Pelita Informatika Budi Darma, Volume III III Nomor : 2 , April 2013 2013
ISSN : 2301-9425
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMA BANTUAN LANGSUNG TUNAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCY PROCESS Dita Monita 0811118 Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika STMIK Budi Darma Medan Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpang Limun Medan Email:
[email protected] Abstrak Program Pemerintah dalam menanggulangi krisis ekonomi yang terjadi selama ini adalah dengan cara memberikan bantuan langsung tunai kepada keluarga miskin di setiap desa di seluruh Indonesia. Bantuan langsung tunai (BLT), merupakan suatu bentuk bantuan dari pemerintah sebagai bentuk kompensasi dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak(BBM), yang tentunya mengimbas kepada kehidupan masyarakat luas termasuk kalangan masyarakat miskin. Agar hasil yang diharapkan lebih akurat dan sistem yang dirancang tersusun secara sistematis, maka penulis memutuskan untuk menggunakan Analytical Hierarcy Process (AHP) yang merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi factor atau multi criteria menjadi suatu bentuk hirarki
Kata kunci: Request, SMS, First In First Out (FIFO), AHP 1.
Pendahuluan
Bantuan langsung tunai (BLT), merupakan suatu bentuk bantuan dari pemerintah sebagai bentuk kompensasi dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak(BBM), yang tentunya mengimbas kepada kehidupan masyarakat luas termasuk kalangan masyarakat miskin. Untuk mendapatkan bantuan langsung tunai ini, pemerintah menetapkan beberapa kriteria dalam menentukan siapa saja yang berhak menerima bantuan tersebut. Kriteria tersebut dituangkan kedalam 14 point, yang harus dipenuhi oleh setiap rumah tangga sasaran yang akan menerima bantuan langsung tunai tersebut dan diharapkan ke-14 point tersebut mampu benar-benar menyaring penerima bantuan langsung tunai tersebut tidak salah sasaran. Seiring hal tersebut diatas, penulis membuat suatu kesimpulan bahwa perlunya membuat suatu sistem pendukung keputusan untuk menentukan rumah tangga sasaran yang tepat untuk menerima bantuan langsung tunai tersebut, sehingga dapat membantu pihak terkait untuk mendata dan menentukannya secara cepat dan akurat. Untuk itu penulis akan menggunakan suatu metode untuk menyelesaikan sistem pendukung keputusan tersebut, agar hasil yang diharapkan lebih akurat dan sistem yang dirancang tersusun secara sistematis, maka penulis memutuskan untuk menggunakan Analytical Hierarcy Process (AHP) yang merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan
masalah multi factor atau multi criteria menjadi suatu bentuk hirarki. Analytical Hierarcy Process cukup efektif dalam menyederhanakan dan mempercepat proses serta kualitas hasil pengambilan keputusan yang merupakan satu model yang fleksibel yang memungkinkan pribadi-pribadi atau kelompokkelompok untuk membentuk gagasan-gagasan dan membatasi masalah dengan membuat asumsi (dugaan) mereka sendiri dan menghasilkan pemecahan yang diinginkan. Dengan memadukan data dan pengetahuan untuk meningkatkan efektivitas dalam proses pengambilan keputusan, diharapkan nantinya dapat membantu para pembuat keputusan dalam memutuskan alternatif-alternatif terbaik dalam menentukan rumah tangga sasaran yang tepat untuk menerima bantuan langsung tunai tersebut. 1.
Landasan Teori
2.1 Sistem pendukung keputusan Konsep sistem pendukung keputusan (SPK) atau Decision Support Sistem (DSS) mulai dikembangkan pada tahun 1960-an, tetapi istilah Sistem pendukung keputusan itu sendiri baru muncul pada tahun 1971[1], yang diciptakan oleh G. Antony Gorry dan Michael S. Scott Morton dengan tujuan untuk menciptakan kerangka kerja guna mengarahkan aplikasi komputer kepada pengambilan keputusan manajemen. Sistem tersebut adalah suatu sistem yang berbasis komputer yang ditujukan untuk membantu pengambil keputusan dengan memanfaatkan data dan model tertentu untuk
Diterbitkan Oleh : STMIK Budi Darma Medan
29
Pelita Informatika Budi Darma, Volume III III Nomor : 2 , April 2013 2013
memecahkan berbagai persoalan yang tidak terstruktur. Istilah sistem pendukung keputusan mengacu pada suatu sistem yang memanfaatkan dukungan komputer dalam proses pengambilan keputusan. Sistem pendukung keputusan[1], adalah bagian dari sistem informasi berbasis komputer (termasuk sistem berbasis pengetahuan (manajemen pengetahuan) yang dipakai untuk mendukung pengambilan keputusan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Dapat juga dikatakan sebagai sistem komputer yang mengolah data menjadi informasi untuk mengambil keputusan dari masalah semiterstruktur yang spesifik. 1.1.1 Kriteria Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan dirancang secara khusus untuk mendukung seseorang yang harus mengambil keputusan-keputusan tertentu[1]. Berikut ini beberapa kriteria sistem pendukung keputusan. 1. Interaktif Sistem pendukung keputusan memiliki user interface yang komunikatif sehingga pemakai dapat melakukan akses secara cepat ke data dan memperoleh informasi yang dibutuhkan. 2. Fleksibel Sistem pendukung keputusan memiliki sebanyak mungkin variabel masukan, kemampuan untuk mengolah dan memberikan keluaran yang menyajikan alternatif-alternatif keputusan kepada pemakai. 3. Data Kualitas Sistem pendukung keputusan memiliki kemampuan utuk menerima data kualitas yang dikuantitaskan yang sifatnya subyektif dari pemakai nya, sebagai data masukan untuk pengolahan data. Misalnya terhadap kecantikan yang bersifat kualitas, dapat dikuantitaskan dengan pemberian bobot nilai seperti 75 atau 90. 4. Prosedur pakar Sistem pendukung keputusan mengandung suatu prosedur yang dirancang berdasarkan rumusan formal atau juga berupa prosedur kepakaran seseorang atau kelompok dalam menyelesaikan suatu bidang masalah dengan fenomena tertentu. 2.2 Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process merupakan salah satu metode untuk membantu menyusun suatu prioritas dari berbagai pilihan dengan menggunakan berbagai kriteria. Karena sifatnya yang multikriteria, Analytical Hieararchy Process cukup banyak digunakan dalam penyusunan prioritas. Sebagai contoh untuk menyusun prioritas penelitian, pihak manajemen lembaga penelitian sering menggunakan
ISSN : 2301-9425
beberapa kriteria seperti dampak penelitian, biaya, kemampuan SDM, dan waktu pelaksanaan[1]. Disamping bersifat multikriteria, Analytical Hierarchy Process juga didasarkan pada suatu proses yang terstruktur dan logis. Pemilihan atau penyusunan prioritas dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstruktur. Kegiatan tersebut dilakukan oleh ahliahli yang representatif berkaitan dengan alternatifalternatif yang disusun prioritasnya. Metode Analytical Hierarchy Process merupakan salah satu model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berfikir manusia. Metode ini mula-mula dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 70-an. Dasar berpikirnya metode Analytical Hierarchy Process adalah proses membentuk skor secara numeric untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan[2]. Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif. Peralatan utama Analytical Hierarchy Process adalah sebuah hierarki fungsional degan input utamanya persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompokkelompoknya. Kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu bentuk hierarki. Suatu tujuan yang bersifat umum dapat dijabarkan dalam beberapa subtujuan yang lebiih terperinci dan dapat menjelaskan maksud tujuan umum. Penjabaran ini dapat dilakukan terus sehingga diperoleh tujuan yang bersifat operasional. Pada hierarki terendah dilakukan proses evaluassi atas alternatif-alternatif yang merupakan ukuran dari pencapaian tujuan utama dan pada hierarki terendah ini dapat ditetapkan dalam satuan apa suatu kriteria dikukur. Dalam penjabaran hierarki tujuan, tidak ada suatu pedoman yang pasti mengenai seberapa jauh pembuat keputusan menjabarkan menjadi tujuan yang lebih rendah. Pengambil keputusanlah yang menentukan saat penjabaran tujuan ini berhenti, dengan memperhatikan keuntungan atau kekurangan yang diperoleh bila tujuan tersebut terperinci lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan proses penjabaran hierarki tujuan yaitu: 1. Pada saat penjabaran tujuan ke dalam subtujuan yang lebih rinci harus selalu memperhatikan apakah setiap tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam subtujun tersebut. 2. Meskipun hal tersebut dapat dipenuhi, juga perlu menghindati terjadinya pembagain yang terlampau banyak baik dalam arah horizontal maupun vertikal. 3. Untuk itu sebelum menetapkan tujuan harus dapat menjabarkan hierarki tersebut sampai dengan tujuan yang peling lebih rendah dengan cara melakukan tes kepentingan. Analytical Hierarchy Process sering digunakan
Diterbitkan Oleh : STMIK Budi Darma Medan
30
Pelita Informatika Budi Darma, Volume III III Nomor : 2 , April 2013 2013
sebagai metode pemecahan masalah dibanding dengan metode yang lain karena alasan-alasan[3] sebagai berikut : a. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai pada subkriteria yang paling dalam. b. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan. c. Memperhitungkan daya tahan output analisis sensitivitas pengambilan keputusan. Analytical hierarchy process dapat memfasilitasi evaluasi pro dan kontra tersebut secara rasional. Dengan demikian, Analytical hierarchy process dapat memberikan solusi yang optimal dengan cara yang transparan melalui: 1. Analisis keputusan secara kuantitatif dan kualitatif. 2. Evaluasi dan representasi solusi secara sederhana melalui model hirarki 3. Argumen yang logis. 4. Pengujian kualitas keputusan. 5. Waktu yang dibutuhkan relatif singkat.
d.
2.2.1 Tahapan Analytical Hierarchy Process Dalam metode Analytical Hierarchy Process dilakukan langkah-langkah sebagai berikut (Kadarsyah Suryadi dan Ali Ramdhani, 1998) : a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap ini kita berusaha menentukan masalah yang akan kita pecahkan secara jelas, detail dan mudah dipahami. Dari masalah yang ada kita coba tentukan solusi yang mungkin cocok bagi masalah tersebut. Solusi dari masalah mungkin berjumlah lebih dari satu. Solusi tersebut nantinya kita kembangkan lebih lanjut dalam tahap berikutnya. b. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah menyusun tujuan utama sebagai level teratas akan disusun level hirarki yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk mempertimbangkan atau menilai alternatif yang kita berikan dan menentukan alternatif tersebut. Tiap kriteria mempunyai intensitas yang berbedabeda. Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika mungkin diperlukan). c. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat di atasnya. Matriks yang digunakan bersifat sederhana, memiliki kedudukan kuat untuk kerangka konsistensi, mendapatkan informasi lain yang mungkin dibutuhkan dengan semua perbandingan yang mungkin dan mampu menganalisis kepekaan prioritas secara
Diterbitkan Oleh : STMIK Budi Darma Medan
ISSN : 2301-9425
keseluruhan untuk perubahan pertimbangan. Pendekatan dengan matriks mencerminkan aspek ganda dalam prioritas yaitu mendominasi dan didominasi. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya. Untuk memulai proses perbandingan berpasangan dipilih sebuah kriteria dari level paling atas hirarki misalnya K dan kemudian dari level di bawahnya diambil elemen yang akan dibandingkan misalnya E1,E2,E3,E4,E5. Melakukan Mendefinisikan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan. Hasil perbandingan dari masing-masing elemen akan berupa angka dari 1 sampai 9 yang menunjukkan perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen. Apabila suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala perbandingan perbandingan berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan oleh Saaty bisa dilihat di bawah. Intensitas Kepentingan 1 = Kedua elemen sama pentingnya, Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar 3 = Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga lainnya, pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya 5 = Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya, Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya 7 = Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek. 9 = Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya, Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memeliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan. 2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan, Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan Kebalikan = Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai
31
Pelita Informatika Budi Darma, Volume III III Nomor : 2 , April 2013 2013
e.
f. g.
h.
kebalikannya dibanding dengan i Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan Yang merupakan bobot setiap elemen untuk penentuan prioritas elemen elemen pada tingkat hirarki terendah sampai mencapai tujuan. Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk mendapatkan rata-rata. Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam Analytical Hierarchy Process adalah rasio konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang mendekati valid. Walaupun sulit untuk mencapai yang sempurna, rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan 10 %.
a w = n ai x2 x ... x a n Keterangan :
ai = penilaian responden ke - i a w = penilaian gabungan n = banyaknya responden Perhitungan Analytical Hierachy Process Saaty(1993) menjelaskan bahwa elemen-elemen pada setiap baris dari matrik persegi merupakan hasil perbandingan berpasangan. Setiap matrik pairwise comparison dicari eigenvektornya untuk mendapat local priority. Skala perbandingan berpasangan didasarkan pada nilai-nilai fundamental Analytical Hierarchy Process dengan pembobotan dari nilai i untuk sama penting, sampai dengan 9 untuk sangat penting sekali. Berdasarkan susunan matrik perbandingan berpasangan dihasilkan sejumlah elemen pada elemen didalam tingkat yang ada atasnya. Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dalam indeks konsistensi yang didapat dari rumus:
CI =
λmaks − n n −1
Keterangan :
λmaks = eigenvalue maksimum
2.2.2 Langkah Dan Prosedur Analytical hierarchy Process Untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process diperlukan langkah-langkah sebagai berikut[3]: 1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan tujuan. 2. Menyusun masalah kedalam suatu struktur hierarki sehingga permasalahan yang komplek dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur. 3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah. 4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hierarki. Dalam suatu kelompok yang besar, proses penetapan prioritas lebih mudah ditangani dengan membagi para anggota menjad subkelompok yang lebih kecil dan terspesialisasi, yang masing-masing menangani suatu masalah dengan bidang tertentu dimana anggotanya mempunyai keahlian khusus. Apabila subkelompok ini digabungkan, maka nilai setiap matrik harus diperdebatkan dan diperbaiki. Akan tetapi perdebatan dapat ditiadakan dan pendapat perseorangan diambil melalui kuisioner dengan membuat nilai akhir dengan menggunakan rata-rata geometric seperti dibawah ini:
ISSN : 2301-9425
n
= ukuran matrik
(saaty, 1993) Indeks konsistensi (C1), matriks random dengan skala penelitian 1 samapi dengan 9, beserta kebalikannya sebagai indeks random (R1). Berdasarkan perhitungan Saaty dengan 500 sampel, jika judgement numeric diambil secara acak dari skala 1/9, 1/8, …, 1,2, …, 9 akan diperoleh rata-rata konsistensi untuk matrik dengan ukuran berbeda. Perbandingan antara C1 dan R1 untuk suatu matrik didefinisikan sebagai rasio konsistensi (CR). Untuk model Analytical Hierarchy Process matrik perbandingan dapat diterima jika nilai konsistensinya tidak lebih dari 0,1 atau sama dengan 0,1. 3
Analisa
3.1 Pemecahan masalah dengan Metode Analytical Hierarchy Process Adapun langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan jenis-jenis kriteria masyarakat miskin. Dalam penelitian ini, kriteria- kriteria yang dibutuhkan Bantuan Lansung Tunai adalah a. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga b. Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga
Diterbitkan Oleh : STMIK Budi Darma Medan
32
Pelita Informatika Budi Darma, Volume III III Nomor : 2 , April 2013 2013
c. Bahan bakar memasak sehari-hari d. Sumber penerangan rumah tangga e. Fasilitas buang air besar f. Jenis lantai tempat tinggal g. Jenis bangunan tempat tinggal 2. Menyusun kriteria-kriteria Bantuan Lansung Tunai dalam matriks berpasangan. a. Pak Budi adalah seorang nelayan tidak pernah menduduki bangku sekolah, memiliki jenis bangunan tempat tinggal terbuat dari batu tanpa plester berlantai kayu, sumber penerangan rumah petromak, fasilitas buang air besar berada diluar rumah yang terbuat dari semen, bahan bakar minyak yang digunakan sehari-hari minyak kompor. b. Pak Andi adalah seorang nelayan pendidikan terakhir sekolah dasar, memiliki jenis bangunan tempat tinggal terbuat dari papan berlantai semen, sumber penerangan rumah listrik, fasilitas buang air besar berada diluar rumah yang terbuat dari semen, bahan bakar minyak yang digunakan sehari-hari kayu bakar. c. Pak Doni adalah seorang pekerja buruh, pendidikan terakhir sekolah dasar, memiliki jenis bangunan tempat tinggal terbuat dari papan berlantai kayu, sumber penerangan listrik dan fasilitas buang air besar berada diluar rumah yang terbuat dari semen, bahan bakar minyak yang digunakan sehari-hari kompor gas. a. Langkah-langkah penyelesaian 3.2 Analytical Hierarchy Process 1.
ISSN : 2301-9425
2. Setelah dimasukkan data pada Tabel 3.13 diatas, maka dihasilkan nilai pembagian jumlah kolom dengan rumus masing-masing sel pada Tabel 3.13 dibagi dengan jumlah kolom masing-masing. Menjumlahkan nilai elemen setiap kolom. Dari nilai-nilai elemen matriks kriteria diatas maka jumlah elemen setiap kolom adalah
3.
JumlahKolom1:1+0.33+0.25+0.33 + 0.5 + 0.33 + 0.25 =2.99 JumlahKolom2:3+1+0.33+0.25 + 0.33 + 0.5 + 0.33=4.74 JumlahKolom3:4+3+1+0.33 + 0.25 + 0.33 + 0.5=9.41 JumlahKolom4:3 +4+3+1+ 0.33 + 0.25 + 0.33 =12.91 JumlahKolom5:2 + 3 +4+3+1 + 0.33 + 0.25 =13.58 JumlahKolom6: 3 + 2 + 3 +4+3+1 + 0.33 =16.3 JumlahKolom7: 4 + 3 + 2 + 3 +4+3+1=20 Membagi setiap elemen pada kolom dengan jumlah perkolom yang sesuai. Dari nilai-nilai elemen matriks tabel 3.13 dan jumlah masingmasing kolom di atas maka dapat dihitung matriks normalisasi dengan cara membagi setiap elemen pada kolom dengan jumlah perkolom yang sesuai, misalnya untuk menghitung matriks normalisasi pada kolom 1 dan baris 1 maka dapat dihitung sebagai berikut.
Kolom baris 1 = Nilai matriks perbandingan kriteria baris 1 kolom 1 Jumlah Kolom 1 =
Sesuai dengan langkah-langkah Analytical Hierarchy Process, pada subbab ini akan dibahas tentang masukan data yang sebenarnya, proses perhitungan dan keluaran yang diharapkan untuk studi kasus menghitung nilai prioritas tertinggi setiap rumah tangga sasaran yang akan menerima bantuan langsung tunai. Masukan awal adalah menentukan nilai kriteria penerima bantuan langsung tunai.
1 2.99
= 0.3344 Tabel 2 : Hasil Matriks Normalisasi
Tabel 1 : Nilai Kriteria
4. Setelah matriks normalisasi didapatkan, langkah selanjutnya menjumlahkan tiap baris pada matriks tersebut. Jumlah masing baris pada tabel 3.14 dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. Jumlah Baris 1 = 0.3344+0.6329+0.4251+0.2324 +
Diterbitkan Oleh : STMIK Budi Darma Medan
33
Pelita Informatika Budi Darma, Volume III III Nomor : 2 , April 2013 2013
5.
6.
7.
8.
0.1473 + 0.1840 + 0.2000 = 2.1561 Jumlah Baris 2 = 0.1104 + 0.2110 + 0.3188 + 0.3098 + 0.1227 + 0.2209 + 0.1500 = 1.4436 Jumlah Baris 3 = 0.0836 + 0.0696 + 0.1063 + 0.2324 + 0.2946 +0.1840 + 0.1000 = 1.0705 Jumlah Baris 4 = 0.1104 + 0.0527 + 0.0351 + 0.0775 + 0.2209 + 0.2454 + 0.1500= 0.8920 Jumlah Baris 5 = 0.1672 + 0.0696 + 0.0266 + 0.0256 + 0.0736 + 0.1840 + 0.2000= 0.7467 Jumlah Baris 6 = 0.1104 + 0.1055 + 0.0351 + 0.0194 + 0.0243 + 0.0613 + 0.1500 = 0.5059 Jumlah Baris 7 = 0.0836 + 0.0696 + 0.0531 + 0.0256 + 0.0184 + 0.0184 + 0.0500= 0.3187 Setelah didapatkan jumlah pada masing-masing baris, selanjutnya dihitung bobot masing-masing kriteria dengan cara membagi masing-masing jumlah baris dengan jumlah elemen atau jumlah kriteria (n=7), sehingga bobot masing-masing kriteria dapat dihitung seperti berikut. Bobot Kriteria =2.1561/7=0.3080 Bobot Kriteria =1.4436/7=0.2062 Bobot Kriteria =1.0705/7=0.1529 Bobot Kriteria =0.8920/7=0.1274 Bobot Kriteria =0.7467/7=0.1067 Bobot Kriteria =0.5059/7=0.0723 Bobot Kriteria =0.3187/7=0.0455 Setelah didapatkan bobot kriteria untuk masingmasing kriteria, selanjutnya membuat matriks konsistensi perbandingan antar kriteria yaitu: Mengalikan elemen pada kolom matriks dengan bobot kriteria yang bersesuaian. Elemen kolom matriks yang dimaksud disini adalah matriks awal yaitu mariks perbandingan kriteria. Misalnya saja untuk hasil perkalian elemen kolom matriks kolom 1 baris 1 dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. Hasil perkalian kolom 1 baris 1 = 1 x 0.3080 = 0.3080 Dengan cara yang sama hasil perkalian untuk elemen kolom yang lain adalah Hasil perkalian tersebut kemudian dijumlahkan per tiap baris. Dari hasil pada matriks perkalian di atas kemudian setiap barisnya dijumlahkan dengan perhitungan sebagaiberikut. Jumlah baris 1=2.3551 Jumlah baris 2=1.0991 Jumlah baris 3=0.4918 Jumlah baris 4=0.8920 Jumlah baris 5=0.7467 Jumlah baris 6=0.5059 Jumlah baris 7=0.3187 Jumlah tiap baris tersebut dibagi dengan prioritas yang bersesuaian. Kemudian hasil dari jumlah tiaptiap baris diatas dibagi dengan prioritas yang bersesuaian, sehingga perhitungannya sebagai berikut. Hasil Bagi Prioritas bersangkutan1 = 2.3551/0.3080 = 4.2214 Hasil Bagi Prioritas bersangkutan2 =
ISSN : 2301-9425
1.0991/0.2062 = 4.1743 Hasil Bagi Prioritas bersangkutan3 = 0.4918/0.1529 = 4.0378 Hasil Bagi Prioritas bersangkutan4 = 0.8920/0.1274 = 4.0404 Hasil Bagi Prioritas bersangkutan5 = 0.7467/0.1067 = 3.8752 Hasil Bagi Prioritas bersangkutan6 = 0.5059/0.0723 = 3.5667 Hasil Bagi Prioritas bersangkutan7 = 0.3187/0.0455 = 3.0500 9. Langkah selanjutnya yaitu menghitung λ max dengan cara menjumlahkan hasil pembagian pada langkah diatas dan kemudian membaginya dengan banyaknya elemen(n=7). Dengan aturan diatas maka λ max dapat dihitung sebagai berikut. λ max=4.2214+4.1743+4.0378+4.0404+ 3.8752 + 3.5667 + 3.0500= 14.5014 10. Menghitung indeks konsistensi (consistency index) : Untuk menghitung indeks konsistensi (consistency index) dengan memakai rumus CI=((λmax-n)/n-1. CI=(λmax-n)/n-1=(14.5014–7)/7-1=0.0716 11. Menghitung rasiokonsistensi dengan rumus : Rasio konsistensi dihitung dengan memakai rumus CR=CI/RC, dengan RC adalah random konsistensi dengan nilai 0.90 karena pada kasus ini mempunyai ukuran matriks. Sehingga nilai dari CR dapat dihitung dengan cara sebagai berikut. CR=CI/RC=0.0716/0.90=0.07959 Dari hasil perhitungan yang diperoleh dapat diketahui bahwa nilai rasio konsistensi kriteria bernilai 0.0158 dan nilai rasio konsistensi kriteria ini lebih kecil atau sama dengan 0,1, sehingga nilai bobot kriteria yang sebelumnya diperoleh dapat dipergunakan.
Diterbitkan Oleh : STMIK Budi Darma Medan
Tabel 3 : Luas Lantai Bangunan tempat Tinggal
Tabel 4 : Jenis Lantai Bangunan Tempat Tinggal
34
Pelita Informatika Budi Darma, Volume III III Nomor : 2 , April 2013 2013
ISSN : 2301-9425
Tabel 5 : Jenis Dinding Banguna Tempat Tinggal
Tabel 11 : Nilai Lamda
Tabel 6 : Fasilitas Umum/Toilet
Tabel 7 : Fasilitas Penerangan
Dari tabel diatas dapat dihitung nilai lamda max, CI dan CR dengan rumus :
7 =1 7 1- 7 = -1 CI = 6 -1 CR = = -0,75757576 1,32
α max =
Tabel 8: Pendidikan Tinggi Kepala Rumah Tangga
Karena CR < 0,1 maka nilai perbandingan berpasangan pada matriks kriteria yang diberikan adalah konsisten. Selanjutnya adalah menghitung nilai kriteria tiap–tiap Masyarakat berprestasi dengan rumus nilai kriteria dibagi jumlah kolom tiap tabel kriteria dan hasil ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 9 : Bahan Bakar Masak
Tabel 12 : Nilai Kriteria Tiap – Tiap Calon
Tabel 10 : Nilai Masing-Masing Kandidat
Diterbitkan Oleh : STMIK Budi Darma Medan
35
Pelita Informatika Budi Darma, Volume III III Nomor : 2 , April 2013 2013
Tabel 13 : Nilai Prioritas Tiap Calon Penerima Bantuan Langsung Tunai
Dari perhitungan diatas dengan menggunakan metode Analitycal Hierarchy Process dihasilkan peringkat Masyarakat yang mendapat Bantuan Langsung Tunai yaitu: 1. Budi dengan nilai (0,7383950) 2. Andi dengan nilai(0,4806130) 3. Doni dengan nilai (0,5926220) 4.
ISSN : 2301-9425
Daftar Pustaka [1]. Budi S, 2006, Perancangan dan Pembangunan Sistem Informasi, Yogyakarta. [2]. Desiani A, Arhami M, 2006, Konsep Kecerdasan Buatan, Yogyakarta. [3]. Kadarsyah S, 1998, Sistem Pendukung Keputusan, Yogyakarta. [4]. Jigiyanto H.M, 2005, Analisa dan Desain Sistem Informasi, Yogyakarta. [5]. http://id.wikipedia.org/wiki/visual_basic
Penutup
4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil perancangan dan implementasi terhadap sistem pendukung keputusan penerima BLT dengan metode Analytical Hierarcy Process ini, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
2.
3.
Dengan menggunakan metode analytical hierarcy process, dapat dibangun sebuah sistem pendukung keputusan dengan membandingkan inputan kategori penilaian dan bobot rasio yang sudah ditentukan sebelumnya. Hasil output berupa keputusan layak atau tidaknya calon penerima dalam menerima BLT, diperoleh dari hasil perbandingan nilai lamda bobot kategori penilaian dengan nilai bobot rasio yang sudah ditentukan. Sistem ini dapat membantu memutuskan kelayakan seorang calon penerima BLT berdasarkan kategori penilaian yang diinputkan ke dalam sistem.
4.2 Saran Adapun saran yang ingin penulis berikan berdasarkan hasil implementasi ini adalah sebagai berikut : 1.
2.
Sistem ini dapat dikembangkan dengan menambahkan fasilitas untuk melakukan manipulasi terhadap kategori penilaian penerimaan BLT, sehingga jika terjadi perubahan terhadap data kategori penilaian tersebut, dapat diinputkan dengan mudah dan cepat ke dalam sistem. Dapat ditambahkan fasilitas verifikasi login ke dalam sistem untuk membatasi hak akses pengguna, untuk meminimlisir terjadinya kerusakan sistem akibat kesalahan penggunaan.
Diterbitkan Oleh : STMIK Budi Darma Medan
36