SIKLUS PERKEMBANGAN PRADEWASA Anopheles aconitus (DIPTERA: CULICIDAE) PADA DUA JENIS FORMULASI PAKAN YANG BERBEDA DI LABORATORIUM
DIMAS TRI NUGROHO B04052733
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN DIMAS TRI NUGROHO. Siklus Perkembangan Pradewasa Anopheles aconitus (Diptera: Culicidae) pada Dua Jenis Formulasi Pakan yang Berbeda di Laboratorium. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUGIARTO.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui siklus perkembangan pradewasa Anopheles aconitus pada dua jenis formulasi pakan yang berbeda. Sebanyak 50 ekor A. aconitus dewasa berumur empat hari yang terdiri dari 25 jantan dan 25 ekor betina dipelihara untuk mendapatkan sejumlah telur yang ditetaskan menjadi larva yang digunakan sebagai objek penelitian. Nyamuk dewasa digigitkan ke tubuh marmot sebagai sumber darah setiap lima hari sekali selama empat jam sedangkan larva diberi dua jenis formulasi pakan yang berbeda. Pakan (1) terdiri dari pakan anjing sebanyak 40%, ragi instan bubuk sebanyak 20% dan hati ayam sebanyak 40%. Pakan (2) terdiri dari hati ayam 20% dan pelet ikan sebanyak 80%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa A. aconitus betina kenyang darah bertelur pertama kali pada hari kedua dan hari keempat. Nyamuk betina mampu menghasilkan rata-rata 38 butir telur, menetas paling cepat pada hari pertama dan paling lama pada hari kelima. Panjang periode L1 rata-rata selama 3,4 hari, L2 3 hari, L3 3 hari, L4 3,9 hari dan dari stadium pupa hingga eklosi menjadi dewasa membutuhkan waktu 1,25-1,5 hari. Rata-rata total waktu yang diperlukan dari telur hingga dewasa adalah 17,97 hari. Daya tetas telur rata-rata 76,46%. Tingkat keberhasilan perkembangan L1 rata-rata 91,99%, L2 89,08%, L3 78,67%, dan L4 32,29%. Rata-rata waktu yang dibutuhkan pada stadium pradewasa A. aconitus yang diberi pakan 1 adalah 17,6 hari sedangkan rata-rata waktu yang dibutuhkan pada stadium pradewasa A. aconitus yang diberi pakan 2 adalah 18,2 hari. Ratarata perkembangan pradewasa A. aconitus yang diberi pakan 1 lebih cepat 0,6 hari dibandingkan pakan 2, tetapi keduanya secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).
Kata kunci: pakan, pradewasa, Anopheles aconitus
ABSTRACT The aim of this research was to know preadult developmental cycle of Anopheles aconitus on two different feed formulations in laboratory. 50 A. aconitus adults four days old consists of 25 males and 25 females were reared to got a number of eggs that would hatched to be the larva which used for the research object. The adult mosquitoes were given guinea pig for blood feeding every five days as long as four hours, and then the larva were given two different of feed formulations. Feed formulation (1) consists of 40% dry dog food, 20% instant yeast and 40% chicken liver. Feed formulation (2) consists of 20% chicken liver and 80% dry fish food. The result showed that blood fed Anopheles aconitus female laid the eggs on the second and the fourth day. The average eggs produced by mosquito female were 38 eggs. The egg would hatched on the first and the fifth day. Average long period for L1 was 3,4 days, L2 3 days, L3 3 days, L4 3,9 days and pupa 1,25-1,5 days. Average time period from egg to be adult was 17.97 days. Average eggs hatching was 76,46%, the successfully development of L1 was 91,99%, L2 89,08%, L3 78,67% and L4 32,29%. preadult developmental time of A. aconitus that were given feed formulation (1) was 17,6 days and preadult developmental time of A. aconitus that were given feed formulation (2) was 18,2 days, preadult developmental rate of A. aconitus that were given feed formulation (1) 0,6 day faster than preadult developmental rate of A. aconitus that were given feed formulation (2), but both statistically was not significantly different (P>0,05).
Key words: feed formulation, pre adult, Anopheles aconitus
SIKLUS PERKEMBANGAN PRADEWASA Anopheles aconitus (DIPTERA: CULICIDAE) PADA DUA JENIS FORMULASI PAKAN YANG BERBEDA DI LABORATORIUM
Oleh:
DIMAS TRI NUGROHO B04052733
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi
: Siklus Perkembangan Pradewasa Anopheles aconitus (Diptera: Culicidae) pada Dua Jenis Formulasi Pakan yang Berbeda di Laboratorium
Nama Mahasiswa
: Dimas Tri Nugroho
NIM
: B04052733
Disetujui :
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS
drh. Sugiarto
NIP: 19581023 198403 2 001
Diketahui : Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Dr. Nastiti Kusumorini NIP: 19621205 198703 2 001
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Siklus Perkembangan Pradewasa Anopheles aconitus (Diptera: Culicidae) pada Dua Jenis Formulasi Pakan yang Berbeda di Laboratorium” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.
Bogor, Agustus 2009
Dimas Tri Nugroho B04052733
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Lahir di Purwakarta pada 11 Oktober 1985. Putra dari Mas Karwana dan Sri Murniati. Penulis menghabiskan masa sekolah TK hingga SMA di Purwakarta. Lulus dari TK Tunas Karya Tahun 1992. Dilanjutkan SD Negeri 1 Cibatu dan lulus tahun 1998. Kemudian masuk SLTP Negeri 1 Campaka pada tahun yang sama dan lulus tahun 2001. Penulis lulus dari SMA Negeri 2 Purwakarta pada tahun 2004. Diterima di IPB melalui jalur SPMB tahun 2005. Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi ketua Kerohanian Islam di Tingkat Persiapan Bersama IPB khusus untuk kelas B17 dan B18 pada tahun 2005 hingga 2006. Semasa kuliah penulis juga terdaftar sebagai anggota Himpro Ruminansia dan Himpro Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik, anggota Purwakarta Student Community (Puscom) serta menjadi pengurus DKM An Nahl sejak tahun 2006 hingga 2007. Tahun 2007 hingga 2008 penulis kembali terpilih menjadi ketua Kerohanian Islam Fakultas Kedokteran Hewan angkatan 42. Tahun 2008 hingga sekarang penulis aktif sebagai pengurus di Forum Kajian Islam Ilmiah Mahasiswa Majelis Ta’lim Al Furqon di tingkat IPB. Penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir dengan judul “Siklus Perkembangan Pradewasa Anopheles aconitus (Diptera: Culicidae) pada Dua Jenis Formulasi Pakan yang Berbeda di Laboratorium” di bawah bimbingan Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS dan drh. Sugiarto.
KATA PENGANTAR Segala puji hanya milik Allah Rabbul’almin atas segala nikmat yang telah dikaruniakanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitian yang berjudul Siklus Perkembangan Pradewasa Anopheles aconitus (Diptera: Culicidae) pada Dua Jenis Formulasi Pakan yang Berbeda di Laboratorium. Shalawat
dan
salam
semoga
senantiasa
tercurah
kepada
Rasulullah
Sallallahu’alaihi wa sallam. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada: 1
Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS selaku pembimbing skripsi pertama
2
Bapak drh. Sugiarto selaku pembimbing skripsi kedua
3
Ibu Dr. Nastiti Kusumorini Selaku Pembimbing Akademik
4
Keluarga tercinta
5
Zultinur Muttaqin selaku teman sepenelitian di Insektarium
6
Staf Laboratorium Entomolgi
7
Seluruh dosen dan staff FKH IPB
8
Teman-teman di Forum Kajian Islam Ilmiah Mahasiswa Majelis Ta’lim Al Furqon
9
Teman-teman angkatan 42 FKH IPB
10 Semua pihak, semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala membalas dengan ridho dan surgaNya. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2009
Dimas Tri Nugroho
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ............................................................................................ DAFTAR TABEL ................................................................................... DAFTAR GAMBAR ............................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
Halaman i ii iii iv
1 PENDAHULUAN ............................................................................... 1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1.2 Tujuan Penelitian ................................................................... 1.3 Manfaat Penelitian .................................................................
1 1 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Klasifikasi Anopheles aconitus ............................................ 2.2 Distribusi Geografis .............................................................. 2.3 Siklus Hidup Anopheles aconitus .......................................... 2.3.1 Telur Anopheles aconitus .......................................... 2.3.2 Larva Anopheles aconitus ......................................... 2.3.3 Pupa Anopheles aconitus ........................................... 2.3.4 Anopheles aconitus Dewasa ...................................... 2.4 Pakan Anjing ......................................................................... 2.5 Hati Ayam ............................................................................. 2.6 Pelet Ikan ............................................................................... 2.7 Ragi .......................................................................................
3 3 4 4 4 5 5 6 8 9 10 10
3 MATERI DAN METODE ................................................................. 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .............................................. 3.2 Bahan dan Alat ..................................................................... 3.3 Metode Penelitian ................................................................
13 13 13 13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
17
5 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................
25
6 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................
26
7 LAMPIRAN ........................................................................................
29
i
DAFTAR TABEL No.
Teks
Halaman
1
Kandungan Zat Gizi Hati Ayam per 100 gram ...................................
9
2
Komposisi Pakan yang Diberikan Kepada Anopheles aconitus .........
14
3
Jumlah Telur Rata-rata Anopheles aconitus yang Dihasilkan Setelah Menghisap Darah ...................................................................
4
Rata-rata Panjang Periode Stadium Pradewasa Anopheles aconitus pada Delapan Siklus Gonotrofik .........................................................
5
20
Rata-rata Panjang Periode Stadium Pradewasa Anopheles aconitus yang Diberi Pakan 2 .............................................................................
8
19
Rata-rata Panjang Periode Stadium Pradewasa Anopheles aconitus yang Diberi Pakan 1 .............................................................................
7
18
Rata-rata Persentase Keberhasilan Perkembangan Stadium Telur Sampai Larva pada Delapan Siklus Gonotrofik. ..................................
6
17
21
Panjang Periode Perkembangan Stadium Telur Sampai Larva pada Delapan Siklus Gonotrofik dengan Dua Jenis Formulasi Pakan yang Berbeda ............................................................................
9
22
Persentase Keberhasilan Perkembangan Stadium Telur Sampai Larva pada Dua Formulasi Pakan yang Berbeda .................................
23
10 Analisis Proksimat Pakan 1 dan Pakan 2 .............................................
24
ii
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
Halaman
1a Telur Anopheles sp .....................................................................
7
1b
Larva Anopheles sp ....................................................................
7
1c
Pupa Anopheles sp .....................................................................
7
1d
Antena Dewasa Jantan dan Betina ............................................
7
2a Pakan Anjing ..............................................................................
12
2b
Hati Ayam ..................................................................................
12
2c Pelet Ikan ....................................................................................
12
2d
Ragi ............................................................................................
12
3a Formulasi yang Digunakan ........................................................
15
3b
Kandang Pemeliharaan...............................................................
15
3c Bak-bak Pemeliharaan ................................................................
15
iii
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
Halaman
1
Siklus Gonotrofik Pertama Anopheles aconitus.......................
30
2
Siklus Gonotrofik Kedua Anopheles aconitus .........................
31
3
Siklus Gonotrofik Ketiga Anopheles aconitus .........................
32
4
Siklus Gonotrofik Keempat Anopheles aconitus .....................
33
5
Siklus Gonotrofik Kelima Anopheles aconitus ........................
34
6
Siklus Gonotrofik Keenam Anopheles aconitus ......................
35
7
Siklus Gonotrofik Ketujuh Anopheles aconitus .......................
36
8
Siklus Gonotrofik Kedelapan Anopheles aconitus...................
37
9
Analisis Proksimat Formulasi Pakan .......................................
38
iv
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anopheles aconitus sebagai vektor malaria di daerah persawahan di Jawa Tengah telah menimbulkan kerugian yang banyak. Malaria merupakan penyebab utama kematian di negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh parasit Protozoa genus Plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia yang ditularkan oleh Anopheles sp. betina. Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan lahanlahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim di daerah tersebut (Anonim 2007). Parasit malaria (genus Plasmodium) terdiri dari empat golongan pokok. Keempat golongan itu adalah malaria manusia, malaria monyet, malaria rodensia, dan
malaria unggas. Tiga yang pertama ditularkan oleh
berbagai jenis Anopheles dan yang terakhir oleh nyamuk Culicinae (Levine 1994). Menurut O’Connor dan Sopa (1981) terdapat lebih kurang 80 jenis Anopheles di Indonesia, tetapi yang bertindak sebagai vektor
24 jenis Anopheles (Depkes
2008). Sejak tahun 1983 Anopheles aconitus telah berhasil dikembangbiakkan di laboratorium (Barodji et al. 1985). Namun hingga saat ini belum ada data standar kebutuhan dasar nutrisi bagi Anopheles aconitus yang dipelihara di laboratorium. Untuk kepentingan penelitian yang berkaitan dengan vektor malaria, satu spesies Anopheles harus dipelihara secara massal di laboratorium. Pemeliharaan massal Anopheles aconitus di laboratorium banyak mengalami kendala, terutama keberhasilan produksi secara massal masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu melalui penelitian ini dilakukan pemberian pakan dengan dua jenis formulasi yang berbeda.
1
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui periode perkembangan Anopheles aconitus dari telur hingga dewasa dan membandingkan dua jenis formulasi pakan bagi perkembangan pradewasa Anopheles aconitus di laboratorium. Dengan demikian, hasil ini dapat dijadikan dasar dalam pemilihan jenis formulasi pakan yang tepat untuk pemeliharaan masal Anopheles aconitus di laboratorium.
1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pemilihan formulasi pakan terhadap teknologi rearing Anopheles aconitus di laboratorium. Selain itu, hasilnya dapat menjadi data dasar ekologi perkembangan dan dapat memberi sumbangan yang berharga bagi peneliti-peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan vektor malaria.
2
2 TINJAUAN PUSTAKA Anopheles merupakan salah satu genus nyamuk (Culicidae). Lebih kurang terdapat 400 spesies Anopheles di seluruh dunia (Service 1986). Sebanyak 30 – 40 dari spesies ini berperan sebagai inang antara empat spesies berbeda dari genus Plasmodium yang dapat menyebabkan malaria di dunia (Brogdon dan McAllister 1998). Sedangkan di Indonesia hanya 24 spesies yang bertindak sebagai vektor (Depkes 2008). Parasit malaria baru dapat dikenali oleh Charles Louis Alphonse Laveran tahun 1880. Dokter bedah dari Perancis itu menemukan bentuk pisang yang sekarang dikenal sebagai bentuk gametosit dari Plasmodium falciparum, dalam darah penderita malaria setelah diamati dengan mikroskop. Parasit malaria digolongkan dalam genus Plasmodium dan mempunyai empat spesies yaitu P. falciparum, P. vivax, P. malaria dan P. ovale (Daniel 2006 ).
Dari keempat
spesies itu, P. falciparium paling ditakuti karena menjadi penyebab sebagian besar kematian. Parasit ini bertanggung jawab atas 80% kasus dan 90% kematian (Ito et al. 2008). 2.1 Klasifikasi Menurut Meigen (1818) klasifikasi Anopheles aconitus adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum
: Arthropoda
Subfilum
: Hexapoda
Kelas
: Insecta
Subkelas
: Pterygota
Infrakelas
: Neoptera
Superordo
: Endopterygota
Ordo
: Diptera
Subordo
: Nematocera
Infraordo
: Culicomorpha
Superfamili
: Culicoidea
Famili
: Culicidae
Genus
: Anopheles
Spesies
: Anopheles aconitus 3
2.2 Distribusi Geografis Anopheles ditemukan pada hampir seluruh dunia, kecuali di Antartika (kutub selatan). Malaria ditularkan oleh spesies Anopheles yang berbeda, tergantung dari daerah dan kondisi lingkungan. Kejadian malaria pada masa lampau pernah terjadi di iklim dingin, sebagai contoh malaria terjadi di Canada pada tahun 1820 selama pembangunan kanal Rideau. Sejak saat itu, parasit Plasmodium dibasmi di hampir seluruh negara-negara di dunia (Yoshida et. al, 2007; Anonim 1997). Distribusi Anopheles aconitus di Indonesia meliputi daerah Lampung, Jawa tengah, D.I Yogyakarta, Jawa timur, Bali, Nusa Tenggara timur dan Nusa Tenggara barat (Depkes 1987 dan Hadi et al. 1999 dalam Hadi dan Soviana 2000).
2.3 Siklus Hidup Anopheles mengalami empat tahap perkembangan dalam siklus hidupnya; telur, larva, pupa dan dewasa. Tahap telur sampai pupa hidup di perairan selama 5-14 hari, tergantung dari tiap spesies dan suhu lingkungan. Peletakan telur dipengaruhi oleh kualitas perairan, bahan organik dan kandungan mineral sesuai tempat yang dipilih oleh nyamuk dewasa. Daerah yang disenangi untuk meletakkan telur-telur Anopheles aconitus adalah genangan air dengan dasar tanah seperti dipinggiran sawah dan parit. Nyamuk betina dewasa mampu hidup sampai satu bulan atau bahkan lebih di laboratorium tetapi di alam umumnya 1-2 minggu (Yoshida et al. 2007; Anonim 1997).
2.3.1 Telur Anopheles aconitus Telur-telur Anopheles diletakan di permukaan air secara individual atau saling berlekatan di ujung-ujungnya (Gambar 1a). Masing-masing telur memiliki panjang sekitar 0,44 mm dengan sepasang sayap pengapung yang melekat sepanjang kira-kira 0,8 mm di sisi panjangnya (Reid 1968 dalam Winarno 1989). Jumlah telur yang dikeluarkan oleh setiap ekor nyamuk betina rata-rata 38 butir dengan jumlah maksimum 117 butir (Horsfall 1955 dalam Winarno 1989). Adapun hasil pengamatan Barodji et al. (1985) setiap ekor nyamuk betina dapat
4
menghasilkan telur yang bervariasi yaitu 2-168 butir telur dengan rata-rata 91 butir. Telur menetas 2-3 hari, pada kondisi dingin telur baru menetas setelah 2-3 minggu (Yoshida et al. 2007; Anonim 1997). Menurut Barodji et al. (1985) dalam keadaan normal telur-telur Anopheles aconitus menetas setelah 48 jam. Suhu optimum untuk perkembangan telur Anopheles aconitus adalah 25-360C, sedangkan pada suhu 20 dan 400C akan menurunkan aktivitas fisiologisnya (Ramachandra 1981 dalam Winarno 1989).
2.3.2 Larva Anopheles aconitus Larva Anopheles aconitus mengalami perkembangan kepala dengan baik dilengkapi sikat pada mulutnya yang berfungsi saat makan. Larva mempunyai thorax yang lebar dan mempunyai abdomen yang bersegmen-segmen. Larva belum mempunyai kaki. Berbeda dengan larva lain, larva Anopheles aconitus tidak mempunyai siphon sehingga posisi larva paralel terhadap permukaan air. Larva bernafas melalui sepasang spirakel yang berada pada segmen abdomen ke8, sehingga seringkali larva harus naik ke permukaan air (Gambar 1b). Larva menghabiskan sebagian besar waktunya untuk memakan alga, bakteri dan mikroorganisme lain yang ada di lapisan permukaan air yang tipis. Larva akan segera menyelam bila mengalami gangguan, bergerak dengan menggerakkan seluruh anggota badannya termasuk menggerakkan
sikat yang ada pada
mulutnya. Larva mengalami 4 tahap perkembangan atau instar selama 9-12 hari (Barodji et al. 1985). Setelah mencapai larva 4, larva akan berubah menjadi pupa. Larva umumnya ditemukan di air yang bersih, rawa, hutan mangrove, sawah, parit, tepi sungai dan genangan air hujan. Spesies lain dapat ditemukan di tempat yang banyak tumbuh-tumbuhan.
2.3.3 Pupa Anopheles aconitus Pupa dilihat dari samping berbentuk seperti koma. Kepala dan thorax menyatu menjadi cephalothorax dengan abdomen melengkung. Seperti halnya larva, pupa seringkali naik ke permukaan air untuk bernafas. Pupa bernafas menggunakan sepasang alat respirasi berbentuk terompet yang ada di dorsal cephalothorax (Gambar 1c). Seteleh beberapa hari, bagian 5
dorsal dari cephalothorax akan sobek dan nyamuk dewasa akan muncul. Umur pupa pada suhu 23-320C dan kelembaban 58-85% rata- rata dua hari (Barodji et al. 1985).
2.3.4 Anopheles aconitus Dewasa Lama perkembangan
dari telur menjadi dewasa bervariasi tergantung
pada suhu lingkungan, kelembaban dan makanan. Nyamuk dapat berkembang dari telur menjadi dewasa paling cepat 5 hari, tetapi umumnya membutuhkan waktu 10-14 hari pada iklim tropis. Anopheles aconitus dewasa mempunyai bentuk tubuh yang ramping terdiri dari tiga bagian tubuh; kepala, thorax dan abdomen. Kepala mempunyai kemampuan khusus untuk menangkap informasi melalui sensor. Kepala mempunyai sepasang mata dan antena yang bersegmensegmen. Antena merupakan bagian yang penting untuk mendeteksi bau induk semang dan mendeteksi tempat yang cocok untuk bertelur. Kepala juga mempunyai probosis yang digunakan untuk menghisap darah dan mempunyai dua sensor palpi. Thorax berfungsi sebagai alat lokomosi. Tiga pasang kaki dan sepasang sayap juga terletak di bagian thorax. Abdomen berfungsi sebagai tempat pencernaan dan tempat perkembangan telur. Segmen abdomen dapat melebar pada saat menghisap darah. Darah yang telah dihisap dan disimpan di dalam abdomen, dicerna sebagai sumber protein yang berguna dalam pematangan telur (Clements 2000). Nyamuk Anopheles dapat dibedakan dengan nyamuk yang lain dari palpi dan sayap. Palpi pada
Anopheles mempunyai panjang yang sama dengan
probosis, sedangkan pada sayap terdapat bentukan balok berwarna hitam putih. Anopheles dewasa juga mempunyai ciri khas pada saat posisi istirahat, baik jantan maupun betina akan nungging pada saat istirahat. Setelah beberapa hari muncul dari pupa menjadi dewasa, Anopheles dewasa akan melakukan perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi di sore hari dengan cara jantan yang mendatangi sekawanan betina. Antara nyamuk jantan dan betina dapat dibedakan dari antenanya. Antena jantan bersifat plumose sedangkan yang betina bersifat pilose (Gambar 1d).
6
a
b
c
d
Gambar 1 Tahapan Nyamuk Anopheles. a: Telur (Anonim 2009b), b: Larva (Anonim 2009c), c: Pupa (Anonim 2009a), d: Antena Dewasa Jantan (kiri) dan Betina (kanan) (Anonim 2009c)
Jantan hidup sekitar satu minggu dengan menghisap nektar atau gula dari sumber yang lain. Betina juga membutuhkan nektar untuk energi selain darah. Setelah kenyang darah, betina akan beristirahat selama beberapa hari sementara darah akan dicerna dan telur mengalami perkembangan. Proses ini tergantung pada suhu, umumnya membutuhkan 2-3 hari pada iklim tropis. Betina di alam dapat hidup 2-3 minggu, tetapi di laboratorium betina dapat hidup selama satu bulan atau
lebih. Lama hidup Anopheles sangat tergantung pada suhu,
kelembaban
dan
kemampuan
dalam mencari darah (Yoshida et al. 2007;
Anonim 1997).
7
2.4 Pakan Anjing Pakan anjing merupakan pakan yang berbahan dasar tumbuhan atau hewan. Pakan anjing komersial yang beredar di pasaran tersedia dalam bentuk kering (kibble) dan basah. Bentuk kering mempunyai kelembaban 6-10% (Gambar 2a), sedangkan kelembaban bentuk basah (kalengan) mencapai 78%. Kelembaban pakan anjing setengah
kering mencapai 25-35%. Pakan kering
mempunyai dua keuntungan; harganya murah dan apabila berlebih dapat disimpan. Pakan basah jika berlebih tidak dapat disimpan dan dikemas kembali karena dapat menurunkan kualitas rasa, namun pakan basah mengandung protein dan lemak yang tinggi dibanding dengan pakan kering. Pelet atau pakan kering (kibble), diproduksi dengan dua metode yaitu tekanan dan pembakaran . Selama proses penekanan, potongan-potongan adonan atau campuran bahan mentah dimasukkan ke dalam expander, yang di dalamnya terdapat air panas atau tekanan uap panas. Ketika adonan tersebut diberi tekanan yang tinggi, maka adonan akan menggumpal seperti popcorn. Setelah adonan kering, ditambahkan vitamin, lemak, minyak atau bahan-bahan lain yang tidak tahan panas. Jika pakan yang telah jadi terkena udara yang terlalu lama atau penyimpanannya tidak tepat, maka kandungan lemak dan minyak akan menjadi tengik. Begitu juga dengan vitamin dan mineral akan menjadi rusak selama proses penyimpanan dan pengangkutan karena terpapar panas (Messonnier 2001). Kandungan pakan anjing berasal dari daging unggas, sapi, ikan, domba, babi dan hewan ternak lainnya. Lemak ditambahkan langsung pada potonganpotongan adonan. Lemak diperoleh dari tumbuhan, sisa makanan pada rumah makan atau bahan-bahan lain yang mengandung lemak. Kandungan karbohidrat pakan anjing berasal dari padi, jagung atau dari bahan lain. Pakan anjing juga mengandung bahan-bahan additive yang tidak mengandung nilai nutrisi. Perasa dan pewarna buatan ditambahkan ke dalam pakan untuk memperbaiki rasa dan penampilan. Emulsifiers dapat mencegah pemisahan antara air dengan minyak. Antioksidan ditambahkan untuk mencegah lemak menjadi tengik. Bahan pengawet juga ditambahkan, bahan pengawet yang digunakan berasal dari bahan sintetik dan dari bahan alami. Pengawet sintetik berasal dari butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), dan ethoxyquin.
8
Sedangkan bahan pengawet alami berasal dari vitamin C dan vitamin E (Anonim 2008b).
2.5 Hati Ayam Hati ayam merupakan organ visceral yang mempunyai kandungan gizi bermanfaat. Hati ayam yang baik permukaanya mulus dan utuh, memiliki berat normal sekitar 30 hingga 50 gram per buah. Jika hati berukuran terlalu besar, maka hati tersebut tidak sehat (bengkak karena berbagai penyakit atau memiliki kadar racun yang melebihi kemampuan detoksifikasi tubuhnya). Hati yang baik coklat kemerahan atau coklat terang. Hati tidak pucat dan tidak terdapat bagian
Tabel 1 Kandungan zat Gizi Hati Ayam per 100 gram Menurut Kardarron (2008) No 1 2 3
Air Energi Energi
Zat Gizi
Kandungan 73,59 g 125 Kkal 523 Kj
No 26 27 28
Zat Gizi Vitamin A Vitamin A Vitamin E
4
Protein
17,97 g
29
Asam Lemak Jenuh, saturated, 1,3 g
5
Total Lemak
3,86 g
30
Asam Lemak Tak Jenuh, monounsaturated,0.95 g
6
Karbohidrat
3,42 g
31
Asam Lemak Tak Jenuh, polyunsaturated, 0.64 g
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Ampas Kalsium (Ca) Besi (Fe) Magnesium (Mg) Phospor (P) Potasium (K) Sodium (Na) Seng (Zn) Tembaga (Cu) Mangan (Mn) Selenium (Se) Vitamin C Thiamin Riboflavin Niacin Asam Pantotenat Vitamin B6 Folat Vitamin B12
1,17 g 11 mg 8,56 mg 20 mg 272 mg 228 mg 79 mg 3,07 mg 0,395 mg 0,258 mg 64,1 µg 33,8 mg 0,138 mg 1,963 mg 9,25 mg 9,25 mg 0,76 mg 738 µg 22,98 µg
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
Kolesterol Tryptophan Threonine Isoleucine Leucine Lysine Methionine Cystine Phenylalanine Tyrosine Valine Arginine Histidine Alanine Asam Aspartic Asam Glutamic Glycine Proline Serine
Kandungan 20549 IU RE, 6165 µg_RE 1,44 mg_ATE 4:0,0 g, 6:0, 0 g, 8:0, 0 g, 10:0, 0 g, 12:0, 0 g, 14:0, 0.01 g, 16:0, 0.73 g, 18:0, 0.56 g 16:1, 0.11 g, 18:1, 0.83 g, 20:1, 0.01 g, 22:1, 0 g 18:2, 0.4 g, 18:3, 0.01 g, 18:4, 0 g, 20:4, 0.12 g, 20:5, 0.02 g, 22:5,0.01g,22:6, 0.05 g 439 mg 0,253 g 0,799 g 0,954 g 1,621 g 1,36 g 0,425 g 0,241 g 0,894 g 0,632 g 1,133 g 1,101 g 0,477 g 1,044 g 1,708 g 2,329 g 1,044 g 0,891 g 0,773 g
9
putih yang menunjukkan adanya lemak yang berlebih. Hati memiliki tekstur yang lunak (Gambar 2b). Hati yang bertekstur keras mengandung jaringan ikat yang terbentuk akibat sirosis (kanker) hati (Anonim 2008a). Menurut Soehardi (2004) hati ayam mengandung lemak (asam lemak jenuh berkolesterol),
protein (kandungan
proteinnya lengkap), vitamin A,
vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B5, vitamin B6, vitamin B12, asam folin (folasin), vitamin E, vitamin K, besi, kalsium, magnesium, natrium dan seng. Secara lengkap kandungan hati ayam per 100 gram disarikan pada Tabel 1.
2.6 Pelet Ikan Pelet ikan termasuk jenis pakan kering. Pakan jenis ini merupakan pakan ikan paling populer. Produsen pakan ikan kering telah membuat pakan kering ini sedemikian rupa sehingga cocok untuk ikan
karnivora, herbivora, dan
omnivora. Namun, terdapat kecenderungan mereka memproduksi jenis khusus yang berbeda untuk karnivora dan herbivora. Keuntungan pelet ikan (Gambar 2c) mudah dalam penyimpanan dan penggunaan, tersedia secara konstan, semua elemen-elemen esensial yang diperlukan telah disediakan dengan baik dan tidak ada bahaya pencemaran hama dan penyakit. Kerugiannya, pakan kering saat ini dibuat lebih pekat dan lebih mudah dicerna, sedangkan
pemberiannya cenderung berlebih sehingga dapat
memicu terjadinya pencemaran amonia dan
nitrit.
Beberapa jenis ikan
menunjukkan gejala kurus dan mengalami kelainan pencernaan apabila hanya diberikan pakan kering saja, dan beberapa jenis lainnya enggan memakan pakan kering. Beberapa
jenis
vitamin,
seperti
vitamin
C
terdegradasi
dalam
penyimpanan yang lama (Purwakusuma 2007).
2.7 Ragi Kata ragi dalam bahasa Indonesia mempunyai arti yang sama dengan kata gist dalam bahasa Belanda dan bahasa Inggris dahulu, kata hefe dalam bahasa Jerman, kata yeast dalam bahasa Inggris kini dan kata levure dalam bahasa Perancis. Kata-kata tersebut menunjukkan sesuatu yang dapat memicu suatu proses. Ragi mengacu pada berbagai jenis spesimen jamur yang terkait dengan proses fermentasi (Dwidjoseputro 1970). 10
Ragi telah lama bermanfaat bagi manusia (Gambar 2d). Setelah ditemukannya mikroskop, ragi dinyatakan sebagai suatu mikroorganisme. Penelitian mengenai ragi ini pertama kali dilakukan pada pertengahan abad ke-17 oleh penemu mikroskop tersebut yakni Antonie van Leeuwenhoek, seorang yang berkebangsaan Belanda. Ragi pertama kali diteliti di Indonesia pada tahun 1895 (akhir abad ke-19) oleh empat orang ilmuwan berkebangsaan Belanda yaitu, Vordermann, Eijkman, Went dan Prinsen Geerligs. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Vordermann dan Eijkman adalah tentang
kaitan antara ragi
dengan pangan dan kesehatan, serta tentang ragi sebagai hasil sampingan dari pabrik gula oleh Went dan Prinsen Geerligs. Mereka menemukan bahwa ragi dan jamur merupakan bahan dasar dalam pembuatan tape. Dari ragi tersebut Went dan Prinsen Geerligs behasil membuat empat isolat (Dwidjoseputro 1970) yaitu: (1) Saccharomyces vordermannii, (2) Chlamydomucor oryzae, (3) Rhizopus oryzae, dan (4) Monilia javanica. Penelitian selanjutnya menyatakan bahwa Saccharomyces vordermannii sama dengan Saccharomyces cerevisae Hansen (Lodder dan Kreger-van Rij 1952). Ragi yang mengandung Saccharomyces cerevisae merupakan salah satu sumber berbagai jenis asam amino dan vitamin B kompleks (Kurth dan Cheldelin 1946).
Asam amino yang terkandung dalam ragi adalah arginine, histidine,
lysine, Phenylalanine, trhyptophan, threonine, leucine, isoleucine dan Valine. Sedangkan vitamin B yang terkandung dalam ragi adalah thiamin, ribovlafin, nicotinic acid, biotin, folic acid dan р-aminobenzoic acid (Kurth dan Cheldelin 1946).
11
a
c
b
d
Gambar 2 Pakan Anopheles aconitus. a: Pakan Anjing, b: Hati Ayam, c: Pelet Ikan, d: Ragi
12
3
MATERI DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Insektarium, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima bulan, mulai Februari 2008 sampai dengan Juli 2008. Penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pemeliharaan nyamuk dan pengamatan, tahap analisis proksimat dan gross energy (energi bruto), serta tahap analisis dan penyajian data.
3.2 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian kapas,
karet gelang,
ini adalah kain kasa,
gelas plastik, marmot, 25 pasang Anopheles aconitus,
larutan sukrosa 10%, botol kecil 15 ml, air filtrasi, kain, kendil, pakan anjing, hati ayam, ragi, pelet ikan, plastik dan sedotan. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang nyamuk, aspirator, kandang jepit, pipet, sendok, kaca pembesar, senter, counter, kamera, blender, kertas label, alat tulis, oven, nampan plastik dan timbangan.
3.3 Metode Penelitian 3.3.1. Persiapan 3.3.1.1 Penyediaan Pakan Pakan yang digunakan terdiri atas dua jenis, yaitu pakan (1) dan pakan (2). Pakan (1) merupakan campuran dari pakan anjing sebanyak 40%, ragi instan bubuk sebanyak 20%, dan hati ayam sebanyak 40%. Pakan (2) merupakan campuran dari hati ayam sebanyak 20% dan pelet ikan sebanyak 80%. Tahap pembuatan pakan dimulai dengan merebus hati ayam terlebih dahulu di dalam air mendidih. Hati ayam yang telah direbus selanjutnya disimpan di dalam oven 700C untuk mengurangi kadar airnya selama dua hari. Proses ini bertujuan mempermudah penghancuran di dalam blender. Selanjutnya dipersiapkan pakan anjing, ragi instan bubuk, hati ayam yang telah kering dan pelet ikan. Bahanbahan tersebut kemudian dihancurkan menggunakan blender satu persatu dan 13
Tabel 2 Komposisi Pakan yang Diberikan Kepada Anopheles aconitus Jenis Bahan
Pakan (1)
Pakan (2)
Pakan Anjing
40%
-
Ragi
20%
-
Hati Ayam
40%
20%
Pelet Ikan
-
80%
disaring menggunakan kain kasa sampai halus. Hasil saringan yang telah halus ditimbang dengan komposisi seperti pada Tabel 2. Pakan yang telah ditimbang sesuai dengan komposisi pada Tabel 1, disimpan di dalam oven pada suhu 700C selama empat hari. Setelah empat hari disimpan di dalam oven, bahan-bahan tersebut dikemas di dalam plastik kedap udara untuk menghindari kontaminasi (Gambar 3a).
3.3.2. Pemeliharaan Nyamuk dan Pengamatan 3.3.2.1 Pemeliharaan Nyamuk Nyamuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah nyamuk Anopheles aconitus srain Salatiga yang telah dipelihara sejak tahun 2006 di Insektarium, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Mayarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan dimulai dari nyamuk dewasa sejumlah 25 jantan dan 25 betina. Nyamuk dewasa ini dipelihara pada suhu ruang (250-280C) (Mahmood dan Reisen 1981) dengan diberi 10% larutan sukrosa ad libitum (Wircz et al. 1981) dan secara periodik digigitkan ke tubuh marmot sebagai sumber darah. Caranya dengan memasukkan marmot yang sudah difiksir ke dalam kandang nyamuk setiap lima hari sekali selama empat jam. Larutan sukrosa 10% dan umpan marmot tersebut diberikan sejak hari pertama nyamuk-nyamuk tersebut mulai dikandangkan. Untuk menjaga kelembaban udara, di bagian atas kandang nyamuk diselubungi kain yang dibasahi. Di dalam kandang nyamuk juga disediakan kendil (Gambar 3b)
dari tanah liat dan diisi air filtrasi sepertiganya untuk tempat
bertelur nyamuk.
14
a
b
c
Gambar 3 Formulasi yang digunakan (a), Kandang pemeliharaan (b), Bak-bak Pemeliharaan (c)
Pemeliharaan nyamuk dilakukan terus menerus sampai delapan kali siklus bertelur. Setiap siklus, telur dipanen pada hari keempat sejak pemberian darah marmot (Mahmood dan Reisen 1981). Telur hasil panen dari setiap siklus dibagi dua dan disimpan di bak-bak (Gambar 3c) perbanyakan larva yang diisi air filtrasi (Lounibes 1994).
3.3.2.2 Pengamatan Pengamatan dilakukan sehari dua kali yaitu setiap pukul 06.00 WIB dan pukul 18.00 WIB hingga menetas menjadi L1, L2, L3, L4, pupa dan dewasa. Penghitungan jumlah larva dilakukan dengan counter, selain itu dilakukan pencatatan lamanya perubahan dari L1 menjadi L2, L3, L4, pupa dan dewasa. Jumlah dan jenis kelamin nyamuk yang baru muncul juga diamati.
15
Pakan diberikan bila telur telah menetas menjadi larva 1. Bak 1 diberi pakan (1) sedangkan bak 2 diberi pakan (2). Pemberikan pakan dilakukan dua kali yaitu pada pukul 06.00 WIB dan pukul 18.00 WIB sebanyak 2 mg untuk masing-masing bak. Pakan terus-menerus diberikan sampai L4. Jika L4 berubah menjadi pupa, maka segera dipindahkan dengan menggunakan pipet (Lounibes 1994) ke dalam gelas plastik ukuran 220 ml yang diisi air filtrasi sebanyak 110 ml kemudian disimpan di kandang pemeliharaan
3.3.3 Analisis Proksimat dan Gross Energy (Energi Bruto) Analisis proksimat dan gross energy (energi bruto) terhadap kedua formulasi pakan (berat sampel setiap pakan 200 gram) dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Bagian Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
3.3.4 Analisis dan Penyajian Data Data hasil penelitian mengenai jumlah telur Anopheles aconitus yang dihasilkan setelah menghisap darah, panjang periode stadium pradewasa Anopheles aconitus pada delapan siklus gonotrofik, persentase keberhasilan perkembangan stadium telur sampai larva pada delapan siklus gonotrofik, ratarata panjang periode stadium pradewasa Anopheles aconitus yang diberi pakan 1 dan pakan 2, panjang periode perkembangan stadium telur sampai larva pada delapan siklus gonotrofik, dan analisis proksimat pakan 1 dan pakan 2 disajikan dalam bentuk Tabel dan narasi.
16
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
1 Siklus Perkembangan Pradewasa Penelitian menunjukkan bahwa nyamuk Anopheles aconitus betina akan bertelur pertama kali pada hari kedua setelah kenyang darah dan akan bertelur kembali pada hari keempatnya. Menurut Barodji et al. (1985),
Anopheles
aconitus akan mulai bertelur pada hari kedua sampai hari kelima setelah kenyang darah. Jumlah telur yang dihasilkan lebih banyak pada hari kedua dibanding hari keempat. Rata-rata telur yang dihasilkan pada hari kedua sebanyak 345,38 butir sedangkan pada hari keempat sebanyak 153,75 butir (Tabel 3). Dengan kata lain, telur yang dihasilkan pada hari kedua 44,52 % lebih banyak dibanding hari keempat. Hal ini terjadi karena pada hari keempat terjadi penurunan jumlah protein untuk proses vitelogenik sehingga terjadi penyusutan jumlah telur.
Tabel 3 Jumlah Telur Rata-rata Anopheles aconitus yang Dihasilkan Setelah Menghisap Darah Siklus Gonotrofik ke-
Jumlah Telur Hari Ke- (Butir) 1 3 4 2
Total (Hari)
1
0
948
0
9
957
2
0
914
0
1
915
3
0
489
0
277
766
4
0
120
0
756
876
5
0
170
0
2
172
6
0
118
0
34
152
7
0
0
0
45
45
8
0
4
0
106
110
Rata-rata
0
345,38
0
153,75
498,88
17
Tabel 4 Rata-rata Panjang Periode Stadium Pradewasa Anopheles aconitus pada Delapan Siklus Gonotrofik Siklus Gonotrofik Ke1
Telur
Stadium Pradewasa (Hari) Larva 1 Larva 2 Larva 3 Larva 4
Total Pupa (Hari)
3,5
4,5
4,5
1,5
3,25
1,25
18,5
2
5
4
2
5,5
4,5
1,5
22,5
3
4
4
2,5
4
2
1,5
18
4
3,25
4,5
3,5
3
8
1,5
23,75
5
3,5
3,5
2,5
2,5
2,5
1,5
16
6
3,75
3,25
3,75
2
3,75
1,5
18
7
1
2,75
1,75
2
3,25
1,5
12,25
8
1
1
3,5
3,5
4,25
1,5
14,75
Rata-rata
3,13
3,44
3
3
3,94
1,47
17,97
Jumlah telur yang dihasilkan dari 25 nyamuk Anopheles aconitus betina sebanyak 957 butir (siklus gonotrofik 1). Hal ini berarti setiap nyamuk betina mampu menghasilkan rata-rata 38 butir telur. Menurut Barodji et al. (1985), setiap nyamuk betina dapat menghasilkan 2-168 butir. Jumlah telur yang dihasilkan dari setiap nyamuk tergantung dari volume darah yang dihisap oleh nyamuk betina, semakin banyak volume darah yang dihisap, semakin banyak pula telur yang akan dihasilkan (Clement 1963 dalam Barodji et al. 1985 ). Panjang periode stadium pradewasa Anopheles aconitus disajikan pada Tabel 4. Selama delapan siklus gonotrofik, telur menetas rata-rata pada hari ke 3,13 setelah telur tersebut diletakkan di permukaan air. Telur menetas paling cepat membutuhkan waktu satu hari dan paling lama menetas setelah lima hari. Menurut Barodji et al. (1985)
telur akan menetas pada hari kedua setelah
diletakkan di permukaan air. Umur L1 berkisar antara 1 – 4,5 hari dengan umur rata-rata selama 3,44 hari. Umur L2 berkisar antara 1,75 – 4,5 hari dengan umur rata-rata selama 3 hari. Umur L3 berkisar antara 1,5 – 5,5 hari dengan umur ratarata selama 3 hari. Umur L4 berkisar antara 2 – 8 hari dengan umur rata-rata selama 3,94 hari. Pupa untuk eklosi menjadi dewasa membutuhkan waktu
18
Tabel 5 Rata-rata Persentase Keberhasilan Perkembangan Stadium Telur Sampai Larva pada Delapan Siklus Gonotrofik. Siklus Gonotrofik Ke-
Keberhasilan Perkembangan Telur Sampai Larva (%) Telur
Larva 1
Larva 2
Larva 3
Larva 4
1
92,055
93,375
84,74
75,025
8,65
2
97,82
99,55
99,55
94,82
0,71
3
70,76
99,01
90,14
53,225
14,39
4
52,28
90,705
64,24
82,165
4,98
5
84,88
82,45
100
67,76
19,44
6
81,575
78,05
83,375
87,06
42,48
7
79,545
100
94,735
82,17
81,665
8
52,73
92,82
95,835
87,12
70
Rata-rata
76,46
91,99
89,08
78,67
30,29
1,25-1,5 hari. Menurut Barodji et al. (1985) pupa membutuhkan waktu dua hari untuk menjadi dewasa. Tahap pupa merupakan tahap dorman yang tidak membutuhkan makanan. Telur sampai menjadi dewasa membutuhkan waktu 16 – 23,75 hari dengan rata-rata 17,97 hari. Persentase keberhasilan
perkembangan
stadium telur sampai larva
disajikan pada Tabel 5. Daya tetas telur berkisar antara 52,28 – 97,82% dengan rata-rata 76,46%. Telur yang tidak menetas dapat terjadi karena telur steril atau tidak terbentuk embrio. Selain itu telur yang tidak menetas dapat terjadi karena telur mengalami kekeringan. Daya tetas telur juga dipengaruhi oleh fase previtelogenik dan fase vitelogenik. Fase ini menentukan daya tetas dan perkembangan telur melalui peran asam amino yang terkandung didalam darah sewaktu nyamuk betina kenyang darah (Slansky dan Rodriguez 1987). Fase previtelogenik terjadi selama 18 jam setelah kenyang darah, pada fase ini mulai dibentuk organel-organel seperti ribosom, badan golgi dan retikulum endoplasma. Fase vitelogenik terjadi antara 18-24 jam setelah kenyang darah, pada fase ini mulai disintesis vitelogenin
19
yang berguna sebagai sumber makanan bagi embrio. Kedua fase ini perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kandungan asam amino yang diperoleh dari darah (Clements 2000). Apabila jumlah asam amino yang dibutuhkan cukup, maka proses previtelogenik dan fase vitelogenik berlangsung baik sehingga telur menetas sempurna. Perkembangan L1 berkisar antara 78,05 – 100% dengan ratarata 91,99%, perkembangan L2 berkisar antara 64,24 – 100% dengan rata-rata 89,08%, perkembangan L3 berkisar antara 53,23 – 94,82% dengan rata-rata 78,67%, dan perkembangan L4 berkisar antara 0,71 – 81,67% dengan rata-rata 32,29%. Proses molting pada larva melalui dua tahap, tahap pertama disebut apolisis dan tahap kedua disebut ekdisis. Apolisis adalah proses terlepasnya kutikula dari epidermis sedangkan ekdisis adalah proses terlepasnya sisa-sisa kutikula lama (Chapman 1971 dalam Supriyadi 1991). Pada proses ini protein memegang peranan penting. Tabel 5 juga memperlihatkan bahwa titik kritis perkembangan terjadi pada larva 4. Hal ini terjadi karena larva 4 mengalami kekurangan jumlah makanan. Seharusnya larva 4 membutuhkan jumlah makanan yang lebih banyak dibandingkan dengan tahapan larva yang lain untuk persiapan menjadi pupa yang merupakan tahapan tidak makan.
2 Siklus Perkembangan Pradewasa Berdasarkan Formulasi Pakan Tabel 6 Rata-rata Panjang Periode Stadium Pradewasa Anopheles aconitus yang Diberi Pakan 1. Siklus Gonotrofik Ke1
Telur
Larva 1
Larva 2
Larva 3
Larva 4
Pupa
3,5
4,5
4
1,5
2,5
1
17
2
5
4
2
5,5
4,5
1,5
22,5
3
4
4
2,5
4
0,5
1,5
16,5
4
3,5
4,5
3,5
3
8,5
1,5
24,5
5
3,5
3,5
2,5
2,5
2,5
1,5
16
6
3,5
3
5
1
3
1,5
17
7
1
3
1,5
2,5
3,5
1,5
13
8
1
1
3
3
4,5
1,5
14
Rata-rata
3,13
3,44
3
2,88
3,69
1,44
17,56
Stadium (Hari)
Total (Hari)
20
Panjang periode stadium pradewasa Anopheles aconitus yang diberi pakan 1 menunjukkan bahwa umur telur berkisar antara 1 – 5 hari dengan rata-rata 3,1 hari. L1 membutuhkan waktu rata-rata 3,4 hari untuk menjadi L2. Waktu tercepat yang dibutuhkan L1 untuk menjadi L2 adalah 1 hari dan paling lama 4,5 hari. L2 membutuhkan waktu 1,5 – 5 hari dengan rata-rata 3 hari untuk mencapai L3. L3 membutuhkan waktu 1 - 5,5 hari dengan rata-rata 2,9 hari untuk menjadi L4. L4 menjadi pupa membutuhkan waktu antara 0,5 – 8,5 hari dengan rata-rata 3,7 hari. Umur pupa mempunyai rata-rata 1,4 hari untuk eklosi menjadi dewasa. Waktu yang dibutuhkan dari telur hingga menjadi dewasa adalah berkisar antara 13 – 24,5 hari dengan rata-rata 17,6 hari. Jika dibandingkan dengan larva yang diberi pakan 2 (Tabel 7), maka perbedaaan waktu yang dibutuhkan dari telur hingga menjadi dewasa tidak jauh berbeda. Perbedaanya hanya 0,6 hari lebih cepat pada larva yang diberi pakan 1. L1 yang diberi pakan 1 dengan L1 yang diberi pakan 2 mempunyai umur ratarata yang sama yaitu 3,4 hari.
Tabel 7 Rata-rata Panjang Periode Stadium Pradewasa Anopheles aconitus yang Diberi Pakan 2. Siklus Gonotrofik Ke1
Telur
Larva 1
Larva 2
Larva 3
Larva 4
Pupa
3,5
4,5
5
1,5
4
1,5
20
3
4
4
2,5
4
3,5
1,5
19,5
4
3
4,5
3,5
3
7,5
1,5
23
5
3,5
3,5
2,5
2,5
5,5
1,5
19
6
4
3,5
2,5
3
4,5
1,5
19
7
1
2,5
2
1,5
3
1,5
11,5
8
1
1
4
4
4
1,5
15,5
2,86
3,36
3,14
2,79
4,57
1,5
18,21
Rata-rata
Stadium (Hari)
Total (Hari)
21
L2 yang diberi pakan 2 mempunyai umur 3,1 hari, L3 berumur 2,8 hari dan L4 berumur 4,6 hari. Perbedaan umur larva yang diberi pakan 1 dengan larva yang diberi pakan 2 hanya berkisar antara 0,1 – 0,6 hari. Berdasarkan Tabel 6 dan Tabel 7 secara umum rata-rata perbedaan hari dari telur sampai pupa yang diberi pakan 1 dengan yang diberi pakan 2 hanya 0,6 hari. Namun apabila dibandingkan pada setiap siklus gonotrofik,
larva yang
diberi pakan 1 lebih cepat dari larva yang diberi pakan 2 (Tabel 8). Panjang periode perkembangan stadium telur sampai larva pada siklus gonotrofik 1, 3, 5, 6 dan 8 yang diberi pakan 1 lebih cepat 2-3 hari. Panjang periode perkembangan stadium telur sampai larva yang diberi pakan
2 hanya unggul pada siklus
gonotrofik 4 dan 7, yaitu lebih cepat 1,5 hari. Perbedaan kecepatan perkembangan larva yang diberi pakan 1 dengan larva yang diberi pakan 2 disebabkan adanya perbedaan komposisi dan kandungan nutrisi antara pakan 1 dengan pakan 2. Kandungan protein yang lebih tinggi dalam pakan 1 membuat perkembangan selsel pada tubuh larva optimum, terutama pada saat molting. Ragi yang terdapat di dalam pakan 1 mengandung vitamin B yang bermanfaat untuk saraf dan dapat mengurangi stress. Selain itu, Saccharomyces cerevisae yang terdapat dalam ragi berfungsi sebagai growth promotor (Asahiro 1964).
Tabel 8 Panjang Periode Perkembangan Stadium Telur Sampai Larva pada Delapan Siklus Gonotrofik dengan Dua Jenis Formulasi Pakan yang Berbeda. Siklus Gonotrofik Ke-
Pakan 1 (Hari)
Pakan 2 (Hari)
1
16
18,5
2
21
0
3
15
18
4
23
21,5
5
14,5
17,5
6 7 8
15,5 11,5 12,5
17,5 10 14
Rata-rata
16,12
16,71 22
Siklus gonotrofik 2 pada Tabel 8 terlihat bahwa telah terjadi kematian pada larva. Kematian larva ini kemungkinan disebabkan oleh E. coli yang mencemari air (Slansky dan Rodriguez 1987). E. coli menyebabkan larva mengalami kekurangan oksigen dengan cara membuat lapisan tipis pada permukaan air dan menggunakan oksigen terlarut dalam air (Asahiro 1964). Selain itu kematian larva nyamuk juga dapat terjadi karena adanya racun yang berasal dari Aspergillus niger (Oktaviani 2007). Sebenarnya larva juga mempunyai enzim pertahanan didalam tubuhnya untuk menetralisir racun yang disebut phenolase (Slansky dan Rodriguez 1987). Perkembangan larva terutama dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan pakan yang terdapat di dalam
habitatnya. Kebutuhan larva terhadap protein
sangat besar dibandingkan dengan unsur nutrisi
lainnya. Jika kadar protein
rendah di dalam suatu pakan, maka waktu yang diperlukan oleh larva untuk berkembang menjadi lebih lambat (Sungkar dan Ismed 1994 dalam Erna 2006). Tahapan larva merupakan tahapan makan dari organisme serangga nyamuk (Hadi dan Koesharto 2006). Oleh karena itu pakan merupakan salah satu komponen penting bagi keberhasilan serangga untuk eklosi menjadi dewasa yang tangguh.
Tabel 9 Persentase Keberhasilan Perkembangan Stadium Telur Sampai Larva pada Dua Formulasi Pakan yang Berbeda Siklus Gonotrofik Ke-
Keberhasilan Perkembangan Telur Sampai Larva (%) Telur
Larva 1
Larva 2
Larva 3
Larva 4
Pakan 1
Pakan 2
Pakan 1
Pakan 2
Pakan 1
Pakan 2
Pakan 1
Pakan 2
Pakan 1
Pakan 2
1
96,87
87,24
94,18
92,57
81,92
87,56
64,25
85,8
6,96
10,34
2
97,82
89,5
99,55
0
99,55
0
94,82
0
0,71
0
3
49,09
92,43
100
98,02
87,77
92,51
36,36
70,09
21,67
7,11
4
51,14
53,42
95,09
86,32
76,99
51,49
76,83
87,5
5,56
4,4
5
97,67
72,09
76,19
88,71
100
100
71,88
63,64
21,74
17,14
6
73,68
89,47
67,86
88,24
68,42
98,33
96,15
77,97
48
36,96
7
72,73
86,36
100
100
100
89,47
93,75
70,59
80
83,33
8
81,82
23,64
93,33
92,31
100
91,67
83,33
90,91
40
100
Rata-rata
77,60
74,27
90,78
92,31
89,33
87,29
77,17
78,07
28,08
37,04
23
Tabel 9 menunjukkan bahwa daya tetas telur rata-rata berkisar antara 74,27-77,60%. Tingkat keberhasilan perkembangan L1 yang diberi pakan 1 ratarata 90,78%, L2 89,33%, L3 77,17% dan L4 28,08%. Sedangkan tingkat keberhasilan perkembangan L1 yang diberi pakan 2 rata-rata 92,31%, L2 87,29%, L3 78,02% dan L4 37,04%. Titik kritis perkembangan terjadi pada larva 4 baik larva yang diberi pakan 1 maupun larva yang diberi pakan 2. Dari dua jenis formulasi yang digunakan dalam penelitian ini, setelah dilakukan analisis proksimat terlihat bahwa kedua jenis pakan tersebut mempunyai kandungan protein yang cukup berbeda, sedangkan bahan kering, abu, lemak kasar dan energi bruto tidak jauh berbeda (Tabel 10).
Namun
demikian secara statistik dengan uji-t untuk sampel bebas (independent) kedua jenis pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata bagi periode perkembangan pradewasa (P > 0,05). Dari hasil ini kedua jenis pakan dapat digunakan untuk memelihara larva nyamuk di laboratorium. Kebutuhan larva terhadap
unsur-unsur
nutrisi
untuk
mendukung
pertumbuhan
dan
perkembangannya adalah protein kasar 27,39-45,02%, abu 5,78-5,97%, serat kasar 3,93-5,80%, lemak kasar 8,24-8,79% dan energi bruto 3751-4082 kalori/gram (Tabel 10). Menurut Slansky dan Rodriguez (1987) secara umum relative consumption rate (RCR) untuk arthropoda berkisar antara 0,002-6,90 mg/hari.
Tabel 10 Analisis Proksimat Pakan 1 dan Pakan 2 Kode
BK(%)
Abu(%)
PK(%)
SK(%)
LK(%)
Beta-N(%) EB(kal/g)
Code
DM
Ash
CP
CF
EE
NFE
GE
P1 89,38 5,97 45,02 3,93 8,79 25,67 3751 P2 90,82 5,78 27,39 5,80 8,24 43,61 4082 Keterangan: R1: Pakan 1, R2: Pakan 2, BK / DM: Bahan Kering (Dry Matter), PK / CP: Protein Kasar (Crude Protein), SK / CF: Serat Kasar (Crude Fiber), LK / EE: Lemak Kasar (Extract Ether), Beta-N / NFE: Bahan eksrak tanpa Nitrogen (Nitrogen Free Extract), EB / GE: (Energi Bruto / Gross Energi).
24
5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Anopheles aconitus betina kenyang darah mulai bertelur pada hari kedua dan hari keempat. Nyamuk betina mampu menghasilkan rata-rata 38 butir telur, menetas paling cepat membutuhkan waktu satu hari dan paling lama menetas setelah lima hari. Panjang periode L1 rata-rata selama 3,4 hari, L2 3 hari, L3 3 hari dan L4 3,9 hari dan dari stadium pupa hingga eklosi menjadi dewasa membutuhkan waktu 1,25-1,5 hari. Rata-rata total waktu yang diperlukan dari telur hingga dewasa adalah 17,97 hari. Daya tetas telur rata-rata 76,46%. Tingkat keberhasilan perkembangan L1 rata-rata 91,99%, L2 89,08%, L3 78,67%, dan L4 32,29%. Waktu yang dibutuhkan pada stadium pradewasa Anopheles aconitus yang diberi pakan 1 adalah 17,6 hari sedangkan yang diberi pakan 2 adalah 18,2 hari. Rata-rata perkembangan pradewasa Anopheles aconitus yang diberi pakan 1 lebih cepat 0,6 hari dibandingkan dengan yang diberi pakan 2. Kedua jenis Pakan (1 dan 2) dapat dipilih sebagai bahan pakan
Anopheles aconitus di
laboratorium.
5.3 Saran Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui kebutuhan protein berdasarkan kandungan protein tubuh pradewasa Anopheles aconitus dengan melakukan analisis proksimat terhadap tubuh pradewasa Anopheles aconitus.
25
6 DAFTAR PUSTAKA [Anonim]. 1997. Survival And Infection Probabilities of Anthropophagic Anophelines From An Area of High Prevalence of Plasmodium falciparum in Humans, Bulletin of Entomological Research, 87, 445453), http://en.wikipedia.org/wiki/Anopheles, [21 Juli 2008]. [Anonim]. 2007. Malaria. http://www.infeksi.com/articles.php?Ing=in&pg=46, [7 Agu 2008]. [Anonim]. 2008a. Bagaimana Bentuk Hati Ayam yang Baik. http://id.88db.com/id/Discussion/Discussion_reply. page?DiscID=1085 [7 Agustus 2008]. [Anonim]. 2008b. Important Information About Dog Food. http://www.5stardog.com/dog-food.asp, [16 Agustus 2008]. [Anonim]. 2009a.Vector. http://www.itg.be/itg/DistanceLearning/LectureNotesVandenEndenE/i magehtml/ppages/CD_1094_008c.htm [7 Pebruari 2009] [Anonim]. 2009b. Malaria. http://www.biotopics.co.uk/fbform.html [7 Pebruari 2009] [Anonim]. 2009c. Anopmfh.jpg. http://home.austarnet.com.au/wormman/wlimages.htm [7 Pebruari 2009] Asahiro S. 1964. Food Material and Feeding Procedures for Mosquito Larvae. Bull.Wld. Hlth. Org. 31: 465-466. Brogdon WG & McAllister JC. 1998. Insecticide Resistance and Vector Control. Emerging Infectious Diseases 4:605-613, http://www.cdc.gov/malaria/biology/mosquito/ [21 Juli 2008]. Barodji, Sularto T, Bambang H, Widiarti, Pradhan GD & Shaw RF. 1985. Life Cycle Study of Malaria Vector Anopheles aconitus Donitz in the Laboratory. Bull. Penelit. Kes. 13: (1) 7 hal. Clements AN. 2000. The Biology of Mosquitos Vol 1; Development, Nutrition and Reproduction. CABI Publising, Cambridge. Daniel. 2006. Malaria Penyakit Rawa-Rawa Yang Mendunia. Racikan UtamaVol.5.No.8.http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_news_print.as p?IDNews=77. [21 Juli 2008].
26
DEPKES. 2008. Kebijakan Pengendalian Malaria di Indonesia. [Makalah]. Depkes RI, Jakarta. Dwidjoseputro D. 1970. Microbiological Studies of Indonesian Ragi. Jakarta: Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Erna R. 2006. Isolasi, Karakterisasi, dan Penapisan Sianobakteria Sebagai Pakan Larva Aedes aegypti. [Skripsi]. Departemen Biologi FMIPA IPB. Hadi UK & Soviana S. 2000. Ektoparasit; Pengenalan, Diagnosa dan Pengendalianya. Laboratorium Entomologi, FKH IPB.
Hadi UK & Koesharto FX. 2006. Nyamuk. Di dalam: Sigit SH dan Hadi UK, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi dan Pengendalian. Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman. FKH IPB. Ito J, Ghosh A, Moreira LA, Wimmer EA & Jacobs-Lorena M. 2008. Transgenic anopheline mosquitoes impaired in transmission of a malaria parasite. Nature 2002;417:387-8. PMID 12024215. http://id.wikipedia.org/wiki/Malaria [21 Juli 2008]. Kardarron D. 2008. Daily Health Tips. http://www.asiamaya.com/nutrients/hatiayammentah.htm, [16 Agustus 2008]. Kurth EF & Cheldelin VH. 1946. Feeding Yeast from Wood Sugar Stillage, Ind. Eng. Chem., 38:617-619. Lounibes LP. 1994. Geographical and Development Components of Adult Size of Neotropical Anopheles (Nyssorhynchs). Ecological Entomology 19: 138-146. Levine ND. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Lodder J & Kreger-van Rij NJW. 1952. The Yeast a Taxonomic Study. Amsterdam: North-Holland Publishing Company. Messonnier S. 2001. Natural Health Bible for Dogs & Cats. New York: Three Rivers Press. ISBN 0-7615-2673-0, http://en.wikipedia.org/wiki/Dog_food, [16 Agustus 2008]. Mahmood, Farida & William KR. 1981. Duration of the Gonotrophic Cycles of Anopheles culifacies Giles and Anopheles Stephensi Liston With Observations on Reproductive and Survivorship During Winter in Punjab Province, Pakistan. J. Am. Mosq. Ctrl. Assoc. 41: 41-50. 27
Meigen. 1818. Anopheles. http://en.wikipedia.org/wiki/Anopheles, [21 Juli 2008]. O’Connor CT & Sopa T. 1981. A Checklist of Mosquitoes of Indonesia. US NAMRU-2. Jakarta. Oktaviani Z. 2007. Isolasi, Identifikasi, Patogenitas dan Proses Kolonisasi Cendawan Entomopatogen pada Larva Nyamuk Aedes aegypti. [skripsi]. Departemen Biologi FMIPA IPB. Purwakusuma W. 2007. Pakan Ikan. http://o-fish.com/PakanIkan/pakan_2.php, [16 Agustus 2008]. Slansky JRF & Rodriguez JG. 1987. Nutritional Ecology of Insects, Mites, Spiders, and Related Invertebrates. A Willey-Interscience Publication. New York. Soehardi S. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan. Bandung: Penerbit ITB. Supriyadi. 1991. Respon Perkembangan Dan Pertumbuhan Stadium Pradewasa Anopheles aconitus Donitz. (Diptera: Culicidae) Terhadap Suhu Konstan. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor. Service MW. 1986. Blood-Sucking Insects: Vectors of Diseases. London: Edward Arnold. Winarno. 1989. Evaluasi Secara Laboratorium Potensi Ikan Kepala Timah (Aplocheilus panchax Hamilton Buchanan) Sebagai Agen Pengendalian Biotik Larva Anopheles aconitus Donitz. [Tesis]. Fakultas Pascasarjana IPB. Wircz ZA, Turrentine Jr JD & Fox RC. 1981. Area Repellents for Mosquitoes (Diptera: Culicidae): Identification of the Active Ingridients in A Petroleum Oil Fraction. J. Am. Mosq. Ctrl. Assoc. 18:126-128. Yoshida S, Shimada Y & Kondoh D. 2007. Hemolytic C-type lectin CEL-III from sea cucumber expressed in transgenic mosquitoes impairs malaria parasite development. PLoS Pathog. 3 (12): e192. doi:10.1371/journal.ppat.0030192. PMID 18159942. http://en.wikipedia.org/wiki/Anopheles, [21 Juli 2008].
28
LAMPIRAN
29
Lampiran 1 Siklus Gonotrofik Pertama Anopheles aconitus
Panen Hari Ke-
Jumlah Telur
2,5
948
4
9
Total
957 RESEP 1
STADIUM Jumlah
RESEP 2
tawal
takhir
Umur
Jumlah
(hari)
Daya Tetas (%)
(hari)
(hari)
tawal
takhir
Umur
(hari)
(hari)
(hari)
Daya Tetas (%)
Telur
479
0
3,5
3,5
96,87
478
0
3,5
3,5
87,24
Larva 1
464
1,5
6
4,5
94,18
417
1,5
6
4,5
92,57
Larva 2
437
6
10
4
81,92
386
6
11
5
87,56
Larva 3
358
10
11,5
1,5
64,25
338
11
12,5
1,5
85,80
Larva 4
230
11,5
14
2,5
6,96
290
12,5
16,5
4
10,34
Pupa
16
14
15
1
30
16,5
18
1,5
Total = 16
Total = 18,5 30
Lampiran 2 Siklus Gonotrofik Kedua Anopheles aconitus Panen Hari Ke-
Jumlah Telur
2
914
4
1
Total
915 RESEP 1
STADIUM Jumlah
RESEP 2
tawal
takhir
Umur
Jumlah
(hari)
Daya Tetas (%)
(hari)
(hari)
tawal
takhir
Umur
(hari)
(hari)
(hari)
Daya Tetas (%) 89,50
Telur
458
0
5
5
97,82
457
0
4,5
4,5
Larva 1
448
2
6
4
99,55
409
2
8
6
Larva 2
446
6
8
2
99,55
Larva 3
444
8
13,5
5,5
94,82
Larva 4
421
13,5
17
4,5
0,71
Pupa
3
17 Total = 21 31
Lampiran 3 Siklus Gonotrofik Ketiga Anopheles aconitus
Panen Hari Ke-
Jumlah Telur
2
489
4
277
Total
766 RESEP 1
STADIUM Jumlah
RESEP 2
tawal
takhir
Umur
Jumlah
(hari)
Daya Tetas (%)
(hari)
(hari)
tawal
takhir
Umur
(hari)
(hari)
(hari)
Daya Tetas (%)
Telur
383
0
4
4
49,09
383
0
4
4
92,43
Larva 1
188
2
6
4
100
354
2
6
4
98,02
Larva 2
188
6
8,5
2,5
87,77
347
6
8,5
2,5
92,51
Larva 3
165
8,5
12,5
4
36,36
321
8,5
12,5
4
70,09
Larva 4
60
12,5
13
0,5
21,67
225
12,5
16
3,5
7,11
Pupa
13
13
16
16
Total = 15
Total = 18 32
Lampiran 4 Siklus Gonotrofik Keempat Anopheles aconitus
Panen Hari Ke-
Jumlah Telur
2,5
120
4
756
Total
876 RESEP 1
STADIUM Jumlah
RESEP 2
tawal
takhir
Umur
Jumlah
(hari)
Daya Tetas (%)
(hari)
(hari)
tawal
takhir
Umur
(hari)
(hari)
(hari)
Daya Tetas (%)
Telur
438
0
3,5
3,5
51,14
438
0
3
3
53,42
Larva 1
224
2
6,5
4,5
95,09
234
2
6,5
4,5
86,32
Larva 2
213
6,5
10
3,5
76,99
202
6,5
10
3,5
51,49
Larva 3
164
10
13
3
76,83
104
10
13
3
87,50
Larva 4
126
13
21,5
8,5
5,56
91
13
20,5
7,5
4,40
Pupa
7
21,5
4
20,5
Total = 23
Total = 21,5 33
Lampiran 5 Siklus Gonotrofik Kelima Anopheles aconitus
Panen Hari Ke-
Jumlah Telur
2,5
170
4
2
Total
172 RESEP 1
STADIUM Jumlah
RESEP 2
tawal
takhir
Umur
Jumlah
(hari)
Daya Tetas (%)
(hari)
(hari)
tawal
takhir
Umur
(hari)
(hari)
(hari)
Daya Tetas (%)
Telur
86
0
3,5
3,5
97,67
86
0
3,5
3,5
72,09
Larva 1
84
1,5
5
3,5
76,19
62
1,5
5
3,5
88,71
Larva 2
64
5
7,5
2,5
100
55
5
7,5
2,5
100
Larva 3
64
7,5
10
2,5
71,88
55
7,5
10
2,5
63,64
Larva 4
46
10
12,5
2,5
21,74
35
10
15,5
5,5
17,14
Pupa
10
12,5
6
15,5
Total = 14,5
Total = 17,5 34
Lampiran 6 Siklus Gonotrofik Keenam Anopheles aconitus
Panen Hari Ke-
Jumlah Telur
2,5
118
4
34
Total
150 RESEP 1
STADIUM Jumlah
RESEP 2
tawal
takhir
Umur
Jumlah
(hari)
Daya Tetas (%)
(hari)
(hari)
tawal
takhir
Umur
(hari)
(hari)
(hari)
Daya Tetas (%)
Telur
76
0
3,5
3,5
73,68
76
0
4
4
89,47
Larva 1
56
2
5
3
67,86
68
2
5,5
3,5
88,24
Larva 2
38
5
10
5
68,42
60
5,5
8
2,5
98,33
Larva 3
26
10
11
1
96,15
59
8
11
3
77,97
Larva 4
25
11
14
3
48,00
46
11
15,5
4,5
36,96
Pupa
12
14
17
15,5
Total = 15,5
Total = 17,5 35
Lampiran 7 Siklus Gonotrofik Ketujuh Anopheles aconitus Panen Hari Ke-
Jumlah Telur
2
0
4
45
Total
45 RESEP 1
STADIUM Jumlah
RESEP 2
tawal
takhir
Umur
Jumlah
(hari)
Daya Tetas (%)
(hari)
(hari)
tawal
takhir
Umur
(hari)
(hari)
(hari)
Daya Tetas (%)
Telur
22
0
1
1
72,73
22
0
1
1
86,36
Larva 1
16
0,5
3,5
3
100
19
0,5
3
2,5
100
Larva 2
16
4
5,5
1,5
100
19
3
5
2
89,47
Larva 3
16
5,5
8
2,5
93,75
17
5
6,5
1,5
70,59
Larva 4
15
8
11,5
3,5
80,00
12
6,5
9,5
3
83,33
Pupa
12
11,5
10
9,5
Total = 11,5
Total = 10 36
Lampiran 8 Siklus Gonotrofik Kedelapan Anopheles aconitus
Panen Hari Ke-
Jumlah Telur
2
4
4
106
Total
110 RESEP 1
STADIUM Jumlah
RESEP 2
tawal
takhir
Umur
Jumlah
(hari)
Daya Tetas (%)
(hari)
(hari)
tawal
takhir
Umur
(hari)
(hari)
(hari)
Daya Tetas (%)
Telur
55
0
1
1
81,82
55
0
1
1
23,64
Larva 1
45
0,5
1,5
1
93,33
13
0,5
1,5
1
92,31
Larva 2
42
1,5
4,5
3
100
12
1,5
5,5
4
91,67
Larva 3
42
4,5
7,5
3
83,33
11
5,5
9,5
4
90,91
Larva 4
35
7,5
13
4,5
40,00
10
9,5
13,5
4
100
Pupa
14
13
10
13,5
Total = 12,5
Total = 14 37
Lampiran 9 Analisis Proksimat Formulasi Pakan Analisis Proksimat Pakan 1 Kode
BK(%)
Abu(%)
PK(%)
SK(%)
LK(%)
Beta-N(%)
EB(kal/g)
Code
DM
Ash
CP
CF
EE
NFE
GE
R1
89,38
5,97
45,02
3,93
8,79
25,67
3751
Analisis Proksimat Pakan 2 Kode
BK(%)
Abu(%)
PK(%)
SK(%)
LK(%)
Beta-N(%)
EB(kal/g)
Code
DM
Ash
CP
CF
EE
NFE
GE
R2
90,82
5,78
27,39
5,80
8,24
43,61
4082
Keterangan: R1: Pakan 1, R2: Pakan 2, BK / DM: Bahan Kering (Dry Matter), PK / CP: Protein Kasar (Crude Protein), SK / CF: Serat Kasar (Crude Fiber), LK / EE: Lemak Kasar (Extract Ether), Beta-N / NFE: Bahan eksrak tanpa Nitrogen (Nitrogen Free Extract), EB / GE: (Energi Bruto / Gross Energi).
38