Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K IDENTIFIKASI SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KERBAU BETINA DEWASA (Studi kasus di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut) IDENTIFICATION OF CHARACTERISTICS QUALITATIVE AND QUANTITATIVE OF MATURE FEMALE SWAMP BUFFALO (Cased Study at Cibalong, Garut) Asep Kusnadi *, Dedi Rahmat **, Dudi ** * Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016 ** Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian mengenai “Identifikasi Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa (Studi kasus di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut)”, telah dilaksanakan di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut pada tanggal 20Agustus 2015 sampai dengan 4 September 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat kualitatif dan sifat kuantitatif pada kerbau betina di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut. Metode penelitian yang digunakan adalah teknik purposive sampling, dengan pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan.Ternak yang diamati adalah kerbau betina dewasa yang berumur ≥ 3 tahun sebanyak 50 ekor. Data yang diperoleh diolah menggunakan statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa karakteristik kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut adalah sebagai berikut : bentuk tanduk nyangkung (70%), garis kalung putih tunggal (98%), garis punggung melengkung (62%), jumlah unyengunyeng 1 buah di kepala (58 %), jumlah unyeng-unyeng 2 buah di pundak (54 %), jumlah unyeng-unyeng 2 buah di pinggul (56 %), warna kulit Abu-abu (60%),. Sifat kuantitatif yaitu: rataan panjang badan 119,62 cm ± 2,34 cm, tinggi pundak 118,14 cm ± 1,35 cm, lingkar dada 174,56 cm ± 2,33 cm, lebar pinggul 44,76 cm ± 0,92 cm, tinggi pinggul cm 119,94 ± 1,19 cm dan bobot badan 337,41 kg ± 12,18 kg. Kata Kunci:Sifat Kualitatif,Sifat Kuantitatif, Kerbau Betina Dewasa ABSTRACT The research “Identification of Characteristics Qualitative and Quantitative of Mature Female Swamp Buffalo (Cased Study in Cibalong, Garut)”, was performed in Cibalong Garut from 20th August to 4th September 2015. This research have the purposes to find out the characteristics quantitative and qualitative of female Swamp buffalo in Cibalong Garut. The research method used purposive sampling technique, with sampling deliberately accordance with the requirements of sample is required. The survey included a group of 50 mature female asian water buffalo with age ≥ 3 years old. The data result analyzed deskriptif statistic. The result of research showed for characteristics of mature female Swamp buffalo in Cibalong Garut as follows: back to the form of a circular horn (70%), single chevron (98%), curved back line (62%), Total of 1 whorl hair on head (58%), Total of 2 whorl hair on neck (54%),
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K Total of 2 whorl hair on rumps (56%), grey skin color (60%). The generic result population with body length 119.62 cm ± 2.34 cm, height of withers 118.14 cm ± 1.35 cm, circumference chest 174.56 cm ± 2.33 cm, width across hips 44.76 cm ± 0.92 cm, height at rumps 119.94 ± 1.19 cm and weight 337.41 kg ± 12,18 kg. Keywords: Qualitative, Quantitative, Mature female Swamp buffalo PENDAHULUAN Kerbau (Bubalus bubalis) adalah salah satu ternak ruminansia besar yang telah lama dikenal oleh masyarakat khususnya di pedesaan di Indonesia. Kerbau dapat ditemukan di daerah persawahan atau rawa-rawa dan sungai. Kerbau betina dewasa dicapai pada umur 3 tahun dengan ciri-ciri mempunyai gigi tetap 2 pasang. Kerbau memiliki keunggulan tersendiri yang sangat bermanfaat bagi petani di pedesaan. Keunggulan kerbau diantaranya dapat bertahan hidup dengan pakan yang terbatas, kualitas maupun kuantitas. Kerbau juga toleran terhadap penyakit atau parasit di daerah tropis lembab, menyebabkan ketahanan hidup kerbau tinggi pada berbagai agroekosistem di Indonesia. Kontribusi ternak kerbau, selain sebagai ternak yang menyediakan sumber protein berupa daging, kerbau juga dapat menjadi sumber tenaga kerja khususnya untuk membajak sawah bagi sebagian masyarakat di Indonesia. Untuk pengembangan potensi ini, diperlukan upaya peningkatan produktivitas kerbau baik secara kualitas maupun kuantitas. Kerbau memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai ternak pekerja maupun sumber pangan hewani bagi manusia. Performa individu ternak dapat dibedakan atas dasar performa yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Sifat kualitatif dapat diamati berdasarkan warna kulit, bentuk tanduk, jumlah unyeng-unyeng, garis punggung, dan garis kalung putih. Sedangkan sifat kuantitatif dapat diukur berdasarkan ukuran umum pada ternak seperti bobot badan, panjang badan, tinggi pundak, dan lingkar dada. Kerbau betina dewasa yang memiliki performa terbaik dapat dijadikan sebagai bibit unggul untuk menghasilkan keturunan yang lebih baik. Jumlah populasi ternak kerbau di Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 1.305.016 ekor. Populasi ternak kerbau di Jawa Barat sebanyak 130.089 ekor (BPS, 2011). Berdasarkan data dari Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan Kabupaten Garut pada tahun 2014, populasi ternak kerbau di Kabupaten Garut sebanyak 14.031 ekor dan populasi kerbau di Kecamatan Cibalong sebanyak 673 ekor. Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengidentifikasi sifat kualitatif dan kuantitatif kerbau betina di Kecamata Cibalong Kabupaten Garut, karena dengan mengetahui
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K sifat kualitatif dan kuantitatif dapat memudahkan dalam proses seleksi untuk memilih bibit unggul. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1. Objek Penelitian Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau lokal betina dewasa tidak bunting sebanyak 50 ekor di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut. Cara menentukan umur dapat dilakkan dengan dua cara yaitu berdasarkan catatan kelahiran dan berdasarkan pergantian gigi seri permanen. Umur ternak dewasa dapat diketahui berdasarkan perubahan gigi seri pada kerbau tersebut. Umur dewasa pada kerbau adalah 3 tahun. 2. Peubah yang diamati Sifat kualitatif yang diamati yaitu bentuk tanduk, garis kalung putih, garis punggung, jumlah unyeng-unyeng, dan warna kulit sebagai berikut : 1. Bentuk tanduk dilihat dari depan dan diklasifikasikan ke dalam lima bentuk, bentuk nyangkung, bentuk dongkol, bentuk baplang, bentuk kerung, bentuk setengah bulan. 2. Garis kalung putih (chevron), tanda putih dalam bentuk garis di bawah leher dan dekat sekitar dada diklasifikasikan kedalam tiga kelompok, yaitu tidak ada, garis kalung putih tunggal dan garis kalung putih ganda.. 3. Garis punggung dilihat dari samping posisi kerbau dan diklasifikasikan kedalam dua bentuk, yaitu datar dan melengkung. 4. Jumlah unyeng-unyeng ditemukan di area kepala pundak dan pinggul dan terdiri dari 0, 1, 2 buah dan dan dihitung pada tubuh ternak. 5. Warna kulit dilihat dari sebaran warna pola pada ternak kerbau dan diklasifikasikan kedalam warna kulit abu-abu, warna kulit hitam, warna kulit hitam keabu-abuan, dan warna kulit merah (albino). Sifat kuantitatif yang akan diamati yaitu, sebagai berikut : 1. Bobot badan, di ukur menggunakan rumus sebagai berikut :
BB(kg) = Lingkar dada (cm))² x panjang badan (cm) 10840 2. Panjang badan, diukur dari jarak bongkol bahu (tuber scapula) sampai ujung panggul (tuber iscii). 3. Tinggi pundak, diukur dari jarak tertinggi pundak melalui belakang scapula tegak lurus ke tanah.
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K 4. Lingkar dada, diukur melingkarkan pita ukur melalui pundak melewati belakang tulang scapula. 5. Lebar pinggul, diukur antara sisi tulang pinggul kiri dan kanan dengan menggunakan jangka sorong (caliper). 6. Tinggi pinggul, Tinggi pinggul, jarak tetinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah, diukur menggunakan tongkat ukur. 7. Sistem pemeliharaan kerbau (pakan, perkandangan, perkawinan)
3. Metode Penelitian Metode penelitian yang telah dilaksanakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, dengan pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Purposive sampling terdiri dari dua tahap yaitu: 1. Menentukan tiga Desa yang memiliki populasi kerbau terbanyak. 2. Menentukan ternak kerbau betina dewasa tidak bunting yang akan diamati. Kuota ternak kerbau betina dewasa yang akan diamati pada penelitian ini yaitu sebanyak 50 ekor. 4. Analisis statistik Data sifat kualitatif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Frekuensi Sifat Kualitatif :
x 100%
Keterangan : Frekuensi Sifat Kualitatif = Salah satu sifat yang diamati n = Total populasi yang diamati
Data sifat kualitatif yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 1. Rata-rata ̅ Keterangan : ̅ = rata-rata populasi = data ukuran kerbau ke i n = populasi sampel i = 1,2,3,…n
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K
2. Ragam
S2 = Keterangan : = Data ukuran tubuh kerbau ke i-n i
= 1,2,3,…n
S2 = Ragam n = Banyaknya sampel
3. Standar Deviasi s=√ Keterangan: s
= Standar Deviasi
S2
= Ragam
4. Koefisien Variasi KV = ̅ x 100 % Keterangan: KV = Koevisien Variasi S
= Simpangan baku
̅
= Rata-rata populasi
5. Standar error Se =
.
√
Keterangan : tα √
= Nilai selang kepercayaan. = simpangan baku dibagi akar banyaknya populasi
6. Pendugaan Rata-rata Populasi = ̅ ± Se
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K Keterangan :
7.
̅
= Rata-rata Populasi
Se
= Standar error
Pendugaan Bobot Badan (Rumus scheiffer) BB(kg) = Lingkar dada (cm))² x panjang badan (cm) 10840
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Sistem Pemeliharaan Sistem pemeliharaan kerbau di Kecamatan Ciblong dapat dikatakan masih tradisional. Menurut Dwiyanto dan Subandrio (1995), sistem pemeliharaan ternak kerbau umumnya masih tradisional dengan penguasaan lahan yang kurang ekonomis, kualitas pakan yang rendah, terbatasnya pengetahuan peternak tentang reproduksi dan belum diterapkan teknologi tepat guna. Masalah utama untuk meningkatkan populasi adalah melalui pengontrolan pengeluaran dan pemotongan betina produktif di tingkat lapangan. Perkandangan Sistem perkandangan kerbau di Kecamatan Cibalong sangat tradisional, kandang kerbau tersebut tersebar di pesisir pantai, dinding perkandangan dengan menggunakan bambu untuk mengelilingi lahan kandang kerbau dan tidak menggunakan atap sama sekali pemilik atau peternak menyebutnya dengan sebutan kandang karapyak. Kandang kerbau pun langsung tidak menggunakan alas melainkan dengan menggunakan pasir pesisir. Menurut Zulbardi, (2002) kerbau diperlihara seadanya, di malam hari sering tidak dikandangkan, bernaung di bawah pohon, dipinggir hutan atau di lapangan terbuka Kalau mempunyai kandang, kandangnya sangat sederhana tanpa dinding, beratapkan alang-alang, daun kelapa, jerami padi atau rumbia dengan lantai tanah yang kadang-kadang berlumpur namun ada yang menempatkan kerbau di kolong rumah. Pemberian Pakan Sistem pemberian pakan di Kecamatan Cibalong secara langusng dengan cara di angon (grazing), disamping itu pakan yang diberikan hanya rumput lapangan sehingga belum mengenal pakan penguat. Waktu mengeluarkan kerbau untuk di angon dari pukul 10.00 sampai dengan pukul 16.00 dan pada pukul 17.00 kerbau dimandikan terlebih dahulu dikubangan atau muara, setelah beres di mandikan kerbau akan kembali ke kandang masing masing peternak untuk istirahat. Pada musim kemarau kerbau di angon di area pesawahan yang tidak ditanami padi sedangkan pada musim hujan kerbau di angon di area kebun karet
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K karena pesawahan mulai di garap oleh para petani. Devendra (1985) mengemukakan bahwa kerbau mampunyai kemampuan lebih baik memanfaatkan hijauan yang berkualitas rendah dari pada sapi. Perkawinan Sistem perkawinan kerbau di kecamatan cibalong kabupaten garut terjadi secara alami tanpa bantuan Inseminasi Buatan (IB), Peternak pada umumnya mengenal tanda-tanda birahi berdasarkan tingkah laku kerbau seperti kerbau betina selalu diikuti oleh beberapa pejantan kemanapun dia berjalan dan diam apabila dinaiki oleh jantan. dikarenakan tidak ada pengontrolan sehingga perkawinan dapat terjadi kapan saja terutama pada saat kerbau digembalakan. Perkawinan kerbau betina terjadi pertama kalinya setelah dewasa kelamin (sexual maturity) pada umur 33 bulan, setelah melewati birahi pertama 29 bulan (Arman, 2006).
2. Sifat Kualitatif Sifat kualitatif yang diamati adalah bentuk tanduk, garis kalung putih (chevron), garis punggung, jumlah unyeng-unyeng (Whorls) dan warna kulit.
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K Tabel 1. bentuk tanduk, garis kalung putih (chevron), garis punggung, jumlah unyeng-unyeng (Whorls) dan warna kulit kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong Kabupaten garut. Sifat kualitatif Bentuk tanduk Nyangkung Tekel/Dongkol Baplang Kerung Setengah bulan
Banyaknya (ekor)
Persentase (%)
35 3 1 6 5
70 6 2 12 10
Garis kalung putih (chevron) Tunggal Non chevron
49 1
98 2
Garis punggung Datar Melengkung
19 31
38 62
Jumlah unyeng-unyeng Kepala Tanpa unyeng-unyeng 1 buah 2 buah
21 29 -
42 58 -
Pundak Tanpa unyeng-unyeng 1 buah 2 buah
1 22 27
2 44 54
Pinggul Tanpa unyeng-unyeng 1 buah 2 buah
1 21 28
2 42 56
Warna kulit Abu-abu Hitam keabu-abuan Hitam Merah (albino)
36 6 13 1
60 12 26 2
Bentuk tanduk Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1. Menunjukan bahwa kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut lebih banyak bentuk tanduk nyangkung (70%), kemungkinan dilihat dari keturunan induk dan jantanya banyak berbentuk nyangkung, Selain bentuk nyangkung ditemukan bentuk tanduk dongkol (6%), bentuk tanduk baplang (2%), bentuk tanduk kerung (12%) dan bentuk tanduk setengah bulan (10%). Hasil penelitian
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K tersebut berbeda dengan penelitian Imsyar (2010) Kerbau Rawa Di Kabupaten Pasaman, kerbau dengan bentuk tanduk melingkar ke bawah berjumlah ( 5,1%), melingkar ke atas sebanyak (13,2%), melingkar ke belakang sebesar (72,7%) dan lurus ke samping sebanyak (8,8%). Bentuk tanduk kerbau di Kabupaten Pasaman dominan melingkar ke belakang. Menurut SNI 2011, bahwa kerbau betina memiliki bentuk tanduk setengah bulan, tanduk kerung, tanduk baplang dan tanduk doyok/nyangkung. Hal ini menunjukan bahwa bentuk tanduk kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut didominasi oleh betuk tanduk nyangkung. Garis kalung putih (chevron) Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1. menunjukan bahwa kerbau betina di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut kebanyakan bentuk garis kalung putih (chevron) tunggal (98%) dan sama sekali tidak ditemukan garis kalung putih ganda, dan garis kalung non chevron (2%). Hasil penelitian ini berbeda dibandingkan dengan hasil penelitian Erdiansyah (2008) di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat bahwa kerbau garis kalung tunggal 18,5%, garis kalung double 80% dan tidak ada garis kalung 1,5%. Keberadaan kalung putih pada kerbau lumpur merupakan karakter yang dipertimbangkan dalam seleksi kerbau lumpur (Chantalakana dan Skumun,2002). Hal ini menunjukan bahwa garis kalung putih kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut didominasi oleh garis kalung putih tunggal. Garis punggung Bentuk garis pungung pada kerbau terdiri dari dua macam. Menurut Dudi dkk (2011), garis punggung dapat dibedakan menjadi garis punggung datar dan garis punggung melengkung. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1. dapat dilihat bahwa kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut memiliki bentuk garis punggung datar (38%) dan garis punggung melekung (62%). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Dudi dkk, (2011) Kerbau lokal di provinsi banten, frekuensi bentuk garis punggung datar tertinggi pada kerbau Lebak (87,00%), sedangkan kerbau Pandeglang (82,00%) dan kerbau Serang (68,00%). Frekuensi garis punggung melengkung tertinggi pada kerbau Serang (32,00%), sedangkan kerbau Pandeglang (18,00%) dan kerbau Lebak (13,00%). Garis punggung ini ada kaitannya dengan bentuk karkas, kerbau yang mempunyai garis punggung datar mempunyai kualitas karkas yang lebih baik dari pada yang bergaris punggung melengkung ke dalam (Dudi dkk 2011). Sehingga dapat dikatakan bahwa kerbau di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut memiliki kualitas karkas yang kurang baik.
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K Jumlah unyeng-unyeng Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1. menunjukan bahwa kerbau betina di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut jumlah unyeng-unyeng terbanyak dikepala 1 buah (58,00%), jumlah unyeng-unyeng di pundak 2 buah (54,00%) dan jumlah unyeng-unyeng dipinggul 2 buah (56,00). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Dudi (2011) Kerbau lokal di provinsi banten, unyeng-unyeng paling banyak ditemukan pada bagian kepala, yaitu sebanyak (60%) selanjutnya pada bagian pundak yaitu (26%) kemudian pada bagian pinggul sebanyak (13%). Warna kulit Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1. Menunjukan bahwa kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut memiliki warna kulit abu-abu (60%) kemungkinan dilihat dari keturunan induk dan jantanya banyak berwarna abu-abu, Selain warna abu-abu ditemukan warna hitam keabu-abuan (12%), warna hitam (26%), dan warna merah (2%). Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Sitorus (2008), Kerbau rawa yang diamati pada kelima Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara mempunyai warna kulit dominan, yakni abuabu sebanyak 92,16% dan dalam jumlah kecil warna abu-abu gelap sebanyak 7,84%. Menurut SNI 2011, bahwa kerbau betina memiliki warna kulit belang, hitam, keabu-abuan, dan kemerah-merahan. Hal ini menunjukan bahwa warna kulit kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut didominasi oleh warna kulit abu-abu.
3. Sifat Kuantitaitf Sifat kuantitatif yang di ukur pada kerbau betina dewasa adalah panjang badan, tinggi pundak, lingkar dada, lebar pinggul, dan tinggi pinggul. Seluruh ukuran-ukuran tubuh di ukur dalam satuan cm.
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K Tabel 2. Rata-rata populasi dan koefisien variasi ukuran-ukuran tubuh dan bobot badan (dugaan) kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong Kabupaten garut. Ukuran-ukuran tubuh dan Pendugaan bobot badan Panjang badan (cm) Tinggi pundak (cm) Lingkar dada (cm) Lebar pinggul (cm) Tinggi pinggul (cm) Pendugaan bobot badan (kg)
Rata-rata populasi dan Koefisien variasi 119,62±2,34 6,90% 118,14±1,35 4,04% 174,56±2,33 4,70% 44,76±0,92 7,23% 119,94±1,19 3,49% 337,41±12,18 12,70%
Panjang badan Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa rata-rata panjang badan kerbau betina di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut adalah 119,62±2,34 cm. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian Sitorus (2008) sebesar 119,14 cm. Sesuai dengan SNI (2011), persyaratan kuantitatif bibit kerbau betina umur ≥ 36 bulan yaitu memiliki panjang badan minimal 120 cm, oleh karena itu data rata-rata panjang badan tersebut sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia. Koefisien Variasi merupakan suatu gambaran keragaman dari suatu sifat yang diukur, biasanya digunakan untuk membandingkan keragaman sifat-sifat yang diukur dengan satuan berbeda, dan akan mudah bila simpangan baku dinyatakan dengan persentase dari rata-rata (Warwick, dkk., 1995). Berdasarkan Tabel 2. juga dapat dilihat bahwa Koevisien variasi yang didapatkan adalah 6,90%, sesuai dengan pendapat Nasution (1992) menyatakan bahwa suatu populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15 % dan tidak efektif apabila dilakukan seleksi. Oleh karena itu, data panjang badan kerbau tersebut dapat dikatakan seragam dan tidak efektif untuk dilakukan seleksi. Tinggi pundak Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi pundak kerbau betina di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut adalah 118,14±1,35 cm. Rataan tertinggi tinggi pundak kerbau betina yang diteliti memiliki ukuran lebih tinggi di bandingkan hasil penelitian yang dilakukan dan Santosa (2007) sebesar 109,87 cm. dan berbeda dengan penelitian Sitorus (2008) yaitu 122,26 cm. Sesuai dengan SNI (2011), persyaratan kuantitatif
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K bibit kerbau betina umur ≥ 36 bulan yaitu memiliki tinggi pundak minimal 115 cm, oleh karena itu data rata-rata tinggi pundak tersebut sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia. Berdasarkan Tabel 2. juga dapat dilihat bahwa Koefisien variasi yang didapatkan adalah 4,04%, sesuai dengan pendapat Nasution (1992) menyatakan bahwa suatu populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15 % dan tidak efektif apabila dilakukan seleksi. Oleh karena itu, data tinggi pundak kerbau tersebut dapat dikatakan seragam dan tidak efektif untuk dilakukan seleksi. Lingkar dada Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa rata-rata lingkar dada kerbau betina di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut adalah 174,56±2,33 cm. Hal ini berbeda dengan penelitian Ilham, (2008).
lingkar dada kerbau betina di Sukabumi yaitu
169,40 cm pada umur yang sama. dan penelitian ini hampir sama dengan penelitian Dae, (2005), lingkar dada betina di DIY yaitu 173,88 cm pada umur yang sama. Sesuai dengan SNI (2011), persyaratan kuantitatif bibit kerbau betina umur ≥ 36 bulan yaitu memiliki lingkar dada minimal 170 cm, oleh karena itu data rata-rata lingkar dada tersebut sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia. Berdasarkan Tabel 2. juga dapat dilihat bahwa Koefisien variasi yang didapatkan adalah 4,70%, sesuai dengan pendapat Nasution (1992) menyatakan bahwa suatu populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15 % dan tidak efektif apabila dilakukan seleksi. Oleh karena itu, data lingkar dada kerbau tersebut dapat dikatakan seragam dan tidak efektif untuk dilakukan seleksi. Lebar pinggul Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa rata-rata lebar pinggul kerbau betina di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut adalah 44,76±0,92 cm. Pada penelitian Pipiana, (2010) rata-rata lebar pinggul kerbau betina 46,82 cm lebih besar dibandingkan penelitian rata-rata lebar pinggul kerbau betina di Keccamatan Cibalong. Berdasarkan Tabel 2. juga dapat dilihat bahwa Koefisien variasi yang didapatkan adalah 7,23%, sesuai dengan pendapat Nasution (1992) menyatakan bahwa suatu populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefesien variasi di bawah 15 % dan tidak efektif apabila dilakukan seleksi. Oleh karena itu, data lebar pinggul kerbau tersebut dapat dikatakan seragam dan tidak efektif untuk dilakukan seleksi. Tinggi pinggul Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi pinggul kerbau betina di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut adalah 119,94±1,19 cm. Hal ini
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K berbeda dengan penelitian Pipiana, (2010) tinggi pinggul kerbau betina pulau moa 109,08±5,88 cm. Berdasarkan Tabel 2. juga dapat dilihat bahwa Koefisien variasi yang didapatkan adalah 3,49%, sesuai dengan pendapat Nasution (1992) menyatakan bahwa suatu populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15 % dan tidak efektif apabila dilakukan seleksi. Oleh karena itu, data tinggi pinggul kerbau tersebut dapat dikatakan seragam dan tidak efektif untuk dilakukan seleksi. Pendugaan bobot badan Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa rata-rata bobot badan kerbau betina di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut adalah 337,41±12,18 kg Hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan penelitian Pipiana, (2010) Bobot badan kerbau betina di pulau Moa yaitu 253,45±30,79. Sesuai dengan SNI (2011), persyaratan kuantitatif bibit kerbau betina umur ≥ 36 bulan yaitu memiliki bobot badan minimal 250 kg, oleh karena itu data rata-rata bobot badan tersebut sudah memenuhi Standar Nasional Indonesia. Berdasarkan Tabel 2. juga dapat dilihat bahwa Koefisien variasi yang didapatkan adalah 12,70%, sesuai dengan pendapat Nasution (1992) menyatakan bahwa suatu populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15 % dan tidak efektif apabila dilakukan seleksi. Oleh karena itu, data bobot badan kerbau tersebut dapat dikatakan seragam dan tidak efektif untuk dilakukan seleksi. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa karakteristik sifat kualitatif kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong Kabupaten Garut yang frekuensinya terbanyak adalah sebagai berikut: bentuk tanduk nyangkung (70%), garis kalung putih tunggal (98%), garis punggung melengkung (62%), jumlah unyeng-unyeng di kepala 1 buah (58 %), unyeng-unyeng di pundak 2 buah (54%), unyeng-unyeng di pinggul 2 buah (56%), warna kulit Abu-abu (60%). Sifat kuantitatif yaitu: rataan panjang badan 119,62 cm ± 2,34 cm, tinggi pundak 118,14 cm ± 1,35 cm, lingkar dada 174,56 cm ± 2,33 cm, lebar pinggul 44,76 cm ± 0,92 cm, tinggi pinggul cm 119,94 ± 1,19 cm dan bobot badan 337,41 kg ± 12,18 kg. SARAN Berdasaarkan kesimpulan diatas bahwa ukuran-ukuran tubuh kerbau betina dewasa di Kecamatan Cibalong umumnya seragam, untuk meningkatkan produktivitas kerbau di Kecamatan Cibalong perlu perbaikan manajemen pemeliharaan. Untuk perbaikan mutu genetik perlu diadakan pejantan bibit unggul dari luar Kecamatan Cibalong.
Sifat Kualitatif Dan Kuantitatif Kerbau Betina Dewasa Cibalong, Garut...............Asep K DAFTAR PUSTAKA Arman, C. 2006. Penyajian Karakteristik Reproduksi Kerbau Sumbawa. Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Nusa Tenggara Barat. Chantalakhana, C. 1992. Genetic and Breeding of Swamp Buffaloes in World Anima Science (Buffalo Production). Editor by N. M Tulloh and J. H. G. Holmes. Elsevier PublishersB. V. Amsterdam. Netherland Devendra, C. 1985 Herbivores. In: The arid and tropic.The Nutrition of Herbivores Academic Press. Sydney. Dudi, C.somantri, H. Martojo, dan A. Anang, 2011. Keragaan Sifat Kualitatif dan Kuantitatif Kerbau Lokal di Propinsi Banten. Jurnal ilmu ternak. Vol 11. No 2. Hal 61-67 Dwiyanto.K dan Subandrio. (1995). Peningkatan Mutu genetik Kerbau lokal di Indonesia. Jurnal Hasil Penelitian Volume XIV. Badan Litbang Pertanian. Ilham, B. 2008. Hubungan berat hidup kerbau dengan berat karkas dan berat hidup dengan ukuran-ukuran tubuh di rumah potong hewan Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Imsyar, A.H. 2010. Studi Karakteristik Morfologi Kerbau Rawa Di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Nasution. 1992. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Tarsito, Bandung. Pipiana. J, Baliarti.E, Budisatria. I.G.S. 2010. Kinerja Kerbau Betina Di Pulau Moa, Maluku. fakultas Pertanian. Universitas Pattimura. Ambon. Santosa. U. 2007. Studi ukuran tubuh kerbau (bubalus bubalis) di beberapa wilayah di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sitorus, A.J. 2008. Studi Keragaman Fenotipe dan Pendugaan Jarak Genetik Kerbau Sungai, Rawa, dan Silangan di Sumatera Utara. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Standar Nasional Indonesia. 2011. Bibit Kerbau Lumpur. Bagian I. 7706.1.Jakarta. Zulbardi, M. dan D. A. Kusumaningrum 2005. Penampilan Produksi Ternak Kerbau Lumpur (Bubalus bubalus) Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 12-13 September 2005. Puslitbang Peternakan. Hlm.: 310–315.