SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION Makalah Program Studi Informatika Fakultas Komunikasi dan Informatika
Disusun oleh: Eko Fuji Setiawan Fajar Suryawan, S.T., M.Eng.Sc., Ph.D.
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
SIMULASI KODE HAMMING, KODE BCH, DAN KODE REED-SOLOMON UNTUK OPTIMALISASI FORWARD ERROR CORRECTION Eko Fuji Setiawan, Fajar Suryawan Informatika, Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta Email:
[email protected] ABSTRAKSI
Komunikasi digital memiliki kemampuan untuk dapat mengontrol informasi yang dikirimkan maupun diterima yaitu dengan melakukan penyandian atau pengkodean data sebelum dikirim maupun mengembalikan sandi data menjadi data kembali setelah data diterima.. FEC (Forward Error Correction..) adalah metode yang mampu mengoreksi error dari informasi yang ditransmisikan. Pada FEC terdapat beberapa teknik pengkodean maupun pendekodean yang dapat digunakan untuk mengoreksi error dari data yang diterima, seperti kode Hamming, BCH (Bose-Chaudhuri-Hocquenghem), Reed-solomon dan lain-lain.. Penelitian bertujuan merancang dan membuat simulasi yang akan digunakan untuk melakukan analisa pengkodean Hamming, pengkodean BCH, dan Reed-Solomon untuk optimalisasi FEC. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana teknik pengkodean kode Hamming, BCH dan Reed-Solomon dapat mendeteksi, mengoreksi error yang terjadi pada pesan yang ditransmisikan, serta mensimulasikan hasil dari koreksi tersebut untuk dianalisa. Model untuk simulasi dibuat dengan menggunakan software Matlab R2010a, dengan sistem operasi Windows 7. Model simulasi dimaksudkan untuk mempermudah melakukan analisa terhadap kemampuan teknik pengkodean dalam mengatasi noise (derau) yang muncul dalam proses transmisi data. Hasil dari simulasi telah berhasil membuktikan bahwa dengan menggunakan teknik pengkodean dapat mengurangi gangguan noise yang ada pada saat transmisi data. Berdasarkan hasil pengujian dengan membandingkan antara nilai BER (Bit Error Rate) sebelum dan sesudah dikodekan pada transmisi data, hasil menunjukkan bahwa nilai BER pada Eb/N0 yang sama lebih kecil untuk nilai BER setelah dikodekan. Hal ini tentunya membuktikan bahwa tujuan awal dari simulasi telah terpenuhi. Kata kunci : BCH, BER, Forward Error Correction, Hamming, Reed-Solomon.
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi digital memiliki tingkat kehandalan yang lebih baik terhadap derau (noise). kontrol terhadap informasi yang dikirimkan dalam komunikasi digital dilakukan dengan melakukan menyandian terhadap data yang dikirimkan dan mengembalikan data pada sisi penerima.
Robert H.Morelos-Zaragoza (2006) dalam bukunya yang berjudul “The Art of Error Correcting Code” mengatakan, Dalam skema komunikasi Shannon, sumber informasi dan tujuan akan mencakup skema sumber coding disesuaikan dengan sifat informasi. Beberapa teknik pengkodean yang banyak digunakan dalam dunia telekomunikasi adalah jenis pengkodean linier dan pengkodean konvolusi.
Ada dua metode dalam komunikasi digital yaitu BEC(Bacward Error Correction) dan FEC(Forward Error Correction). Metode FEC merupakan metode yang mampu melakukan koreksi error dari informasi yang ditransmisikan. Koreksi terhadap error dilakukan dengan menggunakan teknik coding sebelum data dikirimkan dan sebelum data diterima. Teknik coding yang sering digunakan adalah Hamming, BCH, Reed-Solomon. Ketiga teknik coding tersebut merupakan jenis kode linear blok dan jenis cyclic code. Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang akan diselesaikan pada tugas akhir ini adalah membuat simulasi transmisi data untuk optimalisasi metode forward error correction. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membuat simulasi yang akan digunakan untuk melakukan analisa pengkodean Hamming, pengkodean BCH, dan Reed Solomon untuk optimalisasi Forward Error Correction. Sehingga akan dilakukan penelitian untuk membuat simulasi pengkodean dengan teknik pengkodean Hamming, BCH, dan Reed Solomon untuk mendapatkan nilai BER (Bit Error Rate).
Tamara Maharani, Aries Pratiarso, Arifin (2010) dalam artikelnya yang berjudul “Simulasi Pengiriman dan Penerimaan Informasi Menggunakan Kode BCH” menjelaskan, untuk menghasilkan suatu sistem komunikasi yang handal, dalam artian bebas dari error, perlu diterapkan suatu algoritma kode yang dapat mengkoreksi (error detection) sekaligus memperbaiki kesalahan bit (error correction). Dixit Dutt Bohra, Avnish Bora (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Bit Error Rate Analysis in Simulation of Digital Communication Systems with Different Modulation Schemes” mengatakan, dengan memilih skema modulasi yang handal dan teknik coding yang lebih baik, peningkatan kinerja dapat diperoleh pada titik pemancar dan penerima dari sistem. Landasan teori yang dalam tugas akhir ini adalah:
digunakan
1. Sistem komunikasi digital Sistem komunikasi digital merupakan sistem dengan bentuk sinyal yang dikirimkan tertentu dan sudah tetap bentuknya. System komunikasi digital
memiliki blok elemen seperti Gambar 1 berikut:
Gambar 1.Elemen Komunikasi Digital Elemen kunci dari sistem komunikasi digital adalah: a. Source (Sumber) Alat ini membangkitkan data sehingga dapat ditransmisikan, seperti telepon dan PC. b. Transmitter (Pengirim) Sebuah transmitter cukup memindahkan dan menandai informasi dengan bara yang sama seperti menghsilkan sinya-sinyal elektromagnetik yang dapat ditransmisikan melewati beberapa sistem transmisi berurutan. c. Transmission sistem (Sistem transmisi) Berupa jalur transmisi tunggal (single transmission line) atau jarigan kompleks (complex network) yang menghubungkan antara sumber dengan destination (tujuan). d. Receiver (Penerima) Receiver menerima sinyal dari sistem transmisi dan menggabungkan kedalam bentuk tertentu yang dapat ditangkap oleh tujuan. e. Sumber noise (derau) Noise merupakan gangguan yang muncul selama transmisi data berlangsung. Noise mempengaruhi mutu atau kualitas dari sinyal yang diterima pada bagian receiver.
f. Destination (Tujuan) Menangkap data yang dihasilkan oleh receiver. Model kanal (channel) noise yang paling umum digunakan dalam komunikasi digital adalah kanal AWGN. Proses transfer informasi pada kanal AWGN adalah berbentuk gelombang elektromagnetik, di mana sumber mengeluarkan sinyal s(t) yang pada saat ditransmisikan terkena noise n(t), dan diterima sebagai r(t) pada penerima.
Gambar 2.Model Kanal AWGN 2. Konsep dasar pengkodean Kesalahan (error) merupakan masalah dalam sistem komunikasi, sebab dapat mengurangi kinerja dari sistem. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan suatu sistem yang dapat mengoreksi error, sehingga, dicari solusi metode penanganan error dengan pemeriksaan bit. Metode yang digunakan ada dua yaitu: a. Backward Error Control Pada Backward Error Control, apabila pada data yang diterima terjadi error, maka penerima akan mengirimkan sinyal kepada pengirim untuk melakukan pengiriman ulang. b. Forward Error Control Error correction codes dinyatakan sebagai penerus koreksi kesalahan untuk mengindikasikan bahwa pesawat penerima sedang mengoreksi kesalahan. Pada Foward error control, sebelum data dikirimkan data akan dikodekan dengan suatu pembangkit kode (enkoder), dan kemudian dikirimkan ke penerima. Pada penerima akan terdapat sebuah penerjemah kode (dekoder) yang mendekodekan data
tersebut, dan apabila terjadi error maka pada data akan dilakukan pengkoreksian data. 3. Deteksi kesalahan Pada saat data berada dalam transmission sistem terdapat kemungkinan data terkorupsi (data error). Data error tersebit akan diperbaiki oleh receiver melalui proses error detection dan error correction. Proses error detection dilakukan oleh transmitter dengan cara menambahkan beberapa bit tambahan (parity check bit) kedalam data yang akan ditransmisikan. 4. Koreksi kesalahan Proses koreksi jauh lebih rumit daripada proses deteksi karena dalam proses koreksi selain dibutuhkan adanya pendeteksi kesalahan juga dibutuhkan lokasi kesalahan bit. Karena itu dibutuhkan semakin banyak bit tambahan (redudant) bit agar sistem dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan. 5. Kode siklis Bentuk kode siklis merupakan bagian penting dalam subclass dari kodekode linear. Algoritma pengkodean sebuah kode siklis (n,k) adalah sebagai berikut: 1. Mengalikan sumber informasi dengan 2. Mencari digit parity check, yaitu nilai sisa dengan membagi dengan generator polinomial 3. Codeword yang dihasilkan merupakan hasil penjumlahan dari dan Algoritma pendekodean sebuah kode siklis (n,k) membutuhkan perhitungan sindrome . merupakan vektor (n-k) bit pada persamaan kode blok linear.
6. Kode Hamming Ide dasar pengkodean Hamming adalah menggunakan metode parity-checking, yaitu menambahkan satu bit parity pada blok data. Bit parity ini berfungsi untuk mendeteksi bit yang salah, sekaligus menentukan lokasi kesalahan bit tersebut. Algoritma pengkodean kode Hamming dibentuk dengan mengalikan sumber pesan dengan matrik G yang dibentuk dengan primitive polynomial sesuai persamaan berikut: [
]
Di mana, . Untuk algoritma pendekodean dari kode Hamming dibutuhkan matriks parity-check H. jika didapatkan Maka, matriks parity-check H adalah [ ] Dimana adalah matriks identitas. Matrik H kemudian ditransposisi menjadi HT kemudian dikalikan dengan kode yang diterima, Hasil perkalian ini disebut syndrome, syndrome digunaka untuk proses koreksi dan proses deteksi terhadap error. 7. Kode BCH Kode BCH merupakan generalisasi dari dari Hamming code untuk mengoreksi kesalahan ganda (mutiple error correction). Pada tahun 1961 metode deteksi dan koreksi ini dikembangkan oleh Gorenstein dan Zieler dengan menggunakan simbol dari Galois Field (GF). Secara garis besar, prosedur kerja dari metode BCH Code ini dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Proses Encoding, yaitu proses pembentukan kumpulan chekbit yang akan dikirimkan bersama informasi. i. Bentuk Galois Field, GF (2m) ii. Tentukan buah minimal polynomial. iii. Bentuk generator polinomial(g(x)) iv. Tambahkan bit 0 dibelakang bit biner dari pesan. v. Lakukan operasi pembagian biner terhadap gabungan pesan dan bit 0 dengan g(x). vi. Sisa hasil pembagian(reminder) merupakan checkbit. vii. Bit informasi + Chekbit (v(x)) adalah informasi yang dikirimkan. 2. Proses dekoding, yaitu proses pendeteksi error dan pengoreksian error apabila ditemukan error. a. Prosedur pendeteksi kesalahan (error detection). i. ii. Jika sisa pembagian = 0, berarti tidak terjadi error. iii. Jika tidak = 0, berarti terdapat error, dan lanjut ke proses koreksi. b. Prosedur koreksi kesalahan (error correction) i. Tentukan 2t buah minimal polinomial. ii. Hitung syndrome dari codeword iii. Bentuk tabel BCH dengan menggunakan algoritma Peterson-Berlekamp iv. Hasil akhir merupakan polinomial pendeteksi lokasi error. v. Setelah itu, cari akar dari persamaan polinomial tersebut dengan menggunakan metode trial and error,
vi. Kemudian cari nilai kebalikan dari akar-akar tersebut. Nilai ini merupakan posisi bit error. 8. Kode Reed-Solomon Kode Reed-Solomon bekerja dengan menambahkan bit parity kedalam data yang akan dikirimkan. Secara garis besar, prosedur kerja dari kode ReedSolomon ini dapat dirincikan sebagai berikut: 1. Proses Encoding, yaitu proses pembentukan code word yang akan dikirmkan atau ditransmisikan, proses pembentukan code word menggunakan metode kode siklis yaitu: a. Mengalikan sumber informasi dengan b. Mencari digit parity check, yaitu nilai sisa dengan membagi dengan generator polinomial c. Codeword yang dihasilkan merupakan hasil penjumlahan dari dan 2. Proses dekoding, yaitu proses pendeteksi error dan pengoreksian error apabila ditemukan error: a. Membentuk syndrome n-k simbol, Jika syndrome = 0, maka codeword yang diterima valid tidak terjadi error, jika syndrome , maka terjadi error. b. Jika terjadi error, maka masuk kedalam proses koreksi kesalahan dengan Algoritma Euclidean untuk menentukan error locator polinomial dan error magnitude. c. Algoritma Chien Search, digunakan untuk menentukan posisi error d. Algoritma Forney’s digunakan untuk menentukan besaran error, dan memperbaiki bit error.
PEMODELAN DAN SIMULASI Simulasi dimaksudkan untuk mempermudah melakukan analisa terhadap kemampuan teknik pengkodean dalam mengatasi noise (derau) yang muncul dalam proses transmisi data. Pemodelan berdasarkan atas model komunikasi digital standard dari Shannon, seperti pada Gambar 3 berikut:
d.
e.
Gambar 3. Model Simulasi Digital
f.
1. Komponen simulasi Menurut model komunikasi digital, beberapa blok yang terdapat dalam model di antarannya: a. Source Generator yang digunakan untuk menyusun bilangan acak sebagai sumber dalam simulasi adalah Bernoulli Binnary Generator. b. Channel Encoder Dalam channel ini akan dipilih jenis coding yang akan dipakai untuk menyandikan data sebelum ditransmisikan. Ada 3 jenis encoder yang akan dipakai yaitu Hamming, bch, dan Reed-Solomon c. Modulator Merupakan rangkaian/blok yang berfungsi melakukan proses modulasi, yaitu proses menumpangkan data pada frekuensi gelombang pembawa untuk ditransmisikan. Pada simulasi ini
g.
modulator yang digunakan adalah BPSK modulator. Gangguan Saluran komunikasi (noise) Dalam hal ini, gangguan dibangkitkan dengan menggunakan metode BoxMuller, sehingga gangguan yang didapatkan adalah additive white gaussian noise (AWGN) yang didistribusikan dengan rata-rata nol dan varians satuan. Demodulator Demodulator mempunyai fungsi kebalikan dari modulator (demodulasi), yaitu proses mendapatkan kembali data atau proses membaca data dari sinyal yang diterima dari pengirim. Demodulator yang akan digunakan sesuai dengan modulatornya. Channel Decoder Blok dalam channel decoder menyesuaikan blok yang dipakai dalam channel encoder. Destination Dalam simulasi yang akan dibuat, destination difungsikan sebagai pengukur kinerja system dengan memasangkan blok error rate calculation dan blok display.
2. Langkah kerja Simulasi Simulasi dimulai dengan menyusun bilangan acak yang ada dalam blok Bernoulli Binnary Generator, kemudian masuk dalam blok encoder untuk dikodekan sebelum ditransmisikan. Setelah itu informasi kemudian ditransmisikan dengan modulasi BPSK, ketika data ditransmisikan, data akan terinfeksi noise saat berada pada jalur transmisi. Setelah data diterima, maka data akan dikoreksi dan dideteksi pada sisi decoder. Proses terakhir adalah kalkulasi perhitungan performa dengan blok error rate
calculation dan ditampilkan pada blok display.
adalah d = 1000, maka kode yang dikirimkan adalah
3. Algoritma Coding a. Hamming [
2. Decoding
Gambar 4. Hamming model Perhitungan dari algoritma coding Hamming adalah sebagai berikut: 1. Encoding Merupakan proses membentuk pesan terkode, di mana dalam pesan terkode disisipkan bit-bit parity ynag digunakan untuk koreksi kesalahan pada sisi penerima, parameter yang digunakan dalam kode hamming untuk m=3, adalah sebagai berikut: o Panjang kode o Jumlah
simbol
informasi
o Jumlah simbol parity check o Kapasitas
koreksi
]
[
]
di mana merupakan bagian dari penyusunan matriks G yang digunakan pada enkoder, sehingga matriks H terbentuk sebagai berikut. [
]
Deteksi error, dengan menghitung Syndrome,
Dimisalkan pesan yang diterima adalah 1111000, maka,
error
Generator Matriks, [ [
],=
]
S 0, maka proses koreksinya adalah [ ],matriks
[
].
Semisal, pesan yang dikirimkan
[
]
Nilai sama dengan nilai matriks H pada urutan ketiga, jadi, terjadi error pada bit ketiga dari pesan yang diterima. 1111000, kemudian bit error diivertkan menjadi 1101000.
iii. Bentuk polinomial(g(x)) G(x)
generator
( b. BCH
iv. Tambahkan bit 0 dibelakang bit biner dari pesan. Gambar 5. BCH Model Perhitungan dari algoritma coding BCH Jika digunakan adalah sebagai berikut: o Panjang blok yang dikirimkan
v.
Lakukan operasi pembagian biner terhadap gabungan pesan dan bit 0 dengan g(x). C(x) =
o Bit informasi = 100101000100010 o Jumlah error maksimal o Checkbit
Bit informasi + Chekbit (v(x)) adalah informasi yang dikirimkan.
Dimisalkan pesan yang dikirimkan
V(x)
1. Encoding i. Bentuk Galois Field, GF (2m) ii. Tentukan polynomial.
buah minimal
vi.
=
2. Decoding Dimisalkan pesan yang diterima menjadi 0001000011000001|100100000100010
a. Prosedur pendeteksi kesalahan (error detection). i. V(x)
=
= 1111110111010 ii. Jika sisa pembagian = 0, berarti tidak terjadi error.
iii. Jika tidak = 0, berarti terdapat error, dan lanjut ke proses koreksi. b. Prosedur koreksi kesalahan (error correction) i. Tentukan 2t buah minimal polinomial. o o
-
1
0
1
o
3
Hitung syndrome dari codeword o S1(x) =
0
0
4
0
-1
0
0
1
0
1
1
2
1
2
2
5
0
3
2
6
-
-
-
iv.
Hasil akhir merupakan polinomial pendeteksi lokasi error.
v.
Setelah itu, cari akar dari persamaan polinomial tersebut dengan menggunakan metode trial and error, Kemudian cari nilai kebalikan dari akar-akar tersebut. Nilai ini merupakan posisi bit error. Kebalikan dari
o S2(x) = o S3(x) =
1
1 2
o
Bentuk tabel BCH dengan menggunakan algoritma Peterson-Berlekamp Tabel 1. Tabel PetersonBerlekamp
n
o
o
ii.
iii.
o S4(x) = o S5(x) = o S6(x) = vi.
Kebalikan
dari
Kebalikan
dari
0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 R(x)= c. Reed-Solomon
Dimisalkan pesan yang diterima menjadi Gambar 6. RS Model Perhitungan dari algoritma coding BCH Jika digunakan adalah sebagai berikut: o Panjang blok yang dikirimkan o Misalkan pesan yang dikirimkan 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11 1. Encoding a. Bentuk generator berdasarkan pada tabel GF (16). G(x) = b. Mengalikan sumber dengan . =
informasi
c. Mencari digit parity check, yaitu nilai sisa dengan membagi dengan generator polinomial
2. Decoding a. Membentuk syndrome n-k simbol, =15 o S0= =3 o S1= =4 o S2 =12 o S3
b. Jika syndrome = 0, maka codeword yang diterima valid tidak terjadi error, jika syndrome , maka terjadi error. c. Jika terjadi error, maka masuk kedalam proses koreksi kesalahan dengan Algoritma Euclidean untuk menentukan error locator polinomial dan error magnitude.
d. Algoritma Chien Search, digunakan untuk menentukan posisi error. d. Codeword yang dihasilkan merupakan hasil penjumlahan dari dan
Kebalikan dari
Kebalikan dari
e. Algoritma Forney’s digunakan untuk menentukan besaran error, dan memperbaiki bit error.
untuk
untuk
0
0
0
0
0
13
0
0
0
0
0
0
2
0
0
1
2
3
4
5
11
7
8
9
10
11
3
1
12
12
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
3
3
12
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Penyusunan tugas akhir ini menghasilkan table yang berisi angka nilai dari Bit Error Rate ketika dilakukan percobaan dengan mengacu pada angka Eb/No. Pengacuan ini disebut metode Jacob-viterbi. Adapun hasil dari penyusunan tugas akhir ini disajikan dalam bentuk grafik perbandingan nilai BER vs Eb/N0 dari masing-masing teknik coding yang digunakan dalam simulasi. 1. Hamming Tabel 2. Tabel Eb/N0 vs BER Hamming Eb/N0 BER 1 0.18733 2 0.265329 3 0.50059 4 0.79331 5 0.01667 6 0.06135 7 0.002076 8 0.008601 9 0.000155 10 0.000056667
Nilai BER didapatkan dari percobaan yang dilakukan dengan model simulasi yang dibuat. Dari table diatas, grafik perbandingan tercipta seperti Gambar 7 dibawah ini.
Gambar 7. Eb/N0 vs BER Hamming Grafik merah muda menunjukkan nilai Eb/N0 lebih sedikit dibandingkan dengan grafik biru, nilai BER = 0 dengan coding Hamming terjadi ketika nilai Eb/N0 = 9. Dengan demikian, Kinerja sistem dengan teknik pengkodean hamming lebih baik dibandingkan dengan sistem tanpa teknik pengkodean hamming. Semakin kecil nilai BER untuk Eb/N0 yang besar, maka akan semakin baik kinerja dari sistem transmisi data tersebut.
2. BCH
3. Reed-Solomon
Tabel 3. Tabel Eb/N0 vs BER BCH
Tabel 4. Tabel Eb/N0 vs BER ReedSolomon
Eb/N0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
BER 0.192733 0.15865 0.122313 0.08948 0.05811 0.0331967 0.0160367 0.00564667 0.00155 0.000356667
Nilai BER didapatkan dari percobaan yang dilakukan dengan model simulasi yang dibuat. Dari table diatas, grafik perbandingan tercipta seperti Gambar 8 dibawah ini.
Eb/N0 1 2 3 4 5 6 7 8
BER 0.1364 0.2986 0.54908 0.04951 0.00276 0.0003136 0.000064 0.000000322
Nilai BER didapatkan dari percobaan yang dilakukan dengan model simulasi yang dibuat. Dari table diatas, grafik perbandingan tercipta seperti Gambar 9 dibawah ini.
Gambar 8. Eb/N0 vs BER BCH
Gambar 9. Eb/N0 vs BER Reed-Solomon
Grafik merah muda menunjukkan nilai Eb/N0 lebih sedikit dibandingkan dengan grafik biru, Dengan demikian, kinerja sistem dengan teknik pengkodean BCH lebih baik dibandingkan dengan sistem tanpa teknik pengkodean BCH. Semakin kecil nilai BER untuk Eb/N0 yang besar, maka akan semakin baik kinerja dari sistem transmisi data tersebut.
Grafik merah muda menunjukkan nilai Eb/N0 lebih sedikit dibandingkan dengan grafik biru, Dengan demikian, kinerja sistem dengan teknik pengkodean Reed-Solomon lebih baik dibandingkan dengan sistem tanpa teknik pengkodean Reed-Solomon. Semakin kecil nilai BER untuk Eb/N0 yang besar, maka akan semakin baik kinerja dari sistem transmisi data tersebut.
KESIMPULAN
coding yang dilakukan oleh Dixit Dutt Bohra, Avnish Bora (2014) dalam artikelnya yang berjudul “Bit Error Rate Analysis in Simulation of Digital Communication Sistems with Different Modulation Schemes”. Dalam artikelnya dituliskan bahwa, untuk meningkatkan rasio Eb/N0, harus menggunakan beberapa jenis teknik pengkodean, untuk meningkatkan kualitas sinyal yang dipancarkan serta informasi yang dikirimkan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dari perancangan simulasi yaitu digunakan untuk melakukan analisa pengkodean Hamming, pengkodean BCH, dan Reed Solomon untuk optimalisasi Forwrd Error Correction telah berhasil dicapai sesuai dengan teori yang sudah ada.
Dari hasil penelitian tentang kode hamming, kode BCH (bose-chaudhurihocquenghem), dan kode reed-solomon untuk optimalisasi forward error correction melalui simulasi pada matlab, dapat disimpulkan bahwa: 1. Simulasi telah berhasil membuktikan bahwa dengan menggunakan teknik pengkodean dapat mengurangi gangguan noise yang ada pada saat transmisi data. 2. Hasil dari simulasi sesuai dengan teori error coding yang dituliskan oleh Shu Lin dan Daniel J. Castello Jr (2004) dalam bukunya yang berjudul “error control coding”. Dalam bukunya dituliskan bahwa, dengan menggunakan teknik perngkodean dalam sistem transmisi digital, pengiriman informasi menjadi lebih efektif. 3. Hasil dari simulasi juga sesuai dengan penelitian tentang error DAFTAR PUSTAKA
Avnish Bohra, Dixxit Dutt Bohra (2009), „Bit Error Rate Analysis in Simulation of Digital Communication Systems with Different Modulation Schemes, vol. 1, Issue 3, diakses 2 oktober 2014,
C.K.P Clark 2002, “Reed-Solomon Error Correction”, R&D White Paper BRITISH BROADCASTING CORPORATION, http://downloads.bbc.co.uk , [Diakses pada 2 Mei 2014 pukul 19.39] Dony Ariyus dan Rum Andri K.r. 2008 .“Komunikasi Data edisi I”. Yogyakarta: Andi. Dwiwulandari, Budiarini 2008. "aplikasi kode hamming sebagai error-detecting code dalam pengiriman pesan". Skripsi. Depok:Universitas Indonesia. Irsan. 2009. "Simulasi Pengkodean Hamming untuk menghitung Bit Error Rate". Skripsi. Medan:Universitas Sumatra Utara. Jusak, 2013, “Teknologi Komunikasi Data Modern edisi I”, Yogyakarta: Andi.
Matematics, Departement, 2006, “Encoding code”.University of Wyoming.
and
Decoding
with
the
Hamming
Nurul Hutami Husain, Andi, Gamantyo Hendranto, dan Suwadi 2013. “Pendekodean Kanal Reed-Solomon Berbasi FPGA Untuk Transmisi Citra pada Sistem Komunikasi Satelit Nano”, POMITS, vol 2, no 1,
, [Diakses pada 10 Mei 2014 pukul 23.00] Robert H.Morelos, Zaragoza 2006, The Art Of Error Correcting Coding, 2nd edn, John willy and Son Ltd, USA. Shu Lin dan Daniel J.Castello 2004, Error Control Coding, 2nd edn, , New jersey NJ 074458, USA Susanto, Edy 2010. “Analisis kode BCH”. Skripsi. Medan:Universitas Sumatra Utara.. Tamara Maharani, Aries Prastiarso, Arifin 2008, Simulasi Pengiriman dan Penerimaan Informasi menggunakan kode BCH. Surabaya:ITS. Thamer 2000. “Binary Cyclic Code”, 4th Class in Communications, http://www.uotechnology.edu , [diakses 20 april 2014 pukul 23.14]
from
Wallace, Hank 2001. “Error Detection and Correction using the BCH Code ”. http://www.aqdi.com. Diakses pada 17 april 2014 pukul 23.39