Sistem Lantai Komposit dari Bahan Pracetak Support Beam, Curve Tile dan Beton Cor di Tempat 1
2
Andreas Triwiyono , Peterson Siringoringo , 3 3 3 3 Aska Ndaru , Zadit Ohlin , Prisman Ilham dan Avila Tatyana
1.
Pendahuluan
Berbagai metode telah dikembangkan dalam pembuatan sistem lantai bangunan gedung yang bertujuan antara lain untuk mempercepat pelaksanaan, mengurangi penggunaan kayu namun tetap memperhatikan biaya dan kualitas. Salah satunya adalah penggunaan beton pracetak (precast). Beberapa keuntungan sistem precast antara lain terkait dengan waktu, biaya, kualitas, predictability, keandalan, produktivitas, kesehatan, keselamatan, lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability, serta relocability (Gibb, 1999). Di Indonesia telah banyak aplikasi teknologi beton pracetak pada berbagai jenis konstruksi yang didukung oleh perusahaan yang mengembangkannya. Volume sistem lantai suatu gedung pracetak mencapai 2/3 dari volume sistem pracetak bangunan gedung secara keseluruhan Elliott (2002). Mengingat volume yang dominan ini, maka perlu upaya perencanaan sistem lantai yang efektif . Salah satu produk yang dihasilkan oleh perusahaan adalah Solusi Rumah, yang mempunyai sistem lantai terdiri dari komponen-komponen pracetak, yaitu support beam, curve tile dan beton cor di atasnya (concrete topping), lihat Gambar 1 dan 2. PT. Holcim Indonesia Tbk. (2009) memasarkan produk Solusi Rumah Holcim sebagai solusi terintegrasi membangun rumah. Solusi rumah merupakan sarana yang dapat mempermudah konsumen untuk mewujudkan impiannya memperoleh rumah idaman. Penggunaan lantai dengan sistem ini cukup menguntungkan, karena dalam proses pelaksanaan hanya diperlukan perancah dengan jarak sekitar 1 m sebagai pendukung support beam, pelat precast berupa curve tile berfungsi sebagai bekisting, setelah beton mengeras akan menyatu dengan beton cor ditempat.
(a) Tampak samping-atas
(b) Tampak bawah
Gambar 1. Sistem lantai yang terbuat dari gabungan komponen pracetak (support beam, curve tile) dan beton cor di tempat Sebelum produk ini secara luas digunakan oleh masyarakat, perlu diketahui kinerja masing-masing komponen struktur secara terpisah maupun setelah menjadi satu kesatuan menjadi sistem struktur. Salah satu cara untuk mengetahui kinerja adalah
dengan pengujian eksperimental, yang bisa memberikan gambaran tentang kekakuan, daktilitas, kapasitas beban, dan pola retak serta jenis keruntuhannya. Kekakuan didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk memperoleh satu unit displacement. Nilai kekakuan merupakan sudut kemiringan dari kurva beban-lendutan sebelum leleh pertama/retak. Daktilitas digambarkan sebagai displacement ductility factor (µ) yakni perbandingan antara defleksi balok saat maksimum dan defleksi balok pada saat leleh/retak pertama (Park and Paulay, 1975). Kapasitas adalah beban tertinggi yang bisa dicapai. Dalam makalah ini disajikan hasil penelitian eksperimental khususnya sistem lantai, guna mengetahui kemampuannya dalam memikul beban hidup dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan teknis yang terkait. Tema dalam makalah ini merupakan bagian dari serangkaian penelitian kerjasama antara Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik dengan PT. Holcim Indonesia Tbk. yang tertuang dalam laporan akhir (LKFT, 2010). curve tile, terbuat dari mortar tebal 2 cm
concrete topping
support beam
Gambar 2. Penampang balok komposit yang merupakan bagian dari sistem lantai pracetak
2.
Tinjauan Pustaka dan Landasar Teori
Selama ini pembuatan sistem pelat lantai tanpa perancah dengan balok sekaligus berfungsi sebagai penyangga (support beam) saat pelaksanaan dan nantinya akan menyatu dengan pelat beton cor di tempat sudah banyak digunakan, antara lain dengan sistem komposit baja-beton. Selain digunakan balok baja bisa juga digunakan kayu, seperti yang diterapkan pada Holz-Verbund-Systeme (http://www.hbv-system.de). Namun pemakaian baja dan kayu di beberapa tempat harganya masih relatif mahal. Selain kedua bahan tersebut, saat ini banyak digunakan sistem lantai dari komposit keramik-beton (Wiryanto, 2005), dengan segala kelebihan dan kekurangannya dibandingkan dengan bahan lain. Aplikasi sistem lantai dengan komponen pracetak ukuran kecil berbentuk “U” pernah laporkan oleh Pongburanakit dan Aramraks (2006). Komponen pracetak dirangkai terlebih dahulu untuk membentuk balok utuh, kemudian balok tersebut, yang berfungsi sebagai support beam, digabungkan dengan pelat lantai cor di tempat. Penelitian tentang pelat precast pernah dilakukan oleh Triwiyono dkk. (2006), yang menguji secara eksperimetal pelat beton pracetak, yang terbuat dari pelat pracetak disatukan dengan beton cor di tempat dengan terlebih dahulu dilakukan beberapa perlakuan permukaan beton precast, yaitu dengan pengasaran permukaan beton precast, pemberian lapisan bonding agent dibandingkan dengan tanpa perlakuan apapun. Pembebanan lentur dikenakan pada pelat secara statik dan siklik. Hasilnya antara lain didapatkan bahwa akibat beban statik, perlakuan permukaan tidak terlalu berpengaruh terhadap kekakuan maupun kekuatan masing-masing benda uji dengan berbeda perlakuan permukaan. Beban hidup yang bekerja pada bangunan gedung dan
rumah tinggal cenderung mendekati beban statik, karena beban hidup riil lebih kecil dibandingkan beban mati. Penentuan kapasitas balok dalam memikul beban didasarkan antara lain oleh batasan lendutan jangka panjang. Lendutan jangka panjang suatu balok di atas tumpuan sederhana diperlihatkan pada Gambar 3, dimana lendutan inisial (seketika) i ini dari waktu ke waktu akan bertambah besar akibat susut dan rangkak menjadi . Lendutan jangka panjang dipengaruhi antara lain oleh besarnya lendutan inisial (seketika), rasio tulangan tekan dan durasi pembebanan. Untuk keperluan praktis lendutan jangka panjang besarnya sekitar dua kali lendutan seketika, atau i (SNI 03-2847-2002). q
δi seketika δ jangka panjang
Gambar 3. Lendutan seketika
i
dan lendutan jangka panjang
Jika lendutan ijin jangka panjang ijin balok terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap pelaksanaan e dan tahap pelayanan s, dimana masing-masing tahap mempunyai sifat penampang berbeda, maka perhitungan lendutan harus didasarkan pada kedua tahap tersebut, atau: ijin
=
e
+
s
(1)
Lendutan ijin ditetapkan sebesar L/360. Karena lendutan jangka panjang besarnya dua kali dari lendutan jangka pendek, dan hasil dalam penelitian ini masih terbatas pada lendutan jangka pendek (seketika), maka lendutan ijin dibatasi menjadi setengahnya yaitu L/720. Ketentuan ini akan digunakan untuk penetapan kapasitas beban pada sistem lantai pracetak yang ditulis dalam makalah ini. Analisis hasil dalam makalah ini didasarakan pada hasil pengujian yang telah ditulis dalam laporan LKFT (2010) yang sebagian juga ditulis dalam bentuk tugas akhir oleh Ndaru (2010), Ilham (2010) dan Tatyana (2010). Hasil yang akan disajikan ini sekaligus sebagai perbaikan dari beberapa analisis hasil yang telah ditulis dalam acuan tersebut.
3.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium dengan pemberian beban terhadap balok komposit, yang merupakan bagian dari sistem lantai satu arah (one way slab). Sistem lantai terbuat dari komponen pracetak support beam dan curve tile menyatu dengan beton cor di tempat. Komponen pracetak didatangkan dari PT. Holcim, sedangkan balok komposit dibuat di laboratorium Teknik Struktur Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM. Cara pembuatan sistem lantai ini meniru praktek di lapangan. Sebelum pengujian balok komposit, terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap masing-masing komponen pracetak dan pengujian sistem lantai komposit secara garis besar sebagai berikut: a. Pengujian support beam dilakukan dengan cara pembebanan lentur dengan panjang bentang total 3 m, yang perletakan pada kedua ujungnya, diantara kedua tumpuan ujung ini diberi tambahan tumpuan, sehingga mempunyai bentang 3x1 m, 2x1,5 m dan 1x1 m + 1x2 m, untuk mengetahui jarak mana yang masih memenuhi persyaratan keamanan dan teknis lain.
b. Pengujian curve tile dilakukan dengan pemberian beban terpusat yang memodelkan beban pekerja dengan variasi letak beban dan jenis perletakan di kedua ujungnya. c. Pengujian balok komposit dilakukan dengan pemberian beban lentur dengan dua buah beban garis. Beban-beban tersebut dinaikkan tahap demi tahap hingga keruntuhan benda uji. Dengan memperhatikan pesyaratan lendutan ijin jangka panjang, lebar retak ijin dan persyaratan teknis lainnya akan ditetapkan beban hidup yang bisa diaplikasikan pada bangunan rumah tinggal atau bangunan gedung dengan system lantai ini. Benda uji, set-up pengujian dan cara pembebanan masing-masing pengujian bisa diuraikan sebagai berikut: a. Cuved Tile Pengujian curve tile dilakukan dengan cara pemberian beban terpusat. Jenis perletakan curve tile adalah sendi-sendi dan sendi rol dengan letak beban di tengah atau di seperempat bentang dekat sendi atau dekat rol (lihat Gambar 4), masing-masing 3 ulangan, jumlah benda uji total 15 buah. Pembebanan dilakukan dengan hydraulic jack berangsur-angsur dinaikkan hingga mencapai keruntuhan. Beban diukur dengan load cell dan lendutan dengan LVDT, masing-masing dihubungkan dengan data logger.
Gambar 4. Dua variasi posisi beban terpusat: di tengah bentang dan di seperempat bentang b. Support beam Pengujian lentur support beam dilakukan dengan 3 (tiga) variasi jarak tumpuan, seperti telah diuraikan di atas. Pengujian lentur dilakukan dengan cara pemberian beban terpusat di tengah bentang. Beban ini mewakili beban mati (berat sendiri support beam, curved tile, beton basah saat pengecoran dan beban pelaksanaan. c. Balok komposit Pelaksanaan pengujian balok komposit dilakukan dengan pemberian beban melalui batang baja kaku yang meneruskan ke batang melintang sebagai beban garis, lihat Gambar 5 dan 6. Beban dan lendutan direkam dengan data logger yang terhubung dengan load cell dan LVDT. Beban dinaikkan secara berangsur-angsur hingga mencapai kapasitasnya. Jack pump terus dipompa untuk memberikan lendutan balok meskipun beban tidak naik atau bahkan turun hingga mencapai keruntuhan balok. Selain itu, retakretak ditandai dan dicatat, sehingga dapat terekam dengan baik sesuai tahap pembebanan.
Gambar 5. Pembebanan balok komposit
Keterangan gambar: 1. Loading Frame 2. Hydraulick Jack 3. Datalogger 4. Hydraulic pump 5. Batang penerus beban
6. Beban garis arah melintang 7. Rigid floor 8. LVDT 9. Tumpuan 10. Benda uji
Gambar 6. Set-up pengujian balok komposit
4.
Hasil dan Pembahasan
a.
Curved tile Dari pengujian lima belas benda uji dengan variasi jenis perletakan tidak memberikan perbedaan kekakuan dan kekuatan yang berarti. Pada beban tertentu, ujung curve tile bersentuhan dengan begel pada support beam sehingga terjadi kerusakan/pecah sehingga perletakan tidak bisa berperilaku sebagai sendi atau rol sempurna, tetapi mirip sendi. Beban maksimum berkisar antara 0,98 – 1,77 kN. Jika beban maksimum diambil nilai terendah dari hasil uji tersebut, maka beban yang diijinkan adalah sekitar 1 kN atau sekitar 100 kg. Nilai ini diperkirakan masih lebih besar dibandingkan dengan berat pekerja. Pada Gambar 7 diperlihatkan contoh hasil pengujian berupa kurva hubungan beban-lendutan. Dari kurva-kurva ini dapat dilihat bahwa semua curved tile runtuh secara getas.
(a)
Sendi-rol, beban di tengah bentang
(b)
Sendi-sendi beban di seperempat bentang
Gambar 7. Hubungan beban dan lendutan curved tile Dari hasil pengujian kekuatan curved tile dapat disimpulkan bahwa: 1) beban maksimum satu buah curved tile adalah sekitar 1 kN atau 100 kg 2) untuk menghindari kecelakan kerja, curved tile tidak dibebani langsung oleh pekerja, tetapi di atasnya dipasang tulangan terlebih dahulu atau diberi perata beban. b. Support beam Dari tiga variasi bentang pada pengujian lentur support beam didapatkan kurva hubungan beban P dan lendutan yang dapat diubah menjadi hubungan beban merata ekivalen q dan lendutan . Dengan momen yang sama dapat dicari beban merata ekivalen q dengan persamaan: ¼ PL = 1/8qL2/0,6 .............................................................. (2) Dengan pembagi 0,6 diperoleh beban per m2 luas lantai, karena jarak antar support beam di lapangan adalah 60 cm. Beban pada saat pelaksanaan pengecoran, yang terdiri dari berat sendiri support beam, curved tile, beton basah dan beban pelaksanaan diperkirakan mencapai sekitar 4 kN/m2. Kapasitas support beam ditentukan berdasarkan tiga kriteria, yaitu: lendutan, lebar retak maksimum 0,2 mm dan beban maksimum yang bisa dicapai (dibagi dengan faktor aman 1,5). Beban ijin diambil nilai terkecil dari tiga kriteria tersebut. Dari tiga variasi bentang, hanya ada satu kemungkinan jarak antar perancah yang aman, yaitu 1 m dengan kapasitas beban merata lebih besar dari 4 kN/m2. Pada Gambar 7 diperlihatkan kurva hubungan antara beban merata q dan lendutan di tengah bentang untuk jarak perancah 1 m. Dari grafik tersebut dapat diperoleh besarnya lendutan balok akibat beban saat pengecoran, yaitu 0,9 mm ≈ 1 mm. Lendutan yang terjadi pada saat pengecoran pelat lantai ini nilainya masih kecil yaitu sekitar L/1000. Dari persamaan (1) nilai ini sama dengan e. Sehingga dari pengujian support beam dapat disimpulkan jarak antar perancah optimum pendukung support beam adalah 1 m, lendutan yang terjadi pada saat pengecoran beton adalah e = 1 mm. 40 35
B eban q, kN/m 2
30 25 20 15 S B .1.1
10
S B .1.2 5
S B .1.3
0 0
∆ 5
10
15
20
25
30
35
L e nduta n, m m
Gambar 8. Hubungan beban q - lendutan δ dengan jarak perancah 1 m c. Balok komposit 1) Akibat momen positif
Pada Gambar 9 diperlihatkan grafik hubungan beban-lendutan untuk balok komposit. Dari grafik beban-lendutan tersebut bisa disampaikan bahwa grafik awal dari enam benda uji bersifat linier dan hampir berimpit. Hubungan beban-lendutan ini dtidak jauh dari grafik teoritis yang dibuat oleh Ndaru (2010). Terjadi retak pertama balok pada beban sekitar 10 kN/m2. Jika ditinjau dari pola retaknya, sistem lantai ini masuk kategori rusak lentur yang diawali oleh retak vertikal di tengah bentang. Setelah terjadi retak, kurva tidak linier lagi dan mencapai beban maksimum masing-masing benda uji cukup bervariasi, sekitar 27,5 – 43 kN/m2, dengan nilai faktor daktilitas µ = 4 – 7. Kekuatan maksimum dan daktilitas yang bervarisasi ini kemungkinan disebabkan karena perbedaan letak tulangan bawah (tulangan tarik) pada support beam, perbedaan jenis dan tegangan leleh baja tulangan. Jika didasarkan pada lendutan ijin balok seperti pada persamaan (1), dengan nilai lendutan ijin jangka pendek sebesar ijin = L/720 = 4,03 mm, maka besarnya lendutan yang digunakan untuk penetapan beban adalah: s
=
ijin
-
e
= 4,03 – 1 = 3,03 mm
Dengan batasan lendutan ini, balok komposit sistem ini mampu mendukung beban sekitar 10 kN/m2. Bila dikurangi beban mati sekitar 3,5 kN/m2 (beban mati berupa support beam, curved tile, slab, keramik, plafon), maka sistem lantai mampu mendukung beban 6,5 kN/m2. Sehingga bisa disimpulkan bahwa sistem lantai ini cukup aman digunakan untuk rumah tinggal atau bangunan lain dengan beban hidup 2,5 kN/m2, dengan angka aman sekitar 2,2. Selain itu dengan beban hidup ini balok dalam kondisi elastik dan belum mengalami retak. 45 40 35
B eban q, kN/m 2
30 25 20
firs t c rac k S lab 1
15
S lab 2 S lab 3
10
S lab 4 5
S lab 5 S lab 6
0 0
δs
20
40
60
80
100
120
L e nduta n (m m )
Gambar 9. Hubungan beban-lendutan balok komposit (akibat momen positif) 2) Akibat momen negativ Pada Gambar 10 diperlihatkan kurva hubungan beban - lendutan tiga buah benda uji balok komposit yang dibebani momen negativ. Kurva dari ketiga benda uji hampir berimpit, dari awal hingga mencapai beban maksimum. Jika ditinjau dari pola retaknya, sistem lantai ini masuk kategori retak lentur yang diawali oleh retak vertikal di tengah bentang. Bersarkan kurva beban-lendutan sisem lantai ini masih dalam kategori cukup daktail, dengan factor daktilitas sekitar µ = 7. Beban pada saat retak pertama sekitar 10 kN/m2 dan mencapai maksimum 21 2 kN/m . Berdasarkan batasan lendutan ijin s = 3,03 mm, maka balok mampu mendukung
beban ijin sekitar 10 kN/m2 (beban mati dan hidup). Karena nilai ini sama dengan kemampuannya dalam memikul momen positif, maka balok mampu digunakan untuk beban hidup sebesar 2,5 kN/m2. 25
B eban q, kN/m 2
20
15
10 firs t c rac k S lab 1 S lab 2
5
S lab 3
0
0
δ20s
40
60
80
100
120
140
160
180
L e nduta n (m m )
Gambar 10. Hubungan beban-lendutan balok komposit (akibat momen negatif)
5.
Kesimpulan Dari uraian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut: a. beban maksimum satu buah curved tile adalah sekitar 1 kN atau 100 kg. Untuk menghindari kecelakan kerja, curved tile tidak dibebani langsung oleh pekerja, tetapi di atasnya dipasang tulangan terlebih dahulu atau diberi perata beban. b. Jarak perancah pendukung support beam maksimum 1 m, untuk lendutan tambahan pada balok balok, perancah harus diberi alas agar tidak terjadi penurunan. c. Sistem lantai pracetak yang terbuat dari support beam, curved yile dan beton cor ditempat mampu digunakan untuk beban hidup 2,5 kN/m2.
Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada PT. Holcim Indonesia Tbk., yang telah memberikan dukungan baik finansial maupun informasi pelaksanaan lapangan, sehingga penelitian bisa dilaksanakan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada para mahasiswa yang telah membantu melaksanakan penelitian kerjasama ini sekaligus dalam rangka tugas akhir, sehingga data hasil penelitian bisa diolah kembali untuk dianalisis dan dibahas lebih lanjut. Daftar Pustaka Badan Nasional Indonesia, 2007, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI-03-2847-2001), itspress. Darmadi, Z.A., 2010, Pengaruh letak Beban pada kekuatan, kekakuan dan pola retak Plat Precast Lengkung, Tugas Akhir di Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik UGM. Elliott, S.K., 2002, Precast Concrete Strucuture, Butterworth-Heinemann, Oxford Gibb, A. G. F., 1999, Off site Fabrication, John Willy and Son, New York, USA Holz-Verbund-Systeme, 2011, Application Area Floor Slab and "HBV-Beam Floor, http://www.hbv-system.de. 3 July 2011
Ilham, P., 2010, Aplikasi balok Precast pada Sistem Lantai Bangunan Rumah tinggal (Tinjauan Momen Negatif) Tugas Akhir di Jurusan teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik UGM Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik (LKFT), Fakultas UGM, 2010, Laporan Akhir Pengujian Laboratorium dan Sertifikasi Sistem Bangunan Solusi Rumah, Kerjasama antara LKFT dengan PT. Holcim Indonesia Tbk., tidak dipublikasikan. Ndaru, A., 2010, Aplikasi balok Precast pada Sistem Lantai Bangunan Rumah tinggal (Tinjauan Momen Positif) Tugas Akhir di Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik UGM. PT. Holcim Indonesia Tbk., 2009, Solusi Rumah Holcim, http://solusirumah.blogspot.com, 22 Oktober 2009. Park, R. dan Paulay, T., 1975, Reinforced Concrete Structure, A Wiley-Interscience Publication, New York-London-Sydney-Tonronto. Pongburanakit, C., dan Aramraks, T., 2006, Calculation of The Flexural Strength Of Interlocking Block Beams, Sysposium on Infrastructure Development and the Environmental (SEAMEO-INNOTECH.), Philippines. Tatyana, A., 2010, Aplikasi balok Precast pada Sistem Lantai Bangunan Rumah tinggal (Tinjauan Momen Positif dengan Mutu Beton Sesuai Lapangan) Tugas Akhir di Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik UGM. Triwiyono, A., Satyarno, I., Saputra, A. dan Himawan, L., 2004, Perilaku Pelat Gabungan Antara Beton Lama Dengan Baru Akibat Beban Statik dan Siklik, Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada. Wiryanto J, D., 2005, Perilaku Lentur Pelat Lantai Komposit Keramik Beton (Keraton) Ditinjau dari Momen Negatif Dengan Variasi Keramik Ceilling Brick dan Diameter Tulangan, , Jurusan Teknik Sipil Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.