Sistem Pendeteksi Dini Kebakaran Hutan Berbasis Wireless Sensor Network M. Yanuar Hariyawan1), Arif Gunawan2) 1) Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Caltex Riau, Pekanbaru 28265, email: ya n uar @pcr.ac.id 2) Jurusan Teknik Elektro, Politeknik Caltex Riau, Pekanbaru 28265, email: a g u n @pcr.ac.id
Abstrak – Kebakaran hutan merupakan salah satu masalah yang mengancam kelestarian hutan. Sistem pencegahan dini untuk indikasi kebakaran hutan mutlak diperlukan. Luasnya hutan menjadi salah satu masalah yang dihadapi dalam pemantauan kondisi hutan. Untuk mengatasi masalah ini, dirancang suatu sistem deteksi kebakaran hutan dengan mengadopsi Jaringan Sensor Nirkabel (Wireless Sensor Network) menggunakan beberapa node sensor. Setiap node sensor memiliki mikrokontroler, pemancar/penerima dan tiga sensor. Metode pengukuran dilakukan dengan mengukur suhu, api, tingkat metana, hidrokarbon, dan CO2 di beberapa kawasan hutan dan mengukur pembakaran gambut di sebuah simulator. Dari hasil pengukuran suhu, kadar metana, gas hidrokarbon dan CO2 di daerah terbuka menunjukkan tidak ada tanda-tanda kebakaran karena nilai suhu, metana, gas hidrokarbon, dan CO2 adalah di bawah pengukuran di ruang simulator. Kata Kunci: kebakaran hutan, jaringan sensor nirkabel, node sensor. Abstract - Forest fires are one of problems that threaten sustainability of the forest. Early prevention system for indications of forest fires is absolutely necessary. The extent of the forest to be one of the problems encountered in the forest condition monitoring. To overcome the problems of forest extent, designed a system of forest fire detection system by adopting the Wireless Sensor Network (WSN) using multiple sensor nodes. Each sensor node has a microcontroller, transmitter/receiver and three sensors. Measurement method is performed by measuring the temperature, flame, the levels of methane, hydrocarbons, and CO2 in some forest area and the combustion of peat in a simulator. From results of measurements of temperature, levels of methane, a hydrocarbon gas and CO2 in an open area indicates there are no signs of fires due to the value of the temperature, methane, hydrocarbon gas, and CO2 is below the measurement in the space simulator. Keywords: forest fire detection, wireless sensor network, sensor node Dengan merujuk pada permasalahan tentang kelestarian hutan tersebut, pada penelitian ini 1. PENDAHULUAN dirancang sistem monitoring sebagai pendeteksi dini Hutan mempunyai peranan yang penting bagi indikasi kebakaran hutan. Wireless Sensor Network kehidupan makhluk hidup. Saat ini kebakaran hutan (WSN) merupakan suatu kombinasi sistem monitoring menjadi maalah serius yang dapat mengganggu yang mengadopsi teknik wireless (nirkabel) dengan simbiosis dan rantai kehidupan makhluk hidup. menggunakan sensor sebagai parameter acuannya. Permasalahan ini sudah menjadi perhatian bagi Sistem ini juga mampu digunakan untuk masyarakat, pemerintah maupun dunia. Untuk memonitoring hutan yang mempunyai luas tertentu. mengatai permasalahan tersebut, pemerintah Oleh karena itu, sistem monitoring ini nantinya melakukan berbagai usaha baik berupa himbauan diharapkan mampu membantu mengurangi tingkat maupun sanksi hukum terhadap suatu tindakan yang kebakaran hutan mengancam kelestarian hutan baik yang dilakukan secara individu atau kelompok. Berbagai macam 2. TINJAUAN PUSTAKA usaha yang telah dilakukan pemerintah tersebut masih belum efektif dimana tingkat kelestarian hutan masih 2.1. Wireless Sensor Network (WSN) menunjukkan angka yang cukup memprihatinkan. Wireless Sensor Network (WSN) merupakan Jika ditinjau dari segi perkembangan suatu kesatuan dari proses pengukuran, komputasi, teknologi saat ini, program kelestarian hutan dan komunikasi yang memberikan kemampuan cenderung memerlukan suatu sistem yang mampu administratif kepada sebuah perangkat, observasi, dan menganalisa dan memonitoring adanya indikasi melakukan penanganan terhadap setiap kejadian dan kebakaran hutan. Teknologi wireless yang mampu fenomena yang terjadi di lingkungan yang mengirimkan data tanpa perlu menggunakan kabel mengunakan teknologi wireless [3]. Sistem ini jauh diharapkan mampu menjadi salah satu perkembangan lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan kabel. teknologi aplikatif yang dapat mendukung program Sistem ini memiliki fungsi untuk berbagai jenis kelestarian hutan. Sistem monitoring ini diharapkan aplikasi, dalam arti lain, WSN menyediakan pondasi mampu menyajikan suatu data berupa indikasi teknologi untuk melakukan eksperimen pada kebakaran untuk lahan yang luas sekalipun. lingkungan. Misalnya Ahli biologi ingin memonitoring perilaku hewan yang berada di
habitatnya, peneliti lingkungan membutuhkan sistem yang mampu memonitoring polusi lingkungan, petani dapat meningkatkan hasil panen dengan meneliti tingkat kesuburan tanah, ahli geologi membutuhkan sistem untuk memonitoring aktivitas seismik, bahkan di militer pun membutuhkan suatu sistem yang mampu memonitoring area yang sulit dicapai. Keseluruhan aktifitas manusia tersebut memerlukan sistem monitoring WSN. Komponen WSN meliputi sensor, modul wireless, dan PC. Seluruh S komponen akan membentuk suatu sistem monitoring yang mampu menampilkan data yang berupa karakteristik sensor yang digunakan dengan memanfaatkan media wireless.. Karena dapat digunakan untuk berbagi aplikasi, penggunaan jenis sensor dipilih berdasarkan berdasarka aplikasinya. Pada beberapa literatur terkait dengan implementasi WSN yang menggunakan multisensor, banyak dikembangkan pada robot [4][5]. Pada 1989 [6], mengemukakan betapa pentingnya pengembangan multisensor untuk meningkatkan kemampuan sistem intelligent. Aplikasi multisensor dalam robotika, sistem biomedik, monitoring peralatan, remote sensing dan sistem transportasi dipaparkan [7] pada tahun 2002. David L. Hall dan James Llinas menjelaskan pengenalan teoritis multisensor data fusion pada [8]. Mereka menyediakan tutorial pada data fusion, aplikasi data fusion, process model, model dan identifikasi teknik aplikasi, yang bertujuan untuk menunjukkan bagaimana fussion sensor mengukur untuk mendapatkan hasil. Mereka juga ga menunjukkan flow chart untuk menjelaskan cara yang berbeda untuk menghubungkan multiple sensor dalam satu perangkat. Pada [9] digunakan multisensor untuk memonitoring pengelasan pada industri otomotif, dengan multisensor,, dimungkinkan untuk mengukur arus, s, tegangan dan kekuatan pengelasan. Penggunaan multisensor juga dapat dilihat pada [10], yang merancang light-addressable addressable potentiometric sensor (LAPS) sebagai realisasi perangkat portable multisensor.. Sumber cahaya dan elektronik termasuk didalamnya oscillator, multiplexer, multiplexer pre-amplifier dan high-pass filter. 2.2. Blok Energi Mandiri Cadangan Blok energi mandiri cadangan ini dirancang sedemikian rupa sehingga diperoleh sesuai dengan fungsi yang diharapkan sesuai dengan penggunaan panel solar cell yang digunakan sebagai energi cadangan untuk melakukan pengisian daya terhadap baterai dimana baterai rai membutuhkan tegangan sebesar 12Volt sehingga solar cell tersebut dirancang sehingga memiliki kinerja secara otomatis terhadap pengisian baterai tersebut dengan sistem kerjanya yaitu apabila tegangan pada baterai sudah mencapai 12Volt maka komponen diodaa yang terdapat pada rangkaian catu daya energi mandiri tersebut dapat bekerja secara otomatis yaitu dengan keadaan (On/Off) maka hasil keluaran output yang ditampilkan hasil arus yang
dikeluarkan oleh Solar Cell yang kemudian masuk ke baterai. Prinsip kerja solar cell ada 2 metode. Metode yang pertama adalah apabila solar cell dirangkai dengan model seri maka solar cell akan menghasilkan tegangan yang lebih besar sedangkan nilai arus yang dihasilkan tetap. Sedangkan pada metode yang kedua adalah apabila solar cell dirangkai dengan model paralel maka solar cell akan menghasilkan arus yang lebih besar sedangkan nilai tegangan yang dihasilkan tetap. tetap
Gambar 1 Rancangan energi mandiri menggunakan solar cell 2.3. Rangkaian Charger Control Peran dari bagian modul ini sangat penting dimana jika suatu baterai menerima masukan tegangan secara terus menerus maka kerusakan akan cepat terjadi pada baterai. Bagian modul ini bekerja dengan cara yaitu setelah tegangan yang di outputkan dari bagian charger battery masuk ke baterai maka fungsi dari bagian charger control ini untuk membaca tegangan pada baterai kemudian mengontrol pegisian baterai jika sudah terisi penuh dan mengisi secara otomatis jika baterai kosong. Gambar rangkaian charger control dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar 2 Rangkaian Charger Control
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Pengujian Tegangan dan Intensitas Cahaya dari Solar Cell Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui nilai tegangan maksimal dan minimal yang dihasilkan oleh solar panel lyang pengukurannya menggunakan multimeter digital serta membandingkannya dengan nilai intensitas cahaya menggunakan Lux meter secara bersamaan. Pengujian ini dilakukan selama 24 jam dan datanya dicatat setiap terjadi perubahan nilai tegangan dan intensitas cahaya setelah itu data tiap jam diambil nilai paling tinggi dan rendah dari tegangan dan intensitas cahaya . Tabel 1 Hasil pengukuran tegangan dan intensitas cahaya
Dari tabel 1 dapat dilihat nilai tegangan yang maksimal dihasilkan oleh Solar panel adalah 21 volt dengan nilai Lux 685. Nilai maksimal ini didapatkan pada saat tengah hari dari jam 12.00-13.00 Wib. Sedangkan kondisi minimal berada disaat malam hari dimulai jam 19.00-05.00Wib. Hal ini disebabkan tidak adanya cahaya matahari yang diterima oleh Solar panel. Sehingga pada malam hari nilai tegangan menurun secara signifikan yang nilainya sekitar 0.2V dan juga nilai intensitas cahaya menjadi 0. Dan untuk melihat perubahan nilai tegangan dan nilai intensitas cahaya yang telah diuji selama 24 jam tersebut dapat dilihat pada gambar 7 pada grafik akan terlihat saat kondisi maksimal dan minimal nilai tegangan dan nilai intensitas cahaya.
Gambar 3 Grafik perbandingan tegangan dengan intensitas cahaya Dari grafik diatas dapat dapat dilihat nilai tegangan dan nilai intensitas cahaya mengalami kenaikan secara signifikan dari jam 06.00-13.00 namun setelah itu nilai tegangan dan intensitas cahaya mengalami penurunan sraca bertahap sampai jam 18.00. Dan pada malam hari nilai tegangan menurun signifikan sekitar 220 mV dan nilai intensitas cahaya menjadi 0. 3.2 Pengujian Pengisian Baterai dengan Rangkaian Charger Control Charger control berfungsi untuk mengontrol pengecasan aki, jika aki terdeteksi penuh maka pengisian akan dihentikan. Pada gambar 4 merupakan gambar rangkaian dari modul charger kontrol analog sederhana dimana cara kerja dari rangkaian tersebut adalah ketika rangkaian diberi tegangan maka relay akan ON yaitu pada kondisi ngecas, dan jika tegangan yang terdeteksi pada baterai masuk ke basis transisitor kurang dari 12V maka relay akan OFF sehingga baterai di isi dari tegangan sollar cell.
Gambar 4 Rangkaian Charger Control Dapat di lihat karakteristik pengisian aki dengan memanfaatkan cahaya matahari pada gambar 4. Pada pengujian ini digunakan aki sebesar 12 volt 7.2Ah. Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat lama pengisian aki sampai penuh sekitar 3.5 jam. Pengujian ini digunakan baterai dalam kondisi kosong yaitu sekitar 10 volt. Dapt dilihat karakteristik dari pengisian aki, pada saat 1 jam pengisian akan mencapai 10,6 volt, 2 jam sebesar 11 volt, dan aki terisi penuh pada saat 3.5 jam
Gambar 5 Karakteristik pengisian aki dengan sollar cell 3.3 Pengujian Pengiriman Data menggunakan Modul GSM SIMC900 Pengujian pengiriman data menggunakan modul GSM SIMC seperti terlihat pada Gambar ini diperlukan untuk memastikan bahwa data yang dikirimkan dari KYL-500C dapat dikirim melalui modul GSM. Informasi yang dikirimkan melalui modul GSM ini berupa sms yang berisi data suhu, api dan asap, seperti pada Gambar 6 Pengujian Pengiriman Data menggunakan Modul GSM
6.
Gambar 6 Pengujian menggunakan Modul GSM
Pengiriman
Data
Gambar 7 Hasil Pengiriman Data dari Modul GSM SIMC900 4. KESIMPULAN Pengukuran-pengukuran suhu, kadar metana, gasoline, CO dan CO2 dapat dijadikan sebagai indikator utama untuk mendeteksi dini adanya kebakaran hutan. Ada tiga metode pengukuran yang dilakukan, yaitu pengukuran di ruang simulator dengan dan tanpa pembakaran gambut, dan pengukuran di udara terbuka di kota Duri. Dari hasil
pengukuran suhu, kadar metana, gas hidrokarbon dan CO2 di daerah terbuka di kota Duri menunjukkan tidak adanya kebakaran hutan dimana nilai suhu, metana, gas hidrokarbon, dan CO2 masih dibawah hasil pengukuran di ruang simulator dengan pembakaran gambut. Dari hasil pengujian pengiriman dan penerimaan informasi dari sensor node, menunjukkan bahwa sistem yang dibuat dapat mengirimkan dengan baik perubahan yang dideteksi oleh sensor node ke server dengan kecepatan 1200 bps.
[7]
[8]
[9]
DAFTAR REFERENSI [1]
[2]
[3]
[4]
[5]
[6]
Tacconi, T., 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia, Penyebab, biaya dan implikasi kebijakan. Center for International Forestry Research (CIFOR), Bogor, Indonesia. Soemarsono, 1997. Kebakaran Lahan, Semak Belukar dan Hutan di Indonesia (Penyebab, Upaya dan Perspektif Upaya di Masa Depan). Prosiding Simposium: “Dampak Kebakaran Hutan Terhadap Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Tanggal 16 Desember 1997 di Yogyakarta. hal:1-14. Rodzevski, Alexander, 2009, Wireless Sensor Network with Bluetooth, University of Malmö, Sweden. R. C. Luo, M.-H. Lin, and R. S. Scherp, 1988 , “Dynamic multi-sensor data fusion system for intelligent robots”, IEEE J. Robot. Automat., vol. 4, Aug. K. Hirai, M. Hirose, Y. Haikawa, and T. Takenaka, 1998, “The development of Honda humanoid robot”. IEEE Int. Conf. Robot. Automat. Vol. 2. Pp.1321-1326. Ren C. Luo, and Michael G. Kay, 1989, “Multisensor Integration and Fusion in Intelligent Systems”, IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics, Vol.19, No.
[10]
[11]
[12]
[13]
5, pp. 901-931. Ren C. Luo, Chih-Chen Yih and Kuo Lan Su, 2002, “Multisensor Fusion and Integration: Approaches, Applications, and Future Research Directions”, IEEE Sensors journal, Vol. 2, Issue 2. Pp. 107–119. USA. David L. Hall and James Llinas, 1997, “An Introduction to Multisensor Data Fusion”, Proceedings of the IEEE, Vol. 85, Issue: 1, pp. 6-23, New York, USA. J.D. Cullen, N. Athi, M. Al-Jader, P. Johnson, A.I. Al-Shamma’a, A. Shaw, A.M.A. ElRasheed. “Multisensor fusion for on line monitoring of the quality of spot welding in automotive industry”. Measurement 41 (2008) 412–423. T. Yoshinobu, M. J. Schöning, R. Otto, K. Furuichi, Yu. Mourzina, Yu. Ermolenko and H. Iwasaki, 2003 , “Portable light-addressable potentiometric sensor (LAPS) for multisensor applications”, Sensors and Actuators B: Chemical, Volume 95, Issues 1-3, pages 352356. M. Yanuar H, Arif Gunawan, Hamid Azwar, Bambang H, Arif S, 2011, “Prototype Wireless Sensor Network (WSN) sebagai Sistem Pendeteksi Dini Kebakaran Hutan”, SITIA, vol. 12, hal. 308 Gandhy Senjaya, “Prototype Wireless Sensor Network (Wsn) Sebagai Sistem Pendeteksi Dini Kebakaran Hutan Menggunakan Media Wireless (Software)”, Proyek Akhir, Politeknik Caltex Riau, 2011 Yongghi Saefebri Nasution, “Prototype Wireless Sensor Network (Wsn) Sebagai Sistem Pendeteksi Dini Kebakaran Hutan Menggunakan Media Wireless (Hardware)”, Proyek Akhir, Politeknik Caltex Riau, 2011