SINTESIS DAN PENGUJIAN KOROSI BIOKOMPOSIT MgZn-xHAp SEBAGAI BAHAN IMPLAN TULANG BIODEGRADABLE
HENNI SITOMPUL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sintesis Dan Pengujian Korosi Biokomposit MgZn-xHAp Sebagai Bahan Implan Tulang Biodegradable adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016 Henni Sitompul NIM G751140131
RINGKASAN HENNI SITOMPUL. Sintesis Dan Pengujian Korosi Biokomposit MgZn-xHAp Sebagai Bahan Implan Tulang Biodegradable. Dibimbing oleh KIAGUS DAHLAN, DENI NOVIANA dan MARZUKI SILALAHI. Kasus cidera tulang banyak ditemui khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Penyebab utama cidera tulang adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja dan bencana alam. Sebagian besar korbannya mengalami fraktur tulang. Terdapat 7.134 pasien fraktur tulang di Rumah sakit umum Dr Soetomo, Surabaya dari Oktober 2009 – Oktober 2012. Pada masa penyembuhan dilakukan tindakan fiksasi tulang. Proses fiksasi tulang dengan menggunakan implan yang bersifat innert biasanya membutuhkan operasi kedua setelah proses penyembuhan tulang sehingga membutuhkan biaya dan waktu pemulihan pasca operasi. Dibutuhkan suatu implan yang bersifat biodegradable sehingga operasi kedua ini tidak perlu dilakukan. Paduan Magnesium merupakan kandidat yang tepat untuk bahan implan ini karena memiliki modulus young yang dekat dengan tulang dan bersifat biokompatibel dalam tubuh. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana proses sintesis biokomposit MgZnHAp sebagai bahan implan tulang biodegradable serta bagaimana pengaruh komposisi HAp terhadap sifat degradasinya?. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis biokomposit MgZnHAp sebagai bahan implan tulang biodegradable. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat melandasi pengujian lebih lanjut secara in vitro dan in vivo sehingga bahan yang dihasilkan dapat diaplikasikan secara klinis. Penelitian dilakukan di PSTBMBATAN Serpong, Tangerang Selatan sejak Oktober 2015 hingga Juni 2016. Pembuatan bahan dilakukan dengan proses sintering pada suhu 350 oC dan penahanan 1 jam. Pemaduan 6% Zn ke dalam Mg menghasilkan paduan MgZn berupa larutan padat dengan matriks Mg yang memiliki jarak antar bidang kristal yang mengecil. Pergeseran ini diakibatkan oleh proses substitusi beberapa atom Mg oleh atom Zn pada proses sintering. Dari pengolahan data diketahui bahwa penambahan HAp ke dalam bahan menghasilkan ukuran kristalit dan laju korosi yang semakin kecil dengan bertambahnya komposisi HAp di dalam bahan. Komposisi HAp yang digunakan pada penelitian ini adalah 5%, 7% dan 9%. Kata kunci : Biodegradable, Implan Tulang, MgZn, MgZnHAp
SUMMARY HENNI SITOMPUL. Synthesis and Corossion Test of Biocomposite MgZnxHAp as Biodegradable Bone Implant Material. Supervised by KIAGUS DAHLAN, DENI NOVIANA and MARZUKI SILALAHI. Many cases of bone injury are found in developing countries like Indonesia. The main causes of bone injury are traffic accidents, work accidents, and natural disasters, and most of the victims suffer from bone fractures. There were as many as 7,134 patients of bone fractures in Dr. Soetomo Hospital, Surabaya, from October 2009 to October 2012. The process of bone fixation using innert implants normally requires a second surgery after the bone healed thus it needs extra costs and recovery time. To avoid this problem, biodegradable bone implant material is important. Magnesium alloy makes good implant material because its young modulus are close to natural bone and biocompatible with human body. Issues raised in this research are how process biocomposite MgZnHAp as biodegradable bone implant material synthetize and how HAp influences degradation properties of biodegradable bone implant. This study aims to synthesize composite materials MgZnHAp as biodegradable bone implants. The results of this study are expected to underpin in vitro and in vivo testing so that the resulting material can be applied clinically. The study was conducted in PSTBM-BATAN Serpong, South Tangerang since October 2015 to June 2016. The materials are made by sintering process at a temperature of 350 oC for 1 hour. The addition of 6% Zn in Mg produced MgZn alloys in the form of solid solution with smaller distance of crystal planes. This shift was caused by substituting some Mg atom with Zn atom in sintering process. From the process, the data showed that the addition of HAp produced crystallite size and the corrosion rate was getting smaller while the composition of HAp increased. The composition of HAp used in this study were 5%, 7% and 9%. Keywords: Biodegradable, Bone Implant, MgZn, MgZnHAp
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
SINTESIS DAN PENGUJIAN KOROSI BIOKOMPOSIT MgZn-xHAp SEBAGAI BAHAN IMPLAN TULANG BIODEGRADABLE
HENNI SITOMPUL
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si
Judul Tesis : Sintesis dan Pengujian Korosi Biokomposit MgZn-xHAp sebagai Bahan Implan Tulang Biodegradable Nama : Henni Sitompul NIM : G751140131
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Kiagus Dahlan Ketua
Prof drh Deni Noviana, Ph.D Anggota
Dr Marzuki Silalahi, MT Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Biofisika
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Mersi Kurniati, S.Si, M.Si
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Agustus 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Mahakuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2015 hingga Juni 2016 adalah Sintesis dan Pengujian Korosi Biokomposit MgZn-xHAp sebagai Bahan Implan Tulang Biodegradable. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Kiagus Dahlan, Prof drh Deni Noviana, Ph.D dan Dr Marzuki Silalahi, MT selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran dan bimbingan sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Dr Akhiruddin Maddu, S.Si, M.Si sebagai dosen Penguji luar komisi yang berkenan memberikan masukan dan memperdalam pemahaman penulis tentang karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih disampaikan kepada Ibu Dr Mersi Kurniati, S.Si, M.Si sebagai kepala program studi Biofisika IPB, kepada Staf Departemen Fisika IPB dan Staf Pascasarjana IPB atas segala bantuannya dalam pengurusan administrasi selama proses pengajuan penelitian hingga karya ilmiah ini dapat dipertanggung jawabkan dalam sidang tesis. Terima kasih buat doa yang tak henti-hentinya dari kedua Orang tua, Abang, Adik dan seluruh keluarga, Kak Julika, Kak Sonak, KTB Batik, Pak Djukarna, Pak Agus Purwanto, Pak Sulistioso, staf PSTBMBATAN dan semua orang yang telah mendukung penulis dalam doa, dana dan juga saran-saran selama penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi banyak orang dan berkontribusi positif dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Bogor, Agustus 2016 Henni Sitompul
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI v DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 3 Hipotesis 3 Manfaat 4 Ruang Lingkup Penelitian 4 Diagram alir Penelitian 4 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI PADUAN MgZn 5 2.1 Pendahuluan 5 2.2 Metode Penelitian 6 2.2.1 Sintesis MgZn 6 2.2.2 Karakterisasi MgZn 7 2.3 Hasil dan Pembahasan 8 2.3.1 Analisis Mikrostruktur Paduan MgZn 8 2.3.2 Analisis Ukuran Kristalit Paduan MgZn 14 2.4 Simpulan 15 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI BIOKOMPOSIT MgZn-xHAp 16 3.1 Pendahuluan 16 3.2 Metode Penelitian 17 3.2.1 Sintesis biokomposit MgZn-xHAp 17 3.2.2 Karakterisasi Biokomposit MgZn-xHAp 17 3.3 Hasil dan Pembahasan 18 3.3.1 Analisis Mikrostruktur Biokomposit MgZn-xHAp 18 3.3.2 Analisis Fasa Biokomposit MgZn-xHAp 20 3.3.3 Analisis Ukuran Kristalit Biokomposit MgZn-xHAp 23 3.4 Simpulan 24 4 PENGUJIAN KOROSI PADUAN MgZn dan BIOKOMPOSIT MgZn-xHAp 24 4.1 Pendahuluan 24 4.2 Metode Penelitian 27 4.3 Hasil dan Pembahasan 28 4.4 Simpulan 31 5 PEMBAHASAN UMUM 31 6 SIMPULAN DAN SARAN 33 Simpulan 33 Saran 33
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
34 37 53
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Informasi fasa paduan MgZn Perhitungan Ukuran kristalit MgZn sebelum dan sesudah disintering Perhitungan ukuran kristalit Biokomposit Kandungan Ion dalam larutan Uji Komposisi Kimia dalam larutan uji Parameter elektrokimia polarisasi Laju korosi biokomposit MgZn-xHAp di dalam larutan uji
14 15 23 27 27 28 30
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Skema proses penyembuhan tulang dengan menggunakan implan nonbiodegradable dan implan biodegradable Diagram alir penelitian Diagram fasa MgZn Diagram alir proses sintesis paduan MgZn Gambaran SEM bahan dasar serbuk SEM/EDS campuran MgZn hasil ball milling Gambaran SEM/EDS paduan MgZn sintering dengan APS Gambaran SEM/EDS paduan MgZn sintering dengan Furnace Pola difraksi Sebuk Mg, Zn dan MgZn sebelum disintering Pola difraksi MgZn sebelum disintering, sintering dengan APS dan sintering dengan Furnace Pergeseran puncak Mg pada Pola difraksi Paduan MgZn Pengurangan Intensitas Puncak Zn pada Pola difraksi Paduan MgZn Skema pembentukan tulang baru yang di dorong oleh hidroksiapatit Proses pembuatan Biokomposit MgZn-xHAp EDS serbuk MgZn-5HAp dibeberapa spot Mikrostruktur Biokomposit MgZn-xHAp EDS Biokomposit MgZn-9HAp sintering Furnace Pola XRD HAp Pola XRD Biokomposit MgZn-xHAp Pergeseran puncak Mg pada biokomposit MgZn-xHAp Pengurangan intensitas puncak Zn pada biokomposit MgZn-xHAp
2 4 6 7 8 8 9 10 11 12 13 13 16 18 19 19 20 21 21 21 22
22 23 24 25 26 27 28 29 30
Puncak HAp yang muncul pada pola XRD Biokomposit MgZn-xHAp Pengaruh HAp terhadap ukuran kristalit biokmposit MgZn-xHAp Pengaruh HAp terhadap ukuran butir/ukuran kristal komposit Skema proses korosi suatu logam Diagram pengukuran laju korosi dengan potensiostat Kurva respon pada elektroda kerja saat pengukuran laju korosi Laju korosi paduan MgZn hasil sintering dengan Furnace Laju korosi paduan MgZn hasil sintering dengan APS Laju korosi Biokomposit MgZn-xHAp hasil sintering dengan Furnace
22 23 24 25 26 26 30 30 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Foto Peralatan yang digunakan dalam penelitian Foto Sampel yang dihasilkan Data posisi puncak dan FWHM Grafik Perhitungan Ukuran Kristalit Plot Tafel pengujian laju korosi Mg Plot Tafel pengujian laju korosi MgZn Plot Tafel pengujian laju korosi Biokomposit MgZn-xHAP
38 40 42 45 48 49 50
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap manusia dewasa memiliki 206 buah tulang yang menyusun sistem rangka tubuh manusia. Tulang berfungsi untuk menentukan bentuk dan pergerakan tubuh manusia, melindungi organ-organ vital dalam tubuh dan merupakan tempat penyimpanan mineral dalam tubuh. Kasus cidera tulang sangat banyak ditemui khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Penyebab utama cidera tulang adalah kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja dan bencana alam. Terdapat 7.134 pasien fraktur tulang di Rumah sakit umum Dr Soetomo, Surabaya dari Oktober 2009 – Oktober 2012 (Mahyudin et al 2016). Pada prinsipnya tulang dapat tumbuh dan memperbaiki diri saat fraktur, namun hal ini membutuhkan waktu sekitar 4-7 bulan tergantung jenis fraktur dan usia penderita (Chen et al 2014; Ozkan et al 2015). Sebagian besar penderita biasanya akan menjalani operasi pemasangan implan untuk fiksasi tulang. Biomaterial yang umumnya digunakan dalam fiksasi tulang adalah biometal innert seperti stainless steel, paduan cobalt-chromium dan paduan titanium (Sukaryo et al, 2016). Namun implan ini bersifat innert dan masih tetap utuh bahkan setelah tulang sembuh sehingga timbul ketidaknyamanan pada pasien. Keberadaan implan dalam jangka wantu yang lama juga dapat menimbulkan resiko seperti peradangan akibat pelepasan ion atau partikel dari implan, oleh karena itu sebagian besar pasien tulang biasanya melakukan operasi kedua untuk pengangkatan implan. Operasi kedua ini dapat dihilangkan jika dalam pengimplanan digunakan material biodegradable. Material biodegradable memberikan sokongan pada tulang dalam jangka waktu tertentu (hanya sementara) dan kemudian akan terdegradasi secara bertahap di dalam tubuh hingga akhirnya hilang. Skema proses penyembuhan tulang dengan menggunakan implan nonbiodegradable dan implan biodegradable ditunjukkan pada Gambar 1. Secara umum material biodegradable dikategorikan menjadi tiga yaitu logam biodegradable, keramik biodegradable dan polimer biodegradable. Logam biodegradable merupakan biomaterial yang umumnya diaplikasikan pada tulang karena memiliki kekuatan mekanik yang lebih baik dibandingkan dengan biomaterial lainnya. Logam biodegradable merupakan logam yang diharapkan dapat korosi secara bertahap di in vivo dan dapat terlarut secara sempurna ketika jaringan yang disokong telah sembuh (Hermawan 2012; Li H et al 2014). Hingga saat ini ada tiga kelompok logam biodegradable yang dikembangkan yaitu paduan Mg, paduan Fe dan paduan Zn (Li H et al 2014). Penerapan implan logam biodegradable ini dimulai tidak lama setelah penemuan unsur Magnesium oleh Sir Humphrey Davy pada tahun 1808 (Witte 2010) dan sangat berkembang selama 15 tahun terakhir (Li H et al 2014).
2
Gambar 1 Skema proses penyembuhan tulang dengan menggunakan implan nonbiodegradable dan implan biodegradable (Kannan 2015) Magnesium (Mg) merupakan kandidat yang baik untuk diaplikasikan sebagai implan biodegradable karena bersifat korosi dan biokompatibel dengan tubuh. Selain itu Mg juga memiliki Modulus Young (41-45 GPa) yang lebih dekat dengan modulus Young alami tulang (3-20 GPa) dibandingkan dengan besi (~211,4 GPa) dan Seng (~ 90 GPa) (Živić et al 2014; Chen et al 2014). Aplikasi Mg sebagai bahan biodegradabel dimulai pada tahun 1878 ketika dokter Edward C. Huse melakukan implantasi pertama menggunakan Mg sebagai benang jahit untuk menghentikan pendarahan pembuluh. Dari hasil pengamatannya, diketahui bahwa korosi Mg lebih lambat di in vivo dan jangka waktu hingga terdegradasi sempurna tergantung pada ukuran kawat Mg yang digunakan (Živić et al 2014;Witte 2010). Bahan biodegradable yang akan diaplikasikan dalam bidang ortopedi harus memiliki integritas mekanik lebih dari 18 minggu dalam proses penyembuhan jaringan tulang, laju korosi kurang dari 0,5 mm/tahun dalam cairan tubuh 37oC, kekuatan yang lebih tinggi dari 200 Mpa, dan keleturan yang lebih besar dari 10% untuk aplikasi fiksasi tulang (Chen et al 2014). Magnesium dapat dipadukan dengan elemen lain sehingga sifat mekanik dan ketahanan korosinya meningkat. Beberapa elemen paduan yang dapat meningkatkan sifat mekanik dan laju korosi Mg adalah Kalsium (Ca), Seng (Zn), Mangan (Mn) dan sebagian elemen langka yang rendah toksit seperti Zirkonium (Zr) (Salleh et al 2015; Li et al 2014). Zn merupakan elemen penting dalam tubuh manusia dan juga merupakan bahan logam terdegradasi. Paduan MgZn menunjukkan sifat mekanik yang cukup baik untuk diaplikasikan pada tulang, sifat sitotoksisitas yang baik (Salleh et al 2015; Li et al 2014; Chen et al 2014) dan memiliki laju evolusi hidrogen paling rendah dibandingkan paduan elemen Al, Ag, Si, Sn, Y dan Zr (Song et al 2014;Salleh et al 2015). Sifat mekanik paduan Mg juga dapat ditingkatkan dengan perbaikan ukuran butir atau ukuran kristalit bahan. Ukuran butir dapat diperbaiki dengan menambahkan elemen refiner seperti Ca, Zr, Sr, Y, Mn dan Si (Chen et al 2014)
3 ke dalam paduan Mg. Hubungan antara ukuran butir dengan sifat mekanik dapat dijelaskan dengan Persamaan Hall Petch : ⁄
(1)
dimana σ adalah Yield Strength dari bahan, merupakan konstanta bahan, adalah koefisien kekerasan bahan dan adalah ukuran butir bahan. Hidroksiapatit (HAp) merupakan kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P sebesar 1,67. HAp juga merupakan bahan keramik biodegradable yang banyak diaplikasikan dalam bidang orthopedi. Pada penelitian ini paduan MgZn akan dikompositkan dengan HAp. Penambahan HAp dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan korosi dan sifat bioaktif dari implan.
Perumusan Masalah
1. 2. 3.
Bagaimana proses sintesis paduan MgZn sebagai bahan implan tulang biodegradable? Bagaimana proses sintesis biokomposit MgZn-xHAp sebagai bahan implan tulang biodegradable? Bagaimana pengaruh HAp terhadap laju korosi biokomposit MgZn-xHAp?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membuat bahan implan tulang biodegradable dari biokomposit MgZn-HAp dan mengamati pengaruh komposisi HAp terhadap laju korosi bahan implan yang dihasilkan.
Hipotesis
1. 2.
Penambahan HAp dalam bahan dapat menurunkan laju korosi bahan implan tulang yang dihasilkan. Biokomposit MgZn-xHAp bersifat biodegradable.
4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah ditemukannya sebuah biokomposit baru dalam pembuatan bahan implan tulang biodegradable. Penelitian ini diharapkan dapat melandasi pengujian ke tahap in vitro dan in vivo hingga layak digunakan dalam aplikasi medis.
Ruang Lingkup Penelitian
1. 2. 3.
Sintesis MgZn dilakukan dengan proses sintering. Sintesis biokomposit MgZn-xHAp dilakukan dengan komposisi 5%, 7% dan 9%. Sifat korosi MgZn-xHAp diuji dengan metode Potentiostat polarisasi pada larutan SBF
Diagram alir Penelitian
Tahapan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam diagram alir pada Gambar 2.
Gambar 2 Diagram alir penelitian
5 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI PADUAN MgZn
2.1 Pendahuluan
Mg adalah unsur alkali tanah yang berada pada golongan II pada Tabel periodik, memiliki bilangan oksidasi +2 dan sangat reaktif pada larutan yang mengandung Cl- (Živić et al 2014). Modulus elastisnya 41-45 Gpa (Chen et al 2014), daya rentangnya 86,8 - 330 MPa dan daya lenturnya 3% - 30% (Li et al 2014; Li H et al 2014; Niinomi et al 2012). Mg dipilih karena memiliki sifat biokompatibilitas yang tinggi dengan tubuh manusia, merupakan salah satu unsur nutrisi yang penting bagi tubuh manusia dengan kebutuhan konsumsi 240 - 420 mg/hari (Chen et al 2014), dan juga memiliki modulus Young yang lebih dekat dengan modulus young alami tulang (3-20 GPa) (Živić et al 2014; Chen et al 2014). Namun hasil uji klinis menunjukkan bahwa Mg murni terlalu rapuh (kekuatannya hanya 30 MPa), laju korosinya sangat tinggi dilingkungan yang mengandung NaCl (2,98 mm/tahun pada larutan 0,9% NaCl) dan menghasilkan gas hidrogen setelah implantansi (Chen et al 2014). Dengan beberapa kelemahan ini maka Mg perlu dipadukan dengan elemen lain sehingga dapat diaplikasikan secara klinis. Elemen yang dapat dipadukan dengan Mg harus dapat meningkatkan sifat mekanik dan mengontrol laju korosinya di dalam lingkungan biologis dengan tidak mengurangi sifat biokompatibelnya. Zn adalah logam yang sifat mekaniknya lebih baik daripada magnesium yang diketahui berdampak positif terhadap ketahanan korosi dan kekuatan Mg (Chen et al 2014; Li et al 2014; Hallem et al 2014; Sanchez et al 2015). Zn juga merupakan elemen penting dalam tubuh manusia (Chen et al 2014; Li et al 2014; Li H et al 2014) karena termasuk di dalam berbagai aspek metabolisme seluler, berperan dalam memperbaiki fungsi enzim, mendukung fungsi immun, mendukung sintesis protein dan DNA, serta mendukung penyembuhan luka (Vojteˇch et al 2015). Zn memiliki sistem kristal heksagonal close packed dengan jari-jari atom 134 pm. Berdasarkan aturan Hume Rothery, Zn dapat membentuk larutan padat dengan Mg karena memiliki sistem kristal yang sama dan jari-jari atom yang hampir sama (jari–jari atom Mg = 160 pm). Batas kelarutan dan pembentukan fasa paduan MgZn dapat dilihat pada diagram fasa MgZn pada Gambar 2. Paduan MgZn memiliki laju korosi yang lebih rendah dibandingkan dengan paduan Biner Mg lainnya dan juga menghasilkan gas hidrogen yang lebih rendah dibandingkan dengan paduan biner Mg lainnya (Gu et al 2009; Xin et al 2011). Sintesis paduan Biner MgZn dapat dilakukan dengan beberapa metode seperti As-Cast (Ying et al 2015), As-extruded (Li et al 2014; Ying et al 2015) dan Mechanical Alloy (Salleh et al 2015). Integritas mekanik paduan Mg yang disintesis dengan As-Cast dan As-extruded secara konvensional sering sekali terlalu cepat korosi dalam lingkungan fisiologis, hal ini diakibatkan oleh keterbatasan ukuran butiran paduannya (Hallem et al 2014). Mechanical Alloy (MA) merupakan salah satu metode sintesis paduan Mg yang sekaligus dapat memperbaiki mikrostruktur paduannya, menghasilkan fasa yang stabil dan dapat
6 menghasilkan paduan dalam bentuk serbuk (Gupta dan Sharon 2011). Metode ini dapat meminimalkan beberapa kekurangan yang terdapat pada metode As-Cast yaitu sifat porositas (Salleh et al 2015).
Gambar 3 Diagram fasa MgZn (Islam et al 2014)
2.2 Metode Penelitian
Bahan dan alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah serbuk Mg, serbuk Zn, Ball milling, Dyes, Mesin kompaksi uniaksial, Arc Plasma Sintering (APS), Furnace, X-Ray Difraction (XRD) dan SEM.
2.2.1 Sintesis MgZn Paduan MgZn diperoleh dengan mencampurkan serbuk Mg dan serbuk Zn dengan komposisi 94 : 6. Pencampuran dilakukan dengan ball milling selama 4 jam untuk memperoleh campuran yang homogen. Diameter rata-rata bola keramik yang digunakan dalam proses milling adalah 16,47 mm. Serbuk MgZn hasil milling kemudian diisi ke dyes berdiameter 1,5 cm dan dikompaksi dengan mesin kompaksi uniaksial dengan tekanan 570 MPa sehingga diperoleh pellet dengan diameter 1,5 cm. Pellet kemudian disintering dengan dua alat yaitu dengan menggunakan Arc Plasma Sintering (APS) dan Furnace. Proses sintering dengan APS dilakukan dalam lingkungan argon untuk menghindari terjadinya oksidasi. APS dioperasikan pada tegangan 12V, arus 1A dan lama paparan plasma 30 detik.
7 Proses sintering menggunakan Furnace dilakukan dengan mengkapsulasi pellet terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya oksidasi selama proses sintering. Kemudian disintering pada suhu 350oC dengan penahanan 1 jam. Proses pembuatan bahan secara ringkas ditampilkan dalam diagram alir pada Gambar 4
Gambar 4 Diagram alir proses sintesis paduan MgZn
2.2.2 Karakterisasi MgZn Pellet yang telah disintering kemudian dikarakterisasi menggunakan X-ray Diffraction (XRD) pada rentang 2θ dari 25o-80o dimana identifikasi fasa dilakukan dengan software High score Expert dan FWHM dihitung dengan menggunakan software Match 2.2.1. Morfologi sampel diamati dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dilengkapi dengan Energy-Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS). Karakterisasi XRD dan SEM-EDS dilakukan di Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Serpong, Tangerang Selatan
8 2.3 Hasil dan Pembahasan
2.3.1
Analisis Mikrostruktur Paduan MgZn
Gambar 5 menunjukkan Gambaran serbuk Magnesium (Mg) dan serbuk Zinc (Zn) yang digunakan pada penelitian ini. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa serbuk Mg memiliki bentuk pipih dan ukurannya lebih besar dari serbuk Zn. Partikel Zn terdistribusi secara homongen setelah proses pencampuran menggunakan ball milling selama 4 jam sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6a. Gambar 6b menunjukkan Perbesaran Gambar 2000x pada butiran Mg, dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa partikel Zn menempati celah-celah permukaan Mg setelah proses pencampuran. Mg
Zn
Gambar 5 Gambaran SEM bahan dasar serbuk (b)
(a)
(c)
Gambar 6 SEM/EDS campuran MgZn hasil ball milling
9 Gambaran mikrostruktur paduan MgZn yang disintering dengan APS ditunjukkan pada Gambar 7 dengan perbesaran 500x. Gambaran SEM menunjukkan adanya dendrit Zn pada batas-batas butir paduan (warna putih). Pembentukan dendrit ini menunjukkan bahwa suhu plasma telah melampaui titik lelehnya Zn sehingga pada proses sintering Zn telah mencair dan membentuk dendrit pada proses pendinginan. Hasil EDS pada butir paduan terdiri dari 97% Mg dan 3% Zn. Adanya Zn yang terdeteksi pada butir tanpa terlihat perbedaan fasa dalam mikrostrukturnya menunjukkan bahwa sebagian Zn telah larut ke dalam Mg. Batas kelarutan Zn dalam paduan Mg adalah 6,2% massa pada suhu 340oC (Chen et al 2014).
(a)
(b)
Zn Mg
(c)
Gambar 7 Gambaran SEM/EDS paduan MgZn sintering dengan APS
10
2 3
1
(1)
(2)
(3)
Gambar 8 Gambaran SEM/EDS paduan MgZn sintering dengan Furnace
11 Mikrostruktur paduan yang disintering menggunakan Furnace dengan perbesaran 500x ditunjukkan pada Gambar 8. Pada Gambar tersebut tidak terdapat dendrit sebagaimana yang terdapat pada paduan yang dihasilkan menggunakan APS. Hal ini menunjukkan bahwa suhu sintering masih dibawah titik leleh dari Zn. Hasil ini sama dengan mikrostruktur paduan MgZn yang dilaporkan oleh Paliwal dan HoJung 2014. Berdasarkan diagram fasa MgZn dapat diketahui bahwa warna terang (posisi 2) merupakan elemen Zn yang berada pada batas butir paduan. Hasil EDS pada posisi 1, 2 dan 3 pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa Zn hanya berada pada batas butir paduan dan membentuk aglumerasi pada beberapa batas butir seperti ditunjukkan pada posisi 3.
2.3.2 Analisis Fasa Paduan MgZn Gambar 9 menunjukkan pola difraksi dari serbuk Mg, serbuk Zn dan MgZn sebelum disintering. Pola difraksi MgZn sebelum disintering (warna hijau) menunjukkan pola gabungan dari pola difraksi serbuk Mg (warna biru) dan serbuk Zn (warna merah), dimana puncak maksimum Zn terlihat jelas pada posisi 2θ 43o.
Gambar 9 Pola difraksi Sebuk Mg, Zn dan MgZn sebelum disintering Pola difraksi paduan MgZn yang disintering dengan APS dan Furnace ditampilkan pada Gambar 10. Analisis fasa dilakukan dengan mengamati posisi puncak-puncak yang terdapat pada pola difraksi masing-masing bahan. Berdasarkan pola difraksi pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa tidak ada puncak baru yang muncul setelah proses sintering baik menggunakan APS maupun Furnace artinya tidak ada fasa baru yang terbentuk setelah proses sintering. Namun ketika dilihat lebih detail terdapat pergerseran puncak kearah kanan pada semua puncak Mg baik yang disintering mengunakan APS maupun Furnace dan berkurangnya intensitas puncak Zn (bahkan ada puncak Zn yang hilang) setelah proses sintering.
12 Pergeseran puncak Mg secara lebih jelas ditampilkan pada Gambar 11. Pergeseran posisi puncak ini menunjukkan bahwa beberapa atom Zn telah larut dan menggantikan beberapa atom Mg sehingga terjadi perubahan jarak antar bidang kristal Mg. Berdasarkan hukum Bragg diketahui bahwa jarak antar bidang kristal (d) berbanding terbalik dengan sudut difaksi (θ), oleh karena itu pola difraksi yang bergeser kearah kanan (2θ yang semakin besar) menunjukkan jarak antar bidang kristal (d) yang semakin kecil. Pengurangan jarak antar bidang kristal ini diakibatkan oleh jari-jari atom Zn yang sedikit lebih kecil menggantikan atom Mg pada sistem kristalnya, akibatnya sistem kristal Mg mengerut karena terjadi pergeseran atom-atom pada saat proses substitusi atom. Pelarutan Zn ke dalam Mg juga dikonfirmasi dengan berkurangnya intensitas puncak Zn setelah proses sintering sebagaimana ditampilkan pada Gambar 12. Pergeseran puncak Mg dan berkurangnya intensitas puncak Zn pada pola difraksi setelah proses sintering menunjukkan bahwa paduan MgZn telah berhasil disintesa dengan proses sintering baik menggunakan APS maupun Furnace. Paduan yang dihasilkan tidak membentuk fasa baru namun membentuk larutan padat MgZn. Hasil ini sesuai dengan diagram fasa yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 10 Pola difraksi MgZn sebelum disintering, sintering dengan APS dan sintering dengan Furnace
13
Gambar 11 Pergeseran puncak Mg pada Pola difraksi Paduan MgZn
Gambar 12 Pengurangan Intensitas Puncak Zn pada Pola difraksi Paduan MgZn Identifikasi fasa lebih lanjut dilakukan menggunakan software high score plus dengan database ICSD. Dari hasil identifikasi diketahui bahwa paduan hasil sintering baik menggunakan APS maupun Furnace terdiri dari dua fasa yaitu fasa Mg dan Zn, yang keduanya berada pada space group P 63/m m c (194). Hasil identifikasi fasa ditunjukkan pada Tabel 1. Parameter kisi fasa Mg yang tercantum dalam Tabel 1 adalah parameter kisi hasil refinement dengan nilai Chi square 4,708 untuk sintering menggunakan APS dan 1.875 untuk sintering menggunakan Furnace. Jika parameter kisi Mg di kedua paduan tersebut
14 dibandingkan maka diketahui bahwa parameter paduan hasil APS lebih kecil dibandingkan dengan paduan hasil Furnace, dengan kata lain jarak antar bidang kristal paduan hasil APS lebih kecil dibandingkan dengan jarak antar bidang kristal hasil Furnace. Hal ini juga terlihat pada pola difraksi XRD pada Gambar 11 dimana posisi pola XRD paduan hasil APS (warna merah) bergeser lebih kanan dibandingan dengan pola XRD paduan hasil Furnace (warna hijau). Jarak antar bidang kristal yang lebih kecil menandakan bahwa Zn yang terlarut dalam Mg lebih banyak, dengan demikian dapat dikatakan bahwa sintering menggunakan APS dapat melarutkan lebih banyak Zn ke dalam Mg dibandingkan dengan sintering menggunakan Furnace.
Tabel 1 Informasi fasa paduan MgZn Fasa Mg
Zn
2.3.2
Database APS Furnace ICSD 98-065-1728 ICSD 98-018-1728 a=b=3,2120 a=b=3,2120 c=5,2150 c=5,2150 ICSD 98-042-1015 ICSD 98-065-3504 a=b=2,6700 a=b=2,665 c=5,0020 c=4,947
Parameter Kisi Paduan APS Furnace a=b= 3,2049 c = 5,2046
a=b= 3,2086 c = 5,2096
a=b= 2,6700 c =5,001999
a=b= 2,665 c =4,947
Analisis Ukuran Kristalit Paduan MgZn
Ukuran kristalit paduan MgZn yang dihasilkan pada penelitian ini dihitung dengan Persamaan Scherrer : (2) Dimana L menunjukkan ukuran kristalit, K merupakan konstanta yang berkaitan dengan bentuk kristal, nilai yang digunakan adalah 0.9. Lamda (λ) adalah panjang gelombang X-Ray yang digunakan yaitu 1.5418 Å pada Cu, dan β adalah nilai FWHM disetiap bidang kristal. Untuk perhitungan ukuran kristalit yang lebih akurat digunakan modifikasi Persamaan Scherrer sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 3 (Monshi 2012) . Jika di plotkan terhadap maka akan membentuk suatu Persamaan garis lurus dengan titik potong di dapat dihitung dengan Persamaan 4.
. Dengan demikian maka ukuran kristalit
(3)
15 (4) Perhitungan ukuran kristalit dilakukan untuk setiap perlakuan, dimana nilai θ dan FWHM diperoleh dari analisis fasa menggunakan Match 2.2.1 yang kemudian dikonversi ke dalam satuan radian. Data dari paduan MgZn diplotkan terhadap , kemudian dilakukan perhitungan ukuran kristalit paduan MgZn dengan menggunakan Persamaan (4), hasilnya ditampilkan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Perhitungan Ukuran kristalit MgZn sebelum dan sesudah disintering
Perlakuan MgZn sebelum sinter Paduan MgZn sintering Furnace Paduan MgZn APS
Titik Potong -5.7171 -5.879 -6.0356
kλ/D
D (Å)
D (nm)
0.0032892 0.0027976 0.0023921
416.82781 490.08224 573.16476
41.68 49.01 57.32
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa ukuran kristalit paduan MgZn semakin besar setelah proses sintering, dimana ukuran kristalit paduan hasil APS memiliki ukuran yang paling besar. Ukuran kristalit semakin besar menunjukkan terjadinya proses rekristalisasi pada paduan yang diakibatkan oleh perlakuan panas (Monshi 2012). Dari sini dapat dilihat bahwa sintering menggunakan APS memiliki perlakuan suhu yang lebih besar dibandingkan dengan Furnace.
2.4 Simpulan
Paduan MgZn telah berhasil disintesis dengan proses Sintering baik dengan mengunakan Arc Plasma Sintering maupun dengan Furnace. Paduan yang dihasilkan tidak membentuk fasa baru tetapi berupa larutan padat MgZn. Elemen Zn larut ke dalam matriks Mg dan mengakibatkan jarak antar bidang kristal Mg mengecil.
16 3
SINTESIS DAN KARAKTERISASI BIOKOMPOSIT MgZn-xHAp
3.1 Pendahuluan
Hidroksiapatit (HAp) adalah kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio Ca/P sebesar 1,67. Hidroksiapatit merupakan kristal paling stabil dibandingkan dengan fase kalsium fosfat lainnya pada suhu normal. Struktur kristal HAp yang paling sering dijumpai adalah heksagonal, memiliki ruang grup simetri P63/m dengan parameter kisi a = b=9.432, c = 6.881Å, dan γ = 120o. HAp juga dapat ditemukan dalam bentuk lain yaitu bentuk monoklinik dengan ruang grup simetri P21/b dan parameter kisi a = 9.4214, b=2a, c=6.8814 Å, γ=120o. HAp heksagonal biasanya dibentuk oleh presipitasi dari larutan supersaturasi pada 24-100 oC sedangkan HAp monoklinik dibentuk oleh pemanasan HAp heksagonal pada 850 oC di udara dan kemudian didinginkan hingga suhu ruang (Lin dan Chang 2015). Secara kristalografi dan sifat kimianya, komponen HAp dengan rumus kimia Ca10(PO4)6(OH)2 sangat mirip dengan komponen mineral anorganik dalam tulang. Hal ini membuat HAp sangat potensial untuk diaplikasikan dalam bidang ortopedi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HAp buatan dapat terintegrasi dengan baik dengan lingkungan di sekitar tulang, mendorong pembentukan tulang baru, mengikat tulang yang baru terbentuk dan memperbaiki jaringan tulang yang rusak (Lin dan Chang 2015). Skema pembentukan tulang baru yang di dorong oleh adanya hidroksiapatit di tunjukkan pada Gambar 13. Pada posisi 1 HAp mulai terlarut setelah proses pengimplanan dimana OH lepas dari struktur HAp, proses kelarutan HAp berlanjut pada posisi 2 dimana ion Ca2+ lepas dari struktur HAp. Pada posisi 3 terjadi kesetimbangan ion antara larutan fisiologis dengan permukaan hidroksiapatit. Penyerapan protein dan material organik mulai terjadi pada posisi 4 sehingga terjadi poliferasi dan adhesi sel pada posisi 5 dan 6. Sel tulang baru mulai terbentuk pada posisi 7 dan membentuk tulang baru pada posisi
Gambar 13 Skema pembentukan tulang baru yang di dorong oleh hidroksiapatit (Sammons 2015)
17 Hidroksiapatit memiliki sifat mekanik yang lemah sehingga tidak cukup baik digunakan sebagai implan tulang. HAp biasanya digunakan untuk pelapis permukaan (coating) paduan Mg untuk mendapatkan implan dengan sifat mekanik dan ketahanan korosi yang baik sekaligus memiliki bioaktifitas yang baik juga. Namun proses coating ini tidak mudah, biasanya dilakukan dengan perlakuan panas yang tinggi sehingga terkadang merusak sifat mekanik implan dan biaya pembuatannya juga relatif mahal (Bose et al 2015). Proses komposit lebih sederhana dan biayanya lebih murah dibandingkan dengan proses coating. Pada penelitian ini HAp dikompositkan dengan paduan MgZn untuk memperoleh implan yang memiliki bioaktiftas yang baik dan kemudian mengamati pengaruhnya terhadap laju korosi bahan implan.
3.2 Metode Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan adalah Serbuk Mg, serbuk Zn, serbuk HAp, Ball milling, Mesin kompaksi uniaksial, Dyes, Furnace, X-ray Diffraction (XRD) dan Scanning Electron Microscopy (SEM).
3.2.1 Sintesis biokomposit MgZn-xHAp Biokomposit yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari tiga kategori yaitu (1) MgZn-5HAp, (2) MgZn-7HAp dan (3) MgZn-9HAp. Masing- masing sampel dibuat dengan mencampurkan bahan serbuk paduan MgZn dan HAp menggunakan ball milling selama 30 menit. Setiap campuran kemudian dibentuk menjadi pellet berdiameter 15 mm dibawah tekanan 572 MPa dan disinter menggunakan tabung Furnace vakum. Proses sintering dilakukan dengan mengkapsulasi pellet terlebih dahulu menggunakan tabung pirex, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya oksidasi selama proses sintering. Kemudian disintering pada suhu 350 oC dengan penahanan 1 jam. Secara ringkas proses pembuatan biokomposit ditunjukkan pada Gambar 14.
3.2.2 Karakterisasi Biokomposit MgZn-xHAp Pellet yang telah disintering kemudian dikarakterisasi menggunakan X-ray Diffraction (XRD) pada rentang 2θ dari 25o-85o dan identifikasi fasa dilakukan dengan software High score Expert. Morfologi sampel diamati dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) yang dilengkapi dengan Energy-Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS).
18
Gambar 14 Proses pembuatan Biokomposit MgZn-xHAp
3.3 Hasil dan Pembahasan
3.3.1
Analisis Mikrostruktur Biokomposit MgZn-xHAp
Gambaran SEM/EDS serbuk campuran MgZn5HAp ditunjukkan pada Gambar 15. Partikel hidroksiapatit tidak jelas terlihat dan hampir tidak terbedakan di dalam campuran, hal ini dikarenakan ukurannya yang jauh lebih kecil dari Mg dan Zn. Namun hasil EDS dibeberapa spot pada Gambar 15 menunjukkan bahwa elemen hidroksiapatit telah terdistribusi di dalam campuran. Kehadiran HAp semakin jelas terlihat dalam Gambaran mikrostruktur ketika persentasinya semakin besar sebagaimana ditampilkan pada Gambar 16. Hidroksiapatit menempati batas-batas butir dan membentuk beberapa aglomerasi dalam mikrostrukturnya. Hasil EDS Biokomposit MgZn-9HAp pada Gambar 17 menunjukkan bahwa pada butir hanya terdapat elemen Mg (warna gelap) sedangkan Zn dan HAp berada pada batas butir (warna terang). Keberadaan elemen paduan pada batas butir biasanya dapat memperkuat sifat bahan, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa biokomposit MgZn-xHAp lebih kuat dibandingkan dengan paduan MgZn.
19
Gambar 15 EDS serbuk MgZn-5HAp dibeberapa spot
5HAp
7HAp
9HAp
Gambar 16 Mikrostruktur Biokomposit MgZn-xHAp
20
Gambar 17 EDS Biokomposit MgZn-9HAp sintering Furnace
3.3.2 Analisis Fasa Biokomposit MgZn-xHAp Pola difraksi sinar X dari HAp ditunjukkan pada Gambar 18 sedangkan pola difraksi sinar X dari biokomposit ditampilkan pada Gambar 19. Puncak HAp tidak terlihat jelas di dalam pola difraksi biokomposit pada Gambar 19 meskipun telah ditambahkan hingga 9%. Hal ini diakibatkan oleh posisi puncak tertinggi HAp (31,773o) hampir berimpit dengan salah satu posisi puncak tinggi Mg (32,194o) namun ketika disorot pada rentang 2θ yang lebih sempit (25o-40o) dan rentang intensitas yang lebih rendah (300-1100) terlihat beberapa puncak HAp yang muncul dengan intensitas yang semakin besar dengan bertambahnya persentasi HAp (Gambar 21). Puncak-puncak HAp yg muncul adalah pada bidang kisi (211) di posisi 31,7o, bidang kisi (002) di 25,8o dan bidang kisi (112) di 32,2o.
21
Gambar 18 Pola XRD HAp
( a)
Gambar 19 Pola XRD Biokomposit MgZn-xHAp ( b)
Gambar 20 Pergeseran puncak Mg pada biokomposit MgZn-xHAp
22
( c)
Gambar 21 Pengurangan intensitas puncak Zn pada biokomposit MgZn-xHAp
Gambar 22 Puncak HAp yang muncul pada pola XRD Biokomposit MgZn-xHAp Pergeseran puncak Mg kearah kanan (Gambar 20) dan pengurangan intensitas puncak Zn (Gambar 21 ) juga terjadi pada biokomposit MgZn-xHAp namun tidak sebesar pergeseran pada paduan MgZn. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian Zn telah terlarut ke dalam Mg dan mengakibatkan adanya perubahan jarak antar bidang kristal artinya paduan MgZn juga terbentuk dalam proses sintesa biokomposit MgZn-xHAp. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa biokomposit MgZn-xHAp telah berhasil disintesis.
23 3.3.3 Analisis Ukuran Kristalit Biokomposit MgZn-xHAp Ukuran kristalit akan menentukan ukuran butir pada mikrostruktur. Ukuran kristalit yang semakin kecil akan menghasilkan ukuran butir yang semakin kecil juga. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa ukuran kritalit juga sangat berhubungan dengan sifat mekanik dari suatu bahan sebagaimana dijelaskan dalam Persamaan 1. Ukuran kristalit biokomposit MgZn-xHAp juga dihitung dengan metode analisis regresi linear pada Persamaan 3 dan 4. Hasil perhitungan ukuran kristalit yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kehadiran HAp dalam paduan dapat menghasilkan ukuran kristalit yang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran kristalit paduan MgZn. Hasil ini menunjukkan bahwa HAp dapat membatasi proses rekristalisasi akibat perlakuan panas pada bahan sehingga menghasilkan ukuran kristalit yang lebih kecil. Gambar 22 menunjukkan bahwa komposisi HAp yang semakin besar menghasilkan ukuran kristalit yang semakin kecil untuk perlakuan panas yang sama. Khanra et al 2010 dan Khalil 2012 juga melaporkan hasil yang sama ketika mengkompositkan Mg dengan HAp dalam penelitian mereka sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 23. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa HAp merupakan refiner yang baik bagi paduan Mg. Secara teoritis diketahui bahwa ukuran butir yang semakin kecil menghasilkan nilai Yield Strength yang semakin besar. Dengan demikian dapat diprediksi bahwa biokomposit MgZn-xHAp memiliki nilai Yield Strength yang lebih baik dari paduan MgZn.
Tabel 3 Perhitungan ukuran kristalit Biokomposit MgZn-xHAp Perlakuan Titik Potong kλ/D D (Å) D (nm) MgZn-0%HAp -5.879 0.0028 490.08 49.01 MgZn-5%HAp -5.7188 0.0033 417.54 41.75 MgZn-7%HAp -5.6228 0.0036 379.32 37.93 MgZn-9%HAp -5.4659 0.0042 324.24 32.42
Gambar 23 Pengaruh HAp terhadap ukuran kristalit biokmposit MgZn-xHAp
24 a
b
Gambar 24 Pengaruh HAp terhadap ukuran butir/ukuran kristal komposit Mg-HAp hasil penelitian (a) Khalil 2012; (b) Khanra 2010.
3.4 Simpulan
Biokomposit MgZn-xHAp telah berhasil disintesis dengan proses sintering pada suhu 350 oC, penahanan 1 jam. Penambahan Hidroksiapatit (HAp) ke dalam paduan MgZn berpengaruh terhadap ukuran kristalit biokomposit yang dihasilkan dimana semakin besar komposisi HAp yang ditambahkan maka ukuran kristalit biokomposit semakin kecil.
4 PENGUJIAN KOROSI PADUAN MgZn dan BIOKOMPOSIT MgZn-xHAp
4.1 Pendahuluan
Korosi dapat didefinisikan sebagai reaksi suatu kontruksi material dengan lingkungannya sehingga menyebabkan kerusakan pada material tersebut (Shreir et al,2000). Proses korosi segera terjadi pada sisi permukaan yang memiliki beda potensial, yang terbentuk ketika proses sintesa bahan, misalnya adanya variasi fasa, batas butir, ketidakmurnian bahan dan lain sebagainya (Nasution dan Hermawan 2016). Misalkan suatu logam divalent M berada dalam lingkungan basah yang mengandung oksigen, maka proses korosinya dapat digambarkan seperti skema pada Gambar 24. Proses korosi secara umum dapat dijelaskan dengan proses reduksi oksidasi (redoks) dimana proses oksidasi terjadi pada reaksi anodik sedangkan proses reduksi terjadi pada reaksi katodik. Pada reaksi anodik, logam akan terurai dan mentransfer ion M2+ ke dalam larutan sedangkan 2e- akan dihantarkan ke daerah katodik melalui logam dan digunakan dalam reaksi katodik. Reaksi katodik menghasilkan 2OH- dan akan berikatan dengan M2+ di dalam
25 larutan sehingga membentuk M(OH)2 (Bardal 2003). Hidroksida hasil reaksi kemudian akan terdeposisi pada permukaan logam dan melidungi logam dari proses korosi lebih lanjut (Chen et al 2014). Bila larutan yang digunakan mengandung elektrolit maka katoda dan anoda akan terhubung layaknya suatu rangkaian listrik tertutup. Proses korosi seperti ini disebut korosi basah (wet corrosion) dengan mekanisme elektrokimia.
Gambar 25 Skema proses korosi suatu logam (Bardal 2003) Laju korosi suatu material perlu diukur untuk dapat disesuaikan dengan pengaplikasiannya. Metode yang umum digunakan untuk mengukur laju korosi dikategorikan menjadi dua yaitu Metode polarisasi dan metode non terpolarisasi. Perbedaan kedua metode ini terletak pada gaya penggeraknya yaitu polarisasi elektrokimia yang digunakan selama pengujian (Kirkland et al 2015; Sanchez et al 2015). Metode polarisasi terdiri dari dua metode yaitu Polarisasi Potensiodinamik (PDP) dan Spektroskopi impedansi elektrokimia(EIS) sedangkan metode non polarisasi terdiri dari tiga metode yaitu Massa Hilang (Mass Loss), Evolusi hidrogen dan kontrol pH. Metode pengukuran korosi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode PDP. Pengukuran laju korosi dengan polarisasi potensiodinamik dilakukan dengan menggunakan potensiostat. Potensiostat terdiri dari tiga elektroda yaitu elektroda kerja (W), elektroda penghitung (C) dan elektroda referensi (R). Elektroda referensi terhubung dengan elektroda kerja secara elektrolit menggunakan jembatan garam seperti yang ditunjukkan pada Gambar 25. Potensial pada potensiostat dijaga konstan sehingga arus yang direspon oleh elektroda penghitung merupakan arus hasil beda potensial yang dihasilkan oleh elektroda kerja (hasil reaksi anodik). Respon yang dihasilkan oleh elektroda kerja ditampilkan pada Gambar 26. Garis utuh menunjukkan kelebihan tegangan pada reaksi anodik (A) dan katodik (B) yang diperoleh dari Persamaan Tafel. Perpotongan kedua garis Tafel ini menunjukkan Potensial korosi. Garis putusputus menunjukkan kurva polarisasi Anodik (A) dan kurva polarisasi katodik (B).
26
Gambar 26 Diagram pengukuran laju korosi dengan potensiostat (Bardal,2003)
Gambar 27 Kurva respon pada elektroda kerja saat pengukuran laju korosi (Bardal,2003) Laju korosi bahan dihitung dengan Persamaan Faraday (5) dengan adalah Laju korosi dalam mils /tahun (mpy) , K = 0,129 mils g/ µA cm tahun, Icorr menunjukkan rapat arus korosi yang diperoleh dari ekstrapolasi Tafel
27 dalam µA/ cm2, EW merupakan berat ekivalen dari logam, ρ adalah massa jenis bahan yang diuji dalam g / cm3 (ASTM G 102).
4.2 Metode Penelitian
Paduan MgZn dan biokomposit MgZn-xHAp dibersihkan dengan proses poles dan kemudian dimasukkan ke dalam peralatan potensiostat yang telah diisi larutan uji pada suhu ruang. Larutan uji yang digunakan ada 3 jenis yaitu NaCl 0,9%, Ringer laktat dan Aquadest. Komposisi dan kandungan ion masingmasing larutan diberikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Potensiostat pengukur menggunakan karbon rood sebagai elektroda penghitung dan kalomel sebagai elektroda perekomendasi. Laju korosi dikalkulasi dari arus korosi (Icorr) yang diperoleh dari kurva polarisasi menggunakan ekstrapolasi Tafel. Tabel 5 Komposisi Kimia dalam larutan uji Komposisi kimia
Ringer Laktat
NaCl 0,9%
Natrium Laktat (C3H5NaO3)
1,55 g
-
Natrium Klorida (NaCl)
3,0 g
4,5 g
Kalium Klorida (KCl)
0,15 g
-
Kalsium Klorida (CaCl2.2H2O) Air Injeksi Osmolaritas
0,1 g 500 ml 274 mOsm/l
500 ml 308 mOsm/l
Tabel 4 Kandungan Ion dalam larutan Uji Ion Ringer Laktat + Na 130 mEq/l + K 4 mEq/l Laktat (HCO3 ) 27,5 mEq/l Cl 109,5 mEq/l 2+ Ca 2,7 mEq/l
NaCl 0,9% 154 mEq/l 154 mEq/l -
28 4.3 Hasil dan Pembahasan
Sifat korosi dari bahan diukur dengan potensiodinamik polarisasi pada larutan NaCl 0,9%, Ringer laktat dan aquadest, ketiga jenis larutan ini mewakili cairan tubuh manusia. Reaksi korosi yang terjadi disetiap larutan dinyatakan dalam Persamaan 6 dan Persamaan 7 ( (
)
(6)
( )
)
(7)
Senyawa hasil korosi yang dihasilkan pada pengujian paduan MgZn dan ( ) , biokomposit MgZn-xHAp adalah , dan . Laju korosi yang terukur mengindikasikan banyaknya logam Mg yang telah diubah menjadi ( ) dan dalam jangka waktu tertentu. Parameter elektrokimia yang diperoleh dari uji polarisasi ditampilkan pada Tabel 6. Rapat arus korosi pada larutan NaCl memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan pada larutan uji lainnya. Hal ini terjadi karena konsentrasi ionnya lebih besar dibandingkan dengan larutan lainnya (Tabel 5). Ion–ion dalam larutan akan bertindak sebagai penghantar yang menghubungkan elektroda penghitung dengan elektroda kerja (Gambar 25), semakin tinggi konsentrasi ion pada larutan maka daya hantar arus semakin besar dengan demikian akan diperoleh arus korosi yang lebih besar juga. Rapat arus korosi (Icoor) pada Tabel 6 cenderung menurun dengan bertambahnya elemen yang ditambahkan pada matriks Mg dan kecenderungan ini terjadi disemua larutan uji. Penurunan Icoor ini diakibatkan oleh Zn dan HAp yang menempati batas butir di dalam mikrostrukturnya dimana batas butir ini merupakan bagian yang paling cepat mengalami proses korosi di dalam suatu bahan (Shreir et al,2000). Jika batas butir ini diisi oleh elemen lain yang memiliki ketahanan korosi yang baik maka jumlah elektron yang terlepas dari matriks logam pada proses anodik akan lebih kecil dibandingkan jumlah elektron yang terlepas dari batas butir yang tidak terisi oleh suatu elemen lain. Zn dan HAp adalah elemen yang ketahanan korosinya lebih baik dibandingkan dengan Mg. Tabel 6 Parameter elektrokimia polarisasi E coor (mV) Sampel Aquadest NaCl SS-316L -261,12 -226,12 Mg -1480,09 -1639,3 MgZn -1452,34 -1617,5 MgZn-5HAp -1494,17 -1616,9 MgZn-7HAp -933,83 -1059,5 MgZn-9HAp -1425,33 -794,03
RL -268,05 -1660,4 -1606,8 -1599,1 -1590,2 -1593,7
I coor (µA/cm2) Aquadest NaCl RL 0,08 0,16 0,18 0,71 2,87 1,13 0,46 1,24 0,8 0,32 0,59 0,61 0,15 0,36 0,25 0,19 0,3 0,13
29 Laju korosi dihitung dengan menggunakan Persamaan 5. Nilai massa jenis, berat ekivalen dan laju korosi masing-masing bahan ditampilkan pada Tabel 7. Laju korosi paduan MgZn hasil sintering menggunakan Furnace ditunjukkan pada Gambar 27 dan MgZn hasil sintering APS pada Gambar 28. Kedua hasil paduan menunjukkan nilai laju korosi yang lebih kecil dibandingkan dengan Mg murni, dari hasil ini dengan jelas diketahui bahwa kehadiran Zn dalam matriks Mg dapat meningkatkan ketahanan korosi Mg. Jika nilai laju korosi kedua hasil paduan dibandingkan maka didapati bahwa paduan MgZn hasil sintering APS memiliki laju korosi yang lebih rendah dibandingkan dengan MgZn hasil sintering menggunakan Furnace untuk semua larutan. Laju korosi berkaitan dengan tingkat kelarutan Zn dalam matriks Mg dimana sintering menggunakan APS melarutkan lebih banyak Zn ke dalam Mg sebagaimana telah dibahas dalam Bab 2. Semakin banyak Zn yang terlarut dalam Mg maka laju korosinya juga semakin kecil. Hal ini diakibatkan oleh Zn yang memiliki potensial oksidasi yang lebih kecil dibandingkan dengan Mg (Ebbing dan Gammon 2009) sehingga lebih tahan korosi dibandingkan Mg. Laju korosi biokomposit MgZn-xHAp ditampilkan pada Gambar 29. Hasil laju korosi biokomposit disemua larutan uji menunjukkan kecenderungan yang sama yaitu semakin besar persentasi HAp yang ditambahkan semakin kecil nilai laju korosinya, artinya penambahan HAp ke dalam bahan implan dapat meningkatkan ketahanan korosi bahan tersebut. Penurunan laju korosi ini diakibatkan oleh HAp yang bersifat isolator menempati batas butir dalam mikrostrukturnya sehingga memperkecil luas permukaan logam yang terpapar larutan dan mengurangi arus korosi Mg. Nasution dan Hermawan 2016 mengatakan bahwa rekayasa mikrostruktur dan ukuran butir dapat meningkatkan ketahanan korosi Mg, oleh karena itu ukuran kristalit yang makin kecil akibat kehadiran HAp juga menjadi faktor yang menyebabkan laju korosi yang semakin mengecil juga. Nilai laju korosi paduan MgZn dan biokomposit MgZn-xHAp paling tinggi pada larutan NaCl 0,9% diikuti oleh Ringer Laktat dan yang paling rendah pada aquadest. Hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi elektrolit yang terkandung di dalam larutan NaCl lebih tinggi (154 mEq/l) dibandingkan pada Ringer laktat (137 mEq/l). Elektrolit ini akan membuat daerah anodik (elektroda kerja) terhubung dengan daerah katodik (elektroda pengukur) pada Gambar 24 menyerupai rangkaian listrik tertutup sehingga laju arus korosi makin tinggi. Arus korosi lebih tinggi menyebabkan rapat arus lebih besar dan menghasilkan laju korosi yang lebih tinggi juga sesuai dengan Persamaan 5. Nilai laju korosi Biokomposit MgZn-9HAp masih lebih besar dibandingkan dengan laju korosi SS 316L, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa biokomposit MgZn-9HAp masih bersifat biodegradable.
30 Tabel 7 Laju korosi biokomposit MgZn-xHAp di dalam larutan uji Laju korosi (mpy) Massa Jenis Berat Sampel 3 (g/cm ) Ekivalen Aquadest NaCl RL SS-316L 7,9800 25,5 0,0333 0,066 0,0783 Mg 1,7400 12,156 0,6494 2,6102 1,0291 MgZn (APS) 1,8227 13,39 0,0748 0,5329 0,741 MgZn 1,8227 13,39 0,4399 1,1847 0,7679 MgZn-5HAp 1,8621 13,39 0,2978 0,5631 0,5741 MgZn-7HAp 1,8783 13,39 0,144 0,3325 0,2281 MgZn-9HAp 1,8949 13,39 0,174 0,279 0,1222
Gambar 28 Laju korosi paduan MgZn hasil sintering dengan Furnace
Gambar 29 Laju korosi paduan MgZn hasil sintering dengan APS
31
Gambar 30 Laju korosi Biokomposit MgZn-xHAp hasil sintering dengan Furnace
4.4
Simpulan
Pengujian korosi dengan menggunakan potensiostat menunjukkan bahwa bahan implan paduan MgZn dan biokomposit MgZn-xHAp bersifat degradable dengan laju korosi yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan SS 316L sebagai kontrol. Biokomposit MgZn-xHAp di semua larutan uji memiliki ketahanan korosi yang lebih baik dari MgZn maupun Mg ditunjukkan dengan nilai laju korosi yang lebih kecil. Ketahanan korosi bahan implan biokomposit MgZn-xHAp di semua larutan uji semakin meningkat dengan meningkatnya komposisi HAp di dalam bahan. Laju korosi paling besar terjadi pada larutan NaCl 0,9% untuk semua komposisi dan laju korosi paling kecil adalah pada MgZn-9HAp untuk semua larutan uji.
5
PEMBAHASAN UMUM
Upaya untuk mendapatkan suatu implan tulang biodegradable yang unggul dalam sifat mekanik dan ketahanan korosi masih terus dilakukan oleh para peneliti. Magnesium menjadi salah satu logam yang sedang marak dikembangkan dalam 15 tahun belakangan ini. Berbagai metode dilakukan untuk meningkatkan ketahanan korosi Mg yaitu dengan memadukannya dengan elemen lain,
32 mengcoating dengan bahan biokeramik dan salah satu yang dikembangkan pada penelitian ini adalah dengan mengkompositkan paduan MgZn dengan HAp. Proses komposit dilakukan dengan proses sintering. Metode ini mudah dan cepat dalam perlakuan untuk membentuk paduan Mg karena didukung oleh titik leleh magnesium yang rendah. Perlakuan suhu dalam proses sintering dapat mempengaruhi mikrostruktur paduan yang dihasilkan. Hal ini terlihat jelas pada paduan MgZn yang dihasilkan dengan proses sintering menggunakan APS dan Furnace. Sintering menggunakan APS memberikan perlakuan panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan Furnace sehingga menghasilkan dendrit di dalam mikrostuktur paduannya. Dendrit ini diperoleh dari Zn yang meleleh saat proses sintering dan membeku kembali membentuk dendrit pada proses pendinginan. Ditinjau dari kelarutan Zn, didapati bahwa sintering dengan APS dapat melarutkan lebih banyak Zn ke dalam matriks Mg, hal ini dapat dilihat dari posisi pucak Mg yang bergeser lebih kanan pada pola XRD yang dihasilkan sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab 2. Tingkat kelarutan Zn akan berpengaruh terhadap ketahanan korosi paduan MgZn dimana semakin banyak Zn yang terlarut dalam matriks Mg maka ketahanan korosinya juga semakin meningkat. Hal ini terkonfirmasi dalam penelitian ini. Dari data pengukuran laju korosi diperoleh laju korosi paduan MgZn hasil sintering APS lebih kecil dibandingkan dengan paduan MgZn hasil sintering Furnace untuk semua larutan yang secara detail dapat dilihat pada Bab 4. Batas kelaruan Zn di dalam Mg adalah 6,2% massa atau 0,024 fraksi mol pada suhu sintering 340 oC (Gambar 1). Memadukan 6% Zn ke dalam Mg dengan suhu sintering 350 oC akan menghasilkan paduan berupa larutan padat tanpa menghasilkan presipitat fasa MgZn lainnya dalam mikrostruktur, karena jumlah Zn yang diberikan masih dibawah batas kelarutan. Hal ini terkonfirmasi dalam penelitian ini, dimana dari hasil identifikasi fasa menggunakan software high score plus diketahui bahwa fasa yang ada pada paduan MgZn baik hasil sintering menggunakan APS maupun sintering menggunakan Furnace hanya terdiri dari fasa Mg dan fasa Zn dan tidak ada fasa lain yg teridentifikasi, secara detail telah dijelaskan dalam Bab 2. HAp adalah bahan keramik biodegradable yang merupakan kelompok mineral dalam tulang. Penambahan HAp ke dalam bahan dapat meningkatkan ketahanan korosi bahan implan yang dihasilkan. Peningkatan ketahanan korosi ini di sebabkan oleh dua hal, yang pertama HAp bersifat isolator sehingga dapat memperkecil luas permukaan logam yang terpapar dengan larutan uji (memperkecil reaksi anodik). Sebagaimana telah dibahas dalam Bab 3 bahwa HAp menempati batas-batas butir dalam mikrostruktur bahan implan dimana batas butir ini adalah bagian yang paling cepat korosi di dalam bahan oleh karena itu ketika HAp berada pada posisi tersebut otomatis akan memperkecil laju korosi yang dihasilkan. Yang kedua adalah keberadaan HAp menghasilkan ukuran kristalit yang lebih kecil. Sun T et al 2013 dan Hallem et al 2014 dalam penelitian mereka mendapati bahwa ukuran kristalit berpengaruh terhadap laju korosi dimana ukuran kristalit yang semakin kecil menghasilkan ketahanan korosi yang semakin baik. Pada penelitian ini diperoleh ukuran kristalit semakin kecil dengan bertambahnya HAp dalam bahan maka dengan demikian ketahanan korosinya juga akan meningkat dengan bertambahnya HAp dalam bahan.
33 6
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Paduan MgZn telah berhasil disintesis dengan proses sintering menggunakan Furnace maupun APS. Proses sintering menggunakan APS menghasilkan paduan MgZn yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sintering menggunakan Furnace karena dapat melarutkan Zn lebih banyak kedalam matriks Mg. Biokomposit MgZn-xHAp juga telah berhasil disintesis dengan proses sintering pada suhu 350oC dan penahanan 1 jam. Hasil karakterisasi biokomposit MgZn-xHAp menggunakan XRD dan SEM/EDS menunjukkan bahwa dengan paduan MgZn tetap terbentuk pada proses sintering meskipun telah ditambahkan dengan hidroksiapatit. Hal ini merupakan informasi baru dalam proses rekayasa bahan magnesium. Kehadiran HAp dalam bahan menghasilkan ukuran kristalit yang semakin kecil dengan bertambahnya komposisi HAp dalam bahan. Hasil pengujian korosi biokomposit MgZn-xHAp di 3 larutan yang mewakili cairan tubuh menunjukkan nilai yang cukup baik. Nilai di semua larutan masih lebih besar dari laju korosi SS 316L yang digunakan sebagai kontrol namun masih dibawah nilai laju korosi maksimum yang diizinkan dalam bidang biodegradable. Hal ini menunjukkan bahwa Biokomposit MgZn-xHAp masih bersifat biodegradable. Komposisi HAP dalam mempengaruhi laju korosi bahan tersebut dimana semakin besar komposisi HAP dalam bahan semakin kecil laju korosi yang dihasilkan. Biokomposit MgZn-xHAp memiliki sifat ketahanan korosi yang lebih baik dibandingkan dengan MgZn. Laju korosi biokomposit yang paling kecil adalah pada komposisi HAp 9% yaitu 0,174 mpy di aquadest, 0,279 mpy di NaCl 0,9% dan 0,1222 mpy di Ringer laktat. Nilai ini masih lebih besar dari nilai laju korosi SS 316L yaitu 0,0333 mpy di aquadest, 0,066 mpy di NaCl 0,9% dan 0,0783 mpy di Ringer laktat.
Saran
Penelitian ini masih terbatas pada karakterisasi pembuatan bahan dan uji korosi bahan namun belum teruji secara in vitro maupun in vivo sebagai bahan implan tulang. Oleh karena itu diharapkan ada pengujian lebih lajut secara in vitro untuk melihat sifat sitotoksisitas bahan dan secara in vivo untuk melihat sifat bioaktifitas dan biokompatibel bahan implan tulang biokomposit MgZn-xHAp.
34 DAFTAR PUSTAKA
ASTM G 102-89. 1999. Standard Practice for Calculation of Corrosion Rates and Related Information from Electrochemical Measurements. Bardal E. 2003. Corrosion and Protection. Derby B, Editor. London : Springer. Bose S, Tarafder S, Bandyopadhyay A. 2015. Hydroxyapatite coatings for metallic implants. Di dalam Hydroxyapatite (HAp) for Biomedical Applications. Elsevier Ltd. http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-78242-0330.00007-9 Chen Y, Xu Z, Smith C, Sankar J. 2014. Recent advances on the development of magnesium alloys for biodegradable implants. Acta Biomaterialia.10:4561– 4573. Dorozhkin SV. 2014. Calcium orthophosphate coatings on magnesium and its Biodegradable alloys. Acta Biomaterialia.10: 2919–2934 Ebbing DD, Gammon SD. 2009. General Chemistry.ninth edition. Houghton mifflin company Gupta M, Sharon N M L. 2011. Magnesium, Magnesium Alloys, And Magnesium Composites. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Gu X, Zheng Y, Cheng Y, Zhong S, Xi T. 2009. In vitro corrosion and biocompatibility of binary magnesium alloys. Biomaterials. 30 :484–498. Hallem S M A E, Ghayad I, Eisaa M, Nassif N, Shoeib M A, Soliman H. 2014. Effect of Ultrasonic and Mechanical Vibration on the Corrosion Behavior of Mg-3Zn-0.8Ca Biodegradable Alloy. Int. J. Electrochem. Sci. 9: 2005 – 2015. Hermawan H. Biodegradable Metals. 2012.Springer Briefs in Materials. Islam M M, Mustafa A O, Medraj M. 2014. Essential magnesium alloy binary phase diagram and their thermochemical data. Journal of Materials. 2014: 1-33. Kannan MB. Hydroxyapatite (HAp) for Biomedical Applications.2015. http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-78242-033-0.00013-4 Khalil K A. 2012. A New-Developed Nanostructured Mg/HAp Nanocomposite by High Frequency Induction Heat Sintering Process. Int. J. Electrochem. Sci. 7: 10698 – 10710. Khanra A K, Jung H C, Yu S H, Hong K S, Shin K S. 2010.Microstructure and mechanical properties of Mg–HAP composites. Bull Mater Sci.33: 43–47. Kirkland NT, Birbilis N, Staiger MP. 2012. Assessing the corrosion of Biodegradable magnesium implants: A critical review of current methodologies and their limitations. Acta Biomaterialia. 8: 925–936. Li H, Peng Q, Li X, Li K, Han Z, Fang D. 2014. Microstructures, mechanical and cytocompatibility of degradable Mg-Zn based orthopedic biomaterials. Material and Desain.58:43-51. Li H, Zheng Y, Qin L. 2014. Progress of biodegradable metals, Progress in Natural Science:Materials International. 24:414–422. Lin K, Chang J. 2015. Structure and properties of hydroxyapatite for biomedical applications. Hydroxyapatite (HAp) for Biomedical Applications. Elseiver Ltd. http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-78242-033-0.00001-8.
35 Mahyudin F, Widhiyanto L, Hermawan H. 2016. Biomaterials in Orthopaedics. Di dalam: Mahyudin F, Hermawan H, editor. . Biomaterials and Medical Devices, Advanced Structured Materials. Volume 58. Springer International Publishing Switzerland. DOI 10.1007/978-3-319-14845-8_7. Monshi A, Foroughi M R, Monshi M R. 2012.Modified scherrer equation to estimate more accurately nano-crystallite size using XRD.World journal of nano science and engineering. 2:154-160. Nasution A K, Hermawan H. 2016. Degradable Biomaterials for Temporary Medical Implants. Di dalam: F. Mahyudin and H. Hermawan, editor. Biomaterials and Medical Devices, Advanced Structured Materials. Volume 58. Springer International Publishing Switzerland. DOI 10.1007/978-3-31914845-8_6 Niinomi M, Nakai M, Hieda J. 2012.Development of new metallic alloys for biomedical applications. Acta Biomaterialia.8:3888–3903. Ozkan K, Turkmen I, Sahin A, Yildiz Y, Erturk S, Soylemez MS. 2015. A biomechanical comparison of proximal femoral nails and locking proximal anatomic femoral plates in femoral fracture fixation. Indian J Orthrop. 49 (3): 347-351. Paliwal M, HoJung I. 2014. Microstructural evolution in Mg–Zn alloys during solidification: An experimental and simulation study. Journal of Crystal Growth. 394:28–38. Sammons R. Hydroxyapatite (HAp) for Biomedical Applications. 2015. http://dx.doi.org/10.1016/B978-1-78242-033-0.00003-1. Salleh EM, Zuhailawati H, Ramakrishnan S, Gepreel MAH. 2015. A statistical prediction of density and hardness of Biodegradable mechanically alloyed Mg–Zn alloy using fractional factorial design. Journal of Alloys and Compounds .644: 476–484. Sanchez AHM, Luthringer BJC, Feyerabend F, Willumeit R. 2015. Mg and Mg alloys: How comparable are in vitro and in vivo corrosion rates? A review. Acta Biomaterialia.; 13 :16–31 Shreir LL, Jarman RA, Burstein GT.Corrossion Metal/Environment reactions. 2000. Plan a Tree. Sukaryo S.G, Purnama A, Hermawan H. 2016. Structure and Properties of Biomaterials. Di dalam: F. Mahyudin and H. Hermawan, editor. Biomaterials and Medical Devices, Advanced Structured Materials. Volume 58. Springer International Publishing Switzerland. DOI 10.1007/978-3-319-14845-8_1 Sun T, Wang Z, Li J, Zhang T. 2013. Effect of Ultrasonic Vibration Solidification Treatment on the Corrosion Behavior of AZ80 Magnesium Alloy. Int. J. Electrochem. Sci.8: 7298 – 7319. Vojteˇch D, Kubásek J, Šerák J, Novák P. 2011. Mechanical and corrosion properties of newly developed Biodegradable Zn-based alloys for bone fixation. Acta Biomaterialia. 7: 3515–3522. Vormann J. 2003. Magnesium: Nutrition and Metabolism.Molecular Aspect of Medicine.24:27-37. Witte F. 2010. The history of Biodegradable magnesium implants: A review. Acta Biomaterialia.6:1680–1692.
36 Ying T, Zheng MY, Li ZT, Qiao XG, Xu SW. 2015. Thermal conductivity of ascast and as-extruded binary Mg–Zn alloys. Journal of Alloys and Compounds. 621: 250–255. Živić F, Grujović N, Manivasagam G, Richard C, Landoulsi J, Petrović V. 2014.The Potential of Magnesium Alloys as Bioabsorbable/Biodegradable Implants for Biomedical Applications. Tribology in Industry.36: 67-73.
37
LAMPIRAN
38 Lampiran 1 Foto Peralatan yang digunakan dalam penelitian
dyes
Ball Milling
Mesin Kompaksi Furnace
39
Arc Plasma Sintering XRD
Potensiostat polarisasi
SEM/EDS
40 Lampiran 2 Foto Sampel yang dihasilkan
Serbuk mgZn-5%HAp
Serbuk MgZn-7%HAp
MgZn (APS) MgZn sintering
sebelum
MgZn (Furnace)
41
MgZn-5%HAp sebelum sintering
MgZn-7%HAp sebelum sintering
MgZn-5%HAp (Furnace)
MgZn-7%HAp (Furnace)
MgZn-5%HAp (APS)
MgZn-7%HAp (APS)
42
MgZn-9%HAp sebelum sintering
MgZn-9%HAp (Furnace)
MgZn-9%HAp (APS)
Lampiran 3 Data posisi puncak dan FWHM
MgZn Sebelum Disintering
2θ 31,59 32,03 34,25 36,46 43,08 47,68 57,24 62,94 68,52 69,92 72,39 77,75 81,55
d 28,321 27,941 26,184 24,641 20,996 19,075 16,094 14,767 13,695 13,454 13,055 12,284 11,804
I 68,69 174,42 820,89 913,22 83,68 220,31 113,76 332,95 156,49 96,19 69,24 23,04 15,84
FWHM 0,4725 0,1787 0,1651 0,2043 0,1862 0,2507 0,2946 0,3083 0,3434 0,3288 0,3317 0,4046 0,5775
43
MgZn-0%HAp (APS) 2θ
d
I
FWHM
32,25
27,758
214,8
0,1554
34,46
26,023
221
0,1658
36,72
24,478
1112,99
0,1635
47,93
18,979
116,95
0,235
57,52
16,023
100,28
0,276
63,22
14,709
140,13
0,3111
68,78
13,649
137,09
0,3233
70,16
13,414
158,6
0,3088
2θ 31,74 32,15 34,37 36,58 43,2 47,78 57,34 57,51 63,03 63,23 68,6 68,82 69,98 70,18 72,46 72,68 81,51 81,74
MgZn-0%HAp (Furnace) d I 28,194 20,64 27,846 131,04 26,096 1163,95 24,563 932,75 20,943 25,57 19,035 232,27 16,068 43,65 16,027 11,29 14,749 251,22 14,707 99,82 13,681 111,97 13,642 52,04 13,444 42,43 1,341 18,62 13,043 57,3 1,301 26,24 1,181 37,7 11,782 20,9
FWHM 0,1983 0,1279 0,1284 0,1445 0,1868 0,1579 0,13 0,0727 0,107 0,1114 0,0999 0,1146 0,1054 0,0948 0,1017 0,0928 0,1002 0,1157
44
MgZn-5%HAp 2θ
d
I
FWHM
31,64
28,283
28,53
0,2435
32,04
27,935
120,75
0,1459
34,26
26,172
1261,02
0,1368
36,48
24,632
1021,64
0,1572
47,69
19,071
286,34
0,1786
57,24
16,094
87,39
0,2049
62,94
14,768
307,75
0,1221
63,12
14,729
102,34
0,09
68,51
13,697
110,57
0,132
68,71
13,661
42,55
0,111
69,89
13,459
48,31
0,1192
70,11
13,423
18,77
0,1041
72,37
13,058
56,92
0,1078
72,6
13,022
26,29
0,1099
81,42
11,819
43,98
0,1058
81,66
11,792
22,35
0,1139
I 21,31 93,43 819,8 737,51 25,68 186,64 73,8 244,77 58,68 83,26 24,45 33,12 11,9 40,44 12,89 38,26
FWHM 0,297 0,1631 0,1649 0,1699 0,2103 0,186 0,211 0,1599 0,1011 0,1648 0,1044 0,1395 0,1157 0,1557 0,1097 0,195
MgZn-7%HAp 2θ d 31,71 28,216 32,08 27,902 34,3 26,144 36,53 2,46 43,15 20,968 47,73 19,054 57,3 16,078 62,98 14,759 63,18 14,718 68,56 13,688 68,77 13,652 69,94 13,451 70,16 13,415 72,43 13,049 72,65 13,014 81,47 11,814
45 MgZn-9%HAp 2θ d 31,6 2,831 31,99 27,976 34,21 26,208 36,43 24,663 43,06 21,009 47,64 19,091 57,21 16,101 62,89 14,777 63,07 14,739 68,46 13,706 68,67 13,669 69,85 13,466 70,06 13,431 72,33 13,064 81,37 11,826
I 59,56 142,53 891,82 928,6 44,34 277,39 84,19 402,49 34,37 123,41 35,31 51,73 16,36 63,17 73,63
FWHM 0,5552 0,1841 0,1833 0,1922 0,2262 0,211 0,2263 0,2087 0,1283 0,1789 0,1269 0,1602 0,1106 0,2713 0,2733
Lampiran 4 Grafik Perhitungan Ukuran Kristalit MgZn Sebelum Sinter 0 -1
Ln β
-2
y = 3.2035x - 5.7171
-3 -4 -5 -6 -7 0
0.05
0.1
0.15 Ln (1/cos θ )
0.2
0.25
0.3
46 Paduan MgZn sintering dengan APS -3 -3.5
Ln β
-4
y = 4.6229x - 6.0356
-4.5 -5 -5.5 -6 -6.5 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
Ln (1/cos θ)
Paduan MgZn Sintering dengan Furnace -3 -3.5 -4 y = -2.0494x - 5.879
Ln β
-4.5 -5 -5.5 -6 -6.5 -7 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
Ln (1/cos θ)
MgZn5%HAP -4 -4.5
Ln β
-5
y = -2.3108x - 5.7188
-5.5 -6 -6.5 -7 0
0.05
0.1
0.15 Ln (1/ cos θ)
0.2
0.25
0.3
47
MgZn7%HAP -3 -3.5 -4 y = -1.8543x - 5.6228
ln β
-4.5 -5 -5.5 -6 -6.5 -7 0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
Ln (1/cos θ)
MgZn9%HAP 0 -1
Ln β
-2 -3
y = -1.4256x - 5.4659
-4 -5 -6 -7 0
0.05
0.1
0.15 Ln (1/cos θ)
0.2
0.25
0.3
48 Lampiran 5 Plot Tafel pengujian laju korosi Mg
49
Lampiran 6 Plot Tafel pengujian laju korosi MgZn
50
Lampiran 7 Plot Tafel pengujian laju korosi Biokomposit MgZn-xHAP MgZn-5HAp
51
MgZn-7%HAp
52
53
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Nahornop, Kecamatan Pahae Julu, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 26 September 1986 sebagai anak kedua dari pasangan Rahman Sitompul dan Roslivia Nainggolan. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Sumatera Utara, lulus pada tahun 2009 kemudian pada tahun 2014 melanjutkan studi S2 di Program Studi Biofisika, Program Pascasarjana IPB, lulus pada tahun 2016. Penulis memperoleh beasiswa pendidikan dari Tanoto Foundation pada tahun 2015. Penulis bekerja sebagai pengajar Fisika SMA di Bimbingan belajar Sinotif sejak tahun 2011 hingga Juni 2012, Kemudian sejak Juni 2012 bekerja sebagai staf pengajar di Program Studi Pendidikan Fisika, STKIP Surya, Tangerang, Banten. Program S2 Biofisika diselesaikan dengan melakukan penelitian dengan judul “ Sintesis dan Pengujian Korosi Biokomposit MgZn-xHAp sebagai Bahan Implan Tulang Biodegradable” yang telah dipertanggungjawabkan dalam ujian tesis pada tanggal 26 Agustus 2016. Karya ilmiah dengan judul “Karakterisasi Dan Analisis Ukuran Kristalit Pada Proses Pemaduan Mg-Zn Dengan Metode Ultrasonik” telah dipresentasikan di Seminar Nasional Fisika di Universitas Negeri Jakarta pada 28 Mei 2016. Sebuah artikel ilmiah telah diterima dan akan diterbitkan pada edisi Volume 12, Nomor 2, September 2016, Jurnal Biofisika, Departemen Fisika, IPB. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S2 penulis.