SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR MODAL DAN KINERJA LABA (ROI) PADA PERUSAHAAN FARMASI BUMN PERIODE 2009-2014
ANNISA PARAMASWARY ASLAM
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
i
SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR MODAL DAN KINERJA LABA (ROI) PADA PERUSAHAAN FARMASI BUMN PERIODE 2009-2014
sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
disusun dan diajukan oleh ANNISA PARAMASWARY ASLAM A21112103
kepada
JURUSAN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2016
ii
SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR MODAL DAN KINERJA LABA (ROI) PADA PERUSAHAAN FARMASI BUMN PERIODE 2009-2014
Disusun dan diajukan oleh ANNISA PARAMASWARY ASLAM A21112103
telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan
Makassar, 11 Januari 2016 Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Hj. Dian A.S Parawansa, SE., M.Si, Dr. Musran Munizu, SE., M.Si NIP. 19620405 198702 2 001 NIP. 19750909 200012 1 001
Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Dr. Hj. Nurdjanah Hamid, SE., M.Agr. NIP. 19600503 198601 2 001
iii
SKRIPSI ANALISIS STRUKTUR MODAL DAN KINERJA LABA (ROI) PADA PERUSAHAAN FARMASI BUMN PERIODE 2009-2014
disusun dan diajukan oleh ANNISA PARAMASWARY ASLAM A211 12 103
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi pada tanggal 3 Februari 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat kelulusan
Menyetujui, Panitia Penguji No,
Nama Penguji
Jabatan
Tanda Tangan
1.
Dr. Hj. Dian A.S. Parawansa, SE., M.Si.
Ketua
1. …………….
2.
Dr. Musran Munizu, SE., M.Si
Sekretaris
2. …………….
3.
Prof. Dr. H. Syamsu Alam, SE., M.Si
Anggota
3. …………….
4.
Dr. H.M. Sobarsyah, SE., M.Si
Anggota
4. …………….
5.
Dr. Abdul Razak Munir, SE., M.Si., M.Mktg.
Anggota
5. …………….
Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Dr. Hj. Nurdjanah Hamid, SE., M.Agr. NIP. 19600503 198601 2 001
iv
PERNYATAAN KEASLIAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Annisa Paramaswary Aslam
NIM
: A211 12 103
Jurusan
: Manajemen
Dengan ini menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul :
ANALISIS STRUKTUR MODAL DAN KINERJA LABA (ROI) PADA PERUSAHAAN FARMASI BUMN PERIODE 2009-2014 adalah hasil karya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya di dalam naskah saya di dalam skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu perguruan tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila di kemudian hari ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dan diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No.20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).
Makassar, 13 Januari 2016 Yang membuat pernyataan
Annisa Paramaswary Aslam
v
PRAKATA
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Allahumma Shalli Ala Muhammad Wa Ala Ali Muhammad Segala puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Struktur Modal dan Kinerja Laba (ROI) pada Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014”. Penyusunan skripsi ini dibuat sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen pada Universitas Hasanuddin Makassar. Semoga penelitian yang dilakukan penulis dapat memberikan banyak manfaat. Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala hormat dan kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih terutama kepada Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin beserta seluruh jajarannya juga kepada Ibu Dr. Hj. Nurdjanah Hamid, SE., M.Agr. selaku Ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Selanjutnya ucapan terima kasih ditujukan kepada Ibu Dr. Hj. Dian A.S Parawansa, SE., M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Musran Munizu, SE., M.Si selaku pembimbing II untuk segala arahan dan kebaikan selama penyusunan skripsi ini. Kepada anggota tim penguji Bapak Prof. Dr. H. Syamsu Alam, SE., M.Si, Bapak Dr. H.M. Sobarsyah, SE.,M.Si dan Bapak Dr. Abdul Razak Munir, SE., M.Si.,M.Mktg
yang
telah memberikan bimbingan dan perbaikan dalam
penyusunan skripsi ini. Kepada penasehat akademik Bapak Dr. Mursalim Nohong, SE.,M.Si atas berbagai saran dan bantuannya selama penulis
vi
menjalankan masa studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Ucapan terimakasih tak terhingga kepada Ayahanda Mohammad Akram Aslam, SE. dan Ibunda Dr. Ir. Ayu Kartini Parawansa, M.P. serta saudara saya Achmad Yassin Zidan Akram Aslam atas dukungan serta doanya. Serta Ompo Prof. Dr. H. Paturungi Parawansa, Dato Yuliana Parawansa dan Nenek Hajrah Aslam. Akhirnya, ucapan terima kasih buat sahabat Rifda Bamatraf, Faizal Al Fitrah, Andreas Holiwono, Fajrin Didipu, Siti Ayu Lestari dan Fitrah Rapi Tang atas kesetiannya untuk memberikan semangat kepada penulis dan segala sesuatu yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terima kasih kepada grup No Name, Sumber Keramaian, Basah, Baper, SMP Nusantara 2009 dan SURPLUS 2012 yang selalu menghibur. Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah berkenan memberikan bantuan kepada penulis. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Skripsi ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan sebagai sebuah karya ilmiah. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna untuk lebih menyempurnakan skripsi ini. Amiin. Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh Makassar,
13 Januari 2016
Annisa Paramaswary Aslam
vii
ABSTRAK ANALISIS STRUKTUR MODAL DAN KINERJA LABA (ROI) PADA PERUSAHAAN FARMASI BUMN PERIODE 2009-2014 THE ANALYSYS FOR CAPITAL STRUCTURE AND PROFIT PERFORMANCE IN STATE OWNED PHARMACY ENTERPRISES PERIODS 2009-2014 Annisa Paramaswary Dian A.S. Parawansa Musran Munizu Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan struktur modal dan kinerja laba (ROI) pada perusahaan-perusahaan farmasi BUMN. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan diskriptif dan sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa arsip laporan keuangan perusahaan selama periode 6 tahun 2009-2014. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Long Debt to Equity Ratio (LDER) mempunyai hubungan terhadap struktur modal. Peningkatan hutang perusahaan bertujuan untuk meningkatan sales (penjualan). Peningkatan penjualan dapat meningkatkan laba sehingga perusahaan dapat mengembalikan investasi Return on Investment (ROI) terhadap para pemegang saham. PT Indo Farma adalah perusahaan yang memiliki Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Long Debt to Equity Ratio (LDER) tertinggi. Kata kunci: struktur modal, rasio solvabitilitas, return of investment, rasio efisiensi. This research aims to describe the capital structure and profit performance of State-Owned Pharmacy Enterprises. This qualitative research uses descriptive approach based on company data in 6 periods from 2009-2014. The result shows that companies debt increase leads to sales performance enhancement as it will leap profit income for enterprises to return stakeholder’s investment. PT Indo Farma is the highest company who has Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER) and Long Debt to Equity Ratio (LDER) Keywords:
capital structure, solvability ratio, return of investment, efficiency ratio
viii
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i HALAMAN JUDUL ........................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN ..........................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................
iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................
v
PRAKATA .....................................................................................................
vi
ABSTRAK ...................................................................................................... viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv BAB I
BAB II
PENDAHULUAN..............................................................................
1
1.1 Latar Belakang .......................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................
5
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian .............................................
5
1.3.1 Tujuan Penelitian .............................................................
5
1.3.2 Kegunaan Penelitian .......................................................
5
1.4 Sistematika Penulisan ..............................................................
6
LANDASAN TEORI ........................................................................
8
2.1 Struktur Keuangan…………………………………………………...
8
2.2 Modal..........................................................................................
9
2.2.1 Pengertian Modal .............................................................
9
2.2.2 Jenis – Jenis Modal ..........................................................
9
2.2.2.1 Modal Asing atau Utang……………………………..
9
2.2.2.2 Modal Sendiri………………………………………… 11 2.3 Struktur Modal….........................................................................
12
2.3.1 Teori Struktur Modal .........................................................
15
2.3.1.1 Modigliani-Miller (MM) Teori .................................
15
2.3.1.2 Teori The Trade Off Model ……...……………........ 16 2.3.1.3 Teori Pecking Order ...……………………………… 17 2.3.1.4 Teori Agency……………………………………….... 19
ix
2.3.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal.. 24 2.3.1.6 Pengukuran Struktur Modal.………………………… 25 2.4 Kinerja Laba…………………………………………………………. 26 2.4.1 Pengukuran Kinerja Laba ................................................. 27 2.5 Penelitian Terdahulu ................................................................. 28 2.5 Kerangka Pikir .......................................................................... 32
BAB III
METODE PENELITIAN .................................................................. 33 3.1 Rancangan Penelitian ............................................................... 33 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................... 33 3.3 Populasi dan Sampel ................................................................ 33 3.3.1 Populasi Penelitian…………………………………………… 33 3.3.2 Sampel Penelitian……………………………………………. 34 3.4 Jenis dan Sumber ..................................................................... 34 3.5 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 34 3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional............................. 35 3.6.1 Variabel Independen / Bebas……………………………….. 35 3.6.2 Variabel Dependen / Terikat………………………………… 36 3.7 Metode Analisis ........................................................................ 36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 38 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ................................................. 38 4.1.1 PT Indo Farma Tbk .......................................................... 38 4.1.2 PT Bio Farma ................................................................... 39 4.1.3 PT Kimia Farma Tbk ........................................................ 40 4.2 Proses dan Hasil Analisis Data Variabel X ................................ 41 4.2.1 Analisis Debt To Asset Ratio (DAR) ……………………….. 41 4.2.2 Analisis Debt To Equity Ratio (DER) ………………………. 44 4.2.3 Analisis Long Debt To Equity Ratio (LDER) ………………. 47 4.2.4 Analisis Return On Investment (ROI) ……………………… 49 4.2.5 Analisis Rasio Efisiensi ……………………………………… 52 4.3 Analisis Debt To Asset Ratio (DAR) dan Kinerja Laba (ROI) ..... 55 4.4 Analisis Debt To Equity Ratio (DER) dan Kinerja Laba (ROI)…. 55 4.5 Analisis Long Debt To Equity Ratio (LDER) dan Kinerja Laba (ROI)
x
………………………………………………………………………… 56 4.6 Analisis Rasio Efisiensi Perusahaan Farmasi BUMN…………… 57 BAB V
PENUTUP .. ..................................................................................... 59 5.1 Kesimpulan ...............................................................................
59
5.2 Saran
...................................................................................
61
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
63
xi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ..................................................................
30
Tabel 4.1 Debt To Asset Ratio Perusahaan Farmasi BUMN Periode 20092014 ...........................................................................................
41
Tabel 4.2 Debt To Equity Ratio Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014 ..................................................................................
46
Tabel 4.3 Long Debt To Equity Ratio Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014 ..................................................................................
47
Tabel 4.4 Return On Investment Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014.. ................................................................................
50
Tabel 4.5 Rasio Efisiensi Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014
52
Tabel 4.6 Debt To Asset Ratio dan Kinerja Laba (ROI) pada Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014 ............................................
55
Tabel 4.7 Debt To Equity Ratio dan Kinerja Laba (ROI) pada Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014 ............................................
56
Tabel 4.8 Long Debt To Equity Ratio dan Kinerja Laba (ROI) pada Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014 ........................
57
Tabel 4.9 Rasio Efisiensi Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014
58
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Kerangka Pikir ...........................................................................
xiii
32
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Biodata ......................................................................................
1
Lampiran 2 Laporan Keuangan Perusahaan Farmasi BUMN Periode 20092014 ...........................................................................................
2
Laporan Keuangan PT Indo Farma………………………………….. .........................................
3
Laporan Keuangan PT Bio Farma………………………………….. .........................................
18
Laporan Keuangan PT Kimia Farma………………………………… ...........................................
27
Return On Investment Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014……………………………………………………. ...........
42
Rasio Efisiensi Perusahaan Farmasi BUMN Periode 20092014.. .........................................................................................
43
xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Peran industri farmasi dalam pembangunan bangsa menjadi semakin penting mengingat kontribusinya dalam Human Development Index (HDI) sangat nyata. Begitu pula dalam pertumbuhan ekonomi, kontribusi industri farmasi dalam GDP nasional lumayan besar yaitu sebesar 8% dari total GDP nasional. Nilai tersebut tentu saja akan berpengaruh signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja lokal dan dari sisi teknologi memberikan kontribusi terhadap dunia riset industri pendidikan tinggi. Mengingat peran industri farmasi yang sangat besar, maka perhatian investor akan peluang bisnis ini semakin cerah dengan pangsa pasar lokal yang sangat besar serta peluang pasar mancanegara yang menjadikan bisnis industri farmasi menjadi bisnis yang primadona dan pemerintah melihat pentingnya memberikan perhatian khusus pada bisnis tersebut maka industri farmasi BUMN diberikan insentif yang besar untuk memenuhi permintaan pasar yang semakin tumbuh meskipun peran industri farmasi swasta cukup besar namun belum dapat memenuhi kebutuhan lokal. Olehnya, untuk lebih optimalnya kinerja industri farmasi BUMN maka pemerintah selalu menyoroti likuiditas industri tersebut mengingat industri farmasi merupakan industri syarat teknologi dan padat modal sehingga untuk menjaga kinerja perusahaan tetap sehat maka penting bagi perusahaan untuk selalu menjaga kinerja keuangan yang sehat. Perhatian terhadap kinerja industri tersebut menjadi fokus utama dalam suatu tujuan akan tercapai apabila
1
2
perusahaan mampu dikelola dengan baik dan benar. Tujuan suatu perusahaan adalah mengoptimalkan nilai perusahaan dengan meminimumkan biaya modal perusahaan. Tujuan perusahaan tidak akan tercapai apabila modal tidak menunjang penganggaran perusahaan. Struktur modal harus dikelola dengan optimal karena berdampak pada perusahaan. Apabila struktur modal tidak optimal, harga saham suatu perusahaan bisa berubah. Struktur modal optimal adalah kombinasi utang dan ekuitas yang memaksimalkan harga saham sebuah perusahaan. Dalam hal ini perusahaan menganalisis sejumlah faktor, kemudian menetapkan suatu struktur modal sasaran (target capital structure). Sasaran ini dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan kondisi. Jika pada kenyataannya rasio utang ternyata berada dibawah tingkat sasaran, ekspansi modalnya akan dilakukan dengan menerbitkan utang, sedangkan jika rasio utang berada diatas tingkat sasaran, biasanya ekuitas yang akan diterbitkan oleh manajemen keuangan perusahaan. Struktur modal diharapkan dapat meningkatkan keuntungan perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan pemilik perusahaan melalui peningkatan kemakmuran atau nilai perusahaan. Biaya yang timbul dari sumber modal yang digunakan dalam menentukan sumber modal yang akan digunakan harus dipertimbangkan oleh perusahaan. Era globalisasi saat ini menjadikan ekonomi berputar sangat dinamis. Persaingan usaha menjadi semakin ketat sehingga industri akan bersaing lebih kompetitif. Pada tataran global industri farmasi dikenal sebagai industri padat pengetahuan (knowledge-based industry) dengan karakteristik belanja R&D yang besar melebihi rata-rata industri. Industri farmasi menghasilkan output ekonomi yang besar dan memainkan peran penting pada perekonomian negara-negara maju. Pada dimensi lain industri farmasi mempunyai peran penting dalam
3
menjamin dan memperbaiki kesehatan masyarakat, menghasilkan obat untuk mengatasi berbagai penyakit, minimasi risiko kesehatan dan menjamin pelayanan kesehatan yang berkesinambungan (sustainable) bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang. Industri farmasi adalah pemain yang sangat aktif pada lini terdepan “global brain evolution”. Industri farmasi Indonesia tentu tidak dapat mengisolasi diri dari perkembangan dan persaingan regional maupun global. Tantangan dan permasalahan yang dihadapi oleh industri farmasi akan semakin kompleks. Harmonisasi regulasi farmasi ASEAN yang disepakati akan diberlakukan pada tahun 2008 akan melahirkan pasar tunggal farmasi ASEAN. Ini membawa implikasi yang luas dan lanskap persaingan industri farmasi akan sangat berbeda dengan keadaan sebelumnya. Produk-produk farmasi akan lebih leluasa keluar masuk diantara negara-negara anggota ASEAN tanpa adanya barrier baik tariff barrier maupun non-tariff barrier. Menghadapi lanskap persaingan seperti ini, perusahaan farmasi Indonesia harus memperkuat sumber daya yang dimilikinya terutama aset nirwujud dan meningkatkan kapabilitas dinamikanya sehingga terjadi matching dengan dinamika tantangan eksternal yang dihadapinya. Industri farmasi Indonesia relatif masih muda dibandingkan dengan industri farmasi di negara-negara maju. Pada tahun 1937 terdapat 76 apotik yang sebagian besar berlokasi di Jawa dan hanya beberapa apotik yang berada di kota-kota besar Sumatera. Fungsi apotik pada periode itu disamping melakukan peracikan dan penyerahan obat juga melakukan produksi dan distribusi obat. Keadaan ini tidak banyak mengalami perubahan sampai awal kemerdekaan. Pada tahun 1955 jumlah pabrik farmasi di Indonesia tercatat 7 pabrik dan apotik 131. Tahun 1958 meningkat menjadi 18 pabrik farmasi dan 146 pabrik farmasi. Pada periode antara tahun 1958 dan 1967 jumlah produsen farmasi meningkat
4
menjadi 109 pabrik dan apotik sebanyak 585. Pada tahun 1969 jumlah produsen farmasi di Indonesia tercatat 149 pabrik yang terdiri dari 6 perusahaan PMDN, 1 perusahaan PMA dan 142 perusahaan swasta nasional. Pada awal-awal tahun Orde Baru ini sebagian besar kebutuhan obat Indonesia masih diimpor dari luar negeri. Pada tahun 1983, telah terjadi kemajuan yang cukup signifikan karena 90% kebutuhan obat telah dapat dipenuhi oleh industri farmasi di dalam negeri, meski sebagian besar bahan baku masih harus diimpor. Jumlah produsen farmasi pada tahun 1983 tercatat 286 pabrik yang terdiri dari 37 perusahaan PMDN, 40 perusahaan PMA dan 209 perusahaan swasta nasional. Jumlah perusahaan manufaktur farmasi Indonesia yang ada pada dewasa ini relatif tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan dengan tahun 1983. Pada saat ini jumlah podusen farmasi tercatat sebanyak 202 pabrik yang terdiri dari 4 BUMN, 30 PMA dan 168 perusahaan sasta nasional. Dalam nilai penjualan telah mengalami kenaikan; pada tahun 1980 obat yang beredar di Indonesia bernilai sebesar US$ 483 juta dan pada tahun 2004 tercatat sekitar US$ 2 milyar. Pangsa pasar farmasi Indonesia (2004) bila dibandingkan dengan pasar farmasi global relatif sangat kecil yaitu 0,25 %. Pangsa pasar dari 60 perusahaan farmasi di Indonesia sekitar 84% sedangkan 139 perusahaan hanya memiliki pangsa pasar 16%. Ini berarti sebagian besar perusahaan manufaktur farmasi Indonesia beroperasi pada skala kecil. Meskipun demikian pertumbuhan pasar farmasi Indonesia relatif masih cukup tinggi (sekitar 15% tahun 2004) dan merupakan pasar farmasi yang terbesar di ASEAN. Kedepan pasar farmasi Indonesia diprediksikan masih mempunyai pertumbuhan. Dari deskripsi tentang struktur modal dan deskripsi tentang perusahaan farmasi perlu adanya kajian tentang pentingnya struktur modal yang optimal bagi perusahaan terutama perusahaan yang sangat erat kaitannya dengan kebutuhan
5
masyarakat yang mana selalu dibutuhkan dalam kurun waktu yang panjang. Dalam teori struktur modal diasumsikan bahwa perubahan struktur modal berasal dari penerbitan obligasi dan pembelian kembali saham biasa atau penerbitan saham baru. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana gambaran struktur modal dan kinerja laba pada perusahaan farmasi BUMN periode 2009-2014? 2. Bagaimana gambaran rasio efisiensi pada perusahaan farmasi BUMN periode 2009-2014? 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diidentifikasi, tujuan penelitian ini untuk: 1. Mendeskripsikan struktur modal dan kinerja laba (ROI) pada perusahaan farmasi BUMN periode 2009-2014. 2. Mendeskripsikan rasio efisiensi perusahaan farmasi BUMN periode 20092014. 1.3.2 Kegunaan Penelitian Diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk: 1. Memberikan referensi bagi para peneliti-peneliti lain yang berminat untuk meneliti faktor-faktor penentu struktur modal perusahaan farmasi BUMN.
6
2. Memberikan sumbangan keilmuan khususnya kepada manajer keuangan untuk digunakan sebagai acuan atau dasar dalam hal perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan pendanaan perusahaan. 3. Bagi investor, diharapkan informasi yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan keputusan investasi. 1.4 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan ini berisi penjelasan tentang isi yang terkandung dari masing-masing bab secara singkat dari skripsi ini. Skripsi ini disajikan dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi mengenai latar belakang masalah, yang menampilkan landasan pemikiran secara garis besar baik dalam teori maupun fakta yang ada yang menjadi alasan dibuatnya penelitian ini. Rumusan masalah mengenai pernyataan tentang keadaan, fenomena atau konsep yang memerlukan jawaban melalui penelitian. Tujuan dan kegunaan penelitian yang merupakan hal yang diharapkan dapat dicapai mengacu pada latar belakang masalah, perumusan masalah dan hipotesis yang diajukan. Pada sistem penulisan, diuraikan mengenai ringkasan materi yang akan dibahas pada setiap bab yang ada dalam skripsi. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Pada bab tinjauan pustaka berisi jabaran teori-teori dan menjadi dasar dalam perumusan hipotesis serta membantu dalam analisis hasil penelitian. Penelitian terdahulu merupakan penelitian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti
7
sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini. Kerangka pemikiran adalah skema yang dibuat untuk menjelaskan secara singkat permasalahan yang akan diteliti. Hipotesis adalah pernyataan yang disimpulkan dari tinjauan pustaka, serta merupakan jawaban sementara atas masalah penelitian. BAB III : METODE PENELITIAN Pada bab ini, menguraikan tentang variabel penelitian dan definisi operasional, penentuan sampel berisi mengenai masalah yang berkaitan dengan jumlah populasi, jumlah sampel yang diambil dan metode pengambilan sampel. Jenis dan sumber data adalah gambaran tentang jenis data yang digunakan untuk variabel penelitian. Metode analisis mengungkapkan bagaimana gambaran model analisis yang digunakan dalam penelitian. BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Menggambarkan karakteristik dari objek yang diteliti serta memaparkan dan menganalisa data. Biasanya pada bagian awal hasil penelitian ini, diuraikan secara singkat dan jelas kondisi atau keadaan umum dari subyek penelitian yang relevan dengan tujuan penelitian, selanjutnya dijelaskan pula hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah dengan mempergunakan analisa data, kemudian disajikan dalam bentuk tabel, gambar, atau grafik yang mudah dibaca, dipahami dan tetap memperhatikan tatacara penulisan tabel gambar atau grafik. gambar atau grafik. Pembahasan berisi uraian atau pembahasan secara mendalam hasil penelitian yang telah disajikan sebelumnya. BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Menyatakan pemahaman peneliti tentang masalah yang diteliti berkaitan dengan skripsi berupa kesimpulan dan saran.
8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur Keuangan Setiap perusahaan dalam menjalankan usahanya akan membutuhkan dana yang dapat diperoleh dari pemilik perusahaan maupun dari utang. Dengan demikian, maka untuk melakukan kegiatan usahanya setiap perusahaan selalu membutuhkan aktiva baik yang wujud maupun yang tidak berwujud.
Fungsi penggunaan dana harus dilakukan secara efisien yang berarti bahwa setiap rupiah dana yang tertanam dalam aktiva harus dapat digunakan secara efesien untuk dapat menghasilkan tingkat keuntungan investasi yang optimal. Masalah pendanaan menyangkut masalah keseimbangan antara aktiva dengan pasiva yang dibutuhkan, serta menentukan komposisi kualitatif dari aktiva dan pasiva tersebut dengan sebaik-baiknya, yang nantinya akan menentukan struktur keuangan dan struktur modal perusahaan. Struktur keuangan adalah bagaimana cara perusahaan mendanai aktivanya. Aktiva perusahaan didanai oleh utang jangka pendek, utang jangka panjang dan modal pemegang saham sehingga seluruh sisi kanan dari neraca (pasiva) memperlihatkan struktur keuangan (Sawir, 2005: 10). Pemilihan struktur keuangan merupakan masalah yang menyangkut komposisi pendanaan yang akan digunakan oleh perusahaan, pada akhirnya berarti menentukan berapa banyak utang yang akan digunakan oleh perusahaan untuk mendanai aktivanya.
9
2.2 Modal
2.2.1 Pengertian Modal Modal dalam perusahaan persoalan yang tidak akan berakhir. Definisi modal menurut Munawir (2004:19) menyatakan bahwa modal merupakan hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan yang ditunjukkan dalam pos modal (modal saham), surplus dan laba yang ditahan, atau kelebihan nilai aktiva yang dimiliki oleh perusahaan terhadap seluruh utang-utangnya. 2.2.2 Jenis – Jenis Modal 2.2.2.1 Modal Asing atau Utang Bambang (2001: 227) menyatakan bahwa modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja di dalam perusahaan dan bagi perusahaan yang bersangkutan modal tersebut merupakan utang yang pada saatnya harus dibayar kembali. Utang mempunyai keunggulan diantaranya adalah : 1. Bunga mengurangi pajak sehingga biaya utang rendah
2. Kreditur memperoleh return terbatas sehingga pemegang saham tidak perlu berbagi keuntungan ketika kondisi bisnis dengan maju.
3. Kreditur tidak memiliki hak suara sehingga pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan penyertaan dana yang kecil. Selain keunggulannya, utang juga mempunyai kelemahan, diantaranya :
1. Utang biasanya berjangka waktu tertentu untuk dilunasi tepat waktu
2. Rasio utang tinggi akan meningkatkan risiko yang selanjutnya akan meningkatkan biaya.
3. Bila perusahaan dalam kondisi sulit dan labanya tidak dapat memenuhi
10
beban
bunga
maka
tidak
tertutup
kemungkinan
dilakukan
likuidasi.
Utang terdiri dari dua golongan, yaitu utang jangka pendek (yaitu kurang dari satu tahun) dan utang jangka panjang (lebih dari satu tahun). Menurut Bambang (2001: 227) dalam bidang pembelanjaan modal asing atau utang sendiri dari tiga golongan, diantaranya :
1. Modal Asing atau utang (Short-term debt) Modal asing atau utang jangka panjang pendek adalah modal asing yang jangka waktunya paling lama satu tahun. Sebagian besar utang jangka pendek terdiri dari kredit perdagangan yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan usahanya. Adapun jenis-jenis utang jangka pendek adalah : a) Kredit rekening koran merupakan kredit yang diberikan oleh bank kepada
perusahaan dengan batas tertentu dimana perusahaan mengambilnya tidak sekaligus sesuai dengan kebutuhan dan bunga yang dibayar hanya untuk jumlah yang telah diambil saja, meskipun sebenarnya perusahaan meminjamnya lebih dari jumlah tersebut. b) Kredit dari penjualan merupakan kredit perniagaan dan kredit ini terjadi apabila penjualan produk dilakukan dengan kredit. c) Kredit dari pembeli merupakan kredit yang diberikan oleh perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok dari bahan mentahnya atau barang-barang lainnya. d) Kredit wesel terjadi apabila suatu perusahaan mengeluarkan surat pengakuan ulang yang berisi kesanggupan untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertentu dan pada saat tertentu. Dan setelah ditanda-tangani surat tersebut dapat dijual atau diuangkan kepada bank
11
2. Modal asing atau utang jangka menengah (Intermediate-Term Debt).
Modal asing atau utang jangka menengah merupakan utang yang jangka waktunya adalah lebih dari satu tahun atau kurang dari 10 tahun. Bentuk-bentuk utama dari kredit jangka menengah adalah : a) Term Loan merupakan kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari 10 tahun. b) Leasing merupakan suatu alat atau cara untuk mendapatkan services dari suatu aktiva tetap yang pada dasarnya adalah sama seperti halnya kalau kita menjual obligasi untuk mendapatkan services dan hak milik atas aktiva tersebut, bedanya pada leasing tidak disertai hak milik. 3. Modal asing atau utang jangka panjang (Long- Term Debt)
Modal asing atau utang jangka panjang merupakan utang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari 10 tahun. Adapun jenis atau bentuk-bentuk utama dari utang jangka panjang antara lain : a) Pinjaman obligasi merupakan pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjang, untuk debitur mengeluarkan surat pengakuan utang yang mempunyai nominal tertentu.
b) Pinjaman hipotik merupakan pinjaman jangka panjang dimana pemberi uang (kreditur) diberi hak hipotik pada suatu barang tidak bergerak, agar bila pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya, barang itu dapat dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya.
2.2.2.2 Modal Sendiri Modal sendiri menurut Bambang (2001:204) bahwa modal sendiri pada dasarnya merupakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang
12
tertanam
di
dalam
perusahaan
untuk
waktu
yang
tidak
tertentu
lamanya.
Menurut Bambang (2001:240) modal sendiri di dalam suatu perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), terdiri dari : 1. Modal saham Saham merupakan tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu Perseroan Terbatas (PT) bagi perusahaan yang bersangkutan, yang diterima dari hasil penjualan sahamnya akan tetap tertanam di dalam perusahaan tersebut selama hidupnya, meskipun bagi pemegang saham sendiri bukan merupakan penanaman yang permanen karena setiap waktu pemegang saham dapat menjual sahamnya. 2. Laba cadangan Cadangan di sini dimaksudkan sebagai cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan selama beberapa waktu dari tahun yang berjalan. Tidak semua cadangan termasuk dalam pengertian modal sendiri, cadangan yang termasuk modal sendiri diantaranya cadangan ekspansi, cadangan modal kerja, cadangan selisih kurs, dan cadangan untuk menampung hal-hal atau kejadian-kejadian yang tidak diduga sebelumnya (cadangan umum).
3. Laba ditahan Keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dapat sebagian dibayarkan sebagai deviden dan sebagian ditahan oleh perusahaan. Apabila penahanan keuntungan tersebut sudah dengan tujuan tertentu, maka dibentuk cadangan. Apabila perusahaan belum mempunyai tujuan tertentu mengenai penggunaan keuntungan, maka keuntungan tersebut merupakan keuntungan yang ditahan. 2.3 Struktur Modal Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan antara jumlah
13
hutang jangka panjang dengan modal sendiri (Riyanto, 2010:282). Pendapat lain mengatakan bahwa struktur modal merupakan perimbangan jumlah hutang jangka pendek yang bersifat permanen, hutang jangka panjang, saham preferen, dan saham biasa (Sartono, 2011:225). Menurut Sudana (2011:143) struktur modal (capital structure) berkaitan dengan pembelanjaan jangka panjang suatu perusahaan yang diukur dengan perbandingan utang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal berkaitan dengan sumber pendanaan yang digunakan untuk mendanai investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Pendanaan tersebut dapat diperoleh melalui sumber internal (internal financing) maupun dari sumber eksternal (external financing). Sumber dana internal yaitu berupa laba ditahan dan penyusutan, sedangkan sumber dana eksternal dibagi menjadi dua yaitu pembiayaan utang (debt financing) yang diperoleh dari pinjaman dan pendanaan modal sendiri (equity financing) yang berasal dari emisi atau penerbitan saham baru. Dalam melakukan pendanaan baik dari sumber internal maupun sumber eksternal harus ada keseimbangan yang optimal antara keduanya. Struktur modal dikatakan optimal apabila struktur modal tersebut mampu untuk meminimumkan biaya modal rata-ratanya. Struktur modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata, sehingga akan memaksimalkan nilai perusahaan (Martono dan Harjito, 2005:240). Margaretha (2011:112) menyebutkan
struktur
modal
optimal
adalah
struktur
modal
yang
mengoptimalkan keseimbangan antara risk dan return sehingga memaksimalkan harga saham. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, pada dasarnya struktur modal yang optimal adalah struktur modal yang meminimumkan biaya modal
14
secara keselurahan yang akan memaksimalkan nilai perusahaan. Komposisi struktur modal yang optimal dalam perusahaan akan tercapai apabila perusahaan menetapkan struktur modal dengan mendasarkan pada prinsip hatihati. Struktur modal dapat dilihat dari resiko solvabilitas. Solvabilitas merupakan salah satu rasio keuangan yang dapat digunakan sebagai pertimbangan investor dalam menanamkan sahamnya pada suatu perusahaan. Solvabilitas dapat mengukur sampai seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang. Solvabilitas
suatu
perusahaan
menunjukkan
kemampuan
suatu
perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya, apabila perusahaan saat itu dilikuidasikan. Pengertian solvabilitas dimaksudkan sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar semua hutang-hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Struktur modal merupakan perimbangan antara penggunaan modal sendiri dengan penggunaan pinjaman jangka panjang. Jadi dapat disimpulkan, besar modal sendiri sama dengan besar hutang jangka panjang yang akan digunakan sehingga dapat menjadi optimal. Perusahaan yang mempunyai modal optimal akan menghasilkan tingkat pengembalian yang optimal pula, sehingga bukan hanya perusahaan yang memperoleh keuntungan, tetapi para pemegang saham pun ikut memperoleh keuntungan tersebut. Struktur modal yang tidak optimal akan menimbulkan biaya modal yang terlalu besar. Apabila hutang yang digunakan terlalu besar, maka akan menimbulkan biaya hutang yang besar. Di lain hal, jika perusahaan menerbitkan terlalu banyak saham, maka biaya modal yang ditanggung terlalu besar, karena diantara biaya modal yang lain, biaya sahamlah yang paling besar.
15
2.3.1 Teori Struktur Modal 2.3.1.1. Modigliani-Miller (MM) Teori Teori MM tanpa pajak Teori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan Houston, 2004) yaitu: a. Tidak ada biaya pialang b. Tidak ada pajak c. Tidak ada biaya kebangkrutan d. Investor dapat meminjam pada tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan e. Investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan f. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan hutang. Penggunaan asumsi-asumsi tersebut membuat teori ini dianggap tidak relevan karena asumsi-asumsi tersebut hampir tidak mungkin dapat dipenuhi. Meskipun demikian, penelitian ini menimbulkan minat peneliti-peneliti lain juga termasuk oleh Modigliani dan Miller sendiri. Perbaikan asumsi tersebut dapat diringkas sebagai berikut : 1. Adanya efek dari pajak 2. Adanya efek dari biaya kebangkrutan 3. Trade off theory, yang intinya perusahaan membandingkan manfaat penggunaan hutang dengan tingkat bunga lebih tinggi dan biaya
16
kebangkrutan. 4. Signalling theory, yaitu pengaruh yang disebabkan akibat adanya informasi asimetri (informasi yang hanya diketahui oleh manajemen). Model MM sebelumnya menganggap bahwa informasi yang dimiliki investor sama dengan yang dimiliki manajemen. 2.3.1.2 Teori The Trade Off Model Model ini merupakan penjabaran dari Dalil MM I yang menjelaskan adanya hubungan antara pajak, resiko kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan keputusan struktur modal yang diambil perusahaan. Konsep ini menjelaskan bahwa suatu perusahaan akan meningkat seiring dengan peningkatan penggunaan leverage (akibat interest tax shields). Sampai pada suatu titik ketika ekspektasi ongkos tekanan finansial (cost of financial distress) atau ongkos kebangkrutan (bankruptcy cost) lebih besar daripada interest tax shields sehingga mengurangi nilai perusahaan. Menurut Mirza (1996) dalam Mayangsari (2001), teori ini menyebutkan bahwa struktur modal yang optimal diperoleh pada saat terjadinya keseimbangan antara keuntungan tax shield of leverage dengan financial distress dan agency cost of leverage. Model ini secara tidak langsung menyatakan bahwa perusahaan yang tidak menggunakan pinjaman sama sekali dan perusahaan yang menggunakan pembiayaan investasinya dengan pinjaman seluruhnya adalah buruk. Hal ini berarti pengambilan keputusan dalam struktur modal hendaknya bersifat moderat dalam mempertimbangkan penggunaan dana maupun modal sendiri dan mempertimbangkan kedua instrumen pembiayaan. The Trade Off Model memang tidak dapat digunakan untuk menentukan modal yang optimal secara akurat dari suatu perusahaan. Tetapi melalui model
17
ini menimbulkan adanya kemungkinan dalam penggunaan leverage, yaitu Mirza (1996) dalam Mayangsari (2001) : 1. Perusahaan dengan resiko usaha yang lebih rendah dapat meminjam lebih besar tanpa harus terbebani oleh expected cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan hutang lebih besar. 2. Perusahaan dengan tangible assets dan marketable assets seperti real estate seharusnya dapat menggunakan hutang lebih besar daripada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari intangible assets seperti patent dan goodwill. Hal ini disebabkan karena intangible assets lebih mudah kehilangan nilai apabila terjadi financial distress dibanding standard assets dan tangible assets. 3. Perusahaan-perusahaan di negara dengan pajak tinggi seharusnya memuat hutang yang lebih tinggi dalam struktur modal daripada perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah karena bunga yang dibayar diakui pemerintah sehingga mengurangi pajak penghasilan. 2.3.1.3 Teori Pecking Order Menurut Myers (1984) dalam Mayangsari (2001), perusahaan cenderung memilih penggunaan dana yang berasal dari internal daripada eksternal dengan urutan laba ditahan, diikuti hutang dan yang terakhir modal sendiri. Dana eksternal yaitu hutang dan penerbitan sekuritas baru (pasar modal). Perusahaan dengan laba tinggi umumnya memiliki pinjaman lebih sedikit dibandingkan perusahaan yang memperoleh laba kecil. Secara singkat, asumsi yang digunakan dalam Pecking Order dijelaskan sebagai berikut (Mayangsari, 2001) :
18
1. Perusahaan pertama kali memilih pendanaan internal (laba ditahan dan depresiasi) hingga pendanaan eksternal (hutang dan saham) sebagai sumber terakhir. 2. Jika perusahaan menggunakan dana eksternal maka pemilihan dilakukan secara berjenjang mulai dari yang paling aman sampai yang paling beresiko. 3. Kebijakan deviden ketat dimana perusahaan menetapkan jumlah pembayaran dividen dan target dividend payout ratio yang konstan. Sehingga pada periode tertentu jumlah pembayaran dividen tidak berubah baik perusahaan untung maupun rugi. 4. Dalam mengantisipasi kekurangan atau kelebihan dari persediaan arus kas dengan adanya kebijakan dividen dan fluktuasi dari tingkat keuntungan dan kesempatan investasi maka jika kurang pertama kali perusahaan akan mengambil dari portofolio investasi lancar yang tersedia. Pecking Order Theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya meminjam dalam jumlah sedikit. Hal tersebut bukan disebabkan karena mereka mempunyai target debt ratio yang rendah tetapi karena mereka memerlukan external financing yang sedikit (Husnan, 2000:325). Gordon Donaldson dalam Mayangsari (2001) mengajukan teori tentang adanya asimetri informasi (Pecking Order) yaitu manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan dibanding investor di pasar modal. Ketika manajemen perusahaan ingin memaksimumkan nilai untuk pemegang saham saat ini maka ada kecenderungan jika perusahaan mempunyai prospek yang cerah, manajemen tidak akan menerbitkan saham baru tetapi menggunakan laba ditahan.
19
Sebaliknya, apabila prospek perusahaan dinilai buruk, manajemen akan menerbitkan saham baru untuk memperoleh dana. Sehingga Gordon Donaldson dalam Mayangsari (2011) menyimpulkan bahwa perusahaan lebih senang menggunakan dana dengan urutan : 1) Laba ditahan 2) Hutang 3) Penjualan saham. 2.3.1.4 Teori Agency Teori ini dikemukakan oleh Jansen dan Meckling pada tahun 1976 yang dikutip (Horne dan Wachowicz, 1998:482), manajemen merupakan agen dari pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Para pedagang saham berharap agen akan bertindak atas kepentingan mereka sehingga mendelegasikan wewenang kepada agen. Untuk dapat melakukan fungsinya dengan baik, manajemen
harus
diberikan
insentif
dan
pengawasan
yang
memadai.
Pengawasan dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap keputusan yang dapat diambil manajemen. Kegiatan pengawasan tentu saja membutuhkan biaya yang disebut dengan biaya agensi. Biaya agensi menurut Horne dan Wachowicz, (1998) adalah biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk meyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegang saham. Menurut Horne dan Wachowicz (1998), salah satu pendapat dalam teori agensi adalah siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti tanggungan pemegang saham. Sebagai misal, pemegang obligasi, mengantisipasi biaya pengawasan, serta membebankan bunga yang lebih tinggi.
20
Semakin besar peluang timbulnya pengawasan, semakin tinggi tingkat bunga, dan
semakin rendah nilai
perusahaan
bagi
pemegang
saham.
Biaya
pengawasan berfungsi sebagai disensif dalam penerbitan obligasi, terutama dalam jumlah yang besar. Jumlah pengawasan yang diminta pemegang obligasi akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah obligasi yang beredar. Teori keagenan (agency theory) membahas tentang adanya hubungan keagenan antara principal dan agen. Hubungan keagenan adalah sebuah kontrak di mana satu atau lebih principal menyewa orang lain (agen) untuk melakukan
beberapa
jasa
untuk
kepentingan
mereka
yaitu
dengan
mendelegasikan beberapa wewenang pembuatan keputusan kepada agen, yang disebut dengan principal adalah pihak yang memberikan mandat kepada agen, dalam hal ini adalah pemegang saham. Sedangkan yang disebut agen adalah pihak yang mengerjakan mandat dari principal, yaitu manajemen yang mengelola perusahaan. Tujuan utama dari teori keagenan (agency theory) adalah untuk menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai adanya informasi yang tidak asimetris dan kondisi ketidakpastian. Menurut
Wahidahwati
(2002:14),
ada
beberapa
alternatif
untuk
mengurangi agency cost yaitu : 1. Dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen dan selain itu manajer merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan juga apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah.
2. Meningkatkan dividend payout ratio, dengan demikian tidak tersedia cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya.
21
3. Meningkatkan pendanaan dengan hutang, peningkatan hutang akan menurunkan besarnya excess cash flow yang ada di dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.
4. Institusional investor sebagai monitoring agents. Distribusi saham antara pemegang saham dari luar institusional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency cost. Hal ini karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Teori keagenan berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang terjadi
yang disebabkan karena pihak-pihak yang saling bekerjasama memiliki tujuan yang berbeda. Teori keagenan (agency theory) ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan (Eisenhardt,1989:58). Pertama, adalah masalah keagenan yang timbul pada saat keinginan-keinginan atau tujuan-tujuan principal dan agen saling berlawanan dan merupakan hal yang sulit bagi principal untuk melakukan verifikasi apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian dalam menanggung risiko yang timbul di mana principal dan agen memiliki sikap berbeda terhadap risiko. Inti dari hubungan keagenan adalah bahwa di dalam hubungan keagenan tersebut terdapat adanya pemisahan antara kepemilikan (pihak principal) yaitu para pemegang saham dengan pengendalian (pihak agen) yaitu manajer yang mengelola perusahaan atau sering disebut dengan the separation of decision making and risk beating function of the firm. Perusahaan yang
memisahkan
fungsi
pengelolaan
dan
fungsi
kepemilikan
akan
mengakibatkan munculnya perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham.
22
Perbedaan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham ini dapat terjadi disebabkan karena manajer tidak perlu menanggung risiko sebagai akibat adanya pengambilan keputusan yang salah, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik yaitu pemegang saham. Karena pihak manajemen ini tidak ikut menanggung risiko maka mereka cenderung membuat keputusan yang tidak optimal begitupun juga halnya dengan keuntungan yang diperoleh perusahaan yang tidak dapat sepenuhnya dinikmati oleh manajer, sehingga membuat para manajer tidak hanya berkonsentrasi pada maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan untuk peningkatan kemakmuran pemegang saham melainkan cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya sendiri. Para manajer mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku ini yang biasa disebut sebagai keterbatasan rasional (bounded rationality) dan manajer juga cenderung tidak menyukai risiko (risk aversion). Teori keagenan (agency theory) dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989:64). Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian, dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan dirinya sendiri memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality) dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian menekankan bahwa adanya konflik antar anggota organisasi dan adanya asimetris informasi antar principal dan agen. Sedangkan asumsi informasi menekankan
bahwa
informasi
sebagai
barang
komoditi
yang
bisa
diperjualbelikan. Jadi yang dimaksud dengan teori keagenan yaitu membahas tentang hubungan keagenan antara principal dan agen.
23
Permasalahan
keagenan
ditandai
dengan
adanya
perbedaan
kepentingan dan informasi yang tidak lengkap (asymetry information) antara pemilik
perusahaan
(principal)
dengan
agen
(manajemen).
Perbedaan
kepentingan ini dikarenakan oleh kemungkinan bahwa agen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan principal. Oleh karena itu, perlu adanya suatu mekanisme pengawasan untuk meminimumkan konflik kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Munculnya mekanisme pengawasan atau kegiatan pemantauan ini akan menyebabkan timbulnya biaya yang disebut agency cost. Biaya keagenan (agency cost) adalah biaya yang dikeluarkan pemilik untuk mengatur dan mengawasi kerja para manajer sehingga mereka bekerja untuk kepentingan perusahaan. Dalam teori keagenan ada tiga jenis biaya keagenan yaitu meliputi monitoring cost, bonding cost, dan residual loses. Monitoring cost adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh principal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contohnya adalah biaya audit dan biaya untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi. Bonding cost adalah biaya yang ditanggung agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan principal. Contohnya adalah biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Sedangkan residual loses timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen kadang kala berbeda dari tindakan yang memaksimumkan kepentingan principal.
24
2.3.1.5 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Berikut empat faktor yang memengaruhi keputusan struktur modal, yaitu: 1. Resiko bisnis atau tingkat resiko yang terkandung dalam operasi bisnis perusahaan apabila ia tidak menggunakan utang. Makin besar resiko bisnis perusahaan, makin rendah resiko utang yang optimal. 2. Posisi pajak perusahaan. Salah satu alasan utama menggunakan utang adalah biaya bunga dapat menjadi pengurang pajak, yang selanjutnya akan mengurangi biaya hutang efektif. Akan tetapi, jika sebagian besar dari
pendapatan
perusahaan
telah
terhindar
dari
pajak
karena
perhitungan penyusutan, bunga pada utang yang beredar saat ini, atau karena kerugian pajak yang dikompensasi ke muka, maka tambahan utang tidak banyak memberi manfaat sebagaimana yang dirasakan perusahaan dengan tarif pajak efektif yang lebih tinggi. 3. Fleksibilitas keuangan. Fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar dalam keadaan yang memburuk. Para manajer keuangan mengetahui bahwa persediaan modal yang mantap diperlukan untuk operasi yang stabil. Hal ini merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan jangka panjang. 4. Konservatisme atau agresivitas manajemen. Setiap manajer memiliki tingkat agresivitas yang berbeda-beda. Sebagian manajer lebih agresiv dari
yang
lain
menggunakan
sehingga utang
sebagian
untuk
perusahaan
meningkat
laba.
lebih Faktor
cenderung ini
tidak
mempengaruhi struktur modal yang optimal atau yang memaksimalkan nilai, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan dan yang ditetapkan oleh manajer.
25
2.3.1.6 Pengukuran Struktur Modal 1. Debt to Asset Ratio (DAR) Rasio ini merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Sehingga rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Apabila Debt to Asset Ratio (DAR) semakin tinggi, sementara proporsi total aktiva tidak berubah maka hutang yang dimiliki perusahaan semakin besar. Total hutang semakin besar berarti rasio financial atau rasio kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman semakin tinggi. Dan sebaliknya apabila debt ratio semakin kecil maka hutang yang dimiliki perusahaan juga akan semakin kecil dan ini berarti risiko financial perusahaan mengembalikan pinjaman juga semakin kecil. Menurut Kasmir (2014) rumusan untuk mencari Debt to Asset Ratio (DAR) dapat digunakan sebagai berikut: Rumus: DAR =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
𝑥 100%
(Rumus 2.1)
2. Rasio hutang modal / Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan antara total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang ada. Menurut Kasmir (2014) rumusan untuk mencari Debt to Equity Ratio (DER) dapat digunakan sebagai berikut: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
DER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑥 100%
3.
(Rumus 2.2)
Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjang
26
yang diberikan kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Rasio ini juga digunakan untuk mengukur seberapa besar perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri atau sberapa besar utang jangka panjang dijamin oleh modal sendiri. Menurut Kasmir (2014) rumusan untuk mencari Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) adalah dengan menggunakan perbandingan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri sebagai berikut : 𝐿𝑜𝑛𝑔 𝐷𝑒𝑏𝑡
LDER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑥 100%
(Rumus 2.3)
2.3.1.7 Kinerja Laba (Return On Investment) Return On Asset (ROA) atau Return On Investment (ROI) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dari kekayaan atau aktiva yang digunakan. Return On Investment (ROI) penting bagi manajemen untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan dan menilai kinerja operasional dalam memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan. Return On Investment (ROI) juga penting untuk mengevaluasi efektifitas dan efisiensi manajemen perusahaan dalam mengelola seluruh aktiva perusahaan. Menurut Warsono (2003:38), Return On Asset (ROA) menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa dengan seluruh aktiva yang dimilikinya. Return On Investment (ROI) menunjukkan seberapa banyak laba bersih yang bisa dipoles dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan, karena itu dipergunakan angka laba setelah pajak dengan kekayaan perusahaan (Husnan, 2006:74). Semakin besar Return On Asset (ROA), berarti semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan atau dengan kata lain dengan jumlah aktiva yang
27
sama bisa dihasilkan laba yang lebih besar, dan sebaliknya (Sudana, 2011:22). Return On Asset (ROA) dirumuskan sebagai berikut (Syamsuddin, 2009:63) : ROA
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
(Rumus 2.4)
Return On Investment (ROI) yang semakin tinggi menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang semakin baik atau dengan kata lain semakin tinggi nilai Return On Investment (ROI) menunjukkan semakin efisien penggunaan aktiva perusahaan. 2.3.1.8 Pengukuran Kinerja Laba Pengukuran kinerja laba mempunyai arti yang penting bagi pengambilan keputusan baik bagi pihak internal maupun eksternal perusahaan. Laporan keuangan merupakan alat yang dijadikan acuan penilaian untuk meramalkan kondisi keuangan, operasi dan hasil usaha perusahaan. Menurut Harahap (2008), ukuran kinerja meliputi rasio-rasio berikut: 1. Rasio Likuiditas Rasio ini mengukur kemampuan likuiditas jangka pendek perusahaan dengan melihat aktiva lancar perusahan relatif terhadap hutang lancarnya (hutang dalam hal ini merupakan kewajiban perusahaan). Biasanya rasio yang digunakan adalah current ratio, cash ratio, dan net working capital to total asset ratio.
2. Rasio Leverage (Solvabilitas) Rasio ini untuk digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Perusahaan yang tidak solvable adalah perusahaan yang total hutangnya lebih besar dibandingkan total asetnya. Rasio leverage yang biasanya digunakan seperti debt to total asset ratio, total debt to total capital asset ratio, total
28
debt to equity ratio, long term debt to equity ratio, dan lain-lain.
3. Rasio Aktivitas Rasio ini melihat beberapa aset kemudian menentukan beberapa tingkat aktivitas aktiva-aktiva tersebut pada tingkat kegiatan tertentu. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengahkibatkan semakin besarnya dana kelebihan yang tertanam pada aktiva-aktiva tersebut. Beberapa rasio yang digunakan misalnya: total asset turn over ratio, receivable turn over ratio, inventory turn over ratio, dan sebagainya. 4. Rasio Keuntungan (Profitabilitas) Rasio ini memberikan gambaran tentang kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu pada periode tertentu. Beberapa rasio yang sering digunakan adalah gross profit margin, net profit margin, return on total equity (ROE) dan sebagainya. 2.4 Penelitian Terdahulu 1. Penelitian Song (2005) menemukan bahwa struktur modal perusahaan dipengaruhi oleh tangibility (asset structure), non-debt tax shield, profitability, size, expected growth, uniqueness, income variability, time dummies (industry classification dummies, not applied in this study). 2. Nugroho (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Property yang Go Public Di BEJ Tahun 1994-2004” meneliti hubungan antara beberapa variabel yaitu operating leverage, likuiditas, struktur aktiva, growth, price earning ratio, profitabilitas terhadap struktur modal. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa growth dan profitabilitas berpengaruh positif terhadap
29
struktur modal. Sedangkan operating leverage, likuiditas dan STA berpengaruh negatif. 3. Penelitian oleh Setiana dan Rahayu (2011) menunjukkan bahwa Debt to Assets Ratio (DAR) secara parsial memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap Return on Investment (ROI). Debt to Assets Ratio (DAR) memiliki hubungan negatif terhadap Return on Investment (ROI) yang artinya semakin tinggi nilai Debt to Assets Ratio (DAR) maka semakin rendah nilai Return on Investment (ROI) dan Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap Return on Investment. 4. Handayani
(2011)
Mempengaruhi
dengan
Struktur
judul
Modal
penelitian
pada
“Faktor-Faktor
Perusahaan
Publik
yang Sektor
Manufaktur” menunjukkan hasil bahwa variabel profitabilitas tidak memiliki pengaruh terhadap struktur modal perusahaan dengan memiliki koefisien positif. Variabel likuiditas tidak memiliki pengaruh terhadap struktur modal perusahaan dengan koefisien positif. Variabel ukuran perusahaan berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan memiliki koefisien dengan tanda positif. Variabel risiko bisnis tidak memiliki pengaruh
terhadap
struktur
modal.
Variabel
growth
opportunity
berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan dengan memiliki koefisien negatif. Variabel kepemilikan managerial tidak memiliki pengaruh terhadap struktur modal dengan memiliki koefisien nilai negatif. Variabel struktur aktiva berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan dengan memiliki nilai koefisien negatif. 5. Penelitian oleh Ningsih (2013) mengenai pengaruh struktur modal yang diukur menggunakan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Return on
30
Investment (ROI) menunjukkan hasil bahwa Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap Return on Investment (ROI). Tabel 2.2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
NO Judul
Peneliti Variabel
Hasil
(Tahun) 1
Independen
Song (2005)
:
tangibility
(asset
structure),
non-debt
Struktur modal dipengaruhi oleh tangibility (asset structure), non-debt tax shield, profitability, size, expected
tax shield, expected
growth, uniqueness, income variability,
growth,
time dummies.
size,
profitability, uniqueness,
income
variability,
time dummies Dependen : Struktur modal 2
:
Growth, dan profitabilitas berpengaruh
Analisis Faktor-
Independen
Faktor yang
likuiditas,
operating
positif terhadap struktur modal.
Mempengaruhi
leverage,
growth,
Sedangkan operating leverage,
Struktur Modal
price earning ratio,
likuiditas dan STA berpengaruh
Perusahaan
profitabilitas, struktur
negatif.
Property yang Go
aktiva.
Public Di BEJ
Dependen:
Tahun 1994-2004.
modal
Struktur
(Nugroho , 2006) 3
Setiana Rahayu (2011)
dan
Independen : Debt to
Debt to Assets Ratio (DAR) secara
Assets Ratio (DAR)
parsial memiliki pengaruh negatif dan
dan Long Debt to
signifikan terhadap Return on
Equity Ratio (LDER)
Investment. Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) secara parsial tidak
Dependen:
memiliki pengaruh terhadap Return on
Return on
Investment (ROI)
Investment
31
Lanjutan Tabel 2.1 Faktor-Faktor yang
Independen : profitabilitas,
Variabel
Mempengaruhi
likuiditas,
bisnis,
variable
Struktur
ukuran
dan
memiliki
pengaruh
struktur aktiva.
struktur
modal
Dependen : Struktur modal
dengan
memiliki
koefisien
Manufaktur.
positif.
Variabel
ukuran
(Handayani , 2011
perusahaan
Pada
Modal
Perusahaan
Publik
Sektor
risiko perusahaan
profitabilitas
dan
likuiditas
terhadap
tidak terhadap
perusahaan
berpengaruh struktur
modal
perusahaan memiliki koefisien dengan tanda positif. Variabel risiko
bisnis
pengaruh modal.
tidak
memiliki
terhadap
struktur
Variabel
opportunity terhadap
growth
berpengaruh struktur
modal
perusahaan dengan memiliki koefisien
negatif.
Variabel
kepemilikan managerial tidak memiliki
pengaruh
struktur
modal
terhadap dengan
memiliki koefisien nilai negatif. Variabel
struktur
aktiva
berpengaruh terhadap struktur modal
perusahaan
dengan
memiliki nilai koefisien negatif. 5
Ningsih (2013)
Independen : Debt to Equity
Struktur modal yang diukur
Ratio (DER)
menggunakan Debt to Equity
Dependen Investment.
:
Return
on
Ratio terhadap Return on Investment menunjukkan hasil bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh signifikan terhadap Return on Investment.
Sumber : Data diolah 2015
32
2.3 Kerangka Pikir Debt to Asset Ratio (DAR) X3
Gambar 2.1 Kerangka Pikir H1
Kinerja Laba (ROI)
Debt to Equity Ratio (DER) X2
H2
Y
H3 Long Debt to Equity Ratio (LDER) X3 Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen adalah struktur modal. Variabel independen dalam penelitian ini berupa Debt to Assets Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER), dan Long Debt to Equity Ratio (LDER). Variabel independen dalam penelitian ini adalah Return on Investment (ROI). Berdasarkan landasan teori, tujuan penelitian dan hasil penelitian sebelumnya serta permasalahan yang telah dikemukakan, maka hal ini digunakan sebagai dasar untuk merumuskan hipotesis. Berdasarkan hal tersebut dapat digambarkan kerangka pemikiran yang dituangkan dalam model penelitian pada gambar 2.1.
33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan dapat ditinjau dari berbagai aspek diantaranya: a. Penelitian ini termasuk jenis penelitian assosiatif yang bertujuan mencari hubungan antara satu variabel dengan variabel lain. b. Dilihat dari jenis data, penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif, karena data yang diolah dan dianalisis pada penelitian ini adalah data kualitatif. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada 3 perusahaan farmasi BUMN yaitu PT Indo Farma, PT Bio Farma dan PT Kimia Farma periode 2009-2014. Data yang digunakan terdiri atas beberapa rasio keuangan diperoleh melalui laporan tahunan perusahaan
(http://www.idx.co.id) untuk PT Kimia Farma dan Indo
farma dan (http://www.biofarma.co.id) untuk PT Bio Farma. 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1.Populasi Penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2005:90) Populasi yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 perusahaan farmasi BUMN yaitu PT Indo Farma, PT Bio Farma dan PT Kimia Farma pada
34
periode 2009-2014. 3.3.2 Sampel Penelitian Sampel adalah sebagian untuk diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo, 2005 : 79). Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling atau judgemental sampling. Dimana, cara penarikan sampel yang dilakukan adalah dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan oleh peneliti. Adapun, kriteria spesifik dari sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Perusahaan farmasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 2. Perusahaan farmasi BUMN yang telah menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor indipenden pada periode 2009-2014. 3.4 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder berupa laporan keuangan tahunan perusahaan farmasi BUMN yaitu PT Indo Farma, PT Bio Farma dan PT Kimia Farma periode 2009-2014. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini bersumber dari laporan tahunan (http://www.idx.co.id) untuk PT Kimia Farma dan Indo farma dan (http://www.biofarma.co.id) untuk PT Bio Farma pada periode penelitian 20092014. 3.5 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang akan digunakan adalah metode pengumpulan data dari basis data yang merupakan pencatatan laporan tahunan pada perusahaan farmasi BUMN untuk mengetahui rasio-rasio keuangannya
35
selama periode 2009-2014. Data dalam penelitian ini diperoleh dari media internet dengan cara mendownload (http://www.idx.co.id) untuk PT Kimia Farma dan PT Indo farma dan (http://www.biofarma.co.id) untuk PT Bio Farma. 3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 3.6.1 Variabel Independen / Bebas (X) Variabel independen adalah struktur modal. Struktur modal adalah pembiayaan permanen yang terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. a. Debt to Assets Ratio (DAR) Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. DAR =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
𝑥 100%
(Rumus 3.1)
b. Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio (DER) digunakan untuk megukur perimbangan antara kewajiban yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Rumusan untuk mencari Debt to Equity Ratio (DER) dapat digunakan perbandingan antara total utang dengan total ekuitas sebagai berikut: 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
DER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑥 100%
(Rumus 3.2)
c. Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) Rasio ini menunjukkan hubungan antara jumlah pinjaman jangka panjang yang diberikan kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Rumus untuk mencari Long Term Debt to Equity Ratio dapat digunakan perbandingan antara total utang jangka panjang dengan total ekuitas (LDER): 𝐿𝑜𝑛𝑔 𝐷𝑒𝑏𝑡
LDER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑥 100%
(Rumus 3.3)
36
Variabel Independen / bebas: X : Struktur Modal X1 : Debt to Assets Ratio (DAR) X2 : Debt to Equity Ratio (DER) X3 : Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) 3.6.2 Variabel Dependen / terikat (Y) Definisi Operasional dari variabel terikat (dependent variable) yaitu Return On Investment (ROI). Return On Investment (ROI) digunakan untuk mengukur efektivitas suatu perusahaan didalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Rasio ini merupakan rasio yang terpenting diantara rasio profitabilitas yang ada. Return On Investment (ROI) disebut juga Return on Assets (ROA). ROA
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
(Rumus 3.4)
3.7 Metode Analisis Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis deskriptif dengan analisis rasio keuangan untuk pemecahan masalahnya, dimana rasiorasio yang digunakan adalah Rasio Solvabilitas dan Rasio Profitabilitas. 1. Rasio Solvabilitas Menurut Kasmir (2008) rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Adapun rumus yang digunakan: a. Debt to Asset Ratio (DAR) Debt to Asset Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total uang dengan total aktiva. DAR =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
𝑥 100%
37
b. Debt to Equity Ratio (DER) Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
DER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑥 100% c. Long Debt to Equity Ratio (LDER) Long Debt to Equity Ratio merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. 𝐿𝑜𝑛𝑔 𝐷𝑒𝑏𝑡
LDER = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦 𝑥 100% 2. Rasio Profitabilitas Rasio
profitabilitas
merupakan
rasio
untuk
menilai
kemampuan
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rumus yang digunakan dalam rasio ini adalah Return on Investment (ROI). Return on Investment merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROA
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑆𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝑑𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡
38
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 PT Indo Farma Tbk. Indonesia Farma (Persero) Tbk disingkat Indofarma (Persero) Tbk (INAF) didirikan tanggal 02 Januari 1996 dan memulai kegiatan usaha komersialnya pada tahun 1983. Kantor pusat dan pabrik INAF terletak di Jalan Indofarma No.1, Cibitung, Bekasi 17530. Pada awalnya, INAF merupakan sebuah pabrik obat yang didirikan pada tahun 1918 dengan nama pabrik Obat Manggarai. Pada tahun 1950, Pabrik Obat Manggarai ini diambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dikelola oleh Departemen Kesehatan. Pada tahun 1979, nama pabrik obat ini diubah menjadi Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan. Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No.20 tahun 1981, Pemerintah menetapkan Pusat Produksi Farmasi Departemen Kesehatan menjadi Perseroan Umum Indonesia Farma (Perum Indofarma). Selanjutnya pada tahun 1996, status badan hukum Perum Indofarma diubah menjadi Perusahaan (Persero). Pemegang
saham
pengendali
Indofarma
(Persero)
Tbk
adalah
Pemerintah Republik Indonesia, dengan memiliki 1 Saham Preferen (Saham Seri A Dwiwarna) dan 80,66% di saham Seri B. Berdasarkan Anggaran Dasar Perusahaan, ruang lingkup kegiatan INAF adalah melaksanakan dan menunjang kebijakan serta program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di bidang farmasi, diagnostik, alat kesehatan,
serta
industri
produk
makanan.
Saat
ini,
Indofarma
telah
39
memproduksi sebanyak hampir 200 jenis obat yang terdiri dari beberapa kategori produk, yaitu Obat Generik Berlogo (OGB), Over The Counter (OTC), obat generik bermerek, dan lain-lain. Pada tanggal 30 Maret 2001, INAF memperoleh pernyataan efektif dari Bapepam-LK untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham INAF (IPO) kepada masyarakat sebanyak 596.875.000 Saham Seri B dengan nilai nominal Rp100,- per saham dengan harga penawaran Rp250,- per saham. Sahamsaham tersebut dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 17 April 2001. 4.1.2 PT Bio Farma Bio Farma merupakan pemimpin dalam industri vaksin di Indonesia, dengan filosofi mengabdi untuk kualitas hidup yang lebih baik. Sampai saat ini Bio Farma memainkan peranan penting dalam pemberantasan penyakit menular di Indonesia dan dunia. Bio Farma menjadi salah satu andalan pemerintah dalam upaya menyiapkan generasi yang sehat, bebas dari penyakit menular dan mematikan sehingga menjadi generasi yang produktif dan siap bersaing secara global di masa mendatang. Melalui berbagai inovasi riset dan pengembangan produk yang didukung kompetensi, pengalaman dan proses pembelajaran terus-menerus selama lebih dari 123 tahun, Bio Farma tak pernah berhenti berusaha menemukan vaksinvaksin baru untuk mengeradikasi berbagai penyakit infeksi menular yang terus berkembang dan mengancam kesehatan manusia. Dalam peningkatan peran, tanggung jawab dan keberlangsungan perusahaan di masa yang akan datang untuk memberikan solusi kemakmuran
40
global, Bio Farma melangkah menuju Life Science Company. PT Bio Farma (Persero) adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang sahamnya dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah. Bio Farma adalah satu-satunya produsen vaksin bagi manusia di Indonesia dan terbesar di Asia Tenggara yang selama ini telah mendedikasikan dirinya dalam rangka memproduksi vaksin dan anti sera berkualitas internasional. Produksi vaksin dan anti sera ini diproduksi untuk turut serta mendukung program imunisasi nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat Indonesia dengan kualitas derajat kesehatan yang lebih baik. 4.1.3 PT Kimia Farma Tbk Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero). Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah
41
berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan
bangsa,
khususnya
pembangunan
kesehatan
masyarakat
Indonesia. 4.2 Proses dan Hasil Analisis Data Variabel X 4.2.1 Analisis Debt To Asset Ratio (DAR) Debt to Asset Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Demikian pula apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan utang. Tabel 4.1 Debt To Asset Ratio Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009 – 2014 NO
NAMA PERUSAHAAN
1
INDOFARMA BIO FARMA
3
KIMIAFARMA
DAR 2011 2012
2013
2014
Ratarata
45.31%
54.36%
52.58%
55.41%
14.08%
11.69%
16.20%
14.04%
16.52%
30.19%
30.57%
34.29%
38.98%
33.85%
2009
2010
58.97%
57.59%
63.63%
20.71%
22.37%
36.30%
32.78%
*Sumber : Data diolah 2016 Dari tabel 4.1 diatas dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 Debt to Assets Ratio (DAR) PT Indo Farma adalah 59%. Rasio ini menunjukkan bahwa 59% pendanaan perusahaan dibiayai dengan utang untuk tahun 2005. Artinya, bahwa setiap Rp 100,00 pendanaan perusahaan, Rp 59,00 dibiayai dengan
42
utang dan Rp 41,00 disediakan oleh pemegang saham. Pada tahun 2010, Debt to Asset Ratio (DAR) mengalami penurunan menjadi 57,6%. Akan tetapi, pada tahun 2011 Debt to Asset Ratio (DAR) mengalami kenaikan menjadi 63,6%. Hal ini terjadi karena total kewajiban dan total aset PT Indo Farma mengalami kenaikan. Pada tahun 2012, Debt to Asset Ratio (DAR) mengalami penurunan menjadi 45%. Hal ini terjadi karena total kewajiban perusahaan tersebut mengalami penurunan akan tetapi total aset mengalami kenaikan. Pada tahun 2013, Debt to Asset Ratio (DAR) mengalami kenaikan menjadi
54% yang
disebabkan oleh kenaikan total kewajiban yang cukup signifikan dan juga total aset perusahaan mengalami kenaikan. Pada tahun 2014, Debt to Asset Ratio (DAR) mengalami penurunan walaupun tidak signifikan menjadi 53% yang disebabkan oleh berkurangnya nilai total kewajiban dan total aktiva. Jika rata-rata perusahaan industri 35%, Debt to Asset Ratio (DAR) perusahaan masih di bawah rata-rata industri sehingga akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman (Kasmir, 2008). Dari tabel 4.1 di atas pada PT Bio Farma dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 rata-rata Debt to Asset Ratio (DAR) perusahaan adalah 21%. Artinya, bahwa setiap Rp 100,00 pendanaan perusahaan, Rp 21,00 dibiayai dengan utang dan Rp 79,00 disediakan oleh pemegang saham. Pada tahun 2010, Debt to Asset Ratio (DAR) mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan menjadi 22%. Hal ini disebabkan oleh kenaikan total kewajiban dan total aset perusahaan tersebut. Pada tahun 2011, Debt to Assets Ratio (DAR) mengalami penurunan menjadi 13%. Hal ini terjadi karena total kewajiban perusahaan tersebut menurut walaupun total aset mengalami kenaikan. Pada tahun 2012, Debt to Assets Ratio (DAR) mengalami penurunan menjadi 12% yang disebabkan oleh total kewajiban perusahaan tersebut mengalami penurunan. Pada tahun 2013, Debt to Assets
43
Ratio (DAR) mengalami kenaikan menjadi 16% yang disebabkan oleh total kewajiban perusahaan mengalami kenaikan yang cukup signifikan dan total aktiva perusahaan ini juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada tahun 2014, Debt to Assets Ratio (DAR) kembali mengalami penurunan menjadi 14% yang disebabkan oleh terjadinya penurunan pada total kewajiban. Debt to Assets Ratio (DAR) yang berkisar 10-30% berarti bahwa total aktiva yang dimiliki perusahaan masih lebih banyak dibiayai dengan modal sendiri, hal ini memperkecil tingkat risiko finansial yang dihadapi oleh perusahaan karena semakin banyak pendanaan dengan utang, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena mengkhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 Debt to Assets Ratio (DAR) PT Kimia Farma adalah 36%. Artinya, bahwa setiap Rp 100,00 pendanaan perusahaan, Rp 36,00 dibiayai dengan utang dan Rp 64,00 disediakan oleh pemegang saham. Pada tahun 2010, proporsi rasio antara total hutang dengan total aktiva mengalami penurunan menjadi 33%. Hal ini terjadi karena menurunnya total hutang perusahaan tersebut. Pada tahun 2011, Debt to Assets Ratio (DAR) kembali mengalami penurunan menjadi 30%. Hal ini disebabkan oleh penurunan total hutang perusahaan tersebut. Pada tahun 2012, 2013 dan 2014, proporsi rasio antara total hutang dan total aktiva mengalami peningkatan walaupun tidak signifikan. Pada tahun 2012 Debt to Assets Ratio (DAR) perusahaan ini menjadi 31%, hal ini disebabkan oleh total hutang dan total aset perusahaan mengalami kenaikan. Pada tahun 2013, Debt to Assets Ratio (DAR) mengalami kenaikan menjadi 34% yang disebabkan oleh kenaikan total hutang dan total aset perusahaan. Pada tahun 2014, Debt to Assets Ratio (DAR) mengalami kenaikan menjadi 39% yang disebabkan oleh kenaikan total
44
kewajiban dan total aset perusahaan. Proporsi terbesar total aktiva (kekayaan) PT Kimia Farma berasal dari hutang ada pada tahun 2014 sebesar 39%. Jika rata-rata perusahaan industri 35%, Debt to Asset Ratio (DAR) perusahaan masih di bawah rata-rata industri sehingga akan sulit bagi perusahaan untuk memperoleh pinjaman (Kasmir, 2008). 4.2.2 Analisis Debt to Equity Ratio (DER) Debt to equity ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang, termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kreditur) dengan pemilik perusahaan. Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa PT Indo Farma Debt to Equity Ratio (DER) pada tahun 2009 adalah 144%. Rasio ini menunjukkan bahwa kreditor menyediakan Rp144,00 untuk setiap Rp200,00 yang disediakan pemegang saham. Pada tahun 2010, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami penurunan menjadi 136%. Hal ini terjadi karena total ekuitas mengalami kenaikan dan total hutang perusahaan tersebut mengalami penurunan. Hal ini berarti perusahaan lebih banyak dibiayai oleh pembiayaan internalnya. Pada tahun 2011, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami peningkatan yang cukup signifikan menjadi 175%. Hal ini terjadi karena total ekuitas mengalami kenaikan dan total hutang perusahaan ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Hal ini berarti perusahaan lebih banyak dibiayai oleh sumber eksternal. Pada tahun 2012, terjadi penurunan Debt to Equity Ratio (DER)
menjadi 83% karena total
kewajiban perusahaan ini menurun dan total ekuitas mengalami kenaikan. Pada tahun 2013, Debt to Equity Ratio (DER) kembali mengalami kenaikan menjadi
45
119%. Hal ini terjadi karena total hutang perusahaan bertambah dan total ekuitas mengalami penurunan. Pada tahun 2014, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami penurunan menjadi 111% yang disebabkan oleh turunnya total hutang perusahaan. Dapat dilihat bahwa rasio Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan ini cukup tinggi. Akan tetapi, perusahaan ini masih tergolong jauh dari batas toleransi yaitu 355,44%. Dari tabel 4.2 menunjukkan bahwa PT Bio Farma pada tahun 2009 mempunyai Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 26%. Kreditur menyediakan Rp 26,00 untuk setiap Rp 100,00 yang disediakan pemegang saham. Atau perusahaan dibiayai oleh utang sebanyak 26%. Pada tahun 2010, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami kenaikan menjadi 29%. Hal ini terjadi karena bertambahnya total kewajiban dan total ekuitas perusahaan tersebut. Pada tahun 2011, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami penurunan menjadi 16%. Penurunan ini terjadi karena total ekuitas perusahaan mengalami kenaikan dan total hutang perusahaan mengalami penurunan. Dalam tahun ini sumber pendanaan perusahaan lebih dominan berasal dari pihak internal. Pada tahun 2012, Debt to Equity Ratio (DER) kembali mengalami penurunan menjadi 13%. Hal ini terjadi karena total hutang perusahaan menurun dan total ekuitas perusahaan bertambah. Pada tahun 2013, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami kenaikan menjadi 19%. Penyebab kenaikan rasio ini karena bertambahnya total kewajiban perusahaan hampir 100% dan total ekuitas juga mengalami kenaikan. Pada tahun 2014, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami penurunan yang disebabkan oleh penurunan total hutang perusahaan dan kenaikan total ekuitas perusahaan. Pada tahun tersebut, Debt to Equity Ratio (DER)
menjadi 16%. Semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat
pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi
46
peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Tabel 4.2 Debt To Equity Ratio Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009 – 2014 NO
NAMA PERUSAHAAN
1
INDOFARMA
2
BIO FARMA
3
KIMIAFARMA
2009
2010
DER 2011 2012
2013
2014
Ratarata
143.72% 135.80% 174.96% 82.84% 119.11% 110.88% 127.88% 26.12%
28.81%
16.39%
13.24% 19.34%
16.33%
20.04%
57.00%
48.77%
43.25%
44.04% 52.18%
64.67%
51.65%
*Sumber: Data diolah 2016
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa pada tahun 2009 Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan Kimia Farma adalah 36%. Kreditur menyediakan Rp 36,00 untuk setiap Rp 100,00 yang disediakan pemegang saham. Pada tahun 2010, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami kenaikan menjadi 49%. Hal ini terjadi karena meningkatnya total kewajiban perusahaan dan total ekuitas perusahaan sehingga mempengaruhi kenaikan rasio ini. Pada tahun 2011, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami penurunan menjadi 43% yang disebabkan oleh menurunnya total hutang perusahaan dan total ekuitas mengalami kenaikan. Sumber pendanaan perusahaan pada tahun 2011 lebih dominan berasal dari sumber pendanaan internal. Pada tahun 2012, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami kenaikan menjadi 44%. Hal ini terjadi karena total hutang perusahaan bertambah sehingga membuat rasio mengalami kenaikan. Pada tahun 2013, Debt to Equity Ratio (DER) mengalami kenaikan menjadi 52% yang disebabkan oleh meningkatnya total ekuitas dan total kewajiban perusahaan. Sumber pendanaan perusahaan pada tahun 2013 lebih dominan berasal dari pihak eksternal. Pada tahun 2014, Debt to Equity Ratio (DER) kembali mengalami kenaikan menjadi 65%. Kenaikan Debt to Equity Ratio (DER) terjadi karena meningkatnya total hutang perusahaan hampir 50% dibandingkan tahun
47
sebelumnya. Kenaikan total kewajiban perusahaan tidak selamanya berdampak negatif
terhadap
meningkatkan
perusahaan.
penjualan
Pinjaman
(sales)
seperti
perusahaan untuk
bertujuan
pembelian
bahan
untuk baku,
penambahan mesin atau kendaraan, biaya promosi dan biaya riset. Peningkatan penjualan (sales) mengakibatkan peningkatan pada laba perusahaan. Dapat dilihat bahwa rasio Debt to Equity Ratio (DER) perusahaan ini sangat rendah dari batas toleransi yaitu 355,44%. 4.2.3 Analisis Long Term Debt to Equity Ratio (LDER) Long Term Debt to Equity Ratio merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Tabel 4.3 Long Debt To Equity Ratio Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009 – 2014 NO
NAMA PERUSAHAAN
1
INDOFARMA
2
BIO FARMA
3
KIMIAFARMA
LDER 2011 2012
2013
2014
Ratarata
2009
2010
17.54%
15.15%
13.56%
25.94%
5.55%
9.43%
14.53%
2.26%
8.85%
2.32%
2.29%
2.14%
3.35%
3.53%
5.67%
6.59%
6.55%
6.77%
6.25%
16.89%
8.12%
*Sumber : Data diolah 2016
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 Long Debt to Equity Ratio (LDER) perusahaan Indo Farma adalah 18%. Pada tahun 2010, Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami penurunan menjadi 15%. Hal ini terjadi karena hutang jangka panjang mengalami penurunan dan total ekuitas perusahaan mengalami kenaikan. Pada tahun 2011, Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami penurunan menjadi 14%. Penurunan ini terjadi karena hutang
48
jangka panjang perusahaan berkurang dan ekuitas perusahaan bertambah. Pada tahun 2012, Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami peningkatan menjadi 26% yang disebabkan oleh kenaikan total hutang jangka panjang perusahaan yang lebih dari 100% dari total hutang jangka panjang tahun sebelumnya. Pada tahun 2013 Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami penurunan menjadi 6% yang disebabkan oleh total kewajiban jangka panjang perusahaan berkurang dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2014, Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami kenaikan menjadi 9%. Hal ini terjadi karena total kewajiban jangka panjang perusahaan mengalami kenaikan. Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 Long Debt to Equity Ratio (LDER) perusahaan Bio Farma adalah 2,26%. Pada tahun 2010 Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami peningkatan menjadi 9%. Peningkatan tersebut terjadi karena meningkatnya hutang jangka panjang perusahaan lebih dari 100%. Pada tahun tersebut total ekuitas perusahaaan tersebut juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2011, Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami penurunan menjadi 2,32% yang disebabkan oleh hutang jangka panjang perusahaan mengalami penurunan dan total ekuitas perusahaan bertambah. Pada tahun 2012, Long Debt to Equity Ratio (LDER) PT Bio Farma sebesar 2,29%. Total kewajiban jangka panjang dan total ekuitas mengalami kenaikan walaupun tidak signifikan. Pada tahun 2013, PT Bio Farma memiliki Long Debt to Equity Ratio (LDER) sebesar 2,14 %. Pada tahun 2011, 2012 dan 2013 Long Debt to Equity Ratio (LDER) terlihat fluktuatif karena total kewajiban jangka panjang perusahaan tersebut mengalami penurunan dan kenaikan yang tidak signifikan. Pada tahun 2014, Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami peningkatan sebesar 3,35%. Hal ini terjadi karena hutang jangka panjang perusahaan mengalami kenaikan. Dapat dilihat bahwa rasio
49
LDER perusahaan ini juga rendah. Begitu rendahnya rasio ini mengakibatkan perusahaan hampir tidak memiliki rasio finansial. Dari tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 Long Debt to Equity Ratio (LDER) perusahaan Kimia Farma adalah 5,67%. Pada tahun 2010, Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami kenaikan menjadi 6,59%. Kenaikan ini disebabkan oleh total kewajiban jangka panjang perusahaan bertambah pada perusahaan ini. Pada tahun 2011, Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami penurunan walaupun hutang jangka panjang bertambah tetapi ekuitas perusahaan juga bertambah dan nilai pertambahan ekuitas lebih besar sehingga Long Debt to Equity Ratio (LDER) menurun. Pada tahun 2012, Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami kenaikan menjadi 6,77%. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penambahan hutang jangka panjang perusahaan tersebut. Pada tahun 2013, Long Debt to Equity Ratio (LDER) mengalami penurunan menjadi 6,25%. Walaupun hutang jangka panjang perusahaan bertambah, ekuitas perusahaan pada tahun ini mengalami kenaikan yang cukup signifikan sehingga membuat rasio ini mengalami penurunan. Pada tahun 2010, 2011, 2012 dan 2013 Long Debt to Equity Ratio (LDER) terlihat fluktuatif. Kemudian, pada tahun 2014 terjadi peningkatan Long Debt to Equity Ratio (LDER) menjadi 17%. Hal ini terjadi karena kewajiban jangka panjang meningkat lebih dari 100% dari tahun sebelumnya. Jika rasio ini tinggi maka perusahaan akan bangkrut karena sulit membayar utang-utang jangka panjangnya. 4.2.4 Analisis Return On Investment Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama Return on Invesment (ROI) atau Return on Asset (ROA) merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam
50
perusahaan. Return on Invesment (ROI) juga merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya. Tabel 4.4 Return On Investment Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014 NAMA PERUSAHAAN
2009
2010
ROI 2011 2012
2013
2014
Rata-Rata
INDOFARMA
0.29%
1.71%
4.04%
3.57%
-4.19%
0.09%
0.92%
BIO FARMA
16.81%
15.97%
17.45%
18.86%
21.18%
19.07%
18.22%
KIMIAFARMA
4.00%
8.37%
9.57%
9.88%
8.68%
7.90%
8.07%
*Sumber : Data diolah 2016
Dari tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa rata-rata Return On Investment (ROI) terendah adalah PT Indo Farma sebesar 0,92%. Return On Investment (ROI) tertinggi adalah PT Bio Farma sebesar 19,22%. Pada tahun 2009, Return On Investment (ROI) terendah pada perusahaan farmasi BUMN adalah PT Info Farma. Return On Investment (ROI) PT Indo Farma hanya sebesar 0,29% dan Return on Invesment (ROI) PT Kimia Farma sebesar 4%. Return On Investment (ROI) PT Indo Farma termasuk rendah karena laba bersih perusahaan tersebut paling kecil dibandingkan dengan PT Kimia Farma dan Bio Farma sehingga Return On Investment (ROI) perusahaan tersebut tergolong kecil. Return On Investment (ROI) pada kedua perusahaan menunjukkan ketidakmampuan manajemen untuk mengembalikan investasi para pemegang saham. PT Bio Farma menjadi yang paling baik untuk pengembalian investasinya yaitu 16,81%. Pada tahun 2010, Return On Investment (ROI) PT Indo Farma sebesar 1,71%. Rendahnya rasio ini disebabkan rendahnya margin laba karena rendahnya perputaran aktiva. Return On Investment (ROI) PT Bio Farma dan PT Kimia Farma adalah 15,97% dan 8,37%. PT Bio Farma menunjukkan kinerja manajemen perusahaan yang dapat mengembalikan investasi dengan baik.
51
Kinerja itu dibuktikan dengan pendapatan laba bersih perusahaan tersebut menjadi yang tertinggi di antara perusahaan farmasi BUMN yang lainnya. Pada tahun ini, hanya PT Bio Farma yang dapat dikatakan sehat untuk rasio Return on Investment (ROI) yaitu diatas 15%. Pada tahun 2011 Return on Investment (ROI) PT Bio Farma adalah yang tertinggi sebesar 17,45%. Laba bersih perusahaan tersebut juga menjadi yang tertinggi untuk tahun ini. Hal ini menunjukkan kemampuan manajemen untuk mengelola investasinya. Return On Investment (ROI) PT Indo Farma dan PT Kimia Farma sebesar 4,04% dan 9,57%. Hal ini masih jauh dari standar yang ditetapkan untuk Return On Investment (ROI) yaitu 15%. Pada tahun 2012, Return on Investment (ROI) PT Indo Farma sebesar 3,57%. Rendahnya rasio PT Indo Farma disebabkan karena laba bersih perusahaan ini menjadi yang terendah untuk perusahaan farmasi BUMN. Rasio pengembalian investasi pada PT Bio Farma sebesar 18,86% dan pada PT Kimia Farma sebesar 9,88%. Manajemen PT Bio Farma menunjukkan efektivitasnya dalam mengelola investasinya. Pada tahun 2013, Return On Investment (ROI) PT Bio Farma sebesar 21,18%. Hal ini menunjukkan kemampuan manajemen pengembalian investasinya
investasi. sebesar
PT 8,68%.
Kimia Pada
Farma PT
perusahaan pada
menunjukkan Indo
Farma
pengembalian menunjukkan
ketidakmampuan pada pengembalian investasinya. Hal ini terjadi perusahaan tersebut mengalami kerugian sebesar 54 milyar rupiah (lihat lampiran 2 hal 15). PT Bio Farma dapat dikatakan perusahaan sehat karena rasio Return on Investment (ROI) perusahaan tersebut di atas 15%. Pada tahun 2014, Return On Investment (ROI) PT Indo Farma sebesar 0,09%. Hal ini terjadi karena laba bersih PT Indo Farma tergolong sedikit
52
dibandingkan dengan perusahaan farmasi BUMN lainnya. PT Bio Farma dan PT Kimia Farma mempunyai Return On Investment (ROI) sebesar 19,07% dan 7,90%. Manajemen PT Bio Farma menunjukkan efektivitasnya dalam mengelola investasinya. 4.2.5 Rasio Efisiensi Rasio efisiensi merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi (efektivitas) pemanfaatan sumber daya perusahaan. Efisiensi yang dilakukan misalnya di bidang penjualan, sediaaan, penagihan piutang dan efisiensi di bidang lainnya. Dari hasil pengukuran ini, akan diketahui berbagai hal yang berkaitan dengan aktivitas perusahaan sehingga manajemen dapat mengukur kinerja mereka selama ini. Dari tabel 4.5 di bawah pada tahun 2009, Pada tahun 2009 PT Indo Farma mempunyai rasio efisiensi sebesar 23%, PT Bio Farma mempunyai rasio efisiensi sebesar 69,35%, hal ini disebabkan karena beban usaha PT Bio Farma tinggi, akan tetapi penjualan bersih perusahaan tersebut lebih besar dari beban usaha sehingga tidak mengalami kerugian. PT Kimia Farma mempunyai rasio sebesar 23,70%. PT Indo Farma pada tahun 2009 menjadi perusahaan yang paling efisien dalam menjalankan perusahaannya. Tabel 4.5 Rasio Efisiensi Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014 NO
NAMA PERUSAHAAN
2009
2010
Rasio Efisiensi 2011 2012
2013
2014
25.28%
24.16%
26.34%
19.59%
1
INDOFARMA
23.00%
25.00%
2
BIO FARMA
69.35%
29.93%
30.33%
25.35%
24.03%
26.41%
3
KIMIAFARMA
23.70%
23.82%
23.44%
24.44%
23.98%
24.33%
*Sumber : Data diolah 2016
Dari tabel 4.5 diatas pada tahun 2010, rasio efisiensi PT Bio Farma mengalami penurunan menjadi 29,93% dibanding tahun sebelumnya. Penurunan
53
ini
menunjukkan
bahwa
PT
Bio
Farma melakukan
efisiensi
terhadap
perusahannya. PT Indo Farma memiliki rasio efisiensi sebesar 25%. PT Kimia Farma memiliki rasio efisiensi sebesar 23,82%. Rasio efisiensi yang paling bagus terjadi di PT Kimia Farma karena rasio perusahaan ini yang paling rendah sebesar 23,82%. Rasio efisiensi yang paling rendah merupakan yang paling baik karena menunjukkan kemampuan perusahaan mampu menekan komponenkomponen biaya yang tidak berpengaruh signifikan terhadap perolehan laba. Komponen biaya itu seperti biaya iklan, biaya riset, biaya sponsorship dan biaya konsultasi. Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pada tahun 2011, rasio efisiensi yang paling tinggi berada di PT Bio Farma sebesar 30,33%. Rasio PT Bio Farma menunjukkan beban perusahaan cukup besar dibandingkan dengan nilai penjualan (sales) perusahaan. PT Kimia Farma menunjukkan rasio efisiensi yang paling baik karena mempunyai rasio yang paling rendah sebesar 23,44%. PT Indo Farma memiliki rasio efisiensi sebesar 25,28%. Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pada tahun 2012, rasio efisiensi yang paling rendah berada di PT Indo Farma sebesar 24,16%. Rasio efisiensi ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya karena peningkatan beban usaha pada tahun 2012. Beban usaha itu seperti beban adminstrasi seperti gaji karyawan, bonus karyawan atau beban riset. PT Bio Farma mempunyai rasio efisiensi yang paling tinggi sebesar 25,35%. Rasio efisiensi ini menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya karena beban usaha mengalami penurunan. PT Kimia Farma memiliki rasio efisiensi sebesar 24,44%. Terjadi kenaikan pada rasio ini dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pada tahun 2013, rasio efisiensi PT Kimia Farma mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Rasio
54
efisiensi PT Kimia Farma sebesar 23,98% menjadi yang paling rendah dibandingkan perusahaan farmasi bumn lainnya. Rasio efisiensi PT Bio Farma mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi karena penjualan bersih mengalami peningkatan walaupun beban usaha perusahaan meningkat. Penjualan bersih perusahaan tersebut menjadi yang tertinggi di antara perusahaan lainnya akan tetapi beban usaha perusahaan ini menjadi yang tertinggi. Penyebab tingginya beban usaha suatu perusahaan karena tingginya biaya beban seperti beban penelitian, beban penjualan dan beban adminstrasi seperti pemberian bonus kepada karyawan yang tidak lain bertujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan kepada perusahaan. Rasio efisiensi PT Indo Farma menjadi yang tertinggi pada tahun 2013 sebesar 26,34%. Rasio ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya karena kenaikan beban usaha perusahaan tersebut. PT Bio Farma memiliki rasio sebesar 24,03%. Rasio perusahaan ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini terjadi karena penjualan bersih perusahaan ini meningkat dibandingkan pada tahun sebelumnya. Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pada tahun 2014, PT Indo Farma memiliki rasio efisiensi yang terendah sebesar 19,59%. Rasio ini mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, hal ini terjadi karena menurunnya beban usaha perusahaan tersebut. Rasio efisiensi tertinggi dimiliki oleh PT Bio Farma sebesar 26,41%. Rasio ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya hal ini terjadi karena meningkatnya beban usaha perusahaan tersebut, penjualan bersih perusahaan ini juga meningkat. PT Kimia Farma memiliki rasio efisiensi sebesar 24,33%. Rasio ini mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kenaikan ini terjadi karena beban usaha perusahaan mengalami peningkatan.
55
4.3 Analisis Debt To Asset Ratio (DAR) dan kinerja laba (ROI) Pada tabel 4.6 di bawah dapat dikatakan Debt to Asset Ratio (DAR) mempunyai hubungan dengan Return on Investment (ROI). Faktor-faktor yang mempengaruhi kenaikan Debt to Asset Ratio (DAR) yaitu pertambahan hutang bagi perusahaan untuk peningkatan sales (penjualan) baik pembelian bahan baku, tambah mesin atau kendaraan untuk meningkatkan sales (penjualan). Dari hasil pengukuran, apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimiliki. Akan tetapi, besarnya Debt to Asset Ratio (DAR) tidak selamanya membuat perusahaan bangkrut. Pinjaman perusahaan bertujuan untuk meningkatkan sales (penjualan) perusahaan dan untuk mendapatkan atau meningkatkan laba perusahaan tersebut sehingga penjualan
bersih
perusahaan
tersebut
juga
perlu
diperhatikan.
Ketika
perusahaan mendapatkan laba maka pemegang saham dapat menerima kembali investasi yang ditanamkan di perusahaan tersebut. Tabel 4.6 Debt To Asset Ratio dan Kinerja Laba (ROI) pada Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014 2009
NAMA PERUSAHAAN
2010
2011
2012
2013
2014
DAR
ROI
DAR
ROI
DAR
ROI
DAR
ROI
DAR
ROI
DAR
ROI
59%
0.29%
58%
1.71%
64%
4.04%
45%
3.57%
54%
-4.19%
53%
0.09%
21%
16.81%
22%
15.97%
14%
17.45%
12%
18.86%
16%
21.18%
14%
19.07%
36%
4.00%
33%
8.37%
30%
9.57%
31%
9.88%
34%
8.68%
39%
7.90%
INDOFARMA BIO FARMA KIMIAFARMA
*Sumber : Data diolah 2016
4.4 Analisis Debt To Equity Ratio (DER) dan kinerja laba (ROI) Pada tabel 4.7 di bawah dapat dikatakan bahwa Debt to Equity Ratio (DER) mempunyai hubungan dengan Return on Investment (ROI). Bagi bank
56
(kreditor), semakin besar rasio ini, akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar risiko yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Namun, bagi perusahaan justru semakin besar rasio ini akan semakin baik. Sebaliknya dengan rasio yang rendah, semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugian atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Debt to Equity Ratio (DER) untuk setiap perusahaan tentu berbeda-beda, tergantung karakteristik bisnis dan keberagaman arus kasnya. Ketika Debt to Equity Ratio (DER) mengalami kenaikan berarti persentasi hutang terhadap nilai modal perusahaan tersebut bertambah. Sehingga perusahaan tersebut lebih dibiayai oleh hutang atau bersumber dari pendanaan eksternalnya. Akan tetapi, kenaikan Debt to Equity Ratio (DER) tidak selamanya buruk karena harus dikaitkan dengan sales (penjualan) dan Return on Investment (ROI) perusahaan tersebut karena peminjaman hutang tersebut bertujuan untuk meningkatkan laba perusahaan dan ketika laba tersebut dicapai maka modal pemegang saham dapat dikembalikan oleh perusahaan. Tabel 4.7 Debt To Equity Ratio dan Kinerja Laba (ROI) pada Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014 2009
NAMA PERUSAHAAN
2010
2011
2012
2013
2014
DER
ROI
DER
ROI
DER
ROI
DER
ROI
DER
ROI
DER
ROI
144%
0.29%
136%
1.71%
175%
4.04%
83%
3.57%
119%
-4.19%
111%
0.09%
26%
16.81%
29%
15.97%
16%
17.45%
13%
18.86%
19%
21.18%
16%
19.07%
57%
4.00%
49%
8.37%
43%
9.57%
44%
9.88%
52%
8.68%
65%
7.90%
INDOFARMA BIO FARMA KIMIAFARMA
*Sumber : Data diolah 2016
4.5 Analisis Long Debt To Equity Ratio (LDER) dan kinerja laba (ROI) Pada tabel 4.8 di bawah dapat dikatakan bahwa Long Debt to Equity Ratio (LDER) mempunyai hubungan dengan Return on Investment (ROI). Perusahaan yang mempunyai Long Debt to Equity Ratio (LDER) yang tinggi
57
akan memiliki tingkat risiko finansial yang tinggi. Risiko itu terjadi karena modal perusahaan dibiayai oleh hutang jangka panjang perusahaan. Jika utang jangka panjang lebih besar daripada modal sendiri atau diatas 100%, berarti sebagian besar biaya aktiva tetap dibiayai oleh utang jangka panjang dan tingkat risiko keamanan usaha semakin besar dalam jangka panjang. Perusahaan harus berhati-hati ketika mempunyai Long Debt to Equity Ratio (LDER) yang tinggi karena dapat menyebabkan kebangkrutan suatu perusahaan. Akan tetapi, kenaikan Long Debt to Equity Ratio (LDER) tidak selalu menyebabkan kebangkrutan perusahaan. Return on Investment (ROI) dan sales (penjualan) suatu perusahaan dapat mempengaruhi rasio ini. Tabel 4.8 Long Debt To Equity Ratio dan Kinerja Laba (ROI) pada Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014 2009
NAMA PERUSAHAAN
2010
2011
2012
2013
2014
LDER
ROI
LDER
ROI
LDER
ROI
LDER
ROI
LDER
ROI
LDER
ROI
18%
0.29%
15%
1.71%
14%
4.04%
26%
3.57%
6%
-4.19%
9%
0.09%
2%
16.81%
9%
15.97%
2%
17.45%
2%
18.86%
2%
21.18%
3%
19.07%
6%
4.00%
7%
8.37%
7%
9.57%
7%
9.88%
6%
8.68%
17%
7.90%
INDOFARMA BIO FARMA KIMIAFARMA
*Sumber : Data diolah 2016
4.6 Analisis Rasio Efisiensi Perusahaan Farmasi BUMN Pada tabel 4.9 di bawah dapat dilihat bahwa PT Bio Farma mempunyai rata-rata rasio efisiensi yang paling tinggi sebesar 34,23%. Beban usaha PT Bio Farma menjadi yang tertinggi dibandingkan dengan perusahaan farmasi lainnya. PT Indo Farma mempunyai rasio efisiensi yang paling rendah sebesar 23,89%. PT Kimia Farma mempunyai rasio efisiensi sebesar 23,95%. Semakin rendah rasio ini semakin bagus bagi perusahaan karena perusahaan mampu memperoleh laba dengan cara yang efisien. PT Indo Farma menjadi perusahaan yang paling efisien di antara perusahaan farmasi BUMN. Hal ini terjadi karena
58
perusahaan ini mempunyai beban usaha yang paling rendah dibandingkan dengan perusahaan farmasi BUMN lainnya. PT Indo Farma merupakan perusahaan
yang
mampu
mengefisienkan
dana
perusahaannya
dan
memanfaatkan sumber daya perusahaan. Tabel 4.9 Rasio Efisiensi Perusahaan Farmasi BUMN Periode 2009-2014
NO
NAMA PERUSAHAAN
Rasio Efisiensi 2009
2010
2011
2012
2013
2014
RataRata
1
INDOFARMA
23.00%
25.00%
25.28%
24.16%
26.34%
19.59%
23.89%
2
BIO FARMA
69.35%
29.93%
30.33%
25.35%
24.03%
26.41%
34.23%
3
KIMIAFARMA
23.70%
23.82%
23.44%
24.44%
23.98%
24.33%
23.95%
*Sumber : Data diolah 2016
BAB V
59
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Variabel Debt to Asset Ratio (DAR) mempunyai hubungan dengan kinerja laba yang diukur dengan Return on Investment (ROI) pada perusahaan farmasi BUMN periode 2009-2014. Hubungan Debt to Asset Ratio (DAR) dengan Return on Investment (ROI) dapat dilihat dengan ketika Debt to Asset Ratio (DAR) dan Return on Investment (ROI) mengalami kenaikan. Pada saat itu, perusahaan menambah hutang untuk peningkatan sales (penjualan). Baik pembelian bahan baku, tambah mesin atau kendaraan untuk meningkatkan sales (penjualan). Peningkatan sales pada perusahaan dapat meningkatkan laba pada perusahaan sehingga perusahaan dapat mengembalikan investasi Return on Investment (ROI) terhadap para pemegang saham. Kenaikan pada Debt to Asset Ratio (DAR) harus dikaitkan dengan sales (penjualan) dan Return on Investment (ROI) perusahaan. PT Indo Farma memiliki Debt to Asset Ratio (DAR) yang paling tinggi selama periode penelitian dengan nilai rata-rata Debt to Asset Ratio (DAR) sebesar 55,41%. PT Bio Farma memiliki Debt to Asset Ratio (DAR) yang paling rendah selama periode penelitian dengan nilai rata-rata Debt to Asset Ratio (DAR) sebesar 16,52%. 2. Variabel Debt to Equity Ratio (DER) mempunyai hubungan dengan kinerja laba yang diukur dengan Return on Investment (ROI) pada perusahaan farmasi BUMN periode 2009-2014. Hubungan Debt to Equity Ratio (DER) dengan Return on Investment (ROI) dapat dilihat dengan ketika Debt to Equity
60
Ratio (DER) dan Return on Investment (ROI) mengalami kenaikan. Pada saat itu, perusahaan menambah hutang untuk peningkatan sales (penjualan). Baik pembelian bahan baku, tambah mesin atau kendaraan untuk meningkatkan sales (penjualan). Peningkatan sales pada perusahaan dapat meningkatkan laba pada perusahaan sehingga perusahaan dapat mengembalikan investasi Return on Investment (ROI) terhadap para pemegang saham. Kenaikan pada Debt to Equity Ratio (DER) harus dikaitkan dengan sales (penjualan) dan Return on Investment (ROI) perusahaan. PT Indo Farma memiliki Debt to Equity Ratio (DER) yang paling tinggi selama periode penelitian dengan nilai rata-rata Debt to Equity Ratio sebesar 127,88%. PT Bio Farma memiliki Debt to Equity Ratio (DER) yang paling rendah selama periode penelitian dengan nilai rata-rata Debt to Equity Ratio (DER) sebesar 16,52%. 3. Variabel Long Debt to Equity Ratio (LDER) mempunyai hubungan dengan kinerja laba yang diukur dengan Return on Investment (ROI) pada perusahaan farmasi BUMN periode 2009-2014. Hubungan Long Debt to Equity Ratio (LDER) dengan Return on Investment (ROI) dapat dilihat dengan ketika Long Debt to Equity Ratio (LDER) dan Return on Investment (ROI) mengalami kenaikan. Pada saat itu, perusahaan menambah hutang untuk peningkatan sales (penjualan). Baik pembelian bahan baku, tambah mesin atau kendaraan untuk meningkatkan sales (penjualan). Peningkatan sales (penjualan) pada perusahaan dapat meningkatkan
laba
pada
perusahaan
sehingga
perusahaan
dapat
mengembalikan investasi Return on Investment (ROI) terhadap para pemegang saham. Kenaikan pada Long Debt to Equity Ratio (LDER) harus dikaitkan dengan sales (penjualan) dan Return on Investment (ROI) perusahaan. PT Indo Farma memiliki Long Debt to Equity Ratio (LDER) yang paling tinggi selama periode penelitian dengan nilai rata-rata
Long Debt to Equity Ratio (LDER)
61
sebesar 14,53%. PT Bio Farma memiliki Long Debt to Equity Ratio (LDER) yang paling rendah selama periode penelitian dengan nilai rata-rata Long Debt to Equity Ratio (LDER) sebesar 3,53%. 4. PT Indo Farma merupakan perusahaan farmasi BUMN paling efisien karena memiliki rasio efisiensi yang rendah di antara perusahaan farmasi BUMN lainnya. 5.2 Saran 1. Bagi pihak manajemen perusahaan diharapkan untuk menganalisis sebelum memilih bagaimana kebijakan struktur modal yang akan digunakan karena akan berhubungan terhadap kinerja laba. Hubungan Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Long Debt to Equity Ratio (LDER) dengan Return on Investment (ROI) dapat dilihat ketika Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Long Debt to Equity Ratio (LDER) dengan Return on Investment (ROI) mengalami kenaikan. Pada saat itu, perusahaan menambah hutang untuk peningkatan sales (penjualan). Baik pembelian bahan baku, tambah mesin atau kendaraan untuk meningkatkan sales (penjualan). Peningkatan sales pada perusahaan dapat meningkatkan laba pada perusahaan sehingga perusahaan dapat mengembalikan investasi Return on Investment (ROI) terhadap para pemegang saham. Kenaikan pada Debt to Asset Ratio (DAR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Long Debt to Equity Ratio (LDER) harus dikaitkan dengan sales (penjualan) dan Return on Investment (ROI) perusahaan. 2. Bagi penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan dapat menggunakan indikator kinerja keuangan lainnya agar dapat memperoleh hasil yang lebih bervariatif, misalnya Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER),
62
Economic Value Added (EVA) dan sebagainya. Peneliti juga menyarankan agar para peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan indikator lain untuk mengukur struktur modal, misalnya menggunakan pendekatan laba bersih (Net Income Approach), rasio coverage, pendekatan tradisional yang diukur dengan WACC (Weighted Average Cost of Capital), dan sebagainya. Peneliti juga menyarankan untuk menggunakan metode analisis regresi berganda atau analisis korelasi.
63
DAFTAR PUSTAKA
Ang, Robbert. (1997). Buku Pintar : Pasar Modal Indonesia. Mediasoft. Indonesia. Bambang, Riyanto. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE Universitas Gajah Mada Booth, L., Aivazian, V., Demirgue-Hunt, A. and Maksimovic, V. 2001. Capital Structures in Developing Countries. The Journal of Finance, 56, 1, 87130. Brigham dan Houston. 2001. Dasar – dasar Manajemen Keuangan. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Brigham dan Houston. 20014. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Terjemahan Ali Akbar Yulianto Buku Dua Edisi Sepuluh. Jakarta: Salemba Empat Eisenhardt, Kathleem. M. 1989. Agency Theory : An Assesment and Review, Academy Of Management Review, 14, 57-74. Furchan, A. 2004. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometrics. Singapore: Mc Graw Hill, Inc. Horne dan Wachowicz. 1998. Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta: Salemba Empat Husnan, Suad. 2006. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPM Kasmir. 2014. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers. Liem Halim, Jemi., Muhardi, R Werner., dan Sutejo, Silvia Bertha. 2013. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal Pada Industri Consumer Goods yang Terdaftar Di BEI Periode 2007 – 2011. Jurnal Ubaya. (http://journal.ubaya.ac.id/index.php/jimus/article/viewFile/182/161 diakses 26 Oktober 2015) Margaretha, Farah. 2011. Manajemen Keuangan untuk Manajer Nonkeuangan. Jakarta: Erlangga. Martono dan Agus Harjito. 2005. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Ekonisia Munawir, S. 2004. Analisa Laporan Keuangan Edisi Keempat. Liberty. Yogyakarta
64
Nasrun, Amanah Utami. 2014. Analisis Struktur Modal dan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar Di BEI Periode 2008-2012). Skripsi Diterbitkan. Makassar: Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin. Nugroho, Asih Suko. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Struktur Modal Perusahaan Properti yang Go Public di Bursa Efek Jakarta Untuk Periode Tahun 1994-2004. Disertasi diterbitkan. Semarang: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Pudak Sari, Ni Putu. 2014. Faktor – faktor yang Memengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2008-2012. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, (http://id.portalgaruda.org , diakses 27 Oktober 2015). Rahma, Selma Ardiany., Darminto., dan Topowijono. 2014. Analisis Penetapan Struktur Modal yang Optimal Guna Meningkatkan Nilai Perusahaan
(Studi Pada PT. Seemount Garden Sejahtera, Jiwan, Kabupaten Madiun Periode 2011-2013). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 13 No. 1 Agustus 2014. (http;//administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id) Riyanto, Bambang. 2005. Manajemen Keuangan. Edisi Ketiga. Yogyakarta : Ekasia. Riyanto, Bambang. 2010. Yogyakarta: BPFE.
Dasar
–
Dasar
Pembelanjaan
Perusahaan.
Sartono, Agus. 2011. Manajemen Keuangan (Teori dan Aplikasi). Yogyakarta : BPFE. Soekidjo Notoatmodjo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Song, Han-Suck. 2005. Capital Structure Determinants An Empirical Study of Swedish Companies. The Royal Institute of technology Centre of Excellence for Science and Innovation Studies Sudana, Made I. 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan (Teori dan Praktik). Jakarta : Erlangga. Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta. Sukmadinata, Nana Syaodih. 2006. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Sunyoto, Danang. 2013. Analisis Laporan Keuangan untuk Bisnis (Teori dan Kasus). Yogyakarta: PT. Buku Seru
65
Syamsuddin, Lukman. 2009. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta : Rajawali Pers. Wahidahwati. 2002, Pengaruh Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional pada Kebijakan Hutang Perusahaan. Proceeding Simposium Nasional. Semarang: Universitas Diponegoro. Warsono. 2003. Manajemen Keuangan Perusahaan, Jilid I. Malang: Bayumedia Publishing