SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD (Computational Fluid Dynamics)
Oleh: Agus Ghautsun Niam F 151090131
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 1
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis dengan judul “Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics)” adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.
Bogor, Oktober 2011
Agus Ghautsun Niam NRP F 151090131
ABSTRACT AGUS GHAUTSUN NIAM Simulation of Temperature Distribution and Airflow Pattern on a Modified Standard Peak Greenhouse Equipped with Mechanical Ventilation Using CFD (Computational Fluid Dynamics). Supervised by KUDANG BORO SEMINAR and HERRY SUHARDIYANTO. The application of Computational Fluid Dynamics (CFD) in the agricultural engineering is commonly employed to solve environmental problems of greenhouses and agricultural production facilities. In this research, CFD was used to simulate temperature distribution and airflow pattern on a modified standard peak greenhouse. Climate data and the greenhouse properties (wind speed, solar radiation, relative humidity, environmental temperature, insect screen porosity, radiative surface of roof, etc.) were defined as inputs for the simulation. The effect of insect screens and exhaust fan application to airflow pattern and temperature distribution inside the greenhouse were also investigated and quantified. Results of this research showed that insect screens significantly reduced airflow and increased thermal gradients inside the greenhouse, but exhaust fan performance had less effects on airflow pattern and temperature distribution. Maximum air velocity inside the greenhouse observed near the openings sidewall ventilation and in the middle of greenhouse wind directions were different or the wind spinned (butterfly-like pattern) within the greenhouse. Natural ventilations performed more effectively than mechanical ventilations by using exhaust fans. The CFD model succeded to simulate temperature distribution and airflow pattern of the greenhouse. The realibility test on temperature distribution showed that maximum error of 9.87 % which is smaller than 10 %, and the uniformity coefficient of 98.2 %. Keywords: computational fluid dynamics, temperature, airflow, modified standard peak greenhouse, insect screen, exhaust fan, ventilation.
2
RINGKASAN AGUS GHAUTSUN NIAM Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR dan HERRY SUHARDIYANTO. Masalah umum dalam penerapan rumah tanaman di daerah iklim tropis basah seperti Indonesia adalah pengendalian suhu berlebih yang dapat mengakibatkan tanaman stress. Mengingat rumah tanaman dapat menimbulkan efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat terperangkapnya gelombang panjang yang berasal dari matahari, sehingga suhu di dalamnya akan cenderung lebih tinggi dari lingkungan luar. Selain itu, kelembaban udara di daerah tropis basah cenderung tinggi, sehingga tanaman sangat rentan dihinggapi cendawan. Oleh karena itu, faktor suhu dan kelembaban udara merupakan parameter kritis/penting dalam pengendalian lingkungan fisik bagi tanaman. Penerapan blower atau exhaust fan tidak berisiko terhadap meningkatnya kelembaban udara, bahkan dengan adanya pemicu pergerakan udara dari fan maka nilai kelembaban udara akan cenderung menurun. Disisi lain, penerapatan sistem tersebut tentunya membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena itu, analisis penerapan sistem pengatur pola aliran udara rumah tanaman yang akan digunakan menjadi hal penting, agar penggunaannya sesuai dengan kondisi yang diharapkan oleh tanaman yang dibudidayakan serta efektif dalam hal biaya. Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa distribusi suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak sebagai parameter kritis bagi tanaman akibat adanya efek rumah kaca pada rumah tanaman di daerah tropis. Selain itu, dapat menganalisa pola aliran udara pada rumah tanaman sehingga suplai udara bagi tanaman yang dibudidayakan tercukupi dan efektifitas fungsi ventilasi alamiah serta penerapan exhaust fan dapat dikaji secara komprehensif dengan adanya deskripsi kontur atau pun model aliran udara. Simulasi dilakukan menggunakan simulasi aliran (flow simulation) yang terdapat pada software SolidWorks Office 2011 dengan dua kondisi parameter input hasil pengukuran, yaitu pada tanggal 16 Juli dan tanggal 23 Agustus 2010. Masingmasing kondisi merupakan kondisi dimana tingkat radiasi matahari tertinggi, yaitu pada kondisi 1(I = 1056 Wm-2) dan pada kondisi 2 (I = 914 Wm-2). Arah dan nilai kecepatan udara juga berbeda, yaitu pada kondisi 1 arah angin dari utara menuju selatan dengan input kecepatan angin pada dua layer elevasi berbeda; 2 m = 0.9 ms-1, dan 10 m = 1.3 ms-1, sedangkan pada kondisi 2 angin bertiup dari arah selatan menuju utara dengan kecepatan angin; 2 m = 0.64 ms-1 dan pada 10 m = 1.2 ms-1. Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan CFD, sebaran suhu di dalam rumah tanaman cenderung seragam namun dipastikan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di luar bangunan rumah tanaman. Kisaran sebaran suhu pada model tanpa aktifitas tanaman secara umum antara 31.3 °C sampai 32.0 °C, dan hasil uji reabilitas didapatkan error maksimum 8.06 % dengan nilai koefisien keseragaman sebesar 98.2 %. Sedangkan sebaran suhu pada model rumah tanaman dengan aktifitas tanaman diperoleh 31.9 °C sampai 32.4 °C, error maksimum sebesar 9.87 % dan nilai keseragaman yang diperoleh sebesar 99 %. Oleh karena itu, hasil simulasi kedua model CFD dengan kondisi tersebut dapat dikatakan baik.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seijin IPB.
SIMULASI DISTRIBUSI SUHU DAN POLA PERGERAKAN UDARA PADA RUMAH TANAMAN TIPE STANDARD PEAK BERVENTILASI MEKANIS MENGGUNAKAN CFD (Computational Fluid Dynamics)
AGUS GHAUTSUN NIAM
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Dosen Penguji Luar Komisi: Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc
HALAMAN PENGESAHAN Nama NRP Program Studi Judul Penelitian
: : : :
Agus Ghautsun Niam F 151090131 Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Kudang B. Seminar, M.Sc Ketua
Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc Anggota
Diketahui, Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr. SC
Tanggal Ujian: 13 Oktober 2011
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillah, syukur dan pujian penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Menggenggam segala ke-Agungan. Dengan Rahmat, Hidayah serta Kasih Sayang-Nya tesis ini dapat tersusun. Harapan besar penulis semoga tesis yang berjudul Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Pergerakan Udara pada Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Berventilasi Mekanis Menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics) ini dapat bermanfaat dalam menambah hasanah keilmuan bagi penulis maupun para akademisi lainnya. Dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc selaku Guru tercinta dan ketua komisi pembimbing yang tak henti-hentinya membimbing dan mengarahkan penulis. Kedalaman rasa syukur juga penulis sampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing atas motivasi, dukungan, saran serta nasihat yang diberikan kepada penulis. Kepada Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara, Pak Dodi beserta segenap karyawan CCIT, yang telah memberikan saran, ilmu dan mengenalkan penulis tentang CFD juga silaturahim yang hangat. Cinta dan rasa syukur yang sedalam-dalamnya penulis sampaikan teruntuk Ummi, Teteh dan segenap keluarga penulis, terima kasih atas doa dan dukungannya yang tiada henti kepada penulis. Juga kecintaan yang dalam disajikan untuk para guru penulis (KH. Musyaffa, Abah Abdul Kadir, Abah Ajum, Pak Bowo dan Pak Tri) atas motivasi dan nasihat yang diberikan kepada penulis dengan sajian kehangatan bersilaturahim serta berguru. Tak lupa juga kepada cyberman crew Priyo, Tanto, Tahir Sapsal, terima kasih atas s e g a l a bantuannya. Kepada teman-teman seperjuangan TMP 2009, terima kasih atas bantuannya serta tempat berbagi dan saling mengingatkan. Penulis sadar betul kesempurnaan tesis ini masih jauh. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diperlukan demi menunjang perbaikan tesis ini. Bogor, Oktober 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Agus Ghautsun Niam dilahirkan di Kuningan pada tanggal 11 Juni 1985, sebagai putra ke delapan dari sembilan bersaudara pasangan dari Bapak Hasbullah (alm) dan Ibu Juhro. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat pada tahun 2004. Selama menjalani pendidikan di SMA, penulis dibiayai, dibina dan diasramakan di Asrama Bina Siswa SMA Plus Propinsi Jawa Barat bersama putra-putra daerah se-Jawa Barat sebagai siswa delegasi dari Kabupaten Kuningan. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Sarjana (S1) pada program studi Teknik Pertanian IPB melalui jalur USMI. Dari tahun ketiga selama menempuh pendidikan Sarjana, penulis aktif sebagai asisten dosen mata kuliah Matematika Teknik di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem IPB. Bulan Februari 2009 penulis lulus dari program sarjana (S1) Teknik Pertanian IPB, kemudian pada bulan Agustus di tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains pada program studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pascasarjana IPB, dengan sponsor sendiri.
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiv I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1 1.1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah ....................................................................................... 3
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
1.4
Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 4
II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 5 2.1
Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah ...................................................... 5
2.2
Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak ......................................... 5
2.3
Faktor Lingkungan Fisik Tanaman ................................................................ 6
2.4
Konsep Pindah Panas pada Rumah Tanaman ................................................ 7
2.5
Sistem Ventilasi pada Rumah Tanaman ........................................................ 8 2.5.1 Ventilasi Alamiah ................................................................................. 9 2.5.2 Ventilasi Mekanis ............................................................................... 10
2.6
Karakteristik Kasa pada Rumah Tanaman (Screenhouse) ........................... 11
2.7
Karakteristik Fan ......................................................................................... 13
2.8
Sistem Pendinginan Evaporasi (Evaporative Cooling) ................................ 14 2.8.1 Fan-pad System .................................................................................. 15 2.8.2 Sistem Pengabutan .............................................................................. 15 2.8.3 Roof Evaporative Cooling .................................................................. 16
2.9
Pemodelan pada Rumah Tanaman ............................................................... 16
2.10 Metode Komputasi Dinamika Fluida ........................................................... 18 2.11 Prinsip Diskritisasi ....................................................................................... 19 2.11.1 Finite Element Method (FEM) .......................................................... 19 2.11.2 Finite Volume Method (FVM) .......................................................... 20 2.12 Perbandingan Teknik Diskritisasi FVM dan FEM....................................... 21 III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 23 3.1
Waktu, Tempat, Bahan, dan Alat ................................................................. 23
3.2
Rona Lingkungan Rumah Tanaman............................................................. 24
xi
3.3
Prosedur Kerja ............................................................................................. 25
3.4
Skema Pengukuran ...................................................................................... 30
3.5
Data Input .................................................................................................... 31
3.6
Model Geometri Rumah Tanaman .............................................................. 32
3.7
Pendekatan Numerik .................................................................................... 33 3.7.1 Model Aliran pada Kasa dan Tanaman .............................................. 34 3.7.2 Pendekatan Poros Media pada Tanaman ............................................ 35
3.8
Validasi Model............................................................................................. 37
3.9
Batasan dan Asumsi ..................................................................................... 38
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 39 4.1
Iklim pada Rumah Tanaman ........................................................................ 39
4.2
Simulasi Rumah Tanaman dengan CFD...................................................... 45 4.2.1 Grid Hasil Diskritisasi ........................................................................ 45 4.2.2 Uji Kehilangan Tekanan pada Material Poros ................................... 48
4.3
Distribusi Suhu ............................................................................................ 51 4.3.1 Distribusi Suhu pada Rumah Tanaman Tanpa Tanaman ................... 51 4.3.2 Distribusi Suhu pada Rumah Tanaman dengan Tanaman .................. 55
4.4
Pola Aliran Udara ........................................................................................ 61 4.4.1 Pola Aliran Udara pada Rumah Tanaman Tanpa Tanaman ............... 61 4.4.2 Pola Aliran Udara pada Rumah Tanaman dengan Tanaman. ............. 66
4.5
Validasi Model Sebaran Suhu pada Rumah Tanaman. ............................... 71
V
SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 75
5.1
Simpulan ...................................................................................................... 75
5.2
Saran ............................................................................................................ 75
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 77
xi
DAFTAR TABEL Tabel 1 Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman ........................... 7 Tabel 2 Data input kondisi awal dan kondisi batas ........................................... 31 Tabel 3 Karakteristik udara lingkungan ............................................................ 32 Tabel 4 Batasan domain (region) untuk model simulasi rumah tanaman. ........ 47 Tabel 5 Batasan domain (region) untuk model simulasi material kasa ............ 48 Tabel 4 Nilai error dari model hasil simulasi. .................................................. 72
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Rumah tanaman tipe standard peak tampak depan. .......................... 6 Gambar 2.
Konsep perpindahan panas pada rumah tanaman tipe standard peak (Suhardiyanto et al., 2007). ................................................... 7
Gambar 3.
Perubahan performa kipas akibat interaksi komponen sistem pada kipas (Anonimous, 1989). ................................................... 14
Gambar 4.
Diagram klasifikasi model simulasi pada rumah tanaman (diadopsi dari Krauss et al., 1997dalam Boulard et al., 2002). ... 17
Gambar 5.
Ilustrasi diskritisasi dengan menggunakan: (a) metode elemen hingga, (b) metode volume hingga (Molina-Aiz et al., 2010). .... 20
Gambar 6.
Arah angin dan titik lokasi rumah tanaman tampak atas. ............ 24
Gambar 7.
Proses kerja utama simulasi CFD. ............................................... 26
Gambar 8.
Diagram alir simulasi CFD. ......................................................... 28
Gambar 9.
Tahapan kerja penelitian. ............................................................. 29
Gambar 10. Skema titik pengukuran suhu pada tiap bedeng NFT dan tampak samping di dalam rumah tanaman. ................................. 30 Gambar 11. Geometri rumah tanaman............................................................. 32 Gambar 12. Struktur porositas pada tanaman. ................................................. 35 Gambar 13. Pola sebaran radiasi matahari yang mempengaruhi suhu lingkungan rumah tanaman; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus.............. 40 Gambar 14. Dinamika perbedaan suhu inside dan outside rumah tanaman. .... 42 Gambar 15. Fluktuasi kecepatan angin dan perubahan kelembaban udara pada; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus. ................................................. 44 Gambar 16. Keragaman sebaran grid pada geometri rumah tanaman; (a) tampak depan, (b) tampak atas, dan (c) tampak samping. ..... 46 Gambar 17. Keragaman sebaran grid pada geometri kasa di dalam wind tunnel digital tampak trimetric. ................................................... 48 Gambar 18. (a) bentuk geometri kasa yang akan diuji pada wind tunnel CFD, (b) vortex atau pusaran-pusaran lokal pada aliran udara setelah melewati bahan kasa. ....................................................... 49 Gambar 19. Kontur fenomena kehilangan tekanan pada aliran udara. ............. 50 Gambar 20. Korelasi antara kehilangan tekanan dengan debit udara. ............. 50 Gambar 21 Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman. ....................... 52 Gambar 22 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 3 m, (b) 6 m, dan (c) 9 m dari pintu depan; tanpa tanaman. ... 54 Gambar 23. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping; pada bidang tengah; tanpa tanaman. ............................................ 55
xv
Gambar 24. Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; terdapat tanaman. .............. 57 Gambar 25 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 3 m, (b) 6 m, (c) 9 m, dan (d) 11.5 m, dari pintu depan; dengan tanaman. .......................................................................... 59 Gambar 26. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; dengan pertumbuhan tanaman. .................................................... 60 Gambar 27. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; tanpa tanaman...................................................... 63 Gambar 28. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman. ....................................................................................... 64 Gambar 29. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari pintu depan; tanpa tanaman. ........................................................ 66 Gambar 30. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; dengan tanaman. .................................................. 67 Gambar 31. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; dengan tanaman. .......................................................................... 69 Gambar 32. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari pintu depan; dengan tanaman. ..................................................... 71
1
I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Penggunaan rumah tanaman merupakan salah satu metode budidaya
tanaman dalam lingkungan terkendali, dimana lingkungan pertumbuhan tanaman memungkinkan untuk direkayasa agar mendekati kondisi optimum bagi tanaman yang dibudidayakan (Suhardiyanto 2009). Penerapan rumah tanaman di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap produk pertanian yang aman dikonsumsi serta berkualitas sehat, juga siap sedia. Oleh karena itu, upaya pengontrolan tanaman dalam sistem budidaya rumah tanaman merupakan faktor penting untuk peningkatan produktifitas pertanian. Faktor lingkungan yang mempengaruhi suatu tanaman secara fisik digolongkan ke dalam dua bagian (Tamrin et al. 2005), yaitu faktor lingkungan udara sekitar tanaman (bagian atas tanaman) dan faktor lingkungan pada media tumbuh (bagian bawah tanaman). Faktor lingkungan udara sekitar meliputi suhu, kelembaban, cahaya, dan CO2, sedangkan faktor lingkungan di media tumbuh meliputi keasaman (pH), suhu lingkungan perakaran, konduktivitas listrik, kadar air, nutrisi, dan evaporasi. Salah satu metode yang umum digunakan untuk meminimalkan pengaruh lingkungan (iklim makro) adalah dengan menggunakan teknologi rumah tanaman. Faktor lingkungan fisik bagi tanaman (iklim mikro) memungkinkan untuk direkayasa guna mendapatkan kondisi pertumbuhan yang lebih baik. Perkembangan rumah tanaman daerah tropika melahirkan beberapa tipe rumah tanaman yang digunakan. Terdapat berbagai tipe rumah tanaman yang digunakan untuk daerah tropika. Kamaruddin (1999) dan Harmanto (2006) mengusulkan tipe adapted greenhouse dengan bukaan ventilasi pada atap semi silindris atau quonset. Sementara itu, Richardson (2007) dalam Romdhonah (2011) menyatakan bahwa tipe rumah tanaman yang terbaik untuk daerah tropika adalah sawtooth design atau rumah tanaman gigi gergaji, tetapi biaya pembangunannya mahal. Hal lain dilakukan oleh Suhardiyanto (2009), mengembangkan tipe standard peak dengan bukaan ventilasi pada bubungan atap segitiga (gable). Desain tipe ini telah mempertimbangkan optimalisasi fungsi dari
2
ventilasi alami rumah tanaman yang dipengaruhi oleh faktor efek bouyancy dan kecepatan angin. Masalah umum dalam penerapan rumah tanaman di daerah iklim tropis basah seperti Indonesia adalah pengendalian suhu berlebih yang dapat mengakibatkan tanaman stress. Mengingat rumah tanaman dapat menimbulkan efek rumah kaca (greenhouse effect) akibat terperangkapnya gelombang panjang yang berasal dari matahari, sehingga suhu di dalamnya akan cenderung lebih tinggi dari lingkungan luar. Selain itu, kelembaban udara di daerah tropis basah cenderung tinggi, sehingga tanaman sangat rentan dihinggapi cendawan. Oleh karena itu, faktor suhu dan kelembaban udara merupakan parameter kritis/penting dalam pengendalian lingkungan fisik bagi tanaman. Salah satu solusi untuk menanggulangi masalah di atas adalah dengan menggunakan blower atau exhaust fan. Penerapan sistem blower diharapkan mampu mengeluarkan udara panas dari dalam rumah tanaman dan udara lingkungan luar yang suhunya lebih rendah segera dapat mensuplai udara ke dalam rumah tanaman, sehingga proses pindah panas pada media udara terjadi lebih singkat. Hal ini tentu dapat dilihat dari pergerakan udara yang direpresentasikan oleh distribusi kecepatan udara di dalam rumah tanaman. selain itu, penerapan blower atau exhaust fan tidak berisiko terhadap meningkatnya kelembaban udara, bahkan dengan adanya pemicu pergerakan udara dari fan maka nilai kelembaban udara akan cenderung menurun. Disisi lain, penerapatan sistem tersebut tentunya membutuhkan biaya operasional yang cukup tinggi. Oleh karena itu, analisis penerapan sistem pendingin udara dan pengatur pola aliran udara rumah tanaman yang akan digunakan menjadi hal penting, agar penggunaannya sesuai dengan kondisi yang diharapkan oleh tanaman yang dibudidayakan serta efektif dalam hal biaya. Sarana untuk menganalisa sebaran suhu serta pola aliran udara yang cukup akurat adalah dengan pendekatan model komputasi dinamika fluida atau CFD (Computational Fluid Dynamics). Menurut Sun (2007), penggunaan CFD dapat memudahkan pemahaman fenomena fisik sistem aliran secara detil dan dapat digunakan untuk memprediksi perubahan dan sebaran konsentrasi, suhu dan aliran. Maksum (2009) telah melakukan simulasi sebaran suhu di dalam rumah
3
tanaman tipe standard peak menggunakan CFD, dan diperoleh potongan kontur dan vektor yang dapat memvisualisasikan sebaran suhu dan pola aliran udara secara jelas. Hal yang sama dilakukan oleh Romdhonah (2011), dengan mensimulasikan parameter suhu dan kelembaban udara di rumah tanaman tipe standard peak untuk pengembangan desain rumah tanaman di daerah tropika basah. Namun, kedua penelitian tersebut tidak mengkombinasikan faktor kinerja dari ventilasi alami dan ventilasi mekanis yang dapat mempengaruhi iklim mikro di dalam rumah tanaman. Selain itu, karakteristik poros media pada kasa tidak dilakukan pengkajian mengenai korelasi debit udara terhadap kehilangan tekanan yang merupakan parameter penting dan sangat berpengaruh terhadap pola aliran udara dan sebaran suhu di dalam rumah tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini berupaya untuk mengkombinasikan faktor ventilasi alami dan ventilasi mekanis serta kinerja dinding kasa yang dapat mempengaruhi parameter sebaran suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman, sehingga interaksi udara dengan struktur rumah tanaman pada iklim mikro dapat dipahami secara mendalam. 1.2
Perumusan Masalah Pengendalian faktor fisik lingkungan seperti suhu udara, pola aliran udara,
dan kelembaban pada zona pertumbuhan tanaman (top zone) di dalam rumah tanaman sangat penting dilakukan, mengingat konsumsi radiasi matahari bagi rumah tanaman di daerah yang beriklim tropis basah seperti Indonesia sangat mendominasi, sehingga greenhouse effect yang dirasakan oleh tanaman sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan tanaman yang dibudidayakan menjadi tertekan (stress). Oleh karena itu, penerapan teknologi evaporative cooling pada rumah tanaman merupakan kebutuhan bagi tanaman yang potensi untuk diterapkan. Salah satu penerapannya adalah dengan menggunakan exhaust fan sebagai pemerata distribusi suhu dan kelembaban udara di dalam rumah tanaman yang berbasis pada iklim makro. Namun, di sisi lain ada dampak biaya yang harus dikeluarkan ketika penerapan tersebut akan dilakukan. Efisiensi penerapan teknologi tersebut dapat dianalisa dengan pendekatan model sebaran parameter suhu dan pola aliran udara yang terjadi. Sarana yang dapat digunakan untuk melakukan pemodelan atau simulasi tersebut adalah dengan pendekatan model simulasi CFD.
4
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk pengembangan model
perancangan rumah tanaman di daerah beriklim tropis. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis distribusi suhu di dalam rumah tanaman tipe standard peak sebagai parameter kritis bagi tanaman akibat adanya efek rumah kaca pada rumah tanaman di daerah tropis. 2. Menganalisis pola aliran udara pada rumah tanaman sehingga suplai udara bagi tanaman yang dibudidayakan tercukupi. 3. Mengkaji efektifitas fungsi ventilasi alamiah serta penerapan exhaust fan dengan adanya gambaran kontur, animasi atau pun model aliran udara. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perancangan dan pengembangan rumah tanaman di Indonesia yang beriklim tropis basah. Selain itu, sebagai pertimbangan dalam pengendalian dan rekayasa iklim mikro rumah tanaman yang dipengaruhi oleh iklim makro. 1.4
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada persepsi rumah tanaman di
daerah iklim tropis basah dengan asumsi tidak ada pengaruh radiasi permukaan atau pun pola aliran udara akibat adanya pohon dan bangunan lain di sekitar rumah tanaman. Sehingga geometri yang disimulasikan berasumsi geometri tunggal tanpa adanya geometri lain yang dapat mempengaruhi parameter fisik lingkungan rumah tanaman.
5
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Kriteria Rumah Tanaman Tropika Basah Konsep rumah tanaman dengan umbrella effect diusulkan Rault (1988)
untuk daerah tropika basah seperti Indonesia. Oleh karena itu, rumah tanaman pada daerah tropis basah lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto 2009). Menurut von Zabeltitz (1999) rumah tanaman di daerah tropika basah dapat memiliki luas bukaan ventilasi dinding sebesar mungkin, tetapi bukaan pada bubungan rumah tanaman perlu dibatasi. Rault (1988) menyatakan rumah tanaman di daerah tropika perlu memperhatikan kriteria berikut: (1) Bukaan rumah tanaman harus merupakan kombinasi yang baik antara bukaan untuk ventilasi dan proteksi terhadap air hujan; (2) Kerangka konstruksi harus cukup kuat sebagai antisipasi terhadap kemungkinan angin kencang; (3) Biaya pembangunan harus cukup murah dan tata letaknya mempertimbangkan kemungkinan perluasan area rumah tanaman. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam perancangan rumah tanaman adalah kemiringan atap (Suhardiyanto 2009) dan tinggi dinding (Bot 1983). Hal ini merupakan faktor penting yang menentukan kondisi termal di dalam rumah tanaman. Rekomendasi lain dinyatakan oleh Kumar et al.(2009), bahwa luasan ventilasi alami yang optimum pada rumah tanaman di daerah tropis yang berkasa 20-40 mesh adalah sebesar 15-30% dari luasan dinding kasanya. 2.2
Modifikasi Rumah Tanaman Tipe Standard Peak Rumah tanaman bentuk modified standard peak merupakan modifikasi dari
span roof, dimana bentuk gable tidak lagi segitiga, melainkan dimodifikasi menjadi atap bersusun dua bagian dengan bukaan ventilasi diantara dua bubungan atap tersebut dan tertutupi screen (Suhardiyanto 2009). Bentuk atap dengan bukaan ventilasi seperti ini memungkinkan terjadinya ventilasi alamiah walaupun tidak ada angin yang bertiup. Aliran udara yang keluar melalui bukaan ventilasi dibagian bubungan terjadi akibat adanya perbedaan kerapatan udara. Agar
6
perbedaan kerapatan udara tersebut lebih besar maka rumah tanaman dibuat lebih tinggi dari rata-rata tinggi rumah tanaman tipe standard peak. Hal ini berarti bahwa tipe standard peak sangat cocok dengan tanaman yang tinggi seperti tomat, paprika, dan melon. Bentuk rumah tanaman tipe standard peak dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Rumah tanaman tipe standard peak tampak depan. 2.3
Faktor Lingkungan Fisik Tanaman Faktor lingkungan fisik tanaman antara lain adalah cahaya, suhu udara,
kelembaban relatif (RH) udara, kadar CO2 dalam udara, kecepatan angin, polutan dan lingkungan akar. Cahaya yang paling penting bagi tanaman merupakan cahaya tampak yang mempunyai panjang gelombang 390 – 700 nm. Aspek penting dari cahaya adalah intensitas, durasi, dan distribusi spektral cahaya. Suhu udara di sekitar tanaman dipengaruhi oleh radiasi matahari, pindah panas konveksi, laju evaporasi, intensitas cahaya, kecepatan dan arah angin serta suhu lingkungan secara umum. Perubahan suhu udara akan berpengaruh pada proses fisiologi dalam tanaman. Secara praktik, bagi tanaman dalam greenhouse disarankan perbedaan suhu antara siang dan malam berkisar antara 5 – 10 °C. Aspek penting dalam pergerakan udara dalam budidaya tanaman adalah kecepatannya, bukan arahnya. Angin berpengaruh pada laju transpirasi, laju evaporasi, serta ketersediaan CO2 dalam udara. Menurut ASAE (American Society of Agricultural Engineering) kecepatan udara melewati tanaman sebaiknya tidak
7
lebih dari 1,0 ms-1 (Yuwono et al. 2008). Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Kecepatan udara dan pengaruhnya terhadap tanaman Kecepatan Udara [ms-1 ] 0.1 – 0.25 0.5 1.0 Lebih dari 4.5
Pengaruh Memudahkan pengambilan CO2 Pengambilan CO2 oleh tanaman menurun Menghalangi pengambilan CO2 atau pertumbuhan tanaman Kerusakan fisik tanaman
Sumber: (Yuwono et al., 2008) 2.4
Konsep Pindah Panas pada Rumah Tanaman Pemahaman mengenai interaksi stuktur rumah tanaman dengan kondisi
cuaca di lingkungan luar rumah tanaman akan menginisiasi untuk melakukan pengendalian terhadap parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Suhardiyanto et al. (2007) telah melakukan analisis perpindahan panas yang terjadi pada keempat elemen dalam sistem pindah panas untuk rumah tanaman tipe standard peak dengan persamaan kesetimbangan panas pada setiap elemen per satuan luas (Gambar 2).
Gambar 2
Konsep perpindahan panas pada rumah tanaman tipe standard peak (Suhardiyanto et al., 2007).
Sumber panas pada rumah tanaman di daerah tropis didominasi oleh konsumsi radiasi. Sifat radiatif material penutup rumah tanaman menyebabkan pengurangan radiasi gelombang pendek yang masuk. Interaksi material struktur rumah tanaman dengan sifat radiatifnya merubah radiasi gelombang pendek
8
tersebut
menjadi
gelombang
panjang,
sehingga
kesetimbangan energi di dalam rumah tanaman
berpengaruh
terhadap
yang berakibat pada
meningkatnya suhu udara. Selain itu, fluida di sekitar penutup rumah tanaman yang bersifat radiatif akan menyerap panas akibat dari pantulan radiasi termal. Kemudian bergerak ke tempat lain dan bercampur dengan bagian fluida yang lebih dingin serta memberikan panasnya. Hal ini disebut sebagai fenomena konveksi (Cengel dan Boles, 2003). Kemudian Cengel (2003) mengemukakan bahwa perpindahan panas konveksi berdasarkan cara menggerakkan alirannya diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu, konveksi bebas (alami) dan konveksi paksa. Konveksi bebas terjadi karena adanya perbedaan massa jenis yang disebabkan oleh perbedaan suhu, sedangkan konveksi paksa terjadi karena adanya gerak dari luar misalnya dari pompa atau kipas. Laju ventilasi alamiah dipengaruhi oleh karakteristik kasa (screenhouse) yang digunakan. Penggunaan screenhouse lebih ditujukan untuk menekan serangan hama serangga pada tanaman, sehingga sering disebut sebagai insectscreen. Namun hal ini berisiko pada penurunan laju ventilasi sehingga pertukaran udara menjadi berkurang dan dinamika udara yang ada di dalam rumah tanaman menjadi stagnan. Oleh karena itu, suhu udara di dalam akan meningkat. Proses konduksi terjadi akibat adanya gradien suhu pada suatu medium sehingga menimbulkan perpindahan energi atau panas dari suhu tinggi ke suhu rendah (Holman, 1997). Menurut Kreith (1994) konduksi merupakan proses perpindahan panas dari daerah dengan suhu tinggi ke suhu rendah di dalam suatu medium atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung dan memiliki gradien suhu. 2.5
Sistem Ventilasi pada Rumah Tanaman Sistem ventilasi dapat dikelompokkan berdasarkan tenaga penggerak udara
yang bekerja, yaitu dibedakan menjadi ventilasi alami dan sistem ventilasi mekanis (Norton et al., 2007). Sistem ventilasi berfungsi sebagai sarana pengendali atau kontrol parameter fisik tanaman yang ada di dalam rumah tanaman, sehingga tanaman yang dibudidayakan dapat dikondisikan dan direkayasa pada lingkungan yang optimum. Ventilasi mekanis bekerja dengan
9
tenaga elektrik berupa kipas (fan) atau blower untuk menggerakkan aliran udara melewati bangunan rumah tanaman. Sedangkan ventilasi alamiah hanya bekerja berdasarkan pergerakan mekanis fluida yang diakibatkan oleh adanya perbedaan suhu dan perbedaan tekanan. Konstruksi yang sederhana, biaya awal yang murah dan biaya energi yang rendah merupakan alasan utama penerapan ventilasi alami, terutama di daerah tropis seperti Indonesia. 2.5.1 Ventilasi Alamiah Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan dengan udara di luarnya tanpa menggunakan kipas atau peralatan mekanik lainnya (Suhardiyanto, 2009), juga sering disebut sebagai pengendalian atau kontrol pasif, dengan kata lain tanpa adanya perlakuan mekanis. Menurut Norton et al. (2007), ventilasi alamiah terjadi akibat adanya dua faktor pemicu mekanisme pergerakan fluida. Faktor pemicu pertama disebabkan oleh panas apung (thermal buoyancy) yang sering disebut sebagai efek cerobong asap (stack effect), dimana perbedaan suhu yang terjadi pada fluida di dalam rumah tanaman berasal dari proses konveksi panas, fluks radiasi matahari dan metabolisme organisme yang ada di dalam rumah tanaman. Udara yang terpanaskan akan menurunkan massa jenisnya sehingga massa udara semakin ringan dan dengan pengaruh gravitasi dapat menyebabkan parsel udara yang semakin ringan cenderung bergerak ke atas atau mengapung. Faktor pemicu kedua, adanya angin yang menyebabkan perbedaan tekanan pada bagian dinding dan penutup bangunan rumah tanaman karena adanya tekanan yang hilang (pressure drop) sehingga memaksa udara yang ada di dalam rumah tanaman bergerak melalui celah bukaan ventilasi. Faktor termal berperan dominan pada saat kecepatan udara rendah, sehingga terjadi pergerakan udara akibat perbedaan suhu dan kerapatan udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Selanjutnya Kamaruddin (1999) menyatakan bahwa batas kecepatan angin dimana faktor termal masih dapat berperan dominan adalah sebesar 1 ms-1, sedangkan menurut Papadakis et al. (1996) sebesar 1.67 ms-1. Disamping itu, Papadakis et al. (1996) menyatakan bahwa pada saat kecepatan angin lebih dari 1.8 ms-1 efek termal
10
terhadap laju ventilasi dapat diabaikan. Jika kecepatan angin di luar rumah tanaman cukup tinggi dan perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman kecil maka faktor angin dominan dan pengaruh faktor termal dapat diabaikan. Dalam hal desain ventilasi alamiah, Connellan, (2000);Kumar et al., (2009) mengemukakan bahwa luas bukaan ventilasi minimalnya 20% dari luas lantai rumah tanaman sehingga suhu di dalam rumah tanaman dapat mendekati suhu ambien di luar rumah tanaman. Hal serupa dilaporkan oleh Kamaruddin et al., (2000) bahwa luas bukaan ventilasi lebih dari 40% dari luas lantai rumah tanaman dapat memberikan laju ventilasi alamiah yang cukup baik dan dapat menghindari peningkatan suhu yang ekstrim di dalam rumah tanaman beriklim tropis. Sementara itu, Campen (2004) telah mendesain rumah tanaman berbasis CFD untuk kondisi iklim di Indonesia dan melakukan simulasi penentuan luas bukaan ventilasi. Hasil simulasi dilaporkan bahwa luas bukaan ventilasi sebesar 40.4% dari luas permukaan konstruksi rumah tanaman cukup optimum untuk pertumbuhan tanaman di Indonesia. Selanjutnya, Hermanto et al., (2006) telah melakukan optimasi luasan ventilasi alamiah yang dirancang pada bubungan rumah tanaman untuk produksi tomat di daerah iklim tropis basah. Hasil optimasi melaporkan bahwa luas ventilasi 60% dari luas lantai rumah tanaman dapat memberikan kondisi lingkungan yang baik sepanjang tahun. 2.5.2 Ventilasi Mekanis Ventilasi mekanis pada rumah tanaman di daerah iklim tropis basah umumnya menggunakan fan atau blower. Hal ini mengingat bahwa kedua alat tersebut hanya memicu pergerakan udara untuk melewati bangunan rumah tanaman yang bersifat terselubung (envelope), dimana udara dapat terperangkap didalamnya. Terperangkapnya udara di dalam rumah tanaman dapat menimbulkan panas yang berlebih di dalam bangunan rumah tanaman dibandingkan dengan udara di luar. Hal ini dipengaruhi oleh radiasi matahari dan gelombang panjang yang terperangkap di dalam rumah tanaman yang lebih dikenal dengan greenhouse effect. Dengan demikian,
11
kondisi lingkungan (iklim mikro) di dalam rumah tanaman menjadi ektrim bagi tanaman. Fungsi utama dari fan dan blower yang berupa exhaust fan adalah menggerakkan udara yang terperangkap di dalam rumah tanaman keluar sehingga terjadi perbedaan tekanan antara udara di dalam dengan udara di luar. Adanya perbedaan tekanan dapat memicu pergerakan udara dari tekanan tinggi ke rendah, sehingga udara terdistribusi dengan sendirinya dan ruang rumah tanaman mendapat suplai udara dari luar. Berdasarkan hasil penelitian Norton et al.(2007) dilaporkan bahwa pengontrolan udara dengan menggunakan ventilasi mekanis dapat mengendalikan udara lebih presisi dibandingkan dengan ventilasi alamiah. Selain itu, pengendalian tidak tergantung pada kondisi iklim lingkungan (iklim makro), sehingga pengendalian dapat dilakukan kapan saja sesuai dengan rancangan strategi pengontrolan iklim mikro. 2.6
Karakteristik Kasa pada Rumah Tanaman (Screenhouse) Penggunaan screen sebagai penutup pada bukaan ventilasi membantu
menekan jumlah serangan hama pengganggu ke dalam rumah tanaman, akan tetapi penggunaannya akan menurunkan laju ventilasi dan menaikkan suhu udara dalam rumah tanaman. Aliran udara yang melewati screen ditentukan oleh jumlah dan bentuk strukturnya yang direpresentasikan dengan satuan mesh atau porositas. Ukuran mesh menggambarkan banyaknya lubang per inchi panjang screen. Sedangkan porositas menunjukkan rasio jumlah luas permukaan lubang screen yang dapat dilalui oleh udara terhadap permukaan screen per satuan luas. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi ukuran mesh screen yang sesuai untuk mencegah berbagai macam serangga masuk ke dalam rumah tanaman. Harmanto et al., 2006 telah melakukan penelitian tentang iklim mikro menggunakan model matematika (metode energy balance) pada rumah tanaman modified arch dengan bukaan ventilasi atap dan dinding yang ditutup screen di daerah tropika. Ukuran screen yang digunakan adalah 78, 52 dan 40mesh. Dibandingkan dengan screen ukuran 40 mesh, screen dengan ukuran 52 dan 78 mesh dapat menurunkan laju pertukaran udara sebesar 35% dan 78% dan meningkatkan suhu udara di dalam rumah tanaman sebesar 1 – 3 °C. Akan tetapi
12
screen 40 mesh kurang efektif dalam mencegah hama masuk, sehingga ukuran net 52-mesh lebih dianjurkan untuk digunakan dalam mencegah kenaikan suhu udara dan menurunnya laju ventilasi secara nyata. Untuk daerah subtropika, Fatnassi et al. (2006) telah menguji screen antiBemisia (52 mesh) dan anti-Thrips (132 mesh) yang dipasang pada bukaan ventilasi di atap dan dinding rumah tanaman multi-span dan menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban absolut udara di dalam rumah tanaman yang dipasang screen meningkat sebesar 2.7 °C dan 0.7 g/kg untuk screen anti-Bemisia (52 mesh) dan meningkat sebesar 4.7 °C dan 1.3 g/kg untuk screen anti-Thrips (132 mesh) dibandingkan dengan rumah tanaman yang tidak dipasangi screen pada bukaan ventilasinya. Pola aliran udara yang melewati screen didekati dengan poros medium dan menghitung nilai kehilangan tekanan yang terjadi (Teitel, 2010). Perhitungan kehilangan tekanan pada kondisi incompressible dan aliran udara tunak (steady state) dapat diprediksi dengan persamaan Forcheimer: ( )
(
)| |
(1)
dimana P merupakan tekanan udara yang hilang (Pa), x adalah ketebalan poros media (m), u merupakan kecepatan udara (ms-1), ρ adalah massa jenis udara (kg m-3), dan µ adalah viskositas dinamik (kg m-1s-1). Sedangkan K merupakan permeabilitas screen (m2) dan Y adalah faktor inersia (non-dimensional). Nilai permeabilitas screen atau poros media dan nilai faktor inersia biasanya digunakan sebagai parameter acuan dalam menganalisa karakteristik bahan poros terhadap aliran udaranya. Miguel (1998) dalam Teitel (2010), telah menguji beberapa jenis bahan poros dengan wind tunnel, hasilnya menunjukkan bahwa korelasi terbaik antara permeabilitas screen K dan faktor inersia Y terhadap porositas bahan α dapat direpresentasikan dengan pers 2. dan
(2)
dimana α adalah nilai porositas bahan yang ditentukan dari nilai panjang l dan lebar w dari mesh bahan poros serta d merupakan diameter bahan/benang struktur screen. Rumus untuk menghitung nilai porositas disajikan pada Pers 3 (Miguel, 1998 dalam Majdoubi et al., 2009).
13
(
)(
)
(3)
dimana l merupakan panjang lubang void (poros) dalam m dan w adalah lebar lubang void dalam m, sedangkan d adalah diameter bahan material kasa yang berbentuk benang, dalam m. 2.7
Karakteristik Fan Berdasarkan karakteristik alur dan pola aliran udara melewati fan, secara
garis besar fan dapat dibedakan menjadi dua tipe; yaitu sentrifugal dan aksial (Anonimous, 1989). Kipas sentrifugal menggunakan perputaran impeller untuk meningkatkan kecepatan aliran udara. Pergerakkan udara dari pusat impeller ke ujung baling-baling menghasilkan energi kinetik. Energi kinetik ini akan menaikkan tekanan statik berupa aliran udara yang pelan sebelum dilepaskan. Kipas sentrifugal dapat menghasilkan tekanan relatif tinggi yang biasa digunakan pada aliran “kotor” (mengalirkan bahan-bahan khusus yang memerlukan penanganan dan kelembaban tinggi) dan pada sistem yang membutuhkan suhu tinggi (Anonimous, 1989). Oleh karenanya, kipas jenis ini paling umum digunakan oleh industri. Selain dapat menghasilkan tekanan tinggi, efisiensinya juga tinggi dan dapat dioperasikan lebih jauh untuk berbagai kondisi dengan tujuan tertentu. Sedangkan kipas axial, sesuai namanya, menggerakkan aliran udara melalui sumbu kipas. Udara akan tertekan karena adanya gaya angkat aerodinamik yang dihasilkan dari baling-baling kipas seperti pada propeller dan sayap pesawat terbang. Walaupun dapat juga diganti dengan kipas sentrifugal, tetapi pada “udara bersih”, tekanan rendah, aplikasi untuk volume tinggi, lebih umum digunakan kipas axial. Keuntungan dari kipas axial adalah aliran yang dihasilkan lebih seragam, biaya rendah, dan ringan (Anonimous, 1989). Pengaruh sistem yaitu perubahan pada performa kipas yang dihasilkan dari interaksi komponen-komponen pada kipas, seperti saluran, penyaring, belokan, pemanggang, jumlah sudu (blade) pada kipas, dan sudut kemiringan sudu. Performa kipas atau fan dapat dilihat dari hubungan antara laju aliran udara yang terlewatkan terhadap tekanan statis yang ditimbulkannya. Hal ini dideskripsikan
14
oleh Gambar 3 yang menunjukan performa kipas yang dipengaruhi oleh interaksi komponen sistem pada kipas.
Gambar 3.
2.8
Perubahan performa kipas akibat interaksi komponen sistem pada kipas (Anonimous, 1989).
Sistem Pendinginan Evaporasi (Evaporative Cooling) Pendinginan evaporasi merupakan metode yang dianggap paling efektif
dalam menurunkan suhu dan mengontrol kelembaban udara di dalam rumah tanaman (Kumar et al. 2009). Namun bagi daerah beriklim tropis basah, pengendalian kelembaban udara di dalam rumah tanaman telah menjadi suatu hal yang tidak mudah dilakukan. Terdapat tiga jenis evaporative cooling yang sering digunakan dalam industri pertanian adalah: 1) sistem baling-baling kipas (fan-pad system) seperti exhaust fan atau blower, 2) sistem pengabutan air (fog/mist system), dan 3) roof evaporative cooling yaitu pendinginan atap dengan cara mengalirkan atau menaburkan partikel air yang lembut terhadap atap rumah tanaman sebagai sumber masuknya panas dari sinar radiasi matahari yang dominan.
15
2.8.1 Fan-pad System Candra et al., (1989) telah melakukan penelitian tentang efektifitas penggunaan sistem pendingin fan pada rumah tanaman berbahan atap plastik seluas 24 m2. Dengan menggunakan fan, suhu udara di dalam rumah tanaman dapat diturunkan sekitar 4-5 °C dari kondisi suhu lingkungan luar. Hal serupa telah dilaporkan oleh Jain and Tiwari (2002) bahwa penerapan cooling pad pada rumah tanaman seluas 24 m2 sangat sensitif terhadap parameter panjang dan ketinggian dimensi rumah tanaman. Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya analisa optimalisasi penerapan cooling pad pada rumah tanaman terhadap dimensi rumah tanamannya, sehingga dapat membantu rekomendasi dalam perancangan dan pengembangan rumah tanaman. Di sisi lain, Jamal (1994), menyatakan bahwa laju pertukaran volume udara sebesar 20 m3/jam merupakan kondisi terbaik bagi rumah tanaman yang berada di daerah tropis. Penelitian tersebut dilakukan pada saat musim kering dengan memanfaatkan cooling pad. 2.8.2 Sistem Pengabutan Sistem pengabutan (fog system) merupakan sistem dimana air disemprotkan dengan tekanan tinggi pada nozzle sehingga bentuk air menjadi sangat kecil seperti kabut yang biasa disebut droplet, dengan diameter droplet sekitar 2-60µm (Kumar et al.2009). Kecilnya ukuran diameter droplet sangat memungkinkan air terbawa oleh udara, sehingga suhu udara di dalam rumah tanaman dapat menurun dengan signifikan namun kelembaban udaranya menjadi meningkat. Montero et al. (1994) telah menggunakan sistem pengabutan air pada rumah tanaman yang memiliki mesh screen sebesar 45%, melaporkan bahwa suhu maksimum yang dapat direduksi dengan sistem pengabutan sepanjang siang hari dalam rumah tanaman adalah sebesar 5°C. Sementara itu, Arbel et al.(1999),telah menguji efisiensi sistem pengabutan yang memiliki kemampuan ukuran droplet sebesar 2-60 µm pada rumah tanaman seluas 16 m x 24 m di daerah Israel, dibandingkan dengan sistem fan-pad. Hasil uji tersebut telah menunjukkan bahwa performansi sistem pengabut
16
lebih baik dari pada sistem fan atau pad, dimana suhu dan kelembaban udara yang dapat direduksi dengan sistem fan dan pad < 5 dan 20%. 2.8.3 Roof Evaporative Cooling Proses roof evaporative cooling dilakukan dengan memercikkan air ke permukaan atap rumah tanaman sehingga menghasilkan lapisan air tipis yang dapat meningkatkan laju evaporasi pada permukaan atap tersebut agar suhu udara di sekitar atap dan di dalam rumah tanaman akan menurun (Kumar et al. 2009). Sutar and Tiwari (1995), telah mempelajari efek aliran air yang tipis (water film) dipermukaan atap rumah tanaman terhadap suhu udara di dalamnya. Material atap yang digunakan adalah material plastik untuk rumah tanaman yang relatif murah. Percobaan tersebut dilakukan pada kondisi iklim di Delhi India. Hasil dari percobaan menyatakan bahwa suhu udara di dalam rumah tanaman dapat menurun antara 4-5°C dari kondisi kontrol. Namun, ketika aliran tipis air dialirkan pada lapisan kain atau kasa yang tipis di atap rumah tanaman, maka suhu udara yang dapat direduksi dapat mencapai 10°C. 2.9
Pemodelan pada Rumah Tanaman Pendekatan model pada rumah tanaman, khususnya pemodelan parameter
fisik yang mempengaruhi iklim mikro (seperti suhu, kecepatan udara dan kelembaban udara pada rumah tanaman), secara garis besar dibedakan menjadi dua kriteria, yaitu model fenomena logis dan model perilaku (Krauss et al., 1997; Boulard et al., 2002). Kedua pendekatan model tersebut digunakan untuk memprediksi perubahan, pola serta distribusi iklim mikro seperti perpindahan panas dan transport massa yang terjadi pada bangunan rumah tanaman. Model perilaku (behavioural models), seperti komputasi sistem pakar (Artificial Neural Networks, Fuzzy logic dan Genetic Algorithm) sangat bermanfaat untuk menentukan strategi pengendalian iklim mikro pada rumah tanaman. Namun masih tergantung pada akurasi penentuan nilai dinamika atau laju perubahan parameter. Hasil prediksi model tersebut harus dibandingkan dengan data faktual hasil pengukuran atau dengan hasil prediksi dari model fenomena logis. Secara
17
sederhana pendekatan model pada rumah tanaman dideskripsikan dengan diagram pengklasifikasian model simulasi yang disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4.
Diagram klasifikasi model simulasi pada rumah tanaman (diadopsi dari Krauss et al., 1997dalam Boulard et al., 2002).
Pemodelan fenomena logis terdiri dari dua jenis proses, yaitu tahap analisis dan
tahap
diskritisasi.
Tahap
analisis
pemodelan
biasanya
dilakukan
penyederhanaan model berupa pembatasan wilayah (limited zones) analisis dari ruang model simulasi yang kompleks. Wilayah yang dianalisis lebih difokuskan pada wilayah-wilayah tertentu dalam ruang simulasi yang memiliki kriteria perubahan parameter secara signifikan, seperti wilayah permukaan atau dinding solid dengan fluida yang sering disebut dengan boundary layers, wilayah jet yaitu wilayah yang memiliki hembusan kecepatan fluida sangat tinggi (wilayah nozel dari humidity fire atau foging) dan wilayah-wilayah yang berpotensi terjadi olakan fluida (wakes) serta vortex. Sementara itu, tahapan diskritisasi adalah proses penyederhanaan persamaan model dinamika fluida yang kompleks menjadi
18
persamaan-persamaan matematis yang diskrit agar dapat dieksekusi oleh komputer untuk dikomputasi. Hal ini merupakan bagian dari analisis numerik pada tahapan simulasi dengan menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics). Metode diskritisasi dalam CFD terdiri dari 2 jenis pendekatan, yaitu metode volume hingga (finite volume method) dan metode elemen hingga (finite element method). Model CFD akan lebih akurat apabila digunakan untuk simulasi pada zona atau wilayah model yang mikro, namun tidak menutup kemungkinan dapat juga digunakan untuk mensimulasikan zona wilayah makro seperti visualisasi perubahana parameter iklim mikro pada satu ruang rumah tanaman (single zone) berbentuk 3D atau beberapa ruang rumah tanaman (multi zones). Multi zone rumah tanaman biasanya terdapat pada agroindustri yang memiliki beberapa rumah tanaman untuk proses produkdi budidaya. 2.10 Metode Komputasi Dinamika Fluida Computational fluid dynamics (CFD) bisa berarti suatu teknologi komputasi yang digunakan untuk mempelajari dan sebagai alat untuk menganalisa fenomena dinamika fluida seperti aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, perubahan phasa, interaksi fluida dan solid (Norton et al., 2007). Menurut Tuakia (2008), CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaanpersamaan matematika (model matematika). Secara istilah CFD bisa berarti suatu teknologi komputasi yang memungkinkan untuk mempelajari dinamika dari benda-benda atau zat-zat yang mengalir. Menurut
Zhang (2005), pada dasarnya persamaan-persamaan dalam
mempredisksi fenomena dinamika fluida seperti CFD dapat dibangun dan dianalisis berdasarkan persamaan-persamaan diferensial parsial (PDE = Partial Differential Equation) yang merepresentasikan hukum-hukum konservasi massa, momentum, dan energi. Penyelesaian persamaan diferensial yang cukup kompleks tidak dapat dieksekusi langsung oleh komputer. Oleh karena itu, persamaan aljabar tersebut ditransformasikan terlebih dahulu menjadi persamaan aljabar diskrit yang lebih sederhana, sehingga komputer dapat mengeksekusinya dengan ringan. Metode penyederhanaan ini disebut sebagai metode diskritisasi (Versteeg and Malalasekera, 1995).
19
2.11 Prinsip Diskritisasi Secara umum, diskritisasi dapat dianalogikan sebagai upaya untuk membagi sistem dari problem yang akan diselesaikan (obyek) menjadi bagian bagian yang lebih kecil, atau dengan kata lain membagi bentuk objek yang kontinum menjadi diskrit. Diskritisasi ini muncul karena adanya kesulitan untuk mempelajari sistem secara keseluruhan. Secara tidak langsung, diskritisasi juga berarti pendekatan untuk sesuatu (problem) yang riil dan kontinu. Metode diskritisasi yang biasa digunakan dalam analisa CFD adalah metode elemen hingga (finite element method) dan metode volume hingga (finite volume method). Menurut Molina-Aiz et al.,(2010) dalam kedua metode diskritisasi tersebut komputasi numerik dibangun berdasarkan dua tahapan proses. Tahap pertama adalah memformulasikan persamaan kesetimbangan dan metode pendekatan berdasarkan kondisi batasan tertentu. Sedangkan tahap kedua adalah pemisahan elemen variabel ke dalam bentuk matriks dan pencarian solusi algoritma secara sekuensial. 2.11.1 Finite Element Method (FEM) Prinsip FEM adalah membagi rangkaian kesatuan area ke dalam sejumlah bentuk area sederhana yang lebih kecil yang disebut elemen (Molina-Aiz et al., 2010), pada kasus ini digunakan elemen triangular atau quadrilateral (Gambar 5a).
Finite Element banyak digunakan untuk
menyelesaikan problem kompleks seperti rekayasa struktur, steady state dan time dependent heat transfer, fluid flow, dan electrical potential problem (Zienkiewicz et al.,2005). Konsep dasar dari FEM diantaranya adalah membuat elemen-elemen diskrit untuk memperoleh simpangan-simpangan dan gaya-gaya dari suatu struktur. Selain itu, FEM menggunakan elemenelemen kontinum untuk memperoleh solusi pendekatan (approximate solution)
terhadap
permasalahan-permasalahan
mekanika fluida maupun mekanika solid.
perpindahan
panas,
20
Gambar 5.
Ilustrasi diskritisasi dengan menggunakan: (a) metode elemen hingga, (b) metode volume hingga (Molina-Aiz et al., 2010).
Pada metode diskrit ini, variabel φ dari setiap elemen diinterpolasi menggunakan polynomial Nj(xi). ∑
(4)
Dimana Nj merupakan fungsi bentuk polynomial pada titik j, dan n adalah jumlah titik pada masing-masing elemen (3 untuk elemen triangular, dan 4 untuk elemen quadrilateral). 2.11.2 Finite Volume Method (FVM) Menurut Apsley (2005) metode volume hingga (FVM) cocok diterapkan pada masalah aliran fluida dan aerodinamika. Selain itu, MolinaAiz et al.(2010) mengungkapkan bahwa konsep kinerja FVM adalah setiap titik perhitungan dilingkupi oleh sebuah volume terkendali (control volume) atau volume atur. Domain komputasi dibagi menjadi volume atur yang berupa grid-grid dan tidak saling tumpang tindih (overlapping), sehingga proses komputasi pada FVM lebih didekatkan terhadap kontrol suatu volume terbatas, bukan komputasi pada suatu node dari masing-masing grid. Perangkat lunak seperti ANSYS/FLUENT menyatakan pendekatan FVM dengan sebutan grid-centered finite volume approach, dimana perhitungan komputasi yang dikembangkan program tersebut dilakukan secara
langsung
pada
area
tengah
grid
(grid
centers)
dengan
menginterpolasikan nilai variabel φ pada pusat elemen node yang
21
berdekatan pada suatu permukaan volume atur φf. Nilai masing-masing variabel φ yang merepresentasikan nilai rata-rata keseluruhan dari sebuah grid, diwakili dengan nilai titik pusat grid (P, N, S, E dan W ;Gambar 5.b). Metode penghitungan dalam komputasi atau diskritisasi berdasarkan pada perbedaan nilai atau gradien dari masing-masing grid. Nilai perubahan variabel tertentu (
)
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (5). ∑
⃗ ⃗
(5)
dimana Nfaces merupakan batasan permukaan pada elemen volume, dan ⃗
adalah nilai rata-rata hitung pada pusat grid terdekat (contohnya
permukaan P dan permukaan E pada Gambar 5.b). 2.12 Perbandingan Teknik Diskritisasi FVM dan FEM Dua metode diskritisasi (FVM dan FEM) telah diuji dan dibandingkan oleh Nakajima and Kallinderis (1994); Molina-Aiz et al.,(2010) pada grid yang tidak seragam untuk melihat sensitifitas dan akurasi dari hasil solving. Proses solving dilakukan pada aliran incompressible yang unsteady state 2 dimensi dengan menggunakan persamaan Navier-Stokes. Hasilnya disimpulkan bahwa kedua metode dikritisasi tersebut stabil dan memiliki akurasi yang sama pada grid yang seragam. Namun, pada grid yang tidak seragam metode FEM menjadi kurang sensitif. Meskipun pendekatan metode FEM dan FVM membutuhkan waktu komputasi per grid dan step yang sama, FEM memerlukan kapasitas memori penyimpanan dua kali lebih besar dibandingkan FVM. Selanjutnya, Haindl et al., (1999); dalam Molina-Aiz et al.,(2010) membandingkan FVM dan FEM untuk mendiskritisasi model difusi 3D menggunakan software AMIGOS. Hasil diskritisasi dilaporkan bahwa FVM lebih stabil dibandingkan FEM. Hal lain dilakukan oleh O’Callaghan et al. (2003) yang melakukan kajian teori untuk memprediksi aliran darah melewati arteri femoralis ideal. Hasilnya menunjukkan bahwa secara kualitatif kedua metoda tersebut memiliki kesamaan, namun berbeda dalam hal kuantitatif. Hasil prediksi dengan menggunakan FVM lebih baik dari pada FEM, sehingga menyatakan bahwa FVM merupakan teori prediksi yang lebih handal. Sementara itu, Molina-Aiz et al.,(2010) membandingkan FEM dan FVM
22
untuk mensimulasikan fenomena ventilasi alamiah pada rumah tanaman. Hasil simulasi dilaporkan bahwa kedua metode tersebut sangat baik atau akurat ketika digunakan untuk memprediksi parameter suhu dari pada memprediksi parameter kecepatan udara. Selain itu, gambaran aliran udara pada setiap kasus yang dianalisa memiliki kesamaan kualitatif. Namun pada rumah tanaman tipe multi span, FVM mampu mensimulasikan aliran laju ventilasi udara yang lebih rendah dibandingkan FEM, meskipun nilai suhu hasil prediksi dengan FVM lebih rendah dari nilai faktualnya. Perbedaan antara FEM dan FVM terlihat juga pada proses pembuatan grid (meshing), dimana untuk geometri yang lebih kompleks proses meshing dengan menggunakan FEM jauh lebih mudah dibanding FVM (Molina-Aiz et al., 2010). Namun dalam hal komputasi, rata-rata FEM membutuhkan waktu komputasi per grid dan per tahap dua kali lebih banyak dibandingkan FVM, bahkan untuk proses penyimpanan database hasil komputasi FEM menghabiskan waktu 10 kali lebih besar.
23
III METODOLOGI PENELITIAN 3.1
Waktu, Tempat, Bahan, dan Alat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 sampai Mei 2011.
Pengukuran dilakukan di rumah tanaman Standar Peak Leuwikopo, Lab. LBP Teknik Mesin dan Biosistem IPB, sejalan dengan pengambilan data penelitian “Rekayasa Lingkungan Thermal Larutan Nutrisi pada Budidaya Tanaman Tomat secara Hidroponik” oleh (Suhardiyanto dkk. 2010). Hal ini merupakan waktu yang dianggap strategis karena pengambilan data dilakukan tepat pada saat dimana kondisi rumah tanaman terdapat aktivitas pertumbuhan tanaman. Alat dan bahan yang digunakan adalah: 1. empat unit alat hidroponik NFT. 2. dua set Exhaust fan tipe strong axial blower dengan spesifikasi power 200 Watt, 220 volt, cycles 50 Hz dan 1400 r.p.m. 3. anemometer. 4. weather station. 5. hybrid recorder merk Yokogawa tipe MV Advance 1000. 6. thermokopel. 7. meteran. 8. pyranometer merek EKO tipe MS-401. 9. benih tomat dataran tinggi. 10. larutan nutrisi berupa campuran air dengan ABmix. 11. tali ajir. 12. bahan perekat. Weather station terdiri dari sensor kecepatan dan arah angin (anemometer), sensor suhu dan kelembapan (pshychrometer), sensor radiasi matahari (pyranometer), dan sensor curah hujan (typing bucket precip gauge). Satuan unit masing-masing parameter adalah suhu dalam satuan ˚C, RH dalam persen, kecepatan angin dalam ms-1, arah angin dalam derajat, radiasi matahari dalam Wm-2 dan curah hujan dalam mm/hari.
24
Pengembangan simulasi distrubusi suhu dan pola pergerakan udara pada rumah tanaman dilakukan di Laboratorium Computer Center IPB, dengan menggunakan alat berupa: 1. perangkat lunak Solidworks lisensi IPB yang sudah terintegrasi dengan flow simulation. 2. satu set PC dengan spesifikasi CPU Intel Core i7, memory RAM 8 GB, Display VGA 3 GB, dan hardisk 1.6 TB. Dengan spesifikasi tersebut, diharapkan PC dapat melakukan proses iterasi secara maksimal, sehingga hasil yang diperoleh lebih optimal. 3.2
Rona Lingkungan Rumah Tanaman Rona lingkungan lokasi penelitian dideskripsikan oleh kondisi topografi dan
iklim lingkungan rumah tanaman yang menjadi objek penelitian. Rumah tanaman yang menjadi objek penelitian berlokasi di Lab. Lapangan Leuwikopo IPB, yang terletak pada titik 6°33’50.82” LS dan 106°43’37.91” BT (app. googlemaps), dengan elevasi sekitar 182.3 m di atas permukaan laut. Oleh karena itu, secara umum wilayah Leuwikopo Kec. Dramaga tergolong ke dalam wilayah dataran rendah. Kondisi topografi lapangan berbentuk datar bergelombang dan sebelah selatan lereng karena berbatasan dengan sungai. Kondisi curah hujan di wilayah Dramaga mencapai 1000-1500 mm/tahun dengan suhu udara rata-rata sekitar 2533 °C dan kelembaban udara sekitar 80-86 % (Pusmairini, 2010).
Gambar 6. Arah angin dan titik lokasi rumah tanaman tampak atas.
25
Selanjutnya data arah angin dan kecepatan angin akan disajikan sebagai data sekunder dan akan digunakan sebagai parameter input simulasi, yaitu data dari BMKG Dramaga sepanjang tahun 2010 yang disajikan pada Lampiran 1. 3.3
Prosedur Kerja Penggambaran geometri rumah ranaman dan parameter input dalam
simulasi akan didasarkan pada dimensi dan data aktualnya agar dapat memudahkan proses validasi hasil simulasi. Data yang diukur mencakup iklim makro dan iklim mikro di dalam rumah tanaman serta geometri konstruksi rumah tanaman. Iklim makro merupakan kondisi lingkungan di sekitar rumah tanaman dengan parameter yang diukur berupa: 1) kecepatan dan arah angin, 2) suhu lingkungan, 3) radiasi matahari, 4) tekanan udara, dan 5) kelembaban udara. Iklim mikro mewakili kondisi lingkungan sekitar tanaman di dalam rumah tanaman dengan parameter yang diukur berupa: 1) sebaran suhu, 2) radiasi matahari, 3) kelembaban udara, 4) kecepatan udara pada daerah sekitar blower. Selain itu, juga dilakukan pengukuran dimensi dan pendefinisian bahan konstruksi rumah tanaman secara menyeluruh yang meliputi: 1) luasan dan tinggi bangunan, 2) kemiringan atap, 3) ketebalan bahan, 4) luasan ventilasi, 5) mesh dinding kassa GH, 6) emisivitas bahan konstruksi rumah tanaman, 7) konduktivitas panas bahan, 8) diameter blower.
26
Pengkajian model atau simulasi dengan menggunakan CFD secara garis besar terdiri dari tiga proses kerja utama (Gambar 7), yaitu pra-pemrosesan (prepocessing),
pencarian
solusi
(solving),
dan
pasca-pemrosesan
(postprocessing). Tahap preprocessing diawali dengan pembuatan geometri, dimana dimensi model rumah tanaman digambarkan 1:1 terhadap dimensi yang sebenarnya di lapangan. Selain itu, hal penting dalam tahap preprocessing adalah mendefinisikan faktor fisik lingkungan sekitar rumah tanaman seperti turbulensi, arah dan kecepatan angin, radiasi surya dan nilai porous media. Tahapan penting lainnya adalah pendefinisian batasan kondisi yang menunjukkan kondisi awal sebagai nilai input besaran parameter untuk perhitungan dalam simulasi. Nilai karakteristik fluida seperti densitas dan kelembaban udara juga suhu awal udara merupakan parameter input yang penting dalam perhitungan. Prapemrosesan 1. Pembuatan geometri. 2. Pendefinisian faktor fisik. 3. Pendefinisian kondisi batas. 4. Pendekatan numerik (finite volume method). 5. Buat grid/meshing terstruktur tetrahedral.
Gambar 7.
Pasca pemrosesan
Pencarian solusi
1. Plot kontur 2. Plot vektor 3. animasi
Proses kerja utama simulasi CFD.
Tahapan selanjutnya yaitu menentukan metode pendekatan solusi numerik yaitu dengan pendekatan kontrol volume hingga atau lebih dikenal dengan finite volume method (FVM) yang berbasis grid-center atau nilai pada titik pusat dari masing-masing grid. Pendekatan FVM digunakan untuk melakukan proses diskritisasi dalam pembuatan grid/ meshing agar komputer dapat menyelesaikan perhitungan-perhitungan dengan mudah dari persamaan-persamaan dinamika fluida yang kompleks. Grid yang dibuat berupa grid yang terstruktur berbentuk tetrahedral dengan besar volume yang beragam. Proses selanjutnya adalah solving
yaitu pencarian solusi dengan
penyelesaian persamaan atur dinamika fluida yang telah didiskritisasi. Penyelesaian persamaan yang sudah didiskritisasi berbasis pada gradien atau
27
perbedaan nilai di titik pusat grid hingga mencapai kondisi yang konvergen. Konvergensi menunjukkan stabilitas atau konsistensi dari hasil perhitungan pada setiap tahap iterasi. Oleh karena itu, lamanya waktu perhitungan yang dilakukan oleh CPU (CPU time) pada proses solving dapat dilihat dari konvergensi iterasi. Proses akhir dari simulasi adalah postprocessing, yaitu proses penyajian data hasil simulasi yang dapat berupa plot kontur, plot garis, plot vektor dan animasi. Plot kontur, plot garis dan plot vektor dapat menunjukkan nilai distribusi sebaran dari setiap parameter yang dihitung, sedangkan animasi berfungsi untuk menunjukkan dinamika dari setiap parameter yang dihitung, sehingga fenomena dinamika fluida dapat dengan mudah difahami secara visual dan mudah untuk dianalisa. Simulasi CFD dengan menggunakan perangkat lunak SolidWorks flow simulation memiliki prosedur kerja yang cukup sederhana dan dapat dideskripsikan dengan diagram alir seperti yang terdapat pada Gambar 8. Prosedur kerja tersebut merupakan tahapan yang harus dilakukan dalam setiap kali melakukan sebuah kasus simulasi, sehingga apabila simulasi yang dilakukan memiliki beberapa kondisi input data, maka prosedural pada Gambar 8 juga dilakukan berdasarkan jumlah kondisi yang dijalankan dalam simulasi. Namun, di sisi lain secara garis besar, simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman digolongkan menjadi 3 simulasi utama, yaitu: 1. Simulasi pengujian karakteristik komponen rumah tanaman yaitu pada dinding kasa. 2. Simulasi distribusi suhu dan aliran udara di dalam rumah tanaman pada saat tanaman masih kecil (pengukuran iklim rumah tanaman dilakukan pada tanggal 16 Juli 2010 dan dijadikan sebagia data input dalam simulasi). 3. Simulasi distribusi suhu dan aliran udara di dalam rumah tanaman pada saat tanaman sudah dewasa (pengukuran iklim rumah tanaman dilakukan pada tanggal 23 Agustus 2010 dan dijadikan sebagai data input dalam simulasi). Tahapan kerja secara keseluruhan dari penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram alir pada Gambar 9.
28
Pembuatan CAD geometri
mulai
Preprocessing
tidak cek geometri
oke Pendefinisian material geometri
set kondisi awal
tidak
set domain, boundary condition dan goal setting
diskritisasi dan iterasi
Solving
konvergen ya Plot kontur, animasi, grafik dan data
selesai
Gambar 8.
simpulan dan saran
Diagram alir simulasi CFD.
Postprocessing
29
Mulai
pengukuran data geometri GH
Pengukuran 1 iklim mikro dan makro
A input paramater (Tlingk, Tsurface GH, I, RH, v, arah angin)
Pendefinisian kondisi batas sesuai hasil pengukuran 1
Pendekatan model dengan CFD
Optimasi mesh
Validasi dengan hasil pengukuran 1
Tidak
Akurat? ? Ya
Pendekatan model CFD dengan aktifitas pertumbuhan tanaman
Budidaya tomat dengan sistem NFT
Pengukuran 2 iklim mikro dan makro
input paramater (Tlingk, Tsurface GH, I, RH, v, arah angin) Pendefinisian kondisi batas sesuai hasil pengukuran 2
Pendekatan model dengan CFD
Validasi dengan hasil pengukuran 2
Optimasi mesh
A Akurat? ? Ya Simpulan dan saran
selesai
Gambar 9. Tahapan kerja penelitian.
Tidak
30
3.4
Skema Pengukuran Pengukuran dilakukan pada dua fase pertumbuhan tomat yaitu pada fase
vegetatif dan fase generatif. Pengukuran tersebut dilakukan secara kontinu dan bersamaan dengan interval waktu 30 menit selama 7x24 jam pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Namun untuk input simulasi hanya 1 waktu saja dari setiap fase yang diamati dan dianggap steady selama perhitungan didalam simulasi. Skema titik pengukuran di dalam rumah tanaman disajikan pada Gambar 10, sementara skema titik pengukuran secara lengkap disajikan pada Lampiran 2. 1 5
1
depan
1
2
4
3
6 1
1
1
0
2
1
8
Mesin
7 3
Pendingin
4
,9
Bak
5
Jalur sirkulasi P ompa
Penampung Nutrisi
Keterangan Gambar: 1 = Nutrisi inlet. 2 = Nutrisi pada 3 m dari inlet. 3 = Nutrisi pada 3 m dari outlet. 4 = Nutrisi outlet. 5 = Nutrisi pada bak penampung. 6 = Udara di dalam bedeng NFT sejauh 3 m dari inlet. 7 = Udara di dalam bedeng NFT sejauh 3 m dari outlet. 8 = Dinding bedeng bagian luar. 9 = Dinding bedeng bagian dalam. 10 = Styrofoam. 11-14= Udara di dalam greenhouse 2 m di atas lantai. 15 = Atap greenhouse.
Gambar 10. Skema titik pengukuran suhu pada tiap bedeng NFT dan tampak samping di dalam rumah tanaman.
belakang
1
31
Suhu udara di dalam rumah tanaman diwakili oleh 8 buah titik pengukuran yang berbeda dan titik tersebut menjadi sampel yang akan dibandingkan dengan nilai suhu hasil simulasi. Sementara itu, beberapa titik lainya menjadi parameter input pada simulasi dan berpengaruh pada nilai suhu ruangan Analisis pindah panas yang terjadi dalam sistem secara umum antara lain pindah panas secara konveksi dari fluida ke bahan penutup, dan secara konduksi dari pertukaran energi antar medium-medium berlainan yang bersinggungan secara langsung dan suhu yang berbeda. 3.5
Data Input Data input pada simulasi diambil dari hasil pengukuran satu waktu untuk
fase vegetatif dan fase generatif yang kemudian dikatakan sebagai kondisi 1 dan kondisi 2, seperti disajikan pada Tabel 2. Sementara itu, nilai karakteristik udara lingkungan disajikan pada Tabel 3. Tabel 2 Data input kondisi awal dan kondisi batas Parameter
Kondisi 1
2
Kondisi awal Suhu udara lingkungan (°C)
31.1
32.0
RH lingkungan (%)
71.0
65.0
1056
914
y=2m
0.9
0.9
y = 5.5 m
1.8
1.23
Radiasi matahari (W m-2) -1
Kecepatan udara (m s ) pada
Tanggal Pukul (WIB)
16 Juli 2010 23 Agustus 2010 13:30
12:30
Suhu atap (°C)
36.2
32.7
Suhu lantai (°C)
34.0
34.3
Suhu tembok (°C)
34.0
33.0
Suhu kerangka (°C)
34.5
34.5
Suhu bedengan (°C)
33.0
28.0
Arah angin
utara
selatan
Kondisi batas
32
Tabel 3 Karakteristik udara lingkungan Parameter
satuan
Massa jenis udara pada titik didih
Kuantitas
-3
kg m
1.2
2 -1
Koefisien difusifitas masa
m s
0.799
Viskositas dinamik
-1 -1
Kg m s
1.789 x 10-5
Konduktifitas termal
W m-1K-1
2.394 x 10-2
3.6
Model Geometri Rumah Tanaman Bentuk dan dimensi geometri rumah tanaman dibuat mendekati kondisi
nyata di lapangan. Namun, pada bagian bentuk atap yang bergelombang dianggap plat datar tetapi tidak merubah nilai karakteristik bahan, sehingga proses pindah panas baik secara konduksi maupun konveksi diharapkan tetap mendekati nilai aktualnya. Titik origin yang menjadi acuan dalam penggambaran geometri terletak tepat pada posisi tengah bangunan geometri rumah tanaman di atas permukaan lantai. Sumbu x positif mengarah ke selatan, sedangkan sumbu y mengarah vertikal sekaligus merepresentasikan ketinggian ruang dan arah sumbu z mengarah ke arah barat. Sistem arah mata angin (pada gambar 6) yang diintegrasikan dengan arah sumbu koordinat (x, y, z) digunakan untuk menentukan arah angin sebagai input parameter kecepatan angin dalam simulasi. Geometri rumah tanaman untuk simulasi disajikan tampak trimetrik pada Gambar 11.
1.2 4
16
12
Gambar 11. Geometri rumah tanaman.
6 10
33
3.7
Pendekatan Numerik Berdasarkan prinsip yang diutarakan oleh Zhang (2005), bahwa persamaan
dasar dalam CFD terdiri dari hukum kekekalan massa, momentum dan energi, maka pendekatan numerik untuk merepresentasikan prinsip kontinuitas massa dengan asumsi kondisi alirannya steady (Norton et al., 2007) dapat dituliskan dengan persamaan Navier-Stokes berikut: (
) ........................................................................................(6)
dimana ρ merupakan massa jenis fluida (kg m-3), t menunjukkan waktu (detik), x adalah jarak pada koordinat kartesian (m), u adalah kecepatan udara (m s-1), dan i, j adalah indeks koordinat kartesian. Secara teoritis persamaan 6 menunjukkan bahwa perubahan spesies massa pada fenomena aliran fluida terjadi sejalan dengan adanya pergerakan elemen massa fluida yang berubah terhadap waktu ke dalam suatu volume terbatas harus seimbang. Hukum kekekalan momentum yang ditemukan oleh Newton menyatakan bahwa: jumlah aksi gaya eksternal pada partikel fluida sama dengan laju momentum secara linier (Norton et al., 2007), disajikan secara matematis pada persamaan (7). (
)
(
)
[
(
)]
.......................... (7)
dimana p adalah tekanan (Pa), δij merupakan delta Kronektor yang menunjukkan perbedaan tekanan, µ adalah viskositas dinamik (kg m-1 s-1), dan g adalah kecepatan gravitasi (m s-2). Persamaan energi diturunkan dari hukum pertama termodinamika yang menyatakan bahwa laju perubahan energi partikel fluida sama dengan laju penambahan panas ke dalam partikel fluida ditambahkan dengan laju kerja yang diberikan pada partikel (Norton et al., 2007), dituliskan dalam persamaan (8). (
)
(
)
(
)
........................................................ (8)
34
dimana, Ca kapasitas panas spesifik (W kg-1K-1), T adalah suhu (C), λ adalah konduktifitas panas (W m-1K-1), dan sT adalah source atau sink panas (W m-3). Formulasi model persamaan untuk memprediksi pola aliran fluida yang melewati benda solid baik yang bersifat rigid maupun elastis, biasanya didekati dengan persamaan RANS (Reynold-Average Navier-Stokes). Persamaan tersebut mempertimbangkan prinsip kekekalan dan model turbulensi k-ε, dimana model ini hanya berlaku untuk fluida yang bersifat incompressible, viscous, isothermal, newtonian serta udara bergerak dalam kondisi steady 3D (Endalew et al., 2009).
u j
u 'i u ' j ui p ui u j t Su , x j xi x j x j xi x j ................................ (9)
dimana µt merupakan viskositas turbulensi (kg m-1s-1),
u 'i u ' j x j
merepresentasikan nilai faktor difusi dan Su adalah nilai faktor momentum (kg m-2 s-2) yang bisa positif (source) maupun negatif (sink), tergantung dari sifat material yang dilewati oleh fluida. Sistem persamaan numerik yang dibangun dihitung dengan menggunakan metode finite control volume. 3.7.1 Model Aliran pada Kasa dan Tanaman Majdoubi et al. 2009, melaporkan bahwa kecepatan udara u pada pendefinisian poros media dapat dilakukan dengan pendekatan model persamaan Darcy-Forchheimer (Pers. 10). Gaya tarikan yang disebabkan oleh kasa dan tanaman S dipengaruhi oleh sifat fluida berupa densitas (kg m-3) dan viskositas dinamik udara (kg s-1 m-1), serta sifat
udara
geometri kasa berupa permeabilitas poros Kp (m2) dan CF (non-dimensional) adalah kehilangan momentum. (( )
(
√
)
) ............................................................... ..(10)
Kehilangan momentum non linier memiliki hubungan proporsional dengan densitas daun dan dapat digambarkan sebagai unit volume kanopi menggunakan bentuk yang lain, biasanya menggunakan rumus (Bruse, 1998):
35
..................................................................................... (11) dimana ILAV (m2 m-3) merupakan indeks luasan daun tiap satuan
volume dan CD adalah drag coefficient atau resistansi udara pada kanopi tanaman. Untuk tanaman tomat yang sudah tinggi dan berbuah, Haxaire (1999) dalam Majdoubi et al. (2009) telah menentukan nilai CD = 0.32, menggunakan wind tunnel. 3.7.2 Pendekatan Poros Media pada Tanaman Poros media pada tanaman didefinisikan sebagai kemampuan fluida atau dalam hal ini udara yang terlewatkan pada daerah sekitar tanaman. Rasio porositas adalah perbandingan antara volume yang mampu terlewatkan oleh fluida (void) terhadap volume total, dimana skema ilustrasi pendekatan nilai porositas pada tanaman ditunjukkan pada Gambar 12.
Fluid
solid ∆X1
∆X2 Gambar 12. Struktur porositas pada tanaman. Pada Gambar 12; struktur daun, batang dan bunga didefinisikan sebagai solid, dimana struktur tersebut tidak dapat ditembus oleh aliran udara. Sedangkan area selain itu merupakan area fluida yang mampu ditembus oleh udara sebagai fluida medium tanaman. Nilai ∆x1 merupakan
36
nilai maksimum tinggi tanaman, sedangkan nilai ∆x2 adalah nilai maksimum lebar tanaman. Pengukuran tinggi maksimum dan lebar maksimum tanaman diperoleh dari hasil binerisasi dan thresholding pengolahan citra digital. Selain itu, luasan area solid juga dihitung dengan metode pengolahan citra digital. Data citra digital yang diolah merupakan data sekunder tanaman tomat yang telah diteliti sebelumnya. Hal ini dapat dilakukan karena varietas tomat yang akan dibudidayakan untuk penelitian ini adalah sama dengan varietas tomat yang dibudidayakan pada penelitian sebelumnya, sehingga pendekatan nilai porositas tanaman untuk simulasi ini dengan data sekunder tersebut dapat ditolerir, dengan catatan asumsi umur tanaman pada simulasi harus sama dengan umur tanaman pada data sekunder tersebut. Porositas tanaman є didefinisikan dengan Persamaan 12. ...……………………………(12) Jika diasumsikan bahwa kerapatan udara yang mengalir di dalam rumah tanaman bersifat konstan dan gaya gravitasi diabaikan, maka komponen vektor atau arah kecepatan udara bergerak dipengaruhi oleh nilai viskositas dinamik μ, permeabilitas κ dalam m2, dan perubahan tekanan persatuan jarak arah udara bergerak xi dalam m (Zienkiewicz et al., 2005).
(
)
............................................................................ (13)
Kesetimbangan momentum udara yang melintas diantara struktur tanaman dapat dituliskan dengan Persamaan 14. [
(
)]
(
)
......................... (14)
dimana μe adalah viskositas ekuivalen (kg m-1s-1), pf adalah tekanan udara (Pa), g adalah gravitasi (m s-2) dan Dxi merupakan nilai tahanan per satuan volume pada suatu poros media. Nilai tahanan pada tanaman tomat telah diteliti oleh Haxaire (1999) yaitu sebesar 0.32. Oleh karena itu, Persamaan 14 dapat dituliskan menjadi:
37
[
(
(
)]
)
................... (15)
Persamaan energi pada aliran di sekitar tanaman dituliskan dengan persamaan 16. [ (
)
(
)(
)]
(
)
(
) .......................... (16)
Pada persamaan di atas, cp adalah panas spesifik pada kondisi tekanan konstan, T adalah suhu dan k adalah konduktivitas termal. Subscripts f menunjukkan bahwa panas spesifik dan densitas yang dimaksudkan merupakan panas spesifik fluida (udara) dan densitas fluida, sedangkan subscripts s menunjukkan panas spesifik solid (tanaman) dan densitas tanaman. 3.8
Validasi Model Validasi model dilakukan dengan menghitung nilai eror hasil simulasi yang
disandarkan terhadap nilai hasil ukur di lapangan, sehingga nilai eror merupakan parameter akurasi dari hasil simulasi. Kalkulasi nilai eror untuk nilai sebaran suhu ditentukan dengan persamaan 17 eror
Tsimulasi Tukur 100% Tukur
.............................................................. (17)
dimana Tsimulasi adalah suhu hasil simulasi (°C) dan Tukur adalah suhu hasil pengukuran (°C). Penghitungan nilai eror parameter lain dapat juga menggunakan persamaan (17) dengan menggantikan parameter suhunya. Keseragaman distribusi suhu dan parameter lainnya dari hasil simulasi dapat ditentukan dengan menghitung nilai koefisien keseragaman (coefficient of uniformity) data hasil simulasi. Hal ini menunjukkan kualitas keseragaman sebaran nilai parameter yang diukur dan disimulasikan. Koefisien keseragaman data hasil simulasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 18. n i 1 xi CU 1001 n i 1 xi
....................................................................... (18)
dimana CU adalah koefisien keseragaman dalam (%), µ nilai rata-rata suhu hasil simulasi dalam (°C), xi adalah suhu hasil pengukuran (°C), dan n merupakan jumlah data.
38
3.9
Batasan dan Asumsi Batasan dan asumsi dalam simulasi penerapan exhaust fan untuk mengkaji
distribusi suhu dan pola aliran udara dalam rumah tanaman sebagai dampak dari penerapan exhaust fan tersebut adalah sebagai berikut:
Parameter input berupa suhu, radiasi, kelembaban udara dan kecepatan angin berada dalam kondisi tunak pada suatu waktu t tertentu.
Sebaran nilai suhu pada dinding permukaan solid yang memancarkan nilai panas dianggap seragam sesuai dengan kondisi batasnya masing-masing.
Tidak ada geometri lain (seperti bangunan dan pohon di sekitar rumah tanaman) yang dapat mempengaruhi paramater input seperti pantulan radiasi dan pola aliran udara.
39
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Iklim pada Rumah Tanaman Kondisi iklim pada rumah tanaman direpresentasikan dengan data hasil
pengukuran pada saat fase vegetatif (pertumbuhan tanaman) dan fase generatif (tanaman tomat mulai berbuah). Pengukuran dilakukan selama 7 x 24 jam (7 hari) di lingkungan rumah tanaman yang berupa radiasi matahari, kecepatan udara, kelembaban udara dan suhu udara lingkungan. Namun untuk melakukan simulasi penulis hanya mengambil data 1 x 24 jam pada masing-masing fase dari 7 hari pengukuran yang telah dilakukan. Data yang diambil untuk diolah dalam simulasi merupakan data yang sekiranya menunjukkan kondisi cuaca normal atau cerah, mengingat iklim cuaca di daerah Bogor sangat fluktuasi. Pertimbangan pengambilan data pada cuaca cerah didasarkan pada pola dinamika radiasi matahari yang terukur. Selain itu, simulasi yang dilakukan merupakan simulasi pada kondisi tetap (steady state), sehingga proses iterasi dalam simulasi hanya dilakukan pada satu waktu tertentu. Oleh karena itu, dari 24 jam per 30 menit pengukuran dipilih satu kondisi yang paling ekstrim dimana parameter kritisnya adalah suhu yang dominan dipengaruhi oleh radiasi matahari. Hal tersebut memiliki alasan bahwa pada kondisi ekstrim sangat memungkinkan kondisi iklim di dalam rumah tanaman memerlukan pengendalian, sehingga perlu adanya kuantifikasi parameter yang berpotensi untuk direkayasa. Hasil simulasi CFD dapat memudahkan untuk melakukan analisa kuantitatif parameter yang terdistribusi pada rumah tanaman. Dinamika parameter tersebut ditunjukkan per 30 menit oleh grafik yang disajikan pada Gambar 13. Perubahan radiasi matahari pada fase vegetatif (Gambar 13.a) dominan mempengaruhi sebaran suhu dilingkungan rumah tanaman. Nilai radiasi matahari tertinggi terjadi pada siang hari pukul 13.30 WIB yaitu sebesar 1056 (W m-2), dan redup tepat pada pukul 16:30 WIB yang berarti bernilai nol (0). Pada waktu puncak yang sama, suhu rata-rata di dalam rumah tanaman terjadi maksimal sebesar 34.2 °C sedangkan suhu rata-rata di luar rumah tanaman maksimal sebesar 33 °C. Perbedaan suhu antara di dalam rumah tanaman dengan di luar rumah tanaman rata-rata sebesar 0.8 °C.
40
1200
40.0 35.0
Radiasi surya (W m-2)
1000
30.0 800
25.0
600
20.0 15.0
400
10.0 200
Suhu rata-rata luar GH (°C)
a
5.0
0
0.0 6:00
9:00
12:00
15:00
18:00
21:00
0:00
3:00
6:00
waktu pengukuran Radiasi surya
Suhu rata-rata dalam GH
Suhu rata-rata luar GH
b 1000
35.0
900
30.0 25.0
700 600
20.0
500 15.0
400 300
Suhu (°C)
Radiasi surya (W m-2)
800
10.0
200 5.0
100 0
0.0 6:00
10:00
Radiasi Surya
14:00
18:00
22:00
Waktu Pengukuran Suhu rata-rata luar GH
2:00
6:00
Suhu rata-rata dalam GH
Gambar 13. Pola sebaran radiasi matahari yang mempengaruhi suhu lingkungan rumah tanaman; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus. Fase generatif (Gambar 13.b), juga menunjukkan fluktuasi perubahan suhu di luar rumah tanaman dengan di dalam rumah tanaman dominan dipengaruhi
41
oleh radiasi matahari. Puncak radiasi sinar matahari hasil pengukuran pada fase generatif terjadi pada pukul 12:30 WIB yaitu sebesar 914 W m-2. Radiasi matahari redup pada pukul 16:30 WIB dimana pengukuran radiasi sudah menunjukkan nilai 0 (nol) sampai pukul 06:00 pagi di hari berikutnya. Hal serupa juga ditunjukkan oleh dinamika suhu di dalam rumah tanaman dan di luar rumah tanaman. Kondisi suhu tertinggi terjadi pada waktu yang sama dimana radiasi yang terpancar pada rumah tanaman adalah nilai radiasi paling tinggi sepanjang hari tersebut. Kisaran suhu yang tersebar di dalam rumah tanaman mulai dari 26.1°C sampai 32.4°C, sedangkan suhu di luar rumah tanaman berkisar antara 22.3°C sampai 33.0°C. Pola dinamika perubahan suhu baik di dalam maupun di luar rumah tanaman sebanding dengan pola dinamika radiasi matahari, sehingga dapat dikatakan bahwa korelasi perubahan suhu berbanding lurus dengan perubahan radiasi matahari. Pengaruh peningkatan suhu terhadap tanaman tentu dapat mengakibatkan laju respirasi pada tanaman semakin meningkat. Hal ini dipicu karena stomata pada daun secara fisiologi akan terbuka ketika suhu di daerah tanaman tinggi. Tingginya suhu di daerah tanaman juga disertai tingginya radiasi matahari. Sementara gelombang radiasi matahari merupakan layaknya sebuah bahan bakar bagi daun untuk melakukan fotosintesis yang disebut dengan reaksi terang. Reaksi terang merupakan proses fotosintesis yang memerlukan cahaya dimana terdiri dari dua fotosistem yang saling bekerja sama, yaitu fotosistem I dan fotosistem II (Raven et al., 2005). Fotosistem I (PS I) berisi pusat reaksi P700, yang berarti bahwa fotosistem ini optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 700 nm, sedangkan fotosistem II (PS II) berisi pusat reaksi P680 dan optimal menyerap cahaya pada panjang gelombang 680 nm. Hasil dari aktifitas fotosintesis tersebut salah satunya adalah gas oksigen (O2) yang bersifat tidak mengikat panas. Menurut Raven et al., 2005, reaksi secara keseluruhan yang terjadi pada reaksi terang adalah sebagai berikut: Sinar + ADP + Pi + NADP+ + 2H2O → ATP + NADPH + 3H+ + O2 Kerja sama PS I dan PS II dengan menyerap energi gelombang radiasi matahari optimal sebesar P700 nm dan P680 nm menyebabkan gelombang panjang yang masuk ke dalam rumah tanaman berubah menjadi gelombang
42
pendek dan memiliki energi yang lebih kecil, sehingga tidak mampu menembus atap rumah tanaman dan tertangkap di dalamnya. Hal ini terjadi karena sebagian besar gelombang radiasi matahari diserap tanaman sehingga dapat mengurangi sifat panas yang berlebih akibat gelombang pendek yang dipantulkan oleh bendabenda yang ada di dalam rumah tanaman termasuk tanaman tomat yang dibudidayakan. Apabila dihubungkan dengan fenomena bahwa perbedaan suhu pada waktu pagi hari (pukul 06:00) sampai siang hari (pukul 12:00), maka perbedaan ketika fase generatif (tumbuhan sudah besar dan mulai berbuah), lebih kecil dibandingkan dengan perbedaan suhu ketika fase vegetatif (Gambar 14). Pada fase vegetatif perbedaan suhu terlihat tidak begitu fluktuasi dan cenderung stabil, karena aktifitas pertumbuhan tanaman belum begitu berpengaruh terhadap dinamika kondisi iklim mikro, sedangkan fase generatif perbedaan suhu inside dan outside berfluktuasi. 6.0
Suhu (°C)
5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 6:00 7:00 8:00 9:00 10:00 11:00 12:00 13:00 14:00 15:00 16:00 17:00 18:00 19:00 20:00 21:00 22:00 23:00 0:00 1:00 2:00 3:00 4:00 5:00 6:00
0.0
Waktu pengukuran Perbedaan suhu luar dan dalam fase generatif Perbedaan suhu luar dan dalam fase vegetatif
Gambar 14. Dinamika perbedaan suhu inside dan outside rumah tanaman. Hal menarik pada Gambar 14 adalah perubahan perbedaan suhu inside dan outside setelah pukul 12:30 siang pada fase generatif, dimana perubahan perbedaan suhu meningkat secara drastis kemudian bertahan di atas angka 3°C. Pada waktu yang sama, terjadi penurunan nilai radiasi matahari cukup drastis yang diikuti oleh penurunan udara lingkungan luar rumah tanaman. Penurunan udara luar dari pukul 12:30 sampai pukul 18:00 cukup signifikan, namun setelah
43
itu penurunan suhu luar terlihat lebih halus dan stabil. Sementara itu, suhu di dalam rumah tanaman ikut menurun namun tidak begitu drastis dan cenderung stabil ketika tidak ada lagi radiasi matahari. Kondisi suhu di dalam rumah tanaman yang stabil diduga akibat dari aktifitas fotosistesis tanaman yang tidak melibatkan cahaya (disebut reaksi gelap) dan respirasi tanaman. Reaksi gelap pada tumbuhan dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu siklus Calvin-Benson dan siklus Hatch-Slack (Raven et al ., 2005). Pada siklus Calvin-Benson tumbuhan mengubah senyawa ribulosa 1,5 bisfosfat menjadi
senyawa
dengan
jumlah
atom
karbon
tiga
yaitu
senyawa
3-phosphogliserat (Raven et al., 2005). Oleh karena itulah tumbuhan yang menjalankan reaksi gelap melalui jalur ini dinamakan tumbuhan C-3. Penambatan CO2 sebagai sumber karbon pada tumbuhan ini dibantu oleh enzim rubisco (Raven et al ., 2005). Tumbuhan yang reaksi gelapnya mengikuti jalur HatchSlack disebut tumbuhan C-4 karena senyawa yang terbentuk setelah penambatan CO2 adalah oksaloasetat yang memiliki empat atom karbon (Raven et al ., 2005). Enzim yang berperan adalah phosphoenolpyruvate carboxilase. Penambatan gas karbon yang bersifat dapat menyimpan panas mengakibatkan suhu tumbuhan saat melakukan proses metabolisme ini bersifat lebih hangat. Selain itu, tumbuhan melakukan proses respirasi yang dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen. Respirasi merupakan proses penguraian senyawa organik menjadi air dan karbondioksida untuk memperoleh energi dengan bantuan oksigen (Raven et al., 2005), dimana secara keseluruhan proses respirasi dapat dirangkum sebagai berikut:
Produk respirasi tumbuhan berupa CO2 dan berkumpul di dalam rumah tanaman dapat mengakibatkan efek rumah kaca secara lokal, sehingga suhu udara di dalam rumah tanaman tetap hangat walaupun suhu udara diluar berangsur menurun. Oleh karena itu, perbedaan suhu antara di luar dengan di dalam pada fase generatif cenderung lebih besar dibandingkan dengan perbedaan suhu di malam hari saat fase vegetatif.
44
Kecepatan angin bertiup secara fluktuasi ketika kondisi terang, yaitu dari pagi sampai sore. Angin bergerak secara fluktuasi sejalan dengan penurunan nilai RH dan berbanding terbalik (Gambar 15). Pada fase vegetatif (tanggal 16 Juli 2010), angin dominan bergerak dari arah utara (N) menuju selatan (S). Namun pada fase generatif (23 Agustus 2010), pergerakan angin dominan berasal dari arah selatan menuju utara.
.
100
5
90
4
80
3
70
2
60
1
50
kecepatan udara (m s¯¹)
RH (%)
a
0 6:00
9:00
12:00
15:00
18:00
21:00
0:00
3:00
6:00
waktu pengukuran
b
kecepatan udara
120
1.4
100
1.2 1
RH (%)
80
0.8 60 0.6 40
0.4
20
kacepatan udara (m s-1)
RH luar GH
0.2
0
0 6:00
9:00
12:00 15:00 18:00 21:00 Waktu Pengukuran
Kelembaban udara
0:00
3:00
Kecepatan udara
Gambar 15. Fluktuasi kecepatan angin dan perubahan kelembaban udara pada; (a) 16 Juli, (b) 23 Agustus.
45
Fluktuasi kecepatan angin pada siang hari tanggal 16 Juli 2010 hingga mencapai kecepatan 4.5 m s-1, sedangkan pada malam hari angin dominan tidak bergerak. Berbeda dengan tanggal 23 Agustus 2010, tiupan angin cenderung lebih kecil hanya mencapai 1.3 m s-1 pada siang hari dan tanpa angin ketika malam hari. Fenomena alamiah ini dapat menunjukkan bahwa untuk menurunkan nilai RH dapat dilakukan dengan cara penerapan kontrol aktif pergerakan udara pada lingkungan tersebut. Salah satu contohnya adalah dengan penerapan exhaust fan atau blower pada rumah tanaman. 4.2
Simulasi Rumah Tanaman dengan CFD Simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara pada rumah tanaman yang
melibatkan penerapan exhaust fan dipengaruhi nyata oleh 3 hal komponen, yaitu sifat porositas dan kehilangan tekanan pada aliran udara yang melewati dinding screen, karakteristik aliran udara pada exhaust fan, serta karakteristik aliran udara diantara tanaman yang dibudidayakan. Oleh karena itu, karakteristik dari masingmasing komponen tersebut perlu dihitung dan dianalisa terlebih dahulu sebagai input atau data pendukung bagi simulasi pada rumah tanaman. 4.2.1 Grid hasil Diskritisasi Secara prinsip, pada wilayah yang dekat dengan dinding solid, fluida yang mengalir akan membentuk suatu lapisan yang disebut boundary layer akibat dari adanya tumbukan dan tegangan geser pada dinding. Perubahan parameter fisik fluida pada wilayah boundary layer terjadi secara fluktuasi. Oleh karena itu dibutuhkan media untuk menangkap peristiwa perubahan yang terjadi pada setiap parsel fluida yang bergerak agar dapat dianalisa. Hal inilah yang mendasari keragaman grid yang dibentuk. Keragaman grid dapat mempengaruhi akurasi perhitungan. Kondisi regional kasa yang memiliki sifat poros, nilai grid yang dibuat harus jauh lebih halus dari regional lainnya. Hal ini diharapkan fluida yang melewati media kasa atau screen house dapat terhitung oleh solver. Bentuk grid hasil dari diskritisasi dengan FVM pada software flow simulation SolidWorks konsisten dan terstruktur berupa tetrahedral. Keragaman grid geometri rumah tanaman disajikan oleh Gambar 16.
46
a
b
c
Gambar 16. Keragaman sebaran grid pada geometri rumah tanaman; (a) tampak depan, (b) tampak atas, dan (c) tampak samping. Grid pada rumah tanaman terbagi menjadi 2 jenis grid yaitu fluida dan solid. Jumlah grid yang berupa fluida sebesar 948121 grid, sedangkan grid
47
yang berupa solid berjumlah 14865 grid. Jumlah grid ini menentukan besarnya memori yang dibutuhkan untuk melakukan iterasi. Biasanya 1 MB memori RAM pada perangkat komputer yang digunakan itu berbanding dengan 100 grid. Sedangkan jumlah grid yang terbentuk dipengaruhi oleh batasan domain yang dirancang. Batasan domain pada model rumah tanaman yang disimulasikan secara rinci dapat dilihat dari data yang disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Batasan domain (region) untuk model simulasi rumah tanaman.
Keragaman grid dalam penentuan kehilangan tekanan pada material screen atau kasa dilihat Gambar 17, sedangkan batasan domain dari model uji kehilangan tekanan pada material kasa disajikan pada Tabel 5. Jumlah grid yang terbentuk sebanyak 120532 grid fluida dan 105776 grid solid. Model simulasi aliran udara yang melewati exhaust fan memiliki keragaman grid seperti disajikan pada Gambar 17, dan jumlah grid yang terbentuk adalah sebesar 1114628 grid fluida dan 352 grid solid.
48
Gambar 17. Keragaman sebaran grid pada geometri kasa di dalam wind tunnel digital tampak trimetric. Tabel 5 Batasan domain (region) untuk model simulasi material kasa
4.2.2 Uji Kehilangan Tekanan pada Material Poros Nilai debit aliran udara dan perbedaan tekanan dapat diuji pada wind tunnel dengan memberikan perlakuan debit udara yang berbeda dan dilewatkan kedalam material kasa. Material kasa digambarkan berupa solid dan dilubangi sesuai dengan nilai porositasnya. Nilai porositas material kasa rumah tanaman dihitung dengan persamaan 3, dimana panjang void l = 0.2 mm, lebar void w = 0.17 mm, sedangkan diameter bahan penyusun kasa d = 0.045 mm, maka nilai porositas yang dimiliki kasa adalah 64.5 %. Udara melewati bahan poros tersebut terjadi kehilangan tekanan udara akibat adanya gaya gesek dan momentum partikel udara yang membentur
49
media berpori. Karakteristik pola aliran udara yang melewati suatu media berpori ditentukan oleh nilai permeabilitas material poros K dan faktor inersia Y. Nilai permeabilitas poros dan faktor inersia dapat dihitung dengan persamaan 2 sebagai berikut: K 3.44 10 9 1.6
3.44 10 9 (0.645)1.6
1.705 10 9 m2 Y 4.3 10 2 2.13
4.3 10 2 (0.645) 2.13
10.94 10 2
Gaya gesek yang terjadi saat udara membentur dinding permukaan solid bagian samping dari lubang void media poros menimbulkan adanya vortex pada aliran. Vortex merupakan pola aliran baru akibat adanya integral momentum volume udara yang melewati dinding bahan kasa (Okiishi et al ., 2006). Ketika terjadi pemisahan aliran (creeping flow) maka terjadi pula pusaran-pusaran lokal. Hal ini dipengaruhi oleh nilai Reynold number fluida. Potensi adanya pembentukan vortex di dalam aliran fluida dinamakan vorticity. Fenomena adanya vortex yang melewati bahan kasa dapat dilihat pada Cut plot trajectori aliran udara Gambar 18.
(a)
(b)
Gambar 18. (a) bentuk geometri kasa yang akan diuji pada wind tunnel CFD, (b) vortex atau pusaran-pusaran lokal pada aliran udara setelah melewati bahan kasa.
50
Kehilangan tekanan terjadi akibat adanya nilai resistansi udara atau lebih dikenal dengan sebutan koefisien drag. Hal ini terlihat jelas pada Gambar 19 sebagai Cut plot hasil simulasi yang merepresentasikan perubahan nilai tekanan udara dengan menggunakan gradasi warna yang berbeda.
Gambar 19. Kontur fenomena kehilangan tekanan pada aliran udara. Pengujian kehilangan tekanan dilakukan dengan memasukkan nilai kecepatan angin yang berbeda-beda pada wind tunnel kemudian dicatat perbedaan tekanan udara ketika akan melewati bahan kasa dan tekanan udara ketika sudah melewati bahan kasa. Pola perubahan kehilangan tekanan
berbanding
lurus
dengan
peningkatan
debit
udara
yang
dihembuskan dan korelasinya dapat dikatakan linier. Hal ini dapat dilihat
pressure drop (Pa)
pada Gambar 20. 40 35 30 25 20 15 10 5 0
37.176 29.339 22.424 16.432 11.361 3.985
7.212
0.297 1.680 0.06 0.12 0.18 0.24 0.30 0.36 0.42 0.48 0.54 volume flow rate (m3s-1) pressure drop kasa
Gambar 20. Korelasi antara kehilangan tekanan dengan debit udara.
51
4.3
Distribusi Suhu 4.3.1 Distribusi Suhu pada Rumah Tanaman Tanpa Tanaman Perbedaan nilai suhu udara di dalam rumah tanaman hasil simulasi menggunakan CFD direpresentasikan dengan gradasi warna yang berbeda. Nilai suhu terendah diwakili dengan warna biru sedangkan nilai suhu tertinggi diwakili dengan warna merah. Ketika rumah tanaman kosong dimana tidak ada aktifitas tumbuhan di dalamnya, angin bertiup dari arah utara yang berarti searah dengan sumbu x (lihat Gambar 6). Namun, distribusi suhu di dalam rumah tanaman cenderung merata dan perbedaan suhu antara di dalam dengan di luar rata-rata hanya sekitar 0.6 °C. Arah angin yang bertiup dari utara (searah dengan sumbu x) menyebabkan panas udara sedikit terbawa ke arah selatan. Gambar 21.a, menunjukkan sebaran suhu tampak atas pada ketinggian 0.5 m dari lantai. Suhu pada daerah ujung selatan di luar batas tembok rumah tanaman terlihat bahwa suhu di kedua pojok tersebut lebih panas dari suhu lingkungan luar lainnya. Hal ini terjadi karena daerah tersebut merupakan daerah yang berpotensi
terjadi
fenomena
pusaran-pusaran
lokal
(vortex)
yang
diakibatkan oleh adanya sifat integrasi momentum udara terhadap dinding tembok dan lantai. Sementara itu nilai suhu udara yang panas berasal dari konveksi udara terhadap permukaan tembok dan lantai. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan antara kontur sebaran suhu pada Gambar 21.a dengan sebaran suhu udara pada Gambar 21.b, dimana pada ketinggian 1.5 dari lantai, pusaran udara panas di daerah luar pojok selatan tidak tampak.
52
a
b
c
Gambar 21 Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman. Keseragaman distribusi suhu di dalam rumah tanaman juga dapat dilihat pada kontur suhu yang disajikan secara tampak dari depan bangunan. Suhu udara yang tersebar di dalam rumah tanaman antara 30.7 °C sampai 32.7 °C. Pada bidang jarak 3 meter dari pintu depan (Gambar 22.a), suhu
53
udara di wilayah atas yang dekat dengan bukaan, terlihat lebih rendah dan hampir sama dengan nilai suhu udara di lingkungan luar. Bagian layer tengah dan bawah terlihat berbeda kisarannya yaitu sekitar 31.3°C sampai 32.7°C. Suhu pada bagian bedengan terlihat lebih tinggi dari pada suhu di luar bedengan. Hal ini terjadi karena bedengan masih tidak difungsikan untuk mengalirkan air, sehingga beberapa parsel udara terjebak di dalamnya dan terpanaskan melalui konveksi udara yang bersumber dari bahan bedengan serta radiasi termal yang dipantulkan oleh permukaan bedengan ke udara di sekelilingnya. Sedangkan suhu pada bagian tembok dan lantai terlihat lebih tinggi antara 32.7 °C sampai 34.0 °C, dimana suhu pada permukaan solid baik tembok maupun lantai dipengaruhi oleh proses konduksi termal yang menangkap radiasi termal matahari. Semakin ke belakang, dimana sejalan dengan arah pergerakan udara yaitu searah sumbu x, udara panas yang menyelimuti permukaan komponen rumah tanaman terlihat semakin tebal. Fenomena itu dapat dilihat dengan komparasi gambar kontur suhu hasil simulasi antara (Gambar 22.a, 22.b dan 22.c). Penebalan tersebut terjadi akibat akumulasi udara panas yang terbawa oleh hembusan angin dan integrasi momentum udara terhadap bidang solid, serta gaya gesek dan kekasaran permukaan solid yang dilalui udara. Akumulasi udara panas pada wilayah bukaan terlihat sangat signifikan karena pada wilayah tersebut merupakan tempat terjadinya pertemuan dua permukaan solid yang saling berhadapan. Selain itu, wilayah bukaan menjadi tempat keluarnya udara panas yang berada di dalam rumah tanaman. Udara panas yang berada di dalam rumah tanaman terdorong bergerak ke atas dan keluar melalui bukaan atas dipicu oleh sifat efek bouyancy udara yang terpanaskan didekat permukaan atap dan dibantu oleh hembusan angin. Namun efek bouyancy dapat terkalahkan oleh hembusan angin yang tinggi.
54
a
b
c
Gambar 22 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 3 m, (b) 6 m, dan (c) 9 m dari pintu depan; tanpa tanaman. Distribusi suhu udara di dalam rumah tanaman dipengaruhi oleh angin yang menerpa bangunan rumah tanaman. Namun tiupan angin tertahan oleh sifat resistansi udara yang dimiliki dinding kasa. Karakteristik dinding kasa
55
rumah tanaman memiliki nilai porositas α sebesar 64.5%, nilai permeabilitas K sebesar 1.705 x 10-9 m-2 ,faktor inersia Y sebesar 10.94 x 10-2. Wilayah depan atas merupakan wilayah yang paling dominan mendapatkan tekanan udara, dimana udara yang menerpa bangunan rumah tanaman profilnya semakin meningkat sejalan dengan penambahan ketinggian. Oleh karena itu, suhu udara pada bagian atas depan (kiri) membentuk semacam palung udara, yaitu suhu udara yang sama dengan suhu udara lingkungan (lihat Gambar 23).
Gambar 23. Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping; pada bidang tengah; tanpa tanaman. Dari Gambar 23 terlihat bahwa wilayah belakang bawah menunjukkan suhu yang sama dengan suhu lingkungan. Wilayah tersebut merupakan wilayah dimana terjadinya kehilangan tekanan total dari aliran udara yang terhalang oleh tembok bangunan rumah tanaman. Hilangnya tekanan total menyebabkan krisis udara yang mengalir pada bagian wilayah tersebut. Udara yang mengalir pada wilayah belakang umumnya berasal dari bangunan rumah tanaman yang bersifat lebih panas dibandingkan dengan udara di luar. 4.3.2 Distribusi Suhu pada Rumah Tanaman dengan Tanaman Input data sebagai kondisi awal pada simulasi suhu dan aliran udara rumah tanaman yang ada aktifitas tanamannya, berasal dari data hasil pengukuran ketika fase generatif tanaman. Namun, dalam simulasi geometri tanaman tidak disertakan di dalam bangunan. Hanya saja, dampak dari aktifitas pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan seperti respirasi dan
56
fotosistesis, berpengaruh nyata terhadap suhu udara di dalam rumah tanaman. Kemudian parameter suhu tersebut menjadi input simulasi. Oleh itu, simulasi ini dapat dikatakan simulasi distribusi suhu yang telah mempertimbangkan faktor efek dari aktifitas pertumbuhan tanaman. Namun parameter fisik dari aktifitas tanaman secara langsung tidak diikutsertakan, seperti panas sensibel, laju transpirasi udara pada tanaman, daya absorpsi tanaman terhadap gelombang termal matahari serta bentuk dan dimensi tanaman tidak diperhitungkan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa tampak atas pada ketinggian 0.5 m dari lantai (Gambar 24.a), distribusi suhu cenderung dipengaruhi oleh proses konveksi bebas udara yang disekitar permukaan tembok yang bersifat radiatif. Perbedaan suhu udara ditunjukkan dengan gradasi warna sedangkan anak panah menunjukkan vektor arah bergeraknya udara. Besar kecilnya vektor udara menunjukkan kepadatan udara yang berhembus. Garis tebal berbentuk persegi yang berwarna merah merupakan tembok yang berbahan dasar permukaan semen dan tingginya hanya 0.5 m dari lantai. Bentuk lingkaran yang berwarna biru menunjukkan water torn yang berisi air dimana suhu air serta udara di dalamnya tidak diperhitungkan. Kemudian dua warna hitam pada garis tebal merah yang menunjukkan tembok adalah 2 unit kipas (exhaust fan) yang dipasang pada ketinggian 2 m dari lantai. Kisaran sebaran suhu di dalam rumah tanaman mulai dari 31.9 °C sampai 32.4 °C. Suhu rendah atau hampir sama dengan suhu di luar rumah tanaman terdapat pada zona dimana aliran udara sedikit, yaitu pada zona tengah pusaran. Zona tersebut merupakan zona ditempatkannya bedengan tanaman yang dialiri air dengan suhu rendah untuk kebutuhan pendinginan pada zona perakaran dalam budidaya hidroponik. Selain itu, zona yang memiliki aliran udara rendah adalah zona dimana terjadinya kehilangan tekanan sehingga nilai tekanannya menjadi rendah (low pressure). Terjadinya tekanan rendah merupakan efek negatif dari peristiwa tumbukan atau momentum udara yang membentur dinding tembok maupun kasa (seperti zona yang berada di dekat pintu depan), sehingga jika tampak atas
57
udara membentuk pusaran hampir seperti sayap kupu-kupu, dimana pada bagian tengah udara berlawanan arah dari hembusan angin luar. a
b
c
Gambar 24.Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m, (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; terdapat tanaman.
58
Sebaran suhu udara pada ketinggian 1.5 m dari permukaan lantai menunjukkan nilai kisaran antara 31.9 °C sampai 32.3 °C (Gambar 24.b). Suhu yang tinggi terdapat pada zona permukaan luar pintu depan rumah tanaman, dimana panas terakumulasi akibat konveksi dari kusen pintu depan yang terbuat dari bahan logam besi alloy. Sebaran suhu pada ketinggian 2 m dari lantai (Gambar 24.c), terlihat lebih seragam dari pada sebaran suhu di daerah yang lebih rendah. Hal ini terjadi karena pada ketinggian 2 m sudah tidak terpengaruh oleh suhu rendah yang berasal dari bedengan air untuk tanaman hidroponik. Namun pada zona permukaan luar pintu depan terlihat jelas bahwa suhu lebih tinggi dari pada suhu di dalam karena adanya konveksi termal dari kusen pintu depan. Gambar 25 menunjukkan distribusi suhu udara di dalam rumah tanaman tampak depan. Arah pergerakan angin dari selatan menuju utara menyebabkan panas udara terakumulasi di zona depan. Sementara itu, udara dari luar masuk ke dalam rumah tanaman dominan melalui ventilasi alamiah bukaan atas. Hal ini dapat dilihat dengan mengkomparasikan Gambar kontur suhu udara mulai dari depan sampai belakang secara berurutan (Gambar 25.a sampai Gambar 25.d). Semakin ke belakang, suhu udara di zona bukaan atas tampak lebih rendah. Selain itu, bedengan yang difungsikan untuk menanam tanaman dan dialiri air menjadikan suhu udara di sekitar bedengan ikut rendah dan panas udara akibat sifat radiatif termal dari permukaan lantai dapat teredam oleh dinginnnya air yang dialirkan dalam bedengan. Pada bagian yang dekat dengan pintu depan (gambar 25.a dan Gambar 25.b) terlihat bahwa arah pergerakan udara mengarah ke luar bukaan atas, hal ini menyebabkan suhu udara yang panas menebal di permukaan atap rumah tanaman. Hal serupa terlihat pada kontur distribusi suhu udara tampak samping yang disajikan pada Gambar 26.
59
a
b
c
d
Gambar 25 Cut plot suhu udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 3 m, (b) 6 m, (c) 9 m, dan (d) 11.5 m, dari pintu depan; dengan tanaman.
60
.
a
b
c
Gambar 26.
Cut plot suhu udara rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; dengan pertumbuhan tanaman.
Dari sekian gambar Cut plot distribusi suhu, pengaruh dari exhaust fan ternyata tidak begitu tampak. Namun pada Gambar 26.c terlihat hanya sedikit sekali exhaust fan dapat membantu mengeluarkan udara panas yang ada di dalam rumah tanaman.
61
4.4
Pola Aliran Udara Pola aliran udara di dalam rumah tanaman dapat dianalisa dengan vektor
aliran udara yang disajikan dalam bentuk kontur vektor udara. Gradasi warna menunjukkan level nilai kecepatan udara, sementara itu untuk memahami arah pergerakan udara, dapat dengan mudah dilihat dari arah panah atau vektor yang ada, sedangkan panjang dan kerapatan panah menunjukkan kerapatan aliran udara. Sama seperti distribusi suhu udara di dalam rumah tanaman, analisa vektor aliran udara dibedakan menjadi dua kondisi besar, yaitu kondisi rumah tanaman tanpa adanya aktifitas pertumbuhan tanaman dan kondisi dengan adanya aktifitas pertumbuhan tanaman. Arah aliran udara pada kondisi rumah tanaman kosong berhembus searah dengan sumbu x (dari utara ke selatan). Profil hembusan udara tidak seragam, namun semakin besar kecepatanya sejalan dengan ketinggian (arah sumbu y). Kemudian, exhaust fan belum tidak dioperasikan ketikan rumah tanaman dalam keadaan kosong atau tidak ada aktifitas pertumbuhan tanaman. 4.4.1 Pola Aliran Udara pada Rumah Tanaman Tanpa Tanaman Dari Gambar 27 terlihat bahwa aliran udara di dalam rumah tanaman menyebar tak seragam dan terjadi perputaran aliran. Udara dari lingkungan dominan masuk ke dalam rumah tanaman melalui ventilasi bukaan atas yang bersifat lebih besar lubang void material kasanya. Selain itu, hembusan udara semakin kencang sejalan dengan peningkatan elevasi. Hal tersebut menunjukkan efektifitas kinerja dari ventilasi alamiah pada zona bukaan atas cukup baik, dimana udara lingkungan luar yang biasanya suhunya lebih rendah dari udara di dalam rumah tanaman dapat masuk ke dalam rumah tanaman sehingga memperkecil perbedaan suhu antara di luar dengan di dalam. Peristiwa stagnasi aliran udara terjadi pada zona dinding kasa bawah sehingga nilai kecepatan udara sangat rendah dan mengalami kehilangan tekanan yang disebabkan oleh nilai resistansi udara pada kasa. Nilai resistansi pada dinding kasa mengakibatkan udara yang berada di dalam rumah tanaman terjebak. Dengan suplai udara yang berasal dari hembusan angin masuk melalui kasa ventilasi bukaan atas menyebabkan udara
62
berputar ke arah bawah dan berbalik arah di bagian atas (Gambar 25.a dan Gambar 27.b). Namun pada zona dekat lantai bagian tengah dan di bawah bedengan NFT, arus udara bergerak berlawan dengan arah angin dan cukup besar nilai kecepatannya, yaitu di atas 1 m s-1. Dari Gambar 27 terlihat jelas bahwa aliran udara di dalam rumah tanaman berputar berbalik arah pada zona tengah. Fenomena ini mengindikasikan bahwa pergerakan udara di dalam rumah tanaman dipengaruhi oleh permukaan dinding rumah tanaman, baik tembok maupun dinding kasa. Dimana gaya gesek dan kekasaran yang dimiliki oleh suatu permukaan dinding tersebut mempengaruhi keterikatan fluida terhadap permukaan dinding yang dilalui. Oleh karena itu, udara cenderung bergerak di daerah permukaan tersebut dan ketika sampai pada dinding belakang yang tegak lurus terhadap arah alirannya maka terjadi momentum fluida sehingga pergerakan udara berbalik arah dan membentuk pusaran seperti sayap kupu-kupu. Aliran fluida pada zona tengah dengan ketinggian 0.5 m (Gambar 28.a) menunjukkan nilai kecepatan yang cukup besar dibandingkan dengan ketinggian 1.5 m dan 2 m dari lantai. Penyebab terjadinya hal tersebut adalah material dinding yang menjadi pembatas ruangan rumah tanaman yang terbuat dari tembok semen sampai ketinggian 0.5 m, sehingga udara tidak dapat menembusnya. Oleh karena itu, parsel udara yang terjebak di dalamnya lebih banyak dibandingkan dengan di bagian atas yang terbuat dari kasa dimana udara masih dapat melewatinya sekalipun memiliki sifat resistansi udara. Kemudian, udara tersebut mendapatkan perlakuan termal dari sifat radiatif permukaan lantai, sehingga suhu di atas permukaan lantai lebih tinggi daripada suhu di pertengahan. Udara yang terpanaskan akan bersifat lebih aktif dan lebih ringan sehingga masa jenisnya berkurang. Berkurangnya masa jenis udara ditambah pengaruh dari gaya gravitasi, maka udara yang terpanaskan akan cenderung bergerak ke atas. Maka dari itulah pergerakan udara yang di zona tengah bagian bawah lebih cepat dibandingkan di zona tengah bagian atasnya.
63
a
b
c
Gambar 27. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; tanpa tanaman.
64
a
b
c
Gambar 28. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; tanpa tanaman. Aliran udara yang menerpa dinding kasa secara frontal (tegak lurus dengan arah pergerakan udara) mengalami resistansi yang cukup kuat sehingga terjadi stagnasi dan kehilangan tekanan (Gambar 28.a). Namun, pada dinding kasa bagian bukaan atas tidak terjadi stagnasi dan kehilangan
65
tekanan, melainkan kecepatan udara cukup tinggi. Hal ini terjadi karena efek integral momentum udara yang menerpa ujung atap kanopi bagian depan sebelum menerpa dinding kasa, sehingga dorongan udara menembus dinding kasa menjadi lebih besar. Demikian pula kecepatan udara pada bagian samping dekat dinding terlihat lebih tinggi, merupakan akumulasi dari integral momentum udara yang membentur tiang rumah tanaman. a
b
c
66
d
e
Gambar 29. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari pintu depan; tanpa tanaman. Dari Gambar 29 terlihat bahwa aliran udara dari dalam rumah tanaman keluar melalui kasa ventilasi bukaan atas terjadi pada jarak setelah 6 m dari pintu depan, sedangkan kurang dari 6 m dari pintu depan udara dari lingkungan masuk ke dalam rumah tanaman. 4.4.2 Pola Aliran Udara pada Rumah Tanaman dengan Tanaman. Aliran udara tampak samping pada saat ada aktifitas pertumbuhan tanaman cenderung berputar antara bagian atas dan bawah. Pada bagian bawah, arah pergerakan udara berlawanan dengan arah angin yang masuk ke dalam rumah tanaman. Angin banyak masuk ke dalam rumah tanaman melalui ventilasi bukaan atas yang ditunjukan dengan nilai kecepatan udara cukup tinggi. Resistansi udara yang dimiliki oleh dinding kasa bawah bekerja sukup baik sehingga menyebabkan udara yang menerpa dinding
67
tersebut mengalami stagnasi. Hal ini dibuktikan oleh Gambar 30, yang menunjukan aliran udara pada rumah tanaman tampak samping. a
b
c
Gambar 30. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak samping; (a) bidang tengah; (b) 1 m, dan (c) 2 m dari bidang tengah; dengan tanaman. Dari Gambar 30.b terlihat bahwa pada area pertumbuhan tanaman yaitu di atas bedengan, pola kecepatan udara sangat rendah, dimana pada daerah tersebut terjadi pusat pusaran udara. Sehingga dapat diperkirakan bawah suplai udara bagi tanaman cukup rendah. Namun, pada dinding kasa belakang tampak sebagian udara yang berputar mengarah ke exhaust fan
68
(Gambar 30.a dan Gambar 30.b). Hal ini menunjukan bahwa exhaust fan sedang bekerja, walau pun pengaruh dari kinerja exhaust fan kecil. Kecepatan udara yang tinggi terdapat pada ventilasi atas bagian dinding depan dimana udara bergerak ke luar yang dipengaruhi oleh dorongan udara yang masuk dari luar dan juga peranan efek bouyancy. Selain itu, tumbukan udara pada tepi siku yang memisahkan antara dinding bawah dan dinding atas juga berperan meningkatkan kecepatan udara yang keluar melalui bukaan atas tersebut. Pada Gambar 30.c bagian bawah terlihat bahwa kecepatan udara di zona tersebut cukup rendah. Ini terjadi akibat efek pusaran udara yang berputar diantara tembok semen bangunan rumah tanaman. Hal tersebut dapat ditunjukkan pula oleh Gambar 31.a. Pada tepi tiang belakang bangunan rumah tanaman, posisi dimana udara dari luar menerpa rumah tanaman terlihat kecepatan udara di sekitar tiang tersebut cukup tinggi dari daerah samping lainnya. Hal ini disebabkan oleh gaya tumbukan udara yang membentur tiang sehingga lentingan dari momentum udara terhadap tiang solid tersebut mengakumulasikan gaya dan kecepatan pun bertambah. Pusaran angin yang ditunjukkan oleh nilai kecepatan udara yang rendah (berwarna biru) pada wilayah dalam rumah tanaman, semakin ke atas pusarannya semakin bergesar ke tengah an semakin kecil, kemudian keluar melalui ventilasi bukaan atas (bandingkan antara Gambar 31.a, Gambar 31.b dan Gambar 31.c). Kecepatan udara di lingkungan luar rumah tanaman semakin tinggi elevasinya, maka kecepatan udara semakin besar. Hal ini terlihat dari gradasi warna di luar rumah tanaman yang semakin dominan berwarna hijau antara pada ketinggian 0.5 m sampai 2 m dari permukaan lantai. Semakin kencang angin bertiup maka wilayah pusaran lokal (vortex) yang terbentuk akan semakin luas.
69
a
b
c
Gambar 31. Cut plot dinamika kecepatan udara di dalam rumah tanaman tampak atas; (a) 0.5 m; (b) 1.5 m, dan (c) 2 m dari lantai; dengan tanaman.
70
Aliran udara di dalam rumah tanaman jika dilihat secara 3D, aliran udara di dalam rumah tanaman seakan membentuk sebuah pola palung udara di bagian tengah rumah tanaman. Bentuk paling yang terjadi dipengaruhi oleh sifat resistansi dinding rumah tanaman terhadap kemampuan udara untuk menembus permukaan dinding yang menyelubungi bangunan rumah tanaman. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 32, yang menunjukkan perubahan bidang pola aliran udara tampak depan pada berbagai jarak bidang dari pintu depan. Dari Gambar 30.e terlihat bahwa kecepatan udara di dekat dinding kasa bagian belakang (sekitar 0.5 m) ada wilayah yang memiliki kecepatan udara cukup tinggi artinya tidak terpengaruh oleh resistansi kasa. Hal tersebut menunjukkan kinerja dari exhaust fan. Hal serupa juga tampak pada Gambar 30.a dan 30.b tampak samping, kecepatan udara di dekat exhaust fan terlihat lebih besar akibat sedotan dari kerjanya exhaust. Namun pengaruhnya terhadap pola aliran di dalam rumah tanaman sangat kecil. a
b
71
c
d
e
Gambar 32. Cut plot kecepatan udara pada rumah tanaman tampak depan; (a) 0.5 m, (b) 3 m, dan (c) 6 m, (d) 9 m, dan (e) 11.5 m dari pintu depan; dengan tanaman. 4.5
Validasi Model Sebaran Suhu pada Rumah Tanaman. Validasi
model
dilakukan
dengan
membandingkan
data
hasil
simulasi/prediksi dengan data hasil pengukuran pada posisi titik yang sama.
72
Untuk merepresentasikan sebaran suhu, telah diambil 8 titik sebaran suhu yang berbeda pada zona atas pertumbuhan tanaman, yaitu di sekitar atas bedengan NFT atau zona ruangan rumah tanaman bagian timur. Nilai eror dihitung dengan menggunakan persamaan (17) yang menunjukkan tingkat akurasi dari hasil simulasi. Nilai eror yang di dapat dari dua model yang disimulasikan, yaitu model tanpa aktifitas pertumbuhan tanaman dan model dengan aktifitas pertumbuhan tanaman, menunjukkan hasil yang bagus yaitu < 10 %. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 6 Nilai error dari model hasil simulasi. Model
dengan aktifitas tanaman
tanpa aktifitas tanaman
ordinat suhu [°C] titik ukur x [m] y [m] z [m] simulasi Ukur 1 -4 2 -0.5 32.09 32.3 2 -1.5 2 -0.5 32.07 31.8 3 1.5 2 -0.5 32.07 34.0 4 4 2 -0.5 32.08 35.3 5 -4 2 -2 32.08 29.2 6 -1.5 2 -2 32.07 29.3 7 1.5 2 -2 32.07 33.0 8 4 2 -2 32.07 34.3 1 -4 2 -0.5 31.43 29.2 2 -1.5 2 -0.5 31.46 34.3 3 1.5 2 -0.5 31.44 34.4 4 4 2 -0.5 31.43 30.2 5 -4 2 -2 31.45 31.7 6 -1.5 2 -2 31.46 31.4 7 1.5 2 -2 31.45 32.6 8 4 2 -2 31.45 32.3 rata-rata
Error (%) 0.64 0.86 5.67 9.13 9.87 9.46 2.81 6.50 7.64 8.28 8.60 4.07 0.79 0.19 3.53 2.63 5.04
Nilai error pada lebih besar ditunjukkan oleh model simulasi yang dengan aktifitas pertumbuhan tanaman, terlihat hampir mendekati angka 10 %. Hal ini terjadi karena pembatasan kondisi yang dilakukan sangat sederhana, dimana karakteristik fisik dari tanaman yang dibudidayakan di dalam rumah tanaman tidak didefinisikan ke dalam model. Hanya saja aktifitas pertumbuhan tanaman diwakili oleh nilai suhu pada bedengan dan kinerja exhaust fan. Maka, banyaknya pembatasan model dapat mengurangi nilai akurasi dari model tersebut.
73
Koefisien keseragaman (CU ) dihitung dengan menggunakan persamaan 18. Hasil dari perhitungan didapatkan CU pada model tanpa aktifitas pertumbuhan tanaman sebesar 98.2 % sedangkan CU untuk model rumah tanaman yang dengan aktifitas pertumbuhan tanaman diperoleh 99 %. Oleh karena itu, hasil simulasi dapat dikatakan baik karena nilai CU > 75 %.
74
75
V 5.1
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan 1. Berdasarkan hasil ukur iklim mikro di dalam rumah tanaman, perbedaan suhu di dalam rumah tanaman dengan di luar rumah tanaman nyata terlihat. Namun pada kondisi dimana terdapat aktifitas pertumbuhan tanaman, perbedaan suhu antara luar dan dalam rumah tanaman terlihat lebih fluktuasi karena kondisi suhu di dalam rumah tanaman terpengaruhi oleh aktifitas tumbuhan, dan lebih besar perbedaanya pada saat malam hari daripada saat siang hari. 2. Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan CFD, sebaran suhu di dalam rumah tanaman cenderung seragam namun dipastikan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu di luar bangunan rumah tanaman. Kisaran sebaran suhu pada model tanpa aktifitas tanaman secara umum antara 31.3 °C sampai 32.0 °C, dan hasil uji reabilitas didapatkan error maksimum 8.06 % dengan nilai koefisien keseragaman sebesar 98.2 %. Sedangkan sebaran suhu pada model rumah tanaman dengan aktifitas tanaman diperoleh 31.9 °C sampai 32.4 °C, error maksimum sebesar 9.87 % dan nilai keseragaman yang diperoleh sebesar 99 %. Oleh karena itu, hasil simulasi kedua model CFD dengan kondisi tersebut dapat dikatakan baik. 3. Kinerja dari exhaust fan sebagai ventilasi mekanis pada rumah tanaman tidak tampak nyata dan tidak berpengaruh nyata terhadap sebaran suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman. Namun, kinerja dari ventilasi bukaan atas rumah tanaman berfungsi sangat baik, hal ini terlihat dari vektor kecepatan udara yang mampu menembus bidang kasa dan membentuk plan yang tidak terjadi banyak pergerakan udara, yaitu pada pertengahan layer tampak depan.
5.2
Saran Beberapa saran yang dapat direkomendasikan untuk perbaikan model
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan simulasi uji realibilitas dengan titik ukur yang lebih beragam, terutama keberagaman pada gradien vertikalnya.
76
2. Performa dari exhaust fan harus didefinisikan lebih spesifik sesuai dengan kemampuan fan di lapangan sehingga kinerja dari exhaust fan dapat terlihat nyata. 3. Dalam perancangan desain rumah tanaman di daerah tropika basah lebih baik difokuskan pada optimalisasi ventilasi alamiah dengan mempertimbangkan interaksi struktur rumah tanaman dengan aliran udara dan iklim makronya. Selain itu, konsumsi energi dan penambahan biaya dalam penerapan suatu teknologi di dalam rumah tanaman seharusnya mempertimbangkan faktor ekonomis. 4. Pemilihan
bahan
struktur
rumah
tanaman
sebaiknya
mempertimbangkan karakteristik bahan yang memiliki konduktifitas termal dan radiasi termal yang rendah. 5. Perlu dilakukan simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara sebagai akibat dari interaksi struktur rumah tanaman dengan kondisi iklim mikro di dalamnya pada berbagai dimensi rumah tanaman, sehingga didapatkan standar dimensi rumah tanaman yang optimal untuk pengembangan desain rumah tanaman daerah tropika. 6. Hasil analisis dari simulasi menggunakan CFD yang memungkinkan visualisasi ilmiah tentang distribusi suhu dan pola pergerakan udara di dalam rumah tanaman memungkinkan peluang baru untuk perbaikan analisis kinerja, perancangan (desain), konstruksi dan implementasi rumah tanaman yang lebih baik dengan lebih cermat memperhatikan tipe/jenis rumah tanaman, iklim lingkungan, jenis screen, dimensi, pengaturan tata letak tanaman, dan jenis tanaman yang diproduksi di rumah tanaman.
77
DAFTAR PUSTAKA Apsley, D., 2005, Computational Fluid Dynamic, Springer, New York Arbel, A., O. Yekutieli, M. Barak. 1999.Performance of a fog system for cooling greenhouses, Journal of Agricultural Engineering Research (72): 129–136. Bot, G.P.A. 1983. Greenhouse Climate: from Physical Processes to a Dynamic Model [thesis]. Agricultural University of Wageningen. The Netherlands. 240p. Boulard, T., C. Kittas, J.C. Roy, S. Wang. 2002. Convective and ventilation transfers in Greenhouses, Part 2: Determination of the distributed Greenhouse Climate. Biosystems Engineering (83): 129-147. Bruse, M., 1998. Development of a numerical model for the simulation of exchange processes between small scale environmental design and microclimate in urban areas [Ph.D thesis]. Germany: University of Bochum. Campen, J.B. 2004. Greenhouse design applying CFD for Indonesian conditions. Acta Horticulturae (691): 419-424. Harmanto, L., H.J. Tantau, V.M. Salokhe. 2006. Optimization of ventilation opening area of naturally ventilated greenhouse in humid tripocal environment. Acta Horticulturae (719): 165-172 Heinsohn, R.J and J.M. Cimbala.2003. Indoor Air Quality Engineering. Marcel Dekker, Inc. New York. Holman, J.P. 1997. Perpindahan Kalor. Diterjemahkan oleh Ir. E. Jasjfi, M.Sc. Erlangga: Jakarta. Jain, D., G.N. Tiwari. 2002. Modeling and optimal design of evaporative cooling system in controlled environment greenhouse, Energy Conversion and Management (43): 2235–2250. Jamal, K.A. 1994. Greenhouse cooling in hot countries, Energy (19): 1187– 1192. Kamaruddin, R. 1999. A Naturally Ventilated Crop Protection Structure for Tropical Conditions [Ph.D Thesis]. Cranfield: SAFE, Cranfield University Kamaruddin, R., B.J. Bailey, M.P. Douglas. 2000. Physical properties of covering materials for naturally ventilated tropical greenhouse. Journal of Tropical Agriculture and Food Science (28): 55-69. Kumar, K.S., K.N. Tiwari, Madan.K. Jha. 2009. Design and technology for greenhouse cooling in tropical and subtropical regions: A review. Energy and Buildings (41): 1269-1275. Majdoubi, H., T. Boulard, H. Fatnassi, L.Buirden. 2009. Airflow and microclimate patterns in a one-hectare Canary type greenhouse: An experimental and CFD assisted study. Agricultural and Forest Meteorology (149): 1050-1062.
78
Maksum, M.A. 2009. Prediksi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara pada Greenhouse Tipe Standard Peak Menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD) [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Molina-Aiz, F.D., H. Fatnassi, T. Boulard, J.C. Roy, D.L. Valera. 2010. Comparison of finite element and finite volume methods for simulation of natural ventilation in greenhouses. Computers and Electronics in Agriculture (72): 69-86. Montero, J.I., A. Anton, A. Beil, C. Franquet. 1994. Cooling of greenhouse with compressed air fogging nozzles. Acta Horticulturae (281): 199–209. Norton, Tomas., Da-Wen Sun, Jim Grant, Richard Fallon, Vincent Dodd. 2007. Applications of Computational Fluid Dynamics (CFD) in The Modeling and Design of Ventilation Systems in The Agricultural Industry: A review. Bioresource Technology (98): 2386-2414. Rault, P.A., 1988. Protected crops in humid tropical regions. How we avoid or reduce excessive temperatures? How could we select the cladding materials and the greenhouse design? Di dalam: Acta Horticul ture 230. International Symposium on High Technology in Protected Cultivation; Hamamatsu, Japan, 12-15 May 1988. Netherlands: ISHS. hlm 565-572. Raven, Peter H, Ray F. Evert, Susan EE. 2005. Biology of Plants, 7th Edition. New York: W.H. Freeman and Company Publishers. Hal. 119-127. Romdhonah, Y., 2011. Simulasi Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara untuk Pengembangan Desain Rumah Tanaman di Daerah Tropika Basah [Tesis]. Pascasarjana-IPB. Bogor. Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. IPB Press. Bogor. Sutar, R.F., G.N. Tiwari. 1995. Analytical and numerical study of a controlled environment agricultural system for hot and dry climatic conditions, Energy and Buildings (23): 9–18. Tamrin, K.B. Seminar, H. Suhardiyanto. 2005. Model Jaringan Syaraf Tiruan untuk Pertumbuhan Tanaman Ketimun Mini (Cucumis sativus L. Var. Marla) pada Fase Vegetatif. Jurnal Keteknikan Pertanian (19): 01-10. Teitel, M. 2010. Using computational fluid dynamics simulations to determine pressure drops on woven screens. Biosystem Engineering (105):172-179. Tuakia, Firman. 2008. Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent. Informatika Bandung. Bandung. Versteeg H.K. and W. Malalasekera. 1995. An Introduction to Computational Fluid Dynamics The Finite Volume Method. John Wiley & Sons Inc. New York . von Zabeltitz, C. 1999. Greenhouse Structures. Ecosystems of the World’s 20 Greenhouses, Elsevier Publication, The Netherlands.
79
Yuwono AS, Rokhani H, Gardjito, dan Yudi C. 2008. Lingkungan dan Bangunan Pertanian (Farm Structure and Environment). Departemen Teknik Pertanian IPB, Bogor. Zhang, Y. 2005. Indoor Air Florida.
Quality Engineering. CRC Press. Boca Raton.
Zienkiewicz, O.C., R.L. Taylor, and P. Nithiarasu. 2005. The Finite Element Method For Fluid Dynamics-Sixth edition. Elsivier ButterworthHeinemann. Barcelona-Spain.
80
81
BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI DARMAGA BOGOR BMKG
Alamat : Jl. Alternatif IPB-Situgede Kotak Pos 174 Bogor 16115
Email.
[email protected] Web. http://klimatbogor.net
DATA ARAH ANGIN KETINGGIAN 10 m Lokasi
: Stasiun Kimatologi Darmaga Bogor
Lintang
: 6º31' LS 106º44' BT
Elevasi
: 201 m
TGL
JAN
PEB
MAR
APR
MEI
JUN JUL
AGS
SEP
OKT
NOP
DES
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
W W W W W S W W W W W NW W W C NW W W W W W W W NW W NW SW W W NW W
E W S S W NW W W E NW W W W W W W N W W W NW N S SW SW NW W N
S N SW NW N N W N NW N N N N NE NW E S E E NE NW E E SE N W N E N S S
W N S N E NW N SE NW NW S S NW W W SW N S NW S N W SW N N W W E S N
NE N N N NW N N SE S W S NW W NW E W N W S NE SE NW N S SE S S N N N E
NW NW NW S NW S N NW NW E N E N NE N N N N N N N N N E N N NW N NE NE
NW N N S N S N N E N E NE NE NE S W N N N N W NW S NE E E S E W N N
S E W NE N C W N W N NW N N N N W NW N N S N N N N E SE N N E N
W SW NE NE W E N NW W W NW NW N S SW SE W S N S S NE NE NW N W S N S N W
S W N W W S NW E W W N N W SW N S W N N W E S NW N W N N N S W
N N N N W W W W N N S W W N W W W N W W W W N W W S W W W W W
E E N N NE NW NE NW N NE N E NE NW N N NW N NW NE NW N NW N N E NW N E NE NE
82
83
Lampiran 2. Skema pengukuran parameter iklim mikro dan makro rumah tanaman.
h 4
p h
4
3 h 2
h
1
1
p
2m
6
3
m
p 2 p
Keterangan:
1
Termokopel
wireless
Anemometer
pyranometer
weather station