JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
SIMULASI KUALITAS LAYANAN VOIP MENGGUNAKAN METODE ANTRIAN PAKET CBQ DENGAN MEKANISME LINK SHARING
Suhartati Agoes & Adi Putranto* Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti Abstract Main problem faced by Voice over IP service is the level of delay and packet loss yielded. Queue delay that happened when packet enter router interface have a big effect in real-time communications like Voice over Internet Protocol (VoIP). First In First Out (FIFO) Queue System does not own arrangement to traffic passing through it, all packets assumed equal. If VOIP packets queue up together with data packet at this system hence the delay yielded will be very big. A correct queue method needed to improve network delay characteristic and improve Quality of Service (QOS) of VoIP. One QOS management method on VoIP which can be used is CBQ (Class Based Queuing) queue method. CBQ represent scheduling mechanism providing link-sharing among classes using same physical link. This is the method enable division of bandwidth allocation from router output port as according to traffic type and priority. In the event of congestion, traffic with high priority will accept minimum bandwidth allocations as which have previous reservation. At the simulated scenario and network topology, CBQ queue method able to meet the requirement of maximum delay according to ITU recommendation G.114. Based on calculation conversion R factor value to MOS by using E-Model, CBQ can assign MOS value more than 4 (four), meaning its value is good. So that VoIP service is competent to be implemented. Keyword: Bandwidth, CBQ, FIFO, link-sharing, MOS
1. Pendahuluan Voice over Internet Protocol (VoIP) adalah teknologi yang mampu melewatkan traffic suara yang berbentuk paket melalui jaringan IP. Saat ini terdapat banyak hal yang menghambat perkembangan VoIP, terutama disebabkan teknologi ini menghasilkan delay di luar batas kewajaran, dan adanya packet loss yang menyebabkan kualitas suara yang dihasilkan kurang bisa diterima dengan baik. Hal ini tidak terlepas dari carrier yang membawa paket-paket suara tersebut, yaitu jaringan internet. Jaringan internet yang terkenal dengan sebutan jaringan “best effort” memang tidak akan pernah menjamin bahwa
* Alumni Jurusan Teknik Elektro FTI, Universitas Trisakti
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
data atau traffic yang melewatinya dapat sampai ke tujuan sesuai dengan hasil yang diharapkan. Keadaan seperti ini tentu mengganggu, karena komunikasi VoIP tergolong komunikasi real-time yang mensyaratkan delay, jitter dan paket loss yang dihasilkan sekecil mungkin. Masalah utama adalah pada saat paket-paket IP mengantri pada router, sistem manajemen antrian First In First Out (FIFO) tidak memiliki pengaturan terhadap trafik yang melewatinya sehingga paket suara yang berukuran kecil harus berkompetisi dengan paket data yang berukuran besar Agar teknologi VoIP dapat menyamai kualitas jaringan PSTN atau paling tidak mendekati, maka jaringan transport IP harus dapat menyediakan tingkat kualitas layanan atau biasa disebut Quality of Service (QoS) yang sesuai dengan jenis traffic yang melewatiny
2. Quality Of Service Trend saat ini untuk para network designer adalah membangun jaringan multiservice yang membawa trafik suara, data dan video, melewati arsitektur jaringan berbasis paket yang menyebabkan kebutuhan akan bandwith semakin meningkat. Istilah QoS mengacu kepada kemampuan dari jaringan untuk menyediakan layanan yang lebih baik kepada trafik jaringan tertentu. Secara umum, QoS menyediakan layanan jaringan yang lebih baik dengan mendukung bandwith yang terdedikasi, memperbaiki karakteristik loss, menghindari dan mengatur kongesti pada jaringan serta mengatur prioritas trafik yang melewati jaringan (Cisco Interactive, 2000: np). Kualitas suara pada jaringan VoIP secara langsung dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu packet delay dan paket loss. Paket loss terjadi apabila ada sebuah paket yang di-drop oleh network nodes karena ia tidak dapat meneruskannya ke output interfacenya. Paket loss dapat menyebabkan terjadinya “clipping” dan “skips”. Paket delay dapat menyebabkan penurunan kualitas suara. Delay didefiniskan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk mengirimkan data dari
42
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
sumber (pengirim) ke tujuan (penerima), hal ini disebut juga one-way delay. Rekomendasi ITU-T G.114 menetapkan batas maksimum one-way-delay yang masih dapat diterima agar kualitas VoIP sama dengan kualitas jaringan PSTN berkisar antara 100 - 150 ms. Batasan delay menurut rekomendasi ITU-T G.114 terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Batasan delay menurut rekomendasi ITU-T G.114 (ITU-T Recommendation, 2003: No Page) Delay Range
ITU-T Recommendation
0 to 150 ms
Recommended range for transmission delay
150 to 400 ms
Recommended if the designers are aware of reduced quality
400 ms and greater
Not recommended, although it may be necessary in some extraordinary cases
Delay diatas 400 ms menyebabkan hubungan komunikasi sudah tidak layak lagi dilakukan karena hal ini sama saja seperti kita berbicara melalui walkie-talkie. End-to-end delay terbagi atas dua bagian, yaitu fixed network delay dan variable network delay. Fixed network delay disusun dari tiga komponen, yaitu delay propagasi, delay serialisasi dan delay processing. Sedangkan faktor yang menyebabkan variable network delay yaitu delay antrian (queuing delay), dejitter buffer dan ukuran paket yang bervariasi.
3. Teknik-Teknik Queuing Queuing adalah salah satu fungsi QoS yang menyimpan sementara paket-paket sebelum ditransmisikan. Jika paket-paket datang pada antrian paling akhir dari sebuah queue, maka paket-paket tersebut akan mengalami keterlambatan (delay). Berikut ini adalah beberapa teknik queuing dan penjelasannya.
43
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
A. First In First Out (Fifo) First in first out (FIFO) adalah metode queuing yang paling sederhana. Semua paket diperlakukan sama dengan menempatkannya pada sebuah antrian, lalu dilayani dengan urutan yang sama ketika paket-paket tersebut memasuki antrian. FIFO tidak mempertimbangkan prioritas paket, bandwidth, dan alokasi buffer yang diperuntukkan paket tersebut. Ketika buffer pada router sudah penuh, maka paket yang datang selanjutnya akan di-drop, sehingga metode ini dinamakan juga tail-drop. Gambar 1. menjelaskan mengenai metode antrian FIFO.
5 2 4 6 6
5
4
3
2
1
3
1
Gambar 1. Metode Antrian FIFO (Semeria, Chuck, 2001: np) Antrian FIFO merupakan metode antrian yang paling banyak dipakai saat ini, karena mempunyai komputasi beban yang rendah sehingga tidak membebani kerja router.
44
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
Tetapi jaringan masa kini lebih membutuhkan algoritma queuing yang lebih memuaskan untuk mengontrol traffic-traffic yang melewatinya. B. Class-Based Queuing (CBQ) Class-Based Queuing (CBQ) adalah suatu mekanisme queuing, bertujuan menyediakan link sharing antar agensi yang menggunakan jalur fisik yang sama, dan sebagai acuan untuk membedakan traffic yang memiliki prioritas-prioritas yang berlainan. Gambar 2. menjelaskan tentang struktur link-sharing pada metode CBQ. Setiap agensi dapat mengalokasikan bandwidth miliknya untuk berbagai jenis traffic yang berbeda, sesuai dengan pembagiannya yang tepat untuk masing-masing traffic. CBQ dengan link sharing memberikan keunggulan yaitu pemberian bandwidth yang tak terpakai bagi leaf classnya.
Link 50 %
50 % Agency
Top Audio
16,6 % Audio 1
Top Vidio 100 %
16,6 % Audio 2
16,6 % Audio 3
Vidio 1
Leaf Class
Gambar 2. Contoh Link Sharing pada CBQ Pada Gambar 3., router menyiapkan sebuah queue untuk tiap-tiap class.
45
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
Ketika paket datang, router akan mengantrikannya pada queue yang sesuai dengan priority class paket tersebut. Selanjutnya, router dapat menerapkan priority control yang akan mentransfer lebih banyak paketpaket berprioritas tinggi daripada paket berprioritas rendah. Flow1 Real-time 25% B/W Flow2 Scheduler
Classifier
Flow3 Interactive 25% B/W Flow4
Port
Flow5 Fine Tranfer 50% B/W Flow6
Flow7
Flow8
Gambar 3. Metode Antrian CBQ (Semeria, Chuck, 2001: np) Komponen-komponen CBQ adalah: 1. Classifier, bekerja dengan cara mengklasifikasikan paket-paket ke dalam class-class yang sesuai dengan menggunakan informasi yang ada di packet header. 2. General Scheduler, merupakan mekanisme penjadwalan bertujuan untuk membagi bandwidth saat seluruh kelas memiliki antrian paket. General Scheduler menjamin hak kuantitas layanan untuk tiap cabang class (leaf classes), dengan membagikan bandwidth sesuai dengan
46
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
alokasinya masing-masing. General Scheduler bekerja apabila tidak terjadi kongesti pada router. 3. Link-sharing Scheduler, yang bertujuan membagikan bandwidth yang tak terpakai sesuai dengan struktur link-sharingnya. Link-sharing scheduler digunakan apabila terjadi kongesti pada router. 4. Estimator, akan menghitung bandwidth yang terpakai pada tiap kelas pada selang waktu tertentu untuk memastikan bahwa tiap kelas telah mendapatkan bandwidth sesuai bagiannya.
4. Pengukuran Kualitas VoIP A. MOS Pengukuran secara subjektif melibatkan manusia yang mendengarkan suara langsung atau rekaman suara dan memberi rating kepadanya. Salah satu metode subjektif yang paling banyak digunakan adalah MOS (Mean Opinion Score) seperti dideskripsikan pada rekomendasi ITU-T P.800. Karena menggunakan subjek manusia, pengukuran secara subjektif menjadi sangat akurat dan berguna dalam mengevaluasi sebuah sistem telephony. Rekomendasi ITU-T P.800 menerangkan secara detail cara melakukan pengukuran metode subjektif, yang secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut. Sebuah panelis yang terdiri dari beberapa orang mendengarkan sebuah sampel suara, memberi nilai pada setiap sampel dengan rentang standar nilai dari 1 (Buruk) s.d 5 (Baik Sekali) seperti ditunjukkan pada Tabel 2. berikut ini. Nilai rata-rata yang diberikan panelis merupakan nilai MOS. Metode pengukuran seperti MOS yang menggunakan subjek manusia merupakan pengukuran yang baik untuk menilai kualitas suara. Walaupun begitu, metode subjektif memiliki beberapa kekurangan. Secara khusus, metode ini membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Beberapa peneliti dan organisasi tidak memiliki cukup sumber daya untuk melakukan test pengukuran seperti itu.
47
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
Tabel 2. Standar Nilai MOS Nilai MOS
Opini
5
Sangat baik
4
Baik
3
Cukup baik
2
Tidak baik
1
Buruk
B. E-Model E-Model merupakan ukuran objektif dari jaringan telekomunikasi yang diperkenalkan oleh ETSI pada ETR 250 dan distandarkan oleh ITU-T melalui G.107. Hasil akhir yang didapat merupakan R factor, yang dapat memprediksikan nilai MOS. Metode ini direkomendasikan bagi para penyedia jasa layanan telekomunikasi untuk menjadi panduan dalam perencanaan jaringan dan mengontrol performansinya. Nilai akhir estimasi E-Model disebut dengan R faktor. R faktor didefinisikan sebagai faktor kualitas transmisi yang dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti signal-to-noise ratio dan echo perangkat, codec dan kompresi, packet loss, dan delay. Untuk perencanaan transmisi VoIP, penurunan kualitas karena faktor perangkat dapat di-set pada nilai default yang juga ditetapkan pada rekomendasi ITU-T G.107. Menurut R. G. Cole dan J. H. Rosenbluth dalam papernya (Cole, r. g and Rosenbluth, J.H., 2000: np), persamaan matematis E-Model untuk hubungan VoIP dari Pc ke Pc adalah:
48
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
R = 94.2 – Id – Ief
(1)
Dimana : Id = Faktor penurunan kualitas suara yang disebabkan oleh pengaruh one-way delay Ief = Faktor penurunan kualitas yang disebabkan oleh teknik kompresi dan paket loss yang terjadi dan nilainya tergantung pada metode kompresi yang digunakan. Id = 0.024d + 0.11(d–177.3) H(d–177.3)
(2)
Untuk teknik kompresi G.729 nilai Ief sesuai dengan persamaan berikut ini: Ief (G.729codec) = 11 + 40 ln (1+10e)
(3)
Maka secara umum persamaan nilai estimasi R factor menjadi: R = 94.2 – [0.024d + 0.11(d – 177.3) H(d – 177.3)] – [11 + 40 ln (1 + 10e)] Dimana: R d H H(x) H(x) e
(4)
= faktor kualitas transmisi = one-way delay (milli second) = fungsi tangga; dengan ketentuan = 0, jika x < 0, lainnya = 1, untuk x ≥ 0 = persentasi besarnya paket loss yang terjadi (dalam bentuk desimal)
R Factor berkisar antara 0 dan 100. Nilai R di bawah 50 dinilai tidak dapat diterima dan koneksi telepon pada umumnya tidak melampaui nilai di atas 94. Jadi nilai R yang baik berkisar antara 50 s.d 94. Selanjutnya nilai R dapat dikalkulasi untuk menentukan nilai estimasi MOS. Untuk mengubah nilai R menjadi estimasi MOS, digunakan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: Untuk R < 0
: MOS = 1
49
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
Untuk R > 100
: MOS = 4.5
Untuk 0 < R < 100: MOS = 1 + 0.035 R + 7x10-6 R(R-60)(100-R) Hubungan antara nilai R dengan nilai MOS ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hubungan Nilai R dengan Nilai MOS
Nilai Maksimum ITU-T G.107
R factor Tingkat Kepuasan 100 94
Sangat Baik
90
4.4 4.3
Baik 4.0
80 Cukup Baik 70
3.6 Kurang Baik 3.1
60 Buruk / Berkualitas Rendah 50
2.6 Buruk / Tidak Diperkenankan
0
1.0
5. Topologi Jaringan Simulasi Proses simulasi untuk mengukur kualitas layanan VoIP dengan metode Class Based Queuing dilakukan dengan 0software Network Simulator 2 menggunakan topologi simulasi sesuai Gambar 4.
50
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
VoIP1 VOIP1
VoIP3 VOIP3
VoIP2 VOIP2
VoIP7 VOIP7
VoIP4 VOIP4
Router AA Router
HTTP1 HTTP1 HTTP2 HTTP2 HTTP3 HTTP3
FTP1 FTP1
VoIP5 VOIP5
FTP2 FTP2 TELNET1 TELNET1
VoIP6 VOIP6
VoIP8 VOIP8
Router BB Router
HTTP4 HTTP4 HTTP5 HTTP5 HTTP6 HTTP6
FTP3 TELNET2 FTP3 FTP4 FTP4 TELNET2
Gambar 4. Topologi jaringan pada simulasi Topologi yang digunakan pada simulasi ini merupakan topologi jaringan yang sudah disederhanakan, tetapi dianggap dapat merepresentasikan topologi jaringan di dunia nyata yang lebih kompleks. Jaringan VoIP dan jaringan data yang terhubung dengan router A dihubungkan dengan router B yang juga terhubung dengan jaringan VoIP dan jaringan data.
51
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
Kapasitas saluran antara router A dan router B dibuat bervariasi dengan bandwidth 1 Mbps, 512 Kbps dan 128 Kbps. Masing-masing router terhubung dengan endpoint dengan kapasitas bandwidth 10 Mbps. Pada router A dan B terdapat 10 endpoint yaitu empat buah endpoint VoIP, tiga buah endpoint HTTP, dua buah endpoint FTP dan 1 buah endpoint Telnet. Pada simulasi ini digunakan parameter fixed network delay yang sesuai dengan Tabel 4. Tabel 4. Fixed Network Delay Saluran Router A dengan router B
Besar Delay 40 ms
Router dan Endpoint 1.
Trafik VoIP
30,0592 ms
2.
Trafik HTTP dan FTP
15,8 ms
3.
Trafik Telnet
15,032 ms
Total delay tetap 1.
Trafik VoIP
100,1184 ms
2.
Trafik HTTP dan FTP
71,6 ms
3.
Trafik Telnet
70,064 ms
6. Skenario Pembangkitan Trafik Pada simulasi digunakan skenario pembangkitan trafik sibuk. Pada skenario trafik sibuk, untuk periode tertentu terdapat trafik yang memasuki saluran secara bersamaan. Hasil lengkap durasi trafik yang dibangkitkan pada simulasi seperti pada Tabel 5. pada halaman berikut ini.
52
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
Tabel 5. skenario pembangkitan trafik pada kondisi trafik sibuk Jenis Trafik
Waktu Pembangkitan (s) Mulai
Berhenti
VoIP1
0
30
VoIP2
0
30
VoIP3
0
30
VoIP4
0
30
HTTP1
5
25
HTTP2
5
25
HTTP3
5
25
FTP1
10
30
FTP2
10
30
TELNET
15
30
7. Analisis Delay Paket Bagian ini akan menganalisis karakteristik delay pada metode antrian CBQ pada trafik jaringan LAN A-LAN B hasil simulasi dan perbandingannya dengan metode antrian FIFO dalam kaitannya dengan kualitas layanan. Traffic real-time khususnya VoIP mensyaratkan nilai delay yang kecil agar kualitas hubungan komunikasi masih dapat dipertahankan.
53
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
Pengamatan dilakukan terhadap one way delay paket VoIP. Nilai delay rata-rata total VoIP yang akan dihitung merupakan nilai rata-rata dari besar delay rata-rata paket VoIP 1, VoIP 2, VoIP3 dan VoIP 4. Data yang dianalisis diperoleh dari hasil simulasi yang telah diolah dengan menggunakan perangkat lunak tambahan Tracegraph dan Microsoft Excel. A. Analisis Kapasitas Saluran 1 Mbps Pada Tabel 6. dan Gambar 5. terdapat bahwa delay rata-rata VoIP pada metode FIFO sebesar 181,4319 ms dan delay rata-rata VoIP pada metode CBQ sebesar 104,6621 ms atau selisih 76,7698 ms. Tabel 6. Delay rata-rata trafik pada kapasitas 1 Mbps Jenis Trafik
FIFO
CBQ
VoIP 1
178,6856
105,2482
VoIP 2
183,3899
105,0588
VoIP 3
182,4780
104,4668
VoIP 4
181,1742
103,8748
HTTP
185,253
549,2832
FTP
294,5558
655,9708
Telnet
179,5458
75,7585
Delayrata-rata VoIP
54
Delay rata-rata ( ms )
181,4319
104,6621
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
Delay (ms)
Bandwidth 1 Mbps, trafik sibuk 200 180 160 140 120 100 80 60 40
20 0 VoIP 1
VoIP 2 FIFO
VoIP 3
VoIP 4
CBQ
Gambar 5. Grafik Delay rata-rata trafik VoIP pada kapasitas 1 Mbps Pada kapasitas saluran sebesar 1 Mbps dengan kondisi saluran yang sibuk ternyata delay trafik VoIP dengan metode FIFO sudah tidak memenuhi syarat one-way delay ITU yaitu 150 ms. Jaringan yang sibuk menimbulkan antrian yang panjang pada buffer router, terlebih lagi pada metode FIFO yang hanya mempunyai single buffer. Paket-paket VoIP yang berukuran kecil (74 byte) berada satu antrian dengan paket-paket lain yang berukuran relatif lebih besar (1 Kb). Sehingga menimbulkan delay yang lebih besar. Berbeda dengan metode CBQ, sebelum paket VoIP memasuki antrian router, paket sudah dimasukkan pada antrian class CBQ, setelah itu paket dilayani router secara bergantian dan terdapat prioritas paket, sehingga delay rata-rata paket VoIP relatif kecil dibandingkan delay paket yang lain.
55
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
B. Analisis Kapasitas Saluran 512 Kbps Pada kapasitas saluran sebesar 512 Kbps dengan trafik sibuk, selisih delay rata-rata VoIP antara metode FIFO dan metode CBQ sebesar 136,6934 ms. Kapasitas sebesar ini tidak memadai untuk trafik VoIP dengan metode FIFO karena menghasilkan delay rata-rata sebesar 246,1223 ms. Sedangkan pada metode CBQ, setiap jenis trafik mempunyai antrian dan alokasi bandwith tersendiri dan trafik VoIP diberikan prioritas yang lebih tinggi sehingga delay yang dihasilkan hanya sebesar 109,4289 ms. Hasilnya bisa dilihat pada Tabel 7. dan Gambar 6. Tabel 7. Delay rata-rata trafik pada kapasitas 512 Kbps Delay rata-rata ( ms ) Jenis Trafik FIFO
CBQ
VoIP 1
232,3512
109,9893
VoIP 2
255,6237
110,3984
VoIP 3
250,7609
109,2420
VoIP 4
245,7533
108,0858
HTTP
277,4177
1553,3328
FTP
294,5558
1745,0421
Telnet
262,0933
77,4101
Delay rata-rata VoIP
56
246,1223
109,4289
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
Bandwidth 512 Kbps, trafik sibuk 300
Delay (ms)
250 200 150 100 50 0 VoIP 1
VoIP 2 FIFO
VoIP 3
VoIP 4
CBQ
Gambar 6. Grafik Delay rata-rata trafik VoIP pada kapasitas 512 Kbps C. Analisis Kapasitas Saluran 128 Kbps Pada saluran dengan bandwith terbatas sebesar 128 Kbps dengan kondisi jaringan yang sibuk. Karakteristik delay yang dihasilkan terdapat pada Tabel 8. dan Gambar 7. (seperti halaman berikut ini). Dalam kondisi jaringan yang terdiri dari 4 aliran trafik VoIP, 3 aliran trafik HTTP, 2 aliran trafik FTP, dan 1 aliran telnet, delay untuk trafik VoIP yang dihasilkan metode FIFO sangat besar yaitu 374,1728 ms. Hal ini berbeda dengan metode CBQ. Walaupun dengan kapasitas saluran yang terbatas hanya 128 Kbps, delay rata-rata trafik VoIP yang dihasilkan masih memenuhi batas minimum 150 ms yaitu sebesar 137,1956 ms dengan selisih waktu delay sebesar 236.9772 ms dari metode FIFO.
57
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
Tabel 8. Delay rata-rata trafik pada kapasitas 128 Kbps Delay rata-rata ( ms ) Jenis Trafik FIFO
CBQ
VoIP 1
347,3689
135,5795
VoIP 2
388,7369
142,3593
VoIP 3
383,8141
137,7343
VoIP 4
376,7713
133,1093
HTTP
471,8663
1553,3328
FTP
504,0597
1745,0421
Telnet
441,0263
84,6874
Delay rata-rata VoIP
374,1728
137,1956
Besar delay dengan menggunakan metode FIFO sangat bergantung pada kedatangan aliran data. Saat satu atau lebih sumber mengirimkan data dengan jumlah besar dalam selang waktu yang sama, maka delay akan bertambah besar sebanding dengan pertambahan jumlah paket seperti dijelaskan pada Gambar 7.
58
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
Bandwidth 128 Kbps, trafik sibuk 400
Delay (ms)
350 300 250 200 150 100 50 0 VoIP 1
VoIP 2 FIFO
VoIP 3
VoIP 4
CBQ
Gambar 7. Grafik Delay rata-rata trafik VoIP pada kapasitas 128 Kbps
8. Analisis Paket Loss Jaringan IP tidak dapat memberikan jaminan bahwa paket akan dikirim semua sesuai dengan pesanan. Paket akan di drop di bawah beban puncak dan selama periode kongesti yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti kegagalan link transmisi atau kapasitas yang tidak mencukupi. Banyaknya paket-paket yang hilang yang dialami oleh seluruh trafik pada jaringan yang sibuk terdapat pada Tabel 9. Pada metode antrian FIFO, seluruh trafik pada semua saluran mengalami paket loss. Trafik VoIP pada saluran dengan bandwidth 1 Mbps mengalami paket loss dengan persentase rata-rata 2,81 %, sedangkan pada bandwidth 512 Kbps dan 128 Kbps persentase rata-rata paket lossnya diatas 10%. Pada metode antrian CBQ, trafik VoIP pada seluruh kapasitas saluran tidak mengalami packet loss.
59
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
Tabel 9. Persentase Paket Loss Pada Semua Jenis Trafik LOSS RATE (%) JENIS TRAFIK
1 Mbps
512 Kbps
128 Kbps
FIFO CBQ FIFO CBQ FIFO
CBQ
VoIP 1
5,36
0
22,84
0
38,46
0
VoIP 2
0,67
0
2,27
0
16,52
0
VoIP 3
1,73
0
7
0
22,65
0
VoIP 4
3,46
0
11,39
0
29,25
0
HTTP 1
3,95
0
11,11
6,71
19,44
46,51
HTTP 2
1,99
0
9,7
6,57
26,76
45,45
HTTP 3
2,87
0
9,3
6,78
51,61
34,21
FTP 1
3,36
0
9,06
3,21
36,84
45,16
FTP 2
3,03
0
9,3
3,21
43,48
41,94
TELNET 1
10,53
0
26,3
0
66,67
0
Hal ini dikarenakan pada metode antrian FIFO, router hanya mempunyai single buffer dan jika buffer telah penuh maka paket yang datang berikutnya akan di drop.
60
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
Sebaliknya pada metode antrian CBQ, paket-paket VoIP diantrikan pada buffer parallel yang terpisah dengan paket-paket HTTP, FTP, dan TELNET. Selain itu ketika terjadi kongesti pada jaringan, paket-paket VoIP lebih diutamakan karena diberikan prioritas yang lebih tinggi dibandingkan paket-paket lainnya. Untuk paket-paket HTTP dan FTP yang bukan merupakan traffic real time, packet loss tidak terlalu menjadi masalah karena menggunakan TCP yang mempunyai mekanisme retransmisi packet.
9. Analisis Qos Dengan E-Model Dan Mos Berdasarkan rumus (2) diperoleh nilai Id sesuai dengan Tabel 10. berikut ini. Tabel 10. Nilai Id untuk masing-masing saluran VoIP Bandwidth Antrian
Delay satu arah ( ms )
Nilai Id
FIFO
181,4319
4,8089
CBQ
104,6621
2,5119
FIFO
246,1223
13,4774
CBQ
109,4289
2,6263
FIFO
374,1728
30,6362
CBQ
137,1956
3,2927
1 Mbps
512 Kbps
128 Kbps
Berdasarkan persamaan (3) didapat nilai Ief sesuai dengan Tabel 11. pada halaman berikut ini.
61
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
Tabel 11. Nilai Ief untuk masing-masing saluran VoIP Bandwidth Antrian Persentase Paket Loss
Nilai Ief
FIFO
2,81
20,8932
CBQ
0
11
FIFO
10,87
40,4371
CBQ
0
11
FIFO
26,72
63,0302
CBQ
0
11
1 Mbps
512 Kbps
128 Kbps
Besar nilai R masing-masing saluran sesuai persamaan (1) dan nilai estimasi MOS yang sesuai ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12. Nilai Estimasi MOS untuk masing-masing saluran Bandwidth
Antrian
Nilai R
MOS
FIFO
68,4979
3,5258
CBQ
80,6881
4,0497
FIFO
40,2855
2,0780
CBQ
80,5737
4,0455
FIFO
0,5337
0,9966
CBQ
79,9073
4,0205
1 Mbps
512 Kbps
128 Kbps
62
Suhartati Agoes & Adi Putranto , Simulasi Kualitas Pelayanan VoIP Menggunakan Metode Antrian
Sedangkan grafik dari nilai estimasi MOS masing-masing saluran ditunjukkan oleh Gambar 8. Nilai Estimasi MOS 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0
Nilai MOS
FIFO CBQ 1 Mbps 1 Mbps
FIFO 512 Kbps
CBQ 512 Kbps
FIFO 128 Kbps
CBQ 128 Kbps
3.5258
2.078
4.0455
0.9966
4.0205
4.0497
Gambar 8. Grafik Nilai Estimasi MOS Berdasarkan Gambar 8, hasil simulasi FIFO memberikan nilai MOS dibawah nilai 4. Sebaliknya penggunaan metode QoS pada VoIP dengan metode CBQ dapat memberikan nilai MOS untuk semua kapasitas saluran diatas nilai 4. Walaupun masih dibawah kualitas suara pada PSTN dengan nilai MOS berkisar antara 4,5 – 4,7. Jadi secara umum, penggunaan metode CBQ dalam hal pengaplikasian VoIP pada kapasitas jaringan yang bervariasi sangatlah berguna.
63
JETri, Volume 7, Nomor 1, Agustus 2007, Halaman 41-64, ISSN 1412-0372
10. Kesimpulan Dari simulasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini: 1. Penggunaan metode antrian Class Based Queuing (CBQ) pada jaringan simulasi mampu memberikan karakteristik delay yang jauh lebih baik daripada metode FIFO. Metode antrian CBQ mampu memenuhi syarat delay maksimum dibawah 150 ms sesuai dengan rekomendasi G.114. 2. Pada saluran dengan trafik sibuk serta terdiri dari berbagai macam paket, metode CBQ memberikan delay antrian yang lebih baik dan relatif konstan untuk trafik VoIP daripada metode antrian FIFO. Ini disebabkan oleh pemberian prioritas pada paket VoIP dan penempatan paket VoIP pada buffer yang independen. 3. Metode CBQ pada VoIP berhasil menghilangkan loss paket VoIP pada semua kapasitas saluran, sedangkan pada metode FIFO masih terjadi loss paket VoIP. 4. Pada topologi jaringan dan skenario yang disimulasikan, metode CBQ layak digunakan dalam mengaplikasikan layanan VoIP karena menghasilkan nilai MOS diatas 4 yang berarti kualitas suara yang dihasilkan baik.
Daftar Pustaka 1. Cisco Interactive Mentor. 2000. VoIP Quality of Service. Cisco System. 2. Cole, R. G and Rosenbluth, J.H. 2000. Voice over IP Performance Monitoring. AT& T Laboratories,USA. 3. Floyd, Sally and Jacobson, V. vol. 3 no.4, August 95. Link Sharing and Resource Management Models for Packet Networks, IEEE/ACM Transactions on Networking. 4. Semeria, Chuck. 2001. Supporting Differentiated Service Classes: Queue Scheduling Disciplines. Juniper Networks Whitepaper 5. ITU-T Recommendation G.114. Jan 2003. One Way Transmission Time. ITU-T Recommendation
64