Prototype Wireless Sensor Network (WSN) sebagai Sistem Pendeteksi Dini Kebakaran Hutan Mohammad Yanuar H, Arif Gunawan, Hamid Azwar, Bambang H, Arief Satria P Jurusan Teknik Elektro PCR, Pekanbaru 28265, email:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak – Kelestarian hutan merupakan hal yang diinginkan oleh pemerintah dan masyarakat dewasa ini. Kebakaran hutan menjadi masalah yang mengancam kelestarian hutan tersebut. Sistem pencegahan dini terhadap indikasi kebakaran hutan mutlak diperlukan. Luasnya hutan menjadi masalah yang dihadapi dalam pemonitoringan menggunakan kabel. Pada paper ini dibahas tentang perancangan sebuah sistem pendeteksi kebakaran hutan yang mengadopsi aplikasi Wireless Sensor Network (WSN) dengan menggunakan 2 cluster, dengan media wireless Parallax yang mampu menyajikan perubahan kondisi hutan dengan menggunakan parameter sensor asap dan api. Seluruh data perubahan sensor yang mengindikasikan adanya kebakaran akan diproses oleh mikrokontroler Atmega8535 dan akan disajikan oleh suatu server dengan suatu tampilan interaktif. Sistem ini akan aktif apabila salah satu atau kedua sensor pada masing-masing cluster. Data yang dikirim sensor akan direpresentasikan ke bentuk kode ASCII oleh Parallax 433 MHz pada baudrate 1200 bps sehingga mampu mengirimkan data pada jarak 250 m (NLOS) dan 350 m (LOS). Data yang diterima oleh receiver akan dikirimkan ke PC dengan konversi RS 232 untuk kemudian diolah oleh visual basic untuk menghasilkan tampilan yang interaktif. Kata Kunci: WSN, cluster 1. PENDAHULUAN Hutan merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup. Dengan adanya hutan, simbiosis dan rantai kehidupan makhluk hidup dapat berjalan. Kebakaran hutan menjadi masalah serius yang dihadapi dewasa ini. Hal itu telah dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah. Untuk mengurangi masalah tersebut, pemerintah telah mencanangkan beberapa program kerja yang berorientasi pada suatu himbauan ataupun suatu sanksi hukum terhadap suatu tindakan yang mengancam kelestarian hutan tersebut. Tetapi, walaupun seluruh program kerja tersebut telah dirancang, tingkat kelestarian hutan masih menunjukkan angka yang cukup memprihatinkan. Jika ditinjau dari segi perkembangan teknologi saat ini, program kelestarian hutan cenderung memerlukan suatu sistem yang mampu menganalisa dan memonitoring adanya indikasi kebakaran hutan. Teknologi wireless yang mampu mengirimkan data tanpa perlu menggunakan kabel diharapkan mampu menjadi salah satu perkembangan teknologi aplikatif yang dapat mendukung program kelestarian hutan.
Sistem monitoring ini diharapkan mampu menyajikan suatu data berupa indikasi kebakaran untuk lahan yang luas sekalipun. Dengan merujuk pada permasalahan tentang kelestarian hutan tersebut, pada paper ini akan dibahas sistem monitoring sebagai pendeteksi dini indikasi kebakaran hutan. Wireless Sensor Network (WSN) merupakan suatu kombinasi sistem monitoring yang mengadopsi teknik wireless (nirkabel). Dengan menggunakan sensor sebagai parameter acuannya, sistem ini juga mampu digunakan untuk memonitoring hutan yang mempunyai luas tertentu. Oleh karena itu, sistem monitoring ini nantinya diharapkan mampu membantu mengurangi tingkat kebakaran hutan. 2. Wireless Sensor Network (WSN) Arsitektur WSN tradisional umumnya mengadaptasi flat structure (yaitu single-layer planar structure). Juga disebut jenis flat WSN [1]. Sejumlah besar node sensor dengan struktur hardware yang sama, dan penginderaan yang minim, pengolahan, dan kemampuan berkomunikasi dikembangkan di daerah pemantauan, dan mengirimkan dan meneruskan informasi yang dikumpulkan oleh node sensor lain ke sink node menggunakan bentuk multi-hop dengan bantuan node lain dalam WSN. Dan kemudian WSN yang terhubung dengan jaringan yang lain dengan sink node, yang pada akhirnya pengguna dapat mengakses dari jarak jauh, query dan mengelola WSN [2]. Sebagian besar penelitian WSN bertujuan untuk flat WSN, seperti satu-hop jaringan sensor nirkabel [3], multi tradisional-hop jaringan sensor nirkabel, dan sebagainya. Arsitektur tradisional WSN ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 2.1 Arsitektur tradisional WSN
Pada gambar 2.1 terlihat bahwa WSN dibangun dari access point dan sensor point. Keseluruhan komponen pendukung WSN ini akan saling bekerja untuk menyajikan data perubahan karakterisitik sensor yang sewaktu-waktu dapat mengantisipasi adanya indikasi kebakaran hutan.
Sensor point dapat juga dikatakan sebagai pemroses data analog dari perubahan sensor. Data analog sensor akan diubah menjadi digital untuk kemudian dikirim ke access point melalui media Wireless. Access point bertugas untuk melakukan pengontrolan sensor dan menampilkan data sensor dari Access point node. Salah satu karakteristik khusus yang dimiliki suatu jaringan sensor adalah jumlahnya yang selalu dalam jumlah besar dan kepadatan yang cukup tinggi. Pada suatu kasus monitoring lingkungan, sensor yang digunakan jumlahnya dapat mencapai ratusan sensor yang tersebar secara acak dengan kepadatan tinggi akan tetapi tetap memperhatikan konektifitas, efisiensi, dan akurasi [4]. Aplikasi Penggunaan WSN Aplikasi WSN sebagai habitat monitoring [5], dirancang untuk memenuhi permintaan ahli biologi untuk memonitoring habitat dan mengamati lingkungan sarang burung laut serta perilakunya. Pada arsitektur yang telah dirancang, jaringan WSN disebar pada 32 titik (node) pada sebuah pulau kecil di Coast of Maine untuk menghasilkan data streaming pada Web. Pada gambar 2.4 dapat dilihat arsitektur WSN sebagai pemonitoring habitat dan pada Gambar 2.2 merupakan gambaran fisik sensor node pada pemonitoring habitat.
tembok pertahanan, pipa minyak dan gas, menara komunikasi, markas militer dapat dilindungi oleh sensor dari penyusup atau sebagai sinyal peringatan awal.
Gambar 2.3 Aplikasi WSN pada pemantauan medan perang
3. PERANCANGAN SISTEM Sistem pendeteksi kebakaran hutan ini akan memonitoring perubahan karakterisitik sensor dengan menggunakan teknologi Parallax 433 Mhz. Gambar 3.1 menggambarkan blok diagram sistem keseluruhan.
Gambar 3.1 Sistem WSN menggunakan media Parallax 433 MHz
Gambar 2.2 Arsitektur WSN sebagai pemonitoring habitat
Pada bidang militer, WSN dapat diterapkan dengan memanfaatkan kemampuan mendeteksi benda bergerak melalui gerakan yang terjadi [4]. Pemanfaatan Wireless Sensor Network pada bidang militer yang dapat dilakukan seperti berikut. 1. Monitoring dan Manajemen Aset Pimpinan dapat memonitor status dan lokasi tentara, senjata, dan suplai untuk meningkatkan komando, komunikasi dan perhitungan. 2. Pengintaian Medan Perang Getaran dan sensor magnetik dapat melaporkan pergerakan kendaraan dan personel, menyebabkan pengintaian dan pengamatan yang lebih dekat terhadap kekuatan musuh. Ilustrasi ini dapat dilihat pada gambar 2.3. 3. Perlindungan Objek yang sensitif seperti reaktor atom, jembatan,
Prinsip kerja dari sistem ini yang memanfaatkan Parallax 433 MHz adalah: 1. Input data berasal dari perubahan karakteristik sensor api dan asap. 2. Perubahan data sensor akan diolah oleh mikrokontroler slave pada cluster. Pada sistem ini, sensor yang digunakan memiliki output digital (1 atau 0). Untuk kedua jenis sensor apabila kondisi sensor aktif mengeluarkan logika 0 dan apabila sensor tidak aktif akan mengeluarkan logika 1 (active low). 3. Apabila sensor aktif, maka slave akan mengirimkan data ke receiver master dan master akan menerima data dari slave untuk kemudian ditampilkan pada LCD dan hyperterminal untuk diolah ke suatu bentuk tampilan interaktif menggunakan program Visual Basic. 4. Apabila sensor pada masing masing cluster aktif, maka berikut tabel tampilan pada LCD dan hyperterminal.
Tabel 3.1 Status pada tampilan LCD dan Hyperterminal cluster 1
Cluster 1 Sensor Asap aktif Sensor Api aktif Sensor Asap dan Api aktif
Tampilan pada LCD “Asap Slave 1” “Api Slave 1” “Asap & Api Slave 1”
Tabel 3.2 Status pada tampilan LCD dan Hyperterminal cluster 1
Cluster 2 Sensor Asap aktif Sensor Api aktif Sensor Asap dan Api aktif
Tampilan pada LCD “Asap Slave 2” “Api Slave 2” “Asap & Api Slave 2”
Data yang telah masuk ke hyperterminal, akan diolah oleh program visual basic untuk menghasilkan tampilan perubahan karakteristik sensor. Pada sistem ini, terdapat dua flowchart, yaitu flowchart pada bagian transmiter (cluster) yang dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan flowchart bagian receiver (master) seperti pada gambar 3.3.
Gambar 3.3 Flowchart Transmiter
Pada bagian receiver ini, master akan menunggu data dari cluster, apabila ada data maka data tersebut akan ditampilkan pada LCD dan Hyperterminal pada PC untuk kemudian diolah. Apabila tidak ada perubahan data maka sistem akan berakhir (end). 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas hasil perancangan dan pengujian dari sistem. Gambar 4.1 memperlihatkan gambar rangkaian mikrokontroler sebagai master (receiver). Master ini akan menerima data dari cluster (slave) apabila terjadi indikasi kebakaran (sensor aktif).
Gambar 3.2 Flowchart Transmiter
Pada bagian transmiter ini terdapat 2 jenis sensor, yaitu sensor api dan sensor asap yang menjadi parameter kebakaran. Setiap cluster akan mengirimkan data ketika sensor-sensornya aktif. Apabila sensor aktif maka cluster akan mengirimkan data ke master (receiver). Gambar 4.1 Rangkaian Master
Gambar 4.2 memperlihatkan gambar rangkaian mikrokontroler sebagai cluster (transmiter). Cluster ini akan mengirim data ke master (receiver) apabila terjadi indikasi kebakaran (sensor aktif).
sebagai media komunikasi baudrate sebesar 1200 bps.
dengan
penggunaan
Tabel 4.3 Perbandingan penggunaan Baudrate
Data Kirim 10 10
Gambar 4.2 Rangkaian Transmiter (cluster)
Untuk mendeteksi asap digunakan LED dan fotodioda. Pada komponen ini akan mendeteksi terang gelapnya suatu keadaaan dalam artian ada tidaknya benda yang menghalangi pancaran sinar LED ke fotodioda. Keluaran (output) dari sensor ini adalah tegangan 5 volt pada saat kondisi normal dan 0 volt pada saat ada asap. Mekanik dari sensor ini berupa selubung yang menutupi LED dan fotodioda. Output dari sensor inilah yang akan diolah oleh mikrokontroler. Tabel 4.1 menunjukkan hasil keluaran sensor asap. Tabel 4. 1 Output sensor asap
Kondisi Sensor Asap Normal Aktif
Tegangan Output (V) 5 Volt 0 Volt
Rangkaian UVTron digunakan untuk mendeteksi kebakaran pada hutan yang terindikasi oleh ada/tidaknya api. Pada spesifikasinya UVTron ini ( Sensor + driver C3704) memiliki 2 terminal output, yaitu Q, Q bar. Untuk terminal output Q, keberadaan api menghasilkan logika high ( 5 Volt) dan tidak ada api menghasilkan logika low (Active High). Sedangkan untuk output Q bar adalah sebaliknya, api dideteksi dengan logika low dan tidak ada api dideteksi dengan high (Active Low). Output untuk masing-masing terminal ini berupa pulsa digital (0-5 Volt) dengan perioda defaultnya sebesar 10ms. Tabel 4.2 menunjukkan keluaran sensor api. Tegangan output 5 V merepresentasikan kondisi normal dan tegangan output 0 V merepresentasikan kondisi ada api. Tabel 4.2 Output sensor api
Kondisi Sensor Api Normal Aktif
Tegangan Output (V) 5 Volt 0 Volt
Pengujian selanjutnya dilakukan pada parallax untuk menentukan baudrate yang tepat untuk pengiriman data. Tabel 4.3 merupakan hasil pengujian baudrate, terlihat bahwa data yang dikirimkan Tx Parallax dapat diterima oleh Rx Parallax dengan baik dan konstan dalam artian tidak ada perubahan pola data seperti pada baudrate 9600 bps. Dari kondisi tersebut terlihat bahwa Parallax 433 MHz sangat baik digunakan
Baudrate 9600 1200
Data Terima 10,13,65 10
Pada prinsipnya pengujian koneksi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengatahui sejauh mana Parallax 433 MHz ini mampu mengirimkan data. Pada spesifikasinya Parallax 433 MHz ini mampu mengirimkan data pada jarak maksimum 500 m dalam kondisi tanpa penghalang (LOS). Pengujian dilakukan pada kondisi Line Of Sight (LOS) dan Obstacle (NLOS). Berikut tabel hasil pengujian koneksi Parallax 433 MHz. Tabel 4.4 Jarak koneksi Parallax 433 MHz kondisi LOS
Jarak (m) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Status koneksi OK OK OK OK OK OK OK NOK NOK NOK
Tabel 4.5 Jarak koneksi Parallax 433 MHz kondisi NLOS
Jarak (m) 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500
Status koneksi OK OK OK OK OK NOK NOK NOK NOK NOK
Dari data pengujian jarak diatas terlihat jarak maksimum pengiriman data Parallax 433 MHz pada kondisi LOS (tanpa halangan) dan NLOS (obstacle). Mekanisme pengujian ini adalah dengan mengubahubah posisi cluster dari masternya sesuai jarak yang diinginkan. Parameter jaraknya adalah dengan melihat speedometer dari sepeda motor yang digunakan untuk memindahkan cluster. Dari kecenderungan data pada tabel 4.4 dan 4.5 diatas terlihat bahwa untuk kondisi LOS, Parallax 433 MHz mampu mengirimkan data pada jarak maksimum 350 m dan apabila ada obstacle (NLOS) jarak maksimum pengiriman datanya adalah 250 m.
5. KESIMPULAN Sistem pendeteksi dini kebakaran hutan hasil perancangan dapat mengirimkan data dengan baik pada kecepatan 1200 bps dan mampu mengirimkan data pada jarak 350 m LOS dan 250 m NLOS. Sensor api mampu mendeteksi api pada jarak maksimal 5 m. Penggunaan baudrate yang rendah mengakibatkan pengiriman data sensor cenderung lambat. DAFTAR REFERENSI [1] F.G. Nakamura, F.P. Quintao, G.C. Menezes, and G.R. Mateus. An Optimal Node Scheduling for flat Wireless Sensor Networks. In Proceedings of the IEEE InternationalConference on Networking (ICN05),volume 3420, pages 475–483, 2005. [2] LI Ying-chun, ZHU Shi-bing, CHEN Gang.
Research on Wireless Sensor Network Architecture[J]. Shanxi Electronic Technology. 2009. (4):71-73. [3] Singh M, Prasanna V K. Energy optimal and energy balanced sorting in a single hop sensor network[A].IEEE Conference on Pervasive Computing and Communications (PERCOM) [C].Washington, DC,USA:IEEE ComputeSociety, 2003.50—59. [4] Xuhui Chen; Peiqiang Yu. Research on hierarchical mobile wireless sensor network architecture with mobile sensor nodes. In Biomedical Engineering and Informatics (BMEI), 3rd International Conference. 2010. pages: 2863 - 2867 [5] Mainwaring, Alan. Wireless Sensor Network for Habitat Monitoring, Intel Research Laboratory, Berkeley, 2002