i
ANALISIS PENURUNAN KADAR BESI (Fe) DAN MANGAN (Mn) DALAM AIR SUMUR GALI DENGAN METODE AERASI FILTRASI MENGGUNAKAN AERATOR SEMBUR/SPRAY DAN SARINGAN PASIR CEPAT
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana (S-1)
CICI INTAN PERMATASARI F1B1 10 077
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
i
ii
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Penurunan Kadar Besi (Fe) Dan Mangan (Mn) Dalam Air Sumur Gali Dengan Metode Aerasi Filtrasi Menggunakan Aerator Sembur/Spray Dan Saringan Pasir Cepat’’ ini dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa pula salawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, dan para sahabatnya beliau. Dalam pelaksanaan penelitian hingga terangkumnya skripsi ini, cukup banyak rintangan dan hambatan yang penulis jumpai, sehingga disadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak mungkin tersusun tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan dan dukungan. Terimakasih yang teristimewa penulis ucapkan kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda La Jia, S.pd.I, MM.Pub dan ibunda Tintin Sulianti atas limpahan cinta, kasih sayang, doa restu serta dukungan moril dan materi yang tak berhingga sehingga penulis mampu menyelesaikan studi dengan baik tidak lupa pula Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. La Aba, S.Si., M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Dr. La Ode Ahmad Nur Ramadhan, M.Si selaku pembimbing II atas kesabaran dalam bimbingan serta memberikan ilmu yang begitu
iii
iv
berharga kepada penulis selama ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1.
Rektor Universitas Halu Oleo.
2.
Dekan Fakultas MIPA Universitas Halu Oleo.
3.
Ketua dan Sekretaris Jurusan Fisika FMIPA Universitas Halu Oleo.
4.
Bapak, Dr. Muh. Zamrun F, S.Si, M.Si, M.Sc, Bapak Dr. Eng. La Agusu, S.Si., M.Si & Ibu Wa Ode Sitti Ilmawati, S.Si., M.Sc selaku Penguji, yang telah memberikan saran dan kritik yang sangat bermanfaat.
5.
Bapak Dr. Ida Usman, S.Si, M.Si selaku penasehat akademik, yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama menempuh pendidikan.
6.
Dosen-dosen pengajar Universitas Halu Oleo, khususnya kepada seluruh dosen di Jurusan Fisika, yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu yang sangat berharga.
7.
Kepala Laboratorium Biologi yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di Laboratorium Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
8.
Bapak Rahmat Hasan, A.md selaku laboran Laboratorium Biologi Unit Forensic dan Biomolekuler FMIPA UHO yang telah membimbing penulis saat melakukan penelitian.
9.
Kepada Bapak Arsip dan keluarga yang sudah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian air sumur gali
iv
v
10. Kepada seluruh keluarga besarku kakek-nenek, paman-bibi, Saudara-saudari tercinta Ridwan Jayanto, S.SI, Tias Rahayu, SE (Ipar Penulis), Putra Adi Irawan, S. ST., M.Si., WD. Vivi Nursalam S.Kep, Ns (Ipar Penulis), Rini Mulyasari A.Md kep, Johan Satari, A.Md (Ipar Penulis), WD. Vivi Nursalam S.Kep, Ns (Ipar Penulis), adik-adik tersayang Citra Purnama Sari, Ade Rahmad Syah dan Isah Lendri Pratiwi, ponakan tersayang Aldaiyah Ramadhani Ridwan dan Ravael Abdilah Johan dan Az Zahra Dwi Salsabilah Johan seluruh keluarga besarku yang telah memberikan doa, kasih sayang dan semangat. 11. Terkhusus sahabat-sahabat Sitti Nurtina, S.Pd, Vivi Fitriani, A.Md kep, Sri Rahayu Kusmen, S.KM, Aspopik, S.SI., La Ode Anwar, dan Wa ode Yusmin yang senantiasa menemani dan memberi motivasi kepada penulis. 12. Sahabat-sahabat seperjuangan : Irma, S.Si, Vita, S.Si, Rina, Syahrul Ramadhan, Hasaruddin Dg Kulle, ST, Andi Gustidar, Niluh Fristya dan Zulfawati Syamsul, ST. 13. Rekan-rekan Fisika angkatan 2010 FMIPA UHO : Reflianis Munandar S.Si, Nurfitri S.Si, Bahrin S.Si, Epitahestirosihan S.Si, Desi Dwiyana Rivai S.Si, Sitti Nur Ashira S.Si,Vita Nurlaela S.Si, Zulkaidah S.Si, Dewi Purnamasari, Kinanti, Kusumastia S.Si, Ferdi Pere, Ermawati S.Si, Heryanto S.Si, Risna dan Mucdasir terimakasih telah berbagi suka dan duka selama proses perkuliahan. 14. Kepada senior Fisika angkatan 2006-2009, junior Fisika angkatan 2011, Rahmat, S.Si, Hayrudin Samir, Umy Kaltsum, Ristiar Riwasa, Trisnawati, Ita Kurniasih,
v
vi
Munita, Resky Amalia, Jumiati Arsyad, Aslan, Aqidah, Justina, Fina
serta
angkatan 2013-2014 FMIPA UHO senang bisa mengenal kalian semua. 15. Teman-teman asrama Belqis dan putri anisa (Mbak Erni, Nurhaida. SP, Eka Sundarsih, Badilah, Fadli, Zulkarnain, S.T.,dll), asrama Monapa (Wanti Puspitasari S.Pi, Yusnaningsi Tamrin, SP., Badarudin, LM. Fauzan Basrut, Darwis dan kak Fatahilah SH), asrama Tersanjung II (La Ode Hermin S.Sos, Rolan Julius, S.Pd., Syahril A.md, Muh. Haedir S.Kom, Suardi, Takdir S.Sos, Jamal, Erik, Putri, Rafidawati, Oci, Akram, Ida, Arfan, Ayu, Aan, Lisna SE, Salihin, Asrul, Adi, Nur, Asruddin S.kep, Firman dan
Ramadhan), asrama
Rahma (Nisa Ulhusna, Marlina, Sri Kumala, WD. Sitti Ramadhani, Vidia Mhuzra, Asmi Narti, Falel Gareza, Salim, Fatma, Iking, Ito, dan Padli). 16. Semua rekan-rekan Himpunan Pemuda Pelajar Mahasiswa Napabalano (HIPPMANAB) maaf penulis tidak bisa menyebutkan satu persatu. 17. Teman-teman seperjuangan selama KKN di Desa Tetembuta 2014 Kec. Dangia, Kolaka Timur (Roni Irpangki S.KM, Warti,S.Pd. Wd. Diana, S.Pd., Harmida, S.Pd, Nagasari, LM. Hasra Hasba, Wahyuni Amir, S.Pd., Wd. Irmasari, SE, Bai Sarmiati S.Si, LM. Ramadhan, S.Pd, Andi Erfiansyah, S. Farm. Erna, Widia, dan Robi) serta Bapak dan Ibu Kepala Desa Tetembuta. 18. Terkhusus untuk Assir Arafat, S.Pd yang telah memberikan semangat, motivasi, bantuan moril dan materil, waktu dan tenaga untuk membantu penulis dalam proses penyelesaan Skipsi ini.
vi
vii
Penulis memohon maaf serta mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca, guna perbaikan di masa yang akan datang. Semoga hasil tugas akhir ini dapat memberikan faedah bagi semua pihak, khususnya bagi dunia ilmu pengetahuan. Kendari,
April 2016
Penulis
vii
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR GRAFIK ABSTRAK ABSTRACT I.
i ii iii viii x xi xii xiii xiv
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Batasan Masalah C. Rumusan Masalah D. Tujuan Penelitian E. Manfaat Penelitian
1 5 5 5 6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Air tanah B. Sumur Gali 1. Sumur Dangkal (air tanah dangkal) 2. Sumur Dalam (air tanah dalam) C. Persyaratan Kualitas Air Bersih 1. Besi (Fe) 2. Mangan (Mn) 3. Kekeruhan dan Warna 4. Bau dan Rasa D. Metode Pengolahan Air 1. Aerasi 2. Filtrasi 3. Proses Aerasi-Filtrasi 3.1. Proses Aerasi menggunakan Aerator Spray 3.2. Proses Filtrasi menggunakan Saringan Pasir Cepat 3.3. Spektrometri Serapan Atom (SSA)
7 9 10 10 11 11 13 14 16 17 17 18 18 20 21 23
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat B. Jenis Penelitian C. Alat dan Bahan
26 26 26
viii
ix
D. Desain Reaktor E. Desain Alat Penelitian 1. Prosedur kerja 2. Diagram Alir 3. Langkah-langkah penilitian 3.1. Pengambilan Sampel 3.2. Pengukuran Sampel Dengan Menggunakan AAS Hitachi Z 2000 (Spektrofotometer Serapan Atom)
27 27 28 29 30 30 32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan Pengukuran Air Sumur Gali 1. Warna 2. Bau 3. Rasa 4. Kekeruhan 5. Pengukuran kadar Besi (Fe) dan mangan (Mn) B. Hasil Pengukuran Aerasi kadar Besi (Fe) dan mangan (Mn) 1. Warna 2. Bau 3. Rasa 4. Kekeruhan 5. Pengukuran kadar Besi (Fe) 6. Efektivitas Pengolahan 7. Pengukuran kadar Mangan (Mn) 8. Efektivitas Pengolahan C. Hasil dan Pengukuran Filtrasi kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) 1. Warna 2. Bau 3. Rasa 4. Kekeruhan 5. Pengukuran kadar Besi (Fe) 6. Efektivitas Pengolahan 7. Pengukuran kadar Mangan (Mn) 8. Efektivitas Pengolahan
34 34 34 34 35 35 36 36 37 37 38 38 39 40 41 44 44 45 45 46 46 47 48 49
V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
54 55
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
56 59
ix
x
DAFTAR TABEL
Tabel
Teks
Halaman
2.1 3.1 4.1
Perbedaan antara sumur dangkal dan sumur dalam Alat dan Bahan Penelitian Data hasil pengukuran kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) air sumur gali Data hasil pengukuran setelah aerasi dengan kadar besi (Fe) Hasil analisis data efektivitas penurunan dengan kadar besi (Fe) Data hasil pengukuran setelah aerasi dengan kadar mangan (Mn) Hasil analisis data efektivitas penurunan kadar mangan (Mn) Data hasil pengukuran setelah aerasi-filtrasi dengan kadar besi (Fe) Hasil analisis data efektivitas penurunan kadar besi (Fe) Data hasil pengukuran setelah aerasi-filtrasi dengan kadar mangan (Mn) Hasil analisis data efektivitas penurunan kadar mangan (Mn) Hasil penurunan keseluruhan kadar besi dan mangan
11 26
4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10
x
35 38 39 39 42 46 47 48 49 53
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 2.2 2.3 2.4 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 4.1 4.6
Teks
Halaman
Sumur Gali Sketsa Aerator Spray Sketsa Saringan Pasir Cepat Alat Atomic Absorbtion Spektrofotometry Alat Penelitian (aerator Spray dan saringan pasir cepat) Diagram Alir Penelitian Pengambilan sampel awal pada air sumur gali Pengambilan air sampel pada proses aerasi Pengambilan air sampel pada proses filtrasi Sampel air sumur gali hasil aerasi : (a) aerasi 4 semburan; (b) 6 semburan; (c) 9 semburan Sampel air sumur gali hasil filtrasi : (a) filtrasi 4 semburan; (b) 6 semburan; (c) 9 semburan
xi
9 20 22 23 27 29 30 31 31 36 45
xii
DAFTAR GRAFIK
Gambar 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10
Teks Profil hubungan kadar besi setelah aerasi dan jumlah semburan aerasi Profil hubungan kadar besi setelah aerasi dan efektivitas pengolahan Profil hubungan kadar mangan setelah aerasi dan jumlah semburan aerasi Profil hubungan kadar mangan setelah aerasi dan jumlah semburan aerasi Profil hubungan kadar besi setelah aerasi-filtrasi dan jumlah semburan Profil hubungan kadar besi setelah aerasi-filtrasi dan efektivitas pengolahan Profil hubungan kadar mangan setelah aerasi-filtrasi dan jumlah semburan Profil hubungan kadar mangan setelah aerasi-filtrasi dan efektivitas pengolahan Profil Penurunan keseluruhan proses aerasi-filtrasi untuk besi (Fe) Profil Penurunan keseluruhan proses aerasi-filtrasi untuk mangan (Mn)
xii
Halaman
39 40 41 42 46 48 48 50 53 53
xiii
ANALISIS PENURUNAN KADAR BESI (Fe) DAN MANGAN (Mn) DALAM AIR SUMUR GALI DENGAN METODE AERASI FILTRASI MENGGUNAKAN AERATOR SEMBUR/SPRAY DAN SARINGAN PASIR CEPAT Oleh : CICI INTAN PERMATASARI F1B1 10 077
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian ini mengenai pengolahan air sumur gali dengan metode aerasi-filtrasi menggunakan aerator sembur/spray dan saringan pasir cepat untuk menurunkan kadar besi (Fe) dan Mangan (Mn). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penurunan kadar Fe, kadar Mn, bau, rasa dan kekeruhan setelah dilakukan pengolahan aerasi-filtrasi dengan menggunakan aerator sembur dan saringan pasir cepat. Pengukuran sampel awal air sumur gali untuk penentuan kadar Fe dan Mn dengan metode Spektroskopi Serapan Atom menghasilkan kadar logam Fe sebesar 0,95 mg/L dan untuk kadar Mn sebesar 0,68 mg/L. Penurunan kadar Fe dan Mn pada metode aerasi-filtrasi dengan variasi jumlah semburan (4, 6 dan 9) selama masing-masing 2 jam yang menghasilkan kadar Fe yang efisien sebesar 0,43 mg/L dan 0,16 mg/L setelah difiltrasi, untuk kadar Mn menghasilkan sebesar 0,39 mg/L dan 0,026 mg/L setelah filtrasi. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi Fe dan Mn sudah berada di bawah nilai ambang batas baku mutu Permenkes No. 492/Menkes/IV/2010 yaitu ≥ 0,3 mg/L untuk besi (Fe) dan ≥ 0,4 untuk mangan (Mn). Efektivitas pengolahan pada metode aerasi-filtrasi kadar Fe menghasilkan persentase sebesar 83,15% dan kadar Mn sebesar 96,13%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan air sumur gali dengan metode aerasi-filtrasi menggunakan aerator sembur dan saringan pasir cepat berhasil menurunkan kadar Fe dan kadar Mn pada air sumur gali. Kata kunci: Aerasi-filtrasi, Aerator Sembur, air sumur gali, kadar Fe dan Mn.
xiii
xiv
ANALYSIS ON REDUCTION OF IRON (Fe) AND MANGANESE (Mn) CONCENTRATION IN DUG WELL WATER USING AERATION FILTRATION METHOD WITH SPRAY AERATOR AND FAST SAND FILTERS By : CICI INTAN PERMATASARI F1B1 10 077
ABSTRACT Study on dug wells water treatment with aeration-filtration method using sprayed aerator and Fast sand filter to reduce iron (Fe) and manganese (Mn) concentration was carried out. The aim of study is to determine the reduction of iron and manganese concentration, odor, taste, and turbidity after aeration-filtration processing using sprayed aerator spray and Fast sand filter. Determination of Fe and Mn concentration was conducted by means of Atomic Absorption Specrofotometry (AAS) method. Result of analysis shows that metal concentration ion of initial sample water before treatment are 0.95 mg /L for Fe and 0.68 mg /L for Mn. The reduction of Fe and Mn in aeration-filtration method with spray variation amount (4, 6 and 9) for each 2 hours are efectivelly reduce iron concentration to 0.43 mg/L and 0.16 mg/L after filtrated. It was also decrease Mn concentration to 0.39 mg/L and 0,026 mg/L after filtration, respectively. These concentration value are still under threshold value according to quality standard of Health Minister (Permenkes) No.492/Menkes /IV/2010 where ≥ 0.3 mg/L of iron (Fe) and ≥ 0.4 for manganese (Mn).The results of research indicate that the effectivity of water treatment are 83.15% for Fe and 96.13% for Mn, respectivelly. The treatment of dug wells water with aeration-filtration method using sprayed aerator and Fast sand filter are effective to reduce Fe and Mn concentration.
Keywords: Aeration-filtration, Spray Aerator, dug well water content of Fe and Mn.
xiv
1
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Perkembangan wilayah pada suatu daerah akan menyebabkan kebutuhan air
terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk. Pemenuhan kebutuhan pangan dan aktivitas penduduk selalu erat kaitannya dengan kebutuhan akan air. Tuntutan tersebut tidak dapat dihindari, tetapi haruslah diprediksi dan direncanakan pemanfaatan sebaik mungkin. Kecenderungan yang sering terjadi adalah adanya ketidakseimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan air untuk masyarakat (Priyanto, 2001) Menurut Hendrawan (2003) Air merupakan sumber daya alam yang mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya serta sebagai modal dasar dalam pembangunan. Dengan perannya yang sangat penting, air akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi/komponen lainnya Kebutuhan air bersih untuk rumah tangga, perkotaan, industri dan perikanan. Dengan demikian hendaknya dilakukan suatu perencanaan yang tepat agar kebutuhan air dapat terpenuhi. Khusus kebutuhan air bersih diperlukan pengkajian dan perencanaan unit kebutuhan airnya secara cermat dan teliti, hal ini penting dilakukan karena kebutuhan air bersih merupakan komponen yang paling tinggi dibutuhkan oleh masyarakat. Mengingat bahwa sampai pada saat ini kebutuhan air untuk keperluan sehari-hari masih tergantung dari air tanah dan air permukaan, maka kemungkinan
1
2
terjadinya penurunan kualitas air ini perlu diperhatikan. Sebab suatu saat mungkin teknologi aerasi-filtrasi dapat mereduksi kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) dapat mencapai tingkat yang membahayakan bagi kesehatan masyarakat. Kebutuhan yang utama bagi manusia dalam berbagai kegiatan hidup dapat tersedia air bukan saja secara kualitas, tetapi kuantitas dan kontinyuitas. Salah satu dari kebutuhan esensi manusia untuk keperluan hidupnya tersedianya kualitas air bersih dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Kenyataan bahwa masyarakat mengkomsumsi air berasal dari sumur gali. Semakin banyak air tersedia dan dengan kualitas air yang lebih baik, akan lebih cepat dan lebih meningkatkan kemajuan kesehatan masyarakat (Chatib, 1988) Penyediaan air bersih khususnya peningkatan kualitas dan kualitas air, menggunakan pemanfaatan teknologi tepat guna dengan memanfaatkan sumber daya yang ada, dan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi pemecahan permasalahan kualitas air yang berhubungan dengan kadar bahan terlarut didalamnya. Besarnya kadar dari bahan tersebut akan menentukan kelayakannya. Untuk mendapatkan air yang memenuhi syarat diperlukan pengolahan dari air baku (Mulyaningrum, 1977). Banyak sedikitnya unsur-unsur yang terkandung dalam air sangat mempengaruhi kegunaan air tersebut. Dalam kondisi demikian, maka penggunaan air sebagai sumber penyediaan air bersih memerlukan pengolahan terlebih dahulu. Air sumur merupakan sumber air bersih terbesar yang digunakan. Kendala yang paling sering ditemui dalam menggunakan air tanah adalah masalah kandungan zat besi (Fe) dan mangan (Mn) yang terdapat dalam air baku. Besi maupun mangan, 2
3
dalam air biasanya terlarut dalam bentuk senyawa atau garam bikarbonat, garam sulfat, hidroksida dan juga dalam bentuk koloid atau dalam keadaan bergabung dengan senyawa organik. Cara pengolahannya pun harus disesuaikan dengan bentuk senyawa besi dan mangan dalam air yang akan diolah. Ada beberapa cara untuk menghilangkan zat besi dan mangan dalam air salah satu diantarannya yakni dengan cara oksidasi, dengan cara koagulasi, cara elektrolitik, cara pertukaran ion, cara filtrasi kontak, proses soda lime, pengolahan dengan bakteri besi dan cara lainnya. Air sering mengandung zat besi (Fe) dan mangan (Mn) cukup besar. Adanya kandungan Fe dan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Disamping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang tidak enak serta menimbulkan warna kuning pada dinding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Menurut Permenkes No.492 tahun 2010 tersebut, kadar Fe dalam air bersih maksimum yang dibolehkan adalah 0,3 mg/L dan kadar Mn dalam air yang diperbolehkan maksimum 0,4 mg/L (Setiyono, 2014). Salah satu cara untuk menanggulangi permasalahan kualitas air bersih yang terjadi di masyarakat adalah dengan metode filtrasi-aerasi. Bakteri dapat dihilangkan secara efektif melalui proses ini demikian pula dengan warna, keruhan, rasa dan bau. Metode ini menggunakan rangkaian alat sembur/spray aerator. Filtrasi aerasi biasanya terdiri dari aerator, bak pengendap serta filter atau penyaring. Aerator adalah alat untuk mengontakan oksigen dari udara dengan air agar zat besi atau mangan yang ada di dalam air baku bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa ferri (Fe valensi 3
4
3) serta mangan oksida yang relatif tidak larut di dalam air (Said, 2005). Aerasi adalah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakuan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam air, sehingga konsentrasi zat pencemar akan hilang atau bahkan dapat dihilangkan sama sekali (Kamawura, 2000). Mangan (Mn) dalam air sumur gali sehingga dapat sesuai dengan standar yang berlaku. Dilihat dari kondisi yang ada dan penelitian yang telah dilakukan bahwa penggunaan aerator sembur/spray dan saringan pasir cepat dapat menjadi salah satu alternatifnya ini di buktikan dari penelitian serupa juga dilakukan oleh Sutrisno (2010) hasil penelitian didapatkan dengan kadar Fe sebelum dilakukan aerasi secara removel aerator spray yaitu sebesar 4,056 mg/L selanjutnya setelah dilakukan melalui proses aerasi removel secara aerator spray yaitu sebesar 1,397. Sedangkan untuk aerator casecade/tangga 12 step mampu menyerap oksigen sebesar 1,02-0,81 mg/l dengan efisiensi penurunan kadar besi sebesar 1,705-2,83 %, dan untuk aerator casecade/tangga dengan 7 step dapat menyerap oksigen sebesar 0,61-0,41 mg/l dengan efisiensi penurunan kadar besi sebesar 0,512-0,862% yang kemudian hal ini didukung dengan adanya penggunaan filter dimana kadar besi dapat diturunkan sampai 99%. Berdasarkan hasil penelitian (Eko, 2012) menujukan bahwa penggunaan aerator tangga memberikan hasil yang lebih baik dalam menurunkan kadar Mn air sumur gali sampai dengan rata-rata 0,02 mg/l, dengan efektivitas sebesar 98,74%. Aerator gelembung dapat menurunkan kadar Mn air sumur gali dengan rata-rata 0,43 mg/l, dan efektivitas 76,47%. Namun demikian sesuai dengan baku mutu menurut 4
5
Kepmenkes No 492/Menkes/IVSK/2010, yaitu kadar Fe maksimum 0,3 mg/l dan kadar Mn maksimum 0,4 mg/L. Dalam usaha untuk meningkatkan efektifitas pengolahan air sumur gali perlu metode alternatif melalui penggabungannya metode aerasi filtrasi oleh karena itu akan dilakukan penelitian tentang pengolahan air sumur gali dengan menggunakan aerator sembur/spray dan saringan pasir cepat yang merupakan metode aerasifilltrasi, untuk menurunkan kadar besi (Fe), mangan (Mn), serta merubah warna, kekeruhan, bau, dan rasa. Diharapkan dengan penggunaan metode ini dapat membantu penyediaan air bersih serta dapat memenuhi kebutuhan air bersih. B. Batasan Masalah Yang menjadi batasan permasalahan pada penelitian ini yaitu menentukan penurunan kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) serta merubah warna, kekeruhan, bau, dan rasa dengan metode aerasi-filtrasi menggunakan aerator sembur/spray dan saringan pasir cepat pada air sumur gali. C. Rumusan masalah Rumasan masalah penelitian ini yaitu berapa penurunan kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) serta bagaimana perubahan warna, kekeruhan, bau, dan rasa dengan metode aerasi-filtrasi menggunakan aerator sembur/spray dan saringan pasir cepat pada air sumur gali.
5
6
D. Tujuan penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk menganalisis penurunan kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) serta mengamati perubaha warna, kekeruhan, bau, dan rasa dengan metode aerasi-filtrasi menggunakan aerator sembur/spray dan saringan pasir cepat pada air sumur gali. E. Manfaat Penelitian 1.
Sebagai bahan referensi bagi mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, terutama mengenai teknik pengolahan air sumur gali.
2.
Menambah wawasan ilmu pengetahuan penulis dalam menganalisa masalah teknik pengolahan air sumur gali.
3.
Memberi informasi terhadap masyarakat secara umum tentang pengolahan air bersih dengan metode aerasi-fitrasi mengunakan aerator sembur/spray dan saringan pasir cepat dan membantu penyedian air bersih yang memenuhi syarat serta kualitas yang baik.
6
7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Tanah Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah di dalam zona jenuh dimana tekanan hidrostatiknya sama atau lebih dari tekanan atmosfer air tanah terbagi atas air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal, terjadi karena adanya daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Air tanah dangkal ini pada kedalaman 15 meter sebagai sumur air minum, air tanah dangkal ini ditinjau dari segi kualitas agak baik, segi kuantitas kurang cukup dan tergantung pada musim. Air tanah dalam, terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal karena harus digunakan bor dan memasukan pipa kedalamannya sehingga dalam suatu kedalaman biasanya antara 100-300 m (Suyono, 1993). Menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa yang dimaksud dengan air adalah semua air yang terdapat diatas ataupun dibawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, air laut yang berada didarat. Air adalah salah satu diantara pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai kepada manusia. Upaya air yang masuk ketubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menyebabkan penyakit, maka pengolahan air baik berasal dari sumber, jaringan transmisi atau distribusi adalah mutlak diperlukan
7
8
untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagai sumber penyakit dengan air yang diperlukan. Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air) dan gas (uap air). Air merupakan satu-satunya zat yang secara alami terdapat di permukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi standar. Menurut Parulian (2009) air tanah merupakan sebagian air hujan yang mencapai permukaan bumi dan menyerap ke dalam lapisan tanah dan menjadi air tanah. Sebelum mencapai lapisan tempat air tanah, air hujan akan menembus beberapa lapisan tanah dan menyebabkan terjadinya kesadahan pada air. Kesadahan pada air ini akan menyebabkan air mengandung zat-zat mineral dalam konsentrasi tinggi. Zat-zat
mineral tersebut antara lain kalsium, magnesium, dan logam berat
seperti besi dan mangan.
8
9
B. Sumur Gali
Gambar 2.1. Sumur Gali Sumur gali merupakan salah satu sumber penyediaan air bersih bagi masyarakat di pedesaan, maupun perkotaan. Sumur gali menyediakan air yang berasal dari lapisan tanah yang relatif dekat dengan permukaan tanah, oleh karena itu mudah terkena kontaminasi melalui rembesan yang berasal dari kotoran manusia, hewan maupun untuk limbah rumah tangga. Sumur gali sebagai sumber air bersih harus ditunjang dengan syarat konstruksi, syarat lokasi untuk dibangunnya sebuah sumur gali, hal ini diperlukan agar kualitas air sumur gali aman sesuai dengan aturan yang ditetapkan (Angela dkk, 2015). Sumur gali juga pengusahaan air tanah untuk kebutuhan air minum maupun keperluan hidup sehari-hari dengan sistem penggalian tanah sampai pada tingkat kedalaman tertentu secara terbuka. Sumur pompa adalah pengusahaan air tanah sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari dengan bantuan pompa. Keberadaan sumur gali (SGL) baik dari segi konstruksinya maupun jarak peletakan terhadap sumber pencemaran masih sangat memprihatinkan disebabkan karena adanya
9
10
konstruksi SGL yang tidak memenuhi syarat kesehatan dan letaknya kurang diperhatikan, sehingga mempunyai risiko tinggi terjadinya pencemaran kualitas air baik yang berasal dari jamban, sampah dan dari air buangan lainnya (Setiyono, 2014). 1.
Sumur Dangkal (Air Tanah Dangkal) Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan
tanah. Lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat kimia (garam-garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapisan tanah. Lapisan tanah di sini berfungsi sebagai saringan. Disamping penyaringan, pengotoran juga masih terus berlangsung, terutama pada muka air yang dekat dengan muka tanah, setelah menemui lapisan rapat air, air yang akan terkumpul merupakan air tanah dangkal dimana air tanah ini dimanfaatkan untuk sumber air minum melaui sumur-sumur dangkal (Parulian, 2009). 2.
Sumur Dalam (Air Tanah Dalam) Air tanah dalam dikenal juga dengan air artesis. Air ini terdapat diantara
dua lapisan kedap air. Lapisan diantara dua lapisan kedap air tersebut disebut lapisan akuifer. Lapisan tersebut banyak menampung air. Jika lapisan kedap air retak, secara alami air akan keluar ke permukaan. Air yang memancar ke permukaan disebut mata air artesis. Pengambilan air tanah dalam, tak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini harus digunakan bor dan memasukkan pipa
10
11
kedalamnya sehingga dalam suatu kedalaman (biasanya antara 100-300 m) akan didapatkan suatu lapisan air. Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur ke luar dan dalam keadaan ini, sumur ini disebut dengan sumur artesis. Jika air tidak dapat ke luar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu pengeluaran air tanah dalam ini (Parulian, 2009). Tabel 2.1. Perbedaan antara sumur dangkal dan sumur dalam Sumur dangkal Sumur dalam Sumber air Air permukaan Air tanah Kualitas air Kurang baik Baik Kualitas Kontaminasi Tidak terkontaminasi bakteriologis Kering pada musim Tetap ada sepanjang Persediaan kemarau tahun Sumber: Pengantar Kesehatan Lingkungan Tahun 2006
C. Persyaratan Kualitas Air Bersih 1. Besi Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap tempat di bumi. Pada umumnya, besi yang ada di dalam air dapat bersifat: a. Terlarut sebagai Fe2+ (ferro) atau Fe3+ (ferri); b. Tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 mm) atau lebih besar, seperti, Fe2O3, FeO, FeOOH, Fe(OH) 3 dan sebagainya; c. Tergabung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis (seperti tanah liat).
11
12
Besi seperti juga cobalt dan nikel di dalam susunan berkala unsur termasuk logam golongan VII, dengan berat atom 55,85, berat jenis 7,86, dan mempunyai titik lebur 24500 C. di alam biasanya banyak terdapat di dalam bijih besi hematite, mangnetite, limonite, dan pyrite (FeS), senyawa ferro dalam air yang sering dijumpai adalah FeO, FeSO4, FeSO4, 7H2O, FeCO3, Fe(OH)2, FeCl2 dan lainnya, sedangkan senyawa ferri yang sering dijumpai yakni FePO4, Fe2O3, FeCl3, Fe(OH)3, dan lainnya. Untuk air minum, konsentrasi zat besi dibatasi maksimum 0,3 mg/L. Hal ini ditetapkan bukan ditetapkan berdasarkan alasan kesehatan semata tetapi ditetapkan berdasarkan alasan masalah warna, rasa, serta timbulnya kerak yang menempel pada system perpipaan atau alasan estetika lainnya. Manusia dan makhluk hidup lainnya dalam kadar tertentu memerlukan zat besi sebagai nutrient, tetapi untuk kadar yang berlebihan perlu dihindari. Untuk garam ferrosulfat (FeSO4) dengan konsentrasi 0,1-0,2 mg/L dapat menimbulkan rasa yang tidak enak pada air minum. Dengan dasar ini standar air minum WHO untuk Eropa menetapkan kadar besi dalam air minum 0,1 mg/L. Menurut Wright (1984) Kadar besi (Fe) biasanya ditemukan dalam air dalam beberapa bentuk, dalam sumur atau mata air sering dijumpai dalam bentuk besi karbonat FeCO3. Bentuk ini dalam air tidak menimbulkan warna, Meskipun tidak menimbulkan warna, dalam keadaan tersebut apabila bertemu dengan udara untuk beberapa waktu, lama kelamaan akan menjadi presipitat merah coklat presipitat ini akan menyebabkan karat dalam air.
12
13
Berbeda dengan mangan, zat besi di dalam air minum pada tingkat konsentrasi mg/L tidak memberikan pengaruh yang buruk pada kesehatan, tetapi dalam kadar yang besar dapat menyebabkan air berwarna coklat kemerahan yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, di dalam proses pengolahan air minum, garam besi valensi dua (ferro) yang larut dalam air perlu diubah menjadi garam besi valensi tiga (ferri) yang tak larut di dalam air sehingga mudah dipisahkan (Said, 2005) 2. Mangan Mangan adalah logam berwarna abu-abu putih. Mangan adalah unsur reaktif yang mudah menggabungkan dengan ion dalam air dan udara. Di bumi, mangan ditemukan dalam sejumlah mineral kimia yang berbeda dengan sifat fisiknya, tetapi tidak pernah ditemukan sebagai logam bebas di alam. Mineral yang paling penting adalah pyrolusite, karena merupakan mineral biji utama untuk mangan. Kehadiran mangan dalam air tanah bersamaan dengan besi yang berasal dari tanah dan bebatuan. Mangan dalam air berbentuk mangan bikarbonat (Mn(HCO3)2), mangan klorida (MnCl2) dan mangan sulfat (MnSO4)3 (Pacini, 2005). Mangan merupakan unsur logam yang termasuk golongan VII, dengan berat atom 54,93, titik lebur 1247oC, dan titik didihnya 2032oC (BPPT, 2004). Mangan (Mn) adalah metal kelabu-kemerahan. Di alam jarang sekali dalam keadaan unsur. Umumnya berada dalam keadaan
13
senyawa dengan berbagai
14
macam valensi. Di dalam hubungannya dengan kualitas air yang sering dijumpai adalah senyawa mangan dengan valensi 2, valensi 4, dan valensi 6. Di dalam air minum mangan (Mn) menimbulkan rasa, warna (coklat/ungu/hitam), dan kekeruhan (Fauziah, 2011). Tingkat kandungan mangan yang di izinkan dalam air yang digunakan untuk keperluan domestik sangat rendah, yaitu dibawah 0,05 mg/L. Dalam kondisi aerob mangan dalam perairan terdapat dalam bentuk MnO 2 dan pada dasar perairan tereduksi menjadi Mn2+ atau dalam air yang kekurangan oksigen (DO rendah). Oleh karena itu, pemakaian air yang berasal dari suatu sumber air, sering ditemukan mangan dalam konsentrasi tinggi . Pada pH yang agak tinggi dan kondisi aerob terbentuk mangan yang tidak larut seperti MnO 2 , atau MnCO 3 meskipun oksidasi dari Mn2+ itu berjalan relatif lambat (Achmad, 2004). 3. Kekeruhan dan Warna Kekeruhan dan warna adalah bentuk cemaran yang paling mudah dikenali dalam air. Buangan padat yang masuk ke dalam air akan menimbulkan pencemaran
dan
akan
menimbulkan
pelarutan,
pengendapan
ataupun
pembentukan koloidal. Kekeruhan disebabkan oleh partikel terlarut di dalam air yang ukurannya berkisar antara 0.01-10 mm. Partikel yang sangat kecil dengan ukuran kurang dari 5 mm disebut dengan partikel koloid dan sangat sulit mengendap. Apabila bahan buangan padat tersebut menimbulkan pelarutan,
14
15
maka kepekatan atau berat jenis air akan naik. Kadang-kadang pelarutan ini disertai pula dengan perubahan warna air. Air yang mengandung larutan pekat dan warna gelap akan mengurangi penetrasi sinar matahari ke dalam air. Pembentukan koloidal terjadi bila buangan tersebut berbentuk halus, sehingga sebagian ada yang larut dan sebagian lagi ada yang melayang-layang sehingga air menjadi keruh. Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala Nephelometric Turbidity Unit (NTU) atau Jackson Turbidity Unit (JTU) atau Formazin Turbidity Unit (FTU), kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segi kualitas air itu sendiri (Arifin, 2007). Air dikatakan keruh apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan bahan organik yang tersebar dari partikel-partikel kecil yang tersuspensi. Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi (Sutrisno, 2002).
15
16
4. Bau dan Rasa Bau dan rasa air merupakan dua hal yang mempengaruhi kualitas air secara bersamaan. Bau dan rasa dapat dirasakan langsung oleh indra penciuman dan pengecap. Biasanya, bau dan rasa saling berhubungan. Air yang berbau busuk memiliki rasa kurang (tidak) enak. Bau dan rasa biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti fenol. Bahan-bahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa dapat meningkat bila di dalam air dilakukan klorinasi. Karena pengukuran bau dan rasa itu tergantung pada reaksi individual, maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak. Untuk standard air bersih dan air minum ditetapkan oleh Permenkes RI No. 416 Tahun 1990, yaitu tidak berbau dan tidak berasa (Depkes RI, 2002). Bau dan rasa biasanya terjadi secara bersamaan dan biasanya disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik, serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti phenol. Bahanbahan yang menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa dapat meningkat bila terdapat klorinasi. Timbulnya rasa yang menyimpang biasanya disebabkan oleh adanya bahan kimia yang terlarut, dan rasa yang menyimpang tersebut umunya sangat dekat dengan baunya karena pengujian terhadap rasa air jarang dilakukan. Air yang mempunyai bau yang tidak normal juga dianggap mempunyai rasa yang tidak normal (Moersidik, 1999)
16
17
D. Metode Pengolahan Air 1. Aerasi Menurut Sutrisno (2010) aerasi adalah pengolahan air dengan cara mengontakkannya dengan udara. Aerasi secara luas telah digunakan untuk mengolah air yang mempunyai kandungan kadar besi (Fe) terlalu tinggi (mengurangi kandungan konsentrasi zat padat terlarut). Zat–zat tersebut memberikan rasa pahit pada air, menghitamkan pemasakan beras dan memberikan noda hitam kecoklat–coklatan pada pakaian yang dicuci. Dalam proses aerasi adalah oksigen yang ada di udara, akan bereaksi dengan senyawa Ferus dan manganous terlarut merubah menjadi ferric (Fe) dan manganic oxide hydrates yang tidak larut. Setelah itu dilanjutkan dengan pengendapan (sedimentasi) atau penyaringan (filtrasi). Perlu dicatat bahwa oksidasi terhadap senyawa besi didalam air tidak selalu terjadi dalam waktu yang cepat (Fatima, 2015). Aerasi adalah satu pengolahan air dengan cara penambahan oksigen kedalam air. Penambahan oksigen dilakuan sebagai salah satu usaha pengambilan zat pencemar yang tergantung di dalam air, sehingga konsentrasi zat pencemar akan hilang atau bahkan dapat dihilangkan sama sekali. Pada prakteknya terdapat dua cara untuk menambahkan oksigen kedalam air yaitu dengan memasukkan udara ke dalam air dan atau memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen (Ratna, 2014)
17
18
2. Filtrasi Filtrasi (penyaringan) merupakan pemisahan antara padatan atau koloid dengan cairan. Proses penyaringan air melalui pengaliran air pada media butiran. Secara alami penyarinagn air terjadi pada permukaan yang mengalami peresapan pada lapisan tanah. Bakteri dapat dihilangkan secara efektif melalui proses penyaringan demikian pula dengan warna, keruhan, dan besi. Pada proses penyaringan, partikel-partikel yang cukup besar akan tersaring pada media pasir, sedangkan bakteri dan bahan koloid yang berukuran lebih kecil tidak tersaring seluruhnya. Ruang antara butiran berfungsi sebagai sedimentasi dimana butiran terlarut mengendap. Bahan-bahan koloid yang terlarut kemungkinan akan ditangkap karena adanya gaya elektrokinetik. Banyak bahan-bahan yang terlarut tidak dapat membentuk flok dan pengendapan gumpalan-gumpalan masuk ke dalam filter dan tersaring (Said, 2005). 3. Proses Aerasi-Filtrasi Proses aerasi-fitrasi biasanya terdiri dari aerator, bak pengendap serta filter atau penyaring. Aerator adalah alat untuk mengontakan oksigen dari udara dengan air agar zat besi atau mangan yang ada di dalam air baku bereaksi dengan oksigen membentuk senyawa ferri (Fe valensi 3) serta mangan oksida yang relatif tidak larut di dalam air. Kecepatan oksidasi besi atau mangan dipengaruhi oleh air. Umumnya makin tinggi pH air, kecepatan reaksi oksidasinya makin cepat. Kadang-kadang perlu waktu tinggal sampai beberapa jam setelah proses aerasi
18
19
agar reaksi berjalan tergantung dari karakteristik air bakunya. Jika konsetrasi zat besi atau mangan di dalam air baku cukup tinggi maka perlu filtrasi (Said, 2005). Di dalam proses penghilangan besi dan mangan dengan cara aerasi, adanya kandungan alkalinity (HCO3)- yang cukup besar dalam air, akan menyebabkan senyawa besi atau mangan berada dalam bentuk senyawa ferro bikarbonat Fe(HCO3)2 atau mangano bikarbonat, Mn(HCO3)2. Oleh karena bentuk CO2 bebas lebih stabil dari pada ion bikarbonat (HCO3)- , maka senyawa bikarbonat cenderung menjadi senyawa karbonat. Fe(HCO3)2
FeCO3 + CO2 + H2O
Mn(HCO3)2
MnCO3 + CO2 + H2O
Dari reaksi tersebut dapat dilihat, jika CO2 berkurang, maka kesetimbangan reaksi akan bergeser ke kanan dan selanjutnya reaksi akan menjadi sebagai berikut: FeCO3 + CO2
Fe (OH)2 + CO2
MnCO3 + CO2
Mn (OH)2 + CO2
Baik hidroksida besi (valensi 2) maupun hidroksida mangan (valensi 2) masih mempunyai kelarutan yang cukup besar, sehingga jika terus dilakukan oksidasi dengan udara atau aerasi akan menjadi reaksi (ion) sebagai berikut : 4 Fe2+ + O2 + 10 H2O
4 Fe (OH)3 + 8 H+
2 Mn2+ + O2 + 2 H2O
2 MnO2 + 4 H+
Sesuai dengan reaksi tersebut, maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/L zat besi dibutuhkan 0,14 mg/L oksigen dalam setiap 1 mg/L mangan 19
20
dibutuhkan 0,29 mg/L. Pada pH rendah, (udara) relatif lambat, sehingga pada prakteknya untuk mempercepat reaksi dilakukan dengan cara menaikan pH air yang akan diolah (Said, 2005). 3.1. Proses Aerasi Menggunakan Aerator Sembur Pada aerator sembur/spray, teknis pembuatannya cukup sederhana dengan biaya tidak terlalu mahal dan mudah dilaksanakan, yaitu terdiri atas nozel penyemprotan statis, dihubunngkn dengan kisi lempengan yang mana air disemprotkan ke udara disekeliling pada kecepatan 5-7 m/detik. Aliran pada spray aerator dari arah bawa melalui pipa yang panjangnya kurang lebih beberapa centimeter di setiap ujung pipa, sehingga dapat terbentuk selaput air tipis melingkar yang selanjutnya menyebar menjadi percikan air yang halus (Said, 2005).
Gambar 2.2 Proses aerasi filtrasi menggunakan Sembur aerator
20
21
3.2. Proses Filtrasi dengan Menggunakan Saringan Pasir Cepat Pada filtrasi dengan menggunakan saringan pasir cepat merupakan saringan air yang dapat menghasilkan debit air hasil penyaringan yang lebih banyak dari pada saringan pasir lambat. Walaupun demikian saringan ini kurang efektif untuk mengatasi bau dan rasa yang ada pada air yang disaring. Selain itu karena debit air yang cepat, lapisan bakteri yang berguna untuk menghilangkan patogen tidak akan terbentuk sebaik apa yang terjadi di Saringan Pasir Lambat. Saringan pasir cepat juga bekerja atas dasar gaya gravitasi melalui pasir berdiameter 0,2-2,0 mm, dan kerikil berdiameter 25-50 mm, kecepatan filtrasi 100-125 m/hari. Tebal pasir efektif sekitar 80-120 cm. Saringan pasir cepat ini dapat menyaring telur cacing, kista amoeba, larva cacing. Pasir cepat ini juga bisa digunakan untuk mengurangi Fe dan Mn (Sanropie, 1984). Walaupun demikian saringan ini kurang efektif untuk mengatasi bau dan rasa yang ada pada air yang disaring. Selain itu karena debit air yang cepat, lapisan bakteri yang berguna untuk menghilangkan patogen tidak akan terbentuk sebaik apa yang terjadi di saringan pasir lambat. Sehingga akan membutuhkan proses disinfeksi kuman yang lebih intensif. Secara umum bahan lapisan saringan yang digunakan pada Saringan Pasir Cepat sama dengan saringan pasir lambat, yakni pasir, kerikil dan batu. Perbedaan yang terlihat jelas adalah pada arah aliran air ketika penyaringan. Pada saringan pasir lambat
21
22
arah aliran airnya dari atas ke bawah, sedangkan pada Saringan Pasir Cepat dari bawah ke atas.
Gambar 2.3 Sketsa saringan pasir cepat Filtrasi dengan menggunakan saringan pasir cepat merupakan saringan air yang dapat menghasilkan debit air hasil penyaringan yang lebih banyak daripada saringan pasir lambat. Saringan pasir cepat juga bekerja atas dasar gaya gravitasi karena melalui pasir berdiameter 0,2-2,0 mm, dan kerikil berdiameter 25-50 mm, kecepatan filtrasi 100-125 m/hari. Tebal pasir efektif sekitar 80-120 cm. Pasir cepat ini juga bisa digunakan untuk mengurangi kadar Fe dan Mn pada air sumur gali (Sanropie, 1984). Walaupun demikian saringan ini kurang efektif untuk mengatasi bau dan rasa yang ada pada air yang disaring. Selain itu karena debit air yang cepat, lapisan bakteri yang berguna untuk menghilangkan patogen tidak akan terbentuk sebaik apa yang terjadi di saringan pasir lambat. Sehingga akan membutuhkan proses disinfeksi kuman yang lebih intensif. Secara umum bahan lapisan saringan yang digunakan pada saringan pasir cepat, yakni pasir, kerikil, ijuk, arang dan batu. Perbedaan yang
22
23
terlihat jelas adalah pada arah aliran air ketika penyaringan. Pada saringan pasir lambat arah aliran airnya dari atas ke bawah, sedangkan pada saringan pasir cepat dari bawah ke atas (Suyono, 1993) Adapun perhitungan efektivitas pengolahan dilakukan sesuai dengan persamaan berikut ini :
Keterangan : A = Kadar Besi awal B = Kadar Besi akhir ∑ p = Efektivitas Pengolahan (Joko Sutrisno, 2010) 3.3. Spektrofometry Serapan Atom (AAS)
Gambar 2.4 Spektrofotometri serapan atom Atomic Absorbtion Spectrofotometry (AAS) adalah spektroskopi yang berprinsip pada serapan cahaya oleh atom. Atom–atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada
23
24
panjang gelombang tersebut mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorbsi energi, terdapat lebih banyak energi yang akan dinaikkan dari keadaan dasar ke keadaan eksitasi dengan tingkat eksitasi yang bermacam-macam. Instrumen AAS meliputi Hollow Cathode Lamp sebagai sumber
energi,
flame
untuk
menguapkan
sampel
menjadi
atom.
Monokromator sebagai filter garis absorbansi, detektor dan amplifier sebagai pencatat pengukuran. AAS bekerja berdasar pada penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengabsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan oleh lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung energi radiasi yang sesuai dengan energi yang diperlukan untuk transisi elektron atom. Hollow Cathode Lamp sebagai sumber sinar pada AAS akan menghilangkan kelemahan yang disebabkan oleh self absorbsi yaitu kecenderungan atomatom pada ground state untuk menyerap energi yang dipancarkan oleh atom tereksitasi ketika kembali ke keadaan ground state (Wiryawan, 2007) AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Spektrometri Serapan Atom (SSA) meliputi absorpsi sinar oleh atom-atom netral unsur logam yang masih berada dalam keadaan dasarnya (Ground state). Sinar yang diserap biasanya ialah sinar ultra violet dan sinar tampak. Prinsip Spektrometri Serapan Atom (SSA) pada dasarnya sama 24
25
seperti absorpsi sinar oleh molekul atau ion senyawa dalam larutan. Hukum absorpsi sinar (Lambert-Beer) yang berlaku pada spektrofotometer absorpsi sinar ultra violet, sinar tampak maupun infra merah, juga berlaku pada Spektrometri Serapan Atom (SSA). Bagian-Bagian AAS Lampu katoda Tabung Gas Ducting Kompresor Burner Buangan Pada AAS Monokromator Detector
25
26
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian ini akan dilakukan didua tempat yaitu lapangan sebagai tempat pengambilan sampel air sumur gali dan di laboratorium Biologi unit forensic dan biomolekuler Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Haluoleo Kendari, mulai bulan November 2015-Januari 2016. B. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang material dan energi yang berjudul “Analisis Penurunan Kadar Besi Dan Mangan Dalam Air Sumur Gali Dengan
Metode
Aerasi
Filtrasi
Menggunakan
Aerator
Sembur/Spray dan
Saringan Pasir Cepat” menggunakan spektofotometer AAS. C. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Penelitian Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dapat dilihat pada tabel berikut : No
Alat dan Bahan
Fungsi
1 2 3 4 5
AAS (Spektrofotometer Serapan Atom) Pipet Kran air Pompa air kolam Pipa PVC
6
Wadah / tabung
7 8
Kaca Kerikil (3 cm)
Untuk mengidentifikasi besi (Fe) dan mangan (Mn) Sebagai pipa aerasi air sumur Untuk mengatur debit air Untuk proses aerasi air Tempat air sampel dialirkan Sebagai tempat atau wadah penampung air sampel Sebagai penampungan proses aerasi Untuk media filtrasi
26
27
8
Pasir (15 cm)
Untuk media filtrasi
9 10
Arang komersil (7 cm)
Untuk media filtrasi
Ijuk (3 cm)
Untuk media filtrasi
D. Desain Reaktor Dan berikut adalah desain sembur aerator yang akan digunakan pada saat penelitian
Gambar 3.1 Desain Penelitian Aerasi Filtrasi Menggunakan Aerator Sembur
27
28
E. Desain Penelitian 1. Prosedur Kerja Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1.
Sampel air dari sumur gali dianalisis konsentrasi besi (Fe) dan mangan (Mn) serta rasa, kekeruhan, bau dan warna.
2.
Proses aerasi dilakukan menggunakan aerator sembur dimana air yang disimpan dalam wadah/tempat kemudian air disemburkan ke udara dengan menggunakan mesin kolam air.
3.
Tekanan pompa aerator diatur dengan masing-masing waktu 2 jam dengan memvariasikan semburan aerasi 4 pipa, 6 pipa dan 9 pipa spray.
4.
Dilakukan analisis kosentrasi Fe, Mn, warna, kekeruhan, bau, dan rasa
5.
Berdasarkan hasil yang terbaik dari variasi pada proses aerasi. dilanjutkan pada proses filtrasi.
6.
Pada saat proses filtrasi dengan menggunakan saringan pasir cepat setelah air tertampung pada bak penampungan. Dianalisis kembali besi (Fe), mangan (Mn), rasa, warna, bau, dan kekeruhan dan dibandingkan dengan PERMENKES NOMOR 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Peraturan Syarat Air Minum.
28
29
2. Diagram Alir
Air sumur gali
-
Mengukur Fe dan Mn.
-
Mengamati kekeruhan, bau dan warna.
Proses aerasi menggunakan aerator sembur/spray
aerasi
aerasi
4 semburan
6 semburan
-
Mengukur Fe dan Mn.
-
Mengamati kekeruhan, bau dan warna.
Proses filtrasi menggunakan saringan pasir cepat
-
Mengukur Fe dan Mn.
-
Mengamati kekeruhan, bau dan warna.
Air bersih 29
aerasi 9 semburan
30
3. Langkah-langkah penelitian 3.1. Pengambilan Sampel a. Mengambilan sampel air sumur gali. Kemudian mengukur kadar besi (Fe) dan mangan (Mn). Sebelum pengambilan sampel botol dibersihkan dengan
sabun
selanjutnya
dibilas
dengan
akuades
kemudian
dikeringkan.
Gambar 3.2 Pengambilan sampel awal pada air sumur gali b. Dilanjutkan pada proses aerasi dengan menggunakan aerator sembur, dimana air yang berada dalam bak dialirkan melewati pipa yang kemudian dialirkan ke dalam wadah penampungan aerasi sehingga secara langsung akan terjadi kontak dengan udara. Dilanjutkan memvariasikan aerasi 4 pipa, 6 pipa dan aerasi 9 pipa dengan masingmasing waktu 2 jam. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap kadar besi (Fe) dan kadar mangan (Mn). 30
31
Gambar 3.3 Pengambilan air sampel pada proses aerasi c. Kemudian dilanjutkan proses filtrasi dengan menggunakan saringan pasir cepat yaitu, pasir (19 cm), kerikil (3 cm), arang komersial (7 cm), dan ijuk (3 cm). Setelah itu dilakukan pengukuran terhadap kadar besi (Fe) dan kadar mangan (Mn).
Gambar 3.4 Pengambilan air sampel pada proses filtrasi d. Dari pengolahan air sumur gali tersebut yang menghasilkan air bersih maka,
akan
dibandingkan
dengan
PERMENKES
NOMOR
492/Menkes/Per/IV/2010 baku mutu air bersih yang dperbolehkan
31
32
untuk kadar besi (Fe) 0,3 mg/L sedangkan yang diperbolehkan untuk kadar mangan (Mn) 0,4 mg/L. 3.2. Pengukuran Sampel Dengan Menggunakan AAS Hitachi Z 2000 (Spektrofotometer Serapan Atom) Cara kerja spektrofotometer serapan atom (AAS) sebagai berikut a. Pertama-tama gas dibuka terlebih dahulu, kemudian kompresor lalu ducting, main unit dan computer secara berurutan. b. Di buka program AAS (Spectrum Analyse specialist), kemudian muncul perintah’’apakah ingin mengganti lampu katoda’’, klik Yes jika ingin mengganti dan ‘’No’’ jika tidak. c. Dipilih ‘’yes’’ untuk masuk ke menu individual command, dimasukkan nomor lampu katoda yang di pasang ke dalam kotak dialog, kemudian klik setup, kemudian soket lampu katoda akan berputar menuju posisi paling atas supaya lampu katoda yang baru dapat diganti atau di tambahkan dengan mudah d. Dipilih no jika tidak ingin mengganti lampu katoda yang baru. e. Pada program SAS 3.0, dipilih menu select element dan working mode. Dipilih unsur yang akan dianalisis dengan mengklik langsung unsur yang diinginkan f. Jika telah selesai klik OK kemudian muncul tampilan condition settings. Diatur parameter yang dianalisis dengan mensetting fuel flow:
32
33
measrement; concentration; number of sampel: 2; unit concentration: ppm; number of standar: 3 ; standar list ; 1 ppm, 3 ppm, 9 ppm. g. Klik ok setup ditunggu hingga selesai warning up h. Diklik icon bergambar burner/ pembakar, setelah membakar dan lampu menyala alat siap digunkan untuk mengukur logam. i. Pada menu measuremen dipilih measure sampel. j. Dimasukan blanko, diamkan hingga garis lurus terbentuk, kemudian di pindahkan kestandar 1 ppm hingga data keluar. k. Dimasukan blanko untuk meluruskan kurva, diukur dengan tahapan yang sama untuk standard 3 ppm dan 9 ppm. l. Jika data kurang baik akan ada perintah untuk pengukuran ulang, dilakukan pengukurab blanko, hingga kurva yang dihasilkan turun dan lurus. m. Dimasukkan ke sampel 1 hingga kurva naik dan belok baru dilakukan pengukuran. n. Dimasukan blanko kembali dan dilakukan pengukuran sampel ke 2. o. Setelah pengukuran selesai, data dapat diperoleh dengan mengklik icon print atau pada baris menu dengan mengklik file lalu diprint. p. Apabila pengukuran selesai aspirasikan air deionisasi untuk membilas burner selama 10 menit, api dan lampu burner dimatikan, program pada computer dimatikan lalu unit utama AAS, kemudian kompresor setelah itu ducting dan terakhir gas. 33
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengukuran Air Sumur Gali 1. Warna Berdasarkan hasil pengamatan visual yang diamati, diperoleh warna sampel air sumur gali pada saat pengambilan berwarna kuning dan di atas permukaan air terdapat lapisan minyak. 2. Bau Berdasarkan hasil pengamatan visual yang diamati, diperoleh sampel tersebut berbau karat hal tersebut bisa disebabkan oleh besi atau logam lainya. Adanya bau dalam air juga dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga, serta gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu. Kualitas air bersih yang baik untuk dikonsumsi adalah tidak berbau. 3. Rasa Berdasarkan hasil pengamatan untuk rasa, diperoleh air sampel tersebut berasa manis dan asam hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik. Hal ini disebabkan rasa dalam air juga dapat disebabkan oleh adanya senyawa besi yang terkandung dalam air. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi terlarutnya
34
35
> 1,0 mg/L. Rasa dalam air dapat menunjukkan kemungkinan adanya senyawasenyawa asing yang mengganggu kesehatan. 4. Kekeruhan Dari hasil pengamatan visual yang diamati, diperoleh kekeruhan dalam sampel air sumur gali keruh. Hal ini disebabkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan industri (EfFendi, 2007). Kekeruhan pada daerah perairan banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikelpartikel halus. Tingginya nilai kekeruhan dapat menyebabkan sulitnya usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinFeksi pada proses penjernihan air (Arifin, 2011). 5. Pengukuran Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil pengukuran air sumur gali pada kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) dalam tabel berikut ini: Tabel 4.1 Data hasil pengukuran kadar besi (Fe) dan mangan (Mn) dalam air sumur gali Baku Mutu No Nama Unsur Kadar (mg/L) (mg/L) 1 Besi (Fe) 0,95 0,3 2 Mangan (Mn) 0,68 0,4 Berdasarkan hasil pengukuran yang di dapat, nilai kadar besi (Fe) menghasilkan sebesar 0,95 mg/L sedangkan untuk nilai kadar mangan (Mn) menghasilkan sebesar 0,68 mg/L. Kadar ini diatas baku mutu dan belum
35
36
memenuhi
standar
maksimum
dari
keputusan
Permenkes
RI
No
492/MENKES/PER/IV/2010 tentang kualitas air bersih dan air minum. B. Hasil Pengukuran Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Setelah Aerasi 1. Warna Berdasarkan pengamatan visual yang diamati pada proses aerasi, diperoleh hasil pengolahan aerasi memiliki warna air berwarna kuning kecoklatan yang merupakan endapan dari air hasil aerasi, dan diatas permukaan air tampak berminyak. Menurut Soemirat (2011) banyak air permukaan khususnya yang berasal dari daerah rawa rawa seringkali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun keperluan industri, tanpa dilakukannya pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut. Bahan bahan yang menimbulkan warna tersebut dihasilkan dari kontak antara air dengan reruntuhan organis yang mengalami dekomposisi.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.1 Sampel Air sumur gali hasil aerasi : (a) aerasi 4 semburan; (b) aerasi 6 semburan; (c) aerasi 9 semburan 36
37
2. Bau Air yang memenuhi standar kualitas harus bebas dari bau. Biasanya bau disebabkan oleh bahan-bahan organik yang dapat membusuk serta senyawa kimia lainnya Fenol. Air yang berbau akan dapat mengganggu estetika. Bau adalah sifat yang menempel pada sebuah benda yang diakibatkan adanya zat organik ataupun anorganik yang tercampur di dalam air, umuMnya dengan konsentrasi yang sangat rendah, yang manusia terima dengan indera penciuman. Berdasarkan hasil pengamatan visual diperoleh air sampel tersebut berbau karat hal tersebut mungkin disebabkan oleh besi atau bahan logam lainnya. Bau yang ditimbulkan ini tidak sepekat sebelum dilakukan proses aerasi. Kualitas air bersih yang baik adalah tidak berbau, karena bau ini dapat ditimbulkan oleh pembusukan zat organik seperti bakteri dan kemungkinan akibat dari pencemaran lingkungan terutama sistem sanitasi (Soemirat, 2011) 3. Rasa Berdasarkan hasil pengamatan visual yang diamati untuk rasa, diperoleh air sampel tersebut kurang enak, hal tersebut mungkin disebabkan oleh adanya bahanbahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik. Rasa yang ditimbulkan ini tidak sepekat sebelum dilakukan proses aerasi. Rasa dalam air juga dapat disebabkan oleh adanya senyawa besi yang terkandung dalam air. Air akan terasa tidak enak bila konsentrasi besi terlarutnya >1,0 mg/L. Biasanya rasa dan bau terjadi bersama-sama, yaitu akibat adanya dekomposisi bahan organik
37
38
dalam air. Seperti pada bau, air yang memiliki rasa juga dapat mengganggu estetika. 4.
Kekeruhan Dari hasil pengamatan visual yang diamati, diperoleh kekeruhan dalam
sampel air sumur gali keruh Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini meliputi tanah liat, lumpur, bahan bahan organik yang tersebar dan partikelpartikel kecil lain yang tersuspensi. Menurut (Sawyer, 1967) dikatakan bahwa kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi masyrakat, mengingat bahwa kekeruhan akan berpengaruh dalam segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi. 5.
Pengukuran Kandungan Kadar Besi (Fe) Setelah Aerasi Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil pengukuran
pengolahan aerasi dengan kadar besi (Fe) seperti tertuang dalam tabel berikut : Tabel 4.2 Data hasil pengukuran pengolahan aerasi dengan kadar besi (Fe) Jumlah Nama Unsur Kadar (mg/L) Baku Mutu (mg/L) semburan 4 0,65 0,3 Besi (Fe) 6 0,55 0,3 9 0,43 0,3
38
39
Gambar 4.1 Profil hubungan kadar besi (Fe) dan jumlah semburan Berdasarkan Gambar 4.1 yang memperlihatkan hubungan antara kadar besi (Fe) dan banyaknya semburan aerasi, menunjukkan semakin banyaknya semburanan aerasi yang dibutuhkan maka kandungan kadar besi (Fe) dalam air berkurang. 6. Efektivitas Pengolahan Efektivitas pengolahan pada proses aerasi dapat dianalisis menggunakan persamaan 1. Dari hasil perhitungan diperoleh efektivitas pengolahan kadar besi pada proses aerasi terlihat pada Tabel 4.3 dan untuk profil hubungan antara kadar besi dan efektivitas pengolahan terlihat pada Gambar 4.2. Tabel 4.3 Hasil perhitungan efektivitas pengolahan aerasi dengan kadar besi (Fe) Efektivitas Nama Jumlah Kadar Pengolahan Baku Mutu Unsur semburan (mg/L) (%) (mg/L) 4 0,56 40,29 0,3 Besi 6 0,55 41,58 0,3 (Fe) 9 0,43 54,36 0,3
39
40
Berdasarkan hasil perhitungan efektivitas pengolahan untuk kadar besi (Fe) dengan aerasi 4 semburan diperoleh hasil pengukuran sebesar 0,56 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 40,29 %, untuk aerasi 6 semburan diperoleh hasil pengukuran berkisar 0,55 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 41,58 %, sedangkan untuk aerasi 9 semburan diperoleh hasil pengukuran berkisar 0,43 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 54,36 %.
Gambar 4.2 Profil hubungan kadar besi (Fe) dan efektivitas pengolahan Berdasarkan hubungan antara kadar besi (Fe) dan efektivitas pengolahan pada Gambar 4.2 terlihat bahwa semakin meningkat efektivitas pengolahannya maka kadar besi (Fe) nya rendah. 7. Pengukuran Kadar Mangan (Mn) setelah Proses Aerasi Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil pengukuran pengolahan aerasi dengan kadar mangan (Mn) seperti terlihat dalam Tabel berikut :
40
41
Tabel 4.4 Data hasil pengukuran pengolahan aerasi dengan kadar mangan (Mn) Nama Jumlah Baku Mutu Kadar (mg/L) Unsur semburan (mg/L) Mangan (Mn)
4 6 9
0,62 0,56 0,39
0,4 0,4 0,4
Gambar 4.3 Profil hubungan kadar mangan (Mn) dan jumlah semburan Berdasarkan Gambar 4.3 yang memperlihatkan hubungan antara kadar mangan (Mn) dan jumlah semburan aerasi, menunjukkan semakin banyak jumlah semburan aerasi yang dibutuhkan maka kadar mangan (Mn) semakin menurun. 8.
Efektivitas Pengolahan Efektivitas
pengolahan
pada
proses
aerasi
dapat
dianalisi
menggunakan persamaan 1. Dari hasil perhitungan diperoleh efektivitas pengolahan kadar mangan pada proses aerasi terlihat pada Table 4.5 dan untuk profil hubungan antara kadar mangan dan efektivitas pengolahan terlihat pada Gambar 4.4.
41
42
Tabel 4.5 Hasil perhitungan efektivitas pengolahan aerasi dengan kadar mangan (Mn) Baku Nama Jumlah Kadar Efektivitas Mutu Unsur semburan (mg/L) Pengolahan (%) (mg/L) 4 0,62 9,02 0,4 Mangan 6 0,56 17,41 0,4 (Mn) 9 0,39 42,84 0,4
Berdasarkan
pengukuran
yang
didapat,
kadar
mangan
(Mn)
menghasilkan nilai berkisar 0,62 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 9,02 % untuk aerasi 4 semburan, selanjutnya aerasi 6 semburan menghasilkan nilai berkisar 0,56 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 17,64 %, dan untuk aerasi 9 semburan menghasilkan nilai berkisar 0,39 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 42,64 %.
Gambar 4.4 Profil hubungan kadar mangan (Mn) dan efektivitas pengolahan
42
43
Berdasarkan Gambar 4.4 memperlihatkan hubungan antara kadar mangan (Mn) dan efektivitas Pengolahan, di mana semakin meningkat efektivitas pengolahannya maka nilai kadar mangan (Mn) nya rendah. Pada umumnya air di alam mengandung besi dan mangan disebabkan adanya kontak langsung antara air tersebut dengan lapisan tanah yang mengandung besi dan mangan. Adanya besi dan mangan dalam jumlah yang berlebih dalam air dapat menimbulkan berbagai masalah diantaranya adalah tidak enaknya rasa air minum, dapat menimbulkan endapan dan menambah kekeruhan (Sawyer et al, 1967) Mangan dalam air dapat ditemukan dalam bentuk Mn2+ (bivalent mangan) dan Mn4+ (quadrivalent mangan). Mn dengan bervalensi tinggi sukar larut dalam air, sedangkan Mn bervalensi dua mempunyai sifat mudah larut dalam air dan tidak stabil bila bertemu dengan oksigen (mudah teroksidasi). Menurut Baker (2005) dalam proses penyisihan Fe dan Mn, mekanisme yang banyak berperan adalah proses aerasi. Pada saringan pasir cepat, aerasi terjadi karena adanya proses turbulensi aliran saat air melewati pori-pori media filter. Aerasi digunakan untuk menyisihkan gas yang terlarut di air permukaan atau untuk menambah oksigen ke air untuk mengubah substansi yang di permukaan menjadi suatu oksida. Tidak seperti saringan pasir cepat pada umuMnya, dalam penelitian ini saringan pasir cepat dioperasikan dalam kondisi aliran tak jenuh (unsaturated), sehingga dalam pengoperasiannya, tidak terdapat komponen supernatan atau genangan air di atas media pasir. Pada 43
44
kondisi tak jenuh, hanya sebagian dari pori yang terisi air, sedangkan selebihnya berisi udara. Kondisi ini memberikan keuntungan berupa peningkatan daya kontak air baku dengan udara, saat air melewati pori-pori pasir. Pada proses aerasi inilah proses oksidasi terjadi. Selain itu, peningkatan proses aerasi pada saringan pasir cepat ini terjadi akibat filtrasi terjadi dalam dua tingkat, sehingga effluen dari media filter pertama mengalami proses reaerasi pada media filter kedua. Dalam keadaan teroksidasi, besi dan mangan terlarut di air. Bentuk senyawa dengan larutan ion, keduanya terlarut pada bilangan oksidasi, yaitu Fe2+ dan Mn2+. Ketika kontak dengan oksigen atau oksidator lain, besi dan mangan akan teroksidasi menjadi valensi yang lebih tinggi, bentuk ion kompleks baru yang tidak larut dalam jumlah yang cukup besar. Oleh karena itu, mangan dan besi dapat dihilangkan dengan pengendapan (sedimentasi) setelah aerasi. C. Hasil Pengukuran Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) setelah Aerasi-Filtrasi 1. Warna Berdasarkan hasil pengamatan visual yang diamati, diperoleh hasil pengolahan filtrasi memiliki warna air jernih. Berbeda pada saat pengolahan aerasinya memiliki warna kuning, karena dalam kandungan besi dalam air bersifat terlarut sebagai
(Ferro) atau
(Ferri) dan bereaksi dengan
oksigen maka menyebabkan air sampel warna kuning. Sehingga pada saat dilakukan pengolahan filtrasi air bakunya menjadi jernih ini disebabkan dalam
44
45
medium filtrasi terdapat pasir dan arang yang menahan kadar besi dalam air sehingga terjadi penjernihan dalam air bakunya.
(a)
(b)
(c)
Gambar 4.2 Sampel air sumur gali hasil aerasi-filtrasi : (a) aerasi fitrasi 4 semburan; (b) aerasi-filtrasi 6 semburan; (c) aerasi-filtrasi 9 semburan 2. Bau Berdasarkan hasil pengamatan visual yang diamati, diperoleh air sampel hasil aerasi-filtrasi tidak berbau. Maka untuk bau memenuhi standar kualitas air bersih sesuai standar Permenkes RI No 492/MENKES/PER/IV/2010 yaitu tidak berbau. 3. Rasa Berdasarkan hasil pengamatan visual yang diamati, diperoleh air sampel tersebut tidak berasa. Maka untuk rasa memenuhi standar kualitas air bersih sesuai standar Permenkes RI No 492/MENKES/PER/IV/2010 yaitu tidak berasa.
45
46
4. Kekeruhan Berdasarkan hasil pengamatan visual yang diamati, diperoleh kekeruhan dalam air sampel jernih, sehingga dalam air bakunya tidak mengandung partikel bahan yang tersuspensi.
Batas maksimum kekeruhan yang diperbolehkan
adalah 5 turbidity units. 5. Pengukuran Kadar Besi (Fe) Setelah Aerasi-filtrasi Setelah dilakukan proses pengolahan aerasi maka dilanjutkan dengan proses pengolahan filtrasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil pengukuran sampel air sumur gali pada pengolahan filtrasi dengan kadar besi (Fe) seperti tertuang dalam tabel berikut ini. Tabel 4.6 Data hasil pengukuran pengolahan filtrasi dengan kadar besi (Fe) Jumlah Baku Mutu Nama Unsur Kadar (mg/L) semburan (mg/L) 4 0,28 0,3 Besi (Fe) 6 0,25 0,3 9 0,16 0,3
Gambar 4.5 Profil hubungan kadar besi (Fe) dan jumlah semburan
46
47
Berdasarkan Gambar 4.5 yang memperlihatkan hubungan antara kadar besi (Fe) dan jumlah aerasi, menunjukkan semakin banyaknya tambahan semburan aerasi yang diberikan maka kadar besi (Fe) nya akan menurun. 6. Efektivitas Pengolahan Efektivitas pengolahan pada proses aerasi dapat dianalisi menggunakan persamaan 1. Dari hasil perhitungan diperoleh efektivitas pengolahan kadar besi pada proses filtrasi terlihat pada Tabel 4.7 dan untuk profil hubungan antara kadar besi dan efektivitas pengolahan terlihat pada Gambar 4.6. Tabel 4.7 Hasil perhitungan efektivitas pengolahan filtrasi dengan kadar besi (Fe) Nama Jumlah Kadar Efektivitas Baku Mutu Unsur semburan (mg/L) Pengolahan (%) (mg/L) 4 0,28 70,52 0,3 Besi 6 0,25 73,68 0,3 (Fe) 9 0,16 83,15 0,3
Pada pengukuran yang di dapat, kadar besi (Fe) menghasilkan nilai berkisar 0,68 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 70,52 % untuk aerasi 4 semburan semburan, sedangkan untuk aerasi 6 semburan aerasi semburan menghasilkan nilai berkisar 0,25 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 73,68 %, dan untuk aerasi 9 semburan semburan menghasilkan nilai berkisar 0,16 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 83,15 % .
47
48
Gambar 4.6 Profil Hubungan Kadar Besi (Fe) dan EFeketivitas Pengolahan Berdasarkan Gambar 4.6 yang memperlihatkan hubungan antara kadar besi (Fe) dan Efektivitas pengolahan, menunjukkan semakin meningkat efektivitas pengolahannya maka nilai kadar besi (Fe) nya semakin kecil. 7. Pengukuran Kandungan Mangan (Mn) Setelah Filtrasi Tabel 4.8 Data hasil pengukuran pengolahan filtrasi dengan kadar mangan (Mn) Nama Jumlah Kadar (mg/L) Baku Mutu (mg/L) Unsur semburan 4 0,039 0,4 Mangan 6 0,036 0,4 (Mn) 9 0,026 0,4
Gambar 4.7 Profil hubungan kadar mangan (Mn) dan jumlah semburan aerasi 48
49
Berdasarkan Gambar 4.7 yang memperlihatkan hubungan antara kadar mangan (Mn) dan jumlah semburan aerasi, menunjukkan bahwa semakin banyak semburan aerasi yang dibutuhkan maka kadar mangan (Mn) nya semaklin menurun. 8. Efektivitas Pengolahan Efektivitas pengolahan pada proses aerasi dapat dianalisis menggunakan persamaan 1. Dari hasil perhitungan diperoleh efektivitas pengolahan kadar mangan pada proses aerasi-filtrasi terlihat pada Tabel 4.9 dan untuk profil hubungan antara kadar besi dan efektivitas pengolahan terlihat pada Gambar 4.8. Tabel 4.9 Hasil perhitungan efektivitas pengolahan aerasi-filtrasi dengan kadar mangan (Mn) Efektivitas Baku Nama Jumlah Kadar Pengolahan Mutu Unsur semburan (mg/L) (%) (mg/L) 4 0,039 94,19 0,4 Mangan 6 0,036 94,70 0,4 (Mn) 9 0,026 96,13 0,4
Hasil pengukuran yang di dapat, kadar mangan (Mn) menghasilkan nilai berkisar 0,039 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 94,19 % dengan aerasi 4 semburan , untuk aerasi 6 semburan menghasilkan nilai berkisar 0.036 mg/L dengan efektivitas pengolahan sebesar 94,7 %, dan untuk aerasi
9 semburan
menghasilkan nilai berkisar 0,026 mg/L dengan
efektivitas pengolahan sebesar 96,13 %. 49
50
Gambar 4.8 Profil Hubungan kadar mangan (Mn) dan Efektivitas Pengolahan Berdasarkan Gambar 4.8. yang memperlihatkan hubungan kadar Mangan (Mn) dan efektivitas pengolahan, menunjukkan semakin meningkat efektivitas pengolahannya maka nilai kadar mangan (Mn) nya rendah. Berdasarkan hasil proses aerasi kadar Fe dan Mn tidak jauh berbeda dari hasil proses filtrasinya. Jika dilihat dari hasil air bakunya sesudah proses filtrasinya, air tersebut sudah mengalami kejernihan dan mampu dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Setelah didapat hasil pengukurannya ternyata kadar Fe dan Mn mengalami hasil yang semakin rendah yang sudah memenuhi standar baku mutunya (Rita, 2015). Pada Gambar 4.6 dan 4.8 dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jumlah semburan aerasi yang dibutuhkan dalam proses filtrasi maka kadar Fe dan Mn akan semakin menurun. Proses pengolahan yang terjadi di dalam alat filtrasi sederhana air yaitu filtrasi pertama. Proses ini terjadi di saringan serat mikro pada saat air dimasukkan kedalam alat pertama kali. Saringan serat mikro yang berbahan 50
51
pasir mampu menyaring bahan kotoran dan partikel kecil yang ada di dalam air, saringan ini memiliki kerapatan yang tinggi dan tebal sehingga saringan ini memiliki kualitas yang baik. Proses
kedua
selanjutnya
adalah
filtrasi
kedua,
air
disaring
menggunakan filter arang aktif. Pada filter karbon aktif dan alat penjernih menggunakan bahan arang komersil. Arang ini yang berperan sebagai adsorben akan menyerap logam-logam berat dengan penyerapan ion-ion bebas yang ada pada air, termasuk besi pada air sumur gali yang dimasukkan ijuk kemudian kerikil. Pada proses filtrasi sederhanaan air terjadi aerasi. Proses aerasi yang terjadi di dalam alat filtrasi sederhana air yaitu air yang keluar dengan cara mengalir melalui rongga alat penjernih secara pelan-pelan untuk mengisi wadah transparan hingga 50 L. SebeluMnya air yang terisi dari wadah bagian atas hingga memasuki wadah transparan sudah terjadi proses aerasi dengan cara semburan ke atas dalam setiap komponen pipa aerasi yang divariasikan. Aerasi yang terjadi di dalam alat filtrasi sederhana air mengikat kadar besi dan mangan pada air. Proses aerasi yang terjadi pada alat filtrasi sederhana air ini berlangsung secara sederhana dan maksimal. Pemasukan oksigen ini bertujuan agar O2 di udara dapat bereaksi dengan kation yang ada di dalam air olahan. Reaksi kation dan oksigen menghasilkan oksidasi logam yang sukar larut dalam air sehingga dapat mengendap. Pada proses aerasi terdapat kontak antara
51
52
gelembung udara dengan besi (Fe) dan mangan (Mn) yang larut dalam air, mengikuti reaksi sebagai berikut: 4 Fe2+ + O2 + 10 H2O → 4 Fe (OH)3 + 8 H+↓ 2 Mn2+ + O2 + 2 H2O → 2 MnO2 + 4 H+ ↓ Proses terakhir yaitu sedimentasi, dimana air yang sudah memenuhi wadah transparan didiamkan selama waktu yang diberikan sebagai perlakuan, tujuan dari proses ini adalah untuk mengendapkan partikel-partikel yang masih tersisa. Hasil aerasi yang terjadi mengendap pada proses terakhir yang terjadi. Berdasarkan nilai efektivitas yang diperoleh, yaitu mengalami perubahan yang efektif pada air sumur gali yang dimasukkan kedalam alat filtrasi sederhana air dari tiga perlakuan yang diberikan terhadap penurunan kadar besi dan mangan. Air mengalami kontak dengan komponen alat filtrasi air sederhana secara keseluruhan adalah 15 menit, sehingga tiga perlakuan yang diberikan sangat berpengaruh dengan kontak komponen alat filtrasi air sederhana pada saat proses pengolahan air. Air yang diperoleh dari tiga perlakuan yang dimasukkan alat filtrasi air menghasilkan kadar besi yang telah memenuhi nilai baku mutu syarat untuk air minum. Alat filtrasi sederhana air ini mampu mengubah kualitas air minum menjadi lebih baik dan layak untuk dikonsumsi (Sasadara.dkk, 2012). Secara keseluruhan hasil penurunan kadar Fe dan Mn dalam air sumur gali pada penelitian ini dapat di lihat pada Tabel sebagai berikut
52
53
Nama Unsur
Air Hasil Aerasi Hasil Aerasi-filtrasi sumur Baku 4 pipa 6 pipa 9 pipa 4 pipa 6 pipa 9 pipa gali mutu sembur sembur sembur sembur sembur sembur (mg/L) (*)
Fe 0,953 0,569 0,556 0,435 (mg/L) Mn 0,685 0,623 0,566 0,392 (mg/L) (*)Permenkes No. 429/Menkes/Per/IV/2010
0,282
0,250
0,166
0,3
0,039
0,036
0,026
0,4
HASIL PENURUNAN AIRASI-FILTRASI KADAR Mn 0,8 0,7
0,685
0,623
0,6
0,566
0,5
0,4
0,392
0,4 0,3 0,2 0,1 0
ASG
A4
A6
A9
53
0,039
0,036
0,026
AF4
AF6
AF9
BAKU MUTU
54
V. PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Penurunan kadar Fe pada metode aerasi-filtrasi menggunakan aerator sembur diperoleh kadar Fe yang paling rendah yaitu 9 semburan selama 2 jam sebesar 0,166 mg/L, nilai tersebut sudah di bawah ambang batas baku mutu air berdasarkan Permenkes No. 492/Menkes/IV/2010 maksimal 0,3 mg/L untuk besi (Fe). 2. Efektivitas pengolahan pada metode aerasi-filtrasi menggunakan aerator sembur tersebut adalah sebesar 83,15 % 3. Penurunan kadar Mn pada metode aerasi-filtrasi menggunakan aerator sembur diperoleh kadar Mn yang paling rendah yaitu 9 semburan selama 2 jam sebesar 0,026 mg/L, nilai tersebut sudah di bawah ambang batas baku mutu air berdasarkan Permenkes No. 492/Menkes/IV/2010 maksimal 0,4 mg/L untuk mangan (Mn). 4. Efektivitas pengolahan pada metode aerasi-filtrasi menggunakan aerator sembur tersebut adalah sebesar 96,15 %
54
55
B. Saran Pengolahan air sumur gali dengan metode aerasi filtrasi menggunakan aerator sembur dan saringan pasir cepat untuk metode ini sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan pengujian parameter kualitas air yang lain sehingga berpotensi untuk diaplikasikan dikehidupan sehari-hari khususnya kota Kendari bagian daerah ultrabasa.
55
56
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Rukaesih. 2004. Kimia lingkungan. ANDI: Yogyakarta Agustini Fauziah, 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia Lanjutan. Medan : Madenatera. Alfian Z, 2007. “Pengaruh pH dan Penambahan Asam Terhadap Penentuan Kadar Unsur Krom dengan Menggunakan Metode Spektrofotometer Serapan Atom”. Jurnal Sains Kimia. Angela dkk.2015. Analisis Kualitas Bakteri Koliform Pada Depo Air Minum Isi Ulang Di kota Singaraja Bali. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 3 No 1., diterbitkan April 2004 Arifin, 2007. Tinjauan dan Evaluasi Proses Kimia (Koagulasi, Netralisasi, Desinfeksi) Di Instalasi Pengolahan Air Minum.PT. Tirta kencana cahaya mandiri.Tangerang. BPPT, 2004, Outlok Energy Indonesia 2004, PTPSE, Jakarta, www.bppt.go.id. Diakses tanggal 28 Maret 2015. Chatib, B., 1988, Diklat Analisa dan Pengolahan Air Bersih, ITB, Bandung. D. L., Baker and W. F., Duke.2006. Intermittent Slow Sand Filters for Household Use – A Field Study in Haiti. London, UK: IWA Publishing Effendi H. 2003.Telah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Eko Hartini,2012.Cascade Aerator Dan Bubble Aerator Dalam Menurunkan Kadar Mangan Air Sumur Gali.http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas. Ganefati.2005. Penyediaan Air Bersih. Departemen Kesehatan .Jogjakarta Hendrawan, Diana. (2005). Kualitas Air Sungai dan Situ di DKI Jakarta. Makara Teknologi Vol. 9, No. 1. Fakultas Arsitektur Lansekap dan Teknologi Lingkungan. Universitas Trisakti. Jakarta. Kan, Chi-Chuan. Wen-Hsiang Chen, Meng-Wei Wan, Piaw Phatai, Jatuporn Wittayakun and Kun-Feng Li. (2012). The preliminary study of iron and manganese removal from groundwater by NaOCl oxidation and MF 56
57
filtration. Department of Environmental Engineering and Science Chia Nan University of Pharmacy and Science Tainan 717, Taiwan Kawamura, S.2000.Integrated Design Of Water Treatment Facilities, John Wiley & Sons Inc, New York, Chichester, Brisbane, Toronto, Singapura. Mulyaningrum, 1997. Aerasi dengan Cascade dan spray Aerator pada Pengolahan Air Minum. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITB, Bandung Nusa Idaman Said, N., 2004. Kesehatan Masyarakat dan Teknologi Peningkatan Kualitas Air. Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSPITS. Surabaya Nusa Idaman Said. 2005. Metode Penghilangan Zat Besi Dan Mangan Di Dalam Penyediaan Air Minum; Surabaya Pacini, V.A., Ingallinella, A.M., and Sanguinetti, G. 2005. Removal of Iron and Manganese Using Biological Roughing Up Flow Filtration Technology. Water Research, 39:4463 – 4475. Parulian, Alwin. 2009. Monitoring dan Analisis Kadar Aluminium (Al) danBesi (Fe) Pada Pengolahan Air Minum PDAM Tirtana di Sunggal. Medan: Pascasarjana – Universitas Sumatera Utara (USU). Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990 Tentang Syarat-Syarat Standar Kualitas Air Bersih dan Air Minum. Jakarta. Permenkes RI No. 492/MENKES/PER/IV/2010 Tentang Syarat-Syarat Standar Kualitas Air Bersih dan Air Minum. Jakarta. Priyanto.2005. Analisa Ketersediaan Kebutuhan Air pgada DAS. Universitas Brawijaya Rita Tahir dan Riswal K, 2015. Jurnal Penurunan Kadar Kontaminan Mangan (Mn) dalam Air secara Bubble Aerator dan Cascade Aerator. Jurusan Teknik Sipil. Universitas Hasanuddin. Makassar. Santropie, 1984. Penyedian air bersih. Jakarta. Departemen Kesehatan RI.
57
58
Sarjono., Aryo, 2009, Analisis Kandungan Logam Berat Cd, Pb, dan Hg pada Air dan Sedimen di Perairan Kamal Muara,Jakarta Utara, Skripsi S-1, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sasadara Sharah Cintya Sasadara, Eni Mahawati, Eko Hartini. (2012).Efektifitas Alat Pemurni Air dalam Menurunkan Kadar Besi (Fe) Berdasarkan Variasi Waktu Tinggal Pada Air Sumur Gali; Universitas Dian Nuswantoro Semarang Sawyer, Clair N and Mc. Carty, Perry L; 1967. Chemistry for Sanitary Engineering. Tokyo: Mc Graw-Hill Book Company; Kogakusha Company Ltd. Siti
Fatimah .2015. Kumpulan Teknik Penyaringan Air http://aimyaya.com/id/diakses pada tanggal 17 Februari 2015.
Sederhana-
Soemirat, Suciastuti Eny, Sutrisno C.Totok. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta: PT Bina Aksara Standar Nasional Indonesia (SNI),13-6974-2003, Percontohan Batuan Sulfida – Penentuan Kadar Pb, Cu, Zn, Fe, Mn dan Cd Dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), Badan Standarisasi Nasional (BSN), ICS.71.040.50. Standar Nasional Indonesia (SNI),13-6974-2009, Percontohan Batuan Sulfida – Penentuan Kadar Pb, Cu, Zn, Fe, Mn dan Cd Dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA), Badan Standarisasi Nasional (BSN), ICS.71.040.50. Sudiati, K., 2004. Penurunan Kadar Besi (Fe) dengan Metode Aerasi, Sedimentasi dan Filtrasi untuk Skala Rumah Tangga di Pedesaan. Tugas Akhir Jurusan Teknik Lingkungan FTSPITS. Surabaya Sutrisno, C.D., dan Suciastuti, E. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Bandung: Pt. Bina Aksara. Suyono, 1993. Pengolahan Sumber Daya Air. Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
58
59
Lampiran 1. Hasil Uji Laboratorium Biologi Unit Forensic dan Biomolekuler Nama Sampel Jenis Sampel No Parameter
: Air Sumur Gali : Air Bersih Hasil Baku mutu (*)
Spesifikasi metode
1
Besi (Fe)
0,95 mg/L
0,3 mg/L
AAS
2
Mangan (Mn)
0,68 mg/L
0,4 mg/L
AAS
(*)Permenkes No. 429/Menkes/Per/IV/2010 Nama Sampel : Air Sumur Gali setelah Aerasi 4 pipa semburan Jenis Sampel : Air Bersih No Parameter Hasil Baku mutu (*) Spesifikasi metode 1 Besi (Fe) 0,65 0,3 mg/L AAS 2 Mangan (Mn) 0,55 0,4 mg/L (*)Permenkes No. 429/Menkes/Per/IV/2010 Nama Sampel Jenis Sampel No Parameter
AAS
: Air Sumur Gali setelah Aerasi 6 pipa semburan : Air Bersih Hasil Baku mutu (*) Spesifikasi metode
1
Besi (Fe)
0,56 mg/L
0,3 mg/L
AAS
2
Mangan (Mn)
0,62 mg/L
0,4 mg/L
AAS
(*)Permenkes No. 429/Menkes/Per/IV/2010 Nama Sampel Jenis Sampel No Parameter
: Air Sumur Gali setelah Aerasi 6 pipa semburan : Air Bersih Hasil Baku mutu (*) Spesifikasi metode
1
Besi (Fe)
0,43 mg/L
0,3 mg/L
AAS
2
Mangan (Mn)
0,39 mg/L
0,4 mg/L
AAS
(*)Permenkes No. 429/Menkes/Per/IV/2010
59
60
Nama Sampel Jenis Sampel No
: Air Sumur Gali setelah Aerasi-Filtrasi 4 pipa semburan : Air Bersih Baku mutu Parameter Hasil Spesifikasi metode (*)
1
Besi (Fe)
0,28 mg/L
0,3 mg/L
AAS
2
Mangan (Mn)
0,039 mg/L
0,4 mg/L
AAS
(*)Permenkes No. 429/Menkes/Per/IV/2010 Nama Sampel Jenis Sampel No
: Air Sumur Gali setelah Aerasi-Filtrasi 4 pipa semburan : Air Bersih Baku mutu Parameter Hasil Spesifikasi metode (*)
1
Besi (Fe)
0,25 mg/L
0,3 mg/L
AAS
2
Mangan (Mn)
0,036 mg/L
0,4 mg/L
AAS
(*)Permenkes No. 429/Menkes/Per/IV/2010 Nama Sampel Jenis Sampel No
: Air Sumur Gali setelah Aerasi-Filtrasi 4 pipa semburan : Air Bersih Baku mutu Parameter Hasil Spesifikasi metode (*)
1
Besi (Fe)
0,16 mg/L
0,3 mg/L
AAS
2
Mangan (Mn)
0,026 mg/L
0,4 mg/L
AAS
(*)Permenkes No. 429/Menkes/Per/IV/2010
60
61
Lampiran 2. Perhitungan efektivitas pengolahan aerasi-filtrasi dengan kadar besi (Fe) dan kadar mangan (Mn) 1) . Perhitungan efektivitas pengolahan setelah aerasi untuk kadar besi (Fe)
Keterangan : A = Kadar Besi awal B = Kadar Besi akhir ∑ p = Efektivitas Pengolahan (Joko Sutrisno,2010) Dik : = 0,95 mg/L = 0,56 mg/L ∑p=?
= = = 0,4029 x 100 % = 40,29 %
61
62
Tabel 4.6 Hasil perhitungan efektivitas pengolahan aerasi dengan kadar Fe Jumlah Kadar Efektivitas Baku Mutu Nama Unsur semburan (mg/L) Pengolahan (%) (mg/L) 4 0,56 40,29 0,3 Besi (Fe) 6 0,55 41,58 0,3 9 0,43 54,36 0,3 Sumber : Hasil perhitungan efektivitas pengolahan 2). Perhitungan efektivitas pengolahan setelah aerasi untuk kadar mangan (Mn)
Keterangan : A = Kadar Mn awal B = Kadar Mn akhir ∑ p = Efektivitas Pengolahan Dik :
= 0,68 mg/L = 0,62 mg/L
Dit : ∑ p = ?
= = = 0,09026 x 100 % = 9,02 %
62
63
Tabel 4.7 Hasil perhitungan efektivitas pengolahan aerasi dengan kadar Mn Jumlah Kadar Efektivitas Baku Mutu Nama Unsur semburan (mg/L) Pengolahan (%) (mg/L) 4 0,62 9,02 0,4 Mangan 6 0,56 17,41 0,4 (Mn) 9 0,39 42,84 0,4 Sumber : Hasil perhitungan efektivitas pengolahan 3). Perhitungan efektivitas pengolahan filtrasi kadar besi (Fe)
Keterangan : A = Kadar besi awal B = Kadar besi akhir ∑ p = Efektivitas Pengolahan (Joko,2010) Dik : = 0,95 mg/L = 0,68 mg/L Dit : ∑ p = ?
= = = 0,7052 x 100 % = 70,52 %
63
64
Tabel 4.8 Hasil perhitungan efektivitas pengolahan filtrasi dengan kadar Fe Jumlah Kadar Efektivitas Baku Mutu Nama Unsur semburan (mg/L) Pengolahan (%) (mg/L) 4 0,28 70,52 0,3 Besi (Fe) 6 0,25 73,68 0,3 9 0,16 83,15 0,3 Sumber : Hasil perhitungan efektivitas pengolahan 4). Perhitungan efektivitas pengolahan filtrasi kadar mangan (Mn)
Keterangan : A = Kadar Mn awal B = Kadar Mn akhir ∑ p = Efektivitas Pengolahan Dik : = 0,6858 mg/L = 0,039 mg/L Dit : ∑ p = ?
= = = 0,9419 x 100 % = 94,19 %
64
65
Tabel 4.9 Hasil perhitungan efektivitas pengolahan filtrasi dengan kadar Mn Jumlah Kadar Efektivitas Baku Mutu Nama Unsur semburan (mg/L) Pengolahan (%) (mg/L) 4 0,039 94,19 0,4 Mangan 6 0,036 94,70 0,4 (Mn) 9 0,026 96,13 0,4 Sumber : Hasil perhitungan efektivitas pengolahan
65
66
66
67
67
68
Lampiran 4. Preoses pengambilan sampel
(a). pengambilan sampel awal pada air sumur gali)
(b). Pengambilan sampel air sumur gali setelah dilakukan proses pengolahan aerasi
68
69
(c). Pengambilan sampel air sumur gali setelah dilakukan proses pengolahan filtrasi
69