RESPONSI KASUS NICU
SINDROM DOWN HIPERBILIRUBINEMIA
OLEH
Oleh: Ni Wayan Suanita Kusumawardani H1A006031
Pembimbing: dr. Hj. Artsini Manfaati, Sp.A
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK DI SMF ANAK RSUP NTB FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2012
DAFTAR PERMASALAHAN 1. Hiperbilirubinemia pada neonatus yang dilahirkan dari ibu dengan DM 2. Hubungan hipotiroid dengan terjadinya hiperbilirubinemia neonatus 3. Gangguan minum dapat menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia neonatus
ANALISA KASUS 1. Hiperbilirubinemia pada neonatus yang dilahirkan dari ibu dengan DM Insidensi diabetes melitus gestasional terjadi 3%-12% pada populasi ibu hamil. Komplikasi yang muncul pada janin yaitu terjadinya makrosomia, trauma persalinan,
hiperbilirubinemia,
hipoglikemia,
hipokalsemia,
polisitemia,
hiperbilirubinemia neonatal, sindroma distress respirasi. Bayi dengan ibu diabetes memiliki resiko terjadinya ikterus, dengan 19% menjadi hiperbilirubinemia nonfisiologis. Pada pasien ini tidak terjadi makrosomia yang biasanya paling sering terjadi namun terjadi komplikasi hiperbilirubinemia. Diketahui bahwa kehamilan dengan diabetes ditandai adanya resintesi insulin dan hiperinsulinemia, resistensi ini berasal dari hormon diabetogenik hasil sekresi plasenta yang terdiri atas growth hormone, corticotropin releasing hormone, plancental lactogen dan progesterone. Jika fungsi pancreas tidak cukup untuk mengatasi resistensi insulin maka akan terjadi diabetes selama kehamilan. Kadar glukosa yang meningkat pada ibu menyebabkan produksi insulin janin meningkat sehingga terjadi hipoglikemia, selain itu terjadi pembesaran organ seperti hepar, kelenjar adrenal dan jantung. Bayi dengan hiperbilirubinemia terjadi akibat keterlambatan maturasi organ hepar akibat kontrol hiperglikemia pada ibu yang buruk. Fungsi hepar yang belum sempurna mengakibatkan metabolisme bilirubin indirek menjadi direk terganggu sehingga bilirubin indirek menumpuk. Pada pasien ini tidak ditemukan pembesaran organ hepar, namun fungsi hepar dapat terganggu yang ditandai adanya hiperbilirubinemia patologis. Ibu hamil dengan diabetes melitus yang tidak terkontrol akan meningkatkan resiko keguguran atau bayi lahir mati selain itu janin juga beresiko memiliki kelainan kongenital yang tampak pada pasien ini. 2. Hubungan hipotiroid dengan terjadinya hiperbilirubinemia neonatus Hiperbilirubinemia indirek dapat menjadi tanda dari hipotiroid kongenital, yang tampak dalam beberapa minggu. Tanda lainnya juga yaitu gangguan minum
menetap, konstipasi dan hipotonia. Pada pasien ini didapatkan tanda-tanda tersebut sehingga faktor hipotiroid belum bisa disingkirkan. Hiperbilirubinemia indirek berkepanjangan berkaitan dengan terjadinya keterlambatan maturasi aktivitas enzim hepatic uridine diphosphate glucoronyl transferase (UDPGT). Hal tersebut dikarenakan hormon tiroid yang mempengaruhi konsentrasi dan aktivitas enzim di semua jaringan berkurang. Selain itu, mempengaruhi metabolisme subtrat, vitamin dan mineral, metabolisme basal atau kalorigenesis. 3. Gangguan minum dapat menyebabkan terjadinya hiperbilirubinemia neonatus Keberhasilan proses menyusui ditentukan oleh faktor ibu dan bayi. Hambatan pada proses menyusui dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak cukup, atau ibu kurang sering memberikan kesempatan pada bayinya untuk menyusu. Pada beberapa bayi dapat terjadi gangguan menghisap seperti tampak pada pasien ini. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan ASI menjadi tidak efektif. ASI yang tertinggal di dalam payudara ibu akan menimbulkan umpan balik negatif sehingga produksi ASI menurun. Pada ibu pasien terjadi pengurangan produksi ASI sehingga pasien diberikan tambahan susu formula. Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat mengalami hiperbilirubinemia yang dikenal dengan BFJ. Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Breastfeeding jaundice tidak memerlukan pengobatan dan tidak perlu diberikan air putih atau air gula. Breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya. Semua bergantung pada kemampuan bayi tersebut dalam mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya). Penyebab BMJ belum jelas, beberapa faktor diduga telah berperan sebagai penyebab terjadinya BMJ. uridine
Breastmilk jaundise diperkirakan timbul akibat terhambatnya
diphosphoglucoronic
glucoronyl
transferase
(UDPGT)
oleh
hasil
metabolisme progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu–ibu tertentu.
Pada pasien ini, tidak diberikan ASI eksklusive sehingga adanya breastfeeding jaundice
(BFJ)
belum
bisa
dikatakan
sebagai
penyebab
utama
terjadi
hiperbilirubinemia pada pasien ini. Riwayat kuning pada saudara pasien lainnya juga tidak ditemukan sehingga breastmilk jaundice (BMJ) masih bisa disingkirkan. Kesimpulannya bahwa hiperbilirubinemia dan kelainan kongenital pada pasien ini diduga berkaitan dengan latar belakang ibu hamil dengan DM, walaupun penyebab hipotiroid masih belum bisa disingkirkan.
DAFTAR PUSTAKA Brandon et al. 2002. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics 2nd edition. Michigan: Lippincott Williams & Wilkins Publishers. Kayiran and Gurakan. 2010. Correlation of Third Day TSH and Thyroxine Values with Bilirubin Levels Detected by a Neonatal Screening System. Medical Journal of Bakırköy, Volume 6, Number 3, 2010. Rohsiswatmo, Rinawati. 2009. Indikasi Terapi Sinar pada Bayi Menyusui yang Kuning. Availbale from: http://idai.com Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka