SISTIM RESAPAN AIR DANGKAL KOTA JAKARTA : SUATU KAJIAN GEOTEKNIK Chaidir Anwar Makarim Universitas Tarumanagara
DAFTAR ISI
I. LATAR BELAKANG MASALAH II. KEDALAMAN MUKA AIR TANAH (MAT) III. JENIS LAPISAN TANAH KOTA DKI JAKARTA • III.1. Dikedalaman 0.00 – 10.00 m. • III.2. Dikedalaman 10.00 – 20.00 m.
IV. DISTRIBUSI TANAH LUNAK DI DKI JAKARTA • IV.1. Peta Distibusi Dan Kedalaman Tanah Lunak Jakarta-Utara. • IV.2. Peta Distibusi Dan Kedalaman Tanah Lunak Jakarta-Barat. • IV.3. Peta Distibusi Dan Kedalaman Tanah Lunak Jakarta-Pusat. • IV.4. Peta Distibusi Dan Kedalaman Tanah Lunak Jakarta-Timur. • IV.5. Peta Distibusi Dan Kedalaman Tanah Lunak Jakarta-Selatan.
V. KESIMPULAN
I. LATAR BELAKANG MASALAH
II. KEDALAMAN MUKA AIR TANAH (MAT)
Suatu hal yang perlu dicatat disini adalah didapatnya dibeberapa kawasan pemukiman di Jakarta Selatan / Cipete utara, dimana MAT musim kemarau ditahun 1997 turun jauh dari -8.00 s/d – 10.00 m menjadi -16.00 m dibawah permukaan tanah atau kenaikan ± 100 % dalam kurun waktu ± 10 tahunan. Signal ini sesungguhnya telah ditunjukan dengan kecenderungan progresif penurunan MAT dimusim kemarau di DKI Jakarta selama 25 tahun (1970-1996) seperti rekaman data berikut ini.
Grafik berikut ini memuat konversi data spatial ke kecenderungan perubahan tipikal MAT musiman :
Gambar Kedalaman MAT dari muka tanah di kecamatan Tanjung Priok (Jakarta Utara).
Gambar Kedalaman MAT dari muka tanah di kecamatan Gambir (Jakarta Pusat).
Gambar Kedalaman MAT dari muka tanah di kecamatan Cakung (Jakarta Timur).
Dari ilustrasi diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: •
Tinggi MAT dikawasan Jakarta Utara (Jakut), dan Jakarta Barat (Jakbar) cukup dangkal atau dekat dengan permukaan tanah, sehingga sistim Resapan Dangkal di Kawasan ini kurang bisa diandalkan.
•
Tinggi MAT dikawasan Jakarta Pusat (Jakpus/sebagian), Jakarta Selatan (Jaksel) dan Jakarta Timur (Jaktim) cukup dalam sehingga sistim resapan Dangkal di Kawasan ini dapat dipertimbangkan – tentunya dengan catatan bahwa lapisan tanah yang dilalui receptive terhadap resapan atau coefficient of Permeability, k, tanah cukup besar. Seperti diketahui, sistem resapan yang baik adalah yang menghantarkan air tidak langsung menuju permukaan air tanah, tapi melalui penyaringan dilapisan tanah yang berada diatas MAT.
•
Masalah kritis yang sebenarnya mendesak adalah indikasi perubahan penurunan atau kenaikan MAT yang progresif yang memberi petunjuk bahwa masalah besar disektor air di DKI Jakarta akan dominan dimasa depan : Banjir dan Kelangkaan Air.
III. JENIS LAPISAN TANAH KOTA DKI JAKARTA
Gambar Peta lapisan tanah DKI Jakarta pada kedalaman 0.00 m – 10.00 m
Tabel Zona peta klasifikasi tanah di DKI Jakarta pada kedalaman 0.00 – 10.00 m.
Gambar Peta lapisan tanah DKI Jakarta pada kedalaman 10.00 m – 20.00 m
Tabel Zona peta klasifikasi tanah di DKI Jakarta pada kedalaman 10.00 – 20.00 m.
Kesimpulan lapisan tanah di DKI Jakarta :
Lapisan tanah Kota Jakarta di kedalaman 0.00 – 10.00 m dari permukaan tanah, lapisan tanah Lempung berplastisitas tinggi (CH) dan lapisan tanah Lanau berplastisitas tinggi (MH) menduduki angka total 83 % (Jaktim / Jakut) hingga 91 % (Jakpus). Sedangkan dikedalaman 10.00 – 20.00 m volume tanah Lanau atau Lempung berplastistas tinggi berkurang menjadi 57 % (Jaktim) hingga 80 % (Jaksel). Tanah jenis ini biasanya memiliki nilai Coefficient of Permeability lapangan, k, yang amat kecil atau k < 0.00001 cm/s. Ini berarti air akan mengalir amat lambat bila tanah dialiri, berbeda dengan kecepatan datangnya hujan atau siraman/curahan waktu tunggu disini menjadi penting.
Kesimpulan lapisan tanah di DKI Jakarta :
Mungkin karena pengaruh struktur sekunder (retak atau tidak homogen) dari tanah dan juga efek skala lingkungan, seringkali laporan hasil Pumping Test Dewatering proyek-proyek yang menggunakan basement di Kota Jakarta melaporkan kisaran nilai k = 0.001 - 0.00001 cm/s. Ini juga bisa dijadikan bahan pertimbangan, karena besarnya nilai k langsung dilapangan biasanya lebih bisa dipercaya. Hasil diatas menunjukkan sekali lagi bahwa Coefficent of Permeability atau Hydraulic Coefficient, k, tanah di Kota DKI Jakarta memang kecil, artinya lambat dalam meresapkan air dibandingkan dengan kecepatan dan durasi pendek datangnya air hujan. Fenomena “Banjir” di Kota DKI Jakarta memang tidak selalu berhubungan dengan telah amat dangkalnya MAT yang ada, namun juga karena “time lag” antara lambatnya perjalanan air masuk ke tanah dibandingkan dengan cepatnya air hujan tiba.
IV. DISTIBUSI TANAH LUNAK DI DKI JAKARTA
Peta tanah lunak Di DKI Jakarta penting untuk di ketahui karena tanah ini merupakan resiko dan bermasalah bagi konstruksi hendaknya sistem resapan yang dibuat tidak menambah besarnya sebaran Tanah Lunak di DKI Jakarta. Memasukan sampah organik kedalam tanah adalah awal dari pembentukan tanah lunak. Gejala “Dishing effect” atau efek piring di kanal di DKI Jakarta yaitu kawasan yang mengalami penurunan jangka panjang (Secondary Consolidation) dengan atau tanpa konstruksi menekan diatasnya. Hasil penelitian yang dilakukan di pusat Kajian Geoteknik dan Lingkungan Universitas Tarumanagara berhasil memetakan map dan distribusi lapisan tanah lunak di DKI Jakarta seperti yang terlihat pada gambar berikut ini. Patut dicatat, data yang ada belum bisa menggambarkan secara keseluruhan distribusi tanah lunak di DKI Jakarta dimana peta ini amat bergantung pada laporan penyelidikan tanah yang didapat saat peta dibuat (1998).
10-20 >20 5-10 10-20
5-10
>20
10-20
5-10
10-20
10-20
10-20 10-20
5-10
10-20
10-20
5-10 5-10
5-10
10-20
5-10 5-10
10-20 5-10
5-10
5-10 5-10
5-10
Gambar Peta ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Utara
Diagram Perbandingan Ketebalan Tanah Lunak Di Jakarta Utara
2%
4%
(0 ~ 5) m (5 ~10)m
44% 50%
(10 ~ 20) m >20
Gambar Diagram perbandingan ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Utara
<5
5-10
>20
<5 5-10
10-20
10-20 <5
5-10
5-10 5-10
5-10
<5 <5
5-10
<5
>20 10-20
5-10
10-20
>20 5-10 <5
5-10 <5
<5 <5
<5
Gambar Peta ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Barat
5-10
Diagram Perbandingan Ketebalan Tanah Lunak Di Jakarta Barat
9%
21%
18%
(0 ~ 5) m (5 ~10)m (10 ~ 20) m >20 52%
Gambar Perbandingan ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Barat.
5-10
5-10
5-10
5-10
<5
5-10
5-10
5-10 5-10 <5 <5
<5
<5 5-10
10-20 <5
<5 5-10
5-10 <5
>20 <5
<5
5-10
<5 <5 <5
Gambar Peta Ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Pusat
Diagram Perbandingan Ketebalan Tanah Lunak Di Jakarta Pusat
12%
4%
39%
(0 ~ 5) m (5 ~10)m (10 ~ 20) m >20
45%
Gambar Diagram perbandingan ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Pusat
<5 <5 5-10 <5
<5
<5 <5
<5
<5
<5 <5
<5 <5
<5
<5 <5
Gambar Peta ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Timur
Diagram Perbandingan Ketebalan Tanah Lunak Di Jakarta Timur
3%
0%
22% (0 ~ 5) m (5 ~10)m (10 ~ 20) m >20 75%
Gambar Diagram perbandingan ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Timur.
< 5 5-10 < 5 < 5
< 5
< 5
< 5
5-10
< 5
< 5
< 5
< 5
< 5
< 5
< 5
< 5
< 5 < 5
< 5 5-10 < 5
< 5 5-10
Gambar Peta ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Selatan
Diagram Perbandingan Ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Selatan
3%
0%
26%
( 0 ~ 5 ) m ( 5 ~ 10) m (10 ~ 20 ) m > 20 m 71%
Gambar Diagram perbandingan ketebalan Tanah Lunak di Jakarta Selatan.
Pesan yang diambil dari sajian sebaran distribusi dan kedalaman Tanah Lunak tadi adalah : c)
e)
MAT yang umumnya tinggi dikawasan Tanah Lunak tadi mengharuskan kita untuk meniadakan resapan ditempat tersebut. Sistem Resapan apapun, bila ia memberi dampak melunakkan tanah, kurang cocok untuk DKI Jakarta yang sudah memiliki resiko konstruksi akibat Tanah Lunak yang cukup tinggi.
V. KESIMPULAN •
Pendekatan terhadap masalah resapan maupun masalah air lainnya (banjir) hendaknya melibatkan masyarakat sebagai stake-holder utama. Hal ini disebabkan karena kompleksitas masalah termasuk penyebab dan akibat dimana mereka kelak langsung akan merasakannya.
•
Sistem resapan dangkal untuk kota DKI Jakarta hendaknya mempertimbangkan kecilnya kecepatan resap air ditanah lanau atau lempung berplastisitas tinggi yang dominan baik di kedalaman 0.00 – 10.00 m maupun di kedalaman 10.00 – 20.00 m dari permukaan tanah. Untuk itu sistem harus memasukkan waktu tunggu akibat “time lag” antara kecepatan dan volume turunnya hujan dengan lambatnya resapan. Tanpa ini, curah hujan akan meluap menjadi air buangan.
1.
3.
Konsep sumur resapan yang berfungsi hanya untuk meresapkan air hujan perlu diganti dengan konsep sistem resapan untuk air buangan (air kamar mandi, dapur, cuci, perabotan, kendaraan, dan lain-lain) yang tiap hari terjadi dan diduga memiliki volume pertahunnya lebih besar dari 90 % dari seluruh air buangan. Hindari pilihan sistem resapan yang merubah tanah menjadi lunak. DKI Jakarta telah memiliki kawasan-kawasan yang mengalami penurunan konsolidasi skunder akibat tanah yang belum terkonsolidasi (under-consolidated) yang diduga setiap tahun turun 4.00 – 14.00 cm/tahun. Ini mengakibatkan risiko kerusakan konstruksi yang besar.
1.
Perlu dipertimbangkan sistem resapan bukan air dangkal lainnya yang aman terhadap lingkungan dan tidak terlampau mahal biayanya.
SEKIAN & TERIMA KASIH.