Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
SIFAT MEKANIK BETON GEOPOLIMER BERBAHAN DASAR FLY ASH JAWA POWER PAITON SEBAGAI MATERIAL ALTERNATIF Januarti Jaya Ekaputri1 Triwulan1 Oktavina Damayanti2 Abstract: Cement is the most important material in making conventional concrete. When cement is produced, the same amount of CO2 will be also produced as a side effect and contaminate the atmosphere. Geopolymer concrete will be introduced as an alternative concrete which did not use any cement in its mixture and used fly ash as alternative cement. NaOH and Na2SiO3 were used as activator solution. This research introduced 20 different compositions of geopolymer concrete that can be divided in to 2 groups. The groups were based on the molarity of Sodium Hydroxide solution used as follows: 1. 8 M Sodium Hydroxide solution with Sodium Silicate to Sodium Hydroxide solution ratio by mass were between 0.5 to 2.5 . 2. 10 M Sodium Hydroxide solution with Sodium Silicate to Sodium Hydroxide solution ratio by mass were between 0.5 to 2.5 . The compressive strength and split strength test showed that the best concrete was produced from the combination of 10 M Sodium Hydroxide solution and Sodium Silicate to Sodium Hydroxide solution ratio by mass of 1.5 . The test results showed that geopolymer concretes with this composition have a very fast setting time compared with the conventional concrete. This concrete reached its maximum compressive strength of 48,59 MPa and split strength of 12.57 MPa all in age 28 days. Key Words : geopolymer, fly ash, activator, Sodium Silicate, Sodium Hydroxide, molarity. PENDAHULUAN Beton merupakan salah satu jenis konstruksi yang paling banyak digunakan dalam dunia konstruksi. Semen Portland merupakan bahan yang paling penting digunakan dalam pembuatan beton konvensional. Pembangunan infrastruktur yang semakin hari semakin meningkat mengakibatkan permintaan jumlah semen yang meningkat pula. Akan tetapi, pada saat proses memproduksi semen, terjadi pula emisi CO2 ke udara yang besarnya sebanding dengan jumlah semen yang diproduksi. Dengan kata lain, memproduksi 1 ton semen sama dengan memproduksi 1 ton CO2 ke dalam udara (Davidovits,1994). Hal inilah yang merupakan salah satu faktor pendorong untuk ditemukannya bahan alternatif lain yang bisa menggantikan posisi semen dalam campuran beton.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan diperoleh suatu jenis beton baru yang ramah lingkungan (Davidovits,1999), karena: a. Memanfaatkan material sisa ( buangan ) sehingga mengurangi limbah yang mencemari lingkungan. b. Mengurangi kadar emisi CO2 yang dihasilkan oleh produksi semen. Penelitian mengenai beton geopolimer ini sangat sedikit dilakukan di Indonesia. Oleh sebab itu, penelitian mengenai beton geopolimer ini perlu dilakukan. Keberhasilan penelitian ini diharapkan bisa menambah wawasan masyarakat mengenai beton geopolimer sebagai beton alternatif.
Beton Geopolimer adalah jenis beton yang 100 % tidak menggunakan semen. Fly ash dari hasil pembakaran batu bara digunakan sebagai sumber material untuk membuat binder yang dibutuhkan dalam campuran beton. Beton Geopolimer ini terbentuk dari reaksi kimia dan bukan dari reaksi hidrasi seperti pada beton biasa (Davidovits,1999). Oleh karena itu, jenis aktivatornya harus sesuai dengan senyawa yang terkandung dalam fly ash dan juga komposisinya harus tepat sehingga bisa terjadi reaksi kimia. Aktivator yang umumnya digunakan adalah Sodium Hidroksida 8M sampai 14M dan Sodium Silikat (Na2SiO3) dengan perbandingan antara 0.4 sampai 2.5 ( Hardjito, 2005 ).
RUANG LINGKUP PEMBAHASAN a. Penelitian ini membahas mengenai komposisi campuran yang tepat untuk menghasilkan kuat tekan beton geopolimer yang tinggi dengan mengacu pada penelitian terdahulu. b. Study hanya dilakukan di laboratorium dengan pembuatan benda uji berbentuk silinder. c. Komposisi campuran terbaik, dipilih berdasarkan hasil uji kuat tekan beton geopolimer. d. Faktor yang mempengaruhi perilaku fisik dan mekanik beton geopolimer yang diamati meliputi perilaku yang terjadi akibat molaritas dan perbandingan massa activator.
Dari komposisi penelitian di atas, akan diteliti lagi komposisi mana yang memiliki kuat tekan yang paling tinggi dan juga akan diamati perilaku fisik dan mekanik beton terhadap molaritas dan perbandingan kadar aktivator yang digunakan dalam penelitian ini. 124Dosen Teknik Sipil FTSP-ITS Surabaya 1. 2. Sarjana Teknik, peneliti
STUDI LITERATUR Pada tahun 1978, seorang ahli berkebangsaan Perancis bernama Joseph Davidovits menemukan bahwa cairan alkalin bisa digunakan untuk mereaksikan silikon (Si) dan Sifat Mekanik Beton Geopolimer
Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
alumunium (Al) dalam material seperti fly ash dan jerami untuk menghasilkan binder (Li, Ding dan Zhan). Setelah penemuan Davidovits tersebut diterima oleh dunia, lebih dari 28 instansi ilmiah dan perusahaan internasional mulai melakukan penelitian dan menerbitkan laporan dalam bentuk jurnal – jurnal (Li, Ding and Zhan). Beton geopolimer ini adalah beton yang 100% tidak menggunakan semen. Karena itu digunakan material mengandung banyak oksida silica dan alumina yang diaktifkan dengan suatu larutan aktifator.Untuk menggantikan semen sebagai perekat agregat kasar maupun halus maka digunakan fly ash. Fly ash adalah limbah yang berasal dari abu pembakaran batu bara. Proses polimerisasi yang terjadi di dalam beton geopolimer meliputi reaksi kimia yang terjadi antara alkalin dengan mineral Si – Al sehingga menghasilkan rantai polimeric tiga – dimensi dan ikatan struktur Si – O – Al – O yang konsisten (Davidovits,1999). Davidovits (1978) menyarankan penggunaan istilah ‘poly(sialate)’ sebagai nama kimia dari beton geopolimer yang berbahan dasar siliko-aluminate. Sialate adalah singkatan dari silicon-oxoaluminate. Davidovits menggolongkan polysialate menjadi 3 tipe, yaitu: Poly(sialate) type (-Si-O-Al-O), poly (sialate-siloxo) type (-Si-O-Al-O-Si-O) dan poly (sialate-disiloxo) type (Si-O-Al-O-Si-O-Si-O).
Pada persamaan (2 – 3) menyatakan bahwa air dilepaskan selama reaksi kimia terjadi dalam pembentukkan beton geopolimer. Air ini dikeluarkan dari beton geopolimer selama masa perawatan (curing) dan pengeringan. Hal ini memberikan keuntungan bagi performance beton geopolimer tersebut. Dari hasil penelitian selama lebih dari 30 tahun, dapat diketahui bahwa beton geopolimer ini memiliki beberapa keunggulan yaitu sebagai berikut (Li, Ding and Zhan) : Penghematan energi dan melindungi lingkungan : beton geopolimer tidak memerlukan konsumsi energi yang besar seperti pada beton konvensional biasa. Beton geopolimer ini juga tidak memancarkan CO2 ke udara sehingga dapat mengurangi efek pemanasan global. Memiliki volume yang stabil karena penyusutan yang terjadi 4/5 kali lebih rendah jika dibandingkan beton konvensional. Kekuatannya dicapai dalam waktu yang singkat karena kekuatan tekan beton ini mampu mencapai 70 % dalam waktu 4 jam pertama. Memiliki ketahanan yang tinggi karena beton ini tahan terhadap serangan lingkungan agresif tanpa mengurangi fungsi yang dimilikinya. Semennya geopolimer tahan terhadap api karena mampu bertahan dalam suhu 1000o sampai 1200o tanpa mengurangi fungsi yang dimilikinya.
Gambar 2.1. – Struktur Kimia Polysiliate Skema pembentukkan beton geopolimer dapat dilihat pada persamaan (2 – 2) dan (2 – 3) (van Jaarsveld dkk,1997 ; Davidovits,1999)
125
Banyak peneliti yang telah mendapatkan proporsi campuran untuk membuat beton geopolimer dengan bermacam – macam kuat tekan yang dihasilkan. 1. Palomo,dkk(1999) meneliti beton geopolimer dengan menggunakan bahan fly ash kelas F. Ia menggunakan empat larutan yang berbeda dengan perbandingan massa antara alkali aktivator dan fly ash berkisar 0.25 sampai 0.30. Perbandingan molar larutan SiO2/K2O atau SiO2/Na2O berkisar antara 0.63 sampai 1.23. Benda uji yang digunakan berukuran 10x10x60 mm. Kuat tekan yang paling tinggi diperoleh setelah melakukan curing selama 24 jam pada suhu 65oC yaitu mencapai lebih dari 60 MPa untuk campuran yang menggunakan kombinasi aktivator sodium hidroksida dan sodium silikat. Sifat Mekanik Beton Geopolimer
Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
2.
3.
4.
5.
Xu dan van Deventer (2000) melakukan penelitian dan melaporkan bahwa perbandingan massa larutan alkali dengan alumino – silikat kira – kira 0.33 agar terjadi reaksi geopolimer. Alkali aktivator akan segera membentuk gel yang tebal ketika bercampur dengan alumino – silikat. Mereka melakukan penelitian dengan benda uji yang berukuran 20x20x20 mm dan kuat tekan maksimum yang diperoleh mencapai 19 MPa setelah di curing selama 72 jam pada suhu 35oC. Dilain pihak, van Jaarsveld dkk (1998) melakukan penelitian dengan menggunakan perbandingan massa alkali sebesar 0.39. Dalam pekerjaannya, ia menggunakan 57% fly ash yang dicampur dengan 15% kaolin. Larutan alkalin terdiri dari 3.5% sodium silikat, 20% air dan 4% sodium atau potassium hydroxide. Benda uji yang digunakan berukuran 50x50x50 mm. Kuat tekan maksimum yang diperoleh mencapai 75 MPa. Berdasarkan penelitian Davidovits (1982) dengan menggunakan kaolin sebagai sumber material, Barbosa dkk (2000) menyiapkan tujuh komposisi campuran pasta beton geopolimer dengan parbandingan molar berkisar 0.2 < Na2O/SiO2 < 0.48 ; 3.3 < SiO2/Al2O3 <4.5 dan 10 < H2O/Na2O < 25. Berdasarkan hasil tes terhadap benda uji tersebut, ditemukan bahwa komposisi optimum terjadi pada perbandingan Na2O/SiO2 = 0.25 , perbandingan H2O/Na2O = 10.0 dan perbandingan SiO2/Al2O3 = 3.3. Campuran yang menggunakan kadar air tinggi, misalnya H2O/Na2O = 25, menyebabkan kuat tekan beton geopolimer menjadi rendah. Pada tahun 2005, Hardjito dan Rangan mengadakan penelitian mengenai campuran beton geopolimer. Konsentrasi sodium hidroksida (NaOH) yang digunakan berkisar antara 8M – 16M. Perbandingan massa antara sodium silikat dan sodium hidroksida berkisar antara 0.4 sampai 2.5. Sedangkan perbandingan massa antara alkali aktivator dengan fly ash kira – kira 35%. Mereka menyimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi molaritas sodium hidroksida menyebabkan semakin tinggi pula kuat tekan beton geopolimer. Dan semakin tinggi perbandingan massa antara sodium silikat dengan sodium hidroksida menyebabkan semakin tinggi pula kuat tekan yang dihasilkan oleh beton geopolimer tersebut. Kuat tekan beton geopolimer pada umur tujuh hari mencapai 67 MPa setelah di curing selama 24 jam pada suhu 60oC.
penelitian ini, fly ash yang digunakan berasal dari Jawa Power Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, Indonesia. Oleh karena itu, fly ash ini harus terlebih dahulu diuji komposisi kimianya untuk menentukan apakah fly ash tersebut termasuk dalam kelas F atau kelas C (ASTM C 618–84). b. Alkali Aktivator Adapun jenis aktivator yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida. Sodium hidroksida dalam bentuk serbuk terlebih dahulu harus dilarutkan dengan air 8 M dan 10 M. c. Agregat Agregat Halus Dalam penelitian ini, agregat halus (pasir) yang digunakan berasal dari Lumajang, Jawa Timur yang diperoleh dari PT. Jaya Ready Mix. Sebelum digunakan, pasir ini terlebih dahulu harus diuji untuk mengetahui layak atau tidaknya pasir tersebut digunakan. Agregat Kasar Dalam penelitian ini, agregat kasar diperoleh berupa batu pecah. Sebelum digunakan, batu pecah ini terlebih dahulu harus diuji untuk mengetahui layak atau tidaknya pasir tersebut digunakan. 2. a.
Persiapan Pekerjaan Laboratorium Membuat Mix Desain Binder Geopolimer Ukuran 20x40 mm2 Mix desain binder geopolimer dapat dilihat dalam gambar 1 Binder Geopolimer ukuran 20x40 mm2
74 % Fly ash
1.
Material
a.
Fly Ash
Fly ash yang paling baik untuk dijadikan bahan dasar pembuatan beton geopolimer adalah fly ash kelas F (Gourley,2003 diambil dari Hardjito,2005). Dalam 126
Na 2 SiO 3 0.5 NaOH
Na 2 SiO 3 0.5 NaOH
Na 2 SiO 3 1.0 NaOH
Na 2 SiO 3 1.0 NaOH
Na 2 SiO 3 1.5 NaOH
STUDI EXPERIMENTAL
26 % Pencampur
Larutan NaOH 8 M
Larutan NaOH 10 M
Na 2 SiO 3 1.5 NaOH
Na 2 SiO 3 2.0 NaOH
Na 2 SiO 3 2.0 NaOH
Na 2 SiO 3 2.5 NaOH
Na 2 SiO 3 2.5 NaOH
Gambar 1. Diagram Alir Mix Desain Binder Geopolimer b.
Membuat Mix Desain Beton Geopolimer
Sifat Mekanik Beton Geopolimer
Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
Mix desain beton geopolimer dapat dilihat dalam gambar 2.
b. c.
Tes Slump (ASTM C 143-78) Tes Kuat Tekan
Beton Geopolimer ukuran 100 x 200 mm2
75 % Aggregat
25 % (Fly ash + pencampur)
Aggregat kasar : halus = 2 : 1
26 % pencampur
74 % fly ash
Na 2 SiO 3 0.5 NaOH
Na 2 SiO 3 0.5 NaOH
Na 2 SiO 3 1.0 NaOH
Na 2 SiO 3 1.0 NaOH
Na 2 SiO 3 1.5 NaOH
Larutan NaOH 8 M
Larutan NaOH 10 M
Na 2 SiO 3 1.5 NaOH
Na 2 SiO 3 2.0 NaOH
Na 2 SiO 3 2.0 NaOH
Na 2 SiO 3 2.5 NaOH
Na 2 SiO 3 2.5 NaOH
Gambar 2. Diagram Alir Mix Desain Beton Geopolimer 3. a.
Proses Pembuatan Binder Geopolimer Ukuran 20 x 40 mm2 1) Berdasarkan hasil mix desain yang telah dibuat, maka yang akan dilakukan selanjutnya adalah membuat binder geopolimer. Untuk setiap komposisi campuran, akan dibuat 14 benda uji. 2) Semen geopolimer kemudian dicetak dalam cetakan berukuran 20 x 40 mm2 dan diratakan 3) Cetakkan bisa dilepas setelah binder sudah mengeras. Biasanya dilakukan pada umur 24 jam. Setelah dilepas dari cetakkan, binder geopolimer ini kemudian dimasukkan dalam wadah kedap air. Hal ini dilakukan hingga tiba waktu pengetesan – pengetesan selanjutnya b. Beton Geopolimer Ukuran 100 x 200 mm2 Berdasarkan hasil mix desain yang telah dibuat, selanjutnya beton geopolimer dicetak. Untuk setiap komposisi campuran, akan dibuat 16 benda uji. 4. Perawatan ( Curing ) Beton Geopolimer Setelah dilepas dari cetakkan, beton geopolimer ini kemudian dibungkus dengan plastik dan dibiarkan dalam suhu ruang selama empat hari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kehilangan air / penguapan selama proses curing berlangsung. Kemudian beton dibiarkan dalam suhu ruang hingga pengetesan dilakukan. 5. Pengujian yang Dilakukan a. Tes Setting Time ( ASTM C 191 – 92 ) 127
Tes Kuat Tekan Binder Geopolimer Alat yang digunakan untuk melakukan pengetesan ini adalah torsi universal testing machine AU–5 berkapasitas 5 ton. Tes Kuat Tekan Beton Geopolimer (ASTM C 832-75) Alat yang digunakan untuk melakukan pengetesan ini adalah torsi universal testing machine AU–5 berkapasitas 200 ton. Tes Kuat Tarik Belah (Split) ASTM C 39-94 Adapun pelaksanaannya sama seperti test kuat tekan, akan tetapi pada test kuat tarik ini sampel benda uji diposisikan horizontal. Tes Porositas (AFNOR NF B 49104) Ada dua macam pori yaitu pori terbuka dan pori tertutup. Pori terbuka yaitu pori yang bersifat permeable (dapat ditembus, baik oleh udara ataupun air). Pori tertutup adalah pori yang bersifat impermeable (tidak dapat ditembus). Pori yang tertutup lebih baik dari pada pori yang terbuka karena pori yang tertutup memiliki tekanan hidrostatis yang menambah kuat tekan beton dan terhindar dari retak, sedangkan pori yang terbuka membuat beton menjadi keropos (menurunkan kuat tekan beton). . . Perhitungan untuk Mendapatkan Massa Fly Ash, Na2SiO3 dan NaOH dalam Pembuatan Binder Geopolimer Untuk mempermudah mengenali benda uji, maka masing – masing benda uji diberi nama. Binder X8–0.5 : Binder yang menggunakan larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida 8M dengan perbandingan massa 0.5 Binder X8–1.0 : Binder yang menggunakan larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida 8M dengan perbandingan massa 1.0 Binder X8–1.5 : Binder yang menggunakan larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida 8M dengan perbandingan massa 1.5 Binder X8–2.0 Binder yang menggunakan larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida 8M dengan perbandingan massa 2.0 Binder X8–2.5 : Binder yang menggunakan larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida 8M dengan perbandingan massa 2.5 Binder X10–0.5 : Binder yang menggunakan larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida 10M dengan perbandingan massa 0.5 Binder X10–1.0 : Binder yang menggunakan larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida 10M dengan perbandingan massa 1.0 Sifat Mekanik Beton Geopolimer
Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
Binder X10–1.5 : Binder yang menggunakan larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida 10M dengan perbandingan massa 1.5 Binder X10–2.0 : Binder yang menggunakan larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida 10M dengan perbandingan massa 2.0 Binder X10–2.5 : Binder yang menggunakan larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida 10M dengan perbandingan massa 2.5 Tabel 1. Kebutuhan Bahan dalam Pembuatan Binder Geopolimer untuk Setiap Sampel
X8-0.5 X8-1.0 X8-1.5 X8-2.0 X8-2.5 X10-0.5 X10-1.0 X10-1.5 X10-2.0 X10-2.5
NaOH (gram) 5.2 3.9 3.1 2.6 2.2 5.2 3.9 3.1 2.6 2.2
Na2SiO3 (gram) 2.6 3.9 4.7 5.2 5.6 2.6 3.9 4.7 5.2 5.6
Dari gambar 3, dapat disimpulkan bahwa : a. Semakin tinggi perbandingan massa
b.
Fly Ash (gram)
NaOH (gram)
Na2SiO3 (gram)
X8-0.5 X8-1.0 X8-1.5 X8-2.0 X8-2.5 X10-0.5 X10-1.0 X10-1.5 X10-2.0 X10-2.5
697.5 697.5 697.5 697.5 697.5 697.5 697.5 697.5 697.5 697.5
163.4 122.5 98.0 81.7 70.0 163.4 122.5 98.0 81.7 70.0
81.7 122.5 147.0 163.4 175.0 81.7 122.5 147.0 163.4 175.0
Ag. Kasar Split A Split B
754 754 754 754 754 754 754 754 754 754
1131 1131 1131 1131 1131 1131 1131 1131 1131 1131
942.5 942.5 942.5 942.5 942.5 942.5 942.5 942.5 942.5 942.5
a.
Waktu Pengikatan Awal (menit)
30 25 20 10 M
5 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
Perbandingan Massa Larutan Na2SiO3 & NaOH
128
3
60
8M
40
10 M
20 0 0.5
1
1.5
2
2.5
3
Gambar 4 Grafik Pengikatan Akhir Binder Geopolimer
Waktu Pengikatan Awal Binder Geopolimer Pada Molaritas 8M & 10M
10
80
Perbandingan Massa Larutan Na2SiO3 & NaOH
Tes Setting Time Binder Geopolimer
8M
100
0
Agg. Halus
HASIL DAN ANALISA DATA
15
berlangsung. Hal ini disebabkan oleh karena sedikitnya jumlah Na+ dan OH– yang ada dalam campuran binder sehingga proses polimerisasi menjadi lambat (Djuantoro,2005). Semakin tinggi molaritas yang digunakan dalam campuran, maka semakin cepat pengikatan awal berlangsung. Larutan NaOH 10M lebih pekat jika dibandingkan dengan larutan NaOH 8M. Sehingga diperkirakan, semakin tinggi kepekatan NaOH dalam campuran, maka proses pengikatan awal akan berjalan lebih cepat. Hal ini juga membuktikan bahwa pada umur yang sama, waktu untuk pengikatan awal masing – masing komposisi binder bisa berbeda – beda, tergantung dari jumlah kandungan ion Na+ yang terkandung dalam campuran. Waktu Pengikatan Akhir Binder Geopolimer Pada Molaritas 8M & 10M
Perhitungan untuk Mendapatkan Massa Fly Ash, Na2SiO3, NaOH, Agregat Kasar dan Agregat Halus dalam Pembuatan Beton Geopolimer Tabel 2. Kebutuhan Bahan dalam Pembuatan Beton Geopolimer untuk Setiap Sampel Beton
larutan
Na 2 SiO 3 maka semakin lama waktu pengikatan awal NaOH
Waktu Pengikatan Akhir (menit)
Fly Ash (gram) 22.35 22.35 22.35 22.35 22.35 22.35 22.35 22.35 22.35 22.35
Binder
Gambar 3. Grafik Pengikatan Awal Binder Geopolimer
b.
Dari gambar 4, dapat disimpulkan bahwa : Semakin tinggi perbandingan rasio masa Sodium Silikat dengan Sodium Hidroksida, maka semakin cepat waktu pengikatan akhir berlangsung. Hal ini disebabkan karena jumlah Na2SiO3 yang ada dalam campuran binder lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah NaOH sehingga mempercepat reaksi polimerisasi (Djwantoro,2005). Reaksi polimerisasi adalah reaksi pengikatan rantai monomer Si–O dan Al–O dalam yang terkandung dalam fly ash dan juga Na2SiO3 yang kemudian akan mengkristal. Hasil tes setting time ini juga mendukung pernyataan peneliti – peneliti sebelumnya bahwa Na2SiO3 yang digunakan dalam pasta geopolimer berfungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi, sehingga jika kadarnya banyak, maka proses pengkristalan juga akan berlangsung lebih cepat. Diperkirakan, semakin tinggi molaritas yang digunakan dalam campuran, maka pengikatan akhir berlangsung relatif lebih cepat. Larutan NaOH 10M lebih pekat jika dibandingkan dengan larutan NaOH 8M. Semakin tinggi molaritas yang digunakan maka Sifat Mekanik Beton Geopolimer
Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
jumlah air yang ada dalam campuran juga semakin sedikit. Hal ini menyebabkan beton cepat mengeras.
Kuat Tekan Binder Geopolimer pada Molaritas Larutan NaOH 8M & 10M Umur 28 hari
Kuat Tekan (MPa)
25.85
Binder X8-1.0
25.5
Binder X8-1.5
25
Binder X8-2.0
24.5
Binder X8-2.5 Binder X10-0.5
24
Binder X10-1.0
23.5
Binder X10-1.5
23 Umur (hari)
21
28
Binder X10-2.0 Binder X10-2.5
Gambar 5. Grafik Tes Kuat Tekan Binder pada Molaritas NaOH 8M dan 10M Secara keseluruhan dapat diamati pada gambar 5 bahwa kuat tekan binder geopolimer mengalami kenaikan dari umur 3 hari hingga umur 28 hari. Meskipun terlihat kecenderungan bahwa kuat tekan umur 28 hari untuk masing – masing binder seolah – olah berkumpul pada satu titik, akan tetapi tetap terdapat adanya perbedaan kuat tekan antar masing – masing komposisi. Secara umum, dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Semakin tinggi perbandingan massa Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida, maka kuat tekan yang bisa dicapai oleh masing – masing binder relatif lebih tinggi. Diperkirakan, hal ini terjadi karena jumlah Sodium Silikat semakin banyak jika dibandingkan dengan Sodium Hidroksida. Sodium Silikat berfungsi untuk mempercepat reaksi polimerisasi. Reaksi polimerisasi adalah reaksi pengikatan rantai monomer Si–O dan Al–O yang terkadung dalam fly ash dan juga Sodium Silikat yang kemudian akan mengkristal (Djuwantoro,2005). Jika terdapat jumlah Sodium Silikat yang banyak dalam campuran, maka proses pengkristalan juga berjalan relatif lebih cepat. Hal ini membuktikan bahwa pada umur yang sama, kuat tekan masing – masing binder bisa berbeda – beda. 2.
129
25.6 0.5
1
1.5
2
2.5
3
Perbandingan Na2SiO3 dan NaOH
Gambar 6. Grafik Tes Kuat Tekan Binder pada Molaritas NaOH 8M dan 10M Dari gambar 6 dapat diamati bahwa semakin tinggi molaritas yang digunakan dalam campuran, maka semakin tinggi pula kuat tekan yang dihasilkan oleh masing – masing binder. Molaritas berhubungan dengan kepekatan. Binder yang menggunakan larutan NaOH 10M lebih pekat jika dibandingkan dengan binder yang menggunakan larutan NaOH 8M. Kepekatan berhubungan dengan banyaknya air yang dicampurkan dalam larutan. Semakin sedikit jumlah air yang berada dalam campuran, maka akan meningkatkan kuat tekan binder. Hal ini sama dengan teori yang berlaku untuk beton konvensional. Oleh sebab itu, binder yang menggunakan larutan NaOH 10M akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan binder yang menggunakan larutan NaOH 8M. Tes Kuat Tekan Beton Geopolimer Kuat Tekan Beton Geopolimer pada Molaritas Larutan NaOH 8M & 10M Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan (MPa)
26
14
Binder 10M
25.65
0
Kuat Tekan Binder Geopolymer Pada Molaritas 8M & 10M Binder X8-0.5
7
Binder 8M
25.7
25.55
Tes Kuat Tekan Binder
0
25.8 25.75
65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
Beton X8-0.5 Beton X8-1.0 Beton X8-1.5 Beton X8-2.0 Beton X8-2.5 Beton X10-0.5 Beton X10-1.0 Beton X10-1.5 Beton X10-2.0
0
7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 98 Umur (hari)
Beton X10-2.5
Gambar 7. Grafik Tes Kuat Tekan Beton Geopolimer Secara keseluruhan dapat diamati pada gambar 7 bahwa kuat tekan beton geopolimer mengalami kenaikan kuat tekan dari umur 3 hari hingga umur 28 hari. a.
Sifat Mekanik Beton Geopolimer
Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
Tes Kuat Tarik Belah Beton
Beton 8M Beton 10M
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
Perbandingan Na2SiO3 dan NaOH
Gambar 8. Grafik Tes Kuat Tekan Beton Geopolimer pada Molaritas Larutan NaOH 8M & 10M Umur 28 Hari
c.
130
Dari gambar 8 dapat diamati bahwa semakin tinggi molaritas yang digunakan dalam campuran, maka semakin tinggi pula kuat tekan yang dihasilkan oleh masing – masing beton. Molaritas berhubungan dengan banyaknya air yang dicampurkan dalam larutan. Sehingga diperkirakan, semakin sedikit jumlah air yang berada dalam campuran, maka akan meningkatkan kuat tekan beton. Hal ini sama dengan teori yang berlaku untuk beton konvensional. Oleh sebab itu, beton yang menggunakan larutan NaOH 10M akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan beton yang menggunakan larutan NaOH 8M. Dari gambar 8 terlihat bahwa pada setiap molaritas baik 8M maupun 10M, terdapat satu titik optimum dari perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida yang menghasilkan kuat tekan paling tinggi. Sebelum titik optimum, semakin tinggi perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida maka semakin tinggi pula kuat tekan yang dihasilkan tetapi setelah melewati titik optimum maka kuat tekan akan semakin menurun pula seiring dengan bertambahnya perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida. Titik optimum tersebut adalah komposisi campuran yang menggunakan perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida = 1.5 pada setiap molaritasnya. Terdapat perbedaan antara hasil kuat tekan binder dengan kuat tekan betonnya. Ada yang lebih besar dan ada pula yang lebih kecil kuat tekannya. Untuk beton yang menggunakan molaritas 8M, beton X8-0.5 ,X81.0 dan X8-2.5 memiliki kuat tekan umur 28 hari yang lebih kecil dari kuat tekan bindernya. Sedangkan Beton X8-1.5 dan X8-2.0 memiliki kuat tekan yang lebih besar dari kuat tekan bindernya. Untuk beton dengan molaritas 10M, kuat tekan yang dihasilkan oleh beton relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan kuat tekan bindernya. Itu semua dipengaruhi oleh adanya perbedaan kemampuan untuk mengikat agregat kasar dan halus yang ditambahkan dalam campuran pembuatan beton geopolimer.
Kuat Tarik Belah (MPa)
14
55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
b.
Hasil Tes Kuat Tarik Belah
12 10 8
Beton 8M
6
Beton 10M
4 2 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Perbandingan NaOH dan Na2SiO3
Gambar 9 Grafik Tes Kuat Tarik Belah Dari gambar 9, dapat disimpulkan bahwa a. Terjadi titik optimum seperti yang terjadi pada tes kuat tekan yaitu pada perbandingan massa Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida =1.5. Sebelum titik optimum, semakin tinggi perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida maka semakin tinggi pula kuat tarik yang dihasilkan tetapi setelah melewati titik optimum maka kuat tarik akan semakin menurun pula seiring dengan bertambahnya perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida. b. Semakin tinggi molaritas yang digunakan dalam campuran, maka semakin tinggi pula kuat tarik yang dihasilkan oleh masing – masing beton. Oleh sebab itu, beton yang menggunakan larutan NaOH 10M akan menghasilkan kuat tekan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan beton yang menggunakan larutan NaOH 8M. Pola ini sama dengan kuat tekan beton geopolimer yang telah dibahas di atas. Tes porositas Binder Geopolimer Jumlah Pori Tertutup Binder Geopolimer pada Molaritas Larutan NaOH 8M & 10M
Pori Tertutup (%)
Kuat Tekan (MPa)
Kuat Tekan Beton Geopolimer Pada Molaritas NaOH 8M & 10 M Umur 28 Hari
0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0
Binder 8M Binder 10M
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Perbandingan Na2SiO3 dan NaOH
Gambar 10. Grafik Jumlah Pori Tertutup Binder Geopolimer pada Molaritas Larutan NaOH 8M & 10M Secara umum dapat disimpulkan bahwa: a. Seperti halnya kuat tekan, jumlah pori tertutup dalam beton 8M dan 10M ini juga terdapat titik optimum pada perbandingan massa Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida =1.5. Sebelum titik optimum, semakin tinggi perbandingan massa Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida maka semakin banyak pula jumlah pori tertutup pada beton tetapi setelah melewati titik optimum Sifat Mekanik Beton Geopolimer
Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
maka jumlah pori tertutup akan semakin menurun pula seiring dengan bertambahnya perbandingan massa Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida. Pori total
% Pori Total
Jumlah Pori Total Binder Geopolimer pada Molaritas Larutan NaOH 8M & 10m 35 30 25 20 15 10 5 0
Tes Porositas Beton Geopolimer Jumlah Pori Tertutup Beton Geopolimer pada Molaritas 8M & 10M
Binder 10M Binder 8M
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Perbandingan Na2SiO3 dan NaOH
Gambar 11. Grafik Jumlah Pori Total Binder Geopolimer pada Molaritas Larutan NaOH 8M & 10M
10 8
% Pori tertutup
b.
10M memiliki pori tertutup yang lebih kecil jika dibandingkan dengan binder geopolimer yang menggunakan larutan NaOH 8M. Hasil yang diperoleh dari tes porositas ini berhubungan erat dengan hasil kuat tekan yang diperoleh. Pori terbuka yang ada didalam binder menyebabkan binder menjadi keropos.
6
Beton 10M Beton 8M
4 2 0 0
Semakin tinggi molaritas, jumlah total pori semakin sedikit tetapi jumlah pori tertutup semakin banyak . Hal ini dipengaruhi oleh kekentalan yang dimiliki oleh NaOH dalam campuran setiap komposisi. Kepekatan berhubungan dengan banyaknya air yang dicampurkan dalam larutan. Pada saat proses curing dilakukan, air yang berada dalam binder akan menguap sehingga rongga yang dulunya ditempati oleh air menjadi kosong. Binder yang menggunakan larutan NaOH 10M lebih pekat jika dibandingkan dengan binder yang menggunakan larutan 8M. Oleh sebab itu, jumlah air yang berada dalam rongga binder 10M lebih sedikit jika dibandingkan dengan binder yang menggunakan larutan NaOH 8M dan hal itu menyebabkan jumlah total pori binder 8M relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan binder 10M. c. Jumlah pori terbuka Jumlah Pori Terbuka Beton Geopolimer pada Molaritas 8M & 10M
0.5 1 1.5 2 2.5 Perbandingan Na2SiO3 dan NaOH
3
Gambar 13. Grafik Jumlah Pori Tertutup Beton Geopolimer pada Molaritas Larutan NaOH 8M & 10M Seperti halnya kuat tekan dan kuat tarik belah beton geopolimer, jumlah pori tertutup dalam beton 8M dan 10M ini juga terdapat titik optimum pada perbandingan massa Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida =1.5. Sebelum titik optimum, semakin tinggi perbandingan massa Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida maka semakin banyak pula jumlah pori tertutup pada beton tetapi setelah melewati titik optimum maka jumlah pori tertutup akan semakin menurun pula seiring dengan bertambahnya perbandingan massa Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida. Hasil tes porositas ini berhubungan erat dengan hasil tes tekan dan tarik belah. Pori tertutup memiliki tekanan hidrostatis yang membantu meningkatkan kuat tekan beton dan kuat tarik belah sehingga meningkatnya jumlah pori tertutup akan meningkatkan kuat tekan dan kuat tarik belah yang dihasilkan beton geopolimer.
30
Jumlah Pori Terbuka Beton Geopolimer pada Molaritas 8M & 10M
25 20 15
20
Binder 8M Binder 10M
10 5 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Perbandingan Na2SiO3 dan NaOH
% Pori Terbuka
% Pori Terbuka
35
15 Beton 8M
10
Beton 10M
5 0 0
Gambar 12. Grafik Jumlah Pori Terbuka Binder Geopolimer pada Molaritas Larutan NaOH 8M & 10M Dari gambar 12 dapat dilihat bahwa binder geopolimer yang menggunakan perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida =1.5 memiliki pori terbuka yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan binder komposisi lainnya. Secara umum dapat diperhatikan bahwa binder geopolimer dengan menggunakan larutan NaOH 131
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Perbandingan Na2SiO3 dan NaOH
Gambar 14. Pori Terbuka Beton Geopolimer pada Molaritas NaOH 8M & 10M Dari gambar 14 dapat dilihat bahwa beton geopolimer yang menggunakan perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida =1.5 memiliki pori terbuka yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan beton komposisi Sifat Mekanik Beton Geopolimer
Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
lainnya. Secara umum dapat diperhatikan bahwa beton geopolimer dengan menggunakan larutan NaOH 10M memiliki pori tertutup yang lebih kecil jika dibandingkan dengan beton geopolimer yang menggunakan larutan NaOH 8M. Hasil yang diperoleh dari tes porositas ini berhubungan erat dengan hasil kuat tekan dan kuat tarik belah yang diperoleh. Beton geopolimer dengan komposisi larutan NaOH 10M dan perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida =1.5 memiliki kuat tekan dan kuat tarik belah yang paling tinggi. Diperkirakan, salah satu penyebabnya adalah karena pori terbuka yang ada di dalam beton geopolimer tersebut sangat sedikit jika dibandingkan dengan pori terbuka yang ada didalam beton geopolimer dengan komposisi yang lainnya. Pori terbuka yang ada didalam beton menyebabkan beton menjadi keropos, sehingga jika semakin banyak jumlah pori terbuka maka semakin menurun pula kuat tekan dan kuat tarik belah yang dihasilkan. Jumlah Pori Total Beton Geopolimer pada Molaritas Larutan NaOH 8M & 10M
% Pori Total
25 20 15 Beton 8M
10
Beton 10M
5 0 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Perbandingan Na2SiO3 dan NaOH
Gambar 15. Pori Total Beton Geopolimer pada Molaritas NaOH 8M & 10M Semakin tinggi molaritas, jumlah total pori semakin sedikit tetapi jumlah pori tertutup semakin banyak . Hal ini dipengaruhi oleh kekentalan yang dimiliki oleh NaOH dalam campuran setiap komposisi. Kepekatan berhubungan dengan banyaknya air yang dicampurkan dalam larutan. Pada saat proses curing dilakukan, air yang berada dalam beton akan menguap sehingga rongga yang dulunya ditempati oleh air menjadi kosong. Beton yang menggunakan larutan NaOH 10M lebih pekat jika dibandingkan dengan beton yang menggunakan larutan 8M. Oleh sebab itu, diperkirakan jumlah air yang berada dalam rongga beton 10M lebih sedikit jika dibandingkan dengan beton yang menggunakan larutan NaOH 8M dan hal itu menyebabkan jumlah total pori beton 8M relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan beton 10M. Tes Slump Dari tabel 4.46 dapat dilihat bahwa seluruh beton geopolimer memiliki nilai slump 0. Hal ini menyebabkan beton geopolimer sangat sulit untuk dicetak atau tidak workability. Diperkirakan, nilai slump 0 pada beton geopolimer disebabkan oleh waktu pengikatan awal dari pasta geopolimer yang terlalu cepat. 132
KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut 1. Semakin tinggi perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida tidak selalu menghasilkan kuat tekan dan kuat tarik belah yang tinggi pula. Perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida = 1.5 merupakan titik puncak optimum untuk kuat tekan dan kuat tarik belah. 2. Semakin tinggi molaritas yang digunakan, maka semakin tinggi pula kuat tekan dan kuat tarik belah yang dihasilkan. Beton geopolimer yang menggunakan molaritas 10M menghasilkan kuat tekan dan kuat tarik belah yang lebih besar jika dibandingkan dengan beton geopolimer yang menggunakan molaritas 8M. 3. Dari hasil tes setting time, dapat disimpulkan bahwa : Semakin tinggi perbandingan massa larutan Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida maka semakin lama waktu pengikatan awal berlangsung, tetapi semakin cepat waktu pengikatan berakhir. Semakin tinggi molaritas yang digunakan dalam campuran, maka semakin cepat pengikatan awal berlangsung dan pengikatan berakhir. 4. Dari hasil tes porositas yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : a. Seperti halnya kuat tekan dan kuat tarik belah beton geopolimer, jumlah pori tertutup dalam beton 8M dan 10M ini juga terdapat titik optimum pada perbandingan massa Sodium Silikat dan Sodium Hidroksida =1.5. Hasil tes porositas ini berhubungan erat dengan hasil tes tekan dan tarik belah. Pori tertutup memiliki tekanan hidrostatis yang membantu meningkatkan kuat tekan beton dan kuat tarik belah sehingga jika semakin besar jumlah pori tertutup maka semakin tinggi pula kuat tekan dan kuat tarik belah yang dihasilkan beton geopolimer. b. Secara umum dapat diperhatikan bahwa beton geopolimer dengan menggunakan larutan NaOH 10M memiliki pori tertutup yang lebih kecil jika dibandingkan dengan beton geopolimer yang menggunakan larutan NaOH 8M. Hasil yang diperoleh dari tes porositas ini berhubungan erat dengan hasil kuat tekan dan kuat tarik belah yang diperoleh.. c. Semakin tinggi molaritas, jumlah total pori semakin sedikit tetapi jumlah pori tertutup semakin banyak . Sifat Mekanik Beton Geopolimer
Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
b.
Saran Beton geopolimer ini sangat sulit untuk dilaksanakan di lapangan karena setting time yang terjadi sangat cepat. Oleh karena itu, dibutuhkan zat additive untuk menghambat terjadinya pengikatan awal.
DAFTAR PUSTAKA AFNOR NF B 49104 ASTM C 496 – 94 ASTM C 39 – 94 ASTM C 191 – 92 ASTM C 618 – 78 ASTM C 143 – 78 ASTM C 403 – 99 ASTM C 618 – 84 ASTM C 823 – 75 Davidovits, J, Global Warming Impact On The Cement And Aggregates Industries, Geopolymer Institut,France, 2004. Davidovits, J, Geopolymer : Inorganic Polymeric New Materials, Geopolymer Institut, France, 1991 Hardjito, D. and Rangan, B.V, Development and Properties Of Low-Calcium Fly Ash- Based Geopolymer Concrete, Perth, Australia, 2005. Li, Z. , Ding,Z. , and Zhang, Y., Development Of Sustainable Cementitious Materials, Hongkong, Hardjito, D., Wallah S.E., and Rangan, B.V., Factor Influencing The Compressive Strength of Fly Ash Based Geopolymer Concrete, 2004 Isabella, C. Grant, C, Van Deventer, S.J., The Effect of Aggregate Particle Size on Formation of Geopolymeric Gel, 2005. Sutanto,Erik,dkk.2005.”Beton geopolimer dan fly ash untuk beton struktural”. Surabaya : UK.Petra Rowles,M. and O’Connor,B, Chemical Optimisation of the Compressive Strength of Aluminosilicate Geopolymers Synthesised by Sodium Silicate Activation of Metakaolinite Australia :2003
133
Sifat Mekanik Beton Geopolimer
Jurnal PONDASI, volume 13 no 2 Desember 2007 ISSN 0853-814X
134
Sifat Mekanik Beton Geopolimer