SISTEM TRANSMISI MULTI HOP PADA DATA BUOY TERTAMBAT MENGGUNAKAN WIRELESS SENSOR NETWORKS
RIZQI RIZALDI HIDAYAT
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sistem Transmisi Multi Hop pada Data Buoy Tertambat Menggunakan Wireless Sensor Networks adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Rizqi Rizaldi Hidayat NIM C552120031
RINGKASAN
RIZQI RIZALDI HIDAYAT. Sistem Transmisi Multi Hop pada Data Buoy Tertambat Menggunakan Wireless Sensor Networks. Dibimbing oleh INDRA JAYA dan TOTOK HESTIRIANOTO. Data yang real time dan kontinu sangatlah penting dalam memantau perubahan lingkungan sedini mungkin. Agar dapat melakukan pemantauan secara real time dan kontinu maka tidak hanya dibutuhkan instrumen yang dapat mengukur secara akurat, tapi juga dibutuhkan suatu sistem telemetri yang baik. Dalam konteks ini, wireless sensor netwoks (WSN) menawarkan paradigma baru dalam teknik akuisisi data kelautan. Aplikasi WSN dengan standar ZigBee pada wireless personal area network (WPAN) yang diperuntukkan pada layanan data dengan kecepatan rendah dapat diterapkan untuk pengukuran parameter lingkungan laut menggunakan wahana buoy tertambat. Penelitian diawali dengan pembuatan wahana buoy tertambat yang mampu mengapung dalam keadaan stabil. Berdasarkan fungsi dan perannya, instrumen terbagi menjadi dua: lima buah instrumen sensor dan sebuah instrumen koordinator. Uji coba dilakukan dengan peletakan instrumen sensor di perairan dengan kedalaman 2 sampai 5 meter dan sebuah instrumen koordinator terletak di darat sebagai base station. Masing-masing instrumen sensor mengukur suhu permukaan laut, menyimpan, dan mentransmisikannya ke sensor lain terdekat dan meneruskan data yang diterima ke sensor berikutnya agar data sampai pada base station. Penggunaan skema transmisi multi hop dengan jumlah maksimal lima hop menunjukkan nilai packet delivery ratio (PDR) sebesar 89.69% hingga 100%. Nilai PDR yang cukup tinggi menunjukkan bahwa instrumen buoy tertambat WSN berbasis modul radio protokol ZigBee dengan mekanisme multi hop berpotensi untuk pengamatan lingkungan perairan pesisir secara real time.
Kata kunci: instrumen, buoy tertambat, ZigBee, WSN, observasi pantai
SUMMARY
RIZQI RIZALDI HIDAYAT. Multi Hop Transmission System for Moored Buoy Data Using Wireless Sensor Networks. Supervised by INDRA JAYA and TOTOK HESTIRIANOTO. Real time and continuous data is important in monitoring the environmental changes. In order to perform monitoring in real time and continuous then it does not only needed an instrument that can measure accurately, also good telemetry system. Wireless sensors networks (WSN) offers a new paradigm in the field of oceanography. WSN applications with standard ZigBee in wireless personal area network (WPAN) allocated on a low-speed data services can be applied for the measurement of the parameters of the marine environment using a buoy moored rides. The study begins with the manufacture of a vehicle that is able to float in a stable condition. Based on the function and role, the instruments are divided into two: five instrument sensor and an instrument coordinator. The testing is done by laying the instrument sensors in waters with depths of 2 to 5 meters and a coordinating instrument is located on the ground as a base station. Each instrument's sensors measure sea surface temperature, store, and transmit it to other nearby sensors and forward data which received to the next sensor so that data to the base station. The use of multi hop transmission scheme with a maximum number of five hop show the value of Packet delivery ratio (PDR) of 89.69% to 100%. The higher PDR value shows that the instrument bouy moored WSN protocol based ZigBee radio module with multi hop mechanism has the potential for environmental monitoring coastal waters in real time. Keywords: instrument, mooring buoy, WSN, ZigBee, coastal observation
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SISTEM TRANSMISI MULTI HOP PADA DATA BUOY TERTAMBAT MENGGUNAKAN WIRELESS SENSOR NETWORKS
RIZQI RIZALDI HIDAYAT
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Slamet Widodo, STP, M.Sc
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan rahmat, hidayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Judul yang dipilih dalam tesis ini adalah Sistem Transmisi Multi Hop pada Data Buoy Tertambat menggunakan Wireless Sensor Networks. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Indra Jaya MSc dan Bapak Dr Ir Totok Hestirianoto MSc selaku pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan untuk penyusunan tesis ini. Ucapan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Jonson L Gaol MSi selaku ketua program studi, Bapak Dr Slamet Widodo STP MSc selaku penguji luar komisi, seluruh staff Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan dan teman-teman Klub Marine Instrumentation and Telemetry atas semua dukungan dan saran demi kesempurnaan tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh anggota keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan TEK 2012 atas kebersamaannya. Penulis memahami sepenuhnya bahwa tesis ini tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga tesis ini dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca untuk melakukan hal yang lebih baik lagi dan semoga tesis ini bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bogor, September 2015 Rizqi Rizaldi Hidayat
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 3 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Mooring Buoy Wireless Sensor Network
3 3 4
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Desain Penelitian Wahana Buoy Pembuatan Instrumen Packet Delivery Ratio Received Signal Strength Indicator
8 8 10 11 11 12 14 14
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Instrumen Uji Coba Jaringan Suhu Permukaan Laut
15 15 21 25
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
26 26 26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL
1 2 3 4
Jenis teknologi nirkabel yang berkembang saat ini Jangkauan tipe antena pada ruangan tertutup dan ruangan terbuka Hasil uji single hop Hasil uji multi hop
6 17 22 23
DAFTAR GAMBAR
1 Buoy tertambat TRITON yang dilengkapi dengan sensor kecepatan dan arah angin, suhu, kelembaban, tekanan atmosfer, curah hujan dan solar radiasi 2 Struktur umum dari WSN untuk pemantauan oseanografi 3 Topologi jaringan ZigBee 4 Konfigurasi letak sensor dan koordinator uji coba statis dengan mekanisme multi hop 5 Peta penempatan sensor dan koordinator uji coba dinamis 6 Diagram Alir Penelitian 7 Desain wahana buoy 8 Rancangan elektronik instrumen sensor 9 Rancangan elektronik instrumen koordinator 10 Perangkat instrumen sensor 11 Pola radiasi dari (a) dipole antena, (b) whip antena, dan (c) Chip antena pada Xbee Pro 12 Diagram alir perangkat tegar instrumen sensor 13 Perangkat instrumen sensor koordinator 14 Diagram alir perangkat tegar instrumen koordinator 15 Peletakaan sensor dan koordinator uji coba single hop 16 Nilai RSSI terhadap perubahan jarak 17 Persentasi keberhasilan pengiriman data 18 Grafik suhu permukaan laut hasil pengukuran buoy
4 7 8 9 10 11 12 13 14 15 17 19 20 21 22 24 25 25
DAFTAR LAMPIRAN 1 Konfigurasi Arduino Pro Mini 2 Kondisi pengambilan data lapang
30 31
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Luasnya kawasan dan lingkungan laut yang tidak bersahabat menimbulkan tantangan tersendiri untuk diobservasi. Secara umum, observasi sumber daya laut melibatkan dua komponen utama, yaitu: penginderaan jarak jauh menggunakan citra satelit dan observasi in situ. Peran dan manfaat instrumentasi kelautan terus berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi. Instrumentasi kelautan berperan dalam melakukan observasi sumber daya laut seperti (a) transfer bahang, udara, dan gas antara laut dan atmosfer; (b) bagaimana pola penyebaran dan keanekaragaman biologis di laut; (c) asal, penyebab dan dampak dari kejadian periodik di pesisir seperti algal blooming; (d) kesehatan daerah pesisir (Ravichandran 2011). Agar dapat berperan secara optimal, maka suatu sistem instrumentasi kelautan harus dapat memberikan data yang akurat, real time, dan kontinu. Data yang real time dan kontinu sangatlah penting bukan hanya untuk kegiatan penelitian, tetapi juga untuk mendukung aktivitas nelayan-nelayan masyarakat pesisir. Informasi mengenai kondisi perairan secara real time dan kontinu sangat dibutuhkan untuk memantau perubahan lingkungan perairan sedini mungkin. Agar dapat melakukan pemantauan secara real time dan kontinu maka tidak hanya dibutuhkan instrumen yang dapat mengukur secara akurat, tapi juga dibutuhkan suatu sistem telemetri yang baik. Sistem telemetri dapat menggunakan kabel maupun tanpa menggunakan kabel (nirkabel). Sistem telemetri nirkabel menggunakan gelombang elektromagnetik telah banyak berkembang dan digunakan untuk pengiriman data. Dalam konteks ini, wireless sensor netwoks (WSN) menawarkan paradigma baru dalam bidang observasi laut. Standar ZigBee yang dikembangkan oleh ZigBee Alliance merupakan standar yang dibangun berdasarkan standar IEEE 802.15.4. Implementasi ZigBee pada wireless personal area network (WPAN) dapat diaplikasikan pada WSN. Aplikasi WSN dengan standar ZigBee pada WPAN tersebut terutama diperuntukkan pada layanan data dengan kecepatan rendah (Sheinbaum 2003). Keuntungan dari penerapan WSN adalah pengukuran dapat diakses dan direkam melalui base station yang berada jauh dari lokasi pengukuran. Namun desain dan implementasi WSN di laut memiliki tantangan baru dari pada penerapannya di darat seperti kondisi cuaca yang kurang bersahabat dan sifat korosi yang dapat ditimbulkan dari air laut. Pada dasarnya buoy merupakan suatu wahana apung yang dapat dilengkapi berbagai macam sensor sehingga mampu menghasilkan data beberapa parameter kelautan. Parameter lingkungan laut yang dipantau melalui buoy meliputi suhu permukaan laut, tinggi dan periode gelombang, arah dan kecepatan arus, konduktivitas air, oksigen terlarut, kadar keasaman air, kelembaban, dan atenuasi (Purwanta 2001). Dari sudut aplikasi, klasifikasi data buoy berdasarkan validitasnya dapat dikategorikan menjadi keperluan jangka pendek (real time) dan keperluan jangka panjang (historical). Data yang diperoleh dari sensor-sensor buoy dianalisis menggunakan perhitungan secara manual ataupun perangkat lunak terintegrasi sehingga dapat diaplikasikan dalam bidang navigasi, prakiraan cuaca, pemantauan kualitas lingkungan, budidaya dan penangkapan ikan, tumpahan dan sebaran
2 minyak, serta pertahanan dan keamanan maritim. Data yang dihasilkan buoy juga bisa mendukung konservasi berbagai biota laut. Dengan adanya data historis maka kita akan dapat menganalisis dan mengidentifikasi sedini mungkin kerusakan pada suatu ekosistem. Di samping itu dengan parameter historical yang kita dapatkan akan dapat digunakan untuk berbagai kajian seperti kajian perubahan iklim global dan kajian-kajian lain yang memerlukan data time series. Ekosistem pesisir yang terdiri estuaria, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang merupakan ekosistem dengan produktivitas tinggi dan memiliki beragam fungsi (Pigawati 2005; Bengen 2009). Tekanan yang tinggi akibat aktivitas manusia menjadikan ekosistem ini sangat rentan terhadap kerusakan (Rositasari et al. 2011). Kebijakan pengelolaan ekosistem pesisir secara terpadu yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan merupakan mekanisme terbaik dalam mengelola ekosistem pesisir. Namun, pengawasan aspek bio-fisik kunci dari perairan keempat ekosistem ini belum banyak dilibatkan dalam pengambilan suatu kebijakan (Bengen 2009). Hal ini disebabkan pengamatan kualitas suatu perairan memerlukan biaya yang tinggi. Metode observasi menggunakan satelit memiliki keterbatasan resolusi spasial dan temporal (Bromage et al. 2007). Kebutuhan data yang akurat dengan resolusi spasial maupun temporal yang tinggi akan membantu para pemangku kepentingan untuk bereaksi cepat dan akurat dalam memutuskan sebuah kebijakan. Penggunaan buoy tertambat di lingkungan pesisir dan lepas pantai diharapkan melengkapi pemantauan parameter kunci yang penting bagi lingkungan laut.
Perumusan Masalah Observasi laut atau pengukuran in situ biasanya menggunakan tenaga manusia untuk mengambil sampel dan mengukur parameter lingkungan laut di lokasi yang diinginkan. Pengambilan sampel dengan teknik ini memerlukan waktu yang lama dan biaya yang tinggi (Voigt et al. 2007). Seiring dengan perkembangan teknologi, telah dikembangkan sistem observasi laut yang mampu melakukan pengukuran dan transmisi data secara otomatis. Salah satu wahana yang dikembangkan adalah menggunakan mooring buoy atau buoy tertambat. Buoy tertambat merupakan wahana yang menggunakan metode eularian, yaitu pengukuran parameter dilakukan di lokasi yang permanen. Menurut Ravichandran (2011) kelebihan sistem buoy tertambat antara lain: resolusi horisontal bisa diatur sesuai kebutuhan, dapat dipasang di daerah terpencil, informasi kolom perairan dapat diperoleh melalui sistem sensor mooring, sampling time cepat, kuat, dan relatif murah. Penelitian ini mencoba melakukan perancangan instrumen sistem buoy menggunakan WSN protokol Zigbee di perairan pesisir. Penggunaan sensor dan sistem transmisi data diharapkan mampu memberikan hasil pengukuran data yang akurat serta dapat menampilkan data secara real time.
3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sistem transmisi data pada buoy tertambat serta menguji kinerja wireless sensor networks (WSN) berbasis modul radio protokol ZigBee untuk pengamatan lingkungan perairan pesisir secara real time.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memberikan sumber informasi bagi para pengguna yang membutuhkannya. Rancang bangun instrumen yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi sebuah wahana yang dapat memantau kondisi perairan di wilayah pesisir.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini difokuskan pada perancangan instrumen dan sistem transmisi data buoy tertambat dengan mengaplikasikan WSN berbasis modul radio protokol ZigBee untuk pengamatan lingkungan pesisir secara real time. Buoy tertambat yang digunakan merupakan desain penelitian Withamana (2013). Hasil pengukuran berupa data suhu permukaan laut dibeberapa lokasi ditampilkan secara real time pada base station.
2 TINJAUAN PUSTAKA Mooring Buoy Wahana mooring buoy atau buoy tertambat merupakan salah satu opsi untuk observasi laut (Gambar 1). Umumnya, buoy tertambat terdiri dari dua bagian utama, di atas dan di bawah permukaan air. Bagian atas yang mengapung di permukaan berfungsi mengambil pengukuran, mengirimkan data dan informasi yang dikumpulkan, dan tempat meletakkan solar panel sebagai sumber daya. Di bawah permukaan buoy terdapat rantai yang mengarah ke jangkar di dasar perairan. Beberapa sensor juga dapat dipasang di sepanjang rantai jangkar, yang memungkinkan pengukuran di kolom perairan. Sensor yang terpasang pada buoy dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan parameter yang akan diukur. Dengan bentuk seperti pelampung buoy dapat memberikan data 24 jam sehari, 7 hari seminggu, 365 hari setahun, dan menyediakan data secara real time. Data yang dapat diberikan secara real time dapat segera dibagi dengan publik, sehingga menciptakan kesadaran yang lebih besar dari kondisi perairan. Salah satu wahana buoy tertambat sukses adalah Tropical Atmosphere Ocean/Triangle Trans-Ocean Buoy Network (TAO/TRITON) array di Samudera Pasifik. Sistem buoy yang dikembangkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (JAMSTEC) adalah
4 salah satu sistem observasi laut yang sukses mengamati fenomena La Nina dan El Nino (Sheinbaum 2003).
Gambar 1 Buoy tertambat TRITON yang dilengkapi dengan sensor kecepatan dan arah angin, suhu, kelembaban, tekanan atmosfer, curah hujan dan solar radiasi (Sumber: www.jamstec.go.jp) Wireless Sensor Network Perkembangan teknologi Microelectromechanical System (MEMS) membuat ukuran sebuah pemancar dan penerima radio memiliki ukuran sangat kecil, hemat daya, dan memiliki kecepatan transfer data yang baik (Alkandari et al. 2011). Awal perkembangan wireless sensor network (WSN) tidak disertai dengan standarisasi protokol, sehingga komunikasi antar perangkat menjadi sulit. Seiring dengan kebutuhan yang unik tersebut, protokol ZigBee dikembangkan. Namun ZigBee sendiri bukanlah sebuah komunikasi yang digunakan untuk pengiriman data yang besar atau kecepatan transfer yang tinggi. Bluetooth dan wifi merupakan sebuah standar yang bekerja untuk kecepatan transfer dari tingkatan sedang hingga tinggi, sehingga cocok digunakan untuk pengiriman data yang besar, sedangkan untuk sebuah perangkat dengan kecepatan transfer rendah dapat menggunakan standar ZigBee. ZigBee adalah spesifikasi untuk protokol komunikasi tingkat tinggi yang mengacu pada standart IEEE 802.15.4 yang berhubungan dengan Wireless Personel Area Networks (WPANs). Standar ZigBee sendiri lebih banyak diaplikasikan kepada sistem tertanam (embedded application) seperti pengendalian industri atau pengendali alat lain secara wireless, data logging, dan juga sensor wireless dan lain-
5
lain. ZigBee memiliki kecepatan transfer sekitar 250 Kbps, yang lebih rendah dibandingkan dengan WPANs lain seperti bluetooth yang mempunyai kecepatan transfer dengan 1 Mbps. Tabel 1 menguraikan perbedaan antara ZigBee, bluetooth, dan wifi. Beberapa karekteristik dari ZigBee adalah sebagai berikut: 1) bekerja pada frekuensi 2.4 GHz, 868 MHz, dan 915 MHz, dimana ketiga rentang frekuensi ini merupakan rentang frekuensi yang gratis yaitu 2.4 GHz, 868 sampai 870 MHz, dan 902 sampai 928 MHz. Tiap lebar frekuensi tersebut dibagi menjadi 16 kanal. Untuk frekuensi 2.4 GHz digunakan hampir di seluruh dunia, sedangkan aplikasi untuk rentang frekeunsi 868 MHz digunakan di daerah Eropa, sedangkan 915 MHz digunakan pada daerah Amerika Utara, Austaralia dan lain-lain, 2) mempunyai konsumsi daya yang rendah maksimum transfer rate untuk tiap data pada tiap lebar pita adalah sebagai berikut 250 Kbps untuk 2.4 GHz, 40 Kbps untuk 915 MHz, dan 20 Kbps untuk 868 MHz, 3) mempunyai throughput yang tinggi dan dan latency yang rendah untuk duty cycle yang kecil, 4) data yang dapat dipercaya karena memiliki handshaked protocol untuk transfer data, 5) mempunyai beberapa jenis topologi seperti pear to pear, mesh, dll. Dalam pengiriman data, ZigBee memiliki 3 cara yaitu: 1. Data yang dikirim periodik, maksudnya adalah data dikirim dengan waktu yang telah ditentukan, contohnya pada sensor, sensor aktif, kemudian membaca data dan mengirimkannya, dan kemudian akan kembali tidak aktif (sleep mode). 2. Data yang dikirim berselang waktu yang sesuai. Contohnya dapat kita lihat pada alat pendeteksi kebakaran, alat tersebut hanya perlu mengirimkan data pada saat diperlukan. 3. Data dikirimkan secara berulang dengan kecepatan yang tetap. Hal ini akan sangat bergantung dengan time slot yang dialokasikan, atau biasa yang disebut GTS (guaranteed time slot).
6
Tabel 1 Jenis teknologi nirkabel yang berkembang saat ini (Albaladejo 2010) Teknologi Wifi
WiMAX Bluetooth
Standar 802.11n 802.11/b /g/n IEEE 802.16 IEEE 802.15.1
GSM
GPRS
IEEE
ZigBee .
IEEE 802.15.4
Penjelasan Sistem transmisi data nirkabel untuk jaringan komputasi
Kecepatan 11/54/300 Mbps
Jangkauan < 100 m
Frekuensi 5 GHz 2.4 GHz
Standar untuk transmisi data menggunakan gelombang radio Spesifikasi industri untuk WPAN yang mampu mentransmisikan suara dan data antar perangkat yang berbeda melalui frekuensi radio bebas. Sistem standar komunikasi melalui telepon genggam dan menggabungkan teknologi digital. Ekstensi dari GSM untuk unswitch (atau paket) transmisi data
<75 Mbps
<10 km
v.1.2: 1 Mbps v.2.0: 3 Mbps UWB:53-480 Mbps
Class 1 : 100 m Class 2 : 20 m Class 3 : 1 m
2-11 GHz 3.5 GHz:Eropa 2.4 GHz
9.6 Kpbs
900/1800 MHz: Eropa 1900 MHz: USA
Standar yang mendefinisikan tingkat fisik (physical level) dan mengontrol medium access dari WPAN dengan kecepatan transmisi rendah Spesifikasi dari protokol komunikasi nirkabel tingkat tinggi untuk WPAN radio digital dengan standar IEEE 802.15.4 yang berdaya rendah
802.15.4 20 Kbps: 868 MHz: EU 40 Kbps: 915 MHz: America 250 Kbps: 2.4 GHz: World 250 Kpbs: 2.4 GHz 20 kpbs: 868 MHz 40 Kpbs: 915 MHz
Tergantung jaringan dari provider Tergantung jaringan dari provider < 100m
<75 m hingga ratusan meter menggunakan mekanisme multi hop
868.0-868.6 MHz: Eropa 902-928 MHz : Amerika Utara 2400-2483,5 MHz: World
56-144 Kpbs
868/915 MHz dan 2.4 GHz 2.4 GHz
7
Gambar 2 menunjukkan arsitektur umum dari WSN untuk pemantauan oseanografi. Ada dua jenis utama komunikasi antar node: point to point (single hop) dan multi hop. Selalu ada satu atau lebih node yang berkomunikasi langsung dengan base station (Alkandari et al. 2011).
Gambar 2 Struktur umum dari WSN untuk pemantauan oseanografi (Albaladejo 2010) Terdapat tiga topologi jaringan yang digunakan ZigBee yang dapat digunakan (Gambar 3). Suatu jaringan ZigBee dapat mengadopsi salah satu dari tiga topologi, yaitu: star, tree, dan mesh. Topologi star memiliki titik pusat yang terkait dengan semua node lainnya dalam jaringan. Semua pesan berjalan menuju pusat. Topologi tree memiliki simpul atas dengan struktur cabang di bawahnya. Untuk mencapai pusat, pesan berjalan menaiki cabang sejauh yang diperlukan. Sebuah jaringan mesh memiliki struktur seperti pohon di mana beberapa daun secara langsung terkait. Pesan dapat melakukan perjalanan melintasi pohon, ketika rute yang cocok tersedia. Ada tiga jenis sensor node dari sistem ini, yaitu: coordinator (C), router (R), dan end node (E)
8
Gambar 3 Topologi jaringan ZigBee (Faludi 2010) Pada tingkat jaringan, koordinator berperan melakukan inisialisasi sehingga mampu membuat jaringan personal access network (PAN). Koordinator akan memilih saluran frekuensi yang akan digunakan oleh jaringan untuk memungkinkan perangkat lain terhubung pada jaringan tersebut. Router merupakan jenis node yang dapat mengirim data, menerima data, dan mengarahkan (routing) data dari end device dan koordinator. Jaringan dengan topologi tree atau mesh membutuhkan setidaknya satu router. Peran utama router adalah menyampaikan pesan dari satu node ke node yang lain. Pada topologi star, peran ini dilakukan oleh koordinator sehingga router tidak dibutuhkan. Pada topologi tree cluster dan mesh network, router terletak sebagai berikut: dalam topologi tree, router biasanya terletak di posisi jaringan yang memungkinkan pesan yang akan melewati atas dan ke bawah pohon. Dalam topologi mesh, router dapat berada di mana saja yang pesan lewat simpul diperlukan. End device merupakan jenis sensor node yang bisa mengirim data, menerima data dan masuk ke mode sleep. Ketika mode sleep, radio tidak bisa mengirimkan atau menerima data karena pasokan energi yang dibutuhkan diputus. Pasokan energi hanya disalurkan ke komponen yang esensial saja. Dengan demikian, kebutuhan energi total yang dibutuhkan menjadi jauh lebih kecil dibandingkan koordinator atau router.
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga Maret 2015. Perancangan dan pembuatan sistem serta analisis data pada penelitian ini
9
dilaksanakan di laboratorium Instrumentasi dan Telemetri Kelautan Bagian Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Uji coba statis dilakukan di taman Rektorat dan lapangan Gimnasium IPB (Gambar 4), sedangkan ujicoba dinamis dilakukan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu (Gambar 5).
Gambar 4
Konfigurasi letak sensor dan koordinator uji coba statis dengan mekanisme multi hop
10
Gambar 5 Peta penempatan sensor dan koordinator uji coba dinamis Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Solder, Digital Multi Meter, laptop, bor listrik, gerinda listrik, tang, dan obeng. Perangkat lunak yang digunakan antara lain: Operating System Windows 7, Cadsoftusa Eagle versi 6.4, Arduino v1.0.6, serta X-CTU versi 6.1.0. Terdapat dua bagian utama dalam penelitian ini, yaitu pembuatan wahana buoy tertambat dan instrumen sensor. Bahan yang digunakan untuk pembuatan wahana buoy diantaranya: pelampung plastik, pipa stainless tipe 304 ukuran 0,5 inci ANSI schedule 40, epoxy resin, polyester resin, mat fiber glass, serta polyurethane foam. Selanjutnya pembuatan instrumen membutuhkan bahan antara lain: Modul RF Digi XBEE Pro ZB Series 2, half wave antena A24-HABUF-P5I dengan penguatan 2.1 dB, Xbee adapter Foca v2.2, Arduino Pro Mini dengan mikrokontroler ATmega328P, USB to Serial converter Prolific PL2303HX, Real Time Clock dengan IC DS1307, sensor suhu anti air DS1820, modul SD card TF, micro SD Card berkapasitas 4 GB, baterai Ni-MH 2700 mAh, box baterai, box plastik IP68, timah solder, flux, kapton tape serta beberapa komponen pasif seperti resistor, kapasitor, dan transistor.
11
Desain Penelitian Perancangan instrumen disesuaikan dengan kebutuhan data yang ingin diperoleh, seperti kepadatan instrumen per satuan luas (resolusi spasial) dan frekuensi pengukuran (resolusi temporal) berdasarkan dinamika parameter yang akan diukur. Penelitian diawali dengan pembuatan wahana buoy tertambat. Wahana yang dibuat harus mampu mengapung dalam keadaan stabil. Uji kestabilan buoy dilakukan di watertank Laboratorium AIK, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Daya apung dari wahana apung dihitung untuk mengetahui kemampuan maksimum dalam mengangkat beban. Perancangan instrumen dilakukan seperti diagram alir pada Gambar 6. Terdapat dua tahap perancangan instrumen, yaitu perancangan perangkat keras (hardware) dan perangkat tegar (firmware). Perangkat keras dirancang terlebih dahulu, lalu dibuat skematik dan papan sirkuit elektronik menggunakan perangkat lunak Eagle. Uji coba laboratorium berupa uji coba jaringan single hop dan multi hop. Mulai
Pembuatan kompartemen elektronik
Uji coba statis
Uji coba dinamis
Analisis jaringan
Mulai
Gambar 6 Diagram Alir Penelitian Wahana Buoy Mooring buoy atau buoy tertambat pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mengapung di atas permukaan air yang kemudian diikat pada jangkar. Beberapa parameter penting dari sebuah wahana mooring buoy adalah kestabilan, keseimbangan, dan kemampuan kembali ke kondisi seimbang (Jordán dan BeltránAguedo 2004). Desain buoy harus memperhitungkan kondisi lingkungan seperti batimetri, gelombang dan pasang surut. Buoy yang dibuat ditujukan untuk daerah pesisir dengan dinamika perairan yang relatif dangkal dan terlindungi. Buoy juga diharapkan tidak terlalu berat agar memudahkan mobilisasi. Desain buoy yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada penelitian Withamana (2013).
12
Gambar 7 merupakan desain buoy secara keseluruhan. Buoy harus dibuat dari bahan-bahan yang bebas dari kontaminan dan mampu bertahan dari kondisi lingkungan perairan laut. Bahan yang digunakan pada tiang penyangga adalah pipa stainless steel 304 dengan diameter 0.5 inci dan tebal 2 mm. Stainless Steel tipe 304 adalah baja tahan karat tipe austenitic yang merupakan paduan besi, 18% Cr, 8.8% Ni dan logam lain dalam jumlah kecil. Baja ini memiliki ketahanan korosi yang baik karena memiliki lapisan krom oksida pada permukaannya (Riszkia dan Harmami 2015). Bagian pelampung adalah bola plastik dengan diameter 35 cm dengan tebal 5 mm lalu kemudian diisi dengan polyurethane foam. Penghitungan gaya apung pelampung diperoleh melalui persamaan 1 (IALA 2013). Fb = Vb ρ g (1) Fb merupakan gaya apung dalam satuan Newton, Vb merupakan volume wahana apung yang terendam, ρ merupakan densitas air laut, dan g merupakan percapatan gravitasi bumi.
Gambar 7 Desain wahana buoy (Withamana 2013) Pembuatan Instrumen Pembuatan instrumen terdiri dari lima buah instrumen sensor dan sebuah instrumen koordinator. Pembuatan masing-masing instrumen melalui dua tahap, yaitu pembuatan perangkat keras dan pembuatan perangkat tegar (firmware). Komponen elektronik yang digunakan pada instrumen sensor meliputi Arduino Pro Mini 5V 16 Mhz ATmega328, Xbee Pro S2, Micro SD Card Adapter Catalex, Tiny
13
RTC I2C Modules, DS18B20 Temperature Sensor, Resistor 4.7 K, Regulator 3.3 V AMS1117, dan beterai 5 volt 5600 mAH. Semua komponen elektronik yang digunakan dirangkai pada sebuah papan sirkuit elektronik berukuran 7x6 cm yang telah dirancang menggukanan perangkat lunak Eagle 6.5.0 (Gambar 8). Perangkat keras yang dirancang berbasiskan mikrokontroler Arduino Pro Mini dengan chip ATmega 328P. Modul radio yang digunakan adalah XBEE Pro ZB Series 2 yang dihubungkan melalui antarmuka serial UART dengan konfigurasi baudrate 9600. Informasi waktu diperoleh dari Real Time Clock (RTC) DS1307 melalui antarmuka I2C. Suhu permukaan laut merupakan parameter yang diukur oleh sensor, untuk itu digunakan sensor suhu DS1820 yang menggunakan antarmuka dallas onewire. Sensor tersebut memiliki cassing yang tahan air sehingga cocok digunakan untuk penelitian ini. Penyimpanan data dilakukan dalam micro SD card berkapasitas 2 GB dengan menggunakan antarmuka serial peripheral interface (SPI). Sumber daya menggunakan baterai 5 V 5600 mAH. Semua komponen dirangkai dalam papan sirkuit elektronik yang dirancang menggunakan Cadsoftusa Eagle PCB Schematic Editor. Perangkat tegar merupakan seperangkat instruksi untuk menjalankan mikrokontroler. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah bahasa C. Penyusunan bahasa pemrograman dilakukan di Arduino v1.0.6. Pengaturan XBEE Pro ZB Series 2 dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak X-CTU versi 6.1.0. Xbee Pro S2 GND
VCC
AMS1117 DOUT
DIN
DS1820 GND
DQ
TXD
RAW
RXD
GND
RST
RST
GND
VCC
2
ARDUINO PRO MINI (5V, 16 MHz) ATMega328
3
VCC
4
VCC GND
6
13
SCK
7
12
MI S O
8
11
MOS I
10
CS
A4
A5
A6
VIN
A2
A0
9
VOUT
A3
A1
5
4,7K
GND
MicroSD
A7
SCL SDA VCC
Tiny RTC 1307
GND
Gambar 8 Rancangan elektronik instrumen sensor Komponen elektronik yang digunakan pada perangkat koordinator meliputi Arduino Mega 2560, Xbee Pro S2, Micro SD Card Adapter Catalex, Tiny RTC I2C Modules (Gambar 9). Pada Arduino Mega 2560 terdapat empat pasang komunikasi serial yang dapat digunakan yaitu UART0, UART1, UART2 dan UART3. Oleh karena itu arduino mega digunakan untuk instrumen koordinator. Meskipun komunikasi serial dapat dilakukan dengan metode software serial yaitu dengan membuka pin digital menjadi pin serial, akan tetapi software serial memiliki
14
kemampuan yang terbatas bila dibandingkan dengan hardware serial seperti dalam hal kecepatan dan interupsi. UART0 digunakan untuk berkomunikasi dengan perangkat PC sedangkan UART1 digunakan untuk berkomunikasi dengan Xbee.
5V-12V 3.3V GND GND VIN 8
MicroSD
VCC
5V
GND
GND
SCK
ARDUINO MEGA 2560
TX2 16
GND
RX2 17
52 SCK
MI S O
50 MISO
TX1 18
MOS I
51 MOSI
RX1 19
CS
Xbee Pro S2
9
53 SS
SDA 20
SDA
SCL 21
SCL
GND
VCC DOUT
VCC GND
DIN
Tiny RTC 1307
Gambar 9 Rancangan elektronik instrumen koordinator Packet Delivery Ratio Packet delivery ratio (PDR) merupakan salah satu indikator untuk mengetahui kinerja instrumen. Indikator tersebut diperoleh dengan membandingkan jumlah data yang diterima oleh node penerima dengan jumlah data yang dikirim suatu node. Secara matematis PDR dapat diperoleh melalui persamaan 2. Semakin tinggi nilai PDR maka menunjukkan kinerja instrumen yang semakin baik. ∑ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎 𝑃𝐷𝑅 = ∑ 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑖𝑘𝑖𝑟𝑖𝑚 × 100% (2)
Received Signal Strength Indicator Received signal strength indicator (RSSI) merupakan ukuran kekuatan sinyal radio yang diterima oleh receiver yang biasanya digunakan untuk mengetahui jarak antara transmiter dan receiver pada suatu WSN. Pengukuran RSSI pada modul Xbee dapat dilakukan melalui dua cara yaitu dengan perintah AT Command dan mengukur sinyal dari pin 6 pada Xbee. Pada penelitian ini nilai RSSI diperoleh dengan menggunakan perintah AT Command. Pengukuran ini dilakukan untuk menentukan jarak pemasangan antar sensor node ketika uji coba lapang.
15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Instrumen Berdasarkan fungsi dan perannya, instrumen yang dihasilkan pada penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu lima unit instrumen sensor dan satu unit instrumen koordinator. Masing-masing instrumen dirancang dalam dua bagian utama, yaitu rancangan perangkat keras (hardware) dan rancangan perangkat tegar (firmware). Instrumen Sensor Instrumen sensor berfungsi untuk mengukur suhu permukaan laut, menyimpan data hasil pengukuran tersebut lalu mengirim data tersebut ke instrumen koordinator di base station (Gambar 10). Komponen elektronik tersebut diletakkan dalam sebuah kotak kompartemen yang terbuat dari bahan plastik acrylonitrile butadiene styrene (ABS) dengan standar proteksi IP68. International Protection (IP) merupakan standar internasional sebuah kompartemen elektronik. Angka enam pada kode IP68 memiliki arti debu tidak bisa masuk ke dalam kompartemen, sedangkan angka delapan memiliki arti kompartemen ini tidak akan kemasukan air hingga kedalaman satu meter. Dengan standar proteksi ini dipastikan air tidak akan masuk melalui celah penutup karena terdapat segel yang terbuat dari karet sintetis. Lubang untuk antena dan kabel sensor pada bagian bawah juga dilengkapi cable gland yang juga memiliki standar IP68. Standar proteksi ini digunakan agar air hujan maupun cipratan air laut tidak masuk dan merusak komponen elektronik. Selain harus kokoh, kompartemen plastik ini juga dirancang agar memudahkan dalam perawatan (Withamana 2013).
Gambar 10 Perangkat instrumen sensor
16
Arduino Pro Mini memiliki memori flash sebesar 32 KB yang mana 2 KB telah digunakan sebagai bootloader, SRAM sebesar 2 KB dan EEPROM sebesar 1 KB (Lampiran 1). Beberapa fitur yang digunakan pada instrumen sensor meliputi Programable Serial Universal synchronous/ asynchronous receiver/ transmitter (USART), antarmuka Inter Integrated Circuit (I2C), Serial Peripheral Interface (SPI) dan satu buah gerbang digital. Perangkat tegar dibuat dengan menggunakan perangkat lunak IDE Arduino. Kekurangan dari IDE Arduino dibanding dengan perangkat lunak lain seperti Bascom AVR dan Codevision AVR adalah ukuran file yang dihasilkan IDE Arduino lebih besar dari hasil kompilasi perangkat lunak lainnya (Ardiyanto 2012). Dengan keterbatasan memori yang tersedia maka penghematan penggunaan memori perlu dilakukan agar tidak terjadi overflow pada mikrokontroler yang dapat menyebabkan mikrokontroler berhenti bekerja. Proses pengiriman data dilakukan melalui Xbee Pro S2 yang berkomunikasi dengan mikrokontroler melaui USART. USART merupakan sistem komunikasi serial antar perangkat digital. Data Out (pin 2) pada Xbee dihubungkan dengan pin RX pada Arduino dan Data In (pin 3) pada Xbee dihubungkan dengan pin TX pada Arduino agar dapat berkomunikasi. RX merupakan pin yang digunakan untuk menerima data sedangkan TX digunakan untuk mengirim data. Terdapat beberapa alternatif antena yang dapat digunakan pada modul Xbee Pro S2: antena whip, antena chip, dan antena eksternal. Penelitian ini menggunakan antena eksternal dengan menggunakan konektor U.FL dan antena dipole. Gambar 11 menunjukkan pola radiasi untuk tiap antena yang dapat digunakan pada Xbee. Komunikasi sensor lebih efektif dengan antena omnidirectional karena daya radiasi sama di semua arah. Gerakan laut dapat menyebabkan node sensor bergerak rotationally, secara vertikal maupun horizontal, sehingga mengubah posisi asli pelampung. Kelemahan dari jenis antena omnidirectional adalah kekuatan radiasi lebih tersebar sehingga menjadi lebih kecil dari pada antena directional. Penggunaan antena directional perlu diarahkan dengan benar dan daya disalurkan dalam satu arah (Albaladejo 2010). Salah satu faktor penting yang harus diperhitungkan adalah tinggi antena. Transmisi radio membutuhkan sebuah jalur kosong yang dibutuhkan oleh dua buah antena untuk saling berkomunikasi yang dinamakan line of sight. Teori Fresnel Zone digunakan untuk mengkuantifikasi line of sight (Carr 2001). Xbee Pro S2 bekerja pada level tegangan 3.3 V. Karena tidak tersedia tegangan 3.3 V pada Arduino Pro Mini maka diperlukan suatu komponen yang dapat menurunkan tegangan dari 5 V ke 3.3 V. Penelitian ini menggunakan linear voltage regulator AMS1117-3.3. Komponen ini mengubah tegangan dari sumber tegangan utama menjadi 3.3 volt. Tegangan input yang digunakan harus memiliki rentang antara 3.6 sampai 5 volt.
17
Gambar 11 Pola radiasi dari (a) dipole antena, (b) whip antena, dan (c) Chip antena pada Xbee Pro (Amini 2012) Tabel 2 Jangkauan tipe antena pada ruangan tertutup dan ruangan terbuka Module XBee XBee-Pro
Antenna Type Chip antenna Whip antenna Chip antenna Whip antenna
Outdoor LOS Range 143 m 258 m 515 m 1335 m
Indoor Range 24 m 24 m 43 m 43 m
Real time clock DS1307 adalah IC yang dibuat oleh perusahaan Dallas Semiconductor. DS1307 digunakan untuk memberikan informasi waktu dengan antarmuka yang digunakan Inter Integrated Circuit (I2C) atau sering disebut juga Two Wire Interface (TWI). DS1307 berperan sebagai slave dan mikrokontroler sebagai master. Komunikasi dilakukan melalui dua jalur yaitu Serial Data (SDA) dan Serial Clock (SCL). Pin SDA dihubungkan dengan pin A4 dan pin SCL dihubungkan pada pin A5 yang terdapat pada Arduino Pro Mini. Untuk dapat terus menyimpan informasi waktu meskipun catu daya dimatikan, DS1307 memerlukan sumber tegangan sendiri. Untuk itu digunakan baterai koin CR2032 dengan tegangan 3 volt. Micro SD card digunakan sebagai media penyimpanan. Ada tiga macam cara berkomunikasi dengan SD card, yaitu: (1) One-bit SD mode; (2) Four-bit SD mode; (3) SPI (Serial Peripheral Interface) mode. Cara komunikasi yang terakhir merupakan cara termudah karena protokolnya mudah dipelajari, tersedia dokumentasi, dan berlisensi gratis sehingga komunikasi tersebut paling umum digunakan. Dalam antarmuka SPI, mikrokontroler berperan sebagai master dan micro SD card sebagai slave. Komunikasi SPI membutuhkan 4 jalur yaitu Master Out Slave In (MOSI), Master In Slave Out (MISO), Serial Clock (SCK) dan Slave Select (SS). Sensor suhu yang digunakan adalah DS18B20 versi anti air. Sensor ini dapat dicelup ke dalam air tanpa mengalami kerusakan. Sistem komunikasi yang digunakan adalah 1-wire interface. Antar muka ini merupakan buatan Dallas Semiconductor yang mirip dengan I2C. Hanya saja, kebutuhan pin lebih sedikit, yaitu satu buah yang memiliki kecepatan yang lebih rendah, namun jarak jangkauan yang lebih jauh. DS18B20 membutuhkan resistor pull-up untuk menyesuaikan level
18
tegangan digital sensor dengan mikrokontroler dikarenakan perbedaan arus serap (current-sink) dari keduanya. Xbee perlu dikonfigurasi sebelum digunakan. Pengaturan Xbee dilakukan menggunakan aplikasi X-CTU v6.1.0. Semua Xbee yang akan digunakan pada instrumen sensor harus berada pada operasi PAN ID yang sama dengan Xbee yang akan digunakan pada instrumen koordinator. Kelima Xbee yang akan digunakan sebagai instrumen sensor dikonfigurasi dengan mode Zigbee Router API, product family XBP24BZ7 dan firmware version 22A7. Setiap Xbee memiliki alamat 64bit yang telah diberikan oleh pabrikan. Untuk dapat berkomunikasi maka alamat tersebut perlu diketahui oleh pengirim. Terdapat dua protokol komunikasi serial XBBE, yaitu mode transparan (AT) dan Application Programming Interface (API). Mode AT merupakan komunikasi yang lebih sederhana dari mode API. Bila pada mode API data yang akan dikirim harus dijadikan dalam satu paket pengiriman yang terdiri dari header, address, data dan checksum maka pada mode AT hal tersebut tidak perlu dilakukan. Mode AT memiliki kelemahan yaitu keberhasilan pengiriman sebuah paket data tidak dapat diketahui. Oleh karena itu mode yang digunakan pada penelitian ini adalah mode API. Suatu mikrokontroler bekerja berdasarkan perangkat tegar yang telah di unggah dan disimpan dalam memori flash. Perangkat tegar dirancang berdasarkan fungsi suatu instrumen. Perancangan perangkat tegar menggunakan perangkat lunak Arduino 1.0.6 dengan bahasa pemograman tingkat tinggi C. Perangkat tegar untuk instrumen sensor dirancang berdasarkan diagram alir pada Gambar 12. Setelah alat dinyalakan, mikrokontroler akan menginisialisi UART, RTC dan DS18B20. Konfigurasi UART diatur sesuai dengan konfigurasi pada Serial Interfacing pada Xbee yaitu transfer data 9600, data bit = 8, stop bit =1, dan parity bit = none. Untuk RTC dan DS18B20 digunakan pustaka yang tersedia pada perangkat lunak. Inisialisasi SD card dilakukan setelahnya. Inisialisi SD card akan gagal bila SD card tidak terpasang atau SD card yang digunakan rusak. SD card yang digunakan telah terformat dengan file sistem FAT32. Apabila inisialisai SD card berhasil maka mikrokontroler akan membaca file konfigurasi CONFIG.INI yang di dalamnya tersedia ID sensor dan selang waktu pengukuran yang akan dilakukan. Kemudian mikrokontroler menunda lima detik untuk memberikan waktu pada XBee untuk dapat digunakan. Setelah itu mikrokontroler akan membaca DS18B20 untuk mendapatkan suhu, kemudian mikrokontroler akan membaca RTC untuk mendapatkan tanggal dan waktu pengukuran. Data yang telah diperoleh kemudian dibuffer sesuai format “Idsensor,dd-mm-yy,hh:mm:ss,suhu” lalu disimpan dalam SD card dengan nama file yang terdiri dari ID sensor dan tanggal pengukuran. Selain disimpan data juga akan dikirim melalui Xbee. Pada mode API data perlu disesuaikan dengan format pengiriman (API frame). Untuk pengiriman data format yang digunakan adalah Zigbee Transmit Request. Format tersebut terdiri dari serangkaian byte data. Setelah melakukan pengukuran, mikrokontroler akan menunda sampai proses pengukuran berikutnya dengan waktu tunda yang telah ditentukan sebelumnya. Selama proses penundaan tersebut, mikrokontroler akan terus membaca serial UART untuk melihat apakah ada data yang diterima atau tidak. Data yang diterima Xbee memiliki format Zigbee Receive Packet dimana data mulai berada pada byte ke-15. Apabila ada data yang diterima maka mikrokontroler akan membaca data tersebut dan menyesuaikan dengan format data pengiriman. Apabila format data
19
yang diterima sesuai dengan format data pengiriman maka data tersebut akan dikirim kembali menuju sensor berikutnya untuk kemudian sampai pada instrumen koordinator. Kemudian mikrokontroler akan mengukur nilai RSSI pada Xbee untuk mengetahui kekuatan sinyal. Pengukuran nilai RSSI dengan cara mengirim perintah AT Commands. Mulai
Inisialisasi UART, RTC dan DS18b20
Inisialisasi SD Card?
Standby
Tidak Ada data pada UART?
Ya
Tidak
Ya
Baca konfigurasi (id sensor dan waktu sampling)
Baca data UART
Delay 5 detik Request RSSI Baca tanggal dan waktu
Buffer data masuk + RSSI
Baca suhu
Buffer data ID sensor, tanggal, waktu, dan suhu
Kirim melalui Xbee
Simpan file *.txt dalam SD Card
Gambar 12 Diagram alir perangkat tegar instrumen sensor Instrumen Koordinator Instrumen koordinator berfungsi sebagai base station yang berada di darat (Gambar 13). Semua data hasil pengukuran dari instrumen sensor disimpan pada memori yang ada di instrumen koordinator. Ketika dinyalankan mikrokontroler akan menginisialisi UART0, UART1, UART2 dan RTC. Konfigurasi semua UART yang digunakan sama yaitu transfer data 9600, data bit=8, stop bit=1, dan parity bit=none.
20
Gambar 13 Perangkat instrumen sensor koordinator Berbeda dengan instrumen sensor, instrumen koordinator tidak melakukan pengukuran suhu. Setelah berhasil menginisialisasi SD card mikrokontroler akan masuk ke mode standby untuk membaca setiap data yang masuk. Setiap data yang masuk akan disesuaikan dengan format data, apabila format data sesuai mikrokontroler akan membaca tanggal dan waktu pada RTC yang akan dijadikan waktu data diterima. Data yang diterima dan waktu penerimaan dibuffer untuk kemudian disimpan dalam SD card. Data tersebut juga dapat ditampilkan pada PC bila dibutuhkan (Gambar 14).
21
Mulai
Inisialisasi UART0, UART1, UART2 dan RTC
Inisialisasi SD Card?
Tidak
Ya Standby
Ada data pada UART1?
Tidak
Ya Baca data UART1
Baca tanggal dan waktu
Kirim UART0
Simpan file *.txt dalam SD Card
Gambar 14 Diagram alir perangkat tegar instrumen koordinator Uji Coba Jaringan Uji Coba Statis - Uji single hop Uji coba statis single hop dilakukan untuk melihat kinerja komunikasi alat pada kondisi terkontrol untuk tiap jarak komunikasi. Uji coba dilakukan di taman rektorat kampus IPB Dramaga dengan peletakan sensor dan koordinator seperti pada Gambar 15. Skenario ini berarti semua sensor dapat secara langsung mengirimkan data kepada server. Uji coba dilakukan dengan cara meletakkan sensor (S1, S2, S3, S4, dan S5) satu meter di atas tanah dengan jarak yang berbeda terhadap koordinator (C). Sensor dinyalakan selama 30 menit dengan interval pencuplikan 15 detik. Tiap sensor menyimpan dan mengirim data hasil pengukuran
22
suhu, waktu pengukuran, dan nilai RSSI. Hasil uji coba statis ditampilkan pada Tabel 3, persentase pengiriman data seluruh sensor sebesar 100%. Nilai rerata RSSI berbeda pada kisaran -69 dBm hingga -87 dBm karena jarak peletakan yang berbeda. Selain jarak, kondisi lokasi yang tidak datar dan banyaknya pohon yang rindang juga mempengaruhi kekuatan sinyal. Dari hasil ujicoba tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi sensor masih dapat bekerja dengan baik pada jarak 300 m. S5
S4
S3
S2
S1
C 50 m
100 m 160 m 230 m 300 m
Coordinator Sensor
Gambar 15 Peletakaan sensor dan koordinator uji coba single hop Tabel 3 Hasil uji single hop Sensor Jarak Jumlah Jumlah sensor (m) data yang data yang terhadap tersimpan terkirim koordinator
Jumlah Persentase Rerata data yang keberhasilan RSSI gagal (%) (dBm) terkirim
S1
50
119
119
0
100
-79
S2
100
106
106
0
100
-87
S3
160
93
93
0
100
-76
S4
230
105
105
0
100
-87
S5
300
98
98
0
100
-69
- Uji multi hop Uji coba statis multi hop dilakukan untuk melihat kinerja komunikasi antar sensor pada kondisi terkontrol untuk menyampaikan pesan berantai menuju koordinator. Uji coba dilakukan di Lapangan gymnasium kampus IPB Dramaga dengan skema peletakan sensor dan koordinator seperti pada Gambar 4. Uji coba dilakukan dengan cara meletakkan sensor (S1, S2, S3, S4, dan S5) setinggi satu meter di atas permukaan tanah. Sensor dinyalakan selama 100 menit dengan interval pencuplikan 2 menit. Arah pengiriman berdasarkan panah pada Gambar 5. Tiap sensor melakukan dua tugas, tugas pertama adalah mengukur, menyimpan dan mengirim data ke sensor yang lebih dekat dengan koordinator dan tugas kedua adalah menyimpan dan meneruskan data yang diterima agar sampai ke koordiantor. Data hasil percobaan dapat dilihat pada Tabel 4. Tiap sensor menyimpan data pada SD card. Data yang disimpan pada SD card dibandingkan dengan data yang diterima di koordinator untuk mengetahui persentase keberhasilan. Dari hasil ujicoba S3 memiliki persentase yang paling rendah (72,3 %). Ketika Xbee masuk ke mode AT Command makan Xbee tidak dapat menerima data
23
yang masuk sehingga tidak mungkin juga untuk meneruskan data. S1 memiliki persentase keberhasilan paling besar karena S1 dapat langsung mengirim ke C, tidak harus melalui sensor lainnya. Nilai RSSI dari semua sensor berkisar antara 55 dBm sampai dengan -70 dBm. Tabel 4 Hasil uji multi hop Sensor Jarak Jumlah (m) data yang tersimpan
Jumlah data yang terkirim
Jumlah data yang gagal terkirim
Persentase keberhasilan
Rerata RSSI (dBm)
S1
70
50
49
2
98.0
-55.35
S2
117
50
48
1
96.0
-70.22
S3
70
47
34
13
72.3
-68.90
S4
70
51
45
6
88.2
-55.98
S5
97
41
38
1
92.7
-55.67
- RSSI Pengukuran RSSI dilakukan untuk menentukan jarak pemasangan antar sensor ketika uji coba lapang. Peletakan sensor harus berada pada jarak maksimum transmisi radio masih berhasil dilakukan. Gambar 16 menunjukan plot hasil pengukuran RSSI berdasarkan jarak. Hasil pengamatan uji coba statis menunjukan terjadi perubahan nilai RSSI secara logaritmik. Gambar 16 menunjukan bahwa nilai sinyal radio pada jarak 425 m sebesar -97 dBm yang berarti sangat lemah. Meskipun nilai RSSI sangat lemah, data masih dapat diterima dengan baik. Uji regresi linier dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jarak dan RSSI. Berdasarkan persamaan regresi linier, didapatkan persamaan: 𝑅𝑆𝑆𝐼 = −0.0851 × 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 − 66.846
(3)
Persamaan ini bisa diinterpretasikan bahwa, dalam peningkatan jarak sebanyak 1 meter, akan meningkatkan RSSI sebanyak -0.0851. Pengujian modul radio XBEE di lapangan akan dilakukan pada ambang batas kemampuan modul radio tersebut untuk mengetahui performa di kondisi paling buruk. Oleh karena itu, berdasarkan uji coba RSSI ini jarak pemasangan antar sensor maksimal adalah 425 m. Jarak ini masih bisa ditingkatkan ketika uji coba lapang melihat kondisi lokasi yang terbuka.
24
Gambar 16 Nilai RSSI terhadap perubahan jarak Uji Coba Dinamis Uji coba dinamis dilakukan untuk melihat kinerja instrumen pada kondisi sebenarnya di lapang. Lima buah instrumen sensor masing-masing di letakkan di perairan dengan kedalaman 2 sampai 5 meter, sedangkan sebuah instrumen koordinator terletak di darat sebagai base station (Lampiran 2). Masing-masing sensor mentransmisikan data setiap 15 menit. Setiap instrumen sensor bertugas untuk mengukur suhu permukaan laut, menyimpan, dan mentransmisikannya ke sensor lain terdekat menuju koordinator. Selain itu, tiap sensor juga berperan meneruskan data yang diterima ke sensor berikutnya agar data sampai pada base station. Gambar 17 menunjukkan bahwa ada data yang tidak sampai koordinator, yaitu pada S5, S4, dan S3. Kegagalan pengiriman data terjadi pada komunikasi antara S3 dan S2. Hal ini disebabkan karena jaraknya yang mencapai 439 m. Jarak yang jauh menyebabkan pelemahan sinyal yang diterima. Menurut Amini (2012) radio Xbee Pro dengan menggunakan antena dipole memiliki jangkauan maksimum hingga 1335 m. Pada penelitian ini kegagalan pengiriman data sudah terjadi pada jarak 439 m. Hal ini disebabkan karena posisi antena hanya 1.25 m di atas permukaan laut. Transmisi radio membutuhkan sebuah jalur kosong yang dibutuhkan oleh dua buah antena untuk saling berkomunikasi yang dinamakan line of sight (Carr 2001).
25
100.00
0.00
0.00
100.00
100.00
Sensor 1
Sensor 2
10.31
5.21
8.25
89.69
94.79
91.75
Sensor 3
Sensor 4
Sensor 5
90.00 80.00 70.00 60.00 50.00
40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
Persentase keberhasilan
Persentase kegagalan
Gambar 17 Persentasi keberhasilan pengiriman data Suhu Permukaan Laut Gambar 18 menunjukan suhu permukaan laut pada masing-masing lokasi pengukuran. Masing-masing sensor menunjukkan suhu yang relatif seragam pada kisaran 30 sampai 30.5 oC, kecuali pada S3 dan S4 pada pukul 20.00 sampai 03.00 dan 09.30 sampai 14.45 yang menunjukkan adanya kenaikan suhu sebesar 1.5 oC. Waktu tersebut merupakan kondisi pasang. Perairan Pulau Pramuka memiliki tipe pasut campuran dominan tunggal (Adityayuda 2012). 32
31.5
31
S1 S2 S3
30.5
S4 S5
30
18:00:50 18:45:04 19:30:13 20:15:22 21:00:31 21:45:40 22:30:49 23:15:03 0:00:12 0:45:21 1:30:30 2:15:44 3:00:53 3:45:07 4:30:16 5:15:25 6:00:34 6:45:44 7:30:53 8:15:07 9:00:16 9:45:25 10:30:34 11:15:43 12:00:52 12:45:07 13:30:16 14:15:25
29.5
Gambar 18 Grafik suhu permukaan laut hasil pengukuran buoy
26
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Nilai PDR dari hasil uji coba berbasis WSN dengan protokol ZigBee mempunyai nilai 89.69% hingga 100%. Hal tersebut menunjukkan instrumen memiliki kinerja yang sangat baik. Instrumen buoy tertambat wireless sensor networks (WSN) berbasis modul radio protokol ZigBee berpotensi untuk pengamatan lingkungan perairan pesisir secara real time. Kegagalan pengiriman disebabkan karena keterbatasan jangkauan trasmiter. Keterbatasan jangkauan transmiter dapat dihindari dengan meninggikan posisi instrumen. Daya tahan baterai dari instrumen tersebut mampu mengukur selama 26 jam. Dalam pengembangan instrumen ini sebaiknya dilengkapi dengan solar cell agar dapat mengirimkan data secara real time dengan jangka waktu yang lama. Saran Keterbatasan jangkauan transmiter dapat dihindari dengan meninggikan posisi instrumen. Dalam pengembangan instrumen ini sebaiknya dilengkapi dengan solar cell agar dapat mengirimkan data secara real time dengan jangka waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA Adityayuda A. 2012. Pengukuran Faktor Koreksi Jarak pada Instrumen Motiwali [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Albaladejo C, Sanchez P, Iborra A, Soto F, Lopes JA, dan Torres R. 2010. Wireless Sensor Networks for Oceanographic Monitoring: A Systematic Review. Sensors. 10: 6948-6968. Albaladejo C, Soto F, Torres R, Sanchez P, dan Lopes JA. 2012. A Low-cost sensor buoy system for monitoring shallow marine environments. Sensors. 12: 9613-9634. Alkandari A, Alnasheet M, Alabduljader Y, Moein SM. Water monitoring system using Wireless Sensor Network (WSN): Case study of Kuwait beaches. Second International Conference on Digital Information Processing and Communications (ICDIPC). 2012 Juli 10-12. Klaipeda City. Lithuania IEEE. hlm10-15. Amini N. 2012. Transmission Power Management for Wireless Health Applications. [disertasi]. Los Angeles (US): University of California. Ardiyanto L, Sumiharto R. 2012. Implementasi Jaringan Sensor Nirkabel Berbasis Xbee Studi Kasus Pemantauan Suhu dan Kelembaban. IJEIS. 2(2):119-130.
27
Bengen DG. 2009. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Pengelolaan Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/24548. Bromage M, Obraczka K, Potts D. 2007. SEA-LABS: A Wireless Sensor Network for Sustained Monitoring of Coral Reefs. 6th International IFIP-TC6 Networking Conference, 2007 Mei 14-18. Atlanta. USA. Jerman (DE). Springer Berlin Heidelberg. hlm 1132-1135. Carr JJ. 2001. Practical Antenna Handbook. United States of America (US): McGraw-Hill. Faludi R. 2010. Building Wireless Sessor Network. United States of America (US): O’Reilly Media. IALA (International Association of Marine Aids to Navigation and Lighthouse Authorities). 2013. Hydrostatic design of buoys edition 1. IALAAISM Guidelines. 1099:1-25. Jordán MA, Beltrán-Aguedo R. 2004. Optimal identification of potential-radiation hydro-dynamics for moored floating structures-a new general approach in state space. Ocguediean Eng. 31(14):1859-1914. Ravichandran M. 2011. In-Situ Ocean Observing System. In Schiller A dan Brassington GB, editor. Operational Oceanography in the 21st Century. Chapter 3. Springer. New York. hlm 55-90. Pigawati B. 2005. Identifikasi Potensi dan Pemetaan Sumberdaya Pesisir Pulau Pulau Kecil dan Laut Kabupaten Natuna-Provinsi Kepulauan Riau. Ilmu Kelautan. 10(4):229-236. Purwanta W. 2001. Merancang sistem buoy dan sensor sebagai perangkat pemantauan lingkungan perairan yang murah, handal dan mandiri. J. Teknologi Lingkungan. 2(3): 287 – 295. Ramamurthy B, Bhargavi S, Shashikumar R. 2010. Development of a Low-Cost GSM SMS-Based Humidity Remote Monitoring and Control system for Industrial Applications. (IJACSA) International Journal of Advanced Computer Science and Applications. 1(4): 20-26. Riszki TI, Harmami. 2015. Pengaruh Suhu terhadap Kualitas Coating (Pelapisan) Stainless Steel Tipe 304 dengan Kitosan secara Elektroforesis. J. Sains dan Seni. 4(1):2337-3520. Rositasari R, Setiawan WB, Supriadi IH, Hasanuddin & Prayuda B. 2011. Kajian dan Prediksi Kerentanan Pesisir Terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus di Pesisir Cirebon. J. Ilmu Teknol. Kelautan Trop. 3(1):52-64. Sheinbaum J. 2003. Current theories on El Nino-Southern Oscillation: A review. Geofisica Internacional. 42(3):291-305. Thamrin. 2014. Analisis kinerja jaringan WPAN ZegBee dengan topologi cluster tree. J. Teknik Elektro ITP. 3(1):19-27.
28
Voigt T, Osterlind F, Finne N, Tsiftes N, He Z, Eriksson J, Dunkels A, Bamstedt U, Schiller J & Hjort K. 2007. Sensor Networking in Aquatic Environments - Experiences and New Challenges. Local Computer Networks; 2007 Oct 15-18; Dublin, Ireland. Dublin (IE): IEEE. hlm 793-798. Withamana A. 2013. Rancang Bangun dan Uji Coba Instrumen Sistem Buoy Menggunakan A-WSN Protokol Zigbee di Perairan Pesisir [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1 Konfigurasi Arduino Pro Mini
31
Lampiran 2 Kondisi pengambilan data lapang
(a) Sensor 1
(b) Sensor 2
(c) Sensor 3
(d) Sensor 4
(e) Sensor 5
(f) Koordinator
32
L
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Maret 1988 dari ayah Raizal Atha dan ibu S R U Hidayati. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB, lulus pada tahun 2011. Pada tahun 2012, penulis diterima di Program studi Teknologi Kelautan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Beasiswa Unggulan DIKTI.