SIMULASI CAKUPAN AREA SINYAL WLAN 2.4 GHz PADA RUANGAN M. Faisol Riza, Imam Santoso, Ajub Ajulian Zahra Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik – Universitas Diponegoro Jl. Prof Soedarto SH Tembalang, Semarang 50275
[email protected]
Abstract Nowadays, wi-fi is commonly used as data transmission media in Wireless LAN (WLAN) network building. WLAN works using radiowave. Because of that, condition of a place or room has a very big effect on the quality of received signal by WLAN equipment. Optimal WLAN design will give advantages. Those are radiowave would be received well in every parts of room and can reduce the amount of access point needed. In this final project, a simulation program is made to give picture about wi-fi radiowave coverage area, that is concerned with room condition where the WLAN is implemented. In this simulation, Multi-wall indoor propagation method is used, where the type of obstacle material very affect in computation process to get the value of received signalpower. Signal coverage will be representated based on the value of Isotropic Receive Level (IRL) that is got trough computation invlving value of Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) and attenuation that caused by obstacle. From the results of simulations, we get area in the room that has signal coverage with low to high IRL. Besides the type of obstacle material, the allocation of access point is also has affect to signal coverage. This is concerned with the priority of signal coverage in different area of a room. Keywords : Wi-fi, WLAN, room condition, obstacle attenuation, Multi-wall method
I
PENDAHULUAN Penggunaan wi-fi sebagai media akses jaringan nirkabel semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi wi-fi maupun perangkat yang mendukungnya. Sebagai gelombang mikro, kondisi lingkungan akan sangat berpengaruh pada cakupan sinyal yang ditimbulkannya. Lingkungan dengan jenis sama namun dengan material pembangun yang berbeda, akan menghasilkan cakupan sinyal yang berbeda pula. Pada lingkungan indoor, bentuk bangunan, ukuran serta konstruksinya sangat berpengaruh pada kanal komunikasi jaringan nirkabel. Sebelumnya telah dilakukan penelitian tugas akhir mengenai cakupan sinyal GSM di dalam ruangan oleh Harry Rachmawan (2006). Dimana dilakukan simulasi cakupan sinyal GSM pada ruangan berbentuk hall dan ruangan bersekat. Sedangkan pada tugas akhir ini akan dilakukan simulasi cakupan sinyal area yang ditimbulkan oleh pemancar (access point) gelombang mikro wi-fi (2.4 GHz) pada suatu ruangan dengan pengaruh susunan tembok sekat penghalang dan bahan material yang membagunnya. Tujuan dari tugas akhir ini adalah mensimulasikan cakupan area sinyal wi-fi pada suatu ruangan. Sehingga diketahui area ruangan yang mendapat cakupan sinyal dengan daya sinyal rendah dan tinggi. Pada tugas akhir ini digunakan parameter IRL (Isotropic Receive Level) untuk merepresentasikan daya cakupan sinyal yang akan ditampilkan dalam simulasi. Simulasi dilakukan pada ruangan berbentuk persegi dan dalam keadaan kosong (tanpa ada perabotan). Selain
itu simulasi juga tidak memperhitungkan efek refleksi, difraksi dan scattering. II DASAR TEORI Wireless Fidelity (Wi-fi) Wireless Fidelity (Wi-fi) adalah suatu mekanisme yang memungkinkan perangkat elektronik untuk melakukan pertukaran data tanpa kabel (nirkabel) melalui jaringan komputer. Sebuah perangkat berkemampuan wifi, seperti laptop, personal computer, smartphone, komputer tablet atau perangkat elektronik lainnya, dapat terhubung ke sumber daya jaringan seperti internet melalui access point. Wi-fi dirancang berdasarkan standar IEEE 802.11. Saat ini terdapat empat variasi dari standar IEEE 802.11, yaitu IEEE 802.11a, IEEE 802.11b, IEEE 802.11g dan IEEE 802.11n. Tabel 1 menunjukkan spesifikasi dari empat varian standar IEEE 802.11 tersebut. Tabel 1 Spesifikasi Varian Standar Wi-fi[12] Standar Kecepatan IEEE 802.11a IEEE 802.11b IEEE 802.11g IEEE 802.11n
11 Mbps 54 Mbps 54 Mbps 100 Mbps
Band Frekuensi 2.4 GHz 5 GHz 2.4 GHz 2.4 GHz
Wireeless Local Area Network (WLAN) Wireless Local Area Network (WLAN) adalah teknologi jaringan akses lokal yang menggunakan gelombang radio sebagai media transmisinya, menggantikan fungsi kabel. Teknologi nirkabel yang digunakan untuk WLAN secara mayoritas adalah standar wi-fi (IEEE 802.11 a/b/g).
Perangkat WLAN 1. Access point Access point berfungsi untuk menkonversikan gelombang radio menjadi sinyal digital yang akan disalurkan melalui kabel, ataupun sebaliknya. Area cakupan dari access point menentukan batas dari WLAN menentukan besar sel (cell) yang dibentuknya. Ukuran sel tergantung pada kekuatan yang disebarkan oleh gelombang radio dan konstruksi dinding, serta karakteristik fisik lingkungan lainnya.
transmisi ini memliki suatu nilai rugi - rugi tertentu. Berikut ini adalah persamaan dari EIRP : EIRP = Pt + Gant - LL
Dengan nilai EIRP dalam satuan dBm, Pt merupakan daya keluaran transmiter dalam satuan dBm, Gant merupakan nilai penguatan antena dalam satuan dB dan LL merupakan rugi - rugi yang terjadi pada jalur transmisi antara transmiter dan antena pemancar, dalam satuan dB. Pada simulasi ini digunakan antena access point bawaan pabrik, sehingga diasumsikan tidak terdapat rugi – rugi saluran transmisi antara transmitter dan antena pemancar, dengan kata lain LL bernilai 0.[2]
Gambar 1 Access point
Isotropic Receive Level (IRL) IRL adalah nilai level daya isotropic yang di terima oleh antena penerima. Besar nilai IRL didapatkan berdasarkan persamaan 3.
2. WLAN Interface Merupakan perangkat yang dipasang pada komputer. Bentuk perangkat WLAN interface yang dikembangkan secara masal adalah Personal Computer Memory Card International Association (PCMCIA) card, Peripheral Component Interconnect (PCI) card dan Universal Serial Bus (USB) wi-fi.
(a)
(b)
IRL = EIRP – L
(3)
Dengan nilai IRL dalam satuan dBm, nilai EIRP dalam satuan dBm dan L merupakan rugi – rugi jalur transmisi antara antena pemancar dan penerima, yang didefinisikan dalam satuan dB. Pelemahan bahan material Pada saat gelombang elektromagnetik menabrak suatu material, gelombang tersebut akan menjadi lebih lemah atau teredam. Sebagian energi sinyal diserap dan dirubah menjadi bentuk energi yang lain, dan sebagian lainnya diteruskan berpropagasi. Besarnya pelemahan daya sinyal yang terjadi berbeda – beda tergantung dari jenis bahan material tersebut. Berikut ini akan disertakan nilai pelemahan yang ditimbulkan dari beberapa bahan material yang berbeda :
(c)
Gambar 2 (a) Personal Computer Memory Card International Association (PCMCIA). (b) Peripheral Component Interconnect (PCI) Card. (c) Universal Serial Bus (USB) Wi-fi
Karakteristik gelombang Mikro Free Space Loss (FSL) Sinyal yang berpropagasi di udara akan mengalami redaman karena harus merambat di udara yang sebanding dengan jarak yang ditempuh. Redaman ini disebut Free Space Loss (FSL) atau redaman ruang bebas. FSL = 32.45 + 20 log10 f + 20 log10 d
(2)
Tabel 2 Spesifikasi Material dan nilai pelemahan yang ditimbulkan [7]
Material Acrylic Bata merah Fiberglas Kaca Particle board Plywood/Triplek Batako Plester Kayu
(1)
Dengan nilai FSL dalam satuan dB. Dimana f adalah frekuensi sinyal yang berpropagasi dalam satuan MHz dan d adalah jarak yang ditempuh oleh sinyal yang berpropagasi dalam satuan Km. Nilai FSL akan semakin meningkat sebanding dengan semakin jauh jarak yang ditempuh oleh sinyal yang berpropagasi. Disamping itu nilai FSL juga akan meningkat sebanding dengan nilai frekuensi yang semakin besar.
d 7,1 102 890 2,5 19 18,45 194 25,75 37,7
Lm -0,356 -4,434 -0,024 -0,499 -1,651 -1,913 -14,582 -6,714 -2,788
Keterangan : d : ketebalan (mm) Lm : nilai pelemahan yang di timbulkan (dB)
Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) EIRP adalah suatu nilai daya efektif yang dipancarkan antena pemancar. Terdapat tiga bagian dasar dalam sistem transmisi, yaitu transmiter dengan daya keluaran tertentu, sebuah antena dengan suatu nilai penguatan (gain), dan saluran transmisi yang menghubungkan transmiter dengan antena. Saluran
Antena omnidirectional Antena omnidirectional memiliki sudut pancaran yang besar (wide beamwidth) yaitu 3600 dengan cakupan daya yang lebih luas dibanding antena directional, namun jarak yang bisa dijangkau lebih pendek. Antena omnidirectional biasanya digunakan untuk koneksi multiple point atau hotspot. 2
Bagian kedua adalah proses perhitungan berdasarkan metode permodelan Multi-wall dengan input denah ruangan berupa matriks dan titik koordinat lokasi access point sebagai antena pemancar. Bagian ketiga adalah visualisasi hasil perhitungan berupa nilai pelemahan di setiap titik denah ruangan, menggunakan warna berskala. Pada tahap visualisasi ini, kita dapat melihat bagian ruangan yang mendapatkan nilai pelemahan sinyal dengan tingkat yang rendah hingga tinggi. Nilai pelemahan yang berbeda - beda tersebut direpresentasikan dengan warna yang berbeda pula berdasarkan warna RGB. Gambar 5 menunjukkan diagram alir dari program simulasi
(a) (b) (c) Gambar 3 (a) Pola radiasi 3D antena omnidirectional, (b) Pola radiasi bidang horizontal antena omnidirectional, (c) Pola radiasi bidang vertikal antena omnidirectional
Permodelan propagasi indoor Multi-wall Permodelan Multi-wall memperhitungkan rugi – rugi linear yang sebanding dengan jumlah tembok yang dilewati oleh gelombang radio. Hal ini diilustrasikan melalui gambar 4.
Start Membuat denah ruangan
Memilih denah ruangan berupa file *.mat Memilih tipe access point Visualisasi denah ruangan yang telah dipilih
Menentukan letak dan jumlah access point
Gambar 4 Ilustrasi permodelan Multi-Wall
Persamaan 4 menunjukkan persamaan matematis dari permodelan Multi-wall
Membaca posisi access point Menghitung rugi – rugi berdasarkan garis lurus yang berpusat pada access point
Dimana L0 adalah nilai referensi rugi – rugi pada jarak 1 m, yaitu sebesar 40.05 dB. ϒ adalah faktor eksponen pathloss yaitu 2, d adalah jarak dalam satuan meter dan Li adalah faktor rugi – rugi dalam satuan dB, yang dtimbulkan oleh dinding ke-i dan M adalah jumlah dinding diantara antena pengirim dan penerima. Nilai Li telah diperinci pada tabel 2.
Visualisasi nilai rugi – rugi yang didapatkan
Simpan hasil berupa gambar
Selesai
III PERANCANGAN SIMULASI Program simulasi cakupan area sinyal wi-fi indoor ini terbagi menjadi beberapa bagian yang saling terintegrasi. Bagian pertama adalah input denah ruangan yang akan digunakan dalam simulasi dan pemilihan tipe access point yang akan digunakan. Terdapat dua pilihan langkah untuk menentukan input denah ruangan yang akan digunakan dalam simulasi. Langkah pertama adalah membuat denah ruangan baru, sedangkan langkah kedua adalah menggunakan denah ruangan yang sudah ada. Denah ruangan yang akan digunakan dalam simulasi adalah berupa matriks. Tipe access point akan berpengaruh pada nilai Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) yang berbeda – beda, yang dipengaruhi oleh besarnya nilai daya pancar dan penguatan antena pemancar masing – masing tipe access point.
Gambar 5 Diagram alir program simulasi
Langkah pertama adalah membuat denah ruangan yang akan digunakan dalam simulasi. Secara garis besar, ruangan terdiri dari tembok luar dan tembok sekat. Langkah kedua adalah memilih tipe access point. Setiap pilihan access point memiliki daya transmisi dan gain antena yang berbeda – beda. Hal ini akan berpengaruh pada nilai EIRP yang akan didapatkan. Langkah ketiga adalah memilih denah ruangan yang telah dibuat atau yang telah tersimpan sebagai input untuk menjalankan proses simulasi. Denah ruangan yang dipilih direpresentasikan dengan matriks yang berbentuk file *.mat yang berisi informasi bentuk ruangan dan material yang menyusunnya. 3
terendah, yaitu – 94.54 dBm didapatkan dari access point tipe Trend net W-434APB dengan nilai EIRP 17 dBm. Nilai IRL tertinggi, yaitu -80.54 dBm didapatkan access point tipe TP Link-WA5110G dengan nilai EIRP 31 dBm.
Langkah keempat adalah menentukan letak access point di dalam ruangan tersebut. Langkah kelima adalah melakukan proses perhitungan sesuai dengan metode permodelan Multi-wall. Langkah keenam adalah menghitung nilai IRL yang ditimbulkan. Langkah terakhir adalah visualisasi nilai IRL yang didapatkan dari proses perhitungan. IV
HASIL DAN ANALISIS Pada makalah ini hanya beberapa hasil simulasi yang disajikan beserta tabel perbandingan hasil simulasi. Pengaruh access point pada cakupan sinyal Simulasi pengaruh access point pada cakupan sinyal ini menggunakan ruangan berukuran 20x20 m2 dengan tembok berbahan material batu bata. Matriks TR dan MTR berikut ini merupakan matriks yang membentuk bentuk ruangan dan material yang menyusunnya. Gambar 6 Hasil simulasi access point TP Link-WA5110G
1.
TP Link-WA5110G Pada simulasi ini, digunakan access point TP LinkWA5110G yang ditempatkan pada koordinat (10,10). Access point TP Link-WA5110G memiliki nilai daya pancar sebesar 27 dBm dan penguatan antena sebesar 4 dB. Sehingga nilai EIRP adalah
Dari gambar 6, dapat dilihat bahwa pada jarak ± 6 m dari access point, nilai IRL yang ditampilkan datatips adalah -80.54 dBm.
Gambar 7 Hasil simulasi access point Trend net W-434APB Tabel 3 Perbandingan hasil simulasi pengaruh access point
2.
Trend net W-434APB Pada simulasi ini, digunakan access point Trend net W-434APB yang ditempatkan pada koordinat (10,10). Access point Trend net W-434APB memiliki nilai daya pancar sebesar 15 dBm dan penguatan antena sebesar 2 dB. Sehingga nilai EIRP adalah
Tipe AP AirLive_WL-5460AP AirLive_WL-5470AP AirLive_WLA-5200AP Linksys WAP54G TP Link-WA501G TP Link-WA5110G TP Link-WR543G Trend net W-434APB
Dari gambar 7, dapat dilihat bahwa pada jarak ± 6 m dari access point, nilai IRL yang didapatkan adalah 94.54 dBm. Tabel 3 menunjukkan rangkuman perbandingan nilai EIRP dari masing – masing tipe access point yang digunakan beserta nilai IRL yang didapatkan pada jarak ± 6 m dari access point. Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa perubahan nilai IRL sesuai dengan perubahan nilai EIRP dari masing masing tipe access point yang berbeda. Nilai IRL
EIRP (dBm) 22 25 19 17.5 19 31 20 17
IRL (dBm) -89.54 -86,54 -92,54 -94.04 -92.54 -80.54 -91.54 -94.54
Terdapat selisih antara nilai IRL yang didapatkan access point Trend net W-434APB dan access point TP Link-WA5110G, yaitu 14 dBm. Disamping itu nilai selisih nilai EIRP antara access point Trend net W434APB dan access point TP Link-WA5110G juga sebesar 14 dBm. Hal ini membuktikan bahwa nilai IRL 4
yang didapatkan sebanding dengan nilai EIRP dari access point yang digunakan.
material yang didapatkan dari selisih dan nilai pelemahan material berdasarkan teori. Perbedaan ini disebabkan oleh ketidaktepatan penempatan titik access point dan datatips untuk menampilkan nilai IRL dengan jarak ± 6 m dari access point. Ketidaktepatan ini berakibat pada jarak antara access point dan datatips untuk menampilkan nilai IRL dapat melebihi atau kurang dari 6 m, atau dengan kata lain tidak tepat pada jarak ± 6 m.
Pengaruh tipe bahan material penghalang 1. Kayu Access point diletakkan pada jarak 4 m dari penghalang, yaitu titik (5.9,10). Nilai IRL yang ditampilkan pada datatips adalah nilai IRL pada jarak ± 6 m dari access point atau ± 2 m dari penghalang. Dengan jarak tersebut, nilai IRL yang didapatkan adalah -92.93 dBm. Pada simulasi dengan sekat penghalang kayu, digunakan ruangan berukuran 20x20 m2. Tembok luar terbuat dari bahan material batu bata dan tembok sekat terbuat dari bahan material kayu. Matriks TR dan MTR berikut ini merupakan matriks yang membentuk bentuk ruangan dan material yang menyusunnya.
TR=
MTR=
0 0 20 0 3 4.4
20 0 20 20 3 4.4
20 20 0 20
0 20 0 0
3 4.4
Tabel 4 Perbandingan hasil simulasi pengaruh bahan material sekat
Tipe Fiberglass Batako Batu bata Plester Kayu Particle board (Triplek) Kaca Acrylic
10 0 10 20 3 4.4
IRL (dBm) TP DP -89.54 -90.17 -89.54 -96.86 -89.54 -94.58 -89.54 -104.7 -89.54 -92.93 -89.54 -91.88 -89.54 -92.14 -89.54 -90.06 -89.54 -89.92
Δ
Lm
0.63 7.32 5.04 15.16 3.39 2.34 2.6 0.52 0.38
0.02 6.71 4.43 14.58 2.78 1.65 1.91 0.49 0.35
Ket : TP : Tanpa penghalang (dBm) DP : Dengan penghalang (dBm) Δ : Selisih antara nilai IRL tanpa penghalang dan dengan penghalang Lm : Nilai pelemahan material (dB)
5 2.78
2.
Plester Access point diletakkan pada jarak 4 m dari penghalang, yaitu titik (5.9,10). Nilai IRL yang ditampilkan pada datatips adalah nilai IRL pada jarak ± 6 m dari access point atau ± 2 m dari penghalang. Dengan jarak tersebut, nilai IRL yang didapatkan adalah -104.7 dBm. Pada simulasi dengan sekat penghalang batako digunakan ruangan berukuran 20x20 m2. Tembok luar terbuat dari bahan material batu bata dan tembok sekat terbuat dari bahan material kayu. Matriks TR dan MTR berikut ini merupakan matriks yang membentuk bentuk ruangan dan material yang menyusunnya.
TR=
MTR=
0 0 20 0 3 4.4
20 0 20 20 3 4.4
20 20 0 20 3 4.4
0 20 0 0
10 0 10 20 3 4.4
Gambar 8 Hasil simulasi sekat kayu
4 14.5
Tabel 4 menunjukkan ringkasan perbandingan nilai IRL pada jarak ± 6 m tanpa penghalang dan dengan penghalang dari beberapa jenis tipe bahan material pada ruangan berukuran 20x20 m2 dengan access point tipe AirLive_WL-5460AP Pada tabel 4 terdapat nilai selisih antara IRL pada ruangan tanpa sekat dan bersekat. Nilai selisih ini merupakan nilai pelemahan yang disebabkan oleh material penghalang dengan jenis yang berbeda – beda. Namun terdapat perbedaan antara nilai pelemahan
Gambar 9 Hasil simulasi sekat batako
5
Disisi lain, terdapat kenaikan nilai IRL pada subruang R.1, R.3, R.4, R.6 dan lorong. Hal ini dikarenakan jarak antara access point dan sub-ruang semakin kecil, yaitu jarak antara sub-ruang R.1 dan R.2 dengan access point 1 yang terletak pada koordinat (3.9,4.9). Begitu juga jarak antara sub-ruang R.3 dan R.6 dengan access point 2 yang terletak pada koordinat (10.9,4.9).
Simulasi pada ruang berbentuk lorong Pada simulasi ini digunakan ruangan berbentuk lorong, dengan variasi jumlah acess point. Ruangan yang digunakan berukuran 15x10 m2 yang tembok luarnya terbuat dari bahan material plester, dengan ukuran lorong 2x15 m2 terbuat dari bahan material batako dan terdapat 6 sub-ruang yang masing – masing berukuran 5x4 m2 dengan sekat tembok terbuat dari bahan material batu bata. Pada masing masing sub-ruang terdapat pintu yang terbuat dari kayu selebar 1 m. Access point yang digunakan adalah AirLive_WL5460AP.
Tabel 5 Perbandingan hasil simulasi ruang lorong
Sub-Ruang R.1 R.2 R.3 R.4 R.5 R.6 Lorong
Simulasi dilakukan dengan variasi jumlah access point yang digunakan. 1. Dengan 1 access point
IRL terendah (dBm) 1 AP 2 AP -146.4 -128.0 -92.94 -111.4 -142.4 -128.4 -146.3 -128.2 -92.45 -111.5 -146.2 -128.5 -113.3 -89.74
Pada lorong, nilai IRL semakin meningkat karena jumlah access point yang melayani semakin bertambah, yaitu sebelumnya hanya dilayani oleh 1 access point, dan untuk simulasi selanjutnya dilayani oleh 2 access point. Sehingga nilai IRL meningkat cukup signifikan, yaitu sebesar 23.56 dBm dari sebelumnya. Simulasi pada lantai 2 gedung A Teknik Elektro UNDIP Pada simulasi ini, digunakan lantai 2 Gedung A Teknik Elektro UNDIP. Dimana denahnya dapat dilihat pada gambar 13. Simulasi dilakukan dengan asumsi tembok luar yang mengelilingi berbentuk persegi dengan ukuran 28x28 m2 dan terbuat dari bahan material plester. Access point yang digunakan adalah access point dengan tipe Airlive_WLA-5200AP dengan nilai daya pancar sebesar 17 dBm dan penguatan antena sebesar 2 dB
Gambar 10 Hasil simulasi ruang lorong dengan 1 access point
2.
Dengan 2 access point
Gambar 12 menunjukkan hasil simulasi pada lantai 2 Gedung A Teknik Elektro UNDIP. Pada sub-ruang R. Dosen I, nilai IRL terendah yang didapatkan adalah -130.1 dBm. Pada sub-ruang R. Dosen II, nilai IRL terendah yang didapatkan adalah -100 dBm. Pada sub-ruang R. Ka.Jur, nilai IRL terendah yang didapatkan adalah -93.48 dBm. Sedangkan pada subruang Kamar Mandi, nilai IRL terendah yang didapatkan adalah -143.6 dBm. Nilai IRL terendah didapatkan pada sub-ruang Kamar Mandi, yaitu -143.6 dBm. Hal ini terjadi karena posisi access point yang jauh. Disamping itu, posisi access point seluruhnya berada di dalam sub-ruang lain, sehingga daya sinyal telah mengalami pelemahan akibat tembok sekat yang menyusun sub-ruang lain. Pada sub-ruang R. Ka. Jur, nilai IRL terendah masih diatas batas IRL minimum (-105 dB), yaitu -93.48 dBm. Hal ini disebabkan terdapat 1 buah access point yang diletakkan pada sub-ruang R. Ka. Jur, yaitu pada
Gambar 11 Hasil simulasi ruang lorong dengan 2 access point
Tabel 6 adalah perbandingan nilai IRL pada ruang berbentuk lorong yang menggunakan 1 access point dan 2 access point. Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan nilai IRL pada sub-ruang R.2 dan R.5 dengan 2 access point dibanding dengan saat digunakan hanya 1 access point. Hal ini terjadi karena Letak access point yang bergeser, sehingga sudut cakupan pun berubah. 6
koordinat (9.9,21.9). Sehingga tidak terdapat pelemahan yang disebabkan oleh tembok sekat.
dengan tipe berbeda akan menimbulkan besar pelemahan yang berbeda pula. Dari simulasi pengaruh luas ruangan pada cakupan sinyal, dapat disimpulkan bahwa semakin besar luas ruangan, maka kekuatan cakupan sinyal yang dinilai melalui besarnya nilai IRL, akan semakin rendah. Untuk melayani dengan baik suatu ruangan, yaitu memberikan IRL pada rentang ± 90 dBm hingga ± 105 dBm, maka 1 access point dibatasi hanya melayani luas ruangan sebesar 10x10 m2. Dari simulasi cakupan sinyal pada ruang lorong, dapat disimpulkan bahwa cakupan sinyal akan banyak mengalami pelemahan yang diakibatkan oleh jarak dan tembok sekat yang membentuk sub-ruang. Untuk meningkatkan nilai IRL pada suatu sub-ruang, dapat dilakukan dengan meletakkan access point pada sub-ruang tersebut atau dengan menambah jumlah access point yang digunakan. Dari simulasi cakupan sinyal pada ruang kantor, dapat disimpulkan bahwa access point dapat diletakkan sesuai dengan rencana optimalisasi jaringan WLAN yang dibuat, dimana terdapat sub-ruang yang mendapat prioritas layanan tertinggi (contoh: sub-ruang R. Rapat), dan sebaliknya terdapat sub-ruang yang tidak mendapat layanan sama sekali (contoh: sub-ruang Kamar Mandi).
Gambar 12 Hasil simulasi lt. 2 Gedung A Teknik Elktro UNDIP
Pada sub-ruang R. Dosen II nilai IRL terendah masih diatas batas IRL minimum, yaitu -100 dBm. Hal ini disebabkan letak access point yang masih cukup dekat, yaitu yang berada pada sub-ruang R. Ka.Jur pada koordinat (9.9,21.9), namun telah mengalami pelemahan akibat tembok sekat yang terbuat dari bahan material batako yang memisahkan antara sub-ruang R. Ka.Jur dan R. Dosen II. Sedangkan pada sub-ruang R. Dosen I, nilai IRL terendah lebih rendah dari batas minimum IRL, yaitu 130.1 dBm pada koordinat (28,15.75). Hal ini disebabkan karena letak access point yang berdekatan, yaitu pada koordinat (23.4,9.6) terhalang oleh tiang yang terbuat dari bahan material batako. Tapi secara umum, nilai IRL pada sub-ruang R. Dosen I, relatif masih berada diatas nilai IRL minimum.
Saran Saran yang dapat penulis sampaikan demi pengembangan pada penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Tugas Akhir ini dapat pula dilakukan dengan mengunakan metode propagasi indoor yang berbeda, seperti metode Indoor Dominant Pathloss Model ataupun metode Ray Tracing. 2. Analisa pada tugas akhir ini dapat dilakukan secara 3 dimensi, yaitu yang tidak hanya memepertimbangkan panjang dan lebar ruangan saja, namun juga melibatkan perhitungan ketinggian. 3. Simulasi dapat dibuat untuk bangunan lebih dari satu lantai, sehingga melibatkan perhitungan cakupan sinyal antar lantai bangunan.
V PENUTUP Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini yaitu : Dari simulasi pengaruh access point pada cakupan sinyal, dapat disimpulkan bahwa besar nilai Effective Isotropic Radiated Power (EIRP) yang dimiliki tipe access point yang berbeda-beda berpengaruh pada cakupan sinyal pada suatu ruangan, yang diukur dengan nilai Isotropic Receive Level (IRL) Selisih EIRP antara access point tipe Trend net W434APB dan TP Link-WA5110G sebesar 14 dBm, sebanding dengan selisih IRL yang dihasilkan pada penggunaan access point TP Link-WA5110G dan TP Link-WA5110G, yaitu sebesar 14 dBm. Hal ini menunjukkan besar perubahan nilai IRL cakupan sinyal disuatu ruang yang sama sebanding dengan perubahan EIRP pada ruang tersebut. Dari simulasi pengaruh tipe bahan material pada cakupan sinyal, dapat disimpulkan bahwa bahan material
DAFTAR PUSTAKA [1]. [2]. [3]. [4].
[5]. [6].
7
Allan Roshan, Pejman dan Leary, Jonathan, 802.11 Wireless LAN Fundamental, Cisco Press, 2003. Malaysian Communication and Multimedia Commission. "Guideline on The Provision Wireless LAN Service". Charter, Deny, Konsep Dasar Wireless LAN, IlmuKomputer.com, 2003 Mikas, Filip, Zvanovec, Stanislav dan Pechac Pavel, Measurement and Prediction of Signal Propagation for WLAN Systems, Czech Technical University. Simarmata, Janner, Pengantar Wireless Local Area Network (WLAN), MateriKuliah.com. De Luca, Damiano, Mazzenga, Franco, Monti, Cristiano dan Vari, Marco, Performance Evaluation of Indoor Localization Techniques Based on RF Power
[7].
[8].
[9].
[10].
[11].
[12].
Measurements from Active or Passive Devices, Universit`a degli Studi di Roma “Tor Vergata", 2006. Wilson, Robert, Propagation Losses Through Common Building Materials, University of Southern California, 2002. Freeman, Roger L., Telecommunications Transmission Handbook (Fourth Edition), John Wiley & Sons, Inc., 1998. Manggalany, M. Salahuddien, Aplikasi Teknologi Wireless LAN (WLAN), (http://www.pataka.net/2005 /07/17/ aplikasi-teknologi-wireless-lan-wlan/, diakses Oktober 2011 ) Anonymous, Asal Mula wifi, (http://airaicha. wordpress.com /2010/06/23/asal-mulanya-wifi/ diakses Oktober 2011). Purbo, Onno W., Radiasi Daya Pancar, (http:// opensource.telkomspeedy.com/wiki/index.php/Radiasi_ Daya_Pancar diakses Desember 2011) ---, Wi-fi, (http://id.wikipedia.org/wiki/Wi-fi diakses Maret 2011)
BIODATA PENULIS M Faisol Riza Dilahirkan di Jakarta, menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah di Tangerang. Saat ini sedang menempuh pendidikan di jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro, Semarang pada Bidang Konsentrasi Elektronika Telekomunikasi. Penulis dapat dihubungi melalui e-mail :
[email protected]
Semarang, Mei 2012 Menyetujui, Pembimbing I
Imam Santoso, S.T., M.T. NIP. 197012031997021001
Pembimbing II
Ajub Ajulian Zahra, ST., MT. NIP. 197107191998022001 8