SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK PEMILIHAN PERGURUAN TINGGI PENYELENGGARA PENDIDIKAN VOKASI DI BANGKA BELITUNG Hilyah Magdalena Program Studi Sistem Informasi, STMIK Atma Luhur Jl. Raya Sungailiat Selindung Baru, Pangkalpinang, 33127 Telp. (0717) 433506 E-mail:
[email protected]
Abstract Vocational education is part of a higher education which is directed to develop special expertise or skills in particular programs. The level of this education comprises of a one-year diploma program, a two-year diploma program, a three-year and a four-year diploma program which the least mentioned is equivalent to a bachelor program. Currently, demand for graduate students from vocational education is high due to the continuous growth of business and industry that calls for resources equipped with special skills that have ability to work based on standard applied within industries. The government of Bangka Belitung is thus trying to fulfill this necessity. At this moment, the government of Bangka Belitung requires trained resources that are able to work in various fields in order to support the massive development undertaken in this province. Currently, there are several vocational educations in this province which mainly focusing on three fields: Information and Communication Technology (ICT), manufacture technology and health. These three fields are in line with the focus of acceleration of growth in this province. Since there are several vocational industries in Bangka Belitung, this research provides information on criteria required to select relevant vocational industries based on special requirements. The criteria are developed in a form of hierarchy which is developed based on a method called Analytic Hierarchy Process (AHP) and Expert Choice 2000 as a tool to electronically manage data. Based on the result of the research, Polman Timah is selected as a vocational education with the highest weight that scores for about 30.2% in compared to other vocational educations such as STMIK Atma Luhur, Akbid Babel and Akper Pangkalpinang. This research shows that the most significant criterion to select a vocational education is cooperation that counts for about 33.6% in weight. Abstrak Pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu, yang mencakup program pendidikan diploma 1, diploma 2, diploma 3, da diploma 4, maksimal setara dengan program pendidikan sarjana. Berkembangnya dunia usaha dan industri yang membutuhkan sumber daya manusia yang mampu bekerja dengan skil berdasarkan standar dan kebutuhan industri. Kebutuhan inilah yang dipenuhi oleh pendidikan vokasi. Bangka Belitung yang saat ini sedang berkembang pesat pembangunannya, sangat membutuhkan banyak tenaga dengan skill yang siap bekerja di berbagai bidang industry. Saat ini ada beberapa perguruan tinggi vokasi yang berdiri di Bangka Belitung. Perguruan tinggi vokasi yang ada saat ini umumnya adalah perguruan tinggi yang berfokus pada bidang teknologi informasi, teknologi manufaktur, dan bidang kesehatan. Hal ini sesuai dengan percepatan perkembangan provinsi. Penelitian ini memberikan informasi kriteria –kriteria apa saja yang perlu diperhatikan dalam memilih perguruan tinggi vokasi di Bangka Belitung. Metode yang digunakakan untuk membangun hirarki adalah Analytic Hierarchy Process (AHP) dan Expert Choice 2000 sebagai tools pengolah data secara elektronik. Hasil pengolahan data dengan AHP dan Expert Choice 2000 menghasilkan Polman Timah sebagai perguruan tinggi vokasi yang paling tinggi bobotnya yaitu mencapai 30,2% dibandingkan dengan STMIK Atma Luhur, Akbid Babel, dan Akper Pangkalpinang. Sedangkan kriteria yang paling penting dalam memilih perguruan tinggi vokasi adalah kriteria kerja sama dengan bobot 33,6%. Kata kunci: pendidikan vokasi, perguruan tinggi penyelenggara vokasi, Analytic Hierarchy Process (AHP), Expert Choice 2000.
189
Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200 1. PENDAHULUAN Menurut Prof., Dr., Ir., H. Moch. Munir, MS sebagai Direktur Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya menjelaskan dalam tulisannya yang berjudul “Visi, Misi dan Tujuan Program Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya Malang”, mengatakan bahwa pendidkan vokasi adalah pendidikan yang menitikberatkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu yang aturan penyelenggaraannya dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (RPP) Maret 2004.
f.
g.
Saat ini istilah pendidikan vokasi semakin sering terdengar. Walaupun demikian bagi sebagian masyarakat Indonesia masih asing dengan istilah vokasi. Bahkan istilah itu belum tercantum dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka 1998). Kata vokasi kemudian kemudian sering dikaitkan dengan kata pendidikan, sehingga muncul istilah pendidikan vokasi. Secara umum pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu, yang mencakup program pendidikan diploma 1, diploma 2, diploma 3, da diploma 4, maksimal setara dengan program pendidikan sarjana. Lulusan pendidikan vokasi akan mendapatkan gelar vokasi. Pendidikan vokasi yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi nasional dan/atau internasional. Pendidikan vokasi tertuang dan dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah (RPP) Maret 2004 merupakan:
h.
i.
politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Pasal 23 Ayat [1]). Kurikulum pendidikan vokasi merupakan rencana dan pengaturan pendidikan yang terdiri atas standar kompetensi, standar materi, indikator pencapaian, strategi pengajaran, cara penilaian dan pedoman lainnya yang relevan untuk mencapai kompetensi pendidikan vokasi (Pasal 27 Ayat [3]). Pendanaan pendidikan vokasi menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dunia kerja (dunia usaha/industri), dan masyarakat (Pasal 38 Ayat [1]). Peran serta masyarakat dalam pendidikan vokasi meliputi peran serta perorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan (Pasal 39 Ayat [1]). Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan vokasi dapat menjamin kerja sama dengan lembaga-lembaga lain baik di dalam maupun di luar negeri (Pasal 40 Ayat [1]).
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa, pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana. Jadi inti pendidikan vokasi adalah agar peserta didik dapat bekerja dengan keahlian terapan tertentu. Sedangkan perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan adalah perguruan tinggi berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut, atau universitas dapat menyelenggarakan program akademik, profesi dan/atau vokasi.
a. Merupakan pendidikan tinggi maksimal setara dengan program sarjana yang berfungsi mengembangkan peserta didik agar memiliki pekerjaan keahlian terapan tertentu melalui program diploma dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional (Pasal 21). b. Merupakan pendidikan yang mengarahkan mahasiswa untuk mengembangkan keahlian terapan, beradaptasi pada bidang pekerjaann tertentu dan dapat menciptakan peluang kerja (Pasal 22 Ayat [1]). c. Menganut sistem terbuka (multi-entry-exit system) dan multimakna (berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan watak, dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup life skill (Pasal 22 Ayat [2]). d. Pendidikan vokasi berorientasi pada kecakapan kerja sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan serta sesuai dengan tuntutan kebutuhan lapangan kerja (Pasal 22 Ayat [3]). e. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan keahlian terapan yang diselenggarakan di perguruan tinggi berbentuk akademi,
Dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan vokasi dapat menjamin kerja sama dengan lembagalembaga lain baik di dalam maupun di luar negeri. Jaminan kerja sama dengan lembagalembaga lain inilah yang menjadi salah satu daya tarik pendidikan vokasi. Penguasaan terhadap suatu bidang ilmu yang berupa ilmu terapan dapat langsung diimplementasikan dalam dunia usaha. Sehingga tingkat pengangguran terdidik dapat ditekan jumlahnya. Apa yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tersebut memberikan wawasan dan keyakinan pendidikan tinggi harus dikembangkan ke arah suatu sistem demi kepentingan nasional, dan hal ini mendorong Ditjen Dikti Depdiknas merumuskan serangkaian kebijakan pengembangan pendidikan tinggi. Untuk itu disusunlah Kerangka Pengembangan Pendidikan Tinggi Jangka Panjang (KPPTJP IV 20032010) yang selanjutnya disempurnakan menjadi
190
Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara.. HELTS (higher education long term strategy), yang isinya berupa suatu rencana strategis pengembangan jangka panjang dengan tujuan menempatkan sistem pendidikan tinggi nasional, dengan segala keterbatasan yang ada pada kedudukan paling baik di masa depan agar mampu menanggapi tantangan yang dihadapi secara efektif. HELTS merumuskan tiga strategi utama pengembangan pendidikan tinggi, yaitu daya saing bangsa (nation’s competitiveness), otonomi dan desentralisasi (autonomy), dan kesehatan organisasi (organizational health).
Oyku Alanbay dari Istanbul Bilgi University yang meneliti membandingkan software ERP menggunakan AHP dan Expert Choice. Penelitian untuk membandingkan AHP dan ANP juga dilakukan oleh Thomas, L. Saaty sebagai orang yang mencetuskan ide AHP. Penelitian Saaty itu dipublikasi di Kobe Jepang pada tahun 1999 dengan judul Fundamentals Of The Analytic Network Process Dependence And Feedback In Decision-Making With A Single Network. Penelitian sejenis yang menggunakan AHP dan Expert Choice 2000 sebagai metodologi penelitian juga pernah dilakukan oleh Moedjiono dan Hilyah Magdalena pada penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan pendidikan kejuruan telah diseminarkan pada Seminar Multi Disiplin Ilmu (SENMI) 2011, Universitas Budi Luhur, dengan judul makalah “Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Smk Berprogram Studi Teknologi Informasi Favorit Di Pangkalpinang”. Dalam seminar yang sama yaitu SENMI 2011 di Univ. Budi Luhur, juga dipublikasikan penelitian yang membahas tentang pendidikan kejuruan bidang teknologi informasi oleh Moedjiono dan Hadi Santoso dengan judul makalah “Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Penguji Eksternal Smk Berprogram Studi Teknologi Informasi Di Pangkalpinang”.
Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk menentukan kriteria-kriteria yang dapat digunakan untuk memilih perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi khusus di Bangka Belitung, membuat diagram hirarki berdasarkan metode Analytical Hierarchy Process, mengolah data hasil responden ahli dengan perangkat lunak Expert Choice 2000. Tujuan penelitian ini antara lain untuk memberikan informasi kepada masyarakat Bangka – Belitung khususnya yang tertarik untuk melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi vokasi tentang kriteria – kriteria apa saja yang perlu diperhatikan saat memilih sebuah perguruan tinggi penyedia pendidikan vokasi. Serta menampilkan hasil berupa persentase peringkat dari beberapa perguruan tinggi penyedia pendidikan vokasi yang ada di Bangka Belitung dan menyediakan hirarki yang disusun dengan teknik pengambilan keputusan AHP. Hirarki tersebut memberikan kriteria – kriteria apa saja yang penting untuk diperhatikan berikut dengan persentase tingkat kepentingannya, saat hendak memilih perguruan tinggi vokasi di Bangka Belitung
Selain itu penelitian-penelitian yang membahas tentang perkembangan pendidikan vokasi telah dilakukan oleh Kartini dalam Seminar Internasional Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia, Iwa Kuntadi dalam Jurnal PTM Volume 5, No.2. Desember 2005, Agus Murnomo dalam Lembaran Ilmu Kependidikan April 2010, Sutama dalam Soshum Jurnal Sosial dan Humaniora Vol 2. No.1, dan Tampang dalam Seminar Internasional Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia.
Penelitian ini bermanfaat pada institusi pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan vokasi, agar lebih meningkatkan kualitas pendidikan sesuai amanat dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003. Bagi masyarakat, agar dapat lebih meningkatkan peran sertanya untuk mensukseskan pendidikan vokasi di Bangka Belitung. Dari segi akademis, penelitian ini memberikan masukan dan informasi tambahan tentang pentingnya memilih sebuah perguruan tinggi berdasarkan kriteria – kriteria yang tepat dan terukur. Dengan adanya SPK untuk memilih perguruan tinggi penyelenggaran pendidikan vokasi akan mempermudah pemilihan perguruan tinggi yang tepat sesuai kebutuhan masyarakat Bangka Belitung yang saat ini sedang berkembang pesat.
2. METODOLOGI Metodologi yang digunakan untuk melakukan penelitian ini meliputi sistem pendukung keputusan, pendidikan vokasi, dan Analytic Hierarchy Process dengan menggunakan bantuan perangkat lunak yaitu Expert Tools 2.1 Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan (SPK) atau dikenal dengan Decision Support System (DSS), pada tahun 1970-an sebagai pengganti istilah Management Information System (MIS). Tetapi pada dasarnya SPK merupakan pengembangan lebih lanjut dari MIS yang dirancang sedemikian rupa sehingga bersifat interaktif dengan pemakainya. Maksud dan tujuan dari adanya SPK, yaitu untuk mendukung pengambil
Penelitian sejenis yang juga menggunakan AHP sebagai metodologi penelitian dilakukan oleh
191
Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200 keputusan memilih alternatif keputusan yang merupakan hasil pengolahan informasiinformasi yang diperoleh/tersedia dengan menggunakan model-model pengambil keputusan serta untuk menyelesaikan masalahmasalah bersifat terstruktur, semi terstruktur dan tidak terstruktur. Pada dasarnya pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis pada suatu masalah, pengumpulan fakta dan informasi, penentuan yang baik untuk alternatif yang dihadapi, dan pengambilan tindakan yang menurut analisis. Untuk kepentingan itu, sebagian besar pembuat keputusan dengan mempertimbangkan rasio manfaat/biaya, dihadapkan pada suatu keharusan untuk mengandalkan sistem yang mampu memecahkan suatu masalah secara efisien dan efektif, yangkemudian disebut dengan Sistem Pendukung Keputusan (SPK).Tujuan pembentukan SPK yang efektif adalah memanfaatkan keunggulan kedua unsur, yaitu manusia dan perangkat elektronik. Teori dasar tentang SPK tertuang pada buku karya Efrain Turban yang berjudul Decision Support System and Intelligent System, Fifth Edition, Prentice Hall International, Inev. New Jersey.
perlu diperhatikan dan difahami secara serius adalah sebagai berikut: a. Kurikulum pendidikan vokasi harus berbasis kompetensi. KBK sesuai dengan pendidikan vokasi memang berkaitan dengan program studi yang lebih menekankan aspek skill (keterampilan) dan penguasaan teknologi. KBK menekankan aspek penguasaan secara komprehensif pada sebuah program studi sehingga relevan dengan kebutuhan masyarakat. b. Pendidikan vokasi harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pasar dan berbasis potensi daerah. Problem ini merupakan hubungan antara pendidikan dan dunia kerja. Fenomena ini juga merupakan output dunia pendidikan yang tidak bisa memenuhi kualifikasi dunia kerja. Komersialisasi pendidikan menjadikan pasar tenaga kerja tidak diisi lulusan yang berkualitas. c. Pendidikan vokasi harus melibatkan dunia industri. Pendidikan vokasi tidak akan berhasil kalau tidak melibatkan industri yang ada di suatu wilayah. Kerja sama antara institusi pendidikan dan industri sangat menentukan keberhasilan pendidikan vokasional. Selain itu pemerintah daerah dan pusat serta organisasi profesi harus membantu standar-standar keahlian yang dibutuhkan dunia industri. Jadi keterlibatan dunia industri dalam pendidikan vokasi terutama dalam memberikan masukan (feed back) terhadap kompetensi dan standardisasi kemampuan seorang mahasiswa lulusan pendidikan vokasi sangatlah diharapkan.
Ada beberapa tujuan SPK yaitu, membantu menyelesaikan masalah semi terstruktur, mendukung manajer dalam mengambil keputusan, dan meningkatkan efektifitas bukan efisiensi pengambilan keputusan. Dalam pemrosesannya, SPK dapat menggunakan bantuan dari sistem lain seperti Artificial Intelligence, Expert Systems, Fuzzy Logic, dan lain-lain. 2.2 Pendidikan Vokasi Keberadaan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) dan RUU Perguruan Tinggi (PT) kian memberikan angin segar bagi pengembangan pendidikan vokasi di Indonesia. hadirnya KKNI dan RUU PT membuat pendidikan vokasi semakin diakui dan sejajar dengan pendidikan akademik serta profesi. Dengan adanya RUU PT, nantinya pendidikan vokasi atau politeknik di Indonesia diberi peluang untuk membuka layanan pendidikan pada jenjang master dan doktor terapan. Selama ini, politeknik menawarkan pendidikan vokasi hingga jenjang diploma empat (D-4) atau sarjana sains terapan yang sama dengan S-1 pendidikan tinggi akademik. Sementara itu, KKNI diharapkan dapat menjadi jembatan antara sektor pendidikan dan pelatihan untuk membentuk SDM nasional berkualitas dan bersertifikat melalui skema pendidikan formal, nonformal, informal, pelatihan kerja atau pengalaman kerja.
PangkalPinang sebagai ibukota Provinsi Bangka Belitung dideklarasikan menjadi kota berbasis kewirausahaan dan teknologi (vokasi) dengan membangun pendidikan berbasis kejuruan (SMK). "Perbandingan yang ideal untuk sebuah kota vokasi adalah 60 persen sekolah kejuruan dan 40 persen sekolah menengah umum. Pangkal Pinang cukup memungkinkan dengan terus mendorong siswa masuk lembaga pendidikan kejuruan," Wali Kota Pangkal Pinang, Zulkarnain Karim, di Pangkalpinang, Bangka Belitung (Babel), Selasa (22/6/2010). Pendeklarasian Pangkal Pinang sebagai kota pendidikan vokasi tersebut dilakukan seiring dengan acara parade 1.660 laptop yang diikuti ribuan siswa di Pangkal Pinang. Sebanyak 19 kota yang menjadi anggota Citynet Indonesia juga mengadakan pertemuan di Pangkal Pinang untuk membahas berbagai persoalan tentang pembangunan di berbagai bidang dan mencari solusinya. Menurut Zulkarnaen Karim, Pangkal
Dalam kaitannya dengan pendidikan vokasi di perguruan tinggi, terdapat beberapa hal yang
192
Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara.. Pinang bertekad mewujudkan wajib belajar (wajar) 15 tahun karena wajar 12 tahun sudah berhasil tercapai. Ia mengatakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Pangkal Pinang berusaha keras untuk mewujudkan wajar 15 tahun tersebut dengan mengalokasikan anggaran pendidikan di atas 20 persen dalam ABPD. "Kami juga akan memberikan subsidi bagi ratusan siswa yang akan melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi yang dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran," katanya. Ia menjelaskan, kota vokasi adalah suatu daerah yang memiliki kemampuan besar untuk menjadi pusat pembelajaran kejuruan, penyedia tenaga kerja berkualitas, dan pusat produksi barang dan jasa.Ia mengatakan, penetapan Pangkal Pinang sebagai kota vokasi sejalan dengan tekad pemerintah mewujudkan Pangkal Pinang sebagai kota jasa dan perdagangan pada 2013. "Tamatan SMK memiliki keterampilan sehingga lebih bisa bersaing dalam dunia kerja nantinya," ujarnya.
lain pendidikan vokasi harus memiliki fleksibilitas untuk bereaksi cepat terhadap kebutuhan perusahaan. Kondisi ini menunjukkan bahwa kesenjangan antara pemakai dunia tenaga kerja terjadi, karena ketidakmampuan dunia pendidikan mengadakan penyesuaian secepatnya dengan perubahan yang begitu cepat dan terus menerus di dunia usaha. 2.3 Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70 – an ketika di Warston school. Metode AHP merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pengambilan keputusan dengan memperhatikan faktor – faktor persepsi, preferensi, pengalaman dan intuisi. AHP menggabungkan penilaian – penilaian dan nilai – nilai pribadi ke dalam satu cara yang logis. Analytic Hierarchy Process (AHP) dapat menyelesaikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Masalah yang kompleks dapat di artikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia. Menurut Saaty (1999), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompokkelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis.
Menurut Ny. Kartini dari Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dalam makalahnya yang berjudul Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education) Dalam Bidang Vokasi yang dipublikasikan pada Seminar Internasional, ISSN 1907-2066, mengatakan bahwa Pendidikan vokasi dari berbagai jenis dan tingkat, bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan lapangan kerja. Sejalan dengan perkembangan pembangunan di Indonesia maka kebutuhan akan tenaga kerja semakin meningkat. Pada umumnya para pemakai tenaga kerja membutuhkan calon tenaga kerja yang siap pakai atau setidak-tidaknya yang hanya memerlukan waktu yang singkat untuk mencapai keahlian yang dibutuhkan. Sehubungan dengan hal tersebut maka pendidikan vokasi perlu menyiapkan program pendidikan yang relevan dengan kebutuhan lapangan kerja. Hal tersebut ternyata belum banyak dapat dicapai elama ini disebabkan masih banyak lulusan pendidikan vokasi mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan karena: jumlah dan jenis lulusan kurang sesuai dengan jumlah dan jenis lapangan kerja yang tersedia; kemampuan yang diperoleh lulusan kurang sesuai dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja, terutama dalam penguasaan teknologi.
Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian – bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.
Permasalahan tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di negara lain. Perkembangan teknologi yang berlangsung cepat menyebabkan beberapa teknologi baru menjadi usang sebelum sampai di pasaran. Dengan demikian pihak dunia usaha mengalami kesulitan memproyeksikan kebutuhannya. Di pihak
Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif se-
193
Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200 Tahapan-tahapan pengambilan keputusan dalam metode AHP pada dasarnya adalah sebagai berikut: a. Mendefenisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria-kriteria dan alternatif - alternatif pilihan yang ingin di rangking. c. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatas. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat-tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. d. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. e. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual. f. Mengulangi langkah, c, d, dan e untuk seluruh tingkat hirarki. g. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintetis pilihan dalam penentuan prioritas elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. h. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,100 maka penilaian harus diulangi kembali.
bagaimana yang dipersentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Analytic Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari: a. Reciprocal Comparison, yang mengandung arti si pengambil keputusan harus bisa membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala x, maka B lebih disukai dari A dengan skala. Untuk kegiatan pembandingan antar sepasang objek, metode AHP memberikan sebuah standar nilai pembandingan antar dua objek sebagai berikut: b. Homogenity, yang mengandung arti preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dapat dipenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan tersebut tidak homogenous dan harus dibentuk suatu’cluster’ (kelompok elemen-elemen) yang baru. c. Independence, yang berarti preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatifalternatif yang ada melainkan oleh objektif secara keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam model AHP adalah searah keatas, Artinya perbandingan antara elemenelemen dalam satu level dipengaruhi atau tergantung oleh elemen-elemen dalam level di atasnya. d. Expectations, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria dan atau objektif yang tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap. Tabel 1 Nilai Perbandingan Pembanding Sangat diutamakan Lebih diutamakan menuju sangat diutamakan Lebih diutamakan Diutamakan menuju lebih diutamakan Diutamakan Cukup diutamakan menuju diutamakan Cukup diutamakan Setara menuju cukup diutamakan Setara
2.4 Expert Choice 2000 sebagai tools Sebuah perangkat lunak yang mendukung collaborative decision dan sistem perangkat keras yang memfasilitasi grup membuat keputusan yang lebih efisien, analitis, dan yang dapat dibenarkan. Memungkinkan interaksi real-time dari tim manajemen untuk mencapai consensus on decisions. Metode yang digunakan pada program Expert Choice adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Struktur untuk seluruh proses pengambilan keputusan. Sebuah tool yang memfasilitasi kerjasama antara beberapa pihak yang berkepentingan.
Nilai 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Berdasarkan jenis informasi yang dikelola, jenis penelitian ini adalah Penelitian Kuantitatif, karena peneliti melakukan pengujian dari hipotesa dengan teknik-teknik statistik. Data statistik
194
Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara.. tersebut didapatkan dari kuisioner dengan menggunakan metode pendekatan Analitical Hierarchy Process (AHP) dan kemudian diuji dengan menggunakan tool atau software Expert Choice 2000.
level 2, serta adanya beberapa alternative yang akan dipilih berdasarkan kriteria – kriteria yang telah disusun. Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam Analytic Hierarchy Process adalah melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparison) terhadap kriteria (level 2) yang telah ditetapkan sebelumnya. Data-data yang diambil dari proses kuesioner terhadap 4 responden yang dipilih dengan teknik sampling jenuh akan dimasukkan ke dalam software Expert Choice 2000 untuk dilakukan proses perbandingan tersebut. Metode yang digunakan pada program Expert Choice2000 adalah Analytic Hierarchy Process (AHP). Expert Choice 2000 menyediakan struktur untuk seluruh proses pengambilan keputusan. Hasil perhitungan dengan geometric mean tiap responden, akhirnya akan digabungkan, dan nilai hasil penggabungan tersebut akan dihitung tingkat consistency ratio-nya (CR) menggunakan tool Expert Choice 2000. Hasil penggabungan tersebut ditampilkan dalam bentuk persentase dapat terlihat di Gambar 2.
2.5 Pemilihan Sampel Dalam pemilihan sampel, peneliti mengambil data dari populasi yang terbatas dengan pertimbang tertentu. Responden yang diambil dalam pemilihan sampel ini adalah responden ahli yang berasal dari para pengelola perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi di Bangka Belitung, serta beberapa masyarakat yang menjadi pemakai perguruan tinggi vokasi. Pemilihan responden dilakukan berdasarkan ketentuan bahwa responden yang dipilih adalah responden ahli. Yang dimaksud dengan responden ahli adalah orang-orang yang menguasai materi penelitian. 2.6 Variabel Yang Diamati Rincian sub kriteria dalam SPK untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Vokasi di Bangka Belitung disusun sebagai berikut : a. Akademik, (1) Akreditasi, (2) Kurikulum, (a) Standar Kompetensi (b) Standar Materi, (c) Indikator Pencapaian, (d) Strategi Pengajaran, (e) Cara Penilaian, (3) Fasilitas Pendidikan, (4) 30% Teori dan 70% Praktek, (5) Materi Praktek Sesuai Kebutuhan Industri, (6) Bahan Praktek Sesuai Standar Industri, (7) Kualitas Dosen, (8) Beasiswa. b. Kualitas Lulusan, (1) Waktu Tunggu Singkat, (2) Peluang Kerja Besar, (3) Kemampuan Wirausaha, (4) Bersertifikat Kualifikasi, (5) Employability, (6) Pengembangan Soft Skill, (7) Sesuai Dengan Tren Industri. c. Kerja Sama, (1) Kerja Sama Industri, (2) Kerja Sama Dengan Perguruan Tinggi Lain, (3) Kerja Sama Internasional. d. Pendanaan, (1) Pemerintah, (2) Pemerintah Daerah, (3) Dunia Industri dan Usaha, (4) Masyarakat. e. Peran Serta Masyarakat, (1) Perorangan, (2) Kelompok, (3) Organisasi Profesi, (4) Pengusaha, (5) Organisasi Kemasyarakat.
Pada Gambar 2 terlihat bobot dari hasil pengolahan data pada masing – masing kriteria dan alternative. Hal ini menunjukkan kriteria apa saja yang dianggap penting oleh para responden ahli dan alternatif apa yang kemudian terpilih sebagai alterntif dengan persentase tertinggi. Inconsistency ratio atau rasio inkonsistensi data responden merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak. Rasio inkonsistensi data dianggap baik jika nilai CR ≤ 0.1, seperti pada tabel 2. Dapat disimpulkan bahwa perbandingan berpasangan yang diberikan responden ahli memiliki nilai rasio inkonsistensi yang lebih kecil dari 0,1 sebagai batas maksimum nilai rasio inkonsistensi. Gambar 3 menunjukkan bobot masing-masing kriteria Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyeleng-gara Pendidikan Tinggi Vokasi di Bangka Belitung. Hasil dari Incossistency Ratio pada Kriteria Utama seperti tertera pada gambar 3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa Kriteria Kerja Sama adalah kriteria level 1 yang paling tinggi bobotnya mencapai 33,6%. Hasil dari Inconsistency Ratio pada Kriteria Akademik seperti tertera pada Gambar 4.
3. HASIL dan PEMBAHASAN Teknik analisis data menghasilkan hirarki yang diperoleh berdasarkan tahap – tahapan di AHP, seperti yang tertera pada Gambar 1. Pada tersebut jelas menggambarkan komposisi bertingkat mulai dari tujuan, kriteria level 1 dan kriteria
195
Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200
SPK SPKUntuk UntukPemilihan PemilihanPerguruan PerguruanTinggi Tinggi Penyelenggara PenyelenggaraPendidikan PendidikanVokasi VokasididiBangka BangkaBelitung Belitung
Akademik Akademik
Peran PeranSerta Serta Masyarakat Masyarakat
Kualitas KualitasLulusan Lulusan
Kerja KerjaSama Sama
Pendanaan Pendanaan
Akreditasi Akreditasi
Waktu WaktuTunggu Tunggu Singkat Singkat
Kerja KerjaSama Sama Industri Industri
Pemerintah Pemerintah
Perorangan Perorangan
Kurikulum Kurikulum
Peluang PeluangKerja Kerja Besar Besar
Kerja KerjaSama Sama Dengan DenganPT PTLain Lain
Pemerintah Pemerintah Daerah Daerah
Kelompok Kelompok
Fasilitas Fasilitas Pendidikan Pendidikan
Berkemampuan Berkemampuan Wirausaha Wirausaha
Kerja KerjaSama Sama Internasioanl Internasioanl
Dunia DuniaUsaha Usaha Dunia DuniaIndustri Industri
Keluarga Keluarga
Masyarakat Masyarakat
Organisasi Organisasi Profesi Profesi
Bersertifikat Bersertifikat Kualifikasi Kualifikasi
30% 30%Teori Teoridan dan 70% 70%Praktek Praktek
Employability Employability
Materi MateriPraktek Praktek Sesuai Sesuai Kebutuhan Kebutuhan Industri Industri
Pengusaha Pengusaha
Pengembangan Pengembangan Soft SoftSkill Skill
Bahan BahanPraktek Praktek Sesuai SesuaiStandar Standar Industri Industri
Organisasi Organisasi Kemasyarakatan Kemasyarakatan
Sesuai SesuaiDengan Dengan Tren TrenIndustri Industri
Kualitas KualitasDosen Dosen
Beasiswa Beasiswa
Polman PolmanTimah Timah
STMIK STMIKAtma Atma Luhur Luhur
Akper Akper Pangkalpinag Pangkalpinag
Akbid AkbidBabel Babel
Gambar 1 Kerangka rancangan pemilihan alternatif
SPK SPKUntuk UntukPemilihan PemilihanPerguruan PerguruanTinggi Tinggi Penyelenggara PenyelenggaraPendidikan PendidikanVokasi Vokasidi diBangka BangkaBelitung Belitung
Akademik Akademik 0,177 0,177 Akreditasi Akreditasi0,086 0,086 Kurikulum Kurikulum0,105 0,105 Fasilitas Fasilitas Pendidikan Pendidikan0,139 0,139 30% 30%Teori Teoridan dan 70% 70%Praktek Praktek 0,203 0,203 Materi MateriPraktek Praktek Sesuai SesuaiKebutuhan Kebutuhan Industri Industri0,143 0,143
Bahan BahanPraktek Praktek Sesuai SesuaiStandar Standar Industri Industri0,150 0,150 Kualitas KualitasDosen Dosen 0,084 0,084 Beasiswa Beasiswa0,089 0,089
Kualitas KualitasLulusan Lulusan 0,265 0,265 Waktu WaktuTunggu Tunggu Singkat Singkat0,119 0,119
Peluang PeluangKerja Kerja Besar Besar0,172 0,172 Berkemampuan Berkemampuan Wirausaha Wirausaha0,110 0,110 Bersertifikat Bersertifikat Kualifikasi Kualifikasi0,061 0,061
Kerja KerjaSama Sama 0,336 0,336
Pendanaan Pendanaan 0,121 0,121
Kerja KerjaSama Sama Industri Industri0,545 0,545
Pemerintah Pemerintah 0,162 0,162
Perorangan Perorangan 0,095 0,095
Kerja KerjaSama Sama Dengan DenganPT PTLain Lain 0,276 0,276
Pemerintah Pemerintah Daerah Daerah0,404 0,404
Kelompok Kelompok 0,110 0,110
Dunia DuniaUsaha Usaha Dunia DuniaIndustri Industri 0,272 0,272
Keluarga Keluarga 0,094 0,094
Kerja KerjaSama Sama Internasional Internasional 0,179 0,179
Masyarakat Masyarakat 0,162 0,162
Employability Employability 0,092 0,092
Organisasi Organisasi Profesi Profesi0,167 0,167 Pengusaha Pengusaha 0,322 0,322
Pengembangan Pengembangan Soft SoftSkill Skill0,167 0,167 Sesuai SesuaiDengan Dengan Tren TrenIndustri Industri 0,280 0,280
Polman PolmanTimah Timah 0,302 0,302
Peran PeranSerta Serta Masyarakat Masyarakat0,101 0,101
Organisasi Organisasi Kemasyarakatan Kemasyarakatan 0,212 0,212
STMIK STMIKAtma AtmaLuhur Luhur 0,283 0,283
Akbid AkbidBabel Babel 0,230 0,230
Gambar 2. Gambar Hirarki dan Solusi Yang Dihasilkan
196
Akper AkperPangkalpinag Pangkalpinag 0,185 0,185
Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara.. Tabel 2. Perbandingan elemen dan nilai CR No 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
11.
12.
13.
14. 15.
16.
17.
18. 19. 20.
Matriks Perbandingan Elemen Perbandingan elemen kriteria level I berdasarkan sasaran SPK Untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara Pendidikan Vokasi di Bangka Belitung Perbandingan elemen sub kriteria level II kriteria Akademik Perbandingan elemen sub kriteria level II kriteria Kualitas Lulusan Perbandingan elemen sub kriteria level II kriteria Kerja Sama Perbandingan elemen sub kriteria level II kriteria Pendanaan Perbandingan elemen sub kriteria level II kriteria Peran Serta Masyarakat Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Akademik sub kriteria Akreditasi Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Akademik sub kriteria Kurikulum Perbandingan elemen alternatif level IV kriteria Akademik sub kriteria Kurikulum sub Kriteria Standar Kompetensi Perbandingan elemen alternatif level IV kriteria Akademik sub kriteria Kurikulum sub Kriteria Standar Materi Perbandingan elemen alternatif level IV kriteria Akademik sub kriteria Kurikulum sub Kriteria Indikator Pencapaian Perbandingan elemen alternatif level IV kriteria Akademik sub kriteria Kurikulum sub Kriteria Strategi Pengajaran Perbandingan elemen alternatif level IV kriteria Akademik sub kriteria Kurikulum sub Kriteria Cara Penilaian Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Akademik sub kriteria Fasilitas Pendidikan Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Akademik sub kriteria 30% Teori dan 70% Praktek Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Akademik sub kriteria Materi Praktek Sesuai Kebutuhan Industri Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Akademik sub kriteria Bahan Praktek Sesuai Standar Industri Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Akademik sub kriteria Kualitas Dosen Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Akademik sub kriteria Dosen Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Kualitas Lulusan
21.
Nilai CR 0,02
22.
0,02
23.
0,04 0,00
24.
0,02 25.
0,02 0,01
26.
0,04 27. 0,01 28. 0,00 29. 0,00
30. 31.
0,00
32. 0,01 33. 0,01
34.
0,02
35. 36.
0,00
37. 0,00 38. 0,00 39. 0,01 0,01
197
sub kriteria Waktu Tunggu Singkat Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Kualitas Lulusan sub kriteria Peluang Kerja Besar Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Kualitas Lulusan sub kriteria Kemampuan Wirausaha Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Kualitas Lulusan sub kriteria Bersertifikat Kualifikasi Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Kualitas Lulusan sub kriteria Employability Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Kualitas Lulusan sub kriteria Pengembangan Soft Skill Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Kualitas Lulusan sub kriteria Sesuai Dengan Tren Industri Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Kerja Sama sub kriteria Kerja Sama Industri Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Kerja Sama sub kriteria Kerja Sama Dengan Perguruan Tinggi Lain Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Kerja Sama sub kriteria Kerja Sama Internasional Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Pendanaan sub kriteria Pemerintah Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Pendanaan sub kriteria Pemerintah Daerah Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Pendanaan sub kriteria Dunia Usaha dan Industri Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Pendanaan sub kriteria Masyarakat Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Perseorangan Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Kelompok Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Keluarga Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Organisasi Profesi Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Pengusaha Perbandingan elemen alternatif level III kriteria Peran Serta Masyarakat sub kriteria Organisasi Kemasyarakatan
0,00 0,01
0,01
0,00 0,01
0,00
0,01 0,00
0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
0,00 0,01
Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200
Gambar 3 Kriteria Level Utama beserta nilai bobotnya
Gambar 4 Sub Kriteria dari Kriteria Akademik Beserta Nilai Bobotnya
Gambar 5 Sub Kriteria dari Kriteria Kualitas Lulusan Beserta Nilai Bobotnya
Gambar 6 Sub Kriteria dari Kriteria Kerja Sama Beserta Nilai Bobotnya
Gambar 7 Sub Kriteria dari Kriteria Pendanaan Berserta Nilai Bobotnya
Gambar 8 Sub Kriteria dari Kriteria Peran Serta Masyarakat Berserta Nilai Bobotnya
198
Magdalena, H., Sistem Pendukung Keputusan untuk Pemilihan Perguruan Tinggi Penyelenggara..
Gambar 9 Synthesis With Eespect To Goal Berserta Nilai Bobotnya
Pada Gambar 4 terlihat bahwa Sub Kriteria Akademik yang paling tinggi adalah 30% Teori dan 70% Praktek dengan bobot mencapai 20.3%. Hasil dari Inconsistency Ratio pada Kriteria Kualitas Lulusan seperti tertera pada Gambar 5. Pada Gambar 5 terlihat bahwa Sub Kriteria Kualitas Lulusan yang paling tinggi adalah Sub Kriteria Sesuai Dengan Tren Industri dengan bobot mencapai 28%. Hasil dari Inconsistency Ratio pada Kriteria Kerja Sama seperti tertera pada Gambar 6. Pada Gambar 6 terlihat bahwa Sub Kriteria Kerja Sama yang paling tinggi adalah Sub Kriteria Kerja Sama Industri dengan bobot mencapai 54,5%. Hasil dari Inconsistency Ratio pada Kriteria Pendanaan seperti tertera pada Gambar 7. Pada Gambar 7 terlihat bahwa Sub Kriteria Pendanaan yang paling tinggi adalah Sub Kriteria Pemerintah Daerah dengan bobot mencapai 40,4%.
tan dengan memilih perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi di Bangka Belitung.
Gambar 10. Grafik Performance Sensitivity
Hasil dari Inconsistency Ratio pada Kriteria Peran Serta Masyarakat seperti tertera pada Gambar 8. Pada Gambar 8 terlihat bahwa Sub Kriteria Peran Serta Masyarakat yang paling tinggi adalah Sub Kriteria Pengusaha dengan bobot mencapai 32,2%. Gambar 9 menyajikan alternatif apa yang terpilih sebagai perguruan tinggi penyelenggara pendidikan vokasi yang paling favorit di Bangka Belitung menurut para responden ahli adalah Polman Timah dengan bobot mencapai 30,2%. Gambar 10 adalah grafik yang menampilkan keseluruhan proses penilaian kinerja masing-masing alternatif dengan bobot dalam presentase untuk kriteria level utama.
Gambar 11. Grafik Dynamic Sentitivity
4. SIMPULAN dan SARAN Mempersiapkan sumber daya manusia yang berkompetensi sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja di dunia usaha dan industri adalah sebuah tantangan besar dalam pendidikan tinggi kita saat ini. Salah satu terobosan yang cukup baik adalah menyediakan model pendidikan vokasi yang lebih menitikberatkan pada penguasaan skil sesuai kebutuhan dan standar industri. Pemerintah Provinsi Bangka Belitung mendukung penyelenggaraan pendidikan vokasi yang ditandai dengan berkembang pesatnya sekolah menengah kejuruan di Pangkalpinang dan kota – kota lainnya. Sebagai kelanjutan dari sekolah menengah kejuruan itu maka kebutuhan akan pendidikan tinggi yang mendukung pendidikan vokasi sangat dibutuhkan. Kehadiran beberapa perguruan tinggi vokasi di Bangka Belitung membuat persoalan memilih perguruan tinggi yang paling baik dan favorit menjadi sulit. Untuk mendapatkan teknik memilih yang baik maka penelitian ini menyediakan sebuah hirarki yang disusun berdasarkan metode Ana-
Pada Gambar 11 adalah grafik hasil pengolahan data Expert Choice yang disebut Dynamic Sentitivity for nodes below. Dalam grafik jenis ini persentase dari kriteria – kriteria level satu dan persentase alternatif yang tersedia tampil bersisian. Bentuk grafik ini memudahkan pengamatan hasil pengolahan data. Gambar 11 menampilkan bentuk lain dari tampilan gambar 10. Pada gambar 11 tertera persentase kriteria level 1 dan alternatif yang tersedia beserta besaran bobotnya. Tampilan seperti ini memudahkan para pengambil keputusan untuk memahami kisaran kriteria apa saja yang harus diutamakan saat hendak mengambil keputusan yang berkai-
199
Jurnal Sistem Informasi, Volume 4, Nomor 3, September 2012, hlm 189-200 lytic Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan teknik AHP itu kemudian terbentuk hirarki dengan lima kriteria level pertama, 28 kriteria level dua, lima kriteria level tiga, dan empat alternatif pilihan perguruan tinggi vokasi.
Moedjiono, Santoso, dan Hadi, 2011, Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Penguji Eksternal Smk Berprogram Studi Teknologi Informasi Di Pangkalpinang, Prosiding SENMI 2011 Universitas Budi Luhur Jakarta. pp 70 Moedjiono, Hilyah M., 2011, Sistem Pendukung Keputusan Dalam Menentukan Smk Berprogram Studi Teknologi Informasi Favorit Di Pangkalpinang, Prosiding SENMI 2011 Universitas Budi Luhur Jakarta, pp 80 Munir, Moch, 2009, Visi, Misi Dan Tujuan Program Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya Malang, Available at: http://mmunir.lecture.ub.ac.id/2012/04/visimisi-dan-tujuan-pendidikan-vokasi [Accessed 28 Juni 2012] Murnomo, Agus, 2010, Empat Langkah Strategis Membangun Kualitas Pendidikan Vokasi Dan Kejuruan Di Indonesia, Lembaran Ilmu Kependidikan Edisi April 2010. Nižetic I, Fertalj K, Milašinovic B, 2007. An Overview Of Decision Support System Concepts, Available at: http://www.foi.hr/cms_home/znan_strucni_ rad/konferencije/iis/2007/papers/t06_01.pdf [Accessed 25 Juli 2010] Sutama, IK, 2012, Pendidikan Vokasi dan Pembangunan Global, Soshum Jurnal Sosial dan Humaniora 2(1), pp 63-71 Tampang, BL, 2010, Peran Teknologi Informasi Dalam Pengembangan Vokasi Pendidikan Tinggi, Prosiding Seminar Internasional Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia, pp 415-422 Turban, E; Jay E.A, 1998, Decision Support System and Intelligent System, Fifth Edition, Prentice Hall International, Inev. New Jersey Primus, J., 2010, Pangkal Pinang Kota Vokasi, Available at: http://edukasi.kompas.com/read/2010/06/23 /01481641/Pangkal.Pinang.Kota.Vokasi [Accessed 28 Juni 2012] Purnamawati, 2011, Peningkatan Kemampuan Melalui Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency-Based Training) Sebagai Suatu Proses Pengembangan Pendidikan Vokasi, Jurnal MEDTEK, 3(2) Saaty, L.Thomas, 1999, Fundamentals Of The Analytic Network Process Dependence And Feedback In Decision-Making With A Single Network, University of Pittsburgh, ISAHP 1999, Kobe, Japan, August 12-14, 1999, Available at: http: //ergonomia.ioz.pwr.wroc.pl/.../AnpSaaty.p df, [Accessed 10 Juli 2012]
Hasil pengolahan data dari responden ahli yang diolah dengan perangkat lunak Expert Choice 2000 telah memberikan hasil bahwa perguruan tinggi vokasi yang paling diminati adalah Politekik Manufaktur (Polman) Timah dengan bobot mencapai 30,2%, peringkat kedua adalah STMIK Atma Luhur dengan bobot mencapai 28,3%, peringkat ketiga adalah Akbid Babel 23%, dan Akper Pangkalpinang 18,5%. Dengan hasil itu juga tampak bahwa kriteria yang paling penting dalam memilih perguruan tinggi vokasi adalah faktor kerja sama dengan bobot 33,6%. 5. DAFTAR RUJUKAN Alanbay, Oyku, 2005. ERP Selection Using Expert Choice Software, Available at: http://www.isahp.org/2005Proceedings/Pap ers/AlanbayO_ERPSelection.pdf, [Accessed 18 Juni 2010] Brodjonegoro, SS, 2004, Kebijakan Jangka Panjang Pendidikan Tinggi 2003 – 2010 Meningkatkan peran serta masyarakat, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi – 2004 Djatmiko, W Istanto, 2010, Pendidikan Vokasi Dalam Perspektif Philosopher Tradisional, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta Filosofi Pendidikan Vokasi, Draft Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor Tahun Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan, Available at: http://download.isidps.ac.id/download/cate gory/1-surat-keputusan menteri?download=146%3Adraft-rpp perubahan-atas-peraturan-pemerintah-nomor 17-tahun-2010-tentang-pengelolaan-dan penyelenggaraan-pendidikan [Accessed 7 Juli 2012] Kartini, 2010, Pendidikan Berkelanjutan (Continuing Education )Dalam Bidang Vokasi, Seminar Internasional Peran LPTK Dalam Pengembangan Pendidikan Vokasi di Indonesia, ISSN 1907-2066, pp 165-172 Kuntadi, I., 2005, Concerns Based Adoption Model (CBAM) dalam Implementasi Kurikulum Program Pendidikan Vokasi, Jurnal PTM, 5(2). pp 103-113
200