Sistem Upah Menurut Ulama Fiqih ( Syafi’iyah) dalam Kitab Al-Umm (Teori dan Praktek Sistem Upah) Oleh: IFDLOLUL MAGHFUR Abstrak: Berdasarkan atas pandangan Imam Asy-Syafi’I bahwa pengupahan yang berlaku saat ini belum sesuai dengan prinsip keadilan, seperti karena kurang puas dengan upah yang diberikan. Dengan latar belakang tersebut permasalahan utama yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini yaitu bagaimana system upah secara teori dan prakteknya dalam fiqih Mu’amalah. Metode yang digunakan dalam Karya Ilmiah ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis dengan desain library (studi kepustakaan). Sedangkan teknik dan metode pengumpulan data adalah mereduksi berbagai ide, teori dan konsep dari berbagai literature yang relevan serta menitik beratkan pada pencarian kata kunci yang diambil dari berbagai kitab Fiqih, al-Qur’an, as-Sunnah dan pendapat para ulama. Mekanisme penentuan sistem upah karyawan atau buruh secara umum dipengaruhi tingkat upah Misli (umum), Musamma (kesepakatan) dan faktor Itqan (profesionalisme). Sistem yang sesuai dengan ketentuan Syari’at Islam menurut berbagai pandangan para Ulama Fiqih. Para Ulama’ memprediksikan dua hal yaitu kebutuhan hidup para pekerja. Karena dalam al-Qur’an dan Hadis mengecam adanya eksploitasi baik yang dilakukan kedua belah pihak ( Ajir dan Musta’jir). A. Konsep Upah Dalam Qur’an Dan Hadist
Al-
Konsep upah dalam kitab Fiqih penulis mendeskripsikan apa yang ada di dalamnya, yang dinyatakan oleh Ulama’ Syafi’iyah, ketika membahas dan memberi fatwa dalam perumusan tentang upah. 1. Konsep Dalam al-Qur’an dan alHadis Di dalam Islam diajarkan bahwasannya Allah SWT telah mewahyukan kepada Nabi Muhammad SAW supaya bekerja dengan cara yang sudah diatur di dalam al-Qur’an dan Hadis Nabi. Adapun konsep-konsep dalam alQur’an dan al-Hadis sebagai berikut : ان اﻟﺬﯾﻦ اﻣﻨﻮا وﻋﻤﻠﻮا اﻟﺼﺎﻟﺤﺎت اﻧﺎ اوﻟﺌﻚ ﻟﮭﻢ. ﻻﻧﻀﯿﻊ اﺟﺮ ﻣﻦ اﺣﺴﻦ ﻋﻤﻼ ﺟﻨﺎت ﻋﺪن ﺗﺠﺮي ﻣﻦ ﺗﺤﺘﮭﻢ اﻵﻧﮭﺎر ﯾﺤﻠﻮن ﻓﯿﮭﺎ ﻣﻦ اﺳﺎور ﻣﻦ ذھﺐ وﯾﻠﺒﺴﻮن
ﺛﯿﺎﺑﺎ ﺧﻀﺮا ﻣﻦ ﺳﻨﺪس واﺳﺘﺒﺮق ﻣﺘﻜﺌﯿﻦ وﺣﺴﻨﺖ, ﻧﻌﻢ اﻟﺜﻮاب,ﻓﯿﮭﺎ ﻋﻠﻲ اﻻراﺋﻚ (31 -30: )ﺳﻮرة اﻟﻜﮭﻒ.ﻣﺮﺗﻔﻘﺎ Artinya :Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh (bekerja) tentulah kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalannya (pekerjaannya) dengan baik. Mereke itulah (orang-orang) bagi mereka surga ‘and, mengalir sungai-sungai dibawahnya, dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang mas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera yang halus dan sutera yang
68
tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di dipandipan yang indah. Itulah pahala (upah) yang sebaik-baiknya, dan tempat istirahat yang indah. Menurut Tafsir Baidhawi dikatakan bahwasannya orang yang beramal baik akan mendapatkan pahala yang besar, dan sebaliknya apabila orang beramal tidak baik akan mendapatkan siksaan yang sangat besar. Adapun contoh orang yang bekerja, apabila ia giat bekerja akan akan mendapatkan upah. mendapatkan upah yang sangat banyak, begitu juga orang yang tidak mau bekerja, maka tidak Ayat yang sama yang menerangkan laki-laki dan perempuan untuk berkerja yaitu : وﻣﻦ ﻳﻌﻤﻞ ﻣﻦ اﻟﺼﺎﻟﺤﺎت ﻣﻦ ذﻛﺮ او اﻧﺜﻰ وھﻮ ﻣﺆﻣﻦ ﻓﺄوﻟﺌﻚ ﻳﺪﺧﻠﻮن اﻟﺠﻨﺔ وﻻ (124: )ﺳﻮرة اﻟﻨﺴﺎء. ﻳﻈﻠﻤﻮن ﻧﻘﯿﺮا Artinya : Barang siapa beramal (bekerja ) yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia orang yang beriman, maka mareka itu masuk kedalam surga dan mereka tidak dianiaya walaupun sedikitpun. ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﺻﺎﻟﺤﺎ ﻣﻦ ذﻛﺮ او اﻧﺜﻰ وھﻮ وﻟﻨﺠﺰﯾﻨﮭﻢ,ﻣﺆﻣﻦ ﻓﻠﻨﺤﯿﯿﻨﮫ ﺣﯿﻮة طﯿﺒﺔ )ﺳﻮرة. اﺟﺮھﻢ ﺑﺄﺣﺴﻦ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﻮا ﯾﻌﻤﻠﻮن (97: اﻟﻨﺤﻞ Artinya : Barang siapa yang mengerjakan amal (kerja) saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam
keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. ھﻮ اﻟﺬى ﺟﻌﻞ ﻟﻜﻢ اﻵرض ذﻟﻮﻻ ﻓﺎﻣﺸﻮا وإﻟﯿﮫ,ﻓﻲ ﻣﻨﺎﻛﺒﮭﺎ وﻛﻠﻮا ﻣﻦ رزﻗﮫ (15: )ﺳﻮرة اﻟﻤﻠﻚ.اﻟﻨﺸﻮر Artinya : Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-nya. Dan hanya kepadanya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. ﻓﺈذا ﻗﻀﯿﺖ اﻟﺼﻼة ﻓﺎ ﻧﺘﺸﺮوا ﻓﻲ اﻵرض واﺑﺘﻐﻮا ﻣﻦ ﻓﻀﻞ ﷲ واذﻛﺮوا )ﺳﻮرة اﻟﺠﻤﻌﺔ. ﷲ ﻛﺜﯿﺮا ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔﻠﺤﻮن (10: Apabila telah ditunaikan sembayang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyak supaya kamu beruntung. Dalam Fiqih as-Sunnah (1989:3: 198) Artinya
:
69
روي ﻋﻦ إﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ ﻗﺎل اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ " أﻋﻄﻮا اﻵﺟﺮة ﻗﺒﻞ أن ﯾﺠﻒ "ﻋﺮﻗﮫ Artinya : Diriwayatkan dari Ibnu Majah, Nabi saw berkata “ berilah upahnya sebelum kering keringatnya. Hadis Nabi Muhammad kitab at-Tabrani yaitu :
dalam
: وﻗﺎل اﻟﺮﺳﻮل ﺻﻠﻮات ﷲ وﺳﻼﻣﮫ ﻋﻠﯿﮫ ()طﻠﺐ اﻟﺤﻼل ﻓﺮﯾﻀﺔ ﺑﻌﺪ اﻟﻔﺮﯾﻀﺔ . أﺧﺮﺟﮫ اﻟﻄﺒﺮاﻧﻲ : Wajib mencari pekerjaan (upah ) yang halal setelah melakukan kewajiban sebagai seorang muslim (sholat fardhu). Dari Muhammad bin Sama’ah telah mendengar dari Muhammad bin Akhsan berkata: Artinya
ﺳﻤﻌﺖ ﻣﺤﻤﺪ: ﻗﺎل ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻤﺎﻋﺔ طﻠﺐ اﻟﻜﺴﺐ ﻓﺮﻳﻀﺔ: ﺑﻦ اﺧﺴﻦ ﻳﻘﻮل ﻋﻠﻲ ﻛﻞ ﻣﺴﻠﻢ ( وﻗﺎل ﻋﻠﯿﻪ اﻟﺼﻼة ))طﻠﺐ اﻟﻜﺴﺐ ﺑﻌﺪ اﻟﺼﻼة: واﻟﺴﻼم اﻟﻤﻜﺘﻮﺑﺔ(( أى اﻟﻔﺮﻳﻀﺔ ﺑﻌﺪ اﻟﻔﺮﻳﻀﺔ .(378: )اﻟﻨﻮاوي Artinya : Mencari pekerjaan adalah kewajiban setiap seorang muslim, dan Rasulullah berkata : carilah pekerjaan (rizki) setelah melakukan sholat fardhu. Di dalam Hadis yaitu : وﻗﺪ روي اﻟﺒﯿﮫﻘﻰ واﺑﻦ ﻋﺴﺎﻛﺮ اﻟﺤﺪﻳﺚ )إن ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳﺤﺐ إذا: اﻟﻨﺒﻮى اﻟﺸﺮﻳﻒ :ﻋﻤﻞ أﺣﺪ ﻛﻢ ﻋﻤﻼ أن ﻳﺘﻘﻨﻪ( )اﻟﻨﻮاوي (380 Artinya : Diriwayatkan oleh alBaihaqi dan Ibnu
A’sakir dalam hadis Nabawiyah.yaitu sesungguhnya Allah swt mensukai apabila amal (bekerja)kamu semua dengan amal (pekerjaan) yang menyakinkan atau dengan keikhlasan. إن ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﯾﻘﻮل: وﻓﻲ اﻟﺤﺪﯾﺚ اﻟﺸﺮﯾﻒ ﯾﺎ ﻋﺒﺪى ﺣﺮك ﯾﺪك أﻧﺰل ﻋﻠﯿﻚ اﻟﺮزق: .(382 :)اﻟﻨﻮاوي Artinya : “Sesungguhnya Allah berfirman : Hai makhluk-Ku gerakkanlah tanganmu, maka saya akan menurunkan rezkimu”. 2. Perbedaan di Kalangan Ahli Fiqih Sebelum penulis menguraikan perbedaan di kalangan ulama’ ahli fiqih tidak ada jeleknya apabila penulis menyampaikan alasan memilih Ulama’ asy-Syafi’iyah dan kalangan ulama ahli fiqih. Hal ini karena dipengaruhi oleh faktorfaktor yang berbeda pula. Faktor-faktor yang mempengaruhi ulama-ulama Hijaz : a. Mereka (ulama-ulama Hijaz) terpengaruh kepada jalan fikiran guru-guru mereka yang sangat berpegang kepada nash dan kurang menggunakan ijtihad bi ra’yi, seperti : Ibnu Abbas, Zubair, Abdullah bin Umar Ibnu al-Khattab dan Abdullah bin Ammar Ibnu al-Ash. b. Mereka banyak hafal hadishadis Nabi dan fatwa-fatwa sahabat di samping sedikit
70
sekali terjadinya peristiwaperistiwa baru yang tidak terdapat bandingnya di zaman sahabat. c. Mereka hidup di dalam keadaan permulaan perkembangan Islam, apabila mereka diminta berfatwa tentang sesuatu masalah, terlebih dahulu mereka mencari di dalam kitabullah kemudian Sunnah Rasul kemudian fatwafatwa sahabat kemudian secara terpaksa barulah mereka menggunakan ijtihat bi ra’yi atau tawaquf (berhenti). d. Mereka kurang senang kepada masalah-masalah tentang sesuatu yang belum terjadi, karena hal itu akan mendorong mereka untuk menggunakan ijtihad bi ra’yi (Ibrahim : 1971 :37). Faktor-faktor yang mempengaruhi ulama-ulama Iraq (ulama-ulama yang tidak bersepakat dengan Ulama asy-Syafi’iyah) : a. Mereka terpengaruh oleh cara berfikirnya guru-guru mereka seperti: Abdullah bin Mas’ud yang terkenal dari kalangan sahabat yang sangat terpengaruh dengan Umar ra. b. Kufah dan Basrah adalah markas tentara Islam, juga tempat kedudukan Khalifah Ali ra yang banyak dikunjungi oleh golongan ulama-ulama sahabat masyhur seperti: Abdullah bin Mas’ud, Sa’adalah bin Abi Waqash, Ammar bin Yasir, Abu Musa al-Asy’ari dan terutama sahabatsahabat dari golongan Ali, seperti : Ibnu Abbas. Sudah barang tentu mereka semua
ini meriwayatkan hadishadis Nabi. Keadaan ini menyebabkan orang-orang Iraq merasa cukup dengan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat-sahabat yang datang berkunjung itu. Di samping itu Iraq adalah tempat kelahiran Syi’ah, tempat kedudukan Khawarij dan juga tempat sumber fitnah (kekacauan). Di Iraqlah awal mula timbul keberanian sementara kalangan untuk membuat hadis-hadis palsu, sesuatu hal yang menyebabkan ulama-ulama Iraq terpaksa membuat syarat-syarat yang berat dalam menerima sesuatu riwayat hadis. Keadaan inilah yang meminta mereka supaya mengutamakan ra’yi. c. Di Iraq terdapat sungai Tigris dan Efrat yang menghendaki supaya diadakan usaha-usaha pengairan, pajak penghasilan rakyat dan sebagaianya. Di samping harta keduniaan yang berlimpah-limpah yang umumnya disertai oleh hidup mewah dan hal-hal yang menimbulkan kesulitan-kesulitan akibat peninggalan adat-adat campuran antara Persia, Yunani dan Romawi, semua ini merupakan masalah– masalah yang perlu diberikan hukumnya, keadaan-keadaan seperti di Iraq ini belum terjadi di Hijaz. Oleh karena itu jika orang-orang Hijaz merasa cukup dengan hadis-hadis dan fatwa-fatwa sahabat yang banyak mereka miliki,
71
dimana kebutuhan dalam kehidupan mereka masih sangat terbatas, maka sebaliknya orang-orang Iraq, mereka tidak merasa cukup dengan hadis-hadis dan fatwa-fatwa sahabat, disebabkan kebutuhan hidup mereka sangat banyak sedang hadis dan fatwafatwa sahabat yang mereka ketahui tidak banyak sebagaimana diketahui oleh orang-orang Hijaz. Faktor-faktor itulah yang membentuk ulama Iraq manjadi ahl ar-ra’yi, yang berpendirian bahwa hukum Islam itu disyari’atkan untuk kemaslahatan manusia yang oleh karenanya tentulah mengandung pengertian-pengertian tersirat di samping mempunyai hubungan kausalitas yang dapat diketahui dengan perantara illat hukum itu sendiri. Oleh sebab itu mereka melakukan penyelidikan tentang kausal-kausal hukum serta hikmahnya. Mereka berpendapat atau perpendirian bahawa tiap-tiap hukum tetap berkisar beserta illatnya (Ibrahim, 1971 :38 ). Imam asy-Syafi'i berpendapat bahwa upah adalah upah yang diberikan kepada pekerja sebelum kering keringatnya. Hal ini didasarkan pada Hadis : روي ﻋﻦ إﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﻗﺎل اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ " أﻋﻄﻮا اﻷﺟﺮة ﻗﺒﻞ أن ﻳﺠﻒ (199 : 3: ﻋﺮﻗﻪ")ﺳﯿﺪ ﺳﺎﺑﻖ Perintah Nabi untuk memberikan upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya, karena apabila upah tersebut tidak diberikan, maka harus minta kepada si majikan untuk memberikan upahnya, karena harta adalah titipan Tuhan. Untuk itulah
Nabi menyuruh kepada orang-orang yang memperkerjakan buruh harus memberikan upahnya karena upah adalah hak pekerja. ﻋﻦ اﺑﻦ ﻋﺒﺎس رﺿﻰ ﷲ ﻋﻨﮫﻤﺎ ﻗﺎل اﺣﺘﺠﻢ رﺳﻮل ﷲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﻪ وﺳﻠﻢ واﻋﻄﻰ اﻟﺬى اﺣﺘﺠﻤﻪ اﺟﺮه وﻟﻮﻛﺎن ﺣﺮاﻣﺎ ( )رواه اﻟﺒﺨﺎرى. ﻟﻢ ﻳﻌﻄﻪ Artinya : Dari Ibnu Abbas ra beliau berkata : Rasulullah SAW berbekam dan beliau memberikan upah kepada orang yang membekamnya itu. Seandainya pembekam itu haram niscaya beliau tidak memberinya upah. ( diriwayatkan oleh alBukhari). Dalam suatu susunan matan riwayat al-Bukhari itu : “Seandainya beliau mengetahuinya haram niscaya beliau tidak memberinya upah. Ini termasuk perkataan Ibnu Abbas, seakan beliau hendak membantah pendapat orang yang mengira bahwa tidak halal pemberian upah kepada tukang bekam dan membantah orang yang menyangka bahwa pembekaman itu haram.
B. Teori Ulama asy-Syafi’iyah tentang Upah ( Imam AsySyafi’i) Dalam hal ini penulis akan membahas tentang teori dan konsep tentang upah dengan cara menganalisis pemikiran Ulama asySyafi’iyah khususnya dalam kitab Fiqih Muamalah. Adapun pembahasan teori ulama’ asy-Syafi’iyah tentang upah diharapkan akan menjadi lebih jelas permasalahan tentang upah
72
Imam asy-Syafi'i berkata : وھﻰ ﺑﻜﺴﺮ اﻟﮭﻤﺰة ﻓﻰ: )ﻗﺎل اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ( اﻹﺟﺎرة ,اﻟﻤﺸﮭﻮر وﺣﻜﻰ ﺿﻤﮭﺎ وھﻰ ﻟﻐﺔ إﺳﻢ ﻟﻶﺟﺮة وﺷﺮﻋﺎ ﻋﻠﻰ ﻋﻘﺪ ﻣﻨﻔﻌﺔ ﻣﻌﻠﻮﻣﺔ ﻣﻘﺼﻮدة ﻗﺎﺑﻠﺔ وﺷﺮطﮭﺎ ﻛﻞ.ﻟﻠﺒﺪل واﻹﺑﺎﺣﺔ ﺑﻌﻮض ﻣﻌﻠﻮم ,اﻟﻤﺆﺟﺮ واﻟﻤﺴﺘﺄﺟﺮ اﻟﺮﺷﺪ وﻋﺪم اﻹﻛﺮاه واﻹﺑﺎﺣﺔ إﺟﺎرة اﻟﺠﻮارى ﻟﻠﻮطء وﺑﻌﻮض وﻻ ﺗﺼﺢ.اﻹﻋﺎرة وﺑﻤﻌﻠﻮم ﻋﻮض اﻟﻤﺴﺎﻗﺎة .اﻹﺟﺎرة إﻻ ﺑﺎﯾﺠﺎب ﻛﺄﺟﺮﺗﻚ وﻗﺒﻮل ﻛﺎﺳﺘﺄﺟﺮت Maksud pendapat Imam asy-Syafi’i di atas yaitu ijarah secara etimologi yaitu upah. Adapun ijarah menurut terminologinya yaitu memberikan kemanfaatan yang bisa diketahui dan dapat diganti dengan kemanfaatan lain (upah). Sewamenyewa rukunnya ijab dan qabul antara mu’jir dan musta’jir tanpa ada paksaan dari kedua belah pihak yang berakad (transaksi) (asySyafi'i:4:25-35). Menurut Imam asy-Syafi’i apabila sewa menyewa barang atau tenaga yang disewa tidak bermafaat bagi si penyewa, maka akad sewa menyewa batal. Adapun apabila ada kerusakan barang maka si penyewa tidak mengganti (tidak disengaja), upah yang diberikan kepada pekerja menurut adat kebiasaan (misli) maupun atas kesepakatan (musamma). ﺗﺠﻮز اﻷﺟﺮة ﻋﻠﻰ اﻟﺤﺞ وﻻ ﺗﺠﻮز: وﻗﺎل اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ وﯾﺠﻮز ﺑﺎﻻﺗﻔﺎق,ﻋﻠﻰ اﻹﻣﺎﻣﺔ ﻓﻲ ﺻﻼة اﻟﻔﺮاءض اﻻﺳﺘﺌﺠﺎر ﻋﻠﻰ ﺗﻌﻠﯿﻢ اﻟﺤﺴﺎب واﻟﺨﻂ واﻟﻠﻐﺔ واﻷدب واﻟﻔﻘﮫ واﻟﺤﺪﯾﺚ وﺑﻨﺎء اﻟﻤﺴﺎﺟﺪ واﻟﻤﺪارس )ﺳﯿﺪ (200 -198 : 2:ﺳﺎﺑﻖ Artinya : Imam Syafi'i membolehkan mengupahi bagi orang haji ( punya nadar ingin haji tapi kedahuluan meninggal, kemudian menyuruh orang untuk berhaji) dan tidak boleh mengupahi imam sholat
fardhu, dan Imam Syafi'i membolehkan mengupahi atau menyewa untuk mengajar tentang ilmu hisab, ilmu menulis, ilmu bahasa, ilmu adab, ilmu fiqih, ilmu hadis, membangun masjid dan mengajar di madrasah (guru). اﺧﺘﻠﻒ اﻟﻔﻘﮭﺎء ﻓﻲ أﺧﺬ اﻷﺟﺮة ﻋﻠﻰ ﺗﻼوة اﻟﻘﺮان ﻓﻘﺪ اﺧﺘﻠﻔﻮا اﯾﻀﺎ ﻓﻲ أﺧﺬ اﻷﺟﺮة ﻋﻠﻰ,وﺗﻌﻠﯿﻤﮫ -95 : 2:اﻟﺤﺞ واﻷذان واﻹﻣﺎﻣﺔ )اﻟﺠﺰﯾﺮي .(99 Artinya : Perbedaan para ahli fiqih didalam memberi upah atas membaca alQur’an dan mengajarkanya, dan sungguh ulama berbeda pendapat didalam memberi upah untuk mengerjakan ibadah haji, adzan dan menjadi Imam. 1. Bentuk dan Sistem Upah Adapun upah itu ada dua macam menurut Imam Syafi’i : وﻓﯿﮫ,اﻧﻮاع أﺟﺮة ھﻰ أﺟﺮة اﻟﻤﺜﻞ واﻟﻤﺴﻤﻰ (25: 4 :)اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ.ﺗﻔﺼﯿﻞ Menurut pandangan Imam asy-Syafi’i upah ada dua yaitu upah Misli dan upah Musamma. Adapun upah Misli yaitu upah yang diberikan kepada buruh dengan upah umumnya. Dan upah Musamma yaitu upah yang diberikan kepada buruh dengan kesepakatan kedua belah pihak. Bagi kaum buruh atau karyawan tentunya upah merupakan sesuatu yang penting, sehingga perlu untuk menetapkan bagaimana bentuk upah yang akan diberikan kepada buruh.
73
Sebab apakah arti jumlah upah yang terlalu besar, jika dengan itu ia tidak dapat membeli barang-barang keperluan hidupnya sendiri dan keluarganya. Seperti halnya dengan penghasilan menurut Ibnu Taimiyah dan diambil dari ayat al-Qur’an : . ﻓﺎن أرﺿﻌﻦ ﻟﻜﻢ ﻓﺄﺗﻮھﻦ أﺟﻮرھﻦ: ﻗﺎل ﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ (6: )ﺳﻮرة اﻟﻄﻼق Artinya : Apabila menyusukan bayimu, maka berilah perempuan tersebut upah sebagai ganti dia menyusui anak bayimu. (surat atThalaq: 6) Penjelasan dari ayat di atas dikatakan bahwasannya upah itu ada dua macam yaitu : a. Upah uang yaitu upah dalam bentuk uang maksudnya upah dalam balas jasa yang diterima dalam bentuk jumlah uang. b. Upah barang yaitu upah dalam bentuk barang-barang (Gravenhage, 1995 : 17). Hadis juga menerangkan tentang upah yaitu : وروي اﺑﻦ ﻋﺒﺎس أن اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻲ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﯾﻘﻮل اﺣﺘﺠﻢ وأﻋﻄﻰ (361: 3: اﻟﺤﺠﺎم أﺟﺮه )اﻟﺒﺨﺎري Artinya : Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas sesungguhnya Nabi Muhammad saw berkata : bersekamlah ( menghilangkan darah yang membeku) dan berilah upah kepada orang yang bersekam
ﻋﻦ اﺑﻲ ﺳﻌﯿﺪ اﻟﺨﺪري رﺿﻲ ﷲ ﻋﻨﮫ ان اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻲ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻗﺎل ﻣﻦ اﺳﺘﺄﺟﺮ اﺟﯿﺮا ﻓﻠﯿﺴﻤﻰ ﻟﮫ اﺟﺮﺗﮫ )رواه ﻋﺒﺪ اﻟﺮزاﻗﮫ وﻓﯿﮫ اﻧﻘﻄﺎع ووﺻﻠﮫ اﻟﺒﯿﮭﻘﻲ ﻣﻦ طﺮﯾﻖ .(287 : 4 :اﺑﻰ ﺣﻨﯿﻔﺔ()اﺑﻮﺑﻜﺮ ﻣﺤﻤﺪ Artinya : Dari Abu Sa’id r.a (katanya) : sesungguhnya Nabi saw bersabda : barang siapa mengupah seorang buruh atau pekerja, maka hendaklah dia menyebut atau menetapkan upahnya kepadanya. Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, tetapi dalam sanadnya ada yang terputus. Al-Baihaqi menyambung sanadnya dari Abu Hanifah. Dalam hadis tersebut terkandung dalil tentang penentuan upah buruh sebagai imbalan pekerjaannya agar upahnya diketahui dan tidak mengakibatkan pertengkaran dan permusuhan sesudahnya. Bagi seorang pekerja yang penting upahnya berupa uang, sebab upah barang tidak ada artinya kalau harga-harga naik, tidak akan ada manfaatnya kalau harga naik lebih cepat dari kenaikan upah umumnya. Yang dimaksud dengan sistem pembayaran upah adalah khusus mengenai cara-cara memperhitungkan upah. Di sini timbul pertanyaan “Berdasarkan apakah upah itu harus ditentukan “Hal ini akan dijawab dengan berbagai macam pendapat ulama tentang sistem pembayaran upah antara lain: a. Upah waktu yaitu upah yang ditetapkan menurut jam, hari, minggu, bulanan atau tahunan. Keuntungan dari sistem ini pekerjaan tidak dilakukan dengan terburu-buru, sehingga akan
74
diperoleh pekerjaan yang rapi dan sistem ini umumnya baik untuk pekerjaan yang lebih mementingkan kualitas dari pada jumlah. Sedangkan kerugiannya orang yang rajin bekerja akan sama besar upahnya dengan orang yang malas. b. Upah borongan yaitu upah yang ditetapkan menurut banyaknya pekerjaan. Kebaikan dari sistem ini adalah buruh yang rajin akan mendapatkan upah yang lebih banyak dibandingkan buruh yang malas. Sedangkan keburukannya yaitu tidak adanya ketentuan besar upah. c. Upah premi adalah sistem upah yang mengurangi atau menghilangkan keburukankeburukan yang ada pada sistem upah waktu dan upah borongan. Menurut Imam asySyafi'i dalam kitab al-Umm dikatakan: إذا اﺳﺘﺄﺟﺮ اﻟﺮﺟﻞ ﻋﻠﻲ: ﻗﻮﻟﮫ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ اﻟﺮﺟﻞ إﻟﻲ اﻟﻌﻤﻞ ﯾﻮﻣﺎ او ﺷﮭﺮا او ﺳﻨﺔ ﻓﻘﺪ ﻛﺎن اﻟﺮﺟﻞ ﻣﺮﯾﻀﺎ ﻗﺪﺑﻄﻠﺖ, ﺑﺎﻵﺟﺮة , وﻻﯾﻘﺒﻞ اﻵﺟﺮة ﻵﻧﮫ ﻣﺮﯾﺾ.اﻻﺟﺎرة وﯾﺮى اﻟﻨﺎﻓﻊ ﻗﺎل اذا ﻛﺎن ﻣﻦ ﯾﺴﺘﺄﺟﺮ ﺛﻢ ﻻﯾﻌﻤﻞ ﺑﻄﻞ اﺳﺘﺌﺠﺎره ﻵﻧﮫ ﻻﻣﻨﻔﻌﺔ .(36: 4: )اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ Arti dan maksud pendapat di atas dikatakan bahwasanya Imam asySyafi'i apabila seorang laki-laki menyewa seorang laki-laki (buruh) untuk mengerjakan pekerjaan dalam satu hari atau satu bulan atau satu tahun maka berilah dia upah seperti umumnya upah dalam jangka waktu yang dilakukannya, satu hari itu satu
dirham, maka berilah satu dirham dan seterusnya. Apabila seorang buruh tadi sakit, maka batal akad sewa menyewa dan bagi buruh tidak akan mendapat upah. Dan Nafi’ berpendapat apabila buruh tadi sakit maka batal akadnya karena tidak bisa diambil kemanfaatannya. Menurut Imam Abu Hanifah (2000:62) buruh yang rajin dan cepat bekerja akan mendapatkan upah yang lebih tinggi dari buruh yang biasa, sistem upah ini sering juga disebut dengan nama upah mufarraqah (berbeda). Dari sistem upah ini ada keuntungannya yaitu biaya produksi dari setiap satu kesatuan barang semakin turun dengan semakin besarnya produksi dan buruh atau karyawan yang rajin akan mendapatkan penghargaan lebih tinggi dari buruh yang kurang rajin, sedangkan kerugian sistem ini yaitu rendahnya upah mujmal (keseluruhan) dan upah wahidan (kesatuan) yang diperoleh buruh yang kurang rajin. 2. Orang yang Berhak Mendapat Upah Adapun orang yang berhak mendapatkan upah yaitu sebagai berikut : وﻣﻦ ﯾﺴﺘﺤﻖ اﻵﺟﺮة ھﻮ: ﻗﺎل اﻟﺸﺎ ﻓﻌﻲ اﻟﻤﻨﻔﻌﺔ اﻟﻲ اﻵﺟﺮ,اﻟﻔﺮغ ﻣﻦ اﻟﻌﻤﻞ واﻟﺘﻤﻜﻦ ﻣﻦ إﺳﺘﯿﻔﺎء اﻟﻤﻨﻔﻌﺔ اﻟﻲ ﻣﺎ ﯾﺮﯾﺪ .(30 -4:25: ﻣﻦ ﻣﺎﻟﻚ اﻟﻌﻤﻞ )اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ a. Menyelesaikan pekerjaannya Maksud bisa menyelesaikan pekerjaannya adalah karyawan bisa mengerjakan sesuatu untuk kemanfaatan bagi perusahaan contoh menyelesaikan membuat pakaian.
75
b. Manfaat bagi majikan Syarat yang berhak mendapatkan upah ini sama dengan nomor satu tapi dimaksudkan bisa menepati janji antara mu’jir dan musta’jir. Ada pribahasa yaitu : " "اﻟﻮﻋﺪ دﯾﻦ Artinya : “ janji adalah hutang” c. Dan dimungkinkan bisa memenuhi manfaat bagi majikan. Majikan menyewa buruh hanya untuk mengambil kemanfaatan dari si-buruh contoh membangun rumah. Adapun sesuatu yang bisa merusak tidak mendapatkan upah yaitu : Menurut kalangan Imam asy-Syafi’i dam Imam Hambali yaitu apabila majikan tidak menerima hasil pekerjaan dari si buruh, maka si buruh tidak mendapatkan upah karena majikan tidak menerima kemanfaatan dari si buruh. Menurut Imam asy-Syafi’i :
إذا ﻋﻤﻞ اﻷﺟﯿﺮ ﻓﻲ ﻣﻠﻚ اﻟﻤﺴﺘﺄﺟﺮ أو ﺑﺤﻀﺮﺗﮫ اﺳﺘﺤﻖ اﻷﺟﺮة ﻷﻧﮫ ﺗﺤﺖ ﯾﺪه وإن.ﻓﻜﻠﻤﺎ ﻋﻤﻞ ﺷﯿﺄ ﺻﺎر ﻣﺴﻠﻤﺎ ﻟﮫ ﻛﺎن اﻟﻌﻤﻞ ﻓﻲ ﯾﺪ اﻷﺟﯿﺮ ﻟﻢ ﯾﺴﺘﺤﻖ اﻷﺟﺮة ﺑﮭﻼك اﻟﺸﻲء ﻓﻲ ﯾﺪه ﻷﻧﮫ ﻟﻢ ﯾﺴﻠﻢ اﻟﻌﻤﻞ وھﺬا ﻣﺬھﺐ اﻟﺸﺎﻓﻌﯿﺔ .(113-100: 2: واﻟﺤﻨﺎﺑﻠﺔ )اﻟﺠﺰﯾﺮ Artinya : Apabila karyawan bekerja di perusahaan, maka ia mendapat upah karena bisa memberi manfaat kepada perusahaan. Apabila karyawan tidak bisa dimanfaatkan untuk perusahaan maka ia tidak mendapatkan
upah, karena tidak bisa memberi kemanfaatan kepada perusahaan. 3. Cara Pengupahan Adapun cara pengupahan ada dua macam yaitu: a. Upah Langsung ()ﺗﻌﺠﯿﻞ اﻷﺟﺮة Upah langsung yaitu upah yang diberikan kepada pekerja setelah menyelesaikan pekerjaannya. روي إﺑﻦ ﻣﺎﺟﮫ ﻗﺎل اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ أﻋﻄﻮا اﻷﺟﺮة ﻗﺒﻞ أن ﯾﺠﻒ ﻋﺮﻗﮫ Hadis di atas menjelaskan, apabila kamu memperkerjakan seseorang di antara kamu semua, maka berilah upah pekerja tersebut sebelum kering keringatnya. b. Upah Tidak Langsung )ﺗﺄﺟﯿﻞ (اﻷﺟﺮة Upah tidak langsung yaitu upah yang diberikan kepada pekerja setelah menyelesaikan pekerjaannya dengan cara membayar setengah dari hak upah yang akan diberikan. )ﻗﻮﻟﮫ اﻟﺸﺎﻓﻌﻰ( اذا اﺣﺪﻛﻢ ﯾﻨﻌﻘﺪ ﻻﯾﺴﺘﻄﯿﻊ ﺑﻸﺟﺮة ﻓﻘﺪ .ﻛﺎﻧﺖ ﻣﺎ ﯾﺤﺘﺎج إﻟﯿﮫ ﻛﺎاﻟﺜﻮب واﻟﻄﻌﺎم Artinya: Apabila kamu berakad (transaksi) tidak mampu membayar (secara langsung) maka cukupilah kebutuhannya (pekerja) seperti baju dan makanan. C. Dasar Upah Menurut Imam asy-Syafi'i dalam Kitab alUmm Rasulullah saw senantiasa menasehati para sahabat beliau agar memberlakukan pekerjapekerja mereka dengan baik dan memberi mereka upah yang cukup
76
dan layak. Rasulullah pernah bersabda yang artinya Berilah makanan dan pakaian kepada pelayan dan budak sebagaimana kebiasaannya dan berilah mereka pekerjaan sesuai dengan kemampuannya (HR. Ibnu Majah). Hadis Nabi tersebut memerintahkan kepada kita untuk memberikan kesejahteraan diluar upah dan menempatkan pekerja sesuai dengan keahliannya kepada pekerja sebelum kering keringatnya, maka pemberian upah pekerja haruslah diberikan tepat pada waktunya sehingga ia mempunyai kesempatan untuk membelanjakan serta memenuhi kebutuhan hidupnya supaya pada keesokan harinya ia mempunyai energi untuk melakukan pekerjaannya lagi dengan baik. Ini menandakan bahwa syari’at Islam sangat memperhatikan kepentingan para pekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Jika upah tidak diberikan tepat pada waktunya akan menyebabkan kebutuhan
pekerja tidak terpenuhi, tidak dapat bekerja dan beribadah dengan baik. D. Relevansi Pandangan Imam asy-Syafi’i Terhadap Pengupahan Sekarang Relevansi pandangan Imam asy-Syafi'i terhadap pengupahan sekarang yaitu mengambil dari dalil Qaidah Fiqh : ""اﻟﻤﻌﺮوف ﻋﺮﻓﺎ ﻛﺎﻟﻤﺸﺮوط ﺷﺮطﺎ Artinya : “Sesuatu yang diketahui secara adat seperti sesuatu yang ditetapkan dengan syarat yang pasti”. Maksud dari dalil di atas, merupakan aturan sistem pengupahan sekarang dengan melihat aturan-aturan atau adat-adat kebiasaan yang bersangkutan. Bahwasannya ulama dan Imam asySyafi'i sepakat dalil di atas merupakan dalil untuk kebebasan bermuamalah dalam lingkup ekonomi sekarang ini (Masyhuri,1997 : 338).
77
DAFTAR PUSTAKA Abbas, Siradjuddin. 1993. Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi'i. Jakarta: Pustaka Tarbiyah. Abdul Qadir, Muhammad.1996. Manaqib Al-Imam Asy-Syafi'i. Kediri : Al-Falah Ploso. Abdussalam, A. Nachrawi. 1994. Asy-Syafi'i Fi Madzahabihi Al-Qadim Wa Al-Jadid. Diterbitkan sendiri oleh pengarangnya untuk kalangan terbatas. Ahmadi, Thaha. 2000. Muqoddimah Ibnu Khaldun. Jakarta: Pustaka Firdaus. Al-Baidhawi, Nasiruddin As-Sairoji. 1980. Tafsir Baidhowi. Lebanon: Darul Fikr. Bakker, Anton dan Charis Zubair. 1999. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Kanisius. Barnadib, Imam 1987. Filsafat Pendidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Filsafat Ilmu Pengetahuan IKIP. Beekun, Rafik Issa. 1997. Islamic Business Ethics. Virginia : Internasional Institute Of Islamic Thought. Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. 1981. Shahih Bukhari. Lebanon: Darul Fikr. Chalil, Moenawwar. 1995. Biografi Empat Serangkai Imam Mazdhab. Jakarta: Bulan Bintang. Madjid, Nurcholish dkk. 1994. Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeva. Haroen, Nasrun dkk. 1994. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeva. Ad-Dzib, Musthafa. 1978. At-Tadzhib Fi Adillah Matan Al-Ghayah Wa At-Ta’rib. Surabaya: Sirkah Bungkul Indah. Al-Ghazali, Imam. 1990. Ikhya’ Ulumuddin. Lebanon: Darul Fikr. Gravenhage. 1995. Ekonomi Selayang pandang. Bandung: W. Van Hoeve. Husaian, Abu Bakar Al-Imam Taqiyuddin.1997. Kifayatul Ahyar.
69