J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
Interpretasi Data Anomali Medan Magnetik Total Untuk Permodelan Struktur Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Mud Vulcano (Studi Kasus Bledug Kuwu Grobogan) Sigit Darmawan, Hernowo Danusaputro, Tony Yulianto Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro, Semarang Email
[email protected]
Abstrak Telah dilakukan transformasi reduksi ke kutub data anomali medan magnetik total pada daerah Bledug Kuwu, Grobgan untuk interpretasi struktur bawah permukaan. Data yang ditransformasi hasil pengukuran 8-10 April 2006 dengan menggunakan Proton Precession Magnetometer (PPM) untuk mengukur medan magnet total, dengan luas daerah penelitian ± 7,5 ha, yang menghasilkan 135 titik pengukuran. Penentuan posisi menggunakan Global Positioning System (GPS) dan kompas geologi. Pengolahan data medan magnetik total dimulai dari koreksi variasi harian dan koreksi IGRF sehingga diperoleh anomali medan magnetik total pada topografi. Efek anomali lokal pada lokasi penelitian dieliminasi dengan metode upward continuation. Data hasil upward continuation pada ketinggian 3000 m di atas referensi spheroid direduksi ke kutub utara magnet bumi. Anomali medan magnetik total reduksi ke kutub pada ketinggian 3000 m diinterpretasi dengan permodelan Talwani 2,5 dimensi menggunakan software Mag2DC for Window. Hasil pemodelan dua dimensi menghasilkan benda penyebab anomali dengan suseptibilitas yaitu: untuk benda pertama 0,003 cgs, dan benda kedua (-0,001) cgs, sedangkan benda di bawah anomali memiliki nilai suseptibilitas yang kecil karena temperatur yang tinggi. Benda anomali berada pada kedalaman ± (270-350) m dari permukaan dan diidentifikasi berupa garam yang bercampur shale terjebak dalam cekungan sedimentasi. Kata kunci: anomali magnetik, reduksi ke kutub, suseptibilitas. Abstract Total magnetic field anomaly data at Bledug Kuwu, Grobogan area has been reduced to the pole in order to interpret underground structure. Data collecting has been done on April 8-10, 2006 by means of Proton Precession Magnetometer (PPM) to measure total magnetic field data, with research area of 7,5 ha, produces 135 points of measurement. Global Positioning System (GPS) was used to determine the position and a geological compass to find the geographic north. The first total magnetic field data processing is diurnal and International Geomagnetic Reference Field (IGRF) correction. The total magnetic field anomaly on the irregular surface was transformed to horizontal surface 3000 m above spheroid reference. Before reduction to the pole, local effect was eliminated by upward continuation as high as 3000 m above spheroid reference. Mag2DC for Window was carried out for interpretation of total magnetic anomaly at 3000 m above reference spheroid which has been reduced to the pole. The modeling software based on the 2.5 D Talwani’s method. The result of 2-D modeling produces anomaly objects with susceptibilities: the first object: 0,003 cgs and the second object: -0,001 cgs, whereas the object under anomaly with small susceptibilities because high temperature. The anomaly objects are in the depth of ± (270-350) meter below the surface and are interpreted as salt and shale mixture in a sedimentary dome. Keyword: magnetic anomaly, reduction to pole, susceptibilities.
7
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
1. Pendahuluan Bledug Kuwu merupakan lokasi wisata dengan keajaiban alam yaitu adanya fenomena gunung api lumpur atau mud volcanoes (Bemmelen, 1949). Lokasi wisata ini luasnya ± 45 hektar, terletak di desa Kuwu, kec. Kradenan, kab. Grobogan. Daerah ini mempunyai posisi geografis terletak 111007’ BT dan 07007’ LS dan terletak di dataran rendah bersuhu 28-360C. Fenomena yang dapat dilihat yaitu berupa letupan gelembung lumpur raksasa yang mengandung garam, beserta gas yang mengandung unsur belerang dan hidrokarbon. Menurut Manurung (1989), erupsi lumpur yang terjadi di daerah Bledug Kuwu terbentuk di atas zona patahan (fault zone). Suhu dan tekanan lebih besar di bagian dalam dari daerah cekungan ini menyebabkan larutan dan gas mengalir melalui rekahanrekahan pada zona patahan tersebut dan mendorong lumpur naik ke atas. Dalam penelitiannya, Manurung mengambil daerah penelitian di sekitar daerah Kuwu dengan luas (10 x10) km2 dengan jarak tiap titiknya (100-300) meter. Tujuan penelitiannya adalah menampilkan penampang bawah permukaan yang bersifat regional. Metode magnetik merupakan salah satu metode geofisika yang sering digunakan untuk survai pendahuluan pada eksplorasi minyak dan gas bumi, penyelidikan batuan mineral dan penyelidikan tentang panas bumi. Di Jawa, telah banyak dilakukan penelitian dengan metode ini diantaranya: dalam penyelidikan panas bumi misalnya di Gunung Ungaran (Haryono, 2002), (Nurdiyanto, 2004), di Gunung Tangkuban Perahu (Yulianto, 2000) dan untuk pemodelan sesar regional Gunung Merapi-Merbabu (Ismail, 2001). Metode ini mempunyai akurasi pengukuran yang relatif tinggi, pengoperasian di lapangan relatif sederhana, mudah dan cepat jika dibandingkan dengan metode
8
geofisika lainnya. Metode magnetik bekerja berdasarkan sifat-sifat megnetik batuan yang terdapat di bawah permukaan bumi. Diharapkan dari hasil interpretasi akan diketahui struktur bawah permukaan di daerah Bledug Kuwu. Dari hasil tersebut dapat digunakan untuk menentukan penyebaran daerah yang masih berpotensi terjadi letupan lumpur sehingga dapat digunakan untuk pengembangan fasilitas lokasi wisata Bledug Kuwu. 2. Teori 2.1 Kontinuasi ke Atas Konsep dasar pengangkatan ke atas berasal dari identifikasi tiga teorema Green. Teorema ini menjelaskan bahwa apabila suatu fungsi U adalah harmonik, kontinu dan mempunyai turunan yang kontinu di sepanjang daerah R, maka nilai U pada suatu titik P di dalam daerah R dapat dinyatakan (Blakely, 1995):
U(P) =
1 1 ∂U ∂ 1 −U dS ∫ 4π S r ∂n ∂n r
(1)
dengan S menunjukkan permukaan daerah R, n menunjukkan arah normal keluar dan r adalah jarak dari titik P ke suatu titik pada permukaan S. Persamaan (1) menggambarkan secara dasar prinsip dari pengangkatan ke atas, dimana suatu medan potensial dapat dihitung pada setiap titik di dalam suatu daerah berdasarkan sifat medan pada permukaan yang melingkupi daerah tersebut. 2.3 Reduksi ke Kutub Baranov dan Naudy (1964) telah menggambarkan metode transformasi ke kutub untuk menyederhanakan interpretasi data magnetik pada daerah-daerah berlintang rendah dan menengah. Metode reduksi ke kutub magnetik bumi dapat mengurangi salah tahap yang rumit dari proses interpretasi, dengan anomali medan magnetik menunjukkan langsung posisi bendanya.
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
nˆ r
. R ρ
z0
S
Region R
Q( x' , y' , z ' )
α
P ( x , y , z 0 − ∆z )
x
x
P ' ( x , y , z 0 + ∆z )
z
y
nˆ
Sumber Gambar 1 Pengangkatan ke atas dari permukaan horizontal (Blakely, 1995)
Medan
Medan Magnetik Observasi
Reduksi Ke kutub
Pseudo Gravity
Medan Magnet
Jarak
Magnetisasi Depth
Gambar 2. Hubungan antara medan magnet observasi, reduksi ke kutub dan pseudogravity (Tchernychev, 2001)
Formulasi yang umum sebagai hubungan antara medan potensial (f ) dengan distribusi material sumber (s):
f (P ) = ∫ s(Q )Ψ (P, Q )dv
(2)
R
Fungsi f (P ) adalah medan potensial atau anomali total medan magnetik pada P, sedangkan s(Q) kuantitas fisis magnetisasi pada Q dan Ψ (P, Q ) suatu fungsi Green berupa anomali total medan magnetik dipole tunggal yang bergantung pada geometris tempat titik observasi P dan titik distribusi sumber Q. Proses transformasi reduksi ke kutub dilakukan dengan mengubah arah
magnetisasi dan medan utama dalam arah vertikal. Reduksi ke kutub dilakukan dengan cara membuat sudut inklinasi benda menjadi 900 dan deklinasinya 00. Karena pada kutub magnetik arah dari medan magnet bumi ke bawah dan arah dari induksi magnetisasinya ke bawah juga. 2.4 Geologi Daerah Penelitian Keadaan geologi regional menunjukkan bahwa mulai dari Semarang kearah timur hingga daerah Kuwu merupakan endapan alluvial yang termasuk zona Randublatung (Cipluk beds serta Lower Kalibeng beds). Daerah penelitian mempunyai kenampakan morfologi datar. Di bagian Utara terdapat perbukitan bergelombang lemah dan sedang.
9
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
Sedangkan di bagian Selatan dibatasi oleh bagian darat formasi Kendeng Ridge (Bemmelen, 1949). Di sebelah timur daerah penelitian terdapat jalur patahan yang berarah Barat-Timur, yang merupakan patahan normal. Juga di sebelah selatan terdapat jalur patahan yang berarah barat-timur yang merupakan patahan naik. Tegak lurus patahan tersebut terdapat patahan normal. Geologi secara jelas dapat dilihat pada gambar 3.
A
B
45 ’
111 0
15 ’
30 ’
(BT)
70
15 ’
Alat yang dipergunakan meliputi: satu buah Proton Precession magnetometer (PPM) model G-856 Geometrics untuk merekam waktu dan medan magnet total (dalam satuan nT), satu buah Global Positioning System (GPS) model Trimble 4600TM LS frekuensi tunggal untuk menentukan posisi penelitian dengan ketelitian 0,1 dan sebuah kompas geologi untuk menentukan arah geografi lokasi pengukuran serta alat komunikasi. Proton Precession magnetometer (PPM) yang digunakan hanya satu maka pengambilan data dilakukan dengan cara Loopping, artinya setelah melakukan pengambilan data pada titik-titik pengukuran medan magnet yang telah ditentukan, maka harus kembali ke base untuk mengukur medan magnetnya lagi. Setelah itu pengukuran dilanjutkan pada titiktitik berikutnya dan kembali ke base lagi. Selang waktu pengukuran antar base harus kurang dari satu jam atau waktunya singkat agar variasi hariannya masih terpantau dengan baik. Setiap titik pengukuran diambil lima kali data yang berbeda dalam jarak ± 1 meter, diambil nilai terbaik atau nilai rata-rata. Posisi titik pengukuran dilakukan menggunakan Global Positioning System (GPS) yaitu dalam satuan derajat untuk lintang dan bujurnya. 3.2 Perhitungan Anomali Medan Magnet
30 ’
(LS)
Gambar 3. A. Lokasi daerah penelitian, B. Peta Geologi Daerah Penelitian dan Sekitarnya (Direktorat Geologi, 1963)
3. Metode Penelitian 3.1 Pengambilan Data Lokasi penelitian mencakup daerah kawasan wisata Mud Vulcano Bledug Kuwu, yang terletak di desa Kuwu, kec. Kradenan, kab. Grobogan yang secara geografis terletak 111007’ BT dan 07007’ LS, dengan luas daerah penelitian ± (300 x 250) meter atau ± 7.5 ha. Pengambilan data dimulai tanggal 8 sampai 10 April 2006 sebanyak ± 135 titik yang terletak di sekitar letupan lumpur Bledug Kuwu. Pada penelitian ini, setiap titik pengukuran berjarak ± (20-25) meter.
10
Di dalam survai dengan metode magnetik digunakan satu set magnetometer yang pengambilannya dilakukan dengan cara loopping. Maka dalam survai, setelah pengukuran di tiap titik-titik pengukuran harus kembali ke base (dalam beberapa menit atau kurang dari satu jam). Pengukuran base ini diulang-ulang terus untuk mendapatkan variasi harian yang diakibatkan efek medan magnet luar bumi, dan untuk mengoreksi titiktitik pengukuran. Sedangkan medan magnet bumi dihitung berdasarkan pada persamaan International Geomagnetic Reference Field (IGRF), sehingga anomali magnetiknya diberikan oleh persamaan sebagai berikut:
∆T = Tobs − TIGRF ± Tvh dengan
Tobs
adalah
medan
(3) magnetik
komponen total terukur, TIGRF adalah medan magnet teoritis berdasarkan IGRF pada
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
stasion dan Tvh adalah koreksi medan magnet akibat variasi harian.
TIGRF dihitung pada titik pengukuran dengan memasukkan nilai posisi dan tanggal pengukuran dengan paket program IGRF yang telah terdapat pada beberapa software misalnya Magpick, WMM, dll. Sedangkan Tobs terukur pada saat magnetometer merekam data pada titik pengukuran. Hasil pengolahannya dengan Microsoft office Excel didapatkan data anomali medan magnet total. 3.3 Peta Anomali Medan Magnet Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh, dibuat peta anomali medan magnet
dengan menggunakan software paket surfer version 8 yang menunjukkan hubungan antara posisi pengukuran dan nilai anomali medan magnet total ditunjukkan dalam gambar 5A. Penghalusan data pengamatan untuk mengeliminasi efek lokal dilakukan dengan kontinuasi ke atas (upward continuation) sebesar 3000m. Hasil kontinuasi ini terlihat pada gambar 5B yang memperlihatkan anomali yang muncul semakin jelas. Setelah dilakukan kontinuasi ke atas, data anomali medan magnetik total ini direduksi ke kutub. Kedua tahap ini dilakukan dengan menggunakan program MagPick atau reduksi ke kutubnya dengan sofware Signpro.
Gambar 4. Diagram blok pengolahan data magnetik total
11
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
mendorong keluar. Dengan adanya aktivitas ini, maka batuan akan mengalami penurunan sifat kemagnetannya, sesuai dengan aktivitas bledug yang mengeluarkan erupsi lumpur yang mengandung garam dan gas belerang serta gas metan lainnya.
Gambar 5. A. Anomali Medan magnet total, B. Anomali medan magnet total (upward continuation 3000m).
4. Hasil dan Diskusi 4.1 Interpretasi Kualitatif Secara kualitatif peta anomali diperoleh menunjukkan penyebaran pasangan pola kontur tertutup (besar-kecil) yang terdapat pada masing-masing bledug. Penentuan pasangan ini didasarkan pada kecenderungan arah grid setiap pasangan kontur tertutup. Oleh karena itu, dapat terlihat anomali berarah utara-selatan untuk bledug pertama dan anomali berarah barat-timur untuk bledug ke dua, dengan pusat benda anomali ditafsirkan berada di tengah pasangan pola kontur tertutup itu. Dari pola-pola anomali yang terlihat mempunyai gradien anomali horisontal yang tinggi (gradiennya tajam) dari pada daerah sekitarnya. Di daerah dekat pusat bledug terlihat adanya anomali yang menunjukkan bahwa pada daerah inilah yang mengakibatkan terjadinya letupan lumpur. Ditafsirkan adanya aktifitas panas dari dalam yang berupa gas yang 12
Gambar 6. A. Sayatan anomali medan magnet total, B. Pemodelan pada sayatan profil A-A’, C. Pemodelan pada sayatan profil B-B’
Sayatan pertama dibuat dari pasangan kontur tertutup yang berarah utara-selatan yaitu A-A’ yang melewati bledug pertama (sebelah timur). Sayatan ke dua dibuat dari pasangan kontur tertutup berarah barat timur yaitu B-B’ yang melewati daerah bledug ke dua (sebelah barat). Dari kedua sayatan ini, akan digunakan untuk permodelan struktur bawah permukaan daerah Bledug Kuwu. Sayatan ini diambil dari data peta anomali yang telah dilakukan upward continuation 3000m. Dengan metode
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
ini, akan mempertajam anomali pasangan kontur dari data peta anomali medan magnet total. Hasil sayatan ini (upward continuation), kemudian dilakukan reduksi ke kutub untuk mengubah arah magnetisasi benda dalam arah vertikal sehingga anomali medan magnetik dapat menunjukkan langsung posisi benda penyebabnya. 4.2 Interpretasi Kuantitatif Pada pemodelan profil A-A’ dan B-B’, bentuk kurvanya hampir sama Hasil pemodelan profil ini didapatkan 2 benda penyebab anomali dengan nilai -0,012cgs untuk benda pertama (warna merah) dan (-0,016)cgs untuk benda ke dua (warna biru), dengan arah barat-timur. Benda pertama berada di sebelah barat dengan kedalaman (270-330) meter dari permukaan dan benda ke dua dengan kedalaman (270350) meter dengan sisi yang berbatasan
dengan benda pertama (dekat batuan pertama) mempunyai lapisan lebih tipis. Di bawah kedua batuan anomali ini, terdapat batuan sedimen yang sangat dipengaruhi panas (warna hitam) dengan kontras suseptibilitas (0,014)cgs sebagai sumber tekanan. Sumber tekanan (gas) ini mencari tempat pada benda anomali yang lemah untuk dilaluinya sampai ke permukaan bumi dan daerah ini dinamakan zona lemah. Dari harga nilai suseptibilitas batuan sekitar (k0), kontras suseptibilitas batuan (∆k) dan suseptibilitas batuan target (k1), maka dengan persamaan 4 berikut dapat dicari benda penyebab anomalinya (berdasar nilai suseptibilitas) sebagai
∆k = k1 − k0
(4)
Tabel 2. Hubungan suseptibilitas batuan sekitar (k0), kontras suseptibilitas (∆k) dan suseptibilitas batuan target (k1)
Pemodelan
Nilai k0 (cgs)
Nilai ∆k
Nilai k1 (cgs)
Kemagnetan
Batuan 1 A-A’
0,015
-0,012
0,003
Paramagnet
Batuan 2 A-A’
0,015
-0,016
-0,001
Diamagnet
Batuan 1 B-B’
0,015
-0,012
0,003
Paramagnet
Batuan 2 B-B’
0,015
-0,016
-0,001
Diamagnet
Batuan 3
0,015
-0,014
0,001
Paramagnet
Dari pengolahan data dan pemodelan perhitungan nilai suseptibilas ini, dapat dilihat bahwa batuan 1 A-A’ dan 1 B-B’ merupakan batuan dengan suseptibilitas kecil dan positif 0,003cgs merupakan batuan paramagnet, kemudian batuan 2 A-A’ dan 2 B-B’ adalah batuan dengan suseptibilitas kecil dan negatif (-0,001)cgs merupakan batuan diamagnet. Batuan yang suseptibilitasnya negatif ini diidentifikasi sebagai batuan garam (rocksalt) dapat berupa padat, lumpur maupun cairan. Dari tabel ini menunjukkan batuan pertama dan ke dua untuk kedua sayatan adalah batuan yang sama dengan nilai suseptibilitas
(cgs)
0,003cgs dan (-0,001) cgs. Sedangkan batuan 3 di bawahnya merupakan batuan yang sangat dipengaruhi suhu dan tekanan sehingga suseptibilitasnya kecil (-0,001) cgs. Tekanan dan suhu yang tinggi menyebabkan batuan yang dilaluinya menjadi kehilangan sifat kemagnetannya. Nilai kontras suseptibilitas batuan yang cenderung lebih kecil dari batuan sekitarya menunjukkan aktifitas panas telah banyak mempengaruhi batuan tersebut. Dengan kata lain, batuan dengan kontras suseptibilitas lebih kecil (lebih negatif) menunjukkan tekanan dari bawah
13
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
akibat aktifitas panas lebih besar dilakukan kepadanya dari pada batuan sekitarnya. Sehingga batuan ini akan menghasilkan letupan yang lebih besar dan periodenya cepat. Hal ini sesuai dengan fenomena di daerah penelitian, bahwa bledug pertama lebih aktif menghasilkan letupan dan periode letupannya lebih cepat dibandingkan bledug ke dua. Terjadinya letupan dikarenakan adanya tekanan dari bawah mampu mendorong batuan yang dilaluinya terangkat naik. Oleh karena itu, batuan ini harus bersifat lemah terhadap tekanan atau mudah dilalui gas (sumber tekanan). Selanjutnya, harus ada pula sumber tekanan dari bawah yang besar dan keluar melewati batuan ini. Pada prinsipnya benda di dalam bumi akan keluar ke permukaan karena di dalam bumi suhu dan tekanannya besar. Bila batuan dasarnya sangat keras maka benda dengan tekanan besar ini seperti terperangkap dan tidak bisa keluar. Benda di dalam bumi ini dapat keluar jika terdapat rekahan, patahan, ataupun karena adanya aktifitas pemboran. Sehingga syarat terjadinya letupan pada daerah Bledug Kuwu harus ada patahan yang terjadi di bawah batuan hasil pemodelan yang telah disebutkan di atas. Hasil interpretasi, kemudian dibuat struktur bawah permukaan mengenai terjadinya letupan di daerah penelitan yang ditunjukkan gambar 7. Terjadinya letupan hanya terjadi di atas batuan yang suseptibilitasnya kecil dan negatif sebagai deretan bledug dari besar sampai kecil. Tekanan yang melalui batas perlapisan menyebabkan tekanan memusat pada batas kontak batuan pertama dan ke dua menghasilkan tekanan paling besar.
5. Kesimpulan Dan Saran 5.1 Kesimpulan 1. Struktur bawah permukaan di daerah Bledug Kuwu terdiri dari: • Batuan penyebab anomali, ada dua jenis yaitu dengan suseptibilitas 0,003cgs, dan suseptibilitas 0,001cgs. • Batuan di atas anomali (batuan sekitar) adalah shale. • Batuan yang berada di bawah anomali berkurang sifat kemagnetannya yaitu dengan suseptibilitas 0,001 cgs. 2. Kedalaman benda anomali rata-rata adalah (270-350) meter. 3. Daerah di atas batuan penyebab anomali dengan suseptibilitas (-0,001)cgs, merupakan daerah potensial terjadi letupan. 4. Dari interpretasi menunjukkan bahwa batuan daerah penelitian adalah sedimen yaitu shale yang telah berkurang sifat kemagnetannya dan mengandung salt, water sebagai anomali. 5.2 Saran 1. Penelitian harus ditambah lagi atau diperluas di daerah di sekitar Bledug Kuwu dengan jarak tiap titik-titiknya pendek. 2. Dapat dilakukan mengolahan dan interpretsi magnetik dengan cara atau metode yang berbeda. 3. Hasil penelitian magnetik ini harus dicocokkan dengan data lubang bor, data seismik, dan data lainnya. 4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perubahan temperatur terhadap nilai suseptibilitas batuan. Daftar Pustaka Baranov, V. and Naudy, H., 1964, Numeric Calculation of the Formula of reduction to pole, Geophysics, 29, 6769. Bemmelen, R.W., van, 1949, The Geology of Indonesia, V.I.A, Martinus Nijhoff, The hague.
Gambar 7. Pemodelan dan interpretasi struktur bawah permukaan Bledug Kuwu
14
Bhaskara, R.D., Ramesh, B.N., 1991, A Rapid Method for Three-dimentional Modelling of Magnetik anomalies: Geophysics. 56,1729-1737.
J. Geofisika Vol. 13 No.1/2012
Blakely, R.J., 1995, Potential theory in gravity and magnetic applications, Cambridge Univ Press, New York.
Parkinson,W.D.,1983, Geomagnetism, Press London.
Breiner, S., 1973, Applications Manual for Portable Magnetometers, Geometrics, USA.
Reid, A.B., Allsop, J.M., Granser, H., Millet, A.J., and Somerton, I.W., 1990, Magnetic interpretation in three dimensions using Euler deconvolution: Geophysics, 55, 80– 91.
Grant, F.S.,West, 1965, Interpretation Theory in Applied Geophysics, McGraw Hill Corporation. Haryono, A., 2002, Pemodelan Sesar Regional di Daerah Gunungapi Ungaran menggunakan Data Anomali Medan Magnetik Reduksi ke Kutub, Tesis, FMIPA, UGM. IAGA
Working Group V-8, 1995, International Geomagnetic Reference Field, 1995 revision. Submitted to EOS Trans. Am. Geophys. Un., Geophysics, Geophys. J. Int., J. Geomag. Geoelectr.,Phys. Earth Planet.Int., and others.
Ismail, N.,2001, Interpretasi Data Anomali medan Magnetik Total Reduksi ke Kutub Untuk Pemodelan sesar Regional di Daerah Gunung MerapiMerbabu, Tesis, FMIPA, UGM. Manurung, P., 1989, Penyelidikan Anomali Medan Magnet Total di Daerah Kuwu, Grobodan, Jawa Tengah, Skripsi UGM. McLean, S., S. Macmillan, S. Maus, V. Lesur, A.Thomson, and D. Dater, 2004, TheUS/UK World Magnetic Model for 2005-2010, NOAA Technical Report NESDIS/NGDC-1. Nurdiyanto, B., 2004, Analisis Data Anomali Medan Magnet Total Untuk Menafsirkan Struktur Bawah Permukaan Daerah Manifestasi Air Panas di Lereng Utara Gunungapi Ungaran, Skripsi, FMIPA, UGM.
Introduction to Scottish academic
Robinson, E. S., Coruh, C., 1998, Basic Exploration Geophysics, John Willey & Sons. Sharma, P.V., 1997, Environmental and Engineering Geophysics, Cambridge University Press. Sulindra , N., 2005, Interpretasi Data Anomali medan Magnet Total reduksi ke Kutub untuk Pemodelan Sesar, Skripsi, FMIPA, UGM. Talwani, M. and Heirtzler, J.R.,1964, Computation of Magnetic anomalies Caused by two Dimentional Structures of Arbitary Shapein The Mineral Industries, Stanford University Publications Geological Sciences Vol. 9, No.1. Tchernychev, M.,2001, Magpick-magnetic map & profile processing, user guide. Telford, W.M., Geldart, R.E., Sheriff, D.A., and Keys, 1979, Applied Geophysics, Cambridge University Press. University of Birmingham, 2004, Classification of magnetic material, Applied Alloy Chemistry Group. U.S. Geological Survey Information Service, 2005, World IGRF Magnetic Chart, web page:www.ngdc.noaa.gov. Yulianto, T., 2000, Pengukuran dan interpretasi anomali magnetik daerah Gunung Tangkuban Perahu, Tesis Pasca Sarjana ITB.
6 2 15