1 SISTEM PENGAWASAN INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI DI INDONESIA ISNALDI Fakultas Hukum Universitas Indonesia Abstract This study is a normative legal research aims to determine the development of oversight systems for supreme court and constitutional Judges in Indonesia. Law society and Indonesian constitutional require formation of a free, independent, clean and respectable judiciary, however, a oversight system must be supported and equipped with external oversight, which the existing control is an internal one. Through the third amendments to the Constitution of the Republic of Indonesia in 1945, Judicial Commission was formed as a state institution in charge of maintaining the honor, dignity and behavior of judges. The study was based on the statutory provisions on Judicial Power, the Supreme Court, Constitutional Court and the Judicial Commission formed after the Constitutional Court Decision No. 005/PUU-IV/2006 that limit the authority of the judicial commission on oversight of judges. Key Words : supervision of supreme court justice, supervision of constitutional justice, internal control system of judges, external control system of judges. Abstrak Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana perkembangan sistem pengawasan Hakim Agung dan Hakim Konstitusi di Indonesia. Kebutuhan Hukum Masyarakat dan ketatanegaraan Indonesia terhadap terbentuknya lembaga peradilan yang bebas, mandiri, bersih dan berwibawa menyebabkan sistem pengawasan selama ini yang hanya bersifat internal harus didukung, dilengkapi dengan pengawasan eksternal.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
2 Untuk itu melalui Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ketiga terbentuklah Komisi Yudisial sebagai Lembaga Negara yang bertugas menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim. Penelitian ini didasarkan pada ketentuan perundangundangan tentang Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial yang terbentuk pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 yang memangkas kewenangan Komisi Yudisial sepanjang mengenai pengawasan terhadap hakim. Kata Kunci: pengawasan Hakim Agung, pengawasan Hakim Konstitusi, sistem pengawasan hakim internal, sistem pengawasan hakim eksternal. PENDAHULUAN Tahun 2013 menandai 15 tahun berlangsungnya reformasi secara menyeluruh di Indonesia. Masyarakat menuntut reformasi di segala bidang, salah satu yang utama adalah reformasi bidang hukum dan peradilan. Lemahnya penegakan hukum (law enforcement) di Indonesia telah memberikan kontribusi yang sangat besar pada keterpurukan bangsa ini kedalam jurang krisis yang sangat dalam dan berkepanjangan. Walaupun sudah berjalan selama 15 tahun reformasi bidang ini masih jauh harapan. Berbagai bentuk penyalahgunaan wewenang oleh aparat penegak hukum termasuk hakim, judicial corruption seperti hakim terima suap, hakim terbukti narkoba, hakim melakukan tindakan asusila lainnya seperti perjudian, perzinahan dan berbagai perilaku tidak terpuji lainnya telah menjadi potret sehari-hari. Penyebab utama lemahnya penegakan hukum di Indonesia, adalah rendahnya moralitas dan integritas aparat penegak hukum.
Moralitas aparat
penegak hukum (hakim, polisi, jaksa dan advokad) sangat lemah.1
Menurut
Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori salah satu faktor penyebab lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah rendahnya integritas aparat penegak hukum
1
Wasingatu Zakiyah, et al., Menyingkap Tabir Mafia Peradilan, cet. 1, (Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2002), hal. 217.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
3 seperti polisi, hakim, jaksa dan advokat.2 Rendahnya kualitas aparat penegak hukum hampir di semua negara berkembang adalah menjadi penyebab terhambatnya proses penegakan hukum. Peranan manusia yang menjalankan hukum itu (penegak hukum) menempati posisi strategis. Seperti apa yang diungkapkan oleh Frans Hendra Winarta yang mengutip pendapat dari Roscoe Pound menjelaskan bahwa hukum itu sangat bergantung pada orang yang mengatur hukum tersebut, bukan dari hukum itu sendiri.3 Makin maraknya penyalahgunaan wewenang dan judicial corruption tersebut disebabkan lemahnya sistem pengawasan. Sistem pengawasan internal (fungsional) yang ada di lembaga peradilan tidak berjalan secara efektif.4 Badan Pengawas Mahkamah Agung yang merupakan lembaga pengawas internal di Mahkamah Agung dan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi belum bekerja dengan baik. Kondisi itu memicu tumbuh dan berkembangnya tindakan abuse of power yang menyebabkan judicial corruption (mafia peradilan) sulit diberantas.5 Mengingat pentingnya lembaga khusus pengawasan terhadap hakim tersebut, maka Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hasil amandemen ketiga telah melahirkan Komisi Yudisial, yaitu lembaga baru yang berada dalam lingkungan kekuasaan kehakiman yang kewenangan utamanya adalah menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksana kekuasaan kehakiman yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konsitusi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh A. Ahsin Thohari, di beberapa negara, Komisi Yudisial muncul sebagai akibat dari salah satunya disebabkan oleh lemahnya monitoring secara intensif terhadap kekuasaan kehakiman, karena monitoring hanya dilakukan secara internal saja.6 Pembentukan Komisi Yudisial juga didasari pada ide pentingnya pengawasan hakim dalam rangka melakukan reformasi yang mendasar terhadap sistem peradilan, tidak saja menyangkut penataan kelembagaannya 2
Imam Anshori, “Tujuh Faktor Sebabkan Penegakan Hukum Lemah,”
, diakses 9 April 213. 3 Roscoe Pound sebagaimana dikutip dalam Frans Hendra Winarta, “Reformasi Lembaga Hukum Sebagai Dasar Pelaksanaan Reformasi Hukum Nasional,“ , diakses 1 Maret 2013. 4 Hermansyah, “Peran Lembaga Pengawas Eksternal Terhadap Hakim,”
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
4 (institutional reform) ataupun menyangkut mekanisme aturan yang bersifat instrumental (instrumental atau procedural reform), tetapi juga menyangkut personalitas dan budaya kerja aparat peradilan serta perilaku hukum masyarakat kita sebagai keseluruhan (ethical dan bahkan cultural reform).7 Untuk melaksanakan Pasal 24B ini maka dibentuklah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Langkah-langkah yang dilakukan oleh Komisi Yudisial telah mendorong ke arah kemajuan, sebab dengan gebrakannya menyorot dan memeriksa hakim-hakim yang dilaporkan dan diduga nakal, mulai dari hakim pengadilan negeri sampai ke Hakim Agung ternyata telah mampu meningkatkan gairah masyarakat untuk menyorot dan melaporkan hakimhakim nakal, meski tak semua laporan itu benar adanya. Namun Undang-Undang ini di judicial review dan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU/2006 kewenangan Komisi Yudisial sepanjang menyangkut pengawasan telah dibatalkan. Semenjak itu pula sistem pengawasan terhadap penyelenggara kekuasaan kehakiman khususnya mengenai kedudukan Komisi Yudisial yang merupakan produk reformasi menjadi tidak jelas. Merespon desakan masyarakat terhadap pentingnya perubahan peraturan perundang-undangan tentang kekuasaan kehakiman, maka Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat secara berturut-turut merancang dan menetapkan beberapa undang-undang yaitu: Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, UndangUndang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Undang-Undang Nomor 3 tahun 2009 tentang Mahkamah Agung mengatur 3 (tiga) macam bentuk pengawasan yaitu (1) pengawasan menyangkut
7
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, (Jakarta: Setjen Mahkamah Konstitusi R.I, 2006), hal. 188.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
5 penyelenggaraan peradilan,8 (2) pengawasan terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan,9 dan (3) pengawasan terhadap perilaku hakim. Mahkamah
Agung
melakukan
pengawasan
tertinggi
menyangkut
penyelenggaraan peradilan dan terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan. Adapun pengawasan terhadap perilaku Hakim Agung dan hakim yang berada dalam lingkungan Mahkamah Agung yang meliputi lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Mahkamah Agung sebagai pengawas internal dan Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal.10 Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial terhadap perilaku hakim sebagaimana dimaksud harus berdasarkan pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang ditetapkan secara bersama-sama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.11 Sebagai implementasinya maka lahirlah Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam bentuk Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 047/KMA/SKB/IV/2001 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009. Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dipandang sebagai wujud semangat membersihkan peradilan Indonesia
inipun kemudian di judicial review di
Mahkamah Agung. Dalam amar putusannya, MA menyatakan butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4 serta butir 10.1,10.2, 10,3 dan 10.4 dibatalkan.12 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi disebutkan bahwa pengawasan hakim dalam lingkungan Mahkamah Konstitusi dilakukan oleh Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi. Komposisi Majelis Kehormatan Konstitusi diatur dalam pasal 27 A ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e yang terdiri dari 1 (satu) orang Hakim Konstitusi, 1 (satu) orang anggota Komisi Yudisial, 1 (satu) orang dari unsur DPR, dan 1 (satu) orang dari unsur Pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum, dan 1 (satu)
8
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. LN No. 3 Tahun 2009, Pasal 32 ayat (1). 9 Ibid., Pasal 32 ayat (2). 10 Ibid., Pasal 32A. 11 Ibid., Pasal 32A ayat (4) 12 “Uji materiil skb kode etik hakim dangkal ilmu pengetahuan,” , diakses 18 Maret 2012.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
6 orang Hakim Agung.13 Dengan demikian sistem pengawasan hakim pada Mahkamah Konstitusi sudah cukup ideal karena sudah melibatkan unsur-unsur lain di luar Mahkamah Konstitusi termasuk unsur dari Komisi Yudisial sehingga dapat dikatakan bahwa sistem pengawasan Hakim Konstitusi sudah mengandung unsur internal dan eksternal. Namun Undang-Undang ini pun kemudian di judial review di Mahkamah Konstitusi. Setelah adanya permohonan gugatan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi,14 salah satunya Pasal 27A ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e,15 yang mengatur tentang Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi. Putusan Mahkamah Konstitusi ternyata tidak hanya mengabulkan apa yang dimohonkan oleh pemohon yakni Pasal 27A ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, tetapi juga mengabulkan Pasal 27A ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6)
16
karena alasan adanya keterkaitan satu sama
lain, sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan adanya putusan Mahkamah Agung Nomor yang membatalkan beberapa butir ketentuan dalam Surat Keputusan Bersama Bersama (SKB) Nomor 047/KMA/SKB/IV/2001 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 dan Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap judial review Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi masyarakat kembali bertanya tentang bagaimana sesungguhnya konsep sistem pengawasan hakim di Indonesia. Kondisi seperti inilah yang melatar belakangi 13
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. LN No. 70 Tahun 2011, Pasal 27A. 14 Para pemohon merupakan dosen hukum tata negara, seperti Saldi Isra, Fatmawati, Yuliandri, Feri Amsari, Arief Hidayat, Zainul Daulay, Zainal Arifin Mochtar, Muchamad Ali Safa’at. 15 Lihat pasal 27A ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan Undang-Undang nomor 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi : ayat (2) Untuk menegakkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang keanggotannya terdiri atas : a. 1 (satu) orang hakim konstitusi; b. 1 (satu) orang anggota Komisi Yudisial; c. 1 (satu) orang dari unsur DPR; d. 1 (satu) orang dari unsur pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum; dan e. 1 (satu) orang hakim agung. 16 Pasal 27A ayat (3) Dalam melaksanakan tugasnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi berpedoman pada: a. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi; b. tata beracara persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi; dan c. norma dan peraturan perundang-undangan. Ayat (4) Tata beracara persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b memuat mekanisme penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi dan jenis sanksi. Ayat (5) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa: a. teguran tertulis; b. pemberhentian sementara; atau c. pemberhentian.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
7 penulis dalam menulis karya tulis ini. Harapan penulis dengan adanya karya tulis ini kita dapat mengetahui dan melihat dengan jelas tentang bagaimana sistem pengawasan sebagaimana dimaksud. POKOK PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakangan yang telah penulis jelaskan diatas, hal-hal yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah: Pertama, bagaimana sistem dan mekanisme pengawasan terhadap Hakim Agung dan hakim-hakim dibawah lingkungan Mahkamah Agung yang diatur dalam peraturan perundang-undangan; kedua, bagaimana sistem dan mekanisme pengawasan terhadap Hakim Konstitusi yang diatur dalam peraturan perundangundangan; dan ketiga, bagaimana perbandingan sistem pengawasan Hakim Agung dan hakim dibawah lingkungan Mahkamah Agung dengan Hakim Konstitusi Indonesia. METODE PENELITIAN Penelitian hukum ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif (dogmatic),17 yang ditujukan untuk menemukan dan merumuskan argumentasi hukum melalui analisis terhadap pokok permasalahan. Ada beberapa jenis pendekatan (approach) yang dilakukan dalam sebuah penelitian hukum yuridis normatif yaitu: pendekatan historis (historical approach), pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach)18. Pada penelitian ini penulis menggunakan lebih dari satu pendekatan
17
Menurut J. Gijssel, Kajian Dogmatik Hukum berfokus pada hukum positif, antara lain : (1) mempelajari aturan hukum dari segi teknis; (2) berbicara tentang hukum; (3) bicara hukum dari segi hukum; dan (4) bicara problem yang konkret. Lihat J. Gijssel dalam Philipus M. Hadjon, “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif)”, (Surabaya: Jurnal Yuridika Fakultas Hukum Airlangga Vol. IX No. 6, November-Desember 1994). 18 Terry Hutchinson, Researching and Writing in Law, (Sydney: Lawbook. Co., PyrmontNSW, 2002), hal. 29. Lihat juga Peter Mahmud Marzukki, “Jurisprudence As Sui Generis Discipline”, (Surabaya, Jurnal Hukum Yuridika Fakultas Hukum Universitas Airlangga Vol. XVII No. 4 Juli 2004), hal. 309-310.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
8 yang bertujuan agar terjadinya saling melengkapi antara satu pendekatan dengan pendekatan lainnya. Langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah dengan menghimpun bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Untuk menunjang penelitian, penulis menggunakan metoda pengumpulan data dan analisa data sebagai berikut, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan penelitian pustaka. PEMBAHASAN Pengertian Kekuasaan Kehakiman Istilah Kekuasaan Kehakiman dalam kalangan hukum kita disamakan artinya dengan apa yang ada dalam istilah Belanda yang disebut dengan “Rechterlijke Macht”, atau dalam istilah bahasa Perancis disebut “Pouvoir Judiciaire”.19 Menurut Merrian Webster’s Dictionary of Law bahwa, “Judicial power: the power granted to the judicial branch of a government”. Kata Kekuasaan Kehakiman yang tercantum dalam pasal 24 (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maupun pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman merupakan terjemahan dari Rechterlijke Macht atau Rechterlijke Autoriteit yang menurut ajaran Trias Politika seharusnya terpisah dari cabang kekuasaan lainnya.20 Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ketiga dalam sistem kekuasaan negara modern. Dalam bahasa Indonesia, fungsi kekuasaan negara yang ketiga ini seringkali disebut cabang kekuasaan ”yudikatif”, dari istilah Belanda judicatief. Dalam bahasa Inggris, disamping istilah legislative, executive, tidak dikenal istilah judicative sehingga untuk pengertian yang sama biasanya dipakai istilah judicial, judiciary ataupun judicature.21 Sementara
Kekuasaan
Kehakiman
menurut
ketentuan
peraturan
perundang-undangan baik istilah maupun pengertiannya tidak banyak mengalami 19
H. Moch Koesnoe, Kedudukan Dan Tugas Hakim Menurut Undang-Undang Dasar 1945 (Surabaya: Ubhara Press, 1998), hal. 1. 20 M. Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung dalam Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal. 4. 21 Jimmly Asshiddiqie, Pengantar …..loc. cit., hal. 310.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
9 perubahan. Istilah dan pengertian tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana dimaksud dapat kita lihat sebagai berikut: Pertama, menurut Pasal 1 UndangUndang Nomor 14 Tahun 1970 Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia22; kedua, menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republim Indonesia23; ketiga, menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman bahwa Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.24 Konsep Independensi Kekuasaan Kehakiman Konsep independensi Kekuasaan Kehakiman merupakan manifestasi dari ‘Universal Declaration of Human Rights’, dan ‘International Covenant on Civil and Political Rights’,25 dimana didalamnya mengatur tentang “independent and impartial judiciary“. Di dalam Universal Declaration of Human Rights, dinyatakan dalam Article 10, “Every one is entitled in full equality to a fair and public hearing by in independent and impartial tribunal in the determination of his rights and obligations and of any criminal charge against him”. Setiap orang berhak dalam persamaan sepenuhnya didengarkan suaranya di muka umum dan secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak memihak, dalam hal
22
Republik Indonesia, “Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang KetentuanKetentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman”. LN tahun 1970 Nomor 74. Pasal 1. 23 Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004…….loc. cit., Pasal 1. 24 Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 ……. loc. cit., Pasal 1. 25
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum. (Jakarta: Erlangga, 1980), hal. 251; International Covenant on Civil and Political Rights, Adopted and opened for signature, ratification and accession by General Assembly resolution 2200 A (XXI) of 16 December 1966, Entry Into Force: 23rd March 1976, inaccordance with Article 49.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
10 menetapkan hak-hak dan kewajibannya dan dalam setiap tuntutan pidana yang ditujukan kepadanya.26 Kebebasan hakim pada lembaga peradilan hakikatnya merupakan benteng (safeguard) dari rule of law.27 Kekuasaan kehakiman yang merdeka, dalam arti bebas dari campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial lain, merupakan ideologi universal masa kini maupun masa datang. Kekuasaan Kehakiman yang merdeka merupakan ideologi yang dicetuskan paham trias politica dan konsep negara hukum (Rechtstaat) atau state under rule of law yang dikenal dengan semboyan supremasi hukum (the law is supreme). Konsep dan ideologi negara hukum memberikan kedudukan yang bebas dan merdeka kepada kekuasaan kehakiman.28 Sistem Pengawasan Hakim Agung Menurut Peraturan PerundangUndangan yang berlaku 1. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Dalam UndangUndang ini pengawasan terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman berada sepenuhnya di tangan Mahkamah Agung sendiri. Yang menjadi objek pengawasan Mahkamah Agung dalam hal ini adalah tingkah laku dan perbuatan para hakim di semua lingkungan peradilan meliputi lingkungan
26
Diimplementasikan dalam Pasal 17 UU No.39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan: “Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh putusan yang adil dan benar”. 27 Tetang Konsep Negara Hukum ini dapat dibaca secara lengkap dalam Sri Soemantri, “Sistem Pemerintahan Republik Indonesia”, Jurnal Mimbar Hukum Vol. X No. 3 Nopember 2002, hal. 190; Yance Arizona, “Konstitusi dalam Intaian Neoliberalisme”, Jurnal Konstitusi Vol. 1 No. 1 November 2008, Mahkamah Konstitusi RI, hal. 27. 28 M. Yahya Harahap, Kekuasaan…..loc. cit., hal. 5.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
11 peradilan umum, lingkungan peradilan tata usaha negara, lingkungan peradilan agama dan lingkungan peradilan militer.29 2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Salah satu substansi penting yang terdapat dalam Undang-Undang ini adalah menyangkut hubungan kelembagaan antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yaitu mengenai pemulihan kewenangan Komisi Yudisial dalam mengawasi Hakim Agung. Sebelumnya melalui pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial Mahkamah Konstitusi telah memangkas kewenangan Komisi Yudisial sepanjang menyangkut pengawasan terhadap Hakim Agung. Undang-Undang ini mengatur 3 (tiga) macam bentuk pengawasan yaitu: (1) pengawasan menyangkut penyelenggaraan peradilan yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung; (2) pengawasan terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan dilaksanakan oleh Mahkamah Agung; (3) Pengawasan terhadap perilaku Hakim Agung dan hakim dilingkungan Mahkamah Agung dilaksanakan oleh Mahkamah Agung sebagai pengawas internal dan Komisi Yudisial sebagai pengawas eksternal.30
29
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung ini selengkapnya berbunyi: (1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan kekuasaan kehakiman. (2) Mahkamah Agung mengawasi tingkah laku dan perbuatan para Hakim di semua lingkungan peradilan dalam menjalankan tugasnya. (3) Mahmakah Agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua lingkungan Peradilan. (4) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan yang dipandang perlu kepada Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan. (5) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) sampai dengan ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksan dan memutus perkara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 No. 73 dan Tambahan Lembaran Negara No. 3316 30
Republik Indonesia, Pasal 32 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985. LNRI Tahun 2009 No. 3. Selengkapnya berbunyi: (1) Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap penyelenggaraan peradilan pada semua badan peradilan yang berada dibawahnya dalam menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. (2) Selain pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap pelaksanaan tugas administrasi dan keuangan.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
12 Pengawasan terhadap perilaku hakim yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial harus berpedoman pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang ditetapkan secara bersama-sama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Disamping pembagian proporsi yang jelas antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap Hakim Agung dan hakim dilingkungan Mahkamah Agung, dalam pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Agung Komisi Yudisial juga dilibatkan, bahkan mendapatkan proporsi yang lebih besar dibandingkan
Mahkamah
Agung.
Keanggotaan
Majelis
Kehormatan
Mahkamah Agung terdiri dari 4 (empat) orang anggota Komisi Yudisial dan 3 (orang) Hakim Agung. 3. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.
Berdasarkan Pasal 13 Komisi Yudisial memiliki wewenang sebagai berikut: (1) mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan Hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; (2) menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; (3) menetapkan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama dengan Mahkamah Agung; dan (4) menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim.31
Sistem Pengawasan Terhadap Hakim Konstitusi Menurut Peraturan Perundang-Undangan Yang Berlaku Pembahasan mengenai pengawasan terhadap Hakim Konstitusi tidak terlepas dari hubungan antar dua lembaga yaitu Mahkamah Konstitusi dan Komisi (3) Mahkamah agung berwenang untuk meminta keterangan tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan dari semua badan peradilan yang berada dibawahnya. (4) Mahkamah Agung berwenang memberi petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan di semua badan peradilan yang berada dibawahnya. (5) Pengawasan dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. 31 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011…..op. cit., Pasal 13.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
13 Yudisial. Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara yang baru dan sederajat dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sama-sama merupakan pelaksana cabang kekuasaan kehakiman (judiciary) yang merdeka dan terpisah dari cabang-cabang kekuasaan lain, yaitu pemerintah (executive) dan lembaga permusyawaratan-perwakilan (legislature).32 Kedudukan Yuridis Komisi Yudisial ditegaskan dalam Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah:33 bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri, mempunyai kewenangan pokok mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Dengan frasa “dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Jika merujuk pada ketentuan diatas maka kata “hakim” diatas tidak hanya terbatas pada Hakim Agung dan hakim dilingkungan Mahkamah Agung semata, karena Undang-Undang Dasar 1945 tersebut tidak memberikan batasan terhadap hakim mana yang dimaksud. 1. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tidak mengatur secara eksplisit mengenai defenisi dan pengertian Hakim Konstitusi. Pasal 12 Undang-Undang ini hanya mengatur tentang tugas dan kewenangan Hakim Konstitusi.34 Sementara UndangUndang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman disamping menegaskan kedudukan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagai organ negara yang melaksanakan Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang ini juga mengatur tentang sistem pengawasan terhadap Hakim Agung dan hakim di lingkungan Mahkamah Agung serta Hakim Konstitusi dan Komisi Yudisial
32
Jimly Asshiddiqie, “Kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam struktur ketatanegaraan Indonesia,” . Di akses tanggal 25 Juni 2013. Makalah disampaikan pada Workshop tentang Koordinasi, Konsultasi, Evaluasi Implementasi MOU Helsinki dan UndangUndang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh serta Penyelenggaraan Pemilukada Aceh 2011 yang Aman, Tertib dan Damai, di Jakarta, Kamis, 8 Desember 2011. 34
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004….. loc. cit., Pasal 12.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
14 sebagai pengawas eksternal.35 Sementara Hakim Konstitusi diawasi oleh Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi.36 2. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang ini tidak mengatur secara jelas mengenai pengawasan terhadap Hakim Konstitusi. Undang-Undang ini mengatur tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Pasal 23 ayat (5) menyebutkan bahwa pembentukan, susunan dan tata kerja Mejelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Konstitusi. Sebagai turunannya pada tanggal 24 September Tahun 2003 lahirlah Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PMK/2003 tentang Kode Etik dan Pedoman Tingkah Laku Hakim Konstitusi. 3. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. UndangUndang ini mewajibkan Mahkamah Konstitusi untuk menyusun Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi yang berisi norma yang harus dipatuhi oleh setiap Hakim konstitusi dalam menjalankan tugasnya untuk menjaga integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, dan negarawan.37 Penyusunan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi merujuk kepada “The Bangalore Principles of Judicial Conduct 2002” yang telah diterima baik oleh negara-negara yang menganut sistem “Civil Law” maupun “Common Law”, disesuaikan dengan sistem hukum dan peradilan Indonesia dan etika kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana termuat dalam Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa yang masih tetap berlaku. 4. Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006, tanggal 23 Agustus 2006, bahwa Hakim Konstitusi berbeda dengan hakim badan peradilan lain, Hakim Konstitusi pada dasarnya bukanlah hakim sebagai 35
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 39 ayat (4) dan Pasal 40 ayat (1). LN Tahun 2009 Nomor 157. 36
37
Ibid, Pasal 44
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 27A ayat (1). LN. Tahun 2011 Nomor 70.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
15 profesi tetap, melainkan hakim karena jabatannya. Hakim konstitusi hanya diangkat untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan setelah tidak lagi menduduki jabatan Hakim Konstitusi, yang bersangkutan masing-masing kembali lagi kepada status profesinya yang semula.Kalau kita mencermati
pengaturan
tentang pengawasan Hakim Oleh Komisi Yudisial baik dimulai dari UndangUndang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial pada pasal 20, bahwa Komisi Yudisial dapat melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim dalam rangka menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim. Walaupun pasal 1 ayat (5) dan ketentuaan yang lain dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan UndangUndang Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman ini dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.38 Namun dengan terbentuknya Undang-Undang lain pasca putusan tersebut seperti Undang-Undang Nomor 48 Tahun tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Komisi Yudisial, dimana pengertian hakim tidak hanya terbatas Hakim Agung dan hakim dibawah lingkungan Mahkamah Agung, namun juga termasuk Hakim Konstitusi, maka menurut penulis Komisi Yudisial mempunyai kewenangan melakukan tugas pengawasan baik terhadap Hakim Agung dan Hakim Konstitusi. 5. Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Dalam perubahan Undang-Undang tentang Komisi Yudisial ini, pada pasal 1 jelas ada perubahan tentang batasan dan pengertian Hakim. Hakim adalah hakim
38
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 005/PUU-IV/2006 menyatakan bahwa Pasal 1 angka (5) sepanjang mengenai kata-kata “hakim Mahkamah Konstitusi”, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22 ayat (1) huruf e, Pasal 22 ayat (5), Pasal 23 ayat (2), Pasal 23 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (5), Pasal 24 ayat (1) sepanjang mengenai kata-kata “dan/atau Mahkamah Konstitusi”, Pasal 25 ayat (3) sepanjang mengenai kata-kata “dan/atau Mahkamah Konstitusi”, Pasal 25 ayat (4) sepanjang mengenai kata-kata “dan/atau Mahkamah Konstitusi” Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tidak mempunyai kekuatan hukum mengingat; Pasal 34 ayat (3) UndangUndang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
16 dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung dan Badan Peradilan.39 Jadi jelas disini tidak termasuk Hakim pada Mahkamah Konstitusi. Dan dalam Undangundang perubahan ini tidak ada sama sekali mengatur tentang pengawasan Hakim pada Mahkamah Konstitusi, praktis dalam Undang-Undang Komisi Yudisial ini Hakim Mahkamah Konstitusi bukan merupakan Objek Pengasawasan. Jika kita melihat rangkaian panjang tentang Judicial Review semua hal yang berkaitan dengan pengawasan Hakim Mahkamah Konstitusi, dimulai ketika pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004, kemudian Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, kemudian Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial yang juga di jucial review. Secara argumentasi hukum memang bisa dibenarkan, tapi menurut penulis setiap Lembaga Negara, wajib untuk bisa diawasi dan transparan dalam setiap kinerjanya, hal ini supaya mencegah abuse of power dan mal administrasi, dan menurut penulis penting sekali sebenarnya dalam rumusan tentang Pengawasan Hakim Oleh Komisi Yudisial dalam Undang-Undang 1945 dibuat menjadi jelas dan disebutkan objek pengawasannya, sehingga sesuai dengan asas kepatuhan terhadap hirarki peraturan perundang-undangan, maka semua undang-undang yang mengatur dan berhubungan dengan pengawasan hakim dalam hal lembaga yang melaksanakan Kekuasaan Kehakiman wajib melaksanakan, karena kondisinya sekarang adalah, Komisi yudisial yang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memang tidak secara jelas dan lugas mengatur tentang wewenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksana Kekuasaan Kehakiman. KESIMPULAN Sebagai kesimpulan dalam tulisan ini berdasarkan pokok permasalahan yang telah disebutkan pada awal tulisan ini diantaranya adalah: Pertama, Sistem pengawasan terhadap perilaku Hakim Agung sudah cukup ideal. Karena berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 telah mengatur adanya 2 (dua) system pengawasan yaitu pengawaan internal oleh Mahkamah Agung dan 39
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011..... loc. cit., Pasal 1 ayat
(5).
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
17 pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial. Kedua, Sistem pengawasan terhadap Hakim Konstitusi yang berlaku saat ini belum ideal. Sistem pengawasan yang ada masih bersifat internal yang dilaksanakan oleh Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi. Walaupun keanggotaan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi pasca putusan Mahkamah Konstitusi tinggal 2 (dua) orang yaitu 1 (satu) orang dari Mahkamah Konstitusi dan 1 (satu) orang dari Komisi Yudisial, namun menurut penulis masih banyak hal-hal yang harus diatur baik dari jumlah maupun mekanisme pengawasannya sehingga pengawasan tersebut menjadi ideal. Ketiga, Bila dibuat perbandingan antara sistem pengawasan terhadap Hakim Agung dan sistem pengawasan terhadap Hakim Konstitusi, maka penulis sampai pada kesimpulan bahwa sistem pengawasan yang ada pada Mahkamah Agung lebih baik bila dibandingkan dengan sistem pengawasan yang ada di Mahkamah Konstitusi. SARAN Agar tercipta sistem pengawasan yang baik terhadap penyelenggara kekuasaan kehakiman yaitu Hakim Agung dan Hakim Konstitusi, maka penulis menyarankan beberapa hal yaitu: Pertama, Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran sebagaimana selama ini mengenai kata ”hakim” dalam ketentuan pasal 24 B ayat (1), penulis menyarankan perlunya dilakukan amandemen kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya menyangkut kedudukan Komisi Yudisial, sehingga tidak terjadi lagi beberapa penafsiran yang kontradiktif. Kedua, Amandemen UUD 1945 butuh waktu yang lama karena harus melalui proses yang panjang, maka sebagai alternatif menurut penulis harus dilakukan revisi atau perubahan terhadap Undang-Undang tentang Mahkamah Konsitusi khususnya menyangkut pengawasan baik internal maupun eksternal. Termasuk juga mengenai Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi khususnya mengenai keanggotaan.
Ketiga, Perlu ditingkatkan sinergi antara
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
18 lembaga pengawas internal dan eksternal baik di Mahkamah Agung maupun di Mahkamah Konstitusi. Keempat, Penguatan dan penataan organisasi
pada
lembaga atau badan pengawas baik struktur maupun sumber daya manusia.
DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adi Nugroho, Susanti. Eksaminasi Publik: Partisipasi Masyarakat Mengawasi Peradilan. Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2003. Asshiddiqie, Jimly. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi. Jakarta: Sekjen Mahkamah Konstitusi R.I, 2006. ____________. Jimly. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi Press, 2005. ____________. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara.Jakarta : Penerbit Konstitusi Press, 2006. Azhari, Negara Hukum Indonesia, Analisa Yuridis Normatif Tentang Unsurunsurnya. Jakarta: UI Press, 1995. Alder, Jhon and Peter English. Constitutional and Administrative Law, sebagaimana dikutip dalam Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010. Broto, Wisnu. Hakim Dan Peradilan Di Indonesia: Dalam Beberapa Aspek Kajian. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 1997. Budiharjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet. 14. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992. Djohansyah, Johannes. Independensi Hakim di Tengah Benturan Politik dan Kekuasaan’, dalam “Reformasi Peradilan Dan Tanggung Jawab Negara. Jakarta: Komisi Yudial Republik Indonesia, 2010. ____________. Reformasi Mahkamah Agung Menuju Independensi Kekuasaan Kehakiman. Jakarta: Kesaint Blanc, 2008. Diecy, A.V. Pengantar Studi Hukum Konstitusi, terjemahan Introduction to the Study of The Law of the Constitution, penerjemah Nurhadi, M.A. Bandung: Nusamedia, 2007. Hutchinson, Terry. Researching and Writing in Law. Sydney: Lawbook. Co., Pyrmont-NSW, 2002. Harahap, M. Yahya. Kekuasaan Mahkamah Agung dalam Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2008.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
19
Ilyas, Karni. Catatan Hukum, cet. 1. Jakarta: Yayasan Karyawan Forum, 1996. Koesnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1976. Kelsen, Hans. General Theory of Law and State. New York: Russel & Russel, 1973. Koesnoe, H. Moch. Kedudukan Dan Tugas Hakim Menurut Undang-Undang Dasar 1945. Surabaya: Ubhara Press, 1998. Kusnardi, Moh dan Bintan R. Saragih. Susunan Pembagian Kekuasaan Negara Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: PT Gramedia, 1978. Kaligis, O.C. Mahkamah Agung VS Komisis Yudisial di Mahkamah Konstitusi, Reformasi Pengawasan Hakim.” Jakarta: O.C. Kaligis &Associates, 2006. Manan, Bagir. Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. Bandung: LPPMUNISBA, 1995. ____________. Suatu Tinjauan Terhadap Kekuasaan Kehakiman Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004.” Mahkamah Agung RI, 2005. Mahfud MD, Moch. Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2001. ____________. Komisi Yudisial dalam Mosaik Ketatanegaraan kita.Bunga Rampai Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan. Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2007 Montesquieu sebagaimana dikutip dalam O.Hood Philips, Paul Jackson, and Patricia Leopold, Constitutional and Administrative Law. London: Sweet and Maxwell , 2001. ____________. The Spirit of the Law, translated by Thomas Nugent. New York: Hafner Press, 1949. Mamudji, Sri, Et al. Metode Penelitian dan penulisan hukum.Depok: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Mahkamah Agung, Cetak Biru Pembaharuan Mahkamah Agung. Jakarta,:MARI 2003. Nasrun, Andi. M. Krisis Peradilan Mahkamah Agung di Bawah Soeharto. Jakarta: ELSAM, 2004. Russell; Peter H; and David M. O’Brien, Judicial Independence In The Age Of Democracy,Critical perspectives from around the world. Toronto: Constitutionalism&Democracy Series, McGraw-Hill, 1985.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
20 Soemantri, Sri. Tentang Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993. Suyuthi, Wildan. Etika Profesi, Kode Etik, dan Hakim dalam Pandangan Agama, dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct), Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Mahkamah Agung RI, 2006. Seno Adji, Oemar. Peradilan Bebas Negara Hukum. Jakarta: Erlangga, 1980. Soekanto, Soerjono dan R. Otje Salman. Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal.113-114. Soekanto, Soerjono dan Sri mamudji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat.Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2008. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Depok: Penerbit Universitas Indonesia Press, 2007. Sirajuddin, Komisi Yudisial dan Eksaminasi Publik. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006. Shetreet, Shimon. Judicial Independence: New Conceptual Dimension and Contemporary Challenges. dalam dalam Shimon Shetreet and J. Deschends (eds), Judicial Independence. Netherlands: Martinus Mijhoff Publisher, 1985. Thohari, A. Ahsin. Komisi Yudisial dan Reformasi Peradilan. Jakarta: Elsam, 2004. Tahir Azhary, Muhammad. Negara Hukum: Suatu Studi tentang PrinsipPrinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini. Jakarta: Bulan Bintang, 1992. ____________. Negara Hukum: Suatu Studi tentang Prinsip-Prinsipnya. Jakarta: Prenada Media, 1992 Voermans,Wim. Komisi Yudisial di Beberapa Negara Uni Eropa. Jakarta:Lembaga Kajian dan Advokasi Untuk Independensi Peradilan, 2002. Yudisial, Komisi, et al. Bunga Rampai Komisi Yudisial, Refleksi Satu Tahun Komisi Yudisial Republik Indonesia. Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2006. Zakiyah, Wasingatu, et al. Menyingkap Tabir Mafia Peradilan, cet. 1. Jakarta: Indonesia Corruption Watch, 2002. B. Skripsi/ Tesis/ Disertasi S. Attamimi, A. Hamid. “Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam penyelenggaraan Pemerintahan Negara: Suatu Studi Mengenai Analisis Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I – Pelita IV.” Disertasi Doktor Universitas
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
21 Indonesia, Jakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990. Fatmawati. “Struktur dan Fungsi legislasi Parlemen Dengan Sistem Multikameral: Studi Perbandingan antara Indonesia dan Berbagai Negara.” Disertasi Doktor Universitas Indonesia, 2009. C. Artikel Arizona, Yance. “Konstitusi dalam Intaian Neoliberalisme”, Jurnal Konstitusi Mahkamah Konstitusi RI. Vol. 1 No. 1 (November 2008) : 27. “Kelalaian’ Hakim Yamanie.“ Majalah Tempo, edisi 26 November -2 Desember 2012, hal. 33. Malik, Abdul. “Perspektif Fungsi Pengawasan Komisi Yudisial Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 005/PUU- IV/2006.” Jurnal Konstitusi Volume 6 (Juni 2008) : 4. M. Hadjon, Philipus. “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif).” Surabaya: Jurnal Yuridika Fakultas Hukum Airlangga Vol. IX No. 6 (November-Desember 1994). Marzukki, Peter Mahmud. “Jurisprudence As Sui Generis Discipline.” Surabaya, Jurnal Hukum Yuridika Fakultas Hukum Universitas Airlangga Vol. XVII No. 4 (Juli 2004) : 309-310. Santosa, Mas Achmad.“ Menjelang Pembentukan Komisi Yudisial,” Harian Kompas (2 Maret 2005) : 5. Soemantri, Sri. “Sistem Pemerintahan Republik Indonesia”, Jurnal Mimbar Hukum Vol. X No. 3 (Nopember 2002) : 190. Wahyudi Djafar, Wahyudi. “Menegaskan Kembali Komitmen Negara Hukum: Sebuah Catatan atas Kecenderungan Defisit Negara Hukum di Indonesia”. Jurnal Konstitusi Mahkamah Konstitusi RI Volume 7 (Juli 2008) : 2. D. Makalah Effendi Lotulung, Paulus. “Kedudukan Hakim Dalam Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka.” Makalah disampaikan pada Panel Diskusi tentang Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman dalam Era Reformasi, Jakarta, 3 Maret 1999. Mahfud MD, Moch. “Arah Politik Hukum Pasca Perubahan UUD 1945.” Makalah disampaikan pada acara Stadium Generale di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, 30 Maret 2007 Marzuki, Suparman, Prospek dan Peluang Komisi Yudisial dalam pengawasan Hakim MK, Disampaikan pada Seminar Nasional “Sistem
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
22 Pengawasan dan Kode Etik Hakim Konstitusi di Jerman dan Indonesia”. Senin 21 Maret 2011, Kerjasama antara Departemen HTN & Program Pasca Sarjana FH UII dengan Hanns Seidel Foundation (HSF) Indonesia. Wahjono, Padmo. “Indonesia Ialah Negara Yang Berdasarkan Atas Hukum.” Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta 15 November 1979. E. Internet Anshori,
Imam”Tujuh Faktor Sebabkan Penegakan Hukum http://www.antaranews.com. Diakses 9 April 2013.
Asshiddiqie,
Jimly. “Gagasan Negara Hukum . Di akses 11 Mei 2013.
Lemah.” Indonesia.”
____________. Kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia,”< http://www.jimly.com>. Diakses 22 Juni 2013. ____________. “Kekuasaan Kehakiman di Masa Depan.” //www.legalitas.org. diunduh tanggal 13 Oktober 2010.
http:
Baswedan, Anis. “Penegak Hukum Simbol Lemahnya Hukum di Indonesia.” http://www. news.okezone.com. Diakses 4 Juni 2013. Hendra Winarta, Frans. “Reformasi Lembaga Hukum Sebagai Dasar Pelaksanaan Reformasi Hukum Nasional.“ http://.www.komisihukum.go.id/article opinion.php?mode=detil&id=103. Diakses 1 Maret 2013. Hermansyah.
“Peran Lembaga Pengawas Eksternal Terhadap Hakim.” . Diakses 3 Desember 2012.
“Kamus
Besar Bahasa Indonesia Online.” . Diakses 20 Desember 2012.
Mahkamah
Agung RI, Badan Pengawasa.Tugas dan Fungsi.” http://www.bawas.mahkamahagung.com. Diakses 22 Juni 2013.
“Pengawasan Hakim dan Persidangan Ditingkatkan.”
Pesta Sabu, Hakim Puji Bahas Kasus PTUN” . Diakses 1 Mei 2013 pukul 10.30 WIB.
“Terima Suap, Hakim Syarifuddin Divonis 4 (empat) Tahun Penjara.” . Diakses 22 Desember 2012. “Uji
materiil skb kode etik hakim dangkal ilmu pengetahuan.” . Diakses 18 Maret 2012.
www.hukumpedia.com. Diakses 11 November 2012.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia
23 F. Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia. Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. LN. No. 11. LN Tahun 2006. ___________. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. LN. No. 13. LN Tahun 2006. ___________. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.LN. No.157.LN Tahun 2009.TLN No.5076. __________. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. LN. No. 3. Tahun 2009. TLN No. 4958. __________. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial.LN. No.89.LN Tahun 2004.TLN No.4415. __________.Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. LN. No.8.LN Tahun 2004.TLN No.4358. __________. Undang-Undang Nomor.18 Tahun 2011 tentang perubahan UU Komisi Yudisial No. 22 Tahun 2004.LN. No.106.LN Tahun 2011.TLN No.5250. __________. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.LN.No.70. LN Tahun 2011.TLN.5226 __________. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah agung. LN Tahun 1985 Nomor 73. __________. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang KetentuanKetentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman”. LN tahun 1970 Nomor 74.
Sistem Pengawasan..., Isnaldi, FH UI, 2013
Universitas Indonesia