Sintesis Turunan Eusiderin A dan Evaluasi Aktifitas Antimakan terhadap Hama Tanaman, Epilachna sparsa Syamsurizal dan Afrida Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jambi, Jambi e-mail:
[email protected] Diterima 17 Februari 2008, disetujui untuk dipublikasikan 31 Maret 2009 Abstrak Eusiderin A (1) yang diisolasi dari limbah kayu bulian (Eusideroxylon zwagery) telah berhasil ditransformasi menjadi lima turunan (2-6) yang didesain berdasarkan kecenderungan nilai clogP lebih kecil dari (1). Struktur molekul kelima senyawa tersebut ditetapkan berdasarkan data spektroskopi 1H-NMR, 1H-1H-COSY, NOESY, dan spektroskopi massa. Pengujian aktifitas antimakan turunan eusiderin A(2,3 & 6) terhadap Epilachna sparsa dan uji brine shrimp terhadap Artemia salina menunjukkan adanya peningkatan aktifitas antimakan yang signifikan dibandingkan dengan eusiderin A. Sementara itu dari hasil uji brine shrimp menunjukkan bahwa senyawa 2-6 dikategorikan tidak toksik . Kata kunci: eusiderin A; clog P; Epilachna sparsa; Antimakan; Uji brine shrimp Abstract Eusiderin A(1) which isolated from bulian wood (Eusideroxylon zwagery) was converted into five congeners (2- 6) which designed on account of the clogP smaller than 1. The structures of these five compounds were determined based on their spectroscopic data including 1H- NMR, 1H-1H-COSY, and NOESY spectra and mass spectra. The antifeedant activity and the brine shrimp lethality test against Artemia salina were evaluated to demostrate that 2, 3 and 6 increased significantly the antifeedant activity than eusiderin A, while the compounds(2-6) were classified as non toxic. Keywords: Eusiderin A; Clog P; Epilachna sparsa; Antifeedant; Brine shrimp lethality test 1. Pendahuluan
1993). Pada penelitian ini didesain turunan senyawa (1) dengan kecendrungan nilai clogP-nya lebih kecil dari induknya (1). Hasil penelitian diperoleh turunan senyawa (1) yang lebih larut dalam saliva serangga akibatnya kecendrungannya untuk makan dapat dicegah tanpa mengakibatkan kematian bagi serangga tersebut.
Eusiderin A(1) merupakan turunan neolignan langka yang pertama kali diisolasi dari tumbuhan Eusideroxylon zwagery bersama-sama dengan eusiderin B dan C (Hobbs and King, 1960). Senyawa (1) pada konsentrasi 100 ppm dapat menghambat 66% pertumbuhan miselim jamur pelapuk kayu(Tyromeces polutris) dan pada konsentrasi yang sama menghambat 52% Coriolus versicolor (Syafii dkk., 1987). Pada penelitian terdahulu diketahui senyawa ini memperlihatkan aktifitas antimakan terhadap hama tanaman hortikultura (Epilachna sparsa) dengan keaktifan 90% pada konsentrasi 0,01% tanpa menunjukkan efek toksik pada uji brine shrimp lethality test (LC50 > 500 ppm) (Syamsurizal dkk., 2001). Untuk meneliti hubungan struktur dan kereaktifan senyawa (1) sebagai antimakan terhadap E. sparsa maka didesain beberapa turunan senyawa (1) yang didasarkan pada perhitungan indeks permeabilitas membrannya dalam jaringan sel (clogP). Nilai clog P adalah suatu parameter yang menggambarkan partisi suatu senyawa diantara fase non polar dan polar, dalam hal ini koefisien partisi antara n-oktanol dan air. Semakin kecil nilai clogP-nya, sifat kelarutannnya dalam air semakin besar, dan sebaliknya bila nilai clogP-nya besar maka hidrofobisitasnya tinggi (Leo,
2. Percobaan Umum. Spektrum 1H-NMR diukur dengan menggunakan JEOL GX-500 MHz. Massa molekul relatif dari turunan (1) diukur menggunakan JEOL SX102. Seluruh reaksi kimia dilakukan dengan aerasi Argon. Pemisahan dan pemurnian senyawa menggunakan kolom khromatografi SiO2. Pemurnian lebih lanjut menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC) Shimadzu SPD-10A VP, dengan detector UV, pompa GL-7410 (GL Science). Jenis kolom HPLC yang digunakan: cosmosil 5SL-II (10 i.d x 250 mm, Nacalai). Analisis TLC menggunakan plat Kieselgel 60GF254 (0,25 mm, Merck). Penampak noda yang digunakan adalah larutan asam fosfomolibdat dalam etanol (50 mg/ml) dan 1% Ce(SO4)2 1% dalam H2SO410%. Bahan Tumbuhan. Sampel serbuk kayu bulian dikumpulkan pada bulan Mei 2008 dari sentrasentra pengrajin kayu bulian di kotamadya Jambi. 27
28 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, MARET 2009, VOL. 14 NO. 1
Spesimen tumbuhan ini diidentifikasi di Sekolah Tinggi Ilmu Hayati, ITB Bandung. Ekstraksi dan Isolasi. Sebanyak 20 kg serbuk kering kayu bulian diekstraksi dengan metanol menggunakan teknik maserasi, diperoleh ekstrak metanol pekat sebanyak 120g (0,6%). Selanjutnya 10,96 gram ekstrak metanol ini difraksionasi dengan kromatografi vakum cair (KVC) menggunakan eluen kombinasi n-heksan dan etil asetat, diperoleh fraksi nheksan:etil asetat = 2:1 pekat sebanyak 5,04g yang mengandung komponen utama dari ekstrak metanol dengan tingkat kemurnian 80%, selanjutnya direkristalisasi menggunakan campuran pelarut nheksan-benzena menghasilkan kristal putih berbentuk jarum sebanyak 3,85g (35% dari ekstrak metanol). Kristal yang diperoleh di-TLC(eluen n-heksan:etil asetat = 5:1) dan dibandingkan pola nodanya dengan eusiderin A memperlihatkan pola noda yang sama dengan Rf yang sama. Selanjutnya spektrum 1H-NMR kristal yang berbentuk jarum ditentukan dan dibandingkan dengan data 1H-NMR senyawa(1) terdahulu (Syamsurizal dkk., 2001) ternyata kristal tersebut adalah senyawa 1. Transformasi senyawa (1) menjadi 2-6. Sebanyak 50 mg senyawa(1) (0,13 mmol) dilarutkan dalam 1 ml CH2Cl2, kemudian didinginkan pada suhu 0oC dan ditambahkan 12,5 ml (0,13 mmol BBr3, selanjutnya dihomogenkan pada suhu 0oC. Kemajuan reaksi diamati pada tiap jam dan penambahan BBr3 sebanyak 50 ml sampai dengan senyawa(1) habis bereaksi(12 jam). Reaksi dihentikan dengan penambahan 1 ml air pada suhu 0 oC, kemudian diekstraksi dengan dietil eterr dan ditambahkan MgSO4 anhidrat untuk menghilangkan air. Selanjutnya ekstrak eter dievaporasi secara vakum, diperoleh crude sebanyak 49,7 mg. Crude dimurnikan dengan kolom Khromatografi SiO2 menggunakan eluen n-heksan:etil asetat (5:1 dan 3:1) sehingga diperoleh 2 (2 mg, 4,1%)) sebagai komponen minor dari fraksi non polar. Sedangkan fraksi polar yang merupakan komponen utama dimurnikan dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC fasa normal) dengan kondisi: (konsentrasi:5 mg/ml, eluen: n-heksan:etil asetat = 2:1, kolom: cosmosil: 10 x 250 mm, 5SL), diperoleh 3 (19,5 mg, 41,9%) pada waktu retensi 11.02 menit. Dengan menggunakan reagen yang sama, senyawa 4–6 dihasilkan dari senyawa (1) sebanyak 100 mg dimana setelah 30 menit penambahan 20 equivalen BBr3 suhu reaksi ditingkatkan sampai dengan suhu kamar dan senyawa (1) habis bereaksi setelah 12 jam.Crude yang diperoleh sebanyak 108 mg dimurnikan dengan kolom khromatografi SiO2 menggunakan n-heksan:etil asetat(5:1, 3:1 dan 1:1) sehingga diperoleh komponen utama, 4 (18 mg, 38,5%). Kemudian dari fraksi etil asetat sebanyak 8.4 mg dimurnikan dengan HPLC fasa terbalik (reverse
phase HPLC), dimana kondisi instrument pada konsentrasi:5 mg/ml, eluen: methanol 67%, kolom: cosmosil: 10 x 250 mm, 5SL, diperoleh 5 (1.4 mg, 1,4%) pada waktu retensi 7.6 menit sedangkan 6(2.5 mg, 2,6%) pada waktu retensi 8.9 menit. Uji aktifitas antimakan terhadap Epilachna sparsa. Larutan uji dibuat dengan variasi konsentrasi (0,01 sampai dengan 1%). Kemudian larutan uji dioleskan pada daun Solanum nigrum yang dibagi menjadi dua bagian yang sama luasnya, masing-masing sebagai daerah kontrol dan daerah larutan uji. Selanjutnya 2 ekor larva instar ketiga dari E. sparsa yang telah dipuasakan selama 12 jam diletakkan diatas daun uji selama 24 jam. Untuk menentukan besarnya aktifitas antimakan, dihitung berdasarkan rumus: A = ( 1 – U/K ) X 100% (Abdelgaleil and Aswad, 2005) dimana, A = aktifitas antimakan, K = luas daun yang dimakan pada kontrol (cm2) dan U = luas daun yang dimakan pada perlakuan dengan turunan eusiderin A (cm2). Uji toksisitas terhadap Artemia salina. Telur udang A. salina disemaikan dalam air laut buatan (NaCl 3,8%) dan dibiarkan selama 48 jam. Larutan uji disiapkan triplo dengan variasi konsentrasi dari sampel(30 sampai dengan 1000 ppm). Ke dalam larutan sampel tersebut ditambahkan 7–15 ekor larva A. salina dan diamati setelah 24 jam. Untuk perhitungan LC50 digunakan program Bliss Method (Meyer et al., 1982). 3. Hasil dan Diskusi Senyawa 2 dan 3 berhasil disintesis dari senyawa (1) setelah penambahan 5 equivalen BBr3 pada suhu 0oC. Reaksi pada suhu kamar dengan rasio 20 equivalen menyebabkan senyawa (1) terbuka cincin dioksannya menjadi senyawa 4-6. Senyawa 2 berdasarkan data spektrum massa FAB-MS(m/z), 373(M+H)+ memperlihatkan perbedaan massa 14 satuan dari senyawa 1. Berdasarkan data spektroskopi massa ini menyarankan telah terjadi demetilasi satu gugus metoksil. Disamping itu dari spektrum 1H-NMR terlihat hilangnya signal 6-OCH3 pada d 3,88 ppm (3H,s) dan munculnya signal gugus 6-OH pada d 5,58 ppm (1H, s). Demetilasi yang terjadi pada posisi C-6 dibuktikan dengan percobaan NOESY (Nuclear Overhauser Effect Spectroscopy) yang menunjukkan adanya korelasi signal gugus OH pada d 5,58 ppm dengan signal dua gugus metoksi pada d 3,91 ppm. Selain itu tidak terjadi demetilasi pada posisi C-6’ yang ditunjukkan oleh adanya korelasi NOESY signal H-5’ pada d 6,62 ppm dengan gugus 6’-OCH3 pada d 3,89 ppm (Gambar 1). Senyawa 3 dapat dielusidasi strukturnya dari data spektrum massa FAB-MS(m/z), 359(M+H)+ yang memperlihatkan perbedaan massanya 28 satuan dari senyawa 1, ini berarti ada dua gugus metoksil yang mengalami demetilasi. Selain itu spektrum 1H-NMR
Syamsurizal dan Afrida, Sintesis Turunan Eusiderin A dan Evaluasi Aktifitas Antimakan 29
senyawa 3 secara spesifik memperlihatkan terjadinya pergeseran down field yang signifikan signal proton pada posisi H-4 (0,09 ppm) dan H-8 (0,10 ppm) yang mengindikasikan terjadinya demetilasi pada posisi C-5 dan C-6. Hal ini ditunjukkan oleh munculnya dua signal gugus hidroksil pada d 5,38 ppm(1H,s, 5-OH) dan 5,47 ppm (1H,s, 6-OH). Kedua signal gugus hidroksil ini pada spektrum NOESY memperlihatkan adanya korelasi antara signal H-4 dengan signal gugus 5-OH dan antara gugus 6-OH dengan 7-OCH3 (Gambar 1). Massa molekul senyawa 2 ditetapkan dari data spektrum massa FAB-MS(m/z), 359(M+H)+.
4
H
O OCH3
2
5
4
H
O
O
2
6'a
H 5'
4
8
H OH 3 OH OCH3
7 OCH 3
6'a
COSY
OH
H 5'
OCH3
Keterangan:
6 OH
H 8
2 3
7 OCH 3
H COSY
OH
6
5
= NOESY
8
OCH3
= 1H-1H-COSY
6 OH
4
O 8
OH
OCH3 6 OH
5
OH
OCH 3 6 OH
O
mirip dengan 2 ditunjukkan dengan puncak silang sinyal NOESY pada gugus hidroksil H-6 dengan gugus metoksil pada posis C-5 dan C-7, adanya korelasi signal H-5 dan gugus metoksil pada posisi C-6’, demikian juga halnya dengan signal metoksil 6’-OCH3 dan 6’a-OH (Gambar 2).
Gambar 2. Korelasi 1H-1H-COSYdan NOESY pada penetapan struktur senyawa 5 dan 6.
OCH3
O
H
OCH3
Massa molekul senyawa 4 ditetapkan dari data spektrum massa FAB-MS(m/z), 181 (M+H)+ berarti perbedaan massanya separuh lebih kecil dari senyawa (1) yang mengindikasikan senyawa 4 merupakan monomernya. Berdasarkan data 1H-NMR terlihat hilangnya dua signal proton aromatik H-4 dan H-8 termasuk dua signal proton alifatik H-2 dan H-3 dan gugus 3”-CH3 yang menunjukkan terjadinya pembukaan cincin dioksan. Struktur 4 dapat diidentifikasi dengan adanya signal proton alilik yang khas dari senyawa(1) masing-masing pada daerah 5,92 ppm (1H, m, H-10), 5,08(2H, dd, H-11), dan 3,27 (2H, t, H-9), selain itu terlihat adanya signal metoksil yang spesifik pada C-6’. Keberadaan dua gugus hidroksil visinal pada 5,40 ppm (1H, s, 3’a-OH) dan 5,36 ppm (1H, s,6’a-OH) dibuktikan melalui penambahan D2O yang menyebabkan hilangnya kedua signal tersebut (Gambar 3).
3
Gambar 1. Penetapan Struktur 2 dan 3 dengan Korelasi NOESY. Data spektrum massa senyawa 5 FABMS(m/z), 391 (M+H)+ memperlihatkan selisih massanya dengan senyawa (2) sebanyak 18 satuan yang berarti ada satu gugus hidroksil baru yang terbentuk. Fakta ini didukung oleh data 1H-NMR yang ditandai oleh munculnya signal gugus hidroksi pada d 5.19(1H, s, H-6’a) diikuti dengan perubahan signal proton yang signifikan pada posisi H-2 (0,61 ppm, down field) dan H-3(0,55 ppm, upfield), seperti terlihat pada Tabel 1. Cincin dioksan yang terbuka dapat diketahui melalui percobaan NOESY dimana terlihat adanya korelasi signal gugus hidroksil pada posisi 6’a dengan gugus metoksi pada posisi C-6, didukung melalui spektrum COSY dua proton metin alifatik H-2 dan H-3 berkorelasi satu sama lain. Kerangka struktur 5 yang OCH3
OH
OH O
OH O
OCH3
OCH3
O
O OCH3
2 clogP: 4.37
2X
OCH3 OCH3 B 6
OCH3 3 clogP: 4.05
5 11
9
3' 5'
C
O A
10 X
OCH3
O 3 3" OCH3 eusiderin A (1) clogP: 4.71
OH OCH3 OH
OH OH OCH3 4 clogP: 1.85
O tdk ada perubahan
OCH3
OH OH OCH3
O
5 clogP: 3.75
OH OCH 3
OH OH 2X
OCH3 6 clogP: 3.43
tidak stabil
Gambar 3. Hubungan Struktur dan Kereaktifan Turunan Eusiderin A
5X
30 JURNAL MATEMATIKA DAN SAINS, MARET 2009, VOL. 14 NO. 1
Tabel.1 Data 1H-NMR senyawa (1) dan Derivat Hasil Modifikasi(2,3,4,5 dan 6) (CDCl3, 500 MHz) Proton H-8
1 6,57 (s)
2 6,58 (s)
3 6,47(s)
4 -
5 6,36(brs)
H-4
6,57 (s)
6,58 (s)
6,48(s)
-
6,36(brs)
H-5’
6,49 (s)
6,23(brs)
6,38 (s)
6,62(d, J = 1,2 Hz) 6,36(d, J = 1,4 Hz) 3,29(d, J = 7,0 Hz) 5,94 (m)
6,44(brs)
H-3’
6,48(d, J = 1,6 Hz) 6,38(d, J = 1,6 Hz) 3,30(d, J = 6,8 Hz) 5,94 (m)
6,30(brs)
6,23(brs)
5,40(s) 3,27(d, J = 6,7 Hz) 5,92 (m)
2,87(d, J = 7,3 Hz) 5,66 (m)
6 6,43(d, J = 1,5 Hz) 6,43(d, J = 1,5 Hz) 6,24(d, J = 1,6 Hz) 6,23(d, J = 1,8 Hz) 2,90(d, J = 7,0 Hz) 5,68 (m)
5,07(dd, J =16,1, 9,1 Hz) 4,54(d, J = 8,1 Hz) 4,10(dq J = 7,0, 5,9 Hz) 1,24 (d, J = 6,4 Hz)
5,08(dd, J =15,7, 8,4 Hz) 4,51(d, J =8,8 Hz) 4,08(m)
5,08(dd, J =15,9, 9,1 Hz) -
1,25 (d, J = 7,0 Hz)
-
5,58 (s) 3,91(s) 3,91(s) 3,89(s)
5,38(s) 5,47(s) 3,90(s) 3,89(s)
5,36(s) 3,86(s)
4,93(dd, J =16,7, 7,4 Hz) 4,02(d, J = 6,1 Hz) 4,71(dq, J = 6,8, 6,1 Hz) 1,51 (d, J = 6,9 Hz) tidak jelas 5,18(s) 3,83(s) 5.43(s) 3,83(s) 3,88(s)
4,94(dd, J =15,0, 10,4 Hz) 3,99(d, J = 7,1 Hz) 4,69(dq, J = 7,0, 6,7 Hz) 1,50 (d, J = 6,6 Hz) tidak jelas 5,28(s) 5,24(s) 5,34(s) 3,87(s) 3,81(s)
3’-OH H-9
3,30(d, J = 6,7 Hz)
H-10
5,94 (ddt, J =17, 7,3, 6,7 Hz) 5,07(dd, J =18,0, 10,9 Hz)
H-11
H-2
4,55(d, J = 7,9 Hz)
H-3
4,10(dq, J = 7,9, 6,1 Hz) 1,26 (d, J = 6,1 Hz)
H-3” 3-OH 5-OH 6-OH 5-OCH3 6-OCH3 6’a-OH 7- OCH3 6’- OCH3
3,88(s) 3,88(s) 3,86(s) 3,89(s)
Massa molekul senyawa 6 berdasarkan data spektrum massa FAB-MS(m/z), 377 (M+H)+ memperlihatkan perbedaan massanya 18 satuan lebih besar dari senyawa 3 ini berarti bertambahnya satu gugus hidroksil sebagai akibat terbukanya cincin dioksan. Hal ini ditandai dengan pergeseran signal 1HNMR yang signifikan H-2 (0,56 ppm, upfield) dan H-3 (0,59 ppm, upfield). Selain itu didukung pula oleh danya korelasi NOESY antara signal metoksil 6’-OCH3 dan 6’a-OH. Kerangka struktur 6 yang mirip dengan 3 ditunjukkan oleh adanya puncak silang spektrum NOESY gugus 5-OH dan H-4, disamping H-6 dan gugus metoksil pada C-7, dan puncak silang pada H5’dan gugus metoksil pada C-6’. Dari data-data hasil uji aktifitas antimakan turunan 1 terlihat tiga turunan eusiderin A; 2, 3 dan 6 menunjukkan peningkatan aktifitas antimakan yang
-
cukup signifikan. Turunan 3 memperlihatkan peningkatan aktifitas antimakan 10 kali lebih kuat dibandingkan dengan 1 (Tabel 2). Hasil ini menunjukkan bahwa, demetilasi pada cincin aromatik dapat meningkatkan aktifitas antimakan, khususnya adanya visinal diol pada cincin aromatik(B); C-5 dan C-6 yang mempunyai peran penting dapat meningkatkan aktfitas biologisnya sebagai antimakan sedangkan cincin dioksan(A) yang terbuka cendrung menjadikan turunan senyawa(1) mudah terdekomposisi akibatnya aktifitasnya berkurang seperti terlihat pada 5 dan 6. Selain itu hasil uji dengan larva A.salina seluruh turunan senyawa(1) memperlihatkan LC50> 500 ppm, hal ini menunjukkan aktifitas biologis pada konsentrasi tersebut termasuk katagori tidak toksik(Meyer et al., 1982).
Syamsurizal dan Afrida, Sintesis Turunan Eusiderin A dan Evaluasi Aktifitas Antimakan 31
Tabel 2. Data hasil uji antimakan dan toksisitas eusiderin A dan turunannya. Senyawa
Antimakan Peningkatan AC90, (%)* Eusiderin A (1) 1 2 0.5 2X 3 0.1 10 X 4 1 tidak ada 5 2 tidak ada 6 0.2 5X Positif kontrol 1 *) AC90: konsentrasi dimana 90% daun uji tidak dimakan 4. Kesimpulan Senyawa (1) berhasil ditransformasi menjadi beberapa turunannya, 2, 3, 4, 5 dan 6. Berdasarkan hasil evaluasi aktiftas antimakan terhadap serangga E. sparsa dapat disimpulkan bahwa terdemetilasinya gugus metoksil dapat meningkatkan aktiftas antimakan turunan eusiderin A. Adanya visinal diol pada cincin aromatik(B) menunjukkan peran penting dalam meningkatkan aktifitas antimakan. Ucapan Terima kasih Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Dirjen Dikti atas pendanaan melalui dana Hibah Penelitian Fundamental (No.007/SP2H/PP/DP2M/III/ 2008) dan Laboratory of Medicinal Plant Resources Exploration, Osaka University, Jepang yang telah banyak memfasilitasi dan memberikan kesempatan kepada peneliti dalam melakukan percobaan sintesis turunan eusiderin A. Daftar Pustaka Abdelgaleil, S. A. M., and A. F. El. Aswad, 2005, Antifeedant and Growth Inhibitory Effects of Tetranortriterpenoids Isolated from Three Meliaceous Species on the Cotton Leafworm, Spodoptera littoralis (Boisd.). J. Appl. Sci. Res. 1:2, 234-241.
Toksisitas LC50, ppm >500 >500 >500 >500 >500 >500 A,6
Hobbs, J. J.,and F. E. King, 1960, The Chemistry of Extractives from Hardwoods. Eusiderin, a possible by-product of Lignin Synthesis in Eusideroxylon zwagery, J. Chem. Soc., 47324738. Leo, A.,J, 1993. Calculating log Poct from Structures. Chem. Rev., 93 (4), 1281-1305. Martawijaya, A., I. Kartasujana, Y. I. Mandang, dan K. Kadir, 1989, Atlas Kayu Indonesia, Departemen Kehutanan, Bogor. Meyer, B. N., N. R. Ferrigini, J. E. Putman, J. B. Jacobson, D. E. Nochols, and J. L. Mc. Laughlin, 1982, Brine Shrimp: A Convinient General Bioassay for Active Plant Constituent, Plant Med., 43, 31-34. Miles H. D., M. Barbara, A. R. Shirley, 1985, Insect Antifeedant from The Peruvian Plant Alchornea triplinervia, J. Am. Chem. Soc., 276, 470 Syamsurizal, N. Harun, Harizon, Afrida, S. A . Achmad, N. Aimi, E. H. Hakim, M. Kitajima, Y. M. Syah, H. Takayama, 2001, Examination of The Iron-wood Eusideroxylon zwagery for The Presence of Insect Antifeedant, Bull. Soc. Nat. Prod. Chem. (Indonesia), 1:2, 36-41.