JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
1
Simulasi Pengujian Fatigue pada Chassis Mobil Formula Sapuangin Speed Gustieaufar Dhaffi Suroso, Alief Wikarta Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail:
[email protected] Abstrak— Pembuatan mobil formula sapuangin speed dimulai dari proses perancangan bagian kendaraan seperti drive train, engine, body, vehicle dynamic, control, dan chassis. Salah satu faktor krusial dan penting yang mempengaruhi keamanan kendaraan terletak pada Chassis. Oleh karena itu, perancangan chassis merupakan hal yang penting dalam proses pembuatan mobil formula sapuangin speed. Chassis merupakan sebuah kerangka tempat melekatnya mesin, ban, poros, rem, kemudi, suspensi, dan lain-lain sehingga perlu diketahui umur lelah dan titik kritis dari bagian tersebut demi keamanan kendaraan. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang dimulai dengan melakukan analisa-analisa dengan sumber studi literatur terhadap buku, jurnal dan penelitian terdahulu tentang fatigue. Tahap selanjutnya adalah penentuan objek mobil yang akan diteliti, dalam hal ini mobil yang akan diteliti adalah mobil formula sapuangin speed untuk kompetisi Student Formula Japan 2013. Kemudian menggambar model 3D chassis mobil formula sapuangin speed menggunakan software Solidwork. Tahap keempat yaitu mengimport data dari Solidwork ke ANSYS 14.0 kemudian dilakukan meshing. Tahap kelima yaitu menganalisa gaya torsional dan gaya vertikal yang mengakibatkan fatigue pada chassis mobil formula sapuangin speed kemudian disimulasikan dengan menggunakan fatigue tools. Tahap keenam yaitu mendapatkan hasil simulasi berupa life cycle, damage, safety factor, biaxility indication, dan equivalent alternating stress dari chassis mobil formula sapuangin speed. Kemudian didapatkan hasil analisa dari fatigue tools yaitu life, safety factor, damage, biaxility indication¸dan equivalent alternating stress. Kata Kunci— chassis sapuangin speed, fatigue tools, life cycle, kegagalan (failure).
P
I. PENDAHULUAN
embuatan mobil formula sapuangin speed dimulai dari proses perancangan bagian kendaraan seperti drive train, engine, body, vehicle dynamic, control, dan chassis. Salah satu faktor krusial dan penting yang mempengaruhi keamanan kendaraan terletak pada Chassis. Oleh karena itu, perancangan chassis merupakan hal yang penting dalam proses pembuatan mobil formula sapuangin speed. Chassis merupakan sebuah kerangka tempat melekatnya mesin, ban, poros, rem, kemudi, suspensi, dan lain-lain sehingga perlu diketahui umur lelah dan titik kritis dari bagian tersebut demi keamanan kendaraan. Metode pengujian untuk mencari umur lelah dari suatu material salah satunya adalah pengujian lelah (Fatigue test). Pengujian lelah dilakukan dengan memberikan pembebanan minimal sesuai dengan kondisi saat bekerja. Beberapa contoh dari pengujian lelah antara lain horisontal load testing, Ultrasonic Impact Treatment (UIT) dan Finite Element Analysis. Horisontal load testing adalah pengujian lelah yang
dipengaruhi oleh arah pembebanannya terhadap benda uji, Ultrasonic Impact Treatment (UIT) adalah pengujian yang dapat mengenali residual stress dilokasi yang kritis, Sedangkan Finite Element Analysis (metoda elemen hingga) yaitu pengujian dengan menggunakan bantuan perangkat lunak pada komputer. II. URAIAN PENELITIAN A. Teori Tegangan Tegangan normal terjadi apabila dua gaya (Ft atau Fc) yang besarnya sama dan berlawanan arah bekerja tegak lurus pada potongan suatu benda. (Juvinnal, 1967). Kondisi tarik (tension) :
t
Ft Aa a
(1)
Kondisi tekan (compression) :
c
Fc Aaa
(2)
Tegangan dilihat pada sebuah titik apabila diperbesar berupa bentuk kubus yang memiliki dimensi dx,dy dan dz seperti pada gambar 2.11. Dengan mengambil suatu sumbu refensi orthogonal (Cartesian) maka kubus tersebut akan memiliki 9 komponen sebagai berikut :
x xy xz yx y yz zx zy z B. Teori Kelelahan Logam yang menerima tegangan secara berulang-ulang akan dapat rusak atau patah pada tingkat tegangan yang jauh lebih rendah daripada tegangan yang diperlukan untuk mematahkanya dengan sekali pembebanan statis bahkan dapat patah pada tegangan di bawah kekuatan elastisnya (di bawah yield point). Kerusakan semacam itu dapat dikatakan rusak karena kelelahan (fatigue). Sebagian besar kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan oleh kelelahan. Kerusakan karena kelelahan dapat terjadi karena merambatnya retak atau cacat secara perlahan atau bertahap. Retak ini dapat dimulai dari retak atau cacat yang sangat kecil dan retak ini menjalar setiap kali ujung retak itu menerima tegangan. Setiap kali terjadi tegangan maka retak akan merambat, sehingga akhirnya sisa penampang tidak lagi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 mampu menerima gaya yang bekerja dan akan terjadi patah. Patah seperti ini tampaknya seperti tidak ada tanda-tanda, karena itu fatigue seringkali berbahaya. Jenis pembebanan yang mengakibatkan kelelahan secara teoritik dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu siklus tegangan bolak balik (reversed stress life) dan siklus tegangan berfluktuasi (fluctuating stress cycling). Pada reversed stress cycle lebih mudah menimbulkan kelelahan. (Stephens, 2001) Pengujian kelelahan ini dilakukan dengan cara membuat beberapa material kemudian batang uji pertama diberi beban hingga mencapai tegangan yang cukup tinggi, dan setelah mengalami sejumlah siklus pembebanan batang uji itu patah, diambil batang uji berikutnya, diberi baban yang lebih rendah. Demikian selanjutnya sampai semua batang uji selesai teruji. Dari setiap batang uji dicatat besarnya tegangan yang bekerja. Dan jumlah siklus yang dialami sampai patah, dari data yang terkumpul dibuat sebuah grafik TeganganJumlah Cycle atau Stress-Number of Cycle (S-N) curve.
2
Gambar 2. Elemen tetrahedron (Nakasone, 2006)
Elemen tetrahedron seperti pada gambar 2.14 yang digunakan dalam analisa distribusi tegangan pada chassis mobil formula sapuangin speed ini adalah jenis Four Corner Node 12 DOF Constant Strain Tetrahedron. Elemen ini memiliki 4 node dengan masing-masing node memiliki 3 DOF (u, v, dan w) seperti yang dapat dilihat pada gambar 2.15
Stress
Stress
Gambar 3. Node elemen tetrahedron (Nakasone, 2006) Fatigue Limit
III. METODE PENELITIAN DAN ANALISA DATA Cycles log N
Gambar 1. Typical S-N curves for steels (Stephens, 2001)
A. Metode Penelitian 1. Menggambar model Solidwork
Seperti halnya yang telah kita ketahui dalam suatu sistem paduan besi karbon dapat dibedakan jenis dari paduan tersebut. Paduan dapat dikatakan ulet (Ductile) jika kandungan karbon sebesar 0,025% (pada temperatur 723oC) dengan kekuatan tarik lebih dari 1050 Kg/cm2, fase ini terjadi pada ferrit. Sedangkan pada kandungan karbon 0,8 % dan kekuatan tarik kurang dari 1050 kg/cm2 logam tersebut dapat dikatakan getas (Brittle) proses ini biasanya terjadi pada fase cementite dan austenite Pada baja akan dijumpai suatu batas tegangan minimum yang masih dapat mengakibatkan terjadinya kelelahan yaitu pada tegangan di bawah batas ini. Kelelahan (fatigue failure) tidak akan terjadi atau dapat dikatakan akan tejadi pada jumlah siklus tak terhingga. Batas tersebut dinamakan sebagai endurance limit atau limit fatigue, yang menyatakan besarnya tegangan minimum yang akan mengakibatkan kelelahan atau dapat juga dikatakan sebagai fatigue strength, pada number of cycle (N) tak terhingga.
3D
dengan
menggunakan
Gambar 4. Model 3D Chassis 1
Gambar 5. Model 3D Chassis 2
C. Metoda Elemen Hingga Elemen tetrahedron adalah elemen yang paling mudah untuk dibentuk dalam suatu model matematika. (Nakasone, 2006) Gambar 6. Model 3D Chassis 3
2. 3.
Meshing menggunakan ANSYS Analisa environment pada static structural a. Beban vertikal
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271
Gambar 7. Letak gaya-gaya vertikal dan displacement
Keterangan: Warna coklat Warna Merah Warna Biru Warna Kuning Warna Hijau
: Tumpuan (displacement) : beban pengendara : beban tangki : beban Engine : beban Drivetrain
Adapun masing-masing gaya yang diaplikasikan pada chassis adalah sebagai berikut: Drivetrain : 450 N Tangki : 300 N Engine : 1800 N Pengendara : 2100 N Kemudian untuk grafik pembebanan vertikal ditunjukkan pada gambar di bawah ini
b.
Grafik 1. Grafik pembebanan vertikal Beban torsional
Gambar 8. Letak gaya-gaya torsional dan displacement
Keterangan: Warna Biru : gaya torsional Warna Merah : displacement 1 Warna hijau : displacement 2 Adapun besarnya masing-masing gaya torsional adalah 1500 N. Kemudian untuk grafik pembebanan vertikal ditunjukkan pada gambar di bawah ini:
Grafik 2. Grafik pembebanan torsional
3
B. Analisa Data dan Pembahasan Berdasarkan analisa yang dilakukan terhadap chassis 1, 2, dan 3 dengan menggunakan metode static structural pada software ANSYS serta memberikan pembebanan vertikal dan torsional didapatkan hasil yang ditunjukkan pada tabel 4.7 untuk perbandingan hasil simulasi antara chassis 1, 2, dan 3 dengan pembebanan vertikal dan tabel 1 untuk perbandingan hasil simulasi antara chassis 1, 2, dan 3 dengan pembebanan torsional. Tabel 1. perbandingan hasil simulasi beban vertikal
Parameter Life minimum Safety factor minimum Damage maksimum Eqv. Alternating stress maksimum
Chassis 1 1.000.000 life
Chassis 2
1,1107
0,90402
1,1132
1000
2008,5
1000
76,317
97,3 MPa
76,116 MPa
497.880 life
Chassis 3 1.000.000 life
Dimulai dari parameter pertama yaitu nilai life minimum pada pembebanan vertikal. Acuan yang diambil sebagai parameter adalah titik dimana terjadi kegagalan pertama akibat fatigue yaitu titik life minimum pada hasil simulasi. Chassis 1 dan 3 memiliki nilai life minimum 1.000.000 life sementara untuk chassis 3 memiliki nilai life minimum 497.880 life. Untuk chassis 1 dan 3, nilai life minimum yang terjadi adalah di atas 1.000.000 life, hal ini dikarenakan chassis tersebut menerima equivalent alternating stress maksimum pada titik tersebut yang bernilai di bawah grafik S-N tetapi batas atas nilai life yang bisa ditampilkan oleh ANSYS adalah 1.000.000 life. Apabila lebih dari 1.000.000 life maka yang ditampilkan pada hasil simulasi adalah 1.000.000 life. Dari hasil simulasi life untuk beban vertikal, bisa didapatkan kesimpulan bahwa chassis 1 dan 3 lebih baik daripada chassis 2. Parameter kedua yaitu safety factor minimum untuk pembebanan vertikal. Chassis 1 memiliki nilai safety factor minimum 1,1107, chassis 2 memiliki nilai safety factor minimum 0,90402, sedangkan chassis 3 memiliki nilai safety factor minimum 1,1132. Hal ini bisa memperjelas hasil yang didapatkan dari nilai life yaitu chassis 2 adalah chassis yang paling buruk, sementara chassis 3 lebih baik daripada chassis 1. Parameter ketiga yaitu damage. Titik yang memiliki nilai damage maksimum adalah titik kritis tempat terjadinya kegagalan pertama dari sebuah pembebanan fatigue. Nilai damage maksimum pada chassis 1 dan 3 adalah bernilai 1000 dimana nilai ini lebih baik daripada chassis 2 yang memiliki nilai damage maksimum 2008,5. Sama halnya dengan life, ANSYS hanya menampilkan nilai damage lebih dari sama dengan 1000 dimana nilai 1000 pada ANSYS adalah bernilai 1 pada perhitungan sebenarnya. Untuk equivalent alternating stress, titik yang memiliki nilai equivalent alternating stress tertinggi adalah titik kritisnya. Semakin tinggi nilai equivalent alternating stress, maka semakin tinggi tingkat kegagalan dari suatu material yang menerima pembebanan fatigue karena akan mengurangi nilai life dan safety factor serta meningkatkan nilai damage.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 Equivalent alternating stress tertinggi dan merupakan chassis yang terburuk adalah chassis 2 yang bernilai 97,3 MPa diikuti dengan chassis 1 yang bernilai 76,317 MPa, dan yang terakhir adalah chassis 3 yang bernilai 76,116 MPa dimana chassis 3 adalah chassis yang terbaik dan memiliki nilai equivalent alternating stress terendah. Chassis yang lebih baik adalah chassis yang memenuhi parameter life minimum yang lebih tinggi, safety factor minimum yang lebih tinggi, damage maksimum yang lebih rendah, serta equivalent alternating stress maksimum yang lebih rendah. Dilihat dari tabel 2, tabel hasil simulasi dari pembebanan vertikal, diurutkan dari yang paling baik sampai yang paling buruk yaitu chassis 3, kemudian chassis 1, dan yang terakhir adalah chassis 2.
chassis terbaik dan memiliki nilai equivalent alternating stress terendah. Jika diurutkan mengacu pada kedua tabel di atas maka dilakukan perhitungan berdasarkan satu parameter yaitu life. Nilai life untuk pembebanan vertikal, chassis 1: chassis 2: chassis 3 yaitu 2: 1: 2. Sedangkan nilai life untuk pembebanan torsional, chassis 1: chassis 2: chassis 3 yaitu 3,75: 1,73: 1. Apabila nilai perbandingan tersebut dianggap sebagai konstanta kemudian dikalkulasikan satu sama lain maka didapatkan perbandingan konstanta dimana perbandingan antara chassis 1: chassis 2: chassis 3 adalah 5,75: 3,73: 3. Maka berdasarkan perbandingan tersebut bisa disimpulkan bahwa chassis paling baik adalah chassis 1, kemudian chassis 2, dan yang paling buruk adalah chassis 3.
Tabel 2. perbandingan hasil simulasi beban torsional Parameter Life minimum Safety factor minimum Damage maksimum Equivalent alternating stress maksimum
Chassis 1 162.000 life
Chassis 2
Chassis 3
74.905 life
43.180 life
0,71355
0,57733
0,49683
6170,6
13350
23159
120,81 MPa
149,31 MPa
173,5 MPa
Dimulai dari parameter pertama yaitu nilai life minimum pada pembebanan torsional. Acuan yang diambil sebagai parameter adalah titik dimana terjadi kegagalan pertama akibat fatigue yaitu titik life minimum pada hasil simulasi. Chassis 1 memiliki nilai life 162.000 life, chassis 2 memiliki nilai life 74.905 life, sedangkan chassis 3 memiliki nilai 43.180 life. Dari hasil simulasi life untuk beban torsional, bisa didapatkan kesimpulan bahwa chassis jika diurutkan dari yang terbaik ke yang terburuk berturut-turut yaitu chassis 1, chassis 2, dan chassis 3. Parameter kedua yaitu safety factor minimum untuk pembebanan torsional. Chassis 1 memiliki nilai safety factor minimum 0,71355, chassis 2 memiliki nilai safety factor minimum 0,57733, sedangkan chassis 3 memiliki nilai safety factor minimum 0,49683. Hal ini bisa memperjelas hasil yang didapatkan dari nilai life yaitu jika diurutkan dari yang terbaik ke yang terburuk berturut-turut chassis 1, chassis 2, dan chassis 3. Parameter ketiga yaitu damage. Titik yang memiliki nilai damage maksimum adalah titik kritis tempat terjadinya kegagalan pertama dari sebuah pembebanan fatigue. Nilai damage maksimum pada chassis 1 adalah 6170,6, chassis 2 bernilai 13350, sedangkan chassis 3 bernilai 23.159. jika diurutkan dari yang terbaik ke yang terburuk berturut-turut chassis 1, chassis 2, dan chassis 3. Untuk equivalent alternating stress, titik yang memiliki nilai equivalent alternating stress tertinggi adalah titik kritisnya. Semakin tinggi nilai equivalent alternating stress, maka semakin tinggi tingkat kegagalan dari suatu material yang menerima pembebanan fatigue karena akan mengurangi nilai life dan safety factor serta meningkatkan nilai damage. Chassis 1 memiliki nilai 173,5 MPa diikuti dengan chassis 2 yang bernilai 149,31 MPa, dan yang terakhir adalah chassis 3 yang bernilai 120,81 MPa. Chassis 1 adalah
4
IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Dari analisa yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan pembebanan vertikal, didapatkan chassis terbaik, diurutkan dari yang terbaik yaitu: a. Chassis 3 dengan nilai life minimum 1.000.000 cylces, safety factor minimum 1,1132, damage maksimum 1000, equivalent alternating stress 76,116 MPa b. Chassis 1 dengan nilai life minimum 1.000.000 cylces, safety factor minimum 1,1107, damage maksimum 1000, equivalent alternating stress 76,317 MPa c. Chassis 2 dengan nilai life minimum 497.880 cylces, safety factor minimum 0,90402, damage maksimum 2008,5, equivalent alternating stress 76,317 MPa 2. Berdasarkan pembebanan torsional, didapatkan chassis terbaik, diurutkan dari yang terbaik yaitu: a. Chassis 1 dengan nilai life minimum 162.000 cylces, safety factor minimum 0,71355, damage maksimum 6170,6, equivalent alternating stress 120,81 MPa b. Chassis 2 dengan nilai life minimum 74.905 cylces, safety factor minimum 0,57733, damage maksimum 13.350, equivalent alternating stress 149,31 MPa c. Chassis 3 dengan nilai life minimum 43.180 cylces, safety factor minimum 0,49683, damage maksimum 23.159, equivalent alternating stress 173,5 MPa 3. Berdasarkan kedua pengujian tersebut, jika diurutkan dari yang terbaik maka didapatkan chassis terbaik adalah chassis 1, kemudian chassis 2, dan yang terburuk adalah chassis 3. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7]
Akuan, Abrianto, S.T., M.T. 2007. Kelelahan Logam. Percetakan UNJANI Bandung. Jadav Chetan S., Panchal Khushbu C., Patel Fajalhusen, 2012. A Review of the Fatigue Analysis of an Automobile Frames. 2(4): 103-107 M.M. Topac, H. Gunal, N.S. Kuralay. 2008. Fatigue Failure Prediction of a Real Axle Housing Prototype by Using Finite Element Analysis. 16 (2009): 1474-1482 M.M. Topac, H. Gunal, N.S. Kuralay. 2012. Fatigue Life Prediction of a Heavy Vehicle Steel Wheel Under Radial Loads by Using Finite Element Analysis. 20 (2012): 67-79 N. Nakasone, T. A. Stolarski, dan S. Yoshimoto. 2006. Engineering Analysis with ANSYS Software. Butterworth-Heinemann is an imprint of Elsevier. Raymond L. Browell, P. E., Al Hancq. 2006. Predicting Fatigue Life with ANSYS Workbench. ANSYS, Inc. R.C. Hibbeler dan S.C. Fan. 2006. Engineering Mechanics Statics. Pearson Education, Inc.
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 2, (2012) ISSN: 2301-9271 [8] [9]
Robert C.Juvinnal. 1967. Engeneering Consideration of STRESS, STRAIN, AND STRENGTH. McGRAW-HILL BOOK COMPANY. Ralp I.Stephens, Ali fatemi, Robert R. Stephens, dan Henry O. Fuchs. 2001. METAL FATIGUE IN ENGENEERING. JOHN Wiley & Sons, incJ. G. Kreifeldt, “An analysis of surface-detected EMG as an amplitude-modulated noise,” presented at the 1989 Int. Conf. Medicine and Biological Engineering, Chicago, IL.
5