SISTEM DETEKSI LUKA PADA OTOT KAKI ABALON (HALIOTIS ASININA) MENGGUNAKAN METODE HISTOGRAM DAN MORFOLOGI
NOER FITRIA PUTRA SETYONO
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sistem Deteksi Luka Pada Otot Kaki Abalon (Haliotis asinina) Menggunakan Metode Histogram dan Morfologi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Noer Fitria Putra Setyono NIM G64090022
ABSTRAK NOER FITRIA PUTRA SETYONO. Sistem Deteksi Luka Pada Otot Kaki Abalon (Haliotis asinina) Menggunakan Metode Histogram dan Morfologi. Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO dan DWI ENY DJOKO SETYONO. Saat ini abalon sangat diminati oleh pasar karena kandungan gizinya yang tinggi. Salah satu problem pada budidaya abalon adalah ketika abalon terluka maka dapat menyebabkan tingkat kematiannya meningkat. Penelitian ini bertujuan membangun sebuah sistem yang dapat mendeteksi adanya luka pada otot kaki abalon dengan pendekatan citra digital menggunakan metode histogram dan morfologi. Metode ini digunakan untuk mengambil objek otot kaki abalon secara otomatis dan menemukan pola luka pada otot kaki abalon. Hasil pengujian menunjukkan bahwa metode ini mampu untuk mendeteksi adanya luka pada otot kaki abalone dengan persentase kesuksesan mencapai 69.90%. Kata kunci: abalon, citra digital, crop otomatis, deteksi luka, histogram, morfologi
ABSTRACT NOER FITRIA PUTRA SETYONO. System to Detect Wound on Foot of Abalone (Haliotis asinina) Using Histogram and Morfology Methods. Supervised by AZIZ KUSTIYO and DWI ENY DJOKO SETYONO. Abalone currently has a great demand due to its high nutritional content. One of the problem in abalone cultivation is that when an abalone is wounded, its mortality rate may increase. This study is intended to build a system that can detect the presence of a wound on abalone foot with digital imagery approach using histogram and morphology methods. These methods are used to retrieve an object on abalone foot automatically and cover the pattern of a wound on abalone foot. The results show that this method is capable to detect the presence of a wound on abalone foot with a success rate of 69.90%. Keywords: abalone, auto crop, digital images, histogram, morphology, wound detection
SISTEM DETEKSI LUKA PADA OTOT KAKI ABALON (HALIOTIS ASININA) MENGGUNAKAN METODE HISTOGRAM DAN MORFOLOGI
NOER FITRIA PUTRA SETYONO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer pada Departemen Ilmu Komputer
DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji: Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi MKom
Judul Skripsi : Sistem Deteksi Luka Pada Otot Kaki Abalon (Haliotis asinina) Menggunakan Metode Histogram dan Morfologi Nama : Noer Fitria Putra Setyono NIM : G64090022
Disetujui oleh
Aziz Kustiyo, SSi MKom Pembimbing I
Prof Dr Ir Dwi Eny Djoko Setyono, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Buono, MSi MKom Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah abalon, dengan judul Sistem Pendeteksi Luka Pada Otot Kaki Abalon (Haliotis asinina) Menggunakan Metode Histogram dan Morfologi. Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Aziz Kustiyo SSi MKom dan Bapak Prof Dr Ir Dwi Eny Djoko Setyono MSc selaku pembimbing, serta Bapak Muhammad Asyhar Agmalaro SSi MKom yang telah banyak memberi koreksi dan masukan. Kepada Kepala UPT Loka Pengembangan Bio Industri Laut Mataram LIPI beserta staf peneliti dan teknisi, terima kasih penulis sampaikan atas ijin penelitian, dukungan dan kerjasamanya yang baik selama pengambilan data di laboratorium. Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Michael Christianto, Ismaniar Febriani, Isnan Mulia, Doddy Tri Hutomo, Mega Margaretha Rachmadianti, Nur Muhammad Sidik, dan teman-teman Ilmu Komputer angkatan 46, yang selalu memberi semangat dan dukungannya. Kepada semua pihak yang namanya tidak bisa saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas dukungan dan doanya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013 Noer Fitria Putra Setyono
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Manfaat Penelitian
3
Ruang Lingkup Penelitian
4
METODE
4
Studi Literatur
5
Akuisisi dan Pemilihan Citra Abalon
5
Pembentukan Data Latih dan Data Uji
5
Perancangan Sistem
6
Pembuatan sistem cropping otomatis
6
Analisis pola luka
8
Pengujian pola luka, Evaluasi dan Pembuatan prototype sistem
9
Testing dan Analisis Hasil Implementasi Sistem HASIL DAN PEMBAHASAN
9 10 10
Akuisisi dan Pemilihan Citra Abalon
10
Pembentukan Data Latih dan Data Uji
11
Sistem cropping otomatis
11
Analisis Pola Luka
12
Training, Testing, dan Analisis Hasil
13
Implementasi Sistem
15
SIMPULAN DAN SARAN
15
Simpulan
15
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
17
RIWAYAT HIDUP
30
DAFTAR TABEL 1 2 3
Confusion Matrix Hasil Akurasi Training dan Testing Confusion matriks hasil training dan testing
9 13 14
DAFTAR GAMBAR 1
2 3 4 5 6 7 8
Abalon tropis (H. asinina) dalam kondisi rileks, memperlihatkan sepasang sungut (tentacles), selaput epipodium dan sungut epipodial di sekeliling kaki atau otot jalannya (Setyono 2009) Bentuk dan bagian-bagian anatomi abalon tropis (H. asinina) (Setyono 2009) Metode penelitian Contoh citra buram (kualitas tidak baik) Contoh citra abalon ideal. Abalon luka (kiri) dan abalon sehat (kanan). Contoh structuring elements bentuk disk dengan ukuran/jari-jari 40 piksel Citra hasil cropping Pola otot kaki abalon sehat (kiri) dan luka (kanan)
2 2 4 5 11 12 12 13
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Algoritme pencarian batas pinggir yang digambarkan dalam bentuk diagram alir Algoritme pencarian batas crop yang digambarkan dalam bentuk diagram alir Proses sistem cropping otomatis Langkah dan tampilan penggunaan aplikasi
17 22 27 28
PENDAHULUAN Latar Belakang Abalon merupakan siput laut (gastropoda) yang bersifat herbivora, makanannya berupa mikro dan makroalga. Abalon termasuk siput laut primitif dilihat dari bentuk dan struktur tubuhnya. Bentuk cangkangnya membulat seperti telinga dengan lubang-lubang yang tersusun secara rapi pada bagian tepi kiri cangkangnya. Lubang-lubang tersebut terus terbentuk sepanjang hidupnya, lubang baru dibentuk sementara lubang yang lama ditutup. Lubang-lubang tersebut oleh abalon digunakan sebagai lubang respirasi (pernapasan), sanitasi (pengeluaran kotoran), dan reproduksi (pengeluaran sperma untuk siput jantan dan telur untuk siput betina) (Setyono 2009). Abalon ditemukan hampir di semua perairan dunia, hidup pada perairan pantai berbatu, paparan karang, dan bersembunyi di celah-celah karang dan lubang batu. Di Indonesia abalon banyak dijumpai hampir di seluruh perairan Indonesia Timur, termasuk di perairan Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Flores, Lombok, Sumbawa, Maluku, dan Papua (Setyono 2009). Di Indonesia diketahui terdapat 7 jenis abalon tropis, yaitu Haliotis asinina, H. varia, H. squamata, H. ovina, H. glabra, H. planata, dan H. crebrisculpta (Dharma 1988). Dibandingkan dengan 6 spesies abalon yang lain, usaha budidaya abalon jenis H. asinina di Indonesia sudah dirintis baik oleh pihak swasta maupun pemerintah. Tahap budidaya yang dilakukan saat ini masih dalam skala laboratorium atau penelitian dan masih dalam pengawasan pakar atau ahli di bidang abalon. Daging abalon merupakan makanan dari laut yang banyak diminati konsumen karena kelezatan rasanya dan kandungan nutrisinya yang baik, tidak hanya mengandung protein yang tinggi tetapi juga mengandung zat yang bisa meningkatkan libido, menjaga stamina, menghaluskan kulit, meremajakan sel-sel tubuh dan anti kanker (Setyono 2009). Tubuh abalon secara permanen menempel pada pusat cangkangnya menggunakan otot penempel. Abalon menggunakan cangkangnya sebagai perisai pelindung dari serangan predator. Daging abalon sebenarnya merupakan otot gerak atau kaki (foot), menempati sebagian besar ruangan/rongga di dalam cangkangnya. Kaki abalon berbentuk seperti jamur yang ditaruh terbalik. Pangkal atau dasar otot kaki menempel pada cangkang, sedangkan bagian terbesar otot kaki mengisi seluruh permukaan cangkang (Gambar 1 dan Gambar 2). Otot kaki tersebut sangat kuat, dipakai untuk menempel pada substrat (permukaan karang dan batu) dan bergerak merayap mencari makan. Nelayan dan masyarakat pantai telah mengenal kekuatan otot abalon yang begitu hebat. Apabila abalon telah menempel kuat pada permukaan substrat (batu), maka sangat sulit untuk melepaskannya tanpa melukai siput tersebut. Apabila dipaksa dengan keras, cangkangnya bisa terlepas dari tubuhnya sementara daging atau kakinya tetap menempel kuat pada permukaan substrat. Secara umum, kesulitan yang sering dijumpai dalam budidaya abalon adalah penentuan tingkat kesehatan abalon. Variabel-variabel yang menentukan tingkat
2
Gambar 1
Abalon tropis (H. asinina) dalam kondisi rileks, memperlihatkan sepasang sungut (tentacles), selaput epipodium dan sungut epipodial di sekeliling kaki atau otot jalannya (Setyono 2009)
Gambar 2 Bentuk dan bagian-bagian anatomi abalon tropis (H. asinina) (Setyono 2009) kesehatan abalon diantaranya kualitas daging (warna, kecerahan, dan luka), kualitas cangkang, ketebalan daging dan kecepatan respon terhadap sentuhan (Setyono DED 4 Februari 2013, komunikasi pribadi). Di antara semua variabel tersebut, penentuan kualitas daging masih tergolong sulit, terutama cara menentukan tingkat kesehatan abalon. Abalon tidak mempunyai sistem pembekuan darah sehingga apabila tubuhnya terluka abalon secara perlahan akan mati. Luka pada abalon dapat
3
terjadi karena proses pelepasan abalon dari media penempelan yang dilakukan secara tidak hati-hati atau terlalu kasar sehingga mengakibatkan terjadinya luka yang lebar dan tidak dapat pulih. Luka yang tidak dapat pulih tersebut dapat mengakibatkan kematian, abalon yang mati akan cepat membusuk dan meracuni abalon yang lain. Pada penelitian ini dilakukan pendekatan secara citra digital menggunakan thresholding dan morfologi untuk mendapatkan objek luka pada otot kaki abalon. Metode thresholding dan morfologi juga diterapkan oleh Kurnia et al. (2012) pada segmentasi pembuluh darah retina pada citra fundus mata. Menurut Kurnia et al. (2012), metode ini berguna dalam aplikasi biomedis sebagai analisis otomatis gambar retina dengan proses yang lebih mudah untuk mendeteksi patologi pada retina dari pada menggunakan teknik konvensional. Pada teknik konvensional, misalnya, melebarkan pupil mata dibutuhkan waktu yang lebih lama dan membuat pasien tidak nyaman. Penerapan metode histogram pada penelitian ini juga telah dilakukan oleh Saraswati dan Setiawardhana (2011) pada pendeteksian bakteri, yaitu dengan menggunakan histogram citra biner. Metode histogram pada penelitian tersebut cukup baik dalam mendeteksi jenis bakteri yang ditentukan. Keluaran penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan sebuah sistem yang dapat membantu mengurangi banyaknya kematian benih abalon akibat luka, yaitu dengan mengetahui lebih awal adanya luka pada kaki abalon. Penjual (pembenih) dan pembeli (pembudidaya) abalon perlu mengetahui kualitas benih abalon yang akan dijual dan dibelinya. Dengan mengetahui kualitas benih abalon, penjual dan pembeli bisa mengambil keputusan secara bijaksana.
Perumusan Masalah Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah bagaimana mendeteksi luka pada otot kaki benih abalon menggunakan metode histogram dan morfologi, serta berapa akurasi yang diperoleh dari metode histogram dan morfologi sebagai ekstraksi fitur.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasi dan menganalisis kinerja metode histogram dan morfologi serta mengetahui besarnya nilai akurasi pendeteksian luka dengan menggunakan metode tersebut.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam mendeteksi luka pada kaki abalon sehingga dapat mencegah dan mengurangi kematian benih abalon. Selain itu, sistem yang dikembangkan pada penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan monitoring kesehatan benih abalon, serta membantu pembenih dan pembudidaya abalon dalam menentukan keputusan secara bijaksana.
4
Ruang Lingkup Penelitian 1
2
3
4
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah: Data berupa citra benih abalon spesies H. asinina dengan luka sobek akibat pencungkilan ketika melepaskan abalon dari substrat dan citra benih abalon sehat. Citra benih abalon diambil dari benih abalon ukuran panjang cangkang + 3 cm (umur 6 bulan) yang dipelihara di laboratorium budidaya UPT Loka Pengembangan Bio Industri Laut (LPBIL) Maratam LIPI, Lombok Utara, NTB. Citra dikelompokkan menjadi 2 yaitu citra abalon sehat dan citra abalon luka. Untuk abalon dengan luka ringan ataupun hampir sembuh dimasukkan ke dalam kelompok abalon sehat. Luka diasumsikan berada di tengah-tengah otot kaki dan berbentuk horisontal.
METODE Metode yang digunakan pada penelitian ini meliputi serangkaian tahapan, yaitu: tahap studi literatur, akuisisi dan pemilihan citra abalon, pembentukan data latih dan data uji, perancangan sistem, testing, analisis hasil dan implementasi sistem. Garis besar dari metode penelitian ini dapat dilihat dalam bentuk diagram alir seperti pada Gambar 3.
Gambar 3 Metode penelitian
5
Studi Literatur Pada tahapan ini, dilakukan serangkaian studi literatur yang berkaitan dengan topik penelitian. Studi ini mencakup teori tentang abalon, citra digital, histogram, morfologi dan segmentasi citra, serta penelitian-penelitian terkait yang berhubungan dengan penelitian ini.
Akuisisi dan Pemilihan Citra Abalon Data citra abalon yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari pengambilan dan pengamatan secara langsung pada tanggal 29 Januari 2013 - 4 Februari 2013 di laboratorium budidaya UPT LPBIL Mataram LIPI, Lombok Utara, NTB. Data terdiri dari dua jenis yaitu citra abalon sehat dan citra abalon luka. Citra abalon luka diambil dari benih abalon yang sengaja dilukai berupa satu tusukan, luka akibat beberapa tusukan yang berdekatan dan luka sobek. Pengamatan dan akuisisi citra dilakukan secara rutin sejak abalon dilukai hingga hari ke-7. Selama pengamatan dilakukan pencatatan jika terjadi perubahan seperti luka telah menutup ataupun terjadi kematian pada abalon. Tiap citra yang diambil hanya terdapat satu individu abalon. Background citra yang digunakan berwarna gelap atau hitam supaya kontras dengan objek daging abalon yang cenderung berwarna cerah sehingga akan mempermudah dalam proses segmentasi citra untuk mendapatkan objek abalon. Citra yang diambil berukuran 3648 × 2048 piksel. Setelah citra diperoleh, dilakukan pemisahan data citra dengan mengambil citra yang memiliki kualitas baik untuk digunakan pada tahap selanjutnya, sedangkan citra yang buram akibat kesalahan dalam pengambilan foto, tidak dipakai pada tahap selanjutnya. Contoh citra buram dapat dilihat di Gambar 4.
Pembentukan Data Latih dan Data Uji Setelah dilakukan akuisisi dan pemilihan citra abalon, data dibagi menjadi 2 yaitu data latih dan data uji. Data latih diambil dari sebagian data yang dianggap ideal, yaitu posisi abalon mendatar dan tidak di pojok pada saat pengambilan citra, pencahayaan yang merata, serta tidak adanya pantulan cahaya yang kuat maupun
Gambar 4 Contoh citra buram (kualitas tidak baik)
6
blitz dari kamera. Kriteria ideal diperoleh dengan menentukan sendiri kriteriakriteria secara visual yang dianggap akan mempermudah dalam pengolahan data selanjutnya, Langkah ini dilakukan karena belum adanya dasar atau kriteria dalam pengambilan citra yang ideal. Pengambilan data yang dianggap ideal sebagai data latih diharapkan dapat mempermudah saat melakukan analisis pola luka, sedangkan data uji merupakan data gabungan dari data ideal dan tidak ideal.
Perancangan Sistem Pada tahapan perancangan sistem, terdapat 3 proses/tahapan yang hasilnya akan menjadi dasar dalam perancangan sistem. Tahapan-tahapan tersebut ialah pembuatan sistem cropping otomatis, training (dibagi menjadi 3 tahap yaitu analisa pola luka, pengujian pola luka, dan evaluasi), dan pembuatan prototype sistem. Hasil dari tahapan ini yaitu sebuah sistem yang memiliki semua kriteria dalam pendeteksian luka pada otot kaki abalon dan mampu untuk mendeteksi adanya luka namun sistem masih berupa prototype.
Pembuatan sistem cropping otomatis Pada tahap ini dilakukan proses grayscaling (perubahan citra RGB ke citra berderajat keabuan) terlebih dahulu dengan perhitungan sebagai berikut (Gonzales dan Woods 2002): X = (0.299 * R) + (0.114 * B) + (0.587 * G) X : Warna Grayscale (Piksel) R : Warna Merah (Piksel) G : Warna Hijau (Piksel) B : Warna Biru (Piksel) Setelah proses grayscaling, kemudian dilakukan proses thresholding menggunakan metode Otsu untuk memperoleh objek abalon dalam bentuk citra biner. Thresholding adalah proses mengubah citra berderajat keabuan menjadi citra biner. Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel (hitam dan putih) sehingga dapat diketahui daerah yang termasuk objek dan background dari citra secara jelas. Citra hasil thresholding biasanya digunakan lebih lanjut untuk proses pengenalan objek serta ekstraksi fitur (Kurnia 2012). Metode Otsu menghitung nilai ambang T secara otomatis berdasarkan citra masukan. Pendekatan yang digunakan pada metode Otsu adalah dengan melakukan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis diskriminan akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan objek dengan latar belakang (Putra 2010). Misalkan nilai ambang yang akan dicari dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar antara 1 sampai dengan L, dengan L = 255. Probabilitas untuk piksel i dinyatakan dengan (Putra 2010):
7
pi =
ni N
Nilai ni menyatakan jumlah piksel dengan tingkat keabuan i dan N menyatakan banyaknya piksel pada citra keseluruhan. Nilai momen kumulatif ke1, dan nilai rata-rata berturut-turut dapat dinyatakan sebagai berikut (Putra 2010): L
k
ω k =
μT =
pi
k
μ k =
i.pi i=1
i=1
i∙pi i=1
nilai ambang k dapat ditentukan dengan memaksimumkan persamaan (Putra 2010): σ2B k* = max σ2B (k) i≤k
dengan: 2
σ2B
[μ ω k -μ k ] k = T ω k [1-ω k ]
Berdasarkan percobaan pendahuluan, objek yang diperoleh dari hasil thresholding masih memiliki banyak noise. Noise pada penelitian ini adalah suatu objek pada citra yang tidak diharapkan karena kesalahan dalam proses thresholding. Noise di sini sebenarnya merupakan background yang dianggap sebagai objek ketika proses thresholding berlangsung. Oleh karena itu, langkah selanjutnya adalah melakukan penghilangan noise yang ada di pinggir citra. Langkah tersebut kemudian dilanjutkan dengan proses morfologi, morfologi merupakan suatu cara untuk mendeskripsikan atau menganalisa bentuk dari objek digital, tujuan dilakukan proses ini adalah untuk mendapatkan/memisahkan objek abalon dengan background. Pada penelitian ini digunakan 2 operasi dasar morfologi yaitu dilasi dan erosi dengan menggunakan nilai structuring elements yang berbeda untuk menghilangkan noise berukuran kecil dan memperkuat objek abalon sehingga mempermudah dalam penentuan batas atas, batas kiri, batas kanan, dan batas bawah dari objek abalon yang nantinya akan digunakan pada proses cropping secara otomatis. Structuring elements merupakan suatu matriks buatan (bukan dari citra) dengan ukuran lebih kecil dari ukuran citra yang akan diproses (Putra 2010). Proses dilasi dilakukan dengan membandingkan setiap piksel pada citra input dengan nilai pusat structuring elements. Proses dilasi dilakukan dengan cara melapiskan (superimpose) structuring elements pada citra sehingga structuring elements tepat berada pada posisi piksel citra yang akan diproses. Apabila paling sedikit ada 1 piksel pada structuring elements sama dengan nilai piksel objek (foreground) citra maka piksel input diset nilainya dengan nilai piksel foreground, dan apabila semua piksel yang berhubungan adalah background maka input piksel diberi nilai piksel background. Proses serupa dilanjutkan dengan menggerakkan (translasi) structuring elements piksel demi piksel pada citra input. Efek dilasi terhadap citra biner adalah memperbesar batas dari objek yang ada sehingga objek terlihat semakin besar dan lubang-lubang yang terdapat di tengah objek akan terlihat mengecil (Putra 2010).
8
Bila suatu objek (citra input) dinyatakan dengan A dan structuring elements dinyatakan dengan B, serta Bx menyatakan translasi B sedemikian rupa sehingga pusat B terletak pada x, operasi dilasi A dengan B dapat dinyatakan sebagai berikut (Putra 2010): D A,B =A⊕B={x:Bx ∩A≠∅} Proses erosi dilakukan dengan membandingkan setiap piksel citra input dengan nilai pusat structuring elements dengan cara melapiskan structuring elements dengan citra sehingga pusat structuring elements tepat berada pada posisi piksel citra yang akan diproses. Jika semua piksel pada structuring elements tepat sama dengan semua nilai piksel objek (foreground) citra, piksel input diset nilainya dengan dengan nilai piksel foreground. Bila tidak, piksel input diberi nilai piksel background. Proses serupa dilanjutkan dengan menggerakkan structuring elements piksel demi piksel pada citra input. Proses erosi merupakan kebalikan dari proses dilasi. Jika dalam proses dilasi menghasilkan objek yang lebih luas, proses erosi akan menghasilkan objek yang menyempit (mengecil). Lubang pada objek juga akan terlihat membesar seiring menyempitnya batas objek tersebut (Putra 2010). Operasi erosi dapat dinyatakan sebagai berikut (Putra 2010): E A,B =A⊖B={x:Bx ⊂X} Setelah noise dibersihkan, dilakukan penentuan batas pinggir atas, batas pinggir bawah, batas pinggir kiri, dan batas pinggir kanan dengan cara menelusuri pinggiran objek abalon dari atas, bawah, kiri, dan kanan sehingga diperoleh batas pinggir tiap sisi. Langkah selanjutnya adalah pengambilan batas paling ujung dari tiap sisi untuk mendapatkan batas objek abalon sehingga diperoleh batas kiri, batas kanan, batas atas dan batas bawah. Algoritme pencarian batas pinggir dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada tahapan ini dimulai dengan penentuan daerah yang akan di-crop dengan cara menelusuri pinggiran objek abalon dari batas sisi yang bersebelahan, seperti batas kiri dengan batas atas dan batas kanan dengan batas bawah, yang nantinya akan bertemu di suatu titik yang akan menjadi acuan dalam penentuan batas yang akan di-crop. Dari batas-batas tersebut kemudian diambil koordinat x dan y yang terdekat dengan titik tengah objek, dan digunakan sebagai batas crop citra. Proses cropping pada alur penelitian dilakukan pada citra RGB sehingga diperoleh hasil berupa citra otot kaki abalon. Algoritme pencarian batas crop dapat dilihat pada Lampiran 2.
Analisis pola luka Pada tahap ini data yang akan dianalisis adalah citra otot kaki abalon hasil proses cropping otomatis. Selanjutnya dilakukan proses thresholding yang nilai threshold-nya diperoleh dengan cara mengambil kisaran rentang nilai intensitas warna pada histogram semua citra otot kaki abalon yang telah di-grayscaling. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas piksel dari suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra, dari sebuah histogram dapat diketahui frekuensi kemunculan nisbi (relatif) dari intensitas pada
9
citra tersebut. Histogram juga dapat menunjukkan banyak hal tentang kecerahan (brightness) dan kontas (contrast) dari sebuah citra. Karena itu, histogram adalah alat bantu yang berharga dalam pekerjaan pengolahan citra baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Gonzales dan Woods 2002). Nilai threshold diambil dengan melakukan thresholding satu per satu menggunakan nilai pada rentang yang telah ditetapkan sebelumnya. Ketika pada citra luka pola luka sering muncul, maka nilai tersebut akan diambil.Proses morfologi kemudian dilakukan pada tahapan ini untuk memperkuat pola luka yang telah diperoleh dari proses thresholding sehingga mempermudah dalam pendeteksian adanya luka pada citra otot kaki abalon. Pola luka ini nantinya akan digunakan sebagai penentu dalam membedakan citra abalon luka dengan citra abalon sehat.
Pengujian pola luka, Evaluasi dan Pembuatan prototype sistem Pengujian pola luka dilakukan pada seluruh data latih dengan menggunakan pola luka yang telah diperoleh. Setelah proses ini selesai, dilakukan evaluasi apakah pola luka yang diuji dikategorikan baik atau kurang baik berdasarkan nilai akurasinya. Jika kurang baik maka kembali dilakukan proses analisis pola luka untuk mendapatkan pola luka yang lebih baik. Besarnya nilai akurasi dapat dihitung dengan cara: Akurasi=
TP+TN × 100% TP+TN+FP+FN
Ketika akurasi yang dihasilkan sudah optimal, tahapan selanjutnya yaitu pembuatan prototype sistem yang di dalamnya sudah terdapat sistem cropping otomatis dan sistem deteksi luka menggunakan pola luka yang dianggap paling optimal.
Testing dan Analisis Hasil Pada tahapan ini semua citra data uji diujikan menggunakan pola luka yang dianggap paling baik dari proses training dan digabung dengan sistem cropping otomatis. Dari hasil yang diperoleh, dilakukan analisis hasil berdasarkan besarnya nilai akurasi dan tabel Confusion Matrix. Penjelasan mengenai tabel Confusion Matrix dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Confusion Matrix Kelas Aktual Kelas Positif Kelas Negatif
Kelas Hasil Prediksi Kelas Positif Kelas Negatif TP FN FP TN
Keterangan : TP = jumlah data kelas positif yang diprediksi benar sebagai kelas positif FN = jumlah data kelas positif yang diprediksi salah sebagai kelas negatif FP = jumlah data kelas negatif yang diprediksi salah sebagai kelas positif TN = jumlah data kelas negatif yang diprediksi benar sebagai kelas negatif
10
Implementasi Sistem Sistem dibuat menggunakan perangkat lunak Matlab R2008b. Sistem yang dikembangkan memiliki fungsi melakukan pendeteksian keberadaan luka pada citra abalon yang dimasukkan. Jika terdapat luka maka akan ditunjukkan lokasi luka tersebut berada.
HASIL DAN PEMBAHASAN Akuisisi dan Pemilihan Citra Abalon Pada tahap akuisisi, citra abalon yang diambil merupakan citra abalon yang masih dikategorikan anakan/benih. Hal ini disebabkan daya tahan anakan abalon masih belum sekuat abalon dewasa. Anakan/benih masih sering dipindahkan pada saat grading dengan cara mencongkel abalon untuk melepaskannya dari substrat. Pada saat pencongkelan tersebut jika dilakukan secara kurang hati-hati dapat menyebabkan luka pada otot kaki abalon. Anakan abalon yang diambil citranya berusia sekitar 6 bulan atau 3 bulan setelah dipindahkan dari bak larva ke bak pemeliharaan benih, dengan ukuran panjang cangkang + 3 cm. Untuk satu individu abalon dilakukan pengambilan citra sebanyak 4-6 kali. Data citra abalon yang berhasil dikumpulkan sebanyak 2348 data yang terdiri dari 387 data abalon sehat, 700 data abalon luka satu tusukan, 700 data abalon luka beberapa tusukan yang berdekatan dan 561 data abalon luka sobek. Pengamatan dan penanganan sampel abalon (pemberian pakan dan penggantian air) dilakukan secara rutin setiap hari. Pada pengamatan hari ke-3 terjadi kematian abalon sebanyak 13 ekor dan pada hari ke-6 abalon yang mati hanya 1 ekor. Kematian yang banyak pada hari ke-3 disebabkan oleh keterlambatan dalam memisahkan abalon yang sudah mati sehingga mencemari lingkungan akibat adanya pembusukan dan menyebabkan kematian abalon yang lain. Berdasarkan pengamatan pakar, luka pada abalon yang diakibatkan oleh 1 tusukan dan luka yang diakibatkan oleh beberapa tusukan yang berdekatan tidak dapat dideteksi dikarenakan luka segera menutup dan dianggap sembuh. Hal ini menyebabkan data abalon pada kedua jenis tersebut tidak digunakan pada tahap selanjutnya sehingga data yang digunakan hanya 948 data dengan 387 data abalon sehat dan 561 data abalon luka sobek. Resolusi citra yang digunakan sebesar 3648 × 2048 piksel. Kemudian dilakukan pemilihan citra hasil akuisisi dengan memilih citra yang memiliki kualitas akuisisi baik sehingga dapat digunakan pada tahap selanjutnya. Dari proses pemilihan citra hasil akuisisi, diperoleh data sebanyak 547 data yang terdiri dari 187 data abalon sehat dan 360 data abalon luka. Pada tahap ini terjadi banyak pembuangan data yang disebabkan adanya kesalahan dalam proses pengambilan. Selain dikarenakan kesalahan dalam proses pengambilan citra, abalon yang selalu bergerak pada saat pengambilan citra juga mempengaruhi kualitas citra yang didapat.
11
Pembentukan Data Latih dan Data Uji Dari data hasil praproses, diambil sebanyak 135 data (60 citra abalon sehat dan 75 citra abalon luka) yang dianggap ideal secara visual. Contoh citra ideal dapat dilihat pada Gambar 5. Pengambilan data latih pada data ideal dilakukan secara acak dan berbeda bentuk sehingga diharapkan dapat memenuhi kriteria secara keseluruhan. Data uji merupakan data gabungan antara data yang dianggap ideal (51 citra abalon sehat dan 55 citra abalon luka) dan data yang tidak ideal (76 citra abalon sehat dan 230 citra abalon luka).
Sistem cropping otomatis Sistem cropping otomatis bekerja secara optimal pada data ideal, sedangkan pada data tidak ideal ada beberapa yang tidak berhasil seperti background terambil dan luka pada otot kaki tidak terambil karena posisi cropping yang tidak tepat atau terlalu kecil. Penghilangan noise pada bagian pinggir setelah proses thresholding dilakukan dengan cara melihat apakah pada pinggir citra ada piksel yang memiliki nilai yang sama dengan objek abalon, jika ada maka nilai piksel tersebut akan diganti dengan nilai background. Proses ini akan diulang jika piksel sebelahnya memiliki nilai yang sama dengan objek dan akan berhenti jika piksel tersebut telah bernilai sama dengan background. Proses ini dilakukan karena pada data ideal tidak ada abalon yang berada pada ujung citra sehingga dipastikan bahwa pada bagian pinggir bukan objek melainkan noise. Proses penghilangan noise pinggir juga dilakukan secara terpisah pada tiap sisi untuk menghindari kesalahan dalam pembersihan noise dan nantinya akan digabung kembali dengan mengambil nilai yang dianggap objek dari hasil pembersihan noise pada semua sisinya. Pada proses penghilangan noise kecil, dilakukan proses erosi dan dilasi menggunakan beberapa structuring elements dengan ukuran/jari-jari yang berbeda yaitu 20, 30 dan 40 piksel dengan bentuk disk. Bentuk disk diambil karena bentuk abalon yang oval sehingga akan menghasilkan bentuk objek yang mendekati aslinya setelah proses ini dilakukan, contoh structuring elements bentuk disk dengan ukuran 40 piksel dapat dilihat pada Gambar 6. Untuk proses cropping diambil titik-titik yang mendekati dengan titik tengah objek. Hal ini dilakukan
Gambar 5 Contoh citra abalon ideal. Abalon luka (kiri) dan abalon sehat (kanan).
12
Gambar 6
Contoh structuring elements bentuk disk dengan ukuran/jari-jari 40 piksel
karena posisi luka pada umumnya berada di tengah dan untuk menghindari terambilnya background pada hasil cropping yang dapat mempengaruhi hasil dari analisis pola luka. Proses cropping dilakukan pada citra berwarna sehingga diperoleh objek berupa otot kaki abalon, contoh citra hasil cropping dapat dilihat pada Gambar 7. Proses sistem cropping otomatis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Analisis Pola Luka Untuk mendapatkan pola luka, terlebih dahulu dilakukan proses thresholding dengan nilai threshold yang yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu 175. Nilai ini diambil melalui pengamatan secara berulang dari semua data latih yang kemunculan pola lukanya paling banyak untuk data abalon luka yang sudah di-crop. Kemudian dilakukan proses morfologi menggunakan structuring elements bentuk disk dengan ukuran/jari-jari 10 dan 30 piksel untuk menghilangkan bintik-bintik kecil sehingga pola luka lebih mudah untuk diproses. Pola luka yang diperoleh yaitu untuk abalon yang sehat pada bagian pinggir citra binernya hanya terdapat 1 daerah hitam dan 1 daerah putih, sedangkan untuk abalon luka pada pinggir citra binernya terdapat lebih dari 1 daerah hitam maupun daerah putih. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 7 Citra hasil cropping
13
Gambar 8 Pola otot kaki abalon sehat (kiri) dan luka (kanan) Training, Testing, dan Analisis Hasil Abalon luka dan sehat dapat dibedakan dengan mengamati pola kerutan pada otot kaki abalon secara langsung. Pada abalon luka, secara umum kerutan yang terjadi lebih banyak dan di antara kerutan tersebut terdapat corak atau warna putih akibat gesekan dengan benda yang tajam. Sebaliknya pada abalon sehat, warna otot kaki yang dihasilkan lebih halus dan merata serta kerutan yang dihasilkan lebih sedikit. Pada proses cropping otomatis, metode Otsu dan morfologi sangat membantu dalam penentuan batas objek abalon yang akan di-crop. Hal ini terlihat dari hasil cropping yang secara keseluruhan objek otot luka dapat terambil dengan baik. Pada proses analisis luka, terdapat kesulitan dalam menentukan pola luka yang hasilnya selalu bervariasi karena diakibatkan oleh objek yang selalu bergerak sehingga hasil yang didapat selalu berbeda. Oleh karena itu dilakukan proses thresholding dan morfologi untuk memunculkan pola luka yang diperoleh dengan cara melihat hasil citra secara visual dan dilihat pola apa saja yang sering muncul untuk citra abalon luka. Proses training dilakukan dengan menggabungkan sistem cropping otomatis dan pengujian pola luka menjadi satu untuk mendeteksi adanya luka pada citra. Dengan melihat akurasi training dan testing pada Tabel 2, pada proses training diperoleh akurasi sebesar 74.07% (sehat 62% dan luka 83%). Hal ini menunjukkan pola luka yang digunakan sudah cukup baik dilihat dari akurasi sistem dalam mendeteksi luka pada data latih cukup tinggi yaitu 83%. Selanjutnya Tabel 2 Hasil Akurasi Training dan Testing Akurasi Sistem (%) Proses Luka
Sehat
Total
Training Data Ideal
83.00
62.00
74.07
Data Ideal
76.36
60.78
68.87
Data Tidak Ideal
73.48
60,53
70.26
Testing
14
Tabel 3 Confusion matriks hasil training dan testing Prediksi Sistem Proses Luka
Sehat
Data Ideal
Training Luka
62
13
Sehat
22
38
Luka
42
13
Sehat
20
31
Luka
169
61
Sehat
30
46
Data Tidak Ideal
Data Ideal
Testing
dilakukan proses testing pada prototype sistem yang telah dibuat. Akurasi yang dihasilkan pada tahap ini sebesar 68.87% ( sehat 60.78% dan luka 76.36%) untuk data ideal dan 70.26% (sehat 60.53% dan luka 73.48%) untuk data tidak ideal, sehingga diperoleh rata-rata akurasi untuk data uji sebesar 69.90%. Berdasarkan Tabel Confusion matriks pada Tabel 3, secara umum sistem dapat mendeteksi adanya luka dengan pola warna yang tidak merata yang disebabkan adanya luka pada citra. Terdapat kesalahan sebanyak 13 data pada data luka dan 22 data pada data sehat pada proses training. Hal ini disebabkan oleh warna luka pada data luka hampir sama dengan warna otot yang ada disekitarnya. Selain itu adanya kerutan di sekitar luka menyebabkan adanya kemiripan antara luka dan kerutan sehingga sistem menganggap luka sebagai kerutan. Pada data sehat, adanya luka memar putih yang cukup lebar dianggap oleh sistem sebagai luka sobek. Sebaran warna otot daging yang tidak merata mengakibatkan sebagian daerah pada otot kaki abalon dianggap sebagai luka, serta adanya gelembung udara akibat abalon yang tidak menempel pada media dengan baik merupakan salah satu penyebab kesalahan pada sistem. Pada proses testing, kesalahan yang terjadi pada data ideal sama dengan kesalahan yang terjadi pada proses training, sedangkan pada data tidak ideal terdapat kesalahan 61 data luka dan 30 data sehat yang terlihat lebih banyak dibandingkan kesalahan yang terdapat pada data ideal. Pada data luka posisi abalon yang tidak mendatar menyebabkan luka pada otot kaki abalon terlihat menutup sehingga sistem menganggap data merupakan data sehat serta hasil cropping yang tidak sesuai menyebabkan objek luka pada otot kaki abalon tidak terambil. Untuk data sehat, kesalahan yang terjadi disebabkan karena adanya background yang terambil setelah citra di-crop sehingga sistem menganggap hal ini sebagai luka. Selain itu, kesalahan-kesalahan yang terjadi pada data ideal juga berlaku pada data tidak ideal. Dari penelitian ini ditemukan beberapa masalah seperti posisi abalon yang selalu berubah, pencahayaan yang tidak merata, media tempat pengambilan abalon yang kecil, dan metode pengambilan citra yang kurang baik serta kondisi
15
abalon yang kurang rileks mampu mempengaruhi output yang dihasilkan oleh sistem.
Implementasi Sistem Tahap implementasi sistem menghasilkan program yang dapat memprediksi citra abalon yang dimasukkan terdapat luka atau tidak serta menunjukkan lokasi luka tersebut berada. Sistem dikembangkan menggunakan perangkat lunak Matlab R2008b yang dapat berjalan pada sistem operasi Windows XP dan Windows 7. Sistem dapat bekerja dengan cara memasukkan citra otot kaki abalon yang akan dideteksi ke dalam sistem, lalu menekan tombol proses dan menunggu hingga sistem menampilkan keterangan beserta gambar hasil proses deteksi. Sistem akan menampilkan objek/daerah luka pada citra otot kaki abalon jika pada citra tersebut terdeteksi adanya luka. Jika tidak terdapat luka, sistem hanya akan menampilkan citra otot kaki abalon secara utuh. Tampilan dan tahapan dalam penggunaan sistem ini dapat dilihat pada Lampiran 4. Supaya sistem ini dapat bekerja dengan baik, maka diperlukan beberapa persyaratan dalam pengambilan citra. Persyaratan tersebut antara lain: posisi abalon pada saat difoto harus rileks, diam dan menempel sempurna pada substrat kaca, pencahayaan harus merata, media penempelan abalon merata dan cukup luas, serta foto citra tidak kabur/buram. Selain itu resolusi citra minimum yang digunakan 3648 × 2048 piksel, hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil yang optimal. Jika resolusi citra di bawah 3648 × 2048 piksel, hasil deteksi akan kurang optimal. Sebaliknya, jika resolusi citra yang digunakan lebih besar maka hasil deteksi menjadi lebih baik tetapi waktu prosesnya akan menjadi lebih lama.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Penelitian ini berhasil membuat sistem yang mampu membedakan antara abalon sehat dan abalon luka. Cara yang digunakan ialah dengan mendeteksi adanya luka pada otot kaki abalon. Sistem dikembangkan menggunakan perangkat lunak Matlab R2008b dan dapat berjalan di sistem operasi Windows XP dan Windows 7. Akurasi yang diperoleh dari pengujian data sebesar 69.90%. Dari data ideal diperoleh akurasi sebesar 68.87%, dan dari data tidak ideal diperoleh akurasi sebesar sebesar 70.26%. Dengan akurasi sistem sekitar 70% menunjukkan bahwa metode histogram dan morfologi memberikan hasil yang cukup baik untuk mendeteksi adanya luka pada otot kaki abalon pada kondisi apapun. Kesalahan prediksi pada sistem secara umum disebabkan oleh metode dalam melakukan akuisisi citra abalon masih kurang tepat dan penempatan abalon pada media pengambilan citra yang kurang sempurna.
16
Saran 1
2
3
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah: Penentuan ukuran structuring elements serta pengulangan operasi dilasi dan erosi yang lebih banyak untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Penggunaan alat yang lebih canggih seperti mikroskop sehingga dapat langsung mengambil objek otot kaki abalon dikarenakan bentuk abalon yang sangat kecil. Sistem dikembangkan agar dapat mengambil banyak objek otot kaki abalon hanya dalam sekali pengambilan citra dan memperkirakan jumlah persentase abalon yang sakit dalam satu citra tersebut.
DAFTAR PUSTAKA Dharma B. 1988. Siput dan kerang Indonesia I (Indonesian shell I). Jakarta (ID): Sarana Graha. Gonzales RC, Woods RE. 2002. Digital Image Processing Second Edition. New Jersey (US): Prentice-Hall. Kurnia MR, Tjandrasa H, Wijaya AY. 2012. Implementasi Segmentasi Pembuluh Darah Retina Pada Citra Fundus Mata Menggunakan Tekstur, Thresholding dan Operasi Morfologi. J Teknik Pomits [Internet]. [diunduh 2013 Jun 21]; 1(1):1-6. Tersedia pada: http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-225435108100092-Paper.pdf. Putra D. 2010. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta (ID): ANDI. Saraswati DA, Setiawardhana. 2011. Sistem Pendeteksian Bakteri dengan Histogram Citra Biner. JMIPA [Internet]. [2013 Jum 17]; 14(2):12-18. Tersedia pada: http://jurnal.fst.unair.ac.id/JMIPA_Vol14 _No.2_juli_2011.pdf. Setyono DED. 2009. Abalon : Biologi dan Reproduksi. Jakarta (ID): LIPI Press.
17
Lampiran 1 Algoritme pencarian batas pinggir yang digambarkan dalam bentuk diagram alir
18
Lampiran 1 Lanjutan
19
Lampiran 1 Lanjutan
20
Lampiran 1 Lanjutan
21
Lampiran 1 Lanjutan
22
Lampiran 2 Algoritme pencarian batas crop yang digambarkan dalam bentuk diagram alir
23
Lampiran 2 Lanjutan
24
Lampiran 2 Lanjutan
25
Lampiran 2 Lanjutan
26
Lampiran 2 Lanjutan
27
Lampiran 3 Proses sistem cropping otomatis
28
Lampiran 4 Langkah dan Tampilan Penggunaan Aplikasi 1
Tampilan awal aplikasi.
2
Pemilihan Gambar Abalon yang akan dideteksi.
3
Tampilan aplikasi ketika data sudah dimasukkan.
29
Lampiran 4 Lanjutan 4
Tampilan aplikasi ketika citra abalon terdapat luka.
5
Tampilan aplikasi ketika citra abalon terdapat luka.
30
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 18 April 1991. Penulis merupakan anak bungsu dari 3 bersaudara dari pasangan Dwi Eny Djoko Setyono dan Kusmariatin. Pada tahun 2009, penulis menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1 Pacitan. Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer (HIMALKOM) pada tahun 2010-2011. Pada bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang di Kantor Direktorat Pendidikan Tinggi Jakarta dengan judul Sistem Pemantauan Disposisi berbasis web yang dikembangkan bersama Riza Rakhadian Bratadireja.