukuran nilai gizi protein difokuskan pada perhitungan kadar nitrogen yang dikonsumsi, diserap, dan ditahan oleh tubuh. Walaupun demikian, unsur nitrogen yang berada dalam makanan mungkin pula berasal dari ikatan organik lain yang bukan jenis protein, misalnya urea dan berbagai ikatan amino yang terdapat dalam jaringan tumbuhan (Sediaoetama, 2006). Pada dasarnya kualitas suatu protein makanan ditentukan oleh ada tidaknya asam-asam amino esensial dalam kuantum yang mencukupi kebutuhan tubuh untuk sintesa protein badan. Apabila jumlah dan jenis susunan asam-asam amino dalam protein makanan sama dengan susunan yang diperlukan untuk sintesa protein tubuh, maka semua asam amino protein makanan tersebut akan dipergunakan, sehingga efisiensi penggunaannya 100 %. Tubuh dapat mensintesa protein tertentu bila semua asam amino yang diperlukan untuk struktur protein tersebut tersedia lengkap dalam jumlah cukup. Bila ada jumlah yang kurang dari jenis non-esensial, maka asam amino
130
ini akan disintesa terlebih dahulu agar menjadi lengkap, sebelum protein dapat disusun. Namun bila jumlah yang kurang berasal dari asam amino esensial, maka tubuh tidak dapat mensintesanya dan protein tidak dapat disusun. Pengaruh fisiologis dari hal ini nampak pada hasil penelitian yang menghitung peningkatan berat badan kelompok tikus non-protein. Kelompok nonprotein menunjukkan terjadinya penurunan berat badan disertai aktivitas yang lebih lambat dibanding kelompok tikus lain yang diberi ransum protein. Hal ini disebabkan tidak adanya asupan asam amino esensial sehingga protein dalam tubuh tidak dapat terbentuk, dan fungsi protein sebagai sumber energi dan pertumbuhan pun menjadi terhambat. Hati terkait dengan metabolisme protein dalam tubuh. Fungsi hati dalam metabolisme protein adalah sebagai tempat sintesa protein tubuh, pengontrol asam amino dalam darah, dan pusat penawar racun. Melalui proses deaminasi, asam amino yang berlebihan dapat diubah menjadi energi atau lemak, dan asam amino yang mengandung nitrogen dapat diubah menjadi urea (Suhardjo dan Kurharto, 1992). Sebagai penawar racun, NH3 yang bersifat toksik akan ditawarkan menjadi urea di hati melalui siklus Ornitin. Buah merah selain mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang tinggi, juga mengandung komponen antioksidan yang berperan dalam menangkal oksidasi radikal bebas dalam tubuh. Senyawa antioksidan dalam buah merah terdiri dari vitamin A (karoten dan beta karoten), vitamin E (tokoferol), dan senyawa fenol. Vitamin A dan vitaminE termasuk ke dalam kelompok vitamin yang larut dalam lemak, oleh karena itu jumlahnya juga sangat tinggi pada fraksi minyak buah merah. Pangan nabati mengandung karotenoid yang merupakan prekursor (provitamin) vitamin A. Diantara ratusan karotenoid yang terdapat di alam, hanya bentuk alfa, beta, dan gamma serta kriptosantin yang berperan sebagai provitamin A (Almatsier, 2002). Beta karoten adalah bentuk provitamin A yang paling aktif, yang terdiri atas dua molekul retinol yang saling berkaitan. Karotenoid berada dalam kloroplas tanaman dan berperan sebagai katalisator dalam fotosintesis yang dilakukan oleh klorofil. Kurang lebih sepertiga dari semua karotenoid dalam makanan diubah menjadi vitamin A. Sebagian dari
131
karotenoid diabsorpsi tanpa mengalami perubahan dan masuk ke dalam peredaran darah dalam bentuk karoten. Sebanyak 15-30 % karotenoid di dalam darah adalah β-karoten, selebihnya merupakan karotenoid nonvitamin (Almatsier, 2002). Total karoten yang terdapat dalam fraksi minyak buah merah berdasarkan Selly (2008) adalah sebesar 4505.43 ppm, sedangkan β-karoten berjumlah 636.24 ppm. Nilai ini jauh melebihi kandungan karoten minyak sawit merah yang hanya berjumlah 400-700 ppm (Widarta, 2007). Karotenoid non pro-vitamin A maupun karotenoid pro-vitamin A berfungsi sebagai antioksidan, yang berperan dalam mencegah timbulnya penyakit kanker, mencegah proses penuaan dini, dan mengurangi terjadinya penyakit degeneratif lainnya (Sianturi, 2002). Fungsi β-karoten adalah meningkatkan jumlah sel-sel pembunuh alami dan memperbanyak aktivitas sel-sel T helpers dan limfosit. Sebuah studi juga membuktikan bahwa konsumsi β-karoten 30-60 mg/hari selama 2 bulan mampu membuat tubuh memiliki sel-sel pembunuh alami yang lebih banyak (Anonim, 2007). Fungsi karoten dan β-karoten di atas erat kaitannya dengan pertahanan tubuh terhadap senyawa radikal bebas. Hasil penelitian pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa asupan fraksi minyak buah merah memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap profil peroksidasi lipid dalam darah. Dengan demikian tikus yang diberi asupan minyak buah merah memiliki status ketahanan terhadap proses oksidasi yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol tanpa asupan buah merah. Tokoferol merupakan antioksidan alami yang dapat ditemukan hampir di setiap minyak tanaman, tetapi saat ini telah dapat diproduksi secara kimia (Trilaksani, 2003). Fungsi utama tokoferol adalah sebagai antioksidan yang larut dalam lemak dan mudah memberikan hidrogen dari gugus hidroksil (OH) pada struktur cincin ke radikal bebas (Almatsier, 2002). Radikal bebas adalah molekul-molekul reaktif dan dapat merusak, yang mempunyai elektron tidak berpasangan. Bila menerima hidrogen, radikal bebas menjadi tidak reaktif. Pembentukan radikal bebas terjadi dalam tubuh melalui proses metabolisme aerobik normal pada waktu oksigen secara bertahap direduksi menjadi air
132
(Almatsier, 2002). Vitamin E berada di dalam lapisan fosfolipid membran sel dan memegang peranan biologik utama dalam melindungi asam lemak tidak jenuh ganda dan komponen membran sel lain dari oksidasi radikal bebas. Kandungan tokoferol dalam buah merah sangat besar, yakni 22940.35 ppm, sedangkan alfa tokoferol sebesar 481.48 ppm (Selly, 2008). Alfa tokoferol merupakan salah satu bentuk tokoferol yang paling aktif. Kandungan tokoferol pada buah merah terbilang sangat besar bila dibandingkan dengan kadar tokoferol pada minyak sawit yang ‘hanya’ berjumlah 1000 ppm. Hal inilah yang mencuatkan klaim buah merah sebagai bahan pangan kaya antioksidan sehingga mampu mencegah munculnya penyakit degeneratif seperti jantung koroner dan kanker. Di dalam tubuh, sebanyak 20-80 % tokoferol diabsorpsi di bagian atas usus halus dalam bentuk misel yang pembentukannya bergantung pada garam empedu dan lipase pankreas. Transportasi dari mukosa usus halus ke dalam sistem limfa dilakukan oleh kilomikron untuk dibawa ke hati. Dari hati, bentuk alfa tokoferol diangkut oleh VLDL untuk selanjutnya masuk ke dalam plasma, sedangkan sebagian besar gamma tokoferol dikeluarkan melalui empedu.Tokoferol di dalam plasma kemudian diterima oleh reseptor sel-sel perifer LDL dan masuk ke membran sel. Tokoferol menumpuk pada bagianbagian sel dimana produksi radikal bebas paling banyak terbentuk, yaitu di mitokondria dan retikulum endoplasma (Almatsier, 2002). Tokoferol sebagai antioksidan memiliki hubungan yang erat terhadap proses peroksidasi lipid yang mengukur kadar malonaldehid dalam hati. Membran sel terutama terdiri atas asam lemak tidak jenuh ganda yang sangat mudah dioksidasi oleh radikal bebas. Proses peroksidasi lipid ini dapat menyebabkan kerusakan struktur dan fungsi membran sel, dengan menghasilkan produk akhir berupa malonaldehid yang bersifat toksik bagi tubuh. Reaksi ini dapat dicegah bila semua radikal bebas mampu dipunahkan oleh antioksidan, dalam hal ini karoten dan tokoferol yang terkandung dalam minyak buah merah. Aktivitas antioksidan pada umumnya juga berhubungan dengan total fenol dalam bahan pangan. Kandungan total fenol yang terukur pada fraksi air
133
berdasarkan Selly (2008) adalah sebesar 210.44 ppm, sedangkan pada fraksi minyak, total fenol tidak dapat terukur disebabkan strukturnya yang bersifat polar. Kandungan total fenol pada fraksi minyak buah merah dapat dikatakan rendah karena bila dibandingkan dengan sarang semut dengan total fenol 0.25 % atau sekitar 2500 ppm dan fenol pada apel sebesar 22 %, kadarnya pada buah merah terlampau kecil. Halliwel dan Gutteridge (1989) menyebutkan bahwa kemampuan fenolik mampu melindungi membran sel yang mengandung banyak fosfolipid karena secara in vivo, komponen ini merupakan penghambat peroksidasi lipid yang baik. Keefektifan fenol sebagai antioksidan juga dipengaruhi oleh kadarnya, dimana pada konsentrasi yang rendah fenol dapat menjadi kurang efektif berperan sebagai antioksidan dan pada level yang tinggi fenol dapat bersifat sebagai prooksidan.
134
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil ekstraksi buah merah menggunakan metode sentrifugal, diperoleh nilai rendemen fraksi minyak sebesar 15 %, dan fraksi air 53 %. Rendemen fraksi air dihitung dari perolehan pasta sisa. Uji in vivo yang dilakukan terdiri dari dua tahap. Tahap pertama dilakukan terhadap tikus percobaan lepas sapih untuk dihitung nilai NPR (Net Protein Ratio), NPU (Net Protein Utilization), BV (Biological Value), serta dibuat kurva pertumbuhannya. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi 8 kelompok sesuai perlakuan, yakni kelompok yang diberi fraksi minyak buah merah 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB, 1200 mg/kg BB; kelompok yang diberi fraksi air buah merah sebesar 300 mg/kg BB, 600 mg/kg BB, 1200 mg/kg BB, ditambah kelompok kontrol dan nonprotein. Dari uji tahap pertama, nilai NPR, NPU, dan BV tertinggi diperoleh kelompok tikus yang diberi perlakuan fraksi minyak buah merah sebesar 1200 mg/kg BB. Hasil ini mengindikasikan bahwa protein yang terdapat dalam buah merah mampu berperan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan pada tikus secara optimal karena memiliki kualitas protein yang cukup baik. Penelitian tahap kedua adalah dengan memberikan perlakuan kepada sejumlah tikus selama 60 hari untuk dilihat profil lipida darah (kolesterol total, HDL, LDL, dan trigliserida), MDA, dan SGPT/SGOT di akhir masa percobaan. Tikus dikelompokkan sesuai perlakuan, yakni kelompok tikus yang diberi asupan fraksi minyak 500 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, 1500 mg/kg BB; fraksi air buah merah 500 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB, 1500 mg/kg BB, dan kelompok kontrol. Profil lipida darah yang baik adalah yang memiliki kandungan kolesterol, LDL, dan trigliserida yang rendah, serta nilai HDL yang tinggi. Melalui analisa serum darah tikus diperoleh nilai kolesterol terendah pada kelompok minyak 1000 mg/kg BB, dengan kadar kolesterol total sebesar 70,00 mg/dl. Hasil signifikansi sebesar 0,082 menunjukkan bahwa perlakuan memiliki pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar kolesterol dalam darah.
135
Rasio LDL/HDL tertinggi diperoleh kelompok tikus yang diberi perlakuan fraksi air sebesar 500 mg/kg BB; sedangkan LDL terendah terekam pada kelompok tikus dengan perlakuan fraksi minyak 1500 mg/kg BB. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan sampel ekstrak buah merah tidak memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap rasio LDL dan HDL dalam darah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai signifikansi rasio LDL/ HDL sebesar 0,148. Untuk pengukuran kadar trigliserida, diperoleh hasil berbeda nyata dengan nilai signifikansi 0,004. Kadar trigliserida terendah diperoleh kelompok tikus dengan asupan dosis fraksi minyak buah merah sebesar 1000 mg/kg BB. Pengukuran kadar MDA dilakukan terhadap organ hati tikus percobaan. Melalui hasil perhitungan, diperoleh nilai MDA terendah pada kelompok tikus dengan perlakuan fraksi minyak buah merah 1000 mg/kg BB. Nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,02. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar MDA dalam tubuh. SGPT/SGOT merupakan enzim yang dapat mendeteksi adanya kelainan pada hati. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan terhadap serum darah, perolehan nilai SGPT serta SGOT terendah didapat kelompok minyak 1000 mg/kg BB. Uji ragam menunjukkan bahwa nilai signifikansi yang diperoleh adalah sebesar 0,199 untuk SGPT dan 0,071 untuk SGOT. Hasil tersebut menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata antar kelompok perlakuan. Berdasarkan hasil diatas dapat ditarik kesimpulan secara umum bahwa dosis terbaik buah merah yang mampu memberikan hasil optimal terhadap fungsi hati adalah fraksi minyak sebesar 1000 mg/kg BB. Fraksi minyak juga memberikan hasil yang jauh lebih efektif dibandingkan dengan fraksi air dari buah merah.
136
B. SARAN Untuk hasil yang lebih nyata, diperlukan pemberian tekanan (stress) kepada kelompok tikus percobaan. Tekanan tersebut dapat berupa pemberian kolesterol berlebih pada tikus, sehingga dapat dilihat efek penyembuhan yang ditimbulkan oleh buah merah. Selain itu, pengukuran kadar lipida darah, MDA, dan SGPT/SGOT akan lebih baik bila dilakukan dua kali, yakni di tengah dan di akhir penelitian, sehingga profil peningkatan kualitas lipida darah yang terekam menjadi lebih baik.
137
DAFTAR PUSTAKA Alsuhendra. 2004. Daya Anti-Atherosklerosis Zn Turunan Klorofil dari Daun Singkong (Manihot esculenta Crantz) Pada Kelinci Percobaan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. IPB, Bogor. Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anonim. 1984. Guide To The Care and Use of Experimental Animal. Volume 2. Canadian Council on Animal Care, Ottawa. _______. 2003. Hepatitis.http://www.republika.co.id. [ 29 November 2007] _______. 2007. Studi Tentang Buah Merah. http://www.medicastore.com. [1 Desember 2007] _______. 2008a. http://www.intiboga.com. [18 Januari 2008] _______. 2008b. http://www.nurulfikri.org. [18 Januari 2008] Bird RP dan HH Draper. 1984. Comparative studies on different methods of malonaldehyde determination. Di dalam Methods in Enzymology. 105 : 299-304. Braunwald E. 1992. Heart Disease. Fourth Edition. WB Saunders, Philadelphia. Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry. Academic Press, California. Budi IM. 2002. Kajian Kandungan Zat Gizi dan Sifat Fisiko Kimia Berbagai Jenis Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus Lam) Hasil Ekstraksi Secara Tradisional di Kabupaten Jayawijaya Propinsi Irian Jaya. Tesis. Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Budi IM dan FR Paimin. 2004. Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta. Budi IM, R Hartono, dan I Setyonova. 2005. Tanya Jawab Seputar Buah Merah. Penebar Swadaya, Jakarta. Conti M, PC Moramd, P Levillain, dan A Lemmonier. 1991. Improve Fluorometric Determinant of Malonaldehyde. Am. J. Clin. Nutr 53: 314321. Davidson S. 1981. Di dalam : Chairul, AN. Pengaruh Sistem Dispersi Solida Parasetamol Urea Terhadap Kadar Transaminase Serum dan Protein Darah Tikus Putih. Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran Hewan, UNAIR, Surabaya.
138
Du F, DA Higginbotham dan BD White. 2000. Food Intake, Energy Balance and Serum Leptin Concentrations in Rats Fed Low Protein Diets. American Society for Nutritional Sciences. 514-521. Fessenden RJ dan JS Fessenden. 1992. Kimia Organik. Airlangga, Jakarta. Frankel M. 1985. Lectures in Internal Medicine. Ilmu Penyakit Dalam. Rumah Sakit PGI Tjikini. Jakarta. Friedwald WT, RI Levy, dan DS Fredriskson. 1972. Estimation of the concentration of low-density lipoprotein cholesterol in plasma without use of the preparative ultra-centrifuge. Clinical Chemistry. 18 : 499-502. Gaman PM dan KB Sherrington. 1992. Ilmu Pangan. Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi Kedua. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Gurr MJ dan AT James. 1975. Lipid Biochemistry. Chapman and Hall, London. Halimah P. 1997. Mempelajari Keamanan Antioksidan Daun Sirih (Piper betle L.) Dosis Rendah Pada Pertumbuhan Tikus dan Proliferasi Limfosit. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor. Halliwel B dan JMC Gutteridge. 1991. Free Radical in Biology and Medicine. Clarandon Press Oxford, London. Handayani CA. 2005. Pembuatan Tepung Kedelai Kaya Isoflavon Melalui Ekstraksi Asetonitril dan Hidrolisis Bromelin Serta Evaluasi Nilai Gizi Proteinnya secara Biologis. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Harris RS dan E Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Penerbit ITB, Bandung. Heslet L. 1997. Kolesterol Yang Perlu Anda Ketahui. Penerbit A. Adiwiyoto. Megapoint Divisi Kesaint Blanc, Jakarta. Jialal I dan S Devaraj. 1997. Assesment of LDL oxidation : in vivo and ex vivo measurements. Di dalam : Aruoma OI dan SL Cuppett (eds). Antioxidants Methodology. AOCS Press, Champaign. Kelly WR. 1993. The Liver and Biliary System. Di dalam : KVF Kennedy PC and Palmer N. Pathology of Domestic Animals. Academic Press, San Diego. Hal : 319 – 406. Ketaren S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press, Jakarta.
139
Krinsky NI. 1992. Mechanism of Action Biological Antioxidant. Society for Experimental Biological and Medicine, Boston. Laurence DR dan PN Bennet. 1995. Clinical Pharmacology. Longman Singapore Publisher (Ptc.) LTD, Singapore. Lehninger. 1982. Principles of Biochemistry. Worth Publisher, Inc. .New York. Penterjemah : Thenawijaya M. 1990. Dasar-dasar Biokimia. Penerbit Erlangga, Jakarta. Linder MC. 1992. Nutritional Biochemistry and Metabolism. Elsevier Science Publishing Company, Inc. New York. Lu FC. 1995. Toksikologi Dasar. Edisi ke-2. UI Press, Jakarta. Malole MBM dan CSU Pramono. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Marinetti GV. 1990. Disorders of Lipid Metabolism. Plenum Press, New York. Marsic V and R Yodice. 1992. The Dietary Role of Monounsaturates. INFORM, 3:681. Muchtadi D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. __________. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Studi Ilmu Pangan. Pascasarjana IPB, Bogor. Nawar W. 1985. Lipids. Di dalam Sugiman, 2000. Pengaruh Sari Jahe Dalam Menghambat Oksidasi LDL Plasma Darah Pada Manusia. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian.IPB, Bogor. Olson JA. 1991. Vitamin A. Di dalam Handbook of Vitamins. Machlin LJ (ed.). Marcel Dekker Inc., New York. Pamin K. 1990. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Perkebunan Medan. Dinas Perkebunan Propinsi DATI I, Riau. Parthasarathy S, N Santanam dan N Auge.1998. Antioxidants and low density lipoprotein oxidation. Di dalam : Papas AM. Antioxidant Status, Diet, Nutrition, and Health. CRC Press, New York. Prangdimurti E. 1999. Efek Perlindungan Ekstrak Jahe Terhadap Respon Imun Mencit Yang Diberi Perlakuan Stress Oksidatif Oleh Pestisida Paraquat. Thesis. Program Pascasarjana. IPB, Bogor.
140
Pribadi ES. 2006. Studi Tentang Protein Organ Hati yang Berinteraksi Dengan Aflatoksin B1. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Raharjo S, dan JN Sofos. 1993. Methodology for Measuring Malonaldehyde as a Product of Lipid Peroxidation in Muscle Tissues : a Review. Meat Science 35 : 145-169. Reeves, P.G., F.H.Nielsen, dan G.C.Fahey Jr. 1993. AIN-93 Purified Diets for Laboratory Rodents : Final Report of the American Institute of Nutrition Ad Hoc Writing Committee on the Reformulation of the Ain 76-a Rodent Diet. Journal of Nutrition Vol.123 No.11 November 1993, pp. 1939-1951. Sadsoeitoeboen MJ. 1999. Pandanaceae : Aspek Botani dan Etnobotani Dalam Kehidupan Suku Arfak di Irian Jaya. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB, Bogor. Sardesai VM. 2003. Introductional to Clinical Nutrition. Second Edition. Marcell Dekker,Inc. New York. Sediaoetama AD. 2006.Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Penerbit Dian Rakyat, Jakarta. Shelly AJ. 2008. Uji Antiproliferasi Fraksi Minyak Dan Fraksi Air Buah Merah (Pandanus Conoideus Lam.) Terhadap Sel Kanker Hela Dan Sel Kanker K-562 Secara In Vitro. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sianturi G. 2002. Minyak Sawit Bikin Jantung Sehat & Awet Muda. http://www.gizi.net. [1 Februari 2008]. Sipes IG dan Gandolfi AJ. 1986. Biotransformation of Toxicants. In: CD Klaaseen et al. (Ed.). Casarett and Doull’s Toxicology. The Basic Science of Poison. 3rd ed. Macmillan Publishing Co. New York. P 64-68. Sitepoe M. 1993. Kolesterol FOBIA : Keterkaitan dengan Penyakit Jantung. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Smith JB dan S Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan Pengunaan Hewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press, Jakarta. Soegih R. 1995. Gangguan Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Sadar pangan dan Gizi. Bul 4 (3) :2-3. Suhardjo dan CM Kurharto. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
141
Susanti. 2006. Karakterisasi Ekstrak Buah Merah (Pandanus conoides Lam.) dan Uji Biologis terhadap Proliferasi Sel Limfosit Mencit. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Swern D. 1982. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products Vol 2. John Wiley and Sons, New York. The British National Foundation. Di dalam Sakidja E. Skripsi Fateta 2002. Mempelajari Pengaruh Pemberian Poliester Sukrosa dari Minyak Kelapa Terhadap Kadar Kolesterol Total, HDL dan LDL Serta Trigliserida Darah Tikus Percobaan (Rattus norvegicus). Institut Pertanian Bogor, Bogor. Trilaksani W. 2003. Antioksidan : Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran Terhadap Kesehatan. Term Paper Introductory Science Philosophy (PPS702).Graduate Program/S3. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Vessby B. 1994. Implication of Long Chain Fatty Acids Studies. INFORM, 5:182 Widarta IWR. 2007. Jadikan Minyak Sawit Merah Sebagai Pangan Fungsional. http://www.bali-post.com. [1 Februari 2008]. Wijaya A. 1993. Gangguan Metabolisme Lemak dan Penyakit Jantung Koroner, Program Pustaka Prodia, Bandung. Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT.Gramedia, Jakarta. Wu Q. 2003. Purification and Antioxidant Activities of Soybean Isoflavones. Thesis. The Departement of Food Science. B, S., Zhejiang University. Yani NE. 1990. Hubungan Konsumsi Makanan dengan Kadar Kolesterol Darah. Skripsi. Jurusan GMSK. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor. Zakaria FR. 1996. Peranan Zat Gizi Dalam Sistem Kekebalan Tubuh. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 7:75-81. Zimmerman HJ. 1978. Hepatotoxicity. Appleton Century Crofts. New York. Halaman 25-45.
142
LAMPIRAN Lampiran 1. Komposisi ransum tikus percobaan (AIN, 1993) Bahan Kasein Maizena Sukrosa Minyak kedelai Serat Mineral mix Vitamin mix
g bahan/kg diet 200 535 100 70 50 35 10
Lampiran 2. Contoh perhitungan konversi dosis buah merah Diketahui : Berat jenis buah merah = 0.9 g/ml Dosis normal buah merah pada manusia perhari = 15 ml Dosis buah merah (ml) :
50 kg = 0,06 kg X 15 ml Χ=
15 ml x 0,06 kg 50 kg
= 0,018 ml ≈ 0,02 ml Dosis buah merah (mg/kg BB) :
18 mg * x 1000 g/kg = 300 mg/kg BB 60 g * *
Keterangan : * 0,9 g/ml x 0,02 ml = 0,018 g = 18 mg ** rata-rata berat tikus pada awal perlakuan
143
Lampiran 3. Diagram alir pengukuran MDA dengan metode Conti et al. (1991) yang dimodifikasi Organ hati ditimbang ± 1,25 g 2,5 ml PBS dingin
dihancurkan disentrifus 3000 rpm selama 15 menit
Supernatan 1 ml 4 ml campuran HCl, TCA, TBA, BHT
dipanaskan dalam waterbath 80o C selama 1 jam didinginkan dengan air mengalir
disentrifus 3000 rpm selama 10 menit ukur supernatan pada 532 nm
144
Lampiran 4. Rekapitulasi data pertumbuhan berat badan tikus percobaan Minyak 300 mg/kg BB Tikus H-1 H-3 H-5 1 50 54 55 2 55 52 50 3 54 58 62 4 51 47 49 5 49 45 54 Minyak 600 mg/kg BB 1 55 59 67 2 55 60 64 3 50 52 59 4 58 68 64 5 52 55 61 Minyak 1200 mg/kg BB 1 53 58 60 2 50 46 55 3 49 54 49 4 53 65 64 5 54 46 58 Air 300 mg/kg BB 1 56 69 60 2 53 54 52 3 50 52 60 4 50 62 68 5 46 55 60 Air 600 mg/kg BB 1 52 57 60 2 50 52 65 3 50 50 50 4 52 65 67 5 53 59 60 Air 1200 mg/kg BB 1 52 44 55 2 51 53 59 3 51 51 50 4 48 57 60 5 43 48 47 Kontrol air putih 1 50 47 53 2 48 50 42 3 45 51 57 4 48 55 50 Non-Protein 1 54 59 50 2 50 52 52 3 50 42 45 4 48 52 45
H-7 61 53 54 51 51
H-9 69 57 62 50 56
H-11 70 65 68 48 54
H-13 65 70 70 43 51
H-15 69 75 80 42 69
H-17 75 78 74 40 78
74 71 64 69 70
79 80 67 77 75
88 84 70 88 85
93 80 75 77 86
102 98 64 89 94
105 103 55 96 99
65 54 48 70 65
66 62 54 77 70
71 70 53 84 71
75 72 57 85 78
80 80 50 96 87
89 89 62 88 95
74 56 69 76 71
77 61 75 83 77
88 69 82 89 86
91 75 85 90 89
94 82 95 86 96
100 90 99 80 104
69 60 57 69 62
71 65 57 72 65
80 73 64 72 66
78 74 68 71 65
99 80 65 73 70
84 88 62 72 75
65 62 55 69 52
69 74 54 74 47
75 73 58 77 50
78 80 61 77 58
85 86 68 74 60
93 74 76 76 64
65 39 62 49
55 39 74 54
67 38 74 50
75 42 82 48
83 46 86 43
87 50 89 41
45 60 61 42
40 52 57 41
38 53 61 40
*
* 54 48 42
* 52 46 41
50 47 40
145
Lampiran 5. Tabel pertambahan berat badan tikus percobaan
Kelompok Fraksi minyak 300 mg/kg BB Fraksi minyak 600 mg/kg BB Fraksi minyak 1200 mg/kg BB Fraksi air 300 mg/kg BB Fraksi air 600 mg/kg BB Fraksi air 1200 mg/kg BB kontrol nonprotein
1 6,67 6,33 4,67 5 4 -0,67 0,67 -4,33
3 5 7,67 4,67 8,75 4,5 4,33 3,67 1,33
Hari ke5 0,67 0,67 4,33 3,75 0 4,67 6,67 -3,33
7 6,3 11,67 7,33 6,75 5,5 5,33 4,67 -1,67
9 2 4,33 8,67 6,5 6,5 6,67 3,67 -0,67
146
Lampiran 6. Tabel jumlah konsumsi protein tikus percobaan Kode M300.1 M300.2 M300.3 M300.4 M300.5 M600.1 M600.2 M600.3 M600.4 M600.5 M1200.1 M1200.2 M1200.3 M1200.4 M1200.5 A300.1 A300.2 A300.3 A300.4 A300.5 A600.1 A600.2 A600.3 A600.4 A600.5 A1200.1 A1200.2 A1200.3 A1200.4 A1200.5 Kontrol1 Kontrol2 Kontrol3 Kontrol4
Konsumsi protein 14,21 14,57 13,36 10,25 13,10 16,92 16,59 12,11 14,35 15,13 13,55 14,04 9,63 13,97 14,16 15,22 13,81 16,50 12,32 15,75 13,39 15,20 11,61 9,89 8,81 13,48 12,25 11,62 12,11 11,47 13,43 13,26 13,53 -
Keterangan : M300 = fraksi minyak 300 mg/kg BB M600 = fraksi minyak 600 mg/kg BB M1200 = fraksi minyak 1200 mg/ kg BB A300 = fraksi air 300 mg/kg BB A600 = fraksi air 600 mg/kg BB A1200 = fraksi air 1200 mg/kg BB
147
Lampiran 7. Contoh perhitungan nilai NPR NPR = penambahan berat − penurunan berat nonprotein konsumsi protein yang diuji
Rata-rata penurunan berat badan nonprotein = (−10) + (−14) + (−2) 3
= -8,67 Nilai NPR (M02.1) = 14 − (−8,67) 14,20965
= 1,59 Lampiran 8. Rekapitulasi nilai NPR rata-rata kelompok tikus percobaan
Ulangan 1 2 3 4 RataRata
minyak 300 mg/kg BB 1,59538 2,31025 2,14601 2,72302
minyak 600 mg/kg BB 2,34504 2,45193 2,48593 2,48983
Grup Tikus minyak 1200 air 300 mg/kg mg/kg BB BB 2,41089 2,27839 3,11111 3,08945 2,73127 2,34353 2,64492
air 600 mg/kg BB 2,41244 2,45810
air 1200 mg/kg BB 2,71939 2,55156 1,80177
kontrol 2,28390 1,33304 1,63578
2,19367
2,44318
2,75109
2,43527
2,35757
1,75091
2,58907
148
Lampiran 9. Tabel nilai rata-rata BV dan NPU antar kelompok perlakuan Rata-rata BV NPU 45,80 39,34 28,67 23,28 78,03 56,49 55,78 46,39 66,43 45,25 73,94 38,64 38,63 34,66
Kelompok minyak 300 mg/kg BB minyak 600 mg/kg BB minyak 1200 mg/kg BB air 300 mg/kg BB air 600 mg/kg BB air 1200 mg/kg BB kontrol
Lampiran 10. Hasil analisa sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap BV ANOVA BV
Between Groups
Sum of Squares 4130,970
6
Mean Square 688,495
425,264
7
60,752
4556,234
13
Within Groups Total
df
F 11,333
Sig. ,003
BV Duncan Subset for alpha = .05 kelompok minyak 600 mg/kg BB
N
1
2
3
4
2
28,6700
kontrol
2
38,6300
38,6300
minyak 300 mg/kg BB
2
45,7950
45,7950
air 300 mg/kg BB
2
air 600 mg/kg BB
2
66,4250
66,4250
air 1200 mg/kg BB
2
73,9400
73,9400
minyak 1200 mg/kg BB
2
Sig.
55,7800
55,7800
78,0300 ,072
,072
,060
,195
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
149
Lampiran 11. Hasil analisa sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap NPU ANOVA NPU Sum of Squares Between Groups
Mean Square 6
216,042
727,029
7
103,861
2023,281
13
Within Groups Total
df
1296,252
F 2,080
Sig. ,180
NPU Duncan Subset for alpha = .05 kelompok minyak 600 mg/kg BB
N
1
2
2
23,2800
kontrol
2
34,6600
34,6600
air 1200 mg/kg BB
2
38,6400
38,6400
minyak 300 mg/kg BB
2
39,3350
39,3350
air 600 mg/kg BB
2
45,2500
45,2500
air 300 mg/kg BB
2
46,3850
46,3850
minyak 1200 mg/kg BB
2
Sig.
56,4850 ,073
,087
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2,000.
150
Lampiran 12. Rekapitulasi hasil analisis lipida darah tikus percobaan Kelompok Kontrol
Fraksi minyak 500 mg/kg BB
Fraksi minyak 1000 mg/kg BB
Fraksi minyak 1500 mg/kg BB
Fraksi air 500 mg/kg BB
Fraksi air 1000 mg/kg BB
Fraksi air 1500 mg/kg BB
Ulangan 1 2 3 Rata-rata 1
CHOL 83 87 94 88 78
LDL/HDL 0,6 0,61 0,86 0,69 0,53
trigliserida 95 84 98 92,33 100
SGPT 29 28 34 30,33 27
SGOT 73 71 81 75 61
2 3 Rata-rata 1
76 73 75,67 78
0,72 0,61 0,62 0,69
88 81 89,67 75
30 24 27 25
72 72 68,33 60
2 3 Rata-rata 1
62 70 70 77
0,5 0,67 0,62 0,58
72 74 73,67 69
24 30 26,33 30
68 70 66 70
2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata 1 2 3 Rata-rata
73 75 75 80 76 95 83,67 75 80 63 72,67 73 65 83 73,67
0,54 0,57 0,56 0,86 0,7 0,79 0,78 0,52 0,67 0,61 0,6 0,59 0,67 0,68 0,65
76 83 76 96 103 89 96 105 92 109 102 106 109 86 100,33
28 31 29,67 32 29 29 30 30 32 27 29,67 31 32 31 31,33
82 82 78 81 79 80 80 78 68 60 68,67 72 74 70 72
151
Tabel 13. Kadar rata-rata kolesterol total, LDL/HDL, dan trigliserida Total kolesterol
Perlakuan Kontrol Minyak 500 mg/kg BB Minyak 1000 mg/kg BB Minyak 1500 mg/kg BB Air 500 mg/kg BB Air 1000 mg/kg BB Air 1500 mg/kg BB
LDL/HDL (mg/dl) 0.69 0.62 0.62 0.56 0.78 0.60 0.65
88.00 75.67 70.00 75.00 83.67 72.67 73.67
Trigliserida 92.33 89.67 73.67 76.00 96.00 102.00 100.33
Lampiran 14. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kolesterol ANOVA nlai kolesterol Sum of Squares Between Groups
Mean Square 6
125,048
726,667
14
51,905
1476,952
20
Within Groups Total
df
750,286
F 2,409
Sig. ,082
nlai kolesterol Duncan Subset for alpha = .05 kelompok minyak 1000 mg/kg BB
N
1
2
3
70,00
air 1000 mg/kg BB
3
72,67
air 1500 mg/kg BB
3
73,67
minyak 1500 mg/kg BB
3
75,00
75,00
minyak 500 mg/kg BB
3
75,67
75,67
air 500 mg/kg BB
3
83,67
83,67
kontrol
3
Sig.
88,00 ,055
,060
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
152
Lampiran 15. Hasil analisa ragam pengaruh perlakuan terhadap rasio LDL/HDL ANOVA rasio LDL/HDL Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
,093
6
,016
Within Groups
,113
14
,008
Total
,207
20
F 1,920
Sig. ,148
rasio LDL/HDL Duncan Subset for alpha = .05 kelompok minyak 1500 mg/kg BB
N
1
2
3
,5633
air 1000 mg/kg BB
3
,6000
minyak 500 mg/kg BB
3
,6200
,6200
minyak 1000 mg/kg BB
3
,6200
,6200
air 1500 mg/kg BB
3
,6467
,6467
kontrol
3
,6900
,6900
air 500 mg/kg BB
3
Sig.
,7833 ,144
,062
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
153
Lampiran 16. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap trigliserida ANOVA nilai trigliserida Sum of Squares Between Groups
Mean Square 6
377,556
964,667
14
68,905
3230,000
20
Within Groups Total
df
2265,333
F
Sig.
5,479
,004
nilai trigliserida Duncan Subset for alpha = .05 kelompok minyak 1000 mg/kg BB
N
1
2
3
3
73,67
minyak 1500 mg/kg BB
3
76,00
minyak 500 mg/kg BB
3
kontrol
3
air 500 mg/kg BB
3
96,00
air 1500 mg/kg BB
3
100,33
air 1000 mg/kg BB
3
Sig.
76,00 89,67
89,67 92,33
102,00 ,736
,063
,120
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
154
Lampiran 17. Tabel nilai MDA kelompok perlakuan ulangan 1 2 3 rata-rata
kontrol 0,1037 0,1028 0,1047 0,1037
minyak 500 mg/kg BB 0,0829 0,0940 0,1051 0,0940
minyak 1000 mg/kg BB 0,0584 0,0769 0,0685 0,0679
minyak 1500 mg/kg BB 0,0574 0,0991 0,0783 0,0783
air 500 mg/kg BB 0,0889 0,0885 0,1056 0,0943
air 1000 mg/kg BB 0,0898 0,0954 0,0741 0,0864
air 1500 mg/kg BB 0,1162 0,1190 0,1223 0,1192
Lampiran 18. Kurva standar malonaldehida 0,3
absorbansi
0,25
y = 2,1592x + 0,012 R2 = 0,9161
0,2
Absorbansi
0,15
Linear (Absorbansi)
0,1 0,05 0 0
0,05
0,1
0,15
konsentrasi
77
Lampiran 19. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap nilai MDA ANOVA nilai Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
,005
6
,001
Within Groups
,002
14
,000
Total
,007
20
F
Sig.
6,766
,002
nilai Duncan Subset for alpha = .05 kelompok minyak 1000 mg/kg BB
N
1
2
3
4
3
.067933
minyak 1500 mg/kg BB
3
.078267
.078267
air 1000 mg/kg BB
3
.086433
.086433
.086433
minyak 500 mg/kg BB
3
.094000
.094000
air 500 mg/kg BB
3
.094333
.094333
kontrol
3
air 1500 mg/kg BB
3
Sig.
.103733
.103733 .119167
,073
,125
,100
,112
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
78
Lampiran 20. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap SGPT ANOVA nilai SGPT Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
59,905
6
9,984
Within Groups
83,333
14
5,952
143,238
20
Total
F 1,677
Sig. ,199
nilai SGPT Duncan Subset for alpha = .05 kelompok minyak 1000 mg/kg BB
N
1
2
3
26,33
minyak 500 mg/kg BB
3
27,00
27,00
minyak 1500 mg/kg BB
3
29,67
29,67
air 1000 mg/kg BB
3
29,67
29,67
air 500 mg/kg BB
3
30,00
30,00
kontrol
3
30,33
30,33
air 1500 mg/kg BB
3
Sig.
31,33 ,093
,071
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
79
Lampiran 21. Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap SGOT ANOVA nilai SGOT Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
501,810
6
83,635
Within Groups
461,333
14
32,952
Total
963,143
20
F
Sig.
2,538
,071
nilai SGOT Duncan Subset for alpha = .05 SGOT minyak 1000 mg/kg BB
N
1
2
3
3
66,00
minyak 500 mg/kg BB
3
68,33
68,33
air 1000 mg/kg BB
3
68,67
68,67
air 1500 mg/kg BB
3
72,00
72,00
72,00
kontrol
3
75,00
75,00
75,00
minyak 1500 mg/kg BB
3
78,00
78,00
air 500 mg/kg BB
3
Sig.
80,00 ,103
,082
,137
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
80
81