DAFTAR ISI Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
SIMULASI KERJA PENGUAT AWAL SISTEM SPEKTROSKOPI NUKLIR DENGAN ISIS PROTEUS Widya Arrum Gammayani1,2, Zaki Su’ud2, Mitra Djamal2, Nanda Nagara1 2
1 Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, Jl. Tamansari 71, Bandung, 40132 Jurusan Fisika, FMIPA, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung, 40132,
[email protected]
ABSTRAK SIMULASI KERJA PENGUAT AWAL SISTEM SPEKTROSKOPI NUKLIR DENGAN ISIS PROTEUS. Telah dilakukan simulasi ISIS Proteus untuk kerja penguat awal peka muatan yang menggunakan photodioda Si PIN dan sintilator CsI(Tl). Pengubahan parameter komponen elektronika yang disimulasikan menunjukkan kesamaan perilaku dengan rangkaian sebenarnya, seperti pengubahan kapasitor umpan balik, coil, dan JFET. Penguat awal peka muatan yang dibuat pun menunjukkan performa yang baik, mampu memunculkan spektrum Gamma Co-60 dan kestabilan sistem alat yang baik dengan nilai chi square test 7,86. Pengujian derau FWHM dengan metode perhitungan Vrms menunjukkan hasil 1,5 keV dan perhitungan FWHM dengan MCA adalah 5 keV. Kata kunci : ISIS Proteus, Penguat Awal Peka Muatan, Spektroskopi Nuklir, Fotodioda Si PIN, CsI(Tl).
ABSTRACT SIMULATION OF CHARGE SENSITIVE PRE-AMPLIFIER NUCLEAR SPECTROSCOPY USING ISIS PROTEUS. ISIS Proteus simulation for charge sensitive pre-amplifier using Si PIN photodiode and CsI(Tl) scintillator has been done. Changing the parameters of simulated electronic components resulted similar behavior with the actual circuit, such as feedback capacitor, coil, and JFET. The charge sensitive pre amplifier which is made showed good performance and was able to show Gamma spectrum of Co-60 and good system stability of device with chi squared test of 7,86. The FWHM noise measurement using Vrms parameter is 1,5 keV and the FWHM noise measurement using MCA is 5 keV. Keywords : ISIS Proteus, Charge Sensitive Pre-Amplifier, Nuclear Spectroscopy, Si PIN Photodiode, CsI(Tl).
1.
fotodioda Si PIN (Si PIN Photodiode) dengan sintilator banyak digunakan pada deteksi dan pengukuran sinar gamma dan elektron energi tinggi. Kecilnya ukuran fisik keduanya memiliki kelebihan memudahkan untuk dibawa keluar saat pengukuran di lapangan. Kristal CsI(Tl) dengan karakterisasi intensitas sintilasi yang besar (maksimum di 550 nm) sesuai untuk ditempel pada permukaan fotodioda. Kristal CsI(Tl) yang relatif lembut dan plastis mudah dibuat menjadi berbagai variasi geometri detektor. Radiasi yang menimpa sintilator membangkitkan sintilan-sintilan cahaya yang kemudian ditangkap oleh fotodioda. Cahaya lalu berinteraksi dengan atom Si fotodioda yang menghasilkan sejumlah pembawa muatan bebas elektron-lubang yang lalu diperkuat oleh rangkaian penguat awal peka muatan (charge sensitive preamplifier).
PENDAHULUAN
Pada proses pembuatan alat dengan rangkaian elektronika, simulasi virtual berperan dalam membantu perancangan alat yang akan dibuat. Banyak simulator yang bisa digunakan salah satunya adalah ISIS Proteus. ISIS (Intelligent Schematic Input System) merupakan sebuah program keluaran Labcenter Electronics yang memudahkan pengguna untuk menggambar rangkaian elektronika, mengujinya dengan simulasi dan bahkan bisa digunakan untuk membuat PCB sehingga kesalahan dalam membuat PCB (Printed Circuit Board) dapat diminimalisir. Alat yang akan disimulasikan disini adalah penguat awal dari sistem spektroskopi nuklir. Spektroskopi Gamma sangat besar peranannya dalam aplikasi nuklir sehari-hari. Kombinasi
518
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
2. TATAKERJA (BAHAN DAN METODE) Prosedur penelitian meliputi pembuatan penguat awal peka muatan menggunakan fotodioda Si PIN dan sintilator CsI(Tl). Pembuatan alat dikombinasikan perancangannya secara virtual dengan ISIS Proteus sehingga dapat diamati terlebih dahulu pengaruh besaran komponen yang akan digunakan pada alat dengan cara mengubahubah parameternya untuk mendapatkan keluaran yang baik. Alat yang dibuat lalu diuji tampilan pulsa keluarannnya di osiloskop. Kestabilan alat pun diuji dengan metode chi squared test dan dihitung derau-nya dengan metode equivalent noise charge. Metode uji yang digunakan adalah metode eksperimenal.
Gambar 1. Fotodioda silicon PIN
Cesium Iodida (CsI) adalah material senyawa dengan kemampuan menahan radiasi Gamma tinggi karena memiliki nilai Z (nomor atom) dan densitas yang relatif tinggi. Untuk pencacahan sintilasi, ia bisa digunakan dalam bentuk seutuhnya ataupun dengan dikotori oleh Thalium. Dibandingkan dengan NaI(Tl), CsI relatif lembut dan plastis. Ia mudah dibuat menjadi berbagai variasi geometri detektor. Karena karakteristiknya, CsI sendiri dapat larut dalam air tetapi tidak higroskopik.
2.1 Penguat Awal Peka Muatan (Charge Sensitive Pre-amplifier) Detektor Si dirancang untuk pengukuran radiasi dengan dua metode: yang pertama adalah pengukuran tidak langsung dimana masukan radiasi diubah menjadi cahaya oleh sintilator lalu dideteksi oleh fotodioda Si; yang kedua adalah pengukuran langsung dimana detektor Si langsung mendeteksi muatan yang dibangkitkan melalui proses ionisasi karena energi radiasi. Metode deteksi tidak langsung yang merupakan kombinasi fotodioda dengan sintilator banyak digunakan pada deteksi dan pengukuran sinar gamma dan elektron energi tinggi. Radiasi yang menimpa sintilator membangkitkan sintilan-sintilan cahaya yang kemudian ditangkap oleh fotodioda. Kelebihan metode langsung adalah resolusi energi yang tinggi karena muatan sinyal dibangkitkan dengan efisiensi yang tinggi. Bentuk fisik fotodioda pada kedua metode pengukuran adalah sama, mereka memiliki karakteristik dasar yang sama. Fotodioda terdiri dari kristal silicon tipe-N sebagai substrat pada bagian dasar dan lapisan silicon tipe-P sebagai daerah permukaan aktif. Kedua material tersebut membentuk sambungan P-N yang berfungsi sebagai pengubah fotolistrik. Pada metode langsung, efisiensi intrinsik untuk mendeteksi energi yang lebih besar adalah rendah mengingat keterbatasan tebal dari daerah aktif fotodioda. Efisiensi intrinsik adalah rasio jumlah pulsa yang dihasilkan detektor dengan jumlah radiasi Gamma yang mengenai detektor. Oleh karena itu deteksi dan pengukuran elektron dan radiasi Gamma energi tinggi menggunakan metode tidak langsung yang merupakan kombinasi fotodioda dengan material sintilasi lebih tepat untuk digunakan.
Gambar 2. Kristal CsI(Tl)
Ketika detektor semikonduktor seperti Si digunakan untuk pengukuran sinar X dan radiasi Gamma energi rendah sampai tinggi, sinyal keluaran adalah pulsa muatan lemah dengan lebar beberapa puluh nanosekon. Detektor itu sendiri merupakan komponen kapasitif dengan impedansi keluaran yang tinggi. Kondisi ini membutuhkan impedansi masukan yang tinggi dari penguat sebagai pengondisi sinyal untuk mendapatkan sinyal yang siap diproses lebih lanjut. Penguat harus memiliki impedansi masukan yang tinggi untuk mengintegrasi pulsa muatan yang lemah lalu mengubahnya ke pulsa tegangan yang sebanding dengan energi partikel yang didepositkan dalam detektor untuk selanjutnya dibentuk pulsanya dan diperkuat, dimana penguat juga harus memiliki impedansi keluaran yang rendah untuk
519
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
menjalankan tahap selanjutnya. Karena fungsinya inilah dinamakan penguat awal peka muatan (charge sensitive pre-amplifier). Diagram kerja dasar penguat awal peka muatan ditunjukkan pada gambar 3. Karena muatan Q dibangkitkan, tegangan masukan penguat meningkat dan pada saat bersamaan tegangan dengan polaritas terbalik muncul pada keluaran. Tetapi karena faktor penguatan lup terbuka cukup besar, kerja potensial keluaran adalah melalui lup umpan balik sehingga tegangan masukan akan menjadi nol dengan segera. Akibatnya pulsa muatan Q terintegrasi melalui kapasitansi umpan balik Cf untuk membentuk pulsa tegangan keluaran eout(t).
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
(Coulomb atau pico Coulomb)
(3)
Dimana: E : energi partikel (MeV) emuatan elektron 1,6 x 10-19 (Coulomb) Ԑ energi yang dibutuhkan untuk membentuk satu pasang elektron-lubang. Sebagai contoh untuk Si, rentang Q dari 3,62 eV (300 K) sampai 3,71 eV (77 K). Sehingga,
(mV/MeV) (mV/MeV)
(4)
Detektor yang digunakan pada penelitian ini adalah fotodioda Si PIN tipe S-3590 dengan CsI(Tl) sebagai sintilatornya. Karena penguat awal peka muatan yang dirancang haruslah memiliki impedansi masukan yang tinggi dan impedansi keluaran yang rendah maka digunakanlah FET yang memiliki impedansi masukan yang tinggi dan OP-AMP dengan derau rendah. FET dan OP-AMP yang digunakan pada rancangan ini adalah 2N4416A dan AD847.
Gambar 3. Diagram penguat awal peka muatan
Karena resistor umpan balik Rf paralel dengan Cf maka pulsa tegangan keluaran akan mengalami pengosongan (discharge) perlahan dengan konstanta waktu =Rf.Cf yang disederhanakan sebagai: (1) Gambar 4. Rangkaian penguat awal peka muatan dengan FET dan OPAMP
Persamaan ini menunjukkan bahwa pulsa muatan Qs diubah ke pulsa tegangan dengan besar yang diredam dengan konstanta waktu
Faktor penguat dari penguat awal peka muatan hanya ditentukan dari Cf (kapasitor umpan balik). Rf (resistor umpan balik) sendiri tidak berpengaruh pada faktor penguatan tetapi untuk men-discharge, mengosongkan keluaran loop integrasi ke dasar. Digunakan dua buah OP-AMP AD847 untuk penguat dan untuk penyangga (buffer). Fotodioda diberi catu daya -24 V. Karena ada arus bocor dan sebagainya, tegangan di fotodioda menjadi sekitar -5 V. Saat radiasi masuk, fotodioda konduk dan tegangan menjadi hampir nol. Oleh karena itu pulsa masukan ke gate FET adalah positif (-5 V 0 V).
=Rf.Cf. Penguatan muatan pada penguat awal peka muatan dihitung sebagai A=Vout/Q sehingga: A = Vout/Qs = 1/Cf (Volt/Coulomb)
(2)
Tetapi prakteknya, faktor penguat dari penguat awal peka muatan dengan detektor sebagai suatu kombinasi lebih diperhatikan, sehingga istilah sensitivitas biasa digunakan daripada faktor penguat. Sensitivitas (S) adalah tegangan keluaran (mV) untuk setiap 1 MeV energi partikel yang menumbuk detektor. Amplitudo muatan sinyal yang diperoleh ditentukan oleh energi partikel masukan (sinar Gamma atau sinar X) dan juga oleh material semikonduktor.
520
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
Penguat awal peka muatan dibuat simulasinya pada program ISIS Proteus. Pertama yang harus dilakukan adalah membuat skematik rangkaian pada program ISIS Proteus. Semua komponen yang digunakan pada skema disamakan dengan jenis komponen yang digunakan pada rangkaian asli, jika ada komponen yang tidak tersedia pada library ISIS Proteus digunakanlah komponen lain yang sejenis. Pada rangkaian asli digunakan OPAMP AD847, pada library ISIS Proteus tidak ditemukan AD847 yang memuat karakteristik sebenarnya sehingga pada simulasi ini OPAMP AD847 yang digunakan diganti dengan D826AP yang memiliki karakteristik mirip dengan AD847 (high speed operational amplifier). Fotodioda merupakan komponen yang sudah komplek dan tidak tersedia di library ISIS sehingga masukan sinyal pada FET berasal dari signal generator. Dengan mengubah parameterparameter penting pada skema, baik itu komponen maupun besar/ nilai komponennya akan terlihat keluaran OP-AMP yang berbeda dan terlihat di osiloskop virtual. Sehingga bisa disimulasikan perubahan parameternya untuk mendapatkan keluaran pulsa yang baik. Untuk memudahkan simulasi, rangkaian terlebih dahulu dibagi menjadi dua bagian, rangkaian FET dan rangkaian OP-AMP. Gambar 7 di bawah adalah rangkaian FET.
Gambar 5. Penguat awal peka muatan
Gambar 6. Karakteristik keluaran kurva V-I FET
Karena Id membesar, tegangan beban drain membesar juga sehingga jatuh tegangan di Vd mengecil. Sehingga saat gate positif, maka keluaran drain adalah negatif. Pulsa negatif tersebut lalu masuk ke op-amp non-inverting sehingga keluarannya tetap negatif. Keluaran negatif ini lalu masuk ke gate yang positif tadi melalui rangkaian pembalik (feedback) Rf//Cf. Keseluruhan rangkaian ini menjadi rangkaian integrator. Blok terakhir adalah buffer. Impedansi keluaran buffer kecil sehingga cocok dengan kabel coax yg rendah ohm (50 ohm). Pulsa keluaran yg diinginkan adalah pulsa dengan rise time yang cepat dan ini ditentukan oleh RC time. FET yang digunakan harus memiliki Cgs dan Igs rendah tetapi memiliki Gm yang besar. Cgs rendah bisa dilihat pada datasheet produk. Igs rendah menunjukkan bahwa impedansi masukan FET tinggi sekali. Gm besar berarti perubahan kecil pada Vgs menyebabkan perubahan besar pada Ids.
Gambar 7. Skematik rangkaian FET
Pulsa masukan berasal dari pulser yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai pulsa nuklir pada rangkaian sebenarnya. Pulsa pulser dibuat negatif (-100 mV) dengan rise time 2 ns dan fall time 4 us. FET harus di reverse biased sehingga Vg dibuat lebih kecil dari Vs. Vg pada gambar bernilai +1,6 V yang terukur karena pembagi tegangan R1 (650k) dan R2 (100k). Vd bernilai +6,37 V (12-5,63 = 6,37) karena beban tegangan pada rangkaian drain adalah +5,63 V. Id = Is = 5,12 mA, maka beban di drain : V=I.R=5,12 mA . 1,1k=5,632. Sedangkan Vs = +2,4 V (5,12 mA x 470).
2.2 Pembuatan Skematik Simulasi Penguat Awal Peka Muatan dengan Program ISIS Proteus
521
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
yang berbeda.
(a)
(b)
Gambar 8.Skematik penguat awal peka muatan pada ISIS Proteus (gabungan FET dan OPAMP)
Gambar 10. Tampilan pulsa pada rangkaian ISIS untuk (a) Cf = 3 pF (b) Cf = 2 pF
Setelah simulasi rangkaian FET berjalan dengan baik, maka rangkaian FET tersebut digabungkan dengan rangkaian OP-AMP untuk membentuk rangkaian penguat awal peka muatan secara keseluruhan (Gambar 8). Osiloskop virtual digunakan dengan menggunakan tiga saluran. Saluran A (kuning) untuk keluaran pulser, saluran B (biru) untuk pulsa drain dan saluran C (merah) untuk keluaran OP-AMP.
Sama seperti pada rangkaian sebenarnya, terlihat juga bahwa semakin kecil Cf maka sensitivitas akan semakin besar yang terlihat dari tinggi pulsa yang semakin besar.
(a)
Gambar 9. Osiloskop dengan tiga saluran
(b) Gambar 11. Tampilan pulsa sebenarnya untuk (a) Cf = 3 pF
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perubahan Parameter Virtual ISIS Proteus
pada
pada rangkaian (b) Cf = 1 pF
Simulasi
Beberapa parameter penting pada rangkaian diubah-ubah nilainya untuk dilihat tampilan hasil spektrum terbaik-nya, baik itu pada rangkaian sebenarnya maupun pada rangkaian simulasi. Parameter yang dimaksud tersebut adalah: Kapasitor umpan balik (Cf)
Coil
Coil dipasang di drain, coil berpengaruh pada frekuensi tinggi. Pada simulasi terlihat jika besar coil tidak begitu berpengaruh pada hasil pulsa keluaran.
Kapasitor berpengaruh pada besar sensitifitas detektor karena (mV/MeV). Semakin kecil Cf maka sensitifitas semakin besar. Berikut tampilan pulsa pada rangkaian ISIS untuk nilai Cf
522
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
(a)
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
mempertimbangkan besaran dan komponen elektronika yang disimulasikan. Derau yang kecil berpengaruh pada resolusi energi, sehingga derau diupayakan sekecil mungkin agar tidak mengurangi pembacaan sinyal dari detektor yang mengganggu keakuratan informasi. Penguat yang digunakan pada penelitian ini Ortec Model 485. Besar derau yang tampak pada osiloskop cukup kecil, untuk penguat awal peka muatan, tinggi derau adalah 0,1 Volt. Sumber yang digunakan adalah Co-60 yang memiliki dua puncak, 1173,2 keV dan 1332,5 keV.
(b)
Gambar 12. Tampilan pulsa pada rangkaian ISIS untuk (a) L = 100 mH (b) L = 100 uH
JFET JFET yang digunakan pada penelitian ini adalah JFET saluran N. Digunakan tiga buah JFET saluran N pada simulasi untuk dilihat perbedaan pulsa keluaran.
Gambar 14. Pulsa keluaran penguat dengan penguat awal peka muatan
3.2.2 Chi Squared Test (
(a)
(b)
)
Untuk menguji kestabilan pencacah dilakukan dengan tes .
dari
sistem
(5) Dimana :
Pengujian dilakukan melalui pengukuran radiasi menggunakan keseluruhan sistem dengan sumber Gamma Co-60. Hasil pengukuran menunjukkan kinerja peralatan cukup baik. Pengujian memberikan nilai sebesar 7,86. Mengacu pada IAEA-TECDOC 317, “Quality Control of Nuclear Medicine Instruments” nilai yang baik untuk 10 kali pencacahan adalah pada rentang 3,32 – 16,92.
(c) Gambar 13. Tampilan pulsa pada rangkaian virtual untuk JFET (a) 2N4416 (b) 2N3967 (c) 2N5434
Secara keseluruhan bentuk pulsa sama hanya pada OP-AMP 2N3967 pulsa bergetar dan tidak stabil sedangkan pada 2N5434 bentuk pulsa akhir-nya overshoot. Ini karena besar parameter yang digunakan pada masing-masing JFET tidak persis sama, sehingga pada prakteknya dalam penggunaan dilakukan copot pasang JFET untuk mendapatkan JFET yang sesuai.
3.2
Ci = cacahan ke-i = rata-rata cacahan
3.2.3 Equivalent Noise Charge (ENC) Derau penguat awal peka muatan biasanya ditentukan sebagai full width at half maximum (FWHM). Parameter Vrms (tegangan derau) harus dikali 2,35 untuk mengubahnya ke spesifikasi FWHM.
Pengujian Alat
3.2.1 Tampilan Pulsa Keluaran Penguat
(6)
Alat dibuat pada rangkaian PCB dengan
523
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Nuklir PTNBR – BATAN Bandung, 4 Juli 2013
Dimana : E : pulsa masukan dalam keV Vp : pulsa keluaran penguat (mV) Vrms : tegangan derau (mV) Vrms (mV) 2.3
Vin (keV) 1000
Vout (mV) 3600
Tema: Pemanfaatan Sains dan Teknologi Nuklir serta Peranan MIPA di Bidang Kesehatan, Lingkungan dan Industri untuk Pembangunan Berkelanjutan
hasil yang berbeda, untuk perhitungan dengan Vrms, derau FWHM adalah 1,5 keV sedangkan perhitungan FWHM dengan MCA adalah 5 keV. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan penguat yang digunakan. Simulator ISIS Proteus membantu memprediksikan hasil pada rangkaian sebenarnya, pada kenyataannya di lapangan besar komponen yang digunakan pada rangkaian bisa berbeda karena banyak faktor yang mempengaruhi kestabilan alat seperti kerapihan PCB, peletakan komponen, derau, dan lain sebagainya.
FWHM (keV, Si) 1.50
Pengujian lainnya untuk mengukur derau ialah dengan menggunakan MCA dan spektrum yang terbentuk nanti dilihat besar FWHM-nya.
5. DAFTAR PUSTAKA 1.
2. Gambar 15. FWHM pada spektrum menggunakan MCA untuk penguat awal peka muatan
3.
4.
Pengujian derau dengan kedua metode menunjukkan hasil yang berbeda, untuk perhitungan dengan Vrms, derau FWHM adalah 1,5 keV sedangkan perhitungan FWHM dengan MCA adalah 5 keV. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan penguat yang digunakan. Untuk MCA, penguat berada dalam satu modul MCA yang sama sedangkan saat menghitung FWHM dengan Vrms menggunakan modul penguat terpisah yang dipasang pada BIN. ENC/ FWHM dengan menggunakan MCA pun lebih besar hasilnya karena menggunakan detektor yang masih terpasang dengan penguat awal peka muatan sehingga derau dari pemasangan detektor berpengaruh.
5. 6.
4. KESIMPULAN ISIS Proteus sebagai simulator mampu mensimulasikan kerja alat penguat awal peka muatan dengan baik. Parameter-parameter yang disimulasikan menunjukkan kesamaan perilaku dengan rangkaian sebenarnya, seperti perubahan kapasitor umpan balik, coil, dan JFET. Alat yang dibuat pun dapat berfungsi dengan baik dilihat dari hasil pengujian alat yang mampu membentuk spektrum radiasi Gamma Co-60. Kestabilan sistem pencacah menunjukkan hasil yang baik terlihat dari besar nilai Chi Squared Test ( ) 7,86. Nilai ini masih berada dalam rentang 3,32 – 16,92 yang diharapkan. Pengujian derau FWHM dengan metode perhitungan Vrms dan MCA menunjukkan
524
IAEA, “Distant Learning Module of The Regional Training Course On Radiation Interactions : Nuclear Electronics CD 1 Vers. 2.0. IAEA-TECDOC 317, “Quality Control of Nuclear Medicine Instruments”, Vienna,(1984) 111 – 112. KNOLL, GLENN F. :“Radiation Detection and Measurement”, John Wiley & Sons, Michigan (1988). LIUSMAN, T.R.:“X-ray and Gamma Spectroscopy Development by Using Silicon PIN Photo diode Detector”, Final Report on Research Activity at JAERI, Tokyo (2000). ORTEC : Preamplifier Introduction. Ametek. Technical Information: Characteristics and Use of Charge Amplifier. Hamamatsu (2001).