SKRIPSI
ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI DALAM PROYEK PEMBANGUNAN RS PENDIDIKAN UHO BERDASARKAN SIMULASI NUMERIS
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik pada Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Kendari
OLEH: MUH. HANDY DWI ADITYAWAN E1 A1 10 012
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah Subhanahu Wata’ala, kepunyaan-Nya segala yang di langit dan di bumi, atas segala rahmat dan karuniaNya. Shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam pemimpin segenap hati manusia yang membawa kebaikan di muka bumi. Alhamdulillah wa syukrillah, hanya dengan pertolongan Allah penulis dapat menyelesaikan Hasil dengan judul “Analisa Daya Dukung Pondasi Dalam Proyek Pembangunan RS Pendidikan UHO Berdasarkan Simulasi Numeris ”. Penulis menyadari bahwa di dalam menyusun Hasil ini sangat banyak kendala dan kesulitan yang dialami namun berkat bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak maka kendala dan kesulitan tersebut dapat tertanggulangi dengan baik sesuai yang di harapkan. Dengan rampungnya skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi, untuk itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ayah dan Ibuku tercinta. 2. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Usman Rianse, M.S. selaku Rektor Universitas Halu Oleo. 3. Bapak Mustarum Musaruddin.,ST.,MT.,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Halu Ole .
4. Bapak Ahmad Syarif Sukri, ST.,MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, dan Bapak Masykur Kimsan, ST.,MT., selaku Sekertaris Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo. 5. Bapak Romy Talanipa, ST.,MT., selaku pembimbing I dan Bapak Sulha, ST.,M.Eng, selaku pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktu dan pikirannya yang sangat berharga untuk membimbing, mengarahkan dan memberikan motivasi dalam penyelesaian Skripsi ini.. 6. Bapak Ir Baso Mursidi, M.proc.Mgnt., Masykur Kimsan. ST.,MT., dan Umran Sarita. ST.,M.Eng., selaku dosen penguji yang bersedia
meluangkan
waktunya untuk memberikan masukan, koreksi serta arahan dalam Skripsi ini. 7. Seluruh dosen yang telah mendidik dan membantu penulis selama masa perkuliahan. Serta Seluruh Staff Administrasi Fakultas Teknik dan Jurusan Teknik Sipil. 8. Denisha N.R., SE., M. Faisal Alfian S.Ip., Briptu Amrullah, dan yang Tersayang Sheina A.R. beserta keluarga besar yang telah memberikan doa, dukungan, dan semangat dalam penyusunan Skripsi ini. 9. Sahabat-sahabatku angkatan 2010 Ir Manto, Anafi Minmahddun, ST., La Ode Muhammad Asgar, , LM. Ardy Wirapno, La Rahman, ST., La Ode Sirafin Sarini, ST., Angreni Guntur, ST., Wa Ode Ulhiya, ST., Siska Devy Faradibha, ST., Nurul Ildha Rizkha, ST., Arianti, ST., Fransiska Guling ST., Chaerul Ihsan, Asmin, Erich Aksan, Afwan Khalifah, La Ode Muhammad Suhardiman,, Fairuz Ariani, ST., Mila Setiawati Amrin, ST., Iis Nesya, ST.,
Askar, Aryono Wijaya, terima kasih atas bantuan, Motivasi dan semangat kalian sobat. 10. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang penulis tidak dapat sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah Subhanahu Wata’ala senantiasa membalas kebaikan mereka. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi
ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca, demi kesempurnaan tulisan ini. Sesungguhnya Ilmu dan kesempurnaan itu datangnya hanya dari Allah Subhanahu wata’ala dan kesalahan itu datangnya dari diri penulis pribadi dan syaitan Laknatullah ‘alaih, akhir kata penulis mengucapkan Jazakumullah Khair (Semoga Allah membalas kebaikan kalian). Kendari, Januari 2016
Penulis
ABSTRAK MUH. HANDY DWI ADITYAWAN, E1A1 10 012. Analisa Daya Dukung Pondasi Dalam Proyek Pembangunan RS Pendidikan UHO Berdasarkan Simulasi Numeris. Dibimbing oleh Romy Talanipa selaku pembimbing I dan Sulha selaku pembimbing II. kestabilan suatu struktur tidak hanya ditentukan oleh struktur atas yang secara langsung memikul gaya-gaya yang bekerja pada struktur tersebut, tetapi kestabilan struktur bawah dalam hal ini pondasi memegang peranan yang tidak kalah penting dalam menjaga kestabilan struktur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya dukung pondasi dan mengetahui besarnya penyimpangan sudut angular distortion yang terjadi pada gedung rumah sakit akibat beban kombinasi berdasarkan simulasi numeris. Pada tugas akhir ini, data tanah berupa data SPT yang dikorelasikan kedalam parameterparameter tanah yang dibutuhkan dalam program PLAXIS. Analisa pembebanan dihitung menggunakan program SAP 2000 dengan memodelkan gedung rumah sakit serta gaya-gaya yang bekerja. Analisa daya dukung menggunakan metode pendekatan dan metode numeris dengan bantuan program PLAXIS. Sedangkan analisa konsolidasi beserta penyimpangan sudut (angular distortion) dilakukan dengan menggunakan program PLAXIS. Dari hasil analisa dengan metode pendekatan diperoleh nilai daya dukung tiang tunggal sebesar 2632,23 kN dengan nilai faktor aman sebesar SF 4.6, nilai daya dukung grup berdasarkan metode ini sebesar 12161 kN dengan nilai tegangan sebesar 2298.09 kN/m2. Sedangkan berdasarkan metode numeris, besarnya tegangan normal efektif yang terjadi sebesar 1290 kN/m2. Dimana nilai ini lebih besar dibandingkan nilai tegangan izin grup tiang sebesar 1156 kN/m2. Berdasarkan hasil simulasi numeris nilai angular distortion antara pondasi A dan pondasi B sebesar 1/1068, sedangkan nilai angular distortion antara pondasi B dan pondasi C sebesar 1/822 dimana nilai ini masuk dalam kategori aman berdasarkan tabel batasan penyimpangan sudut yang dikeluarkan oleh Skempton dan Mcdonald (1956) dengan lama konsolidasi sebesar 2020 hari atau kurang lebih 5 tahun.
Kata Kunci: Daya dukung, Angular Distortion, Konsolidasi, PLAXIS
ABSTRACT MUH. HANDY DWI ADITYAWAN, E1A1 10 012. Analysis of Bearing Capacity the Deep Foundation of RS Pendidikan UHO Construction Project based on Numerical simulation. Supervised by Romy Talanipa as the first supervisor and Sulha as the second supervisor. The stability of structure is not only determined by the upper structure, that directly bears the forces that work on the structure but the stability of the foundation structure play a very important role in design. The main purpose of this study is to know the bearing capacity and to know the value of Angular distortion that occurred on the hospital building under the load combination based on numerical simulation On this study , the soil data used SPT data that correlated in to soil parameters that required in the PLAXIS application. Loading analysis was calculated by using SAP 2000 application by modeling the hospital building and the forces that work on the building. Bearing capacity analysis used approach method and numerical method by using PLAXIS application. Analysis of consolidation and angular distortion is done only by using PLAXIS application. From the result of analysis by approach method the value of single pile bearing capacity is 2632,23 kN with pile safety factor 4.6, The value of group bearing capacity is 12161 kN/m2 and the value of effective normal stress is 2298,09 kN/m2. The value of effective normal stress Based on numerical simulation by using Plaxis application is 1290 kN/m2, Where these values are higher than allowable Stress of 1156 kN/m2. Based on numerical simulation the angular distortion that occurred between A foundation and B foundation is 1/1068, and the angular distortion that occurred between B foundation and C foundation is 1/822, where these values are in the safe category based table of angular distortion limit that proposed by Skempton and Mcdonald (1956) with the consolidation is 2020 days or at least 5 years. Keywords: Bearing capacity, Angular distortion, Consolidation, PLAXIS.
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK Daftar Isi .......................................................................................................... i Daftar Gambar.................................................................................................. vi Daftar Tabel.. ................................................................................................... ix BAB I PENDAHULUAN. .............................................................................. 1.1
Latar Belakang. ....................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah. ................................................................................. 3
1.3
Tujuan. .................................................................................................... 4
1.4
Manfaat Penulisan. ................................................................................. 4
1.5
Batasan Masalah. .................................................................................... 4
1.6
Keaslian Penulisan. ................................................................................. 5
1.7
Sistematika Penulisan. ............................................................................ 6
i
BAB II LANDASAN TEORI. ....................................................................... 2.1
Penyelidikan Tanah . .............................................................................. 8
2.2
Pondasi Tiang Pancang. .......................................................................... 12 2.2.1Berdasarkan material yang digunakan ............................................ 13 2.2.2 Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah ................................................................................... 28
2.3
Gaya yang bekerja pada Gedung. ........................................................... 30 2.3.1 Beban Mati. ................................................................................... 30 2.3.2 Beban Hidup. ................................................................................ 31 2.3.3 Beban Angin. ................................................................................ 31 2.3.4 Beban Gempa. ............................................................................... 31 2.3.5 Distribusi Tekanan. ....................................................................... 35
2.4
Kapasitas Daya Dukung. Pondasi Tiang ................................................ 36 2.4.1 Daya Dukung Tiang Tunggal Berdasarkan Data Tanah. .............. 37 2.4.2 Daya Dukung Lateral..................................................................... 42 2.4.3 Kapasitas Tiang Pancang Kelompok. ........................................... 45
2.5. Faktor Aman Tiang Pancang. ................................................................. 48 2.6
Penurunan dan Penyimpangan Sudut (Angular Distortion). .................. 50
2.7
Model Numerik dengan Plaxis. .............................................................. 52 2.7.1 Pemodelan Geometrik. .................................................................. 52 2.7.2 Diskritisisasi Elemen. .................................................................... 54 2.7.3 Pendekatan Plane Strain. ............................................................... 55
ii
2.7.4 Model Material. ............................................................................. 57 2.7.5 Model Material Tanah. .................................................................. 59 2.7.6 Propertis Material Tanah. .............................................................. 59 2.7.7 Propertis Material Bahan Konstruksi. ........................................... 64 2.8. Plaxis. ..................................................................................................... 66
BAB III METODOLOGI PENELITIAN. ................................................... 3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian. ................................................................. 70
3.2
Pengumpulan Data. ................................................................................. 71
3.3
Analisis Data. ......................................................................................... 71 3.3.1 Data Tanah……………………………………………………
71
3.3.2 Analisis Pembebanan………………………………………….
71
3.3.3 Analisis Daya Dukung Pondasi dan Penurunan……………….
72
3.4 Alur Tahapan Penelitian ……………………………………………..
74
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ...................................................... 4.1
Analisa Data Tanah ................................................................................ 75
4.2
Analisa Pembebanan............................................................................... 77 4.2.1 Beban Mati (DL). .......................................................................... 78 4.2.2 Beban Hidup (LL). ........................................................................ 78
iii
4.2.3 Beban Angin. ................................................................................ 79 4.2.4 Gaya Gempa .................................................................................. 79 4.2.5 Distribusi Tekanan. ....................................................................... 81 4.3
Simulasi Numeris dengan Program Plaxis Versi 8.2. ............................. 82 4.3.1 Input Pemodelan Geometri. .......................................................... 83 4.3.2 Input Parameter Tanah. ................................................................. 85 4.3.3 Input Parameter Tiang dan Pilecap. ............................................... 92 4.3.4 Kondisi Batas (Boundary Condition). ........................................... 97 4.3.5 Penyusunan Jaring Elemen (Meshing). ......................................... 98 4.3.6 Kondisi Awal (Initial Condition). ................................................. 99 4.3.7 Kalkulasi. ....................................................................................... 101 4.3.8 Hasil Simulasi Numeris Tanpa Pemodelan Tiebeam (Sloff). ........ 102 4.3.9 Hasil Simulasi Numeris Dengan Pemodelan Tiebeam (Sloff) Sebagai Balok pengikat. ............................................................... 106
4.4
Analisa Daya Dukung Pondasi Dalam Metode pendekatan ………...
110
4.4.1 Koreksi N-SPT .............................................................................. 110 4.4.2 Daya Dukung Aksial. .................................................................... 111 4.4.3 Daya Dukung Lateral..................................................................... 116
iv
4.4.4 Daya Dukung Kelompok Tiang..................................................... 117 4.5. Pembahasan. ........................................................................................... 119 4.5.1 Daya Dukung ................................................................................. 120 4.5.2 Angular Distortion dan Konsolidasi. ............................................ 128
BAB V PENUTUP. ........................................................................ 5.1. Kesimpulan. ............................................................................................ 131 5.2. Saran. ...................................................................................................... 133 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 134 LAMPIRAN
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Uji Standart Penetration Test (Sihotang, 2009). ............ 10 Gambar 2.2 Penyambungan tiang kayu: (a) selubung pipa; (b) lempeng logam dengan baut. .................................................................. 15 Gambar 2.3 Tiang Pancang Kayu. .................................................................. 17 Gambar 2.4 Tiang pracetak dengan penulangan biasa. .................................. 18 Gambar 2.5 Tiang beton cor di tempat. .......................................................... 19 Gambar 2.6 Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile (Sardjono, 1988). ..................................................................... 22 Gambar 2.7 Tiang pancang cast in place (Sardjono, 2014). ......................... 24 Gambar2.8 Tiang baja: (a) sambungan tiang-H dengan las; (b) sambungan tiang pipa dengan las; (c) sambungan tiang-H dengan paku keling dan baut; (d) sarung datar pemancangan tiang pipa; (e) sarung konikal pemancangan tiang pipa .................................................................................. 26 Gambar 2.9 Tiang pancang baja (Sardjono, 1988)....................................... 27 Gambar 2.10 Pondasi tiang dengan tahanan ujung. ...................................... 29 Gambar 2.11 Pondasi Tiang Dengan Tahanan Gesekan. .............................. 29 Gambar 2.12 Pondasi Tiang Dengan Tahanan Lekatan. ............................... 30 Gambar 2.13 Nilai α yang digunakan dalam metode U.S. Army Corps (1 t/ft2 = 105,6 kPa). .............................................................. 38 Gambar 2.14 Hubungan antara faktor adhesi dan kohesi untuk tiang pancang dalam tanah lempung (Tomlinson, 1977). ............... 39 Gambar 2.15 Tahanan Lateral Ultimit Tiang Pendek (Hadiyatmo, 2010). .... 43
vi
Gambar 2.16 Tiang ujung jepit (Hadiyatmo, 2010). ...................................... 44 Gambar 2.17 Input pengaturan umum (general settings) program PLAXIS . 53 Gambar 2.18 Titik nodal dan titik tegangan pada elemen segitiga (manual plaxis V8.2). ............................................................................. 55 Gambar 2.19 Susunan baris tiang, tanah dan dinding ekivalen. .................... 56 Gambar 2.20 Kurva hubungan tegangan regangan. ....................................... 57 Gambar 3.1. Lokasi Penelitian. ...................................................................... 70 Gambar 3.2. Bagan Alur Penelitian................................................................ 74 Gambar 4.1. Hasil pengeboran di Lokasi Proyek (DH 1) .............................. 75 Gambar 4.2 Profil Lapisan Tanah di Lokasi Proyek (DH 1). ......................... 76 Gambar 4.3 Profil lapisan tanah pada titik DH 1 .......................................... 85 Gambar 4.4 tampak atas pilecap. .................................................................... 92 Gambar 4.5 gambar potongan pilecap. ........................................................... 94 Gambar 4.6 Kondisi batas standar model untuk input software PLAXIS ...... 98 Gambar 4.7 Diskritisasi model untuk input software PLAXIS. ..................... 99 Gambar 4.8 Hasil perhitungan initial stresses.). ........................................... 100 Gambar 4.9 kondisi muka air tanah (phreatic level) ..................................... 100 Gambar 4.10 initial pore pressure pada kondisi garis phratic level.............. 101 Gambar 4.11 Displacement vertikal Uy tanpa tiebeam. ................................ 102 Gambar 4.12 Waktu Konsolidasi pada pemodelan tanpa tiebeam. ............... 103 Gambar 4.13 Tegangan efektif pada pemodelan tanpa tiebeam.................... 104 Gambar 4.14 Tegangan efektif pada (a) dasar pondasi A, (b) dasar pondasi B, dan (c) dasar pondasi C pada pemodelan tanpa tiebeam ... 105
vii
Gambar 4.15 Displacement vertikal Uy pada pemodelan dengan tiebeam ... 106 Gambar 4.16 Waktu Konsolidasi pada pemodelan tanpa tiebeam ................. 107 Gambar 4.17 Tegangan efektif pada pemodelan dengan tiebeam .................. 108 Gambar 4.18 Tegangan efektif pada (a) dasar pondasi A, (b) dasar pondasi B, dan (c) dasar pondasi C pada pemodelan dengan tiebeam .. 109 Gambar 4.19 Tegangan efektif dengan input parameter minimum (a) dasar pondasi berdasarkan pemodelan tanpa
tiebeam (b)
dasar pondasi berdasarkan pemodelan dengan tiebeam ......... 121 Gambar 4.20 Tegangan efektif dengan input parameter maximum (a) dasar pondasi berdasarkan pemodelan tanpa
tiebeam (b)
dasar pondasi berdasarkan pemodelan dengan tiebeam ......... 122 Gambar 4.21 Grafik hubungan antara kedalaman dan angka aman (SF).. .... 121 Gambar 4.22 Grafik hubungan nilai tegangan efektif berdasarkan berbagai metode .................................................................................... 121
viii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel Faktor Koreksi untuk (N1)60. ................................................
12
Tabel 2.2 Faktor keutamaan untuk berbagai kategori gedung dan bangunan ........................................................................................
32
Tabel 2.3 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum, faktor tahanan lebih struktur dan faktor tahanan lebih total beberapa jenis system dan subsistem struktur gedung ...................
33
Tabel 2.4 Jenis Tanah. .....................................................................................
35
Tabel 2.5 Nilai-nilai δ (U.S. Army Corps). .....................................................
42
Tabel 2.6 Nilai Kd dan Kt (U.S. Army Corps). ..............................................
42
Tabel 2.7 Faktor Daya Dukung .......................................................................
46
Tabel 2.7 Faktor Daya Dukung (lanjutan) ......................................................
47
Tabel 2.8 Faktor aman yang disarankan oleh Reese dan O'Neill (1989) ........
50
Tabel 2.9. batasan penyimpangan sudut dari Skempton dan MacDonald, 1956; Bjerum, 1963; Burland dan Wroth, 1975............................
51
Tabel 2.10 Korelasi N-SPT .............................................................................
60
Tabel 2.11 Nilai berat jenis tanah (γ) berdasarkan Konsistensi tanah.............
60
Tabel 2.12 Deskripsi konsistesi tanah lempung berdasarkan data NSPT. ......
61
Tabel 2.13 parameter elastis dari berbagai jenis tanah ....................................
62
Tabel 2.14 Nilai kohesi dan sudut gesek dalam untuk tanah kohesi. ..............
62
Tabel 2.15 Perkiraan Ratio Poisson Tanah (bowles,1977). ............................
63
Tabel 2.16 Koefisien permeabilitas berdasarkan klasifikasi tanah .................
64
Tabel 2.17 Nilai Permeabilitas Tanah. ............................................................
64
ix
Tabel 2.18 Berat Volume Konstruksi. .............................................................
65
Tabel 2.19 Mutu dan kuat tekan beton ............................................................
66
Tabel 4.1 Nilai Periode dan Percepatan struktur. ............................................
80
Tabel 4.2. Data input parameter tanah dalam PLAXIS. ..................................
91
Tabel 4.3 Perhitungan parameter Transformasi tiang dan tanah. ...................
93
Tabel 4.4 Perhitungan parameter pilecap 3,3 m (poer). ................................
94
Tabel 4.5 Perhitungan parameter pilecap 2,05 m (poer). ..............................
95
Tabel 4.6 Nilai Periode dan Percepatan struktur. ...........................................
95
Tabel 4.7 perhitungan parameter Transformasi Tiebeam 0,6 m (Sloff). .......
96
Tabel 4.8 Rekapitulasi parameter pemodelan tiang pancang dan pilecap. .....
96
Tabel 4.9 Rekapitulasi daya dukung kelompok tiang berbagai metode. ........ 124
x
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Rumah sakit pendidikan Univeritas Halu Oleo didirikan selain untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat kota Kendari dan sekitarnya juga untuk menunjang kegiatan akademisi dan pendidikan mahasiswa fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo. Rumah sakit ini dibangun pada area kompleks kampus baru universitas Halu Oleo yang mana kondisi tanah dasarnya berupa tanah rawa. Sama halnya dengan bangunan sipil lainnya gedung rumah sakit ini terbagi atas dua bagian yakni struktur atas dan struktur bawah. Dimana kestabilan suatu struktur tidak hanya ditentukan oleh struktur atas yang secara langsung memikul gaya-gaya yang bekerja pada struktur tersebut, tetapi kestabilan struktur bawah dalam hal ini pondasi memegang peranan yang tidak kalah penting dalam menjaga kestabilan struktur tersebut (Minmahddun, 2014). Berdasarkan kedalaman tertanam di dalam tanah, maka pondasi dibedakan menjadi pondasi dangkal dan pondasi dalam, (das, 1995). Bowles (1988, dalam Surjandari, 2008) mengemukakan pondasi dalam digunakan jika lapisan tanah keras atau batuan berada pada posisi yang dalam. Jenis pondasi dalam yang digunakan pada proyek
1
pembangunan gedung rumah sakit Pendidikan Universitas Halu Oleo adalah pondasi tiang pancang. Dalam perencanaan pondasi tiang pancang, permasalahan penting yang harus diperhatikan adalah besar daya dukung tanah yang mampu memikul beban kerja yang bekerja pada pondasi, dimana daya dukung yang dimiliki harus lebih besar dari beban yang akan dipikul oleh pondasi tersebut. Selain daya dukung yang memadai hal lain yang harus diperhatikan dalam perancanaan pondasi adalah mengenai penurunan pondasi tersebut, sebab pondasi tetap akan mengalami penurunan akibat beban yang dipikulnya sehingga menyebabkan pemampatan pada tanah dibawah pondasi tersebut. Kondisi tanah dasar berupa tanah rawa yang mengandung lempung, dimana tanah lempung yang bersifat permeabilitas rendah dapat mengakibatkan penurunan dalam jangka waktu yang lama dan sering disebut penurunan konsolidasi. pembebanan dan lebar pondasi yang berbeda-beda antara tiap kolom, dapat mengakibatkan perbedaan penurunan pula pada kolom-kolom strutur dalam waktu yang lama sehingga dapat mengakibatkan kerusakan struktur. Kerusakan struktur ini apabila telah melampaui batas yang ditentukan dapat mengakibatkan kerusakan yang fatal. Di
zaman
ini
teknologi
berkembang
pesat
seiring
dengan
berkembangnya perangkat lunak komputer. Perangkat lunak ini semakin lama menjadi suatu keharusan akan tuntutan kecepatan dan ketepatan suatu
2
perhitungan. Perangkat lunak yang biasa digunakan dalam menganalisis daya dukung maupun penurunan dalam hal ini konsolidasi adalah Plaxis. PLAXIS adalah program berbasis elemen hingga untuk melakukan simulasi terhadap perilaku tanah. progarm ini sangat membantu dalam menganalisis daya dukung tiang pancang maupun menganalisis konsolidasi yang terjadi. Selain itu, dengan program ini kondisi sesungguhnya dapat dimodelkan dalam regangan bidang maupun secara axisymetris. Beranjak dari hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Daya Dukung Pondasi Dalam Proyek Pembangunan RS Pendidikan UHO Berdasarkan Simulasi Numeris”
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis mengangkat permasalahan yang akan mendasari studi ini sebagai berikut : 1. Apakah daya dukung pondasi tiang pancang pada proyek pembangunan gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Halu Oleo mampu memikul beban yang bekerja pada pondasi tersebut ? 2. Apakah selisih penurunan akibat beban rencana aman untuk struktur pada proyek pembangunan gedung Rumah Sakit pendidikan Universitas Halu Oleo ?
3
1.3
Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Untuk mengetahui kapasitas daya dukung tiang pancang pada proyek pembangunan gedung rumah sakit Pendidikan Universitas Halu Oleo dengan menggunakan bantuan program Plaxis. 2. Untuk mengetahui keamanan struktur akibat selisih penurunan yang terjadi pada proyek pembangunan gedung rumah sakit Pendidikan Universitas Halu Oleo.
1.4
Manfaat Penulisan Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan atau pertimbangan bagi pemerintah, intansi terkait, dan pihak pengembang Rumah Sakit Pendidikan UHO sebelum melakukan perencanaan lainnya atau selanjutnya, serta bahan informasi bagi pembaca khususnya mahasiswa dan masyarakat pada umumnya dan secara pribadi sebagai ilmu yang bermanfaat kepada penulis.
1.5
Batasan Masalah Dalam penelitian ini penulis menggunakan batasan-batasan sebagai berikut: 1.
Pembebanan pada tiang pancang dihitung dengan menggunakan program SAP 2000.
4
2.
Hanya menganalisa kapasitas daya dukung vertikal maupun angular distortion yang dilakukan dengan menggunaka program plaxis.
3.
Analisa yang dilakukan berdasarkan pada jenis tanah dan kondisi struktur dilokasi penelitian (Tahap I Proyek Pembangunan Gedung Rumah Sakit pendidikan UHO).
4.
Penulis tidak menganalisa penurunan konsolidasi sekunder (creep)
5.
Untuk pengaruh struktur atas penulis hanya menganalisis batasan penyimpangan yang terjadi pada struktur atas akibat terjadinya selisi penurunan.
6.
Penulis hanya menganalisa daya dukung dengan menggunakan metode pendekatan untuk mengontrol hasil keluaran PLAXIS.
1.6
Keaslian Penulisan Penelitian tentang analisa daya dukung dan penurunan pondasi adalah: 1. Febriana (2007), melakukan penelitian dengan judul “Perhitungan Daya Dukung Pondasi Tiang Bor dan Tiang Pancang dengan plaxis v7.2 ”. Persamaan kedua penelitian ini adalah sama-sama menganalisis daya dukung pondasi tiang dengan program plaxis. Perbedaanya terletak pada penelitian Febriana tidak menganalisis penurunan. 2. Legrans (2011), melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang pada Tanah Berlapis Berdasarkan Hasil Uji Penetrasi Standar (SPT) ”. Persamaan kedua penelitian ini adalah sama-sama membahas daya dukung pondasi tiang pancang.
5
Perbedaanya terletak pada metode analisa dan data tanah yang digunakan. 3.
Minmahddun (2014), melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pondasi Tiang Pancang Pada Rencana Pembangunan Dermaga Ereke”. Persamaan kedua penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang daya dukung pondasi tiang. Perbedaanya terletak pada metode analisa yang digunakan.
1.7
Sistematika Penulisan Tugas akhir ini terdiri atas lima bab dengan uraian sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Dalam bab ini dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini berisi teori-teori yang mendukung pemecahan masalah pada tugas akhir ini.
Bab III Metodologi Dalam bab ini dibahas tentang metode-metode yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan pada tugas akhir ini.
6
Bab IV Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini
diuraikan tentang proses
analisa data dan
pembahsannya berdasakan batasan masalah.
Bab V Penutup Pada bab ini membahas kesimpulan tentang hasil dari penelitian serta saran yang dapat berguna bagi peneliti selanjutnya.
7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Penyelidikan Tanah Penyelidikan tanah di lapangan dibutuhkan untuk data perancangan pondasi bangunan-bangunan, seperti;
bangunan gedung, dinding penahan
tanah, bendungan, jalan, dermaga, dan lain-lain. Bergantung pada maksud dan tujuannya, penyelidikan dapat dilakukan dengan cara-cara menggali lubang uji (test-pit), pengeboran, dan uji secara langsung di lapangan (in-situ test). Dari data yang diperoleh, kita dapat mengetahui sifat-sifat teknis tanah dan kemampuan daya dukung tanah pada lokasi yang bersangkutan. Data-data teknis tanah ini selanjutnya digunakan untuk menghitung perencanaan kekuatan pondasi. Untuk identifikasi serta penentuan sifat-sifat teknis tanah, dibutuhkan contoh tanah yang mewakili. Dari sini, kemudian ditentukan nilai-nilai kuat geser, batas-batas atterberg, berat volume, kandungan karbonat, dan kandungan material organiknya. Untuk itu contoh tanah yang dibutuhkan adalah contoh tanah yang tak terganggu (undisturbed sample). Jenis-jenis tanah tertentu sangat mudah sekali terganggu oleh pengaruh pengambilan contohnya di dalam tanah. untuk menanggulangi hal tersebut,
8
sering dilakukan beberapa pengujian di lapangan secara langsung. Pengujianpengujian tersebut antara lain: 1. Uji penetrasi standar atau uji SPT (Standard Penetration Test) 2. Uji penetrasi kerucut statis atau uji sondir (Static cone penetration test) 3. Uji beban pelat (plate load test) 4. Uji geser kipas atau geser baling-baling (vane shear test) 5. Uji pressuremeter dan lain-lain Perlu diperhatikn bahwa hasil-hasil uji geser kipas dan uji penetrasi (sondir), hanya memberikan informasi kuat geser (kekuatan) atau kepadatan tanah saja. Oleh karena itu, pengujian-pengujian tersebut akan lebih baik jika dijadikan sebagai pelengkap data hasil penyelidikan. Kedalaman muka air tanah juga harus diperiksa dengan teliti, terutama untuk galian pondasi yang luas dan dalam. Kesalahan data muka air tanah dapat
mempersulit
pelaksanaan
pembangunan
fondasi,
dan
dapat
mengakibatkan kesalahan analisis stabilitasnya. Uji Penetrasi Standar (SPT) adalah salah satu metode penyelidikan tanah yang merupakan suatu uji penetrasi dinamik, dipakai untuk menilai kerapatan relatif di lapangan pada suatu deposit pasir. Pelaksanaannya adalah dengan menggunakan suatu tabung pengambil contoh yang memiliki diameter luar sebesar 50 mm, diameter dalam 35 mm dan panjang 650 mm yang disambung pada ujung batang bor. Tabung tersebut dipancangkan ke dalam lapisan pasir pada dasar lubang bor yang telah diberi sekat penahan, dengan bantuan sebuah 9
martil seberat 63,5 kg yang dijatuhkan dengan bebas dari ketinggian 750 mm ke arah puncak batang bor. dicatat jumlah pukulan untuk memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value). Contoh : N1 = 10 pukulan/15 cm N2 = 5 pukulan/15 cm N3 = 8 pukulan/15 cm Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5 + 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan.
Gambar 2.1. Skema Uji Standart Penetration Test (Sihotang, 2009) Menurut Youd, (2001) dalam minmahddun (2014) nilai N-SPT yang diperoleh sebelum digunakan untuk menganalisa terlebih dahulu harus dikoresi dengan persamaan berikut : …..
(1)
10
Dimana :
= Nilai N SPT terkoksi = Nilai pembacaan SPT = Faktor Normalisasi Nm terhadap tegangan overburden pada umumnya = Koreksi rasio energy hammer = Koreksi diameter borelog = Faktor koreksi panjang batang = Faktor koreksi sampel
Karena adanya peningkatan nilai N-SPT dengan meningkatnya tegangan overburden efektif, faktor koreksi tegangan overburden harus digunakan. Faktor ini umumnya dihitung dari persamaan berikut:
CN = (Pa / ’vo)0.5; Dimana Pa nilainya kurang lebih 100 kPa
…… (2)
Faktor koreksi lainnya yang dibutuhkan untuk perhitungan (N1)60 adalah tabel koreksi nilai SPT yang dimodifikasi dari Skempton (1986) dan disempurnakan kembali oleh Robertson dan Wride (1988) seperti ditunjukkan pada Tabel 1.1
11
Tabel 2.1. Tabel Faktor Koreksi untuk (N1)60 Factor Overburden pressure Overburden pressure Energy ratio Energy ratio Energy ratio Borehole diameter Borehole diameter Borehole diameter Rod length Rod length Rod length Rod length Rod length Sampling method Sampling method
2.2
Equipment variable Term Correction CN (Pa/’vo)0.5 CN CN 1.7 Donut hammer CE 0.5 – 1.0 Safety hammer CE 0.7 – 1.2 Automatic-trip Donut-type CE 0.8 – 1.3 hammer 65-115 mm CB 1.0 150 mm CB 1.05 200 mm CB 1.15 <3 m CR 0.75 3-4 m CR 0.8 4-6 m CR 0.85 6-10 m CR 0.95 10-30 m CR 1.0 Standard sampler CS 1.0 Sampler without liners CS 1.1-1.3
Pondasi Tiang Pancang Pondasi tiang (pile foundation), digunakan bila tanah pondasi pada kedalaman yang normal tidak mampu mendukung beban struktur atas dan tanah kerasnya terletak pada kedalaman yang
sangat dalam. Sehingga untuk
mendistribusikan beban tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan gesekan antara tiang dan tanah (tiang pancang apung) maupun dengan tahanan ujung dari tiang itu. sehinga distribusi beban pada tiang pancang merupakan kombinasi dari tahanan samping dan tahanan ujung. Pada perencanaan pondasi, pemilihan jenis pondasi tiang pancang untuk berbagai jenis keadaan tergantung pada banyak variabel. Faktor - faktor yang
12
perlu dipertimbangkan di dalam pemilihan tiang pancang antara lain tipe dari tanah dasar yang meliputi jenis tanah dasar dan ciri - ciri topografinya, alasan teknis pada waktu pelaksanaan pemancangan dan jenis bangunan yang akan dibangun. Pondasi tiang dapat digolongkan berdasarkan material yang digunakan dan berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah. 2.2.1 Berdasarkan material yang digunakan Berdasarkan material yang digunakan, pondasi tiang terbagi atas 4 jenis, yaitu tiang kayu, tiang beton, tiang baja dan tiang komposit. 1.
Tiang Kayu Tiang kayu adalah batang pohon yang cabang-cabangnya telah dipangkas dengan hati-hati. Panjang maksimum kebanyakan tiang kayu adalah 10-20 m. Agar kualitas tiang kayu yang dipakai bagus, maka kayunya harus lurus, keras, dan tanpa adanya kerusakan. tiang kayu dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kategori: (1) Tiang klas A: Tiang-tiang dalam kelas ini mampu menerima beban-beban yang berat. Diameter minimum batang sekurangkurangnya 356 mm. (2) Tiang klas B: Tiang-tiang dalam kelas ini mampu menerima beban-beban sedang. Diameter minimum batang adalah 305-330 mm. 13
(3) Tiang kelas C: Tiang ini digunakan untuk kontruksi sementara. Tiang ini dapat digunakan untuk konstruksi permanen apabila keseluruhan tiang tenggelam di bawah muka air tanah. Diameter minimum batang sekurang-kurangnya 305 mm. Dalam setiap keadaan, kepala tiang tidak boleh memiliki diameter yang kurang dari 150 mm.Tiang kayu biasanya tidak dapat menahan tegangan pada pemancangan yang keras; oleh karena itu kapasitas tiang umumnya dibatasi hingga sekitar 220-270 kN (25-30 ton). Sepatu baja bisa digunakan untuk mencegah kerusakan ujung bawah tiang. Kepala tiang mungkin bisa juga rusak selama proses pemancangan. Kerusakan pada serat-serat kayu yang disebabkan oleh tumbukan palu dinamakan dengan brooming. Untuk mencegah kerusakan kepala tiang, topi dari logam biasanya ditambahkan pada kepala tiang. Penyambungan tiang kayu haruslah dihindari, terutama apabila tiang akan memikul beban tarik atau beban lateral. Namun apabila penyambungan diperlukan, maka ini bisa dilakukan dengan menggunakan selubung pipa (pipe sleeves) seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2 (a) atau lempeng logam dengan baut (metal straps and bolt) pada Gambar 2.2 (b). Panjang selubung pipa sekurangkurangnya 5 kali diameter tiang. Ujung batang kayu harus dipotong bujur sangkar sehingga kontak penuh dapat dijaga. Bagian 14
penyambungan harus benar-benar dipotong sedemikian hingga cukup ketat di dalam selubung pipa.
Gambar 2.2. Penyambungan tiang kayu: (a) selubung pipa; (b) lempeng logam dengan baut Tiang kayu dapat tetap tidak mengalami kerusakan dalam waktu tak terbatas apabila sekeliling kayu adalah tanah yang jenuh air. Namun di lingkungan pantai, tiang kayu dapat diserang oleh berbagai organisme yang akan menimbulkan kerusakan yang berat setelah beberapa bulan. Bagian tiang yang berada di atas muka air bisa juga diserang oleh serangga. Umur tiang bisa ditingkatkan dengan melumuri tiang dengan minyak ter sebelum dipakai. Daya dukung ijin tiang kayu dapat dihitung dengan rumus berikut:
15
……... (3) Dimana
Keuntungan pemakaian tiang pancang kayu : 1) Tiang pancang kayu relatif ringan sehingga mudah dalam pengangkutan; 2) Kekuatan tariknya besar sehingga pada waktu diangkat untuk pemancangan tidak menimbulkan kesulitan seperti pada tiang pancang beton precast; 3) Muda untuk pemotongannya apabila tiang kayu sudah tidak dapat masuk lagi ke dalam tanah; 4) Tiang pancang kayu lebih sesuai untuk friction pile dari pada end bearing pile karena tekanannya relatif kecil. Kerugian pemakaian tiang pancang kayu : 1) Karena tiang pancang kayu harus selalu terletak di bawah muka air tanah yang terendah agar dapat tahan lama, maka jika letak air tanah terendah tersebut sangat dalam, hal ini akan menambah biaya untuk penggalian 2) Tiang pancang kayu mempunyai umur relatif kecil dibandingkan dengan tiang pancang baja atau beton, terutama pada daerah yang tinggi air tanahnya sering naik turun.
16
3) Pada waktu pemancangan pada tanah yang berbatu ujung tiang pancang kayu ini bisa rusak atau remuk.
Gambar 2.3. Tiang Pancang Kayu
2
Tiang beton Tiang beton dapat dibagi ke dalam dua kategori dasar: (a) tiang pracetak (precast piles) dan (b) tiang dicor di tempat (cast-in-situ piles). Tiang pracetak dapat dibuat dengan menggunakan beton bertulang biasa, yang penampangnya bisa jadi bujursangkar atau segidelapan (octagonal), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4. Penulangan diperlukan untuk memungkinkan
tiang
mampu
melawan
momen
lentur
ketika
pengangkatan, beban vertikal, dan momen lentur yang diakibatkan oleh beban lateral. Tiang dicetak dengan panjang yang diinginkan dan dirawat hingga sebelum diangkut ke tempat pemancangan. Tiang pracetak bisa juga terbuat dari kabel prategang baja berkekuatan tinggi (beton prategang). Kekuatan batas kabel baja ini
17
berkisar 1800 MN/m2 (261 ksi). Ketika mencetak tiang, kabel ditarik terlebih dahulu hingga sekitar 900-1300 MN/m2 (130-188 ksi), dan kemudian beton ditabur disekelilingnya. Setelah proses curing, kabel dipotong sehingga menghasilkan gaya kompresi pada lintang tiang.
Gambar 2.4. Tiang pracetak dengan penulangan biasa Cor di tempat dibuat dengan terlebih dahulu menggali lubang di tanah dan kemudian mengisinya dengan beton. Berbagai jenis tiang beton cor di tempat digunakan dalam konstruksi pada waktu akhir-akhir ini, dan kebanyakan diantaranya telah dipatenkan oleh pabrik pembuatnya. Tiangtiang semacam ini dapat dibagi ke dalam dua kategori besar: (a) dengan casing dan (b) tanpa casing. Kedua jenis ini bisa memiliki pedestal pada ujung bawahnya Tiang dengan casing terbuat dari sebuah casing baja yang disorongkan ke dalam tanah dengan bantuan sebuah mandrel yang ditempatkan di dalam casing. Apabila tiang telah mencapai kedalaman
18
yang diinginkan, mandrel ditarik dan casing kemudian diisi dengan beton. Gambar 2.5. (a), (b), (c), dan (d) menunjukkan beberapa contoh tiang dengan casing tanpa pedestal. Gambar 2.5.(e) menunjukkan tiang dengan casing dan pedestal di ujung bawahnya. Pedestal adalah beton yang dilebihkan pada ujung bawah tiang yang menggelembung, ini bisa dibuat dengan menjatuhkan palu pada beton yang masih segar.
Gambar 2.5. Tiang beton cor di tempat
Gambar 2.5. (f) dan (g) adalah dua jenis tiang tanpa casing dengan salah satu diantaranya menggunakan pedestal. Tiang tanpa casing dibuat
19
dengan pertama-tama mendorongkan casing ke dalam tanah hingga suatu kedalaman yang diinginkan dan kemudian mengisinya dengan beton segar. Casing kemudian ditarik perlahan-lahan secara bertahap. Beban ijin untuk tiang beton cor di tempat bergantung pada apakah casing digunakan atau tidak. Tiang dengan casing berarti casing akan menyumbang daya dukung ijin pada tiang. Sedangkan tiang tanpa casing berarti beban seluruhnya dipikul oleh beton. Dengan demikian beban ijin bisa diberikan dengan menggunakan rumus berikut ini. Tiang dengan casing ……. (4) Tiang tanpa casing ……. (5) Dimana
Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile yaitu : 1) Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar tergantung pada mutu beton yang digunakan; 2) Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile ataupun friction pile
20
3) Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan – bahan korosif asal beton dekingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya; 4) Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan galian tanah yang banyak untuk poernya. Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile : 1) Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan mahal, oleh karena itu precast reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan; 2) Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras hal ini berarti memerlukan waktu yang lama untuk menuggu sampai tiang pancang beton ini bisa digunakan; 3) Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama juga; 4) Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat pancang (pile driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk melakukan penyambungan dan memerlukan alat penyambung khusus; 5) Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan bekerja sebagai kolom terhadap beban vertikal dan dalam hal ini akan ada tekuk sedangkan terhadap beban horizontal akan bekerja sebagai cantilever.
21
Gambar 2. 6. Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile (Sardjono, 1988)
Precast prestressed concrete pile adalah tiang pancang dari beton prategang yang menggunakan baja dan kabel kawat sebagai gaya prategangnya. Keuntungan pemakaian precast prestressed concrete pile adalah : 1) Kapasitas beban pondasi yang dipikulnya tinggi; 2) Tiang pancang tahan terhadap karat; 3) Kemungkinan terjadinya pemancangan keras dapat terjadi. Kerugian pemakaian precast prestressed concrete pile adalah 1) Sukar ditangani; 2) Biaya pembuatannya mahal; 3) Pergeseran cukup banyak sehingga prategangnya sukar disambung. Tiang pancang cast in place ini adalah pondasi yang dicetak di tempat pekerjaan dengan terlebih dahulu membuatkan lubang dalam tanah
22
dengan cara mengebor. Pelaksanaan cast in place ini dapat dilakukan dengan dua cara : 1) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah, kemudian diisi dengan beton dan ditumbuk sambil pipa baja tersebut ditarik ke atas; 2) Dengan pipa baja yang dipancangkan ke dalam tanah kemudian diisi dengan beton, sedangkan pipa baja tersebut tetap tinggal dalam tanah. Keuntungan pemakaian cast in place : 1) Pembuatan tiang tidak menghambat pekerjaan; 2) Tiang tidak perlu diangkat, jadi tidak ada resiko kerusakan dalam pengangkutan; 3) Panjang tiang dapat disesuaikan dengan keadaan dilapangan Kerugian pemakaian cast in place : 1) Kebanyakan dilindungi oleh hak patent; 2) Pelaksanaannya memerlukan peralatan khusus; 3) Beton dari tiang yang dikerjakan secara cast in place tidak dapat dikontrol. Tiang franki adalah termasuk salah satu jenis dari cast in place. Adapun prinsip kerjanya adalah sebagai berikut : 1)
Pipa baja yang pada ujung bawahnya disumbat dengan beton yang dicor di dalam ujung pipa dan telah mengeras; 23
2)
Dengan drop hammer sumbat beton tersebut ditumbuk agar sumbat beton dan pipa masuk ke dalam tanah;
3)
Setelah pipa mencapai kedalaman yang direncanakan, pipa terus diisi dengan beton sambil terus ditumbuk dan pipanya ditarik ke atas.
Gambar 2.7. Tiang pancang cast in place (Sardjono, 2014)
3.
Tiang pancang baja Tiang baja umumnya digunakan baik sebagai tiang pipa maupun sebagai tiang baja berpenampang H. Tiang pipa dapat disorongkan ke dalam
tanah
dengan
ujung
terbuka
atau
tertutup.
Balok
baja
berpenampang flens-lebar (wide-flange) dan I dapat juga digunakan sebagai tiang. Namun tiang berpenampang H biasanya lebih disukai karena badan (web) flensnya memiliki ketebalan yang sama. Pada balok berpenampang flens-lebar dan I, ketebalan badannya lebih tipis dari 24
flensnya. Dalam banyak kasus, tiang pipa diisi dengan beton setelah dimasukkan ke dalam tanah. Beban rencana yang diijinkan untuk tiang baja dapat dihitung dengan rumus, ……
(6)
Dimana
Berdasar pada pertimbangan geoteknik, beban rencana untuk sebuah tiang dapat ditentukan. Beban rencana (Qrencana) ini kemudian dikontrol oleh beban ijin tiang seperti dalam Pers. (6). Tentunya beban rencana seharusnya lebih kecil dari beban ijin tiang Tiang baja, apabila diperlukan dapat disambung dengan las atau paku
keling.
Gambar
2.8.
(a)
memperlihatkan
kondisi
tipikal
penyambungan dengan las sebuah tiang-H. Kasus tipikal penyambungan dengan las tiang pipa terlihat pada Gambar 2.8. (b). Gambar 2.8. (c) menunjukkan diagram penyambungan tiang-H dengan paku keeling dan baut. Kadang-kadang kondisi pemancangan agak sulit karena harus dipancang melalui kerikil padat, lapisan keras, dan batuan lunak. Untuk ini ujung tiang dapat dilengkapi dengan titik pancang atau sepatu. Gambar
25
2.8. (d) dan (e) menunjukkan dua jenis sepatu yang sering dipakai pada tiang pipa. Tiang baja bisa juga mengalami korosi. Sebagai contoh, tanah-tanah rawa, gambut dan tanah organik lainnya bisa menyebabkan korosi. Tanahtanah yang mempunyai pH lebih besar dari 7 tidak terlalu korosif. Untuk mempertimbangkan akibat korosi, suatu tambahan ketebalan baja (lebih dari luas penampang rencana) umumnya direkomendasikan. Dalam keadaan tertentu penggunaan lapisan epoxy yang biasanya dipakai di pabrik bisa juga mencegah korosi. Lapisan ini tidak begitu mudah rusak akibat pemancangan tiang. Pelapisan dengan beton pada tiang baja juga dapat mencegah korosi.
Gambar 2.8. Tiang baja: (a) sambungan tiang-H dengan las; (b) sambungan tiang pipa dengan las; (c) sambungan tiang-H dengan paku keling dan baut; (d) sarung datar pemancangan tiang pipa; (e) sarung konikal pemancangan tiang pipa
26
Keuntungan pemakaian tiang pancang baja : a. Tiang pancang ini mudah dalam hal penyambungan; b. Tiang pancang baja mempunyai kapasitas daya dukung yang tinggi; c. Dalam pengangkutan dan pemancangan tidak menimbulkan bahaya patah. Kerugian pemakaian tiang pancang baja : a. Tiang pancang ini mudah mengalami korosi; b. Tiang pancang H dapat mengalami kerusakan besar saat menembus tanah keras dan yang mengandung batuan, sehingga diperlukan penguatan ujung.
Gambar 2.9. Tiang pancang baja (Sardjono, 1988)
4.
Tiang komposit Yang dimaksud dengan tiang komposit adalah tiang bagian atas dan bawah memiliki bahan yang berbeda. Sebagai contoh, tiang komposit
27
dapat terbuat dari baja dan beton atau kayu dan beton. Tiang baja dan beton terdiri dari bagian bawah terbuat dari baja dan bagian atas terbuat dari beton yang dicor di tempat. Tiang seperti ini digunakan apabila panjang tiang yang dibutuhkan melampaui daya dukung tiang beton cor di tempat yang sederhana. Tiang kayu dan beton biasanya terdiri dari bagian bawah terbuat dari kayu yang secara permanen berada di bawah muka air dan bagian atasnya beton. Dalam setiap kasus, bagaimanapun tidaklah mudah membuat sambungan yang benar-benar baik antara dua bahan yang tidak sama, sehingga tiang komposit sangat jarang digunakan. 2.2.2 Berdasarkan cara penyaluran beban yang diterima tiang ke dalam tanah Berdasarkan cara penyaluran bebannya ke tanah, pondasi tiang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Pondasi tiang dengan tahanan ujung (End Bearing Pile) Tiang ini akan meneruskan beban melalui tahanan ujung tiang ke lapisan tanah pendukung.
28
Gambar 2.10. Pondasi tiang dengan tahanan ujung
2. Tiang pancang dengan tahanan gesekan (Friction Pile) Jenis tiang pancang ini akan meneruskan beban ke tanah melalui gesekan antara tiang dengan tanah di sekelilingnya. Bila butiran tanah sangat halus tidak menyebabkan tanah di antara tiang - tiang menjadi padat, sedangkan bila butiran tanah kasar maka tanah di antara tiang akan semakin padat.
Gambar 2.11. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Gesekan
29
3. Tiang pancang dengan tahanan lekatan (Adhesive Pile) Bila tiang dipancangkan pada dasar tanah pondasi yang memiliki nilai kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh lekatan antara tanah disekitar dan permukaan tiang
Gambar 2.12. Pondasi Tiang Dengan Tahanan Lekatan
2.3
Gaya yang bekerja pada Gedung Salah satu hal penting yang perlu kita ketahui dalam menganalisa suatu pondasi, ialah beban yang akan dipikul oleh pondasi tersebut. Jenis beban yang akan diterima oleh suatu struktur umumnya adalah beban mati, beban hidup, beban gempa dan juga beban angin akan tetapi beban angin yang kecil biasanya di abaikan. 2.3.1 Beban Mati Beban mati adalah semua bagian dari struktur yang bersifat tetap termasuk segala unsur tambahannya. Beban mati dari suatu struktur
30
bangunan gedung terdiri atas berat plat lantai, atap, balok, kolom, tangga pilecap dan berat pondasi tiang pancang. 2.3.2 Beban Hidup Beban hidup struktur bangunan gedung rumah sakit adalah beban manusia, dinding-dinding partisi serta beban perlengkapan ruang rumah sakit. Beban ini dimodelkan sebagai beban uniformly distributed load untuk analisis pembebanan dengan program SAP 2000. 2.3.3 Beban Angin Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidangbidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam Kg/m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup dan koefisien angin. 2.3.4 Beban Gempa Analisis pembebanan gempa yang digunakan adalah analisis dinamik yaitu penggunakan respon spektrum yang dihitung secara tiga dimensi Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya beban gempa antara lain: a)
Faktor Keutamaan Struktur (I) Faktor keutamaan struktur (I) digunakan untuk memperbesar beban gempa rencana, agar sistem struktur mampu untuk memikul 31
beban gempa dengan periode ulang yang lebih panjang. Faktor I adalah suatu koefisien yang diadakan untuk memperpanjang waktu ulang dari kerusakan bangunan yang lebih penting. Nilai faktor keuatamaan struktur untuk berbagai kategori gedung dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2. Faktor keutamaan untuk berbagai kategori gedung dan bangunan
Sumber: SNI 03 – 1726 – 2002
b) Faktor Reduksi Beban Gempa (R) Nilai dari faktor reduksi gempa dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut:
32
Tabel 2.3 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum, faktor tahanan lebih struktur dan faktor tahanan lebih total beberapa jenis sistem dan subsistem struktur gedung
Sumber: SNI 03 – 1726 – 2002
33
c)
Faktor Spektrum Respon Gempa (C) Koefisien spektrum respon gempa (C) digunakan untuk menjamin agar struktur bangunan mampu untuk memikul beban gempa yang dapat menyebabkan kerusakan pada sistem struktur. Besarnya faktor respon gempa didapat dari diagram respon spektrum gempa. Pemilihan dan penggunaan diagram respon spektrum gempa didasarkan pada zona gempa dan jenis tanah.
d) Penentuan Jenis Tanah Gelombang gempa merambat melalui batuan dasar dibawah permukaan tanah dari kedalaman batuan dasar ini celombang gempa merambat ke permukaan tanah sambil mengalami pembesaran atau amplifikasi bergantung pada jenis lapisan tanah yang berada di atas batuan dasar tersebut. Ada tiga kriteria yang dipakai untuk mendefinisikan batuan dasar yaltu: 1) Standard penetrasi test (N) 2) Kecepatan rambat gelombang geser (Vs) 3) Kekuatan geser tanah (Su) Definisi dari jenis-jenis tanah tersebut ditentukan atas tiga (3) kriteria, yaitu Vs, N dan kekuatan geser tanah (Su). Untuk menetapkan jenis tanah minimal tersedia 2 dari 3 kriteria, dimana kriteria yang menghasilkan jenis tanah yang lebih lunak adalah yang menentukan. 34
Tabel 2.4 Jenis Tanah
Sumber: SNI 03 – 1726 – 2002 2.3.5 Distribusi Tekanan Beban maksimum terfaktor kemudian akan didistribusikan kepada masing-masing tiang dengan persamaan berikut …… (7) dimana: Pmax
: beban max yang diterima 1 tiang pancang
Q
: jumlah beban vertikal
n
: banyaknya tiang pancang
Mx
: momen arah X
My
: momen arah Y
X
: absis maksimum (jarak terjauh) tiang ke pusat berat kelompok tiang
Y
: ordinat maksimum (jarak terjauh) tiang ke pusat berat kelompok tiang
35
2.4
Kapasitas Daya Dukung Pondasi Tiang Hitungan kapasitas dukung tiang dapat dilakukan dengan cara pendekatan statis dan dinamis. Hitungan kapasitas dukung tiang secara statis dilakukan menurut teori mekanika tanah, yaitu dengan mempelajari sifat-sifat teknis tanah, sedang hitungan dengan cara dinamis dilakukan dengan menganalisis kapasitas ultimit dengan data yang diperoleh dari data pemancangan tiang. Akan tetapi dalam penelitian ini hanya akan menghitung kapasitas dukung tiang dengan cara statis berdasarkan data tanah yang ada. Kapasitas dukung ultimit neto tiang (Qu), adalah jumlah dari tahanan ujung bawah ultimit (Qb) dan tahanan gesek ultimit (Qs) antara sisi tiang dan tanah di sekitarnya dikurangi dengan berat sendiri tiang (Wp)· Bila dinyatakan dalam persamaan, maka:
…... (8)
Dimana:
36
2.4.1 Daya Dukung Tiang Tunggal berdasarkan Data Tanah A. metode Meyerhoff Kapasitas ultimit tiang dapat dihitung berdasarkan nilai N dari data uji penetrasi standar (SPT) .Meyerhof (1976, dalam Bowles 1993) mengusulkan persamaan untuk menghitung tahanan ujung tiang: (kN) Dimana nilai
…… (9)
adalah N rata-rata yang dihitung dari 8D di atas dasar
tiang sampai 4D di bawah dasar tiang. Sedang Lb/D adalah rasio kedalaman yang nilainya kurang dari L/D bila tanahnya berlapis-lapis Untuk tahanan selimut diperoleh dengann persamaan berikut: …… (10) Dimana Qs adalah kapasitas tahanan kulit, As luas seimut tiang dan untuk nilai fs Meyerhof (1976) mengusulkan persamaan berikut: …… (11) dengan Xm = 2,0 untuk tiang pancang volume besar = 1,0 untuk tiang pancang volume kecil N
= nilai SPT
Selain metode Meyerhof , untuk menghitung kapasitas tahanan kulit juga dapat diperoleh dari metode U.S. Army Corps dengan
37
persamaan 10 Dimana nilai
untuk metode U.S. Army adalah sebagai
berikut …… (12) dengan, cd = adhesi antara tiang dan tanah di sekitamya (kN/m2) α = faktor adhesi diambil dari Gambar 2.30 cu = kohesi tak terdrainase(kN/m2) Faktor adhesi a diambil dari Gambar 2.30
Gambar 2.13 Nilai α yang digunakan dalam metode U.S. Army Corps (1 t/ft2 = 105,6 kPa). Mayerhof memberikan persamaan untuk menghitung nilai Cu berdasarkan data N-SPT sebagai berikut : …..
(13)
dalam metode Thomlinson (1997), tahanan gesek tiang juga dinyatakan dengan persamaan 10 dan persamaan 12, dimana nilai
38
faktor adhesi metode
Tomlinson (1977) memperhatikan pengaruh
bentuk-bentuk lapisan tanah seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.14. berikut;
Gambar 2.14 Hubungan antara faktor adhesi dan kohesi untuk tiang pancang dalam tanah lempung (Tomlinson, 1977).
Dalam kasus I, tiang dipancang dalam tanah pasir atau tanah berpasir yang terletak di atas lapisan lempung kaku. Celah yang
39
cenderung terbentuk di antara sisi tiang dan tanah di sekitarnya, terisi oleh bahan granuler dengan tidak ada tahanan gesek dinding yang hilang.
Dalam kasus II, yaitu tanah lempung lunak yang terletak di atas lempung kaku, desakan lempung lunak ke bawah mengisi celah di antara dinding dan tanah lempung kaku di sekitamya, akibatnya mengurangi nilai gesekan dinding.
Pada kasus III, tiang dipancang pada lempung sedang sampai kaku yang homogen. Celah yang terbentuk terdapat di sekeliling bagian atas tiang. Pada bagian ini tidak ada gesekan dinding yang bekerja. Makin dangkal penembusan tiang dan makin kaku lempungnya, semakin besar pula celah yang terbentuk.
Dari kasus-kasus III, terlihat bahwa faktor adhesi tertinggi diperoleh dalam kasus I. Tomlinson (1977) menyatakan, hasil hitungan mungkin akan memberikan faktor adhesi yang terlalu tinggi untuk tiang dengan penetrasi yang dangkal ke dalam lapisan lempung kaku untuk kasus-kasus yang identik dengan kasus II, dan sebaliknya memberikan hasil hitungan yang sangat aman untuk kasus-kasus I. Tanah lempung lunak dan lanau lunak sensitif terhadap pengaruh perubahan bentuk akibat pemancangan tiang. Karena itu, tergantung
40
dari sensitifitas tanah, kuat gesemya akan turun pada daerah di sekitar tiang yang berakibat turunnya tahanan gesek sisi tiang.
B. Metode Briaud Briaud dkk (1985): memberikan rumus untuk menghitung kapasitas tahanan tiang; …..
(14)
Dimana ……. (15)
Sedangkan untuk tahanan kulit diperoleh dengan persamaan 10 Dimana nilai
untuk metode briaud adalah sebagai berikut; ……. (16)
C. Metode Reese O’neill Dan salah satu metode yang relative konservatif (metode Reese & O’neill(1989)) digunakan persamaan 12 dimana nilai dengan N60 adalah nilai rerata N60 dari 2d di bawah ujung tiang.
Dan untuk tahanan kulit diperoleh dari
persamaan berikut …… (17)
41
Dimana
.
adalah nilai vertikal efektif, dimana
nilai kd dan nilai δ didapatkan dari dari tabel 2.5. dan tabel 2.6. Berikut Tabel 2.5. Nilai-nilai δ (U.S. Army Corps}
Sumber : Haridyatmo (2010) Tabel 2.6 Nilai Kd dan Kt (U.S. Army Corps)
Sumber : Haridyatmo (2010)
2.4.2 Daya Dukung Lateral Mekanisme keruntuhan tiang ujung jepit, diagram distribusi reaksi tanah dan momen terjadi secara pendekatan diperlihatkan dalam Gambar. 2.15. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa perubahan model keruntuhan akan sangat ditentukan oleh tahanan momen bahan tiangnya sendiri (My) pada tiang ujung jepit, Broms menggap bahwa momen yang terjadi pada tubuh tiang yang tertanam didalam tanah sama dengan momen yang terjadi di ujung atas tiang yang terjepit oleh pelat penutup tiang (pile cap). Dengan
42
memperlihtakan Gambar 2.16a, untuk tiang pendek, dapat dihitung tahanan tiang ultimit terhadap beban lateral : Hu = 9cud ( L – 3d/2)
…… (18)
Mmkas =Hu (L/2 + 3d/4) ……
(19)
Nilai – nilai Hu untuk tiang pendek diplot dalam grafik hubungan L/d dan Hulcud2 ditunjukan dalam Gambar 2.15.
Gambar 2.15. Tahanan Lateral Ultimit Tiang Pendek (Hadiyatmo, 2010) Untuk tiang dengan panjang “sedang”, dimana tiang akan mengalami keluhan ujung atas yang terjepit (Gambar 2.16b), persamaan dapat digunakan untuk menghitung My yaitu dengan mengambil momen terhadap permukaan tanah. My = (9/4) cudg2 – 9 cudf (3d/2 + f/2)
…… (20) 43
Hu dapat dihitung, yaitu dengan mengambil L = 3d/2 + g. setelah itu perlu dicek apakah momen (positif) maksimum yang terjadi pada kedalaman (f + 3d/2) lebih kecil dari tahanan tiang terhadap momen (Mmaks> My) maka tiang termasuk tiang panjang dan mekanisme keruntuhan tiang akan seperti dalam gambar 2.16c. Untuk tiang panjang ini, berlaku persamaan …… (19)
Hu =
Nilai-nilai Hu untuk tiang panjang oleh Broms (1964). digambarkan dalam bentuk grafik hubunngan MyIcud3 dan Hu/cud2 seperti ditunjukkan dalam gambar 2.15.
Gambar 2.16. Tiang ujung jepit (Hadiyatmo, 2010)
44
2.4.3 Kapasitas Tiang Pancang Kelompok Bila beberapa tiang pancang dikelompokkan, maka diperkirakan tekanan-tekanan tanah yang dikembangkan dalam tanah akan saling tumpang tindih. Apabila pengaturan tiang pada satu poer telah mengikuti persyaratan. Maka kapasitas daya dukung grup tiang tidak sama dengan kapasitas daya dukung satu tiang dikalikan dengan banyaknya grup tiang tersebut. Tetapi didefinisikan sebagai perkalian antara kapasitas daya dukung satu tiang dengan banyaknya tiang dikalikan efisiesni grup tiang. Atau dituliskan dengan rumus sebagai berikut: …… (22) dimana: Qg = Kapasitas daya dukung grup tiang Eg = Efisiensi kelompok tiang. n = Jumlah tiang dalam kelompok. Qa = Beban maksimum tiang tunggal dimana: …… (23) dengan: m= banyak kolom n= banyak baris θ= tan-1D/s
45
D= Diameter S= Jarak antara pondasi Perhitungan kapasitas daya dukung kelompok tiang juga diusulkan oleh Terzhagi dan Peck dalam hadiyatmo (2007) dengan persamaan sebagai berikut: …… (24) Dimana D
= Kedalaman tiang dibawah permukaan tanah (m)
B
= Lebar kelompok tiang dihitung dari ujung tiang (m)
L
= Panjang kelompok tiang (m)
Cu
= Kohesi tanah disekitar kelompok tiang (kN/m2)
Cb
= kohesi tanah di bawah dasar kelompok tiang (kN/m2)
Nc
= Faktor kapasitas dukung tiang
Nilai Nc diperoleh berdasarkan nilai sudut gesek dalam tanah yang dikorelasikan dalam tabel 2.7 berikut: Tabel 2.7 Faktor daya dukung () Nc 0 5.14 20 15 22 17 24 19 26 22 28 26 30 30 32 35 34 42
Nq 1 6 8 10 12 15 18 23 29
Nγ 0 3 4 6 8 11 15 21 29 46
Tabel 2.7 Faktor daya dukung (Lanjutan) () Nc Nq 36 36 38 38 38 49 40 40 64 42 42 85 44 44 115 Sumber : Redana (2010)
Nγ 40 56 80 114 166
Dalam hitungan kapasitas kelompok tiang maka dipilih dari hal-hal berikut: 1) Jika kapasitas kelompok tiang (Qg) lebih kecil dari pada kapasitas tiang tunggal kali jumlah tiang
(nQa), maka kapasitas dukung
fondasi tiang yang dipakai adalah kapasitas kelompoknya (Qg). 2) Sebaliknya, bila dari hitungan kapasitas kelompok tiang (Qg) lebih besar, maka dipakai kapasitas tiang tunggal kali jumlahnya ( n Qa). Sedangkan
perhitungan
tegangan
tanah
pada
dasar
tiang
menggunakan rumus tegangan sebagai berikut: …… (25)
atau Dimana A
= Luas kelompok tiang (m2)
W/P
= Jumlah beban (kN) = Tegangan yang terjadi (kN/m2)
47
2.5
Faktor Aman Tiang Pancang Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka kapasitas ultimit tiang dibagi dengan faktor aman tertentu. Fungsi faktor aman adalah: a)
Untuk memberikan keamanan terhadap ketidak pastian dari nilai kuat geser dan kompresibilitas yang mewakili kondisi lapisan tanah.
b)
Untuk meyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas-batas toleransi.
c)
Untuk meyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban yang bekerja.
d)
Untuk meyakinkan bahwa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas-batas toleransi.
e)
Untuk mengantisipasi adanya ketidakpastian metode hitungan yang digunakan Sehubungan dengan alasan butir (d), dari hasil banyak pengujian-
pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang (600 mm), penurunan akibat beban kerja (working load) yang terjadi lebih kecil dari 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2,5 (Tomlinson, 1977). Besarnya beban kerja (Working load) atau kapasitas dukung tiang ijin (Ԛa) dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit (Ԛu) dibagi dengan faktor aman (SF) yang sesuai.
48
Variasi besarnya faktor aman yang telah banyak digunakan untuk perancangan tiang pancang: Ԛa = Ԛu/2,5
…..
(26)
Beberapa peneliti menyarankan faktor aman yang tidak sama untuk tahanan gesek dinding dan tahanan ujung. Kapasitas ijin dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: Ԛa =
…..
+
Penggunaan faktor aman SF = 1,5 untuk tahanan gesek dinding (
(27) yang
lebih kecil dari faktor aman untuk tahanan ujung tiang (yaitu 3), karena nilai puncak dari tahanan gesek sisi tiang dicapai bila tiang mengalami penurunan 27 mm, sedang tahanan ujung (
) membutuhkan penurunan yang lebih besar
agar tahanan ujungnya bekerja secara penuh. Jadi, maksud penggunaan faktorfaktor aman tersebut adalah untuk meyakinkan keamanan tiang terhadap keruntuhan tiang dengan mempertimbangkan penurunan tiang pada beban kerja yang diterapkan. Reese O’Neill (1989) menyarankan pemilihan faktor aman (SF) untuk perancangan fondasi tiang yang dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: 1)
Tipe dan kepentingan dari struktur.
2)
Variabilitas tanah (tanah tidak uniform).
3)
Ketelitian penyelidikan tanah.
4)
Tipe dan jumlah tanah yang dilakukan.
49
5)
Ketersediaan data di tempat (uji beban tiang).
6)
Pengawasan/kontrol kualitas di lapangan.
7)
Kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layanan struktur. Nilai-nilai faktor aman yang disarankan oleh Reese dan O’Neill (1989)
ditunjukkan dalam Tabel 2.8. Kisaran faktor aman dari analisis statis yang umumnya sering digunakan adalah 2.8, dan kebanyakan digunakan 3. Tabel 2.8 Faktor aman yang disarankan oleh Reese dan O'Neill (1989) Faktor aman (F) Klasifikasi Control Kontrol Kontrol Kontrol Struktur Baik Normal jelek Sangatjelek Monumental 2,3 3 3,5 4 Permanen 2 2,5 2,8 3,4 Sementara 1,4 2,0 2,3 2,8 Sumber: Hadiyatmo, 2010 2.6
Penurunan Pondasi & penyimpangan sudut (Angular Distortion) Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Bila tanah lempung jenuh terendam air dibebani mendadak, tekanan akibat beban tersebut ke tanah selain menyebabkan kompresi elastis yang menyebabkan penurunan segera, juga menyebabkan kelebihan tekanan air pori. Pengurangan kelebihan tekanan air pori, hanya dapat terjadi jika air meninggalkan rongga pori lapisan tanah tertekan. Pengurangan volume air di dalam rongga pori, menyebabkan pengurangan volume tanah.
50
Karena permeabilitas lempung rendah maka perubahan volume tersebut berlangsung lama dan merupakan fungsi dari waktu. Tanah yang sedang mengalami proses demikian disebut sedang berkonsolidasi, dan perubahan volume ke arah vertikalnya disebut penurunan konsolidasi primer. Hal ini terjadi sampai tekanan air pori dalam keseimbangan dengan tekanan hidrostatis air tanah di sekitarnya. Dampak pergerakan fondasi akibat gerakan tanah seperti penurunan fondasi dapat menyebabkan kerusakan bangunan yang merupakan perpaduan antara deformasi vertikal dan horizontal. Batasan perbedaan penurunan disajikan pada tabel berikut Tabel 2.9 batasan penyimpangan sudut dari Skempton dan MacDonald, 1956; Bjerum, 1963; Burland dan Wroth, 1975 Penyimpangan Kondisi kritis struktur Sudut (δ/L) 1/5000 Retak rambut 1/3000 Retakan nampak pada dinding pendukung beban 1/1000 Retakan nampak pada dinding batu bata 1/750 Batasan untuk mencegah ketidak seimbangan pada mesin sensitif 1/600 Keadaan tegangan berlebih yang signifikan pada batang diagonal 1/500 Batasan dalam praktek untuk mencegah retak serius pada rangka bangunan dan konstruksi modern 1/300 Kerusakan untuk rangka bangunan dan dinding rangka 1/250 Terlihat jelas kemiringan bangunan pada gedung tinggi 1/150 Kerusakan struktur diperkirakan pada bangunan kebanyakan Sumber: Day, 2010
51
2.7
Model Numerik dengan PLAXIS Software PLAXIS dikembangkan oleh Technical University of Deft mulai tahun 1987 yang bertujuan untuk menciptakan sebuah program komputer berbasis metode elemen hingga 2D. pengembangan program hingga saat ini telah mencakup hampir seluruh permasalahan geoteknik dan hasilnya banyak praktisi di seluruh dunia yang telah menerima dan menggunakannya untuk keperluan rekayasa teknis (manual plaxis V8.2) Program ini mempunyai akurasi yang sangat baik karena prinsip elemen hingga yang tidak saja meninjau suatu objek yang akan dihitung hanya sebagai garis atau tititk, tapi juga dapat meninjau suatu objek sebagai suatu bidang yang terbagi atas elemen-elemen segitiga (triangle element discretization). 2.7.1 Pemodelan Geometrik Secara umum, pemodelan geometris dalam program PLAXIS dapat dibagi menjadi tiga yaitu : titik, garis dan klaster. Titik merupakan awal dan akhir dari suatu garis pada penggambaran inputnya. Garis dapat mempunyai beberapa fungsi yang merupakan batasan-batasan fisik geometri seperti pile, pemisah dari lapisan-lapisan tanah yang homogen dan pemisah lapisan-lapisan tanah. Model geometris tersebut dapat merepresetasikan lapisan-lapisan tanah, objek struktur, konstruksi maupun pembebanan-pembebanannya.
52
Pada elemen hingga ada tiga komponen yang dibedakan yaitu elemen, nodes (titik-titik nodal) dan stress point (titik tegangan). Pada saat degenerate, klaster terbagi menjadi elemen-elemen segitiga berorde tinggi. Tersedia elemen segitiga kuadratik dengan 6 buah titik nodal dan elemen segitiga ordo keempat dengan 15 buah titik nodal untuk memodelkan deformasi dan kondisi tegangan dalam tanah. Penggunaan 15 titik nodal pada suatu elemen segitiga dapat menghasilkan kalkulasi yang lebih akurat dibanding dengan menggunakan 6 titik nodal. Pengaturan pembagian elemen segitiga menjadi 6 atau 15 titik nodal dapat dipilih sebelum menginput data seperti yang tersaji pada Gambar 2.17 dalam kotak General
Gambar 2.17 Input pengaturan umum (general settings) program PLAXIS
53
Elemen segitiga dengan 15 node menggunakan interpolasi orde 4 untuk solusi displacement dan integrasi numerik melibatkan 12 titik tegangan. Untuk elemen segitiga dengan 6 node, ordo interpolasi adalah dua dan integrasi numerik menggunakan tiga titik tegangan. Sebuah elemen dengan 15 titik nodal dapat dianalogikan dengan 4 buah elemen dengan 6 titik nodal yang digabungkan, karena jumlah seluruh titik nodal dan seluruh titik tegangan adalah sama. Sebuah elemen dengan 15 nodal tetap jauh lebih baik dibandingkan empat buah elemen dengan 6 nodal.
kelebihan dari
jumlah titik nodal
yang banyak akan
mempengaruhi tingkat akurasi dibandingkan dengan jumlah titik nodal yang lebih kecil. Akan tetapi, pemilihan jumlah titik nodal yang lebih besar membutuhkan waktu iterasi yang lama hingga proses analisis menjadi lambat. 2.7.2 Diskrititsasi Elemen Untuk melakukan perhitungan elemen hingga, geometri harus dibagi menjadi elemen. Sebuah susunan elemen hingga disebut mesh elemen hingga. Elemen yang digunakan untuk melakukan diskritisasi kontinum solid seperti tanah dalam PLAXIS adalah elemen segitiga. Sebagaimana tersaji pada gambar berikut
54
Gambar 2.18 Titik nodal dan titik tegangan pada elemen segitiga (manual plaxis V8.2)
2.7.3 Pendekatan Plane strain Dalam pemodelan PLAXIS pada lokasi penelitian, dibutuhkan asumsi-asumsi penyederhanaan kondisi eksiting yang sangat kompleks , karena keterbatasan model elemen hingga yang tersedia dalam program PLAXIS versi 8.2. barisan fondasi tiang dalam pilecap dalam arah longitudinal berupa tiang-tiang tunggal (bukan konstruksi menerus) diasumsikan sebagai dinding menerus sebagai idealisasi dari kondisi aktual 3D menjadi 2D. Randolph (1981, dalam Sulha, 2013) mengusulkan bahwa perilaku struktur pondasi tiang dalam pendekatan plane strain dapat diwakili oleh dinding menerus yang ekivalen dengan barisan pondasi tiang tersebut. sehingga didapatkan tebal tiang ekivalen dikarenakan kontribusi nilai kekakuan material tanah kedalam kekakuan tiang.
55
Gambar 2.19 susunan baris tiang, tanah dan dinding ekivalen Zahmatkesh & Choobbasti (2010, dalam Sulha, 2013), melakukan idealisasi pemodelan konstruksi stone column dari kondisi sebenarnya (3D) menjadi pemodelan plane strain dengan menggunakan konsep perubahan dimensi stone column tunggal (tampang lingkaran) yang dikonversi menjadi dimensi eqivalen yang dimodelkan menjadi bentuk persegi sebagai konstruksi dinding (model plane strain), dengan dasar memiliki luasan yang sama seperti ditunjukkan dalam Gambar 19. Dalam melakukan pemodelan tersebut, Zahmatkesh & Choobbasti menggunakan formula seperti dalam persamaan berikut ini:
….
(28)
Dengan te = tebal dinding kolom eqivalen (m) d = diameter stone column (m)
56
S = jarak antar stone column dalam satu baris (m)
2.7.4 Model Material a. Model linear static Brinkgreve
dan
Broere,
2004
(dalam
Abbas,
2008)
mengemukakan bahwa model ini merupakan hukum Hooke dari elastisitas
isotropik yang linear digunakan untuk memodelkan
hubungan tegangan-regangan dari bahan tiang. Model ini melibatkan dua parameter kekakuan elastis, yaitu Young modulus, E, dan Poisson rasio, ν, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.20 Hal ini terutama digunakan untuk pemodelan bagian struktural yang kaku misalnya tiang yang tertanam dalam tanah.
Gambar 2.20 kurva hubungan tegangan regangan Hukum Hooke dapat dinyatakan pada persamaan 29 berikut, dimana dua parameter digunakan pada model berikut, yakni modulus Young (E), dan Poisson rasio (υ) 57
..(29)
Hubungan antara
modulus Young (E), dan modulus kekakuan lain
seperti modulus geser (G), modulus bulk (K) dan modulus Oedometer (Eoed) adalah sebagai berikut : …..
(30)
…..
(31)
….. (32)
b. Model Mohr-Coulomb (plastisitas sempurna) Model sederhana namun handal ini didasarkan pada perameter tanah yang telah dikenal baik dalam teknik sipil, digunakan untuk pendekatan awal terhadap perilaku tanah secara umum dan dapat digunakan untuk menghitung tegangan pendukung yang realistis pada muka terowongan, beban batas pada fondasi dan lain-lain. Model ini meliputi lima buah parameter, yaitu modulus Young (E), angka poisson (υ), kohesi (c), sudut gesek (φ), dan susut dilatansi (ψ) dan
58
dapat juga untuk menghitung factor aman dengan pendekatan “Phi-c reduction” serta menghitung konsolidasi.
2.7.5 Model Material Tanah Sejauh ini model material yang dianggap cukup mewakili perilaku tanah secara umum adalah hyperbolic dengan kriteria keruntuhan
Mohr-Coulomb.
Pemakaian
Mohr-Coulomb
dengan
pertimbangan yang seksama tetap dapat memberikan hasil yang cukup baik bahkan cukup akurat, serta model ini telah dikenal baik dalam praktek rekayasa sipil. Selain itu, dalam penerapannya model ini dapat digunakan untuk menghitung tegangan pendukung yang realistis seperti pada muka trowongan, beban batas pada fondasi dan lainnya serta dapat digunakan untuk menghitung faktor aman (SF). (Manual Plaxis V8.2) 2.7.6 Propertis Material Tanah Untuk menganalisis daya dukung dan penurunan pondasi tiang pancang dalam PLAXIS, maka diperlukan input parameter-parameter tanah seperti; berat jenis tanah (γ), Modulus Young (E), poison ratio (ν), kohesi (c), sudut geser (φ), dan permeabilitas (k). Dalam penelitiannya Bowles (1977) mengusulkan korelasi N-SPT dengan nilai berat volume dan kuat geser tanah, seperti yang disajikan pada tabel 2.10 dan 2.11 berikut; 59
Tabel 2.10 Korelasi nilai N-SPT Tanah tidak kohesif N 0-10 3 Berat isi (γ), KN/m 12-16 Sudut Gesek (φ), 25-32 Keadaan Lepas Tanah kohesif N <4 4-6 Berat isi (γ), 14-18 16-18 3 KN/m < 25 20-50 Sudut Gesek Sangat lunak (φ), lunak Keadaan Sumber: bowles, 1977
11-30 14-18 28-36 Sedang
30-50 16-20 30-40 Padat 6-15 16-18 30-60 Sedang
>50 18-23 >35 Sangat Padat 16-25 16-18 40-200 Kenyal (stiff)
Tabel 2.11 Nilai berat jenis tanah (γ) berdasarkan Konsistensi tanah
Sumber: Look, 2007 60
Untuk menentukan nilai tipikal kuat gesek, kohesi dan permeabilitas diperlukan deskripsi keadaan tanah lempung pada lokasi penelitian. Look (2007) mengusulkan deskripsi konsistensi keadaan tanah berdasarkan data NSPT seperti pada tabel 2.12 berikut : Tabel 2.12 Deskripsi konsistesi tanah lempung berdasarkan data NSPT
Sumber: Look, 2007 Sedangkan untuk tipikal modulus young diusulkan oleh Mitchel dan Gardner (1975, dalam Hardiyatmo, 2007) dihubungkan terhadap nilai N-SPT, dengan menggunakan persamaan 33 dan 34 berikut: (untuk pasir) (untuk lempung)
…… (33) …… (34)
Dimana 1 k/ƒt2 = 4,822 t/m2 dan N adalah jumlah pukulan dalam uji SPT. Nilai modulus young yang diusulkan oleh Look diperlihatkan dalam tabel berikut:
61
Tabel 2.13 Parameter elastis dari berbagai jenis tanah
Sumber: Look 2007
Look (2007) juga mengusulkan nilai tipikal untuk sudut gesek dalam dan nilai kohesi berdasarkan deskripsi keadaan tanah lempug seperti yang tersaji pada tabel 2.14 berikut: Tabel 2.14 Nilai kohesi dan sudut gesek dalam untuk tanah kohesi
Sumber : Look (2007) Nilai Poisson ratio ditentukan sebagai rasio kompresi poros terhadap regangan permukaan lateral. Berdasarkan nilai Ko, nilai v didapat dari persamaan 35 berikut;
62
…… (35) Dengan, Ko adalah koefisien tekanan tanah saat diam, dimana Brooker dan Ireland dalam Hardiyatmo (2007) mengusulkan persamaan berikut …… (36) Nilai poisson ratio juga dapat ditentukan berdasarkan macam tanah seperti yang terlihat pada tabel 2.15 berikut ; Tabel 2.15 Perkiraan rasio poisson tanah (bowles,1977) Macam Tanah Poisson Ratio (v) Lempung jenuh 0.40 – 0.50 Lempung tak jenuh
0.10 – 0.30
Lempung berpasir
0.20 – 0.30
Lanau
0.30 – 0.35
Pasir padat
0.20 – 0.40
Pasir kasar (angka pori, e = 0.40-0.70
0.15
Pasir halus (angka pori, e =0.40-0.70)
0.25
Batu
0.10 -1.40
Loess
0.10 - 0.30 Sumber : Hardiyatmo,2007 Sedangkan nilai K (permeabilitas tanah) menurut Look (2007)
seperti pada tabel 2.16 dan juga pada tabel 2.17 nilai permeabilitas tanah
63
Tabel 2.16 Koefisien permeabilitas berdasarkan klasifikasi tanah Tipe Tanah
Deskripsi
Gradasi baik Gradasi buruk Lanau Lempung Gradasi baik Pasir Gradasi buruk Lanau Lempung Plastisitas rendah Lanau Plastisitas tinggi Lempung Plastisitas rendah Plastisitas tinggi Organik Lanau/ lempung Plastisitas rendah Lanau/ lempung Plastisitas tinggi Tanah dengan kandungan organic Gambut tinggi Sumber: Look, 2007 Kerikil/ Gravel
Simbol USC
Permeabilitas, m/det
GW GP GM GC SW SP SM SC ML MH CL CH OL OH Pt
10-3-10-1 10-2-10-1 10-7-10-5 10-8-10-6 10-5-10-3 10-4-10-2 10-7-10-5 10-8-10-6 10-9-10-7 10-9-10-7 10-9-10-7 10-10-10-8 10-8-10-6 10-7-10-5 10-6-10-4
Tabel 2.17 Nilai Permeabilitas Tanah
Sumber: Look, 2007 2.7.7 Propertis Material Bahan Konstruksi Dalam analisis metode elemen hingga untuk material beton, model material yang digunakan seperti yang telah dijelaskan 64
sebelumnya yakni Mohr Column . Adapun parameter material beton yang diperlukan dalam analisis adalah berat volume (γ), modulus young (E) dan poisson rasio (ν), dimana umumnya dalam analisis dan perhitungan perencanaan menggunakan nilai-nilai standar. Tipikal berat volume bahan kontruksi berdasarkan PPI-1983 (peraturan pembebanan Indonesia untuk gedung) yang dikeluarkan oleh departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia, disajikan pada Tabel berikut. Table 2.18 Berat Volume Konstruksi Uraian
Massa (m) (kg/m3) Baja 7850 Batu galian, batu kali (tidak dipadatkan) 1500 Batu koral 1700 Besi tuang 7250 Beton 2200 Beton bertulang 2400 Kayu (kelas I) 1000 Kayu (kelas II) 800 Kerikil 1650 Mortel/adukan 2150 Pasangan batu bata 1700 Pasangan batu 2200 Pasir (udara kering sampai lengas) 1600 Pasir (basah) 1800 Tanah, lempung dan lanau (udara sampai lengas) 1700 Tanah, lempung dan lanau (basah) 2000 Sumber: PPI-1983
Berat volume(γ) (kN/m3) 78,50 15,00 17,00 72,50 22,00 24,00 10,00 80,0 16,50 21,50 17,00 22,00 16,00 18,00 17,00 20,00
65
Sedangkan nilai modulus Young (Ec) untuk beton normal dapat ditentukan dari nilai kuat tekan beton (fc’) dengan menggunakan persamaan empiris sebagai berikut : Ec = 4700√fc’
…..
(37)
Berdasarkan SNI 7394-2008 korelasi nilai kuat tekan beton (fc’) dengan mutu beton (K), disajikan pada tabel 2.19 , dan untuk nilai poisson rasio untuk beton berkisar antara 0,1 dan 0,2 (Gere dan Timoshenko, 1997). Tabel 2.19 Mutu dan kuat tekan beton Mutu Beton Kuat tekan beton (fc’) (MPa) K100 7,40 K125 9,80 K150 12,20 K175 14,50 K200 16,90 K225 19,30 K250 21,70 K275 24,00 K300 26,40 K325 28,80 K350 31,20 Sumber: SNI 7394-2008 2.8 PLAXIS Program PLAXIS dikembangkan pada tahun 1987 oleh Deft University Of Technology, Deft, The Netherlands. Program ini merupakan program pendekatan prinsip finite elemen method dalam analisis beberapa masalah yang komplek dibidang geoteknik. Konsep dasar program ini membagi elemen-elemen kecil tak 66
terhingga berbentuk segitiga tidak beraturan (meshing). Pada titik sudut segitiga merupakan nilai deformasi yang belum diketahui. Penelitian menggunakan program PLAXIS untuk mengetahui daya dukung pondasi dan penurunan yang terjadi akibat beban bangunan diatasnya. Adapun tahapan-tahapan dalam pemodelan menggunakan PLAXIS antara lain: 1. PLAXIS input PLAXIS
input
merupakan tahap awal
untuk membuat
dan
memodifikasi model geometri, mendefiniskan parameter model, menentukan kondisi batas (boundary Condition), meshing model serta menentukan kondisi awal (initial condition) dari model yang dibuat. Adapun langkah yang dilakukan pada tahap PLAXIS input dengan material model mohr coulomb adalah sebagai berikut: a. Kondisi awal geometri tanah dan material dengan awal proses yaitu project setting dan dimension setting. b. Menentukan model struktur yang akan dilakukan analisis, model struktur dibagi menjadi dua jenis yaitu plane strain dan axisymetry c. Menentukan elemen-elemen jaringan segitiga tak berhingga dan tak beraturan dalam beberapa titik nodal (node). PLAXIS memberikan dua pilihan yaitu 6 node dan 15 node. d. Pembuatan model geometri konstruksi yang akan dilakukan analisis secara numeris. Geometry line toolbar menggambarkan konstruksi dan bidang batas pada draw area koordinat x dan y. 67
e. Menetapkan Boundary Condition sebagai batas yang diaplikasikan dalam penelitian. Boundary Condition ini memegang peran penting dalam analisis, karena sangat menentukan pola area deformasi dan tegangan regangan tanah yang akan terjadi setelah beban bekerja. f. Menetapkan boundary condition menjadi geometri terkekang (standard fixities), pada kondisi ini sebagai batas perpindahan deformasi yang terpengaruh beban secara horizontal (Ux) dan vertikal (Uy). g. General material setting Pada bagian ini perlu tipe material, berat volume tanah (γsat dan γb) nilai permeabitias tanah (Kx dan Ky). parameter setting nilai kekakuan bahan (E) dari hasil uji di laboratorium maupun menggunakan persamaan korelasi. Properties tanah seperti kohesi (c), sudut gesek dalam (φ) dan sudut dilatansi (ψ). Interface setting struktur merupakan interaksi struktur dengan tanah, pilih rigid interface jika keberadaan material mempengaruhi kekuatan tanah. h. Tahap tipe konstruksi Konstruksi yang digunakan dalam simulasi numerik adalah model pelat (plate). Parameter input untuk pelat adalah nilai tipe material normal stiffness (EA) yaitu nilai modulus elastisitas pelat dengan luas pelat, flexural rigidly (EI) yaitu modulus elastisitas pelat dengan inersia pelat, (w) adalah berat pelat dan (v) merupakan angka poisson rasio.
68
i. Menentukan beban luar (external load) Besarnya beban luar diaplikasikan pada konstruksi dapat berupa beban terbagi rata (distributed load) maupun beban titik (point loads). j. Mesh Generation Pada tahap ini konstruksi yang akan didiskritsasi atau dibagi menjadi elemen-elemen segitiga yang lebih kecil, dan hasil geometri berupa Meshing yang tidak teratur. Tingkat ketelitian dalam mendiskritisasi (meshing) dapat dibagi menjadi beberapa pilihan antara lain very coarse, coarse, medium fined, fine dan very fined. k. Kondisi awal (initial condition ) merupakan tahap penentuan awal sebelum dilakukan analisis. Kondisi ini dibagi menadi dua yaitu kondisi awal tekanan air pori (initial water pressure) dan kondisi awal tegangan air pori (initial stresses). 2. PLAXIS Calculation PLAXIS calculation adalah tahap apakah model yang telah didefinisikan pada PLAXIS input siap untuk dianalisis. 3. PLAXIS Output PLAXIS Output merupakan pemaparan hasil analisis proses hitungan dari PLAXIS calculation yang terdiri dari geometry, deformation dan stresses. Output PLAXIS dapat ditampilkan dalam bentuk gambar, angka dan kurva.
69
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian yang menjadi studi kasus pada tugas akhir ini terdapat pada Rencana Pembangunan Gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Halu Oleo di Kecamatan Anduonohu Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilaksanankan pada bulan Februari hingga selesai
Lokasi Studi (proyek RS Pendidikan) Fakultas Kedokteran UHO
Jl. HEA Mokodompit
Gambar 3.1. Lokasi Penelitian
70
3.2
Pengumpulan Data Data yang digunakan pada tugas akhir ini, keseluruhannya merupakan data sekunder. Data sekunder dalam penelitian ini meliputi gambar rencana,
data perencanaan, data tanah yang merupakan hasil dari
pengujian Standard Penetration Test (SPT) dan data Sondir.
3.3
Analisis Data 3.3.1 Data Tanah Data tanah yang digunakan pada tugas akhir ini adalah data yang bersumber dari penyelidikan tanah dengan Standard Penetration Test (SPT) dan data Uji Penetrasi Statis (Sondir). Data tanah ini akan digunakan untuk menginput properties material tanah pada program plaxis. Untuk melengkapi input parameter tanah yang dibutuhkan datadata tanah ini juga akan dikorelasikan dengan beberapa-beberapa variabel untuk menentukan parameter-parameter lain sehubungan dengan jenis tanah.
3.3.2 Analisis Pembebanan Pembebanan pada pilecap gedung rumah sakit ini akan dianalisis dengan aplikasi SAP2000, mengacu pada peraturan pembebanan Indonesia dengan beban yang bekerja yakni beban vertikal dan beban horizontal. Semua jenis-jenis pembebanan akan
71
dimodelkan dengan bantuan program SAP 2000. Beban-beban tersebut akan di kombinasikan untuk mendapatkan beban terfaktor maksimum. Setelah beban terfaktor maksimum didapatkan, output dari program SAP 2000 berupa beban vertikal dan lateral terbesar akan digunakan untuk menghitung daya dukung dan penurunan pondasi pada tugas akhir ini.
3.3.3 Analisis Daya Dukung Pondasi dan Penurunan Setelah data-data dan pembebanan diketahui, selanjutnya adalah menganalisis Daya dukung dan penurunan pondasi tiang pancang dengan menggunakan program PLAXIS. Adapun tahapan yang dilakukan untuk pemodelan dalam PLAXIS adalah sebagai berikut : 1) Input a) General Setting, b) Geometric Modeling c) Loads dan Boundary Condition d) Material Properties e) Mesh Generation f) Initial condition g) Water condition
72
2) Calculation Tahap ini adalah proses kalkulasi yang terdiri dari dua tahap yakni: 1) Tahapan awal adalah galian yakni menonaktifkan klaster tanah sedalam dua meter pada tahap konstruksi. 2) Tahapan selanjutnya adalah tahap aktifasi struktur yakni mengaktifkan tiang dan pilecap pada model geometri 3) Setelah tiang dan pilecap aktif kemudian tahapan pengaktifan beban struktur atas atau tahap pembebanan 4) Kemudian tahap SF yakni tahapan perhitungan faktor aman sebelum perhitungan konsolidasi 5) Tahap selanjutnya adalah tahapan konsolidasi yakni perhitungan konsolidasi 6) Tahap akhir dimana pada tahapan ini dilakukan perhitungan faktor aman (SF).
3) Output Hasil keluaran plaxis berupa nilai tegangan yang terjadi pada dasar tiang kemudian dibandingkan dengan tegangan izin grup tiang. Sedangkan dari hasil selisi penurunan yang didapatkan, kita dapat menentukan kategori penyimpangan yang terjadi apakah dalam kondisi aman atau tidak, berdasarkan batasan yang ditentukan oleh Skempton dan McDonald.
73
3.4 Alur Tahapan Penelitian Mulai
Pengumpulan Data :
Studi Literatur
Data Perencanaan Data SPT
Pustaka Studi Terdahulu
Analisis data
Input Geometri dan Perhitungan Manual
Pemodelan Plaxis
Kapasitas Daya Dukung Kalkulasi
Hasil dan Pembahasan -
Daya dukung tiang
-
Angular distortion
Kesimpulan dan Saran
Selesai Gambar 3.2 Bagan alur penelitian
74
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Analisa Data Tanah Data propertis material dalam penelitian ini adalah data Sekunder yang diperoleh dari pihak kontraktor
yang menangani pekerjaan
pembangunan tahap I Rumah sakit Pendidikan Universitas Halu Oleo. Data lapangan yang dimaksud ialah data uji penetrasi standar (SPT) sedalam 30 m yang terletak dalam kawasan pembangunan Gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Halu Oleo.
Gambar 4.1 Hasil pengeboran di Lokasi Proyek (DH 1)
75
Berdasarkan profil struktur tanah dari hasil uji SPT, secara umum dideskripsikan sebagai tanah lempung, yang mana nilai rata-rata N-SPT sampai kedalaman – 8.00 m adalah sebesar 15.25, kemudian hingga kedalaman -12.00 m nilai rata-rata N-SPT adalah sebesar 4.25, dan selanjutnya nilai rata-rata N-SPT hingga kedalaman -14.00 m dan hingga kedalaman -30.00 m yakni masing-masing 75 dan 46 .
Gambar 4.2 Profil Lapisan Tanah di Lokasi Proyek (DH 1)
76
Berdasarkan Tabel 2.12 deskripsi konsistensi tanah lempung berdasarkan data NSPT bahwa kondisi tanah lempung pada lokasi proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Halu Oleo terdiri atas empat lapisan tanah dalam konsistensi yang berbeda tiap lapisannya, dimana hingga kedalaman – 8.00 m tanah lempung dikategorikan kedalam konsistensi stiff atau kaku berdasarkan nilai N-SPT rata-rata pada kedalaman ini yakni sebesar 15.25. Lapisan tanah lempung berikutnya dari kedalaman -8.00 m hingga kedalaman -12.00 m dikategorikan kedalam konsistensi soft organic berdasarkan nilai N-SPT rata-rata yakni sebesar 4.25, kemudian pada kedalaman berikutnya dari level -12.00 m sampai kedalaman -14,00 m tanah lempung dikategorikan kedalam konsistensi soft nonorganic. Berdasarkan nilai N-SPT rata-rata pada kedalaman berikutnya yakni dari level -14.00 m hingga kedalaman -30.00 m, tanah lempung dikategorikan kedalam konsistensi Hard atau keras. 4.2 Analisa Pembebanan Analisa pembebanan dilakukan dengan aplikasi SAP 2000, mengacu pada Peraturan Pembebanan Indonesia (PPI) Tahun 1983 yang menyatakan bahwa beban-beban yang bekerja meliputi; beban mati, beban hidup, beban angin, dan beban gempa. Semua jenis pembebanan di atas dimodelkan dengan
bantuan
program
SAP
2000.
Beban-beban
tersebut
akan
dikombinasikan untuk mendapatkan beban terfaktor maksimum.
77
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka adapun beban-beban yang bekerja pada gedung rumah sakit berdasarkan PPI 1983 yakni: 4.2.1 Beban Mati (DL) Beban mati adalah berat konstruksi bangunan itu sendiri, berupa berat elemen balok, kolom, dan pelat lantai. Material elemen struktur adalah beton bertulang dengan berat sendiri 2,4 ton/m3. Nilai pembebanan akan dihitung otomatis oleh program SAP 2000. Selain berat elemen-elemen struktur tersebut juga terdapat beban mati tambahan dikarenakan dalam program SAP2000 hanya akan menganalisis berat elemen yang dapat dimodelkan kedalam SAP2000, sedangkan beban mati berupa spesi 2,2 ton/m3, dan keramik 2,4 ton/m3 yang tidak dapat dimodelkan kedalam SAP2000 dapat dijadikan beban mati tambahan yang akan dimasukkan sebagai uniformly distributed load (UDL) yang dimaksud UDL adalah beban distribusi merata. 4.2.2 Beban Hidup (LL) Beban
hidup
pada
lantai
gedung
berdasarkan
Peraturan
Pembebanan Indonesia Tahun 1983 untuk rumah sakit adalah sebesar 0.25 ton/m2, untuk tangga dan bordes tangga beban hidup diberikan sebesar 0.3 ton/m2. Beban-beban tersebut
dimodelkanan kedalam
software SAP2000 sebagai beban uniformly distributed load (UDL).
78
4.2.3 Beban Angin Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan) yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif yang bekerja pada gedung sebesar 40 Kg/m2 , sedangkan untuk koefisien angin tekan untuk gedung sebesar 0.9 dan untuk koefisien angin isap sebesar -0.4. sehingga didapatkan tekanan angin positif (tekan) sebesar 36 kg/m2 dan untuk tekanan angin negatif (isap) sebesar 16 kg/m2. 4.2.4 Beban Gempa Analisis pembebanan gempa yang digunakan adalah analisis dinamik yaitu menggunakan respon spektrum yang dihitung secara tiga dimensi dengan menggunakan program SAP 2000. Diagram respon spektrum diperoleh dari website Desain Spectra Puskim berdasarkan input kota lokasi proyek pembangunan gedung rumah sakit pendidikan Universitas Halu Oleo, (kota Kendari) Sulawesi Tenggara, Jenis tanah ditentukan melalui tabel jenis tanah berdasarkan
data
nilai
N-SPT
rata-rata
sebesar
22,6
yang
mengindikasikan bahwa jenis tanah pada lokasi proyek pembangunan berdasarkan acuan SNI 1726-2002 termasuk kategori tanah sedang. Faktor keutamaan gedung untuk penelitian ini berdasarkan Tabel 2.2
79
yang telah dikemukakan pada Bab II diambil nilai I = 1,4, sesuai katagori gedung rumah sakit. Pemilihan dan penggunaan diagram spektrum respon gempa didasarkan pada zona gempa dan jenis tanah. Nilai percepatan dan periode gempa yang akan dimasukkan dalam fungsi respon spectrum pada program SAP 2000 yang dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut; Tabel 4.1 Nilai Periode dan Percepatan struktur T C T C T C T
C
0
0.22
1.1
0.183
2.1
0.1
3.1
0.069
0.08
0.55
1.2
0.169
2.2
0.096
3.2
0.067
0.4
0.55
1.3
0.157
2.3
0.092
3.3
0.065
0.4
0.44
1.4
0.147
2.4
0.088
3.4
0.063
0.5
0.367
1.5
0.137
2.5
0.085
3.5
0.061
0.6
0.314
1.6
0.129
2.6
0.081
3.6
0.059
0.7
0.275
1.7
0.122
2.7
0.079
3.7
0.058
0.8
0.244
1.8
0.116
2.8
0.076
3.8
0.056
0.9
0.22
1.9
0.11
2.9
0.073
3.9
0.055
1
0.2
2
0.105
3
0.071
4
0.055
Sumber : http://www.puskim.pu.go.id/Aplikasi/ desain_spektra_indonesia_2011
Setelah semua beban yang bekerja pada gedung rumah sakit Pendidikan UHO dimodelkan pada program SAP 2000, maka semua beban
tersebut
akan
dikombinasikan
dengan
menggunakan
kombinasi:
80
Combo 1=
1 DL
Combo 2=
1 DL + 1 LL
Combo 3=
1 DL + 1 LL ± 1 W
Combo 4=
1 DL ± 1 W
Combo 5=
1 DL ± 0,5 LL
Combo 6=
1 DL + 1 LL + 1 Ex + 0,3Ey
Combo 7=
1 DL + 1 LL + 0,3Ex + 1 Ey
Keterangan : DL : beban mati LL : beban hidup W : beban angin E : beban gempa
Dari hasil analisis dengan SAP 2000 diperoleh nilai data pembebanan maksimum pada pondasi untuk perhitungan daya dukung adalah sebagai berilkut: Gaya Aksial Akibat beban terfaktor (P)
=
297.881 Ton
Gaya Lateral akibat beban terfaktor (H)
=
15.278 Ton
Momen arah X akibat beban terfaktor (Mx)
=
-6.461 Ton.m
Momen arah Y akibat beban terfaktor (My)
=
-16.983 Ton.m
Sedangkan untuk
analisis penurunan dan konsolidasi
menggunakan Kombinasi 5 dimana dari analisa SAP 2000 diperoleh
81
nilai data pembebanan pada pondasi untuk perhitungan konsolidasi adalah sebesar 252.28 Ton atau 2474,9 kN 4.2.5 Distribusi Tekanan Setelah memperoleh beban terfaktor maksimum kemudian dilakukan perhitungan distribusi tekanan dalam satu grup tiang dengan menggunakan persamaan 7, sebagai berikut ; diketahui: γbeton : 24 kN/m3 Vpilecap : P x L x T : 3,3 x 2,05 x 0,9 : 6,09 m3 qpilecap
: 146,124
Q
: 2922,21+146,124 : 3068,33 kN
n
: 6 buah
Mx
: 63,38 kN.m
My
: 166,6 kN.m
X
: 1,25 m
Y
: 0.625 m
kN Untuk analisis selengkapnya akan dibahas pada sub bab berikutnya
82
4.3
Simulasi Numeris Dengan Program Plaxis Versi 8.2 PLAXIS (Finite Elemen Code For Soil and Rock Analysis) adalah program pemodelan dan postprocessing metode elemen hingga yang mampu melakukan analisis masalah-masalah geoteknik dalam perencanaan sipil. PLAXIS Versi 8.2 menyediakan berbagai analisis teknik tentang displacement, tegangan-tegangan yang terjadi pada tanah, dan lain-lain. Program ini dirancang untuk dapat melakukan pembuatan geometri yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini untuk analisis daya dukung dan penurunan dengan menggunakan program plaxis membutuhkan data properties tanah, batuan, dan tiang sebagai input parameter tanah, batuan dan tiang. Parameter material tanah dalam penelitian ini diperoleh dari data sekunder berupa data NSPT yang kemudian dikorelasikan untuk mendapatkan deskripsi lapisan tanah dan nilai tipikal input parameter tanah. Adapun penjelasan parameter input adalah sebagai berikut 4.3.1 Input Pemodelan Geometri Pembuatan sebuah model elemen hingga dimulai dengan pembuatan geometrik dari model, yang merupakan representasi dari masalah yang ingin dianalisis, sebuah model terdiri dari titik-titik, garis-garis dan klaster-klaster (Manual Acuan). Pemodelan geometri pada penelitian ini didasarkan pada data tanah, data struktur tiang dan data pembebanan yang telah dijelaskan
83
pada subbab sebelumnya. Pemodelan kontur geometrik selain untuk mempermudah dalam pemodelan struktur lapisan tanah juga sebagai penetapan kondisi batas dimana pada kondisi ini nilai U, Ux dan Uy sebesar 0. Pada penelitian ini dimodelkan klaster sebagai kontur geometrik dengan dimensi sebagai berikut; tinggi kontur geometrik adalah 3L dimana L merupakan kedalaman tiang sebesar 24 m, sedangkan untuk lebar kontur geometrik 72 m. Setelah pemodelan kontur geometrik kemudian dimodelkan klaster-klaster untuk lapisan tanah. Struktur
lapisan tanah pada
lokasi penelitian berdasarkan data SPT terdiri atas lapisan tanah lempung. Struktur lapisan tanah berdasarkan data SPT pada lokasi penelitian terdiri atas empat lapisan tanah seperti yang diperlihatkan pada
Gambar 4.2. Setelah pemodelan klaster lapisan tanah,
selanjutnya ialah pemodelan struktur tiang, pilecap dan slof. Berdasarkan hasil output program SAP 2000 untuk analisis pembebanan pilecap nomor 60 menerima beban aksial terbesar yakni sebesar 2922.21 kN seperti yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Sedangkan pilecap 58 yang berada pada sisi timur pilecap 60 menerima beban sebesar 2879,85 kN dan pilecap 62 yang berada pada sisi barat pilecap 60 sebesar 2177.67. Pada
penelitian
ini
dimodelkan
tiga
pilecap
untuk
mempermudah dalam menganalisis angular distortion dimana titik A atau Pondasi A berada pada pilecap nomor 58, titik B pondasi B pada
84
pilecap nomor 60 dan titik C atau Pondasi C pada pilecap 62, Nilainilai dimensi dan jarak tiap pilecap dan tiang berdasarkan data struktur yang ada. 4.3.2 Input Parameter Tanah Struktur lapisan tanah pada lokasi penelitian berdasarkan data SPT terdiri atas lapisan tanah lempung. Struktur lapisan tanah berdasarkan data SPT pada titik DH1 diperlihatkan pada Gambar 4.1. Setelah diketahui kondisi lapisan tanah, kemudian dilakukan input parameter tanah untuk masing-masing lapisan konsistensi tanah lempung.
Gambar 4.3 Profil lapisan tanah pada titik DH 1
85
Analisis Plaxis yang akan dilakukan didasarkan pada model material Mohr-Columb yang merupakan pemodelan dengan kondisi elastis-plastis terdiri dari lima buah parameter yakni Modulus Young (E) dan Poisson Rasio (υ) untuk memodelkan elastisitas tanah; kohesif (c), sudut gesek internal (φ) untuk memodelkan plastisitas tanah dan sudut dilatansi (ψ). Selain parameter tersebut, pemodelan dengan plaxis membutuhkan parameter lainnya yakni berat jenis basah (γb), berat jenis jenuh (γsat), dan juga permeabilitas (K). Pembahasan input paramater lapisan tanah pada lokasi penelitian akan dibahas pada sub bab berikut. Input parameter lapisan lempung Stiff (kaku) Berdasarkan Gambar 4.3, profil lapisan tanah pada titik DH1 menunjukkn lapisan tanah lempung yang dimodelkan sedalam 8 m dengan rata-rata nilai NSPT sebesar 15,25 Sehingga deskripsi tanah lempung pada lokasi penelitian termasuk dalam kategori stiff (kaku) sebagaimana yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya . Berdasarkan konsistensinya tanah lempung stiff (kaku) untuk lapisan ini, didapatkan nilai tipikal berat volume tanah sebesar 16 kN/m3, sedangkan untuk nilai tipikal berat volume jenuh di ambil dari tabel 2.11 sebesar 18 kN/m3. Nilai modulus young (E) diperoleh berdasarkan Tabel 2.13 sebesar 20000 kN/m2 Nilai tipikal Sudut gesek dalam dan nilai kohesi yang digunakan berdasarkan pada Tabel 2.14 masing-masing sebesar 21
86
dan 35 kPa. Sedangkan untuk nilai tipikal permeabilitas pada lapisan tanah lempung berdasarkan
Tabel 2.17 adalah sebesar 0.0002
m/hari. Nilai poisson rasio yang digunakan pada lapisan lempung berdasarkan pada nilai sudut gesek dalam yang kemudian dikorelasikan berdasarkan persamaan 35, sehingga perhitungan nilai poisson rasio untuk lapisan lempung adalah sebagai berikut : Ko = 0,95- sin 21 Ko = 0,591 υ υ Nilai poison rasio maksimum untuk tanah lempung adalah sebesar 0,35 sehingga untuk lapisan ini nilai poisson rasio (υ diberikan sebesar 0,35. Input parameter lapisan lempung Soft Organic (Lunak organik) Lapisan Tanah berikutnya yakni lempung Soft Organik setebal 6 m yang terletak pada kedalaman -8,00 m hingga -14,00 m dengan nilai tipikal berat volume sebesar 8 kN/m3 berdasarkan Tabel 2.10 dan berat volume jenuh sebesar 14 kN/m3 berdasarkan Tabel 2.11. Nilai modulus young (E) pada lapisan ini diperoleh berdasarkan Tabel 2.13 sebesar 2000 kN/m2 .Nilai tipikal Sudut gesek dalam dan nilai kohesi yang digunakan berdasarkan pada Tabel 2.14 masing-masing sebesar 19 dan 9 kPa. Sedangkan untuk nilai tipikal permeabilitas pada lapisan tanah lempung berdasarkan
87
Tabel 2.17 adalah sebesar 0.0002 m/hari. Nilai poisson rasio yang digunakan pada lapisan lempung berdasarkan pada nilai sudut gesek dalam yang kemudian dikorelasikan berdasarkan persamaan 35, sehingga perhitungan nilai poisson rasio untuk lapisan ini adalah sebagai berikut : Ko = 0,95- sin 19 Ko = 0,624 υ υ Nilai poison rasio maksimum untuk tanah lempung adalah sebesar 0,35 sehingga untuk lapisan ini nilai poisson rasio (υ diberikan sebesar 0,35. Input parameter lapisan lempung Soft Nonorganic (Lunak anorganik) Berdasarkan gambar 4.2, profil lapisan tanah berikutnya pada titik DH1 menunjukkn lapisan tanah lempung Soft Nonorganic (lunak Anorganik) yang dimodelkan sedalam 2 m dengan rata-rata nilai NSPT sebesar 7.5 dan nilai tipikal berat volume tanah sebesar 12 kN/m3, sedangkan untuk nilai tipikal berat volume jenuh di ambil dari Tabel 2.11 sebesar 16 kN/m3. Nilai Modulus Young (E) diperoleh berdasarkan Tabel 2.13 sebesar 4000 kN/m2 Nilai tipikal Sudut gesek dalam dan nilai kohesi yang digunakan berdasarkan pada Tabel 2.14 masing-masing sebesar 24 dan 19 kPa. Sedangkan untuk nilai tipikal permeabilitas pada lapisan
88
tanah lempung berdasarkan
Tabel 2.17 adalah sebesar 0.0002
m/hari. Nilai poisson rasio yang digunakan pada lapisan lempung berdasarkan pada nilai sudut gesek dalam yang kemudian dikorelasikan berdasarkan persamaan 35, sehingga perhitungan nilai poisson rasio untuk lapisan lempung adalah sebagai berikut : Ko = 0,95- sin 24 Ko = 0,543 υ υ Nilai poison rasio maksimum untuk tanah lempung adalah sebesar 0,35 sehingga untuk lapisan ini nilai poisson rasio (υ diberikan sebesar 0,35. Input parameter lapisan Lempung Hard (keras) Berdasarkan Gambar 4.2 struktur lapisan tanah setelah lapisan lempung Soft Nonorganik (lunak
anorganik)
adalah lapisan
lempung keras yang berada pada kedalaman -16,00 m ke bawah. dengan rata-rata nilai SPT sebesar 46. Berdasarkan data-data diatas untuk lapisan lempung keras didapatkan nilai tipikal berat volume sebesar 18 kN/m3, sedangkan nilai tipikal berat volume jenuh sebesar 20 kN/m3. Nilai Modulus Young (E) untuk lempung keras diperoleh dari tabel 2.11, yakni sebesar 57000 kN/m2
89
Nilai tipikal Sudut gesek dalam dan nilai kohesi yang digunakan berdasarkan pada Tabel 2.14 masing-masing sebesar 29 dan 70 kPa.
Sedangkan untuk nilai tipikal permeabilitas yang
digunakan pada lapisan ini berdasarkan Tabel 2.17 adalah sebesar 0.0002 m/hari. Adapun nilai poisson rasio yang digunakan pada lapisan ini berdasarkan pada nilai sudut gesek dalam yang kemudian dikorelasikan berdasarkan persamaan 35, sehingga perhitungan nilai poisson rasio untuk lapisan lempung Hard (keras) adalah sebagai berikut : Ko = 0,95- sin 29 Ko = 0,465 υ υ sehingga untuk lapisan ini nilai poisson rasio (υ diberikan sebesar 0,317 .Input parameter lapisan lempung Hard (keras) selengkapnya diperlihatkan tabel 4.2 berikut :
90
Tabel 4.2 Data input parameter tanah dalam PLAXIS No.
Parameter
simbol
Lapisan Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
satuan
1
Konsistensi
-
Stiff
Soft Organik
Soft Nonorganik
Hard
-
2
Model material
-
Mohr Coulomn
Mohr Coulomn
Mohr Coulomn
Mohr Coulomn
-
3
-
Tak terdrainase
Tak terdrainase
Tak terdrainase
Tak terdrainase
-
γunsat
16
8
12
18
kN/m³
γsat
18
14
16
20
kN/m³
Kx
0,0002
0,0002
0,0002
0,0002
m/hari
Kx
0,0002
0,0002
0,0002
0,0002
m/hari
8
Jenis perilaku Berat isi tanah di atas garis freatik Berat isi tanah di bawah garis freatik Permeabilitas arah horizontal Permeabilitas arah vertical Modulus Young
E
20000
2000
4000
57000
kN/m²
9
Angka Poisson
υ
0,35
0,35
0,35
0,31
-
10
Kohesi
c
35
9
19
70
kN/m²
11
sudut geser dalam
φ
21
19
24
29
°
12
sudut dilatansi faktor reduksi kuat geser antarmuka
ψ
0
0
0
0
°
Rinter
0.5
0.5
0.5
0.5
-
4 5 6 7
13
91
4.3.3 Input Parameter Tiang dan Pilecap Dalam pemodelan PLAXIS pada lokasi penelitian, dibutuhkan asumsi-asumsi penyederhanaan kondisi eksiting yang sangat kompleks , karena keterbatasan model elemen hingga yang tersedia dalam program PLAXIS versi 8.2. barisan fondasi tiang dalam pilecap dalam arah longitudinal berupa tiang-tiang tunggal (bukan konstruksi menerus) diasumsikan sebagai dinding menerus (gambar 2.19) sebagai idealisasi dari kondisi aktual 3D menjadi 2D. sehingga dalam input parameter kekakuan inersia (EI) dan kekakuan aksial (EA) tidak murni didasarkan pada tiang saja, namun juga dipengaruhi oleh masa tanahnya. Perhitungan kekakuan transformasi tanah dengan tiang pancang terinci sebagai berikut. Perhitungan kekakuan transformasi tiang pancang
Gambar 4.4 tampak atas pilecap
92
Diketahui : D = 0,4 m L = 24 m γpiles = 24 kN/m² fc’ = K30 = 26,4 mPa S
= 1,25 m
Tabel. 4.3 Perhitungan Parameter Transformasi Tiang dan Tanah No.
Parameter
1
Modulus Young tiang (Epiles)
2
4700√fc’
4700√26,4
Hasil
763659,61 kN/m2
Momen inersia (I tiang)
3
luas penampang (Atiang)
4
EI tiang
5
EA tiang
1
Modulus Young tanah (Etanah)
2
Formula Perhitungan propertis tiang pancang beton
E .I tiang
763659,61.
E . A tiang 763659,61. propertis tanah
/m
50000 -
-
Momen inersia (I tanah)
3
luas penampang (Atanah)
4
EI tanah
E.I tanah
5
EA tanah
E.A tanah Transformasi
50000. 50000.
1
kekakuan inersia EI transformasi
2
kekakuan Aksial EA transformasi
3
Tebal equivalen (te)
-
-
0,396 m
3
berat tiap satuan panjang (w)
te .1.1. γpiles
0,396.1.1.24
9,504 kN/m/m
93
Perhitungan Kekakuan Pilecap 3,3 m
Gambar 4.5 gambar potongan pilecap Diketahui : h= 0,9 m b = 3,3 m γbeton = 24 kN/m² fc’ = 27,5 = 24 mPa Tabel. 4.4 Perhitungan parameter pilecap 3,3 m (poer) No. Parameter
Formula Perhitungan propertis tiang beton
Hasil
4700√fc’
4700√24
728120,87 kN/m2
1
Modulus Young poer (Epoer)
2
Momen inersia (I poer)
3
luas penampang (Apoer)
4
EI poer
E .I poer
728120,87 .
5
EA poer
E . A poer
728120,87 .
6
berat tiap satuan panjang (w)
h .1.1. γb
0,9.1.1.24
/m 21,6 kN/m/m
Perhitungan kekakuan pilecap 2,05 m Diketahui : h= 0,9 m b = 2,05 m γbeton = 24 kN/m² fc’ = 27,5 = 24 mPa 94
Tabel. 4.5 Perhitungan parameter pilecap 2,05 m (poer) No. Parameter
Formula Perhitungan Propertis tiang beton
Hasil
4700√fc’
4700√24
728120,87 kN/m2
1
Modulus Young poer (Epoer)
2
Momen inersia (I poer)
3
luas penampang (Apoer)
4
EI poer
E .I poer
728120,87 .
5
EA poer
E . A poer
728120,87 .
6
berat tiap satuan panjang (w)
h .1.1. γb
0,9.1.1.24
/m 21,6 kN/m/m
Perhitungan kekakuan Tiebeam 0,6 m Diketahui : b= 0,6 m S=8m γbeton = 24 kN/m² fc’ = 27,5 = 24 mPa Tabel. 4.6 Perhitungan parameter Transformasi Tiebeam 0,6 m (Sloff) No. Parameter
1 2
Modulus Young Tiebeam (Eteabeam)
Formula Perhitungan propertis tiang beton
Hasil
4700√fc’
728120,87 kN/m2
b/s
4700√24
0,6/8
2
Tebal equivalen (He) Momen inersia (Iteabeam)
3
luas penampang (Ateabeam)
4
EIteabeam
E .I poer
728120,87 .
5
EAteabeam
E . A poer
728120,87 .
6
berat tiap satuan panjang (w)
h .1.1. γb
0,075.1.1.24
0,075
/m 1,8 kN/m/m
95
Perhitungan kekakuan kolom 0,75 m Diketahui : b= 0,6 m h =0,6 m γbeton = 24 kN/m² fc’ = 27,5 = 24 mPa Tabel. 4.7 Perhitungan parameter Transformasi Kolom 0,75 m No. Parameter
Formula Perhitungan propertis tiang beton
Hasil
4700√fc’
728120,87 kN/m2
1
Modulus Young Kolom (Ekolom)
2
Momen Inersia (I)
0,0101
2
Tebal equivalen (He)
0,506
2
Momen inersia (Ikolom)
3
luas penampang (Akolom)
4
EIkolom
E .I poer
728120,87 .
5
EAkolom
E . A poer
728120,87 .
6
berat tiap satuan panjang (w)
h .1.1. γb
0,506.1.1.24
4700√24
/m 12,145 kN/m/m
Rekapitulasi parameter untuk pemodelan tiang dan pilecap diperlihatkan pada tabel 4.8 berikut: Tabel 4.8 Rekapitulasi parameter pemodelan tiang pancang dan pilecap No. Nama Tipe EA EI ν 2 (kN/m) (kNm /m) 1 Tiang Pancang (0,4 m) Elastic 49208 642,34 0,15 2 Pilecap (3,3 m) Elastic 2162519 145970,03 0,15 3 Pilecap (2,2 m) Elastic 1343383 90678,353 0,15 4 Tiebeam (0,6 m) 10,239 0.15 Elastic 32765,439 5 Kolom (0,75 m) 4718,22 0,15 Elastic 221083,53
W (kN/m/m) 9,504 21,6 21,6 1,8 12,14
96
4.3.4 Kondisi Batas (Boundary Condition) Saat memilih standar fixities dari sub menu load atau dengan mengklik tombol yang bersangkutan pada toolbar, PLAXIS secara otomatis akan menerapkan kondisi batas umum pada model geometri. Kondisi batas dibentuk berdasarkan beberapa aturan berikut:
Setiap garis geometri vertikal dengan koordinat x sama dengan nilai terendah atau tertinggi dari koordinat x dalam model geometri akan menerima kondisi jepit horizontal (ux=0),
Setiap garis geometri horizontal dengan koordinat sama dengan nilai terendah dari koordinat y dalam model geometri akan menerima jepit penuh (ux= uy =0),
Elemen pelat yang menerus hingga berada pada batas dari model geometri akan meneriman kondisi rotasi tetap pada titik yang berada tepat di batas model (ϕx = 0), jika pada titik tersebut terdapat paling tidak sebuah arah perpindahan yang terjepit
Kondisi batas umum seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.6 berikut:
97
Ux = 0 Ux &Uy = 0
Gambar 4.6 Kondisi batas standar model untuk input software PLAXIS
4.3.5 Penyusunan Jaring Elemen (Meshing) Setelah model didefinisikan secara lengkap serta sifat material telah diaplikasikan kelapisan batuan dan objek struktural, maka geometri harus didiskritisasi menjadi elemen-elemen yang lebih kecil untuk melakukan hitungan elemen hingga. Komposisi dari elemenelemen tersebut sebagai jaring elemen hingga. Penyusunan jaring elemen dalam program PLAXIS dimulai dengan mengklik tombol penyususnan jaring elemen pada toolbar atau dengan memilih Generate dari sub menu Mesh. Penyusunan jaring elemen juga langsung dimulai setelah opsi refine line dari sub menu mesh. Hasil dari proses meshing (diskritisasi) model dalam PLAXIS dapat dilihat pada gambar 4.7 sebagai berikut :
98
Gambar 4.7 Diskritisasi model untuk input software PLAXIS
4.3.6 Kondisi Awal (Initial Condition) Kondisi awal didefinisikan untuk menghitung tekanan air pori awal (initial condition) dan tegangan awal (initial stress). Pendefinisian ini harus dilakukan sebelum dilakukannya proses perhitungan pada kondisi tertentu. Pada kondisi awal ini tidak ada masukan garis freatik. Perhitungan tegangan efektif awal (generate initial stresses) menggunakan K0- procedure dengan menerapkan berat sendiri dari tanah dalam perhitungan.
99
Gambar 4.8 Hasil perhitungan initial stresses. Perhitugan tekanan air (generate water pressure) dilakukan dengan mendefinisikan kondisi air tanah (phreatic level) pada geometri model, sehingga perhitungan tekanan air dapat dilakukan. Hasil perhitungan tekanan air dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 4.9 kondisi muka air tanah (phreatic level) 100
Gambar 4.10 initial pore pressure pada kondisi garis phratic level
4.3.7 Kalkulasi Setelah proses input, selanjutnya adalah proses kalkulasi dengan mengklik tombol calculate untuk masuk ke dalam program calculation. Adapun gambaran umum mengenai tahapan perhitungan beban aksial pada model geometri adalah sebagai berikut: 7) Tahapan awal adalah Galian yakni menonaktifkan klaster tanah sedalam dua meter pada tahap konstruksi. 8) Tahapan selanjutnya adalah tahap Aktifasi struktur yakni mengaktifkan tiang dan pilecap pada model geometri. 9) Setelah tiang dan pilecap aktif kemudian tahapan pengaktifan beban struktur atas atau tahap Pembebanan.
101
10) Kemudian tahap SF yakni tahapan perhitungan faktor aman sebelum perhitungan konsolidasi. 11) Tahap selanjutnya adalah tahapan Konsolidasi yakni perhitungan konsolidasi 12) Tahap akhir ialah tahap SF dimana pada tahapan ini dilakukan perhitungan faktor aman (SF). 4.3.8 Hasil Simulasi Numeris Tanpa Pemodelan Tie Beam (sloff) Analisis displacement Berdasarkan hasil simulasi besarnya nilai displacement vertikal setelah aktifasi pembebanan pada model geometri di pondasi A dan B berturut-turut adalah -0,253 m, -0,265 m. sedangkan untuk nilai Penurunan yang terjadi pada pondasi C yakni sebesar -0,253 m
Gambar 4.11 Displacement vertikal Uy tanpa tiebeam
102
Selisi displacement (Δuy)
yang terjadi antara pondasi A, dan
pondasi B, sebesar -0.0115 m,sehinga nilai δ/L yang terjadi yakni 1/694, sedangkan selisi displacement (Δuy) antara pondasi B dan C sebesar -0,0117 m, sehingga nilai δ/L untuk pondasi C yakni 1/601 dimana tanda (-) menunjukkan arah displacement Vertikal (Uy) kebawah. Berdasarkan hasil simulasi numeris lama waktu konsolidasi adalah 2252 hari atau kurang lebih 6 tahun, sebagaimana yang ditunjukan oleh Gambar berikut :
Gambar 4.12 Waktu Konsolidasi pada pemodelan tanpa tiebeam
Analisis Tegangan efektif Berdasarkan hasil simulasi tegangan efektif rata-rata yang terjadi adalah sebesar 1020 KN/m2 dimana tegangan terbesar terjadi pada bagian bawah tiang pancang sebagaimana yang terlihat pada gambar 4.13 berikut;
103
Gambar 4.13 Tegangan efektif pada pemodelan tanpa tiebeam Tegangan normal efektif pada dasar pondasi A diperoleh dari hasil simulasi numeris yang diplot pada daerah dasar tiang koordinat (25.78,45.72) ialah sebesar -1370 KN/m2, tekanan yang terjadi pada dasar tiang sebesar -3440 KN, seperti yang terlihat pada gambar 4.14 (a). Sedangkan tegangan normal efektif pada dasar pondasi B diperoleh dari hasil simulasi numeris yang diplot pada daerah dasar tiang lihat gambar 4.14 (b) dengan koordinat (36.98,45,75) ialah sebesar -1370 KN/m2, sedangkan tekanan yang terjadi pada dasar tiang sebesar -4190 KN, seperti yang terlihat pada gambar berikut;
104
(a)
(b)
(c) Gambar 4.14 Tegangan efektif pada (a) dasar pondasi A, (b) dasar pondasi B, dan (c) dasar pondasi C pada pemodelan tanpa tiebeam
Sedangkan tegangan normal efektif pada dasar
pondasi C
yang diplot dengan Koordinat (46.72,45.69) gambar 4.14 (c) diperoleh dari hasil simulasi numeris pada daerah dasar tiang ialah sebesar -1220 KN/m2, sedangkan tekanan yang terjadi pada dasar tiang sebesar -2140 KN. Dimana tegangan tekan dianggap negatif (-) pada perhitungan tegangan.
105
4.3.9 Hasil Simulasi Numeris Dengan Pemodelan Tie Beam (sloff) Sebagai Balok Pengikat Analisis displacement Berdasarkan hasil simulasi dengan pemodelan tiebeam atau balok pengikat (sloff) besarnya nilai displacement arah vertikal setelah aktifasi pembebanan pada model geometri pada pondasi A dan B berturut-turut adalah -0,244 m, -0,251 m. adapun displacement vertikal yang terjadi pada pondasi C yakni sebesar 0,243 m. Displacement vertikal yang terjadi disajikan pada Gambar 4.15 Berikut;
Gambar 4.15 Displacement vertikal Uy pada pemodelan dengan tiebeam
Berdasarkan nilai displacement masing-masing pondasi diketahui selisi displacement vertikal (Δuy) yang terjadi antara
106
pondasi A, dan pondasi B, sebesar -0,0075 m, sehinga nilai δ/L yang terjadi yakni 1/1068 sedangkan selisi displacement (Δuy) antara pondasi B dan C sebesar -0,0085 m sehingga dari nilai tersebut angular distortion (δ/L) yang terjadi untuk pondasi B-C yakni 1/822 dimana tanda (-) menunjukkan arah displacement vertikal (uy) kebawah. Berdasarkan hasil simulasi numeris lama waktu konsolidasi adalah 2021 hari atau kurang lebih 5 tahun, sebagaimana yang ditunjukan oleh Gambar berikut :
Gambar 4.16 Waktu Konsolidasi pada pemodelan tanpa tiebeam
Analisis Tegangan efektif Pada simulasi dengan pemodelan balok pengikat tegangan efektif rata-rata yang terjadi pada simulasi adalah sebesar 1000 KN/m2 dimana tegangan terbesar terjadi pada bagian bawah tiang pancang sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4.17 berikut;.
107
Gambar 4.17 Tegangan efektif pada pemodelan dengan tiebeam
Tegangan normal efektif pada dasar pondasi A diperoleh dari hasil simulasi numeris yang diplot pada daerah dasar tiang dengan koordinat (25.72.45.71) ialah sebesar -1330 KN/m2, tekanan yang terjadi pada dasar tiang sebesar -3530 KN, seperti yang terlihat pada gambar 4.18 (a). Sedangkan tegangan normal efektif pada dasar pondasi B diperoleh dari hasil simulasi numeris yang diplot pada daerah dasar tiang dengan Koordinat (37.11,45.74) ialah sebesar -1290 KN/m2, sedangkan tekanan yang terjadi pada dasar tiang sebesar -3750 KN, seperti yang terlihat pada Gambar 4.18 (b) berikut;
108
(a)
(b)
(c) Gambar 4.18 Tegangan efektif pada (a) dasar pondasi A, (b) dasar pondasi B, dan (c) dasar pondasi C pada pemodelan dengan tiebeam
Sedangkan tegangan normal efektif pada dasar
pondasi C
diperoleh dari hasil simulasi numeris yang diplot pada daerah dasar tiang dengan Koordinat (46.70,45.74) ialah sebesar -1260 KN/m2, sedangkan tekanan yang terjadi pada dasar tiang sebesar 2130 KN. Dimana tegangan tekan dianggap negatif (-) pada perhitungan tegangan.
109
4.4
Analisa Daya Dukung Pondasi Dalam Metode Pendekatan Perhitungan daya dukung pondasi dalam dilakukan berdasarkan dua metode, yakni metode Pendekatan Analitis dan Metode Numeris dengan menggunakan program PLAXIS Versi 8.2., setelah pendekatan Numeris kemudian dilakukan pendekatan Analitis untuk mengontrol hasil ouput dari program PLAXIS. Adapun Metode Pendekatan Analisis dikemukakan sebagai berikut 4.4.1 Koreksi N-SPT Analisa daya dukung pondasi dalam dilakukan berdasarkan data N-SPT yang diperoleh dari data bor di lapangan. Sebelum melakukan analisa, terlebih dahulu kita harus mengoreksi nilai N-SPT tersebut sehingga diperoleh nilai N60 dengan menggunakan persamaan (1) dan persamaan (2). Koreksi N-SPT dijabarkan sebagai berikut: Dik : Nm = 9 CE = 0.8 CB = 1 CR = 0.8 CS = 1 CN = (Pa/σ’vo)0.5 Dimana : σ’vo = (γ x h)-( γw x hw) σ’vo = 0.18 kg/cm2 CN = 2,537. sehingga
110
(N1)60 = 9 x 0,8 x 1 x 0,8 x 1 x 2,537 = 13,576 Rekapitulasi perhitungan koreksi N-SPT untuk masing-masing kedalaman diperlihatkan pada lampiran 2 4.4.2 Daya Dukung Aksial Daya dukung pondasi tiang pancang merupakan penjumlahan tahanan ujung tiang dan tahanan gesek tiang kemudian dikurangi berat tiang. Perhitungan daya dukung pondasi tiang dilakukan berdasarkan beberapa metode sebagai berikut: A. Metode Mayerhof Perhitungan daya dukung pondasi tiang dengan metode Mayerhof menggunakan persamaan (9) untuk menghitung tahanan ujung tiang pada kedalaman 24 meter adalah sebagai berikut:
Dimana : kN kN SF
Sehingga tahanan ujung tiang adalah
kN 111
Sedangkan
perhitungan
tahanan
gesek
menggunakan
persamaan yang diusulkan oleh Mayerhof, U.S Army Corps , dan Thomlinson pada kedalaman 24 meter berturut-turut sebagai berikut:
Dimana :
Dari nilai adalah sebesar
didapatkan nilai tahanan gesek kulit tiang (kN)
Sehingga daya dukung ultimit tiang sedalam 24 meter adalah:
Metode perhitungan tahanan gesek yang dikemukakan oleh U.S. Army Corps menggunakan persamaan (12) sebagai berikut:
Dimana :
kN/m2 112
Dari nilai
didapatkan nilai tahanan gesek kulit tiang adalah
sebesar
(kN)
Sehingga daya dukung ultimit tiang sedalam 24 meter adalah:
Metode perhitungan tahanan gesek yang dikemukakan oleh Thomlinson
dengan menggunakan persamaan (12)
sebagai
berikut:
Dimana :
Dari nilai
tersebut didapatkan nilai tahanan gesek kulit tiang
adalah sebesar
(kN)
Sehingga daya dukung ultimit tiang sedalam 24 meter adalah:
113
Rekapitulasi daya dukung ultimit pondasi tiang dengan berbagai metode perhitungan tahanan kulit diperlihatkan pada lampiran 2. B. Metode Briaud Perhitungan daya dukung pondasi tiang dengan metode yang diusulkan
Briaud
menggunakan
persamaan
(14).
Untuk
menghitung tahanan ujung tiang pada kedalaman 24 meter adalah sebagai berikut:
Dimana
kN Sedangkan perhitungan tahanan kulit diperoleh dengan persamaan (16) sebagai berikut:
Sehingga daya dukung ultimit tiang sedalam 24 meter adalah:
114
Rekapitulasi daya dukung ultimit pondasi tiang dalam berbagai kedalaman berdasarkan metode Briaud diperlihatkan dalam lampiran 2 C. Metode Reese O’neill Perhitungan daya dukung pondasi tiang dengan metode yang diformulasikan oleh Reese O’neill adalah sebagai berikut:
kN Untuk tahanan gesek kulit Reese O’neill
mengemukakan
persamaan berikut:
Dimana :
Dari nilai
tersebut didapatkan nilai tahanan gesek kulit tiang
adalah sebesar
kN
Adapun angka aman yang disarankan oleh Reese O’neill dengan menggunakan persamaan 27 berikut: Ԛijin =
+
Sehingga :
115
…. Aman Rekapitulasi daya dukung ultimit pondasi tiang dalam berbagai
kedalaman
berdasarkan
metode
Reese
O’neill
diperlihatkan pada lampiran 2. 4.4.3 Daya Dukung Lateral Daya dukung lateral tiang diperoleh berdasarkan grafik dari metode Broms yang diperlihatkan pada gambar 2.15. Adapun penjabaran perhitungan daya dukung lateral adalah sebagai berikut: Diketahui :
tiang termasuk tiang dalam
Nilai 26,85 yang diperoleh tersebut, kemudian diplotkan kedalam grafik pada gambar 2.15, sehingga diperoleh nilai , sehingga Rekapitulasi
Perhitungan
daya
dukung
lateral
tiang
diperlihatkan pada lampiran 2
116
4.4.4 Daya Dukung Kelompok Tiang Perhitungan
kapasitas
daya
dukung
kelompok
tiang
dipengaruhi oleh efisiensi grup tiang dalam satu kelomok tiang. Sehingga perhitungan daya dukung tiang kelompok berdasarkan persamaan (22) berikut :
Dimana :
Sehingga dari hasil perhitungan daya dukung pondasi tiang tunggal menurut metode Mayerhof nilai daya dukung grup sebesar 5350,4 kN, dan perhitungan tahanan gesek Thomlinson, didapatkan daya dukung kelompok tiang adalah sebesar
.
Sedangkan nilai daya dukung grup untuk metode perhitungan
117
tahanan gesek U.S Army Corps adalah sebesar
. Besarnya
daya dukung grup untuk metode perhitungan Reese O’neill dan Briaud berturut-turut adalah 16678,45 kN dan 10379,32 kN. Adapun perhitungan daya dukung grup dengan menggunakan persamaan 24 yang diusulkan oleh persamaan Terzhagi dan Peck adalah sebagai berikut; Diketahui D
= 24 m
B
= 2.9 m
L
= 1.65 m
Cu
= 97,29 (kN/m2)
Cb
= 140,68 (kN/m2)
Phi
= 24
Nc
= 19
Sehingga;
kN Sedangkan untuk perhitungan tegangan yang terjadi pada dasar tiang adalah sebagai berikut:
118
Diketahui P(beban aksial) = 2922,21 kN Wpilecap = 146.12 kN Wtiang = 4343.29 kN Wtanah = 2028,84 A
=BL
A
= 4.785
kN/m2 4.5
Pembahasan Analisa
daya
dukung
pondasi
tiang
pancang
pada
proyek
pembangunan Gedung Rumah Sakit Pendidikan Universitas Halu Oleo Tahap 1, bertujuan untuk mengetahui daya dukung dan angular distortion serta lamanya waktu konsolidasi yang terjadi akibat kombinasi beban yang bekerja pada gedung. Pada tugas akhir ini analisa daya dukung, angular distortion dan waktu konsolidasi
menggunakan
metode
numeris
atau
simulasi
numeris
berdasarkan data tanah pada lokasi penelitian. Data yang digunakan adalah data N-SPT yang dikorelasikan dengan beberapa parameter yang dibutuhkan untuk
menganalisa.
Selain
mengunakan
metode
analisis
numeris,
perhitungan daya dukung juga menggunakan metode pendekatan. Pada 119
subbab ini nilai-nilai daya dukung dari metode numeris dan metode pendekatan akan dibahas selengkapnya. Dari hasil perhitungan pembebanan dengan bantuan program SAP 2000 diperoleh gaya aksial akibat kombinasi pembebanan (P) sebesar 297,88 Ton, gaya lateral akibat kombinasi pembebanan (H) sebesar 15,28. Momen arah X akibat kombinasi pembebanan (Mx) sebesar 6,46 Ton.m dan momen arah sumbu Y akibat kombinasi pembebanan (My) sebesar 16,98 Ton.m. Sedangkan untuk perhitungan penurunan dan konsolidasi didapatkan nilai sebesar 263,42 Ton. 4.5.1 Daya Dukung Perhitungan kapasitas daya dukung dalam tugas akhir ini menggunakan dua metode yakni metode numeris dengan bantuan program PLAXIS dan metode pendekatan dengan menggunakan persamaan yang diusulkan oleh Mayerhoff, U.S Army
Corps,
Thomlinson, Briaud, dan Reese O Neill. Dari hasil simulasi numeris tanpa pemodelan balok pengikat atau sloff besarnya tegangan normal efektif pada dasar
pondasi
diperoleh 1370 KN/m2, Sedangkan tegangan normal efektif pada dasar
pondasi B diperoleh dari hasil simulasi numeris dengan
pemodelan balok pengikat diperoleh nilai tegangan normal efektif sebesar 1290 KN/m2. Perbedaan nilai tegangan ini menunjukkan adanya pengaruh berupa penurunan tegangan pada simulasi dengan pemodelan balok pengikat, hal ini dikarenakan terjadi ditribusi
120
tekanan pada balok pengikat pondasi B ke pondasi-pondasi yang ada disekitarnya. Dalam penelitian ini juga dilakukan simulasi berdasarkan parameter maximun dan parameter minimum, dimana tujuan dari simulasi ini untuk mengetahui besarnya tegangan yang terjadi pada dasar tiang dengan simulasi numeris yang berdasarkan pada metode elemen hingga. Hal ini dilakukan untuk mengontrol input parameter yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini. Dari hasil simulasi ditemukan besarnya tegangan efektif yang terjadi pada pemodelan tanpa tiebeam dengan parameter input minimum sebesar 1280 kN/m2 dan pada pemodelan dengan tiebeam didapatkan tegangan sebesar 1190 kN/m2, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.19 (a) dan (b).
(a)
(c) Gambar 4.19 Tegangan efektif dengan input parameter minimum (a) dasar pondasi berdasarkan pemodelan tanpa tiebeam, (b) dasar pondasi berdasarkan pemodelan dengan tiebeam
121
Sedangkan untuk simulasi dengan input parameter maximum besarnya tegangan efektif yang dihasilkan yakni 1750 kN/m2 pada pemodelan tanpa tiebeam sedangkan untuk simulasi dengan pemodelan tiebeam besarnya tegangan efektif adalah 1730 kN/m2, sebagaimana yang terlihat pada gambar 4.20 , adapun nilai-nilai input parameter maximum dan juga minimum tanah diperlihatkan pada lampiran 3.
(a)
(c) Gambar 4.20 Tegangan efektif dengan input parameter maximum (a) dasar pondasi berdasarkan pemodelan tanpa tiebeam, (b) dasar pondasi berdasarkan pemodelan dengan tiebeam
Analisa daya dukung dengan metode pendekatan terdiri atas beberapa metode yang akan disajikan dalam grafik hubungan antara kedalaman dan angka keamanan tiang berikut:
122
Hubungan Angka Aman (SF) dan Kedalaman Mayerhoff
12
U.S Army Corps Thomlinson
ANGKA AMAN (SF)
10
Briaud
8
Reese O Neil
6 4 2 0 0
5
10
15 20 KEDALAMAN (m)
25
30
35
Gambar 4.21 Grafik hubungan antara kedalaman dan angka aman (SF).
Dari grafik dapat dilihat dengan menggunakan angka keamanan 4, dimana hasil perhitungan dengan menggunakan metode Mayerhof tidak memenuhi angka aman. Dari empat metode lain didapatkan pada kedalaman 24 m tiang sudah memenuhi angka aman . dari grafik juga terlihat metode dengan persamaan yang diusulkan oleh Reese O Neill menghasilkan daya dukung terbesar dibanding dengan metode lain dengan angka aman yang diperoleh sebesar 6,48 pada kedalaman 24 m. Adapun daya dukung grup untuk semua metode tertera pada tabel
4.9 dimana nilai daya dukung grup untuk masing-masing
metode pendekatan disajikan dalam nilai tegangan yang terjadi didasar grup tiang dengan luas blok grup tiang sebesar 4,785 m2.
123
Tabel 4.9 Rekapitulasi daya dukung kelompok tiang berbagai metode
Kedalaman 24 m
Qg (kN/m²)
n Qg
Qg Plaxis
mayerhof
Mayerhoff 1118.162 Us Army 2298.088 thomlinson 2487.111
Briaud reese o neill Terzhagi dan Peck Tanpa tiebeam Dengan tiebeam Tanpa tiebeam
Plaxis parameter Dengan tiebeam minimum Tanpa tiebeam Plaxis parameter Dengan tiebeam maximum
2169.136 3485.569 2638.405 1370.00 1290.00 1280.00 1190.00 1750.00 1730.00
Dari Tabel 4.9 di atas terdapat tiga metode perhitungan kapasitas daya dukung kelompok tiang yakni; metode dengan perhitungan efesiensi grup tiang di kalikan jumlah tiang dan nilai daya dukung tiang tunggal (nQg), metode perhitungan dengan menggunakan persamaan yang diusulkan oleh Terzhagi dan Peck (Qg), dan metode elemen hingga dengan menggunakan program plaxis. Dari tabel terlihat metode pendekatan dengan berdasarkan nilai daya dukung tiang tunggal yang dikalikan dengan jumlah tiang terdiri atasa lima metode yakni; dari metode Mayerhof memberikan nilai tegangan efektif sebesar 1118,162 kN/m2, dimana perhitungan tahanan gesek tiang menggunakan metode Mayerhof telah banyak
124
ditinggalkan karena dinilai bersifat terlalu hati-hati, oleh karena itu pada penelitian ini perhitungan tahanan gesek tiang menggunakan metode
U.S
Army
dan
Thomlinson
yang
masing-masing
2298.09 kN/m2 dan
memberikan nilai tegangan efektif sebesar
2487,11 kN/m2. Kedua nilai tegangan diatas masih lebih besar dibandingkan
dengan
sebesar
kN/m2 .
nilai
tegangan
izin
yakni
Nilai tegangan yang lebih besar diberikan oleh metode Rees O Neill yakni sebesar 3485,57 kN/m2 , sedangkan nilai tegangan efektif berdasarkan metode yang dikeluarkan oleh Briaud adalah sebesar 2169,14 kN/m2. Kemudian nilai tegangan efektif berdasarkan perhitungan daya dukung grup tiang dengan menggunakan metode Terzhagi dan Peck adalah sebesar 2638,41 kN/m2. Sedangkan
untuk
perhitungan
nilai
tegangan
efektif
berdasarkan metode elemen hingga dilakukan dengan program PLAXIS dengan dua pemodelan yakni, pemodelan tanpa tiebeam dan pemodelan dengan tiebeam, dimana nilai tegangan efektif dengan berdasarkan pemodelan tanpa tiebam sebesar 1370 kN/m2 dan nilai tegangan efektif berdasarkan pemodelan dengan tiebeam adalah sebesar 1290 kN/m2, dimana nilai tegangan ini adalah masih lebih besar jika dibandingkan dengan nilai tegangan izin sebesar
yakni
kN/m2.
125
Dalam metode elemen hingga atau simulasi numeris juga dilakukan perhitungan dengan menggunakan input parameter maximum dan minimum dimana hal ini dilakukan untuk mengontrol input parameter yang digunakan oleh penulis. Berdasarkan input parameter maximum dari kedua pemodelan yakni pemodelan tanpa tiebeam dan pemodelan dengan tiebeam, besarnya nilai tegangan efektif yang terjadi masing-masing adalah sebesar 1750 kN/m2 dan 1730 kN/m2. Sedangkan berdasarkan input parameter minimum dari pemodelan tanpa tiebeam, nilai tegangan efektif adalah sebesar 1280 kN/m2, dan besarnya nilai tegangan efektif berdasarkan pemodelan dengan tiebeam ialah 1190 kN/m2. Hubungan nilai tegangan dari semua metode dapat dilihat pada grafik pada Gambar berikut;
Tegangan Efektif (kN/m²)
Nilai Tegangan Efektif untuk Semua Metode 4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
Metode Pendekatan
Plaxis Plaxis Plaxis Parameter min Parameter max
Gambar 4.22 Grafik hubungan nilai tegangan efektif berdasarkan berbagai metode
126
Dari gambar di atas diketahui diantara semua metode perhitungan kapasitas dukung grup,
terlihat nilai tegangan
berdasarkan metode elemen hingga dengan menggunkan PLAXIS memberikan nilai yang relatif lebih kecil dibandingkan metode perhitungan dengan menggunakan metode pendekatan. Berdasarkan simulasi numeris dengan menggunakan input parameter minimum, didapatkan nilai tegangan efektif sebesar 1280 kN/m2 dan 1190 kN/m2, dibandingkan input parameter yang digunakan penulis didapatkan nilai tegangan efektif sebesar 1370 kN/m2 dan 1290 kN/m2 dimana selisi yang terjadi antara 90 hingga 100 kN/m2. Sedangkan berdasarkan input parameter maximum didapatkan nilai tegangan efektif yang jauh lebih besar yakni 1750 kN/m2 dan 1730 kN/m2. Perhitungan berdasarkan metode elemen hingga menggunakan parameter-parameter yang lebih banyak jika dibandingkan dengan metode pendekatan, hanya saja kekurangan dari metode elemen hingga dengan menggunakan program PLAXIS 2D adanya keterbatasan pemodelan dimana pada PLAXIS 2D dibutuhkan banyak idealisasi pemodelan berdasarkan model Plane Strain. Sehingga untuk menghasilkan nilai yang lebih akurat pada perhitungan elemen hingga dapat menggunakan program PLAXIS 3D, pada program PLAXIS 3D dapat dilakukan pemodelan yang mendekati kondisi existing pada lokasi penelitian.
127
4.5.2 Angular distortion dan konsolidasi Berdasarkan hasil simulasi numeris tanpa pemodelan tiebeam besarnya nilai displacement vertikal (Uy) pondasi A adalah sebesar -0,253 m. Nilai uy ini lebih kecil dibandingkan dengan displacement vertikal yang terjadi pada pondasi B yakni sebesar 0,265 m. Adapun selisi displacement (Δuy) yang terjadi antara pondasi A dan pondasi B, sebesar -0.0115 m atau 11,5 mm dengan jarak (L) antara kedua titik yakni sebesar 8 m atau 8000 mm, dengan demikian angular distortion (δ/L) yang terjadi adalah 1/694, menurut batasan penyimpangan sudut pada tabel 2.9 yang dikeluarkan Skempton dan Mcdonald (1956), 1/600 adalah masuk dalam kategori aman sehingga kemiringan pada kondisi ini dapat diabaikan. Nilai displacement vertikal (uy) yang terjadi pada pondasi C yakni sebesar -0,253 m. sehinga selisi yang terjadi antara pondasi C dan pondasi B, sebesar -0,0116 m atau 11,6 mm, dimana jarak (L) antara titik B dan C sebesar 7 m atau 7000 mm sehingga nilai angular distortion (δ/L) yang terjadi antara pondasi B dan pondasi C yakni 1/601, berdasarkan tabel 2.9 nilai angular distortion (δ/L) sebesar 1/600 masuk dalam kategori aman. Adapun hasil simulasi numeris menunjukan lama waktu konsolidasi adalah 2252 hari atau kurang lebih 6 tahun,
128
Sedangkan dari hasil simulasi dengan pemodelan balok pengikat (sloff) besarnya nilai displacement arah vertikal Uy pada pondasi A menjadi -0,244 m dan pada pondasi B menjadi -0,251 m. Maka nilai ΔUy atau δ yang terjadi antara pondasi A dan pondasi B pada kondisi ini adalah sebesar 0.0075 m atau7,5 mm, sehingga nilai Angular distortion δ/L yakni adalah 1/1068 . Adapun selisih antara pondasi B dan pondasi C dimana pada simulasi ini nilai displacement vertikal Uy pada pondasi C menjadi 0,243 m, Maka nilai ΔUy atau δ yang terjadi antara pondasi B dan pondasi C pada kondisi ini adalah sebesar 0.0085 m atau 8,5 mm, sehingga nilai Angular distortion δ/L yakni adalah 1/822. Hal ini disebabkan pengaruh balok pengikat yang mempengaruhi penurunan tiang pada masing-masing pondasi sehingga mengakibatkan penurunan pondasi yang lebih kompak. Perbedaan peningkatan displacement antara pondasi A dan pondasi C dikarenakan jarak antara pondasi C dan pondasi B yang lebih kecil dibandingkan jarak antara pondasi A dan Pondasi B. Kemudian perbedaan luasan dan beban pada masing-masing pondasi juga mempengaruhi penurunan. Meskipun begitu nilai penyimpangan sudut atau angular distorstion antara pondasi A dan B maupun B dan C tergolong dalam kategori aman berdasarkan tabel 2.9. Lama waktu konsolidasi berdasarkan hasil
129
simulasi numeris pada kondisi ini adalah 2020 hari atau kurang lebih 5 tahun. Dari hasil nilai angular distortion di atas berdasarkan kedua jenis pemodelan, pemodelan dengan Tiebeam memiliki pengaruh yang besar terhadap selisi penurunan atau angular distortion. Sehingga pemodelan stuktur atas dalam hal ini pemodelan tiebeam pada program PLAXIS dapat memberikan nilai yang lebih akurat dalam analisa angular distortion.
130
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan yang terkandung dalam hasil penelitian ini adalah: 1. Berdasarkan Metode Pendekatan, Analisa kapasitas daya dukung tiang tunggal dengan menggunakan metode Briaud didapatkan daya dukung tiang sebesar 2318,5 kN, dengan angka aman 4,06. Nilai keamanan 4,06 memenuhi nilai angka keamanan pada tiang menurut Reese O’neil 1989. Hasil yang lebih besar diperoleh dari metode perhitungan tahanan kulit U.S Army dan Thomlinson yakni masing-masing sebesar 2848 kN dengan angka aman 4,99 dan 2632 kN dengan angka aman sebesar 4,6. 2. Berdasarkan metode pendekatan besarnya nilai tegangan efektif yang terjadi pada dasar pondasi dengan metode U.S Army dan Thomlinson masing-masing adalah sebesar 2298,09 kN/m2, dan 2487,1 kN/m2. Metode lainnya yakni briaud dan Reese O’neil memberikan nilai tegangan efektif masing-masing sebesar 2169,14 kN/m2, dan 3485,57 kN/m2. Sedangkan metode perhitungan daya dukung grup dengan metode Terzhagi dan Peck adalah sebesar 2638.4 kN/m2. 3. Besarnya tegangan efektif tanah pada dasar tiang dengan simulasi numeris menggunakan program PLAXIS sebesar 1290 kN/m2, nilai ini lebih besar dibandingkan nilai tegangan izin
yakni sebesar
kN/m2.
4. Dari simulasi numeris dengan pemodelan tanpa tiebeam Selisih displacement vertikal pondasi A dan B mengakibatkan penyimpangan
131
sudut atau angular distortion (δ/L) yakni 1/694, dimana nilai ini masuk dalam kategori aman berdasarkan tabel penyimpangan sudut yang dikeluarkan
Skempton
dan
Mcdonald
(1956).
Sedangkan
selisi
displacement vertikal pondasi B dan C menghasilkan penyimpangan sudut dengan nilai angular distortion sebesar (δ/L) 1/601, dimana nilai ini termasuk dalam kategori Aman. 5. Hasil simulasi numeris dengan pemodelan tiebeam menunjukkan selisi displacement vertikal pondasi A dan B menghasilkan penyimpangan sudut atau angular distortion (δ/L) yakni 1/1068, dan selisi displacement vertikal antara pondasi B dan C menghasilkan angular distortion sebesar 1/822, dimana kedua nilai angular distortion di atas masuk dalam kategori aman berdasarkan tabel 2.8 batasan penyimpangan sudut yang dikeluarkan oleh Skempton dan Mcdonald (1956). 6. Lama waktu konsolidasi pada hasil simulasi numeris tanpa pemodelan tiebeam adalah 2252 hari atau kurang lebih 6 tahun, sedangkan lama waktu konsolidasi pada hasil simulasi numeris dengan pemodelan tiebeam adalah 2020 hari atau kurang lebih 5 tahun. 7. Dari hasil simulasi numeris menunjukan pemodelan tiebeam mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap hasil penelitian dengan menggunakan program PLAXIS. Melihat keterbatasan yang ada pada PLAXIS 2D maka untuk menghasilkan nilai yang lebih akurat, perhitungan elemen hingga dapat menggunakan program PLAXIS 3D, dimana pada program tersebut dapat dilakukan pemodelan yang mendekati kondisi existing di lapangan.
132
5.2. Saran 1.
Bagi peneliti selanjutnya yang akan menganalisa daya dukung pondasi maupun angular distortion dengan menggunakan metode Numeris yakni PLAXIS sebaiknya menggunakan data-data tanah yang lengkap
agar
didapatkan hasil yang lebih akurat. 2.
Bagi
peneliti
selanjutnya
untuk
menganalisa
angular
distortion
menggunakan metode numeris dengan bantuan program PLAXIS sebaiknya selain memodelkan struktur bawah juga memodelkan struktur atas, hal ini berdasarkan hasil dari penelitian ini dimana pemodelan struktur atas memiliki pengaruh yang besar. 3.
Bagi peneliti selanjutnya yang akan menganalisis daya dukung pondasi maupun angular distortion sebaiknya menggunakan program plaxis 3D untuk menghasilkan hasil yang lebih akurat dengan kemudahan melakukan pemodelan yang lebih mendekati kondisi asli di lapangan.
133
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Jasim M. 2008. Single Pile Simulation and Analysis Subjected to Lateral Load. Journal of Ejdge, Vol. 13,Bund.E. Brinkgreve, R.J.B., 2002, Reference_Manual_V.8, Manual Plaxis, A. A Balkema Publisher. Bowles, J.E. 1977. Foundation Analysis and Design, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd, Tokyo, Japan. Day, R.W. 2010. Foundation Engineering Handbook., McGraw-Hill, New York, USA Departemen Pekerjaan Umum, 1983, Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung, PPI-1983, Jakarta. Ellis E.A. and Springman S.M., 2000, Modelling of Soil Structure Interaction For a Piled Bridge Abutment in Plane Strain FEM Analysis, Computer and Geotechnics 28 (2001) 79-98 Elsevier. Ekadiningsih, I.N. 2010. Perencanaan Percepatan Konsolidasi dengan Drainase Vertikal. Skripsi. Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Jogjakarta Febriana, Mega. 2007. Perhitungan Daya Dukung Tiang Bor dan Tiang Pancang dengan
Banatuan
Program
Plaxis
V7.2
Sesuai
Tahapan
Pembebanan Pada Uji Beban Statik. Jurnal Teknik Sipil, Vol. 4, No. 2
134
Febrianto, Agung. 2010. Analisis Numeris Stabilitas Lereng Timbunan di Atas Tanah Weathered clayshale STA. 5+950. Skripsi. Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Jogjakarta Hadiyatmo, H.C. 2010. Analisis dan Desain Foundasi Bagian II. Gadjah Mada University press, Yogyakarta Heryono, I.T. 2010. Kajian Stabilitas Lereng Abutment Jembatan Susukan Jalan Tol Semarang-Solo, Ruas Semarang-Bawen, Seksi II GedawangPenggaron Menggunakan Program Plaxis 8.2. Skripsi. Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Jogjakarta Legrans Roski R.I. 2011, Tinjauan Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang pada Tanah Berlapis Berdasarkan Hasil Uji Penetrasi Standar (SPT) Jurnal Tekno Sipil, Vol. 09, No. 56 Look, B.G., 2007. Handbook of Geotechnical Investigation and Design Table, Taylor & Francis Group, London, United Kingdom. Minmahddun, Anafi. 2014. Analisis Daya Dukung Pondasi Tiang Pancang pada Rencana Pmebangunan Dermaga Ereke. Skripsi. Teknik Sipil UHO. Kendar Redana, I.W. 2009. Teknik Pondasi. Udayana University press, Denpasar. Sardjono H.S., 1988. Pondasi Tiang Pancang Jilid I, Sinar Wijaya, Surabaya. Sarita, Umran. 2013. Evaluasi Stabilitas Lereng Situs Ratu Boko Berdasarkan Simlasi Numeris. Tesis. Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Jogjakarta
135
Sulha. 2013. Analisis Stabilitas Sistem Fondasi Hydropower Plant Pada Sungai Bawah Tanah Zona Karst. Tesis. Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Jogjakarta. Surjandari, Niken Silmi. 2008, Studi Perbandingan Perhitungan Daya Dukung Aksial Pondasi Tiang Bor Menggunakan Uji Beban Statik dan Metod Dinamik Jurnal Media teknik Sipil, USU. Sumatera Utara.
136
L A M P I R A N
LAMPIRAN 1
DATA TANAH DAN STRUKTUR
LAMPIRAN 2
REKAPITULASI PERHITUNGAN
Koreksi data N-SPT
Kedalaman (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NSPT 9 17 17 17 17 18 15 12 3 4 4 6 7 8 10 11 33 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50
Unit weight
σvo
u
σvo'
(kg/cm³) (kg/cm²) (kg/cm²) (kg/cm²) 0.0016 0.160 0.000 0.160 0.0016 0.320 0.000 0.320 0.0016 0.480 0.000 0.480 0.0016 0.640 0.100 0.540 0.0016 0.800 0.200 0.600 0.0016 0.960 0.300 0.660 0.0016 1.120 0.400 0.720 0.0016 1.280 0.500 0.780 0.0008 0.720 0.600 0.120 0.0008 0.800 0.700 0.100 0.0008 0.880 0.800 0.080 0.0008 0.960 0.900 0.060 0.0012 1.560 1.000 0.560 0.0012 1.680 1.100 0.580 0.0018 2.700 1.200 1.500 0.0018 2.880 1.300 1.580 0.0018 3.060 1.400 1.660 0.0018 3.240 1.500 1.740 0.0018 3.420 1.600 1.820 0.0018 3.600 1.700 1.900 0.0018 3.780 1.800 1.980 0.0018 3.960 1.900 2.060 0.0018 4.140 2.000 2.140 0.0018 4.320 2.100 2.220 0.0018 4.500 2.200 2.300 0.0018 4.680 2.300 2.380 0.0018 4.860 2.400 2.460 0.0018 5.040 2.500 2.540 0.0018 5.220 2.600 2.620 0.0018 5.400 2.700 2.700
CN
N(60)
2.500 1.768 1.443 1.361 1.291 1.231 1.179 1.132 2.887 3.162 3.536 4.082 1.336 1.313 0.816 0.796 0.776 0.758 0.741 0.725 0.711 0.697 0.684 0.671 0.659 0.648 0.638 0.627 0.618 0.609
14.400 19.233 15.704 14.806 14.046 14.180 11.314 8.696 5.543 8.095 9.051 15.677 5.987 6.723 5.226 5.601 16.392 24.259 23.720 23.215 22.741 22.295 21.875 21.477 21.100 20.743 20.402 20.079 19.770 19.475
Rekap perhitungan daya dukung ultimit metode mayerhof Mayerhof Qb =
keda- 40N.Ab.L/D Qs=2. .As laman (kN) (kN) (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
413.3266 403.0226 393.0211 386.9152 373.9874 329.8483 287.2845 259.1762 238.2529 244.5218 222.2079 213.9434 212.6157 202.1659 232.9172 268.867 343.1482 412.2312 485.6014 555.5321 578.4969 566.8431 555.8693 545.5116 535.7142 526.4282 517.6105 509.2228 505.0063 500.9287
36.1911 84.5297 123.998 161.209 196.511 232.149 260.584 282.439 296.369 316.715 339.462 378.862 393.908 410.805 423.938 438.014 479.213 540.182 599.797 658.144 715.299 771.334 826.311 880.288 933.319 985.45 1036.73 1087.19 1136.88 1185.82
U.S Army
Thomlinson
Qu
Qs=As.fs
Qu
Qs=As.fs
Qu
(kN)
(kN)
(kN)
(kN)
(kN)
446.502 481.52 507.971 536.061 555.418 543.902 526.757 517.487 507.478 531.077 528.495 556.615 567.317 570.748 611.616 658.626 771.09 898.127 1028.1 1153.36 1230.46 1271.83 1312.81 1353.42 1393.63 1433.46 1472.91 1511.97 1554.42 1596.27
108.5734 161.1286 197.3414 248.0736 294.1791 356.3858 398.0823 390.4787 359.3935 678.2012 834.0772 1575.997 651.9975 749.0766 577.8657 653.1335 1167.286 1829.096 1887.802 1944.875 2000.439 2054.602 2107.461 2159.103 2209.605 2259.038 2307.463 2354.94 2401.519 2447.248
518.88 558.12 581.31 622.93 653.09 668.14 664.26 625.53 570.5 892.56 1023.1 1753.7 825.41 909.02 765.54 873.75 1459.2 2187 2316.1 2440.1 2515.6 2555.1 2594 2632.2 2669.9 2707.1 2743.6 2779.7 2819.1 2857.7
102.5416 225.58 315.7462 322.4957 529.5225 641.4944 663.4705 582.804 417.8994 678.2012 834.0772 1575.997 651.9975 788.5016 656.6655 750.7282 1867.658 1755.932 1887.802 1944.875 2000.439 2054.602 2318.207 2375.013 2651.526 2710.845 2999.702 3061.421 3121.974 3181.422
512.852 622.571 699.719 697.347 888.43 953.247 929.644 817.853 629.009 892.564 1023.11 1753.75 825.406 948.445 844.344 971.34 2159.54 2113.88 2316.1 2440.09 2515.6 2555.09 2804.71 2848.14 3111.84 3158.86 3435.88 3486.2 3539.52 3591.87
Rekap perhitungan daya dukung ultimit metode Briaud briaud kedalaman (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Qs=fs.As
Qb=qe'.Ab
Qult
(kN) 59.974397 130.45069 184.50342 241.12568 296.14953 355.69408 388.072 410.39219 419.73568 364.62424 397.02446 482.54904 541.80332 601.44012 664.24275 722.69436 1048.1385 1243.0886 1303.3279 1363.1098 1422.4599 1481.4014 1539.9552 1598.1402 1655.9738 1713.472 1770.6493 1827.5193 1884.0943 1940.3859
(kN) 633.109942 702.63219 653.178101 637.135771 623.368489 624.053688 574.227534 521.486555 463.319046 341.343623 337.057284 385.450517 402.955707 418.409343 434.462033 445.273244 655.209974 754.276556 747.986914 742.025913 736.36317 730.972234 725.829942 720.915901 716.212072 711.70242 707.372638 703.209902 699.202683 695.340576
(kN) 690.068 827.051 828.634 866.198 904.438 961.652 941.188 907.751 855.911 675.809 700.907 831.808 905.552 977.626 1053.47 1119.71 1652.08 1943.08 1994.01 2044.82 2095.49 2146.02 2196.42 2246.67 2296.79 2346.76 2396.59 2446.28 2495.84 2545.25
SF 0.96764 1.15973 1.16195 1.21462 1.26824 1.34847 1.31978 1.27289 1.2002 0.94765 0.98284 1.1664 1.2698 1.37087 1.47722 1.57011 2.31662 2.72467 2.79609 2.86733 2.93839 3.00925 3.07991 3.15038 3.22066 3.29073 3.36061 3.43029 3.49977 3.56906
Rekap perhitungan daya dukung ultimit metode Reese dan Oneil Reese O'neill(1989) kedalaman (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Qs=ƩAskd.tan Qb=qe'.Ab δ.q (kN) 4.97640186 18.7997404 42.2994159 75.1989615 117.498377 169.197663 230.29682 300.795846 380.694743 469.993509 568.692146 676.790654 794.289031 921.187279 1458.41252 1659.34936 1873.24986 2100.11403 2339.94187 2592.73337 2858.48854 3137.20738 3428.88988 3733.53605 4051.14589 4381.71939 4725.25656 5081.7574 5451.22191 5833.65008
(kN) 119.54307 124.17762 107.90775 101.11543 98.19834 88.200004 68.888573 51.3634 30.702587 18.086282 21.781095 27.486703 30.787881 34.181358 37.237792 75.554479 139.54776 164.5811 160.87934 157.41674 154.16859 151.11363 148.23343 145.51193 142.93507 140.49047 138.1672 135.95552 133.84679 132.81714
Qb/3
Qs/1.5
SF
0.16763 0.17413 0.15131 0.14179 0.1377 0.12368 0.0966 0.07202 0.04305 0.02536 0.03054 0.03854 0.04317 0.04793 0.05222 0.10595 0.19568 0.23078 0.22559 0.22074 0.21618 0.2119 0.20786 0.20404 0.20043 0.197 0.19374 0.19064 0.18769 0.18624
0.00698 0.02636 0.05931 0.10545 0.16476 0.23726 0.32293 0.42179 0.53383 0.65905 0.79745 0.94903 1.11379 1.29173 2.04505 2.32681 2.62675 2.94487 3.28117 3.63564 4.0083 4.39913 4.80814 5.23533 5.68069 6.14424 6.62596 7.12586 7.64394 8.1802
0.17461 0.20049 0.21063 0.24724 0.30246 0.36093 0.41953 0.49381 0.57688 0.68441 0.82799 0.98757 1.15696 1.33966 2.09727 2.43276 2.82243 3.17566 3.50676 3.85638 4.22448 4.61103 5.016 5.43937 5.88112 6.34124 6.81971 7.31651 7.83163 8.36644
Rekap perhitungan daya dukung Lateral Kedalaman
Cu=2/3*10*N
(m)
(kN/m2)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
96 128.222 104.6928 98.70536 93.64013 94.53427 75.42472 57.97258 36.95042 53.96954 60.33978 104.5116 39.91101 44.81926 34.83719 37.33816 109.282 161.7276 158.1332 154.7683 151.6094 148.6364 145.8317 143.18 140.6678 138.2835 136.0164 133.8572 131.7978 129.8305
L/D
My/CuD3
Hu/Cud2
Hu
SF
Ket: SF=2
(kN)
Nilai daya dukung Lateral pada kedalaman ini tidak dianalisa karena daya dukung vertikalnya tidak memenuhi angka aman
42.5 45 47.5 50 52.5 55 57.5 60 62.5 65 67.5 70 72.5 75
34.81343 32.70079 31.08675 29.82192 28.81097 27.99024 27.31559 26.75546 26.2867 25.89195 25.55791 25.27427 25.03287 24.82721
23.9 22.6 22.2 21.8 21.3 20.9 20.4 20 19.9 19.5 19.1 18.8 18.5 18.3
285.9342 287.8494 297.4354 304.464 307.9192 310.9959 311.0531 311.3383 315.3058 313.6786 311.2598 309.8092 307.8053 306.9999
1.907818 1.920596 1.984557 2.031453 2.054507 2.075035 2.075417 2.07732 2.103792 2.092935 2.076796 2.067117 2.053747 2.048373
-_- tidak aman -_- tidak aman -_- tidak aman :) aman :) aman :) aman :) aman :) aman :) aman :) aman :) aman :) aman :) aman :) aman
LAMPIRAN 3
INPUT PARAMETER MAXIMUM DAN MINIMUM
Input Parameter Tanah dengan Nilai Maximum No.
Parameter
simbol
Lapisan Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
satuan
1
Konsistensi
-
Stiff
Soft Organik
Soft Nonorganik
Hard
-
2
Model material
-
Mohr Coulomn
Mohr Coulomn
Mohr Coulomn
Mohr Coulomn
-
3
-
Tak terdrainase
Tak terdrainase
Tak terdrainase
Tak terdrainase
-
γunsat
16
8
12
18
kN/m³
γsat
18
14
16
20
kN/m³
Kx
0,0002
0,0002
0,0002
0,0002
m/hari
Kx
0,0002
0,0002
0,0002
0,0002
m/hari
8
Jenis perilaku Berat isi tanah di atas garis freatik Berat isi tanah di bawah garis freatik Permeabilitas arah horizontal Permeabilitas arah vertical Modulus Young
E
20000
2000
5000
60000
kN/m²
9
Angka Poisson
υ
0,35
0,35
0,35
0,31
-
10
Kohesi
c
45
10
20
100
kN/m²
11
sudut geser dalam
φ
22
20
25
30
°
12
sudut dilatansi faktor reduksi kuat geser antarmuka
ψ
0
0
0
0
°
Rinter
0.5
0.5
0.5
0.5
-
4 5 6 7
13
Input Parameter Tanah dengan Nilai Minimum No.
Parameter
simbol
Lapisan Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
satuan
1
Konsistensi
-
Stiff
Soft Organik
Soft Nonorganik
Hard
-
2
Model material
-
Mohr Coulomn
Mohr Coulomn
Mohr Coulomn
Mohr Coulomn
-
3
-
Tak terdrainase
Tak terdrainase
Tak terdrainase
Tak terdrainase
-
γunsat
16
8
12
18
kN/m³
γsat
18
14
16
20
kN/m³
Kx
0,0002
0,0002
0,0002
0,0002
m/hari
Kx
0,0002
0,0002
0,0002
0,0002
m/hari
8
Jenis perilaku Berat isi tanah di atas garis freatik Berat isi tanah di bawah garis freatik Permeabilitas arah horizontal Permeabilitas arah vertical Modulus Young
E
7000
1000
2000
30000
kN/m²
9
Angka Poisson
υ
0,35
0,35
0,35
0,35
-
10
Kohesi
c
20
5
10
50
kN/m²
11
sudut geser dalam
φ
20
10
15
25
°
12
sudut dilatansi faktor reduksi kuat geser antarmuka
ψ
0
0
0
0
°
Rinter
0.5
0.5
0.5
0.5
-
4 5 6 7
13