Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
SIFAT FISIK GELATIN KULIT KAKI AYAM MELALUI PROSES DENATURASI ASAM, ALKALI DAN ENZIM (Physical Properties of Chicken Sank Gelatin through Acid, Alkali and Enzymatic Denaturizing Process) EFFENDI ABUSTAM, H.M. ALI, M. I. SAID dan J. CH. LIKADJA Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Jl Perintis Kemerdekaan KM 10, Makassar 90245
ABSTRACT The aim of this study was to investigate physical properties of gelatin made of chicken shank by denaturizing of collagen using acids, alkali, and enzymes during the curing process. In this study was using 30 Kg’s chicken shank of the same age was used. Curing materials used were 1% CH3COOH and HCl respectively as acid treatments, NaOH and Ca(OH)2 as alkali treatments and papain and trypsin as enzymatic treatments. Complete randomized design was employed in this study with six treatments and ten replications, whereas measurements were yield, percentage of developed shank after curing process, extracted volume ratio, gel strength and viscosity. The results showed that coefficient correlation between treatments indicated that low and too high reaction velocity produced poor characteristics of gelatin. The use of 1% acid as a curing material resulted in better characteristics of gelatin, with high yield (12.9%), high percentages (244.96%), low extracted volume (3.55), high gel strength (261.44 grams bloom) and high viscosity (5.01 CP). The use of enzyme as a curing material would produce poor quality of gelatin. Key words: Chicken Shank Gelatin, Curing, Reaction Velocity, Gelatin Quality ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji sifat fisik gelatin yang dibuat dari kulit kaki ayam melalui denaturasi kolagen menggunakan asam, basa dan enzim selama fase curing. Penelitian ini menggunakan 30 kg kulit kaki ayam broiler berumur sama. Bahan curing yang digunakan adalah asam cuka dan HCl dari golongan asam, NaOH dan kapur dari golongan alkali, serta papain dan tripsin dari golongan enzim, yang masing-masing dengan konsentrasi 1%. Penelitian disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap 6 perlakuan masing-masing dengan 10 ulangan. Peubah yang diukur adalah: rendemen, persentase pengembangan kulit setelah curing, rasio volume cairan ekstraksi, kekuatan gel dan viskositas gelatin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien korelasi antar peubah pada tiap perlakuan menunjukkan bahwa laju reaksi yang rendah dan terlalu tinggi menghasilkan karakteristik gelatin yang jelek. Penggunaan asam cuka 1% sebagai bahan curing menghasilkan gelatin yang baik dengan karakteristik: rendemen yang tinggi (12,9%), persentase pengembangan tinggi (244,96%), rasio cairan ektraksi yang rendah (3,55), kekuatan gel yang tinggi (261,44 gram bloom) dan viskositas yang tinggi (5,01 cP). Penggunaan enzim sebagai bahan curing menghasilkan gelatin dengan kualitas jelek. Kata kunci: Gelatin Kaki Ayam, Bahan Curing, Laju Reaksi, Kualitas Gelatin
PENDAHULUAN Gelatin merupakan senyawa turunan yang dihasilkan dari serabut kolagen jaringan pengikat yang dihidrolisis dengan asam atau basa (CHARLEY, 1982). Menurut ABUSTAM dan SAID (2004), kulit kaki ayam dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gelatin. Kualitas gelatin kulit kaki ayam lebih baik
724
diperoleh melalui proses asam menggunakan asam lemah, dibandingkan dengan penggunaan basa lemah. Dalam prosesnya, gelatin diproduksi melalui serangkaian fase yang dimulai dengan pencucian, curing, ekstraksi, penyaringan (filtrasi), pengentalan dan pengeringan. Salah satu fase yang sangat menentukan tingkat kuantitas dan kualitas gelatin adalah curing.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Fase curing pada dasarnya dilakukan dengan merendam bahan baku dalam kondisi tertentu dengan tujuan untuk mendenaturasi asam-asam amino penyusun molekul kolagen sehingga dalam proses ekstraksi (hidrolisa) nantinya ikatan kimia yang terlibat dalam struktur protein kolagen akan mudah mengalami proses pelarutan (solubilisasi). Kolagen merupakan rantai peptida yang sangat panjang dan mengandung kira-kira 1050 asam amino (BROWN et al., 1997). Rangkaian peptida tersebut sebagian besar tersusun atas asam amino glisin, prolin dan hidroxyprolin. Menurut TRANGGONO (1992), asam amino merupakan monomer protein yang bersifat dipolar (memiliki dua kutub). Kutub yang dimaksud adalah positif dan negatif. Kutubkutub ini sangat reaktif terhadap kondisi lingkungannya. Berdasarkan fenomena ini akan dilakukan pengkajian secara mendalam tentang proses kimia yang terjadi pada fase curing yang menggunakan bahan curing dari jenis asam, basa dan enzim. Enzim merupakan turunan protein yang juga sangat reaktif terhadap berbagai jenis asam amino dan diketahui mampu mendenaturasi struktur protein. Fase curing dalam kondisi tertentu merupakan kondisi lingkungan yang sangat berarti bagi reaktivitas kolagen dalam memulai proses perubahan struktur. Kondisi ini dimanfaatkan dalam proses produksi gelatin sebagai tahap awal dalam proses denaturasi yang selanjutnya akan mengalami proses solubilisasi dalam proses ekstraksi. Penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui jenis bahan curing paling baik dari golongan asam, alkali, dan enzim dalam menghasilkan gelatin dari kulit kaki ayam dengan karakteristik yang sesuai kebutuhan pasar. 2) Mengetahui laju reaksi dari tiap bahan curing dalam mengubah kolagen kulit kaki ayam menjadi gelatin berkualitas tinggi. METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Unhas, Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Unhas dan Laboratorium PAU Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini menggunakan 30 kg kulit kaki ayam, sebanyak 500 gr tiap unit perlakuan, yang berasal dari kaki ayam yang diperoleh dari Tempat Pemotongan Ayam di Makassar. Kaki ayam tersebut dipilih dari ayam yang dipotong dengan umur seragam (35 hari). Bahan curing yang digunakan terdiri atas 3 jenis yang masing-masing diwakili oleh 2 derivatnya, yakni (1) bahan curing jenis asam (asam kuat menggunakan HCl 1% dan asam lemah menggunakan CH3COOH 1%), (2) jenis basa (basa kuat menggunakan NaOH 1% dan basa lemah menggunakan Ca(OH)2 1%), (3) jenis enzim (hewani menggunakan tripsin 1% dan nabati menggunakan papain 1%). Bahan dan alat pendukung yang diperlukan dalam penelitian ini adalah indikator universal, texture analyser, viskometer, gelas kimia, gelas piala, erlemenyer, desikator, termometer, timbangan analitik, oven, water bath, gelas ukur, blender dan vacuum packaging. Penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan curing, masing-masing 10 ulangan. Prosedur pembuatan gelatin menggunakan metode HINRICHS dan KOEPFF (1974). Kulit yang telah lepas dari tulang langsung dilakukan proses pencucian dengan air mengalir. Kulit yang telah bersih ditimbang untuk mengetahui besarnya rendemen yang dihasilkan. Tahap selanjutnya adalah curing yakni merendam kulit dalam media yang berbeda. Proses curing dilaksanakan selama 24 jam, menggunakan bahan curing sesuai perlakuan. Setelah proses curing selesai dilanjutkan dengan proses ekstraksi. Ekstraksi dilakukan 2 kali dalam water bath pada suhu 55 – 60oC masingmasing selama 1 jam. Produk hasil ekstraksi selanjutnya disaring menggunakan kertas saring dalam keadaan masih panas hingga diperoleh gelatin cair. Gelatin cair selanjutnya dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60oC selama 24 – 48 jam sampai terbentuk lapisan tipis kering. Lapisan tipis ini kemudian di haluskan dengan blender untuk menghasilkan bubuk gelatin. Peubah yang diamati pada penelitian ini adalah rendemen, persentase pengembangan kulit setelah curing, rasio volume cairan ekstraksi, kekuatan gel dan viskositas gelatin. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan inferensial melalui analisis ragam
725
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
berdasarkan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan membandingan hasil yang diperoleh antar perlakuan dengan fenomena reaksi yang terjadi dalam proses konversi kolagen menjadi gelatin. Uji lanjutan yang digunakan adalah uji Beda Nyata Terkecil (BNT). Gambaran laju reaksi dikaji berdasarkan analisis korelasi hubungan antara perubahan selama curing dan ekstraksi dengan kuantitas dan kualitas gelatin yang dihasilkan (STEEL dan TORRIE, 1981). HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian laju reaksi Penilaian laju reaksi digambarkan berdasarkan tingkat perubahan kulit kaki ayam menjadi gelatin dan tingkat hubungan antar peubah yang diamati. Koefisien korelasi dan hasil uji statistik hubungan tiap peubah setiap perlakuan disajikan pada Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen yang tinggi akan berkaitan dengan derajad pengembangan kulit yang tinggi pada perlakuan asam cuka, HCl dan NaOH, dengan nilai koefisien korelasi masing-masing 0,67
(P < 0,013), 0,70 (P < 0,012) dan 0,63 (P < 0,025). Sedangkan rendemen yang tinggi pada perlakuan enzim tripsin berbanding terbalik dengan tingkat pengembangan kulit dengan r = 0,058 (P < 0,038). Hal ini menunjukkan bahwa bahan curing asam dan NaOH pada reaksi pemutusan ikatan kimia pada molekul kolagen saat curing dan ekstraksi dapat menghasilkan molekul gelatin (C102H151N31O39) yang mempunyai sifat mudah mengembang dalam air (RADIMAN, 1979; WARDS dan COURTS, 1977). Hubungan antara volume cairan setelah ekstraksi dengan rendemen menunjukkan bahwa volume ekstraksi yang tinggi pada pembuatan gelatin kaki ayam menggunakan NaOH, kapur, papain dan tripsin menghasilkan rendemen yang tinggi pula (P < 0,01). Hal ini terjadi karena gelatin yang terbentuk pada curing dengan NaOH dan enzim (papain dan tripsin) mungkin mengalami hidrolisis sampai pada rantai asam aminonya. Sehingga gelatin yang dihasilkan meskipun rendemennya cukup tinggi tidak mampu mengikat air yang ada disekelilingnya saat curing maupun ekstraksi seperti pada larutan cuka. Menurut
Tabel 1. Koefisien korealsi (r) hubungan masing-masing peubah yang dihitung berdasarkan perlakuan Cuka
HCl
NaOH
Kapur
Papain
Tripsin
Rendemen vs Rasio pengembangan
0,67* (0,013)
0,70* (0,012)
0,63* (0,025)
0,18 (0,307)
-0,29 (0,206)
-0,58* (0,038)
Rendemen vs Volume ekstraksi
0,33 (0,177)
0,44 (0,101)
0,76** (0,005)
0,93** (0,000)
0,91** (0,000)
0,64* (0,023)
Rendemen vs Kekuatan gel
-0,21 (0,278)
-
0,47 (0,083)
0,12 (0,370)
-
-
Rendemen vs Viskositas
-0,05 (0,447)
-0,28 (0,220)
0,58* (0,038)
0,23 (0,265)
-0,23 (0,259)
0,28 (0,213)
Rasio pengembangan vs Kekuatan gel
-0,55* (0,050)
-
0,09 (0,403)
-0,54 (0,053)
-
-
Rasio pengembangan vs Viskositas
-0,35 (0,159)
0,06 (0,430)
0,30 (0,199)
0,14 (0,348)
0,83** (0,002)
-0,30 (0,202)
Volume ekstraksi vs kekuatan gel
0,56* (0,046)
-
0,04 (0,460)
-0,03 (0,465)
-
-
Volume ekstraski vs Viskositas
0,61* (0,032)
-0,51 (0,067)
0,08 (0,413)
0,42 (0,111)
-0.11 (0.383)
-0,41 (0,117)
0,92** (0,000)
-
0,94** (0,000)
0,10 (0,387)
-
-
Kekuatan gel vs Viskositas
*) Angka dalam kurung yang mengikuti koefisien korelasi menunjukkan tingkat nyata (probability) tiap peubah
726
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
RADIMAN (1979) bahwa pemutusan yang berlanjut hingga peptida atau asam amino hasilnya sudah tidak merupakan gelatin lagi, tetapi menghasilkan lem dengan sifat fungsional yang rendah. Untuk mencegah kerusakan kolagen oleh aktivitas enzim dan basa yang kuat maka pengaturan konsentrasi bahan kuring dan lama/suhu ekstraksi perlu diatur. Hubungan antara rendemen dan kekuatan gel tidak nampak dalam hasil analisis, yang ditunjukkan dengan nilai mendekati nol pada semua analisis yang dilakukan. Hal ini menunjukkan tidak terdapatnya saling keterkaitan antar dua peubah tersebut. Sedangkan antara rendemen dan viskositas terdapat hubungan nyata (P < 0,038) pada perlakuan NaOH. Hal ini mungkin berkaitan dengan laju reaksi yang tepat selama pembentukan gelatin selama ekstraksi. Hubungan antara pengembangan dengan kekuatan gel nyata (P < 0,05) berbanding terbalik pada bahan kuring asam cuka, sedangkan bahan kuring lainnya tidak menunujukkan adanya hubungan. Hal ini menunjukkan bahwa asam cuka menyebabkan hidrolisis kolagen menjadi gelatin dan menyebabkan pengembangan sebagai sifat gelatin yang mudah mengikat air seperti pernyataan WARD dan COURTS (1977). Hidrolisis tersebut berada pada fase yang tepat yakni pada rantai polipetida dan peptida yang jika jumlahnya berlebihan akan menghasilkan struktur gelatin dengan kekuatan gel yang rendah (RADIMAN, 1979). Sementara hubungan antara pengembangan dengan viskositas menunjukkan hubungan sangat nyata (P < 0,002) hanya pada penggunaan bahan curing papain 1%. Perusakan jaringan kolagen oleh
papain yang lebih sedikit akan menghasilkan viskositas yang lebih tinggi. Hal ini mungkin berkaitan dengan tingkat kerusakan ikatan peptida ataupun asam amino pada jumlah papain yang lebih besar. Hubungan antara volume ekstraksi dengan kekuatan gel dan viskositas hanya nyata (P < 0,046 dan P < 0,032) pada penggunaan bahan curing cuka, sedangkan bahan curing lainnya tidak menunjukkan adanya hubungan. Hal ini mungkin disebabkan oleh konsentrasi yang tepat yang dapat menyebabkan hidrolisis kolagen menjadi gelatin menghasilkan volume cairan ekstraksi besar sekaligus menghasilkan kekuatan gel dan viskositas yang besar pula. Hubungan sangat nyata antara kekuatan gel dan viskositas ditunjukkan pada perlakuan bahan curing asam cuka (r = 0,91; P < 0,000) dan perlakuan NaOH (r = 0,94; P < 0,000), tetapi tidak terdapat hubungan pada perlakuan kapur (r = 0,10; P < 0,387). Hal ini berkaitan dengan laju reaksi yang terjadi pada bahan curing dengan konsentrasi tersebut mampu menghasilkan gelatin dengan kekuatan gel dan viskositas yang tinggi. Sifat fisik gelatin Pengaruh perlakuan jenis bahan curing terhadap rendemen, pengembangan kulit setelah curing dan rasio volume cairan setelah ekstraksi, serta kekuatan gel dan viskositas gelatin yang dihasilkan disajikan pada Tabel 2. Perlakuan berpengaruh terhadap semua peubah yang diamati (P < 0,01), kecuali kekuatan gel yang tidak dapat di analisis ragam karena 3 perlakuan tidak mampu membentuk gel.
Tabel 2. Karakteristik proses dan gelatin kaki ayam yang dihasilkan menurut perlakuan curing asam, basa dan enzim Karakteristik Rendemen Persentase pengembangan setelah curing Rasio volume cairan ekstraksi
Asam cuka
Asam HCl
Ca(OH)2
Tripsin
Papain
12,95b
13,73bc
NaOH 14,01c
6,34a
15,55c
12,06b
244,93e
161,85cd
165,76d
146,61c
43,97a
89,39b
3,55b
4,67cd
4,25c
2,44a
5,32e
4,77d
Kekuatan Gel*)
261,84
TBG
11,58
53,69
TBG
TBG
Viskositas
501,00d
260,50a
346,00b
395,00c
256,00a
280,00a
*) Gelatin yang diperoleh dengan curing asam HCl dan enzim tidak mampu membentuk gel (TBG) **) Angka yang diikuti huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan sangat nyata (P < 0,01)
727
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Uji fisik yang di nilai dalam penelitian ini antara lain rendemen, kekuatan gel dan viskositas gelatin. Disamping itu dilakukan penilaian tingkat pengembangan kulit setelah curing dan rasio cairan gelatin yang terbentuk setelah ekstraksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan curing dengan asam, alkali dan enzim berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen gelatin yang dihasilkan (Tabel 2). Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa larutan kapur (Ca(OH)2) menghasilkan rendemen paling rendah (6,34%), asam cuka dan papain menghasilkan rendemen menengah (masingmasing 12,9% dan 12,06%), sedangkan asam HCl, NaOH dan tripsin menghasilkan rendemen paling tinggi (masing-masing 13,73, 14,01, dan 15,55%). Hal ini menunjukkan bahwa asam dan enzim mempunyai kemampuan denaturasi protein yang lebih tinggi dibanding dengan alkali. Demikian pula bahan curing alkali mempunyai kemampuan berbeda, dimana NaOH lebih baik dibanding dengan kapur. Penilaian pengembangan bahan kulit setelah curing dimaksudkan untuk melihat sejauh mana tanda-tanda perusakan kolagen oleh bahan kuring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan curing berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap pengembangan kulit. Enzim kelihatannya tidak menyebabkan pengembangan bahan kulit, tetapi justru langsung menyebabkan penguraian (pengembangan < 100%), sedangkan asam maupun basa menyebabkan pengembangan setelah curing yang menunjukkan adanya proses denaturasi kolagen. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa asam cuka menghasilkan pengembangan yang paling tinggi (244,93%), HCl, NaOH dan kapur menghasilkan pengembangan yang sama (masing-masing 161,85, 165,76 dan 146,61%), sedangkan enzim menyebabkan pengrusakan kulit, sehingga total padatan tersisa kurang dari 100%. Pengembangan kulit setelah proses curing menunjukkan denaturasi kolagen menjadi glutin (C102H151N31O39) yang mempunyai sifat mudah mengembang dalam air (RADIMAN, 1979). Pengembangan glutin dalam air dimungkinkan oleh struktur glutin yang mudah memegang air. Rasio cairan ekstraksi adalah perbandingan gelatin yang dihasilkan dengan cairan hasil
728
ekstraksi. Penghitungan rasio cairan ekstraksi dimaksudkan untuk mengetahui perkiraan awal rendemen gelatin yang dihasilkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan curing berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap rasio cairan ekstraksi. Hasil uji lanjut menunjukkan bahwa larutan kapur (Ca(OH)2) dan asam cuka memberikan rasio lebih kecil dibanding dengan 4 perlakuan lainnya. Hal ini mungkin berkaitan dengan besarnya jumlah air yang terikat oleh jaringan kulit selama curing, dan besarnya glutin yang terurai dari kolagen selama ekstraksi, menghasilkan cairan ekstraksi yang lebih kental (RADIMAN, 1979). Kekuatan gel merupakan salah satu karakteristik utama dalam penilaian kualitas gelatin. Gelatin yang baik ditunjukkan dengan nilai kekuaan gel (gram bloom) yang tinggi (TAYLOR et al., 1997). Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan curing berpengaruh nyata (P < 0,01) terhadap kekuatan gel. Dari 6 bahan curing yang digunakan, hanya 3 yang mampu membentuk gel, yakni asam cuka, NaOH dan kapur, sedangkan tiga yang lainnya yakni HCl, dan enzim (papain dan tripsin) tidak mampu membentuk gel. Dari ketiga perlakuan yang membentuk gel, asam cuka memberikan hasil terbaik (261.84 gram bloom), disusul dengan kapur (53, 69 gram bloom) dan NaOH (11,58 gram bloom). Berdasarkan kriteria bahwa makin tinggi kekuatan gel, gelatin tersebut makin baik (TOURTELLOTE, 1980; RADIMAN, 1979), maka gelatin yang menggunakan asam sebagai bahan curing merupakan gelatin yang terbaik. Menurut TOURTELLOTE (1980) kekuatan gel yang tinggi membutuhkan beban yang semakin besar untuk melakukan deformasi gel sebelum terjadi pemecahan atau perusakan. Viskositas gelatin yang dihasilkan menunjukkan adanya pengaruh perlakuan bahan curing. Viskositas dari gelatin dipengaruhi oleh panjang rantai molekul penyusunnya. Semakin panjang rantainya, semakin tinggi viskositasnya. KESIMPULAN 1.
Koefisien korelasi antar peubah tiap perlakuan menunjukkan bahwa laju reaksi yang rendah dan terlalu tinggi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
2.
3.
menghasilkan karakteristik gelatin yang jelek. Penggunaan asam cuka 1% sebagai bahan curing menghasilkan gelatin yang baik dengan karakteristik: rendemen yang tinggi (12,9%), persentase pengambangan tinggi (244,96%), rasio cairan ektraksi yang rendah (3,55), kekuatan gel yang tinggi 261,44 gram bloom) dan viskositas yang tinggi (5,01 cP). Penggunaan enzim sebagai bahan curing menghasilkan gelatin dengan kualitas jelek, dipengaruhi oleh laju reaksi yang menyebabkan pemutusan ikatan pada peptida dan asma amino. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional melalui Proyek Pengkajian dan Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah memberikan bantuan dana untuk melaksanakan kegiatan penelitian ini sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dasar No: 85/P21PT/DPPM/PID/III/2004 Tanggal 1 Maret 2004. DAFTAR PUSTAKA ABUSTAM, E. dan M.I. SAID. 2004. Produksi gelatin dari kulit kaki ayam. Pros. Seminar Nasional Industri Peternakan Modern, Makassar 21 – 22 Juni 2004. hlm. 125 – 136.
BROWN, E.M, G. KIG dan J.M. CHEN. 1997. Model of The Helical Portion of A Type I Collagen Microfibril. J. Amer. Leather Chem. Assoc. JALCA 92: 1 – 18. CHARLEY, H. 1982. Food Science. Second Edition. John Wiley dan Sons, New York. HINRICHS, K.K. dan P. KOEPFF. 1974. Gelatin in Pharmacy and Medicine. Deutsche GelatineFebriken Stoess & Co. GmbH, Eberbach/ Baden. RADIMAN. 1979. Penuntun Pembuatan Gelatin, Lem dan Kerupuk dari Kulit Hewan Secara Industri Rumah/Kerajinan. Balai Penelitian Kulit, Yogyakarta. STEEL, R.G.D. dan J.H. TORRIE. 1981. Principle and Procedure of Statistics. 2nd Ed. International Book Company, Tokyo. TAYLOR, M.M., L.F. CABESA, M.N. MARMER and E.M. BROWN. 1997. Computer-assisted method to measure the adhesive properties of hidrolysis products from collagen. J. Amer. Leather Chem. Assoc. JALCA 92: 28.p TOURTELLOTE, P. 1980. Encyclopedia of Science and Technology. Mc. Graw Hill Book Co. New York hlm. 93 – 94. TRANGGONO. 1992. Protein (Kimia Susu, Gandum, Daging). Handout TPP 590 Kimia Pangan. Fakultas Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. WARD, A.G. dan COURTS. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York.
729